Buku Retret Guru

March 25, 2019 | Author: komkat-kwi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Menjadi Guru, untuk apa? Buku retret ini membantu para guru untuk memahami dan merefleksikan panggilan hidupnya sebagai ...

Description

RETRET GURU

MENJADI GURU Untuk Apa ?

Gambar Cover

Rm. Yosef Lalu, Pr

MENJADI GURU Untuk Apa

Rm. Yosef Lalu, Pr

Jakarta, 2000

MENJADI GURU UNTUK APA Diterbitkan oleh: Sekretariat Komisi Kateketik KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA Jl. Taman Cut Mutiah No. 10 Tromol Pos 3044 JAKARTA 10002 Telp. (021) 31937970, Fax. (021) 39899018 E-mail: [email protected] / [email protected]

Design cover da nisi: Carel Use Bataona

Dicetak dan diperbanyak oleh: Komisi Kateketik KWI

Prakata Menjadi Guru, untuk apa merupakan serangakian renungan Retret Guru, yang sudah sering saya berikan untuk kelompok-kelompok guru di banyak tempat. Rupanya cukup ditanggapi para guru, sehingga saya terdorong untuk membukukannya. Mungkin ada guru yang mau membacanya secara pribadi atau pemberi retret guru yang mau menggunakannya sejauh dirasa ada relevansinya. Siapa tahu!!

Semoga!! Rm. Yosef Lalu, Pr

Daftar Isi I.

SIKAP-SIAKP DASAR MEMASUKI RETRET Keheningan Kepekaan Kejujuran

  

II. HIDUP KITA: SUATU PEZIARAHAN III. MOTIVASI DASAR MENJALANI HIDUP DAN TUGAS GURU Motivasi Dasar 1 (Motivasi Ekonomis) Motivasi Dasar 2 (Motivasi Politis) Motivasi Dasar 3 (Motivasi Kultural) Motivasi Dasar 4 (Motivasi Religius)    

IV. UPACARA TOBAT V. RENUNGAN PENUTUP JADWAL RETRET

I. SIKAP-SIKAP DASAR Memasuki Retret Untuk memasuki suatu retret, bahkan hidup, yang berhasil dibutuhkan sikapsikap tertentu. Di sini hanya mau disebut dan direnungkan tiga sikap dasar, yaitu: Sikap Hening Sikap Peka SIkap Jujur HENING  HENING  dibutuhkan karena ia membantu kita untuk bisa berefleksi, untuk merenung, untuk introkspeksi supaya kita dapat mengelakkan bencana dalam hidup dan membangun mimpi-mimpi serta impian ke masa depan. KEPAKAAN  KEPAKAAN  dibutuhkan karena ia membantu kita untuk tanggap terhadap Tuhan, terhadap sesama dan lingkungan. Ia bisa memperkaya diri kita, sehingga kita bisa menjadi pemberi dan pewarta Khabar-Baik yang kaya dan ikhlas. KEJUJURAN dibutuhkan KEJUJURAN dibutuhkan karena ia dapat membangun komunikasi kita yang baik dengan Tuhan, sesame dan lingkungan.   

KEHENINGAN (Dapat digunakan sebagai renungan pada Ekaristi Pembukaan Retret)

Ada dua ekor bangau dan seekor kura-kura yang berkawan akrab hidup di suatu danau yang banyak ikannya. Ikan-ikan itu merupakan rejeki nomplok bagi tiga sekawan itu. Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, sebab kemudian tarjadi kemarau yang panjang dan danau itu akhirnya mengering. Barsama itu hilanglah rezeki mereka. Ketiga sekawan itu lalu berunding dan memutuskan untuk mancari danau yang baru. Kedua ban gau itLi cliserahi fugas untuk mancad danau yang baru itu. Sesudah lama terbang dan menjelajahi banyak daerah, akhrnya mereka menemukan danau yang baru dan berikan. Sekembalinya kedua bangau itu ke kawan mereka si kura - kura, ketiganya kembali berunding untuk menemukan cara yang terbaik untuk perjalanan mereka, khususnya bagi kura-kura, sebab amatlah sulit baginya karena tempat danau yang baru itu Sangat jauh. Bagaimana kura-kura yang lamban itu dapat sampai ke sana? Sesudah lama berunding, akhirnya mereka mendapat suatu akal. Dua bangau itu akan terbang sambil menggigit pada kedua ujung dari suatu tongkat dan kura-kura harus menggigit di bahagian tengah dari tongkat itu. Sebelum penerbangan itu di mulai, kedua bangau itu berpesan kepada sahabatnya kura-kura, supaya salama penerbangan itu ia tidak boleh berbicara, harus tetap diam, menggigit tongkat itu erat-erat. Maka dimulailah penerbangan itu. Ketika mereka melewati suatu lembah, mereka dilihat oleh sekawanan serigala yang sedang mencari mangsanya. Serigala itu ingin sekali menjatuhkan kura-kura itu. Maka mereka mulai berteriak-teriak. mengolok-olok kura- kura itu: “Lihat! Lihat! Ada cirit kerbau yang diterbangkan!!” Mendengar itu kura -kura itu Sangat marah. Langsung ia mencaci maki serigala-serigala itu. Tentunya mulutnya terbuka. Dan ia jatuh! Dalam waktu singkat ia habis dikeroyok dan dilahap oleh serigala-serigala yang lapar itu. Ceritera rakyat di atas diambil dari “cerita Jawa Kuno”. Jelas makna dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya. Berdiam diri itu perlu dalam hidup ini. Bahkan pada saat - saat tententu ia dibutuhkan secara mutlak.  A. DARI PENGALAMAN HIDUP KITA Dan pengalaman sehari-hani kita menyadari bahwa banyak kali kita menyesal karena sudah tenlanjur berbicara terlalu banyak. Terlalu banyak bicara bisa menimbulkan banyak salah pengertian, ketegangan, keresahan, kekeruhan, dan bahkan bencana. Terlalu banyak bicara dan membuat gaduh, bisa membuat kita kehilangan kontrol dan ngawur Orang yang sering terlalu banyak bicara banyak kehilangan daya intropeksi diri. Kiranya menjadi jelas bahwa:

1. Diam diri dapat mengelakkan banyak bencana Memang DIAM DIRI atau KEHENINGAN DAPAT MENGELAKAN BANYAK BENCANA DARI DIRI KITA. Kita Ingat saja dalam kehidupan berkeluarga kita, Betapa sering bencana terjadi hanya karena kita tidak bisa berdiam diri pada saat saat kritis, dimana diam diri sangat dibutuhkan. Mungkin menghadapi suatu persoalan, sang bapa melontarkan sepatah dua kata yang tajam, lalu sang ibu membalasnya dengan seribu kata, lalu terjadi pertengkaran, tamparan dan cakaran. Sesudah itu ada perang dingin, tidak saling menyapa selama berhari-hari. Lalu mungkin menyeruak rasa sesal, mengapa kata-kata yang tak sepantasnya sudah diucapkan Mungkin pernh kita bertengkar dengan teman tentang suatu soal?? Bukankah kalau kita sudah berbicara terlalu banyak, apalagi kalau sudah mengeluarkant kata-kata yang kasar, pada malam harinya, kalau kita sudab lebih tenang dan lebih sadar, kita akan menyesalinya dengan perasaan pedih? Pernahkah kita berselisih paham atau bahkan bertengkar dengan pimpinan kita?? Mungkin kemudian kita terkejut dan menyesal karena kita sudah mengeluarkan kata-kata yang tidak pada tempatnya. Apalagi kalau kita ingat mungkin nama kita akan terdaftar dalam blacklist pimpinan kita!! Kata orang kalau ada dua orang bertengkar, yang bersalah pastilah yang paling banyak berbicara. Kata orang Inggris: Silence is gold!! Diam itu emas!! 2. Diam diri dapat menciptakan hal-hal yang besar Keheningan bukan saja bisa mengelakan banyak bencana, tetapi juga secara positif IA BISA MENCIPTAKAN BANYAK KARYA YANG BESAR. Puisi-puisi yang indah diciptakan dalam keheningan. Lagu-lagu yang mempesona digubah dalam keheningan seorang komponist. Lukisan-Iukisan terkenal sering terlahir dari kesunyian pelukis-pelukisnya! Cinta bersemi dalam keheningan. Harapan dan citacita bisa mekar dalam keheningan. Seseorang yang sering menarik diri ke tempat yang sunyi untuk berpikir, merenung dan merencanakan, akan menciptakan hal-hal yang baik dan berguna. Visi dan program, yang baik terlahir pada saat-saat hening. Sebaliknya orang yang sering berhura-hura, senantiasa terlibat dalam keramaian, akan menjadi seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Memang pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa diam diri dan keheningan dapat: • Mengelakan kesulitan dan bencana • Menciptakan hal -hal yang besar dalam hidup kita. B. DARI PENGALAMAN KITAB SUCI Allah kita adalah Allah yang hening. menciptakan segala sesuatu dalam keheningan. 1. Allah menciptakan segala Dalam Kitab Genesis diceritakan secara simbolik bahwa Allah menciptakan terang, langit, bumi .. .dsbnya hanya dengan sepatah kata. Tanpa ribut-ribut dan kegaduhan suatu pembangunan!!

2. Allah menyelenggarakan sesuatu dalam keheningan. Sampai saat ini seluruh alam semesta yang telah diciptakan, beredar dan berkembang dalam keheningan. Matahari, bulan dan bintang-bintang terbit dan tenggelam dalam keheningan. Pepohonan, margasatwa dan manusia tertahir dan bertumbuh dalam keheningan. menebus daam keheriingan 3. Allah menebus daam 

 











Peristiwa inkarnasi terjadi dalam keheningan. Lagu pembukaan Misa Natal berbunyi: “Di tengah malam yang sunyi ..... turunlah Firman…” Yesus terlahir sunyi di padang Efrata, jauh dari keramaian sebuah kota, seperti Yerusalem …. Kemudian sela ma 30 tahun ia hidup dan bertumbuh sepi di kota kecil Nazareth, yang terletak di daerah udik Galilea…. Dalam warta dan karya Yesus di depan umum keheningan ini mendapat tempat yang penting. Sering sebelum mewartakan dan mengerjakan sesuatu yang besar, Yesus terlebih dahulu berdiam diri. Segala ucapan dan karyaNya seolah-olah muncul dari keheningan. Mari kita melihat suatu contoh: Yesus pernah diserang oleh musuh-musuhNya dalam kasus wanita sundal yang tertangkap basah sedang berbuat mesum itu (Yoh 8:1-11) Dikatakan bahwa secara bertubi-tubi orang Farisi itu mempersalahkan wanita sundal itu dan menyerang Yesus dengan pertanyaan- pertanyaan mereka. Yesus DIAM, hanya kadang-kadang la menulis sasuatu di tanah. Terakhir sekali, ketika musuh-musuhNya semakin ngotot, Yesus menantang mereka hanya dengan beberapa patah kata: “S iapa diantara kamu yang tidak berdosa, silahkan dia yang boleh melemparkan batu yang pertama kepada wanita ini!!” Lalu la diam lagi. Ternyata tak ada seorang pun yang berani tampil dan mengangkat batu. Sebelumnya mereka terlalu banyak berbicara tentang kesalahan orang lain. Karena itu mereka menjadi ngawur dan tidak peka terhadap dirinya sendiri. Keheningan Yesus menyadarkan mereka tentang keadaan mereka dan meyelamatkan wanita sundal itu. Dalam keheningan itu pula wanita sundal tadi bertobat! Ketika Yesus berdiri di hadapan Pilatus sebagai terdakwa la diam, walaupun ruparupa tuduhan dilontarkan kepadaNya. Injil mengatakan bahwa Pilatus heran. Ada sesuatu yang ‘Agung’, yang ‘Kuat’, tersembunyi di dalam diri Yesus. Pilatus yang mempunyil wewenang untuk memutuskan hidup matinya Yesus, menjadi takut. La mencuci tangan. la berkata Aku tidak bertanggungjawab atas darah orang ini…!” Waktu Yesus disalibkan, la tidak mengeluh atau berteriak. la hanya rnengucapkan beberapa patah kata. Dan kata-kataNya yang terakhir i alah ‘Sudah selesai!!’ Dengan tenangnya Ia mengucapkan kata-kata itu……….. Waklu Yesus bangkit, la bangkit dalam keheningan. Injil tidak menceritakan apaapa tentang kebangkitanNya. Injil hanya menceritakan tentang kubur yang kosong dan penampakkan-penampakkanNya kemudian. Tentang kebangkitan-Nya itu sendiri tidak ada seorangpun yang melihat dan merdengar. Ia bangkit dalam keheningan fajar pagi hari minggu itu……… Sampai sekarangpun Yesus diam seribu basa dalam keheningan tabernakel dan Gereja- Gereja kita….

C. KEHENINGAN FISIK & KEHENINGAN BATHIN Keheningan memang dapat mengelakkan bencana dan menciptakan hal-hal yang besar dalam hidup kita, pada saat ini dan pada hari-hari yang akan datang. Keheningan yang dimaksudkan bukanlah lebih-lebih keheningan fisik, tetapi keheningan bathin. Sangat bisa jadi orang yang hening secara fisik, bathinnya sebenarnya sedang galau. Sehaliknya orang yang bathinnya tentram bisa hening di tengah keramaian suatu pasar. Keheningan bathiniah mengantar kita kepada refleksi yang mendalam untuk menemukan hidup yang lebih bermakna. Keheningan bathin yang aktif (bukan pasif) yang mengantar kita kepada kedalaman hidup. Orang boleh ribut dan repot akan banyak hal. tetapi hendaknya tidak boleh melupakan saat-saat hening untuk refleksi itu. Saat-saat hening untuk refleksi bisa melahirkan banyak inspirasi untuk meluruskan kembali pelbagai penyimpangan dan meneguhkan setiap usaha Lepat jalur dan tepat sasar. Hendaklah diwaspadai bahwa kesibukan dan kehirukpikukan yang keterlaluan bisa merupakan pelarian dari hidup yang tidak mendalam dan tidak bermakna, Keheningan bathiniah yang aktif sangat mutlak bagi hidup kita. la dapat mengelakkan bencana dan menciptakan hari-hari besar dalam hidup kita…. Mari kita manfaatkan hari-hari hening ini…….

KEPEKAAN Seorang mistik bercerita bahwa ada seekor ikan yang masih muda yang berharihari berenang kian kemari dalam laut untuk mancari air laut. Pada suatu hari ia bertemu dengan seekor ikan tua yang sudah memiliki ban yak pengaaman dalam hidup ini. Ikan muda itu bertanya kepada ikan tua tadi: “Ikan tua yang berpengalaman, tolong tunjukkan kepada saya dimanakah air laut itu, karena saya ingin sekali untuk melihat dan bertemu dengannya!” Dengan heran ikan tua itu berkata: Bukankah engkau sekarang berenang dalam air laut? Tetapi ikan muda itu tidak puas. la terus berenang dalam air laut dan mencari air laut itu… Orang mistik yang sama itu bercerita bahwa ada seorang professor menaiki keledainya, masuk keluer lorong-lorong di kotanya dan menan yakan kepada setiap orang yang dijumpainya: “Saudara, “S audara, apakah saudara melihat keledai saya?” Tentu saja semua oreng memandang dengan heran kepadanya. Ketika sang profesor menanyakan tentang keledainya itu kepada seorang anak kecil, dengan polosnya si kecil itu balik bertanya: Yang kau naiki itu apa?”  A. DARA PENGALAMAN HIDUP KITA Ikan yang masih muda dan profesor itu kurang peka terhadap lingkungan. Cerita ini mau menyindir bahwa kita pun sering kurang peka terhadap lingkungan. Kita kurang tanggap. Tidak cepat melihat, mendengar dan merasakan. Kita menjadi tumpul. 1. Kita sering kurang peka terhadap diri dan lingkungan a. Kita kurang peka terhadap diri kita Sering kita kurang peka terhadap diri kita sendiri, lebih-lebih dalam hal yang negatif. Dalam hal yang positif sering kita amat peka. Kita lekas tanggap kalau dikatakan bahwa kita baik, kita hebat,…….dsb. Terhadap Terhadap hal yang negatif rasanya kita kurang peka. Kita misalnya kurang meihat dan menyadari sifat- sifat dan sikap kita yang jelek. Kita menjadi tumpul. Bahkan reaksi bela diri kita bisa amat tinggi, kalau kekurangan atau kejelekan kita disinggung…….. b. Kita kurang peka terhadap lingkungan Kita sering kurang peka terhadap lingkungan, khususnya sesama kita, dalam hal yang baik. Sering kita kurang melihat dan menyadari kebaikan misalnya dari keluarga kita, dari ayah/suami, ibu/istri, saudara-saudara dsbnya. Malah kekurangan-kekurangan mereka cepat kita lihat dan cepat kita beri nilai. Terhadap kebaikannya kita bersikap tumpul. Betapa sering kita misalnya tidak mengucapkan terima kasih kepada ibu/istri

padahal sudah bertahun-tahun ia memasak, menyiapkan makanan, mencuci piring, mencuci pakaian kita dengan tulus dan setia…… dsbnya. Betapa sering kita tidak melihat dan bersyukur untuk perjuangan ayah/suami, yang membuat hidup kita berkecukupan……. berkecukupan……. Betapa sering kita tidak melihat dan menyadari kebaikan saudara-saudara, teman-teman, para pemimpin kita di tempat kerja...dsbnya. Mungkin karena terlalu biasa itu Tadi.. ... 2. Kita itu seumpama radio Diri kita ini sebenarnya sama dengan radio. Orang yang peka sama dengan radio yang banyak gelombangnya, punya antena yang baik dan cukup tinggi, serta baterainya masih terisi, sehingga dapat menangkap banyak siaran dan pelbagai pemancar. Ini radio yang baik. Bermutu. Banyak orang yang mengelilinginya untuk mendengar berita baik dari padanya. Orang tidak peka sama seperti radio yang hanya memiliki satu gelombang, yang antenanya mungkin sudah karatan dan baterainya sudah sowak. Radio yang tak bermutu, pasti tidak ada orang yang mau mengitarinya. Seseorang yang peka, dia dapat menanggapi banyak hal dalam dirinya dan diluar dirinya, bahkan hal-hal yang sangat kecil, yang luput dari tanggapan umum! Semua menjadi sangat penting dan bermakna baginya. Semua bisa “berbicara”. Dan kalau sudah demikian. Orang bisa larut ke dalam penyadaran yang semakin mendalam. Di sana kita menemukan suatu dunia lain yang serba bermakna dan indah dibalik semua yang kelihatan biasa-biasa saja, yang tentu saja tak dapat dinikmati oleh mereka yang sudah “tumpul”   daya tanggapnya. Orang yang peka akan mempunyai banyak teman. Disenangi. Orang yang tumpul akan ditinggalkan………….. 3. Pusat kepekaan adalah hati Kepekaan berarti sikap lekas tanggap. Lekas melihat. Lekas mendengar. Lekas merasa dsbnya. Singkatnya lekas tanggap. Bukan saja dengan panca indra, tetapi lebihlebih dengan hati. Kita sebenarnya lebih mendengar dengan hati daripada dengan telinga. Kalau seseorang yang tidak kita senangi, walau ia berbicara berkaok-kaok dan telinga kita terbuka lebar-lebar, kalau hati kita tertutup terhadap pembicaraannya. kita sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Jadi kepekaan itu menyangkut panca indera, tetapi lebih-lebih hati. Begitu juga dengan penglihatan kita. Orang yang tidak kita senangi, sulit bagi kita untuk melihat dan memperhatikannya. Tetapi seseorang yang kita cintai, dapat segera kita lihat walaupun jaraknya amat jauh. Kita sebenarnya lebih mendengar dan melihat dengan hati. Hati adalah pusat kepekaan kita. B. DARI PENGALAMAN KITAB SUCI Allah kita adalah Allah yang peka. Tak dapat dibayangkan sekiranya Allah bersikap acuh tak acuh terhadap manusia dan lingkungannya. Mungkin kita sudah hilang dalam ketiadaan.

Seluruh Kitab Suci Perjaajian Lama hanya menceritakan tentang Allah yang menyertai bangsa Israel dengan hati. hati. Allah yang lekas melihat dan mendengar suka duka manusia. Gambaran Allah yang peka menjadi sangat transparan dalam diri Yesus………….. 1. Yesus dekat dengan sesama Yesus berasal dari desa Nazareth, dari keluarga yang sederhana. Kemudian ketika Ia menjadi orang yang termasyur, Ia tidak lupa asalNya. Ia hidup di tengahtengah masyarakat, menjelajahi kota dan dusun, daerah gunung dan pantai. Ia ada di tengah-tengah suka-duka hidup manusia. Dalam suasana gembira pesta nikah, Ia tidak sungkan untuk turun bergembira dan mengambil bahagian di dalamnya (Yoh 2:2-12). Dalam suasana sedih karena menderita sakit,...Ia turut merasa sakit dan menawarkan penyembuhan (Mat 8:14-17). Pada saat sesamaNya lapar,…….Ia berusaha untuk mengenyangkan mereka (Mk 6:30-44). Ia berprihatin terhadap sesamaNya yang terlantar, seperti domba tak bergembala….. bergembala….. dsbnya. Semakin terlibat dengan manusia, semakin Ia mengerti kesulitan dan kebutuhan mereka. Sebab itu dapatlah dimengerti kalau Ia mengawali wartaNya bukan dengan instruksi dan ancaman, tetapi dengan warta tentang kasih dan pengampunan. OrientasiNya memang pada sesamaNya manusia. Manusia dan prospek masa depannya menjadi pusat perhatian Yesus. Ia mewartakan tentang Kerajaan Allah, dimana Allah meraja dan manusia boleh mengalami kesejahteraan lahir bathin. Ia mendalami pengalamanNya sendiri dan pengalaman sesamaNya, lalu melontarkannya kembali kepada para pendengarNya untuk menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah di dalamnya. Ia berbicara tentang kebun anggur, tentang domba-domba dan gembala, tentang tasik, nelayan dan ikan-ikan, tentang padang dan kembang-kembang, pendeknya: tentang semua yang akrab dengan rakyat kebanyakan. Menarik pula untuk menyimak cara Yesus bertutur. Ia berbicara dan berbahasa dengan cara yang gampang dimengerti, memakai kiasan dan perumpamaan yang dipetik dari pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Rasanya Ia selalu menemukan kata yang tepat untuk apa yang ingin disampaikanNya. Singkatnya: Seluruh cara sikap hidup Yesus, sampai dengan isi dan cara bertuturNya, menunjukan bahwa Ia sangat peka dan dekat dengan sesamaNya, khususnya sesama yang adalah rakyat jelata.

2. Yesus sangat “terbuka” Karena Yesus dekat dengan sesamaNya, maka Ia juga sangat terbuka kepada segala orang. Ia bergaul dengan semua orang. Dengan para rohaniwan (Yoh 7:42-52) dan penguasa, bahkan penjajah (Mk 7:1 -10) yang beritikad baik. Namun Ia akrab pula dengan pegawai pajak yang koruptor (Lk 19:1-1O) dengan WTS (Lk 7:36-50)dan para penderita penyakit yang berbahaya yang dikarantinakan. Musti diingat bahwa pergaulan Yesus dengan yang berdosa dan najis amat tidak sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu. Pertama: SikapNya kepada kaum pendosa. Bagi orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman. Kena bayangan seorang berdosa, tinggal serumah dengan orang jahat, apalagi makan bersama dengan mereka

berarti kena dosa itu sendiri, menjadi orang berdosa. Maka seorang yang saleh tidak boleh bergaul dengan yang bukan saleh. Dan Yesus?? Ia bergaul dengan para pegawal pajak yang diakui umum sebagai koruptor dan pemeras. Ia bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir seperti bangsa Samaria itu dan mendatangi negeri-negeri orang kufur dan berbicara akrab dengan mereka (Mt 15,21 -28). Kedua: Ia bergaul dengan wanita. Anggapan masyarakat Yahudi: wanita itu penggoda! Maka seorang laki-laki, lebih-lebih seorang guru agama tidak boleh berbicara dengan seorang perempuan yang belum dikenalnya. Dan bagaimana sikap Yesus? Ia bergaul dengan wanita. Bahkan ada wanita-wanita tertentu yang tetap mengikutiNya ke mana pun Dia pergi. Yesus menyapa dan bergaul dengan wanita-wanita kafir yang belum dikenalNya seperti wanita Samaria itu. Ia bukan saja bergaul dengan sembarang wanita, tetapi juga berusaha untuk membela wanita-wanita sundal, juga wanita yang tertangkap basah sedang praktek!! (Yoh 8:1-11). Dan contoh-contoh tadi menjadi jelas bagi kita bahwa pergaulan Yesus sangat terbuka. Ia peka dan dekat dengan siapa saja. Seperti Yesus, kita hendaknya peka dan dekat dengan siapa saja, terutama dalam retret ini.

KEJUJURAN Kejujuran itu dapat terungkap dalam perkataan dan dalam perbuatan kita. Kita renungkan satu per satu dari pengalaman kita dan dari Kitab Suci.  A. DARI PENGALAMAN HIDUP KITA 1. Kejujuran dalam perkataan Kita hendaknya jujur dalam berkata - kata. Tidak bohong. A. de Mello menceritakan kisah berikut: Imam di desa terganggu doanya karena anak-anak ramai bermain-main di sebelah rumahnya. Untuk menghalau anak-anak itu ia berseru: Hai, ada raksasa mengerikan di sungai di bawah sana Bergegaslah ke sana Nanti kamu akan melihatnya sedang menyemburkan api lewat lubang hidngnya Sabentar saja semua orang di kampung sudah mendengar tentang munculnya raksasa itu. Mereka cepat-cepat berlari menuju sungai. Ketika imam melihat hal ini, ia ikut bergabung bersama banyak orang. Sambil berlari sepanjang jalan menuju ke sungai yang enam kilometer jauhnya, ia kembali berpikir “Mamang benar, aku sendiri yang membuat cerita. Tetapi, barangkali benar juga, ... siapa tahu.” Orang yang sering menipu, cepat atau lambat, akan menuai akibat buruknya. Ada macam-macam alasan mengapa orang berbohong. Pertama:  Pertama:  Hanya sekedar iseng. Orang dapat berbohong hanya karena mau untuk menikmati kesenangan murahan. Orang merasa senang karena orang lain tertipu, terpedaya……

Kedua:  Kedua:  Orang berbohong untuk memperoleh keuntungan tertentu. Para pedagang misalnya dapat menipu, supaya bisa mendapat untung sebesar-besamya. Ketiga: Bisa saja orang berbohong dalam situasi terjepit. Untuk menyelamatkan diri dari situasi, ia terpaksa berbohong. Memang terkesan bahwa kebohongan bisa membawa kenikmatan dan keberuntungan tertentu. Paling kurang untuk waktu tertentu. Tetapi untuk jarak waktu yang penjang di masa depan, ia akan membawa bencana. Bencana Bencana kemerosotan pribadi, karena lama-kelamaan kita akan dikenal sebagai pembohong. Bencana yang lain ialah bahwa kita akan kehilangan kepercayaan. Kita tidak akan dipercaya lagi. Pada jaman kita ini kebiasaan berbohong dan merekayasa bertumbuh subur. Penuh dengan ketidakjujuran. Kebohongan menjadi sangat jahat kalau sampai ke tingkat memfitnah. Memfitnah itu jahat karena: Dengan memfitnah kita merugikan orang yang di fitnah. Nama baiknya tercemar dan dengan demikian ia mendapat kerugian dan kesulitan dalam pergaulan. Bisa saja ia akan dijauhi atau tidak dipercay ai dalam pergaulan. Dengan memfitnah kita melakukan ketidakadilan, ketidakadilan, sebab orang yang difitnah tidak berada di tempat, sehingga ia tidak bisa membela diri. Kita leluasa menyerang dia tanpa perlawanan. Seorang pemfitnah sebenarnya seorang pembunuh yang pengecut….. Dengan memfitnah kita menebar racun yang secera amat cepat menyebar hampir tanpa sensor dan tanpa batas. Karena suatu fitnahan biasanya amat merangsang untuk disebarluaskan....Betapa disebarluaskan....Betapa seseorang dirugikan karena suatu fitnahan………….. fitnahan………….. 





2. Kejujuran dalam perbuatan Kejujuran dalam perbuatan dapat berarti menampilkan diri seperti aslinya. aslinya. Orang tampil seadanya. Tidak memakai topeng. Dalam pergaulan sehari-hari rupanya kita sering berpenampilan tidak asli. Penampihan kita dirumah mungkin sangat berbeda dengan penampilan kita di kantor atau di Gereja. Kita bisa merubah penampilan kita untuk sekedar menguntungkan diri kita, sebab penampilan yang asli bisa saja merugikan diri kita. Kalau kita berpembawaan kotor-kotor, kita akan berpenampilan rapih di depan kepala bagian personalia kalau kita mau melamar pekerjaan padanya. Kalau kita memiliki karakter pemalas, pemarah atau acuh tak acuh, mana kita berani tampil seaslinya di depan pimpinan kita dsbnya..... dsbnya..... Kita merubah penampilan kita sesuai formalitas yang dituntut. Misalnya bersikap amat sopan dihadapan atasan kita, walaupun mungkin kita bukanlah manusia yang amat menjunjung tinggi adat sopan santun yang formal. Hal ini kiranya masih wajar! Sikap formal ini bisa menjurus kepada sikap munafik . Sikap bertopeng. Di sana kebohongan, dan itu menjadi tidak baik. Sering menjadi jahat. mulai masuk unsur kebohongan, Ada seekor anak serigala yang selalu gagal mendekati sekelompok domba di padang, padahal dia ingin sekali untuk memangsa domba-domba itu satu per satu. Soalnya baru saja dia muncul dikejauhan domba-domba itu sudan pada lari. Sesudah berpikir

setenqah mati, akhimya ia mondapat suatu akal. Ia akan berusaha mengenakan pakaian bulu domba dan berusaha menyelundup ke kandang dari domba-domba itu dan dengan itu setiap malam ia dapat mamangsa seekor anak domba. Akal bulus seriga itu berjalan lancar. Ia berhasil menyamar dengan pakaian bulu domba, dan setiap malam ia dapat memangsa seekor dari domba-domba itu. Tetapi pada suatu malam ia kena batunya. Tuan pemilik domba-domba itu pada malam itu kedatangan tamu. Untuk menjamu tamunya ia mau menyembelih seekor dari domba-dombanya itu. Ia memilih domba yang paling tambun. Dan domba yang paling tambun adalah domba palsu itu, yang secara lahiriah tampak sebagai domba, padahal dalamnya sesungguhnya adalah serigala. Alangkah kagetnya si pemilik domba itu, karena domba yang di sembelihnya ternyata bukan domba, tetapi serigala dalam pakaian bulu domba…… Serigala itu menjadi korban dan tipu muslihatnya sendiri, ia menjadi korban dari ketidakjujurannya. Ketidakjujuran memang selalu membawa bencana. Bencana untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Ketidakjujuran membuat pergaulan manusia tidak aman. Serba formalistas dan munafik. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya berada dan apa yang sebenarnya terjadi. Sebaliknya kejujuran membuat semua jadi trasnparan. Menjadi jelas. Kita tahu dengan pasti apa yang berada dan apa yang terjadi. Kejujuran membuat pergaulan kita jadi bermutu. Komunikasi dan interaksi antara kita menjadi bermanfaat, dapat menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian kita. Kita diperkaya. Orang yang munafik itu merusak pergaulan, padahal pergaulan itu menumbuh kembangkan kepribadian kita. Orang munafik membuat hidup kia hanya menjadi sandiwara dan kita hanya menjadi pemain sandiwara. menjadi bayang-bayang……. Dan biasanya kita takut dengan bayang-bayang gelap. Dalam pewayangan Jawa ada tokoh Waska, manusia yang penuh kebobrokan, namun ingin terlihat sebaliknya: baik, penyayang, santun dan bijaksana. Karena itu ia mengenakan topeng Semar, tokoh yang baik dan bijaksana. Dalam topeng Semar ia akan mengunjungi masyarakat miskin yang tertindas untuk berpura-pura meneguhkan dan berbuat baik kepada mereka. Tetapi pada suatu saat ia akan bertindak sungguh jahat. Waska ini mempunyai banyak teman. Mereka juga bertopeng seperti Waska. Mereka sangat setia kepada Waska dan berbuat apa saja yang diperintahkan oleh Waska. Dengan satu isyarat saja dari Waska mereka akan membinasakan apa saja!! Orang-orang jahat memang suka sekali memakai topeng. baiknya kita tinggalkan topeng-topeng itu!! B. DARI PENGALAMAN KITAB SUd perkataan  Yesus pernah katakana: Jika ya, Menyangkut kejujuran dalam perkataan  hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaknya kamu katakana tidak! Apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat! (Mt 5:37). Ia (iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta (Yoh 8:44).7 perilaku,  Yesus berbicara dan Menyangkut kejujuran dalam perbuatan dan perilaku,  bersikap sangat tegas. Yesus semasa hidupNya di bumi ini sangat sabar dan pemaaf.

Tetapi terhadap kaum munafik Ia sangat keras. Coba dengarkan kata-katanya terhadap guru agama dan kaum farisi, yang dianggap-Nya golongan munafik: “Celakalah kalian, guru -guru agama dan orang farisi! Kalian tukang berpurapura! Kalian menghalangi orang untuk menjadi anggota umat Allah. Kamu sendiri tidak mau menjadi anggota umat Allah dan orang lain yang mau, kalian rintangi!” “Celakalah kamu guru -guru agama dan orang-orang farisi! Kalian tukang berpura-pura. Kalian menipu janda-janda dan merampas rumahnya dan untuk menutupi kejahatan itu kalian berdoa panjang-panjang” (Mat 23:13-14). “Celakalah kalian guru -guru agama dan orang-orang farisi! Hasil tanamanmu seperti misalnya selasih dan inggu dan rempah-rempah lainnya kalian berikan sepersepuluhnya kepada Allah, tetapi keadilan dan kasih kepada Allah tidak kalian hiraukan. Padahal itulah yang seharusnya kalian lakukan tanpa melalaikan yang lainlainnya.” “Celakalah kalian guru -guru agama dan orang-orang farisi! Kalian suka tempattempat yang terhormat di dalam rumah ibadat dan suka dihormati di pasar-pasar (Luk 11:42-43)”. “Celakalah kamu guru -guru agama dan orang-orang farisi! Kalian kaum munafik! Kamu seperti kubur-kubur yang dicat putih di luarnya kelihatan bagus, tetapi di dalamnya penuh dengan tulang dan semua yang berbau busuk. Begitu juga kalian. Dari luar kalian kelihatan baik kepada orang, tetapi di dalam kalian penuh dengan kepalsuan dan Pelanggaran-pelanggaran!” (Mt. 23:27 -28). Rupanya para rohaniwan dan para guru cukup rawan untuk menjadi munafik. Oleh sebab itu perlu diperingatkan dan ditegur secara keras. Semoga dalam retret ini kita akan semakin jujur.

II HIDUP KITA: SUATU PEZIARAHAN Sesudah kita merenungkan tentang tiga sikap dasar yang kiranya sangat perlu untuk menjalani suatu retret (bahkan hidup) yang baik, sekarang kita coba untuk mulai merenungkan hidup kita sebagai guru. Mula-mula kita akan mendengar renungan pengantar, lalu sharing kelompok dan pleno tentang perjalanan hidup kita sebagai guru.  A. RENUNGAN PENGANTAR: HIDUP MERUPAKAN MERUPAKAN SUATU PERJALANAN (Dpat digunakan dalam Perayaan Ekaristi: Bacaan I: Kej 12:1-9; Injil: Luk 24:13-35) Salah satu perjalanan hidup yang paling dramatis mungkin perialanan hidup Ibrahim. Dalam usia 75 tahun, usia tua, dimana orang mulai suka menetap di kampung halaman sendiri untuk menikmati masa tuanya, justru pada waktu itu Tuhan menyuruh dia untuk meninggalkan kampung halaman dan handai taulannya untuk mulai menempuh suatu perjalanan yang seperti tak ada ujungnya. Tuhan menjanjikan kepadanya suatu Tanah-Air yang baru, tetapi rupanya tidak pernah ditunjukkan dimana persisnya terletak Tanah-Air yang baru itu. Ibrahim hanya dituntut untuk meninggalkan kampung halamannya dan memulai suatu perjalanan sambil tetap mendengarkan sabda Tuhan. Ibrahim lalu mulai menempuh perjalanan dan peziarahan itu. Sampai di suatu tempat ia memasang kemahnya, lalu kemudian membongkarnya lagi untuk melanjutkan peziarahannya. Hidupnya terdiri dari: jalan, pasang kemah, bongkar kemah dan jalan lagi. Dan itu berlangsung terus seumur hidupnya……. Rupanya sampai ia mati, ia tidak pernah sampai di suatu Tanah-Air di bumi ini. Mungkin dengan itu Tuhan mau mendidik Ibrahim bahwa Tanah-Air yang sejati hanya ditemukan di dadam Tuhan sendiri. Barang siapa beriman dan dekat pada Tuhan ia akan selalu merasa di Tanah-Air………… Keturunan Ibrahim (Bangsa Israel) kemudian mengikuti perjalanan hidup leluhurnya. Ketika mereka hidup di tanah Mesir yang makmur, lewat Musa Allah berfirman supaya mereka meninggalkan Mesir yang makmur itu untuk memulai suatu perjalanan yang akan menghantar mereka ke Tanah-Air yang baru, Tanah Terjanji. Mereka menyeberangi Laut Merah, lalu masuk padang pasir. Selama puluhan tahun mereka mengembara di padang pasir itu: jalan, pasang kemah, bongkar kemah dan jalan lagi……….. Kiranya sampai saat ini bangsa Israel itu belum juga mendiami suatu Tanah-Air yang sungguh-sungguh aman tentram. Yesus, waktu Dia mulai mewartakan Khabar-Baik Kerajaan Allah, hidup-Nya merupakan rangkaian perjalanan tiada henti. Hanya bersendal jepit, sering tanpa alas

kepala saat istirahat, ia berjalan dari desa ke desa, dari kota ke kota, dari tepi tasik ke tepi tasik yang lain untuk mewartakan Khabar-Baik dan berbuat baik. Konsili Vatikan II mendefinisikan gereja sebagai Umat Allah yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Bapa. *** Hidup kita memang merupakan suatu perjalanan. Kita pernah dilahirkan di suatu tempat. Bersekolah di suatu tempat. Mulai bekerja di suatu tempat. Sebagai guru mungkin kita sudah bertugas di banyak tempat. Di tiap tempat itu kita pernah memasang kemah, bongkar kemah, dan bejalan/berpindah lagi….. Tuhan rupanya mau mendidik kita juga bahwa kita tidak boleh merasa at home di bumi ini dan bahwa dalam pengembaraan kita, bila kita dekat dan beriman kepada Tuhan, dimanapun kita berada, kila akan merasa seperti berada di Tanah Air. Selain itu Tuhan rupanya menghendaki supaya kita tetap berjalan, tetap maju ke depan. Maju lahir-bathin. Rohani-jasmani!! Tuhan tidak menghendaki bahwa kita menyenangi status quo. quo. Kita harus tetap melangkah maju. Tuhan tidak menuntut kita membuat langkah-langkah yang besar. Biar setapak demi setapak, asal terus maju. Dalam suatu sanjaknya Rudolf Otto Wiener, seorang penyair dari Jerman, menyajikan sebuah ceritera sebagai berikut: Seekor ulat merayap maju selalu maju perlahan. Di seberang jalan, ia melihat padang rumput yang hijau segar yang akan memuaskan rasa laparnya. Namun, di hadapannya terbentang satu jalan raya aspal enam meter lebarnya. Apalagi kakinya yang kecil dan pendek. Dan mobil-mobil menderu kesana kemari. Dua puluh dalam satu menit ribuan dalam satu jam. Bukan hanya oto truck, tetapi juga traktor, taksi, sepeda motor dan lain-lain. Tetapi ia berani merayap maju ia merayap maju dengan kakinya yang kecil dan pendek. Ia merayap tanpa tergesa gesa tanpa rasa takut tanpa suatu taktik yang besar. Sementara di jalan itu lewat dua puluh mobil dalam satu menit dan ribuan dalam satu jam. Tetapi ia merayap maju perlahan-lahan ia merayap, merayap, dan merayap akhirnya tiba di seberang.

Mungkin kita harus merayap saperti ulat itu dalam hidup ini. Kita tak perlu takut. Kita tidak sendiri. Dia yang menyuruh kita untuk meninggalkan “kampung halaman kita” akan tetap menyertai kita dalam perjalanan hidup ini seperti ia pernah menemui dan menyertai kedua murid dari Emaus itu. Yang penting setiap kali kalau kegelapan mulai menyelimuti perjalanan hidup kita, kita berdoa: Tuhan, tinggallah bersama kami. sebab hari telah menjelang malam dan matahari hamper terbenam” (Luk 24:29). B SHARING KELOMPOK DAN PLENO (Peserta diajak untuk merefleksikan perjalanan hidupnya). 1. SHARING KELOMPOK Sebelum masuk ke sharing kelompok sebaiknya diberi kesempatan yang cukup kepada peserta retret untuk merenungkan secara pribadi pertanyaan-pertanyaan/tugas di bawah ini: a. Ceriterakan kepada kelompok kisah singkat   bagaimana Anda menjadi guru dan bagaimana Anda menekuni profesi guru sampai kini. b. Ceriterakan satu pengalaman tugas yang paling membahagiakan. Ceriteranya hendaknya konkrit: Kapan, dimana, jalan peristiwanya……dll. peristiwanya……dll. c. Ceriterakan satu pengalaman tugas yang paling pahit. Ceriterakan konkrit: Kapan, dimana, jalan peristiwa itu……..dllnya. 2. SHARING PLENO Ceritera-ceritera yang paling mengesankan dari kelompok, diminta supaya diceriterakan ulang dalam pleno. Sebaiknya diminta satu orang dari tiap kelompok, yang kisahnya paling mengharukan. 3. UNGKAPAN KEPRIHATINAN KEPADA TEMAN Sesudah sharing klompok dan pleno, ajaklah peserta untuk saling meneguhkan. Suatu kalimat peneguhan buat teman guru Suatu doa singkat…… dsbnya.  

III MOTIVASI DASAR Menjalani Hidup dan Tugas Guru Merasakan berat-ringannya atau susah senangnya dalam melaksanakan tugas kita sebagai guru, sangat ditentukan oleh motivasi kita menjadi guru. Motivasi itu menjadi semacam daya dorong, daya tahan, daya apresiasi tugas yang kita jalankan. Pada dasar, yang bisa menjiwai kesempatan ini kita akan merenungkan empat motivasi dasar, tugas kita. ekonomis. Orang mau menjadi guru dan melaksanakan tugas guru sebagai 1. Motivasi ekonomis. sarana mencari nafkah. Menjadi guru merupakan sumber rejeki. Penjamin sandang, pangan dan papan. Politis. Orang mau menjadi guru karena mau memperoleh suatu status, 2. Motivasi Politis. jabatan (pangkat), kedudukan, peranan. Hal-hal itu menjadi hal penting di dalam kehidupannya. Kultural. Orang mau menjadi guru karena mau mereguk kesenangan dan 3. Motivasi Kultural. kenikmatan. Menikmati budaya konsumeristis dan hedonistis. 4. Motivasi Religius. Religius. Orang mau menjadi guru karena mau terlibat dalam kepentingan Tuhan dan kepentingan sesama, kepentingan masyarakat banyak. Sebenarnya dalam menjalani tugas kita sebagai guru kita umumnya didorong oleh keempat motivasi itu. Dan itu wajar dan baik!! Tetapi yang mau kita refleksikan sekarang ialah manakah dari keempat motivasi itu yang menjadi motivasi paling dasar, motivasi paling utama dan pertama-tama dalam kita menjalankan tugas kita sebagai guru. Motivasi yang mungkin sangat mempengaruhi seluruh jiwa raga kita. Kita terobsesi olehnya…., Yang perlu kita waspadai ialah supaya kita tidak memutarbalikkan urutan tata nilai dari motivasi-motivasi itu. Bisa jadi motivasi paling utama kita jadikan motivasi dengan urutan kedua, ketiga dstnya. Dengan itu hidup dan pelaksanaan profesi kita bisa sangat diwarnai oleh motivasi yang mungkin kalah luhurnya dibandingkan dengan motivasi lain yang mungkin jauh lebih luhur! *** Diceriterakan bahwa ada seorang ibu janda yang setiap hari duduk mengemis di depan istana raja. Sang raja selalu memberi sedekah kepada ibu janda itu setiap kali ia masuk atau keluar dri isiena. Pada suatu hari sang raja mempersilakan ibu janda itu untuk masuk ke ruangan perbendaharaan istana, supaya ia boleh mengambil apa saja di ruangan itu. Tetapi raja berpesan bahwa ia bisa mengambil apa saja yang dinilainya berharga diruangan itu, tetapi hanya dalam seperempat jam, sebab sesudah itu pintu ruangan perbendaharaan itu akan tertutup untuk selama-lamanya. Maka ibu itu memasuki ruangan tadi dan mulai memilih apa saja yang dinilainya paling berharga. Supaya ia dapat lebih bebas memilih, maka bayinya yang selalu digondongnya

didudukannya di atas lantai di ruangan itu. Raja senantiasa memperingatkan ibu itu supaya ia tidak lupa memilih yang paling bernilai. Waktu semakin sempit. Tepat pada waktunya ibu itu melompat keluar ruangan dengan seluruh kekayaan yang telah diraupnya sebelum pintu ruangan itu tertutup untuk selama-laman ya. Tetapi tiba-tiba ia menjadi lemas, semua harta menjadi tidak berharga, karena ia telah melupakan yang terpenting di dalam ruangan itu anaknya!! Jadi manakah motivasi paling penting dalam hidup dan profesi kita?

MOTIVASI DASAR I (Motivasi Ekonomis)

Bahwa orang bekerja, entah sebagai petani, entah sebagai guru dan sebagainya. bertujuan pula untuk hidup berkecukupan secara ekonomis adalah wajar dan baik. Tuhan pasti juga berkehendak supaya kita hidup sejahtera secara ekonomis. Tetapi sering terjadi bahwa motivasi ekonomis ini menjadi begitu kuat, sehingga sangat mempengaruhi hidup seseorang. Kita menjadi begitu serakah dengan harta kekayaan jasmani. Kata orang Jakarta: Kita ketangkap oleh dunia kebendaan. Kita terobsesi olehnya. Harta kekayaan menjadi seperti dewa dalam kehidupun kita. Kita dikuasai olehnya, sehingga kita terhalang untuk mencapai hal-hal yang lebih luhur. Karena harta kita bisa lupa akan sesame, bahkan Tuhan sendiri. 1. REFLEKSI PENGALAMAN Diceritakan bahwa ada scorang pegawai istana, yang pada suatu hari, tiba-tiba mendengar suatu suara yang bertanya kepadanya, apakah ia mau menjadi kaya. Tentu saja segera dijawabnya bahwa ia mau. Suara itu lalu mengatakan bahwa ia hendaknya kembali ke rumahnya, dan di sana ia akan menemukan tujuh buli-buli berisi emas. Pegawai istana itu segera kembali ke rumahnya. Dan memang di rumahnya ia menemukan tujuh buli-buli berisi emas. Hanya buli-buli yang ketujuh tidak penuh berisi emas, hanya setengahnya saja berisi emas. Keenam buli-buli yang lainnya penuh berisi emes. Hati pegawai istana itu tidak merasa puas. Mengapa tidak ketujuh-tujuh buli-buli itu berisi emas?? Mengapa buli-buli ketujuh itu hanya setengahnya saja berisi emas. Ia sungguh dibuat menjadi sangat penasaran !! Ia bertekad untuk mengisi buli-buli ketujuh menjadi penuh dengan emas….., sehingga ketujuh-tujuh buli-buli itu berisi emas. Ia mengumpulkan semua emas yang dimiliki oleh keluarganya dan mengisinya ke dalam buli-buli yang ketujuh itu. Tetapi buli-buli itu tidak menjadi penuh, tetap berisi setengah saja. Sejak saat itu ia bekerja lebih rajin, sering lembur dan mengobyek di luar, supaya bisa memperoleh emas untuk mengisi buli-buli ketujuh yang setengah bensi emas flu, t etapi la tetap saja berisi setengah, walaupun serin g diisi emas !! Pegawal istana itu kemudian meminta kepada raja supaya gajinya dinaikkan dan raja mengabulkannya. Ia mulai bekerja secara curang, korupsi, memeras sesama pegawai untuk memenuhi obsesinya membuat penuh buli-buli ketujuh itu dengan emas, tetapi selalu saja sia-sia !! Buli-buli ketujuh itu tetap saja berisi setengah. Hidup pegawai itu menjadi tidak tenteram…… Raja yang selalu memperhatikan perangai dan tingkah laku pegawainya yang satu ini, pada suatu hari memanggil pegawainya itu dan berkata: ‘Akhir-akhir ini kamu kelihatan selalu bingung dan geiisah, kelihatan tidak bahagia, padahal aku sudah menaikkan gajimu berlipat ganda....

Apakah mungkin kamu telah menerima tawaran tujuh buli-buli berisi emas itu dari setan?” Pegawai istana itu terkejut setengah mati bahwa raja telah megetahui keadaanya dan soal ketujuh buli-buli berisi emas itu. Dengan gugup ia bertanya kepada raja dari mana beliau bisa mengetahui bahwa ia telah menerima tawaran tujuh buli-buli berisi emes itu!! Raja itu menjawab “Dari perangai dan tingkah lakumu aku bisa membaca bahwa engkau pasti telah menerirna tawaran tujuh buli-buli berisi emas dan setan. Aku dulu pernah menerima tawaran itu, tetapi aku telah mengembalikannya. Pulanglah ke rumah, kembalikarinlah ketujuh buli-buli berisi, emas itu ………Pasti kau akan kembali bahagia!” *** Nafsu memiliki harta kekayaan bisa membuat kita kecanduan. Ia bisa menjadi seperti opium, ekstasi atau semacamnya, yang kalau seseorang sudah “ ketangkap”  olehnya, maka orang itu akan sulit melepaskan diri dari padanya. (Mungkin keluarga Cendana sudah ketangkap oleh nafsu serakah ini). Ia bisa menjadi suatu penyakit (bala) yang mencelakakan diri dan orang lain, bahkan bangsa. Tetapi tidak pernah terpuaskan!! Diceriteraken bahwa bangsa Eskimo mempunyai suatu cara yang lihai sekali untuk berburu serigala. Mereka mempergunakan keserakahan serigala. Katanya untuk membunuh serigala, mereka akan membasahi parang atau golok mereka dengen darah, lalu golok itu mereka tanam ke dalam tanah atau salju. Serigala yang melihat darah pada golok itu segera menjilat golok yang berdarah itu. Karena golok itu tajam. maka lidah serigala itu pasti akan terluka dan berdarah, lalu membasahi golok itu dengan darahnya sendiri, yang menyebabkan serigala itu semakin bernafsu dan serakah untuk menjilati darahnya sendiri itu, sampai ia mati karena kehabisan darah…………. *** Harta kekayaan dan segala bentuk jaminan sosial ekonomi adalah baik dan mempunyai nilai yang berarti. Kita hendaknya mengusahakannya. Tetapi hendaklah senantiasa dijaga jarak supaya jangan sampai ia menguasai kita dan bukan kita yang menguasainya. Sebagai guru kita hendaknya berusaha supaya jangan sampai hal-hal sosial ekonomi itu sedemikian menguasai diri dan hidup kita, sehingga ia menjadi perintang bagi kita untuk berdedikasi dan mencapai hal-hal yang lebih luhur. Menjadi guru kiranya bukan saja sekedar untuk mencari nafkah hidup.... Ia mungkin harus lebih dari itu........ Adalah tidak indah misalnya, karena jaminan sosial ekonomi tersendat, mungkin gaji tertunda, lantas semangat kita berdiri dimuka kelas menjadi surut, atau bahkan berhenti mengajar sama sekali…..... Adalah tidak indah kalau kita ngotot berbicara tentang jaminan dalam pertemuanpertemuan para guru misalnya, padahal mengenai esensi tugas kita, kita sama sekali tidak berminat dan tidak bergairah. 



Dengan bersikap tidak terlalu mengutamakan hal-hal yang menyangkut jaminan ekonomis, tidak berarti bahwa kita harus membiarkan diri dan anak istri kita mati lapar. Kita harus pula berjuang untuk memperoleh hak kita. Tuhan pernah berkata: Setiap pekerja layak mendapat upahnya. Yang menjadi hak kita, kita harus perjuangkan.

Hanya dalam perjuangan ini kita perlu bersikap proporsional. Kita bisa melihat urutan nilai-nilai…. Memang pada jaman teknologi ini urutan nilai-nilai mungkin sudah berubah. Pada jaman dulu orang-orang sangat mengutamakan nilai-nilai spiritual, seperti keselamatan di akhirat, perjuangan, kerja keras, watak luhur, dedikasi dsbnya. Hal-hal keduniaan seperti harta, kekayaan, kuasa tidak terlalu diutamakan. Mungkin sikap yang agak ekstrem oleh pengaruh teologi yang agak spiritualistis pada masa itu Pada jaman teknologi sekarang ini, khusus di tanah air, oleh visi ekonomi yang sangat menekankan pertumbuhan ekonomi, tidaklah heran minat orang terhadap materi dan kebendaan menjadi sangat subur. Jaman ini sungguh jaman materialisme. Yang dikagumi pada saat ini bukanlah karakter, dedikasi, nilai-nilai luhur, tetapi rumah megah, mobil mewah, milliaran deposito di Bank ... .dsbnya. Sebagai guru kita bisa saja dibawa arus materialisme dan konsumerisme itu!! Hati siapa tidak panas dingin kalau melihat teman-teman lain, yang mungkin pendidikan dan jabatannya lebih rendah, sudah bisa memiliki rumah mewah, mobil baru, TV 28 inchi lengkap dengan parabolanya, dan kita masih memiliki TV 14 inchi, hitam putih lagi ….. Belum lagi kalau dipanas-panasi oleh istri yang selalu membanding-bandingkan dengan keberuntungan dan kesejahteraan teman sejawat…… Situasi ini bisa membuat kita mata gelap. Kita lantas bisa menyingkirkan dan menomorduakan komitmen kita pada tugas pokok kita... *** 2. REFLEKSI KITAB SUCI Godaan seperti itu selalu akan dalang. Yesus, Sang Guru Illahi pernah, dicobai dengan hal yang sama. Ketika Ia hampir mati lapar di padang gurun sesudah berpuasa selama 40 hari, setan menggoda-Nya dengan urusan perut, urusan rejeki, urusan ekonomi.... Setan memancing Yesus untuk repot dengan soal roti. Sebenarnya urusan roti, urusan perut itu juga penting. Tetapi setan mau mengalihkan komitmen pokok Yesus untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini ke soal yang penting tetapi tidak pokok yaitu soal perut tadi. Maka Yesus menjawab: “Bukan dari roti saja manusia hidup!!” Ada hal lain yang lebih pokok, yang lebih menjamin kesejahteraan lahir-batin manusia. Yaitu mendengarkan Firman Allah yang menyelamatkan!! Roti, jaminan-jaminan ekonomis, penting, tetapi tidak maha penting. Hal-hal itu tidak abadi. Alexander Agung, raja Macedonia, terkenal sangat berkuasa dan kaya-raya. Ketika dia merebut negeri-negeri di jantung Asia pada masa itu, la sungguh menjadi san gat berkuasa dan kaya-raya. Tetapi di tempat itu pula bidupnya berakhir. Sebelum ia meninggal ia memesan kepada pengikut-pergikutnya, supaya kalau ia meninggal, jenasahnya ditaruh di dalam sebuah peti jenasah, tetapi kedua tangan harus tetap diulurkan keluar dari peti jenasah itu. Dalam keadaan seperti itu jenasahnya hendaknya dibawa pulang ke Macedonia. Men gapa?? Alexander Agung mengatakan: “Supaya semua orang dan dunia tahu dan melihat bahwa Alexander Agung yang berkuasa dan kaya raya itu, waktu matinya... ia pergi dengan tangan kosong....”

MOTIVAS I DASAR 2 STATUS KEDUDUKAN DAN JABATAN (Motivasi Politis)

Status, jabatan/pangkat, peranan, posisi, prestasi, harga diri dan nama baik adalah baik dan memiliki nilai sangat positif. Kita hendaknya berjuang dan berambisi untuk merebutnya. Adalah indah untuk memiliki suatu status, suatu jabatan atau pekerjaan apapun juga. Hal yang paling hina bagi martabat manusia ialah kalau orang tidak mempunyai status dan pekerjaan. Menjadi penganggur. Menjadi penganggur sangat laborens. Pangkat, jabatan dan melukai harga diri seseorang. Manusia adalah ens laborens. kekuasaan sungguh memberi kesenangan yang positif. Demikian juga dengan prestasi, harga diri, kehormatan dan sebagainya... Namun walaupun hal-hal itu sangat penting, ia tidak boleh menjadi yang termaha penting bagi diri dan hidup kita. Kita hendaknya tidak mendewakanannya. Ia tidak boleh menjadi yang termaha penting bagi diri dan hidup kita, sehingga ia menjadi perintang bagi kita untuk mencapai nilai-nilai yang lebih luhur, misalnya komitmen kita kepada Tuhan dan sesama. sesama. Ambisi terhadap status, kedudukan dan prestise hendaknya tidak sampai menguasai diri kita. Seperti harta kekayaan, ambisi yang berlebihan terhadap status, kedudukan dan peranan bisa menjadi semacam candu, penyakit yang menggerogoti diri dan hidup kita, sehingga kita dapat kehilangan kendali diri. ***

1. REFLEKSI PENGALAMAN Kita tentu kenal ceitera tentang kera yang berambisi menjadi bidadari. Diceriterakan bahwa ada seekor kera yang bertapa dengan keras sekali. Ia tidak makan dan tidak minum. Hanya berdoa dan bermeditasi. Buah-buahan yang bergantung di sekitar tempat pertapaannya tidak dihiraukannya. Ia sungguh-sungguh bertapa. Akhirnya tapanya berkesan di hati para dewa. Para dewa lalu mengatakan kepada kera itu: “Sebagai pahala dari tapamu, minta apa sajalah dari para dewa, maka permohonanmu itu akan dikabulkan...” Kera itu langsung mengungkapkan keinginannya yang sudah lama dipendamkannya di dalam hati. Ia ingin supaya bisa menjadi cantik seperti manusia. Para dewa lalu berkata, ia hendaknya pergi mandi sampai tujuh kali kedalam sungai yang berada di dekat tempa pertapaan itu. Sesudah mandi sampai tujuh kali, ia pasti akan menjadi cantik seperti manusia.

Kera itu mengikuti perintah para dewa itu. Dan benar, sesudah ia mandi sampai tujuh kali di sungal itu, ia barcermin pada permukaan air sungai itu, ia kini sungguh-sungguh telah menjadi cantik seperti manusia.... Ternyata pengalaman yang baru ini membuat si kera semakin berambisi. Ia seperti kecanduan untuk mengejar status yang lebih tinggi. Ia berpikir: dengan mandi sampai tujuh kali di sungai itu ia telah menjadi cantik seperti manusia. Kalau ia mandi tujuh kali lagi di sungai itu, pasti ia akan cantik seperti bidadari... Maka ia mandi lagi sampai tujuh kali di sungal itu! Apa yang terjadi?? Ketika ia bercermin dipermukaan air sungai itu, ternyata ia kembali menjadi kera………. Ceritera rakyat sering punya makna filosofis, bahkan teologis yang sangat dalam. Dari sejarah nasional, maupun dunia, kita kenal tokoh-tokoh yang sangat ambisius untuk merebut dan mempertahankan status serta kekuasaan, dengan apapun taruhannya. Untuk meraih posisi dan kekuasaan itu mereka tidak segan-segan menginjak sesama manusia atau menghujat Allah secara halus atau terang-terangan. Tokoh-tokoh seperti Ken Arok, Suharto...., adalah orang-orang yang demi merebut kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan, tidak segan-segan menghilangkan kepentingan bahkan nyawa manusia lain asal ambisinya tercapainya……. Sebagai guru….. mungkin ambisi kita tidak segila itu. Apalagi apa artinya guru pada jaman sekarang ini. Dulu status guru dikejar banyak orang. Guru sungguh obor masyarakat!! Banyak gadis berebutan untuk menjadi nyonya guru. Sekarang ini gadisgadis itu mungkin lebih senang menikahi sopir bemo kota.... Namun apapun status guru dimata masyarakat dewasa ini, itu belum berarti kita luput dari godaan untuk berambisi secara tidak proporsional. Ambisi untuk merebut status, pengakuan, peranan, prestasi, bisa tetap menggoda kita ….. Sebagai guru kita mungkin tetap berambisi untuk memperoleh pengakuan yang lebih besar, posisi yang lebih penting, kesempatan yang lebih luas (termasuk kesempatan untuk studi lanjut atau....dan sebagainya). Semua itu wajar dan baik. Ia menjadi tidak baik, kalau kita mulai menyikut teman sejawat, mendiskreditkan dan menyebarkan isu tentang pimpinan yang kita nilai nepotis, sukuis atau kolusif secara berlebihan, sehingga mengeruhkan seluruh suasana lingkungan kependidikan kita.... Apa yang kita cari? Kadang-kadarig bisa timbul perasaan yang tidak sehat di dalam diri kita: kita tidak bisa tidur, kita sakit hati, karena teman sejawat mendapat keberuntungan... dan kita ….. tidak ….. Sebagai guru bisa saja kita bersikap sewenang-wenang terhadap bawahan kita, terhadap siswa. Kita malah bangga menjadi guru yang angker, sulit didekati, menjadi the killing profesor. Kita sepertinya sungguh menikmati kekuasaan, senang melihat siswa bertekuk lutut, menyembah-nyembah, pulang-pergi berurusan dengan kita sebagai Kepsek, guru, pembina.... dan sebagainya. Dalam hati kecil kita berkata: “baru tahu dia !! Terhadap siswa tertentu kita bisa saja jadi lebih lembut. Menikmati kalau disayang....Apa yang kita cari?? Kepuasan sesaat?? Alangkah naifnya. Mungkin kita kenal guru, yang kalau mereka tidak sempat masuk kelas, disyukuri oleh siswa dan kalau mereka sakit siswa-siswi itu menyeletuk: mampus dia!! Tetapi kita tentu kenal guru yang kalau mereka masuk ke rumah-sakit siswa datang menjenguk dalam antrean yang panjang sambil membawa buah-buahan dan kembang sebagai tanda empati dan kasih sayang! 





Sebagai guru kita senang merasa cepat tersinggung merasa harga diri dan martabat kita dilecehkan oleh atasan ataupun bawahan/siswa. Kita bisa bersikap tidak mau menerima baik, bahkan mengamuk, mengucapkan kata-kata yang terlampau tajam atau bertindak secara ekstrem, menulis surat protes kepada atasan dengan puluhan tembusan untuk (katanya) mempertahankan harga diri. Padahal mungkin ada udang dibalik batu atau sekedar menyembunyikan kompleks rendah diri kita. Mengapa kita berucap dan bertindak ekstrem padahal soalnya amat sepele. Mengapa musti dibesar-besarkan. Ada baiknya kita memandang banyak hal secara relatif, tidak perlu dimutlakmutlakan. Alangkah indahnya kalau kita mempunyai perasaan humor yang tinggi tentang sikap dan diri kita …… Bisa menertawakan diri sendiri.... Ia bisa meredakan saraf kita……..

2. REFLEKSI KITAB SUCI Status, kedudukan, peranan, harga diri memang penting. Tetapi tidak perlu terlalu dimuliakkan. Didewakan!! Yesus pernah pula digoda oleh setan menyangkut status, kedudukan, kemuliaan dan semacamnya. Setan menawarkan kepada Yesus kewenangan untuk merajai dunia, asal Yesus mau menyembahnya. Sekali lagi setan berusaha untuk membelokkan misi dan komitmen pokok Yesus kepada hal-hal yang penting dan menarik seperti kekuasaan, kedudukan dan wewenang, tetapi Yesus tidak mudah tersilau.... Ia berpegang teguh pada misi dan komitmen pokoknya, Kerajaan Allah dan keselamatan manusia. Tawaran itu sudah barang tentu melukal hati Yesus. Bukan kekuasaan dan kemuliaan di dunia yang paling penting; bukan diri manusia yang harus berada di tempat yang paling atas. Betapa kekuasaan dan kemuliaan telah kerap kali mencelakakan manusia dan membuat manusia tidak mampu mewujudkan cita-cita untuk mengabdi Allah. Yesus datang supaya Allah dinomorsatukan di hati manusia dan Allah menjadi raja di hati manusia. Supaya Kerajaan Allah dibangun, yaitu Allah meraja di hati manusia sehingga suasana menjadi penuh kasih, tercipta kedamaian, kebenaran dan keadilan. Dengan terciptanya suasana demikian, manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Manusia bukan diciptakan demi kekuasaan dan kemegahan. Kekuasaan dan kemegahan dapat menjadi akar dan semua ketidakselamatan manusia; dapat menjadi penyebab dasar mengapa orang tidak bersedia menerima Allah di hati. Maka. secara mendasar Yesus menjawab si iblis, “Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti ”. (Mat 4:10). Kita tidak boleh pernah mengabdi kepada makhluk atau hal-hal lainnya, termasuk kedudukan, jabatan dan kekuasaan.

MOTIVASI DASAR 3 KESENANGAN DAN KEMATIAN (Motivas Kultural)

Pada jaman teknologi sekarang ini dunia menawarkan banyak kesenangan dan kenikmatan. Mengalami kesenangan dan kenikmatan adalah wajar. Tuhan pasti mau bahwa kita hidup senang dan menikmati pelbagai kenikmatan, yang disajikan oleh dunia teknologi jaman ini. Kita boleh mengalami kenikmatan pelbagai produk makanan dan minuman, pelbagai sarana transportasi dan komunikasi pelbagai apresiasi seni musik, tari dan sebagainya. Namun seperti kekayaan dan kekuasaan, kesenangan dan kenikmatan hendaknya dinikmati secara baik dan wajar. Ia tidak boleh menguasai diri dan hidup kita. Ia tidak boleh menggusur hal-hal yang lebih luhur seperti pengabdian kita kepada Tuhan dan sesama. Kalau kita sudah mendewakan kesenangan dan kenikmatan, kita bisa menuai bencana di kelak kemudian hari. 1. REFLEKSI PENGALAMAN Diceritakan bahwa ada seekor kucing yang kerjanya sehari-hari menjual cacing untuk para unggas. Yang anehnya ialah bahwa urusan jual beli cacing itu dilakukan dengan sistem barter, sistem tukar-menukar barang. Sang kucing memberi cacing dan para unggas harus menyerahkan sehelai bulu sayapnya. Adalah seekor burung elang, raja segala elang, yang keranjingan memangsa cacing milik sang kucing itu. Untuknya tidak ada soal bahwa setiap heri ia harus menyerahkan setangkai bulu sayapnya untuk seekor cacing yang ditawarkan sang kucing. Ia sungguh keenakan dan ketagihan memakan cacing-cacing itu, sehingga bahaya yang mengancam tak disadarinya dan tugasnya untuk memimpin para elang tak terpikirkan lagi. Ia terpikat dan dikuasai oleh nafsunya untuk menikmati rajeki cacing yang ditawarkan sang kucing itu. Pada suatu hari ketika ia menyerahkan bulu sayapnya untuk kesekian kalinya untuk memperoleh cacing sang kucing, tiba-tiba ia merasa bahwa ia tidak mampu terbang lagi. Pada saat itulah sang kucing menangkapnya dan memangsanya. Kita bisa terpikat kepada kenikmatan dan kesenangan yang wajar. Tetapi keterpikatan itu hendaknya tidak boleh membuat kita lupa kepada hal-hal yang lebih pokok dan luhur, seperti Kerajaan Allah dan keselamatan kita yang abadi. Jangan sampai oleh obsesi kita terhadap hal-hal itu, Allah dan Kerajaan Allah terabaikan, dan dengan demikian keselamatan kita sendiri tidak terjamin lagi. Kita menjadi penyembah berhala baru di abad modern ini!! Pada jaman ini orang bisa gampang terjerumus ke dalam budaya hedonistik. Budaya ini diwujudkan melalui media audio-visual, diperkuat oleh reklame yang telah meresapi hampir semua tempat dan situasi hidup masyarakat. Dogma budaya hedonistik adalah: Hidup yang betul adalah hidup berkesenangan. Tanpa kesenangan hidupMu gagal! Dalam budaya hedonistik hidup hanya mempunyai arti, dan

kita hanya diakui oleh orang lain, apabila penuh kesenangan, kemewahan dan kenikmatan. Orang yang tidak menikmati kemewahan. yang kelihatan ada masalah adalah orang yang tidak laku dalam budaya hedonistik. Pengorbanan, menanggung penderitaan, askese dan tapa, kesederhanaan, kerelaan untuk melepaskan nikmat demi cita-cita luhur tidak mempunyai tempat dalam budaya itu. Budaya hedonistik itu berkembang dalam pelbagai sikap yang semakin mengkorupsikan sopan santun pergaulan dan seluruh system nilai masyarakat antara lain: konsumerisme, mumpungisme dsbnya. Konsumerisme  adalah sikap orang yang terdorong untuk terus menerus • Konsumerisme  menambahkan tingkat komsumsi, bukan karena komsumsi itu dibutuhkan, melainkan lebih demi status yang dikira akan diperolehnya melalui konsumsi tinggi itu. Orang mengira ia bisa menjadi orang dengan membeli rokok, pakaian, mobil merek tertentu, ia harus mempunyai rumah dengan gaya orang besar, berolah raga dan berlibur seperti orang besar. Pada golongan elite konsumerisme berarti terus menerus meningkatkan konsumsi mereka. Sedangkan masyarakat biasa mencoba meniru-niru gaya hidup elite dan dalam itu sering justru merusakkan ekonomi rumah tangga mereka sendiri yang memang tidak kuat. • Konsumerisrne dengan sendirnya menghasilkan mumpungisme: Maksudnya, dalam budaya konsumerisme orang menyadari bahwa dengan bekerja yang rajin, jujur, bertanggung jawab, bermutu dan ulet ia tidak pernah bisa maju. Malahan pekerja dengan jujur, rajin dan bertanggungjawab semakin dianggap sikap yang bodoh. Cara yang efekiif untuk maju adalah “ngobyek”, “mumpung” ada kesempatan, dengan bonceng pada orang-orang atas, dengan mengambil jalan cepat, jalan pintas/korupsi misalnya., Budaya hedonisme, konsumerisme dan mumpungisme ini tentu saja bisa menggoda kita para guru dengan salah satu cara. Ia bisa merupakan suatu budaya, suatu cara hidup, tetapi bisa juga merupakan suatu pelarian. Dalam suasana serba kalut dan tertekan karena beban ekonomi dan politik, orang bisa mencari rupa-rupa hiburan dan pelarian. Hilburan dan pelarian dalam bentuk miras, judi, pelesir, ekstasi……. dsbnya. Hiburan dan pelarian itu bisa membuat orang fly dan lupa akan derita, lupa akan kesulitan, tetapi juga lupa akan Tuhan!! Memang kenikmatan dan kesenangan tidak selalu jelek! Ia sangat baik dan perlu untuk hidup kita. Tetapi jelas ia menjadi tidak baik, katau ia membuat kita lupa akan Tuhan dan sesame. 2. REFLEKSI KITAB SUCI Iblis membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan-Nya di bubungan Bait Allah. Dengan dua kali pencobaan yang tidak berhasil itu, iblis masih berusaha minta tanda bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Yesus diminta untuk menjatuhkan diri dan bubungan Bait Allah. “Jadilah seorang Mes ias yang termasyur, dengan tanda-tanda ajaib yang menyolok mata”, desak b ilis. Iblis membujuk Yesus untuk berakrobatik, utuk bersenang-senang. Iblis menawarkan kesenangan dan kenikmatan. Untuk itukan Yesus menjadi Mesias? Menjadi Juruselamat yang mengusahakan keselamatan manusia tidak dengan cara yang ajaib dan mencolok mata, tetapi dengan cara yang sederhana, bahkan secara hina, yakni lewat penderitaan dan kematian. Keselamatan sejati manusia tidak diperoleh di luar hukum-hukum biasa manusia, melainkan di dalam jalan iman manusia yang biasa, yang sederhana, bahkan seringkali membosankan dan menyakitkan. Oleh karena itu Yesus menjawab kepada iblis, “Jangan Engkau mencobai Tuhan Allahmu” .

Kisah percobaan itu pada dasarnya mau melukiskan bagaimana Yesus digoda oleh iblis, raja kegelapan, supaya Ia meninggalkan tugas dan misi pokoknya. Percobaan ini tentu tidak sekali jadi dalam hidup Yesus. Mungkin saja bahwa selama hidup-Nya Yesus senantiasa digodai dengan cobaan-cobaan itu. Penginjil Lukas mencatat: sesudah iblis mengakhiri semua percobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik untuk muncul lagi. (Luk 4:13) Mungkin sekarang si iblis itu muncul lagi untuk mencobai kita para guru, pengikutpengikut Yesus, Sang Guru!!

MOTIVASI DASAR 4 KEPANGGILAN (Motivasi Religius)

Motivasi dasar religius adalah bila seorang guru meyakini dirinya bahwa ia terpanggil untuk mengabdi kepada kepentingan Tuhan dan sesama. Ia terkomitid untuk mengabdi kepada Allah dan sesame. Hal itu menjadi daya dorang dan daya tahan paling utama mengapa ia mau menjadi guru dan bertahan untuk menjadi guru. Makna panggilan mungkin terungkap dengan jelas dalam Injil Markus, pasal 3 ayat 1315, dimana Yesus memanggil dan memilih kedua belas rasul untuk datang kepada-Nya dan kemudian diutusnya kepada sesama untuk mewartakan Kerajaan Allah. Dan ayatayat itu dan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci kiranya dapat ditarik empat ciri pokok dari seseorang yang dipanggil Tuhan, yaitu: 1. Seorang yang dipanggil Tuhan harus bisa meninggalkan segala-galanya. 2. Orang yang sudah meninggakan segala-galanya itu harus datang kepada-Nya. tinggal bersama-Nya, bersatu mesra dengan Dia yang memanggilnya. 3. Orang yang sudah meninggalkan segala-galanya dan bersatu mesrah dengan Tuhan, hendaknya siap untuk diutus. Ia menjadi man for God. tetapi juga man for other. 4. Orang yang dipanggil dan diutus itu harus tahu bahwa tantangan, penderitaan, salib merupakan bahagian dari hidupnya. Mari kita renungkan satu persatu ciri-ciri itu.  A. MENINGGALKAN SEGALA-GALANYA (Dapat digunakan sebagai Homili pada Perayaan Ekaristi hari ke 3) Elisa rupanya seorang petani yang cukup kaya. Ia mempunyai sejumlah buruh tani dan paling kurang 12 pasang sapi pembajak. Pada suatu hari ia bersama-sama buruhnya sedang sibuk membajak ladangnya. Ia membajak dengan pasangan sapi yang terakhir. Pada saat itulah nabi Elias yang terkenal di seluruh Israel melewati ladangnya. Ia melihat Elisa sedeng membajak ladangnya. Tanpa bicara sepatah katapun, Elias meninggalkan mantol nabinya dan melemparnya ke pundak Elisa. Elisa tertegun, ia mengerti dengan baik makna dari tindakan Elias melemparkan mantol nabinya kepundaknya. Tindakan itu berarti Tuhan telah memanggilnya menjadi nabi lewet nabinya Elias. Buru-buru ia mengejar nabi Elias dan meminta supaya ia pamitan dulu dengan orang tuanya. Tetapi rupanya sang nabi tidak terlalu berkenan. Dia hanya menjawab: Silakan, saya tidak melarang engkau!!” Panggilan Tuhan rupanya tanpa syarat, harus serentak ditaati. Elisa cepat kembali ke ladangnya, lalu menyembelih sapi-sapinya. Bajakbajaknya dipotong-potong dan dibelahnya untuk menjadi kayu api untuk memanggang daging-daging sepi itu. Kemudian daging-daging sapi itu dibagi-bagikan kepada anak buahnya. (Semuanya!!).

Semua milik dan sisa-sisa masa lampaunya telah tiada. Dengan tindakannya itu ia telah mengucapkan selamat tinggal kepada semua kenangan dan ketertarikannya pada masa lampau. Tanpa beban ia menyusul Elias untuk menjadi nabi Allah, untuk menjadi orang terpanggil, untuk menjadi man for God dan man for other. *** Sebagai guru kita pun dipanggil untuk datang kepada-Nya. Untuk ciatang kepada-Nya tanpa beban kita harus bisa meniggalkan segala-galanya seperti nabi Elisa itu. Pertama kita harus bisa meninggalkan ayah-ibu, kampung halaman yang kita cintai, orang-orang dan benda-benda yang kita cintai untuk memberi tempat pada pengabdian kita kepada Tuhan. Tuhan tentu saja tidak meminta supaya kita membenci kaum keluarga dan kampung halaman kita, ia hanya meminta supaya orang-orang dan yang kita kasihi tidak sampai menjadi penghalang bagi komitmen kita terhadap-Nya dan terhadap sesama. Kedua: Selain ayah dan ibu dan kampung halaman, kita harus mampu pula meninggalkan dunia kita yang lama. Mungkin itu kesenangan kita, obsesi kita, cita-cita kita dan pelbagai kecintaan kita....Tidak gampang memang!! Tetapi Tuhan telah berkata: Siapa yang telah memegang bajak, namun masih menoleh kebelakang, tidak layak menjadi murid-Ku. Ketiga: Kita hendaknya sanggup pula meninggalkan kelemahan-kelemahan dan dosadosa kita. Kita harus bermetanoia, menjadi manusia baru.... Seorang yang tidak bermetanoia tidak bisa menjadi murid-Nya. B. DATANG KEPADANYA, MENGIKUTI DIA Datang kepada Yesus dan mengikuti Yesus, tidak sama dengan kalau kita datang kepada kepala sekolah misalnya. Kalau kita datang kepada kepada sekolah, kita tetap menjadi diri kita.... Tetapi kalau kita datang kepada Yesus dan mengikuti-Nya, maka diri kita harus dirubah untuk menjadi seperti Dia, yang memanggil kita. Pola hidup Yesus harus menjadi pola hidup kita, orientasi hidup Yesus harus menjadi orientasi hidup kita. Obsesi Yesus harus menjadi obsesi hidup kita. Pokoknya kita harus menjadi seperti Dia. Datang kepada Yesus dan mengikuti Dia bukan soal untuk lebih mengenal Dia, tetapi menjadi seperti Dia. Seorang mistik A de Mello SJ, melukiskan dengan indah sekali mengenai pertemuan seseorang dengan Yesus. (Wawancara antara seorang yang baru saja bertobat dan mengikuti Kristus dengan seorang temannya yang tidak beriman);

“Jadi, Kau sudah bertobat menjadi pengikut Kristus?” “Ya” “Kalau begitu tentu kau tahu banyak tentang Dia. Misalnya di negeri mana Ia dilahirkan?” “Aku tidak tahu!” “Berapa usia-N ya waktu Ia meninggal?” “Aku tidak tahu” “Berapa kali Ia berkotbah?” “Aku tidak tahu”

“Lho, bagi orang yang menyatakan telah bertobat menjadi pengikut Kristus. kau mengetahui sedikit sekali”. “Kau memang benar. Aku malu karena begitu sedikit pengetahuanku tentang Dia. Tetapi sekurang-kurangnya aku tahu hal ini: Tiga tahun yang lalu aku seorang pemabuk. Hutangku banyak. Berantakan. Anak istriku selalu takut,. setiap kali aku pulang. Tetapi sekarang aku sudah tidak minum lagi. Hutang-hutangku sudah lunas. Keluarga kami bahagia. Anak-anak senang menantiku pulang ke rumah setiap sore. Ini semua karya Kristus bagiku. Sebanyak inilah yang saya ketahui tentang Kristus”. *** Benar-benar bertemu dengan Yesus berarti diubah untuk menjadi seperti Yesus. Kalau tidak, ya apa gunanya. Bertemu dengan Kristus artinya harus berubah untuk mengikuti pola hidup Yesus Kristus. Berkenalan dan bertemu dengan Yesus berarti berkenalan dengan perubahan. Pertama-tama perubahan dalam diri. Perubahan hati, yang kemudian mewujud di dalam perubahan sejarah hidup. Petrus mengalami itu. Maria Magdalena mengalami itu. Agustinus mengalami itu. Jean de Foucauld mengalami itu. Kita lihat tokoh Petrus. Sesudah mengenal Yesus, Petrus mulai berubah. Mula-mula ia hanya merubah namanya. Dari Simon menjadi Petrus. Sebuah sentuhan pertama dialami dalam hidupnya. Maka sejak itu, perlahan-lahan tumbuh perubahan demi perubahan di dalam dirinya. Perubahan diri kerena sikap imannya kepada Yesus. Tidak mudah memang. Petrus mengalami up and down berulang kali. Ia mengalami jatuh bangun, sukses dan kegaglan silih berganti. Tetapi ia maju. Ia berubah. Perubahan radikal itu terjadi sesudah kebangkitan Yesus. Pengalamannya dengan Yesus yang telah bangkit itu merasuk seluruh dirinya. Petrus menjadi “kesetanan” oleh Yesus Kristu. Petrus yang dahulu adalah Petrus yang sanget labil, yang pada saat-saat tertentu tampil untuk membela Yesus, tetapi pada saat lainnya bisa menyangkali Yesus bahkan sampai tiga kali secara berturut-turut. Petrus yang dahulu adalah Petrus yang serampangan, seenaknya berbicara dan sering dengan mengatasnamakan temantemannya dan kemudian ternyata dia sendiri tidak tahu apa yang dikatakannya (Mk 9.8). Petrus yang dahulu adalah Petrus yang penakut, yang lari meniggalkan gurunya ketika gurunya ditangkap dan kemudian menyangkal-Nya pula sampai tiga kali karena takut kepada seorang wanita yang menanyainya. Namun Petrus yang sekarang adalah Petrus yang tegar untuk berbicara tentang gurunya, apapun tantangannya. Ia tidak takut lagi. Di depan sidang pengadilen agama ia berkata dengan lantang. “Kami tidak bisa berhenti berbicara mengenai apa yang sudah kami lihat dan dengar sendiri!” (Kis. 4 :20). Petrus bertekad untuk mewartakan dan memberi kesaksian tentang gurunya. Ia kemudian meninggalkan anak istrinya, kampung halaman dan kaum kerabatnya, menjelajahi banyak daerah untuk memberitakan tentang Yesus Kristus. Akhirnya Petrus menjejakkan kakinya di kota Roma, pusat dunia barat kala itu, untuk memimpin umat Kristus di tengah pengejaran dan penganiayaan oleh penguasa Roma. Menurut legenda diceriterakan bahwa ketika pengejaran dan penganiayaan terhadap umat Kristus meningkat. banyak dari umat Tuhan itu membujuk pemimpin mereka untuk mengungsi dari kota Roma. Mereka tidak mau pemimpin mereka ditangkap dan dieksekusi.

Maka terjadilah pada suatu hari menjelang fajar, Petrus diantar oleh seorang penunjuk jalan meninggalkan kota Roma. Ketika garbing kota sudah dibelakang mereka, tiba-tiba Petrus melihat dalam keremangan pagi seseorang datang dari depan dengan salib dipundaknya. Siapakah dia?? Ia adalah Yesus, gurunya. Yesus berlumur darah, memikul salib menuju Roma. Bingung, ragu, menyesal Petrus berusaha untuk melontarkan suatu petanyaan (yang kemudian menjadi sangat terkenal itu) kepada Yesus: “Quo vadis kemana??  Menurut legenda Yesus menjawab kepada Domine?” Tuhan Engkau mau kemana??  Petrus: Ke Roma, Petrus!! Aku harus disalibkan sekali lagi untuk menggantikan engkau, sebab engkau mau meninggalkan umatku di Roma!” Petrus langsung berbalik menuju kota Roma sambil menangis karena sesal. Entah sudah berapa kali ia menangis karena sesal sejak ayam berkokok untuk ketiga kalinya di depan gerbang pengadilan agama itu. Petrus kembali memimpin umat Kristus di jantung dunia dengan tegar. Kita tahu kemudian ia ditangkap. Pada saat ia ditangkap dan diborgol mungkin ia teringat akan kata-kata gurunya yang diucapkan-Nya tentang dia, ketika ia masih menjadi nelayan yang muda remaja nun jauh di tanah tumpah darah tercinta, di tepi tasik Genesaret sana: “Ketika  engkau masih muda, engkau sendiri mengikat pinggangmu dan pergi kemana saja engkau mau. Tetapi kalau engkau sudah tua nanti, engkau akan mengulurkan tanganmu, dan orang lain yang mengikat engkau dan membawa engkau kemana engkau tidak mau pergi”. (Yoh.  21.18). Petrus kemudian dihukum mati. Sapenti gurunya: disalibkan. Namun Petrus meminta supaya ia disalibkan dengan kepala kebawah. Ia merasa tak la yak untuk mati seperti gurunya. Demikianlah berakhir perjalanan hidup yang panjang dari seorang pengikut Kristus, yang jatuh bangun berusaha untuk hidup menurut pola hidup guru-Nya. Ia merubah dirinya, dari waktu ke waktu untuk semakin mirip dengan gurunya. Petrus berusaha untuk mengenal gurunya. Dia ia telah mengenal-Nya!! Dan dia telah berubah!! Suatu pertanyaan untuk kita para guru: Apakah kita sudah berubah mejadi seperti Dia, Sang Guru? *** C. DAN UNTUK DIUTUSNYA Kita sudah merenungkan bahwa orang yang dipanggil oleh Tuhan harus bisa meninggalkan segala-galanya dan datang untuk tinggal bersama-Nya, untuk bersatu dengan dia. Namun Tuhan tidak bermaksud supaya mereka yang terpanggil itu hanya diutus. tinggal bersama-Nya, tetapi juga supaya mereka bisa diutus. Seseorang yang sudah mengalami yang indah, yang mengagumkan dan menyelamatkan tidak boleh memendamnya atau mendiamkannya, tetapi harus mewartakannya kepada orang lain. Para murid Yesus, para rasul, sudah berdiam bersama Yesus selama 3 tahun. Pasti banyak pengalaman yang indah, mengagumkan dan menyelamatkan. Seluruh hidup Yesus diabdikan untuk mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Secara konkrit Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah itu dapat dilihat dalam diri-Nya dan dalam pewartaan serta tindakan-Nya. Kehadiran dan tindakan Yesus merupakan awal dan gambaran dan Kerajaan Allah itu. Ketika Ia mengelilingi Palestina sebagai guru dan mengajar serta berbuat baik Kerajaan Allah sebenarnya mulai menyata. Pada saat orang mengalami bahwa orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang tertawan dibebaskan, orang mati dibangkitkan, setan-setan diusir.... dsbnya, maka Allah sebenarnya mulai meraja dalam diri Yesus.

Segala warta dan tindakan Yesus itu sungguh suatu warta dan tindakan besar Allah yang menyelamatkan. Dan untuk itu Yesus rela mempertaruhkan segala-galanya, termasuk nyawa-Nya. Kesengsaraan dan kematian Yesus harus dilihat sebagai suatu tindakan kesaksian yang paling tinggi dan paling final untuk menunjukkan bahwa pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah bukanlah soal main-main, tetapi hal fundamental menyangkut keselamatan manusia dan solidaritas serta kasih Allah. Maka kebangkitan Yesus merupakan pembenaran dan pengakuan dari pihak Allah untuk menunjukkan bahwa pewartaan serta kesaksian Yesus tentang Kerajaan Allah adalah benar. *** Sebagai guru, yang mengambil bahagian dalam perutusan Guru Illahi, kita kiranya bisa mewartakan dan memberi kesaksian tentang Khabar-Baik Kerajaan Allah itu. Misalkan saja: Kita berbicara dan mewartakan tenlang kepercayaan kepada Allah. tentang kasih persaudaraan, tentang perdamaian, tentang kesetiakawanan ditengah dunia kita yang penuh kebencian dan sengketa saat ini. Kita berbicara dan memberi kesaksian tentang keadilan dan kejujuran ditengah situasi kita yang penuh dengan kesewenang-wenangan, kebohongan dan rekayasa. Kita bisa menyembuhkan orang yang buta matanya. Ada banyak orang yang buta aksara. Buta hati dan buta rasa. Buta terhadap kebenaran. Kita bisa menyembuhkan orang yang tuli telinganya. Tuli terhadap firman dan panggilan Allah. Tuli terhadap seruan dan Jeritan penderitaan sesamanya .....dsbnya. Kita bisa menyembuhkan orang yang lumpuh. Lumpuh karena dibelenggu oleh dosa dan kebiasaan yang buruk. Dibelenggu oleh ketagihan-ketagihan yang sulit diatasi Kita bisa membangkitkan orang mati. Orang-orang yang telah mati karena dosa. Orang-orang yang mati rasa, mati hati nurani ,.... dsbnya. Kita bisa mewartakan Khabar-Baik!! Memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah!! Apapun tantangannya, Allah akan membenarkan kita, seperti telah membenarkan Yesus, sang Guru Illahi!!. 











*** Dalam konteks negeri kita yang multi etnis, kepercayaan dan budaya mungkin kesaksian hidup lebih berbicara daripada pewartaan verbal. Seorang atheis (yang tek percaya pada Tuhan) dirawat di suatu rumah sakit katolik. Di sana ia dirawat oleh seorang perawat puteri yang setia sekali memperhatikannya. Perawat itu sering berbicara tent ang Tuhan kepada orang atheis itu, tetapi nona perawat itu selalu ditertawakan saja. Tetepi nona perawat itu tidak berputus asa tiap kali pasti ia berbicara lagi tentang Tuhan. Dan tiap kali orang atheis itu berkata: “Nona yang baik, jangan berkhayal tentang Tuhan. Ia tidak ada. Ia ciptaan pikiran manusia saja”. Sakit si atheis ini makin gawat, karena dua buah ginjalnya sudah hancur sama sekali. Ia pasti akan mati. Pada suatu hari nona perawat itu berbicara lagi kepadanya. Kali ini bukan tentang Tuhan. Nona parawat itu mengatakan kepadanya bahwa sebaiknya ia dioperasi saja dan perawat itu rela memberikan satu ginjalnya untuk dicangkokkan pada pasien atheis itu. Si atheis hampir tidak percaya apa yang didengarnya, Mungkinkah nona yang begitu muda belia dan cantik mengambil risiko bagi dirinya sendiri untuk menolong dia? Dengan air mata bercucuran ia berkata kepada nona itu: “Terima kasih. Saya tidak mau nona menyambung nyawa untuk saya. Tetapi saya

percaya kepada keikhlasan hati nona dan juga sekarang saya percaya semua apa yang nona katakan sebelumnya tentang Tuhan yang nona imani.” Kata orang, kata-kata mengajar tetapi perbuatan menarik dan mendorong. Kita mau berusaha untuk mewartakan Kerajaan Allah terutama dengan kesaksi hidup, seperti Yesus! Kesaksian Yesus yang paling agung dan paling final tentang Kerajaan Allah ialah penderitaan dan kematian-Nya. *** Sebagai pewarta Khabar Baik Kerajaan Allah, kiranya kita perlu memiliki beberapa sikap seperti yang dituntut oleh Sang Guru Ilahi. Antara lain: a. Kesederhanaan Injil menceritakan bahwa ketika Yesus mengutus murid-murid-Nya, Ia berpesan supaya mereka tidak membawa apa-apa. selain tongkat dan sepasang sendal. Tidak boleh mambawa uang dan baju lebih dan satu. Segala “kekayaan” itu bisa menjadi beban bagi kita dalam tugas pewartaan. Sebuah mobil yang muatannya terlalu banyak tidak akan maju dengan cepat. Banyak kemacetan bisa terjadi di jalan………. Demikian juga dengan jalan dan tugas pewartaan kita hendaknya tidak terlalu diberati oleh pelbagai hal yang tidak terlalu perlu. Yang kita butuhkan hanya modal semangat seperti yang dimiliki Yesus. Dalam pewartaan-Nya Yesus tidak membebani diri dengan pelbagai kekayaan dan fasilitas yang serba wah…..! Gereja, khususnya kita para pewarta, rupanya musti berpikir ulang tentang kekayaan dan kemewahan kita dalam mewartakan Khabar-Baik Kerajaan Allah. Apakah mungkin kita sudah terlalu membebani diri dengan hal-hal yang tidak perlu, malah yang mungkin menjadi skandal dalam pewartaan kita. b. Berdua-dua Yesus mengutus murid-Nya berdua-dua. Mungkin bukan kebetulan. Yesus mungkin mau mengatakan kepada kita bahwa dalam tugas mewartakan membeli kesaksian tentang Kerajaan Allah kita hendaknya menghayati semangat kebersamaan, semangat kolegialitas. Kebersamaan kita dalam mewartakan Kerajaan Allah tidaklah eksklusif. Kita mau bekerja sama dengan siapa saja, tidak dibatasi oleh isu etnis, agama, status soal... .dsbnya. Situasi di tanah air dewasa ini menuntut kita untuk berdua-dua”.  Berdua-dua dengan etnis lain. Berdua-dua dengan pemeluk agama lain. Berdua-dua dengan mereka dari strata sosial lain.. .dsbnya. D. PENDERITAAN DAN KORBAN JADI BAGIAN HIDUP ORANG YANG DIPANGGIL DAN DIUTUS Yesus sudah mengatakan bahwa siapa yang mau menjadi murid-Nya, pengikut-Nya, harus bisa memikul salib dan mengikuti Dia. Orang yang dipanggil untuk mengikuti Dia sudah harus tahu resiko itu. Orang yang terpanggil tidak boleh bermental “terima bersih”. Salib, korban dan penderitaan, sudah menjadi bahagian hidupnya.  hidupnya.  Jalan salib Yesus akan menjadi salib-Nya. Mengapa??? Pada saat-saat menjelang kematian-Nya. Yesus mengucapkan suatu kalimat yang sangat bermakna dalam hubungan dengan penderitaa dan kematian-Nya. Kalimat itu ialah:

Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”. Kata-kata Yesus itu seolah-olah menjadi hukum alam. Itu terjadi dalam dunia flora, dunia tumbuh-tumbuhan. Biji gandum, biji jagung, biji padi atau buah kelapa memang harus jatuh, masuk ke dalam tanah, membelah diri, merusak, baru bisa berkecambah, bertumbuh dan menghasilkan banyak biji gandum, bij jagung, biji padi atau buah kelapa. Kalau ia tidak jatuh, ia tinggal sebiji saja. Tìdak menghasilkan apa-apa! Satu harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah. Itu sudah menjadi hukum alam. Demikian juga dalam dunia fauna. Dikatakan seekor laba-laba jantan sesudah mengawini betinanya, akan memberikan dirinya disengat oleh si betina dan mati. Mengapa? Jasad laba-laba jantan itu akan menjadi makanan bagi anak laba-laba pada awal kehidupan mereka sasudah menetas. Satu harus mati untuk menghasilkan banyak buah kehidupan. Pada saat-saat sulit mendapat rejeki, induk burung pelikan sering merobek dadanya. Darah yang keluar dari dadanya itu dapat menjadi penyambung hidup bagi aniak-anak pelican dimusim paceklik. Satu harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah. Demikian pula dalam dunia manusia. Manusia itu dilahirkan, bertumbuh dan berkembang karena ada pengorbanan manusia lain, entah itu ayah atau ibu, saudara atau sahabat kenalan. yang rela berkorban ..... Kita hidup dan bertumbuh di atas tanggungjawab, penderitaan dan korban orang lain. *** Seseorang menyebarkan benih sabda sering dituntut untuk menjadi benih itu sendiri. Seorang pastor menceritakan hal ini: Di paroki tempat ia bekerja, ada seorang bapa tua yang kesepian. namanya Thomas. Dia hidup lebih lama dan sahabat-sahabatnya dan hampir tak seorang pun mengenalinya. Ketika Thomas meninggal pastor itu merasa bahwa tak akan seorang pun yang menghadiri pemakamannya, sehingga ia memutuskan untuk pergi, dan dengan demikian ada seseorang yang mengantar oran g tua itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Memang tak ada orang lain dan hari itu hujan turun dengan lebatnya. Namun ketika peti mati sudah sampai di pemakaman, di pintu masuk berdirilah seorang tentara yang sedang menunggu. Dia adalah seorang perwira. Tentera itu datang ke tempat itu untuk menghadiri upacara pemakaman. Ketika upacara selesai, dia melangkah kedepan dan dihadapan makam yang masih terbuka itu dia mengangkat tangannya untuk memberi hormat yang selayaknya diberikan untuk seorang raja. Seusai pemakaman pastor tadi berjalan pergi bersama tentara ini. Angin bertiup menyingkapkan tanda pangkat tentara itu. Ia seorang brigadier jenderal. Brigadir Jenderal itu berkata pada pastor tadi, “Mungkin pastor heran kenapa saya berada disini? Beberapa tahun yang lalu, Pak Thomas manjadi guru sekolah minggu saya. Saya sungguh nakal dan merepotkannya. Namun pengajaran dan nasihatnya tak pernah saya lupakan. Ia telah mengantar saya pada kesuksesan. Pak Thomas tidak pernah mengetahui hasil pengajarannya, tapi saya sangat berhutang budi kepadanya, dan hari ini saya harus datang untuk memberi penghormatan terakhir kepadanya. Thomas tidak tahu apa yang telah ia lakukan dan tak ada seorang pun yang akan pernah mengetahuinya dengan pasti.

Tugas kita adalah menyebarkan benih, dan setelah itu kita serahkan semuanya kepada Tuhan. Guru tua itu sudah menebar benih dan dia sendiri sudah menjadi benih yang menghasilkan buah, seperti Yesus yang sudah menebar benih sabda, dan menjadi Benih Gandum. Gandum. Yesus telah menjadi gandum utama yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah. Ketika orang menikam dan merobek lambungnya di salib, biji gamdum itu seolah-olah merekah. Ketika Ia dikorbankan biji gandum itu seolah-olah di tanam. Ketika Ia bangkit dari kegelapan kuburan, biji gandum itu bertumbuh dan mulai menghasilkan banyak buah! Keselamatan kita semua adalah hasil dari benih gandum ini…………… Sebagai umat, sebagai guru, murid-murid Yesus Kristus, kita juga dipanggil untuk menjadi biji gandum itu. Kita hendaknya menghayati misteri biji gandum itu. Kita tidak perlu mencari penderitaan dan korban. Tetapi kalau kita di panggil untuk menderita dan berkorban demi kebahagiaan dan keselamatan sesama kita, kita hendaknya bisa menghadapinya dengan ikhlas dan kepala tegak. Yesus telah menyongsong penderitaannya dengan ikhlas dan kepala tegak, sebab ia yakin pengorbanannya tidak sia-sia. Ia adalah biji gandum yang harus jatuh untuk menghasilkan banyak buah….. . Kita pasti mengalami banyak korban dan penderitaan. 





Pendertaan dan korban secara ekonomis. Hidup kita mungkin serba kekurangan ini dan itu. Penderitaan dan korban secara politis. Sebagai bawahan mungkin kita sering diperlakukan secara tidak adil, sewenang-wenang dsbnya. Penderjtaan dan korban secara sosial. Status kita sering tak dianggap, tidak diperhitungkan. Apakah artinya seorang guru di jaman sekarang ini. Belum lagi seribu macam tantangan dalam melaksanakan tugas kita sebagai guru. ***

Di Australia katanya ada sejenis burung namanya Thombird yang kalau ia hinggap pada sebatang pohon berduri dan ia terluka dan berdarah, pada saat itu ia akan menyanyi amat sangat merdu. Mungkin kita mesti menjadi seperti Thombird!!.

IV. UPACARA TOBAT Pada malam terakhir retret ini sebaiknya diadakan upacara tobat, selain pengakuan pribadi. Upacara Tobat ini hendaknya dipersiapkan dan dilaksanakan sebaik-baiknya.  A. KEGIATAN PRIBADI (Persiapannya) 1. Ingatlah orang-orang dekat dan punya andil bagi Anda dalam dunia pendidikan. Istri, atasan, kolega guru, siswa-siswi. 2. Sekarang, catatlah salah, dosa, pengkhianatan apa saja yang telah Anda buat terhadap mereka. 3. Untuk upacara tobat batasi diri untuk mengingat dan mencatat salah satu dosa yang Anda rasa masih merupakan beban bathin yang sangat menekan bagimu sampai

saat ini! Apakah dosa itu telah Anda buat terhadap istri, kolega, guru, atasan, siswa/i…..?? 4. Sekarang tulislah suatu pernyataan bersalah kepada pribadi yang telah Anda “khianati” itu. Pernyataan itu diungkapkan secara langsung kepadanya. Paling bagus dengan menceriterakan kembali peristiwa yang menyakitkan hati itu. 5. Contoh pernyataan salah dan tobat itu:

KEPADA THRES, ISTRIKU

Thres, istriku……… Pada malam tobat yang hening ini aku teringat padamu seorang diri sedang menidurkan si bungsu Rini sesudah sepanjang hari kau bekerja segalanya mulai dari merapikan ranjang, mencuci piring, menyapu halaman sampai kepada menggosok ingus anak-anak…… Kau sungguh telah menjadi babu rumah tangga!! Thres, istriku………. Apakah kau masih ingat pada waktu kita pacaran dulu, aku pernah mengumbar seribu janji muluk: kau akan kuperlakukaan dan kusanjung sebagai ratu kusediakan sebuah istana dalam taman bak Firdaus……….. Tetapi apa lacur.... belasan tahun telah berlalu kau kini menjadi tidak lebih dari seorang babu dan tak pernah menyesali nasibmu yang kelabu…………. Thres, istriku………. Kadang-kadang aku menjadi begitu jahat, bila ada persoalan dengan siswa, kolega atau atasan di sekolah atau pun di mana saja kaulah yang kena getahnya kaulah yang kena damprat kaulah yang menjadi keranjang sampah dan segala frustrasi dan kemarahan Tetapi mengapa……..

mengapa kau hanya diam seribu basa ketika aku lepas kendali dan hilang kesadaran??

Thres, istriku……… Entalah berapa ribu dosa telah kubuat terhadapmu……… Pada malam tobat yang hening dan syahdu, Ada sekelumit duka dan sesal meruak di hatiku Engkau adaiah kekasihku, ibuku, sahabatku, ratuku, harapanku, jiwaku.... Thres, engkau adalah segalanya bagiku Ampunilah dosa-dosaku. (Seorang peserta retret guru)

B. UPACARATOBAT (Peserta duduk melingkar. Di tengah lingkaran ada lilin paskah yang menyala. Juga ada Salib dan Kitab Suci. Ruangan gelap, kecuali terang lilin paskah itu. Lagu atau music instrumental yang sesuai diperdengarkan sayup-sayup sampai. ...) 1. LaguTobat 2. Doa pengantar oleh Imam 3. Ungkapan salah dan tobat (Satu persatu peserta maju ke tengah, menyatakan pernyataan salah dan tobatnya di depan lilin paskah, simbol Tuhan yang bangkit. Sesudah pernyataan salah dan tobat, ia memasang lilinnya dari nyala lilin paskah, lalu kembali ke tempat dan disusul peserta yang lain). 4. Ungkapan tobat bersama-sama: “Saya Mengaku” 5. Pengampunan 6. Kata-kata parmaafan dan peneguhan dan pembimbing. 7. Doa “Bapa Kami” dinyanyikan 8. Salam Damai. (Secara teratur semua peserta saling memberikan permaafan dan pernyataan damai).

TOBAT Aku tobat, ya Tuhanku tobat atas segala dosaku. Kacang-kacang berkembang daun kobis segar di ladang. Jantung-Mu adalah biji kentang digigit oleh tanah subur dan menderita

digigit oleh tanah. Aku tobat, ya Tuhanku tobat atas segala dosaku. Burung-burung kecil di belukar batang pimping menggeliat. Mulut-Mu daisi di hutan sederhana dan manis sekali. Mulut-Mu daisi di hutan diinjak kaki petani. Aku tobat, ya Tuhanku telah kuinjak mulut-Mu dan juga jantung-Mu. Dari: Sajak-sajak sepatu tua Rendra.

V. RENUNGAN PENUTUP (Dapat digunakan pada Misa Penutup dengan bacaan Injil dari Luk 9:2-13)

Tiga penginjil sinopsis mengisahkan tentang Yesus yang nampak mulia di atas gunung Tabor. Peristiwa itu rupanya sangat mengesankan. Petrus, Yohanes dan Yakobus menyaksikan bagaimana wajah Yesus berubah dan pakaianNya menjadi putih berkilaukilauan. Mereka menyaksikan Yesus berbincang-bincang dengan tokoh-tokoh Perjanjian Lama, Musa dan Elia. Mereka merasa seperti di surga, sehingga Petrus dalam ketidaksadarannya memohon kepada Yesus supaya mereka tetap tinggal di atas gunung Tabor itu dalam keadaan mulia dan bahagia. Petrus mengusulkan supaya ia dan kedua murid lainnya mendirikan tiga kemah di atas gunung itu, satu untuk Tuhan, satu untuk Musa dan satunya lagi untuk Elia. Ia sampai lupa bahwa mereka juga membutuhkan kemahkemah! Apakah Tuhan meluluskan permintaan Petrus?? Ternyata tidak! Sesudah peristiwa yang mulia itu Yesus mengajak murid-muridNya untuk turun dari gunung Tabor yang mengesankan itu. Kembali ke dunia nyata, dunia tugas yang penuh tantangan. Bahkan kemudian Yesus melanjutkan perjalananNya ke Yerusalem. tempat dimana ia melaksanakan puncak-puncak karya perutusanNya: menderita sengsara dan mati tersalib sebagai kesaksian yang paling akhir dan paling final tentang Kerajaan Allah. Peristiwa Tabor bagi murid-muridNya hendaknya menjadi peneguhan untuk menghadapi saat-saat gelap di Taman Getsemani dan siang kelabu di Puncak Kalvari. *** Selama hari-hari retret ini mungkin kita mengalami peristiwa-peristiwa bathin yang membahagiakan. Kita merasa seperti di Tabor. Kita merasa begitu dekat dengan Tuhan. Kita merasa begitu dekat dengan sesama guru. Kita merasa begitu dekat dengan diri sendiri. Mungkin muncul suatu kerinduan di hati kita: Alangkah bahagianya kalau bisa berlama-lama di tempat ini dengan sesama seperti ini………… Tetapi rupanya Tuhan menghendaki supaya kita turun dari gunung kebahagiaan ini. Kita musti kembali ke dunia nyata. Dunia keluarga kita yang mungkin penuh persoalan. Dunia sekolah kita yang rutin dan monoton. Dunia lingkungan masyarakat kita yang mungkin keras penuh tantangan. Namun pengalaman bermakna dan peristiwa bahagia yang kita alami selama retret ini bisa meneguhkan kita untuk kembali memasuki dunia nyata kita dengan pelbagai tugas dan tantanganNya. Tuhan sebenarnya selalu dekat dan hadir ditengah-tengah kita, dimanapun kita berkarya. Tidak di tempat retret ini saja. Tuhan selalu hadir ditengahtengah umatNya.

Diceriterakan bahwa ada seorang guru agama yang sudah tidak tahan lagi bekerja di suatu kota, dimana ia ditempatkan. Umat di kota itu rupanya semakin lama semakin acuh tak acuh terhadap kehidupan beragama. Pelbagai kebejatan dan kejahatan semakin meningkat di kota itu. Gereja-gereja semakin lama semakin kosong. Guru agama itu sudah berniat mau meninggalkan kota yang bejat itu. Tetapi sebelum itu ia mau pergi ka suatu tempat yang sunyi di puncak gunung untuk merenung dan meminta petunjuk dari Tuhan. Maka pada suatu hari ia meninggalkan kota itu dan mendaki sebuah gunung. Dalam pendakiannya itu ia bartemu dengan seseorang yang bergegas menuruni gunung itu. Orang itu bertanya kepadanya mengenal jalan menuju ke kota, yang baru ditinggalkannya. Acuh tak acuh ia menjawab sekenanya saja. Guru agama itu berpikir orang sinting macam apa yang mau pergi ke kota bejat itu. Setibanya di puncak gunung, guru agama itu melihat seorang malaikat bardiri disana. Malaikat itu bertanya kepadanya, mengapa ia detang ke puncak gunung ini. Sang guru agama menjawab bahwa ia datang untuk merenung dan meminta petunjuk dari Tuhan dipuncak gunung ini. Melaikat lalu bertanya kepadanya: “Apekah waktu seudara datang kemari, saudara tidak bertemu dengan seseorang? Sang Guru agama menjawab: “Saya bertemu dengan seseorang. Mungkin dia orang sinting. Ia mau pergi ke kota bejat yang baru saja saya tinggaikan itu!” Malaikat itu menjawab: Orang itu Tuhan! Ia memang mau pergi ke kota yang saudara tinggalkan! Kita dipanggil dan diutus oleh Tuhan di tempat dimana kita sekarang berbakti, apapun situasi dan keadaannya. Dan Ia ada disana bersama kita dan umatNya.

HIMNE GURU Terpujilah wahai engkau Ibu-Bapak guru Namamu akan selalu hidup Dalam sanubariku Engkau patriot pahlawan bangsa Tanpa tanda jasa

S’bagai prasasti Terima kasihku ‘Tuk pengabdianmu Engkau sebagai pelita Dalam kegelapan Engkau laksana Embun penyejuk Dalam kehausan Engkau patriot Pahlawan bangsa Tanpa tanda jasa

JADWAL RETRET Hari Pertama: 15.00 : Peserta semua sudah hadir 16.00-17.30 : Minum, Perkenalan Peserta 17.30-19.00 : Ekaristi Pembukaan: KEHENINGAN 19.00 : Makan Malam 20.00-20.45 : Renungan: KEPEKAAN 21.15-22.00 : Renungan: KEJUJURAN * Doa malam * Istirahat Hari Kedua: 06.00-07.00 : Ekaristi: HIDUP MERUPAKAN PERJALANAN/PEZIARAHAN 07.00 : Sarapan Pagi 08.00-10.00 : Sharing Kelompok: RIWAYAT HIDUP DAN TUGAS 10.00-10.30 : Minum 10.30-12.30 : Sharing Pleno: RIWAYAT HIDUP DAN TUGAS 12.30 : Makan Siang * Istirahat 16.00 : Minum 16.30-17.15 : Renungan: MOTIVASI DASAR EKONOMIS 18.00-18.45 : Renungan: MOTIVASI DASAR POLITIS 19.00 : Makan malam 20.00-20.45 : Renungan: MOTIVASI DASAR KULTURAL 22.00 : Doa malam * Istirahat Hari Ketiga: 06.00-07.00 : Ekaristi: MOTIVASI DASAR RELIGIUS (1): MENINGGALKAN 07.00 : Sarapan Pagi 08.00-10.00 : Renungan: MOTIVASI DASAR RELIGIUS (2): DATANG KEPADANYA: Bisa disusul dengan Sharing dari Peserta. 10.00-10.30 : Minum 10.30-12.30 : Renungan: MOTIVASI DASAR RELIGIUS (3 DAN 4): * DIUTUS * SALIB BAGIAN HIDUP ORANG YANG DIPANGGL DAN DIUTUS Bisa disusul dengan Sharing dari Peserta 12.30 : Makan Siang * Istirahat

16.00 : Minum 16.30-19.00 : Persiapan UPACARA TOBAT * Pengakuan Pribadi 19.00 : Makan Malam (Tenang) 20.00-… : Upacara Tobat * Istirahat Hari Keempat: 06.00-07.15 : Ekaristi Penutup dengan Renungan Penutup 07.15 : Sarapan pagi

SAYONARA

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF