BUKU SLHI 2012 (HIGH RES) Indonesiaprogresif

July 18, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download BUKU SLHI 2012 (HIGH RES) Indonesiaprogresif...

Description

 

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 Pi l a r L i n g k u n g a n H i d u p I n d o n e s i a

 

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 Pi l a r L i n g k u n g a n H i d u p I n d o n e s i a

i

 

KATA PENGANTAR

P

embangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, serta membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pelaksanaannya perlu memperhatikan keseimbangan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yakni sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan hasil kesepakatan dunia dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan Deklarasi Lingkungan Hidup pada KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan, ekonomi dan manusia. Indonesia yang dikaruniai kekayaan kekayaan sumber daya alam dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah seyogyanya dapat membawa bangsa dan negara kita menjadi salah satu yang terbesar di dunia serta, yang terpenting, dapat menjamin tingginya tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia secara merata. Sasaran tersebut sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia tentang Sustainable Growth with Equity , atau Pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dengan memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, maka dari sisi dimensi lingkungannya diperlukan kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sepenuhnya yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Dengan begitu pembangunan akan sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup, yaitu meningkatkan nilai dan fungsi lingkungan hidup. Hal yang harus diperhatikan adalah daya dukung, daya tampung dan aspek pencadangannya serta tata ruang sehingga tidak menimbulkan berbagai bencana lingkungan seperti pencemaran lingkungan, kerusakan hutan dan lahan, banjir, longsor, kekeringan serta berbagai wabah penyakit. Semua itu menyebabkan krisis energi, air dan pangan yang pada akhirnya menjadi ancaman bagi peri kehidupan kita. Patut kita sesali bersama karena pada kenyataannya lingkungan hidup Indonesia telah banyak yang rusak dan cemar serta sumber daya alam kita semakin terkikis. terkik is. Sesal saja sangat tidak cukup,keterpuruka keterpurukan n ini harus menjadi “wake-up call” pada kita semua untuk bersama-sama berupaya meningkatkan kapasitas diri dalam mengatasi semua permasalahan lingkungan hidup.

ii

 

Upaya tersebut di atas dipengaruhi oleh perilaku semua pemangku kepentingan baik secara individu maupun kolektif. Oleh karenanya, perilaku ini yang harus diubah menjadi lebih ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan tema Tema Hari Lingkungan Hidup Tahun 2013 “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi Untuk Selamatkan Lingkungan”. Tema ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian kita atas pentingnya pemanfaatan sumber daya alam secara bijak dan berwawasan lingkungan hidup. Tema Tema ini diadopsi dari Tema Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup Dunia, United Nations Environment Programme (UNEP), yaitu “Think.Eat.Save” , mengingat perilaku dan pola konsumsi terutama dalam menyikapi daur hidup pangan berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tematik (SLHI) Tahun 2012 disusun untuk memberikan pemahaman akan kondisi lingkungan hidup Indonesia dan bagaimana semua pemangku kepentingan berupaya untuk melindungi dan mengelolanya. Laporan ini difokuskan pada tema kapasitas pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dengan  judul “Pilar Lingkungan Hidup Indonesia” Indonesia”.. Laporan ini menyajikan kecenderungan kualitas lingkungan hidup, gambaran interaksi dinamis antara kapasitas dan kualitas lingkungan hidup serta ser ta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kapasitas pengelolaan lingkungan hidup yang memadai merupakan elemen penting yang akan menentukan status lingkungan hidup Indonesia di masa depan. Atas nama Kementerian Lingkungan Hidup, pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Tim Pakar dan semua pihak yang telah membantu penyusunan buku Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 ini. Mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan, yakni pembuat kebijakan, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, media massa serta masyarakat luas.

Jakarta, 5 Juni 2013

Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA

iii

 

Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012

Diterbitkan oleh: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Jl. D. I. Panjaitan Kav. 24 Jakarta 13410 Telp : 021 -858008 -85800811 Fax : 021 -8580081 ISBN 978-602-8358-67-5

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Isi dan materi yang ada dalam buku ini boleh di reproduksi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi dan arti dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya.  Pelindung :

Prof.. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, Menteri Lingkungan HIdup Prof  Pengarah :

DR. Henry Bastaman, Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas  Penanggung Jawab :

Ir. Laksmi Dhewanthi, MA, Asisten Deputi Data dan Informasi Lingkungan  Editor :

Dida Gardera, Eri Rura, Luhut P Lumban Gaol, Lindawati, Nuke Mutikania, Mutik ania, Harimurti, Heru Harnowo, R.Susanto, Adi Fajar Ramly, Hasan Nurdin, Heru Subroto, Indira Siregar, Abdul Aziz Sitepu, Wahyudi Suryatna  Penulis :

Prof. Dr. Akhmad Fauzi, Prof. Dr. Dedy Darnaedi MSc., Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, Dr. Budhi Gunawan, Dr. Driejana, Ir. Idris Maxdoni Kamil, M.Sc.,Ph.D., M.Sc.,Ph .D., Dr. Dr. Herto Dwi Ariesyadi, Aries yadi, Hernani Hernan i Yulinawati, ST., MURP, MURP, Ph.D., Ano Herwan Herwana, a, SE, MM., Dida Gardera, S.T., M.Sc., Dr. Esrom Hamonangan, Ir. Dewi Ratnan Ratnaningsih, ingsih, Jetro, S.T.  Sekretariat :

Suhartono, Trileni Ratna Aprita, Aprita, Saeprudi Pendukung :

Baiah, Wiyoga, Wiyoga, Agnes Swastikarina Gusthi, Sudarmanto, Tommy Tommy Aromdani, Juarno, Sarjono, Sarjono, S Dombot Sunaryedi, Yayat Rukhiyat, Nurheni Astuti, Anastasia, M. Bambang Eko Ariwibowo, Ariwibowo, Rio Kurniawan M, Tri Prihartiningsih

iv

 

Ucapan Terima Kasih Kementerian Lingkungan Hidup Mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi dalam penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2012 Kontributor :

Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mineral, Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Pembang unan Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Meteorologi,  Klimatologi dan Geofisika. Kontributor Foto : Sugiarti Penjelasan Cover:

Sesuai dengan judul SLHI 2012 yaitu “ Pilar Lingkungan Hidup Indonesia ”,”, cover ini berusaha menampilkan keseimbangan tiga pilar pembangunan Indonesia berkelanjutan yakni sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, serta membangun manusia Indonesia seutuhnya.

v

 

DAFTAR

Isi Cover Dalam Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Kotak   

i ii-iii v vi ix xiii xv

1. INTERAKS INTERAKSII KAPASITAS KAPASITAS PENGELOLAAN DENGAN KUALITAS KUALITAS LINGKUNGAN

1

TANTANGAN LINGKUNGAN MEMETAKAN KAPASITAS PENGELOLAAN DAN KUALITAS LINGKUNGAN

3 4

 

2. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

6

   

UDARA

9

AIR                      

23 KualitasPenurunan Air Sungai Beban Pencemar 

Kualitas Air Danau Dampak Penurunan Kualitas Air Kuantitas Air Dampak Penurunan Kuantitas Air HUTAN DAN LAHAN Lahan Kritis PESISIR DAN LAUT Kualitas Air Laut KEANEKARAGAMAN KEANEKA RAGAMAN HA HAYA YATI TI Keanekaragaman Hayati yang Dilindungi Perundang-Undangan Republik Indonesia

24 26 27 29 30 32 37 47 50 56 60 60

 

Flora Fauna Dalam “Red Data List” IUCN Flora Fauna dan Mikro Mikroba ba Invasif 

61 63

 

3. KAPASITAS PENGELOLAAN LINGKUNG LINGKUNGAN AN HIDUP

66

   

KELEMBAGAAN PENGELO PENGELOLAAN LAAN LINGKUNGAN HIDUP Lembaga Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup

69 69 70 71 72 76 76 76 76 78 80

Unit Pelayanan Terpadu  

   

Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun

Lembaga Daerah Pengelolaan Lingkungan Hidup SARANA DAN PRASARANA Laboratorium

 

     

Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL)

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) SUMBER DA DAY YA MANUSIA PENGELOLA Anggaran Lingkungan Hidup

vi

 

           

PENAATAN HUKUM LINGKUNG PENAATAN LINGKUNGAN AN Pengembangan Sistem Penanganan Kasus Lingkungan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Penaatan Dalam Konteks Pembinaan Pendidikan Formal 

 

Pendidikan Non Formal 

 

Pendidikan Informal 

     

PROGRAM PENGELO PENGELOLAAN LAAN LINGKUNGAN HIDUP Internasionalisasi Internasionali sasi Lingkungan Hidup Peran Indonesia di Forum Internasional 

 

Indonesia Sebagai Tu Tuan an Rumah Dalam Pertemuan Internasional 

 

Patisipasti Aktif Indonesia dalam Organisasi Regional/Internasion Regional/Internasional  al 

 

Kerja sama Bilateral 

   

Hutan dan Lahan

 

Air

   

     

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan di Kementerian Kehutanan Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air 

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Sumber Daya Air Keanekaragaman Keanekar agaman Hayati Balai Kliring Keamanan Hayati 

 

Taman Keanekaragaman Hayati 

 

Protokol Nagoya

 

Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetik 

 

Konservasi Tum Tumbuhan buhan di Kawasan Ex-situ Konservasi 

     

       

       

Pesisir dan Laut Program Rantai Emas – Rehabilitasi Pantai, Entaskan Masyarak Masyarakat at Setempat  Program rehabili rehabilitasi tasi dan Pengelolaa Pengelolaan n Terumbu Karang – COREMAP 

Udara Perubahan Perubaha n Iklim

Upaya Sektor Industri  Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN)

Sampah AKSES PARTISI ARTISIP PASI PENGELOLAAN LINGKUNG LINGKUNGAN AN Dunia Usaha Program Peringkat Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)

 

Pengembangan Pengembanga n Industri Hijau

 

Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup

       

Badan Usaha Milik Negara Lembaga Swadaya Masyarak Masyarakat at Masyarakat Hukum Adat Perguruan Tinggi

vii

84 86 87 89 90 90 90 91 92 92 92 95 96 96 97 98 101 101 101 102 103 104 105 105 106 106 108 108 108 109 112 114 115 116 118 118 118 120 121 122 123 125 126

 

     

Media Massa Masyarakat Umum Pemangku Kepentingan Pro Lingkungan Hidup

128 128 132

 

4. CATATAN KHUSUS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

134

 

PERUBAHA N TUTUPAN LAHAN PERUBAHAN Pulau Sumatera Pulau Kalimantan Pulau Papua PENGENDALIAN KERUSAKAN SUNGAI Sungai Ciliwung Sungai Citarum Sungai Cisadane Sungai Brantas GERAKAN GERAK AN PENYELAMAT PENYELAMATAN AN DANAU Danau Limboto Danau Singkarak  Danau Rawa Pening Danau Ayamaru RAGAM AKSI DAN HIKMAH PEMBELAJARAN Aksi Pengelolaan Teluk Tomini Tomini Aksi Pengelolaan Lingkungan Selat Bali Peraturan Tingkat Kampung Melindungi Terumbu Karang Usaha Pelestarian Badak Jawa dan Sumatera Pelestarian Ratusan Spesies Bambu Proyek Raksasa Konservasi Lahan Pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

136 137 139 141 147 147 154 158 160 163 163 163 164 165 167 168 169 169 172 174 175 176

                                       

                 

KONDISI SAAT INI POTENSI TEKANAN DAN ISU LINGKUNGAN DI MASA DEP DEPAN AN Sebaran dan Pertumbuhan Penduduk  Kemiskinan Alih Fungsi Lahan Pertumbuhan Sektor Tra Transportasi nsportasi Permintaan Energi Perilaku Peduli Lingkungan KAPASITAS KAPASIT AS PENGELOLAAN LINGKUNG LINGKUNGAN AN HIDUP MASA DEPAN

5. KUALITAS LINGKUNGAN DAN KAPASITAS PENGELOLAANNYA

178

 

6. SINTESIS DAN HARAPAN

198

   

SINTESIS HARAPAN KE DEPAN

200 203

viii

180 186 186 189 191 193 194 195 196

 

DAFTAR

Gambar Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 2.1. Gambar 2.2.

Foto Deforestasi Hutan, Eksploitasi BatuBara Skema Driver-Pressure-Sta Driver-Pressure-State-Impacts-Response te-Impacts-Response Kapasitas Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Hidup vs Kualitas Lingkungan Hidup Konsumsi Energi di Indonesia Tahun 1990 – 2009 dari Berbagai Sektor Tren Peningkatan Peningkatan Jumlah Kendaraan Bermotor (Darat) Nasional Untuk Kategori

2 4 5 9

(A) Mobil, Truk Dan Bus, (B) Sepeda Motor Tren Rata-Rata Tahunan Pengukuran Metode Pasif (A) NO 2; (B) SO2 di 33 Ibukota Provinsi Sebaran Konsentrasi Rata-Rata NO2 dan SO2 Di 248 Kota/Kabupaten di Indonesia I ndonesia Konsentrasi SO2 dan NO2 dari Sektor Transportasi Tahun 2011 Konsentrasi SO2 dan NO2 dari Sektor Pemukiman Tahun 2011 Konsentrasi SO2 dan NO2 dari Sektor Komersial Tahun Tahun 2011 Konsentrasi SO2 dan NO2 dari Sektor S ektor Industri Tahun Tahun 2011 Konsentrasi CO Tahun 2011-2012 di Perkotaan (Road Monitoring) Konsentrasi Road Side Monitoring NO 2 Tahun 2011-2012 Konsentrasi Road Side Monitoring TSP Tahun 2011-2012 Konsentrasi Road Side Monitoring SO  Tahun 2011-2012 2 Konsentrasi Road Side Monitoring Hidrokarbon Tahun Tahun 2011-2012 Konsentrasi Road Side Monitoring O3 Tahun 2011-2012 Konsentrasi Rata-Rata PM10 dan PM 2,5 di Sepuluh Kota Indonesia Tahun 2012 Kandungan Logam Berat (ng/m3) Dalam PM Tahun 2012 Konsentrasi Sulfat (µmol/L) Air Hujan Rata-Rata Tahunan, Tahunan, 2001-2011 Konsentrasi Nitrat (µmol/l) Air Hujan Rata-Rata Tahunan, Tahunan, 2001-2011 Dampak Deposisi Asam Case Fatality Rate KLB Diare di Indonesia Tahun 2005-2012 Persentase Titik Pantau Pantau Air Sungai di Indonesia dengan Status Tercemar Tercemar Berat Berdasarkan Kriteria Mutu Air Kelas II PP 82 Tahun Tahun 2001 Penurunan Penuruna n Kualitas Sungai di Indonesia (peta 2008 dan 2012)

10

26

Gambar 2.27. Gambar 2.28. Gambar 2.29. Gambar 2.30. Gambar 2.31. Gambar 2.32. Gambar 2.33.

Sebaran nilai rasio BOD/COD dan Nilai Pencemar Organik Berdasarkan Provinsi Persentase Persenta se Parameter Kualitas Air 2008-2012 yang Tidak Tidak Memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas II PP 82/2001 Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Terhadap Air Minum Layak (Perkotaan dan Perdesaan) Potensi Air dan Ketersediaan Air per Kapita Sumber Daya Air per Pulau pada Musim Hujan Tinggi Curah Hujan di Tiap Pulau (mm/tahun) Sebaran DAS Kritis pada Tahun 1984, 1992, dan 2005 Jumlah Kejadian Banjir di Indonesia I ndonesia Beberapa Potret Potret DAS Kritis di Indonesia Penurunan Luasan Hutan pada Periode 2000 – 2011

Gambar 2.34. Gambar 2.35. Gambar 2.36.

Persentase Perubahan Hutan pada Periode 2000 – 2011 Persentase Perubahan Hutan Mangrove pada Periode 2000 – 2011 Penurunan Penuruna n Luasan Hutan pada periode 2000 – 2011 per Propinsi

39 39 41

Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12. Gambar 2.13. Gambar 2.14. Gambar 2.15. Gambar 2.16. Gambar 2.17. Gambar 2.18. Gambar 2.19. Gambar 2.20. Gambar 2.21. Gambar 2.22. Gambar 2.23. Gambar 2.24. Gambar 2.25. Gambar 2.26.

ix

11 12 13 13 14 14 15 15 16 16 17 17 19 19 21 21 22 23 24 25

26 29 31 31 31 32 33 33 37

 

Gambar 2.37. Gambar 2.38. Gambar 2.39. Gambar 2.40. Gambar 2.41. Gambar 2.42. Gambar 2.43. Gambar 2.44. Gambar 2.45. Gambar 2.46. Gambar 2.47. Gambar 2.48. Gambar 2.49. Gambar 2.50. Gambar 2.51. Gambar 2.52. Gambar 2.53. Gambar 2.54. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5.

Sebaran Kejadian Bencana Banjir & Bencana Banjir Yang Disertai Longsor Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun 2011 Sebaran Kejadian Kekeringan Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun 2011 Kondisi Terumbu Karang di Indonesia (%) Kandungan Amoniak di Pelabuhan Perbandingan Kandungan Oksigen Terlarut di Pelabuhan Tanjung Priok dan Gorontalo Tahun 2011 – 2012 Perbandingan Kandungan Fenol di Pelabuhan Tanjung Priok dan Gorontalo Tahun 2011 – 2012 Perbandingan Kandungan Amoniak di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2011-2012 Kandungan TSS di Daerah Wisata Kandungan Oksigen Terlarut di Daerah Wisata Kandungan Minyak dan Lemak di Daerah Wisata Kandungan Fenol di Daerah Wisata Kandungan Amoniak di Daerah Wisata Kandungan MBAS di Daerah Wisata Flora Fauna Yang Dilindungi Oleh Undang-Undang Republik Indonesia Flora-Fauna Flora-F auna Berdasarkan Kriteria IUCN Kategori Kriteria IUCN pada Fauna Kategori Kriteria IUCN pada Flora Jumlah Jenis Flora Fauna danMikroba Invasif Total Pelayanan Unit Pelayanan Terpadu Jumlah Total Pemohon Layanan Unit Pelayanan Terpadu Penurunan Jumlah Jenis Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup Peningkatan Total Kualitas Impor Bahan Beracun dan Berbahaya (juta ton) Laporan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup

49 49 50 56 56 57 57 58 58 59 59 59 59 61 61 62 62 63 70

71 72 72 74

Gambar 3.9. Gambar 3.10. Gambar 3.11. Gambar 3.12. Gambar 3.13.

Tingkat Provinsi Nasional Laporan Capaian Indik Indikator ator Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Nasional Laporan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Tingkat Kabupaten/K Kabupaten/Kota ota Laporan Capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Tingkat Kabupaten/Kota Jumlah Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tingkat Provinsi Sebaran Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup vs Total Belanja Pemerintah RI Pembagian Pembag ian Dana Alokasi Khusus Lingkungan 2006 – 2012 Mekanisme Tata Cara Penanganan Pengaduan

Gambar 3.14. Gambar 3.15. Gambar 3.16.

Jumlah Sanksi Administrasi yang dikeluarkan tahun 2012 Hasil Pengawasan Penaatan Pelaksanaan Sanksi Administrasi Hasil Evaluasi Kinerja Komisi Penilai Amdal Provinsi dan Kabupaten/K Kabupaten/Kota ota

88 88 89

Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8.

x

74 74 74 77 79 80 83 87

 

Gambar 3.17. Gambar 3.18. Gambar 3.19. Gambar 3.20. Gambar 3.21.

Pendidikan dan Pelatihan KLH Tahun 2010 – 2012 Alur proses pengelolaan Keanekaragaman Keanekaragaman Hayati Pengembangan Kebun Raya Jaringan Stasiun di Indonesia Peman Pemantau tau Kualitas Udara Sistem Pelaporan Inventarisasi Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional

91 104 107 109 115

Gambar 3.22. Gambar 3.23. Gambar 3.24. Gambar 3.25. Gambar 3.26. Gambar 3.27. Gambar 3. 28. Gambar 3.29. Gambar 4.1.

Kinerja Penanganan Tempat Pembuangan Akhir Tahun 2011-2012 Jumlah Perusahaan Peserta PROPER Neraca Limbah B3 Kegiatan Pertambangan, Energi Migas Neraca Limbah B3 Sektor Kawasan & Jasa Jumlah Anggaran Community Development Media Massa Dalam Pemberitaa Pemberitaan/InformasiLi n/InformasiLingkunganHidup ngkunganHidup Penghargaan Kalpataru Jumlah dan Prosentase Pemangku Kepentingan Pro Lingkungan Hidup Perubahan Tutupan Hutan P. Sumatera (a) 2000, (b) 2003, (c) 2006, (d) 2009, (e) 2011, (f) (f ) Deforestasi Deforestasi 2000 – 2011 Perubahan Tutupan Hutan Provinsi di Pulau Sumatera Perubahan Hutan Tahun 2000 Menjadi Tutupan Lahan Lain di Tahun 2011 di Pulau Sumatera Perubahan Tutupan Hutan Provinsi di Pulau Kalimantan (a) 2000 dan (b) 2011 Perubahan Tutupan Hutan Provinsi di Pulau Kalimantan Perubahan Hutan Tahun 2000 Menjadi Tutupan Lahan Lain di Tahun 2011 di Pulau Kalimantan Deforestasi Hutan Pulau Papua 2000-2011 Perubahan Tutupan Hutan Provinsi di Pulau Papua Perubahan Hutan Tahun 2000 Menjadi Tutupan Lahan Lain di Tahun 2011 di Pulau Papua Diagram Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Kuningan Tahun1997, 1999, 2002, 2009

117 118 119 119 122 128 132 133

Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21.

Peta Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Kuningan Tahun 1997, 1999, 2002, 2009 Peta Lokasi Sungai Ciliwung Perubahan Luasan Hutan dan Permukiman DAS Ciliwung, Tahun 2000-2010 Proporsi Perubahan Tutupan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2000-2010 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2010 Status Mutu Hulu-Hilir DAS Ciliwung Tahun 2010-2012 Berdasarkan KMA Kelas II PP 82/2001 Garis Besar Rencana Restorasi Sungai Ciliwung Tahun Tahun 2012 – 2015 Pilot Project Pemulihan Kualitas Lingkungan Sungai Ciliwung Tahun 2006 – 2011 Peta Wilayah DAS Citarum Perubahan Tata Guna Lahan di DAS Citarum yang Menekan  Kondisi Sungai Citarum Jumlah Aliran Air PerTahun Sungai CitarumTahun 1963-2008

xi

137

138 138 139 140 141 142 143 143 145 145 148 149 149 150 150 152 152 154 155 156

 

Gambar 4.22. Gambar 4.23. Gambar 4.24. Gambar 4.25. Gambar 4.26. Gambar 4.27. Gambar 4.28. Gambar 4.29. Gambar 4.30. Gambar 4.31. Gambar 4.32. Gambar 5.1. Gambar 5.2. Gambar 5.3. Gambar 5.4. Gambar 6.1.

Indeks Pencemaran di Segmen Sungai Citarum Hulu Peningkatan Fasilitas Sanitasi di Cekungan Bandung Tahun 2000-2011 Tingkat Pencemaran Sungai Cisadane Peta DAS Brantas Status Mutu DAS Brantas Tahun 2012 Dibandingkan Dengan

156 157 159 160

KMA Kelas II PP 82/2001 Dua Betina Dewasa dan Tiga Anak (kiri); (k iri); Dua Bekantan Bek antan Jantan Dewasa (kanan) di Areal Reklamasi Uji coba Penelitian Uji Jenis untuk Tanaman Hutandi Areal Reklamasi Badak Sumatera yang Berhasil Terekam Kamera Populasi Badak Sumatera di Awal Penyebarannya Populasi Badak Sumatera yang Masih Tersisa di Indonesia Estimasi Populasi Badak Jawa Tahun 1967 – 2012 Perhitungan Pembobotan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Matriks Korelasi antara Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi2 Provinsi2009-2012 009-2012 Perkembangan Perkembang an Kemiskinan di Indonesia 2004 – 2012 Lokasi Penyebaran Sumber Daya dan Cadangan Batu Bara, Status Desember 2011 Kapasitas Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Hidup vs Kualitas Lingkungan Hidup

161

xii

167 168 172 173 173 174 183

182 189 192 202

 

DAFTAR

Tabel Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7. Tabel 2.8. Tabel 2.9. Tabel 2.10. Tabel 2.11. Tabel 2.12. Tabel 2.13. Tabel 2.14. Tabel 2.15. Tabel 2.16. Tabel 2.17. Tabel 2.18. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel3.7. Tabel 3.8.

Pemantauan PM10 dan PM2,5 di 10 Kota Indonesia Tahun 2012 Status Ekosistem15 Danau di Indonesia Tahun 2011 Status Trofik dan Kualitas Air Danau Kriteria Status Trofik Danau Angka Kematian Bayi, Jumlah Kematian, Angka Fertilitas Total dan

18

Jumlah Kelahiran menurut Provinsi 2011 Jumlah Pasien TB Paru Positif dan Diare menurut Provinsi 2009 – 2010 Jumlah Pasien, Tingkat Kefaalan, dan Tingkat Kejadian Penyakit Demam Berdarah menurut Provinsi, 2008 – 2010 Jumlah Pasien, Tingkat Kefaalan, dan Tingkat Kejadian Penyakit Demam Berdarah menurut Provinsi, 2008 – 2010 Laju Perubahan Tutupan Hutan per Tahun per Provinsi pada Periode 2000 – 2011 Perkembangan Kebakaran Hutan di Berbagai Fungsi Hutan Jumlah Pantauan Hotspot pada Periode 2005-2011 Luas Lahan Kritis Di Indonesia 2000 – 2011 Luas dan Kondisi Hutan Mangrove Menurut Provinsi Tahun 2011 Luas Penyebaran Hutan Bakau Menurut Provinsi Dan Tingkat Kerusakan, 2007, 2010, 2011 Rehabilitasi Hutan Bakau Menurut Provinsi 2008 – 2010 Luas Penyebaran Hutan Bakau Menurut Provinsi 2007,2011 Volume Produksi Perikanan 2007 -2011  jumlah Sarana dan Prasarana Prasarana Perikanan Perikanan 2007 – 2011 Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Rekapitulasi Bentuk Kelembagaan LH Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota (per Februari 2013) Jumlah dan Status Laboratorium Lingkungan di Indonesia TingkatProvinsi TingkatProvinsi Hasil Evaluasi SLHD Tahun 2011 Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup vs AnggaranPendapatanBelanja Daerah Total

34 35

Tabel 3.12. Tabel 4.1.

Alokasi Dana Dekonsentrasi Lingkungan 2012 Alokasi DAK Bidang LingkunganHidup Tahun Tahun 2006 – 2013 Tenaga Kerja Kehutanan Pada IUPHHK HT Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan s/d 2011 Nama dan Luas Kebun Raya Perkembangan Perkembang an Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Tahun Tahun 2000-2005 (Gg CO2e) Neraca Limbah B3 yang Diperoleh dari Hasil Pengawasan PROPER pada Periode 2010-2011 Neraca Limbah B3 yang Diperoleh dari Hasil Pengawasan PROPER pada Periode2011-2012 Indeks Perilaku Peduli Lingkungan Status Pencemaran di Segmen Sungai Cisadane

Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2009-2011 Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Tingkat Provinsi Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2010-2035

Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11.

xiii

27 27 28

36 36 38 46 46 47 51 52 52 52 55 55 69

73 75 78 81 82 83 99 107 112 120 120 130 158 181

184 187

 

Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6.

LajuPertumbuhanPendudukMenurutProvinsi LajuPertumbuhanPendudukMenurut Provinsi 2010-2035 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2012 Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi di Indonesia

188 190 193

Tabel 5.7.

Perkembangan Perkembang an Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2011

193

xiv

 

DAFTAR

Kotak  Box: HujanAsam/Deposi HujanAsam/DeposisiAsam siAsam Box: BerbagaiDanauDengan Status Trofiknya Box: Ihwal Izin Lingkungan

21 28 84

Box: Landasan Kuat Bagi Pengelolaan Sampah Box: Sepenggal Jejak WALHI Box: Pusat Studi Lingkungan Hidup Perguruan Tinggi Box: Keberhasilan Kuningan Dalam Konservasi Hutan

85 124 126 144

xv

 

1

INTERA RAKSI KSI K AP APASI ASIT TAS INTE PENGELOLAAN PENGEL OLAAN DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN

xvi

 

“Penulisan Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 ini bersifat tematik, yang bertuju bertujuan an memapark memaparkan an kapasitas pengelolaan dalam merespon dinamika lingkungan hidup. Kapasitas pengelolaan dan kualitas lingkungan hidup memilik i relasi timbal-balik. Kapasitas Kapasita s yang memadai akan menentukan mutu lingkungan, dengan menganalisis, merespon dan menentukan aksi dalam menjawab tantangan.”

1

 

1 Interaksi Kapasitas Pengelolaan dengan Kualitas Lingkungan

Dengan begitu, menimbang betapa krusial ikhtiar meraih keberlanjutan lingkungan hidup, pustaka ini menyajikan pokok bahasan ihwal kapasitas pengelolaan lingkungan. Hal itu mencakup kelembagaan, kebijakan, serta program lingkungan tingkat nasional dan daerah.

Pustaka SLHI 2012 memuat enam bab. Bab pertama berisi latar belakang dan tujuan penulisan. Bab kedua menguraikan secara ringkas status lingkungan hidup yang diwakili komponen: sumberdaya hutan dan lahan, sumberdaya pesisir dan laut, sumberdaya air, udara, dan keanekaragaman hayati.

Pendek kata, laporan ini hendak memaparkan interaksi dinamis antara kapasitas dengan kualitas lingkungan hidup, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tentu saja, paparan yang termuat dalam pustaka ini masih menyimpan keterbatasan dan kekurangan. Satu hal yang perlu menjadi catatan bersama adalah ketersediaan dan validitas data-informasi. Namun demikian, laporan ini disusun dengan melibatkan banyak pihak sehingga dapat dijadikan acuan bersama.

Bab ketiga baru memasuki fokus utama tentang kapasitas pengelolaan lingkungan di Indonesia. Lantas, bab keempat menyajikan pembelajaran, dengan memusatkan pada masalah dan kondisi lingkungan tertentu, serta kebutuhan kapasitas untuk mengatasinya.

Kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, yang melibatkan para pemangku kepentingan, mensyaratkan kecakapan kapasitas pengelolaan lingkungan. Kapasitas yang mumpuni menjadi salah satu elemen penting yang akan menentukan status

Seiring kemajuan zaman, lingkungan hidup nampaknya akan menghadapi tekanan lebih berat di masa datang. Untuk itu, bab kelima akan meneropong potensi tekanan dan tantangan ke depan. Paparan juga akan menyajikan pemikiran tentang kapasitas pengelolaan yang diperlukan, yang diharapkan mampu menghadapi tantangan zaman. Bab keenam sebagai bab terakhir akan menyajikan kesimpulan dan beberapa catatan

lingkungan hidup di masa depan.

penting.

Gambar 1. Foto Deforestasi Hutan, Eksploitasi Batu Bara

2  

TANTANGAN   LINGKUNGAN Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (BIG, 2010) yang bergelimang sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kekayaan yang melimpah ruah itu

bermotor meningkat pesat tiap tahunnya. Akibatnya, pencemaran udara semakin bertambah.

berperan sebagai bekal pembangunan ekonomi selama Di beberapa provinsi dan kota besar, knalpot empat dekade terakhir. Kendati pernah dihantam kendaraan bermotor ibarat cerobong asap yang krisis pada penghujung 1990-an, tren pembangunan berjalan. Tak heran, moda kendaraan bermotor agaknya masih berkinerja lumayan baik. Sayangnya, menjadi penyumbang terbesar konsentrasi NO 2 pertumbuhan ekonomi dalam periode itu diiringi (Nitrogen dioksida), SO 2  (Sulfur dioksida) dan CO dengan merosotnya sumberdaya alam dan lingkungan (Karbon monoksida). Kini, selain kecelakaan lalu lintas, hidup. Indonesia menghadapi tantangan tak ringan:  jala  ja lana na n ju juga ga me mene neba barr ri si siko ko ga gang nggu guan an ke kese seha hata tan. n. Ga Gass kelangkaan dan kualitas lingkungan menyusut. Nitrogen oksida misalnya, bila terhirup dapat merusak paru-paru. Salah satu isu yang menonjol selama pembangunan adalah berkurangnya luas kawasan hutan secara Pertumbuhan pendud uk juga memicu berkembangnya drastis sejak 1970-an. Meski upaya reforestasi telah industri manufaktur, kehutanan, pertanian dan digelar, dalam satu dekade terakhir misalnya, tutupan peternakan. Dampak tumbuh-kembangnya industri hutan penurunan: dari hektar 104.747.566 hektaremasih padamengalami 2000, menjadi 98.242.002 pada 2011 (Kementerian Kehutanan). Keadaan kian memburuk: degradasi hutan diikuti pula dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim serta konversi hutan untuk industri kehutanan, kawasan budidaya, plus kebakaran hutan. Beban tak ringan dalam mengelola lingkungan hidup  juga  ju ga te terp rpam ampa pang ng di pe pesi sisi sirr da dan n la laut ut,, ku kual alit itas as da dan n kuantitas air, kualitas udara kota dan kawasan industri, serta keanekaragaman hayati. Belum lagi bencana alam yang makin kerap melanda di berbagai sudut negeri. Keadaan itu membuat banyak pihak mengelus dada. Tak cukup sampai di situ. Tantangan kian berat lantaran laju pertumbuhan penduduk tak terkendali. Padatnya populasi berdampak berbeda di perdesaan dan perkotaan. Tekanan penduduk di perdesaan, antara lain, telah melejitkan konversi hutan, termasuk merombak lahan marjinal kawasan hutan menjadi lahan budidaya dan permukiman. Penduduk yang bertambah berarti makin banyak perut yang mesti diisi: meningkatkan kebutuhan pangan. Di sisi lain, luas lahan pertanian relatif tetap; bahkan menurun. Sementara itu, tak imbangnya jumlah penduduk dan luas lahan di laju pertumbuhan kendaraan

berderet panjang: alih dan fungsi lahan, polusi, serta meningkatnya sarana prasarana transportasi. Ujung-ujungnya, menghamburkan karbon dan gas rumah kaca lainnya. Lingkungan hid up yang ganjil punya dampak lanjutan. Tengoklah kualitas air yang merosot karena minimnya sistem pengolahan air limbah di perkotaan. Rupanya kesadaran industri dalam mengelola limbah masih perlu terus didorong. Tapi, jangan lupa pula: limbah dari masyarakat juga belum dikelola secara optimal. Kualitas lingkungan yang buruk dan ditambah pola hidrologis yang rusak menyebabkan timbulnya berbagai bencana termasuk wabah penyakit, misalnya diare. Di balik daftar panjang masalah di atas, Indonesia tak pernah lelah berupaya menangkal anjloknya mutu lingkungan hidup. Sejatinya, berbagai pihak dari sekujur negeri bekerja keras memulihkan, merespon dan beraksi nyata bagi lingkungan hidup. Di samping telah ada aksi mengurangi laju deforestasi, berbagai upaya lain juga telah dilakukan pemerintah. Upaya itu berada di tiga jalur: mencegah degradasi lingkungan terus berlanjut, merehabilitasi kerusakan, serta melestarikan alam lingkungan yang masih baik. Tentu, kerja keras itu menggandeng berbagai instansi pemerintah, kalangan dunia usaha, organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat luas.

3  

1 Interaksi Kapasitas Pengelolaan dengan Kualitas Lingkungan

MEMETAKAN KAPASITAS PENGELOLAAN   DAN KUALIT KUALITAS AS LING LINGKUNG KUNGAN AN Laporan ini memakai pendekatan konseptual Driver- lingkungan. Misalnya: emisi polutan gas ke udara. Pressure-State-Impacts-Response  (DPSIR) yang dikembangkan United Nations Environment Programme  State (S),   status perubahan lingkungan karena (UNEP). Sebagaimana disajikan dalam Gambar 3, kerangka pendekatan DPSIR ini mengasumsikan hubungan sebab akibat antara komponen sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling berinteraksi, yang terdiri atas:

Driving

force

tekanan. Misalnya: penurunan kualitas udara karena meningkatnya emisi gas buang beracun dari industri.

Impact (I),   dampak berubahnya status lingkungan. Misalnya: gangguan kesehatan penduduk terpaksa menghirup udara tercemar.

yang

(D),  

kekuatan pendorong terjadinya perubahan lingkungan. Misalnya: kegiatan sosioekonomi,i, seperti industri atau pertanian. sosioekonom

Pressure (P),  tekanan langsu ng yang dapat merubah

Response (R),   respon pemerintah dan masyarakat luas terhadap empat komponen itu (D-P-S-I). Misalnya: perumusan kebijakan dan aturan ambang batas emisi gas bagi industri atau lainnya.

Gambar 2. Skema Driver-Pressure-State-Impacts-Response .

PSR

DPSIR-SCHEME

R

D    t    n    e    m    t    n    o    r     i    v    n    e    e     h    t    n    o    t    c    a    p    m     I    n    a    m    u     H   =     P    +     D

Response

Driving Force

(i.e. regulation and measures to be taken in respon to human impact)

(i.e. sosioeconomic activities)

P

I

Preasure

Impact

(i.e. emisions/dischart from point and diffuse sources, rivers and atmosphere )

(i.e. assesment of the effects of human impact)

S State of the environment (present state-natural state as modified by human impact)

Sumber: United Nations Environment Programme

4  

Gambar 3. Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup vs Kualitas Lingkungan Hidup.

Kualitas Lingkungan Hidup Tinggi

I

IV

l

l

Tinggi l Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Rendah

Tinggi l Kapasitas Pengelolaan Lingkungan HidupTinggi

 Kualitas Lingkungan Hidup

     g    n     i     L    n    a    p    a    u     l    o    d     i     h     l    a    e    H    d    g   n   n    n   a    e    e     R     P   g      s    n    u    a     t     k     i    s    a    p    a     K

 Kualitas Lingkungan Hidup

II

III

l

 Kualitas Lingkungan Hidup

l

Rendah l Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Rendah

 Kualitas Lingkungan Hidup

l

K   a  p k   a  u  s  i    n  t     g  a  a  s  n P  H  e n i     g  d   u  e l     p  o T   a l    i    n  a   g n   g L  i    i    n   g -

Rendah  Kapasitas Pengelolaan

Lingkungan HidupTinggi

Kualitas Lingkungan Hidup Rendah

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Pendekatan DPSIR dapat menggambarkan perubahan status lingkungan yang telah terjadi dan responnya; potensi tekanan yang mungkin terjadi dan respon yang harus dilakukan. Hal itu khususnya menyangkut kapasitas pengelolaan lingkungan yang diperlukan di masa datang. Dengan pendekatan DPSIR, laporan ini mencoba menggambarkan keterkaitan antara kapasitas pengelolaan dengan kualitas lingkungan hidup. Sebagaimana disajikan dalam Gambar 3, korelasi antara kapasitas pengelolaan dan kualitas lingkungan hidup dapat membentuk empat kombinasi sebagai berikut: • Kuadran I: kualitas lingkungan tinggi, namun

kapasitas pengelolaan rendah, • Kuadran II: kualitas lingkungan dan kapasitas

pengelolaannya sama-sama rendah,

Dari empat kuadran tersebut, diharapkan kualitas lingkungan dan kapasitas pengelolaan lingkungan di Indonesia berada pada kuadran IV. Ini merupakan korelasi positif dan ideal, kapasitas yang tinggi akan mampu menjaga atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Kondisi yang tidak diharapkan adalah kuadran II: kapasitas dan kualitas berkorelasi positif namun negatif. Sedangkan kuadran I dan III adalah anomali. Kapasitas nya rendah, namun kualitas lingkungan hidup tinggi atau sebaliknya. Kuadran I dapat terjadi karena tekanan terhadap lingkungan—aktivitas manusia dan pembangunan yang tak ramah lingkungan—belum terlalu besar. Hal yang sebaliknya adalah kuadran III: tekanan sangat besar, sementara kapasitas yang sudah relatif besar, belum mampu memulihkan atau menjaga kualitas lingkungan.

• Kuadran III: kapasitas pengelolaan tinggi, namun

kualitas lingkungan rendah, • Kuadran IV: korelasi positif antara kualitas lingkungan dengan kapasitas pengelolaan yang tinggi.

Agar lebih terang dapat dilihat Hidup pada (PLH) Gambar 3, Kapasitas Pengelolaan Lingkungan versus Kualitas Lingkungan Hidup (LH).

5  

2

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

6  

“Kondisi lingkungan hidup mengkaji kondisi lingkungan yang mencakup komponen udara, air, hutan, lahan, pesisir-laut dan keanekaragaman hayati. Perubahan kondisi lingkungan hidup tersebut dapat ditinjau dalam kurun waktu tertentu sehingga bisa diketahui kecenderungan ( trend ) maupun kondisi kon disi terkini. terk ini.””

7  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Komponen lingkungan itu menjadi modal utama pembangunan, yang juga mempengaruhi tingkat kualitas hidup manusia. Udara yang tercemar, akses atas air bersih, dan sanitasi yang tak layak, jelas mempunyai dampak negatif bagi kesehatan manusia. Sementara itu, hutan dan lahan punya efek pada siklus hidrologi yang menentukan daya dukung dan daya tampung daerah aliran sungai. Tidak dapat dihindari, rusaknya hutan dan lahan membuat banjir dan kekeringan sering terjadi. Dampaknya akan kian membesar: mengancam kelestarian keanekaragaman hayati, yang bisa memicu kerawanan pangan. Cadangan lain bagi kesejahteraan masyarakat, berada di pesisir dan laut yang juga memiliki banyak

keanekaragaman hayati, yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Keanekaragaman hayati yang berlimpah berarti memperkaya sumber pangan, papan dan obat-obatan. Selain menentukan derajat kesejahteraan, pesisir dan laut, turut menyumbang asupan nutrisi dan protein. Dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, Indonesia seharusnya bangga dan mempunyai kesadaran untuk menanggung tanggung jawab besar. Sampai pada saat ini, para pakar meyak ini masih banyak keanekaragaman hayati yang belum dikenal ilmu pengetahuan. Status kelangkaan atau keterancaman flora dan fauna menjadi indikator penting status lingkungan hidup. Harimau putih Foto: Bhisma.

8  

UDARA

Polusi udara akibat dari bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Foto: Dok. Kementerian Lingkungan Hidup

Dari waktu ke waktu, pemakaian energi fosil di Indonesia menunjukan tren yang terus meningkat di semua sektor (Gambar 2.1.) Selama 1990 – 2009, meningkatnya konsumsi energi pada sektor domestik misalnya, karena meningkatnya populasi manusia (lihat Bab 5). Hanya saja, pemakaian energi di sektor ini tidak terlalu besar dibandingkan sektor industri dan transportasi.

Tanpa disadari, dominasi pemakaian bahan bakar fosil, dibandingkan energi ramah lingkungan, berpengaruh besar terhadap kualitas udara, terutama di metropolitan dan kota besar (SLHI 2010, hal. 39). Dapat dilihat pada data Badan Pusat Statistik yang mencatat konsumsi minyak meningkat dari 99 MBOE ( Million Barel Oil Equivalent ) pada 1992, menjadi 186 MBOE pada 2003 (BPS, 2012).

Gambar 2.1 Konsumsi energi di Indonesia tahun tahun 1990 – 2009 dari berbagai berbagai sektor

    M     B     S    a    t    u     J

700 600 500 400 300 200 100 0

    0     9     9     1

    1     9     9     1

    2     9     9     1

    3     9     9     1

    4     9     9     1

    5     9     9     1

    6     9     9     1

    7     9     9     1

    8     9     9     1

    9     9     9     1

    0     0     0     2

    1     0     0     2

    2     0     0     2

    3     0     0     2

    4     0     0     2

    5     0     0     2

    6     0     0     2

Industri

Rumah Tangga

komersial

Transportasi

PKP dan Lain-Lain

Intensitas SBM/Juta Rp

    7     0     0     2

    8     0     0     2

    9     0     0     2

0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 -

 S   B  M  /    J    u  t    a  R   p

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

9  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Transportasi menjadi salah satu sektor yang paling banyak menggunakan bahan bakar fosil. Sektor ini terus menunjukkan tren naik di semua jenis transportasi: darat, udara dan air (SLHI 2010, hal. 4445). Peningkatan terpesat ada pada transportasi darat, dengan kenaikan total kendaraan bermotor berkisar 10 persen (BPS, 2012). Dari berbagai kategori kendaraan bermotor, jumlah sepeda motor meningkat tinggi. Fakta ini terjadi merata hampir di seluruh provinsi (lihat Gambar 2.2a dan Gambar 2.2b).

Dampak dari pemakaian energi fosil, mempengaruhi kualitas udara. Pencemar udara yang umum dihasilkan dari proses pembakaran, termasuk bahan bakar fosil, adalah Nitrogen oksi da (NOx), Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO 2), debu diameter 10 mikro n dan 2,5 mikron ke bawah (PM 10   dan PM 2,5 ), dan hidrokarbon (HC). Proses-proses lain dapat menghasilk an pencemar, seperti H 2S dan NH 3, logam berat, aerosol dan gas sekunder, seperti ozon (O 3).

Gambar 2.2 Tr Tren en peningkatan jumlah kendaraan bermotor bermotor (darat) nasional untuk kategori (a) mobil, truk dan bus, (b) sepeda motor

(A)

(B) Sumber: diolah dari data Polri dalam Statistik Indonesia 2012

10  

Untuk memeriksa kualitas udara, dilakukan pemantauan dan tidak rumit, sehingga cocok untuk monitoring dengan berbagai teknik. Seperti pemantauan  jang  ja ngka ka pa panj njan ang g di ba bany nyak ak t em empa patt unt u ntuk uk m el elih ihat at v ar aria iasi si kontinyu otomatis di 10 kota pada jaringan  Ai r Qu Qual alit it y spasial. Pemantauan pasif ini dilakukan Kementerian Management System   (AQMS), pemantauan dengan Lingkungan Hidup sejak 2005, untuk parameter metode manual aktif untuk evaluasi kualitas udara NO 2  dan SO 2  di 33 ibukota provinsi. Tujuannya: secara ad-hoc di sejumlah tempat sesuai peraturan mendapatkan tren kualitas udara secara umum. Mulai yang berlaku, serta pemantauan secara pasif dengan 2011, untuk mendapat variasi spasial nasional yang  pass  pa ssiv ive e sa samp mp le r  lebih baik, pemantauan NO 2  dan SO 2  dengan metode Pemantauan secara pasif merupakan metode murah ini diperluas di 248 kabupaten. .

Gambar 2.3 Tren rata-rata tahunan pengukuran metode pasif (a) NO2; (b) SO2 di 33 ibukota provinsi

(A)

(B) Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

11  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Hingga kini, pemantauan secara pasif telah dilakukan Pada parameter SO 2, tren kenaikannya belum terlihat, empat kali setahun, dengan durasi satu minggu setiap  just  ju stru ru terl te rlih ihat at men ur urun un (Gam (G amba barr 2.3b) 2.3 b),, wala up upun un seca se cara ra pengamatan. Di setiap kabupaten/kota ditetapkan statistik pemakaian batubara dan solar meningkat. empat titik pemantauan berdasarkan tata guna lahan: Penyebab fenomena ini, selain terkait dengan emisi,  jalan  jal an (t (tran ranspo sport rtas asi), i), wi wilay layah ah in indu dust stri ri,, pem pemuk ukima ima n  ju  juga ga ad adan anya ya ko konve nve rs rsii fifisi sikk-ki ki mi miaa ga gass SO 2  di atmosfer dan wilayah komersial. Kelebihan metode ini adalah menjadi aerosol sulfat (SO 4) yang tidak terdeteksi oleh kemampuannyaa memberikan informasi dengan resolusi pemantau gas, termasuk oleh  pa kemampuanny  pass ss iv ivee sa samp mple le r   yang spasial yang tinggi dengan biaya rendah, sehingga cocok mempunyai prinsip difusi gas. Hal itu dapat dideteksi untuk membandingkan konsentrasi antar-wilayah— dari adanya sulfat dalam air hujan maupun partikel antar-kabupaten/kota, 400 lebih lokasi. Pembandingan aerosol. dengan baku mutu dapat dilakukan dengan baku mutu  jangk  jan gkaa pan panjan jang, g, de deng ngan an sya rat ni nilai lai rat rataa-rat ratany anyaa dap at Selain pembandingan kualitas udara antar-kota/ mewakili konsentrasi rata-rata tahunan. kabupaten secara umum, pemantauan pasif juga memberi informasi perbandingan relatif kualitas Secara kualitatif, data dari 33 ibukota provinsi udara tiap tata guna lahan yang dipantau. Gambar 2.4. selama 2006 – 2012 menunjukkan konsentrasi NO2 menyajikan kota-kota yang padat penduduk punya cenderung naik (Gambar 2.3a). Hal itu mungkin karena konsentrasi NO 2  lebih besar. Sedangkan kota dengan pembakaran bahan bakar fosil yang terus meningkat, aktivitas industri menunjukkan konsentrasi SO 2 relatif terutama dari kendaraan bermotor. Hal ini dapat tinggi dibandingkan kota-kota lainnya. dilihat pada penjelasan berikutnya (Gambar 2.4). Gambar 2.4 S ebaran konsentrasi rata-rata rata-rata NO  dan SO  di 248 kota/kabupaten di Indonesia 2

2

Sumber: Diolah dari data pemantauan  passi  passive ve sample s ampler  r  Kementerian   Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

12  

Gambar 2.5 Konsentrasi Konse ntrasi SO2 dan NO2 dari sektor transportasi tahun 2011

Sumber: Diolah dari data pemantauan  passi ve sampler  sa mpler  Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.6 Konsentrasi SO2 dan NO2 dari sektor pemukiman tahun 2011

Sumber: Diolah dari data pemantauan  passi ve sampler sa mpler Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

13  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Gambar 2.7 Konsentr Konsentrasi asi SO2 dan NO2 dari sektor komersial tahun 2011

Sumber: Diolah dari data pemantauan  passi ve sampler  sa mpler  Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.8 Konsentr Konsentrasi asi SO2 dan NO2 dari sektor industri tahun 2011

Sumber: Diolah dari data pemantauan  pass  passive ive sample s ampler  r  Kementerian   Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

14  

Gambar 2.10 Konsentr Konsentrasi asi CO tahun tahun 2011-2012 di perkotaan (road (road monitoring) monitoring )

12.000 2011

2012

Baku Mutu Co

    ) 10.000     3    m     N     / 8.000    g    u     (     O     C     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

6.000 4.000 2.000 0

   r     k    t    t    n    r    a    r    g    n    g    g    u    a    g    a    a    g    a    n    g    g     i    n     i    r    a    a    a    t    n    t    m    a    u    r    o    a    n    n    s    s    a    a    o    n    a    n    n    r    n    y    r    r    s    s    a    a    a     d    t    a    r    p    a    u    a     i    a     d    a    a     b    n    a    p    u    u    a     k    g    t    t    s    a    a    a    a    a    m     l     i    r    r     k    o     b    a    p     d    m    e    e     B     P     l     T     U    a     k    a    e     d     b    n    r    a    a     k    p    e     B    e    a    a    m    a    a    p    m    n    r     B     B    a    r    r    g    a    n     D    a     M    P    a    a     S    a     M     k    t    m    a    t    t    a    e    u    u    n    y    a     i    t     k     M    m    e    r    a     B     j     l     L    t     l    e    a    e     S    r    r    a     D     S    a    g    a    r    a    t    n    a    a    o    a     P     S     S    a     k    o     T     Y     k     k    r    a     B    r     P     k    a     K    a    a    a    a     B    a     J     J     k     J     J     d    a    n     J    a     B

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.11 Konsentrasi road side monitoring NO monitoring NO 2 tahun 2011-2012

200

2011

180     )     3    m 160

2012

Baku Mutu NO2

    N     /    g 140    u     (     2 120     O     N 100     i    s    a 80    r    t    n 60    e    s    n 40    o     K

20 0

   n    g    g     i    n     i    a    n    n    s    s    a    p    u    u    a     k    a    p     d    m    e    p    n    r     B     k    a     j    a     i    m    a     B     l    a     L    n    a     B    r    a     B     d    n    a     B

   r    o    g    o     B

   r     k    t    a    a    r    s    o    a    a    p    e     B    p     D    n    a    t    e    r     D    a     k    a     J

   t    a    s    u     P    a    t    r    a     k    a     J

   r    g    n    g    g    u    a    g    a    a    n    r    r    m    a    t    u    a    a    a    n    n    r    n    y    s    n    a    t    m    a    a     d    a    r    a     d    a    a    n    a    t    t    a    a     l     i    a     l     i    a     k    a    e     d     b     b     k    r    r    a     b    a    n    e     T     U    a    a    a     B    r    a    a    a     S    a     M    M    P    m    m    u    r    t    a    t     k     M    m    u    e    r     l    e    a    e     S     S    r    a    t    a    t    a     P     S     S    a     k    o    r     k     P    a    a    a     K     k     J     J    a     J

   g    a    n    t    r    a    a    r     k    e    a    g    y    n    g    a    o     T     Y

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

15  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Gambar 2.12 Konsentrasi road side monitoring  monitoring  TSP tahun 2011-2012

450     )     3    m     N     /    g    u     (     P     S     T     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

2011

2012

Baku Mutu TSP

400 350 300 250 200 150 100 50 0

   r     k    t    t    n    r    a    r    g    n    g    g    u    a    g    a    a    g    a    n    g    g     i    n     i    r    a    a    a    t    t    m    a    u    r    o    a    n    n    s    s    a    a    n    n    r     d    n    y    a    o    r    r    n    r    s    s    s    n    a    a    t    a    a    p    a     d    a    a    n    a    a    p    u    u    a     k    g    a    t    t    a    a    a    a    m    u     l    a     i     U    a     k     l    e     d     b     b     i    r    r     b    a    p     d    m    e    o    p    e     B     P     k     k    r    a    a    e     T    a    n     B    e    a    m    a    a    p    m    n    r     B     B    a    r    a    n     D    a     M    P    a     S    a    a    g    a    y     k    t    a     j    t    a    e    u    r    a     i    t     M    M    u    e     k    m    m    r    t    n    g    a     B     l     L    r    r    t     l    e    r    a     S    e    a     D     S    a    a    a    n    a    o    a    t    o    a     S    a     k     T     Y    r     k     k     k    a     B    r     P     P     S     K    a    a    a    a    a     B    a     J     J     k     J     J     d    a    n     J    a     B

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.13 Konsentrasi road side monitoring SO monitoring SO 2 tahun 2011-2012

400     )     3    m     N     /    g    u     (     2

    O     S     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

350 2011

300

2012

Baku Mutu SO2

250 200 150 100 50 0

   n    g    g    a    n    n    p    u    u    a    p     d    p    m    n     k    a     i    a     B     l     L    a     B    r    a     d    n    a     B

   n     i    s     i    a    s     k    a    e    m    r     B    a     j    n    a     B

   r    o    g    o     B

   r     k    t    a    a    r    s    o    a    a    p    p    e     B    n     D    a    t    e    r     D    a     k    a     J

   t    a    s    u     P    a    t    r    a     k    a     J

   n    a    t    a     l    e     S    a    t    r    a     k    a     J

   r    a    r    g    n    g    g    u    a    g    a    m    a    u    r    a    n    n    r    n    y    s    n    a    a    a     d    a    a     d    a    a     b    n    a    a    m    t    t     l     i     i     b    a     k    a    e     d     b    n    r    r    a     T     U     B    a    a    a    a    a    a    m    r    a     M     M    P    m    t    u    a    t     k     M    m    e     S    e     l    r    r    e    a     S    a    t    a     P    o    a     k     S     k    a     K     P    a     J     J

   a    t    r    a     k    a    r    u     S

   g    a    n    t    r    a    a    r     k    e    a    g    y    n    g    a    o     T     Y

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

16  

Gambar 2.14 Konsentrasi road side monitoring hidrokarbon monitoring hidrokarbon tahun 2011-2012

400     )     3    m     N     /    g    u     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

2011

350

2012

Baku Mutu HC

300 250 200 150 100 50 0

   n    g    g     i    n     i    a    n    n    s    s    a    p    u    u    a     k    a    p     d    m    e    p    m    n    r     B     k    a     j    a     i    a     B     l     L    a    n    a     B    r    a     B     d    n    a     B

   r    o    g    o     B

   r     k    t    a    a    r    s    o    a    a    p    p    e     B    n     D    a    t    e    r     D    a     k    a     J

   r    g    n    g    g    u    a    g    a    a    g    a    t    n    r    a    a    t    n    t    m    a    u    r    a    n    n    r    n    y    r    s    a    s    n    a    a    a     d    t    a    r    a     d    a    a     b    n    a    a    a    a    a    m    t    t    u     l     l     i    a    r     i     b    a     k    a    e     d     b    n    r    a    a     k    r     k     P    e     T     U     B    e    a    a    a    r    g    a    a    a    a    a    m    r     S    a     M    M    P    m    t    t    u    a    t     k     M    m    u    n    y    e    r    a    r    r    t     l    e     S    e    a     S    a    g    a    t    a    a    o    o    a     P     S     S     T     k    r     k     Y     P     K    a     k    a    a    a     J     k     J     J    a     J

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.15 Konsentr Konsentrasi asi road side monitoring O monitoring O 3 tahun 2011-2012

400 2011

350     )     3    m 300     N     /    g    u 250     (

2012

Baku Mutu O3

    3

    O     i 200    s    a    r    t 150    n    e    s    n 100    o     K

50 0

   n    g    g     i    n     i    a    n    n    s    s    a    p    u    u    a     k    a    p     d    m    e    p    m    n    r     B     k    a     j    a     i    a     B     l     L    a    n    a     B    r    a     B     d    n    a     B

   r    o    g    o     B

   r     k    t    a    a    r    s    o    a    a    p    p    e     B    n     D    a    t    e    r     D    a     k    a     J

   t    a    s    u     P    a    t    r    a     k    a     J

   r    g    n    g    g    u    a    g    a    a    g    a    n    r    r    m    a    t    n    t    u    a    a    n    a    n    n    r    n    y    r    a    a     d    t    m    a    a    r    a     d    a    a     b    n    a    t    t    s    a    a    a    a     l     i    a    r    r     k     i     l     T     U    a     k    a    e     d     b    n    r    a     b     k    e    a    e    a    a     B    a    r    g    a    a    a    a    m    r     S    a     M    M    P    m    t    u    a    t     k     M    m    u    n    y    e    r    t     l    e    a    r     S    e    a     S    a    g    t    a    o    o    a     P     S     S    a     k     T    r     k     Y     P    a    a    a     K     k     J     J    a     J

Kota Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

17  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Pemantauan kualitas udara juga dilakukan melalui baku mutu di 8 kota, walaupun cenderung menurun Program Langit Biru dengan Evaluasi Kualitas Udara dibandingkan pada 2011 (Gambar 2.14). Penurunan Perkotaan (EKUP). Salah satu kegiatan EKU P: memantau  juga  ju ga te terj rjad adii un untu tukk pa para rame mete terr ozo n (G (Gam amba barr 2. 2.15 15).). kualitas udara yang bersumber dari transportasi kendaraan bermotor ( roadside monitoring ). Berdasarkan Pemantauan udara jalan raya sejumlah kota besar kategori kota, tiga kota metropolitan dengan nilai pada 2012 memberikan informasi beberapa pencemar Langit Biru tertinggi adalah: Tangerang, Jakarta udara meningkat. Hal ini berarti kualitas udara Selatan, dan Medan; untuk kota besar: Kota Batam, menurun, yang berdampak buruk bagi kesehatan, Denpasar, dan Manado; serta untuk kota sedang dan pertumbuhan hutan, mengurangi jarak pandang, dan kecil: Serang, Manokwari, dan Mataram. merusak bangunan—karena hujan asam.   EKUP telah digelar pada 2007 – 2008 dan 2011 - 2012. Selain menimbulkan asap hitam, bau tidak sedap, iritasi Jumlah kota yang dievaluasi pada 2012 mencapai mata dan infeksi pernafasan, pencemaran udara juga 45 kota di 33 provinsi, meningkat dari 26 kota pada memicu risiko kematian dini, produktivitas kerja menurun, 2011—yang juga dievaluasi kembali pada 2012. Hasil dan gangguan produksi pertanian. Dapat dilihat pada uji emisi kendaraan bermotor menunjukkan naiknya studi Asian Development Bank (ADB) pada 2002 yang tingkat kelulusan rerata untuk kendaraan bensin: dari mengidentifikasikan, dampak kesehatan karena udara 85 persen pada 2011, menjadi 88 persen pada 2012. tercemar di Jakarta menelan biaya Rp 1,8 triliun. Namun, untuk kendaraan solar, tingkat kelulusan rerata menurun: 47 persen pada 2011, menjadi 43 Di beberapa provinsi dan kota besar, kendaraan persen pada 2012. bermotor menjadi penyumbang terbesar konsentrasi NO 2, SO 2 dan CO di udara, hingga melebihi 50 persen. Pengukuran kualitas udara di jalan raya meliputi parameter Karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), SO 2, TSP, Ozon, dan Nitrogen dioksida (NO 2). Dibandingkan hasil pemantauan pada 2011 di 22 kota, konsentrasi CO cenderung menurun, kecuali di empat kota (Gambar 2.10). Namun, konsentrasi NO 2  terjadi sebaliknya, cenderung meningkat pada 2011 dan 2012 (Gambar 2.11). Kecenderungan serupa juga terjadi untuk konsentrasi TSP (Gambar 2.12) dan SO 2 (Gambar 2.13). Sementara itu, hidrokarbon telah melebihi

Jika gas NO 2  terhirup, akan merusak paru-paru. Jika bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar sempurna dan zat hidrokarbon lain, NO 2  akan membentuk ozon rendah atau smog—kabut coklat kemerahan yang telah menyelimuti beberapa kota lain di dunia. Risiko lain adalah  pa  part rt ic ul at atee ma matt tter  er   (PM), yang mempunyai pengaruh lebih besar bagi manusia dibandingkan pencemar udara lain. Komponen utama

Tabel 2.1 Pemantauan PM10 dan PM2,5 di 10 Kota Indonesia Tahun 2012

Lokasi Pemantauan

1. Yogyakarta 2. Semarang 3. Surabaya 4. Palangkaraya 5. Pekanbaru 6. Bandung 7. Jakarta 8. Tangerang 9. Denpasar 10. Makassar

Rata-rata (µg/m3PM ) 10

3 Rata-rata (µg/mPM ) 2,5 

N

Periode Pemantaua Pemantauan n 2012

23.63 29.91 51.14 27.63 49.92 43.89 51.14 27.64 43.65 24.33

10.33 9.28 19.66 11.87 18.63 17.21 19.72 11.56 15.31 7.69

50 30 13 52 42 52 30 42 10 17

Jan – Des Mar – Des Mar – Jun, Sep, Okt Jan – Des Mar - Des Jan – Des Jan – Des Jan – Des Sep – Nov Okt – Des

Baku Mutu Udara Ambien PP No. 41 tahun 1999: Waktu Pengukuran Pengukuran 24 jam PM10 = 150 µg/m3. Waktu Pengukuran Pengukuran 24 jam PM2,5 = 65 µg/m3; 1 tahun = 15 µg/m3 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

18  

PM adalah sulfat, nitrat, amonia, natrium klorida, karbon, debu mineral dan air. Particulate matter   terdiri dari campuran yang kompleks antara partikel padat dan cair dari bahan organik dan anorganik yang tersuspensi di udara. Beberapa penelitian menunjukkan, lebih banyak kematian karena PM 2,5 (PM di bawah 2,5 µm) dibandingkan PM 10  (PM di bawah 10 µm). Namun, partikel antara 2,5 – 10 µm juga berisiko,  jika  ji ka di dika ka it itka ka n de deng ngan an as asma ma da dan n in infe feks ksii sa salu lura ran n pernafasan atas (ISPA).

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara telah menetapkan baku mutu untuk PM 10  dan PM 2,5 . Kementerian Lingkungan Hidup telah memantau udara secara  parr ti ticu cu la late te ma matt tter  er , di 10 kontinyu (AQMS), termasuk  pa kota. Namun hanya tiga kota yang aktif, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Palangkaraya (KLH, 2011). Mulai 2012  jug a di dilak lak uk ukan an pem peman antau tauan an de denga nga n GEN GENTT Sta ck cked ed Filter Unit Sampler untuk pengukuran PM  dan PM . 10

2,5

Gambar 2.16 Konsentrasi rata-rata PM 10 dan PM 2,5  di sepuluh kota Indonesia tahun 2012

60     )     3    m     /    g    u     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

PM 2,5

50

PM 10

40

BM PM 2,5

30 20 10 0

   a    t    r    a     k    a    y    g    o     Y

   g    n    a    r    a    m    e     S

   a    y    a     b    a    r    u     S

   a    y    a    r    a     k    g    n    a     l    a     P

   u    r    a     b    n    a     k    e     P

   g    n    u     d    n    a     B

   a    t    r    a     k    a     J

   g    n    a    r    e    g    n    a     T

   r    a    s    a    p    n    e     D

   r    a    s    a     k    a     M

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 2.17 Kandungan logam berat (ng/m3) dalam PM tahun 2012

700 Yogyakarta 600     )     3    m     /    g    u     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

Semarang Surabya

500

Palangkaraya

400

Pekanbaru Bandung

300

Jakarta Tangerang

200

Denpasar

100

Makasar

0

Na Mg AI K Ca Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn As Pb Sb Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

19  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Calon pengguna angkutan umum menutup hidungnya dari polusi (asap) kendaraan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Foto: TEMPO/ Arie Basuki 

Konsentrasi PM 2,5   tahunan yang melebihi baku mutu terlihat di Surabaya, Pekanbaru, Bandung, dan Jakarta. Rasio PM 2,5   terhadap PM 10   berkisar antara 0,3 sampai 0,48. Jika mengacu pada WHO Air Quality Guidelines 2005, rekomendasi untuk waktu pengukuran 24  jam  ja m PM 10   adalah 50 µg/m 3  dan 1 tahun sebesar 20

Filter juga digunakan untuk menganalisis kandungan hampir 20 unsur logam dalam PM. Emisi sumber bergerak adalah faktor utama yang berkontribusi terhadap Fe dan Zn di perkotaan . Fe juga dapat berasal dari resuspensi debu alami. Untuk parameter timbal (Pb), dibandingkan kota-kota lain, Surabaya terdeteksi

3

µg/m . Sedangkan pengukuran  ja  jam m PM   sebesar 25 untuk µg/m 3  waktu dan 1 tahun sebesar 24 10 2,5 3 µg/m . Kualitas udara di kota-kota tersebut perlu mendapatkan perhatian.

memiliki kadar Pbitu tertinggi, Tangerang dan Jakarta. Kondisi berasal diikuti dari emisi industri, sedangkan Na, Al, K, dan Ca berasal dari tanah.

20  

Hujan Asam/Deposisi Asam “Hujan asam” adalah istila h umum untuk menjelas kan berbagai cara senyawa asam jatuh dari atmosfer. Istilah yang lebih tepat adalah “deposisi asam”, asam”, yang terdiri dari deposisi basah dan deposisi kering.

atmospheric pollution ). ( transboundary Acid Deposition Monitoring Network in East Asia (EANET) didirikan sebagai inisiatif kerja sama regional, Indonesia menjadi salah satu anggota yang aktif

Deposisi asam terjadi ketika emisi SO 2  dan NOx di udara bereaksi dengan air, O 2, dan oksidan sehingga terbentuk senyawa asam yang jatuh ke Bumi dalam bentuk kering (gas, partikel) maupun basah (hujan, salju, kabut). pH air hujan normal berkisar 5,6 sehingga di bawah nilai itu berpotensi terjadi hujan asam. Hujan asam terjadi bila pH di bawah 4,5.

sejak 1998. Ada lima lokasi di Indonesia yang menjadi bagian kerja sama ini: Jakarta, Serpong, Kototabang, Bandung, dan Maros. Sepanjang 2001 – 2011, pH rata-rata air hujan di lima lokasi itu cenderung di bawah air hujan normal (pH 5,6) dan beberapa justru mendekati 4. Terlihat potensi terjadinya hujan asam. Hal itu diperkuat dengan meningkatnya anion sulfat dan nitrat dalam air hujan, yang merupakan prekursor hujan asam.

Deposisi asam tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi regional karena melampaui batas nasional

Gambar 2.18 Konsentrasi Sulfat (µmol/L)air hujan rata-rata tahunan, 2001-2011

    ) 80,00 70,00     L     /    g 60,00    m     (    t 50,00    a     f     l 40,00    u     S     i    s 30,00    a    r    t 20,00    n    e    s 10,00    n    o     K 0,00

Jakarta Serpong Kototabang Bandung Maros     1     0     0     2

    2     0     0     2

    3     0     0     2

    4     0     0     2

    5     0     0     2

    6     0     0     2

    7     0     0     2

    8     0     0     2

    9     0     0     2

    0     1     0     2

Tahun

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 2.19 Konsentrasi nitrat (µmol/l) air hujan rata-rata tahunan, 2001-2011

    )     L     /    g    m     (    t    a    r    t     i     N     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00

Jakarta Serpong Kototabang Bandung Maros     1     0     0     2

    2     0     0     2

    3     0     0     2

    4     0     0     2

    5     0     0     2

    6     0     0     2

    7     0     0     2

    8     0     0     2

    9     0     0     2

    0     1     0     2

Tahun Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

21  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Gambar 2.20. foto dampak deposisi asam

Foto: Istimewa

Deposisi asam dapat menyebabkan tanah dan badan air menjadi asam, sehingga tidak layak untuk kehidupan ikan dan hewan liar. Selain itu, dapat merusak pepohonan—terutama pada elevasi tinggi, merusak bangunan, monumen dan benda bersej arah. Deposisi asam dapat berdampak global, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, antara lain:

deposisi asam berkadar magnesium rendah—salah satu nutrisi esensial bagi tanaman. Kekurangan magnesium lantaran unsur ini tercuci dari tanah karena pH yang rendah. • Karena rentan perubahan ekstrim, spesies hewan

renik dalam tanah akan langsung mati pada saat pH tanah meningkat. Spesies hewan lain  juga  ju ga te tera ranc ncam am ma mati ti,, ka re rena na ju juml mlah ah pr prod odus usen en (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit  juga  ju ga ak an me meny nyer eran ang, g, ka re rena na ku kulilitt hew h ewan an te terp rpap apar ar air asam.

• Keasaman air danau membuat berkurangnya

spesies tertentu. Jenis plankton dan invertebrata adalah makhluk yang paling cepat terpengaruh pengasaman. Jika pH danau di bawah 5, lebih dari 75 persen spesies ikan akan hilang karena pengaruh rantai makanan. Hal ini berdampak pada kelangsungan ekosistem.

• Berdasarkan penelitian, SO 2  dari hujan asam dapat

bereaksi kimia di udara, yang menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu, risiko terkena kanker kulit juga meningkat, jika kulit terpapar langsung dengan senyawa sulfat dan nitrat.

• Deposisi asam akan menghilangkan nutrisi yang

dibutuhkan tanah. Deposisi asam juga dapat membebaskan senyawa beracun alamiah dalam tanah—seperti aluminium dan merkuri. Akibatnya, sungai, air tanah, dan tumbuhan di sekitarnya akan teracuni. •

Deposisi

asam

yang

larut

bersama

nutrisi



Deposisi

asam

dapat

mempercepat

proses

pengaratan dari beberapa material, seperti batu kapur, pasir besi, marmer, batu pada dinding beton dan logam. Hujan asam merusak batuan dengan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan.

tanah akan menghilangkan nutrisi itu sebelum dimanfaatkan pepohonan untuk tumbuh. Sementara senyawa beracun yang larut akan

• Deposisi asam, baik basah maupun kering, dapat

menghambat pertumbuhan, daun cepat gugur, pohon terserang penyakit, kekeringan dan mati. Menurut Soemarmoto (1992), daun yang terkena

merusak bangunan, patung, kendaraan bermotor dan benda dari batu, logam atau material lain bila diletakkan di area terbuka dalam waktu lama.

22  

AIR Ada tiga masalah klasik air yang disebut 3T : too much, too little, too dirty . Too much   berarti di suatu tempat, air terlalu berlebih. Too little   berarti di suatu tempat, air sangat kurang. Dan too dirty  yang   yang berarti air terlalu kotor. Hal terakhir menunjukkan adanya polusi air

permukaan ( run-off ) di kawasan hilir, yang berpotensi menimbulkan banjir.

karena kebiasaan membuang sampah dan limbah industri ke badan air (Kodoatie R.J, 2011).

40,67 persen menjadi 60,33 persen. Pada 2011, DKI Jakarta menjadi provinsi tertinggi dengan jumlah rumah dengan tangki septik, yakni 93,90 persen. Sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua: 28,42 persen (BPS, Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2012).

Secara global, pencemaran air berasal dari limbah cair domestik dan industri tidak dikelola, sampah domestik, pemakaian air berlebihan, dan penataan fungsi lahan yang tidak baik. Ini diperparah dengan 30 persen masyarakat yang masih buang air besar sembarangan di badan air. Setiap hari sekitar 14.000 ton tinja manusia belum dikelola dengan benar. Sehingga berdampak pada kualitas air yang menurun. Tidak hanya itu, ketersediaan air juga terganggu, akibat alih fungsi lahan yang meningkatkan aliran

Antara 2006 sampai 2011, secara nasional persentase rumah yang dilengkapi tangki septik meningkat dari

Kualitas air yang buruk dan ganjilnya siklus hidrologi, berpotensi mengganggu kesehatan, seperti terlihat pada gambar 2.21 Penyakit diare misalnya, identik dengan kualitas air yang buruk, kurangnya keters ediaan air bersih, dan diperburuk dengan perilaku tidak higienis.

Gambar 2.21 Case fatality rate KLB rate  KLB diare di Indonesia tahun 2005-2012

2,94

2,44

2,16

2,12

1,89 1,74

1,74

0,4

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Sumber: Kementerian Kesehatan, 2012

23  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Kualitas Air Sungai Sampai saat ini pencemaran air masih me njadi masalah penting di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tingkat pencemaran air dievaluasi dengan metode Storet. Metode ini merupakan salah satu metode untuk menganalisis status pencemaran air yang diterapkan

di Indonesia. Gambar 2.22 menyajikan meningkatnya persentase titik pantau dengan status tercemar berat selama 2008 – 2012. Hal ini berarti perlindungan dan pemulihan kualitas air sungai-sunga i utama, khususnya di perkotaan, belum berhasil.

Gambar 2.22 Persentase titik pantau air sungai di Indonesia dengan status tercemar berat berdasarkan Kriteria mutu Air Kelas II PP 82 Tahun 2001 100 90 80 70     % 60    n    e    s    r 50    e     P 40 30 20 10 0 2008

2009

2010

2011

2012

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Hasil pemantauan 2008 – 2012 tersebut menunjukkan kualitas air sungai cenderung menurun, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera, seperti terlihat pada gambar 2.23 Sumber utama pencemar berasal dari aktivitas domestik, yang terlihat dari parameter organik (proporsi BOD/COD dan kandungan Coliform) terutama di Maluku, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Utara—terlihat pada gambar 2.24 Kualitas air sungai sebagian besar provinsi memiliki nilai kandungan organik melebihi baku mutu (diwakili parameter COD), yaitu sebesar 25 mg/l—berdasarkan PP Nomor

82/2001. Nilai organik tertinggi terpantau di Jawa Barat. Hal ini berkaitan dengan tingkat sanitasi rendah. Meskipun begitu, persentase mutu air cemar berat sudah berkurang dari 82 persen pada 2011, menjadi 75,2 persen pada 2012—terlihat pada gambar 2.25. Khusus Pulau Jawa, terlihat ada tendensi menurunnya kualitas air dari perindustrian. Sumber pencemar dari pertanian belum bisa diidentifikasi karena monitoring rutin pencemar spesifik sektor ini belum dilakukan.

Foto: Indarto

24  

Gambar. 2.23 Penurunan Kualitas Sungai di Indonesia (peta 2008 ).

 Keterangan: Tulisan provinsi warna hijau menunjukan kualitas air sungai yang membaik, tulisan provinsi warna putih menunjukan kualitas air sungai tetap, sedangkan tulisan provinsi warna merah menunjukan kualitas air sungai menurun. Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar. 2.23 Penurunan Kualitas Sungai di Indonesia (peta 2012 ).

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

25  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Gambar 2.24 Sebaran nilai rasio BOD/COD dan nilai pencemar organik berdasarkan provinsi

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 2.25 Persentase parameter kualitas air 2008-2012 yang tidak memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas II PP 82/2001

70 60     %50    n40    e    s    r 30    e     P20 10 00

2008 2009 2010 2011 2012     H    p

    S     D     T

    S     S     T

    O     D

    D     O     B

    D     O     C

    2     O     N

    3     O     N

    P       T

    l    o    n    e     F

    k    a    m    e     L     &     k    a    y    n     i     M

   n    e    g    r    e    t    e     D

   s    a     b    e     B    n     i    r    o     l     K

    S     2     H

    i     l    o     C     l    a    c    e     F

    i     l    o     C     l    a    t    o     T

Parameter Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Penurunan Beban Pencemaran Pengawasan secara intensif melalui Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) dan sistem perizina n telah berhasil menurunkan beban pencemaran lingkungan. Selama 2010 – 2012 beban pencemaran air yang bisa

51.019.189 kg-setara-CO 2 atau sebesar 1,32 persen.

diturunkan dari industri mencapai 19.885.997.416 kg atau 52,3 persen dari total air limbah organik industri. Sementara untuk emisi gas rumah kaca dari industri, telah berhasil menurunk an beban pencemaran sebesar

139.693.010 kg atau 5,4 persen dari total beban yang dihasilkan setiap hari. Termasuk beban pencemaran dari pertanian, seiring makin banyaknya pemakaian pupuk dan pestisida.

Tantangan terbesar adalah mengurangi pencemaran dari rumah tangga, yang baru berhasil menurunkan

26  

Kualitas Air Danau Pemantauan kualitas air di 15 danau utama pada 2011 menunjukkan, sebagian besar masuk dalam kategori eutrof, kondisi terestrial daerah tangkapan air terancam, dan kondisi sempadan danau terancam— lihat tabel 2.2. Pada 2012, pemantauan di lima danau, terdapat dua danau, Danau Batur dan Danau Singkarak, yang menunjukkan sedikit perbaikan, seperti terlihat pada tabel 2.3. Eutrofikasi disebabkan peningkatan kadar unsur hara, terutama Nitrogen dan Fosfor pada air danau

ataupun waduk. Kondisi Oligotrof adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung kadar unsur hara rendah. Status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah, belum tercemar Nitrogen dan Fosfor Fosfor.. Sementara itu, Eutrof adalah status air danau atau waduk yang memiliki kadar unsur hara yang tinggi. Status ini menunjukkan air telah tercemar karena naiknya kadar Nitrogen dan Fosfor. Status terakhir, Hypereutrof adalah status trofik air danau atau waduk yang mengandung kadar unsur hara sangat tinggi. Artinya, air telah tercemar berat kadar Nitrogen dan Fosfor—dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.2 Status Ekosistem 15 15 Danau 2011 Status Ekosistem No.

Nama Danau

Terestrial Daerah Tangkapan Air

Sempadan Danau

Status Trofik (Perariran Danau)

Eutrof

1.

Toba To

Terancam

Terancam

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Singkarak Maninjau Kerinci Rawa Danau Rawa Pening Batur Tempe Matano Poso Tondano Limboto Mahakam (Semayang, Melintang,Jempang) Sentarum Sentani Se

Terancam Rusak Terancam Terancam Rusak Terancam Rusak Terancam Terancam Rusak Rusak Terancam Rusak Terancam

Terancam Rusak Terancam Terancam Rusak Terancam Rusak Terancam Terancam Rusak Rusak Terancam Terancam Terancam

 

Eutrof   Hypereutrof   Eutrof   Eutrof   Hypereutrof   Eutrof   Eutrof   Oligotrofik   Eutrof   Eutrof   Eutrof   Eutrof   Eutrof   Eutrof  

Sumber: Data diolah Kementerian Lingkungan Hidup (2011)

Tabel 2.3 Status trofik dan kualitas air danau d anau No.

Danau

Status Trofik

Kualitas Air

  Danau Toba

1

- Berdasarkan Total P - Berdasarkan Total N - Berdasarkan rata-rata Klhorofil

Eutrof   Oligotrof   Eutrof  

Cemar Ringan

- Berdasarkan Total P - Berdasarkan Total N

Hypertrof   Oligotrof  

Cemar Berat

  Danau Batur

Mesotrofik

  Danau Tempe

2 3

Cemar Ringan

  Danau Singkarak  

4

Cemar -- Berdasarkan Total Berdasarkan Tot Total al N N dan dan P P (inlet) (tengah)

5

  Danau Kerinci

- Berdasarkan Total N dan P

MEutrofik  esotrofik   Cemar Ringan Eutrof   Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

27  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Tabel 2.4 Kriteria Status Trofik Trofik Danau Kadar Rata-Rata Total - N (ug/l)

Kadar Rata-Rata Total - P (ug/l)

Kadar Rata-Rata Klorofil-a (ug/l)

Kecerahan Rata-Rata (m)

Oligotrof Mesotrof

< 650 < 750

< 10 < 30

< 2.0 < 5.0

> 10 >4

Eutrof Hipereutrof

< 1900 > 1900

< 100 > 100

< 15 > 200

> 2.5 < 2.5

Status Trofik 

Sumber: Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup 2009, Modifikasi OECD 1982, MAB 1989; UNEP-ILEC, 2001

Berbagai Danau dengan Status Trofiknya Danau Toba memiliki luas permukaan permukaan 1.124 1.124 km 2 (112.400 hektar) dengan panjang tepi danau sekitar 428,7 km; panjang dan lebar maksimum danau: 50,2 km dan 26,8 km. Total luas daerah tangkapan air (DTA) adalah 186.720.121 m 2. Pencemar danau ini bersumber dari aktivitas domestik, peternakan, pertanian, kehutanan, dan perikanan. Penyumbang utama pencemar Nitrogen dan Fosfor adalah budidaya perikanan, peternakan dan domestik. Status trofik Danau Toba, berdasarkan kadar ratarata Khlorofil-a, adalah Eutrof sampai Hipereutrof.

Danau Batur   terletak di kaki Gunung Batur, Bali. Danau terbesar di pulau Bali ini terbentuk dari kawah besar akibat letusan Gunung Batur ribuan tahun lalu. Air danau mengalir ke hampir seluruh sungai besar di Bali, seperti Sungai Unda di Bali Selatan; Sungai Suni di Bali Barat; dan Sungai Bayumala di Bali U tara. Berdasarkan analisis beberapa parameter kualitas air dengan status mutu kelas 1, terlihat beban pencemaran di Danau Batur tergolong ringan. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan Indeks Pencemaran (IP) yang menunjukkan angka ratarata 1,806. Status trofik Danau Batur menunjukkan status Mesotrof – Eutrof, dengan konsen trasi Fosfat: 79 µg/l dan kandungan Khlorofil-a: 3,2–7,1 µg/l.

Danau Kerinci  terletak di Kerinci, Jambi, seluas

5.000 m 2  dengan ketinggian 783 m dpl, di kaki Gunung Raja. Analisis beberapa parameter kualitas air dengan status mutu kelas 2 menunjukkan beban pencemaran Danau Kerinci tergolong ringan. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan Indeks Pencemaran (IP) dengan parameter-parameter BOD, H 2S dan NO 2. Danau Kerinci berstatus Eutrof, dengan kadar total Fosfat sebesar 45-57 µg/l; tingkat kecerahan sebesar 1,5 m; dan kadar Khlorophyl-a sebesar 0,5- 4,0 µg/l. Daya Tampung Tampung Beba n Pencemaran Air (DTBPA) Danau Kerinci berdasarkan karakteristik morfometriknya sebesar 55,13 ton Fosfat per tahun. Namun beban pencemaran air pada saat ini telah melebihi nilai DTBPA, diperkirakan sebesar 130 ton Fosfat per tahun, bersumber dari aktivitas penduduk, pertanian dan keramba jaring apung.

Danau Tempe  di bagian barat Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Tempe, sekitar 7 km dari Sengkang menuju tepi Sungai Walanae. Danau seluas sekitar 13.000 hektar ini terletak di atas lempeng benua Australia dan Asia. Danau ini merupakan salah satu danau tektonik di Indonesia. Sumber air danau berasal dari Sungai Bila dan anak sungai Bulu Cenrana. Danau Tempe mengalami pendangkalan akibat tingginya erosi di bagian hulu. Hasil pengukuran kualitas air, khususnya total Fosfat, pada 2012 menunjukkan danau ini berstatus Hipertrofik.

28  

Dampak Penurunan Kualitas Air Hampir seluruh sungai utama di Indonesia mengalami penurunan kualitas air, sehingga air sungai tak dapat digunakan langsung sebagai sumber air bersih. Hal tersebut membuat jumlah pend uduk yang tidak mampu mendapatkan air bersih cukup besar, yaitu sekitar 119

Menurut survei tahunan BPS, volume air bersih yang disalurkan perusahaan air bersih kepada pelanggan pada 2006 sebesar 3,79 miliar m 3, sedangkan pada 2010 tersalurkan 2,44 miliar m 3. Total volume air bersih terbesar yang disalurkan perusahaan air bersih 3

 ju  juta ta . Se Seda dang ngka ka n, se seba bagi gian an besa be sar r ma masy syar arak ak at ya yang ng punya akses terhadap air bersih, memperolehnya dari PDAM, penyalur air komersial dan sumur air dalam. Di Kalimantan Barat misalnya, hasil Susenas 2011 menunjukkan hanya 24 persen rumah yang memiliki akses air bersih. Air bersih itu berupa air kemasan, air isi ulang, air PDAM, sumur bor, sumur dan mata air terlindung—  jarakk ke pena  jara p enampun mpungan gan akh a khir ir tinja ti nja sek sekura urangny ngnyaa 10 mete m eter. r. Sementara di DKI Jakarta, penduduk yang memakai air bersih untuk keperluan harian sudah mencapai 91,54 persen. Selama 2006 - 2011, persentase rumah tangga yang memakai air bersih menunjukkan peningkatan, dari 49,69 persen pada 2006, menjadi 62,65 persen pada 2011 (BPS, Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2012).

pada 2010Timur terdapat di juta DKI m Jakarta (417,98 distribusi juta m ) 3 dan Jawa (368,92 ). Sedangkan total volume terkecil terjadi di Bangka Belitung. Jumlah pelanggan perusahaan air bersih juga masih terbatas. Sebagai contoh, pada 2010 terdapat 9,57  juta  ju ta pe pela lang ngga gan n di In do done nesi sia. a. Pel an angg ggan an pe peru rusa saha haan an air bersih terbanyak ada di Jawa Timur (1,53 juta pelanggan), diikuti Jawa Barat (1,39 juta), dan DKI Jakarta (1,20 juta) (BPS, Indikator Pembangunan Berkelanjutan, 2012). Gambar 2.26 menyajikan data akses terhadap air minum layak di perkotaan dan perdesaan, yang masih di bawah target MDGs. Dengan begitu, diperlukan kerja serius dalam penyediaan sumber air bersih.

Gambar 2.26 Proporsi rumah tangga dengan akses terhadap air minumlayak (perkotaan dan perdesaan) Persentase + Perdesaan Urban  +  + Rural  Perkotaan Urban  Perdesaan Rural 

80 70

    6  ,     5  ,     7  ,     8  ,     9  ,     7  ,     0  ,     0  ,     5  ,     2  ,     3  ,     8  ,     6  ,     6  ,     1  ,     2  ,     8  ,     0     1     1     3     4     2     3     6     9     8     7     6     5     4     4     0     9     5     5     5     5     5     5     5     4     5     5     5     5     5     5     5     5     4

60    e    s    a    t    n    e    s    r    e     P

50 40 30 20 10 0

    6  ,     8  ,     7  ,     5  ,     9  ,     6  ,     2  ,     3  ,     4  ,     3  ,     0  ,     9  ,     5  ,     7  ,     9  ,     0  ,     7  ,     1     0     0     4     5     5     5     1     0     0     1     2     1     2     3     3     5     3     3     3     3     3     3     3     3     4     4     4     4     4     4     4     4     4

Target MDG’s 68,9 % 75,3 % 65,8 %

    7  ,     7  ,     0  ,     3  ,     7  ,     0  ,     2  ,     5  ,     7  ,     3  ,     7  ,     8  ,     6  ,     8  ,     3  ,     5  ,     7  ,     7     7     8     1     2     2     2     7     8     8     7     8     7     7     8     6     7     3     3     3     4     4     4     4     3     4     4     4     4     4     4     4     4     4     3     9     9     1

    4     9     9     1

    5     9     9     1

    6     9     9     1

    7     9     9     1

    8     9     9     1

    9     9     9     1

    0     0     0     2

    1     0     0     2

    2     0     0     2

    3     0     0     2

    4     0     0     2

    5     0     0     2

    6     0     0     2

    7     0     0     2

    8     0     0     2

    9     0     0     2

Sumber: Ditjen SDA, Kementeriaan Pekerjaan Umum, 2012

29  

Kuantitas Air Ketersediaan air di Indonesia mencapai 16.800 m 3 per kapita per tahun. Jumlah ini jauh lebih besar dari ketersediaan air rata-rata di dunia, yang hanya 8.000 m 3  per kapita per tahun (KLH, 2011). Pada saat ini, ketersediaan air tidak tersebar merata, baik secara spasial maupun temporal. Distr ibusi air di setiap pulau

potensi airnya juga tinggi. Curah hujan rata-rata di Indonesia 2.347 mm setiap tahun, dengan curah hujan tertinggi di Papua sebesar 3.190 mm per tahun.

tidak sebanding dengan sebaran jumlah penduduknya. Kalimantan memiliki total potensi air terbesar, tetapi populasinya sedikit. Sebaliknya, Pulau Jawa dengan populasi yang besar memiliki total potensi air yang kecil, terlihat pada gambar 2.27. Dengan kondisi tersebut, Indonesia sering menghadapi masalah ketersediaan air (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012).

hujan yang menjadi air larian ( run-off ) jauh lebih besar daripada air hujan yang masuk ke dalam tanah (air tanah) dan aliran mantap ( baseflow ). ) . Air hujan yang menjadi aliran mantap hanya 4-30 persen dan run-off   sebesar 47-78 persen. Keadaan makin buruk dengan keseimbangan massa air siklus hidrol ogis yang terganggu: jumlah air yang masuk ke tanah semakin kecil. Hal tersebut berarti jumlah air di permukaan semakin besar. Akibatnya, meningkatkan potensi banjir, longsor dan kekeringan (Kodoatie R. J, 2011).

Menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Penyeha tan Lingkungan Indonesia, pada tahun 2000 ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 m 3 per kapita setiap tahun. Angka itu akan terus menurun hingga

Potensi air setiap pulau merupakan hasil interaksi antara air hujan, air tanah dan air permukaan. Jumlah

Air tanah menjadi sumber air penting dan potensial karena kapasitasnya paling besar, mencapai 30,61

3

1.200 m   per kapita setiap tahun pada 2020. 3Padahal, standar kecukupan minimal sebanyak 2.000 m . Gambar 2.28 menggambarkan ketersediaan air pada musim hujan sangat banyak, terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua; masing-masing sebesar 384.744,40 m 3, 389.689,30 m 3  dan 381.763,90 m 3. Sementara kebutuhan air di tiga pulau itu hanya 9.485,80 m 3  di Sumatera; 2.505,80 m 3  di Kalimantan; dan di Papua hanya 117,10 m 3. Kebutuhan air terbanyak terdapat di Pulau Jawa, yaitu 31.487,10 m 3 (KLH, 2011). Ketersediaan air berkaitan dengan tingkat curah hujan di suatu kawasan. Gambar 2.29 menunjukkan tinggi curah hujan tiap tahun untuk beberapa pulau. Curah hujan terting gi ada di Kalimantan dan Papua, sehingga

persen, dibandingkan dengan sumber air tawar lain (Dandel E, 2011). Sebagian besar masyarakat di berbagai wilayah memanfaatkan air tawar yang berasal dari air tanah. Potensi cekungan air tanah di beberapa pulau cukup besar, dengan total 723.629 km 2  dan kapasitas total cekungan: 308.288 m 3  (Kodoatie R. J, 2011). Tetapi karena kapasitasnya terbatas dan pemakaiannya bertambah besar membuat air tanah rusak. Dampaknya sangat besar bagi masyarakat (Dandel E, 2011). Tidak seperti air permukaan, pemulihan air tanah yang menurun mutu dan jumlahnya, perlu keahlian tinggi, mahal, dan waktu lama. Air tanah yang dimanfaatkan tetapi mengabaikan kelestarian, akan berdampak negative seperti degradasi air tanah yang merusak lingkungan. Kali Adem Sebelum Letusan Merapi

Foto: Arnold Parsaulian

30  

Gambar: 2.27   Potensi Air dan Ketersediaan Air per Kapita

Kalimantan

Sumatera

1.008 98,8

738 18,4

Sulawesi 247 18,3

Maluku & Papua

Total Potensi (milyar m3/tahun)

981 251,5

Jawa 187 1,6

Bali & Nusa Tenggara

Per Kapita (1.000 m3/kapita/tahun)

60 5,5

Total :

3.221 milyar m3/tahun

16,8 m3/kapita/tahun

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2012 Gambar 2.28 Sumber daya air per per pulau pada musim hujan 389.689,30

387.744,40

400.000,00

381.763,90

350.000,00

Ketersediaan

300.000,00

Kebutuhan

250.000,00 200.000,00 150.000,00

129.400,20 101.160,80

100.000,00 50.000,00 9.485,80

6.921,70

2.505,80

0,00 Sumatera

Jawa & Bali

49.420,80

37.940,40

31.487,10

Kalimantan

Sulawesi

1.552,50

117,10

106,20

NTT

Maluku

Papua

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 2.29 Tinggi curah hujan di tiap pulau (mm/tahun) 3.500 3.000

2.820

3.190

2.990 2.680

2.500

2.340

2.120

2.370

2.347

2.000 1.440

1.500

1.200

1.000 500 0    a    r    e    t    a    m    u     S

   a    w    a     J

    i     l    a     B

    B     T     N

    T     T     N

   n    a    t    n    a     i     l    m    a     K

    i    s    e    w    a     l    u     S

   u     k    u     l    a     M

   a    u    p    a     P

   a    t    a     R      a    t    a     R

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

31  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Dampak Perubahan Kuantitas Air Selain kualitas air, ketersedi aan jumlah air juga terkena dampak aktivitas domestik dan industri . Khusus di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan, jumlah daerah aliran sungai (DAS) yang kritis bertambah cepat. Data selama 1984 – 2005, menunjukkan jumlah DAS kritis bertambah dari 22 menjadi 62—bertambah 3 kali

lipat. Pertambahan DAS kritis ini, dikarenakan alih fungsi lahan di kawasan hulu menjadi area pertanian. Penentuan DAS kritis, salah satunya didasark an pada rasio Q maks dan Q min. Di beberapa DAS, rasio ini mencapai lebih dari 20. Beberapa gambaran DAS kritis dapat dilihat pada gambar 2.32

Gambar 2.30 Sebaran DAS Kritis pada Tahun Tahun 1984  sebanyak 22 DAS Kritis

Gambar 2.30 Sebaran DAS Kritis pada Tahun Tahun 1992 sebanyak 39 DAS Kritis

Gambar 2.30 Sebaran DAS Kritis K ritis pada Tahun Tahun 2005 sebanyak 62 DAS Kritis

Sumber: Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PU

32  

Banjir dan kekeringan karena DAS yang kritis mengancam ketahanan pangan nasio nal. Hal ini terjadi karena alih fungsi lahan irigasi teknis rata-rata 40.000 hektare per tahun. Dalam jangka 2001 – 2003, tercatat 610.590 hektar lahan irigasi teknis telah berubah fungsi. Lahan itu juga sangat rawan kekeringan dan banjir, karena dari 7,7 juta hektar lahan, hanya 0,8  juta  ju ta he hekt ktar ar ya yang ng te terj rjam amin in pa paso soka ka n ai airn rnya ya da dari ri wa wadu duk. k. Sehingga, gagal panen di lahan-lahan pertanian sering terjadi. Hampir setiap tahun kekeringan dan banjir terjadi pada rata-rata 90.000 hektar lahan.

Banjir dan kualitas air buruk menyebabk an menurunnya kesehatan masyarakat, ditambah tingkat cakupan fasilitas sanitasi layak yang sangat rendah. Buruknya sanitasi berdampak nyata: 1 dari 100 bayi yang lahir meninggal karena diare. Di Indonesia, 2 juta lebih bayi lahir setiap hari, yang berarti diare mengancam 20.000 bayi setiap tahun. Angka kematian bayi (AKB) adalah salah satu indikator yang mencerminkan derajat kesehatan masyarakat dan lingkungannya. Tabel 2.5 memperlihatkan angka kematian bayi, jumlah kematian, angka fertilitas total dan jumlah kelahiran menurut provinsi di Indonesia pada 2011.

Gambar 2.31 Jumlah kejadian banjir di Indonesia

1.000

962

900 800    r     i     j    n    a     B    a    y    n     i     d    a     j    r    e     T     h    a     l    m    u     J

700

672 607

600 500 400

399

300 200

130

409

297 150

186

191

100 0

2001/2002

2002/2003 2003/2004

2004/2005

2005/2006 2006/2007

2007/2008

2008/2009 2009/2010

2010/2011

Tahun

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2012 Gambar 2.32 Beberapa potret DAS kritis

Foto : Kementerian Lingkungan Hidup

33  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Tabel 2.5 Angka Kematian Bayi, Jumlah Kematian, Angka Fertilitas Total Total dan Jumlah Kelahiran menurut Provinsi 2011

No

PROVINSI

Angka Kematian Bayi

Jumlah Kematian (000)

Angka Fertilitas To Total tal

Jumlah Kelahiran (000)

1

NAD

30,50

27,00

2,30

93,60

2

Sumatera Utara

20,40

70,70

2,38

288,20

3

Sumatera Barat

23,20

31,10

2,35

98,40

4

Riau

20,00

22,00

2,28

108,00

5

Jambi

24,60

15,70

2,25

57,00

6

Sumatera Selatan

22,80

39,10

2,15

144,40

7

Bengkulu

25,40

9,40

2,15

32,50

8

Lampung

21,40

43,60

2,23

145,70

9

Bangka Belitung

24,20

7,00

2,14

21,10

10

Kepulauan Riau

19,30

6,30

2,28

46,60

11

DKI Jakarta

7,60

34,90

1,49

129,10

12

Jawa Barat

24,20

272,30

2,16

769,10

13

Jawa Tengah

18,00

248,10

1,97

516,40

14

DI Yogyakarta

7,70

26,30

1,38

39,60

15

Jawa Timur

21,20

298,70

1,65

476,40

16

Banten

28,90

57,90

2,27

206,60

17 18

Bali NTB

11,90 38,00

23,70 29,70

1,64 2,33

46,30 96,00

19

NT T

27,20

30,20

2,66

114,10

20

Kalimantan Barat

25,40

24,00

2,36

94,60

21

Kalimantan Tengah

20,90

10,00

2,18

40,10

22

Kalimantan Selatan

30,10

22,60

2,13

65,50

23

Kalimantan Timur

14,80

13,50

2,18

61,80

24

Sulawesi Utara

9,40

13,30

1,88

33,20

25

Sulawesi Tengah

31,20

15,40

2,25

50,30

26

Sulawesi Selatan

24,20

51,70

2,22

159,30

27

Sulawesi Tenggara

25,60

11,70

2,49

51,70

28

Gorontalo

26,40

6,10

2,21

18,00

29

Sulawesi Barat

24,20

6,80

2,22

20,30

30 31

Maluku Maluku Utara

28,60 29,70

8,40 5,50

2,62 2,58

31,80 22,70

32

Papua Barat

27,50

3,50

2,62

16,00

33

Papua

27,00

10,20

2,62

47,50

Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia 2005 - 2015, Badan Pusat Statistik 

Dari Tabel 2.5. dapat dilihat AKB terbesar terdapat di Nusa Tenggara Tenggara Barat yaitu 38 kejadian, sedangkan angka terendah di DKI Jakarta adalah 7,6 kejadian kematian bayi sebelum usia setahun setiap set iap seribu kelahiran hidup. Sementara, jumlah penderita penyakit TB Paru di masyarakat meningk at 33.000 kejadian. Tetapi kejadian penyakit diare mengalami penurunan, walaupun masih

Perubahan lingkungan air juga mempengaruhi kejadian penyakit bawaan vektor, seperti demam berdarah dengue dan malaria. Di beberapa daerah penderita demam berdarah dengue pada 2010 menurun dibandingkan tahun 2009, tetapi di Bali dan Yogyakarta justru meningkat cukup signifikan, seperti terlihat pada Tabel 2.6.

terbilang tinggi. Tabel 2.5. memperlihatk an jumlah pasien TB Paru BTA positif dan Diare menurut provinsi pada 2009 – 2010.

Kondisi sebaliknya terlihat pada jumlah penderita malaria pada 2010 yang meningkat dibanding 2008 dan 2009. Peningkatan penderita malaria tertinggi tercatat di Nusa Tenggara Timur dan Papua.

34  

Tabel 2.6 Jumlah Pasien TB Paru Positif dan dan Diare menurut Provinsi 2009 - 2010 TB Paru BTA Positif No

PROVINSI

Diare

2009

2010

2009

2010

3.065

3.670

45

121

1

NAD

2

Sumatera Utara

13.897

16.078

-

-

3

Sumatera Barat

3.732

4.156

-

51

4

Riau

2.880

2.996

86

116

5

Jambi

2.745

3.149

-

-

6

Sumatera Selatan

5.181

5.705

-

-

7

Bengkulu

1.588

1.784

-

-

8

Lampung

4.943

5.139

11

-

9

Bangka Belitung

951

1.130

-

-

10

Kepulauan Riau

784

917

-

-

11

DKI Jakarta

7.989

7.944

-

-

12 13

Jawa Barat Jawa Tengah

31.433 16.906

32.649 19.190

1.425 95

1.068 35

14

DI Yogyakarta

1.155

1.193

-

-

15

Jawa Timur

22.598

23.350

-

1.181

16

Banten

8.134

8.018

351

385

17

Bali Ba

1.517

1.449

-

-

18

NTB

3.089

3.151

1.147

-

19

NTT

3.369

3.755

416

-

20

Kalimantan Barat

4.156

4.634

-

-

21

Kalimantan Tengah

1.339

1.323

-

-

22

Kalimantan Selatan

2.891

3.253

-

-

23

Kalimantan Timur

2.065

2.210

-

-

24

Sulawesi Utara

3.988

4.546

-

-

25

Sulawesi Tengah

1.918

2.307

437

817

26

Sulawesi Selatan

6.428

7.820

37

169

27

Sulawesi Tenggara

2.296

3.185

-

-

28

Gorontalo

1.370

1.617

-

-

29

Sulawesi Barat

942

1.149

423

-

30

Maluku

2.014

2.175

-

-

31

Maluku Utara

708

792

205

-

32

Papua Barat

638

635

605

37

33

Papua

2.504

2.297

473

224

169.213

183.366

5.756

4.204

INDONESIA

Sumber : Badan Pusat Statistik 

35  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Tabel 2.7 Jumlah Pasien, Tingkat Tingkat Kefaalan, dan Tingkat Tingkat Kejadian Penyakit Demam Berdarah menurut Provinsi, 2008 - 2010 Jumlah Pasien No

PROVINSI

Tingkat Kejadian1

Tingkat Kefatalan

2008

2009

2010

2008

2009

2010

2008

2009

2010

1

NAD

2.436

1.573

2.834

1,31

1,27

0,92

54,76

36,36

63,71

2

Sumatera Utara

4.454

4.697

8.889

1,10

1,23

0,98

34,49

35,70

67,25

3

Sumatera Barat

1.907

2.813

1.795

0,58

0,64

0,28

42,67

59,75

38,13

4

Riau

828

1.563

991

1,21

1,73

2,62

15,96

29,29

18,27

5

Jambi

245

254

178

3,67 3,

1,97 1,

0,56 0,

8,64 8,

8,55 8,

5,99 5,

6

Sumatera Selatan

2.360

1.854

1.161

0,13

0,32

0,43

34,75

25,67

16,07

7

Bengkulu

339

260

609

0,29

3,08

2,13

19,39

15,44

35,36

8

Lampung

4.807

1.862 1.

1.716 1.

0,83

1,07

1,63

68,83 68

24,85 24

25,59 25

9

Bangka Belitung

34

349

205

-

4,58

4,39

3,07

31,54

18,52

10

Kepulauan Riau

1.724

1.828

1.507

1,28

0,77

0,93

133,07

115,60

88,37

11

DKI Jakarta

28.361

28.032 28

19.273 19

0,09

0,11

0,17

317,09 31

313,40 31

227,44 22

12 13

Jawa Barat Jawa Tengah

23.248 19.235

37.861 17.881

25.727 19.871

0,99 1,19

0,81 1,39

0,66 1,26

54,23 58,45

89,41 54,81

59,54 60,46

14

DI Yogyakarta

2.119

2.203

4.997

0,99

0,68

0,68

61,72

63,89

144,92

15

Jawa Timur

16.589

18.631

26.020

0,99

0,99

0,90

44,68

50,03

68,92

16

Banten

3.954

5.250

5.544

1,34

1,33

2,15

46,16

56,39

55,27

17

Bali

6.254

5.810

11.697

0,30

0,15

0,29

181,31

167,40

337,04

18

NTB

777

615

2.096 2.

0,51

0,65

0,57

18,10 18

13,72 13

51,02 51

19

NT T

279

399

1.459

2,87

1,75

1,03

7,07

8,44

30,60

20

Kalimantan Barat

947

9.792

589

3,38

1,75

2,72

22,29

228,30

13,86

21

Kallimantan Tenga Ka gah h

531

1.309

1.394

1,3 ,322

1,22

0,50

27,11

65,25

62,82

22

Kallimantan Selatan Ka

576

1.113

1.134

1,9 ,911

1,80

2,91

15,69

29,30

29,86

23

Kallimantan Timur Ka

5.762

5.244

5.610

1,8 ,822

1,30

0,75

220,03

173,80

167,31

24

Sulawesi Utara

1.430

1.640

2.091

1,12

1,22

1,91

63,58

68,79

87,70

25

Sulawesi Tengah

1.389

952

2.098

1,22

0,74

1,38

55,25

36,50

81,80

26

Sulawesi Selatan

3.545

3.411

4.083

0,76

0,67

0,81

46,46

44,71

49,02

27

Sulawesi Tenggara

1.006

692

986

0,8 ,899

1,73

1,32

46,21

31,86

45,28

28

Gorontalo

172

91

467

2,33

2,20

1,71

18,74

9,19

46,14

29

Sulawesi Barat

37

149

144

0

0

0

3,65

13,74 13

14,19 14

30

Maluku

0

0

6

0

0

16,67

0

0

0,42

31

Maluku Utara

250

384

347

2,80

1,82

3,46

2 5,25 25

3 8,89 38

3 3,61 33

32

Papua Barat

510

204

298

0,39

0,98

-

90,41

28,21

52,83

33

Papua

228

196

270

0,44

1,53

2,96

13,47

10,93

15,05

37,54

41,48

59,68

1.852,58

1.979,71

2.112,36

INDONESIA

136.333

158.912

156.086

Catatan : 1) Tingkat Kejadian per 100.000 penduduk Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementerian Kesehatan

36  

HUTAN DAN LAHAN Hutan tropis merupakan ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati, berperan dalam penyediaan  jasa  ja sa liling ngku kung ngan an da dan n te temp mpat at be berg rgan antu tung ng ma masy syar arak ak at

berperan penting dalam upaya mitigasi REDD + karena memiliki hutan yang sangat luas.

di yang merupakan yang hidup di sekitar hutan. yang Selainmenyimpan itu, hutan itu, tropis ekosistem karbon terrestrial dalam jumlah yang sangat besar. Deforestasi dan degradasi hutan akan menyebabkan pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer, sehingga mempengaruhi iklim secara global. Pada tahun 2008, emisi dunia dari proses deforestasi dan degradasi hutan mencapai 4,4 Giga ton CO 2 atau 11% dari total emisi emisi anthropogenik (UNEP, 2012), karena itu perlindungan hutan tropis menjadi agenda internasional dalam rangka mitigasi perubahan iklim melalui mekanisme Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation   (REDD+). REDD+ telah disepakati dalam Conference On Parties 16 (COP 16) di Cancun, tahun 2010. Indonesi a dan Brasil

Dari Citra Satelit Landsat penurunan, 7 ETM+, 2000 2011,penafsiran luas tutupan hutan mengalami dari104.747.566 hektar pada 2000, menjadi 98.242.002 hektar pada 2011 (Gambar 2.33). Dengan kata lain, terjadi deforestasi seluas 6,5 juta hektar selama 11 tahun. Sebelum 2009, sebagian besar provinsi mengalami deforestasi, kecuali Jawa Timur. Selama periode 2009 – 2011, tiga provinsi mengalami reforestasi yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Penyumbang penurunan hutan terbanyak adalah Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Bengkulu, dengan deforestasi lebih dari 1 persen per tahun seperti pada Tabel 2.9. & Gambar 2.36.

Gambar 2.33 Penurunan luasan hutan pada periode 2000 – 2011

105.000.00 0 10 4  4..000.00

0

103.000.00

0

102.000.00 0 101.000.00 0 100.000.000 99.000.000 98.000.000 97.000.000 96.000.000 95.000.000 9 4  4..000.000

2000 

2003 

2006 

2009 

 Luas H  Hu t  ta a

n

2011

Sumber: Kementerian Kehutanan

37  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Dinamika deforestasi terkait dengan berbagai faktor, baik secara langsung (agent) maupun tidak langsung (driving force) (Sunderlin, W.D. & Resosudarmo, 1996). Faktor penyebab ada dua: langsung dan tidak langsung. Faktor langsung berarti pelaku dan penyebab secara langsung mengubah tutupan hutan menjadi peruntukan lain, misalnya kebakaran hutan, ekspansi lahan pertanian, perumahan dan pertambangan. Faktor secara tidak

2000 – 2003: 344.657 hektar (0,33 persen ); 2003 – 2006: 808.754 hektar (0,78 persen); 2006 – 2009: 747.754 hektar (0,74 persen); dan 2009 – 2011: 401.253 hektar (0,41 persen).

langsung sosial, ekonomi pada skalaberupa nasional,kondisi regional maupun global.dan politik

2001), terjadi 205 kasus kasus menurun penyerobotan kawasan hutan; pada 2002-2003 menjadi 66 (Wulan, et al . 2004). Prasetyo (2008) juga menemukan kasus perambahan kawasan konservasi yang lebih luas pada masa transisi itu dibandingkan periode sebelum otonomi.

Mencermati perubahan tutupan hutan selama 2000 – 2011, sebenarnya sejak 2003 laju deforestasi semakin mengecil. Laju deforestasi per tahun pada periode

Sebelum 2003 adalah masa transisi otonomi yang menyebabkan ketidakpastian hukum dalam kasus penyerobotan kawasan hutan. Selama transisi (1999-

Tabel 2.9 Laju Perubahan Perubaha n Tutupan Tutupan Hutan per Tahun per Provinsi pada Periode 2000 - 2011 Laju Perubahan Hutan (%) Provinsi 2000-2003

2003-2006

2006-2009

2009-2011

Riau Jambi

-2,06 -0,20

-3,62 -1,39

-4,29 ¬

-3,54 -1,94

Kalimantan Te Tengah ngah Sumatera Utara Bengkulu Kalimantan Barat Sumatera Barat Maluku Utara Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Kalimantan Timur Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Aceh Lampung

-0,47 -0,19 -1,43 -0,22 -0,23 -0,32 -0,35 -1,33 -2,34 -0,32 0,00 -0,08 0,21

-0,86 -0,97 -0,32 -1,84 -0,95 -0,27 -0,60 -1,88 -1,40 -0,96 -2,80 -0,36 0,00

-1,48 -1,61 -0,43 -1,42 -1,71 -0,11 -0,17 -1,09 -0,20 -0,60 -0,14 -1,18 -0,37

-1,34 -1,22 -1,06 -0,70 -0,68 -0,44 -0,40 -0,32 -0,26 -0,24 -0,24 -0,20 -0,18

Gorontalo Jawa Tengah Bangka Belitung Nusa Tenggara Timur Banten Papua Maluku Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Papua Barat Sulawesi Selatan Bali DKI Jakarta

-0,33 -0,02 -0,31 -0,01 -0,11 -0,08 -0,06 -1,53 -0,10 -0,01 -0,65 -1,67 0,00

-2,05 0,00 -1,17 -0,46 -0,39 -0,38 -0,12 -0,75 -0,79 -0,01 -0,62 0,00 0,00

-0,25 -0,54 -3,23 -0,01 -2,41 -0,14 -0,16 -0,11 -0,18 -0,03 -0,43 -0,53 0,00

-0,17 -0,12 -0,11 -0,09 -0,08 -0,04 -0,03 -0,01 -0,01 0,00 0,00 0,00 0,00

Jawa Timur Jawa Barat Sumatera Selatan Grand Total

-0,26 0,02 -0,73 -0,33

-0,14 -0,63 -0,08 -0,78

0,07 -1,18 -1,47 -0,74

0,06 0,51 2,28 -0,41 Sumber: Kementerian Kehutanan

38  

Analisis lebih rinci menunjukkan tutupan hutan pada 2000 seluas 102 juta hektar, yang 31,33 persen telah berubah menjadi lahan tidak produktif; 10,34 persen dibuka untuk pertanian; dan 2,69 persen untuk perkebunan (Gambar 2.34). Sedangkan hutan mangrove sebagian besar masih utuh, hanya sebagian kecil dieksploitasi. Tetapi hutan ini dibiarkan terlantar, berupa semak dan lahan terbuka (5,35 persen), sebagian

menekan laju alih fungsi lahan, terutama pada hutan primer dan lahan gambut, sebagai langkah mengurangi emisi gas rumah kaca.

kecil untuk tambak udang ataupun ikan (2,55 persen) (Gambar 2.35).

Oscilation) jumlah kebakaran cenderung meningkat.

Gambar 2.34 Persentase perubahan perubahan hutan pada pada periode 2000 - 2011 1,53%

0,53%

Hutan

3,67%

0,11%

Pertanian

31,33%

Faktor lain yang secara langsung mempengaruhi tutupan hutan adalah kebakaran. Jumlah kejadian dan luas kebakaran hutan berfluktuasi, tergantung pola perubahan iklim. Pada periode ENSO (El Nino Southe rn

Peristiwa El Nino tahun 1982 luas kebakaran diperkirakan mencapai 3,5 juta hektar dan 1997 mencapai 9,75 juta hektar (Bappenas-ADB 1999 dalam Tacconi, 2003). Jumlah kebakaran setelah 2002 cenderung menurun. Bila dirinci, periode 2005 – 2011 kebakaran lebih sering terjadi di kawasan konservasi dibandingkan dengan kawasan hutan yang lain.

Perkebunan Semak&LahanTerbuka Tambak  Pertambangan Lahan Terbangun 2,69% 10,34%

49,78%

Lainnya

Penyebab kebakaran hutan selalu menjadi perdebatan panjang. Sebagian pihak mempercayai kebakaran disebabkan cuaca. Namun Syaifuna menjelaskan kebakaran hutan mayoritas disebabkan perbuatan manusia (Syaufina, (Syaufina, 2008). Hal ini bisa dimengerti, karena petani maupun perkebunan masih memakai api dalam persiapan lahan. Pemerintah juga telah menghimbau untuk tidak lagi memakai api dalam persiapan lahan.

Sumber: Kementerian Kehutanan

Gambar 2.35 Persentase perubahan perubahan hutan mangrove mangrov e pada periode 2000 – 2011 0,32 % 5,35 %

2,55 % 0,02 % 0,02 %

Mangrove

0,28 %

Bagi masyarakat tradisional, secara turun-temurun api digunakan sebagai alat untuk persiapan lahan. Kearifan tradisional ini merupakan teknik pembakaran terkendali sebagai respon petani tradisional terhadap keterbatasan teknologi, sumberdaya, dan dana. Bila dilakukan dengan benar, api tidak akan meluas.

Pertanian

Selain itu, luas lahan yang dibuka untuk bercocok tanam Semak & Lahan Terbuka Badan Air Tambak  Lahan Terbangun Pertambangan

 juga terbat terbatas as sesu sesuai ai sikl siklus us pembuk pembukaan aan yang terat teratur. ur. Jika dilakukan dengan benar, api tidak akan membesar menjadi kebakaran yang tidak terkendali. Sampai saat ini, kearifan tradisional ini masih dipraktikkan, karena belum ada alternatif pengganti. Kebakaran hutan justru semakin merajalela setelah perkebunan besar juga memanfaatkan teknik pembakaran tradisional untuk persiapan lahan.

91,39 %

Laju perubahan hutan primer mendapat perhatian pemerintah dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2011 tentang penundaan izin baru dan

Sebagai deteksi dini kebakaran hutan, Direktorat Jenderal Perlindungan Perlindunga n Hutan dan Konservasi Alam menggunakan satelit NOAA untuk memantau titik api. Jumlah titik api (hotspot) sepanjang 2005-2011 sangat bervariasi. Di beberapa provinsi menunjukkan jumlah hotspot yang

penyemp penyempurnaan urnaanspasial, tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Secara lokasi dalam I npres Inpres ini dilengkapi dengan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang direvisi secara reguler. Kebijakan ini digunakan untuk

tinggi, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Timur. Kalimantan Tengah,yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Lima provinsi itu memiliki jumlah hutan dan perkebunan yang tinggi (Tabel 2.11).

Sumber: Kementerian Kehutanan

39  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

40  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

41  

Gambar 2.36 Penurunan luasan hutan pada periode periode 2000 – 2011 per per provinsi

42  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

43  

44  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Foto: Donang Wahyu

45  

Tabel 2.10 Perkembangan Kebakaran Hutan di Berbagai Fungsi Hutan Estimasi Kebakaran Hutan (Ha)

Fungsi Hutan

Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Suaka Alam Taman Wisata Alam Taman Nasional

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

4.002,12 82,00 651,80 4,50 595,05

355,00 1.508,34 508,70 350,50 1.324,55

228,00 987,10 349,60 40,00 5.256,42

155,00 592,52 631,02 55,50 5.338,79

803,00 245,80 1441,13 311,50 4.589,78

191,50 19,50 57,00 13,62 3.213,50

99,50 184,95 1.091,29 32,49 996,36

30,00 2,00

4,00

2,00

1,00

86,00 23,60

15,00 3,25

7,00 100,00 112,00

5,00

162,50 4.241,59

6.974,72

6.793,08

7.611,21

3.500,12

Taman Hutan Raya Hutan Penelitian Hutan Kota Taman Buru Hutan Kemasyarakatan

85,00 82,00

 Total

5.502,47

25,00 161,50 21,00 2.612,09

Sumber : (Statistik Kehutanan 2011 & 2010).

Tabel 2.11 Jumlah Pantauan Hotspot pada Periode Periode 2005-2011 2005-2011 No

PROPINSI

1 2 3 4

ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

560 3.565 494 20.538

1.667 3 .581 3. 1.231 11.526

261 936 427 4.169

924 871 770 3.943

654 1.172 495 7.756

285 532 171 1.707

592 893 546 3.536

KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BANGKA BELITUNG BENGKULU LAMPUNG BANTEN DKI JAKARTA JAWA BARAT DI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA TIMUR BALI

985 1.182 248 218 399 99 25 306 20 237 315 7

215 6.948 2 1.734 21 1.202 1. 474 3.747 155 26 1.160 99 1.746 2.032 59

101 3.120 5.182 764 255 1.639 38 77 77 325 35 268 1.503 57

53 1.970 3.055 523 204 218 52 15 15 869 34 1.082 2.643 154

99 1.733 3.891 1.058 192 395 76 14 14 253 13 147 691 7

55 603 1.481 143 84 123 33 4 114 10 64 259 14

33 1.523 4.705 317 320 635 193 10 10 766 18 498 1.019 48

NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR GORONTALO SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA PULAU PAPUA PU

23 42 3.485 3.126 870 745 53 31 123 159 35 6 -

568 1.147 29.266 40.897 40 6.469 6.603 586 1 14 11 562 364 1.201 1. 749 48 88 -

903 1.140 7.561 4.800 928 2.082 93 35 182 145 551 288 26 13 5

844 2.289 5.528 1.240 199 2.231 16 26 132 30 525 148 21 7 0

476 489 10.144 4.640 1.270 1. 2.307 83 34 367 84 519 396 4 4 0

1.785 831 111 974 24 14 165 25 175 94 -

4.720 4.285 1.292 1. 1.482 46 30 255 98 344 270 -

37.896

146.264

37.909

30.616

39.463

9.880

28.474

 JUMLAH TOT TOTAL AL

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

46  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Lahan Kritis Tantangan lingkungan hidup juga menghadapi persoalan lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang secara fisik telah rusak sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai media produksi atau pengatur tata air. Perkembangan lahan kritis seiring dengan deforestasi dan degradasi hutan. Selama

dengan kontribusi setiap provinsi yang berbeda-beda. Kalimantan Tengah menyumbang jumlah lahan kritis terbesar, diikuti Jambi, Sumatra Utara dan Sulawesi Tenggara. Beberapa provinsi berhasil memperbaiki kondisi lahannya, seperti di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi tengah dan

2000 - 2011, lahan kritis bertambah 4 juta hektar,

Sulawesi Selatan (Tabel 2.12).

Tabel 2.12 Luas Lahan Kritis di Indonesia 2000 2000 - 2011 2011 No.

PROVINSI

1 2 3 4 5 6 7

Aceh Sumatera Utara Riau Kep. Riau Sumatera Barat Jambi Bengkulu

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Luas Lahan Kritis 2000

2011

Perubahan

351.015 469.143 334.868 0 131.155 716.147 578.543

744.955 1.135.341 840.658 254.749 509.977 1.420.602 642.587

393.940 666.198 505.790 254.749 378.822 704.455 64.044

Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

3.461.840 0 299.157 0 0 368.794 360.827 34.667 1.302.379 3.065.728 1.758.833 1.778.782

3.886.062 114.836 589.229 67.503 0 483.945 159.853 33.559 608.913 3.169.491 4.636.890 318.836

424.222 114.836 290.072 67.503 0 115.151 -200.974 -1.108 -693.466 103.763 2.878.057 -1.459.946

20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Maluku

575.383 235.092 0 413.221 241.811 1.032.802 0 33.425 278.698 1.356.757 0 694.911

786.911 276.056 257.176 317.769 885.463 920.452 113.960 48.052 91.859 1.041.688 611.107 762.324

211.528 40.964 257.176 -95.452 643.652 -112.350 113.960 14.627 -186.8399 -186.83 -315.069 611.107 67.413

32 33

Papua Papua Barat

3.368.903 0

1.076.699 487.343

-2.292.204 487.343

23.242.881

27.294.845

4.051.964

 To  T otal

Sumber: Kementerian Kehutanan

47  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Kerusakan hutan dan lahan menyebabkan tata air terganggu: melimpah di musim hujan, kekeringan di musim kemarau. Hal ini membuat perbandingan antara jumlah debit maksimum dengan jumlah debit minimum menjadi sangat besar. Hal ini menjadi indikasi tingkat kerusakan lahan pada suatu daerah aliran sungai (DAS) tertentu. Di beberapa provinsi, kerusakan itu menyebabkan bencana alam. Sepanjang

mencatat hanya 2 bencana kekeringan, pada 2011 tercatat 217 kekeringan. Pada 2010, hanya Nusa Tenggara Timur yang menderita kekeringan, sementara pada tahun berikutnya hampir seluruh wilayah Indonesia dilanda kekeringan. Bencana banjir juga meningkat dua kali

2012, BNPB mencatat 730 kejad iandunia bencana yang menelan 487 orang meninggal danalam, memaksa 675.798 orang mengungsi.

lipat dibandingkan 2010. Bencana tanah longsorpada dan banjir yang disertai tanah longsor juga meningkat hampir dua kali lipat, dari 191 kejadian pada 2010 menjadi 352 pada 2011.

Bencana alam juga menyebabkan 33.847 rumah rusak berat; 4.587 rumah rusak sedang; dan 21.369 rusak ringan. Yang Ya ng harus menjadi perhatian adalah terjadi peningkatan penin gkatan bencana alam hidrometeorologi: banjir, banjir disertai tanah longsor, tanah longsor, serta kekeringan. Bencana kekeringan telah melonjak tajam. Jika selama 2010, BNPB

Foto: Donang Wahyu

48  

Gambar 2.37 Sebaran Kejadian Bencana Banjir & Bencana Bencana Banjir yang Disertai Longsor Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun Tahun 2011.

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Gambar 2.38 Sebaran Kejadian Kekeringan Tahun Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun Tahun 2011

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana

49  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

PESISIR DAN LAUT Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau yang memiliki nama, Indonesia memiliki banyak sumber daya perairan dan kelautan. Perairan

limbah kertas, dan bahan kimia. Hamparan lamun mampu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen air laut dan menstabilkan dasar

negara yang mempunyai uas 5,8 juta kilometer persegi ini menyimpan potensi perikanan yang besar. Pesisir lautnya menyimpan cadangan minyak, gas, mineral dan bahan tambang. Di ekosistem pesisir, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang  juga  ju ga me memi mililiki ki ba bany nyak ak ma manf nfaa aat. t. Lu Luas as te teru rumb mbu u ka ra rang ng mencapai 75.000 km persegi atau sek itar 12 – 15 persen dari luas terumbu dunia, yang mencapai 284.300 km 2. Terumbu karang menyediakan bahan makanan, obatobatan dan manjaga pantai dari deburan ombak. Padang lamun juga bernilai ekonomi untuk bahan baku obat-obatan, pupuk, kasur, makanan, penyaring

sedimen (BPS, 2012). Pendapatan yang bisa dihasilkan dari terumbu karang diperkirakan mencapai US$ 1,6 miliar per tahun. Total nilai potensi ekonomi bisa menyentuh US$ 61,9 miliar setiap tahun. Hanya saja, potensi terumbu karang yang besar diiringi dengan ancaman eksploitasi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan pemantauan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI pada 2012 di 1.133 lokasi, hanya sekitar 5,30 persen terumbu karang dalam kondisi sangat baik. Lalu, 27,19 persen dalam keadaan baik; 37,25 persen cukup baik; dan 30,45 persen kurang baik.

Gambar 2.39

Kondisi terumbu karang di Indonesia (%)

50 45 40 35 30 25 20

Sangat Baik  Baik 

15

Cukup Kurang

10 5 0 1993

1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

2009

2011

Sumber: Coremap.or.id

Dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, Indonesia memiliki hutan mangrove terluas kedua dunia setelah Brazil. Tumbuh di zona peralihan,

hutan mangrove mencapai 7,7 juta hektar. Tetapi pada saat ini luasnya menurun pada 2011 menjadi 5,5 juta hektar. Dari total luas hutan mangrove itu,

antara ekosistem laut dan daratan, hutan mangrove melindungi pantai, menahan endapan lumpur dan menjaga keseimbangan lingkungan. Pada 2006, Kementerian Kehutanan mencatat luas

56,91 persen masih baik dan 7,21 persen rusak berat. Hutan mangrove juga terancam alih fungsi untuk berbagai kepentingan, seperti perkebunan, tambak dan pemukiman.

50  

Table 2.13 Luas dan Kondisi Hutan Mangrove Menurut Provinsi Tahun 2011

Kondisi  (%) Kondisi Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua INDONESIA

 

Luas (ha)

Baik 

Sedang

Rusak  

Tidak Teridentifikasi 0,00 0,00 0,00

50.689.43 88.687.80 43.186.71

83,87 8,16 77,63

36,07 7,67

16,13 55,77 15,00

193.886.72 6.863.30 56.415.00 214.743.00 22.723.90 104.479.70

6,73 35,81 3,13 20,73 96,70

9,98 3,07 96,66 12,93 1,55

5,09 20,44 61,13 0,21 66,31 1,75

78,19 79,56 0,00 0,00 0,00 0,00

33.359.18 33.640.28 1.784.850.91 61.00

57,88 9,40 99,73 14,75

22,45 29,17 0,14 9,84

19,67 61,43 0,11 75,41

0,00 0,00 0,02 0,00

129.275.14 613.90 2.215.50 18.356.88 16.593.19 125.948.00 1.593.98 129.710.59 107.023.00 29.652.36 25.715.35 77.135.00

54,47 79,47 46,15 31,50 50,12 39,14 85,74 64,96 31,90

11,91 9,10 44,28 63,80 28,51 37,57 0,20 17,21 34,60

33,62 11,43 9,58 4,70 21,37 23,29 14,06 17,83 33,50

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

294.562.28 17.304.84 5.548.30 31.497.05 37.606.45 809.900.65 1.049.172.69

25,00 82,17 66,16 25,91 33,66 95,81 -

36,00 17,89 62,36 12,84 0,40 -

39,00 17,83 15,95 11,73 14,44 3,80 -

0,00 0,00 0,00 0,00 39,06 0,00 -

5.543.012.08

56,91 %

10,69 %

7,20 %

25,20 %

Catatan : a) Data sampai tahun 2010 / Data up to 2010 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, 2012

51  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Tabel 2.14 Luas Penyebaran Hutan Bakau Menurut 2007 Provinsi

Jawa Barat Jawa Tengah* Banten Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara TOTAL

2010

Kondisi / Condition Luas Area (ha)

Baik

Sedang

  Rusak

Luas Area (ha)

Kondisi / Baik

 

17.654,40 60.016,70

13.229,90 9.870,70

3.674,30 4.039,00

750,20 46.107,00

33.640,28

3.162,19

15.255,60 27.355,90 28.954,30 33.934,60 3.000,00 128.038,00 43.887,00

14.413,80 9.338,90 5.238,00 7.769,40 0,00 12.231,00 16.373,00

841,90 6.633,40 5.248,30 7.857,70 1.570,00 115.807,00 24.198,00

0,00 11.383,60 18.468,00 18.307,50 1.430,00 0,00 3.316,00

762,23 15.538,50 77.135,00 33.934,00 2.928,78 31.462,03 37.606,45

322,19 11.577,50 24.615,00 7.769,00 661,61 8.142,17 12.657,49

358.098,50

88.467,70

170.458,71

100.083,59

233.013,27

68.914,15

Tabel 2.15. Rehabilitasi Hutan Bakau menurut Provinsi 2008 – 2010 Provinsi 2008 2009 2010 Aceh 72,00 Sumatera Utara 986,00 185,00 1.228,00 Sumatera Barat Riau 327,00 Jambi 800,00 40,00 Sumatera Selatan 100,00 Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung 65,00 Kepulauan Riau 2.025,00 10,00 DKI Jakarta 4,00 449,80 Jawa Barat 136,00 350,00 50,00 Jawa Tengah 2.950.00 18.200,00 440,00 DI Yogyakarta 70,00 5.060,00 12,00 Jawa Timur 815,00 93,00 657,00 Banten 36,00 1,00 Bali 25,00 25,00 52,50 Nusa Tenggara Barat 68,00 75,00 65.045,00 Nusa Tenggara Timur 25,00 45,00 195,00 Kalimantan Barat 5,00 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 8,00 Kalimantan Timur Sulawesi Utara 176,00 151,50 Sulawesi Tengah 50,00 8,00 8,00 Sulawesi Selatan 924,00 725,00 26,50 Sulawesi Tenggara 50,00 Gorontalo 81,00 Sulawesi Barat 500,00 Maluku 2.850,00 35,00 357,10 Maluku Utara 210,00 11,00 50,00 Papua Barat 2,50 Papua 5,00 45,00 INDONESIA 10.739,00 27.251,50  69.005,40  

Sumber : Statistik Kehutanan Indonesia, 2010

52  

Provinsi Dan Tingkat Kerusakan, 2007, 2010, 2011 2011

Condition

Kondisi / Condition

Sedang

Luas Area (ha)

Rusak

Baik

Sedang

Rusak

 

Tidak Terindentifikasi

9.812,87

20.665,22

33.640,28 20.564,72

3.162,19 12.198,75

9.812,87 4.939,53

20.665,22 3.426,44

0,00

179,43 71,00 25.844,00 7.858,00 985,53 19.634,11 4.827,01

260,61 3.890,00 26.676,00 18.307,00 1.282,22 3.685,75 5.432,11

613,90 25.715,35 77.135,00 17.304,84 5.548,30 31.497,05 37.606,45

334,39 16.704,69 24.606,07 14.219,39 3.670,76 8.160,89 12.658,33

73,12 4.425,61 26.688,71 0,00 992,59 19.641,56 4.828,67

206,39 4.585,05 25.840,23 3.085,45 884,95 3.694,60 5.430,37

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14.689,08

69.602,95

80.635,91

249.635,89

95.726,44

71.414,66

67.831,71

14.703,08

Sumber : Statistik Kehutanan Keterangan : *Data 2010

Tabel 2.16 Luas Penyebaran Hutan Bakau Menurut Provinsi 2007, 2011 2007

2011

Jawa Barat Jawa Tengah* Jawa Timur Banten Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua

Luas Area (ha) 17.654,40 60.016,70 272.200,80 15.255,60 40.641,10 32.310,10 27.355,90 28.954,30 33.934,60 3.000,00 128.038,00 43.887,00 1.007.817,00

Luas Area (ha) 33.640,28 20.564,72 129.275,14 613,90 16.593,19 29.652,36 25.715,35 77.135,00 17.304,84 5.548,30 31.497,05 37.606,45 1.049.172,69

TOTAL

1.711.067,50

1.453.764,55

Provinsi

Sumber : Statistik Kehutanan Keterangan : *Data 2010

Sepanjang 2007 – 2011, volume tangkapan ikan terus meningkat tajam. Pada 2007, perikanan laut mencatat 4,7 juta metrik ton volume tangkapan ik an, yang dalam empat tahun meningkat menjadi 5,4 juta metrik ton. Rata-rata peningkatan tangkapan sebesar 3,12 persen,

dari perubahan alat tangkap yang digunakan nelayan. Kini para nelayan memakai kapal motor, dan mulai meninggalkan perahu tanpa motor. Jumlah alat tangkap perahu tanpa motor terus menurun 8,2 persen selama 2007 – 2011; sedangkan pemakaian motor

sementara kenaikan tertajam terjadi pada 2010 – 2011, sekitar 6,13 persen.

tempel meningkat 5,54 persen. Peningkatan secara konstan terjadi pada kapal motor, sebesar 3,4 persen. Bahkan kurun 2010 – 2011, angka peningkatan kapal motor mencapai 11 persen.

Meningkatnya tangkapan ikan tersebut, tidak lepas

53  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Foto: Istimewa

54  

Tabel 2.17 Volume Produksi Perikanan 2007 -2011 Kenaikan Rata-Rata (%)

Tahun Rincian

2007

2009

 8..238.302  8

8.858.315

9.816.534

11.662.342

13.643.234

13,53

16,99

Sub Su b Ju Juml mlah ah

5.04 5. 044. 4.73 7377

5.00 5. 003. 3.11 1155

5.10 5. 107. 7.97 9711

5.38 5. 384. 4.41 4188

5.71 5. 714. 4.27 2711

3,20 3,20

6,13 6, 13

Per erik ikan anan an La Laut ut Perai airran Umu mum m

4.734. 4.73 4.28 2800 310. 31 0.45 4577

4.701. 4.70 1.93 9333 301. 30 1.18 1822

4.812. 4.81 2.23 2355 295. 29 5.73 7366

5.039. 5.03 9.44 4466 344. 34 4.97 9722

5.345. 5.34 5.72 7299 368. 36 8.54 5422

3,12 3,12 4,67 4, 67

6,088 6,0 6,83 6, 83

Sub Su b Ju Juml mlah ah

3.19 3. 193. 3.56 5655

3.85 3. 855. 5.20 2000

4.70 4. 708. 8.56 5633

6.27 6. 277. 7.92 9244

7.92 7. 928. 8.96 9633

25,6 25 ,622

26,3 26 ,300

Budi Bu dida daya ya La Laut ut

1.50 1. 509. 9.52 5288

1.96 1. 966. 6.00 0022

2.82 2. 820. 0.08 0833

3.51 3. 514. 4.70 7022

4.60 4. 605. 5.82 8277

32,3 32 ,344

31,0 31 ,044

Tambak

933.832

959.509

907.123

1.416.038

1.602.748 1.

16,64

13,19

Kolam

410.373

479.167

554.067

819.809

1.127.127

29,46

37,49

63.929

75.769

101.771

121.271

131.383

20,08

8,34

190.893

263.169

238.606

309.499

375.430

19,89

21,30

85.009

111.584 11

86.913

96.605

86.448

2,45

-10,51

Volume (Ton) Perikanan Tangkap

Industri Hulu Perikanan Budidaya

Keramba Jaring Apung Sawah

2010

2007 2010 -2011 -2011

2008

2011

Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap & Ditjen Perikanan Budidaya. KKP

Tabel 2.18 Jumlah Sarana dan Prasarana Perikanan 2007 – 2011 Jenis Sarana dan Prasarana

Tahun

Kenaikan Rata-Rata (%)

2007

2008  2008 

2009   2009

2010   2010

2011   2011

2007 20 07-2 -201 0111 20 2010 10-2 -201 0111

Jumlah Pe Perahu/Kapal Perikanan (b (buah)

788.848

788.188

775.789

742.369

767.187

-26.49

3.34

Perikanan Tangkap di Laut

590.314

596.184

590.352

570.827

581.845

-25.82

1.93

Perahu Tanpa Motor

241.889

212.003

193.798

172.907

170.938

-8.22

-1.14

Motor Tempel

185.509

229.335

236.632

231.333

225.786

5.54

-2.40

Kapal Motor

162.916

154.846

259.922

166.587

185.121

3.40

11.13

Perikanan Tangkap di Perairan Umum

198.534

192.004

185.437

171.542

185.342

-28.55

8.04

Perahu Tanpa Motor

159.781

154.987

148.233

138.552

142.376

-2.78

2.76

37.747

35.136

35.020

31.774

41.115

3.22

29.40

1.006

1.881

2.184

1.216

1.851

27.75

52.22

813

813

966

816

0.82

-15.53

5

6

6

6

6

5.00

0.00

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

12

13

13

14

14

4.01

0.00

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

48

46

47

47

44

-2.09

-6.38

Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)

748

748

900

749

750

0.92

0.13

-

2

2

2

2

-

0.00

821.720

896.325

996.223

1.080.966

1.198.379

9.90

10.86

36.733

32.761

43.804

117.650

169.292

58.84

43.90

Tambak

555.925

618.251

669.738

674.942

749.220

7.83

11.01

Kolam

106.776

101.813

153.316

148.278

126.382

6.97

-14.77

384

213

300

637

561

24.24

-11.89

674 121.229

666 142.621

1.386 1. 127.679

744 138.715

1.294 1. 151.630

3333.63 6.28

73.77 9.31

PERIKANAN TANGKAP

Motor Tempel Kapal Motor Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS)

Pelabuhan Perikanan Swasta *) PERIKANAN BUDIDAY BUDIDAYA A

Lahan Budidaya Perikanan (Ha) Budidaya Laut

Karamba Jaring Apung Sawah

Keterangan : *) Tidak berkategori kelas pelabuhan perikanan Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap & Ditjen Perikanan Budidaya. KKP

55  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Kualitas Air Laut Ancaman pencemaran juga mengincar sumber daya laut. Beberapa wilayah perairan Indonesia ternyata  juga  ju ga re rent nt an te rh ad ap pe penc nc em ar aran an mi ny nyak ak . Da la m kurun 1997 – 2012 telah terjadi 36 kasus tumpahan minyak, yang berdampak pada sumber daya hayati dan nonhayati laut (BPS, 2012). Pemantauan kualitas air laut pada 2012 mengambil lokasi di pelabuhan dan wisata bahari: Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta; Pelabuhan Ciwandan , Banten; Pelabuhan Gorontalo dan Parigi, Teluk Tomini. Sementara di daerah wisata pemantauan digelar di Teluk Tomini; Parigi, Palu; dan Pahuwato, Gorontalo.

meter). Semua titik sampling di Pelabuhan Tanjung Priok kecerahannya di bawah 3 meter. Sementara di Pelabuhan Ciwandan, Banten, dan Teluk Tomini, Gorontalo, 2 dari 6 titik sampling mempunyai kecerahan di bawah 3 meter. Parameter amoniak yang melampaui baku mutu terdeteksi di Pelabuhan Tanjung Priok, yang dekat dengan industri, pelabuhan pet i kemas, dan pemecah gelombang. Sementara di Pelabuhan Parigi, parameter amoniak ditemukan di outlet Sungai Olaya.

Parameter yang dianalisis sesuai baku mutu air laut (BMAL) untuk kualitas pelabuhan dan wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Dari hasil pemantauan di pelabuhan, terdapat beberapa parameter yang

Parameter Total Padatan Tersuspensi (TSS) di lokasi wisata Parigi, Teluk Tomini, melebihi baku mutu, yaitu 24 mg/L. Kandungan Oksigen Terlarut (DO) di perkampungan Bajo di Pahuwato, Gorontalo, berada di luar baku mutu, sedangkan lokasi lainnya masuk dalam baku mutu. Kandungan Minyak Lemak di laut lepas dekat perkampungan Bajo dan wisata Parigi

melebihi baku mutu, yaitu kecerahan (BMAL > 3

terdeteksi melebihi baku mutu.

Gambar 2.40 Kandungan amoniak di pelabuhan     )     L     / 0,8    g 0,7    m 0,6     ( 0,5     i    s 0,4    a    r    t 0,3    n 0,2    e    s 0,1    n 0    o     K

   n    a     k     I    n    a    g    n    a     l    e     l    e     P    t    a    p    m    e     T

   g    n    a    r    a     B  .     l    e     P    a    g    a    m    r    e     D

    A     P     T    s    a     k    e     B

    A     P     T    s    a     k    e     B    t    a     k    e     d    s    a    p    e     L    t    u    a     L

   y    r    e     F     l    a    p    a     K    n    a     h    u     b    a     l    e     P

    k    u     d    u     d    n    e     P    n    a    m     i     k    u    m    e     P

   e    s    o    p    r    u     P     i    t     l    u     M    a    g    a    m    r    e     D

Teluk Tomini Gorontalo

   m    u    m     U    a    g    a    m    r    e     D

    S     B     K    t    a     k    e     D    s    a    p    e     L    t    u    a     L

    S     B     K

Pelabuhan Owandan,  serang

   r     i    a     C     h    a    r    u     C     T     J    a    g    a    m    r    e     D

    )     H     L     K    u    a    t    n    a     P     k     i    t     i     T    t    a     k    e     D     (     i    r    t    s    u     d    n     I

    i    r    t    s    u     d    n     I    t    a     k    e     D

   s    a    m    e     K     i    t    e     P    n    a     h    u     b    a     l    e     P

   g    n    a     b    m    o     l    e     G     h    a    c    e    m    e     P    t    a     k    e     D

   s    a    p    e     L    t    u    a     L  

   n    a     k     I    n    a    g    n    a     l    e     l    e     P

   o    m    e     l    a     b    m    a     B     i    a    g    n    u     S    t    e     l    t    u     O

PelabuhanTJ.Priuk, Jakarta

Lokasi

    i    a    o    g    y     i    r    m    a     i    a    e     l     C     P    a     i     I     I    a     b     I    g    s    m    a    n     l    a    u    e     B     S     i     K    t    a    n    e    g     l    a    t    n     h    u    u    u     O     S     b    t    a     l    e     l    e    t     P    u     O    t    a     k     E     D    s Teluk Tomimi    a    p    e     L    t    u    a     L

Parigi,  Moutong

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.41 Perbandingan kandungan oksigen terlarut di Pelabuhan Tanjung Tanjung Priok dan Gorontalo Tahun 2011 - 2012     ) 8     L     / 7    g    m 6     ( 5     i    s 4    a    r    t 32    n    e    s 1    n 0    o     K

DO 2011

    i    r    t    s    u     d    n     I    t    a     k    e     D

   s    a    m    e     K     i    t    e     P    n    a     h    u     l     b    a    e     P

Pelabuhan TJ.Priok

DO 2012

   g    n    a     b    m    o     l    e     G     h    a    c    e    m    e     P    t    a     k    e     D

   s    a    p    e     L    t    u    a     L

   n    a     k     I    n    a    g    n    a     l    e     l    e     P    t    a    p    m    e     T

Lokasi

   g    n    a    r    a     B  .     l    e     P    a    g    a    m    r    e     D

    A     P     T    s    a     k    e     B

    A     P     T    s    a     k    e     B    t    a     k    e     d    s    a    p    e     L    t    u    a     L

   y    r    e     F     l    a    p    a     K    n    a     h    u     l     b    a    e     P

    k    u     d    u     d    n    e     P    n    a    m     i     k    u    m    e     P

Teluk Tomimi Gorontalo

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

56  

Dibandingkan dengan hasil pemantauan 2011, untuk Pelabuhan Tanjung Tanjung Priok dan Gorontalo ada parameter yang mengalami peningkatan, yaitu kecerahan dan kandungan Oksigen terlarut. Kendati baku mutu air laut tidak mengatur kandungan DO perairan, tetapi peningkatan kecerahan dan DO dapat berdampak baik bagi kehidupan biota perairan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sebaliknya, konsentrasi fenol pada 2012 meningkat ketimbang hasil pemantaua n 2011. Baku mutu memang tidak mengatur kandungan fenol di pelabuhan, tapi tingginya polutan ini dapat menganggu ekosistem perairan. Hal itu lantaran sangat sedikit mikroorganisme perairan yang mampu mendegradasi fenol secara alami. Di Pelabuhan Tanjung Priok, meski konsentrasinya turun, tetapi masih terdeteksi kandungan amoniak yang melebihi baku mutu.

Gambar 2.42 Perbandingan kandungan fenol di Pelabuhan Tanjung Priok dan Gorontalo Tahun 2011 – 2012     )     L     /    g    m     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0

Fenol 2011

    i    r     t    s    u     d    n     I     t    a     k    e     D

   s    a    m    e     K     i     t    e     P    n    a     h    u     b    a     l    e     P

   g    n    a     b    m    o     l    e     G     h    a    c    e    m    e     P     t    a     k    e     D

Fenol 2012

   s    a    p    e     L     t    u    a     L

Pelabuhan TJ.Priok

   n    a     k     I    n    a    g    n    a     l    e    e     P     t    a    p    m    e     T

   g    n    a    r    a     B  .     l    e     P    a    g    a    m    r    e     D

Lokasi

    A     P     T    s    a     k    e     B

    A     P     T    s    a     k    e     B     t     k    a    e     d    s    a    p    e     L     t    u    a     L

   y    r    e     F     l    a    p    a     K    n    a     h    u     b    a     l    e     P

    k    u     d    u     d    n    e     P    n    a    m     i     k    u    m    e     P

Teluk Tomimi Gorontalo

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.43 Perbandingan kandungan kandungan amoniak di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2011-2012 0,9 0,8     )     L     / 0,7    g    m 0,6     (     i    s 0,5    a    r    t 0,4    n    e    s 0,3    n    o 0,2     K 0,1 0

Amoniak 2011

Dekat In Industri

Amoniak 2012

Pelabuhan Peti Kemas

Dekat Pemecah Gelombang

Laut Lepas

Pelabuhan TJ.Priok 

Lokasi Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

57  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Pemantauan Teluk Tomini dilakukan di tiga wilayah: Kota Gorontalo (pelabuhan), Kabupaten Pahuwato, Gorontalo, (daerah wisata) dan Kabupaten Parigi, Palu (pelabuhan dan daerah wisata). Pemantauan ini diharapkan dapat memberi gambaran menyeluruh

kualitas perairan Teluk Tomini. Kualitas perairan di daerah wisata diatur dalam BMAL untuk wisata bahari KepMenLH Nomor 51 tahun 2004. Kadar tot al padatan tersuspensi (TSS) di lokasi wisata Parigi, di perairan Teluk Tomini Tomini melebih i BMAL, yaitu 24 mg/L.

Gambar 2.44 Kandungan TSS dI daerah wisata wisata 30

    )     L     /    g    m     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

25 20 15 10 5 0 -5

Muara Sungai Tanduluyu

Laut Lepas Muara Sungai Tanduluyu

Perkmp. Bajou

Laut Lepas dekat Perkmp.Bajou

Teluk Tomimi, Pohuwatu-Marisa

Lokasi

Daerah Wisata Parigi Teluk Tomimi, Parigi-Palu

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 2.45 Kandungan oksigen terlarut di daerah daerah wisata

7,00 6,00     )     L     /    g    m     (     i    s    a    r    t    n    e    s    n    o     K

5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00

Muara Sungai Tanduluyu

Laut Lepas dekat Muara SungaiTanduluyu

Teluk Tomimi, Pohuwatu-Marisa

Per erkm kmp p. Baj Bajou ou

Laut Lep Lau Lepas asde deka katt Perkmp. Bajou

Lokasi

DaerahWisata

Teluk Tomimi, Parigi-Palu

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

58  

Kandungan Oksigen Terlarut (DO) dan sulfida di perkampungan Bajo, Pahuwato, berada di luar baku mutu, sedangkan lokasi lainnya masuk dalam BMAL. Sulfida terdeteksi di perkampungan Bajo sebesar 0,001 mg/L. Kandungan minyak lemak di laut lepas dekat perkampungan Bajo dan wisata Parigi terdeteksi melebihi baku mutu air laut yang ditetapkan. Kandungan minyak lemak di perairan wisata diduga

domestik. Fenol dan amoniak bebas terdeteksi di semua lokasi daerah wisata.

dari tumpahan minyak kapal nelayan dan limbah

ini mudah terbawa arus dan menyebar.

Gambar 2.46 Kandungan minyak dan lemak di daerah wisata

Deterjen atau Methylene Blue Active Substances (MBAS) adalah salah satu polutan dari limbah domestik. Tingginya polutan ini menunjukkan limbah domestik langsung dibuang ke sungai atau perairan. Sifat dispersi deterjen dalam molekul air membuat polutan

Gambar 2.47 Kandungan fenol di daerah wisata

2,5 0,06     )     L     /    g 0,05    m     (     i    s 0,04    a    r    t    n 0,03    e    s    n    o     K 0,02

    )     L     / 2    g    m     (     i    s 1,5    a    r    t    n    e    s 1    n    o     K 0,5

0,01 0

0

MuaraSungai LautLepas Tanduluyu MuaraSungai Tanduluyu

Perkmp. Bajou

LautLepas dekat Perkmp. Bajou

Teluk Tomimi, Pohuwatu -M -Marisa Lokasi

Muara Sungai LautLepas Tanduluyu MuaraSungai Tanduluyu

Daerah Wisata Parigi Teluk Tomimi, Par ig igi-Palu

0,08     ) 0,07     L     /    g    m0,06     (     i    s 0,05    a    r    t 0,04    n    e    s 0,03    n    o     K 0,02

LautLepas dekat Perkmp. Bajou

Teluk Tomimi, Po Pohuwatu-Marisa Lokasi

Sumber: Kementer ian Lingkung an Hidup, 2012

Gambar 2.48 Kandungan amoniak amoniak di daerah wisata wisata

Perkmp. Bajou

Daerah Wisata Parigi

Teluk Tomimi, Parigi-Palu

Sumber : Kementerian Ling kung an Hidup, 2012

Gambar 2.49 Kandungan MBAS di daerah wisata 0,2     ) 0,18     L     /    g 0,16    m     ( 0,14     i    s    a 0,12    r    t    n 0,1    e    s    n 0,08    o     K 0,06 0,04

0,01 0

MuaraSungai LautLepas Tanduluyu MuaraSungai Tanduluyu

Perkmp. Bajou

LautLepas dekat Perkmp. Bajou

Teluk Tomimi, Pohuwatu -M -Marisa

Daerah Wisata Parigi Teluk Tomimi, Par ig igi-Palu

Lokasi

Sumber: Kementer ian Lingkung an Hidup, 2012

0,02 0

Muara Sungai LautLepas Tanduluyu MuaraSungai Tanduluyu

Perkmp. Bajou

LautLepas dekatPerkmp. Bajou

Teluk Tomimi, Pohuwatu-Marisa

Daerah Wisata Parigi Teluk Tomimi, Parigi-Palu

Lokasi

Sumber : Kementerian Ling kung an Hidup, 2012

59  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

KEANEKARAGAMAN HAYATI Negeri ini memiliki berbagai tipe ekosistem. Tidak kurang dari 52 tipe vegetasi yang bisa ditemukan di Nusantara: mulai dari vegetasi salju di Puncak Jayawijaya, alpina, sub-alpina, hutan hujan pegunungan, dataran rendah, hutan pantai, savana, mangrove sampai rawa gambut (Kartawinata. 2006). Garis pantai Nusantara yang membentang hampir 81.000 km dilindungi ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Tipe-tipe vegetasi dihuni aneka spesies tumbuhan, hewan, dan jasad renik, yang membentuk ekosistem unik dan kompleks. Tidak mengherankan, di seluruh negeri berlimpah keanekaragaman hayati. Karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara terpenting di dunia. Walaupun hanya menopang 13 persen daratan dunia, Indones ia menyimpan 17 persen dari total spesies di muka Bumi. Sedikitnya 35.000 40.000 spesies tumbuhan (11-15 persen); 707 spesies mamalia (12 persen); 350 spe sies amfibia dan reptil (15 persen); 1.602 spesies burung (17 persen) dan 2.184 spesies ikan air tawar (37 persen) (LIPI, 2012). Sementara di perairan laut, tidak kurang dari 2.500

spesies molluska; 2.000 spesies krustasea; 6 spesies penyu laut; 30 mamalia laut; dan lebih 2.500 spesies ikan laut. Keunggulan lainnya, Indonesia punya spesies endemik. Spesies endemik tersebut terdiri dari: 14.800 jenis tumbuhan (nomor 5 dunia), di antaranya 225 jenis palem endemik (no 1 dunia); 201 jenis mamalia (nomor 2 dunia); 150 jenis reptilia (nomor 4 dunia); 397 jenis burung (nomor 5 dunia); 100 jenis amfibia; 35 jenis primat; dan 121 jenis kupu-kupu. Endemisme sangat penting karena makhluk hidup itu tidak dapat ditemukan di belahan Bumi lain (LIPI. 2012). Namun demikian. tingginya keanekaragaman hayati yang dimiliki juga berbanding lurus dengan laju kepunahan dan tingkat keterancamannya, karena itu perlindungan terhadap jenis flora dan fauna terancam menjadi prioritas pemerintah. Selain itu, dalam penetapan status kelengkaan dan regulasi kemungkinan penangkapan untuk berbagai keperluan secara ketat diatur oleh Kementrian Kehutanan sebagai pemegang otoritas management dan LIPI sebagai otoritas ilmiah, termasuk penetapan quota exsport dalam CITES.

Keanekaragama n Hayati Yang Keanekaragaman Yang Dilindungi D ilindungi Perundang-Undangan Perund ang-Undangan Republik Indonesia Perlindungan keanekaragaman hayati pertama kali dan mamalia. Sedangkan yang paling sedikit yang mengacu Surat Keputusan Ordonantie Peraturan dilindungi adalah krustaceae, 6 jenis; dan artropoda Perlindungan Binatang Liar tahun 1931, kemudian lainnya, 3 jenis (Gambar 2.50). Untuk melindungi Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999. Dan, kekayaan hayati asli, pemerintah melalui SK Menteri terakhir tentang penetapan Trachypithecus auratus Pertanian Nomor 179/Kpts/Um/3/1982 melarang 37 sebagai satwa dilindungi menurut SK Menteri  jeni  je niss ik an ma masu sukk pe pera rair iran an In do done nesi siaa da dan n 10 je jeni niss ik an Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/1999. dilarang keluar dari Indonesia. Ikan-ikan yang dilarang masuk itu umumnya sangat berbahaya karena bersifat Jenis-jenis tumbuhan merupakan kelompok yang invasif, sedangkan jenis ikan yang dilarang keluar paling banyak dilindungi, kemudian diikuti burung mayoritas dari marga  An gu guilil la  spp. (LIPI, 2012).

60  

Menurut data strategis kehutanan tahun 2011, jumlah spesies satwa yang dilin dungi dalam kurun 2001 – 2010 antara lain: mamalia, 127 spesies; burung, 382 spesies;

reptilia, 31 spesies. Sedangkan untuk tumbuhan antara lain: Palmae, 12 spesies; Rafflesia, 11 spesies; Orchidaceae, 29 spesies.

Gambar 2.50 Flora Fauna Fauna yang dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia

109

131

3 12

Mamalia Burung

6

Amphibia dan Reptilia

18

Ikan 18

Serangga Moluska

48

Krustasea Artopoda lainnya Tumbuhan

389

Sumber: Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Flora-Fauna Dalam Dala m “Red Data List IUCN ” Berdasarkan data IUCN (International Union Conservation Natural ), ), kekayaan hayati Indonesia yang masuk red data list  IUCN  IUCN berjumlah 4.640 jenis hewan he wan dan 755 jenis

tumbuhan. Jenis hewan terbagi dalam kelasnya masingmasing dan jenis tumbuhan terbagi berdasarkan divisi dan ordo seperti tertera pada Gambar 2.51

Gambar 2.51 Flora-fauna berdasarkan kriteria IUCN

665 0

27

0 91 1

Annelida Krustasea

273

Insekta

714

7

Merostomata

54 2

Actinopterygii Amphibi Aves

24

Chondrichtyes

364

Mammalia Reptilia Sarcopterygii

622

Cnidaria Mollusca Polypodiophyta

175

Coniferopsida Cycadopsida

Sales Magnolipsida Sales Liliopsida

678

1564 129

Liliopsida Magnolipsida

Sumber: Pusat Penelitian Biologi-LIPI

61  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Dalam kriteria IUCN itu, terdapat dua jenis berkategori punah; 66 jenis berstatus kritis; dan 167 jenis dalam kategori genting (Gambar 2.52). Untuk flora yang

termasuk kriteria IUCN tertera pada Gambar 2.53. Dari data ini dapat dilihat, yang punah: satu jenis; punah in situ: dua jenis; jenis yang kritis, 115; dan genting, 72.

Gambar 2.52 Kategori kriteria IUCN pada pada fauna

2

167

66

Punah

516

Kritis

4

Genting Rawan

527 Terkikis Hampir Langka Data belum Lengkap

2715

643

Kurang diperhatikan

Sumber: Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Gambar 2.53 Kategori kriteria IUCN pada flora

2

1

Punah

115

226

Punah in situ Kritis 72

Genting Rawan Terkikis

41

Hampir Langka Data belum Lengkap 83 9

206

Kurang Diperhatikan

Sumber: Pusat Penelitian Biologi-LIPI

62  

Flora Fauna Dan Mikroba Invasif  Dari berbagai sumber pustaka dan hasil diskusi kelompok IAS ( Invasive Allien Species ) diketahui ada 2.809 jenis invasif, mulai dari jamur, bakteri, virus, ika n, Arachnida, burung, mamalia, insekta, moluska sampai tumbuhan. Pada Gambar 2.54 dapat dilihat jumlah jenis invasif terkecil adalah burung (dua jenis) dan moluska (dua jenis), sementara jumlah jenis invasif terbesar berasal dari tumbuhan: 2.184 jenis. Tumbuhan invasif masuk ke Indonesia lantaran sengaja didatangkan sebagai tanaman hias dan tanama n ekonomi, atau hasil ikutan impor benda lain, yang lantas tanpa diketahui dan tak sengaja tumbuh meliar. Jenis invasif tak hanya datang dari luar, tetapi juga dapat berasal dari wilayah Indonesia. Contohnya, dua  jeni  je niss ma mama maliliaa pe pend ndat atan ang g di Pap Papua ua,, ya yakn kn i Ru Rusa sa ti timo morr ( Cervus timorensis ) dan Monyet kra ( Macaca fascicularis ) telah menjadi hama (Puslit Biologi-LIPI, 2011). Contoh  Arenga  Are nga obt obtosi osifol folia ia lainnya: Langkap (habitat yang agresif mendesak banteng di) tumbuhan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.

Untuk melindungi flora dan fauna dari kepunahan, pemerintah menggelar berbagai upaya pelestarian. Di antaranya, menambah kawasan cagar alam, yang selama 2001 - 2009 naik dari 183 unit menjadi 238 unit; luasnya pun bertambah, dari 2,6 juta hektar menjadi 4,3 juta hektar. Begitu juga suaka margasatwa, yang selama 2001 – 2009 juga bertambah: semula 50 unit menjadi 74 unit, dengan luas dari 3,6 juta hektar menjadi 5,1 juta hektar. Hanya saja, untuk taman nasional laut justru menurun. Pada 2003 terdapat 8 unit, seluas 4,2 juta hektar, pada 2009 berkurang menjadi 7 unit, seluas hanya 4 juta hektar. Sementara taman nasional darat, selama 2001 - 2009 bertambah dari 40 unit menjadi 43 unit, tetapi luas taman nasional darat turun, dari 14,7 juta hektar menjadi 12,3 juta hektar. Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam dengan ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU Nomor 5 Tahun1990).

  Gambar 2.54 Jumlah jenis flora fauna dan mikroba invasif  Flora (bukan Alien)

Mamalia Flora (Alien) Serangga Ikan Arachnida Burung

Bacteria Virus Fungi

16

Moluska 76

47

2

8 342 90 20 22 2

2184

Sumber: Pusat Penelitian Biologi-LIPI

suaka alam (kawasan konservasi) dengan ciri khas berupa keanekaragaman ataupun keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan habitat. Indonesia punya 73 suaka margasatwa dengan total luas 5.422.922,79 hektar. Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam karena alamnya yang punya keunikan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya, atau ekosistem tertentu, yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung alami. Cagar alam berfungsi sebagai kawasan perlindungan terhadap seluruh komponen ekosistem, baik flora, fauna, maupun habitatnya. Semua proses tersebut dibiarkan secara alami, tanpa campur tangan manusia, sehingga harus dibiarkan sesuai aslinya. Campur tangan manusia hanya dimungkink an bila terjadi suatu proses, baik alamiah maupun perbuatan manusia, yang dapat mengakibatkan kawasan tersebut punah.

Sedikitnya ada 50 taman nasional yang tersebar di seluruh Indonesia.

Cagar alam terdiri dari cagar alam daratan—baik tanah maupun perairan darat, cagar alam laut, dan cagar alam biosfer. Sampai 2008, telah ditetapkan sedikitnya 237 cagar alam, baik daratan maupun perairan, mencapai 4.730.704,04 hektar. Selain cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional, Indonesia juga memiliki taman hutan raya dan taman wisata alam.

Sedangkan suaka margasatwa merupakan kawasan

Sedikitnya ada 22 lokasi taman hutan raya sebagai

63  

2

Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

salah satu kawasan pelestarian alam—selain taman nasional dan taman wisata alam. Fungsinya hampir mirip kebun raya, meski berbeda terutama dalam koleksi tanaman. Dari pengertian itu, taman hutan raya merupakan bentuk pelestarian alam kombinasi antara pelestarian ex-situ   dan in-situ . Dengan begitu, taman hutan raya dapat ditetapkan dari hutan alam maupun hutan buatan. Fungsi taman hutan raya

13 negara di dunia dengan kebun raya yang berfungsi untuk penelitian. pendidikan wisata alam dan benteng terakhir bagi tumbuhan yang terancam punah.

sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati, penelitian, tempat penangkaran jenis, serta wisata.

Sloot ), ) , yang dinyatakan punah pada 1998 oleh IUCN.

Untuk menambah daya tampung ex situ konservasi tumbuhan. pemerint ah melalui Inpres No. 3 tahun 2009, menetapkan perlunya tiap provinsi memilik kebun raya daerah. Hingga kini telah terbentuk sebanyak 21 kebun raya daerah. dengan empat kebun raya yang dikelola LIPI maka total jumlah kebun raya menjadi 25. Total luas keseluruhan kebun raya yang tersebar di 17 provinsi ini mencapai 3.000 hektar. Jumlah ini menaikkan Indonesia dari peringkat ke17 menjadi ke-

Upaya-upaya pelestarian terus dilakukan pemerintah dengan berbagai cara. Pada 2012, LIPI menggelar ekspedisi di Pulau Mursala, Kepulauan Riau, yang menemukan lagi pohon meranti ( Dipterocarp us cinereus Ekspedisi ini sebagai bagian dari kewajiban Indonesia dalam menjalankan konvensi tentang Penyelamatan Keanekar agaman Hayati atau Convention on Biological Diversity (CBD). Sement ara itu, Kebun Raya Bogor telah berhasil memindahkan bunga raflessia ( Raflesia padma) dari habitat alaminya ke Kebun Raya Bogor sebagai bentuk konservasi ex-situ. Keberhasilan ini merupakan sukses besar, dan pertama kali berhasil dilakukan di dunia. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan pada Raflesia arnoldii,  dengan cara memindahk an inangnya ke Kebun Raya.

Bunga Raflesia Padma, kembali mekar di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Bunga parasit hasil penelitian sejak 2004 tersebut merupakan bunga Rafflesia padma pertama yang berhasil tumbuh sejak 80 tahun lalu. Foto: Kompas/Lucky Pransiska

64  

Teratai raksasa dari Brazil di Kebun Raya Bogor, 1992. Foto: Tempo/Rully Kesuma

65  

3

KAPASITAS PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP

66  

“Setelah meneropong status lingkungan hidup selama 2012, terlihat kondisinya masih cukup mengkhawatirkan.Kendati begitu, harus diakui pula selama satudua tahun belakangan lingkungan hidup sedikit menunjukkan secercah harapan. Idealnya, status lingkungan hidup merupakan resultante yang sepadan dengan kapasitas para pemangku kepentingan, baik masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, swasta maupun pemerintah.Artinya, kapasitas pengelolaan yang mumpuni bakal menciptakan menciptak an lingkungan hidup yang baik pula.” pula.”

67  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kapasitas pengelolaan menggambarkan kemampuan pemangku kepentingan dalam mengelola lingkungan hidup.Dengan demikian, pengembangan kapasitas pengelolaan menjadi prasyarat penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan.Kapasitas itu mencakup kelembagaan, kebijakan, program dan peluang partisipasi.Lantaran itulah, paradigma pembangunan suatu negara mempengaruhi kapasitas pengelolaan. Pembangunan yang abai keberlanjutan, yang hanya memenuhi kebutuhan jangka pendek, terbukti menyebabkan degradasi lingkungan. Seiring desentralisasi pembangunan di Indonesia, pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam makin menghadapi berbagai tant angan. Yang Yang pasti, itu bukan lantaran konsep desentralisasi. Namun, karena para pelaku pembangunan hanya memikirkan kepentingan ekonomi jangka pendek. Seperti telah banyak diketahui, dalam era otonomi daerah, pengelolaan lingkungan hidup mengacu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mewajibkan pemerintah menerapkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah solusi memperbaiki lingkungan, tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Undang Undang Pemerintahan Daerah itu sejatinya telah mengatur pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat dan daerah dalam melindungi lingkungan. Persoalannya, lemahnya koordinasi antara lembaga pusat, provinsi dan kabupaten/kota membuat beberapa kebijakan bidang perlindungan sumberdaya alam menjadi tak efektif. Padahal, undangundang terkait lingkungan hidup telah terperinci dan bercakupan luas. Sayangnya, dalam prakteknya, masih sering ditemui ketaksesuaian dan keterpaduan visi. Tengok saja, prioritas pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan eksploitasi sumberdaya alam intensif justru kerap

menimbulkan masalah. Ini diperparah dengan penafsiran individual yang kerap berbeda dengan semangat kebijakan terkait.Tak hanya itu, dengan kewenangannya, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota sering menerbitkan peraturan yang kadang bertabrakan dengan undang-undang nasional. Tak sedikit pemerintah daerah, berbekal wewenang mengatur rumah tangganya, bebas membuat kebijakan tanpa menimbang kelestarian lingkungan. Bahkan cenderung mengeksploitasi dan merusak lingkungan. Hasil studi Institut Pertanian Bogor (2006) dan Kantor Menko Perekonomian (2007) menunjukkan, dari 119 peraturan daerah terkait dengan sumberdaya alam, 60 persen berisi izin eksploitasi dan 30 persen berisikolaborasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Hanya 10 persen yang berisi hak akses dan kontrol masyarakat atas sumberdaya alam. Hal ini mencerminkan gairah eksploitasi sumberdaya alam masih sangat besar. Pengelolaan lingkungan—meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan—menuntut pengembangan perangkat kebijakan, program, serta kegiatan, yang ditopang sistem pendukung. Selain perangkat hukum, perundangan, informasi dan dana, sistem pendukung mencakup kemantapan kelembagaan sumberdaya manusia dan kemitraan. Sifat holistik dan saling terkait antar-sektor memang inheren dalam pengelolaan lingkungan hidup. Setiap sektor tak dapat berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dan terkoordinasi. Hal itu sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi dalam lingkungan hidup. Dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan, pengembangan kapasitas pengelolaan yang memadai menjadi prasyarat utama. Kapasitas yang cakap akan membawa proses peningkatan kualitas lingkungan mencapai hasil optimal. Pun sebaliknya, kapasitas yang kurang memadai membuat tujuan memperbaiki kualitas lingkungan sulit dicapai.

68  

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Kelembagaan dapat dilihat dari sudut organisasi dan aturan yang ada. Kelembagaan memuat norma,

daerah. Secara umum, tata kelola kelembagaan pengelola lingkungan, dalam menjalankan tugas

kode etik, hukum, faktor pengikat lain, yang didukung aturan, penegakan hukum, ser ta insentif untuk mentaati aturan dan menjalankan lembaga.

dan fungsinya, dapat dilihat dari komponen organisasi, sumberdaya manusia, anggaran, sarana dan prasarana.Pembagian tanggungjawab di tingkat nasional terlihat pada tabel berikut, yang menyajikan pembagian penanganan lingkungan hidup berdasarkan isu.

Dalam pengelolaan lingkungan hidup terdapat sejumlah lembaga di tingkat nasional dan

Tabel 3.1. Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup. Isu

KLH

Kem hut

PU

KKP

ESDM

Kem Hub

K Dagri

Kem tan

indus- Kse- Ristek  tri hatan

Dik  Bud

BNPB BMKG

Hutan dan lahan Pesisir dan laut Kehati Air Udara Perubahan Iklim Sampah

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Lembaga Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup Dari tabel itu terlihat, setiap isu lingkungan hidup ditangani setidaknya lima kementerian atau badan. Tabel itu juga menggambarkan lingkungan hidup merupakan isu lintas-sektoral yang melibatkan banyak pihak.Dengan begitu, koordinasi dan sinergi menjadi kunci bagi ikhtiar menangani tantangan lingkungan dan penerapan pembangunan berkelanjutan yang lebih optimal. Seperti misalnya, upaya penyelamatan danau rusak yang mengharuskan kerjasama lintas-sektoral. Selain Kementerian Lingkungan Hidup, penyelamatan

data dan informasi lingkungan sebagai dasar pengambilan pengambi lan kebijakan di kementerian terkait. Contoh lainnya, dalam menurunkan emisi gas rumah kaca pada 2020, sebesar 26 persen dari kondisi business as usual dengan usaha sendiri, juga menjadi kerja bersama. Upaya itu melibatkan pemerintah, pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan dunia usaha.Banyak kementerian yang juga ikut berperan: Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertani an dan Kementerian

danau menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta lembaga daerah. Selama ini, Kementerian Lingkungan Hidup misalnya, menyiapkan

Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain pemerintah daerah, ada juga BPS, Bapennas, LAPAN, BMKG, Bakosurtanal, perguruan tinggi, dan Dewan Nasional Perubahan Iklim.

69  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Layanan Unit Pelayanan Terpadu Terpadu Fungsi pemerintah adalah pelayanan publik. Satu contohnya, Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan unit pelayanan terpadu (UPT) dan Indonesia National Single Window  (INSW).  (INSW). Unit pelayanan terpadu KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP yang diresmikan pada 25 Januari 2012 ini buat menunjang kinerja pelayanan public (http.//pelayananterpadu. menlh.go.id).

3)Pengelolaan Limbah B3 (f ) Izin Pengumpulan limbah B3; (g) Izin pemanfaatan limbah B3; (h) Izin pengolahan limbah B3; (i) Izin penimbunan limbah B3; dan (j) Izin dumping; b. Pelayanan nonperizinan, terdiri atas:

1)Amdal/UKL-UPL dan Izin lingkungan (a) Penilaian Amdal; (b) Pemeriksaan UKL-UPL; (c) Izin Lingkungan.

1)Pengelolaan limbah B3 dan Limbah nonB3 (a) Rekomendasi pengangkut pengangkutan an limbah limbah B3; (b) Persetujuan dan notifik asi ekspor limbah B3; (c) Rekomendasi impor limbah nonB3. (d) Persetuj Persetujuan uan atau notifikasi notifikasi ekspor limbah limbah B3; 2)Pengelolaan B3 (a) Rekomendasi pengangkuta pengangkutan n B3; (b) Registrasi impor dan produksi B3; (c) Notifikasi ekspor B3. 3) Pengaduan kasus lingkungan

2)Pengendalian pencemaran air ke laut; (d) Izin pembuangan air limbah (e) Izin pembuang pembuangan an air limbah melalui injeksi (belum dilaksanakan dilaksanakan oleh UPT );

4) Pengelolaan proses integrasi)Bahan Perusak Ozon (sedang dalam 5) Pelayanan informasi publik (sedang dalam proses integrasi)

Pelayanan UPT – KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP adalah pelayanan publik yang meliputi 20 jenis layanan: a.Pelayanan perizinan lingkungan

Gambar 3.1. Total Pelayanan Unit Pelayanan Terpadu.

1.806

Pengelolaan Limbah B3

3.915

Pengelolaan B3

6

Pengaduan Lingkungan Hidup

2.772

Penerimaan / Penyerahan : Dok / Surat

115

Pembuangan Air Limbah

13

Pelayanan Informasi Publik 

Tota otall Pelayanan Pelayanan= 8.72 8.721 1

94

AMDAL/ UKL-UPL

0

1.000

2.000

3.000

4.000

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

70  

Gambar 3.2. Jumlah Total Pemohon Unit Pelayanan Terpadu. 3.500

Perusahaan (PT, CV, UD) Koperasi DPRD/DPRD Firma Hukum/Konsultan Pemerintah Pusat/Daerah/TNI/POLRI

3.000 3.000

2.500

LSM/Lembaga Masyarakat

2.000 1.500 1.000 500 8

0

4

27

104

17

2

69

13

36

Total

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Indonesia National Single Window  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan: Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah NKRI, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.

sistem elektronik dalam Kerangka Keran gka National Single Window. Selanjutnya, melalui Peraturan Menteri Nomor 02 Tahun 2010 diatur pula penggunaan sistem elektronik registrasi B3.

sistem ini wujud partisipasi Kementerian Lingkungan Hidup dalam penanganan dokumen kepabeanan dan perizinan yang berkaitan dengan ekspor-impor B3— sesuai PP Nomor 10 Tahun 2008 tentang penggunaan

efisiensi penggunaan bahan kimia dan meningkatkan pelayanan sistem registrasi, sampai prasyarat pangajuan yang lebih optimal sesuai peraturan.

Selama 2010 - 2012 tercatat penurunan jumlah jenis B3 yang diregistrasi, namun terjadi kenaikan tajam kuantitas impor B3.Pada 2010, B3 yang diregistrasi Hal ini dijabarkan dalam PP Nomor 74 Tahun 2001 sebanyak 274 jenis, dengan impor sebesar 234.232 .522 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, ton.Sedangkan pada 2011, B3 yang diregistrasi 264 Pasal 6 ayat (1), yang menyebutkan setiap B3 wajib  je  jeni nis, s, to tota tall im impo porr 30 308. 8.54 542. 2. 57 5733 to ton. n. Pad Padaa 20 2012 12 je jeni niss B3 diregistrasi oleh penghasil dan/atau pengimpor. yang diregistrasi sebanyak 118, total impor sebanyak Kementerian Lingkungan Hidup telah menerapkan 625.982.578 ton. Grafik-grafik berikut menunjukkan amanat itu melalui sistem registrasi yang sudah tren jumlah jenis dan total impor B3. berjalan selama ini. Registrasi merupakan salah satu simpul dari sistem pengelolaan B3 untuk mengetahui Nampak kebutuhan B3 sebagai bahan baku maupun  juml  ju mlah ah B3 ya yang ng be bere reda darr di In do done nesi sia. a.Ha Hall it u aga a garr dap d apat at produk semakin meningkat seiring perubahan pola dilakukan pengawasan sejak awal.Ini sebagai upaya hidup manusia, dari carbohydrate-based economy ke pencegahan dampak negatif terhadap kesehatan arah pe tr troc oche hemi mi ca call- ba base se d econo eco nomy  my . Untuk mewujudkan manusia maupun lingkungan hidup. pengelolaan B3 secara baik, benar dan efisien oleh produsen, importir, pengangkut dan pengguna, Dalam proses registrasi telah memakai sistem elektronik dilakukan pemakaian teknologi bersih. Hal itu mulai Indonesia National Single Window   (INSW). Penerapan dari penggunaan bahan baku, proses produksi,

71  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 3.3. Penurunan Jumlah Jenis Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup. -3,6  % -3,6

300 250

-55  % -55

200 150 100 50 0 2010

2011

2012

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 3.4. Peningkatan Total Total Kualitas Impor Bahan Beracun dan Berbahaya. ( juta ton)

700 600

102,9%

500 400

31,7%

300 200 100 0 2010

2011

2012

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Lembaga Daerah Pengelolaan Lingkungan Hidup Ada dua hal penting dari sisi kelembagaan bagi pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Pertama, nomenklatur dan eselonisasi kelembagaan lingkungan hidup daerah. Dan kedua, tugas dan fungsi yang dijabarkan dalam struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) kelembagaan daerah. Kelembagaan mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam menangani tantangan lingkungan hidup.

adalah Badan, karena ada kewenangan koordinasi, operasional, serta memiliki eselonisasi yang cukup tinggi. Sampai saat ini, 100 persen kelembagaan lingkungan hidup provinsi telah berbentuk badan, atau 33 Badan Lingkungan Hidup (BLH). Nah, untuk kabupaten/kota sejumlah 298 (62 persen) telah berbentuk badan, 149 (31 persen) berbentuk kantor, dan berbentuk lainnya 34 (7 persen). Berikut ini bentuk kelembagaan daerah yang

Bentuk lembaga yang optimal untuk lingkungan hidup

mengurusi lingkungan hidup.

72  

Tabel 3.2. Rekapitulasi Bentuk Kelembagaan LH Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota (per Februari 2013)

NO

Bentuk Lembaga pada Provinsi

BENTUK LEMBAGA PROVINSI

BENTUK LEMBAGA KAB/KOTA BADAN KANTOR LAINNYA

JUMLAH PROV, KAB/KOTA

Regional Sumatera

1

Prov. Aceh

2 3 4 5 6 7 8 9 10  

Prov. Sumatera Utara Prov. Sumatera Barat Prov. Riau Prov. Kepulauan Riau Prov. Bangka Belitung Prov. Jambi Prov. Sumatera Selatan Prov. Bengkulu Pr Prov. Lampung JUMLAH

1

13

9

1

24

1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

18 7 10 6 6 4 11 8 8 91

13 12 2 1 1 7 2 2 6 55

2 2 5

34 20 13 8 8 12 16 11 15 161

2 5 8 15 3 15 48

1 0 1 2

7 7 27 36 6 39 122

Regional Jawa

1 2 3 4 5 6  

Prov. Banten Prov. DKI Jakarta Prov. Jawa Barat Prov. Jawa Tengah Prov. DIY Prov. Jawa Timur JUMLAH

1 1 1 1 1 1 6

4 1 17 20 2 22 66 Regional Sumapapua

1 2 3 4 5 6 7 8

Prov. Sulawesi Utara Prov. Gorontalo Pr Prov. Sulawesi Tengah Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Tenggara Prov. Sulawesi Barat Prov. Maluku Prov. Maluku Utara

9 10  

Prov. Papua Prov. Papua Barat JUMLAH

1 1 1 1 1 1 1 1

8 5 10 12 6 4 2 9

1 1 9 4 1 6 -

1 2 2 1 -

10 7 12 24 13 6 10 10

1 1 10

8 5 69

1 2 25

17 3 26

27 11 130

5 2 2 2 11

1 1

15 15 14 15 59

Regional Kalimantan

1 2 3 4  

Prov. Kalimantan Barat Prov. Kalimantan Tengah Prov. Kalimantan Selatan Prov. Kalimantan Timur JUMLAH

1 1 1 1 4

9 12 10 12 43 Regional Bali Nusra

1

1

4

5

-

10

2

Prov. Bali Prov. Nusa Tenggara Barat

1

6

3

-

10

3  

Prov. Nusa Tenggara Timur JUMLAH

1 3

19 29

2 10

0

22 42

33

v298

149

34

514

TOTAL

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

73  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Memang tidak semua daerah memiliki kelembagaan yang optimal. Nah, untuk mengatasi kendala itu dilakukan upaya sebagai berikut:

Konservasi, Pesisir dan Laut, Padat Industri, dan Hibrid). Struktur organisasi dan tata kerja kelembagaan kele mbagaan daerah disusun sesuai tipologi lingkungan dengan menimbang masalah yang dihadapi, agar dapat diatasi.

• Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri dan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 061/163/ SJ/2008 dan Nomor SE-01/MENLH/2008 tentang Penataan Kelembagaan Lingkungan Hidup di Daerah.

Urusan lingkungan hidup merupakan salah satu kewajiban pemerintahan daerah yang berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM). Hal ini diatur Peraturan

Surat edaran ini terkait pelaksanaan perlindungan pengelolaan lingkungan hidup di daerah, setelah terbit PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota, serta PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Menteri LH Nomor 19 dan 20 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Aturan menteri itu dilengkapi Petunjuk Teknis Teknis dan Instrumen pendukungnya: pedoman pembiayaan, panduan penyusunan laporan, pedoman monitoring dan evaluasi.Sampai 2012, sebanyak 22 provinsi (66,7 persen) telah memberi laporan penerapan pene rapan SPM lingkungan, sedangkan dari 476 daerah kabupaten/ kota, baru148 (31 persen).

• Pedoman

Penyusunan

Struktur

Organisasi

dan

Tata Kerja Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah berdasarkan Tipologi Lingkungan (Rawan Bencana, Gambar 3.5. Laporan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Nasional. Belum Melaksanakan

52% 94%

Gambar 3.6. Laporan Capaian Indikator Penerapan Standar Pelayanan Minimal Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Nasional. 100% 100% 100%

Sudah Melaksanakan

75%

69% 50%

35%

73% 59%41%

67% 48%

2009

6%

2009

2010

2011

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 3.7. Laporan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Tingkat Kabupaten/Kota Nasional.

Sudah Melaksanakan Belum Melaksanakan

2010

Status mutu air 2011 Status mutu udara ambien Tindak Lanjut Pengaduan Masyarakat Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Gambar 3.8. Laporan Capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal Lingkungan Tingkat Kabupaten/Kota Kabupaten/K ota Nasional. Pencegahan Pencemaran Air Pencegahan Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak  Informasi Status Kerusakan Tanah/Lahan untuk Produksi Biomassa Tindak Lanjut Pengaduan Masyarakat 79%

69%

72%

69% 92%

69% 46% 21% 42% 54% 12% 0%

31%

0% 0%

8%

2009

2010

2011

0% 0%

2009

2010

2011

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

74  

Berdasarkan data di atas, nampak penerapan dan capaian peningkatan kapasitas, sistem karir yang jelas melalui SPM bidang lingkungan hidup di daerah belum optimal.  jabatan  jaba tan fun fungsi gsiona onal,l, ser serta ta men menimba imbang ng kebi kebijak jakan an muta mutasi si Adapun kendala dan tantangannya adalah: pegawai. a.Ketersediaan a. Ketersediaan sumberdaya manusia, terutama analis laboratorium dan pejabat pengawas lingkungan hidup.

b.Sarana dan prasarana, khususnya laboratorium lingkungan.

Masih banyak lembaga lingkungan hidup daerah

Dalam penerapan SPM bidang lingkungan hidup di provinsi dan kabupaten/kota, sarana dan prasarana yang

dengan sumberdaya manusia terbatas, sehingga tidak dapat melaksanakan SPM selayaknya. Keterbatasan ini tidak saja terkait dengan kualifikasi dan kompetensi, namun juga formasi yang tidak memadai. Hal itu juga menyangkut kebijakan mutasi yang cukup tinggi, sehingga sumberdaya manusia yang berkompeten berpindah ke dinas lain. Lantaran itulah, di masa datang perlu penataan sumberdaya manusia melalui

sangat penting adalah laboratorium lingkungan. Banyak daerah yang belum memiliki sarana laboratorium yang memadai. Tak mengherankan bila pelaksanaan SPM cukup terhambat. Apalagi SPM bidang Lingkungan Hidup menyangkut penyampaian informasi bagi masyarakat tentang status lingkungan.Di tingkat provinsi pun, tidak semua laboratorium telah terakreditasi dan teregistrasi, sebagaimana tersaji pada tabel berikut.

Tabel 3.3. Jumlah dan Status Laboratorium Lingkungan di Indonesia Tingkat Provinsi Prop

Nama

11

ACEH

12 13 14 15 16 17 18 19 21 31 32 33 34 35 36

SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH D I YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN

51 52 53 61 62 63 64 71 72 73 74 75 76 81 82

BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA GORONTALO SULAWESI BARAT MALUKU MALUKU UTARA

91 94

PAPUA BARAT PAPUA Total

Lab Terakreditasi

Lab Terregistrasi

1 2 1 1 2

1

2 1 1 4 4 2 4 1

1 7 7 4 2 3 2

1 2 2 3 1 1 2 1

2 1

1

1 41

1 31 Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup

75  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sarana dan Prasarana Laboratorium Laboratorium berfungsi untuk menganalisis contoh uji sehingga menghasilkan data. Menurut Permen LH Nomor 6 tahun 2009 , laboratorium lingkungan adalah laboratorium bersertifikat akreditasi laboratorium pengujian parameter kualitas lingkungan dan beridentitas registrasi.Untuk menilai kinerja laboratorium dilakukan uji profisiensi, sebagai

salah satu metode untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium dengan cara uji banding antarlaboratorium. Uji profisiensi juga merupakan salah satu persyaratan teknis, bila laboratorium akan diakreditasi sebagai laboratorium penguji dan diregistrasi sebagai laboratorium lingkungan.

Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) Pengelolaan lingkungan akan lebih efisien bila didukung laboratorium lingkungan yang handal. Ini karena hasil uji laboratorium dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan lingkungan.Dengan hibah dari pemerintah Jepang, pada 12 Agustus 1993, Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal) didirikan sebagai referensi laboratorium lingkungan.Kompetensi Pusarpedal sebagai laboratorium lingkungan telah terbukti dengan sertifikat laboratorium pengujian dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada 7 Februari 2001, yang diperkuat akreditasi KAN pada 29 September 2005. Selain sebagai pemilik laboratorium dan pusat pemantauan kualitas lingkungan, Pusarpedal juga untuk pelayanan masyarakat dan independen laboratorium lingkungan. Pusarpedal bertugas melaksanakan koordinasi, memantau dan mengkaji kualitas lingkungan, berfungsi teknis laboratorium rujukan, pelayanan pengujian dan kalibrasi,

serta pengembangan laboratorium lingkungan Saat ini kegiatan Pusarpedal meliputi : • Melakukan pengukuran pencemaran lingkungan,

yang terdiri dari pembuangan limbah cair, limbah padat dan polusi udara. • Memantau pencemaran lingkungan di berbagai

tempat di Indonesia, sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan lingkungan. • Menyediakan bimbingan pelaksanaan sistem mutu

berdasarkan SNI 19-17025, membuat pedoman pengambilan sampel dan analisis parameter kualitas lingkungan, pedoman monitoring kualitas lingkungan, pedoman pengobatan dan kalibrasi peralatan laboratorium lingkungan. • Menyediakan dan menangani tes kemahiran untuk

parameter kualitas lingkungan, standar cetakan material/bahan cetakan

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan ( the United Nations Conference on Environment and Development–UNCED ) di Rio de Janeiro, 1992, menghasilkan strategi pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan dalam Agenda 21. Dalam Agenda 21 Bab 40 disebutkan perlunya kemampuan pemerintahan dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data dan informasi multisektoral pada proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Hal itu menuntut ketersediaan data, keakuratan analisis, serta penyajian informasi lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Pasal 70 UU itu menyatakan masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya berperan aktif dalam erlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat diwujudkan melalui pengawasan sosial, memberikan saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan, penyampaian informasi dan pelaporan. Pasal 65 ayat (1) menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dalam pasal 65 ayat (2) disebutkan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan demikian, masyarakat berhak mendapatkan

76  

informasi terkait kebijakan lingkungan hidup. Informasi merupakan modal bagi masyarakat untuk memahami dan mengawasi pengelolaan lingkungan, dasar mengambil keputusan terkait lingkungan dan kehidupannya, dan memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengelolaan lingkungan. Pelaporan status lingkungan hidup sebagai sarana penyediaan data dan informasi dapat menjadi alat dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan, perencanaan untuk membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan. Berkaitan dengan akses informasi kepada publik, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Sebagai badan publik pemerintah wajib menyediakan, memberikan

dan/atau menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan antara lain informasi yang diumumkan secara berkala, dengan cara yang mudah dijangkau dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Pemerintah daerah telah menyusun Neraca Lingkungan Hidup (NLH) sejak 1982, yang pada 1986 berubah menjadi Neraca Kependuduk an dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD). Dan mulai 1994 berubah lagi menjadi Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (NKLD). Sejak 2002, bersamaan dengan penerbitan Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) secara nasional yang dilakukan setiap tahun, diterbitkan pula Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Mayoritas provinsi telah membuat SLHD setiap tahun sebagaimana yang terlihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9. Jumlah Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tingkat Provinsi 30

25

20

15

10

5

0 2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

Kementerian Lingkungan Hidup melakukan evaluasi Laporan SLHD, sehingga bisa dilihat kualitas data dan informasi yang disajikan. Hal yang dievaluasi: sistematika, ketersediaan data, serta analisisnya. Hal

itu akan terlihat kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola data dan informasi. Hasil evaluasi tercermin pada table 3.4.

77  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tabel 3.4. Hasil Evaluasi Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2011 No

Provinsi

1

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

2

Sumatera Barat

3

Jawa Timur

4

Bali

5

Sumatera Utara

6

Daerah Istimewa Yogyakarta

7

Aceh

8

Sulawesi Utara

9

Regional

Nilai

Jawa

90.95

Sumatera

90.88

Jawa

90.46

Bali NT

88.17

Sumatera

87.99

Jawa

83.86

Sumatera

82.14

Sumapapua

78.11

Sumatera Selatan

Sumatera

77.06

10

Sulawesi Tengah

Sumapapua

74.75

11

Banten

Jawa

70.09

12

Kalimantan Timur

Kalimantan

70.05

13

Kepulauan Riau

Sumatera

69.99

14

Sulawesi Selatan

Sumapapua

69.10

15

Jawa Barat

Jawa

68.55

16

Bengkulu

Sumatera

64.03

17

Lampung

Sumatera

62.69

18

Jambi

Sumatera

62.56

19

Gorontalo

Sumapapua

62.22

20

Jawa Tengah

Jawa

53.74

21

Riau

Sumatera

53.60

22

Kalimantan Barat

Kalimantan

50.91

23

Nusa Tenggara Barat

Bali NT

50.56

24

Nusa Tenggara Timur

Bali NT

50.10

25

Papua Barat

Sumapapua

49.45

26

Kepulauan Bangka Belitung

Sumatera

49.01

27

Sulawesi Tenggara

Sumapapua

45.40

28

Papua

Sumapapua

9.67

29

Maluku

Sumapapua

6.24

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

SUMBERDAYA MANUSIA PENGELOLA Sebagaimana diuraikan sebelumnya, salah satu hal krusial adalah sumberdaya manusia.Dengan demikian, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan

Pengembangan sistem jabatan fungsional dan standar kompetensi itu didukung dengan pendidikan dan pelatihan. Terdapat dua jabatan fungsional

hidup oleh para pihak perlu sumberdaya manusia yang kompeten dan dibina secara berkelanjutan. Untuk itu, telah dikembangkan dan diterapkan sistem  jaba  ja bata tan n fu fung ngsi sion onal al di pe peme meri ri nt ntah ah pu pusa satt da dan n da daer erah ah..

bidang lingkungan hidup yaitu: Pengendali Dampak Lingkungan (PEDAL) dan Pengawas Lingkun gan Hidup. Saat ini jabatan fungsional PEDAL telah diterapkan di daerah dan sektor, sejumlah 140 orang.

78  

Gambar 3.10. Sebaran Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan DAERAH PROPINSI Propinsi Sumatera Utara

4%

Propinsi Jambi

10% 7%

4%

Propinsi Sumatera Selatan Propinsi Bengkulu

11%

52%

Propinsi Kalimantan Barat Propinsi DKI Jakarta

11%

Propinsi D.I Jogjakarta

SEKTOR Kementerian Lingkungan Hidup

8% 1%

8%

18%

Kementerian Perhubungan Kementerian Perindustrian

23%

Kementerian Pekerjaan Umum

42%

BATAN BPPT

DAERAH KABUPATEN 7%

7%

Kota Surabaya 29%

Kabupaten Gowa 57%

Kabupaten Tulunga Tulungagung gung Kabupaten Kusus

CATATAN a. Kementerian Lingkungan Hidup b . Pr o v i n s i c . K a b u p at e n / K ot a d. Kementerian/ lembaga

: 13 orang : 5 6 o r an g : 1 4 o r an g : 61 orang

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Beberapa kebijakan dalam mendukung penerapan  jabatan  jaba tan fun fungsi gsiona onall bida bidang ng lin lingku gkunga ngan n hid hidup up seb sebagai agai berikut: (1) Peraturan MENPAN dan RB Nomor 39 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya, (2) Peraturan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kepala Badan

Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan PERMENP PERMENPAN AN dan RB Nomor 39 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya, (3) Naskah Akademis Tunjangan Jabatan Fungsional Pengawas LH, (4) Naskah Akademis Revisi KEPMENPAN Nomor 47/Kep/M.PAN/8/2002 tentang Jabatan

Kepegawaian Negara Nomor 9 Tahun 2012 dan Nomor 6

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan.

79  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Anggaran Lingkungan Hidup Berdasarkan Pasal 45, UU Nomor 32 Tahun 2009, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat serta pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan program pembangunan

berwawasan lingkungan hidup. Sayangnya, di tengah tekanan terhadap lingkungan hidup yang kian berat, anggaran yang disediakan belum memadai untuk mengimbangi laju tekanan itu.Diperlukan keberpihakan untuk upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya alokasi anggaran.

Gambar 3.11. Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup vs Total Belanja Pemerintah Republik Indonesia 1,70%

Kenaikan 1067,7% pada Sub Fungsi LH lainnya

0,98% 0,94%

0,97%

1,00%

1,08%

0,77% 0,61% 0,37% 2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber : Olahan Data Kementerian Keuangan

Dari data tabel di atas, rupanya anggaran untuk lingkungan hidup dalam Anggaran Pendapatan dan

yaitu 0,23 persen. Proporsi anggaran di daerah ini belum ada standar acuannya: berapa dana idealnya,

Belanja Negara selama 2005 - 2013 memang terus meningkat,sekitar 1 persen. Hanya saja, yang perlu mendapat perhatian adalah alokasi anggaran untuk lingkungandi tingkat daerah. DKI Jakarta memiliki proporsi alokasi anggaran lingkungan hidup yang relatif besar, yaitu 4,66 persen dari total APBD; sebaliknya, Sumatera Selatan memiliki rasio terkecil,

agar dapat dibandingkan secara relatif antardaerah. Ada beberapa daerah yang memiliki propors i di bawah rata-rata nasional, yang mungkin karena kesulitan menyisihkan anggaran lingkungan yang lebih besar. Sebaliknya, ada beberapa daerah yang berada di atas rata-rata, ternyata mampu mengalokasikannya.

80  

Tabel 3.5. Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup vs Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Total Total Anggaran Provinsi 2011 No.

Provinsi

1 2 3

Prop. DKI Jakarta Prop. Sumatera Utara Prop. Gorontalo

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Prop. Papua Barat Prop. Sulawesi Selatan Prop. Jawa Barat Prop. Bangka Belitung Prop. Sulawesi Barat Prop. Bali Pro rop p. Su Sula law wes esii Ten enga gah h Prop. Su Suma mattera Ba Barrat Prop. Maluku Utara Prop. Kalimantan Selatan Prop. Sulawesi Utara Prop Pr op.. Nus Nusaa Teng enggar garaa Tim Timur ur Prop. Kepulauan Riau Prop. Nusa Tenggara Barat Prop. DI Jogjakarta

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Prop. Jambi Prop. Bengkulu Prop. Kalimantan Tengah Pro rop p. Ka Kalilima mant ntan an Ba Bara ratt Prop. Jawa Timur Prop. Papua Prop. Jawa Tengah Prop. Kalimantan Timur Prop. Lampung Prop. Maluku Prop. Banten Prop Pr op.. Su Sula lawe wesi si Ten engg ggar araa Prop. Aceh Prop. Sumatera Selatan Prop. Riau

 Anggaran BLH 27.593.622.839

Dekon

DAK

8.248.283.664

7.099. 7.09 9.63 638. 8.07 0788 500. 500.00 000. 0.00 0000 4.86 4. 863. 3.32 326. 6.90 9000 50 500. 0.00 000. 0.00 0000

3.365. 3.3 65.753 753.00 .0000 500 500.00 .000.0 0.000 00 21.632 21.632.71 .712.8 2.835 35

2.018.500.000 500.000.000 7.59 7. 594. 4.90 907. 7.70 7000 50 500. 0.00 000. 0.00 0000

1.25 1. 250. 0.00 000. 0.00 0000 50 500. 0.00 000. 0.00 0000

6.390.265.580

APBD Total

Fungsi LH 2011

%

27.875.807.120.065 4.677.861.461.564 671.051.486.930

1.347.098.125.073 155.766.032.830 10.398.835.220

4,83% 3,33% 1,55%

3.517.181.935.036 2.972.277.538.385 9.887.011.087.735 1.067.056.492.088 707.810.376.681 2.483.896.836.108 1.23 1. 232. 2.55 556. 6.93 934. 4.24 2499 2.12 2. 123. 3.68 681. 1.66 661. 1.51 5188 730.840.000.000 2.579.950.555.800 1.297.908.496.620 1.308. 1.3 08.163 163.42 .425.0 5.000 00 1.975.600.000.000 1.657.093.170.268 1.590.785.711.143

37.399.363.000 31.599.770.498 102.648.919.176 10.943.254.150 7.108.514.170 22.070.386.275 9.19 9. 199. 9.94 945. 5.32 3222 15.1 15 .160 60.3 .324 24.8 .877 77 5.213.785.000 18.353.032.000 8.789.316.000 8.568. 8.5 68.790 790.10 .1000 12.705.987.000 9.496.636.100 9.027.249.289

1,06% 1,06% 1,04% 1,03% 1,00% 0,89% 0,75 0, 75% % 0,71 0, 71% % 0,71% 0,71% 0, 0,68% 0,66% 0,6 6% 0,64% 0, 0 ,57% 0, 0,57%

1.498.751.513.850 1.155.766.504.059 1.718.016.480.000 1.85 1. 853. 3.63 631. 1.91 912. 2.66 6666 10.626.361.387.552 5.184.147.179.000 6.062.149.998.000 7.257.634.950.000 2.181.168.622.241 1.124.498.644.439 3.485.295.190.673 1.40 1. 405. 5.82 829. 9.97 978. 8.72 7266 7.974.700.000.000 3.565.887.000.000 4.468.257.731.323  127.918.631.381.718

6.870.698.531 0,46% 4.866.848.973 0,42% 7.220.539.074 0,42% 7.38 7. 382. 2.75 750. 0.30 3000 0, 0,40 40% % 40.434.215.874 0, 0,38% na 0,37% 22.549.871.000 *0,37% 26.351.521.500 0, 0,36% 7.265.206.480 0,33% 3.518.332.663 0,31% 10.092.947.097 0,29% 3.73 3. 731. 1.95 954. 4.50 5000 0, 0,27 27% % 19.811.241.850 0,25% 7.105.883.000 0,20% 7.237.260.000 0,16% 1.995.987.536.922

0,81%

*0,37% diambil perbandingan 2010, karena kemungkinan tahun 2011 fungsi LH melekat di Fungsi lainnya

Sumber: Kementerian Keuangan

Dari tabel di atas terlihat anggaran lingkungan hidup di 21 provinsi (63,6 persen) yang secara nominal meningkat. Sebaliknya, 9 provinsi (27,3 persen) turun dan 3 provinsi lainnya relatif tetap. Harapannya, semua provinsi selalu meningkatkan anggaran lingkungan hidup, baik secara nominal maupun proporsinya terhadap APBD. Mekanisme lain untuk mendorong pemerintah daerah mematuhi kebijakan nasional adalah dengan dana dekonsentrasi lingkungan bagi 33 provinsi dan dana alokasi khusus sektor lingkungan untuk 468 kabupaten/kota. Dana dekonsentrasi menciptakan

memasukkan kebijakan nasional ke dalam kebijakan daerah. Ini agar sumberdaya yang memperkuat kapasitas pengelolaan di daerah mewakili kebijakan pemerintah pusat. Peraturan Menteri Negara Lingku ngan Hidup Nomor 14 Tahun 2007 telah menetapkan panduan penggunaan dana dekonsentrasi, termasuk meningkatkan kapasitas perencanaan daerah mengelola lingkungan, koordinasi penerapan dan pemantauan. Pada 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP meningkatkan alokasi dana dekonsentrasi 8 kali lipat (753 persen),

insentif

bagi

kabupaten

dan

provinsi

untuk

dari Rp 16 miliar pada 2011, menjadi 120,5 miliar.

81  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tabel 3.6. Alokasi Dana Dekonsentrasi Dekonsentrasi Lingkungan 2012 No

SATUAN KERJA

PAGU

1 2 3

Banten DI Yog ogya yaka kart rtaa Jawa Ja wa Ba Barrat

44..374.375.000 3.98 3. 982. 2.15 156. 6.00 0000 4.39 4. 394. 4.1175 75.0 .000 00

45 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Ja Jawa wa enga gah Jawa Ja wa TTen imur im urh Lampung Jambi Bengkulu Suma Su mate tera ra Se Sela lata tan n Bang Ba ngka ka Be Belilitu tung ng Riau Kepulauan Riau Sumatera Barat Sumatera Utara DI Aceh Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara G orontalo Go Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Bali NT T NTB

3. 3.53 535. 5.1 50.0 .000 00 3.19 3. 198. 8.81850 55.0 55 .000 00 3.774.980.000 3.801.388.000 3.827.455.000 3.57 3. 573. 3.52 520. 0.00 0000 3.57 3. 575. 5.72 725. 5.00 0000 4.608.549.000 1.451.100.000 3.927.544.000 3.630.090.000 4.131.180.000 3.936.770.000 4.959.718.000 4.555.000.000 3.133.926.000 4.209.540.000 4.092.832.000 4.779.865.000 3.771.158.000 4.200.562.000 2.061.590.000 2.671.255.000 2.049.830.000 3.966.865.000 4.917.880.000 3.630.000.000 3.957.131.000 3.845.129.000

 

Total

120.525.293.000 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Selain itu, sejak 2006 telah dialokasikan dana alokasi khusus (DAK) lingkungan hidup. Dana ini buat memantau dan melaporkan kualitas air sungai, mengembangkan pengelolaan limbah berbahaya, mengembangkan

sistem

AMDAL,

memperbaiki

penegakan hukum untuk menangani sengketa dan keluhan. Dana ini juga membantu pemerin tah setempat mempercepat penanganan masalah lingkungan dan memperkuat kapasitas kelembagaan.

82  

Gambar3.12. Pembagian Dana Alokasi Khusus Lingkungan 2006 - 2012 Inventarisasi DAK Bidang Lingkungan Hidup 2006-2012 500

450

400

371

300 200

272 203 111

100

115

179 127

55

154

195

36

160 25

70 9

131 48

10

0     )   s    A     L     h   a   n   a   3      h   a     h   a  s   i   a   p   a   n   a   t   a   i   r   a   n   o   r   i   c     b     b    r  a    i   r     k    a   a   o    r     r     g   a     I     L    a     L    a   d  a     b   A     P    p    u    p    p    p    p    u   d    m     B    u    m     l   o    r     T     T  a   d      b  e   s  a    i  o    t   r    m    t  a    r  o    m    m       L    a     B   i     b   i    G  d    n   u   e     B    p    o    S    a   a   n   a   n     t   S    a    S    a     I   n   f  o    t   a   e  e    u   m    r    R    a    m    M   g      d    u     l    m    p   a   a   s    u     l    G    S   d   i    t  a    A   d   u   a   n   o   n     P    e   d  a   r    A    m    (       n       T    p    u    n    S    a     h   a   n    n     P  a     h  o    p  a    r  a     K   e   e   m   o   a     P     P     t    a   m    n  d     l  a    n .     l  s    e    i    A     K   e     P     b   o    m

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Tabel 3.7. Alokasi Dana Alokasi Khusus Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2006 – 2013 KAB/KOTA JU TAHUN JUMLAH JUML MLAH AH AL ALOK OKAS ASII (RP) (RP) KE KENA NAIK IKAN AN (%) (%) PENERIMA 2006 333 112.875.000.000 2007 434 351.610.000.000 211,50 2008 434 351.610.000.000 0 2009 413 351.610.000.000 0 2011 418 400.000.000.000 14 2012 442 479.730.000.000 30 2013

432

530.548.000.000

9,58

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Dalam evaluasi setiap tahun masih banyak ditemukan persoalan dalam pengelolaan DAK lingkungan hidup, antara lain : • Bangunan dan peralatan laboratorium tidak dapat

dipakai, karena rusak dan tidak terawat; • Bangunan dan peralatan laboratorium tidak

dimanfaatkan (masih tersimpan di gudang), karena kurangnya sumberdaya manusia dan dana operasional; • Kendaraan laboratorium dan komputer untuk

Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Surat Edaran ini menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Salah satu tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri adalah transparansi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam di daerah. Dalam rangka itu, pemerintah daerah secara ruti n harus menerbitkan laporan pendapatan dan belanja daerah dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, khususnya hasil industri ekstraksi (minyak, gas, dan tambang) di situs resminya.

operasionall perkantoran; operasiona • Tidak menyampaikan kewajiban pelaporan.

Untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran, diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 660/1968/SJ tentang Publikasi Laporan Pendapatan

Selain dari dalam negeri, Indonesia juga mendapatkan dana internasional. Salah satunya, Global Environment Facility   (GEF), suatu mekanisme pendanaan (hibah) untuk meningkatkan perlindungan lingkungan hidup global dan mewujudkan pembangunan

dan Belanja Daerah dari Hasil Pengelolaan Sumber

berkelanjutan.

83  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pada periode 2010 - 2012, Indonesia ditunjuk menjadi GEF Council Member   yang mewakili negara-negara Pasifik ( Pacific Constituent ).Indonesia ) .Indonesia berperan menampung aspirasi dari negara-negara Pasifik dan menyampaikannya kepada Dewan GEF..

persetujuan GEF CEO sebesar 42,8 persen.

Selama kurun 2010 - 2014 tersedia dana alokasi System for Transparent Allocation of Resources   (STAR)

Selain GEF, ada kerjasama keuangan bersama pemerintah Jerman melalui program Debt for Nature Swap  (DNS). Program ini dalam tahap penghapusan utang senilai Rp. 125 miliar, melalui pemberian pinjaman lunak bagi usaha mikro, kecil dan menen gah. Pada saat ini, KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

sebesar US$ 87.910.000. Sampai Desember 2012, telah diperoleh endorsement letter   dari GEF OFP Indonesia sebanyak 82 persen, yang telah mendapatkan

sedang menjajaki kerjasama keuangan baru sebesar Rp 200 miliar untuk Emission Reduction Investment selama 2013 – 2015

PENAATAN HUK PENAAT HUKUM UM   LINGKUNGAN Upaya preventif dalam pengendalian lingkungan hidup perlu dilakukan

dampak dengan

mendayagunakan instrumen pengawasan dan perizinan secara maksimal. Untuk kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi, perlu penegakan hukum secara efektif, konsekuen, dan konsisten bagi penanggung  jawa  ja wab b us usah ahaa ya yang ng me meni nimb mbul ulka ka nn nnya ya.. La Lant ntar aran an it itul ulah ah,, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menerapkan tiga instrumen penegak an hukum: hukum

administratif, hukum perdata, dan hukum pidana. Sejak Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu disahkan, peraturan pelaksanaan adalah PP Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Selain itu ada juga 97 peraturan Menteri Lingkungan Hidup dengan rincian: 35 aturan diundangkan pada 2009; 19 aturan diundangkan pada 2010; 17 aturan diundangk an pada 2011; dan 26 aturan diundangkan tahun 2012.

Ihwal Izin Lingkungan Pada 23 Februari 2012 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 33 dan Pasal 41. Aturan izin lingkungan mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (amdal dan UKL-UPL) dan instrumen izin lingkungan. Aturan ini sangat kuat untuk menjaga lingkungan hidup, yang meletakkan

Peraturan pemerintah ini mengamanatkan proses penilaian amdal yang lebih cepat, yaitu 125 hari— semula 180 hari. Yang tak kalah penting, peraturan ini memberi ruang yang semakin besar bagi keterlibatan masyarakat, khususnya yang terkena dampak, dalam penentuan kelayakan ren cana usaha atau kegiatan. Permohonan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumk an tiga kali dalam tahap perencanaan (sebelumnya, PP Nomor 27 Tahun 1999 hanya mewajibkan sekali pengumuman pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan Andal).

kelayakan sebagai izin sehingga enforceablelingkungan  dengan sanksi jelasdasar dan tegas.

Dengan masyarakat akan setiap berpartisipasi aktif dan begitu, memberikan saran atas rencana usaha dan kegiatan di daerahnya.

84  

Peraturan-peraturan menteri itu terkait dengan baku mutu emisi dari sumber tak bergerak bagi usaha pengendalian pencemaran, seperti baku mutu limbah migas. Beberapa aturan menteri lingkungan hidup dari berbagai kegiatan—misalnya, pembangkit  juga  ju ga me meng ngat atur ur pe pene nega gaka ka n hu huku kum m liling ngku kung ngan an,, se sepe perr ti listrik tenaga termal, pengolahan obat tradisioinal, pedoman penjatuhan sanksi administrasi, tata laksana peternakan, dan sebagainya. Selain itu, juga diatur penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup, serta baku mutu emisi kendaraan bermotor tipe baru dan ganti kerugian akibat kerusakan lingkungan.

Landasan Kuat bagi Pengelolaan Sampah Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 20 12 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Peraturan itu sekaligus memperkuat landasan hukum bagi pengelolaan sampah di Indonesia—khususnya di daerah. Ada beberapa muatan pokok peraturan pemerintah ini. Pertama ,memberi landasan lebih kuat bagi

pengelola kawasan sampai masyarakat. Ketiga , memberi landasan operasional bagi implementasi 3R ( reduce, reuse, recycle ) dalam pengelolaan sampah, menggantikan paradigma lama kumpulangkut-buang. Keempat , mulai 2013 seluruh pemerintah kabupaten/kota harus mengubah sistem open dumping tempat pemrosesan akhir (TPA) menjadi berwawasan lingkungan . Kelima , memberi landasan hukum yang kuat

pemerintah daerah dalam pengelolaan yang berwawasan lingkungan dari berbagaisampah aspek: legal formal, manajemen, teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan, dan sumber daya manusia. Kedua , memberi kejelasan pembagian tugas dan peran parapihak dalam pengelolaan sampah, mulai dari kementerian/lembaga di pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dunia usaha,

bagi pelibatan dunia usaha—produsen, importir, distributor, dan retailer, bersama pemerintah harus segera merealisasikan penerapan extended producer responsibility (EPR). Selain itu, bagi pengelola kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, harus segera memilah, mengumpulkan, dan mengolah sampah.

Peraturan perundang-undangan terkait sumber daya alam dan lingkungan hidup pada 2011 adalah: PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025; Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah; dan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2011 tentang Kebun Raya. Untuk periode 2012: PP Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir; PP Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara; PP Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS; Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan

2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove; dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal. Selain itu, disahkan pula dua rancangan undangundang, yaitu:   a. Pengesahan Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumberdaya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati ( Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and Fair and Equitable Sharing of Benefits  Ar is in g fr from om Th ei eirr Ut il iz at atio ion n to th e Co Conve nve nt ntio ion n on Biological Diversity ); );

b. Pengesahan Konvensi Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional ( Rotterdam Convention

Pulau-pulau Keci l; Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun

on the Prior Informed Consent Procedure for Certain

85  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trad e). e) .

Dalam penegakan hukum lingkungan, tetap memberlakukan azas subsidiaritas (Ultimum Remedium) yaitu mengedepankan instrumen pengenaan Sanksi Administrasi: Teguran Tertulis, Paksaan Pemerintah, Pembekuan dan Pencabutan izin. Azas subsidiaritas dilakukan sebelum memakai penegakan hukum perdata (penyelesaian sengketa di luar pengadilan ataupun di

pengadilan) dan pidana. Sebagai upaya terakhir, bila hukum administrasi tidak berhasil atau penegakan hukum pidana langsung tanpa sanksi administrasi terlebih dahulu (asas Premum Remedium) terhadap tindak pidana formil tertentu, seperti diatur UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009. Dalam rangka penegakan hukum lingkungan, dilakukan upaya sistemik melalui: Pengembangan Sistem dan Penanganan Kasus Lingkungan.

Pengembangan Sistem a. Sistem Onl ine Pengadua n dan Penaatan Huku m Administrasi Lingkungan yang terkoneks i dengan 69 institusi lingkungan hidup di provinsi, kabupaten/ kota, dan telah disiapkan perangkat pendukungnya bagi 43 institusi lingkungan hidup daerah. Hal ini diperkuat dengan Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Tindak lanjut program sertifikasi hakim lingkungan itu terbit Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 26/KMA/SK/II/2013 tentang Sistem Seleksi dan Pengangkatan Hakim Lingkungan; Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup; Peraturan Menteri

Nomor 660/4545/SJ dan MENLH-13/11/LH/2010 tentang Pengelolaan Pengaduan Lingkungan Hidup di Daerah. Surat edaran ini sebagai upaya penegak an hukum di daerah.

Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup.

b. Untuk mendukung penerapan sanksi administratif, ada peningkatan kemampuan teknis 386 pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) dan pemimpin pejabat tata usaha negara di institusi provinsi dan kabupaten/kota. c. Ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. d. Dalam rangka program sertifikasi hakim lingkungan bagi hakim agung dan hakim, telah terbit Keputus an Ketua Mahkamah Agung Nomor 134/KMA/SK/ IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 178/ KMA/SK/XI/2011 tentang Pembentukan Tim Seleksi dalam Sistem Sertifikasi Hakim Lingkungan. Sebagai implementasi KMA itu, pada akhir 2012 dilaksanak an Training of Trainers khususnya bagi hakim yang akan menjadi pendidik dalam Diklat Sertifikasi Hakim Lingkungan, yang melalui keputusan Ketua Mahk amah Agung akan ditetapkan sebagai hakim bersertifikat lingkungan.

Untuk menyediakan mediator yang bersertifikat, selama 2012 dididik 73 mediator dari instansi lingkungan hidup daerah seluruh Indonesia, bekerjasama dengan IICT ( Indonesian Institute for Conflict Transformation ). e. Untuk penaatan hukum lingkungan melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan, selama 2012 dilakukan penguatan kapasitas mediator lingkungan (negosiator, mediator, dan arbiter) sebanyak 297 orang di lima wilayah Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Sumatera, Jawa, Kalimantan, BaliNusa Tenggara dan Sulawesi-Maluku-Papua. Di samping itu, selama 2012 dilakukan peningkatan kapasitas 314 hakim pengadilan tingkat pertama dan banding serta litigator. f. Untuk memperkuat penegakan hukum lingkungan terpadu antara pejabat penyidik pegawai nege ri sipil (PPNS) KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP dengan penyidik polisi dan jaksa, dilakukan peningkatan kapasitas bagi 374 PPNS-LH institusi provinsi dan kabupaten/kota, 93 penyidik polisi dan 66 jaksa penuntut umum. Selain itu, terdapat 1.825 PPLH dan 574 PPNS-LH yang tersebar di KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP dan instansi lingkungan hidup

daerah. Upaya pada 2012 itu sebagai implementasi

86  

Surat Keputusan Bersama: Menteri Lingkungan Hidup, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Jaksa Agung, Nomor 11/MENLH/07/2011, Nomor B/20/. VII/2011, dan Nomor Kep.156/A/JA/07/2011 dan keputusan Menteri Nomor 209 Tahun 2011 tentang Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu tanggal 13 Oktober 2011. Hal itu masih dilengkapi aturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2012 tentang Tata Laksana Jabatan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan dan aturan Menteri Nomor 11 tahun 2012 tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, juga dilakukan koordinasi dalam penyamaan persepasi terhadap norma dan kaidah hukum UU Nomor 32 Tahun 2009 antara pejabat pengawas lingkungan hidup, pejabat pengawas lingkungan hidup daerah, pejabat penyidik negeri

sipil – LH, kuasa hukum KEMENTERIAN LINGKU NGAN HIDUP, penyidik POLRI, jaksa di enam ekoregion— Sumatera,, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi-MalukuSumatera Papua. g. Dalam rangk a penangan an sen gketa li ngkungan lintas batas, telah diterbitkan Panduan Umum tentang Penanganan Sengketa Lingkungan Lintas Batas. h. Untu k penerapan di daerah terbit Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daera h. Selain itu, ada Surat Rekomendasi Dirjen Bina Pembangunan Daerah kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota Nomor 660/2081/IV/Bangda, yang memuat hasil rapat regional pengelolaan lingkungan hidup pada 2012 dan harus dilaksanakan daerah.

Penanganan Kasus Lingkungan a. Penanganan Pengaduan Masyarakat 

Mekanisme penanganan pengaduan lingkungan hidup dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

Jumlah pengaduan yang masuk ke Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 sebanyak 179, terdiri dari 106 surat, 5 menyampaikan langsung, 5 layanan pesan singkat (SMS), 12 via website, 1 telepon, 1 email, dan 49 penyerahan PROPER bagi perusahaan peringkat Hitam.

Gambar 3.13. Mekanisme Mek anisme Tata Tata Cara Penanganan Pengaduan Pengaduan Masyarakat

KLH Telaah Te laah & Klasifikasi Bukan Pengaduan LH Sektor

Pengaduan LH Kewenangan Instansi LH Daerah

Kewenangan KLH Pengaduan  Diverifikasi oleh KLH Tidak Terbukti

Penyampaian Perkembangan & Tindak Lanjut Hasil Verifikasi Pengaduan

Pengaduan Diverfikasi Oleh Daerah

Terbukti Rekomendasi

Sanksi Administrasi

Penyelesaian Penye lesaian Sengketa LH

Penegakan Hukum Pidana

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

87  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

b. Penerapan Sanksi Administrasi Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup telah menerapkan Sanksi Administrasi terhadap pelanggar izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Tak kurang ada 47 Sanksi Administrasi, terdiri 45 Paksaan Pemerintah dan 2 Teguran Tertulis. Pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota juga telah mengeluarkan 450 Sanksi Administratif kepada pelanggar, berupa Teguran Tertulis, Paksaan Pemerintah, Pembekuan Izin, sampai Pencabutan Izin. Adapun jumlah Sanksi Administrasi selama 2012 disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 3.14.Jumlah Sanksi Administrasi yang Dikeluarkan Tahun 2012

Paksaan Pemerintah KLH 50 Teguran Tertulis KLH

40

45

30 20 2

10 0

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Administrasi.

c. Pengawasan Pelaksanaan Sanksi Administrasi Lingkungan

Sebagai lanjutan penerapan sanksi dilakukan pengawasan pelaksanaan Sanksi Administrasi bagi 47 perusahaan yang terkena sanksi. Tahapan pengawasan adalah penelaahan, pengawasan lapangan, penyusunan berita acara pengawasan, analisa ketaatan, laporan status ketaatan, dan pemberitahuan pelaksanaan ketaatan Sanksi

Berdasarkan hasil pengawasan dikeluarkan surat pemberitahuan ketaatan hukum dari Deputi MENLH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan kepada 11 perusahaan telah menaati kewajiban Sanksi Administrasi (selesai) dan 36 perusahaan masih dalam pengawasan. Status ketaatan 47 sanksi administrasii adalah seperti diagram berikut : administras

Gambar 3.15. Hasil Pengawasan Penaatan Pelaksanaan Sanksi Administrasi

47 SA yang diawasi Sudah Taat

36

Belum Taat

11

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

88  

d. Penanganan Sengketa Lingkungan Hidup

Dalam penegakan hukum perdata melalui mekanisme penyelesaian sengketa, selama 2012 dilaksanakan pengumpulan bahan keterangan (PULBAKET) terhadap 57 sengketa lingkungan hidup. Perkara perdata atau sengketa yang diselesaikan sebanyak 57 sengketa, terdiri dari: proses verifikasi 16 sengketa; selesai verifikasi 41 sengketa, yang terbukti 35 sengketa dan tidak terbukti 6 sengketa. Penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan pada 2012 dilakukan terhadap 31 sengketa. Dari jumlah sengketa itu, 16 sengketa dalam proses kesepakatan dan 15 sengketa mencapai kesepakatan, yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan, antara lain PT PZ PZ Cusson Indonesia dan PT Pertamina (PERSERO) RU VI Balongan Indramayu (Tahap II). Sedangkan penyelesaian yang “terpaksa” melalui pengadilan, karena tidak diperoleh kesepakatan adalah 4 sengketa, terdiri: penyusunan gugatan perdata 2 sengketa, pendaftaran gugatan kepada pengadilan negeri 2 sengketa, dan 9 perkara telah berkekuatan

hukum tetap (In Kracht) 4 sengketa, dan yang belum, 5 sengketa. e. Penegakan Hukum Pidana

Jumlah kasus dugaan tindak pidana lingkungan yang ditangani selama 2012 sebanyak 71 kasus. Kasuskasus itu terdiri 19 kasus pada tahap penyelidikan (PULBAKET) dugaan terjadi pencemaran ataupun perusakan lingkungan; 32 kasus tahap penyidikan; sedangkan 17 kasus telah diserahkan ke kejaksaan, tetapi masih tahap pengkajian oleh jaksa peneliti (P.19); 2 kasus tahap persidangan; dan 1 kasus telah selesai. Semua kasus itu terkait dengan memasukkan skrab besi yang diduga tercampur limbah B3 dalam 1.202 kontainer melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Belawan; kasus pembakaran hutan dan lahan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Tengah; serta pembuangan limbah B3 di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Kelayakan lingkungan dan kelayakan teknis belum menjadi persyaratan mutlak industri pertambangan. Misalnya saja, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, telah mengeluarkan 39 Surat Persetujuan AMDAL sepanjang 2009 – 2011, yang sebagian besar berupa pertambangan. Sayangnya, sebanyak 14 Surat Persetujuan harus dicabut karena dikeluarkan tanpa proses penilaian AMDAL. Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Kota Baru, juga di Kalimantan

Komisi Penilai AMDAL daerah. Peran Komisi Penilai AMDAL sangat penting dan harus berkompeten, yang meliputi 3 aspek:

Selatan. Informasi ini merupakan hasil pembinaan dan pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap

kabupaten/kota telah mendapat Lisensi Komisi Penilai Amdal, namun masih belum memenuhi harapan.

1. Persyaratan Lisensi Komisi Penilai Amdal 2. Mutu Dokumen Amdal 3. Administrasi Proses Amdal Hasil pembinaan menunjukkan, 33 provinsi dan 165

Gambar 3.16. Hasil Evaluasi Kinerja Komisi Penilai AMDAL Provinsi dan Kabupaten/Kota

Komisi Penilai AMDAL Provinsi

Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota

Memenuhi

Memenuhi

Tidak Memenuhi

Tidak Memenuhi

Administrasi Proses Amdal Mutu Dokumen Amdal 2 Pesyaratan Lisensi Komisi Pesyaratan Penilai AMDAL

20

13

Administrasi Proses Amdal

95

Mutu Dokumen Amdal 1

31 30

20

3

Pesyaratan Lisensi Komisi Pesyaratan Penilai AMDAL

114 41

74

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012.

89  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penaatan Dalam Konteks Pembinaan Rekayasa sosial dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti penerapan baku mutu bagi 1.200 perusahaan yang melaksanakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper). Untuk lebih mendorong keterlibatan dunia usaha, 160 perusahaan telah

bisa menekan pencemaran lingkungan.

berpartisipasi dalam CSR lingkungan. Upaya produklainnya, penerapan ecolabel untuk menghasilkan produk ramah lingkungan. Karena akses kepada teknologi dan bahan ramah lingkungan sangat dibutuhkan, sekitar 100 rekomendasi dikeluarkan untuk mendorong pemakaian teknologi efisien agar

pengetahuan dansikap ketrampilan. Pendidikanmelindungi lingkungan bisa menumbuhkan peduli, komitmen dan memperbaiki lingkungan hidup, menciptakan pola perilaku ramah lingkungan, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. Pendidikan dilakukan melalui jalur formal, non formal dan informal.

Dalam upaya memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat, pendidikan lingkungan menjadi langkah strategis dalam memberi kesempatan mendapatkan

Pendidikan Formal  Salah satu upaya mengembangkan sekolah yang berbudaya lingkungan hidup adalah Program Adiwiyata. Indikator keberhasilannya mencakup: (a) pengembangan kebijakan sekolah peduli dan

merupakan peserta kegiatan Kemah Hijau.

berbudaya lingkungan; (b) pengembangan kurikulum berbasis lingkungan hidu p; (c) pengembangan kegiatan lingkungan yang partisipatif; (d) pengembangan dan pengelolaan sarana pendukung sekolah yang ramah lingkungan.

Seperti dalam COREMAP—Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang—di 15 kabupaten di delapan provinsi, para murid SD sampai sekolah menengah mendapat muatan lokal ”Pesisir dan Lautku”.. Melalui muatan lo kal ini, gene rasi muda pesisir Lautku” mendapatkan pengetahuan mengenai ekosistem pesisir dan laut, yang harus dilindu ngi demi kehidupan masyarakat pesisir dan kelestarian alam.

Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada sekolah yang berhasil memenuhi empat indikator tersebut. Pada 2012 penghargaan Adiwiyata Mandiri diberikan kepada 76 sekolah dan Adiwiyata Nasional untuk 200 sekolah.Sebagai bagian program Adiwiyata,  juga  ju ga di dila laku kuka ka n pe pemb mbin inaa aan n 2. 2.16 1600 se seko kola lah h Adi wi wiya yata ta.. Sebanyak 170 sekolah Adiwiyata dari 19 provinsi

Pendidikan lingkungan hidup juga dapat diperoleh melalui muatan lokal dalam kurikulum sekolah.

Kementerian Lingkungan Hidup juga merangkul perguruan tinggi melalui program  Green Campus . Jumlah universitas yang berwawasan lingkungan ( Green Campus) pada 2012 ada lima perguruan tinggi.

Pendidikan Non Formal  Pendidikan lingkungan hidup nonformal digelar di luar sekolah, secara terstruktur dan berjenjang. Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) KLH mengemban misi melaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Misi itu mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Untuk menjamin mutu pendidikan dan latihan bidang lingkungan hidup, KLH melakukan akreditasi lembaga pelaksana diklat, terutama Penyusunan AMDAL. Akreditasi itu mengacu peraturan menteri Nomor 21 Tahun 2012 tentang Akreditasi Lembaga Pelaksana Pendidikan dan/atau Pelatihan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Akreditasi dalam diklat penyusunan AMDAL telah diberikan kepada 12

Pendidikan dan/atau PelatihanHidup. di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

perguruan tinggi.

90  

Gambar 3.17. Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010 - 2012

13% 34%

Penataan Hukum Lingkungan Teknis Pemantauan

48%

5%

Teknis Pengendalian Pencemaran dan... Teknis Program Pendukung

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Pendidikan Informal  a. Green Banking

Untuk

  Green Banking adalah aturan yang mewajibkan bank memperhatikan lingkungan hidup dalam mengembangkan bisnisnya. Pedoman Bank Indonesia untuk menerbitkan kebijakan prolingkungan itu merujuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Nantinya, BI akan memberi penilaian bank yang ramah lingkungan dengan lima tingkat: emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Emas peringkat ketaatan lingkungan tertinggi dan hitam peringkat terendah. Dan pada 2014, Green Banking , atau pembiayaan yang akan disalurkan ke sektor lingkungan, akan diserahkan

memperhatikan lingkungan ketika menyalurkan kredit, BI akan mengaitkannya dengan aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Bank yang menyalurkan kredit pada debitur dengan PROPER rendah, harus menanggung ATMR tinggi; begitu pula sebaliknya. Penerapan Green Banking memberi kontribusi aktif perbankan untuk meningkatkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. BI selama ini telah mensyaratkan adanya dokumen AMDAL dalam pemberian kredit.

kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas perbankan. Bank Indonesia mengisyaratkan perbankan bakal memiliki indikator ’hijau’ yang lebih jelas dalam menilai korporasi yang mengajukan kredit. Jika dilihat hierarkinya, korporasi pelaku pencemaran lingkungan dimulai dari pemberi dana. Nah, bank dan para investor adalah pihak yang membiayai perusahaan. Lantaran itulah, perbankan mestinya menjadi institusi ’hijau’ hingga tahap produk yang dikeluarkannya. Bank Indonesia menginsyafi posisi ini. Ke depan, perbankan akan diminta menjalankan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan lebih baik. Peraturan itu menyebutkan perbankan mesti memperhatikan hasil AMDAL, agar proyek yang dibiayai tetap

mengukur

ketaatan

bank

dalam

b. Training Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup  

Telah dikembangkan dan diterapkan sistem standar kompetensi dan sertifikasi kompetensi bagi penanggung jawab usaha. Sistem standar kompetensi itu juga termasuk bagi personil dan lembaga penyedia jasa profesional bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (konsultan penyusun Amdal dan auditor lingkungan hidup). Pengembangan standar kompetensi dan sertifikasi itu mencakup penyusunan kriteria kompetensi, peraturan menteri untuk pemberlakuan kriteria/ standar kompetensi, pengembangan lembaga pelatihan kompetensi, pengembangan lembaga sertifikasi kompetensi, registrasi kompetensi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, serta pembinaan dan pengawasan. Dalam penerapan standar kompetensi itu terdapat tiga fase: : a. perolehan kompetensi sesuai standar yang

menjaga kelestarian lingkungan.

ditetapkan; antara lain: melalui pelatihan berbasis

91  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

kompetensi dan pengumpulan pengalaman kerja sesuai kompetensi; b. verifik asi terhadap pemenuhan standar kompetensi, pemberian sertifikat/registrasi kompetensi, serta pemuatan dalam informasi publik; dan c. pemeliharaan dan peningkatan kompetensi secara berkelanjutan bagi pemegang sertifikat/registrasi kompetensi, yag mengarah pada profesi dengan Kode Etik Profesi. Ikhtiar peningkatan kapasitas sumberda sumberdaya ya manusia— terutama penanggung jawab usaha, personil ataupun lembaga penyedia jasa, Kementerian Lingkungan Hidup mengembangkan dan menerapkan standar kompetensi dan sertifikasi/registrasi kompetensi secara berkelanjut an. Sampai 2012 bidang kompetensi yang telah dilaksanakan meliputi : a. Penyusun dokumen Amdal, bagi 700 orang dan 94 lembaga jasa Amdal;

b. Auditor Lingkungan Hidup, kepada 17 orang; c. Penanggungjawab Pengendalian Pencemaran Air, kepada 1000 orang; d. Penanggungjawab Pengendalian Pencemaran Udara, kepada 100 orang; e. Teknisi Se rvis Refrigeras i (perlindunga n ozon), kepada 2.500 orang; f. “ Green Building ”, kepada 75 orang.   Selain itu, pada 2012 juga disusun standar kompetensi untuk tiga bidang baru, yang penerapannya dimulai pada 2013, meliputi: a. Inventarisa si sumber emisi gas rumah kaca, pengendalian emisi gas rumah kaca dan verifikasi emisi gas rumah kaca; b. Analis lingkungan hidup di bank umum (bersama Bank Indonesia); c. Pengambil sampel untuk uji parameter lingkungan.

PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP HI DUP Internasionalisasi Lingkungan Hidup Partisipasi aktif di forum internasional merupakan salah satu strategi Indonesia menjalankan diplomasi di bidang lingkungan hidup yang memberi peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam persoalan global sebagaimana ditunjukkan oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Langkah ini untuk memperkuat diplomasi ekonomi, perdagangan, dan politik, yang mendukung kepentingan Indonesia di dunia internasional internasional..

Peran Indonesia di Forum Internasional Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20 di Rio de Janeiro, Brazil, 20 – 22 Juni 2012, merupakan refleksi 20 tahun penerapan KTT Bumi 1922 dan 10 tahun kesepakatan World Summit on Sustainable Development   (WSSD). Topik bahasan KTT Rio+20 adalah ekonomi hijau dalam pembangunan berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan, kelembagaan bagi pembangunan berkelanjutan berkelanjuta n ( Institutional Framework for Sustainable Development    - IFSD), dan kerangka aksi pembangunan berkelanjutan.

umum (Delegasi sekitar 12.000 orang, LSM dan Kelompok Utama 10.047 orang dan Media 3.989 orang) . Delegasi Indonesia dipimpin Presiden, didampingi sejumlah menteri. Kementerian Lingkungan Hidup menjadi penanggungjawab substan si bersama dengan Menkokesra dan menjadi Ketua Sekretariat Rio+20. KTT Rio+20 menyepakati menyepakati Dokumen The Future We Want   yang memuat kesepahaman pandangan terh adap masa depan yang diharapkan oleh dunia ( common vision ) dan penguatan komitmen menuju pembangunan berkelanjutan berkelanjuta n ( renewing political comitment ).).

KTT Rio+20 dihadiri 29.373 peser ta dari 191 negara, yang terdiri dari 105 kepala negara dan pemerintahan, 487 menteri, wakil bisnis dan organisasi kemasyarakatan,

Dalam sesi debat umum, Presiden RI menekankan untuk mewujudkan tujuan utama pembangunan berkelanjutan yaitu pengentasan kemiskinan. Tidak

Pembangunan Berkelanjutan

pejabat PBB, akademisi, wartawan dan masyarakat

hanya diperlukan pertumbuhan ekonomi, namun juga

92  

Gambar Pavillion Indonesia di Rio DeJaneiro DeJaneiro,, 2012 Foto: Dok KLH 

pertumbuhan berkelanjutan dengan pemerataan atau Sustainable Growth with Equity . Indonesia memegang peran penting dalam menentukan pembangunan berkelanjutan ke depan, dengan terpilihnya Presiden RI sebagai salah satu ketua High Level Panel on Eminent Person for 2015 Post Development Agenda . Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production/SCP) Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan (SCP) sejak 2012 dengan fokus sebagai berikut: 1. Instrumen penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan; 2. Sinergi program riil antar-instansi dan pemangku kepentingan; 3.Penyiapan kompetensi Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan dan ‘ green economy’ .

lantas dijabarkan dalam Protokol Montreal. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal beserta amendemennya melalui Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1992 tentang pengesahaan Vienna Convention for the Protection of The Ozone Layer and Montreal Protocol on Protocol on Substances that D eplete the Ozone Layer as adjusted and  Am en de ded d by Th e Se co cond nd Me Meet etin in g of Th e Par ti ties es Lon do don n.

Sejak 1 Januari 2008, Indonesia telah melarang impor beberapa jenis BPO yaitu jenis CFC, CTC, TCA, halon dan metil bromida untuk keperluan non-karantina dan pra-pengapalan. Sedangkan untuk HCFC dan metil bromida untuk keperluan karantina dan prapengapalan masih diperkenankan untuk diimpor dengan pengaturan melalui sistem lisensi dan kuota.

Perlindungan Lapisan Ozon

Pertemuan 24th Meeting of the Parties to the Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer (MOP-24) diselenggarakan di Jenewa, Swiss, pada 12 – 16 November 2012. Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan percepatan penghapusan HCFC dan menerapkan sistem kuota impor sebagai aspek kunci untuk mencapai target pembekuan (freeze) atau kembali ke angka baseline 2013.

Masyarakat dunia pada 1985 telah menyepakati Konvensi Wina sebagai kerangka kerjasama perlindungan lapisan ozon. Pada 1987, langkah-

Dengan mengikuti konvesi ini, Indonesia mendapatk an pendanaan bidang ozon yang tergabung dalam the

Peningkatan penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan di Indonesia dilakukan melalui Forum SCP Indonesia yang terdiri wakil kementerian terkait, dunia usaha dan UKM, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi.

langkah aksi sebagai upaya perlindungan lapisan ozon

Implementation of Indonesia Ozone Layer Protection

93  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Project melalui program Institutional Strengthening Phase  (ISP). Program ISP untuk peningkatan kapasitas

bagi upaya penghapusan BPO; penghapusan CFC untuk sektor refrigerator ; dan program penghapusan HCFC untuk sektor AC dan refrigerator . Pengelolaan Bahan Kimia dan Limbah B3

Indonesia telah meratifikasi Stockholm Convention tentang

pengelolaan POP’s ( Persistent Organic Pollutants ) dan menyusun NIP ( National Implementation Plan ) yang merupakan kewajiban dalam konvensi ini. Sedangkan, Konvensi Basel untuk mencegah pengiriman limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang. Indonesia telah menandatangani konvensi Basel, dan meratifikasinya melalui Keppres Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convention On The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal . Sebagai implementasinya, Indonesia

bersama pemerintah Swiss telah memprakarsai Indonesia-Swiss Country Led Initiative   (CLI) dan berperan aktif sebagai Sekretariat Basel Convention Regional Center untuk Asia Tenggara. Untuk mengurangi penggunaan merkuri yang digunakan penambangan emas skala kecil, Indonesia melalui International Negotiating Committee  (INC), aktif dalam penyusunan legally binding untuk pelarangan merkuri yang berisi isu-isu Artisanal and Small Scale Gold Mining (ASGM), Supply and Trade , Product and Process, Emission and Release, Storage Waste and Contaminated Site , pendanaan, dan teknologi transfer. Diharapkan keputusan legally binding   ini dapat

disepakati pada 2013. Perdagangan dan Lingkungan

Isu lingkungan dalam forum WTO ( Doha Development  Agen  Ag en da /DDA) adalah harmonisasi kesepakatan

lingkungan multilateral dengan WTO, perdagangan barang dan jasa, dan hak atas kekayaan intelektual untuk sumber daya genetik. Pada tahun 2012 dihasilkan dokumen “ Khabarovsk Statement ” yang memuat kesepahaman bersama atas isu keanekaragaman hayati, pendekatan Green Growth , pengelolaan sumber daya air dan sumber daya alam yang berkelanjutan, pencemaran udara lintas batas, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Di Forum APEC, agenda kerja fokus pada studi ber bagai instrumen kebijakan yang diterapkan bagi negara APEC, dan moda harmonisasi pengakuan profesi jasa dengan jangkauan layanan lintas negara. Sementara itu, di Forum WTO Committee on Trade in Services,   perundingan fokus pada negosiasi pembukaan akses pasar dan prinsip yang disepakati dalam regulasi domestik di bidang jasa dalam kerangka Doha Development Agenda . Sampai 2012, telah terlaksana standar dan sertifikasi/ kompetensi di enam bidang: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Auditor Lingkungan Hidup, Penanggungjawab Pengendalian Pencemaran Air, Penanggungjawab Pengendalian Pencemaran Udara, Teknisi Servis Refrigerasi (perlindungan Ozon), dan Green Building . Selain itu, telah disiapkan juga tiga bidang baru, yaitu: Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Analis Lingkungan Hidup di Bank Umum, yang penerapannya dimulai pada 2013. Ada juga beberapa isu penting lain terkait dengan diplomasi internasional, yaitu Perubahan Iklim dan Perlindungan Atmosfir, Keanekaragaman Hayati dan Kelautan. Hal tersebut akan dibahas pada Sub-Bab selanjutnya.

94  

Indonesia sebagai Tuan Rumah Dalam Pertemuan Internasional  Sampai 2012, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah berbagai pertemuan internasional yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Berikut ini beberapa peristiwa penting.

Desember 2007 ini, akhirnya diperpanjang, dan baru berakhir pada 15 Desember 2007. Perhelatan ini dihadiri lebih dari 180 negara, dengan 10.000 peserta lebih, termasuk pengamat dari antar-pemerintah, lembaga swadaya, serta media massa. Pertemuan COP

COP 13 UNFCCC 2007  Konferensi PBB untu k Perubahan Iklim pada 2007 (COP 13/CMP 3) merupakan perhelatan lingkungan hidup terbesar yang pernah diselenggarakan Indonesia. Konferensi yang direncanakan berlangsung 3-14

  Bali Roadmap , supaya 13/CMP 3 telahpihak mengadopsi negara-negara dapat memulai negosiasi baru. Walau hingga akhir 2012 belum tercapai kesepakatan yang diharapkan, Bali Roadmap   selalu menjadi landasan bagi tercapainya konsensus.

Gambar 3.18. Konferensi PBB Untuk Perubahan Iklim, Bali 2007

95  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

 Jo in t 9 th  Meeting of the Conference of Parties to the Vienna Convention dan 23 rd  Meeting of the Parties to the Montreal Protocol Pertemuan penting lain yang diadakan di Bali November 2011 ini menghasilkan Bali Declaration on Transitioning to Low Global Warming Potential  Al te tern rn at ativ iv es to Ozo O zone ne Dep D eple le ti ting ng Su bs ta tanc nces es . Deklarasi itu

pengembangan Penghargaan ESC Award. Konferensi Asia Pacific Roundtable for Sustainable Consumption and Produc tion (APRSCP) ke-10 Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta, November 2011, atas kerjas ama APRSCP, APRSCP, Kementerian Li ngkungan Hidup dengan Co-Host InSWA ( Indonesia Solid Waste

memuat kesepakatan penerapan transisi penggunaan bahan perusak ozon (BPO) alternatif.Deklarasi Bali adalah jalan tengah bagi alternatif teknologi untuk transisi penggunaan BPO alternatif.

 As so ci at atio ion n ). Konferensi ini juga mendapat dukungan UNEP ( United Nations Environment Programme ), UNIDO ( United Nations Industrial Development Organization ),

Environmentally Sustainable City (ESC) Program Menteri Lingkungan Hidup ASEAN mendukung Environmentally Sustainable City   (ESC) Program dan mendirikan Kelompok Kerja untuk Kota Berwawasan Lingkungan ( Working Group on Environmentally Sustainable City/AWGESC ). ) . Salah satu programnya,

IGES, EU SWITCH Asia, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, BPPT, serta berbagai pihak lainnya. Pertemuan ini menghasilkan Yogyakarta Declaration   on SCP sebagai masukan bagi Konferensi Tingkat Tinggi Sustainable Developmen t di Rio de Janeiro, Brasil (Konferensi Rio+20) pada Juni 2012.

Partisipasi Aktif Indonesia dalam berbagai Organisasi Regional/Internasional UNEP

Indonesia berperan aktif pada organisasi UNEP. Pada tahun 2006 – 2008 Menteri Lingkungan Hidup RI berperan sebagai Presiden Governing Council. Dan, terakhir berperan sebagai anggota Steering Committee International Resources Panel   (SC-IRP) UNEP dan memimpin berba gai sidang UNEP UNEP..

mendukung Timor Leste masuk sebagai anggota ASEAN; menjelaskan posisi alasan Indonesia belum meratifikasi perjanjian  AS EA N Ce Cent nter er fo forr Bi od odiv iver ersi si ty . 2.Selaku Ketua ASOEN, Indonesia telah mengkoordinasikan tindak lanjut beberapa kegiatan ASEAN Working Group (AWG) di tingkat nasional. OECD

Di bidang lingkungan pada 2012 Indonesia telah

Indonesia aktif dalam forum APEC, di antaranya dalam Pertemuan Tingkat Menteri Forum OECD’s Environment Policy Committee   di Paris. Partisipasi dalam forum

berkiprah dalam: 1. Delegasi Indonesia telah menghela tekanan dari negara anggota lainnya soal isu ratifikasi  AS EA EAN N  Agre  Ag reem emen en t on Tra Trans ns bo boun un da darr y Ha Haze ze Pol lu luti ti on (AATHP);

itu untuk memperoleh masukan dari para menteri lingkungan hidup negara-negara OECD dan Enhanced Engagement (EE5)   serta negara mitra OECD terhadap OECD  Environmental Outlook 2050. 

ASEAN

Kerjasama Bilateral  Pengembangan kerjasama bilateral untuk mempererat hubungan dua negara dengan adanya pertukaran pengalaman, teknologi, hingga bantuan pendanaan, di antara adalah:

(IKECC). Salah satunya, dibangun Pilot Project di Istiqlal yang akan berakhir pada 2015. Amerika Serikat 

Kerjasama dengan US-EPA telah dimulai kembali pada Korea Selatan

Kerjasama intensif dengan negara ini dimulai sejak Desember 2011 dan dibentuknya kantor bersama

akhir 2011 dengan fokus pada peningkatan kapasitas dan pertukaran informasi dalam pengendalian pencemaran udara, pengelolaan bahan dan limbah

Indonesia – Korea Environmental Cooperation Center

berbahaya beracun, pengelolaan data dan informasi,

96  

analisis resiko lingkungan dan perizinan. Kerjasama Bilateral Lainnya

Selain itu, ada kerjasama dengan Jerman untuk kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (PAKLIM); Denmark melalui kerjasama teknis Environmental Suport Program Phase II   sebesar Rp

45 miliar untuk kajian lingkungan hidup strategis, analisis dampak lingkungan dan pengembangan instrumen ekonomi; serta kerjasama dengan Australia, Swedia, Selandia Baru, Belanda, Singapura, Meksiko, dan Inggris. Terakhir, bersama Timor Leste membantu peningkatan kapasitas staf lingkungan Timor Leste untuk pengembangan AMDAL.

Hutan dan Lahan Menyadari betapa penting hutan bagi kesejahteraan bangsa, pada Oktober 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi CO 2  hingga 26 persen pada 2020. Sementara dengan dukungan internasional, internasional, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 41 persen. Pengurangan e misi ini dalam skema yang sudah terverifikasi dalam Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation   (REDD+). Komitmen Indones ia ini disampaikan usai UNFCCC

Ecosecurities, The Nature Conservacy, WWF, Sekala dan Wetlands International.

United Nations Frameworks Convention on Climate (Change ) COP 13 di Bali pada 2007.

- activities. Fase pilot/trans isi (2008 – 2012): menguji metodologi dan strategi, dan transisi dari non market ke mekanisme pasar. - Fase implementasi penuh (dari 2012 atau lebih awal tergantung perkembangan negosiasi dan kesiapan Indonesia) dengan tata cara berdasarkan keputusan COP dan ketentuan di Indonesia.

Strategi REDD+ di Indonesia bertujuan memelihara sumber daya alam secara berkelanjutan, sebagai aset nasional demi kesejahteraan bangsa. Tujuan itu dapat tercapai melalui implementasi di lima area fungsional pembangunan institusi dan proses yang menjamin peningkatan tata kelola hutan dan lahan gambut, pengkajian ulang dan peningkatan kerangka peraturan, meluncurkan program strategis termasuk untuk manajemen lansekap, merubah paradigma lama dan melibatkan pemangku kepentingan utama secara bersamaan. Sebagai provinsi percontohan dipilih Kalimantan Tengah.

Melalui IFCA, Indonesia menetapkan   road map   REDD yang terbagi dalam tiga fase: - Fase persiapan/Readiness (2007/sebelum COP-13) untuk penyiapan perangkat metodologi/arsitektur dan strategi implementasi REDD, komunikasi/ koordinasi/konsultasi stakeholder, termasuk penentuan kriteria untuk pemilihan lokasi pilot

Pada 26 Mei 2010, pemerintah Indone sia dan Kerajaan Norwegia menandatang menandatangan an i Letter of Intens (LoI) untuk mewujudkan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dari penggundulan dan kerusakan hutan, serta konservasi hutan gambut. Pelaksanaan REDD+ diwadahi dalam lima kegiatan utama: mengurangi laju deforestasi, mengurangi degradasi hutan, menjaga ketersediaan karbon melalui konservasi hutan, menerapkan pengelolaan hutan berkelanjutan, dan meningkatkan stok karbon hutan denga n project proponent  baik   baik dari pemerintah, swasta, lembaga masyarakat adat, lokal, LSM maupun mitra pembangunan internasional.

Dalam menerapkan COP 13, pemerintah membentuk Indonesian Forest Climate Alliance   (IFCA) pada Juli 2007. Aliansi ini suatu forum komunikasi, koordinasi, dan konsultasi bagi sekelompok ahli kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia, terutama untuk menganalisis praktik REDD di Tanah Air. Dengan koordinator Kementerian Kehutanan, IFCA beranggotakan pemerintah, pihak swasta, masyarakat sipil, lembaga-lembaga ilmu pengetahuan Upaya mengurangi laju kerusakan hutan dan lahan dan mitra internasional.IFCA didukung pemerintah  juga  ju ga di dila laku kuka ka n de deng ngan an pr prog ogra ram m Me Menu nuju ju In Indo done nesi siaa Australia, Jerman, dan Inggris, dibawah koordinasi Hijau (MIH). Ini merupakan program pembinaan Bank Dunia ( World Bank ). ) . Lembaga-lembaga lainnya yang berkontribusi: CIFOR dan ICRAF, the Australian Greenhouse Office, Australian National University,

dan pengawasan terhadap pelaksanaan konservasi, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan penanganan perubahan iklim.Tujuan program ini,

Winrock International, World Resources Institute, URS,

untuk perbaikan kualitas lingkungan, salah satunya

97  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

penambahan tutupan lahan setiap tahun. Melalui MIH mendorong pemerintah daerah mengembangkan program pemberdayaan keberlangsungan hutan dan lahan, seperti yang telah dilakukan di beberapa kabupaten pemenang Trofi Raksaniyata Program Menuju Indonesia Hijau 2011. Dari 103 kabupaten peserta MIH, 88 di antaranya

muncul semakin berkurang dan mencari jalan keluar menuju langkah pembangunan yang baru. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang per pulau di Indonesia. Seperti Perpres Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera, yang pada Pasal 5 ayat f disebutkan kelestarian kawasan berfungsi lindung

mempertahankan tutupan hutan di kawasan berfungsi lindung (kawasan tangkapan dan resapan air, kemiringan lahan di atas 40 persen, sempadan sungai dan pantai serta sekitar danau/waduk). Kabupaten penerima trofi telah melakukan program mempertahankan tutupan hutannya. Selain itu telah melakukan program pendukung dalam peningkatan pengelolaan hutan dan lahan, seperti bedah desa atau kampung, dengan penghijauan dan program sosial. Pemanfaatan hasil hutan nonkayu, seperti pemanfaatan aren, lebah madu, budidaya ulat sutera, getah damar mata kucing, dan lainnya.Kegiatan ini mendorong perbaikan, tidak hanya tutupan vegetasi,

bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40 persen dari luas Pulau Sumatera sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

tetapi juga peningkatan ekonomi bagi masyarakat lokal.

1 a, untuk mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan, maka peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas pulau Jawa Bali. Untuk Sulawesi, Perpres Nomor 88 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Pulau Sulawesi pada pasal 5 (i) ditegaskan penataan pulau ini untuk mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40 persen dari luas pulau, sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Sementara peraturan presiden tentang Tata Ruang Pulau Papua hingga saat ini belum diterbitkan.

Kebijakan lain untuk melindungi hutan dan lahan denganInstruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Inpres ini dikenal juga dengan program moratorium, yang memberi kesempatan bagi Indonesia mengkaji pertumbuhan ekonomi dan implikasinya bagi sumberdaya alam. Selama jeda ini, Indonesia akan berupaya agar implikasi negatif yang

Begitu juga dengan Perpres Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan, yang dalam Pasal 6 ayat 1 disebutkan kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45 persen dari luas Pulau Kalimantan. Begitu juga, Perpres Nomor 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa Bali. Pada pasal 13 ayat

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan dalam rencana strategis 2012 melakukan program penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia. Capaian program ini adalah meningkatnya kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan, serta peningkatan kapasitas aparatur Kementerian Kehutanan dan sumberdaya kehutanan lainnya. Indikator kinerja utama dari program ini: (1) Terbentuknya 50 kerjasama kemitraan dalam rangka peningkatan peran-serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pemberdayaan masyarakat; (2) Terbentuknya 500 kelompok masyarakat produktif mandiri; (3) Ser tifikasi penyuluh kehutanan, sebanyak 1.500 orang; (4) Pendidikan dan pelatihan aparatur Kementerian Kehutanan dan SDM kehutanan lainnya,

kehutanan, sebanyak 1.440 orang. Pada 2011, direncanakan akan dibentuk 100 kelompok masyarakat produktif mandiri, peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam upaya pemberdayaan masyarakat sebanyak 2 kerjasama. Upaya peningkatan kapasitas penyuluh, pada 2011 akan disertifikasi 200 orang dan pembentukan lembaga koordinasi penyuluhan di tingkat provinsi, di 1 provinsi dan 5 lembaga koordinasi penyuluhan kabupaten/kota. Dalam rangka peningkatan kapasitas aparatur, dilakukan pendidikan dan latihan yang pada 2010

sebanyak 15.000 orang; (5) Pendidikan menengah

telah dilakukan bagi 4.679 orang, terdiri atas diklat

98  

aparatur (pra-jabatan, teknis dan kepemimpinan) dan diklat nonaparatur. Pada 2011, akan dilaksanakan diklat sebanyak 3.000 orang, dan 570 siswa dalam penyelenggaraan SMK Kehutanan. Sementara diklat

fungsional selama 2010 meliputi pengenda li ekosistem hutan, 206 orang; penyuluh kehutanan, 160 orang; polisi kehutanan, 330 orang; serta guru, 42 orang (Kementerian Kehutanan).

Tabel 3.8. Tenaga Kerja Kehutanan Pada IUPHHK HT Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan s/d 2011 (sumber statistic Kehutanan Kehutanan 2011)  Jumlah Te Tenaga naga Kerja Berdasarkan Berdasarkan Status Te Tenaga naga Kerja (orang) (orang) No.

Provinsi

Bulanan

WNI

1

Aceh

2

WNA

Harian

Jml

WNI

WNA

Borongan

Jml

WNI

WNA

Total

Jml

WNI

WNA

Jml

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Sumatera Utara

347

0

347

257

0

0

0

0

0

604

0

604

3

Sumatera Barat

219

0

219

203

0

0

120

0

120

542

0

542

4

Riau

351

0

351

156

0

0

126

0

126

633

0

633

5

Kep. Riau

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

6

Jambi

82

0

82

12

0

0

0

0

0

94

0

94

7

Sumatera Selatan

173

0

173

20

0

0

10

0

10

203

0

203

8

Bangka Belitung

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

9

Bengkulu

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

10

Lampung

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

11

Banten

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

12

DKI Jakarta

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

13

Jawa Barat

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

14

Jawa Tengah

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

15

DI Yogyakarta

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

16

Jawa Timur

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

17

Bali

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

18

Nusa Tenggara Barat

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

19

Nusa Tenggara Timur

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

20

Kalimantan Barat

1.169

1

1.170

657

0

0

738

0

738

2.564

1

2.565

21

Kalimantan

4.168

0

4.168

1.076

0

0

1.159

0

1.159

6.403

0

6.403

22

Tengah Kalimantan Selatan

610

0

610

6

0

0

0

0

0

616

0

616

23

Kalimantan Timur

5.250

0

5.250

1.134

0

0

0

0

0

6.384

0

6.384

24

Sulawesi Utara

77

0

77

24

0

0

101

0

101

202

0

202

25

Gorontalo

177

0

177

38

0

0

57

0

57

272

0

272

26

Sulaawesi Selatan

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

27

Sulawesi Tengah

489

0

489

122

0

0

173

0

173

784

0

784

28

Sulawesi Tenggara

77

0

77

10

0

0

13

0

13

100

0

100

29

Sulawesi Barat

257

0

257

85

0

0

86

0

86

428

0

428

30

Maluku

336

0

336

179

0

0

416

0

416

931

0

931

31

Maluku Utara

543

0

543

193

0

0

226

0

226

962

0

962

32

Papua

1.863

6

1.869

771

0

0

629

0

629

3.263

6

3.269

33

Papua Barat

1.362

0

1.362

640

0

0

944

0

944

2.946

0

2.946

 Jumlah

17.550

7 17.557

5.583

0

5.583

4.798

0 4.798 27.931 7 27.938 Sumber: Kementerian Kehutanan 2012

99  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Bendungan peninggalan belanda yang di bangun tahun 1930an tersebut merupakan bendungan utama untuk mengairi irigasi yang

ada di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan Foto: TEMPO/Suardi Gattang

100  

Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon Munculnya kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan terhadap kondisi lingkungan hidup, mendorong pemerintah menggerakkan program penanaman 1 miliar pohon pada 2010. Dengan gerakan ini diharapkan bisa mengurangi dampak perubahan iklim dan emisi gas karbon. Satu pohon

Program ini juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar hutan.Beberapa skema yang ditempuh Kementerian Kehutanan adalah melalui Hutan Kemasyarakatan, yang pada 2010 seluas 210.749,64 hektar; Hutan Rakyat Kemitraan, seluas 203.833 hektar;

dapat menghasilkan 20 juta kandungan oksigen yang dihirup manusia. Gerakan ini mendapat dukungan dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah, masyarakat, kalangan swasta dan organsasi kemasyarakatan. Buktinya, penyediaan bibit pohon yang tak semua dari pemerintah. Pemerintah melalui anggaran DIPA BA 2010, hanya menyediakan 36 juta batang.Partisipasi para pihak (swasta, BUMN, LSM, pemda, lembaga donor) mencapai 300 juta batang; Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa: 320 juta batang; Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai: 300 juta batang; serta Hutan Rakyat Kemitraan sebanyak 50 juta batang.

Hutan Desa, seluas 10.310 hektar; dan pencadangan Hutan Tanaman Rakyat, mencapai 480.303 hektar. Total luas mencapai 905.195,64 hektar. Bila setiap kepala keluarga diberikan izin kelola rata-rata seluas 15 hektar, dan melibatkan empat orang sebagai te naga kerja, maka sedikitnya 60.346 KK atau 241.384 tenaga kerja terserap dalam pengelolaan hutan. Bila setiap hektar yang dikelola masyarakat dapat menghasilkan 200 meter kubik kayu dengan harga Rp. 500.000 per kubik, maka dapat menghasilkan Rp 100 juta, atau Rp 1,5 miliar setiap kepala keluarga. Hingga medio April 2013, pohon yang telah ditanam mencapai 1,2 miliar

Air Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup di Dirjen Sumber Daya Air  Pengelolaan sumberdaya air terpadu sesuai UndangUndang Nomor 7 Tahun Tahun 2004 tentang Sumbe rdaya Air, yang menjelaskan air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup, dengan tujuan kemanfaatan secara berkelanjuta berkelanjutan. n. Secara menyeluruh, landasan kebijakan nasional sumberdaya air, adalah: - UUD 1945 - UU Nomor 7 Tahun 2004, tentang Sumberdaya Air - UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah - UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Penataan Ruang - UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana - UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai - PP Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

- PP N omor42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air - PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah - PP Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan - Perpres Nomor 12 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Sumber Daya Air - Permen PU Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota & Wilayah Sungai Ketentuan penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumberdaya airdiatur lebih lanjut dengan: PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, PP Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, PP Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan, Perpres Nomer 12 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Sumberdaya Air, Permen PU Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Wilayah Sungai, PP

- PP Nomor 20 Tahun 2008 tentang Irigasi

Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

101  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penyidik Pegawai Pegawai Negeri Sipil Sumber Daya Air  Pengelolaan sumberdaya air berbasis wilayah sungai tanpa dipengaruhi batas administratif.Isu yang kian kompleks ditambah ketidakpahaman penegak hukum mengenai substansipengelolaan sumberdaya air, melatarbelakangi pembentukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidan g Sumberdaya Air (PPNS SDA).Hal ini diamanatkan Pasal 93 Undang-Undang Sumberdaya Air.Pembentukan PPNS SDA di setiap wilayah sungai ditargetka n selesai pada 2013. Kewenangan PPNS SDA: - memeriksa kebenaran laporan atau keterangan tentang adanya tindak pidana sumberdaya air, - memeriksa orang atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana sumberdaya air, - memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana sumber daya air, - melakukan pemeriksaan prasarana sumberdaya air dan menghentikan peralatan yang diduga untuk

Penetapan Wilayah Sungai, yang membagi 13 1 wilayah sungai di Indonesia. Seluruh wilayah sungai itu terdiri dari: 5 wilayah sungai Lintas-negara, 29 wilayah sungai Lintas-provinsi, 29 wilayah sungai Strategis Nasional, 53 wilayah sungai Lintas-kabupaten/Kota dalam provinsi dan 15 wilayah sungai dalam kabupaten/ kota.

tindak pidana, - menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti, - meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana sumber daya air, - membuat dan menandatanga ni berita acara dan mengirimkanny a kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, - menghentik an penyidikan bila tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Penyediaan Air Minum, pemerintah melakukan pengembangan Sis tem Penyediaan Air Min um (PAM) (PAM) di pusat dan daerah. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah ini merupakan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.

Sedikitnya 50 orang PPNS SDA telah dilatih pada 2011 dalam dua calon gelombang.Gelombang pertama sebanyak 28 orang, pada 22 September-25 November 2011, sedangkan gelombang kedua, 22 orang pada 21 Oktober-19 Desember 2011.

Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Pasal itu, 7 ayat ayat 1 menjadi pengarah pengelolaan di tingkat nasionalselama 2011 – 2030, menjadi acuan bagi menteri atau pemimpin lembaga pemerintah dalam menetapkan kebijakan sektoral dan menjadi acuan penyusunan kebijakan pengel olaan sumberdaya airdi provinsi.

Untuk mewujudkan konsep pengelolaan sumberdaya air secara menyeluruh dibentuk pula Balai Besar dan Balai Wilayah Sungai (BBWS dan BWS) sesuai UU Sumberdaya Air Pasal 14, 15, dan 16.Lembaga ini bertugas mengelola sumberdaya air yang meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, serta operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air.

Sampai saat ini telah dibentuk 12 Balai Besar dan 21 Balai Wilayah Sungai yang tersebar di berbagai provinsi, dan 2 BWS pada awal 2011 di Maluku Utara dan Papua Barat (Buku Tahunan Sumber Daya Air, 2012). Dan, untuk menjalankan tugasnya, Direktorat Jenderal Sumberdaya Air saat ini membawahi 33 UPT/ Balai Besar dan Balai Wilayah Sungai, yang didukung 8.639 pegawai dan pejabat (PU, 2012). Sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengembangan Sistem

Berbagai upaya pengelolaan sumberdaya air juga tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun Tahun 2004 Bab II pasal 21 ten tang konser vasi sumberdaya air, menjaga kelangsungan keberdayaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumberdaya air.

Peran pemerintah pusat sebagai pengarah mutlak diperlukan bagi pemerintah daerah.Pemerintah pusat harus mengontrol penuh kebijakan di daerah, untuk mencegah pengelolaan sumberdaya air yang hanya mementingkan pemasukan daerah (PAD) tanpa menimbang dampaknya. Hingga kini pengelolaan sumberdaya air secara

Sedangkan penentuan wilayah sungai mengacu Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang

nasional menghadapi berbagai masalah di antaranya: - Kinerja pelayanan jaringan irigasi belum optimal:

102  

dari 7,46 juta hektar daerah irigasi yang dibangun, sekitar 1,34 juta hektar belum berfungsi optimal karena kerusakan jaringan irigasi, karena bencana alam, kurangnya pemeliharaan, rendahnya keterlibatan petani dan pihak lain dalam pengelolaan  jari  ja ring ngan an ir irig igas asi,i, - Kinerja pelayanan jaringan reklamasi rawabelum optimal: dari 33,4 juta hektar lahan rawa pasang surut dan rawa lebak termasuk gambut, baru sekitar 1,8 juta hektare jaringan reklamasi rawa yang dikembangkan dikembang kan pemerintah, - Perubahan garis pantai akan menimbulkan masalah bagi perlindungan sarana dan prasarana sepanjang pantai dan batas negara. Untuk mengatasi hal tersebut, ke depan perlu dilakukan (PU, 2012): - Mengembalik an fungsi infrastru ktur sumber daya air yang mengalami kerusakan karena bencana alam; - Menyelenggarak an pembinaan lebih intensif kepada pemerintah daerah dan parapihak lainnya dalam pengelolaan pengelolaa n irigasi;

- Mempert ahankan kemampuan penyediaan air dari sumber-sumber air, karena berkurangnya areal terbuka hijau dan menurunnya kapasitas wadah air alami maupun buatan dengan cepat; - Melakuk an penataan organisasi pengelola sumberdaya air, seperti Unit Pelaksana Teknis Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)/Balai Wilayah Sungai (BWS) maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah/Balai Prasarana sumberdaya air; - Meningkatkan koordinasi dan ketatalaksana ketatalaksanaan an penanganan untuk mengurangi konflik antarpengguna sumberdaya air; - Meningkatkan kinerja pengelolaa pengelolaan n Sistem Sistem Informasi Sumberdaya air (SISDA) pada Balai Besar dan Balai WS, dinas, serta melengkapi data dan informasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan serta memperluas akses publik; - Mengupayakan pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan kegiatan sumberdaya air, baik dari segi akses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya; - Mencari peluang investasi baru dalam pengembangan infrastruktur sumber daya air.

Keanekaragaman Hayati Lebih 11 persen daratan Indonesia (sekitar 21,5 juta hektar) dicanangkan sebagai wilayah dilindungi, dalam bentuk suaka alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman rekreasi alam, taman hu tan raya, dan taman buru yang dikelola Kementerian Kehutanan. Selain itu, Indonesia memiliki tambahan 6,3 juta hektar taman laut (Direktur Konservasi dan Taman

mengembangkan sikap berorientasi-konservasi, dan melibatkan warga negara dalam masalah tata kelola. Sayangnya, IBSAP bukan dokumen yang mengikat secara hukum, dan karenanya tanpa kekuatan dan kewenangan hukum dalam pelaksanaannya

Laut 2009).Nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

memperjuangkan pengembangan Genetik (PRG) pada Konferensi Produk PBB XI Rekayasa tentang Keanekaragaman Hayati ( Convention on Biological Diversity /CBD), / CBD), yang diawali dengan pertemuan parapihak pada Protokol Cartagena mengenai Keamanan Hayati VI di Hyderabad, India.

Upaya pelestarian keanekaragaman hayati juga dilakukan di kebun raya, kebun binatang, taman safari, pusat penangkaran dan budidaya, serta arboretum. Kementerian Kehutanan juga mendirikan “bank genetika” untuk tanaman pangan, sementara Kementerian Pertanian memiliki koleksi sel dan plasma untuk ternak dan tanaman pertanian. Kementerian Lingkungan Hidup telah merumuskan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia ( Indonesia Biodiversity Strategy and  Ac ti on Pl an , IBSAP) untuk memandu penerapan program keanekaragaman hayati hingga 2020.

Sebagai negara megabiodiversity, Indonesia turut

Pertemuan ini menghasilkan 16 keputusan yang menekankan pada kesepakatan pentingnya kajian dampak sosial ekonomi pengembangan Produk Rekayasa Genetik (PRG), upaya peningkatan kapasitas nasional dalam deteksi dan identifikasi PRG; serta perlunya sistem identifikasi dalam proses penanganan, transportasi, pengemasan dan identifikasi PRG. Pada Konferensi PBB XI itu diad opsi 33 keputusan dan

IBSAP memuatlima sasaran, empat di antaranya berupa mengembangkan kesadaran masyarakat,

beberapa keputusan yang pada intinya mencakup: perlunya percepatan proses ratifikasi Protokol

103  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Nagoya, implementasi Strategic Plan 2011-2020 dan pencapaian  Ai ch i Tar Targe ge t , serta Mobilisasi Sumber Daya ( Resource Mobilisation ).

keanekaragaman hayati pada prioritas nasional serta melaporkan pengeluaran domestik dan mempersiapkan national financial plans terkait keanekaragaman hayati pada 2015. Indonesia menginginkan agar negara maju berlaku fair terhadap setiap pemanfaatan sumber daya genetik dan agar negara-negara sumber memperoleh manfaat yang sepadan dalam prinsip kesetaraan dalam masyarakat dunia.

Negara-negara maju sepakat akan meningkatkan dua kali lipat total aliran sumber pendanaan international kepada negara berkembang untuk implementasi Strategic Plan. Adapun negara berkembang berkewajiban memasukkan

Gambar 3.18.Alur Proses Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Kondisi dan Potensi pemanfaatan Kehati

Kewajiban

KLH Laporan

Kelestarian tata nilai kelangsungan kehidupan dan penopang keberhasilan pemanfaatan berkelanjutan

Nilai manfaat/ pemanfaatan

Koordinasi

GLOBAL

DEPHUT - Koordinasi - NSPK  - Sosialisasi & Asistensi SKPD Propinsi:

- Lingkungan hidup - Kehutanan - Pertanian - Kelautan & Perikanan - dll

- Kebijakan - Pengawasan

Laporan

BKSDA

BPTP

BPDAS

Litbang

LIPI

Gubernur - Kebijakan - Pengawasan

BTN

- Kebijakan - Lingkungan hidup - Kehutanan - Pertanian - Kelautan & Perikanan - dll

DKP

Laporan

Koordinasi

SKPD Kab/Kota:

DEPTAN

- Pengawasan

Bupati/Walikota Laporan Sumber: Kementerian Kehutanan

Balai Kliring Keamanan Hayati  Balai Kiring Keamanan Hayati (BKKH) atau Biosafety Clearing House   adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi setiap negara yang meratifikasi Protokol Cartagena. Indonesia sudah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2004

tentang Pengesahan Protokol Cartagena. Protokol Cartagena bertujuan memberi jaminan perlindungan yang memadai dalam penanganan dan peman faatan, perpindahan lintas batas organisme hasil modifikasi genetik, termasuk pangan, pakan, dan pengolahan.

104  

Taman Keanekaragaman Hayati  Untuk mendukung pelestarian keanek aragaman hayati, KLH mengembangkan Taman Keanekagargaan Hayati di berbagai daerah. Taman Kehati diluncurkan pada 2007 yang menekankan pencadangan dan pelestarian keanekaragaman hayati dengan memperhatikan

Flora yang menjadi identitas daerah misalnya, ganda ria bagi Jawa Barat; salak bagi DKI Jakarta;bunga kantil maskot Jawa Tengah;pohon kepel bagi DI Yogyakarta; lontar bagi Sulawesi Selatan, eboni bagi Sulawesi Tengah, bunga bangkai bagi Bengkulu, atau pun pinang

fungsi ekosistem. Kementerian Lingkungan Hidup memfasilitasi provinsi-provinsi yang mengembangkan Taman Kehati, yakni Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat dan Lampung. Aneka tanaman untuk Taman Kehati diutamakan jenis lokal, langka, atau terancam punah, atau flora yang menjadi identitas provinsi dan kabupaten/k kabupaten/kota. ota.

merah Jambi. Sedangkan flora terancam punah antara bagi lain cendana,bayur,ulin,jelutung, mimba dan tembesu.Untuk menjamin Taman Kehati suatu ketika tidak tergusur untuk kepentingan lain, sebaiknya lahan dimiliki pemerintah daerah atau perguruan tinggi.

Protokol Nagoya Salah satu upaya menjaga aset hayati, Indonesia segera meratifikasi Protokol Nagoya, yang sebel umnya telah ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup.

bagi pemanfaatan keanekaragaman hayati optimal dan adil.

Ratifikasi itu untuk menjaga sumberdaya genetik dari pencurian intelektual pihak asing. Bila telah diratifikasi, akan ditindaklanjuti dengan inventarisasi sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional.

Indonesia perlu meratifikasinya dalam hukum nasional seiring dengan percepatan Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Genetik (RUU PSDG). Dengan begitu,akan memperkuat legislasi nasional dalam pemanfaatan SDG untuk kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat yang memiliki kearifan atau pengetahuan tradisional dalam pengolahan sumber daya genetik.

Pada 11 Mei 2011 d i Markas PBB, New York, York, Ind onesia bersama Jepang, Guatemala, India, Norwegia, Afrika Selatan, Swiss dan Tunisia menandatangani Protokol Nagoya. Kedelapan negara itu menyusul Kolombia, Yaman, Aljazair, Brasil, Meksiko, Rwanda, Ekuador, Republik Afrika Tengah, Seychelles, Mali, Sudan, Panama dan Peru, yang sudah lebih dahulu menandatangi Protokol. Protokol Nagoya berfungsi apabila ditandatangani sedikitnya 50 negara.Sampai saat ini, dari 193 negara anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati, 92 negara telah menandatangani dan baru 14 negara yang meratifikasinya, yaitu Afrika Selatan, Rwanda, Meksiko, Yordania, Panama, Fiji, Ethiopia, Gabon, Laos, Seychelles, India, Mauritius, Mikronesia, dan Albania. Protokol Nagoya akan menjadi instrumen yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya genetik dan menghentikan pencurian sumber daya genetik ( biopiracy ). ) . Hingga 2012, protokol ini sudah ditandatangai 92 negara. Bagi Indonesia, sebagai negara megabiodiversity, Protokol Nagoya penting

yang

Pada 11 April 2013, RUU Pengesahan Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yan g Adil dan Seimbang sudah disetujui DPR untuk disahkan sebagai Undang Undang. Protokol Nagoya memberi akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfatan sumberdaya genetik dan pengetahuan tradisional, termasuk komersialisasi produk turunannya.Akses terhadap sumberdaya genetik tetap mengedepankan kedaulatan negara dan sesuai hukum nasional berdasarkan prinsip  pr io r in fo rm ed co ns en t   (PIC) dengan pemilik atau penyedia sumberdaya genetik. Salah satu contoh keanekaragaman hayati yang patut mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah tumbuhan obat. Berbagai jenis tumbuhan obat Indonesia bernilai US$14,6 miliar atau lebih dua kali lipat nilai produk kayu hutan.

105  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetik  Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber luas bertambah dari 3,6 juta hektar menjadi 5,1 juta Daya Genetik, yang masih dalam pembahasan DPR, hektar. merupakan implementasi Protokol Nagoya, sebagai konsekuensi penandatangan Protokol itu pada Mei Sedangkan untuk Taman Nasional Laut yang terjadi 2011, di Markas PBB, New York. Undang-Undangini  just  ju st ru pe penu nu ru runa na n. Bi la pa da 20 03 te terd rdap ap at 8 un it , sangat penting mengingat isu kepemilikan juta hektar, berkurang menjadi pengetahuan tradisional dan sumberdaya genetik seluas 7 unit,4,2seluas hanyatahun 4,0 2009 juta hektar. Sementara terkaitan erat dengan hak kekayaan intelektual.  ju mlah  juml ah Tam an Na si on al Da ra t p ad adaa 20 01 hi ng ga 20 09 bertambah dari 40 unit menjadi 43 unit, tetapi luas Rancangan UU Pengesahan Protokol Nagoya sudah kawasan konservasinya turun dari 14,7 juta hektar disetujui DPR untuk disahkan sebagai UU pada menjadi 12,3 juta hektar. Di Indonesia te rdapat paling April 2013. Kini, Indonesia menunggu kehadiran sedikit 50 Taman Nasional, yang tersebar di seluruh UU Pengelolaan Sumber Daya Genetik, yang sangat pulau. Untuk Suaka Margasatwa, terdapat 73 lokasi, penting bagipengelolaan keanekaragaman hayati. dengan total luas 5.422.922,79 hektar. Untuk melindungi flora dan fauna dari kepunahan, pemerintah melakukan berbagai upaya. Di antaranya menambah jumlah cagar alam, yang dari 2001 hingga 2009 bertambah dari 183 unit menjadi 238 unit, dengan luas dari 2,6 juta he ktar menjadi 4,3 juta hektar. Jumlah suaka margasatwa, dari 2001 hingga 2009 bertambah dari 50 unit menjadi 74 uni t, dengan

Taman Hutan Raya di Indonesia sedikitnya ada 22 lokasi, sebagai bentuk pelestarian kombinasi, antara ex-situ dan in- situ.Sehingga, Tahura dapat ditetapkan baik dari hutan alam maupun hutan buatan. Namun demikian, fungsi taman hutan raya adalah sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati, tempat penelitian, tempat penangkaran jenis, serta tempat wisata.

Konservasi Tumbuhan Tumbuhan di Kawasan Ex-Situ Konservasi  Ancaman kelestarian keanekaragaman hayati di habitat aslinya sangat tinggi hingga perlu penanganan serius. Konservasi di luar habitat asli (ex-situ konservasi) menjadi alternatif terbaik sebagai benteng terakhir sebelum terjadi kepunahan. Ex-situ konservasi dapat

- Pidato Presiden RI tahun 2004, yang mencanangkan pembangunan Kebun Raya di provinsi, - Surat Edaran Menteri Ristek kepada seluruh gubernur Nomor 77/M/VIII/2004.

berupa konservasi spesies, genetik ataupun molekuler.

Sebanyak 21 Kebun Raya Daerah telahberkekuatan terbangun (Gambar 3.19), di antaranya sudah hukum sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT). Total luas kebun raya di 17 provinsi dan yang dikelola Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencapai 3.000 hektar. Jumlah ini menaikkan posisi Indonesia, dari ke-17 menjadi ke-13 dunia.

Pembangunan kebun raya daerah antara lain untuk konservasi tumbuhan lokal, pendidikan, penelitian dan wisata alam. Dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2009 kegiatan ex-situ konservasi tumbuhan dalam bentuk kebun raya mempunyai kekuatan hukum. Hingga perhatian dan alokasi dana daerah untuk pengelolaan kebun raya di daerah lebih terjamin. Selain itu, pembangunan kebun raya mengacu pada: - United Nation Convention on Biological Diversity   (CBD) 1992, - Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang pengesahan CBD, - Agenda 21 Indonesia tahun 1996 Bab 16,

Keterlibatan pemerintah daerah dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam bantuan fisik ikut mempercepat pembangunan kebun raya daerah, sehingga konser vasi  jeni  je niss lo loka ka l cu cuku kup p pu puny nyaa ha hara rapa pan. n. Em Empa patt ke kebu bun n ray aLIPI yang sudah lama berkembang berperan sebagai pengarah dan pembina pengembangan kebun raya daerah. Berbagai pelatihan managemen kebun raya dan pengembangan sumberdaya manusia kini sedang

- Global Strategy for Plant Conservation  (GSPC), - Indonesian Biodiversity Strategy Strategy and Action Plan ,

dilakukan. Namun, pengembangan pengelola kebun raya masih perlu mendapat perhatian lebih

106  

Gambar 3.19 Pengembangan Kebun Raya Sumber : Perkembangan Pembangunan Kebun Raya di Indonesia

Tabel 3.9 Nama Dan Luas Kebun Raya Raya NO

NAMA

1

Kebun Raya Sungai Wain

2

Kebun Raya Batam

3

Kebun Raya Baturraden

4

PROVINSI

Kalimantan Timur Kepulauan Riau

LUAS (hektar)

140 85,71

Jawa Tengah

150

Kebu Ke bun n Ra Raya ya Bu Buki kitt Sar arii

Jamb Ja mbii

4255 42

5

Kebun Raya Danau Lait

Kalimantan Barat

328

6

Kebun Raya Enrekang

Sulawesi Selatan

300

7

Kebun Raya Katingan

Kalimantan Tengah

200

8

Kebun Raya Kendari

Sulawesi Tenggara

113

9

Kebun Raya Kuningan

Jawa Barat

175

10

Kebun Raya Liwa

Lampung

100

11

Kebun Raya Lemor Lombok

NTB

130

12

Kebun Raya Minahasa

Sulawesi Utara

186

13

Kebun Raya Puca, Maros

Sulawesi Selatan

120

14

Kebun Raya Sambas

Kalimantan Barat

300

15

Kebun Raya Samosir

Sumatera Utara

100

16

Kebun Raya Solok

Sumatera Barat

112

17

Kebun Raya Purwodadi

Jawa Timur

84,47

18

Kebun Raya Cibodas

Jawa Barat

125

19

Kebun Raya Bogor

Jawa Barat

87

20

Kebun Raya Eka Karya Bedugul

Bali

154,5

Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dari tabel terlihat kebun raya terbesar yang akan dibangun adalah Kebun Raya Bukit Sari Jambi seluas 425 hektar. Lahan ini s ebelumnya berupa Taman Hutan

pelindung bagi hutan di sekitarnya dari ekspansi perkebunan sawit. Sementara Kebun Raya Purwadadi, Jawa Timur, Timur, sekitar 85 hek tar merupakan yang te rkecil,

Raya.Selain untuk kawasan konservasi, penelitian, studi dan wisata, Kebun Raya Bukit Sari juga sebagai

yang menjadi pusat konservasi dan studi tanaman dataran rendah kering.

107  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pesisir dan Laut Program Rantai Emas—Rehab Pantai, Entaskan Masyarakat Setempat  Forum pertemuan para menteri East Asian Seas  dan laut secara terpadu di 22 lokasi di Indonesia. (EAS) Congress pada Juli 2012 di Korea Selatan yang Dalam kegiatan regional kawasan Asia timur, Indonesia dihadiri 12 negara ini untukmembahas pembangunan mendapatkan bantuan dana melalui GEF untuk berkelanjutan pengelolaan laut.Pertemuan ini menyepakati Deklarasi Changwon yang merupakan platform berbagi pengetahuan dan perumusan t indakan kolaboratif dalam menyelesaikan tantangan di pesisir dan lautan. Pada 2012, telah disusun Status Status Lingkungan Pesisir dan Laut atau State of the Coast   (SOC), sebuah laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan pesisir

mengembangkan kemitraan dalam pengelolaan lingkungan di kawasan laut di regional Asia Timur (PEMSEA) sejak 2008. Bagi Indonesia, program ini untuk melaksanakan Strategi Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah Pesisir dan Laut yang menekankan pemantapan dan pengembangan National Interagency Coordinating Mechanism (NICM) di perairan Jakarta.

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Terumbu Karang - COREMAP  Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang atau COREMAP adalah program yang diparkarsai pemerintah Indonesia untuk melindungi, merehabilitasi,

peneliti kelautan LIPI terhadap nasib terumbu karang yang makin memburuk.Pada 1980-an, Indonesia ikut dalam Program ASEAN-Australia, Living Coastal

dan mengelola pemanfaatan lestari terumbu karang serta ekosistemnya. Pada gilirannya, program ini menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.

Resources, untuk memantau sumberdaya laut di Asia Tenggara. Survei pendahuluan pada 1984 menemukan terumbu karang dalam keadaan baik tinggal sekitar 5 persen; kondisi lumayan, 29 persen; buruk, 25 persen; dan sangat buruk, 40 persen.

COREMAP semula dirancang untukkegiatan untukkegiatan selama 15 tahun, terdiri dari tiga tahap. Setelah diluncurkan awal September 1998, terjadi beberapa perubahan dalam tata pemerintahan di Indonesia. Program ini pun perlu penyesuaian, antara lain dengan perubahan tahapan. Tahap Inisiasi (1998 – 2004); Tahap II Desentralisasi dan Akselerasi (2004 – 2009); dan Tahap III, Pelembagaan (2010 – 2015).

Temuan ini menumbuhkan kesadaran para pengambil keputusan perlunya langkah komprehensif untuk melestarikan ekositem sumberdaya perikanan dan kelautan ini. Dengan dorongan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas), penelitian terumbu karang mulai ditingkatkan, melibatkan 10 universitas dari berbagai provinsi, yang membentuk

COREMAP didanai pemerintah Indonesia, dengan  jej ari aring ng in infor formas masi,i, ci cika kall bak al   Coral Reef Information dukungan World Bank, Asian Development Bank, dan and Training Centre  (CRITIC).  Aus tra tralilia a Age nc ncyy for Int ern ati ona l De vel opm ent  (AusAID), yang hanya untuk COREMAP Tahap I. COREMAP tahap I(1998-2004) menetapkan landasan kerja sistem pengelolaan terumbu karang. Tahap ini Lembaga Pelaksana ( Executing Agency ) COREMAP Tahap dilaksanakan LIPI bersama beberapa provinsi dan I adalah Lembaga I lmu Pengetahuan Indonesia.Dengan kabupaten sebagai pelaksana. Pada COREMAP tahap II, dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) penanggung jawab jawab program adalah Direktorat Jenderal Jenderal pada 1999—kini Kementerian Kelautan dan Perikanaan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan Lembaga Pelaksana Tahap II beralih ke kementerian dan Perikanan. Pelaksana program Ditjen Kehutanan yang baru ini. LIPI tetap berperan, tapi fokus pada dan Perlindungan Alam, Kementerian Kehutanan, LIPI, 8 bidang informasi, ilmiah, pelatihan serta pendidikan. provinsi dan 15 kabupaten. kabupaten. Pada tingkat desa terdapat Dalam pelaksanannya, Lembaga Pelaksana bekerjasama Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang. dengan lembaga pemerintah terkait di pusat maupun Untuk membantu kegiatan, masyarakat menunjuk daerah, dengan lembaga swadaya masyarakat dan fasilitator dan motivator desa sebagai staf penasihat. masyarakat lokal.

Gagasan COREMAP bermula dari keprihatinan para

Jaringan pengelolaan pengelolaan terumbu terumbu karang ini dilengkapi Tim Pengarah Nasiona l dan Tim Pengarah Teknis Teknis den gan

108  

anggota dari Bappenas, LIPI, Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Polisi Perairan dan Udara (Airud), TNI Angkatan Laut, World Bank, Asian Development Bank, Global Environmentall Facility (GEF) dan   Japan Fund for Poverty Environmenta Reduction (JFPR). Program pengelolaan terumbu karang inidari Nias, Sumatera Utara, sampai Raja Ampat dan Biak di Papua Barat dan Papua telah membuahkan hasil. Data dari penelitian tahun 2012 menunjukkan kondisi terumbu karang sangat baik, 5,30 persen;kondisi baik, 27,19 persen; cukup baik, 37,29 persen; dan kurang baik 27,19 persen.

Terumbu karang Teluk Maumere, Sikka, NTT, misalnya, yang hancur akibat gempa dan tsunami pada 1992, kini sudah pulih. Bahkan pada 2010, di sana diselenggarakan lomba fotografi bawah laut, menampilkan keindahan terumbu karang. Teluk Maumere pernah menjadi sentra produksi rumput laut di NTT yang berkembang sangat baik pada 1990-an. Tapi lantas merosot tajam akibat pencemaran dari pupuk   green tonic  oleh   oleh pembudidaya rumput laut. Setelah COREMAP turun tangan memberikan bantuan bibit dan pendampingan, usaha rumput laut kembali berkembang.

Masyarakat pesisir semakin sadar dan bertanggung  jawab  jaw ab mel melin indu dungi ngi dan mel meles esta tari rika kan n te terum rum bu ka karan rang g dan ekosistemnya. Desa-desa pesisir memiliki peraturan desa yang melindungi terumbu k arang. Banyak nelayan mantan pengebom ikan malah menjadi motivator pelestarian terumbu karang. Penangkapan ikan dengan bahan peledak dan racun kimia semakin menurun,

Di Raja Ampat, program COREMAP mendorong masyarakat desa pesisir mengembangkan budidaya kerapu atau lobster, mengembangkan usaha kecil, mengelola usaha homestay, dan tidak bergantung sepenuhnya pada penangkapan ikan. Setelah COREMAP II berakhir, dan dilanjutkan dengan Tahap Kelembagaan,harus terus memupuk kesadaran bagi ekosistem laut, menyebarluaskan pemahaman melestarikan terumbu karang kepada masyarakat pesisir

terutama di wilayah program COREMAP.

lain yang tidak terlibat langsung dalam COREMAP.

Udara Sampai saat ini, BMKG memiliki 44 jaringan stasiun pemantau kualitas udara. Dari 44 unit kerja pemantau kualitas udara itu, 42 mengamati parameter SPM ( Suspended Particulate Matter ), ) , 31 stasiun parameter kimia air hujan (KAH), 7 stasiun parameter SO2 dan NO 2,

4 stasiun parameter PM10, 3 stasiun paramete r Aerosol, dan 2 stasiun melakukan pengamatan parameter Ozon (O 3) permukaan, serta 1 stasiun lainnya memonitoring gas rumah kaca (GRK).

Gambar 3.20 Jaringan Stasiun Pemantau Pemantau Kualitas Kualitas Udara di Indonesia

109  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Program Kampung Iklim (ProKlim) yang diinisiasi eq sebesar dari 1.954.170 ton CO 2-eq menjadi 385.640 Kementerian Lingkungan Hidup merupakan upaya ton CO 2-eq. memperkuat berbagai inisiatif lokal terkait perubahan iklim. Melalui ProKlim, pemerintah memberi Hal lain yang juga berkontribusi meningkatkan penghargaan bagi partisipasi aktif masyarakat yang konsentrasi gas rumah kaca adalah dari sektor melakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan transportasi, khususnya di perkotaan. Bertambahnya iklim yang terintegrasi di tingk at lokal. Sehingga, dapat  juml  ju mlah ah ke kend ndar araa aan n be berm rmot otor or pa pada da ki kisa sara ran n 10 pe pers rsen en mendukung target penurunan emisi GRK nasional (BPS, 2012), meningkatkan konsumsi bahan bakar dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap fosil, yang menaikkan konsentrasi gas rumah kaca. dampak perubahan iklim. Pemantauan kualitas uda ra jalan raya di beberapa kota Dalam konteks perubahan iklim, produksi dan besar pada 2012, menunjukkan beberapa parameter konsumsi manusia dapat berdampak pada pemanasan pencemar udara cenderung meningkat—namun global sekaligus membuat penipisan lapisan ozon, masih dibawah baku mutu. Penurunan kualitas udara seperti pemakaian HCFC dan CFC sebagai bahan akan berdampak burukbagi kesehatan manusia, perusak ozon (BPO). Untuk mengatasinya, Indonesia merusak tanaman dan bangunan, pertumbuhan hutan berperan aktif di tingkat global melalui Protokol terganggu dan berkurangnya jarak pandang. Montreal tentang Pengendalian Bahan Perusak Ozon (BPO). Penghapusan BPO akan berkontribusi, tidak Untuk itu, program Langit Biru dikemas sebagai saja untuk perlindungan lapisan ozon, namun juga upaya pengendalian pencemaran udara untuk sumber mereduksi CO 2  ekuivalen, yang secara langsung dan bergerak meliputi: tidak langsung melindungi sistem iklim.

1. Penetapan baku mutu emisi, 2. Penggunaan bahan bakar bersih, Pemerintah Indonesia telah menghapus BPO jenis 3. Manajemen kebutuhan transportasi transportasi ( Transport chlorofluorocarbons (CFC), Halon, Carbon tetrachlo tetrachloride ride  Demand Management ), ), (CTC), Methyl chloroform ( TCA) dan Methyl bromide  ( MBr) 4. Pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan untuk keperluan non-karantina dan prapengapalan bermotor. sejak 31 Desember 2007. Ini berarti 2 tahun lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan Protokol Montreal. Untuk Program langit biru bertujuan mengendalikan dan itu, pada 2011 UNEP dan Sekretariat Protokol Mon treal mencegah pencemaran udara dan mewujudkan memberikan apresiasi kepadaIndonesia.Dalam perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tak upaya mencapai target Protokol Montreal, Indonesia bergerak (industr i) maupun sumber bergerak. Program menyusun strategi percepatan penghapusan HCFCs Langit Biru diluncurkan pada 1996 oleh Kementerian melalui HCFC Phase-out Management Plan   (HPMP) Lingkungan Hidup, melalui Keputusan Menteri Nomor dengan dana hibah Multilateral Fund .

15 Tahun 1996.

Demi keberhasilan penghapusan HCFCs, Pemerintah Indonesia telah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG//PER/6/2006 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon menjadi Peraturan Menteri Nomor 3 /M-DAG/PER/1/12 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon. Selain itu, pemerintah akan menetapkan regulasi pelarangan penggunaan HCFC pada industri manufaktur dan larangan impor barang yang mengandung HCFC. Pemerintah juga akan melaksanakan alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC pada industri manufaktur  Ai r Conditioning  (AC), refrigerasi dan foam. Berdasarkan perhitungan dalam proposal HPMP, kontribusi penghapusan HCFC dapat menurunkan jumlah CO 2-

Saat ini sistem transportasi mengalami krisis energi dan krisis lingkungan , terutama pencemaran gas buang kendaraan bermotor. Hal ini telah menjadi perhatian Kementerian Perhubungan yang bertanggung jawab moral kepada pengguna jasa angkutan maupun masyarakat umum. Upaya Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan untuk meningkatkan kualitas emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain: pendekatan teknologi ramah lingkungan, inspeksi kendaraan bermotor, penetapan standar emisi gas buang kendaraan, serta manajemen lalu-lintas yang baik. Teknologi otomotif saat ini terus diupayakan menuju

110  

teknologi berwawasan lingkungan. Salah satunya, penyempurnaan desain maupun perlengkapan treatment emisi gas buang. Selain itu, penyempurna an motor bensin maupun diesel juga akan diimbangi dengan pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan. Pengembangan lain adalah teknologi hibrida bensinlistrik atau ecocar, yang tidak banyak memakai bahan bakar fosil. Pengembangan yang lebih canggih adalah teknologi fuel cell  yang   yang tidak menghasilkan gas buang beracun. Teknologi terakhir ini menjadi harapan bagi teknologi kendaraan ecocar . Dalam hal inspeksi dan pemeliharaan, pemerintah telah menyiapkan rancangan program uji semua kendaraan bermotor.Emisi gas menjadi bagian dari kelaikan kendaraan yang harus diuji terlebih dahulu. Persyaratan ambang batas kelaikan menyebutkan ketebalan asap kendaraan yang penyalaan kompres inya berbahan bakar solar, ditentukan maksimum sebesar 50 persen. Upaya yang dilakukan antara lain dengan: - Penerapan standar emisi CO 2 untuk mobil penumpang, - Pemasangan Converter Kit   (gasifikasi angkutan umum), - Penerapan Congestion Charging  dan Road Pricing , - Pembinaan Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum. Dengan pengujian itu, para pemilik kendaraan merawat kendaraannya dengan baik dan teratur sehingga laik jalan. Penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan juga tengah diupayakan pemerintah. Menteri Hidup standar baru emisiLingkungan gas buang untuk menetapkan kendaraan bermotor baru dengan keputusan Nomor 141 Tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor yang sedang diproduksi. Dalam ketentuan itu disebutkan kendaraan bermotor tipe baru yang diproduksi harus memenuhi syarat uji emisi sesuai standar EURO 2, yang jauh lebih ketat diban ding aturan sebelumnya. Untuk pelaksanaannya, Kementerian Perhubungan telah menandatangani kerjasama dengan BTMP dan BPPT untuk uji emisi melalui kerjasama Nomor AJ.402/4/19/DRJD/2005 dan Nomor 080/KB/BTMP/BPPT/IV/2005 pada 6 April 2005. Pendekatan lainnya, menata manajemen lalu lintas

yang baik sehingga jalan menjadi lebih lancar. Kemacetan menyebabkan emisi gas buang kendaraan meningkat lebih besar. Upaya yang dilakukan di antaranya: - Reformasi sistem transit - Bus Rapid Transit  (BRT)/   (BRT)/ semi BRT, - Pemanfaatan teknologi untuk lalu lintas di jalan nasional (A (ATCSTCS- Ar ea Tra Traff ffic ic Co Cont ntro roll Sys te m ), - Penerapan pengendalian dampak lalu lintas di jalan nasional, - Penerapan manajemen parkir di jalan nasional, - Mendorong pembinaan dan pengembangan sistem transit - BRT/Semi BRT, - Pembangunan budaya smart driving  ( ecodriving), - Pengembangan prasarana kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki ( Nonmotoriz Nonmotorizee transport ): ): - Pengembangan Pengembangan fasilitas pejalan k aki - Pembangunan jalur sepeda dest st ri a n) - Pembangunan fasilitas integrasi moda ( pe de - Penerapan Car Labelling . Sementara itu, upaya implementasi kebijakan dalam pengendalian pencemaran dari emisi kendaraan bermotor terus dilakukan melalui: • Penetapan baku mutu emisi sepeda motor (EURO3)

yang akan mulai pada Agustus 2013. Hl ini diperkirakan akan menurunkan emisi sepeda sepeda motor untuk parameter CO sebesar 5,5 persen, HC sebesar 2,7 persen dan NOx sebesar 4,04 persen pada 2014. • Evalu asi kualitas udara perkotaan (EKUP) dilaksanakan

di 45 lokasi: 14 kotametro, 14 kota besar, serta 17 ibu kota provinsi. Kegiatan ini mengevaluasi upaya pengendalian pencemaran udara oleh pemerintah kota. Harapannyabisa memicu pemerintah kota menurunkan beban pencemaran udara.

• Evaluasi penaatan baku mutu emisi kendaraan

bermotor tipe baru sebanyak 28 kendaraan roda empat berbahan bakar bensin, 5 kendaraan roda empat berbahan bakar solar, dan motor sebanyak 10. Kegiatan ini untuk mengevaluasi konsistensi produk yang lulus uji emisi, dan memberi informasi kepada masyarakat mengenai kendaraan bermotor ramah lingkungan. • Pedoman pengendal ian pencemaran

udara dari

transportasi air, udara, kereta api, dan alat berat. Adanya pedoman menjadi acuan bagi para pihak mengendalikan pencemaran udara.

111  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perubahan Iklim Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 telah meratifikasi konvensi perubahan iklim. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-undang No. 17 Tahun 2004.

Kyoto membuka kesempatan untuk melanjutkan pengembangan Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme fleksibel perdagangan karbon dalam Protokol Kyoto.Sebagai informasi, saat ini Indonesia memiliki 96 proyek CDM yang telah terdaftar di UNFCCC dengan potensi reduksi emisi sebesar 11,3 juta ton CO 2 per tahun.

Pada COP-18/CMP-8 UNFCCC, para pihak menyepakati “Paket Keputusan Doha” (Doha Climate Gateway ) dengan beberapa keputusan,antara lain mengadopsi amandemen Protokol Kyoto yang akan menjadi dasar Pencemaran udara telah terjadi secara masif. Ini hukum berlakunya Periode Komitmen Kedua Protokol ditunjukkan dengan meningkatnya konsentrasi gas Kyoto ( Kyoto Protocol’s Protocol’s Second Commitment period /CP-2 /CP-2 rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO2) KP), dengan jangka waktu mulai 1 Januari 2013 sampai yang meningkat 80 persen selama 1970–2004 (IPCC Fourth 31 Desember 2020 (8 tahun).  Asse ssmentt Repor t , 2007).Berdasarkan dokumen Second  Assessmen National Communication (SNC) Indonesia 2010, emisi GRK Bagi Indonesia, periode Komitmen Kedua Protokol Indonesia pada 2000 mencapai 1.38 Gigaton CO 2e. Tabel 3.10 Perkembanga Perkembangan n Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Tahun Tahun 2000-2005 (Gg CO2e) Tahun

Sektor 2000

280.937,58 42.813,97 75.419,73 649.254,17 172.000,00 157.327,96

Energi (Gg CO2e) Proses Industri (Gg CO2e) Pertanian (Gg CO2e) Kehutanan dan Perubahan Penggunaan Lahan(Gg CO2e) Kebakaran Gambut (Gg CO2e) Limbah (Gg CO2e) Total (dengan Kehutanan dan Perubahan Penggunaan Lahan & Kebakaran Gambut) 1(Gg Total CO2e) Total ( tanpa Kehutanan dan Perubahan Penggunaan Lahan & Kebakaran Gambut (Gg CO2e)

2005

369.799,88 48.733,38 80.179,31 674.828,00 451.000,00 166.831,32

1.37 1. 377. 7.75 753, 3,41 41 1. 1.79 791. 1.37 371, 1,89 892 2 556.499,24

665.543,89

Catatan: 1Emisi dari kebakaran gambut diambil dari van der Werf et al (2008). 2Estimasi berdasarkan KLH (2009) dan Bappenas (2009) Sumber: SNC, 2010

Pada 2005, emisi GRK mencapai 1,79 Gigaton CO 2e, dengan sektor-sektor utama sumber emisi meliputi perubahan tata guna lahan dan kehutanan, energi, kebakaran gambut, limbah, pertanian dan industri. Menurut IPCC Special Report on Emission Scenarious (SRES 2000) diproyeksikan emisi GRK akan meningkat dari 25 persen – 95 persen CO2-eq selama jangka 2000 2030, dengan bahan bakar fosil tetap menduduki posisi dominan penyebab perubahan ik lim. Karena itu, pada pertemuan G-20 di Pittsburg 2009, Indonesia secara sukarela telah menetapkan target nasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen

BAU). Untuk pelaksanaan kebijakan penurunan emisi GRK, Indonesia menerbitkan dua peraturan presiden: Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah K aca dan Nomor 71 Tahun Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Nasional. Selanjutnya, pada 19 19 Oktober Oktober 2011 presiden memberi arahan kepada Menteri Lingkungan Hidup untuk memastikan penurunan emisi 26 persen bersamaan dengan menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi pada tingkat 7 persen. Dalam Perpres Nomor 61 Tahun 2011, Pasal 7, Menteri

 jik a men mendap dapat at ban bantua tua n in inte tern rnasi asi on onal al pad padaa 20 2020 20 dar darii kondisi tanpa adanya rencana aksi ( bussines as usual /

Lingkungan Hidup bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri dimandatkan

112  

untuk memfasilitasi penyusunan Rencana Aksi Daerah untuk Penurunan Emisi GRK (RAD-GRK) Provinsi. Kegiatan fasilitasi tersebut telah dilaksanakan sepanjang 2012 dan menghasilkan RAD-GRK dari 27 provinsi. Implementasi Perpres itu untuk menurunkan emisi GRK dari kegiatan energi, transportasi, industri, kehutanan, pertanian, dan limbah. Kebijakan dan langkah penurunan emisi dan inventarisasi GRK telah dilaksanakan di sektor-sektor terkait: 1. Di sektor kehutanan, penurunan deforestasi rata-rata periode 2000-2006 ke periode 2009-2011 sebesar 0,675 juta hektare per tahun, telah menurunkan emisi GRK sebesar 0,489 Gigaton CO 2e, setara 72,8 persen dari target penurunan emisi GRK sektor kehutanan dan lahan gambut pada 2020, sebesar 0,672 Gigaton CO 2e. Terkait lahan gambut, peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa di 23 provinsi, diperkirakan menurunkan emisi GRK 2,02  jutaa ton CO 2e.  jut 2. Di sektor pertanian, penurunan emisi GRK sebesar 10,3 juta ton CO 2e pada 2011 dari kegiatan pengelolaan tanaman terpadu dan penggunaan varietas padi Ciherang. Penurunan emisi emisi GRK pada lahan gambut ditargetkan sebesar 334 juta ton CO 2e dilakukan dengan pengembangan pertanian di lahan marjinal dan lahan terdegradasi, pengelolaan gambut berkelanjutan, rehabilitasi, revitalisasi dan revitalisasi lahan gambut gambut terdegradasi. terdegradasi. Selain itu, itu, dilakukan perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi di 24 provinsi, dengan perkiraan penurunan emisi GRK 0,042 jutaton CO 2e. 3. Di sektor energi, hasil perhitungan tingkat emisi GRK sektor energi pada 2010 sebesar 0,427 Gigaton CO 2e. Melalui penerapanemisi Kebijakan Energi Nasional target penurunan GRK pada 2020 sebesar (KEN), sebesar 0,038 Gigaton CO2e diharapkan dapat tercapai. 4. Di sektor transportasi, dilakukan kebijakan dan langkah penurunan emisi GRK dan inventarisasi GRK di subsektor perhubungan darat, perkeretaapian, perhubungan laut, dan perhubungan udara.Saat ini sedang proses pengajuan program Sustainable Urban Transport sebagai Nationally Appropriate Mitigation  Act io ion n   (NAMAs) ke United Nations Frameworks Convention on Climate Change (UNFCCC). 5. Di sektor industri, dilakukan kebijakan penurunan emisi GRK melalui identifikasi potensi penerapan konservasi energi, pemberian penghargaan industri hijau, penerapan Program Restrukturisasi Permesinan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tekstil, Alas Kaki dan Gula.

Emisi CO2 Industri Semen, diperkirakan penurunan gas rumah kaca secara sukarela sebesar 2 persen selama 2011-2015, dan secara wajib sebesar 3 persen selama 2016-2020. 6. Di sektor limbah, telah dilakukan pembangunan sarana prasarana air limbah dengan system off-site dan on-site  dengan perkiraan penurunan emisi GRK 13,85 juta ton CO2e. Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 660/95/SJ/2012, Nomor 0005/M. PPN/01/2012 dan Nomor 01/MENLH/01/2012, tentang Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Surat edaran ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 (sesuai amanat Pasal 7) dan Perpres Nomor 71 Tahun Tahun 2011 yang harus ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Aksi Daerah dan pelaksanaan program setiap sektor. Provinsi telah menyusun RAD-GRK sebanyak 29, yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. Beberapa inisiatif program untuk menurunkan emisi GRK di antaranya: Menuju Indonesia Hijau (MIH), Pengelolaan Ekosistem Gambut, Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER), Gerakan I ndonesia Bersih (GIB), Bank Sampah, Adipura, dan lainnya. Menuju Indonesia Hijau (MIH) merupakan program pengawasan dalam pelaksanaan perbaikan kualitas lingkungan. Ada empat sasaran yang ingin dicapai. Pertama, meningkatnya tutupan vegetasi, diikuti perbaikan tata air dan kuantitas sumber air, menurunnya risiko bencana banjir dan tanah longsor, serta tertahannya te rtahannya Kedua meningkatnya laju kerusakan wilayah konservasi energi melaluipesisir. pemanfaatan, energi biofuel dan energi biomassa dari berbagai kegiatan penambahan tutupan vegetasi. Ketiga, menurunnya laju kemerosotan keanekaragaman hayati.  Keempat, meningkatnya perlindungan lapisan atmosfer.

Program MIH untuk memberi apresiasi kepada kabupaten dan provinsi dalam meningkatkan dan mempertahankan mempertah ankan tutupan vegetasi di wilayahnya. Dala m kurun 2007-2011, KLH telah melakukan pembinaan dan pengawasan sekitar 260 kabupaten dengan parameter fisik, manajemen, peran-serta masyarakat dan inovasi para pihak. Melalui Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) dapat

Melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pengurangan

dihitung perubahan cadangan karbon ( carbon stock ).). Selama periode 2005 – 2010, KLH telah melakukan

113  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

perhitungan di 21 kabupaten. Kabupaten Banyumas berhasil mempertahankan cadangan k arbon tertinggi,

sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Pacitan.

Upaya Sektor Industri  Berdasarkan hasil inventarisasi sumber pencemar dari agroindustri melalui Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) 2008 – 2011, diperoleh data ratarata intensitas CO 2 eq per tahun sekitar 3.136 ton dan CH4 sekitar 149,3 Gg gr saban tahun. Potensi emisi dari sektor agroindustri untuk penanganan limbah setiap tahun cenderung meningkat , seiring meningkat nya kapasitas total produksi nasional. Pengurangan emisi GRK pada sektor ini hanya dapat dijalankan melalui upaya seperti CDM, perbaikan sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL), implementasi methane capture dan pemanfaatan gas methane menjadi biogas. Berdasark an hasil inventarisas i sumber pencemar dari pengawasan industri manufaktur prasarana dan  jasa  ja sa ta tahu hun n 20 2008 08 – 20 2011 11 di dipe pero role leh h da data ta to tota tall ra rata ta rata intensit as CO2  eq per tahun sekitar 11.174,85 11.174,85 ton dan CH4 sekitar 532,14 Gg gr. Sementara itu, perhitungan penurunan emisi CO dari sektor limbah

kegiatan RU/Unit Pengolahan/Kilang migas (4 kilang) dapat disimpulkan: emisi GRK (CO 2) turun sebesar 9,70 persen dengan basis perhitungan tahun 2010, yang dihitung dari parameter BOD dan COD. Kegiatan penurunan beban pencemaran pada sektor usaha skala kecil selama 2007-2011 difokuskan pada pemanfaatan limbah dan pengolahan industri tahu dan usaha ternak sapi. Reduksi GRK dari penggunaan IPAL biogas di 14 sentra tahu dipe rkirakan 9 .572,05 ton per tahun. Sedangkan dari penggunaan biodigester di 13 sentra ternak sapi sebesar 2.424,33 ton per tahun. Alhasil, total reduksi GRK dari pengelolaan limbah usaha skala kecil yang dibantu KLH sebesar 11.996,38 ton per tahun. Upaya di sektor limbah domestik untuk mengurangiGRK dilakukan melalui pengelolaan sampah sesuai UndangUndang No. 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012. Untuk jelasnya lihat pada bagian Sampah.

Foto: Istimewa

114  

Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) Untuk koordinasi inventarisasi GRK, perubahan emisi dan serapan GRK, simpanan karbon nasional,monitoring proses dan hasil inventarisasi GRK, pemerintah sedang membangun Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN) yang diharapkan akan mulai berjalan

efektif pada akhir 2012. SIGN menjadi simpul dari berbagai laporan inventarisasi GRK dari instansi terkait dan pemerintah daerah.Sistem pelaporan inventarisasi GRK Nasional secara umum dapat digambarkan seper ti pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21 Sistem Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional

Experts Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Steering Committee

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perhubungan

Kementerian Pertanian

KLH SIGN Center

Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Lingkungan Hidup

Pemerintah Daerah

Sumber lain: BPS, Bappenas, LAPAN, BMKG, Bakesurtanal, Universitas, Lembaga Lainnya

Kementerian Kehutanan

Laporan Inventarisasi GRK Nasional

DNPI

Kemenko Kesra

UNFCCC

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional, yang diadopsi dari IPCC

mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan gas rumah kac a nasional

( Intergovernmental Panel on Climate Change ) 2006 Guidelines, untuk menyediakan informasi berkala

dan daerah serta informasi pencapaian penurunan emisi GRK dari mitigasi perubahan iklim

115  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sampah Kementerian Lingkungan Hidup mencatat penduduk rata-rata menghasilk an sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari total jumlah penduduk. Volume sampah ini dalam tiga tahun terakhir meni ngkat tajam. Volume sampah per hari pada 2010 mencapai 200.000 ton, dan pada 2012 meningkat dua kali lipat lebih: 490.000 ton per hari atau 178.850.000 ton setahun. Dari total sampah itu, lebih dari 50 persen merupakan sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga ternyata belum ditangani dengan baik. Baru sekitar 24,5 persen yang ditangani secara benar, yaitu diangkut petugas kebersihan dan dikomposkan. Sisanya (75,5 persen) belum ditangani dengan baik. Fakta itu ditunjukkan data RISKESDAS 2010 (Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, 2012) yang menyatakan rumah tangga umumnya menerapkan enam metode penanganan sampah, yaitu: 1. diangkut petugas kebersihan (23,4 persen) 2. dikubur dalam tanah (4,2 persen) 3. dikomposkan (1,1 persen) 4. dibakar (52,1 persen) 5. dibuang di selokan, sungai, laut (10,2 persen) 6. dibuang sembarangan (9 persen) Sampah menjadi ancaman serius bagi upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat volume sampah di Indonesi a sekitar 1 juta meter kubik setiap namun hanya persen yang bisa terangkut danhari, diolah dengan baik.42Sampah yang tidak diangkut setiap harimencapai 348.000 meter atau sekitar 300.000 ton diurus masyarakat secara swadaya, atau tercecer dan secara sistematis terbuang ke mana saja. Karena itu, upaya mengelola sampah yang volumenya terus bertambah harus dilakukan secara bersamasama.Seluruh lapisan masyarakat melaksanakan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah (3R) melalui upayaupaya cerdas, efisien dan terprogram. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mendorong

pengolahan yang bertumpu pada pengurangan dan penanganan sampah. Masalahnya, hingga kini sampah masih menjadi masalah serius di berbagai wilayah perkotaan maupun permukiman. Pengelolaan sampah masih jauh dari amanat UU dan Peraturan Pemerintah tersebut. Meski Indonesia memiliki Hari Peduli Sampah yang diambil dari peristiwa longsornya bukit sampah Leuwigajah, Cimahi, 21 Februari 2005, urusan sampah masih sering memusingkan pemerintah. Hingga kini kegiatan 3R masih menghadapi kendala rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Salah satu solusinya, pengembangan Bank Sampah yang bersifat social engineering   untuk mengajarkan masyarakat memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran mengolah sampah secara bijak. Pada gilirannya akan mengurangi sampah yang diangkut ke TPA. Keberadaan Bank Sampah menjadi penting dengan terbitnyaPeraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012. Aturan ini mewajibkan produsen melakuk an 3R dengan menghasilkan produk berkemasan yang mudah diurai, sampah sesedikit mungkin, berbahan bakuyang dapat didaur ulang dan diguna ulang. Atau, menarik kembali sampah dari produk dan kemasan untuk didaur ulang dan diguna ulang. Bank berperan droppingproduk point bagi Sampah produsendapat untuk produksebagai dan kemasan yang masa pakainya telah usai.Sehingga sebagian tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sampah juga menjadi beban pelaku usaha.Dengan menerapkan pola ini, diharapkan volume sampah yang dibuang ke TPA berkurang. Penerapan prinsip 3R sedekat mungkin dengan sumber sampah diharapkan dapat menyelesaikan masalah sampah secara terintegrasi dan menyeluruh, sehingga tujuan akhir kebijakan pengelolaan sampah dapat dilaksanakan dengan baik. Pembentukan bank sampah yang sampai Desember 2012 mencapai 1195 bank sampah, tersebar di 55 kabupaten/ kota, melibatkan 96.203 penabung dengan omzet sekitar

perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah: dari paradigma kumpul–angkut–buang, menjadi

Rp 15,1 milyar per bulan dan sampah anorganik yang terkelola mencapai 2.262 ton per bulan.

116  

Keberhasilan pengelolaan sampah tergantung pada upaya bersama:pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Kemauan ini dimulai dari pemahaman dan kesadaran pentingnya masalah sampah sebagai salah satu infrastruktur yang menceminkan keberhasilan mengelola lingkungan.Sampah bukan hanya masalah lingkungan, kesehatan, dan estetika, tapi juga gambaran keberadaban masyarakat. Kendati memakai pengelolaan dengan 3R, tetap saja sampah akhirnya perlu diolah di TPA, yang sebagian besar masih memakai sistem open dumping . Dengan adanya UU Nomor 18 Tahun 2008 sistem itu sudah dilarang, sehingga perlu menuju pengolahan yang

lebih ramah lingkungan, yaitu controlled landfill, dan idealnya sani tary lan dfill. Terbatasnya lahan untuk TPA menuntut pengelolaan sampah secara regional, yang saat ini masih terbatas di beberapa daerah, seperti Yogyakarta (Kartamantul), Denpasar (Sarbagita) dan Gorontalo (Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum, Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). Berdasarkanevaluasi Program Adipura 2011-2012, kinerja penanganan TPA di kota-kota besar secara umum belum menunjukkan per forma yang baik. Hanya 14 persen kota-kota besar yang menunjukkan kinerja penanganan TPA yang baik, dengan nilai di atas atau sama dengan 71, seperti ditunjukkan Gambar 3.22.

Gambar 3.22 Kinerj Kinerja a Penanganan Tempat Tempat Pembuangan Akhir Tahun Tahun 2011-2012 Keterangan: P1 = PEMANTAUAN 1 P2 = PEMANTAUAN 2

30 – 45 46 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90

SANGAT JELEK  JELEK  SEDANG BAIK  SANGATT BAIK  SANGA

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Untuk mempercepat upaya pengelolaan sampah, dikembangkan dikembang kan Gerakan Indonesia Bersih (GIB) melalui

konsep 3R ( reduce, reuse, recycle ) yang melibatkan kementerian, perusahaan dan masyarakat.

117  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

AKSES PARTI ARTISIPASI SIPASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN LINGK UNGAN Peningkatan kualitas lingkungan hidu p perlu intervensi teknologi, kebijakan, metode, teknik pengelolaan, sumberdaya manusia dan kelembagaan yang baik. Dan peningkatan partisipasi bertujuan mengembangkan

inisiatif berbagai pihak seluas mungkin, mulai dari masyarakat, organisasi kemasyarakatan, lembaga profesi, dunia usaha, lembaga legislatif, yudikatif hingga eksekutif.

Dunia Usaha Pihak swasta semakin melibatkan diri dalam aksi perlindunga n, pengelolaan lingkungan dan

pelestarian alam.

Program Peringkat Kinerja Perusahaan - PROPER Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) adalah program pengawasan dan penilaian kinerja perusahaan dalam mengelola lingkungan. PROPER dilaksanakan KLH bersama Badan Lingkungan Hidup provinsi mengawasi dan menilai kinerja perusahan manufaktur,

Pengawasan dan penilaian meliputi ketaatan pelaksanaan AMDAL, pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan limbah B3, penanggulangan kerusakan lingkungan, terutama bagi pertambangan.Jumlah perusahaan yang ikut dalam PROPER terus meningkat setiap

pertambangan, energi dan fokus migas, sektor kawasan dan jasa. Awalnya, PROPER pada pengendalian pencemaran air, namun kini mencakup udara, limbah B3 dan akan dikembangkan pada aspek kerusakan lingkungan.

tahun. Padapada 2011-2012 terdapat 1.317 perusahaan,meningkat dari 1.002 2010-2011. Tapi, jumlah perusahaan yang pengelolaan lingkungannya buruk meningkat dari 49 pada 2010-2011, menjadi 79 pada 2011-2012. Perusahaan yang mendapat peringkat Hitam PROPER umumnya bergerak di pertambangan, energi dan migas, serta agroindustri.

Gambar 3.23 Jumlah Perusahaan Peserta Peserta PROPER 2010-2012 Kenaikan rata-rata 313 perusahaan/tahun

1.400

1317

1.200

1002 1.000

2003-2009 Kenaikan rata-rata 109 perusahaan/tahun

800

627 600

466

690

519 69 %

400

66%

251 200 0

76 %

85 69 %

49 %

70%

71%

52 %

2002-2003 2003-2004 2004-2005 2006-2007 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012

Sumber: Kementerian Lingkungan  Hidup, 2012

Keterangan Peringkat : (sumber : PerMenL PerMenLH H No. 5keunggulan Tahun 2011 lingkungan tentang PROPER) • Peringkat Emas: secara konsisten menunjukkan • Peringkat Hijau: pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond (beyond compliance)

• Peringkat Biru: upaya pengelolaan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan. perundang-undangan. • Peringkat Merah: upaya pengelolaan lingkungan tidak sesuai peraturan perundang-undangan • Peringkat Hitam: tidak taat peraturan dan diindikasikan mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.

118  

Gambar 3.24 Neraca Limbah B3 Kegiatan Pertambangan Energi Migas

Ton 2 006

20 07

2 008

200 9

20 10

Dihasilkan

1 .72 6. 62 3,8 4

6.8 54 .6 45, 41

6. 89 7. 117 ,0 0

1 3. 00 5.4 58 ,3

20 .3 68. 94 8, 1

Dikelola

1 .09 7. 76 5,6 5

2.134.785,00

3.898.072,00

12.311.267,7

20.342.814,4

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 3.25 Neraca Limbah Limbah B3 Sektor Kawasan dan Jasa

Belum Dikelola 268.29 Ton 0%

PROPER 2010

(Dihasilkan : 219151.968 Ton)

Dikelola 218883.678 To Ton n 100 %

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

119  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tabel 3.11 Neraca Limbah B3 yang Diperoleh Dari Hasil Pengawasan Pengawasan PROPER Pada Periode 2010-2011 Dengan  Jumlah Perusahaan yang Dipantau Sebanyak Sebanyak 1002 perusahaan. Dikelola Sektor

Satuan

Dihasilkan DI TPS

Pihak Ke-3

Pemanfaatan Internal

Diolah

Belum Dikelola

PEM

Ton

87.333.422.820

73.831.764.170

13.501.658.650

Manufaktur

Ton

3.017.281.341

14.214.325

58.946.591

4.492.675

2.032.762.434

906.865.316

KawasanJasa

Ton

4.008.245.690

34.304

3.870.602.450

126.732.049

10.587.500

289.387

Agro Industri

Ton

86.670.751

26.933.203

29.889.336

0.627

37.526

29.810.059

Total

Ton

94.445.620.602

73.872.946.002

3.959.438.377

131.225.351

2.043.387.460

14.438.623.412

Total

Ton

94.445.620.602

80.006.997.191

14.438.623.412

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012 Tabel 3.12 Neraca Limbah B3 yang Diperoleh dari Hasil Pengawasan Pengawasan PROPER Pada Periode 2011-2012 Dengan  Jumlah Perusahaan yang Dipantau Sebanyak Sebanyak 1317 Perusahaan. Dikelola Sektor

Satuan

Dihasilkan

DI TPS

Pihak Ke-3

Diolah/landfill

Pemanfaatan Internal

Dumping  ke Laut

31.615.280.93

Belum Dikelola

PEM

Ton

59.651.473.45

596.514.73

2.982.573.67

22.071.045.18

1.789.544.20

596.514.73

Manufaktur

Ton

4.604.561.44

1.749.733.35

2.440.417.56

0

414.410.53

906.865.316

KawasanJasa

Ton

576.499.90

80.709.99

443.904.92

0

23.060.00

28.825.00

Agro Industri

Ton

1.138.077.45

68.284.65

864.938.86

113.807.75

91.046.20

0

Total

Ton

65.970.612.24

2.495.242.71

6.731.835.02

22.184.852.92

2.318.060.93

Total

Ton

65.970.612.24

31.615.280.93

625.339.73

65.345.272.51

625.339.73

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Pengembangan Industri Hijau Mengikuti jejak PROPER, Kementerian Perindustrian turut mengembangkan Industri Hijau dengan upaya yang telah dilakukan : 1.Penggunaan mesin ramah lingkungan melalui program restrukturisasi permesinan industri tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan gula. Program ini berdampak signifikan berupa penghematan energi sampai 25 persen, peningkatan produktivitas sampai 17 persen, peningkatan penyerapan tenaga kerja danmeningkatkan efektivitas giling pada industri gula; 2.Penerapan produksi bersih dengan pelatihan bagi pelaku industri danaparatur, menyusun pedoman teknis produksi bersih untuk beberapa komoditas industridan bantuan teknis kepada beberapa industri; 3. Kebijakan teknis, perlindungan lapisan ozon melalui kontrolproduk, bahan baku atau bahan penunjang secara bertahap (Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/4/2007); 4.Penyusunan Data Inventori Emisi CO2 equivalent di 700 perusahaan dari 8 sektorindustri untuk penetapan

6.Implementasi konservasi energi pada 35 industri baja dan 15 industri pulp dan kertas; 7.Penyusunan Pedoman Teknis Penurunan Emisi GRK pada industri semen; 8.Pemberian penghargaan industri hijau, yang pada 2010 kepada 9 perusahaan industri dan 2011 kepada 10 perusahaan. Selanjutnya, upaya yang akan dilakukan adalah: 1. Menyusun standar industri hijau;  2. Menyiapkan skema insentif fiskal dan nonfiskal;  3. Membangun lembaga sertifikasi industri hijau;  4. Membangun kerjasama nasional dan internasional;  5. Peningkatan kapasitas SDM;  6. Meningkatkan pengembangan kualitas penelitian dan pengembangan;  7. Memberikan bantuan teknis penerapan penerapan produksi bersih;  8. Memfasilitasi pembiayaan pengembangan industri hijau; 9. Membangun sistem informasi industri hijau; 10. Menyusun pedoman-pedoman dalam rangka

baseline emisi GRK;  5.Penyusunan Konsep Grand Strategi Konservasi Energi;

penurunan emisi GRK; 11. Monitoring emisi GRK.

120  

Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup A. Pengembangan dan Perumusan Kebijakan Industri Hijau

1. Penyusunan rencana induk pengembangan industri hijau   Tersedianya grand strategy, roadmap, rencana aksi dan standar industri hijau. 2. Penyusunan katalog bahan baku dan bahan penolong   Tersedianya katalog bahan baku dan bahan penolong untuk industri tekstil, keramik dan IKM makanan yang ramah lingkungan guna terwujudnya industri hijau. 3. Penganugerahan penghargaan industri hijau   Mendorong pelaku industri menerapkan proses produksi ramah lingkungan B. Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)

1. Penyusunan pedoman pengurangan GRK melalui implementasi implement asi konservasi energi   Tersedianya pedoman teknis pengurangan emisi GRK melalu implementasi konservasi energi di industri pupuk dan keramik. C.Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Industri :

1. Pemetaan teknologi pengolah limbah elektronik    Tersedianya peta teknologi pengolahan limbah elektronik. 2. Kajian teknologi dan bahan alternatif dalam phase out HCFC dan POPs   Rekomendasi kebijakan teknologi dan bahan alternatif pengganti HCFC dan POPs di sektor industri. 3. Kajian pengelolaan limbah udara pada industri berbahan bakar batubara   Tersedianya pedoman teknis pengelolaan limbah udara di industri berbahan bakar batubara dalam penerapan program EPCM sektor industri. Melalui Corporate Social Responsibility   (CSR) yang diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2007, berbagai perusahaan swasta melibatkan diri dalam berbagai isu lingkungan. Pasal 74Undang Undang itu menegaskan, perseroan di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanak an tanggung jawab

perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Berbagai kegiatan peduli lingkungan pihak swasta antara lain menanam pohon, melestarikan bambu, mengalokasikan dana pelestarian badak jawa, badak sumatera, orangutan, anoa, babirusa, burung maleo dan penyu, atau berpartisipasi dalam kegiatan transplantasi terumbu karang. Kampanye menyelamatkan penyu sisik, penyu belimbing, penyu hijau sudah dilakukan pihak swasta dengan mendidik generas i muda.Ada juga pihak swasta yang bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan menyebar 550.000 bibit pohon. Sejak 2005 hingga 2009 telah ditanam lebih dari 6.600 pohon melalui Program Hijau Jakartaku, bagian Program Penanaman Sejuta Pohon. Selain itu, juga dibangun dua taman kota, yaitu di Jl. Galunggung, Jakart a Pusat, dan di Kompleks Perumahan Cirendeu Permai, Tangerang. Dunia usaha ada yang lebih mengarahkan CSR lingkungannya pada konservasi sumber daya air. Selain terlibat dalam berbagai kampanye lingkungan, ada kegiatan Water for School , Program Cinta Air, dan penanaman pohon.Tak jarang juga diterapkan konsep penghijauan melalui penggunaan biopori, daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik di pabrik dan lingkungan sekitarnya. Bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung serta masyarakat sekitar, perusahaan membangun Green Organic Farm   (Rumah hijau) sebagai sarana pembibitan untuk penghijauan dan pembelajaran bagi warga setempat. Sementara itu, di Bali terdapat perusahaan yang telah mengganti kendaraan operasional karyawan dengan E-Bike: sepeda motor listrik. Sepeda motor ini mampu mereduksi karbondioksida ke udara hingga 78 persen per unit, tanpa polusi suara, serta memiliki kendali kecepatan sehingga aman dan efesien. Konservasi sumber daya air dan hutan menjadi target CSR sejumlah perusahaan. Tidak hanya terlibat konservasi daerah aliran sungai di 12 lokasi pabriknya di Indones ia, namun juga aktif mereboisasi dan konservasi hutan melalui penanaman ratusan ribu

sosial dan lingkungan. Juga disebutkan, tanggung  jawa  ja wab b sos s osia iall d an liling ngku kung ngan an it itu u m er erup upak ak an ke kewa wajijiba ban n

pohon di kawasan hutan lindung, lahan kritis, dan pegunungan di Jawa. Salah satu kegiatan CSR dalam

121  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

penyediaan air bersih bertajuk Program Satu untuk Sepuluh yang hingga saat ini masih dilakukan . Program ini menyediakan bak-bak penampung air bersih bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sering mengalami kekeringan.

gaharu dan penangkaran rusa.Dan di Lampung Tengah, perusahaan nenas olahan mengembangkan kebun pelestarian 200 spesies bambu lebih, sekaligus melindungi kebun nenas dari erosi dan mencegah sedimentasi sungai di sekitarnya.

Kegiatan CSR sebuah perusahaan minuman kopi lebih banyak diterapkan secara langsung, baik melalui produk dan pelayanan, fasilitas toko, maupun kampanye lingkungan bersama komunitasnya.Adapun strateginya adalah energi terbarukan, konservasi energi, kolaborasi, dan advokasi.Perusahaan iniberupaya mengecilkan dampak lingkungan melalui menghemat energi dan air, mengurangi limbah tisu, cangkir, maupun pembungkus produk, daur ulang, serta memakai konsep green building  pada gerai-gerai di seluruh dunia.

Banyak yang dilakukan berbagai perusahaan swasta nasional. Berbagai perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia melalui CSR melakukan aksi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Perusahaan yang bergerak dalam makanan instan terjun memulihkan pantai-pantai di Jawa Tengah dengan pohon cemara laut. Bekerjas ama dengan Pusat

Kementerian Lingkungan Hidup menilai paling kurang 10 perusahaan telah menerapkan CSR meliputi kegiatan yang dikembangkan KLH, antara lain konservasi energi dan sumberdaya alam, pengelolaan sampah dengan 3R, adaptasi perubahan iklim, dan pendidikan lingkungan. Kesepuluh perusahaan itu: PT Adaro, Kalimantan Selatan; PT Badak NGL, Kalimantan Timur; PT Bio Farma, Jawa Barat; PT Chevron, Gunung Salak, Jawa Barat; PT Holcim, Cilacap, Jawa Tengah; PT Indonesia Power, Banjarnegara, Jawa Tengah; PT

Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi, Kementerian Kehutanan, ada perusahaan yang melestarikan badak  jawa  ja wa di Tama n Na Nasi sion onal al Uj Ujun ung g Ku Kulo lon, n, in inok okul ulas asii

Kaltim Prima, Coal, Kalimantan Timur; PT Pertamina Hulu Energi, Jawa Barat; PT Sebuku Iron Lateric Ores, Kalimantan Selatan; dan PT Unilever, Jakarta.

Gambar 3.26 Jumlah Anggaran Community Community Development 928

1.000    n    a    r    y    t    n    a    i    e    )    g   t    g   n    m   r    a    u    n    p    l    y    a    m    o    i     l     h   m   e    m    a    o   v    (     l     C   e    m    u     D     J

800

731 646

600 400 200 -

2010

2011

2012

Tahun

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Badan Usaha Milik Negara Berbagai Badan Usaha Milik Negara juga berkiprah dalam aksi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perusahaan-perusahaan plat merah itu berusaha menerapkan amanat UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Menteri BUMN 05/MBU/207. Aturan itu menyebutkan BUMN menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk pembinaan usaha kecil dan

tanggung jawab sosial (CSR) dari Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) sepanjang 2012 sebesar Rp 6,15 triliun. Sejumlah perusahaan migas misalnya, sering melaksanakan program bina lingkungan, terlibat aksi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan

pembinaan lingkungan. Kementerian BUMN merilis dari 130 perusahaan BUMN yang menyalurkan dana

menanam pohon, merehabilitasi mangrove, kampanye penurunan gas rumah kaca, dan mengembangkan

122  

program air bersih dan sanitasi publik. Pada 2009 perusahaan plat merah juga membagikan 100.000 bibit pohon produktif seperti mangga,rambutan, belimbing, dan jati serta berbagai jenis mangrove mangrove untuk masyarakat di sekitar wilayah operasinya. Selain itu, juga ada aksi bersih-bersih pantai di Balikpapan, Cilacap, dan Balongan. Pun membagikan 12.300 bor biopori untuk resapan air danmenampung sampah organik untuk menyuburkan tanah di DKI Jakarta, Tangerang, Yogyakarta dan Jawa Tengah. Antara 2010 - 2011 untuk Cilacap saja ditanam 147.000 pohon hutan mangrove. Perusahaan plat merah ini juga berperan dalam Green Festival 2009 dengan kampanye 5R (Reuse, Reduce, Recycle, Rethink   dan Replace.) Badan usaha milik negara bidang telekomunikasi tak ketinggalan menjalankan bisnis ramah lingkungan.Salah satunya, layanan Smart Building Solution, gabungan

Kehandalan teknologi itu telah diakui secara global, sehingga dijadikan norma bagi bangunan hijau. Perusahaan ini mengenalkan konsep ini untuk mendorong gerakan bangunan ramah lingkungan, sekaligus membangun kekuatan baru dalam perencanaan bisnisnya. Secara proaktif, perusahaan ini membina budaya tanggung jawab lingkungan bagi masyarakat dan mengurangi dampak kegiatan manusia, sebagai dukungan terhadap perubahan iklim melalui : 1. Program penghijauan dan penanaman kembali terkait program pemerintah dalam: • partisipasi dalam penanaman satu miliar pohon di

seluruh Indonesia, •  pr  prog ogra ram m on onee ma man n on e tr tree ee .

2. Pembersihan dan revitalisasi sarana publik  3. Pengolahan air limbah: • air kotor diolah terlebih dahulu dengan instalasi

pengolahan air limbah (IPAL) guna menghindari

infrastruktur sadar lingkungan dan nilai tambah perkantoran di gedung pencakar langit.Perusahaan ini menawarkan konsep gedung hijau yang memanfaatkan teknologi komunikasi untuk otomatisasi operasional gedung untuk menghemat energi. Teknologi Smart Building memungkinkan penghematan energi pada fase konstruksi dan operasi gedung, karena teknologi itu berjalan pada platform jaringan yang terintegrasi dengan pengontrolan gedung, yaitu  jaringa  jari ngan n TCP/IP TCP/I P berbasi ber basiss serat se rat opti optikk yang ya ng member me mberii solus so lusii mewujudkan gedung ramah lingkungan.

polusi sungai; dan • air limbah didaur ulang menjadi air bersih yang

dimanfaatkan untuk menyiram tanaman dan mencuci kendaraan bermotor.

Selain lembaga pemerintah, kesadaran masyarakat menjaga dan melestarikan lingkungan yang sehat semakin meningkat. Elemen masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan perusahaan swasta makin berperan berperan penting. penting.

Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga swadaya masyarakat di Indonesia mulai munculpada 1970-an sebagai bentuk kesadaran partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Keberadaan LSM sudah diakui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 19 UU tersebut menyatakan LSM berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 kepada semua gubernur menyebutkan ihwal pembinaan LSM.

banyak fungsi, sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dinamisator, mediator, dan konselor.

Dalam perkembangannya, peran LSM menentukan dalam pengelolaan lingkungan hidup.LSM berperan

dan keprihatinan atas ketidakadilan pengelolaan sumberdaya alam dan sumber kehidupan akibat

Saat ini tercatat ada sekitar 298 LSM yang bergerak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Selain tingkat nasional, juga berkembang LSM lokal yang peduli pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu LSM adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang independen, non-profit dan terbesar di Indonesia. WALHI didirikan sebagai reaksi

mengajak anggota masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Sebagai pendamping masyarakat, lembaga swadaya masyarakat memiliki

paradigma pembangunan yang tidak berkelanjutan dan berkeadilan. WALHI merupakan forum kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi non-

123  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

pemerintah, kelompok pecinta alam dan kelompok swadaya masyarakat (KSM). WALHI hadir di 27 provinsi dengan 479 organisasi anggota dan 156 anggota individu (Desember 2011) yang secara aktif berkampanye di tingkat lokal dan nasional. Di tingk at internasion al, WALHI WALHI berkampanye melalui jaringan Friends of the Earth Internasional yang beranggotakan 71 organ isasi akar rumput di 70 negara, 15 organisasi afiliasi, dan lebih dari 1 juta anggota. Lembaga swadaya masyarakat lainnya yang menonjol dalam isu lingkungan antara lain, Yayasan Kehati, Jatam, Sawit Watch. Selain itu, terdapat sejumlah organisasi nonpemerintah luar negeri, misalnya WWF Indonesia, WCS dan TNC. Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI) yang didirikan di Jakarta 12 Januari 1994 adalah organisasi nirlaba pengelola dana hibah mandiri, yang memfasilitasi upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. KEHATI bertindak sebagai katalisator untuk menemukan cara-cara inovatif dalam mengelola dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Berbagai bentuk kerjasama terus dijalin dengan lembaga-lembaga yang dapat mendukung visi organisasi, seperti lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, pemerintah daerah, asosiasi profesi, komunitas bisnis maupun media massa. Dengan dukungan banyak pihak, Kehati melakukan berbagai kegiatan menyelamatkan keanekaragaman hayati dari berbagai aktivitas maupun kebijakan

yang dapat memusnahkannya. KEHATI membantu memfasilitasi berbagai upaya dan dukungan bagi pelestarian keanekaragaman hayati, agar manfaatnya dapat dirasakan hingga generasi penerus kelak. Sementara itu, Indonesian Center for Environmenta l Law (ICEL) melaksanakan pelatihan bagi anggota peradilan Indones ia tentang hukum lingkungan, proses gugatan, dan isu terkait lainnya. Sejak itu, Ketua Mahkamah Agung mengisyaratkan kepada pengadilan tinggi bahwa hanya hakim yang pernah mengikuti pelatihan yang ditunjuk memimpin kasus lingkungan. Pola pemberdayaan masyarakat berbasis penguatan ekonomi dapat dikombinasikan dengan pola penyadaran lingkungan dan pelestarian lingkungan. Ada banyak skema dan pembelajaran yang pernah dilakukan LSM lokal, nasional maupun Internasional. Di antaranya : -

Rehabilitasi

pantai

yang

dilakukan

Wetlands

Internasional-IP di Pemalang, Jawa Tengah, dengan membentuk kelompok usaha ekonomi masyarakat, pemberian modal ekonomi sebagai kompensasi masyarakat melakukan pembibitan bakau dan rehabilitasi pantai. Begitu juga, JICA di pantai Benoa, Bali; Yayasan Mangrove di Sumatera dan Kalimantan; Yayasan Ya yasan Bentera Karya di Belu, NT T; kelompok pecinta alam Desa Karangsong, Indramayu. - Rehabilitasi lahan gambut di Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan, atas kerja sama antara pemerintah Kanada (CIDA) dengan Wetlands InternasionalIP, Yayasan WBH di Sumatera Selatan dan PINSE di Jambi.

Sepenggal Sepengg al Jejak WALHI WALHI Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dideklarasik an pada 15 Oktober 1980, bertepatan dengan penutupan konferensi Pusat Studi Lingkungan (PSL) seluruh Indonesia. Ketakutan atas indoktrinasi pemerintah ditandai dengan kesepakatan aktivis organisasi non-pemerintah menetapkan tiga asas organisasi: asas mandiri, bekerjasama tanpa ikatan, dan bekerja nyata

forum LSM lingkungan, dengan sifat keanggotaan egaliter dan longgar, dan berperan sebagai forum komunikasi. Untuk memudahkan koordinasi,WALHI membentuk presidium yang dijalankan oleh seorang sekretaris eksekutif.

bersama dan untuk masyarakat.

 ju mlah  juml ah ny nyaa me menc nc ap ai 35 3500 le mb mbag ag a. Pa Pada da ma sa aw awal al,, peran WALHI adalah melakukan ’ pu  pu bl ic aw awar ar en es s ’

Kelahiran WALHI WALHI sebagai sebuah forum mempunyai kekuatan cukup besar. Secara bertahap pada1983-an

Para aktivis LSM mendeklarasikan WALHI dalam bentuk forum yang dapat diterima saat itu, yaitu

kepada masyarakat tentang isu-isu lingkungan.

124  

Perlahan, WALHI mendapat legitimasi dari masyarakat dan pemerintah sebagai representasi LSM lingkungan dan diundang DPR untuk pembahasan UU Lingkungan Hidup. Pada 1982, WALHI bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya membahas dan memberi masukan bagi Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan

pemerintah dan masyarakat, namun juga media massa.

Hidup/Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. Masukan yang diadopsi adalah pasal 6 tentang peran serta masyarakat.

Lingkungan Hidup, yang diartikan sebagai hak gugat organisasi lingkungan.

Dari sekitar 80-an LSM pada 198 0, tercatat 320 pada 1982. Dan pada 1985 bergabung lebih 400 LSM. Ketika WALHI menggelar Pertemuan Lingkungan Hidup III pada 1986, dari 486 LSM lingkungan yang ada, 350 di antaranya bergabung (Tanah Air, Edisi Khusus, April 1986 No.61 tahun VI) . Kampanye WALHI tak hanya mendapatkan legitimasi

Setelah beberapa kali mengajukan gugatan, akhirnya legal standing WALHI diterima di pengadilan. Akhirnya, legal standing LSM ini ditampung dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Sejak awal, terlihat keanggotaan WALHI sangat beragam. Dia terlahir bukan hanya dari LSM lingkungan, namun juga dari kelompok HAM, konsumen, kelompok keagamaan, perempuan, pecinta alam, jurnalis, kelompok masyarakat adat, dan anggota profesi lainnya. Hal ini menunjukkan WALHI merupakan representasi dari keragaman masyarakat Indonesia, yang berkomitmen terhadap lingkungan.

Masyarakat Hukum H ukum Adat Masyarakat adat memiliki pranata sosial, ekonomi, dan hukum serta kearifan lokal patut dihargai dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Pasal 70 menyebutkan, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, penyampaian informasi dan/atau laporan. Masyarakat adat yang bermukim di wilayah geografis tertentu, secara turun-temurun adaikatan leluhur. Masyarakat adat meliputi 30 juta jiwa, terdiri dari 1.163 masyarakat hukum adat terdaftar dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan 1.062 masyarakat adat lainnya tergabung dalam Lembaga Masyarakat Adat (LMA) tersebar di berbagai daerah. Masyarakat adat ini memiliki hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup.

sumber daya air dan keanekaragaman hayati. Komunitas masyarakat adat Baduy di Banten misalnya, memiliki kearifan lokal sangat baik bagi pelestarian lingkungan. Bagi orang Baduy, gunung tak boleh digempur, lembah tak boleh dirusak. Masyarakat Baduy menerapkan larangan: menebang pohon hutan, mengubah jalan air, menangkap ikan dengan tuba, sejenis racun dari bahan alami. Berbagai kawasan hutan disakralkan,tidak boleh dimasuki selain untuk ziarah. Kearifan lokal Baduy telah melestarikan sumber-sumber air sungai-sungai yang berhulu di kawasannya. Kearifan lokal Baduy dalam menjaga dan melindungi lingkungan mendapat payung hukum peraturan daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Badui, dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat 2003/ B.V/SK/68 tentang Penetapan Status Hutan Larangan Desa Kenekes sebagai Hutan Lindung Mutlak dalam Kawasan Hutan Ulayat.

Masyarakat adat menghuni daerah pedalaman, pesisir, pulau-pulau kecil bahkan pulau-pulau perbatasan.

Kearifan serupa sama dimiliki masyarakat adat

Kedudukan masyarakat adat di pulau terluar strategis sebagai penunggu wilayah negara. Dan ksangat arena

di Sumatera, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur,Kalimantan, dan Papua. Di Kepulauan Raja Ampat,

hubungan kuat dengan lingkungan, kearifan lokal masyarakat adat menyelamatkan ekosistem pesisir dan laut, ekosistem lahan basah dan hutan, melestarikan

Papua Barat, misalnya, masyarakat melambangkan alam sebagai ibu, karena itu harus dihormati dan diperlakukan penuh perhatian. Masyarakat

125  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

pesisir masih teguh menerapkan sasi, larangan adat mengambil hasil kebun kelapa dan larangan menangkap ikan pada periode tertentu. Larangan adat ini memberi kesempatan buah kelapa berkembang,

ikan serta berbagai biota laut berkembang biak. Sasi laut mengatur pemanfaatan sumberdaya laut, menetapkan pembatasan alat tangkap, jenis yang boleh ditangkap, lokasi dan waktu panen hasil laut.

Perguruan Tinggi Peran perguruan tinggi dalam lingkungan hidup dapat dilihat dari perspektif pelaksanaan Tri Tri Darma: ‘Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Berbagai perguruan tinggi telah berperan aktif dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Diantaranya Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Diponegoro, Universitas Brawidjaya Malang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Negeri Malang. Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam memulai gerakan pendidikan lingkungan di Indonesia. Selama 1970-an dan 1980-an, perguruan tinggi menjadi gerbang utama gerakan pendidikan lingkungan. Forum-forum diskusi telah mendorong perkembangan berbagai pendidikan lingkungan.Beberapa universitas mulai menyediakan kursus pendidikan lingkungan dalam program sarjana dan pascasarjana, baik sebagai program studi pilihan atau wajib.

Penting dicatat, peranlembaga swadaya masyarakat, seperti WALHI, Klub Indonesia Hijau (KIH), yang merangsang pendidikan lingkungan di kalangan mahasiswa. Sejumlah besar aktivis lingkungan dan pendidikan lingkungan berasal universitas besar. Banyak orang yang terlibat dalam isu lingkungan dan pendidikan lingkungan telah aktif sejak belajar di universitas. Pada 1979, Pusat Studi Lingkungan (PSL) pertama kali dibentuk diberbagai perguruan tinggi. Dalam perkembangannya, PSL menjadi alat perluasan kerja Kementerian Lingkungan Hidup di bidang penelitian, pelatihan dan pengelolaan lingkungan di daerah. Semakin beratnyamasalah lingkungan dan kebutuhan keahlian, PSL menjadi sarana peningkatan kemampuan dan pelayanan. Meski secara struktural tetap dibawah dan bertanggungjawab kepada perguruan tinggi, PSL berperan besar dalam pendidikan lingkungan hidup di daerah. Saat ini tercatat tak kurang 88 PSL di Indonesia.

Pusat Studi Lingkungan Hidup Perguruan Tinggi Beberapa perguruan tinggi mendirikan Pusat Studi dan menyediakan fasilitas untuk penelitian Lingkungan Hidup, yang bisa sebagai contoh mahasiswa S2 dan S3. lembaga yang berorientasi menghasilkan penemuan baru dalam lingkungan hidup dan mewujudkan Dalam kegiatannya, Pusat Studi menjalin kerjas ama pembangunan berkelanjutan. Pusat Studi ini dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar menyelenggarakan dan memfasilitasi kajian kritis negeri. Di antaranya dengan KLH, Bappenas, BPPT, dan holistik lingkungan hidup. Selain itu, lembaga pemerintah daerah, Yayasan Rockefeller dan Ford ini juga menyebarkan dan menerapkan hasil kajian Foundation. Dalam kurun 1978-1994, Pusat Studi itu dalam kerangka Tri Dharma Perguruan Tinggi,  juga  ju ga me meng ng el ol olaa da na pe pend nd id idik ik an ba gi do dose se nutamanya penelitian. dosen dari lima universitas yang ingin melanjutkan pendidikan ilmu pengelolaan sumberdaya alam Pusat Studi dilengkapi perpustakaan dengan dan lingkungan. Dengan demikian, telah terbentuk koleksi buku, jurnal/ majalah dan laporan, ruang Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya penyimpanan alat laboratorium portabel, yang dapat digunakan untuk penelitian kualitas

Alam dan Lingkungan di tujuh universitas tersebut. Dengan semakin besar proyek dana pendidikan ini,

lingkungan. Selain itu, Pusat Studi juga didukung laboratorium lain di lingkungan kampus setempat

DIKTI-Depdikbud mengambil alih pengelolaannya dari PPLH pada 1994.

126  

Pengembangan Pendidikan Pendi dikan Teknik Teknik Lingkung Lingkungan an di Indonesia Salah satu indikasi pengarusutamaan lingkungan hidup di Indonesia adalah dari perkembangan disiplin ilmu di pendidikan formal tingkat perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pengembangan pendidikan

Program studi Teknik Teknik Lingku ngan merupakan lemba ga pendidikan tinggi dalam bidang rekayasa dan pengelolaan lingkungan binaan, yaitu di lingkungan permukiman, perkotaan dan pedesaan, perindustrian,

Teknik Lingkungan di Indonesia.Dalam perjalanan waktu, pendidikan Teknik Sipil berkembang di ITB (didirikan tahun 1959), melahirkan Departemen Teknik Penyehatan pada 10 Oktober 1962. Sebagai yang pertama di Indonesia, lahirnya Departemen Teknik Penyehatan ini merupakan tonggak resmi berdirinya pendidikan tinggi Teknik Lingkungan (TL) di Indonesia.

pertambangan, minyak dan gas, serta lingkungan alami yang terkait dengan lingkungan binaan.

Pada tahun 1984, seiring dengan peningkatan permasalahan di bidang lingkungan terutama dengan semakin cepatnya era industrialisasi maka lingkup kajian keilmuan Teknik Penyehatan kemudian diperluas menjadi Teknik Lingkungan, sehingga nama departemen ini berubah menjadi Departemen Teknik Lingkungan. Pendidikan Teknik Lingkungan kemudian berkembang ke perguruan-perguruan tinggi lain yang ada di Indonesi a. Sampai saat ini perguruan tinggi yang memiliki program studi TL di Indonesia berjumlah sekitar 30 perguruan tinggi yang tersebar di pulau Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Body of knowledge   dari

Program Studi Teknik Lingkungan sebagai sebuah disiplin ilmu teknik antara lain bergerak dalam bidang: penyediaan air; kese hatan lingkungan, termasuk keselamatan dan kesehatan kerja; pengendalian pencemaran, konservasi sumbersumber daya air yang dapat diperluas dengan sumber daya alam;sistem manajemen lingkungan; dan penilaian dampak dan resiko lingkungan. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia membuka  je njan  jenj ang g pe pend ndid idik ik an SS-1, 1, SS-22 da dan n SS-33 di bi bida dang ng pendidikan Teknik Lingkungan dan telah banyak melahirkan lulusan-lulusan yang bergerak di bidang pengelolaan lingkungan dan bidang lainnya.Sebagai contoh di ITB, sampai saat jumlah lulusan yang dihasilkan adalah sekitar 2.600 lulusan S-1, 600 lulusan S-2 dan 30 lulusan S-3 dan bekerja pada berbagai bidang terutama di bidang keciptakaryaan dan industri khususnya industri pertambangan. Jumlah lulusan yang dihasilkan tersebut masih belum mampu menjawab kebutuhan sarjana Teknik Lingkungan.

Foto: Istimewa

127  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Media Massa Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, media hidup membutuhkan peran banyak pihak: pemerintah,  juga  ju ga me memi mililiki ki pe pera ran n me menye nye le lesa sa ik an ka su suss liling ngku kung ngan an swasta, lembaga swadaya masyarakat, media massa hidup, baik yang ditempuh melalui jalur pengadilan dan masyarakat luas. Media massa bisa aktif berperan atau luar pengadilan. Secara umum, media massa dalam menyadarkan masyarakat untuk berpartisipasi bisa menjalankan peran edukasi, kampanye, advokasi, dalam pelestarian lingkungan hidup. Media bertanggung jawab memberikan informasi yang benar, mendidik, dan mendorong masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian lingkungan. Sebagai bagian dari masyarakat, media memiliki hak dan kesempatan yang sama berkiprah dalam perlindungan

mediasi dan aksi lingkungan hidup. Dari analisis berita media terlihat tren kesadaran lingkungan yang meningkat. Bila pada 2009 tema hutan, lahan dan kehati yang menjadi isu utama media, pada 2010 dan 2011, kampanye lingkungan menjadi topik yang banyak dibahas dan menjadi perhatian media.

Media Massa dalam Pemberitaan/Informasi Lingkungan Hidup • Ruang Pemberiitaan/Informasi Pemberiitaan/Informasi LH menigkat (9 Surat Kabar Nasional)

   

∙ Tahun 2009: +/- 16 berita/in fo per hari ∙ Tahun 2010: +/- 18 berita/in fo per hari

• Media Peduli isu lingkungan : Kolom/program khusus, Aksi (bersepeda, menanam pohon), green office

10 Besar Tema/Isu LH 2009 - 2011 No

2009 

%

2010 

%

2011 

1

Hutan dan Lahan

15

Kampanye Lingkungan

20

Kampanye Lingkungan

13

2

Keanekaragaman Hayati

14

Isu lainnya

19

Hutan dan Lahan

11

3

Perubahan Iklim

12

Hutan dan Lahan

13

Penegakan Hukum LH

7

4

Kampanye Lingkungan

11

Bencana Lingkungan

10

Keanekaragaman Hayati

6

5

Sungai dan Danau

7

Keanekaragaman Hayati

8

Bencana Lingkungan

6

6

Tata Ruang

6

Perubahan Iklim

7

Sampah

6

7

Sampah

6

Sampah

6

Tata Ruang

5

8

Penegakan Hukum LH

5

Penegakan Hukum LH

6

Perubahan Iklim

4

9

Teknologi Lingkungan

5

Standar Lingkungan

4

Limbah B3

4

10

Pesisir dan Laut

4

Tata Ruang

4

Pencemaran Air

4

Gambar 3.27 Media Massa Dalam Pemberitaan/Info Pemberitaan/Informasi rmasi Lingkungan Hidup

Masyarakat Umum Peran-serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan mandat UUD 1945 pasal 28 H ayat (1 ) serta UU N omor 32 Tahun Tahun 2009. Undang undang Nomor 32 itu menyatakan, lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak semua masyarakat. Dengan demikian, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

Penyertaan masyarakat dimaksudkan agar : a. Meningkatkan kepedulian; b. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan, kemitraan; c. Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan; d. Menumbuh kembangkan ketanggapsegeraan

manusia.Selain itu dijelaskan pula bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-

untuk melakukan pengawasan sosial; e. Mengembangkan dan menjaga budaya dan

%

luasnya berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

kearifan lokal. Dalam pelaksanaan peran itu, masyarakat dapat

128  

melakukan 3 hal: a. Pengawasan sosial; b. Pemberian usul, saran, keberatan dan pengaduan; c. Penyampaian informasi dan laporan. Untuk memfasilitasi peran-serta masyarakat masyarakat dilakukan pendekatan melalui: a. Pemberdayaan masyarakat pesisir; b. Pemberdayaan masyarakat sekitar DAS; c. Pemberdayaaan masyarakat daerah rentan. Kelompok masyarakat di pesisir utara Jawa misalnya, melakukan gerakan bersamapenyelamat an pesisir didaerahnya. Di Gres ik dan Tuban, Jawa Timur, Timur, pada 2012 telah memperlihatkan kegiatan konkrit melindungi lingkungan pesisir. Di antaranya:penanaman dan memanfaatakan mangrove untuk peningkatan pendapatan. Begitu juga, ada gerakan aksi dalam mendorong perilaku ramah terhadap pesisir. Kelompok organisasi masyarakat melakukan aksi di beberapa DAS stretegis, seperti: DAS Bengawan Solo, DAS Brantas, Das Ciliwung, DAS Musi, dan DAS Mahakam. Kegiatan nya berupa kampanye dan gerakan perlindungan sepanjang DAS. Beberapa organisasi masyarakat dan LSM tertentu mempunyai daerah binaan di sepanjang DAS danmengajak masyarakat melindungi DAS itu. Berbagai aksi juga digelar: perlindungan DAS dengan melindungi sempadan sungai dengan penanaman kembali tanaman produktif.

memperkuat tiga akses: akses atas informasi, akses terhadap partisipasi, serta akses keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, di dua daerah tersebut. Lokasi binaan ini bakal menjadi contoh bagi sekitarnya dalam upaya penguatan kelompok binaan. Selain itu, melalui pendekatan keagamaan, khususnya bersama Nahdatul Ulama serta Muhammadiyah, dikembangkan Ecopesantren atau pesantren ramah lingkungan.Untuk mengembangkan program ini dilaksanakan sosialisasi dan pelatihan teknis kepada para pengurus pesantren di berbagai tempat. percontohan Ecopesantren di 10 tempat, masingmasing dua Ecopesantren setiap ekoregion. Selanjutnya, setiap Ecopesantren contoh melakukan pembinaan 10 pesantren lainnya. Alhasil,dicapai 100 Ecopesantren. Begitu juga dikembangkan Eco-Church  (gereja hijau) di berbagai daerah. Dua gereja di Kupang dan Medan dijadikan percontohan pengembangan Eco-Church. Dalam pelaksanaannya, disusun buku sebagai bahan khotbah lingkungan bagi umat Kristen. Bersama Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), buku tersebut dijadikan buku pegangan pendeta agar memahami masalah lingkungan dari perspektif teologi.

Selanjutnya, setiap gereja percontohan diberi bantuan listrik tenaga surya empat unit, sebagai penyadaran umat bahwa sinar matahari dapat digunakan sebagai energi alternatif. Harapannya, setiap umat gereja Di Sungai Ciliwung terdapat 23 kelompok masyarakat percontohan, bukan hanya peduli lingkungan, tapi yang bekerja dari hulu ke hil ir, yang melakukan kegiatan  ju  juga ga da dapa patt me mema manf nfaa aatk tk an en ener ergi gi su sury ryaa di ru ruma mahn hnya ya.. terpadu menyelamatkan sungai ini. Untuk itu, telah dilakukan penilaian masalah DAS Ciliwung dan jenis kegiatan yang perlu dilakukan kelompok masyarakat. Perencaanaan partisipatif dan gerakan aksi bersama didukung Kementerian Lingkungan Hidup, menjadi kunci kegiatan di DAS. Kelompok Pencinta Bambu di Kabupaten Bogor misalnya, telah banyak berkiprah di Sungai Ciliwung dan berupaya mengembangkan bambu di daerah lain, di luar Jawa Barat. Penguatan masyarakat di daerah rentan diarahkan pada daerah sekitar industri dan kota. Surabaya dan Balikpapan menjadi contoh pengembangan kelompok daerah rentan. Di Surabaya fokus pada masyarakat sekitar industri, di Balikpapan diarahkan pada

Berbagai upaya mendidik masyarakat telah dilakukan berbagai pihak. Namun selama ini belum ada ukuran keberhasilannya. Karena itu, diperlukan indeks yang memakai variabel nonfisik perilaku manusia pada tingkat yang berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Indeks perilaku masyarakat ini merupakan determinan terhadap baik buruknya kualitas lingkungan (Oh, et al, 2005). Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) adalah indeks yang disusun untuk mengukur perilaku kehidupan masyarakat terhadap lingkungan, mencakup perilaku terhadap sumberdaya air dan udara. Air dapat terjaga keseimbangannya melalui pemanfaatan

masyarakat sekitar pertambangan. Peran-serta

masyarakat

dikembangkan

dengan

yang tepat, ada area tangkapan hujan dan ruang terbuk a hijau. Pemanfaatan air yang tepat memperhatikan keberlanjutan,seperti membuang air limbah di

129  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

tempatnya, memanfaatkan air bekas untuk keperluan lain, tidak membiarkan air mengalir saat s aat tidak digunakan, serta perilaku lainyang menghemat air.

Angka indeks berkisar dari 0,0 hingga 1,0. Semakin mendekati 1 berarti semakin peduli masyarakat terhadap lingkungan, dan sebaliknya.Terdapat enam indikator penyusun indeks, yang dijabarkan berikut ; 1.Perilaku Konsumsi Energi, diukur melalui pemakaian lampu hemat energi dalam rumah, dalam rasio antara lampu hemat energi yang terpasang dengan lampu biasa yang terpasang terhadap ruang. Asumsinya: semakin besar rasio lampu hemat energi terhadap lampu biasa yang terpasang, semakin baik perilaku

yang digunakan untuk mengatur penggunaan air ketika mandi,cara mencuci pakaian, dan seberapa sering rumah tangga membiarkan air mengalir ketik a tidak digunakan. Asumsi yang dibangun: pentingnya perilaku hemat air bersih, sema kin minimal air bersih yang digunakan, semakin baik nilai indeksnya. 4. Perilaku Penyumbang Emisi K arbon, di ukur den gan pernah tidaknya melakukan uji emisi kendaraan dan perawatan mesin dalam setahun terakhir, penggunaan AC di rumah maupun saat berkendara. 5. Perilaku Hidup Sehat, diukur dari kebiasaan membuang air besar, tempat pembuangan akhir tinja, pemanfaatan cahaya matahari di dalam rumah, pemeliharaan tanaman sekitar rumah, penyediaan area resapan air, sumber utama air untuk mandi, masak, dan mencuci. Selain itu, juga kebiasaan mengonsumsi makanan impor, makanan yang dimasak dari tanaman sendiri, kebiasaan makan buah, sayur dan ikan. Dalam hal ini, semakin sering konsumsi dilakukan, semakin rendah nilainya, sedangkan konsumsi sayur, buah, ikan dan makanan

masyarakat. 2. Perilaku Membuang Sampah, diukur dengan mekanisme pemilahan sebelum di buang (menurut  jeni  je nisn snya ya:: samp sa mpah ah me memb mbus usuk uk da dan n ti tida dak) k) da dan n perlakuan rumah tangga terhadap barang bekas layak pakai. 3. Perilaku Pemanfaatan Air, diukur melalui peralatan

dari bahan makanan yang ditanam sendiri akan semakin tinggi nilainya. 6. Perilaku Penggunaan Bahan Bakar, diu kur melalui banyaknya konsumsi bahan bakar per kapita. Asumsi yang dibangun: semakin banyak bahan bakar untuk kendaraan bermotor, semakin rendah kepedulian terhadap lingkungan.

Sementara itu, udara sangat dipengaruhi oleh komponen lainnya. Perilaku berkendara,pe makaian bahan bakar, pembakaran sampah dan barang elektronik yang mengandung CFC, dapat memicu emisi karbon.Sejalan dengan itu, perilaku sehari-hari sangat menentukan kualitas udara.

Tabel 3.13 Indeks Perilaku Peduli Lingkungan Lingkungan

Provinsi J aw a Ti m u r J aw a Te n g a h J aw a B a r a t DKI Ja k a r t a Sumatera Utara Sumatera Selatan Bali NT T Kalimantan Barat Sul awes i S e lat a n Mal uk u

Perilaku Konsumsi energi 0,8 0,82 0,91 0,89 0,98

Perilaku membuang sampah 0,64 0,67 0,67 0,75 0,65

Perilaku Perilaku Perilaku pemanfaatan pemanfaatan penyumbang air bersih bahan bakar emisi karbon 0,43 0,35 0,62 0,41 0,31 0,61 0,39 0,31 0,63 0,47 0,34 0,68 0,39 0,34 0,63

0,94

0,66

0, 4

0,31

0,96 0,9

0,66 0,52

0,44 0,34

0,63

0,63

0,99 0,93

0,65 0,57

Perilaku hidup sehat

IPPL

0,74 0,64 0,62 0,69 0,66

0, 6 0,58 0,59 0,62 0,61

0,61

0,61

0,59

0,34 0,15

0,67 0,52

0,69 0, 7

0,63 0,52

0,37

0,28

0,61

0,62

0,52

0, 4 0,42

0,25 0,17

0,58 0, 5

0,65 0,65

0,59 0,54

Pa p u a

0,86

0, 6

0,46

0,26

0,56

0,62

0,56

Nasi onal

0, 8 8

0, 6 4

0, 4 1

0, 2 8

0,60

0,66

0, 5 7

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

130  

Secara umum indeks perilaku masyarakat terhadap lingkungan masih pada angka sedang yaitu 0,57. Ini menunjukkan perilaku masyarakat masih belum sepenuhnya baik. Hasil ini memang belum menggambarkan kondisi nyata, karena masih perlu disempurnakan konsepsinya maupun metodologi surveinya. Saat ini, baru mencakup 6.048 responden dan 12 provinsi, sehingga belum dapat merepresentasikan penduduk Indonesia. Namun begitu, hasil ini dapat dijadikan indikasi awal perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidup.

memakai kantong yang mudah diurai alam.

Meski secara nasional nilai IPPL relatif rendah, sejati nya berbagai komunitas aktif meningkatkan kesadaran masyarakat peduli lingkungan. Komunitas Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB misalnya, pada awal 2008 melancarkan kampanye anti-kantong plastik dengan penyebaran “ Plastic Phobia ’—Takut Plastik. Kampanye yang mendapat dukungan pelajar di Bandung, Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda serta WALHI ini bergaung luas, terutama di Jawa dan

Ada pula komunitas pencinta mangrove yang melakukan studi dan merehabitasi hutan mangrove yang rusak. Namanya Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (Kesemat). Komunitas mahasiswa ini terjun langsung merehabilitasi hutan mangrove di beberapa kawasan pantai utara Jawa Tengah.

Bali. Masyarakat dianjurkan saat berbelanja membawa sendiri kantong katun atau keranjang dari rumah, dan menghindari memakai kantong plastik.

Jakarta Kemangteer ( Kesemat Mangrove Volunteer ) merehabilitasi hutan mangrove Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu, serta mengembangkan ekowisata hutan mangrove, sambil menanam.

Pada 2010 kampanye “Diet Kantong Plastik” juga dilakukan kaum muda Greeneration Indonesia atau Generasi Hijau Indonesia. Kampanye dilanjutkan pada 2012 di berbagai kota di Jawa, Sumatera dan Bali. Di Bali, kampanye Say No to Plastic Bag di dukung Yayasan Yayasan Bali Cantik Tanpa Plastik dan Eco Bali, juga mendapat respon luas masyarkat. Kantong biodegradable terbuat dari singkong dan minyak nabati, yang bisa diurai mikroorganisme, hanya bertahan dalam beberapa minggu atau bulan di alam. Sedangkan kantong plastik dari polyolefin atau polivinil klorida, yang dipakai beberapa menit atau jam sebelum dibuang, ternyata perlu 500 tahun, bahkan 1.000 tahun, tahun, untuk terurai terurai di alam. Pada 1980-an kantong biodegradable sudah diproduksi Indonesia, tapi untuk melayani permintaan supermarket di luar negeri, antara lain di Hongkong. Dalam tiga tahun terakhir, kantong yang bergamabr proses penghancuran dan keterangan “Tas ini dapat hancur dengan sendirinya” sudah digunakan luas, mengganti kantong plastik.Kini masyarakat berbelanja di berbagai pasar swalayan, yang barang

Di bidang transportasi, komunitas Bike To Work , yang dibentuk di Jakarta pada 2004 baru memiliki 150 pendukung, kini sudah lebih dari 10.000 orang, yang tersebar di banyak kota. Komunitas hemat bahan bakar ini, sebagian pendukung fanatik setiap hari bersepeda ke tempat kerja dan sebagian lagi sesering mungkin bersepeda.Komunitas ini terus berkembang walau masih menghadapi tantangan di jalan raya yang tak ramah sepeda.

Komunitas ini memiliki cabang di Jakarta, melibatkan pencinta mangrove dari luar kampus, bahkan pelajar.

Untuk menghargai kiprah dan kerja keras masyarakat ada penghargaan Kalpataru, yang diberikan kepada individu atau kelompok masyarakat yang menunjukk an kepeloporan dan sumbangsihnya bagi pemeliharaan lingkungan hidup. Anugerah ini diberikan untuk mendorong dan memotivasi peran masyarakat dalam melestarik an fungsi lingkungan hidup menurut bentuk pengabdiannya masing-masing. Penghargaan Kalpataru terdiri dari empat kategori: Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan dan Pembina Lingkungan. Perintis Lingkungan diberikan kepada seseorang warga masyarakat, bukan pegawai negeri dan tokoh organisasi formal, yang berhasil merintis pelestarian fungsi lingkun gan hidup secara luar biasa dan kegiatan baru sama sekali bagi daerahnya. Pengabdi lingkungan diberikan kepada petugas lapangan dan/atau pegawai negeri yang mengabdikan diri dalam pelestarian , jauh melampaui tugas pokoknya dan berlangsung cukup lama.Penyelamat Lingkungan diberikan kepada kelompok masyarakat yang berhasil

belanja dimasukkan dalam tas yang dapat hancur sendiri. Sekitar 16.000 minimarket,midimarket dan hypermarket di seluruh Indonesia, umumnya sudah

melakukan upaya pelestarian kerusakan lingkungan.

dan

pencegahan

131  

3

Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 3.28 Penghargaan Kalpataru

Pembina Lingkungan diberikan kepada pemimpin organisasi sosial-politik dan keagamaan, pejabat, pengusaha, peneliti, dan tokoh masyarakat yang berhasil melestarikan fungsi lingkungan hidup

Sedangkan kriteria khusus,antara lain jenis upaya pelestarian, terutama mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan. Kriteria lain adalah lokasi kegiatan, ukuran kegiatan, frekuensi dan intensitas, lama

dan mempunyai pengaruh dan prakarsa untuk membangkitkan kesadaran lingkungan dan peran masyarakat guna melestarikan fungsi lingkungan hidup atau berhasil menemukan teknologi baru yang ramah lingkungan.

kegiatan, tingkat keberhasilan, swadaya dan pengorbanan, prakarsa dan motivasi, manfaat, prospek replikatif, dampak lingkungan alam-lingkungan sosial budaya dan ekonomi, banyak yang meniru, dan popularitas atau penghargaan yang diterima.Sejak 1980 hingga 2012, jumlah penerima penghargaan Kalpataru sebanyak 297orang/kelompok.

Pemangku Kepentingan Pro Lingkungan Hidup Sudah banyak masyarakat yang peduli lingkungan, namun masih sulit mengetahui secara keseluruhan di Indonesia, dan utamanya melihat sebarannya per provinsi. Hasil survei yang dilakukan KLH masih memiliki kekurangan dari sisi representas i yang diwakili

Untuk gambaran dari sisi lain, dapat dilihat beberapa unsur pemangku kepentingan dengan beberapa kriteria yang terukur, yaitu dari peraih penghargaan Sekolah Adiwiyata, Kalpataru, serta tingkat ketaatan industri yang dievaluasi melalui PROPER (Emas, Hijau

responden. Dengan begitu,masih sulit melihat tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup.

dan Biru).

132  

    2     1     0     2  ,    p    u     d     i     H    n    a    g    n    u     k    g    n     i     L    n     i    r    a    e    t    n    e    m    e     K    :    r    e     b    m    u     S

   p    u     d     i     H    n    a    g    n    u     k    g    n     i     L    o    r     P    n    a    g    n     i    t    n    e    p    e     K    u     k    g    n    a    m    e     P    e    s    a    t    n    e    s    o    r     P    n    a     d     h    a     l    m     J    u     9     2

 .     3    r    a     b    m    a     G

133  

4

CATATAN KHUSUS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

134  

“Kualitas lingkungan hidup Indonesia cenderung menurun karena berbagai tekanan.Namun di sela catatan ihwal mutu lingkungan yang menurun, bisa dijumpai upaya-upaya yang berpihak kepada lingkungan hidup. Ini ibarat dua sisi yang saling berpacu, antara ancaman dan d an harapan bagi lingkungan hidup” hidup”..

135  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Di beberapa lokasi dijumpai pula praktik perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang patut diberi catatan khusus. Aksi-aksi tersebut digelar berbagai lembaga, komunitas, maupun dunia usaha. Praktik dapat menjadi pendorong, mampu memberi inspirasi, bahkan menjadi model upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Cirebon. Di tempat lain, ada perusahaan swasta aktif melestarikan ratusan spesies bambu, bahkan menjadi tujuan peneliti dari berbagai negeri. Di pelosok lain, di Raja Ampat,peraturan lingkungan hidup yang hanya ditandatangani kepala kampung, dengan dukungan masyarakat,dapat mengawal upaya perlindungan terumbu karang dan ekosistemnya.

Ketika deforestasi masih terjadi, luas area tutupan hutan malah meningkat di beberapa pulau besar. Mengapa demikian? Jawabannya, antara lain adanya moratorium izin pemanfaatan hutan, pengembangan hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, dan hutan desa. Ketika mata air di lereng Gunung Ciremai harus dijaga, Pemerintah Kota Cirebon sepakat membayar  jasa  ja sa liling ngku kung ngan an ke kepa pada da Ka bu bupa pate ten n Ku Kuni ning ngan an de demi mi menjaga kelanggengan sumber air bagi warga

Juga patut dicatat, kerjasama koordinatif dan integratif antar-kementerian dan lembaga dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan, seperti aksi penyelamatan danau-danau yang bermasalah, aksi pengelolaan Teluk Teluk Tomini Tomini dan pengelolaan Selat Bali. Demikian pula catatan khusus perlu diberikan bagi penegakan hukum dalam kasus dan penanganan sengketa lingkungan—termasuk sengketa lingkungan lintas-batas negara.

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN Pulau Sumatera Terletak di dataran sunda ( Sunda Land ), ) , Sumatera Dibandingkan dengan kondisi tahun 2000, luasan memiliki tipe ekosistem hutan yang lengkap: dari tutupan hutan Pulau Sumatera turun kurang lebih 3 mangrove dan gambut di pantai timur hingga  juta  ju ta hek h ekta tar. r. Defo De fore rest stas asii tert te rt in ingg ggii terj te rjad adii di R ia iau, u, dis d isus usul ul hutan pegunungan di bukit barisan di bagian barat Jambi dan Sumatera Utara (Gambar 4.2). Penurunan Sumatera. Ekosistem ini menyimpan kekayaan flora luasan hutan itu lantaran alih fungsi untuk lahan lain, dan fauna yang tidak ternilai harganya. Beberapa terutama hutan tanaman, perkebunan dan pertanian, tempat menyimpan tingkat endemisitas yang tinggi, seperti te rlihat pada gambar 4.1 . Total Total luas huta n pada 2011 di pulau ini sekira 13,7juta hektar. Provinsi Riau memiliki hutan terluas, disusul Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatera Barat. Namun bila dibandingkan dengan luas provinsi, proporsi hutan Aceh paling tinggi (56 persen) disusul Sumatera Barat (47 persen) dan Bengkulu (37 persen). Lampung memiliki proporsi penutupan hutan terkecil, 9,5 persen.

serta lahan tidak produktif berupa lahan terbuka dan semak belukar. Degradasi hutan primer menjadi hutan sekunder  juga  ju ga cu cuku kup p lu luas as (G (Gam amba barr 4. 4.3) 3).. La Laha han n te terb rbuk uk a, la lada dang ng,, semak belukar dan hutan sekunder mungkin bagian tahapan suksesi dari pertanian lahan berpindah (shifting cultivation ) yang sudah lama dipraktikkan masyarakat adat (Burgers, Ketterings, & Garrity, 2005; Stolle et al. 2003; Imber non, 1999, Kett erings, Wibowo, van Noordwijk & Eric Penot, 1999) .

136  

Gambar 4.1. Perubahan tutupan hutan P. Sumatera (a) 2000, (b) 2003, (c) 2006, (d) 2009, 2009, (e) 2011, (f) Deforestasi 2000 – 2011

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Sumber: Kementerian Kehutanan

137  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.2. Perubahan tutupan hutan Provinsi di Pulau Sumatra Lampung 2011 2009

Sumatera Selatan

2006 Bengkulu

2003 2000

    h    a    r    e    a     D

Sumatera Barat Jambi Riau Sumatera Utara

Daerah Istimewa Aceh -

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

ribu hektar

Sumber: Kementerian Kehutanan

Gambar 4.3. Perubahan hutan tahun 2000 menjadi tutupan lahan lain di tahun 2011 di Pulau Sumatera Penutupan Lahan Lain Transmigrasi Permukiman Tambang Lahan Terbuka Semak Belukar/Savana Tambak  Sawah Pertanian Lahan Kering Perkebunan HTI Hutan Sekunder Hutan Primer 0

10

20

30 Persen

40

50

60

Sumber: Kementerian Kehutanan

138  

Pulau Kalimantan a.

Gambar 4.4 Perubahan tutupan Hutan P. Kalimantan (a) 2000 dan (b) 2011

b.

Sumber: Kementerian Kehutanan

139  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Setelah Greenland dan Papua, Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia yang menjadi bagian dataran Sunda. Kalimantan dianugerahi berbagai ekosistem hutan dengan keanekaragaman tinggi, diantaranya hutan mangrove, hutan kerangas, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Luas total hutan

persen dari luas wilayah); disusul Kalimantan Tengah, 8,4 juta hektar (53,6 persen); dan Kalimantan Barat, 6,3 juta hektar (42,9 persen). Sementara Kalimantan Selatan mempunyai tutupan hutan yang paling rendah, 0,9 juta hektar (24,1 persen) (Gambar 4.4). Dibandingkan kondisi pada 2000, tutupan hutan turun sebesar 2,8 juta hektar, dengan penurunan tertinggi

Kalimantan pada dari 2011luas mencapai juta hektarTimur atau sekira 54 persen daratan.29Kalimantan mempunyai tutupan hutan terluas, 13,6 juta hektar (69

di Kalimantan (0,98 juta(Gambar hektar),4.5). diikuti Kalimantan TimurTengah (0,87 juta hektar)

Gambar 4.5. Perubahan tutupan hutan Provinsi di Pulau Kalimantan

2011 2009

Kalimantan Timur

2006 2003 2000 Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

kalimantan Barat

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

Hektar Sumber: Kementerian Kehutanan

Sejarah perubahan tutupan lahan di Kalimantan terkait erat dengan pola perubahan iklim. Pada periode tertentu,musim kering (ELNino) menyebabkan kekeringan panjang dan kebakaran hutan—seperti pada 1982 dan 1997. Saat itu, jutaan hektar hutan dan lahan terbakar. Kebakaran menciptakan tutupan hutan sekunder, semak belukar dan padang alang-alang. Selain itu, masyarakat tradisional dengan pertanian berpindah juga akrab dengan api,sebagai alat bantu

hingga bersukses menjadi hutan lagi. Introduksi pertanian lahan basah menetap di ekosistem gambut dalam skala luas (1 juta hektar) pernah dilakukan pada 1997 - 1998, yang mengubah ekosistem gambut menjadi sawah. Sayangnya, proyek raksasa ini gagal dan berdampak besar. Hingga saat, proyek itu menyisakan semak belukar di ekosistem gambut Kalimantan Tengah. Gambar 4.6 menunjukkan perubahan hutan pada 2000, menjadi berbagai penutupan lahan pada 2011. Sebagian besar hutan primer pada 2000

pembukaan lahan (Mertz et al., 2008). Peladang berpindah membuka hutan untuk dijadikan ladang, dan meninggalkannya untuk beberapa tahun (bera),

berubah menjadi hutan sekunder, semak belukar dan perkebunan, dan sebagian kecil menjadi hutan tanaman, lahan pertanian dan permukiman.

140  

Gambar 4 .6. Perubahan hutan tahun 2000 menjadi tutupan lahan lain di tahun 2011 di Pulau Kalimantan

Penutupan Lahan Lain Transmigrasi Permukiman Tambang Lahan Terbuka Semak Belukar/Savana Tambak  Sawah Pertanian Lahan Kering Perkebunan HTI Hutan Sekunder Hutan Primer 0

10

20

30

40

50

60

persen Sumber: Kementerian Kehutanan

Pulau Papua Provinsi Papua dan Papua Barat di dataran Sahul, dipisahkan garis Wallace dan garis Weber dengan dataran Sunda. Sumber daya hutan kedua provinsi ini sangat kaya dan memiliki endemisitas tinggi. Pada 2011, tutupan hutan di Papua dan Papua Barat mencapai 34 juta hektar, atau mencakup 82,2 persen wilayah kedua provinsi itu (Gambar 4.7). Sampai kini, tekanan terhadap hutan di kedua provinsi ini relatif kecil dibandingkan dengan provinsi lain. Tak mengherankan, perubahan tutupan hutan di Papua dan Papua Barat selama 2000 – 2011 sangat kecil

Penutupan lahan yang cenderung menurun menuntutupaya menjaga dan meningkatkan tutupan hutannya perlu ditingkatkan. Di antaranya, kebijakan moratorium hutan, seperti Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola pada hutan alam primer dan lahan gambut—kini diperpanjang lagi.

(Gambar 4.8). subsisten, Eksploitasisehingga sumber daya da ya hutan sebagian besar bersifat tutupan hutan pada

Kesadaran dalam pembangunan bentuk rehabilitasi, penanamanitu satumewujud miliar pohon, hutan

Kunci keberhasilannya terletak pada kesadaran bersama untuk mengembalikan fungsi hutan yang rusak, menekan laju degradasi hutan dan deforestasi.

2000 sebagian menjadi hutan sekunder, dan sangat sedikit yang berubah menjadi semak belukar, lahan perkebunan, pertanian dan permukiman (Gambar 4.9).

tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan serta hutan desa. Begitu jugapenegakan hukum serta standar verifikasi legalitas kayu.

141  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.7. Deforestasi Hutan Pulau Papua 2000 - 2011

Hutan Deforestasi Tutupan Lahan lainnya

Sumber: Kementerian Kehutanan

142  

Gambar 4.8. Perubahan tutupan hutan Provinsi di Pulau Papua 2011 2009 2006 2003 2000

Papua Barat Papua

0

5.000.000

10.000.00

5.000.000

20.000.000

25.000.000

hektar Sumber: Kementerian Kehutanan

Gambar 4.9. Perubahan hutan tahun 2000 menjadi tutupan lahan lain di tahun 2011 di Pulau Papua Penutupan Lahan Lain Transmigrasi Permukiman Tambang Lahan Terbuka Semak Belukar/Savana Tambak  Sawah Pertanian Lahan Kering Perkebunan HTI Hutan Sekunder Hutan Primer 0

10

20

30

40

50

60

70

persen

Sumber: Kementerian Kehutanan

143  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Keberhasilan Kuningan Dalam Konservasi Hutan 2

Jawa yang dihuni 1.026 orang per km   menjadi pulau terpadat di muka Bumi. Laju pertambahan penduduknya pun sangat tinggi: 2 persen lebih per tahun. Kepadatan dan peningkatan penduduk yang cepat dikhawatirkan memicu deforestasi. Contoh serupa dapat dilihat di Cina (Zhang, Uusivuori, and Kuuluvainen, 2000), Brazil (Andersen, 1996), Mexico (Barbier and Burgess, 1996), Thailand (Cropper, Griffiths, and Mani, 1997), Tanzania (Kaoneka and Solberg,1997) dan di Papua Nugini (Ningal, Hartemink and Bregt, 2008). Menurut Badan Planologi (2010), laju deforestasi di Jawa mencapai 13.520 hektar setiap tahun. Meski begitu, sebuah contoh menarik di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, bisa menjadi teladan bagi upaya perbaikan lingkungan. Antara 1997 hingga 2009, tutupan hutan Kuningan justru mengalami reforestasi (penghutanan kembali). Hal itu bisa dilihat pada Gambar 4.10, sedangk an peta penutupan lahannya disajikan Gambar 4.11. Perubahan dari deforestasi menjadi reforestasi dike nal dengan istilah forest transition  (Transisi hutan). Teori forest transition   pertama kali dikemukakan Mather (2004) ketika meneliti perubahan tutupan hutan di Skotlandia. Reforestasi di sana terjadi sebagai upaya untuk melepaskan ketergantungan kayu impor dari Inggris. Ada beberapa faktor yang menyebabkan reforestasi Kabupaten Kuningan terjadi: a) Keberhasilan

program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) Perhutani  Program

ini memberi keuntungan ekonomi bagi peserta PHBM. Selain boleh mengolah lahan hutan selama beberapa tahun, petani juga mendapatkan bagihasil saat kayu dipanen. Program ini juga memberi kepastian batas kawasan hutan dan lahan milik. b)  Insentif ekonomi Harga kayu sengon ( Paraserianthes falcataria )

yang terus meningkat membuat petani bergairah menanam pohon. Siregar et al.(2007) menyatakan pada 2003 satu kubik kayu sengon seharga Rp 250 ribu, dan pada 2008, sudah mencapai Rp 600 ribu. Selama lima tahun mendatang, harganya akan mencapai Rp 1 juta per meter kubik. Strategi pengurangan kemiskinan melalui PHBM,  juga  ju ga be berp rpen enga garu ruh h pa pada da ra rata ta -r -rat ataa pe pend ndap apat atan an rumah tangga.Dari penelitian di Kalimati, Japara, diketahui pendapatan rumah tangga atas akses lahan PHBM mencapai Rp 43.664,16 atau 6,60 persen dari total pendapatan per bulan. Sementara itu, nilai ekonomi dari akses lahan di luar lahan PHBM hanya Rp 3.383,33 (0,50 persen). Untuk Desa Jabranti mencapai Rp 33.664,58 atau 3,6 persen dari total pendapatan pendapatan per bulan, dengan perolehan dari pendapatan di luar lahan PHBM, Rp 35.197,56 (3,77 persen). c) Urbanisasi   Banyak petani Kuningan juga bekerja di beberapa kota besar sebagai pekerja informal. Para petani ini memilih menanam pohon di ladangnya ketika bekerja di kota, karena tidak perlu perawatan intensif. d) Dukungan pemerintah daerah, Perhutani, lembaga donor dan LSM

  Berbagai program reforestasi dilakukan melalui PHBM, baik oleh pemerintah daerah, Perhutani, lembaga donor dan LSM. Tercatat pada 2003, para pihak tersebut mengalokasikan dana Rp 2,4 miliar untuk PHBM (Setiamihardja 2003). Dorongan lebih lanjut atas kehendak politik Kabupaten Kuningan pada saat menggagas dan menggulirkan PHBM, semakin dimantapkan melalui alokasi program PHBM dalam kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 5 tahunan.

144  

Gambar 4.10. Diagram perubahan penutupan lahan Kab. Kuningan 1997, 1999, 2002, 2009

30.000,00     )    a     h     (    n    a     h    a     L    n    a    p    u    t    u     T    s    a    u     L

25.000,00 20.000,00 15.000,00 10.000,00 5.000,00 0,00 1997

1999

2002

2009

 Tahun  Ta hun

Sumber: Kementerian Kehutanan

Gambar 4.11. Peta perubahan tutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun 1997, 1999, 2002, 2009

Sumber : Prasetyo, Damayanti dan Masuda, 2013

145  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Selain itu,pengarus-utamaan konservasi sumber daya alam juga dilakukan di berbagai bidang: (a) Deklarasi sebagai kabupaten konservasi dan telah dituangkan dalam visi dan misi Kabupaten Kuningan.

seluas 71,5 hektar. Hutan-hutan kota ini dibangun sesuai karakteristik dan tipologi setiap wilayah. Selain sarana rekreasi, juga bisa sebagai kantong-kantong konservasi. (h) Kerjasama hulu-hilir dalam pemanfaatan

(b) Penanaman pohon bagi pasangan yang akan

air.   Mekani sme kerja sama dibangun untuk menumbuhkan komitmen pengguna di hilir

menikah (Pengantin Peduli Lingkungan/ PEPELING). Program ini digagas pada 2005,

(Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon) agar berkontribusi upaya-upaya pemeliharaan catcment area di hulu (Kabupaten Kuningan). Kuningan).

untuk membangun tanggungjawab dan kesalehan sosial para calon pengantin bagi upaya penanganan lahan kritis, (c) Penanaman pohon setiap promosi jabatan (Aparatur Peduli Lingkungan/APEL) . Program ini khusus seluruh PNS K abupaten Kuningan, Kuningan, (d) Program Seruan Siswa Baru Peduli Lingkungan (SERULING) . Program ini mendorong kesadaran siswa untuk mencintai pelestarian sumeber daya alam dan lingkungan, melalui gerakan penanaman siswa baru, SLTP dan SLTA, minimal 2-5 pohon tiap siswa, (e) Program Pengelolaan Kawasan Konservasi Bersama Masyarakat (PKKBM).   Program ini diterapkan di Taman Nasional Gunung Ciremai, dalam bentuk modifikasi sistem pengelolaan taman nasional, ke arah yang berbasis komunitas. Diharapkan konsep PKKBM Kabupaten Kuningan akan menjadi teladan bagi konsep pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, yang cenderung kaku aturan, (f) Pengembangan Model Desa Konservasi (MDK).  Sampai 2013, telah terbangun 10 MDK di sekitar Gunung Ciremai, kerja sama antara Pemkab Kuningan dengan Dirjen Bangda (Kemendagri) dan satu desa kawasan hutan rakyat melalui peran APBD Kabupaten. Dampak positif yang diharapkan:terciptanya budaya konservasi, melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hutan berimbang antara ekologi, sosial dan ekonomi, dan pengembangan hutan (g) kota. P embangunan Kebijakan membangun hutan kota 1 lokasi

Naiknya konsumsi air minum menuntut PDAM Kota Cirebon meningkatkan sumber air dari Kabupaten Kuningan. Lantas, Kuningan berupaya mengajak Kota Cirebon bekerja sama memelihara kelestarian Gunung Ciremai sebagai kawasan resapan air yang selama ini memasok kebutuhan air masyarakat Kota Cirebon. Kesepahaman untu k konservasi sumber mata air bisa diraih karena komitmen politik dari kedua pemimpin wilayah. Komitmen politik, dengan dukungan publik, mampu mendorong penyelesaian masalah air lintas-wilayah yang saling menguntungkan. Kerja sama ini disepakati pada 17 Desember 2004, berupa Perjanjian Kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Kuningan dengan Pemerintah Kota Cirebon, tentang Pemanfaatan Sumber Mata Air Paniis, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Perjanjian pembayaran jasa lingkungan itu merupakan bentuk kepedulian terhadap nilai hidrologis dan kelangsungan sumber air. Dana konservasi dimanfaatkan untuk pemeliharaan hutan, guna menyelamatkan sumber air lintas-wilayah. Dalam skema pembayaran jasa lingkungan ini diatur kewajiban masing-masing pihak. Besarnya dana kompensasi konservas i dihitung dengan menimbang produksi air dari sumber air, tarif yang berlaku sebelum diolah bagi pelanggan di Kota Cirebon, dan tingkat kebocoran air. Untuk 2005 misalnya, dana kompensasi konservasi Gunung Ciremai disepakati Rp1,75 miliar. Dengan satu catatan: dana kompen sasi ini secara khusus untuk mendanai konservasi di zona resapan air Paniis sebagai sumber mata air.

di setiap kecamatan, masih terus dilaksanakan. Sampai 2013, telah dibangun 17 hutan kota,

Skema pembayaran jasa lingkungan muncul karena Kota Cirebon tak punya sumber air baku air bersih

146  

yang memenuhi syarat. Skema ini seiring dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dengan begitu, pemerintah kabupaten dan kota yang memiliki sumber daya air memiliki wewenang mengupayakan menjadi sumber pendapatan asli

- Peraturan daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pelestarian Satwa Burung dan Ikan, - Peraturan daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kebun Raya Kuningan, - Perjanjian Kerja sama antara Kabupaten Kuningan dengan Kotamadya Cirebon Nomor 44

daerah (PAD).Contoh pembayaran jasa lingkungan Kota Cirebon kepada Kabupaten Kuningan mungkin dapat dikembangkan di daerah lain dalam berbagai variasi.

Tahun 2002 tentang Pemanfaatan Sumber M ata Air Paniiss, - Keputusan Bersama antara Bupati Kuningan dengan Bupati Cirebon Nomor 690/Kep.08Huk/2011 tentang Kerja sama Pemanfaatan Sumber Mata Air Cigusti, Cibodas, dan Talaga Nilam, - Surat Keputusan Bupati Kuningan Nomor 522/ Kep.01-HUTBUN/2006 tentang Penetapan Tanaman Endemik dan Langka Lokal Kabupaten Kuningan.

Pengarusutamaan konser vasi juga berbentuk produk hukum konservasi. Sejauh ini, produk hukum terkait konservasi yang dihasilkan Kabupaten Kuningan di antaranya: - Peraturan daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Air,

PENGENDALIAN KERUSAKAN SUNGAI Sungai Ciliwung Ciliwung merupakan sungai lintas-batas provinsi yang mengalir di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Daerah

Jakarta dan kawasan tertentu Jabodetabek (konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air); dan 3) Wilayah

2

Aliran Sungai (DAS) Ciliwung seluas 521 km , sungai utamanya mengalir sepanjang 109,7 km, dengan kemiringan rata-rata 1/70 (6,3 – 1.500 m dpl). Daerah Aliran Sungai Ciliwung membentang dari kaki Gunung Pangrango di Puncak, Kabupaten Bogor, sampai ke Teluk Jakarta, seperti nampak pada gambar 4.12. Topografi Sungai Ciliwung di bagian hulu berupa perbukitan atau pegunungan, sedangkan di hilir berupa dataran rendah. Berdasark an PP Nomor 47 Tahun Tahun 1997, tentan g Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN),kawasan sepanjang Sungai Ciliwung diperuntukkan: 1) Wilayah hulu, kawasan konservasi dan pendayagunaan sumber daya alam, seperti penghijauan, sumur resapan, parit,

hilir, kawasan andalan DKI Jakarta (mencakup pengendalian daya rusak: normalisasi sungai dan muara, pembuatan waduk pengendali banjir, dan pembuatan kanal banjir) Selain sebagai kawasan resapan air utama bagi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan penyangga bagian hilir, bagian hulu DAS Ciliwung juga berkembang menjadi kawasan wisata, perdagangan dan jasa. Selain itu, di sebagian bantaran Sungai Ciliwung bagian hulu telah dipadati penduduk. Kondisi DAS Ciliwung semakin memprihatinkan dan menanggung beban pencemaran dengan menyusutnya luas tutupan lahan di hulu. Hal itu lantaran tingginya alih fungsi lahan serta masuknya limbah domestik,

revitalisasi situ dan penyediaan air baku pedesaan; 2) Wilayah tengah, kawasan andalan penyangga DKI

limbah peternakan dan pertanian, maupun limbah industri.

147  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.12. Peta lokasi Sungai Ciliwung

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Sekitar 80 persen air Sungai Ciliwung telah tercemar air limbah domestik.Sementara itu, sisa limbah berasal dari usaha skala kecil (peternakan dan pertanian) dan industri. Sampah yang bertumpuk di DAS Ciliwungtak bisa dipungkiri, mengingat kesadaran masyarakat yang relatif rendah.

degradasi lahan, yang ditunjukkan dengan alih fungsi lahan yang signifikan. Hal itu terlihat pada Gambar 4.13.

Beberapa lokasi sepanjang bantaran sungai di bagian hulu, telahmenjadi permukiman padat, sehingga meningkatk an volume sampah dan pencemaran air. Hal

Gambar 4.14 memperlihatkan tutupan lahan DAS Ciliwung pada 2010. Konversi fungsi lahan telah menyebabkan DAS Ciliwung semakin dikepung permukiman penduduk. Pemukiman di bantaran sungai juga menyebabkan penyempitan dan pendangkal an di bagian hilir. Permukiman padat berdampak pada naiknya laju aliran permukaan,

ini lantaran kurangnya fasilitas pembuangan sampah dan pengolahan air limbah domestik. Sayangnya, hal serupa juga terjadi di beberapa lokasi di bagian hilir, dengan tumpukan sampah di sejumlah titik bantaran sungai.

karena tidak adanya resapan air. Akhirnya,d ebit Sungai Ciliwung sangat tinggi pada musim hujan, namun saat musim kemarau, menjadi surut. Konversi lahan itu meningkat kan potensi bencana lingkungan: banjir dan tanah longsor.

Secara umum, kondisi DAS Ciliwung semakin memburuk, dengan meningkatnya sedimentasi karena erosi dan penyempitan sungai karena rumahrumah liar yang berjejer di bantaran sungai. Limbah cair dan limbah padat manusia, secara langsung dan tidak, masuk ke badan air. Dampaknya bisa ditebak: menurunkan kualitas air sungai dan kualitas lingkungan

Pencemaran yang tinggi karena meningkatnya sumber pencemar ke arah hilir turut menurunkan kualitas air DAS Ciliwung. Berdasarkan perhitungan Storet (KepMenLH Nomor 11 5 Tahun Tahun 2003) yang diband ingkan dengan Kriteria Mutu Air Kelas II—PP Nomor 82 Tahun 2001, status mutu air aliran utama DAS Ciliwung telah tercemar berat, seperti terlihat pada gambar 4.16.

secara umum. Merosotnya kualitas air dan daya dukung

lingkungan ini juga dipengaruhi kesadaran masyarakat Pencemaran kian memburuk di wilayah hilir Ciliwung. dan pelaku usaha terhadap lingkungan. Beratnya beban pencemar dipengaruhi tingginya Dari analisis dan ekstraksi Citra Satelit Landsat dari 2000  juml  ju mlah ah ba bakt kter erii Fec al Co Colilifo form rm ma maup upun un Tota l Co Colilifo form rm sampai 2010, diketahui DAS Ciliwung telah mengalami dari limbah padat manusia dan binatang. Pencemaran

148  

berat, atau kadar BOD dan COD yang tinggi,terutama di bagian hilir, membuat ketersedian oksigen sangat rendah.Bahkan tidak ada. Tentu saja, hal ini sangat mengganggu kehidupan biota air sungai.

menyimpulkan, 92 persen ikan di Ciliwung sudah punah, sementara 66,7 persen mollusca, udang dan kepiting juga telah mengalami kepunahan (Kompas, 15/11/2011). Saat ini, hanya dijumpai 20 jenis ikan, padahal di era 1910-an Sungai Ciliwung memiliki 187 Hasil penelitian Puslit Biologi LIPI selama 1910-2009  je  jeni niss ik an ( Ti Tim m pu pusl slit it Bi Biol olog ogii-LI LIPI PI,, 20 2009 09).).

Gambar 4.13. Perubahan Luasan Hutan dan Permukiman DAS Ciliwung, Tahun Tahun 2000-2010

Hutan Pemukiman

40.000

35.167

35.000

31.169

 

35.503

32.195

35.503

30.000     )    a     H     (    s    a    u     L

24.832

25.000 20.000 15.000 10.000 5.000

 

4.918

0

4.162 1.662

2000

2005

 

1.265

2007

 

2008

1.245

1.245

2009

2010

Tahun Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 4.14. Proporsi Perubahan Tutupan Lahan DAS Ciliwung Tahun Tahun 2000-2010

    )    r    a     t     k    e     h     (    n    a     h    a     L    s    a    u     L

40.000 35.000 2000

2008

25.000

2005

2009

20.000

2007

2010

30.000

15.000 10.000 5.000 0

   n    a    t    u     H

   n    a    n    u     b    e     k    r     P    e     /

   n    a    m     i     k    u    m    r    e     P

   a    w    a     R

    h    a    w    a     S

   r    a     k    u     l    e     B     /     k    a    m

   g    n    a    p    m     E     /     k    a     b

   a     k    u     b    r    e     T     h    a    n    a

   g    n    a     d    a     L     /    n     l    a    a

   r     i     A     h    u     b    u     T

   e     S

   n    u     b    e     K

Tutupan Lahan

   g    e     T

    T

   m    a     T

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

149  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.15. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung .tahun 2010

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 4.16. Status mutu hulu-hilir DAS Ciliwung Tahun 2010-2012 berdasarkan KMA Kelas II PP 82/2001 Memenuhi

0 -20   r   o   c    S

Cemar Sedang

-40 -60 -80 -100 -120 -140 -160

Cemar Berat

   u    n    g    g     k     l    o    e    u    a    n    a     d    s    m     l    e     H     I    a     i    a     l     G     C  .    u    m    r     i     b     1    u    w    m     C     N    u    e     S    e     J     d     L  .     A     j     3     b     M     C  .     1    m     S    e     C     J     S  .     2     C     S

   a    p    m    a     l    u    t    a     K    g     d     B  .     4     C     S

    k     i     d    u     b     i     C  .     2     C     S     A

   r    u    p    m    e     S     b    m    e     J  .     5     S     C

   n    a     l     i    c    n    a    p    a     k     i     C  .     3     C     S     A

   g    n    a     l    a     H    g    n    u     d    e     K  .     6     C     S

    i    g     i    r    a    p     i     C  .     4     C     S     A

   r    a    u     l     i     C  .     5     C     S     A

    k    o    p    e     D    a    t    a    m    r    e     P  .     7     C     S

   a    p    m    u     K     i     C  .     6     C     S     A

   u    m    a    t    u    g    u     S  .     7     C     S     A

    I     U    s    e    s     k    a    g    n    u    w     i     l     i     C  .     8     C     S

   g    n    u    t    n    a     j     i     C  .     8     C     S     A

   t    e     d    n    o     C  .     9     C     S     A

    i    a    r    a    g    g    n    a     M     M     P     Y  .     0     1     C     S     A

    i    a    r    a    g    g    n    a     M  .     9     C     S

   r     i     l     i     H    a    u     D    a    g    g    n    a     M  .     0     1     C     S

   r     i     l     i     H       k     i     P  .     1     1     A     K

 2 0 1 0  2 0 1 1  2 0 1 2  r B  a t  B e r a  a  m  g  e  C  S e d a n  S  r  a  m  C e  n u h i  e  M e m

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

150  

yang Kerusakan dan merosotnya kualitas air terjadi di DAS Ciliwung melecut adanya program pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan yang tertuan g dalam lampiran Raperpres Ciliwung, Rencana Umum (Kualitatif) Pengendalian Pencemaran Air Sungai Ciliwung ( Tahun 2010-2030). Program ini melibatkan berbagai pihak secara terpadu sebagai berikut:   a) Program Pengendalian Pencemaran Air

1. Penanganan limbah domestik, meliputi: a) Pengolahan limbah cair komunal, b)Pembangunan jaringan drainase air limbah perkotaan, serta c) Pembuatan septictank komunal. 2. Penanganan limba h industr i, meliputi : a) Identifikasi sumber dan jenis pencemar, pencemar, serta b) Pelaksanaan PROKASIH dan PROPER. 3. Pengelolaan sampah (3R) , meliputi : a) Pengelolaan sampah terpadu, b) Pengomposan sampah, serta c) Pemusnahan sampah dengan incinerator. 4. Pengendalian penggunaan pupuk pertania n, y ang meliputi : a) Penggunaan pupuk ramah lingkungan (substitusi pupuk kimia dengan pupuk organik), b) Pengendalian penggunaan pestisida sintetis. b) Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan

1. Penanganan lah an krit is, meliputi: a) Reboisasi/ penghijauan lahan terbuka/kritis, b) Rehabilitasi dan penanaman kanan-kiri sungai yang masih terbuka, c) Hutan kota dan penghijauan lingkungan, d) Agroforestry, e) Konservasi tanah pada lahan pertanian, serta f ) Penerapan insentif dalam gerakan penghijauan wilayah hulu sungai. 2. Penanganan daerah resapan, meliputi : a) Pemeliharaan situ, b) Pembuatan sumur resapan, serta c) Perbanyakan waduk-waduk resapan. 3. Pengendalian penyempitan sun gai, yang mel iputi : a) Penetapan sempadan sungai, serta

b) Pembebasan dan penataan sempadan. c) Program penataan ruang

Program penataan kawasan, meliputi: a) Revisi tata ruang, serta b) Sistem monitoring monitoring dan pengawasan pengawasan tata ruang. d) Program Penegakan Hukum

Program penegakan hukum, meliputi: a) Penegakan hukum hukum pelanggar tata ruang, b) Penegakan hukum bagi kasus pencemaran lingkungan, c) Peneguran da n pencabu tan izin operasi bagi setiap industri yang tidak memiliki IPAL, IPAL, d) Sentralisasi dan pengolahan limbah cair industri kecil.

e ) Program Peningkatan Peran serta Masyarakat 1. Pembinaan dan partisipasi masyarakat, meliputi: a) Pembentukan Pembentukan dan pembinaan forum (kelompok) peduli Ciliwung, b) Pelibatan forum peduli Ciliwung dalam berbagai kegiatan pengelolaan Sungai Ciliwung, c) Penyertaan forum/masyarakat dalam demplot (pembuatan terasering, bangunan konservasi, kompos dari sampah, gas bio dari kotoran hewan), d) Sosialisasi (bahaya akibat pembuangan sampah ke sungai, pentingnya gas bio sebagai pengganti bahan bakar, IPAL industri skala kecil dan domestik terpadu), e) Pelatihan (pembuatan gas bio, kompos, septictank komunal, pengelolaan limbah secara sederhana), serta f ) Pelibatan Pelibatan dunia usaha/swasta dalam kegiatan kegiatan pengelolaan lingkungan Sungai Ciliwung. 2. Pemberdayaan ekonomi masyarakat, meliputi: a)Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan produktif masyarakat, serta b) Pembinaan ekonomi (usaha produktif) masyaraka masyarakat. t. Kementerian Lingkungan Hidup, sepanjang 2006 – 2011 melakukan pemulihan kualitas air Sungai Ciliwung, seperti tertuang dalam gambar 4.18.

151  

 

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.17. Garis Besar Rencana Restorasi Sungai Ciliwung Tahun Tahun 2012 - 2015 R est or asi Su ng ai C i l i w u ng

Awal Pelaksanaan Percontohan

 Desain IPAL (6 Bulan dari bulan November)

Konstruksi & Sarana Utama

 

Pengerukan Pengeru kan Sungai

 

Pembangunan Pondasi

Selama menunggu penyelesaian pembangunan konstruksi IPAL dan Sarana Utama

  Penyiapan Rencana Lanjutan Lanjutan  *1 IPAL (Q=500 m3/d)  *Fasilitas Landscape menggunakan air

Penyelesaian Model Percontohan

  Evaluasi Model Percontohan   Pengoperasian Pusat Pembelajaran   Serah Terima Rencana “ Indonesian River Restoration Model”

 Awal dimulainya Pelaksanaan  

IPAL di bawah tanah

Pusat Pendidikan Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gambar 4.18. Pilot Project Pemulihan Kualitas Lingkungan Sungai Ciliwung Tahun Tahun 2006 - 2011

Pilot Project Pemulihan Kualitas Lingkungan Sungai Ciliwung  Tahun 2006 - 2011

Model IPAL Limbah Domestik Condet (Jakarta dandiCilandak ( Jakartatimur) S elatan) Selatan) WC/Septictank Komunal, IPAL Limbah Domestik, IPAL Biogas Limbah Tahu Biogas Limbah Ternak Sapi, WC/Septictank Komunal, IPAL Limbah Domestik, IPAL Limbah Padat/Sampah (3-R) Biogas Limbah Tahu, Biogas dari Limbah Tapioka, WC/Septictank Komunal, IPAL Limbah Padat/Sampah (3-R)

Biogas Limbah Ternak (Sapi), Penangkap Sedimen (Sediment Trap), Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

152  

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung di kawasan Bogor di sejumlah titik semakin terimpit perkampungan penduduk, vila, dan hotel Foto: Kompas/Riza Fathoni 

153  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sungai Citarum Citarum adalah sungai besar dan terpanjang di Jawa Barat,yang melintasi sejumlah kabupaten, sepanjang 300 km. Citarum berkategori sungai super-prioritas berdasarkan keputus an bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 1984; Menteri Kehutanan Nomor 059 Tahun 1984 dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 124 Tahun 1984. Luas DAS Citarum sekira 7.400 km 2  yang secara fisik ekologis terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, bagian hulu seluas 1.771 km 2, dengan batas antara Majalaya sampai inlet Waduk Saguling. Kedua, bagian tengah

seluas 4.242 km2, dari inlet Waduk Saguling sampai outlet Waduk Jatiluhur. Ketiga, bagian hilir dari outlet Waduk Jatiluhur sampai muara di Laut Jawa, seluas 1.387 km 2. Sungai Citarum bersumber di Gunung Wayang, Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Bandung, yang mengalir melalui Majalaya. Selanjutnya, mengalir ke bagian tengah Jawa Barat dari selatan ke arah utara; dan akhirnya bermuara di Laut Jawa di Muara Gembong. Citarum melewati empat Kabupaten: Bandung, Cianjur, Purwakarta dan Karawang, seperti terlihat pada gambar 4.19

Gambar 4.19. Peta wilayah DAS Citarum

DAS Citarum

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum

154  

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Sungai Citarum pun menjadi sumber energi listrik dengan

berasal dari kegiatan domestik, sisanya dari limbah

tiga waduk besar. Pada Waduk Saguling Jatiluhur dengan kapasitas 3.0001963 m 3,dibangun disusul Waduk pada 1986 berkapasitas 982 juta m 3, lantas Waduk Cirata yang dibangun pada 1988, berkapasitas 2.165 juta m 3. Sebagai waduk serbaguna dan tertua di Sungai Citarum, Jatiluhur juga memasok air baku PDAM di Jakarta, air baku industri, irigasi, perikanan, penggelontoran, pengendali banjir dan sarana rekreasi.

industri pertanian. Beragamindustri industri tekstil berkembang di DAS dan Citarum, terutama yang berlimbah warna dan logam berat. Seperti limbah pertanian, limbah industri banyak mengandung fosfor dan nitrogen, yang membuat perairan kaya nutrisi.

Secara hidrologis, DAS Citarum memiliki curah hujan rata-rata 2.300 mm per tahun, atau berdebit hingga 5,7 miliar m 3 per tahun. Debit Citarum sangat fluktuatif antara musim hujan dan musim kemarau. Ini berarti DAS Citarum tergolong kritis. Lantaran alirannya melewati pemukiman dan industri yang luas dan beragam, kondisi Citarum kian menurun. Populasi yang tinggal di DAS Citarum meningkat pesat, yang memberi tekanan bagi kualitas dan kuantitas sungai. Pada 2000, penduduk wilayah ini 6.178.955 jiwa, meningkat 7.867.006 jiwa pada 2010. Jumlah ini akan terus berkembang, yang bisa mencapai 11.382.200 jiwa pada 2025. Populasi ideal yang mendiami kawasan ini semestinya 3 - 4 juta  jiwa  ji wa.. Ma Masy syar arak ak at di se sepa panj njan ang g Su Sung ngai ai Ci Cita ta ru rum m mu mula laii terancam pemenuhan air bersihnya, karena kualitasnya terus menurun.

Dampaknya, perairan mengalami penyuburan berlebihan (eutrofikasi) yang terlihat dari pertumbuhan alga dan gulma yang tak terkendali. Salah satu gulma adalah enceng gond ok yang mampu berkembang biak sangat cepat. Gulma ini menyesaki Sungai Citarum, yang menghalangi penetrasi sinar matahari dan pelarutan oksigen. Hal ini dapat merusak ekosistem perairan Sungai Citarum. Karena pendangkalan, areal persawahan semakin kekurangan air, dengan kualitas yang juga memburuk. Tak pelak lagi, hal itu mempengaruhi kualitas hasil pertanian. Ratusan keramba apung di tiga waduk DAS Citarum telah meningkatkan pencemaran. Pemberian pakan ikan yang tidak proporsional telah meningkatkan unsur hara dan mempercepat sedimentasi waduk. Di beberapa segmen Sungai Citarum, terutama Citarum Hulu dan Pantai Utara, sering terjadi banjir. Ini terkait erat dengan kawasan hulu dan alih fungsi lahan di cekungan Bandung yang meningkatkan jumlah air larian dan tinggi muka air sungai seperti terlihat

Penurunan kualitas air Citaru m disebabkan banyak hal, diantaranya karena aktivitas domestik, industri dan pertanian. Kegiatan domestik menjadi penyumbang utama pencemar. Sedikitnya 65 persen pencemar

pada gambar 4.20. Laju sedimentasi meningkatkan laju pendangkalan, yang mengurangi daya tampung Sungai Citarum. Laju sedimentasi diperkirakan sebesar 0,7 - 1,7 juta ton setiap tahun.

155  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Akibat alih fungsi lahan,jumlah air larian ( run off ) di cekungan Bandung—hulu DAS ini—sebesar 3.634 juta m 3  setiap tahun. Tak mengejutkan, volume air sungai cenderung meningkat, karena menampung air larian seperti terlihat pada gambar 4.21. Kebutuhan air baku untuk air minum pun semakin meningkat, sedangkan jumlah ketersediaan air tetap. Pada saat yang sama, pengambilan air tanah-dalam makin intensif. Hal ini membuat muka air tanah turun dan penurunan permukaan tanah. Daerah yang berpotensi kekurangan air baku adalah Bandung, Bekasi, dan Karawang (Pantura). Pengelolaan air Sungai Citarum saat ini ditangani Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) (PJT) II.

adalah parameter tipikal limbah domestik; fenol: parameter tipikal limbah industri; sedangkan sulfida sulf ida bisa berasal dari domestik maupun industri. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi diferensiasi polutan dari sumber domestik menjadi domestik dan nondomestik setelah 2005. Dari indeks pencemaran (IP) nampak Sungai Citarum, dari hulu (Wangisagara) hingga Nanjung (sebelum masuk Waduk Saguling) telah tercemar sedang hingga berat.

Limbah domestik memang menjadi pencemar utama Sungai Citarum. Keterbatasan infrastruktur sanitasi menyebabkan limbah domestik sampai ke badan air tanpa melalui pengolahan. Pertumbuhan populasi, yang ditandai kian banyaknya rumah, tidak diiringi Data historis 2002 – 2012 menunjukkan hulu DAS dengan peningkatan infrastruktur sanitasi. Sementara Citarum—antara Wangisagara dengan Nanjung, tercemar fasilitas jaringan air kotor di cekungan Bandung hanya fecal coliform , sulfida, dan fenol, yang merupakan tiga terdapat di kota Bandung. Tingkat pelayanannya pun tanda utama penurunan kualitas sungai. Fecal coliform  baru mencapai kurang dari 60 persen. Gambar 4.21. Jumlah aliran air per tahun Sungai Citarum Tahun 1963-2008 9.000 8.000 7.000    )    3

  m   a    t   u    J    (

6.000 5.000 4.000 3.000

(5,3 milyar m3)

(5,8 milyar m3)

(5,6 milyar m3)

(6,0 milyar m3)

(4,4 milyar m3)

       3       6        4       6       5       6        6       6       7       6        8       6        9       0       1       2       5       6       7       8        0       8       1       8        2       8        3       8        4       8       5       8        6       8       7       8        8       8        9       9        0       9       1       9        2       9        3       9        4       9       5       9        6       9       7       9        8       9        9       0        0       0       1       0        2       0        3       0        4       0       5       0        6       0       7       0        8        6       7       7       7       3       7       4       7       7       7       7       7       9       7       8        9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       9       0       0       0       0       0       0       0       0       0       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       1       2       2       2       2       2       2       2       2       2

Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Citarum

Gambar 4.22. Indeks pencemaran di segmen sungai Citarum hulu 15 10

   P    I

5 0    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    a   a     k   t    l    r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g   r    y   n    o   u   g

   u     j    n   a    a   u     j    n   a   a   a   u     j    n   a   a   a   u     j    n   a   a   a   u     j    n   a   a   a   u     j    n     l    j    n   a   a   a   u     l    j    n   a   a   a   u     l    j    n   a   a   a   u    a    l    r    l    r    l    r    l    r    l    a   a   r    l    a   p   r    l    u   g    l    u   g    l    p   r    u   g    l    p   r    u   g    l    p   r    o   u    o   u    o   u    u   g    l    p    o   u    o   u    o   u    u   g    l    p    o   u    u   g    l    p    o   u    u   g    l    p    o   u    u    g   a   p    e    K    e    K    e    K    e    K    e    K    e    K    e    K    e    K    e    K     j     j     j     j     j    r    r    r    r    r    r     j    r    r    j     j     j    a    a    a    a    a    a    a    a    a    j     j     j     j     j     j     j     j     j    a    a    a    a    a    a    a    a    S    a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    u   n   a    j    S    i    r    a    j     i    u    n    u   n    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s    a     C    h    B   a    i    s   a     C    h    B     i    a    g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N   g    u     N    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    n    M    e    y    y    y    y    y    y    y    y    y    a    a    a    a    a    a    a    a    a a a a a a a a a a

        D

    W

    W

2002

        D

2003

        D

    W

    W

2004

        D

        D

    W

2005

2006

        D

    W

        D

    W

2007

    W

2008

        D

    W

2009

        D

2010

Sumber: Marganingrum, dkk, 2013

156  

Gambar 4.23. Peningkatan fasilitas sanitasi di cekungan Bandung Tahun 2000-2011

102 100 98    R    S    h   a    l   m   u    J

96 94 92 90 88 86 84 82

60 59 58

59,05 57,21

Jumlah SR  Persentase

   0    0    0    2

   1    0    0    2

   2    0    0    2

   3    0    0    2

   4    0    0    2

   5    0    0    2

   6    0    0    2

   7    0    0    2

   8    0    0    2

   9    0    0    2

   0    1    0    2

   1    1    0    2

57 56 55 54 53 52 51 50 49

   )    %    (

Tahun Sumber: Marganingrum dkk. (2013)

Sebuah perahu terdampar di tengah Sungai Citarum yang berubah menjadi rawa-rawa dangkal dan dipenuhi sampah Foto: TEMPO/Prima Mulia

157  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sungai Cisadane Kualitas air Sungai Cisadane yang melewati Tangerang  juga  ju ga se sema maki kin n me menu nuru run. n. Pad Padah ahal al,, ai airr su sung ngai ai in inii su sumb mber er utama bahan baku air minum bagi penduduk kabupaten itu. Berdasarkan penelitian Balai Lingkungan Hidup

Cisadane Jembatan Cikokol, Cisadane Jembatan Robinson, Cisadane Bd Pasar Baru, Cisadane Bayur, dan Cisadane-Kali Baru.

(BLHI) Tangerang pada batas 2010,normal. beberapa parameter telah melampui ambang

Perhitungan status mutu didasarkan pada hasil air sungai selama lima tahun terakhir selama 2004analisis - 2008, 200 8, dengan metoda Storet dan Indeks-Pencemaran (IP). Berdasarkan metode Storet, dapat disimpulkan tingkat pencemaran air Sungai Cisadane cenderung meningkat di setiap titik pantau; kondisi terburuk terjadi pada 2008. 200 8. Untuk melihat kecenderungan status pencemaran dari hulu ke hilir dapat dilihat pada tabel 4.1.

Secara umum, partikel kimia telah melewati ambang batas normal, yang sebagian besar disebabkan limbah rumah tangga, kotoran hewan, dan pasar. Itu terlihat dari hasil monitoring di delapan titik: Intake PDAM, Cisadane Cihuni, Cisadane Jembatan Gading Serpong,

Tabel 4.1. Status Pencemaran di Segmen Sungai Cisadane Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Titik Pantau Cisadane Intake PDAM Cisadane Cihuni Cisadane Jbt Gading Serpong Cisadane Jbt Cikokol Cisadane Jbt Robinson Cisadane Bd Pasar Baru Cisadane Bayur

Cisadane Jbt Kali Baru

Skor

-88 -100 -100 -96 -80 -80 -80 -80

D D D D D D D D

Status

Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat

Skor

-68 -76 -80 -88 -64 -64 -72 -72

D D D D D D D D

Status

Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat

Skor

-38 -42 -46 -44 -44 -48 -42 -42

D D D D D D D D

Status

Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat

Skor

-34 -38 -38 -36 -44 -36 -38 -38

D D D D D D D D

Status

Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat Berat

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Foto: Istimewa

158  

Dari tabel 4.1, terlihat semu a titik pantau DAS Cisadane, dari hulu ke hilir, berstatus tercemar berat dan tidak termasuk dalam kelas manapun. Parameter utama

berdasarkan baku mutu kelas III yang menyebabkan pencemaran DAS Cisadane disajikan pada gambar 4.24.

Gambar 4.24. Tingkat pencemaran Sungai Cisadane

-60 -50

Seng Total/Zn pH Oksigen Terlarut/DO BOD COD EColi

-40 -30 -20 -10 0     M     A     D     P    e     k    a    t    n     I    e    n    a     d    a    s     i     C

    i    n    u     h     i     C    e    n    a     d    a    s     i     C

   g    n    o    p    r    e     S    g    n     i     d    a     G    t     b     J    e    n    a     d    a    s     i     C

    l    o     k    o     k     i     C    t     b     J    e    n    a     d    a    s     i     C

   n    o    s    n     i     b    o     R    t     b     J    e    n    a     d    a    s     i     C

   u    r    a     B    r    a    s    a     P     d     B    e    n    a     d    a    s     i     C

   r    u    y    a     B    e    n    a     d    a    s     i     C

   u    r    a     B     i     l    a     K    t     b     J    e    n    a     d    a    s     i     C

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Gangguan kualitas air Sungai Cisadane disebabkan oleh pencemaran limbah domestik dan industri, pertanian , fluktuasi aliran sungai, erosi, dan sedimentasi. Parameter pencemar yang selalu muncul di tiap titik pantau dari hulu ke hilir adalah bakteri E. coli , total coliform, nitrit, dan oksigen terlarut. Parameter pencemar chemical oxygen demand (COD) hampir terdapat di setiap titik pantau, kecuali di

Cisadane Cihuni dan Cisadane Jembatan Gasing Serpong. Parameter pencemar total seng terdapat di titik pantau Cisadane Jembatan Gading Serpong; dan parameter biochemical oxygen demand (BOD ) hanya di Cisadane Jembatan Cikokol. Parameter pencemar pH terdapat di empat titik pantau: Cisadane Cihuni, Cisadane Jembatan Gading Serpong, Cisadane Jembatan Robinson, dan Cisadane Bd Pasar Baru.

159  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sungai Brantas Daerah aliran sungai (DAS) Brantas membentangseluas 12.000 km 2, mengalir sepanjang 320 km. Sungai ini melingkari Gunung Kelud seperti terlihat pada gambar 4.25. Sumber air Sungai Brantas bermula di

Penduduk yang tinggal di wilayah Kali Brantas men capai 13,70 juta (1994) atau 43,2 persen dari populasi Jawa Timur dengan kepadatan rata-rata 989 orang per km 2. Ini berarti 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan kepadatan

lereng Gunung ArjunaTulungagung, dan Anjasmara, Kota Jombang, Batu, lalu mengalir ke Blitar, Kediri, Mojokerto, dan akhirnya ke Surabaya (Selat Madura atau Laut Jawa).

rata-rata Jawaindustri, Timur. Di sepanjang alirannya terdapat sekitar 1.000 terdiri dari industri kertas, gula, minuman, tekstil, makanan, peternakan, daging, susu, minyak goreng, sabun, baja dan pelapisan logam serta industri kimia (sumber Laporan BLH Jatim).

Gambar 4.25. Peta DAS Brantas

Sumber: Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur

Mirip sungai-sungai utama yang lain, kualitas daerah aliran sungai Brantas juga semakin memburuk. Tingginya pencemaran limbah industri, rumah tangga, dan permukiman padat di sepanjang aliran Brantas, membuat sungai utama di Jawa Timur ini semakin terancam masa depannya. Sungai Brantas mengalir sepan jang 320 km dari Sumber Brantas, lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara, Kota Batu, Malang, lalu mengalir ke Blitar, Tulungagung,

Timur. Meski berperan besar bagi kehidupan masyarakat, namun tingkat pencemaran sungai ini telah melewati ambang batas, yang berpengaruh negatif bagi kehidupan masyarakat dan biota. Pencemar berasal dari beragam sektor: domestik, pertanian, taman rekreasi, pasar, hotel, rumah sakit, dan industri. Pemantauan dengan metode Storet dilakukan di 25

Batu, Malang, lalu mengalir ke Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan Surabaya (Selat Madura atau Laut Jawa). Jumlah penduduk yang berdiam di wilayah aliran Sungai Brantas mencapai 14 juta jiwa atau 40 persen dari total populasi Jawa

Pemantauan dengan metode Storet dilakukan di 25 titik sampling untuk melihat status Brantas. Air yang tercemari sampah akan mengandung besi, sulfat, dan bahan organik yang tinggi ditambah kondisi BOD dan COD yang melebihi standar air permukaan.

160  

Gambar 4.26. Status Mutu DAS Brantas Tahun 2012 dibandingkan dengan KMA Kelas II PP 82/2001. 0 -10 -20 -30   r-40   o   c    S-50 -60 -70

Memenuhi Cemar Sedang

Cemar Berat

-80 -90    m    e     d    n    e     P     b    m    e     J

   o    y    o    n     i     D     b    m    e     J

   g    n    a     d    a     G     b    m    e     J

St at us Mut u Memenuhi Bat as C emar   Ringan Bat as C emar  B er a



    h    u    r    u    g    g    n    e     S     b    m    e     J

   e    r    a     P     i     l    a     K     b    m    e     J

   n    a    g    n    a    m    e     d    a     K     b    m    e     J

   g    n    a     j    u    g     N     b    m    e     J

   n    a     j    t     i    r    e     M     b    m    e     J

   o    n    o    s    a    t    r    e     K     b    m    e     J

Kali Brantas

   o    s    o     l     P     b    m    e     J

   n    a    g    n    a     d    a     P     b    m    e     J

   s    s    a     P    y     B     b    m    e     J

   g    n    o    r    o     P     b    m    e     J

   r    o    c    o     l     T     b    m    e     T

Kali Porong

   u    g    g    n    a     C     b    m    e     J

   g    n     i    n    r    e     P     b    m    e     J

    i     d    n    u    g    e     L     b    m    e     J

   r     i     k    g    n    a     C     b    m    a     T

   e    g    g     b     M    n    n     A    a     j    a     l    m    D     i    a     P    n     B    e   p    g    a     b     k   n    p    e    a    m    a    r     S    a    t    n   a     b     T     I     K     b    m    m    e    u   m     J     l    e    e     J     b    e     S

Kali Surabaya

    i    r    a    s    g    n    u    n    u     G     d    n    e     B  

    h    a    g    n    e     T     i     l    a     K    u     l    u     H

    h    a    g    n    e     T     i     l    a     K     G     W     W

   e     b    m    a     B     b    m    e     J

Kali Tengah

Sumber: Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur

Kebijakan operasional dalam pengelolaan sumber

pencemaran air, untuk mempertahankan,

daya air WS Brantas meliputi bidang : 1) Konservasi, 2) Pendayagunaan sumber daya air, 3) Pengendalian daya rusak air, 4) Sistem informasi sumber daya air, dan 5) Peran serta masyarakat.

memulihkan kualitas air ser ta mencegah terjadinya pencemaran sumber air.

Konservasi Sumber Daya Air

Konsep kebijakan operasional pada aspek konservasi sumber daya air di WS Brantas diarahkan antara lain : - Melakukan penghijauan - Memberikan sangsi bagi bagi pelanggar pelanggar konservasi, - Mengikutsertakan masyarakat masyarakat dalam konservasi, konservasi, menjalin koordinasi antar lembaga/instansi pengelola SDA dalam pengelolaan SDA serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam usaha konservasi, - Memantau kualitas air secara rutin, mengembangkan sistem perizinan pembuangan limbah, meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah industri yang ada dan mengembangkan instalasi pengelolaan limbah cair secara komunal,

Pendayagunaan Sumber Daya Air

Konsep kebijakan operasional pada aspek pendayagunaan sumber daya air di WS Brantas diarahkan untuk: - Memantau dan mengevaluasi pengambilan air, sosialiasi pemakaian air secara efisien dan mengembangkan teknologi untuk efisiensi air, serta memberi sanksi bagi yang mengambil air secara liar, - Menyusun peraturan perundangan air tanah di tingkat operasional, memberi pembinaan atau sanksi bagi masyarakat yang mengambil air tanah tanpa izin, - Memperbaiki, meningkatkan meningkatkan dan memelihara memelihara  jari  ja ring ngan an ir irig igas asii ya yang ng ad ada, a, me mela laku kuka ka n ke kegi giat atan an O& O&P P waduk secara rutin dan berkala sesuai standar yang ditetapkan, serta mengembangkan budidaya padi dengan metode SRI ( System of Rice Intensification )

Untuk itu, ditempuh upaya: Penanggulangan Daya Rusak Air

1. dengan Perlindungan dan pelestarian daya air, metode vegetatif dan sumber sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya, serta GNKPA dan GNRHL. 2. Pengelolaan kualitas dan pengendalian

a. Perlindungan tebing sungai, b. Normalisasi sungai, c. Pemeliharaan retarding basin.

161  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pemulihan Daya Rusak Air 

a. Rehabilitasi bangunan waduk dan bangunan air lainnya, b. Rehabilitasi konstruksi tebing sungai dan tanggultanggul, c. Pengerukan waduk, d. Normalisasi sungai. Peran Serta Masyarakat & Sistem Informasi Sumber Daya Air

Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan penataan kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan tanggun g jawab setiap pemangku kepentingan. TKPSDA WS Brantas, Institusi Dewan Sumber Daya Air Nasional dan Dewan Sumber Daya Air Provinsi/Kabupaten, selain sebagai instrumen kelembagaan untuk mengendalikan

berbagai potensi konflik air, juga untuk memantapkan mekanisme koordinasi, baik antar-institusi pemerintah, maupun antara institusi pemerintah dengan institusi masyarakat. Aspek peran serta masyarakat dan sistem informasi sumber daya air di WS Brantas diarahkan untuk: - Melaksanak an sosialisas i sistem informasi yang terintegrasi kepada pemangku kepentingan secara bertahap dan menciptakan sistem basis data dan utilitas untuk pelayanan informasi serta konsistensi penyediaan informasi yang akuntabel, - Membentuk Dewan Sumber Daya Air pada jenjang propinsi dan kabupaten/kota secara bertahap, - Meningkatkan dukungan masyarakat masyarakat dalam pengelolaan wilayah sungai dan penyediaan biaya pada perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, O&P (Sumber Departemen Pekerjaan Umum,2010). Foto: Istimewa

162  

GERAKAN PENYELAMATAN DANAU Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) merupakan tindak lanjut Kesepakatan Bali dan Konferensi Nasional Danau Indonesia II (KNDI II) di Semarang, 2011. Gerakan ini dilakukan melalui upaya integrasi dan sinergi program antarsektor pada sembilan kementerian. Pengelolaan danau prioritas sesuai dengan Kesepakatan Bali, dilakukan dengan: 1. Penataan ruan g kawasan danau 2. Penyelamatan ekosi stem perairan badan air 3. Penyelamatan ekosi stem lahan sempadan dan au 4. Penyelamatan DAS dan DT DTA A dan au 5. Pemanfaatan s umber daya air danau 6. Pengembangan s istem moni toring, eval uasi dan informasi danau 7. Pengembangan k apasitas, ke lembagaan da n koordinasi 8. Peningkatan peran mas yarakat

Terdapat 15 danau dengan prioritas penyelamatan: Danau Toba Toba (Sumatera Utar a), Danau Manij au dan Danau Singkarak (Sumatera Barat), Danau Keli nci (Jambi), Rawa Danau (Banten), Danau Rawapening (Jawa Tengah), Danau Batur (Bali), Danau Tempe dan Danau Limboto (Gorontalo), Danau Sentarum (Kalimantan barat), Danau Cascade Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang, Kalimantan Timur), dan Danau Sentani (Papua). Selain 15 danau itu, dilakukan pula penyelamatan Danau Ayamaru di Kabupaten May Brat, Provinsi Papua Barat. Danau ini memiliki ciri khas yang bahkan belum tercatat dalam literatur tipologi danau. Danau Ayamaru berada di kawasan karst yang berlimpah sumber daya air di bawah batuan dan bersimbah keanekaragaman hayati.

Danau Limboto Danau Limboto terletak di Kabupaten Gorontalo dan kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Upaya penyelamatan daerah tangkapan airnya dengan pembuatan trap sedimen bersama masyarakat di delapan titik Desa Molamahu, Kecamatan Pulubala. Upaya menggandeng masyarakat ini karena

Hutadaa dan Desa Buhu, Kecamatan Telaga Jaya.

masyarakat danau telah memahami pemanfaatansekitar bambu. Sedangkan stock pileteknologi di Desa

sedimen; pengembangan sabuk hijau ( green belt ); ) ; dan pembangunan jalan lingkar danau.

Sesuai komitmen Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan, Kementerian Pekerjaan Umum, pada 2012 melakukan kegiatan fisik dalam menyelamatkan danau ini, meliputi pengerukan

Danau Singkarak  Danau ini hulu Batang Ombilin Ombilin yang terletak di dua kabupaten, Solok dan Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Airnya melewati terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai, untuk menggerakkan generator pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Singkarak berkekuatan 170 MW, di dekat Lubuk Alung, Padang Pariaman.

7 kilometer. Danau ini berada pada 362 m di atas permukaan laut. Kedalaman maksimum mencapai 268 meter, sementara volume air sebesar 16.1 km󰂳 dan luas daerah tangkapan air sekira 129.000 hektare. Inflow Danau Singkarak rata-rata 37,99 m 3  per detik, sedangkan untuk outflow: 42,02 m 3 per detik.

Fungsi ekosistem danau dan ekosistem sempadannya Singkarak merupakan danau terluas di Sumatera sebagai sumber plasma nutfah, tempat berlangsungnya Barat, dan terluas kedua di Sumatera setelah Danau siklus hidup flora-fauna, sumber air masyarakat, dan Toba. Luasnya mencapai 107,8 kilometer persegi, tempat penyimpanan air dari hujan. Ekosistem danau dengan panjang maksimum 21 kilometer dan lebar  juga  ju ga me meme melili ha hara ra ik lilim m mi mikr kro, o, se seba baga gaii sa sara rana na

163  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

transportasi, sumber energi listrik, sarana rekreasi dan objek pariwisata, serta pengairan pertanian. Para ahli menemukan 19 spesies ikan di danau ini. Salah satunya, jenis ikan endemik, yaitu, ikan bilih ( Mystacoleucus padangensis ).Tiga spesies memiliki populasi kepadatan tinggi: ikan bilih/biko, asang/nil em ( Osteochilus brachmoides ) dan rinuak. Spesies ikan lainnya: turiak/turiq ( Cyclocheilicht Cyclocheilichthys hys de zwani ), ) , lelan/ nillem (O steochilis vittatus ), sasau/barau ( Hampala mocrolepidota) dan gariang/tor ( Tor tambroides ). Ada juga spesies ikan kapiek ( Puntius shwanefeldi ) dan balinka/belingkah balinka/beli ngkah ( Puntius belinka ), baung ( Macrones  plan  pl an ic icep ep s), kalang ( clarias batrachus ), jabuih/buntal ( Tetradon mappa ), kalai/gurami ( Osphronemus gurami lac  la c ) dan puyu/betok ( An ab abas as te test st ud uden eneu euss ). Ikan jenis lainnya, ikan sapek/sepat ( Trichogaster trichopterus ), tilan ( Mastacembelus unicolor ), ) , jumpo/gabus ( Chana striatus), kiuang ( Chana pleurothalmus ) dan mujair (Tilapia pleurothalmus). Banyaknya usaha jaring terapung mengakibatkan d anau

ini tercemar. Ekosistem danau terancam hancur dan merusak kualitas air danau.Untuk penyelamatannya dikembangkan Gerakan Penyelamatan Danau Singkarak dengan menyusun Rencana Aksi Daerah tentang Penyelamatan Danau Singkarak. Masyarakat bersedia mengalihkan usaha perikanan jaring apung, ke sektor usaha lainnya yang tidak berdampak merusa k danau. Untuk pengelolaan ekosistem danau dibentuk Badan Pengelolaan Kawasan Danau Singkarak Berbasis Nagari (BPKDS) yang ditetapkan Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor. 660-398-2011 pada 6 Agustus 2011. Badan ini diharapkan diharapkan mampu mampu memobilisasi kegiatan lintassektor dan daerah agar dapat menpertahankan fungsi dan manfaat Danau Singkarak. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain, mewujudkan Singkarak   go green , dengan pembersihan sampah di badan danau oleh masyarakat dan murid di lingk ungan danau Singkarak, penanaman pohon oleh TNI, yang merupakan kerjasama antara pemerintah daerah, PLN dan TNI.

Danau Rawa Pening Kementerian Lingkungan Hidup menginisiasi Gerakan Penyelamatan Danau Rawa Pening dengan tujuh langkah penyelamatan:

gondok dan masyarakat umumnya mencari ikan di danau. Potensi biomassa eceng gondok yang besar, berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai kompos. Kegiatan ini bersama pemerintah Kabupaten Semarang dan masyarakat.

1.Pembuatan biogas berbahan baku limbah organik

 

di DTA dan eceng gondok 

Kegiatan ini dilakukan masyarakat Sepakung, Kecamatan Banyubiru. Lokasi ini daerah hulu sungai yang mengalir ke Rawapening. Masyarakatnya punya kelompok peternak sapi yang cukup berkembang, rata-rata 5 ekor setiap rumah. Diharapkan dapat dibangun satu model biogas yang berbahan baku kotoran sapi. 2.Pembuatan pupuk organik berbahan baku eceng gondok  

3.Pembuatan sarana pengeringan eceng gondok  

Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku kerajinan sudah lama dilakukan masyarakat di sekitar Rawa Pening. Batang eceng gondok dijual dalam berbagai bentuk. 4.Pengendalian eceng gondok melalui pemanenan, pengomposan dengan metode stock metode stock pile

  Telah dibangun percontohan integrasi antara aplika si sain dan teknologi, pemberdayaan masyarakat yang

Dilakukan kelompok di Dusun Semurup, Desa Asinan, masyarakat Kecamatan Bawen; Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru; dan Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa. Lokasi ini dipilih karena menghadapi langsung pertumbuhan eceng

ditunjang antarmasyarakat. institusi pemerintah, perguruan koordinasi tinggi, dan Kegiatan ini meliputi pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian pertumbuhan eceng gondok melalui pemanenan, pengomposan dengan metode stock

164  

pile. Lokasinya berdampingan dengan pembuatan pupuk organik di Desa Asinan, Kecamatan Bawen; Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa; dan Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru.

6. Pembuatan Pembuatan pakan ternak dari eceng gondok 

 

5.Pengendalia n eceng gondok melalui pembuatan tanki septik dan IPAL komunal

Penanganan eceng gondok menjadi program super-prioritasyang dituangkan di dalam dokumen Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) Rawa Pening. Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dibuat demplot pembuatan

 

pupuk organik berbahan baku eceng gondok.

Saat ini, perairan Rawa Pening terkontaminasi limbah dari hasil aktivitas penduduk, pertanian, peternakan dan budidaya ikan. Yang terbesar adalah limbah peternakan, yang kaya nutrient N dan P. Akibatnya, menyuburkan eceng gondok. Salah satu cara pengendalian eceng gondok adalah mengurangi nutrien yang masuk ke Rawa Pening dengan mengolah limbah penduduk . Untuk itu,dibangun WC dan tanki septik komunal di tanah milik penduduk, yang didukung dengan pernyataan resmi masyarakat. Lokasinya di Kecamatan Banyubiru, meliputi Desa Kebondowo d an Tegaron.

7. Kajian remidiasi nutrient danau

Kajian remidiasi nut rient Danau Rawa Pening dengan metode HARP ( High Rate Algae Pond ) dilakukan untuk mengurangi dampak eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi lantaran meningkatnya alga dan tumbuhan perairan, yang mengurangi keanekaragaman akuatik, berbahaya bagi ikan dan organisme lainnya, serta menurunkan nilai estetika

Danau Ayamaru Danau ini menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat, yang terletak di Kabupaten Maybrat, 216 kilometer arah barat Kota Sorong, Papua Barat.Tak hanya sebagai sumber air, danau ini menjadi sumber pangan, ekonomi, dan transportasi masyarakat. Namun, kondisi danau kian hari kian memprihatinkan. Airnya terus menyusut dan ekosistem danau terancam rusak. Air Danau Ayamaru menyurut hingga 50 meter, bahkan sebagian sudah mengering. Sebagian arealnya menjadi rawa, ditumbuhi rerumputan dan tumbuhan liar. Mengeringnya danau akibat penebangan hutan dan pengeboran minyak dan gas di lereng Gunung Ayamaru. Selain itu, juga karena tumbuhnya rumput asing dan dampak pemanasan global. Rumput asing itu mungkin dari Australia yang terbawa burungburung pelikan. Ada tiga danau di Ayamaru sebagai satu kesatuan: Yahu (bagian atas), Yate (bawah), dan Ikri (penampung air dari sungai). Secara tradisional danau ini menjadi

Danau Ayamaru memiliki berbagai jenis ikan, seperti ikan mas, betik, satar, salamander, udang merah, udang kuning, udang biru, gabus, dan iklan lele. Masyarakat setempat meyakini arwah nenek moyang memberi sumber penghidupan di Danau Ayamaru dengan berlimpahnya ikan. Danau ini dipandang warisan nenek moyang bagi suku besar Maybrat—dengan 12 marga, seperti marga Solossa, Jitmau, Kambuaya, Lemauk, dan Howae. Pada 2012, KLH melakukan “Pemulihan dan Pelestarian Ekosistem Danau Ayamaru” sebagai upaya penyelamatan. Tujuannya, membangun pola pengelolaan ekosistem Danau Ayamaru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, antara masyarakat dan pemerintah daerah, sesuai kondisinya dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kegiatan ini dilakukan dengan demplot-demplot pengendalian kerusakan lingkungan ekosistem danau dan pengendalian pencemaran air danau. Sebagai percontohan, dibangun tempat pembuangan sampah

sarana lalu lintas penduduk—sebelum ada lalu lintas darat. Masyarakat Distrik Ayamaru, Distrik Aitinyo, dan Distrik Aifak memanfaatkan danau sebagai jalur menuju Teminabuan, kemudian ke Sorong.

di Distrik Ayamaru; papan informasi sebagai media publikasi untuk masyarakat agar melestariakan danau Ayamar; menanam tegakan hijau yang bernilai produktif untuk masyarakat dan ekosistem Danau Ayamaru.

165  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Foto: Istimewa

166  

RAGAM AKSI DAN HIKMAH PEMBELAJARAN Sebuah Teladan Teladan Pengelolaan Tambang

Gambar 4.27.Dua betina dewasa dan tiga anak (kiri); dua bekantan jantan dewasa (kanan) di areal reklamasi

Degradasi lingkungan dari penambangan sering menjadi isu lingkungan di ranah publik. Masyarakat merasakan dampaknya dan LSM menyampaikan kritikan, mengingatkan tanggung jawab rehabilitasi lingkungan bekas pertambangan.

berfungsi konservasi in-situ danex-situ, khususnya bagi tumbuhan yang penyerbukan atau pemencaran bijinya dibantu satwa liar. Dengan begitu, Taman ini dibuat dengan struktur dan komposisi vegetasi yang mendukung kelestarian satwa penyerbuk dan pemencar biji.

Untuk rehabilitasi lingkungan bekas tambang, dikembangan praktik terbaik pengelolaan tambang. Selain itu,melalui PROPER, perusahaan menerapkan Provinsi Kalimantan Selatan telah mengembangkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses proyek percontohan Taman Keanekaragaman Hayati produksi dan jasa, dengan menerapkan sistem sebagai model rehabilitasi lahan bekas tambang. manajemen lingkungan, 3R (Reduce, Reuse, Recycle ), Lokasi Taman Keanekaragaman Hayati Kalimantan efisiensi energi, konservasi, etika bisnis dan ber tanggung Selatan merupakan lahan bekas penambangan PT.  jawab  jaw ab mel melalu aluii pro progra gram m pen p engem gem ban bangan gan mas masyar yarak akat. at. Aneka Tambang di Bangkal, Kecamatan Cempaka , Kota Banjarbaru. Lokasi ini membentang seluas 31 hektare, Bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat, Pemerintah Kota Banjarbaru telah menyetujui sekira perusahaan ini melakukan upaya perlindungan 15 hektare. populasi bekantan, monyet mancung endemik Kalimantan. Saat ini di areal reklamasi telah ditemukan Konsep Taman Keanekaragaman Hayati adalah dua subkelompok bekantan, sejumlah 25 individu. menjadikan kawasan rehabilitasi menjadi areal Bekantan tidak hanya memakai areal reklamasi (hutan

pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar kawasan hutan. Taman Keanekaragaman Hayati

sengon) sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai daerah jelajahnya.

167  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perusahaan juga menggandeng Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Banjar baru membuat model hutan reklamasi di lahan bekas tambang untuk melanjutkan fungsi hutan. Salah satu kegiatannya, pengumpulan  jeni  je niss ta na nama man n huta hu tan n Kal K alim iman anta tan, n, yan y ang g tela te lah h te rk rkum umpu pull 16.000 bibit, antara lain ulin, keruing, tengkawang, kapur, bayur, tarantang, penawar semangkok/ keminting rantau, nyatoh, gaharu, pasak bumi. Ulin, keruing, tengkawan g, kapur dan biwan sudah termasuk tumbuhan langka. Program-program serupa juga dikembangkan oleh perusahaan yang memperoleh peringkat Hijau dan Emas PROPER. Dari 183 perusahaan yang dinilai Hijau dan Emas, pada 2010, anggaran program pengembangan masyarakat mencapai Rp 731 miliar. Pada 2011, nilai itu menjadi Rp 928 miliar. Sampai medio 2012, anggaran pengembangan masyarakat perusahaan yang mengikuti

Gambar 4.28. Uji coba penelitian uji jenis untuk tanaman hutan di areal reklamasi

PROPER, sebesar Rp 646 miliar miliar..

Aksi Pengelolaan Lingkunga Lingkungan n Teluk Teluk Tomini Tomini Pengelolaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan di Teluk Tomini menghadapi berbagai masalah yang mengancam keberlanjutan fungsi kawasan ini. Diantaranya konflik pemanfaatan sumber daya perikanan, pencemaran lingkungan, degradasi habitat pesisir dan kemerosotan keanekaragaman hayati. Bermacam kepentingan terjadi di Teluk Tomini. Hal itu bisa dimengerti, karena Teluk Tomini berada

Wilayah Sulawesi Tengah berbatasan langsung dengan Teluk Tomini dengan garis pantai sepanjang sekitar 1.179 km, meliputi kabupaten: Banggai, Tojo Una-una, Poso dan Parigi Moutong. Provinsi Sulawesi Utara berbatas an langsun g dengan Teluk Tomini, Tomini, yang panjang garis pantainya sekitar 784,94 km, melintasi Kota Bitung, Minahasa Utara, Minahasa, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Timur dan Bolaang Mongondow Selatan. Sedangkan Gorontalo yang

di tiga provinsi: Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo, dengan15 kabupaten/kota yang berhubungan langsung dengan perairan ini. Dan daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara ke Teluk Tomini mencakup 20 kabupaten/kota.

berbatasan langsung dengan perairan Teluk Tomini dengan garis pantai sekitar 436,52 km terdiri Kota Gorontalo, Gorontalo, Bone Bolango, Boalemo dan Pohuwato.

168  

Dalam upaya mengatasi berbagai persoalan di Teluk Tomini,Kementerian Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo menggelar Aksi Pengelolaan Lingkungan Teluk Tomini.

dipadukan untuk pemecahan masalah jangka pendek dan panjang.

Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan sangat

Rencan a Aksi Pengelolaa n Pesisir dan Laut Terpadu Teluk Rencana Tomini telah selesai disusun. Teluk Tomini diharapkan menjadi model pola pengelolaan terintegrasi antartiga provinsi dan kementerian terkait di pusat. Solusi

diperlukan dalam implementasi rencana aksi di kawasan tersebut. Dengan sinergi dan koordinasi, permasalahan lingkungan dapat diatasi secara efektif dan efisien. Dalam implementasinya, peran setiap pemangku kepentingan dan pemerintah daerah dapat

di kawasan pesisir dan laut ini dilakukan dengan pendekatan kewenangan pemerintah sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pengelolaan sumber daya diharapkan dapat mengembangkan wilayah teluk dan meningkatkan kesejahteraan di k awasan Teluk Teluk Tomini. Tomini.

Aksi Pengelolaan Lingkungan Selat Bali Dalam upaya pengendalian kerusakan wilayah pesisir dan laut, Kementerian Lingkungan Hidup menyelenggarak an Aksi Pengelolaan Pengelolaan Lingkun gan Selat

wilayah pesisir dan laut Selat Bali memiliki nilai konservasi karena mengandung keanekaragaman hayati yang tinggi. Nilai konservasi Selat Bali ada

Bali. KLH bekerja sama dengan pemerintah daerah Provinsi Bali dan Provinsi Jawa Timur.

dalam segitiga kawasan konservasi: Taman Nasional Bali Barat – Taman Nasional Baluran – Taman Nasional Alas Purwo.

Wilayah Selat Bali mengandung potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Selat Bali menjadi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi kawasan berbasis sumber daya pesisir dan laut seperti perikanan, industri dan pariwisata, baik diProvinsi Bali maupun Provinsi Jawa Timur. Sayangnya, Selat Bali dan muara sungai di perairan pantai Bali Timur, mengalami red tide pada 1994, 1998, 2003, dan 2007. Sebagai satu kesatuan ekologis,

Masalah di Selat Bali mencakup konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan, pencemaran lingkungan baik dari aktivitas di laut maupun di daratan, degradasi habitat pesisir, dan kemerosotan keanekaragaman hayati. Memperhatikan koneksi antar-wilayah pesisir dan laut, nilai strategis Selat Bali dalam pembangunan, keterkaitan ekonomi di kedua provinsi, serta kompleksitas masalah yang lintas-wilayah, maka diperlukan pengelolaan Selat Bali secara terpadu.

Peraturan Tingkat Kampung Melindung Melindungii Terumbu Karang Segitiga terumbu karang dunia membentang dari Malaysia di Kalimantan utara, Filipina, Indonesia, Timor Leste di selatan, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon di timur. Di perairan seluas 6,5 juta kilometer persegi ini hidup 600 spesies karang atau 75 persen spesies karang dunia. Dan di jantung segitiga terumbu karang dunia inilah terhampar gugusan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, yang dijuluki surga terumbu karang.

Kelautan dan Perikanan ini dengan cepat mendapat tempat di hati masyarakat Raja Ampat. Masyarakat pesisir pulau-pulau di Raja Ampat masih menghargai pranata adat, yaitu sasi. Ada sasi kebun kelapa, larangan memetik buah kelapa atau mengambil daunnya selama periode tertentu. Pelanggar sasi akan dikenai sanksi adat. Ada juga sasi laut, larangan mengambil ikan atau hasil laut lainnya pada masa

Kepulauan Raja Ampat masuk dalam Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang ( Coral Reef

Rehabilitation

and

Management

Program—

COREMAP) Tahap Tahap II, 2004 - 2011. Program Kemente rian

tertentu buat memberi kesempatan ikan dan kerangkerangan berkembang biak. Kampung Yenbekwan, Pulau Mansuar, Distrik Meosmansar, Raja Ampat, dapat dijadikan contoh

169  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

upaya pelestarian laut. Di sini, masyarakat pesisirnya sempat tergoda menangkap ikan secara destruktif, lantas membuat peraturan untuk melindungi terumbu karang dan ekosistemnya. Laut sekitar kampung ini berlimpah jenis ikan yang bernilai ekonomi, seperti napoleon, kerapu, cakalang, bubara, dan tenggiri. Has il laut lainnya berupa lobs ter, lola, teripang dan aneka kerang-kerangan. Sebelum 1990, perairan sekitar Yenbekwan aman penangkapan ikan yang merusak lingkungan. Lantas, datang nelayan-ne layan dari luar daerah yang memperkenalkan bahan peledak dan racun untuk menangkap ikan. Penggunaan bom dan sianida pun dipraktikkan penduduk Yehbekwan. Ikan mudah tertangkap, tetapi terumbu karang rusak. Ketika COREMAP II masuk pada 2006, nelayan kampung Yenbekwan Yenbekwan mendapat pengetahuan tentang

pada 2007 menyusun Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Kampung Yenbekwan. Tak lama kemudian, kampung ini menetapkan Peraturan Kampung 01/ DPL/PK-YNBKWN/2008 tentang Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut (DPL) Berbasis Masyarakat. Peraturan Kampung Yenbekwan ditandatangani kepala kampung pada 4 Desembe r 2008, yang bersama 21 Peraturan Kampung lainnya sudah terdaftar dalam Berita Daerah Kabupaten Raja Ampat. Setelah Daerah Perlindungan Laut ditetapkan pada 2008, dibentuk Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK). Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Kampung Yenbekwan seluas 290 hektare juga diberlakukan sasi atau larangan dari Gereja. Peraturan Kampung Yenbekwan melarang kegiatan: - Pengeboman ikan, - Pembiusan ikan, - Penambangan Penambangan karang dan pasir,

makna terumbu karang bagi kelestarian sumber daya perikanan . Perlahan, mereka mulai meninggalk an bahan peledak dan sianida. Masyarakat kampung pesisir Pulau Mansuar ini,

- Reklamasi pantai, - Pembangunan fasilitas pariwisata parmanen, - Penebaran jala,pukat atau sejenisnya, - Memancing segala jenis ikan, - Menangkap ikan dengan panah dan tombak,

170  

Terumbu karang yang telah rusak  Foto: Pahlano Daud 

- Pengambilan kerang-kerangan atau biota laut lainnya dalam keadaan hidup ataupun mati, - Membuang sampah, - Membuang limbah rumah tangga, industri ataupun limbah kapal, - Melego jangkar perahu di atas terumbu karang, - Melakukan budidaya laut, - Berjalan di atas terumbu karang, - Melintasi dengan segala jenis angkutan laut (kecuali disetujui pengelola DPL atau kepala kampung; atau keadaan terpaksa akibat gelombang; atau keadaan lain di luar kemampuan manusia).

digunakan dalam pelanggaran disita. Pelanggar juga diwajibkan melakukan kerja sosial untuk kepentingan masyarakat kampung. Bentuk kerja sosial yang dijalani pelanggar ditentukan kepala kampung.

Kegiatan yang diperbolehkan oleh Peraturan Kampung hanya meliputi: - Penelitian ilmiah, - Kegiatan pendidikan, - Kegiatan pariwisata/penyelaman terbatas., - Kegiatan monitoring atau pengawasan oleh

Sejak Peraturan Kampung diberlakukan, kampung pesisir ini jauh dari cerita perikanan destruktif, terumbu karang aman, lingkungan hidup pun terlindungi. Kapasitas peraturan dan sumber daya manusia kampung ini telah merespon dengan baik ancaman terhadap ekosistem sumber daya perikanan. Yang perlu

Pelanggar akan diminta menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga kampung. Dia juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya dengan surat pernyataan yang dia tandatangani, lalu dibaca sendiri di depan warga. Bila masih juga melanggar, selain denda dan penyitaan hasil tangkapan dan alat, pelaku akan diserahkan kepada polisi untuk diproses sesuai hukum.

kelompok pengelola. Kelompok Pengelola menentukan sanksi denda uang bagi siapa pun yang melanggar, sesuai dengan kerugian akibat pelanggaran. Semua hasil dan peralatan yang

diantisipasi: perkembangan wisata bahari yang semakin ramai, yang bisa menekan upaya masyarakat Raja Ampat melestarikan ekosistem lautnya.(Sumber:Adrianto, Lucky, Editor, Konstr Konstruksi uksi Lokal Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, IPB Press, 2011

171  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Usaha Pelestarian Badak Jawa Dan Badak Sumatera

Gambar 4.29. Badak Sumatera yang berhasil terekam kamera, Andatu dan Ratu. Andatu adalah anak badak hasil perkawinan Andalas (jantan) dan Ratu (betina). Sumber: Yayasan Badak Indonesia (YABI).

Badak merupakan binatang langka yang terancam punah dan masuk Daftar Merah IUCN. Populasi kedua  jeni  je niss ba bada dakk in inii te ters rsis isaa se seki kita tarr 20 2000 in indi divi vidu du,, 15 1500 ek ekor or di antaranya ada di Indonesia (Gambar 4.29). Indonesia memiliki dua jenis: badak bercula satu, badak jawa (Rhinocerus sondaicus)hanya di Ujung Kulon dan badak bercula dua,badak sumatera (Dicerorhinus sumtrensis) di Sumatera. Dari monitoring, populasi kedua jenis badak ini di habitat aslinya dari tahun ke tahun terus berubah. Badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon pada 1967 tercatat 21-29 ekor; kemudian naik pada 1981, menjadi 54-60 ekor; kemudian pada 2008, menjadi 4254 ekor (Gambar 4.30). Pada 2011 terekam hanya 35

taman nasional: Leuser, Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas. Populasinya pada 2011 diperkirakan sebanya k 107 ekor. Usaha konservasi badak terus berkembang, selain pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan swasta juga terus terlibat. Direktorat Jenderal PHKA, Desember 2011 menerbitkan Peraturan No P.7/IVSET/2011 tentang tata cara masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru. Yayasan Badak Indonesia (YABI), WWF, dan WCS menggalang dana dari dalam dan luar negeri untuk usaha konservasi badak dan pendidikan lingkungan membangun kesadaran masyarakat luas. Salah satu

ekor, namun pada 2012 terekam lagi 51 ekor dengan rasio 29 ekor jantan dan 22 ekor betina (data 2011 dan 2012 dimasukan dalam Grafik). Sementara itu, badak sumatera tersisa di beberapa

pihak swasta produsen minuman penyegar juga mengalokasikan dana CSR bagi badak bercula satu di Ujung Kulon. Perhatian dunia terhadap badak melalui IUCN menetapkan 5 Juni 2013 sebagai tahun badak Internasional.

172  

Populasi badak Sumatera Sumatera Gambar 4.30. Populasi di awal penyebarannya

Gambar 4.31. Populasi badak Sumatera yang masih tersisa di Indonesia (di TN. Leuser, TN. Bukit Barisan Selatan Se latan dan TN Way Kambas.

Malaysia - Sabah : 25

Belum Gunung Imas

Gunung Leuser

Tabin Danum

Taman Negara

Peninsula Malaysia : 75

Sumatra : 200

Way Kambas Bukit Barisan Selatan

The most important populations, none of which number more than 100, are in Sumatra - Bukit Barisan Selatan, Way Kambas & Gunung Leuser NP. Other Viable populations are in Peninsula Malaysia - Taman Negara, and Sabah S abah - Tabin Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

173  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Gambar 4.32. Estimasi populasi badak Jawa tahun 1967 – 2012

70

Tahun 2011 = 35 Tahun 2012 = 51

60 50     i    s    a     l    u    p    o     P     h    a     l    m    u     J

40 30 20 10 0

1967

1971

1974

1977

1981

1984

1993

1997

2002

2005

2008

Tahun

Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Pelestarian Spesies Bambu Upaya pelestarian keanekaragaman hayati juga mendapat perhatian dunia usaha. Di tengah per kebunan nenas seluas 32 ribu hektar di Lampung Tengah, PT Great Giant Pineapple (GGP) mengembangkan kebun konservasi bambu. Upaya ini mulai dikembangka n sejak 1987. Mulamula bambu ditanam di lahan marjinal dan bantaran sungai, untuk mencegah erosi, menekan sedimentasi sungai, dan menyimpan air. Kemudian, di atas lahan khusus seluas 10 hektar, Setiawan Achmad, Direktur Pelaksana PT GGP mengembangkan kebun koleksi spesies bambu. Dari hanya beberapa spesies, koleksinya terus bertambah denga n aneka spesies bambu dari berbagai daerah dan luar Indonesia. Luas kebun koleksi bambu  juga  ju ga te teru russ ber b er ta mba h. Pad Padaa 201 2 0122 kol k olek eksi si ba bamb mbu u sud s udah ah mencapai lebih 200 spesies. Dari menanam bambu untuk melindungi lingkungan, menjadi upaya melindungi spesies-spesies bambu dari kelangkaan dan kepunahan. Koleksi di pusat agribisnis

tengah deretan jutaan nenas ini ternyata mendapat perhatian Yayasan Kehati. Pada 2004, Setiawan Achmad mendapat anugerah “Kehati Award“ untuk kategori “Peduli Lestari Kehati”, yang diserahkan Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup dan pendiri Yayasan Kehati. Kini, menjadi pemandangan lumrah di areal perkebunan nenas GGP, rumpun-rumpun aneka jenis bambu tumbuh menjulang di bantaran sungai dan lereng bukit. Koleksi bambu dari perusahan buah olahan ini, kini sudah menjadi tujuan para peneliti bambu dari berbagai negeri. Bambu merupakan tumbuhan subkeluarga rumput yang sangat dikenal masyarakat Indonesia. Dia memiliki batang yang kuat tapi lentur, lurus, mudah dibelah, mudah dibentuk, serta ringan. Karena sifatsifatnya ini, bambu sangat berguna bagi manusia, yang dimanfaatkan sejak nenek moyang masih menghuni gua alam, berburu dan meramu. Bambu yang tumbuh liar di alam maupun hasil budidaya

nenas ini ternyata melampaui jumlah spesies bambu Kebun Raya Bogor, yang hanya 20 jenis, dan Kebun Raya Purwadadi, sebanyak 30 jenis. Upaya konser vasi bambu tanpa banyak publikasi di

sudah berabad-abad digunakan manusia, mulai untuk rumah, jembatan, pagar, wadah penampung air, pisau, tombak, panah, hingga kerajinan. Banyak alat musik tradisional dibuat dari bambu misalnya angklung, suling, dan sasando. Rebungnya dijadikan sayur,

174  

daunnya untuk pembungkus makanan. Dari 1.250 spesies bambu di Bumi, 125 di antaranya tumbuhan asli Indonesia. Karena inilah perusahaan agribisnis nenas ini masih terus mengembangkan koleksi spesies bambunya. PT GGP yang mengembangkan manajemen ekonomi hijau, kini memulai perintisan

Ekonomi biru memanfaatkan modal alam, dengan teknologi yang berorientasi pada pelestarian alam, mendesain ulang produksi dan konsumsi melalui berbagai inovasi. WWF Indonesia memantau rintisan ekonomi biru di PT GGP ini. Sebagai perusahaan yang menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan,

blueeconomy, ekonomi biru, yang dicetuskan Gunter Pauli, pendiri Zero Emmissions Initiatives.

perusahaan ini memiliki divisi khusus pembangunan berkelanjutan yang dikepalai seorang direktur.

Proy Proyek ek Raksasa Konservasi Lahan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) salah satu proyek konservasi lahan terbesar yang pernah direncanakan pemerintah, selain proyek lahan sawah gambut 1 juta hektar di Kalimantan yang gagal. Dengan laju pertambahan penduduk yang mencapai 2 persen per tahun, kebutuhan dan ketahanan pangan menjadi persoalan serius bagi bangsa ini. Karena,

lainnya (APL) sekitar 202.869 hektar. Pada tahap awal, dari lahan itu, yang diproyeksikan untuk tanaman pangan seluas 50 ribu hektar.

percetakan sawah setiap tahun hanya berkisar 20 – 40 ribu hektar. Artinya, pertumbuhan luas sawah belum bisa mengejar kebutuhan beras bagi penduduk Indonesia.

Tiap kluster seluas 200 ribu hektar terdiri dari 40 subkluster. Selain itu, Kementerian Kehutanan juga mengalokas ikan 585 ribu hektar untuk pengembangan produksi tanaman pangan, khususnya padi. Status lahan tersebut nanti disewakan kepada swasta dalam bentuk hak guna usaha.

Lantaran itulah, dicanangkan rencana raksasa menjadikan Merauke sebagai kawasan lumbung pangan dan energi atau MIFEE Food Estate (FE) merupakan pengembangan produksi pangan terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu lahan yang sangat luas ( an integrated farming, plantation and livestock zone )

Merauke karena wilayah kilometer persegi inidipilih memiliki potensi besar47.075 agrobisnis. Tak kurang ada lahan seluas 2,5 juta hektar yang siap dijadikan pertanian pangan. Dan dari luas itu, yang bisa dijadikan sawah berupa lahan basah seluas 1,94  juta  ju ta hek h ekta tar. r. Laha La han n ini in i bera be rada da di hut h utan an prod pr oduk uksi si kon k onve vers rsii (HPK), sekitar 1,43 juta hektar dan areal penggunaan

Dalam konsep MIFEE, Merauke menjadi lahan garapan korporasi yang juga menaungi petani lokal. Lahan satu juta hektar dimanfaatkan dalam lima kluster.

Skala proyek ini begitu besar baik luas lahan maupun nilai investasinya. Diperkirakan pengembangan kawasan pangan pangan dalam skala luas di Merauke perlu investasi sekitar Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun. Saat ini sudah ada 36 investor dalam negeri yang siap masuk, terutama dari dalam negeri dan 28 investor asing. Hanya saja, proyek konversi lahan ini patut memperhatikan potensi negatif perubahan ekologi besar-besaran, seperti rusaknya ekosistem, potensi banjir dan kekeringan akibat hilangnya daerah tangkapan air, dan menurunnya keanekaragaman hayati.

175  

4

Catatan Khusus Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kajian Kementerian Lingkungan Hidup pada 2011 terhadap sentra peleburan logam usaha kecil menengah (UKM) di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Tegal, Jawa Tengah memberikan gambaran limbah bahan berbahaya beracun (limbah B3) wajib dikelola dengan baik sesuai peraturan yang berlaku.

ditetapkan pemerintah. • Volume limbah B3 yang ditimbun dan menjadi

sumber pencemaran air tanah mencapai 16.200 meter kubik. Hasil kajian kesehatan • Hasil pemeriksaan kadar Timbal (Pb) menunjukk an

Sentra kegiatan peleburan logam ini bahan bakunya memakai limbah B3: slag timah putih, accu bekas, timah hitam, limbah handpohe serta limbah scrap logam yang terkontaminasi limbah B3 lainnya. Produk yang dihasilkan berupa ingot timah, kuningan, dan alumunium. Berdasarkan data dari dokumen Amdal 2007, tercatat 300 orang terlibat dalam peleburan logam pengrajin galvanis, elektroplating, pembuatan arde listrik dan sebagainya. Saat ini, yang aktif ada sekitar 150 orang.

terdapat peningkatkan kadar Timbal (Pb) : • Terhadap 9,8 persen responden , kadar Timbal

(Pb) darah yang berbahaya (>30 µg/dL). • Terhadap 22 persen responden memiliki kadar

Timbal (Pb) yang memerlukan perhatian medis (>10 µg/dL -
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF