Cara Pengambilan Swab Tenggorok

February 21, 2017 | Author: Mutiara Ferina | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Cara Pengambilan Swab Tenggorok...

Description

Pewarnaan difteri Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Bakteri ini membentuk asam, tetapi tidak membentuk gas pada beberapa karbohidrat. Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin Cara Pengambilan swab tenggorok 

Tekan lidah dengan spatula lidah, usap lidi kapas pada kedua tonsil dan faring belakang, jangan menyentuh lidah & uvula

 Pemeriksaan Difteri(pada tonsil, bakteri membentuk selaput, ketika di swap akan berdarah) è pseudomembran

Kuman Corynebacterium diphtheriae bila dipulas dengan Gram adalah : Gram positif staf. Tetapi bila C. Diphtheriae diwarnai dengan pewarnaan yang spesifik yaitu NEISSER dan ALBERT memperlihatkan bentuk yang istimewa seperti ”halter” yang pada ujungnya kelihatan pentolan yang disebut ” granula”. Granula ini mula-mula dilihat oleh Babes Ernst dan dinamakan granula Babes Erns.

·

·

I. Cara Neisser. Pada pewarnaan ini diperlukan 3 macam larutan pulas yang masing-masing lazimnya disebut : Neisser A, Neisser B dan Neisser C. Ketiga larutan pulas ini disimpan dalam botol yang tersendiri. Larutan Neisser A : Susunan : Methylen biru : 1 gram. Alkohol 70% : 20 ml. Asam acetat glaciale : 50 ml. Aquadest : 95 ml. Larutan Neisser B : Susunan : Gentian violet : 1 gram.

·

1. 2. 3. 4. 5.

·

·

1. 2. 3. 4.

Alkohol absolut : 10 ml. Aquadest : 300 ml. Pemakaian : 2 bagian larutan Neisser A + 1 bagian larutan Neisser B. Campuran ini dibuat mendadak dan disebut juga Neisser I. Larutan Neisser C (Neisser II). Susunan : Chrysoidin : 1 gram Alkohol panas : 300 ml. Atau Bismark brown : 1 gram. Aquadest panas : 500 ml. Cara pewarnaan : Sediaan yang direkatkan digenangi dengan larutan Neisser I selama kira-kira 20 detik. Sediaan dicuci pada pancuran air kran pelan-pelan. Bubuhi larutan Neisser II selama 30 detik. Larutan pulas pada objek gelas dibuang tanpa dicuci dengan air, kemudian preparat dikeringkan dengan kertas saring. Periksa dengan mikroskop, hasil pewarnaan: Badan bakteri (seperti batang) : cokelat-muda. Granula pada kedua ujungnya : biru-hitam. II. Cara Albert. Diperlukan 2 macam larutan pulas. Larutan I. Susunan: Toluidin biru : 0,15 gram. Malachit hijau (Methyl hijau) : 0,20 gram. Asam asetat glacial : 1 ml. Alkohol 95% : 2 ml. Aquadest : 100 ml. Zat warna dilarutkan dulu dalam alkohol, kemudian tambah air dan kemudian asam asetat glacial. Biarkan 24 jam, saring dan baru dapat dipakai. Larutan II. Susunan: Jodium : 2 gram. Kalium Jodida : 3 gram. Aquadest : 300 ml. (Pada modifikasi Jensen, larutan II ini diganti dengan susunan larutan sbb : Jod 1 gram + KJ 2 gram dan aquadest 100 ml). Simpan dalam botol yang sawo matang. Cara pewarnaan : Buat sediaan dan sesudah direkatkan, bubuhi dengan larutan I, biarkan kira-kira 3-5 menit. Cuci dengan air kran, kemudian dibubuhi dengan larutan II, biarkan kira-kira 1 menit. Larutan pulas pada objek gelas dibuang, keringkan dengan kertas saring. Periksa dengan mikroskop dan hasil pewarnaan: Bakteri (seperti batang) : hijau. Granula atau kutubnya : hitam kebiru-biruan Diagnosis pasti dengan isolasi C. diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes toksinogenitas secara in-vivo (marmut) dan in-vitro (tes Elek). Kultur bakteriologik penting dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis difteri.



Dilakukan pada seluruh pasien suspek difteria dan mereka yang beresiko untuk berkontak dengan pasien difteria. Spesimen diambil dari hidung dan tenggorokan (swab nasofaring dan faring).  Pengambilan spesimen untuk kultur sebaiknya secepatnya ketika difteria (pada lokasi mana saja) telah dicurigai ada, walaupun antibiotik telah diberikan dalam dosis inisial.  Pengambilan spesimen dari membran memberikan hasil yang sama baiknya dari hidung dan tenggorokan. Jika bisa, swab sebaiknya juga diambil dari balik membran.  Peringatkan laboratorium pada kecurigaan adanya difteria karena isolasi C. diphtheriae membutuhkan media kultur khusus termasuk tellurite. C. diphtheria dapat tumbuh pada berbagai selektif media, termasuk agar telurite atau khususnya media Loeffle, Hoyle, Mueller, dan Tinsdale.  Isolasi C. diphtheriae pada orang yang cenderung berkontak dengan pasien difteri dapat mengkonfirmasi diagnosis, walaupun jika hasil kulturnya negatif.  Setelah C. diphtheriae diisolasi, ditentukan juga biotipenya: gravis, mitis, atau intermedius (substrain). Tes toksigenisitas juga dilakukan.  Menggunakan tes Elek untuk menentukan C. diphtheriae yang diisolasi memproduksi toksin.  Tes toksigenitas jarang tersedia di laboratorium mikrobiologi klini yang ada; bahan dikirim ke laboratorium tertentu yang menyediakan tes tersebut dan mempunyai ahli laboratorium yang dapat mengerjakan tes tersebut dengan baik.  Pengukuran kadar serum antibody pasien terhadap toksin difteria perlu dilakukan sebelum pemberian antitoksin untuk menilai kemungkinan diagnosis difteria.  Jika kadar antibodinya rendah, diagnosis difteria tidak dapat ditegakkan, tapi jika kadarnya tinggi, C. diphtheria kemungkinan telah menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan sakit yang berat.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF