Buku Sosialisasi JCI

April 5, 2017 | Author: Budy Saputra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Buku Sosialisasi JCI...

Description

1

2

Daftar Isi: Kata Pengantar ........................................................................................................................................... 2 Daftar isi ...................................................................................................................................................... 3 Visi misi RSCM ............................................................................................................................................ 4 Nilai-Nilai Budaya RSCM ........................................................................................................................... 5 Good to Great ............................................................................................................................ 6 Quick Win Program Budaya ...................................................................................................... 7 Budaya 5 R ................................................................................................................................ 8 JCI over view ................................................................................................................... 10 Tabulasi Ringkasan Standard-Standard Akreditasi JCI .............................................................................. 11 Matriks penerapan Visi Misi, Nilai-nilai Budaya RSCM & Standard JCI ..................................................... 20 Kebijakan & Prosedur Sesuai Standar JCI Sasaran Keselamatan Pasien Internasional .............................................................................. 27 Pengkajian Awal Pasien Rawat Inap ......................................................................................... 58 Akses & Kontinuitas Pelayanan ................................................................................................. 59 Informed Concent ...................................................................................................................... 65 Hak dan Kewajiban Pasien ........................................................................................................ 66 Tim Medis Reaksi Cepat ............................................................................................................ 69 Manajemen dan Penggunaan Obat ........................................................................................... 70 Pain Assessment ....................................................................................................................... 100 Kebijakan Pelayanan Rekam Medis .......................................................................................... 101 Pencegahan dan Pengontrolan Infeksi ...................................................................................... 107 Manajemen Risiko ..................................................................................................................... 122 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) ......................................................... 129 Orientasi Pegawai RSCM .......................................................................................................... 135 Empat Langkah untuk Penyempurnaan/ Perbaikan Berkesinambungan ...................................................

136

Lampiran: 1. Formulir- Formulir terkait Anestesi dan Bedah .......................................................................... 138 2. Form Catatan Temuan Penelusuran Surveyor JCI .................................................................... 145 3. Pertanyaan Wawancara Untuk Karyawan dan Jawabannya ..................................................... 148 4. Apa yang Harus Diketahui oleh Perawat Tentang Penerapan Standar JCI .............................. 150 5. Daftar Tindakan Invasif .............................................................................................................. 152 6. Daftar Barang Single Use dan Re-use ....................................................................................... 157 7. Daftar Singkatan yang Tidak Boleh Digunakan ......................................................................... 167 8. Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ......................................................................... 171 9. Formulir Laporan Kondisi Potensi Cedera ................................................................................. 172 10. Formulir Laporan Insiden K3RS ................................................................................................. 173 11. Daftar Obat High Alert ................................................................................................................ 174 12. Formulir Resume Medis ............................................................................................................. 185 13. Nomor Telepon Penting ............................................................................................................. 187 14. Daftar Penanggung Jawab JCI Korporat ................................................................................... 189

3

VISI

:

Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional terkemuka di Asia Pasifik pada tahun 2014

MISI : 1.

Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat,

2.

Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,

3.

Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri

4

Nilai-Nilai Budaya RSCM Makna Nilai-Nilai Budaya & Perilaku Utama Insan RSCM NILAI BUDAYA & MAKNA

PERILAKU UTAMA

PROFESIONALISME Kompeten dan bertanggungjawab dalam menjalankan peran untuk memberikan yang terbaik, berorientasi pada keselamatan.

1.Kompeten, Bertanggung Jawab dan Memberikan yang Terbaik

INTEGRITAS Menjaga keselarasan antara yang dipikirkan dengan yang dikatakan dan yang dilakukan dengan selalu menjunjung tinggi moral, etika, dan kemanusiaan.

2. Jujur, Disiplin dan Konsisten 3. Menjunjung Tinggi Moral, Etika dan Kemanusiaan

KEPEDULIAN Melayani dengan hati, proaktif, peka dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.

4.Proaktif, Peka, Dan Tanggap 5.Ramah Dan Bersahabat 6.Saling Menghargai Dan Bekerja Sama

PENYEMPURNAAN BERKESINAMBUNGAN Senantiasa berupaya melakukan perbaikan dan penyempurnaan hingga melampaui harapan pelanggan yang didukung oleh penelitian dan pengembangan.

7.Kreatif dan Inovatif 8.Terbuka Terhadap Perubahan

BELAJAR & MENDIDIK Melaksanakan pembelajaran dan pendidikan yang berorientasi pada pelayanan terbaik dengan menggunakan sumber daya yang efektif dan efisien.

9.Belajar Berkesinambungan 10.Mendidik Dengan Santun

5

GOOD TO GREAT

6

Quick Win Program Budaya Standarisasi Salam : Internal: Selamat Pagi Apa kabar RSCM

 dijawab : Selalu Semangat  dijawab: Selalu Sehat  Menolong, Memberikan yang terbaik (tangan kanan di dada kiri)

Eksternal: Mengucapkan: “Selamat pagi.. (sesuai situasi,) (sambil menyilangkan tangan kanan ke dada kiri  sebagai simbol siap menolong)…ada yang bisa dibantu?” Disiplin Waktu  

Absensi kehadiran dengan mesin absen Kehadiran dalam rapat –rapat

Menerima Telepon Maksimal 3 kali dering:   

Dering 1 = HELP!!! (…siap-siap menolong…) Dering 2 = Ambil alat tulis Dering 3 = Angkat telepon, dengan standar salam: “RSCM, unit kerja, dengan…sebut nama…, bisa dibantu?”

7

BUDAYA 5 R (RINGKAS, RAPI, RESIK, RAWAT, RAJIN) 5R sebagai sarana mencapai efisiensi, produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja Mengapa kita melakukan 5 R ?  Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang selalu berubah.  Menjaga kompetisi dengan menghilangkan/ mengurangi waste.  Meningkatkan produk dan mengurangi biaya.  Pijakan awal untuk perbaikan lainnya. Sasaran 5 R :  Menjaga lingkungan kerja dalam keadaan baik dengan meniadakan hal-hal yang tidak dibutuhkan berada di area kerja.  Mencegah kecelakaan dengan menghilangkan tergelincir karena adanya sampah di lantai, terpeleset karena lantai berminyak dan licin.  Mencegah bahaya api dengan menyimpan material mudah terbakar di kabinet khusus.  Meningkatkan disiplin dan rasa memiliki dengan memotivasi setiap orang untuk menjaga area kerja dalam kondisi tertata, aman, dan produktif. 1.

RINGKAS Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari tempat kerja kita.

2.

RAPIH Setiap barang yang ada di tempat kerja mempunyai tempat yang pasti. Lima langkah penting menuju RAPIH, yaitu:  Pengelompokkan barang  Penyiapan tempat  Tanda batas  Identitas barang  Denah atau peta.

3. RESIK Bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja. Resik dapat diterapkan secara sistematik melalui 4 langkah, yaitu:  Penyediaan sarana kebersihan  Pembersihan tempat kerja 8



Peremajaan tempat kerja



Pelestarian RESIK.

4. RAWAT Semua orang memperoleh informasi yang dibutuhkan di tempat kerja, tepat waktu. Rawat pada prinsipnya adalah mengusahakan agar tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. 5. RAJIN Lakukan apa yang harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Hal ini dapat dikembangkan melalui 4 langkah pembinaan praktis, yaitu:  Target bersama  Teladan atasan  Hubungan antar pegawai  Kesempatan belajar.

9

JCI Overview Apa itu JCI? Joint Commission International (JCI) adalah badan akreditasi internasional dari The Joint Commission (USA). Apa itu Akreditasi? Proses pemberian penghargaan oleh lembaga pemerintah atau non-pemerintah kepada pelayanan kesehatan yang memenuhi standard-standard tertentu yang membutuhkan perbaikan berkesinambungan dalam struktur, proses, dan hasil akhir. Mengapa RSCM perlu di Akreditasi JCI? 1. Untuk mewujudkan Visi RSCM menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional terkemuka di Asia Pasifik pada tahun 2014 2. Mewujudkan Misi RSCM untuk dapat memebrikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. 3. Untuk mendukung terwujudnya RSCM sebagai tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. 4. Sasaran ke tujuh Kementerian Kesehatan RI tentang kebutuhan Indonesia untuk memiliki RS berkualitas dunia. RSCM diharapkan menjadi rumah sakit pemerintah pertama yang memperoleh akreditasi JCI di Indonesia. Target Pencapaian Akreditasi JCI RSCM Rencana Mock survey (Mei 2012) hingga Final Survey (November 2012) dan reakreditasi. Proses Pengumpulan data dimulai dari Januari 2012 Bagaimana cara RSCM untuk bisa terakreditasi JCI? Melaksanakan Action Plan : Lihat File Action Plan

10

Tabulasi Ringkasan Standard-Standard Akreditasi JCI Chapter IPSG

Tujuan 1. Strategi proaktif untuk mengurangi risiko kesalahan medis dan mencerminkan praktik yang baik sesuai anjuran pakar keselamatan pasien dunia. 2. Setiap pegawai & peserta didik bertanggung jawab dalam penerapan IPSG untuk mengembangkan atmosfir peningkatan mutu berkesinambungan.

ACC

1. Pelayanan harus lancar (seamless) sejak pasien masuk hingga keluar RS. 2. Perawatan harus lancar (seamless) bagi pemberi pelayanan dan bagi pasien. 3. Kebutuhan kesehatan pasien harus sesuai dengan pelayanan yang tersedia. 4. Pelayanan-pelayanan yang ada harus terkoordinasi. 5. Pemulangan pasien harus direncanakan dan ditindaklanjuti.

Area Fokus 1. Melakukan identifikasi pasien secara benar 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif 3. Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan kewaspadaan tinggi 4. Memastikan operasi dengan lokasi yang benar, prosedur yang benar, dan pasien yang benar.

Hal Penting - IPSG harus diterapkan dengan kepatuhan penuh. - Identifikasi pasien minimal dengan 2 identitas, termasuk peresepan obat, pelabelan, dsb. - Verbal order - Komunikasi saat operan tugas. - Pemberian obat high alert dengan double check - Penandaan lokasi operasi (marking site) di ruang rawat - Checklist Keselamatan Operasi - Kebersihan tangan pada 5 saat. - Pengkajian risiko jatuh untuk setiap pasien baru.

5. Mengurangi risiko infeksi RS 6. Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh 5 Area Fokus: 1. Sistim Admisi 2. Kontinuitas pelayanan 3. Pemulangan, rujukan, dan follow up. 4. Transfer pasien 5. Transportasi

- Skrining pasien saat kontak pertama - Pastikan apakah pelayanan yang dibutuhkan pasien dapat diberikan. - Kebijakan & prosedur terstandar untuk admisi & registrasi. - Kebijakan & prosedur pasien emergensi - Kebijakan & prosedur pasien observasi - Kebijakan & prosedur manajemen pasien bila bed tidak tersedia. - Kebijakan pemeriksaan lab yang dibutuhkan untuk pasien yang akan dirawat. - Pasien diinformasikan jika harus menunggu, keterlambatan, dan alasannya.

11

- Saat proses admisi diberikan informasi: 1. Jenis Perawatan 2. Outcome perawatan 3. Biaya 4. Informasi yang cukup untuk pengambilan keputusan - Identifikasi & implementasi hambatan fisik, bahasa, budaya pasien & kel. PFR

1. Pasien adalah unik sehingga harus ditangani secara individual. 2. Hak-hak mereka harus dihargai.

AOP

1. Proses pengkajian pasien yang efektif menghasilkan keputusan untuk kebutuhan tatalaksana pasien segera dan selanjutnya 2. Pengkajian pasien terdiri dari: - Pengumpulan informasi pasien - Analisis informasi ini - Membuat rencana perawatan

4 Area Fokus: 1. Identifikasi hak-hak pasien. 2. Informasikan hak pasien dengan cara yang dapat mereka pahami 3. Mendukung & Memberikan Hak Pasien 4. Edukasi Staf 5. General & Informed Consent 6. Penelitian 7. Donasi Organ 3 Area Fokus:

- Hak pasien untuk mendapat privacy, terutama pasien ibu hamil/ melahirkan, pasien saat diperiksa di Triase/ Ruang Observasi IGD - Hak pasien untuk second opini - Hak pasien untuk mendapat penterjemah akibat hambatan bahasa/ fisik. - Informed Consent

1. Mengumpulkan dan menganalisa data dan informasi pasien.

Initial Assessment medik & keperawatan harus dilengkapi dalam 24 jam pertama pasien masuk ruang rawat, mencakup 11 hal:

2. Pelayanan laboratorium

.

3. Radiologi & pencitraan Re-assessment DPJP tiap hari, dan perawat tiap shift.

 Proses asesmen      

Dokumentasi Status nutrisi Pain assessment Pasien high risk DPJP Kompetensi staf

12

 Hasil laboratorium, radiologi & pencitraan diagnostik tersedia dalam kerangka waktu tertentu.  Respon time pelaporan hasil kritis laboratorium & radiologi harus dimonitor  Indikator mutu  Program  Kalibrasi  Quality Control COP

1. Perawatan pasien adalah tujuan utama pelayanan kesehatan. 2. Untuk memberikan perawatan sebaik mungkin, RS harus: - Merencanakan dan memberikan pelayanan - Memonitor pasien untuk memahami hasil perawatan - Modifikasi perawatan sesuai keperluan

4 Area Fokus: 1. Pemberian perawatan untuk semua pasien. 2. Perawatan pasien berisiko tinggi & penyediaan layanan risiko tinggi. 3. Makanan & Terapi nutrisi 4. Manajemen nyeri & perawatan pasien terminal.

 DPJP, ijin, kompetensi  Penilaian awal & ulang  Care of Plan  Skala nyeri  Ada kebijakan/ SPO penentuan & identifikasi pasien berisiko  Kebijakan & SPO Dialisis  Kebijakan & SPO Pasien Usia Lanjut  Kebijakan & SPO Pasien Disabled  Kebijakan & SPO pasien Anak  Discharge planning  Instruksi pada lokasi yang sama  Form yang seragam  Prosedur harus tercatat  Komunikasi pasien/ keluarga (rencana –hal yg tak terduga)  Quality improvement

- Melengkapi perawatan - Rencanakan tindak lanjut. ASC

Anestesia, sedasi, dan operasi sering dilakukan & kompleks, membutuhkan: - Pengkajian lengkap & komprehensif - Perencanaan perawatan terintegrasi - Monitoring berkelanjutan

4 Area Fokus: 1. Organisasi & Manajemen 2. Pelayanan sedasi 3. Pelayanan anestesi 4. Pelayanan operasi

 Pelayanan Anestesi: kebijakan/ SPO pra-sedasi, sedasi sedang, & sedasi dalam.  Pengkajian pra anestesi dan pra induksi dilakukan oleh individu yang kompeten  Pasien di re-evaluasi sebelum induksi anestesi & hasil reevaluasi terdokumentasi.  Jadwal On-Call  Kompetensi staf  Careplan  Preop–durante-postop  Dokumentasi

13

 Informed Consent  Timeout  AB profilaksis, guideline

- Kriteria transfer - Rehabilitasi - Pemulangan MMU

PFE



PengelolaanPengg unaanProdukObat– obatan  Pengelolaan produk obat-obatan meliputi sistem dan proses penggunaan produk obatobatan.  Termasukdidalamn ya: o Adanya koordinasi diantara staf yang terlibat o Merancang suatu sistem farmasi dan formularium yang efektif o Pembelian/peng adaan dan penyimpanan o Pencatatan/ dokumentasi yang baik o Pengeluaran obat dari tempat penyimpanan o Pengawasan Edukasi pasien membantu pasien dan keluarga dalam memutuskan perawatan Proses yang terbaik: o Menggunakan cara pendekatan yang multidisiplin o Sesuai dengan

6 Fokus Area MMU: 1.

Seleksi & Pengadaan

2.

Penyimpanan

3.

Pemesanan & Pencatatan

4.

Penyiapan & Distribusi Obat

5.

Pemberian Obat

6.

Pemantauan

- Penggunaan obat di RSCM sesuai dengan hukum & regulasi pemerintah & memenuhi kebutuhan pasien. - Kebijakan standard penggunaan obat di seluruh RSCM, mis: Kebijakan Pemberian Obat harus mencakup kerangka waktu pemberian. - Peresepan obat dengan tulisan yang mudah dibaca, identitas pasien yang benar ( minimal 2 identitas), - Obat-obat yang sudah disiapkan harus diberi label, contoh: syringe, cup/ mangkuk. - Verifikasi obat-obat dengan resep & instruksi. - Pemberian obat sesuai waktu spesifik kebutuhan pasien.

4 Area Fokus: 1. Edukasi untuk mendukung keputusan pasien 2. Edukasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien 3. Pemberian edukasi secara kolaboratif. 4. Edukasi untuk

Edukasi diberikan sejak pasien masuk, selama perawatan sampai dengan pasien pulang dari rumah sakit.

Edukasi pada pasien & keluarga untuk pasien berisiko tinggi jatuh.

Perhatikan kenyamanan dan waktu pemberian edukasi.

mendukung perawatan di

14

preferensi pembelajaran individu, nilainilai (value), ketrampilan bahasa

rumah.

o Memberikan edukasi sesuai dengan waktu QPS

1.

2.

Meningkatkan kualitas secara keseluruhan yang berkesinambungan dan mengurangi kemungkinan risiko bagi pasien dan staf.

5 Area Fokus:

Risiko dapat ditemukan dalam proses klinikal dan lingkungan fisik.

4. Pengumpulan data untuk monitoring mutu dan tetapkan indikator

1. Kepemimpinan & perencanaan. 2. Menunjuk kepala bagian Quality & Risk 3. Redisain Proses

5. Analisis data

- Pelaporan insiden mulai dari near miss hingga sentinel event. - Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/ RCA) - Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) - SPO, PPM, Clinical Pathway, up date paling lambat 3 tahun sekali. - Indikator Medik (JCI Library & Non JCI Library) - Indikator Manajerial

PCI

- Pencegahan infeksi & program kontrol untuk mengurangi risiko memperoleh dan menularkan infeksi. - Menyusun programprogram yang efektif memiliki: o Pimpinan yang teridentifikasi o Staf yang terlatih dengan baik o Metode-metode untuk identifikasi & proaktif menunjukkan risiko infeksi.

6. Memilih prioritas dan proses perbaikan.

- Indikator IPSG

6 Area Fokus:

- Kompetensi ketua PPIRS

1. Program Kepemimpinan & koordinasi

- Mekanisme koordinasi aktivitas

2. Fokus kepada program

- Referensi yang digunakan dalam program

3. Prosedur isolasi

- Program sterilisasi

4. Teknik barrier &

- Cara menangani barang/ bahan infeksius

Kebersihan tangan. 5. Integrasi program dengan peningkatan mutu & keselamatan pasien 7. Edukasi staf tentang program2 tersebut.

- Pengkajian risiko infeksi saat renovasi/ pembangunan gedung. - Prosedur isolasi untuk pasien infeksi, pasien imunosupresi, dan untuk pasien penyakit menular. - Panduan cuci tangan sesuai dengan IPSG 5.

o Kebijakan &

15

Prosedur yang sesuai

- Cara edukasi tentang program kepada staf, pasien & keluarganya.

o Edukasi Staf

- Cara mengkomunikasikan kecenderungan infeksi dan informasi lainnya pada semua staf.

o Koordinasi keseluruh organisasi GLD

1. Pelayanan yang baik membutuhkan kepemimpinan efektif dan mempunyai komitmen yang kuat. 2. Kepemimpinan yang baik harus mampu: -

-

-

-

Mengidentifikas i misi organisasi dan memastikan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai misi tersebut. Mengkordinasik an dan mengintegrasika n kegiatankegiatan. Memahami bagaimana para staf bekerjasama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Mengatasi hambatan dan perselisihan antar bagian.

4 Fokus Area GLD:

Dewas:

- Dewan Pengawas RS - Direksi RS - Kepala Departemen/ Unit/ Bidang/ Bagian/ Instalasi - Etika organisasi

Penetapan, tanggung jawab & akuntabilitas Dewan Pengawas (Dewas) dideskripsikan dalam HBL, kebijakan & SPO Direksi: Struktur direksi Tugas & tanggung jawab Perencanaan dengan pimpinan masyarakat Menetapkan pelayanan & penyediaan alat/ obat/ fasilitas. Manajemen kontrak Menetapkan program HR yang seragam Kepala Dept/ Unit/ Bidang/ Bagian/ Inst: Tugas & tanggung jawab Proses rekomendasi ruang, alat & staf Proses monitoring kinerja mutu & staf

Terdapat evaluasi kinerja Dewas, Direksi & Kepala Dept/ Bidang/ Bagian/ Unit/ Instalasi. Etika Organisasi:

16

Kerangka kerja norma etik & hukum Isi dari dokumen panduan tersebut Aplikasi kergka kerja dan dokumen panduan tersebut bila timbul dilema etik dalam perawatan pasien. FMS

1.

2.

3.

Menyediakan fasilitas yang aman dan berfungsi baik, bagi fasilitas fisik, peralatan medis maupun sumber daya manusia. Pengelolaan fasilitas dan sumber daya manusia secara efektif. Pihak manajemen harus berusaha untuk: a. Mengurangi dan mengendalika n risiko yang dapat mengancam keselamatan pasien. b. Mencegah kecelakaan dan cedera kerja. c. Mempertahank an kondisi yang mendukung keselamatan pasien.

8 Area Fokus FMS: - Kepemimpinan dan perencanaan - Keselamatan dan keamanan - Bahan-bahan berbahaya - Pengelolaan kegawatdaruratan - Penanggulangan kebakaran - Peralatan medis - Sistem utilitas (listrik, air, dll) - Pendidikanstaf

- Perencanaan FMS mencakup pencegahan, deteksi dini, larangan, minimalisasi & jalur evakuasi saat kedaruratan kebakaran atau non kebakaran. - Pintu kebakaran tidak boleh terkunci - Pintu emergensi harus ditandai dengan jelas - Jalur evakuasi tidak boleh terhambat atau dipenuhi barangbarang.

17

SQE

o Pimpinan rumah sakit berkolaborasi untuk menentukan jumlah dan jenis sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk memenuhi misi rumah sakit. o Proses rekrutmen, evaluasi, dan penetapan staf harus dilakukan secara seragam dan terkordinasi baik.

5 Fokus Area SQE:

Perencanaan:

 Perencanaan

1. Cara penetapan kebutuhan jumlah & tingkat keahlian semua pegawai 2. Job desc 3. Proses rekrutmen pegawai 4. Penyusunan file setiap pegawai.

 Pendidikan dan Orientasi

Orientasi & Edukasi: 1. Proses orientasi di tingkat RSCM, tingkat unit/ Dept, & tingkat pekerjaannya. 2. Edukasi pegawai lama 3. Manajemen edukasi peserta didik

 Staf medis

 Staf perawat  Staf professional lainnya

4. Edukasi khusus: teknik resusitasi, dll. Staf medik: -

MCI

1. Setiap organisasi harus meningkatkan kemampuan untuk: a. Mengidentifika si informasi yang dibutuhkan b. Membentuk sistem manajemen informasi yang baik

6 Area Fokus MCI: - Adanya komunikasi dengan lingkungan setempat - Adanya komunikasi dengan pasien dan keluarga - Adanya komunikasi antara provider dengan organisasi diluar rumah sakit - Kepemimpinan dan perencanaan - Rekam medis pasien - Pengumpulan data dan informasi

Verifikasi primer kredensial dokter & perawat. Evaluasi kompetensi setahun sekali. Hasil evaluasi tercatat dalam file kredensial staf Evaluasi kompetensi mencakup 6 area: 1. Perawatan pasien 2. Pengetahuan klinik 3. Pembelajaran berdasarkan praktek 4. Kemampuan komunikasi 5. Profesionalisme 6. Praktek berdasarkan sistem

 Membuka pintu komunikasi adalah hal utama untuk meningkatkan keselamatan pasien  Pertimbangan khusus tentang sistem manajemen informasi adalah prinsip kerahasiaan dan keamanan untuk pasien  Rekam medis dengan format dan isi yang konsisten

18

c. Merumuskan dan mengumpulka n data dan informasi d. Menganalisa data dan mengubahnya menjadi informasi yang dapat digunakan e. Menyatukan dan menggunakan informasi yang ada

 Memahami pentingnya data & penggunaan data untuk meningkatkan kualitas & menjaga keselamatan pasien

19

MATRIKS PENERAPAN VISI MISI, NILAI-NILAI BUDAYA RSCM, & STANDARD JCI OLEH BERBAGAI JABATAN/ PROFESI DI RSCM Keterangan: K 1= Ka Dep

K 2 = Ko Adm

K3 = Ko Yanmas

K4 = Korlit

PIMPINAN UNIT/ DEPT

Visi & Misi RSCM Nilai-nilai Budaya RSCM Penerapan 5 R -Ringkas -Rapi -Resik -Rawat -Rajin Identifikasi pasien minimal dg 2 identitas: 1. Nama lengkap 2. Tanggal lahir 3. Nomor Rekam Medik Komunikasi Verbal dengan TBAK Operan pasien bermasalah dengan SBAR Elektrolit pekat tidak disimpan di ruang rawat , bila ada, memiliki label yg jelas & disimpan di tempat dg akses terbatas. Keselamatan operasi dengan- Protokol Universal: - Penandaan lokasi operasi - Verifikasi pra operasi - Time Out

K5 = KPS

K6 = Kodik

DPJP dan PPDS

PERA WAT

FARM ASIS

ADM

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √













√ √ √

√ √ √



√ √



√ √ √



√ √









K1

K2

K3

K4

K5

K6

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √













√ √ √

√ √ √

√ √ √











SECURITY, CLEANING SERVICE

ANALIS, TERAPI S, DIETISI EN, DLL

KETERANGAN

20

5 Saat utk Cuci Tangan:  Seblm & sesdh pegang pasien  Seblm & sesdh tindakan/ aseptik  Setlh terpapar cairan tubuh ps  Seblm & sesdh tindakan invasif  Setlh menyentuh lingkungan ps.

















Kriteria Pasien masuk dan keluar dari unit perawatan khusus Pengkajian awal pasien rawat inap dalam24 jam I utk 11 item: 1. Nyeri 2. Risiko jatuh 3. Status nutrisi 4. Status fungsional 5. Risiko dekubitus 6. Psikologis 7. Sosial 8. Obat-obatan 9. Alergi 10. Pendidikan 11. Bahasa Rekam Medik Rawat Jalan:  Diagnosis  Alergi Obat  Pengobatan yang didapat  Riwayat operasi/ tindakan  Riwayat perawatan di RS Resume pasien keluar: · Alasan perawatan, diagnosis, & komorbiditas · Temuan fisik & temuan lain yang signifikan · Prosedur diagnostik & terapi yang sudah diberikan.





















;





21

· Obat-obatan yang telah diberikan, termasuk obat untuk pulang. · Kondisi pasien saat pulang · Instruksi follow up. Instruksi follow up: · Dimengerti pasien & keluarga · Jadwal kontrol berikutnya · Kapan diperlukan perawatan urgen/ emergensi · Keluarga mendapat instruksi perawatan sesuai kondisi pasien. Merujuk pasien/ pasien pindah: · Merujuk pasien ke tempat yang memiliki pelayanan yang dibutuhkan & ada tempat. · Pemilihan transportasi sesuai kondisi pasien. · Disertai resume medik. · Resume medik mencakup status pasien, prosedur yg telah diberikan. · Jenis pelayanan yang dibutuhkan. · Siapa yang bertanggung jawab selama transfer. · Peralatan apa yang dibutuhkan saat perpindahan. · Selama transfer, pasien didampingi petugas RS dengan kompetensi sesuai kondisi pasien untuk memonitor kondisi pasien. · Rekam medik pasien: · Nama RS yang dituju & individu yang menerima pasien · Alasan merujuk · Kondisi pasien saat dirujuk · Perubahan kondisi pasien selama transfer Hak Pasien & keluarga yang merupakan materi edukasi · Kerahasiaan informasi pasien (termasuk penelitian dan pendidikan) Co: pembahasan kasus tidak di

































22

sembarang tempat. · Melibatkan pasien dan keluarga dalam proses perawatan . · Penjelasan komprehensif tentang kondisi kesehatan pasien dan diagnosis yang ditegakkan, termasuk kemungkinan prognosisnya secara tepat waktu dan komunikatif, termasuk mendukung second opinion · Informasi tentang hak dan tanggung jawabnya apabila menolak atau menghentikan perawatan · Bebas nyeri · Menghormati pasien kondisi terminal · Menghormati nilai budaya dan kepercayaan pasien & keluarganya. Informed Consent: Informasi komprehensif sebelum: · Anestesi, · Transfusi darah, · Dialisis, · Operasi · Penelitian · Donor Organ · Radioterapi · Radiologi Mencakup:  Kondisi pasien  Tindakan yang disarankan  Tim operator  Manfaat potensial dan kerugiannya  Alternatif lain  Probabilitas kesuksesan  Masalah yang mungkin timbul pada masa pemulihan  Hasil yang mungkin didapat bila tidak diberikan







23

tindakan tsb. Pengisian Obat di Kardeks Pasien Pembuatan resep dengan jelas & sesuai singkatan terstandar RSCM. Penyimpanan Obat2 LASA Daftar Obat High alert (Akan direvisi) Penggunaan Singkatan Terstandar Pemberian Obat dengan Prinsip 7 Benar: 1. Benar Pasien 2. Benar Obat 3. Benar Dosis 4. Benar Waktu 5. Benar Cara 6. Benar Dokumentasi 7. Benar Informasi Kebijakan Pelayanan Rekam Medis: Menuliskan nama dan waktu penulisan rekam medis Melaporkan setiap insiden (KPC, KNC, KTC, KTD, Sentinel Event). Kriteria Asesmen dan Reasesmen Nyeri di RSCM Kriteria Pasien Populasi Khusus di RSCM: - Pasien Anak - Ibu Hamil - Pasien Usia Lanjut

√ √













√ √

√ √





√ √ √ √

















√ √

√ √

√ √

√ √

√ √

√ √

√ √

√ √

√ √

Pemilahan dan pembuangan sampah sesuai kategori Prosedur Kebersihan Tangan Pencegahan dan Penanganan Tertusuk Jarum

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √

Daftar Single Use dan Re-Use Items Kriteria dan Alur Sterilisasi Kewaspadaan Isolasi Konsisten menggunakan APD (Tambah tabel penggunaan APD pada berbagai kondisi)

√ √ √ √



√ √ √ √





√ √

√ √

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √

√ √









√ √







√ √ √

√ √

√ √ √

√ √ √

√ √

√ √

24

Memiliki catatan yang lengkap dari setiap peserta didik: status pendaftaran, lisensi, sertifikat, klasifikasi akademik, hasil pembelajaran/ nilai akademik. Memiliki kriteria kompetensi peserta didik untuk setiap tahap. Ada mekanisme pengawasan yg efektif utk peserta didik oleh DPJP: Tanggung jawab tidak dilimpahkan ke PPDS Penelitian Informed Consent penelitian mencakup: - Manfaat - Ketidaknyamanan & risiko - Alternatif penelitian - Prosedur - Hak menolak & mundur & dijamin tidak dibedakan pada pelayanan selanjutnya -Melindungi subyek dan informasinya. Orientasi pegawai baru (SDM) 1. Orientasi RSCM secara umum (Termasuk employee health plan) 2. Orientasi tempat/ lingkungan kerja 3. Orientasi spesifik pekerjaan Pelatihan Basic Life Support tiap 2 tahun Pelatihan ATCLS tiap 2 tahun Pelatihan menghadapi kebakaran Pelatihan menghadapi gempa Update terbaru data pelatihan, lisensi, sertifikat, kompetensi seluruh pegawai Survey yang dilakukan di Unit Kerja: Kepuasan Pasien























√ √ √ √



















√ √ √ √ √









√ √ √

√ √ √

√ √ √

√ √ √













25

Kepuasan Pegawai Kepuasan Peserta Didik Budaya Keselamatan Pasien Ronde Keselamatan Pasien Pencatatan & pelaporan indikator IPSG Pencatatan & pelaporan indikator klinik Pencatatan & pelaporan indikator manajerial Semua Alat Harus Memiliki Instruksi Kerja dan Setiap Pengguna Harus Mengoperasikan Alat Sesuai Instruksi Kerja yang Ada. (FMS) Penggunaan APAR & ERP Kepatuhan pada PPM/ Clinical Pathway Metode Komunikasi Internal RSCM (MCI) Kebijakan dan SPO tentang Code Blue (ASC & COP) Tabel

√ √ √ √ √ √

√ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √



√ √

























√ √

√ √

√ √



√ √

26

KEBIJAKAN & PROSEDUR SESUAI STANDAR JCI SASARAN KESELAMATAN PASIEN INTERNASIONAL SPO Identifikasi Pasien Pengertian: Identifikasi pasien adalah suatu upaya pengecekan Identitas pasien selama berlangsungnya proses pelayanan di rumah sakit yang menggunakan minimal 2 identitas pasien. Prosedur: 1. Identifikasi pasien dilakukan mulai saat pasien mendaftar, memperoleh pelayanan sampai pasien pulang terutama pasien anak dan bayi. 2. Identifikasi pasien yang benar meliputi:  Nama lengkap pasien  Tanggal lahir pasien  Nomor rekam medis 3. Identifikasi pasien secara verbal menggunakan minimal 2 identitas pasien yaitu nama lengkap pasien dan tanggal lahir. 4. Setiap sebelum memberikan pelayanan pasien, petugas kesehatan harus melakukan identifikasi pasien. 5. Gunakan komunikasi aktif (berupa pertanyaan terbuka) dalam mengidentifikasi pasien. Awali dengan petugas memperkenalkan diri pada pasien. Jangan menyebutkan nama atau menanyakan apakah nama pasien sudah benar. Sebaliknya, minta pasien untuk menyebutkan namanya. 6. Petugas kesehatan memberikan pertanyaan terbuka menanyakan nama lengkap pasien; “Siapa nama lengkap Bapak / Ibu?” 7. Saat pasien menyebutkan nama lengkapnya, petugas kesehatan mencocokkan dengan gelang identitas pasien. 8. Petugas kesehatan memberikan pertanyaan terbuka menanyakan tanggal lahir pasien; “Kapan tanggal lahir Bapak / Ibu?” 9. Saat pasien menyebutkan tanggal lahirnya, petugas kesehatan mencocokkan dengan gelang identitas pasien. 10. Bila kedua identitas yang disebutkan pasien telah sesuai dengan yang tercantum dalam gelang identitas, maka petugas kesehatan dapat melanjutkan pelayanan medis yang akan diberikannya. 11. Bila salah satu identitas yang disebutkan pasien tidak sesuai dengan yang tercantum dalam gelang identitas, maka petugas kesehatan dapat melakukan konfirmasi pada keluarga pasien, mencocokkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pasien, atau tanda identitas lain yang dimiliki pasien (SIM, Paspor).

27

12. Petugas kesehatan menjelaskan kepada pasien mengenai pelayanan medis yang akan diberikannya. 13. Pada kondisi pasien yang tidak dapat berkomunikasi mis : pasien tidak sadar , terpasang ventilator, sedang dalam perawatan intensif, tidak dapat berkomunikasi karena terhalang masalah bahasa dan tidak ada penterjemah, karena usia (bayi), gangguan kognitif (dementia atau kelainan mental), kondisi medis (koma,dll), Identifikasi dilakukan dengan memeriksa Nama lengkap pasien dan Identitas lain (seperti tanggal lahir, KTP) pada gelang identitas pasien, dicocokan dengan informasi yang telah dimiliki rumah sakit (rekam medis, resep, atau tabung specimen). 14. Identifikasi pemberian transfusi darah dengan melakukan proses verifikasi oleh dua orang petugas, menggunakan Checklist Pemberian Transfusi Darah. 15. Untuk identifikasi pasien terlantar/ tidak ada keluarga, petugas kesehatan yang memasang gelang identitas pasien harus menuliskan tanggal dan jam masuk rumah sakit pada gelang identitas. 16. Identifikasi pasien terlantar/ tidak ada keluarga (Mr X1, Mr X2 dst) dengan mencocokkan gelang identitas pasien yang meliputi nama pasien, tanggal dan jam masuk rumah sakit dan nomor rekam medis. 17. Identifikasi bayi baru lahir, adalah dengan memberikan gelang identitas bayi lahir dengan memberikan nama lengkap ibu (Contoh: By Ny. Ana Suryana) dan nomor rekam medis ibu. Dalam waktu 24 jam pada gelang identitas bayi ditambahkan nomor rekam medis bayi dan dibuatkan rekam medik baru dan terpisah dari ibu. 18. Identifikasi bayi kembar baru lahir, adalah dengan memberikan gelang identitas sesuai waktu bayi lahir dengan memberikan nama ibu dan nomor rekam medis ibu ditambah nomor urut kelahiran (Contoh: By Ny. Ana Suryana 1, By. Ny Ana Suryana 2). 19. Identifikasi pasien kembar yang masuk perawatan bersamaan adalah dengan memastikan identitas yang diberikan oleh orang yang benar-benar mengetahui identitas masing-masing pasien misalnya kedua orang tua pasien. Pemasangan gelang identitas pasien langsung dipasangkan satu persatu setelah pembuatan label. Bila ada tanda lahir khusus dicatat dalam rekam medis pasien pada bagian kanan atas lembar pertama lembar Data Dasar. 20. Identifikasi pada pasien yang tidak mungkin atau tidak kooperatif untuk dipasang gelang identitas (Contohnya pada pasien yang tidak memiliki extremitas, pasien dengan luka bakar, atau pasien dengan gangguan psikiatri yang tidak kooperatif) dilakukan dengan menggunakan mencocokkan foto pasien yang dicantumkan di rekam medis. Gelang identifikasi dapat dipasangkan pada tali, kemudian dikalungkan di leher pasien atau ditempelkan pada rekam medis pasien Proses dokumentasi foto pasien dilakukan di semua area Rumah Sakit 21. Dokumentasi foto pasien yang menjalani operasi wajah dalam beberapa tahap dilakukan oleh dokter yang melakukan operasi. 22. Pada pasien dari rumah sakit lain yang akan melakukan pemeriksaan dan sudah memakai gelang identitas RS yang merujuk, tetap dipertahankan. Bila pemeriksaan mengharuskan pemasangan gelang identitas, dipasang gelang identitas baru.

28

SPO GELANG IDENTITAS PASIEN Pengertian: Proses identifikasi pasien selama berlangsungnya prosedur pelayanan di rumah sakit dengan pemasangan gelang identitas yang terdiri dari minimal 2 (dua) identitas berupa nama lengkap dan tanggal lahir/ umur/ nomor rekam medis Prosedur: 1. Setiap pasien baru/ lama yang terdaftar di UGD dan P3RN diberikan gelang identitas. 2. Label pada gelang identitas pasien memuat 4 (empat) identitas pasien, yaitu nama lengkap di sisi kiri atas, tanggal lahir/ umur di sisi kiri bawah, jenis kelamin (P untuk perempuan dan L untuk laki-laki) di sisi kanan bawah, dan nomor rekam medis di sisi kanan atas. Tn. Abdul Fathir 13 Februari 1972 (29) 3.

313.10.88

L

Pasien yang masuk melalui IGD, gelang dipasangkan oleh petugas triage ( dokter/perawat ). Pasien rawat inap yang masuk melalui rawat jalan, dipasang gelang oleh petugas P3RN. Pasien rawat inap kelas khusus dipasangkan gelang di bagian admisi oleh petugas unit kerja tersebut. Pasien rawat jalan dan pasien rujukan dari rumah sakit lain yang akan mendapat tindakan invasif, pemasangan dan penglepasan gelang identitas dilakukan oleh petugas di unit kerja prosedur/ tindakan dilaksanakan.

4. 5.

Petugas menanyakan nama lengkap dan tanggal lahir pasien sebelum memasangkan gelang identitas pasien. Pasien yang masuk melalui IGD, gelang dipasangkan oleh petugas triage ( dokter/perawat ). Pasien rawat inap yang masuk melalui rawat jalan, dipasang gelang oleh petugas P3RN. Pasien rawat inap kelas khusus dipasangkan gelang di bagian admisi oleh petugas unit kerja tersebut. Pasien rawat jalan dan pasien rujukan dari rumah sakit lain yang akan mendapat tindakan invasif, pemasangan dan penglepasan gelang identitas dilakukan oleh petugas di unit kerja prosedur/ tindakan dilaksanakan.

6. 7.

Petugas menanyakan nama lengkap dan tanggal lahir pasien sebelum memasangkan gelang identitas pasien. Pasang gelang identitas pasien pada tangan yang tidak dipasang infus.

29

8.

Pasang gelang identitas pasien dengan memberi ruang/ jarak kulit dengan gelang ± 2 cm. (lihat gambar)

Bila selama perawatan gelang identitas rusak atau terjadi infeksi pada lokasi pemasangan gelang, maka penggantian gelang dimintakan di bagian admisi atau P3RN oleh perawat ruang rawat. 10. Gelang identitas dilepaskan di ruang rawat bila pasien pulang atau meninggal oleh perawat penanggung jawab pasien. Pada pasien yang meninggal gelang diganti dengan label dari kamar jenazah. 11. Petugas melepaskan gelang identitas dengan cara memasukkan jari diantara tangan pasien dan gelang Identitas kemudian menggunting gelang identitas tersebut. 12. Cara pengguntingan lihat gambar. 9.

13. Gelang yang sudah digunting dibuang ke tempat sampah. 14. Bila pasien menolak pemasangan gelang identitas maka pasien harus menandatangani formulir penolakan tindakan.

30

SPO Gelang Risiko Pengertian: 1. Proses identifikasi pasien yang berisiko alergi, jatuh, DNR (do not resuscitate), pemasangan implant radioaktif dan keterbatasan extremitas dengan pemasangan gelang risiko. 2. Gelang risiko adalah gelang yang dipasang setelah dilakukan pengkajian awal keperawatan dan dinyatakan berisiko. 3. Gelang DNR dipasang setelah diputuskan oleh DPJP dan disetujui oleh keluarga dengan menandatangani informed consent. Prosedur: 1. Pemasangan gelang risiko dilakukan sesuai hasil pengkajian awal keperawatan dan pasien dinyatakan berisiko oleh perawat penanggung jawab. 2. Perawat berkoordinasi dengan DPJP tentang hasil penilaian risiko. 3. Pemasangan gelang risiko disesuaikan dengan warna yang mewakili makna masing-masing. 4. Gelang warna merah: untuk Risiko Alergi. 5. Gelang warna kuning: untuk Risiko Jatuh. 6. Gelang warna ungu: untuk Do Not Resuscitate 7. Gelang warna abu-abu: untuk pasien yang mendapat Implant Radioaktif, 8. Gelang warna putih: untuk risiko Keterbatasan ektremitas. 9. Perawat mengidentifikasi pasien dengan komunikasi aktif ketika akan memasang gelang risiko. 10. Jelaskan pada pasien/ keluarga tujuan pemasangan gelang risiko. Pasang gelang risiko dengan arah tulisan seperti pada gambar di bawah.

11. Gelang dipasang pada area tangan yang tidak terpasang infus. 12. Bila selama perawatan gelang risiko rusak atau terjadi infeksi pada lokasi pemasangan gelang, maka gelang harus diganti dengan persediaan yang ada di ruang rawat. 13. Gelang risiko dilepaskan oleh perawat bila pasien pulang/ meninggal/ atau risiko berubah menjadi risiko rendah. 14. Setelah gelang dilepas lakukan desinfeksi dengan alkohol swab, kemudian gelang disimpan pada tempatnya untuk digunakan kembali. 15. Bila pasien menolak pemasangan gelang risiko, maka pasien harus menandatangani surat penolakan tindakan. 31

SPO Komunikasi Efektif Pengertian : Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara akurat, lengkap, dimengerti, tidak duplikasi, dan tepat kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan menggunakan tulisan, verbal atau elektronik. Prosedur: Metode Komunikasi Verbal 1. Tenaga kesehatan yang melaporkan kondisi pasien/ hasil test laboratorium yang kritis kepada DPJP menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation - Background – Assessment – Recommendation) lihat IK Komunikasi Efektif. 2. Ketika dokter memberi instruksi verbal maka tenaga kesehatan menerapkan write down read back/ TBaK  Tulis Baca Kembali. 3. Tenaga kesehatan yang menerima instruksi per telepon/ lisan/ hasil test laboratorium yang kritis, menuliskan/ Tulis (write down) pesan yang disampaikan pengirim di catatan terintegrasi 4. Petugas yang menerima instruksi secara verbal / lisan bertanggung jawab untuk mencatat instruksi tersebut pada lembar catatan terintegrasi di status rekam medis pasien meliputi : a. Tanggal dan jam pesan diterima. b. Dosis yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik untuk menghindari kesalahan penafsiran. 5. Khusus untuk verbal order peresepan obat oleh dokter lihat di IK Permintaan Lisan No: IF.PF. IK. 315. 6. Setelah dituliskan, pesan/ hasil test laboratorium yang kritis diBacakan Kembali /BaK (read back) kepada pengirim pesan per telepon/ lisan untuk konfirmasi kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk nama pasien, tanggal lahir dan diagnosis. 7. Tulis nama dokter yang memberikan pesan. 8. Tulis nama dan tanda tangan petugas yang menerima pesan. 9. Verifikasi dokter pengirim pesan dengan menandatangani catatan pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam. Metode Komunikasi Tertulis: 1. Komunikasi tertulis merupakan metode komunikasi yang lebih akurat daripada komunikasi verbal, namun kesalahan masih mungkin terjadi. 2. Penulisan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat terbaca dengan jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi. Setiap penulisan instruksi harus disertai dengan nama lengkap dan tanda tangan penulis, serta tanggal dan waktu penulisan instruksi. 32

3. Hindari penggunaan singkatan, akronim, dan simbol yang berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi dan dokumentasi medis (misalnya catatan lanjutan keperawatan, anamnesis, pemeriksaan fisis, pengkajian awal keperawatan, media elektronik, dan sebagainya). Lihat Buku Standar Singkatan RSCM untuk panduan penggunaan Singkatan di RSCM.

33

PENERAPAN 7 BENAR DALAM MENUNJANG MEDICATION SAFETY (bagi dokter, farmasis, dan perawat) 1. Benar Pasien:  Gunakan minimal 2 identitas pasien.    

Cocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis. Anamnesis riwayat alergi. Anamnesis kehamilan/ menyusui. Anamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini dan buat daftar obatobat tersebut.  Bandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang digunakan pasien di rumah (termasuk kelalaian, duplikasi, penyesuaian, kehilangan/ menghilangkan, interaksi, atau tambahan obat).  Identifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan kewaspadaan tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten  double check. 2. Benar Obat    

  

Beri label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat, baskom obat), dan larutan lain. Obat dan larutan lain di lokasi perioperatif atau ruang prosedur yang tidak akan segera dipakai juga harus diberi label. Pemberian label di lokasi perioperatif atau ruang prosedur dilakukan setiap kali obat atau larutan diambil dari kemasan asli ke tempat lainnya. Pada label, tuliskan nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas, pengenceran dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak digunakan dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam. Semua obat atau larutan diverifikasi oleh 2 orang secara verbal dan visual jika orang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya ke pasien. Pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat disiapkan jika tidak segera diberikan. Jangan memberi label pada syringes atau tempat kosong, sebelum obat disiapkan/ diisi. 34

  

  

Siapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk satu obat atau larutan pada satu saat. Buang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya. Buang semua tempat obat berlabel di lokasi steril segera setelah operasi atau prosedur dilakukan (ini berarti tempat obat orisinal disimpan sampai tindakan selesai). Saat pergantian tugas/ jaga, review semua obat dan larutan oleh petugas lama dan petugas baru secara bersama. Ubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat. Kebenaran jenis obat yang perlu kewaspadaan tinggi di cek oleh dua orang yang kompeten  double check.

3. Benar Dosis 

Dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi, dihitung &

 

dicek oleh dua orang yang kompeten  double check. Jika ragu konsultasi ke dokter yang menulis resep. Berkonsentrasi penuh saat menyiapkan obat, dan hindari gangguan.

4. Benar Waktu  

 

Sesuai waktu yang ditentukan: sebelum makan, setelah makan, saat makan. Perhatikan waktu pemberian: 3 x sehari  tiap 8 jam. 2 x sehari  tiap 12 jam. Sehari sekali  tiap 24 jam. Selang sehari  tiap 48 jam Obat segera diberikan setelah diinstruksikan oleh dokter. Belum memasuki masa kadaluarsa obat.

5. Benar Cara/ Route Pemberian  Cara pemberian obat harus sesuai dengan bentuk/ jenis sediaan obat: - Slow-Release tidak boleh digerus - Enteric coated tidak boleh digerus.  Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/ sirup.  Pemberian antar obat sedapat mungkin berjarak.  Jadwal pemberian obat dan nutrisi juga berjarak. 35

6. Benar Dokumentasi     



 

Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus didokumentasikan. Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan tanda tangan/ paraf yang melakukan. Setelah memberikan obat, langsung di paraf dan diberi nama siapa yang memberikan obat tersebut. Setiap perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat harus diberi nama & paraf yang mengubahnya. Jika ada coretan yang harus dilakukan: buat hanya satu garis dan di paraf di ujungnya: Contoh: Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd  Lasix inj, 1 x 40 mg iv. Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden + Formulir Pelaporan Efek Samping Obat. Pelaporan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien di Unit Pelayanan Jaminan Mutu. Pelaporan Efek Samping Obat dikirim ke Komite Farmasi dan Terapi. Dokumentasikan Kejadian Nyaris Cedera terkait pengobatan  Form Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien. Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan  Form Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.

7. Benar Informasi     

Semua rencana tindakan/ pengobatan harus dikomunikasikan pada pasien & atau keluarganya, termasuk pasien di ICU (hak pasien!). Jelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar. Jelaskan efek samping yang mungkin timbul. Rencana lama terapi juga dikomunikasikan pada pasien. Tips: semua informasi yang telah diberikan pada pasien & keluarganya ini ditulis dalam “Form Penjelasan & Pendidikan Dokter kepada Pasien” yang ada di dalam paket rekam medik dan ditandatangani oleh dokter dan pasien/ keluarga pasien.

36

SPO Pelaporan Hasil Tes Kritis Pengertian: 1. Proses penyampaian tes kritis / hasil kritis kepada dokter yang merawat pasien. 2. Nilai Hasil Kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostik/ penunjang yang memerlukan penanganan segera. 3. Pelaporan Hasil Kritis adalah proses penyampaian nilai hasil pemeriksaan yang memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan ke DPJP secepat mungkin dalam waktu kurang dari 1 jam. Prosedur : 1. Dokter/ petugas laboratorium, radiologi dan perawat yang melakukan perekaman EKG menyampaikan hasil kritis ke unit rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat. 2. Dokter/ petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat TANGGAL dan WAKTU menelpon, NAMA LENGKAP PETUGAS KESEHATAN YANG DIHUBUNGI dan NAMA LENGKAP YANG MENELEPON. 3. Dokter/ petugas yang menerima laporan, harus mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau informasi lain terkait klinis. 4. Dokter/ petugas yang menerima hasil kritis menggunakan teknik komunikasi verbal Tulis (write back)/ Baca Kembali (read back); proses pelaporan ini ditulis di dalam rekam medis (form catatan perkembangan terintegrasi). 5. Semua nilai kritis/ interpretasi selanjutnya disampaikan melalui formulir hasil pemeriksaan sesuai dengan SPO Penyerahan Hasil. 6. Dokter/ petugas yang menerima hasil kritis menerapkan mekanisme pelaporan hasil kritis sebagai berikut: a. 15 menit pertama: harus segera melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke langkah berikut : b. 15 menit ke dua: harus melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke langkah berikut: c. 15 menit ke tiga: Bila hari kerja dapat menghubungi: Divisi departemen terkait Bila di luar jam kerja/ hari libur menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil menghubungi ke langkah berikut d. 15 menit ke empat: menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil juga maka dapat menghubungi urutan pimpinan sebagai berikut: 1. Kepala IGD, jika tidak dapat dihubungi, 2. Kepala ICU, jika tidak dapat dihubungi 3. Direktur Medik &Keperawatan e. Dokter yang dilaporkan tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut, bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap pasien. 37

SPO Keselamatan operasi Pengertian: Keselamatan Operasi adalah upaya mencegah terjadinya kesalahan pasien, prosedur, dan sisi operasi pada semua pasien yang akan dilakukan tindakan operasi baik yang telah dijadwalkan (operasi elektif) maupun operasi cito (emergency) Prosedur: A. PERSIAPAN PASIEN DI RUANG RAWAT DAN IGD 1. Operator/ dokter bedah dan anestesi bersama perawat memberi penjelasan pada pasien dan keluarganya mengenai prosedur dan tahapan operasi yang akan dijalani oleh pasien sebelum operasi dilakukan, serta penyulit dan komplikasi yang mungkin akan terjadi pada saat dilakukan. 2. Memastikan pasien atau keluarganya memahami prosedur yang akan dilakukan, memberi persetujuan dan menandatangani surat persetujuan operasi (informed consent ) dan formulir KIE. 3. Operator yang akan melakukan operasi memberikan penandaan lokasi/ sisi operasi dengan melibatkan pasien, jika pasien dan keluarga tidak memungkinkan, dapat diwakilkan oleh dokter/perawat (pra bedah, penandaan kebijakan/sop). 4. Pada neonatus dan pasien luka bakar tidak diberikan marking namun digambar dalam rekam medis pasien. 5. Persiapan operasi elektif di ruang rawat dilakukan paling lambat 24 jam sebelum operasi dilakukan. B.

PERSIAPAN SEBELUM DILAKUKAN INDUKSI ANESTESI (THE SIGN IN) DI HOLDING AREA 1. Memastikan identitas pasien sesuai dengan yang tertulis pada gelang identitas pasien. 2. Melibatkan pasien dalam verifikasi kebenaran lokasi operasi bila pasien dalam keadaan sadar atau memastikan kebenaran lokasi operasi berdasarkan rekam medis dan hasil pemeriksaan penunjang pasien (misalnya hasil rontgen, CT Scan, MRI, dll). 3. Bila pasien dalam keadaan sadar, pastikan bahwa pasien telah diinformasikan sebelumnya dan mengerti tentang prosedur dan langkah – langkah yang akan dilakukan sebelum, saat dan setelah operasi 4. Memastikan bahwa pasien atau keluarganya telah menandatangani Surat Ijin Operasi (informed Consent Form) 5. Memastikan alat Pulse Oximeter sudah terpasang dan berfungsi dengan baik. 6. Memeriksa kelengkapan dan ketersediaan obat – obat anestesi dan mesin anestesi, serta memastikan mesin anestesi tersebut dapat berfungsi dengan baik. 7. Memastikan riwayat alergi pasien, risiko aspirasi maupun risiko terjadinya keadaan darurat termasuk risiko perdarahan dan kesiapan alat, obat, akses intravena maupun transfusi darah yang mungkin diperlukan pada saat dan setelah operasi. 8. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada sign in. 38

C.

PERSIAPAN SEBELUM DILAKUKAN INSISI KULIT (THE TIME OUT) 1. Perawat sirkulasi, miminta semua anggota Tim memperkenalkan diri dan menyebutkan tugas masing – masing. 2. Dokter operator memastikan nama lengkap pasien, prosedur tindakan dan lokasi insisi yang akan dilakukan, 3. Dokter operator menanyakan kepada dokter anestesi atau perawat dalam tim apakah antibiotik sudah diberikan 30 menit sebelumnya. (sebutkan nama antibiotik dan dosisnya). 4. Perawat sirkulasi, menanyakan kepada dokter operator langkah yang akan dilakukan oleh operator bila terjadi kondisi kritis atau kejadian yang tidak diharapkan, lamanya operasi dan antisipasi apa yang dilakukan bila pasien kehilangan darah. 5. Perawat sirkulasi menanyakan kepada dokter anestesi apakah ada hal khusus yang perlu diperhatikan dan kepastian kapan dan dalam kondisi apa central line cateter akan dipasang. 6. Perawat sirkulasi menanyakan sterilitas alat dan fungsi alat – alat bedah yang digunakan dalam operasi, serta memastikan foto rontgen/ CT Scan/ MRI telah ditayangkan dan posisi foto tidak terbalik. 7. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada time out. 8. Bila dalam proses time out belum sempurna, anggota tim operasi dapat menghentikan prosedur itu. Semua anggota tim mempunyai tanggung jawab untuk bicara jika mereka mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien. Prosedur belum dapat dimulai masalah belum terpecahkan.

D.

PERSIAPAN SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN RUANG OPERASI (THE SIGN OUT) 1. Perawat sirkulasi menanyakan nama prosedur tindakan, perhitungan jumlah instrumen, kasa dan jarum yang telah digunakan selama operasi, pemberian label pada specimen yang telah dituliskan nama pasien dan asal jaringan specimen, serta apakah ada masalah peralatan selama operasi berlangsung 2. Lengkapi formulir instrumen yang digunakan setelah tindakan operasi (tidak boleh kosong) 3. Dokter operator, dokter anestesi dan tim perawat secara berurutan menyampaikan masalah utama yang harus diperhatikan untuk penyembuhan dan penatalaksanaan pasien selanjutnya dan dituliskan pada rekam medis pasien. 4. Selama diruang pemulihan pasien harus diobservasi dan didokumentasikan hasil observasinya di lembar observasi 5. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada sign out.

E. PENYIMPANAN DOKUMEN. Form Cheklist Keselamatan Operasi disimpan di kamar operasi tidak di dalam status rekam medis. 39

SPO Keselamatan Prosedur Invasif Pengertian : Prosedur Invasif: Tindakan atau teknik yang mencakup pemasukkan jarum, probe, atau alat lain ke dalam tubuh untuk tujuan Kondisi emergensi: Kondisi akut dan berpotensi mengancam nyawa atau menggangu fungsi tubuh. Protokol universal: Proses yang menggunakan “komunikasi aktif” untuk menghilangkan risiko salah lokasi, salah prosedur, salah pasien. Protokol universal didokumentasikan sesaat sebelum dimulainya prosedur Time Out. Lakukan prosedur Time Out sebelum memulai prosedur: 

Benar identitas pasien, Benar prosedur, Benar posisi, Benar lokasi dan sisi, Benar penandaan (Jika diindikasikan)



Informed consent sudah dikonfirmasi dengan pasien



Tersedia sistem implant (Jika memungkinkan),



Tersedia peralatan khusus (Jika diindikasikan)



Seluruh obat dan cairan yang digunakan dalam prosedur ini sudah diberi label yang sesuai



Benar diagnosis dan hasil pemeriksaan radiologi (Contoh: gambar dan hasil scan radiologi, atau hasil patologi dan biopsy) yang diberi label yang sesuai.



Tersedia produk darah yang dibutuhkan atau telah dilakukan skrining golongan darah dan cross match.

Komunikasi Aktif: komunikasi antara petugas kesehatan yang dilakukan secara oral atau dengan tindakan untuk memastikan benar: pasien, prosedur, dan sisi. Pasien harus turut berpartisipasi dalam proses verifikasi ( jika memungkinkan).

40

Prosedur Invasif Risiko Minimal: Prosedur invasif yang dilakukan dengan memakai lokal dan tidak menyebabkan cedera pada tubuh atau komplikasi yang membutuhkan tatalaksana di level pelayanan yang lebih tinggi.

anestesi

Prosedur invasive risiko minimal harus memenuhi setidaknya satu dari criteria berikut ini: 

Tidak mencakup penetrasi organ dalam rongga tubuh.

Dapat dilakukan dengan visualisasi langsung, palpasi, atau penuntun indirek (contoh: ultrasound, CT, Fluoroskopi, MRI). Jika menggunakan instrumentasi endoskopi, struktur yang divisualisasi harus juga dapat diakses dengan bantuan speculum atau cermin contoh seperti fiberoptik laryngoskopi atau pemeriksaan serviks dan vagina. Prosedur tidak mencakup penetrasi organ internal atau struktur internal yang berada di dalam rongga tubuh.diagnosis dan/ atau terapi. 

Tindakan ini sudah mendapat

persetujuan dari

kepala unit pelayanan prosedur

invasif terkait

Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi : Prosedur invasif yang memenuhi satu dari kriteria berikut: 

Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas.



Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum.



Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.



Mencakup: o

Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh

o

Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat dilihat dengan cara lain.

o 

Kanulasi central venous system atau sistem arterial

Tindakan ini sudah mendapat

persetujuan dari

kepala unit pelayanan prosedur

invasive terkait. 41

Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi : Prosedur invasif yang memenuhi satu dari kriteria berikut: 

Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas.



Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum.



Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.



Mencakup: o

Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh

o

Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat dilihat dengan cara lain.

o 1.

Kanulasi central venous system atau sistem arterial

Verifikasi tambahan dan verifikasi final lokasi prosedur akan dilakukan selama Time Out yang diinisiasi oleh tenaga kesehatan yang melakukan prosedur

2.

Anggota Komite Prosedur akan berkomunikasi secara aktif mengenai lokasi prosedur sebagai bagian dari verifikasi final proses Time Out.

3.

Pasien yang menolak penandaan lokasi tindakan, harus menandatangani form penolakan penandaan lokasi tindakan.

4.

Pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penandaan, maka dibuat penandaan pada gambar tubuh manusia di status rekam medis pasien. Apabila gambar tubuh manusia tidak tersedia maka harus digambar secara manual.

5.

Prosedur pengecualian penandaan antara lain: a.

Prosedur yang mencakup aspirasi bone marrow, pemasangan arteri line, vena central, epidural atau tindakan yang menggunakan cateter

b.

Prosedur dimana teknik lokalisasi radiografik atau radioisotope digunakan sebagai salah satu cara mengidentifikasi lesi. 42

c. Prosedur dimana terdapat lokasi tambahan, dan lokasi tersebut merupakan lokasi injeksi radioisotope, atau lokasi tambahan, harus ditandai jika diindikasikan. d.

Prosedur yang dilakukan pada organ soliter (contoh: pituitary, jantung, trakea, esophagus, lambung, pancreas, hati, limpa, kolon, rectum, vagina, cerviks, uterus, uretra, kandung kemih, skrotum, penis atau prostat) atau dengan pendekatan tunggal ke dalam salah satu rongga tubuh seperti abdomen, atau mediastinum, (termasuk proseur invasive minimal laryngoscopy atau cystoskopi) atau prosedur orificium alami (contoh eksisi transanal atau transvaginal) tidak membutuhkan penandaan.

6.

e.

Lokasi di permukaan mukosa dan perineum tidak perlu dilakukan penandaan.

f.

Prosedur pada neonatus dan pasien luka bakar.

Time Out ( Proses Verifikasi Terakhir) Proses Time Out dilakukan: a.

Di lokasi dimana prosedur invasif akan dilakukan.

b.

Sebelum insersi jarum, probe atau alat lainnya.

c. Seluruh tim pelaksana prosedur harus menggunakan teknik “Komunikasi Aktif” (secara oral atau melalui beberapa tindakan). d.

Bila proses Time Out tidak benar, atau tidak lengkap, siapapun dalam tim prosedur dapat menghentikan dimulainya prosedur.

7.

1.

Semua anggota tim memiliki tanggung jawab untuk berbicara bila mereka mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kualitas perawatan pasien.

2.

Prosedur tidak akan dilanjutkan sampai semua masalah selesai.

Dokumentasi Time Out (Proses Verifikasi Terakhir) Harus didokumentasikan di Catatan Protokol Universal yang disetujui institusi dan meliputi: Time Out sebelum memulai prosedur: a.

Benar identitas pasien 43

b.

Benar prosedur

c. Benar posisi

8.

d.

Benar sisi dan lokasi

e.

Benar lokasi penandaan (sesuai indikasi)

f.

Persetujuan prosedur dikonfirmasi ulang dengan pasien.

g.

Implant atau alat khusus tersedia jika diperlukan.

h.

Semua obat dan cairan yang digunakan di dalam prosedur, diberi label dengan tepat.

Tinjauan Proses Protokol Universal Komite Prosedur akan bertanggungjawab terhadap analisis data kepatuhan dan dokumentasi Protokol Universal, Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Pra dan Pasca Prosedur. a.

Masing-masing departemen klinik yang

melakukan prosedur invasif akan

menyediakan data yang diminta oleh komite prosedur b.

Dokumentasi pasca prosedur dan analisisnya dilaporkan kepada komite prosedur.

9.

Pelabelan Obat dan cairan infus Semua obat-obatan dan cairan infus yang akan dipakai di ruang tindakan harus diberi label dengan tepat.

10. Prosedur Invasif Dengan menggunakan Sedasi/Analgesi Pengawasan intra prosedur terhadap pasien yang menjalani prosedur invasif sedasi/analgesi harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam protokol anestesi.

dengan

11. Dokumentasi Pasca Prosedur “Catatan Prosedur Invasif” Catatan Prosedur Invasif risiko tinggi harus segera dibuat dan sebelum pemindahan pasien ke tahap perawatan selanjutnya, meliputi :

dicatat dalam rekam medis

44

Kelengkapan catatan prosedur invasif : a. Informasi identifikasi Pasien b. Apakah sedasi/analgesia atau anestesi local yang digunakan c. Nama tenaga kesehatan d. Prosedur yang dilakukan e. Deskripsi masing-masing prosedur f. Temuan g. Spesimen yang dipindahkan dan atau disposisi spesimen (Jika ada) h. Perkiraan kehilangan darah (Jika ada) i. Diagnosis pre dan pasca prosedur j. Komplikasi k. Keadaan umum pasien l. Pelaporan dilakukan oleh dokter yang melakukan prosedur m. Tanggal dan waktu prosedur 12. Kriteria Pemulangan dan Pemindahan pasien dari Area Prosedur a. Pemulangan pasien sesuai dengan Kriteria Skor Pemulihan Pasca Prosedur b.

Untuk pasien dengan sedasi mengikuti Kebijakan Sedasi/Analgesi dalam Prosedur (Kebijakan Mengenai Protokol Universal).

13. Edukasi Pasien Pasca Prosedur Dilakukan oleh DPJP atau Dokter yang melakukan prosedur invasif serta dilakukan pencatatan pada lembar edukasi pasien. Mencakup: a.

Instruksi khusus untuk follow-up

b.

Informasi hasil dari prosedur/temuan

c. Gejala atau tanda yang mengindikasikan komplikasi d.

Sumber-sumber yang bisa dihubungi bila terjadi keadaan emergensi

45

SPO Penilaian Risiko Jatuh Bagi Pasien Anak Pengertian: 1. Merupakan cara mengidentifikasi pasien anak berisiko jatuh untuk menilai kemungkinan pasien anak jatuh dengan menggunakan Skala Humpty Dumpty. 2. Pasien Anak adalah pasien yang berumur 0 – 18 tahun.

Prosedur : 1. Perawat melakukan penilaian risiko jatuh pasien baru anak dengan menggunakan Skala Humpty Dumpty dalam formulir Pengkajian Keperawatan. 2. Perawat menerapkan pencegahan jatuh pada pasien sesuai dengan tingkat risiko (risiko rendah dan risiko tinggi), termasuk menjelaskan pada pasien dan keluarga. 3. Perawat mengkomunikasikan tingkat risiko pasien kepada dokter. 4. Perawat memasangkan gelang risiko jatuh warna kuning pada pasien dengan risiko tinggi dan memberi tanda peringatan warna kuning pada tempat tidur pasien. 5. Perawat melakukan penilaian ulang bila terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dalam Form Penilaian Risiko Jatuh Pasien Anak. 6. Perawat/ petugas melaporkan insiden pasien jatuh ke Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja menggunakan formulir Insiden Keselamatan Pasien (Lihat SPO Pelaporan Insiden). 7. Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja melaporkan secara periodik setiap bulan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM (UPJM).

46

DEPARTEMEN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK RSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

RSCM

Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta

Telp 3918301,3190808 (Hunting)

Kotak Pos 1086

Fax 3148991

CHECKLIST PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN ANAK Skala Humpty Dumpty Pasien Rawat Inap

Parameter Umur

Jenis Kelamin

Diagnosa

Kriteria Di bawah 3 tahun 3 - 7 tahun 7 - 13 tahun > 13 tahun Laki-laki Perempuan Kelainan Neurologi Perubahan dalam oksigenasi (Masalah Saluran Nafas. Dehidrasi, Anemia, Anoreksia, Sinkop/sakit kepala, dll) Kelainan Psikis/ Perilaku Diagnosis Lain

Gangguan Kognitif

Faktor Lingkungan Respon Terhadap Operasi/ Obat Penenang/ Efek Anestesi

Penggunaan Obat

Tidak Sadar Terhadap Keterbatasan Lupa Keterbatasan Mengetahui Kemampuan Diri Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi-anak Pasien menggunakan alat bantu atau box atau mebel. Pasien berada di tempat tidur Di luar ruang rawat Dalam 24 jam

Skor 4 3 2 1 2 1 4 3

Nama:

No Rekam Medik:

2 1 3 2 1 4 3 2 1 3

Dalam 48 jam

2

> 48 jam

1

Bermacam-macam obat yang digunakan: obat sedatif (kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis) , Hipnotik, Barbiturat, Fenotiazin, Antidepresan, Laksans/ Diuretika,Narkotik Salah satu dari pengobatan di atas Pengobatan lain TOTAL

Tanggal:

3

Skor 7-11: Risiko Rendah Untuk Jatuh Skor ≥ 12: Risiko Tinggi Untuk Jatuh Skor Minimal : 7

2 1

47

Protokol Pencegahan Pasien Jatuh Pasien Anak:

Standar Risiko Rendah (Skor 7 - 11): 1. 2. 3.

Orientasi ruangan Posisi tempat tidur rendah dan ada remnya Ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman. Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan kaki atau bagian tubuh lain terjepit 4. Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan 5. Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi & bantu bila dibutuhkan 6. Akses untuk menghubungi petugas kesehatan mudah dijangkau. Terangkan kepada pasien mengenai fungsi alat tersebut. 7. Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung risiko. 8. Penerangan lampu harus cukup. 9. Penjelasan pada pasien dan keluarga harus tersedia. 10. Dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya. Standar Risiko Tinggi (skor ≥ 12): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Terdapat tanda peringatan pasien risiko jatuh Penjelasan pada pasien atau orang tuanya tentang protokol pencegahan pasien jatuh Cek pasien minimal setiap satu jam Temani pasien pada saat mobilisasi Tempat tidur pasien harus disesuaikan dengan perkembangan tubuh pasien. Pertimbangkan penempatan pasien yang perlu perhatian diletakkan dekat nurse station. Perbandingan pasien dengan perawat 1 : 3, libatkan keluarga pasien sementara perbandingan belum memadai. Evaluasi terapi yang sesuai. Pindahkan semua peralatan yang tidak dibutuhkan ke luar ruangan. Pencegahan pengamanan yang cukup, batasi di tempat tidur. Biarkan pintu terbuka setiap saat kecuali pada pasien yang membutuhkan ruang isolasi. Tempatkan pasien pada posisi tempat tidur yang rendah kecuali pada pasien yang ditunggu keluarga. Semua kegiatan yang dilakukan pada pasien harus didokumentasikan.

48

SPO Penilaian Risiko Jatuh Pasien Dewasa Dengan Skala Jatuh Morse Pengertian : Merupakan cara mengidentifikasi pasien-pasien berisiko jatuh dengan Skala Jatuh Morse yang merupakan cara cepat dan sederhana menilai kemungkinan pasien jatuh. Prosedur :

1. Perawat melakukan penilaian risiko jatuh pasien baru dewasa dengan menggunakan Skala Morse dalam Formulir Pengkajian Keperawatan.

2. Perawat menerapkan pencegahan jatuh pada pasien sesuai dengan tingkat risiko (risiko rendah dan risiko tinggi), termasuk menjelaskan pada pasien dan keluarga.

3. Perawat mengkomunikasikan tingkat risiko pasien kepada dokter. 4. Perawat memasangkan gelang risiko jatuh warna kuning pada pasien dengan risiko tinggi dan memberi tanda peringatan warna kuning pada tempat tidur pasien.

5. Perawat melakukan penilaian ulang bila terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dalam Form Penilaian Risiko Jatuh Pasien Dewasa.

6. Perawat/ petugas melaporkan insiden pasien jatuh ke Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja menggunakan formulir Insiden Keselamatan Pasien (Lihat SPO Pelaporan Insiden).

7. Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja melaporkan secara periodik setiap bulan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM (UPJM).

49

DEPARTEMEN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK RSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO RSCM Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Telp 3918301,3190808 (Hunting) Kotak Pos 1086 Fax 3148991 PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALA JATUH MORSE (MORSE FALL SCALE/ MFS)

1. 2.

Diagnosis Medis Sekunder > 1

3.

Alat bantu jalan: Bed rest/ dibantu perawat Penopang, tongkat/ walker Furnitur Memakai terapi heparin lock/ iv

4. 5.

6.

1.

Risiko Riwayat jatuh, yang baru atau dalam 3 bulan terakhir

Cara berjalan/ berpindah Normal/ bed rest/ imobilisasi Lemah Terganggu Status mental: Orientasi sesuai kemampuan diri Lupa keterbatasan diri

Tidak Ya

Skala 0 25

Skoring -----------

Tidak Ya

0 15

-----------

Tanggal:

Nama: 0 15 30 Tidak Ya

0 25

---------------------

No Rekam Medik:

0 15 30 0 15

-----------

-----------

Cara melakukan skoring: a. Riwayat jatuh:  Skor 25 bila pasien pernah jatuh sebelum perawatan saat ini, atau jika ada riwayat jatuh fisiologis karena kejang atau gangguan gaya berjalan menjelang dirawat.  Skor 0 bila tidak pernah jatuh.  Catatan: bila pasien jatuh untuk pertama kali, skor langsung 25. b. Diagnosis sekunder:  Skor 15 jika diagnosis medis lebih dari satu dalam status pasien.  Skor 0 jika tidak. c. Bantuan berjalan:  Skor 0 jika pasien berjalan tanpa alat bantu/ dibantu, menggunakan kursi roda, atau tirah baring dan tidak dapat bangkit dari tempat tidur sama sekali.  Skor 15 jika pasien menggunakan kruk, tongkat, atau walker.  Skor 30 jika pasien berjalan mencengkeram furnitur untuk topangan. d. Heparin lock /IV :  Skor 20 jika pasien memakai heparin intravena.  Skor 0 jika tidak. e. Gaya berjalan/ transfer:

50



f.

2.

Skor 0 jika gaya berjalan normal dengan ciri berjalan dengan kepala tegak, lengan terayun bebas di samping tubuh, dan melangkah tanpa ragu-ragu.  Skor 10 jika gaya berjalan lemah, membungkuk tapi dapat mengakat kepala saat berjalan tanpa kehilangan keseimbangan. Langkah pendek-pendek dan mungkin diseret.  Skor 30 jika gaya berjalan terganggu, pasien mengalami kesulitan bangkit dari kursi, berupaya bangun dengan mendorong lengan kursi atau dengan melambung (menggunakan beberapa kali upaya untuk bangkit). Kepala tertunduk, melihat ke bawah. Karena keseimbangan pasien buruk, beliau menggenggam furnitur, orang, atau alat bantu jalan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan. Status mental:  Skor 0 jika penilaian diri terhadap kemampuan berjalannya normal. Tanyakan pada pasien, “Apakah Bapak dapat pergi ke kamar mandi sendiri atau perlu bantuan?” Jika jawaban pasien menilai dirinya konsisten dengan kemampuan ambulasi, pasien dinilai normal.  Skor 15 jika respon pasien tidak sesuai dengan kemampuan ambulasi atau jika respon pasien tidak realistis, dan pasien over estimate kemampuan dirinya dan lupa keterbatasannya.

Tingkat risiko ditentukan sebagai berikut: Tingkat Risiko: Skor MFS Tidak berisiko 0-24 Risiko Rendah 25-50 Risiko Tinggi ≥51

Tindakan Perawatan yang baik Lakukan intervensi jatuh standar Lakukan intervensi jatuh risiko tinggi

Intervensi Jatuh Standar: 1.

Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.

2.

Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan telepon, biarkan pintu terbuka, gunakan lampu malam hari serta pagar tempat tidur. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam): tawarkan ke belakang (kamar kecil) secara teratur. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh atau transfer. Gunakan alat bantu jalan (walker, handrail). Anjurkan pasien menggunakan kaus kaki atau sepatu yang tidak licin.

3. 4. 5. 6.

Intervensi Jatuh Risiko Tinggi: 1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Intervensi jatuh standar Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti analisa cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi. Pasien ditempatkan dekat nurse station. Handrail mudah dijangkau pasien dan kokoh. Siapkan di jalan keluar dari tempat tidur: alat bantu jalan, komod, Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi. Dorong partisipasi keluarga dalam keselamatan pasien. Jangan tinggalkan pasien sendiri di kamar, samping tempat tidur atau toilet.

51

SPO Penilaian risiko jatuh bagi pasien geriatri Pengertian : Merupakan cara mengidentifikasi pasien geriatri berisiko jatuh untuk menilai kemungkinan pasien jatuh. Prosedur :

1. Perawat melakukan penilaian risiko jatuh pasien baru geriatri dalam formulir Pengkajian Keperawatan.

2. Perawat menerapkan pencegahan jatuh pada pasien sesuai dengan tingkat risiko (risiko rendah dan risiko tinggi), termasuk menjelaskan pada pasien dan keluarga.

3. Perawat mengkomunikasikan tingkat risiko pasien kepada dokter. 4. Perawat memasangkan gelang risiko jatuh warna kuning pada pasien dengan risiko tinggi dan memberi tanda peringatan warna kuning pada tempat tidur pasien.

5. Perawat melakukan penilaian ulang bila terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dalam Form Penilaian Risiko Jatuh Pasien Geriatri.

6. Perawat/ petugas melaporkan insiden pasien jatuh ke Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja menggunakan formulir Insiden Keselamatan Pasien (Lihat SPO Pelaporan Insiden).

7. Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja melaporkan secara periodik setiap bulan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM (UPJM).

52

DEPARTEMEN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK RSUP NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO RSCM Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Telp 3918301,3190808 (Hunting) Kotak Pos 1086 Fax 3148991 PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN GERIATRI No

Tingkat Risiko

Skor

1

Gangguan gaya berjalan (diseret, menghentak, berayun) Pusing/ pingsan pada posisi tegak Kebingungan setiap saat Nokturia/ Inkontinen Kebingungan intermiten Kelemahan umum Obat-obat berisiko tinggi (diuretik, narkotik, sedatif, anti psikotik, laksatif, vasodilator, antiaritmia, antihipertensi, obat hipoglikemik, antidepresan, neuroleptik, NSAID) Riwayat jatuh dalam waktu 12 bulan sebelumnya. Osteoporosis. Gangguan pendengaran dan atau penglihatan. Usia 70 tahun ke atas Jumlah

4

2 3 4 5 6 7

8 9 10 11

3 3 3 2 2

Nilai Skor

Tanggal:

Nama:

No Rekam Medik:

2

2 1 1 1

1.

Cara melakukan skoring: Jumlahkan semua angka di belakang faktor risiko yang ada pada pasien.

2.

Tingkat risiko dan tindakan yang disarankan ditentukan sebagai berikut:

53

Tingkat Risiko

Skor

Tindakan

Risiko Rendah

1–3

1. 2. 3.

Nilai kembali risiko jatuh setiap 12 jam. Berikan pasien/ keluarga Brosur Edukasi Jatuh. Intervensi jatuh standar (seperti pada dewasa muda).

Risiko Tinggi

≥4

1. 2. 3.

Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Komunikasikan risiko jatuh pasien pada anggota tim interdisiplin. Komunikasikan risiko jatuh pasien pada pasien/ keluarga  berikan Brosur Edukasi Jatuh. Dorong partisipasi keluarga dalam keselamatan pasien, gunakan pengasuh. Pasien ditempatkan dekat nurse station. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam): tawarkan ke belakang (kamar kecil) secara teratur. Handrail mudah dijangkau pasien dan kokoh Siapkan di jalan keluar dari tempat tidur: alat bantu jalan, komod, Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan telepon, biarkan pintu terbuka, gunakan lampu malam hari serta pagar tempat tidur. Jangan tinggalkan pasien sendiri di kamar, samping tempat tidur atau toilet. Gunakan kaus kaki atau sepatu yang tidak licin. Konsul ke:  Unit kerja Farmasi untuk mencari kemungkinan interaksi obat,  Rehabilitasi Medik untuk masalah mobilitas atau aktivitas harian/ ADL yang baru. Gunakan aktivitas pengalihan untuk mencegah pasien keluyuran Gunakan walker untuk membantu stabilitas berjalan. Gunakan alat pengikat yang lembut untuk berjaga-jaga. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh atau transfer. Intervensi keselamatan lainnya.

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13.

14. 15. 16. 17. 18.

54

Tes Timed Up & Go untuk Asesmen Risiko Jatuh Pasien Rawat Jalan Dokter diminta untuk setiap tahun mengkaji seluruh pasien berusia 65 tahun atau lebih menggunakan Tes Timed Up & Go Tes Timed Up & Go 1. 2. 3.

Pasien dalam posisi duduk Letakkan objek yang terlihat pasien berjarak 2 meter Mintalah pasien untuk kembali berdiri, berjalan mengitari objek, dan kembali duduk.

Biarkan pasien berlatih sekali. Kemudian hitung waktunya sebanyak 3 kali tes. Skor lebih dari 8,5 detik memiliki risiko tinggi untuk jatuh pada usia dewasa tua di masyarakat.

55

SPO Penatalaksanaan Pasien Jatuh Pengertian: 1. 2. 3.

Merupakan tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan bila terjadi kasus pasien jatuh Meliputi seluruh kasus jatuh untuk pasien anak, dewasa, dan geriatric Jatuh adalah : a. Kejadian seseorang secara tidak sengaja dan tiba-tiba terjatuh dari posisi berdiri, duduk atau berbaring ke tingkat yang lebih rendah. Dikecualikan dari definisi ini adalah perubahan posisi tersebut disebabkan oleh kekuatan besar (misalnya didorong) b. Pasien yang dibantu oleh staf berdiri dari lantai (dan akan jatuh tanpa bantuan staf) juga akan diidentifikasi sebagai jatuh.

Prosedur: 1. Penanggulangan pasien jatuh terdiri dari dua hal utama, yaitu penilaian awal setelah jatuh dan dokumentasi dengan follow-up. 2. Penilaian awal setelah jatuh dilakukan dengan mengutamakan pemeriksaan terhadap pasien untuk menemukan cedera/ luka dan mengumpulkan informasi mengenai apa yang telah terjadi. Informasi yang diperlukan adalah: a. Tanggal/ waktu jatuh. b. Deskripsi pasien mengenai kejadian jatuh (bila memungkinkan) -

Apa yang sedang dilakukan pasien saat terjatuh.

-

Di mana lokasi pasien saat terjatuh.

c. Pemberitahuan kepada keluarga / wali. d. Pemeriksaan tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri). e. Pengobatan yang sedang diterima (apakah semua obat telah diberikan, apakah ada obat yang diberikan ganda). f.

Pemeriksaan pasien: Cedera. Kemungkinan penyebab jatuh. 56

Kondisi komorbid (misalnya demensia, penyakit jantung, neuropati, dll). Faktor risiko (misalnya gangguan keseimbangan/ cara berjalan). Penilaian ulang risiko jatuh. g. Faktor-faktor lain: Apakah pasien menggunakan alat bantu jalan? Bila ya, jenis apa? -

Apakah pasien mengenakan alas kaki yang tepat?

-

Apakah terdapat pakaian yang terserak di lantai?

-

Apakah pasien menggunakan alat bantu sensorik? (kacamata, alat bantu dengar). -

-

Lingkungan 1.

Ranjang pada posisi tinggi atau rendah?

2.

Roda pada ranjang terkunci?

3.

Kursi roda terkunci?

4.

Lantai basah?

5.

Pencahayaan cukup?

6.

Bel perawat terjangkau?

7.

Meja di sisi ranjang dapat terjangkau?

8.

Lokasi tidak terdapat barang-barang yang berserakan?

9.

Siderail digunakan? Bila ya, berapa banyak? Berapa yang terdapat pada ranjang?

Apakah rencana pengobatan intervensi diikuti? Bila tidak, mengapa demikian?

3. Perawat melaporkan kepada DPJP dan membantu evakuasi

4. Perawat/ petugas melaporkan insiden pasien jatuh ke Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja menggunakan formulir Insiden Keselamatan Pasien (Lihat SPO Pelaporan Insiden). 5. Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja melaporkan secara periodik setiap bulan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM UPJM). 57

Pengkajian Awal Pasien Rawat Inap Pengkajian awal pasien rawat inap dilakukan dalam 24 jam pertama dan meliputi 11 hal: 1. Nyeri 2. Risiko jatuh 3. Status nutrisi 4. Status fungsional 5. Risiko dekubitus 6. Psikologis 7. Sosial 8. Obat-obatan 9. Alergi 10. Pendidikan 11. Bahasa

58

Akses & Kontinuitas Pelayanan Kriteria Pasien Masuk Unit Perawatan Khusus Kriteria Pasien Masuk perawatan ICCU adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Sindrom Koroner Akut Edema Paru Akut Gagal Jantung Akut Aritmia Maligna atau dengan Gangguan Hemodinamik Post Cor Angio Post TPM/ PPM Syok Kardiogenik

Kriteria Pasien Masuk Perawatan ICU adalah: 1. Kriteria pasien masuk medical a.

Prioritas 1 Pasien kritikal, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan monitor yang tidak dapat dilakukan diluar ICU. Biasanya terapi ini termasuk support ventilator, pemberian obat vasoaktif secara infus kontinyu, dll. b. Prioritas 2 Pasien yang memerlukan monitor invasive dan secara potensial mmerlukan intervensi segera. c. Prioritas 3 Pasien tidak stabil dalam keadaan kritis tetapi kemungkinan pulih kecil atau berkurang oleh karena kondisi penyakit primernya atau kondisi akutnya. d. Prioritas 4 i. Pasien dengan manfaat rawat ICU kecil atau tidak ada ii. Pasien dengan penyakit terminal atau ireversibel yang menghadapi kematian.

2.

Kriteria Masuk ICU Pasien Paska Bedah/ Surgikal a.

Prioritas 1 Pasien yang mungkin membutuhkan bantuan ventilator, obat vasoaktif, dll. b. Prioritas 2 Pasien yang idealnya mendapat monitor intensive di ICU, tetapi mungkin dapat step down seperti ruang rawat HCU/ HDU. Merupakan pasien dengan ko-morbiditas multiple atau memerlukan monitor ketat setelah menjalani operasi high risk. c. Prioritas 3 Pasien dengan penyakit akut tetapi kondisi premorbid yang buruk mungkin tidak mendapat manfaat dari terapi intensif. d. Prioritas 4 Merupakan pasien stabil atau dengan kondisi terminal atau penyakit irreversible.

Kriteria Pasien Keluar Ruang ICU 1. Apabila kondisi fisiologik pasien telah stabil dan kebutuhan untuk monitor ICu dan ICU-care tidak diperlukan lagi. 2. Apabila kondisi fisiologik pasien telah memburuk dan intervensi aktif tidak direncanakan lagi, lebih tepat dipindahkan ke lower level of care.

59

TRANSFER PASIEN KE LUAR RSCM untuk PINDAH RAWAT atau PEMERIKSAAN dan TINDAKAN MEDIS Prosedur: 1.

Dokter menginformasikan pasien dan keluarganya tentang rencana kepindahan pasien ke rumah sakit lain. 2. Perawat menghubungi rumah sakit yang akan menerima pasien (untuk dirawat atau tindakan dan pemeriksaan medis). 3. Dokter mengisi dan menandatangani formulir Transfer Pasien Keluar RSCM atau formulir Permintaan Pemeriksaan dengan lengkap. 4. Penanggung jawab pasien (perawat primer dan DPJP) menentukan petugas pendamping (perawat/ dokter) pasien transfer yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dan menghubungi Ambulans. 5. Perawat mencatat nama petugas pendamping dan nomor ambulans ke dalam Form Transfer Pasien. 6. Dokumen-dokumen (Form transfer, foto copy hasil-hasil pemeriksaan penunjang) transfer pasien diberikan kepada pendamping. 7. Selama dalam proses transport, perawat/ dokter melakukan pemantauan tanda-tanda vital; didokumentasikan ke dalam lembar pemantauan. 8. Setibanya di rumah sakit tujuan (penerima), pendamping yang menemani pasien secara resmi menyerahkan perawatan pasien ke petugas penerima secara lisan dan formulir Transfer Pasien Pindah RS 9. Petugas penerima menandatangani, menulis nama jelasnya serta membubuhi stempel resmi rumah sakit 10. dan satu copynya diberikan kepada petugas pendamping untuk dimasukkan ke dalam rekam medis pasien. 11. Setelah kembali dari rumah sakit penerima transfer, petugas pendamping menyerahkan form Transfer yang sudah dibubuhi tandatangan, nama jelas penerima dan stempel rumah sakit kepada kepala ruang rawat untuk dimasukkan ke dalam berkas rekam medis pasien.

60

TRANSFER PASIEN ANTAR RUANG

Kebijakan: 1. Keputusan dan otorisasi untuk mentransfer pasien antar ruang dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan persetujuan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) 2. Keputusan untuk mentransfer pasien agar mempertimbangkan mental, kondisi fisik (stabil/ tidaknya keadaan pasien), kesiapan ruang penerima pasien dan kesiapan tenaga medis di tempat pasien akan ditransfer 3. Dokter pelaku rawat wajib memberikan penjelasan mengenai alasan pemindahan pada pasien sebelum pemindahan pasien sebelumnya 4. Pendamping pasien dengan perhatian khusus misal status infeksi dan isolasi perlu diberitahukan sebelumnya mengenai hal ini sebelum proses pemindahan pasien dilakukan 5. Pasien-pasien yang memerlukan pemantauan tanda vital secara berkesinambungan (EKG, tekanan darah, saturasi oksigen) dan peralatan resusitasi lengkap termasuk defribilator perlu mendapat perhatian khusus. Pada pasien-pasien ini dokter pelaku rawat wajib menemani selama proses pendampingan pasien Prosedur : 1. Dokter memberikan penjelasan pada pasien mengenai alasan dilakukannya pemindahan ke ruang rawat lain (terkecuali pada pasien yang tidak sadar) 2. Dokter menginformasikan pada keluarga pasien tentang rencana kepindahan pasien ke ruang rawat lain. 3. Dokter menghubungi unit rawat yang dituju agar tenaga medis di tempat tersebut menyediakan ruang rawat dan peralatan rawat sesuai dengan kebutuhan pasien 4. Dokter memeriksa keadaan pasien 30 menit terakhir sebelum pasien dipindahkan dan mengisi formulir transfer pasien antar ruang dengan lengkap 5. Dokter pelaku rawat melaporkan pada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) mengenai kondisi pasien saat akan pindah dan meminta persetujuan dilakukannya proses pemindahan pasien ke ruang rawat selanjutnya 6. Setelah mendapat persetujuan, dokter meminta perawat untuk memeriksa kelengkapan peralatan dan obat pasien sebelum proses pemindahan dilakukan 7. Setelah mendapat kepastian bahwa unit perawatan yang dituju siap menerima pasien ,dokter memimpin jalannya proses pemindahan pasien 8. Seluruh obat, peralatan yang menyertai pasien dan hasil pemeriksaan diagnostik (x-ray, laboratorium, EKG,dll) disertakan dalam proses pemindahan pasien. Hal-hal ini dibawa oleh perawat yang diberi manadat oleh dokter pelaku rawat untuk melakukan pendampingan dalam proses transfer pasien antar ruang 61

9. Selama proses pemindahan, pendamping pasien mengevaluasi keadaan pasien dan memastikannya tetap stabil 10. Setiba di ruang rawat tujuan, perawat yang mendampingi pasien menghubungi dokter pelaku rawat di unit tersebut dan memastikan pasien diserahkan ke tangan yang tepat 11. Perawat yang melakukan pendampingan meminta tanda tangan dokter pelaku rawat di unit tujuan. 12. Selanjutnya perawat memastikan kembali formulir transfer antar ruang masuk ke dalam rekam medis pasien dan menghubungi dokter di unit perawatan selanjutnya untuk menginformasikan bahwa proses pemindahan pasien telah selesai dan pasien kini telah di bawah tanggung jawab dokter pelaku rawat di unit rawat yang bersangkutan

62

PENERIMAAN PASIEN MASUK Seluruh pasien dengan kondisi apapun diterima masuk ke rawat jalan, dan harus melalui admission sesuai tempat pasien tersebut akan berobat. Daftar pintu masuk pendaftaran yang ada di RSCM adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

RSCM Kirana RSCM Kencana P3RN IGD PJT Radioterapi Radiologi Rehabilitasi Medik URJT UPPJ Poliklinik Geriatri Laboratorium URJT Laboratorium 24 jam Hemodialisis Fetomaternal Endoscopy ESWL Patologi Anatomik

Daftar Pintu Masuk Fisik RSCM: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pintu gerbang RSCM Kencana Pintu Gerbang RSCM Kirana IGD Pintu gerbang Utama RSCM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Poliklinik Geriatri Pintu Gerbang Jalan Kimia

63

SPO DISCHARGE PLANNING Prosedur: 1. Segera setelah pasien terdiagnosa pada visit pertama di ruang rawat inap, DPJP dapat mengetahui perkiraan LOS berdasarkan clinical pathway nya atau sesuai dengan Pedoman Pelayanan Medis (PPM)*. 2. Tim DP menentukan perencanaan kebutuhan pasien pulang setelah berkoordinasi dengan pihak terkait. 3. Bila pada perkembangannya terjadi perubahan diagnosis atau timbul komplikasi, DPJP terus memberikan update terbaru kepada Tim DP, mengenai perkiraan LOS dan perencanaan pulang. 4. Perawat primer mengidentifikasi kebutuhan edukasi, perawatan pasien setelah keluar dari rumah sakit. Mengidentifikasi kebutuhan non medis pasien terkait kepulangan seperti penyelesaian jaminan (Jaminan, UPPJ, dan ASKES), keluarga/ Panti Rehabilitasi (Departemen Sosial), akses layanan home care terdekat, dan sebagainya 5. Case manager/ MOD/ HN menyiapkan kebutuhan medis dan non medis pasien sehubungan dengan transfer/ mutasi pasien, dan tata laksananya. 6. Dokter melakukan visit dan menyatakan pasien untuk pulang 7. Perawat merekonfirmasi dan kemudian menghubungi pihak administrasi, menginformasikan rencana pulang pasien. 8. Perawat menginformasikan rencana pulang tersebut kepada pasien dan keluarganya. 9. Penata rekening di bagian administrasi/ keuangan ruang rawat inap akan meng”input” (posting) biaya rawat inap ke dalam EHR. 10. Dokter menyiapkan resume pulang dan resep obat pulang; serta menetapkan waktu kontrol pasien di rawat jalan. 11. Perawat menghubungi farmasi untuk menyiapkan obat pulang sesuai resep obat pulang dari dokter. 12. Head Nurse mengumpulkan informasi non medis terkait kepulangan pasien. 13. Tim DP melakukan rekonfirmasi untuk validitas data dengan cara:  Nurse Officer memastikan transportasi (ambulans, dinas sosial, dll), dan melakukan identifikasi potensi masalah yang dapat menghambat kepulangan pasien,  Head nurse memastikan kebutuhan perawatan lanjutan telah terpenuhi/ disampaikan kepada keluarga pasien (misalnya keperluan edukasi gizi).  DPJP memberikan informasi mengenai kelanjutan perawatan pasien. 14. Petugas DP menghubungi pihak-pihak terkait sesuai kebutuhan pasien pulang, dan membuat laporan harian dan bulanan. 15. Pasien diantar menggunakan kursi roda sampai dengan gerbang RSCM yang dipilih.

64

Informed Consent Informed Consent yang berlaku di RSCM adalah:

        

Informed Consent Bedah (Termasuk Tindakan Invasif) Informed Consent Anestesi Informed Consent Transfusi Darah Informed Consent Dialisis Informed Consent Penelitian Informed Consent Transplantasi organ Informed Consent Radioterapi (termasuk Kemoterapi) Informed Consent Radiologi General Consent

65

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN Hak Pasien 1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit. 2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien. 3. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur tanpa diskriminasi. 4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar dan profesi dan standar prosedur operasional. 5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi. 6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. 7. Memilih dokter dan kelas keperawatan sesuai dengan keinginannya dan kemampuan serta sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit. 8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain. 9. Mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. 10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. 11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya. 12. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak menggangu pasien lain. 13. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit. 14. Mengajukan saran perbaikan atas layanan Rumah Sakit . 15. Mendapat pelayanan bimbingan rohani yang sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. 16. Menggugat Rumah Sakit apabila Rumah Sakit di duga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar tanpa mempengaruhi mutu pelayanan yang diterima. 17. Transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran). 18. Mendapat resume medis. Kewajiban Pasien dan Keluarga 1. Mematuhi ketentuan/ peraturan dan tata tertib yang berlaku di rumah sakit. 2. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat. 3. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam pengobatannya. 4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. 5. Menghargai hak pasien lain dan tenaga kesehatan. 6. Menjaga kebersihan lingkungan dan tidak melakukan tindakan kriminal selama dalam perawatan 66

TIM MEDIS REAKSI CEPAT Tim yang memberikan pertolongan segera pada pasien dengan kegawatdaruratan sebelum dan saat henti napas dan atau henti jantung (pre-arrest dan arrest) Nomor Panggil : 1818 Lokasi Tim TMRC RSCM:

67

Alur TMRC:

68

Kriteria Pemanggilan Tim TMRC RSCM:

69

Manajemen dan Penggunaan Obat PERESEPAN

Pendahuluan Peresepan adalah kegiatan penulisan resep baik secara manual ataupun melalui sistem informasi farmasi. Kebijakan 1.

2. 3.

4. 5. 6.

Yang berhak menulis resep adalah dokter yang memiliki surat izin praktik (SIP) atau Surat Izin Praktik Kolektif (SIPK) di RSCM, yang terdiri dari : - Staf medis purnawaktu - Dokter tamu - Dokter PPDS Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan, tidak akan dilayani oleh farmasi Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation) sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission). Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat, dan reaksi alergi. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru

Prosedur A. Penulisan Resep : 1. Resep ditulis secara : Manual pada blanko lembar resep/ instruksi pengobatan berkarbon dengan kop RSCM yang telah dibubuhi stempel Departemen/Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobatElektronik dalam sistem informasi farmasi. 2. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, 3. Menggunakan istilah dan singkatan yang lazim sehingga tidak disalahartikan 4. Resep dinyatakan lengkap jika tercantum : Nama lengkap pasien Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir) Berat badan pasien (untuk pasien anak) 70

-

-

-

-

Nomor rekam medik Nama dokter Tanggal penulisan resep Mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual atau secara elektronik dalam sistem informasi farmasi untuk memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat Tanda R/ pada setiap sediaan Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram) Jumlah sediaan Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan obat (untuk bahan padat: mikrogram, miligram, gram) dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.

5. Peresepan mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan : Peresepan obat mengacu pada Formularium RSCM Peresepan Alat kesehatan mengacu pada Daftar Alat Kesehatan RSCM Peresepan antibiotik untuk profilaksis hanya dapat menggunakan lini 1 dan lini 2 sedangkan antibiotik lini 3 harus melampirkan hasil kultur dan mendapat persetujuan dari tim PPRA

71

6. Contoh Resep Manual

28/03-11

ICU PJT



Ceftriaxon 1 gram inj. No. IV ∫ 2 dd 1 R/

Parasetamol 500 mg tab No. IX ∫ 2 dd 1

R/

Warfarin 75 mg tab No. III ∫ 2 dd 1

R/

Ascardia 80 mg tab No. VI ∫ 2 dd 1

R/

WFI 25 cc Kalf No. III ∫ 2 dd 1

R/

Spuit 10 cc No. IV ∫ 2 dd 1

Tn. Am 357-21-xx 21 sep 1980 68 kg dr. Bona

72

B. Penulisan Instruksi Pengobatan pada Kardeks dan Rekam Medis : Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam medik. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Sedangkan untuk resep lanjutan ditulis di kardeks (catatan pemberian obat). Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru. C.

Instruksi Lisan : Prosedur Peresepan : Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan, hanya dilakukan dalam kondisi sangat mendesak dan tidak boleh dilakukan saat dokter berada di ruang rawat. Instruksi lisan untuk obat high alert tidak dibolehkan, kecuali dalam situasi emergensi. Dalam waktu 24 jam, dokter sudah harus meresepkan obat yang diminta secara lisan tersebut.

PENGKAJIAN RESEP Pendahuluan Pengkajian resep harus dilakukan oleh petugas farmasi untuk memastikan bahwa resep yang diterima sudah memenuhi syarat secara administratif, farmasetik dan klinik. Kebijakan 1. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan kajian (review) terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi: a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian b. Duplikasi terapeutik c. Alergi d. Interaksi obat e. Kontraindikasi f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, 2. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi dan tindakan intervensi diagnostik. 3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk melakukan kajian resep

73

4. Farmasi diperbolehkan melakukan substitusi generik yaitu memberikan salah satu dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RSCM dengan terlebih dahulu memberitahu dokter. 5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau dalam sistem informasi farmasi. Prosedur A. Pengkajian resep dari aspek administratif dan farmasetik 1. Periksa identitas pasien: nama pasien, nomor rekam medis, penjamin, ruang rawat, berat badan (terutama pada pasien pediatri). 2. Periksa kelengkapan resep: diagnosis, nama dokter yang merawat, nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, dan aturan pakai. 3. Jika tertera pada aturan pakai “p.r.n” (“pro re nata” atau jika perlu), maka konfirmasi ke dokter yang bersangkutan atau ruang rawat untuk mengetahui dosis maksimal sehari sehingga etiket bisa dilengkapi dan diketahui jumlah obat yang dibutuhkan. 4. Periksa adanya masalah lain seperti masalah keuangan atau kelengkapan persyaratan resep jaminan. 5. Periksa adanya kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku B. Pengkajian dari aspek klinik 1. Periksa ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat, terutama untuk pasien pediatri dan geriatri. 2. Periksa adanya duplikasi obat. 3. Periksa adanya alergi pada pasien, disesuaikan dengan rekam medik. 4. Periksa adanya interaksi obat. 5. Periksa adanya kontraindikasi 6. Mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan resep/ instruksi pengobatan. C.

Penanganan Resep yang Bermasalah Resep bermasalah adalah resep/ instruksi pengobatan : tidak dapat dibaca atau tidak jelas terdapat kesalahan/ ketidaktepatan Apoteker/ asisten apoteker menghubungi dokter penulis resep/ perawat sesuai dengan Instruksi Kerja Penanganan Resep Tidak Jelas (seperti gambar di bawah). Hal yang harus diperhatikan: 

Tulisan di awal resep tidak boleh ditindih dengan tulisan yang baru, jika dokter dapat datang maka dokter mencoret tulisan yang tidak jelas tersebut dan menulis perbaikan di atas coretan kemudian membubuhkan paraf, seperti contoh di bawah : 74

Contoh :Rx. Ceftriaxon No. VI ∫ 3 dd 1 da Ceftazidim budi paraf dokter Rx. CeftriaxonNo. VI ∫ 3 dd 1  Jika dokter tidak dapat datang untuk memperbaiki resep apoteker/asisten apoteker dapat mengubah resep dokter dengan memberi catatan nama dokter dan waktu (tanggal dan jam) dilakukannya konfirmasi. Pada resep online, hasil konfirmasi ditulis di “Edit Catatan” pada tahap “approval”, seperti contoh di bawah : Contoh :Rx. Ceftriaxon No. VI ∫ 3 dd 1 da Ceftazidim acc dr. Budi tgl 17/08/11 pkl 13.44 YN Rx. CeftriaxonNo. VI (inisial petugas farmasi) ∫ 3 dd 1  Hasil konfirmasi melalui perawat dilakukan dengan memberikan catatan nama perawat yang dihubungi dan waktu (tanggal dan jam) dilakukannya konfirmasi.  Resep lebih dari 2 (dua) coretan harus diganti dengan lembar resep baru.  Kesalahan penulisan tanggal pada resep harus diganti dengan resep baru

OBAT HIGH ALERT Pendahuluan Obat high alert (obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) adalah obat yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya bermakna pada pasien bila obat digunakan secara salah. Kebijakan 1. Daftar obat high alert ditentukan oleh Instalasi Farmasi (daftar terlampir), termasuk di dalamnya : Elektrolit Pekat, Narkotika, Sitostatika Obat Look Alike Sound Alike / LASA 2. Instalasi Farmasi bersama dengan Departemen Medik terkait membuat panduan untuk penanganan obat high alert.

75

3. Setiap satelit farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat high alert dan panduan penanganan obat high alert. 4. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat high alert. 5. Obat high alert harus disimpan di tempat terpisah, akses terbatas Prosedur A. Peresepan 1. Dokter meresepkan obat high alert secara tertulis (manual/elektronik), kecuali pada kondisi emergensi dapat dilakukan secara verbal/lisan. 2. Dokter memastikan bahwa peresepan sudah lengkap dan benar dalam hal indikasi, ketepatan obat, dosis, rute pemberian B. Penyimpanan 1. Pisahkan obat-obat yang termasuk obat high alert sesuai dengan daftar obat high alert. 2. Tempelkan stiker merah bertuliskan “High alert” pada setiap obat high alert. 3. Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat high alert yang terpisah dari obat lainnya.

Tempat penyimpanan High Alert ditandai dengan selotip merah di sekeliling tempat penyimpanan

4. Simpan obat sitostatika secara terpisah dari obat high alert lainnya dengan label mengikuti IK Pemberian Label Khusus Perbekalan Farmasi Tertentu. 5. Simpan obat narkotika sesuai dengan IK Penyimpanan Obat Narkotika.

76

C.

Penyiapan 1. Apoteker/asisten apoteker memverifikasi resep obat high alert sesuai Buku Panduan Penanganan High alert. 2. Garis bawahi setiap obat high alert pada lembar resep dengan tinta merah Contoh :

Rx. Heparin injeksi No. I ∫ 3 dd 25 Unit Rx, Insulin R No. I ∫ 3 dd 8 Unit

3. Jika apoteker tidak ada di tempat, maka penanganan obat high alert dapat didelegasikan pada asisten apoteker yang sudah ditentukan 4. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum obat diserahkan ke petugas kesehatan lain/pasien (untuk obat tertentu) dan keduanya menuliskan inisial nama pada lembar resep. 5. Apoteker/ asisten apoteker menyerahkan obat high alert kepada petugas kesehatan lain/ pasien (untuk obat tertentu) dengan memberikan penjelasan yang memadai atau meminta mereka untuk membaca secara teliti panduan penanganan obat high alert. D.

Pemberian 1. Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus melakukan pemeriksaan kembali secara independen yang terdiri dari: a. kesesuaian antara obat dengan rekam medik/ instruksi dokter dan dengan kardeks. b. ketepatan perhitungan dosis obat c. identitas pasien 2. Perawat yang memberikan obat high alert secara infus harus memastikan: a. Ketepatan kecepatan pompa infus. b. Jika obat lebih dari satu, maka tempelkan label nama obat pada syringe pump dan setiap ujung jalur selang. 3. Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert.

77

ELEKTROLIT PEKAT Pendahuluan Elektrolit Pekat Kalium Klorida (KCl)

7,45%

Natrium Bikarbonat/ Bicnat (NaHCO3)

8,4%

Magnesium Sulfat (MgSO4)

20% dan 40%;

Natrium Klorida (NaCl)

3%.

Kebijakan Elektrolit pekat tidak boleh berada di ruang perawatan, kecuali di kamar operasi jantung dan unit perawatan intensif (ICU) dengan syarat disimpan di tempat terpisah, akses terbatas dan diberi label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak disengaja. Prosedur 1. Peresepan, penyiapan, pemberian elektrolit pekat mengikuti prosedur penanganan obat high alert. 2. Instalasi Farmasi menyediakan premixed solution untuk elektrolit KCl infus.

NARKOTIKA Kebijakan Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan dokter PPDS yang bertugas dan mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Praktik Kolektif (SIPK) di RSCM. Narkotika hanya dapat diberikan untuk indikasi : a. Persiapan pemeriksaan diagnostik b. Sedasi/relaksasi c. Analgetika Ruang rawat/satelit farmasi mengirim laporan mutasi dan pemakaian obat narkotika dan psikotropika setiap bulan kepada Kepala Instalasi Farmasi.

78

Prosedur A. Peresepan 1. Dokter menuliskan resep dengan mencantumkan indikasi penggunaan narkotika yang diresepkan, nama jelas dan nomor SIP 2. Resep asli dilengkapi dengan fotokopi KTP pasien pada resep pertama atau resep dilengkapi dengan nama dan alamat pasien. B. Penyimpanan 1. Ruang rawat/satelit farmasi wajib menyimpan narkotika secara terpisah di dalam lemari khusus dan pintu berkunci. Penyimpanan di satelit dan gudang farmasi harus berkunci ganda. Setiap Penanggung Jawab (PJ) ruangan/satelit bertanggung jawab terhadap kunci lemari dan keamanan penyimpanan narkotika

Lemari narkotik dengan pintu ganda terkunci

Kunci lemari narkotik bertali biru, dikalungkan pada petugas

79

2. Kunci lemari narkotika diberi tali berwarna biru dan dikalungkan pada pemegang kunci yang ditunjuk oleh PJ Satelit/ PJ Ruangan 3. Hanya pemegang kunci yang diizinkan untuk membuka lemari. 4. Wadah dan box kecil obat narkotik harus diberi stiker seperti obat high alert, yaitu dengan stiker merah 5. Jika pemegang kunci dinas seorang diri, maka setiap keluar ruangan harus menginformasikan kepada penanggung jawab shift ruang perawatan/satelit. C.

Pelayanan Resep 1. Petugas farmasi menggarisbawahi obat narkotika di resep dengan tinta merah 2. Petugas farmasi mengkaji resep berdasarkan kelengkapan resep dan kesesuaian dengan indikasi 3. Jika resep belum lengkap secara administrasi, maka dokter harus melengkapi terlebih dahulu. 4. Jika sudah lengkap dan sesuai dengan indikasi, dilakukan penyiapan resep 5. Obat disiapkan sesuai resep, pengambilan obat harus mengurangi kartu stok obat dan sistem informasi 6. Resep asli narkotika dikumpulkan bersama dengan fotokopi KTP pasien. 7. PJ ruangan / satelit membuat laporan mutasi dan pemakaian obat narkotika dan psikotropika setiap bulan kepada Kepala Sub.Instalasi Perbekalan Farmasi untuk direkapitulasi dan ditujukan ke Kepala Instalasi Farmasi.

80

PENANGANAN TUMPAHAN SITOSTATIKA Pendahuluan Obat sitostatika merupakan obat yang dapat menimbulkan efek berbahaya pada petugas. Penelitian telah menunjukkan bahwa penanganan obat sitostatika tanpa perlindungan yang cukup dapat menimbulkan efek karsinogenik, mutagenik dan teratogenik pada petugas.Oleh karena itu penanganan tumpahan obat sitostatika memerlukan prosedur khusus untuk menjaga keselamatan petugas dari keterpaparan obat sitostatika. Kebijakan 1. Obat sitostatika harus disiapkan dalam ruangan khusus aseptic dispensing untuk obat sitostatika. 2. Setiap petugas yang terlibat dalam penanganan obat sitostatika harus kompeten dalam prosedur penanganan tumpahan obat sitostatika. 3. Bila di unit kerja terdekat dengan lokasi tumpahan tidak terdapat Petugas Pembersihan Tumpahan Sitostatika, maka segera hubungi satelit farmasi terdekat. Prosedur Tumpahan Sitostatika A. Petugas Unit Pengguna di Lokasi Tumpahan Amankan dan tutup akses ke area tumpahan dengan menempatkan tanda peringatan pada tempat yang mudah terlihat. Segera hubungi Petugas Penanganan Tumpahan Sitostatika di satelit farmasi terdekat dan informasikan mengenai tumpahan yang terjadi serta lokasi terjadinya tumpahan B. Petugas Penanganan Tumpahan Sitostatika 1. Petugas yang akan membersihkan tumpahan membawa perangkat spill kit ke lokasi terjadinya tumpahan. 2. Petugas membersihkan tumpahan sesuai SPO Penanganan Tumpahan Obat Sitostatika

Isi Spill Kit 81

3. Petugas mengisi dan melengkapi form Laporan Insiden Sitostatik, lalu segera dikirimkan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM (Unit Pelayanan Jaminan Mutu)

Obat LOOK ALIKE SOUND ALIKE Pendahuluan Nama obat seringkali memiliki kemiripan bunyi atau kemiripan nama dengan obat yang lain. Selain itu, penampilan produk obat juga dapat terlihat mirip satu sama lain sehingga dapat menyebabkan kebingungan, terutama bagi petugas yang menyiapkannya. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan obat (medication error) yang cukup signifikan dan membahayakan pasien. Obat-obat yang memliki kemiripan bunyi, nama, atau penampilan tersebut, disebut obat LASA (Look Alike Sound Alike). Kebijakan 1. Obat LASA perlu diketahui oleh setiap petugas (dokter, perawat, farmasi) yang terkait dengan obat agar kejadian tidak diinginkan akibat medication error dapat dicegah. 2. Instalasi Farmasi menetapkan dan menyebarluaskan daftar obat LASA di RSCM Prosedur A. Penyimpanan Obat LASA disimpan sebagaimana obat lainnya yaitu berdasarkan bentuk sediaan, suhu penyimpanan, tanggal kadaluarsa (sistem FEFO), dan alfabetis namanya. Obat LASA tidak diletakkan berdekatan satu sama lain dan diberi label LASA B. Pelabelan Label untuk obat LASA adalah berupa stiker lingkaran hijau dengan kata LASA berwarna hijau di tengahnya yang menandakan petugas harus mewaspadai adanya obat lain yang mirip dengan obat yang diberi label LASA.

82

PERBEKALAN FARMASI EMERGENSI Pendahuluan Perbekalan farmasi (PF) emergensi adalah obat dan alat kesehatan yang penggunaannya harus segera dan bersifat menyelamatkan jiwa dan hidup pasien (life saving). Tujuan: - Memudahkan unit kerja menggunakan perbekalan farmasi emergensi pada saat diperlukan - Menjamin perbekalan farmasi selalu tersedia dan siap pakai untuk mengatasi kegawatdaruratan pasien di ruang rawat Kebijakan Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/kit/lemari emergensi terkunci, diperiksa, dipastikan selalu tersedia dan harus diganti segera jika jenis dan jumlahnya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar. Troli/kit/lemari emergensi hanya boleh diisi dengan perbekalan farmasi emergensi, tidak boleh dicampur dengan perbekalan farmasi lain.

Kunci Emergensi Disposable

Prosedur A. Pengisian Awal Perbekalan Farmasi Emergensi 1. Unit/departemen menentukan jenis dan jumlah PF emergensi yang dibutuhkan. 2. Unit/departemen membuat usulan permintaan PF emergensi ke satelit farmasi. 3. PJ Satelit mengkaji daftar usulan PF emergensi. 83

4. PJ Satelit membuat Daftar PF emergensi untuk ditempel di troli/kit/lemari emergensi. 5. Petugas farmasi menyiapkan PF emergensi di satelit farmasi sesuai dengan jenis dan jumlah yang telah ditetapkan (Daftar Perbekalan Farmasi Emergensi) 6. Penanggung Jawab (PJ) Satelit dan PJ Ruangan melakukan serah terima PF emergensi dengan menandatangani bukti serah terima 7. Perawat ruangan menyimpan PF emergensi di dalam troli/kit/lemari kemudian mengunci troli/kit/lemari emergensi. 8. PJ Satelit/ PJ Ruangan menunjuk petugas yang bertanggung jawab atas kunci troli/kit/lemari emergensi. 9. Setiap ada perubahan isi troli/kit/lemari emergensi mengikuti prosedur di atas. B.

Penggunaan Perbekalan Farmasi Emergensi 1. Perawat membuka troli/kit/lemari emergensi ketika ada pasien dengan kondisi emergensi 2. Perawat mengambil dan mencatat PF emergensi yang diperlukan 3. Dokter menuliskan resep pengganti PF emergensi 4. Perawat menghubungi petugas farmasi untuk melakukan pengisian ulang troli/kit/lemari emergensi dengan membawa resep dokter

C.

Pengisian Kembali Perbekalan Farmasi Emergensi 1. Apabila ada penggunaan PF emergensi, petugas farmasi menerima resep pengganti PF emergensi dari dokter maksimal 1 x 24 jam. 2. Petugas farmasi menyiapkan PF emergensi sesuai dengan resep. 3. Mencatat pengeluaran PF emergensi ke dalam kartu stok dan sistem informasi farmasi. 4. Menyerahkan PF emergensi ke ruang rawat untuk disimpan didalam troli/kit/lemari emergensi. 5. Penguncian troli/kit/lemari emergensi : - Troli/kit emergensi : petugas farmasi mengunci troli dengan kunci disposable - Lemari emergensi : perawat pemegang kunci mengunci lemari emergensi. 6. Setiap temuan PF emergensi yang kadaluarsa/hampir kadaluarsa mengikuti prosedur di atas mulai dari poin 2 PERBEKALAN FARMASI YANG DIBAWA PASIEN DARI LUAR

Pendahuluan Perbekalan farmasi yang dibawa pasien dari luar adalah perbekalan farmasi yang dibawa oleh pasien yang yang berasal dari luar Instalasi Farmasi RSCM. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional, banyak pasien rujukan datang dengan membawa perbekalan farmasi dari luar. Untuk menjamin agar selama dirawat di RSCM pasien mendapatkan obat yang bermutu baik, maka perlu adanya SPO yang mengatur tentang perbekalan farmasi yang dibawa dari luar oleh pasien. 84

Kebijakan 1. Pasien tidak diperbolehkan membawa perbekalan farmasi dari luar RSCM untuk digunakan selama perawatan di RSCM. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka pasien/keluarga pasien menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung jawab atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. 2. Petugas pelaksana verifikasi adalah Apoteker dan Asisten Apoteker 3. Serah terima obat yang dibawa pasien dilakukan hanya pada saat pasien masuk, selanjutnya obat disediakan oleh satelit farmasi. Prosedur : Petugas Bagian Admisi : 1. Bagian admisi menjelaskan kepada pasien tata tertib rumah sakit, termasuk di dalamnya mengenai larangan untuk menggunakan perbekalan farmasi selain perbekalan farmasi yang disediakan oleh satelit farmasi RSCM. 2. Jika pasien memaksa, admisi meminta pasien untuk melaporkan perbekalan farmasi yang dibawa tersebut ke perawat di ruangan Perawat di ruang Rawat :

3. 4.

Menanyakan kepada pasien atau keluarganya apakah membawa perbekalan farmasi dari luar. Jika pasien membawa perbekalan farmasi dari luar, perawat menghubungi satelit farmasi untuk dilakukan verifikasi dan validasi.

Satelit Farmasi

5. 6.

Petugas farmasi memastikan bahwa dokter yang merawat pasien menyetujui penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa pasien dari luar Petugas farmasi melakukan verifikasi mutu produk secara visual dan mengisi Formulir Serah Terima Perbekalan Farmasi dari Pasien yang terdiri dari 2 lembar (putih dan kuning), putih untuk pasien dan yang kuning untuk satelit farmasi, isian yang harus dilengkapi meliputi: a. Nama pasien b. No. RM c. Diagnosa d. Tanggal masuk e. Ruang rawat f. Nama dan Tanda Tangan Dokter Penanggung Jawab pasien g. Nama Perbekalan Farmasi, termasuk kondisi kemasan dan sediaan Perbekalan Farmasi h. Aturan pakai i. Jumlah j. Keterangan k. Informed Consent yang ditandatangani oleh pasien 85

Formulir kemudian ditandatangani oleh pasien, perawat, dokter yang merawat dan petugas farmasi. 8. Untuk perbekalan farmasi yang sudah disetujui untuk digunakan, maka sistem pelayanan perbekalan farmasi mengikuti sistem yang sudah berjalan di masing-masing unit pelayanan. 9. Jika ada perubahan terapi sehingga perbekalan farmasi yang dibawa pasien dari luar tidak digunakan lagi, maka satelit farmasi akan menyimpan perbekalan farmasi tersebut dan akan menyerahkan kembali kepada pasien/keluarga pasien sewaktu pasien meninggalkan ruang perawatan sesuai dengan Formulir Serah Terima. 10. Jika pasien tidak mau membawa pulang sisa yang telah diserahkan ke satelit farmasi, maka satelit farmasi akan mengembalikan obat ke gudang pusat untuk dilakukan pemusnahan sesuai dengan SPO Pemusnahan Perbekalan Farmasi

7.

PENYIAPAN OBAT Pendahuluan Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/ instruksi pengobatan diterima oleh apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat sitostatika dan nutrisi parenteral Kebijakan 1. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan dan standar praktik kefarmasian. 2. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas selain petugas farmasi. 3. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan Teknik Aseptik. Obat sitostatika disiapkan pada ruangan khusus obat sitostatika. 4. Petugas yang melakukan penyiapan steril dan non steril menggunakan APD sesuai dengan aturan yang ada 5. Petugas yang menyiapkan radiofarmaka harus di bawah supervisi Apoteker atau tenaga terlatih. 6. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem dosis unit dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep individual. 7. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi etiket. 8. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikuti Instruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Dosis Unit dan Instruksi Kerja Penyiapan Obat Sistem Resep Individual. 9. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi

86

Prosedur A. Rawat jalan menggunakan sistem resep individual Petugas farmasi menerima dan mengkaji resep sesuai dengan IK Pengkajian Resep serta membubuhkan paraf dan inisial di V pada kolom VHDS Untuk resep umum, petugas farmasi menghitung harga perbekalan farmasi pada resep dan menginformasikan pada pasien/keluarga pasien. Memberikan nomor resep sesuai urutan kedatangan (hanya untuk satelit yang melayani rawat jalan) dan membubuhkan paraf dan inisial di H pada kolom VHDS. Menyiapkan dan menulis etiket sesuai dengan resep mengikuti IK Pembuatan Etiket Mencuci tangan menggunakan antiseptik Menyiapkan obat sesuai yang tertera dalam resep dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa obat. Mencatat tanggal, jumlah yang keluar, sisa stok dan inisial nama petugas pada kartu stok Masukkan obat ke dalam kemasan beretiket kemudian membubuhkan paraf dan inisial di D pada kolom VHDS. Sebelum diserahkan, petugas lain (yang bukan menyiapkan obat) memeriksa kembali kesesuaian obat dengan resep. Petugas farmasi menyerahkan obat yang telah disiapkan dan membubuhkan paraf dan inisial di S pada kolom VHDS Bila yang menerima obat adalah pasien, maka pasien membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di belakang resep sebagai tanda terima. Bila yang menerima adalah petugas ruang rawat, petugas membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di formulir/buku serah terima B. Rawat inap menggunakan sistem unit dose -

-

Ambil obat sesuai resep sambil melihat tanggal kadaluarsa pada kemasan. Siapkan obat sesuai resep. Masukkan obat oral (tablet/kapsul/kaplet) ke dalam kantong etiket berwarna untuk satu waktu pemberian Untuk kapsul, tablet dan kaplet dalam bentuk loss dibungkus kembali menggunakan kertas perkamen dan diberi nama obat. Keterangan kantong plastik : Kantong Merah: pagi hari, Kantong Putih: siang hari, Kantong Biru: sore hari, Kantong Hijau: malam hari. Kantong plastik transparan jika obat lebih dari 4 kali penggunaan dalam seharii Masukkan obat injeksi ke dalam kantong transparan (kecuali ukuran besar) dan memberi etiket berwarna biru Periksa ulang kesesuaian resep dan obat yang telah disiapkan oleh petugas yang berbeda dan bubuhkan inisial nama pada kolom yang tersedia di resep.

87

-

Petugas farmasi memberi inisial di kolom Verifikasi Harga Dispense Serah (VHDS) atau Dispense Kemas Serah Terima (DKST). Ketika dilakukan serah terima obat di tempat penyimpanan obat pasien, lakukan pemeriksaan tempat penyimpanan obat pasien. Serahkan obat yang telah disiapkan kepada petugas di ruang rawat dengan menandatangani formulir serah terima. PENANDAAN OBAT

Pendahuluan Secara garis besar, penandaan obat di RSCM dibagi menjadi dua, yaitu Label dan Etiket. Label digunakan untuk memberikan tanda pada perbekalan farmasi tertentu yang membutuhkan perhatian khusus, sedangkan Etiket digunakan pada semua perbekalan farmasi yang telah selesai disiapkan dan akan diantarkan ke ruang rawat atau diberikan kepada pasien. Jenis-jenis label adalah: LABEL

UNTUK · ·

Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (High alert) Ditempelkan pada:  wadah obat  kemasan terkecil

·

Obat yang masuk dalam daftar look alike, sound alike (LASA), yaitu memiliki nama/penampilan yang mirip dengan obat lain. Ditempelkan pada:  wadah obat

·

Obat sitostatika yang harus ditangani dengan hatihati-hati oleh setiap petugas yang menyimpan dan mendistribusikannya. · Ditempelkan pada:  wadah obat  kemasan terkecil · Obat yang waktu kadaluarsanya kurang dari 3 bulan · Ditempelkan pada:  wadah obat Catatan: selain label, bisa juga digunakan plastik klip berwarna kuning sebagai wadah obat (tidak perlu label) ·

88

Jenis-jenis etiket adalah: Jenis Etiket

Contoh

Etiket putih; untuk obat oral

Etiket biru; untuk obat nonoral/obat luar

Etiket biru muda; untuk alat kesehatan

Kebijakan Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label Prosedur Petugas farmasi memberikan label khusus pada obat/bahan baku dengan ketentuan sebagai berikut :

89

Lokasi Penempelan

Label Gudang

Bahan Berbahaya (Label bahan berbahaya menggunakan format yang ditentukan oleh K3RS)

A.

Ruang Aseptic -

Satelit/Ruang Rawat/Klinik Stiker ukuran kecil pada wadah dan kemasan terkecil

Stiker ukuran besar pada box besar dan stiker ukuran kecil pada box kecil Stiker ukuran Stiker ukuran kecil Stiker ukuran besar pada box kecil pada pada wadah besar dan stiker wadah ukuran kecil pada box kecil Stiker ukuran Stiker ukuran kecil besar pada box pada wadah dan besar dan stiker kemasan terkecil ukuran kecil pada box kecil Stiker ukuran Stiker ukuran Stiker ukuran kecil besar pada box kecil pada pada wadah dan besar dan stiker kemasan hasil kemasan terkecil ukuran kecil pada pencampuran box kecil obat sitostatika Stiker berwarna kuning pada kemasan box kecil dan kemasan terkecil (Dimasukkan ke dalam kantung plastik berwarna kuning untuk membedakan dengan nomor batch lain yang belum akan kadaluarsa)

Sistem Resep Individual 1. Kemas obat secara terpisah untuk setiap nama obat. 2. Prosedur Pembuatan Etiket : Sediaan

Etiket Putih

Oral (tablet, kapsul, serbuk) Oral cairan

kantong plastik beretiket tempelkan etiket pada botol obat

-

Injeksi Supppositoria Ovula Tablet Vaginal

Etiket Biru

kantong plastik transparan dan kemudian berikan etiket

90

- Nebules -

Infus Obat Kumur Salep Krim

tempelkan etiket pada setiap sediaan

3. Pada etiket obat, di kantong klip plastik transparan tuliskan informasi yang berisi: - Ruang Rawat (untuk pasien rawat inap) atau Nomor Resep (untuk pasien rawat jalan) - Nomor Rekam Medik (RM) - Tanggal penyiapan resep - Tanggal Lahir Pasien/Umur - Nama pasien lengkap (tidak boleh disingkat), minimal ambil dua kata jika nama pasien lebih dari dua kata - Lingkari L/P (laki-laki atau perempuan) sesuai dengan jenis kelamin pasien - Aturan pakai obat sesuai dengan resep dokter - Nama obat yang diberikan (generik atau dagang) dan kekuatan obat - Jumlah obat yang diberikan - Petunjuk khusus berkaitan dengan cara penggunaan obat (misal: Kocok Dahulu; Jangan Ditelan; Diminum Sampai Habis; 1 Jam Sebelum Makan/2 Jam Sesudah Makan; Jangan Hentikan Tanpa Konsultasi Dokter; dll) - Waktu kadaluarsa obat untuk obat pasien rawat jalan/pasien pulang yang obatnya diberikan dalam bentuk sediaan tanpa blister dan akan digunakan dalam jangka waktu lebih dari 7 hari B.

Sistem Unit Dose 1. Pastikan bahwa setiap obat yang telah dipotong/digunting dari blister asli masih memiliki identitas nama obat yang tercetak di bagian depan blister 2. Apabila pada obat yang telah dipotong/digunting dari blister asli tidak memiliki identitas obat, tempelkan kertas stiker berwarna putih yang berisi nama dan kekuatan obat 91

3. Masukkan obat ke dalam kantong plastik klip beretiket berwarna sesuai waktu pemberian. Keterangan kantong plastik :

Kantong Merah: Kantong Transparan: Kantong Biru: pagi hari siang hari sore hari Gunakan kantong plastik transparan untuk penggunaan melebihi jadwal di atas

Kantong Hijau: malam hari

4. Pada etiket obat, tuliskan informasi yang berisi: Ruang Rawat Nomor Rekam Medik (RM) Tanggal penyiapan resep Tanggal Lahir Pasien/Umur Nama pasien lengkap (tidak boleh disingkat), minimal ambil dua kata jika nama pasien lebih dari dua kata Lingkari L/P (laki-laki atau perempuan) sesuai dengan jenis kelamin pasien C.

Obat Suntik Hasil Rekonstitusi Kemas obat yang telah selesai dicampurkan ke dalam plastik klip dan tempelkan etiket yang berisi: Ruang Rawat Nomor Rekam Medik (RM) Tanggal dan jam penyiapan obat Tanggal Lahir Pasien/Umur Nama pasien lengkap (tidak boleh disingkat), minimal ambil dua kata jika nama pasien lebih dari dua kata Tanggal dan jam kadaluarsa 92

PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI Pengertian Penyimpanan perbekalan farmasi adalah proses penempatan dan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan dan standar kefarmasian. Penyimpanan yang memerlukan perhatian khusus yaitu untuk perbekalan farmasi seperti : Gas medis Obat High alert Narkotik (pada Bab Narkotika) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kebijakan 1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain petugas farmasi. 2. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan sesuai persyaratan dan standar kefarmasian, berdasarkan: a. Bentuk sediaan dan jenisnya. b. Suhu penyimpanan dan stabilitasnya. c. Sifat bahan d. Ketahanan terhadap cahaya. e. Susunan alfabetis. f. Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) 3. Khusus bahan berbahaya seperti mudah menyala, atau terbakar, eksplosif, radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya. 4. Setiap penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi harus dicatat di dalam kartu stok. Prosedur A. Penyimpanan Perbekalan Farmasi Umum 1. Menempatkan dan mengatur perbekalan farmasi sesuai persyaratan dan standar kefarmasian: a. Memisahkan berdasarkan jenis perbekalan farmasi: obat, alat kesehatan, bahan baku. reagensia, radiofarmaka. b. Mengelompokkan berdasarkan bentuk sediaan/pemanfaatannya: Obat oral, obat luar, obat infus dan sebagainya Alat Kesehatan balut, alat bedah, dan sebagainya Suhu beku antara: -20 dan -10 oC c. Menempatkan PF sesuai suhu penyimpanan: Suhu dingin: dari 2-8 oC Suhu sejuk: 8-15. oC Suhu kamar: 15-30 oC d. Perbekalan farmasi yang mempunyai tanggal kadaluarsa disusun berdasarkan sistem FEFO 93

e.

Perbekalan farmasi yang tidak mempunyai tanggal kadaluarsa disusun berdasarkan sistem FIFO f. Perbekalan farmasi disusun berdasarkan alfabetis g. Bahan berbahaya dan beracun (B3), obat High alert, ditempatkan terpisah dari obat lainnya, dan masing-masing diberi label khusus h. Perbekalan farmasi yang tampilan atau bunyinya mirip (Look Alike Sound Alike/LASA) tidak berdekatan satu sama lain dan diberi label 2. Masukkan data perbekalan farmasi ke dalam sistem informasi farmasi meliputi: nama barang, spesifikasi (data teknik), jumlah, tanggal kadaluarsa (expiration date/ED), nama distributor, harga B. Penyimpanan Gas Medis 1. Ruang penyimpanan harus memenuhi syarat seperti terpisah dari perbekalan farmasi lain, bebas dari sumber api, memiliki alat pemadam api dan sirkulasi udara yang baik 2. Gas medis yang sudah diterima dari Panitia Penerimaan disimpan di depo gas medis sesuai dengan aturan kefarmasian, meliputi : Sesuai jenis : Oksigen tabung, oksigen cair, N2O, CO2 harus terpisah. Gas medis tabung isi harus terpisah dari tabung kosong 3.

4.

Catat gas medis yang diterima dalam Kartu stok gas medis / Kartu neraca botol Buku agenda Penerimaan dan Pendistribusian gas medis Buku ekspedisi Ruang penyimpanan gas medis merupakan area bebas rokok

C.

Penyimpanan obat High alert : pada Bab obat High alert

D.

Penyimpanan Narkotik: pada Bab Narkotika

E. Penyimpanan Bahan Berbahaya 1. Bahan berbahaya yang telah diterima disimpan secara terpisah di dalam lemari tertutup 2. Pada kemasan lihat dan ikuti cara penyimpanan bahan B3 3. Kelompokkan bahan berbahaya dan beracun berdasarkan klasifikasi : - Mudah meledak (explosive) - Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) - Pengoksidasi (oxidizing) - Sangat mudah menyala (highly flammable) - Mudah menyala (flammable) - Amat sangat beracun (extremely toxic) - Sangat beracun (highly toxic) - Beracun (moderately toxic) - Berbahaya (harmful) 94

- Korosif (corrosive) - Bersifat iritasi (irritant) - Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) - Karsinogenik (carcinognenic) - Teratogenik (teratogenic) - Mutagenik (mutagenic) 4. Beri symbol/label sesuai klasifikasi B3 5. Beri tanda peringatan ”Dilarang Merokok/ Menyalakan Api”di tempat bahan yang mudah menyala/meledak/pengoksidasi 6. Bila terjadi tumpahan atau terkena bahan B3, maka lakukan tindakan sebagai tercantum dalam MSDS PELAPORAN KESALAHAN OBAT (MEDICATION ERROR) Pendahuluan Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan ataupun tidak Tujuan pelaporan kesalahan obat: a. Meningkatkan keselamatan pasien baik untuk pencegahan maupun penanganan terhadap kesalahan obat yang terjadi b. Memperbaiki sistem kerja yang dapat menjamin mutu pelayanan kefarmasian Kebijakan 1. Setiap kesalahan obat yang ditemukan wajib dilaporkan oleh petugas menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya. 2. Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan format Laporan Kesalahan Obat yang sudah ditetapkan. 3. Tipe kesalahan yang harus dilaporkan: a. Kejadian Nyaris Cedera/KNC b. Kejadian Tidak Cedera/ KTC c. Kejadian Tidak Diinginkan/KTD/Kejadian Sentinel 4. Kesalahan kategori KTC dan KTD dilaporkan secara tertulis dengan menggunakan Formulir Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RSCM. 5. Kesalahan obat kategori KTC dan KTD harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukannya insiden.

yang

Prosedur Petugas Pelapor 1. Mengidentifikasi tipe kesalahan obat yang terjadi. a. KNC: diselesaikan terlebih dahulu dengan unit terkait sebelum dilaporkan kepada atasan langsung. 95

b. KTD dan KTC segera dilaporkan kepada atasan langsung. 2. Mengisi Laporan Kesalahan Obat dengan lengkap dan benar. Untuk laporan yang tergolong KTC dan KTD, petugas harus mengisi Formulir Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RSCM. 3. Menyerahkan Laporan Kesalahan Obat dan Formulir Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien RSCM kepada atasan langsung petugas pelapor Atasan Langsung Petugas Pelapor 4. Menerima Laporan Kesalahan Obat dari setiap insiden 5. Melakukan tindak lanjut jika ada masalah yang belum terselesaikan 6. Merekapitulasi Laporan Kesalahan Obat setiap minggu dan kemudian melaporkannya kepada Kepala Instalasi Farmasi (untuk petugas farmasi) dan kepada Kepala Bidang Keperawatan (untuk perawat) Kepala Instalasi Farmasi/ Kepala Bidang Keperawatan 7. Merekapitulasi dan melaporkan Laporan Kesalahan Obat kepada Unit Pelayanan Jaminan Mutu (UPJM) dengan tembusan kepada Direktur Medik dan Keperawatan serta unit/ departemen terkait. 8. Membuat rapat rutin yang membahas penyelesaian masalah terkait dengan evaluasi pelayanan farmasi Unit Pelayanan Jaminan Mutu 9. Menindaklanjuti laporan kesalahan obat PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT Pendahuluan Efek samping obat (ESO) adalah respons terhadap suatu obat yang tidak diinginkan dan terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk pencegahan, diagnosis atau pengobatan suatu penyakit, Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat adalah proses mendeteksi, mendokumentasikan dan melaporkan efek samping obat

memantau,

Kebijakan 1. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Panitia Farmasi dan Terapi RSCM. 2. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter, perawat, apoteker di ruang rawat / Poliklinik 3. Tim Farmasi dan Terapi di tingkat Departemen Medik bertugas memantau efek samping obat. 4. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang masuk formularium RSCM dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek samping serius. 96

5. Laporan Efek Samping Obat dikirimkan ke Panitia Farmasi dan Terapi untuk dievaluasi dan tembusan ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu. 6. Panitia Farmasi dan Terapi RSCM melaporkan hasil evaluasi pemantauan ESO kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan menyebarluaskannya ke seluruh Departemen Medik/Instalasi/Unit Pelayanan di RSCM sebagai umpan balik/edukasi. Prosedur 1. Mengidentifikasi terjadinya efek samping obat a. Perawat - Perawat yang menemukan atau mendapat laporan terjadinya efek samping obat mencatat data pasien, reaksi efek samping obat dan data obat yang dicurigai - Melaporkan segera kepada dokter yang merawat pasien untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut. b. Apoteker - Apoteker yang menemukan atau mendapat laporan terjadinya efek samping obat mencatat data pasien, reaksi efek samping obat dan data obat yang dicurigai - Melaporkan segera kepada dokter yang merawat pasien untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut c. Dokter - Dokter yang menemukan atau mendapat laporan terjadinya efek samping obat mencatat data pasien, reaksi efek samping obat dan data obat yang dicurigai di rekam medis - Dokter mengevaluasi dan menangani efek samping yang terjadi. 2. Dokter/Apoteker/Perawat mengisi dengan lengkap Formulir MESO yang tersedia dan mengirimkannya ke Tim Panitia Farmasi dan Terapi di Departemen Medik terkait. 3. Tim Panitia Farmasi dan Terapi Departemen Medik menelusuri literatur mengenai ESO tersebut dan menetapkan skor berdasarkan algoritma Naranjo. 4. Laporan ESO dikirim ke Panitia Farmasi dan Terapi tingkat RSCM dan tembusan ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu 5. Jika diperlukan, ESO yang terjadi dapat ditindaklanjuti oleh Tim Panitia Farmasi dan Terapi Departemen Medik dan Tim Medis di ruang rawat 6. Panitia Farmasi dan Terapi RSCM merekapitulasi kejadian ESO setiap bulan dan membahasnya dalam rapat rutin . 7. Panitia Farmasi dan Terapi RSCM melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek samping obat kepada Direktur Medik dan Keperawatan, tembusan ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu. 8. Panitia Farmasi dan Terapi menyebarluaskan hasil evaluasi pemantauan efek samping obat kepada seluruh Departemen Medik/UPT/ Instalasi terkait sebagai umpan balik dan edukasi.

97

Formulir MESO (halaman depan)

98

Formulir MESO (halaman belakang)

99

Pain Assessment Alur Tatalaksana Nyeri di Ruang Rawat Inap & Rawat Jalan

100

KEBIJAKAN PELAYANAN REKAM MEDIS A.

PENGERTIAN BERKAS REKAM MEDIS 1. Berkas rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 2. Pasein adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak kepada dokter atau dokter gigi.

B.

FORMULIR REKAM MEDIS 1. Desain formulir rekam medis terkait bentuk, ukuran, warna dan tata letak (layout) tulisan, simbol, garis, dan tanda peringatan ditetapkan seragam untuk seluruh rekam medis. 2. Penyusunan desain formulir rekam medis dikoordinasikan oleh Panitia Rekam Medis berupa Problem Oriented Medical Record (POMR) sebagai rekam medis umum dan wajib untuk semua pasien. 3. Susunan formulir rekam medis Rawat Jalan terdiri atas formulir Identitas Pasien Poliklinik Khusus,Data Dasar,Pengkajian Masalah dan Perencanaan, Catatan Lanjutan Pesien Rawat Jalan. 4. Susunan formulir rekam medis Rawat Inap terdiri atas formulir Identitas Pasien Rawat Inap, Daftar Masalah, Data Dasar), Data Dasar Sambungan, Pengkajian Masalah dan Perencanaan, Catatan Lanjutan Penderita Dirawat & Resume Medis. 5. Formulir yang dikembangkan oleh setiap departemen /spesialisasi merupakan sisipan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari rekam medis umum. 6. Formulir rekam medis IGD mencakup waktu kedatangan dan ringkasan kondisi pasien saat keluar dan rencana tindak lanjut. 7. Formulir konsultasi digunakan sebagai salah satu alat komunikasi antar dokter baik rawat jalan, rawat inap dan IGD 8. Formulir transfer pasien dibuat pada saat pasien akan dipindahkan dari dan ke ruang rawat.

C.

PENOMORAN REKAM MEDIS 1. Nomor rekam medis diberikan pada saat pasien mendaftar di Rawat Jalan, Rawat Inap, IGD atau untuk bayi lahir di RSCM. 2. Setiap pasien baru rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat harus diberi nomor rekam medis dan tertera pada kartu berobat. 3. Nomor rekam medis diterbitkan terpusat dan terintegrasi dari Unit Rekam Medis untuk seluruh pelayanan di RSCM. 4. Nomor rekam medis diterbitkan secara urut sesuai kedatangan pasien baik di rawat jalan atau di unit gawat darurat.

101

5. Satu nomor rekam medis hanya diberikan untuk satu pasien dan berlaku untuk kunjungan seterusnya di RSCM. 6. Nomor rekam medis harus tercantum pada kartu berobat, indeks utama pasien (IUP), folder rekam medis dan semua formulir rekam medis pasien. 7. Nomor rekam medis pasien meninggal dan nomor rekam medis yang sudah non aktif tidak diterbitkan/diberikan lagi untuk pasien lain. 8. Nomor rekam medis diberikan untuk bayi lahir di RSCM dan berbeda dari nomor rekam medis ibunya. 9. Nomor rekam medis bayi lahir kembar diberikan berurut, bayi yang terlahir lebih dulu mendapat nomor rekam medis lebih dahulu dan bayi yang lahir kemudian mendapat nomor rekam medis selanjutnya. D.

KLASIFIKASI PENYAKIT ATAU KODING 1. Klasifikasi penyakit / koding berpedoman pada buku terbitan WHO yaitu ICD-10, ICD9CM dan ICD-O. 2. Setiap diagnosa baru, tindakan, dan sebab kematian yang ditulis oleh dokter pada formulir rekam medis harus ditentukan kode diagnosanya. 3. Kode diagnosa, tindakan dan kematian digunakan untuk statistik kesehatan dan dasar penentuan tarif pembayaran DRGs dan laporan Kemkes RI.

E. PENYIMPANAN BERKAS REKAM MEDIS 1. Penyimpanan berkas rekam medis berdasarkan nomor rekam medis sesuai sistem angka akhir (terminal digits filing system) 2. Berkas rekam medis pasien rawat inap disimpan untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak berobat/dirawat terakhir. 3. Berkas rekam medis setelah melampui jangka waktu 5 tahun dan tidak pernah digunakan pasien berobat, dipindahkan ke ruang penyimpanan non aktif untuk selanjutnya dimusnahkan 4. Ringkasan riwayat pengobatan atau resume dan persetujuan tindakan medik disimpan untuk jangka waktu 10 tahun sejak berkas rekam medis dinyatakan non aktif. 5. Untuk kasus-kasus tertentu (Medico legal, Cancer) berkas rekam medis dapat disimpan lebih dari 5 tahun. 6. Pemusnahan berkas rekam medis dilakukan setelah ditelaah terlebih dahulu oleh tim khusus yang dibentuk oleh Direksi. F. AKSESIBILITAS TERHADAP REKAM MEDIS 1. Peminjaman berkas rekam medis oleh tenaga medis, tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan lain harus secara tertulis dan disebutkan tujuan peminjaman. 2. Peminjaman berkas rekam medis oleh tenaga medis, tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan lain untuk kepentingan publikasi harus ada persetujuan tertulis pasien dan dokter yang merawat serta mendapat izin dari Direksi. 102

3. Yang berhak meminjam berkas rekam medis adalah tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, tenaga non kesehatan, institusi/ badan sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Berkas rekam medis yang dipinjam harus dikerjakan di ruang Unit Rekam Medis dan tidak dibenarkan dibawa keluar ruang Rekam Medis. 5. Dokter yang merawat dapat mengakses rekam medis pasien dengan persetujuan kepala unit rekam medis, sedangkan dokter yang tidak ikut merawat harus mendapatkan persetujuan dari kepala departemen terkait. G.

PENGEMBALIAN BERKAS REKAM MEDIS 1. Berkas rekam medis pasien rawat inap paling lambat dalam waktu 2x24 jam sejak pasien pulang, harus sudah dikembalikan ke Unit Rekam Medis. 2. Berkas rekam medis pasien rawat jalan/IGD paling lambat sebelum akhir jam kerja (pada hari yang sama), harus sudah dikembalikan ke Unit Rekam Medis.

H.

PELEPASAN INFORMASI UNTUK PIHAK KETIGA 1. Permohonan data/informasi rekam medis oleh pihak ke-3 diajukan secara tertulis kepada Direksi RSCM. 2. Permohonan data /informasi rekam medis oleh pihak ke-3 harus melampirkan surat kuasa dari pasien secara tertulis. 3. Pelayanan administrasi Visum Et Repertum (VER) dilakukan oleh Departemen Forensik Klinik

I.

KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR REKAM MEDIS 1. Semua berkas rekam medis pasien pulang rawat inap harus dibuat ringkasan rekam medis (Resume) oleh dokter yang merawat dan ditandatangani oleh DPJP. 2. Setiap tindakan /konsultasi yang dilakukan terhadap pasien harus segera ditulis pada formulir rekam medis. 3. Semua pencatatan pada formulir rekam medis harus ditandatangani oleh dokter atau tenaga kesehatan lain sesuai kewenangan dan ditulis nama terang, tanggal dan jam. 4. Pencatatan formulir rekam medis yang dibuat oleh residens (PPDS) harus diketahui oleh dokter pembimbingnya (DPJP). 5. Dokter yang merawat, dapat memperbaiki kesalahan penulisan dengan cara membuat satu garis pada tulisan yang salah dan dibubuhi paraf serta tanggal dan waktu ( dd/mm/yy; hh/mm-24 jam) 6. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak dibenarkan. 7. Formulir rekam medis harus lengkap terhitung selama 14 hari setelah pasien keluar rumah sakit.

103

J. PENEMPATAN OUTLET REKAM MEDIS 1. Penyimpanan berkas rekam medis pasien rawat jalan, UGD dan rawat inap disimpan secara sentralisasi di ruang penyimpanan Unit Rekam Medis. 2. Atas pertimbangan lokasi dan sifat spesifik serta untuk mempercepat pelayanan kepada pasien maka dimungkinkan penyimpanan berkas rekam medis selain di Unit Rekam Medis. 3. Lokasi outlet penyimpanan dan pelayanan rekam medis berada di Departemen lmu Kesehatan Anak, Departemen Radioterapi, Pelayanan Jantung Terpadu, Paviliun One Day Care, Paviliun Tumbuh Kembang, Departemen Rehabilitasi Medik dan RSCM Kencana. 4. Pelayanan rekam medis di outlet tersebut dikoordinasi oleh Unit Rekam Medis dan terintegrasi dalam sistem rekam medis. K.

KEWENANGAN PENGISIAN REKAM MEDIS 1. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang langsung memberikan pelayanan kepada pasien. 2. Residen yang sedang melaksanakan pendidikan dokter spesialis I dan II. 3. Tenaga keperawatan yang langsung memberikan pelayanan kepada pasien. 4. Dokter luar negeri yang sedang melakukan alih teknologi kedokteran berupa tindakan atau konsultasi kepada pasien, yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh Direksi RSCM. 5. Tenaga Kesehatan lain sesuai fungsi, kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan. 6. Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lain harus ditanda tangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat pasien atau dokter pembimbingnya.

L. KEPEMILIKAN 1. Berkas rekam medis pasien yang menerima pelayanan rawat jalan, UGD atau rawat inap di RSCM adalah milik RSCM. 2. Isi rekam medis adalah milik pasien dalam bentuk ringkasan rekam medis (resume medis). 3. Ringkasan rekam medis (resume medis) diberikan kepada pasien pada saat pasien pulang rawat inap. 4. Ringkasan rekam medis (resume medis) dapat dicatat atau dicopy oleh pasien atau oleh orang yang diberi kuasa atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak. 5. Dalam hal pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah sakit lain, berkas rekam medis tidak dibenarkan diberikan kepada pasien atau keluarga pasien, yang diberikan hanya ringkasan rekam medis (resume).

104

M.

RESUME MEDIS INAP 1. Setiap pasien keluar rawat inap harus dibuatkan resume medis oleh dokter yang merawat (DPJP). 2. Resume medis diberikan kepada pasien pada saat kelua / pulang rawat. 3. Resume medis dibuat rangkap 3 (tiga);  Lembar asli untuk pasien  Lembar kedua disimpan dalam berkas rekam medis  Lembar ketiga untuk penjamin

N.

RESUME MEDIS JALAN 1. Setiap pasien yang memiliki kunjungan berulang (penyakit kronik) dan pelayanan khusus seperti : Hemodialisa, Radioterapi, Kemoterapi, & Rehabilitasi Medis wajib dibuat resume rawat jalan dengan format yang tersedia. 2. Resume dibuat setelah selesai berobat rawat jalan atau permintaan khusus. 3. Resume medis dibuat rangkap 2 (tiga); Lembar asli untuk pasien/Jaminan Lembar kedua disimpan dalam berkas rekam medis

O.

PEMANFAATAN 1. Pemanfaatan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian yang menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya. 2. Pemanfaatan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien dan untuk kepentingan Negara.

P. KERAHASIAAN 1. Pimpinan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan dan atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis. 2. Untuk melindungi kerahasiaan isi rekam medis ditetapkan ketentuan bahwa hanya petugas rekam medis yang diizinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam medis. 3. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi rekam medis tanpa izin tertulis dari pasien dan dokter yang merawat. 4. Selama pasien dirawat inap/rawat jalan/IGD dan berkas rekam medis belum dikembalikan ke Unit Rekam Medis, maka tanggung jawab terhadap rekam medis berada pada tenaga keperawatan dan kepala ruang rawat. Rekam medis harus selalu disimpan pada tempat khusus di ruang perawatan atau ruang operasi/tindakan. 5. Tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, atau tenaga lain tidak dibenarkan memberikan berkas rekam medis kepada pasien atau keluarga pasien. 6. Tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, atau tenaga lain tidak berwenang memberikan persetujuan kepada pihak ketiga untuk memperoleh rekam medis. 105

7. Sanksi terhadap pelanggaran kerahasiaan dan keamanan informasi pasien sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang berlaku. Q.

PERLINDUNGAN INFORMASI PASIEN 1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan rumah sakit. 2. Untuk melindungi informasi pasien ditentukan sistem penyimpanan, pedoman pencatatan, ketentuan distribusi, penataan formulir dan klasifikasi /kodefikasi penyakit dan sekuritasi akses terhadap data pasien pada rekam medis. 3. Dokter, perawat, tenaga kesehatan lain, tenaga pengelola dan pimpinan rumah sakit harus menghormati kerahasiaan pasien dan tidak membicarakan tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien di luar area yang tidak berkaitan dengan pelayanan pasien. 4. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien tidak dipasang di pintu masuk ruang rawat atau di tempat nurse station. 5. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: a. Untuk kepentingan kesehatan pasien b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hokum atas perintah pengadilan, c. Permintaan dan /atau persetujuan pasien sendiri d. Permintaan institusi /lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan, e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. 6. Permintaan informasi pasien / rekam medis untuk tujuan tersebut harus dilakukan secara tertulis kepada pimpinan rumah sakit.

106

PENCEGAHAN DAN PENGONTROLAN INFEKSI

Sarung

Masker Indikasi

Surgical masker

Isolasi : Transmisi lewat udara (TBC) Perawatan pasien dengan H1N1 ( flu burung) H1N5 (Flu babi)

Topi

tangan N: 95

Isolasi : Transmisi lewat kontak Isolasi : Transmisi lewat dropplet

Apron

V V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Kaca mata pelindung

Sepatu pelindung

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Operator operasi

V

Cleaning Service (CS)

V

Juru masak(UPM) Petugas pemulasaraan jenazah Petugas farmasi di ruang LAF Persiapan obat kemoterapi Petugas di laboratorium

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Petugas CSSD

V

Catatan: Penggunaan APD lengkap untuk cleaning service saat menangani sampah, pada saat melakukan pembersihan lantai hanya menggunakan sarung tangan panjang

107

108

109

KEBERSIHAN TANGAN Kebersihan tangan adalah proses pembersihan kotoran dari tangan dengan cara menggosokkan cairan berbasis alkohol/gel dan atau dengan air mengalir dengan menggunakan sabun antiseptik yang mengandung chlorhexidine 2 – 4 % PROSEDUR Semua Karyawan, Mahasiswa, dan PPDS harus melakukan kebersihan tangan sesuai

1. -

dengan 6 langkah dari WHO yaitu: Sebelum kontak dengan pasien Sebelum melakukan tindakan aseptik. Setelah kontak dengan pasien. Setelah terpajan dengan cairan tubuh. Setelah kontak dengan area sekitar pasien.

2. Keluarga, pegunjung, relawan dan individu yang berkunjung harus melakukan kebersihan tangan sebelum makan, setelah makan, setelah dari kamar mandi, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien 3.

Setiap ruangan menyediakan

1. Perlengkapan Wastafel - Wastafel terbuat dari bahan stainless / keramik yang mudah di bersihkan - Air yang mengalir - Bergagang panjang - Sabun antiseptik yang mengandung chlorhexidine 2 % (Ruang Rawat, Poli) & 4 % (Ruang Operasi) - Dispensing Tissue - Kertas Tissue - Tempat sampah Non Infeksius - Poster Kebersihan Tangan 2. Handrub (Berbasis Alkohol) - Dengan memakai braket ditempatkan di setiap pintu masuk, di dinding di dalam kamar pasien dan ruangan tindakan - Di setiap tempat tidur pasien (ICU, HCU, UGD, NICU, Perinatologi, Immunocompromise) - Di meja balutan, meja suntik - Poster Kebersihan Tangan 110

4. Semua perhiasan yang ada di tangan harus di lepas pada saat melakukan kebersihan tangan 5. Tidak diperkenankan petugas kesehatan memiliki kuku palsu

kuku panjang, menggunuakan cat kuku /

6. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dibutuhkan waktu 40-60 detik dengan handrub cukup 20-30 detik 7. Enam langkah melakukan kebersihan tangan

111

6 Langkah Melakukan Kebersihan Tangan

112

113

ALUR TERTUSUK JARUM Aktivitas

Dokumen / Catatan Mutu

Keterangan

Mulai

Pegawai Terpajan Pelaporan ke

Pertolongan Pertama

Formulir Pelaporan

Kepala Ruangan Kejadian Tertusuk Jarum Dan Terpajan Cairan Tubuh

Laporan kejadian rangkap 3 Lembar 1 ke Poli Pegawai / IGD Lembar 2 ke PPIRS Lembar 3 ke K3RS

Nomor telp pegawai wajib diisi.

Jam Kerja Ya Pegawai Terpajan Ke POLI PEGAWAI Membawa lembar 1

PPIRS dan K3RS maksimal 3 x 24 Jam setelah Kejadian.

Tdk Pegawai Terpajan

Jam kerja : senin s.d jumat jam 08.00-15.30. Diluar jam kerja : Hari libur dan malam hari

Ke IGD (petugas SI)

Dokter Jaga Penyakit Dalam di UGD atau Dokter Jaga POLI PEGAWAI 1. Anamnesis. 2. Konseling , terapi. 3. Permintaan cek skrining.

114

Perlu konsul Hepatologi

Tdk

Ya Dr Hepatologi 1. Imunisasi atau terapi, 2. Cek Lab Skrining hepatitis

Selesai

Pemeriksaan lab skrining HIV: 1 hari, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun berdasar anamnesis dokter Pemeriksaan lab skrining hepatitis: 1 hari, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan berdasar anamnesis dokter

Selesai

115

ALUR PENANGANAN MRSA Aktivitas

Dokumen / Catatan Mutu

Keterangan

Mulai

Perawat Ruangan atau IPCN Link Menemukan pasien dengan kolonisasi atau infeksi MRSA di darah/ urin/ luka/ sputum

Kepala Ruangan Penanganan dan melaporkan ke PPIRS

IK Penanganan

kasus MRSA sesuai sumber kolonisasi atau infeksi Formulir Pelaporan kasus MRSA

PPIRS melalui IPCN wilayah Investigasi

Laporan investigasi kasus MRSA

PPIRS

Formulir skrining

Rekomendasi skrining

MRSA untuk petugas yang kontak langsung dg sumber infeksi

Patologi Klinik Pemeriksaan skrining MRSA ( swab hidung dan ketiak) dan skrining ulang setelah terapi. Ke hal 2

116

Dari Hal 1

Hasil skrining (+)

(-)

Petugas Ybs Ke Poli pegawai membawa hasil skrining

Stop

Dokter Poli pegawai Memberikan terapi chlorhexidine dan atau mupirocin salep

Patologi Klinik Skrining ulang paska terapi sampai hasil negatif

Stop

117

118

119

120

121

MANAJEMEN RISIKO Kejadian Sentinel Pengertian: 1. Pelaporan Kejadian Sentinel adalah Laporan Kejadian Sentinel yang segera harus dilaporkan dalam waktu maksimal 2 x 24 jam. 2. Kejadian Sentinel adalah: Suatu kejadian yang tidak di antisipasi yang dapat mengakibatkan kematian atau suatu kejadian yang mengakibatkan kehilangan fungsi yang permanen yang tidak berhubungan riwayat alamiah penyakit yang mendasari atau penyakit penyerta. Disebut sentinel karena merupakan sinyal kebutuhan untuk dilakukan investigasi dan respon segera. Contoh: - Kematian yang tidak diharapkan - Kehilangan fungsi tubuh yang utama - Operasi pada sisi yang salah, prosedur yang salah, atau pasien yang salah - Penculikan anak - Anak diserahkan pada orangtua yang salah - Pemerkosaan yang terjadi di RS - Bunuh diri di RS Prosedur : 1. Setiap staf RS yang menemukan / mengetahui / terlibat dalam insiden pada pasien segera membuat laporan insiden dengan mengisi Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ke atasan langsung pelapor. 2. Pelapor membuat laporan insiden secara lengkap dan melaporkannya dalam waktu maksimal 2 x 24 jam. 3. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan menentukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan (grading kuning atau merah). 4. Atasan langsung melaporkan insiden secara lisan kepada Direktur. 5. Atasan langsung segera mengirimkan Form Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja dan segera mengirimkan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM untuk dilakukan Investigasi Komprehensif/ Analisis Akar Masalah. 6. Tim Keselamatan Pasien RSCM segera membentuk Tim Investigator untuk melakukan investigasi dan analisis akar masalah. 122

7. Proses investigasi dan analisis akar masalah diselesaikan dalam waktu 14 hari. Dari hasil analisis akar masalah dibuat rekomendasi dan rencana perbaikan dilaporkan kepada Direksi disampaikan ke unit kerja terkait. 8. Tim Keselamatan Pasien akan membuat perbaikan untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. 9. Rekomendasi untuk perbaikan diberikan umpan balik dan sosialisasi kepada unit kerja terkait dan semua unit di RSCM. 10. Unit kerja membuat analisis dan trend kejadian di unit kerjanya masing-masing. 11. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim Keselamatan Pasien Unit Kerja. KNC Pengertian: 1. Pelaporan Kejadian Nyaris Cedera/ KNC adalah Laporan kejadian yang hampir / tidak sampai mencederai pasien yang dilaporkan maksimal 2 x 24 jam. 2. Kejadian Nyaris Cedera adalah berbagai macam proses yang tidak mempengaruhi efek namun bila terulang kembali dapat memberikaan efek yang serius. Prosedur : 1. Setiap staf RS yang menemukan / mengetahui / terlibat dalam insiden pada pasien segera membuat laporan insiden dalam waktu 2 x 24 jam. 2. Laporan dengan mengisi Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien ke atasan langsung pelapor. 3. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan menentukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan, apakah grading biru atau hijau dan segera dilakukan Investigasi Sederhana. 4. Atasan langsung melaporkan hasil Investigasi Sederhana dengan melampirkan Laporan Insiden yang dikirimkan ke Tim Keselamatan Pasien RSCM. 5. Tim Keselamatan Pasien RSCM akan menganalisis kembali hasil investigasi dan laporan insiden dari unit kerja dan melakukan regrading untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan. 6. Bila hasil regrading kuning atau merah maka Tim Keselamatan Pasien RSCM segera membentuk Tim Investigasi untuk menindaklanjuti insiden tersebut dengan Investigasi Komprehensif / Analisis Akar Masalah. 123

KTD Pengertian: 1. Pelaporan Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD adalah Laporan kejadian insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien 2. Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang tidak diantisipasi, tidak diharapkan, atau membahayakan yang mengakibatkan terjadinya cedera atau kematian terhadap pasien. Prosedur : 1. Setiap staf RS yang pertama menemukan / mengetahui / terlibat dalam insiden pada pasien segera membuat Laporan Insiden dengan mengisi Formulir Laporan Insiden ke atasan langsung pelapor. 2. Form Laporan harus diisi secara lengkap dan dilaporkan dalam waktu maksimal 2x24 jam. 3. Bila staf yang melaporkan insiden bertugas dalam shift jaga, maka laporan harus diselesaikan dalam shift tersebut 4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan menentukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan apakah grading biru, hijau, kuning atau merah. 5. Atasan langsung melaporkan insiden secara lisan kepada Direktur. 6. Bila grading risiko berwarna biru atau hijau, Atasan langsung segera melakukan Investigasi sederhana, sedangkan bila grading risiko berwarna kuning atau merah, Atasan langsung segera mengirimkan Form Laporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien Unit untuk dilakukan Investigasi Komprehensif /Analisis akar masalah. 7. Tim Keselamatan Pasien segera membentuk Tim Investigator untuk melakukan investigasi dan Analisis akar masalah. 8. Setelah analisis akar masalah selesai, hasil analisis akar masalah, rekomendasi, dan rencana perbaikan dilaporkan kepada Direksi. 9. Tim Keselamatan Pasien akan membuat “Pembelajaran” berupa: Petunjuk/ “Safety alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. 10. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik dan sosialisasi kepada unit kerja terkait dan semua unit di RSCM. 11. Unit kerja membuat analisis dan trend kejadian di unit kerjanya masing-masing. 12. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Tim Keselamatan Pasien unit kerja RSCM. 13. Tim Keselamatan Pasien mengisi Form Register Risiko yang merupakan kumpulan risiko yang terjadi dalam satu tahun. 124

Risk Grading Matriks Pengertian: 1. Matriks grading risiko adalah suatu metode analisis kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya. 2. Penilaian dampak adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien, karyawan dan pengunjung rumah sakit mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal. 3. Penilaian tingkat probabilitas adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi. 4. Skor risiko adalah hasil perkalian antara dampak dan probabilitas 5. Pita risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Probabilitas

Tidak signifikan

Sangat sering (5)

Moderate

Sering Terjadi (4)

Minor

Moderat

Mayor

Katastropik

Moderate

Tinggi

Ekstrim

Ekstrim

Moderate

Moderate

Tinggi

Ekstrim

Ekstrim

Mungkin terjadi (3)

Rendah

Moderate

Tinggi

Ekstrim

Ekstrim

Jarang terjadi (2)

Rendah

Rendah

Moderate

Tinggi

Ekstrim

Sangat jarang terjadi (1)

Rendah

Rendah

Moderate

Tinggi

Ekstrim

PROSEDUR 1. Bila terdapat beberapa Insiden dalam suatu Unit, Atasan / Kepala Unit akan memetakan Insiden dalam Tabel Asesmen risiko untuk menentukan rangking prioritas risiko. 2. Penentuan rangking prioritas risiko dengan menghitung Skoring risiko berdasarkan perkalian Dampak dan Probabilitas dan menentukan warna pita risiko : Biru, hijau, Kuning dan merah 3. Penentuan dampak dilihat pada baris atas dari kiri ke kanan sedangkan probabilitas pada kolom kiri dari bawah ke atas. 4. Penentuan warna pita risiko, berdasarkan pertemuan antara dampak dan probabilitas 125

5. Jika pada penilaian risiko ditemukan dua insiden dengan hasil nilai skor risiko yang sama, maka untuk menentukan prioritasnya, dapat menggunakan warna pita risiko. 6. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan dilakukan sebagai berikut: - Untuk pita risiko berwarna biru, investigasi sederhana dilakukan atasan langsung dalam waktu maksimal 1 (satu) minggu. - Untuk pita risiko berwarna hijau, investigasi sederhana dilakukan atasan langsung dalam waktu maksimal 2 (dua) minggu. - Untuk pita risiko berwarna kuning, investigasi komprehensif/ Analisis akar masalah/ RCA oleh Tim Keselamatan Pasien/ K3 RSCM, waktu maksimal 45 hari. - Untuk pita risiko berwarna merah, investigasi komprehensif/ Analisis akar masalah/ RCA oleh Tim Keselamatan Pasien/ K3 RSCM, waktu maksimal 45 hari. Investigasi Sederhana Pengertian: Investigasi sederhana adalah proses analisa akar masalah secara sederhana terhadap insiden dengan pita risiko berwarna biru atau hijau dengan menggunakan pertanyaan 5 why /„5 kenapa‟ yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya. Prosedur : 1. Insiden dengan pita grading berwarna biru dilakukan investigasi sederhana dalam waktu maksimal 1 minggu 2. Insiden dengan pita grading berwarna hijau dilakukan investigasi sederhana dalam waktu maksimal 2 minggu 3. Investigasi Sederhana dilakukan oleh Kepela Unit dengan mengumpulkan Data secara Observasi, Mengumpulkan dokumen terkait insiden dan wawancara dengan orang yang terlibat dalam insiden 4. Hasil Invsetigasi dianalisis untuk mencari penyebab langsung dan penyebab akar masalah menggunakan teknik “5 Why”. 5. Hasil Investigasi sederhana yang sudah dilengkapi dalam Form Laporan Hasil Investigasi dilaporkan ke Tim UPJM 6. Tim UPJM akan melakukan monitoring dan Evaluasi tindak lanjut Rekomendasi dan Tindakan. 126

7. Tim UPJM akan mensosialisasikan tindakan perbaikan yang sudah dilakukan, sebagai Pembelajaran ke unit - unit yang lain. RCA Pengertian : Investigasi Komprehensif / Analisis akar masalah / Root Cause Analysis (RCA) adalah metode evaluasi terstruktur untuk identifikasi penyebab kejadian yang tidak diharapkan serta tindakan adekuat untuk mencegah kejadian yang sama berulang kembali. Prosedur : 1. Insiden yang masuk dalam pita grading berwarna kuning atau merah dilakukan analisis akar masalah 2. Investigasi Komprehensif / Analisis akar masalah dilakukan oleh Tim Keselamatan Pasien Unit Pelayanan dengan mengumpulkan Data secara Observasi, Mengumpulkan dokumen terkait insiden dan wawancara dengan orang yang terlibat dalam insiden 3. Menganalisis Hasil Investigasi untuk mencari penyebab langsung dan penyebab akar masalah. 4. Hasil Investigasi Komprehensif yang sudah dilengkapi dalam Form Laporan Hasil Analisis Akar masalah dilaporkan ke Tim UPJM. 5. Tim UPJM akan melakukan monitoring dan Evaluasi tindak lanjut Rekomendasi dan Tindakan 6. Tim UPJM akan mensosialisasikan TIndakan Perbaikan yang sudah dilakukan, sebagai Pembelajaran ke Unit - unit yang lain.

127

Pengumpulan Indikator Mutu PENGERTIAN 1. Pengumpulan data untuk pengukuran Indikator mutu dan keselamatan pasien adalah proses kompilasi data dari semua unit yang dibuat dalam Indikator mutu dan keselamatan pasien. 2. Indikator adalah sebuah variabel yang digunakan untuk mengukur perubahan dari suatu fenomena atau proses. 3. Indikator peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara fungsional dibagi atas indikator klinis, indikator manajerial dan Indikator keselamatan pasien (IPSG), sedangkan secara struktural dibagi atas indikator tingkat korporat dan tingkat unit/instalasi/departemen. 4. Indikator peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah variabel yang digunakan untuk mengukur Pencapaian mutu dan keselamatan pasien dalam Sistem (Struktur, Proses dan Outcome). PROSEDUR 1. Indikator tingkat korporat dibuat oleh tim yang ditunjuk dengan menggunakan Surat Keputusan Direksi dan berlaku untuk di setiap unit/instalasi/departemen terkait. 2. Indikator tingkat unit/ instalasi/ departemen dibuat oleh unit/ instalasi/ departemen terkait dan dikumpulkan ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu. 3. Unit Manajemen Kinerja membuat Program kerja yang berisi Kegiatan Pengukuran Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien yang terdiri dari Proses :  Pengumpulan data  Analisa data  Validasi data  Monitoring Evaluasi data dengan menggunakan Grafik mis. Run Chart atau Control Chart  Perbaikan (Improvement) menggunakan metode PDSA (Plan Do Study Action)  Menjaga kesinambungan perbaikan (sustainability of improvements) 5. Unit Manajemen Kinerja membuat Kertas kerja (work sheet) Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien sebagai acuan untuk laporan Indikator dari setiap unit / Instalasi / Departemen yang tdd :  Standard  Area  Indikator 128

6. 7.

8. 9.

 Definisi Operasional  Formula  Frekuensi (Hasil pencapaian)  Target  Penanggung jawab Pengumpulan data Indikator dari semua Unit / Instalasi / Departemen dibagi atas Data harian, Data bulanan, Data Triwulan dan Data tahunan Setiap Unit / Instalasi / Departemen merekap dan melaporkan data hasil pencapaian Indikator setiap bulan sebelum tanggal lima bulan berjalan ke Unit Manajemen Kinerja dalam bentuk Lembar kerja (worksheet) dilampirkan grafik pencapaian. Unit manajemen kinerja akan menganalisa laporan Unit/ Instalasi / Departemen dan membuat trend hasil indikator mutu dan keselamatan pasien dalam bentuk grafik ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu sebelum minggu kedua setiap bulan. Indikator yang tidak berlaku lagi diberitahukan ke Unit Pelayanan Jaminan Mutu untuk disimpan setidaknya sampai dua tahun sejak dianggap tidak berlaku.

129

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS) Kode Komunikasi Darurat Code Red

: Informasi Kebakaran

Code Green

: Informasi Gempa

Code Purple

: Perintah Evakuasi

Code Black

: Informasi Ancaman Bom

Code Yellow

: Informasi Darurat Banjir

Code Pink

: Penculikan Bayi dan Anak

6 Facility Management & Safety (FMS) Plan: - Keselamatan dan keamanan - Pengolahan bahan beracun dan berbahaya - Manajeman emergensi - Manajemen kebakaran - Peralatan medis - Sistem utilitas

130

APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Instruksi Kerja Penggunaan APAR: 1. APAR yang akan dipergunakan terlebih dahulu dilihat jarum penunjuk tekanan 2. Apabila jarum penunjuk tekanan berada pada warna hijau maka APAR dapat digunakan 3. Dibuka segel, kemudian kunci pengaman dilepaskan 4. Berdirilah dengan jarak 2 meter dari sumber api 5. APAR dipergunakan dalam posisi tegak dan arahkan semprotan ke dasar api 6. APAR disemprotkan dengan cara menekan genggaman pada tuas bagian atas Prinsip Penggunaan APAR: 

Pull tarik atau cabut pin pengaman APAR



Aim arahkan nozzle atau selang ke api



Squeeze tekan handle dari APAR



Sweep kibas-kibas arah semprotan ke api

131

Manajemen Limbah 1. Padat Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut : a. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/tanda yang jelas. b. Wadah/container diberi alas kantong plastik dengan warna :  Kuning - limbah medis (limbah infeksius, patologi, farmasi, tajam)  Merah - limbah radioaktif  Ungu - limbah sitotoksik (bila tidak tersedia maka gunakan kantong kuning dan diberi label/tulisan ”LIMBAH SITOTOKSIS”  Hitam untuk limbah non medis/domestik  Bening untuk limbah daur ulang c. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan lebih dari 24 Jam d. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (cukup 2/3 bagian) e. Wadah/container harus bertutup, model injak (untuk tempat sampah di ruangan) tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada di tempat yang aman dari jangkauan binatang atau serangga. f. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan (sharp container/safety box) g. Obat, bahan baku obat, vaksin, serum, reagensia, radiofarmasi (film/kontras) dan alat kesehatan yang kadaluarsa, rusak atau tidak digunakan lagi harus dikembalikan ke pemasoknya atau dimusnahkan di incinerator. h. Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor dan diberi label bertuliskan ”Limbah Sitotoksis”. i. Pemusnahan obat, bahan baku obat, vaksin, serum, reagensia, radiofarmasi (film/kontras) dan alat kesehatan kadaluarsa / rusak harus mengikuti Prosedur Pemusnahan Perbekalan Farmasi Kadaluarsa / Rusak j. Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata dan bila perlu topi/helm.

2. Cair a. Seluruh limbah cair dari rumah sakit dibuang langsung ke saluran pembuangan limbah cair terpusat/setempat dan diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat /setempat sebelum dibuang ke lingkungan, kecuali limbah fixer, developer, oli bekas, cairan sisa obat sitotoksis, cairan B3 dan limbah cair radioaktif. b. Saluran pembuangan limbah cair harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air, mengalir lancar dan terpisah dari saluran air hujan c. Limbah yang mengandung zat radioaktif pengelolaannya harus sesuai ketentuan BATAN/BAPETEN.

132

d. Limbah fixer, developer, oli bekas cairan B3 harus diserahkan ke Unit Sanitasi dan Lingkungan untuk disimpan di TPS B3 dan diolah di tempat pengolahan khusus. e. Mengikuti prosedur tata cara pembuangan limbah cair bahan kimia atau mengikuti petunjuk MSDS (material safety data sheet) yang tercantum dalam label kemasan. f. Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD).

Penjelasan mengenai sampah medis: 1. 2. 3.

4. 5.

6.

7.

Penanganan sampah medis adalah rangkaian kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan sampah medis sesuai peraturan yang berlaku. Sampah medis meliputi sampah infeksius, sampah patologis, sampah sitotoksis, sampah farmasi, dan sampah benda tajam. Sampah infeksius adalah sampah yang mengandung organisme pathogen (bakteri, virus, parasit dan jamur), meliputi kultur infeksius dari kegiatan laboratorium, materi yang terkena darah atau cairan tubuh, kantong darah, sampah pasien isolasi penyakit menular, sampah farmasi yang terkontaminasi cairan tubuh pasien Sampah patologis adalah jaringan, organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh dari kegiatan pembedahan dan autopsi. Sampah sitotoksis adalah bahan yang terkontaminasi oleh obat sitotoksis dalam peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksis dan obat sitotoksis (terapi kanker). Sampah farmasi adalah obat, bahan baku obat, vaksin, serum, reagensia, radiofarmasi (film/kontras) dan alat kesehatan yang kadaluarsa, tidak memenuhi spesifikasi, rusak, tidak digunakan, dan terkontaminasi. Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong, melukai atau menusuk kulit, seperti jarum suntik, jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet, pecahan gelas, pecahan kaca, pecahan / patahan ampul, pecahan botol, pisau bedah.

Penanganan sampah medis: 1.

2.

Penanggung jawab ruangan berkoordinasi dengan petugas cleaning service menyiapkan wadah sampah medis yang memenuhi syarat (bersih, tertutup, berlabel, tidak bau, berlapis kantong plastik sesuai jenis sampah medis) Penghasil sampah (dokter, perawat, karyawan, pasien, keluarga pasien, mahasiswa) membuang sampah medis ke dalam wadah / tempat sampah medis: a. Sampah infeksius berlabel “sampah infeksius” dan atau lambang “biohazard” dan berlapiskan kantong plastik kuning b. Sampah sitotoksik berlabel “sampah sitotoksik” dan atau lambang “sitotoksik” dan berlapiskan kantong plastik ungu atau wadah khusus “sampah sitotoksik”

133

c. Sampah benda tajam ke dalam wadah / kotak benda tajam (sharp container / safety box) yang tahan tusukan dan tahan air serta berlabel “sampah benda tajam”dan lambang “biohazard” d. Sampah radioaktif berlabel “sampah radioaktif” dan atau lambang “radioaktif” dan berlapiskan kantong plastik merah. e. Pengawas sanitasi melakukan pengawasan (supervisi) rangkaian kegiatan penanganan sampah medis secara rutin sesuai jadual yang telah dibuat dan membuat laporan setiap bulannya.

Penjelasan mengenai sampah nonmedis 1.

2. 3.

4.

5.

Sampah non medis adalah buangan hasil kegiatan di rumah sakit yang tidak mengandung mikroorganisme patogen, tidak berbahaya dan tidak beracun, bersumber dari kegiatan rawat jalan, rawat inap, pelayanan penunjang, gawat darurat, dapur, perkantoran, taman dan halaman Sampah non medis meliputi sampah domestik yakni sampah organik dan sampah anorganik Sampah organik terdiri dari sampah dapur, sisa-sisa makanan, daun-daun tanaman, rumput, kayu, dan ranting/batang pohon dan sampah anorganik yang terdiri dari sampah rumah tangga, kertas, kardus, karton, kemasan/pembungkus obat/alat kesehatan, kemasan pembungkus makanan/minuman, pembungkus pasta gigi/sabun/shampo, dan lain-lain Sampah anorganik kering adalah sampah yang dapat didaur ulang terdiri dari kardus bekas, botol plastik bekas, toples bekas, jerigen bekas, ember bekas, plabot, kertas, koran, majalah, gelas mineral, dll Sampah daur ulang adalah buangan hasil kegiatan di rumah sakit yang tidak mengandung mikroorganisme patogen, tidak berbahaya, tidak beracun dan dapat digunakan kembali (reuse) atau di daur ulang (recycle), bersumber dari kegiatan rawat jalan, rawat inap, pelayanan penunjang, gawat darurat, dapur, perkantoran, taman dan halaman

Penanganan sampah nonmedis 1. Penanggung jawab ruangan berkoordinasi dengan petugas cleaning service menyiapkan wadah sampah non medis yang memenuhi syarat (bersih, tertutup, berlabel, tidak bau, berlapis kantong plastik sesuai jenis sampah non medis) 2. Penghasil sampah (dokter, perawat, karyawan, pasien, keluarga pasien, mahasiswa) membuang sampah non medis ke dalam wadah / tempat sampah non medis: a. Sampah domestik berlabel “sampah domestik” dan berlapiskan kantong plastik hitam b. Sampah daur ulang berlabel “sampah khusus” dan atau lambang “recycle” dan berlapiskan kantong plastik bening 3. Petugas cleaning service di ruangan mengenakan pakaian kerja dan APD (masker, sarung tangan, apron dan sepatu boot)

134

KEBIJAKAN ORIENTASI PEGAWAI RSCM Jenis Orientasi 1.

Bagi calon pegawai dengan status CPNS dan Non PNS yang akan melakukan tugas di RSCM harus diberikan orientasi terlebih dahulu : 1. Orientasi umum : Untuk memberikan pemahaman terhadap organisasi dan budaya kerja serta pemahaman terhadap sumber daya yang menunjang pelaksanaan tugas di RSCM. 2. Orientasi Keprofesian : Untuk memberikan pemahaman terhadap pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pendidikan dan keprofesiannya. 3. Orientasi unit kerja : Untuk memberikan pembekalan dalam rangka pelaksanaan tugas di unit kerja yang akan diberikan kepada calon pegawai.

2.

Bagi tenaga magang, PPDS, PPDU, Outsourcing dan sukarelawan yang akan melakukan tugas yang berkaitan dengan pengembangan pelayanan, pendidikan, pelaksanaan tugas harus diberikan orientasi terlebih dahulu.

3.

Bagi pegawai yang dimutasi ke RSCM dari Kementerian Kesehatan RI harus diberikan orientasi terlebih dahulu.

4.

Bagi pegawai yang dirotasi antar unit di lingkungan RSCM diberikan orientasi unit kerja.

135

Empat Langkah untuk Penyempurnaan/ Perbaikan Berkesinambungan 1. Mindset/ Pola Pikir 

Akreditasi adalah milestone/ tonggak bersejarah perjalanan perbaikan berkesinambungan.



Upaya-upaya ditujukan bagi pasien, bukan sertifikat itu sendiri



Tiga tahun berlalu begitu cepat, tetap siap akan lebih mudah daripada menjadi siap.

2. Alat yang digunakan 

Standard akreditasi memberikan bahasa mutu yang sama dan perangkat harapan yang sama untuk maju.



Tujuan-tujuan motivasi memberi energi dan gagasan kolektif untuk masalah prioritas.



Data yang akurat akan memandu keputusan individu dan arah strategi keseluruhan.

3. Tantangan 

Mempertahankan perbaikan membutuhkan budaya perawatan yang aman dan bermutu:  Perilaku individu harus mengubah satu orang pada satu saat.  Budaya RSCM dapat berubah dengan segera: Kejadian sentinel atau perubahan kepemimpinan dapat mengubah budaya segera dan dengan sering mengukur arah & kecepatan kemajuan.

4. Empat Langkah Menuju Sukses 

Pikirkan perubahan & kelola perubahan itu



Terapkan proses

Langkah 1: Buatlah segala sesuatunya mudah & jelas Kebijakan & prosedur: sepraktis mungkin, pendek, bahasa sederhana, mudah diakses bagi yang membutuhkan, selalu up to date.  Budaya mutu yang kuat dipertahankan dengan kepemimpinan, bukan kebijakan.  Perilaku individu paling baik dibentuk oleh mentor dan teladan, bukan kebijakan.  Temukan cara yang sederhana dan efektif untuk mengkomunikasikan informasi mutu & keselamatan pada semua pihak (pemerintah, pimpinan, pegawai, pasien, dsb)  Komunikasi singkat tentang mutu sekali seminggu lebih baik daripada banyak dokumen sekali sebulan.

136

Langkah 2: Jadikan Data Sebagai Sahabat  Hal-hal kunci dibuat lebih efektif dengan data – sebuah grafik mewakili nilai ribuan kata.  Jangan mencoba menginterpretasi semua data, berikan pada pemilik data untuk melakukannya, misalnya: Biarkan dokter spesialis ortopedi yang menjelaskan mengapa komplikasi hip replacement meningkat 8 bulan terakhir.  Pemilik data juga pemilik tindakan perbaikan dan keberhasilannya untuk mempertahankan perbaikan.  Teruslah memperbaiki sistem data: buat alat pengumpulan data yang ingin digunakan pegawai, perkuat proses analisis data supaya lebih cepat & lebih komprehensif.  Tunjukkan penggunaan data tersebut untuk memahami berbagai aspek di RSCM. Langkah 3: Buat Perubahan & Kelola Perubahan Itu  Buat daftar perubahan yang terjadi di RSCM: -

Perubahan kepemimpinan

-

Pelayanan medis

-

Renovasi bangunan & perbaikan fasilitas

-

Pegawai baru

-

Perubahan populasi pasien

-

Aktivitas klinik & manajemen

 Pikirkan bagaimana mengelola perubahan itu.  Pastikan bahwa standard-standard tersebut terpenuhi saat perubahan terjadi: pelatihan staf, keselamatan kebakaran untuk gedung baru, bangun mutu untuk semua kontrak pelayanan. Langkah 4. Lakukan Prosesnya  Lakukan tracer pasien & sistem: lengkapi minimal sekali sebulan  Terus evaluasi rekam medik pasien untuk memastikan semua riwayat pasien terekam.  Terapkan penggunaan penerjemah untuk memastikan tingkat kenyamanan pegawai  Lakukan evaluasi terhadap proses-proses berisiko tinggi untuk memastikan tidak ada kejadian tidak diharapkan (KTD).  Cek track record untuk semua dokumentasi: 4 bulan untuk survei pertama, 12 bulan untuk survei setiap 3 tahun.

137

Lampiran.1 Formulir-Formulir Terkait Anestesi dan Bedah 1. Penilaian pra sedasi Tercakup dalam formulir pra anestesia :

Formulir pra anestesia yang terdiri dari kajian sistem yang diisi oleh pasien dan dokter

138

2. Kriteria Skor Aldrette (Status Anestesia Hal 3) TVS

R

N

28

TD

VAS Skor Aldrette

220

20

200

10

Aktivitas

16

180

9

Sirkulasi

N

12

160

8

Pernafasan

 Sis

8

180

140

7

Kesadaran

160

120

6

Warna Kulit

25

140

100

5

20

120

80

4

15

100

60

3

10

80

40

2

5

60

20

1

 Dis +R ▲ TVS

0

Total

139

3. Formulir Informed Consent Anestesia dan Bedah yang Terpisah

Formulir persetujuan dan penolakan tindakan kedokteran yang diterbitkan oleh KKI

140

4. Kriteria PADSS dan PDC (Pediatric Discharge Criteria)

Form Kriteria PADSS

141

KRITERIA DISCHARGE PEDIATRI Untuk Discharge Dari Pemantauan Sedasi Tanda Vital Stabil………………………………..………………………..1 Tidak Stabil.………………………………………………….0 Respirasi Normal/preprosedur.......... ……………................……........2 Pernapasan dangkal/takipneu......…………...........................1 Apneu/pernapasan periodik…………………………........... 0 Tingkat kesadaran Waspada, orientasi baik/sesuai preprosedur..………………...2 Labil, gelisah, pusing, disorientasi........ …………………..….1 Respon tumpul terhadap rangsang verbal/fisik ..…………….0 Saturasi Oksigen 94-100%…………………………………………………......2 88-93%......………………………………………..................1
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF