March 7, 2018 | Author: Julian Sukrisna Susilo | Category: N/A
Buku mengenai pengenalan terhadap ilmu kewartawanan. Cocok bagi orang awam yang berhasrat mempelajari kejurnalistikan....
TEKNIK MENULIS BERITA & FEATURE R. MASRI SAREB PUTRA
PT INDEKS Kelompok GRAMEDIA
[email protected]
BAGIAN I
BERITA Bagian pertama ini membahas sekilas terjadi dan institusi berita etimologi dan semantik berita menggali dan memburu berita berita, perisiwa, dan fakta unsur-unsur berita teknik menulis berita memancing dengan lead teknik membuat judul berita teknik menyunting berita
1
BAB 1
BERITA: SEKILAS SEJARAH TERJADI DAN INSTITUSINYA Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat 1. memahami asal usui berita dan institusinya 2. memahami awal mula berita dilembagakan melalui "acta diuma" dalam Forum Romanum 3. memahami asal usul wartawan dijuluki slave reporter, atau "kuli tinta' 4. memahami revolusi institusi berita, setelah Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak
2
Kapankah terminologi "berita" ditemukan dan siapakah orang yang pertama kali mempopulerkannya? Sukar melacaknya secara pasti. Yang jelas, sejak manusia pertama bisa berkomunikasi satu sama lain. sebenarnya makna "berita" sudah dikenal. Bukankah berita pada hakikatnya adalah kabar biasa, atau keterangan mengenai kejadian/ peristiwa yang hangat? Jadi, setiap kali berkomunikasi, setiap kali pula ada isi/pesan/berita yang disampaikan atau yang hendak dikomunikasikan. Tanpa adanya berita, maka sebuah komunikasi menjadi hanya komunikasi biasa, tanpa ada embelembel "mengandung nilai berita". Kabar biasa, atau keterangan mengenai kejadian/peristiwa yang hangat tentu saja datang dari pembawa kabar. Pada zaman dahulu kala, pada zaman kerajaan. pembawa kabar sering dilakukan oleh hulu balang. Salah satu pekerjaan hulu balang ialah mewartakan kepada raja ihwal/ peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan. Karena itu, dalam arti sempit, hulu balang juga disebut pewarta. Tentu saja, kabar yang diwartakan hulu balang ialah kabar yang penting, kabar yang mengandung nilai berita, sehingga kabar itu dapat dijadikan dasar bagi raja di dalam mengambil sikap atau tindakan. Jika yang diwartakan bukan kabar yang penting, maka tentu saja si hulu balang akan dicaci maki oleh raja. Belum lagi jika misalnya berita yang dibawakan mengandung berita bohong, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukan hanya si hulu balang akan dipecat, bisa jadi ia juga dihukum.
1.1 Berita pada Zaman Romawi Kuno Berita memang nenjadi bagian dari hidup umat manusia dalam interaksi sosialnya. Akan tetapi, berita sebagai komoditas dan sebagai sebuali peristiwa/fakta yang ' secara khusus disistematisasikan (dicari, dikumpulkan, dan disiarkan untuk mendapatkan umpan balik) atau dijadikan menu/sajian sebuah medium komunikasi— barangkali baru dimulai pada zaman Romawi kuno. Pakar sejarah Suetonius mencatat, ketika Julius Caesar dinobatkan menjadi konsul (9 SM), ia memerintahkan supaya di Forum Romanum (pasar Roma) dipasang papan pengumuman yang disebut dengan acta diurna atau catatan harian (ada = catatan: (diurna/diurnal - harian). Dari sinilah kita mengenal istilah "akta notaris" (catatan notaris) atau "akta mengajar" (surat keterangan kompetensi untuk mengajar). Juga dari sini kita mengenal istilah jurnal, atau terbitan berkala. Boleh dikatakan, papan pengumuman di zaman Romawi kuno merupakan medium cetak yang fungsinya sebagai alat komunikasi massa. Namun, komunikasi yang masih searah (one way traffic communication). tidak ada hubungan timbal balik. Ada diuma adalah medium komunikasi dari atas (penguasa) ke bawah (rakyat). Papan pengumuman pada acta diurna adalah informasi yang ingin dikomunikasikan dari penguasa kepada rakyatnya. Orang yang bertugas 3
mengumpulkan informasi itu disebut diurnarius. Mereka adalah para budak (servus), golongan rendahan, kaum orang yang tidak merdeka, yang oleh majikan mereka disebut "orang terikat". Pada zaman Kekaisaran Romawi, para budak diadu berkelahi dengan binatang buas di amphiteatrum (stadion). Perkelahian itu menjadi bahan tontonan yang menarik. Tidak jarang, sang budak mati diterkam binatang buas. Dan bagi yang menang, mendapat ganjaran, biasanya diangkat martabatnya menjadi manusia bebas. Waktu itu. hubungan budak-majikan bagai hubungan harta-pemilik. Budak adalah "harta" dan majikan adalah pemilik. Dari sini nantinya lahir istilah slave reporter, yang di Indonesia disamakan dengan "kuli tinta" untuk mengacu pada tugas mengumpulkan dan menyiarkan berita. Di dalam tugasnya sehari-hari, wartawan menulis hasil investigasi dan wawancaranya menggunakan pena. Karena itu, wartawan disebut kuli tinta-setara dengan orang yang bekerja membangun sebuah rumah, gedung, atau jalan raya yang disebut "kuli bangunan". Jadi, "kuli tinta" mengacu pada: suatu pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan alat utama tinta (pena) atau wartawan; orang yang memperoleh penghasilan (bermata pencaharian) dari menulis karangan (artikel, buku, dan sebagainya) (KBBI, 2001: 610)
1.2 Gutenberg: Revolusi Media Massa Media cetak yang kita kenal sekarang, merupakan sebuah proses penemuan panjang dan sangat berbelit. Media celak tidak lahir begitu saja, namun jauh hari sebelumnya sebenarnya sudah ada upaya, embrional, dan naluri manusia untuk mengarah ke sana. Hanya saja. temuan-temuan awal masih, bersifat naluriah, belum tersistematisasikan dan belum distrategikan untuk suatu tujuan atau kepentingan tertentu. Kurang lebih 6.000 tahun yang silam, di zaman Babilonia dan Ninive (wilayah Irak sekarang), di Asia Kecil (Minor Asia) sebenarnya sudah dikenal karya cetak -walaupun bentuknya masih sangat sederhana. Karya cetak tersebut dibuat dari tanah lempung (tanah liat) yang dipanggang seperti halnya batu bata. Para ahli menemukan di Ninive terdapat 25.000 lempeng tanah liat berbentuk segi empat yang telah dikeringkan. Setiap lempeng berisi susunan garis-garis berupa paku. karena itu disebut juga sebagai "tulisan paku". Selelah manusia berhasil berkomunikasi dengan suara atau bunyi, komunikasi sederhana itu meningkat lagi menjadi komunikasi tertulis. Setelah mengenal dunia sekitar dan dapat menggambar benda-benda, manusia mulai menciptakan komunikasi lewat gambar untuk "menuliskan" dan menyampaikan sesuatu. Bahasa tulis melalui gambar ini disebut juga dengan "piktograf' (dari kata picture = gambar dan grafein = tulisan).
4
Jika manusia penghuni tepi sungai Eufrat membuat buku dari lempung, maka manusia yang bermukim di sepanjang sungai Nil jauh lebih maju peradabannya. Hal ini terbukti dari peninggalan kebudayaan material mereka. Mereka membual karya cetak sudah menggunakan papyrus yang tumbuh subur dan liar di sepanjang pesisir Laut Tengah. Bahkan, tumbuhtumbuhan ini juga dengan mudah dapat ditemui di kiri atau kanan tepi Sungai Nil. Manusia penghuni tepi Sungai Eufrat (Mesir) membual karya cetak diawali dengan memetik daun-daun papyrus, kemudian di permukaan daun itu diukir dengan huruf-huruf hieroglyp. Hieroglyp kemudian berkembang menjadi ideograf. yakni lambang yang mempunyai makna tertentu berupa huruf kanji yang sekarang ini masih diteruskan tradisinya oleh bangsa Cina dan Jepang. Tulisan dalam daun papyrus jika sudah penuh satu daun, maka disambung dengan daun yang lain dan lama-kelamaan sampai panjang, bahkan panjangnya hingga bermeter-meter. Itu pula sebabnya. Kitab Taurat (Torah) disebut Pentateukh, alau Lima Gulungan, karena kitab itu memang terdiri atas lima gulungan. Kitab gulungan yang terpanjang dalam sejarah sepanjang 7,5 meter. Di tempat lain, orang Romawi membuat karya cetak juga dengan gulungan. Namun, bahan yang mereka gunakan bukan dari daun papyrus, melainkan dari bahan kulit domba atau kulit kambing yang disebut dengan vellum. Materi kulit binatang ini ternyata cukup awet dan mudah untuk disimpan. Berabad-abad lamanya manusia menggunakan daun papyrus dan vellum untuk media tulis-menulis, hingga kemudian bahan baku karya tulis berupa kertas dan mesin cetak ditemukan. Sementara itu, di India dan Indonesia yang alamnya banyak ditumbuhi pohon palma, orang menggunakan daun lontar sebagai media tulis-menulis. Di Cina, Tsai Lun yang hidup sekitar tahun 105M, telah melakukan eksperimen untuk membuat kertas. Ia menumbuk-numbuk beberapa jenis materi sejenis hennep, yang diadoni dengan air, lalu dimasukkan ke dalam cetakan, lantas dijemur. Setelah kering, jadilah kertas. Dengan perantaraan tawanan-tawanan perang Cina. penemuan Tsai Lun lantas meluas sampai ke Arab, Mesir, Afrika Utara, dan kemudian Eropa. Para pakar memandang bahwa apa yang dirintis oleh Tsai Lun merupakan cikal bakal penemuan jenis bahan baku cetak-tulis modem yang disebut kertas. Waktu terus bergulir, manusia semakin maju dalam pemikiran dan peradabannya. Di tahun 1041, Pi Seng, seorang warga Cina, menemukan alat cetak sederhana. Akan tetapi, orang lebih mengenai apa yang dilakukan oleh Johannes Gutenberg. seorang Jerman dari kawasan Mainz, sebagai "penemu" teknologi cetak yang pertama. Dari tangannyalah lahir Septuaginta. kitab Latin yang pertama yang kemudian populer disebut
5
sebagai "Kitab Gutenberg". Kitab ini disebut juga sebagai "Kitab 42 Baris" karena setiap halamannya terdiri atas 42 baris. Kitab Gutenberg rampung pengerjaannya pada 15 Agustus 1456, dengan jumlah cetakan 180 eksemplar. 150 dicetak di atas kertas, dan 30 lagi dicetak dalam vellum. Ukuran (format) buku 12 x 16, 5 inch. Konon, hingga sekarang buku itu hanya tersisa 48 buah saja. Barang berharga dan bersejarah itu 14 buah berada di Amerika Serikat. Boleh dikatakan, revolusi di dunia produksi media cetak dimulai ketika Gutenberg pada tahun 1456 menemukan mesin cetak sederhana. Meskipun sederhana, mesin cetak itu dapat memproduksi secara massal beberapa kitab (produk). Penemuan Gutenberg merupakan titik awal yang menjadi inspirasi bagi penemuan-penemuan mesin cetak selanjutnya yang semakin hari semakin canggih. Sejak itu, teknologi percetakan semakin berkembang sehingga memicu perkembangan produksi media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, serta berbagai terbitan berkala maupun tidak berkala lainnya. Tanpa adanya jasa Gutenberg, kita tidak tahu seperti apakah perkembangan teknologi percetakan dan output-nya. Dalam konteks ini, Marshail McLuhan mengatakan, "Gutenberg made everybody a reader, Xerox makes everybody a publisher" Gutenberg membuat setiap orang menjadi pembaca, sedangkan Xerox membuat setiap orang menjadi penerbit." Tahun 1884 boleh dikatakan terjadi lompatan sekali lagi teknologi di bidang percetakan. Seorang penduduk Baltimore, Ottmar Mergenhaler berhasil menemukan jenis mesin linotype. Disusul kemudian dengan penemuan mesin celak yang lebih modern, yakni mesin cetak silinder. Dan pada awal abad 19, media cetak tidak saja menjadi sebuah produk budaya. Akan tetapi, juga berfungsi sebagai komoditas (barang dagangan). Teknologi percetakan kian berkembang. Seni artistik pun masuk dalam industri media cetak. Media cetak telah semakin multifungsi, dicetak dalam jumlah besar, menjadi salah satu media komunikasi cetak di samping media lainnya. KATA-KATA KUNCI berita kabar pewarta medium/media komunikasi Forum Romanum acta diuma acta senatus slave reporter kuli tinta piktograf mesin cetak 6
PERTANYAAN 1. Apa yang disebut dengan "acta diuna"? 2. Jelaskan Forum Romanum! 3. Apa yang dimaksudkan dengan slave reporter? 4. Mengapa wartawan disebut "kuli tinta"? 5. Apa peran Johannes Gutenberg dalam perkembangan teknologi media cetak?
7
BAB 2
BERITA: ETIMOLOGI DAN SEMANTIK Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat 1. mendefinisikan dan menyebut apakah berita itu 2. menjelaskan manakah peristiwa yang bernilai berita dan bukan 3. menjelaskan proses terjadinya berita
8
Dalam kehidupan sehari-hari. kita sudah sangat terbiasa menggunakan dan mengucapkan kata "berita." Ketika bertemu sahabat, kenalan, orang tua, atau siapa saja; kita sering bertanya, "Hei, lama tak bertemu, bagaimana kabar beritanya?" Atau, ketika kita ingin tahu tentang seseorang melalui orang yang kita Jumpai, kita bertanya. "Si Anu sekarang di mana? Kok lama tak mendengar beritanya?" Makna "berita'" seperti contoh di atas, tentu saja sama dengan kabar, kisah, atau "ada apa dengan" si Anu yang hendak diketahui? Barangkali jawaban atas pertanyaan mengenai berita, penting bagi si penanya. Namun, belum tentu penting bagi orang lain, atau bagi khalayak yang lebih luas. Dengan kata lain, sebuah peristiwa/fakta, atau apa pun yang dialami; belum tentu mengandung nilai berita. Tidak setiap peristiwa/kejadian dapat disebut berita. Kalau begitu, apa sesungguhnya arti "berita"? Dihadapkan dengan pertanyaan seperti itu. tentu saja kita harus berpikir lebih dulu. Minimal membuka kamus, alau ensiklopedi.
2.1 Etimologi dan Semantik — Kamus Besar Bahasa Indonesia—KBBI, Departemen Pendidikan NasionalBalai Pustaka, 2001:140—mendefinisikan "berita" sebagai berikut
"Cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat; kobar; laporan; pemberitahuan; pengumuman."
Definisi dari kamus itu, tentu saja belum memuaskan. Oleh karenanya kita masih perlu mengeksplorasi sumber-sumber lain, yang menjelaskan apa sesungguhnya makna berita, khususnya dalam konteks ilmu jurnalistik Berita, alau news, ternyata mengandung banyak definisi, namun substansinya sama. Sebagai contoh:
"kabar, berita, warta." .
— Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia Pustaka Ulama. 2000: 394.
> ''Information about a recent event or events; The presentation of such Information as reports by journalist and others in the media (print, radio, television, electronic, or other), often in a format described through a compound beginning with news such as news broadcast, newscast, newspaper, sometimes used as the title Newsweek, Newsday, and News night."
— The Oxford Companion to the English Language: 690.
... a report on the tatest major events in one's own city and nation and in other parts of the worid, on television, on the radio, in a
9
newspaper, etc; 2 information about recent events or changes In s.o.'s personal or business life; She read a letter with news from her son,
— Dictionary of American English: 1020
2.2 Berita dan Peristiwa Samakah antara berita dan peristiwa? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita mengacu kepada makna harfiahnya. Peristiwa ialah kejadian, atau event. Adapun berita bisa saja merupakan sebuah peristiwa, namun tidak setiap peristiwa mengandung unsur berita. Sebagai contoh: Bencana alam tsunami yang melanda Aceh merupakan suatu peristiwa (gejala) alam yang secara faktual terjadi. Peristiwa ini sekaligus mengandung unsur atau syarat-syarat sebuah berita. Mengapa? Karena peristiwa itu selain unik dan dramatis, juga menyangkut (kepentingan, masalah, perhatian) banyak orang. Joko Bodo, seorang kernet angkot, patah kuku jempol tangannya yang panjang ilu akibat terjepit pintu mobil. Ini suatu peristiwa, namun bukan merupakan berita. Mengapa peristiwa pertama disebut mengandung unsur berita, sedangkan peristiwa yang kedua bukan, akan dibahas pada bagian tersendiri (bahasan yang secara khusus mengupas unsur-unsur atau syarat-syarat sebuah berita).
2.3 Proses Penemuan dan Pelaporan Berita Laporan wartawan, baik media elektronika maupun media cetak, yang kita terima dan kita baca, sesungguhnya merupakan sajian akhir yang sudah mengalami proses yang panjang. Sebelum berita itu tersaji di hadapan kita (kita baca, resapi dan nikmati), sebenarnya sudah ada serangkaian pekerjaan yang dilakukan. Apa, siapa, dan bagaimana proses itu dilakukan?
2.4 Tempat Berita dalam Media Berita, dari dulu sampai sekarang, tetap menjadi bahan utama untuk komoditas informasi yang sangat vital. Untuk itulah, ada media yang melulu mengandalkan jualannya (dagangan, atau menu utamanya) dari hanya menyiarkan berita. Sebagai contoh: Metro TV memaklumkan diri sebagai media berila dan informasi (juga CNN). Tempo adalah majalah berita mingguan.
10
PERISTIWA/FAKTA => WARTAWAN => DILAPORKAN => LAPORAN (lisan + tulisan) - mengamati - mengalami diedit - wawancara CLEAN COPY naskah dari wartawan yang sudah disunting editor dikirim ke PRACETAK untuk diset. Kalau dianggap final, dibuat film, lalu dicetak/diproduksi secara massal.
Proses penemuan/pelaporan berita Sebegitu pentingnya berita, sehingga ada rubrik tertentu dalam televisi yang dinamakan "Infotaintment". Artinya, sebuah berita (informasi) yang dikemas secara menghibur, secara enak. Dalam bab tersendiri mengenai rubrikasi. tempat berita dalam sebuah media akan dibahas secara mendetail Bahwa yang namanya "berita", masih dapat dipilah-pilah lagi dalam kategorikategori. Yang jelas, manusia ternyata membutuhkan berita (dan informasi) tentang manusia lain dan tentang dunia lain yang melingkupi dan memengaruhi kehidupannya. Kebutuhan itu terbukti dari banyaknya peminat (pembaca/pemirsa/pembeli) media yang menyiarkan atau mempublikasikan berila atau informasi. Sementara media yang mengandalkan opini, sering hanya sedikit peminatnya-sebagai contoh jurnal ilmiah. Di sini berlaku adagium, "People want to know about people"-manusia ingin mengetahui ihwal orang lain. KATA-KATA KUNCI berita berita dan bukan berita proses berita peristiwa news event kabar laporan PERTANYAAN 1. Apa definisi "berita"? Jelaskan dengan contoh minimal dua definisi dari sumber yang berbeda! 2. Apa perbedaan antara berita dan peristiwa? 3. Mengapa berita yang kita nikmati dan kita baca disebut telah mengalami proses? 4. Jelaskan bagaimana proses penemuan/ pelaporan berita! TUGAS Pergilah ke perpustakaan. Carilah dalam kamus, leksikon, ensiklopedi, internet, atau sumber lain definisi "BERITA". Bandingkan dengan pengetahuan, atau pemahaman yang sudah Anda peroleh! Adakah 11
perbedaan yang kamu temukan? Adakah pula persamaannya? Tunjukkan! (tugas -kelompok).
12
BAB 3
MENGGALI DAN MEMBURU BERITA Setelah membaca dan mempelajari bob ini. Anda diharapkan dapat 1. memahami proses pelaporan dan penulisan berita 2. memahami teknik pendalaman berita, antara lain melalui wawancara dan pengamatan 3. memahami apa yang dimaksudkan dengan "sumber berita"
13
Berita tentu tidak tidak datang dengan sendirinya. Seorang wartawan, koresponden, atau pelapor haruslah jeli di dalam menangkap berbagai fenomena di sekelilingnya untuk dijadikan balian pemberitaan. Dalam tugas sehari-hari sebagai jurnalis, seorang wartawan haruslah pencari berita. Wartawan sepanjang waktu -konon jam kerja wartawan 24 jam!—terus-menerus memikirkan bagaimana mendapat berita yang eksklusif dan bernilai berita. Kalau perlu, media lain belum menyiarkannya dan berita itu hanya diperoleh dan dimuat dalam media tempat sang wartawan bekerja. Proses mendapatkan berita dapat melalui berbagai cara. Setelah berita didapat, masih perlu diolah lagi -ibarat "tukang masak" yang meracik dan meramu makanan agar enak dan menarik ketika disajikan. Lazimnya berita didapat dari enam cara:
Penemuan peristiwa (fact finding) Mencari keterangaan dari saksi/tokoh terkait Wawancara Investigasi Mengambil dari sumber lain Kantor berita
3.1 Penemuan Peristiwa (fact finding) dan angle Berita yang "ditemukan" sifatnya berupa peristiwa yang terjadi. Bisa peristiwa alam. seperti: banjir, tsunami, gunung meletus, gempa bumi, meteor jatuh, gerhana matahari, kebakaran, dan sebagainya. Wartawan tinggal melaporkan, atau menuliskan, dampak yang ditimbulkan oleji peristiwa itu dan memilih angle manakah yang paling menarik bagi pembaca? Apakah yang dimaksudkan dengan angle? Secara harilah, angle berarti
"to hold am opinion or perspective on something" (Dictionary of American English, 2002: 45). Jadi. angle ialah sudut pandang, sisi pandang, atau titik awal yang diambil wartawan untuk mulai menulis berita. Agar lebih jelas, barangkali angle dimasukkan dalam contoh berikut ini. Misalnya, ada peristiwa kebakaran di sebuah lokalisasi WTS di wilayah Jakarta Barat. Rentetan peristiwanya panjang dan tentu saja banyak yang terkait di dalamnya. Setelah diselisik, ternyata kebakaran itu tidak hanya semata-mata kebakaran, tetapi ada by design, ada skenario tertentu di sana. Wartawan harus jeli melihat sesuatu di balik berita, untuk menangkap "apa" di balik peristiwa. Laporan wartawan harus dalam, ia tidak hanya sekadar melaporkan sesuatu yang tampak di permukaan saja. Karena itu, si 14
wartawan—setelah menyaksikan peristiwa—menggali lebih dalam, akhirnya, ia menemukan tali temali peristiwa. Ternyata, kebakaran di lokalikasi WTS disulut oleh pihak tertentu yang ingin tempat lokalisasi dijadikan gedung perkantoran. Sudah banyak jalan ditempuh untuk mencoba membeli areal di sana, namun selalu gagal. Satu-satunya cara ialah dengan membumihanguskan areal tersebut. Kebakaran membawa efek domino. Warga ada yang luka parah, sampai meninggal. Harta benda ludes. Seorang WTS—katakanlah namanya Mawar Indah Berduri—ikut tewas dalam peristiwa naas ini. Padahal. Mawar dikenal sangat cantik, ramah, dan menjadi tumpuan hidup keluarganya di kampung. Sebagai wartawan, apa angle yang hendak Anda ambil? Terserah! Asalkan setiap angle perlu didalami, dan tentu saja, memenuhi tiga unsur berikut ini. What peopie WANT to know ? What people NEED to know ? What people WANT and NEED to know ?
Dalam bab khusus yang membahas teknik (dan proses) penulisan berita dijelaskan bahwa sebelum menulis berita, wartawan harus berpikir lebih dulu. Untuk wartawan junior, yang belum terbiasa menulis, agar dihasilkan berita yang sempurna kadang diperlukan outline. Outline sebenarnya sama dengan apa yang ada di dalam pikiran (map of mind) Anda. Bagi wartawan senior dan orang yang biasa menulis, outline itu sudah ada dalam kepalanya. Urut-urutannya sudah ada. Ia tahu manakah angle yang dipakai untuk starting point, sehingga begitu sampai di kantor, ia cukup duduk di depan komputer ialu bisa langsung muiai menulis berita. Yang mengherankan wartawan junior, laporan seniornya bagus dan memikat." Aneh! (Inilah buah dari kebiasaan, berlatih, dan learning by doing! Neuron (syaraf) menjadi terbiasa atau imun, jika sering dilatih). Setelah ditimbang-timbang, akhirnya wartawan yang meliput peristiwa kebakaran di lokalisasi WTS Jakarta Barat memilih angle tewasnya korban Mawar Indah Berduri. Si wartawan menghubungi keluarga di kampung dengan wawancara tak bersemuka. Ia mendapat informasi yang menarik, bahwa Mawar adalah kembang desa, tahun depan akan menikah dengan kepala desa sebagai istri ketujuh, dan sewaktu pamit ke Jakarta, Mawar mengatakan bekerja di pabrik sepatu milik orang Korea. Memang semula 15
dijanjikan begitu, namun akhirnya Mawar terjebak dalam mata rantai jual beli perempuan (trafficking), sehingga akhirnya menjadi penghuni lokalisasi. Setelah menetapkan angle, dengan tidak lupa memberi bingkai dan latar peristiwa, si wartawan lalu menulis: Mawar Indah Berduri tewas mengenaskan dalam peristiwa kebakaran di sebuah lokalisasi di Jakarta Barot, Tubuhnya yang halus mulus tak terlihat lagi. Padahal, tahun depan kembang desa Itu bokal dipersunting kades sebagai istri ketujuh. "Habis sudah tumpuan hidup kami/ kata Lilin Suci (46 tahun), ibu Mawar. "Kami tak tahu mesti dapat biaya dari mana lagi/ tambah sang ibu sambi! menangis histeris ketika mendapat kabar bahwa putri kesayangannya telah tiada. Menurut keterangan Lilin Suci, setiap bulan Mawar mengirimkan uang Rp 1.500.000,00. "Kini kami luntang lantung dan hidup dari mana?' tanyanya. Memang kasihan nasib Bu Suci dan keluarga. Sudah jatuh tertimpa tanggo pulal (nar) Bagaimana jika tidak ada kejadian alam, atau insiden kebakaran seperti terjadi di lokalisasi WTS Jakarta Barat, apakah wartawan menganggur? Ataukah ia malah membuat bencana -misalnya membakar rumah orang— agar ada bahan berita yang dapat ia tulis? Tentu tidak! Seorang wartawan yang kreatif, selalu memiliki ide-ide untuk dikembangkan menjadi berita. Peristiwa yang sudah lama terjadi pun dapat dikembangkan menjadi sebuah tulisan/ berita yang hangat. Misalnya: bencana tsunami sudah terjadi lebih dua tahun -ini tentu bukan lagi berita hangat. Tapi berita itu bisa dihangatkan kembali dengan mengangkat bagaimana suka duka, atau pengalaman, sebuah keluarga yang tercerai berai sewaktu tsunami menghantam daerah Aceh dan sebagian wilayah Sumatera, baru benemu kembali. Atau contoh lain. Gunung Merapi meletus tiga tahun yang lalu -berita basi. Wartawan bisa menghangatkannya kembali, dengan mengangkat sisasisa dampak peristiwa alam itu dengan mengaitkannya dengan temuan fakta sekarang. Katakan, seorang petani yang berhasil sukses karena menjual pasir gunung merapi (pasir malang) menjadi salah satu media tanam bonsai. Inilah yang dimaksudkan dengan temuan fakta. Jadi, selalu ada saja teknik untuk mendapatkan berita. Selalu ada cara jntuk membuat sebuah berita basi menjadi hangat kembali.
3.2 Keterangan dari Saksi/Tokoh Terkait Saksi/ tokoh yang terkait dengan sualu peristiwa menjadi penting untuk dijadikan pelengkap, atau berita tersendiri, di samping berita ulama. Seorang wartawan dalam pengembangan berita, harus bisa menangkap efek 16
dan tali temali sebuah peristiwa. Dengan demikian, apa yang dilaporkan tidak hanya sebatas apa yang terjadi, tetapi betul-betul tuntas dan memuaskan rasa ingin tahu audience. Sebagai contoh, banjir setiap tahun melanda kota Jakarta—ini sebuah berita biasa. Namun, menjadi berita luar biasa, jika banjir juga sampai menggenangi rumah pejabat teras negara, atau rumah seorang public figure, sehingga ketika hendak masuk rumah sang tokoh mesti mengangkat celana (atau rok) ke atas dulu. Apalagi, jika peristiwa itu diabadikan lewat kamera, tentu mengandung nilai berita yang luar biasa. Dalam memburu berita yang menyangkut suatu peristiwa, wartawan ikut terlibat baik secara fisik maupun nonfisik. Wartawan mengikutinya dengan empati dan melaporkan hasil amatan dan apa yang ia rasakan. Wartawan mencatat" semuanya itu. Karena itu, wartawan yang ditugasi mengikuti dan melapiorkan suatu peristiwa/ event disebut meliput. Catatan: meliput = membuat berita atau laporan secara terperinci tentang suatu masalah atau peristiwa [KBBi 2001: 677).
Dilihat dari prosesnya, ternyata wartawan tidak hanya menulis atau melaporkan berita secara terperinci, tetapi juga mengamati dan (sering kalil bahkan mengalaminya sendiri. Setelah itu. baru peristiwa/ event itu dilaporkan. Di sinilah sesungguhnya makna kata "meliput" menjadi penuh, ketika wartawan tidak saja melaporkan secara terperinci sualu peristiwa/ event, tetapi juga (sebelumnya) mengamati dan mengalami sendiri.
3.3 Wawancara Salah salu teknik untuk mendapatkan berita yang eksklusif ialah dengan wawancara. Tentu saja. yang dipilih adalah narasumber yang punya nilai berita, atau narasumber yang benar-benar relevan dengan isu berita tersebut. Sebagai contoh, kini sedang hangat-hangatnya isu mengenai flu burung. Siapa kira-kira tokoh yang lepat untuk diwawancarai? Tentu saja, dokter yang pakar di bidangnya (relevan) atau seorang public figure. kerabat atau kenalan korban flu burung (narasumber yang punya nilai berita). Untuk melakukan wawancara dengan narasumber, tidaklah mudah. Di samping tidak setiap orang mau terbuka, banyak narasumber yang sibuk dan nyaris tidak punya waktu untuk wawancara khusus. Bagaimana cara melakukan wawancara, seorang wartawan harus punya trik-trik untuk itu. 17
Bagaimana agar narasumber mau "buka mulut", seorang wartawan pun harus pandai-pandai menyiasatinya. Ada narasumber yang untuk mendapatkan atau mengorek sesuatu darinya harus melalui pendekatan pribadi, atau personal approach. Ada yang melalui teknik investigatif (penyelidikan), bahkan tidak sedikit wartawan yang untuk mendapatkan informasi dengan menyamar. Masih ingat bagaimana penyamaran yang dilakukan wartawan News of The World yang menjadi sheikh dari Timur Tengah saat mewawancarai pelatih nasional kesebelasan Inggris, Sven-Goran Erikkson? Dalam penyamarannya, si wartawan berhasil mengorek informasi dan memancing komentar Erikkson yang akhirnya menimbulkan kontroversial itu. Akibat komentarnya, Erikkson lalu berhadapan dengan publik Inggris yang berang. Erikkson lalu menuai akibat pahit atas komentarnya: dipecat sebagai pelatih limnas Inggris usai Piala Dunia 2006.
3.3.1 Teknik Wawancara I Persiapan alat tulis dan rekam Seorang wartawan, .sebelum melakukan wawancara, perlu persiapan atas memperlengkapi diri dengan seperangkat alat tulis dan rekam. Hal ini karena ingatan manusia pendek, sementara apa yang ditulis itu abadi. Selain itu, untuk menghindari kesalahan atau ketidaklengkapan yang dapat ditampung oleh daya ingat manusia. Sebelum melakukan wawancara, wartawan harus melengkapi diri dengan tape recorder. Periksalah, apakah kaset penuh atau kosong, apa baterai masih baik atau usang, dan perhitungkan berapa lama waktu wawancara. Kalau lama, cukupkah dengan satu kaset? Selain itu, wartawan harus menyiapkan alat tulis. Biasanya, block notes dan ballpoint disediakan kantor. Jangan sampai terjadi, ketika wawancara, wartawan meminjam ballpoint narasumber. Ini sungguh memalukan! Siapkan pertanyaan Untuk mendapatkan sebuah berita yang lengkap, seorang wartawan perlu mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Kalau perlu, persiapan dilakukan secara tertulis. Bahkan, ada wartawan yang sebelum melakukan wawancara langsung, mengirimkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Mengapa persiapan itu perlu dilakukan? Persiapan perlu dilakukan agar diperoleh data, informasi dan keterangan yang lengkap pada saat itu juga. Mengapa daftar pertanyaan perlu dipersiapkan, atau dikirimkan lebih 18
dahulu? Hal ini agar pada saat itu pula diperoleh data yang akurat dan lengkap mengenai topik yang hendak digali dari narasumber. Sebagai contoh, seorang wartawan harian ekonomi ingin mewawancarai presiden direktur sebuah perusahaan sepatu. Ia ingin menggali dari narasumber, berapakah karyawan yang berpendidikan SLTA, diploma, S-1. atau S-2? Kalau ini yang ditanyakan mendadak, maka sang wartawan tidak akan mendapatkan data saat itu juga. Karena karyawan pabrik sepatu itu mencapai angka belasan ribu, tentu saja sang presiden direktur tidak tahu persis datanya. Untuk mendapat data itu. sang presiden direktur memerlukan data dari Bagian Personalia. Jika informasi itu, atau pertanyaan itu, dikirimkan jauh hari sebelumnya, maka sang presiden direktur tentu sudah menyiapkan datanya di laci meja. Dan ketika wartawan meminta data, tinggal diberikan saja bahan yang sudah tersedia.
Sopan Ketika melakukan wawancara, selalulah bersikap ramah tamah dan sopan. Anda bisa tidak mendapatkan berita apa-apa, jika narasumber sebal dengan Anda, lalu meninggalkan Anda pergi. Kata-kata yang diajukan hendaknya tersusun sedemikian rupa, sehingga tidak terkesan menyalahkan, menggurui atau memojokkan narasumber. Ingat, yang diperlukan wartawan ialah menggali informasi dan data sebanyak-banyaknya dari narasumber, bukan untuk tujuan yang lain. Tugas wartawan hanyalah menggali, mengarahkan narasumber, mendengar, dan mencatat. Berhadapan dengan narasumber, seorang wartawan harus menyadari dia adalah pencari berita, bukan sumber berita. Sumber berita adalah narasumber itu sendiri! Jangan sampai, dalam sebuah wawancara, si wartawan yang lebih banyak ngomong daripada narasumbernya.
3.3.2 Wawancara Individual Wawancara individual ialah wawancara yang dilakukan pada satu narasumber, namun narasumber ini memiliki nilai berita dan dapat memberikan keterangan secara lengkap. Misalnya, kita ingin menulis mengenai mengapa listrik akhir-akhir ini mengalami gangguan alau pemadaman? Untuk itu, kita cukup mewawancarai Kahumas PLN setempat. Dari sana akan diperoleh keterangan yang lengkap dan sebab-akibat yang kait-mengait.
19
3.3.3 Wawancara Tertulis Sering karena masalah teknis dan rumitnya permasalahan, menyebabkan wartawan tidak dapat langsung masuk ke narasumber. Karena itu, wawancara tertulis menjadi alternatif. Misalnya, begitu sulitnya menembus benteng pertahanan Gerakan Aceh Merdeka, padahal wartawan memerlukan data dan konfirmasi mengenai sebuah operasi militer yang dilakukan pihak, lawan. Berapa korban jatuh? Nah. wawancara tertulis bisa dilakukan, dengan menitipkan wawancara itu kepada jalur khusus. Keuntungan teknik wawancara ini ialah: diperoleh data dan informasi yang akurat dan penulisan nama dan tempat yang benar. Adapun kelemahannya: diperlukan waktu yang lama. padahal berita itu segera ditunggu pemuatannya dan jawaban hanya terbalas pada pertanyaanpertanyaan tertulis yang telah dirancang.
3.3.4 Wawancara Tak Bersemuka Wawancara yang dilakukan melalui telepon, email, alau sarana lainnya dengan mempertimbangkan unsur-unsur faktual suatu berita. Sebelum melakukan wawancara tak bersemuka. sebaiknya tetapkan dulu permasalahan, atau topik, apa yang mau digali dan diperdalam? Sejumlah pertanyaan perlu disiapkan. Karena waktunya terbatas, dan tentu saja berbiaya, usahakan pertanyaan yang diajukan langsung ke inti persoalan.
3.4 Konferensi Pers Teknik lain bagaimana mendapatkan sumber berita ialah dengan mengikuti konferensi pers atau dikenal dengan istilah press conference. Biasanya, konferensi pers dilakukan oleh staf hubungan masyarakat atau biro komunikasi sebuah lembaga. Dalam konferensi pers, biasanya sudah disediakan informasi yang diperlukan. Namun, sering informasi yang disiapkan sifatnya umum dan kurang terkandung di dalamnya nilai berita. Untuk mendalaminya, wartawan harus menggali dari sumber lain. Di samping itu, kerap konferensi pers sifatnya satu arah dan cenderung yang disampaikan sisi-sisi positifnya saja. Wartawan harus mengkaunter informasi itu lagi dengan narasumber lain yang relevan dan kompeten untuk isu tersebut. Memang akhirnya banyak wartawan yang merasa kurang puas dengan hanya menggunakan kertas atau lembaran konferensi pers sebagai bahan berita.
20
3.5 Investigasi Sering wartawan berhadapan dengan narasumber yang tidak mudah untuk diwawancarai. Atau ia sudah melakukan wawancara, namun masih belum merasa puas dengan temuan fakta yang diperoleh. Wartawan ingin lebih dalam lagi menggali. Karena itu, ia melakukan investigasi untuk memperoleh kedalaman dan penjelasan. Di dalam melakukan investigasi, sering tidak mudah. Berbagai hambatan, bahkan sering ancaman, ditemui. Untuk memperoleh berita yang benar-benar eksklusif, tidak jarang wartawan kadang harus "menyamar". Namun, ketika bahan berita sudah didapat, hendaknya wartawan jujur menyebutkan akan dimuat atau dipublikasikan. Jangan mengelabui narasumber, wartawan harus bisa mendapatkan berita secara fair. Bagaimana caranya, tergantung pada kemampuan lobi dan keterampilan persuasi sang wartawan.
3.6 Mengambil dari Sumber Lain Bolehkah wartawan mengambil sumber dari media lain sebagai bahan berita? Boleh saja, asalkan disebutkan sumbernya dengan jujur. Akan tetapi, kalau tidak sangat terpaksa, sebaiknya tidak. Mengapa? Sebab media Anda menjadi kurang tepercaya. Selain itu, Anda juga menyajikan kepada audience berita yang sudah basi. bahan yang telah diberitakan media lain. Akan tetapi, cukup banyak wartawan yang mengambil bahan berita dari media lain. Misalnya, sebuah pertandingan olah raga—katakanlah Liga Premier Inggris. Wartawan olah raga semalaman suntuk nonton, hingga tahu hasil akhir pertandingan. Sehabis itu. dia menulis laporan—hasilnya menonton tadi—untuk disajikan kepada pembaca. Wartawan yang menonton seakan-akan berada di stadion. Dia menulis berita pertandingan itu dari (melalui) menonton media lain. Kita membaca, kadangkala disebutkan sumbernya, namun sering juga tidak.
3.7 Kantor Berita Wartawan juga menulis berita dari hasil liputan wartawan kantorkantor berita. Cara mendapatkan berita itu dengan membeli. Misalnya, berita didapat dari kantor berita Indonesia (Antara). Malaysia (Bernama), kantor berita Amerika Serikat (AP) > Lihat Lampiran halaman 92 . Biasanya, berita yang diterima berupa faks. atau teleks. Diperlukan ketelitian dan kejelian dari wartawan (dan redaktur) untuk menyeleksi (dan mengedit) pasokan berita dari sebuah kantor berita.
21
Tentang ''off the record" Wartawan yang profesional, mendapatkan sumber berita secara elegan pula. Karena itu, setiap sumber berita wajib diberitahu—atau wajib dilindungi bagian tertentu yang dianggap bersifat sangat rahasia—dari hasil wawancara atau hasil penyelisikan, sesuai permintaan narasumber. Hal ini tentu saja dituntut—dan sesuai—dengan apa yang tersurat dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 5 tentang SUMBER BERITA (lihat Lampiran halaman 86 ), bahwa "Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan yang diberikan secara "off the record". Terdapat tiga macam berita off the record: > Narasumber tidak bersedia disebutkan namanya -entah karena khawatir mendapat ancaman, entah karena mendapat intimidasi dari pihak lain. Dalam hal ini, wartawan wajib melindungi sumber berita. Menghadapi narasumber seperti ini. bagaimana "akal" wartawan? Wartawan dapat menulis, "Menurut sumber yang dapat dipercaya..." (untuk mengganti nama sumber yang menyatakan bahwa dia tidak bersedia disebutkan namanya. Ketersembunyian, atau identitas, narasumber masih dapat dipertahankan dalam kondisi terdapat banyat kriteria yang masuk dalam beberapa ciri identitas. Sebagai contoh, sebuah universitas X di Jakarta, sudah biasa para mahasiswanya mengonsumsi obat-obat terlarang. Seorang mahasiswa memberikan keterangan dan namanya diminta off the record, maka memang sulit diidentifikasi siapa mahasiswa yang bersangkutan. Akan tetapi, lain persoalannya jika di kampus tersebut hanya ada satu dekan, dan si wartawan menulis, "menurut keterangan dekan fakultas..." meskipun tampak si wartawan menyembunyikan identitas narasumber, sebenarnya dengan mencantumkannya demikian gamblang— maka orang akan tahu juga siapa yang dimaksudkan. Yang diminta dirahasiakan hanya "bagian tertentu" dari keterangan narasumber saja. Wartawan hendaknya menaati permintaan narasumber, jika ada bagian tertentu dari keterangan yang memang bersifat sangat rahasia dengan pertimbangan dan alasan tertentu. Off the record seluruhnya, baik identitas, sebagian, atau seluruh keterangan. Si narasumber tidak ingin keterangannya dipublikasikan, hanya klarifikasi persoalan saja. Misalnya, mengenai perceraian dan sebab-sebab keretakan rumah tangga artis atau public figure. Jadi, narasumber tidak ingin keterangannya dipublikasikan untuk konsumsi umum. KATA-KATA KUNCI. penemuan peristiwa (fact finding) keterangan dari saksi 22
angle public figure event meliput narasumber konferensi pers (press conference) wawancara individual wawancara tertulis wawancara tak bersemuka off the record investigasi faks teleks PERTANYAAN 1. Jelaskan mengapa dalam menulis berita, fakta harus menjadi landasan utamanya? 2. Apa yang dimaksudkan dengan "factfinding"! 3. Apa yang dimaksudkan dengan "angle"? Berikanlah contoh angle dalam sebuah peristiwa! 4. Jelaskan dengan lengkap pengertian "meliput". Apa bedanya dengan "meliputi"? 5. Bagaimana proses/ langkah-langkah mendapatkan berita yang eksklusif? Jelaskan secara lengkap! 6. Bagaimana memulai wawancara? Apa yang perlu diperhatikan ketika melakukan wawancara? 7. Jelaskan mengenai konferensi pers! Apa keunggulan dan kelemahannya? 8. Apa yang dimaksudkan dengan "wawancara tertulis" Apa persiapan yang harus dilakukan? 9. Apa yang dimaksudkan dengan "wawancara tak bersemuka?" Apa kelebihan dan kekurangannya? Jelaskan! 10. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan "off the record". TUGAS Coba keluar ruangan kelas. Temuilah, lalu wawancarailah narasumber. Catatlah hasil wawancara itu. Tunjukkan nilai berita di dalamnya. Jelaskan dengan argumen, mengapa Anda mengatakannya mengandung nilai berita! Jelaskan, dalam menulis berita itu. Anda menggunakan angle yang mana?
23
BAB 4
BERITA, PERISTIWA, DAN FAKTA Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat 1. membedakan antara fakta dan opini (imajinasi) 2. memahami apa yang dimaksudkan dengan peristiwa dan fakta 3. mampu mengidentifikasi manakah peristiwa dan fakta yang bernilai berita dan mana yang bukan
24
Apakah yang dimaksudkan dengan "berita"? . Sulit mendefinisikannya secara sempurna, sebab sebuah berita mengandung banyak dimensi dan syarat-syarat. Apalagi berita yang dimaksudkan untuk disajikan media, dan untuk konsumsi publik, tentu harus mengandung unsur-unsur sebuah berita yang selain berdimensi penting dan menyangkut hajat hidup/ kepentingan/ minat orang banyak, juga bernilai jual.
4.1 Perbedaan antara Mengarang dan Menulis "Yang benar saja, ah. Ngarang saja kamu!" begitu kita biasa mendengar jika seseorang tidak begitu yakin akan ihwal/ sesuatu yang ia dengar dari sumber berita. Dengan "ngarang". dimaksudkan bahwa warta yang baru saja diterima, masih disangsikan kebenaran dan keakuratannya. Kebenarannya masih perlu untuk di-check dan re-check, sehingga benar-benar diperoleh berita yang teruji kebenarannya. Jika tidak, akan diterima berita bohong. Jadi, seorang wartawan harus menulis berita yang fakta/data/ peristiwanya nyata, bukan mengada-ada atau imajinasi.
4.2 Fakta/Peristiwa Bernilai Berita "Ah. itu bukan berita," begitu ungkapan yang sering kita dengar, ketika seseorang yang kita kenai (baik yang berberprestasi maupun yang bukan) sering melakukan, atau mencapai sesuatu yang luar biasa. Katakanlah Aisyah Tumijem, mahasiswa semester III. yang sejak duduk di semester I selalu mendapar nilai A dalam setiap ujian akhir. Dalam Ujian Akhir Semester (UAS) III. Tumijem juga mendapat nilai A semua. Ada rekan mahasiswa yang nyeletuk. "Hebat lho Tumijem, nilainya A semua." Lalu yang lain berkomentar, "Ah. itu bukan berita!" -karena dalam setiap kali ujian. Tumijem selalu langganan mendapat nilai A. Atau contoh lain lagi. Selama menunggu jam kuliah, dua dosen adu jangkrik di ruang dosen. Melihat gelagat kedua dosen itu. seorang mahasiswa yang sempat masuk ruang dosen kaget bukan main. Ia lalu masuk ruang kuliah dan sambil tepingkal-pingkal memberitakan pada teman-temannya. "Ada berita besar nih! Dua dosen adu jangkrik!" Mengapa prestasi yang luar biasa yang dicapai Tumijem dikatakan, "bukan berita?'", sedangkan dua dosen adu jangkrik dikatakan "berita besar?" Di sanalah kita masuk dalam apa yang disebut dengan "fakta/peristiwa yang mengandung unsur berita". Jadi, tidak setiap fakta/peristiwa adalah berita. Fakta/peristiwa yang bernilai berita, haruslah: 1. sesuatu yang unik; 2. sesuatu yang luar biasa; 3. sesuatu yang langka; 25
4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting; 5. sesuatu yang menyangkut keingintahuan publik; 6. sesuatu yang tersembunyi; 7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki; 8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui; 9. pemikiran dari tokoh penting; 10. komentar/ucapan dari tokoh penting; 11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan 12. hal lain yang luar biasa.
4.3 Berita menurut Definisi Tradisional Batas manakah fakta/peristiwa yang mengadung berita, manakah yang bukan, ternyata sulit untuk diambil garis putusnya. Kadangkala, feeling seorang wartawan harus main, harus jeli, di dalam menangkap setiap fakta/ peristiwa yang mengandung nilai berita. Bisa saja, fakta dan peristiwanya biasa-biasa saja, namun karena kepiawaian wartawan, maka fakta/peristiwa yang diangkatnya itu mengandung nilai berita. Ada semacam lelucon, tapi maknanya sangat dalam, di kalangan wartawan ketika berusaha untuk mendefinisikan apakah berita itu. Kalau ada anjing menggigit orang (ini bukan berita). Sebaliknya, kalau ada orang yang menggigit anjing -apalagi menggigit kuping anjing sampai! anjing meraung-raung kesakitan dan menimbulkan heboh di sekitar (ini baru berita!) Itulah definisi tradisional mengenai berita. Sulit untuk dibatasi, kapankah sebuah fakta/peristiwa bernilai berita kapankah bukan. Seorang wartawan, dengan nalurinya, akan tahu membedakannya. Namun, ruh dan pesan dari lelucon tadi sangat gamblang: setiap peristiwa yang luar biasa (orang menggigil anjing, padahal biasanya anjing yang menggigit orang) adalah berita!
4.4 Pisahkan Fakta dari Opini Wartawan haruslah memisahkan antara fakta (peristiwa/ kejadian) yang sesungguhnya dengan opini (pendapatnya) sendiri. Yang juga wajib dihindarkan, seorang wartawan jangan mencampuri fakta dengan imajinasinya. Contoh 1 Bangun tidur, kuterus mandi, tidalc lupo menggosok gigi. Habis mandi, kutolong ibu membersihkan tempat tidurku (syair lagu: Pak Kasur) Adakah tercampur fakta dan opini pada kalimat itu-kalau benar Anda' mengalami hal seperti itu? Tidak! Fakta akan bercampur dengan opini jika kalimat itu menjadi: 26
Bangun tidur, tampaknya kuterus mandi, (katanya tidak lupa menggosok gigi. Habis mandi, sebaiknya kutolong ibu mungkin membersihkan tempat tidurku. Contoh 2 Pencampuradukkan fakta dengan imajinasi: Pesawat naas itu lepas landas. Mesinnya tiba-tiba mati. Dalam hitungan detik, di ketinggian, pesawat segera amblas. Bias..., ewes-ewes ewes, sampai bablas angine.... Sebaiknya kalimat berita itu cukup sampai sebelum "Bias.... ewes-ewes ewes, sampai bablas angine...Karena itu merupakan imajinasi penulisnya. KATA-KATA KUNCI menulis mengarang nilai berita definisi tradisional berita fakta dan opini PERTANYAAN 1. Apa perbedaan antara mengarang dan menulis? 2. Apa yang dimaksudkan dengan "peristiwa yang mengandung nilai berita"? Jelaskan! 3. Apa batasan berita menurut definisi tradisional? Apa maknanya? 4. Mengapa tidak boleh mencampurkan antara berita dan opini? Berikan argumen yang masuk akal! 5. Buat contoh dalam sebuah kalimat berita faktual yang tidak bercampur dengan opini! TUGAS Telitilah, atau carilah, di media cetak adakah yang Anda temukan contoh kasus wartawan yang mencampuradukkan antara berita dan opini? Buat kliping dan komentarilah!
27
BAB 5
UNSUR-UNSUR BERITA Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat 1. memahami unsur-unsur berita (5W+1 H) 2. sanggup merekonstruksi sebuah laporan berita 3. dapat mempertimbangkan manakah unsur yang perlu diangkat sebagai kata pembuka
28
Apa unsur-unsur berita? Seperti halnya dalam satu kesatuan anatomi, maka dalam berita pun ada anatomi, atau unsur-unsur senyawanya. Umumnya, para pakar sepakat bahwa didalam sebuah berita terdapat 6 unsur, yang disingkat menjadi 5W+1H.
5.1 Unsur Berita Apakah yang dimaksudkan dengan unsur berita, atau lazim disebut dengan Who (Siapa)? What (Apa)? Where (Di mana)? Why (Mengapa)? When (Kapan)? How (Bagaimana)? Kalau diperhatikan dengan saksama, maka keenam unsur itu sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pakar ilmu komunikasi, Lasswell tentang hakikat komunikasi. Menurut Lasswell. definisi dan model komunikasi ialah,
"Who says What in Which channel to Whom with What effect." Tampak bahwa 5W+1H, tidak jauh berbeda dengan apa yang yang dimaksudkan oleh Lasswell. Sebuah kalimat dalam bahasa jurnalistik tidak selalu dapat kita temukan unsur-unsur itu secara lengkap. Karena lebih menekankan bahasa sebagai alat komunikasi, sering kalimat dalam bahasa jurnalistik tidak lengkap dan tidak sempurna. Akan tetapi, jika dicermati secara saksama sebuah berita, maka selalu dapat ditemukan enam unsur itu. Sebagai contoh, berikut ini konstruksi sebuah berita: Dengan tergopoh-gopoh, Ali mengambil pena yang tergeletak di atas meja belajarnya. la memerlukan pena itu saat itu juga, pada subuh hari Kamis, untuk menulis sepucuk surat kepada kekasihnya. Konstruksi kalimat itu sebagai berikut: 1. Siapa? (Ali) 2. Apa yang dilakukan Ali? (mengambil pena) 29
3. 4. 5. 6.
Di mana? (di atas meja belajarnya) Mengapa Ali mengambil pena itu? (untuk menulis surat buat kekasihnya) Kapan? (pada subuh hari Kamis) Bagaimana? (dengan tergopoh-gopoh)
5.2 Merekonstruksi Sebuah Berita Unsur-unsur tadi dapat diterapkan untuk melihat kelengkapan, atau untuk melakukan rekonstruksi sebuah berita. Dengan berpedoman pada contoh ini. dapat diteruskan sejumlah percobaan -misalnya dengan mcrekonstruksi berita yang dimuat di surat kabar dan majalah. Di dalam menulis berita, bisakah unsur-unsur itu dibolak balik urutannya? Tentu saja, bisa. dengan mempertimbangkan masak-masak power, atau dampak, dari pembolak-balikan itu. Misalnya: manakah yang paling ingin diketahui/ menarik bagi pembaca, apakah apa yang terjadi (Apa)? Ataukah justru siapa yang melakukan (Siapa)? Peristiwanyakah yang perlu ditonjolkan pada kata pembuka, ataukah pelakunya? Power, atau daya sebuah pilihan ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Mengapa? Sebab peristiwa yang biasa-biasa saja bisa menjadi berita jika dilakukan oleh orang yang luar biasa. Contoh pertimbangan lebih menarik tokoh (pelaku) dulu daripada peristiwanya. Dua anggota Brigade Mobil di bawah kendali operasi Kepolisian Resor Poso terlibat baku hantam di Jalan Kalimantan, Poso, Sulawesi fengah, Minggu (28/8). [Kompas, 29 Agustus 2005: 15). Apa yang ada di kepala wartawan, ketika menulis berita itu? Yang pasti, setiap berita yang ditulis itu unik. dan yang diangkat ialah peristiwa yang mengandung nilai berita. Setiap berita yang diangkat ialah yang luar biasa. Apanya yang luar biasa dalam contoh berita tadi? Tentu saja, perkelahian antara dua anggota Brigade Mobil. Keluarbiasaan itu terletak pada kontradiksi antara apa seharusnya tugas anggota Brigade Mobil dan apa yang mereka lakukan. Semestinya, aparat keamanan melindungi dan menciptakan keamanan dan ketertiban. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, aparat keamanan justru membuat onar. Di sanalah letak keunikan berita itu.
30
Contoh lain: Selasa [23/8/2005] siang penyanyi dangdut lis Dahlia [34] manggung di lapangan di Lembaga Pemasyarakatan [LP] Cipinang, Jakarta. Puluhan penghuni LP berdiri di depan panggung itu. (Kompas. 29/8/2005:16). Laporan wartawan mengenai kiprah penyanyi dangdut lis Dahlia seperti contoh tadi boleh dikatakan "agak menyimpang" dari norma penulisan berita—apalagi berita keras/hardnews). Mengapa? Sebab yang menempati kata pertama dalam kalimat bukan "Siapa" dan "Apa", tetapi justru unsur waktu atau kapan (Selasa 23/8). Perhatikan antara saat terjadi peristiwa (23/8) dan waktu pemuatan berita itu (29/8). Kita pun lalu bertanya-tanya, mengapa sebuah media cetak harian, baru menurunkan berita itu hampir seminggu setelah peristiwa? Apakah karena kekurangan tempat? Ataukah karena dianggap kurang penting? Pasti ada pertimbangan itu! Mengenai penempatan berita pada halaman-halaman surat kabar, akan dibahas tersendiri dalam Bab 11 mengenai Rubrikasi dan Mengenal Desk Sebuah Media (halaman 78). Dalam praktik sehari-hari. sering terjadi diskusi antara wartawan dengan redaktur (atau sering disebut sebagai jabrik = penjaga rubrik). Dalam diskusi itu juga disinggung mengenai yang ingin ditonjolkan unsur maha, pelaku ataukah apa (peristiwa)-nya? Mengapa demikian? Karena orientasi sebuah media bukanlah pengelola, namun audience. Apakah berita yang disajikan menjawab kebutuhan mereka? KATA-KATA KUNCI unsur-unsur berita rekonstruksi berita penjaga rubrik orientasi media PERTANYAAN 1. Apa yang dimaksudkan dengan "unsur-unsur berita?" Jelaskan! 2. Adakah kesamaan unsur-unsur berita dengan pandangan Laswell mengenai hakikat komunikasi? 3. Apa yang menjadi pertimbangan mendahulukan menyebut pelaku daripada peristiwa dan sebaliknya? TUGAS Wawancarailah narasumber tentang suatu peristiwa yang mengandung nilai berita. Tulislah! Beri tanda unsur-unsur itu pada setiap kalimat. 31
BAB 6
TEKNIK MENULIS BERITA Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat 1. menulis berita dengan baik, benar, dan menarik 2. memahami unsur berita dan sanggup menulis laporan/berita yang sempurna
32
Untuk bisa mulai menulis, diandaikan bahan berita sudah ada di "kantong". Wartawan sudah terjun ke lapangan, dan kini saatnya ia berada di kantor redaksi. Menghadap komputer masing-masing, melihat catatan-catatan tertulis, mendengar kembali rekaman kaset. Kalau perlu, terus melakukan cek dan ricek. apakah misalnya penulisan suatu idiom, nama tokoh, nama tempat, atau istilah khusus sudah akurat? Untuk itu. manfaatkan kamus, leksikon, ensiklopedi, data "apa dan siapa", profil tokoh dan geografi. Wartawan harus bisa memanfaatkan semuanya itu. agar laporannya akurat dan mantap. Pengalaman menunjukkan, akurasi itu sangat perlu dilakukan. Kalau tidak, akibatnya bisa menuai tulah. Salah nulis (ngucap) nama tokoh tertentu misalnya, bisa berbuntut panjang. Sang tokoh, kalau sangat penting, bisa mencak-mencak. Jika demikian, wartawan yang bersangkutan akan berhadapan dengan masalah. Tidak saja medianya dituntut, tetapi juga bisa berakibat pada penurunan pangkat, atau yang lebih buruk lagi, pemecatan. Barangkali tugas wartawan media cetak di dalam menulis laporan, tidak serumit wartawan media elektronika. Selesai menulis, laporan itu tinggal disunting redaktur bidang. Bila sudah dianggap sempurna, tinggal diteruskan ke jaringan komputer pracetak untuk segera disetting. Tentu saja, sebelumnya terjadi diskusi antara wartawan dengan sang redaktur, atau antarsesama redaktur, apakah berita yang baru saja ditulis layak masuk (dan menjadi) headline atau tidak? (Merupakan suatu prestasi, dan mendapat poin khusus, jika wartawan sanggup menembus headline. Suatu saat, bisa jadi dia akan dipromosikan.) Apa pun medianya, teknik menulis berita pada hakikatnya sama saja. Apabila seseorang bisa menulis berita untuk media cetak, maka ia bisa pula menulis berita untuk media yang lain, seperti untuk radio dan televisi. Bagaimana cara (dan proses) memburu berita, ilmu menulis, kaidah-kaidah, sampai pada penyajian sebelum berita disiarkan, pada prinsipnya sama saja. Tentu saja. karena masing-masing media memiliki kelebihan dan keterbatasan, setiap media mempunyai kekhususan di dalam proses penyajiannya. Dalam media elektronika, unsur audio visual memainkan peranan penting. Sementara pada media cetak, maka unsur visuallah yang sangat dominan. Tidak pernah ada unsur audio di dalamnya. Dengan kata lain. pemberitaan dalam media elektronika mengandalkan bahasa lisan dengan keterbatasan waktu dan tempat. Sementara media cetak mengandalkan bahasa tulisan, namun tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Sifat dan kekhususan media seperti itu. akhirnya menuntut pemberitaan tertentu puia. Di situlah nantinya terjadi "penyesuaian" pola penulisan antara media cetak, radio, dan televisi -dengan tetap memperhitungkan kelebihan dan keterbatasannya. 33
Perbedaan, keunggulan, dan keterbatasan media MEDIA CETAK 1. Bahasa tulisan 2. Kesalahan bahasa dan pungtuasi kentara 3. Jika terjadi kesalahan dalam pemberitaan dapat diralat dalam rubrik atau terbitan berikutnya 4. Kesalahan tulis dapat diminimalisasikan 5. Tidak dibatasi waktu dan tempat 6. Mengandalkan laporan tertulis, tidak harus disertai dengon gambar 7. Laporan dan pencarian berita dopat dilakukan secara solo 8. Editing tidak rumit 9. Tidak begitu repot melakukan koordinasi penurunan berita TELEVISI 1. Bahasa lisan 2. Kesalahan dan pungtuasi tidak kentara 3. Kesalahan lebih sulit untuk diperbaiki 4. Salah ucap bisa fatal karena pembetulannya akan mengganggu 5. Dibatasi oleh waktu dan tempat 6. Mengandalkan baik Idporan/informasi lisan maupun gambar yang bergerak 7. Tidak dapat dilakukan hanya seorang wartawan, memerlukan crew yang banyak 8. Editing cukup, bahkan sangat rumit 9. Cukup atau bahkan sangat repot melakukan tayangan/penurunan berita
RADIO 1. Bahasa lisan 2. Kesalahan dan pungtuasi tidak kentara 3. Kesalahan lebih sulit untuk diperbaiki 4. Salah ucap bisa fatal karena pembetulannya akan mengganggu 34
5. Terbatas oleh waktu dan tempat 6. Hanya mengandalkan laporan secara audio 7. Laporan dilakukan wartawan, dibacakan oleh penyiar 8. Editing lumayan repot, apalagi jika diselipkan dengan hasil wawancara atau kota-kota (suara) narasumber 9. Cukup mudah melakukan editing dibanding TV Menulis berita dengan baik dan benar serta menarik, ternyata tidak mudah. Untuk itu. diperlukan latihan terus-menerus. Dengan banyak berlatih, si wartawan akan menjadi sangat hafal struktur sebuah berita yang baik dan benar. Setelah itu. baru dilihat dan ditimbang-timbang, apakah berita yang sudah ditulis menarik jika disajikan ke audience. Jika demikian, dibutuhkan waktu. tenaga dan pikiran dalam menyusun (dan menulis) sebuah berita? Memang demikian! Sebuah berita yang berhasil menuntut kreativitas dan imajinasi, di samping keterampilan menulis seorang wartawan.
6.1 Langkah-Langkah Menulis Berpikir Dulu, Baru Menulis Jujur kita mengaku, kita sering melakukan yang sebaliknya: menulis dulu. baru berpikir. Apa akibatnya? Di tengah jalan, tulisan kita menemui jalan buntu. Tidak tahu mesti berbuat apa dan bagaimana. Pokoknya, buntu. Tidak bisa meneruskan lagi. Ini karena kita mengabaikan unsur proses kreatif dalam menulis, bahwa berpikirlah sebelum Anda menulis. Bahwa kemudian ada hal-hal yang periu disisipkan, dihilangkan, atau tampak logika kalimat tidak jalan; itu merupakan proses kemudian. Menulis untuk Pembaca Selalulah waspada bahwa Anda menulis untuk pembaca, bukan untuk dimengerti diri sendiri. Berbeda dengan komunikasi lisan, dalam komunikasi tulisan. Anda tak mempunyai kesempatan untuk menjelaskan maksud Anda kepada pembaca. Apa yang tertulis, itulah yang dibaca orang. Bahwa akhirnya ada yang bisa menangkap maksud penulis, itu soal lain. Akan tetapi, itu tentu setelah membaca dan mempelajari serta mencoba memahami kalimat Anda berulang-ulang. Hindari kata, atau istilah, yang jauh dari alam kemampuan dan dunia pembaca! Menulis untuk Mengungkapkan Anda menulis, karena memiliki fakta untuk ditulis. Anda menginginkan pembaca menangkap tulisan Anda. Jangan menyangka bahwa kadar intelektual Anda tercermin dalam ungkapan-ungkapan yang sulit dan 35
bahasa yang sukar dicerna. Jangan pernah membuat sesuatu yang sederhana menjadi rumit. Sebaliknya, ungkapkan yang rumit dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Gunakan kata/ Terminologi yang Akrab bagi Pembaca Anda menulis bagi orang lain. Pertimbangkanlah setiap kata yang Anda gunakan sebagai alat komunikasi. Anda berkomunikasi dengan segmen masyarakat mana? Apakah kata dan bahasa yang Anda gunakan dapat mereka pahami? Hindari Kata-kata yang Tidak Menambah Arti Kalimat Selain membosankan, kata-kata yang tidak menambah arti kalimat sebaiknya dihindari karena merupakan pemborosan (ekonomi kata). Masih sering kita jumpai wartawan yang menulis demikian:
Tidak menambah arti: 1. Agar supaya 2. Membubuhkan tanda tangan 3. Mengajukan permohonan pengunduran diri 4. Berhasil meloloskan diri
Sebaiknya: 1. Agar/ supaya 2. Menandatangani 3. Berhenti 4. lolos Tampak bahwa kata-kata yang diganti selain singkat, juga gampang untuk dimengerti. Wartawan harus menggunakan kata-kata yang gampang dimengerti. Gunakan Kalimat Singkat Usahakan agar orang yang membaca tulisan kita, jangan dibuat berkerut dahi. Upayakan agar tulisan kita dapat dipahami tanpa orang harus membaca ulang. Untuk itu. gunakanlah kata yang sederhana dengan kalimat yang singkat. Makin pendek sebuah kalimat, makin mudah dimengerti. Memang ada pedoman untuk mengukur mudah/tidaknya sebuah kalimat dipahami. Taruhlah di depan Anda buku teks (atau bahan bacaan) tingkat SD, SMP. SMA, dan perguruan tinggi. Secara subjektif kita merasakan, semakin tinggi jenjang pendidikan, akan semakin sulit juga untuk dipahami kalimatnya. Tak hanya sukar dipahami. kalimatnya pun semakin panjang. 36
Namun, sebenarnya kita dapat mengukur mudah/ tidaknya sebuah kalimat dipahami. Pedoman itu disebut: FOG INDEX. Cara mengukur pemahaman akan suatu tulisan ini ditemukan Robert Gunning, dari Robert Gunning Clear Writing Institute Santa Barbara, California dalam buku The Technique of Clear Writing. Sebenarnya, pedoman ini pada awal mula untuk mengukur kemampuan menulis para jurnalis dalam bahasa Inggris. Namun, kemudian diperluas, sebab prinsip-prinsip dasarnya bisa berlaku untuk semua bahasa termasuk bahasa Indonesia. Bagaimana mengukur Fog Index sebuah tulisan/laporan? Setiap tulisan/laporan unik. Artinya, berbeda satu sama lain. Demikian pula panjang/pendeknya tidak sama. Karena itu. baiklah kiranya jika diberikan rumusan umumnya saja. Katakan sebuah laporan/ tulisan terdiri atas 200 kata. Kita dapat mulai menghitung rata-rata jumlah kata per kalimat-apakah rata-rata 10, 12, 14, ataukah lebih! Kemudian, hitung pula kata yang mengandung tiga suku kata atau lebih. Ini yang dimaksudkan dengan persentase dari jumlah keseluruhan kata dalam sebuah tulisan/laporan. Jumlahkan kedua angka itu. Lalu. dibagi dengan 2,5. Itulah Fog lndex. Misalnya, sebuah tulisan berjudul "Duka Seorang Pramuria" -sebuah tulisan yang mengulas suka duka seorang pramuria. Diketahui: Rata-rata jumlah kata per kalimat: 14 Persentase kata bersuku tiga atau lebih :20 Ditanyakan: Berapa Fog Index? Dijawab: (14 +20) : 2,5 = 13,6 Jadi, Fog Index-nya: 14 (dibulatkan ke atas) Apa arti Fog Index itu? Dengan angka 14, Fog Index sudah berbicara banyak. Kita dapat mengetahui bahwa laporan tadi berada dalam kategori "agak mudah" untuk dimengerti. Berikut ini taksiran tingkat mudah-sukamya pemahaman sebuah kalimat. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Mudah sekali Mudah Agak mudah Sedang Agak sukar Sukar Sukar sekali
: 8 kata atau kurang : 9-11 kata : 12-14 kata : 15-17 kata : 18-21 kata : 22-24 kata : 25 kata atau lebih
37
Di negeri kita. Intisari termasuk majalah yang mudah dimengerti sajiannya. Kalimatnya pendek-pendek, mengalir, dan enak dibaca. Juga majalah Tempo. Dengan motto "Enak Dibaca dan Perlu", Tempo tetap mengupayakan adanya keharmonisan antara kenyamanan membaca (sajian) dan unsur isi (perlu). Sebab hanya hanya enak dibaca saja tanpa isi yang berbobot, akan menjadi hiburan yang tak banyak faedahnya. Namun, jika hanya unsur penting (isi) yang ditonjolkan, maka sajiannya akan kering kerontang. Orang akan bosan membacanya. Tak ada pengiklan yang mau beriklan jika sebuah media lak ada yang membacanya. Kompas minggu pun demikian. Kalimatnya terdiri atas kata yang tidak panjang-panjang. Buatlah Paragraf Singkat Paragraf, secara etimologis berasal dari kata Yunani para + grafein yang berarti: berhubungan dengan tulisan, atau tulisan yang ada kaitannya satu sama lain. Paragraf sama pengertiannya dengan alinea. Biasanya, rumusannya adalah: setiap ganti ide, ganti paragraf Demikian pula jika dalam teks ada dialog, maka setiap pergantian dialog, dimulai dengan paragraf baru pula. Selain itu, kita pun dapat merujuk pada kata penghubung (juga, pula, selain itu, di samping itu. selanjutnya) untuk mengetahui kapan harus memulai paragraf baru. Selalu berikanlah perhatian pada paragraf pembuka dan penutup. Paragraf pembuka untuk menarik perhatian dan menyentak pembaca. Sementara paragraf penutup karena Anda akan berpisah dengan pembaca, dan Anda harus dapat meninggalkan kesan pada pembaca. Gunakan Kata Konkret dan Terukur Kata-kata yang abstrak cenderung memancing orang berpikir keras, sedangkan kata yang konkret memudahkan orang mengidentifikasi. Usahakan agar pembaca tidak membuang-buang waktu dan tenaga mengabstraksi, sebab masih banyak hal penting lain lagi yang mesti mereka kerjakan. Untuk itu, gunakanlah kata konkret dan terukur. 1. Kecelakaan pesawat Mandala menewaskan begitu banyak orang 2. Menurut sebuah kantor berita luar negeri 3. Masyarakat 4. Pada suatu hari di awal bulan Desember
Konkret dan terukur 38
1. Kecelakaan pesawat Mandala menewaskan 145 orang 2. Menurut AP (Associated Press of America) 3. Lingkungan, desa, kota, metropolitan 4. Pada 3 Desember Pengalihan kata-kata abstrak ke kata-kata yang konkret dapat diteruskan sendiri, dengan mengambil contoh di atas.
6.2 Tipe Audience dan Struktur Berita Dalam ilmu jurnalistik. Fraser Bond membagi pembaca (karena pada waktu itu audience lebih banyak mengacu ke pembaca media cetak) ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, kelompok praktis (practical type). Yakni pembaca yang daya apresiasinya tidak tinggi, menuntut hal-hal yang praktis atau manfaat suatu informasi. Termasuk kategori ini ialah pembaca yang tidak mempunyai banyak waktu luang, buru-buru, kurang minat atas bacaan sebagai sumber informasi. Kedua, kelompok pemimpi atau nonintelektual. Mereka mengharapkan informasi yang dapat memuaskan harapan-harapan dan mimpi-mimpi mereka. Mereka menyukai hal yang berkaitan dengan dorongan motorik, permainan, hiburan, kisah-kisah romantis. Ketiga, golongan ideal dan intelektual. Mereka adalah pembaca yang setia, sekaligus kritis. Berdasarkan tipe itulah hendaknya jenis laporan/ tulisan ditulis atau disajikan. Sering bentuk penyajian berita/ laporan itu disebut juga "struktur berita". Struktur ialah susunan, atau lapisan. Jadi, struktur berita adalah tubuh berita secara keseluruhan yang dapat dilihat sebagai lapisan-lapisan yang masing-masing mengandung pokok yang dapat dibedakan atas dasar rupa atau bentuk, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam kaitan itu, Carl Warren dan Curtis D. MacDougall merumuskan pola jurnalistik yang konvensional. Pola itu digambarkan dalam bangunan geometri. Pola Segitiga Terbalik (Inverted Triangle) Disebut "segitiga terbalik" karena struktur beritanya jika digambarkan memang berbentuk segitiga terbalik. Pola ini sangat cocok bagi pembaca yang tergesa-gesa, tidak mencari kedalaman berita (in depth news) dan yang ingin mengetahui inti berita itu saja. Misalnya, dalam suatu peristiwa ia hanya ingin mengetahui "siapa" dan "apa" saja. Sementara unsur-unsur lain
39
baginya tidak penting, apalagi detail dan kaitan-kaitannya dengan pokok berita. Ada media tertentu yang hanya melulu mengandalkan pola pemberitaan/penulisan seperti ini. Paling banyak media elektronika, karena keterbatasan waktu (durasi). Namun, media cetak pun sudah banyak yang menganut pola ini.
JUDUL
Judul berita: Apa + mengapa?, siapa + mengapa?, dan seterusnya...
LEAD
Berisi informasi penting. Sekaligus menjawab pertanyaan 5W+1H (who, what, why, when, where, +how).
ESSENTIAL
A
Inti berita.
SHOULD
B
Anak berita.
COULD
C
Ekor berita dapat dibuang, bila kehabisan ruang.
Gambar dimodifikasi dengan konsep pakar komunikasi Inggris, Leslie Lapisan A (essential, atau bagian yang pembaca harus ketahui) selama ini kita kenal sebagai bagian dalam sebuah struktur berita piramida terbalik yang menunjukkan bagian yang paling inti. Lapisan B (should, atau bagian yang pembaca sebaiknya tahu) adalah bagian yang cukup penting, namun tidak sepenting lapisan A. Sementara lapisan C (could, atau pembaca boleh tahu) ialah bagian yang boleh ditinggalkan pembaca, karena merupakan ekor berita, tidak penting, dan boleh dipotong kalau tidak cukup tempat. Piramida atau Segi Tiga Tegak (Pyramid/Upright Triangle) PoIa, atau struktur penulisan berita, ini disebut pola mengulur-ulur inti berita, atau penundaan klimaks. Jika diperhatikan. pola ini kebalikan dari pola segitiga terbalik. Mulai dari bumbu-bumbu, atau hal-hal menarik yang mengitari pokok berita. Cocok bagi pembaca/ audience yang cukup punya waktu.
40
A
Dimulai dengan anekdot, atauhuman interest yang menarik pembaca.
B
Uraian, makin lama makin menukik ke inti.
C
Akhiri dengan inti.
Pola Segi Empat Panjang (Rectangle) Dari namanya, pola penulisan/ pelaporan berita seperti ini menggambarkan struktur yang seimbang di dalam bagian-bagiannya. Baik anekdot, human interest, maupun inti; disajikan secara seimbang. Untuk struktur pelaporan berita seperti ini, wartawan harus terlebih dulu memperhitungkan space (ruang) atau durasi yang tersedia. Mengapa? Sebab jika harus dipotong pada akhir laporan -.seperti halnya pola segitiga terbalik—akan memengaruhi struktur berita secara keseluruhan. Berarti, ada bagian penting yang turut terpenggal dan audience akan tidak mendapat benang merah dari jalinan berita yang kait-mengait 1. Backgroundfact (latar fakta) 2. Tie back (ekor) 3. Argumen 4. Komentar Dengan pola segi empat, maka diandaikan semua unsur dalam berita itu menjadi penting. Karena semua penting, maka tidak akan ada bagian yang dipotong. Tantangan bagi penulis berita jenis ini ialah: ia harus menyajikan berita itu secara menarik. Sebab, jika tidak, akan ditinggalkan audience. Mereka akan beralih ke berita yang lain karena iama baru bertemu dengan inti berita dalam laporan tersebut. Apalagi jika penyajiannya kering dan bertele-tele. yang dibaca barangkali judulnya saja! Non-konvensional Ada pula struktur berita yang tidak mengikuti empat pola di atas. yang disebut dengan pola "non-konvensional". Artinya, tidak mengikuti pola salah satu dari pola pemberitaan yang sudah umum diketahui/dikenal. Karena tidak jelas dan tidak ada aturan yang baku, pola ini sulit untuk digambar. 41
Umumnya pola pemberitaan non-konvensional memiliki struktur yang disajikan secara kreatif, memenuhi rasa ingin tahu pembaca yang menyukai kedalaman untuk tahu mengenai sesuatu yang terjadi di balik berita/ peristiwa, yang memenuhi curiosity audience. Meski non-konvensional, beberapa unsur yang menjadi penyangga struktur pelaporan berita jenis ini masih dapat untuk diidentifikasi, yakni: a. Paparan mengenai latar (background news). b. Laporan dilengkapi dengan hasil pengamatan, atau hasil penyelidikan (spot news/investigative news). Membuat laporan seperti ini tidak mudah, biasanya dilakukan oleh wartawan yang berpengalaman, atau seorang redaktur, yang menyunting atau menggabungkan laporan beberapa wartawan mengenai topik yang sama. c. Laporan yang bersifat keilmuan, dilengkapi dengan argumentasi, hubungan sebab-akibat, serta pendapat tokoh yang dianggap pakar. Biasanya, pola non-konvensional ini digunakan untuk melaporkan sajiansajian khusus. Di dalamnya tidak semata-mata berisi news, tetapi juga sisi-sisi lain yang menarik (human interest) yang melingkupi suatu peristiwa, turut dilaporkan/ditulis. Dalam media cetak harian, kecuali skala topik beritanya besar dan massif, pola pemberitaan ini dipakai. Dalam majalah sangat lazim digunakan, misalnya pola ini dapat kita jumpai dalam Laporan Utama, Laporan Khusus, atau Sorotan. Dalam pemberitaan media elektronika pun pola non-konvensional sering digunakan. Namun, kerap pula disebut sebagai "feature" sebab memang di antara keduanya sukar untuk dicari tembok pemisahnya. KATA-KATA KUNCI cek dan ricek headline logika kalimat ekonomi kata Fog Index para-grafein kalimat abstrak kalimat konkret dan terukur inverted triangle in depth news pyramid/ upright triangle 42
rectangle background fact tie back curiosity spot news/ investigative news PERTANYAAN 1. Apa yang dilakukan wartawan, agar berita yang ditulisnya terjamin akurasinya? 2. Apa yang dimaksudkan dengan "headiine"? Jelaskan! 3. Apa Fog Index? Jelaskan! 4. Sebutkan dan jelaskan langkah demi langkah penulisan berita! 5. Apa yang dimaksudkan dengan kalimat abstrak? Jelaskan dan berilah contoh! 6. Apa yang dimaksudkan dengan kalimat konkret dan terukur? Jelaskan dan berikan contoh! 7. Apa yang dimaksudkan dengan struktur berita? Jelaskan! 8. Paling tidak, dikenal empat struktur berita. Jelaskan dan berikanlah contoh masing-masing! TUGAS Temukanlah sebuah berita yang eksklusif. Tulislah dalam bangun empat struktur penulisan berita!
43
BAB 7
MEMANCING DENGAN LEAD Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat 1. memahami apa yang disebut dengan "lead" 2. sanggup menulis bebagai ragam lead
44
Audience harus selalu "dipancing" minatnya, agar mau terus mengikuti tulisan, atau laporan Anda. Caranya? Salah satu kiat memancing pembaca ialah melalui apa yang dalam teknik penulisan berita disebut dengan "lead".
7.1 Definisi dan Pengertian Lead Apakah lead itu? Secara leksikal, lead berarti: petunjuk (Kamus Inggris-Indonesia, 2000:351). sari berita penting (Kamus Visual Indonesia Inggris, 2003:471). Dalam dunia jurnalistik, lead juga. disebut sebagai "teras berita". Pada sebuah rumah, teras selalu berada di bagian depan. Fungsinya sebagai ruang khusus sebelum memasuki ruang utama (inti). Lead dalam sebuah tulisan (pemberitaan) juga demikian. Lead berfungsi mengantar pembaca, agar memperoleh gambaran umum mengenai sebuah mlisan yang akan dibaca. Perlu dikemukakan, tidak setiap berita harus ada lead-nya. Dalam surat kabar, biasanya lead dipakai untuk berita yang dianggap penting dan yang menjadi perhatian publik. Sementara dalam majalah, hampir setiap tulisan memiliki lead. Sebuah tulisan dengan panjang minimal satu halaman, pantas dibuatkan lead.
7.2 Mengenai Sembilan Ragam Lead Di dalam lead, sering unsur-unsur berita (5W+1H) sudah tercakup. Namun, sering juga tidak lengkap. Yang penting, sebuah lead harus sanggup memancing audience untuk mau dan tertarik mengikuti berita selanjutnya sampai selesai. Setidaknya, kita mengenal sembilan ragam lead.
7.2.1 Teras Ringkasan (Summary Lead) Teras yang mengambil intisari, atau ringkasan, sebuah tulisan. Contoh, tulisan "Wisata Sejarah ke Museum Mulawarman" (Majalah Tamasya). Menyebut Tenggarong, ingatan langsung tertuju pada kerajaan Kutai. Sebuah kota legenda dan bersejarah, terletak di tepi sungai Mahakam. Di masa lalu, kota ini sangat populer
7.2.2 Teras Paparan (Narratlve Lead) Teras yang ditulis dengan gaya bercerita. Namun, bercerita atas dasar fakta dan kebenaran. Contoh:
45
Kami segera masuk ke dalam gua yang sebetulnya pantas disebut lubang buaya. Pengap dan bau. Kelelawar yang menggantung di batu bagai setan-setan liar, tak henti-hentinya menggoda sambil mempertunjukkan gigi-gigi yang tajam dan kasar. Cepat-cepat saya keluar, mencari lubang angin. Tak tahan rasanya lama-lama di dalam, seperti di neraka!
7.2.3 Teras Deskripsi(Descriptive Lead) Teras yang mendeskripsikan suatu peristiwa. Melukiskan suatu peristiwa, sedemikian rupa, sehingga pembaca dituntun seolah-olah melihat dan mengalami peristiwa itu secara langsung. Contoh: Suara emas Ibu-ibu Dharma Wanita memesona Bapak Gubernur DKI yang sedang mengadakan kunjungan ke kecamatan Antah Berantah. Begitu kagumnya, sampai Bapak Gubernur berkomentar. "Belum pernah saya mendengar koor sebagus ini!"
7.2.4 Teras Tanya (Question Lead) Teras yang dimulai dengan pertanyaan/ dialog langsung dengan pembaca. Contoh: Masihkah kita menyisakan ruang di relung hati kita? Kalau masih, tergerakkah hati kita membantu saudara-saudara kita yang menderita?
7.2.5 Teras Kutipan Langsung (Quotation Lead) Teras yang mengutip kata-kata narasumber. Camkan, bahwa kata-kata yang dikutip benar-benar berasal dari narasumber, bukan kesimpulan atau opini wartawan. Contoh: "Mari kita sisihkan sebagian dari milik kita untuk saudara-saudara yang menderita! Mari sekarang dan jangan tunda. Saya mulai dengan menyumbang Rp50 juta," kata Pak Camat saat mengunjungi korban banjir
7.2.6 Teras Berkomunikasi Langsung (Direct Address Lead) Pada teras ini. penulis berkomunikasi langsung dengan pembaca. Contoh: Anda seorang dermawan? Jika ya, sisihkan penghasilan Anda untuk kaum miskin dan papa. ikutlah kegiatan amal yang diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI tahun ini! 46
7.2.7 Teras Bersifat Teka Teki (Teser Lead) Dari namanya teras ini penuh dengan teka teki. Pembaca belum menemukan pokok persoalan membaca kalimat pertama. Sesudah beberapa kalimat, baru menjadi jelas. Contoh: Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. Saksi mata yang dimintai keterangan kemarin oleh polisi mengatakan ia tidak tahu menahu. Padahal saat kejadian, alibi menunjukkan dia ada di sana.
Lead teka teki itu lantas diakhiri kalimat: Ledakan bom di malam Natal itu tidak saja mengguncang seluruh Jakarta, juga mengguncang rasa kemanusiaan kita.
7.2.8 Teras Imajinatif (Imaginative Lead) Teras yang menggambarkan (image) suatu kejadian secara dramatis. Dapat satu kata. Dapat pula dirangkaikan dengan beberapa kata. Contoh: "Teng! Teng! Teng!" bel sekolah berdentang tiga kali. Nyaring dan merdu. Sesudah itu. muncul barisan prosesi dari kantor kepala sekolah. Lima belas siswa teladan berbaris rapi mengenakan seragam sekolah. Acara syukuron yang luar biasa!
7.2.9 Teras Kombinasi (Comblnafion Lead) Teras ini merupakan kombinasi dari berbagai jenis teras yang ada. Dapat disusun sesuai dengan selera, asalkan tetap menarik. Masih terdapat banyak lead lain yang dapat dikembangkan. Parakitri T. Simbolon ' bahkan mencatat 16 macam lead. Namun, dengan menguasai sembilan ragam lead di atas, rasanya seorang (wartawan) penulis sudah cukup/numpuni. KATA-KATA KUNCI lead makna leksikal lead teras ringkasan (summary lead) teras paparan (norrative lead) teras deskripsi (description lead) teras tenya (guesiion lead) 47
teras kutipan langsung (guoiation lead) teras berkomunikasi langsung (direct address lead) teras-imajinatif (Jmaginative lead) teras bersifat teldi teki {teser lead) teras kombinasi (combination lead) PERTANYAAN 1. Apa yang dimaksudkan dengan makna leksikal lead? Jelaskan! 2. Apa pengertian leadl Jelaskan dengan ilustrasi! 3. Sebutkan dan jela.skan (dengan contoh) 9 ragam leadl TUGAS Buatlah kliping dari koran/majalah yang menunjukkan sembilan ragam "lead" yang Anda ketahui. Sebutkan dengan jelas, "lead" itu masuk ragam yang mana? Sebutkan pula sumbernya!
48
BAB 8
TEKNIK MEMBUAT JUDUL BERITA Setelah membaca dan mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat 1. memahami bahwa diperlukan keterampilan lkhusus untuk membuat judul berita 2. dapat membuat judul berita yang berhasil
49
Sebelum bertemu dengan lead. sebetulnya audience lebih dulu berjumpa dengan judul berita. Apabila lead adalah "pancingan" agaraudience mau mengikuti seluruh berita maka judul merupakan "mata kail" yang .sanggup menarik masuk seluruh perhatian dan daya ciptii audience agar mau mengikuti berita yang Anda tulis. Oleh karena itu. judul sebuali berita menjadi sangat penting. Membuat judul berita yang berhasil, tidak sekadar asal-asalan. Diperlukan keterampilan tersendiri (pengalaman menunjukkan, wartawan junior sering yang membuat judul berita yang ditulisnya, agar tampil memikat, adalah redaktur). Dalam bangun laporan berita yang sudah dimuat dan dipublikasikan media cetak, kita memang menyaksikan bahwa judul berita dulu yang tampak, bukan lead dan batang tubuh berita. Ini mempakan hasil akhir dari sebuah proses pencarian, penulisan, dan pencetakan berita. Namun, sebenarnya judul berita dibuat paling akhir belakangan), setelah batang tubuh berita dan lead ditulis. Wartawan senior dan yang berpengalaman akan dipersilakan oleh penjaga rubrik untuk membual judul berita sendiri. Namun, untuk wartawan pemula dan wartawan junior, judul berita biasanya dibuatkan oleh redaktur bidang (jabrik). Cukup dikosongkan saja space yang menjadi tempat untuk judul berita, nanti akan dilengkapi jabrik.
8.1 Teknik Membuat Judul Berita Adakah rumusan, atau teknik, bagaimana membuat judul berita yang menarik? Memang ada! Berikut ini beberapa teknik, bagaimana membuat judul berita yang berhasil. Berikut ini teknik membuai judul berita.
8.1.1 Pola "Apa-Mengapa" Dalam tragedi jatuhnya pesawat mandala di Medan, misalnya, judul berita dapat mengunakan pola apa+mengapa. Contoh: Pesawat Mandala (apa) Jatuh (mengapa)
8.1.2 Pola "Siapa-Mengapa" Kalau di dalam sebuah peristiwa pelaku (tokoh dianggap penting, dan merupakan public figure, atau tokoh yang tidak dikenal, namun memiliki sisi menarik, maka pola siapa+mengapa dapat digunakan sebagai judul. Contoh; Lady Diana (siapa) Mengalami Kecelakaan Mobil (mengapa)
50
8.1.3 Intisari Berita Sebuah tragedi kemanusiaan (peledakan bom) kembali menguncang Bali. Tidak diketahui siapa pelakunya waktu berita diturunkan. Namun, korban sudah dapat diketahui tak lama setelah kejadian, baik dari saksi mata maupun dari keterangan polisi. Wartawan yang meliput peristiwa itu menganggap bahwa sisi yang penting diangkat ialah apa yang terjadi (What) dan siapa yang menjadi korban (Who). Karena itu, judul berita pun menjadi:
Bom Kembali Mengguncang Bali: 24 Orang Tewas, Puluhan Lainnya Luka-Luka Judul ini menggunakan judul dan subjudul. Tampak tidak hanya kuat dengan pola intisari berita, tapi ada efek tertentu yang mau ditonjolkan di sana. Dengan "Kembali Mengguncang Bali" ingin diingatkan, bahwa sebelumnya pernah terjadi bom dan kali ini masih berulang. Terasa lebih dramatis! Dapat juga—jika murni menggunakan pola mengambil intisari berita-judul berita itu dibuat begini:
Bom Bali Jilid 2 Menewaskan 24 Orang dan Puluhan Lainnya Lukaluka
8.1.4 Hasil Akhir Pola membuai judul menggunakan hasil akhir ini sering dipakai wartawan, terutama wartawan bidang olah raga. Kelebihannya adalah: lebih dramatis. Sebagai contoh, dalam sebuah pertandingan di liga premier Inggris, kesebelasan Chelsea mengalahkan kesebelasan papan bawah Sunderland dengan skor telak 4-0. Pada berita keesokan harinya, seorang wartawan menulis judul berita demikian, "Chelsea Tekuk Sunderland 4-0". itu merupakan intisari berita, sebab pertandingan memang berakhir dengan skor 4-0. Atau bisa juga dengan pilihan kata lain. masih merupakan hasil akhir, namun (rasanya) kurang dramatis. Contoh. "Chelsea Terlalu Tangguh bagi Sunderland". Judul seperti ini bisa menyesatkan (mislead). sebab tidak langsung menyebut hasil akhir. Apakah pengertian "terlalu kuat" itu berarti Chelsea menang, ataukah lini pertahanan Chelsea saja yang sulit untuk ditembus Sunderiand. sehingga keduanya bermain seri tanpa gol?
51
8.1.5 Gunakan Bentuk Kalimaf Aktif, bukan Pasif Penggunaan prefiks (ke-an) dalam judul berita tidak sangat tidak lazim. Namun, selanjutnya, dalam batang tubuh berita, kalimat jurnalistik yang lengkap tetap wajib digunakan. Lazimnya, judul kalimat menggunakan kalmat aktif karena 'daya (power)-nya lebih dahsyat. Contoh: 1. Presiden Resmikan Megaproyek di Bontang 2. Naik, Harga BBM Bulan Depan Perhatikan contoh judul pertama dan kedua. Contoh yang pertama mengutamakan siapa (presiden) sebagai kata pembuka. Mengapa? Wartawan mempertimbangkan, lugas seorang presiden sangat banyak. Kalau seorang presiden bersedia meresmikan sebuah proyek, tentu ada dasar pertimbangan sendiri. Karena im, untuk menarik perhatian audience, presiden menjadi kata pembuka dalam judul. Lalu perhatikan contoh judul berita yang kedua. Mengapa "Naik" yang dijadikan kata pembuka, bukan BBM? Tentu ada dasar pertimbangannya, sebab dengan kala "naik" akan muncul tanggapan yang cepat dari audience Efek domino dari kata "naik" tentu dengan sendirinya bergulir dan orang akan merasa berita itu penting untuk terus diikuti. Meski dianjurkan menggunakan kalimat aktif, dalam kenyataan, sering pula kita menemukan adanya judul berita yang menggunakan bentuk kalimat pasif -terutama untuk menggambarkan suatu peristiwa yang dramatis Umumnya bentuk kalimat pasif dalam judul berita ini kita temukan pada berita-berita kriminal. Contoh: Mahasiswi Cantik itu Digauli, Lalu Dipukul
8.1.6 Judul Berita Terdiri atas 4-7 Kata Judul berita tidak panjang, yang paling baik terdiri atas 4-7 kata. Namun. dalam kata yang sangat terbatas itu, wartawan harus sanggup memancing rasa ingin tahu audience. Tidak hanya memancing, si wartawan juga harus mengarahkan perhatian dan pikiran audience ke satu tujuan, yakni pada berita yang ditulisnya. Dengan kalimat yang singkat, wartawan harus sanggup membentuk dalam benak audience sebuah bangun ingatan yang tahan lama, yang disebut dengan single minded. Ketika audience mengisahkan apa yang dibaca (dilihat dan didengar), ia dengan mudah menyebut judul berita Anda.
52
KATA-KATA KUNCI judul berita polajudul berita power sebuah kata efek domino kata single minded PERTANYAAN 1. Sebutkan dan jelaskan polajudul berita! Berikanlah dengan contoh! 2. Mengapa judul berita tidak boleh panjang? 3. Apa artinya single mindedl Jelaskan! TUGAS Buatlah contoh judul berita yang menunjukkan masing-masing pola! Carilah dan buatlah kliping dari koran/majalah masing-masing pola judul berita dan tunjukkan judul itu masuk kategori pola yang mana?
53
BAB 9
TEKNIK MENYUNTING BERITA Setelah membaca dan mempelajari bab ini. Anda diharapkan dapat 1. memahami, mengapa berita, atau laporan wartawan, pertu disunting 2. menyunting berita 3. memahami dan dapat menerapkan tanda-tanda penyuntingan
54
Berita, atau laporan wartawan dari lapangan, sering tidak sempuma. Karena sifatnya yang serba buru-buru dan cepat, maka sering sebuah berita masih perlu untuk disempurnakan, atau dengan istilah lain. masih perlu untuk disunting.
9.1 Pengertian Sebelum masuk ke dalam pengertian "menyunting" sebaiknya kita simak dua contoh kalimat berikut ini. Ambrosino Rinaldi mempersunting gadis Idamannya. Amelia Melatisuci tengah menyunting berita yang akan segera diturunkan. Apakah Anda "merasakan" perbedan antara dua kalimat itu? Pada kalimat yang pertama, tentu saja "mempersunting" yang dimaksudkan ialah meminang, atau melamar. Sementara pada kalimat yang kedua, Amelia Melatisuci tentu bukan menyunting gadis idamannya, sebab dia sendiri gadis. Yang dimaksudkan ialah bahwa Amelia Melatisuci tengah mengedit atau memperindah/ menjadikan sebuah naskah berita layak untuk dimuat atau diterbitkan. Dalam dunia jurnalistik, kegiatan menyunting mengandung tiga pengertian. Menyiapkan naskah siap cetak, atau siap terbit, dengan memerhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat; mengedit). Merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah). Menyusun atau merakit (film. pita rekaman) dengan cara memotongmotong dan memasang kembali (KBBI. 2001: 1106).
9.2 Mengapa Perlu Menyunting? Dalam pekerjaan penyuntingan naskah, diperlukan seseorang yang benarbenar terampil. Tidak hanya terampil di dalam mengemukakan gagasan (dalam bahasa lisan dan tulisan), tetapi juga terampil di dalam menerapkan tanda baca. ejaan, serta berbagai kompetensi lain yang berkaitan dengan pekerjaannya. Agar seseorang dapat menyunting dengan berhasil, diperlukan keterampilan khusus, sehingga naskah yang disunting benar-benar siap saji. Orang yang bertugas menyunting naskah itu disebut sebagai "penyunting", atau "editor", atau sering pula disebut sebagai "redaktur". Dalam media cetak, pekerjaan menyunting naskah merupakan pekerjaan rutin seorang anggota redaksi, atau redaktur sebuah desk. 55
Mengapa masih diperlukan lagi seorang yang pekerjaannya khusus untuk menyunting naskah? Argumen rasionalnya ialah bahwa naskah masih perlu untuk disunting karena tidak semua naskah yang masuk ke desk redaktur langsung siap saji. Masih banyak materi yang perlu untuk disempurnakan di meja redaksi. Akan tetapi, sebenarnya masih banyak alasan lain. tidak semata-mata teknis, mengapa naskah masih perlu untuk disunting lagi. 1. Menghindari masalah hukum maupun masalah pencemaran nama baik seseorang. 2. Menyeleksi berita bohong. 3. Menyeleksi berita yang sudah basi, atau berita yang tidak layak muat. 4. Mengoperasionalkan kalimat yang kacau menjadi kalimat yang komunikatif, enak dibaca, benar, dan menarik. 5. Menghindari masalah SARA. 6. Menghindari kesalahan spelling, atau salah cetak.
9.3 Kompetensi Seorang Penyunting Wartawan adalah pekerjaan, atau profesi. Karena itu. ia disebut profesional di bidang kewartawanannya. Sebuah media, tentu saja ada jenjang-jenjang manajemennya yang disebut sebagai jenjang struktural. Seorang wartawan biasa, wartawan lapangan, tidaklah mengemban tugas manajerial atau struktural. Ia semata-mata pekerja profesional. Namun, di dalam pekerjaan sehari-hari, agar tujuan perusahaan seirama dan tercapai, dibutuhkan manajemen. Di dalam jalur struktural itulah seorang redaktur berada. Seorang redaktur diandaikan luas wawasan dan pengetahuannya, sebab ia merupakan filter terakhir atau benteng terakhir, sebelum sebuah berita disajikan ke khalayak. Untuk itulah, seorang redaktur diandaikan menguasai kompetensi berikut ini. 1. Memiliki keterampilan seorang pemimpin. 2. Memiliki wawasan yang luas mengenai pers dan hukum. 3. Menguasai Bahasa Indonesia yang baku, baik, dan benar. 4. Menguasai EYD dan tanda baca. serta dapat menerapkannya. 5. Menguasai tanda-tanda penyuntingan. 6. Dapat menulis dengan baik. benar, dan menarik.
56
7. Terbuka atas semua masukan, pendapat, atau usulan yang datang dari siapa pun. 8. Mau terus-menerus belajar. 9. Menguasai dan mengenal karakter medianya (tata letak, dan sebagainya). 10. Menguasai dan mengenal kolom-kolom, atau rubrikasi. 11. Mengenal siapa pembaca dan pemasang iklan.
9.4 Menyunting dalam Praktik Dalam praktik sehari-hari. pekerjaan menyunting ternyata tidak mudah. Seorang redaktur diandaikan sanggup "membaca jalan pikiran" penulis berita, agar tidak salah di dalam mengoperasionalkan kalimat yang tidak komunikatif. Jangan sampai terjadi, hasil suntingan redaktur malah jadi berantakan. Jika ini yang terjadi, maka disebut sebagai "hiperkorek", yakni , mencoba membetulkan yang dianggap salah, namun hasil pembetulan itu malah jadi lebih salah dan lebih buruk dibandingkan sebelumnya. '
9.4.1 Menyunting Judul Berita Sudah dibahas di muka. bahwa sebuah judul berita itu sangat penting-karena merupakan etalase, atau pintu masuk, yang penting. Seorang redaktur perlu menimbang-nimbang, dan akhirnya menetapkan, sebuah judul berita itu yang baik. Contoh: seorang wartawan, sehabis meliput peristiwa naas kecelakaan pesawat Mandala di Medan membuat judul beritanya "Mandala Jatuh karena Menabrak Atap Rumah Penduduk". Apa benar "menabrak rumah penduduk" merupakan penyebab utama (causa prima) kecelakaan pesawat Mandala, atau ada sebab lain yang utama? Sebelum orang lain kritis, seorang redaktur perlu kritis lebih dulu. Setelah ditimbang-timbang, akhirnya sang redaktur tanpa banyak mengubah lalu memutuskan begini: "Mandala Jatuh lalu Menabrak Rumah Penduduk". Perhatikan, judul yang dibuat wartawan dan yang dibuat redaktur sangat berbeda! Di mana perbedaannya? Si wartawan cenderung memvonis -padahal belum diselidiki dan belum diketahui, sebab-sebab jatuhnya pesawat. Bisa jadi, kesimpulan im tidak benar! Di sini ada unsur opini, wartawan mengira-ngira, ia berpendapat, bahwa penyebab pesawat Mandala jatuh karena menabrak atap rumah. Perhatikan penggunaan "lalu" oleh redaktur jauh lebih netral, dan memang benar, bahwa pesawat itu jatuh lalu (bukan karena) menabrak atap rumah. Jadi, penyebabnya masih belum diketahui!
57
9.4.2 Menyunting Laporan Laporan wartawan sering dibuai dalam tempo yang sangat terbatas dan dikejar tenggat waktu. Karena itu. sangat terbuka kemungkinan ia kurang awas dengan segala bentuk kesalahan, akibat tekanan waktu dan tekanan psikologis. Ia tidak menjadi awas lagi dengan kesalahan spelling. ejaan, kalimat, atau logika. Karena itu, laporannya masih perlu disunting redaktur. Sebagai contoh, setelah mewawancarai pakar pemasaran, khususnya pemerhati perilaku konsumen, kita menemukan tulisan seorang wartawan menulis begini: "Bahwa sesungguhnya perilaku konsumen sulit untuk ditembak. Satu saat begitu lain saat begini. Perilaku begituan nggak bisa sama sekali di ukur dengan alat ukur apa pun." Penilaian kita: 1. Logika (jalan/ tidak)? (jalan) 2.
Pengkalimatan (jalan/ tidak)? (masih bisa dipahami)
3. Keterbacaan (mudah/tidak)? (mudah) 4. Kenyamanan untuk dibaca (enak/tidak)? (ya) 5. Pungtuasi (benar/tidak)? (tidak) 6. Karena itu. tingkat kesalahan: Dapat/tidak ditoleransi (tidak dapat) Setelah laporan wartawan itu disunting dan diperhaiki. menjadi: Perilaku konsumen sulit ditebak. Suatu saat begitu, pada saat lain begini. Perilaku demikian sukar diukur, dengan alot ukur apa pun. Alasan membuang/menyunting: 1. Kata "Bahwa sesungguhnya" tidak menambah makna apa-apa, buang saja! 2. "Sulit untuk ditembak". saking cepatnya menulis dua kata "untuk ditembak" lupa dipisahkan. Saking asyik larut dengan ide, salah mencet, maksudnya ditebak, tertulis ditembak. Dua kata yang mirip, namun sulit untuk segera diidentifikasi secara gamblang kekeliruannya. 3. Satu saat harusnya "suatu saat". "Satu" menunjukkan tertentu, sudah pasti. "Di ruangan itu ada satu dosen dan satu mahasiswa." "Suatu orang (seseorang)-tidak tentu, tak diketahui—menaksir mahasiswanya sendiri. 4. Lain saat (hukum MD. bukan DM), sehingga yang baik dan benar adalah: (pada) saat lain. 58
5. Perilaku begituan (bahasa lisan yang menimbulkan salah persepsi). Bukankah "begituan" bisa ditafsirkan macam-macam dan selalu menjurus ke arah yang bukan-bukan? 6. Di ukur (kesalahan pungtuasi). Bukankah di + kata kerja penulisannya serangkai. sedangkan di + kata benda (atau yang menunjukkan tempat) penulisannya dipisah? 7. "apapun" harus ditulis terpisah. "Pun" yang berarti "juga" ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya. Namun, "pun" yang menyertai kata "bagaimana", "meski", "kendati", "walau", "bagaimana" ditulis serangkai karena dianggap senyawa.
9.4.3 Menyunting Tanda Baca Tidak sulit menerapkan tanda baca, asalkan mau belajar. Ada buku khusus untuk itu. misalnya buku khusus tentang bagaimana menerapkan EYD dan tanda baca. Kapan tanda baca koma (,) dipakai dan kapan tidak. Atau tanda baca lainnya, bagaimana harus menerapkannya dalam kalimat? Lama-lama seorang redaktur hafal tanda-tanda baca dan bagaimana penerapannya dalam kalimat. Fungsi tanda baca dalam -terutama judul—berita sangat vital peranannya. Penerapan itu menjadi penting, terutama jika yang hendak ditonjolkan adalah efek dari sebuah kata dalam judul berita. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa ikan arwana adalah hewan langka dan dilindungi. Namun, pada kenyataannya, di Kalimantan ikan arwana dijadikan ikan asin. Seorang wartawan mungkin membuat judul berita begini: "Di Kalimantan Ikan Arwana Dibuat Ikan Asin". Redaktur tidak merasa puas dengan judul itu. Dalam pikiran redaktur, yang menarik bagi audience adalah unsur apa (arwana), bukan Kalimantan-nya (tempat) Karena itu, redaktur mengubah judul berita itu menjadi, "Arwana, Dibuat Ikan Asin di Kalimantan'.
9.4.4 Menyunting Kalimat Menyunting kalimat, atau laporan lengkap wartawan, tidaklah gampang. Apalagi jika redaktur hanya menemukan saja hasil ketikan laporan tertulis wartawan di atas desk-nya. Sekarang memang sarana komunikasi sudah semakin canggih, misalnya telepon seluler sudah sangat membantu mobilitas. Namun, jika telepon tidak aktif, dan wartawan tidak dapat dihubungi, bagaimana? Padahal, berita mendekati deadline. Di sanalah redaktur mesti berperan, ia wajib meneliti kembali akurasi laporan wartawan. Kalau nantinya terjadi kesalahan dalam pemberitaan, tidak saja kredit poin si wartawan jatuh, tapi posisi redaktur juga terancam.
59
9.4.5 Menerapkan Tanda Penyuntingan Seperti halnya kalau seseorang mempersunting gadis, tanda penyuntingan biasanya berupa hadiah, atau pemberian khusus. Demikian pula dalam hal menyunting naskah, ada tanda, ada simbol yang menunjukkan ide tertentu. Ada banyak alasan, mengapa redaktur (dan wartawan) perlu mengenal dan menerapkan tanda penyuntingan. 1. Berita yang diterima redaksi dari suatu kantor berita melalui teleks (kawat) selalu menggunakan huruf kapital. Oleh karena itu, koreksiannya harus memerhatikan tanda yang diberikan. Tanda yang digarisbawahi menunjukkan huruf kapital tetap dipertahankan, sedangkan yang tidak diapa-apakan dialihkan ke huruf kecil (onderkas). Contoh:_ MANTAN PRESIDEN IRAK SADDAM HUSEIN MENGATAKAN DIRINYA TELAH MEMERINTAHKAN KEPADA ANAK BUAHNYA AGAR MENYERANG SEKELOMPOK PEMBERONTAK YANG TIDAK LOYAL PADA PEMERINTAHAN YANG SAH PADA SAAT ITU. HAL ITU DIAKUINYA SEHUBUNGAN DENGAN DESAKAN PIHAK PENYELIDIK AGAR IA MAU MENGAKUI TUDUHAN YANG TELAH DITIMPAKAN KEPADANYA. Setelah diedit, kalimat itu menjadi: Mantan Presiden Irak Saddam Husein mengatakan dirinya telah memerintahkan kepada anak buahnya agar menyerang sekelompok pemberontak yang tidak loyal pada pemerintahan yang sah pada saat itu. Hal itu diakuinya sehubungan dengan desakan pihak penyelidik agar ia mau mengakui tuduhan yang telah ditimpakan kepadanya. 2. Menyelipkan kata, atau kalimat, dalam berita yang sudah diset. 3. Atau mengoreksi/ membuang kata/ kalimat yang tidak perlu. 4. Memotong ekor berita yang tidak penting karena kehabisan/ keterbatasan space. Selengkapnya tanda penyuntingan dapat dilihat pada Lampiran (halaman 84). KATA-KATA KUNCI mempersunting menyunting 60
redaktur causa prima spelling kompeiensi editor onderkas space PERTANYAAN 1. Jelaskan pengertian menyunting! 2. Mengapa perlu awak media cetak melakukan penyuntingan? Jelaskan! 3. Apa saja kompetensi seorang penyunting? Sebutkan dan jelaskan! TUGAS Buatlah sebuah berita (minimal lima alinea). Setelah dianggap selesai, tukarlah dengan teman (pasangan) Anda. Anda menyunting berita pasangan Anda, dan pasangan Anda menyunting berita Anda. Terapkan tanda-tanda penyuntingan di dalamnya. Berikan alasan argumentatif, mengapa tulisannya perlu disunting!
61
BAGIAN II
FEATURE Bagian kedua Ini membahas pengertian, bagaimana teknik membuat, dan contoh feature rubrikasi dan mengenal desk sebuah media berlatih dan mengalami lampiran-lampiran yang relevan
62
BAB 10
FEATURE Setelah membaca bab ini. Anda diharapkan dapat 1. memahami apa yang dimaksudkan dengan "feature" 2. membedakan feature dari ragam tulisan lainnya 3. menulis feature
63
Sebelum masuk ke pembahasan pokok, baiklah jika dipahami makna, ruang lingkup, serta tempat feature dalam media. Kini baik media elektronika maupun media cetak sama-sama mengandalkan feature sebagai salah satu rubrik yang mendatangkan banyak keuntungan. Keuntungan, dalam arti banyak peminat (pembaca/ pemirsa/pendengar), maupun keuntungan materi berupa pemasangan iklan. Mengapa demikian? Sebab tarif iklan akan tinggi pada mata acara yang banyak pemirsanya (TV, radio) dan iklan dengan mudah menarik minat pembaca (jika di sampingnya ada tulisan yang memikat). Karena itu. penulis feature harus membuat sedemikian rupa, agar tulisannya menarik.
10.1 Pengertian Apakah feature itu? Batasan feature macam-macam. Umumnya orang mengartikannya sebagai: karangan khas. Rasanya, pengertian itu belum menjelaskan apa-apa. Deskripsi feature yang agak jelas barangkali yang ini, "Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan." (Seandainya Saya Wartawan Tempo: 9). Kekhasan Feature Kerap orang mencampurbaurkan feature dengan opini dan news, karena memang di antara kedua ragam itulah tempatnya. Akan tetapi, sebenarnya feature punya ciri khas sendiri. Lebih dari dua dekade terakhir, ragam ini sangat penting perannya, terutama karena feature sanggup bersaing dengan media elektronika. Dari sisi kecepatan, media cetak tidak akan sanggup mengalahkan media elektronika. Tidak mungkin media cetak melakukan liputan langsung seperti media elektronika. Namun, sisi keterbatasan media elektronika juga ada. Karena terbalas oleh durasi, media elektronika menyiarkan berita hanya sekilas, tidak dalam. Nah. di situlah letak kelebihan media cetak. Media cetak bisa mengulas suatu peristiwa atau objek secara dalam, in depth. Bahasannya begitu dalam dan memesona, memenuhi ingin tahu pembaca, apalagi jika ditulis secara baik sehingga mencekam. Bagaimana mengukur sebuah feature Apakah yang baik adalah feature yang panjang, ataukah yang pendek? Panjang pendek tak penting, yang pokok adalah sebuah feature utuh Dan yang paling penting lagi adalah: memenuhi keingintahuan pembaca. Ukurannya selalu pembaca. Minat 64
pembacalah yang selalu jadi patokan mengukur panjang pendeknya sebuah feature. Feature: Kisah dalam Tulisan Menulis feature sulit? Tidak! Mestinya, setiap orang yang bisa ngomong, bisa menulis feature. Mengapa? Karena menulis feature ialah "menyalin" atau menitranskripsikan cerita yang keluar dari mulut ke dalam bentuk tulisan. Di sini tepat adagium. "Menulislah seperti Anda berkisah!" Apa beda antara news dan feature? Pada hakikatnya, penulis feature adalah orang yang berkisah, la bercerita kepada audicence. Ia melukis suatu objek dengan kata-kata. Ia menarik pembaca masuk ke dalam suasana, menghidupkan imajinasi pembaca, sehingga pembaca merasa berhadapan langsung dengan objek. Feature: Menggelitik dan Perubahan Konstruktif Selain menggelitik hati sanubari manusia (pembaca), feature juga bertujuan menciptakan perubahan yang konstruktif.
10.2 Menuangkan Gagasan ke dalam Feature Jika setiap benda terdiri alas materia dan forma. maka gagasan (ide) dan tulisan juga demikian. Ide yang didapat dari pengondisian diri dan pengisian, perlu mendapatkan wujud dalam tulisan. Ide apa pun bisa diwujudkan dalam bentuk tulisan, tergantung topiknya. Jika ditanyakan, manakah yang paling sulit memberi daging kerangka tulisan fiksi ataukah nonfiksi. maka yang pertamalah yang lebih sulit. Mengapa? Karena yang pertama itu memerlukan kreasi, fantasi, abstraksi yang luar biasa untuk bisa mewujud. Membentuk sesuatu yang tidak ada (tak kelihatan) yang disebut ide ke dalam bentuk tulisan -katakan cerpen— tidaklah mudah. Di sanalah penciptaan (kreasi) bermain. Di sana pula kata "mengarang" mendapatkan makna yang sesungguhnya: membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Agak berbeda dengan menulis. Menulis karya nonfiksi. termasuk feature. bisa distrategikan. Bisa pula dibuat outline yang jelas-tegas karena sebuah tulisan nonfiksi memerlukan kerangka yang benar-benar nyata. Jadi. untuk menulis nonfiksi tidak mesti ketika "kumat", sewaktu ilham dalang, dan menunggu mood. Kapan saja. menulis nonfiksi bisa dilakukan. Kerangka tulisan tinggal diberi daging di sana sini. baik dengan ide orisinal maupun dengan mengutip pendapat orang, atau melalui pendalaman materi. Mendapatkan Bahan untuk Feature Cara mendapatkan bahan untuk menulis feature hakikatnya sama saja dengan bagaimana mendapat bahan untuk menulis berita. Penulis feature harus 65
lebih dulu menetapkan objek apa yang akan ditulis, di mana bisa diperoleh informasi tentang itu, bagaimana caranya mendalami objek, mendapatkan gambar yang menarik dan relavan, dan -kalau dirasa sangat diperlukan— dapat mendalami objek dengan referensi yang relevan. Untuk itu. penulis referensi harus membuka kamus, leksikon, ensiklopedi, kliping, atau retensi yang relevan. Pengalaman menunjukkan, hampir tidak ada feature yang menarik dan mencekam murni berasal dari penyelisikan dan. pencarian sang penulis. Namun, selalu diimbuhi juga dengan referensi yang dikutip dari sumber lain (Contoh feature dalam buku ini juga tak luput dari pendalaman objek melalui referensi yang mendukung) . Setelah bahan dan referensi yang mendukung didapat, penulis feature baru mengangkat pena. Ia bisa mulai menulis feature sesuai dengan gayanya sendiri. Tuangkan Saja! Jika dirasa bahan sudah cukup, tuang saja dalam tulisan. Ketika ilham datang, sat itu juga Anda harus mengangkat pena. Catatlah dengan segera ide-ide pokok yang datang itu. Waktu in the mood, rasakan bahwa ada kekuatan tertentu yang menggerakkan pikiran dan tangan Anda. Anda hanya "dipakai" oleh kekuatan tersebut untuk mencatat. Tulis saja apa yang sedang ada"dalam pikiran Anda, jangan sampai ada yang terlewati. Persetan dulu dengan lata bahasa! Abaikan EYD! Kesampingkan teori-teori menulis (termasuk teori yang disampaikan dalam buku ini -baru setelah jadi, periksa apakah tulisan Anda sesuai dengan teori menulis). Setelah selesai, baru Anda lihat kembali. Adakah yang kurang? Sesuaikah mood yang tadi mengalir dalam diri saya dengan teori yang Anda ketahui? Pasti banyak kesamaannya! Hal ini membuktikan, pada dasarnya teori menulis itu ialah afirmasi, atau peneguhan, saja atas pengalaman. Menuangkan ide ke dalam tulisan, ibarat menuangkan teh dari teko ke dalam gelas. Tuang, ya tuangkan saja! Jangan berhenti, sampai gelasnya dianggap sudah penuh. Penuh, lapi tidak tumpah ruah dan meluber. Jika masih ada yang lersisa, luangkan ke dalam gelas yang lain. Kalau ide Anda mengalir deras, tuangkan saja ke dalam lulisan. Tapi tetap saja proposional. Artinya, tidak lantas ngawur, liar. tidak sistematis, apalagi berantakan. Kalau dirasakan kepanjangan, jadikan dua, atau lebih. Kadangkala ide kita banyak sekali, kepala lerasa mau pecah untuk menampungnya. Rasanya, semua yang ada di kepala hendak dikeluarkan semua. Di sini sering seseorang menjadi tidak sabar, maunya menuangkan semua apa yang ada di kepalanya. Apa yang kemudian terjadi? Tulisan tidak fokus. Topik yang dibicarakan tidak sistematis. Tidak proporsional. Ini karena yang bersangkutan mau menuangkan semuanya. 66
Tahap Sistematisasi Jangan campuradukkan antara kreatif dan teknis. Artinya, waktu mood, waktu kreativitas sedang mengalir deras, abaikan dulu jargon-jargon dan teori menulis. Waktunya akan datang untuk itu. ketika draft tulisan sudah jadi. baru Anda masuk ke dalam sisi teknisnya. Tulis saja dulu apa yang ada dalam kepala dan catatan Anda. Tuangkan semua itu. Pilih manakah yang esensial, yang dianggap penting, dan yang kurang penting (ingat kembali lapisan A. B. dan C Leslie Rae). Pada tahapan awal, kalau menyaksikan ada kesalahan teknis, biarkan sa]a. Jangan sampai, ide berlalu hanya karena Anda habis waktu dan kehilangan sewaktu memperbaikinya. Tampung saja ide yang ada dalam tulisan. Apa adanya, sampai habis. Ketika sudah selesai, kesempatan bagi Anda untuk menelitinya lagi. Apakah misalnya, susunan (sistem) tulisan Anda sudah urut ide demi ide? Adakah ide yang satu menyangkal yang lain? Kalau ya, bagaimana hal itu mesti disiasati? Apakah tetap mempertahankan ide yang satu, lalu membuang yang lain. dan menggantinya dengan ide baru yang mendukung? Lihat pula kembali, apakah tulisan Anda proporsional. Pengantar, bahasan, dan simpulan -apakah unsur-unsur itu sudah ada semua? Kalau sudah ada. dan terasa belum menarik alias kering, bagaimana caranya menjadikannya menarik? Pertimbangkanlah itu semua dari sisi pembaca. Seolah-olah. setelah tulisan selesai. Anda menjadi sebagai orang lain. Sebagai orang lain. apakah Anda terlarik membaca tulisan yang baru saja Anda hasilkan? Apakah tulisan itu sudah cukup "berbicara"? Bagian mana yang bertele-tele dan membosankan? Bagaimana saya merevisi, atau mengubahnya, menjadi menarik? Kalau saya ubah, apakah masih "nyambung" dengan ide pokoknya? Kalau tidak, tapi saya anggap menarik, beranikah saya membuang ide pokok dan mulai lagi dari ide yang baru saja saya temukan? Sering timbul godaan, penulis pada saat yang bersamaan, sekaligus sebagai editor. Ini salah satu yang perlu dihindari. Ketika tengah menuangkan ide ke dalam tulisan, dan tatkala kumat mulai kambuh dan mood sedang in, tampung saja. Tuangkan semua yang ada. Jangan peduli (dulu) dengan logika. Buang jauh-jauh ketakutan melanggar kaidah berbahasa yang baik dan benar, buang jauh ketakutan dicemooh, (katageleofobia). Jangan hiraukan landa baca. Lemparkan semua kekhawatiran Anda akan kode-kode penulisan ke tubir jurang yang dalam. Hasilnya, ide yang Anda tuangkan ke dalam tulisan akan mengalir bagai sungai. Terus dan terus, tiada henti. Habis satu ide, beralih ke ide lain. Jika sudah terbiasa menulis, seseorang tidak akan pernah kehabisan ide. Selalu saja ide-ide baru. Semua, mengalir bagai aliran sungai. pama rhei kai uden 67
menei—demikian kata filsuf Herakleitos. Ketika semuanya dianggap "selesai" di mana Ada sudah menulis dengan; kesungguhan kepenuhan kegembiraan dan mengerahkan semua energi itu berarti Anda tinggal menyelesaikan teknisnya saja. Saatnya mengoperasionalkan kalimat yang tidak jalan, menjadi kalimat yang rasional dan logis. Membetulkan bahasa, termasuk pilihan kata, yang keliru. Membetul ejaan yang salah. Mengimbuhi tanda baca di mana perlu. Dan memberikan koreksi pada kesalahan ketik secara cermat. Untuk dapat menulis dengan benar dan menarik sesuai dengan kaidah bahasa, seseorang tidak harus kuliah bahasa dan sastra. Belajar mandiri akan jauh lebih banyak menyerap. Bukankah setiap orang adalah pengguna bahasa? Kebiasaan baik yang dilakukan terus-menerus akan menjadi bagian yang melekat pada diri Anda. Karena itu. jadikanlah ensiklopedi, kamus, leksikon, dan buku penuntun sebagai bagian dari alat yang mendukung keberhasilan Anda menulis. Dengan bantuan alat itu. Anda jadi mafhum kapan kata "pun" dalam "sekalipun" ditulis serangkai dan kapan "sekali pun" ditulis terpisah. Sekalipun yang berarti: meskipun, walaupun, kendatipun: ditulis serangkai. Contoh penggunaannya dalam kalimat: Sekalipun hujan, dia datang juga ke pesta itu. Sementara "sekali pun" yang berarti: "tidak pernah satu kali juga", ditulis terpisah. Contoh penggunaannya dalam kalimat: Tak pernah sekali pun, tersenyum bibirmu. Dengan alat bantu kamus Anda tahu manakah penulisan yang benar, sekadar atau sekedar? Mana pula penulisan yang baku dan mana yang tidak. Dengan alat bantu, Anda dapat mengecek manakah yang benar, malpraktik atau malapraktik? Tulisan Anda menjadi akurat kalau didukung itu semua. Redaktur atau penerbit akan senang menerima naskah yang sudah malang, tidak hanya isinya, tapi juga bahasa dan cara penyajian yang baik, benar, sekaligus menarik. Ibarat petani, itulah pacul, parang, alat bajak, dan pupuk Anda. Alat yang digunakan untuk pelani dalam proses bertani. Karena itu, pergunakankah dengan maksimal! Dalam tulisan fiksi, ada keleluasaan bagi pengarang untuk menabrak rambu-rambu kebahasaan, tidak sebagaimana tulisan nonfiksi. Bahasa gaul, terutama dalam dialog, sah-sah saja dalam sebuah karangan. Demikian pula 68
dengan pengkalimatan, tidak harus sebuah kalimat terdiri alas sebuah kalimat lengkap yang ada subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK). Bahkan, sering kita jumpai dalam karangan fiksi, sebuah kalimat, terdiri atas sebuah kata saja. Hal ini tidak masalah, sebab kadang kala sebuah kala dalam sebuah kalimat efeknya sangat luar biasa! Sebagai contoh: Senja turun perlahan, menyingkap kelam. Bukit Zaitun tampak bagai wanita tua, kusut dan mengkerut. Segalanya jadi serba marut. Kusut! Sekusut hati DIna. Sebuah kata dalam satu kalimat "Kusut!" justru sangat luar biasa powernya. la dengan penuh daya melukiskan, betapa tak menentunya hati Dina. Sebuah lukisan, dan perumpamaan, yang mudah ditangkap dan tidak memerlukan kerja keras untuk mengabstraksinya. Meskipun dalam karangan fiksi dimungkinkan seorang pengarang melanggar pakem kebahasaan dan pengkalimatan. ada segi yang tidak bisa ditoleransi. Tidak ada kompromi dalam pengunaan tanda baca. huruf kapital, akurasi nama. dan penggunaan ejaan. Tidak dapat dibenarkan, kalau seorang pengarang tidak bisa membedakan kapan "di" penulisannya dipisah dan kapan diserangkaikan. Demikian pula. tidak dapat dimaafkan jika seorang pengarang tidak memahami apakah huruf pertama dalam dua kata "pisang ambon" ditulis kapital ataukah tidak. Sekali lagi. alah bisa karena biasa. Karena itu. biasakan diri Anda mengacu pada kamus kalau ragu-ragu. Jadikan kamus tidak hanya alat keija. tapi juga teman Anda.
10.3 Persamaan antara Feature, Cerpen, dan Novel Di depan sudah dijelaskan perbedaan antara menulis dan mengarang. Sekadar mengingatkan kembali, menulis ialah pro.ses menuangkan gagasan/ ide/data/fakta ke dalam bahasa tulisan, sedemikian rupa. sehingga menjadi sebuah karya tulis nonfiktif yang bernilai sesuai dengan bentuk/ragamnya. Sementara mengarang ialah proses menuangkan gagasan/ide kreatif dan imajinatif sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah karya fiktif sesuai dengan bentuk (ragam)-nya. Dilihat dari pro.ses. ragam, dan gayanya, terdapat banyak kesamaan antara feature, cerpen, novelet, dan novel. Karena itu, bisa menulis feature adalah modal untuk menulis novel. Persamaannya: FEATURE 1. Tulisan kreatif, cukup panjang, yang membutuhkan imajinasi, 2. Deskriptif. 3. Rangkaian peristiwa tali-temali. 69
4. Sering dittulls menggunakan alur (kaidah 1,2,3) atau kronologis. 5. Tokoh utama (objek) sering diangkat menjadi fokus, lalu dikisahkan juga tokoh (objek) lain sejauh relevan atau yang bertujuan untuk mengkontraskan atau menambah hidupnya suasana. 6. Menggunakan teknik tarik-ulur (suspense) untuk mempermainkan psikologi audience. 7. Akhir (ending) tulisan jelas. 8. Ada pesan (message) yang terkandung di dalamnya,
CERPEN/NOVELETINOVEL 1. Tulisan kreatif, cukup panjang, yang membutuhkan imajinasi. 2. Deskriptif 3. Rangkaian peristiwa tali-temali. 4. Sering tidak selalu ditulis menggunakon alur (kaidah) 1,2,3 atau kronologis. Namun, kerap menggunakan sorot depan (fore-shadowing] dan sorot belakang (flash-back). 5. Tokoh utama (objek) sering diangkat menjadi fokus, lalu dikisahkan juga tokoh (objek penyerta) lain sejauh relevan atau yang bertujuan untuk mengkontraskan atau menambah hidupnya suasana. 6. Menggunakan teknik tarik-uiur (suspense) untuk mempermainkan psikologi audience. 7. Akhir (ending) tulisan jelas. 8. Ada pesan (message) yang terkondung di dalamnya. Perbedaannya:
FEATURE 1. Melulu didasarkan pada fakta yang sesungguhnya, unsur khayalan tidak boleh ada di dalamnya. 2. Tidak boleh menulis/melukiskan sesuatu yong tidak sungguh nyata dan tidak sungguh terjadi. 3. Tidak melakukan rekayasa, misalnya memaksakan apa yang ada di kepala penulis, lalu ditaruh pada mulut orang lain, Misalnyo, agar bagian tertentu dari feature menarik, si penulis berpikir alangkah baiknya jika narasumber mengatakan, "Kingkong pun bisa menjadi komisaris 70
perusahaan jika kerjanya cuma begitu" -sebuah feature yang mengangkat Ihwal perusohaan BUMN yang produknya sangat dibutuhkan, namun berkinerja buruk. Padahal narasumber tidak menyebut demikian, ketika pertanyaan yang diajukan si penulis, narasumber cuma diam, atau mengangguk.
CERPEN/NOVELET/NOVEL 1. Karya fiksi, rekaan, 2. Boleh berbuat sesuka hati. Mau bikin apa sajg, terserah! Pengarang "mahakuasa" atas karyanya. Di sini kota "penciptaan" menjadi genap, yakni creare creatio (creationis) to create creation = mencipta, penciptaan, hasil kreasi. Karena itu, seorang penulis disebut kreatifi dan karya tulis yang dihasilkannya adalah karya kreatif. Biasanya, sebelum menulis novel, seorang novelis membuat kerangka karangan lebih dulu (outline). Namun, novelis yang sudah banyak makan asam garam, barangkali tidak perlu lagi membuat outline. Outline sudah ada di kepalanya. Ia sudah tahu seberapa porsi untuk pengantar, pengembangan, inti cerita, dan simpulannya. Namun, novelis pemula tetap perlu membuat oret-oretan. atau bagan, sebelum mengarang sebuah novel. Untuk apa? Kalau dalam sebuah penjelajahan, bagan berfungsi sebagai kompas. Bagan ialah penunjuk ke arah mana kita hendak melangkah. Penulis pemula yang menulis feature pun perlu membuat outline. Dalam praktiknya. kadang bagan tidak ditaati sepenuhnya. Tatkala menghadap komputer, atau mesin tik. muncul ide baru. Seorang novelis tergoda untuk mengembangkan ide yang sudah dibuatnya dalam bagan. Salahkah tindakan seperti itu? Tidak! Meski melanggar pedoman yang sudah ditetapkan sendiri, asalkan hasil akhirnya bagus, tidak menjadi masalah. Asalkan jalinan cerita dirasakan logis, tidak jadi soal. Bagan tidak hanya diperlukan sebagai arah, tapi kadang juga sebagai pemancing datangnya ide-ide baru. Mula-mula, tetapkanlah sebuah tema untuk novel Anda. Lalu. petakan ide-ide Anda. Tulislah langkah demi langkah adegan yang menurut Anda menarik. Lalu pilihlah yang paling unik. Telitilah, apakah biasa-biasa saja, tidak unik. dan tidak punya greget? Apakah menarik? Adakah sesuatu yang baru? Sebagai contoh. Anda akan menulis novel dengan setting sekolah. Tema kisah cinta. Kalau kisah cinta antara siswa dan siswa, sudah biasa—
71
dan Anda tidak mau menulis hal yang biasa. Anda ingin karya Anda unik, lalu bagaimana? Untuk itu. Anda dapat membual outline sebagai berikut: Tema : Cinta antara murid dan guru Setting : jelas sekolah Tokoh : siswa SMP (cowok) dan gutu (wanita). Cowok diberi nama Boyce dan guru Joice Bangun/ bagan cerita: 1. Di hari pertama masuk sekolah. Boyce sudah senang sama Joice. Boyce belum tahu kalau rasa sukanya ini bernama cinta. 2. Joice suka suka sama Boyce. Wajah Boyce yang eksotik mengingatkannya podo pacarnya dulu waktu kuliah. Mirip sekali. Ditinggal sang pacar studi keluar negeri karena mendapat beasiswa. Joice patah hati, Sampoi kini ia tetap melajang. 3. Bagaimana menyatakan cinta? (konflik) Ibu guru yang mulai menyatakan? (unik/ agresif). Ataukah harus cowok yang masih anak ingusan? (juga timbul konflik, bagaimana?) 4. Ada kesempatan waktu kemping. Kebetulan, Bu Joyce jadi salah satu pembimbing. 5. Bu guru malam harinya masuk angin. Boyce diminta mengerok badannya di dalam sebuah tenda (suspense). Apa yang terjadi? 6. Ternyata Bu Joyce tidak masuk angin beneran. Hanya pura-pura biar bisa kencan sama Boyce. Waktu itulah la mengungkapkan perasaannya pada Boyce. 7. Boyce menyambut, (a suka Bu Guru itu. Namun, tidak tahu apakah ini cinta namanya? Yang ia tahu, ia suka saja. Barangkali pakar psikologi menamakannya "cinta platonis". 8. Ending: happy ataukah sod? Kita tidak pilih salah satu. Kalau ' happy, masak murid menikah dengan guru. Kalau sad kok rasanya gak tega. Akhirnya, kita buat mengambang saja, biar jpembaca yang meneruskan, ending-nya terbuka (open ending). Kisah cinta murid dan guru kita tutup, ketika suatu hari Ayah Boyce datang ke sekolah. Ternyata, ialah mantan kekasih Joice waktu kuliah. Apakah Joice menyukai Boyce karena mirip mantan kekasihnya waktu kuliah? Sebaliknya, apakah kesukaan Boyce pada Bu Guru karena ia mendamba seorang ibu yang kjeal? Itulah outline, kompas yang menuntun kita menjelajah dunia maya.
72
10.4 Mengail dengan Judul dan Kalimat Pertama Judul dan kalimat (termasuk alinea) pertama sebuah feature dan novel ibarat etalase. Ketika sedang berjalan-jalan di mal. atau emperan loko, lentu Anda tahu betapa etalase sangat penting. Di mana letak pentingnya? Etalase adalah tempat memamerkan barang-barang, biasanya di depan toko. Kalau toko sedang tutup, maka barang yang dipamerkan berada dalam kaca yang jelas kelihatan. Eye catching, sehingga menarik dan memikat orang. Judul dan kalimat pertama dalam feature dan novel juga demikian. fungsinya untuk menarik. sekaligus memancing rasa ingin tahu pembaca. Seperti toko. pembaca pasti tidak akan terpancing dan tertarik untuk masuk, jika tidak ada yang menarik baginya. Bagaimana supaya judul feature dan novel menarik? Yang perlu diketahui, judul tidak dibuat di muka. Pengarang pemula mungkin berpikir kalau hendak mengarang tentu lebih dulu perlu menentukan judul. Tidak! Judul justru dibuat paling akhir, setelah menimbang-nimbang, dan setelah mengalami beberapa kali gonta ganti. Kerap tidak sekali jadi. Bisa berkalikali. Bahkan, bisa saja judul novel yang dicerbungkan berbeda dengan yang dibukukan, meskipun isinya secara keseluruhan sama.
10.4.1 Bagaimana Membuat Judul? Adakah kiat khusus membuat judul feature dan novel? Tentu saja. ada. Setidaknya, ada enam cara membuat judul yang berhasil. a. Mengambil bulat-bulat nama tokoh utama MargaT. mengambil tokoh utama untuk judul judul novelnya: Karmila. Ayu Utami: Saman. JK Rowling: Harry Potter. Kalau Anda menulis feature tentang pemulung yang sukses dan pemulung itu bernama Jaka Sembrani, maka jadikan tokoh utama sebagai judul. b. Menggabungkan tokoh utama dengan predikat Tidak sulit membuat judul yang menarik, asalkan tahu trik-triknya. Gabungkan saja nama tokoh ulama dengan predikat, beres! Atau dengan pola (rumusan) siapa + mengapa. Sebagai contoh: - Dwianto Setyawan: Ambardina Jatuh Cinta - Teguh Esha: Ali Topan Anak Jalanan Contoh tadi, dapat ditambah menjadi "Jaka Sembrani. Pemulung yang Kaya".
73
c.
Simbolis
Judul simbolis, yang menyimbolkan intisari cerita. Misalnya: Sebersih Bunga Teratai Terminal Cinta Terakhir Badai Pasti Berlalu ^ Pelabuhan Hati Samudera Cinta Kita dapat membuat judul feature simbolis dengan "Jaka Sembrani: Sebersih bunga Teratai". d. Alias Hampir mirip dengan trik membuat judul pada simbolis, namun sesungguhnya teknik judul "alias" ini sangat khusus. Dinamakan demikian, karena merupakan alias, julukan, atau predikat, yang disandangkan pada sang pelaku ulama. Misalnya: Miss Jutek adalah julukan, atau alias, nama tokoh ulama novel Yennie Hardiwidjaja, yakni Salma. Karena Salma wanita tegar, dan kadang jutek, maka ia digelari Miss Jutek. Judul novel akhirnya dipilih dari nama julukan sang tokoh. Sang Nabi. atau The Prophet, adalah predikat. Sebuah predikat yang dirasa sangat cocok, berkarakter kuat, dan dipilih Kahlil Gibran untuk novelnya. Judul feature dapat menggunakan alias, "Jaka Sembrani, sang pemuiigut yang sukses dari Krukut". e. Intisari cerita Judul yang menarik, dapat mengambil dari intisari cerita. Misalnya, novel Ashadi Siregar yang mengambil setting Kampus Biru UGM. di mana cinta dua anak manusia bersemi di sana. diberi judul Cintaku di Kampus Biru. Dalam feature, judul dapat menjadi, "Kaya di Kampus Emas" karena Jaka Sembrani, permulung jadi kaya karena memulung di kawasan Kampus Emas, julukan sebuah kampus di daerah Tomang. Persamaan dan Keindahan Bunyi Ada juga pengarang yang suka memberi judul novelnya berdasarkan persamaan dan keindahan bunyi. Ia mahirniemainkan kata-kata. tidak saja indah, tetapi juga majinatif. Sebagai contoh; Arjuna Mencari Cinta (Yudhistira ANM Massardi) yang memainkan keindalian bunyi "a" pada akhir setiap kata. Ali Topan Anak Jalanan (Teguh Esha). 74
Persamaan bunyi dalam judul feature dapat demikian, "Jaka Sembrani, Jejaka yang punya nyali."
10.4.2 Kalimat (dan Alinea) Pertama Mengapa kalimat dan alinea pertama dalam feature dan novel sangat penting? Tentu saja, karena kalimat dan alinea pertama ibarat teras sebuah rumah. Jika ada orang hendak bertamu, tentu ia masuk dan lewat lebih dulu dari teras. Di teras, ia disambut hangat. Di teras pula tamu kita mendapat kesan pertama. Ia akan merasa senang, atau kurang senang, masuk rumah begitu tapak kakinya yang pertama menginjak teras. Karena itu. buatlah kesan pertama yang menyenangkan pada pembaca. Dan itu bisa mereka temukan pada kalimat (dan alinea pertama feature dan novel). Pikirkanlah baik-baik hal itu. Pasti tidak sekali jadi. berkali-kali. sampai dianggap berhasil. Kalimat (dan alinea) pertama pun sering dibuat belakangan. Tapi usahakan jangan sampai terjebak dan terpaku pada bagaimana membuat kesan pertama yang menyenangkan dan indah, lalu mengabaikan logika cerita. Baik keindahan dan kesan pertama dalam novel dengan jalan cerita, harus tetap selalu harmonis. Berikut ini contoh kalimat (dan alinea) pertama sebuah novel yang berhasil. "Central Park, 28 Mei 1996. Di taman ini, saya adalah seekor burung. Terbang beribu-ribu mil dari sebuah negeri yang tak mengenal musim, bermigrasi mencari semi, tempat harum rumput bisa tercium, juga pohonpohon, yang tak pernah kita tahu namanya, umurnya." (Ayu Utami dalam Saman. KPG 1988:1). "Novianti menurunkan surat kabar pagi yang sedang dibacanya. Dokter Y.P Sepotong nama yang singkat. Identitas yang masih separo dirahasiakan. Topi berapa sukarnya menerka?" (Mira W dalam Perempuan Kedua, Gramedia Pustaka Utama, 1988:5). "Daun-daun mahoni sepanjang Jalan Besar Ijen masih menyimpan sisa-sisa hujan. Bulan Desember yang basah. Daun-daun bersiuran ditiup angin. Setiap sudut kota Malang disiram oleh cahaya matahari pagi yang mulai menyembul dari kisi-kisi awan. Hangat. Tapi juga terasa lembut." (R. Masri Sareb Putra dalam Ujung Sebuah Kerinduan, cerbung Harian Surya, 1990). "Pagi hari. Senin pertama bulan Juli 1977. Langit biru muda memayungi Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Matahari mencorong di Timur, Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert menaiki motor masingmosing, ngebut di jalanan seputar Blok M," (Teguh Esha dalam Ali Topan Anak Jalanan, PT Visi Gagas Komunika. 2000:1). 75
"22 Desember 2002,., Bandara Soekorno-Hatta CIIITTT!!!! Rem diinjak cepat, mobil terpaksa berhenti. Buru-buru Sailma membuka pintu mobil, Serrttt... Pintu Itu otomatis membuka ke atas." (Yennie Hardiwidjaja dalam Miss Jutek. Penerbit Gagas Media, 2005:1) Kalimat dan alinea pertama dalam feature dapat mencontoh itu semua. Namun, usahakan apa yang dideskripsikan tetaplah suatu yang faktual, tidak imajinasi.
76
BAB 11
RUBRIKASI DAN MENGENAL DESK SEBUAH MEDIA
77
Asal usul istilah "rubrikasi", agaknya dimulai ketika tak lama setelah Gutenberg menemukan mesin cetak, banyak buku diproduksi secara massal. Pada cetakan awal. buku-buku itu rata-rata tebal. Untuk menandai (book mark sekarang), buku satu dengan buku lain, disekat dengan pita warna merah. Dalam bahasa Latin, merah berarti: ruber. Karena itu, hingga kini, untuk menandai ruang satu dengan ruang lain disebut rubrikasi—dari kata ruber tadi! Setelah rubrikasi ditetapkan, persoalan berikutnya adalah: bagaimana mengelola rubrik? Sebagai pengelola. Anda tidak harus menulis sendiri. Bisa saja pekerjaan itu diserahkan untuk dilakukan orang lain (rely on other people). Sebagaimana disinggung di muka. jabrik atau kepala desk bertanggung jawab mengelola sebuah rubrik. Ia bertugas dan bertanggung jawab menghadirkan rubrik asuhannya setiap nomor. Jika tidak, maka ia dapat dianggap tidak cakap untuk tugas itu. Tanggung jawab kemudian dapat dialihkan pada orang lain yang dipandang lebih mampu. Apa modal seorang jabrik, sehingga rubrik asuhannya tetap tampil memikat dan tak kering dengan ide? Pepatah Latin mengatakan. "Nemo dat quod non habet" (tak seorang pun dapat memberikan sesuatu yang tak dipunyainya). Karena itu. agar bisa memberi, seorang jabrik hendaknya terusmenerus belajar. Seorang jabrik yang baik terus membaca, mencari, dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang ada kaitannya dengan rubrik yang diasuhnya. Di sisi lain, mengelola rubrik adalah pekerjaan manajemen. Seorang jabrik tak harus mengisi sendiri rubrik asuhannya. Ia dapat saja meminta pihak luar untuk mengisinya dengan konsekuensi, mungkin akan ada cost khusus untuk itu. Agar semuanya berjalan lancar dan transparan, sejak awal sebaiknya cost tersebut sudah dibicarakan dengan bagian administrasi/ keuangan. Penting disadari bahwa setiap jabrik adalah manajer. Sebagai manajer, jabrik wajib melakukan perencanaan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi setiap langkah, proses, serta memerhatikan feedback dari pembaca. Lazimnya, suatu media membagi desk ke dalam bidang-bidang tertentu. Pembagiannya sesuai dengan pohon ilmu dan kebutuhan dalam media yang bersangkutan. Berdasarkan hal itu. desk dapat dibagi menjadi: 1. Desk Politik 2. Desk Hukum/undang-undang 3. Desk Kriminal 78
4. Desk Pendidikan 5. Desk Olah Raga 6. Desk Kesenian 7. Desk Kebudayaan 8. Desk Berita 9. Desk Feature 10. Desk Desk Daerah 11. Desk Nasional 12. Desk Internasional 13. Desk Fiksi 14. Desk Kewanitaan 15. Desk Humaniora Tentu saja, desk bisa dikembangkan lagi, tergantung kebutuhan. Sama dengan tujuan organisasi pada umumnya, organisasi dalam sebuah media dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.
79
BAB 12
BERLATIH DAN MENGALAMI
80
Keterampilan menulis tidak hanya melulu didapat dari teori dan dari membaca referensi-referensi mengenai writing skilL Namun, yang jauh lebih penting. ialah menerapkan teori itu ke dalam praktik. Dengan demikian, seseorang langsung mengalami dan tahu di mana jargon-jargon yang harus diikuti dan manakah yang perlu untuk dihindari. Khusus untuk writing skill di perguruan tinggi, termasuk keterampilan menulis berita, teori saja belum cukup apabila tidak disertai dengan praktik langsung. Praktik itu dapat melalui empat cara. Peer tutors. Dosen mata kuliah writing skill sering memberikan penugasan kepada mahasiswa untuk membuat karya tulis sebagai salah satu cara meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa. Setelah selesai, sesama mahasiswa -yang sudah dibekali, atau dikuliahi, materi tertentu, diminta untuk mengoreksi, menilai, serta mendiskusikannya. Writing teachers. Penugasan yang diberikan kepada mahasiswa, dibahas oleh dosen. Learning resource centers. Mahasiswa dapat berlatih dan mengasah keterampilan menulis melalui pusat-pusat sumber belajar. Di beberapa perguruan tinggi yang sangat peduli pada keterampilan menulis, biasanya membentuk sendiri bengkel penulisan kreatif. Di bengkel inilah para anggota digodok dan langsung mengalami. Computer-assisted tutorials. Di negeri kita. belum ada situs khusus yang dapat diakses secara langsung jika seseorang ingin belajar dan berlatih menulis. Di luar negeri, bimbingan belajar dan berlatih menulis melalui komputer sudah sangat biasa, seperti yang dikembangkan oleh Purdue Universily Writing Lab yang setiap saat dapat diakses melalui situs:
http://owl.english.purdue.edu/our-lab/introduction.html dan di Science Fiction Grammer pada :
http://www.concentric.net/ramcly.gramcont.html Di muka berkali-kali ditegaskan bahwa menulis adalah keterampilan, bukan bakat. Jadi. keterampilan menulis dapat diperoleh dari usaha yang tekun dan berlatih yang terus-menerus. Kebiasaan yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Karena keterampilan menulis tidak semata-mata menuntut adanya pengertian dan pemahaman, tetapi juga praktik dan mengalami, maka hanya menguasai trik-trik dan teori mengenai menulis saja tidaklah cukup. Diperlukan latihan agar sistem syaraf dapat bekerja dengan cepat dan
81
sistematis. Para penulis hebat tentu mengalami proses kepenulisan yang panjang, dengan perjuangan dan jatuh bangun. Dalam menulis, genaplah kata-kata bijak seperti dikatakan Konfusius ribuan tahun silam: Tell me and I forget Show me I rememher Let me do and I untderstand! Katakan dan saya akan lupa Tunjukkan, maka saya ingat Namun, berilah saya kesempatan melakukannya, niscaya saya bisa! Jika Anda ingin mahir menulis berita dan feature. jangan hanya membaca dan memahami buku ini. Teknik dan trik-trik menulis memang sudah diberikan. Namun, satu hal yang masih kurang: Anda belum mempraktikkan menulis. Karena itu, mulailah menulis. Sekarang juga!
82
LAMPIRAN 1. Kode Etik Jurnalistik 2. Contoh Feature 3. Mengenal dan Menerapkan Kata Baku 4. Kantor-kantor Berita 5. Mengenal tanda-tanda penyuntingan
83
Lampiran 1: KODE ETIK JURNALISTIK Pasal 1 KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Wartawan Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjwa Pancasila, taat pada Undang-undang Dasar 1945, bersifat ksatria dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta memperjuangkan emansipasi bangsa dalam segala lapangan dan dengan itu turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat di Indonesia sebagai warga dari masyarakat bangsa-bangsa di dunia, Pasal 2 PERTANGGUNGJAWABAN 1. Wartawan Indonesia dengan rasa penuh tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya sesuatu berita atau tulisan disiarkan. Ia tidak menyiarkan berita atau tulisan yang sifatnya destruktif, merugikan negara dan rakyatnya, menimbulkan kekacauan atau menyinggung perasaan susila, kepercayaan agama atau keyakinan seseorang atau suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang. 2. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaan dengan perasaan bebas yang bertanggung jawab atas keselamatan umum, la tidak menggunakan jabatan dan kecakapon untuk kepentingan sendiri. 3. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang menyangkut bangsa didasarkan atas kepentingan nasional Indonesia. Pasal 3 CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT 1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan usaha yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita. 2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya. 3. Di dalam menyusun sesuatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion) sehingga tidak mencampurbaurkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita yang diputar balik atau dibubuhi secara tidak wajar, 4. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan pengadilan bersifat information dan yang berkenaan dengan seseorang yang tersangkut 84
dalam suatu perkara tetapi belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan, yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaannya dengan menitikberatkan pada rasa tanggung jawab nasional dan sosial, kejujuran, sportivitas dan toleransi. Pasal 4 PELANGGARAN HAK JAWAB 1. Tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, hasutan-hasutan yang membahayakan keselamatan negara, fitnah-fitnahan, pemutarbalikan kejadian dengan sengaja, penerimaan sesuatu untuk menyiarkan sesuatu berita atou tulisan, adalah pelanggaran yang berat terhadap profesi. 2. Setiap pemberitaan yang tidak benar atau membahayakan negara, merugikan kepentingan umum/golongan/perorangan harus dicabut kembali atau diralat atas keinsyafan wartawan sendiri, sedangkan yang dirugikan diberi kesempatan untuk menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang dimaksud maksimal sama panjang selama jawaban itu dilakukan secara wajar. Pasal 5 SUMBER BERITA 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya dan tidak menyiarkan keterangan yang diberikan secara "off the record". 2. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari sesuatu surat kabar atau penerbitan, untuk kepentingan kesetiakawonan profesi. Ini berarti juga, bahwa plagiat itu sebagai satu perbuatan yang hina, 3. Penerimaan uang ataupun sesuatu janji untuk menyiarkon sesuatu yang dapat menguntungkan atau merugikan orang, menyiarkan sesuatu tulisan yang dapat menguntungkan atau merugikan sesuatu pihak adalah pelanggaran Kode Etik yang berat.
85
Pasal 6 KEKUATAN KODE Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia ini dibuat atas prinsip, bahwa pertanggungan jawab tentang pernyataan terutama terletak pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Pasal 7 Pengawasan pentaatan Kode Etik Jurnalistik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia yang menentukan sanksi-sanksi yang diperlukan.
86
Lampiran 3: MENGENAL DAN MENERAPKAN KATA BAKU Sebagai pengguna bahasa, wartawan sebaiknya juga di dalam menulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Senarai berikut memuat berbagai kota baku bahasa Indonesia yang perlu dipraktikkan dan disosialisasikan wartawan. A. Pengalihan Khusus Istilah Asing Khusus tentang pemanfaatan unsur lama dalam penerjemahan istilah asing, berikut senarainya, 1) Unsur alih digunakan untuk menerjemahkan bahasa Inggris trans (yang berarti pindah), contoh: Asing Indonesia translation alih bahasa transshipment alih kapal transitional peralihan transformation alih ragam transform mengalihragamkan transfer of knowledge alih pengetahuan transfer of techndiogy alih teknologi transcript alih tulis 2) Unsur antar- digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin (dan Inggris) inter- dan intra yang berarti di antara, contoh: Asing Indonesia intercontinental antarbenua interisland (interinsula) antarpulau international antarbangsa intercetlular antarsel interface antarmuka intersteltar antarbintang interstate antarnegaro 3) Unsur awa- digunakan untuk menerjemahkan awalan bahasa Inggris dedan dis- yang berarti: menghilangkan. Contoh: Asing Indonesia infection awohama decentralizotlon awapusat deodorant pengawabau discolor mengawawarnakan devaluation awanilai dehydration awaair 87
4) Unsur bawah digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin (dan Iriggris) sub- atau under- yang berarti: di bawah. Asing Indonesia subconsciousness bawah sadar underage bawah umur subhuman bawah insani submorine bawah laut undercharge bawah harga underhanded bawah tangan underground bawah tanah 5) Unsur bentuk digunakan untuk menerjemahkan akhiran Inggris -shaped dan -form yang berarti: berbentuk. Asing Indonesia ringshaped bentuk cincin cushionshaped bentuk bantal horseshoe-shaped bentuk ladam fungiform bentuk cendawan calcariform bentuk taji halbertshaped bentuk tombak umhaped bentuk buyung Pemanfaatan Imbuhan lama untuk meneriemahkan Istilah asing 1) awalan dwi- digunakan untuk menerjemahkan awalan Inggris di-, bi-, , atau two yong berarti: dua. Contoh: Asing Indonesia bilinguallsm dwibahasa duplicate dwiganda twofold dwilipat reduplication dwipurwa, dwilingga dipole dwikutub dimorp dwibentuk two-way-traffic lalu lintas dwiarah 2) awalan pasca- digunakan untuk menerjemahkan awalan Latin dan Inggris post yang berarti: sesudah. Contoh: Asing Indonesia postmortem pascamati postgraduate pascasarjana postnatal pascalahir postoperative pascabedah
88
3) awalan pra- digunakan untuk menerjemahkan awalan Inggris preContoh; Asing Indonesia prehistory prasejarah preconditon prasyarat preview pratinjau prename pranama presumption praduga B. Kata Baku dan Tidak Baku Sebenarnya, kata baku dan tidak baku dapat diacu/dilihat dalam Kamus Besor Bahasa Indonesia. Namun, kadangkala kita malas membuka kamus untuk mengecek, apakah sebuah kata sudah baku atau belum. Berikut ini senarai kata baku dan tidak baku yang lazim kita jumpai. Baku Tidak baku aerobik erobik akuntan akountan arkais arkhois baut baut desain disain geladi gladi hierarki hirarki ekstrem ekstrim insaf insyaf jadwal jadual karier karir kelola lola khawatir kuatir khotbah khutbah kompleks komplek kongres konggres korps korp kriterion/a Tidak selalu bentuk jamak "kriteria" kuesioner kwesloner kurva kurve malapraktik malpraktek manajemen managemen mengelola melola metode metoda misi missi nakoda nakhoda peraga praga prangko perangko 89
risiko stasiun stratejik sutera syahdu teknik terampil trotoar ubah wasalam wujud
resiko setasiun strategis sutra sahdu tehnik trampil trotoir rubah wassalam ujud
C. Menulis Kata dengan Benar Baku Amir, S.H. Angkatan IV antarnegara daripada KBRI kuitansi saya pun saptakrida semifinal si pengirim tata bahasa subsistem tunasosial ultramodern uang 500-an 300 barel 5g 10 km 6I Rp 5000
Tidak baku Amir SH [sarjana hukum) Angkatan Ke-IV antar negara dari pada K.B.R.I kwitansi sayapun sapta krida semi final si pengirim tatabahasa sub sistem tuna sosial ultra modern uang 500on 300 barrel 6 gr 10 Km. 6 Lt, Rp 5.000
D. Unsur Serapan Kata bilangan yang diserap dari bahasa Sanskerta berbeda dengan cara penulisan bilangan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Sanskerta, kata bilangan merupakan unsur terkait, karena itu, penulisannya serangkai. Contoh: ekawarna dwifungsi
90
tridarma caturwulan Pancasila saptamarga dasadarma unsur lain dari bahasa Sanskerta tetap ditulis serangkai, contoh: adikuasa mancanegara swadaya Pancasila E. Hindari Beberapa Hal Berikut 1. Meskipun...... namun,... Meskipun hujan, namun ia tetap berangkat ke kantor (salah) Meskipun hujan, ia tetap berangkat ke kantor (benar) 2. Ketidakjelasan (ambigu) Contoh: Pemikiran para sahabat sangat berarti dalam menyelesaikan buku ini (siapa yang menyelesaikan buku?) Kalimat itu dapat diubah menjadi: a. Pemikiran para sahabat sangat berarti bagi penulis di dalam menyelesaikan buku ini. b. Pemikiran para sahabat sangat berarti dalam upaya penyelesaian buku ini, 3. Pakem penulisan dan kutipan dalam bahasa asing et al.(benar), et.al, (salah). Mengapa? Sebab dalam bahasa Latin, "et" Itu satu kata, bukan singkatan (dan), sehingga tanpa memakai titik.
91
Lampiran 4: AA AA AAP ABC ABC ABP ABP ABU ACAP ACI AFP AFTC AGFRPRESS AGF AtC AIM AJM AMP
NAMA-NAMA KANTOR BERITA Athen News Agency Kantor Berita Yunani Anadou Ajansi Kantor Berita Turki Austrolion Associated Press Kantor Berita Australia American Broadcasting Company Jaringan TV-Radio Amerika Serikat Austrolion Broadcosting Commission Radio Australia Agence Benoise de Presse Kantor Berita Benin Agence Burundoise de Presse Kantor Berita Burundi Asien Broadcosting Union Uni Siaran Asia Agence Cammerounoise de Presse Kantor Berita Kamerun Agence Congolaise d'lnformation Kantor Berita Kongo Agence France Press Kantor Berita Peroncis Arab Fiirn and Teievision Centre Pusat Televisi dan Film Arab Agentia Romona de Prensa Kantor Berita Rumania Agence Gabonaise de Presse Kantor Berita Gabon Agence Informative Centroamerican Kantor Berita Guotemela Agence National d'lnformation Kantor Berita Mali Agencio de Informacao de Mozambique Kantor Berita Mozambigue Agence Modagascar Presse Kantor Berita Malagasi
92
AN AN ANA ANETA LKBN AP APA APN APS APS ARNA ATA ATP AVI AZAB BAHTAR BERNAMA CANA CBS CNA
Agencio Nocionol Kantor Berita Brosilio Associotion News DInited Kantor Berita Malta Aden News Agency Kantor Berita Aden Algemeen Nieuws en Telegroof Agentschap Kantor Berita Belanda yang pada 1963 berubah menjadi Antara (setelah digabung dengan PIA/Persbiro Indonesia Aneta) Associated Press Kantor Berita Amerika Serikat Austria Press Agentur Kantor Berita Austria Novosti Press Agency Kantor Berita Uni Sovyet Algerie Presse Service Kantor Berita Aljazair Agence de Presee Senegalaiese Kantor Berita Senegal Arab Revolutionary News Agency Kantor Berita Libia Agence Telegrafike Shqijatere, Tirana Kantor Berita Albania Agence Tshodienne de Presse Kantor Berita Chad Agence Vietnamienne d'lnformation Kantor Berita Vietnam Agence Zaire Presse Kantor Berita Zaire Bahktar News Agency, Kabul Kantor Berita Afgoniston Pertubohon Berita Nasional Malaysia Kantor Berita Malaysia Carribean News Agency Kantor Berita Karibia Columbia Broadcasting Corporation Jaringan TV-Radio Kolumbia Central News Agency Incorporated Kantor Berita Taiwan
93
CNA CP CTK DPP EFE FANA GIA GNA GNA ITIM JIJI KPL KUNA KYODO LATIN LTDA MAP MNA MOGAME MTl
Cyprus News Agency Kantor Berrto Cyprus Canadian Press Kantor Berita Kanada Czekoslovensko Tiskovo Koncelar Kantor Berita Ceko Deusher Depesctiendienst Kantor Berita Jerman Agencio EFE. SA Kantor Berita Spanyol Federotion of Arab News Agency Federasi Kantor-kantor Berita Arab Guyana Information Service Kantor Berita Guyana Ghana News Agency Kantor Berita Ghana Gulf News Agencv Kantor Berita Bahroin Associated Isroeli Press Kantor Berita Isroel Jiji Press (Jiji Tsushinsha) Kantor Berita Jepang Agency Khodsane Pathet Lao Kantor Berita Laos Kuwait News Agency Kantor Berita Kuwait Kyodo Tsushin News Kantor Berita Jepang Agencio Lotiono American de Informatton Kantor Berita Argentina Agencies Informotives Orbe Chilena Kantor Berita Chile Magrep Arab Press Kantor Berita Maroko Malawi News Agency Kantor Berita Molowi Mongolian Telegraphic Agency Kantor Berita Mongolia Magyar Travirati Irode Kantor Berita Hongaria
94
NAB NAN MCNA NHK NNA NOTiMEX NTB N2PA PA PANA PAP PARS PNA PRELA PTI QNA RB SABAA SAMACHAR SANA SHiHATA
News Agency of Burma Kantor Berita Burma News Agency of Nigeria Hsinhuo-News China News Agency Kantor Berita RRC Nippon Hoso Kyolcoi Siaran Radio dan TV Jepang Nationai News Agency Kantor Berita Lebanon Kantor Berita Meksiko Norsk Telegromyra P/S Kantor Berita Norwegia News Zealand Press Associotion Kantor Berita Selandia Baru The Press Associaton Kantor Berita Inggris Pan Asia Newspaper Ailiance, Hong Kong Kantor Berita Hong Kong Polska Agencio Prasiwa Kantor Berita Polandia Pars News Agency Kantor Berita tran Philipines News Agency Kantor Berita Filipina Prensa Latina Kantor Berita Kuba Press Trust of India Kantor Berita India Qatar News agency Kantor Berita Qatar Ritzaus Bureau Kantor Berita Denmark Saboa News Agency Kantor Berita Yunani Utara Somachor Bhavon Kantor Berita Indio Syrian Arab News Agency Kantor Berita Suriah Tanzania News Agency Kantor Berita Tanzania
95
SPA SONNA TANJUG TAP TELAM UNA UP UPl VOA WAFA WAM ZANA
Saudi Press Agency Kantor Berita Saudi Somalian National News Agency Telegrafska Agencijo Nov Yugoslavia Kantor Berita Yugoslavia Tunnis Afrique Press Kantor Berita Tunisia Periodisitico Telom Kantor Berita Argentina Uganda News Agency Kantor Berita Ugonda Ultra Prensa Kantor Berita Kolombia United Press International Kantor Berita Amerika Serikat yang tersebar di seluruh dunia Voice of America Radio Suara Amerika Wafo News Agency Kantor Berita Palestina United Arab Emirotes News Agency Kantor Berita Persatuan Emirat Arab Zambia News Agency Kantor Berita Zambia
96
DAFTAR PUSTAKA Allen Hall, Daryl. 1995. 1101 Businesses You Can Start From Home. New York: John Wiley & Sons, Inc. Atmowiloto, Arswendo. 2004. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia. Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Chopra, Deepak. 1994. The Seven Spritual Laws of Success: A Practical Guide to The Fulfillment of Your Dreams. San Rafael, C,A.: Amber-Allen Publising. Clegg, Brian. 2001. Instant Interviewing. London: Kogan Page. Corbeil, Jean-Claude/Ariane Archambault. 1995. Kamus Visual (Visual Dictionary). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Creme, Phyilis dan Mary R. Lea. 2003. Writing at University. England: Open Universily Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Echols, John M. dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Eneste, Pamusuk. Kesusastraan Indonesia Modern. 1990. Jakarta: Djambatan. ---------------(Editor). (1996). Mengapa & Bagaimana Saya Mengarang. Jakarta; Penerbit PT Gunung agung. Hedges, Burke. 2000. Read & Grow Rich. Tampa: Inti Publishing. Holtz, Herman, 1992. How to Start and Run a Writing & Editing Business. 1992. New York; John Wiley & Sons, Inc. Keraf. Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Ende-Yogyakarta: Nusa Indah-Kanisius. Lwin, May, dkk. 2003. How to Multiply Your Child's Intelligence, Singapore: Prentice Hall. 97
Parera, J.D. 1983. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pusat Kurikulum - Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD-SLTP. Putra, Masri Sareb. 2002. Menjadi Kaya dengan Menulis. Jakarta: PT Wahana Dinamika Kana. ------------------. 2005. Menulis: Meningkatkan dan Menjual Kecerdasan Verbal Linguistik Anda. Malang: Dioma. Rae. Leslie. 1997. Using Presentotions. London: Kogan Page. Scheder. Georg. 1985. Perihal Cetak Mencetak. Yogyakarta: Kanisius. Stine. Jean Marie. 1997. Writing Successful Sefl-Help & How to Book. New York: John Willey & Sons, Inc. Stoltz. Paul G 1997. Adversity Quotient. New York: John Wiley& Sons, Inc. Wiyanlo, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Grasindo. Zelinski, Emie J. 2003. The Joy of Not Working. California: Ten Speed Press.
98