Buku Toxoplasma Lengkap

December 1, 2017 | Author: kung_pau | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

buku...

Description

1

BAB 1 SINOPSIS

 Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii  Di berbagai bagian dunia jumlah populasi yang terinfeksi dapat mencapai 95% terutama yang penduduknya biasa makan daging mentah.  Bentuk kista Toxoplasma yang mengandung bradizoit dapat ditularkan melalui makanan.  Kucing berperan penting dalam penularan toksoplasmosis  Tiga cara penularan yang terpenting adalah melalui makanan, zoonotik (dari hewan ke manusia) dan kongenital (dari ibu hamil ke janin).  Penderita dengan gangguan sistem imun, misalnya penderita dengan HIV akan mengalami toksoplasmosis dengan gejala klinis berat  Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii dapat mengalami keguguran, bayi lahir mati, atau bayi yang lahir mengalami kecacatan fisik maupun mental.

2

Toksoplasmosis adalah penyakit menular zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyebabnya adalah Toxoplasma gondii yang merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas, termasuk manusia. Kucing liar maupun kucing jinak adalah hospes definitif Toxoplasma yang dapat mengalami infeksi sistemik maupun infeksi usus. Hewan-hewan lainnya dan manusia bertindak selaku hospes perantara dimana parasit dapat menyebabkan infeksi sistemik berupa pembentukan kista jaringan. TOXOPLASMA GONDII

Toxoplasma gondii adalah organisme mikroskopis yang panjangnya sekitar 3-5 mikron. Organisme ini termasuk parasit protozoa satu sel, dengan spesifitas hospes yang sangat rendah, sehingga Toxoplasma gondii dapat menginfeksi hampir semua jenis hewan berdarah panas termasuk unggas dan sangat sering menginfeksi manusia. Toksoplasmosis dilaporkan sebagai penyakit kosmopolit yang tersebar luas di seluruh dunia. Seperti hal Apicomplexa lainnya, Toxoplasma adalah parasit obligat intraseluler. Pada semua spesies parasit, infeksi Toxoplasma umumnya bersifat subklinis meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis yang ringan yang tidak khas. Infeksi dapat menimbulkan penyakit yang berat pada hewan atau manusia yang sedang hamil atau berada dalam keadaan imunitas yang rendah (immunocompromised). Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang sangat penting baik di Indonesia maupun di dunia karena infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan abortus (keguguran), lahir mati atau kecacatan jasmani, kemunduran mental, dan kebutaan pada bayi yang dilahirkannya. Penelitian darah pada wanita usia subur di Jakarta Selatan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari 90% perempuan yang diperiksa menunjukkan serum dengan antibodi yang positif terhadap Toxoplasma gondii (Salma,2002).

3

Gambar 1. Transmission Electron Micrograph (TEM) Toxoplasma gondii di dalam sel (http://www.sciencephoto.com/images/90360)

SEBARAN TOXOPLASMA

Toxoplasma merupakan salah satu penyebab penyakit zoonosis yang terluas penyebarannya di dunia. Infeksi primer pada sebagian besar manusia maupun hewan menyebabkan terbentuknya antibodi yang akan tetap positif seumur hidup hospes sehingga seroprevalensinya akan terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur hospes. Prevalensi toksoplasmosis pada ibu hamil di Jakarta tahun 1991 menunjukkan bahwa 14,3% serum yang diperiksa positif terhadap Toxoplasma gondii, dan dari perempuan yang menderita abortus, 67,8% menunjukkan seropositif terhadap parasit ini.

4

Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta menunjukkan keadaan yang lebih buruk, lebih dari 90% perempuan usia subur yang diperiksa menunjukkan serum

positif

terhadap

Toxoplasma

gondii.

Penelitian

tersebut

juga

melaporkan bahwa ibu yang mengalami abortus menunjukkan prevalensi toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan yang mengalami kelahiran mati bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%. Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada perempuan hamil menunjukkan antibodi anti-toksoplasma IgG sebesar 38,3% dan pada ibu yang mengalami abortus sebesar 50%. Pada ibu yang melahirkan bayi meninggal (still birth) IgG positif 65,5% dan pada anak dengan kelainan kongenital positif 40,2%. Sebaran Toxoplasma gondii pada Manusia Karena toksoplasmosis di berbagai negara bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan, sulit memprakirakan prevalensi infeksi parasit ini pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 15.000 kasus toksoplasmosis klinis dilaporkan setiap tahunnya di USA, namun jumlah kasus toksoplasmosis yang sebenarnya di negeri ini adalah sekitar 225.000 penderita. Sebanyak 50% penularan toksoplasmosis di USA diduga terjadi melalui makanan ( food borne

infection). 

Penelitian tahun 1988-1994 di Amerika Utara pada orang yang berumur di atas 12 tahun, sekitar 22.5% diantaranya menunjukkan seroprevalensi (positif) terhadap Toksoplasma gondii. Di dunia, seroprevalensi berkisar antara 0-100% tergantung pada kondisi negara, keadaan geografis dan sifat hidup etnis penduduknya.



Sekitar 40 sampai 400 bayi yang lahir setiap tahunnya di Canada ternyata terinfeksi Toxoplasma sebelum dilahirkan.

Sebaran Toxoplasma pada Hewan

5

Meskipun pada pemeriksaan serologi sekitar 15-40% kucing terinfeksi

Toxoplasma gondii, namun hanya sekitar 1% kucing yang mengeluarkan ookista parasit ini di dalam tinjanya.Hal ini tergantung bagaimana cara kucing mendapatkan makanannya dan apakah kucing dipelihara di dalam rumah ataukah di luar rumah. Infeksi Toxoplasma pada kucing atau hewan lainnya lebih sering terjadi jika hewan dipelihara di luar rumah, memperoleh makanan di luar rumah atau sering mendapatkan daging mentah sebagai makanannya. Toksoplasmosis dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas termasuk manusia dan primata, mamalia ( misalnya kucing, anjing, rodensia, sapi, babi, karnivora ) dan unggas. FAKTOR RISIKO INFEKSI Risiko manusia dan hewan terinfeksi dengan Toxoplasma gondii ditentukan berdasar antara lain adanya kucing sebagai sumber penularan, adanya pencemaran tanah dan air oleh kista parasit, iklim yang sesuai dengan kelangsungan hidup parasit, kebiasaan hidup penduduk terutama kebiasaan makan daging dan makanan mentah atau kurang masak. 

Faktor-faktor risiko penularan Toxoplasma karena adanya kucing yang dipelihara di dalam rumah mudah dikendalikan melalui upaya pencegahan penyakit menular yang lazim dikerjakan. Suatu penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa dengan selalu membersihkan kotak kotoran (litter box) kucing, infeksi parasit ini pada manusia banyak menurun jumlahnya. Akan tetapi penelitian di berbagai negara Eropa ternyata menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penularan

Toxoplasma dengan memelihara kucing atau kebiasaan hidup yang selalu berdekatan dengan kucing.



Pencemaran air dan tanah dengan tinja kucing sulit dicegah, sehingga menyebabkan terjadinya infeksi ookista parasit melalui

makanan

misalnya sayuran dan buah yang tidak dicuci bersih dan tidak dimasak sebelum dimakan, atau melalui air minum yang tercemar tinja kucing.

6

Lipas (kecoa) dan lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanik dalam penularan Toxoplasma, karena serangga-serangga ini membawa ookista infektif yang berasal dari tinja kucing yang menimbulkan pencemaran pada makanan atau bahan makanan, air atau alat-alat masak di dapur.



Paparan tangan dengan tanah dan air yang tercemar tinja kucing pada waktu berkebun atau pada waktu membersihkan litterbox kucing atau kotak pasir dapat juga menyebabkan terjadinya infeksi Toxoplasma.



Mengkonsumsi daging mentah atau yang kurang matang merupakan salah satu faktor risiko yang penting pada infeksi Toxoplasma. Begitu juga halnya orang yang selalu mengolah atau menangani daging mentah (misalnya penjual daging atau pekerja abattoir/pemotongan hewan) lebih sering terpapar parasit ini.



Risiko-risiko terinfeksi Toxoplasma lainnya terutama terkait dengan kelompok-kelompok etnis yang mempunyai kebiasaan hidup yang menyebabkan adanya hubungan dengan makan daging mentah atau kurang matang (steak atau sate), paparan dengan tanah dan kebiasaan dalam memelihara kucing.

DAUR HIDUP TOXOPLASMA Siklus hidup parasit ini terdiri dari dua fase yaitu fase intestinal atau

enteroepitelial dan fase extraintestinal. Fase intestinal hanya terjadi pada golongan kucing (baik kucing liar maupun yang domestik) dan menghasilkan ookista (oocyst) yang ditemukan di dalam tinja kucing. Fase extraintestinal dapat

terjadi pada semua hewan yang terinfeksi (termasuk kucing) dan

menghasilkan takizoit (tachyzoite) dan bradizoit (bradyzoite) atau zoitokista (zoitocyst). Toksoplasmosis dapat ditularkan karena termakan ookista (yang

7

berasal dari tinja kucing) atau terinfeksi bradizoit (yang berasal dari daging mentah atau yang dimasak kurang matang). Pada infeksi akut toksoplasmosis parasit terdapat dalam bentuk takizoit (tachyzoite) yang dapat memperbanyak diri dengan cepat. Pada penderita dengan daya tahan tubuh atau imunitas normal, parasit akan membentuk kista yang mengandung bentuk bradizoit (bradyzoite) yang lambat dalam memperbanyak diri. Bradizoit akan tetap bertahan hidup pasif dalam keadaan “istirahat” (dorman) sepanjang hidup penderita. Jika kucing memakan daging yang yang mengandung kista yang berisi bradizoit, atau tertelan ookista yang dikeluarkan oleh kucing sakit lainnya, di dalam usus kucing akan terbentuk gamet

jantan

dan

gamet

betina.

Gamet-gamet

ini

kemudian

akan

menghasilkan ookista, dan terus menerus dikeluarkan dalam tinja kucing selama beberapa minggu. Ookista ini dapat mencemari lingkungan dan benda-benda yang ada di lingkungan, misalnya tanah, kotak pasir, buahbuahan, dan sayuran. Hanya keluarga kucing yang dapat menghasilkan ookista. Semua jenis binatang berdarah panas dapat terinfeksi oleh bradizoit dan ookista. Seekor kucing yang menderita toksoplasmosis akut dalam waktu dua minggu dapat mengeluarkan 20 juta ookista tidak berspora (unsporulated

oocysts). Dalam waktu 1-5 hari ookista akan membentuk spora dan menjadi dua sporokista (sporocysts) yang masing-masing mengandung empat sporozoit (sporozoite) yang merupakan stadium infektif Toxoplasma gondii, yang bersama tinjanya mencemari lingkungan hidup manusia. Pada keadaan lingkungan yang panas dan lembab ookista dapat bertahan tetap infektif sampai satu tahun lamanya, sedangkan di dalam air kista tersebut dapat tetap infektif sampai enam bulan. Jika ookista termakan hewan hospes berdarah panas, termasuk manusia, sporozoit akan keluar dari kista lalu memasuki sel-sel usus dan kemudian membelah diri secara aseksual dan membentuk takizoit (tachyzoite).Takizoit akan menyebar ke semua bagian tubuh, memasuki sel-sel jaringan dan memperbanyak diri di dalamnya sehingga sel-sel tersebut akan pecah. Takizoit akan berkembang menjadi bradizoit ( bradyzoite) yang kemudian membentuk kista jaringan di dalam sel-sel sistem saraf pusat, sel-sel otot,

8

dan juga di beberapa organ. Kista dapat tetap hidup sampai terjadi kematian hospes tanpa menimbulkan gejala-gejala klinis. Jika hospes termakan oleh hewan lain, di dalam usus bradizoit akan keluar dari kista dan proses pembentukan kista jaringan yang baru akan berulang kembali. Jika hospes perantara (intermediate host) dimakan oleh kucing, bradizoit akan memasuki sel-sel epitel usus kucing, dan melewati lima tahap reproduksi aseksual merogeni (merogeny) diikuti pembentukan mikrogamon

(microgamonts) dan makrogamon

(macrogamonts).

Mikrogamon

akan

membelah diri membentuk mikrogamet berflagela yang kemudian membuahi makrogamon. Makrogamon yang telah dibuahi akan membentuk dinding dan menjadi ookista yang tidak berspora, yang berukuran sekitar 10 mikron x 12 mikron yang kemudian dikeluarkan bersama tinja kucing. Jika kucing termakan kista jaringan, 97% kucing yang terinfeksi untuk pertama kali akan membentuk ookista, biasanya dalam waktu 3-10 hari. Hanya 20% kucing yang termakan ookista akan menderita toksoplasmosis, dengan periode prepaten selama 18 hari atau lebih. INFEKSI TOXOPLASMA Hewan karnivora sering terinfeksi Toxoplasma gondii karena termakan bradizoit yang terdapat di dalam kista jaringan mangsanya, seperti yang yang terjadi pada manusia karena makan daging mentah atau kurang matang, terutama daging babi, domba atau daging kambing. Kista Toxoplasma jarang ditemukan pada daging unggas atau daging sapi. Dengan pengelolaan hewan ternak yang baik prevalensi infeksi Toxoplasma pada hasil peternakan komersial menjadi sangat menurun.

Sumber penularan kista umumnya

berasal dari hewan-hewan liar misalnya babi, kanguru, dan hewan buruan lainnya serta dari peternakan unggas yang tidak dikelola dengan baik. Ookista hanya dikeluarkan oleh kucing. Ookista tak berspora yang baru dikeluarkan bersama tinja kucing masih tidak infektif. Baru sesudah berada di lingkungan dengan kadar oksigen, kelembaban dan temperatur tertentu, ookista akan membentuk spora. Ookista berspora merupakan stadium

9

Toxoplasma yang sangat resisten dan tahan terhadap pengaruh lingkungan. Dengan termakan sejumlah kecil, misalnya sepuluh ookista, hospes perantara sudah dapat terinfeksi, sedangkan infeksi pada kucing baru terjadi jika kucing memakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi kemudian mampu menghasilkan puluhan sampai ratusan juta ookista dalam tinjanya. Takizoit adalah stadium yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam jaringan hewan yang aktif menderita toksoplasmosis, misalnya di dalam susu kambing, domba, sapi, dan kadang-kadang juga ditemukan pada telur ayam. Takizoit yang infektif ini mudah dimatikan dengan mudah misalnya dengan

pasteurisasi dan memasaknya, termasuk takizoit yang ada di dalam telur.Toxoplasma juga dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan tranfusi darah meskipun hal ini jarang terjadi. Penularan Toxoplasma di dalam uterus hanya terjadi pada infeksi primer pada ibu hamil, yang menyebabkan terjadinya parasitemia di dalam plasenta yang kemudian akan menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada manusia, domba dan kambing, dan kadang-kadang juga terjadi pada tikus, kucing dan anjing. Seorang perempuan yang terpapar Toxoplasma 4-6 bulan sebelum hamil akan mendapatkan kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit ini di kemudian hari. Pada manusia, risiko terjadinya infeksi Toxoplasma pada janin akan meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan; pada trimester pertama 10-25% dan pada trimester ketiga 60-90%. Akan tetapi kecacatan kongenital yang terjadi lebih berat jika infeksi Toxoplasma terjadi pada kehamilan yang lebih muda. GEJALA DAN TANDA INFEKSI Gejala klinis toksoplasmosis yang timbul disebabkan oleh adanya kerusakan seluler akibat pembelahan diri takizoit yang umumnya terjadi di otak, hati, paru, otot rangka dan mata. Infeksi yang disebabkan oleh ookista umumnya lebih berat akibatnya daripada infeksi yang disebabkan oleh kista jaringan yang termakan. Infeksi toksoplasmosis dipengaruhi oleh adanya

10

infeksi lain, misalnya HIV/AIDS atau karena adanya penggunaan pengobatan yang bersifat imunosupresif. Toksoplasmosis pada manusia Sekitar 15% penderita dengan infeksi Toxoplasma

menunjukkan

gejala klinis, misalnya demam ringan dan limfadenopati sehingga mirip dengan gejala klinis mononukleosis atau penyakit Hodgkin. Tanda-tanda toksoplasmosis dapat berlangsung selama 1-12 minggu yang pada penderita imunokompeten jarang berlangsung berat. Gejala klinis yang terjadi berupa toksoplasmosis mata (ocular toxoplasmosis) dalam bentuk retinitis (sebesar 0.2-0.7%), yang umumnya berhubungan dengan adanya toksoplasmosis kongenital. Pada infeksi yang lebih berat, gejala klinis toksoplasmosis umumnya disebabkan adanya kaitan dengan ensefalitis, hepatitis, miositis, atau pneumonia. Terjadinya ensefalitis Toxoplasma,

40% ada kaitannya

dengan adanya infeksi AIDS/HIV, dan 10% diantaranya berakibat kematian bagi penderita. Sekitar

10%

infeksi

toksoplasmosis

kongenital

pada

janin

menyebabkan terjadinya keguguran (abortus) atau kematian janin. Pada saat terjadinya persalinan, 10-23% tanda-tanda infeksi kongenital dapat terlihat, misalnya berupa hidrosefalus, hepatosplenomegali, mikrosefali, atau ukuran bayi yang lahir lebih kecil dari ukuran normal. Sebagian tanda-tanda ini bisa ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi prenatal. Sekitar 67-80% tanda-tanda klinik infeksi toksoplasmosis kongenital tidak terlihat pada waktu bayi dilahirkan. Pada anak dengan infeksi toksoplasmosis kongenital sepertiga diantaranya menunjukkan adanya toksoplasmosis mata. Toksoplasmosis pada hewan Pada anjing dan kucing, infeksi primer sistemik dengan Toxoplasma dapat menunjukkan adanya demam ringan dan limfadenopati, tetapi bisa juga tanpa gejala (asimtomatik). Pada infeksi yang berat, hewan penderita dapat mengalami demam tinggi, letargi, tidak mau makan atau anoreksia, dan tanda-tanda yang menunjukkan adanya pneumonia, hepatitis, miositis, atau

11

ensefalitis.

Perjalanan

penyakit

dapat

berlangsung

lambat,

tetapi

toksoplasmosis dapat juga berlangsung cepat dan menimbulkan kematian. Kerusakan mata akibat toksoplasmosis pada kucing lebih sering terjadi daripada toksoplasmosis pada anjing. Anak anjing dan anak kucing sering menderita infeksi berat sehingga menyebabkan terjadinya lahir mati atau mati sebelum mampu menyusu ke induknya. Infeksi klinis pada domba dan kambing jauh lebih banyak terjadi dibanding dengan infeksi pada kucing dan anjing terutama terkait dengan masalah reproduksinya. Infeksi Toxoplasma pada unggas sering juga terjadi, tetapi jarang menunjukkan gejala klinis. DIAGNOSIS PENYAKIT

Sekali

terinfeksi

Toksoplasma,

manusia

maupun

hewan

akan

membentuk antibodi protektif yang berperan seumur hidup pada hospes, kecuali

jika

hospes

mengalami

gangguan

sistem

imun

yang

berat

(immunocompromised) dan tidak mampu membentuk respon imun humoral. Adanya Toxoplasma di dalam jaringan atau cairan tubuh dapat diketahui dengan menggunakan PCR atau pemeriksaan biologi pada mencit. Diagnosis toksoplasmosis pada manusia Terdapat

beberapa

uji

serologi

untuk

menentukan

diagnosis

toksoplasmosis pada manusia dan untuk menbedakan antara infeksi akut yang baru terjadi dan infeksi laten yang sudah lama terjadi. Titer IgM dalam serum menunjukkan terjadinya infeksi baru, sedangkan adanya IgG

yang

bertahan lebih lama di dalam serum menunjukkan bahwa pernah terjadi infeksi Toxoplasma di masa lalu. Meskipun demikian kedua tipe antibodi tersebut biasanya baru dapat ditemukan dalam waktu 1-2 minggu sesudah terjadi infeksi. Beberapa produk kit IgM terhadap Toxoplasma ternyata menunjukkan adanya hasil positif palsu (false-positive) sehingga penilaian hasil pemeriksaan tersebut harus ditetapkan dengan hati-hati.

12

Penggunaan MAT (Modified latex Agglutination Test) yang sangat peka dalam dalam mendeteksi IgG dapat juga dimanfaatkan untuk membantu membedakan infeksi akut dan kronis berdasar reaktivitasnya dengan aseton terhadap (versus) formalin-fixed antigen. Pemantauan serologi pada perempuan hamil tidak selalu dianjurkan di USA dan Canada. Hal ini berbeda dengan yang dianjurkan di berbagai negara Eropa. Di USA dan Canada risiko terinfeksi Toxoplasma sangat rendah jika dibandingkan dengan di Eropa. Diagnosis terjadinya infeksi in utero dilakukan dengan memeriksa DNA Toxoplasma pada cairan amnion, yang jika positif diteruskan dengan pemeriksaan ultrasonografi janin untuk melihat adanya kecacatan kongenital. Diagnosis toksoplasmosis pada hewan Berbeda dengan pada manusia, perkembangan dan keberadaan IgM pada kucing yang terinfeksi toksoplasmosis sering berubah-ubah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai patokan terjadinya infeksi Toxoplasma. Selain itu kucing yang terinfeksi kadang-kadang baru membentuk IgG 4-6 minggu sesudah infeksi, jadi sesudah kucing tidak lagi mengeluarkan ookista dalam tinjanya. Kucing dengan seropositif IgG mungkin tidak mengeluarkan ookista. Pada infeksi ulang kucing dengan parasit, ookista tidak banyak dikeluarkan karena kucing sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi baru. Kucing dengan seronegatif mungkin mengeluarkan ookista dalam tinjanya dan jika terinfeksi Toxoplasma akan menimbulkan gejala klinis yang nyata. Kucing hanya mengeluarkan ookista dalam tinjanya selama 1-3 minggu sesudah infeksi pertama oleh Toxoplasma, sehingga pemeriksaan tinja kucing sebenarnya kurang bermanfaat. PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS Pengobatan toksoplasmosis pada manusia Obat yang biasa digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada manusia adalah kombinasi pirimetamin dan sulfonamid. Pengobatan ini

13

sebaiknya tidak diberikan pada perempuan hamil karena dapat menimbulkan gangguan pada sintesis asam folat janin. Untuk mengobati ibu hamil dengan toksoplasmosis, digunakan

spiramisin yang dapat menurunkan beratnya penyakit pada toksoplasmosis kongenital dan akibat kecacatan yang timbul dimasa akan datang, tetapi tidak mengurangi risiko terjadinya infeksi. Pengobatan yang dilakukan secara dini pada

infeksi

toksoplasmosis

prenatal

pada

anak

juga

menunjukkan

berkurangnya kejadian kecacatan dan mencegah terjadinya kecacatan dikemudian hari. Penderita sebaiknya

dengan

dikelola

transplantasi

dengan

terutama

memberikan

terapi

transplantasi

jantung

pencegahan

dengan

pirimetamin-sulfonamid selama enam minggu untuk mencegah terjadinya infeksi Toxoplasma gondii pada penderita. Pada penderita AIDS dengan seropositif Toxoplasma, untuk mencegah terjadinya

reaktivasi

penyakit

toksoplasmosis

pengobatan pencegahan menggunakan

penderita

dapat

diberi

Pirimetamin-Dapson, Trimetoprim-

Sulfametoksasol atau Fansidar. Pengobatan toksoplasmosis hewan

Klindamisin dan kombinasi Pirimetamin-Sulfonamid dapat diberikan pada anjing dan kucing yang menderita toksoplasmosis. Obat ini seperti halnya antikoksidial lainnya misalnya monensin dan toltrazuril diberikan untuk mengurangi jumlah ookista yang dikeluarkan oleh kucing jika hewan tersebut terinfeksi

dengan

Toxoplasma

atau

jika

hewan

tersebut

mengalami

imunosupresi.

PENGENDALIAN INFEKSI Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepemilikan kucing dengan risiko terjadinya infeksi toksoplasmosis. Jika pemeliharaan

14

kucing

dilakukan

dengan

baik

dengan

memperhatikan

kebersihan dan sanitasi, ibu-ibu hamil dan orang-orang dengan gangguan sistem imun tetap boleh memelihara kucingnya. Meskipun demikian orangorang yang berisiko tinggi terhadap infeksi toksoplasmosis (yaitu ibu hamil dan mereka yang rendah daya tahan tubuhnya) sebaiknya sedapat mungkin tetap menghindari paparan dengan tinja kucing dan kotak kotoran kucing (cat

litter). Jika seekor kucing diketahui mengeluarkan ookista bersama tinjanya, sebaiknya kucing diasingkan sementara dari lingkungan tempat tinggal kita dan diobati dengan baik sampai tidak lagi mengeluarkan ookista. Kucing juga harus tetap dirawat dan dibersihkan dengan teratur karena ookista mungkin masih ada yang melekat pada bulu-bulunya. Memasak

dengan

menggunakan

microwave,

menggarami

atau

mengasapi daging belum tentu dapat membunuh semua stadium infektif

Toxoplasma yang terkandung di dalamnya. Membekukan daging pada suhu minus 12o Celsius selama lebih dari 24 jam dapat membunuh hampir semua kista jaringan Toxoplasma,

tetapi kista berspora masih mampu bertahan

hidup pada suhu minus 20o Celsius sampai 28 hari lamanya. Mencuci bersih perlengkapan dapur dan permukaan benda-benda yang terpapar daging mentah dengan sabun dan mencucinya dengan air mendidih dapat membunuh semua takizoit maupun bradizoit Toxoplasma. Setiap orang sebaiknya selalu mencuci tangan segera sesudah terpapar dengan tinja kucing, tempat kotoran kucing (litter-box). Pada suhu kamar proses sporulasi terjadi antara 1-5 hari, sedangkan pada udara yang bersuhu dingin ookista membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membentuk spora. Pada suhu 11o Celsius proses pembentukan spora membutuhkan waktu sekitar 3 minggu lamanya. Sesudah membentuk spora, ookista dapat bertahan lebih lama di lingkungan luar dan

tahan

terhadap paparan berbagai macam desinfektan. Karena itu cara terbaik untuk melakukan dekontaminasi benda-benda misalnya litter-box adalah dengan

15

memasaknya atau merendamnya dengan air mendidih. Ookista berspora akan mati dengan pemanasan pada suhu 55-60o Celsius selama 1-2 menit. Tinja dan kotoran kucing harus dibuang setiap hari ke dalam jamban (WC) atau membungkusnya rapat-rapat di dalam

kantong plastik dan

membuangnya ke tempat sampah, atau membakarnya pada insenirator. Kucing harus dijauhkan dari kotakpasir tempat anak bermain agar hewan tersebut tidak buang air di tempat bermain anak-anak yang dapat menjadi sumber penularan toksoplasmosis. PENCEGAHAN PENULARAN TOKSOPLASMOSIS Penyuluhan pada kelompok berisiko tinggi tertular toksoplasmosis yaitu ibu

hamil

dan

orang-orang

dengan

sistem

imun

yang

rendah

(immunocompromised) bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan dan penyebaranToxoplasma.

Untuk

mencegah

terjadinya

penularan

dan

penyebaran Toxoplasma gondii tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada garis besarnya adalah sebagai berikut:



Semua jenis daging harus dimasak sampai suhu internal (di bagian dalam daging) mencapai di atas 67o Celsius.



Buah dan sayuran harus dikupas dan dicuci bersih sebelum dimakan.



Semua benda yang pernah terpapar daging mentah atau buah dan sayur yang belum dicuci harus dibersihkan.



Hindari paparan dengan litter kucing dan tanah kebun, atau gunakan sarung

tangan

dan

selalu

mencuci

tangan

sebersih

mungkin

sesudahnya. 

Jangan memberi daging mentah pada kucing.



Kucing harus selalu dipelihara dan berada di dalam rumah agar tidak terinfeksi Toxoplasma karena makan tikus atau mangsa kecil lainnya yang berada di luar rumah.

16

SARIPATI 

Manusia tertular stadium infektif Toxoplasma gondii yang terdapat dalam bentuk kista jaringan yang terdapat di dalam daging yang kita makan

dalam

keadaan

mentah

atau

kurang

matang

dalam

memasaknya. Misalnya dalam bentuk steak atau sate yang dipanggang setengah matang. Kista Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam tinja kucing dapat mencemari lingkungan, misalnya tanah kebun. Jika manusia atau hewan makan makanan, buah atau sayuran yang tercemar tanah yang mengandung

kista Toxoplasma, maka akan

terjadi penularan parasit tersebut. 

Infeksi Toxoplasma pada manusia umumnya hanya menimbulkan gejala klinis sangat ringan atau tanpa gejala (asimtomatis). Pada orang yang berada dalam keadaan sistem imun yang tidak sempurna (compromised) misalnya pada penderita AIDS, atau orang yang sedang mendapatkan pengobatan kortikosteroid dalam jangka panjang,

Toxoplasma gondii dapat menyebabkan perubahan patologis dan gejala klinis yang berat, misalnya hepatitis, pneumonia, kebutaan dan kelainan neurologis yang berat. 

Toksoplasmosis dapat ditularkan secara transplasental dari ibu ke janin yang dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan, bayi lahir mati, atau anak lahir dengan kecacatan mental dan atau fisiknya. Seorang perempuan hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii untuk pertama kalinya, dan menularkan parasitnya pada bayi yang dikandungnya harus segera diobati. Tanpa pengobatan terhadap toksoplasmosis yang dideritanya, parasit dapat menyebabkan kerusakan pada mata dan jaringan otak bayi.



Infeksi toksoplasmosis kongenital terjadi pada

1-5 dari setiap 1000

kehamilan, dengan 5-10% diantaranya berakhir dengan abortus, 8-

17

10% menimbulkan kerusakan jaringan otak pada janin, dan 10-13% bayi akan mengalami gangguan penglihatan. Meskipun 58-70% ibu yang terinfeksi toksoplasmosis melahirkan bayi dalam keadaan normal, sebagian kecil bayi tersebut di kemudian hari akan mengalami

retinochorioiditis yang aktif, atau terjadi kemunduran mental ( mental retardation). Tingginya infeksi kongenital di suatu tempat tergantung pada keadaan sosial ekonomi penduduk, letak geografi daerah dan kebiasaan hidup penduduknya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat angka kejadian toksoplasmosis kongenital adalah sekitar 1:5000 dari angka kelahiran, di Perancis 1:3000 dan di Panama 1:300 dari angka kelahiran.

Gambar 2. Ibu hamil dan kucing ( URL:http://pregnancy.about.com/b/2010) 

Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, toksoplasmosis mungkin tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Jika timbul gejala, umumnya gejalanya ringan, mirip flu atau hanya terjadi pembesaran kelenja limfe. Meskipun demikian kadang-kadang terjadi

18

gangguan pada mata, timbulnya gejala klinis akibat kerusakan jaringan oleh parasit dan infeksi serta keradangan jantung atau otak. 

Infeksi Toxoplasma gondii

pada umumnya berlangsung secara

tersembunyi (latent), dan parasit dalam keadaan pasif. Sepertiga sampai separuh penduduk dunia (sekitar 2 miliar orang) menderita infeksi laten toksoplasmosis. Pada orang dewasa yang dalam keadaan imunokompeten, toksoplasmosis hanya menimbulkan gejala mirip flu dan kadang-kadang terjadi limfadenopati. Jika daya tahan tubuh atau imunitas/kekebalan tubuh penderita menurun (imunocompromised), misalnya karena menderita kanker dan keganasan, menderita penyakit autoimun, mendapatkan tranplantasi organ

dengan

pengobatannya,

atau

menderita

AIDS,

maka

toksoplasmosis yang laten akan berkembang menjadi aktif. Penderita akan

mengalami

parasitemia

umum

yang

dapat

menimbulkan

kerusakan pada otak, hati, paru dan organ-organ lainnya, dan tidak jarang juga bisa menimbulkan kematian penderita. 

Anak-anak yang menderita toksoplasmosis kongenital atau anak dan orang dewasa yang terinfeksi toksoplasmosis sesudah dilahirkan dapat mengalami kekambuhan gejala-gejala penyakitnya, misalnya penyakit matanya. Jika terjadi infeksi Toxoplasma gondii pada orang dengan imunitas normal, maka baik respon imun humoral maupun CMI (cell

mediated immune response) akan terjadi. CMI bersifat protektif, sedangkan respon humoral mempunyai nilai diagnostik. 

Diagnosis toksoplasmosis ditentukan dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis jaringan, mengisolasi parasit dengan biopsi dari tonsil atau kelenjar

limfe,

melakukan

pemeriksaan

dan

uji

darah,

dan

pemeriksaan amniosentesis. 

Pengobatan yang dilakukan segera sesudah diagnosis toksoplasmosis ditetapkan secara dini dapat mencegah penularan Toxoplasma gondii

19

dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya, sehingga akibat-akibat infeksi kongenital dapat dihindari. Infeksi akut diatasi dengan memberikan pirimetamin atau sulfadiazin. Spiramisin dapat digunakan senagai obat pengganti yang memuaskan hasilnya.



Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis, berbagai tindakan dapat dilakukan oleh ibu hamil, yaitu: o Menghindari paparan dengan tinja kucing yang terdapat di kotak tinja (litterbox), kotak pasir atau tanah kebun. o Mencuci tangan sesudah mengolah daging segar yang masih berdarah, jangan sampai mata terpapar air daging yang menempel di tangan. o Mencuci tangan sebelum makan. o Menggunakan sarung tangan ketika berkebun. o Buah dan sayur harus dicuci bersih, terutama jika dimakan segar/mentah. o Daging yang dimakan sebaiknya dalam keadaan benar-benar matang. o Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap Toxoplasma. Jika terjadi infeksi akut pada perempuan hamil sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan lanjutan

dan

dikandung.

20

pengobatan

untuk

melindungi

janin

yang

BAB. 2 SEJARAH TOKSOPLASMOSIS



ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS



MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP



PENULARAN TOXOPLASMA



TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA



TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN



DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS



PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS



PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

21

Sejarah

penelitian Toxoplasma gondii dan

toksoplasmosis sudah dimulai

sejak awal abad 19 dan terus berkembang, baik dari sudut kedokteran manusia maupun veteriner, karena parasit ini termasuk parasit zoonosis. Meskipun hanya dikenal satu spesies Toxoplasma gondii, tetapi galur (strain) yang ditemukan pada berbagai jenis hewan, baik hewan liar maupun hewan domestik

yang

banyak

dipelihara

manusia,

menyebabkan

sejarah

epidemiologi toksoplasmosis menjadi sangat panjang. ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS Penyebab toksoplasmosis adalah Toxoplasma gondii, suatu spesies protozoa yang paling banyak ditemukan pada manusia. Parasit ini termasuk parasit zoonosis yang dapat hidup di dalam tubuh berbagai jenis hewan berdarah panas dan dapat menular ke manusia. Toksoplasma gondii pertama kali dipelajari oleh Nicolle dan Manceux

pada tahun 1908 berdasar

penelitiannya atas parasit-parasit yang mereka temukan di dalam darah, hati, dan limpa binatang gundi (Ctenodactylus gundi), sebangsa rodensia mirip hamster yang terdapat di Afrika Utara. Binatang ini juga digunakan dalam penelitian leismaniasis pada laboratorium Charles Nicolle di Institure Pasteur di Tunis.

Gambar 3. Ctenodactylus gundi (URL: http://resources.waza.org/files/images )

22

Mula-mula Nicolle mengira bahwa yang ditemukannya adalah parasit

Piroplasma atau Leishmania. Akhirnya diyakininya bahwa ia menemukan organisme baru yang dinamainya Toxoplasma gondii. Karena bentuknya mirip busur panah dan ditemukan pertama kali pada binatang rodensia gundi, maka parasit yang baru ditemukan tersebut diberi nama Toxoplasma gondii. Pada tahun 1908 Splendore menemukan parasit yang sama pada kelinci ( rabbit) di Brazil yang mula-mula juga dikiranya Leishmania, tetapi tidak diberinya nama. Selama 30 tahun berikutnya, organisme mirip Toxoplasma gondii dapat diisolasi dari berbagai hospes, terutama spesies unggas yang untuk pertama kali dapat diisolasi dalam keadaan hidup oleh Sabin dan Olitsky (1937) dan dapat dibuktikan identik dengan isolat Toxoplasma gondii pada manusia.

Gambar 4. Charles Nicolle (URL: http://www.toxo100.org/html) Upaya pencegahan terhadap infeksi Toxoplasma gondii melibatkan sistem imun yang kompleks, termasuk innate immunity dan specifik

immunity. Pada sekitar tahun 1940 antibodi humoral yang ditemukan ternyata dapat membunuh takizoit Toxoplasma gondii yang berada ekstraseluler, tetapi tidak mampu memberantas takizoit yang intraseluler.

23

Dalam

waktu

50

tahun

berikutnya,

imunitas

protektif

terhadap

Toxoplasma yang diteliti ternyata sebagian besar dirangsang oleh sel-sel imun limfoid. MeskipunToxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia dan menginfeksi berbagai jenis hospes, hanya ada satu spesies saja yang ada. Infeksi

Toxoplasma

gondii

pada

berbagai

jenis

hewan

ternyata

menunjukkan gejala-gejala klinis pada masing-masing hospes yang berbeda-beda,

bahkan

sebagian

besar

tidak

menunjukkan

gejala

(asimtomatik). Hal tersebut belum dapat dijelaskan mekanismenya. Karena itu antara tahun 1980 dan 1990 berbagai penelitian genetik dilakukan dan dikembangkan untuk menentukan perbedaan genetik berbagai isolat Toxoplasma gondii dari manusia maupun hewan yang berasal dari berbagai daerah geografis yang berbeda. Salah satu penelitian oleh Dubey dan kawan-kawan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa suatu isolat Toxoplasma gondii yang asimtomatik pada ayam di Brazil ternyata bersifat virulen terhadap tikus. Tabel 1. Sejarah penemuan Toxoplasma gondii penyebab toksoplasmosis (J.P.Dubey, 2008) Penemuan agen penyebab

Kepustakaan/laporan

Protozoa ditemukan pada rodensia (Ctenodactylus gundi ) di Tunisia

Nicolle dan Manceaux (1908)

Protozoa ditemukan pada kelinci di Brazil Pemberian nama: Toxoplasma gondii

Splendore (1908)

Isolasi pertama T.gondii dari hewan, dalam keadaan hidup

Sabin dan Olitsky (1937)

Isolasi T.gondii dari manusia Pembuktian bahwa T.gondii manusia dan T.gondii identik

Wolf dkk. (1939). Sabin (1941)

Pathogenesis of toxoplasmosis, including hydrocephalus Penelitian patogenesis toksoplasmosis, termasuk hidrosefalus

24

agen

Nicolle dan Manceaux (1908)

Frenkel dan Friedlander (1951) Frenkel (1953, 1956)

MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP Terdapat tiga bentuk atau stadium Toxoplasma gondii, yaitu stadium takizoit ( tachyzoite), stadium bradizoit (bradyzoite) yang di dalam jaringan akan membentuk kista, dan stadium sporozoit ( sporozoite) yang terbentuk di dalam ookista (oocyst) yang terdapat di dalam usus kucing dan hanya dikeluarkan oleh kucing melalui tinjanya. Takizoit Takizoit yang berbentuk bulan sabit adalah stadium yang ditemukan pertama kali pada binatang gundi oleh Nicolle dan Manceaux pada tahun 1909. Stadium ini juga disebut sebagai trofozoit (trophozoite), bentuk proliferatif, atau bentuk endozoit (endozoite). Melalui proses yang disebut

endodyogeny stadium parasit ini membelah diri dari satu menjadi dua takizoit. Bradizoit dan kista jaringan Istilah bradizoit (brady berarti lambat) diberikan oleh Frenkel (1973) terhadap stadium Toxoplasma yang berbentuk kista di jaringan. Bradizoit juga disebut sebagai sistozoit (cystozoite). Menurut Dubey dan Beattie (1988) bradizoit harus disebutkan sebagai kista jaringan ( tissue cysts) untuk menghindari salah pengertian dengan ookista dan pseudokista. Jacobs, Remington, dan Melton (1960) untuk pertama kali menemukan sifat biologis kista,

bahwa dinding kista dapat dirusak oleh pepsin atau tripsin, tetapi

organisme dalam bentuk kista ini ternyata kebal atau resisten terhadap getah lambung (pepsin-HCl), sedangkan takizoit segera akan mati jika terpapar getah lambung. Hal ini menunjukkan bahwa kista jaringan berperan penting pada siklus hidup Toxoplasma gondii karena hospes karnivora dapat tertular parasit ini jika termakan daging yang terinfeksi. Mereka juga berhasil menemukan cara untuk mengisolasi Toxoplasma gondii dalam keadaan hidup dari jaringan hewan penderita toksoplasmosis kronis.

25

Gambar 5 . J.P.Dubey meneliti Toxoplasma gondii (http://www.ars.usda.gov/is/) Dubey dan Frenkel (1976) melakukan penelitian mendalam tentang perkembangan kista jaringan dan bradizoit dan menjelaskan ontogeni dan morfologinya. Mereka menemukan bahwa pada mencit kista jaringan terbentuk 3 hari sesudah inokulasi hewan tersebut dengan takizoit. Kucing menghasilkan ookista dalam masa prepaten yang pendek, sekitar 3 sampai 10 hari, sesudah termakan kista jaringan atau bradizoit, sedangkan jika termakan takizoit atau ookista masa prepaten terjadi lebih lama, sekitar 18 hari.

Penelitian Dubey dan Frenkel ini membuktikan bahwa bradizoit dan

kista jaringan merupakan bagian integral dari siklus hidup Toxoplasma gondii, tidak tergantung pada imunitas hospes. Tidak ada satu galur/strain dari parasit ini yang secara alami tidak membentuk kista jaringan. Stadium seksual dan aseksual Menurut laporan Dubey dan Frenkel (1972) stadium-stadium ini terjadi di dalam enterosit usus kucing. Stadium enteroepitelial aseksual yang disebutnya sebagai tipe A-E, agak berbeda dengan bentuk skizon yang terjadi

26

pada parasit Coccidia lainnya. Morfologi bentuk ini berbeda morfologinya dari bentuk takizoit dan bradizoit yang juga terbentuk di dalam usus kucing. Tiga hari sesudah infeksi terjadi perbanyakan diri Toxoplasma gondii secara cepat, sedangkan seluruh siklus parasit telah lengkap dalam waktu 66 jam sesudah kucing termakan kista jaringan.

PENULARAN TOXOPLASMA Penularan kongenital Ketika sedang meneliti seorang bayi yang menderita hidrosefalus, epilepsi, dan anomali mata, Janku pada tahun 1923 menemukan kista parasit di dalam retina penderita yang ternyata kemudian adalah kista Toxoplasma

gondii. Siklus hidup Toxoplasma gondii diketahui mekanismenya sejak tahun 1970. Infeksi kongenital Toxoplasma gondii pada bayi manusia mula-mula dijelaskan oleh Wolf, Cowen, dan Page pada tahun 1939. Sesudah itu toksoplasmosis kongenital juga dilaporkan terjadi pada berbagai spesies hewan, terutama domba, kambing, dan rodensia. Pada beberapa galur mencit yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii, toksoplasmosis kongenital dapat berlangsung berulang-ulang, sampai 10 generasi. Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa Toxoplasma gondii merupakan penyebab penting ensefalitis pada bayi dan dapat ditularkan secara kongenital (Kook dkk., 1999). Karnivorisme Hewan-hewan pemakan daging ( karnivora) lebih sering mengalami infeksi dengan Toxoplasma dibanding hewan pemakan tanaman (herbivora). Juga prevalensi toksoplasmosis jauh lebih sering terjadi pada domba dibandingkan dengan prevalensinya pada kuda dan sapi. Penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa

toksoplasmosis lebih banyak dilaporkan

dari daerah-daerah yang penduduknya biasa makan daging mentah (Desmond

dkk.,1965).

Kean,

Kimball,

dan

Christenson

(1969)

yang

melakukan penelitian pada kelompok mahasiswa kedokteran yang diberi

27

hamburger

yang

dimasak

kurang

matang

menunjukkan

kejadian

toksoplasmosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang mengkonsumsi hamburger yang dimasak matang. Hal ini menunjukkan bahwa

karnivorisme

mempunyai

peran

penting

dalam

penularan

toksoplasmosis. Penularan fecal-oral Penularan toksoplasmosis secara kongenital dan karnivorisme dapat dijelaskan sebagai cara penularan penyakit ini, tetapi tidak bisa menjelaskan bagaimana penularan toksoplasmosis pada vegetarian dan herbivora yang tidak makan daging. Hutchison, seorang biologis dari Universitas Strathclyde di Glasgow, adalah penemu pertama bahwa infektivitas Toxoplasma gondii ada hubungannya dengan tinja kucing. Pada percobaan awalnya, Hutchinson memberi makan kucing yang terinfeksi cacing Toxocara cati dengan kista

Toxoplasma gondii, lalu mengumpulkan tinja kucing yang mengandung telur cacing tersebut. Tinja kucing yang diapungkan pada larutan seng sulfat 33% dan disimpan dalam air kran selama 12 bulan ternyata dapat menyebabkan terjadinya toksoplasmosis pada kucing lain. Hal ini merupakan penemuan baru, karena bentuk takizoit dan bradizoit Toxoplasmosis gondii (dua bentuk yang dikenal pada waktu itu) akan mati jika disimpan di dalam air. Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan terhadap tinja kucing hanya menemukan telur cacing Toxocara cati dan ookista dari Isospora. Ia mengulangi percobaannya dengan dua kucing yang terinfeksi T.cati dan dua kucing yang tidak diinfeksi dengan T.cati. Toxoplasma gondii ternyata hanya ditularkan oleh kucing yang terinfeksi T.cati. Karena itu Hutchinson menduga bahwa T.gondii hanya dapat ditularkan melalui perantaraan telur cacing nematoda. Teori ini kemudian terbantah, ketika penelitian-penelitian oleh Sheffield dan Melton (1969) dan Frenkel, Dubey dan Miller (1969) menunjukkan bahwa infeksi T.gondii tidak ada kaitannya dengan adanya telur T.cati. Toxoplasma

gondii yang infektif juga ditemukan pada tinja kucing yang tidak terinfeksi T.cati yang diberi makan Toxoplasma gondii.

28

Gambar 6. Toxocara cati URL: http://generalhealth.blog.com) Akhirnya, pengetahuan tentang siklus hidup Toxoplasma gondii menjadi lengkap dengan ditemukannya fase seksual parasit ini di dalam usus halus kucing. Ookista Toxoplasma gondii, yang terbentuk pada proses skizogoni dan gametogoni, dapat ditemukan di dalam tinja kucing dan dapat ditentukan sifat biologinya dan dijelaskan morfologinya (Dubey, Miller,dan Frenkel 1970). Dari berbagai spesies hewan coba yang diinfeksi dengan Toxoplasma

gondii, hanya golongan kucing yang dapat menghasilkan ookista (Dubey, Miller dan Frenkel 1972). Ookista yang mencemari lingkungan dapat menyebabkan terjadinya beberapa epidemi penyakit pada manusia. Studi seroepidemiologi di pulau-pulau yang terisolasi di Pasifik, Australia, dan Amerika Serikat yang tidak ada populasi kucingnya, menunjukan bahwa kucing hanya berperan penting pada penularan alami Toxoplasma gondii (Bowie dkk.1997; de Moura dkk. 2006; Teutsch dkk.1979). Percobaan vaksinasi kucing dengan mutan hidup galur T.gondii pada delapan peternakan babi di USA berhasil menurunkan penularan infeksi T.gondii pada tikus dan babi (Mateus-Pinilla dkk.1999), memperkuat peran kucing dalam penularan alami Toxoplasma gondii.

29

Tabel 2. Sejarah Penelitian Penularan Toxoplasma gondii

Penemuan/Penelitian

Laporan/Publikasi Ilmiah

Toksoplasmosis Kongenital 

Penularan toksoplasmosis kongenital pada manusia dapat ditunjukkan

Wolf et al. (1939)



Penularan toksoplasmosis berulang terjadi pada tikus rumah

Beverley (1959)



Penularan toksoplasmosis kongenital juga terjadi pada hewan liar (rusa ekor putih).

Dubey et al. (2008)

Karnivorisme: penularan melalui daging hospes perantara Penularan pada hewan karnivora

Weinman and Chandler (1954)

Penularan melalui daging juga terjadi pada manusia.

Desmonts et al. (1965)

Penularan Fecal—oral Penularan oleh bentuk T.gondii yang terdapat pada tinja dapat dibuktikan.

Hutchison (1965)

Penemuan adanya fase koksidia Toxoplasma.

Hutchison et al. (1970, 1971), Frenkel et al. (1970), Dubey et al. (1970a,b), Sheffield and Melton (1970).

Dikenal adanya hospes definitif dan hospes perantara Toxoplasma. Ookista hanya dikeluarkan oleh golongan kucing.

Frenkel et al. (1970), Miller et al. (1972), Jewell et al. (1972)

Epidemi toksoplasmosis terjadi melalui ookista secara oral / inhalasi dilaporkan pertama kali.

Teutsch et al. (1979)

Meskipun Toxoplasma gondii dapat ditularkan melalui berbagai jalan, penularan yang paling penting karena efisien adalah penularan dengan 30

karnivorisme pada kucing dan termakannya ookista secara fecal-oral yang terjadi pada hospes lainnya. Babi dan mencit dan mungkin juga manusia dapat terinfeksi hanya termakan hanya satu ookista, sedangkan kucing baru terinfeksi jika termakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi hanya satu bradizoit, dapat menghasilkan berjuta-juta ookista, tetapi dengan termakan per oral 100 bradizoit, belum tentu kucing terinfeksi parasit ini (Dubey dkk.1996, Dubey 2001, 2006). Penelitian-penelitian tentang parasit ini lebih berkembang luas di seluruh dunia, sesudah dapat dibuktikan melalui pemeriksaan serologi yang lebih maju, bahwa Toxoplasmosis gondii merupakan parasit zoonosis yang dapat ditularkan dari berbagai jenis hewan ke manusia.

TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA Toksoplasmosis kongenital Tiga orang akhli patologi, Wolf, Cowen dan Paige , USA, menemukan dan mempelajari Toxoplasma gondii pada seorang anak perempuan yang dilahirkan dalam keadaan cukup umur (full term) secara caesar, pada 23 Mei 1938 di Babies Hospital, New York (Wolf dkk. 1939). Pada umur 3 hari bayi mengalam kejang-kejang, dan pada pemerksaan dengan oftalmoskop ditemukan makula pada kedua matanya.

Pada umur satu bulan bayi

meninggal dunia dan kemudian dilakukan otopsi. Juga dilakukan pemeriksaan posmortem atas jaringan otak, sumsum tulang belakang, dan mata sebelah kanan. Pada lesi ensefalomielitis dan retinitis ditemukan parasit Toxoplasma

gondii bebas dan intraseluler. Pada hewan coba yang diinokulasi dengan jaringan jenasah, didapatkan Toxoplasma gondii hidup. Sabin membuat suatu ringkasan tentang gejala klinis toksoplasmosis kongenital berupa hidrosefalus, atau mikrosefalus, kalsifikasi intraserebral, dan korioretinitis yang sekarang digunakan sebagai patokan gejala-gejala klinis dari toksoplasmosis kongenital. Toksoplasmosis dapatan Pada tahun 1941 Sabin melaporkan kejadian toksoplasmosis yang diderita oleh seorang anak laki-laki berumur 6 tahun dari Cincinnati,USA. Anak 31

yang tidak menunjukkan keluhan dan gejala klinis apapun terkena pukulan tongkat basebal. Dua hari kemudian ia menderita sakit kepala dan kejangkejang sehari kemudian. Pada hari ke tujuh ia dibawa ke rumah sakit tanpa gejala klinik yang jelas, tanpa kelainan apaun kecuali adanya pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) dan pembesaran limpa. Sesudah itu ia menunjukkan gejala-gejala neurologis dan akhirnya meninggal dunia pada hari ke-30 sejak sakitnya. Pemeriksaan histopatologis dan bioassay juga dilakukan pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang. Karena adanya dugaan infeksi virus polio, dilakukan inokulasi jaringan homogen korteks serebral pada mencit. Dari inokulasi mencit dapat diisolasi Toxoplasma gondii yang kemudian diberi nama sebagai isolat galur/strain RH, yang diambil dari singkatan nama anak yang yang meninggal dunia tersebut. Kemungkinan besar bahwa anak tersebut menderita toksoplasmosis dapatan yang baru dialami, yang tidak

ada hubungannya dengan trauma kepala yang

dideritanya. Kasus ini merupakan sejarah toksoplasmosis yang sangat menarik, karena Toxoplasma gondii strain RH yang diisolasi dari anak tersebut kemudian dibiakkan berulang-ulang pada mencit di berbagai laboratorium di seluruh dunia. Sesudah melalui biak ulang yang panjang, keganasan strain parasit pada mencit telah menjadi tetap (stabil) dan kemampuan untuk menghasilkan ookista pada kucing akhirnya hilang (Dubey, 1977; Frenkel, Dubey, dan Hoff, 1976). Pada tahun 1940, Pinkerton dan Weinman menemukan Toxoplasma

gondii di dalam jantung, limpa, dan jaringan lainnya berasal dari seorang penderita berumur 22 tahun yang meninggal dunia pada tahun 1937 di Lima, Peru. Pinkerton dan Henderson pada tahun 1941 dapat mengisolasi

Toxoplasma gondii dari darah dan jaringan berasal dari dua orang berumur 50 dan 43 tahun yang meninggal dunia di St.Louis,USA. Siim pada tahun 1958 menekankan kenyataan bahwa limfadenopati adalah satu gejala yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan pada orang dewasa. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Beverley dan Beattie pada tahun 1958 atas 30 orang penderita toksoplasmosis yang ditelitinya dan dari laporan pada waktu

32

terjadi kejadian luar biasa (KLB) toksoplasmosis akut di USA (Teutsch dkk.1979), di Canada (Bowie dkk.1997) dan di Brazil (de Moura dkk.2006). Toksoplasmosis mata Sebelum tahun 1950, hampir semua kasus toksoplasmosis mata dikaitkan dan diakibatkan oleh penularan kongenital (Holland,2003). Dari penderita dengan toksoplasmosis dapatan posnatal yang sebelumnya tidak menunjukkan adanya jaringan parut retinokoidal, 7 tahun sesudahnya 8,3% menunjukkan trjadinya lesi retina (Holland, 2003). Pada KLB toksoplasmosis di Canada tahun 1995 yang diduga terjadi akibat pencemaran air, 20 dari 95 penderita toksoplasmosis akut menderita toksoplasmosis mata (Burnett dkk.1998). Tabel 3. Sejarah Penelitian Toksoplasmosis pada manusia

Penelitian/Penemuan

Publikasi Ilmiah/Laporan

Toksoplasmosis Kongenital Kasus toksoplasmosis kongenital dibuktikan dan dilaporkan untuk pertama kali Gejala klinis khas toksoplasmosis kongenital ditetapkan(hidrosefalus ataumikrosefalus, korioretinitis, dan kalsifikasi intraserebral)

Wolf dkk. (1939) Sabin (1942)

Toksoplasmosis dapatan Laporan toksoplasmosis pertama pada anak Laporan toksoplasmosis fatal Gejala utama toksoplasmosis dapatan: limfadenopati Penderita AIDS peka terhadap penuularan toksoplasmosis

Sabin (1941) Pinkerton dan Weinman (1940) Siim(1956), Beverly dan Beattie (1958) Luft dkk.(1983)

Toksoplasmosis kronis Kista ditemukan pada sediaan autopsi, menunjukkan adanya infeksi kronis yang asimtomatik.

Plaut (1946), Kean dan Grocott (1947)

Toksoplasmosis dan AIDS

33

Sebelum terjadi epidemi AIDS pada orang dewasa tahun 1980an, toksoplasmosis saraf pada orang dewasa jarang dilaporkan, dan umumnya hanya

terbatas

pada

penderita-penderita

kanker

yang

mendapatkan

pengobatan kemoterapi atau penderita-penderita yang sedang mendapatkan transplantasi jaringan. Pada tahun 1983 Luft dkk. melaporkan bahwa ensefalitis yang dipicu toksoplasmosis akut, akan bersifat fatal jika tidak diobati. Hampir semua kasus toksoplasmosis akut yang terjadi akibat reaktivasi toksoplasmosis kronis dipicu oleh adanya hambatan imunitas intravaskuler akibat infeksi AIDS. Banyak penderita-penderita ini pada awalnya diduga menderita limfoma.

TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN Mello (1910) di Turin, Italia, melaporkan untuk pertama kalinya terjadinya toksoplasmosis viseral akut yang mematikan pada seekor anjing berumur 4 bulan. Sesudah itu toksoplasmosis pada anjing banyak dilaporkan dari Cuba, Perancis, Jerman, India, Irak, Tunisia, Rusia, dan USA (Dubey dan Beattie 1988). Toksoplasmosis pada kucing untuk pertama kalinya baru dilaporkan tahun 1942 dari Middletown, USA. Sebagian besar kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii tidak menunjukkan gejala. Toksoplasmosis pada kucing biasanya terjadi jika sistem imun kucing mengalami gangguan sehingga tidak mampu mencegah penyebaran takizoit. Hal ini terjadi pada waktu kucing masih bayi, kucing terinfeksi feline leukemia virus (FELV) atau terinfeksi feline immunodeficiency

virus (FIV). Gejala klinik yang sering terjadi pada kucing yang menderita toksoplasmosis antara lain adalah demam, tidak ada nafsu makan, dan mengalami

letargi.

Jika

infeksi

menyerang

paru,

kucing

mengalami

pneumonia yang mengganggu pernapasan dan dapat menimbulkan gejala klinis yang berat. Toksoplasmosis yang menyerang mata menimbulkan keradangan retina, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya tidak normal, dan kebutaan. Jika sistem saraf pusat terinfeksi, kucing dapat mengalami 34

gangguan koordinasi, sangat peka terhadap sentuhan, berubah perilakunya, gangguan mengunyah dan menelan makanan, kejang-kejang, kencing dan beraknya tidak terkendali. Sebagian besar toksoplasmosis pada kucing dapat disembuhkan menggunakan antibiotika klindamisin. Obat lain yang dapat digunakan adalah pirimetamin dan sulfadiazin yang dapat menghambat reproduksi Toxoplasma

gondii. Pengobatan harus diberikan sedini mungkin, dan tetap diberikan selama beberapa hari sesudah gejala klinis menghilang. Pada infeksi akut pengobatan dimulai sejak titer antibodi yang tinggi diketahui pada uji serologi yang pertama kali dilakukan. Toksoplasmosis pada biri-biri mendapatkan perhatian luas di seluruh dunia karena dampak ekonominya. William Hartley, J.L.Jebson dan D.Mc Farlane dari New Zealand menemukan organisme yang mirip Toxoplasma

gondii di dalam plasenta dan janin domba yang mengalami abortus yang tidak jelas penyebabnya, yang disebut sebagai abortus New Zealand tipe II. Hartley dan Marshall (1957) akhirnya berhasil menemukan Toxoplasma

gondii dari janin abortus tersebut. Dubey dan Beattie (1988) kemudian membuat ringkasan tentang toksoplasmosis pada domba dan dampaknya pada bidang pertanian dan agrikultur. Berjuta-juta domba di seluruh dunia mati akibat toksoplasmosis. Penemuan dua organisme, Neospora caninum dan Sarcocystis neurona memperbaharui informasi tentang sebaran distribusi

Toxoplasma gondii. Ternyata sapi dan kuda yang resisten terhadap toksoplasmosis dapat mengalami abortus akibat infeksi N. caninum (sapi) atau infeksi S. neurona yang menimbulkan ensefalomielitis yang fatal pada kuda di Amerika (Dubey 2003; Dubey dkk.2001). Banyak kasus-kasus neosporosis pada anjing yang salah didiagnosis sebagai toksoplasmosis. Sebelum ditemukannya ookista T.gondii, tidak satu orangpun yang menduga bahwa lingkungan perairan juga bisa mengalami pencemaran dengan

T.gondii, dan bahwa mamalia perairan pemangsa ikan dapat juga terinfeksi parasit ini. Cole dkk.(2000) berhasil mengisolasi T.gondii dalam keadaan hidup dari anjng laut di USA. Sesudah itu beberapa laporan tentang kematian

35

mamalia perairan yang disebabkan akibat toksoplasmosis dapat ditemukan di kepustakaan.

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS Pemeriksaan laboratorium dan inokulasi hewan coba Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan bentuk takizoit

Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam sel leukosit, sumsum tulang, limpa, paru atau jaringan otak. Selain itu pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan atas jaringan yang terinfeksi parasit ini. Kultur jaringan dan inokulasi intraperitoneal pada hewan coba, dapat dilakukan misalnya pada mencit, dengan bahan pemeriksaan berupa darah atau cairan tubuh (body fluid). Mencit harus diujicoba lebih dahulu untuk memastikan adanya Toxoplasma di dalam cairan peritoneum 6-10 hari pasca inokulasi. Pemeriksaan serologi Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis toksoplasmosis. Sabin-Feldman dye test. Pengembangan penelitian serologi, dye test, oleh Albert Sabin dan Harry Feldman pada tahun 1948 merupakan penemuan besar terkait dengan toxoplasmosis. Uji serologi ini sangat sensitif dan spesifik tanpa menunjukkan adanya hasil yang semu atau palsu ( false results) pada manusia.

Penelitian-penelitian serologi telah membuka lebar-lebar studi

epidemiologi insiden infeksi dengan Toxoplasma gondii di seluruh dunia yang menunjukkan tingginya prevalensi dan luasnya sebaran parasit ini pada manusia di banyak negara.

36

Antibodi IgM. Remington dkk. (1968) untuk pertama kali memanfaatkan penemuan antibodi IgM di dalam darah talipusat atau serum janin untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital, karena antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgG dapat menembusnya. Sesudah itu Remington (1969) menemukan modifikasi Uji Antibodi Fluoresen Tidak Langsung (Indirect Fluorescent Antibody Test) dan ELISA untuk mendeteksi IgM di dalam

darah talipusat (Naot dan Remington, 1980).

Desmont, Naot dan Remington (1981) mengembangkan modifikasi kombinasi IgM-ELISA dengan uji aglutinasi (IgM-ISAGA) untuk mengeliminasi keharusan pemakaian konjugat enzim. IgM ternyata terbukti mempunyai kegunaan pada program penentuan diagnosis toksoplasmosis (Remington dkk.2006). Direct Agglutination Test (DAT). Uji aglutinasi langsung yang sederhana ini memiliki kegunaan dalam membantu mengarahkan diagnosis serologi toksoplasmosis pada manusia dan hewan lainnya. Penggunaan uji ini tidak memerlukan peralatan yang canggih, dan tidak menggunakan konjugat. Uji ini kemudian dikembangkan oleh Fulton (1965) dan diperbaiki oleh Dubey dan Desmond (1987) dan dikenal sebagai Modified Agglutination Test (MAT), yang banyak digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis pada hewan. Pemeriksaan DNA Penggunaan DNA untuk mendeteksi Toxoplasma gondii dari takizoit tunggal menggunakan gen B1 pada polymerase chain reaction (PCR) pertama kali dilaporkan oleh Burg dkk. (1989). Uji PCR kemudian dikembangkan menggunakan berbagai gen target yang berbeda dan terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis klinis.

37

Tabel 4 . Sejarah Diagnosis Toksoplasmosis Penemuan/Penelitian

Laporan Ilmiah

Sabin-Feldman dye test

Sabin dan Feldman (1948)

Toxoplasma skin test digunakan untuk survai

Frankel (1948)

Pemeriksaan untuk mendeteksi IgM dalam darah Remington dkk.(1968); talipusat Desmonts dkk.(1981) Penemuan Uji Aglutinasi Langsung yang sederhana Pertama kali validasi uji serologi menggunakan parasit hasil isolasi sebagai standard PCR digunakan untuk mendeteksi DNA T.gondii menggunakan gen B1

Desmonts&Remington (1980); Dubey dan Desmonts (1987) Dubey dkk.(1995); Dubey (1997) Burg dkk. 1989.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS Sejarah pengobatan toksoplasmosis dimulai pada tahun 1942 ketika Sabin

dan

Warren

yang

melaporkan

efektivitas

sulfonamid

pada

toksoplasmosis tikus, sedangkan pada tahun 1953 Eyles dan Coleman menunjukkan adanya sinergisme kombinasi sulfonamid dengan pirimetamin. Kombinasi

terapi

ini

pada

waktu

ini

merupakan

terapi

standard

toksoplasmosis untuk manusia (Remington dkk.2006). Sifat spiramisin (spiramycin) yang mempunyai efek antiplasmosis pada mencit ditemukan oleh Garin dan Eyles (1958). Karena spiramisin bersifat tidak toksis dan tidak menembus plasenta, obat ini digunakan untuk pengobatan pencegahan pada perempuan hamil penderita toksoplasmosis, untuk mencegah penularan parasit ke janin yang dikandungnya (Desmond dan Couvreur 1974). Penemuan klindamisin (clindamycin) yang juga bersifat antitoksoplasmosis

digunakan

untuk

sulfonamid (Araujo dan Remington 1974).

38

penderita

yang

alergi

terhadap

Tabel 5 . Sejarah Penemuan Obat Anti-Toxoplasma

Penelitian/Penemuan

Laporan/Tulisan Ilmiah

Sulfonamid efektif terhadap T.gondii

Sabin dan Warren (1942)

Pirimetamin bersifat sinergis dengan sulfonamid memberantas takizoid yang sedang membelah diri.

Eyles dan Coleman (1953)

Folic acid dan Ragi meningkatkan aktivitas sulfadiazin dan pirimetamin

Frenkel dan Hitchings (1957)

Spiramisin bersifat anti-toxoplasma

Garin dan Eyles (1958)

Klindamisin bersifat anti-toxoplasma

Mc Master dkk.(1973); Araujo dan Remington (1974)

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN TOKSOPLASMOSIS Pemeriksaaan selama kehamilan Desmond dan Couvreur (1974) di Paris melakukan penelitian serologi pada perempuan hamil dan mengamati terjadinya serokonversi selama proses kehamilan pada ibu dan selama terjadinya penularan T.gondii pada janin. Darah diambil pada saat kunjungan pertama, bulan ketujuh, dan pada saat kelahiran bayi. Desmond memberikan pengobatan pencegahan pada ibu yang mengalami serokonversi selama terjadi proses kehamilan. Penelitian-penelitian ini dan penelitian-penelitian sesudahnya membantu meningkatkan penyebaran program pencegahan toksoplasmosis pada ibu hamil.

39

Pada pemantauan selama 15 tahun penelitian menunjukkan bahwa:

1.Infeksi toxoplasmosis yang pada dua trimester pertama paling sering menimbulkan kelainan berat pada janin; 2.Tidak semua ibu yang terinfeksi T.gondii menularkannya pada janinnya; 3.Perempuan yang mengalami seropositif sebelum hamil tidak menularkan infeksinya pada janin; 4.Pengobatan dengan spiramisin mengurangi terjadinya penularan kongenital, tetapi tidak menghambat proses penyakit pada bayi.

Perbaikan higiene dan sanitasi Sesudah siklus hidup T.gondii dipahami pada tahun 1970, hal ini memungkinkan untuk menganjurkan perempuan hamil dan orang-orang yang peka terhadap infeksi toksoplasmosis untuk menghindari paparan dengan ookista (Frenkel dan Dubey 1972). Penelitian-penelitian juga dilakukan untuk mencari cara memberantas T.gondii yang terdapat di dalam daging yang terinfeksi melalui pembekuan dan pemanasan serta radiasi (Kotula dkk.1991, Dubey dkk. 1986,1990). Vaksinasi Tujuan vaksinasi selain untuk menghambat pembiakan parasit di dalam sel (pembentukan takizoit) dan penyebarannya, juga untuk mencegah

40

pembentuan

kista parasit

(bradizoit).

memberikan

perlindungan

imunitas

Hal ini

pada

ibu

sangat hamil

penting dan

untuk

mencegah

penyebaran parasit untuk mencegah penularan pada janin agar tidak terjadi toksoplasmosis kongenital. Pada waktu ini belum ada obat yang dapat membunuh Toxoplasma gondii yang terdapat dalam bentuk kista jaringan sehingga dapat menyembuhkan infeksi parasit ini. Vaksinasi yang dilakukan terhadap domba menggunakan kista hidup strain Toxoplasma gondii yang tidak ganas dapat mengurangi kematian janin dan secara komersial vaksin ini sudah diperdagangkan (Wilkins dan O’Connel, 1983). Penggunaan vaksin hidup belum memungkinkan diproduksi karena belum aman untuk digunakan dan banyak menimbulkan efek samping, pendek waktu efektivitasnya dan belum dapat diproduksi dalam jumlah besar karena membutuhkan dana besar. Karena itu sampai sekarang vaksin untuk mencegah toksoplasmosis pada manusia belum tersedia di pasaran.

41

BAB 3 BIOLOGI TOXOPLASMA

42



TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII



SEBARAN PADA DUNIA HEWAN



STADIUM TOXOPLASMA



SIKLUS HIDUP



PATOFISIOLOGI



VIRULENSI PARASIT



PENYIMPANAN DAN PEMELIHARAAN

Kelas

Toxoplasmida yang termasuk subfilum Sporozoa terdiri dari tiga

keluarga

(famili)

yang

memiliki

kekerabatan

yang berdekatan,

yaitu

Toxoplasmidae, Besnoitiidae, dan Sarcocystidae. Masing-masing keluarga memiliki satu genus, begitu juga halnya dengan famili Toxoplasmidae yang hanya mempunyai satu genus, yaitu genus Toxoplasma. TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII Menurut Mc Gill (2008), Toxoplasma gondii yang berada pada kerajaan hewani atau kingdom Animalia (pada taksonomi yang lain dimasukkan dalam kingdom Protista) merupakan anggota subkingdom Protozoa. Bersama dengan Plasmodia penyebab malaria, parasit ini termasuk dalam filum

Apicomplexa .

Kingdom

: Protista

Phylum

: Apicomplexa

Class

: Toxoplasmida

Subclass

: Coccidiasina

Order

: Eucoccidiorida

Family

: Toxoplasmidae

Genus

: Toxoplasma

Species

: Toxoplasma gondii

SEBARAN PADA DUNIA HEWAN

43

Genus Toxoplasma tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) dan banyak menginfeksi berbagai mamalia berdarah panas, termasuk manusia, sapi, domba, babi, anjing, serigala, kucing, dan rodensia. Parasit ini juga ditemukan pada unggas dan reptil. Sarcocystis yang termasuk keluarga Sarcocystidae dan juga banyak tersebar luas di dunia jarang ditemukan pada manusia, tetapi dapat ditemukan pada primata terutama kera, sapi, domba, kambing, babi, kuda, rodensia, unggas terutama bebek liar, reptil, dan ikan. Infeksi lebih jarang ditemukan pada sapi dibandingkan pada babi dan domba.

Sarcocystis sangat jarang ditemukan pada karnivora. Toxoplasma boleh dikatakan tidak mempunyai hospes khusus, meskipun dengan melalui berkali-kali subkultur (passage) suatu strain

Toxoplasma dapat beradaptasi dari satu hewan ke hewan lainnya. Strainstrain Toxoplasma cepat berubah sifatnya jika dilakukan subkultur di laboratorium. Semua parasit anggota kelas Toxoplasmida hidup intraseluler obligat di dalam inti sel, meskipun parasit ini dapat juga ditemukan dalam waktu yang tidak lama di dalam sirkulasi darah dan limfe dalam bentuk zoit. Toxoplasma hidup di dalam semua jenis sel berinti, tetapi terutama ditemukan di dalam sel-sel retikuloendotel, otot dan sistem saraf pusat dan cabang-cabangnya, terutama di retina.

STADIUM TOXOPLASMA Terdapat tiga bentuk Toxoplasma gondii, yaitu sporozoit, takizoit, dan bradizoit. 1. Sporozoit (sporozoite) . Stadium ini terdapat di dalam ookista. Ookista yang terdapat di dalam tinja kucing berukuran garis tengah antara 10-13 mikron.

44

Ookista mengandung dua sporokista yang masing-masing

mengandung 4 sporozoit. Hanya kucing yang mengeluarkan ookista

Toxoplasma bersama tinjanya.

Gambar 7. Ookista berspora Toxolasma gondii (Sumber : CDC/ DPDx). 2. Takizoit (tachyzoite). Stadium ini berbentuk bulan sabit, berukuran 3x6 mikron, terbungkus di dalam selaput dan membentuk kista yang berukuran garis tengah antara 10-100 mikron (ookista yang terdapat di dalam tinja kucing berukuran garis tengah 10-13 mikron). Pada stadium akut

toksoplasmosis,

takizoit

melakukan

invasi

jaringan

dan

memperbanyak diri di dalam sel.

45

Gambar 8. Takizoit Toxoplasma gondii di dalam makrofag peritoneum dari limbah peritoneum (URL: http://cal.vet.upenn.edu)

Gambar 9. Takizoit

intraseluler Toxoplasma gondii (URL:http://www.microbeworld.org/images/stories) 3. Bradizoit (bradyzoite).

Bentuk

yang

terdapat

pada

fase

laten

toksoplasmosis yang dialami oleh penderita dengan imunokompeten, berada di dalam bentuk kista berukuran antara 10-100 mikron di dalam jaringan otot dan saraf. Janin yang terinfeksi dari ibu yang menderita toksoplasmosis yang tidak menunjukkan gejala pada waktu dilahirkan, dapat menunjukkan gejala toksoplasmosis beberapa bulan atau beberapa tahun sesudahnya.

46

Gambar 10. Bradizoit di dalam kista jaringan (Sumber: Lindsay, Auburn University ; Mc Gill , 2008 ) .

Gambar 11. Bradizoit di dalam pseudokista Toxoplasma dalam sel miokard penderita miokarditis (URL: http://jpkc.gdmc.edu.cn/blx/bledu/english/images/9/86.jpg)

Gambar 12. SEM (Scanning Electron Micrograph) menunjukkan bradizoit di dalam kista jaringan di otak (Sumber: David Ferguson, Oxford University. http://cmgm.stanford.edu)

SIKLUS HIDUP Kucing dapat mengalami infeksi karena termakan ookista yang

47

terdapat di dalam tinja kucing yang menderita toksoplasmosis, atau karena termakan kista jaringan Toxoplasma yang terdapat di dalam daging mangsa yang dimakannya, misalnya tikus atau burung. Enzim pencernaan akan melepaskan organisme yang kemudian menjadi bentuk zigot (zygote) yang kemudian membentuk dinding atau kapsul sehingga merupakan

ookista

(yang belum infektif), yang akan keluar bersama tinja kucing. Selama infeksi primer berlangsung selama beberapa minggu, kucing dalam waktu sehari dapat menghasilkan berjuta-juta ookista. Dalam waktu 21 hari sesudah dikeluarkan bersama tinja kucing, ookista akan berkembang menjadi bentuk ookista yang infektif. Bentuk kista infektif mampu bertahan hidup di lingkungan yang panas dan lembab, selama lebih dari satu tahun.

Toxoplasma gondii juga mempunyai dua siklus hidup yang berbeda, yaitu siklus seksual ( sexual cycle) yang berlangsung di dalam tubuh kucing, dan siklus aseksual (asexual cycle) yang berlangsung di dalam tubuh mamalia lainnya, termasuk manusia, dan beberapa jenis spesies burung. Kucing merupakan satu-satunya spesies hewan yang mengeluarkan bentuk parasit yang dapat berkembang menjadi bentuk infektif Toxoplasma

gondii bersama tinjanya. Hampir semua jenis mamalia dan burung dapat menjadi hospes Toxoplasma , dan dapat berkembang biak jika daging yang infektif hewan-hewan tersebut dikonsumsi. Kucing akan terinfeksi parasit karena binatang ini makan berjenis-jenis sumber infeksi, yaitu tikus dan rodensia lainnya, daging mentah, lipas (kecoa) dan lalat yang terpapar parasit, atau jika kucing terpapar atau mengalami kontak dengan kucing yang sakit, terpapar tinja kucing yang infektif, atau terpapar tanah yang tercemar ookista. Takizoit yang merupakan bentuk kedua dari Toxoplasma gondii yang aktif memperbanyak diri dan dapat ditemukan di setiap organ pada tahap infeksi akut toksoplasmosis. Takizoit biasanya menginvasi otak, otot-otot rangka, dan otot jantung. Infeksi tetap akan berlangsung sampai sel atau jaringan mengalami kematian atau akan berkembang menjadi bentuk kista. Bradizoit yang merupakan bentuk ketiga Toxoplasma gondii, dalam waktu tujuh hari sesudah infeksi akan membentuk kista jaringan dan dapat tetap bertahan hidup sampai batas umur hospes. Bentuk kista jaringan akan

48

dapat ditemukan pada stadium kronis atau pada stadium laten infeksi. Penyebaran toksoplasmosis akan terjadi jika jaringan dimakan oleh karnivora. Sesudah dicerna oleh enzim usus, parasit akan memasuki usus, lalu menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui sirkulasi darah dan limfe. Hospes definitif Toxoplasma gondii hanyalah famili Felidae (keluarga kucing). Kista tak berspora dalam jumlah besar dikeluarkan bersama tinja kucing selama 1-2 minggu. Dalam waktu 1-5 hari di lingkungan di luar tubuh kucing, ookista akan membentuk spora dan menjadi infektif. Di alam, berbagai hospes misalnya unggas dan tikus yang bertindak sebagai hospes perantara (intermediate host) akan terinfeksi jika termakan ookista yang terdapat di dalam tanah, air atau tanaman yang tercemar. Segera sesudah tertelan hospes perantara, ookista akan berkembang menjadi takizoit (tachyzoite). Takizoit yang terdapat di jaringan otot dan saraf lalu berkembang menjadi bradizoit dalam kista jaringan (tissue cyst bradyzoite).

49

Gambar 13. Bagan Siklus Hidup Toxoplasma gondii

Kucing terinfeksi jika memakan daging hospes perantara, misalnya tikus atau unggas, yang mengandung ookista berspora. Hospes perantara ini juga dapat menjadi sumber infeksi bagi manusia yang memakannya. Hewan mamalia, misalnya babi dan domba terinfeksi ookista yang masuk bersama makanan yang tercemar tinja kucing yang mengandung ookista. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu: 

Makan daging hewan yang mengandung kista jaringan;



Makan makanan atau minum air tercemar tinja kucing yang infektif atau bahan-bahan lain yang tercemar tinja kucing yang infektif;



Melalui darah tranfusi;



Melalui jaringan pada waktu transplantasi organ;



Penularan transplasental dari ibu ke janin.

Di dalam tubuh manusia, parasit membentuk kista jaringan (tissue cyst) terutama di otot rangka, miokardium, otak, dan mata. Kista-kista jaringan dalam keadaan hidup dapat tetap dijumpai seumur hidup manusia. Dengan biopsi jaringan atau melalui pemeriksaan serologi diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan. Adanya infeksi kongenital dapat didiagnosis melalui deteksi DNA (Deoxyribonucleic acid) Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam cairan amnion menggunakan metoda molekuler misalnya PCR ( Polymerase

Chain Reaction). PATOFISIOLOGI Ookista Toxoplasma gondii termakan bersama makanan atau bahanbahan yang tercemar tinja kucing yang terinfeksi. Ookista juga bisa mencemari makanan karena terbawa oleh lalat, lipas (kecoa) dan cacing

50

tanah. Sesudah tertelan, bradizoit akan terlepas dari kista atau sporozoit keluar dari dalam ookista, lalu organisme ini akan memasuki sel-sel gastrointestinal. Reseptor sel hospes yang terdiri dari laminin, lektin, dan SAG1 berperan pada pelekatan dan masuknya takizoit Toxoplasma gondii. Kemudian

takizoit

berkembang

dengan

membelah

diri,

menimbulkan

pecahnya sel-sel, lalu menginfeksi sel-sel didekatnya. Dengan perantaraan aliran limfe takizoit disebarkan bersama aliran darah ke berbagai jaringan. Dengan membentuk vakuol parasitoforus Toxoplasma gondii secara aktif dapat menembus sel hospes dengan cepat, lebih cepat dari pada fagositosis. Selama proses invasi oleh Toxoplasma, sel hospes bersifat pasif dan tidak terjadi perubahan baik berupa pengerutan membran, actin cytoskeleton, atau fosforilasi sel protein hospes. Sesudah itu takizoit mengadakan proliferasi, membentuk daerahdaerah nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi seluler. Jika respon imun hospes berlangsung normal, takizoit akan menghilang dari jaringan. Jika hospes mengalami imunodefisiensi, infeksi akut akan berlangsung progresif, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan berat misalnya berupa pneumonitis, miokarditis, dan ensefalitis nekrotik. Kista jaringan akan terbentuk sedikitnya 7 hari sesudah infeksi dan tetap berada di dalam tubuh hospes seumur hidupnya. Kista jaringan yang terbentuk berukuran garis tengah sekitar 60 mikron dan mengandung sampai 60.000 organisme. Kista jaringan ini tidak atau hanya sedikit menimbulkan reaksi keradangan, tetapi dapat mengalami kekambuhan dan menjadi aktif jika penderita mengalami gangguan

sistem kekebalan/imunitas tubuhnya

(immunocompromised). Pada anak yang mengalami infeksi kongenital dapat terjadi korioretinitis . Jika seorang ibu hamil terinfeksi Toxoplasma gondii, parasit dapat menyebar ke plasenta melalui aliran darah dan ditularkan ke janin. Penularan parasit juga dapat terjadi pada waktu berlangsung

proses persalinan

melewati vagina. Jika ibu mendapatkan infeksi pada trimester pertama dan tidak diobati, 14-17% janin akan tertular infeksi, yang dapat menyebabkan 51

terjadinya toksoplasmosis yang berat pada janin. Jika ibu terinfeksi toksoplasmosis pada trimester ketiga tanpa diobati, risiko janin yang tertular infeksi meningkat menjadi sebesar 59-65%, tetapi hanya menimbulkan sedikit kelainan yang tidak jelas pada waktu bayi dilahirkan. Manifestasi klinis toksoplasmosis yang paling sering terjadi pada janin adalah ensefalomielitis, yang berat akibatnya. Sekitar 10% infeksi prenatal

Toxoplasma gondii menyebabkan terjadinya abortus atau kematian janin. Sekitar 67-80% infeksi prenatal tidak menunjukkan gejala (subklinis), dan hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan serologi atau pemeriksaan laboratorium lainnya. Meskipun bayi yang baru dilahirkan tampak sehat, gejala-gejala klinis atau kelainan lainnya dapat terjadi dan baru terlihat beberapa tahun kemudian. Bayi-bayi yang menderita infeksi kongenital yang lebih berat

dapat

mengalami anergi limfosit spesifik-antigen yang dapat mempengaruhi patogenesis penyakitnya. Imunoglobulin M (IgM) dapat meningkat pada bayi yang menderita toksoplasmosis kongenital. Bayi juga dapat menunjukkan glomerulonefritis dengan endapan IgM, fibrinogen dan antigen Toxoplasma. Imun kompleks pada sirkulasi dapat ditemukan pada bayi yang menderita toksoplasmosis kongenital dan pada anak yang lebih besar yang menunjukkan

gejala

toksoplasmosis

sistemik

berupa

demam

dan

limfadenopati. Penderita dengan penyebaran toksoplasmosis ( disseminated

toxoplasmosis) akan menunjukkan penurunan yang nyata jumlah sel-T. Hilangnya perangsang pada pembentukan limfosit-T pada penderita dengan AIDS dapat menjadi penyebab terjadinya manifestasi dan gejala klinis berat toksoplasmosis pada penderita ini.

VIRULENSI PARASIT Keganasan atau virulensi suatu strain Toxoplasma biasanya ditentukan dengan melakukan uji laboratorium dengan hewan coba mencit. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat dipercaya, dilakukan uji coba

52

secara kuantitatif dengan sejumlah kelompok hewan coba yang dinokulasi dengan parasit. Sesudah melewati waktu yang tertentu, jumlah parasit yang mati dapat dihitung dengan tepat. Virulensi strain dapat ditentukan dengan menghitung jumlah mencit yang mati pada penggunaan titer tertentu parasit yang diinokulasikan dan lamanya waktu mencit yang dapat bertahan hidup. Strain yang virulen terhadap mencit laboratorium biasanya juga virulen terhadap hewan coba lainnya, misalnya marmot, kelinci dan burung merpati. Strain Toxoplasma yang virulen, misalnya strain RH yang dapat membunuh mencit dalam waktu beberapa hari dapat segera membunuh hewan coba lainnya, tergantung pada dosis inokulum yang digunakan. Sedangkan terhadap strain “Beverley” yang rendah virulensinya, hewan-hewan coba tersebut masih dapat bertahan hidup meskipun digunakan dosis inokulum yang lebih tinggi. Perbedaan virulensi galur-galur Toxoplasma tergantung pada jenis hospesnya. Strain yang diisolasi dari toksoplasmosis kongenital manusia atau hewan umumnya lebih virulen karena strain ini sudah melewati dua tahapan pada satu spesies yang sama. Virulensi parasit dapat meningkat jika parasit mengalami subkultur atau passage melewati beberapa jenis hospes. Kenaikan virulensi dapat terjadi secara cepat, tetapi dapat juga secara bertahap. Kenaikan virulensi yang cepat dapat terjadi meskipun hanya dilakukan satu kali subkultur, misalnya dilakukan pada hewan coba “multimammate rat” (Mastomys coucha) dan pada marmoset (Callithrix jacchus). Virulensi yang stabil dapat terjadi jika Toxoplasma disubkultur berulang pada embrio ayam atau pada kultur jaringan. Hewan-hewan dewasa misalnya anjing, domba, unggas dan hewan lainnya meskipun terinfeksi Toxoplasma biasanya tidak menunjukkan gejala sakit (asimtomatik) karena telah kebal atau resisten terhadap parasit ini. Diantara primata, kera rhesus dan manusia sangat resisten terhadap parasit ini sehingga meskipun terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukan gejala klinis toksoplasmosis. Misalnya pada manusia, titer antibodi terhadap

Toxoplasma gondii yang tinggi tidak selalu menunjukkan gejala klinis maupun 53

keluhan toksoplasmosis yang jelas. Manifestasi klinis toksoplasmosis yang berat pada manusia tampak pada janin yang terinfeksi secara kongenital, karena janin mengalami imunodefisiensi dibanding imunitas pada orang dewasa, atau karena parasit telah melewati dua tahap pasase, yaitu sesudah melewati jaringan ibu dan kemudian melewati jaringan janin. PENYIMPANAN DAN PEMELIHARAAN

Toxoplasma gondii dapat disimpan dan dipelihara di laboratorium melalui beberapa cara. Pasase atau subkultur berulang pada mencit laboratorium yang tak terinfeksi atau pada telur berembrio sering digunakan untuk memelihara parasit ini. Selain itu metoda yang efektif untuk memelihara Toxoplasma adalah melakukan pasase dengan transfer bertahap (serial transfers) pada kultur jaringan. Strain yang virulen dapat dipelihara pada mencit tanpa melakukan pasase/ subkultur selama tikus masih hidup, karena kista parasit mudah diambil dari otak tikus. Pemeliharaan parasit pada mencit sebagai hewan coba sebaiknya menggunakan mencit muda yang bebas dari Toxoplasma dan dalam keadaan sero-negatif. Pada pasase/subkultur berulang menggunakan mencit laboratorium, virulensi Toxoplasma akan meningkat. Peningkatan virulensi terjadi cepat jika digunakan tikus Mastomys coucha, marmoset dan gundi. Pemeliharaan pada telur berembrio atau pada kultur jaringan mempertahankan virulensi

Toxoplasma pada tingkat virulensi sebelumnya. Kultur jaringan yang dipelihara pada suhu kamar dapat mengurangi frekwensi pembaruan medium dan memperpanjang waktu antara dua subkultur. Sesudah parasit mengadakan proliferasi, kultur jaringan dapat disimpan pada suhu 4o Celsius selama beberapa bulan, atau dapat disimpan dalam keadaan beku. Kista Toxoplasma yang berada di dalam daging hewan yang terinfeksi juga dapat disimpan di dalam refrigerator pada suhu 4-5 o Celsius selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.

54

BAB 4 EPIDEMIOLOGI



PREVALENSI TOKSOPLASMOSIS



PENULARAN TOKSOPLASMOSIS



TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN



TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL



TOKSOPLASMOSIS DAN HIV/AIDS



DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS



KEADAAN KHUSUS

55

Toxoplasma gondii adalah parasit zoonosis yang luas sebarannya di seluruh dunia, dan merupakan protozoa

yang fakultatif heteroxenous dan

polyxenous, yang memiliki berbagai jenis spesies hospes yang berbeda-beda, yang dapat menular melalui berbagai cara infeksi. Berbagai jenis hewan mamalia dan burung bertindak sebagai sumber penularan, karena di dalam organ-organ dan jaringan tubuhnya dapat mengandung bentuk bradizoit atau bentuk kista yang dapat ditularkan ke manusia atau predator yang memakannya. PREVALENSI TOKSOPLASMOSIS Hasil penelitian antibodi IgG Toxoplasma oleh Terazawa, dkk. di Jakarta tahun 2003 atas 863 orang laki-laki dan 857 orang perempuan menunjukkan prevalensi seropositif pada 71% laki-laki dan 69% perempuan, yang perbedaannya tidak bermakna.

Berdasar kelompok umur, prevalensi

seropositif pada kelompok umur sampai 20 tahun adalah 60%, dan pada kelompok umur 40 tahun sebesar 80% dan bertahan pada prevelensi tersebut sampai kelompok umur 60 tahun. Dengan menggunakan uji serologi ELISA tingginya titer IgG pada kedua jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Pada penelitian prevalensi toksoplasmosis pada ibu hamil di Jakarta tahun 1991, hasilnya

menunjukkan bahwa 14,3% serum yang diperiksa

positif terhadap Toxoplasma gondii, sedangkan pada penelitian

atas

perempuan yang pernah menderita abortus, sebesar 67,8% menunjukkan seropositif terhadap parasit ini. Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta menunjukkan lebih dari 90% perempuan dalam usia subur yang diperiksa menunjukkan serum yang seropositif terhadap Toxoplasma gondii. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pada ibu yang mengalami abortus

56

menunjukkan prevalensi toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan

yang

mengalami kelahiran mati bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%. Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada perempuan hamil menunjukkan persentase antibodi anti-toksoplasma IgG yang positif sebesar 38,3% pada ibu yang mengalami abortus 50%, pada ibu yang melahirkan bayi meninggal ( still birth) 65,5% dan pada anak dengan kelainan kongenital sebesar 40,2%. Data-data global menunjukkan bahwa sepertiga penduduk dunia terinfeksi toksoplasmosis, dengan sebaran yang berkisar antara 0% (di Alaska Utara) sampai 94% di Costa Rica dan Guatemala (Garcia dkk.2004). Di USA dan Inggris prevalensi toksoplasmosis berkisar antara 16-40% dengan jumlah orang yang terinfeksi Toxoplasma gondii di USA baik yang dengan atau tanpa gejala diprakirakan berjumlah 60 juta orang (CDC Fact Sheet, 2004). Di banyak negara, misalnya di El Salvador dan Perancis, angka seropositif terhadap Toxoplasma gondii pada orang yang berusia di atas 40 tahun adalah sebesar 75%. Sekitar 90% orang dewasa di Paris adalah seropositif terhadap Toxoplasma gondii, sedangkan di Jerman 50% penduduk dewasa menderita infeksi toksoplasmosis. Di USA, survai serologi oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan bahwa antara tahun 1999 dan 2004 seroprevalensi toksoplasmosis di Amerika Serikat adalah sebesar 10,8%, dengan seroprevalensi pada perempuan usia subur (berumur antara 15 sampai 44 tahun) adalah sebesar 11%. Di banyak negara-negara di Eropa Barat, Afrika, dan Amerika Selatan dan Amerika Tengah, lebih dari 50% perempuan berusia subur ( childbearing

age) menunjukkan seropositif terhadap Toksoplasma gondii. Berdasar penelitian serologi yang terbaru, diprakirakan insidens infeksi primer

Toxoplasma gondii pada perempuan hamil di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika berkisar antara 1 sampai 310 per 10.000 kehamilan. Di wilayahwilayah tersebut, insidens infeksi Toxoplasma gondii prenatal berkisar antara 1 sampai 120 per 10.000 kelahiran. Pada individu dengan HIV, angka seropositif Toxoplasma gondii berkisar antara 50- 78 % di daerah-daerah tertentu di Eropa Barat dan Afrika,

57

sedangkan di USA berkisar antara 10-45%. Toksoplasmosis ensefalitis diderita oleh sekitar 16% penderita AIDS. Autopsi atas penderita AIDS di Perancis menunjukkan bahwa 37% diantaranya ternyata menderita toksoplasmosis ensefalitis, sedangkan di propinsi-propinsi Cina angka tersebut berkisar antara 0.3- 11.8%. Di USA toksoplasmosis ensefalitis diderita oleh 1-5% penderita dengan AIDS. Penularan toksoplasmosis dapat terjadi secara vertikal atau horisontal. Penularan vertikal terjadi pada toksoplasmosis kongenital, dimana parasit ditularkan dari ibu yang sedang hamil ke janin yang dikandungnya melalui plasenta (transplasental). Penelitian Kean dan Fuchs melaporkan dua studi prospektif pada tahun 1970an tentang toksoplasmosis kongenital menunjukkan bahwa 7 per 10.000 bayi yang dilahirkan hidup di New York

dan 13 per 10.000 di Alabama

menunjukkan telah terinfeksi toksoplasmosis. Penelitian antara tahun 19861992 oleh the New England Regional Newborn Screening Program menunjukkan penurunan angka infeksi toksoplasmosis menjadi 1 per 10.000 (CDC,2000). Menurut CDC dari 750 kematian oleh toksoplasmosis, 50% diantaranya disebabkan oleh infeksi yang terjadi akibat makan daging yang tercemar parasit ini, sehingga toksoplasmosis termasuk penyebab kematian ketiga dari kematian yang ditularkan melalui makanan ( food borne deaths).

Gambar 14. Angka kematian akibat foodborne disease di USA Sumber: (CDC,National Center for Infectious

Diseases,1999)

58

Bliss (2002) melalui Agricultural Research Service melaporkan bahwa kerugian ekonomi akibat toksoplasmosis di USA berkisar antara $ 3.3- $ 7.8 miliard per tahunnya, akibat penyakit akut maupun komplikasinya. Sekitar 225.000 penderita toksoplasmosis dilaporkan setiap tahunnya di USA, 5000 orang diantaranya harus rawat inap dan 750 penderita meninggal dunia. Di negeri ini Toxoplasma gondii merupakan penyebab kematian terbesar ketiga yang terjadi oleh penyakit yang ditularkan melalui makanan ( foodborne

disease). PENULARAN TOKSOPLASMOSIS Infeksi Toxoplasma gondii pada manusia tersebar luas di seluruh dunia. Sekitar setengah

milyard penduduk dunia menunjukkan adanya antibodi

terhadap Toxoplasma gondii di dalam darahnya. Di dalam suatu negara, infeksi parasit ini pada manusia dan hewan dapat berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan derajat penyebaran toksoplasmosis secara alami yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, antara lain perbedaan kondisi lingkungan, faktor kultural, dan jenis hewan yang ada di wilayah-wilayah tersebut. Penularan horisontal toksoplasmosis dapat terjadi dengan cara: 1. Termakan ookista infektif yang berasal dari lingkungan atau makan daging yang mengandung kista jaringan Toxoplasma, 2. Terinfeksi takizoit yang terdapat di dalam daging atau jaringan visera berbagai jenis hewan yang sakit, 3. Terinfeksi takizoit yang mencemari produk-produk darah transfusi, jaringan transplan, atau susu yang tidak dipasteurisasi.

59

Gambar 15. Infeksi toksoplasmosis pada manusia (Sumber: CDC)

TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN Penelitian serologi dengan menentukan Imunoglobulin G (IgG)

Toxoplasma gondii dan faktor risiko di Amerika Serikat pada tahun 2001 atas 17.658 orang berumur 12 tahun dan umur di atasnya menunjukkan bahwa 22.5 % diantaranya menunjukkan seroprevalensi (positif). Pada perempuan berumur antara 15-44 tahun, seroprevalensi adalah sebesar 15,0%. Pada analisis multivariat, risiko infeksi Toxoplasmosis gondii meningkat dengan bertambahnya umur dan mereka yang dilahirkan di luar negeri, orang dengan pendidikan yang rendah, mereka yang tinggal di daerah padat penduduk, dan orang-orang yang tempat bekerjanya berkaitan dengan tanah (misalnya petani).

60

Penelitian obstetrik dan pediatrik yang dilakukan antara tahun 1987 sampai tahun 1995 terhadap 603 perempuan yang menderita toxoplasmosis maternal di Lyon, Perancis, dengan sejumlah 564 perempuan telah mendapatkan pengobatan antiparasit sesuai tatalaksana standard yang berlaku. Status infeksi kongenital ditetapkan pada 554 kasus, dan anak-anak yang

terinfeksi

diikuti

perkembangannya

selama

54

bulan.

Secara

keseluruhan, maternal-fetal transmission rate adalah sebesar 29%. Pada umumnya janin yang terinfeksi pada awal masa kehamilan lebih sering menunjukkan gejala klinik infeksi yang berisiko

kemudian

diikuti dengan

terjadinya komplikasi jangka panjang. Penelitian seroprevalensi di Thailand Selatan atas 640 perempuan hamil pada tahun 2011 menunjukkan seroprevalensi toxoplasmosis sebesar 28.3%.

Analisis

multivariat

menunjukkan

bahwa

faktor-faktor

yang

berhubungan dengan seroprevalensi Toxoplasma adalah meningkatnya umur, tinggginya paritas atau angka melahirkan, seringnya kontak dengan kucing, dan minum air yang tidak bersih. Pada penelitian serologi menggunakan ELISA atas 204 perempuan hamil di Hebron, Palestina, untuk menentukan antibodi IgG dan IgM terhadap

Toxoplasma gondii menunjukkan seroprevalensi IgG sebesar 27.9% (sebesar 36.8% di daerah pedesaan dan 21.4% di daerah perkotaan). Kemungkinan infeksi terjadi melalui tanah yang tercemar, air minum yang berasal dari air hujan, dan makan sayuran mentah. Makan daging kurang masak atau terjadinya kontak dengan kucing bukan penyebab yang penting dalam penularan toxoplasmosis di daerah ini. Kejadian abortus sebesar 37.3% tidak ada kaitannya dengan infeksi toxoplasmosis yang dialami oleh penderita. TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL Hanya sebagian kecil infeksi Toxoplasma gondii yang terjadi secara kongenital. Ibu yang imunokompeten dari anak-anak yang tertular secara kongenital tidak selalu melahirkan bayi terinfeksi kongenital pada kehamilan berikutnya. Meskipun demikian, infeksi kongenital yang berulang dapat terjadi

61

pada tikus, mencit, kelinci (guines pig), dan hamster meskipun tidak terjadi reinfeksi dari luar. Pada penelitian toksoplasmosis kongenital di Jakarta tahun 1991 hasilnya menunjukkan bahwa pada orang dewasa dan anak yang menderita korioretinitis dengan seropositif terhadap Toxoplasma gondii adalah sebesar 60% dan kelainan mata lainnya sebesar 17%. Prevalensi toksoplasmosis pada anak dengan hidrosefalus sebesar 10,6% , pada kemunduran mental (mental

retardation) sebesar 44,6% dan pada kelainan mata pada anak sebesar 44,6%.

Pada

anak

dengan

kelainan

sistemik

lainnya

prevalensi

toksoplasmosis adalah sebesar 9,5%. Frekwensi terjadinya toxoplasmosis postnatal yang didapat karena makan daging mentah atau makan

makanan yang tercemar ookista yang

ada di dalam tinja kucing tidak diketahui karena sulit untuk menelitinya. Dengan kedua cara infeksi tersebut toxoplasmosis secara klinis dapat terjadi. Infeksi Toxoplasmosis gondii umumnya terjadi sesudah mengkonsumsi daging hewan-hewan yang biasa dimakan, misalnya domba, kambing, babi, dan kelinci (rabbits). Infeksi toksoplasmosis sesudah makan daging sapi lebih jarang terjadi dibanding dengan makan daging kambing, domba atau daging babi. Ookista tidak hanya berasal dari kucing domestik, tetapi juga dari berbagai jenis kucing hutan dan kucing liar lainnya.

Meskipun demikian,

kucing rumah merupakan sumber utama ookista Toxoplasma gondii. Infeksi alami dapat tersebar luas karena sesudah termakan sekerat daging atau jaringan yang mengandung sedikit kista parasit, seekor kucing dapat mengeluarkan bersama tinjanya berjuta-juta ookista Toxoplasma gondii yang dapat berkembang menjadi infektif sesudah berada di luar tubuh kucing. Ookista tahan dan resisten terhadap kondisi lingkungan yang umum, dan dalam lingkungan yang lembab ookista dapat tetap bertahan hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hewan-hewan invertebrata, misalnya lalat, lipas (kecoa), dan cacing tanah dapat menyebarkan secara mekanik ookista Toxoplasma gondii. Sumber data yang realistik tentang insidens toxoplasmosis di masyarakat adalah dengan melakukan serosurvey (pemantauan serologik)

62

untuk menentukan persentase penduduk yang memiliki antibodi IgG spesifik yang

meningkat

titernya.

Epidemi

toxoplasmosis

yang

menyebabkan

terjadinya infeksi akut toxoplasmosis yang disebarkan melalui air dilaporkan oleh Moura, dkk. (2002) dari sebuah kota kecil di Brazil. Toxoplasma gondii dapat diisolir dari sumber air kota dan dari tangki-tangki air di rumah-rumah penduduk. Delapan persen penderita mengalami toxoplasmosis mata. Dari tujuh ibu hamil yang menderita toxoplasmosis seorang mengalami keguguran dan lima

orang anak

yang dilahirkan

ternyata

seropositif

terhadap

Toxoplasma gondii. Sumber penularan infeksi diduga seekor kucing yang melahirkan anak-anak kucing yang seropositif yang merupakan sumber utama penularan pada epidemi tersebut. Pada tahun 1992, 20 orang penduduk Brazil jatuh sakit sesudah makan daging domba, sedangkan di British Columbia tahun 1995 terjadi epidemi yang menyebabkan 35 orang jatuh sakit sesudah makan makanan yang tercemar. Pada tahun yang sama 12 orang di Australia dilaporkan jatuh sakit sesudah makan daging kanguru yang kurang masak. Epidemi pada hewan dilaporkan dari Australia pada tahun 2004 yang menyerang 50% dari populasi domba. Epidemi pada populasi domba pada tahun 2005 yang juga terjadi di Australia dikaitkan dengan terjadinya peningkatan populasi kucing liar di benua tersebut. Pada penelitian di Kuala Lumpur Malaysia atas 247 penderita kelainan ginjal menggunakan uji ELISA untuk mengukur titer antibodi anti-Toxoplasma IgG

dan

IgM

darah

menunjukkan

bahwa

51%

penderita

ternyata

menunjukkan seropositif. Seorang penerima cangkok ginjal yang karena dalam keadaan imunosupresif kemudian menderita toxoplasmosis. Faktor ras (Melayu), faktor perkawinan dan pendidikan yang rendah merupakan faktorfaktor yang mungkin berpengaruh atas terjadinya infeksi Toxoplasma.

Toxoplasma gondii adalah parasit zoonosis yang luas sebarannya di seluruh dunia, merupakan protozoa

yang fakultatif heteroxenous dan

polyxenous , yang memiliki berbagai jenis spesies hospes dan dapat menular melalui berbagai cara infeksi. Toxoplasmosis yang terjadi pada waktu masa kehamilan dapat terjadi secara vertikal dengan masuknya stadium takizoit ke

63

dalam tubuh janin melalui plasenta, atau secara hosisontal yang dapat terjadi dengan masuknya tiga macam stadium parasit sesuai dengan siklus hidup yang terjadi. Secara epidemiologis mengkonsumsi daging mentah atau daging yang diolah kurang masak, terutama daging babi dan domba, merupakan cara penularan utama toxoplasmosis pada manusia. Namun dengan semakin baiknya penatalaksanaan pengolahan daging yang lebih higienis, penularan melalui konsumsi daging semakin berkurang. Faktor perbedaan kultur budaya penduduk, terutama dalam kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang pada waktu ini merupakan faktor penting dalam penularan toxoplasmosis. Sebagai contoh, epidemi akut toxoplasmosis di Amerika terutama terjadi melalui pencemaran ookista parasit terhadap lingkungan. Penelitian di Cina pada pekerja tempat pemotongan hewan (abattoir) menunjukkan bahwa tenaga pemotong hewan yang diteliti secara serologis menunjukkan bahwa derajat infeksi adalah 5,63% dengan IgG-toxo, dan 2,32% dengan toxo-IgM. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara toksoplasmosis dengan paparan dengan babi hidup, cairan tubuh, dan organ hewan yang disembelih. Di Greater Victoria, Canada, pada tahun 1995 dilaporkan terjadinya tujuh kasus toxoplasma retinitis akut, yang selama lima tahun terakhir tidak pernah lagi dilaporkan. Sesudah dilakukan penelitian yang intensif ternyata ditemukan 100 orang berumur antara 6 sampai 83 tahun menderita toxoplasmosis akut, 51 orang diantaranya menunjukkan gejala limfadenitis dan 19 orang menderita toxoplasmosis retinitis. Sebelas orang menunjukkan berbagai gejala lain dari toxoplasmosis dan sisanya tidak menunjukkan gejala klinis. Penelitian terhadap lingkungan dan penduduk menunjukkan bahwa sumber penularan adalah sistem irigasi yang tidak disaring dan suplai air ke perumahan penduduk yang tercemar Toxoplasma gondii . Penelitian serologi pada perempuan hamil oleh European Multicentre Case-control Study menunjukkan bahwa yang menjadi faktor risiko tinggi tertular infeksi akut toxoplasmosis pada perempuan hamil adalah makan daging yang dimasak kurang matang, kontak dengan tanah yang tercemar, dan setelah melakukan perjalanan di luar Eropa, AmerikaSerikat dan Canada.

64

Kontak

dengan

kucing

ternyata

bukan

merupakan

risiko

tertular

toxoplasmosis. TOKSOPLASMOSIS DAN HIV/AIDS Toxoplasmosis merupakan infeksi oportunis yang paling penting pada penderita HIV/AIDS. Prevalensi infeksi Toxoplasma pada penderita HIV/AIDS berkisar antara 3% sampai 97% yang prevalensinya ada hubungannya dengan berbagai faktor antara lain faktor etnik, adanya faktor-faktor risiko, dan reaktivasi toxoplasmosis. Sebelum ditemukannya terapi antiretroviral, ensefalitis toxoplasmosis merupakan lesi otak yang banyak ditemukan pada penderita AIDS yang terinfeksi toxoplasmosis. Selain itu penyebaran parasit ini dapat ditemukan di jaringan dan organ tubuh lainnya, misalnya mata, paru, jantung dan sumsum tulang.

Gambar 16. Toxoplasmosis aktif otot jantung pada penderita AIDS. Sejumlah takizoit Toxoplasma gondii tampak di dalam pseudokista yang ada di dalam miosit. (Sumber: CDC) Pada penelitian tahun 1983 atas sepuluh orang laki-laki imigran Haiti heteroseksual yang menderita AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) menunjukkan bahwa Toxoplasma gondii merupakan patogen oportunistik yang banyak diderita (40%) disamping Pneumocystis carinii, Mycobacterium

tuberculosis, Candida albicans dan Cryptococcus neoformans.

65

Penelitian di Iran pada tahun 2011 bahwa dari 210 orang dengan positif HIV yang diperiksa antibodi anti-toxoplasma darahnya menggunakan ELISA menunjukkan seroprevalensi toxoplasmosis sebesar 49.75%. Pada penderita schizophrenia di Iran, penelitian pada tahun 2009 angka prevalensi serologi antibodi anti-Toxoplasma gondii adalah sebesar 72.5%, lebih tinggi dari kelompok pembanding sebesar 61.6%. Penelitian serologi di Lagos, Afrika, menunjukkan bahwa pada kelompok HIV seroprevalensi Toxoplasma IgG adalah sebesar 54%, lebih tinggi dari seroprevalensi toxoplasmosis pada kelompok pembanding yang imunokompeten (30%). DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS Untuk mendiagnosis infeksi Toxoplasma gondii tidak dapat ditentukan hanya dengan memperhatikan gejala klinis dan keluhan penderita karena tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas .Diagnosis pasti ditentukan jika dapat ditemukan Toxoplasma gondii pada pemeriksaan mikroskopis atau sesudah dilakukan inokulasi pada hewan coba. Pemeriksaan imunologi-serologi dapat membantu menegakkan diagnosis toksoplasmosis.

Sabin-Feldman Dye test merupakan uji yang sangat sensitif dan spesifik tanpa menunjukkan adanya hasil yang semu atau palsu ( false results) pada manusia.

Untuk melakukan diagnosis klinis toxoplasmosis, penggunaan

Untuk mendeteksi adanya IgM untuk mendiagnosa toksoplasosis dapat digunakan Uji Antibodi Fluoresen Tidak Langsung ( Indirect Fluoerscent

Antibody Test) dan ELISA. Selain itu modifikasi kombinasi IgM-ELISA dengan uji aglutinasi (IgM-ISAGA) digunakan untuk mengeliminasi keharusan pemakaian konjugat enzim.

Direct agglutination test (DAT) merupakan uji aglutinasi langsung yang sederhana karena tidak memerlukan peralatan yang canggih, dan tidak menggunakan

konjugat.

DAT

memiliki

kegunaan

dalam

membantu

mengarahkan diagnosis serologi toksoplasmosis pada manusia dan hewan. Modified Agglutination Test (MAT) yang merupakan modifkasi dari DAT

66

banyak digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis pada hewan. Pemeriksaan DNA untuk mendeteksi Toxoplasma gondii dari takizoit tunggal menggunakan gen B1 pada Polymerase chain reaction (PCR).Uji PCR kemudian dikembangkan menggunakan berbagai gen target yang berbeda dan terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis klinis. Selain itu Loop-mediated isothermal amplification (LAMP), adalah suatu metoda cepat amplifikasi nucleic acid, menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (masing-masing 87.5% dan 100%). Penentuan Toxoplasma gondii di dalam darah menggunakan metoda PCR ( Polymerase chain reaction) sesudah serum dipanaskan dengan microwave juga menunjukkan angka sensitivitas yang tinggi (73%) dan spesifisitas yang sangat tinggi (100%). Angka-angka ini lebih tinggi dari pada angka-angka sensitivitas dan spesifisitas jika dilakukan pemeriksaan PCR dengan menggunakan metoda ekstraksi. KEADAAN KHUSUS Prenatal Diagnosis pasti toksoplasmosis kongenital dapat ditetapkan pada masa prenatal dengan mendeteksi adanya DNA parasit di cairan amnion, atau di dalam darah janin, atau dengan cara mengisolasi parasit melalui inokulasi mencit atau melalui kultur jaringan. Pemeriksaan ultrasonografi pada janin secara berurutan dapat dilakukan jika dijumpai dugaan adanya kasus-kasus kongenital untuk menemukan adanya pembesaran ukuran ventrikel lateral sistem saraf pusat atau adanya tanda lain dari infeksi janin.

Posnatal Janin yang dilahirkan oleh ibu sedang hamil yang mengalami infeksi primer Toxoplasma gondii atau dari ibu yang sekarang terinfeksi HIV dan di masa lalu pernah terinfeksi Toxoplasma gondii

(terbukti dari hasil pemeriksaan

serologi) sangat mungkin mengalami toksoplasmosis kongenital. Jika pada saat bayi dilahirkan diagnosis tidak jelas, terhadap sampel serum ibu dan bayi

67

sebaiknya dilakukan pemeriksaan IgG, IgM, IgA dan IgE. Pada sel darah putih (leukosit) darah tepi, cairan serebro spinal (Cerebro Spinal Fluid), dan cairan amnion sebaiknya dilakukan esai PCR (polymerase chain reaction). Keadaan bayi hendaknya selalu dipantau termasuk pemeriksaan mata, telinga, pemeriksaan neurologi, pungsi lumbal (lumbar puncture), dan CT (computed tomography) kepala.Upaya mengisolasi Toxoplasma gondii dari plasenta, tali plasenta (umbilical cord), atau darah bayi dapat dilakukan melalui inokulasi mencit. Secara serologi adanya infeksi kongenital dapat dibuktikan dengan adanya titer IgG yang selalu positif sepanjang tahun pertama umur bayi. Terjadinya kenaikan konsentrasi antibodi IgG sebelum berakhirnya tahun pertama umur bayi dibandingkan dengan ibunya, dan atau menjadi positifnya antibodi IgM yang spesifik Toxoplasma atau IgA memperkuat adanya infeksi kongenital. Meskipun kerusakan plasenta kadang-kadang dapat menyebabkan terjadinya reaksi positif-semu IgM atau IgA pada bayi yang baru lahir, uji ulang pemeriksaan 10 hari kemudian dapat

memastikan diagnosis,karena

waktu paruh (half-life) imunoglobulin adalah pendek dan titernya di dalam tubuh janin yang tidak terinfeksi parasit akan menurun dengan cepat. Kepekaan

terhadap

IgM

yang

spesifik

Toxoplasma

gondii

dengan

menggunakan souble-sandwich enzyme immunoassay atau immunosorbent assay misalnya ELISA adalah antara 75% dan 80%. Antibodi imunoglobulin Alebih sering ditemukan dibandingkan dengan antibodi IgM. Sebagian bayi ada yang hanya memiliki salah satu antibodi, IgA saja atau IgM saja. Untuk menentukan diagnosis adanya infeksi kongenital sebaiknya tidak hanya menggunakan Indirect fluorescent assay IgM. Pada janin yang tak terinfeksi parasit, penurunan titer IgG akan terus berlanjut sedangkan antibodi IgM atau IgA tidak dapat ditemukan. IgG yang memasuki darah janin secara transplasental biasanya sudah tidak lagi ditemukan pada bayi berumur 6-12 bulan.

68

Infeksi HIV. Penderita dengan infeksi HIV yang terinfeksi laten (tidak menunjukkan gejala yang jelas) dengan Toxoplasma gondii menunjukkan titer antibodi IgG terhadap Toxoplasma yang tidak tetap, dan jarang memiliki antibodi IgM. Pada penderita AIDS, akibat gangguan sistem imun dan penurunan imunitas, diagnosis toksoplasmosis yang aktif tidak dapat dideteksi meskipun terjadi serokonversi dan peningkatan titer antibodi IgG sampai 4 kali lipat. Pada penderita dengan HIV yang menunjukkan seropositif IgG terhadap Toxoplasma gondii, kejadian ensefalitis akibat parasit ini ditentukan berdasar gejala klinis yang khas dan pada hasil pemeriksaan radiografik. Jika pengobatan percobaan dengan anti-toksoplasma tidak menunjukkan hasil, untuk memastikan adanya infeksi Toxoplasma gondii dapat dilakukan pemeriksaaan terhadap cairan tubuh, misalnya darah, cairan serebrospinal, atau cairan bronkoalveolar dengan mengisolasi parasit, atau melakukan pemeriksaan antigen atau pemeriksaan DNA . Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV dan Toxoplasma

gondii

harus

toksoplasmosis

diamati

dan

kongenital.

dipantau

terhadap

Toksoplasmosis

mata

kemungkinan biasanya

adanya

didiagnosis

berdasar pemeriksaan lesi retina yang khas disertai pemeriksaan serum untuk mendeteksi

adanya

antibodi

IgG

atau

IgM

yang

spesifik

terhadap

Toxoplasma gondii.

69

Bab 5 PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS 

Pirimetamin

 Sulfadiazin  Klindamisin  Spiramisin  Atovakuon

70

Untuk

mengobati infeksi Toxoplasma gondii yang berat atau

toksoplasmosis pada penderita dengan gangguan pertahanan tubuh atau sistem imun, umumnya digunakan kemoterapi berupa kombinasi obat-obatan yang terdiri dari pirimetamin, sulfonamid dan folinic acid ( leucovorin). Pada ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, pemberian obat-obatan tersebut setiap tiga minggu diganti dengan spiramisin sampai saat terjadi persalinan. Jika penderita alergi terhadap obat sulfa, pirimetamin dapat dikombinasi dengan klindamisin. Sampai sekarang terhadap bentuk kista Toxoplasma gondii belum ditemukan obat yang efektif untuk memberantasnya. Penggunaan obat-obat anti Toxoplasma dapat menimbulkan efek samping berupa penurunan jumlah trombosit (trombositopenia), hilangnya granulosit (agranulositosis), atau terjadi anemia megaloblastik. Untuk mengatasi efek samping

obat

pirimetamin terhadap darah diberikan tambahan ragi Baker sebanyak 5-7 g per hari atau folinic acid 10-20 mg per hari. Ibu hamil yang mendapat pengobatan pirimetamin harus selalu dipantau gambaran leukosit, jumlah trombosit dan keadaanhematokrit setiap dua minggu sekali. Sulfadiazin

dapat

menyebabkan

terjadinya

gagal

ginjal

akibat

terjadinya kristalisasi di dalam tubul ginjal, dan terjadinya kerusakan epidermis yang berat (necrolysis). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek teratogenik, obat tidak boleh diberikan pada trimester pertama kehamilan. Jika obat-obatan primer tidak tersedia, dapat digunakan kombinasi

trimetoprim- sulfamethoxazole untuk mengobati toksoplasmosis.

PIRIMETAMIN ( Pyrimethamine) Pirimetamin (Daraprim) bekerja

merupakan antagonis folic acid yang mulai

1 jam sesudah diminum, karena diserap dengan baik dan cepat.

Metabolisme pirimetamin berlangsung secara hepatik. Obat ini terutama

71

tersebar luas di dalam sel-sel darah, ginjal, paru, limpa dan hati. Pirimetamin dapat memasuki cairan serebro spinal, menembus plasenta dan masuk ke dalam air susu ibu (ASI). Ikatan protein ( Protein Bound) pirimetamin adalah 80-87%., dengan puncak konsentrasi di dalam plasma ( Peak Plasma Time) antara 1,5- 8 jam dan eliminasi waktu paruh ( half-life elimination) sekitar 8095 jam. Obat ini dikeluarkan melalui urine dengan 20-30% tidak mengalami perubahan. Pirimetamin termasuk obat golongan C pada penggunaanya pada kehamilan dan dapat masuk ke dalam ASI. Kontraindikasi. Pirimetamin tidak boleh diberikan pada penderita yang : 

Hipersensitif terhadap pirimetamin;



anemia megaloblastik;



anemia defisiensi folat;



penyakit ginjal berat;



ibu yang sedang menyusui.

Pada penderita dengan penyakit ginjal dan kelainan hati, penderita epilepsi dan penderita myelosuppression pirimetamin harus diberikan dengan hatihati. Jika digunakan dengan dosis tinggi, pirimetamin sebaiknya diberikan bersama

leucovorin. Dosis pengobatan toksoplasmosis. Pirimetamin yang terdapat dalam kemasan bentuk tablet 25 mg untuk mengobati toksoplasmosis diberikan dengan dosis dewasa 50-75 mg oral empat kali sehari selama 1-3 minggu , kemudian diikuti dengan dosis 25-37,5 mg oral empat kali sehari selama 4-5 minggu.

72

Pemberian pirimetamin pada anak Pirimetamin hanya boleh diberikan pada bayi berumur lebih dari 2 bulan, dengan formula sebagai berikut: 1. Toksoplasmosis : Loading dose: 2 mg/kg/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, selama 3 hari. 2. Toksoplasmosis kongenital: 

Loading dose : 2 mg/kg/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, oral, selama 2 hari. Dosis pemeliharaan (maintenance dose): 1 mg/kg oral 4 kali sehari diberikan selama 4 minggu.



Dosis pemeliharaan (maintenance dose): Umur 2-6 bulan : 1 mg/kg diberikan 4 kali sehari. Umur sampai 12 bulan: 1 mg/kg oral diberikan 3 kali/minggu.

* Belum ada laporan keamanan dan efektivitas pemberian pirimetamin pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.

SULFADIAZIN (Mikrosulfon) Obat golongan sulfonamid ini bekerja sebagai

antagonis kompetitif

dengan PABA. Mikroorganisme yang membutuhkan folic acid eksogen dan tidak melakukan sintesis folic acid (pteroylglutamic acid) tidak peka terhadap efek sulfonamid. Obat ini bekerja secara sinergis (saling menguatkan) dengan

pirimetamin dalam memberantas Toxoplasma gondii. Farmakokinetik. Sulfadiazin diserap dengan cepat dari usus dan 20-55% diantaranya terikat pada protein plasma, dan waktu paruhnya adalah 7-12 jam. Sulfadiazin dapat menembus plasenta dan konsentrasinya di dalam janin adalah 50-90% dari kadarnya yang ada di dalam darah ibu. Kadar sulfadiazin

73

di dalam air susu ibu cukup tinggi, sekitar 20% dari kadar obat yang ada di dalam plasma. Dosis pemberian. Untuk mengobati infeksi berat toksoplasmosis atau pada penderita dengan imunitas yang rendah, sulfadiazin dikombinasi dengan

pirimetamin. Dosis awal kombinasi (loading dose) adalah sulfadiazin 75 mg/kg (maksimum 4 g/hari) dan 2 mg/kg pirimetamin diikuti dengan dosis

sulfadiazin 100 mg/kg/hari terbagi dalam beberapa kali pemberian, dan pirimetamin 1 mg/kg diberikan satu kali sehari. Efek samping. Efek samping tipe B yang terkait dengan sistem imun berupa demam, artralgia, gangguan sumsum tulang (neutropenia, agranulositosis, anemia aplastik), dan ruam kulit. Pada penderita dengan defisiensi glukose-6fosfat dehidrogenase dapat terjadi methemoglobulinemia dan hemolisis yang dapat membahayakan jiwa penderita. Reaksi tipe A yang berat berupa terjadinya kristaluria.

KLINDAMISIN (Clyndamycin) Klindamisin

(Cleocin)

merupakan

pengganti

sulfonamid

dan

penggunaannya bersama pirimetamin untuk mengobati toksoplasmosis susunan saraf pusat atau toksoplasmosis pada penderita dengan AIDS. Farmakologi. Obat yang bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan mengikat ribosom 50S ini sesudah diberikan secara oral diserap dengan cepat sampai 90%, dan melalui metabolisme hepatik obat ini disebarkan dengan konsentrasi tinggi di tulang dan urine. Kadarnya rendah di CSF (cerebro-spinal fluid), tetapi dapat menembus plasenta dan dapat ditemukan di dalam ASI. Pada orang dewasa, klindamisin mempunyai waktu paruh (half-life) antara 1,6-5,3 jam. Puncak konsentrasinya di dalam plasma terjadi sesudah

74

pemberian oral 60 menit, sedangkan melalui pemberian intramuskuler pucak konsentrasi tercapai sesudah 1-3 jam. Ekskresi melalui urine terjadi sebesar 10% dan melalui tinja sebesar 4% dalam bentuk obat aktif. Efek samping. Klindamisin

mempunyai efek samping berupa nyeri perut

dan diare dan kadang-kadang juga terjadi hipersensitif (ruam, urtikaria, Stevens-Johnson syndrome), kolitis, hipotensi, mual dan muntah,

serta

pertumbuhan

jamur

yang

berlebihan

( fungal

overgrowth). Obat ini termasuk golongan B obat untuk kehamilan dan juga diekskresi di dalam ASI.

Kemasan

Klindamisin terdapat dalam kemasan kapsul 150 mg dan 300 mg, larutan oral 75 mg/mL dan obat suntik 150 mg/mL Dosis pengobatan toksoplasmosis Toksoplasmosis berat

Dosis dewasa : Pemberian secara oral adalah 150-450 mg yang diberikan setiap 6-8 jam dengan dosis maksimum 1,8 g /hari. Dalam bentuk suntikan (intravenus atau intramuskuler) obat ini diberikan 1,22,7 g/hari yang terbagi dalam 2 atau 4 kali pemberian, tidak melebihi 4,8 g/hari.

Dosis Anak: Pada infeksi berat: 8-20 mg/kg/hari sebagai hidroklorida atau 8-25 mg/kg/hari sebagai palmitat terbagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis minimum klindamisin palmitat adalah 37,5 mg 3 kali sehari. Umur anak kurang dari 1 bulan: 15-20 mg/kg/hari terbagi 3-4 kali pemberian. Umur di atas 1 bulan: 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 pemberian.

75

SPIRAMISIN (Spiramycin) Spiramisin

atau

Rovamisin

adalah

antibiotika

makrolid

mempunyai spektrum sama dengan eritrosin dan klindamisin.

yang

Obat ini

diserap dari usus secara tidak tetap (20-50% pemberian oral terserap), puncak konsentrasi di plasma tercapai dalam waktu 2-4 jam. Spiramisin mempunyai waktu paruh yang panjang

dan berada dalam waktu lama di

dalam jaringan.

Spiramisin merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk toksoplasmosis maternal maupun janin, dan merupakan pengobatan pengganti

jika

pirimetamin dan sulfadiazin tidak dapat digunakan. Dosis dan kemasan. Kemasan yang tersedia adalah kapsul 750.000 unit. Dosis pada toksoplasmosis ringan-sedang: 6-9 Juta Unit (MU)/hari terbagi dalam 2 pemberian oral, sampai 15 MU (MU=million units). Pada toksoplasmosis berat: 12-15 MU/hari terbagi dalam 2 pemberian oral. Kontraindikasi. Spiramisin tidak boleh diberikan pada penderita yang hipersensitif dan yang menderita meningitis. Efek samping. Gangguan pencernaan, reaksi alergi.

ATOVAKUON (Autovaquone, Mepron) Atovakuon atau Mepron termasuk golongan hidroksinaftokuinon, yang bekerja dengan cara menghambat rantai transportasi elektron mitokondria parasit,

menghambat sintesis ATP dan asam nukleat parasit. Atovakuon

menunjukkan aktivitas terhadap bradizoit Toxoplasma. Atovakuon digunakan dengan atau tanpa pirimetamin dan lekovorin untuk pencegahan primer

76

terjadinya ensefalitis Toxoplasma gondii pada orang dewasa pengidap HIV jika obat pilihan (kotrimoksasol) tidak dapat digunakan. Selain itu atovakuon dengan atau tanpa pirimetamin dan leukovorin dapat menjadi terapi pengganti

untuk

pengobatan

supresif

jangka

panjang

atau

terapi

pemeliharaan (maintenance therapy) toksoplasmosis kronis (profilaksis sekunder) untuk mencegah kekambuhan (relaps) toksoplasmosis pada orang dewasa dengan HIV yang sudah mendapatkan pengobatan lengkap untuk penyakitnya dan tidak bisa mendapatkan pengobatan pencegahan dengan obat pilihan ( sulfadiazin + pirimetamin + leukovorin). Dosis pengobatan toksoplasmosis. Pada orang dewasa atovakuon diberikan 4x 750 mg oral selama 2-6 bulan. Untuk terapi pemeliharaan dapat juga digunakan dosis 3-4x 750 mg .

Atovakuon merupakan terapi lini kedua untuk toksoplasmosis yang diberikan bersama pirimetamin dan leukovorin, dengan sulfadiazine atau sebagai terapi tunggal jika penderita tidak tahan pemberian pirimetamin-sulfadiazin. Tidak

ada

data

tentang

penggunaan

atovakuon

untuk

mengobati

toksoplasmosis pada anak. Efek samping. Atovakuon dapat menimbulkan efek samping berupa diare, gangguan tidur, sakit kepala, pusing, batuk-batuk, banyak berkeringat, nafsu makan berkurang, nyeri otot, mual, muntah, pilek, nyeri perut, dan badan lemah. Pengobatan dengan atovakuon harus dihentikan dan diberikan terapi jika terjadi efek samping berat, misalnya alergi berat (gatal, bercak-bercak, sukar bernapas, mulut, wajah, bibir atau lidah membengkak), gelisah, depresi, air kencing berwarna gelap, demam, tinja pucat, kulit mengelupas atau memerah dan bengkak, napas memendek, mata dan kulit berwarna kuning.

77

Bab 6 TOKSOPLASMOSIS DAN KEHAMILAN



PENULARAN TOKSOPLASMOSIS



IMUNITAS TERHADAP TOXOPLASMA GONDII



GEJALA TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN



PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN



PENCEGAHAN

TOKSOPLASMOSIS

HAMIL 

78

PEMERIKSAAN SEBELUM HAMIL

PADA

IBU

Toksoplasmosis

terjadi karena penderita tertelan kista Toxoplasma

gondii yang terdapat di dalam daging hewan yang tidak dimasak dengan matang,

makanan yang tercemar ookista, atau terpapar langsung dengan

tinja kucing yang mengandung ookista. Infeksi dengan

Toxoplasma

umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), meskipun kadang-kadang sesudah melewati masa inkubasi selama 5-18 hari sebagian orang yang terinfeksi menunjukkan gejala atau keluhan. Sekitar 40-50% orang dewasa di USA menunjukkan adanya antibodi di dalam darahnya terhadap Toxoplasma,

terutama pada penduduk dengan sosio-

ekonomi rendah. Frekuensi serokonversi selama masa kehamilan ibu adalah 5% dan 3 dari 11.000 janin menunjukkan terjadinya infeksi kongenital. Toksoplasmosis lebih sering ditemukan di Eropa Barat terutama di Perancis. Lebih dari 80% perempuan dalam usia subur di Paris mengandung antibodi terhadap Toxoplasma gondii, dan insidens toksoplasmosis gondii di Perncis sekitar dua kali insidensnya di USA. Di Jakarta Selatan, Indonesia, penelitian oleh Salma,dkk. tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari 90% wanita usia subur yang diperiksa darahnya ternyata positif toksoplasmosis. Sekitar sepertiga ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis akan menularkan infeksinya (infeksi vertikal) pada janin yang dikandungnya. Jika infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan, sekitar 10 -15 % janin akan terinfeksi, 25%

pada trimester kedua,

dan infeksi toksoplasmosis pada

trimester ketiga akan menyebabkan penularan janin sekitar 60%. Makin dini terjadi infeksi toksoplasmosis pada kehamilan, makin berat infeksi yang diderita oleh janin akibat terjadinya gangguan pada proses organogenesis. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami infeksi toksoplasmosis pada trimester ketiga pada umumnya menunjukkan gambaran

79

kelahiran bayi normal, dan baru sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian terlihat manifestasi klinis akibat infeksi toksoplasmosis. Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit protozoa bersel tunggal yang bersifat zoonosis, yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Kucing memegang peran penting pada penularan toksoplasmosis. Hewan ini terinfeksi Toxoplasma karena memakan tikus dan rodensia yang terinfeksi, burung, atau binatang-binatang kecil lainnya. Parasit kemudian akan berkembang biak di dalam tubuh kucing, memasuki saluran pencernaan kucing, lalu parasit dikeluarkan bersama tinja kucing. Kucing dan anak-anak kucing menyukai kotak kotoran (litter box), tanah kebun, dan kotak pasir, sehingga tinjanya yang mengandung stadium infektif Toxoplasma gondii akan mencemari benda-benda tersebut.

Gambar 17. Kotak kotoran (litter box) untuk kucing (URL:

http://3bp.blogspot.com) . PENULARAN TOKSOPLASMOSIS Toksoplasmosis dapat menular melalui beberapa jalan, antara lain :

80



Tidak menggunakan pelindung misalnya sarung tangan pada waktu berkebun sehingga tangan dan mulut serta alat-alat berkebun terpapar stadium infektif Toxoplasma gondii.



Makan buah-buahan atau sayuran yang tidak dicuci dengan baik



Makan daging mentah atau daging yang dimasak kurang matang atau mengolah daging mentah dan tidak mencuci tangan sesudahnya.



Pencemaran makanan dengan pisau atau peralatan masak lain yang sebelumnya sudah terpapar /kontak dengan daging mentah



Pencemaran air minum dengan tinja kucing



Menerima organ transplan yang tercemar, atau menerima transfusi darah yang tercemar Toxoplasma.

IMUNITAS TERHADAP TOXOPLASMA GONDII Jika terjadi infeksi Toxoplasma gondii pada orang normal, baik respon imun humoral maupun CMI (cell mediated immune response) akan terjadi. CMI bersifat protektif, sedangkan respon humoral mempunyai nilai diagnostik. Infeksi pertama Toxoplasma Pada umumnya imunitas/kekebalan yang timbul sesudah mengalami infeksi aktif secara normal hanya terjadi satu kali seumur hidup. Karena parasit Toxoplasma sesudah infeksi pertama tersebut tetap berada di dalam organ atau jaringan tubuh, maka secara pasif infeksi terjadi secara terus menerus. Akibatnya

maka sistem imun tubuh terhadap Toxoplasma akan

berusaha untuk melawan parasit yang ada. Karena itu parasit akan berusaha untuk mempertahankan hidupnya di dalam tubuh penderita dengan menyembunyikan diri dalam bentuk kista yang inaktif,

di jaringan atau

organ-organ tubuh (biasanya di otot rangka dan otak). Sistem imun terhadap infeksi Toxoplasma Jika sistem imun penderita berfungsi dengan baik dan normal, parasit tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan tubuh penderita, karena

81

Toxoplasma dalam keadaan tidak aktif (dorman). Akan tetapi jika sistem imun penderita mengalami gangguan sehingga dengan baik (immunocompromised),

sistem imun tidak berfungsi

parasit yang semula dalam keadaan

tidak aktif (dalam bentuk kista di dalam jaringan) akan terangsang menjadi stadium yang aktif sehingga

menimbulkan penyakit toksoplasmosis yang

menyebabkan gangguan kesehatan, misalnya dengan terjadinya keradangan di organ-organ dan jaringan otak. Apabila seorang perempuan terinfeksi Toxoplasma gondi, sistem imun penderita yang normal akan membentuk antibodi terhadap parasit. Antibodi ini melindungi dirinya dari infeksi Toxoplasma gondii berikutnya. Seorang perempuan hamil yang terinfeksi Toxoplasma sedikitnya enam bulan sebelum hamil, akan memperoleh kekebalan terhadap toksoplasmosis. Karena itu infeksi toksoplasmosis yang dialaminya pada waktu hamil jarang menular ke janin yang dikandungnya, sehingga bayi yang dilahirkan tidak mengalami toksoplasmosis kongenital, karena janin tidak tertular atau terinfeksi parasit. GEJALA TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN Sebagian

besar

orang

yang

tertular

Toxoplasma

gondi

tidak

memperlihatkan adanya gejala klinis (asimtomatis). Sebagian kecil penderita toksoplasmosis menunjukkan gejala-gejala penyakit mirip “flu”, disertai adanya pembesaran kelenjar limfe atau mengeluh sakit otot dan nyeri yang berlangsung selama satu bulan atau lebih. Toksoplasmosis yang berat yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak, mata, atau organ-organ lainnya, dapat terjadi akibat infeksi akut toksoplasmosis atau terjadi infeksi pada waktu awal kehidupan ketika masih berupa janin yang sekarang menjadi aktif kembali. Toksoplasmosis yang berat umumnya terjadi pada penderita yang sistem imun tubuhnya lemah, meskipun pada orang dengan sistem imun yang normal dapat terjadi toksoplasmosis mata. Banyak bayi yang terinfeksi toksoplasmosis pada waktu masih berada di dalam kandungan ibunya tidak menunjukkan gejala atau kelainan pada waktu dilahirkan, tetapi baru tampak gejala klinisnya beberapa waktu sesudah dilahirkan.

82

Misalnya

anak

mengalami

kebutaan

atau

kemunduran

intelektualnya. Sejumlah kecil bayi sudah menunjukkan kerusakan mata atau kelainan otak pada waktu dilahirkan. PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN Pada

orang

sehat,

infeksi

Toxoplasma

gondii

akan

memicu

terbentuknya kista (sarcocyst) di berbagai jaringan dan terjadinya kekebalan atau imunitas terhadap infeksi berikutnya. Pengobatan terhadap penderita toksoplasmosis pada umumnya dengan memberikan Pirimetamin dikombinasi dengan Sulfadiazin dan sebaiknya disertai pemberian folinic acid untuk mencegah terjadinya depresi sumsum tulang.

Pirimetamin diberikan dengan takaran sebagai berikut: Dosis dewasa: pada hari pertama diberikan pirimetamin 50 mg oral diikuti 6 jam kemudian 25 mg pirimetamin dan 2 gram sulfadiazin. Pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-14 diberikan 25 mg/hari pirimetamin ditambah

sulfadiazin 4x1 gram/hari. Tindakan pada ibu hamil terinfeksi toksoplasmosis Segera sesudah diagnosis toksoplasmosis pada ibu hamil ditegakkan, langkah selanjutnya yang harus ditentukan adalah: (a). Pada penderita yang tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatik), tidak perlu diberikan pengobatan karena toksoplasmosis dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease). (b). Pengobatan pada perempuan hamil yang menderita toksoplasmosis masih menjadi perdebatan karena efek toksik dari obat-obatan yang digunakan. Pengobatan ibu hamil penderita toksoplasmosis

83

Penggunaan

obat-obat

untuk

perempuan

hamil

yang

menderita

toksoplasmosis harus dengan dengan pengawasan dan diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 

Pirimetamin plus Klindamisin atau Dapson. Klindamisin digunakan jika penderita alergi terhadap sulfa.



Obat pilihan untuk ibu hamil atau penderita dengan gangguan sistem imun (immunocompromised) adalah Spiramisin atau Pirimetamin plus

Sulfadiazin. 

Spiramisin sebagai obat tunggal diberikan selama 26 minggu.

Pirimetamin dapat menimbulkan anemia karena menghambat fungsi sumsum tulang. Karena itu bersama dengan pemberian pirimetamin penderita harus diberikan tambahan leucovorin (folinic acid) . Pengobatan dosis tinggi diberikan selama 4-6 minggu, kemudian diikuti dengan dosis pemeliharaan (maintenance dose) yang lebih rendah. Dosis pemeliharaan dapat dihentikan jika pengobatan awal(initial therapy) sudah diberikan, dan penderita tidak menunjukkan gejala dan keluhan. Rekomendasi WHO untuk pengobatan ibu hamil dengan infeksi akut toksoplasmosis adalah :



Sampai

akhir

minggu

ke-20

kehamilan,

berikan

sembilan juta unit spiramisin oral, per hari selama 4 minggu. Sesudah 4 minggu, regimen ini diulangi. 

Sesudah minggu ke-20 kehamilan, sulfadiazin dengan dosis

1000

mg/hari

diberikan

selama

4

minggu

dikombinasi dengan pirimetamin 25 mg/hari dan folinic

acid 10 mg/minggu. Sesudah istirahat selama 4 minggu regimen ini diulangi. Antara masa kehamilan minggu ke20 sampai saat persalinan, sebanyak maksimum tiga siklus pengobatan dapat diberikan.

84

Gambar 18 . Bagan pengobatan ibu hamil dengan toksoplasmosis

PENCEGAHAN TOKSOPLASMOSIS PADA IBU HAMIL Untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital pada bayi, tindakan terbaik adalah menjaga agar

ibu yang sedang hamil tidak tertular

85

Toxoplasma gondii. Untuk mencegah terjadinya penularan parasit ini terhadap perempuan hamil, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 

Litter box kucing harus dibersihkan dan diganti pasirnya setiap hari, karena parasit yang terdapat pada tinja kucing baru infektif sesudah beberapa

hari

sejak

membersihkan litterbox

dileluarkan

bersama

tinja

kucing.

Untuk

sebaiknya dikerjakan oleh orang yang tidak

sedang hamil. Jika tidak memungkinkan, maka perempuan hamil yang membersihkan litter box harus menggunakan sarung tangan. Sesudah itu tangan harus dicuci dengan baik, menggunakan air sabun sebersih mungkin. 

Setiap kali terpapar dengan tanah, pasir, daging mentah, atau sayuran mentah yang belum dicuci, tangan harus segera dicuci dengan bersih menggunakan sabun dan air.



Daging harus segera dimasak dengan suhu 160 o Fahrenheit atau 71.1o Celsius sampai warna bagian tengah daging tidak lagi merah muda atau sampai air daging yang keluar tidak lagi berwarna. Jangan mencicipi daging yang belum benar-benar matang.



Daging yang tidak segera dimasak, sebaiknya dimasukkan ke dalam ruang pembeku (freezer) selama beberapa hari sebelum dimasak untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi.



Bersihkan

semua

peralatan

memotong

daging,

misalnya

pisau

pemotong daging dan papan pemotong dengan air sabun panas, setiap kali sesudah digunakan. 

Cucilah sampai bersih, atau kupaslah buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan.



Gunakan sarung tangan jika berkebun atau membersihkan kotak pasir. Sesudah itu tangan harus dicuci dengan baik menggunakan air sabun.



Hindari minum air yang tidak dimasak atau tidak diproses menjadi air minum, terutama jika bepergian ke negara-negara kurang berkembang yang sanitasinya buruk.

86

PEMERIKSAAN SEBELUM HAMIL Pemeriksaan awal serologi pada ibu hamil dilakukan untuk mengetahui titer antibodi IgG dan IgM. Adanya antibodi IgG menunjukkan bahwa ibu pernah terinfeksi Toxoplasma, tetapi tingginya titer IgG tidak dapat menentukan kapan infeksi tersebut terjadi. Pemeriksaan antibodi IgM maternal paling sering digunakan untuk menentukan apakah ibu hamil sedang mengalami infeksi akut toksoplasmosis. Meskipun IgM terbentuk pada saat terjadi infeksi Toxoplasma, tetapi IgM mungkin juga masih dapat terdeteksi beberapa tahun sesudah terjadinya infeksi. IgM yang negatif menyingkirkan adanya infeksi akut toksoplasmosis, sedangkan IgM yang positif masih memerlukan kajian lebih lanjut. Perempuan yang merencanakan untuk hamil sebaiknya berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan untuk menentukan perlunya pemeriksaan darah sebelum terjadi kehamilan.

87

BAB 7 TOKSOPLASMA KONGENITAL

88



BATASAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL



PENULARAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL



TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL ASIMTOTIK



TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL SIMTOMATIK



DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL



PENATALAKSANAAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL



REKOMENDASI

Toksoplasmosis

pada seorang perempuan yang sedang hamil dapat

ditularkan ke janin yang dikandungnya, karena Toxoplasma gondii

dapat

menembus plasenta. Parasit dapat secara langsung menginfeksi janin dan menyebabkan kematian janin yang dapat mencapai angka 5% pada kehamilan akibat infeksi yang terjadi pada trimester pertama. Prevalensi infeksi kongenital sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis. Prevalensi penyakit kongenital di Norwegia, Belgia, dan Perancis adalah 2 sampai 3 kasus per 1000 angka kelahiran hidup. Sedangkan di USA angka tersebut adalah sekitar 1 per 10.000 lahir hidup. Hal ini dipengaruhi

oleh angka

kejadian penyakit, cara terjadinya infeksi, perbedaan iklim, perbedaan budaya, dan standard higiene yang tidak sama. Tingginya infeksi kongenital di suatu daerah juga tergantung pada keadaan sosial ekonomi, budaya dan kebiasaan hidup penduduknya. Infeksi toksoplasmosis kongenital yang dialami oleh 1-5 per 1000 kehamilan, 5-10% berakhir dengan abortus, 8-10% menimbulkan kerusakan otak dan mata, dan 10-13% bayi akan mengalami gangguan penglihatan. Meskipun 58-70% ibu yang terinfeksi toksoplasmosis melahirkan bayi normal, sebagian kecil bayi di kemudian hari akan mengalami retinokorioiditis yang aktif, atau kemunduranmental (mental retardation) BATASAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

89

Penderita toksoplasmosis kongenital adalah janin, bayi atau anak berumur kurang dari satu tahun yang mempunyai salah satu keadaan di bawah ini: 

Ditemukan Toxoplasma gondii di jaringan tubuh atau cairan tubuh

yang

dapat

dideteksi

dengan

pemeriksaan

PCR

(polymerase chain reaction), inokulasi mencit, kultur jaringan atau imunohistokimia; 

Ditemukan Antibodi IgM atau IgA yang spesifik dalam darahnya;



Antibodi IgG yang spesifik ditemukan dalam kurun waktu 12 bulan pertama hidupnya;



Sampai umur satu tahun antibodi IgG

tetap positif di dalam

darah bayi. PENULARAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL Penularan secara kongenital hanya terjadi pada ibu hamil yang mengalami parasitemia dengan Toxoplasma gondii. Infeksi parasit yang terjadi selama masa kehamilan frekwensinya akan meningkat sesuai dengan kehamilan (penelitian di Perancis tahun 2007).

90

umur

Gambar 19. Frekwensi Toksoplasmosis kongenital pada masa kehamilan (n=23) (Sumber: Ancelle et al, 2007) Parasitemia dapat terjadi pada ibu yang belum pernah terinfeksi Toxoplasma, mengalami infeksi primer yang aktif dengan parasit ini pada waktu ia sedang hamil, atau infeksi terjadi pada ibu sebelum hamil telah mengalami penurunan sistem imun (immune compromised) misalnya menderita AIDS. Pada

infeksi kongenital yang menembus hambatan plasenta (placental

barrier) adalah stadium takizoid Toxoplasma.

Gambar 20. Bradizoit

Toxoplasma dorman di dalam uterus (URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/Lecture 3 handout. Terdapat dua tipe toksoplasmosis kongenital, yaitu toksoplasmosis kongenital asimtomatik (inapparent) dan toksoplasmosis kongenital simtomatik.

91

TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL ASIMTOMATIK Sekitar 60% infeksi toksoplasmosis kongenital tidak menunjukkan gejala klinis dan 90% bayi yang terinfeksi parasit ini mengalami kondisi yang normal pada waktu dilahirkan. Akan tetapi dalam perkembangannya, 80-90% dari bayi tersebut dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah dilahirkan akan mengalami gangguan penglihatan akibat terjadinya infeksi pada matanya. Sekitar 10% yang lain akan mengalami kehilangan kemampuan untuk mendengar (tuli) dan atau gangguan dalam proses belajarnya. TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL SIMTOMATIK Hanya sekitar 40% janin yang berisiko terinfeksi Toxoplasma gondii mengalami infeksi kongenital, yang antara lain tergantung pada waktu terjadinya infeksi pada ibu. Jika ibu hamil terinfeksi pada trimester pertama kehamilan, 15% janin akan terinfeksi. Sedangkan jika infeksi terjadi pada trimester kedua, janin yang terinfeksi meningkat menjadi 30% dan pada trimester ketiga menjadi 60%. Beratnya infeksi pada bayi tergantung pada waktu terjadinya infeksi pada masa kehamilan. Infeksi toksoplasmosis yang terjadi pada awal masa kehamilan akan menimbulkan akibat yang berat pada janin yang terinfeksi. Infeksi yang sangat berat dapat menyebabkan terjadinya abortus atau kematian janin yang dilahirkan.

Sekitar 10% bayi

yang terinfeksi toksoplasmosis mengalami infeksi berat yang terlihat pada waktu kelahirannya. Bayi yang baru lahir menunjukkan infeksi mata yang berat, pembesaran hati dan limpa dan jaundis (kulit dan mata berwarna kekuningan), dan pneumonia. Beberapa orang bayi diantaranya meninggal dunia beberapa hari sesudah dilahirkan. Tabel 6. Akibat penularan toksoplasmosis selama masa kehamilan dari ibu ke janin (transmisi vertikal)

92

Infeksi Sebelum hamil

Infeksi Trimester I

Infeksi Trimester II

Infeksi Trimester III

% janin terinfeksi

0%

15%

30%

60%

Beratnya kecacatan akibat infeksi

0

+++

++

+

(Sumber: Mc Gill, 2008) Infeksi kongenital yang sebagian besar terjadi pada trimester ketiga kehamilan, hanya menimbulkan sedikit gejala klinis yang tampak pada bayi pada waktu dilahirkan, yaitu : 

Ruam kulit (rash)



Hepatosplenomegali



Asites



Demam



Korioretinitis



Kalsifikasi periventrikular



Ventrikulomegali



Epilepsi



Kemunduran mental



Uveitis

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL Untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital pemeriksaanpemeriksaan yang sangat bermanfaat adalah pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan talipusat (cordocentesis)

dan pemeriksaan cairan amnion

(amniocentesis). Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat ditentukan adanya ventrikulomegali, kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, asites, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan hambatan pertumbuhan. Contoh darah 93

janin menunjukkan adanya antibodi IgM yang spesifik terhadap Toxoplasma

gondii sesudah umur kehamilan mencapai 20-22 minggu. Selain itu darah janin dan cairan amnion dapat inokulasi pada hewan coba (mencit) dan dari darah hewan coba ini kemudian akan dapat ditemukan

Toxoplasma gondii. Selain itu dengan menggunakan metoda PCR ( Polymerse Chain reaction ) dapat ditentukan adanya gen spesifik Toxoplasma gondii. PCR merupakan uji diagnostik yang paling peka untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital. Bayi juga harus diteliti terhadap kemungkinan mengalami toksoplasmosis kongenital jika dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV dan Toxoplasma atau jika ibu mengalami infeksi toksoplasmosis primer pada masa kehamilannya. Diagnosis prenatal Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat ditentukan pada masa prenatal dengan: 1. Menemukan parasit di dalam darah janin atau cairan amnion 2. Antibodi Toxoplasma ( IgM dan IgA) didapatkan di dalam darah janin. 3. Parasit juga bisa diisolasi melalui mencit yang diinokulasi atau 4. Bahan genom ditemukan dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain

reaction ). Adanya infeksi dapat diperkuat jika terdapat serokonversi maternal selama masa kehamilan. Namun serokonversi pada ibu hamil tidak selalu mencerminkan telah terjadinya infeksi pada janin. Pemeriksaan atas janin dan bayi Pemeriksaan ultrasonografi yang teratur sebaiknya dilakukan jika terdapat dugaan infeksi kongenital untuk menentukan kelainan pada sistem saraf pusat dan tanda-tanda lain dari infeksi janin. Jika pada waktu kelahiran diagnosis toksoplasmosis pada anak tidak dapat

ditemukan,

pemeriksaan

mata,

auditori

(pendengaran),

dan

pemeriksaan neurologi serta pemeriksaan tomografi kepala sebaiknya juga dilakukan. Upaya lain untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis kongenital adalah dengan mengisolasi Toxoplasma gondii dari plasenta, talipusat, darah tepi janin dan atau melalui inokulasi hewan coba (mencit). Selain itu dapat 94

juga dilakukan pemeriksaan PCR atas darah dan cairan serebrospinal. Secara serologi toksoplasmosis kongenital dapat didiagnosis dengan mendeteksi IgM atau IgA yang spesifik terhadap Toxoplasma atau adanya IgG yang selalu ada pada bayi berumur kurang dari 12 bulan. Pemeriksaanpemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah Double-Sandwich IgM EIA (DS-IgM EIA) atau IgM Immunosorbent Agglutination Assay (ISAGA) yang dapat mendeteksi sekitar 75-80% bayi yang mengalami infeksi kongenital. Kepekaan (sensitivitas) Imunofluoresesen Assay dan Capture-EIA Assay untuk IgM Toxoplasma lebih rendah dari dari pada kepekaan

DS-IgM, IgAEIA atau

ISAGA. Antibodi IgG Toxoplasma dari ibu dengan janin yang tak terinfeksi parasit biasanya sudah tidak dapat dideteksi lagi pada bayi berumur 6-12 bulan. Data dari New England Regional Newborn Screening Program menunjukkan bahwa hanya 4% bayi yang ibunya menunjukkan titer serologi yang positif memperlihatkan adanya tanda-tanda klinis toksoplasmosis kongenital. Penelitian Wilson dan Remington di Universitas Alabama terhadap 13 orang anak yang dilahirkan dengan serokonversi tanpa gejala infeksi, 85% akan mengalami kecacatan dalam waktu berumur 3.5-11.2 tahun berupa adanya kelemahan fungsi organ-organ, korioretinitis, atau memiliki angka IQ yang rendah.

RISIKO TERJADINYA TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL Risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital pada ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii berdasar pada saat terjadinya infeksi dan penularan infeksi dari ibu ke janin menunjukkan bahwa semakin awal terjadi serokonversi pada ibu hamil, semakin tinggi risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital dengan gejala klinis yang terlihat sesudah bayi dilahirkan. Tabel 7. Penularan transplasenta toksoplasmosis pada kehamilan

Umur kehamilan (minggu) terjadinya serokonversi

Kejadian penularan transplasenta (%)

Risiko terjadinya gejala klinis sebelum umur 3 tahun (%)

95

12 16 20 24 28 32 36 40

6 15 18 30 45 60 70 80

75 55 40 33 21 18 15 12 (Dunn,dkk.1999)

* Diagnosis infeksi janin berdasar pemeriksaan kordosentesis atau amniosentesis 4 minggu sesudah serokonversi ibu hamil. Ibu hamil yang terinfeksi pada minggu ke-10 sampai minggu ke-24 kehamilan, 5-6% bayi akan mengalami infeksi berat, sedangkan jika infeksi pada ibu terjadi pada masa akhir kehamilan, bayi yang mengalami infeksi berat toksoplasmosis sangat kecil jumlahnya.

Gambar 21. Hidrosefalus toksoplasmosis kongenital (URL: http://www.austincc.edu)

Tabel 8. Gejala klinis toksoplasmosis kongenital Splenomegali

96

90%

Jaundis

80 %

Demam

77 %

Hepatomegali

77 %

Limfadenopati

68 %

Choroidoretinitis

66 %

Pneumonia

40%

Konvulsi

25 %

Kalsifikasi intrakranial

18% (Sumber: Mc Gill, 2008)

Gambar 22. Hepatosplenomegali pada bayi dengan toksoplasmosis kongenital. (URL: http://aapredbook.aappublications.org/cgi/figsearch)

97

Gambar 23. Mata anak menderita toksoplasmosis kongenital (URL: http://www.gulfordeye.com/toxoplasmosis).

PENATALAKSANAAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL Sebaiknya pengamatan terhadap toksoplasmosis dilakukan sejak sebelum seorang perempuan mengalami kehamilan. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi akut toksoplasmosis pada ibu hamil. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan atas darah janin untuk memeriksa adanya Toxoplasma gondii, baik dengan uji serologi maupun pemeriksaan mikroskopis sesudah parasit diinokulasi pada hewan coba atau dibiakkan pada medium biakan. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap sistem saraf pusat janin dapat

juga dilakukan.

Ibu hamil yang terinfeksi

toksoplasmosis akut sebaiknya diobati dengan spiramisin. Jika janin juga diduga

telah

terinfeksi

harus

segera

diberikan

pengobatan

dengan

pirimetamin atau sulfadiazin untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecacatan akibat toksoplasmosis. Pengamatan intensif terhadap bayi yang dilahirkan dengan kemungkinan terjadinya toksoplasmosis kongenital dan toksoplasmosis subklinis harus dilakukan. Pengobatan yang segera diberikan dapat mengurangi terjadinya kecacatan di kemudian hari, tetapi tidak dapat menyembuhkan kecacatan misalnya korioretinitis yang sudah terjadi.

98

BAB 8 KLINIS DAN DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS 

TOKSOPLASMOSIS PADA IMUNITAS NORMAL



TOKSOPLASMOSIS ORGAN



TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN

99



DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS o Pemeriksaan serologi o Pemeriksaan Mikroskopis o Penghitungan sel CD4 o PCR

Diagnosis

toksoplasmosis selain ditentukan oleh adanya gejala dan

keluhan penderita, juga dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan mikroskopis

atas

darah atau melalui

pemeriksaan histopatologi

atas

jaringan/organ penderita untuk menemukan parasit dalam berbagai bentuk atau stadiumnya, misalnya

stadium takizoit yang ada di dalam darah,

sumsum tulang, paru, limpa atau jaringan otak. Gejala-gejala klinis dan keluhan toksoplasmosis umumnya tidak spesifik sehingga tidak dapat digunakan untuk menetapkan diagnosis pasti. Banyak penyakit-penyakit infeksi lain yang gejala klinisnya menyerupai gejala klinis toksoplasmosis. Diagnosis pasti toksoplasmosis ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopis, biakan parasit melalui kultur jaringan, inokulasi hewan coba, pemeriksaan serologi, PCR atau pengukuran sel CD4. TOKSOPLASMOSIS PADA IMUNITAS NORMAL

100

Pada sebagian besar orang sehat dengan sistem imun yang tidak mengalami gangguan (immunocompeten), infeksi Toxoplasma gondii tidak menimbulkan gejala atau keluhan (asimtomatis). Pada beberapa orang dewasa, sesudah melewati masa inkubasi (waktu berselang antara saat terjadinya infeksi dan dapat dideteksinya titer antibodi yang positif) berkisar antara 10-23 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, dan antara 5-20 hari jika infeksi terjadi karena masuknya ookista yang infektif, gejala klinis dapat dijumpai. Sebagian penderita menunjukkan gejala-gejala klinis

mirip flu,

misalnya demam, yang berlangsung selama beberapa minggu, limfadenopati, malaise, keringat malam, atau nyeri otot . Keluhan penderita dan gejala klinis lainnya dapat berupa kaku leher, sakit kepala, lelah, anoreksia, sakit sendi arthralgia, ruam kulit ( rash), dan sakit tenggorokan. Gejala klinis yang jarang terjadi antara lain adalah mualmual, sakit telinga, bingung (confusion), nyeri mata dan nyeri perut. Gejalagejala dan keluhan penderita tersebut dapat berlangsung selama satu bulan atau lebih. TOKSOPLASMOSIS ORGAN Pada toksoplasmosis yang berat yang menimbulkan kerusakan otak, mata, atau kerusakan organ-organ tubuh lainnya, penderita dapat mengalami gejala klinis yang akut akibat kerusakan organ-organ tersebut, atau terjadi peningkatan beratnya gejala yang timbul pada awal infeksi. Gejala klinis yang berat ini terutama terjadi pada penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised), misalnya penderita AIDS (Acquired

Immunodeficiency

Syndrome),

penderita

yang

sedang

mendapatkan

kemoterapi, penerima cangkok organ, atau orang-orang yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresif dengan immunosuppresive drugs. Manifestasi klinik penting yang terjadi pada toksoplasmosis berat adalah ensefalitis dengan gejala-gejala klinis berupa sakit kepala, disorientasi,

drowsiness (mengantuk), hemiparesis, dan terjadinya perubahan-perubahan refleks saraf.

101

Gambar 24. Toksoplasmosis paru pada penderita dengan transplantasi sumsum tulang menunjukkan adanya infiltrat bilateral yang difus (Sumber: Martinez-Giron R.dkk.2008). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa Toksoplasma gondii dapat menimbulkan

akibat

pada

kepribadian

penderita

dan

gangguan kejiwaan misalnya depresi, ansitas ( anxiety) dan skizofrenia. Parasit ini menghasilkan enzim yang bersifat seperti tyrosine hydroxylase dan phenylalanine hydroxylase yang

merangsang

pembentukan

dopamin

suatu

neurotransmiter yang berperan pada suasana hati (mood), kepekaan sosial, perhatian dan atensi serta motivasi dan pola tidur. Skizofrenia telah lama dikaitkan dengan gangguan pengaturan

dopamin.

skizofrenia,

pada

Selain

penderita

itu

seperti

halnya

toksolasmosis

pada

ditemukan

kerusakan pada astrosit di dalam otak. Penderita HIV dengan toksoplasmosis SSP (susunan saraf pusat) umumnya seropositif antibodi IgG anti-toxoplasma, tetapi IgG yang positif tidak

102

selalu

mendukung

diagnosis

HIV-toksoplasmosis.

Antibodi

anti-

toxoplasma IgM biasanya negatif; jika IgM positif hal ini menunjukkan adanya infeksi akut dengan Toxoplasma gondii yang baru terjadi.

Gambar 25. Toksoplasmosis otak. Perhatikan adanya lesi-lesi berbentuk cincin pada kedua hemisfer otak disertai adanya edema yang jelas (Sumber: University of Cincinati) Untuk

menetapkan

diagnosis

pasti

toksoplasmosis

ditunjukkan adanya kumpulan gejala berupa gejala

SSP

harus

klinis toksoplasmosis,

adanya lesi otak dengan CT, MRI, atau pemeriksaan radiografik lainnya, dan ditemukannya Toxoplasma gondii pada sampel klinis dari penderita. Jika tidak tersedia bantuan pemeriksaan radiografik (misanya CT Scan atau MRI), namun penderita menunjukkan adanya gambaran klinis neurologi fokal dan pemeriksaan CD4 kurang dari 200 sel per mikroliter, dapat dilakukan pengobatan percobaan dengan obat-obat anti toksoplasmosis konvensional yang umum dipakai. Jika 1-2 minggu sesudah pemberian pengobatan percobaan tidak menunjukkan perbaikan klinis dan atau radiologik, diagnosis toksoplasmosis dapat diabaikan. TOKSOPLASMOSIS MATA Toksoplasmosis mata (ocular toxoplasmosis) umumnya terjadi pada satu mata (unilateral) dan kelainan yang paling sering dialami penderita 103

adalah retinochoroiditis yang meninggalkan retinochoroidal scarring. Kelainan mata kongenital ini umumnya tidak diketahui pada waktu bayi baru dilahirkan. Sekitar 20-80% toksoplasmosis mata baru tampak gejalanya sesudah anak tumbuh menjadi orang dewasa. Gejala akut yang terjadi antara lain adalah: nyeri mata, fotofobi (peka terhadap sinar), mata selalu berair, penglihatan kabur.

Anak

dapat

juga

menunjukkan

adanya

mikrooftalmia

(microophthalmia).

Gambar 26. Mikroofalmia mata kiri penderita toksoplamosis kongenital (Sumber: USDA http://www.infonetbiovision.org/default/ct/670/animalDiseases) Pada pemeriksaan klinis pada mata yang sakit didapatkan iritis granulomata, vitritis, pembengkakan optic disc, neuroretinitis, vaskulitis dan oklusi vena retina. Pada pemeriksaan funduskopi, toksoplasmosis aktif menunjukkan adanya lesi koreoretina dan sel vitreus yang berwarna putih kekuningan. Pada mata satunya mungkin terdapat gambaran toksoplasmosis yang inaktif dengan edema makular sistoid dan neovaskularisasi koroidal. Gangguan dan kerusakan mata dapat terjadi berulang-ulang yang semakin lama semakin berat gejalanya, berlangsung progresif sehingga akhirnya penderita mengalami kebutaan.

104

Gambar 27. Kerusakan mata pada toksoplasmosis kongenital. (a) infeksi aktif (b) Jaringan parut pada infeksi yang tak aktif (URL: http://cms.revoptom.com/handbook)

TOKSOPLASMOSIS KULIT Meskipun jarang dilaporkan, kelainan kulit dapat terjadi pada infeksi dapatan toksoplasmosis. Kelainan kulit bentuknya mirip

roseola dan eritema-

multiforme, nodul mirip prurigo, urtikaria, dan lesi makulopapula. Bayi yang baru lahir dapat menunjukkan gambaran makula punktata, ekimosis, atau lesi “ blueberry muffin”. Pada blueberry muffin bayi menunjukkan gambaran kulit dengan papul dan nodul berwarna merah-biru yang menyebar. Diagnosis toksoplasmosis kulit ditegakkan berdasar ditemukannya takizoit Toxoplasma

gondii yang terdapat di dalam epidermis berukuran 6x2 mikron, berbentuk busur panah, dengan inti yang berukuran sepertiga ukuran parasit. Dengan pewarnaan Giemsa jaringan, sitoplasma parasit berwarna biru, sedangkan inti berwarna merah. Parasit juga bisa diperiksa dengan mikroskop elektron.

105

Gambar 28. “ Blueberry muffin “pada toksoplasmosis kulit (URL: http://www.neonet/ch)

TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN Pada perempuan hamil yang terinfeksi toksoplasmosis sebelum hamil, janin yang belum dilahirkan akan terlindungi dari penyakit ini karena ibu telah memiliki kekebalan terhadap toksoplasmosis. Dalam keadaan ini tidak terjadi penularan kongenital. Jika perempuan hamil terinfeksi toksoplasmosis, sebagian besar tidak menunjukkan gejala (subklinis atau asimtomatis). Sepuluh sampai 20% diantaranya menunjukkan gejala yang tidak khas yang mirip influenza, demam, lelah dan lemah badan, atau malaise. Dapat terjadi limfadenitis, nyeri perut, sakit punggung dan sakit kepala dan terjadi pembesaran hati dan limpa. Kelainan dan keluhan ini dapat berlangsung beberapa bulan dan akan menghilang dengan sendirinya. Seringkali gejala dan keluhan ini didiagnosis sebagai mononukleosis infeksiosa. Selama masa kehamilan atau beberapa saat sebelum hamil, ibu dapat menularkan parasit kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (transplacental) sehingga menyebabkan terjadinya penularan kongenital. Kerusakan yang terjadi pada janin umumnya lebih berat jika penularan terjadi pada trimester pertama kehamilan. 106

Akibatnya terjadi keguguran (abortus), bayi lahir mati, atau bayi yang dilahirkan menunjukkan gejala-gejala toksoplasmosis kongenital (misalnya hidrosefalus atau hepatomegali). Infeksi Toxoplasma yang diderita perempuan sebelum ia hamil, dapat menjadi reaktif jika selama masa kehamilannya kemudian mengalami keadaan immunocompromised yang memicu terjadinya infeksi kongenital.

Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii dapat mengalami :

  

Abortus Anak lahir mati Anak lahir menunjukkan gejala 1. hidrosefalus atau mikrosefalus 2. kebutaan 3. gangguan mental 4. epilepsi 5. kelainan kulit

Penelitian mutakhir menunjukkan adanya hubungan kuat antara toksoplasmosis dengan meningkatnya kelahiran anak laki-laki dibandingkan dengan kelahiran anak perempuan.

Pada ibu yang menunjukkan reaksi

serologi positif terhadap Toxoplasma gondii kemungkinan melahirkan anak laki-laki dibanding kelahiran anak perempuan adalah 260 kelahiran anak lakilaki dengan 100 kelahiran anak perempuan. Penelitian juga menunjukkan bahwa pada ibu dengan titer negatif atau dengan titer yang rendah terhadap

Toxoplasma , rasio jenis kelamin anak yang dilahirkannya tidak berbeda. Bayi yang terinfeksi toksoplasmosis, seringkali belum menunjukkan gejala-gejala

klinis

toksoplasmosis

pada

waktu

dilahirkan,

dan

baru

menunjukkan gejala klinis beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah bayi tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lebih besar, yang mengalami kebutaan, gangguan mental, atau menderita ayan (epilepsi).

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS 107

Diagnosis toksoplasmosis umumnya ditentukan dengan menemukan antibodi-antibosi yang spesifik terhadap Toxoplasma, IgG, IgM atau IgA. Antibodi

imunoglobulin

dapat

dideteksi

beberapa

minggu

sesudah

berlangsungnya infeksi melalui pemeriksaan-pemeriksaan Dye Test (DT), Indirect Fluorescent Antibody Test (IFA), Enzyme Immunoassays (ELISA, Immunoblots). Selain itu diagnosis juga ditetapkan dengan adanya gejala dan keluhan penderita,

hasil

pemeriksaan

mikroskopis

atas

darah

atau

melalui

pemeriksaan histopatologi atas jaringan/organ penderita untuk menemukan parasit dalam berbagai bentuk atau stadiumnya, misalnya stadium takizoit yang ada di dalam darah, sumsum tulang, paru, limpa atau jaringan otak.

Pemeriksaan serologi. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan pada hewan



coba, 4-6 minggu pasca inokulasi. Pemeriksaan serologi merupakan cara pemeriksaan

yang

umum

dilakukan

untuk

menentukan

diagnosis

toksoplasmosis.

Pemeriksaan



mikroskopis.

Untuk

menentukan

diagnosis

pasti

toksoplasmosis pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk menemukan parasit dalam berbagai bentuk stadium.

Biakan parasit. Bahan infektif dibiakkan dengan pada medium buatan atau



melalui kultur jaringan (tissue culture).

Inokulasi hewan coba. Darah atau cairan tubuh hewan diinokulasi



intraperitoneal ke hewan coba misalnya mencit. Enam sampai 10 hari kemudian cairan peritoneum diperiksa untuk menunjukkan adanya

Toxoplasma

gondii

di

dalamnya.

Jika

parasit

tidak

ditemukan,

pemeriksaan serologi dilakukan untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap Toxoplasma gondii.

Pemeriksaan PCR (Polymerae chain reaction) . Cara ini terutama dilakukan



untuk mendeteksi parasit yang terdapat di dalam uterus (in utero) pada toksoplasmosis kongenital.

108

Pemeriksaan serologi Pemeriksaan

serologi

umumnya

dilakukan

untuk

membantu

menegakkan diagnosis toksoplasmosis. Suatu sampel serum yang positif hanya menunjukkan bahwa hospes pernah terinfeksi Toxoplasma gondii di masa lalu. Bukti serologi tentang adanya infeksi akut toksoplasmosis dapatan hanyalah jika terjadi kenaikan titer antibodi sebesar 4-6 kali pada pemeriksaan serum yang diambil 2-4 minggu sesudah pengambilan serum pertama. Atau jika dapat dideteksi adanya antibodi IgM yang spesifik. Banyak jenis pemeriksaan serologi telah digunakan untuk mendeteksi antibodiantibodi terhadap Toxoplasma gondii. Akan tetapi metoda ini tidak dapat dilakukan jika penderita berada dalam keadaan imunodefisiensi, misalnya jika ia juga menderita AIDS. Dalam keadaan normal antibodi IgM dan IgG pada toksoplasmosis dapat dideteksi dalam waktu yang bersamaan. Meskipun demikian pada umumnya IgG akan tetap positif selama bertahun-tahun, sedangkan IgM akan tidak ditemukan sesudah penderita diberi pengobatan anti toksoplasma. Adanya antibodi,

meskipun

dengan titer

rendah,

harus

diperhatikan

mengingat pada penderita toksoplasmosis mata misalnya, titer-tirer antibodi terhadap Toxoplasmosis gondii biasanya rendah. Titer IgM akan meningkat pada waktu seseorang dengan sistem imun yang normal baru mengalami infeksi Toxoplasma. Pada penderita AIDS yang terinfeksi

Toxoplasma

dapat

mengalami

penyebaran

luas

infeksinya

(disseminated infection), tanpa menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi. Dalam keadaan normal, jika IgG dan IgM negatif,

infeksi

toksoplasmosis dapat dinyatakan tidak terjadi. Jika IgG dan IgM keduanya positif, penderita dinyatakan menderita toksoplasmosis akut. Karena itu jika pada pada waktu dilakukan pemeriksaan awal IgG positif, sebaiknya dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan IgM. Jika IgM menunjukkan titer positif berarti penderita menderita toksoplasmosis akut atau baru mengalami infeksi dengan Toxoplasma gondii. Namun hendaknya diperhatikan bahwa :

109



Pemeriksaan IgM sebaiknya dilakukan untuk membantu menentukan apakah seorang baru terinfeksi atau telah lama terinfeksi toksoplasmosis.



Banyak test kit IgM komersial rendah mutunya, kurang spesifik,

sehingga

untuk

menghindari

kesalahan

hasil

pemeriksaan harus dikonfirmasi ke laboratorium rujukan (reference lab). 

Antibodi IgM masih dapat tetap positif selama berbulan-bulan sampai lebih dari satu tahun sesudah terjadi infeksi.

Karena itu jika IgG positif sebaiknya sampel darah dikirim ke CDC atau laboratorium rujukan untuk dilakukan uji IgM untuk memastikan adanya

Toxoplasma gondii. Uji IgM ini dapat dilakukan dengan memeriksa parasit melalui pemeriksaan: 

Sabin-Feldman Dye Test (Dye Test disingkat DT)



Direct Agglutination Test (DAT)



Immuno Fluorescent Antibody Test (IFAT)

Pemeriksaan-pemeriksaan serologi lain yang dapat menggunakan parasit sebagai sebagai bahan antigen untuk melakukan pemeriksaan : 

ELISA (Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay),



Latex Agglutination Test



Modified Agglutination Test,



Indirect Haemagglutination Test dan



Complement Fixation Test (CFT).

Sabin-Feldman Dye Test Pemeriksaan serologi yang memberikan hasil adalah pemeriksaan

paling dapat dipercaya

Sabin-Feldman dye test. Sebagai antigen dalam

pemeriksaan in digunakan takizoit hidup Toxoplasma gondii yang ganas (virulen). Antigen direaksikan dengan larutan serum uji dan faktor komplemen

110

yang mirip komplemen yang terdapat di dalam serum manusia yang tidak mengandung antibodi terhadap Toxoplasma. Pemeriksaan Sabin-Feldman merupakan uji serologi yang paling sensitif untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis. Kendala utama pemeriksaan ini adalah beayanya yang mahal dan risikonya yang tinggi karena menggunakan organisme hidup. Indirect Fluorescent Antibody Test Indirect fluorescent antibody test (IFAT) dalam beberapa keadaan dapat meniadakan kekurangan Sabin-Feldman Dye Test. Pada IFAT digunakan antigen berasal dari takizoit Toxoplasma gondii yang telah dimatikan, dan antigen ini sudah dapat diperoleh di pasaran komersial. Titer yang diperoleh dengan IFAT sesuai dengan titer yang diperoleh melalui SabinFeldman Dye Test. Kendala penggunaan IFAT adalah harus digunakannya mikroskop fluoresen yang memerlukan sinar ultraviolet. Selain itu untuk setiap spesies yang diuji diperlukan globulin anti-spesies yang berfluoresen. Pada hospes yang mempunyai antibodi anti-nuklir dapat terjadi titer positif semu (false-positive). Penggunaaan IFAT sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis dapatan pada manusia, tetapi sangat terbatas penggunaannya dalam menetapkan diagnosis toksoplasmosis pada hewan. Agglutination Test Uji aglutinasi mudah dikerjakan dan larutan antigen yang dipakai telah dijual bebas secara komersial di berbagai negara. Meskipun uji serologi ini mudah dikerjakan, tetapi biasanya tidak dapat mendeteksi adanya antibodi selama fase toksoplasmosis akut. Pada Modified Agglutination Test digunakan antigen berasal dari takizoit yang sudah dimatikan dan serum uji terlebih dahulu dicampur dengan 2-merkaptoetanol untuk menghilangkan aglutinin yang tidak spesifik. Untuk pemeriksaan serologi masa depan, uji ELISA yang menggunakan larutan antigen, tampaknya merupakan pemeriksaan yang spesifik dan menjadi pemeriksaan serologi baku ( standard) di masa depan. Untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis dengan melakukan uji serologi atas darah penderita, penentuan adanya antibodi terhadap Toxoplasma

111

gondii baik IgG maupun IgM merupakan uji serologi yang paling sering dilakukan. Tata cara uji serum dilakukan sesuai prosedur yang umum dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 29. Uji serum untuk konfirmasi toksoplasmosis 1. Titer IgG mulai meningkat 1-2 minggu sesudah infeksi. Puncak titer dicapai pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8, kemudian titer menurun bertahap dalam waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun titer IgG yang rendah dapat dideteksi seumur hidup. 2. IgM terpantau segera sesudah atau sebelum timbulnya gejala. Biasanya IgM menurun dalam waktu 4-6 bulan, tetapi kadang-kadang masih positif dalam titer rendah sampai satu tahun. 3. Individu immunocompromised tidak membentuk IgM. Titer antibodi tidak ada hubungannya dengan beratnya penyakit.

112

Dengan pemeriksaan/uji serologi terhadap adanya Toxoplasma gondii dengan ditemukannya IgG dan atau IgM pada pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan hasilnya sebagai berikut: Tabel 9. Kesimpulan Hasil Uji Serologi Toxoplasma gondii

IgG

IgM

Negatif Negatif

Negatif Meragukan

Negatif

Positif

Meragukan

Negatif

Meragukan Meragukan

Meragukan Positif

Positif Positif

Negatif Meragukan

Positif

Positif

Laporan/Kesimpulan (kecuali untuk janin) Tak ada infeksi Toxoplasma gondii Mungkin infeksi dini akut atau reaksi IgM positifpalsu. Ulang uji IgG dan IgM dengan sampel baru. Jika hasilnya sama, penderita mungkin tidak terinfeksi Tg. Toxoplasma gondii Mungkin infeksi akut atau IgM positif-palsu. Uji IgG dan IgM dengan sampel baru. Jika hasilnya sama, mungkin IgM positif-palsu. Tak jelas: Uji IgG dengan sampel baru. Atau uji IgG dengan metoda lain. Tidak jelas: Uji IgG dan IgM dengan sampel baru. Mungkin infeksi akut Toxoplasma gondii Uji ulang IgG dan IgM dengan sampel baru. Jika hasilnya sama atau IgG menjadi positif, kirim kedua sampel ke Reference Lab (laboratorium rujukan) menentukan diagnosis toksoplasmosis lebih lanjut. Terinfeksi Toxoplasma gondii lebih dari 1 tahun. Terinfeksi dengan Toxoplasma gondii lebih dari 1 tahun atau reaksi IgM positif-palsu. Jika hasil pemeriksaan sampel kedua tetap sama, kedua sampel kirimkan ke Reference Lab. Mungkin infeksi baru sesudah infeksi 12 bulan yang terakhir. Kirim sampel ke Reference Lab yang berpengalaman dalam toksoplasmosis.

( Sumber: Food and Drug Administration. FDA Public Health Advisory) URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm) Antibodi IgA IgA dapat ditemukan pada serum orang dewasa penderita infeksi akut dan bayi yang terinfeksi secara kongenital. Antbodi IgA masih dapat ditemukan sampai beberapa bulan sampai satu tahun sesudah infeksi, Pada bayi dengan toksoplasmosis kongenital yang menunjukkan antibodi IgM yang

113

negatif, diagnosis serologi dapat ditentukan dengan adanya antibodi IgA dan IgG. Antibodi IgE Antibodi IgE dapat ditemukan pada infeksi toksoplasmosis yang akut pada orang dewasa, toksoplasmosis kongenital dan pada anak yang menderita toksoplasmosis korioretinitis. Karena masa positifnya yang pendek dibandingkan dengan keberadaan IgM dan IgA, maka adanya IgE hanya merupakan penguat diagnosis toksoplasmosis. Toxoplasma Serological Profile (TSP) TSP meliputi Sabin-Feldman Dye Test (DT), double sandwich IgM ELISA, IgA ELISA, IgE ELISA dan AC/HS test. TSP secara klinis dapat membantu menetapkan toxoplasmosis limfadenitis, miokarditis, chorioretinitis, dan toksoplasmosis di masa kehamilan. TSP lebih baik hasilnya dibandingkan jika dilakukan uji serologi dengan satu jenis antibodi saja misalnya uji IgG atau Uji IgM.

Pemeriksaan mikroskopis Toxoplasma gondii dapat ditemukan di dalam jaringan melalui biopsi atau nekropsi/bedah jenasah. Pemeriksaan ini terutama dimanfaatkan pada penderita dengan imunosupresi atau penderita toksoplasmosis dengan AIDS, dimana sintesis antibodi pada sistem imun terganggu sehingga antibodi rendah produksinya. Infeksi Toxoplasmosis gondii

dapat ditentukan

diagnosisnya dengan cepat dengan membuat hapusan lesi jaringan pada gelas objek. Sesudah dikeringkan 10-30 menit lamanya, hapusan jaringan difiksasi dalam metil alkohol dan dilkukan pewarnaan Romanowsky. Parasit yang mengalami degenerasi tidak jarang dijumpai pada lesi jaringan, berbentuk lonjong dengan sitoplasma yang kurang jelas pewarnaannya dibandingkan dengan pewarnaan inti. 114

Diagnosis toksoplasmosis hanya dapat ditetapkan jika gambaran khas

Toxoplasma gondii ditemukan, karena sel-sel hospes yang mengalami degenerasi mirip dengan sel parasit yang mengalami degenerasi. Pada sayatan tipis (thin section), takizoit Toxoplasma gondii berbentuk lonjong atau bulat, yang hasil pewarnaannya tidak berbeda dengan hasil pewarnaan sel hospes. Kista jaringan kadang-kadang dapat ditemukan pada daerah yang mengalami lesi. Kista jaringan biasanya berbentuk sferis dan mempunyai dinding positif-perak (silver-positive); bradizoit dapat jelas jika diwarnai dengan Periodic Acid Schiff Stain. Pewarnaan imunohistokimia dan PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat digunakan untuk melakukan identifikasi kista jaringan Toxoplasma gondii, meskipun jaringan sudah difiksasi dengan formalin.

Pengamatan

dengan

mikroskop

elektron

dapat

membantu

menetapkan diagnosis pasti toksoplasmosis. Untuk menetapkan diagnosis toksoplasmosis serebral pada manusia, teknik computed tomography dapat dimanfaatkan, disamping inokulasi bahan biopsi pada mencit sebagai hewan coba atau melakukan kultur sel/jaringan.

115

Gambar 30. Biopsi Toxoplasma otak ; pewarnaan dengan HematoxylinEosin (URL: http://www.labmed.ucsf.edu/education)

Penghitungan sel CD4 Sel-T (atau Limfosit-T) adalah sel darah putih yang berperan penting pada sistem imun. Terdapat dua tipe utama sel-T yaitu tipe pertama yang mempunyai molekul CD4 pada permukaan sel, sel penolong (helper cell) yang mengatur respon imun badan terhadap mikroorganisme, misalnya virus. Sel-T yang kedua mempunyai molekul CD8 yang berperan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi. Dengan menghitung jumlah sel CD4 di dalam darah, dapat ditentukan kemampuan sistem imun seseorang dan diperhitungkan besarnya risiko komplikasi dan kemungkinan=kemungkinan yang bisa terjadi akibat infeksi. Dalam keadaan kesehatan yang normal titer CD4 berkisar antara 600-1200 sel/mm3. Sesudah diagnosis toksoplasmosis ditegakkan, titer CD4 diukur dan 4 minggu sesudah pengobatan antitoksoplasmosis diberikan pengukuran diulang kembali. Sebaiknya penghitungan CD4 dilakukan setiap 3-4 bulan sekali.

PCR Polymerase Change Reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi DNA

Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam cairan tubuh dan jaringan. Dengan menggunakan

metoda

PCR

diagnosis

toksoplasmosis

kongenital,

toksoplasmosis mata, toksoplasmosis serebral, dan toksoplasmosis yang menyebar (disseminated toxoplasmosis ) dapat lebih mudah dipastikan. Penggunaan PCR untuk mendeteksi Toxoplasma gondii yang ada di dalam cairan amnion menjadi metoda paling baik untuk menetapkan diagnosis dini

116

infeksi toksoplasmosis pada janin. Selain itu dengan PCR dapat dihindari penggunaan prosedur invasif yang membahayakan hidup janin. Melalui PCR dapat dideteksi Toxolasma gondii yang ada di dalam jaringan otak,

cairan

serebrospinal,

cairan

vitreus,

cairan

bronkoalveolar

(bronchoalveolar lavage-BAL), urin, cairan amnion, dan darah tepi.

BAB 9 PENGELOLAAN TOKSOPLASMOSIS

117



TOKSOPLASMOSIS DAPATAN



TOXOPLASMOSIS PADA IBU DAN ANAK - Pengobatan toksoplasmosis pada kehamilan - Pertimbangan pengobatan selama kehamilan



TOKSOPLASMOSIS PADA PENDERITA HIV/AIDS - Pengobatan toksoplasmosis-HIV/AIDS.



TOKSOPLASMOSIS MATA



IMUNOPATI

Orang sehat yang tidak mengalami gangguan sistem imun, jika terinfeksi Toxoplasma gondii pada umumnya jarang menunjukkan gejala klinis atau keluhan yang jelas. TOKSOPLASMOSIS DAPATAN Sebagian menunjukkan

besar gejala

infeksi klinis

toksoplasmosis

(asimtomatik)

pada

sehingga

manusia tidak

tidak

diperlukan

pengobatan. Kecuali jika terjadi kecelakaan di laboratorium dimana seseorang terinfeksi

parasit

ini,

diperlukan

pengobatan

pencegahan.

Penderita

toksoplasmosis dapatan (acquired toxoplasmosis) yang menunjukkan adanya keluhan atau gejala jarang yang memerlukan pengobatan selain pengobatan 118

suportif. Pada penderita yang menunjukkan gejala meningoensefalitis, miokarditis atau ruam kulit (skin rash) yang luas, dapat diberikan pengobatan yang sesuai sedikitnya selama 2 minggu tetapi tidak lebih dari 4 minggu.

Sulfonamid dan pirimetamin (daraprim) merupakan dua obat yang paling banyak digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada manusia. Kedua obat ini secara sinergis menghambat metabolisme p-aminobenzoic acid dan folic-folinic acid. Kedua obat ini biasanya ditoleransi dengan baik oleh penderita, meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan trombositopenia, leukopenia, atau keduanya. Sulfonamid yang sering digunakan adalah

sulfadiazin, sulfametazin dan sulfamerazin, semuanya sama efektifnya untuk mengobati toksoplasmosis. Secara umum, setiap sulfonamid yang dapat berdifusi menembus sel membran hospes dapat digunakan untuk mengobati toksoplasmosis. Meskipun obat-obat ini efektif jika diberikan pada fase akut toksoplasmosis, obat ini tidak dapat memberantas infeksi jika parasit sedang dalam keadaan aktif membelah diri.

Karena komponen sulfa sudah

dikeluarkan dari tubuh penderita dalam waktu beberapa jam sesudah diberikan, dalam sehari obat sulfa sebaiknya diberikan dalam dosis yang terbagi. Spiramisin, obat yang telah digunakan mengobati perempuan hamil untuk

mengurangi

akibat

toksoplasmosis

kongenital,

belum

diijinkan

digunakan untuk mengobati penderita toksoplasmosis di USA.

Sampai

sekarang belum ditemukan obat yang efektif untuk memberantas kista jaringan. Pada orang sehat yang menunjukkan gejala klinis toksoplasmosis, sebagai obat pilihan dapat diberikan kombinasi Pirimetamin (Daraprim) dan

Sulfadiazin. Karena pirimetamin termasuk suatu antagonis folic acid, pemberian pirimetamin sebaiknya diberikan bersama dengan asam folinik (folinic acid). Hendaknya pada pengobatan pirimetamin harus selalu memperhatikan efek sampingnya yaitu adanya supresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati. Pada umumnya pemberian obat kemoterapi hanya dapat mengobati stadium trofozoit Toxoplasma dan tidak dapat memberantas bentuk kista parasit.

119

Untuk mengobati toksoplasmosisnya dapat diberikan

pirimetamin dan

sulfadiazin dengan takaran dan formula sebagai berikut: 

Toksoplasmosis

pada

penderita

dengan

imunitas

normal

(imunokompeten) yang menunjukkan adanya limfadenitis biasanya dapat sembuh dengan sendirinya (self limited), sehingga tidak perlu diobati. 

Jika pada penderita

terjadi infeksi viseral dengan gejala berat atau

persisten dapat diberikan pengobatan selama 2-4 minggu dengan :

pirimetamin 200 mg/hari sebagai loading dose, lalu 50-75 mg/hari; plus sulfadiazin 1-1.5 g empat kali sehari, plus folinic acid (leucovorin) 10-25 mg untuk setiap dosis pirimetamin, diikuti dengan evaluasi atas kondisi penderita. 

Jika penderita alergi terhadap sulfa pengobatan dapat diganti dengan

pirimetamin + klindamisin. 

Kombinasi tetap trimetoprim + sulfametoksasol merupakan obat pengganti jika obat-obat primer tak tersedia. (CDC)

Untuk pengobatan toksoplasmosis, Mc Gill (2008) menggunakan formula terapi sebagai berikut: PIRIMETAMIN oral 200 mg/hari (hari I) diikuti 100 mg/hari ( diberikan selama 4 minggu) berikutnya. ditambah SULFADIAZIN oral 4 g/hari selama 4 minggu ditambah FOLINIC ACID oral 5 mg/hari selama 4 minggu

120

Menurut Medical Letter(2004) Pengobatan toksoplasmosis dapat juga diberikan dengan formula sebagai berikut (Medical Letter,2004): Dosis dewasa:

Pirimetamin : 25-100 mg/hari selama 3-4 minggu ditambah Sulfadiazin: 1-1.5 g diberikan 4 kali sehari, selama 3-4 minggu Dosis anak:

Pirimetamin 2 mg/kg/hari diberikan selama 3 hari, lalu 1 mg/kg/hari (maksimum 25 mg/hari), diberikan selama 4 minggu ditambah

Sulfadiazin 100-200 mg/kg/hari selama 3-4 minggu. Untuk mencegah efek hematologik, folinic acid

(kalsium leukovorin)

ditambahkan secara oral atau parenteral 5 – 10 mg setiap tiga hari yang diberikan selama 4 minggu. TOXOPLASMOSIS PADA IBU DAN ANAK Pengelolaan pada masa kehamilan Pada orang dewasa yang imunokompeten, karena daya tahan tubuhnya baik, biasanya tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis) atau sembuh

dengan

sendirinya

sehingga

tidak

memerlukan

pengobatan.

Pengobatan hanya diberikan jika terjadi infeksi toksoplasmosis akut pada masa kehamilan. Pengobatan pada ibu hamil memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi kongenital dan berkurangnya kecacatan akibat infeksi toksoplasmosis. Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma

gondii sebaiknya terus dilakukan sampai dapat diketahui hasil pemeriksaan apakah janin belum atau sudah terinfeksi toksoplasmosis. Pemberian

spiramisin,

yang

terkonsentrasi

di

plasenta,

dapat

mengurangi risiko penularan terhadap janin sampai 60%, namun sebagai terapi tunggal obat ini tidak dapat mengobati infeksi yang sudah terjadi pada janin.

121

Jika infeksi toksoplasmosis pada janin sudah terjadi, harus diberikan juga

pirimetamin , sulfadiazin dan leukovorin untuk memberantas Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam plasenta maupun yang berada di dalam tubuh janin. Dengan pengobatan ini, meskipun infeksi toksoplasmosis terjadi pada masa awal kehidupan janin, kelahiran bayi akan dapat berlangsung dengan baik.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS PADA IBU HAMIL DAN ANAK 

SPIRAMISIN : 1.0 g oral setiap 8 jam



PIRIMETAMIN: 50-100 mg oral dua kali sehari (hari pertama), diikuti 25 mg sekali sehari



SULFADIAZIN: 1.0- 1,5 g oral setiap 6 jam



FOLINIC ACID (Leulovorin): minimum 10 mg/hari

Pengelolaan pada infeksi toksoplasmosis ibu hamil dan janin berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pada umumnya dianjurkan pemberian

spiramisin pada trimester pertama dan awal trimester kedua atau diberikan pirimetamin + sulfadiazin dan leukovorin (untuk trimester kedua akhir dan trimester ketiga) pada perempuan hamil dengan toksoplasmosis akut yang didiagnosis oleh laboratorium rujukan (Montoya dan Liesenfeld,2004). Pemeriksaan PCR yang dilakukan terhadap cairan amnion pada minggu ke-18 kehamilan bertujuan untuk menentukan apakah janin terinfeksi

Toxoplasma gondii.

Jika janin diduga telah terinfeksi, dapat diberikan

pengobatan dengan pirimetamin + sulfonamid + leukovorin. Pengobatan kombinasi ini harus dalam pengawasan mengingat adanya kemungkinan

122

terjadinya efek samping pemberian pirimetamin dan kemungkinan adanya alergi terhadap sulfadiazin. Pengobatan hanya dapat menurunkan beratnya (severity) penyakit, tetapi tidak dapat memperbaiki kerusakan jaringan atau organ yang sudah terjadi. Meskipun pemberian kemoterapi pada janin yang menderita toksoplasmosis kongenital tidak dapat mengobati kelainan yang terjadi, tetapi dapat menghambat kerusakan jaringan lebih lanjut (Montoya dan Remington, 2008). Pertimbangan pengobatan selama kehamilan Semua perempuan hamil sebaiknya diperiksa kemungkinan adanya infeksi Toxoplasma gondii. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan terjadinya infeksi, gejala dan keluhan toksoplasmosis pada ibu dipantau dan juga diamati apakah juga sudah terjadi infeksi kongenital pada janin. Penularan perinatal biasanya terjadi hanya jika ibu mengalami infeksi akut, tetapi pada HIV lanjut dapat terjadi reaktivasi infeksi kronis toksoplasmosis. Jika infeksi

T.gondii terjadi semasa ibu hamil, diperlukan pengawasan dan konsultasi lebih lanjut. Pada dasarnya pengobatan toksoplasmosis untuk ibu hamil sama dengan pengobatan untuk ibu tidak hamil. Perhatikan bahwa pemberian

sulfadiazin pada saat persalinan dapat meningkatkan risiko terjadinya hiperbilirubinemia dan kernikterus pada janin. TOKSOPLASMOSIS PADA PENDERITA HIV/AIDS Orang dengan infeksi HIV yang terinfeksi laten dengan Toxoplasma , mempunyai antibodi IgG yang tidak tetap titernya, dan biasanya tidak mempunyai antibodi IgM. Meskipun terjadi serokonversi dengan peningkatan titer IgG sebesar empat kali lipat, tetapi penentuan adanya toksoplasmosis yang aktif pada penderita AIDS

sukar dipastikan karena terjadinya

imunosupresi pada penderita. Dalam banyak kasus, dugaan diagnosis ensefalitis toksoplasmosis dilandasi pada hasil pemeriksaan gejala klinis yang khas dan hasil

123

pemeriksaan radiografi pada penderita HIV yang menunjukkan seropositif IgG terhadap Toxoplasma. Gejala klinis toksoplasmosis yang paling sering dijumpai pada penderita dengan infeksi HIV adalah : 

sakit kepala,



bingung (confusion), dan atau



kelemahan motorik dan



demam.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditunjukkan adanya kelainan neurologik yang fokal. Jika penderita tidak diobati dengan baik, toksoplasmosis akan berkembang

progresif

sehingga

penderita

mengalami

serangan

ayan

(epilepsi), stupor dan koma. Selain itu dapat terjadi retinitis, pneumonia, dan gangguan fungsi organ akibat penyebaran sistemik penyakit.

Pemeriksaan

CT-scan atau MRI otak menunjukkan adanya lesi multipel yang sering disertai dengan adanya edema. Toksoplasmosis saraf pusat (CNS toxoplasmosis) pada penderita AIDS yang lanjut juga dapat berlangsung progresif dan mematikan (fatal). Tanpa pengobatan pencegahan, 30% penderita HIV dengan toksoplasmosis dapat berkembang menjadi toksoplasmosis ensefalitis. Pengobatan dengan anti mikroba yang dikombinasi dengan ART (Anti retroviral therapy) umumnya dapat mengatasi toksoplasmosis. Pencegahan yang spesifik dan efektif menggunakan ART dapat juga digunakan untuk mencegah toksoplasmosis pada penderita AIDS yang lanjut yang juga menderita toksoplasmosis laten (dapat

diketahui

karena

adanya

anti-Toxoplasma

IgG).

Penderita

toksoplasmosis yang juga menderita HIV/AIDS biasanya juga diobati dengan kombinasi pirimetamin- sulfadiazin ditambah folinic acid. Pengobatan lain yang bisa diberikan adalah pirimetamin- klindamisin. Obat terakhir ini kadangkadang dapat menimbulkan diare berat. Pengobatan harus dihentikan jika nilai CD4 yang menunjukkan jumlah lekosit tertentu sangat tinggi pada tiga sampai enam bulan terakhir. Penderita berat dengan HIV/AIDS seringkali

124

mengalami efek samping berat sesudah menggunakan berbagai macam obat-obatan.

Pengobatan toksoplasmosis-HIV/AIDS Terdapat dua fase pengobatan, yaitu pengobatan akut dan pengobatan pemeliharaan. Pengobatan presumtif sering dimulai berdasar adanya gejala klinik, IgG Toxoplasma yang positif, dan sesudah dilakukan pemantauan dengan perekaman otak. Jika respon pengobatan lambat hasilnya, mungkin penyebabnya bukan toksoplasmosis. Penderita dengan AIDS yang baru terinfeksi dengan Toxoplasma

gondii, atau yang mengalami kekambuhan,

harus diobati sampai terjadi

perbaikan imunitasnya sesudah pengobatan dengan ART ( antiretroviral

therapy). Rekomendasi NIH /CDC dalam pengobatan penderita HIV/AIDS yang terinfeksi toksoplasmosis adalah sebagai berikut: Pengobatan Akut Pengobatan pada infeksi akut diberikan sedikitnya 6 bulan sampai penderita menunjukkan adanya perbaikan klinis dan radiografis.



Primetamin 200 mg oral dosis tunggal , diikuti 50 mg (berat badan di bawah 60 kg) sampai 75 mg (BB di atas 60 kg) sekali sehari ditambah



Sulfadiazin 1000 mg (BB kurang dari 60 kg) sampai 1500 mg (BB diatas 60 kg) oral tiap 6 jam ditambah



folinic acid (leucovorin) 10-25 mg sekali sehari.

125

Dosis pirimetamin, sulfadiazin dan folinic acid harus disesuaikan jika terjadi supresi sumsum tulang belakang. Penderita harus selalu dipantau terhadap kemungkinan terjadinya sitopeni, terutama jika penderita juga mendapatkan pengobatan yang menyebabkan supresi/penekanan fungsi sumsum tulang belakang, misalnya karena sedang mendapatkan pengobatan zidovudine, valgansiklovir, atau ganciclovir. Pengobatan pemeliharaan kronis Sesudah 6 bulan pengobatan inisial menghasilkan perbaikan klinis dan radiologis, pengobatan pemeliharaan dapat diberikan sebagai berikut: Pengobatan pilihan:

Pirimetamin 25-50 mg oral sekali sehari ditambah sulfadiazin 20004000 mg oral per hari terbagi dalam 2-4 dosis ditambah folinic acid 10-25 mg oral, sekali sehari. Pengobatan alternatif: 

Pirimetamin 25-50 mg oral sekali sehari ditambah klindamisin 600 mg oral diberikan setiap 8 jam ditambah folinic acid 10-25 mg oral sekali sehari



Atovaquone 750 mg oral diberikan setiap 6-12 jam +/- pirimetamin 25 mg oral sekali sehari ( + folinic acid 10 mg oral sekali sehari) atau

sulfadiazine 2000- 4000 mg oral per hari terbagi dalam 2-4 dosis Pengobatan pemeliharaan kronis

sebaiknya diberikan seumur hidup.

Penderita yang mendapatkan pengobatan akut dengan hasil memuaskan, akan menunjukkan perbaikan gejala klinis, perbaikan radiologis dan perbaikan lesi CNS serta mengalami perbaikan sistem imun (titer CD4 >200 sel/mikro L). Jika perbaikan dapat berlangsung selama lebih dari 6 bulan, terapi

126

pemeliharaan dapat dihentikan. Jika CD4 menurun lagi, kurang dari 200 sel/mikro L, terapi sebaiknya diulang kembali. Sebelum dilakukan pengobatan dengan pirimetamin, sebaiknya

Catatan:

penderita diperiksa lebih dahulu apakah ia menderita defisiensi G6PD. Pengobatan alternatif lainnya: 1. Pirimetamin + folinic acid + salah satu obat di bawah ini : 

Klindamisin 600 mg oral /intravenus diberikan setiap 6 jam (jika penderita alergi sulfa)



Atovakuon 1500 mg oral diberikan setiap 12 jam.



Azitromisin 1200 mg oral sekali sehari

2. Trimetoprim-sulfametoksasol (TMX-SMX) 5 mg/kg TMP dan 25 mg/kg SMX oral/intravenus diberikan setiap 12 jam. TMP-SMX diberikan jika obat lain tak tersedia atau jika diperlukan pemberian intravenus. 3. Atovakuon: 1500 mg oral diberikan dalam waktu dua hari+ sulfadiazin 1000-1500 mg oral diberikan tiap 6 jam. Kortikosteroid (misalnya deksametason 4 mg oral/intravenus dberikan tiap 6 jam) dapat ditambahkan jika penderita mengalami kelainan CNS umum atau terjadi edema. Jika gejala klinis membaik, kortikosteroid segera dihentikan jika memungkinkan. Obat antikejang (anticonvulsant) diberikan jika penderita mengalami epilepsi/ kejang-kejang. Jika diperlukan, misalnya jika terjadi gangguan berat CNS, diberikan bantuan pernapasan.

TOKSOPLASMOSIS MATA

127

Sebagian besar toksoplasmosis mata merupakan reaktivasi kista Toxoplasma pasif yang sudah ada di retina dan bukan karena infeksi primer. Akibat yang terjadi berupa uveitis posterior dengan gejala dan keluhan berupa fotofobi dan adanya radang granulomata dan adanya inflamasi ruang anterior. Pada fundoskopi tampak fokus kuning retinokoroiditis. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh respon imun hospes, virulensi parasit dan faktorfaktor lingkungan. Toksoplasmosis uveitis dapat menimbulkan komplikasi berupa kebutaan. Pengobatan yang umum diberikan pada toksoplasmosis uveitis adalah:

Sulfadiazin 2-4 g yang diberikan selama 24 jam, diikuti 1 g 4 kali sehari, disertai pemberian 75-100 mg pirimetamin sebagai dosis awal, diikuti 25-50 mg per hari. Jika terjadi radang mata yang berat dapat diberikan steroid sistemik 1 mg per kg.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS UVEITIS 

PIRIMETAMIN : 75-100 mg, lalu 25-50 mg/hari



SULFADIAZIN : 2-4 g/hari 1 lalu 4x1g/hari



STEROID SISTEMIK: 1mg/kg

Sebagai obat alternatif terapi klasik pada toksoplasmosis mata dapat diberikan azitromisin dengan dosis 250 mg/hari atau 500 mg dua hari sekali, yang diberikan bersama 100 mg pirimetamin pada hari pertama lalu diikuti dengan dosis 50 mg/hari. Sebagai pengobatan garis kedua retinokoroiditis

atovakuon dengan dosis 4x 750 mg.

128

dapat diberikan

Untuk mencegah kekambuhan toksoplasmosis retinokoroiditis dapat diberikan pengobatan

jangka

panjang

secara

intermiten

(berselang

seling)

Trimetoprim/ Sulfametoksazol yang diberikan setiap tiga hari dengan dosis 60 mg trimetoprim dan 160 mg sulfametoksasol. Jika antibodi terhadap T.gondii tidak dapat ditemukan, pengobatan antitoksoplasmosis

sebaiknya

dihentikan,

tetapi

kemoterapi

sedikitnya selama 2 minggu. Karena manifestasi

diteruskan

penyakit ini dapat

disebabkan oleh alergi, steroid dapat diberikan terutama jika ditemukan adanya lesi aktif di dekat makula.

IMUNOPATI Penderita dengan immuno-compromised harus diobati dengan regimen pilihan kombinasi Sulfadiazin dan Pirimetamin(Duff P, 2007): 

Sulfadiazin oral: loading dose 4 g, diikuti 1 g empat kali sehari



Pirimetamin : 50-100 mg dosis awal, lalu 25 mg/hari.

Beberapa orang penderita dapat memerlukan perpanjangan waktu terapi. Toksoplasmosis

ensefalitis

dan

toksoplasmosis

otak

merupakan

toksoplasmosis yang paling banyak dilaporkan dari penderita imunopati (immunocompromised) baik yang disertai atau tidak disertai AIDS. Penderita yang mendapatkan pengobatan imunosupresif misalnya kortikosterod jangka panjang

dan penderita yang menderita penyakit yang menimbulkan

gangguan

imunitas,

misalnya

AIDS

sebaiknya

selain

diobati

dengan

antitoksoplasma juga diberi tambahan pengobatan dengan kemoterapi. Dengan digunakannya terapi antiretroviral yang sangat aktif

( highly

antiretroviral therapy- HAART), penyakit-penyakit oportunis yang sering menyertai AIDS termasuk toksoplasmosis insidensinya juga menurun. Diagnosis dini yang tepat dan cepat serta pengobatan yang segera diberikan

129

terhadap toksoplasmosis serebral akan meningkatkan perbaikan klinis penderita. Diagnosis

serologik toksoplasmosis pada penderita imunopati tidak

dapat dimanfaatkan dengan optimal, mengingat penderita imunodefisiensi tidak mampu menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap Toxoplasma

gondii. Karena itu pengunaan PCR (Polymerase Chain Reaction) bernilai diagnostik yang tinggi dalam menentukan adanya toksoplasmosis yang akut, meskipun kendalanya dalam hal ini adalah tidak adanya nilai standard yang baku bagi laboratorium-laboratorium pemeriksanya. Diagnosis molekuler toksoplasmosis dapat lebih ditingkatkan jika digunakan metoda real-time PCR.

RESUME

130



Toksoplasmosis klinis biasanya diobati dengan kombinasi PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS pirimetamin dan sulfonamid, kecuali jika penderita dalam keadaan hamil.



Spiramisin merupakan salah satu obat pilihan untuk ibu hamil dengan toksoplasmosis.



Pengobatan dini toksoplasmosis pada anak yang terinfeksi prenatal dapat mengurangi kecacatan yang terjadi di kemudian hari.



Penderita transplantasi terutama transplantasi jantung sebaiknya diberikan pengobatan pencegahan dengan pirimetamine –sulfonamid selama enam minggu untuk mencegah toksoplasmosis.



Penderita yang tejangkit AIDS diberi pengobatan dengan trimetoprim-sulfametoksasol, fansidar atau dapson-pirimetamin untuk mencegah terjadi reaktivasi toksoplasmosis.

BAB 10 PENCEGAHAN TOKSOPLASMOSIS



PENCEGAHAN UMUM TOKSOPLASMOSIS



IBU HAMIL DENGAN IMUNITAS RENDAH

131



MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI MAKANAN



MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI LINGKUNGAN



Sampai

MENCEGAH PENULARAN DI LABORATORIUM

sekarang belum ditemukan vaksin untuk mencegah infeksi

toksoplasmosis kongenital pada manusia yang dibuat dari Toxoplasma gondii yang dimatikan. Vaksin dari parasit yang dilemahkan berasal dari Toxoplasma

gondii strain yang tidak persisten sudah digunakan untuk mencegah abortus pada domba di Eropa dan Selandia Baru.

PENCEGAHAN UMUM TOKSOPLASMOSIS Tindakan-tindakan umum

yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya penularan toksoplasmosis di masyarakat luas terutama ditujukan pada perempuan usia subur dan ibu hamil yang memerlukan perhatian khusus.

132



Pendidikan

kesehatan

bagi

perempuan

pada

usia

subur

dengan

memberikan pengetahuan tentang pencegahan toksoplasmosis melalui pengolahan daging yang benar dan menghindari pemaparan dengan tanah yang tercemar tinja kucing. Penyuluhan kesehatan sebaiknya diberikan pada waktu kunjungan pertama ibu hamil tentang higiene makanan dan mencegah paparan dengan tinja kucing. 

Penyuluh kesehatan yang menangani ibu hamil harus memberi penjelasan tentang masalah penting terkait pemeriksaan serologi Toxoplasma. Pertama, bahwa pemeriksaan serologi tidak dapat menentukan secara pasti kapan terjadinya infeksi pertama dengan Toxoplasma, dan yang kedua bahwa di daerah dengan insiden infeksi Toxoplasma yang rendah, hasil uji IgM yang positif mungkin sebenarnya adalah positif palsu.



Pemerintah dan industri daging harus selalu mengupayakan daging yang bebas Toxoplasma.

Untuk mencegah terjadinya infeksi dapatan Toxoplasma gondii, berbagai tindakan harus dilakukan oleh masyarakat dan keluarga antara lain adalah: 1. Daging hendaknya dimasak sampai matang (minimum 66 o Celsius) sebelum dimakan. 2. Tangan supaya dicuci dengan air sabun sebelum menangani daging. 3. Jangan memberi makan daging mentah atau yang kurang matang pada kucing. Boleh diberikan daging yang dikeringkan, dikalengkan, atau yang sudah dimasak. 4. Kucing sebaiknya dipelihara di dalam rumah, dan kotak kotoran (litter box) supaya diganti setiap hari. Rendaklah kotak litter di dalam air mendidih. 5. Tinja kucing harus dibuang ke dalam kloset atau dibakar. 6. Jika berkebun sebaiknya menggunakan sarung tangan.

133

7. Kotak pasir untuk bermain anak hendaknya selalu ditutup jika sedang tidak digunakan,

IBU HAMIL DENGAN IMUNITAS RENDAH Untuk ibu hamil atau yang imunitasnya rendah ( immunocompromised) tindakan pencegahan berikut ini harus lebih diperhatikan: 1. Jangan mengganti litter box kucing, atau gunakan sarung tangan jika terpaksa mengganti litter box dan cuci tangan dengan air sabun panas sesudahnya. 2. Peliharalah kucing agar selalu berada di dalam rumah. 3. Ibu sedang hamil jangan memelihara kucing liar terutama anak kucing liar. Jangan memelihara kucing baru.

MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI MAKANAN Memasak

makanan.

Untuk

memasak

daging

sebaiknya

digunakan

termometer makanan untuk mengukur tingginya temperatur internal. Jangan mencicipi makanan sebelum makanan benar-benar telah matang.

USDA

( United States Department of Agriculture) merekomendasi tatacara mengolah daging sebagai berikut: 

Daging potongan (tidak termasuk daging unggas). Masak sedikitnya sampai 66o Celsius dan ukur dengan termometer makanan yang diletakkan di bagian daging yang paling tebal. Biarkan lebih dahulu tiga menit (rest time) sebelum dimakan. Rest time adalah waktu dimana produk daging dibiarkan sesudah dikeluarkan dari alat pemasak (oven, pemanggang, atau alat pemanas lainnya). Biasanya suhu daging selama rest time masih berada pada suhu akhir.

134



Daging asal yang belum diiris ( ground meat) yang bukan

daging

unggas harus dimasak sampai temperatur di atas 71 o Celsius, baru bisa langsung dimakan. 

Daging unggas. Semua jenis daging unggas baik daging irisan maupun gound meat harus dimasak sedikitnya 74 o Celsius dan daging dibiarkan dalam keadaan rest time selama tiga menit sebelum bisa dikonsumsi.

Pembekuan daging. Daging dibekukan di dalam ruang pembeku ( freezer) yang bersuhu di bawah

0 o Fahrenheit atau minus 18 o Celsius selama

beberapa hari, sebelum diolah untuk mengurangi kemungkinan infeksi. Buah dan sayuran. Buah dan sayuran dikupas atau dicuci sebersih mungkin sebelum dimakan. Perlengkapan memasak. Cucilah papan pemotong, piring, mangkuk, perlengkapan masak lainnya dan tangan dengan air sabun panas jika sebelumnya telah terpapar dengan daging mentah, daging unggas, hewan laut (seafood), buah atau sayur yang belum dicuci.

MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI LINGKUNGAN Untuk

mencegah

risiko

penularan

toksoplasmosis

yang

berasal

dari

lingkungan dapat dilakukan dengan cara: 

Hindari minum air yang belum diproses.



Gunakan sarung tangan pada waktu berkebun atau setiap kali terpapar tanah atau pasir karena mungkin telah tercemar tinja kucing yang mengandung Toxoplasma. Cucilah tangan yang terpapar tanah dan pasir dengan sabun dan air hangat.



Anak-anak diberi penyuluhan pentingnya mencuci tangan untuk mencegah infeksi.

135



Kotak pasir untuk bermain anak selalu ditutupi jika sedang tidak digunakan.



Kucing hanya diberi makanan kaleng atau makanan kering atau yang sudah dimasak, jangan diberi makan daging mentah atau kurang matang.



Ganti litter box tiap hari, karena parasit Toxoplasma gondii mulai infektif 1-5 hari sesudah dikeluarkan bersama tinja kucing.

MENCEGAH PENULARAN DI LABORATORIUM Meskipun risiko infeksi di laboratorium biasanya rendah, dengan melaksanakan standard umum higiene di laboratorium risiko infeksi dapat lebih diturunkan. Selain itu tindakan-tindakan di bawah ini juga harus dilakukan: 1. Serum pekerja laboratorium harus diperiksa untuk menentukan antibodi terhadap Toxoplasma menggunakan Dye test. Pekerja dengan antibodi yang positif dapat bekerja dengan aman. 2. Setiap

menangani

hewan

yang

terinfeksi

harus

menggunakan

kacamata pelindung dan sarung tangan. Untuk mencegah pencemaran karena cipratan atau semburan, antara pekerja dan hewan coba diberi pembatas dari plastik tebal atau kaca. 3. Pipet yang digunakan untuk memindahkan parasit harus diberi kapas pelindung. 4. Larutan desinfektan dan sabun harus selalu tersedia di meja kerja. 5. Jika terjadi kecelakaan di laboratorium, daerah yang tercemar harus segera dicuci dengan sabun dan air. Jika bahan infektif masuk ke dalam mulut melalui pipet, mulut harus segera dibersihkan dengan air sabun. Jika mata terpapar bahan infektif, cuci segera mata dengan banyak air. Periksa segera antibodi serum pekerja yang terpapar. Jka antibodi positif tidak perlu dilakukan tindakan lebih lanjut.

136

Jika pekerja tidak diketahui titer antibodinya atau sero-negatif, harus diberikan kemoterapi sedikitnya selama 2 minggu sebagai berikut: 

Pirimetamin sebanyak 4 dosis @ 50 mg setiap 12 jam, diikuti dosis @25 mg setiap 12 jam selama 4 hari, kemudian 25 mg sekali sehari; dan



Sulfadiazin , 2-4 g sebagai dosis awal, kemudian 1 g setiap 6 jam.



Pekerja harus diberi banyak minum, dan leukosit dan hitung jenis darah (differential blood counts) diperiksa 2 kali seminggu.



Setiap hari pekerja diberi juga 2 “yeast cake” dan 5-15 mg

leukovorin. 

Dye test dipantau secara teratur.



Pekerja yang digigit hewan terinfeksi toksoplasmosis harus ditindak lanjuti dengan cara yang sama.

 Toksoplasmosis dapat dicegah  Seseorang dengan HIV harus diperiksa apakah terinfeksi TOXOPLASMA  Toksoplasmosis terjadi jika angka CD4 kurang dari 100 

Obat terbaik untuk mencegah toksoplasmosis adalah TMP-SMX (trimetoprim-sulfametoksasol)

137

BAB 10 TANYA JAWAB 

Apakah toksoplasmosis?



Bagaimana saya tahu bahwa saya berisiko terkena toksoplasmosis?



Apa yang harus saya lakukan untuk menghindari infeksi?



Dua tahun yang lalu saya terinfeksi toksoplasmosis. Pada waktu ini saya sedang hamil. Apakah bayi saya berisiko terinfeksi?



Saya sedang hamil dan pada waktu ini terinfeksi toksoplasmosis. Apakah bayi saya berisiko tertular toksoplasmosis?



Saya baru hamil 10 minggu dan terinfeksi toksoplasmosis. Apakah hal ini berisiko terhadap kehamilan saya?



138

Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa bayi saya terinfeksi

toksoplasmosis? 

Apakah ada pengobatan terhadap toksoplasmosis selama masa kehamilan?



Jika bayi saya dilahirkan tanpa menunjukkan adanya gejala-gejala toksoplasmosis kongenital, apakah ini berarti infeksi toksoplasmosis pada masa kehamilannya tidak berefek buruk?



Jika di masa lalu saya pernah menderita toksoplasmosis, apakah saya tidak boleh memberi ASI pada bayi saya?



Apakah bayi dapat terinfeksi toksoplasmosis melalui ASI jika saya sedang terinfeksi penyakit ini?



Jika ayah bayi menderita toksoplasmosis, dan saya sedang hamil atau dalam waktu memberi ASI apakah hal ini dapat menyebabkan gangguan pada bayi?



Apa yang terjadi jika seorang dengan HIV terinfeksi tokso?



Apa yang harus saya lakukan agar infeksi tokso yang tidak aktif tidak berkembang menjadi aktif?

Apakah toksoplasmosis? Toksoplasmosis adalah infeksi disebabkan oleh parasit Toxoplasma

gondii. Anda bisa terinfeksi parasit ini karena makan makanan mentah atau tidak matang, daging mentah atau kurang matang (misalnya sate, steak), atau tersentuh tanah atau tinja kucing yang mengandung parasit. Sebagian besar orang dewasa yang terinfeksi Toxoplasma gondii tidak menunjukkan gejala sakit atau mengeluh sakit, tetapi sebagian yang lain mengalami pembesaran kelenjar limfe, sakit kepala atau nyeri otot. Pada umumnya, sekali kita terinfeksi toksoplasmosis kita tidak akan terinfeksi untuk kedua kalinya. Bagaimana saya tahu bahwa saya berisiko terkena toksoplasmosis? Sekitar 85% ibu hamil di Amerika Serikat (USA) berisiko untuk terinfeksi toksoplasmosis. Perempuan yang sekarang memiliki kucing yang dipelihara di luar rumah, biasa makan daging yang tidak dimasak sampai

139

matang, suka berkebun atau pernah menderita penyakit mirip mononukleosis mempunyai risiko lebih tinggi untuk terinfeksi toksoplasmosis. Jumlah penderita toksoplasmosis di Eropa lebih tinggi dari pada di USA karena orang Eropa lebih menyukai makan daging yang kurang masak dibandingkan dengan orang Amerika. Untuk mengetahui apakah anda pernah terinfeksi parasit Toxoplasma, dapat dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Sebaiknya pemeriksaan untuk mengetahui toksoplasmosis dilakukan sebelum terjadi kehamilan. Jika pada waktu hamil ternyata ibu diketahui terinfeksi toksoplasmosis, beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakan infeksi baru saja terjadi, atau sudah lama terjadinya. Apa yang harus saya lakukan untuk menghindari infeksi?

Toxoplasma gondii dapat ditemukan di dalam daging mentah atau daging setengah matang, di dalam telur segar dan di dalam air susu sapi segar yang tidak dipasteurisasi (dipanaskan sampai 71.7 o Celsius atau 161oFahrenheit selama 15-20 detik). Biasanya pasteurisasi dilakukan melalui pemanasan susu sampai 60o Celsius seama 30 menit. Kucing yang makan daging mentah atau tikus dapat terinfeksi Toxoplasma

gondii. Parasit dapat tetap hidup di dalam tinja kucing yang ada di tanah selama 2 minggu. Jika tinja kucing tertimbun tanah, parasit dapat tetap hidup sampai 18 bulan lamanya. Untuk menghindari infeksi, ibu hamil sebaiknya melakukan hal-hal berikut ini, yaitu: 

Masaklah daging sampai matang, yang terlihat jika daging tidak lagi berwarna merah muda (pink) dan air daging yang keluar berwarna jernih.



Jika berkebun sebaiknya selalu menggunakan sarung tangan



Semua buah dan sayuran harus selalu dicuci bersih



Tangan harus selalu dicuci bersih sesudah memegang daging mentah, buah dan sayuran , dan terutama sesudah menyentuh tanah. Jangan menyentuh tinja kucing



Jangan memberi daging mentah pada kucing

140



Dua tahun yang lalu saya terinfeksi toksoplasmosis. Pada waktu ini saya sedang hamil. Apakah bayi saya berisiko terinfeksi? Janin yang sedang tumbuh di dalam rahim ibu hanya bisa terinfeksi toksoplasmosis jika ibu yang sedang mengandung menderita infeksi toksoplasmosis aktif. Pada umumnya tidak ada peningkatan risiko terhadap bayi jika infeksi Toksoplasma pada ibu hamil terjadi lebih dari 6 bulan ssebelum terjadinya konsepsi (pertemuan sperma dengan sel telur). Seseorang perempuan yang pernah terinfeksi Toxoplasma gondii di masa lalu, biasanya akan menjadi kebal/imun terhadap toksoplasmosis, sehingga bayi yang dikandungnya tidak mengalami risiko tertular penyakit ini. Kecuali jika ibu mengalami gangguan sistem imun sehingga daya tahan tubuhnya menurun,misalnya pada penderita AIDS, ibu dapat mengalami infeksi aktif toksoplasmosis lainnya.

Saya sedang hamil dan pada waktu ini terinfeksi toksoplasmosis. Apakah bayi saya berisiko tertular toksoplasmosis? Parasit penyebab toksoplasmosis dapat menembus plasenta. Jika seorang ibu hamil menderita toksoplasmosis, 20% diantaranya akan menular ke bayi yang dikandungnya. Bayi yang terinfeksi toksoplasmosis pada masa kehamilan disebut mengalami infeksi toksoplasmosis kongenital.

Di USA,

setiap tahunnya dilahirkan 400-4000 bayi dengan toksoplasmosis. Sebagian bayi yang mengalami toksoplasmosis kongenital akan mengalami gangguan kesehatan yang menyangkut otak, mata, jantung, darah, hati atau limpanya. Dalam jangka panjang anak mungkin dapat mengalami epilepsi (ayan), hambatan kejiwaan (mental retardation), gangguan otak, tuli dan kebutaan. Banyak bayi yang terinfeksi toksoplasmosis tidak mengalami kelainan pada waktu dilahirkan. Jika bayi mengalami gangguan kesehatan sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lanjut.

141

Saya baru hamil 10 minggu dan terinfeksi toksoplasmosis. Apakah hal ini berisiko terhadap kehamilan saya? Jika seorang ibu terinfeksi pada trimester pertama kehamilannya, risiko bayi tertular toksoplasmosis dari ibunya adalah 10-15%. Masa trimester pertama kehamilan merupakan masa berisiko tinggi bagi bayi untuk mengalami gangguan kesehatan yang berat akibat infeksi. Jika ibu terinfeksi toksoplasmosis pada trimester akhir kehamilannya, risiko bagi bayi untuk mengalami gangguan berat kesehatannya menjadi sangat kecil. Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa bayi saya terinfeksi toksoplasmosis? Jika ibu baru saja terinfeksi toksoplasmosis, dapat dilakukan berbagai cara untuk mengetahui apakah bayinya juga telah terinfeksi. Pemeriksaan cairan amnion (yang ada di sekeliling janin) atau pemeriksaan darah janin dapat dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi pada janin. Meskipun demikian, pemeriksaan adanya infeksi pada bayi tidak bisa menentukan seberapa berat infeksi toksoplasmosis yang diderita bayi. Sepertiga bayi yang menderita toksoplasmosis kongenital mengalami gangguan kesehatan yang bisa diketahui melalui pemeriksaan USG (ultrasonografi). Sesudah bayi lahir, pemeriksaan darah pada bayi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi pada bayi. Apakah ada pengobatan terhadap toksoplasmosis selama masa kehamilan? Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil dapat diobati dengan antibiotika dengan hasil memuaskan. Penemuan dini adanya infeksi dan pengobatan yang cepat dapat mengurangi terjadinya infeksi toksoplasmosis pada bayi. Jika bayi sudah tertular toksoplasmosis, jenis pengobatan lainnya dapat mengurangi beratnya penyakit pada bayi. Tetapi pengobatan ini tidak dapat mencegah terjadinya kelainan pada bayi. Pengobatan pada tahun pertama umur bayi dapat juga bermanfaat bagi kesehatan bayi. Tindakan yang spesifik dapat dilakukan oleh dokter spesialis sesuai dengan keadaan bayi.

142

Jika bayi saya dilahirkan tanpa menunjukkan adanya gejala-gejala toksoplasmosis kongenital, apakah ini berarti infeksi toksoplasmosis pada masa kehamilannya tidak berefek buruk? Bayi dengan toksoplasmosis kongenital biasanya memang tidak menunjukkan gejala-gejala pada waktu dilahirkan. Tetapi penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa di kemudian hari 90% anak akan menunjukkan gangguan kesehatan berupa kebutaan, tuli, dan terhambatnya perkembangan anak. Gejala-gejala ini baru terlihat beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah anak dilahirkan. Karena itu sebaiknya bayi dengan toksoplasmosis kongenital diberi pengobatan selama tahun pertama umurnya dan kemudian secara teratur diamati kesehatannya. Jika di masa lalu saya pernah menderita toksoplasmosis, apakah saya tidak boleh memberi ASI pada bayi saya? Boleh. Air susu ibu (ASI) melindungi bayi ibu karena menjadi sumber nutrisi dan melindungi bayi sehingga memberi banyak keuntungan bagi kesehatan bayi. Umumnya ibu yang pernah terinfeksi Toxoplasma gondii akan mendapatkan kekebalan terhadap infeksi parasit ini. Dengan memberi ASI pada bayi, antibodi dari ibu dapat diberikan kepada bayi sehingga dapat melindungi bayinya dari infeksi parasit. Apakah bayi dapat terinfeksi toksoplasmosis melalui ASI jika saya sedang terinfeksi penyakit ini? Jika ibu yang sedang terinfeksi toksoplasmosis memberi ASI pada bayinya, tidak menyebabkan bayi terinfeksi. Penularan toksoplasmosis dari ibu pada bayi hanya terjadi pada saat akhir dari masa kehamilan. Jika ayah bayi menderita toksoplasmosis, dan saya sedang hamil atau dalam waktu memberi ASI apakah hal ini dapat menyebabkan gangguan pada bayi? Tidak. Toksoplasmosis tidak ditularkan dari seorang penderita ke orang

143

lain kecuali penularan dari ibu ke janin pada masa kehamilan, melalui transfusi darah atau melalui transplantasi organ. Ayah yang sedang menderita toksoplasmosis tidak menularkan penyakitnya pada ibu atau pada bayi. Apa yang terjadi jika seorang dengan HIV terinfeksi tokso? Jika seseorang terinfeksi dengan tokso, parasit ini berada dalam keadaan tidak aktif di dalam jaringan, biasanya otak dan otot. Selama sistem imun hospes kuat, Toxoplasma akan tetap berada dalam keadaan tidak aktif. Jika HIV melemahkan sistem imun seseorang, Toxoplasma yang berada di dalam jaringan akan aktif kembali dan menyebabkan penyakit toksoplasmosis pada penderita. Di USA, 15-40% orang dengan HIV juga terinfeksi toksoplasmosis dan mungkin mengandung kista jaringan. Apa yang harus saya lakukan agar infeksi tokso yang tidak aktif tidak berkembang menjadi aktif? Tindakan paling pnting yang harus dilakukan adalah merawat infeksi HIV dengan baik.pengobatan antivirus harus terus dilakukan sesuai petunjuk dokter. Jika terjadi masalah dalam penggunaan obat antivirus segera konsultasikan dengan dokter. Toxoplasma baru akan menginfeksi penderita dengan HIV jika angka CD4 kurang dari 100. Sebaiknya setiap orang yang diperiksa untuk HIV juga diperiksa terhadap infeksi toksoplasma. Jika seseorang menderita infeksi toksoplasmosis dengan angka CD$ kurang dari 100 biasanya akan dibedrikan TMP-SMX untuk mencegah toksoplasmosis atau obat lain jika penderita tidak tahan TMP-SMX.

144

DAFTAR PUSTAKA Ahmad D., S Mehdi, H H Sayed, A K Sayed, G Shirzad 2010. Serological survey of Toxoplasma gondii in schizophrenia patients referred to Psychiatric Hospital, Sari City, Iran. Trop Biomed. 27 (3):476-82

145

Akanmu A S., V O Osunkalu, J N Ofomah, F O Olowoselu, Pattern of demographic risk factors in the seroprevalence of antitoxoplasma gondii antibodies in HIV infected patients at the Lagos University Teaching Hospital.

Nig Q J Hosp Med. ;20

(1):1-4 Alvarado-Esquivel C., H. M. Cruz-Magallanes, R. Esquivel-Cruz, S. EstradaMart´ınez, M. Rivas-Gonza´lez. Seroepidemiology of Toxoplasma gondii infection in human adults from three rural communities in Durango State, Mexico. Am J Epidemiol. 2001 Aug 15;154 (4):357-65

Bastien P. 2002. Molecular diagnosis of toxoplasmosis. Trans R Soc Trop Med Hyg, 96, 205-215. Bowie W R., King AS.,Werker DH.,Isaac-Renton JL., Bell A., EnqSB., Marion SA. 1977. Outbreak of toxoplasmosis associated with municipal dringking water. Lancet,19; 350(9072):173-7. Bowles B., N.Coleman, L.Jansen. Epidemiology of Toxoplasmosis, Midwestern State University. Carlo Denegri Foundation. Toxoplasma gondii tachyzoite. Parasites and Pestilence (URL: http://www.cdfound.to.it/HTML/at_inc) Centers for Disease Control.2000. Preventing Congenital Toxoplasmosis, MMWR Recommendations and Reports. March 31,2000/49(RR02);57-75. Centers for Disease Control 2009. Toxoplasmosis, Source-3 Deparment of Health and Human Services. November 21, 2009. http://www.cdc.gov/toxoplasmosis CDC. 2010. Toxoplasma Diagnosis and Treatment. Resources for Health Professionals . Last updated: November 2, 2010

146

Centers for Disease Control and Prevention.2010. Toxoplasmosis: Pregnant Woman,FAQ. http://www.cdc.gov/toxoplasmosis/pregnant Centers for Disease Control and Prevention. 1999. Food-Related Illness and Death in the United States, Emerging Infectious Diseases, Vol. 5, No. 5, 1999 Chandeying V., 2011. Toxoplasmosis-Serological Evidence and Associated Risk Factors among Pregnant Women in Southern Thailand. Am J Trop Med Hyg. 2 011 Aug ;85 (2):243-7 Cohen J., G.William G., T. David and WA. Petri. 2009. Stanford University School of Medicine. http://www.stanford.edu/group/parasites/-/Toxoplasmosis/treatment.html

Communicable

Disease

Control

Unit.

2001.

Communicable

Disease

Management Protocol. Toxoplasmosis. Manitoba Health Public Health.

Contini C. 2008. Clinical and diagnostic management of toxoplasmosis in the immunocompromised patient. Parassitologia 2008 Jun; 50(1-2) :45-50. Cook A J., R E Gilbert, W Buffolano, J Zufferey, E Petersen, P A Jenum, W Foulon, A E Semprini, D T Dunn , 2000.Sources of toxoplasma infection in pregnant women: European multicentre case-control study. European Research Network on Congenital Toxolasmosis.

BMJ. 2000 Jul 15;321

(7254):142-7. Cornell Feline Health Center . 2008. Toxoplasmosis in cats,

American

Association of Feline Practitioners and the, Cornell University, College of Veterinary Medicine, Ithaca, NY

147

Dardé N L., B Bouteille, M Pestre-Alexandre, 1992.Isoenzyme analysis of 35 Toxoplasma

gondii

isolates

and

the

biological

and

epidemiological

implications. J Parasitol. 1992 Oct ;78 (5):786-94. Dubey JP, Beattie CP: Toxoplasmosis of Animals and Man. CRC Press, Boca Raton, FL, 1988 Duff P. 2007. Maternal and perinatal infections. In Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 5th Ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Churchill Livingstone, Elsevier, 2007. Dunn D., M Wallon, F Peyron, E Petersen, C Peckham, R Gilbert 1999. Mother-to-child transmission of toxoplasmosis : risk estimates for clinical counselling. Lancet. 1999 May 29;353 (9167):1829-33 Esquire KK. and Bailey ME. Toxoplasma gondii, Parasites and Pestilence, http://www.stanford.edu/class/humbio153/SuccessfulParasite/Background Food and Drug Administration. FDA public health advisory: URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm. Feldman H A., L T Miller, 1956. Serological study of toxoplasmosis prevalence. Am J Hyg. 1956 Nov ;64 (3):320-35. Ferguson, D. Oxford University.SEM of bradyzoites within the brain of infected mouse. http://www.cmgm.stanford.edu/micro/boothroydlabdesc,html. Gandahusada S., 1991. Study on the prevalence of toxoplasmosis in Indonesia: a review. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1991 Dec;22 Suppl:93-8.

Garcia JL, Navarro IT, Ogawa L, de Oliveira RC, Kobilka E.1999. Seroprevalence, epidemiology and ocular evaluation of human toxoplasmosis 148

in the rural zone Jauguapitã (Paraná) Brazil . Rev Panam Salud Publica. Sep;6(3):157-63.

Hokelek M.and Safdar. 2009. Toxoplasmosis. Medscape Refererence, Updated 20 January 2009.

Huldt G, Lagercrantz R, Sheehe PR.1979. On the epidemiology of human toxoplasmosis in Scandinavia especially in children. Acta Paediatr Scand. 1979 Sep;68(5):745-9.

John DT and W.A.Petri. 2006. Toxoplasmosis treatment. Updated. May,24.2006. http://www.stanford.edu/class/humbio103

Jones J L., D Kruszon-Moran, M Wilson, G McQuillan, T Navin, J B McAuley

Toxoplasma gondii infection in the United States: seroprevalence and risk factors. N. Engl J Med. 1983 Jan 20;308 (3):125-9 King A S., D H Werker, J L Isaac-Renton, A Bell, S B Eng, S A Marion. Outbreak of toxoplasmosis associated with municipal drinking water. Lancet. 1997 Jul 19;350 (9072):173-7 McGill.2008.Toxoplasma taxonomy. http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/Medstudent/lecture3 toxoplasma Ma Y, Jin T, Wang L, Yang T, Li L, Zhang L.2002.Study on the behavioral risk of toxoplasma infection in population working in the slaughterhouse].[Article in Chinese] Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi. 2002 Feb;23(1):43-5.

149

Mac Knight KT, Robinson HW.1992. Epidemiologic studies on human and feline toxoplasmosis. J Hyg Epidemiol Microbiol Immunol. 1992;36(1):37-47. Mandell G, Bennett J. and Dolin R. 2006 Disease Burden of Congenital Toxoplasmosis. http://cid.oxfordjournals.org/content/44.

Martinez-Giron R., JG Esteban, A.Ribas and L.Doganci.2008. Protozoa in respiratory pathology:a review. European Respiratory Journal, Vol.32 no.5, 1354-70 Meganathan P., S.Singh, Lau Yee Ling, J.Singh, Visvaraja , V. Nissapatorn. 2010.

Detection of Toxoplasma gondii DNA by PCR following microwave

treatment of serum and whole blood.

Southeast Asian J Trop Med Public

Health. 2010 Mar ;41 (2):265-73. Mohraz M., Farhad Mehrkhani, Sara Jam, Seyed Ahmad Seyedalinaghi, Duman Sabzvari, Fatemeh Fattahi, Hossain Jabbari, Mahboubeh Hajiabdolbaghi,2011. Seroprevalence of Toxoplasmosis in HIV+/AIDS Patients in Iran. Acta Med Iran. 2011 Apr 21713730 ;49 (4):213-8 Montoya JG, Liesenfeld O. 2004. Toxoplasma. Lancet. Jun 12;363:1965-1976. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii infection in pregnancy. Clin Infect Dis 2008;47:554-566).

Nijem K I., S Al-Amleh. Seroprevalence and associated risk factors of toxoplasmosis in pregnant women in Hebron district, Palestine. East Mediterr Health J. ;15 (5):1278-84 Nissapatorn V., Chitkasaem Suwanrath, Nongyao Sawangjaroen, Lau Yee Ling, Verapol Chandeying ,2011. Toxoplasmosis-Serological Evidence and Associated Risk Factors among Pregnant Women in Southern Thailand. Am J Trop Med Hyg. 2011 Aug ;85 (2):243-7 21813842

150

Nissapatorn V., Teoh Hoe Leong, Rogan Lee, Init-Ithoi, Jamaiah Ibrahim, Tan Si Yen. 2011. Sero epidemiology of toxoplasmosis in renal patients. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 42 (2):237-47 Nissapatorn V. 2009. Toxoplasmosis. In HIV/AIDS: a living legacy.Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2009 Nov ;40 (6):1158-78 Pinard J., NS Leslie, and P.Irvine, 2003. Maternal Serologic Screening for Toxoplasmosis: Screening and Diagnosis of Toxoplasmosis in Pregnancy Midwifery Womens Health. 2003;48(5) Salma M.P. dkk. (2002). Pengembangan Model Penyuluhan Toksoplasmosis pada Wanita Usia Subur di Jakarta Selatan. http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Salma1.pdf Soebandono et al. 1996. Toxoplasmosis on Pregnant Women in Mataram Hospital (Infeksi Toksoplasma pada Ibu-ibu Hamil di RSU Mataram). Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia,20(4)199

Soheilian M, A Ramezani, R Soheilian.2011. How to Diagnose & Treat Ocular Toxoplasmosis.

Review

of

ophthalmology,

Last

updated

2/15/2011

www.revophth.com/content/d/retinal_insider/c/26716 Shuhong Li, Liming Cui, Jixue Zhao, Pei Dai, Shan Zong, Wenjing Zuo, Chen Chen, Hongtao Jin, Hongwei Gao, Quan Liu,2011. Seroprevalence of Toxoplasma gondii infection in female sterility patients in China. J Parasitol. 2011 Jun ;97 (3):529-30 Terazawa M.,R.Muljono, L.Susanto. S.Margono,and E.Konishi.2003. High

Toxoplasma Antibody Prevalence among inhabitants in Jakarta, Indonesia, Jpn.J.Infect.Dis., 56, 107-109.

151

TenterA M., A R Heckeroth, L M Weiss

W R Bowie, A S King, D H Werker, J

L Isaac-Renton, A Bell, S B Eng, S A Marion 1997.Outbreak of toxoplasmosis associated with municipal drinking water. The BC Toxoplasma Investigation Team. Lancet. 1997 Jul 19;350 (9072):173-7. Tenter A M., A R Heckeroth, L M Weiss 2000. Toxoplasma gondii: from animals to humans. Int J Parasitol. 2000 Nov ;30 (12-13):1217-58 URL: hepatitiscnewdrugs,blogspot.com/2011/01. Toxoplasma cyst. E.Prandovszky and Leeds University. URL: http://aapredbook.aappublication.org/ Toxoplasma URL:(http://heavylifecarenews.com) Toxoplasmosis in pregancy URL: http://www.toxo100.org/html. Charles Nicolle URL: http://resources.waza.org/files/images ) Ctenodactylus gundi URL: http://cal.vet.upenn.edu) Takizoit Toxoplasma gondii URL:http://www.microbeworld.org/images/stories) Intracellulair tachyzoite

Toxoplasma gondii URL: http://www.infonet biovision.org/ default/ct/670/animalDiseases August,11,2011 USDA.2011. Toxoplasmosis. URL: http://3bp.blogspot.com . Cat litterbox. URL: http://www.austincc.edu. Hydrocephalus Congenital Toxsoplasmosis

152

URL: http://aapredbook.aappublications.org/cgi/figsearch) Hepatosplenomegali , Congenital Toxoplasmosis. URL: http://www.gulfordeye.com/toxoplasmosis). Ocular toxoplasmosis. URL: http://www.infonet-biovision.org/default/ct/670/animalDiseases) Microopthalmia URL: http://cms.revoptom.com/handbook) . Ocular toxoplasmosis URL: http://www.neonet/ch) “ Blueberry muffin URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm) Food and Drug Administration. FDA Public Health Advisory URL: http://jpkc.gdmc.edu.cn/blx/bledu/english/images/9/86.jpg. Myocarditis Toxoplasmosis. URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/Lecture 3 handout. Toxoplasmosis. Vieira J., E Frank, T J Spira, S H Landesman 1983

Acquired immune

deficiency in Haitians: opportunistic infections in previously healthy Haitian immigrants. Am J. Epidemiol. 2001 Aug 15;154 (4):357-65 Villena I., T Ancelle, C Delmas, P Garcia, A P Brézin, P Thulliez, 2010. Congenital toxoplasmosis in France in 2007. Eurosurveillance, Volume 15, Issue 25.

Wallon, L King, V Goulet, Toxosurv network and National Reference Centre for Toxoplasmosis Handbook of ocular disease management (URL: ( http://cms.revoptom.com/handbook) 153

WHEC.2009. Guideliness for healthcare providers. Woman’s Health and Education Center, 3 September 2009. WHO 1969. Toxoplasmosis. Report of a WHO meeting of investigators, WHO Techn Report Series, No. 431. Wong S Y., J S Remington, 1994. Toxoplasmosis in pregnancyClin Infect Dis. 1994 Jun ;18 (6):853-61; quiz 862 8086543 Cit:109 Yan Guex-Crosier.2009. Update on the treatment of ocular toxoplasmosis. Int J Med Sci; 6:140-142. Yee

Ling

Lau,

P.Meganathan,

P.Sonaimuthu,

G.Thiruvengadam,

V.

Nissapatorn, Yeng Chen.2010. Specific, sensitive, and rapid diagnosis of active toxoplasmosis by a loop-mediated isothermal amplification method using blood samples from patients. J Clin Microbiol. 2010 Oct ;48 (10):3698-702.

Yue Xiao; Jigang Yin; Ning Jiang; Mei Xiang; Lili Hao; Huijun Lu; Hong Sang; Xianying Liu; Huiji Xu; Johan Ankarklev; Johan Lindh; Qijun Chen , 2010 . Seroepidemiology of human Toxoplasma gondii infection in China. BMC Infectious Diseases;2010, Vol. 10 Issue 1.

GLOSARIUM 154

Acquired, Dapatan. Suatu keadaan yang tidak dijumpai pada saat kelahiran tetapi terbentuk beberapa waktu kemudian. Dalam ilmu kedokteran acquired dapat berarti baru atau ditambahkan sehingga pengertian acquired berarti juga tidak diturunkan secara genetik dan tidak terlihat pada waktu lahir. Acute, Akut. Terjadi mendadak, misalnya terkait dengan timbulnya gejala penyakit. Akut juga bisa diartikan sebagai penyakit yang berlangsung tidak lama, berlangsung cepat dan progresif, sehingga harus cepat ditangani. Amniotic fluid, Cairan amnion. Cairan yang terdapat di sekeliling janin di dalam rahim ibunya dan berperan untuk mencegah tekanan ( shock absorber). Antibody, Antibodi. Suatu imunoglobulin, imunoprotein yang khas yang terbentuk karena masuknya antigen ke dalam tubuh; antibodi akan mengadakan reaksi/berkombinasi dengan antigen yang memicu terbentuknya antibodi yang spesifik tersebut. Assay. Analisis yang dilakukan untuk menentukan : 1. Adanya suatu bahan dan kadar bahan tersebut. Misalnya untuk menentukan berapa kadar hormon tiroid yang terdapat di dalam darah penderita yang diduga menderita hipertiroid atau hipotiroid. 2. Potensi biologik atau farmakologik suatu obat. Misalnya assay untuk menentukan potensi suatu vaksin. Asymptomatic, Asimtomatik. Tanpa gejala. Miisalnya infeksi asimtomatik berarti infeksi yang tidak menunjukkan gejala maupun keluhan. Biopsy, Biopsi. Mengambil contoh jaringan untuk keperluan diagnosis, baik secara makroskopis (dilihat dengan mata biasa) atau diperiksa menggunakan mikroskop (mikroskopik). Diagnosis juga bisa dicapai dengan cara lain misalnya menggunakan analisis kromosom atau gen.

155

Blindness, Kebutaan. Tidak dapat melihat. Kebutaan dapat berlangsung sementara atau bersifat permanen (tetap). Kebutaan dapat terjadi akibat kerusakan mata, kerusakan saraf mata, atau kerusakan jaringan otak Bone marrow, Sumsum tulang. Jaringan lunak pembentuk darah yang terdapat di dalam rongga-rongga tulang dan mengandung lemak dan sel darah yang sudah matang (matur) atau belum matang (imatur), termasuk sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit) dan sel-sel pembeku darah (platelets). Penyakit atau obat-obatan yang merusak sumsum tulang dapat menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel darah tersebut. Brain, Otak. Bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di dalam tulang tengkorak kepala (kranium). Otak berperan sebagai pusat penerima, pengatur dan penyebar informasi bagi tubuh. Otak mempunyai dua belahan atau hemisfer, kiri dan kanan. Cancer, Kanker. Pertumbuhan tidak normal dari suatu sel yang cenderung tidak terkendali, dan kadang-kadang juga menyebar (metastasis). CDC.

CDC (The Centers for Disease Control and Prevention), Pusat

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, bagian dari the U.S. Public Health Services (PHS) di bawah Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan Amerika Serikat ( the Department of Health and Human Services). Cell, Sel. Unit dasar struktural dan fungsional makhluk hidup. Setiap sel mengandung bahan kimia dan air yang terbungkus oleh suatu selaput . Cervical, Leher. Chemotherapy, Kemoterapi. !. Bahan kimia pembunuh mikroba atau sel tumor. 2. Pada onkologi (ilmu yang mempelajari keganasan), kemoterapi adalah pengobatan/terapi terhadap kanker (sering disingkat sebagai kemo). Choroid, Koroid. Selaput vaskuler yang tipis terletak antara sklera dan retina, yang menyediakan darah ke retina dan melayani arteri-arteri dan saraf-saraf

156

ke struktur mata lainnya. Congenital, Kongenital. Keadaan yang terjadi pada masa kehamilan. Diagnosis. 1. Identifikasi suatu penyakit. 2.Suatu kesimpulan atau keputusan yang ditetapkan (misalnya: diagnosisnya adalah rabies). 3. Identifikasi suatu masalah (misalnya: diagnosisnya adalah penyumbatan vena).. Ear, Telinga. Alat pendengar. ELISA. Singkatan dari

"enzyme-linked immunosorbent assay." Suatu uji

cepat imunokimia yang melibatkan enzim (suatu protein yang merupakan katalisator yang mempercepat reaksi biokimia), dan molekul imunologi (antibodi atau antigen). Encephalitis, Ensefalitis. Inflamasi atau keradangan otak yang terjadi akibat suatu penyakit, misalnya measles. Gejala yang terjadi antara lain berupa demam tinggi, konvulsi dan koma. Penderita dapat mengalami kesembuhan, gangguan sistem saraf pusat, atau meninggal dunia. Enlarged spleen, Pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang disebut juga sebagai Splenomegali dapat terjadi akibat adanya kelainan darah, penyakit infeksi atau kanker. Feces, Tinja. Kotoran yang dikeluarkan melalui usus. Fetus, Janin. Hasil pembuahan (offspring) yang belum dilahirkan, berumur antara 8 minggu sesudah terjadinya konsepsi (pertemuan sperma dan sel telur) sampai waktu sebelum terjadinya persalinan. Sampai umur 8 minggu, hasil pembuahan disebut embrio. Flu, singkatan dari influenza . Penyakit virus yang menyerang saluran pernapasan dan terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe A, B, dan C. Sebagian besar

157

penderita akan sembuh dalam waktu 1-2 minggu , tetapi sebagian kecil lainnya penyakit penderita menjadi lebih berat atau meninggal dunia karena terjadinya komplikasi, misalnya berupa pneumonia. Flu dapat dicegah dengan vaksinasi untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian penderita. Folinic acid, Asam folinik. Bentuk aktif dari asam folat di dalam badan. Lihat:

Leucovorin . Giardiasis. Infeksi dengan Giardia lamblia, suatu protozoa usus yang dapat menimbulkan diare dan gangguan pencernaan . Hepatitis. Radang hati oleh sebab apapun. HIV. Akronim dari Human Immunodeficiency Virus , penyebab AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). HIV juga disebut Human

lymphotropic virus type III, Lymphadenopathy-associated virus dan Lymphadenopathy virus. HIV termasuk retrovirus yaitu virus yang mempunyai sebuah genom RNA dan enzim reverse transcriptase. Immune, Imun. Terlindungi dari infeksi. Immune response, Respon imun. Reaksi oleh sistem imun. Immune system. Sistem imun. Suatu sistem yang komplek yang memberikan reaksi terhadap masuknya benda asing ke dalam tubuh, untuk melindungi tubuh dari infeksi dan bahan asing. Sistem imun bekerja untuk menemukan dan memusnahkan benda asing yang masuk. Immunocompromised. Sistem imun yang terganggu fungsinya karena sudah dilemahkan oleh penyakit atau akibat pengobatan dengan obat-obat imunosupresif. Immunosuppression, Imunosupresi. Penekanan terhadap sistem imun yang ditimbulkan oleh penyakit tertentu misalnya AIDS atau limfoma atau akibat penggunaan obat-obatan tertentu antara lain obat anti kanker. Imunosupresi juga dapat dipengaruhi oleh pemakaian obat-obatan, misalnya 158

yang digunakan pada waktu melakukan transplantasi atau cangkok sumsum tulang atau cangkok organ untuk mencegah penolakan atau rejeksi terhadap organ yang dicangkokkan (transplant). Indicate, Indikasi. Anjuran untuk memberikan pengobatan atau melakukan tindakan sesuai dengan keadaan penderita. Misalnya, obat-obat tertentu dianjurkan/diindikasikan

untuk

mengobati

hipertensi

pada

ibu

hamil,

sedangkan obat lainnya tidak boleh diberikan. Infant, Bayi. Anak yang berumur di bawah 2 tahun (24 bulan). Infection, Infeksi. Pertumbuhan dan perkembangan organisme penyebab penyakit di dalam tubuh hospes. Inflammation, Inflamasi, Keradangan. Reaksi badan terhadap infeksi, iritasi atau perusakan jaringan yang terjadi berupa kemerahan ( redness), panas, pembengkakan dan nyeri. Inflamasi merupakan respon imun yang tidak spesifk ( nonspecific immune response). Jaundice, Jaundis. Warna kuning pada kulit dan sklera (bagian putih mata) akibat meningkatnya kadar bilirubin pigmen empedu di dalam darah. Latent, Laten. Tersembunyi, tidak aktif, dorman. Leucovorin, Leukovorin. Asam folinik, bentuk aktif dari asam folat ( folic

acid). Leukovorin yang disebut juga sebagai faktor citroforum dan wellcovorin merupakan antidot untuk melindungi sel normal dari pengaruh penggunaan dosis tinggi obat anti kanker metotreksat dan meningkatkan efek antitumor dari fluorourasil dan tegafur-urasil. Leukovorin juga dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati anemia akibat defisiensi asam folat. Liver, Hati. Organ tubuh yang terletak di abdomen bagian atas yang berperan

dalam

proses

pencernaan

makanan

dan

metabolisme dan sel-sel rusak yang ada di dalam darah.

membuang

sisa

Hati merupakan

159

organ padat yang terbesar dengan berat sekitar 1,6 kg dengan ukuran sekitar 20 cm x 17 cm x 12 cm. Lymph, Limfe. Cairan bening hampir tidak berwarna yang beredar di dalam saluran limfe dari sistem limfatik yang berperan membawa sel-sel untuk melawan infeksi dan penyakit. Lymph node, Simpul limfe. Masa jaringan limfatik yang berbentuk bulat atau seperti kacang yang dibungkus oleh suatu kapsul jaringan ikat. Simpul limfe dapat dijumpai pada sistem limfatik yang terdapat di berbagai bagian badan. Simpul limfe menyaring cairan limfe dan menyimpan sel-sel yang dapat menangkap sel-sel kanker dan bakteria yang beredar di dalam cairan limfe. Simpul limfe banyak terdapat di leher, ketiak, lipat paha dan sekitar tulang belikat (collarbone). Malaise, Malaise. Merasa badan tidak nyaman. Malaria. Penyakit infeksi disebabkan oleh parasit protozoa (Plasmodium) yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles, yang dapat juga ditularkan melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tercemar parasit tersebut. Terdapat

5

spesies

parasit

penyebab

malaria

pada

manusia,

yaitu

Plasmodium falciparum Plasmodium vivax, Plasmosium malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium knowlesi. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, adalah yang terberat gejala klinisnya dan dapat menimbulkan kematian. Marrow. Yang dimaksud adalah The bone marrow, sumsum tulang. Meningoencephalitis, Meningoensefalitis. Radang atau inflamasi dari selaput otak (meninges) atau meningitis dan radang otak atau ensefalitis. Disebut juga sebagai ensefalomielitis (encephalomeningitis).

160

Muscle, Otot. Jaringan tubuh yang fungsi utamanya adalah sebagai sumber kekuatan badan. Terdapat tiga tipe otot tubuh, yaitu otot rangka (skeletal

muscle) yang berfungsi untuk pergerakan rangka (ekstremitas) dan bagian luar tubuh, otot jantung (cardiac muscle) dan otot halus (smooth muscle) yang terdapat pada dinding arteri dan usus. Myocarditis, Miokarditis. Inflamasi atau keradangan dari miokardium atau otot jantung. Nausea, Mual. Perasaan atau dorongan untuk muntah, yang penyebabnya bermacam-macam, antara lain penyakit-penyakit sistemik, misalnya influenza, akibat pengaruh obat-obatan, nyeri, dan kelainan pada rongga telinga dalam. Jika mual dan atau muntah berlangsung terus menerus, atau jika disertai gejala atau keluhan lain yang berat misalnya nyeri perut, jaundis, demam, atau perdarahan, penderita memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam untuk menentukan penyebab sakitnya. Neurological, Neurologik. Ada kaitannya dengan saraf atau sistem saraf. Node, Simpul. Kumpulan jaringan, misalnya lymph node (simpul limfe) adalah kumpulan dari kelenjar limfoid. Nodul adalah simpul kecil, merupakan sekumpulan kecil jaringan. Ocular, Okuler. Terkait dengan mata. Organ. Bagian atau alat tubuh yang berdiri sendiri dan mempunyai satu atau lebih fungsi khusus( misalnya mata, telinga, jantung, paru-paru, dan hati). Parasite, Parasit. Suatu organisme yang hidup di dalam atau pada organisme lain, dengan mengambil makanannya dari organisme lainnya tersebut karena parasit tidak dapat hidup mandiri. Pregnancy,

Kehamilan.

Suatu

keadaan

dimana

seorang

perempuan

mengandung embrio yang sedang tumbuh dan berkembang. Kehamilan berlangsung selama sekitar sembilan bulan, dihitung sejak perempuan 161

tersebut terakhir kalinya berhenti haid ( last menstrual period- LMP). Masa kehamilan biasanya terbagi menjadi tiga trimester, yang masing-masing berlangsung selama tiga bulan. Pregnant, Hamil. Keadaan dimana seorang perempuan sedang mengandung janin di dalam rahimnya. Prognosis, Prognosis. 1. Prakiraan perjalanan suatu penyakit. 2. Besarnya kemungkinan seorang penderita untuk sembuh dari penyakitnya. Prognosis dikatakan baik, jika kemungkinan untuk sembuh tinggi. Retina, Retina. Lapisan kumpulan saraf yang meliputi bagian belakang mata, menerima

sinar yang masuk, menimbulkan rangsangan ( impuls) yang

menjalar sepanjang saraf optik menuju ke otak. Di dalam retina terdapat makula (macula), suatu area kecil yang mengandung sel-sel yang pekacahaya, sehingga memungkinkan kita dapat melihat dengan jelas detil benda. Sepsis, Sepsis. Umumnya dikenal sebagai “infeksi melalui aliran darah.” Adanya bakteri (bacteremia) atau infeksi oleh organisme lainnya atau oleh adanya racun di dalam darah ( toxemia) atau di jaringan tubuh lainnya. Sepsis dihubungkan dengan adanya gejala atau simtom penyakit yang mengenai seluruh bagian tubuh (sistemik), antara lain demam, menggigil, malaise, tekanan darah yang rendah, dan adanya perubahan status kejiwaan penderita. Sepsis menunjukkan keadaan kesehatan yang harus diperhatikan dengan seksama, karena dapat membahayakan hidup penderita, sehingga harus dikelola dan ditangani segera dengan sebaik-baiknya. Spleen, Limpa. Organ yang terdapat di bagian kiri atas abdomen, di dekat lambung. Limpa yang merupakan organ limfatik terbesar pada tubuh manusia, memproduksi limfosit dan menyaring darah, serta merupakan penyimpan cadangan utama darah dan berperan pula dalam menghancurkan sel-sel darah yang sudah tua.

162

Syndrome, Sindrom. Sekumpulan tanda dan simtom atau gejala yang secara bersama-sama merupakan petunjuk adanya penyakit atau mengarahkan dengan kuat sedang berkembangnya suatu penyakit tertentu. Toxicity, Toksisitas. Suatu tingkatan yang menunjukkan kemampuan suatu substansi dalam membahayakan kesehatan manusia atau hewan. Toxoplasma gondii, Toxoplasma gondii. mempunyai

satu-sel

(Protozoa)

yang

Suatu parasit yang hanya

dapat

menyebabkan

penyakit

toksoplasmosis. Toxoplasmosis, Toksoplasmosis. Infeksi oleh suatu protozoa (Toxoplasma

gondii ) pada manusia, mamalia, dan unggas, yang dapat menyebar ke berbagai jaringan tubuh dan menimbulkan kerusakan berat pada sistem saraf pusat, terutama jika infeksi toksoplasmosis terjadi pada janin dan bayi yang dapat menimbulkan keguguran atau kecacatan. Trimester, Trimester. Pembagian waktu tiap tigabulanan, pada masa kehamilan yang berlangsung sembilan bulan. Pada masing-masing trimester, terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin yang berbeda-beda fasenya. Viable, Viabel, Kemampuan hidup. Sebagai contoh, bayi prematur yang viabel adalah bayi prematur yang mampu bertahan hidup di luar kandungan ibunya. Wellcovorin, Welkovorin. Lihat : Leukovorin (Leucovorin).

INDEKS 163

A abortus,

berdarah panas,

abortus New Zealand tipe II,

berkebun,

AC/HS test,

biopsi,

Afrika Utara,

biri-biri,

Agglutination Test,

body fluid, 36

air mendidih,

bradizoit,

alat-alat masak,

Bradizoit,

amniocsentesis,

bradyzoite,

anergi limfosit,

bronchoalveolar lavage,

anjing,

bulan sabit,

anjng laut, anoreksia,

C

antibodi humoral, anticonvulsant, Apicomplexa,

cacing tanah,

ART,

cairan vitreus,

aseksual,

Callithrix jacchus,

asimtomatik,

CD4,

asimtomatis,

cell mediated immune response,

atovacuon,

CFT,

atovakuon, avidity, azitromisin,

B

Charles Nicolle clindamycin, CMI, CNS toxoplasmosis, Complement Fixation Test, compromised, confusion),

babi, BAL, bedah jenasah, bentuk proliferatif, 164

Ctenodactylus gundi, CT-scan, cystozoite,

Enzyme-linked Immunoabsorbent

D

Assay, epilepsi,

daging mentah, darah talipusat, daraprim,

F

Daraprim, DAT, DAUR HIDUP TOXOPLASMA, defisiensi G6PD. deksametason, demam, desinfektan, Direct agglutination test, Direct Agglutination Test, disseminated infection, disseminated toxoplasmosis, domba, domestik,

FAKTOR RISIKO INFEKSI, false results, false-positive, famili Felidae, fansidar, fase extraintestinal fase intestinal, FDA, fecal-oral, Fecal-oral, feeding form, feline immunodeficiency virus, feline leukemia virus,

E

FELV, fibrinogen, FIV,

ekstraseluler,

folic-folinic acid,

ELISA,

folinic acid,

endodyogeny,

formalin-fixed antigen,

endozoit,

fotofobi,

endozoite, ensefalitis, ensefalomielitis

G

enteroepitelial,

165

I gamet betina, gamet jantan, gametogoni, gangguan koordinasi, gangguan penglihatan, gen B1, geografi, getah lambung, glomerulonefritis,

H

IFAT, IgA, IgE, IgG, IgM, IgM-ISAGA, Immuno Fluorescent Antibody Test, immunocompromised, imunodefisiensi, imunokompeten, imunopati,

HAART, hapusan lesi jaringan, hati, helper cell, hepatitis, hepatosplenomegali, herbivora, hewan berdarah panas, hewan liar, hidrosefalus, highly antiretroviral therapy, hiperbilirubinemia, histopatologi, HIV, HIV/AIDS, hospes definitif, hospes perantara,

166

imunosupresi, imunosupresif, Indirect fluorescent antibody test, Indirect Fluorescent Antibody Test, Indirect Haemagglutination Test, infeksi in utero, infeksi laten, infeksi primer, INFEKSI TOXOPLASMA, innate immunity, inokulasi intraperitoneal, insenirator, intermediate host), intraseluler, janin,

J

kosmopolit, jantung,

kotak pasir, kuda,

K

Kultur jaringan, kurang matang,

kalsifikasi intraserebral,

L

kalsium leukovorin, kambing,

lahir mati,

kanguru,

lalat,

karnivorisme,

laminin 50

Karnivorisme,

Latex Agglutination Test,

kebutaan,

lektin,

kecacatan mental,

letargi,

kecatatan jasmani,

leukopenia,

kekebalan,

leukosit,

kelemahan motorik,

leukovorin.,

keluarga kucing,

limfadenopati,

kemunduran mental, kera rhesus, kernikterus,

limpa, lingkungan yang panas dan lembab,

kerusakan seluler,

Lipas,

kingdom Animalia,

litter box,

kista jaringan,

litterbox kucing,

klindamisin, Klindamisin, koma,

M

kongenital,

macrogamonts,

konjugat, 8

makrogamon,

korioretinitis,

makula,

kortikosterod,

manusia,

167

marmoset,

N.caninum, 35

Mastomys coucha,

nekropsi, 107

MAT,

nekrosis, 51

mata,

Neospora caninum, 35

memelihara kucing, mencit,

O

mencuci tangan, Mencuci tangan,

obligat,

mengasapi daging,

obligat intraseluler

menggarami,

ocular toxoplasmosis),

meningoensefalitis,

oftalmoskop,

mental retardation,

ookista,

metabolisme p-aminobenzoic acid,

Ookista,

microgamonts,

Ookista berspora,

microwave,

Ookista tak berspora,

mikrogamet berflagela,

ookista tidak berspora,

mikrogamon,

oportunis,

mikrosefali,

otak,

mikrosefalus,

otot rangka,

miositis, mirip flu, Modified Agglutination Test, modified latex agglutination test), monensin, mononukleosis, MRI, multimammate rat,

N

P parasitemia, paru pasteurisasi, PATOFISIOLOGI, PCR, pekerja abattoir, pembesaran kelenja limfe, pembesaran limpa, pemotongan hewan, Pencemaran air dan tanah,

168

Penghitungan sel CD4,

rodensia

penjual daging,

Romanowsky,

penyakit autoimun, penyakit Hodgkin,

S

pepsin, pepsin-HCl, periode prepaten, perlengkapan dapur, pirimetamin, Pirimetamin, Pirimetamin - dapson, plasenta, pneumonia, polymerase chain reaction, positif palsu, posmortem, prenatal, prepaten, pseudokista,

R radiografi, real-time PCR, reproduksi, Reseptor sel hospes, respon imun humoral, Rest time, retikuloendotel, retinitis, retinochorioiditis, retinokoroiditis,

S.neurona, Sabin-feldman dye test, Sabin-Feldman dye test, Sabin-Feldman Dye Test, SAG1, sapi, Sarcocystis, Sarcocystis neurona, sarung tangan, SEJARAH TOKSOPLASMOSIS, seksual, sel CD4, sel imun limfoid, sel-sel epitel usus, Sel-T, seroepidemiologi, serokonversi, seronegatif, seropositif, seroprevalensi, severity, SINOPSIS, sistozoit, skin rash, skizogoni, specifik immunity

169

spiramisin,

tissue cysts,

Spiramisin,

Toksoplasmosis,

spiramycin,

toksoplasmosis dapatan,

sporocysts,

toksoplasmosis kongenital,

sporokista,

toksoplasmosis mata,

sporozite,

toksoplasmosis saraf,

sporozoit

Toksoplasmosis uveitis,

Sporozoit,

toksoplasmosis viseral,

sporozoite,

toltrazuril,

stadium infektif,

Toxocara cati,

steroid sistemik,

Toxoplasma gondii,

strain RH,

Toxoplasma Serological Profile,

stupor,

Toxoplasmidae,

subklinis,

tranfusi darah,

sulfadiazin, sulfametoksasol,

tranplantasi organ,

sulfonamid,

transplantasi jantung,

Sulfonamid,

transplantasi organ,

sumsum tulang,

transplasental, trimester ketiga, trimester pertama,

T

trimetoprim, Trimetoprim-sulfametoksasol, tripsin,

T.cati,

trofozoit,

T.gondii,

trombositopenia,

tachyzoite,

trophozoite,

takizoit

TSP,

Takizoit TAKSONOMI,

U

telur ayam, tikus,

uji serologi,

tinja kucing,

ultrasonografi,

170

unggas, unsporulated oocysts, USDA,

Virulensi strain,

W

uterus, Wellcovorin,

V

Z

vakuol parasitoforus,

zigot,

vegetarian,

zoonosis,

vektor mekanik,

zygote,

Virulensi parasit,

171

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF