Cedera Spinal

May 18, 2019 | Author: Riska Miyu Miyu | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Spinal...

Description

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS II

Di susun oleh : Riska Triana Mustofa (P27820112040)

Tingkat III / Non Reguler KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA PRODI D III KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA 2014-2015

CEDERA SPINAL 1.

Anatomi Fisiologi Tulang Belakang (Spinal) 

Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang. Adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Di antara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya. a.

Tujuh vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk.

 b.

Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk  bagian belakang torax atau dada.

c.

Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau pinggang.

d.

Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum atau tulang kelangkang.

e.

Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang koksigeus atau tulang tungging. Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruasnya tetap

tinggal jelas terpisah selama hidup dan disebut ruas yang dapat  bergerak. Ruas pada dua daerah bawah, sakrum dan koksigeus, pada masa dewasa bersatu membentuk dua tulang. Ini disebut ruas tak  bergerak. Dengan perkecualian dua ruas pertama dari tulang leher maka semua ruasy ang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Seperti vertebra terdiri atas dua bagian, yaitu anterior di sebut badan

vertebra dan yang posterior disebut arkus neuralis yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang  belakang) yang dilalui sumsum tulang belakang. 

Vertebra Servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua, yang berbentuk istimewa maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri yang berikut: badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang. Lengkungnya besar. Prosesus spinosus atau taju duri di ujung memecah dua atau bifida. Prosesus transversusnya atau taju sayap berlubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis. Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang  pertama yang mempunyai prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan) pada ujngnya. Membentuk gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian bawah tengkuk. Karena iri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra prominens.



Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada yang servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut: badannya berbentuk lebar-lonjong (bentuk jantung dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga; lengkungnya agak kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah, sedangkan prosesus transversus, yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta membuat faset  persendian untuk iga



Vertebra Lumalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badnnya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan  berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusunya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo-sakral.



Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada  bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit di antara kedua tulang inominata (atau tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga

 pelvis (panggul). Dasar dari sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran tulang  belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis  berlubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada pandangna posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum adalah celkung dan memperlihatkan empat gili melintang yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis. Pada ujng gili-gili ini, di setiap sisi terdapat lubagng kecil untuk dilewati urat saraf. Lubang ini disebut foramina. Apex dari sakrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro iliaka kanan dan kiri. 

Koksigeus atau tulang tungging terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimeter yang bergabung menjadi satu. Di atasnya ia bersendi dengan sakrum.



Lengkung kolumna vertebralis. Kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero posterior: lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke depan, daerah torakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung ke belakang. Kedua lengkung yang menghadap posterior, yaitu yang terakal dan pelvis disebut primer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya ke belakang dari tulang belakang yaitu bentuk “C” sewaktu janin dengan kepala membengkok ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan ke atas ke arah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder-lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan dan mempertahankan tegak.



Sendi kolumna vertebra. Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan di antara setiap dua vertebra, di kuatkan oleh ligamentum yang berjalan di depan dan di belakang badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot di seitap sisi membantu dengan sepenuhnya kestablian tulang belakang. a.

Diskus intervertebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang terdapat di antara badan vertebra yang dapat bergerak.

 b.

Gerakan. Sendi yang terbentuk antara cakram dan vertebra adalah  persendian dengan gerakan yang terbatas saja dan termasuk sendi  jenis

simpisis,

kemungkinan keseluruhan. membengkok

tetapi

jumlahnya

membengkok Gerakannya ke

depan,

yang

yang

kepada

memberi

kolumnanya

mungkin

extensi,

banyak

adalah

membengkok

secara

flexi ke

atau

depan,

membengkok lateral ke setiap sisi dan rotasi atau berputar ke kanan dan ke kiri. c.

Fungsi dari Kolumna vertebralis, kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa pata. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat  badan seperti waktu berlaru dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung terhadap goncangan.

d.

Kolumna vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan  permukaan untuk kaitan otot dan mebentuk tapal batas posterior yang kukuh untuk rongga badan dan memberi kaitan pada i ga.

(Pearce, Evelyn C. 2008.  Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Susunan sistem saraf spinal

Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang  belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi: a)

8 pasang saraf leher (saraf cervical) (1) Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co (2) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 –  C4 (3) Leksus brakial C5  –   T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf yang mempersarafi anggota bawah L2 –  S3.

 b)

12 pasang saraf punggung (saraf thorax)

c)

5 pasang saraf pinggang (saraf lumbal)

d)

5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)

e)

1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal). Otot  –   otot representative dan segmen  –   segmen spinal yang

 bersangkutan serta persarafannya: 

Otot bisep lengan C5 –  C6



Otot trisep C6 –  C8



Ototbrakial C6 –  C7



Otot intrinsic tangan C8 –  T1



Susunan otot dada T1 –  T8



Otot abdomen T6 –  T12



Otot quadrisep paha L2 –  L4



Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 –  S2 Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan

atau gabungan(pleksus)membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam,yaitu: 

Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher)



Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)



Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang)

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu  baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak  paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar  posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang  belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung. Cabang-cabang belakang sraf spinal mempersarafi otot-otot  punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka bata ng badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk  persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang  pendek ke arah bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang  pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha. Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu: 1)

 Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.

2)

 Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak  belakang dalam trungkusnya.

3)

 Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot seratus anterior.

4)

 Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah  bagian posterior,mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot  brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.

5)

 Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius,  Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot serratus anterior.

6)

 Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.

7)

 Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri.

8)

 Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6, mempersarafi otot subclavius..

9)

 Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,

10)  Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot supraspinatus dan infraspinatus. 11)  Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma. 12)  Nervus intercostalis 13)  Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening. 14)  Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial lengan atas. 15)  Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah. 16)  Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial

17)  Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus. 18)  Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas. 19)  Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus. 20)  Nervus transverses colli 21)  Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis, 22)  NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya. 23)  Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla spinalis. 24)  Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin manusia. 25)  NervusGenitofemularis:

Nervus

genitofemoralis

berpusat

pada

medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis ¾. 26)  Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas,  bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki. 27)  NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot  paha. 28)  NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi. 29)  Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha 30)  NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah. 31)  Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot

levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah. (Dienulhaq,  Junda. 2014. Tulang Belakang, anatomi fisiologi paramedis/ Spine,

paramedic

anatomy

physiology.

(online)(http://jundapakiringan.blogspot.com/2011/03/saraf-kranial-dansaraf-spinal.html) diakses 3 September 2014. 2.

Klasifikasi cedera spinal

a.

Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut : 

Cedera fleksi Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum  posterior, dan selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada  bagian anterior korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil



Cedera fleksi-rotasi Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum  posterior dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan

terjadinya

dislokasi

fraktur

rotasional

yang

dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang paling tidak stabil. 

Cedera ekstensi Cedera ekstensi biasanya

merusak

ligamentum

longitudinalis

anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil. 

Cedera kompresi vertikal (vertical compression) Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture.



Cedera robek langsung (direct shearing) Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.

 b.

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera nonstabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat. 

Cedera stabil 1)

Fleksi Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal

umum

ditemukan

dan

stabil.

Kerusakan

neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50  persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik,

korset,

Ketidaknyamanan

dan yang

ambulasi

dini

berkepanjangan

diperlukan. tidak

lazim

ditemukan. 2)

Fleksi ke Lateral dan Ekstensi Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.

3)

Kompresi Vertikal

Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)  protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan  protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk  beberapa minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau  jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau

4

bulan

direkomendasikan. Jika

ada

keterlibatan

neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi. 

Cedera Tidak Stabil 1)

Cedera Rotasi –  Fleksi Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah r adiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.

2)

Fraktura ”Potong” Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya  patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan  paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil  pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.

3)

Cedera Fleksi-Rotasi Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura

biasanya

tidak

stabil.

Stabilisasi

bedah

direkomendasikan. (Prof. DR. Dr. Satyanegara, SpBS, dkk. 2010.  Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi IV . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.)

3.

Penatalaksanaan Prinsip –  prinsip Utama Penatalaksanaan Trauma Spinal 

Immobilisasi

Tindakan

immobilisasi

harus

sudah

dimulai

dari

tempat

kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal; dengan menggunakan „cervical collar‟. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat tempat/alas yang keras. Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan dengan hati hati dan tidak dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masingmasing menyangga bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih parah. Dalam memiringkan juga  perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan teknik log roll.

Untuk menghindari cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk mensabilkan posisi penderita. Teknik Log Roll (Flip & Strip) : a) Manuver mengangkat & memindahkan penderita ke LSB (Long Spinal Board).  b) Pemindaian dengan sinar x membuktikan bahwa bila teknik ini dilakukan dengan baik, kelurusan tulang belakang ketika korban dipindahkan tetap terjaga, walaupun dari posisi tengadah (supinasi), tengkurap (pronasi) atau miring (lateral).

(Diktat PMI Yogyakarta dan Diktat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta) Posisi Penderita : a) Jika penderita syok, letakkan dalam posisi syok (jika tidak ada cedera di tungkai dan tulang belakang)  b) Jika penderita dengan gangguan pernapasan posisikan dengan  posisi duduk atau setengah duduk c) Penderita dengan nyeri perut, posisikan dengan tungkai ditekuk d) Penderita dengan muntah-muntah posisikan nyaman dan awasi  jalan napas

e) Penderita dengan curiga trauma spine stabilkan dan imobilisasi dengan papan spinal panjang f) Jika penderita tidak ada respon dan tidak dicurigai ada cedera spinal atau cedera berat lain posisi miring stabil g) Posisi nyaman, bila cedera tidak mengganggu



Stabilisasi medis

Terutama sekali pada penderita tetraparesis/etraplegia. a) Periksa vital signs  b) Pasang „nasogastric tube‟ c) Pasang kateter urine d) Segera normalkan „vital signs‟. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen monitor  produksi urine, bila perlu monitor AGDA (analisa gas darah), dan  periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setelah kecelakaan dapat memperbaiki kontusio medulla spinalis.



Mempertahankan posisi normal vertebra (“Spinal Alignment”)

Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner-Wells tong dengan beban 2,5kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.



Dekompresi dan stabilisasi spinal

Bila terjadi „realignment‟ dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan „open reduction‟ dan stabilisasi dengan „approach‟ anterior atau  posterior.



Rehabilitasi

Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam  program ini adalah „bladder training‟, „bowel training‟, latihan otot  pernafasan, pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.

4.

Peralatan untuk membawa pasien cedera spinal

a)

Cervical collar 

Cervical Collar (Stiffneck Adjustable Collar) Alat yang digunakan untuk immobilisasi leher pasien yang dicurigai cidera tulang leher. Alat dapat disesuaikan dengan panjang leher pasien. Ada pula yang sudah sesuai ukuran S, M, L baik yang rigid(keras) atau Soft(lembut).

 b)

Cruthfield tong Alat yang digunakan untuk satbilisasi spinal

c)

Scoop Strecher Alat yang digunakan untuk meminimalkan movement atau gerak pada korban dalam pengangkatan dan pemindahan korban yang diduga mengalami cedera tulang belakang,

d)

Long Spine Board (LSB) Alat yang digunakan untuk memindahkan dan mengangkat korban yg diduga mendapat cedera tulang belakang.

e)

Vacum Matras Alat yang digunakan untuk immobilisasi dan mengangkat korban dengan patah tulang belakang, leher dan multi trauma.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma Spinal. (online) (http://copyaskep.wordpress.com/2013/01/16/asuhan-keperawatan-klien-traumaspinal/) diakses 4 September 2014 Dienulhaq,  Junda. 2014. Tulang Belakang, anatomi fisiologi paramedis/ Spine,  paramedic

anatomy

physiology.

(online)(http://jundapakiringan.blogspot.com/2011/03/saraf-kranial-dan-sarafspinal.html) diakses 3 September 2014. Harianja, Sudivrado. 2012. Alat Emergency dan Kegunaannya. (online)( http://medic-harianja.blogspot.com/2012/04/emergency-skill.html) 

diakses

4

September 2014.

Pearce, Evelyn C. 2008.  Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Prof. DR. Dr. Satyanegara, SpBS, dkk. 2010.  Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi  IV . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tucker, Susan Martin, dkk. 1999. Standar Perawatan Pasien Edisi V . Jakarta : EGC.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF