Case Tonsilofaringitis Kronis Dan Granuloma
April 26, 2019 | Author: M Aprial Darmawan | Category: N/A
Short Description
case...
Description
LAPORAN KASUS TONSILOFARINGITIS TONSILOFARINGITIS KRONIS DAN GRANULOMA AURICULA DEXTRA
Disusun Oleh : Kartika Salsabila (030.08. Lystiana Nirmala (030.08. Purnamandala (030.08 Sartika Riyandhini (030.08. Shabrina Herdiana Putri (030.08.222)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI PERIODE 12 NOVEMBER - 15 DESEMBER 2012 1
2
BAB I PENDAHULUAN
Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak pada fossa tonsilaris pada kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif pada umur antara 4 hingga 10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas. Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis limfosit tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap antigen. Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim dilakukan tonsilektomi. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 - 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan dengan antibiotik. 3
Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan yang dikenal dengan sebutan tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring mengenai dinding posterior yang disertai inflamasi tonsil. Etiologi tonsilofaringitis akut 50 % adalah kuman golongan streptococcus B hemolyticus, streptococcus viridians dan streptococcus pyogenes. Sedang sisanya disebabkan oleh virus yaitu ; adenovirus, echo, virus influenza serta herpes. Tonsilofaringitis merupakan peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat. Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksi saluran pernafasan bawah. Penyakit tonsilofaringitis termasuk dalam infeksi saluran pernafasan akut yang kasusnya banyak dimasyarakat, mencapai 40 - 60 % kunjungan pasien ke RS. Dari Sistim Pencatatan dan PelaporanRS menunjukkan bahwa tonsilofaringitis adalah yang paling sering ditemui di lapangan.
4
BAB II
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.F
Umur
: 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
: jl.andini sakti gandasari RT 02 / 01 Cibitung
Pekerjaan
: Pelajar Madrasah tsanawiyah kelas satu
II.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis, dengan ibu pasien, pada hari Kamis, 22 November 2012 Keluhan Utama : Sakit di telinga sejak 1 minggu yang lalu Keluhan Tambahan :
-
Keluar kotoran dari telinga
-
Pendengaran berkurang dan terkadang berdengung
-
Sering batuk pilek
-
Nyeri menelan dan terkadang mengorok ketika tidur
-
Sering batuk pilek
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien seorang anak laki - laki, bernama An. F, datang ke Poli THT RSUD Bekasi dibawa oleh ibunya ,dibawa oleh ibunya dengan keluhan Sakit di telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu.Selain sakit terkadang keluar cairan dari telinga kanan.Pendengaran pasien juga berkurang ,selain itu sering berdengung.Menurut ibunya hal ini baru seminggu yang lalu,selain itu belum pernah terganggu,bahkan F sering peringkat satu.Pasien juga mengeluhkan sering batuk pilek,disertai sakit tenggorokan Sejak 1 minggu kemarin pasien merasa pendengaran semakin berkurang dan sering gatal pada malam hari,sehingga sering dikorek.Telinga pasien berdengung sudah lama tapi jarang – jarang.Selain itu 5
ketika ibunya mengorek telinga,ibunya melihat ada daging numbuh di telinga sebelah kanan.Menurut ibu pasien amandel pasien besardan terkadang tidur mengorok. Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Pasien kalo kelelahan sering menjadi Asma
-
Pasein menyangkal telinganya pernah seperti ini
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien sering alergi Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku sering jajan sembarangan
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A.
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi nadi
: 80x/menit
Frekuensi nafas
: 24x/menit
Suhu
: 36,6˚ C
Berat badan
: 38 kg
Pemeriksaan sistemik
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
: Tidak ditemukan pembesaran KGB
Paru
: Dalam batas Normal
Jantung
: Dalam batas normal 6
Abdomen
: Dalam batas normal
Extremitas
: Tidak ditemukan kelainan
B.
STATUS THT
Pemeriksaan telinga Pemeriksaan
Kelainan
Dextra
Sinistra
Kel.Kongenital
-
-
Trauma
-
-
Radang
-
-
Kel. Metabolik
-
-
Nyeri Tarik
-
-
-
-
Lapang
Lapang
Lapang
Sempit
-
-
Dinding Liang
Hiperemis
-
-
Telinga
Edema
-
-
Massa
+
-
Bau
-
-
Daun Telinga
Nyeri Tekan Tragus
Warna
kuning
kuning
sedikit
sedikit
Sekret/ Serumen
Jumlah Jenis
Serumen
Serumen
Warna
Tidak dapat dinilai
Putih mengkilat
Reflex Cahaya
-
Arah jam 7
Bulging
-
-
Retraksi
-
-
Atrofi
-
-
Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Schwabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
MembranTimpani
Utuh
Tes Garpu Tala
7
Weber
Tidak dilakukan
Kesimpulan Audiogram
Tidak dilakukan
-
-
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
Tes Romberg
Tidak dilakukan
Tes Fukuda
Tidak dilakukan
Finger to Nose
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Hidung Pemeriksaan
Hidung
Kelainan
Dextra
Sinistra
Deformitas
-
-
Kel. Kongenital
-
-
Trauma
-
-
Radang
-
-
Massa
-
-
Krepitasi
-
-
Sinus Paranasal Inspeksi
: Tidak ada tanda radang, trauma, sikatrik, massa Pemeriksaan
Dextra
Sinistra
Nyeri tekan
-
-
Nyeri ketuk
-
-
Rinoskopi Anterior 8
Pemeriksaan
Kelainan
Dextra
Sinistra
Vestibulum
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Cavum nasi
Lapang/Sempit
Lapang
Lapang
-
-
Ukuran
Normal
Normal
Warna
Normal
Normal
Permukaan
Licin
Licin
Ukuran
Normal
Normal
Warna
Normal
Normal
Permukaan
Normal
Normal
Deviasi
-
-
-
-
Sekret
Konka inferior
Konka media
Septum Massa
Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Rinoskopi Posterior tidak dilakukan Pemeriksaan
Kelainan
Dextra
Sinistra
Koana
Lapang/Sempit
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Mukosa konka
Ukuran
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Adenoid
Ada/Tidak
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Muara tuba
Tertutup sekret
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Eustachii
Edema mukosa
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Lokasi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ukuran
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bentuk
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Massa
9
Post Nasal Drip
Permukaan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ada/Tidak
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Transiluminasi
Pemeriksaan tidak dilakukan. Kanan
Transiluminasi
Kiri
Tidak dilakukan
Sinus Frontal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Sinus Maksilaris
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Orofaring dan Mulut Pemeriksaan
Kelainan
Dextra
Sinistra
Simetris/Tidak
Simetris
Simetris
Warna
Merah muda
Merah muda
Edema
-
-
Bercak/eksudat
-
-
Permukaan
Warna
Hyperemis
Hyperemis
Faring
Permukaan
Licin
licin
Ukuran
T1
T3
Warna
Hyperemis
Hyperemis
Permukaan
kasar
kasar
Kripta
+
+
Detritus
+
+
Eksudat
-
-
Perlengketan
-
-
Warna
Merah muda
Merah muda
Edema
-
-
Palatum mole dan Arkus faring
Tonsil
dengan pilar
Peritonsil
10
Gigi
Abses
-
-
Karies/radiks
-
-
Warna
Merah muda
Merah muda
Bentuk
Normal
Normal
Massa
-
-
Lidah
Pemeriksaan Laring ( Laringoskopi indirek)
Pemeriksaan Laringoskopi Indirek tidak Dilakukan. Pemeriksaan
Keterangan
Epiglotis
Tidak dilakukan
Aritenoid
Tidak dilakukan
Ventrikular band
Tidak dilakukan
Plica vocalis
Tidak dilakukan
Subglotis
Tidak dilakukan
Sinus Piriformis
Tidak dilakukan
Valekula
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Tidak terdapat pembesaran KGB leher.
IV.
RESUME
Pasien seorang anak laki laki yang berusia 12 tahun,mengeluhkan nyeri di telinga sejak 1 minggu lalu.Selain itu terasa gatal sekali tiap malam.Pasien datang ke Poli THT RSUD Bekasi diantar ibunya.Pendengaran pasien seminggu ini semakin berkurang,selain itu ketika dibersihkan ibunya,telinga pasien seperti ada daging numbuh.Kuping pasie juga sering berdengung yang sebelak kanan sudah lama 11
tapi jarangSelain itu pasien mengeluh sering batuk pilek.Pasien juga sering sakit tenggorokan.Pasien memiliki riwayat kebiasaan jajan sembarangan,selain itu pasien jika tertidur terkadang mengorok Pada pemeriksaan otoskop pada telinga kanan,membrane tympani tidak dapat dinilai,hal ini disebabkan tertutup oleh massa.Pada pemeriksaan tenggorokan terlihat faring dan tonsil yang hiperemis disertai kripta dan dentritus yang terlihat,selain itu pada tonsil sebelah kiri,pembesaran sudah mencapai T3.
V.
DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis kronik eksaserbasi akut dengan granuloma Auricula dekstra Dasar yang mendukung: - terlihat massa yang menutui membrane tympani pada auricular dekstra - Pasien sering sakit tenggorok - pada pemeriksaan orofaring dan mulut didapatkan hyperemis faring dan tonsil disertai pembesaran tonsil -Pada tonsil terlihat kripta yang melebar dan detritus VI.
DIAGNOSIS BANDING
-
VII.
RENCANA PENGOBATAN
a.
Amoxicilin tab 3 x 250 mg
b.
Asam mefenamat 3 x 1
c.
Pengangkatan massa
VIII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
IX.
PROGNOSIS
a.
Ad vitam
b.
Ad sanationam : Dubia ad bonam
c.
Ad fungtionam : Ad bonam
X.
EDUKASI
a.
Berikan edukasi mengenai penyakit yang dialami dan terapinya.
b.
Hindari makan makanan yang dingin (minuman es),berminyak dan pedas
: Ad bonam
BAB III 12
TINJAUAN PUSTAKA III.1. ANATOMI TONSIL
Tonsil (tonsil palatine ) umumnya ada sepasang , berupa masa oval yang lokasinya pada dinding lateral orofaring. Meskipun biasanya terbatas pada orofaring, dengan pertumbuhan yang berlebihan tonsil dapat membesar keatas kedalam nasofaring muncul dengan insufisiensi velofaringeal atau obstruksi nasal. Lebih umum lagi tonsil tumbuh melebar kebawah kedalam hipofaring, muncul dalam bentuk gangguan obstruksi pernafasan saat tidur. Lokasi anatomisnya membuat tonsil kurang terkait dengan penyakit pada tuba eustachius, komplek telinga tengah, dan sinus-sinus. Namun tonsil dan adenoid sering dipen garuhi secara simultan oleh proses-proses penyakit : infeksi kronik/rekuren dan/atau hiperplasi obtrukstif. Tonsilla palatina (tonsil) adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat pada masingmasing sisi orofaring dalam sela antara lengkung-lengkung palatum. Tonsilla palatina tidak mengisi penuh fossa tonsillaris antara lengkung-lengkung tersebut. Dalam palung tonsil (tonsillar bed) terdapat dua otot, muskulus palatopharyngeus dan muskulus constrictor pharyngis superior. Lembaran jaringan ikat tipis yang melapisi palungan tonsilla palatina adalah bagian dari fascia pharyngobasilaris. Permukaan dalam tonsil melekat pada fasia melapisi otot konstriktor yang lebih atas. Batas anterior tonsil adalah otot palatoglossus ( Pilar anterior ) dan batas posteriornya adalah otot palatofaringeus ( pilar posterior ). Tonsil dapat melebar lebih kebawah menjadi lanjutan dengan jaringan tonsil lingual pada dasar lidah. Tonsil disuplai oleh ascending pharyngeal, ascending palatine, dan cabang-cabang dari arteri lingual dan fasial, semua cabang-cabang arteri karotis eksterna. Arteri karotis interna berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam tonsil; dengan demikian diperlukan ketelitian agar tetap berada pada bidang pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari luka pada lokasi pembuluh darah. Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical and jugular lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal dari n. glosofaringeal dan beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina. 13
Gambar 2.1 Anatomi Tonsil
III.2. TONSILITIS KRONIS III.2.1 Definisi Tonsilitis
Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanch's tonsil ). Penyebaran infeksi melalui udara ( air borne droplets ), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 - 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal. Faktor predisposisi munculnya tonsillitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. 14
Gambar II.2.1 Tonsilitis III.2.2 Patologi
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa jaringan lomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan 15
parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembeasran kelenjar limfa submandibula. III.2.3 Gejala Dan Tanda
Gejala tonsilits kronis dapat berupa : a) Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan. b) Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian. c) Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau. Besar tonsil ditentukan sebagai berikut: - T0
: tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat
- T1
: bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
- T2
: bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
- T3
: bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
- T4
: bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih
16
Gambar II.2.3 Pembesaran Tonsil III.2.4 Terapi
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisis atau klindamisin.
III.2.5 Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil (tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa tonsilaris, dimana tonsil merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan, serta kecenderungan neoplasma. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi adalah sebagai berikut :1). Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat, 2). Tonsil hioertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan 17
gangguan pertumbuhan orofasial, 3). Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonale, 4). Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan, 5). Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan, 6). Tonsiliitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococus β hemolitikus, 7). Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan, 8). Otitis media efusa / otitis media supuratif. Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang "manfaat dan risiko". Keadaan tersebut adalah: 1). Gangguan perdarahan, 2). Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, 3). Anemia, 4). Infeksi akut yang berat, 5). Demam yang tidak diketahui penyebabnya, 6). Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi, 7). Rinitis alergika, 8). Asma, 9). Ketidak mampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh, 10). Tonus otot yang lemah, 11). Sinusitis. III.3. FARINGITIS KRONIS III.3.1 Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik (granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis. III.3.2 Etiologi
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radang kronis di faring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik 18
adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. Faringitis kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung juga mungkin dapat terjadi namun merupakan penyebab yang jarang di temukan. III.3.3 Patofisologi
Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan respon radang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat menyebabkan iritasi mukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi streptokokus memiliki karakteristik yaitu invasi local dan pelepasan toksin ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen Protein M dari serotip Streptokokus grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan berhubungan dengan demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap III.3.4 Gejala
Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita faringitis kronis juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak. Pada stadium dini, membran mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah mengalami kongesti, bengkak dan dilapisi mucus. Pada tahap selanjutnya warna membrane mukosa faring akan lebih gelap dan seperti di tutupi oleh folikel-folikel yang membesar, terjadi penebalanmukosa, serta secret berkurang dan kental. Diagnosis
faringitis
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri di sekitar tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan demam yang tidak terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa faring yang tampak merah (hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah, kadang disertai bercak (detritus). Pasien faringitis harus menghindari sumner-sumber iritan. Kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, makanan panas, dan kontak langsung dengan udara terbuka harus dibatasi untuk mengurangi gejala faringitis. III.3.5 Terapi 19
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika di perlikan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Sedangkan pada faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. III.4 GRANULOMA LIANG TELINGA
Menurut definisi, granuloma adalah lesi inflamasi nodular. Granuloma biasanya kecil dan terutama terdiri dari fagosit mononuklear. Granuloma berbeda dari reaksi inflamasi lainnya, yang merupakan massa yang terdiri dari jaringan fibrosa atau pembuluh darah yang tubuh terbentuk sebagai respon dari infeksi kronis atau proses penyembuhan. Penyakit granulomatosa di telinga tengah dapat terlokalisasi terutama ke telinga dan jaringan sekitarnya, atau mungkin merupakan manifestasi dari penyakit di organ lainnya yang menyebar ke telinga. Reaksi granulomatosa dapat menyerupai penyakit telinga tengah lain yang jauh lebih umum. Presentasi umum dari telinga menguras hampir tidak bisa dibedakan dari otitis media. Pada beberapa pasien dengan liang telinga buatan, suatu massa dari jaringan granulasi akan muncul dari permukaan membran timpani di daerah yang berbatasan dengan dasar liang telinga. Ini adalah jaringan keratin granuloma, yang berkembang pada sekitar 1% sampai 2% dari implantasi. Dari permukaan keratin dapat menimbulkan reaksi kronis granulomatosa ke ke dalam dermis.
Keratin merupakan protein larut polimer kompleks yang berkembang sebagai produk akhir dari sel epidermis yang proses penyembuhan. Hasilnya adalah sebuah sistem duakomponen yang terdiri dari protein berserat rendah sulfur (alpha-keratin) yang tertanam dalam matriks tinggi sulfur protein amorf (gamma-keratin). Sebagai hasil dari semua perubahan ini, keratin menjadi tidak larut dalam cairan tubuh dan dikenal sebagai protein "asing" oleh sistem kekebalan tubuh.
20
Gejala klinis yang paling umum dari granuloma liang telinga adalah otorrhea, rasa sakit yang disebabkan dari permukaan jaringan granulasi yang terinfeksi. Pemeriksaan telinga melalui mikroskop dan debridement dengan microsuction sering diperlukan untuk menyingkirkan materi mukopurulen dari saluran telinga luar untuk melihat granuloma. Gambaran klinis dari granuloma liang telinga dapat bervariasi, mulai dari jaringan granulasi kecil yang berdekatan dengan dasar liang telinga, atau menonjol dari lumen, sampai massa polypoid besar jaringan granulasi yang mengelilingi dan kadang-kadang menutupi liang telinga. Dalam beberapa kasus, massa jaringan granulasi dapat menjadi cukup besar untuk menutupi seluruh liang telinga luar.
21
DAFTAR PUSTAKA
Adam Boies Higler. 1997. Penyakit Sinus Paranasalis dalam Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto, (2005), Kajian Manfaat Tonsilektomi, Available at : http://www.cerminduniakedoteran.com, (Accessed : November 22nd 2012). nd
Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2 Edition, New york : Lippincott Williams and Wilkins.. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam, Jakarta : Gaya Baru. Simon, K., (2009. December 10 - last updated), Pediatric, Pharyngitis, (Emedicine), Available at : http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview, (Accessed : November 22nd 2012). Ying, Ming-De, (1988), Immunological Basis of Indications for Tonsillectomy and Adenoidectomy, Available at : http://informahealthcare.com. Accessed on November 22nd 2012. Tube Granuloma. Available at: http://me.hawkelibrary.com/album06/7_4_003. Accessed on November 22nd 2012.
22
View more...
Comments