March 27, 2018 | Author: sabirinnazri | Category: N/A
Sanksi pelanggaran Pasal 71: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar-kan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) © Bambang Susilo; Bambang Dwi Argo 2010 Termodinamika 1 . Pertanian 2. Teknologi 3. Fisika
TERMODINAMIKA Penulis: Ir. Bambang Susilo, M.Sc.agr Dr. Ir. Bambang Dwi Argo, DEA Koreksi Bahasa: Muh. Dahlan Penyunting/Editor: Saiful Iqbal Tata Letak & Desain Cover: eReSJe Studio Penyelaras Akhir: Tim UB Press Penerbit: UB Press Kantor Pusat Universitas Brawijaya lantai 3 Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia Telp. +62341-551611 -Pswt 374, fax 565420 e-mail:
[email protected] http://www.ubpress.brawijaya.ac.id Cetakan I, Februari 2010 xiv + 295; 23 x 16 cm ISBN elektronik: 978-979-8074-14-1
PRAKATA Buku Ajar Termodinamika ini disusun untuk membantu mahasiswa mempelajari ilmu termodinamika. Buku ini akan diedarkan nasional, untuk memudahkan mahasiswa menganalisis dan menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan bidang keteknikan pertanian, khususnya sebagai dasar aplikasi keteknikan pertanian seperti pengeringan, pendinginan, motor bakar, dan satuan operasi lain dalam teknologi pengolahan hasil pertanian. Sebelum mengikuti kuliah termodinamika, mahasiswa disarankan sudah mengikuti dan lulus mata kuliah Fisika Dasar dan Statika Dinamika. Kuliah dasar tersebut sangat membantu dan mempermudah dalam memahami dan menganalisis permasalahan pada mata kuliah termodinamika. Sistematika buku kuliah ini diawali Bab I dan diakhiri dengan Bab VIII. Bab I membahas konsep umum termodinamika. Bab ini menerangkan cakupan ilmu termodinamika, keseimbangan energi, besaran dan satuan termodinamika serta beberapa contoh aplikasi analisis energi. Bab II membahas konsep dasar Hukum Termodinamika I yang diturunkan dari hukum kekekalan energi. Pada bab ini dibicarakan lebih jauh tentang aplikasi hukum ke I sebagai metode analisis energi pada fluida tanpa aliran maupun dengan aliran. Bab III menerangkan pokok bahasan fluida kerja. Dalam bab ini diterangkan perubahan fase padat, cair hingga gas yang berakibat pada perubahan sifat termodinamika lain seperti entalpi, energi dalam, volume spesifik, dan entropi. Di samping fluida nyata dibahas pula persamaan gas ideal untuk pendekatan teoretis tak reversibel untuk analisis gas pada kondisi superpanas yang tinggi. Bab IV membahas proses-proses reversibel dan proses tak reversibel. Proses reversibel isovolumik, isobarik, isotermal, adiabatik, dan politropik sebagai kesatuan proses pada gas nyata maupun gas ideal diterangkan dalam bab ini. Penguasaan bab ini akan mempermudah mahasiswa dalam pengenalan bab selanjutnya. Di samping proses reversibel yang merupakan konsep ideal dalam suatu proses, dalam bab ini juga dibahas proses yang nyata terjadi di alam tanpa idealisasi, yaitu proses-proses yang berlangsung tak reversibel. Hukum termodinamika ke II di bahas pada Bab V. Dalam bab ini ditunjukkan bahwa Hukum I termodinamika tidak peka akan arah proses, sedangkan Hukum Termodinamika ke II peka akan arah proses. Hukum I tidak bisa menganalisis apakah suatu proses bisa berlangsung atau tidak. Pengenalan besaran entropi pada Bab ini sebagai konsekuensi Hukum ke II mengantar mahasiswa untuk menganalisis kemungkinan berlangsungnya proses berdasarkan perubahan entropi sistem. Bab selanjutnya, yaitu Bab VI sampai Bab VIII merupakan aplikasi dari semua bab yang dibahas sebelumnya. Bab VI berbicara tentang siklus-siklus dasar pada mesin kalor mulai dari siklus tekanan konstan, siklus Carnot, siklus Stirling dan Ericson, siklus Otto, dan siklus Diesel. Pada pokok bahasan ini diperkenalkan cara memprediksi efisiensi maksimum siklus dasar mesin kalor. Bab VII membahas konsep Termodinamika Campuran Tak Bereaksi. Dalam bab ini dibahas sifat-sifat termodinamika campuran meliputi energi dalam, entalpi, entropi, tekanan parsial, tekanan total, dan suhu campuran. Hukum Gibbs-Dalton sebagai dasar teori termodinamika campuran dibahas pada awal Bab VII. Perbedaan antara analisis volumetrik dan analisis gravimetrik juga dibahas dalam bab ini. Penguasaan materi Bab VII akan membantu mahasiswa dalam aplikasi teknologi penyimpanan produk pertanian, khususnya teknologi penyimpanan dengan atmosfer terkendali. Khusus untuk campuran udara dengan uap air dibahas tersendiri pada Bab VIII. Pokok bahasan ini telah dibahas sedikit pada Bab VII, akan tetapi karena penerapannya dalam bidang keteknikan pertanian sangat luas maka dibahas khusus dalam Bab VIII. Campuran antara udara dan uap air disebut sebagai campuran Psikrometri. Pengetahuan yang mendalam tentang bab ini akan menolong mahasiswa untuk menganalisis dengan baik masalahmasalah keteknikan yang berhubungan dengan desain menara pendingin
(cooling tower), pengkondisi udara (air conditioning), dan keteknikan lain yang berhubungan dengan rekayasa udara di dalam ruangan. Dengan selesainya diktat kuliah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas dukungan dana sehingga buku ajar ini bisa diselesaikan. Kepada seluruh staf pengajar dan di lingkungan Jurusan Teknik pertanian atas segala kritik dan sarannya penulis sampaikan penghargaan yang tidak terhingga. Kepada Retno Damayanti, STp dan Rini Yulianingsih, STp, MT atas jerih payah pengumpulan kembali naskah yang berserakan, editing serta pengetikan ulang serta segala kesabarannya kami mengucapkan banyak terima kasih sekaligus penghargaan yang tidak terhingga. Kepada istri tercinta Heryuntari dan anak anak saya Hanif, Sadya dan Akhsan atas segala pengertian, kesabaran dan keikhlasannya untuk tidak diperhatikan selama penyelesaian buku ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kelebihan pada semuanya. Akhir kata penulis mengucapkan “Masya Allahu La quwatta ila billah”, Allah mengizinkan, tidak ada kekuatan kecuali dengan izin-Nya. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya. Malang, Januari 2010 Bambang Susilo Bambang Dwi Argo
BAB I PENGERTIAN DASAR Semua benda hidup bergantung pada energi untuk kelangsungan hidupnya, dan peradaban modern dapat terus menerus berkembang dengan pesat hanya jika ada sumber energi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi keperluan hidupnya. Energi ada dalam banyak bentuk, mulai dari energi yang tersimpan di dalam atom sampai kuat panas radiasi yang dipancarkan oleh matahari. Sumber-sumber energi yang bermanfaat sifatnya terbatas, misalnya energi kimia yang ada dalam minyak dan energi potensial dari masa air dalam jumlah besar yang diuapkan oleh matahari. Banyak sumber energi yang diketahui, namun mungkin juga tidak diketahui. Bila ada suatu sumber energi, maka pertama yang harus dilakukan adalah mengubah energi tersebut menjadi suatu bentuk energi yang berguna untuk kebutuhan manusia. Misalnya, energi potensial dari massa air yang besar yang akan diubah menjadi energi listrik adalah dengan menggunakan turbin air yang dipasang pada saluran air antara sumber air (gunung) dan pembuangan akhir (laut). Energi pembakaran batu bara digunakan untuk menghasilkan uap dan dengan menggunakan turbin uap akan dapat membangkitkan listrik. Energi pembakaran dari bahan bakar bensin digunakan untuk memanaskan udara, kemudian udara tersebut mengembang dan mendorong piston di dalam suatu mesin pembakaran dalam «internal» untuk menghasilkan kerja mekanik. Atom uranium ditembak dan melebur sehingga energi nuklir dihasilkan dan dimanfaatkan sebagai kalor untuk menghasilkan uap. Uap tersebut pada akhirnya digunakan untuk membangkitkan listrik pada mesin uap. Mesin-mesin yang digunakan untuk mengubah energi telah dikembangkan pada 2 abad terakhir, umumnya dilakukan dengan praktik, tetapi kadangkadang dilakukan dengan analisis teori dan penelitian. Termodinamika terapan adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan kalor (heat), kerja (work), dan sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu sistem. Termodinamika terapan diperlukan untuk menganalisis dan mengubah energi panas dari sumber yang bermanfaat, seperti bahan bakar minyak atau nuklir menjadi kerja mekanik. Mesin kalor (Heat Engine) adalah nama yang diberikan kepada suatu sistem yang bekerja dalam suatu siklus untuk menghasilkan kerja (work) dari suatu patokan (suplai) energi kalor yang diberikan. Hipotesis hukum termodinamika awalnya didasarkan pada pengamatan kejadian di dunia, tempat kita tinggal. Dari hukum termodinamika telah diamati bahwa kalor dan kerja adalah dua bentuk yang erat hubungannya dan akan menggambarkan keberadaan energi. Hubungan ini adalah dasar dari Hukum Pertama Termodinamika I. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kalor tidak pernah mengalir dari suatu benda pada suhu yang rendah ke suatu benda yang mempunyai suhu yang lebih tinggi. Pengamatan ini adalah dasar dari Hukum Termodinamika II, yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa mesin kalor tidak dapat mengubah semua kalor yang masuk menjadi kerja mekanik, tetapi harus selalu ada kalor yang dibuang pada bentuk suhu yang lebih rendah daripada suhu pemasukan. Gagasan ini akan dibahas dan dikembangkan pada Bab II, tetapi pertama-tama beberapa definisi dasar harus dibuat. 1.1 Kalor, Kerja, dan Sistem Untuk pembahasan termodinamika terapan secara luas dan tepat, perlu terlebih dulu ditentukan konsep-konsep pengertian yang akan digunakan. Kalor (Heat) : adalah suatu bentuk energi yang dipindahkan dari suatu benda ke benda lain yang memiliki suhu lebih rendah, sesuai dengan perbedaan suhu di antara 2 benda tersebut. Sebagai contoh, bila suatu benda A pada suatu suhu tertentu, misalnya 20°C, disinggungkan dengan benda lain B pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 21°C, maka akan ada perpindahan kalor dari B ke A sampai suhu pada benda A dan B sama (Gambar 1.1). Bila suhu A sama dengan suhu B, tidak ada perpindahan panas yang berlangsung di antara kedua benda tersebut, dan mereka dikatakan dalam keadaan keseimbangan panas. Panas muncul hanya selama proses dan karena itu panas adalah energi yang dialihkan. Selama energi panas mengalir dari B ke A, maka ada pengurangan energi dalam yang dimiliki oleh benda B dan meningkatnya energi dalam yang dipunyai benda A. Energi dalam yang dimiliki oleh
suatu benda, paling sedikit merupakan fungsi dari suhu, seharusnya tidak dirancukan dengan kalor (heat). Kalor (heat) tidak pernah dapat diisikan ke dalam suatu benda atau dimiliki oleh suatu benda.
Gambar 1.1. Dua benda A dan B yang digabung menjadi satu.
Gambar 1.2. Sistem dan Batas Sistem Sistem : Suatu sistem didefinisikan sebagai suatu kumpulan benda dalam batas-batas yang telah ditentukan dan dapat diidentifikasi (Gambar 1.2). Batas-batas sistem bisa tetap atau berubah bergantung pada definisi sistem yang ditetapkan. Sebagai contoh fluida dalam suatu silinder pada mesin yang sifatnya bolakbalik: mesin torak (reciprocating) selama langkah tidak statik akan ditetapkan sebagai suatu sistem yang mempunyai batas, yakni dinding silinder dan kepala piston. Selama piston bergerak, batasbatasnya akan bergerak juga (Gambar 1.3). Sistem tipe ini dikenal sebagai jenis sistem tertutup.
Gambar 1.3. Sistem tertutup
Gambar 1.4. Sistem terbuka. Suatu sistem terbuka adalah suatu sistem dengan perpindahan masa yang melintasi batas. Untuk sementara, fluida dalam suatu turbin pada beberapa kasus akan didefinisikan sebagai suatu sistem yang terbuka yang mempunyai batas yang ditunjukkan pada Gambar 1.4. Pada bagian ini hanya sistem tertutup yang akan dibicarakan; sistem yang terbuka akan dibicarakan pada Bagian 2.3. Tekanan : Tekanan dari suatu sistem adalah gaya yang dihasilkan oleh sistem tersebut pada satuan luas dari batas-batasnya. Contoh ; satuan-satuan tekanan adalah N/m2 atau bar; dan simbol yang digunakan adalah p. Alat ukur (gauge) untuk mengukur tekanan (seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5.a dan b), mencatat atau mengukur tekanan di atas 1 atmosfer. Alat ini dikenal sebagai alat ukur tekanan (catatan : tekanan mutlak adalah tekanan yang terekam pada alat ditambah dengan tekanan atmosfer). Alat ukur yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5b dikenal dengan “Bourdon gauge”. Tekanan mutlak dari suatu sistem tabung tertutup yang dapat berubah, menekan tabung keluar melawan tekanan atmosfer. Perpindahan tabung dicatat dengan titik pada skala melingkar yang dapat dikalibrasi secara langsung dalam satuan bar. Bila tekanan suatu sistem di bawah atmosfer, tekanan dikenal sebagai tekanan vakum (Gambar 1.5c). Bila salah satu sisi tabung U dikeluarkan secara sempurna dan kemudian ditutup, maka alat ukur
tekanan akan berfungsi sebagai barometer dan tekanan atmosfer dapat diukur (Gambar 1.5d)
Alat ukur yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5a dan 1.5c mengukur tekanan (dalam satuan mm) dari fluida yang diketahui bobot spesifiknya, dan dikenal dengan manometer. Sebagai contoh, bila air adalah fluidanya, maka 1 mm air = 1/103 x 9806.5 N/m2 = 9.81 N/m2 dengan berat 1 m3 air adalah 9810 N Air raksa atau merkuri paling sering digunakan dalam alat ukur tekanan. Dengan mengambil bobot spesifik air raksa sama dengan 13.6, maka 1 mm air raksa = 1/103 x 13.6 9810 N/m2 = 133.4 N/m2 Volume spesifik adalah volume yang ditempati oleh satu satuan masa dari sistem. Simbol yang digunakan adalah ν dan satuannya sebagai contoh adalah m3/kg. Simbol V akan digunakan untuk volume. (catatan : volume spesifik berbanding terbalik dengan densitas). Kerja (work) didefinisikan sebagai hasil perkalian dari suatu gaya dan perpindahan jarak yang searah dengan gaya tersebut. Bila batas dari suatu sistem tertutup bergerak searah dengan gaya yang bekerja pada batas tersebut, maka sistem bekerja pada sekelilingnya. Bila batas tersebut digerakkan ke dalam, maka kerja diberikan dari sekeliling ke sistem tersebut. Sebagai contoh satuan kerja adalah N.m. Jika kerja dikenakan pada satu satuan masa fluida, maka kerja yang dilakukan per kg fluida mempunyai satuan N.m/kg. Kerja dikenal sebagai energidalam proses peralihan. Kerja tidak pernah diisikan dalam benda atau dimiliki oleh benda. Kalor dan kerja keduanya merupakan energi transisi dan tidak harus dirancukan dengan energi dalam yang dimiliki oleh suatu sistem. Sebagai contoh, bila suatu gas diisikan dalam suatu silinder yang diisolasi dengan baik (Gambar 1.6a) dan ditekan dengan menggerakkan piston ke kiri, tekanan dan suhu gas yang diamati meningkat, dan akibatnya energi dalam dari gas tersebut meningkat. Berhubung silinder tersebut diisolasi dengan sempurna, maka tidak ada kalor yang dapat mengalir ke dalam atau keluar dari gas tersebut. Kenaikan energi dalam gas tersebut karena disebabkan oleh kerja yang dilakukan oleh piston terhadap gas tersebut.
Gambar 6. Kenaikan energi dalam meningkatkan suhu pada sistem akibat masukan energi dari kerja dan kalor Suatu contoh lain, suatu gas diisikan dalam suatu wadah yang kokoh dan dipanaskan (Gambar 1.6b). Berhubung batasbatas pada sistem dijaga dengan tetap, maka tidak ada kerja yang dilakukan pada atau oleh sistem. Tekanan dan suhu gas yang diamati meningkat sehingga energi dalam dari gas tersebut naik. Kenaikan energi dalam disebabkan oleh kalor yang ditambahkan pada sistem. Pada contoh Gambar 1.6a, kerja yang dilakukan pada sistem adalah energi yang muncul hanya selama proses kompresi terjadi. Ada energi dalam awal dan akhir dari sistem, tetapi kerja yang dilakukan muncul
hanya dalam transisi dari kondisi awal dan akhir. Sama dalam contoh pada Gambar 1.6b, kalor yang diberikan muncul hanya dalam transisi dari suatu keadaan gas ke keadaan yang lain.
Gambar 1.7. Kerja meningkatkan energi dalam sistem Cara lain yang memindahkan kerja dipindahkan ke suatu sistem diilustrasikan pada Gambar 1.7. Roda pedal memberikan suatu perubahan momentum kepada fluida dan masukan kerja diperlukan untuk memutar as. Energi kinetik yang diterima oleh fluida diteruskan dalam bentuk gesekan di dalam fluida dan gesekan antara fluida dan wadah. Bila wadah diisolasi dengan sempurna, semua kerja yang masuk berfungsi menaikkan energi dalam fluida tersebut. 1.2 Sistem satuan Satuan Internasional (SI) akan digunakan pada seluruh isi buku ini. Sistem telah diadopsi oleh konferensi umum mengenai bobot dan pengukuran pada tahun 1960 dan kemudian didukung oleh Organisasi Internasional untuk Standardisasi. Di dalam sistem yang benar, besaran satuan yang diturunkan dibentuk oleh perkalian atau hasil bagi dari besaran-besaran satuan yang lain. Dalam sistem SI 6 besaran fisik ditandai secara sembarang oleh nilai satuan dan karena itu semua besaran fisik yang lain diturunkan dari sini. Enam besaran yang dipilih dan satuan-satuannya adalah sebagai berikut. Panjang (meter, m), masa (kilogram, kg), waktu (detik, s), arus listrik (ampere, A), suhu termodinamika (derajat Kelvin, K), intensitas penyinaran (kandela, cd). Sebagai contoh, kecepatan = panjang/waktu mempunyai satuan m/s; percepatan = kecepatan/waktu mempunyai satuan m/ s2; volume = panjang x panjang x panjang mempunyai satuan m3, volume spesifik = volume/masa mempunyai satuan m3/kg. Gaya, Energi, dan Tenaga Hukum Newton II ditulis sebagai massa × percepatan, untuk suatu benda yang mempunyai massa tetap. F = k × m × a (m adalah masa benda yang dipercepat dengan percepatan a, oleh suatu gaya F; k adalah konstanta).Dalam sistem satuan yang benar seperti SI, k = 1 sehingga F = m x a 2 Satuan SI untuk gaya adalah kg/m.s . Gabungan satuan ini disebut sebagai Newton, N, dengan 1 N adalah gaya yang diperlukan oleh massa benda 1 kg untuk memberikan percepatan sebesar 1 m/s2. Satuan SI untuk kerja (= gaya x jarak) adalah Newton meter, N.m. Pada pernyataan yang terdahulu, kalor dan kerja adalah dua bentuk energi, dan karena itu keduanya dapat mempunyai satuan kg.m2/s2 atau N.m. Satuan yang umum untuk energi dikenalkan dengan memberikan N.m dengan Joule. 1 Joule, J = 1 Newton × 1 meter. atau 1 J = 1 N.m Penggunaan nama tambahan untuk satuan gabungan dikembangkan lebih lanjut dengan mengenalkan Watt. W sebagai satuan tenaga. 1 Watt, W = 1 Ampere × 1 volt, V Tekanan Satuan dari tekanan (gaya per satuan luas), adalah N/m2 dan satuan ini kadang-kadang disebut sebagai Pascal, Pa. Untuk hal-hal yang sering terjadi dalam ilmu termodinamika, tekanan dinyatakan dalam Pascal kecil nilainya; satuan baru didefinisikan sebagai berikut:
1 bar = 105 N/m2 = 105 Pa. Keuntungan penggunaan satuan seperti bar adalah bahwa tekanan tersebut hampir sama dengan tekanan atmosfer. Dalam kenyataan standar tekanan atmosfer secara tepat adalah 1.01325 bar. Seperti ditunjukkan pada bagian 1.1, pada umumnya tekanan sering ditunjukkan sebagai tinggi suatu kolom cairan. Jadi, Standar tekanan atmosfer = 1.01325 bar = 0.76 m Hg. Suhu Dengan mudah, berbagai sifat yang dapat diukur dari suatu benda yang berkaitan dengan suhu dapat digunakan untuk menciptakan peralatan pengukur suhu. Sebagai contoh, panjang kolom air raksa akan beragam berdasarkan suhu karena pemuaian dan pengerutan air raksa tersebut. Peralatan dapat dikalibrasi dengan menandai panjang kolom tersebut bila peralatan tersebut dibawa dalam keseimbangan kalor dengan uap dari air yang mendidih pada tekanan atmosfer dan sekali lagi peralatan tersebut dalam keseimbangan dengan es pada tekanan atmosfer. Pada skala Celsius 100 bagian dibuat di antara 2 titik yang ditetapkan dan titik nol diambil pada titik es.
Gambar 1.8. Skala suhu dalam termometer Celsius. Perubahan volume pada tekanan tetap, atau perubahan tekanan pada volume tetap dari massa gas yang mudah dicairkan (seperti oksigen, nitrogen, dan helium) dapat digunakan sebagai pengukur suhu. Alat seperti itu disebut termometer gas. Jika hubungan antara suhu dan perubahan volume dalam tekanannya konstan, diekstrapolasi di bawah titik beku es ke suatu titik yang volume gas akan menjadi nol, maka suhu pada titik ini kira-kira adalah - 273°C. Sama halnya jika hubungan antara suhu dan tekanan pada volume tetap termometer gas diekstrapolasi ke tekanan nol, maka akan didapatkan suhu nol. Apabila suhu nol mutlak telah didapatkan, maka skala suhu mutlak dapat ditentukan. Suhu pada skala Celsius mutlak dapat diperoleh dengan menambahkan 273 suhu pada skala Celsius; skala ini disebut sebagai skala Kelvin. Satuan suhu adalah derajat Kelvin dan diberikan dengan simbol ‘K’, tetapi karena skala Celsius yang digunakan dalam praktik mempunyai perbedaan suhu nol dalam derajat, Celsius diberikan simbol ‘°C’. (20°C = kira-kira 293 K; juga 30°C - 20°C = 10 K). Biasanya penggunaan huruf kapital T untuk suhu mutlak dan huruf kecil t untuk suhu yang lain. Dalam bab VI, skala suhu mutlak akan dikenalkan sebagai konsekuensi langsung dari hukum kedua termodinamika. Ternyata, skala mutlak termometer gas mendekati skala ideal. Selain itu, dengan melihat skala suhu mutlak yang bersifat praktis, ada suatu skala kerja yang disetujui secara internasional yang memberikan suhu dalam bentuk yang lebih praktis, dan lebih teliti, peralatanperalatan dari termometer gas. Faktor Pengali dan Subfaktor Pengali Faktor pengali dan subfaktor pengali satuan dasar dibentuk dengan bantuan awalan, dan satu yang paling umum digunakan ditunjukkan berikut ini: Faktor pengali Awalan Simbol satu juta, 106 mega M seribu, 103 kilo k seperseribu, 10-3 milli m sepersejuta, 10-6 mikro m
Untuk masalah-masalah yang paling pokok, faktor pengali yang ditunjukkan di atas dianggap cukup tetapi untuk beberapa hal akan lebih lengkap menggunakan faktor pengali yang lain. Sebagai contoh, daya (power) biasanya secara tepat ditunjukkan dengan megawatt, MW, atau kilowatt, kW, atau watt, W. Dalam pengukuran panjang, milimeter, mm, dan meter, m, adalah yang memadai dan sebenarnya institusi standardisasi Inggris telah menyarankan larangan penggunaan sentimeter, cm, yang berarti seperseratus m (10-2 m). Untuk luasan, perbedaan dalam ukuran antara milimeter persegi (mm2) dan meterpersegi (m2) sangat besar (106 kali), dan ukuran tengah digunakan; sentimeter persegi, cm2, direkomendasikan hanya untuk penggunaan terbatas. Untuk volume, perbedaan antara milimeter kubik, (mm3), dan meter kubik, (m3), terlalu besar (faktor 109), dan satuan tengah yang paling sering digunakan adalah desimeter kubik, dm3, berarti seperseribu meter kubik, (1 dm3 = 10-3 m3). Desimeter kubik juga disebut liter. 1 liter, l = 1 dm3 = 10-3 m3 (Catatan : untuk pengukuran yang sangat teliti, 1 liter = 1.000028 dm3). Kekecualian tertentu pada aturan umum dari faktor-faktor pengali tidak dapat dihindarkan. Contoh yang paling nyata adalah dalam hal satuan waktu. Sebagai pengganti penggunaan sentidetik, kilodetik atau mega detik, untuk sementara, menit, jam, hari, akan terus digunakan. Sama seperti debit aliran massa akan diekspresikan dalam kilogram per jam, kg/h, jika hal ini memberikan nilai yang lebih sesuai daripada bila dinyatakan dalam kilogram per detik, kg/s. Juga kecepatan kendaraan bermotor diekspresikan dalam kilometer per jam, km/h, sehingga hal ini lebih sesuai daripada satuan normal dalam meter per detik, m/s. 1.3 Tingkat Keadaan Fluida Kerja Dalam semua masalah termodinamika terapan, kita dibatasi dengan perpindahan energi dari atau ke dalam suatu sistem. Dalam praktik, bahan yang diisikan di dalam batas-batas dari suatu sistem dapat berupa cairan, uap atau gas, dan dikenal sebagai fluida kerja. Tingkat keadaan sesaat dari fluida kerja akan didefinisikan dengan ciri tertentu yang dikenal dari sifat-sifatnya. Banyak sifat-sifat tersebut yang tidak berarti dalam termodinamika seperti tahanan listrik) dan tidak akan dibicarakan)
Gambar 1.9. Koordinat kurva menunjukkan tingkat keadaan termodinamika sistem Sifat-sifat termodinamika yang dikenalkan dalam buku ini adalah tekanan, suhu, volume spesifik, energi dalam, entalpi, dan entropi. Telah diketahui bahwa untuk suatu fluida yang murni, hanya dua sifat bebas yang perlu untuk menetapkan tingkat keadaan suatu fluida secara lengkap. Oleh karena dua sifat bebas cukup untuk mendifinisikan tingkat keadaan dari suatu sistem, kita dapat menyajikan tingkat keadaan suatu sistem dengan satu titik pada diagram sifat. Sebagai contoh, suatu silinder yang berisi fluida tertentu pada tekanan P1 dan volume spesifik v1, adalah tingkat keadaan 1 didefinisikan dengan titik 1 pada diagram P-v (Gambar 1.9a). Karena tingkat keadaannya didefinisikan, maka suhu fluida, T, ditetapkan dan titik tingkat keadaan dapat ditentukan pada diagram P-T dan T-v (Gambar 1.9b dan c). Pada saat yang lain, piston digerakan ke dalam silinder sehingga tekanan dan volume spesifik diubah menjadi P2 dan v2. Maka tingkat keadaan 2 dapat digambarkan pada diagram. Diagram untuk sifat-sifat termodinamika digunakan secara terus menerus dalam termodinamika terapan untuk mengeplot perubahan tingkat keadaan. Yang paling penting adalah diagram tekanan-volume dan suhu-entropi, tetapi entalpi-entropi dan tekananentalpi juga sering digunakan. 1.4 Kekontinyuan dan Reversibilitas Dalam bagian 1.3 ditunjukkan bahwa tingkat keadaan suatu fluida dapat disajikan dengan titik yang
ditempatkan pada diagram dengan menggunakan dua sifat sebagai koordinat. Bila suatu sistem berubah sesaat tingkat keadaannya dengan cepat selama proses, titik tingkat keadaannya dapat digambarkan pada diagram tersebut, dan proses tersebut dikatakan “reversibel”. Fluida mengalami suatu proses yang mengalir melalui garis kontinyu pada keadaan keseimbangan. Proses “reversibel” antara dua keadaan dapat digambarkan sebagai garis pada diagram sifat, Gambar 1.10. Dalam praktik, fluida mengalami suatu proses tidak dapat dijaga dalam keseimbangan dan bagian selanjutnya tidak dapat digambarkan pada diagram sifat. Proses yang nyata disebut sebagai proses “irreversibel”. Suatu proses “irreversibel” biasanya disajikan dengan garis putus-putus yang menghubungkan akhir tingkat keadaannya untuk menunjukkan bahwa tingkat keadaan tengah tidak dapat ditentukan (Gambar 1.11).
Definisi yang lebih rinci dari kekontinyuan adalah sebagai berikut. Bila suatu fluida mengalami proses “reversible”, fluida dan sekelilingnya, keduanya dapat selalu dikembalikan ke tingkat keadaan awalnya. Kriteria kekontinyuan adalah sebagai berikut: 1. Proses harus tanpa gesekan. Fluida sendiri harus tidak mempunyai gesekan dalam dan harus tidak ada gesekan mekanik (misalnya antara silinder dan piston). 2. Perbedaan tekanan antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus hampir tidak ada. Ini berarti bahwa proses harus berlangsung sangat cepat, karena gaya untuk mempercepat batas-batas dari sistem adalah sangat kecil. 3. Perbedaan suhu antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus sangat kecil. Ini berarti bahwa panas yang diberikan atau dibuang ke atau dari sistem harus dipindahkan dengan sangat pelan. Jelaslah dari kriteria di atas bahwa tidak ada proses dalam praktik yang benar-benar “reversibel”. Meskipun demikian, banyak proses dalam praktik pendekatannya sangat mendekati reversibilitas dalam. Dalam proses “reversibel” dalam, walaupun sekeliling tidak pernah dikembalikan ke tingkat keadaan awalnya, fluida sendiri dalam keseimbangan pada setiap saat dan lintasan dari proses dapat secara tepat digambar kembali ke tingkat keadaan awalnya. Pada umumnya, proses di dalam silinder dengan piston yang dapat berpindah secara bolak-balik diasumsikan sebagai “reversible” dalam sebagai suatu pendekatan yang masuk akal, tetapi proses dalam mesin rotari (turbin) digolongkan “irreversible” sangat tinggi karena tingkat turbulensi dan gesekan atau gosokan yang tinggi dari fluida. 1.5 Kerja Reversibel Suatu fluida ideal tanpa gesekan diisikan dalam suatu silinder yang bertorak (piston). Diasumsikan bahwa tekanan dan suhu fluida adalah seragam dan tidak ada gesekan antara torak (silinder) dan dinding silinder.
Gambar 1.12. Kerja reversibel pada piston Andaikan luas potongan penampang melintang dari torak (piston) adalah A, dan bila tekanan fluida pada suatu saat adalah p (Gambar 1.12), gaya penahan yang dikenakan oleh sekeliling pada piston adalah (p-dp).A, dan piston bergerak karena pengaruh gaya aksi dari gaya yang diberikan oleh fluida pada jarak dl ke arah kanan, maka kerja yang dilakukan oleh fluida pada piston adalah hasil kali gaya dan jarak perpindahan, Kerja yang dilakukan oleh fluida = ( pA) x dl = p Dv (dv adalah kenaikan volume yang kecil). atau dengan mempertimbangkan persatuan masa Kerja yang dilakukan = p dv ( v adalah volume spesifik ).
Hal ini benar hanya jika kriteria kekontinyuan (a) dan (b) dijadikan dasar sub bagian 1.4. Karena bila suatu proses “reversible” berlangsung antara tingkat keadaan 1 dan 2, kita mempunyai,Kerja yang dilakukan persatuan masa fluida = Bila suatu fluida mengalami proses “reversible”, serangkaian titik tingkat keadaan dapat dihubungkan menjadi bentuk garis pada diagram sifat. Kerja yang dilakukan oleh fluida selama suatu proses “reversible” diberikan, oleh luasan di bawah garis dari proses yang digambar pada diagram p-v (Gambar 1.13). Kerja yang dilakukan = luasan yang diarsir pada Gambar 1.13
Bila p dapat diekspresikan dalam variabel v, maka integral Contoh 1.1 Suatu fluida pada tekanan 3 bar, dengan volume spesifik 0.18 m3/kg, diisikan dalam suatu silinder yang berpiston (torak), berekspansi secara “reversible” mencapai tekanan 0.6 bar yang mengikuti persamaan, p = c/v2, dengan c adalah tetapan. Hitung kerja yang dilakukan oleh fluida pada piston. Dengan mengacu pada Gambar 1.14.
Bila proses penekanan berlangsung secara “reversible” kerja yang dilakukan pada fluida diberikan dengan luasan yang diarsir (Gambar 1.15). Catatan bahwa integral pdv akan memberi jawaban negatif, yang menunjukkan bahwa kerja sedang dilakukan pada dan tidak oleh fluida, kerja yang dilakukan pada fluida = ∫pdv= luasan yang diarsir. Ada kesepakatan bahwa proses dari kiri ke kanan pada diagram p-v menyatakan fluida bekerja pada sekelilingnya (W adalah positif). Sebaliknya, proses dari kanan kekiri menyatakan fluida dikenai kerja oleh sekelilingnya ( W adalah negatif). Bila fluida mengalami urutan proses dan akhirnya kembali ke tingkat keadaan awalnya, maka dikatakan fluida telah mengalami siklus termodinamik. Suatu siklus yang hanya terdiri atas proses “reversible” adalah siklus “reversible”. Siklus yang diplot pada diagram sifat membentuk gambar
tertutup, dan suatu siklus “reversible” diplot pada diagram p-v membentuk gambar tertutup, yaitu daerah yang menunjukkan kerja bersih dari siklus tersebut. Sebagai contoh, siklus “reversible” yang terdiri atas empat proses reversible : 1 ke 2, 2 ke3, 3 ke 4 dan 4 ke 1, ditunjukkan pada Gambar 1.16. Keluaran kerja bersih adalah sama dengan luasan yang diarsir. Jika siklus yang telah digambarkan dalam arah yang berlawanan ( 1 ke 4, 4 ke 3, 3 ke 2, 2 ke 1), maka luasan yang diarsir akan menunjukan kerja bersih yang masuk ke dalam sistem. Peraturan bahwa luasan yang tertutup dari suatu siklus “reversible” menunjukkan kerja yang keluar (kerja yang dilakukan oleh sistem) bila sistem digambarkan dalam arah jarum jam, dan luasan yang tertutup menunjukkan kerja masuk (kerja yang dikenakan pada sistem) bila siklus digambarkan berlawanan dengan arah jarum jam.
Gambar 1.17. Kerja dalam siklus 1,2,3 kembali ke 1 Contoh 1.2 Sebanyak 1 kg fluida diisikan dalam sebuah silinder pada tekanan awal 20 bar. Dilanjutkan ekspansi secara “reversible” dibelakang suatu piston dengan mengikuti hukum pv2 = konstan sampai volumenya mencapai dua kali. Fluida kemudian didinginkan secara «reversible» pada tekanan konstan sampai piston kembali ke posisi awalnya; panas kemudian diberikan secara «reversible» dengan piston dikunci tertutup dalam suatu posisi sampai tekanannya naik mencapai nilai awalnya, 20 bar. Hitung kerja bersih yang dilakukan oleh fluida, untuk volume awal 0.05 m3. Mengacu pada Gambar 1.17,
Kerja yang dilakukan fluida dari 1 ke 2 = luasan 12BA1
Kerja yang dilakukan dari 3 ke 1 adalah nol karena piston dikunci pada suatu posisi. maka kerja bersih yang dilakukan oleh fluida = luasan tertutup 1231 = 50000-25000 = 25000 N m.
∫
Telah dinyatakan bahwa kerja yang dilakukan diberikan oleh pdv hanya untuk proses “reversible”.
∫
Dapat dilihat dengan mudah bahwa pdv tidak sama untuk kerja yang dilakukan jika prosesnya “irreversible”. Sebagai contoh, mari kita perhatikan sebuah silinder yang dibagi dalam beberapa bagian dengan menyelipkan sekatsekat (Gambar 1.18). Awalnya, bagian A diisi dengan masa fluida dengan tekanan p1. Bila sekat terselip no 1 dicabut secara cepat, maka fluida mengembang dan mengisi bagian A
dan B. Pada saat sistem dalam tingkat keadaan keseimbangan yang baru, tekanan dan volume ditetapkan dan keadaan dapat dicatat pada diagram p-V (Gambar1.19). Sekat no 2 sekarang dicabut dan fluida mengembang memenuhi bagian A, B dan C. Lagi tingkat keadaan keseimbangan dapat ditandai pada diagram. Prosedur yang sama dapat dipakai untuk sekat-sekat 3 dan 4 sampai akhirnya fluida pada p2 dan menempati volume v2 bila mengisi bagian-bagian A,B,C,D dan E. Luasan di bawah kurva 1 - 2 pada
∫
Gambar 1.19 diberikan dengan pdv , tetapi tidak ada kerja yang dilakukan. Tidak ada piston yang dipindahkan, tidak ada roda turbin yang diputar; dengan lain kata, tidak ada gaya luar yang dipindahkan
∫
melalui suatu jarak. Hal ini adalah kasus yang ektrim dari suatu proses “irreversible” yang mana pdv mempunyai nilai dan kerja yang dilakukan adalah nol. Bila suatu fluida berekspansi tanpa menghasilkan gaya yang diterima oleh sekeliling, sebagai contoh di atas, proses tersebut dikenal sebagai ekpansi bebas. Ekpansi bebas adalah proses “irreversible” yang tinggi dengan kriteria (b) pada Sub bab 1.4. Proses ekpansi dalam praktik merupakan sejumlah kerja yang
∫
dilakukan oleh fluida yang lebih kecil dari pdv dan proses kompresi dalam praktik merupakan kerja
∫
yang dilakukan pada fluida yang lebih besar dari pdv . Sebagai contoh, masukan kerja pada roda pedal ditunjukkan pada Gambar 1.7 adalah “irreversible”. Kita harus menyajikan semua proses “irreversible” dengan garis putus-putus pada diagram sifat. SOAL LATIHAN 1 Fluida tertentu pada 10 bar diisikan pada silinder yang berdampingan dengan suatu piston, volume awalnya 0.05 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh fluida bila fluida tersebut mengembang secara reversibel, a) Pada tekanan konstan sampai volume akhirnya 0.2 m3. b) menurut persamaan linier sampai volole akhirnya 0.2 m3 dan tekanan akhirnya 2 bar. c) menurut persamaan p.V = konstan sampai volume akhirnya 0.1 m3. d) menurut persamaan pV3 = konstant sampai volume akhirnya 0.06 m3. e) menurut persamaan sampai volume akhirnya 0.1 m3 dan tekanan akhirnya 1 bar. A dan B adalah konstanta. Gambarkan semua proses pada diagram p-V (150000, 90000, 34700 , 7640, 19200). 2 1 kg fluida ditekan secara reversibel menurut persamaan p.v = 0.25 dimana p dalam bar dan v adalah m3/kg. Volume akhir adalah 1/4 dari volume awalnya. Hitung kerja yang dilakukan pada fluida dan gambarkan proses tersebut pada diagram p-v. ( Jawaban : 34660 N m ). 3 0.005 m3 dari gas pada 6.9 bar mengembang secara reversible dalam silinder yang berpiston yang mengikuti persamaan pv1.2 = konstan sampai volumenya 0.08 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh gas dan gambarkan proses tersebut pada diagram p-v. 4 Satu kilogram fluida mengembang secara reversible yang mengikuti persamaan linier dari 4.2 bar ke 1.4 bar. Volume awal dan akhir masing-masing adalah 0.004 m3 dan 0.02 m3. Fluida kemudian didinginkan secara revarsible dengan mengikuti pv = konstan kembali kekondisi awalnya pada 4.2 bar dan 0.004 m3. Hitung kerja yang dilakukan pada setiap proses yang menyatakan apakah kerja pada atau oleh fluida dan hitung kerja bersih dari siklus. Gambarkan pada diagram p-v. ( Jawaban : 4480; -1120;-1845;1515 N m ). 5 0.09 m3 dari fluida pada 0.7 bar ditekan secara reversible sampai tekanannya 3.5 bar yang mengikuti persamaan pvn = konstan. Fluida kemudian dipanaskan secara reversible pada volume tetap sampai tekanannya 4 bar; maka volume spesifiknya adalah 0.5 m3/kg. Ekpansi secara reversible yang mengikuti persamaan pv2 = konstan mengembalikan ketingkat keadaan awalnya. Hitung masa fluida
yang ada, nilai n dari prosespertama, dan kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam siklus. Gambarkan siklus pada diagram p-v. ( Jawaban : 0.0753 kg ; 1.85 ; 676 N m ) 6 Fluida dipanaskan secara reversible pada tekanan tetap 1.05 bar sampai fluida tersebut mempunyai volume spesifik 0.1 m3/kg. Fluida kemudian ditekan secara reversible mengikuti persamaan pv = konstan sampai tekanannya 4.2 bar, maka diikuti dengan mengembang secara reversible dengan mengikuti persamaan pv1.3= konstan, dan akhirnya dipanaskan pada volume tetap kembali kekondisi awalnya. Kerja yang dilakukan pada proses tekanan tetap adalah 515 N m dan masa fluida yang ada adalah 0.2 kg. Hitung kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam siklus dan gambarkan siklus tersebut pada diagram pv. (Jawaban : -422 N m ).
BAB II HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 2.1 Konservasi Energi Konsep-konsep energi dan hipotesa bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan telah dikembangkan oleh para ilmuwan pada awal abad ke 19 yang telah dikenal sebagai Prinsip konservasi Energi. Hukum pertama termodinamika hanya merupakan salah satu bagian dari pernyataan prinsip umum tersebut di atas dengan acuan khusus pada energi panas*[1]) dan energi mekanis. Telah ditunjukan dalam Sub bab 1.6, bila ada suatu sistem yang dibuat dengan siklus yang lengkap maka kerja bersih dilakukan atau dikenakan oleh atau kepada sistem tersebut. Selama energi tidak dapat diciptakan, energi mekanik ini harus didapatkan melalui transformasi dari beberapa sumber energi. Sekarang sistem telah dikembalikan ke kedudukan awalnya, karena itu energi dalamnya tidak diubah dan dengan demikian energi mekanik tidak dihasilkan oleh sistem sendiri. Hanya energi lain yang dilibatkan dalam siklus berupa panas yang telah diberikan atau dibuang dalam proses yang berbeda-beda. Dengan prinsip konservasi energi, kerja bersih yang dilakukan oleh sistem, sama dengan panas bersih yang diberikan ke sistem. Oleh karena itu, Hukum pertama termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut: Bila sistem mengalami siklus termodinamika maka panas bersih yang diberikan kepada sistem sama dengan kerja bersih yang dilakukan oleh sistem kepada sekelilingnya. Dituliskan dengan lambang : dimana Σ menunjukan jumlah untuk suatu siklus yang lengkap. Contoh 2.1. Dalam suatu mesin uap, turbin menghasilkan 1000kW. Panas yang diberikan ke uap dalam “boiler” adalah 2800 kJ/kg, panas yang dibuang oleh sistem ke air pendingin di dalam kondensor adalah 2100kJ/kg dan masukan kerja yang diperlukan untuk memompa kondensat kembali ke Boiler adalah 5 kW. Hitung uap yang mengalir di dalam siklus (kg/s). Siklus ditunjukan secara diagramatis pada gambar 2.1. Batas sistem ditunjukan dengan menggabungkan keseluruhan sistem. Secara tegas, Batas ini merupakan suatu batas yang diarahkan hanya untuk fluida kerja. Σ dQ = 2800- 2100 = 700 kJ/kg
Gambar 2.1. Siklus Mesin Uap Bila uap mengalir dalam m kg/detik maka : dQ = m 700 kJ/detik dW = (1000-5) kJ/dt = 995 kJ/dt dari persamaan dQ = dW, maka m 700 = 995 m = 995/700 = 1.421 kg/dt jadi aliran uap yang diperlukan = 1.421 kg.dt 2.2 Persamaan Sistem Fluida Tidak Mengalir Dalam bagian awal telah dinyatakan bahwa bila suatu sistem mempunyai energi dalam tertentu dan dipakai untuk melakukan suatu siklus dengan memindahkan panas dan kerja, maka panas bersih yang
diberikan sama dengan kerja bersih yang dilakukan. Ini adalah benar untuk siklus yang sempurna bila energi dalam akhir dari sistem sama dengan nilai awalnya. Selanjutnya dianalisa suatu proses yang mana energi dalam dari sistem akhirnya lebih besar dari energi dalam awal. Perbedaan antara panas bersih yang diberikan dan kerja bersih yang dihasilkan akan menaikan energi dalam dari sistem, sehingga : Kenaikan energi dalam = panas bersih yang diberikan - kerja bersih yang dihasilkan. Bila pengaruh bersih adalah untuk memindahkan energi dari sistem, maka akan ada kehilangan energi dalam dari sistem Bila suatu fluida tidak dalam aliran, maka energi dalamnya disebut sebagai energi dalam dari fluida dan diberi simbol u. Energi dalam dari fluida bergantung pada tekanan dan suhunya, serta sifat-sifatnya. Pembuktian yang sederhana bahwa energi dalam adalah suatu sifat diberikan pada referensi 2.2. Energi dalam dari fluida bermasa , m, ditulis dengan U sehingga m u = U. Satuan energi dalam, U, biasanya ditulis dengan kJ. Karena energi dalam adalah suatu sifat maka kenaikan energi dalam pada perubahan dari kedudukan 1 kedudukan 2 dapat ditulis U2 – U1. Juga, Kenaikan energi dalam = panas bersih yang diberikan - kerja bersih yang dilakukan. Sehingga Persamaan ini benar untuk suatu proses yang berurutan antara kedudukan 1 dan kedudukan 2 yang dihasilkan, tidak ada aliran fluida kedalam atau keluar sistem. Dalam suatu proses fluida yang tidak mengalir, panas dapat masuk atau keluar dari sistem, tetapi keduanya tidak dapat berlangsung bersamaan. Sehingga, dengan memberikan tanda, panas yang diberikan ke sistem adalah positif dan kerja yang dilakukan oleh sistem (kerja keluar) adalah positif, dan didapatkan persamaan: U2 – U1 = Q - W untuk proses yang tidak mengalir. atau : Q = (U2 – U1) + W atau untuk 1 kg Q = (u2 - u1) + W (2.2) Persamaan ini dikenal sebagai persamaan energi untuk fluida yang tidak mengalir. Persamaan 2.2 sering ditulis dalam bentuk diferensial. Untuk sejumlah kecil panas yang diberikan dQ, sejumlah kecil kerja yang dilakukan oleh fluida dW, dan sejumlah kecil kenaikan energi dalam du, maka : dQ = du + dW (2.3) Contoh 2.2. Dalam suatu langkah kompresi dari mesin pembakaran dalam, panas yang dibuang ke air pendingin sebesar 45 kJ/kg dan kerja masukan adalah 90 kJ/kg. Hitung perubahan energi dalam dari fluida kerja dan tunjukkan apakah perubahan menyatakan penambahan atau kehilangan. Q = - 45 kJ/kg (tanda negatif sehingga panas dibuang ) W = -90 kJ/kg (tanda negatif sehingga kerja adalah kerja yang diberikan ke sistem) dengan menggunakan persamaan 2.2 Q = (u2 - u1) + W - 45 = (u2 - u1) -90 (u2 - u1) = 90 - 45 = 45 kJ/kg jadi peningkatan nilai energi dalam. Contoh 2.3. Dalam silinder dari suatu motor udara, udara yang ditekan mempunyai energi dalam 420 kJ/kg pada
awal ekspansi dan energi dalam 200 kJ/kg setelah proses ekspansi. Hitung aliran panas ke atau dari silinder bila kerja dilakukan oleh udara selama ekspansi adalah 100 kJ/kg. Dari persamaan 2.2 Q = (u2 - u1) + W maka Q = (200 - 420) + 100 = -220 + 100 = -120 kJ/kg sehingga panas yang dibuang = 120 kJ/kg. Penting untuk dicatat bahwa persamaan-persamaan 2.1, 2.2 dan 2.3 adalah benar, baik untuk proses reversible maupun irreversible. Ini merupakan persamaan energi. Untuk proses reversibel yang tidak mengalir digunakan persamaan 1.2, W = pdv atau untuk jumlah yang kecil, dW = pdv Sehingga untuk suatu proses reversibel tanpa aliran, dengan memanipulasi persamaan 2.3 didapatkan , dQ = du + p du (2.4) atau dengan mengganti persamaan 2.2, Q = (u pdv (2.5) Persamaan 2.4 dan 2.5 hanya dapat digunakan untuk proses reversibel ideal yang tidak mengalir. 2.3 Persamaan Untuk Sistem Yang Mengalir Dalam bagian 2.2, energi dalam dari fluida telah dikatakan sebagai energi yang tersimpan dari fluida karena sifat-sifat termodinamikanya. Bila 1 kg fluida dengan energi dalam, u, sedang bergerak dengan kecepatan C dan ketinggian Z di atas level data, maka fluida tersebut mempunyai total energi u +(C2/2) + Zg, dimana C2/2 adalah energi kinetik dari 1 kg fluida dan Zg adalah energi potensial dari 1 kg fluida. Banyak kejadian dalam masalah yang praktis, laju aliran fluida melalui mesin atau peralatan adalah konstan. Tipe aliran ini disebut sebagai aliran mantap. Anggap ada 1 kg fluida yang mengalir dalam keadaan mantap melalui sepotong peralatan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2., kasus ini meliputi suatu sistem yang terbuka sebagaimana didefinisikan pada bagian 1.2. Batas sistem ditunjukan dengan memotong bagian pemasukan pipa pada potongan 1 dan pipa pengeluaran pada potongan 2. Batas ini kadang-kadang disebut sebagai permukaan terkontrol, dan untuk sistem tidak terarah disebut volume terkontrol
Gambar 2.2. Peralatan dengan sistem terbuka Bila diasumsikan ada aliran mantap dgn diberikan panas Q per kg fluida, dan setiap kg fluida melakukan kerja W melalui peralatan. Dalam rangka untuk melewatkan 1 kg fluida melewati batas, suatu energi penggerak diperlukan; sama seperti untuk mendorong 1 kg fluida melewati batas pada keluaran, suatu energi pendorong diperlukan. Penampang pipa masuk ditunjukan dengan pembesaran yang ditunjukan pada gambar 2.3. Dengan memperhatikan suatu elemen fluida, panjang l, dan bila luasan penampang melintang dari pipa pemasukan adalah A1, maka didapatkan energi yang diperlukan untuk mendorong elemen tersebut melalui batas = (p1A1) x l = p1 x (volume dari elemen fluida) Maka energi yang dibutuhkan untuk 1 kg fluida = p1 v1 (dimana v adalah volume spesifik dari fluida
pada potongan 1) Dengan cara yang sama dapat ditunjukan bahwa, Energi yang dibutuhkan pada pengeluaran untuk mendorong 1 kg fluida melewati batas = p2 v2.Sekarang perlu dianalisa energi yang masuk dan yang meninggalkan sistem. Energi yang masuk ke sistem terdiri dari energi dari fluida yang mengalir pada pemasukan sebesar
Gambar 2.3. Penampang saluran masuk
Komponen p1v1, dan panas yang diberikan Q, energi yang meninggalkan sistem terdiri dari energi fluida yang mengalir pada bagian pengeluaran , elemen energi p2v2, dan kerja yang dilakukan oleh fluida W. Aliran fluida mantap yang masuk dan keluar sistem, dan ada aliran mantap untuk perpindahan panas dan kerja, maka energi yang masuk harus benar-benar sama dengan energi yang meninggalkan, sehingga. Hampir semua masalah-masalah dalam termodinamika terapan, perubahan tinggi dapat diabaikan dan energi potensial dapat dihilangkan dari persamaan tersebut. Elemen u dan pv ada pada kedua sisi persamaan tersebut dan selalu akan bekerja dalam proses aliran sehingga fluida selalu mempunyai energi dalam tertentu, dan elemen pv selalu ada pada pemasukan dan pengeluaran sebagaimana ditunjukan pada pembuktian di atas. Jumlah energi dalam dan elemen pv diberikan dengan simbol h, dan disebut entalpi, sehingga Entalpi, h = u + pv. (2.7) Entalpi fluida merupakan salah satu sifat fluida, karena entalpi terdiri dari jumlah sifat-sifat dan perkalian dari dua sifat. Ketika entalpi adalah suatu sifat seperti halnya energi dalam, tekanan, volume spesifik dan suhu, entalpi tersebut dapat diperhitungkan dalam suatu masalah, baik dalam proses mengalir ataupun proses yang tidak mengalir. Entalpi suatu masa m dari fluida dapat ditulis sebagai H (sehingga mh = H). Satuan dari h adalah sama seperti satuan untuk energi dalam. Dengan mengganti persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.6, Persamaan 2.8 dikenal sebagai persamaan energi untuk aliran mantap. Dalam aliran mantap debit aliran massa fluida pada suatu penampang adalah sama dengan aliran massa pada penampang yang lain. Dengan memperhatikan suatu penampang melintang dengan luasan A, dimana kecepatan fluida adalah C, maka debit aliran volume melewati penampang tersebut adalah CA.. Aliran massa merupakan aliran volume dibagi dengan volume spesifik. Debit aliran masa , (dimana v = volume spesifik pada penampang tersebut).Persamaan ini dikenal sebagai persamaan kontinyuitas massa. Dengan referensi pada gambar 2.2
Contoh 2.4. Dalam suatu turbin gas, gas mengalir melalui turbin pada 17 kg/s dan tenaga yang dihasilkan turbin adalah 14 000 kW. Entalpi gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 1200 kJ/ kg dan 360 kJ/kg, dan kecepatan gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 60 m/s dan 150m/s. Hitung debit panas yang dibuang dari turbin. Dapatkan juga luas penampang pipa pemasukan yang digunakan dimana volume spesifik gas pada saat masuk adalah 0.5 m3/kg.
Gambar 2.4. Turbin Gas Penyajian gambar turbin ditunjukkan pada gambar 2.4. Dari persamaan 2.8, Energi kinetik pada saluran masuk = Energi kinetik pada saluran keluar X (Energi kinetik saluran masuk ) = 11.25 kJ/kg (C2 = 2.5 C1) W = 14000/17 kJ/kg = 823.5 kJ/kg Substitusi ke persamaan 2.8 menghasilkan 1200+ 1.8 +Q = 360 + 11.25 +823.5 maka Q = -7.02 kJ/kg Sehingga panas yang dibuang = + 7.02 kJ/kg = 7.02 x 17 kJ/s = 119.3 kW. Untuk mendapatkan luasan pipa saluran masuk, digunakan persamaan 2.9,
Jadi luasan pipa saluran masuk, A1 = = 0.142m2 Contoh 2.5. Udara mengalir secara mantap dengan laju 0.4 kg/s melalui suatu kompresor udara, dimana masuk pada kecepatan 6 m/s dengan tekanan 1 bar dan volume spesifik 0.85 m3/kg. Udara meninggalkan kompresor dengan kecepatan 4.5 m/s, tekanan 6.9 bar dan volume spesifik 0.85 m3/kg. Energi dalam udara yang keluar 88 Kj/kg lebih besar daripada saat pemasukan. Air pendingin yang ada di sekitar torak menyerap panas udara dengan laju 59 kJ/s. Hitung tenaga yang diperlukan untuk menjalankan kompresor tersebut dan luasan pipa saluran masuk dan keluar. Dalam masalah ini, lebih tepat menulis persamaan aliran sebagaimana tertulis pada persamaan 2.6, dengan menghilangkan komponen Z. Sehingga : Penyajian diagramatis dari kompresor ditunjukan pada gambar 2.5.
Catatan bahwa panas yang dibuang melewati batas adalah sama dengan panas yang dipindahkan oleh air pendingin dari kompresor.
Gambar 2.5. Sistem Kompresor Udara
(catatan : bahwa perubahan energi kinetik adalah sangat kecil dibandingkan dengan komponen yang lain sehingga dapat diabaikan). Kerja masukan yang dibutuhkan = 260.9 kj/kg = 260.9 x 0.4 kJ/s = 104.4 kW. Dari persamaan 2.9, sehingga A1 = (0.4 x 0.85)/6 m2 =0.057 m2 v sehingga luasan penampang melintang pipa saluran masuk = 0.057 m2 dengan cara yang sama untuk pipa A2 = (0.4 x 0.16)/4.5 =0.014 m2 sehingga luas penampang melintang pipa saluran ke luar = 0.014 m2. Dalam contoh 2.5 telah digunakan persamaan energi pada aliran mantap, walaupun pada kenyataannya kompresor terdiri: dan pemampatan udara, penekanan dalam silinder yang tertutup, dan pembebasan udara. Persamaan aliran mantap dalam kasus ini dapat digunakan karena siklus proses berlangsung cepat, karena itu pengaruh rata-rata adalah aliran mantap dari udara melalui mesin. Soal-soal: 1. Dalam suatu kompresor udara, kompresi berlangsung dengan energi dalam konstan dan 50 kJ panas dibuang ke air pendingin untuk setiap kilogram udara. Hitung kerja yang dibutuhkan oleh kompresor tersebut per satu kilo gram udara. ( jawab 50 kJ/kg ) 2. Dalam suatu langkah kompresi mesin gas kerja yang dilakukan pada gas oleh piston adalah 70 kJ/kg dan panas dibuang ke air pendingin adalah 42 kJ/kg. hitung perubahan energi dalam, dengan menyatakan apakah energi dalam tersebut bertambah atau kehilangan (jawab : 28 kJ/kg, bertambah). 3. Suatu masa gas dengan energi dalam 1500 kJ diisikan dalam suatu silinder yang berinsulasi sempurna. Gas dibiarkan untuk mengembang di belakang piston sampai energi dalamnya 1400 kJ. Hitung kerja yang dilakukan oleh gas; Jika langkah ekspansi tersebut mengikuti hukum pv2 = konstan, dan tekanan dan volume awal masing-masing adalah 28 bar dan 0.06 m3, hitung tekanan dan volume akhir. (jawab : 100 kJ, 4.59 bar, 0.148 m3) 4. Gas dalam silinder dari mesin pembakaran dalam mempunyai energi dalam 800 kJ/kg dan volume spesifik 0.06 m3/ kg pada saat awal ekspansi. Ekspansi dari gas diasumsikan berlangsung dengan
mengikuti hukum reversible pv1.5 = konstan, dari 55 bar ke 1.4 bar. Energi dalam setelah ekspansi adalah 230 kJ/ kg. Hitung panas yang dibuang ke air pendingin silinder per kg dari gas tersebut selama langkah ekspansi. (jawab : 104 kJ/kg) 5. Suatu turbin uap menerima aliran uap 1.35 kg/s dan menghasilkan tenaga 500 kW. Kehilangan panas dari badan turbin diabaikan : a. Dapatkan perubahan entalpi yang melewati turbin bila kecepatan dan perbedaaan ketinggian pada saat masuk dan keluar diabaikan. b. Dapatkan perubahan entalpi uap yang melewati turbin bila kecepatan pada saat masuk 60 m/s, kecepatan pada saat keluar adalah 360 m/, dan pipa pemasukan 3 m di atas pipa pengeluaran. ( jawab : 370 kJ/kg ; 433 kJ/kg ) 6. Suatu aliran mantap dari uap memasuki kondensor dengan entalpi 2300 kJ/kg dan kecepatan 350 m/s. Embun meninggalkan kondensor dengan entalpi 160 kJ/kg dan kecepatan 70 m/s. hitung panas yang dipindahkan ke fluida pendingin per kg uap yang diembunkan. ( jawab : -2199 kJ/kg ) 7. Suatu turbin yang beroperasi pada kondisi aliran mantap menerima uap pada kedudukan sebagai berikut : tekanan 13.8 bar; volume spesifik 0.143 m3/kg; energi dalam 2590 kJ/kg; kecepatan 30 m/s. Kedudukan dari uap pada saat meninggalkan turbin adalah ; tekanan 0.35 bar; volume spesifik 4.37 m3/kg; energi dalam 2360 kJ/kg; kecepatan 90 m/s. Panas hilang ke sekeliling dengan laju 0.25 kJ/s. Jika laju dari aliran uap adalah 0.38 kg/s, Apakah kerja dihasilkan oleh turbin tersebut?. ( jawab : 102.8 kW ) 8. Suatu nozzle dibuat untuk meningkatkan kecepatan aliran yang mantap dari fluida. Entalpi fluida pada pemasukan nosel adalah 3025 kJ/kg dan kecepatan 60 m/s. Pada pengeluaran nozzle, entalpi adalah 2790 kJ.kg. Nozzle adalah horisontal dan ada panas hilang dapat diabaikan dari nozzle tersebut. a. Dapatkan kecepatan pada pengeluaran nozzle. b. Jika luasan pemasukan adalah 0.1 m2 dan volume spesifik pada pemasukan adalah 0.19 m3/kg, dapatkan laju dari aliran fluida. c. Jika volume spesifik pada pengeluaran nozzle adalah 0.5 m3/kg dapatkan luasan penampang pada pipa pengeluaran. (jawab : 688 m/s ; 31.6 kg/s ; 0.0229 m2).
BAB III FLUIDA KERJA Pada sub bab 1.5 bahan yang ada di alam batas sistem didefinisikan sebagai fluida kerja, dan dinyatakan bahwa bila dua sifat sembarang fluida diketahui maka tingkat keadaan termodinamika fluida tersebut terdefinisi. Dalam sistem termodinamika fluida kerja dapat berupa cairan, uap, atau gas. Semua bahan dapat berada dari salah satu phase ini, tetapi dalam pembahasan termodinamika diarahkan untuk mengidentifikasi semua bahan pada phase mana mereka dalam keadaan keseimbangan pada tekanan dan suhu atmosfer. Sebagai contoh, bahan seperti oksigen dan nitrogen merupakan zat yang dikenal sebagai gas; H2O sebagai cairan atau uap; Mercuri dikenal sebagai cairan. Semua bahan-bahan ini dapat berada dalam phase-phase yang berbeda-beda; oksigen dan nitrogen dapat dicairkan; H2O dapat menjadi gas pada suhu yang sangat tinggi; mercuri dapat diuapkan dan akan berupa gas jika suhu dinaikkan cukup tinggi. 3.1 Cairan, uap, dan gas Sebagai pembahasan awal, kita perhatikan suatu diagram p-v untuk beberapa zat tertentu. Pada umumnya fase padat tidak begitu penting dalam termodinamika teknik, di mana pada fase ini lebih cocok untuk ahli bahan atau ahli fisika. Bila suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan, ada satu suhu tertentu yang dicirikan oleh munculnya gelembung dari uap dalam cairan; phenomena ini dikenal sebagai proses pendidihan. Pada tekanan yang lebih tinggi fluida akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi. Juga diketahui bahwa volume yang ditempati oleh 1 kg cairan yang mendidih pada tekanan yang lebih tinggi jauh lebih besar daripada volume yang ditempati oleh 1 kg dari fluida yang sama bila fluida tersebut mendidih pada tekanan lebih rendah. Rangkaian titik didih yang digambarkan pada diagram p-v akan membentuk garis miring, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Titik-titik P, Q, dan R menunjukan titiktitik pendidihan fluida pada tekanan masing-masing Pp, Pq , dan Pr..
Gambar 3.1. Hubungan Titik Didih dengan Tekanan Bila suatu fluida berada pada titik didih dan terus dipanaskan pada tekanan tetap, maka tambahan panas yang diberikan akan mengubah phase dari bahan cair menjadi uap; selama perubahan phase, tekanan dan suhu tetap konstan. Panas yang diberikan disebut sebagai panas laten penguapan. Semakin tinggi tekanan, semakin sedikit jumlah panas laten yang dibutuhkan untuk menguapkan bahan. Ada suatu nilai volume spesifik uap tertentu pada suatu nilai tekanan, dimana pada saat tersebut penguapan berlangsung secara sempurna. Rangkaian titik-titik dari P’, Q’ dan Q’ dapat digambarkan dan dihubungkan pada bentuk garis seperti ditunjukan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Hubungan antara p dan v dimana terjadi penguapan secara sempurna Bila 2 kurva yang telah digambarkan dilanjutkan ke tekanan yang lebih tinggi maka terbentuk suatu kurva yang kontinyu dan membentuk suatu «loop» seperti pada Gambar 3.3. Tekanan yang ada pada titik balik disebut sebagai tekanan kritis dan titik balik itu sendiri disebut sebagai titik kritis (titik C pada gambar 3.3).
Gambar 3.3. Kurva penambahan fase zat Dapat dilihat bahwa pada titik kritis panas laten adalah nol. Fase zat pada tingkat keadaan didalam «loop» terdiri dari campuran fase cairan dan uap kering dan dikenal sebagai uap basah. Tingkat keadaan jenuh didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana perubahan phase akan terjadi tanpa adanya perubahan tekanan dan suhu, sehingga titik-titik P, Q dan R adalah tingkat keadaan jenuh, dan rangkaian dari setiap titik-titik pendidihan yang dihubungkan disebut sebagai garis cair jenuh. Pada titik-titik P’, Q’ dan R, seluruh cairan secara sempurna berubah menjadi uap dan disebut titik jenuh, dan rangkaian dari setiap titik-titik yang dihubungkan disebut sebagai garis uap jenuh. Kata penjenuhan digunakan di sini mengacu pada energi penjenuhan. Sebagai contoh, sedikit tambahan panas pada cairan yang sedang mendidih akan mengubah sebagian cairan tersebut menjadi uap, dan tidak lagi pada fase cairan tetapi telah berubah menjadi uap basah. Sama halnya bila tingkat bahan mendekati garis uap jenuh dan didinginkan perlahan, tetesan cairan akan mulai terbentuk, dan uap jenuh menjadi uap basah. Uap jenuh biasanya disebut sebagai kering jenuh yang berarti tidak ada cairan dalam uap pada keadaan ini.
Garis-garis pada suhu tetap, disebut ‘isotermal’, dapat digambarkan pada diagram p-v sebagaimana ditunjukan pada Gambar 3.4. Garis-garis suhu menjadi horizontal antara garis cair jenuh dan uap jenuh (artinya, antara P dan P’, Q dan Q’, R dan R’). Jadi ada hubungan suhu penjenuhan untuk setiap tekanan penjenuhan. Pada tekanan Pp, suhu penjenuhan adalah T1, pada tekanan Pq, suhu penjenuhannya adalah T2 dan pada tekanan Pr, suhu penjenuhannya adalah T3. Garis suhu kritis Tc hanya menyentuh ‘loop’ pada titik kritis C. Bila uap kering jenuh dipanaskan pada tekanan konstan, suhunya meningkat dan uap tersebut menjadi superpanas. Perbedaan antara suhu aktual pada uap superpanas dan suhu penjenuhan pada tekanan uap disebut sebagai tingkat keadaan superpanas. Sebagai contoh, uap pada titik s (Gambar 3.4) adalah superpanas pada Pq dan T3 dan tingkat superpanasnya adalah T3 - T2. Dalam Sub bab 1.5, dinyatakan bahwa dua sifat sembarang sudahcukup untuk mendefinisikan tingkat keadaan bahan. Sekarang antara P dan P’, Q dan Q’, R dan R’, suhu dan tekanan adalah tidak sembarangkarena mereka tetap konstan pada selang nilai dari v. Sebagai contoh, suatu bahan pada Pq dan T2 (pada Gambar 3.4) dapat sebagai cair jenuh, uap basah, atau uap kering jenuh. Tingkat keadaannya tidak dapat didefinisikan sampai salah satu sifatnya (seperti volume spesifik) diberikan. Kondisi atau kualitas uap basah merupakan tingkat keadaan yang paling sering didefinisikan oleh fraksi kekeringannya, dan bila hal ini diketahui, baik tekanan ataupun suhu maka tingkat keadaan dari uap basah tersebut secara lengkap terdefinisikan. Fraksi kekeringan x = massa uap kering dalam 1 kg campuranKadang-kadang fraksi kebasahandidefinisikan sebagai masa dari cairan dalam 1 kg campuran, sehingga fraksi kebasahan = 1 - x. (Catatan : bahwa untuk uap kering jenuh, x = 1; dan untuk cair jenuh, x = 0 ). Perbedaan antara gas dan uap superpanas tidak nyata, tetapi pada tingkat yang sangat tinggi dari
super panas pada suatu garis ‘isotermal’ pada diagram p-v mengarah menjadi sebuah hiperbola (pv = konstan). Sebagai contoh, garis isotermal, T6 , pada Gambar 3.4 hampir menyerupai hiperbola. Bahan yang sifatnya diidealkan disebut sebagai gas ideal, dengan asumsi bentuk persamaan pv/T = konstan. Dapat dilihat bahwa bila suatu garis pada suhu konstan mengikuti bentuk atau hukum hiperbola maka persamaan pv / T = konstan dipenuhi. Semua bahan menyerupai gas ideal pada derajat super panas yang sangat tinggi. Bahan-bahan yang dibicarakan seperti gas oksigen, nitrogen, dan hydrogen memperlihatkan tingkat superpanas yang tinggi pada kondisi atmosfer normal. Sebagai contoh, suhu kritis oksigen, nitrogen, dan hidrogen masing-masing sekitar -119°C, -147°C, dan -240°C. Bahan-bahan yang secara normal ada sebagai uap harus dinaikan ke suhu tinggi sebelum mereka memulai berperan sebagai gas ideal. Sebagai contoh, suhu kritis amonia, sulphur dioksida dan uap air berturutturut 130 °C, 157 °C, dan 374.15°C. Dalam masalah praktis teknik, fluida kerja seperti bahan lain yang mendekati gas ideal (seperti udara), atau yang ada kebanyakan berupa cairan dan uap seperti uap dan uap bahan pendingin (seperti amonia, freon, dan metil klorida). Untuk bahan yang mendekati hukum gas sifat-sifatnya dapat diasumsikan. Bahanbahan dalam fase cairan dan uap, nilai sifat-sifatnya ditentukan secara empiris dan ditabelkan dalam bentuk yang sesuai. 3.2 Penggunaan Tabel Uap Tabel uap dapat digunakan untuk kebanyakan macam bahan yang secara normal ada dalam phase uap (seperti uap, amonia, dan freon). Tabel-tabel tersebut telah disusun oleh Mayhew dan Rogers dan digunakan dalam buku ini. Tabel-tabel dari Mayhew dan rogers umumnya diperuntukan bagi uap, tetapi beberapa sifat dari ammonia dan freon -12 juga diberikan. Sifat-sifat zat pada tingkat keadaan jenuh Tekanan penjenuhan dan yang berhubungan dengan suhu penjenuhan uap ditabelkan dalam kolomkolom paralel dalam tabel pertama, untuk tekanan yang berkisar 0.006112 bar sampai tekanan kritis 221.2 bar. Volume spesifik, energi dalam, entalpi dan entropi juga ditabulasikan untuk uap kering jenuh pada setiap tekanan dan yang bersesuaian suhu penjenuhan. Subskrip g digunakan untuk menotasikan tingkat kering jenuh. P 0.34
ts 72.0
νg 4.649
uf 302
ug 2472
hf 302
hfg 2328
hg 2630
Sf 0.980
Sfg 6.745
Sg 7.725
Gambar 3.5 Contoh Tabel Uap Contoh satu baris tabel ditunjukan pada Gambar 3.5. Sebagai contoh, pada 0.34 bar suhu penjenuhan adalah 72°C, volume spesifik dari uap kering jenuh, vg, pada tekanan ini adalah 4.649 m3/k, energi dalam dari uap kering jenuh, ug, adalah 2472 kJ/kg, dan entalpi dari uap kering jenuh, hg, adalah 2630 kJ/kg. Uap ini dalam keadaan yang dinyatakan oleh titik A pada Gambar 3.6. Pada titik B uap kering jenuh pada tekanan 100 bar dan suhu penjenuhan 311°C mempunyai volume spesifik, vg, 0.01802 m3/ kg, energi dalam, ug, 2545 kJ/kg dan entalpi, hg, 2725 kJ/kg.
Gambar 3.6. Titik cair jenuh dan uap jenuh pada diagram p - v Energi dalam, entalpi, dan entropi cair jenuh juga ditabelkan dan subskrip f digunakan untuk tingkat ini. Sebagai contoh pada 4 bar dan suhu penjenuhan yang bersesuaian 143.6°C, air jenuh mempunyai
energi dalam, uf, 605 kJ/kg, dan suatu entalpi, hf, 605 kJ/kg. Kedudukan ini bersesuaian dengan titik C pada Gambar 3.6. Volume spesifik dari air jenuh, vf, ditabulasikan dalam tabel yang terpisah, tetapi tabel ini biasanya sangat kecil dalam perbandingan dengan volume spesifik uap kering jenuh, dan variasinya dengan suhu sangat kecil; garis cair jenuh pada diagram p-v berimpit dengan absis tekanan dibandingkan dengan lebar dari ‘loop’ daerah uap basah (lihat Gambar 3.6). Sebagaimana terlihat dari tabel, nilainilai dari vf bervariasi kira-kira 0.001 m3/kg pada 0.01°C sampai 0.011 m3/kg pada 160°C; sementara tekanan mendekati nilai kritis, kenaikan vf lebih terlihat, dan pada suhu kritis 374.5°C, nilai v adalah 0.00317 m3/kg. Perubahan entalpi dari hf ke hg diberi simbol hfg. Bila air jenuh diubah ke uap kering jenuh, dari Pers. 2.2 akan didapatkan Q = (u2 - u1 ) +W = (ug - uf) + W W dinyatakan dengan luasan di bawah garis horisontal pada diagram p - v, sehingga : W = (vg - vf) p Jadi Q = (ug - uf) + p (Vg - vf) = (ug + p.vg) - (uf + p vf) Dari Pers. 2.7 h = u + pv Jadi Q = hg - hf = hfg Panas yang diperlukan untuk mengubah cair jenuh menjadi uap kering jenuh disebut sebagai panas laten. Dengan demikian, panas laten diberikan di dalam tabel sebagai hfg. Dalam tabel uap, energi dalam cair jenuh diambil nilai 0 pada titik «triple» (pada 0.01°C dan 0.006112 bar). Dengan demikian maka dari Pers. 2.7, h = u + pv, kita mempunyai, h pada 0.011°C dan 0.006112 bar = 0.006112uu105 0.0010002 (dimana vf pada 0.01°C adalah 0.0010002 m3/kg) sehingga h = 6.112 x 10-4 kJ/kg Nilai ini sangat kecil dan dengan demikian nilainya 0 untuk entalpi pada suhu 0.01°C. Catatan bahwa pada bagian akhir untuk kisaran tekanan yang ditabelkan pada tabel pertama, tekanan 221.2 bar adalah tekanan kritis, 374.5°C adalah suhu kritis, dan panas laten, hfg, adalah nol. Sifat-sifat dari uap basah. Untuk suatu uap basah volume total campuran diberikan oleh volume cairan yang ada ditambah dengan volume uap kering jenuh sehingga volume spesifik diberikan sebagai, Sekarang untuk 1 kg uap basah, ada x kg uap kering dan (1 - x) kg cairan, dimana x adalah fraksi kekeringan sebagaimana didefinisikan sebelumnya, dengan demikian, v = vf (1 - x) + vg x Volume cairan biasanya sangat kecil dibandingkan dengan volume uap jenuh, dengan demikian untuk masalah-masalah praktis, v = x vg (3.1) Entalpi uap basah diberikan sebagai jumlah entalpi cairan ditambah dengan entalpi uap kering, h = (1 - x) hf + x hg h =hf + x (hg - hf) h = hf + x hfg (3.2) Dengan cara yang sama, energi dalam uap basah diberikan sebagai energi dalam cairan ditambah dengan energi dalam uap kering, u = (1 - x) uf + x ug (3.3) u = uf + x (ug - uf) (3.4) Pers. 3.4 dapat diekpresikan dalam bentuk yang sama dengan Pers. 3.2, tetapi Pers. 3.3 dan 3.4 lebih sesuai, dengan demikian ug dan uf ditabelkan dan perbedaan ug- uf , tidak ditabelkan. Contoh 3.1 Dapatkan volume spesifik, entalpi, dan energi dalam dari uap basah pada tekanan 18 bar, fraksi
kekeringan 0.9. Penyelesaian : Dari Pers. 3.1. v = x vg v = 0.9 x 0.1104 = 0.0994 m3/kg dari Pers. 3.2 h = hf + x hfg h = 885 + 0.9x1912 = 2605.8 kJ/kg dari Pers. 3.3 u = (1 - x) uf + x ug Jadi u = (1 - 0.9)883 + 0.9x2598 = 2426.5 kJ/kg. Contoh 3.2 Dapatkan fraksi kekeringan, volume spesifik dan energi dalam uap pada tekanan 7 bar dan entalpi 2600 kJ/kg. Penyelesaian : Pada 7 bar, hg = 2764 kJ/kg, dengan demikian entalpi aktual diberikan 2600 kJ/kg, uap tersebut barus dalam keadaan uap basap. Dari Pers. 3.2, h = hf + x hfg 2600 = 697 + x 2067 x = 0.921 Maka dari Pers. 3.1 v = x vg = 0.921 x 0.2728 = 0.2515 m3/kg Dari Pers. 3.3 u = (1 - x) uf + x ug Jadi u = (1 - 0.921)696 + 0.921 x 2573 = 2420 kJ/kg Sifat-sifat uap super panas Untuk uap dalam daerah superpanas, suhu dan tekanan merupakan sifat-sifat bebas (indepedent). Bila suhu dan tekanan diberikan untuk suatu uap super panas maka kedudukannya dapat didefinisikan dan semua sifat-sifat yang lain dapat diperoleh. Sebagai contoh, uap pada 2 bar dan 200°C merupakan uap super panas karena suhu penjenuhan pada 2 bar adalah 120.2°C, yang lebih kecil dari suhu aktual. Uap dalam kedudukan tersebut mempunyai derajat super panas 200- 120.2 = 79.8°C. Tabel-tabel dari sifatsifat uap super panas berkisar dari tekanan 0.006112 bar ketekanan 221.2 bar, dan ada suatu tabel tambahan tekanan lewat kritis di atas 1000 bar. Pada setiap tekanan ada suatu kisaran suhu ke derajat yang tinggi dari super panas, dan nilai-nilai dari volume spesifik, energi dalam, entalpi dan entropi ditabelkan pada setiap tekanan dan suhu sampai ≤ 70 bar; di atas tekanan ini energi dalam tidak ditabelkan. Sebagai referensi, suhu penjenuhan disisipkan di antara tanda kurung untuk setiap tekanan dalam tabel super panas dan nilai-nilai vg, ug, hg dan sg juga diberikan. Contoh baris dari nilai-nilai tersebut ditunjukan dalam Gambar 3.7. Sebagai contoh, dari tabel uap super panas pada 20 bar dan 400°C, volume spesifik adalah 0.1511 m3/kg dan entalpi adalah 3248 kJ/kg. P (ts)
20 (212.4)
t ν u h s
250 0.1115 2681 2904 6.547
300 0.1255 2774 3025 6.768
350 0.1386 2861 3138 6.957
400 0.1511 2946 3248 7.126
450 0.1634 3030 3357 7.283
500 0.1756 3116 3467 7.431
600 0.1995 3291 3690 7.701
Gambar 3.7. Contoh Tabel Sifat-sifat uap superpanas pada beberapa suhu pada suatu tekanan
Untuk tekanan di atas 70 bar energi dalam dapat diperoleh bila penggunaan Pers. 2.7 diperlukan. Sebagai contoh, uap pada 80 bar, 400°C mempunyai entalpi, h, 3139 kJ/kg dan volume spesifik, v, 3.428 x 10-2m3/kg, karena itu, u = h – pv = 3139 -(80 x 105 x 0.03428)/103 = 2864.8 kJ/kg Contoh 3.3 Uap pada 110 bar mempunyai volume spesifik 0.0196 m3/kg, dapatkan suhu, entalpi dan energi dalamnya. Penyelesaian : Mula-mula perlu ditentukan apakah uap tersebut basah, kering jenuh atau superpanas. Pada 110 bar, vg = 0.01598 m3/kg, yang mana lebuh kecil dari volume spesifik aktual 0.0196 m3/kg, dan dengan demikian uap tersebut adalah super panas. Kedudukan uap tersebut ditunjukan pada Gambar 3.8 sebagai titik A.
Gambar 3.8 Diagram p-v untk contoh soal 3.3 Dari tabel uap superpanas volume spesifik pada 110 bar adalah 0.0196 m3/kg pada suhu 350°C. Dengan demikian proses ini adalah isotermal yang melalui titik A. Derajat super panas adalah 350 - 318 = 32°K. Dari tabel entalpi, h, adalah 2889 kJ/kg. Maka dengan menggunakan Pers. 2.7, didapatkan u = h - pv =2889 -(110 x 105 x 0.0196)/103 u = 2889 - 215.6 = 2673.4 kJ/kg. Contoh 3.4 Uap pada 150 bar mempunyai entalpi 3309 kJ/kg, dapatkan suhu, volume spesifik dan energi dalam. Pada 150 bar, hg = 2611 kJ/kg, yang mana lebih kecil dari entalpi aktual, 3309 kJ.kg, dengan demikian uap tersebut adalah superpanas. Dari tabel uap superpanas pada 150 bar, h = 3309 kJ/kg pada suhu 500°C. Volume spesifik adalah v = 0.02078 m3/kg. Dengan menggunakan Pers. 2.7, u = h - pv = 3309 - (150 x 105 x 0.02078)/103 = 2997.3 kJ/kg. Interpolasi Untuk sifat-sifat yang tidak ditabelkan secara pasti dalam tabel, perlu untuk menginterpolasinya di antara nilai-nilai yang ada pada tabel. Sebagai contoh, untuk mendapatkan suhu, volume spesifik, energi dalam, dan entalpi dari uap kering jenuh pada 9.8 bar, perlu untuk menginterpolasi nilai-nilai yang diberikan di dalam tabel. Pada 9.8 bar, suhu penjenuhan, t, adalah sama dengan suhu penjenuhan pada 9 bar ditambah (suhu penjenuhan pada 10 bar - suhu penjenuhan pada 9 bar). Catatan bahwa hal ini dilakukan dengan mengasumsikan suatu variasi yang linier antara 2 nilai tersebut (lihat Gambar 3.9). sehingga Dengan cara yang sama hg pada 9.8 bar = hg pada 9 bar + 0.8 x (hg pada 10 bar - hg pada 9 bar)
= 2774 + 0.8(2778 -2774) = 2777.2 kJ/kg.
Gambar 3.9. Interpolasi data di antara 2 nilai yang ada pada tabel Juga ug pada 9.8 bar = 2581 + 0.8(2584 - 2581) = 2583.4 kJ/kg. Sebagai contoh yang lain, uap pada 5 bar pada suhu 320°C. Uap tersebut adalah super panas karena suhu penjenuhan pada 5 bar adalah 151.8°C, tetapi untuk memperoleh volume spesifik dan entalpi suatu interpolasi diperlukan, v = (v pada 5 bar dan 300 °C) + 20/50 (v pada 5 bar dan 350°C - v pada 5 bar dan 300°C) maka v = 0.5226 + 0.4 (0.5701 - 0.5226) = 0.5416 m3/kg hampir sama dengan h = 3065 + 0.4(3168 -3065) = 3106.2 kJ/kg Dalam beberapa hal interpolasi ganda diperlukan. Sebagai contoh, untuk mendapatkan entalpi uap super panas pada 18.5 bar dan 432°C suatu interpolasi antara 15 bar dan 20 bar diperlukan, dan suatu interpolasi antara 400°C dan 450°C juga diperlukan. Penyajian secara tabel biasanya lebih baik seperti hal pada Gambar 3.10 . Pertama mendapatkan entalpi pada 15 bar dan 432°C. p t 400 432 450 15
h 3256
18.5 h
?
3364
?
20 h 3248 ? 3357 Gambar.3.10. Tabel Contoh Interpolasi Ganda sehingga h = 3256 +32/50(3364-3256) = 3325.1 kJ/kg Sekarang untuk memperoleh entalpi pada 20 bar, 432°C, h = 3248 + 0.64 (3357 - 3248) = 3317.8 kJ/kg Selanjutnya interpolasi antara h pada 15 bar, 432°C, dan h pada 20 bar,432°C dalam rangka untuk mendapatkan h pada 18.5 bar, 432 °C. h = 3325.1 -3.5/5(3325.1 - 3317.8) = 3320 kJ/kg maka h pada 18.5 bar dan 432°C adalah 3320 kJ/kg. Contoh 3.5 Gambarkan diagram p-v untuk uap dan tandai tekanan, volume spesifik dan suhu pada setiap titik. a. p = 20 bar, t = 250°C b. t = 212.4°C v = 0.09957 m3/kg c. p = 10 bar h = 2650 kJ/kg d. p = 6 bar h = 3166 kJ/kg Penyelesaian : Titik A : Pada 20 bar suhu penjenuhaanya adalah 212.4°C, karena itu uap tersebut merupakan uap super panas. Maka dari tabel, v = 0.115 m3/kg. Titik B : Pada 212.4°C tekanan penjenuhannya adalah 20 bar dan vg = 0.09957 m3/kg. Karena itu uap tersebut
berada persis pada keadaan uap kering jenuh sehingga v = vg. Titik C : Pada tekanan 10 bar, hg = 2778 kJ/kg, karena itu uap tersebut merupakan uap basah karena h = 2650 kJ/kg. Karena uap tersebut adalah uap basah, maka suhunya adalah suhu penjenuhan ( t = 179.9 °C). Fraksi kekeringan dapat diperoleh dari Pers. 3.2, h = hf = x hfg maka x = (2650 - 763)/2015 = 0.937 Maka dari Pers. 3.1. v = x vg v = 0.937 x 0.1944 = 0.182 m3/kg titik D : Pada tekanan 6 bar, hg adalah 2757 kJ/kg, karena itu uap tersebut super panas, dengan demikian nilai h = 3166 kJ/kg. sehingga dari tabel pada 6 bar dan h = 3166 kJ/kg suhunya adalah 350°C, dan volume spesifiknya adalah 0.473 m3/kg
Gambar 3.11. Diagram p-v untuk contoh soal 3.5. Titik-titik A, B, C dan D sekarang dapat ditunjukan pada diagram p-v seperti pada Gambar 3.11. Contoh 3.6 Hitung energi dalam dari setiap empat tingkat kedudukan yang diberikan pada contoh 3.5. a. Uap dalam keadaan super panas pada 20 bar dan T = 250°C, sehingga u = 2681 kJ/kg b. Uap dalam keadaan kering jenuh pada 20 bar sehingga u = ug = 2600 kJ/kg c. Uap adalah basah pada 10 bar dan x = 0937 maka u = (1 - x) uf + x ug = (1 - 0.937)762 + 0.937 x 2548 = 2470 kJ/kg d. Uap adalah super panas pada 6 bar, 350 °C sehingga u = 2881 kJ/kg 3.3 Gas ideal Ciri Persamaan Tingkat Keadaan Pada suhu yang berada di luar suhu kritis dari suatu fluida, dan juga pada tekanan yang sangat rendah, uap fluida cenderung memenuhi persamaan Dalam praktik tidak ada gas yang mengikuti hukum ini secara tepat, tetapi banyak gas mengarah kepersamaan tersebut. Gambaran gas ideal yang mematuhi hukum tersebut disebut suatu gas ideal, dan persamaan, pv / T = R, disebut persamaan sifat tingkat keadaan gas ideal. Konstanta, R, disebut dengan konstanta gas. Satuan dari R adalah N m/kg K atau kJ/kg K. Setiap gas sempurna mempunyai konstanta yang berbeda. Persamaan sifat biasanya ditulis pv = RT (3.5) atau untuk m kg, yang menempati V m3, pv = mRT (3.6) Bentuk lain dari persamaan karakteristik dapat diturunkan dengan menggunakan kilo-gram mole sebagai satuan. Kilo-gram mole didefinisikan sebagai jumlah ekivalen gas untuk M kg gas, dimana M adalah berat molekul gas (berat molekul Oksigen adalah 32 , maka 1 kg oksigen adalah ekivalen dengan 32 kg oksigen ). Dari definisi kilo-gram mole, untuk m kg gas didefinisikan, m = n M (3.7)
(dimana n adalah jumlah mol ). Catatan : Karena standar masa adalah kg, kilogram mol akan ditulis secara sederhana sebagai mol. Dengan mengganti m pada Pers. 3.7 dalam Pers. 3.6 menghasilkan pV = n M T atau MR = pV / nT Hipotesa Avogadro menyatakan bahwa volume dari 1 mole suatu gas adalah sama dengan volume dari 1 mole dari suatu gas yang lain, dimana gas-gas tersebut pada suhu dan tekanan yang sama. Karena itu V/n adalah sama untuk semua gas pada nilai suhu dan tekanan yang sama. Dengan demikian jumlah pV/nT adalah konstan untuk semua gas. Konstanta ini disebut konstanta gas universal, dan diberikan dengan simbol Ro, MR = Ro = pV / nT atau pV = n RoT (3.8) atau karena M R = Ro maka, R = Ro / M (3.9) Percobaan menunjukan bahwa volume dari 1 mole suatu gas ideal pada 1 bar dan 0°C kira-kira adalah 22.71 m3. Karena itu dari Pers. 3.8,Ro = pV / nT = (1 x 105 x 22.71)/1 x 273.15 = 8314.3 N m/mol K. Dari Pers. 3.9 konstanta gas untuk suatu gas dapat diperoleh bila berat molekul diketahui. Sebagai contoh untuk oksigen berat molekulnya 32, konstanta gasnya adalah, R = Ro / M = 8314/32 = 259.8 N m/kg K. Contoh 3.7 Sebuah wadah dengan volume 0.2 m3 berisi nitrogen pada 1.013 bar dan suhu 15°C. Jika 0.2 kg nitrogen sekarang dipompa ke dalam wadah tersebut, hitung tekanan yang terjadi bila wadah tersebut telah kembali ke suhu awalnya. Berat molekul nitrogen adalah 28, dan nitrogen diasumsikan sebagai gas sempurna. Dari Pers. 3.9 Konstanta gas, R = Ro/M = 8314/28 = 296.9 N m/kg K Dari Pers. 3.6, untuk kondisi awal,
(dimana T = 15 + 273 = 288 K) 0.2 kg nitrogen ditambahkan, sehingga m2 = 0.2 + 0.237 = 0.437 kg. Maka dari Pers. 3.6, untuk kondisi akhir,
Contoh 3.8 0.01 kg suatu gas sempurna menempati sebuah volume 0.003 m3 pada tekanan 7 bar dan suhu 131°C. Hitung berat molekul gas tersebut, bila gas dibiarkan mengembang sampai tekanan mencapai 1 bar volume dan akhirnya 0.02 m3. Hitung suhu akhirnya. Penyelesaian : Dari Pers. 3.6
(dimana : T1 = 131 + 273 = 404 K) Maka dari Pers. 3.9 R = Ro / M atau M = Ro / R = 8314/520 = 16 Berat molekul = 16
Dari Pers. 3.6 pV = m R T = pV / m R = (1 x 105 x 0.02)/(0.01 x 520) = 384.5 K Kalor Spesifik Kalor spesifik suatu padatan atau cairan biasanya didefinisikan sebagai kebutuhan kalor untuk menaikkan satu satuan masa sebesar satu derajat suhu. Untuk jumlah kecil zat didefinisikan dQ = m c dT, dimana m adalah massa, dT adalah kenaikan suhu, dan c adalah panas spesifik. Untuk suatu gas ada ditambahkan antara dua suhu, dan karena itu gas dapat mempunyai jumlah panas spesifik yang tak terhingga. Akan tetapi, hanya ada dua panas spesifik untuk gas yang didefinisikan yaitu panas spesifik pada volume konstan cv, dan panas spesifik pada tekanan konstan cp. Catatan bahwa persamaan yang mendefinisikan panas spesifik ( dQ = m c dT ), suhu naik, dT, mungkin sebagian disebabkan oleh masukan kerja. Definisi harus dibatasi pada proses tidak mengalir yang reversible, oleh karena ‘irreversibilitas’ menyebabkan perubahan suhu yang tidak dapat dibedakan yang disebabkan jumlah panas dan kuantitas kerja. Kita mempunyai dQ = m cp dT untuk suatu proses tidak mengalir reversible pada tekanan konstan (3.10) dQ = m cv dT untuk suatu proses tidak mengalir reversible pada volume konstan (3.11) Untuk suatu gas ideal nilai-nilai dari cp dan cv adalah konstan pada semua tekanan dan suhu.Sehingga dengan mengintegrasikan Pers. 3.10 dan 3.11, Aliran panas dalam proses tekanan konstan yang reversible Q = m cp (T2 - T1) (3.12) Aliran panas dalam proses volume konstan yang reversible Q = m cv (T2 - T1) (3.13) Untuk gas-gas nyata, cp dan cv bervariasi terhadap suhu, tetapi untuk tujuan yang praktis nilai ratarata yang sesuai digunakan. Hukum Joule Hukum Joule menyatakan bahwa energi dalam dari suatu gas sempurna hanya merupakan fungsi suhu absolut, sehingga u = f(T). Untuk mengevaluasi fungsi ini, kita tinjau 1 kg gas ideal yang dipanaskan pada volume konstan. Dari persamaan energi yang tidak mengalir, 2.3, dQ = dW + du Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan, dW= 0 maka dQ = du Pada volume konstan untuk gas ideal, dari Pers. 3.11. maka untuk 1 kg dQ = cv dT Oleh karena itu, dQ = du = cv dT, dan dengan mengintegrasikan u = cvT + K ( dimana K adalah konstanta ) Hukum Joule menyatakan bahwa u =f(T), energi dalam bervariasi secara linier dengan suhu mutlak. Energi dalam dapat dibuat nol pada suatu suhu referensi sembarang. Untuk gas yang sempurna dapat diasumsikan bahwa u = 0 bila T = 0, konstanta K adalah nol, energi dalam, u = cvT untuk gas yang sempurna (3.14) atau untuk masa, m, suatu gas yang sempurna energi dalam, U = m cv T (3.15) Dalam suatu proses untuk gas ideal, antara tingkat keadaan 1 dan 2 , digunakan Pers. 3.15, kenaikan energi dalam, U2 - U1 = m cv (T2 - T1) (3.16) Kenaikan gas ideal antara 2 tingkat keadaan selalu diberikan dengan Pers. 3.16, untuk semua proses, baik reversible atau irreversible. Hubungan antara panas-panas spesifik. Suatu gas ideal dipanaskan pada tekanan konstan dari T ke T .Dari persamaan tidak mengalir 2.2, Q =
(U - U ) + W . Juga, untuk gas ideal, dari Pers. 3.16, U2 - U1 = m cv (T2 - T1). Dengan demikian, Q = m cv (T2 - T1) + W Dalam proses tekanan konstan, kerja yang dilakukan oleh fluida diberikan antara perkalian tekanan dengan perubahan volume, W = p (V2 - V1). Maka dengan menggunakan 3.6, p V2 = m R T2 dan p V1 = m R T1, didapatkan W = m R (T2 – T1) Karena itu dengan mengganti Q = m cv (T2 – T1) + m R (T2 – T1) = m (cv + R)(T2 – T1) Tetapi untuk proses tekanan konstan dari Pers. 3.12, Q = m cp (T2 – T1) Dengan demikian dengan menyamakan dua persamaan untuk aliran panas, Q, didapatkan m (cv + R) (T2 – T1)= m cp (T2 –1) maka cv + R = cp cv - cp = R (3.17) Entalpi gas Ideal. Dari Pers. 2.7, entalpi, h = u + pv. Untuk gas ideal, dari Pers. 3.5, pv = RT. Juga untuk gas ideal, dari hukum Joule, Pers. 3.14, u = cv T. Oleh karena dengan mengganti, h = cv T + RT = (cv + R)T Tetapi dari Pers. 3.17 cp - cv = R atau cv + R = cp Oleh karena entalpi h, untuk gas ideal diberikan oleh h = cp T (3.18) Untuk masa,m, dari gas ideal H = m cp T (3.19) (catatan, oleh karena diasumsikan u = 0 pada T =0, maka h = 0 pada T = 0) Perbandingan kalor spesifik Perbandingan kalor spesifik pada tekanan konstan dengan panas spesifik pada volume konstan diberikan dengan simbol γ (gamma ) γ = cp / cv (3.20) Catatan bahwa cp - cv = R, dari Pers. 3.17, adalah jelas bahwa cp harus lebih besar dari cv untuk setiap gas ideal. Selanjutnya perbandingan cp / cv = γ lebih besar dari satu. Umumnya, γ kira-kira adalah 1.4 untuk gas-gas beratom 2 seperti carbon monooksida (CO), hydrogen (H2), nitrogen (N2) dan oksigen (O2). Untuk gas-gas monoatomik seperti argon (A), dan Helium (He), γ kira-kira adalah 1.6, dan untuk gas-gas triatomik seperti karbon dioksida (CO2), dan sulphur dioksida (SO2), γ kira-kira 1.3. Untuk beberapa hydrokarbon, nilai dari γ sedikit lebih rendah (misalnya untuk ethane (C2H6, γ = 1.22) dan untuk iso butane (C4H10, γ = 1.11). Beberapa hubungan yang bermanfaat antara cv, cp, R dan γ dapat diturunkan. Dari Pers. 3.17 cp - cv =R Dengan membagi semuanya dengan cv cp / cv - 1 = R / cv Maka dengan menggunakan Pers. 3.17, γ = cp / cv, maka, γ- 1 = R / cv cv = R / (γ - 1) (3.21) Juga dari Pers. 3.20, cp = γ cv, sehingga dengan menggantikan dalam Pers. 3.21, cp = γ cv = γ R / (γ - 1) cp = γ R / (γ - 1) (3.22) Contoh 3.9 Suatu gas ideal mempunyai panas spesifik sebagai berikut cp = 0.846 kJ/kg K dan cv = 0.657 kJ/kg K dapatkan konstanta gas dan berat molekul gas tersebut.dari Pers. 3.17 cp - cv = R maka R = cp – cv R = 0.846 - 0.657 = 0.189 kJ/kg K atau
R = 189 N m /kg K dari Pers. 3.9 R = Ro / M maka M = Ro / R = 8314/189 = 44 Contoh 3.10 Suatu gas ideal mempunyai berat molekul 26 dan nilai γ = 1.26. Hitung panas yang dibuang per kg gas tersebut. a) Bila gas diisikan dalam sebuah wadah yang pejal pada 3 bar dan 315°C, dan kemudian didinginkan sampai tekananya turun menjadi 1.5 bar. b) Bila gas tersebut memasuki pipa pada 280°C, dan mengalir secara mantap sampai ujung pipa dimana suhunya adalah 20 °C. Abaikan perubahan kecepatan gas dalam pipa. Penyelesaian : Dari Pers. 3.9 R = Ro / M = 8314/26 = 319.8 N m/kg K Dari Pers. 3.21 cv = R / (γ - 1) = 319.8/103 (1.26 - 1) = 1.229 kJ/kg K Kemudian dari Pers. 3.20 cp / cv = γ cp = γ cv = 1.26 x 1.229 = 1.548 kJ/kg K a. Volume tetap konstan untuk masa gas yang ada, dan dengan demikian volume spesifik tetap konstan. Dari Pers. 3.5, p1 v1= R T1 dan p2 v2= R T2 (dimana T1 = 315 + 273 = 588 K ) maka dari Pers. 3.13 kalor yang dibuang per kg gas = cv (T2 – T1) = 1.229 x (588 - 294) = 361 kJ/kg b. Dari Pers. energi yang mengalir mantap, 2.8, Perubahan kecepatan dan kerja yang dilakukan pada atau oleh gas tersebut dapat diabaikan Maka bisa digunakan persamaan h1 + Q = h2 atau Q = (h2 – h1) Untuk suatu gas yang sempurna, dari Pers. 3.18, h =cp T Q = cp (T2 – T1) atau panas yang dibuang per kg = cp (T1 – T2) = 1.548 (280 - 230) = 403 kJ/kg Catatan bahwa tidak perlu untuk mengubah t1 = 280°C dan t2 = 20°C menjadi derajat Kelvin, karena perbedaan suhu (t1 – t2) dalam derajat Celcius, secara numerik adalah sama dengan perbedaan suhu (T1 – T2) K. SOAL LATIHAN (Catatan : nilai-nilai dari R, cp, cv dan γ untuk udara diasumsikan sebagaimana diberikan pada halaman dari tabel-tabel yang disebutkan (R = 0.287 kJ/kg K; cp = 1.005 kJ/kg K; cv = 0.718 kJ/kg K dan γ = 1.4). Untuk gas ideal yang lain nilai-nilai R, cp, cv dan γ, jika diperlukan, harus dihitung dari informasi yang diberikan dalam soal) 1. Lengkapilah tabel berikut dengan menggunakan tabel uap. Isilah dengan garis strip-strip untuk hal hal yang tidak benar, dan menginterpolasi bila perlu.
2. Sebuah wadah bervolume 0.03 m3 berisi uap kering jenuh pada 17 bar. Hitung massa uap tersebut di dalam wadah dan entalpi dari masa tersebut ( Jawaban 0.257 kg ; 718 kJ ) 3. Uap pada 7 bar dan 250°C memasuki pipa dan mengalir sepanjang pipa tersebut pada tekanan tetap. Jika uap tersebut membuang panas secara mantap ke sekelilingnya, pada suhu berapa embun air akan mulai membentuk uap? Dengan menggunakan persamaan energi yang mengalir secara mantap, dan dengan mengabaikan perubahan kecepatan uap, hitung panas yang dibuang per kg dari uap yang mengalir. ( Jawaban 165 °C : 191 kJ/kg ) 4. 0.05 kg uap pada 15 bar diisikan dalam sebuah wadah yang tidak berubah bentuk (rigid) bervolume 0.0076 m3. Berapa suhu dari uap tersebut?. Jika wadah tersebut didinginkan, pada suhu berapa uap tersebut akan menjadi uap kering jenuh? Pendinginan diteruskan sampai tekanan dalam wadah adalah 11 bar, hitung fraksi kekeringan akhir dari uap tersebut, dan panas yang dibuang antara keadaan awal dan akhir. ( Jawaban 250°C ; 191.4°C ; 0.857 ; 18.5 kJ ). 5. Berat molekul dari CO2 adalah 44. Suatu percobaan nilai γ dari CO2 telah didapatkan sebesar 1.3. Dengan mengasumsikan bahwa CO2 adalah gas ideal, hitung konstanta gas, R, dan panas spesifik pada tekanan dan volume konstan , cp dan cv . (Jawaban 0.189 kJ/kg ; 0.63 kJ/kg K ; 0.819 kJ/kg K). 6. Hitung energi dalam dan entalpi dari 1 kg udara yang menempati 0.05 m3 pada 20 bar. Jika energi dalam dinaikkan sebesar 120 kJ/kg sebagaimana udara tersebut ditekan mencapai 50 bar, hitung volume baru yang ditempati oleh 1 kg udara tersebut. (Jawaban 250.1 kJ/kg ; 350.1 kJ/kg ; 0.0296 m3) 7. Oksigen O2, pada 200 bar disimpan dalam wadah baja pada 20°C. Kapasitas wadah tersebut adalah 0.04 m3. Dengan mengasumsikan bahwa O2 merupakan suatu gas ideal, hitung masa O2 tersebut yang dapat disimpan dalam wadah tersebut. Wadah tersebut dilengkapi dengan alat pengontrol kelebihan tekanan yakni dengan «fusible flug» yang akan meleleh jika suhu meningkat terlalu tinggi. Pada suhu berapa alat pengontrol tersebut akan meleleh untuk membatasi tekanan di dalam wadah mencapai 240 bar? Berat molekal oksigen adalah 32. ( Jawaban 10.5 kg ; 78.6˚C ) 4. Bila suatu gas ideal tertentu dipanaskan pada tekanan konstan dari 15°C ke 95°C, panas yang dibutuhkan adalah 1136 kJ/ kg. Bila gas yang sama dipanaskan pada volume konstan di antara suhu yang sama, panas yang dibutuhkan adalah 808 kJ/kg. Hitung cp, cv, γ, R dan berat molekul dari gas
tersebut. (Jawaban 14.2 kJ/kg ; 10.1 kJ/kg K ; 1.405 ; 4.1 kJ/kg K ; 2.028) 5. Dalam kompresor udara, tekanan pada pemasukan dan pengeluaran masing-masing adalah 1 bar dan 5 bar. Suhu udara pada pemasukan adalah 15°C dan volume pada awal kompresi adalah 3 kali dari pada akhir penekanan. Hitung suhu udara pada pengeluaran dan peningkatan energi dalam per kg udara. ( Jawaban 207 °C ; 138 kJ/kg ) 6. Sejumlah gas ideal tertentu ditekan dari keadaan awal 0.085 m3, 1 bar ke kedudukan akhir 0.034 m3, 3.9 bar. Panas spesifik pada volume konstan adalah 0.724 kJ.kg K dan panas spesifik pada tekanan konstan adalah 1.02 kJ/kg K. Kenaikan suhu yang diamati adalah 146 K. Hitung konstanta gas, R, masa gas yang ada, dan peningkatan energi dalam dari gas tersebut. ( Jawaban 0.296 kJ/kg K ; 0.11 kg ; 11.63 kJ ) Penyelesaian masalah untuk soal latihan 1 pada halaman 54.
BAB IV PROSES REVERSIBLE DAN IRREVERSIBLE Dalam 3 bab terdahulu persamaan energi untuk proses yang mengalir dan tidak mengalir telah diturunkan, konsep-konsep reversibelitas dan ireversibelitas telah dikenalkan, dan sifatsifat uap dan gas ideal telah didiskusikan. Pada bab ini akan membahas proses yang diperkirakan muncul dalam praktik, dan menggabungkannya dengan konsep kerja yang telah di bahas pada 3 bab terdahulu. 4.1 Proses Reversible Tidak Mengalir Proses pada volume konstan Pada proses volume konstan fluida kerja diisikan dalam suatu wadah yang kokoh (rigid), dengan demikian batas-batas sistem tidak bergerak dan tidak ada kerja yang dapat dilakukan atau dikenakan oleh sistem, selain dari masukan kerja pada kincir. Berhubung proses berlangsung pada volume konstan maka diasumsikan kerja yang dilakukan sama dengan nol, demikian pula sebaliknya. Dari Pers. 2.2 energi untuk fluida tanpa aliran massa Q = (u2 - u1) + W Berhubung tidak ada kerja yang dilakukan, maka didapatkan Q = u2- u1 (4.1) 65
atau untuk massa, m, dari fluida kerja Q = U2 - U1 (4.2) Semua panas yang diberikan dalam proses volume konstan untuk meningkatkan energi dalam. Proses volume konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.1a. Tingkat keadaan awal dan akhir masing-masing telah dipilih dalam daerah basah dan daerah superpanas. Pada Gambar 4.1b proses volume konstan untuk gas ideal ditunjukkan pada diagram p-v. Untuk suatu gas ideal kita mempunyai persamaan 3.13, Q = m cv (T2 - T1) Proses pada Tekanan Konstan Pada Gambar 4.1a dan 4.1b dapat dilihat bahwa bila batas sistem tidak fleksible seperti pada proses volume konstan, tekanan meningkat bila panas ditambahkan. Untuk proses tekanan konstan batas sistem bergerak berlawanan arah masukan panas ; sebagai contoh fluida dalam selinder yang berpiston dapat dibuat untuk proses tekanan konstan. Berhubung piston ditekan pada jarak tertentu oleh gaya yang dihasilkan fluida, maka kerja dilakukan oleh fluida terhadap lingkungannya. Dari persamaan 1.2 untuk proses yang reversible.
proses volume konstan pada uap proses volume konstan pada gas ideal Maka, karena p konstan
(catatan bahwa persamaan ini telah diturunkan dan digunakan pada Sub bab 3.3) Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2, Q = (u2 - u1) + W Sehingga untuk proses tekanan konstan yang reversible Q = (u2 - u1) + p (v2 - v1) = (u2 + pv2) - (u1 + p v1) Sekarang dari Pers. 2.7, entalpi, h = u + p v, maka, Q = h2 - h1 (4.3) atau untuk massa, m, fluida, Q = H2 - H1 (4.4) Proses tekanan konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.2.a. Tingkat keadaan awal dan akhir telah ditentukan pada daerah basah dan superpanas. Pada Gambar 4.2.b proses tekanan konstan untuk gas ideal ditunjukkan dengan diagram p-v. Untuk gas ideal digunakan Pers. 3.12, Q = m cp (T2 – T1)
Catatan : Gambar 4.2.a dan 4.2.b, daerah yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan oleh fluida, p (v2 - v1). Contoh 4.1 0.05 kg dari suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan 2 bar sampai volumenya mencapai 0.0658 3 m . Hitung panas yang diberikan dan kerja yang dilakukan, a) Bila fluida adalah uap, tingkat keadaan awalnya kering jenuh. b) Bila fluida tersebut udara, suhu awalnya 130°C. Penyelesaian : a) Mula-mula uap berada pada tingkat keadaan kering jenuh pada 2 bar sehingga, h1 = hg pada 2 bar = 2707 kJ/kg Akhirnya uap tersebut adalah pada 2 bar dan volume spesifik diberikan oleh v2 = 0.0658 m3/ 0.05 kg = 1.316 m3/kg Maka uap tersebut merupakan uap superpanas. Dari tabel superpanas pada 2 bar dan 1.316 m3/kg, suhu uap tersebut adalah 300 °C, dan entalpinya sebesar h2 = 3702 kJ/kg. Maka dari persamaan 4.4 Q = H2 - H1 = m(h2 - h1) = 0.05(3072 - 2707) panas yang diberikan = 0.05 x 365 = 18.25 kJ.
Gambar 4.3. Diagram p-v untuk contoh 4.1 Proses yang berlangsung ditunjukkan dengan diagram p-v pada gambar 4.3. Kerja yang dilakukan ditunjukkan dengan luasan yang diarsir, W = p (v2 - v1) N m/kg. Sekarang v1 = vg pada 2 bar = 0.8856 m3/kg, dan v2 = 1.316 m3/ kg. Jadi W = 2 x 105 (1.316 - 0.8856) = 2 x 105 x 0.4304 N m/kg
Kerja yang dilakukan oleh massa total yang ada = 0.05 x 2 x 105 x 0.4304 x 10-3 = 4.304 kJ b) Dengan menggunakan Pers. 3.6,
Untuk gas ideal yang mengalami proses tekanan konstan, digunakan Pers. 3.12, Q = m cp (T2 - T1) Panas yang diberikan = 0.05 x 1.005 (917 - 403) = 25.83 kJ (dimana T1 = 130 + 273 = 403 K) Proses yang berlangsung ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.4. Kerja yang dilakukan ditunjukkan dengan luasan yang diarsir, W = p (v2 - v1) N m/kg. Dari Pers. 3.5, pv = RT Maka kerja yang dilakukan = R (T2 - T1) = 0.287 (917 - 403) kJ/kg Kerja yang dilakukan oleh massa fluida yang ada = 0.05 x 0.287 x 514 = 7.38 kJ
Gambar 4.4. Diagram p-v untuk contoh 4.1.b. Proses pada suhu konstan (isotermal) Proses pada suhu konstan disebut sebagai proses isotermal. Bila fluida dalam ruang piston dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, ada kecenderungan suhu menurun. Dalam ekpansi isotermal kalor harus ditambahkan secara kontinyu untuk menjaga suhu awalnya. Demikian pula pada tekanan isotermal, kalor harus dipîndahkan dari fluida secara kontinyu selama proses. Proses isotermal untuk uap ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.5. Tingkat keadaan awal dan akhir telah ditentukan pada daerahdaerah basah dan superpanas. Dari keadaan 1 ke keadaan A tekanan tetap pada p1, pada daerah basah, suhu dan tekanan berhubungan dengan penjenuhan. Kita dapat melihat, meskipun proses isotermal berlangsung pada uap basah, tekanan konstan dan Pers. 4.3. dan 4.4 dapat digunakan (misalnya panas diberikan dari kedudukan 1 ke kedudukan A per kg uap = hA - h1). Pada daerah super panas, tekanan turun sampai p2 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.5, dan prosedurnya tidak sederhana. Bila kedudukan 1 dan 2 telah diketahui maka energi dalam u1 dan u2 bisa didapatkan dari tabel. Kerja yang dilakukan ditunjukkan dengan luasan yang diarsir pada Gambar 4.5. Hal ini dapat dievaluasi dengan mengeplot proses dan mengukur luas daerah secara grafis. Akan tetapi, untuk menentukan sifat entropi,s, akan diberikan cara yang sesuai untuk mengevaluasinya (didiskusikan pada Bab 5). Bila aliran kalor dihitung maka kerja yang dilakukan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan energi tanpa aliran massa (Pers. 2.2) Q = (u2 - u1) + W
Gambar 4.5. Proses Isotermal untuk Uap Contoh 4.2 Uap pada 7 bar dan fraksi kekeringannya 0.9 berekspansi di dalam ruang piston secara isotermal dan reversible sampai tekanannya 1.5 bar. Hitung perubahan energi dalam dan perubahan entalpi per kg uap
tersebut. Kalor yang diberikan selama proses sebesar 400 kJ/kg, dengan metoda yang disajikan pada Bab 5. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap tersebut. Penyelesaian : Proses tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.6. Suhu penjenuhan yang bersesuaian pada 7 bar adalah 165°C. Uap tersebut superpanas pada tingkat keadaan 2. Energi dalam pada tingkat keadaan 1 didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.3, u1 = (1 - x) uf + xug = (1 - 0.9) x 696 + (0.9 x 2573) = 2385.3 kJ/kg Dengan mengiterpolasi tabel uap super panas pada 1.5 bar dan 165 °C, didapatkan u2 = 2580 + 15/50 (2656 - 2580) = 2602.8 kJ/kg Maka peningkatan energi dalamnya = u2 - u1 = 2602.8 - 2385.3 = 217.5 kJ/kg
Gambar 4.6. Diagram p-v untuk contoh 4.2. h1 = hf + xhfg = 697 + 0.9 x 2067 = 2557.3 kJ/kg Dengan menginterpolasi tabel uap super panas pada 1.5 bar dan 165 °C, didapatkan h2 = 2773 + 15/50 (2873 - 2773) = 2803 kJ/kg h2 - h1 = 2803 - 2557.3 = 245.7 kJ/kg Dari persamaan energi tanpa aliran (Pers. 2.2) Q = (u2 - u1) + W Maka w = Q - (u2 - u1) = 182.5 kJ/kg Kerja yang dilakukan oleh uap tersebut = 182.5 kJ/kg (Kerja yang dilakukan merupakan luas daerah pada Gambar 4.6 ; hanya dapat dievaluasi secara grafis ). Proses isotermal untuk gas ideal lebih mudah ditelaah daripada proses isotermal untuk uap, karena hukum dasar gas ideal yang menghubungkan p, v dan T, dan energi dalam u telah di definisikan. Dari Pers. 3.5, pv = RT
Gambar 4.7. Proses isotermal untuk gas ideal Bila suhu konstan sebagaimana dalam proses isotermal maka berlaku pv = RT = konstan Maka proses isotermal untuk gas ideal, pv = konstan (4.5) p1v1 = p2v2 = p3v3 dan seterusnya Pada Gambar 4.7, proses isotermal untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram p-v. Persamaan proses tersebut adalah pv = konstan, yang merupakan persamaan hyperbola. Dalam kasus ini harus ditekankan bahwa proses isotermal dalam bentuk pv = konstan hanya berlaku untuk gas ideal, dan dapat digunakan persamaan tingkat keadaan, pv = RT.
Kerja yang dilakukan oleh gas ideal dalam keadaan mengembang dari kedudukan 1 ke kedudukan 2 secara isotermal dan reversibel ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir pada Gambar 4.7. Dari Pers. 1.2 kita mendapatkan Dalam hal ini , pv = konstan, atau p = c / v (dimana c = konstant), maka
Konstanta c dapat ditulis sebagai p1v1 atau p2v2, karena p1v1 = p2v2 = konstan, c
Sehingga, dengan menggantikan nilai tersebut ke dalam Pers. 4.6,
Jelaslah bahwa ada sejumlah besar persamaan yang bisa diturunkan untuk kerja yang dilakukan, dan perlu untuk diingat, semua dapat diturunkan dengan sangat mudah dari prinsip yang pertama. Untuk gas ideal dari hukum Joule, yaitu Pers. 3.16, didapatkan, U2 -U1 = m cv (T2 - T1) Berhubung pada proses isotermal untuk gas ideal, T2 = T1, maka U2 - U1 =0 Hal ini berarti, energi dalam tetap konstan pada proses isotermal untuk gas ideal. Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2, Q = (u2 - u1) + W oleh karena u1 = u2, maka Q = W (4.12) merupakan kalor untuk proses isotermal untuk gas ideal. Catatan bahwa aliran kalor ekuivalen dengan kerja yang dilakukan pada proses isotermal. Hal ini hanya berlaku untuk gas ideal. Dari contoh 4.2 untuk uap, dapat dilihat walaupun prosesnya isotermal, perubahan energi dalam sebesar 217.5 kJ/ kg, dan kalor yang diberikan tidak ekuivalen dengan kerja yang dilakukan.
Contoh 4.3 1 kg nitrogen (berat molekul 28) ditekan secara reversible isotermal dari 1.01 bar, 20°C sampai 4.2 bar. Hitung kerja yang dilakukan dan kalor yang mengalir selama proses. Asumsikan nitrogen merupakan gas ideal. Dari Pers. 3.9, untuk nitrogen, R = Ro / M = 8.314/28 = 0.297 kJ/kg K Proses tersebut ditunjukkan melalui diagram p-v pada Gambar 4.8. Pada Sub bab 1.6 telah dijelaskan bahwa bila proses berlangsung dari kanan ke kiri pada diagram p-v, maka kerja yang dilakukan oleh fluida adalah negatif. Hal ini berarti kerja dikenakan terhadap fluida. Dari persamaan 4.10 W = RT ln p1 / p2 = - 0.297 x 293 x ln(4.2/1.01) = -124 kJ/kg maka kerja yang masuk = 124 kJ/kg
Gambar 4.8. Diagram p-v untuk contoh 4.3 Dari Pers. 4.12, untuk suatu proses isotermal untuk gas ideal, Q = W = -124 kJ/kg sehingga panas yang dibuang = + 124 kJ/kg 4.2 Proses Reversibel Adiabatik Tanpa Aliran Proses adiabatik merupakan proses yang tidak ada panas yang dipindahkan ke atau dari fluida selama proses. Sehingga prosesnya dapat bersifat reversible atau irreversible. Proses yang reversibel adiabatik tanpa aliran akan dibicarakan dalam sub bab ini. Dari persamaan tanpa aliran 2.2, Q = (u2 - u1) + W dan untuk proses adiabatik Q = 0 Maka didapatkan persamaan W = u2 - u1 untuk sembarang proses adiabatik (4.13) Persamaan 4.13 digunakan untuk proses adiabatik, baik secara reversible atau pun tidak. Dalam ekspansi adiabatik, kerja yang dilakukan oleh fluida merupakan nilai penurunan energi dalam fluida. Untuk proses kompresi adiabatik semua kerja yang dilakukan terhadap fluida akan meningkatkan energi dalam fluida. Selama proses adiabatik berlangsung, harus ada insulasi panas yang sempurna. Uap yang mengalami proses reversibel adiabatik, kerja yang dilakukan dapat diperoleh dari Pers. 4.13 dengan mengevaluasi u1 dan u2 dari tabel. Penentuan tingkat keadaan 2, harus berdasarkan proses berlangsung secara reversibel adiabatik. Sifat entropi, s (pada Bab 5) akan ditunjukkan bahwa proses reversibel adiabatik berlangsung pada entropi yang konstan, dan hal ini dapat digunakan untuk menetapkan tingkat keadaan 2. Untuk gas ideal, hukum yang menghubungkan antara p dan v untuk proses reversibel adiabatik, dapat diperoleh dengan mempertimbangkan persamaan energi tanpa aliran massa dalam bentuk diferensial. Dari Pers. 2.2 dQ = du + dW Untuk proses reversible d W = p dv, dQ = du + p dv = 0 (Q = 0 untuk proses adiabatik)
Sekarang untuk gas ideal dari Pers. 3.5 pv = RT atau p = RT / v dengan substitusi, maka didapatkan Dari Pers. 3.14 u = cv T atau
Apabila dibagi dengan T, akan menghasilkan suatu bentuk persamaan yang dapat diintegralkan, Hasil integrasinya adalah cv ln T + R ln v = konstan Dengan menggunakan Pers. 3.5 yaitu T = (pv) / R, ke dalam persamaan di atas, maka didapatkan
Dengan proses substitusi didapatkan, ln (pv / R) + (γ -1) ln v = konstan
Dari hal tersebut di atas, didapatkan hubungan yang sederhana antara p dan v untuk gas ideal yang mengalami proses reversible adiabatik, setiap gas ideal mempunyai nilai γ sendiri-sendiri. Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT, hubungan antara T dan v, serta T dan p, akan diturunkan sebagai berikut pv = RT maka p = RT / T Dengan mensubstitusi p dalam Pers. 4.14,
Proses reversibel adiabatik untuk gas ideal antara kedudukan 1 dan 2 dapat dituliskan: Dari Pers. 4.14
Dari persamaan 4.13 kerja yang dilakukan dalam proses adiabatik per kg gas, W = (u - u ). Kenaikan energi dalam untuk gas ideal diberikan oleh Pers. 3.16,
Gambar 4.9. Proses Isotermal adiabatik untuk gas ideal Maka dengan menggantikan cv didapatkan Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT, Proses reversible adiabatik untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.9. Kerja yang dilakukan ditunjukkan oleh daerah yang diarsir, dan daerah ini dapat dievaluasi dengan integral
Berhubung pv γ = konstan, c, maka,
Konstanta dalam persamaan ini dapat ditulis sebagai vp11J atau vp22 J , maka Ini adalah ekspresi yang sama yang didapatkan sebelumnya seperti Pers. 4.21. Contoh 4.4 1 kg uap pada 100 bar dan 375°C diekspansi secara reversible dalam ruang piston yang diinsulasi secara sempurna sampai tekanannya menjadi 38 bar sehingga uap dalam keadaan kering jenuh. Hitung kerja yang dilakukan oleh uap tersebut. Penyelesaian : Dari tabel uap super panas, pada 100 bar dan 375°C, h1 = 3017 kJ/kg dan v1 = 0.02453 m3/kg Dengan menggunakan persamaan 2.7 u = h - pv Maka u1 = 3017 - (1000x105 x0.02453)/103 = 2771.7 kJ/kg juga u2 = ug pada 38 bar = 2602 kJ/kg Berhubung silinder diinsulasi secara sempurna maka tidak ada panas yang mengalir ke atau dari uap
selama ekspansi berlangsung, sehingga proses berlangsung secara adiabatik. Dengan menggunakan Pers. 4.13, W = u1 - u2 = 2771.7 - 2602 = 169.7 kJ/kg Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v dalam Gambar 4.10 , luasan yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan.
Gambar 4.10. Diagram p – v untuk Contoh 4.4. Contoh 4.5 Udara pada 1.02 bar, 22°C, awalnya menempati volume silinder 0.015m3, ditekan secara reversibel adiabatik oleh piston sehingga tekanan menjadi 6.8 bar. Hitung suhu akhir, volume akhir, dan kerja yang dilakukan pada massa udara di dalam silinder tersebut. Dari persamaan 4.19
(dimana T1 = 22 + 273 = 295 K; γ untuk udara = 1.4) Suhu akhir = 507.5 - 273 = 234.5°C Dari persamaan 4.17
dan untuk gas ideal, dari Pers. 3.14, u = cv T per kg gas, maka W = cv (T1 - T2) = 0.718(295 - 507.5) = -152.8 kJ/kg maka kerja masukan per kg = 152.8 kJ
Massa udara tersebut didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.6, pV = m RT 5 Total kerja yang dilakukan = 0.0181 x 152.8 = 2.76 kJ. Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v dalam Gambar 4.11, luasan yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan per kg udara.
4.3 Proses Politropik Dalam praktik banyak ditemui proses yang mendekati hukum reversibel yang berbentuk pvn = konstan, dimana n adalah suatu konstanta. Uap dan gas ideal keduanya mengikuti bentuk hukum ini sepenuhnya terutama pada proses yang tidak mengalir. Proses tersebut merupakan proses reversibel. Dari Pers. 1.2 untuk proses yang reversibel,
∫
W = pdv Untuk proses yang mengikuti pvn = konstan, kita mendapatkan p =c / vn, dimana c adalah konstanta.
Persamaan 4.22 adalah benar untuk suatu bahan kerja yang mengalami suatu proses politropik yang reversibel. Selanjutnya juga bahwa untuk suatu proses politropik kita dapat menulis
Contoh 4.6 Pada mesin uap, awal proses ekspansi adalah 7 bar, fraksi kekeringan 0.95, dan ekspansi tersebut mengikuti hukum pv1.1 = konstan, menurun ke tekanan 0.34 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap tersebut selama proses ekspansi, dan panas yang mengalir per kg uap ke atau dari dinding silinder selama ekspansi tersebut. Penyelesaian : Pada 7 bar, vg = 0.2728 m3/kg Dengan menggunakan persamaan 3.1, v1 = x vg = 0.95 x 0.2728 = 0.259 m3/kg Maka dari Pers. 4.23
Kerja yang dilakukan = 436 kJ/kg Pada 0.34 bar, vg = 4.649 m3/kg, merupakan uap basah pada tingkat keadaan 2, dan dengan menggunakan Pers 3.1, kita mendapatkan
Gambar 4.12. Diagram p-v untk contoh 4.6. Proses ekspansi ditunjukkan pada diagram p-v melalui Gambar 4.12, luas daerah dibawah 1-2 menunjukkan kerja yang dilakukan per kg uap. Dari Pers. 3.3 u1 = (1 - x1) uf + x1ug = (1 - 0.95)696 + 0.95 x 2573 = 2476.8 kJ/kg u2 = (1 - x2) uf + x2ug = (1 - 0.873)302 + 0.873 x 2472 = 2196.4 kJ/kg Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2, Q = (u2 - u1) + W = (2196.4 - 2476.8) + 436 = 155.6 kJ/kg Panas yang diberikan = 155.6 kJ/kg Sekarang kita pertimbangkan untuk proses politropik gas ideal. Dari Pers. 3.5 pv = RT atau p = RT / v Sehingga, dengan menggantikan dalam persamaan pvn= konstan, didapatkan
Berdasarkan persamaan tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa persamaan ini mirip dengan Pers. 4.15 dan 4.16 untuk proses adiabatik reversibel gas ideal. Dalam kenyataan proses adiabatik yang reversibel gas ideal merupakan keadaan khusus proses politropik dengan indeks, n, sebanding dengan γ. Persamaan-persamaan 4.24 dan 4.25 dapat ditulis sebagai
Catatan bahwa Pers. 4.24, 4.25, 4.26, dan 4.27 tidak bisa diterapkan pada uap yang mengalami proses politropik, persamaan karakteristik dari keadaan, pv = RT, yang telah digunakan dalam penurunan persamaan, hanya menggunakan gas ideal. Untuk gas ideal yang berekspansi secara politropik biasanya lebih sesuai untuk mengekpresikan kerja yang dilakukan dalam bentuk suhu pada keadaan akhir. Dari Pers. 4.22, W = (p1v1 - p2v2) / (n-1), maka dari Pers. 3.5, p v = RT dan p v = RT . Maka, 1 1
1
2 2
2
Dengan menggunakan persamaan energi yang tidak mengalir, 2.2 , panas yang mengalir selama proses
dapat diperoleh,
Dari Pers. 3.21 Sehingga dengan menggantikan,
Pers. 4.30 merupakan persamaan yang sesuai untuk mengekspresikan hubungan kalor yang diberikan dengan kerja yang dilakukan dalam proses politropik. Dalam proses ekspansi, kerja dilakukan oleh gas, maka faktor W adalah positif. Dari Pers. 4.30 kita dapat melihat bahwa bila dalam proses ekspansi indeks politropik n adalah lebih kecil daripada γ, maka sisi kanan dari persamaan adalah positif (yaitu kalor diberikan selama proses). Sebaliknya, bila n adalah lebih besar daripada γ, maka panas dibuang oleh gas. Demikian juga, jika kerja yang dilakukan dalam suatu proses kompresi adalah negatif, maka n lebih kecil daripada γ, dalam proses kompresi kalor dibuang. Bila n lebih besar daripada γ, dalam kompresi kalor harus diberikan kepada gas selama proses. Hal ini telah dibicarakan dalam Sub bab 3.3 bahwa γ untuk semua gas ideal mempunyai nilai lebih besar dari pada 1. Contoh 4.7 1 kg gas ideal dikompresikan dari 1.1 bar, 27°C yang mengikuti persamaan p v1.3 = k, mencapai tekanan 6.6 bar. Hitung panas yang mengalir ke atau dari dinding silinder, a) Bila gas tersebut adalah etana (berat molekul 30), cp = 1.75 kJ/ kg K b) Bila gas tersebut adalah argon (berat molekul 40), cp = 0.515 kJ/kg K Penyelesaian : Dari persamaan 4.27, untuk etana dan argon keduanya,
(dimana T1 = 27 + 273 = 300 K) a). Dari Pers. 3.9, R = Ro / M, dengan demikian, untuk etana R = 8.314/30 = 0.277 kJ/kg K Kemudian, dari Pers. 3.17 cp - cv = R, didapatkan cv = cp - R = 1.75 - 0.277 = 1.473 kJ/kg K (dimana cp = 1.75 kJ/kg K untuk etana) Dari Pers. 3.20
b) Dengan menggunakan methoda yang sama untuk Argon kita mendapatkan , R = 8.314 / 40 = 0.208 kJ/kg K juga cv = 0.515 - 0.208 = 0.307 kJ/kg°C Untuk kerja yang dilakukan, kita mendapatkan
Maka kalor yang dibuang sebesar 59.4 kJ/kg Pada proses politropik, indeks n tergantung hanya pada besarnya kalor dan kerja selama proses. Berbagai macam proses yang dipelajari dalam Sub bab 4.1 dan 4.2 merupakan contoh kasus khusus proses politropik untuk gas ideal. Sebagai contoh, Bila n = 0 pv0 = konstan, p = konstan Bila n = ∝pv∝ = konstan Atau p1/∝v = konstan, v = konstan Bila n =1 pv = konstan, T = konstan (karena pv / T =konstan untuk gas ideal) Bila n = γpv γ = konstan, reversibel adiabatik Hal ini diilustrasikan melalui diagram p-v pada Gambar 4.13. Maka, keadaan 1 ke A adalah pendinginan pada tekanan konstan (n= 0) keadaan 1 ke B adalah kompresi isothermal (n = 1) keadaan 1 ke C adalah kompresi adiabatik reversibel (n = γ) keadaan 1 ke D adalah pemanasan pada volume konstan (n = ∝) Demikian pula halnya, 1 ke A' adalah pemanasan dengan tekanan konstan, 1 ke B' adalah ekspansi isothermal, 1 ke C' adalah ekpansi adiabatik secara reversibel, 1 ke D' adalah pendinginan dengan volume konstan. Catatan : karena γ adalah selalu lebih besar daripada satu, maka proses 1 ke C harus menghubungkan antara proses-proses 1 ke B dan 1 ke D;demikian juga, proses 1 ke C' harus menghubungkan proses-proses 1 ke B' dan 1 ke D'. Proses generalisasi untuk uap seperti di atas adalah tidak mungkin dilakukan. Salah satu proses yang penting untuk uap dijelaskan di sini. Uap akan mengalami proses yang mengikuti persamaan pv = konstan. Berhubung persamaan karakteristik dari keadaan, pv = konstan, tidak sesuai untuk uap, maka proses tidak berlangsung isotermal. Tabel-tabel harus digunakan untuk memperoleh sifatsifat pada tingkat keadaan akhir, menggunakan p1v1 = p2v2.
Gambar 4.13. Proses politropik beberapa indeks n Contoh 4.8 Pada silinder mesin uap, uap diekspansi dari 5.5 bar ke 0.75 bar menurut Persamaan hyperbola pv = konstan. Jika pada awalnya uap tersebut adalah kering jenuh, hitung kerja yang dilakukan tiap kg uap dan hitung pula panas yang mengalir ke atau dari dalam sistem. Penyelesaian : Pada tekanan 5,5 bar
Pada 0,75 bar, vg = 2,217 m3/kg, uap merupakan uap superpanas pada tingkat keadaan 2. Hasil interpolasi dari tabel superpanas pada 0,75 bar didapatkan : u2 = 2567,7 kJ/kg.
Gambar 4.14. Diagram p-v untuk contoh 4.8. Untuk uap kering jenuh pada 5,5 bar, u1 = ug = 2565 kJ/kg Sehingga perubahan energi dalam = 2567,7 – 2565 = 2,7 kJ/kg Proses ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.14, dengan area yang diarsir mewakili kerja yang dilakukan. Dari persamaan 1.2 , didapatkan W = 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (v2/v1) = 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (p1/p2) = 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (5,5/0,75) = 375 500 N.m/kg. Dari persamaan energi tanpa aliran : Q = (u2 – u1) + W = 2,7 + 375,5 = 378,2 kJ/kg maka kalor yang disuplai sebesar 378,2 kJ/kg. 4.4 Proses-Proses Irreversibel Kriteria reversibilitas telah dijelaskan pada Sub bab 1.5. Persamaan dari Sub bab 4.1, 4.2, dan 4.3 digunakan hanya jika proses memenuhi kriteria reversibilitas untuk pendekatannya. Dalam suatu proses di mana fluida terkurung di dalam ruang piston, efek gesekan bisa diabaikan. Bagaimanapun untuk memenuhi kriteria (c) kalor harus tidak pernah ditransfer dari atau ke dalam melewati perbedaan suhu yang terbatas. Akan tetapi, pada proses isotermal hal ini memungkinkan, karena dalam proses lain suhu sistem berubah secara kontinyu selama proses, untuk memenuhi kriteria (c) suhu diperlukan medium pemanas atau
pendingin eksternal untuk berubah sesuai kebutuhan. Idealnya cara untuk mencapai reversibilitas dapat dibayangkan, akan tetapi dalam praktik hal ini tidak bisa dilakukan sebagai pendekatan. Namun demikian, jika irreversibilitas di dalam lingkungan tidak dapat dielakkan, proses yang terjadi di dalam sistem masih dianggap reversibel. Dalam hal ini proses di dalam sistem berlangsung reversibel, sedangkan proses di lingkungan berlangsung irreversibel. Kebanyakan proses di dalam ruang piston berlangsung secara internal reversibel untuk pendekatannya, dan Persamaan 4.1, 4.2, dan 4.3 dapat diaplikasikan. Prosesproses tertentu tidak dapat diasumsikan sebagai proses reversibel internal, dengan kasus khusus akan dengan jelas dibicarakan. Ekspansi bebas (Ekspansi tanpa Hambatan) Proses ini telah dibahas pada Sub bab 1.6. dalam rangka untuk menunjukkan bahwa di dalam suatu proses irreversibel kerja yang dilakukan tidak sama dengan ʃ pdv. Anggap dua wadah A dan B, satu sama lain saling berhubungan dengan dilengkapi kelep X, dan diinsulasi dari perpindahan panas secara sempurna (Gambar 4.15). Pada awalnya wadah A diisi dengan fluida pada tekanan tertentu, dan wadah B dengan dikosongkan. Pada saat kelep X dibuka fluida di dalam wadah A akan berekspansi dengan cepat untuk mengisi kedua wadah A dan B. Tekanan akhir akan lebih rendah daripada tekanan awal pada wadah A. Kejadian ini dikenal sebagai ekspansi bebas atau ekspansi tanpa hambatan. Proses ini sangat irreversibel, karena fluida berpusar secara terus menerus selama proses. Persamaan energi tanpa aliran, Pers. 2.2 dapat diterapkan antara tingkat keadaan awal dan tingkat keadaan akhir. Q = (u2 – u1) + W
Di dalam proses ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap atau oleh fluida, berhubung batas sistem tidak bergerak. Tidak ada panas yang mengalir dari atau ke dalam fluida karena sistem berinsulasi sempurna. Sehingga proses yang terjadi adiabatik, akan tetapi irreversibel. u2 – u1 = 0 atau u2 = u1 Oleh karena itu, pada proses ekspansi bebas energi dalam mulamula akan selalu sama dengan energi dalam akhir. Untuk gas ideal berdasarkan Pers. 3.14 berlaku u = cv.T Sehingga untuk ekspansi bebas dari gas ideal berlaku cvT1 = cvT2 dan T1 = T2 Hal ini berarti, pada proses ekspansi bebas dari gas ideal, suhu awal akan sama dengan suhu akhir. Contoh 4.9 Udara pada tekanan 20 bar awalnya menempati wadah A seperti pada Gambar 4.15. dengan volume 3 1 m . Selanjutnya klep X dibuka dan udara berekspansi sampai memenuhi wadah A dan B. Asumsikan wadah memiliki volume sama, hitung tekanan akhir dari udara. Penyelesaian : Untuk gas ideal pada ekspansi bebas, T1 = T2. Dari Pers. 3.6, pv = mRT sehingga p1v1 = p2v2. V2 merupakan kombinasi volume wadah A dan wadah B.
Maka suhu akhir 10 bar. Proses keseluruhan ditunjukkan pada diagram p-v Gambar 4.16. Tingkat keadaan 1 pada 20 bar dan 1
m3 dimana massa gas diketahui. Tingkat keadaan 2 pada 10 bar dan 2 m3 untuk massa gas yang sama. P bar Proses antara dua tingkat keadaan ini adalah irreversibel dan harus digambarkan dalam garis putus-putus. Titik 1 dan 2 berada pada garis isotermal, akan tetapi proses antara 1 dan 2 tidak bisa dikatakan sebagai proses isotermal, karena suhu peralihan tidak sama sepanjang proses. Dalam hal ini tidak ada kerja yang dilakukan selama proses, dan luas area di bawah garis putus-putus tidak mewakili kerja sistem. Gambar 4.16. Diagram p-v untuk contoh 4.9. Throttling Suatu aliran fluida dikatakan dalam kondisi throttling bila ada hambatan di dalam aliran, dan kecepatan aliran sebelum dan sesudah hambatan sama atau ada perbedaan kecil yang bisa diabaikan, serta jika tidak ada kehilangan panas ke lingkungan. Hambatan terhadap aliran dapat berupa klep terbuka, orifice, atau adanya penurunan yang mendadak pada penampang aliran. Sebagai contoh proses throttling dapat dilihat pada Gambar 4.17. Fluida mengalir mantap sepanjang pipa terinsulasi sempurna, menembus orifice pada bagian X. Oleh karena pipa terinsulasi sempurna, dapat diasumsikan bahwa tidak ada panas yang mengalir ke atau dari dalam sistem. Persamaan 2.8 untuk aliran dapat diterapkan antara dua bagian aliran, yaitu Ketika Q = 0 dan W = 0 , maka
Apabila kecepatan C1 dan C2 kecil, atau jika C1 mendekati nilai C2, maka energi kinetik dapat diabaikan. (Catatan bahwa bagian 1 dan 2 bisa dipilih pada bagian awal dan akhir aliran yang mengalami gangguan, sehingga asumsi terakhir benar) Maka, h1 = h2 Oleh karena itu, pada proses throttling, entalpi awal akan sama dengan entalpi akhir. Proses yang terjadi adalah adiabatik akan tetapi berlangsung sangat irreversibel karena terjadi pusaran pada fluida sekitar orifice X. Antara 1 dan X entalpi menurun drastis dan energi kinetik meningkat ketika aliran fluida dipercepat melalui orifice. Antara bagian X dan 2 entalpi meningkat ketika energi kinetik dirusak oleh pusaran arus fluida. Untuk gas ideal dari Pers. 3.18, h = cp T2 sehingga cp T1 = cp T2 atau T1 = T2 dengan demikian throttling dari gas ideal, suhu awal akan selalu sama dengan suhu akhir. Contoh 4.10 Uap pada tekanan 19 bar di-throttling hingga tekanannya menjadi 1 bar dan suhu setelah throttling o 150 C. Hitung fraksi kekeringan awal uap. Penyelesaian : Dari tabel uap superpanas, pada 1 bar dan 150 P bar oC didapatkan h2 = 2777 kJ/kg. Kemudian untuk throttling, h1 = h2 = 2777 kJ/kg. Dengan menggunakan Pers. 3.2., h1 = h19f + 1 x1 hƒ 2777 = 897 + x1 (1901) x1 = (1880/1901) = 0,989
maka fraksi kekeringan awal = 0,9892
Gambar 4.18. Diagram p-v untuk contoh 4.10. Proses ditunjukkan melalui diagram p-v pada Gambar 4.18. Tingkat keadaan 1 dan 2 ditentukan, akan tetapi tingkat kedaan di antara keduanya tidak dapat ditentukan. Proses harus digambarkan dengan garis putus-putus. Tidak ada kerja yang dilakukan selama proses, dan area dibawah garis 1-2 bukan merupakan kerja yang dilakukan sistem. Untuk uap, throttling dapat digunakan sebagai cara untuk mendapatkan fraksi kekeringan dari uap basah, seperti pada contoh 4.10. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada bab selanjutnya. Pencampuran Adiabatik Pencampuran dua aliran fluida lazim ditemukan pada praktik keteknikan, dan pada umumnya diasumsikan sebagai proses adiabatik. Sebagai contoh dua aliran fluida tercampur seperti pada Gambar 4.19. Analisa dilakukan dengan anggapan bahwa aliran fluida masing-masing dengan laju serta suhu T1 dan T2, kemudian suhu campuran adalah T3. Tidak ada panas yang mengalir ke dalam atau dari fluida, tidak ada kerja yang dilakukan, maka dari persamaan aliran, kita dapat mengabaikan perubahan yang terjadi pada energi kinetik, Untuk persamaan gas ideal, dengan menggunakan Pers. 3.18, h=cp T menghasilkan
proses pencampuran merupakan proses yang sangat irreversibel karena adanya peran besar dari pusaran arus dan pengocokan fluida.
Gambar 4.19. Dua aliran fluida yang tercampur
4.5 Proses Aliran Reversibel Walaupun proses yang melibatkan aliran fluida dalam praktiknya sangat irreversibel, namun dalam analisisnya biasanya diasumsikan sebagai proses yang reversibel agar bisa menggambarkan perbandingan proses yang ideal. Seorang pengamat melakukan observasi dengan mengalirkan fluida untuk melihat adanya perubahan sifat –sifat termodinamika sebagai proses yang tidak mengalir. Sebagai contoh proses reversibel adiabatis untuk gas ideal, seorang pengamat melakukan observasi apakah gas berlangsung pada proses pvγ= konstan,akan tetapi kerja yang dilakukan gas ideal tidak diturunkan dengan ʃ pdv atau dengan perubahan energi dalam seperti pada Pers. 4.13. Beberapa kerja dilakukan oleh atau terhadap gas secara semu dari gaya-gaya yang beraksi di antara gas yang bergerak dengan lingkungannya. Sebagai contoh, proses aliran reversibel adiabatis untuk gas ideal, pada persamaan dengan aliran (Pers. 2.8)
Berhubung prosesnya diasumsikan reversibel, maka untuk gas ideal berlaku pvγ= konstan. Persamaan ini digunakan untuk menentukan tingkat keadaan akhir. Sebagai catatan, walaupun energi kinetik yang diabaikan kecil, kerja yang dilakukan pada proses adiabatik reversibel yang mengalir di antara dua tingkat keadaan tidaklah sama dengan proses reversibel adiabatis tanpa aliran di antara dua tingkat keadaan (yaitu W = (u1 - u2) seperti pada Pers. 4.13). Contoh 4.11 Turbin gas menerima gas dari ruang pembakaran pada tekanan 7 bar, suhu 650oC dengan kecepatan 9 m/dt. Gas meninggalkan turbin pada tekanan 1 bar dengan kecepatan 45 m/dt. Asumsikan bahwa ekspansi berlangsung adiabatis dan reversibel pada kondisi ideal. Hitung kerja yang dilakukan tiap kg gas. Gunakan γ = 1,333 dan cp = 1,11 kJ/kg. Penyelesaian : Dengan menggunakan persamaan dengan aliran untuk proses adiabatis,
Untuk persamaan gas ideal dari Pers. 3.18. h = cp .T sehingga
Untuk mendapatkan T2 digunakan Pers. 4.19,
(dimana T1 = 650 + 273 = 923 K) selanjutnya dengan substitusi,
Catatan : perubahan energi kinetik sangat kecil dibandingkan dengan perubahan entalpi. Kasus ini sering terjadi pada permasalahan proses dengan aliran di mana perubahan energi kinetik sering diabaikan. 4.6 Proses Aliran Tidak Mantap Terdapat banyak kasus di dalam praktik, bahwa laju aliran massa melewati batas sistem pada inlet tidak sama dengan laju aliran pada outlet. Begitu juga pada laju yang kerjanya dilakukan oleh atau terhadap fluida, dan laju yang aliran panas ditransfer dari atau ke dalam sistem bervariasi terhadap waktu. Sebagai contoh, apabila energi total suatu sistem dalam batas sistem tidak konstan lagi, seperti halnya pada kasus proses aliran mantap akan tetapi bervariasi terhadap waktu. Kita anggap total energi di dalam batas sistem mula-mula adalah E. Selama interval waktu yang sangat pendek massa yang memasuki sistem adalah δm1 dan massa yang meninggalkan sistem δm2 , panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan masing-masing adalah δQ dan δW. Pertimbangkan suatu sistem
yang hampir sama satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Seperti ditunjukkan pada Sub bab 2.3, kerja dilakukan pada inlet dan outlet dalam memasukkan dan mengeluarkan massa melewati batas sistem, yaitu pada inlet : energi yang dibutuhkan = δm1p1m1 pada outlet : energi yang dibutuhkan = δm2p2m2 Dan seperti sebelumnya, energi tiap unit massa dari fluida yang
selama waktu yang terbatas total panas yang ditransfer diberikan dengan ΣδQ = Q dan total kerja yang dilakukan Σδw = W. Bila massa awal di dalam batas sistem m’, energi dalam awal u’ , massa akhir di dalam batas sistem pada akhir interval waktu m’’, dan energi dalam akhir u’’, maka ΣδE = m’’u’’ – m’u’ sehingga didapatkan persamaan :
Dari persamaan kontinyuitas massa: Massa masuk – Massa keluar = Peningkatan massa di dalam batas sistem Σδm1 - Σδm2 = m” – m’ (4.35)
Gambar 4.20. Contoh kasus persamaan aliran tidak mantap berupa pengisian botol atau reservoar dari sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya Satu hal yang sering terjadi yang melibatkan persamaan aliran tidak mantap adalah pengisian botol atau reservoar dari sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya. Gambar 4.20 menunjukkan contoh kasus tersebut. Diasumsikan bahwa kondisi fluida di dalam pipa tidak berubah selama proses pengisian. Dalam kasus ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap batas sistem, juga tidak ada massa yang meninggalkan sistem selama proses, sehingga δm2 = 0. Dengan menerapkan Pers. 4.34, asumsi tambahan bahwa perubahan energi potensial adalah nol, dan energi kinetik C12/2 sangat kecil dibandingkan entalpi, h1, didapatkan : Q + Σδm1h1 = m”u” – m’u’ Atau berhubung h1 konstan selama proses : Q + h1Σδm1 = m”u” – m’u’ Dalam kasus ini Pers. 4.35 menjadi :
Σδm1 = m” - m’ Kemudian disubstitusikan menjadi : Q +h1(m” – m’) = m”u” – m’u’ Hal ini sering diasumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik, dan dalam kasus ini didapatkan : h1 (m” – m’) = m” u” – m’u’ atau dengan kata lain : entalpi massa yang memasuki botol sama dengan kenaikan energi dalam sistem. Contoh 4.12 Suatu wadah pejal dengan volume 10 m3 berisi uap pada tekanan 2,1 bar dan fraksi kekeringan 0,9, dihubungkan dengan rangkaian pipa dan uap dibiarkan untuk mengalir dari pipa ke dalam wadah sampai tekanannya 6 bar dan suhunya 200oC. Tekanan dan suhu uap selama proses adalah 10 bar dan 2500C. Hitung panas yang ditransfer ke atau dari ruang selama proses. Penyelesaian : Dengan menggunakan persamaan sebelumnya didapatkan : u’ = uf’(1 - 0,9) + (ug’ x 0,9) = 511 x 0,1 + 2531 x 0,9 = 2329 kJ/kg juga m’ = V / v’ = 10/0,9 vg = 10/0,9 x 0,8461 = 13,13 kg. Uap merupakan uap superpanas pada tekanan 6 bar dan suhu 200 oC, sehingga u” = 2640 kJ/kg v” = 0,3522 m3/kg m” = V / v” = 10/0,3522 = 28,4 kg Uap di dalam pipa merupakan uap superpanas pada 10 bar dan suhu 250 oC, sehingga : h1 = 2944 kJ/kg selanjutnya dengan menggunakan Pers. 4.36 : Q + 2944 (28,4 - 13,13) = (28,4 x 2640) – (13,13 x 2329) Sehingga Q = 74 980 – 30 590 – 44 940 = - 550 kJ artinya bahwa panas yang dilepas sebesar 550 kJ Hal lain yang biasa terjadi dan merupakan contoh dari proses aliran tidak mantap adalah kasus wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida dibiarkan menguap (Gambar 4.21). Dalam kasus ini tidak ada kerja yang dilakukan sistem dan δm1 = 0 karena tidak ada massa yang memasuki sistem. Dengan mengabaikan energi potensial dan menerapkan Pers. 4.34 Q = Σδm2(h2+C22/2)+(m”u’ - m’u’)
Gambar 4.21. Contoh kasus proses aliran tidak mantap. Wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida dibiarkan menguap Kesulitan yang muncul pada analisis ini yaitu pada tingkat keadaan 2, massa yang meninggalkan ruang berubah secara kontinyu, sehingga tidak memungkinkan untuk mengevaluasi persamaan Σδm2(h2+C22/2). Pendekatan dapat dibuat untuk mendapatkan massa fluida yang meninggalkan wadah sebagai indikator penurunan tekanan pada nilai yang diketahui. Sehingga dapat diasumsikan, fluida di dalam wadah berekspansi secara reversible adiabatis. Hal ini merupakan pendekatan yang sangat baik jika wadah diinsulasi sempurna, atau jika proses berlangsung sangat singkat. Dengan menggunakan asumsi ini, tingkat keadaan akhir fluida di dalam sistem bisa didapatkan, dan massa yang tertinggal di dalam wadah juga bisa dihitung. Contoh 4.13
Kantong udara dengan volume 6 m3 mula-mula berisi udara dengan tekanan 15 bar dan suhu 40.5oC. Sebuah klep penghubung di buka dan udara dibiarkan mengalir ke atmosfer. Tekanan udara di dalam batang menurun dengan drastis hingga tekanannya menjadi 12 bar pada saat klep di tutup. Hitung massa udara yang meninggalkan kantung. Penyelesaian : Mula-mula: Asumsikan bahwa massa di dalam kantung berlangsung proses reversible adiabatik, sehingga dengan menggunakan Pers. 4.19
Pada kasus uap yang berekspansi reversible adiabatic, tidak ada suatu persamaan yang bisa digunakan langsung seperti halnya Pers. 4.19 di atas. Oleh karena itu, diperlukan sifat entropy, s, dimana untuk proses reversible adiabatik entropinya adalah tetap yaitu s’ = s‘’. Selanjutnya dengan menggunakan tabel, nilai v’’ dan m’’ bisa didapatkan. Contoh 4.14 Pada awal langkah induksi dari motor bakar dengan nisbah kompresi 8/1, volume pada titik mati atas ditempati gas residu pada suhu 840oC dan tekanan 1.034 bar. Volume campuran di induksikan pada saat langkah piston, terukur pada tekanan atmosfer 1.013 bar, 15oC yaitu 0.75 dari volume langkah piton. Tekanan dan suhu rata-rata manifold induksi selama induksi sebesar 0.828 bar. Hitung suhu campuran pada akhir langkah induksi dengan asumsi proses berlangsung adiabatik. Hitung juga tekanan akhir silinder. Untuk campuran induksi dan akhir digunakan cv = 0.718 kJ/kg K dan R = 0.2871 kJ/kg K. Untuk gas residu cv = 0.84 kJ/kg K dan R = 0.296 kJ/kg K Penyelesaian Bila dinotasikan Vs adalah volume langkah dan Vc adalah volume pada titik mati atas, maka
Sehingga, Vs = 7 Vc Pada awalnya gas sisa menempati volume Vc = Vs / 7
Perubahan energi kinetik dan energi potensial dapat diabaikan, dan proses adiabatic adalah Q = 0 sehingga dengan menerapkan Pers. 4.34 didapatkan m1h1 = W + m’’u’’ – m’u’ Suhu campuran pada induksi yang berulang adalah konstan selama langkah piston berlangsung, yaitu h1 = cvT1 = konstan M1cp T1 = W + m’’ cvT’’ – m’ cvT’ Kerja yang dilakukan dihitung dengan rumus
W = tekanan rata-rata di dalam silinder selama induksi x volume langkah = 0.828 x 105 x Vs = 82800 Vs N.m = 82.8 Vs kJ sehingga Vs x 1.0051 x 300 = 82.8 Vs + 0.9638 Vs x 0.718 x T’’ – 0.0448 Vs x 0.84 x 1113 (untuk campuran terinduksi cp = cv + R = 0.718 + 0.2871 = 1.0051 kJ/kg K) ∴T’’ = 236.1 / 0.692 = 341 K = 68 oC maka suhu akhir = 68 oC, dan
maka suhu akhir sebesar 0.827 bar SOAL LATIHAN 1. Udara dengan massa 1 kg memenuhi ruang pejal pada tekanan 4,8 bar dan suhu 150oC. Selanjutnya wadah dipanaskan hingga udara di dalamnya menjadi 200 oC. Hitung tekanan udara akhir dan panas yang dialirkan selama proses. (Jawaban : 5,37 bar; 35,9 kJ/kg) 2. Suatu wadah dengan volume 1 m3 berisi uap pada tekanan 20 bar dan suhu 400 oC. Selanjutnya wadah didinginkan hingga uap menjadi kering jenuh. Hitung massa uap di dalam wadah, suhu akhir uap, dan panas yang dilepas selama proses. (Jawaban : 6,62 kg; 13,01 bar; 2355 kJ). 3. Oksisgen (berat molekul 32) berekspansi reversible di dalam ruang piston pada tekanan konstan 3 bar. Volume awal 0,01 m3 dan volume akhir 0,03 m3. Suhu awal adalah 17oC. Hitung kerja yang dilakukan oleh oksigen dan hitung panas yang mengalir selama ekspansi serta tentukan ke mana arah panas mengalir. Asumsikan oksigen sebagai gas ideal dengan cp = 0 ,917 kJ/kg.K. (Jawaban : 6 kJ; 21,16 kJ) 4. Uap pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,9 berekspansi reversible isobaric hingga suhunya 200oC. Hitung kerja yang dilakukan dan panas yang mengalir tiap kg uap selama proses berlangsung. (Jawaban : 38,2 kJ/kg; 288,7 kJ/kg ) 5. 0,05 m3 gas ideal pada 6,3 bar berlangsung proses isotermal reversible hingga tekanannya menjadi 1,05 bar. Hitung panas yang mengalir serta arahnya. (Jawaban : 56,4 kJ) 6. Uap kering jenuh pada tekanan 7 bar berekspansi reversible di dalam ruang piston hingga tekanan menjadi 0,1 bar. Jika panas disuplai dilakukan secara kontinyu hingga tekanannya bisa dipertahankan konstan, hitung perubahan energi dalam tiap kg uap. (Jawaban : 37,2 kJ/kg ) 7. Udara dengan massa 1 kg ditekan isotermal reversible dari tekanan 1 bar dan suhu 30oC hingga tekanannya menjadi 5 bar. Hitung kerja yang dilakukan terhadap udara dan hitung pula besarnya panas yang mengalir beserta arahnya. (Jawaban : 140 kJ/kg ; - 140 kJ/kg) 8. 1 kg udara pada tekanan 1 bar, 15 oC, ditekan reversibel adiabati hingga tekanannya 4 bar. Hitung suhu akhir dan kerja yang dilakukan terhadap udara. (Jawaban : 155 oC; 100,5 kJ/kg) 9. Nitrogen (berat molekul 28) berekspansi reversible di dalam suatu silinder yang berinsulasi sempurna dari suhu 3,5 bar, 200oC hingga volumenya menjadi 0,09 m3. Jika volume awal menempati 0,03 m3, hitung kerja yang dilakukan selama ekspansi. Asumsikan Nitrogen sebagai gas ideal dengan cv = 0,741 kJ/kg.K (Jawaban : 9,31 kJ ) 10. Suatu gas ideal ditekan reversibel dari 1 bar, 17 oC hingga tekanannya menjadi 5 bar di dalam suatu
silinder yang berinsulasi panas sempurna hingga suhu akhirnya 77 oC. Kerja yang dilakukan terhadap gas selama kompresi 45 kJ/kg. Hitung γ, cv, dan R serta berat molekul gas. (Jawaban : 1,132; 0,75 kJ/kg.K; 0,099 kJ/kg.K; 84) 11. Uap 1 kg di dalam ruang piston berekspansi reversibel menurut persamaan pv = konstan, dari tekanan 7 bar hingga menjadi 0,75 bar. Bilamana uap pada awalnya sebagai uap kering jenuh, dapatkan suhu akhir, kerja yang dilakukan sistem, dan panas yang mengalir melalui dinding silinder selama kompresi beserta arahnya. (Jawaban : 144 oC ; 427 kJ/kg; 430 kJ/kg) 12. Udara dengan massa 1 kg pada tekanan 1,02 bar dan sushu 20 oC ditekan reversibel sesuai dengan persamaan pv2 = konstan hingga tekanannya menjadi 5,5 bar. Hitung kerja yang dilakukan terhadap udara dan panas yang mengalir beserta arahnya selama langkah kompresi. (Jawaban : 133,5 kJ/kg; -33,38 kJ/kg ) 13. Oksigen dengan berat molekul 32 ditekan secara reversibel politropik di dalam suatu silinder dari 1,05 bar, 15oC hingga menjadi 4,2 bar sedemikian ruapa hingga sepertiga kerja yang dilakukan ditransformasikan menjadi panas yang melewati dinding silinder. Hitung suhu akhir oksigen. Asumsikan oksigen adalah gas ideal dengan cv = 0,649 kJ/kg.K. (Jawaban : 113 oC) 14. 0,05 kg karbon dioksida (berat molekul 32) menempati ruangan dengan volume 0,03 m3 pada tekanan 1,025 bar, ditekan secara reversibel sampai tekanannya 6,15 bar. Hitung suhu akhir, kerja yang dilakukan terhadap karbon dioksida, serta tentukan panas yang mengalir beserta arahnya, bilamana: a) proses mengikuti persamaan pv1,4 = konstan. b) Proses berlangsung isotermal. c) Proses berlangsung di dalam silinder yang berinsulator panas sempurna. Asumsikan Karbon dioksida sebagai gas ideal dengan γ = 1,3. (Jawaban : 270 oC, 5,138 kJ; 52,6 oC; 5,51 kJ; -5,51 kJ; 219 oC; 5 ,25 kJ; 0 kJ ) 15. Di dalam suatu silinder uap berjaket, uap berekspansi dari 5 bar hingga menjadi 1,2 bar menuruti persamaan pv1,05 = konstan. Asumsikan bahwa fraksi kekeringan awal adalah 0,9, hitung kerja yang dilakukan dan panas yang disuplai tiap kg uap selama ekspansi. (Jawaban : 221,8 kJ/kg; 197,5 kJ/kg ) 16. Uap pada tekanan 17 bar, fraksi kekeringan 0,95 berekspansi secara lambat di dalam ruang piston sampai tekanannya menjadi 4 bar. Hitung : a) volume spesifik dan suhu akhir uap bilamana proses ekspansi menuruti persamaan pv = konstan. b) volume spesifik dan suhu akhir bilamana substansi yang berekspansi adalah udara mengikuti persamaan pv = konstan dengan kondisi tekanan dan suhu sama seperti kasus (a). (Jawaban : 0,471 m3/kg; 150 oC; 0,343 m3/kg; 204,3 oC) 17. Tekanan uap di dalam pipa saluran diketahui sebesar 12 bar. Sampel uap di ambil dengan melewati kalorimeter throttling, di mana tekanan dan suhu keluar dari kalorimeter beruruturut 1 bar dan 140 oC. Hitung fraksi kekeringan uap di dalam saluran, dengan asumsi tingkat kedaan dibuat pada kondisi throttling. (Jawaban : 0,986) 18. Udara pada tekanan 6,9 bar, 260 oC di throtel hingga menjadi 5,5 bar sebelum berekspansi melewati nozel hingga tekanannya menjadi 1,1 bar. Asumsikan udara mengalir secara reversibel dalam aliran mantap menembus nozel dan tidak ada panas yang dilepas. Hitung kecepatan keluar dari nozel bilamana kecepatan masuk udara sebesar 100 m/dt. (Jawaban : 637 m/dt ) 19. Udara pada suhu 40oC mengalir dengan laju 225 kg/jam memasuki ruang pencampur dengan kapasitas 540 kg udara pada suhu 15oC. Hitung suhu udara yang meninggalkan ruang, dengan asumsi aliran pada
kondisi mantap. Asumsikan juga aliran panas bisa diabaikan. (Jawaban : 22,4 oC) 20. Uap dari superheater pada 7 bar 300oC dicampur dalam kondisi aliran mantap dan adiabatik dengan uap basah pada tekanan 7 bar dan fraksi kekeringan 0,9. Hitung massa uap basah yang dibutuhkan tiap kg uap kering untuk menghasilkan uap kering jenuh pada tekanan 7 bar. (Jawaban : 1,43 kg ) 21. Suatu silinder pejal berisi helium (berat molekul 4) pada tekanan 5 bar dan suhu 15 oC. Silinder tersebut selanjutnya dihubungkan dengan tabung lain yang lebih besar dengan tekanan 10 bar, suhu 15 o C dan kemudian kran (klep) ditutup pada saat tekanannya meningkat menjadi 8 bar. Hitung suhu akhir helium di dalam silinder, dengan asumsi bahwa panas yang mengalir selama proses sangat kecil dan bisa diabaikan. cv = 3,17 kJ/kg.K. (Jawaban : 65 oC) 22. Suatu wadah dengan insulator panas sempurna memiliki volume 1 m3 berisi 1,25 kg uap pada tekanan 2,2 bar, dihubungkan dengan sumber uap yang lebih besar dengan tekanan 20 bar melalui sebuah klep. Selanjutnya klep dibuka dan tekanan di dalam wadah dibiarkan meningkat hingga menjadi uap kering jenuh pada tekanan 4 bar, kemudian klep ditutup. Hitung fraksi kekeringan uap yang disuplai. (Jawaban : 0,905) 23. Suatu media penerima udara berisi 10 kg uap pada tekanan 7 bar. Klep aliran dibuka pada kondisi error dan ditutup lagi dalam beberapa detik, akan tetapi tekanan diamati telah menurun hingga 6 bar. Hitung massa udara yang keluar meninggalkan ruang tersebut. Hitung pula tekanan udara di dalam receiver beberapa saat setelah klep ditutup dan suhu sudah seperti kondisi semula. (Jawaban : 1,04 kg; 6,27 bar ) 24. Silinder vertikal dengan luas penampang 6450 mm2 pada salah satu ujungnya berhubungan dengan tekanan atmosfer dan pada ujung lainnya dihubungkan dengan wadah besar melalui suatu saluran pipa yang dilengkapi klep. Suatu piston tanpa gesekan berat 100 N, dihubungkan dengan silinder dan kondisi mula-mula volume ruangan silinder adalah nol. Klep selanjutnya dibuka dan udara dengan perlahan mengalir dari wadah besar ke dalam silinder dan silinder bergerak perlahan hingga tercapai jarak 0,6 m pada saat klep ditutup. Jika suhu udara di dalam silinder 30oC pada akhir proses dan suhu udara di dalam wadah besar konstan 90oC, hitung : a) Tekanan udara di dalam silinder selama proses. b) Kerja yang dilakukan udara di dalam silinder. c) Kerja yang dilakukan terhadap piston d) Panas yang ditransfer udara di dalam silinder selama proses beserta arahnya. (Jawaban : 1,168 bar; 452 N.m.; 60 N.m; - 0,31 kJ )
BAB V HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA Dalam Bab 2 dinyatakan bahwa menurut hukum pertama termodinamika, bila suatu sistem mengalami suatu siklus sempurna, maka panas bersih yang disuplai sama dengan kerja bersih yang dilakukan. Hal ini didasarkan pada konsep prinsip konservasi energi yang didasarkan pada hasil pengamatan dari kejadian alam. Hukum kedua thermodinamika , yang juga merupakan hukum alam, menunjukan bahwa, walaupun panas netto yang dihasilkan dalam suatu siklus besarnya sama dengan kerja bersih yang dilakukan, namun demikian masih ada syarat yang ditekankan bahwa panas total yang diberikan harus lebih besar dari kerja bersih yang dilakukan, di mana selalu ada sebagian panas harus dibuang oleh sistem. Untuk dapat mengerti hukum kedua lebih mendalam, maka perlu dipelajari lebih lengkap mesin kalor yang akan didiskusikan berikut ini. 5.1. Mesin Kalor Mesin kalor adalah suatu sistem yang beroperasi dalam suatu siklus sempurna dan menghasilkan kerja netto dari suatu suplai panas. Hukum kedua menyatakan bahwa suatu sumber panas dan suatu wadah untuk buangan panas keduanya diperlukan dalam suatu sistem, karena sejumlah panas harus selalu dibuang oleh sistem tersebut. Representasi diagramatis dari mesin kalor ditunjukkan pada Gambar 5.1. Panas yang diberikan sumber adalah Q1, kerja yang dilakukan sistem adalah W, dan panas yang dibuang adalah Q2. Berdasarkan hukum pertama, dalam suatu siklus yang sempurna berlaku : Panas bersih yang diberikan = Kerja bersih yang dilakukan Maka dari persamaan 2.1, ∑dQ =∑dW yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan dengan referensi Gambar 1, berlaku: Q1 - Q2 = W (5.1) Dengan hukum kedua, panas total yang diberikan harus lebih besar dari kerja bersih yang dilakukan, yaitu Q1> W Efisiensi panas mesin kalor didefinisikan sebagai rasio dari kerja bersih yang dilakukan terhadap panas total yang diberikan dalam suatu siklus. Umumnya efisiensi ini diekspresikan dalam prosentase. Dengan mengacu pada Gambar 1.
Dari sini dapat dilihat bahwa hukum kedua menunjukan, efisiensi termal dari suatu mesin kalor harus selalu lebih kecil dari 100 %.
Gambar 5.2. Turbin Uap Dari definisi mesin kalor yang diberikan pada bagian 1.1, perbedaan temperatur diperlukan supaya panas bisa mengalir. Oleh karena itu, sumber panas pada Gambar 5.1 harus ada pada temperatur yang
lebih tinggi daripada temperatur tempat pembuangan. Sumber panas dapat dianggap sebagai reservoir panas dan tempat pembuangan sebagai reservoir dingin. Hukum kedua menunjukan bahwa suatu perbedaan temperatur, tidak masalah seberapapun kecilnya, merupakan suatu syarat mutlak sebelum kerja bersih dapat dihasilkan dalam suatu siklus. Hal ini mengarah pada pernyataan hukum kedua Termodinamika yang berbunyi : tidak mungkin menciptakan suatu mesin yang menghasilkan kerja bersih di dalam suatu siklus yang lengkap bilamana pertukaran panas terjadi pada temperatur yang tetap / sama. Batasan yang ditentukan dengan hukum ke dua menjadi lebih jelas bilamana percobaan untuk menelaah suatu sistem yang tidak dibatasi oleh suatu hukum. Sebagai contoh, hukum pertama tidak menunjukkan bahwa energi dalam air laut tidak bisa dikonversikan menjadi energi mekanik dalam proses yang kontinyu. Air laut merepresentasikan sejumlah besar energi dengan jutaan ton air pada temperatur jauh di atas nol mutlak. Bagaimanapun tidak akan ada kapal yang bisa bekerja dengan motor yang digerakkan dengan memanfaatkan energi dalam air laut. Dengan menggunakan hukum ke dua yang telah dinyatakan di atas, ditunjukkan dengan jelas bahwa diperlukan suatu reservoar yang lebih rendah sebelum sistem pemanenan energi menjadi energi mekanik bisa dikembangkan. Satu contoh yang bagus di dalam praktik adalah mesin kalor seperti yang telah dibahas pada permulaan Bab ini, di mana merupakan bentuk siklus mesin uap yang sederhana. Siklus telah digunakan untuk mengilustrasikan hukum pertama pada contoh 2.1. Dengan menggunakan referensi gambar 5.2., panas disuplai ke dalam boiler, kerja dilakukan pada motor atau turbin, panas dilepas di dalam kondensor, dan sedikit masukan kerja diperlukan di dalam pompa. Reservoar panas berupa permukaan boiler, reservoar dingin berupa air dingin yang disirkulasikan di dalam kondensor, dan sistemnya itu sendiri berupa uap
Gambar 5.3. Turbin Gas Contoh lain dari mesin kalor adalah siklus tertutup dari pembangkit turbin gas seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3. Sistem dalam kasus ini adalah udara. Panas disuplai ke dalam sistem (udara) terjadi pada penukar panas (heat exchanger), kerja dikembangkan pada turbin, panas dilepas pada air di dalam pendingin, dan kerja dilakukan di dalam kompresor. Reservoar panas berupa gas panas yang bersirkulasi menyelimuti udara di dalam penukar panas. Reservoar dingin berupa air dingin yang bersirkulasi di dalam pendingin. Di dalam suatu siklus tertutup pembangkit turbin gas, energi disuplai dengan semprotan bahan bakar ke dalam aliran udara di dalam ruang pembakar, hasilnya adalah ekspansi gas di dalam turbin kemudian gas dilepas ke udara atmosfer (lihat Gambar 5.4.). Siklus ini bukan merupakan siklus mesin kalor seperti yang telah dibicarakan, karena sistem ini tidak kembali ke tingkat keadaan awalnya, dan pada kenyataannya berlangsung dari perubahan kimia melalui pembakaran. Hal yang sama terjadi pada motor pembakaran dalam, udara dicampur dengan bahan bakar di dalam ruang piston kemudian dibakar dan menghasilkan gas setelah proses ekspansi yang di buang ke atmosfer. Bagaimanapun turbin gas pembangkit tenaga siklus
terbuka dan motor pembakaran dalam merupakan penghasil tenaga di dalam bidang keteknikan dan bisaanya disebut juga sebagai mesin kalor. Lazimnya massa bahan bakar diabaikan karena relatif kecil dibandingkan massa udara yang dibutuhkan, dan besarnya energi yang dibuang bisa dihitung dengan menggunakan selisih panas yang keluar dari gas buang dengan energi pada udara masuk, yaitu panas yang dilepas bilamana buangan didinginkan menjadi kondisi udara masuk dan kemudian disirkulasikan kembali. Hukum pertama dan hukum ke dua sama-sama bagus diterapkan dalam suatu siklus kerja pada arah yang berlawanan dengan mesin kalor. Dalam kasus siklus terbalik, kerja bersih yang dilakukan di dalam sistem sama dengan panas bersih yang dilepas oleh sistem. Siklus semacam ini terjadi pada mesin kalor dan pompa kalor (atau refrigerator). Diagram yang identik bisa dilihat pada Gambar 5.5a dan Gambar 5.5b. Pada siklus pompa kalor atau siklus referigerator sejumlah panas Q2 disuplai dari reservoar dingin, dan sejumlah panas Q1 dilepas ke reservoar panas. Dengan hukum pertama didapatkan : Q1 = Q2 + W (5.4.) Dengan hukum ke dua dapat dikatakan bahwa masukan kerja sangatlah penting untuk memenuhi syarat bahwa panas dapat dipindahkan dari reservoar dingin ke reservoar panas, yaitu W > 0.
Gambar 5.4. Siklus Turbin Gas Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan hukum ke dua yang telah dinyatakan sebelumnya, akan tetapi bukti matematis tidak akan dibicarakan di sini. Pernyataan hukum ke dua dalam hubungannya dengan pompa kalor (referigerator) dinyatakan oleh Clausius, sebagai berikut :
Tidak mungkin membangun suatu mesin yang beroperasi dalam suatu siklus dimana tanpa menghasilkan efek lain selain dari transfer panas dari reservoar dingin ke reservoar panas. Pernyataan ini sangat mudah untuk diverifikasi dengan percobaan pada proses yang terjadi di alam. Contohnya adalah: panas tidak pernah mengalir dari materi yang lebih dingin ke materi yang lebih panas. Referigerator membutuhkan input energi untuk mengambil panas dari reservoar dingin untuk dilepaskan ke ruang yang temperaturnya lebih tinggi. Bilamana ke dua pernyataan tentang hukum ke dua tersebut di atas diperhatikan, kenyataan yang menarik bisa muncul. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.5a dan pernyataan hukum ke dua, jelas bahwa Q2 tidak boleh sama dengan nol. Dengan kata lain adalah tidak mungkin untuk mengubah terus menerus suplai panas menjadi kerja mekanik secara sempurna. Dengan menggunakan acuan pada Gambar 5.5b, dapat dilihat bahwa pada kasus ini, Q2 dapat menjadi nol, tanpa melanggar hukum kedua. Oleh karena itu adalah mungkin untuk mengubah kerja mekanik menjadi panas secara sempurna. Dalam
kenyataan di alam hal ini mudah didemonstrasikan. Sebagai contoh ketika rem mobil diinjak, mobil jadi berhenti dan energi kinetik mobil secara sempurna berubah menjadi panas pada roda. Sebaliknya proses perubahan panas menjadi energi kinetik pada rem mobil tidak pernah terjadi. Tidak ada contoh yang bisa ditemukan dimana panas yang diubah secara terus menerus dan sempurna menjadi kerja mekanik. 5.2. Entropy Pada sub Bab 2.2. sifat termodinamika penting yaitu energi dalam, muncul sebagai konsekwensi dari Hukum pertama termodinamika. Sifat termodinamika lain yang penting adalah entropy yang merupakan konsekuensi dari hukum ke dua. Kita perhatikan suatu proses reversibel adiabatik pada diagram p-v pada sembarang sistem. Proses ini direpresentasikan dengan Gambar 5.6. Misalkan sistem tersebut memungkinkan untuk terjadinya proses yang berlangsung reversibel isotermal pada temperatur T1 dari B ke C dan kemudian kembali ke keadaan semula dengan proses adiabatik ke dua dari C ke A. Dengan definisi bahwa proses adiabatik adalah proses tanpa adanya aliran panas dari atau ke dalam sistem, maka panas hanya di transfer dari B ke C selama proses isotermal. Kerja yang dilakukan sistem ditunjukkan dengan luasan area tertutup (lihat sub bab 1.6). Oleh karena itu, terlihat proses berlangsung dalam siklus dengan menghasilkan kerja bersih pada temperatur yang konstan. Hal ini tidaklah mungkin terjadi karena berlawanan dengan Hukum Termodinamika ke dua. Oleh karena itu maka anggapan tingkat keadaan awal dari proses tersebut adalah salah, dan hal ini tidaklah mungkin suatu proses berlangsung dengan dua kondisi adiabatis yang melalui tingkat keadaan A yang sama.
Gambar 5.6. Proses Adiabatik Reversibel Sekarang salah satu karakteristik sistem adalah bahwa ada suatu garis yang unik yang merepresentasikan sifat dalam diagram sifat-sifat (sebagai contoh, garis BC pada Gambar 5.6 yang mewakili garis isotermal T1). Oleh karena itu, maka seharusnya ada juga suatu garis yang mewakili proses reversibel adiabatik. Sifat ini disebut sebagai entropi, s. Pada proses reversibel adiabatik tidak terjadi perubahan entropi. Setiap proses reversibel adiabatis mewakili satu nilai entropi yang unik. Pada diagram p-v serangkaian proses reversibel adiabatik terlihat seperti pada Gambar 5.7a., di mana setiap garis mewakili satu nilai entropi. Hal ini identik seperti Gambar 5.7b yang menggambarkan serangkaian proses isotermal, di mana setiap garis mewakili satu nilai temperatur. Untuk dapat mendefinisikan entropi secara jelas dalam konteks proses termodinamika yang lain, diperlukan pendekatan yang sesuai. Dalam diktat ini pendekatan untuk memahaminya disederhanakan sebagai pengantar untuk mengenal konsep entropi.
Pada sub bagian 4.2. suatu proses reversibel adiabatik untuk gas ideal ditunjukkan dengan hukum pvγ = konstan. Hukum pvγ = konstan merupakan suatu garis yang unik dalam diagram p-v, sehingga pembuktian yang digunakan pada sub bagian 4.2 untuk gas ideal sama seperti yang telah dibahas di atas (yaitu untuk proses reversibel adiabatis menempati suatu garis yang unik pada diagram sifat-sifat). Pembuktian di atas tergantung pada hukum ke dua dan telah diperkenalkan entropi sebagai suatu sifat. Oleh karena itu, pembuktian bahwa pvγ = konstan pada sub bab 4.2 harus berimplikasi pada kenyataan bahwa entropi tidak berubah selama prosers berlangsung reversibel adiabatis. Dengan menggunakan referensi pembuktian pada sub bab 4.2, dimulai dengan proses persamaan energi tanpa aliran, maka persamaan untuk proses reversibel, dQ = du + pdv Dan untuk gas ideal, Persamaan ini dapat dintegrasikan setelah dibagi dengan T, yaitu juga untuk proses adiabatik , dQ = 0, yaitu dari manipulasi matematika dan hubungan antara cp , cv dan R, maka tidak perlu lagi langkah pembuktian lanjutan. Maksudnya adalah bahwa dengan membaginya dengan temperatur T merupakan suatu langkah yang berimplikasi pada pembatasan hukum ke dua, dan fakta yang penting adalah bahwa perubahan entropi sama dengan nol. Dapat dikatakan bahwa, dQ/dt = 0 untuk proses reversibel adiabatis. Untuk proses yang berlangsung selain reversibel adiabatis maka dQ/dT ≠ 0.
Hasilnya dapat ditunjukkan dengan menerapkannya pada seluruh substansi Kerja, yaitu (di mana s adalah entropi ). Catatan bahwa persamaan 5.5 adalah untuk proses reversibel, sehingga dQ dalam persamaan 5.6 merupakan panas yang disuplai secara reversibel. Perubahan entropi lebih penting dibandingkan nilai absolutnya, dan nilai entropi sama dengan nol bisa dipilih pada tingkat keadaan yang sembarang. Sebagai contoh pada tabel uap entropi digunakan sama dengan nol pada temperatur 0,01 oC; sedangkan pada tabel untuk referigeran entropi digunakan sama dengan nol pada suhu –40 oC. Integrasi persamaan 5.6 menghasilkan persamaan Terdapat 1 kg fluida, dengan satuan entropi diberikan dalam kJ/kg dan dibagi dengan K. Nilai ini merupakan nilai entropi spesifik, s, yaitu kJ/kg.K. Simbol S digunakan untuk entropi massa, m, dari fluida, yaitu :
S = ms Penulisan kembali persamaan 5.6 dQ = Tds, atau untuk sembarang proses reversibel, Persamaan ini analog dengan persamaan 1.2 yaitu Oleh karena itu, seperti halnya luas area yang mewakili kerja yang dilakukan pada diagram p-v, maka berlaku juga untuk diagram T-S bahwa luas area yang berada di bawah kurva mewakili panas yang mengalir selama proses reversibel. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 5.8.a dan Gambar 58b. Untuk proses reversibel 1-2 pada Gambar 5.8a , luas yang diarsir merupakan ʃ³ pdv dan mewakili kerja yang dilakukan, sedangkan untuk proses 1-2 pada Gambar 5.8b merupakan ʃ³Tds yang mewakili panas yang mengalir selama proses berlangsung. Oleh karena itu, satu penggunaan yang sangat bermanfaat dari persamaan entropi adalah bisa menggambarkan suatu diagram di mana luas yang diarsir mewakili panas yang mengalir selama proses reversibel. Pada bagian berikutnya akan dibicarakan diagram T-s untuk uap dan gas ideal.
5.3. Diagram T-s a. Untuk Uap Seperti diterangkan sebelumnya, nilai nol untuk entropi digunakan sebagai acuan dengan menggunakan suhu 0,01 oC untuk uap dan –40 oC untuk referigerant. Pada sub bab ini hanya dibahas diagram T- s untuk uap, sedangkan untuk referigeran pada prinsipnya adalah sama, yang membedakan hanya pada suhu acuan untuk entropi nol. Diagram T- s ditunjukkan pada Gambar 5.9. Tiga garis tekanan konstan (p1, p2, dan p3) ditunjukkan (yaitu garis ABCD, EFGH, dan JKLM). Garis tekanan pada daerah cair bertemu dengan garis cair jenuh (yaitu bagian AB, EF dan JK), dan perbedaannya bisaanya diabaikan. Tekanan tertahan konstan demikian juga temperaturnya pada saat panas laten ditambahkan, sehingga garis tekanan adalah horisontal pada daerah uap basah (yaitu bagian BC, EF dan KL). Selanjutnya tekanan akan meningkat pada daerah uap kering (bagian CD, GH, dan LM). Oleh karena itu, temperatur meningkat pada saat pemanasan dilanjutkan pada tekanan konstan. Satu garis volume konstan digambarkan pada Gambar 5.9 (ditunjukkan dengan garis putus). Garis volume konstan berupa garis cekung bawah pada daerah uap basah dan berubah menjadi cekung atas pada daerah super panas.
Pada tabel uap entropi pada tingkat keadaan cair jenuh dan uap jenuh ditunjukkan berurut-urut dengan
sf dan sg. Perbedaan antara sf dan sg adalah sfg juga ditunjukkan pada Tabel Uap. Entropi uap basah dihitung dengan penambahan entropi air dalam campuran ditambah entropi uap kering di dalam campuran. Untuk uap basah dengan fraksi kekeringan x digunakan rumus
dapat dilihat dari persamaan 5.11 bahwa fraksi kekeringan proporsional terhadap jaraknya dari tingkat keadaan pada cair jenuh di dalam diagram T- s. Sebagai contoh pada tingkat keadaan 1 pada Gambar 5.10 fraksi kekeringannya adalah :
Gambar 5.10 Diagram T – s
Luas area di bawah garis FG pada Gambar 5.10 mewakili panas laten hfg Luasan di bawah F1 merupakan nilai x1hƒg. Pada Sub Bab 3.2 entalpi dari uap basah ditunjukkan dengan persamaan h = hf + x hfg Dengan diagram T-s dimungkinkan untuk mengekspresikannya dengan grafik, karena luas area di bawah kurva merupakan panas yang mengalir. Asumsikan bahwa garis tekanan konstan bertemu dengan garis cair jenuh, maka entalpi dapat dilihat dari diagram. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.11 pada saat mana air pada tekanan p, pada suhu 0,01 oC, dipanaskan pada tekanan konstan menuruti pendekatan garis AB. Titik B merupakan temperatur jenuh di mana air menguap pada tekanan p. Dari persamaan 4.3, pada tekanan konstan, Q = hB – hA = hB (karena hA pada temperatur 0,01 oC mendekati nol) Oleh karena itu, berlaku: Luasan ABFOA = hB = hf pada tekanan p. Pada titik B, jika pemanasan dilanjutkan, air akan berubah secara perlahan menjadi uap sampai pada titik C yaitu pada kondisi uap kering jenuh. Oleh karena, itu berlaku: Luasan BCHFB = panas laten = hƒ pada tekanan p yaitu hC – hB Selanjutnya pada titik C entalpi dihitung dengan menggunakan hC = luasan ABFOA + luasan BCHFB = hg pada tekanan p Untuk uap basah pada titik E, hE = hB + xEhƒ hE = luasan ABEGOA
Gambar 5.11. Proses pada suatu tekanan tetap pada Diagram T - s di mana uap jenuh selanjutnya dipanaskan menjadi uap super panas. Panas yang ditambahkan dari C ke D pada tekanan konstan dihitung dengan Q = hD – hC = luasan CDJHC Selanjutnya entalpi pada titik D adalah HD = hC + luasan CDJHC = luasan ABCDJOA Contoh 5.1. 1 kg uap pada tekanan 7 bar, entropi 6.5 kJ/kg.K dipanaskan reversibel pada tekanan konstan sampai temperaturnya 250 oC. Hitung panas yang mengalir dan tunjukkan luasan dalam diagram T- s besarnya aliran panas tersebut. Solusi : Pada tekanan 7 bar, entropi sg = 6,709 kJ/kg.K sehingga uap tersebut adalah uap basah karena entropi aktual s lebih kecil sg. Dari persamaan 5.11,
selanjutnya dari persamaan 3.2. h1 = hf1 + x1hfg1 = 697 + 0,955 x 2067 = 2672 kJ/kg Pada tingkat keadaan 2 uap berada pada 250 oC tekanan 7 bar oleh karena itu, merupakan uap super panas. Dari tabel uap super panas, h2 = 2955 kJ/kg.
Gambar 5.12. Diagram T – s untuk contoh 5.1. Pada tekanan konstan dari persamaan 4.3, Q = h2 – h1 = 2955 – 2672 = 283 kJ/kg Diagram T-s proses ditunjukkan pada Gambar 5.12 dan luas area yang diarsir menunjukkan panas yang mengalir selama proses berlangsung. Contoh 5.2. Suatu silinder pejal volume 0,025 m3 berisi uap pada tekanan 80 bar dan temperatur 350 oC. Silinder didinginkan hingga tekanannya menjadi 50 bar. Hitung tingkat keadaan uap setelah pendinginan dan jumlah panas yang dilepas oleh uap. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan tunjukkan area yang mewakili panas yang mengalir. Solusi :
Uap pada 80 bar dan 350 oC merupakan uap super panas, dan volume spesifiknya dari tabel uap didapatkan 0,02994 m3/kg. Selanjutnya massa uap di dalam silinder diberikan dengan m = 0,835 kg untuk uap super panas di atas 80 bar energi dalam didapatkan dari persamaan 2.7,
pada tingkat keadaan 2, p2 = 50 bar dan v2 = 0,02994 m3/kg, oleh karena itu, uap merupakan uap basah dengan fraksi kekeringan :
dari persamaan 3.3
Gambar 5.13 menunjukkan proses yang digambarkan dalam diagram T-s dan luasan yang diarsir menunjukkan panas yang dilepas selama proses. (b) untuk Gas Ideal Pengeplotan garis-garis yang mewakili proses pada tekanan konstan dan volume konstan dalam diagram T-s bermanfaat dalam penelaahan gas ideal. Karena perubahan entropy lebih bermanfaat langsung dalam aplikasi daripada nilai absolutnya, maka nilai entropy nol bisa diambil pada sembarang temperatur dan tekanan referensi. Dalam Gambar 5.14 garis tekanan p1 dan garis volume v1 telah digambarkan menembus tingkat keadaan di titik 1. Catatan bahwa gradien garis tekanan konstan lebih landai daripada garis pada volume konstan. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan menggunakan referensi Gambar 5.14. Titik A berada pada garis V1 dan suhu T2 dan titik B berada pada temperatur T2 dan garis isobaric p1 .
Gambar 5.14. Garis p dan v pada diagram T - s Sekarang antara 1 dan A dari persamaan 5.7 didapatkan
juga untuk volume konstan untuk 1 kg gas dari persamaan 3.11, sehingga berlaku
dengan cara yang sama pada tekanan konstan untuk 1 kg gas, dQ = cp dT. Sehingga perubahan entropy pada tekanan tetap berlaku persamaan berikut.
oleh karena cp selalu lebih besar dari cv untuk semua gas ideal, maka sB – s1 lebih besar dari sA – s1. Oleh karena itu, maka titik A harus berada di sebelah kiri titik B, artinya gradien dari kurva tekanan konstan lebih landai daripada garis kurva tekanan konstan.
Konstan pada diagram T – s konstan pada diagram T - s Gambar 5.15a menunjukkan rangkaian garis-garis tekanan konstan pada diagram T-s dan Gambar 5.15b menunjukkan garisgaris volume konstan pada diagram T-s. Catatan bahwa pada Gambar 5.15a, p6> p5> p4> p3 dan seterusnya, demikian juga pada Gambar 5.15b, v1 > v2> v3 dan seterusnya. Bilamana tekanan naik maka temperatur naik dan volume menurun. Sebaliknya bila temperatur dan tekanan turun maka volume meningkat. Contoh 5.3. Udara pada temperatur 15 oC dan tekanan 1,05 bar menempati 0,02 m3. Udara dipanaskan pada volume konstan sampai tekanannya 4,2 bar kemudian didinginkan pada tekanan konstan kembali ke temperatur awalnya. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy bersih. Gambar sketsa proses dalam diagram T-s. Solusi : Kelangsungan proses ditunjukkan dalam sketsa Gambar 5.16.
Gambar 5.16. Diagram T – s untuk contoh 5.16 Dari persamaan 3.6, untuk gas ideal,
untuk gas ideal pada volume konstan,
sehingga
dari persamaan gas ideal untuk proses volume konstan, berlaku Q = mcv(T2 – T1) = 0,0254 x 0,718 (1152 – 288) Q1-2 = 15,75 kJ Dari persamaan 3.12, pada proses tekanan konstan berlaku Q = m.cp (T3 – T2) = 0,0254 x 1,005 (288 – 1152) sehingga Q2-3 = - 22,05 kJ. Maka panas bersih yang mengalir = Q1-2 + Q2-3 = 15,75 – 22,05 = - 6,3 kJ Artinya panas yang dilepas sebesar 6,3 kJ. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.16, Penurunan entropy bersih = s1 – s3 = (s2 – s3) – (s2 – s1). Pada tekanan konstan, dQ = m cv dT dan dengan menggunakan persamaan 5.7, Pada tekanan konstan, dQ = m.cv.dT dan dengan menggunakan persamaan 5.7,
oleh karena itu, maka: m(s1 – s3) = 0,0354 – 0,0253 = 0,0101 kJ/kg. Artinya terjadi penurunan entropy sebesar 0,0101 kJ/kg. Sebagai catatan, oleh karena entropy merupakan sifat zat maka penurunan entropy dalam contoh 5.3 dinotasikan dalam ss – s3, dan dapat juga dengan mengimajinasikan suatu proses reversible isotermal yang berlangsung antara 1 dan 3. Proses isotermal dalam diagram T-s akan dibicarakan dalam sub bab berikutnya.. 5.4. Proses Reversibel dalam diagram T-s Bermacam-macam proses reversible telah dibahas pada Bab 4 dan selanjutnya akan dibahas kembali dalam kaitannya dengan diagram T-s. Diagram T-s untuk proses reversible volume konstan dan tekanan konstan telah dibahas dalam sub bab 5.3. dan akan didiskusikan kembali dalam Sub Bab ini. Proses Reversibel Isotermal Suatu proses reversible isotermal akan terlihat sebagai garis lurus dalam diagram T-s dan luasan di bawah kurva menunjukkan jumlah panas yang mengalir selama proses berlangsung. Sebagai contoh Gambar 5.17 menunjukkan proses ekspansi reversible isotermal dari tingkat keadaan uap basah menjadi uap super panas. Luasan yang diarsir mewakili panas yang mengalir selama proses, yaitu Panas yang disuplai = T(s2 – s1). Catatan bahwa temperatur absolut harus digunakan. Temperatur yang ditabulasikan dalam diagram uap dalam t oC dan harus dikonversikan ke satuan K.
Gambar 5.17. Proses ekspansi reversible isotermal Bilamana analisa proses isotermal untuk uap digunakan metoda seperti pada Sub Bab 4.1, maka di dalam metoda tersebut tidak ada cara untuk mengevaluasi aliran panas. Introduksi diagram T-s memungkinkan panas yang mengalir didapatkan seperti ditunjukkan dalam contoh soal berikut. Contoh 5.5. Uap kering jenuh pada 100 bar berekspansi reversible isotermal hingga tekanannya menjadi 10 bar. Hitung panas yang disuplai dan kerja yang dilakukan per kg uap selama proses. Solusi : Proses ditunjukkan pada Gambar 5.18, luas yang diarsir mewakili panas yang disuplai. Dari table uap, pada tekanan 100 bar tingkat keadaan uap kering jenuh, s1 = sg = 5,615 kJ/kg.K dan t1 = 311 oC.
Gambar 5.18. Diagram T – s untuk contoh 5.5. Pada tekanan 10 bar dan suhu 311 oC uap adalah super panas, kemudian dengan interpolasi,dan didapatkan :
maka panas yang disuplai selama proses, Q = luas area di bawah kurva = T (s2 – s1) = 584 (7,163 – 5,615) = 904 kJ/kg (dimana T = 311 + 273 = 584 K ) maka panas yang disuplai sebesar 904 kJ/kg. Untuk mendapatkan kerja yang dilakukan sistem digunakan persamaan energi tanpa aliran, yaitu Q = (u2 – u1) + W atau W = Q – (u2 – u1) Dari tabel uap pada tekanan 100 bar, tingkat keadaan uap kering jenuh, u1 = ug = 2545 kJ/kg. Pada tekanan 10 bar dan temperatur 311 oC dengan interpolasi, sehingga W = Q – (u2 – u1) = 904 – (2811,8 – 2545) = 637,2 kJ/kg dengan demikian maka kerja yang dilakukan uap sebesar 637,2 kJ/kg.
Suatu proses isotermal reversible untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram T-s pada Gambar 5.19. Luasan yang diarsir menunjukkan panas yang mengalir selama proses, yaitu Q = T(s2 – s1) Untuk proses gas ideal, dimungkinkan untuk mengevaluasi nilai s2– s1. Dari persamaan energi tanpa aliran (persamaan 2.4) diketahui untuk proses reversible, dQ = du + pdv juga untuk gas ideal dari hukum Joule diketahui du = cv dT dan pv = RT , sehingga dQ = cv.dT + (RT/v)dv untuk proses isotermal dT = 0 sehingga berlaku
Gambar 5.19. Diagram Isotermal Reversible untuk Gas Ideal kemudian dari persamaan 5.7 diketahui
oleh karena itu, untuk panas yang mengalir bisa digunakan persamaan berikut,
sebagai catatan bahwa hasil penurunan ini sama dengan persamaan pada Sub Bab 4.1. yaitu Contoh 5.6. 0,03 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) diisikan di dalam ruang piston dengan tekanan mula-mula 1,05 bar dan temperatur 15 oC. Selanjutnya gas ditekan secara isotermal reversible hingga tekanannya menjadi 4,2 bar. Hitung perubahan entropy, panas yang mengalir, dan buat sketsa proses dalam diagram p-v dan Ts. Asumsikan Nitrogen bertingkah laku sebagai gas ideal. Solusi : Proses ditunjukkan dalam diagram p-v dan T-s masing-masing pada Gambar 5.20a dan 5.20b. Luasan yang diarsir pada Gambar 5.20a mewakili Kerja yang dikenakan terhadap sistem, sedangkan luasan yang diarsir pada Gambar 5.20b menunjukkan panas yang mengalir (yang dilepas) selama proses berlangsung.
Dari persamaan 3.9
selanjutnya dengan menerapkan pV = mRT didapatkan nilai m, (di mana T = 15 + 273 = 288 K ) Kemudian dari persamaan 5.12, untuk m kg gas berlaku : Artinya terjadi penurunan entropy sebesar 0,01516 kJ/K Panas yang dilepas sama dengan luasan yang diarsir pada Gambar Kemudian untuk proses isotermal dari gas ideal, dari persamaan 4.12 W = Q = 4,37 kJ. Proses reversible adiabatik (atau proses isentropic) Untuk proses reversibel adiabatik perubahan entropy adalah nol atau entropy dipertahankan konstan, sehingga proses yang terjadi disebut isentropis. Catatan bahwa untuk proses isentropis proses tidak perlu berlangsung adiabatik atau reversible melainkan proses ini akan membentuk garis vertikal dalam diagram T-s. Kasus-kasus dimana terjadi proses isentropis tanpa adiabatic maupun tanpa reversibilitas jarang sekali terjadi dan dalam diktat kuliah ini tidak dibahas. Proses isentropis untuk uap super panas menuju daerah uap basah ditunjukkan pada Gambar 5.21. Bilamana proses adiabatic reversible dipergunakan dengan metoda pada Sub Bab 4.1, bisa dinyatakan bahwa tidak ada metoda sederhana yang tersedia untuk membuat tingkat keadaan akhir proses menjadi pasti Selanjutnya, dengan melihat kenyataan bahwa entropy dipertahankan konstan, maka tingkat keadaan akhir bisa didapatkan dengan mudah dari tabel uap. Berikut contoh yang bisa digunakan sebagai ilustrasi.
Gambar 5.21. Proses isentropis untuk uap super panas menuju daerah uap basah Contoh 5.7. Uap pada tekanan 100 bar, 375 oC berekspansi secara isentropic di dalam ruang piston sehingga tekanannya menjadi 10 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap. Solusi : Dari Tabel uap super panas pada tekanan 100 bar dan temperatur 375 oC, didapatkan nilai entropy s1 = s = 6,091 kJ/kg.K 2
Pada tekanan 10 bar dan s2 = 6,091 kJ/kg.K uap tersebut merupakan uap basah karena s2 lebih kecil dari sg2.. Kemudian dari persamaan 5.11 berlaku
Gambar 5.22. Diagram T – s untuk contoh 5.7.
Selanjutnya dari persamaan 3.3 u2 = (1-x2)uf2 + x2ug2 = (0,111x762) + (0,889x2584) = 2381,6 kJ/kg Pada tekanan 100 bar, temperatur 375 oC, dari tabel uap super panas didapatkan h1 = 3017 kJ/kg dan v1 = 0,02453 m3/kg. Selanjutnya dari persamaan 2.7, Untuk proses adiabatik dari persamaan 4.13, W = u1 – u2 = 2771,7 – 2381,6 = 390,1 kJ/kg Dari persamaan gas ideal, proses isentropic dalam diagram T- s ditunjukkan pada gambar 5.22. Ditunjukkan dalam Sub Bab 4.1 bahwa proses reversible adiabatik untuk gas ideal menuruti persamaan pvγ = konstan. Oleh karena proses adiabatik terjadi pada entropy konstan dan dikenal sebagai proses isentropic, maka indeks γ disebut juga sebagai indek isentropic dari gas. Proses Politropik Untuk mendapatkan perubahan entropy pada proses politropik untuk uap di mana tingkat keadaan akhir bisa dibuat pasti dengan persamaan p1v1n=p2v2n, maka tingkat keadaan akhir proses dapat dilihat langsung dari dalam Tabel. Contoh 5.8 : Di dalam suatu mesin uap, uap pada awal ekspansinya berada pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,95 dan berekspansi menuruti persamaan pv1,1=konstan, turun hingga tekanannya menjadi 0,34 bar. Hitung perubahan entropy per kg uap selama proses. (catatan: data ini merupakan data pada contoh 4.6). Solusi : Pada tekanan 7 bar, vg = 0,2728 m3/kg, kemudian dari persamaan 3.1 v1 = x1v91 = 0,95 x 0,2728 = 0,26 m3/kg Kemudian dari persamaan 4.13,
Pada tekanan 0,34 bar dan v2 = 4,06 m3/kg uap merupakan uap basah, karena vg=4,649 m3/kg. Dari persamaan 3.1
Kemudian dari persamaan 5.10. s1 = sf1 + x1 sfg1 = 1,992 + 0,95 x 4,717 = 6,472 kJ/kg.K s2 = sf2 + x2 sfg2 = 0,98 + 0,876 x 6,745 = 6,889 kJ/kg.K ∴ penambahan entropy (s2 – s1) = 6,889 – 6,472 = 0,417 kJ/ kg.K. Proses ini ditunjukkan dalam diagram T-s pada gambar 5.23.
Gambar 2.23. Diagram T – s untuk contoh 5.8. Telah ditunjukkan pada Sub Bab 4.1 bahwa proses politropik merupakan kasus yang digeneralisasi untuk gas ideal. Untuk mendapatkan perubahan entropy untuk gas ideal dalam kasus yang umum, kita telaah kembali persamaan energi tanpa aliran untuk proses reversible yaitu persamaan 2.4. dQ = du + pdv Juga untuk satuan massa gas ideal dari Hukum Joule berlaku du = cv.dt, dan dari persamaan 3.5, pv = RT,
Sehingga antara tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2 berlaku Hal ini dapat diliustrasikan dalam diagram T-s seperti pada gambar 5.24. Oleh karena proses pada gambar 5.24. T2 < T1
Gambar 5.24. Perubahan entropy untuk gas ideal Bagian pertama ekspresi matematika untuk s2 - s1 dalam persamaan 5.14 merupakan perubahan entropi dalam proses isotermal dari v1 ke v2, yaitu dari persamaan 5.12 Juga ekspresi kedua untuk s2 – s1 dalam persamaan 5.14 merupakan perubahan entropy pada proses volume konstan dari T1 ke T2 , yaitu dengan menggunakan referensi persamaan 5.24.
Oleh karena itu dapat dilihat bahwa dalam kalkulasi perubahan entropy di dalam proses politropik dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2 bisa digunakan dengan memindahkan dua proses yang lebih sederhana, dari 1 ke A dan kemudian dari A ke 2. Hal ini jelas sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5.24 yaitu s2 – s1 = (sA – s1) – (sA – s2) Dua proses sembarang dipilih untuk menggantikan proses politropik dalam rangka untuk mendapatkan perubahan entropy. Sebagai contoh proses dari 1 ke B dan kemudian dari B ke 2 sebagaimana pada Gambar 5.24 didapatkan s2 – s1 = (sB – s1)-(sA-s2) pada temperatur antara p1 dan p2 dengan menggunakan persamaan 5.12 berlaku
dan pada tekanan konstan antara T1 dan T2 berlaku
Persamaan 5.15 juga bisa diturunkan dengan mudah dari persamaan 5.13. Ada sejumlah besar kemungkinan-kemungkanan persamaan untuk perubahan entropy di dalam proses politropik, dan perlu ditekankan bahwa persamaan ini tidak perlu dihafalkan. Setiap masalah bisa diselesaikan dengan membuat sketsa diagram T-s dan menggantikannya dengan dua proses reversible yang lebih sederhana, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.24. Contoh 5.9. Hitung perubahan entropy dari 1 kg udara yang berekspansi politropik di dalam ruang piston dari 6,3 bar menjadi 1,05 bar. Indeks ekspansi adalah 1,3.
Gambar 5.25. Diagram T – s untuk contoh 5.9. Proses dalam diagram T- s ditunjukkan pada Gambar 5.25. Dari persamaan 4.27,
(di mana T1 = 550 + 273 = 823 K) Selanjutnya proses dari 1 ke 2 digantikan dengan 2 proses, dari 1 ke A dan dari A ke 2. Kemudian pada temperatur konstan dari 1 ke A, dari persamaan 5.12,
Catatan bahwa jika di dalam kasus sA – s2 terjadi lebih besar dari sA – s1 , hal ini berarti s1 lebih besar dari s2 dan proses berlangsung seperti pada Gambar 5.26. Contoh 5.10. Jika 0,05 kg karbon dioksida (BM = 44) ditekan dari 1 bar, 15 oC, sampai tekanannya 8,3, dan volumenya menjadi 0,004 m3. Hitung perubahan entropi. Gunakan cp untuk karbon dioksida sebesar 0,88 kJ/kg.K dan asumsikan sebagai gas ideal. Solusi : Dua tingkat keadaan ditandai dalam diagram T-s pada Gambar 5.27. Proses tersebut tidak dispesifikkan di dalam contoh dan tidak ada informasi yang diperlukan dalam hal ini. Tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2 adalah fix. Proses antara 1 dan 2 bisa berlangsung reversibel maupun irreversibel. Perubahan entropi adalah sama untuk tingkat keadaan akhir yang diberikan. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.27, untuk mendapatkan s1 - s2, mula-mula dicarai nilai sA – s1 kemudian dikurangi dengan nilai sA – s1. Sebelumnya perlu dicari terlebih dahulu nilai R dan T2.
Gambar 5.27. Diagram T – s untuk contoh 5.10 Dari persamaan 3.9, R = Ro/BM = 8314/44 = 189 N.m/kg.K Dari persamaan 3.6, pV = mRT, sehingga
(di mana T1 = 15 + 273 = 288 K) Sehingga s1 – s2 = 0,4 – 0,174 = 0,226 kJ/kg.K Dengan demikian untuk 0,05 kg karbon dioksida, terjadi penurunan entropy sebesar 0,05 kg x 0,226 kJ/kg.K = 0,0113 kJ/K. 5.5 . Entropi dan Irreversibilitas Di dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa karena entropy merupakan sifat termodinamika, maka perubahan entropy tergantung dari tingkat keadaan akhir zat dan tidak tergantung pada proses di antara dua tingkat keadaan. Oleh karena itu, pembuktian irreversibilitas suatu proses memberikan cukup informasi untuk memastikan tingkat keadaan akhir dan kemudian perubahan entropy bisa didapatkan. Fenomena ini akan lebih jelas bila diberikan dalam contoh berikut. Contoh 5.11. Uap pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,96 di-throttling hingga tekanannya turun menjadi 3,5 bar.
Hitung perubahan entropy tiap kg uap. Solusi : Pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,96 dengan menggunakan persamaan 5.10 didapatkan
sehingga besarnya perubahan entropy = 6,817 – 6,522 = 0,295 kJ/ kg.K Proses ditunjukkan dalam diagram T-s pada gambar 5.28. Sebagai catatan bahwa proses ditunjukkan dengan garis putus, dan luasan yang diarsir tidak menunjukkan panas yang mengalir. Suatu proses throttling diasumsikan sebagai proses tanpa aliran panas, akan tetapi ada perubahan entropy karena prosesnya adalah reversible.
Gambar 5.28. Diagram T – s untuk contoh 5.11. Contoh 5.12. Dua wadah dengan volume sama dihubungkan dengan suatu pipa pendek yang memiliki klep. Kedua wadah diinsulasi secara sempurna. Satu wadah berisi udara dan yang lain dalam kondisi vakum mutlak. Hitung perubahan entropy tiap kg udara di dalam sistem bila klep dibuka dan udara dibiarkan memenuhi ke dua wadah. Solusi : Pada awalnya wadah A berisi udara dan wadah B vakum sempurna, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.29. Pada kondisi akhir udara menempati ke dua ruangan tersebut. Pada Sub Bab 4.4 telah ditunjukkan bahwa dalam ekspansi tanpa hambatan untuk gas ideal, temperatur awal dan temperatur akhir adalah sama. Dalam kasus ini volume awal VA dan volume akhir adalah VA + VB = 2VA. Tingkat keadaan akhir dapat ditandai pada diagram T-s seperti ditunjukkan pada Gambar 5.30. Proses dari 1 ke 2 adalah irreversible dan harus digambarkan dalam garis terputus. Perubahan entropy adalah s1 – s2, ditunjukkan dalam jalur garis putus antara tingkat keadaan 1 dan 2. Kemudian untuk tujuan perhitungan perubahan entropy, bayangkan proses digantikan dengan proses isotermal antara tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2. Kemudian dari persamaan 5.12,
dengan demikian perubahan entropy = 0,199 kJ/kg.K
Gambar 5.29. Skema untuk contoh 5.12 Sebagai catatan bahwa proses digambarkan sebagai garis putus-putus pada Gambar 5.30., dan luasan yang berada di bawah garis tersebut tidak ada hubungannya dengan aliran panas. Proses berlangsung adiabatik dan ada perubahan entropy karena proses berlangsung irreversible. Penting untuk diingat bahwa persamaan 5.6., ds=dQ/T adalah benar hanya jika proses berlangsung reversible. Dengan cara yang sama, dW=pdV atau dv=dW/p adalah benar hanya jika proses berlangsung reversible. Dalam contoh 5.12 volume udara bertambah dari VA menjadi 2VA yaitu dW = 0 dan v2 – v1 = 2vA – vA = vA oleh karena pada contoh 5.12 proses berlangsung irreversible, maka dv ≠ dW/p.
Gambar 5.30. Diagram T – s untuk contoh 5.12 Dengan pendekatan yang sama, entropy pada contoh 5.12 meningkat 0,199 kJ/kg.K dan panas yang mengalir adalah nol, yaitu ds ≠ dQ/T. Tidak perlu bingung jika dalam diagram T-s atau diagram p-v digambarkan untuk setiap permasalahan dan tingkat keadaan dari titik ditandai pada posisi yang benar. Selanjutnya bila proses berlangsung reversible, garis yang mewakili proses digambarkan dalam garis penuh, dan garis di bawah kurva T-s mewakili panas yang mengalir dan luasan di bawah kurva p-v menunjukkan kerja yang dilakukan. Bilamana proses di antara dua tingkat keadaan berlangsung irreversible, garis harus dibuat dalam garis putus dan luasan di bawah kurva tidak menunjukkan arti apapun dalam diagram. Dari hukum kedua bisa ditunjukkan bahwa entropy sistem termal yang terisolasi harus tetap atau meningkat. Sebagai contoh, sistem yang berlangsung adiabatik merupakan sistem yang terisolasi sempurna dari lingkungannya karena tidak ada panas yang mengalir masuk atau ke luar sistem. Dalam proses ini telah diketahui bahwa proses berlangsung adiabatik dengan entropy bertahan konstan. Di dalam proses irreversible adiabatik entropy harus selalu meningkat, dan pencapaian entropy tersebut merupakan ukuran irreversibilitas dari proses. Proses di dalam contoh 5.11 dan 5.12 mengilustrasikan kenyataan ini. Contoh lain adalah proses ekspansi adiabatik di dalam turbin uap seperti ditunjukkan pada gambar 5.31 sebagai proses 1 ke 2’.
Gambar 5.31. Proses Ekspansi Adiabatik dalam Turbin Uap Proses reversible adiabatik di antara tekanan yang sama diwakili oleh garis 1 menuju 2 di dalam
Gambar 5.31. Peningkatan entropy s2’-s1 = s2’-s2, merupakan suatu ukuran dari proses irreversibilitas. Dengan cara yang sama di dalam Gambar 5.32 suatu proses kompresi irreversible adiabatik di dalam kompresor rotary ditunjukkan sebagai proses dari 1 ke 2’. Suatu proses reversible adiabatik antara tekanan yang sama diwakili oleh garis 1 ke 2. Seperti telaah sebelumnya, peningkatan entropy menunjukkan irreversibilitas proses.
Gambar 5.32. Proses Kompresi Irreversibel adiabatik pada Kompresor Rotary Contoh 5.13. Di dalam suatu turbin udara, udara berekspansi dari tekanan 6,8 bar dan temperatur 430 oC hingga tekanannya menjadi 1,053 bar dan suhu 150 oC. Kehilangan panas dari turbin ke lingkungan diabaikan. Tunjukkan bahwa proses berlangsung irreversible dan hitung perubahan entropy tiap kg udara. Oleh karena panas yang hilang diabaikan, maka proses adiabatis. Untuk proses reversible adiabatik untuk gas ideal, digunakan persamaan 4.19.
Gambar 5.33. Diagram T – s untuk contoh 5.13 Temperatur aktual pada tekanan 1,013 bar adalah 150 oC, sehingga prosesnya adalah irreversible. Kelangsungan proses ditunjukkan pada garis 1 ke 2’ di dalam gambar 5.33. Proses isentropic ideal juga ditunjukkan dengan garis dari 1 ke 2. Tidaklah mungkin bahwa proses dari 1 ke 2’ adalah reversible, karena dalam kasus ini area di bawah kurva 1-2’ mewakili panas yang mengalir dan proses berlangsung adiabatik. Perubahan entropy s2’-s1, bisa didapatkan dengan mempertimbangkan suatu proses reversible tekanan konstan antara 2 dan 2’. Kemudian dari persamaan 5.6, ds=dQ/T, dan pada tekanan konstan untuk 1 kg gas ideal berlaku dQ=cp dT sehingga, artinya terjadi peningkatan entropy sebesar 0,0355 kJ/kg.K Selanjutnya penelaahan dilakukan pada suatu sistem yang tidak diisolasi termal dari lingkungannya. Entropi dari sistem ini bisa meningkat, turun atau tetap, tergantung dari panas yang melewati batas sistem. Bagaimanapun bilamana batas sistem diperluas hingga sumber atau tujuan dari aliran panas dan
komponen-komponen tersebut membentuk suatu sistem baru, maka secara keseluruhan entropy meningkat atau konstan.
Gambar 5.34. Dua Reversoar berbeda temperatur dalam suatu isolasi termal Sebagai ilustrasi, perhatikan suatu reservoar panas dengan temperatur T1 dan reservoar dingin dengan temperatur T2 , dan asumsikan bahwa kedua reservoar terisolasi termal dari lingkungannya seperti pada Gambar 5.34. Biarkan panas mengalir dari reservoar panas ke reservoar dingin sebesar Q. Ada suatu gradien temperatur yang kontinyu dari T1 ke T2 antara A dan B, dan hal ini bisa diasumsikan bahwa panas ditransfer secara reversible dari reservoar panas ke titik A, dan dari titik B ke reservoar dingin. Bisa diasumsikan bahwa reservoar sedemikian rupa sehingga temperatur keseluruhan ada pada kondisi konstan. Kemudian didapatkan kondisi sebagai berikut :
karena T1> T2 dapat dilihat bahwa ∆s adalah positip, dan entropy dari sistem harus bertambah. Pada kondisi perbedaan temperatur sangat kecil, maka ∆s=0. Hal ini menjadi penegasan yang mendasar bahwa entropy dari suatu sistem yang terisolasi harus bertambah atau konstan. Pada sub bab 1.5, criteria © untuk reversibelitas dinyatakan sebagai berikut : Perbedaan temperatur antara sistem dan lingkungannya harus sangat kecil apabila proses berlangsung reversible.
Gambar 5.35. Diagram T – s untuk dua reservoar yang berbeda suhu dalam suatu isolasi Pada contoh di atas, bilamana T1>T2 maka panas yang mengalir antara kedua reservoar adalah irreversible dengan kriteria di atas. Oleh karena itu, entropy sistem bertambah bilamana proses aliran panas adalah irreversible tetapi dipertahankan konstan bilamana prosesnya reversible. Peningkatan entropy merupakan ukuran irreversibilitas. Proses yang terjadi dalam contoh di atas dapat digambarkan dalam diagram T-s seperti pada Gambar 5.35. Ke dua proses telah digambarkan berlapis dalam diagram yang sama. Proses P-R mewakili transfer panas Q satuan dari reservoar panas, dan luasan di bawah P-R sama dengan Q. Proses X-Y mewakili mewakili transfer panas Q satuan menuju reservoar dingin dan luasan di bawah X-Y sama dengan Q. Luasan di bawah P-R sama dengan luasan di bawah X-Y, dan dari
sisni dapat dilihat dari diagram bahwa entropy dari reservoar dingin harus selalu meningkat lebih besar dibandingkan penurunan entropy pada reservoar panas. Oleh karena itu, maka entropy dari sistem keseluruhan harus meningkat. Sebagai catatan bahwa proses P-R dan X-Y keduanya adalah reversible sehingga irreversibilitas terjadi antara A dan B pada gambar 5.34. Irreversibilitas disebabkan oleh proses transfer panas antara A dan B. Bagaimanapun panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang terbatas, prosesnya adalah irreversible dan ada peningkatan entropy sistem dan lingkungannya. Pada suatu proses tertentu irreversibilitas bisa terjadi pada lingkungannya, sehingga proses secara internal adalah reversible, dan luasan pada diagram p-v dan diagram T-s mendekati kerja yang dilakukan dan panas yang mengalir. Reversibilitas internal telah dibahas sebelumnya yaitu pada Sub Bab 1.5. Pada kebanyakan permasalahan, apabila proses diasumsikan reversible implikasinya adalah reversibilitas internal. Sebaliknya kebanyakan proses di dalam praktik di mana dikatakan sebagai proses irreversible merupakan irreversible internal karena adanya arus Eddy dan pengadukan fluida kerja seperti pada contoh 5.13. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.34, bila motor bakar ditempatkan antara reservoar panas dan reservoar dingin, beberapa kerja bisa dikembangkan. Hukum ke dua menyatakan bahwa panas tidak akan pernah mengalir secara spontan dari reservoar dingin ke reservoar panas, sehingga dalam rangka untuk mengembangkan kerja dari kuantitas energi Q setelah ditransfer ke reservoar dingin, maka diperlukan suatu reservoar ke tiga yang lebih dingin dari reservoar dingin. Hal ini jelas bahwa bilamana kuantitas panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang terbatas, pendayagunaannya menjadi berkurang, dan pada suatu batas di mana panas ditransfer ke reservoar dengan temperatur terendah maka tidak ada kerja yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, maka irreversibilitas memiliki efek terhadap degradasi energi yang tersedia, dan entropy dapat dianggap sebagai ukuran, tidak hanya ukuran irreversibilitas tetapi juga degradasi energi. Sebagai catatan bahwa dengan prinsip hukum konservasi energi, tidak ada energi yang dihancurkan. Dengan hukum termodinamika ke dua, maka pemanfaatan energi menjadi berkurang dan tidak mungkin pemanfaatannya meningkat. Suatu sistem secara alami cenderung untuk mengarah pada tingkat keadaan yang rendah. Suatu sistem yang bergerak menuju tingkat keadaan energi yang lebih tinggi tanpa input energi eksternal adalah berlawanan dengan hukum kedua thermodinamika. Hukum kedua dapat dilihat untuk mengimplikasikan arah atau gradien dari kegunaan energi. Kerja lebih bermanfaat dibandingkan dengan panas, semakin tinggi suhu suatu reservoar maka semakin besar jumlah energi yang bermanfaat. Dengan menerapkan hukum ini maka bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk suatu reservoar yang dingin (missal suhu kamar) maka semakin tinggi temperatur reservoar panas, semakin tinggi pula efisiensi termal dari suatu mesin kalor. Hal ini akan dibicarakan lebih mendalam pada bab berikutnya. 5.6 . Ketersediaan Nilai Manfaat Jumlah kerja maksimum secara teori yang bisa didapatkan dari suatu sistem pada tingkat keadaan p1 dan T1 bila beroperasi pada reservoar dengan tekanan dan temperatur konstan po dan To disebut sebagai Ketersediaan Nilai manfaat. a. Sistem Tanpa Aliran Penelaahan dilakukan pada suatu sistem yang terdiri dari suatu fluida di dalam ruang piston, fluida berekspansi reversible dari kondisi awal p1 dan T1 menuju kondisi atmosfer po dan To. Bayangkan juga bahwa sistem bekerja di dalam suatu kerja yang serentak dengan mesin kalor reversible dari fluida di dalam silinder sedemikian rupa sehingga substansi kerja mesin kalor mengikuti arah O1AO sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5.36a dan 5.36b, di mana s1 = sA dan To=TA*. Kerja yang dilakukan oleh mesin kalor ini diberikan dengan :
Panas yang disuplai ke mesin sama dengan panas yang dilepas oleh fluida di dalam silinder. Oleh karena itu, fluida di dalam silinder berlangsung proses 1 ke O, didapatkan - Q = (uo – u1) + Wfluida Wfluida = (u1 – u2) – Q Dengan menjumlahkan ke dua persamaan di atas, Wmesin + Wfluida = (u1 – uo) – To(s1 – so) Kerja yang dilakukan oleh fluida di dalam piston lebih rendah dibandingkan kerja total yang dilakukan fluida, karena ada kerja yang dilakukan terhadap atmosfer di mana terjadi pada tekanan konstan po (lihat soal 4.24.). Kerja yang dilakukan terhadap atmosfer = po(vo – v1). (catatan : bilamana fluida melangsungkan proses dalam siklus yang lengkap maka kerja yang dilakukan terhadap atmosfer adalah nol). Wmax = a1 - ao Sifat, a = u + pov – Tos disebut sebagai fungsi ketersediaan nilai manfaat untuk persamaan tanpa aliran. b. Sistem dengan Aliran mantap Telaah suatu fluida yang mengalir dengan mantap dengan kecepatan C1 dari suatu reservoar yang memiliki temperatur dan tekanan konstan p1 dan T1 melalui suatu aparatur menuju tekanan atmosfer po. Reservoar ada pada ketinggian Z1 dari datum, di mana diambil acuannya pada posisi outlet kecepatan, Co, sama dengan nol. Dapat ditunjukkan dalam hal ini : (a) Kerja reversibel mesin kalor berada di antara batas panas yang dilepas To(s1-so) satuan panas, di mana To adalah temperatur atmosfer. Oleh karena itu, didapatkan persamaan : Wmax = (h1+C12/2+Z1g)-ho-To(s1-so). Pada kebanyakan sistem termodinamika, besarnya energi kinetik dan energi potensial diabaikan. Wmax = (h1- To s1)-(ho+Toso) = b1-bo. Sifat b = h-Tos, disebut fungsi ketersediaan aliran mantap. Efektivitas Di dalam membandingkan suatu proses terhadap proses yang dibayangkan sebagai proses ideal, dalam hal ini sebagai contoh adalah isentropik, akan lebih baik bilamana pengukuran tingkat kedayagunaan proses untuk membandingkannya terhadap output kegunaan dengan kehilangan ketersediaan dari sistem. Output kedayagunaan sistem diberikan dengan meningkatnya ketersediaan dari lingkungannya, yaitu
Contoh 5.14. Uap berekspansi adiabatic di dalam suatu turbin dari 20 bar, 400 oC hingga menjadi 4 bar, 250 oC. Hitung : a. Efisiensi isentropic proses b. Kehilangan ketersediaan dari sistem, asumsikan temperatur atmosfer 15 oc c. Efektivitas proses solusi : dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan energi potensial, a. Mula-mula uap adalah super panas pada 20 bar dan 250 oC, dari Tabel didapatkan h1 = 3248 kJ/kg dan s1 = 7,126 kJ/kg.K
Gambar 5.37. Diagram T – s untuk contoh 5.14 Keadaan akhir uap adalah super panas pada 4 bar dan temperatur 250 oC, dari table didapatkan : h2 = 2965 kJ/kg dan s2 = 7,379 kJ/kg.K Proses ditunjukkan dari 1 ke 2’ pada gambar 5.37. s1 = s2 = 7,126 kJ/kg.K Dengan interpolasi, h2 = 2753 + = 2841,4 kJ/kg
(2862 −2753)
b. Kehilangan ketersediaan = b1 – b2’ = h1 – h2’ + To(s2’-s1) = 283 + 288 (7,379 – 7,126) = 355,9 kJ/kg c. Efektivitas,
Contoh 5.15. Udara pada temperatur 15 oC dipanaskan menjadi 40 oC dengan pencampuran pada aliran konstan dengan kuantitas udara pada 90 oC. Asumsikan bahwa proses pencampuran adalah adiabatik dan perubahan energi kinetik serta energi potensial diabaikan. Hitung rasio aliran massa udara yang mulamula temperaturnya 90 oC terhadap udara dengan keadaan mula 40 oC. Hitung juga efektivitas proses pemanasan, jika temperatur atmosfer 15 oC.
Solusi : Misal rasio aliran massa yang dibutuhkan adalah y, aliran udara pada 15 oC adalah aliran 1, dan udara pada temperatur 90 oC adalah aliran 2, dan campuran udara pada 40 oC adalah aliran 3. cp T1 + ycp T2 = (1+y)cp T3 Atau y cp (T2-T3) = cp (T3-T1) y(90 – 40) = 40 – 15 y = 0,5 Misalkan sistem dianggap sebagai aliran udara per unit massa, dipanaskan dari 15 oC menjadi 40 oC.
sehingga peningkatan ketersediaan sistem = 1,005 x 25 - 288 x 0 ,0831 = 1,195 kJ/kg. Sistem, di mana udara dipanaskan, dilingkupi oleh aliran udara yang didinginkan. Oleh karena itu, kehilangan ketersediaan dari lingkungan diberikan dengan y(b2-b3) , yaitu
Efektivitas yang rendah menunjukkan proses pencampuran alami dengan tingkat irreversibilitas yang tinggi. Contoh 5.16. Cairan dengan panas spesifik 6,3 kJ/kg.K dipanaskan mendekati tekanan konstan dari 15 oC hingga 70 o C melalui suatu saluran yang menembus dapur api. Temperatur tanur adalah konstan pada 1400 oC. Hitung efektivitas dari proses pemanasan bilamana temperatur atmosfer 10 oC. Solusi : Peningkatan ketersediaan cairan = b2-b1 = (h2-h1) – To(s2-s1) Panas yang dilepas oleh tanur sama dengan panas yang disuplai ke cairan sebesar (h2-h1). Jika kuantitas panas ini disuplai ke suatu operasi di dalam siklus Carnot maka efisiensi termalnya adalah (untuk persamaan efisiensi carnot lihat bab 6). Oleh karena itu, maka kerja yang didapatkan dari suatu mesin kalor diberikan dengan perkalian efisiensi termal dengan panas yang disuplai, yaitu Kerja mesin kalor yang mungkin = Kerja yang mungkin dari mesin kalor diukur dari kehilangan ketersediaan sistem pada tanur. Kehilangan ketersediaan pada lingkungan = 6,3(70-15)
Nilai efektivitas yang sangat rendah merefleksikan irreversibilitas dari transfer panas yang menembus perbedaan temperatur yang tinggi. Bilamana temperatur tanur jauh lebih rendah maka proses akan lebih
efektif, walaupun panas ditransfer ke dalam cairan dipertahankan sama. SOAL LATIHAN 1 1 kg uap pada tekanan 20 bar, fraksi kekeringan 0,9, dipanaskan reversibel pada tekanan konstan sehingga temperaturnya 300 oC. Hitung panas yang disuplai dan perubahan entropi dan tunjukkan proses tersebut dalam diagram T-s dan tunjukkan pula luasan yang mewakili panas yang mengalir. (415 kJ/kg; 0,8173 kJ/kg). 2 Uap pada 0,05 bar, 100 oC dikondensasikan secara sempurna melalui proses reversibel tekanan konstan. Hitung panas yang dikeluarkan tiap kg uap dan perubahan entropinya. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan arsir luasan yang mewakili aliran panas. (2550 kJ/kg; 8,292 kJ/kg). 3 0,05 kg uap pada tekanan 10 bar, fraksi kekeringan 0,84 dipanaskan reversibel di dalam wadah pejal sehingga tekanannya menjadi 20 bar. Hitung perubahan entropi dan panas yang mengalir. Tunjukkan luasan yang mewakili panas yang mengalir tersebut dalam diagram T-s. (0,0704 kJ/kg.K; 36 ,85 kJ ). 4 Suatu silinder pejal berisi 0,006 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) pada tekanan 1,04 bar, temperatur 15 o C dipanaskan reversible sampai temperaturnya 90 oC. Hitung perubahan entropy dan panas yang mengalir. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. Gunakan indeks isentropic γ untuk Nitrogen sebesar 1,4 dan asumsikan Nitrogen sebagai gas ideal. (0 ,00125 kJ/K; 0,407 kJ ). 5 Sebuah silinder pejal dipanaskan reversible pada tekanan konstan dari temperatur 15 oC menjadi 300 o C, dan kemudian didinginkan reversible pada volume konstan menjadi temperatur asalnya. Temperatur awal 1,03 bar. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy keseluruhan dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (101,5 kJ; 0,246 kJ/kg ). 6 Uap dengan massa 1 kg mengalami proses isotermal dari tekanan 20 bar menjadi 30 bar pada temperatur 250 oC. Hitung panas yang mengalir, analisa apakah panas dilepas ataukah masuk ke dalam sistem. Sketsa proses dalam diagram T-s. (- 135 kJ/kg). 7 Udara dengan massa 1 kg dibiarkan berekspansi reversible di dalam ruang piston sedemikian rupa hingga berlangsung pada temperatur konstan 260 oC hingga volumenya menjadi dua kali lipat. Selanjutnya piston didorong masuk dan panas dilepas oleh udara reversible pada tekanan konstan sampai volumenya kembali ke volume awal. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy keseluruhan. Buat sketsa dalam diagram T-s. (-161,9 kJ/kg; -0,497 kJ/ kg.K). 8 Uap pada tekanan 5 bar, 250 oC berekspansi isentropic sampai tekanannya 0,7 bar. Hitung kondisi akhir dari uap. (0,967). 9 Uap berekspansi di dalam ruang piston dari tekanan 6 bar kering jenuh, hingga tekanannya 0,65 bar. Asumsikan bahwa silinder diinsulasi sempurna, hitung kerja yang dilakukan selama ekspansi tiap kg uap. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. (323,8 kJ/kg). 10 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC, berekspansi reversible isotermal hingga tekanannya menjadi 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a. fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607 kJ/kg; 607 kJ/kg; 1035 kJ/kg; 975 kJ/kg). 11 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC berekspansi menuruti hukum pv = konstan hiungga temperaturnya 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a. fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607 kJ/kg; 607 kJ/kg; 891,2 kJ/kg; 899 kJ/kg). 12 Udara massa 1 kg pada tekanan 1,013 bar, 17 oC ditekan menuruti persamaan pv1,3= konstan hingga tekanannya menjadi 5 bar. Hitung perubahan entropy dan buat sketsa proses dalam diagram T-s, tunjukkan luasan yang mewakili panas yang mengalir. (-0,0885 kJ/kg.K). 13 0,06 m3 etana (berat mol 30), pada tekanan 6,9 bar dan temperatur 260 oC, dibiarkan berekspansi isentropis di dalam ruang piston sehingga tekanannya menjadi 1,05 bar dan suhu 107 oC. Hitung γ, R,
cp , dan c v dari etana dan hitung pula kerja yang dilakukan selama ekspansi. Asumsikan etana sebagai gas ideal. Bilamana massa yang sama dari etana pada tekanan 1,05 bar, temperatur 107 oC, ditekan hingga tekanannya menjadi 6,9 bar menuruti persamaan pv1,4 = konstan. Hitung temperatur akhir dari etana dan aliran panas yang melalui dinding silinder selama proses kompresi. Hitung juga perubahan entropy selama kompresi, dan buat sketsa dalam diagram p-v dan T-s ke dua proses tersebut. (1,219; 0,277 kJ/kg.K; 1,542 kJ/kg.K; 1,265 kJ/kg.K; 54,2 kJ; 378 oK; 43,4 kJ; 0,0867 kJ/K). 14 Mesin uap menerima uap pada tekanan 4 bar, fraksi kekeringan 0,8 dan berekspansi menuruti persamaan pv1,05=konstan menuju suatu kondensor dengan tekanan 1 bar. Hitung perubahan entropy tiap kg uapselama ekspansi, dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (0,381 kJ/kg.K). 15 Suatu gas ideal tertentu yang memiliki γ = 1,26 dan berat molekul 26, berekspansi reversible dari temperatur 727 oC, 0,003 m3menjadi 2oC, 0,6 m3 menuruti persamaan linier pada diagram T-s. Hitung kerja yang dilakukan tiap kg gas dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (959,3 kJ/kg). 16 Udara dengan massa 1 kg, tekanan 1,02 bar, temperatur 20 oC berlangsung suatu proses hingga tekanannya meningkat menjadi 6,12 bar, dan volume menjadi 0,25 m3. Hitung perubahan entropy dan beri tanda tingkat keadaan awal dan akhir dari proses dalam diagram T-s. (0,087 kJ/kg.K). 17 Uap pada tekanan 15 bar dithrotle hingga tekanannya menjadi 1 bar dan temperaturnya 150 oC. Hitung fraksi kekeringan awal dan perubahan entropy. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan nyatakan asumsi yang dibuat dalam proses throttling. ( 0,992; 1,202 kJ/kg.K). 18 Ada dua wadah, volume yang satu dua kali volume lainnya, dihubungkan dengan saluran yang memiliki klep dan dicelupkan ke dalam air pada temperatur konstan. Wadah kecil berisi hydrogen ( berat molekul 2) dan wadah yang lain dikosongkan. Hitung perubahan entropy per kg gas bilamana gas dibuka dan kondisi dibiarkan seimbang. Buat sketsa dalam diagram T-s. Asumsikan hydrogen sebagai gas ideal. (4,57 kJ/kg.K). 19 Pada suatu turbin disuplai uap pada tekanan 40 bar, temperatur 400 oC, di mana berekspansi menembus turbin dalam aliran mantap menuju tekanan pada keluaran sebesar 0,2 bar, dan fraksi kekeringan 0,93. Kecepatan inlet diabaikan, akan tetapi uap meninggalkan sistem dengan kecepatan tinggi menembus saluran dengan luas penampang 0,14 m2. Jika aliran massa adalah 3 kg/dt dan efisiensi mekanik 90 %, hitung tenaga output dari turbin. Tunjukkan bahwa proses adalah irreversible dan hitung perubahan entropy. Panas hilang dari turbin diabaikan (2048 kW; 0,643 kJ/kg.K). 20 Pada suatu kompresor sentrifugal udara ditekan dengan rasio kompresi 4 : 1, dan temperatur udara meningkat dengan faktor 1,65. Tunjukkan bahwa proses berlangsung irreversible dan hitung perubahan entropy tiap kg udara. Asumsikan proses berlangsung adiabatik. Gambarkan sketsa proses dalam diagram T-s. (0,105 kJ/kg.K). 21 Dalam suatu turbin gas, gas memasuki turbin pada temperatur 550 oC dan tekanan 5 bar dan meninggalkan sistem pada tekanan 1 bar. Proses berlangsung mendekati adiabatik, akan tetapi perubahan entropy terjadi sebesar 0,174 kJ/kg.K. Hitung temperatur keluar dari gas. Asumsikan gas bertingkah laku sebagai gas ideal, dan gunakan γ = 1,333 dan cp = 1,11 kJ/kg.K. Buat sketsa dalam diagram T-s. (370 oC). 22 Suatu wadah pejal dan terinsulasi sempurna dengan kapasitas 0,3 m3 berisi 0,762 kg uap pada tekanan 6 bar. Klep selanjutnya dibuka dan temperatur turun hingga tekanannya menjadi 1,4 bar sebelum klep ditutup kembali. Hitung kondisi uap yang tertinggal di dalam wadah dan hitung juga massa uap yang hilang. (0,99; 0,571 kg). 23 Suatu wadah pejal berisi 0,5 kg gas ideal dengan panas spesifik pada volume konstan 1,1 kJ/kg.K. Suatu pedal pengaduk dimasukkan ke dalam wadah dan 11 kJ kerja dilakukan pada pengaduk dengan menggunakan motor. Asumsikan bahwa wadah berinsulasi sempurna dan gas awalnya pada kondisi temperatur lingkungan sebesar 17 oC. Hitung efektivitas dari proses. (3%). 24 Wadah yang identik dengan soal no. 5.23. dipanaskan pada beda temperatur konstan dengan cara
mencelupkannya ke dalam tanur dengan suhu 100 oC. Hitung efektivitas proses. (113,5 %). 25 Uap memasuki turbin pada tekanan 70 bar, 500 oC dan meninggalkannya pada tekanan 2 bar dalam tingkat keadaan kering jenuh. Hitung efisiensi isentropis dan efektivitas proses. Abaikan perubahan energi kinetik dan energi potensial dan asumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik. Temperatur atmosfer 17 oC. ( 84,4 %; 88 %). 26 Di dalam suatu heater pemasukan, uap masuk pada tekanan 15 bar, temperatur 200 oC. Air feeder masuk dengan temperatur 130 oC dan air feeder meninggalkan pemanas pada temperatur jenuh sesuai tekanan heater pada 15 bar. Hitung massa uap tiap unit massa air feeder yang memasuki pemanas. Hitung juga kehilangan ketersediaan uap tiap unit massa dan efektivitas air. Asumsikan bahwa tidak ada panas yang hilang dari heater dan temperatur atmosfer 20 oC. Asumsi lain dibuat sendiri. (0,1533 kg; 738 kJ/kg; 87,9 %).
BAB VI SIKLUS-SIKLUS MESIN KALOR Pada bab ini, siklus mesin kalor didiskusikan lebih lengkap dan dibicarakan juga tentang siklus tenaga gas. Di bab ini akan ditampilkan suatu siklus ideal teoritis yang merupakan proses yang paling efisien yaitu Siklus Carnot. Efisiensi termal tertinggi yang dicapai untuk mesin kalor kira-kira hanya setengah dari teori siklus Carnot di antara batas suhu proses yang sama. Hal ini sehubungan dengan irreversibilitas pada siklus aktual dan penyimpangan dari siklus ideal, yang dibuat untuk berbagai alasan praktis. Pemilihan pembangkit tenaga listrik di dalam praktik merupakan bentuk kompromi antara efisiensi termal dan berbagai faktor seperti ukuran pembangkit yang disesuaikan dengan kebutuhan tenaga listrik yang diinginkan, kompleksitas mekanik, biaya operasi, dan biaya investasi. 6.1 Siklus Carnot Dari Hukum Termodinamika II dapat dijelaskan bahwa tidak ada mesin kalor yang lebih efisien daripada mesin kalor reversibel yang bekerja pada batas suhu yang sama (lihat Gambar 6.1). Carnot, seorang Insinyur Perancis, menyampaikan makalah yang ditulisnya pada Tahun 1824 bahwa siklus yang memungkinkan paling efisien adalah jika panas yang disuplai pada satu suhu konstan dan panas yang dilepas pada suhu yang lebih rendah. Oleh karena itu, proses terdiri dari dua proses isotermal yang digabungkan dengan dua proses adiabatik. Berhubung prosesnya reversible maka proses adiabatik yang terjadi juga isentropis. Siklus tersebut biasanya diilustrasikan melalui diagram T – s seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.1.
Gambar 6.1. Siklus Carnot Proses 1 ke 2 adalah ekspansi isentropis dari T1 ke T2 Proses 2 ke 3 adalah pelepasan panas isotermal Proses 3 ke 4 adalah kompresi isentropis dari T2 ke T1 Proses 4 ke 1 adalah suplai panas isotermal Siklus tersebut bebas dari substansi kerja yang dilakukan. Efisiensi termal mesin kalor seperti didefinisikan sebelumnya, ditulis dengan persamaan: Di dalam siklus Carnot, dengan mengacu pada Gambar 6.1. dapat dilihat bahwa panas yang disuplai, Q1 ditunjukkan dengan luasan 41BA4 Q1 = Luas 41BA4 = T1 (SB – SA) Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 ditunjukkan dengan luasan 23AB2 atau Q2 = luasan 23AB2 = T2 (SB – SA) Sehingga didapatkan efisiensi siklus Carnot sebagai berikut :
Jika tersedia reservoir untuk panas yang dilepaskan pada suhu konstan T2 (misalnya suplai yang besar dari pendingin air), kemudian nisbah T2/T1 akan menurun seiring dengan peningkatan suhu T1. Dari Pers. 6.1 dapat dilihat bahwa jika T2/T1 menurun, maka efisiensi termal meningkat. Oleh karena itu, untuk suhu konstan yang lebih rendah pada panas yang terbuang, suhu pada panas yang disuplai harus dibuat setinggi mungkin. Efisiensi termal maksimum yang memungkinkan antara dua suhu tersebut merupakan Siklus Carnot. Output kerja dari siklus Carnot secara sederhana dapat diperoleh dari diagram T-s. Berdasarkan hukum pertama, ΣQ = ΣW maka output kerja dalam siklus Carnot adalah W = Q1 – Q2 Dengan mengacu pada Gambar 6.1, didapatkan WCarnot = luas daerah 12341 = (T1 – T2) (sB – sA) Contoh 6 .1 Berapa efisiensi teoritis terbesar dari suatu mesin kalor yang beroperasi dengan resevoir panas pada suhu 2000oC, jika air pendingin yang tersedia pada suhu 10oC ? Penyelesaian :
Sebagai catatan, sistem dalam praktiknya beroperasi di antara suhu yang hampir sama (misalnya pembangkit generator uap) memiliki efisiensi termal kira-kira 30%. Ketidakcocokan yang terjadi disebabkan adanya kehilangan akibat irreversibilitas pada pembangkit aktual dan adanya penyimpangan pada siklus Carnot ideal yang dibuat untuk berbagai alasan praktis. Pada kenyataannya, sulit untuk merealisasikan suatu sistem yang menerima dan melepaskan panas pada suhu konstan. Uap basah sebagai substansi kerja hanya dapat bekerja dengan baik sekali, jika panas yang dilepas dan disuplai pada tekanan dan suhu konstan sebagai panas laten. Sikus Carnot untuk uap basah ditunjukkan pada Gambar 6.2.
Gambar 6.2. Siklus Carnot dengan menggunakan uap Walaupun siklus ini merupakan siklus uap yang paling efisien, tetapi hal ini tidak digunakan pada instalasi uap. Siklus teoritis dimana siklus uap sebagai dasar, dinamakan sebagai Siklus Rankine. Hal ini akan dibicarakan pada bab lain dan untuk penggunaannya akan diberikan dengan mengacu pada siklus Carnot. 6.2 Skala Suhu Absolut Pada bab sebelumnya skala suhu didasarkan dengan acuan termometer gas ideal. Penggunaan persamaan Hukum Termodinamika II memungkinkan untuk menentukan skala suhu yang bebas dari kerja materi. Efisiensi mesin yang beroperasi pada siklus Carnot hanya tergantung pada suhu reservoir panas dan reservoir dingin. Penunjukkan suhu pada sembarang skala suhu yang berubahubah di dapatkan
η = φ (X1, X2) (6.3) dimana φ adalah fungsi dan x1 dan x2 adalah suhu dari reservoir panas dan dingin. Dengan mengkombinasikan Per. 6.2 dan 6.3 didapatkan
Ada sejumlah besar skala suhu yang semuanya bebas terhadap kerja materi. Berbagai skala kerja dapat dipilih dengan mennyeleksi dengan tepat nilai fungsi F. Fungsi dipilih sehingga
Dengan membandingkan Pers. 6.4 dan 6.5, dapat dilihat bahwa suhu X equivalen dengan suhu T, sehingga dengan pemilihan yang tepat dari fungsi F, skala ideal suhu dibuat equivalen dengan skala yang mengacu pada suhu gas ideal. 6.3 Siklus Carnot untuk Gas Ideal Siklus Carnot untuk gas ideal ditunjukkan pada diagram T - s seperti Gambar 6.3. Catatan : tekanan gas berubah secara kontinyu dari p4 dan p1 selama suplai panas proses isotermal dan dari p2 ke p3 selama pelepasan panas proses isotermal.
Gambar 6.3. Hubungan T – s pada siklus Carnot untuk gas ideal Pada praktiknya, panas suatu gas biasanya berada mendekati tekanan atau volume konstan, sehingga sulit untuk mencoba mengoperasikan mesin kalor pada siklus Carnot menggunakan gas sebagai fluida kerja. Alasan penting lain untuk tidak menggunakan siklus Carnot di dalam praktik diilustrasikan pada Gambar 6.4. Kerja netto dari siklus ditunjukkan dengan luasan 12341. Luasan tersebut merupakan luasan kuantitas yang kecil dibandingkan dengan kerja keseluruhan dari proses ekspansi suatu siklus, yang ditunjukkan dengan luasan 412BA4. Kerja proses kompresi (yaitu kerja yang dilakukan terhadap gas) adalah luasan 23412. Nisbah output kerja netto terhadap output kerja keseluruhan dari sistem disebut nisbah kerja. Siklus Carnot meskipun memiliki efisiensi termal tinggi akan tetapi memiliki nisbah kerja yang rendah.
Gambar 6.4. Hubungan p – ν pada siklus Carnot gas ideal Contoh 6.2 Diketahui terdapat reservoir panas pada suhu 800°C dan reservoir dingin pada suhu 15°C. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja siklus Carnot dimana udara sebagai cairan kerja, jika tekanan maksimum dan tekanan minimum pada siklus adalah 210 bar dan 1 bar. Siklus ditunjukkan melalui diagram T - s dan diagram p - v masing-masing pada Gambar 6.5a dan 6.5b. Dengan menggunakan Pers. 6.1
Untuk mencari output kerja dan nisbah kerja, perlu dicari perubahan entropy, (s1 - s4) terlebih dahulu Untuk proses isotermal dari 4 ke A, digunakan Pers. 5.12
Gambar 6.5a. Diagram T – s untuk contoh 6.2
Gambar 6.5b. Diagram P – V untuk contoh 6.2 Kemudian, Output kerja netto = (T1 – T2) (s1 – s4) = luasan 12341 = (1073 – 288) x 0.214 = 168 kJ/kg Ekspansi kerja keseluruhan = kerja yang dilakukan (4 ke 1) + kerja yang dilakukan (1 ke 2) Dari Pers. 4.12, untuk proses isotermal, Q = W W4−1 = Q4−1 = luas daerah di bawah garis 4-1, pada Gambar 6.5 a = (s1 – s4) x T1 = 0.214 x 1073 = 229.6 kJ/kg Untuk proses isentropik dari 1 sampai 2, dari Pers. 4.13, W = (u1 – u2) , sehingga untuk gas sempurna :
W1−2 = cv (T1 −T2 ) 0.7181073288563.6kJ / kg ∴kerja keseluruhan = 229.6+563.6 = 793.2 kJ/kg
6.4 Siklus Tekanan Konstan
Dalam siklus ini, proses panas yang disuplai dan panas yang dilepas terjadi secara reversibel pada tekanan konstan. Proses ekspansi dan proses kompresi merupakan proses isentropik. Siklus ditunjukkan melalui diagram T - s dan diagram p - v pada Gambar 6.6 a dan Gambar 6.6b.
Siklus ini dahulu pernah digunakan sebagai basis ideal untuk sebuah mesin pertukaran udara panas, yang dikenal sebagai Siklus Joule atau Siklus Brayton. Sekarang ini, siklus tersebut ideal untuk siklus tertutup unit turbin gas. Diagram garis sederhana suatu pembangkit ditunjukkan pada Gambar 6.7, dimana nomornomornya berhubungan dengan Gambar 6.6a dan Gambar 6.6b. Substansi yang bekerja adalah udara yang mengalir di dalam siklus perputaran aliran mantap, sehingga perubahan kecepatan dapat diabaikan, dan dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap untuk setiap siklus, akan didapatkan Input kerja ke kompresor = (h2 – h1) = cp (T2 – T1) Output kerja dari turbin = (h3 – h4) = cp (T3 – T4) Ketersediaan panas dalam pemanas, Q1= (h3 – h2) = cp (T3 – T2) Panas yang dilepas dalam pendingin, Q2 = (h4 – h1) = cp (T4 – T1) Kemudian dari Persamaan 5.3, didapatkan
Gambar 6.7. Diagram garis pembangkit turbin gas Karena proses 1 ke 2 dan proses 3 ke 4 adalah isentropik antara tekanan yang sama p2 dan p1, kita dapat menggunakan Pers. 4.19
kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan untuk efisiensi, maka didapatkan :
Pada siklus tekanan konstan, efisiensi termal hanya tergantung pada nisbah tekanan. Pada kasus ideal, nilai γ udara konstan dan sama dengan 1,4. Dalam praktiknya, untuk mendapatkan pusaran udara sebagai aliran yang melalui kompresor dan turbin sebagai mesin yang berputar, efisiensi termal aktual dapat
dikurangi dibandingkan dengan data yang diperoleh melalui Pers. 6.6. Nisbah kerja siklus tekanan konstan dapat ditentukan sebagai berikut :rasio kerja =
Berdasarkan Pers. 6.7 dapat dilihat bahwa nisbah kerja tidak hanya tergantung pada nisbah tekanan tetapi tergantung juga pada nisbah suhu minimum dan maksimum. Pemberian suhu masukan, T1, suhu maksimum T3 harus dibuat setinggi mungkin untuk mendapatkan nisbah kerja tinggi. Untuk siklus terbuka unit turbin gas, siklus aktualnya bukan pendekatan yang bagus untuk siklus ideal tekanan konstan, karena bahan bakar terbakar dengan udara, dan pengisiannya kontinyu ke dalam kompresor. Namun demikian, siklus ideal merupakan dasar yang bagus sebagai bahan perbandingan dan dalam perhitungan untuk siklus ideal terbuka gas turbin, pengaruh massa bahan bakar dan perubahan kerja aliran diabaikan. Contoh 6.3 Pada unit gas turbin, udara digambarkan pada tekanan 1.02 bar dan 15°C dan dikompresi sampai 6.12 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja siklus tekanan ideal tekanan konstan, jika siklus suhu maksimum dibatasi sampai 800°C. Penyelesaian : Siklus ideal ditunjukkan melalui diagram T - s pada Gambar 6.8. Dari Persamaan 6.6
∴ efisiensi termal = 0.402 atau 40.2% Siklus kerja netto didapatkan melalui kerja yang telah dilakukan turbin dikurangi pada kerja yang telah dilakukan udara dalam kompresor. Kerja netto = cp (T3 – T4) – cp (T2 – T1)
Gambar 6.8. Siklus turbin gas untuk contoh 6.3 Dari Pers. 4.19
6 .5 Siklus Udara Standar Telah dijelaskan pada Sub bab 5.1, siklus dimana bahan bakar terbakar secara langsung dalam fluida yang bekerja bukanlah mesin kalor dalam arti yang sebenarnya. Dalam praktiknya, siklus semacam itu sering digunakan secara terus menerus dan disebut sebagai siklus mesin pembakaran dalam. Bahan bakar terbakar secara langsung dalam fluida kerja, yaitu udara normal. Keuntungan utama unit tenaga tersebut adalah aliran fluida dapat mencapai suhu tinggi, sementara panas tidak ditransferkan melalui dinding logam ke aliran. Hal ini dapat dilihat dari Persamaan 6.1 K 1 TT , untuk panas yang dilepas, T2, suhu asal, T1 harus dibuat setinggi mungkin. Hal ini diaplikasikan pada semua mesin kalor. Dengan memasukkan bahan bakar ke dalam silinder pada mesin pembakaran dalam, maka suhu tinggi dari fluida kerja dapat dicapai. Suhu maksimum untuk semua siklus dibatasi oleh batasan metalurgi bahan yang digunakan (misalnya, batas suhu dari turbin gas adalah 800°C). Fluida di dalam mesin pembakaran dalam dapat mencapai 2750oC. Hal ini memungkinkan bila dibuat sistem pendinginan eksternal dari silinder dengan menggunakan air atau udara pendingin, bisa juga dengan menggunakan siklus alami yang sesaat (intermittent), fluida kerja mencapai suhu maksimumnya hanya sesaat selama siklus berlangsung. Contoh dari siklus mesin pembakaran dalam adalah siklus terbuka dari unit turbin gas, motor bensin, motor diesel, dan motor gas. Unit siklus terbuka turbin gas, meskipun termasuk siklus mesin pembakaran dalam, tetapi memiliki katagori yang berbeda dengan mesin pembakaran dalam lainnya. Siklus tersebut dijelaskan pada Sub bab 5.1 dan secara diagramatis diperlihatkan pada Gambar 5.4. Dari proses tersebut dapat dilihat siklus merupakan siklus aliran yang mantap dimana fluida kerja mengalir dari satu komponen ke seluruh siklus. Dapat diasumsikan bahwa unit turbin gas, apakah beroperasi pada siklus terbuka ataupun siklus tertutup, dapat diperbandingkan dengan siklus tekanan konstan seperti telah dibahas pada Sub bab 6.4. Pada motor bensin campuran antara udara dan bensin terjadi di dalam silinder, dikompresikan oleh piston, kemudian dibakar dengan loncatan bunga api listrik. Gas panas berekspansi, mendorong piston ke belakang, kemudian dikeluarkan melalui pembuangan gas (exhaust), dan siklus berlangsung kembali dari awal dengan pemasukan kembali udara dan bensin. Pada motor diesel atau disebut juga motor minyak, 12
bahan bakar disemprotkan dengan tekanan tinggi ke dalam udara tertekan pada akhir langkah kompresi, dan pembakaran terjadi secara spontan akibat suhu udara tinggi setelah proses kompresi. Pada motor gas, campuran udara dan gas diinduksikan ke dalam silinder, dikompresi, kemudian dinyalakan seperti pada motor bensin dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Siklus udara standar digunaan untuk memberikan dasar perbandingan motor pembakaran dalam. Pada siklus udara standar substansi kerja diasumsikan sebagai udara, seluruh proses diasumsikan reversible, suplai sumber panas dan reservoir untuk panas yang dilepas diasumsikan diluar sistem udara. Siklus tersebut dapat digambarkan pada diagram sifat termodinamika, biasanya dalam diagram p-v, sehingga memungkinkan untuk membuat perbandingan langsung dengan siklus motor aktual dari diagram indikator. Perlu ditekankan di sini, siklus udara standar dalam diagram p-v adalah siklus termodinamik sebenarnya, dan diagram indikator diambil dari uji motor yang merupakan hubungan antara variasi tekanan dengan lintasan gerak piston. Diagram indikator dan cara penggunaannya serta signifikansinya akan dibahas pada bab tersendiri. 6.6 Siklus Otto Sikus Otto adalah siklus ideal dari siklus udara standar untuk motor bensin, motor gas, dan motor diesel putaran tinggi seperti diperlihatkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9. Diagram p - Q siklus udara standar
Proses dari 1 ke 2 adalah kompresi isentropis Proses dari 2 ke 3 adalah proses reversible pemanasan pada volume konstan Proses dari 3 ke 4 adalah proses ekspansi esentropis Proses dari 4 ke 1 adalah proses pendinginan pada volume konstan Untuk memberikan perbandingan langsung dengan siklus motor aktual, nisbah volume spesifik, v1/v2, dianggap sama dengan ratio kompresi motor aktual, yaitu : Rasio kompresi ,
Efisiensi termal dari siklus Otto didapatkan dengan menggunakan Pers. 5.3,
Panas yang masuk Q1, pada volume konstan antara T2 dan T3 dihitung dengan Pers. 3.13 per kg udara Q1=cv (T3 - T2) Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 pada volume konstan antara T4 dan T1 dihitung dengan persamaan yang sama yaitu Q2=cv (T4-T1) Proses dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, sehingga tidak ada panas masuk maupun keluar dari sistem selama proses berlangsung
Berhubung dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, maka dengan menggunakan Pers. 4.19 didapatkan
Dari Pers. 6.9 dapat dilihat bahwa efisiensi termal dari siklus Otto hanya tergantung pada nisbah kompresi rv. Contoh 6.4. Hitung efisiensi termal standar udara ideal dengan menggunakan siklus Otto untuk motor bensin bila diameter dalam silinder 50 mm dan langkah 75 mm. Volume pembersihan (clearance) 21.3 cm3. Penyelesaian : Volume langkah = π/4 x 502 x 75 = 147 200 mm2 = 147,2 cm3 ∴ Volume silinder total = 157,2 + 21,3 = 168,5 cm3
6.7 Siklus Diesel Motor pembakaran dalam yang banyak digunakan saat ini adalah motor Diesel yang merupakan pengembangan dari motor orisinil yang ditemukan oleh Rudolf Diesel pada Tahun 1892. Diesel bekerja berdasarkan ide pembakaran spontan dari bubuk batu bara, yang diledakkan dengan penghembusan pada udara tertekan di dalam silinder. Minyak digunakan sebagai pengganti bubuk batu bara dan paling diterima sebagai bahan bakar yang digunakan pada motor pembakaran kompresi, minyak diledakkan ke dalam silinder dengan cara yang sama dengan penemuan sebelumnya yaitu peledakan bubuk batu bara. Siklus ideal udara standart Diesel ditunjukkan pda Gambar 6.10. Seperti persamaan yang dikembangkan pada siklus Otto, nisbah kompresi, rv, didefinisikan sebagai nisbah v1/v2. Proses 1 ke 2 adalah proses kompresi isentropik. Proses 2 ke 3 adalah proses pemanasan reversibel tekanan konstan. Proses 3 ke 4 adalah ekspansi isentropik. Proses 4 ke 1 adalah proses pendinginan reversibel volume konstan.
Gambar 6.10. Diagram siklus Diesel Dari Persamaan 5.3.
Pada tekanan konstan dari Pers. 3.2 untuk per kg udara berlaku Q1 = cp (T3 - T2) Pada volume konstan dari Pers. 3.13, tiap kg udara melepas panas Q2 = cp (T4 - T1) Tidak ada panas yang mengalir selama proses 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 karena proses tersebut isentropis. Kemudian dengan mensubstitusikan Q1 dan Q2 ke dalam persamaan efisiensi termal didapatkan penurunan persamaan berikut :
Persamaan 6.10 menunjukkan efisiensi termal tergantung pada nisbah kompresi dan suplai panas antara 2 dan 3, yang ditentukan melalui nisbah v3/v2. Pers. 6.10 diturunkan dari suhu T1 dan rν atau β. Penurunan tidak dilakukan karena metoda terbaik untuk mencari efisiensi termal adalah dengan menghitung setiap suhu pada seluruh siklus dan menerapkan Persamaan 5.3, Hal ini diilustrasikan pada contoh berikut. Contoh 6.5. Suatu mesin diesel memiliki suhu dan tekanan inlet masingmasing 15oC dan 1 bar. Nisbah kompresi adalah 12 : 1 dan suhu siklus maksimum 1100 oC. Hitung efisiensi siklus udara standar berdasarkan siklus Diesel. Penyelesaian : Dengan mengacu pada Gambar 6.11, T1=15+273=288 K dan T3=1100+273 =1373 K. Dari Pers. 4.18 ,
Yaitu T2 = 2,7 x 288 = 778 K pada tekanan konstan dari 2 ke 3, di mana pv=RT, untuk gas ideal maka berlaku :
Gambar 6.11. Diagram p – ν untuk contoh 6.5 Sehingga,
Kemudian dari Pers. 3.12 tiap kg udara Q1 = cp (T3 - T2) = 1,005(1373-778) = 598 kJ/kg Dari Persamaan 3.13 per kg udara mengalirkan panas : Q2 = cp (T4-T1) = 0,718 (638-288) = 251 kJ/kg Dengan demikian menggunakan Pers. 5.3 didapatkan efisiensi
6 .8 Siklus Pembakaran Ganda Motor minyak modern walaupun sering disebut sebagai motor diesel, lebih mendekati turunan dari motor yang ditemukan oleh Ackroyd-Stuart pada tahun 1888. Semua motor minyak yang diproduksi saat ini menggunakan injeksi padat dari bahan bakar. Bahan bakar ini di injeksikan dengan injektor pegas beban. Pompa bahan bakar dioperasikan dengan roda yang dikendalikan dari poros engkol motor. Siklus ideal digunakan sebagai dasar perbandingan yang dikenal dengan siklus pembakaran ganda, melalui diagram p - ν pada Gambar 6.12.
Gambar 6.12. Siklus pembakaran ganda Proses 1 ke 2 adalah kompresi isentropik. Proses 2 ke 3 adalah proses pemanasan reversibel pada volume konstan. Proses 3 ke 4 adalah pemanasan pada tekanan konstan. Proses 4 ke 5 adalah ekspansi isentropis. Proses 5 ke 1 adalah pendinginan reversibel pada volume konstan Panas masuk ke sistem dalam dua bagian, pada volume tetap dan pada tekanan tetap sehingga proses ini disebut siklus pembakaran ganda. Untuk menetapkan efisiensi termal secara lengkap diperlukan tiga faktor yaitu : nisbah kompresi rv = v1 /v2 , nisbah tekanan, k = p3/p2 , dan nisbah volume, E v3/v4 . Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa :
Catatan : k=1 (yaitu p3 = p2), selanjutnya Pers. 6.11 mengurangi efisiensi termal dari siklus motor diesel yang diberikan oleh Pers. 6.10. Efisiensi termal dari siklus pembakaran ganda tidak hanya tergantung pada nisbah kompresi tetapi juga tergantung pada jumlah relatif panas yang disuplai pada tekanan konstan dan volume konstan. Pers. 6.11 tidak praktis digunakan, metoda yang paling baik untuk perhitungan efisiensi termal, dengan mengevaluasi setiap suhu seluruh siklus dan menggunakan persamaan 5.3, K 1 . Panas yang disuplai, Q1, didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.13 dan 3.12 untuk panas yang ditambahkan berturut-turut pada tekanan konstan dan volume konstan, yaitu : Q1 = cv(T3 - T2) + cp (T4 - T3) Sedangkan untuk panas yang dilepas, Q2 digunakan persamaan berikut Q2 = cv (T5 - T1) Contoh 6.6
Suatu motor minyak membawa udara pada tekanan 1,01 bar, 20oC dan tekanan maksimum siklus adalah 69 bar. Nisbah kompresi 18: 1. Hitung efisiensi termal siklus udara standar berdasarkan siklus pembakaran ganda. Asumsikan bahwa panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas yang ditambahkan pada tekanan konstan. Penyelesaian : Siklus ditunjukkan dengan diagram p - ν pada Gambar 6.13. Dengan menggunakan Pers. 4.18 didapatkan :
(di mana T1 = 20 + 273 = 931 K) dari 2 ke 3 proses terjadi pada volume konstan, sehingga :
Gambar 6.13. Diagram P – V untuk contoh soal Untuk mendapatkan p2, digunakan Pers. 4.17 yaitu
Panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas yang disuplai pada tekanan konstan , sehingga didapatkan cν (T3 - T2) = cp (T4 - T3)
Untuk mendapatkan T5 diperlukan nilai nisbah volume v5 / v4. Pada tekanan konstan dari 3 ke 4,
selanjutnya dengan menggunakan Pers. 4.18 didapatkan nilai T5
Panas yang disuplai , Q1, diberikan dengan persamaan : Q1 = cv (T3 - T2) + cp (T4 - T3) atau Q1 = 2 cv (T3 - T2) (dalam contoh ini panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan pada tekanan konstan) Q1 = 2 x 0,718 x (1112 – 931) = 260 kJ/kg Selanjutnya panas yang dilepas, Q2, didapatkan : Q = c (T - T ) = 0,718 (408-293) = 82,6 kJ/kg 2
v
5
1
Kemudian Pers. 5.3 digunakan untuk mencari efisiensi termal,
Perlu dijelaskan di sini bahwa motor minyak modern dengan putaran tinggi beroperasi pada suatu siklus, dengan siklus Otto digunakan sebagai dasar perbandingan. Alasan lainnya adalah perhitungan efisiensi termal siklus Otto lebih sederhana dari persamaan siklus pembakaran ganda. 6.9 Tekanan Efektif Rata-rata Istilah nisbah kerja telah dijelaskan pada Sub bab 6.3, digunakan sebagai kriteria berguna dalam praktik pembangkit tenaga listrik. Untuk motor pembakaran dalam, nisbah kerja bukanlah konsep yang berdaya guna, karena kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh fluida kerja terjadi di dalam silinder. Perbandingan tolok ukur keragaan lain dari suatu motor disebut sebagai tekanan efektif ratarata. Tekanan efektif rata-rata didefinisikan sebagai empat persegi panjang yang memiliki panjang dan luas yang sama dengan siklus yang diplot pada diagram p - ν. Ilustrasi ini diperlihatkan pada Gambar 6.14. Empat persegi panjang ABCDA memiliki panjang yang sama dengan 12341 dan luas ABCDA sama dengan luasan 12341. Tekanan efektif rata-rata, pm, adalah tinggi dari empat persegi panjang ABCDA. Kerja yang dilakukan tiap kg udara dapat ditulis sebagai berikut :
Gambar 6.14. Tekanan efektif rata-rata pada Siklus Otto W = luasan ABCDA = pm (v1 – v2) (6.12) Nilai (v1 – v2) proporsional terhadap volume lintasan piston di dalam silinder, dan dapat dilihat dari Pers. 6.12 bahwa tekanan efektif rata-rata memberikan ukuran dari kerja output tiap lintasan volume. Tolok ukur ini selanjutnya digunakan sebagai pembanding motor sejenis dengan ukuran yang berbeda. Tekanan efektif ratarata didiskusikan pada bab ini sebagai siklus udara standar. Pada bab selanjutnya akan ditunjukkan bahwa tekanan efektif rata-rata yang diindikasikan suatu motor dapat diukur melalui diagram indikator dan digunakan untuk evaluasi kerja yang dilakukan oleh suatu motor. Contoh 6.7 Hitung tekanan efektif rata-rata untuk siklus pada contoh 6.6. Penyelesaian : Pada contoh 6.6. panas yang dilepas Q1 dan efisiensi termal berturut-turut 260 kJ/kg dan 68,2 %. Dari
Pers. 5.2.,
oleh karena itu W = η.Q1 = 0,682 x 260 = 177 kJ/kg Dari definisi tentang tekanan efektif rata-rata dan Pers 6.12 kita mendapatkan W = pm (v1 – v2) Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT dan Pers. 6.8, rv=v1/v2=18, maka didapatkan
Kemudian dengan mensubstitusikan ke persamaan sebelumnya didapatkan nilai pm
6.10 Siklus Stirling dan siklus Ericson Telah dijelaskan bahwa tidak ada satu sikluspun yang bekerja pada kisaran suhu T1 dan T2 yang memiliki efisiensi melebihi siklus Carnot. Siklus yang memiliki efisiensi termal sama dengan siklus Carnot adalah siklus Stirling dan siklus Ericsson. Keunggulan dari ke dua siklus ini adalah pada nisbah kerja yang lebih tinggi dibandingkan siklus Carnot.
Siklus Stirling ditunjukkan dalam diagram p - v pada Gambar 6.15a dan secara diagramatis diperlihatkan pada Gambar 6.15b. Perlu ditekankan di sini bahwa gambar tersebut di atas bukanlah deskripsi fisik dari motor Stirling melainkan suatu cara untuk membantu memberikan pengertian jalannya proses, sehingga siklus saling berhubungan. Panas disuplai pada fluida kerja, biasanya hidrogen dan helium, dari sumber daya eksternal, proses 2 - 3, pada saat gas berekspansi isotermal (T2 = T3) dan panas dilepas ke reservoir eksternal, yaitu proses 4 - 1, pada saat gas ditekan isotermal (T1 = T4). Kedua proses isotermal dihubungkan oleh proses reversibel volume konstan 1 - 2 dan 3 - 4 dengan perubahan suhu sebesar (T2 - T1). Panas yang dilepas selama proses 3 - 4, Q = c (T - T ), digunakan untuk memanaskan gas selama proses 1 - 2 yaitu Q = c (T 3-4
v
2
1
12
v
2
T ) = Q , proses diasumsikan terjadi secara ideal dan reversibel di dalam regenerator. Regenerator 1 34 membutuhkan susunan bahan yang memisahkan gas dingin dan gas panas tetapi memungkinkan suhu gas berubah secara progresif dalam sesaat selama proses. Proses regeneratif ini berlangsung pada volume konstan dan terjadi secara internal di dalam siklus. Siklus Ericson mirip dengan Siklus Stirling, hanya saja ke dua proses isotermal dihubungkan oleh proses tekanan konstan, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.16 berikut.
Gambar 6.16. Diagram p - Q siklus Ericson Efisiensi siklus Stirling didapatkan dengan memperhitungkan pindah panas antara sistem dan dinding luarnya, yaitu suplai panas dari reservoir bersuhu tinggi ke reservoir bersuhu rendah, di mana panas dilepaskan. Panas disuplai dari sumber panas, dengan menggunakan Pers. 4.11 dan 4.12, didapatkan
Untuk sistem yang lengkap, berlaku : Kerja netto = Panas netto yang di suplai W = Q2-3 – Q4-1 Dan sebagai efisiensi siklusnya adalah :
(Hasil ini dapat disimpulkan tanpa pembuktian formal, suplai panas dan panas yang dilepas terjadi pada suhu konstan).
dan persamaan ini sama dengan nilai efisiensi siklus. Interpretasi praktis untuk siklus ideal tidak akan dibicarakan secara detail. Gambar 16.15b. memberikan gambaran sederhana dari motor dan menunjukkan kebutuhan dua piston pada motor yaitu piston kerja dan piston lintasan, yang bekerja pada bagian yang berbeda dalam silinder yang sama dan tidak seperti yang disajikan. Hal ini diperlukan pada siklus ideal untuk piston yang bergerak diskontinyu
dan hanya bisa didekati dengan mekanisme yang bekerja. Hasilnya adalah proses pada siklus ideal tidak tercapai dan ada pembulatan dari diagram p - v seperti halnya pada proses pemanasan dan pendinginan yang didekati dengan konsep pemanasan pada volume konstan. Percobaan permulaan untuk membuat motor Stirling tidak sesukses motor pembakaran dalam. Sejak Tahun 1938 Philips dari Eindhoven memulai mengembangkan suatu siklus, tertarik dalam kemungkinan praktis adanya peningkatan pada siklus Stirling. Yang menarik adalah motor ini dapat menggunakan berbagai bentuk panas dari bahan bakar konvensional maupun nonkonvensional, solar atau sumber nuklir, sehingga bisa menghasilkan suhu yang cukup tinggi. Kebisingan motor rendah dengan efisiensi sama atau lebih baik dibandingkan mesin pembakaran dalam pada umumnya. Di samping itu vibrasi mesin kecil karena pengendalian yang bersifat alami dengan memberikan pergerakan yang berbeda antara kerja dengan langkah piston. Kemungkinan penggunaan siklus Stirling sangatlah luas, termasuk untuk keperluan kelautan, generator listrik untuk puncak tenaga dan unit cadangan, untuk otomotif sebagai pembanding terhadap motor diesel, terutama untuk suatu kondisi di mana digunakan bahan bakar non konvensional. Motor Stirling telah dipertimbangkan untuk keperluan ruang angkasa yang menggunakan energi surya, submarin non nuklir dan terpedo. Aplikasi terpenting sampai saat ini adalah sebagai motor udara dan referigerator. Dengan menggunakan siklus stirling yang dibalik, maka dapat dicapai suhu rendah pada luasan cryogenic. Mesin yang pernah dirakit digunakan untuk pencairan gas, dan sejak 1958 General Motor Corporation Amerika telah membangun dan menguji motor Stirling untuk tujuan otomotif dan mendapatkan pengalaman yang berharga. SOAL LATIHAN 1. Berapa efisiensi termal tertinggi yang mungkin untuk suatu mesin kalor yang beroperasi antara suhu 800°C dan 15°C. ( Jawaban : 73,2% ) 2. Dua mesin kalor yang beroperasi reversibel dalam rangkaian antara sumber panas 527°C dan pendingin 17°C. Jika mesinmesin memiliki efisiensi yang sama dan mesin pertama melepas panas 400 kJ ke mesin ke dua, hitung : a) Suhu di mana panas disuplai pada mesin ke dua. b) Panas yang diambil dari sumber. c) Kerja yang dilakukan oleh masing-masing mesin. d) Asumsikan bahwa setiap mesin beroperasi pada siklus Carnot. (Jawaban : 209°C; 664°C; 264 kJ; 159,2 kJ) 3. Mesin Carnot beroperasi antara suhu 307°C dan 17°C dan tekanan maksimum dan minimum adalah 62,4 bar dan 1,04 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja. Asumsikan udara sebagai fluida kerja. ( Jawaban : 50%; 0,287) 4. Unit turbin gas siklus tertutup bekerja pada suhu maksimum dan minimum berturut-turut 760°C dan 15°C dan memiliki nisbah kerja 7 : 1. Hitung efisiensi termal ideal dan nisbah kerja. ( Jawaban : 42,7% ; 0,503) 5. Pada suatu siklus udara standar Otto suhu maksimum dan minimum adalah 1400°C dan 15°C. Panas yang disuplai per kg udara adalah 800 kJ. Hitung nisbah kompresi dan efisiensi termal. Hitung juga nisbah tekanan maksimum dan minimum dari siklus. ( Jawaban : 5,26/1 ; 48,6 %; 30,5/ 1) 6. Motor bensin empat silinder memiliki volume langkah 2000 cm3, volume clearance pada setiap silinder 60 cm3. Hitung efisiensi termal udara standar. Jika kondisi induksi adalah 1 bar dan 24°C, dan suhu siklus maksimum adalah 1400°C, hitung tekanan efektif rata-rata berdasarkan siklus udara standar. ( Jawaban : 59%; 5,27 bar ) 7. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata dari siklus mesin diesel standar dengan nisbah
kompresi 15/1 dan suhu maksimum dan minimum dari siklus berturut-turut 1650°C dan 15°C. Tekanan maksimum siklus 45 bar. ( Jawaban : 59,1 % ; 8,39 bar ) 8. Di dalam suatu siklus pembakaran ganda suhu maksimum tercapai 2000°C dan tekanan maksimum 70 bar. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata bilamana tekanan dan suhu pada awal kompresi 1 bar dan 17°C. Nisbah kompresi adalah 18 : 1. ( Jawaban : 63,6% ; 10,5 bar ) 9. Suatu siklus pembakaran ganda udara standar mempunyai tekanan efektif rata-rata 10 bar. Tekanan dan suhu minimum masing-masing 1 bar dan 17°C dan nisbah kompresi adalah 16:1. Hitung suhu siklus maksimum bilamana efisiensi termal adalah 60 %. Tekanan siklus maksimum 60 bar. (Jawaban : 1959°C)
BAB VII TERMODINAMIKA CAMPURAN TAK BEREAKSI Substansi murni didefinisikan sebagai substansi yang memiliki komposisi kimia tetap dan seragam, dan definisi ini dapat dikembangkan termasuk di antaranya campuran gas homogen tetapi tidak terjadi reaksi kimia. Sifat-sifat termodinamika campuran gas dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti gas tunggal. Sebagai contoh yang lazim adalah udara kering. Udara merupakan campuran dari oksigen, nitrogen, sebagian kecil argon, dan beberapa gas lain. Sifat-sifat udara telah ditetapkan dan dianggap sebagai substansi tunggal. Dalam bab ini pembahasan tentang campuran yang komposisinya terdiri dari gas ideal, atau gabungan uap dan gas ideal. Sifat-sifat uap semacam itu sangatlah penting dalam perhitungan sistem pembakaran. Campuran udara dan uap air dalam bab ini akan dibahas tersendiri sebagai referensi dalam perhitungan kondensor permukaan. Untuk kondisi udara lembab akan dibicarakan tersendiri dalam bab lain yaitu psikrometri. Hal yang terkait dengan bab ini adalah pengetahuan tentang berat atom dan molekul. Pengetahuan tentang berat molekul ini akan dibahas sedikit pada awal pembahasan sehingga memudahkan untuk pembahasan selanjutnya. Pada bab ini nilai berat molekul ditunjukkan di dalam kurung, misal nitrogen (28) artinya bahwa nitrogen memiliki berat molekul 28. 7.1 Hukum Dalton dan Hukum Gibbs-Dalton Kita menganggap ada suatu ruang tertutup dengan volume V dan suhu T, berisi campuran gas ideal dengan tekanan yang diketahui. Jika sebagian campuran dikeluarkan, maka tekanan menjadi lebih rendah dari tekanan awalnya. Jika gas yang dikeluarkan merupakan salah satu dari seluruh komponen campuran tersebut dan dikeluarkan seluruhnya maka penurunan tekanan akan sama dengan kontribusi dari komponen tersebut pada tekanan total awalnya. Setiap komponen gas berkontribusi terhadap tekanan total dimana diketahui sebagai tekanan parsial dari komponen tersebut. Hubungan antara tekanan parsial dari komponen yang menyusunnya diformulasikan dengan hukum Dalton sebagai berikut : “Tekanan dari campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial tekanan komponen yang menyusunnya” dan “ tekanan parsial adalah tekanan dari komponen gas jika dan hanya jika zat tersebut menempati volume campuran pada suhu yang sama”.
Hal ini dijelaskan secara diagramatis pada Gambar 7.1. Gas A dan gas B pada awalnya menempati volume V pada suhu T kemudian dicampur pada ruang ke tiga dengan volume dan suhu yang sama. Dengan hukum konservasi massa, m = mA + mB (7.1) Dengan menggunakan hukum Dalton, p = pA + pB (7.2) Hukum Dalton diturunkan berdasarkan eksperimen dan berlaku sangat akurat untuk campuran pada tekanan rendah. Seperti ditunjukkan pada Gambar 7.1 setiap komponen gas menempati seluruh ruangan. Contoh tersebut disajikan pada Gambar 7.1 dan hubungan pada tingkat keadaan menggunakan Pers. 7.1 dan Pers. 7.2. Dengan mengacu pada campuran dua macam gas, hukum tersebut dapat dikembangkan untuk
persamaan campuran berbagai macam gas, yaitu dengan persamaan :
∑
m = mA + mB + mC + ... atau m = mi .... (7.3) (mi adalah massa masing-masing komponen gas) Dengan cara yang sama, tekanan total didapatkan sbb :
∑
p = pA + pB + pC +... atau p = pi (7.4) (pi adalah tekanan masing-masing komponen gas) Udara merupakan campuran yang lazim dianalisis dengan pendekatan termodinamika campuran gas tak bereaksi, dengan sifat-sifat termodinamika sebagai berikut : Tabel 7.1. Komposisi dan sifat termodinamika udara
Berat molekul rata-rata dari udara adalah 28,96 dan tetapan gas R adalah 0,2871 kJ/kg.oK. Untuk kalkulasi pendekatan, udara biasanya dianggap sebagai komposisi dua komponen yaitu oksigen dan nitrogen atmosfer. Tabel 7.2. Komposisi oksigen dan nitrogen dalam udara Komponen (Berat molekul Wt) Oksigen (31,999) Nitrogen (28,013) Nitrogen : Oksigen
Analisis volumetrik (% v) 21
Analisis gravimetrik ( % w ) 23 , 3
79
76 , 67
3,76 : 1
3 ,29 : 1
(catatan : analisis volumetrik adalah analisis berdasarkan volume dan analisis gravimetrik merupakan analisis berdasarkan berat atau massa). Contoh 7.1 Suatu bejana dengan volume 0,4 m3 berisi 0,45 kg karbon monoksida (28) dan 1 kg udara pada 15oC. Hitung tekanan parsial masing-masing komponen gas dan tekanan total di dalam wadah. Analisis gravimetri menunjukkan komposisi udara terdiri dari 23,3 % oksigen (32), dan 76,7 % Nitrogen (28). Penyelesaian :
Volume V sebesar 0,4 m3 dan suhu T adalah (15 + 273) = 288 K, sehingga didapatkan tekanan partial masing-masing komponen gas sebagai berikut : Untuk Oksigen :
tekanan total di dalam wadah dihitung dengan Pers. 7.4 p =Σ pi = 0,436 + 1,64 + 0,962 = 3,038 bar maka tekanan di dalam wadah sebesar 3,308 bar. Hukum Dalton direformulasikan oleh Gibb untuk menyertakan pernyataan ke dua dari sifat-sifat termodinamika campuran. Pernyataan gabungan tersebut dikenal sebagai hukum Gibbs-Dalton sebagai berikut : Energi dalam, entalpi, dan entropi dari campuran gas berturutturut sama dengan jumlah dari energi dalam, entalpi, dan entropi dari komponen gas yang menyusunnya. Setiap komponen memiliki energi dalam, entalpi, dan entropi tertentu apabila masing-masing komponen tersebut menempati sendiri volume campuran pada suhu yang sama. Pernyataan tersebut diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
7.2 Analisis Volumetrik Campuran Gas Analisis campuran gas sering dibatasi oleh volume sebagai sesuatu yang biasa dilakukan dalam perhitungan praktis. Pada bab selanjutnya analisis gas buang dengan menggunakan alat Orsat dibahas sebagai contoh dari analisis volumetrik. Volume dari sampel gas diukur pada tekanan atmosfer, dan suhu dipertahankan pada tekanan konstan dengan menggunakan selubung air sekeliling sampel gas. Komponen gas diserap dengan menggunakan bahan kimia satu per satu, dan sisa dari sampel diukur sesudah absorpsi.
Perbedaan dalam volume menunjukkan volume parsial yang ditempati oleh komponen gas dalam campuran. Anggap suatu volume V dari campuran gas pada suhu T, terdiri dari komponen gas A, B, dan C seperti pada Gambar 7.2a. Selanjutnya setiap komponen dipisahkan dan ditekan sehingga tekanannya sama dengan tekanan total dari campuran dengan suhu dipertahankan konstan. Volume parsial yang dipenuhi oleh komponen gas dengan demikian adalah VA, VB, dan VC.
Gambar 7.2. Konsep volume parsial
Dengan demikian dari Pers. 3.6 PV = mRT dan dengan mengacu pada Gambar 7.2.a. didapatkan
kemudian dengan referensi Gambar 7.2b. didapatkan
substitusi kedua persamaan tersebut didapatkan :
dan secara umum dapat diformulasikan sebagai berikut :
Volume dari campuran gas sama dengan jumlah volumevolume dari komponen gas individu jika berada pada tekanan dan volume campuran. Hal ini merupakan pernyataan dari hukum empiris tentang hukum volume parsial. Kadang-kadang hukum ini disebut sebagai Hukum Amagat atau Hukum Leduc. Analisis campuran gas disederhanakan dalam satuan molekul sangat sering dilakukan. Molekul didefinisikan dalam Bab 3.3 dan m diberikan dengan Pers. 3.7 sebagai n . Dengan hukum Avogadro jumlah molekul gas adalah proporsional dengan volume pada tekanan dan suhu tertentu. Dengan mengacu pada Gambar 7.2a. volume V terdiri dari n mol campuran pada P dan T. Pada Gambar 7.2b gas A menempati volume VA pada tekanan p dan suhu T, dan volumenya berisi sejumlah molekul nA. Pada keadaan yang sama gas B dengan jumlah molekul nB menempati volume VB, demikian pula gas C dengan jumlah molekul nC menempati volume VC. Selanjutnya dengan menggunakan Pers. 7.9 maka ΣVi =V atau V + V + V = V. Oleh karena itu, jumlah total molekul di dalam bejana harus sama dengan jumlah A
B
C
molekul komponen-komponen yang menyusunnya, yaitu nA + nB + nC = n atau n =Σ ni (7.10) 7.3. Berat molekul dan Tetapan Campuran Gas
Untuk sembarang gas di dalam campuran yang menempati total ruangan V pada suhu T dari Pers. 3.8 pV = nRoT dan definisi dari tekanan parsial, didapatkan : piV = ni Ro (7.11) maka Σ piV =Σ ni RoT V Σ pi = RoT Σ ni dari Pers. 7.4 dan substitusi pada Pers. 7.11 didapatkan : pV= RoT Σ ni juga substitusi dengan Pers. 7.10 didapatkan : pV = nRoT Sehingga campuran bertingkah laku sebagai gas ideal, dan rumus tersebut merupakan persamaan karakteristik dari campuran. Berat molekul campuran didefinisikan sebagai persamaan di mana m adalah massa dari campuran dan n adalah jumlah molekul campuran. Dengan cara yang sama tetapan gas campuran ditentukan dengan persamaan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa campuran gas ideal mengikuti hukum gas ideal. Untuk mendapatkan tetapan gas dari campuran dalam kasus dimana tetapan masing-masing komponen gas telah diketahui, maka Pers. 3.6 berlaku untuk campuran maupun masing-masing komponen penyusunnya, sebagai berikut : PV = mRT dan piV = miRT Sehingga Σ piV =Σ mi RiTdan V Σ pi = T Σ mi Ri dari Pers. 7.4 bahwa p =Σ pi maka pVT 6miiR atau pV = mRT=T Σ mi Ri , dengan demikian maka mR = =Σ mi Ri atau m i (7.12) ( di mana m/m merupakan fraksi massa dari komponen gas). Contoh 7.2 Analisis gravimetric dari udara menunjukkan komposisi oksigen 23.14%, nitrogen 75,53%, argon 1,28 %, dan karbon dioksida 0,05 %. Berat molekul masing-masing gas tersebut berturut-turut 31,999 ; 28,013 ; 39,948 dan 44,01. Hitung tetapan gas udara dan berat molekulnya. Penyelesaian :
Dari Pers. 3.9, R = Ro/M, sehingga : Dengan menggunakan Pers. 7.12,
maka didapatkan tetapan gas udara
Jika analisis pendekatan untuk udara digunakan yaitu dengan komposisi 23,3 % O2 dan 76,7 % N2, dengan metoda yang sama didapatkan M = 28,84 dan R = 0,2882 kJ/kg.0K. Dari Pers. 7.11, piV=niRoT dan kombinasi persamaan ini dengan Pers. 3.8 diterapkan untuk campuran, maka didapatkan :
selanjutnya dikombinasikan dengan Pers. 13.8, menghasilkan
Hal ini merupakan hasil yang penting, bahwa berdasarkan analisis molaritas menghasilkan hasil yang sama dengan analisis volumetric, yaitu keduanya merupakan nisbah tekanan parsial terhadap tekanan total. Metoda lain untuk menghitung berat molekul campuran digunakan prosedur yang dibicarakan berikut. Penerapan karakterisitik Pers. 3.6. untuk setiap konstituen dan campuran diperoleh persamaan Dari Pers. 7.3, m =Σ mi , sehingga berlaku
R o menggunakan Pers. 3.9, , yang disubstitusikan ke persa-M maan di atas,
Dengan menggunakan Pers. 7.14. didapatkan
Contoh 7.3 Dari analisis gravimetric udara didapatkan kandungan oksigen 23,14 %, Nitrogen 75,53 %, Argon 1,28 % dan Karbon dioksida 0,05 %. Hitung komposisi berdasarkan volume, tekanan partial setiap komponen gas bila tekanan total 1 bar. Penyelesaian : Dari Pers. 7.14. analisa komposisi berdasarkan volume adalah ni m i sama dengan fraksi molekul .
Dari Pers. 3.7. ni = , dengan nmenganggap campuran sebagai massa 1 kg dapat ditabulasikan sebagai berikut :
tekanan parsial masing-masing komponen : PO2= 0,2091 x 1 bar = 0,2095 bar PN2= 0,7809 x 1 bar = 0,7809 bar PAr = 0,0093 x 1 bar = 0,0093 bar PCO2 = 0,0003 x 1 bar = 0,0003 bar Contoh 7.4 Campuran 1 mol CO2 (44) dan 3,5 mol udara diisikan di dalam bejana pada tekanan 1 bar dan suhu 15 oC. Analisa volumetrik udara menunjukkan 21 % Oksigen dan 79 % Nitrogen. Hitung sifat-sifat campuran berikut : a. Massa CO2, O2 , dan N2 serta massa total. b. Prosentase Karbon berdasarkan basis massa c. Berat molekul campuran dan tetapan gas campuran d. Volume spesifik campuran Penyelesaian : a. Dari Persamaan 7.14, n in , didapatkan jumlah molekul masing-masing : nO2 = 0,21 x 3,5 = 0,735 nN2 = 0,79 x 3,5 = 2,765 dari Persamaan 3.7 mi = ni.Mi didapatkan massa masingmasing komponen : mCO2 = 1 x 44 = 44 kg mO2 = 0,735 x 32 = 23,55 kg mN2 = 2,765 x 28 = 77,5 kg Total massa, m = mO2 + mN2 + mCO2 = 44 + 23,55 + 77,5 = 145, 05 kg b. Berat molekul karbon adalah 12, sehingga ada 12 kg karbon untuk setiap molekul karbon dioksida. Prosentase Karbon c. Dari Persamaan 7.10. , n =Σ ni , sehingga n = nCO2 + nO2 + nN2 = 1 + 0,735 + 2,769 = 4,5.
Kemudian dengan menggunakan Pers. 7.17, didapatkan :
d. Dari Pers. 3.5. didapatkan volume spesifik campuran Jadi volume spesifik campuran pada tekanan 1 bar dan suhu 15˚C sebesar 0,7435 m3/kg. Contoh 7.5 Suatu campuran H2 (2) dan O2 (32) dibuat sedemikian rupa sehingga nisbah H2 terhadap O2 adalah 2 : 1 berdasarkan basis volume. Hitung massa O2 yang dibutuhkan dan volume wadah per kg H2 jika suhu dan tekanan masing-masing 15 oC dan 1 bar. Penyelesaian : Misalkan massa O2 per kg H2 adalah x kg. Dari Pers. 3.7, Maka nH2 = ½ = 0,5 dan nO2 = x/32 .
artinya bahwa oksigen per kg Hidrogen sebanyak 8 kg. Jumlah total molekul di dalam bejana per kg H2 adalah : n = n H2 + nO2 =0,5 + (x/32) = 0,5 + (8/32) = 0,5 + 0,25 = 0,75 selanjutnya dari Persamaan 3.8. didapatkan PV = n R0T Contoh 7.6. Suatu bejana berisi campuran gas dengan komposisi berdasarkan volume 80 % H2 (2), dan 20 % CO (28). Tujuan yang diinginkan adalah campuran dengan komposisi 50 % H2 dan 50 % CO dengan cara mengeluarkan sebagian campuran kemudian menambahkan CO. Hitung massa campuran yang harus dikeluarkan dan massa CO yang harus ditambahkan. Tekanan dan suhu dipertahankan konstan selama prosedur diterapkan. Penyelesaian : Oleh karena tekanan dan suhu dipertahankan konstan, maka artinya adalah jumlah molekul di dalam bejana dipertahankan konstan dan berlaku : Jumlah mol campuran yang dikeluarkan = jumlah mol CO yang ditambahkan. Misalkan ada x kg campuran yang dikeluarkan dan y kg CO yang ditambahkan, untuk campuran dari Pers. 7.16 didapatkan berat mol campuran BM = 0,8 x 2 + 0,2 x 28 = 7,2 Kemudian dengan menggunakan Pers. 3.7. n didapatkan persamaan :
Jumlah mol yang dikeluarkan = (x/7,2) = jumlah CO yang V n i ditambahkan = (y/28). Dari Pers. 7.14 = , sehingga : Jumlah molekul yang dikeluarkan = 0,8 x (x/7,2) = (x/9). mol H2 awal = 0,8 x 1 = 0,8 dan mol tersisa dalam bejana = 0,8 – (x/9). Akan tetapi, 1 mol campuran baru terdiri dari 50 % H2 dan 50 % CO, sehingga : 0 ,8 – (x/9) = 0, 5 x = (0,8 – 0,5) x 9 = 2,7 kg i
karena (x/7,2) = (y/28) maka y =(28/7,2)x = massa CO yang ditambahkan sebesar 10,5 kg.
10 , 5
7.4 Panas Spesifik Campuran Gas Seperti telah dijelaskan pada Sub bab 7.1, sebagai konsekuensi persamaan Gibbs-Dalton, energi dalam dari campuran gas diberikan dengan Pers. 7.5 mu =Σmi ui. Juga dengan persamaan gas ideal dari Pers. 3.14 u = cv.T. Selanjutnya dengan substitusi terhadap persamaan sebelumnya didapatkan : m cv T = Σmi cvi T dan m cv = Σmi cvi atau
Dengan cara yang sama dari Pers. 7.6 mh = =Σmi hi dan dari Pers. 3.18, h = cp .T sehingga mcp T = Σmi cpi T mcp = Σmi cπ Dari Pers. 7.18 dan 7.19 menggunakan Persamaan 3.17. cpi – cvi = Ri sehingga berlaku : sehingga persamaan juga dari Persamaan 7.12, untuk campuran tetap berlaku cp – cv = R dan Pers. 3.20, 3.21, dan 3.22 dapat diterapkan untuk campuran gas. Contoh 7.7 Suatu gas di dalam silinder motor bakar mempunyai hasil analisis volumetrik 12 % CO2, 11,5 % O2, dan 76,5 % N2. Suhu pada awal ekspansi adalah 1000 0C dan campuran gas berekspansi reversibel dengan nisbah volume 7 : 1, menurut pada hukum pv1,25 = konstan. Hitung kerja yang dilakukan dan panas yang dilepas per kg gas. Nilai cp untuk masing-masing komponen adalah : cp untuk CO2 = 1,235 kJ/kg.oK O2 = 1,088 kJ/kg.oK N2 = 1,172 kJ/kg.oK Penyelesaian :
Kemudian menggunakan Pers. 7.19.
Kemudian dari Pers. 3.17, cp - cv = R didapatkan cv = 1,173 – 0,2739 = 0,899 kJ/kg K Kerja yang dilakukan per kg gas didapatkan dari Pers. 4.28.
T2 didapatkan menggunakan Pers. 4.26.
Akhirnya dari persamaan energi tanpa aliran : Q = (u2 - u1) + W = - 440,3 + 536,3 = 96 kJ/kg. Artinya panas masuk ke dalam sistem sebesar 96 kJ/kg. Contoh 7.8 Kalkulasi untuk data dari contoh 7.7. besarnya perubahan entropi per kg campuran. Penyelesaian
Gambar 7.3. Perubahan entropi per kg campuran
Dengan menggunakan Gambar 7.3, perubahan entropi antara tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2 didapatkan dengan membayangkan bahwa proses digantikan dengan dua proses, dari 1 ke A dan dari A ke 2. Metoda ini digambarkan pada Sub bab 5.4. Untuk proses isotermal 1 ke A, dari Pers. 5.12. sA – s1 = R ln (v2/v1) = 0,2739 ln 7 = 0,533 kJ/kg K untuk proses volume konstan dari A ke 2,
Kemudian dengan pengurangan : s2 – s1 = 0,533 – 0,436 = 0,097 kJ/kg K Sering juga dituliskan, satuan untuk kerja dan panas spesifik dalam tingkatan mol. Keadaan ini disebut panas molar dan disimbolkan dalam Cp dan Cv. Panas molar didefinisikan sebagai :
Cp = M.cp dan Cv = M.cv (7.20) Dari Pers. 3.17, cp - cv = R, sehingga Cp - Cv = M.cp - M.cv = MR = Ro Cp - Cv = Ro (7.21) Dari Pers. 3.15., Dari Pers. 3.7, m/M = n, dan dari Pers. 7.20., Cv = M.cv sehingga U = n CvT (7.22) Dengan cara yang sama H = n cp T (7.23) Dengan menggunakan persamaan Gibs – Dalton : U = ΣUi dan H = ΣHi nCv T = Σni cvi T dan nCp T = ΣniCpiT
Contoh 7.9 Suatu gas mempunyai analisis volumetrik sebagai berikut : 29 % CO (28), 12 % H2 (2), 3% CH4 (16), 4% CO2 (44), 52% N2 (28). Hitung Cp , Cv, cp , dan cv campuran. Nilai Cp untuk masing-masing komponen : 29,27 kJ/mol.K untuk CO, 28,89 kJ/mol.K untuk H2, 35,8 kJ/mol.K untuk CH4, 37,22 kJ/mol.K untuk CO2 dan 29,14 kJ/mol.K untuk N2. Penyelesaian : Dari Pers. 7.25 : Cp = 0,29 x 29,27 + 0,12 x 28,89 + 0,03 x 35,8 + 0,04 x 37,22+ 0,52 x 29, 14= 29,676 kJ/mol.K Cp – Cv = R o Cv = 29,676 – 8,314 = 21,362 kJ/mol.K Berat molekul campuran dihitung dengan Pers. 7.17, M = 0,29 x 28 + 0,12 x 2 + 0,03 x 16 + 0,04 x 44 + 0,52 x 28 = 25, 2 selanjutnya dari Pers. 7.20. cp = Cp /M = 29,676 / 25,2 = 1,178 kJ/kg.K v = Cv /M = 21,362 / 25,2 = 0,8476 kJ/kg.K. Data eksperimental untuk nilai γ , cp , cv, Cp , Cv, M dan R untuk beberapa jenis gas diperlihatkan pada Tabel 7.3. Tabel 7.3. Sifat-sifat termodinamika beberapa jenis gas
7.5 Campuran Adiabatis Gas Ideal Misalkan ada dua macam gas A dan B yang terpisah oleh membram tipis dalam suatu ruangan seperti pada Gambar 7.4. Jika membram tersebut dilepas maka kedua gas tersebut bercampur dan masing-masing menempati seluruh volume, seolah-olah tidak ada gas lain yang berada dalam ruangan tersebut. Proses ini mirip dengan proses ekspansi bebas untuk masing-masing gas, dan prosesnya berjalan irreversibel. Proses ini dapat disederhanakan dengan asumsi bahwa proses tersebut berlangsung adiabatis, maksudnya adalah bahwa ada ruang dalam insulasi sempurna dan terjadi penambahan entropi di dalam sistem. Pada Sub bab 5.5 ditunjukkan bahwa selalu ada peningkatan entropi pada proses yang berlangsung isotermal irreversibel.
Gambar 7.4. Pencampuran adiabatis dua macam gas
Ditunjukkan juga pada sub bab 4.4. bahwa di dalam proses ekspansi bebas tidak terjadi perubahan energi dalam. Dalam kasus ini dari Pers. 7.22. berlaku : U1 = nA CvA TA + nB CvB TB U2 = (nACvA + nB CvB) T Perluasan persamaan tersebut untuk berbagai macam gas : U1 = Σni Cvi Ti dan U2 = TΣni Cv dimana U1 = U2 yaitu Σni Cvi Ti = TΣni Cv Contoh 7.10 Suatu bejana dengan volume 1,5 m3 berisi oksigen pada tekanan 7 bar suhu 40˚C. Bejana tersebut dihubungkan dengan bejana lain dengan volume 3 m3 berisi karbon dioksida pada tekanan 1 bar 15˚C. Klep penghubung selanjutnya dibuka dan gas dibiarkan bercampur secara adiabatis. Hitung : a. Suhu dan tekanan akhir campuran b. Perubahan entropi sistem. Penyelesaian : Dari tabel didapatkan panas molar (Cv) Oksigen 21,07 kJ/mol.K dan Karbondioksida 20,86 kJ/kg.K. a. Dari Persamaan. 3.8 pV
sebelum pencampuran besarnya energi dalam : U1 = 0,4035 x 21,07 x 313 + 0,1253 x 20,86 x 288 = 3413,8 kJ Setelah pencampuran terjadi : U2 = T(0,4035 x 21,07 + 0,1253 x 20,86) = 11,118 T untuk pencampuran adiabatik, U1 = U2 sehingga 3413,8 = 11,118 T T = 307 K = 307 – 273 = 34oC Dari Persamaan 3.8 maka tekanan campuran sebesar 3 bar b. Perubahan entropi sistem sama dengan jumlah perubahan entropi oksigen dan perubahan entropi karbon monoksida sesuai dengan hukum Gibbs-Dalton. Dengan menggunakan Gambar 7.5. perubahan entropi oksigen dapat dihitung dengan menempatkan proses berlangsung dengan oksigen melalui dua proses 1 ke A dan dari A ke 2.
Gambar 7.5. Perubahan entropi oksigen
Untuk proses isotermal dari 1 ke A, dari Pers. 5.12 diketahui :
SA - S1 = 0,4035 x 8,314 x ln (4,5 / 1,5) = 3,686 kJ/K. Pada volume konstan dari A ke 2,
Dengan menggunakan Gambar 7.6, perubahan entropi karbon monoksida bisa didapatkan dengan jalan yang sama sebagai berikut :
Gambar 7.6. Perubahan entropi karbon monoksida
Selanjutnya perubahan entropi keseluruhan sistem didapatkan dengan persamaan : (S2 – S1)sistem = (S2 – S1)O2 + (S2 – S1)CO = 3,518 + 0,590 = 4,108 kJ/K. Sehingga perubahan entropi sistem sebesar 4,108 kJ/K. Bentuk lain dari pencampuran adalah pada kasus dua aliran fluida bertemu membentuk satu aliran mantap. Secara diagramatis proses ini ditunjukkan pada Gambar 7.7.
Gambar 7.7. Campuran dua aliran fluida membentuk satu aliran mantap
Persamaan aliran energi bisa diterapkan untuk bagian campuran, dan perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan, yaitu untuk proses adiabatis aliran panas Q = 0 dan juga kerja W = 0, sehingga dalam kasus ini persamaan disederhanakan menjadi
Dari Persamaan 3.20 berlaku Cp = M cp dan dari Persamaan 3.7 M = m/n sehingga didapatkan
Persamaan 7.27 atau Persamaan 7.28 mewakili satu kondisi yang harus memenuhi proses pencampuran adiabatik dalam kondisi aliran mantap. Dalam kasus khusus beberapa informasi lain harus diketahui (misal tekanan akhir dan volume spesifik) sebelum penyelesaian lengkap terpenuhi. Untuk mendapatkan perubahan entropi pada proses semacam ini, digunakan prosedur di atas dengan pencampuran adiabatik mengikuti persamaan ekspansi bebas. Perubahan entropi untuk setiap gas akan didapatkan dan hasil keseluruhan dapat dijumlahkan. 7.6 Campuran Gas dengan Uap Misalkan ada suatu bejana dengan volume tetap dan suhu dipertahankan konstan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.8a. Seluruh komponen gas di dalam bejana tersebut dikeluarkan sehingga tekanannya menjadi nol. Pada Gambar 7.8b sejumlah kecil air disuntikkan ke dalam bejana dan dibiarkan berevaporasi sehingga memenuhi seluruh volume ruangan. Untuk jumlah air yang sangat kecil maka tekanan uap di dalam ruang tersebut lebih kecil dari pada tekanan jenuh dari suhu ruang. Pada kondisi ini
tekanan dan suhu ada pada kondisi uap superpanas. Semakin banyak air ditambahkan ke dalam bejana maka tekanan bertambah dan evaporasi air berlanjut hingga tercapai suatu kondisi dimana volume tidak bisa lagi menampung uap. Penambahan air berikutnya tidak akan menghasilkan uap melainkan bereksistensi sebagai fase cair seperti diperlihatkan pada Gambar 7.8c. Pada kondisi ini menunjukkan uap dalam kondisi kontak dengan cairan. Setiap kg air yang disuntikkan, ruang akan berisi (1-x) kg air ditambah x kg uap kering, atau berisi 1 kg uap basah fraksi kering x
Gambar 7.8. Proses pencampuran gas dan uap
Selama proses evaporasi suhu dipertahankan konstan. Selanjutnya bila suhu ditingkatkan dengan penambahan panas maka jumlah air yang berubah menjadi uap kian bertambah dan tekanan juga akan meningkat. Akhirnya keseluruhan ruang akan terisi uap kering seperti sebelumnya, akan tetapi pada tingkat keadaan suhu dan tekanan yang lebih tinggi. Bejana pada Gambar 7.8 pada awalnya harus dikosongkan, akan tetapi air juga akan menguap dengan cara yang sama jika ruang terisi gas atau campuran gas. Seperti yang dinyatakan dalam hukum DaltonGibbs, setiap gas seolah-olah bertingkah laku dengan memenuhi seluruh ruangan pada suhu ruangan. Apabila sedikit air disemprotkan ke dalam ruang yang berisi campuran gas, maka uap yang terbentuk juga akan memenuhi tekanan sesuai dengan suhu ruang, dan tekanan ini disebut sebagai tekanan parsial uap di dalam campuran. Perlu diperhatikan bahwa uap hanya akan menjadi jenuh jika kontak dengan fase cairnya. Apabila suatu campuran berisi uap jenuh, maka tekanan parsial dari uap bisa didapatkan dari tabel suhu campuran. Asumsinya adalah uap jenuh selalu mengikuti hukum Gibbs-Dalton. Hal ini akan menjadi pendekatan yang baik jika proses yang dianalisis terjadi pada tekanan total yang rendah. Contoh 7.11 Suatu ruang 0,3 m3 berisi udara dengan tekanan 0,7 bar dan suhu 75˚C. Air disuntikkan ke dalam ruang dengan suhu ruang dipertahankan konstan. Hitung massa air yang harus disuntikkan sehingga ruang dipenuhi uap jenuh. Jika penyuntikan air dilanjutkan sampai total massa air 0,7 kg, dapatkan tekanan total dalam ruang. Selanjutnya ruang dipanaskan sehingga seluruh air terevaporasi. Hitung tekanan total dan panas yang disuplai. Penyelesaian : Dalam kasus ini disimbolkan s : uap (steam), w = air dalam fase cair dan a = udara. Dari tabel uap pada suhu 75 0C, tekanan jenuh Pg = 0,3855 bar dan νg = 4,133 m3/kg. Massa uap yang memenuhi ruang : artinya massa air yang disuntikkan sebesar 0,0726 kg. Dengan menggunakan hukum Dalton (Pers. 7.2.) P = pa + ps = 0,7 + 0,3855 = 1,0855 bar maka tekanan total pada saat seluruh ruang terisi uap jenuh sebesar 1,0855 bar. Sebagai catatan bahwa uap kering diasumsikan bertingkah laku sebagai gas ideal, sehingga uap dan udara diasumsikan memenuhi
volume yang sama karena masing-masing berusaha memenuhi tekanan parsialnya. Apabila total massa 0,7 kg air telah disuntikkan ke dalam ruang, sebagian akan bereksistensi sebagai fase uap kering ( misal ms kg) dan sebagian sebagai fase cair (misal mw kg, dimana mw = 0,7-ms), di mana campuran menempati ruangan total 0,3 m3 , sehingga ms x 4,133 + (0,7-ms) x 0,001026 = 0,3 (dimana νg = 0,001026 m3/kg) ms(4 ,133 – 0,001026) = 0,3 – (0,7)(0,001026) ms = 0,0724 kg (catatan bahwa volume air diabaikan karena sangat kecil dibandingkan volume campuran udara – uap). mw = 0,7 – 0,0724 = 0,6276 kg. Volume yang ditempati uap kering adalah : vs = 0,0724 kg x 4,133 m3/kg = 0,2993 m3. Ruang diasumsikan berisi udara, uap kering jenuh dan air seperti pada Gambar 7.9. Oleh karena T1 = T2, dapat, dapat ditulis :0.2993 Pa1.Va1 = Pa2.Va2.Pa2 = 0,7 x (0,3 / 0,2993) = 0,7017 bar.
Sehingga tekanan total menjadi : PT = pa + ps = 0,7017 + 0,3855 = 1,0872 bar. Air bisa dievaporasikan seluruhnya dengan peningkatan suhu sehingga suatu nilai dimana volume total dipenuhi oleh uap jenuh dan udara. Kondisi ini tercapai bilamana uap memiliki volume spesifik vg, sehingga : 0,7 vg = 0,3 vg = 0,3 / 0,7 = 0,4286 m3/kg Dari tabel tekanan jenuh pada vg 0,4286 m3/kg dengan interpolasi p = 4,35 bar. Sekarang udara menempati volume 0,3 m3 dengan kondisi tekanan parsial Pa3 pada suhu baru. Suhu yang baru adalah suhu jenuh pada tekanan uap 4,35 bar. Dari tabel dengan interpolasi didapatkan t = 146,6oC atau sama dengan 419,6 K. Selanjutnya untuk udara,
Total tekanan di dalam ruang = 4,35 + 0,8439 = 5,194 bar. Dari persamaan energi tanpa aliran, Q = (U2 – U1) + W, di mana pada kasus ini W = 0 sehingga Q = (U2 – U1) Di mana U1 = mw1 + ma ua1 + ms1 us1 U1 = ma ua2 + ms2 u s2 Untuk gas ideal dari Pers. 3.15, U = mcvT, sehingga Q = ms2 us2 - ms1 us1 - mw1 uw1 + ma cv (T2 - T1) Dengan menggunakan us dan uw dari tabel dan mensubstitusikanannya, didapatkan
Contoh 7.12 Produk pembakaran batu bara dianalisis berdasarkan basis volume terdiri dari 8 % CO2, 15% H2O,
5,5 % O2, dan 71,5 % N2. Jika tekanan total adalah 1 bar, hitung suhu di mana gas harus didinginkan agar seluruh H2O terkondensasi. Penyelesaian : Dari Persamaan. 7.14, tekanan parsial H2O adalah : Suhu jenuh pada tekanan 0,21 bar adaklah 61,15 oC, artinya gas harus didinginkan hingga 61,15 oC untuk mengkondensasikan H2O. 7.7 Kondensor Uap Kondensor merupakan komponen penting pada pembangkit uap. Suhu kondensasi dibuat pada suhu 27-38˚C pada kisaran tekanan antara 0,03564 bar dan 0,6624 bar. Kondensor tipe sel dan saluran (shell and tube) merupakan suatu kondensor dengan suatu ruangan di mana tekanan dipertahankan rendah dengan menggunakan pompa, di mana uap dikondensasikan melalui saluran yang di dalamnya dialirkan air pendingin. Bentuk ini disebut kondensor tipe permukaan. Pada bentuk ini akan terjadi kebocoran udara, baik yang melalui kelenjar maupun udara yang terpisahkan pada air masuk dimana keluar larutan dan terbawa serta ke dalam kondensor bersama uap. Udara ini melemahkan performan kondensor karena mengurangi proses pindah panas dari uap ke air pendingin. Kondensor berisi campuran uap, udara dan air. Udara harus dipompakan keluar kondensor secara kontinyu agar kondisi vakum terjaga, dan udara yang dipompakan keluar membawa serta uap. Keadaan ini menjadikan kehilangan air yang masuk ke dalam boiler. Kehilangan ini dikompensasi dengan menambahkan air dingin. Efek lainnya adalah kondensat menjadi terlalu dingin (yaitu suhu lebih rendah dari suhu jenuh), sehingga panas yang harus disuplai ke dalam boiler lebih tinggi daripada kondisi normal. Tekanan di dalam kondensor mendekati konstan serta kondisi udara dan air yang memasuki kondensor pada perbandingan yang tetap bilamana kondisi mantap teratasi. Pada saat uap dikondensasikan, tekanan parsial dari uap sisa menurun, sehingga tekanan parsial udara meningkat untuk menjaga tekanan total tetap. Pada saat tekanan parsial menurun, uap berada pada suhu jenuh yang lebih rendah dibandingkan suhu uap masuk. Dengan demikian proses kondensasi terjadi pada kondisi suhu rendah. Beberapa kondensor didesain untuk menyempurnakan kekurangan tipe kondensor sederhana. Dua di antaranya ditunjukkan pada Gambar 7.10a dan Gambar 7.10b. Pada Gambar 7.10a kebanyakan kondensasi terjadi di dalam bunker utama di dalam saluran dan udara didorong ke tempat lain yang lebih kecil, dimana bunker kecil ini dilindungi dari bunker utama dan disebut sebagai pendingin udara. Di sini kondensasi berlangsung pada suhu yang lebih rendah dengan suatu penghematan air masuk, dan pompa yang lebih kecil dibutuhkan untuk kondensor. Pada Gambar 7.10b saluran udara pendingin berada pada pusat kondensor dan udara dipompa keluar dari daerah ini. Uap yang datang melewati sekeliling saluran bunker dan sebagian lain didorong ke pusat. Proses ini berlangsung sedemikian rupa sehingga terjadi kondensat super dingin yang kemudian dipanaskan kembali, sehingga mengurangi jumlah kondensat super dingin.
Contoh 7.13 Suatu kondensor permukaan dibutuhkan untuk menangani 20.000 kg uap tiap jam, dimana kebocoran udara diestimasi sebesar 0,3 kg per 1000 kg uap. Uap memasuki kondensor pada kondisi kering jenuh 38oC. Kondensat diekstraksi pada titik terbawah kondensor dengan suhu 36oC. Kehilangan kondensat disempurnakan dengan air pada suhu 7oC. Dibutuhkan untuk mendapatkan penghematan kondensat dan suplai panas pada boiler, dengan cara menyesuaikan pompa pemisah udara dengan cara membawa udara tersebut di atas udara pendingin. Asumsikan bahwa udara meninggalkan pendingin pada suhu 27oC. Tekanan di dalam kondensor diasumsikan konstan. Penyelesaian : Massa udara tiap kg uap = 0,3/1000 kg Pada suhu 38oC tekanan jenuh sebesar 0,06624 bar dan vg = 21,63 m3/kg. Untuk 1 kg uap volumenya adalah 21,63 m3, dan volume yang dipenuhi sebesar 0,3/ 100 kg udara bilamana memenuhi tekanan parsial, yaitu Tekanan ini sangat kecil dibandingkan tekanan total dan bisa diabaikan. Ekstraksi kondensat : tekanan jenuh pada 36oC adalah 0,0594 bar dan vg = 23,97 m3/kg. Tekanan total di dalam kondensor adalah 0 ,06624 bar sehingga : 0,06624 = 0,0594 + pa , maka pa = 0,00684 bar. Massa udara yang dikeluarkan tiap jam adalah :
Total massa uap sesuai dengan udara yang dikeluarkan sebesar = = 32,45 kg / jam Ekstraksi terpisah : tekanan jenuh pada 27oC adalah 0,03564 bar dan vg = 38,81 m3/kg. Tekanan udara parsial = 0,06624 – 0,03564 = 0,0306 bar. Sehingga volume udara yang dikeluarkan sebesar
Penghematan kondensat dengan menggunakan metoda ekstraksi terpisah sebesar 32.45 – 4,35 = 28,11 kg/jam. Penghematan panas yang disuplai ke dalam boiler sebesar 28,1 x 4,186 (36 - 7) = 3411 kJ/jam. Contoh 7.14 Untuk data contoh 7.13. hitung prosentase reduksi dalam kapasitas pompa udara dengan menggunakan
metoda separasi terpisah. Jika peningkatan suhu pendinginan 5,5 K, hitung aliran massa air dingin yang dibutuhkan. Diketahui kapasitas pompa tanpa pendingin udara 778 m3/jam sedangkan kapasitas pompa dengan pendingin udara 168,9 m3/jam. Penyelesaian : Prosentase reduksi pada kapasitas
Sistem yang dianalisis ditunjukkan pada Gambar 7.11. Dengan menggunakan simbol subscrift s, a dan c sebagai uap, udara, dan kondensat,serta menerapkannya pada persamaan energi aliran mantap dengan mengabaikan perubahan energi kinetik, didapatkan
(di mana hc = hf pada 36oC = 150,7 kJ/kg) Dengan pendekatan, massa air pendingin yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 5,5 K adalah 48,38 x 106 / (5,5 x 4,187 ) = 2,1 x 106 kg/jam. Jika tidak tersedia suplai air pendingin alami dalam jumlah yang besar untuk pembangkit uap yang besar, setidaknya harus tersedia pendingin air setelah digunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan melewatkan air pendingin menembus menara pendingin.
Gambar 7.13. Skema sistem kondensor untuk contoh soal 7.14
SOAL LATIHAN 1. Campuran karbondioksida dan oksigen disiapkan dalam proporsi 7 kg dan 4 kg di dalam bejana dengan kapasitas 0,3 m3. Jika suhu campuran 15oC, hitung tekanan pada bejana. Jika suhu dinaikkan hingga 40oC, hitung tekanan pada bejana. ( Jawaban : 29,9 bar; 32,5 bar ). 2. Untuk campuran pada soal 7.1 hitung analisis volumetrik, equivalensi berat molekul, dan tetapan gas campuran. Hitung juga jumlah total molekul di dalam campuran. (Jawaban : 33,3 % O2; 66,7% CO ; 29,3 ; 0,283 kJ/kg.K ; 0,375) 3. Gas buang dianalisis dengan komposisi berdasarkan basis volume sebagai berikut : 78% N2; 12% CO2 ; dan 10 % O2. Konversikan komposisi tersebut dalam basis besat. Hitung massa campuran per mol dan densitas campuran jika suhu 550oC dan total tekanan 1 bar. (Jawaban : 72,2% N2 ; 17,3% CO2 ; 10,6 % O2 ; 30,28 kg/ mol; 0,442 kg/m3) 4. Suatu bejana kapasitas 3 m3 berisi campuran Nitrogen dan Karbon Dioksida, berdasarkan analisis basius volumetrik memiliki kuantitas yang sama. Suhu ruang 15oC dan tekanan total 3,5 bar. Hitung massa masing-masing komponen. (Jawaban: 6,14 kg N2 ; 9,65 kg CO2)
5. Komposisi campuran pada soal 7.4 diubah sehingga berisi 70 % CO2 dan 30 % N2 basis volume. Hitung CO2 yang harus ditambahkan dan massa campuran yang harus dikeluarkan sehingga tekanan dan suhunya sesuai dengan keadaan semula. (Jawaban : 6,32 kg; 7,72 kg CO2) 6. Di dalam campuran metana dan udara didapatkan tiga molekul oksigen pada setiap satu mol metana. Hitung nilai cp , cv, Cp , Cv, R dan γ untuk campuran. Asumsikan udara hanya berisi oksigen dan nitrogen. Untuk kondisi awal 1 bar dan 95oC, gas ditekan reversibel adiabatik sehingga nisbah volume 5 : 1. Hitung suhu dan tekanan akhir dan kerja yang dilakukan tiap kilogram campuran. Hitung juga perubahan entropi dan energi dalam per kilogram campuran. (Jawaban : 1,051; 0,754 kJ/kg.K; 29,52; 21,18 kJ/mol.K; 0,2954 kJ/kg.K; 1,39; 9,4 bar; 415 oC; 241,2 kJ/kg; 0; 241,2 kJ/kg). 7. Suatu campuran dibuat dengan komposisi 25 % N2; 35 % O2; 20 % CO2; dan 20 % CO berdasarkan basis volume. Hitung a. Berat molekul campuran b. Cp dan Cv campuran c. γ campuran d. tekanan parsial setiap komponen bila tekanan total 1,5 bar. e. Densitas campuran pada tekanan 1,5 bar dan suhu 15 oC. (Jawaban : 32,6 ; 30,9 ; 22,53 kJ/mol.K; 1,37 ; 0,375 ; 0,525 ; 0,3 ; 0,3 bar ; 2,04 kg/m3) 8. Dua bejana dihubungkan dengan pipa yang dilengkapi dengan klep pada kondisi tertutup. Satu bejana dengan volume 0,3 m3 berisi udara bertekanan 7 bar dan 32˚C, dan yang lain 0,03 m3 berisi oksigen dengan tekanan 21 bar suhu 15˚C. Selanjutnya klep dibuka dan ke dua gas dibiarkan bercampur. Asumsikan bahwa sistem terisolasi dengan baik. Hitung : a. Suhu akhir campuran. b. Tekanan akhir campuran c. Tekanan parsial masing-masing gas d. Analisis volumetrik campuran e. Nilai-nilai cp, cv, R, M, dan γ campuran f. Kenaikan entropi tiap kg campuran g. Perubahan energi dalam dan perubahan entalpi per kg campuran bilamana bejana didinginkan hingga suhunya 10 oC. Asumsikan bahwa udara hanya terdiri dari oksigen dan nitrogen. (Jawaban : 27,7 oC ; 8,26 bar ; 3,30 ; 4,96 bar ; 60 % N2 ; 40 % O2 ; 0,982 ; 0,703 kJ/kg.K ; 29,6; 1,4 ; 0,182 kJ/kg.K ; 12,4 ; 17,4 kJ/kg). 9. Udara dan karbon monooksida dicampur dengan proporsi 3 : 1 basis massa. CO disuplai pada 4 bar dan 15oC, dan udara disuplai pada 7 bar dan 32oC. Kedua komponen campuran tersebut melalui suatu klep dengan aliran mantap dan bercampur adiabatik pada tekanan 1 bar. Hitung : a. Suhu akhir campuran b. Tekanan parsial masing-masing gas pada campuran. c. Peningkatan entropi tiap kg campuran. d. Aliran volume campuran untuk masukkan CO sebesar 1 kg/menit. e. Kecepatan aliran campuran bilamana luas penampang pipa pencampur 0,1 m2. (Jawaban : 27,6 oC ; 0,255 ; 0,156 ; 0,589 bar ; 0,687 kJ/kg.K ; 3,48 m3/menit ; 0,581 m/dt) 10. Amoniak di dalam udara akan menjadi toksik bilamana kandungannya lebih besar sama dengan 0,55 % basis volume. Hitung massa amoniak yang diizinkan dalam kompresor bila besar ruang 1000 m3. Tekanan 1 bar dan suhu 15 0C. Berat mol amoniak (NH3) adalah 17, dan bertingkah laku sebagai gas
ideal. ( Jawaban : 3,88 kg ) 11. Suatu ruang dengan kapasitas 0,3 m3 berisi campuran udara dan uap dengan fraksi kekeringan 0,75. Jika suhu 116,9 dan tekanan 7 bar, hitung massa : air, uap kering jenuh, dan udara. ( Jawaban : 0,102 kg ; 0,307 kg ; 1,39 kg ) 12. Bilamana ruang pada 7.11. didinginkan hingga 100 0C, hitung: a. massa uap yang dikondensasikan. b. Tekanan akhir ruang c. Panas yang dilepas ( Jawaban : 0,13 kg ; 5,99 bar ; 297 bar ) 13. Suatu ruang dengan volume 3 m3 berisi udara jenuh dengan uap air pada suhu 38˚C dan tekanan vakum 660 mm Hg. Selanjutnya terjadi penurunan tekanan hingga 560 mm Hg dan suhu 26,7˚C. Hitung massa udara akhir dan kuantitas uap yang terkondensasi. Tekanan barometrik tercatat 760 mm Hg. ( Jawaban : 0,58 kg ; 0,063 kg ) 14. Udara di dalam silinder terkurung dengan piston dijenuhkan dengan uap. Volume 0,3 m3, tekanan 3,5 bar dan suhu 60,1˚C. Campuran ditekan hingga 5,5 bar dan suhu dipertahankan konstan. Hitung : a. Massa udara dan uap awal. b. Massa uap yang terkondensasi saat terjadi kompresi. ( Jawaban : 1,035 kg; 0,092 kg ; 0,0148 kg ) 15. Suhu suatu bejana 36˚C berisi udara dan uap kering jenuh dengan komposisi 0,1 kg/kg. Hitung tekanan dalam ruang dalam satuan bar dan mm Hg. Tekanan barometrik menunjukkan 760 mm Hg. ( Jawaban : 0,0631 bar ; 712,5 mm Hg ) 16. Suatu kondensor permukaan terdiri dari outlet udara dan kondensat. Porsi dari permukaan pendingin disaring dari uap masuk dan udara melewati pipa penyaring ini menuju ekstrasi udara dan menjadi dingin di bawah suhu kondensat. Kondensor menerima 20 000 kg/jam uap kering jenuh pada 36,2˚C. Pada outlet kondensat tercatat suhunya 34,6˚C, pada ekstraksi udara tercatat 29˚C. Volume udara plus uap yang meninggalkan kondensor adalah 3,8 m3/menit. Asumsikan tekanan konstan pada seluruh kondensor, hitung : a. Massa udara yang dikeluarkan tiap 10 000 kg uap. b. Massa uap yang dikondensasikan di dalam air pendingin per menit. c. Panas yang dikeluarkan per menit pada air pendingin. Abaikan tekanan parsial udara pada inlet ke kondensor. ( Jawaban : 2,63 kg ; 0,492 kg ; 807 050 kJ )
BAB VIII PSIKROMETRI Campuran udara dengan uap air telah dibahas pada Bab 7. Dalam bab ini akan dibahas khusus tentang udara atmosfer sebagai campuran, yang merupakan campuran udara kering dengan uap air. Kondisi ini sering diperlukan untuk memperhitungkan keadaan atmosfer terkontrol di dalam suatu bangunan di tempat proses industri berlangsung, atau pemasangan AC di dalam bangunan privat dan publik. Sifat-sifat udara atmosfer harus dipertimbangkan dalam masalah ini. Hubungan antara kandungan air di dalam udara dengan sifat-sifat termodinamika udara merupakan subjek yang banyak memerlukan perhatian dan banyak pula aplikasinya. Topik lain yang akan dibicarakan dalam Bab ini adalah sistem pendingin menara (cooling tower) yaitu suatu sistem dengan sejumlah besar air didinginkan di dalam sistem tersirkulasi. Topik tersebut dibahas dalam judul Psikrometri atau kadang-kadang disebut sebagai higrometri. 8.1 Campuran Psikrometri Pada Sub Bab 7.6 evaporasi air ke dalam ruang yang dievakuasi atau ruang yang ditempati gas telah ditelaah, dan kelihatan bahwa sebelum kondisi jenuh tercapai uap bereksistensi dalam campuran sebagai uap kering. Pada kondisi jenuh tekanan parsial dari uap bisa didapatkan dari tabel uap di mana besarnya tekanan berhubungan erat dengan suhu campuran. Bila suatu ruang atau gas tidak dijenuhkan pada suhu tertentu, maka tekanan parsial uap akan lebih kecil daripada tekanan jenuhnya. Kondisi ini berkaitan erat dengan suhunya. Telaah tentang campuran psikrometrik dimulai dengan memperhatikan suatu kondisi udara atmosfer pada tekanan 1,103 bar dan suhu 15°C. Tekanan jenuh dari uap air pada suhu 15°C adalah 0,01704 bar. Tanpa adanya kontak uap air dengan cairannya maka keadaan ini tidak akan menjadi jenuh, dan tekanannya akan berada di bawah nilai jenuhnya yaitu di bawah 0,01704 bar. Pada aplikasi umum, atmosfer dapat dimodifikasi dari tingkat keadaan jenuhnya. Pada tekanan uap rendah tersebut (di bawah tekanan 1 atmosfer) uap dapat dianggap sebagai gas ideal dan sifat-sifat campuran didapatkan menggunakan hukum Gibbs-Dalton. Sifatsifat campuran tergantung pada tekanan dan suhunya, dan tingkat keadaannya bisa ditentukan dengan menggunakan referensi sifatsifat uap jenuh. Asumsikan bahwa di dalam udara atmosfer tekanan uap sebesar 0,01001 bar pada 15°C dan total tekanan adalah 1,013 bar. Dari Persamaan. 7.2 diketahui p = pa +ps Di mana pa = tekanan parsial dari udara kering dan ps = tekanan parsial dari uap superpanas, maka Pa = p – ps = 1.013-0.01001 = 1.003 bar
Gambar 8.1. Hubungan volume spesifik dan suhu pada tekanan 0.01001 bar
Suhu jenuh air pada tekanan 0,01001 bar yaitu 7°C, oleh karena itu uap di dalam udara atmosfer memiliki tingkat super panas sebesar 15 –7 = 8°K. Tingkat keadaan ini ditunjukkan dengan titik 1 dalam bentuk diagram T-s pada Gambar 8.1. Misalkan suatu gelas logam berisi air ditempatkan pada atmosfer tersebut dan air secara progresif didinginkan dengan menambahkan es, pada suhu air tertentu maka akan terjadi kondensasi pada permukaan luar gelas. Uap yang kontak dengan permukaan gelas mendingin pada tekanan konstan hingga suhu mencapai 7°C, seperti ditunjukkan pada titik 2 Gambar 8.1. Keadaan ini merupakan kondisi jenuh dan pendinginan lanjut menyebabkan kondensasi dari uap air. Suhu ini disebut titik embun dari campuran. Suhu ini merupakan suhu suatu campuran tidak jenuh yang didinginkan hingga
suhu tersebut mencapai titik jenuhnya. Titik embun disimbolkan dengan td. Bilamana suatu ruang kondisinya hangat dan atmosfer luar dingin, dan jendela luar lebih dingin dari dinding ruang maka dapat menghasilkan embun pada permukaan dalamnya. Seseorang yang memakai kacamata memasuki ruang yang lebih panas setelah menghabiskan waktunya berada di udara luar yang dingin maka didapatkan embun pada lensa kaca matanya sebagai uap yang telah melewati titik embunnya pada saat dia masuk ruangan. Kondensasi dapat dilihat juga pada pipa air dingin yang permukaan luarnya dibiarkan bersentuhan dengan udara atmosfer yang lebih tinggi suhunya dan cukup lembab. 8.2 Kelembaban Spesifik dan Kelembaban Relatif Kelembaban spesifik atau disebut juga kelembaban absolut atau nisbah kelembaban adalah nisbah massa uap air terhadap massa udara kering dari volume campuran, disimbolkan dengan ω. dimana subskrip “s” menunjukkan uap air (superheated vapour) dan subskrip “a” menunjukkan udara kering (air). Oleh karena kedua massa menempati volume V maka :
dimana νa dan νs adalah volume spesifik dari udara kering dan uap. Oleh karena uap dan udara kering dianggap sebagai gas ideal maka :
Oleh karena itu, maka: Selanjutnya substitusi ke Persamaan 8.1. didapatkan persamaan berikut:
Jika tekanan total adalah p, dimana p = pa + ps maka persamaan tersebut menjadi (Untuk tekanan total p biasanya digunakan tekanan barometrik) Kelembaban relatif (Relative Humidity = j = RH) dari atmosfer adalah nisbah dari massa aktual uap air yang terkandung di dalam udara terhadap massa yang terkandung pada kondisi jenuh pada suhu yang sama.
Prosentase kejenuhan didefinisikan sebagai nisbah kelembaban spesifik aktual campuran terhadap kelembaban spesifik campuran pada keadaan jenuh pada suhu yang sama.
dengan substitusi Pers. 8.3 dan 8.4 ke persamaan tersebut di atas maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
Dalam praktik untuk AC perbedaan prosentase antara ψ dan RH ada pada kisaran pendekatan 0,5% sampai 2 %. Contoh 8.1 Udara dialirkan ke dalam ruang bangunan pada musim dingin pada suhu 17°C dan memiliki kelembaban relatif (Relative Humidity) 60 %. Jika tekanan barometrik 1,01325 bar, hitung kelembaban spesifiknya. Hitung titik embun pada kondisi tersebut. Solusi : Pada suhu 17°C pg = 0,01936 bar, dan menggunakan Persamaan 8.5 didapatkan :
Jadi atmosfer berisi 0,007213 kg uap per kg udara kering. Jika udara didinginkan pada tekanan konstan, uap akan mulai berkondensasi pada suhu jenuh pada tekanan 0,011616 bar. Dengan interpolasi dari tabel, titik embun didapatkan:
Contoh 8.2 Jika udara pada contoh 8.2 dilewatkan pada koil pendingin dengan laju 0,5 m3/dt dan suhu 6°C, hitung jumlah uap yang bisa dikondensasikan. Asumsikan bahwa barometer sama seperti contoh 8.1 dan udara menjadi.jenuh setelah melewati coil.
Gambar 8.2. skema untuk contoh soal 8.2
Sistem ditunjukkan pada Gambar 8.2. Laju aliran massa dari udara kering, m dihitung dengan persamaan: a
Setelah menembus koil pendingin, RH = 1, di mana udara sudah mulai jenuh. Dari Pers. 8.5, ps = pg untuk kondisi tersebut, dan pada suhu 6°C, pg = 0,009346 bar, oleh karena itu dari Pers. 8.3 didapatkan : ∴ ms2 u 0,00579 ma dengan demikian maka, laju aliran massa kondensat sebesar : = 0,001423 x 0,6017 x 3600 = 3,082 kg/jam 8.3 Pengukuran Kelembaban Relatif Suatu piranti yang digunakan untuk mengukur kelembaban relatif disebut psikrometer atau higrometer. Psikrometer sederhana dipaparkan dalam bentuk diagram pada Sub Bab 8.1. Cara perhitungan adalah dengan menentukan titik embun menggunakan gelas logam yang didinginkan.
Gambar 8.3. Termometer bola basah
Metoda lain yang digunakan untuk pengukuran kelembaban adalah dengan penentuan suhu bola basah dan bola dan bola kering kering. Prinsip tersebut diilustrasikan pada Gambar 8.3. Dua termometer disituasikan pada sebuah aliran udara tidak jenuh yang dipisahkan dengan kisi radiasi. Satu di antaranya menunjukkan suhu udara dan disebut termometer bola kering. Bola yang lain dilingkupi dengan sebuah sumbu yang dicelupkan ke dalam reservoir air dan suhu terukur disebut suhu bola basah. Pada saat aliran udara menembus sumbu basah, sebagian air terevaporasi dan menyebabkan terjadinya efek pendinginan pada bola basah. Panas ditransfer dari udara ke sumbu pada kondisi keseimbangan tercapai di mana suhu bola basah menunjukkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu bola kering. Perbedaan suhu bola basah dengan suhu bola kering tergantung pada kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif udara rendah maka laju evaporasi pada sumbu tinggi dan perbedaan antara suhu bola basah dengan suhu bola kering menjadi besar. Instrumen dapat digunakan pada kondisi udara stasioner, akan tetapi secara empiris hasil yang memuaskan didapatkan jika kecepatan udara yang melewati bola basah antara 1,85 m/ dt s.d. 40 m/dt. Di atas kisaran ini hasilnya relatif konstan dan kelembaban relatif dihitung dari nilai temperatur yang didapatkan. Aliran udara dapat dihasilkan dengan menggunakan kipas kecil yang mengendalikan udara di atas termometer bola basah atau dengan menggandengkan termometer pada rangka yang diputar dengan tangan. Instrumen terakhir ini disebut sebagai selang psikrometer. Piranti portabel yang lain memiliki
sebuah kipas yang memiliki pengendali baterai atau mesin jam. Temperatur bola basah dan temperatur bola kering diukur dengan sensor termocouple dan bisa dibaca melalui indikator. Keuntungannya adalah kekompakan piranti dan kecepatan respon yang tinggi. Pengukuran kelembaban menggunakan referensi Sub Bab 8.1. Rasio kelemban dapat dihitung atau didapatkan melalui tabel referensi 8.1, akan tetapi kelembaban spesifik dan kelembaban relatif umumnya didapatkan dari diagram psychrometrik. Sketsa dari diagram tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.4. Absis yang rentang menunjukkan suhu bola kering dan garis diagonal mewakili suhu bola basah yang diketahui. Kelembaban relatif didapatkan dari kurva kelembaban relatif yang konstan yang menembus titik tersebut. Kelembaban absolut atau kelembaban spesifik dibaca pada skala ordinat dalam satuan gram uap per kg udara kering. Entalpi dari campuran dalam KJ per Kg udara kering dapat dibaca pada skala diagonal entalpi. Sebagai catatan bahwa entalpi nol dari uap selalu diambil pada suhu 0 oC. Untuk udara kering entalpi nol selalu diambil pada suhu 0 oC. Gambar 8.4 hanya untuk tujuan penjelasan kuantitatif, sedangkan untuk perhitungan yang tepat digunakan diagram khusus dengan skala yang tepat. Tabel 8.1. Rasio Kelembaban Udara Jenuh pada tekanan 1 Atm. Suhu (oC) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Ω x 1000 (kg/kg) 3,789 5,424 7,661 10,692 14,758 20,170 27,379 36,756 49,141 65,411 86,858 115,321 153,54 205.79 279.16 386.14 552.95 838.12
Suhu (oF) 32 41 50 59 68 77 86 95 104 113 122 131 140 149 158 167 176 185
W x 10 3 ( lb/lb ) 3.789 5.424 7.658 10.692 14.758 20.170 27.329 36.756 49.141 65.411 86.858 115.321 153.54 205.79 279.16 386.41 552.95 828.12
Gambar 8.4. Diagram psikrometric Dari Persamaan 8.3 dikombinasikan dengan Persamaan 8.5, didapatkan
Untuk tekanan barometrik p yang ada, kelembaban relatif merupakan fungsi dari ps, ω, dan pg. Juga pg berhubungan dengan suhu bola basah, t, sedangkan ps merupakan fungsi dari ω, didapatkan dari Persamaan 8.3. Diagram diperagakan untuk tekanan atmosfer tertentu dan ω dan t adalah variabel bebas. Diagram khusus dapat digunakan untuk kisaran yang kecil dari tekanan (mendekati ± 0,1 bar dari nilai pada tingkat keadaan). Kadang-kadang tabel disertakan pada diagram dengan menampilkan variasi yang diizinkan dalam tekanan barometrik untuk kalkulasi perhitungan. Suatu persamaan dikembangkan oleh W.H.Carrier, disebut persamaan Carrier, dimana tekanan parsial uap air dapat dihitung. Persamaan tersebut biasanya ditulis sebagai berikut :
(di mana t = suhu bola kering dalam °C, dan tw = suhu bola basah dalam °C). Tiga tingkat kelembaban digunakan dalam literatur proses pengeringan biji-bijian untuk menggambarkan jumlah uap air yang ditahan dalam udara pengering : tekanan uap, kelembaban relatif, rasio kelembaban. Temperatur dari udara lembab mereferensikan temperatur pada bola kering, titik embun, dan atau bola basah. Dua variabel tingkat keadaan dari udara lembab yang sering digunakan dalam perhitungan pengeringan adalah entalpi dan volume spesifik. Sifat-sifat termodinamika lain yang perlu dipahami berkaitan dengan diagram psikrometrik adalah. (1) Tekanan uap (2) Kelembaban relatif (3) Nisbah kelembaban (4) Suhu bola kering (5) Suhu titik embun (6) Suhu bola basah (7) Entalpi (8) Volume spesifik 8.4 Diagram Psikrometrik Untuk menghindari tersitanya waktu dalam perhitungan, para peneliti telah membuat diagram khusus yang berisi nilai-nilai sifatsifat termodinamika dari udara basah yang banyak digunakan. Diagram ini disebut sebagai diagram psikrometrik. Bermacam diagram psikrometrik dengan kisaran variabel yang berbeda sudah banyak digunakan. Perbedaan tersebut terletak pada kisaran tekanan barometrik, kisaran suhu, sifat-sifat termodinamika yang dimasukkan, dan pemilihan koordinat. Di USA diagram Grosvenor sering digunakan dimana dalam diagram tersebut diplotkan kelembaban relatif terhadap suhu bola kering. Di Eropa banyak digunakan diagram Mollier dengan kelembaban absolut diplotkan terhadap entalpi sebagai koordinat. American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE 1984) telah mengembangkan bermacam-macam diagram psikrometrik bentuk Mollier pada range suhu antara – 40 s.d. 121°C (-40 - 250°F). Diagram telah dikembangkan oleh Goff dan Gratch (1945) berdasarkan data termodinamika untuk tekanan atmosfer standar dan menggunakan koordinat sudut oblik antara entalpi dan nisbah kelembaban. Dua dari diagram ASHRAE mencakup diagram psikrometrik untuk range suhu 0-50°C dan 10 - 120°C direproduksi berurutan seperti diperlihatkan pada Gambar 8.3
dan 8.4. Diagram yang sama dalam satuan Inggris (suhu 32-120°F dan 60-250°F) diperlihatkan pada Lampiran 3. Sumbu vertikal dari diagram ASHRAE mewakili nisbah kelembaban. Garis-garis dengan nisbah kelembaban konstan bergerak arah horisontal menembus diagram. Sumbu horisontal menunjukkan nilai suhu bola kering. Garis suhu bola basah konstan terlihat lurus ke arah atas akan tetapi tidak paralel maupun tidak tegak lurus sumbu horisontal. Garis suhu bola kering (juga disebut garis pendinginan adiabatis) membentuk sudut yang tajam dengan arah mendekati sumbu vertikal. Garis enthalpi adalah garis yang melenceng tajam, dimana garis-garis tersebut sejajar hampir searah lebih landai dari garis bola basah. Nilai dari entalpi ditunjukkan pada skala pada bagian kiri dari diagram dan juga pada sumbu vertikal sebelah kanan. Sumbu horisontal menunjukkan garis RH 0 % (kondisi udara kering). Garis-garis untuk RH konstan yang lebih tinggi ditunjukkan pada garis melengkung ke atas, mulai dari sudut kiri bawah dari diagram. RH 100% merupakan kurva jenuh. Nilai-nilai titik embun , suhu bola basah, dan suhu bola kering ditunjukkan pada kurva jenuh. Ketiga suhu tersebut nilainya sama pada kondisi jenuh. Garis volume spesifik adalah lurus, tidak persis sejajar dan digambar miring menembus diagram pada gradien yang lebih curam daripada garis entalpi dan garis suhu bola basah. Garis volume spesifik juga mewakili nilai densitas konstan, karena densitas merupakan kebalikan dari volume spesifik. Diagram psikrometrik ASHRAE digambarkan dari data termodinamika udara basah dihitung dengan menggunakan metoda mekanika statistik. Oleh karena itu, nilai-nilai diagram psychrometyrik sedikit lebih tepat dari pada perhitungan menggunakan persamaan-persamaan gas ideal. Seperti diterangkan pada bagian sebelumnya, perbedaan antara dua domain nilai tersebut kurang dari 1 %. Diragukan bahwa macam akurasi ini dapat diabaikan karena kesalahan dalam pembacaan diagram atau juga dalam perhitungan-perhitungan pengeringan biji-bijian. Diagram psikometrikdigambarkan dan oleh karena itu aplikatif hanya untuk satu tekanan atmosfer. Diagram ASHRAE adalah untuk standar tekanan barometrik permukaan air laut. Evaluasi yang signifikan seperti pada ketinggian 1500 m, diagram standard tidak bisa digunakan, dan persamaan-persamaan termodinamika atau diagram psikrometri khusus harus digunakan. Penggunaan Diagram Psikrometrik Diagram psikrometrik memberikan sifat-sifat termodinamika udara basah pada tekanan atmosfer berikut : (1) suhu bola basah, (2) Temperatur bola kering, (3) titik embun (4) Rasio kelembaban, (5) kelembaban relatif, (6) volume spesifik, dan (7) entalpi. Jika dua dari tingkat keadaan tersebut diketahui maka maka variabel tingkat keadaan lain secara umum bisa ditentukan dari diagram. Sifat-sifat lain didapatkan dengan membaca nilai-nilai dari garis yang tepat menembus titik tersebut. Temperatur titik embun dan rasio kelembaban bukanlah variabel tak bebas dan suatu tingkat keadaan tidak bisa didapatkan jika hanya satu variabel tingkat keadaan diketahui. Banyak proses berkaitan dengan pengeringan dapat diperhitungkan dengan menggunakan diagram psikrometrik. Panas Sensibel dan Pendinginan Selama panas sensibel dan pendinginan udara pada rasio kelembaban yang konstan, panas ditambahkan atau digambarkan dari udara kering di dalam heat exchanger seperti halnya pada indirect heater untuk proses pengeringan atau di dalam evaporator untuk pendingin (chilling) biji-bijian. Proses perubahan panas sensibel untuk pemanasan dan pendinginan direpresentasikan oleh garis sejajar absis pada diagram psikrometrik.
Gambar 8.3. Perubahan panas sensible untuk pemanasan dan pendinginan
Perubahan panas sensibel tersebut diikuti dengan perubahan suhu bola basah dan suhu bola kering, entalpi, volume spesifik, dan kelembaban relatif udara basah. Dalam proses ini tidak terjadi perubahan rasio kelembaban, temperatur titik embun, dan tekanan uap dari udara basah. Pemanasan dengan Humidifying Pada kebanyakan sistem udara panas pada sistem pengeringan biji-bijian, energi ditambahkan pada udara dengan pembakaran gas langsung ke dalam udara. Selama proses tidak hanya panas tetapi juga sejumlah kecil uap air ditambahkan dalam udara. Hasilnya adalah pemanasan sekaligus penambahan kelembaban, di mana dalam proses ini berakibat meningkatnya entalpi, rasio kelembaban, tekanan uap, suhu bola basah, suhu bola kering, dan suhu pengembunan. Perubahan kelembaban relatif dihitung dengan jumlah relatif dari energi dan uap air yang ditambahkan ke dalam udara. Di dalam instalasi pengering bijibijian, kelembaban relatif udara menurun selama proses pembakaran bahan bakar fosil di dalam heater. Gambar 8.4 menunjukkan proses pemanasan sekaligus peningkatan kelembaban.
Gambar 8.4. Proses pemanasan dan peningkatan kelembaban
Pendinginan dengan Dehumidifying Pada proses pendinginan biji-bijian, udara sering didinginkan hingga di bawah suhu titik embunnya dengan melewatkannya pada evaporator. Oleh karena udara dijenuhkan dengan uap air pada suhu titik embun, air terkondensasi keluar dari campuran udara segera setelah suhu udara menurun hingga di bawah titik embun. Rasio kelembaban dari udara kemudian akan menurun, demikian pula halnya titik embun, suhu bola basah, suhu bola kering, entalpi dan volume spesifik. Gambaran proses tersebut diilustrasikan pada Gambar berikut.
Gambar 8.5. Proses pendinginan Pengeringan Pengeringan setumpuk biji-bijian bisa diasumsikan sebagai proses adiabatis. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang dibutuhkan untuk evaporasi dari kelembaban biji-bijian disuplai seharusnya oleh udara pengering, tanpa transfer panas dengan konduksi atau radiasi dari lingkungan. Ketika udara melewati massa biji-bijian basah, sejumlah besar panas sensibel dari udara ditransformasikan menjadi panas laten sebagai hasil dari peningkatan jumlah yang terperangkap di udara dalam bentuk uap. Selama proses pengeringan adiabatis, terjadi penurunan suhu bola kering, bersamaan dengan peningkatan nisbah kelembaban dan kelembaban relatif, penurunan tekanan uap, serta penurunan titik embun. Entalpi dan suhu bola basah dipertahankan konstan selama proses pengeringan adiabatis. Gambar berikut mengilustrasikan proses pengeringan adiabatik.
Gambar 8.6. Proses pengeringan adiabatik
Pencampuran dua aliran udara Pada sejumlah pengeringan biji-bijan dengan sistem kontinyu, dua aliran udara dengan perbedaan laju aliran massa, suhu, dan rasio kelembaban tercampur. Kondisi akhir dari dua campuran udara tersebut dapat ditentukan langsung dengan menggunakan diagram psikrometrik. Anggap dua aliran udara dengan aliran massa m1 dan m2, temperatur T1 dan T2, dan kelembaban relatif W1 dan W2. Aliran massa campuran adalah m3, suhu T3, dan rasio kelembaban W3. Keseimbangan massa dan energi dari proses ini adalah
Kondisi campuran dari kedua aliran massa tersebut dengan demikian berada pada titik temu dua garis lurus (h1,W1) dan (h2,W2) pada diagram psikrometrik h-W. Titik (h3,W3) bisa didapatkan secara aljabar atau dengan menerapkan hukum hukum segitiga pada diagram psikrometrik. Proses pencampuran dilustrasikan pada Gambar 8.7. Pada kondisi khusus di mana udara dengan suhu tinggi, kelembaban udara tinggi bercampur dengan udara dengan suhu rendah dan kelembaban rendah, akan terjadi proses kondensasi. Fenomena ini kadangkadang diobservasi pada udara pada pengering dengan sistem resirkulasi selama kondisi lingkungannya bersuhu rendah.
Gambar 8.7. Pencampuran dua aliran massa udara
8.5 Air Conditioning AC biasa digunakan terutama untuk tujuan industri dan untuk mensuplai atmosfer terkontrol pada bangunan-bangunan publik misalnya perkantoran, gedung bioskop, balai pertemuan dan sebagainya. Pada negara tropis dan subtropis AC ditempatkan pada bangunan-bangunan modern. Udara dibutuhkan untuk disirkulasikan ke ruang pada suhu tertentu dengan RH tertentu. Metoda yang ditentukan di sini adalah dengan cara mendinginkan udara masuk pada temperatur di bawah titik embunnya, membiarkannya terkondensasi sehingga udara campuran memiliki kelembaban spesifik yang tepat, dan pemanasan udara sampai sirkulasi temperatur yang diinginkan pada RH yang diinginkan. Hal ini digunakan pada musim panas atau pada bangunan di daerah tropis, sedangkan untuk kasus pada musim dingin, udara yang masuk mungkin harus melalui pemanasan dan bisa jadi perlu ditambahkan air untuk mendapatkan kondisi kelembaban yang tepat. Proses untuk uap ditunjukkan pada diagram T - s pada Gambar 8.8 dan sketsa diagram psikometrik pada Gambar 8.9. Uap pada udara masuk secara termodinamika di klasifikasikan sebagai tingkat keadaan 1 dan dibutuhkan tingkat keadaan 3 di dalam ruangan. Temperatur td2 disebut aparatus titik embun dan merupakan temperatur refigerant dalam kasus suatu koil baterai pendingin atau suhu dari semprotan air dingin untuk kasus sebuah spray de-humidifier. Tingkat keadaan udara lembab menurut tingkat keadaan alur yang ditunjukkan dengan garis 1 – d2 pada Gambar 8.9. Di dalam praktik udara lembab tidak akan
meninggalkan pendingin pada tingkat keadaan d2 akan tetapi pada tingkat keadaan peralihan semacam titik X.
Gambar 8.8. Diagaram T - s
Gambar 8.9.Diagram suhu bola basah dan kelembaban spesifik
Rasio X-d2 ke 1-d2 disebut sebagai faktor by-pass koil (lihat referensi 8.4.). Pemanasan campuran yang meninggalkan koil pada suhu konstan membawa suhu menjadi t3 dan kondisi tersebut didefinisikan dengan titik 3. Air digambarkan dari pendingin pada kondisi 4. Pada hampir semua mesin AC udara tidak secara konstan diambil dari luar. Bagian terbesar dari campuran adalah udara sirkulasi, udara segar dari luar ruangan diambil sekitar 1/3 dari total yang dibutuhkan. Jumlah total udara yang disusun adalah sesuai kebutuhan dan bervariasi antara 17 m3/jam dan 28 m3/ jam per orang. Suatu diagram garis dari bentuk siklus yang umum ditunjukkan pada Gambar 8.10. Sistem tersebut terdiri dari bagian penting : koil pendingin, di mana dapat berupa evaporator dari unit refrigerasi, atau koil air dingin. Pembersih udara menyemprotkan air ke atmosfer sebagai kabut halus untuk mengendalikan kandungan air, dan membantu membersihkan udara sekaligus sebagai eliminator yang menangkap kelembaban bebas di udara. Pemanas membawa udara pada temperatur yang dibutuhkan dan mengirimkannya ke dalam ruang dengan menggunakan kipas. Pada saat udara meninggalkan ruangan, sebagian besar udara diresirkulasikan dan dicampur dengan udara segar dari luar serta dilewatkan melalui pendingin, sebagian dilepaskan ke udara bebas. Untuk menjaga kualitas udara tetap konsisten, maka diperlukan pemanas, pendingin, dan unit penyemprot dengan kontrol otomatis. Bentuk pembangkit yang digunakan tergantung pada aplikasi, dan contoh tersebut merupakan kasus yang cocok untuk kapasitas kerja yang besar. Untuk kebutuhan pendinginan yang kecil dan penggunaan yang portabel, disediakan pengkondisian udara yang kecil cocok, di mana mesin ini dilengkapi dengan rumah untuk unit referigerasi dan kipas untuk mensirkulasikan udara. Pemanas dan nozel pelembab cocok untuk beberapa unit portabel. Untuk tujuan - tujuan analitik sistem dapat diubah menjadi suatu proses dengan aliran mantap di mana udara didinginkan pada satu titik dengan dipanaskan pada titik lainnya, kemudian analisis dapat dibuat diantara batas-batas yang spesifik. Kesatuan unit ini ditunjukkan pada Gambar 8.11 dengan batas referensi pada 1, 2, 3, 4, dan 5. Hal ini merupakan sistem yang disederhanakan dan akan diasumsikan bahwa kondisi udara pada keadaan 1 dan 5 diketahui, dan juga laju volume yang dibutuhkan pada keadaan 5 diketahui.
Gambar 8.10. Skema proses pendinginan ruangan
Gambar 8.11. Batas-batas spesifik suatu sistem aliran mantap
Kerja yang dilakukan dari kondisi pengeluaran dan aplikasi persamaan energi dalam keadaan mantap antara bidang 3 dan 5, dengan mengabaikan perubahan energi kinetik, didapatkan persamaan : Persamaan ditulis dalam kasus ini dimana aliran massa m adalah konstan, demikian juga massa uap antara bidang 3 dan bidang 5 juga konstan yaitu a
,sehingga : Telah dinyatakan bahwa di bawah kondisi tersebut ditentukan melalui diagram psikrometri dan uap dapat dianggap sebagai gas ideal dan biasanya digunakan cp untuk uap superpanas sebesar 1,86 kJ/kg K.
Tenaga kipas dipilih untuk memenuhi debit yang dibutuhkan, dan Persamaan 8.9 dapat digunakan untuk menghitung kondisi udara pada saat meninggalkan pemanas. Contoh 8.3. Udara yang dibutuhkan untuk dialirkan ke dalam ruang pada suhu bola kering 17°C dengan kelembaban relatif 60%. Skema proses seperti diperlihatkan pada Gambar 8.11. Perhitungan didasarkan pada aliran udara 0,5 m3/dt ke dalam ruang, dengan asumsi input kipas 1,125 kW. Hitung kondisi di mana udara harus meninggalkan pemanas. Asumsikan bahwa tekanan didalam proses konstan 1,013 bar. Solusi:
Laju aliran massa udara dan uap air, m dan ms3 berurut-urut dihitung dengan : a
(di mana Rs = Ro/M = 8,3143/18 = 0,4618 kJ/kg.K) substitusi ke dalam Pers. 8.9 di dapatkan : 1,125 = (0,0602 x 1,005 + 1,86 x 0,00433)(17 – t3) t3 = 15,17°C. Diasumsikan bahwa tekanan sebelum ke kipas sama dengan setelah dari kipas, dan massa uap sebelum dan sesudah dari kipas adalah sama, sehingga tekanan parsial ps3 sama dengan tekanan parsialps5,
artinya kelembaban relatif (RH) pada saat meninggalkan pemanas sebesar 67,45 %. Contoh 8.4 Lanjutan dari data soal 8.3. hitung temperatur yang dibutuhkan pada pendingin dan input panas pada pemanas. Solusi : Dengan melihat Gambar 8.8 dan 8.11 uap meninggalkan pendingin pada tingkat keadaan 2 dan dipanaskan pada tekanan konstan hingga keadaan 3. Diasumsikan bahwa udara dijenuhkan pada tingkat keadaan 2. Temperatur pada pendingin akan berada di bawah titik embun berdasarkan pada tekanan parsial uap. Untuk ps =0,011616 bar maka td2 = 9,18°C. Untuk menghitung persamaan energi aliran mantap Q2-3 dengan mengabaikan perubahan energi kinetik, ditetapkan batasan sistem pada pipa antara bidang 2 dan bidang 3, yaitu: oleh karena m dan msdipertahankan konstan antara 2 dan 3 maka akan didapatkan : a
sehingga input panas ke dalam Heater sebesar 3,68 kW. Contoh 8.5 Untuk pembangkit pada contoh 8.3. suplai ke pendingin dibuat dengan resirkulasi udara dengan proporsi volumetrik 2 : 1 terhadap udara segar. Temperatur udara sirkulasi 25°C, RH 50%, dan temperatur udara segar 29°C dan kelembaban relatif 40%. Tekanan udara keduanya 1,013 bar. Asumsikan pencampuran terjadi adiabatis, hitung kondisi akhir dan panas yang akan dilepas di dalam pendingin untuk menghasilkan temperatur pada bagian 2 seperti yang telah dihitung pada soal no. 8.4. Solusi : Perhitungan dengan dasar volume udara segar 1 m3. Untuk resirkulasi udara, pg pada 25°C = 0,03166 bar. Dengan menggunakan Persamaan 8.5, ps = 0,5 x 0,03166 bar = 0 ,01583 bar. Selanjutnya dari Persamaan 7.2., pa = 1,013 – 0,01583 = 0,9972 bar. Untuk 2 m3 udara sirkulasi, menggunakan akhiran r untuk resirkulasi,
untuk udara segar, pg pada 29°C = 0,04004 bar. Dan dengan menggunakan Persamaan 8.5, ps = 0,4 x 0,04004 bar = 0,997 bar. Kemudian dengan Pers. 7.2, pa = 1,013 – 0,016 = 0,997 bar. Untuk 1 m3 udara segar, menggunakan akhiran f untuk fresh (segar),
Campuran udara segar dan udara resirkulasi menempati ruang 3 m3 untuk 1 m3 udara sirkulasi. Total massa udara dan uap pada volume ini adalah : ma1 = 2,331 + 1,15 = 3,481 kg ms1 = 0,023 + 0,01148 = 0,0345 kg Selanjutnya dengan temperatur akhir t untuk kasus pencampuran adiabatik dan menerapkan persamaan energi aliran mantap pada proses pencampuran, dengan referensi Gambar 8.12 dimana Q dan W keduanya nol, didapatkan
Gambar 8.12. Aliran massa udara dan uap pada contoh 8.5 Perhitungan tekanan campuran setelah pencampuran bisa dilakukan dengan mengetahui nilai kelembaban spesifiknya, dengan menggunakan Persamaan 8.3.
dengan interpolasi pada tekanan ini, didapatkan
Selanjutnya menggunakan nilai entalpi dari 0°C, dan substitusi pada persamaan (a), {2,331 x 1,005 (25 - 0) + 0,023 (2526,4 + 1,86 (25 - 13,86)} + 1,15 x 1,005 (29 - 0) + 0,01148 {2526,6 + 1,86 (29 - 14)} = 3,481 x 0,005 {2526,5 + 1,86 (t - 13,92)} (uap pada setiap aliran udara selalu merupakan uap super panas dan entalpi pada setiap kasus dihitung dengan menambahkan kenaikan entalpi pada tingkat super panas sampai mencapai kondisi uap kering jenuh pada tekanan parsial tertentu). Dari sini didapatkan suhu t = 25,81°C. Oleh karena itu udara yang menembus pendingin pada suhu 25,81°C dengan kelembaban spesifik 0,00991. Tekanan uap telah dihitung sebesar 0,01589 bar. Dari contoh 8.3, m = 0,602 kg/dt dan m = 0,00433 kg/dt. ms1 = 0,602 x 0,00991 kg/dt = 0,005967 kg/dt. 0,005967 = 0,00433 + m dan m = 0,001637 kg/dt. Dengan referensi Persamaan 8.8 dan menerapkannya a
s2
w4
w4
pada persamaan energi aliran mantap didapatkan persamaan :
di mana
Q1−2 = 0,602 x 1,005 (25,81 - 9,18) + 0,00433 {2526,3 + 1,86 (25,81 - 13,92) - 2517, 7} + 0,001637 {2526,5 + 1,86 (25,81 - 13,92) – 38,6} (di mana hw = hf4 pada 9,18°C = 38,6 kJ/kg dan hs2 = hg
pada 9,18°C = 2517,7 kJ/kg) Q1−2 = 10,06 + 0,13 + 4,11 = 14,3 kW. Contoh pada kasus ini akan lebih cepat diselesaikan bila menggunakan diagram psikrometri. Contoh 8.6 Proses pendinginan dan pemanasan pada contoh 8.3 sampai 8.5 hitung Q1- 2 dan Q2 - 3 dengan menggunakan diagram psikrometri. Solusi : Kondisi pada tingkat keadaan 1 adalah suhu 25,81°C dan RH3 = 47,7% dan keadaan 3 adalah 15,17°C dan RH3 = 67,5%. Kedua titik tersebut di dalam diagram ditunjukkan pada Gambar 8.13 nilai entalpi campuran (kJ/kg), udara kering kelembaban absolut ( g air per kg udara kering) bisa terbaca pada sumbu yang relevan. Hal ini bisa diasumsikan bahwa RH ≈ψ.
Dari contoh sebelumnya, m = 0,602 kg/dt Untuk proses pemanasan, hhmQ32a)(23 = 0,602 (33,5 – 27,4) = 3,7 kW Untuk proses pendinginan, dengan menggunakan referensi Gambar 8.14, a
Q1-2 = 0,602 (51,3 – 27,4) – 0,00163 x 38,6 = 14,3 kW Untuk pembahasan kerja pada pengkondisi udara dan ventilasi yang lebih mendalam bisa digunakan referensi 8.3 dan 8.4. 8.6 . Menara Pendingin Beberapa proses industri memerlukan sejumlah besar air dingin. Posisi pembangkit terletak dimana sumber air yang besar (misal laut atau sungai) tidak tersedia dan diperlukan resirkulasi air. Bagian yang penting dari sistem ini adalah pendingin yang menurunkan kembali air pendingin. Media pendingin yang tepat dalam proses ini sangat diperlukan dan dalam hal ini atmosfer tidak dapat dihindarkan. Sistem yang mungkin untuk dikembangkan adalah suatu mesin pendingin dengan konstruksi teknis mirip dengan Mesin Penukar Panas (Heat Exchanger), di mana air dingin menembusnya dan udara melewatinya. Metoda yang lebih memuaskan adalah suatu sistem pendingin di mana air bisa terevaporasi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyemprotkan air ke udara melintas diatas kolam, atau melewatkan udara menembus menara pendingin. Aliran udara ditingkatkan dengan sistem konveksi paksa menembus menara pendingin, dan bersamaan dengan itu air panas dilewatkan dan disemprotkan ke udara. Efek pendinginan akan semakin besar bila aliran udara bertambah besar.
Gambar 8.15. Skema proses menara pendingin
Pada saat air jatuh, sebagian air terevaporasi dan untuk menjaga kondisi ini menara dibuat dengan komponen packing yang memecah aliran. Air hangat akan didinginkan dan suhu udara didinginkan sampai keadaan jenuh oleh uap air. Air pendingin secara teoritis dapat didinginkan hingga sama dengan suhu bola basah udara yang masuk, akan tetapi dalam kenyataannya hanya mencapai suhu sebanyak pendinginan yang didapatkan dan ukuran menara yang digunakan, dan gambaran tersebut digunakan untuk desain pendinginan air yang meninggalkan menara sebesar 8 K diatas suhu bola basah, dimana bisa terjadi dengan konveksi alami maupun konveksi paksa. Proses aliran pada menara pendingin ditunjukkan pada Gambar 8.15 dan Gambar 8.16. Packing dari menara biasanya dibuat dari kayu. Desain modern dari menara pendingin dilengkapi dengan plastik dari selulosa penyerap yang berfungsi untuk absorpsi air dan memiliki umur teknis yang lama. Untuk ukuran menara yang telah ditentukan, digunakan packing jenis tersebut kurang lebih seperlima dari kebutuhan packing kayu dengan konstruksi yang jauh lebih ringan. Desain yang kecil (compact) dimaksudkan agar memungkinkan untuk dipasang pada puncak bangunan tanpa konstruksi khusus. Desain ini digunakan dengan sistem konveksi paksa, dengan mengirimkan air hangat melewati packing dalam suatu sistem yang tersirkulasi. Semua menara pendingin membebaskan air dingin ke atmosfer pada proses evaporasi, sehingga dibutuhkan tambahan air pada proses sirkulasinya
Gambar 8.16. Menara pendingin aliran biasa Contoh 8.7 Suatu menara pendingin ukuran kecil dirancang untuk mendinginkan 5,5 liter air per detik, di mana suhu masuk 44°C. Kipas penggerak 4,75 kW menghasilkan aliran udara sebesar 9 m3/ dt. Suhu udara masuk 18°C dengan RH 60 %. Udara meninggalkan menara diasumsikan jenuh dan suhunya 26°C. Hitung suhu air akhir dan jumlah air yang harus ditambahkan tiap detik. Asumsikan tekanan di dalam menara bisa dipertahankan konstan 1,013 bar. Solusi : Menara pendingin ditunjukkan secara diagramatis pada Gambar 8.14 . Pada pemasukan digunakan Persamaan 8.5. RH = ps/pg = dan pada 18°C sebesar 0,02063 bar. ps1 = 0,6 x 0,02063 = 0,01238 bar.
Gambar 8.17. Skema proses pada menara pendingin untuk contoh soal 8.7.
Dari Persamaan 13.2.
Pada bagian outlet dengan suhu 26°C dari tabel didapatkan : pg = 0,03360 dan RH = 100 % sehingga ps2 = 0,0336 bar. Dengan menggunakan Pers. 8.3. didapatkan
kemudian dengan Pers. 8.1, Sehingga kebutuhan air yang harus ditambahkan = 0,23 – 0,0829 = 0,1471 kg/dt. Juga mw1 5,5 x 1 = 5,5 kg/dt. Dan mw2mw1 - (air yang ditambahkan) = 5,5 – 0,1471 = 5,353 kg/dt. Dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap dan dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan energi potensial, W = 4,75 kW = 4,75 kJ/dt Evaluasi entalpi pada datum 0°C didapatkan : hw1 = hf pada 44°C = 184,2 kJ/kg ha1 = 1,005(18-0) = 18,09 kJ/kg hs1 = 2519,4 + 1,86 (18-10,13) = 2534 kJ/kg hs2 = hg pada 26°C = 2548,4 kJ/kg ha2 = 1,005(26-0) = 26,13 kJ/kg uap adalah super panas pada kondisi 1 tingkat keadaan pada temperatur 10,13°C, temperatur jenuhnya (dari Tabel) 0,01238 bar. Selanjutnya disubstitusikan menghasilkan : 4,75 + 5,5x184,2 + 10,78x18,09 + 0,0829x2534 = 10,78x26,13 + 0,23x2548,4 + 5,353 hw2 hw = 104 kJ/kg kemudian dengan interpolasi didapatkan : hf = 104 kJ/kg pada 24,8°C. 8.7 Campuran Gas dan Uap selain dari Uap Air Metoda pada Bab sebelumnya dapat diterapkan untuk campuran uap selain uap air, pada udara atau gas yang lain. Salah satunya adalah campuran dari gas bahan bakar minyak di dalam piston yang terdiri dari udara atmosfer dan uap minyak. Antara karburator dengan klep/katup pemasukan, campuran menerima panas dari pipa bermulut banyak (manifold) yang panas, dan selanjutnya kondisi ini menjadi bervariasi selama proses induksi. Dengan data yang tersedia maka masalah tersebut bisa diselesaikan seperti halnya campuran udara kering - uap air dengan istilah yang sama. Hal ini akan dibahas mendalam pada ilmu tentang pembakaran. SOAL LATIHAN 1. Udara pada 32°C dijenuhkan dengan uap air pada tekanan 1,013 bar. Hitung tekanan parsial uap dan udara kering. Berapa volume campuran yang berisi 1 kg uap. Hitung juga massa udara yang diasosiaikan dengan jumlah uap tersebut. Hitung juga besarnya kelembaban spesifik dan kelembaban relatif campuran. (Jawaban : 0,04754 bar, 0,9655 bar; 29,6 m3; 32,6 kg; 0,031; 100 % ) 2. Tekanan uap air di dalam atmosfer pada tekanan 1,013 bar dan suhu 32°C tercatat 0,02063 bar. Berapa jumlah air yang dibutuhkan agar menjadi jenuh? Hitung besarnya kelembaban spesifik dan kelembaban relatif. Hitung hingga suhu berapa udara harus didinginkan agar menjadi jenuh. Jika udara didinginkan
hingga 10°C dari kondisi awalnya, hitung jumlah kondensat yang dihasilkan tiap kg udara kering. (Jawaban : 14 K; 0,01293; 43,4%; 18°C; 0,0053 kg) 3. Campuran udara dan uap air pada tekanan 1 bar dan suhu 26,7°C memiliki kelembaban spesifik 0,0085. Hitung besarnya prosentase kejenuhan. ( Jawaban : 37,7 % ) 4. Campuran udara dan uap air pada 1,013 bar dan suhu 16°C titik embun 5°C. Hitung besarnya kelembaban relatif dan kelembaban spesifik. ( Jawaban : 48 %; 0,0054 kg/kg udara kering ) 5. Udara Atmosfer pada tekanan 760 mm Hg memiliki suhu 32°C dan prosentase kejenuhan yang dihitung dari diagram psikrometrik 52 %. Hitung : (a) tekanan parsial uap air dan udara kering (b) kelembaban spesifik (c) titik embun (d) densitas campuran. (Jawaban : 0,02472 bar; 0,98853 bar ; 0,01556; 20,9°C; 1,147 kg/m3) 6. Bandingkan tetapan gas campuran dari udara kering (R=0,287 kJ/kg.K) dengan uap air dengan tekanan 1,013 bar suhu 16°C. ( Jawaban : 0,2889 kJ/kg.K ) 7. Suhu di dalam ruang dengan volume 38 m3 adalah 25°C dan tekanan 1,013 bar. Titik embun dari udara di dalam ruang tersebut adalah 14°C. Jika wadah berisi air tersebut ditempatkan pada ruang tersebut, estimasi besarnya air yang bisa dievaporasikan. Asumsikan bahwa tekanan di dalam ruang bisa dipertahankan konstan. ( Jawaban : 0,447 kg ) 8. Suatu pengkondisi udara (AC) mempertahankan suhu ruang 21°C dan RH 55 % pada saat tekanan barometrik 740 cm Hg. Hitung kelembaban spesifik dari campuran udara-uap air. Hitung juga suhu dalam jendela di dalam ruang pada saat mana kejenuhan mulai. Berapa massa uap air per kg udara kering di dalam ruang yang harus dikeluarkan dari campuran untuk mencegah kondensasi di dalam jendela jika suhunya menurun menjadi 4°C. Hitung kelembaban relatif untuk memenuhi kondisi ini jika suhu dipertahankan 21°C. Tekanan barometrik dipertahankan konstan. (Jawaban : 0,00876; 11,620 C; 0,0036 kg; 32,7 %) 9. Campuran udara dan uap pada 50°C tekanan 1,013 bar terdiri dari 4% uap dan 96% udara kering berdasarkan basis massa. Hitung : (a) analisis berdasarkan volume (b) tekanan parsial uap dan udara kering (c) Kelembaban relatif campuran. ( Jawaban : 6,27%; 93,73%; 0,0636 bar; 0,949 bar; 51,5 % ) 10. Campuran pada soal 8.8. hitung volume spesifik uap dan pans yang dikeluarkan per kg campuran jika didinginkan pada volume konstan ke dalam suatu kondisi di mana kondensasi dimulai. Hitung titik embun dan tekanan ruang pada kondisi ini (Jawaban : 98,7 m3/kg; 7,1 kJ/kg; 11,2°C; 0,953 bar) 11. Campuran pada soal 8.9. hitung entalpi per kg campuran dengan acuan 0°C. Hitung juga panas yang dikeluarkan pada tekanan konstan 1,013 bar untuk memulai kondensasi. ( Jawaban : 151,8 kJ/kg; 13,3 kJ/kg ) 12. Suhu bola kering dan bola basah dari ruangan tercatat 25°C dan 19,7°C. Menggunakan diagram psikrometrik hitung: (a) kelembaban spesifik dalam gram per kg udara kering, (b) prosentase kejenuhan, (c) titik embun, (d) volume spesifik campuran, (e) entalpi tiap kg udara kering. Gunakan perhitungan berdasarkan tekanan atmosfer 1 bar. (Jawaban : 12,4 g/kg; 62%; 17,2°C; 0,86 m3/kg; 57 kJ/kg) 13. Jika atmosfer pada soal 8.12 didinginkan hingga 5°C kemudian dipanaskan sampai suhu bola basah tercatat 17,5°C, dengan proses berlangsung isobarik. Asumsikan udara meninggalkan pendingin dalam keadaan jenuh. Hitung dengan menggunakan diagram : (a) prosentase kejenuhan akhir, (b) kelembaban spesifik akhir, (c) suhu bola basah akhir, (d) Jumlah kondensat yang terkumpul pada pendingin per kg
udara kering, (e) Panas yang dilepas di dalam proses pendingin per kg udara kering. (Jawaban : 43,6%; 0,0055; 10,9°C; 38,2 kJ/kg; 12,7 kg) 14. Pada sistem pengkondisi udara (AC) udara dengan suhu 32°C dan tekanan 1,013 bar ditiupkan ke dalam ruang dengan prosentase kejenuhan 66,5 %. Mesin AC dibutuhkan untuk mempertahankan suhu 25°C dan prosentase kejenuhan 36 %. Hitung suhu di mana udara inlet harus didinginkan di dalam coil pendingin (asumsikan faktor by-pass coil nol), beban pendinginan, dan panas masuk pada heater. Sistem mambutuhkan 5 m3/dt udara bebas. (Jawaban : 8,9°C; 315,6 kW; 91,8 kW) 15. Pada musim dingin, udara dengan suhu 5 oC dan prosentase kejenuhan 50 % diumpankan pada pembangkit AC pada soal 8.14. Jika udara dengan kuantitas yang sama dibutuhkan pada kondisi yang sama, hitung berapa banyak air yang ditambahkan dan input panas yang dibutuhkan. Suhu air yang tersedia 25°C. ( Jawaban : 1,49 kg/min; 174,4 kW ) 16. Udara memasuki menara pendingin konveksi alami pada tekanan 1,013 bar, suhu 13°C, dan kelembaban relatif 50 %. Air pada 60°C dari kondensor turbin disemprotkan ke dalam menara dengan laju 22,5 kg/dt dan meninggalkan menara dengan suhu 27°C. Udara meninggalkan menara dengan suhu 38°C, tekanan 1,013 bar dalam kondisi jenuh. Hitung: (a) laju aliran udara yang dibutuhkan, (b) penambahan air yang diperlukan. ( Jawaban : 21 m3/dt; 1 kg/dt )
DAFTAR PUSTAKA Beiser, A. 1983. Applied Physics. McGraw-Hill Book Company. Singapore. Cengel, Y.A. dan M.A.Boles. 1998. Thermodynamics. An Engineering Aproach. McGraw-Hill, Boston. Eastop, T.D dan A.McConcey. 1982. Applied Thermodynamics for Engineering Technologists SI Unit. Longman, London and New York. Ferdiansyah, S.W. 2001. Simulasi Pengeringan Padi Tipe Kontinyu Aliran Silang. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang Lestanti, D.E. 2003. Studi Redistilasi Minyak Nilam (Patchouli Oil) dengan Menggunakan Tekanan Vakum (Kajian dari Suhu dan Penambahan Air). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram psikrometrik ASHRAE no. 1 pada tekanan 1 atm sebagai acuan untuk Bab 7 dan Bab 8
Lampiran 2. Diagram psikrometrik ASHRAE Satuan Internasional pada tekanan 1 atm. Digunakan untuk acuan Bab 7 dan Bab 8
Lampiran 3. Tabel uap jenuh berbasis temperatur Lampiran 3 (lanjutan)
Lampiran 4. Tabel uap jenuh berbasis tekanan
Lampiran 4 (lanjutan)
Lampiran 5. Tabel uap superpanas Lampiran 5 (lanjutan)
Keterangan : suhu didalam kurung merupakan suhu jenuh
Lampiran 5 (lanjutan)
Lampiran 5 (lanjutan)
Lampiran 5 (lanjutan)
Lampiran 6. Sifat termodinamika air tertekan Lampiran 7. Es jenuh – uap air
Lampiran 7. Es jenuh – uap air
[1] Panas telah dianggap sebagai suatu fluida (dikenal sebagai kalori) oleh para ilmuawan dalam abab ke 18, dan panas tidak ditunjukan sebagai bentuk energi hingga Joule, kirakira 1840, telah membuktikan dengan sederetan percobaan bahwa panas dan kerja saling menguntungkan dari satu dengan yang lain dapat ditransformasikan. Konsep panas sebagai suatu fluida terlihat asing sekarang, tetapi teori ini telah digunakan untuk menerangkan banyak fenomena, dan teori tersebut telah dipercaya secara luas sebelum adanya eksperimen yang dilakukan Joule