Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

August 4, 2018 | Author: Riky Arisandi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K...

Description

JUKNIS PERENCANAAN TATA RUANG LAUT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN

i

KATA PENGANTAR

ii

…….…………………………………………………………………………………….

iii

DAFTAR TABEL . …………………………………………………………………………………….

iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………….

v

……………………………………………………………….

1

DAFTAR ISI

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang……………………………………… Belakang……………………………………………………………. …………………….

1

1.2

Tujuan dan sasaran ……………………………….……….…………

2

1.3

Ruang Lingkup Petunjuk Teknis………………………………… Teknis…………………………………..

2

GAMBARAN RUANG LAUT .…………………………………………………

4

2.1

Pengertian Ruang Laut ……………………………………………..

4

2.2

Karakteristik Karakt eristik Ruang Laut……………………………………………. Laut…………………………………………….

5

2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. Laut…………….……………………….….

5

2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….….

6

2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… ........……………..……………………….…

8

2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum Internasional ………………………………………………….…

12

2.2.5 Ekosistem Laut …………………………………………………

14

2.2.6 Organisme Laut Laut…………………………………………….… …………………………………………….…

18

2.2.7 Hydrooceanografi ……………….……………………………

22

2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut …………………………

23

Daya Tarik Wilayah Laut ……………….…………………………

23

2.3.1 Potensi ……………………………….……………………………

23

2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….…

25

PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT .………………………….

27

3.1

Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. Perencanaan .……………………………….

27

3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan …………

27

3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… Dasar …………………………………………

36

3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……………………………

42

3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ………

44

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut …………………………

51

3.1.6 Peraturan Zonasi ………………………………………………

61

2.3

BAB III

ii

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN

i

KATA PENGANTAR

ii

…….…………………………………………………………………………………….

iii

DAFTAR TABEL . …………………………………………………………………………………….

iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………………….

v

……………………………………………………………….

1

DAFTAR ISI

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang……………………………………… Belakang……………………………………………………………. …………………….

1

1.2

Tujuan dan sasaran ……………………………….……….…………

2

1.3

Ruang Lingkup Petunjuk Teknis………………………………… Teknis…………………………………..

2

GAMBARAN RUANG LAUT .…………………………………………………

4

2.1

Pengertian Ruang Laut ……………………………………………..

4

2.2

Karakteristik Karakt eristik Ruang Laut……………………………………………. Laut…………………………………………….

5

2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. Laut…………….……………………….….

5

2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….….

6

2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… ........……………..……………………….…

8

2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum Internasional ………………………………………………….…

12

2.2.5 Ekosistem Laut …………………………………………………

14

2.2.6 Organisme Laut Laut…………………………………………….… …………………………………………….…

18

2.2.7 Hydrooceanografi ……………….……………………………

22

2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut …………………………

23

Daya Tarik Wilayah Laut ……………….…………………………

23

2.3.1 Potensi ……………………………….……………………………

23

2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….…

25

PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT .………………………….

27

3.1

Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. Perencanaan .……………………………….

27

3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan …………

27

3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… Dasar …………………………………………

36

3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……………………………

42

3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ………

44

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut …………………………

51

3.1.6 Peraturan Zonasi ………………………………………………

61

2.3

BAB III

ii

3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut ……

62

3.2

Kelembagaan ………………………………………………………………

63

3.3

Legalisasi dan Skala Peta …………………………………………

64

DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Design Kebutuhan Data Perencanaan ………………………………………

37

Tabel 2

Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan …………………………………………………………………………………………

10

iv

DAFTAR GAMBAR 

Gambar 1

Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia …………………………

9

Gambar 2

Peta Tektonik Kepulauan Indonesia …………………………………….

11

Gambar 3

Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia ……………………………

12

Gambar 4

Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 ……………………………………………….……………..

14

Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis Dasar ……………………………………………………………………………………

28

Gambar 6

Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar ……………………

31

Gambar 7

Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan …

31

Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan

32

Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan Pada Daerah yang Berdampingan ………………………………………

32

Gambar 5

Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10

Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu Propinsi …………………………………………………………………………………

33

Gambar 11

Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam Satu Propinsi ………………………………………………………………………

34

Gambar 12

Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang Berada Dalam Satu Propinsi ………………………………………………

35

Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi yang berbeda ………………………………………………………………………

36

Gambar 14

Proses Kompilasi Data …………………………………………………………

41

Gambar 15

Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang 47 Akan Melibatkan Multi Sektor ……………………………………………

Gambar 16

Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Untuk Satu Sektor Tertentu ………………………………………………… 50

Gambar 17

Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang Laut ………………………………………………………………………………………

50

Gambar 18

Matriks Hubungan Fungsional ……………………………………………

51

Gambar 19

Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ………………………………

53

Gambar 20

Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan ……

56

Gambar 21

Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor ……………

56

Gambar 22

Contoh Rencana Pola Ruang Satu Sektor ……………………………

58

Gambar 13

v

Gambar 23

Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan …………………

59

Gambar 24

Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ………

59

Gambar 25

Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut ……………………

60

Gambar 26

Contoh Rencana Pola Ruang Overlay …………………………………

60

Gambar 27

Konsep Rencana Tata Ruang Laut (Sektor Perikanan) ………

69

vi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan. Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik. Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat

peruntukkan ruang laut

(permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya,  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

1

Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut. Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kajian tata ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut. Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah : 1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut; 2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata ruang terpadu.

1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis A. Lingkup Materi Kajian 1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut; 2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang laut; 3. Perumusan petunjuk teknis perencanaan ruang laut.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

2

B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan 1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait); 2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut; 3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan ruang laut/Perencaan Zonasi Laut; 4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis; 5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis; 6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis; 7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait; 8. Penyusunan draft akhir petunjuk teknis.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

3

BAB II

GAMBARAN RUANG LAUT

2.1 Pengertian Ruang Laut Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya. Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya maksimum

sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional

dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir, termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya (Suparman, 2007).  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

4

Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.

2.2 Karakteristik Ruang Laut 2.2.1 Dimensi Ruang Laut Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3 (tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.

Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah selat dan teluk yaitu : a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang diklasifikasi sebagai “selat internasional”

b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut menjorok kearah daratan  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

5

c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia. d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari batas 200 mill ZEE

2.2.2 Geomorfologi Laut Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan bentuk lahan asal pengendapan. Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu : 1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa, Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru; 2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut. Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di Kalimantan Barat; 3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P. Timor; 4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison  terdapat di Irian Jaya dan P. Timor. 5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik, penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda. Bentuk lahan asal vulkanik terdiri atas 4 (empat) satuan unit geomorfologi, yaitu :

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

6

1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera; 2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera; 3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau Toba. 4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok. Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu : 1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P. Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai. 2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P. Flores. 3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik, terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi, bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo. 4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah Utara pegunungan Jaya-Wijaya. 5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor. Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi, yaitu: 1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

7

dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya. 2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau, terdapat di Irian Jaya. 3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. 5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa dan Sulawesi. 6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan di sebelah Barat Sumatera. 7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan Tukangbesi.

2.2.3 Geologi Laut Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda, karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil. Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera, secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : -

Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan perairan di sekitarnya.

-

Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

8

-

Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.

-

Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.

-

Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan Riau.

Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik) Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.

Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

9

Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempenglempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair. Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya, Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah zona tetonik besar, yaitu : -

Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur

-

Busur kepulauan Banda

-

Zona tumbukkan laut Maluku

Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km. Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas gempa tercatat ± 650 Km. Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa yang terletak di selatan. Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

10

dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton, 1989).

Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempenglempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat, lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus. Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

11

Peta 2

Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia (sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)

Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa. 2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional. Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional terdiri atas : a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu : -

Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial (pada negara pantai biasa)

-

Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada negara kepulauan).

b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters), yaitu :  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

12

Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di

-

sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan. c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu : Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu

-

nengara

kepulauan

berada

di

sebelah

luar

garis

pangkal

lurus

kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut. d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu : a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal. e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu : -

Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak, kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan dengan ukuran jarak sebagai berikut: -

Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya curam;

-

Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai.

f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu : -

Jalur

di

Luar

dan

Berbatasan

Dengan

Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan

Laut

Wilayah

Indonesia

Undang-undang Yang Berlaku

Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia. g. Laut Lepas (High Seas), yaitu : -

Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara pantai di zee-nya.

h. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Area), yaitu :

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

13

-

Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.

Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982

2.2.5 Ekosistem Laut Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove, Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang ( Coral Reef ) dan Ekosistem Padang Lamun A. Ekosistem Pantai Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

14



Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.



Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah, dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.



Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

B. Ekosistem Mangrove Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia, Sonneratia,

Rhizophora,

Bruguiera,

Ceriops,

Xylocarpus,

Lumnitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda  dan Conocarpus .

Beberapa karakteristik fisik antara lain : 

Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.



Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan mangrove.



Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2  – 22 ppm sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut, sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada perairan dangkal.



Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat, sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

15

Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain : 

Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen);



Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;



Daerah pemijahan (spawning ground ), penyedia makanan (nutrient), tempat mencari makan (feeding ground ), tempat berlindung dan tempat pengasuhan (nursery ground ) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang hidup didalamnya;



Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp );



Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;



Sebagai tempat pariwisata.

C. Ekosistem Estuaria Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

16

D. Terumbu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem

laut

terdiri

dari

karang-karang

yang

terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae . Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal (daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain : 

Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter



Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat tumbuhnya karang yaitu berkisar 18  – 340C, dan salinitas antara 30  – 38 0 / 0.

Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain : 

sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran dan



sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang



sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi pantai.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

17



sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut lainnya;



sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan



sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.

E. Ekosistem Padang Lamun Padang Lamun (Seagrass  ( Seagrass ), ), biasanya dijumpai pada perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral (antara 2  – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem padang

lamun

Terumbu

berasosiasi

Karang.

Secara

dengan

ekosistem

umum,

kehidupan

ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain : 1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan, daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda). 2. Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagai bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.

2.2.6 Organisme Laut Jenis Organisme laut terdiri dari : 2.2.5.1 Ikan Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

18

A. Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam   jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis ikan tersebut : 

Ikan Pelagis Besar Tuna (Tuna  (Tuna ), ), Cakalang (Skipjack  ( Skipjack ), ), Marlin (Marlin  (Marlin ), ), Tongkol (Little ( Little tuna ), ), Tenggiri (Spanish ( Spanish mackerel ), ), Cucut (Shark  ( Shark ), ), Lemadang, Pelagis Besar Lainnya (Other Big Pelagic Fish ). ). Neritik, laut lepas (oceanic)



Ikan Pelagis Kecil : Layang, Benggol (Scad ( Scad mackerel ), ), Selar kuning (Yellowstripe ( Yellowstripe trevally ), trevally ), Daun Bambu (Queen (Queen Fish/Slender leatherskin ), leatherskin ), Talang-talang (Deep ( Deep leatherskin ), ), Teri (Anchovies  (Anchovies ), ), Tembang (Fringescale (Fringescale sardinella ), sardinella ), Lemuru (Indonesian (Indonesian oil  sardinella ), ),

Siro/Sardin/Sembulak

( Spotted (Spotted

sardine ), ),

Terubuk

(Tolishad  ( Tolishad 

(Chinese herrings), herrings) , Kembung Perempuan (Short-bodied ( Short-bodied mackerel ), mackerel ), Kembung lelaki (Striped (Striped mackerel ), ), Julung-julung (Barred ( Barred garfish ), ), Ikan Terbang/Torani (Spotted flyingfish ), ), dan Alu-alu/Barakuda (Barracuda  ( Barracuda ). ). Neritik, laut dangkal B. Ikan Demersal : Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter). Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah  jenis-jenis ikan damersal : Manyung (Marine (Marine catfish ), ), Kuro/Senangin (Giant ( Giant threadfish ), ), Bawal Hitam (Black  ( Black  Pomfret ), ), Bawal Putih (Silver ( Silver Pomfret ), ), Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums  ( Croackers/Drums ), ), Swanggi/Mata besar (Big ( Big eyes ), ), Tigawaja/Gulamah (Bearded ( Bearded croaker ), ), Layur (Hairtail/Cuttlass fishes ), ), Ikan Sebelah (Langkau) ( Indian halibut ), ), Beloso  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

19

(Lizardfish ), ), Kuniran/Biji Nangka (Yellow ( Yellow goatfish ), ), Kurisi (Treadfin (Treadfin bream ), ), Ikan Lidah (Lidah pasir) (Flat ( Flat fishes/long tongue-sole ), tongue-sole ), Ikan Belanak (Mullet  ( Mullet ), ), Pari kembang (Spotted (Spotted stingray ), ), Pari kelapa (Cawtail ( Cawtail ray ), ), Pari burung (Eagle ( Eagle ray ), ), Sembilang (Canine (Canine catfish eet ), ), dan Ikan Sidat (Eel  ( Eel ) (batial), laut dangkal, laut oceanic C. Ikan Karang : Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang Kerapu (Groupers  (Groupers ), ), Kakap (Perch  (Perch ), ), Lencam (Emperor  (Emperor ), ), Napoleon (Napoleon  ( Napoleon ), ), Beronang (Rabbitfishes  (Rabbitfishes ), ), Ekor kuning (Yellow ( Yellow tail travelly ), travelly ), Ikan Karang Konsumsi Lainnya (Other ( Other Coral Fish Consumption ), Consumption ), neritik laut dangkal 2.2.5.2 Crustacea : Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya crustacea : Udang Penaeid (Shrimps  ( Shrimps ), ), Lobster (Lobster  (Lobster ), ), Udang Kipas (Spanish ( Spanish Lobster ), ), Udang Laut Dalam (Deep ( Deep Sea Shrimps ), ), Udang Ronggeng (Matis ( Matis Shrimps ), ), Udang Rebon (Mysid  ( Mysid ), ), Kepiting (Swimming ( Swimming crabs ), ), dan Krustacea Lainnya (Other Crustacea ). ). Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas 2.2.5.3 Molusca : Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan gurita Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain A. Kerang-kerangan ( Oyster ) :

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

20

Tiram

(Rock (Rock

edible

oyster ), oyster ),

Simping

(Common (Common

windowpen

shell ), ),

Remis/Kepah (Hard ( Hard clam ), ), Kerang darah (Cockle ( Cockle shell ), ), Kerang bulu (Ark  ( Ark  (cockle) shell ), ), Kerang hijau/Serindit Hijau ( Green Edible Oyster ), ), Kerang mutiara/Tapis-tapis (Block ( Block peark oyster ), oyster ), Kima raksasa/Kima raja ( Giant  clam ), ), dan Kima kuning (Scaled ( Scaled clam ). ). B. Cepalopoda ( Cepalopoda ) :

Cumi-cumi, Enus (Squid  ( Squid ), ), Sotong, Blekutak (Cuttlefish  ( Cuttlefish ), ), Gurita (Octopus  (Octopus ), ), dan Notilus (Chambered (Chambered nautilus ). ). C. Siput/Keong :

Mata kucing (Blue ( Blue green cat eye ), ), Lola, Susubunder (Top ( Top shell ), ), Kepala kambing (Fimbriate (Fimbriate helmet ), ), Taburik, kepala kambing ( Horned helmet ), ), Keong terompet, Onem (False ( False trumpet shell ), shell ), Concong raja, lolonggok, Serobong batik (Triton ( Triton shell ), ), Nang-punangan (Noble ( Noble voluta ), ), dan Keong pepaya, Taburi (Aethiopian ( Aethiopian melon ). ). Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas D. Binatang air lainnya : Penyu (Turtle  (Turtle ), ), Mamalia Air (Mammals  ( Mammals ), ), Lumba-lumba (Dolphin ), ), Duyung (Mere  ( Mere ), ), Ubur-ubur (Jelly ( Jelly Fish ), ), Tripang, dan Bulu babi. 2.2.5.4 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati, potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah atau buatan (artificial  ( artificial ). ). Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp., sp. , Gelidium  sp., dan Gracilaria sp . Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

21

laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.

2.2.7 Hidro oseanografi Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia. Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut ( storm ) dan tsunami yang membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan. Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai (longshore current ) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current  dapat pula terjadi karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore  current  dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti spits , tombolo , beach ridges , atau akumulasi sedimen di sekitar  jetty dan tanggul pantai menunjukkan adanya longshore current . Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik. Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

22

pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon  atau dataran pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat, kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.

2.2.8 Konservasi dan Heritage laut 2.3. Daya Tarik Wilayah laut 2.3.1 Potensi Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut. Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang dapat dilakukan :

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

23

MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT Pelaku No I

II

III

Kegiatan Konservasi;

Perikanan;

Pariwisata;

IV Pertambangan;

V

VI

Riset

Pelayaran

VII Permukiman

Jenis Kegiatan

Mobilitas

Suaka Perikanan TN Laut Adat Pemijahan Migrasi Sejarah

Statis Statis Statis Statis Statis Statis

Aquakultur/Budidaya Laut RL KJA Penangkapan ikan Nalayan Kecil Bagan Apung Rumpon Bagan Tancap

Statis Statis

Home Stay Apung Ski Air Snorkling/Menyelam Pantai Umum

Statis

Rig/Migas Pipa Pasir

Statis Statis Statis

Pendidikan dan pelatihan; Penelitian dan pengembangan;

Statis

Alur pelayaran

Statis

Lokasi Kegiatan Publik/Pem Permukaan Kolom Dasar erintah x x x

x Dinamis Dinamis

Statis Statis

Dinamis Dinamis

x x x x x x x

x x x

x x x

x x x x

x

x

x x

x

x

x

x

x

x x x

x x

x x

x x

x x

x

x x x x x

x

x x

x

x

x

Dinamis

Dinamis

x x

Statis Statis Statis

Dinamis

Masyarakat Adat

Statis

Dinamis

x

x x x x x x

x x x

Dinamis

x x

x x x x x x

x

x

Pelabuhan Ujicoba Kapal Labuh Peneggelaman Kapal Rusak

V II I P er ta ha na n K ea ma n A re a P emb ua ng an A mu ni si Patroli Daerah Latihan Perang

Badan Usaha

x x

Di nami s Dinamis

Statis Statis

Besar Kecil

Perorangan/K elompok

x x x

x x x x

x

S ta ti s

x x x

Dinamis Statis

x x x x x x

x

x x x

x

IX Telekomunikasi/Listri Kabel

Statis

x

x

x

X

BMKT

Statis

x

x

x

XI

Energi

Statis

x

x

Kapal Tenggelam

x

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional nelayan

x

24

2.3.2 Permasalahan

dengan

x

modern,

perikanan

budidaya

laut

dengan

pelayaran,

kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

2.3.2.2 Degradasi lingkungan Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :

2.3.2 Permasalahan 2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional dengan

nelayan

modern,

perikanan

budidaya

laut

dengan

pelayaran,

kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

2.3.2.2 Degradasi lingkungan Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti : 

Pencemaran lingkungan. Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak ekosistem di wilayah pesisir dan laut.



Kerusakan ekosistem laut Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri. Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan kegiatan budidaya.



Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut. Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

25

umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas penambangan

2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8% dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield). Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis. Overeskploitasi

terhadap

sumberdaya

perikanan

juga

dipengaruhi

oleh

modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

26

PROSES

BAB III

PERENCANAAN RUANG LAUT

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan tata

ruang/Perencanaan

perencanaan

tata

Zonasi

ruang

darat.

laut

yang

Beberapa

memiliki muatan

perbedaan

dengan

perencanaan

tata

ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut. 3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penetapan

batas

wilayah

perencanaan

ditentukan

berdasarkan

batas

administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

27

Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif  A. Definisi Teknis 

1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar (lihat gambar 5) Garis Pantai pada Peta Laut

Garis Pantai pada UU no 32/2004

Garis Pantai pada Peta Topografi

Garis Air Tinggi

Garis Air Rata-rata Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi

Garis Air Rendah Acuan Penarikan Garis Dasar Titik Awal pada UU No 32/2004

Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar

2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal. 3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2) 4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai. 5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter. 6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa berada di atas permukaan laut pada saat air pasang.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

28

7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut. B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik) 

1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI). 2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia. 3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan penerapan

garis

dasar

lurus

dan

garis

dasar

normal

dengan

memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut. 4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan. 5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta yang digunakan. 6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih dari 12 mil laut. 7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sepertiganya. 8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat. 9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan) 

1. Penelitian dokumen batas  Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

29

daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.

2. Pelacakan batas  Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum ditentukan titik koordinatnya.

3. Pemasangan pilar di titik acuan  Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada  jaringan Titik Geodesi Nasional.

4. Penentuan titik awal dan garis dasar  Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui survei batimetri dan pengukuran pasang surut. Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2. Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

30

Garis Dasar Normal Titik Awal Garis Dasar Lurus

Gambar 6 Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal) 5. Pengukuran batas  Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai yang

bebas,

pantai

yang

saling

berhadapan

dan

pantai

saling

berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal). Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.

12 mil

Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar Titik Acuan Titik Awal Titik Batas Zone Pasang Surut

Gambar 7 Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan .  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

31

Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 8. DAERAH A

DAERAH B

Gambar 8 Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah (median line) pada dua daerah yang berhadapan Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.

DAERAH B

Gambar 9 Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan pada dua daerah yang berdampingan

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

32

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 10.

12 mil Pulau Kecil

4 mil

> 24 mil

12 mil 4 mil

Gambar 10 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 11.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

33

12 mil Pulau Kecil

4 mil

< 24 mil

12 mil 4 mil

Gambar 11 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 12.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

34

< 8 mil

12 mil < 24 mil > 24 mil

Pulau Kecil

4 mil

> 24 mil 12 mil 4 mil

Gambar 12 Contoh penarikan garis batas pada pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah

(median line).

Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

35

12 mil Prov.A 4 mil < 24 mil 12 mil 4 mil Prov. B

Gambar 13 Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda = laut provinsi = laut kabupaten dan kota = daratan

Penetapan batas wilayah perencanaan pengamatan secara fungsional 

maupun

cakupan

wilayah 

Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan  fungsi ekosistem laut , seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya

digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi  ekologis laut , seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi ,

seperti sel sedimen.

3.1.2. Data dan Peta Dasar Penyusunan keakuratan

rencana data

yang

tata

ruang

sangat

laut/rencana

signifikan.

zonasi

Ketersediaan

laut

memerlukan

data

mengenai

sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

36

dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros. Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut. Tabel 1 Design Kebutuhan Data Perencanaan

NO.

1.

DATA

Karakteristik fisik : a. Iklim Temperatur, angin, curah hujan

b.Hidro- oseanografi - Bathimetri

- Suhu, Kecerahan

- Salinitas, Arus, Pasang-surut, Gelombang

METODE PENGUMPULAN

FUNGSI

Data primer

Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran)

Data sekunder : Data iklim (BMG),

Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir

Data Primer : Pengukuran di lapangan

Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime.

Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL), interpretasi citra,

Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi kedalaman secara kualitatif 

Data primer : pengukuran di lapangan

Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer.

Data sekunder : Interpretasi citra

Data sekunder : Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif 

Data primer : pengukuran di lapangan

Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity  Temperatur ) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe

Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata

Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai

Pertambangan & Energi, Ristek

Data Sekunder : data salinitas (LIPI)

b. Geologi/ geomorfologi pantai

KETERANGAN

Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi

Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi

Ristek, Perikanan, Wisata

37

(Bakosurtanal),Interpret asi citra

c. Ekosistem pesisir

4.

Spesies/Biota (Biota darat dan biota perairan)

Data primer : observasi lapangan

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra.

Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi (Bakosurtanal), kajian literatur

Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)

Data primer : pengamatan di lapangan

Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving

Ristek, Perikanan, Wisata

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal) Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra.

Navigasi / Pelayaran, Perhubungan, Pertambangan & Energi

Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb) Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)

5.

Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa)

6.

Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir)

Data primer : pengamatan di lapangan

Daerah konservasi a. Kawasan lindung nasional b. Kawasan konservasi yang diusulkan daerah c. Kawasan perlindungan laut lokal

Data primer : pengamatan di lapangan

7.

Data sekunder : interpretasi citra

Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP)

Data sekunder : Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal Data primer : diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground  check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh

Perikanan, Wisata

Perikanan, Ristek

Perikanan, Wisata

Data sekunder : Peta Lingkungan Laut Nasional (Bakosurtanal) Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Bakosurtanal) Peta Ekosistem (Bakosurtanal) Hasil penelitian (WWF, TNC, CI, dsb) Peta Kawasan Konservasi Laut Nasional (DKP) Data Kawasan Konservasi Laut Daerah (DKP), yang •











 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

38

sudah ditetapkan maupun dalam bentuk usulan 8.

9.

10.

11.

12.

13.

Pola pemanfaatan ruang (eksisting) a. Kawasan pantai ke arah darat b. Kawasan budidaya c. Kawasan pertahanan dan keamanan d. Kawasan tertentu e. Alur tertentu Potensi pulau-pulau kecil a. Jumlah pulau & luas b. Kondisi geografis c. Demografi d. Ekosistem e. Kondisi fisik perairan f. Ketersediaan air g. Pemanfaatan ruang h. Sarana/prasarana Identifikasi kegiatan daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan perairan

Data primer : pengamatan di lapangan

Data sekunder : interpretasi citra

Perhubungan, Perikanan, Wisata, Ristek

Data sekunder : Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal pemanfaatan lahan eksisting

Data primer : pengamatan di lapangan, wawancara, questioner

Wisata, Perikanan, Hankam

Data sekunder : Data jumlah pulau (DKP, depdagri, lapan)

Data primer : pengamatan di lapangan

Data primer : Data jenis ini dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan survey lapangan baik melalui pengamatan di lapangan maupun dari hasil questioner atau wawancara.

Data sekunder : BPS time series 5 tahun terakhir, Interpretasi citra time series 5 tahun terakhir

Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui perkembangan masing-masing pemanfaatan ruang Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya hanya menilai kualitas dari sarana/prasarana

Sarana dan prasarana a. Sistem Transportasi b. Sarana/prasarana perikanan c. Sarana/prasarana pariwisata d. Sarana/prasarana utilitas

Data primer : pengamatan di lapangan

Perekonomian a. kegiatan perekonomian masyarakat b. kegiatan investasi dunia usaha c. potensi investasi sektor kelautan

Data primer : Pengamatan di lapangan

Keadaan sosial budaya a. Kependudukan b. Adat istiadat

Data primer : pengamatan di lapangan, questioner atau wawancara

Data sekunder : Bappeda, DLLAJ, DPU, BPS, TELKOM, PLN, dsb

Data sekunder : BPS

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

Data sekunder : Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui gambaran ketersediaan sarana prasarana Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya untuk mengetahui gambaran secara umum ekonomi wilayah Data perekonomian dari hasil survey primer dapat didukung dengan ketersediaan data secara numerik yang disajikan secara time series sehingga dapat diketehui gambaran kondisi dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah Data primer dilakukan untuk mengetahui gambaran kependudukan melalui pengamatan di lapangan baik

Ristek, Perikanan, Wisata

Perikanan, Wisata, Perhubungan

Perikanan, Ristek

Perikanan, Ristek, Wisata

39

c. Proses partisipasi dan aspirasi masyarakat d. Permukiman

dengan kegiatan survey lapangan, penyebaran questioner atau melakukan wawancara. Data sekunder : BPS, bappeda,

Data sekunder dilakukan untuk mengetahui gambaran perkembangan kependudukan secara numerik maupun visual dalam bentuk peta penyebaran penduduk dengan data kepadatannya

Tabel 2 Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan Sektor



Konservasi

Wilayah Pesisir

Lahan basah, Rawa pesisir, Mangrove

Laut Dangkal

Laut Dalam

Terumbu karang/Atol

Taman Suaka Alam Laut

Satwa liar yang dilindungi, gua pantai



Rekreasi/Wisata

Landscape Pesisir/ Laut Turis Resort

Renang, Selam, Olahraga, Mancing, Selancar Air Jalur Pelayaran (Yachting)

Kapal Wisata



Pelayaran

Pelabuhan

Pelayaran Internasional,

Pelayaran Internasional



Navigasi

Rambu Navigasi

Pelayaran Antar Pulau Dan Pantai



Transportasi

Feri Penumpang



Perikanan

Budidaya Tambak, Pembenihan Udang/Ikan, Pengolahan Pasca Panen

Budidaya Laut, Penanaman Rumput Laut, Pemancingan, Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis

Perikanan Pelagis Kecil Dan Besar



Industri



Pertambangan

Pengerukan Jalur Pipa

Jalur Pipa, Penambangan Pasir dan Karang, Penambangan Timah, Penambangani Minyak Dan Gas

Penambangan Minyak Lepas Pantai

Tumpahan Minyak Pencemaran

Limbah Kapal, Pembuangan



Pengerukan Pasir/Kerikil, Pengambilan Karang, Penambangan Timah,

Paus Lumba-lumba

Penambangan Minyak Dan Gas 

Pencemaran Lingkungan

Limbah domestik, Limbah Pertanian

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

40



Penelitian Kelautan Meteorologi

dan Budidaya Tambak, Limbah Industri, Erosi Pantai, Sedimentasi

Industri

Limbah

Ekosistem Pantai, Ekosistem Mangrove Geologi/Morfologi Pantai, Daerah Pasang Surut

Ekosistem Terumbu Karang, Ekosistem Rumput Laut dan padang Lamun, Geologi Laut, Eksplorasi Mineral, Eksplorasi Minyak dan Gas

Eksplorasi Mineral Di Dasar Samudera, Arus Samudera, Prakiraan Cuaca

Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)

Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah, pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan bagaimana

tahapan

pengumpulan

data

untuk

kebutuhan

rencana

tata

ruang/rencana zonasi : Gambar 14 Proses Kompilasi Data Identifikasi kebutuhan data, sumber data dan metoda pengumpulan data :

Proses Pengumpulan/koleksi Data Metode pengumpulan data Data sekunder  survey sekunder

Metode pengumpulan data Data primer  survey primer 1. Questioner 2. Observasi Lapangan 3. Ground check  4. Wawancara

Proses Analisis Data

Informasi Peta, grafik, diagram, table, gambar, diskripsi  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

41

3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan, fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.

Analisa Kebijakan Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi daerah yang berbatasan dengan negara lain.

Analisa Fisik Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder, dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Ekonomi Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya, menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut, boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat. Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

42

ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY). Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensipotensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Sosial Budaya Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

43

dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut dilakukan melalui dua pendekatan : 1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor 2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis). 2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang laut (Mobile 1), 2), 3)) 3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu (Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya. 4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3)) 5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1), 2), 3)

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

44

6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada, Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); untuk sektor pariwisata salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu SupplyDemand dan menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)Sp/D-TK); untuk sektor pertambangan dan energi salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu metoda analisa kandungan sumberdaya, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja. (1) S Dy-TK) 7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, masing-masing sektor dapat memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga kerjanya (TK) 8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu) 9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan tertentu (1), 2), 3)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll. 10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan. 11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan yang ada. 12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu) 13. Mengidentifikasi kegiatan dari masing-masing sektor yang ada berdasarkan analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt) 14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang (Future Keg.)

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

45

15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point 6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt). 16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasilokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan. 17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada suatu wilayah perencanaan tertentu 18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3, 13, 15, 16 dan 17. 19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

46

Keterangan: 1) sektor perikanan 2) sektor pariwisata 3) sektor pertambangan dan energi Gambar 15 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis). 2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang laut (Mobile 1), 2), 3)) 3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu (Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

47

4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3)) 5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1)) 6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada, Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); 7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, maka dapat memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga kerjanya (TK) 8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu) 9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan tertentu (1)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll. 10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan. 11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan yang ada. 12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu) 13. Mengidentifikasi kegiatan yang ada berdasarkan analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt) 14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan pada masa yang akan datang (Future Keg.) 15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point 6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

48

untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt). 16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasilokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan. 17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada suatu wilayah perencanaan tertentu 18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3, 13, 15, 16 dan 17. Hubungan fungsional yang dilakukan mempertimbangkan eksisting kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan sektor yang bersangkutan. 19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

49

Gambar 16 Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

50

Gambar 17 Identifikasi fungsi/kegiatan pada ketiga dimensi ruang laut Permukaan Laut A B C D

E

Kolom Laut A B C D

E

Dasar Laut A B C

D

Permukaan Laut A B C dst Kolom Laut A B C dst Dasar Laut A B C dst

Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional Proses analisis tersebut diatas, yaitu proses analisis tata ruang laut/rencana zonasi laut yang multi sektor maupun proses analisis tata ruang laut/zonasi laut yang satu sektor, harus memperhatikan konstelasi suatu area perencanaan terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk daerah yang memiliki laut berbatasan dengan negara atau daerah lain, maka proses analisis yang dilakukan mempertimbangkan keberadaan negara atau daerah lain yang berbatasan langsung, maupun negara atau daerah lain yang memiliki keterkaitan secara tidak langsung dengan daerah atau area yang direncanakan.

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang/Zonasi Laut Hasil analisis yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Penyusunan rencana tata ruang laut mencakup skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut, konsep rencana tata  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

51

E

ruang/rencana zonasi laut, strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut, rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang terdiri dari rencana struktur dan pola ruang, jangka waktu perencanaan dan skala peta rencana, indikasi program,

peraturan

zonasi,

dan

kelengkapan

muatan

rencana

tata

ruang/rencana zonasi laut.

Skenario Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut ditentukan dalam rangka memprediksi rencana pengembangan kegiatan yang akan dilakukan, terutama arahan kegiatan yang bukan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Selain ini, skenario rencana juga dilakukan dalam rangka menjustifikasi penentuan arahan kegiatan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Contoh uraian mengenai skenario rencana tata ruang/rencana zonasi untuk sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.

Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Hasil analisa yang diperoleh menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut menggambarkan potret awal rencana tata ruang/rencana zonasi yang dihasilkan dari hasil analisa tersebut. Konsep ini mendeliniasi pola ruang dari ketiga dimensi ruang laut serta keterkaitan sistem antar kegiatan yang ada dan penentuan

pusat-pusat

kegiatannya.

Konsep

tersebut

dijabarkan

untuk

mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi yang dilakukan. Konsep ini kemudian akan dijabarkan dalam rencana struktur ruang laut dan rencana pola ruang laut. Contoh mengenai konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut  kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

52

Strategi Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Penentuan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut identik dengan penentuan

strategi

rencana

tata

ruang

darat.

Strategi

rencana

tata

ruang/rencana zonasi laut menjabarkan pendekatan pencapaian tujuan dan sasaran yang kemudian akan diterjemahkan dalam konsep rencana tata ruang/rencana zonasi yang disusun. Contoh uraian mengenai strategi  rencana  tata ruang/rencana zonasi laut  kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan

bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan diuraikan pada lampiran buku ini.

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut Berdasarkan kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang wilayah meliputi ruang darat, laut dan udara serta isi dalam bumi. Oleh karena itu rencana tata ruang laut merupakan komplementer untuk rencana tata ruang wilayah yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Laut dapat pula merupakan rencana kawasan strategis yang domain wilayahnya adalah laut.

Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut  Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

53

Merencanakan ruang laut sedikit berbeda dengan merencanakan ruang darat. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah:

1. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat dinamis dan statis . Contoh konkrit aktivitas di laut yang bersifat dinamis adalah kegiatan pelayaran, alur migrasi ikan dan aktivitas wisata bahari, seperti snorkling, diving, selancar. Sementara itu contoh aktivitas di laut yang bersifat statis adalah, permukiman atas air, Rig pertambangan, bagan tancap, bagan apung, dll. 2. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut. Pada masing-masing dimensi dapat dilakukan aktivitas yang berbeda dalam suatu zona yang sama, dan bisa dalam waktu yang sama pula. Contoh konkrit adalah penggunaan dasar laut untuk kabel pipa bawah laut, kolomnya untuk daerah migrasi ikan dan permukaannya untuk alur pelayaran, dan masih banyak kombinasi kegiatan yang lain, baik antara kegiatan yang statis, antara kegiatan yang dinamis atau kombinasi kegiatan statis dan dinamis. 3. Penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana tata ruang laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi tersebut.

Rencana Struktur Ruang Struktur Ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut

54

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF