Case 4

September 16, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Case 4...

Description

 

 CASE STU STUDY  DY  4  4

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN KONSEP STRESS DAN ADAPTASI 

Devi Rahmayanti,Ns.,M.Imun Disusun Oleh: Kelompok VII Ervina Dwi Atika Arisandi

1610913320009

Ilham Budi Prawira

1610913310014

Nadila

1610913320027

Nur Millah Tsariy

1610913320033

Rahmad

1610913210015

Sayyidina Scleropages

1610913210020

Siti Syifa Agustina

1610913120015

Yulia Rahayu

1610913120017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2018

 

LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pengampu

: Selvia Harum Sari, Ns.

Kelompok

: VII (Tujuh)

 Nama Anggota

: Ervina Dwi Atika Arisandi

1610913320009

Ilham Budi Prawira

1610913310014

 Nadila

1610913320027

 Nur Millah Tsariy

1610913320033

Rahmad

1610913210015

Sayyidina Scleropages

1610913210020

Siti Syifa Agustina

1610913120015

Yulia Rahayu

1610913120017  

Banjarbaru, 12 Maret 2018

Devi Rahmayanti,Ns.,M.Imun

 

BAB I KASUS

Topik: Konsep Stres dan Adaptasi

Dewi adalah ibu berusia 55 tahun dari empat orang anak yang dirawat di rumah sakit karena kanker payudara. Dia dijadwalkan akan mendapatkan modified radical mastectomy. Dewi relatif sehat sampai ia menemukan benjolan di payudara kanannya 1 minggu yang lalu. Dia dan suaminya sangat cemas tentang operasi tersebut. Dewi menceritakan kepada perawat dan mengakui bahwa "Saya tidak tahan membayangkan separuh payudara saya hilang; Saya tidak tahu bagaimana saya bisa melihat diri saya sendiri." Suaminya memberitahu perawat bahwa Dewi menjadi sering menangis sejak didiagnosis dan mengabaikan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Dia menangis dan tidak dapat membayangkan bagaimana dia bisa melanjutkan pekerjaannya sebagai perancang busana. Hasil pengkajian fisik perawat didapatkan hasil, TB= 164 cm; BB= 58 kg; T= 37oC; N= 88 kali/menit; RR= 16 kali/menit; TD= 142/88 mmHg. Setelah operasi selesai, Dewi menjadi lebih suka menyendiri. Saat mandi, dia tidak mau dibantu dan mengalihkan kepalanya saat balutan luka operasi dilepas. Dia menolak untuk belajar bagaimana mengganti balutan luka atau untuk mendiskusikan  perasaan atau rencana masa depannya. Karena klien yang menjalani mastektomi sering hanya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, mungkin dia memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai hasil yang diinginkan. Diskusikan mengenai:

1.  Model stress manakah yang sesuai dengan situasi Dewi? 2.  Anda sebagai perawat yang merawat Dewi, dia menjadi sangat marah dan  berkata kepada Anda, “Kamu tidak mengerti bagaimana baga imana perasaan saya. sa ya. Kamu tidak pernah mengalami apa yang saya alami sekarang!” Bagaimanakah respon Anda menanggapi hal tersebut? 3.  Apa saja faktor yang memengaruhi respon terhadap stressor? 4.  Adaptasi terhadap stressor (dimensi adaptasi).

 

5.  Respon terhadap stress (respon fisiologis dan psikologis). 6.  Proses keperawatan dan adaptasi terhadap stress (pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan).

 

BAB II LAPORAN STUDI KASUS

1.  Model stress manakah yang sesuai dengan situasi Dewi? Konsep tentang stress (stress dan stressor, adaptasi fisiologis, dann model stress)

Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya. Stres dianggap sebagai faktor  predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975). Stressor adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut  bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan dan kebutuhan cultural Stresor adalah stimulus yang mengawali atau mencetuskan  perubahan.

Adaptasi Fisiologis 

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi

 

 pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau,penyakit infeksi adalah penyebab kematian  paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat,  pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah  penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.

Model - Model Stress 1.  Psikosomatik Stress

Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi  badaniah. Gejala-gejala yang sebagian seb agian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya. Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal  pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu meng ganggu fungsi susunan saraf negatif, ne gatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik. Adapun sebab-sebab timbulnya psikomotorik : a.  Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan? predisposisi untuk tuimbulnya gangguan psikomotorik pada bagian tubuh yang pernah sakit.  b.  Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar? diidentifikasikan .

c.  Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau? lingkungan dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu.

d.  Suatu emosi yang? menjelma menjadi suatu gangguan badaniah tertentu. Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah  biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja. Untuk klasifikasi, maka jenis gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut :

 

1.  Kulit Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan  pada kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyeliodikan juga telah dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran  penyesuaian diri terhadap stress. 2.  Otot dan tulang Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi. 3.  Saluran pernapasan Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma  bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat menimbulkan serangan asma. 4.  Jantung dan pembuluh darah Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa  jantungnya berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan migraine.

2. Adaptasi Model

Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :

 

a.  Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.  b.  Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu. c.  Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk  beradaptasi terhadap stressor. Sumber yang dapat digunakan untuk un tuk mengatasi meng atasi stressor.?

3. Lingkungan Sosial Model

Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam  beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress. 

4.

Proses Model

Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.  Berdasarkan kasus diatas model stress yang sesuai dengan situasi dewi adalah  psikosomatik stress, adaptasi model, lingkungan sosial model, dan proses model karena dalam kasus klien tidak menerima tentang penyakitnya dan dia sering menangis sejak didagnosis serta mengabaikan taggung jawabnya sebagai seorang ibu karena dia tidak dapat membayangkan bagaimana dia bisa melanjutkan pekerjaannya sebagai perancang busana, klien juga mengalami perubahan fisik dan psikisnya yang suka menyendiri setelah dilakukan operasi karena masih belum bisa menerima  penyakitnya.

 

2.  Anda sebagai perawat yang merawat Dewi, dia menjadi sangat marah dan berkata kepada Anda, “Kamu tidak mengerti bagaimana perasaan saya. Kamu

tidak

pernah

mengalami

apa

yang

saya

alami

sekarang!”

Bagaimanakah respon Anda menanggapi hal tersebut?

Sebagai seorang perawat, kita harus menanggapi kemarahan ibu Dewi dengan nasehat yang ramah. Kita bisa mengatakan "Ibu,, memang saya tidak pernah mengalami apa yang ibu alami. Tapi bukan berarti saya tidak mengerti bagaimana  perasaan ibu. Sebaiknya ibu tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Ibu harus kuat dengen cobaan ini. Percayalah kalau semua ini pasti ada hikmahnya. Dan kami akan membantu ibu sebisa mungkin agar ibu bisa beraktivitas seperti biasa." Setelah itu  perawat bisa melanjutkan dengan sentuhan terapeutik. Anger (perasaan marah), perasaan marah bisa dengan cara yang berbeda beda. Perasaan marah bisa ditujukan kepada orang yang dicintai, perasaan marah yang ditujukan kepada Tuhan, perasaan marah yang ditujukan kepada dunia atau perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Kadang kadang perasaan marah sangat susah untuk dikendalikan. Ada yang merasa marah langsung mengekspresikan keluar kepada orang lain atau kepada benda benda disekitarnya. Kadang kadang ada yang merasa marah tetapi menyimpan kemarahan ke dalam diri, menyalahkan diri sendiri dengan apa yang terjadi. Perasaan marah adalah proses emosi normal yang terjadi  pada manusia, hanya kita perlu mengerti proses ini dan mengarahkan ke arah yang  positive dari pada mencari daya upaya untuk menghukum atau melukai orang lain, diri sendiri atau merusak harta benda. Menerima perasaan marah tersebut dan membiarkan diri sendiri merasakan proses emosi ini dengan cara yang lebih sehat akan membantu proses penyembuhan perasaan marah tersebut. Karena walaupun perawat tidak pernah mengalami apa yang dialami oleh  pasien, akan tetapi perawat harus memiliki sifat empati terhadap pasien. Bantu klien k lien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaftif menjadi adaftif merupakan fokus fase ini.

 

3.  Apa saja faktor yang memengaruhi respon terhadap stressor?

Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor a.  Intensitas Pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehingga memberikan respon yang  positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat mengumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini  berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini  berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.  b.  Sifat Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang  bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan. c.  Durasi Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.

 

d.  Jumlah Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu  periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan. e.  Pengalaman Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari  pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress. f. 

Tingkat Perkembangan Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap

individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.

4.  Adaptasi terhadap stressor (dimensi adaptasi).

Adaptasi terhadap stress dapat berupa : 1.  Adaptasi Fisiologis Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut  bervariasi menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung  berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup

 

 pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang penyebab utama kematian adalah  penyakit yang mencakup stressor gaya hidup. Indikator fisiologis stress : a.  Tekanan darah meningkat.  b.  Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung. c.  Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat. d.  Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin. e.  Postur tubuh yang tidak tegap. f.  Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi. g.  Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dan sebagainya. 2.  Adaptasi Psikologis Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati  perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga karakteristik ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap  peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress : a.  Ansietas  b.  Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa c.  Kepenatan, kehilangan harga diri d.  Peningkatan penggunaan bahan kimia e.  Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas. f.  Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dan sebagainya. 3.  Adaptasi Perkembangan Stres

yang

berkepanjangan

dapat

mempengaruhi

kemampuan

untuk

menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang  biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam

 

 bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis  pendewasaan, yang meliputi : a.  Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).  b.  Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman. c.  Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang  bersamaan perlu p erlu diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung pendu kung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992). d.  Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung  jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas. e.  Usia

setengah

baya

biasanya

terlibat

dalam

membangun

keluarga,

menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka. f.  Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan. 4.  Adaptasi Sosial Budaya Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup  penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau

 

mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari  bantuan professional (Murata, 1994). 5.  Adaptasi Spiritual Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam  banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

Berdasarkan kasus klien harus beradaptasi terhadap stres, ada beberapa indikator yang muncul dikasus seperti tekanan darah dan nadi meningkat yang merupakan indikator stress fisiologis, kemudian klien sering menangis dan mengabaikan tanggung jawabnya sebagai ibu sejak didiagnosis terkena kanker  payudara yang memicu depresi dan kehilangan motivasi yang merupakan indikator adaptasi psikologis, lalu klien juga adalah seorang wanita yang memiliki pekerjaan sebagai perancang busana sehingga penyakit ini menghambatnya dalam melakukan  pekerjaannya dimana stressor mencakup konflik antara harapan dan realitas yang merupakan indikator adaptasi perkembangan.

5.  Respon terhadap stress (respon fisiologis dan psikologis). a.  Aspek Fisiologis

Reaksi fisik : sakit kepala, sakit lambung, darah tinggi, sakit jantung (jantung  berdebar-debar), mudah lelah, kurang selera makan, sering buang air kecil, keluar keringat dingin, sulit tidur (insomnia).

 

Adaptasi fisiologis adalah proses dimana respon tubuh terhadap stressor untuk mempertahankan fungsi kehidupan, dirangsang oleh factor eksternal dan internal, respons dapat dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan mempunyai stressor tetentu. Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan negatif, yaitu suatu  proses dimana mekanisme control merasakan suatu keadaan abnormal seperti  penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respon adaptif seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Riset Klasik yang telah dilakukan oleh hana selye (1946,1976) telah mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap stress, yaitu: 1.  Local Adaption Syndrome (LAS) Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll.Responnya berjangka pendek. Karakteristik dari LAS : a)  Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.  b)  Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya. c)  Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus. d)  Respon bersifat restorative. Mungkin anda bertanya, “apa saja yang termasuk ke dalam LAS?”. sebenarnyarespon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari  –   hari seperti yang diuraikan dibawah ini : a. Respon Inflamasi Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase : 1.  Fase pertama Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan  pembuluh darah di tempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin,

 

histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut. 2.  Fase kedua Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera. 3.  Fase ketiga Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.

 b. Respon Reflex Nyeri Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam. 2.  Genereal Adaption Syndrome (GAS) Terbagi atas tiga fase, yaitu: a) Fase Alarm ( Waspada) Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan dan reaksi fisiologis.Tanda fisik: curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun. Fase alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti  pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.

 

Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “respons melawan atau menghindar“. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai  jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.  b) Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut  berupaya beradaptasi terhadap t erhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel  – sel sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga. c) Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akanberdampak pada kematian individu tersebut. Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stress (Papero, 1997), yaitu: 1.  Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor yang mengurangi intensitas respons stress. 2.  Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stress yang tidak begitu berat dibandingkan stressor yang tidak dapat diprediksi. 3.  Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stress.

 

4.  Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stress.

b.  Aspek psikologis

Reaksi psikologis: gelisah, cemas, tidak dapat berkonsentrasi dalam pekejaan atau belajar, sikap pesimis, hilang rasa humor, malas, sikap apatis, sering melamun, sering marah-marah bersikap agresif baik secara verbal seperti berkata-kata kasar, suka menghina, mupun non verbal seperti menendang-nendang, menempeleng, membanting pintu atau memecahkan barang-barang. Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi (Sarafino, 2006) : 1.  Kognisi Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas kognitif. 2.  Kecemasan Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik antung  berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur. 3.  Emosi, Kemarahan dan Agresi Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional . Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah. Kemarahan yakni perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar. Kadangkadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang. 4.  Perilaku Sosial Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat  berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang diikuti

 

dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.

Berdasarkan kasus data pemeriksaan fisik menyatakan bahwa klien pada fase alarm (waspada) dimana tanda  –   tanda vital klien seperti tekanan darah klien meningkat yang merupakan tanda bahwa klien mengalami stress, sebelum operasi klien merasa cemas karena ia mengatakan bahwa klien tidak tahan membayangkan separuh payudaranya hilang, klien juga depresi atau berprilaku agresif karena suami  pasien mengatakan bahwa klien sering kali menangis sejak di diagnosis. Setelah operasi klien juga lebih suka menyendiri dan tidak ingin melihat bagian luka operasinya , klien juga menolak untuk mendiskusikan untuk rencana kedepannya

6.  Proses keperawatan dan adaptasi terhadap stress (pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan) a.  Pengkajian

Riwayat Penyakit  1.  Klien mengidap penyakit kanker payudara. Pengkajian Fisik 1.  Pengkajian fisik berupa inspeksi, palpasi dan auskultasi. 2.  Hasil pengkajian fisik didapatkan berupa TB= 164 cm, BB= 58 kg, T= 37ºC, N= 88 kali/menit, dan TD= 142/88 mmHg Identifikasi klien yang beresiko

b.  Diagnosa Keperawatan 

 No.

1

Data

Etiologi

DS : Pasien mengatakan “Saya “Saya tidak tahan membayangkan separuh Prosedur Bedah  payudara saya hilang. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa melihat

Diagnosa

Gangguan Citra Tubuh  –   00118

 

diri saya sendiri”  sendiri” DO : Pasien mengalihkan  pandangannya dari payudaranya saat balutan luka operasi di lepas.

2

Ds: Suami pasien mengatakan  pasien Dewi mengabaikan tanggung Perubahan Citra Ketidakefektifan performa  jawabnya sebagai seorang ibu. Tubuh  peran –  00055  peran –   00055 Do: -

3

Ds: Do: Pasien menolak untuk belajar  bagaimana menggantiperasaan balutan luka atau mendiskusikan atau rencana masa depannya

4

DO : - Ibu Dewi menjadi lebih suka menyendiri - Saat mandi ibu Dewi tidak mau dibantu dan mengalihkan  pandangannya saat balutan luka dilepas - operasi Ibu Dewi menolak untuk mendiskusikan perasaan atau rencana masa depannya. DS : Suami ibu Dewi mengatakan bahwa ibu Dewi sering menangis sejak didiagnosis.

Stress Berlebihan

Ketidakefektifan  penyangkalan –   penyangkalan  –  00072  00072

Stress jangka  panjang,  penurunan kondisi fisiologis

Keputusasaan

 

c.  Intervensi

 No.

1

2

3

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Gangguan citra tubuh  b.d Prosedur Bedah

Diharapkan pasien dalam 1 minggu dapat mengakui sisi yang terkena dampak sebagai  bagian dari diri yang utuh dari skala 1 (tidak  pernah menunjukkan) menjadi skala 3 (kadang-kadang menunjukkan)

1.  Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri 2.  Dukung pasien untuk bisa mengidentifikasi kekuatan 3.  Jangan mengkritisi (pasien) secara negatif 4.  Eksplorasi pencapaian keberhasilan sebelumnya 5.  Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu secara tepat 6.  Buat pernyataan positif mengenai pasien

Diharapkan pasien dalam 1 minggu dapat menyesuaikan dirinya dengan  perubahan tubuh akibat pembedahan dari skala 1 (tidak

1.  Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasanya dalam keluarga 2.  Berikan model peran terhadap perilaku-perilaku terbaru, dengan cara yang tepat 3.  Ajarkan perilaku-perilaku  baru yang diperlukan oleh  pasien/orangtua untuk dapat

Ketidakefektifan  performa peran b.d Perubahan citra tubuh

Ketidakefektifan  penyangkalan b.d Ancaman realita yang tidak menyenangkan

 pernah positif) menjadi skala 3 (kadang-kadang  positif)

memenuhi perannya 4.  Fasilitasi diskusi mengenai harapan diantara pasien dan orang yang penting bagi  pasien dalam hal peran yang saling bergantung satu sama lain

Diharapkan pasien dalam 1 minggu dapat menggunakan strategi untuk

Orientasi Realita 1.  Panggil nama klien ketika memulai interaksi 2.  Tanyakan pertanyaan sekali saja

mengoptimalkan

3.  Hadirkan kenyataan dengan

 

kesehatannya dari skala 1 (tidak  pernah dilakukan) menjadi skala 4 (sering dilakukan)

sikap (tetap) mempertahankan harga diri klien (misalnya, memberikan penjelasan  bergantian, hindari argumentasi, dan hindari untuk menyakinkan)

Peningkatan Koping 1.  Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan  jangka pendek dan  jangka panjang yang tepat 2.  Bantu pasien dalam memeriksa sumber yang sumbertersedia untuk memenuhi tujuannya 3.  Berikan suasana  penerimaan 4.  Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi sesuai dengan kebutuhan 5.  Dukung pasien untuk mengevaluasi  perilakuknya sendiri

 

 

4

Keputusasaan b.d stress jangka panjang  penurunan kondisi  psikologis

Diharapkan pasien dalam 1 minggu dapat menyesuaikan dirinya dengan tingkat depresi akibat  pembedahan. Klien diharapkan mampu mengurangi  perasaan keputusasaan, klien diharapkan mampu mengurangi  perasaan kesedihan dan klien mampu mengurangi  perasaan depres

Dukungan Emosinal Rangkul atau sentuh  pasien dengan penuh dukungan, Bantu pasie nmengenali  perasaan seperti adanya marah, cemas dan sedih Rujuk untuk konseling susai kebutuhan Berikan dukungan selama fase Mengingkari, marah, tawar menawar,fase menerima dalam proses berduka -

Dorong untuk bicara atau

menangis sebagai cara menurunkan respon emosi

 

REFERENSI

Sofo, Francesco. 2003. Terjemahan Prespektif, Peranan dan Pilihan Praktis Pengembangan Sumber Daya Manusia. Surabaya: Airlangga University Press. Baron & Byrne. 2005.  Psikologi Sosial (terjemahan, jilid 2, ed 10). Jakarta:Erlangga Dadang, Hawari. 2006.  Manajemen, Stres, Cemas dan Depresi. Depresi. Jakarta:UI Press. Sarafino, E. P. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. FifthEdition. USA: John Wiley & Sons. Selye, H. (1956). The Stress of Life. New York : McGraw Hill. Yusuf, M. 2008. Kesehatan Mental. Bandung: RIZQI PRESS. Selye, Hans (1980), Selye's Guide to Stress Research, New York: Van  Nostrand Rainhold

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF