CA Ovarium

May 5, 2018 | Author: ami | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ca ovarium...

Description

TUGAS “

KANKER OVARIUM



PEMBIMBING :

dr. Boy Busmar, SpOG (K)

PENYUSUN :

Ikhsani Utami Dewi, S.Ked Nita Caristananda, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN FK UPN VETERAN JAKARTA 2013

BAB I Pendahuluan

Di Amerika Serikat, jumlah kanker ovarium lebih menyebabkan kematian dari semua keganasan ginekologi lainnya. Di seluruh dunia setiap tahun, 204.000  perempuan didiagnosis, dan 125.000 perempuan meninggal dari penyakit ini (Sankaranarayanan, 2006). Dari jumlah tersebut, karsinoma ovarium epitelial terdiri dari 90 sampai 95 persen dari semua kasus, termasuk tumor diferensiasi  potensi ganas rendah (borderline) (Quirk, 2005). Karena kesamaannya dari karsinoma peritoneal primer dan kanker tuba fallopi, mereka termasuk dalam  bagian ini untuk penyederhanaan. Secara umum, tidak ada tes skrining efektif untuk kanker ovarium dan beberapa gejala awal terkemuka. Akibatnya, tiga  perempat pasien mempunyai penyakit lanjut ketika mereka didiagnosis. Opersai agresif debulking , diikuti dengan kemoterapi berbasis platinum, biasanya menghasilkan remisi klinis. Namun, sampai 80 persen wanita akan kambuh yang akhirnya mengarah pada progresi penyakit dan kemati an.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast ( ektodermal, endodermal , dan mesodermal   dengan sifat-sifat histologis maupun bilogis yang  beraneka ragam. Oleh sebab itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi perdebatan (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat pada usia peri-menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat  jinak(benigna),

tidak

jelas

jinak

tapi

juga

tidak

jelas

/

pasti

ganas

(borderlinemalignancy atau carcinoma of low  –  maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant) (Priyanto, 2007). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun  padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak dibagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana (Wiknjosastro, 1999).

Epidemiologi dan Faktor Risiko

Satu dari 78 wanita Amerika (1,3 persen) akan menderita kanker ovarium selama hidupnya. Karena insidensi menurun perlahan-lahan sejak awal 1990-an, kanker ovarium telah turun menjadi penyebab utama kedelapan kanker pada wanita. Pada tahun 2007, 22.430 kasus baru diperkirakan berkembang di Amerika Serikat. Namun, beberapa pasien didiagnosis awal dan kemudian sembuh. Sebagai hasilnya, terjadi 15.280 kematian, dan kanker ovarium tetap menjadi penyebab utama kematian kelima terkait kanker (Jemal, 2007). Secara keseluruhan, rata-rata usia saat diagnosis adalah di awal 60-an.

Banyak faktor risiko reproduksi, lingkungan, dan genetik telah dikaitkan dengan perkembangan kanker ovarium (Tabel 1). Yang paling penting adalah riwayat keluarga dengan kanker payudara atau kanker ovarium, dan sekitar 5 sampai 10 persen pasien memiliki kecenderungan genetik diwariskan. Untuk 90 sampai 95 persen lain yang tidak ada kaitan genetik diidentifikasi untuk kanker ovarium, sebagian besar faktor risiko yang berhubungan dengan pola siklus ovulasi yang tidak terganggu selama tahun-tahun reproduksi. Rangsangan yang  berulang pada epitel permukaan ovarium dihipotesiskan akan menyebabkan transformasi mengarah pada keganasan. Table 1 Faktor Resiko Berkembangnya Kanker Epitel Ovarium  Nullipara Menarche dini Menopause terlambat Ras putih Bertambahnya usia Tinggal di Amerika Utara dan Eropa Utara Riwayat keluarga

 Nullipara dikaitkan dengan jangka panjang berulangnya ovulasi, dan  perempuan tanpa anak-anak memiliki dua kali resiko terkena kanker ovarium (Purdie,2003). Mereka dengan riwayat infertilitas memiliki risiko yang lebih tinggi juga. Meskipun alasannya tidak jelas, hal tersebut lebih mungkin dikarenakan predisposisi sifat ovarium yang telah melekat daripada efek iatrogenik obat-obat yang merangsang ovulasi. Sebagai contoh, wanita yang

diobati untuk infertilitas yang mencapai kelahiran hidup tidak memiliki  peningkatan risiko kanker ovarium (Rossing, 2004). Secara umum, risiko menurun dengan masing-masing kelahiran hidup, dan stabil pada wanita yang melahirkan lima kali (Hinkula, 2006). Salah satu teori yang menarik untuk menjelaskan efek perlindungan ini, kehamilan dapat menggugurkan sel ovarium  premaligna (Rostgaard, 2003). Awal menarche dan menopause terlambat juga telah dikaitkan dengan  peningkatan resiko kanker ovarium. Sebaliknya, pemberian ASI memiliki efek  perlindungan, mungkin dengan memperpanjang amenore (Yen, 2003). Agaknya dengan mencegah ovulasi, penggunaan kontrasepsi oral kombinasi jangka panjang mengurangi risiko kanker ovarium sebesar 50 persen. Durasi perlindungan  berlangsung sampai dengan 25 tahun setelah penggunaan terakhir (Riman, 2002). Sebaliknya, terapi pengganti estrogen setelah menopause meningkatkan resiko (Lacey, 2006). Perempuan ras putih memiliki insidensi kanker ovarium tertinggi di antara semua kelompok ras dan etnis (Quirk, 2005). Dibandingkan dengan perempuan kulit hitam dan Hispanik, resiko meningkat 30 hingga 40 persen (Goodman, 2003). Walaupun alasan yang tepat tidak diketahui, perbedaan rasial dalam paritas dan tingkat pembedahan ginekologi dapat menjelaskan beberapa perbedaan. Ligasi tuba dan histerektomi masing-masing telah dikaitkan dengan  pengurangan substansial dalam resiko kanker ovarium (Hankinson, 1993). Telah didalilkan bahwa setiap jenis prosedur ginekologi yang menghalangi iritasi yang mencapai ovarium melalui kenaikan dari saluran kelamin bagian bawah secara masuk akal mungkin memberikan suatu efek perlindungan. Sebagai contoh, wanita yang secara teratur menggunakan bedak perineum memiliki risiko tinggi (Ness, 2000). Kejadian keseluruhan kanker ovarium meningkat dengan bertambahnya usia ke pertengahan 70 sebelum menurun sedikit di antara perempuan melebihi usia 80 tahun (Goodman, 2003). Secara umum, penuaan memungkinkan

 perpanjangan waktu untuk menyebabkan perubahan genetik secara acak dalam epitel permukaan ovarium. Perempuan yang tinggal di Amerika Utara, Eropa Utara, atau negara industri Barat, misalnya Israel, memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium. Secara global angka kejadian sangat bervariasi, namun negara-negara  berkembang dan Jepang memiliki tingkat terendah. Kebiasa an diet daerah tertentu mungkin berpengaruh. (Kiani, 2006). Misalnya, konsumsi makanan rendah lemak tetapi tinggi serat, karoten, vitamin dapat sebagai pelindung (Zhang, 2004). Riwayat keluarga dengan kanker ovarium dalam generasi tingkat pertama yaitu ibu, anak perempuan atau saudara perempuan, memiliki tiga kali lipat resiko mengalami kanker ovarium selama hidupnya. Risiko lebih meningkat dua kali atau lebih pada generasi tingkat pertama. Identifikasi pasien berisiko tinggi dengan anggota keluarga yang mempunyai kanker ovarium, kanker payudara, atau kanker usus besar saat ini merupakan strategi pencegahan terbaik (National Cancer Institute, 2007). Jika riwayat keluarga memiliki kanker usus besar, dokter harus

waspada

kemungkinan

hereditary

nonpolyposis

colorectal

cancer 

(HNPCC), juga dikenal sebagai sindrom  Lynch. Pasien dengan sindrom ini memiliki risiko seumur hidup tinggi kanker usus besar (85 persen) dan kanker ovarium (10 sampai 12 persen). Karena keganasan ginekologi didominasi kanker endometrium (risiko seumur hidup 40 hingga 60 persen).

Etiologi

Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu: 1. Hipotesis Incessant Ovulation Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan  pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma  baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.

2. Hipotesis gonadotropin Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon estrogen rendah di sirkulasi  perifer, kadar hormon gonadotrofin juga menigkat. Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah  besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut. Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene

(DMBA)

akan

menjadi

tumor

ovarium

jika

ditransplantasikan pada tikus yang telah di ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi. Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotrofin.

3. Hipotesis androgen Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi  pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.

4. Hipotesis progesteron Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap

terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor  progesteron. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan

resiko

kanker

ovarium.

Pil

kontrasepsi

kombinasi

menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.

5. Paritas Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu denga risiko relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, resiko terjadinya kanker ovarium  berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara.

6. Pil kontrasepsi Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontasepsi, yaitu dengan resiko relative 0,6. 7. Talk Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan resiko relative 1,9%.

8. Ligasi tuba Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.

Gejala Klinis

Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70%  penderita kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut.

Mayoritas pemderita kanker ovarium jenis epithelial tidak menunjukkan gejala sampai periode waktu tertentu. Pada stadium awal kanker ovarium ini muncul dengan gejala-gejala tidak khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan sering berkemih dan konstipasi akan muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan. Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.

Tanda Tanda Kanker Ovarium

Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan. Menurut Piver perhatian khusus harus diberikan jika ditemukan kista ovarium berdiameter > 5 cm karena pada 95% kasus kanker ovarium, tumornya  berdiameter > 5 cm. Dengan demikian, bila tumor sebesar ini ditemukan pada  pemeriksaan pelvis, evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menyingkirkan keganasan, khususnya pada wanita yang berusia > 40 tahun. Jika ditemukan massa kistik berukuran 5-7 cm pada usia reproduksi kemungkinan kista tersebut suatu kista fungsional yang akan mengalami regresi dalam masa 4-6 minggu kemudian. Bilateralitas pada kista jinak hanya ditemukan pada 5% kasus, sedangkan pada kista ganas ditemukan pada 26% kasus. Oleh karena itu, jika ditemukan kista ovarium bilateral harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan keganasan termasuk pada penderita yang masih berusia muda. Berek mengambil  batasan ukuran kista 8 cm. jika kista tersebut berukuran > 8 cm, sangat mungkin kista tersebut neoplasma, bukan kista fungsional. Kista yang berukuran < 8 cm, dapat dianggap kista fungsional jika pada pemeriksaan ginekologi ditemukan kista yang mudah digerakkan, kistik, unilateral dan permukaan rata. Pada penderita pramenopause dengan massa kistik berukuran diameter lebih dari 8-10 cm, besar kemungkinan bahwa kista itu suatu neoplasma, kecuali

 jika penderita sebelum pemeriksaaan ini telah meminum klomifen sitrat atau obatobat lain untuk induksi ovulasi. Pada penderita pramenopause, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan asalkan kista tersebut tidak dicurigai ganas. Pengamatan dilakukan tidak lebih dari 2 bulan. Jika massa tersebut bukan neoplasma, massa tersebut akan menetap atau mengecil pada pemeriksaan  panggul dan USG. Jika makin besar, massa tersebut harus dicurigai sebagai neoplasma dan harus dilakukan pengangkatan secara operasi. Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada  pemeriksaan panggul tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di  pelvis, maka massa tersebut patut dicurigai suatu keganasan. Keadaan ini dahulu disebut  postmenopausal palpable syndrome. Penelitian pada penderita kelompok ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa yang teraba di pelvis tersebut yang  berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas. Pada penderita pascamenopause dengan kista unilateral berukuran kurang dari 8-10 c, kadar Ca 125 normal, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan. Jika massa tersebut dicurigai ganas, dengan tanda-tanda massa besar, dominan padat, lengket dengan sekitarnya, dan bentuknya tidak teratur, tindakan laparatomi harus segera dilakukan.

Penyebaran Kanker Ovarium

Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut : 1. Penyebaran transcoelomic Penyebaran dimulai apabila tumor telah menginvasi kapsul. Selanjutnya sel-sel tumor yang mengalami eksfoliasi akan menyebar sepanjang  permukaan

peritoneum

kavum

abdomen

mengikuti

aliran

cairan

 peritoneum. Aliran cairan peritoneum itu karena pengaruh gerakan  pernafasan akan mengalir dari pelvis ke fossa paracolica, terutama yang kanan, ke mesenterium dank e hemidiafragma kanan. Oleh karena itu, metastasis sering ditemukan di cavum douglasi,  fossa paracolica, hemidiafragma kanan, kapsul hepar, peritoneum usus dan mesterium, omentum. Proses metastasis ini jarang menginvasi lumen usus, tetapi

secara cepat akan menyebabkan usus-usus saling melekat sehingga dapat menimbulakan ileus obstruktif.

2. Penyebaran limfatik Penyebaran kanker ovarium dapat juga melalui pembuluh getah bening yang berasal dari ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah di ligamentum infundibulo pelvikum, sel-sel kanker dapat menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan KGB interkavoaortik sampai setinggi a/v renalis. Melalaui pembuluh getah  bening yang mengikuti pembuluh darah diligamentum latum dan  parametrium, sel-sel kanker dapat pula mencapai KGB di dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB obturatoria, dan KGB disekitar  pembuluh darah hipogastrika

3. Penyebaran hematogen Penyebaran hematogen kanker ovarium jarang terjadi. Bila terjadi,  penyebaran tersebut dapat ditemukan di parenkim paru dan hepar pada 23% kasus. Penyebaran jauh biasanya terjadi pada penderita dengan asites yang  banyak,

dan

karsinomatosis

peritonel,

telah

ada

metastasis

di

intraabdomen dan KGB retroperitoneal.

4. Transdiafragma Cairan asites yang mengandung sel-sel tumor ganas dapat menembus diafragma sebelah kanan sehingga mencapai rongga pleura. Implantasi selsel tumor ganas di rongga pleura kan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor ganas pada cairan pleura merupakan salah satu criteria menetapkan penderita kanker ovarium berada di stadium IV.

Stadium Kanker Ovarium

Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians (FIGO) 1987 sebagai beriku: Stadium I

Pertumbuhan terbatas pada ovarium Stadium Ia

: pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor

utuh, tidak ada pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium Stadium Ib

: pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada

 pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun  pada bilasan cairan di rongga peritonium Stadium Ic

: tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor

dari kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite maupun bilasan rongga peritoneum.

Stadium II

Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul. Stadium IIa

: perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.

Stadium IIb

: perluasan ke jaringan pelvis lainnya

Stadium IIc

: tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada

 permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum positif.

Stadium III

Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implantasi di peritoneum di luar  pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan liver masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum. Stadium IIIa

: tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening

negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya  pertumbuhan di permukaan peritoneum abdominal.

Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implantasi di  permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif. Stadium IIIc

: implantasi di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening

retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV

Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu  juga metastasis parenkim hati.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah  pengankatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi hormon. Penatalaksanaan Kanker Ovarium stadium I

Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam, salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan  surgical staging. Surgical  staging   adalah suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium. Temuan pada  surgical staging  akan menetukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi secara visual dan palpasi tidak ditemukan penyebarana makroskopis dari kanker, penyebaran mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan mikroskopis cairan  peritoneum, biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah  bening pelvis dan para aorta.

Teknik Sur gical Stagin g

Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen hendaklah insisi mediana atau paramedian yang cukup luas agar memudahkan melakukan eksplorasi rongga perut bagian atas. Prosedur standar yang harus dilakukan adalah: 1. Insisi mediana melewati umbilicus sampai diperoleh kemudahan untuk melakukan eksplorasi rongga abdomen atas. 2. Contoh asites atau cairan di cavum dauglas, fosa parakolika kanan dan kiri dan subdiafragmadiambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi. Dapat diakukan dengan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah disambung dengan kateter. 3. Bila tidak ada asites atau cairan di cavum dauglas,pembilasan peritoneum harus dilakukan dengan memasukkan 50-100 cc larutan faal. Dilakukan  pada lokasi Cul de sac, palakolika kanan dan kiri, hemi difragma kanan dan kiri. Kemudian cairan itu diambil kembali dengan lat suntik tadi. 4. Lakukan eksplorasi sistemik 5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto dan dikirim untuk pemeriksan  potong beku ( frozen section). 6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, dilanjutkan untuk pengangkatan seluruh

genitalia

interna

dengan

histerektomi

total

dan

salpingooofarektomi bilateral. 7. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis dilakukan: 1. Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria parakolika kanan dan subdiafragma 2. Biopsi perlengketan organ peritoneal 3. Limpadenoktomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan para aorta 4. Omentektomi

5. Apendektomi jika tumor jenis musinosum

Jika tindakan surgical staging dilakukan dengan benar disebut dengan complete surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang ditinggalkan, disebut incomplete surgical staging.

Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium Lanjut

Pendekatan terapi pada stadium lanjut mirip dengan stadium I dengan sedikit modifikasi bergantung pada penyeabran metastasis dan keadaan umum  penderita. tindakan operasi pengankatan tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi debulking   atau sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant untuk mencapai kesembuhan. Kebanyakan

penderita

mendapat

kemoterapi

adjuvant

kombinasi

sementara sebagian penderita yang tumornya berhasil direseksi dengan sempurna mendapat radiasi. Pada penderita yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak menunjukkan gejal klinis dan radiologis serta serum CA-125 normal, dilakukan relaparatomi untuk menilai hasil pengobatan. Tindakan ini disebut  second-look laparatomy. Jika masih ditemukan penyakit,  second line terapy dapat diberikan.

Operasi Sitoreduksi

Ada dua teknik sitoreduksi yaitu: 1. Sitoreduksi konvensional Teknik ini adalah teknik yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang  bertujuan untuk menbuang masa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan alat

operasi yang lazim dipakai. dengan operasi ini

keberhasilan mereduksi tumor dibedakan atas 2 golongan yaitu:



Optional debulking   : jika diameter sisa tumor setelah operasi kurang dari 2 cm



Suboptional debulking : jika masa tumor sisa lebih dari 2 cm

Griffith dan kawan-kawan menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara survival dengan residu tumor. Pasien dengan optional debulking memilki survival yang lebih baik yaitu dengan mean survival 39 bulan, sedang pasien dengan suboptional debulking adalah 17 bulan dan tidak ada yang hidup lebih dari 26 bulan

2. Teknik baru : 

Argon Beam Coagulator



Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA)



Teknk laser

Operabilitas operasi Sitoreduksi

Operasi ini dimaksudkan untuk reduksi massa tumor pada kanker ovarium yang menyebar pada kavum abdomen dan retroperitonium dengan kesadaran  bahwa tidak ada harapan kesembuhan. Apabila ditemukan kondisi berikut, maka kasusnya dianggap inoperable: 

Metastasis di parenkim hepar



Metastasis di pancreas



Metastasis di lien pada stadium IV



Metastasis di kelenjar paraaorta di daerah suprarenal



Penetrasi diafragma oleh metastasis



Metastasis di porta hepatis



Infiltrasi dinding abdomen

Metastasis ini harus segera ditentukan agar penderita terhindar dari tindakan operasi yang luas dan reseksi organ yang berlebihan.

Teknik Sitoreduksi

Dilakkukan dengan langkah-langkah sebagia berikut : 1. Eksplorasi Setelah membuat insisi mediana yang diperluas sampai melewati umbilicus diambil cairan asites untuk pemeriksaan sitologi dan dilanjutkan dengan eksplorasi sistematik. Pada saat ini operator harus dapat menentukan operabilitas kasus tersebut. Bila optimal debulking tidak akan tercapai, pengankatan omentum dan masa di pelvis akan sangat  bermanfaat untuk mengurangi asites, mengurangi tekanan terhadap organ sekitarnya, dan meningkatkan rasa nyaman pada penderita.

2. Omentektomi Bila omentum telah dipenuhi oleh metastasis, omentektomi dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum tumor di daerah pelvis dieksplorasi.Bila terjadi perlengketan dengn lien terkadang dapat dilakukan dengan splenektomi.

3. Reseksi tumor pelvis Menggunakan pendekatan retroperitoneal.

4. Reseksi Kelenjar Getah Bening Retroperitoneal

5. Reseksi Organ-organ lain Reseksi seperti usus halus, rektosigmoid, ureter, vesika urinaria dan lien  pada beberapa kasus harus dilaksanakan.

Kemoterapi

Sejak tahun 1980 kemoterapi dengan cysplatin-based telah dipakai untuk  pengobatan kanker ovarium stadium lanjut. Kemudian, karboplatin, generasi kedua golongan platinum, yang mempunyai pengaruh sama terhadap kanker ovarium tetapi kurang toksis terhadap system saraf dan ginjal, kurang menimbulkan nausea, dipakai pula untuk kemoterapi adjuvant, meskipun lebih toksis terhadap sum-sum tulang. Untuk stadium I atau lanjut dapat diberikan kemoterapi tunggal atay kombinasi. Penelitian GOG III oleh McGuire dan kawan-kawan pada kasus dengan suboptimal debulking   memperlihat bahwa pemberian 6 siklus kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan paklitaksel (135 mg/m 2) memberikan hasil yang lebih baik daripada kombinasi sisplatin (75 mg/m 2) dan siklofosfamid (600 mg/m 2). Kemoterapi kombinasi yang mengandung paklitaksel mengurangi mortalitas sebanyak 36%. Data dari penelitian GOG III ini diperkuat oleh penelitian gabungan dari EORTC (European Organization for the Reseach and Treatment of Cancer), NOCOVA (Nordic Ovarian Cancer Study Group) dan NCIC ( National Cancer Institute of Canada) pada penderita dengan optimal debulking dan  suboptimal debulking. Pada penelitian ini kelompok yang mendapat terapi kombinasi dengan paklitaksel, memberikan perbaikan yang signifikan pada  progression free survival dan overall survival,  baik pada kelompok penderita dengan optimal debulking   maupun pada kelompok penderita dengan  suboptimal debulking. Penelitian GOG 158 membandingkan efektivitas terapi kombinasi karboplatin AUC 7,5 dan paklitaksel 175/m 2  dengan kombinasi sisplatin 75 mg/m2  dan paklitaksel 135mg/m 2. Penelitian ini menghasilkan angka  survival yang sama tetapi toksisitas kemoterapi pada kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan dari kelompok yang mendapat sisplatin. Toksisitas gastrointestinal dan neurotoksisitas dari kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan daripada yang mendapat sisplatin. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, protokol kemoterapi yang dianjurkan untuk kanker ovarium stadium lanjut adalah kombinasi paklitaksel dan karboplatin.

Radioterapi

Radiasi seluruh abdomen atau intaperitoneal radiokoloid dapat menjadi terapi alternatif pengganti kemoterapi kombinasi pada kasus-kasus tertentu kanker ovarium stadium rendah. Dari beberapa penelitian oleh GOG dan penelitian multisenter di Italia disimpulkan bahwa pemberian kemoterapi intraperitoneal radiokoloid

32

P bila dibandingkan dengan kemoterapi melfalan, memberikan

 survival yang tidak berbeda. Akan tetapi,  platimun based chemotherapy memberikan 84% disease free survival, sedangkan intraperitoneal radiokoloid

32

P

memberikan disease free survival 16% (p 2 cm

BAB III KESIMPULAN

Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast ( ektodermal, endodermal , dan mesodermal   dengan sifat-sifat histologis maupun bilogis yang  beraneka ragam. Faktor resiko nullipara, menarche dini, menopause terlambat, ras  putih, bertambahnya usia, tinggal di Amerika Utara dan Eropa Utara dan riwayat keluarga. Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu: 1. Hipotesis Incessant Ovulation 2. Hipotesis gonadotropin 3. Hipotesis androgen 4. Hipotesis progesteron 5. Paritas 6. Pil kontrasepsi 7. Pemakaian talk pada daerah perineum 8. Ligasi tuba

Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70%  penderita kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak teratur. Bila massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan sering berkemih dan konstipasi akan muncul. distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan nyeri dapat pula ditemukan. Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus. Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut : 1. Penyebaran transcoelomic 2. Penyebaran hematogen 3. Penyebaran limfatik 4. Transdiafragma Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians (FIGO) 1987 sebagai beriku: Stadium I

Pertumbuhan terbatas pada ovarium Stadium Ia

: pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor

utuh, tidak ada pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium Stadium Ib

: pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada

 pertumbuhan di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun  pada bilasan cairan di rongga peritonium Stadium Ic

: tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor

dari kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite maupun bilasan rongga peritoneum.

Stadium II

Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul. Stadium IIa

: perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.

Stadium IIb

: perluasan ke jaringan pelvis lainnya

Stadium IIc

: tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada

 permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum positif.

Stadium III

Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implantasi di peritoneum di luar  pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan

liver masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum. Stadium IIIa

: tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening

negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya  pertumbuhan di permukaan peritoneum abdominal. Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implantasi di  permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif. Stadium IIIc

: implantasi di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening

retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV

Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu  juga metastasis parenkim hati.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah  pengankatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi hormon.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF