CATATAN BEDAH

August 20, 2017 | Author: Ayumi Milasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

yyy...

Description

1

te

CATATAN BEDAH

AKUT ABDOMEN Organ intra dan retro pada abdomen 1.Gaster (intraperitoneal)

2 2.Duodenum dan pancreas (retroperitoneal) 3.Jejunum dan Ileum (intraperitoneal) 4.Caecum dan apendiks *intraperitoenal) 5. Colon ascendens (retro) 6.Colon transversum (intra) 7. Colon descendens (retro) 8.Sigmoid (intra) Definisi akut abdomen: Akut abdomen adalah Kelainan bedah di abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan segera. Penyebab umum dari akut abdomen ini dibagi ke dalam 5 kategori besar: a. Inflamasi yang dibagi menjadi 2: (1) peradangan bacterial (app akut, diverticulitis); (2) Peradangan kimia (perforasi gasterkeluarnya asam lambung). b. Mekanikal: kondisi yang menimbulkan obstruksi seperti hernia inkarserata, post op adesi, intususepsi, malrotasi-volvulus, ca colon dengan penyulit obstruksi. c. Congenital: semua defek yang harus ditangani cepat seperti atresia duodenum, omfalokel, hernia diafragmatika d. Vaskuler: akibat dari thrombosis atau emboli arteri mesentrikaiskemia e. Traumaperdarahan,perforasi hollow organ

Peritonitis Anatomi Peritoneum  Peritoneum parietal (ant dan post)  Peritoneum visceral  Cavum peritoneum dibentuk oleh : a. Greater sac –general peritoneal cavity)( batas cranial :diafragma, caudal : aditus pelvis, ventral (ddg ventrolateral abdomen, dorsal :ddg dorsal abd) b. Lesser sac ada di belakang gaster (ventral: gaster,omentum minus, lob caudatus hepatis; dorsal: pancreas,omentum mayor, ren, gld suprarenal; kiri:lien, kanan: for epiploicum winslowi c. Greater dan lesser dihubungkan oleh for winslowi Persarafan: P.parietalsangat sensititf P.visceraltidak sensitive Jenis nyeri perut 1. Nyeri visceral Nyeri pd peritoneum visceral yg dipersarafi oleh saraf otonom shg tidak peka pada perabaan atau pemotongan, dengan demikian sayatan ataupun penjahitan dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ akan terjadi kontraksi berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia, missal pd kolik (nyeri abdomen akut) atau radang pd apendisitis akan timbul nyeri. Namun pada pasien nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya.  Nyeri visceral lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas (usus depan) dirasakan di ulu hati.

3  Nyeri dari duodenum sampai pertengahan kolon transversum (usus tengah) dirasakan di perut tengah, sekitar pusat  Kelainan pada saluran cerna dari tengah kolon transversum sampai dengan sigmoid (usus belakang) menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.  Kolik empedu mulanya dirasakan di epigastrium atau di hipokondrium kanan, umumnya terdapat nyeri alih ke daeah ujung belikat di punggung (titik BOAS)  Nyeri dari piala ginjal dan kolik ureter dirasakan di alat kelamin luar dan area inguinal  Kelainan organ dan struktur retroperitoneal seperti pancreas dan ginjal lazim menyebabkan nyeri di pinggang  Kelainan uterus dan rectum dirasakan di region sacrum. 2. Nyeri somatic Nyeri karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misal regangan pada peritoneum parietalis dan luka pada dinding perut. Nyeri seperti ditusuk atau disayat dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa karena rabaan, tekanan, rangsang kimia, ataupun karena proses radang. Pada apendisitis akut terjadi gesekan antara viscera yang meradang yang kemudian menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut. MIsalnya nyeri alih diafragma dirasakan di bahu. Hal ini disebabkan karena inervasi yang sama pada diafragma dan bahu oleh saraf servikal: akar saraf C3, C4, C5 serta n.frenikus. Jadi bila terjadi iritasi pd n.frenikus dapat dirasakan di bahu. Selain dari diafragma (1), paru dan pleura visceral (2), diafragma dengan pleura parietalis di sebelah cranial dan peritoneum parietalis di sebelah kaudal (3), hati dengan peritoneum visceral (4), serta rongga perut(5) dapat dirasakan nyeri di bahu. Penyebab dari nyeri perut (Differential Diagnosis): (OHCM) 1. RUQ pain: kolesistitis akut, ulkus duodenum, hepatitis, hepatomegali kongestif, pielonefritis 2. RLQ pain: Appendicitis, salphingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter, diverticulitis meckel, crohn’s disease 3. LUQ pain: rupture limpa, ulkus gaster, aneurisma aorta, pyelonefritis 4. LLQ pain: diverticulitis, salpingitis, TOA, KET, batu ginjal/ureter, crohn’s, colitis ulserativa. 5. Epigastrium: pancreatitis, IMA, ulkus peptikum, kolesistitis akut 6. Umbilikus: obstruksi intestinal, pancreatitis akut, appendicitis awal, diverticulitis. DD dari papdi UI: 1. Hipokondrium kanan: kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pancreatitis, abses subfrenikus, pneumonia 2. Hipokondrium kiri: nyeri limpa karena limpoma, infeksi virus. Abses subfrenikus, pneumonia, ulkus gaster, aneurisma aorta 3. Epigastrium: pancreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster, kolesistitis, ca pancreas, hepatitis, obstruksi intestinal (ileus), apendisitis (gejala awal), abses subfrenikus, IMA

4 4. Periumbilikalis: pancreatitis, ca pancreas, intestinal (ileus), apendisitis (gejala awal), aneurisma aorta. 5. Lumbal: batu ginjal/ureter, pielonefritis, abses perinefrik 6. Inguinal dan suprapubik: Appendicitis, diverticulitis meckel, crohn’s disease, colitis ulserativa, salphingitis, TOA, KET, kista ovarium, sistitis Definisi Peritonitis: Peritonitis adalah proses inflamasi pada lapisan peritoneum, baik terlokalisasi maupun secara general Respon tubuh thd peritonitis ada 2: 1. Respon primer: a. Membran inflamasi: Two way street, dimana belum terjadi perforasi namun bakteri dapat ditemukan dalam cavum peritoneum karena permeabilitas yang terganggu. b. Respon usus: Hipermotilitas lama2 kecapean jadi adinamikdistensi usus (ileus paralitik) muntahdehidrasi. c. Hipovolemi: output banyak keluar (dilatasi vascularcairan plasma keluar dr vascular ke intersitiel) input sedikit (usus atonik menahan cairan sehingga sairan tidak diserap di colon). Syok hipovolemik karena sekuestrasi cairan dan elektrolit ke rongga ketiga. 2. Respon sekunder: a. Endokrin respon: Sebagai respon terhyadap hipovolemiapeningkatan epinefrin dan norepinefrin dari medulla adrenal, kemudian hr ke-2dan 3 korteks adrenal mengeluarkan ADH dan aldosteron. b. Cardiac respon: akibat dari hipovolemi ialahturunnya VR,Co dan lemahnya otot jantung shg kompensasi ialah dengan meningkatkan kronotropik dengan mempercepat denyutan (meningkatkan heart rate) c. Respiratory respon: melemahnya otot pernapasan dan berkurangnya volume ventilasikompensasi RR ditingkatkan, namun tetap tjd hipoksia shg metab anaerob dan peningkatan asam. d. Renal respon: Renal Blood flow menurun karena hipovolemia dan penurunan CO menyebabkan filtrasi glomerulus menurunproduksi urin menurun. e. Metabolik respon: meningkatnya kebutuhan akan oksigen sementara kapasitas jantung dan paru ssedikit dlm mensuply oksigenmetabolisme anaerob. Klasifikasi Jenis peritonitis menurut lokasi: 1. Local peritonitis 2. Difuse peritonitis Jenis peritonitis menurut causanya: 1. Peritonitis primer Terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum serta bisanya terjadi pada anak-anak dengan riwayat sindrom nefrotik dan sirosis hepatic. Kuman masuk kerongga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui alat genital. 2. Peritonitis sekunder Terjadi bila bakteri masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak dan bisanya dari lumen saluran cerna.

5 2.1. Chemical (perforasi gaster,dll) 2.2. Bacterial 3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum: a. Kateter ventrikuloperitoneal yang digunakan untuk mengurangi cairan serebrospinalis pada klien dengan hidrochepalus, sehingga apabila cairan serebrospinalis mengandung bakteri maka dapat menyebabkan peritonitis. b. Kateter peritoneo-jugular dipasang untuk mengurangi asites. Daerah yang terpasang kateter ini sering mengalami infeksi yang disebabkan oleh stapillococcus aureus c. Continuous ambulatory peritonial dialysis Infeksi disebabkan karena kontaminasi cairan dialysis atau kateter, infeksi ini biasanya disebabkan oleh stapillococcus aureus dan kadang-kadang juga disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri anaerob atau jamur. Manifestasi Klinis: 1. Penderita kelihatan kesakitan (hipocratic face) berbaring dengan tungkai fleksi. Secara umum penderita mengalami anorexia,nausea. 2. Pernapasan thoracal dengan aktivitas otot interkostal, yang cepat dan dangkal 3. Abdomen: distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas, defans muscular, Bising usus melemah sampai hilang 4. Suhu meningkat—> sepsis (SIRS + sumber infeksi yg dibuktikan) sepsis berat (bila mengenai organ)syok sepsis (volume vaskular namun tek darah rendah sekali krn vasodilatasi) 5. Saat rectal examination : tonus spinchter melemah, nyeri si seluruh arah jam. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin 2. Radiologis foto thoraks dan BNO 3 posisi, Berikut Gambaran radiologis dari suatu perforasi:  Adanya cairan dalam cavum peritoneum: a. Tampak pelebaran ruang antar usus dengan cairan yang disebut gambaran MOULAGE b. Bila jumlah cairan sedikit dalam cavum abdomen, misalnya 100 mL cairan terlihat di kavum douglass, di atas os sacrum-vesika urinaria gambarab DOG EARS c. Gambaran abdomen mengabur (GROUND GLASS APP) karena adanya cairan/ascites intraabdomen ekstralumen. d. Exoperitoneum fat line suram atau hilang sama sekali.  Adanya dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster hingga rektum, penebalan dinding usus (herring bone) dan transudasi cairan yakni air fluid level yang pendek maupun panjang.  Adanya udara dalam cavum peritoneum: a. Udara bebas subdiafragma (pneumoperitoneum) Komplikasi: Syok hipovolemik, sepsis, multiple organ failure dan meninggal. Penatalaksanaan pre operasi: 1. Puasa 2. Resusitasi cairan dan monitoringkateter 3. Dekompresi dengan nasogastrictubetujuan: mencegah aspirasi dan mengambil cairan

6 4. Beri antibiotic sistemik metronidazol) Penatalaksanaan Operasi: 1. Laparatomi eksplorasi 2. Evakuasi pus

(broad

spectrum

sefalosporin

gen

3

+

Hambatan/obstruksi Saluran Cerna Hambatan mekanik pada saluran cerna dapat terjadi mulai dari osephagus,gaster, small dan large intestine, dan anus. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas mengenai ileus yakni gangguan pasase yang terjadi di usus baik usus halus maupun usus besar. Ileus dibagi menjadi 2 bagian yakni: a. Ileus obstruksi: karena adanya obstruksi yang sifatnya mekanis b. ileus neurogenik: Penyebabnya karena gangguan persarafan pada usus yaitu saraf otonom parasimpatis dari serabut post ganglioner sacral II-IV. Ileus neurogenik dibagi 2: 1. ileus paralitik (adinamik) (disebabkan oleh lesi saraf karena radang, terjepit atau karena kelelahan akibat kontraksi yang terus menerus sehingga usus tidak berkontraksi ) dan 2. ileus spastic (dinamik) (disebabkan karena rangsangan saraf parasimpatis akibat keracunan, hysteria, atau neurasteni sehingga usus akan berkontraksi terus menerus ) Klasifikasi ileus Obstruksi 1. Berdasarkan mekanisme obstruksi: a. Intralumen: akibat massa dalam lumen seperti mekonium, fecalith, gallstone, tumor polipoid, intususepsi/invaginasi b. Intramural: kelainan pada dinding usus dengan beberapa penyebab sbb: - Congenital: atresia, duplikasi, stenosis, imperforate - Trauma n striktur karena radiasi - Inflamasi: entertitis, crohns.divertikulitis, Colitis - Dll c. Ekstralumen: adhesi, hernia, massa di luar abdomen spt anular pancreas, carcinoma menekan lumen, malrotasi-volvulus. 2. Berdasarkan klinis / gradasi a. Obstruksi Sederhana/Simple. - tidak disertai terjepitnya p.darah, akumulasi cairan & gas dlm jumlah besar pd lumen usus. - Obstruksi : mula-mula absorbsi ↓, sekresi N → 24-48 jam → sekresi↑, absorbsi (-), edema,eksudasi cairan ke cav peritoneum,→ kehilangan cairan & elektrolit. CO2 dpt cepat berdifusi keluar dr lumen usus, sedang N2 tetap tinggal → kontributor utama distensi usus. b. Obstruksi strangulate - mencakup volvulus,hernia,invaginasi & adhesi. - gangguan peredaran darah → iskemia, nekrosis, ganggren - eksudasi plasma dr lap serosa → cav.peritoneum - Iskemi→kerusakan sawar ddg usus→bakteri usus → cav peritoneum. c. Closed-loop obstruction - Obstruksi terjadi pd 2 tempat, Penyebab : adhesi,volvulus. 3. Berdasarkan letak hambatan: a. Ileus obstruksi letak tinggi, menurut letaknya dibedakan menjadi:

7 -

Obstruksi di atas pylorus, gejala utama adalah muntah, distensi abdomen kurang. - Obstruksi di bawah pylorus sampai iliocaecal junction: muntah feses (warna kuning seperti tinja), distensi abdomen nyata b. Ileus obstruksi letak rendah: dari sekum hingga anorektal

Diagnosis Gejala Cardinal feature: Nyeri, muntah, konstipasi, distensi -Nyeri abdomen kolik -Muntah empedu (letak obstruksi di atas lig Treitz), muntah fecal (letak obstruksi usus halus dan colon. -Flatus dan defekasi (-) -distensi nyata bila obstruksi letak rendah

Tanda Abdomen : ♥ Inspeksi : Distensi, darm kontur dan peristaltik usus terutama pada penderita kurus ♥ Palpasi : Perut distensi, tegang, kadang-kadang nyeri ♥ Perkusi : Nyeri dan terdengar suara timpani. ♥ Auskultasi : Bising usus meninggi (metalic sound), Bila obstruksi berlangsung lama dan strangulasi → bising usus menghilang. RTmassa tumor atau intususepsi, ampula kolaps → obs proksimal, darah makroskopik → lesi intrinsik

Penyebab ? Riwayat sebelumnya ( Pernah operasi abdomen → adhesi, Hernia, Berak darah atau lendir → gangguan pada BAB → Ca atau radang. Dehydrasi ? (Tahicardia, Hypotensi, Kulit kering, Mulut kering, Turgor kulit jelek, Ketiak sudah tidak berkeringat, Urine sedikit,pekat). Strangulasi → ada : shock, demam, defans musculer, nyeri seluruh abdm. Laboratorium -↑ nitrogen urea darah (BUN), Hct, BJ urin. -↓ kadar Na, K, Cl dlm serum. -Alkalosis → Bikarbonat serum & pH arteri -Leukosit ♥ Normal, Obstruksi mekanik sederhana →15.000-20.000/mm3 ♥ Obstruksi strangulata → 30.000-

Radiologis Pem.sinar X posisi tegak → gelung usus terdistensi dgn bts udara-cairan dgn pola anak tangga ( Step Ladder ) Obstruksi mekanik sederhana → # gas yg terlihat pd colon. Obstruksi colon dgn valva ileocalis kompeten→distensi gas dlm colon merupakan gbrn penting. Bila valva ileocalis inkompeten→ada

8 50.000/mm3

distensi usus halus maupun colon. Obstruksi strangulata→distensi gas pd usus jauh lbh sdkt dibanding pd obstruksi sederhana & bisa terbatas pd gelung tunggal→tanda “biji kopi” (coffee bean) atau pseudotumor. Pemeriksaan Barium enema → u/ mengetahui tipe & lokasi obstruksi. Enteroskopi

Penatalaksanaan Preoperatif  Terapi cairan dan elektrolit (IVFD RL/NaCl)  Pasang NGTpuasakan pasien (dekompresi)  Pemberian Antibiotik  Pasang Kateter → Pantau Produksi urine, tanda-tanda dehidrasi.  Observasi tanda vital Operatif:  Laparatomi untuk tujuan mencari dan melepaskan penyebab hambatan ~ Lisis pita lekat atau reposisi hernia ~ Pintas usus ~ Reseksi dgn anastomosis→ end to end, end to side, side to side. ~ Diversi stoma dgn/ tanpa reseksi.  Kolostomi adalah pengalihan feses → tidak melalui anus. Macam-macam Kolostomi Menurut letak - Cecostomy - Colostomy transversum - Colostomi sigmoid Menurut bentuk - Double Barel - Double Lup - Simple Colostomy Menurut lama - Temporer Colostomy - Permanen Colostomy Komplikasi Gangguan elektrolit,sepsis,multiple oragn failure. Apirasi,iskemik,enterokolitis.

Trauma abdomen Macam: 1. Trauma tumpul 2. Trauma tajam (tembus dan tidak tembus) 3. Luka tembak Disebut luka tembus bila sudah melewati fascia atau melewati peritoneum. Pada trauma abdomen ini sering terjadi masalah diagnostic karena trauma abdomen tidak selalu menunjukkan gejala klinis. Trauma abd yang mencederai pembuluh darah iskemikgangrenoustanpa adanya gejalakemudian setelah 3 hari terjadi peritonitis baru timbul keluhan. Trauma abdomen biasanya disertai dengan multitrauma sehingga perlu primary survey.

9 Lakukan observasi aktif; 1. Lakukan pemeriksaan klinis berulang, local dan sistemik. 2. Pemeriksaan plain foto AP posisi tegak, tujuannya: melihat trauma abdomen dan trauma thorax juga, selain itu bila terjadi rupture hollow organ aka nada gambaran udara di bawah diafragma.

Mekanisme: 1. Trauma tajam Yang penting kedalaman dan arah trauma. Selalu pertimbangkan luka tembus sampai terbukti tidak. 2. Trauma tumpul: 2.1. Direct blunt compression: tergantung dari energy yang ditransferkan ked dg abdomen menimbulkan kerusakan organ yang tidak teratur. 2.2. Deselerasi: tubuh tiba2 berhenti dr angg abdomen shg organ intraabdomen mobile masih mengikuti kiecepatan shg menumbuk bgn belakang ddg abd shg terjadi robekan atau transeksi organ, serta terjadi transeksi pedikel. 3. Luka tembak: Kerusakan karena energy mekanik dan termal. Kerusakan tergantung pada: jenis senjata dan arah peluru. Respon tubuh terhadap trauma: 1. Respon Lokal: Nyeri akibat iritasi peritoneum 2. Respon sistemik: 2.1. Refleks neuro-endokrin: 2.2. Refleks metabolic: 2.3. Respon hormonal 2.4. Perubahan cairan dan elektrolit Gambaran Klinis: 1. Reaksi local: nyeri pada daerah luka akibat iritasi peritoneum. 2. Perubahan volume sirkulasi (kehilangan darah) ada 4 klas: 1.Kelas 1: samapai 15% BB HR dan RR meningkat,syok. 2.Kelas 2: sampai 30% BBpulse pressure yang menyempit. 3.Kelas 3: sampai 40% BB tekanan darah turun shg perlu Transfusi tp mungkin perlu SR (surgical resusitasi) 4.Kelas 4: lebih dari 40% BB sangat perlu transfuse dan SR. Penangan kehilangan darah: ialah stop bleeding lalu kembalikan volume intravaskuler dengan RL atau bila perlu beri transfuse darah, sambil monitoring respon baek-sementara (on going )-buruk. Diagnosis: 1. Anamnesa 2. Inspeksi: luka jejas 3. Palpasi: defans muscular 4. Perkusi:hipersonor 5. Auskultasi:bising usus. 6. Colok dubur: bila ada floating prostat, takut ada rupture uretra jangan pasang kateter. 7. USG abdomen: untuk melihat adanya cairan di cavum abdomen 8. DPL: Diagnostic peritoneal lavage (berapa positif??) DL: diagnostic laparoskopi (lebih akurat)

10 Penanganan : primary dan secondary survey Cedera organ yang sering terjadi: Cedera Liver  Cedera Spleen  Cedera Intestine  Cedera Omentum  Cedera Diaphragma  Cedera Pembuluh darah besar abdomen  Cederta Pancreas dan Duodenum

Appendicitis Anatomi: Appendiks letak intraperitonealkedudukan ini memungkinkan appendiks untuk bergerak, ujungnya bisa terletak dimana saja; kedudukan ini menentukan letak keluhan dan tanda local pada apendisitis akut. Appendiks letak retroperitoneal appendiks berada di belakang caecum (retrocaecal), appendiks pada letak ini tidak menimbulkan keluhan atau tanda yang disebabkan oleh rangsangan peritoneum setempat. Persarafan: Parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yg mengikuti a.mesentrika superior dan a.appendikularis, sementara simpatis berasal dari n. torakalis X (dermatom sekitar umbilicus) shg nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. Vaskularisasi: A. Apendikularis Fisiologi: Appendiks normalnya menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang dicurahkan ke dalam lumen dan kemudian dialirkan ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patogenesa appendicitis. Apendisitis akut Etiologi: -sumbatan pada lumen appendiks yang disebabkan karena hyperplasia jar limfe, fekalith, tumor appendiks, cacing askaris. -erosi mukosa apendiks oleh e.histolytica . -Konstipasi menyebabkan katup iliosekal yang kompeten shg menyebabkan tekanan intrasekal akan meningkat. Tekanan yang meningkat akan berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Sehingga mempermudah terjadinya app. Akut. -Peenghambatan evakuasi isi appendiks oleh karena; (a) stenosis, (b) gangguan motilitas oleh pita / adhesi , (c) mesoapendiks yang pendek. Patofisiologi: Sumbatan lumen apendiks merupakan penyebab utama terjadinya apendisitis akut. Sumbatan menyebabkan terjadinya distensi lumen apendiks oleh karena akumulasi lendir intraluminal. Akumulasi lendir ini akan menekan aliran limfe sehingga terjadi pembuntuan alirah limfe. Pembuntuan aliran ini akan memudahkan untuk terinfeksinya aliran limfe yang kemudian akan terjadi invasi bakteri ke dinding apendiks. Patologi: Apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. (stage:

11 edematousphlegmongangrene). Usaha pertahanan tubuh untuk membatasi proses radang (terutama bila proses peradangan sudah sampai ke serosa) dengan menutup apendiks dengann omentum, usus halus, atau adneksa sehingga membentuk massa periapendikular. Apabila dalam massa tersebut terjadiu nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi maka disebut sebagai abses appendiks. Namun, jika tidak teradi abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat dan disebut infiltrate apendiks. (perlu diingat bahwa apendiks yg pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, jaringan parut yg terbentuk akan menyebabkan terjadinya perlengketan yg dpt menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Dan pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut). Gambaran Klinis: Periumbillical pain Nyeri samar2 dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai dengan mual dan kadang muntah. RLQ painDalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney (nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muscular setempat di titik ini). Tanda rangsang peritoneal pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Namun perlu diingat bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal karena letaknya terlindung oleh sekum, RLQ pain tidak begitu jelas dan tidak ada rangsang peritoneal. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rectum akan lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya. Diare dan konstipasi (handout) Pemeriksaan: Demam ringan dengan suhu sekitar 37.5-38.5 C. Bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi. Inspeksi: tidak spesifik, kembung terlihat pada penderita perforasi. Peninjolan perut kanan dilihat bila adqa massa atau abses periapendikuler. Palpasi: nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Bisa disertai pula dengan nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri apendisitis sewaktu hamil trimeseter 2 dan 3 akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Peristalsis usus sering normal; sementara peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisataa akibat apendisitis perforate. Pemeriksaan colok duburmenyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, missal pada apendisitis pelvika (kunci diagnosis). Uji psoas (hipereekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan) untuk melihat apakah apendiks yg meradang menempel di m.psoas mayor. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus. Diagnosis:

12 Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di RS dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. USG bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Laboratorium: Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. Diferential diagnosis: Gastroenteritis: mual,muntah dan diare mendahului rasa sakit. Namun bedanya panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut. Demam dengue: dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Namun bedanya disini didapatkan hasil tes positif untuk rumple leede, trombositopenia dan hematokrit yg meningkat. Limfadenitis mesentrika: ditandau dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan rasa mual dan muntah, namun bedanya nyeri tekan perut samar, terutama kanan. Kelainan ovulasi: Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Namun bedanya pada anamnesis nyeri yg sama pernah timbul lebih dahulu. Selain itu tidak ditemukan tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam atau bahkan dlm 2 hari. Infeksi panggul: salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Namun bedanya ditemukan suhu yang lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul wanita biasanya disertai dengan keputihan dan infeksi urin. Selain itu pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Kehamilan di luar kandungan: Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dgn keluhan tidak menentu. Bila terjadi rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkann nyeri dan penonjolan rongga douglas dan pada kuidosentesis didapatkan darah. Kista ovarium terpuntir: timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, RT atau VT. Selain itu tidak ditemukan demam. Endometriosis eksterna: endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometrium berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak adanya jalan keluar. Urolitiasis pielum / ureter kanan (batu ureter atau batu ginjal kanan): gambaran khas berupa adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan.Selain itu ditemukan eritrosituria. Kunci diagnosis dengan pemeriksaan foto polos abdomen maupun urografi intravena. Sementara bila terjadi pielonefritis disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria. Penyakit saluran cerna lainnya: seperti diverkulitis meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, diverkulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks. Tatalaksana: Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan yang paling tepat dan merupakan satu2nya pilihan yang baik adalahg apendiktomi. Pada apendisitis tanpa

13 komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotic, kecuali bila terjadi apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka (insisi daerah titik mc burney, maupun melalui laparoskopi diagnostic. Komplikasi: Perforasi Massa periapendikuler terbentuk dari apenditis genrenosa atau mikroperforasi yang ditutup atau dibungkus oleh omentum, dan atau lekuk usus halus. Untuk massa periapendikuler yang masih dalam keadaan bebas harus segera dioperasi untuk mencegah terjadinya penyulit (penyulit ini disebabkan karena massa periapendikuler ini akan mengalami pendinginan, namun bila pendinginan tidak sempurna dapat menyebabkan penyebaran pusperforasiperitonitis purulenta generalisata). Bila massa periapendikular ini sudah mengalami pendinginan yang sempurna (infiltrate apendiks), dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotic sambil diawasi bila sudah tidak ada demam, masssa periapendikuar hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Namun apabila dalam massa tersebut terjadi nekrosis dan memudahkan terjadinya perforasi maka akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa , serta bertambahnya angka leukosit. Pada keadaan ini dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan 6-8 minggu kemudian.

Benjolan di Tiroid Untuk dapat mendiagnosa suatu kelainan benjolan di tiroid maka langkah sebagai berikut: 1. Apakah struma/benjolan tersebut smooth (difuse) atau nodule 2. Apakah sifat struma toksik atau non toksik  Struma difusa toksik: Graves disease  Struma difusa non toksik: endemic goiter (iodine deficiency)  Struma nodusa toksik: plummer’s disease  Struma multinodosa non toksik 3. Cari tanda keganasan: Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila: - Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun - Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak - Disfagia, sesak nafas perubahan suara - Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras - Ada pembesaran kelenjar getah bening leher - Ada tanda-tanda metastasis jauh. Carcinoma tiroid  Keganasan paling sering sistem endokrin  Klasifikasi: Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.  Diagnosis: a. Anamnesa: - Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.

14 -

Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37% - Kecepatan tumbuh tumor: nodul jinak membesar tidak terlalu cepat, nodul ganas membesar dengan cepat, nodul anaplastik membesar sangat cepat, kista dapat membesar dengan cepat - Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor. - Bila ada riwayat serupa pada keluarga, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare. b. Pemeriksaan Fisik: - Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya. - Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional. - Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada kalvaria, tulang belakang, klavikula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium  Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.  Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid  Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler. 2. Pemeriksaan radiologis  Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ”soft tissue technique” dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.  Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.  Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan ultrasonografi Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus. 4. Pemeriksaan sidik tiroid Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan 5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

15 Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi. 6. Pemeriksaan Histopatologi  Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi  Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi IV. Penatalaksanaan Nodul Tiroid Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 1. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total. 1. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 1. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 1. Karsinoma anaplastik. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu : 1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. 1. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional. Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel. Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi

16 eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 5060mg/m2 luas permukaan tubuh ( LPT ) Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar. Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND” Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1. Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND modifikasi 2. Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi supresi / subtitusi. Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif . Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas. V. Follow up A. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.  Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤ 0,1  Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi. Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu sebelum pemeriksaan.  Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi.  Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali. Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor. B. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.  Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,  Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus

17

Ada 3 1. 2.

3.

Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati. rangkaian yang diteruskan : Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya

paliatif

Carsinoma Colorectal Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab pasti belum jelas, namun beberapa faktor dianggap berperan yakni:  Polip cancer sequence (polip kolon yang dapat berdegenerasi maligna)  IBD seperti colitis ulseratif dan crohn’s diseaseca colorectal  Faktor genetic: a. FAP (familial adenomatous polyposis)terjadi transmisi genetic b. HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma)berhubungan dengan Lynch syndrome I dan II Lynch syndrome I (site-specific nonpolyposis colorectal carcinoma) : • Autosomal dominant inheritance • Predominance of proximal colon cancer • Increased synchronous colon cancer • Early age of onset (average age is 44 years) • Increased risk of metachronous cancer Lynch syndrome II (cancer family syndrome) → adalah Lynch syndrome I ditambah dengan gejala-gejala : • Incresed incidence of other carcinomas, including endometrium, ovary, breast, stomach, and lymphoma • Incresed incidence of mucinous or poorly differentiated carcinomas • Increased incidence of skin cancer c. Mutasi pada tumor supresor gene  Faktor diettinggi lemak, rendah serat, alcohol. Histopatologi Secara makroskopis terdapat 3 tipe makroskopis ca colorectal:  Tipe Polopoid / Vegetative / Fungating → Tumbuh menonjol ke lumen usus dan berbentuk bunga kol. Sering ditemukan disekum dan kolon asendens  Tipe Skirus → mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi gejala stenosis dan obstruksi. Ditemukan terutama di kolon desendens, sigmoid dan rectum  Tipe Ulseratif → terjadi nekrosis sentralis. Ditemukan terutama pada Rektum. Secara Mikroskopis:  Adenokarsinoma - Adenokarsinoma tanpa komponen musinosum, - Adenokarsinoma dengan komponen musinosus < 50% - Adenokarsinoma musinosum ( komponen musinosum > 50%)  Signet ring sel adenocarcinoma  Squamous cell carcinoma

18   

Adeno-squamous carcinoma Karsinosarkoma Undifferentiated carcinoma

Metastase Adapun metastase dari ca colorectal melalui beberapa mekanisme sbb:  Perkontinuitatum: menembus dinding usus dan ke jaringan sekitar misal ureter, buli, uterus, vagina, prostat.  Limfogen: ke kelenjar parailliaka, mesentrika, dan paraaorta  Hematogen: terutama ke hepar, bila tumor pada 1/3 distal rectum dapat menyebar ke paru-paru.  Rongga peritoneal: peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites  Implantasi selama pembedahan (intraoperative spreading)

Gejala klinis: Gejala klinis tumor tergantung pada letak, lokasi, dan luas tumor Ca colon kanan Ca colon kiri Ca rectum Mulai dari Mulai dari 1/3 sekum-1/3 kolon tengah kolon transversumtransversum sigmoid Embriologis Mid gut Hind gut Hind gut Anatomi Lumen relative Lumen relative lebih besar lebih kecil Fungsi Absorbsi Penyimpanan Defekasi Tipe tumor Lunak, rapuh, Skirous Polipoid ulseratif, polipoid Gx klinis Keluhan biasanya Keluhan lebih jelas. Nyeri pada stadium tidak khas. Nyeri Gejala lanjut (nyeri di perut samar-samar obstruksi/obstipasi panggul dalam (nyeri bermula di (jarang BAB butuh atau di anus), feses epigastrium), pencahar) dengan kecil2 sprt tahi benjolan di perut nyeri perut yang kambing dengan kanan, feses semi nyata (gas pain darah segar pada cair (>cair dan cramps-nyeri kotoran, gx khas diare warna bermula di bawah ialah defekasi coklat/hitam), umbilikus), feses dengan tenesmus anemis makin ke distal (rasa tidak puas (perdarahan makin padat seperti BAB dengan tegang mikroskopis). tahi kambing ]ank ram pada disertai darah segar perut), pada kotoran. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Daerah rectum

19 a. Colok dubur: Mendeteksi tumor sejauh kurang lebih 10 cm dari anal verge. Deskripsi tumor konsistensi keras, permukaan rata, terfiksir atau tidak, mudah berdarah atau tidak. (dengan pemeriksaan ini 40% dapat mendiagnosis ca colorectal) b. Proktosigmoidoskopi rigidmenentukan dengan tepat lokasi tumor c. Endorectal Ultrasound (EUS) menentukan dalamnya invasi tumor ke dinding usus. Pemeriksaan kolon a. Kolonoskopi disertai biopsy b. Colon in loop: foto kolon dengan kontras barium: gambaran radiologis ca colon seperti arrest (stopping contrast), stenosis, filling defect (napkin ring, apple core). Pemeriksaan laboratorium: a. Darah rutin b. Tumor marker: CEA (Carcino Embrionic Antigen) yang diambil dari urine/feses. Bila Kadar < 10 ng/ml → Stadium Dini.Kadar > 10 ng/ml → Stadium Lanjut. Follow up setelah operasi → 4 minggu, 3-6 bulan. CEA dapat kembali < 3 (-), tapi dapat residif → telah metastase. Pemeriksaan USG/CT scan abdomen Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari dan mengevaluasi apa ada metastase di hepar maupun rongga abdomen. Staging Tumor Klasifikasi stadium dari tumor yang dikenal ada 2 yakni Dukes dan Astler-Coler modification

Derajat keganasan tumor: dapat ditentukan berdasarkan diferensiasi tumor dalam membentuk struktur kelenjar. a. Grade I: Sel tumor berstruktur kelenjar >95% dari massa tumor b. Grade II: Sel tumor berstruktur kelenjar 50-95% dari massa tumor c. Grade III: Sel tumor berstruktur kelenjar 5-50%%, adenoca mucinosum dan signet ring cell ca d. Grade IV: Sel tumor berstruktur kelenjar 12 cm dari anal verge (reseksi anterior); 1/3 tengah-6-12 cm dari anal verge (reseksi anterior rendah dengan mempertahankan sfingter anus); 1/3 distal- wanita (2:1) → Terutama usia >50 tahun ♦ Posisi primer: jam 3, 7 dan 11. Penyebab: 1. BAB yang tidak teratur dank erassering mengedan waktu defekasi. 2. Hamil 3. Penyakit liver 4. Makan rendah serat Gejala klinis: 1. Nyeri yang hebat jarang berhubungan dengan hemoroid interna, dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis 2. Perdarahan saat BAB merupakan tanda utama hemoroid internakarena trauma oleh feses yg kerasperdarahan yg merah segar yang ridak bercampur dengan fesesperdarahan berulang menyebabkan anemia. 3. Prolaps awalnya hanya pada waktu defekasi dan dapat masuk lagi, namun akhirnya prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi. 4. Iritasi kulit perianal karena rangsangan mucuspruritus ani. Pemeriksaan: 1. Colok dubur: HI tidak dapat teraba sebab tek vena dalamnya tidak cukup tinggi, colok dubur hanya untuk menyingkirkan kemungkinan Ca rektum’ 2. Anoskopi: untuk HI yang tidak menonjol keluar, anoskop dimasukkan dan dapat dilihat bila ada penonjolan 3. Proktosigmoidoskopi: mencari kemungkinan kelainan di tempat yg lebih tinggi. Dd: perdarahan rectum yang merupakan maifestasi utama HI juga terjadi pada: Ca colorectal,m divertikel,polip, colitis ulserativa. Untuk membedakannya lakukan pemeriksaaan proktosigmoidoskopi, atau dapat dilakukan foto barium kolon dan kolonoskopi. Klasifikasi Hemoroid interna derajat 1: Perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, belum ada prolaps derajat 2;Prolaps menonjol melalui kanal anal saat mengedan ringan namun dapat masuk kembali secara spontan derajat 3: Hemoroid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali sesudah defekasi derajat 4: hemoroid yang menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk lagi (strangulasi /thrombosis. Penatalaksanaan: A. Penanganan Non Invasive.  Pencegahan (Prevention) → Hindari konstipasi kronik, Hindari makanan pedas, Diet “Bulk Laxatives” , Hindari mengedan saat defeksi, Jangan memakai pencahar.  Medikamentosa Menghentikan perdarahan, gatal, nyeri. Memperbaiki defekasi : suplemen fiber dan pelunak feces (stool softener). B. Penanganan Invasive. I. Minimal Invasive (Instrumentasi)

22  Skleroterapi  Rubber band ligation  Cryosurgery  Infra Red Coagulation  Stapled hemorroidopexy II. Operative → Penanganan Irreducible Prolapsed Hemoroid Prolaps Anal Cushion → Fungsi sudah tidak efektif untuk mempertahankan kontinensia → kerusakan fungsi motoris. Therapi Pembedahan ( Hemmoroidectomy ) : 1. Open Hemmoroidectomy ( Milligan Morgan ) 2. Submukosa Hemmoroidectomy ( Parks ) 3. Close Hemmoroidectomy ( Ferguson ) 4. Whitehead 5. Langenback Ferguson (Close Hemoroidectomy) C. Penanganan nyeri pasca operasi ♦ Pasca operasi hemoroidektomi sangat nyeri. ♦ Metode penanganan nyeri pasca operasi: Berikan anastesi yang baik, Analgesi yang adekwat, Bulk laxative dan “sitz bath”, Gunakan diatermi D. Penanganan perdarahan pasca operasi ♦ Ditemukan sekitar 3,3% – 6,7% ♦ Jarang ditemukan kurang dari 24 jam pasca operasi ♦ Perdarahan sekunder pada hari ke 7 – 14 pasca operasi → terjadi sepsis pedikel hemoroid atau terjadi robekan luka operasi saat defekasi ♦ Penanganan : Adrenalin anal pack,Baloon catheter tamponade, Injeksi adrenalin 1 : 10.000 submukosa Hemoroid Interna (dari De Jong) 1. HI derajat 1 dan 2: beri nasihat untuk diet makanan yg tinggi seratmudah defekasi, selain itu kombinasikan dengan skleroterapimenyuntikan larutan kimia yg menyebabkan peradangan steril jar fibrotic dan parut. 2. Ligasi dengan karet/baron: dengan anoskop, mukosa diatas hemoroid yg menonjol dijepit,ditarik,dihisap dengan tabung ligatorgelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tsbnekrosisfibrosis dan parut pada pangkal hemoroid. 3. Bedah beku 4. Hemoroidektomi: untuk HI derajat 3 dan 4. Eksisi sehemat mungkin hanya pada jaringan yang benar2 berlebihan pada anoderm dan kulit normal dengan tidak mengganggu sfingter ani. 5. Dilatasi anus cara Lord’ 6. Metode operasi baru hemoroidektomi dengan menggunakan stapler. Hemoroid eksterna yang mengalami thrombosis: Pada keadaan ini bukanlah hemoroid dalam arti yg sebenarnya, tetapi merupakan thrombosis v hemoroid eksterna yang terletak subkutan di daerah kanalis analis. Trombosis terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya saat mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengedan, atau partus. Vena lebar mengalami penjepitan sehingga tertjadi thrombosis. Intinya: tekanan tinggi (mengejan)pelebaran venaterjepit kanal analtrombosishemoroid eksterna Gejala Klinis: benjolan di bawah kulit kanalis anal yang nyeri sekali, tegang,berwarna kebiruan,ukuran mm-1-2 cm. benjolan bisa rupture dan perdarahan. Terapi:

23 1. Keluhan nyeri dikurangi dengan rendam duduk dalam air hangat, salep analgesic 2. Pasien datang 2 mg%) Metabolisme Bilirubin Normal: Bilirubin mrp suatu pigmen yg tdd senyawa tetrapirol yg berasal dari pemecahan eritrosit yang tuahemebil unconjugated (+ albumin)hepar(oleh asam glukoronat dgn bantuan enzim glukoronil transferase menjadi bil conjugated)usus (sebagian oleh usus besar diubah mjd bil unconjugatedsterkobilin feses dan ada pula yg diserap usus masuk sirkulasi porta kembali ke hepar dan ada pula yang ke ginjal menjadi urobilinogen). Penyakit gangguan metabolisme bilirubin 1. Ikterus dengan unconjugated bilirubin yang meningkat: a. pre hepatik: hemolisis (ikterus hemolitik) Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin indirek, bila faal hati normal maka semua bil indirek diubah menjadi bil direk dan dikeluarkan dalam usus sehingga sterkobilin meningkat, urobilin meningkat. Tidak terjadi peningkatan bilirubin direk sehingga bilirubinuria (-). Ikterus tidak terlalu nampak karena pada keadaan hemolisis berat kadar bilirubin jarang melebihi 3-5 mg%. b. hepatik: gangguan uptake oleh hati (penyakit Gilbert) dan Gangguan aktivitas glukoronil transferase (Crigel Najar) 2. Ikterus dengan Conjugated Bilirubin yang meningkat a. hepatik: gangguan sekresi bilirubin (Sindroma Rotor), kolestasis intra hepatik(hepatitis akut, penyakit hati karena alkohol, keracunan obat, hepatitis autoimun, sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan)

26 Pada kolestasis intra hepatik (disebut juga ikterus parenkimatosa) terjadi kerusakan pada sel hepar sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek, sterkobilin dan urobilin (+) dan birirubinuria (+). Gejala yg timbul mirip kolestasis ekstrahepatik. b. post hepatik: kolestasis post hepatik / kolestasis obstruktif Penyebabnya batu duktus koledukus (batu empedu), kanker pankreas, striktur pada duktus koledukus, ca duktus koledukus,pankreatitis, kolangitis sklerosing. Pada keadaan ini, terjadi peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek normal, sterkobilin dan urobilin (-), bilirubinuria (+). Gejala Klinis dari kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik sama yakni: efek back up dari konstituen empedu (bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan gagal dieksresi ke usus halus. Hiperbilirubinemia bil konjugated  perubahan warna kulit (ikterik), urin gelap, tinja pucat. Peningkatangaram empedu di sirkulasi gatal (pruritus), garam empedu bergungsi untuk penyerapan lemak dan vit K sehingga bila kolestasis dapat terjadi steatorrhea dan hipoprotrombinemia dan bila berlangsung lama misal pada sirosis hati bilier primer dapat terjadi gangguan penyerapan calsium, vit D yang menyebabkan osteoporosis dan osteomalacia. Retensi kolesterol menyebabkan hiperlipidemia. Gejala dari kolestasis kronik: pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena pruritus, perdarahan diatesis, sakit tulang, dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma).

Kolelitiasis (batu kandung empedu) Definisi: merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih batu empedu dan umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu (koledokolitiasis) dan disebut juga sebagai batu saluran empedu sekunder. Patogenesis dan Tipe Batu Menurut gambaran mikroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor, yaitu: 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70% Normalnya, kolesterol yang tidak larut air akan dibuat menjadi larut air dengan mengkombinasikan dengan garam empedu dan lesitin untuk membentuk misele. Supersaturasi empedu dengan kolesterol shg membntuk batu empedu biasanya terjadi karena sekresi kolesterol yang berlebihan (pada penderita obesitas atau diabetes melitus), atau karena kurangnya sekresi garam empedu (pada penyakit fibrosis kistik karena malabsorbsi dari garam empedu), atau dalam hal sekresi lesitin (pada penyakit genetik yang jarang dan menyebabkan kolestasis intrahepatik familial). 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung cabilirubinate sbg komponen utama 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi. Karakteristik: small, hard gallstones composed of Ca bilirubinate and inorganic Ca salts (eg, Ca carbonate, Ca phosphate). Factors that accelerate their development include alcoholic liver disease, chronic hemolysis, and older age.

27

Patofisiologi batu kolesterol:  Supersaturasi kolesterol empedu. Normalnya konformasi kolesterol dalam empedu ialah misel, namun bila terjadi supersaturasi koleseterol akan berbentuk vesikel yang mudah menjadi Kristal. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya supersaturasi kolesterol: - Hipersekresi kolesterol oleh karena peningkatan uptake kolesterol hepatic, peningkatan aktivitas HMG-CoA yang menyebabkan biosintesis kolesterol meningkat. - Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relative cadangan asam empedu, dimana asam empedu ada 3 macam primer, sekunder, tersier. Terjadi peningkatan asam empedu sekunder yang mengandung asam deoksikolik yang justru meningkatkan sintesis dan sekresi kolesterol. - Defek sekresi dan hiposintesis fosfolipid (lesitin) untuk membantu solubilisasi kolesterol.  Hipomotilitas kantung empedu. Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuasi empedu ke dalam usus proses absorpsi air dari empedu oleh dinding mukosa lebih cepat dari evakuasi empedu  peningkatan konsentrasi empedu  pengendapan lumpur empedu (sludge)  proses litogenesis empedu. Stasis kandung empedu terjadi pada kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan mendadak.  Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol.  Hipersekresi mukus di kantung empedu Patofisiologi batu berpigmen hitam Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase-β endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas “buffering” asam sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam. Patofisiologi batu berpigmen coklat Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu. Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen. Gejala Kolelitiasis: Gejala dari kolelitiasis ini didasarkan pada perjalanan penyakitnya sendiri yakni dimuali dari tahap asimptomatiknyeri kolik bilierkomplikasi.kolelitiasis (terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga

28 menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi progresif)  Asimptomatik: Studi perjalanan penyakit selama 20 tahun memperlihatkan dari 1307 pasien batu empedu selama 20 tahun :50% tetap asimptomatik, 30% kolik bilier, 20% komplikasi  Nyeri Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat diperkirakan. Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah, muncul biasanya setelah makan 30-90 menit ( Kolik pasca Prandial)  Komplikasi: a. Timbul kolesistitis: Murphy sign positif (nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam), demam b. Obstructive jaundice: deep ikterik, pruritus c. Cholangitis/peradangan CBD: Trias Charcot yakni nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus, dan demam. d. Hidrops vesica felea (Corvousier law)terabanya vesica felea tanpa nyeri. Laboratorium:  Darah rutin, urin, tinja - Kolesistitis akutleukositosis  Tes faal hati: bilirubin total dan direk, SGOT/SGPT, ALP, GGT, kolesterol, PT - Sindroma Mirizzi kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. - Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. - Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. Radiologis  Foto polos: - 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak - Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika  USG Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.  Kolesistografi oral  Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan

29



gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu CT scan

Penatalaksanaan: Prinsip adalah:  Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak  Dilakukan tindakan definitive bila: batu multiple, ukuran batu >…. Cm, nyeri berulang >…., timbul komplikasi misal ikterik Penatalaksanaan Medikamentosa: 1. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2. Disolusi kontak Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). Penatalaksanaan Bedah: 1. Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10 2. Kolesistektomi laparaskopi Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 8090% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 10 Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.

30 Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10 3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10 4. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10 5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.18 Dd: Peptic Ulcer Disease, gastroesophagal reflux, irritable bowel syndrome, dan hepatitis. Komplikasi: kolesistitis, kolangitis, pankratitis

Kolesistitis Definisi: radang kandung empedu (gallbladder) yang bisa berupa akut maupun kronik. Kolesistitis Akut Merupakan radang kandung empedu yang terjadi secara akut yang berkembang selama beberapa jam. Etiologi dan patogenesa: Faktor yang menmpengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Adapun penyebab utama: 1. Batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu. Bagaimana stasis di duktus sistikus dpt menyebabkan kolesistitis akut?? Jawabnya: diperkirakan bbrp faktor yg berpengaruh spt kepekatan cairan empedu, kolesterol lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 2. Sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Beberapa faktor risiko: pasien yang dirawat lama dan mendapat nutrisi secara parenteral atau berpuasa terlalu lama (keduanya disebabkan karena stasis empedu), sumbatan karena keganasan kandung empdeu, sumbatan di saluran empedu, atau merupakan komplikasi dari penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus. Gejala dan Tanda

31 1. Serangan kolik biler (RUQ atau nyeri epigastrik) muncul tiba2, bersifat menetap dan dan makin memburuk hal ini membedakan dengan kolelitiasis yang dimana nyeri kolelitiasis muncul hilang timbul, nyeri timbul perlahan mencapai puncak dan kemudian menghilang. 2. Nyeri alih (refferd pain) menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda (nyeri alih ini berhubungan iritasi diafragma yg berhubungan dengan C3 dan C4 spinal nerve yang juga menerima sinyal dari bahu (shoulder)). 3. Muntah sering terjadi, peningkatan suhu tubuh namun hanya low grade. 4. Setelah beberapa jam dapat ditemukan tanda murphy saat palpasi. Caranya: letakkan dua jari di atas RUQ dan kemudian minta pasien untuk bernapas dalam. Hal ini akajn menimbulkan rasa sakit/nyeri yg disebabkan karena saat inspirasi, kandung empedu yang meradang akan bersentuhan dengan jari. Hasil test positif apabila saat tes di LUQ hasilnya tidak nyeri. 5. Palpable RUQ mass pada 20 % kasus 6. Dapat terjadi ikterus derajat ringan pada 20% kasus (bil 150Ul/l memiliki spesifitas 96% untuk mendiagnosis pancreatitis karena batu empedu. 5. Kadar gula darah dapat meninggi atau normal. Pemeriksaan Pencitraan 1. Ultrasonik ekografi 2. CT scan: pemeriksaan terbaik karena dapat dilihat adanya nekrosis,abses,maupun pancreatitis tanpa nekrosis.

37 Prognosis: Prognosis dapat diramalkan berdasarkan tanda pada waktu pemeriksaan pertama dan 48 jam kemudian menurut criteria Ranson. Kriteria Ranson: Dapt dilihat di de joong hal 601 tabel 33-3. Penatalaksanaan: 1. Pemberian cairan dan elektrolit 2. Transfusi darah pd pancreatitis hemoragik 3. Pemberian insulin dosis rendah bila ada hiperglikemia 4. Pemberian kalsium glukonat bila kalsium serum menurun. 5. Antibiotik diberikan krn ada kemungkinan terjadi abses pancreas 6. Analgesik 7. Pengambilan batu empedu dgn koledokotomi bila penyebabnya ialah batu empedu. 8. Tindak bedah: debridement pada bagian nekrotik,mencuci dan membilas sebersih mungkin rongga peritoneum dari bairan pancreas,disertai pemasangan beberapa penyalir. Secara singkat alur penangannya sbb; Pasien dipuasakan utk mengistirahatkan pancreaspasang infuseNGTAntibiotikPantau cairan dan elektrolit,hipokalsemia,ventilkasiLaparotomi(debridement dan penyaliran) Komplikasi: 1. Yang paling sering ialah: syok dan kegagalan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan karena pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan menyebabkan perubahan kardiovaskular serta perubahan sirkulasi ginjal. 2. Kegagalan fungsi paru kadang terjadi. Hal ini dikarenakan adanya toksin yg merusak jaringan paru menyebabkan ARDS, selain itu juga terjadi efusi pleura umumnya di sebelah kiri. 3. Nekrosisabsesinfeksi sekunder menjadi syok septic. 4. Komplikasi perdarahan. 5. Pseudokista pancreas daoat timbui setelah lebih dua minggu perjalanan pancreatitis akut. Kista semu ini terjadi karena pengumpulan cairan pancreas yang dikelilingi oleh membrane jaringan ikat. 6. Kalsifikasi pancreas,DM sekunder dan steratore pd pancreatitis alcohol.

Carcinoma pancreas 1.Adenokarsinoma pancreas: Gejala dan tanda: a. Tipe obstruksi: trjd ikterus obstruksi karena sumbatan pada duktus koledukus, nyeri dan masa di epigastrium, nyeri punggung, kehilangan BB. b.Tipe non obstruksi. Penatalaksanaan adenoma pancreas Terapi bedah kuratifialah pankreatiko-duodenektomi (operasi whipple). Operasi Whipple dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi, yaitu karsinoma sekitar ampula vater,duodenum,dan duktus koledokus distal. 2. Kista 2.1. Kista sejati: misalnya kista congenital yang dibatasi oleh epitel . 2.2. Kista semu (pseudokista): Epidemiologi: Lebih dari 755 kista pancreas ialah kista semu. Etiologi: ¾ terbentuk setelah pancreatitis dan ¼ nya setelah trauma pancreas .

38 Patogenesa: Dinidng kista terdiri dari njaringan ikat. Di dalam kista terkandung cairan pancreas yang kadang bercampur darah maupun jaringan nekrotik. Lokasi kista bisa di dalam jar pancreas, sekitar pancreas di belakang mesocolon, dan ligamentum gastrokolikum. Gambaran Klinis: Gejala spt nyeri menetap, demam, ileus,mual dan muntah biasanya timbul 2/3 minggu setelah pancreatitis atau trauma dan disertai kadar amylase yang meningkat dan menetap. Dapat terjadi perdarahan esophagus bila kista membendung vena porta, selain itu teraba masa kistik di epigastrium. Diagnosis: dari pemeriksaan klinis dan pencitraan USG dan CT scan. Penatalaksanaan: Terapi konservatif dilakukan pada pasien Selama satu bulan, dikarenakan kemungkinan resorbsi pada minggu2 pertama. Namun bila setelah 6 minggu tidak mengalami resorbsi maka dilakukan tindakan bedah. Pembedahan melalui penyaliran ekstern dan intern. Penyaliran ekstern (marsupilaisasi) hanya dilakukan pada penderita yang sakit berat saja. Penyaliran intern berupa sistogastrostomi atau sistoyeyunustomi secara langsung atau secara Roux-en-Y 3.Kista neoplastik 3.1. Kista adenoma 3.2. Kista nadenoma musin. Carcinoma Pankreas  Terjadi pada pasien laki2 >60 tahun (paling sering)  Faktor resiko: merokok, alcohol, diabetes, pancreatitis kronik  Patologi: tipe paling banyak ialah adenocarcinoma (metastase early, presentation late)  Lokasi: 60% di Caput pancreas, 25% di corpus panjreas, dan 15% di cauda. Dan beberapa munculnya di ampula vateri (ampullary tumor) atau pancreatic islet cells (insulinoma, gastrinoma, glucagonoma)  Etiologi: 95% pasien mempunyai mutasi genetic pada KRAS2 gen  Gejala dan tanda: a. Tipe obstruksi: biasanya bila tumor letaknya di caput pancreas. Kehilangan BB. Pada 75% bisa tanpa gejala nyeri, kandung empedu dapat teraba tanpa nyeri , timbul ikterus yang disebut hokum Courvoisier. Sementara pada 25% lagi timbul nyeri epigastrium, massa epigastrium. b. Tipe non obstruksi:: untuk tumor di corpus dan cauda jarang menimbulkan ikterus. Gejala umumnya kehilangan BB, nyeri epigastrium menjalar hingga belakang dan diperingan dengan sitting forward disertai massa epigastrium. c. Metastase: Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, asites  Pemeriksaan lab: Kadar bilirubin, ALP, dan SGOT/SGPT, tumor marker CA 19-9, tindakan biopsy melalui aspirasi jarum merupakan tindak diagnostic yang aman dengan akurasi 60-70%.  Pemeriksaan radiologi: a. Ro thoraks: melihat metastase ke paru b. USG dan CT scan: menunjukkan adanya massa pancreas, dilatasi cabang biliar, metastase ke hepar. c. ERCP dan PTC: melihat letak obstruksi  Terapi Bedah

39



a. Sebelum terapi bedah dilakukan, keadaan umum diperbaiki dengan mengoreksi nutrisi, anemia, dan dehidrasi b. Bila terjadi ikterus obstruksi total maka dilakukan penyaliran empedu transhepatik (Percutaneous Transhepatic Billiary Drainage=PTBD) satu minggu prabedah untuk memperbaiki fungsi hati c. Tindakan bedah kuratif diindikasikan pada carcinoma caput pancreas dan periampuler, ukuran tumor< 3cm dan tanpa metastase. Tindakan ini disebut operasi Whipple (pankreatiko-duodenektomi). Dimana lokasi tumor yang terbatas pada ampula vater, duodenum dan duktus koledokus distaltumor dikeluarkan secara radikal en bloc yaitu tdd kaput pancreas, corpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung, bagian distal koledokus, kelenjar limf regional. Disamping itu dilakukan kolesistektomirekonstruksi terdiri atas pankreatikoyeyunostomi, koledoko-yeyunostomi, dan gastroyeyunostomi. d. Tindakan bedah paliatif dilakukan bila tumor tidak bisa direseksi lagi karena sudah invasi dan metastase. Maka dilakukan anastomosis biliodigestif dengan tujuan paliatif untuk penyaliran (semacam bypass) berupa koledoko-yeyunostomi Roux-en-Y dan yeyun-yeyunostomi Roux en Y. e. Kemoterapi dan radioterapi biasanya tidak menghasilkan reaksi positif Prognosis: pada penbderita yang menjalani whipple, angka harapan hidup 1,2 dan 5 tahun berturut adalah 50%, 30% dank tang dari 10%. Sementara bila tumor tidak direseksi, penderita hidup dalam 6 bulan meninggal dan angka harapan hidup 1 tahun kurang dari 10%.

Kelenjar Ludah Kelenjar ludah dibagi menjadi 2: 1. Kelenjar ludah mayor: Kelenjar parotis, kelenjar submandibula, kelenjar sublingual 2. Kelenjar ludah minor Kelenjar parotis terletak di depan/di bawah lubang telinga luar dan ujung tulang dagu. Yang secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian, bagian permukaan (superficial) dan bagian dalam (profundus) , yang membatasi keduanya ialah N 7. Tumor parotis Insiden: di UK 3-4/100.000. tumor kelenjar ludah ialah 5 % dr seluruh tumor kepala dan leher. Tmor dari kel ludah mayor 5 kali lebih banyak, dan 70-80% ialah tumor parotis (80% junak dan 20% ganas). Gejala dan tanda: (nyeri,bengkak,perubahan kulit,facial weakness, poor hearing/erache,ditemukan tiba2). No Tumor jinak Tumor ganas 1 Pertumbuhan lambat Pertumbuhan cepat 2 Mobile Immobile 3 Usia muda Usia > 50 tahun 4 Konsistensi kadang keras Teraba keras bisa seperti batu 5 Paralisa N 7 (-) Paralisa N 7 (+):mulut mencong,mata sukar nutup 6 Tidak menyebar jauh Menyebar biasanya pada kelenjar limfe 7 Biasanya tidak nyeri Biasanya nyeri (tpi juga bisa g nyeri) Trismus: kalo invasi ke otot mastilator Disfagia:invasi ke lobus kelenjar dalam Earache; kalo invasi ke kanalis auditorius

40

Klasifikasi Tumor parotis: Tumor jinak: 1. Adenoma pleomorfik 2. Adenoma monomorfik 3. Adenolymphoma (warthin Tumor) 4. Benign mucoepidermoid carcinoma Tumor ganas: 1. Acinic cell Ca 2. Adenoid cystic Ca 3. Adeno Ca 4. Epidermoid Ca 5. Undifferentiated Ca 6. Malignant Ca in adenoma pleomorfik Diagnosis: 1. FNAB : 96% akurat untuk membedakan tumor parotis jinak atau ganas. 2. Potong beku (Vries coupe/frozen section): dilakukan bila hasil FNAB tidak dapat memastikan tumor jinak atau ganas. Treatment: 1. Parotidektomi superficial: dilakukan bila tumor jinak dan terletak pada lobus superficial. 2. Parotidektomi total: dilakukan pada tumor ganas yang sudah mengenai lobus profundus namun dengan tetap mempertahankan N 7. 3. Lakukan Radioterapi postop untuk mencegah rekurensi. Bila dari awal tumor sudah dicurigai ganas , dengan ukuran yang besar dan keras, naumn hasil FNAB tidak dapat memastikan, maka saat dilakukan operasi di potong beku tumornya dan langsung di PAkan, bila hasil tumot positif ganas, maka saat itu juga langsung dilakukan parotidektomi total dengan preservasi N 7. Komplikasi: 1. Kerusakan pada N 7 (temporer maupun permanen) : cedera cabang m.orbikularis okuli kelopak mata sukar menutup, cedera cabang ke mulut: mulut mencong 2. Injury pada greater auricular nerve: baal2 atau kurang berkurangnya rasa pada telinga 3. Penyulit seperti fistula liur 4. Sindroma Frey: karena regenerasi aberan dari serat saraf auriculotemporal terhadap kelenjar keringat kulitberkeringat pada sisi wajah yang terkena saat mengunyah. Kanker Lidah Tipe yang paling umum: squamous Cell Ca Lokasi: Tumor ini biasanya terletak pada tepi lateral dari oral tongue (2/3 depan lidah). Karakteristik: ulserasi, berwarna kemerahan, mudah berdarah. Insiden: pada usai tua, namun juga bisa ditemukan pada usia 21 tahun Gejala: 1. Patch berwarna merah atau putih yang gak hilang 2. Nyeri tenggorokan gak hilang 3. Luka pada lidah yang gak sembuh2 4. Penebalan/benjolan pada mulut,tenggorokan maupun lidahsusah mengunyah dan menelanbisa nyeri saat menelan 5. Perdarahan yang gamapang sekali terjadi( saat tergigit atau saat tersentuh saja)

41 6. Rasa kebal di mulut Faktor resiko: 1. Merokok, minuman alcohol 2. Pemakan sirih Manajemen: 1. Pembedahan 2. Radioterapi 3. Kemoterapi Bila tumor ukuran kecil: cukup dibedah saja tumornya Bila tumor ukuran besar dan ada penyebaran ke kel limfe: pembedahan + radioterapi. Pembedahan dengan mengangkat tumor dan kel limfe (modified radical neck dissection) . setelah operasi dilakukan radioterapi. Bila tumor meliputi seluruh ludah bisa dilakukan pengangkakatn lidah (glossectomy), namun biasanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi untuk mengecilkan sel tumor sehingga tidak diperlukan glossectomy. Komplikasi; 1. Pembedahan: problem bicara, makan dan minum, 2. Radioterapi: dry,sore mouth, taste changes.

Trauma Thoraks Definisi dan Anatomi  Thorax yang artinya baju perisai  Anatomi thorax: a. Soft tissue: cutis, subcutis, fascia, otot b. Hard tissue: sternum, 12 pasang costae, vertebrae thoracalis Klasifikasi trauma  Bisa dibaca di catatan Manifestasi:  Emfisema mediastinum  Flail chest  Pneumotoraks  Hematotoraks  Hemopneumotoraks

Pneumothoraks Definisi Keadaan terdapatnya udara dalam kavum pleura Anatomi dan faal pleura Pleura ada 2 lapisan terdiri dari dua lapisan pleura parietal dan viseral, kedua lapisan membentuk ruang disebut kavum pleura. Dalam cavum pleurae terdapat suatu cairan pleura + 10 ml, yang diproduksi oleh membran pleura. Cairan tersebut berfungsi untuk melicinkan permukaan pleurae dan mengurangi friksi antara pleura parietalis dan visceralis selama pernapasan. Tekanan dalam cavum pleura senantiasa dalam keadaan negatif dan berfungsi untuk mempertahankan alveolus tetap mengembang melalui mekanisme suctioning diantara dua membran pleura. Fisiologi mekanika bernapas Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi:

42

Prinsip bernapas:  Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah  Selama inspirasi dinding thoraks akan mengembang, tekanan intrapleura akan turun, yang memungkinkan udara dari luar masuk ke dalam paru.  Selama ekspirasi, tekanan pleura akan meningkat sehingga udara dapat keluar dari paru.  Tekanan intrapleura: a. Sebelum inspirasi: -5 cmH20 b. Inspirasi: -8 cmH20 (-11 s/d -12 cmH20) c. Ekspirasi: -4 cmH20 (-4 s/d -9 cmH20) d. Klasifikasi Pneumotoraks: 1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi  Pneumothoraks Artifisial: Pneumotoraks yang disebabkan oleh tindakan tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu. Misalnya untuk alasan diagnosis maupun untuk alasan terapi. Diagnosis: membedakan tumor perifer yang terletak intrapulmoner dengan tumor perifer yang terletak di pleura parietalis. Terapi: terapi kolaps untuk menghentikan perdarahan pada Tb, melindungi paru terhadap bahaya sinar rontgen saat radiasi Ca mammae  Pneumothoraks Traumatika. Dibagi 2 yakni: a. Pneumotoraks iatrogenik: Akibat dari prosedur invasive. Penyebab umum: aspirasi jarum transtorasik (25%), torakosentesis (2,5%) 10, biopsi pleura (8%)11, dan biopsi paru transbronkial (6%)12. b. Pneumotoraks non-iatrogenik: Terjadi akibat trauma tembus maupun tumpul pada toraks 

Pneumothoraks Spontan: Pneumotoraks yang terjadi secara tiba2 atau adanya penyakit paru yang mendasarinya. Jenis ini dibagi 2: a. Pneumotoraks spontan primer (PSP) Pneumotoraks ini terjadi pada individu sehat. Insidensi: 7,4 per 100.000 kasus pertahun untuk pria dan 1,2 per 100.000 kasus pertahun untuk wanita. Etiologi: ruptur blep emfisematosa subpleura. Blep: Terbentuk oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan fibrous tipis dari pleura viseralis yang berkumpul dalam bentuk kista dan biasanya di apex Patogenesis terjadinya blep: - Abnormalitas kongenitalàdapat diwariskanàabnormalitas kromosom pada sindroma birt-hogg-dube. - Akuisita: (a) inflamasi bronkiolus, (b) perokok: terjadinya blep subpleura, (c) orang yang tinggi dan kurusà penambahan panjang ukuran dadaà tekanan pleura turun sekitar 0,2 cmH20 untuk tiap penambahan 1 cm panjang dadaàdi apeks tekanan pleura lebih

43 negatif sedangkan tekanan alveoli lebih tinggiàterbentuk blep subpleura. b. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) Pneumotoraks ini spontan yang terjadi karena adanya penyakit paru yang mendasarinya . Insidensi: 15.000 kasus baru setiap tahunnya di AS. Konsep dasar terjadinya pneumotoraks: Penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmoner, menebal atau menipisnya dinding kista, rusaknya parenkim paru. Contoh: PPOK, asma, kistik fibrosis, fokus TB kaseosa, pneumonia, dll. Contoh lain: Pneumotoraks Katamenial Pneumotoraks spontan berupa akumulasi udara di rongga pleura selama menstruasi (48-72 jam setelah mens). Insidensi: 2,8-5,6% dari semua kejadian PS pd wanita. Patogenesis: (4)  Peningkatan prostaglandin  Bulla supleura pecah spontan  Gumpalan mukus dari serviks menghilang  Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks 2. Berdasarkan fistulanya  Pneumothoraks terbuka a. Trauma tembusàhubungan terbuka (two way)à P intrapleura = P atmosfer b. Paru kolaps tiba-tiba c. I : paru sakit akan menguncup d. E : paru sakit akan sedikit mengembang (pernapasan pendulum) Hal ini akibat karena waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian akan masuk ke dalam paru yang kuncup dan udara yang kotor akan terhisap kedalam paru yang sehat waktu inspirasi berikutnya 



Pneumothoraks tertutup Biasanya akibat patah tulang igaà tulang menusuk paru-paru Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar secara mendadak. Keadaan ini cenderung sembuh sendiri dengan adanya kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup. Robekan esofagus atau Tracheobronchial Tension pneumothoraks Kelanjutan dari close pnt atau pnt dengan fistel yang sifatnya one way Tekanan intrapleura makin positif P ekspirasi: +2 à +7 à+10 P inspirasi: -3 à +3 à +6 Pergeseran Mediastinum

3. Berdasarkan derajat kolaps  Pneumotoraks total  Pneumothoraks partial Diagnosis: Anamnesis:

44

Pemeriksaan Fisik:

Pemeriksaan Penunjang:  Foto dada  analisis gas darah, EKG, CT scan, dan endoskopi Cara menentukan persentase pneumotoraks: dengan menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.  < 15% pneumothoraks ringan  15 – 60 % pneumothoraks sedang / menengah  60 % pneumothoraks berat Diagnosa Banding:  Emfisema paru  Asma bronkial  Emboli paru  Pneumonia  Infark miokard, dll Penatalaksanaan: Pneumotoraks tertutup (luas kolaps 15%): 1. Aspirasi sederhana/needle thoracosintesis Dengan prosedur ini, sebuah jarum kecil (uk sekitar 16 gauge) dengan kateter polietilen internal diinsersikan ke dalam sela iga kedua pada linea midklavikularis dengan anestesi lokal. Lokasi alternatif yang lain dipilih bila pneumotoraks terlokulasi atau terjadinya adesi. Setelah jarum diinsersikan, jarum diambil, sehingga tersisa kateter pada kavum pleura. Dengan menggunakan stopcock 3 jalur dan spuit 60 cc dilakukan aspirasi udara secara manual hingga tidak ada lagi udara yang dapat diaspirasi. Kateter ini dicabut setelah beberapa jam kemudian. Jika dengan radiografi dada menunjukkan bahwa sudah tidak terjadi rekurensi, kateter dicabutr dan pasien dapat dipulangkan. Alternatif lain, pasien dapat tetap dirawat inap satu malam untuk observasinya. Jika saat apirasi, total volume udara aspirasi sudah melebihi 4 L dan tidak ada tahanan yang dirasakan, maka diperkirakan bahwa ekspansi paru belum terjadi, dan prosedur alternatif lain harus dilakukan. 2. Thorax drain/WSD/Tube torakostomi Bila aspirasi sederhana gagal dan tidak ada fasilitas torakoskopi. Tujuan: reekspansi paruàterlalu cepat resiko edema pulmoneràWSD. WSD merupakan suatu sistemàmengalirkan udara dari toraksàmempertahankan tek negatif kavum pleuraàpengembangan paru WSD: pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media, Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea midklavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus diberikan cairan desinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan xilokain atau prokain 2%dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urine) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut diarahkan ke atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan penghisapan udara secara aktif (continuos suction) dengan memberikan tekanan -10 sampai 20 cmH2O agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di dalam rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Di RS

46 Persahabatan, setelah WSD diklem selama 1-2 hari dibuat foto dada. Bila paru sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan waktu pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pada wanita muda dengan alasan kosmetika maka insisi kulit dapat dilakukan pada ruang antar iga keempat atau lima line midklavikula. Pemasangan WSD tersebut bisa dengan sistem 2 botol atau 3 botol. Jika paru tetap tidak mengembang setelah 72 jam pemasangan tube torakostomi maka tindakan selanjutnya harus dipertimbangkan termasuk torakoskopi atau torakotomi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa injeksi intrapleura dengan agen pleurodesis dapat menyebabkan penutupan fustula bronkopleura. Selain pneumotoraks, WSD dipasang untuk: Substansi yg masuk ke dalam cavum pleuraàpeningkatan tek intrapleuraàkolaps paru: pneumotoraks,hematotoraks,efusi pleura,empiema. Prinsip WSD:  Underwater sealàdigunakan untuk mencegah masuknya udara ke dalam cavum pleuraàujung bawah pipa dimasukkan sedalam 2 cm di bwah air, sehingga menimbulkan tek hidrostatik +2cmH2O.  Pressure gradientàpada pneumotoraks, tek dalam kavum menjadi positif, bila tekanan kavum lebih positif dibandingkan +2cmH2O, maka udara akan berpindah dari tekanan tinggi ke rendah. Di dalam tabung drain, terdapat saluran untuk mengeluarkan udara dari tabung.  GravitasiCairan akan mengalir dari kavum pleura dengan bantuan gravitasi dan tidak akan balik selama tabung terletak di bawah pasien. Jenis WSD: a. Sistem satu tabung  Jenis WSD paling simple  Mengalirkan udara maupun cairan  Cocok untuk simple pneumothorax  Kerugian: cairan menambah level fluidàtek hidrostatik meningkatàberkurang pressure gradientàsulit udara keluar b. Sistem dua tabung  Cocok mengalirkan udara dan cairan  Tabung 1àmenampung cairan  Tabung 2àmenampung udara c. Sistem tiga tabung  Jika diperlukan pressure gradient yang lebih besar (kasus volume udara atau cairan yg cukup banyak).  Penambahan suction pada tabung ketiga Ada 4 aspek yang harus diperhatikan saat pemeriksaan sistem WSD: 1. Swing: terjadinya perubahan tekanan intrapleura selama inspirasi dan ekspirasi akan ditransmisikan ke WSD. Selama inspirasi, akibat tekanan negatif , cairan dalam tabung WSD akan bergerak ke atas, sedang saat ekspirasi akan bergeser ke bawah. Pergerakan cairan selama inspirasi tenang ini disebut swing.Swing tidak ditemukan jika: pipa terjepit atau ada sumbatan, paru2 mengembang kembali dan menutup ujung tube.

47 2. Bubbling: adanya gelembung udara mengindikasikan ada kebocoran udara pada cavum pleura. Gelembung (-)àtidak ada kebocoran, gelembung (+) saat batukàkebocoran ringan, gelembung (+) saat ekspirasiàkebocoran moderat, gelembung (+) saat inspirasi dan ekspirasiàkebocoran berat. 3. Drainage dan suction untuk cairan.

Hemotoraks Yaitu terdapatnya darah dalam rongga pleura. Dasar terapi berdasarkan pembagian :  Ringan (mild) : sampai 300 cc  Sedang (moderate): 300 – 800 cc  Berat (severe) : lebih dari 800 cc.  Menentukannya dari foto thorax • < 1/3 bag lap paru : ringan • ½-2/3 : sedang • > 2/3 : berat

Empiema Pleura parietal (menempel pada dinding dalam thorax) dengan pleura visceralis sebenarnya tidak terpisah karena keduanya menyatu di hilus dan hanya dipisahkan oleh cairan surfaktan. Rongga interpleura bukan rongga yang nyata (secara anatomis tidak tampak)jadi kalo tampat rongga yang nyata artinya ada yang mengisinya mungkin udara (pneumothorax), darah, pus. Akibat bila terbentuknya ronggamengganggu pengembangan paru dan mengganggu pernapasan. Empiema adalah: penumpukan pus pada rongga pleura sebagai akibat sekunder dari infeksi paru. Gejala Klinis: penderita datang tampak sakit berat, demam dan sesak napas.  Pemeriksaan Fisik: TV (RR meningkat), palpasi (fremitus vocal melemah), perkusi (pekak member gambaran garis melengkung/sonor memendek sampai beda),auskultasi: suara nafas hilang/ronki yg menghilang di batas cairan)  Pemeriksaan penunjang: Lab (leukositosis), Ro(perselubungan yg lebih tinggi di lateral,sinus costophericus yang tumpul sampai hilang), thoracosentesis (aspirasi:pus)  (perselubungan pd hidropneumothoraxair fluid level berupa garis mendatar. Kalau pada pneumothorax bila krg dari 20% dan klinis tidak sesak tidak dipasang drain krn udara dapat diserap) Penanganan: Prinsip penanggulangan empiema: 1. Drainase/mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya. 2. Obliterasi rongga empiema (bertemu kembali pleura parietal dan visceral) dan mengembangkan paru 3. Eradikasi penyebab: antibiotic Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema: 1.Fase akut (< 7 hari): eksudat serous (bila dikeluarkan tidak ada sisanya)lakukan drainase tertutup (WSD- membuat tekanan di pleura = dlm tabung pd anak 10cmH20 pd dewasa 15-20 cmH2O)diharapkan dengan pengeluaran cairan dapat dicapai pengembangan paru yg sempurna. 2.Fase transisional: (7-21 hari): fibrinopurulent (seperti kaleng susu kental yg bila dikeluarkan ada sisa yg menempel)lakukan drainase terbuka (membuat tekanan di pleura = di luar namun paru tidak kolaps karena pada fase ini sudah

48 terbentuk septa2)bila tidak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi iga/window . 3.Fase kronik (>21 hari): konsolidasi (seperti mentega)lakukan intervensi bedah berupa dekortikasi (dikerok) atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema kemudian dinding dada merapat ke paru sehingga rongga akan hilang, dapat juga rongga empiema disumpel dengan dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostal (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle atau omental plombage). (inget VATS (Video Assisted Thoracic Surgery) sangat bermanfaat untuk membantu dilakukannya empiemektomi dan atau dekortikasi)

Pembedahan Pada TB paru Pemeriksaan Lab ( BTA, deteksi bakteri, kultur, deteksi antigen, deteksi antibody, deteksi asam nukleat) Indikasi pembedahan: 1. Sputum BTA positif persisten (lakukan pembuangan bagian paru yg menjadi sumber infeksi) 2. Penyulit seperti fungus ball (aspergilloma) 3. Fistula bronchopleural dengan empiema 4. Sputum BTA negative tapi dengan gejala klinis buruk (pulmonary hemorrhage) 5. Sputum BTA negative tapi dengan radiologis kerusakan paru yg luas (mencegah infeksi sekunder dan keganasan) 6. Bronkiektasis Tujuan pembedahan: 1. Perbaikan klinis 2. Membuang bagian paru yang rusak 3. Mencegah infeksi sekunder dan keganasan. Jenis Pembedahan: 1. Pembedahan pada empiema 2. Reseksi parenkim paru yang rusak segmenektomi/lobektomi/pneumektomi Khusus untuk pembedahan empiema TB 1. Pengobatan OAT harus teratur dan jangka lamabila diabaikan bisa terjadi empiema TB. Yang umumnya terjadi pada masyarakat low economic/low educated. 2. Pada kasus ini, tindakan intervensi bedah yang dilakukan ialah dari yang sederhana hingga yang rumit sesuai dengan tingkat keparahan. 3. Empiema TB termasuk kasus emergency (karena bisa menyebabkan gangguan pernapasan dan sepsis) oleh karena itu segera: drainase pus,obliterasi rongga empiema,antibiotic adekuat) 4. Teknik: a. Drainase tertutup: bila pus masih encer b. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka c. Bila gak berhasil lakukan drainase terbuka dengan reseksi iga untuk evakuasi pus d. Bila gak berhasil karena sudah ada konsolidasidiperlukan tindakan dekortikasi dengan mengerok e. Setelah dilakukan tindakan diatas stop bila rongga pleura sudah tertutup. Namun bila rongga pleura masih adalakukan obliterasi rongga empiema dengan torakoplasti,air plombage,muscle plombage atau omental plombage.

49

Luka Pengertian luka Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Jenis luka berdasarkan proses terjadinya: I. Akibat Trauma tumpul mekanik: a. Luka memar (contusion): Kerusakan jaringan tanpa Diskontinuitas kulit dan PD Kapiler dibawahnya b. Luka Abrasi/luka lecet (vulnus ekskoriatum) - Superfisial (tidak dalam), tidak mencapai jaringan subkutis - Mengenai sebagian/seluruh kulit yang terlepas - Sangat nyeri karena banyak ujung saraf terluka - Disebabkan karena pergesekan dengan benda tumpul - Ciri luka: bentuk tak teratur, batas tak tegas, tepi tak rata, terdapat reaksi radang, kadang ada perdarahan, tertutup serum c. Luka Robek (vulnus laseratum) - LUKA YG JAR. KULIT & JAR. IKAT DIBAWAHNYA TERPISAH - Ciri: garis batas luka tidak teratur, tepi luka tak teratur, bila dirapatkan rak membentuk garis lurus, masih terdapat jembatan jaringan, sekitar luka terdapat peradangan dan memar. II. Akibat benda tajam: a. Luka Iris (vulnus scissum) - Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit. - Mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak mencapai tulang. - Ciri: batas luka tegas, tepi rata, sudut luka tajam, bila ditautkan membentuk garis lurus, rambut ikut terpotong, tidak ditemukan jembatan jaringan b. Luka tusuk (vulnus ictum/vulnus punctum): - Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. - Ciri: tepi luka rata, dalam luka lebih besar dari panjang luka, sudut luka tajam, sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam. c. Luka bacok/potong (vulnus caesum): - Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar - Ciri: Luka biasanya besar, Pinggir luka rata, Sudut luka tajam, Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan III. Akibat yang lain: a. Luka Tembak (vulnus sclopetorum): - Penyebab peluru - Ciri: ada luka tembak masuk dan/atau luka tembak keluar, luka steril karena peluru panas, b. Luka gigitan (vulnus morsum): - Gigitan binatang berbisa maupun tidak c. Luka avulse: Luka dimana kulit dan jaringan di bawah kulit terlepas, namun sebagian masih ada hubungan dengan tubuh d. Luka hancur (vulnus amputatum) - Jaringan hancur, sering amputasi

50 Jenis luka berdasarkan hubungan dengan dunia luar: a. Luka terbuka (vulnus apertum) Luka yang melampaui tebal kulit, ex: luka robek b. Luka tertutup (vulnus oclussum) Luka tak melampaui tebal kulit, ex: luka lecet, kontusio Jenis luka berdasarkan macam dan kualitas penyembuhan luka (klasifikasi penyembuhan luka): a. Penyembuhan luka primer (sanatio per primam intentionem): - Luka bersih dan tidak terinfeksi (luka operasi) - Luka segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan - Parut lebih halus dan kecil (hair line scar) b. Penyembuhan luka sekunder (sanatio per secundam intentionem): - Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, terjadi secara alami - Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutupi epitel - Memakan waktu lebih lama dan menyebabkan parut yang kurang baik c. Penyembuhan luka primer tertunda/delayed (sanatio per tertiam intentionem): - Pada keadaaan luka yang tidak dapat dijahit secara langsung misal luka yang terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Keadaan ini diperkirakan akam menyebabkan infeksi bila langsung dijahit - Luka demikian dibersihkan dan eksisi (debrodement) dahulu dan kemudian dibiarkan 4-7 hari, baru selanjutnya dijahit dan akan sembuh secara primer. Jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasi: a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. d. Dirty or Infected Wounds(Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka. e. Jenis luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka: a. Derajat I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. b. Derajat II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. DerajatIII : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai

51 otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d. Derajat IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. Jenis luka berdasarkan waktu penyembuhan luka: a. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Ex: ulkus dekubitus Bagaimana melakukan penilaian/deskripsi luka:

Perawatan Luka: a. Luka - Cukup

tertutup: bersihkan luka (savlon/iodium) salep/tule

- Beri b. Luka terbuka: - Luka bersih dan bersih terkontaminasi) 1. Luka dianggap tidak ada kontaminasi kuman, termasuk luka bersih terkontaminasi 2. Terjadi pada luka operasi/pembedahan 3. Bersihkan luka lalu jahit 4. Antibiotic secara teoritis tak diperlukan - Luka terkontaminasi: 1. Terjadi pada luka pembedahan dengan kontaminasi nyata atau luka akibat kecelakaan namun masih dalam rentang waktu
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF