cdk_148_Imunisasi

April 19, 2018 | Author: revliee | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download cdk_148_Imunisasi...

Description

http://www.kalbefarma.com/cdk 

Computer Computer artwork artwork of DNA microarray microarray

http. www.kalbefarma.com/cdk  International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Daftar isi : 2. Editorial 4. English Summary http. ww.kalbefarma.com/cdk   I

N  : 0125–913X 

148. Imunisasi

 Keterangan gambar: Gambaran DNA microarray.  Lancet 2004;364:2003

Artikel 5. Penyakit-penyakit Penyakit-penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia  – Enny Muchlastriningsih 12. Masa Depan Pengembangan Vaksin Vaksin Baru –  Dyah  Dyah Widyaningroem Isbagio 17. Serosurvei Influenza pada Pekerja, Pekerja, Penjual dan Penjamah Penjamah Produk Ayam di 8 Propinsi Kejadian Luar Biasa Flu Burung yang Menyerang Ayam –  Ainur   Ainur   Rofiq, Agus Suwandono, Eko Rahardjo, Rudi Hendro P. 21. Avian Influenza (Flu Burung) –    Mardi Santoso, Herman Salim,  Hasanudin Alim 25. Apakah SARS akan Berjangkit Kembali ? –  Sarjaini  Sarjaini Jamal  30. Infeksi Campak - Karakteristik dan Respon Imunitas yang Ditimbulkan Ditimbulkan  –   Sarwo Handayani  35. Kecenderungan Kasus Campak Selama Empat Tahun (1997 – 2000) di Indonesia – Enny Muchlastriningsih 37. Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia – Tahun 2001-2003 –    Bambang Heriyanto, Enny Muchlastriningsih, Sri   Susilowati, Diana Siti Hutauruk  40. Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) (KLB) Chikungunya di Desa Harja Mekar  dan Pabayuran Kabupaten Bekasi Tahun 2003 –    Rudi Hendro P, Eko  Rahardjo, Masri Sembiring Maha, John Master Saragih 43. Status Antibodi Anak Balita Pasca Pekan Imunisasi Imunisasi Nasional (PIN) IV di Makassar – Gendrowahyuhono 46. Status Antibodi Anak Sekolah Sekolah Dasar Sebelum dan Sesudah Sesudah Program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di Yogyakarta - Gendrowahyuhono 49. Pemeriksaan Spesimen Spesimen Serum Darah terhadap Zat Anti Legionella –  Eko  Rahardjo 51. Deteksi   Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan  Human Metapneumovirus (HMPV) dengan   Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT Sarwo Handayani   PCR) –  Sarwo 55.  Introduction to Anti-Aging Medicine –  Eulis  Eulis A. Datau, Candra Wibowo 60. 61. 62. 63. 64

Produk Baru Informatika Kedokteran Kegiatan Ilmiah Kapsul  RPPIK 

EDITORIAL   Ditemukan kembalinya kasus polio di Sukabumi, Jawa Barat tentu menyadarkan kita bahwa masalah imunisasi merupakan hal yang perlu ditangani secara lebih serius.   Edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini mungkin kurang menarik  bagi sejawat klinisi; tetapi kami terbitkan untuk mengingatkan kita semua bahwa aspek kesehatan tidak hanya masalah kuratif saja, tetapi juga mempunyai aspek promotif dan preventif. Salah satu aspek preventif ialah dengan melalui imunisasi, yang    sudah sejak lama dipromosikan oleh WHO sebagai salah satu usaha kesehatan yang dianjurkan, terutama di negara-negara berkembang yang   sumberdaya kesehatannya masih relatif terbatas.   Beberapa artikel yang juga perlu dibaca adalah ulasan mengenai SARS – wabah yang sempat menghebohkan dunia, tetapi berangsur surut  (dengan sendirinya ?); juga mengenai flu burung yang akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan, dikaitkan dengan kemungkinan mewabah  seperti pengalaman dengan SARS beberapa waktu yang lalu Selamat membaca,

Redaksi

2

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

International Standard Serial Number: 0125 - 913X KETUA PENGARAH

REDAKSI KEHORMATAN

Prof. Dr. Oen L.H. MSc

PEMIMPIN UMUM Dr. Erik Tapan

KETUA PENYUNTING

- Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo

- Prof. Dr. R Budhi Darmojo

- Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD.

- Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.

Staf Ahli Menteri Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Dr. Budi Riyanto W.

PELAKSANA Sriwidodo WS.

Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

TATA USAHA - Dodi Sumarna - E. Nurtirtayasa

ALAMAT REDAKSI

- DR. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 E-mail : [email protected] http: //www.kalbefarma.com/cdk  //www.kalbefarma.com /cdk 

NOMOR IJIN

DEWAN REDAKSI

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT Grup PT. Kalbe Farma Tbk.

- Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D

- Prof. Dr. Sjahbanar Zahir MSc.

Soebianto

PENCETAK  http://www.kalbefarma.com/cdk 

PT. Temprint

PETUNJUK UNTUK PENULIS Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang bidang tersebut.  Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk  diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.   Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan  bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang  berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak  mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak  dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak   berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.  Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam   bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan

 pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh : 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72. 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.  Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected] Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.   Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja  si penulis.

 English Summary

In Indonesia, Avian Influenza (bird flu) was presumed to appear in the end of August 2003. In January 25, 2004, Department of   Agriculture stated that Avian Influenza A(H5N1) had infected chicken in Indonesia. Some countries reported that   Avian Influenza could potentially  infect human and may cause death. This sero-surveillance is to identify Avian Influenza human infection in Indonesia, by finding the prevalence of Avian Influenza   A(H5N1) antibody among poultry    workers, sellers and customers, also among people in direct contact with infected chicken in farms in Lampung, Banten, West Java, Central Java, Yogyakarta, East Java, Bali and South Kalimantan. This survey investigated 1046 respondents - 829 as contact group and 217 as control group. The result of Haemagglutination Inhibition test of A(H5N1) are all negative. The result of RT-PCR from 43 random specimens are also negative. Poultry workers, sellers and customers surveyed are not infected by Avian Influenza viruses.

4

SARS (Severe Acute Respiratory  Syndrome ) have been reported from more more than than 25 countries. The signs and symptoms are similar to flu: fever (>38ºC), cough, sore throat, shortness and difficulty of breath, body aches within 7- 10 days after arrival from SARS countries. SARS is caused by  corona virus infection; transmission occurred after close contact with symptomatic individuals. Infection may also occur if residual infectious particles in environment are brought into direct contact with eyes, nose or mouth eg. by  unwashed hands. Until May 26 , 2003 SARS has infected more than 7.500 people, and killed more than 600 people; 15.000 people people had been quarantined; 12 medical workers including Dr.Carlo Urbani has died. Recently avian flu appeared in Thailand, Vietnam, Korea, Japan and also Indonesia. Is it possible to develop into SARS ? Indonesian workers and travellers from SARS countries need to be screened from SARS. Personal protective equipment (eg. hand hygiene, gown, gloves, and N95 masker) in addition to eye protection, are recommended for healthcare workers to prevent transmission of SARS in health care setting.

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

Measles is still a health problem in Indonesia. Immunization (and also) natural infection can overcome the problem by improving humoral and cellular immune response. Free and circulating virus will be neutralized by antibody through inhibition of virus attachment on the surface cells so penetration into cells and replication will be prevented. Cellular immune response will induce B lymphocyte to produce antibody by ADCC  ( Antibody Dependent Cell    Mediated Cytotoxicity  ) mechanism dan lysis complement. Measles immune response is influenced by many factors, such as age, maternal antibody, nutritional status, intercurrent illness and quality of vaccine including:   virus strain, dose, cold chain and route of administration.

Artikel ANALISIS

Penyakit-penyakit Menular  yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia Enny Muchlastri ningsih ningsih Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Seperti diketahui penyakit menular disebabkan oleh infeksi berbagai organisme maupun mikroorganisme di antaranya bakteri dan virus. Contoh penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri misalnya: difteri, pertusis, tuberkulosis dan tetanus sedangkan yang disebabkan oleh virus misalnya hepatitis, polio, dan campak. Penyakit – penyakit di atas sebetulnya sudah dapat dicegah melalui imunisasi baik imunisasi dasar saat bayi 0-11 bulan maupun imunisasi lanjutan saat anak usia sekolah, ada pula imunisasi yang diberikan pada ibu hamil dan calon pengantin wanita yaitu imunisasi Tetanus toxoid . Imunisasi sendiri sebetulnya sudah berlangsung lama, misalnya menurut hikayat Raja Pontus melindungi dirinya dari keracunan makanan makanan dengan dengan cara minum darah itik, sedangkan penggunaan hati anjing gila untuk pengobatan rabies menjadi basis pendekatan pembuatan vaksin rabies. Pembuatan vaksin dapat dikatakan dimulai tahun 1877 oleh Pasteur menggunakan kuman hidup yang dilemahkan yaitu untuk vaksinasi cowpox dan smallpox; pada tahun 1881 mulai dibuat vaksin anthrax dan tahun 1885 dimulai pembuatan (1) vaksin rabies . Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan imunisasi cacar; dengan selang waktu yang cukup jauh yaitu pada tahun 1973 mulai dilakukan imunisasi BCG untuk  tuberkulosis, disusul imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil pada tahun 1974; imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) pada bayi mulai diadakan pada tahun 1976. Pada tahun 1977 WHO mulai menetapkan program imunisasi sebagai upaya global dengan EPI (Expanded Program on Immunization) dan pada tahun 1981 mulai dilakukan imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak mulai diberikan, dan tahun 1997 imunisasi (2) hepatitis mulai dilaksanakan . Adapun kegiatan imunisasi yang rutin diadakan diadakan ialah: 1) Imunisasi dasar pada bayi umur umur 0 -11 bulan bulan meliputi : BCG (1 kali pemberian), DPT (3 kali), Polio (4 kali), Hepatitis Hepatitis B (3 kali), dan Campak (1 kali).

2) Imunisasi lanjutan pada anak sekolah yaitu imunisasi imunisasi DT (1 kali) dan TT (2 kali). 3) Imunisasi lanjutan pada ibu hamil dan calon pengantin wanita ialah TT 5 kali pemberian. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi sesuai dengan program imunisasi di Indonesia. Adapun tujuan khususnya ialah mengetahui gambaran epidemiologi : tuberkulosis paru (Tb paru), difteri, tetanus, pertusis, polio, hepatitis B, dan campak. METODOLOGI Data dasar didapatkan dari Buku Data Tahun 2003 dari (3) DitJen PPM & PL berasal dari laporan daerah yang meliputi : Laporan bulanan puskesmas (LBI), Laporan rawat jalan (RL 2b), Laporan rawat inap (RL2a), Laporan RS melalui Sistem Surveilans Terpadu, dan Laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) 24 jam (W1). Data dasar diolah dan dianalisis menggunakan metoda statistik per penyakit sesuai dengan penyakit yang menjadi prioritas program imunisasi yang sedang dijalankan di Indonesia. HASIL PENELITIAN 1. Tuberkulosis paru Penyakit ini sebetulnya dapat dicegah dengan pemberian 1 kali imunisasi BCG pada u sia 00- 11 bulan sehingga dengan peningkatan imunisasi yang efektif diharapkan kejadian penyakit ini dapat diturunkan. Penyakit ini disebabkan oleh  Mycobacterium tuberculosis dan   M. africanum, yang dapat mengenai paru-paru, tulang, selaput otak, kelenjar limfa, dan sebagainya; yang dibicarakan di sini hanya tuberkulosis paru. Penularan penyakit ini lewat percikan ludah penderita (droplet infection), masa inkubasinya antara 4-12 minggu. Kejadiannya meningkat sejalan dengan umur; penderita berumur lebih tua lebih banyak daripada usia muda, lebih banyak 

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

5

penderita laki-laki, serta lebih banyak menyerang kaum miskin, (4) (4) dan lebih banyak di perkotaan dibandingkan di pedesaan . Data surveilans penderita tuberkulosis paru membedakan tuberkulosis paru dengan hasil laboratorium BTA(+) yaitu ditemukannya bakteri tahan asam di spesimen penderita dengan tuberkulosis paru klinis, dengan ditemukannya tandatanda klinis yang mengarah ke tuberkulosis meskipun tidak  ditemukan kumannya (BTA negatif).

Grafik 1. Jumlah penderita Tuberkulosis Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawat inap dan jumlah kematian, 2000-2002

10000 8000

: Kasus : Mati

6000 4000 2000 0 2000

Tuberkulosis Paru BTA(+) Tabel 1.

Tahun

2000 2001 2002 Jumlah

Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawat  jalan berdasarkan golongan umur, 2000- 2002. Golongan umur 45 th

0 520 117 637

0 1.699 2.953 4.652

4.902 2.162 1.769 8.833

15.146 7.442 9.979 32.567

15.317 6.243 4.314 25.874

Tahun

35.365 18.066 19.132 72.563

2000 2001 2002 Jumlah

Tabel 2. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) pada RS rawat inap berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Tahun

2000 2001 2002 Jumlah Jumlah

Golongan umur 45 th

0 34 13 47

0 134 35 169

646 252 170 1.068

4.150 1.980 993 7.123

4.660 2.216 1.122 7.998

Jumlah

9.456 4.616 2.333 16.405

Tabel 2 memperlihatkan jumlah penderita tuberkulosis BTA (+) rawat inap di RS secara golongan umur maupun keseluruhan lebih kecil dari rawat jalan, mungkin karena tidak  semua harus dirawat inap dengan berbagai pertimbangan misalnya dana, kapasitas RS, kegiatan produktif yang tidak  dapat ditinggalkan, dan lain sebagainya. Grafik 1 memperlihatkan jumlah penderita rawat jalan dan jumlah kematian; pada tahun 2000 jumlah jumlah kasus rawat inap sebanyak 9.456 dengan kematian 248 (2,6%), pada tahun 2001 jumlah kasus 4.616 dengan 53 kematian (1,1%), (1,1%), dan tahun 2002 2.333 kasus dengan 54 kematian (2,3%). Diperlukan usaha yang lebih besar agar jumlah kematian seminimal mungkin dengan meningkatkan upaya kesehatan baik secara individu maupun secara nasional. Tabel 3 memperlihatkan jumlah kasus yang ditemukan di puskesmas sangat besar dibanding dua data sebelumnya, mungkin karena puskesmas merupakan institusi kesehatan terdepan sehingga dapat menjaring kasus lebih luas; meskipun demikian kasus di bawah umur 5 tahun belum ada; mungkin memang belum ada tetapi mungkin belum terjaring meskipun kasusnya sebetulnya sudah ada.



Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

Tabel 3. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA (+) berasal dari puskesmas berdasarkan golongan umur, 2000 – 2002

Jumlah

Tabel 1 memperlihatkan jumlah penderita tuberkulosis paru BTA (+) rawat jalan selama tahun 2000 - 2002, anak di bawah 5 tahun dengan tuberkulosis tuberkulosis BTA(+) ditemukan ditemukan pada tahun 2001 (520) dan tahun 2002 agak menurun yaitu 117 kasus. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan karena penderita balita akan mengalami hambatan pertumbuhan yang tentu akan merugikan perkembangannya. Balita biasanya tertular dari lingkungan keluarga atau tetangga mengingat mobilitas balita belum jauh sehingga dapat diprediksi ada kasus tuberkulosis di sekitarnya.

2002

2001

Golongan umur 45 th

0 295 216 511

0 1.733 1.074 2.807

9.958 5.746 2.820 18.524

63.179 40.864 26.018 130.061 130.061

56.656 32.712 21.236 140.732

Jumlah

129.793 129.793 81.350 81.350 51.364 51.364 292.635

Dari data rawat jalan selama 3 tahun maka penderita terbanyak pada golongan umur produktif 15 - 44 tahun (44,88 %), sedangkan dari data rawat inap selama 3 tahun yang terbanyak golongan umur di atas 45 tahun (48,75%); dari kasus yang berasal dari puskesmas, golongan umur terbanyak juga di atas 45 tahun (48,09%). Dengan data tersebut dampaknya dapat dikatakan akan mengganggu produktifitas nasional yang lebih lanjut akan menurunkan kualitas hidup masyarakat; untuk itu diperlukan diperlukan usaha penanggulangan yang lebih keras. Tuberkulosis paru klinis Jumlah penderita tuberkulosis paru dengan gejala klinis   jumlahnya lebih besar daripada yang dengan BTA (+) karena memang tidak pada semua penderita dengan gejala klinis akan dite mukan muka n kumannya, kumannya, kuman tidak terdeteksi karena misalnya pengelolaan sampel kurang baik, reagennya kurang baik, kualitas teknisi laboratorium yang kurang, atau memang tidak  ditemukan. Tabel 4. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Jalan berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Tahun

2000 2001 2002 Jumlah

Golongan umur 45 th

1.715 2.312 256 4. 283

6.073 5.894 1.018 12.985

7.094 6.240 1.617 14.951

21.245 15.008 6.324 42.577

19.139 12.613 5.251 37.003

Jumlah

55.266 42.067 14.466 111.799 111.799

Tabel 4 memperlihatkan kasus bayi (< 1 tahun) cukup banyak jumlahnya (3,83 % dari kasus rawat jalan), ini membuat efektifitas imunisasi yang dikatakan cakupannya > 80% perlu dipertanyakan. Tabel 5. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis Rawat Inap berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur (tahun) Tahun

2000 2001 2002 Jumlah Jumlah

45

227 380 29 636

719 665 136 1.520

1.171 835 228 2.234

7.868 4.857 1.733 14.458

8.869 5.772 1.915 16.556

Jumlah

18.854 12.509 4.041 35.404

Tabel 5 menunjukkan jumlah penderita bayi yang dirawat inap mencapai 1,79 % dari seluruh penderita rawat inap. Usia tua lebih banyak dan jumlah penderita rawat inap lebih sedikit daripada penderita rawat jalan dan penderita yang dijaring puskesmas. Tabel 6.

Jumlah penderita Tuberkulosis Paru Klinis dari puskesmas berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur (tahun)

Tabel 8. Jumlah penderita Difteri Rawat Inap berdasarkan golongan umur, 2000-2002. Golongan umur (tahun) Tahun

45

Jumlah kasus

Kema tian

2000 2001 2002 Jumlah Jumlah

34 3 3 40

132 21 7 160

96 30 11 137

20 16 10 46

17 7 3 27

299 77 34 410

0 1 2 3

Tabel 8 memperlihatkan jumlah penderita difteri rawat inap yang seperti kasus lain lebih kecil dibanding kasus rawat 2000 1.295 7.972 25.877 242.234 242.234 140.196 417.574   jalan karena memang tidak semua penyakit akan dirawat inap 2001 803 5.822 13.096 88.386 1.885736 1.993.84 1.993.843 3 dengan berbagai pertimbangan. Penderita rawat inap terbanyak  2002 1.202 5.729 9.119 54.798 54.529 125.377 dari golongan umur 5-14 tahun (33,41%). Tidak ada penderita Jumlah 3.300 19.523 48.092 385.418 2.080.461 2.536.794 bayi rawat jalan pada tahun 2002 tetapi ditemukan kasus bayi rawat inap sepanjang 3 tahun tersebut. Kematian penderita Jumlah penderita tuberkulosis klinis yang dijaring lewat difteri yang dirawat sangat kecil: hanya 3 dari 410 kasus puskesmas mencapai 2.536.794 kasus (Tabel 6) dengan (0,73%) (Tabel 9). Kematian diharapkan tetap dapat dicegah golongan umur di atas 45 tahun paling banyak (82,01% dengan cara antara lain secepat mungkin membawa penderita 2.080.461 kasus); meskipun baru gejala klinis bila kondisi ke RS agar mendapat penanganan yang tepat. tubuhnya lemah dan jumlahnya sangat banyak secara tidak  Penderita difteri yang berobat ke puskesmas (Tabel 9) langsung mengganggu produktifitas nasional. nasional. ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan penderita rawat Bila dilihat dilihat bahwa penderita BTA ( +) pada penderi ta rawat   jalan; mungkin karena penyakit ini tergolong berat maka pen  jalan sebesar 64,90% dari penderita klinis, untuk penderita derita kebanyakan langsung berobat ke rumah sakit. Terutama rawat inap sebesar 46,34 %, sedangkan untuk penderita dari pada golongan umur > 45 tahun yaitu yaitu 36,8 %. Dari Dari tiga puskesmas 11,53 %; mungkin ada kendala diagnosis atau fasilitas kesehatan di atas golongan umur yang dominan bertenaga laboratorium dalam menangani spesimen maupun beda-beda; mungkin yang lebih mendekati keadaan sebenarnya teknik pemeriksaannya. ialah penderita yang dirawat di RS RS yaitu golongan umur 5-14 tahun. 2. Difteri, Pertusis dan Tetanus Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi Tabel 9. Jumlah penderita Difteri dari Puskesmas Puskesmas berda DPT sebanyak 3 kali pada masa bayi 0-11 bulan. sarkan golongan umur, 2000-2002. Tahun

45

Jumlah

Golongan umur (tahun)  Difteri Tahun Jumlah 45 Merupakan penyakit bakteri akut yang mengenai tonsil, 2000 2000 24 107 60 68 207 466 2001 2001 11 24 38 73 53 199 pharynx, larynx, hidung, kadang-kadang membran mukosa atau 2002 20 02 7 4 28 42 23 104 kulit, konjungtiva atau genitalia, disebabkan oleh infeksi Jumlah 42 135 126 183 283 769 Corynebacterium diphteriae, dengan masa inkubas i 2-5 2-5 hari; kadang- kadang lebih lama. Penularan terjadi melalui kontak  dengan penderita maupun carrier . Bay i baru lahir biasanya  Pertusis Penyakit ini disebabkan oleh bakteri   Bordetella pertussis membawa antibodi secara pasif dari ibunya yang biasanya akan (4) dan menyerang saluran pernafasan. Penularan terjadi karena hilang pada usia sebelum 6 bulan . Di Indonesia penderita (2) adanya kontak dengan buangan mukosa saluran pernafasan difteri 50% meninggal dengan gagal jantung . Kejadian luar ), ), biasa penyakit ini dapat terjadi terutama pada golongan umur baik melalui udara maupun percikannya (airborne/droplet  (4) Morbiditas dan mortalitasnya lebih tinggi pada wanita . Di Inrentan yaitu bayi dan anak bila keadaan lingkungan menjadi (2). donesia 54% kematian terjadi akibat komplikasi pneumonia lebih buruk. Tabel 7. Jumlah penderita Difteri Rawat Jalan berdasar kan golongan umur, 2000-2002. Tahun

2000 2000 2001 2002 2002 Jumlah

Grafik 2. Jumlah Kematian Kasus Pertusis di Indonesia pada penderita rawat inap, 2000 -2002. 500

Golongan umur (tahun) 45

29 52 0 81

85 174 1 260

74 269 24 367

70 510 45 625

13 321 3 337 337

Jumlah

271 1.326 73 1.670

: Kasus : Mati

400

   h   a    l   m   u    J

300 200 100 0

Tabel 7 memperlihatkan jumlah kasus difteri rawat jalan di Indonesia selama 3 tahun; terbanyak pada golongan umur. 15-44 tahun (37,42%).

2000

2001

2002

Tahun

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005



Grafik 2 memperlihatkan penurunan kasus pertusis rawat inap – 399 pada tahun 2000 menjadi 140 pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 turun lagi menjadi 98; jumlah kematian juga menurun dari 11 kematian dari 399 kasus (2,75%) pada tahun 2000, pada tahun berikutnya tidak ada kematian. Keadaan ini menggembirakan karena mungkin dengan tatalaksana kasus yang lebih baik kematian dapat dihindarkan. Tabel 10. Jumlah penderita Pertusis Rawat Inap, 2000-2002. Tahun

2000 2001 2002 Jumlah Jumlah

Golongan umur (tahun) 45

9 29 20 58

Jumlah

399 140 98 637

Tabel 10 memperlihatkan jumlah penderita pertusis rawat inap paling banyak bayi dan anak-anak (60,28 % dari seluruh penderita rawat inap); ini mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan golongan umur yang rentan terhadap penyakit pertusis.

merupakan masalah kesehatan serius di negara berkembang ; pemberian imunisasi toxoid tetanus pada calon pengantin wanita dan pada ibu hamil diharapkan dapat menurunkan kasus ini. Di Indonesia ada kebijakan MNTE  (Maternal Neonatal Tetanus Elimination) untuk akselerasi pencapaian imunisasi WUS (wanita usia subur) dalam mengatasi penyakit ini melalui pendekatan golongan risiko tinggi yang diharapkan akan meluas dan memberi efek positif melalui kerja sama terpadu lintas program dan kerjasama antara para profesional, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swasta. Secara keseluruhan terjadi penurunan kasus tetanus dari tahun 2000-2002 baik yang rawat jalan, rawat inap maupun yang dari puskesmas, hal ini dapat karena memang ada penurunan kasus tetapi dapat juga karena kasusnya tidak  dilaporkan. Kasusnya paling banyak pada golongan 15-44 tahun (43,34%), apakah karena luka kecelakaan kerja, tentu perlu penelitian lebih lanjut. (Tabel 13) Tabel 13. Jumlah penderita Tetanus Rawat Jalan, 2000-2002. Tahun

Tabel 11. Jumlah penderita Pertusis Rawat Jalan, 2000-2002. Tahun

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

45 431 133 33 597

Jumlah

1.994 1.818 412 4.224 4.224

Jumlah penderita pertusis rawat jalan mencapai 6 kali lebih banyak daripada penderita rawat inap (Tabel 11) karena memang tidak semua perlu dirawat inap dengan berbagai alasan. Tabel 12. Jumlah penderita Pertusis dari Puskesmas, 2000-2002. 2000-2002. Tahun

2000 2001 2002 Jumlah

Golongan umur (tahun) 45 1.508 437 437 333 2.278

Jumlah

8.426 3.403 3.403 2.104 13.933 13.933

Penderita pertusis yang berasal dari puskesmas, jumlahnya mencapai 21 kali dari jumlah yang dirawat (Tabel 12). Dengan kecilnya angka kematian maka keadaan ini tidak perlu dikhawatirkan. Tetanus Penyakit ini akibat infeksi bakteri anaerob Clostridium tetani di tempat luka dan menghasilkan eksotoksin yang akan menyerang otot sehingga akan terjadi spasmus (kejang) otot. Kuman ini terdapat di usus hewan sehingga penularan terjadi karena kontak daerah luka dengan faeses hewan yang mengandung kuman tersebut. Masa inkubasi antara 3-21 hari (4). kadang-kadang antara 1 hari sampai beberapa bulan Penyakit ini dapat menyerang bayi baru lahir (tetanus neonatorum) yang biasanya akibat pertolongan persalinan yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan. Penyakit ini

8

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

Golongan umur (tahun) 45

59 20 1 80

78 36 15 129

158 76 15 249

698 387 36 1.121

557 380 70 1.007

Jumlah

1550 1550 899 899 137 137 2.586

Tabel 14. Jumlah penderita Tetanus Rawat Inap, 2000-2002. Tahun

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

45 999 999 575 575 98 1.672

Jumlah

2203 2203 1.343 1.343 240 240 3.786

Tabel 14 menunjukkan jumlah kasus tetanus rawat inap terbanyak pada golongan umur di atas 45 tahun (44,16 %) mungkin karena kecelakaan kerja atau karena usia lanjut dengan kesehatan yang kurang baik. baik. Tabel 15. Jumlah penderita Tetanus dari Puskesmas, 2000-2002. Tahun

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

Golongan umur (tahun) 45 >45

147 9 5 161

99 9 12 120 120

160 160 20 20 200 200

158 158 50 21 229

197 197 52 26 275

Jumlah

761 140 84 985

Tabel 15 menunjukkan jumlah kasus dari puskesmas paling sedikit dibandingkan dengan yang rawat jalan maupun rawat inap; mungkin karena gejalanya yang jelas dan terlihat berat maka lebih banyak yang dibawa langsung ke rumah sakit. Golongan umur di bawah 1 tahun lebih banyak dari golongan 1-4 tahun, apakah berasal dari kasus tetanus neonatorum, perlu penelitian lebih lanjut. Grafik 3 memperlihatkan memperlihatkan jumlah kasus tetanus rawat inap cenderung turun terus dari tahun 2000 hingga tahun 2002 apakah karena jumlah kasusnya memang turun atau karena tiadanya laporan.

Grafik 3. Jumlah Kematian Kasus Kasus Tetanus pada Penderita Rawat Inap Inap di Indonesia, 2000-2002. 3000

: Mati : Kasus

     h 2000     a      l     m     u      J

1000 0 2000

2002

2001 Tahun

Bila dilihat jumlah kematian secara nominal memang turun yaitu dari 219 di tahun 2000, tahun 2001 terjadi 90 kematian, dan tahun 2002 hanya 30 kematian, tetapi secara persentase turun naik yaitu dari 9,94%, pada tahun 2001 menjadi 6,70% tetapi pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 12,5% yang bahkan lebih tinggi dari tahun 2000, mungkin karena tatalaksana kasus yang memburuk lagi, keadaan gizi masyarakat yang kurang baik atau hal lain yang perlu dicari. 3. Polio Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak 4 kali pada bayi ( 45 th

897 517 422 1.836

1.456 1.456 804 1.327 1.327 3.587

1.854 796 1.627 4.277

1.589 1.589 750 1.399 1.399 3.738

2 01 162 176 539

5.997 3.029 4.951 13.977

Tabel 20. Jumlah Kasus Campak Rawat Inap di Indonesia, Indonesia, 2000- 2002.

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

Umur < 1 th

1-4 th

5-14 th

15-44 th

> 45 th

319 98 45 462

707 489 151 1.347

997 491 220 1.708

577 261 126 964

132 80 39 251

Jumlah

2.732 1.419 581 4.312

Tabel 20 memperlihatkan penderita campak dengan rawat inap jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding dengan yang rawat   jalan karena memang penyakit ini tidak begitu berat gejala klinisnya; tetapi pada balita kematian dapat terjadi akibat komplikasi penyakit lain yang terjadi karena replikasi virus atau superinfeksi bakteri, misalnya otitis media, pnemonia, dan ensefalitis. Tabel 21 menunjukkan jumlah penderita dari puskesmas banyak sekali, ini bisa diterima karena gejala pertamanya tidak  berat sehingga sebagai institusi kesehatan terdepan puskesmas lebih banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mencari pengobatan penyakit ini. Pada penderita di atas 15 tahun dapat terjadi SSPE (subacute sclerosing panencephalitis) beberapa tahun setelah infeksi virus ini ; kejadiannya 1 dari 25 .000 .000 or ang

10

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

Tabel 21. Jumlah Kasus Campak di Indonesia dari Puskesmas, 20002002. Tahun

2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

< 1 th

1-4 th

3.773 1 .666 .666 1.568 7.007

12.128 5.293 4.658 22.079

Umur 5-14 th

15-44 th

> 45 th

16.015 6.890 5.436 28.341

6.170 2.552 1.754 10.476

973 746 586 2.305

Jumlah

39.059 17.147 17.147 14.002 14.002 70.208

5.

Hepatitis B Penyakit ini dapat dicegah dengan 3 kali imunisasi Hepatitis B saat bayi. Indonesia merupakan negara pertama yang dipilih oleh The International Task  Force on Hepatitis B  Immunization untuk mengembangkan model program imunisasi hepatitis B yang yang dimulai dari Pulau Lombok Lombok (NTB). Grafik 5. Jumlah kematian penderita campak dengan rawat inap di Indonesia, 2000- 2002. 2002.

Jumlah

Tabel 19 terlihat jumlah terbesar pada golongan umur 5 14 tahun (30,6 %) karena penyakit ini biasa menyerang anakanakanak; sebagian masyarakat masih dapat terinfeksi penyakit ini hingga umur 20 tahun. Dari data di atas terlihat masih banyak  penderita di atas 20 tahun, meskipun ada juga sebagian kecil masyarakat yang hidup tanpa pernah terkena penyakit ini.

Tahun

yang terinfeksi virus ini. Grafik 5 memperlihatkan pada tahun 2001 tidak ada kematian, sedangkan pada tahun 2000 terdapat 20 kematian di antara 2732 (0,73%) penderita campak dengan rawat inap; pada tahun 2002 terdapat 5 kematian dari 581 kasus (0,86 %), tampaknya penyakit ini tidak berdampak berat terhadap penderita.

3000

     h     a      l     m     u      J

: Mati : Kasus

2000

1000 0 2000

2002

2001 Tahun

Penyakit ini disebabkan infeksi virus Hepatitis B yang merupakan virus DNA double stranded  berukuran 42 nm terdiri dari inti nukleokapsid (HbcAg) dan diliputi oleh lapisan luar berupa lipoprotein yang mengandung antigen permukaan (HbsAg). Penularan dapat terjadi karena kontak dengan cairan sekresi dan ekskresi tubuh misalnya darah, serum, ludah, cairan vagina, vagina , dan caira n mani baik seca ra langsung langs ung (transdermal) trans dermal) maupun intravena, intramuskular, dan subkutan. Periode inkubasi biasanya antara 45- 180 hari, rata-rata 6 0-90 hari. hari. Tabel 22. Jumlah Kasus Rawat Jalan Hepatitis di Indonesia, 20002000- 2002.

Tahun

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

Umur < 1 th

1-4 th

5-14 th

15-44 th

> 45 th

151 226 92 469

302 257 125 684

908 885 449 2.242 2.242

3.691 2.827 1.404 1.404 7.922

2.005 1.723 629 4.357

Jumlah

7.057 5.918 2.699 15.674 15.674

Tabel 22 terlihat jumlah penderita terut ama pada ke lompok usia 15-44 15-44 tahun (50,54 %), keadaan ini cukup memmemprihatinkan karena seharusnya anak-anak tumbuh kembang dengan optimal tetapi sudah mengidap penyakit hepatitis yang sangat mengganggu aktifitasnya.

Tabel 23. Jumlah Kasus Hepatitis Rawat Inap di Indonesia, 2000- 2002. Umur

Tahun

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

< 1 th

1-4 th

5-14 th

15-44 th

> 45 th

48 25 8 81

116 116 145 145 59 320

569 861 301 1.731

3.338 2.590 901 6.829

1.527 1.527 2.188 2.188 488 4.203

Jumlah

5.598 5.809 1.757 13.164 13.164

Tabel 23 menunjukkan bahwa penderita terutama pada kelompok 15-44 tahun (51,88 %); kelompok ini merupakan kelompok usia produktif sehingga akan mempengaruhi produkproduktifitas nasional bila di kelompok ini banyak terserang penyakit hepatitis. Tabel 24. Jumlah Kasus Hepatitis dari Puskesmas di Indonesia, 20002002. Tahun

< 1 th 217 274 217 708

2000 2000 2001 2001 2002 2002 Jumlah

1-4 th 1.267 1.267 1.172 999 3.438

Umur 5-14 th 3.096 3.399 3.399 2.438 8933

15-44 th 5.009 4.456 3.338 12.803

> 45 th 3.021 5.726 1.542 10.289

Jumlah

12.610 12.610 15.027 15.027 8.534 36.171

Grafik 6. Jumlah Kematian Kematian Penderita Hepatitis Rawat Rawat Inap di Indonesia, 2000-2002 7000

KESIMPULAN 1) Beberapa penyakit menular di Indonesia yang dapat dicegah dengan cara pemberian imunisasi yaitu: tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak, dan hepatitis B. 2) Sebagian besar imunisasi tersebut diberikan pada bayi (umur 0-11 bulan) yaitu imunisasi BCG diberikan 1 kali, DPT (3 kali), Polio (4 kali), Campak (1 kali), dan hepatitis B (3 kali). 3) Kasus - kasus penyakit tersebut di atas masih cukup banyak  di Indonesia dengan jumlah kematian penderita rawat inap antara 0,36 % hingga 12,5 %.

: Mati : Kasus

6000      h     a      l     m     u      J

penderita yang rawat inap, mungkin kelompok inilah yang mendekati kenyataan di masyarakat. Grafik 6 memperlihatkan jumlah kasus dan kematian penderita hepatitis rawat inap; tahun 2000 5809 kasus dengan 21 kematian (0,36%); tahun 2001 5598 kasus dengan 88 kematian (1,57 %) kemudian terjadi penurunan tajam pada tahun 2002 yaitu 1757 kasus dengan 32 kematian (1,82%). Jika keadaan ini menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentu cukup menggembirakan menggembirakan tetapi jika karena tidak adanya laporan padahal sebenarnya ada di masyarakat tentu sistem surveilans yang ada perlu ditingkatkan lagi

5000

KEPUSTAKAAN

3000 1000

1.

0 2000

2001

2002

2.

Tahun

Tabel 24 memperlihatkan jumlah penderita berasal dari puskesmas yang sangat besar dengan kelompok umur terbanyak juga 15-44 tahun (35,40 %), tampaknya serupa dengan

3. 4.

Parish HJ. A History of Immunization. Edinburg, London: London: E&S Livingstone Ltd,1965. Subdit Imunisasi, Dit. Epim -Kesma. Dit Dit Jen Jen PPM-PL. Program Imunisasi di Indonesia. Jakarta 2004. DitJen PPM & PL Departemen Departemen Kesehatan RI. Buku Buku Data Data tahun 20002002. Jakarta 2003. Benenson Abram S. Control of Communicable Disease in Man, 14th ed. Washington DC: The American Public Health Association. 1985.

Kerusakan dan kehancuran akibat tsunami 26 Desember 2004 di N Aceh D. setara dengan 30 kali lipat kehancuran akibat bom atom PD II yang dijatuhkan di Hiroshima 6 Agustus 1945 dan Nagasaki 9 Agustus 1945

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

11

IKHTISAR 

Dyah Widyaningroem Isbagio  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

ABSTRAK 

Pada abad 21 vaksin menjadi salah satu faktor penting kesehatan masyarakat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Pada 5 sampai 15 tahun mendatang, vaksin baru dan teknologi pemberian vaksin baru akan menjadi dasar pencegahan dan  pengobatan penyakit, yang akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Prospek pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit serius dengan menggunakan vaksin diramalkan merupakan perkembangan yang menggairahkan dalam bidang kesehatan masyarakat. Tinjauan ini menjelaskan perkembangan terbaru ilmu dasar sebagai penyokong   pengembangan vaksin baru dan potensi vaksin untuk pengobatan dan pencegahan sejumlah penyakit penyakit infeksi dan non infeksi.

PENDAHULUAN Vaksin secara secara potensial dapat mencegah mencegah dan mengobati   penyakit manusia. Kemajuan baru di bidang vaksin seperti conjugated pneumococcal vaccines untuk orang dewasa, nasal    spray vaccines influenza, dan acellular pertussis vaccines untuk orang dewasa, merupakan cara yang efisien untuk menghasilkan proteksi imun yang bertahan lama. Penelitian sedang dilakukan pada vaksin yang banyak  digunakan untuk penyakit-penyakit di negara berkembang seperti malaria, hookworm, dengue, enterotoxigenic E. coli,  shigella,  shigella, tuberkulosis. Vaksin terhadap penyakit non infeksi (seperti kanker, diabetes, dan penyakit Alzheimer) dan ketergantungan nikotin dan kokain masih merupakan merupakan pengobatan alternatif. alternatif. Vaksin terhadap senjata biologi akan dimungkinkan dengan kemajuan pada vaksin DNA. Teknologi pemberian vaksin baru akan mempermudah cara pemberian (seperti transkutan, depot, nasal dan pemberian oral) tanpa mengurangi efikasi. Sejumlah vaksin yang mempunyai potensi untuk dikembangkan pada abad ke 21dapat dilihat di Tabel 1.(1) PENGEMBANGAN VAKSIN BARU  A. Vaksin baru terhadap penyakit-penyakit infeksi 1.

12

Pengembangan vaksin DNA Satu pendekatan yang sangat diminati ialah merangsang

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

respon imun protektif yang dikehendaki dengan cara menyuntikkan DNA yang direkayasa dari organisme infeksius sequences ). Jika antigen dapat diidentifikasi, (enginereed DNA sequences). rangkaian DNA yang yang disandi disandi untuk antigen protein sangat sangat mungkin untuk disisipkan ke dalam pembawa/carrier  pembawa/carrier  genom (seperti beberapa poxvirus atau alphavirus). Bila diberikan ke dalam host, organisme ini (karena disisipi DNA) mengalami replikasi terbatas, protein yang dikehendaki diproduksi, dan di dalam host  berkembang  berkembang respon imun terhadap protein tersebut. Dengan strategi yang sama, naked DNA disuntik langsung ke dalam host  untuk memproduksi respon imun (Gambar 1).   Naked DNA adalah rangkaian sederhana (  simple sequences) sequences) dari DNA yang disisipkan ke dalam plasmid  bakteri (extra(extrachromosomal rings of DNA) DNA ) dan disuntikkan ke dalam host. models, tetapi Hal ini telah terbukti efektif pada animal models,   penyuntikan DNA secara intramuskuler pada manusia gagal menghasilkan respon imun yang kuat, walaupun pemberian DNA secara transdermal atau intradermal lebih dianjurkan. Uji klinik pemberian secara intradermal microscopic gold  beads coated with DNA coding  untuk antigen permukaan hepatitis B menghasilkan menghasilkan tingkat antibodi protektif protektif kepada antigen. Vaksin ini juga dihasilkan dari CD8 cytotoxic lymphocytes. lymphocytes . Walaupun telah sukses pada animal models, models, perkembangan di manusia sangat lambat. Sampai sekarang, hanya vaksin DNA terhadap hepatitis B dan malaria yang dapat menimbulkan respon imun yang diperkirakan protektif pada manusia. (Gambar 1).

Tabel 1. Vaksin potensial pada abad 21 Vaksin baru untuk

Vaksin terhadap

Maternal

Streptococcus grup B, respiratory syncytial virus

 Neonatus

Respiratory syncytial syncytial virus, hepatitis hepatitis B

Bayi 2-6 bulan

Pediatrik kombinasi (Acellular pertussis (DtacP), Haemophilus influenzae type b, hepatitis B,  pneumococcal, meningococcal, hepatitis A), otitis (non-typable Haemophilus influenzae, Branhamella catarrhalis), rotavirus (new), meningococcal conjugate . Measles-mumps-rubella-varicella Measles-mumps-rubella-v aricella (MMRV), influenza (intranasal)

Anak 1-2 tahun

Anak 4- 6 tahun

MMRV booster, pediatrik kombinasi booster, Streptococcos mutans (anti-carries, oral), Lyme diseases dan tick-borne encephalitis (endemic area)

Anak 11- 13 tahun

HIV, human papillomavirus, herpes simplex virus 2,  Neisseria gonorrhoeae, cytomegalovirus, parvovirus, Epstein-Barr virus

Dewasa muda

Toksoid difteri-tetanus, acellular pertussis, Helicobacter pylori (anti-ulcer), Chlamydia  pneumoniae (anti atherosclerosis)

Usia > 50 tahun

Influenza (subcutaneous dan intranasal),  pneumococcus (protein dan polisakarida), herpes zoster, kanker (vaksin profilaktik dan terapetik)

Wisatawan

Vaksin terapi terhadap diabetes, multiple sclerosis, meningococcal conjugate

 Negara berkembang

Enterotoxigenic Enterotoxigenic Escherechia coli, shigella, malaria, dengue, tuberkulosis

Gambar 1. Prinsip vaksinasi DNA. Suatu gen imunogenik diinsersikan ke dalam plasmid (A), yang kemudian diinsersikan ke dalam biakan jaringan (B). Sel dipilih untuk ekspresi protein gen dan kemudian dibiakkan. DNA plasmid kemudian diekstraksi dari sel dan dipurifikasi sebelum digunakan pada hospes yang akan diimunisasi (C).

2.

Pengembangan vaksin terapi Secara tradisional vaksinasi adalah tindakan pencegahan   penyakit infeksi dengan pemberian antigen imunogenik yang  berasal dari permukaan agen yang infeksius, agar menghasilkan imunitas terhadap replikasi dan terjadinya infeksi oleh organisme asing. Vaksin terapi dapat membatasi atau memusnahkan infeksi

atau kondisi infeksi yang telah ada. Perkembangan vaksin terapi tergantung pada kemampuan vaksin DNA dalam merangsang respon imun humoral dan seluler (cell (cell mediated ) melalui inokulasi plasmid DNA yang mengandung sekuen untuk  transcription dan translation, translation, menghasilkan peptida peptida atau protein imunogenik imunogenik secara in vivo. vivo. Usaha sedang dilakukan untuk pengembangan vaksin terapetik terhadap HIV yang akan merangsang limfosit T spesifik terhadap virus virus HIV, dengan tujuan mengaktifkan mengaktifkan sel T untuk merusak sel yang terinfeksi secara laten. Upaya lainnya termasuk pengembangan vaksin terapetik  terhadap   Helicobacter pylori, kandidiasis mukosal, virus herpes, dan human papillomavirus. Vaksinasi DNA untuk virus hepatitis B telah menunjukkan harapan yang besar. Pem-berian sekuen viral DNA (viral (viral DNA sequences) sequences) dapat merang-sang kekebalan humoral yang bertahan lama dan cell mediated  immunity pada mencit yang diinfeksi dengan virus hepatitis B. Pada mencit transgenik, setidaknya terjadi penurunan atau clearance antigen permukaan hepatitis B, dengan bukti induksi CD4. Kemampuan sistem antibodi dan proliferasi sel-sel T CD4. imun untuk mengeliminasi agen infeksi setelah infeksi atau timbul sakit secara nyata memperbaiki kesehatan manusia. Contoh penting lain pengembangan vaksin terapetik  termasuk pengembangan vaksin kanker tertentu, yang akan didiskusikan kemudian. 3.

Kemajuan vaksin mutakhir Angka kesakitan dan kematian akibat infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae dan virus influenza di seluruh dunia  perlu diperhatikan. Di beberapa negara barat, vaksin konjugasi S. pneumoniae diakui dapat mengurangi jumlah kasus penyakit S. pneumoniae yang invasif (bakteremia, meningitis, dan sepsis) pada bayi dan anak kecil. Vaksin influensa hidup yang dilemahkan (live (live attenuated  influenza virus vaccine) telah dilisensi di Amerika Serikat. Vaksin ini diberikan secara semprot (intranasal spray), dapat merangsang imunitas sistemik dan mukosal, mukosal, sehingga mengurangi penggunaan suntikan parenteral. 3a. Streptococcus pneumoniae Vaksin polisakarida multivalen S. pneumoniae telah ada di AS sejak 1977, tetapi produksinya kurang bagus atau respon imun pada anak-anak tidak konsisten, terutama pada anak 38°C), batuk dan atau sakit tenggorokan dengan salah satu keadaan : a. Seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang terjangkit KLB flu burung   b. Kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa  penularan c. Bekerja di laboratorium laboratorium yang yang memproses spesimen spesimen manusia atau hewan yang dicurigai menderita flu burung. Sementara itu kasus  probable adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan : a. Bukti laboratorium terbatas mengarah ke virus virus influenza A

H5N1, misalnya tes menggunakan antigen H5N1.   b. Dalam waktu singkat, singkat, berlanjut berlanjut menjadi menjadi   pneumonia /  gagal pernafasan / meninggal. c. Terbukti tidak ada penyebab lain. Klasifikasi diagnosis ketiga adalah kasus yang sudah pasti atau kasus konfirmasi, yang definisinya adalah kasus yang : a. Hasil kultur virus influenza H5N1 (+)   b. Hasil PCR influenza H5 (+) c. Terjadi peningkatan titer antibodi H5 sebesar 4 kali. PENATALAKSANAAN  Pengobatan Dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada; jika   batuk dapat diberi obat batuk dan jika sesak dapat diberi   bronkodilator. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makanan yang baik dan bergizi, jika perlu diinfus dan istirahat cukup. Secara umum daya tahan tubuh pasien haruslah ditingkatkan. Selain itu dapat pula diberikan obat anti virus. Ada 2 jenis yang tersedia : kelompok  M2 inhibitors yaitu amantadine dan rimantadine serta kelompok dari neuraminidase inhibitors yaitu oseltamivir dan zanimivir. Amantadine dan rimantadine diberikan pada awal penyakit, 48 jam pertama selama 3 – 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg bb./ hari, dibagi 2 dosis. Jika berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari. Sedangkan oseltamivir diberikan 75 mg, 1 kali sehari selama 1 minggu. Pengalaman tahun 1997 di Hongkong menunjukkan bahwa amantadine dan rimantadine masih sensitif terhadap H5N1 secara in vitro, vitro, sementara di Vietnam (2004) pernah dilaporkan kedua obat itu sudah tidak  mempan lagi terhadap jenis virus yang ada di sana. Tetapi laporan WHO Global Influenza Surveillance Network  yang melakukan penelitian pada 4 isolat H5N1 dari manusia dan 33 isolat dari unggas pada bulan Februari 2004 menunjukkan oseltamivir masih sensitif terhadap virus yang ada.(1,2,13)  Pencegahan Kebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum pencegahan flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi, istirahat teratur  dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat ini memang berupa   penanganan langsung pada unggas yaitu pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi unggas yang sehat.  Pencegahan pada manusia 1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan peda gang ) a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi mandi sehabis sehabis  bekerja.  b. Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu  burung. c. Menggunakan alat pelindung diri diri ( contoh : masker dan  pakaian kerja ). d. Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

23

e. Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik ( ditanam atau dibakar ) agar  tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. f. Kandang dan tinja tinja tidak tidak boleh boleh dikeluarkan dikeluarkan dari dari lokasi lokasi  peternakan. g. Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dicuci dengan desinfektan. h. Bersihkan kandang dan dan alat alat transportasi transportasi yang membawa membawa unggas. i. Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi.   j. Imunisasi unggas yang sehat 2. Masyarakat Umum a. Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup.   b. Tidak mengimpor daging ayam dari tempat tempat yang diduga terkena wabah avian flu c. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu : Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala  penyakit di tubuhnya). Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80°C selama 1 menit dan telur sampai dengan suhu ± 64°C selama 5 menit.(1,2,12)

KESIMPULAN 1. Penyakit flu burung atau flu unggas (  Bird Flu, Avian  Influenza)  Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. 2. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar  virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini  belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas (penyakit akibat kerja). 3. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Korea Selatan, Vietnam, Jepang, Hongkok, Belanda, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Pakistan dan Indonesia. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi. 4. Dibandingkan dengan SARS (Severe (Severe Acute Respiratory Syndrome) Syndrome) flu burung lebih sedikit kasusnya - hanya 25 kasus di seluruh dunia dan tetapi yang meninggal mencapai 19 orang (Case (Case Fatality Rate / CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari 8098 kasus yang meninggal hanya 774 orang (CFR = 9,6%). 5. Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5,H7 dan H9. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. 6. Flu burung bisa menular pada manusia jika manusia   bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus Virus ditularkan melalui melalui saliva dan -

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

7.

8.

9.

10.

11.

12.

feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak  dengan berbagai jenis unggas terinfeksi, atau tidak  langsung. Tanda dan gejala pada unggas berupa jengger berwarna  biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa penurunan produksi telur. Tanda dan gejala pada manusia berupa demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi sampai infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Jika keadaan memburuk, dapat terjadi  severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar  oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2. Departemen Kesehatan RI membagi diagnosis flu burung   pada manusia menjadi kasus suspek, probable suspek, probable dan kasus konfirmasi. Pengobatan bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada. Selain itu dapat pula diberi obat anti virus. Ada 2 jenis yang tersedia, yaitu kelompok  M2 inhibitors (amantadine dan rimantadine) serta kelompok neuraminidase kelompok neuraminidase inhibitors (oseltamivir dan zanimivir). Amantadine dan rimantadine diberikan pada awal penyakit, 48 jam pertama selama 3 –  5 hari, dengan dosis 5 mg/kg bb. pasien / hari, dibagi dalam 2 dosis. Sementara oseltamivir diberikan 75 mg, 1 kali sehari selama 1 minggu. Secara umum cara pencegahan terkena flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan  bergizi, istirahat teratur dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat ini berupa penanganan langsung pada unggas dan pencegahan pada manusia yaitu  pada kelompok berisiko tinggi dan masyarakat umum. KEPUSTAKAAN

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

9. 10. 11. 12. 13.

Aditama TY. Flu Burung Burung di Manusia, Perhimpunan Perhimpunan Dokter Dokter Paru Indonesia (PDPI), Penerbitan Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. Depkes. www.ppmplp.depkes.go.id, www.ppmplp.depkes.go.id, Flu burung. Deptan RI. RI. Ditjen Ditjen Bina Bina Produksi Produksi Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan. Aspek Veteriner dan Epidemiologi Avian Influenza, 2004. Dari Italia, Italia, Hongkong, Hongkong, lalu Indonesia. Indonesia. Kompas 21 21 Jan. 2004. hal 10 . CBC news/www.tempo.co.id/hg/nasional. news/www.tempo.co.id/hg/nasional. Majority of Bird Flu Death in Young People, 2004. Tingkat Kematian Akibat Flu Burung Burung sangat tinggi. tinggi. Media Indonesia 14 Feb 2004. WHO. Confirmed Confirmed Human Human Cases of Avian Influenza Influenza A (H5N1). www.who.int/csr/avianinfluenza/coun www.who.int/csr/avianinfluenza/country/cases_table_2004 try/cases_table_2004_02_12/en/ _02_12/en/ WHO. Summary of of Probable Probable SARS Cases with Onset of of Illness Illness from 1   November 2002 to 31 July 2003. www.who.int/csr/sars/country/table2003_09_23/en/, Priyanti Z Soepandi. Influensa Burung Burung pada Manusia. Departemen Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedolteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan,2004. Suharyono Wuryadi. Surveilance Virus Flu di Indonesia. Badan Litbangkes dan Namru-2 Jakarta , 2004. AJC. Symptoms of Bird Flu ( Avian Influenza ) in Human. www.ajc.com/news/news/content/news/0204 www.ajc.com/news/news/con tent/news/0204/08avian.html /08avian.html.. 2004. Indonesia Resmi Terkena Wabah Flu Burung. Burung. Berita Buana 26 Januari 2004, hal 5. Thomas Suroso. Antisipasi Depkes dalam Menghadapi Menghadapi Wabah Flu Burung, 2004.

ANALISIS

Sarjaini Jamal  Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN United Press International (UPI) melaporkan tanggal 11 Januari 2004 seorang pria berumur 35 tahun bekerja sebagai   freelance TV producer di producer  di Guangdong dan seorang waitress   berumur 20 tahun masuk rumah sakit sebagai suspect  sebagai suspect  SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Syndrome ). Informasi selanjutnya mengatakan yang bersangkutan dinyatakan menderita SARS dan puluhan puluhan orang orang yang yang pernah pernah kontak kontak dengannya dengannya telah (1) dikarantina. Kemudian WHO tanggal 31 Januari 2004 melaporkan bahwa selama bulan bulan Januari 2004 di China telah diidentifikasi 4 kasus kasus baru SARS , di antaranya seorang seorang dokter  direktur sebuah Rumah Sakit di Guangdong . (2) Juga dilaporkan oleh WHO WHO tanggal 21 November November 2003 tentang terjadinya   peningkatan penderita influenza influenza yang yang disebabkan oleh virus A(H3N2) di beberapa negara Amerika Utara yang kemudian menyebar ke Eropa.(3) Di samping itu China,Vietnam, Thailand dan Kamboja serta beberapa daerah di Indonesia sekarang ini sedang dilanda flu burung (  Avian influenza) yang disebabkan virus influenza strain influenza strain type A (H5N1). (4) Berdasarkan kejadian tersebut timbul pertanyaan: Akankah SARS kembali merebak seperti awal tahun 2003 yang lalu ? Apakah virus corona   penyebab SARS yang juga menyerang sistim pernafasan pernafasan akan berjangkit berjangkit lagi ?. Jawabnya mungkin saja mengingat penyakit ini muncul muncul bersamaan bersamaan dengan musim dingin di belahan utara khatulistiwa. Walaupun belum bisa dipastikan namun kewapadaan dini terhadap SARS harus tetap terpelihara. terpelihara. Berkaitan dengan ini pemerintah Canada misalnya, telah mengingatkan penduduknya akan kemungkinan munculnya wabah baru SARS sejalan dengan datangnya musim dingin awal tahun 2004. (5) Berlainan dengan HIV/AIDS yang ditularkan melalui kontak   beresiko yang yang disadari disadari , SARS ditularkan melalui keberadaan seseorang dalam ruangan tertutup bersama penderita yang mungkin tidak disengaja. Pada awalnya SARS menjadi   penyakit yang sangat menakutkan dan membuat para pejabat   pengelola kesehatan di berbagai negara kalang kabut. Tingginya mobilitas penduduk dan globalisasi menyebabkan SARS dan penyakit-penyakit lintas batas lainnya dapat menyebar ke negara-negara lain dalam waktu singkat. Menurut catatan WHO sampai dengan 23 Juni 2003 terdapat 8.459 orang terinfeksi SARS; 805 di antaranya antaranya meninggal meninggal dan

 puluhan ribu ribu orang pernah dikarantina(6 ). Di China daratan saja tercatat 5.326 kasus infeksi SARS dengan 347 meninggal meninggal dan lebih dari 26.713 orang pernah dikarantina, di Hongkong tercatat 1.755 orang terinfeksi dan 298 meninggal. Di Taiwan lebih dari 6.000 orang pernah dikarantina, 692 orang terinfeksi dan 84 meninggal. Di Beijing sebanyak 8.000 orang yang diduga terinfeksi SARS SARS telah dikarantina, dikarantina, lebih dari dari 70 orang telah meninggal dan korban setiap hari dilaporkan bertambah. Di Singapura 206 orang terinfeksi dan 31 meninggal. Di Canada 246 orang orang terinfeksi dan 35 meninggal. Di USA 74 74 orang terinfeksi dan seorang meninggal karena SARS. WHO memperkirakan tingkat kematian (case fatality rate) rate ) karena SARS telah meningkat dari semula 6-10 % menjadi 14-15 %. (6) Pemerintah China kemudian memprotes angka tersebut. Semua penduduk dari berbagai strata, termasuk dokter dan   perawat dapat tertular tertular SARS. SARS. Setidaknya sudah 19 orang dokter meninggal. Di Taiwan Taiwan 30 % dari korban meninggal karena SARS adalah petugas medis RS. Di Hongkong lebih dari 27 orang tenaga medis meninggal karena penyakit ini.(6 ).). Pada 23 Juni 2003 oleh WHO Hongkong dinyatakan tidak  tidak  (7) lagi termasuk negara dengan transmisi lokal. Beberapa waktu setelah itu penyebaran SARS dapat dibendung dan mulai hilang dari pemberitaan. pemberitaan. Sejak 13 Juli 2003 WHO tidak lagi mengeluarkan laporan harian penemuan suspek atau probable atau probable SARS dan tak ada lagi negara baru terjangkit. (8) Walaupun demikian UPI melaporkan masih adanya kasus baru di Guangdong pada 11 Januari 2004. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang SARS dan dampak yang ditimbulkannya sebagai   penyakit berbahaya baru new ( emerging disease) yang mengancam kehidupan manusia dan tidak mengenal batas wilayah negara. Kewaspadaan dini tetap perlu ditingkatkan tidak saja terhadap kembalinya SARS tetapi juga terhadap   penyakit-penyakit baru lain seperti ebola yang mungkin muncul di masa datang. EPIDEMIOLOGI SARS Penyebaran SARS diketahui melalui kontak langsung dengan penderita. Ludah, dahak dan cairan yang dikeluarkan saat bersin, batuk dan aliran nafas merupakan media   penularan. Para peneliti menemukan bahwa penyebabnya

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

25

adalah sejenis virus yang termasuk dalam kelompok virus corona penyebab influensa biasa. Pertanyaannya adalah mengapa virus tersebut menjadi menjadi ganas dan sulit dikendalikan ? Sejak diketahui pertama kali di Guangdong akhir November  2002, dalam dua bulan SARS menyebar ke berbagai kota di China bahkan sampai ke negara-negara yang jauh dari daratan China, seperti seperti Canada dan dan Singapura. Dilaporkan seorang pedagang China dari Hongkong masuk  Hospital  yang kemudian ternyata Rumah Sakit Vietnam-France Hospital yang menderita SARS dan menjadi pemicu berjangkitnya penyakit ini di Vietnam. Dia terinfeksi oleh seorang dokter dari Guangdong yang menginap bersama satu lantai di Metropole  Hotel  Hanoi. Dia dan petugas RS tersebut tersebut kemudian diteliti oleh DR.Carlo Urbani yang juga terinfeksi dan meninggal karena SARS; selanjutnya Vietnam-France Hospital  ditutup sementara untuk investigasi (9). Mulanya SARS dilaporkan diderita oleh seorang lelaki yang suka makan dan berburu binatang liar di Guangdong . Penelitian selanjutnya melakukan uji darah terhadap 25 corona.  binatang sampel yang ternyata tidak menemukan virus corona. Selanjutnya Kwak Yung Yuen dkk. dari University of  Hongkong dapat mengisolasi mengisolasi virus corona dari kotoran hewan dan cairan hidung binatang   Paguma larvata sejenis musang Himalaya yang banyak dijual dan dimakan di restoran-restoran di Guangdong. Diperkirakan binatang ini tertular virus influenza dari manusia, manusia, mengalami mutasi, kemudian menjadi menjadi 10) virulen dan menginfeksi manusia yang memakannya.(10) Penyebarannya Penyebarannya secara global terjadi terjadi melalui seorang Profesor  medik China dari Guangdong yang terinfeksi, menempati Kamar no.911 di Hongkong Hotel, kemudian menularkannya secara tidak sengaja pada 7 orang tamu yang menginap di lantai yang sama.(11) Tingkat penyebarannya sangat cepat melalui orang perorang, diperkirakan virus ini mempunyai kemampuan luarbiasa yang dapat menulari menulari sekaligus 300 orang orang lainnya.(12) Gejalanya dapat terlihat dalam waktu relatif pendek dengan masa inkubasi 2-7 hari. SARS pada awalnya mungkin disangka Flu biasa, namun sesudah beberapa hari akan memberat dengan tanda-tanda demam (di atas 38º C) , batuk tanpa dahak, suara   parau, napas pendek, kesulitan bernafas, nyeri dada, nyeri kepala dan memiliki riwayat dalam 7-10 hari bepergian ke daerah endemik (China, Hongkong, Singapura, Vietnam dan Canada) atau kontak dengan penderita SARS (13). Pada pemeriksaan darah ditemukan trombositopenia dan leukopenia di 14) . samping pemeriksaan Rontgen positip pneumonia(14) Para peneliti di Canada dan Amerika Amerika Serikat Serikat menyatakan menyatakan   bahwa SARS disebabkan oleh virus yang belum diketahui corona. Juga   jelas, namun termasuk dalam keluarga virus corona. sedang diteliti kemungkinan adanya virus lain penyebab SARS. Para peneliti di Universitas Hongkong memperkuat dugaan tersebut dan menambahkan kemungkinan terjadinya kombinasi dengan virus kelompok keluarga  paramyxovirus penyebab campak (measles) (measles) dan gondongan (mumps) sehingga membuat efeknya makin makin buruk. Virus dapat dapat masuk ke dalam tubuh melalui dinding saluran pernafasan,mukosa pernafasan,mukosa mulut dan selaput retina mata.Virus ini menyerang saluran pernafasan manusia dan binatang berdarah panas. Kontak dapat terjadi melalui

26  Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

dahak dan ingus yang dikeluarkan saat bersin dan batuk. Kondisi berada bersama penderita tanpa pelindung dalam ruang tertutup pada jarak satu meter (3 feet) memungkinkan  penularan. Sistim sirkulasi udara (kipas angin), penyejuk udara terpusat (central air condition) dapat mempercepat transmisi 15) virus SARS dari satu ruangan ke ruangan lain (15) . Prof.Malik  Peiris seorang peneliti peneliti mikro biologi menyatakan bahwa bahwa virus SARS dapat hidup di udara selama beberapa jam dan selama itu pula dapat menyebar melalui kontak jabat tangan, atau menyentuh pegangan pegangan tangga putar (elevator) (elevator) yang sebelumnya sebelumnya (16 ) dipegang oleh penderita SARS . Virus SARS juga dapat hidup beberapa hari dalam urin dan faeses faeses penderita. Anggota keluarga dan petugas Rumah Sakit Sakit (RS) yang merawat merawat pasien SARS dapat tertular jika tak menggunakan alat pelindung yang memadai. WHO menyatakan bahwa SARS telah menjadi  global  epidemic sehingga undang-undang karantina diberlakukan di   beberapa negara dan menyarankan beberapa kota untuk  sementara tidak dikunjungi pada saat itu (17). Pada Gambar 1 dapat dilihat penyebaran SARS di beberapa negara di dunia. DAMPAK SARS PADA BERBAGAI SEKTOR  SARS berdampak pada dunia pariwisata, transportasi,   pendidikan, pengiriman pengiriman tenaga kerja, pertandingan sepakbola sepakbola dan perdagangan antar negara. Belum ada sebelumnya sebelumnya suatu   penyakit yang berimbas begitu besar pada sektor ekonomi, kecuali epidemi epidemi pes yang berkecamuk berkecamuk lebih dari 50 tahun di Asia dan Eropa pada awal abad 18 yang diperkirakan membunuh lebih dari 100 juta orang(18). Pada waktu itu beberapa maskapai penerbangan internasional membatalkan membatalkan penerbangannya ke dan dari kota-kota Beijing, Hongkong, Singapura dan Ontario di Canada. Undangundang karantina diberlakukan di banyak bandara. Pemerintah Saudi Arabia memblokir izin datang datang bagi   pengunjung dari China, Hongkong, Taiwan, Singapura dan Vietnam. Beberapa sekolah di Beijing, Hongkong dan Singapura diliburkan. Sekitar 150 Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan pemerintah lainnya di Beijing ditutup sementara (11). Menyusul kemudian kemudian pemecatan Menteri Kesehatan Kesehatan China dan walikota Beijing Beijing serta 120 orang orang pejabat pemerintah pemerintah lainnya. lainnya. Terakhir menteri kesehatan Taiwan Taiwan mundur mundur karena karena merasa gagal mengatasi SARS. Indonesia sempat melarang impor pakaian bekas dan akan mencabut izin perusahaan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Singapura dan Hongkong. WHO memperkirakan lebih dari 49.7 billion dollars hilang karena SARS. The Standard  &Poor’s menyatakan bahwa SARS menyebabkan tingkat  pertumbuhan ekonomi turun 1-3 % di beberapa negara Asia(19). perjalanan terbesar terbesar di Asia  Abacus suatu perusahaan agen perjalanan menyatakan bahwa pesanan tiket ke Asia turun 20 % selama selama 4   bulan terakhir sampai April 2003. Cathay Pacific melarang   penumpang yang menunjukkan gejala SARS masuk pesawat 11) dan harus diperiksa di klinik bandara (11) . David Heymann direktur eksekutif CDC-Atlanta eksekutif  CDC-Atlanta mengatakan bahwa SARS SARS telah menyebabkan menyebabkan rasa takut petugas RS dan menyebabkan sistim kesehatan di beberapa negara menjadi tak berdaya.

Gambar 1. Peta penyebaran SARS di dunia.

SIAGA SARS Kesiagaan pemerintah pemerintah Indonesia Indonesia menghadapi SARS pada waktu yang lalu patut dipuji. Pemerintah mengatakan belum ada penularan SARS secara lokal. Kasus yang ada saat itu merupakan orang-orang yang yang pulang dari negara terjangkit SARS (Hongkong, Singapura, Taiwan ).Seorang warganegara Inggris diduga sangat kuat (probable), (probable), dua warganegara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Singapura diduga kuat  suspect) serta 3 orang WNI diduga SARS dirawat di RS ( suspect) 19) Penyakit Infeksi Prof Sulianti Saroso (19) . Juga dilaporkan 6 TKW yang baru pulang dari Hongkong dirawat di RSUD Kendal dengan katagori observasi dan seorang dirawat di RSUD Banyumas karena diduga kuat (suspect) SARS. Seorang TKW yang baru pulang dari Singapura asal Lampung juga diobservasi kemungkinan SARS dan dirawat di RS Abdul Muluk, Bandar Lampung(20). Sampai dengan 23 Juni 2003  belum ada yang meninggal karena SARS . Sejak redanya berita tentang SARS SARS pertengahan tahun lalu, lalu, sampai sekarang belum pernah dilaporkan dilaporkan lagi adanya kasus   baru. Walaupun Walaupun demikian demikian perlu diantisipasi pulangnya para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) secara besar-besaran dari Malaysia atau negara tetangga lainnya. lainnya. Kewaspadaan juga   perlu ditingkatkan saat pulangnya jemaah haji pada musim haji. Kondisi cuaca musim dingin di Saudi Arabia dengan suasana jemaah yang berjubel berjubel menyebabkan penyakit-penyakit penyakit-penyakit saluran nafas termasuk SARS dan new emerging diseases (NED) lainnya seperti  Ebola mudah berjangkit. Selama ini yang paling ditakuti adalah penyakit radang selaput otak  (meningitis) dan KLB diare, maka sekarang seharusnya   bertambah dengan SARS dan NED lainnya. lainnya. Diingatkan agar   para jemaah waspada terhadap penyakit-penyakit penyakit-penyakit tersebut tersebut sela ma di Arab Saudi. Penggunaan Penggunaan masker selama selama di tanah suci sangat dianjurkan baik di ruangan maupun sewaktu di lapangan. Makan teratur, vitamin dan banyak minum walaupun

tidak terasa haus akan meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah dehidrasi. Selama ini belum ada jemah haji yang meninggal karena SARS(21). Walaupun demikian pemantauan dengan kamera pengindera panas (thermal (thermal scanner ) terhadap   jemaah dan TKI yang pulang ke tanah air tetap akan   bermanfaat untuk mengetahui mengetahui kemungkinan masuknya masuknya kasus kasus SARS. Petugas Rumah Sakit (RS) yang merawat pasien SARS dapat tertular tertular jika tak tak menggunakan menggunakan alat alat pelindung pelindung yang yang memadai. Kontaminasi dapat terjadi melalui pori kulit tangan, saluran pernafasan, selaput lendir mulut dan retina. Tanpa disadari para dokter atau perawat yang tertular akan menularkan lagi ke pasien lain atau keluarganya. Alat-alat kesehatan yang digunakan pada pasien SARS, seperti jarum suntik, stetoskop, tensimeter, spatula, spirometer, nebulizer  sarung tangan tangan dan pakaian luar dapat terinfeksi dan outlets, outlets, sarung menjadi media penularan. Sistim penyejuk udara yang terpusat (central air conditioning system) RS dapat dapat mempermudah mempermudah system ) di RS tranmisi virus antar ruangan. SARS bisa menjadi infeksi infeksi nosokomial mengancam pasien lain yang dirawat atau pengunjung; oleh karena itu pihak  manajemen RS sudah seharusnya memperhatikan masalah ini. Keselamatan dan kesehatan kerja harus berfungsi agar para  pekerja RS dapat terlindung dari infeksi virus SARS. Para pengelola dan petugas RS harus diberi informasi tentang bahaya SARS termasuk sosialisasi termasuk  sosialisasi pedoman yang telah 22) disusun oleh Departemen Kesehatan(22) . Jangan memperkerjakan petugas RS jika demam atau menderita gejala saluran  pernafasan. Petugas Petugas RS harus melaporkan melaporkan jika ada yang tidak  tidak  menggunakan pelindung pelindung waktu kontak dengan pasien SARS SARS kepada pengelola keselamatan dan kesehatan kerja. Para dokter, perawat, perawat, petugas kebersihan ruangan isolasi dan kamar  mayat haruslah selalu selalu menjaga kebersihan ruangan ruangan dan tangan menggunakan antiseptik /sabun/lysol atau alkohol 70%. Pakailah baju khusus dengan lengan panjang dan sarung

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

27 

tangan, masker dan kacamata pelindung bila akan mengambil dan memeriksa memeriksa spesimen darah, urin dan dahak, dahak, serta serta ludah dari kasus SARS (  suspect, probable maupun observasi). Pakailah alat pelindung untuk melindungi mulut, hidung dan mata. Ruang isolasi RS untuk merawat/karantina penderita SARS harus khusus dengan sistim sirkulasi udara terpisah dari ruangan lain. Alat-alat kesehatan harus disterilkan kembali. Penatalaksanaan pasien, pengambilan, penyimpanan dan pengiriman spesimen biologik serta penyelenggaraan mayat penderita SARS diperlakukan secara khusus sesuai dengan Pedoman Penatalaksanaan Kasus SARS yang sudah diterbitkan Departemen Kesehatan RI. WHO merekomendasikan agar jangan melakukan perjalanan ke daerah-daerah di mana mana SARS SARS sedang sedang berjangkit. berjangkit. Pada awal berkecamuknya SARS, Beijing, Hongkong, propinsi Guangdong dilarang dikunjungi. Selain itu negara-negara yang   pernah diperlakukan restriction sementara adalah: Taiwan, Singapura, Vietnam, Thailand, Malaysia, Canada, Australia, Brazil, Belgia, Perancis, Jerman, Irlandia, Italia, Romania, Spanyol, Swis, Inggris dan Amerika Serikat. Dalam upaya menemukan kasus baru, di terminal  penumpang udara di Batam, Denpasar, Medan dan Cengkareng telah dipasang alat pendeteksi panas tubuh (body (body thermal   scanner ); ); yang demam di atas 38º C akan terlihat merah, sedangkan normal akan bewarna biru sampai ungu. Juga dilakukan pengisian dokumen  sick travelers bagi yang baru datang dari daerah endemis SARS. Penderita yang ketahuan demam harus dikarantina untuk memastikan gejala SARS. Bagi para TKI yang baru pulang dari daerah terjangkit terjangkit SARS dilakukan observasi observasi untuk mengetahui mengetahui kemungkinan kemungkinan tertular. tertular. Demikian juga pada anggota keluarga dan dan orang dekatnya. Hubungi RS jika di antara keluarga ada yang menunjukkan gejala-gejala SARS Sampai bulan Juni 2003 dilaporkan dilaporkan bahwa kematian karena SARS masih berlanjut berlanjut di beberapa daerah endemik. endemik. Di Taiwan terdapat 12 kasus baru (9 orang orang meninggal) di China 34 kasus   baru (29 di antaranya antaranya dari Beijing) yang yang meninggal karena SARS. Dari Dari Hongkong dilaporkan dilaporkan pada minggu pertama bulan Juni 2003 masih terjadi terjadi penambahan penambahan infeksi infeksi SARS satu orang (6 ) dan meninggal satu orang .CDC Atlanta telah memperingatkan   para pejabat kesehatan di seluruh negara bagian Amerika Serikat untuk mengawasi SARS di daerah masing-masing. Ini menunjukkan bahwa kewaspadaan terhadap SARS masih diperlukan. Di Vietnam dari 63 orang yang diduga SARS, SARS, 58 orang orang menunjukkan perbaikan; 10 di antaranya dibolehkan pulang walaupun 5 orang meninggal. Negara ini sudah memblokir  sumber virusnya yaitu di   RS Bach Mai dan   RS French  Hospital . Ternyata dengan menurunnya kasus baru tampaknya SARS telah dapat dibendung. Singapura dinyatakan bebas SARS oleh WHO sejak tanggal 1 Juni 2003 yang lalu dan Hongkong sejak 23 Juni 2003. Pengalaman kedua negara ini dapat dijadikan model dalam mengatasi SARS dan penyakit menular  sejenis lainnya di masa datang. Kemudian pemberitaan tentang SARS hilang hilang dari media massa. massa. Walaupun demikian demikian Menteri (23) 23) Kesehatan menyatakan masih perlu waspada .

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

KESEHATAN PERORANGAN DAN PENGOBATAN

Karena mikroorganisme penyebab SARS belum diketahui  pasti, WHO belum memiliki vaksin untuk melawannya. Departemen Kesehatan Amerika menyatakan jangan menggunakan vaksin influensa atau vaksin pneumonia. Walaupun demikian China diberitakan telah melakukan vaksinasi SARS dengan vaksin buatan sendiri yang kontroversial (10). Para peneliti telah mencoba berbagai obat anti virus seperti Ribavirin, 6-azauridine, pyrazofurin tetapi yang mem  berikan harapan hanya Glycyrrhizine (ada dalam Succus obat batuk hitam) hitam) yang 5 kali lebih licorice - bahan pembuat obat efektif menahan perkembangan virus SARS dibandingkan 24). Pyrazofurin pada percobaan tissue culture ginjal kera (24). Mencegah lebih mudah mudah dibanding mengobati. Pencegahan Pencegahan SARS perorangan dapat dilakukan melalui melalui peningkatan peningkatan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, konsumsi cukup Vit Vit A dan Vit C, berolah raga dan hentikan merokok, jangan jangan kontak  dengan penderita SARS SARS dan jangan mengunjungi RS bila bila tidak  terpaksa. Meningkatkan kesehatan lingkungan di samping kesehatan pribadi sangat dianjurkan, dianjurkan, seperti menjaga menjaga kebersihan dan ventilasi rumah, alat rumah tangga, kebersihan tangan dengan antiseptik / sabun. Virus SARS dapat dibunuh dengan mudah menggunakan alkohol 70%. Hubungi RS segera jika batuk atau atau flu sesudah bepergian bepergian dari daerah terjangkit dalam waktu 7-10 hari. hari. Lakukan Lakukan   penatalaksanaan secara khusus baik terhadap pasien maupun   jenazah SARS sesuai pedoman Dep.Kes. Makanan bergizi, istirahat cukup akan membantu peningkatan daya tahan tubuh. Ternyata 80 –90 % kasus membaik sesudah seminggu.

KESIMPULAN DAN SARAN SARS merebak pada akhir 2002, menular ke berbagai negara secara cepat, mencapai mencapai puncaknya puncaknya pada pertengahan tahun 2003 dan masih berlanjut sampai awal tahun 2004 secara sporadik. SARS membuat kalang kabut para petugas kesehatan di berbagai negara dan memberikan dampak buruk pada   berbagai sektor. Penyakit ini hilang bersamaan dengan  berlalunya musim dingin di belahan Utara khatulistiwa. Walau pun demikian perlu tetap diwaspadai. Di Indonesia dua sumber  yang perlu dicermati dicermati adalah pulangnya para TKI dari Malaysia Malaysia secara massal dan jemaah haji karena dapat menjadi pintu masuk penyakit-penyakit baru dari negara lain. Penggantian musim adalah masa dimana penyakit-penyakit yang berkaitan dengan saluran nafas mudah menghinggapi kelompok yang rentan. Dianjurkan agar masyarakat meningkatkan kebersihan diri (sering cuci tangan, muka dan hidung dengan sabun), tingkatkan daya tahan tubuh, mengkonsumsi vitamin dan tidak merokok. Pada Pada jamuan makan makan gunakanlah sendok untuk mengambil makanan dari dari tempatnya. Buka pintu pintu dan jendela rumah lebar-lebar agar udara segar dan sinar  matahari dapat masuk. Penderita Penderita SARS harus dirawat di RS sesuai pedoman yang telah disusun Depkes RI.Sarana dan   prasarana yang dimiliki RS perlu dievaluasi kembali agar  SARS dan penyakit lainnya tidak menjadi sumber infeksi nosokomial.

KEPUSTAKAAN

14. 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

UPI 17 Desember 2003. Internet media January 11, 2004. WHO. Communicable Disease Surveilance and Response (CSR),New Case of Laboratory-Confirmed SARS in Guangdong,China Update, January 31, 2004. WHO..Peningkatan kasus Influensa di beberapa Negara Amerika Utara dan Eropa. Website WHO, November21, 2003. Dep.Kesehatan RI. Informasi Penyakit, Januari 27, 2004. WHO. CSR, Outbreak in British British Columbia,Canada is not SARS, August 25, 2004. WHO. Cummulative Number of Reported Reported Probable Cases of of SARS. SARS. June June 23, 2003. WHO. Update 86, Hongkong removed from from list of areas with local local transmission. June 23, 2003. P2MPLP. Info penyakit, Agustus 4, 2003. ZRP/The Atlanta Journal Constitution, Constitution, April 2004. Bhattcharya S. The year in biology and medical. The New New Scientist January 5, 2004. Harvard Medical School’s Consumer Health Information. China SARS Cases Raise Outbreak Fears. March , 27 2003. Bhattcharya S, Mac Kenzie D. Exotic market animal likely source of  SARS. The The New Scientist May, 23 2003. Kepmenkes No. No. 424/MENKES/SK/IV/20 424/MENKES/SK/IV/2003 03 tentang Penetapan SARS SARS sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan pedoman  penanggulangannya,  penanggulangannya, 2003.

15.

16.

17. 18. 19. 20.

21. 22. 23.

24.

CDC. Bacterial Pneumonia. Issues on Prevention Prevention of Nosocomial Pneumonia, 1994. CDC. Infection Control Precautions for Aerosol-Generating Aerosol-Generating Procedures on Patiens Who have Suspected Severe Acute Acute Respiratory Syndrome Syndrome (SARS), March , 20 2003. CDC. Interim Domestic Domestic Guidance for Management of Exposures to Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) for Healthcare and Other  Institutional Settings, Maret, 27 27 2003. WHO Western Pacific Pacific Regional Office. Office. Interim guidelines for national SARS preparedness, 2003. Stuttman Medical and Health Encyclopedia. Tim Verifikasi Verifikasi SARS, SARS, Ditjen Ditjen P2MPL, Suara Karya April , 17 2003. Bidang P2M, Dinkes Lampung Tengah, Laporan Penyelidikan Epidemiologi kasus tersangka SARS di Kecamatan Punggur, Lampung Tengah, Mei , 2003. Info Haji, Januari , 26 2004. Dep.Kes.RI. Pedoman Surveilans Epidermiologi Epidermiologi Penyakit Penyakit SARS, Dep. Kesehatan, Jakarta, 2003: 8 Men. Kesehatan RI. RI. Waspadai kembalinya wabah SARS, SARS, Pidato pada  pembukaan Forum Komunikasi Anggota Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah Pusat dan LSM bidang Kesehatan, Jakarta, September, 8 2003. Discovery Health Channel. Licorice Licorice may help against SARS, June 24 2003.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE BULAN JULI – SEPTEMBER 2005 BULAN

TANGGAL 01 – 03 06 – 09 10 – 13

Juli 20 – 22

30

12 – 14 13

Agustus

18 – 21

19 – 20

KEGIATAN 2nd Symposium of Indonesia Antimicrobial Resistance Watch (IARW) in conjunction with PIT PAMKI Kongres Nasional (KONAS) X PDPI PIT XV POGI : Peningkatan Peranan Profesi Obstetri Ginekologi dalam Pelayanan Kesehatan Perempuan The 6th Meeting of the Asian Society of Cardiothoracic Anesthesia KONAS IDKI 3 2005 Seminar Kesehatan Kerja Gangguan Reproduksi 2nd International Symposium on Hand Surgery and the Advances in Hand Therapy Revolution on Anti Aging Medicine 15th APASL Conference “New Challenges and Recent Advances in Hepatology”

1st International Meeting on Hospital Role in Occupational Medicine Seminar Nasional VIII dan Hospital Expo XVIII

23 03 – 04

September

05 – 08

22 – 27

6th Indonesian Symposium on Neuroanesthesia &  Neuro Critical Care Pertemuan Tahunan dan Konferensi Asia Pacific Occupational Safety & Health Organization (APOSHO) ke 21 The 4th Asia Pacific Conference on Anti Aging Medicine

TEMPAT DAN INFORMASI ACARA Hotel Borobudur, Jakarta Jakarta - Tlp. / fax.: 021-391 6826 6826 E-mail: [email protected]; [email protected] [email protected] Hotel Quality, Solo - Tlp.: 0271-634634 0271-634634 Fax.: 0271-639248, e-mail: [email protected] Hotel Planet Holiday, Riau Tlp. / fax.: 0761-856851 Grand Hyatt Bali Tlp.: 021 570 5800, fax.: 021 570 5798 E-mail: [email protected] [email protected] Hotel GoodWay, Batam Tlp. / fax.: 021-7918 4052, e-mail: [email protected] Website: http://www.idki.or.id http://www.idki.or.id Hotel Sahid, Jakarta Tlp.: 021-3918337, fax.: 021-3905556 E-mail: [email protected] [email protected] Hotel Menara Peninsula, Jakarta Tlp.: 021-391 6241, fax.: 021-314 1850 Bali International Convention Center (BICC) Tlp. : 021-4532202, 3159610, fax.: 021-4535833 021-4535833 E-mail: [email protected] [email protected] http://www.apaslbali2005.com Hotel Borobudur, Jakarta Tlp. : 021-7219586, fax. : 021-7261126 E-mail: [email protected] Jakarta Convention Center  Tlp. : 021-4584 5303, 4584 5304, fax.: 021-4585 7833 E-mail: [email protected] Hotel Sheraton Surabaya Tlp.: 031-5501500, 5501505, Fax.031-5028952 Grand Bali Beach Tlp.: 021-527 8445, 527 8446, fax.: 021-522 2959 E-mail: [email protected] http://aposho21.tripod.com http://aposho21.tripod.com/index.htm /index.htm Tlp. 62-21-570 5800, fax. 62-21-570 5798 E-mail: [email protected] [email protected] http://www.pacto-convex.com

Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/calendar  http://www.kalbefarma.com/calendar 

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

29

ULASAN

Sarwo Handayani  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK 

Penyakit campak masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, mengingat masih adanya kasus dan wabah campak di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengatasi infeksi campak adalah dengan meningkatkan respon imunitas tubuh, yang diperoleh dengan cara imunisasi imunisasi atau dari infeksi alam. Penyakit campak disebabkan oleh virus morbilli. Tanda khasnya berupa Koplik  spot di selaput lendir pipi, dan rash kulit yang muncul pada hari ke 14 setelah terpapar  virus campak. Kemampuan fusi sel yang terinfeksi virus campak akan membentuk sel raksasa multi nuklear. Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit campak adalah diare, pneumonia, otitis media dan limfadenopati. Respon imunitas yang berperan terhadap campak adalah respon humoral dan seluler. Respon imunitas humoral (antibodi) efektif menetralisir virus yang bebas atau dalam sirkulasi darah, dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor  sehingga virus tidak dapat menembus permukaan sel dan replikasi virus dapat dicegah. Respon imunitas seluler berperan membantu sel limfosit B menghasilkan antibodi  Antibody Dependent Cell Mediated Cytotoxicity ) dan lisis melalui mekanisme ADCC ( Antibody komplemen. Respon imunitas setelah imunisasi campak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; usia saat imunisasi yang berkaitan dengan adanya antibodi maternal, status gizi,   penyakit yang diderita dan faktor vaksin yang meliputi:  strain virus campak yang digunakan, dosis vaksin, penyimpanan dan cara pemberian vaksin.

PENDAHULUAN Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular  yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, karena sering dilaporkan di beberapa daerah. Menurut data SKRT (1996) insiden campak pada balita sebesar 528/10.000. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 1982 sebelum  program imunisasi campak dimulai, yaitu sebesar 8000/10.000  pada anak umur 1-15 tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk  menurunkan insiden campak. Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung turun pada semua golongan umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur 1-4 tahun

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur  5-14 tahun relatif landai. Saat ini program pemberantasan  penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap eliminasi dan akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap eliminasi, penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamunya adalah manusia(1). Respon imun memegang peranan penting dalam upaya mengatasi infeksi infeksi virus campak, baik respon yang yang timbul oleh infeksi campak alam maupun respon setelah imunisasi. Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, karakteristik virus campak, respon imun dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, serta hasil penelitian yang berhubungan. PENYAKIT CAMPAK  Penyakit ini disebabkan oleh virus morbilli; morbilli; ditularkan melalui sekret pernafasan atau melalui udara. Virus dalam   jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada individu yang rentan. Penyakit campak sangat infeksius selama masa  prodromal yang ditandai dengan demam, malaise, mata merah,  pilek, dan trakeobronkitis dengan manifestasi batuk .(2-5) Infeksi campak pertama kali terjadi pada epitelium saluran  pernafasan dari nasofaring, konjungtiva, dengan penyebaran ke daerah limfa. Viremia primer terjadi 2-3 hari setelah individu terpapar virus campak, diikuti dengan viremia sekunder 3-4 hari kemudian. Viremia sekunder menyebabkan infeksi dan replikasi virus lebih lanjut pada kulit, konjungtiva, saluran   pernafasan dan organ lainnya. Replikasi virus memerlukan waktu 24 jam. Jumlah virus dalam darah mencapai puncaknya   pada hari ke 11-14 setelah terpapar dan kemudian menurun cepat 2-3 hari kemudian(2,3,6). Tanda khas penyakit campak adalah adanya  Koplik spots (kemerahan dengan putih di tengah) di selaput lendir pipi yang rash.  Rash adalah tampak 1-2 hari sebelum timbulnya rash. kemerahan kulit yang biasanya muncul pada hari ke 14 setelah terpapar, kemudian menyebar dari kepala ke anggota badan selama 3-4 hari. Setelah 3-4 hari rash akan menghilang meninggalkan noda kehitaman(3,7).  Rash merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas yang tidak akan terlihat pada orang yang mengalami penekanan sistem imunitas seluler (5,6). Sel yang terinfeksi virus campak mampu berfusi membentuk sel raksasa multinuklear (multinuclear (multinuclear giant cells), cells ), yang merupa(2,4) kan tanda patologis infeksi virus campak  . Komplikasi yang sering terjadi pada infeksi virus campak  adalah anoreksia, diare, pneumonia dan limfadenopati; sering menyebabkan kematian karena faktor kurang gizi dan   penanganan yang terlambat(3,5,6). Di negara industri komplikasi yang sering terjadi adalah otitis media, pneumonia, dan ensefalitis pasca infeksi(3). KARAKTERISTIK VIRUS CAMPAK  Morfologi Virus campak atau morbilli adalah virus RNA anggota famili  paramyxoviridae.  paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat  paramyxoviridae. dibedakan dengan virus lain anggota famili  paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus(2,5,6,8). Virus campak mempunyai 6 protein struktural, 3 di antaranya tergabung dengan RNA dan membentuk nukleokapsid yaitu; Pospoprotein (P), protein ukuran besar (L) dan nukleoprotein (N). Tiga protein lainnya tergabung dengan selubung virus yaitu; protein fusi (F), protein hemaglutinin (H) dan protein matrix (M). Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F   bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian diikuti dengan penetrasi dan hemolisis. Protein H bertanggung jawab pada hemaglutinasi, perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggungjawab pada fusi virus dengan membran sel dan membantu masuknya

virus(2,5,6,9). Sedangkan protein M berinteraksi dengan nukleokapsid berperan pada proses maturasi virus(2). Virus campak mempunyai satu tipe antigen (monotype (monotype), ), yang bersifat stabil. Virus campak mempunyai sedikit variasi genetik pada protein F dan H, sehingga dapat menghindari antibodi monoklonal yang spesifik terhadap protein tersebut.  Namun sisa virus yang masih ada, dapat dinetralisasi oleh sera   poliklonal. Pada  strain virus campak yang berbeda, variasi genetik juga terjadi pada protein P dan N yang belakangan diketahui mengandung region yang mengkode residu asam amino C terminal(5,10). Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya(2). Isolasi Virus Campak  Virus campak yang berasal dari spesimen klinik sulit dikembangbiakkan, terutama isolasi virus pada 24-36 jam setelah timbulnya rash. Cara yang paling baik adalah dengan mengisolasi virus pada sel limfosit marmoset B95-a, sel fetus manusia, sel ginjal fetus atau sel ginjal kera. Setelah pasase awal di laboratorium, dapat digunakan galur sel lain yang   berasal dari manusia atau bukan; misalnya: human amnion, human embryonic lung, human carcinoma yaitu HeLa, Hep-2,  KB dan embrio ayam(2,6). Virus campak dapat diinaktivasi dengan cepat apabila terkena cahaya, panas dan pH yang ekstrem; virus campak  dapat disimpan dalam jangka waktu lama pada suhu –70o C(6). Efek Sitopatik Virus Campak (CPE) Pada kultur sel, virus campak menyebabkan 2 efek  sitopatik yang berbeda, yaitu pertama terbentuknya sel raksasa (multi nuclei syncytia) syncytia ) yang mengandung beberapa nukleus yang bergabung menjadi satu(6,8). Kedua, terjadinya perubahan  bentuk sel terinfeksi dari poligonal menjadi stellate menjadi  stellate atau seperti sel dendritik. Sel ini tidak mengalami fusi tetapi dapat dibedakan berdasarkan kepekaan (refractility) (refractility) terhadap cahaya.(8) Hal tersebut berhubungan dengan proses patologis yang   predominan yang yang dapat diamati diamati pada jaringan yang terinfeksi termasuk kulit dan   Koplik spot  . Pada virus campak liar, karakteristik efek sitopatik meliputi inklusi sitoplasma dan intranukleus termasuk transformasi sel kromosom. Faktor lain seperti kemampuan tumbuh pada sel fibroblas embrio ayam,  bentuk  plaque,  bentuk  plaque, produksi interferon, suhu pertumbuhan yang optimal, juga membantu membedakan virus campak liar  dengan strain dengan strain virus yang dilemahkan(2,6). VAKSIN CAMPAK  Pengembangan vaksin campak dimulai segera setelah isolasi virus campak oleh Enders dan Pebles (1954), yaitu dengan mengembangkan vaksin hidup yang dilemahkan dari  strain Edmonston B. Vaksin ini sering menimbulkan rash dan demam tinggi sehingga harus dibarengi dengan pemberian globulin gama untuk mengurangi efek samping tersebut. Pada   pertengahan tahun 1960 ditemukan strain ditemukan strain baru campak di Amerika, Jepang, Yugoslavia, Rusia dan China dengan cara melemahkan strain   Edmonston (AIK-C), Edmonston A (Schwarz), Edmonston B (Moraten, Edmonston Zagreb) atau isolat lainnya ( Leningrad 16, CAM 70, Shanghai-91) Shanghai-91 )(3). Vaksin

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

31

campak yang ada saat ini berasal dari virus campak liar yang vaccine . Atenuasi dilakukan dilemahkan - attenuated live vaccine. dengan melakukan adaptasi temperatur dan pasase berulang kali pada beberapa beberapa galur sel(9). Vaksin campak yang digunakan di Indonesia saat ini adalah vaksin campak dari   strain CAM-70 buatan PT Bio Farma yang telah teregistrasi sejak tahun 1993 (11). Vaksin CAM-70 merupakan derivat   strain Tanabe yang ditemukan  strain  pada tahun 1968(8). Vaksin ini mengandung virus campak  strain CAM-70 hidup yang sudah sangat dilemahkan dan ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin ayam kemudian dibeku-keringkan(12). Setiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung virus campak tidak kurang dari 1000 TCID50 (Tissue culture Infectious Dose) Dose ) atau PFU (  Plaque Forming  standar minimum minimum vaksin campak campak yang Unit ) sesuai dosis standar ditetapkan WHO. Efektivitas vaksin campak berkurang dengan menurunnya potensi. Vaksin campak sensitif terhadap panas, oleh karena itu akan cepat hilang infektivitasnya apabila di luar  rantai dingin (cold chain)(9). Virus campak liar dan virus vaksin dapat dibedakan   berdasarkan spektrum dan parahnya gejala penyakit pada hewan model dan manusia, atau dengan petanda petanda virologi dan imunologi. Namun demikian determinan yang spesifik terhadap virulensi virus campak belum diketahui(9). Meskipun vaksin campak campak yang ada saat ini dinyatakan aman dan efektif, penggunaannya masih terbatas karena dihubungkan dengan adanya efek samping, baik untuk vaksin vaksin virus campak hidup yang dilemahkan maupun diinaktifkan(9). Perbedaan sekuen nukleotida berpengaruh terhadap imunogenitas vaksin. Imunogenitas vaksin turunan  strain   Edmonston B lebih tinggi dibandingkan vaksin Schwarz  yang  Edmonston A, A, tetapi  berasal dari turunan strain turunan  strain Edmonston tetapi reaksi samping yang ditimbulkan oleh vaksin Schwarz , seperti rash dan demam lebih ringan. Demikian halnya pada vaksin CAM 70 dan Shanghai 191, 191, meskipun imunogenitas lebih rendah tetapi reaksi samping yang ditimbulkan lebih ringan(3). RESPON IMUNITAS TERHADAP INFEKSI CAMPAK  Respon imun terhadap infeksi alam Respon sel limfosit T dan sel limfosit B terhadap keenam  protein virus campak dapat terdeteksi pada infeksi akut primer. Antibodi IgM akan terbentuk dan mencapai puncaknya puncaknya 7-10 rash, kemudian akan menurun dengan hari setelah timbulnya rash, cepat, dan menghilang 4 minggu kemudian. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi campak baik karena penyakit atau karena vaksin. Ig G akan terbentuk segera setelah timbulnya rash, rash, dan mencapai puncaknya setelah 4 minggu. Selanjutnya Ig G menurun, tetapi akan tetap ada seumur seumur hidup. Ig G terhadap protein H sangat penting, karena menunjukkan adanya imunitas. Adanya Ig G terhadap protein F dan H akan memberikan perlindungan terhadap infeksi secara in vivo, meskipun Ig G terhadap protein H saja dapat menetralkan invasi virus. Ig A juga terbentuk tetapi biasanya hanya sebentar. Imunitas yang timbul setelah terpapar virus campak  secara alami biasanya dapat bertahan seumur hidup(3,9). Sistem imunitas tubuh harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

terinfeksi, untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah infeksi ulang. Respon imunitas yang berperan menghambat masuknya virion adalah respon humoral, dengan cara netralisasi. Selain respon imun humoral, respon imun seluler   juga memegang peranan penting yaitu dengan melibatkan sel T   – sitotoksik, sel NK  (Natular Killer), ADCC ( Antigen   Dependent Cell Mediated Cytotoxicity) Cytotoxicity) dan interaksi dengan MHC (Major (Major Histocompatibility Complex) Complex ) kelas I(2,13,14). Peran antibodi dalam menetralisasi virus akan efektif, terutama untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel dan replikasi virus dapat dicegah. Adanya antibodi akan membatasi penyebaran virus ke sel atau   jaringan tetangganya. Antibodi dapat menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus yang keluar dari sel yang telah hancur, namun seringkali tidak cukup mampu menetralisir virus yang telah mengubah struktur  antigennya (mutasi) dan yang telah melepaskan diri (budding  (budding  off ) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung(5,13,14). Meskipun antibodi berperan penting mencegah infeksi virus campak, namun dipengaruhi juga oleh respon imun seluler, yaitu melalui mekanisme ADCC ( Antibody Dependent  Cell Mediated Cytotoxicity) Cytotoxicity ) dan lisis komplemen terhadap sel yang terinfeksi virus(9). Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa sel limfosit T   berperan besar menghilangkan infeksi virus campak. Anak  leukemia dengan terapi sitotoksik setelah terpapar virus campak menunjukkan manifestasi klinis yang bervariasi, seperti tidak adanya rash dan berkembangnya pneumonia sel raksasa,. Pada anak terinfeksi HIV dan anak dengan Severe Combined Immuno Defficiency (SCID) akan berkembang menjadi infeksi virus yang parah, meskipun telah diberi imunoglobulin dalam jumlah besar. Pada anak yang tidak dapat agammaglobulinemia ) membentuk Ig G (X-linked (X-linked infantile agammaglobulinemia) imunitas seluler dapat membentuk mekanisme perlindungan terhadap virus campak, meskipun tanpa antibodi. Jika anak  tersebut terinfeksi virus campak maka akan sembuh sempurna dan tidak akan rentan jika terinfeksi kembali. Sel limfosit T membantu sel limfosit B menghasilkan respon antibodi (IgM, IgG dan IgA) dan dapat bertindak secara independen menghilangkan virus(5,9). Respon imun terhadap imunisasi Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen. Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok orang atau   bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia, seperti  penyakit cacar (15). Titer antibodi setelah imunisasi dengan vaksin campak  yang dilemahkan sangat bervariasi, tetapi masih lebih rendah

dibandingkan dengan virus campak liar. Demikian juga respon imun terhadap vaksin yang diinaktivasi berbeda dengan vaksin virus campak hidup. Komponen F yang hancur selama proses inaktivasi menyebabkan orang yang diimunisasi vaksin inaktivasi hanya mempunyai respon terhadap protein H dan tidak mempunyai respon imunitas terhadap protein F. Infeksi virus, fusi sel dan penyebaran dari sel ke sel dapat terjadi karena protein F tidak dinetralisir oleh antibodi(3). Antibodi akan bertahan lebih lama jika mendapat booster  dari paparan virus campak liar yang beredar. Adanya infeksi infeksi ulang oleh virus campak liar atau oleh vaksin pada saat titer  antibodi rendah, rendah, akan merangsang sel memori memori menghasilkan menghasilkan antibodi secara cepat dan mencapai puncaknya 12 hari setelah infeksi ulang. Studi di komunitas terbuka di mana terjadi booster  virus campak liar menunjukkan, bahwa 6-8 tahun setelah imunisasi campak, ternyata 85% sampel masih mempunyai antibodi(3). Meskipun titer antibodi campak setelah imunisasi lebih rendah dibandingkan setelah paparan virus campak liar, imunitasnya masih dapat terdeteksi sampai umur  23 tahun, bahkan seumur hidup.(2) Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi respon imun terhadap imunisasi campak adalah usia saat imunisasi, adanya antibodi maternal, status nutrisi, penyakit yang diderita dan faktor vaksin yang meliputi potensi vaksin,  strain yang digunakan, dosis, cara penyimpanan dan rute pemberian vaksin(3).

  berkembang. Alternatif lain diberikan pada umur yang lebih muda untuk perlindungan yang lebih baik. Jadwal dua dosis  pada umur yang lebih muda telah dilakukan dengan dosis awal  pada usia 6 bulan, di beberapa negara sedang berkembang dan   pada usia 9-12 bulan di negara negara maju. Sedangkan Sedangkan dosis kedua (9) diberikan beberapa bulan kemudian . Di daerah transmisi virus campak liar tinggi, kesempatan terpapar virus pada bayi atau anak-anak akan meningkat segera setelah antibodi maternal turun. Tujuan vaksinasi pada umur  yang lebih muda adalah untuk menutup window of   susceptibility terhadap infeksi virus alam(9). Hasil penelitian imunisasi campak dengan vaksin  AIK-C   pada bayi umur 6 bulan dan vaksin Schwarz  pada   pada bayi usia 9  bulan di Ghana, menunjukkan serokonversi serokonversi yang sama (98%) setelah 3 dan 6 bulan; tetapi titer rata-rata antibodi setelah imunisasi dengan vaksin Schwarz  lebih tinggi dibandingkan vaksin  AIK-C (16). Di India, imunisasi dengan vaksin Schwarz    pada bayi 6-9 bulan menunjukkan serokonversi yang lebih rendah dibandingkan imunisasi pada bayi umur 9-12 bulan (17). Penelitian dengan vaksin campak lain yaitu CAM-70 pada klinik pediatri di Jepang dari tahun 1982-1999 menunjukkan serokonversi sebesar 95.4%(18). Di Indonesia program imunisasi campak dimulai pada tahun 1981. Imunisasi campak diberikan pada bayi 9 bulan dengan pertimbangan bahwa antibodi maternal bayi telah menurun rata-rata pada umur 9 bulan. Selama bayi masih mempunyai kekebalan dari ibu maka bayi akan aman dari 1. Usia saat imunisasi  Daya guna vaksin campak menurun bila vaksin diberikan   penyakit campak. Dengan imunisasi pada umur 9 bulan  pada bayi yang lebih muda, karena proporsi antibodi maternal diharapkan titer antibodi yang terbentuk setelah imunisasi masih tinggi. Umur saat kebanyakan kebanyakan bayi kehilangan kehilangan antibodi dapat maksimal, karena tidak ada pengaruh antibodi maternal maternal dan waktu yang optimal optimal untuk vaksinasi campak  campak  yang dapat menetralkan antigen vaksin, dan juga memberikan   bervariasi dari 3 - 6 bulan di beberapa negara sedang  perlindungan pada bayi sedini mungkin terhadap infeksi virus   berkembang, dan pada umur 12 bulan atau lebih di negara alami. Pemberian satu dosis vaksin diharapkan dapat lainnya(9). memberikan perlindungan lebih dari 14 tahun(19) atau paling sedikit 16 tahun(3). Penelitian tentang imunisasi campak banyak dilakukan di 2. Adanya antibodi maternal  Adanya antibodi maternal dan pemberian gamma globulin Indonesia. Penelitian Kristiani (1990) (20) tentang imunisasi   pada subyek yang terpapar virus campak, dapat mencegah campak dengan vaksin Schwarz pada Schwarz  pada anak 6-8 bulan dan 9-14 infeksi virus campak dan sakit campak klinis.(4,8) Antibodi   bulan di Kabupaten Magelang, menunjukkan serokonversi maternal yang berasal dari ibu yang terinfeksi virus campak  masing-masing sebesar 88.8% dan 83.3%. Penelitian di secara alami akan memberikan perlindungan pada bayi sampai Kabupaten Sukabumi dan Kuningan pada anak 12-36 bulan umur 6-12 bulan. Antibodi maternal pada bayi akan menunjukkan proporsi titer antibodi campak protektif masingmenghilang lebih cepat pada ibu yang terinfeksi virus dari masing sebesar 41.5% dan 29.8%(21). Penelitian Rostanti vaksin campak. Profil antibodi maternal sangat bervariasi (1991)(22) menemukan bahwa 9 bulan setelah imunisasi campak  tergantung daerah geografis. Kecepatan hilangnya antibodi   pada anak umur 45 tahun Total

1997 3.955 9.137 10.516 3.348 919 27.875

Tahun 1998 1999 7.009 8.652 18.737 26.776 17.774 26.188 6.646 6.909 2.858 5.438 53.024 73.963

2000 3.958 10.930 14.338 6.975 1.108 37.309

Total

23.574 65.580 68.816 23.878 23.878 10.323 192.171

Tabel 3 terlihat golongan umur yang paling banyak ialah 5-14 tahun, diikuti golongan umur 1-4 tahun, dan yang paling sedikit golongan umur > 45 tahun. Golongan umur < 1 tahun lebih sedikit dibandingkan golongan umur di atasnya mungkin karena kekebalan bawaan yang bertahan relatif lama yaitu hingga bayi berumur 9 bulan (2). Tabel 4.

Jumlah Kasus Campak per Sumber Data Selama 4 tahun (1997-2000) di Indonesia.

No.

Sumber Data

1 2 3

RS Rawat Jalan RS Rawat Inap Puskesmas Total

1997 2.842 1.942 23.541 27.875

Tahun 1998 1999 6.601 10.063 4.958 8.599 41.465 5.531 53.024 73.963

2000 5.995 2.735 28.579 37.309

Total

25.501 17.748 99.606 192.171

Tabel 4 terlihat sumber data campak terbanyak berasal dari   puskesmas yang memang merupakan ujung tombak terdepan  bagi pelayanan kesehatan di negara kita, dan paling sedikit dari rumah sakit rawat inap; mungkin memang tidak banyak kasus campak yang menjadi parah hingga perlu dirawat di rumah sakit.

KESIMPULAN Kasus campak selama 4 tahun di Indonesia mencapai   puncaknya pada tahun 1999. Ada 3 propinsi yang paling  Keterangan.: Tahun 1997 : Propinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Nusa   banyak melaporkan kasus campak yaitu : Jawa Barat, Jawa − Tenggara Barat tidak melaporkan adanya kasus campak. Propinsi DKI  Tengah, dan Jawa Timur tetapi ada pula propinsi yang tidak    Jakarta dan Irian Jaya hanya melaporkan kasus campak yang berasal  melaporkan/laporan tidak lengkap, mungkin karena kendala dari puskesmas, sedangkan Propinsi Sulawesi Tenggara hanya melaportertentu. Golongan umur yang paling banyak terkena campak  kan kasus campak yang berasal dari RS rawat inap dan RS rawat jalan. Tahun 1998 : Propinsi Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan − ialah 5-14 tahun. Sumber data kasus campak terbesar berasal Maluku tidak melaporkan adanya kasus campak. Propinsi Sumatera dari puskesmas.





  Barat tidak melaporkan adanya kasus campak dari puskesmas. Propinsi   Kalimantan Tengah hanya melaporkan kasus campak yang berasal dari  puskesmas. Tahun 1999 : Propinsi Maluku tidak melaporkan adanya kasus campak.   Propinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat tidak melaporkan adanya kasus campak yang berasal dari puskesmas. Propinsi Nusa Tenggara Timur hanya melaporkan kasus campak yang berasal dari RS  rawat inap. Tahun 2000 : Propinsi Kalimantan Selatan dan Maluku tidak melaporkan adanya kasus campak. Propinsi Sumatera Barat tidak melaporkan adanya kasus campak dari puskesmas. Propinsi Irian Jaya tidak meiaporkan adanya kasus campak dari RS rawat jalan.

UCAPAN TERIMA KASIH 

  Kami tujukan kepada Sub.Dit. Surveilans khususnya Ibu Adolfina Pirade SKM, M.Kes, dan Ibu Niprida Mardin SKM., dan semua pihak yang membantu. KEPUSTAKAAN

1. 2.

Dit.Jen. PPM-PL Departemen Kesehatan bekerja sama dengan dengan WHO. 2002. Pedoman Surveilans dan Respon KLB Campak. Jakarta. Kandun I N et al. al. Penelitian Penelitian Kekebalan Bawaan dan Serokonversi setelah Vaksinasi Campak pada Bayi di Mojokerto. Laporan Seminar, 1986.

Idleness is the beginning of all vices

36  Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

HASIL PENELITIAN

Bambang Heriyanto, Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Siti Hutauruk  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bersama penyakit Chikungunya merupakan penyakit reemerging yaitu reemerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Bahkan sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah dilaporkan dilaporkan  penyakit yang memiliki gejala mirip chikungunya yang dikenal dengan nama penyakit knuckle fever , knee trouble di Kairo (1779),  scarletina rhematica di Calcuta, Madras, dan Gujarat (1824). Penyakit chikungunya dilaporkan telah berjangkit di   beberapa negara Afrika misalnya Angola, Botswana, Nigeria, Zimbabwe, dan negara negara lainnya, dan virusnya virusnya diisolasi pertama pertama kali pada tahun 1952 di Tanganyika . Di Indonesia sendiri Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pertama kali pada tahun 1979 di Bengkulu, dan sejak itu menyebar ke seluruh daerah baik di Sumatera (Jambi, (Jambi, 1982) maupun di luar luar Sumatera yaitu pada tahun 1983 di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 1984 terjadi KLB di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, sedangkan pada tahun 1985 di Maluku, Sulawesi Utara dan Irian Jaya. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka mulai tahun 2001 mulai dilaporkan adanya KLB chikungunya lagi di Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat, sedangkan pada tahun 2002 terjadi KLB di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Gejala utama penyakit ini ialah nyeri sendi, demam, sakit kepala/ pusing, bintik-bintik merah di kulit tetapi tidak terasa gatal. Gejala ini dirasakan oleh penderita sekitar 1-10 hari lamanya. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Spesimen penderita chikungunya diperoleh dari berbagai daerah dengan kejadian luar biasa (KLB) chikungunya di Indonesia dalam kurun waktu waktu tahun 2001 – 2003. Spesimen   berupa serum penderita penderita yaitu yaitu serum akut saja. Serum dikirim ke Laboratorium Puslitbang Pemberantasan Penyakit dalam keadaan dingin disimpan dalam Cold Box disertai data klinis

 penderita. Golongan umur penderita sangat beragam dari anakanak hingga orang tua. Dengan bantuan NAMRU-2 dilakukan pemeriksaan serum  penderita menggunakan metoda ELISA, isolasi virus, dan RTPCR. HASIL PENELITIAN Jumlah semua spesimen sebanyak 389 dengan perincian  pada tahun 2001 sebanyak 18 spesimen, tahun 2002 sebanyak  89 spesimen, dan tahun 2003 sebanyak 282 spesimen. Secara keseluruhan spesimen berasal dari 22 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Tabel 1 memperlihatkan daerah yang mengirim spesimen dan jumlah spesimennya, 3 daerah paling paling banyak mengirim spesimen yaitu yaitu Bekasi =51 spesimen spesimen (13,1%), DKI Jakarta Jakarta = 42 spesimen spesimen (10,8%), dan Klaten = 38 spesimen spesimen (9,8%), sedangkan 3 daerah yang paling sedikit mengirimkan spesimen yaitu Baturaja = 2 spesimen (0,5%), (0,5%), Karawang = 2 spesimen spesimen (0,5%), dan Metro = 3 spesimen (0,8%). (0,8%). Keadaan ini ini tidak  selalu menggambarkan besarnya KLB karena bisa saja sebetulnya kasusnya banyak banyak tetapi karena keterbatasan (dana, tenaga, maupun waktu) maka spesimen yang dikirim terbatas. Terlihat pada Grafik 1 kecenderungan yang meningkat   pada spesimen penderita chikungunya maupun daerah yang terjangkit meskipun jumlah daerah terjangkit kenaikannya tidak  setajam kenaikan jumlah spesimen. Tidak semua daerah merupakan daerah yang baru terkena KLB karena seperti kabupaten Klaten selama tahun 2001-2003 telah terjadi dua kali serangan yaitu pada tahun 2002 dan tahun 2003. Bila pada tahun 2001 hanya 3 kabupaten dengan jumlah spesimen 18 maka pada tahun 2002 bertambah menjadi 6 kabupaten dengan jumlah spesimen spesimen 89, dan pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi menjadi 14 kabupaten dengan jumlah spesimen 282 , hal ini dapat dilihat dalam 2 sisi yaitu kesadaran daerah yang meningkat dalam hal pencarian kasus chikungunya yang diikuti dengan pengiriman spesimen dan pelaporan atau memang terjadi peningkatan kasus chikungunya di lapangan yang harus diwaspadai dan untuk itu perlu diambil langkahlangkah yang tepat agar penyakit ini tidak makin meluas.

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 2005 37 

Tabel 1.

Jumlah spesimen dan dan daerah asalnya, 2001-2003.

No.

Daerah asal

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Bireun (Aceh) Baturaja Bogor Kebumen Purworejo Klaten Banggai (Sulsel) Ogan Komering Ulu (Sumsel) Karawang Bantul Pasuruan Mojokerto DKI Jakarta Magelang Bandung Tangerang Bekasi Metro (Lampung) Subang Lahat (Sumsel) Kotawaringin Barat Lamongan Total

Jumlah spesimen 6 10 2 3 36 38 10 10 2 23 10 10 42 14 23 17 51 3 36 10 27 6 389

Persentase

1,5 2,6 0,5 0,8 9,2 9,8 2,6 2,6 0,5 5,9 2,6 2,6 10,8 3,6 5,9 4,4 13,1 0,8 9,2 2,6 6,9 1,5 100

Tabel 2.

Tahun

2001 2002 2003 Total Tabel 3.

300

200

100

DAERAH 0

SPESIMEN

2001

2002

2003

TAHUN

Tabel 2 memperlihatkan hasil pemeriksaan laboratorium spesimen chikungunya selama 3 tahun (2001-2003) yang secara keseluruhan jumlahnya meningkat begitu pula hasil   pemeriksaan terlihat bertambah tetapi bila dilihat persentase hasil yang positif (angka ketepatan diagnosisnya) terlihat menurun dan tahun berikutnya berikutnya meningkat lagi; yaitu yaitu bila pada tahun 2001 jumlah yang positif yang berarti angka ketepatan diagnosisnya 72,2%, maka pada tahun 2002 turun menjadi 42,2%, pada tahun tahun 2003 meningkat menjadi 68,8% meskipun masih lebih rendah dibandingkan tahun 2001. Di Tabel 3 terlihat jumlah daerah daerah yang yang terkena terkena KLB, KLB,  jumlah spesimen yang dikirim dikirim dan hasil pemeriksaan. Daerah Daerah 38 terbanyak mengirim spesimen yaitu Bekasi dengan 51 spesimen, DKI Jakarta 42 spesimen, Purworejo dan Subang

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 2005

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Spesimen 2001- 2003. Hasil pemeriksaan Positif 13 38 194 245

Persen 72,2 42,2 68,8 63,0

Negatif 5 51 88 144

Persen 27,8 57,3 31,2 37,0

Chikungunya

Jumlah

Persen

18 89 282 389

100 100 100 100

Jumlah Daerah Daerah KLB, Spesimen yang Dikirim, Pemeriksaan Laboratorium.

Daerah KLB

Grafik 1. Kecenderungan jumlah kasus dan daerah pengirim tahun 2001-2003.

   h   a    l   m   u    J

masing-masing 36 spesimen, tetapi besarnya jumlah spesimen yang dikirim belum tentu menggambarkan besarnya kasus chikungunya di daerah tersebut karena kemungkinan keter  batasan dana, tenaga, dan lokasi pengambilan spesimen tersebut; jika diasumsikan keterbatasan tersebut sama di semua daerah maka memang besarnya jumlah spesimen yang dikirim akan menggambarkan besarnya kasus chikungunya di daerah tersebut.

Bireun Baturaja Bogor Kabumen Purworejo Klaten Banggai Ogan Komering Ulu Karawang Bantul Pasuruan Mojokerto Jakarta Magelang Bandung Tangerang Bekasi Metro Subang Lahat Kotawaringin Barat Lamongan Total

Tahun 2001

Tahun 2002

Positif

Negatif

Positif

5 6 2 -

1 4 0 -

0 18 18 0

-

-

-

Negatif

Tahun 2003

dan Hasil

Jumlah

Positif

Negatif 

3 18 10 10

-

-

6 1 2 3 36 28 10

0

10

-

-

10

-

2 -

0 -

18 3 2 32 11 21 16 26 0 22 9

5 7 8 10 3 2 1 25 3 14 1

2 23 10 10 42 14 23 17 51 3 36 10

-

-

-

-

27

0

27

13

5

38

51

1 194

5 88

6 389

Grafik 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium yang Hasilnya Positif dan Jenis Kelamin Penderita. 300

200

  s   u   s 100   a    k    h   a    l   m   u    j 0

SEX pria

wanita

jumlah 20penderita chikunga Grafik 2 menggambarkan 2001 2002 03 dengan hasil uji laboratorium positif yang berarti memang TAHUN terinfeksi virus chikungunya; secara keseluruhan jumlah

 penderita wanita lebih banyak meskipun bila dilihat per tahun Jadi jika beberapa penelitian mengatakan titer antibodi   pada tahun 2001 jumlah penderita pria lebih banyak, tetapi   pada penderita usia < 30 tahun tidak ditemukan atau sangat   pada tahun 2002 dan 2003 penderita wanita lebih banyak  kecil maka pada penelitian ini agak berbeda karena ternyata daripada pria. Jadi untuk jenis kelamin tidak dapat disimpulkan ditemukan titer antibodi pada penderita usia < 30 tahun ( 34,3% mana yang lebih dominan. dari seluruh penderita ) selama tahun 2001-2003. Berdasarkan golongan usia (Tabel 4) terlihat bahwa yang KESIMPULAN terbanyak ialah 30-40 tahun (31,8%), termuda 2,6 tahun ( pada 1) Kasus chikungunya di Indonesia tahun 2001 - 2003 2003 anak laki-laki dan perempuan), sedangkan 1 orang laki-laki menunjukkan kecenderungan meningkat baik dari daerah yang  berusia 77 tahun. mengalami KLB maupun jumlah spesimen yang diperiksa. 2) Hasil pemeriksaan pemeriksaan laboratorium laboratorium yang positif positif (angka kete patan diagnosis) secara keseluruhan persentasenya naik turun. Tabel 4. Jumlah penderita dengan hasil pe meriksaan laboratorium positif terinfeksi chikungunya berdasarkan usia, 2001-2003. 3) Secara keseluruhan wanita lebih lebih banyak yang hasil laboratoriumnya laboratoriumnya positif. 4) Golongan umur yang terinfeksi virus chikungunya No Golongan umur Jumlah Persentase terutama antara 30- 40 tahun, termuda 2,6 tahun dan tertua 77 1 07 2,8 2 55 2,0 tahun. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1015202530354045505560657075Jumlah

10 20 20 22 27 25 26 23 22 14 10 8 5 1

4,1 8,2 8,2 9,0 11,0 10,2 10,6 9,4 9,0 5,7 4,1 3,3 2,0 0,4

245

100

KEPUSTAKAAN

1. 2.

3. 4.

5.

Chin J. Control Control of Communicable Disease Manual. 17 th ed. Am. Pub. Health Assoc.Washington DC 2000. p 624. Lysenko A. Zoonosis Control. Control. Collection Collection of Teaching Aids for  International Training Course, Vol-1, General Problem.UNEP-USSR  Commission for UNEP, Centre for International Project GNKT,1982. Muchlastriningsih Muchlastriningsih E et al. Hasil Pemeriksaan Spesimen Chikungunya di Indonesia tahun 2001-2002. Berita Epidemiologi, Agustus 2003. Pavri KM. Presence of Chikungunya Chikungunya Antibodies Antibodies in Human Sera Collection from Calcutta and Jamshedpur before 1963. Indian J. Med. Res. 1964; 52: 698-702. Suharyono W. et al. Outbreak Outbreak of Chikungunya Chikungunya in Indonesia. First International Conference on the Impact of Viral Disease on Development of Asia Countries. Bangkok Thailand, Dec. 1986.

 Harimau Siberia, hewan langka penuh pesona ini sekarang  di alam bebas tinggal……..400 ekor. Sedang luas wilayah   seluruh Siberia 13.807.037 km2  , berarti tiap ±34.500 km2 hanya ada 1 ekor harimau !

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 39

HASIL PENELITIAN

Rudi Hendro P, Eko Rahardjo, Masri Sembiring Maha, John Master Saragih  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Chikungunya (chik) berasal dari bahasa Swahili (suku   bangsa di Afrika) yang berarti “orang yang jalannya mem bungkuk dan menekuk lutut”. Merupakan suatu jenis penyakit virus dengan gejala demam mendadak, nyeri sendi terutama di sendi siku, lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil   pergelangan tangan dan kaki, disertai juga nyeri otot yang   berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Pada kebanyakan penderita, radang sendi diikuti dengan bintik bintik merah (ruam) selang waktu sekitar 1 – 10 hari, biasanya  bintik merah tersebut gatal, namun ada juga yang tidak gatal.(1) Penyakit ini dapat sembuh sendiri ( self limiting disease). disease). Terjadi penyembuhan sempurna dan diikuti dengan terbentuknya imunitas di dalam tubuh penderita. Agen penyebabnya adalah virus Chikungunya, termasuk  golongan alpha flavivirus, famili Togaviridae. Virus Chik  ditemukan di Afrika, India, Asia Tenggara dan Pasifik.(2) Dari sejarah diduga KLB Chikungunya terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India; 1901 di Hongkong, Burma dan Madras; 1973 di Calcutta.(3) Di Indonesia Kejadian Luar Biasa (KLB) pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1973 di Samarinda, Kalimantan Timur juga di Jakarta (1982) di Kuala Tungkal, Jambi dan Yogyakarta (1983). Sampai tahun 1985 semua provinsi di Indonesia pernah melaporkan KLB Chikungunya.(4) KLB Chik  mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat (Bogor,Bekasi,Depok) pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dilaporkan KLB Chikungunya dari Palembang, Semarang, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan lain-lain.(5) LATAR BELAKANG Pada 19 Maret 2003 Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, melaporkan sedang terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) tersangka Chikungunya di Desa Harja Mekar dan Pabayuran, Kabupaten Bekasi. Kasus atau KLB serupa pernah terjadi

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

sebelumnya di Kabupaten Kabupaten Bekasi pada tahun 2002 di Desa Kali Jaya dengan gejala utama : demam, nyeri otot/sendi otot/sendi dan bintik  bintik   bintik merah. Kasus pertama muncul pada bulan Februari 2003 ; jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 45 kasus, tidak dilaporkan adanya kematian (CFR= 0%). Pada tanggal 17 Maret s/d 22 Maret 2003 dilakukan  penyelidikan oleh tim dari Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Penyakit, Dinas Kesehatan Bekasi dan Puskesmas Pabayuran dan Harja Mekar. Tindakan penanggulangan yang dilakukan adalah   penyuluhan kesehatan dan penyemprotan agar KLB sesegera mungkin dapat ditanggulangi secara tuntas.(6) TUJUAN 1. Tujuan umum Memastikan penyebab penyakit dan adanya KLB serta mengetahui gambaran epidemiologi penyakit di desa Pabayuran dan Harja Mekar. 2. Tujuan khusus a. Memastikan penyebab penyakit dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium. laboratorium.   b. Memastikan adanya KLB. c. Mengetahui distribusi penderita menurut variabel epidemiologi (orang, waktu dan tempat). d. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KLB tersebut.

BAHAN DAN CARA 1. Definisi Operasional  KLB penyakit adalah peningkatan jumlah kasus di suatu desa 2 kali lebih dalam kurun waktu 1 bulan dibandingkan  bulan sebelumnya sebelumnya atau bulan yang sama sama tahun yang lalu, atau atau ditemukan 1 atau lebih kasus di suatu desa yang sebelumnya  belum pernah melaporkan adanya kasus.

2.

Populasi penyelidikan dan sampel  - Populasi penyelidikan. Masyarakat yang ada dan berdomisili di desa Pabayuran dan Harja Mekar, kabupaten Bekasi. - Populasi sampel. Seluruh penderita dengan gejala nyeri sendi/otot, sendi/otot, demam,  bintik-bintik merah di desa Pabayuran dan Harja Mekar kabupaten Bekasi. 3.  Pengumpulan data - Sumber data a. Puskesmas Pabayuran  b. Puskesmas Harja Mekar  c. Dinas Kesehatan Bekasi - Jenis data. data. a. Data primer dari dari hasil wawancara wawancara dan hasil pemeriksaan spesimen serum penderita. Konfirmasi Chikungunya (ICD-10 A92.0): - Manusia a. Pemeriksaan serologi serologi (ELISA) (ELISA)   b. PCR (Polymerase PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk identifikasi virus. - Vektor (nyamuk) a. Isolasi virus   b. PCR.  b. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Pabayuran dan Harja Mekar. - Pengambilan darah, 25 sampel dari Puskesmas Pabayuran dan 25 dari Puskesmas Harja Mekar  - Sampel diperiksa diperiksa dengan ELISA IgM IgG dan PCR. PCR. HASIL Riwayat Kejadian Berdasarkan informasi awal dan aspek klinis serta epidemiologis diduga telah terjadi KLB Chikungunya di desa Pabayuran dan Harja Mekar, Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Hal serupa pernah terjadi di Desa Kali Jaya Kabupaten Bekasi pada tahun 2002. Oleh karena itu pada tanggal 17 s/d 22 Maret 2003 dilakukan penyelidikan epidemiologi oleh tim dari Dinas Kesehatan Kab.Bekasi, Litbangkes Jakarta serta Puskesmas Pabayuran dan Harja Mekar.

Variabel yang dinilai: I. Klinis tersangka chikungunya 1. Demam. 2. Nyeri sendi/otot. sendi/otot. 3. Ruam kulit/bercak merah. merah. 4. Nyeri kepala. 5. Malaise/lelah.  II. Laboratoris 1. ELISA 2. PCR  Gambaran epidemiologi 1. Gejala penyakit  Analisis sementara atas sebagian penderita (50) yang di investigasi di Desa Pabayuran dan Harja Mekar 18 Maret 2003,

menunjukkan bahwa 100 % mengeluh demam. Gejala lain yang menonjol adalah malaise/lelah (90 %), nyeri otot dan   persendian (95 %) nyeri kepala (90 %), bercak merah pada kulit (85 %). Tabel 1. Proporsi gejala 50 penderita KLB di Desa Pabayuran dan dan Harja Mekar.

NO

1 2 3 4 5

Gejala

Jumlah

%

50 47 45 42 45

100 95 90 85 90

50

100

Demam  Nyeri persendian Sakit Kepala Bercak merah Malaise/lelah

2. Jumlah kasus menurut desa ( Tabel 2). Jumlah kasus hingga Mei 2003 (minggu ke 12) sebanyak  107 kasus tanpa kematian (CFR= 0 %), kasus tersebut belum  pernah dilaporkan sebelumnya . Tabel 2. Jumlah kasus di tiap desa. Desa

Kasus

Kematian

Jumlah

Harja Mekar

67 67

0

67

Pabayuran

40

0

40

Total

107

0

107

3.  Distribusi kasus menurut kelompok umur dan jenis kelamin Kasus terbanyak didapatkan pada kelompok umur 10 – 49 tahun yaitu sebesar 82 % (98 kasus) ( Tabel 3 ). Tabel 3. Proporsi Kasus menurut usia. Kelompok  umur

Jumlah kasus

%

Meningga l

CFR %

0-9

2

4%

0

0

10 – 49

98

82 %

0

0

>50 keatas

7

14 %

0

0

Total

107

100 %

0

0

Tabel 4. Proporsi kasus menurut jenis kelamin.

Jenis Kelamin

Jumlah Kasus

%

Meninggal

CFR  %

Laki – laki

64

59.813

0

0

Perempuan

43

40.186

0

0

Total

107

100

0

0

4. Pengumpulan Spesimen dan Hasil Pemeriksaan  Laboratorium Jumlah spesimen darah yang diambil adalah sebanyak 50 sampel, 25 sampel dari desa Pabayuran dan 25 sampel dari desa Harja Mekar, selanjutnya dilakukan pemeriksaan (test) ELISA dan PCR terhadap Chikungunya. ( Tabel 5 ).

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

41

5.

Upaya Yang Telah Dilakukan a. Pengobatan massal.   b. Penyuluhan kesehatan c. Penyelidikan epidemiologi d.  Fogging fokus  Fogging fokus

2) a.

Tabel 5. Hasil Analisis Laboratorium terhadap Spesimen Hasil

Jumlah spesimen (n,%)

Infeksi Akut Infeksi Baru Infeksi Lama   Negatif Total  Keterangan : 1. Infeksi Akut 2. Infeksi Baru 3. Infeksi Lama 4. Negatif

4 18 3

(8 % ) (36 %) (6 %) 25 50 (100%)

Saran Pertemuan lintas sektoral sektoral secepatnya secepatnya untuk untuk menyusun menyusun langkah penanggulangan KLB jangka pendek yang efektif.   b. Penanggulangan Chikungunya dapat dilaksanakan dilaksanakan se  bagaimana halnya penanggulangan demam berdarah dengue. c. Meningkatkan kewaspadaan dini dan sistim sistim surveilans surveilans epidemiologis khususnya dari puskesmas, mengingat kemungkinan adanya kasus-kasus yang belum dilaporkan dan munculnya kasus baru.

(50 %) KEPUSTAKAAN

= PCR positif, tanpa ELISA IgM positif  = ELISA IgM positif, tanpa ELISA IgG = Hanya ELISA IgG positif. = Semua Negatif.

KESIMPULAN DAN SARAN 1) Kesimpulan a. Telah terjadi KLB Chikungunya di Desa Pabayuran dan Harja Mekar.   b. Tindakan penanggulangan oleh jajaran kesehatan adalah kegiatan pengobatan massal, penyuluhan kesehatan serta  peneyelidikan epidemiologi dan fogging  dan  fogging fokus fokus .

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Calisher CH et al. Chikungunya, Chikungunya, O’nyong nyong, and Mayaro viruses. Encyclopedia of Virology, Virology, p.236-40. De Raritz Raritz CM et al. Clinical Impressions of Chikungunya Chikungunya in Vellore gained from study of adult patients. patients. India J.Med 1965; 53: 756-63. Carey DE. The 1964 Chikungunya Chikungunya Epidemic Epidemic at Vellore, South India. Trans Roy Soc Trop Med and Hyg. 1969; 63 (4) : 435-45. Suharyono Wuryadi. Outbreak of Chikungunya Chikungunya in Indonesia. Paper read at International Conference, Bangkok, Thailand, December, 1986. Rita Kusriastuti. Chikungunya. Chikungunya. Sub Din Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Cirebon, 2003. p. 1-2. Sub Din Din P2B2, P2B2, Dinkes Dinkes Kab. Kab. Bekasi, Bekasi, Jawa Jawa Barat. Rekapitulasi Laporan Kejadian Luar Biasa / Wabh, Maret 2003.

UNICEF : 1/3 korban patahan lempeng bumi gempa Tsunami di Samudera Hindia 20 20 Desember 2004 adalah adalah anak – anak dan  satu juta anak – anak menderita !

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

HASIL PENELITIAN

Gendrowahyuhono  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit,  Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK 

Telah dilakukan penelitian status antibodi anak balita pasca PIN IV di Makasar   pada tahun 2003. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status antibodi anak setelah anak  mendapat imunisasi polio dua kali dari kegiatan PIN IV, menurut daerah penelitian dan golongan umur anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92 % anak yang diperiksa seranya sudah mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio. Makin tua usia anak, prosentase anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio tipe-3 dan tipe-123 makin rendah. Prosentase anak yang mempunyai antibodi terhadap virus polio type-2 100%, demikian   juga prosentase anak 0-1 tahun yang mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus   polio 100%. Tidak ada perbedaan status antibodi antara anak yang tinggal di daerah  pedesaan dan anak yang tinggal di daerah perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa status antibodi anak pasca PIN IV cukup tinggi di segala golongan usia, meskipun masih lebih rendah dari status antibodi anak pasca PIN II. Disarankan tidak perlu melakukan PIN V dengan catatan bahwa kinerja surveilans harus baik dan cakupan imunisasi rutin lebih dari 80%.

  pada bulan September dan Oktober 2002(2). PIN dimaksudkan PENDAHULUAN Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan untuk meningkatkan status antibodi anak balita sehingga dapat oleh infeksi virus virus polio dan biasanya biasanya menyerang anak-anak  memutus sirkulasi virus polio liar di masyarakat. Dengan status dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP=Acute Flaccid  antibodi anak yang tinggi maka herd immunity akan tinggi sehingga sirkulasi virus polio liar akan terhenti. Masalahnya  Paralysis). Program eradikasi polio global telah dicanangkan oleh adalah apakah dengan PIN IV dengan dua kali pemberian dosis WHO dengan target dunia bebas polio tahun 2008, sedangkan vaksin polio sudah cukup untuk meningkatkan status antibodi Indonesia bebas polio ditargetkan pada tahun 2005. Saat ini anak pada taraf yang baik? Banyak faktor yang dapat Indonesia sebenarnya sudah dapat dikatakan bebas polio karena menghambat pembentukan antibodi anak antara lain : potensi sejak tahun 1996 tidak diketemukan lagi virus polio liar dari vaksin, cold-chain, cold-chain, lingkungan tempat tinggal anak dan respon kasus kasus AFP yang diambil spesimen fesesnya. Akan tetapi imun anak sendiri; oleh karena itu perlu diteliti apakah dengan mengingat kinerja surveilans AFP yang jelek pada tahun 2000 PIN IV status antibodi anak sudah cukup tinggi untuk  (1)   AFP rate 95 %. Status antibodi anak terhadap virus polio tipe-3 masih KESIMPULAN DAN SARAN. rendah bila dibandingkan dengan tipe-1 dan tipe-2. SeroStatus antibodi anak terhadap virus polio tipe-3 dan konversi antibodi anak terhadap virus polio tipe-3 memang terhadap ketiga tipe virus masih kurang baik yaitu masing selalu lebih rendah dari tipe lain; hal ini juga terjadi di daerah (1,3) masing 82,5 % dan 79,5 % saja. daerah lain di Indonesia . Demikian juga dengan status Perlu dipikirkan apakah anak SLTP perlu diberi vaksinasi antibodi anak terhadap virus polio tipe-2 selalu lebih tinggi dari (1,3)  polio seperti BIAS, karena anak-anak tersebut pada tahun 2001 tipe lain . Sehingga dapat dikatakan bahwa serokonversi sudah masuk ke SLTP. antibodi anak terhadap masing-masing virus berbeda tergantung dari tipe virusnya. Serokonversi antibodi terhadap tipe2 ternyata paling baik disusul dengan tipe-1 dan selanjutnya UCAPAN TERIMAKASIH  tipe-3.  Kepada Yth. Ada peningkatan bermakna antara status antibodi anak  1. Kepala Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Jakarta. setelah program BIAS dibandingkan dengan sebelum program 2. Kepala Dinas Kesehatan tk.I DIY di Yogya 3. Kepala Dinas Kesehatan Kodya Yogya dan Kab.Bantul. BIAS.Namun perlu dicatat bahwa dalam penelitian ini anak4. Staf Dinas Dinas Kesehatan terutama staf Subdin. Imunisasi Imunisasi di Dinas Tingkat I  anak yang diperiksa status antibodinya sebelum BIAS adalah dan Tk.II di Yogya dan Bantul. anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin polio pada program 5. Kepala dan Staf Balai Laboratorium Kesehatan di Yogya. PIN tahun 1995-1997. Sedangkan anak-anak SD yang diambil   penulis mengucapkan banyak terimaksih atas segala bantuan yang diberikan kepada tim peneliti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. darahnya setelah BIAS adalah anak yang selain mendapat vaksin polio dari program BIAS mereka juga sudah mendapat KEPUSTAKAAN vaksin polio dari program PIN sehingga status antibodi mereka sudah lebih baik. 1. Gendrowahyuhono dkk. Laporan Laporan penelitian penelitian serologis polio pada anak  Yang menjadi masalah adalah bahwa anak-anak yang sekolah dasar kelas I s/d kelas VI di beberapa kota di Indonesia. Pusat diteliti, mungkin mewakili anak-anak lain seumur, yang pada Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1998. tahun 2001 sudah di sekolah lanjutan pertama (SLTP) padahal 2. Provost DR et al. Outbreak Outbreak paralytic paralytic poliomyelitis poliomyelitis in Albania, Albania, 1996. 1996. High High   pada anak sekolah lanjutan pertama tidak ada program attack rate among adult and apparent interruption of transmission vaksinasi polio massal seperti PIN ataupun BIAS. Jadi following nationwide mass vaccination. Clin. Infect. Dis. 1998; 26: 419seharusnya mereka yang ada di sekolah lanjutan pertama 25. 3. Gendrowahyuhono. Gendrowahyuhono. Status kekebalan anak sekolah dasar terhadap virus mendapat vaksin polio untuk meningkatkan status antibodinya   polio di Medan dan Yogyakarta. Maj. Kes. Masy. Indon.. 2000; terhadap ketiga tipe virus polio; kendalanya adalah biaya dan XXVII(9):521-24. tenaga. 4. WHO. Poliomyelitis Surveilance : Weekly Weekly report report for week 19, 19, 2004. 2004. Anak SLTP diharapkan mendapat vaksinasi alami dari SEAR Polio Bulletin. WHO Regional Office for South-East Asia. May 10, 2004. saudaranya serumah yang mendapat vaksinasi polio rutin. Atau

48

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

HASIL PENELITIAN

Eko Rahardjo  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

tidak dikelola dengan baik juga dapat menimbulkan infeksi PENDAHULUAN nosokomial. Adanya kasus penyakit legionella di obyek-obyek  Latar belakang Legionellosis adalah suatu penyakit infeksi bakteri akut wisata akan berdampak negatif terhadap perkembangan yang bersifat new emerging diseases. diseases . Secara keseluruhan baru  pariwisata.  Legionella, minimal dikenal 20 spesies dan penyebab Legionellosis adalah Untuk mencegah berkembangnya  Legionella, seminggu sekali dilakukan pemeriksaan penampungan air   Legionella pneumophila Pertama kali wabah Legionellosis terjadi di Philadelphia terhadap kerusakan fisik, bau dan zat organik, serta adanya Amerika Serikat pada tahun 1976 dengan jumlah kasus 182 dan serbuk-serbuk yang mengandung Legionella mengandung Legionella.. kematian 29 orang (CFR 15,9%). Di Indonesia kasus ini ada di sejumlah tempat antara lain Tujuan di Bali (1996), di Karawaci Tangerang (1999), dan di sejumlah Tujuan umum ialah memperoleh data masalah legionellosis kota lainnya. Dari hasil survai tahun 2001 atas petugas air  yang berbasis lingkungan pada sarana hotel, rumah sakit, dan menara sistem pendingin di hotel-hotel di Jakarta dan Denpasar   pusat kebugaran/perawatan tubuh/spa, dan tempat-tempat tempat-tempat lain. ditemukan hampir 90% pernah terpajan bakteri Legionella bakteri Legionella.. Bakteri  Legionella biasa hidup di air laut, air tawar, Tujuan khusus sungai, lumpur, danau, mata air panas, genangan air bersih, air  Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap antibodi menara sistem pendingin di gedung bertingkat, hotel, spa, kuman   Legionella pneumophila  pada spesimen serum  pemandian air panas, air tampungan sistem air panas di rumahdarah. rumah, air mancur buatan yang tidak terawat baik, endapan, Melakukan analisis laboratorium secara benar. lendir, ganggang, jamur, karat, kerak, debu, kotoran, atau   benda asing lainnya. Bakteri ini juga terdapat di peralatan BAHAN DAN ALAT rumah sakit seperti alat bantu pernafasan. Bahan   Legionella pneumophila termasuk bakteri Gram negatif,  Immunosorbent Assay Assay). - Kit ELISA (Enzyme-Linked  Immunosorbent ).   berbentuk batang, tidak meragi D-glukosa, tidak mereduksi Alat nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri ini hidup subur menempel -  Autoclave di pipa-pipa karet dan plastik yang berlumut dan tahan kaporit -  Incubator  dengan konsentrasi klorin 2–6 mg/l.  Legionella dapat hidup - Safety cabinet    pada suhu antara 5,7°C - 63°C dan hidup subur pada suhu -  Refrigerator  30°C - 45°C. Penularan  Legionella pada manusia, antara lain -  Freezer  melalui aerosol di udara atau minum air yang mengandung - Mesin pembuat air air destilasi/deionisasi destilasi/deionisasi  Legionella;  Legionella; dapat pula melalui aspirasi air yang terkontaminasi, terkontaminasi, - Mesin pencuci microplate inokulasi langsung melalui peralatan pernafasan dan - Alat pembaca microplate (ELISA reader)   pengompresan luka dengan air yang terkontaminasi. Masa - pH meter  inkubasi 1-10 hari. - Tempat penampung limbah infektif  infektif  Keberadaan  Legionella sangat erat dengan kehidupan - Rak tabung tabung reaksi manusia, sehingga dapat terjadi kejadian luar biasa di - Pipet microplate/finetip 10 & 200µl masyarakat. Keberadaan bakteri ini di sarana rumah sakit yang - Timer dengan Timer dengan alarm - Vial (botol Vial (botol kecil)  Disampaikan pada Pelatihan Pengendalian Legionellosis Berbasis Lingkungan - Jas laboratorium  Pegawai Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) dari Sepuluh Provinsi di - Multi channel pipet channel pipet  Indonesia, Jakarta, 27 Oktober - 2 November 2002

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

49

-

Masker  Sarung tangan untuk multichannel  Basin (tempat) reagen untuk  multichannel pipette  Plate (lempeng) dengan 96 wells (sumuran) Pipet Pasteur Pasteur dan pipet ukur  Label ATK (Alat (Alat Tulis Tulis Kantor) Korek api

CARA KERJA Persiapan reagen 1. Larutkan wash buffer 10 buffer 10 X (100 mL concentrate + 900 mL akuabides). 2. Larutkan high positive & negative control, low positive  standard &  standard & serum 21 X (10 µL+ 200µL sampel diluen) 3. TMB, conjugate, stop solution siap digunakan 4.  Blank diisi  Blank diisi sampel diulent

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Antibodi terhadap   Legionella pneumophila dari Sampel Serum

Kota

Bandung

Surabaya

Medan

Pelaksanaan Cuci well (@ 300 – 350 µl) dengan diluted wash buffer 5 X Makassar  Masukkan 100 µl conjugate ke semua well kecuali blanko Tutup plate, inkubasi pada suhu ruang, selama 20 – 22 menit Cuci well (@300 – 350 µl) dengan diluted wash buffer 5 X Tambahkan 100µl TMB ke semua well Tutup plate, inkubasi pada suhu ruang, selama 10 – 20 menit Tambahkan 50µl stop solution ke semua well, goyang

-

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005 2005

Positif

%

Equivoc

%

Hotel

40

2

5

0

0

Spa

6

2

33.3

0

0

Fit Ctr

4

0

0

0

0

RS

4

2

50

0

0

Hotel

29

12

41.4

3

10.3

Spa

16

2

12.5

0

0

Plaza

4

1

25

0

0

RS

8

6

75

1

12.5

Hotel

36

14

38.9

0

0

Spa

15

4

26.7

1

6.7

RS

4

1

25

0

0

Hotel

47

21

44.7

1

2.1

Spa

1

0

0

0

0

RS

5

1

20

0

0

KESIMPULAN

-

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan di laboratorium Pusat Penelitian Pengem  bangan Pemberantasan Penyakit atas 213 sampel berasal dari Bandung, Surabaya, Medan, dan Makasar. 68 sampel (32%) pneumophila,  positif mempunyai antibodi terhadap  Legionella pneumophila, artinya pekerja yang diperiksa pernah terpapar kuman  Legionella.  Legionella. (Tabel 1)

Diperiksa

Hasil equivocal  artinya meragukan berasal dari 6 sampel serum walaupun walaupun diulang 3 kali, kali, mungkin serum/darah serum/darah diambil terlalu dini saat pekerja sedang terinfeksi, sehingga antibodinya  belum terbentuk maksimal. Hasil dari 4 kota yang diteliti ini (32%) ternyata lebih rendah dari penelitian sebelumnya di Bali dan Jakarta (90%), mungkin karena sampel diambil tidak hanya dari pekerja cooling tower, shower, tetapi juga dari pegawai cadangan,  bahkan pekerja pembersih ruangan.

Baca absorbansi pada 450 nm

Catatan: - Abs Neg control (NC) ≤ 0,25 - Abs Low Low Pos standard (LPS) ≥ 0.30 - Abs High High Pos control control (HPC) ≥ 0.50 - Abs NC : Abs LPS ≤ 0.9 - Abs HPC : Abs LPS ≥ 1.25  Interpretasi hasil: - OD Ratio Negative Specimen ≤ 0.9 - OD Ratio Negative Specimen ≥ 1.10 - OD Ratio Equivocal Specimen 0.91-1.09 0.91-1.09

Sampel Darah

Sampel

Sejumlah 32% responden yang diperiksa darahnya dengan ELISA menunjukkan pernah terinfeksi Legionella. Kemungkinan responden terinfeksi terinfeksi Legionella Legionella dari lingkungan tempat tinggal belum dapat disingkirkan.

KEPUSTAKAAN

1. 2.

3.

4. 5. 6.

Agus Syahrurachman. Laporan Survei Bakteri Legionella pada Cooling Tower di Bali dan Jakarta. 2001. Legionellosis survey in Singapore 1997. The Committee Committee on Epidemic Epidemic Diseases, Ministry of Environmental Health, Singapore Epidemiological  New Bulletin 1998; 24(12): 31-34 Murray PR, Baron EJ, Pfaller MA, Tenover Tenover FC,Yolken FC,Yolken RH. Manual of  of  Clinical Microbiology, 7 thed, America Society for Microbiology, 1999; 572-781. Hoprich PD (ed). Infectious Diseases, 3 rd ed. Philadelphia: Harper & Row Publ. 1983; 370 – 377. Warren KS, Mahmoud Mahmoud AAF. Tropical and Geographical Medicine, Mc Graw-Hill, 1984,148 Chin J (ed). (ed). Control of Communicable Diseases Manual, Manual, 17 th ed. The Official Report of APHA, 2000; 281-283.

ANALISIS

Sarwo Handayani  Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit   Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK 

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. Meskipun dapat sembuh sendiri pada orang sehat, penyakit ini dapat menyebabkan hilangnya produktivitas dan menyebabkan kesakitan dan kematian   pada usia lanjut. Penyebab utama infeksi tersebut adalah virus influenzae, influenzae, diikuti   Human Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan   Human Metapneumovirus (HMPV) yang baru ditemukan di Belanda pada tahun 2001. Gejala infeksi HMPV mirip dengan infeksi RSV, sehingga diagnosisnya sulit dibedakan. Teknik molekuler RT-PCR diharapkan dapat membantu klarifikasi patogen   penyebab infeksi tersebut secara cepat dan akurat. Sampel yang positif RSV akan memberikan gambaran pita DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) dengan panjang 278 pb apabila menggunakan primer RSV NS1 dan RSV NS2. Sedangkan sampel positif  HMPV akan memberikan gambaran pita DNA dengan panjang 121 pb, apabila menggunakan primer HMPV MF1 dan HMPV MR1. Penentuan subgrup RSV dapat dilakukan dengan teknik RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) menggunakan beberapa macam enzim restriksi, sehingga menghasilkan beberapa pola  pemotongan gen nukleotida yang berbeda.

LATAR BELAKANG Penyakit infeksi saluran pernafasan akut masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia. Meskipun dapat sembuh sendiri pada orang sehat, penyakit ini dapat menyebabkan hilangnya produktivitas dan menyebabkan kesakitan dan kematian pada usia lanjut. Infeksi saluran   pernafasan akut seringkali disebabkan oleh beberapa virus, terutama virus influenza influenza yang yang merupakan penyebab utama, dan human Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang kasusnya makin banyak dijumpai.(1)   Human Metapneumovirus (HMPV) merupakan anggota   baru genus pneumovirus genus pneumovirus,, yang ditemukan pertama kali di Belanda pada tahun 2001. Virus tersebut ditemukan pada aspirat nasofaring nasofaring anak-anak anak-anak dan bayi, yang dirawat dirawat karena

menderita infeksi saluran pernafasan dengan gejala mirip infeksi RSV(1). Karena gejala infeksi HMPV mirip dengan infeksi RSV maka diagnosisnya sulit dibedakan. Salah satu upaya adalah dengan mengembangkan metode pemeriksaan yang sensitif, sehingga dapat membantu klarifikasi patogen   penyebab infeksi, misalnya dengan teknik RT-PCR ( Reverse  Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Reaction ). Informasi ini sangat diperlukan terutama untuk pengembangan obat anti virus yang spesifik dan untuk pengembangan vaksin di masa yang akan datang. Respiratory Syncytial Virus (RSV) RSV terdiri dari human RSV, bovine RSV dan PVM

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

51

(pneumonia pada tikus).  Human RSV merupakan penyebab utama infeksi saluran nafas bagian bawah (bronkiolitis dan   pneumonia) pada bayi dan anak- anak umur kurang 1 tahun. Gejala dimulai dengan demam, pilek, batuk dan kadang-kadang disertai wheezing  (nafas berbunyi). Pada infeksi RSV yang   pertama, 25% - 40% bayi dan anak-anak akan menunjukkan gejala bronkiolitis dan pneumonia dan 0.5%-2% di antaranya memerlukan perawatan di rumah sakit terutama pada bayi umur  kurang dari 6 bulan. Kebanyakan penyakit ini sembuh setelah 8-15 hari. RSV juga menyebabkan infeksi yang berulang sepanjang hidup, biasanya berkaitan dengan gejala flu ringan sampai berat. Namun demikian, penyakit ini dapat berkembang menjadi parah pada semua umur, terutama pada usia lanjut atau yang mempunyai kelainan jantung, paru-paru atau sistem imunitas(2-4). RSV merupakan virus   Ribo Nucleic Acid (RNA) Acid  (RNA)   berselubung anggota dari genus pneumovirus genus pneumovirus,, familia  paramyxoviridae.  paramyxoviridae. Bentuk dan ukuran virion virus RSV  bervariasi (rata-rata diameter 120-300 nm). RSV bersifat tidak  stabil di lingkungan dan dapat diinaktivasi dengan sabun, air  dan desinfektan(4). RSV menyebar dari sekret pernafasan melalui kontak  langsung dengan orang yang terinfeksi atau kontak dengan   bahan yang terinfeksi. Infeksi dapat terjadi jika bahan yang terinfeksi mengenai mata, mulut atau hidung atau melalui inhalasi droplet  (percikan ludah/ingus) saat penderita bersin dan batuk. Di daerah iklim sedang, infeksi RSV biasanya menjadi wabah tahunan selama 4-6 bulan pada musim gugur, dingin dan permulaan musim semi, puncaknya pada musim dingin. RSV akan menyebar secara luas pada anak-anak, selama wabah tahunan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan tes serologi pada anak-anak umur kurang dari 2 tahun yang menunjukkan antibodi antibodi terhadap terhadap RSV(2,4). Pengembangan vaksin RSV RSV mejadi prioritas penelitian, karena sampai saat ini vaksin tersebut belum tersedia di   pasaran. Untuk mencegah infeksi yang lebih parah, perlu   penanganan infeksi yang efektif, seperti pemberian imunoglobulin dan pemberian antibodi monoklonal anti RSV(2). RSV terdiri atas 2 subgrup yaitu RSV A dan RSV B, dibedakan berdasarkan uji serologi, namun belakangan dapat dibedakan berdasarkan sekuen nukleotida. Kedua subgrup RSV dibedakan menjadi galur-galur berdasarkan tiga kriteria yaitu:   pola restriksi gen nukleokapsid (gen N), gen hidrofobik (gen gene ). SH) dan gen protein pengikat (gen G / attachment gene). Galur-galur ini tersebar di seluruh dunia, tetapi perbedaan tingkat virulensi dan imunitas pada individu dan komunitas,  belum diketahui pasti(2).

metapneumovirus dibedakan berdasarkan susunan gennya. Genus metapneumovirus tidak mempunyai protein non struktural (NS), dan susunan gen juga berbeda dengan genus  pneumovirus.  pneumovirus. Susunan gen RSV ( pneumovirus)  pneumovirus) adalah 3’  NS1-NS2-N-P-M-SH-G NS1-NS2-N-P-M-SH-G-F-M2-L-5’ -F-M2-L-5’ sedangkan gen APV (metapneumovirus) 3’-N-P-M-F-M2-SH-G-L-5’ -5’(2). metapneumovirus) adalah 3’-N-P-M-F-M2-SH-G-L Gejala klinis yang dijumpai pada infeksi sebagian besar  sama dengan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh human RSV seperti gangguan pernafasan ringan sampai batuk  yang parah, bronkiolitis dan pneumonia, dan seringkali disertai demam, mialgia dan muntah. HMPV dapat menyebabkan   penyakit yang serius pada anak-anak atau lanjut usia atau imunokompromais. Studi serologi di Belanda menunjukkan   bahwa 25% anak umur 6-12 bulan yang diperiksa ternyata mempunyai antibodi terhadap HMPV. Pada pasien umur  ≤ 5 tahun menunjukkan bahwa hampir semuanya semuanya pernah terpapar  terpapar  human metapneumovirus. metapneumovirus. Virus HMPV diperkirakan telah  beredar paling sedikit selama 50 tahun(3,6). Di Indonesia belum ada data mengenai besarnya kasus infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh RSV maupun HMPV. RT-PCR untuk deteksi RSV dan HMPV Diagnosis RSV dan HMPV dapat dilakukan dengan cara melakukan isolasi virus, deteksi antigen virus, deteksi RNA virus (dengan RT-PCR), adanya antibodi dalam serum atau kombinasi dari tes di atas (4). PCR merupakan salah satu cara untuk memperbanyak  fragmen DNA (  Deoxyribo Nucleic Acid  ) spesifik secara enzimatik  in vitro. vitro. Proses PCR menggunakan 1 pasang oligonukleotida  primer  yang akan menghibridisasi rantai tunggal dari arah yang berlawanan dengan DNA target. Karena kebanyakan virus mengandung fragmen RNA, maka sebelum   penggandaan DNA (amplifikasi), RNA harus diubah terlebih dahulu menjadi kopi DNA dengan ensim reverse-transcriptase. Teknik tersebut disebut RT-PCR yang meliputi beberapa tahap yaitu : 1. Ekstraksi RNA Ekstraksi RNA dari sampel aspirat nasofaring dapat dilakukan dengan metode phenol-kloroform, gradien sukrosa atau menggunakan kit  ekstraksi yang tersedia secara komersial(3,4). Kopi DNA yang berasal dari RNA akan diper banyak sebagai template (cetakan) pada pada proses amplifikasi. amplifikasi.

2. Sintesis kopi DNA Untuk memulai sintesis kopi DNA diperlukan primer  diperlukan primer yaitu yaitu yaitu sepasang rangkaian pendek DNA yang susunan asam nukleatnya komplementer dengan asam nukleat DNA target Human Metapneumovirus (HMPV) (pada template). template). Untuk mendeteksi RSV dapat digunakan Adanya human RSV tipe baru telah dilaporkan di Belanda,  beberapa macam primer  macam primer tergantung tergantung pada macam gen yang akan   pada tahun 2001. Virus tersebut lebih dekat hubungannya digandakan.  Primer  RSV NS1 dan RSV NS2 akan dengan  Avian Pneumovirus (APV) serotipe C, yang sebelummenggandakan gen nukleotida (gen N) antara nukleotida 858nya dikenal sebagai virus rhinotrakheitis pada ayam ayam kalkun. 1135 dan memberikan hasil pita DNA dengan panjang 278 pb Virus baru tersebut tidak menginfeksi ayam atau kalkun, tetapi (pasang basa).  Primer  RSVG1 dan RSVG2 akan menggandamenginfeksi manusia sehingga disebut   Human Meta- kan fragmen gen G antara 1-21 dan 584-565.  pneumovirus (HMPV) (2). APV merupakan satu-satunya anggota Susunan primer  Susunan  primer untuk untuk gen N dan gen G RSV adalah sebagai (2) genus metapneumovirus. metapneumovirus. Klasifikasi genus  pneumovirus dan  berikut :

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

RSVNS1 : 5’ GGA ACA AGT TGT TGA TGA GGT TTA TGA ATA TGC 3’ RSVNS2 : 5’ CTT CTG CTG TCA AGT CTA CTA GTA CAC TGT AGT 3’ 3’ dan RSVG1 : 5’ (GGA TCC C) GGG GCA AAT GCA AAC ATG TCC 3’ RSVG2 : 5’ GGT ATT CTT TTG CAG ATA GC 3’

Untuk mendeteksi HMPV digunakan primer  digunakan  primer HMPV HMPV MF1 dan HMPV MR1 yang akan menggandakan gen matrix (gen M) antara nukleotida 212-313 dan memberikan hasil pita DNA dengan panjang 121 pb. Susunan  primer  untuk gen matriks HMPV adalah sebagai berikut(5) : HMPV MF1 : 5’AAG TGA ATG CAT CAG CCC AAG 3’ HMPV MR1 : 5’ CAC AGA CTG TGA AGT AGT TTG TCA AA 3’

Selanjutnya sampel yang positip HMPV dapat dikonfirmasi lebih lebih lanjut dengan produk gen F dan gen N hasil hasil   penggandaan PCR. Untuk produk gen M yang lebih panjang dapat digunakan primer  digunakan  primer HMPV HMPV MR1 dan HMPV MF2 ( ATG GAG TCC TAT CTA GTA GAC A) yang akan menggadakan nukleotida antara 1-331 dan menghasilkan produk DNA dengan panjang 331 pb. Untuk gen F,  primer  yang digunakan HMPV FF1 (GTG AGC TGT TCC ATT GGC AG) dan HMPV FR1 (CCC TCA ACT TTG CCT AGC TGA TA) yang akan menggandakan nukleotida antara 1162 – 1295 dan menghasilkan produk dengan panjang 134 pb. Sedangkan untuk gen N, primer  N, primer yang yang digunakan adalah HMPV NF1 (GTA TTA CAG AAG TTT GTT CAT TGA G) dan HMPV NR1 (GAG AAC AAC ACT TGC AAA GTT GG) yang akan menggandakan nukloeotida antara 710 – 1034 dan menghasilkan produk dengan panjang 325 bp(5). Untuk reaksi PCR, selain  primer  dibutuhkan beberapa komponen lain seperti empat basa nukleotida yaitu A(adenin A( adenin), ), thymine), G ( guanin)  guanin) dan C (cytosine T (thymine), (cytosine); ); enzim polimerase (Taq polymerase); enzim Reverse transcriptase dan buffer. polymerase); enzim Reverse 3. Proses RT-PCR Pada prinsipnya reaksi RT-PCR sama dengan PCR yang  berlangsung dalam 3 tahap yang berbeda suhu dan waktunya, yaitu tahap denaturation (pemisahan untai DNA), annealing  (penempelan primer dengan untai DNA), dan extension (sintesis untai DNA baru). Reaksi tersebut berlangsung di dalam mesin PCR PCR yang telah telah diatur suhu dan waktunya. waktunya. Oleh karena primer  karena primer dan dan ensim polimerase tersedia berlebihan, maka   produk dari siklus pertama dapat berfungsi sebagai cetakan untuk siklus berikutnya, begitu seterusnya. Ketiga proses denaturation, annealing  dan extension merupakan 1 siklus PCR yang akan menghasilkan 2 kopi (salinan) DNA. Apabila siklus tersebut digandakan n kali maka  pada akhir proses PCR akan diperoleh salinan DNA sebanyak  2n . Dalam satu proses PCR dapat mendeteksi beberapa macam agen penyakit, tergantung pada macam primer  macam primer yang yang digunakan. Teknik semacam ini disebut multiplek PCR  Proses RT-PCR untuk mendeteksi RSV dengan  Hybrid  TR2 thermal reactor  memerlukan 30 siklus dengan program sbb: 94oC - 45 detik, 54 oC - 45 detik dan 74ºC - 45 detik (2). Sedangkan deteksi HMPV dengan   Perkin-Elmer model 2400 thermo cycle memerlukan 45 siklus dengan program 95 oC - 10 menit diikuti 45 siklus pada 95 oC-1 menit (denaturation),58 (denaturation),58o C - 1 menit (annealing), (annealing), 72oC – 1 menit (extension) dan per-

 panjangan 72 o C selama 10 menit. Untuk gen F suhu annealing  diganti dengan 62 o C(5). 4. Analisis produk PCR Hasil amplifikasi DNA (amplikon) yang berupa jutaan DNA dapat divisualisasikan pada gel elektroforesis dengan  pewarnaan ethidium bromide dan dilihat dengan sinar ultra violet serta dapat didokumentasikan. HASIL RT-PCR  Hasil RT-PCR akan tampak sebagai pita DNA dengan   panjang basa tertentu. Penggandaan gen nukleotida (gen N)   pada RSV akan menghasilkan pita DNA dengan panjang 278   pb. Contoh berikut adalah hasil RT-PCR terhadap RSV RSV pada sampel bersihan hidung (nasal (nasal wash) ) penderita pneumonia, wash dengan  primer  untuk gen N (RSV NS1 dan RSV NS2) dan  program PCR; 94oC -1 menit, 55 o C –1 menit dan 72 o C - 1 menit sebanyak 40 siklus (Gambar 1).

.

Gambar 1.

Hasil pemeriksaan RT-PCR terhadap RSV pada sampel bersihan hidung (nasal (nasal wash) wash ) penderita pneumonia

 Keterangan:  Baris 1; kontrol negatip, baris 2; kontrol positip RSV (278 pb) dan hMPV (121   pb), baris 12,13,15; sampel positip RSV dengan pita DNA panjang 278 pb, baris 17 ; marker (dok. pribadi)

Hasil RT-PCR terhadap HMPV pada sampel bersihan hidung penderita pneumonia, dengan  primer  untuk gen M (HMPV MF1 dan HMPV MR1) dengan program PCR yang sama dengan RSV tampak pada Gambar 2 .

.

Gambar 2.

Hasil pemeriksaan RT-PCR RT-PCR terhadap HMPV HMPV pada sampel bersihan hidung penderita pneumonia

 Keterangan:   Baris 6 dan 14 menunjukkan sampel positip HMPV dengan pita DNA  panjang 121 bp, baris 20 dan 26; marker, baris 21; kontrol negatip, baris 22 ; kontrol positip HMPV (121 pb) (dok. pribadi)

Subgrup RSV ditentukan dengan teknik RFLP ( Restriction

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

53

  Fragment Length Polymorphisme), Polymorphisme), yaitu teknik membedakan suatu organisme berdasarkan pola pemotongan DNA oleh enzim restriksi, sehingga menjadi fragmen DNA dengan   panjang yang berbeda. Enzim restriksi yang biasa digunakan adalah   HindIII, Pst I, Bgl II  dan   Rsa I,. Dua organisme yang   berbeda mempunyai tempat pemotongan enzim yang tidak  sama, sehingga menghasilkan fragmen DNA dengan panjang yang berbeda pula(7). Tabel 1. Pola pemotongan pemotongan gen nukleotida (gen N) oleh enzim restriksi untuk menentukan subgrup RSV pada produk PCR (2) Pola NP

                   

Hae III NP1 NP2 NP3 NP4 NP5 NP6 NP7 NP8 NP9 NP10

Hasil pemotongan oleh enzim RsaI BglII PstI Hind III + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -

Gambar 3.

Hasil pemotongan pemotongan fragmen DNA oleh oleh enzim restriksi untuk  menentukan subgrup RSV dengan teknik RFLP.

Subgrup RSV

+ + + -

 Keterangan:  Baris 1-5; sampel (a-e) dipotong dengan enzim HaeIII, baris 6-10; sampel (aB e) dipotong dengan enzim RsaI, baris 11-15; sampel (a-e); dipotong dengan A enzim BglII, baris 16-20; sampel (a-e) dipotong dengan enzim PstI, baris 21B 25; sampel (a-e) dipotong dengan enzim HindIII (dok pribadi) A A B Bovine   pai; di Indonesia belum cukup data tentang kasus yang Mice PV disebabkan oleh infeksi RSV dan HMPV ini. B Teknik RT-PCR diharapkan dapat mendeteksi agen A

 Keterangan : hasil + ; bila terjadi pemotongan fragmen DNA oleh enzim, hasil -; bila tidak terjadi pemotongan fragmen DNA oleh enzim

Hasil pemotongan gen nukleotida pada RSV oleh berbagai enzim restriksi (Gb. 3). Contoh pada sampel a (baris 1,6,11,16,21) dapat dipotong oleh enzim  HaeIII  dan  RsaI  sehingga menjadi fragmen yang ukurannya lebih kecil ( 60 tahun dapat meningkatkan ketebalan kulit sebesar 7,1%4. Penelitian lain melaporkan  pemberian GH selama 6 bulan dapat memperbaiki tekstur kulit dan meningkatkan elastisitas kulit, mengurangi kerutan kulit sebesar 61 % dan pertumbuhan rambut baru sebesar 38%.1 8. Membentuk kembali komposisi tubuh Terapi sulih GH akan membentuk kembali tubuh dengan cara menghilangkan lemak tubuh terutama di daerah abdomen dan membentuk otot.1 Pemberian GH selama 6 bulan pada orang sehat usia di atas 60 tahun dapat meningkatkan lean body mass (LBM) sebesar 8,8% dan penurunan massa lemak tubuh sebesar 14,4%4. Peningkatan LBM ini meliputi peningkatan densitas massa massa tulang sebesar sebesar 1,6%, organ hati sebesar 19% dan limfa sebesar 17%. Pada   follow up selama satu tahun ditemukan peningkatan LBM sebesar 6% dan penurunan massa lemak sebesar 15%, pertumbuhan pertumbuhan hati 8%, dan pertumbuhan pertumbuhan 1 limfa sebesar 23%. Yang paling menyolok pada pengobatan GH adalah penurunan lemak di daerah abdomen, yang selama ini dihubungkan dengan peningkatan serangan jantung. Penurunan massa lemak di daerah abdomen juga mempunyai implikasi terhadap diabetes melitus (DM) tipe II karena ada hubungan erat antara kegemukan intraabdominal dengan resistensi insulin.5,8 9. Mengontrol obesitas Telah diketahui dengan baik pada manusia, bahwa metabolisme lemak dan otot secara langsung dipengaruhi oleh interaksi antara GH, asam amino, latihan, insulin, hormon stres,   protein dan lemak. Pembakaran lemak berkurang pada saat kadar insulin tinggi yaitu sesaat setelah makan makanan tinggi lemak atau karbohidrat. Insulin merupakan penghambat sekresi GH, sehingga sangat penting berpuasa minimum selama 2 jam sebelum suntik GH atau sebelum tidur. Obesitas juga   penghambat kuat sekresi GH.9 Kelebihan lemak merupakan faktor risiko beberapa penyakit seperti DM tipe II, penyakit   jantung, tekanan darah tinggi dan beberapa macam kanker.1 Pemberian GH selama 6 bulan pada lanjut usia sehat tanpa diet dan olah raga, menyebabkan kehilangan lemak tubuh sebesar  9,2% dari total lemak dan sekitar 6,1% adalah lemak di abdomen.dikutip dari 1 Pemberian GH terhadap 30 orang usia 48-66 tahun, selain menurunkan lemak daerah abdomen juga mem  perbaiki metabolisme glukosa, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dan menurunkan tekanan darah10.

BERAPA CEPAT PENUAAN ANDA ? Terdapat empat macam tes penanda penuaan yang dapat dilakukan sendiri. Tes ini merupakan petunjuk kecepatan  penurunan fungsi fungsional dan biologis. Tes ini kasar, tetapi dapat digunakan untuk menilai  perkembangan yang dicapai pada program anti-aging .1 1. Tes elastisitas kulit Cubit kulit dorsal tangan dengan ibu jari dan jari telunjuk  selama 5 detik, kemudian lepaskan, hitung berapa lama dia kembali ke bentuk semula. 2. Tes menjatuhkan menjatuhkan mistar (Falling Ruler Test) Minta seseorang menggantung mistar 18 inci (nomor   paling besar di bawah) di antara dua jari; tempatkan jari tengah dan ibu jari anda pada posisi 3,5 inci. Kemudian suruh orang yang menggantung mistar tersebut menjatuhkannya secara tibatiba tanpa aba-aba aba-aba sebelumnya dan tangkap mistar mistar tersebut di antara jari anda secepat mungkin. Lakukan sampai tiga kali, catat pada ukuran berapa inci anda dapat menangkap mistar  tersebut. 3. Tes keseimbangan statis Berdiri di permukaan yang keras dengan posisi kedua tungkai rapat tanpa alas kaki. Tutup mata dan angkat salah satu tungkai setinggi 6 inci; tekuk lutut sampai membentuk sudut 45º. Kemudian angkat tungkai yang sebelah dengan cara yang sama. Hitung berapa lama bisa melakukan ini tanpa terjatuh. 4. Tes akomodasi akomodasi visual Dengan gerakan lambat dekatkan koran ke mata anda sampai tulisan di koran menjadi kabur. Lakukan tanpa kaca mata baca. Ukur berapa jarak dari mata ke koran. Makin jauh menandakan makin menua. TIDUR  MERUPAKAN PEREMAJA YANG PALING K UAT UAT Kualitas hidup sangat penting untuk kesehatan dan usia   panjang. Dilaporkan sepertiga orang Amerika mengalami gangguan tidur malam hari dan hanya sekitar 45 % yang dapat tidur nyenyak.1 Terbatasnya siklus tidur alami akibat stres yang tidak alami seperti nyala lampu, ventilasi yang jelek, emosi   berlebihan dan stres psikologis dapat mengurangi harapan hidup maksimum.1 American Demographic Magazine melaporkan hasil survai orang dewasa yang tidur kurang dari 6 jam 43 % merasakan stres, sementara yang tidur 7-8 jam tiap malam hanya 14% mengalami stres. 1 Kualitas tidur sangat penting dalam sekresi GH dan melatonin, mengontrol stres dan mem perbaiki sel-sel sel-sel yang rusak. Biasakan tidur dan bangun secara teratur pada jam yang sama.3 Tidurlah pada ruangan sejuk  dengan tempat tidur nyaman. Matikan lampu atau bebas dari cahaya lampu karena produksi melatonin yaitu hormon yang  penting mengatur kualitas tidur akan berkurang dengan adanya adanya cahaya.1,3

MANFAAT LATIHAN DAN ALASAN UNTUK BEROLAHRAGA Manfaat latihan terutama yang berdurasi singkat, intensitas tinggi seperti angkat barbel dan aktivitas latihan berat lainnya memberikan efek yang kuat terhadap sistem endokrin di otak  dan telah terbukti dapat meningkatkan sekresi GH yang ditandai dengan peningkatan kadar IGF-I 200-400%.1,3 Ekstremitas bawah dan pelvis mengandung 70% total massa otot sehingga berperan penting untuk memacu stimulasi MANFAAT TERAPI SULIH MULTIHORMON maksimum sistem neuroendokrin. Pada usia > 40 tahun, tahun, Semua hormon saling berkaitan, oleh karena itu perubahan   pemeriksaan fisik dan penentuan jenis latihan merupakan salah satu hormon berarti perubahan semua hormon. Ini adalah langkah yang bijaksana sebelum program latihan dimulai.1   prinsip sinergi hormon. Penurunan GH/IGF-I tidak hanya

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

57 

langsung menyebabkan penuaan, tetapi juga memiliki efek  gelombang pada seluruh sistem endokrin.3 Sebaliknya, peningkatan GH/IGF-I memiliki efek revitalisasi pada hormon lainnya. Pada penuaan selain penurunan IGF-I/GH, juga disertai penurunan melatonin, DHEA, hormon tiroid, estrogen,   progesteron, pregnenolon, androstenedion dan testosteron.3,5 Terdapat beberapa alasan untuk menggunakan terapi sulih multihormon seperti berikut ini.1,11 1. Terapi sulih untuk semua hormon hormon yang mengalami mengalami defisiensi akan memberikan efek sinergis pada kesehatan 2. Fungsi tubuh mencapai puncaknya pada kadar hormonhormonhormon paling tinggi. 3. Jika menggunakan terapi sulih GH secara parenteral, maka meningkatkan hormon lain akan menurunkan kadar GH yang dibutuhkan untuk efek maksimal dan akan menurunkan biaya  pengobatan. Hormon yang dapat diberikan bersama GH adalah melatonin, DHEA, hormon tiroid, estrogen, progesteron, pregnenolon dan testosteron; sedangkan hormon yang mematikan seperti kortikosteroid harus dihindari.1,5 TUJUH RAHASIA ANTI-AGING  RAHASIA ANTI-AGING  1. Diet seimbang Minum air yang disuling 8 gelas per hari, jangan dicampur  dengan kopi, teh, soda, jeruk, atau yang lain. Batasi daging merah dan makanan kering; makan buah segar dua kali sehari dalam batas karbohidrat yang ditentukan. Makan tomat merah masak minimal satu kali sehari karena mengandung bioflavonoid.1,12 2. Latihan Latihan ketahanan dengan durasi singkat, intensitas tinggi seperti angkat barbel dan latihan berat lainnya dengan durasi sekitar 30 menit, 3-5 kali seminggu.1,3 3. Hindari stres mental Stres mental dapat meningkatkan kadar kortisol darah. Kortisol dianggap sebagai hormon yang mematikan. Untuk  menghindari efek stres dianjurkan bermeditasi, tidur cukup dengan kualitas yang baik.1 4. Antioksidan Antioksidan seperti vitamin A, C, E dan selenium beranti-aging dengan cara mencegah kerusakan sel.1,12 fungsi anti-aging dengan 5. Vitamin, mineral, asam amino dan nutrisi lain Makanan suplemen yang dianjurkan adalah yang mengandung antara lain: multivitamin, asam folat, asam amino  prekusor GH, CoEnzyme Q-10, Ginkgo Biloba, alga biru-hijau ditambah chlorella.1,12 6. HGH/IGF-I Diindikasikan untuk yang defisiensi relatif dengan mempertimbangkan faktor mental dan dan faktor fisik.1,5 7. Hormon DHEA, estrogen, melatonin, tiroksin, testosteron, progesteron Pemberian dan dosis sesuai indikasi dan kadar hormon dalam darah.1,11 PEMERIKSAAN SEBELUM TERAPI  A NTI -A -AGING  Sebelum memulai terapi sulih GH, setiap pasien harus melakukan pemeriksaan:1

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

1) 2) 3)

Kadar IGF-I atau GH. Prostate Surface Antigen (PSA) untuk laki-laki. smear  untuk perempuan. Mammografi dan pap dan pap smear untuk

K APAN -AGING DIMULAI APAN TERAPI A NTI -A GING DIMULAI ? Untuk mendapatkan hasil maksimal, program anti-aging  sebaiknya dimulai setelah usia 35 tahun. 1 Meskipun demikian tidak ada istilah terlambat untuk merencanakan masa depan hidup lebih dari 100 tahun dengan kesehatan dan kesempatan yang tidak terbatas. HUBUNGAN KADAR  IGF-I DENGAN BEBERAPA PARAMETER  PROSES PENUAAN

Untuk mengetahui hubungan kadar IGF-I dengan parameter penuaan antara lain usia, massa lemak tubuh, massa tubuh bebas lemak, rasio pinggang-pinggul dan ketebalan kulit, telah dilakukan penelitian observasional analisis dengan rancang bangun potong silang terhadap 81 orang dokter  nonobes berusia di atas 30 tahun di FK Unsrat Manado. Massa lemak tubuh dan massa tubuh bebas lemak diukur dengan alat bioelectric impedance merek Tanita dan dinyatakan dalam   persentase; ketebalan kulit diukur dengan kaliper buatan Inggris merek   merek   Body Care Slim Guide dan dinyatakan dalam milimeter. Kadar IGF-I diukur dengan metode Elisa dengan reagen   IGF-I Elisa DSL-10-5600; hasilnya dinyatakan dalam ng/ml. Hasilnya adalah sebagai berikut: 1) Kadar rerata IGF-I 268,664 (90 - 473) ng/ml. 2) Kadar rerata rerata IGF-I usia < 30-39 tahun 297.728 ng/ml, ng/ml, 4049 tahun 270,644 ng/ml, 50 - 59 tahun 233,022 ng/ml dan ≥60 tahun 203,113 ng/ml 3) Rerata kadar IGF-I IGF-I pada dekade dekade keenam berkurang 31,779 % dari rerata kadar IGF-I pada dekade ketiga dan penurunan rerata kadar IGF-I tiap dekade sejak usia 30 tahun sebesar  7,945 %. 4) Terdapat korelasi korelasi negatif negatif antara kadar IGF-I IGF-I dengan usia, massa lemak tubuh dan rasio pingang-pinggul. 5) Terdapat korelasi korelasi positif positif antara antara kadar IGF-I dengan massa massa tubuh bebas lemak dan ketebalan kulit tangan regio dorsal. 6) Berdasarkan hasil hasil penelitian ini, ini, terapi sulih sulih GH dapat dipertimbangkan sebagai anti aging  pada saat kadar IGF-I < 200 ng/ml dan dipertahankan sampai kadar dekade ke empat (270 ng/ml). RINGKASAN Penuaan biologis merupakan gejala penurunan hormon, dan karena penurunan hormon dapat dihindari, penuaan  biologis dapat dicegah, diperlambat atau dibalikkan tergantung   pada hormon yang mengatur degenerasi dan regenerasi tubuh  pada tingkat sel. Parameter penuaan ditandai dengan peningkatan massa lemak tubuh terutama di daerah abdomen, penurunan LBM, densitas massa tulang, ketebalan kulit, kualitas hidup, fungsi kognitif dan memori. Selain itu dapat dijumpai dislipidemi dan beberapa penyakit degeneratif. Tampaknya proses penuaan ini sebagian besar  disebabkan oleh penurunan GH/IGF-I setelah dewasa. Terapi sulih hormon hanya untuk mengganti hormon yang hilang akibat proses penuaan ke kadar normal fisiologis. Terapi

sulih hormon dapat memberikan manfaat yang mengagumkan sebagai anti-aging  jika diberikan secara bijaksana dengan  pengawasan laboratoris secara periodik untuk menjamin kadar  efektif dalam darah dan di bawah supervisi dokter yang mempunyai kemampuan/keahlian di bidang terapi anti-aging . Sebaiknya terapi sulih hormon disertai diet seimbang, latihan, menghindari stres mental, antioksidan, vitamin, mineral dan asam amino. Penelitian observasional dengan rancang bangun potong lintang pada 81 dokter usia 31-65 tahun mendapatkan kesimpulan: 1) Terdapat korelasi negatif kadar IGF-I dengan umur, umur, massa massa lemak tubuh dan rasio pingang-pinggul. 2) Terdapat korelasi positif kadar IGF-I IGF-I dengan massa massa tubuh  bebas lemak dan ketebalan kulit tangan regio dorsal. Dari hasil  penelitian ini disarankan, terapi sulih IGF-I/GH sudah diperlukan untuk tujuan anti penuaan pada beberapa dokter dengan kadar IGF-I di bawah 200 ng/ml dan dipertahankan sampai kadar IGF-I 270 ng/ml.

LAMPIRAN Reserve Capacity ( % of Maximum Function )

100% 75%

O timu timum m

50%

Sub O timum timum

25%

Undi Undiaa nosed nosed

0

1

Gambar 1.

2

4

3

5

7 6 AGE years

8

11

12

100% 75% 50% 25%

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100 110

120

AGE years

Gambar 2. Pengobatan konvensional konvensional dan perpanjangan kesakitan kesakitan Optimum Health

75%

Klatz RM. Ten Weeks to a Younger You. Chicago; Chicago; Ill.: Ill.: Sport Sport Tech Labs Inc; 1999. 2. Lifespan literature literature scan. International International trends in in human human longevity longevity and  public policy in aging. Anti-Aging Medical News 2002;56 3. Faigin R. Meningkatkan Hormon secara Alami (terj.). 1 st ed. Jakarta: Raja Grapindo Persada; 2000. 4. Rudman D, Feller Feller A, Nagraj HS, HS, Gergans Gergans GA, GA, Lalitha Lalitha PY, PY, Goldberg Goldberg AF, et al. Effects of human growth hormone in men over 60 years old. N Engl J Med 1990;323:1-6 1990;323:1-6 5. Cummings DE, Merriam GR. Growth hormone and growth hormone secretagogues in adults. In: Meikle AW. (ed). Contemporary Endocrinology: Hormone Replacement Therapy. Totowa: Humana Press Inc; 1999.p.61-88 6. Fazio S, Sabatini D, Capaldo Capaldo D et al. A preliminary preliminary study study of growth hormone in the treatment of dilated cardiomyopathy. N Engl J Med 1996;334: 809-14. 7. Dam PSV, PSV, Aleman A, Vries Vries WR et al. Growth hormone, insulin-like insulin-like growth factor-I and cognitive function in adults. GH & IGF-I Research 2000;Suppl B:S69-S73. 8. Thompson JL, Butterfield Butterfield GE, Marcus Marcus R, Hintz RL, RL, Loan MV, Ghiron Ghiron L. The effects of recombinant human insulin-like growth factor-I and growth hormone on body composition in elderly women. J Clin Endocrinol Metab 1995;80:1845-52. 1995;80:1845-52. 9. Clemmons DR, Van Wyk JJ. Factors Factors controling controling blood concentration of  somatomedin C. Clin Endocrinol Metab 1984;13:113-43. 10. Johannson, G. et al. Growth hormone treatment of abdominal abdominal fat mass, improves glucose and lipoprotein metabolism and reduces diastolic blood  pressure. J Clin Endocrinol Metab 1997;82:727-34. 11. Delgado N. Clinical Clinical perspectives GH therapy to grow young young and slim. slim. Anti Aging Medical News 2002; 5-17. 12. New discovery in DNA repair repair mechanism reinforces nutrient-gene nutrient-gene interaction in longevity.  Anti Aging Medical News 2002; 3-23.

10

Grafik vitalitas menurut usia  Ron Rothernberg A4M Dec 2002,Las Vegas NV 

100%

KEPUSTAKAAN

1.

9

Sub-optimum Health

50% 25% 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Morbidit Compression 10 11 12

Gambar 3. Tujuan Anti-Aging Tujuan  Anti-Aging Medicine LEVELS LEVELS OF LEVELSOF OFHORMONES HORMONES melatonin GH DHEA testosteron insulin leptin estrogen

140 120 100 80 60 40 20

10

20

30

40

50

60

70

80 age (yrs)

THE THEARRIVAL ARRIVALAT ATPRACTICAL PRACTICALIMMORTALITY IMMORTALITY Practical c al iimm mmort ortal ality ity -health -hea lthy hum human an li life fe spans of 120 yrs & longer -anti aging R/ as the bridge between now & the immedi mmediate ate future

FUTURE SOON NOW

(may be 2029) Life spans of 120 yrs -stem cell -DNA repair  -Telomerase

Life spans of 80 yrs - antioxidant - physiological HRT

(may be 2050

-2095)

L if e s pa ns of of 15 15 0 - 2 00 00 yr yr s - cloning - machine - based human/ bionic Ronald

Klatz , 2004

Seek no thyself outside of thyself 

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

59

Produk Baru

Osteoporosis adalah sebuah   silent epidemic yang akan menjadi masalah global sejalan dengan makin bertambahnya  populasi dunia dan meningkatnya usia harapan hidup manusia. Satu dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria di atas 50 tahun akan mengalami osteoporosis dan berisiko mengalami fraktur yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Osteoporosis didefinisikan sebagai berkurangnya massa tulang yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur walaupun dengan trauma minimal. Dua faktor utama yang mempengaruhi risiko timbulnya osteoporosis adalah massa tulang puncak  (massa tulang yang dicapai saat pematangan tulang) dan laju kehilangan tulang setelahnya. Beberapa faktor risiko lain yang dapat menyebabkan osteoporosis adalah: asupan nutrisi yang tidak adekuat, aktivitas fisik yang kurang, merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan penggunaan kortikosteroid jangka  panjang. Pencegahan dan pengobatan osteoporosis melibatkan   pemberian nutrisi yang kaya kalsium, fosfor, dan vitamin D, olahraga teratur, menghindari faktor risiko dan juga dengan obat-obatan. Saat ini telah tersedia beberapa pilihan pengobatan osteoporosis yang aman dan efektif, di antaranya adalah Osteonate® dan Osteofem®. ® Osteonate mengandung risedronate, suatu bisfosfonat yang bekerja sebagai antiresorpsi tulang. Pada tingkat seluler, risedronate menghambat aktivitas osteoklas dan memicu proses apoptosis osteoklas. Penelitian membuktikan bahwa risedronate 5 mg per hari dapat menurunkan risiko fraktur sebanyak 69% dibandingkan plasebo dalam waktu 1 tahun. Bahkan penurunan risiko yang bermakna sudah tampak dalam 6 bulan  pengobatan.1 Risedronate juga terbukti aman dan efektif  digunakan untuk wanita pasca menopause yang berusia lebih dari 80 tahun.2

segelas air putih (200 ml) minimal 30 menit sebelum makan  pagi. Pasien sebaiknya tidak berbaring dalam 30 menit setelah minum obat untuk menghindari gangguan gastrointestinal yang mungkin terjadi. Saat ini, risedronate juga telah tersedia dalam tablet 35 mg yang dikonsumsi seminggu sekali (once-weekly). Hasil studi menyatakan bahwa efektivitas dan tolerabilitas risedronate once-daily sebanding dengan risedronate once-weekly. once-weekly. Pengobatan lain yang juga sudah terbukti efektivitasnya adalah Osteofem® yang mengandung kalsitriol, suatu metabolit aktif dari vitamin D 3. Kalsitriol secara alamiah disintesis di ginjal dari 25-hidroksi-kolekalsiferol (kalsidiol). Kalsitriol   bekerja meningkatkan absorbsi kalsium di usus dan juga mengatur mineralisasi tulang. Untuk pengobatan osteoporosis, Osteofem® diberikan dengan dosis 0,25 mcg dua kali sehari. Penelitian membuktikan  bahwa pemberian kalsitriol dapat meningkatkan densitas massa tulang lebih dari 2% dalam waktu 1 tahun 3 dan menurunkan kejadian fraktur dibandingkan suplemen kalsium saja.4 Selain itu, Osteofem® juga memiliki beberapa indikasi lain, seperti: osteodistrofi ginjal, osteomalasia, dan riketsia.

70 60   w   l   s   e   a   r   e   r    N   b   u    f    t   e   t   o   r   c  .   e   a   o   V   r    N    F

50 40 30

*

20

*

Calcitriol Calcium

10 0 1

2

3

Year of Treatment

Gambar 2.

Perbandingan jumlah fraktur vertebra antara kalsitriol kalsitriol dan kalsium (*= p” pada halaman ini untuk meng-sosialisasi kepada pengunjung website Kalbe Farma yang tersebar di seluruh dunia. Jangan lupa menyertakan nama serta cara menghubungi, agar bisa dikonfirmasi kembali. [SIM]

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

61

Kegiatan Ilmiah  Laporan lengkap dari simposium di bawah ini, bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/seminar. Simposium Satelit II, Nutritional & Complementary Choices in Cancer Therapy, Surabaya 5 Maret 2005 Saat ini terapi atau pengobatan nutrisi dan komplemen/pelengkap   penyakit kanker mulai mendapat tempat tidak hanya di kalangan  penderita, namun juga termasuk para dokter. Penyebabnya antara lain, kesulitan menyembuhkan penyakit kanker. Apalagi di Indonesia, umumnya pasien datang berobat ke dokter pada tahap sudah sangat lanjut. Belum lagi jika diperhitungkan biaya obat kanker yang bisa dibilang tidak murah (meskipun untuk saat ini, Kalbe Farma telah menyediakan obat-obat kanker generik yang juga bisa diperoleh para anggota Askes). Masalah tersebut dibahas di Surabaya pada simposium yang diadakan oleh Perhimpunan Onkologi Indonesia. Seminar Sehari Bedah Laparoskopik untuk Obesitas, Jakarta 19 Maret 2005 Gemuk tidak selalu diidentikkan dengan cantik, seperti sering didengung-dengungkan dengan pameo  pameo   Big is beautiful . Lebih sering gemuk malah bisa membuat persoalan seperti: penyakit jantung koroner, kencing manis, radang sendi dan penyakit-penyakit degeneratif lainnya. Sayangnya orang gemuk sangat sulit untuk  menjadi kurus; pelbagai usaha telah dicoba, namun umumnya tidak  membuahkan hasil yang diinginkan. Tak jarang, akhirnya mereka frustrasi dan tidak peduli lagi dengan kegemukannya. Presentasi dari dr. Abdul Fahmi Karim dari Pantai Pantai Hospital Kuala Lumpur membawa harapan cerah bagi mereka yang tergolong gemuk. PIT Interna Unibraw, Malang 19 - 20 Maret 2005 Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Bagian Penyakit Dalam, Unibraw-RS Saiful Anwar ini dilaksanakan di Hotel Tugu Malang, 19   – 20 Maret 2005. Topik simposium yang dihadiri oleh sekitar 250   peserta ini adalah  adalah   Evidence Based Medicine in Clinical Practice. Practice. Dalam pembukaannya ketua panitia menyampaikan bahwa acara PIT yang dilaksanakan secara berkala ini bertujuan untuk menjawab tantangan ilmu kedokteran yang terus berkembang, sehingga para dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan selalu berdasarkan ilmu yang terbaru. Pelatihan Pricing Strategy, Jakarta 30 - 31 Maret 2005 Salah satu syarat agar rumah sakit dapat melanjutkan dan memperluas usahanya adalah mampu memasarkan produk pelayanan kesehatannya secara berhasil dan memperoleh keuntungan. Tentunya dengan cara yang tidak melanggar etika perumahsakitan dan tidak  melupakan fungsi sosial rumah sakit, demikian dipaparkan dr. Sri Rachmani MKes, saat memberi presentasi pada hari kedua Pelatihan III 2005 dari Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN). PIN I Nyeri, Manado 29 - 30 April 2005   Nyeri telah akrab sejak manusia diciptakan. Meskipun telah  berlangsung lama, persoalan nyeri tidak ada habis-habisnya. Apalagi   persoalan yang menjengkelkan bagi penderitanya ini, kadangkala sangat sulit diselesaikan. Dalam rangka mengupdate meng update ilmu mengenai -

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

nyeri ini, selama 2 hari telah diselenggarakan Pertemuan Ilmiah   Nasional I Nyeri oleh Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Acara ini   berlangsung di Manado, Sulawesi Utara. Sekitar 500 dokter dari seluruh Indonesia (termasuk dari Aceh) turut berpartisipasi dalam acara yang baru pertama kali diadakan ini. Seminar Revolution on Anti Aging Medicine I, Jakarta 14 Maret 2005 Kondisi lingkungan kota-kota besar di Indonesia tampaknya   berpengaruh negatif terhadap kesehatan, apalagi jika kurang  berolahraga. Demikian disampaikan dr. Phaidon Toruan, MM dalam   presentasinya yang berjudul "Aktivitas Olahraga sebagai  sebagai   Anti Aging   Action",  Action", pada acara pertama dari rangkaian Seminar dan Workshop Perkumpulan Awet Sehat Indonesia (Indonesian Anti Aging Society) di Jakarta, Sabtu 14 Mei 2005. Seminar yang dihadiri oleh lebih dari 200 peserta peminat   Anti Aging , diramaikan dengan pelbagai  stand  supplement untuk menjaga kesehatan. Seminar  sponsor alat dan food dan  food supplement untuk hari itu dilanjutkan dengan workshop Sustain Your Sex Life Through Sports & Fitness. Fitness . Sampai jumpa di seminar berikutnya pada bulan Agustus 2005. Seminar Sosialisasi Etika Profesi dan Penelitian Kedokteran serta Etika Rumah Sakit, Jakarta 14 Mei 2005 Di tengah maraknya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan tenaga kesehatan, di RS Pondok Indah pada 14 Mei 2005, telah diadakan seminar tentang Etika Profesi Kedokteran untuk para dokter  dan tenaga medis lainnya. Acara ini menghadirkan 4 pembicara yaitu Prof. Dr. R Sjamsuhidajat SpB, Drs. Darojatun Sanusi Apt, MBA, Dr. Samsi Jacobalis SpB, Dr. Broto Wasisto MPH. JNHC V, Jakarta 20 - 21 Mei 2005 Sampai kini masih banyak yang berpendapat bahwa keadaan Gagal Ginjal Akut bersifat reversibel (dapat kembali normal/sehat).   Namun menurut salah satu ahli ginjal Indonesia, dr. Pranawa, tidak  semua keadaan demikian hasil akhirnya. Keadaan seperti ini hanya   bisa dijumpai pada pasien yang ditangani secara cepat dan tepat, maksimal dalam 48 jam pertama. Untuk itu, saran dokter dari FK  UNAIR/RSUD dr. Soetomo Surabaya ini, tenaga kesehatan yang menemui pasien   Acute Renal Failure (ARF), perlu cepat-cepat   berkonsultasi dengan dokter ahli ginjal. Informasi ini diutarakan Pranawa kepada sekitar 1.000 orang peserta The 5th Jakarta  Nephrology and Hypertension Course, Course, yang berlangsung dari tanggal 20 - 21 Mei 2005. Symposium on Hypertension, Jakarta, 22 Mei 2005 Telah ditetapkan baik oleh JNC7 (Joint National Committee VII) maupun oleh ADA (American Diabetes Association) bahwa target tekanan darah bagi penderita Kencing Manis adalah di bawah 130 / 80 mmHg. Demikian pemaparan Guru Besar FKUI Jose Roesma pada Hypertension , Jakarta 22 Mei 2005. Sebenarnya, acara Symposium on Hypertension, lanjut spesialis Ginjal dan Hipertensi ini, makin rendah tekanan darah   pasien makin baik. Untuk itu usaha (obat maupun non obat) menurunkan tekanan darah serendah mungkin adalah hal yang diprioritaskan.

Category Vaccine 1. Routine vaccination Diphtheria/tetanus/pertussis Diphtheria/tetanus/pertussis (DTP) Hepatitis B (HBV) Haemophilus influenzae type b (Hib) Measles (MMR) Poliomyelitis (OPV or IPV) a

2. Selective use for travellers Cholera Influenza Hepatitis A (HAV) Japanese encephalitis Lyme disease Meningococcal disease Pneumococcal disease Rabies Tick-borne encephalitis Tuberculosis (BCG) Typhoid fever  Yellow fever (for individual protection)

3. Mandatory vaccination Yellow fever (for protection of vulnerable countries) Meningococcal disease - required by Saudi Arabia for pilgrims visiting Mecca for the Hajj (annual pilgrimage) or  for the Umrah. a OPV = oral poliomyelitis vaccine; IPV = inactivated poliomyelitis vaccine .

 Sumber: International International travel and health. WHO, 2005. ch.6.p.90

Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

63

Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran  Dapatkah saudara menjawab  pertanyaan-pertanyaan  pertanyaan-pertanyaan di bawah ini? 1.

Yang tidak benar mengenai flu burung : a) Disebabkan oleh virus influenza tipe A   b) Terutama menyerang unggas, bukan manusia c) Bisa mematikan d) Bisa menjadi epidemi e) Virus penyebabnya tahan suhu tinggi

6.

Imunisasi campak dianjurkan diberikan secara : a) Intramuskular    b) Subkutan c) Intrakutan d) Inhalasi e) Oral

2.

Yang bukan gejala flu burung : a) Nyeri tenggorokan   b) Nyeri kepala c) Diare d) Sesak nafas e) Konjungtivitis

7.

Saat optimal vaksinasi campak di negara berkembang ialah pada usia : a) 0 – 3 bulan   b) 3 – 6 bulan c) 6 – 12 bulan d) 12 – 24 bulan e) Setelah 24 bulan

3.

Campak paling infeksius pada masa : a) Prodromal   b) Akut c) Konvalesen d) Kronis e) Carrier 

8.

Antibodi maternal campak akan bertahan di dalam darah  bayi sampai usia: a) 0 – 3 bulan   b) 3 – 6 bulan c) 6 – 12 bulan d) 12 – 24 bulan e) Lebih dari 24 bulan

9.

Perlindungan satu dosis vaksin campak dapat mencapai : a) 1 tahun   b) 5 tahun c) 10 tahun d) 14 tahun e) 16 tahun

4.

5.

 Koplik spots dapat ditemui di : a) Konjungtiva   b) Mukosa mulut c) Bibir  d) Mukosa hidung e) Kulit

Imunitas terhadap campak ditunjukkan dengan adanya : a) IgM   b) IgG terhadap protein F c) IgA terhadap protein F d) IgG terhadap protein H e) IgA terhadap protein H

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

JAWABAN RPPIK : 1. 6.

E B

2. 7.

C B

3. 8.

A C

4. 9.

B E

5.

D

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF