Buku Pajak Dan Retribusi Daerah

August 15, 2017 | Author: Afris | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Buku Pajak Dan Retribusi Daerah...

Description

KesitBambang Prakosa

LJ

Edisi Revisi

Sanksi pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Per ubahan atas Undang-un dang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta . 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) , atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000 .000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapadengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasilpelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Iima ratus j uta rupiah)

ffi

UII Press

Kesit , Bambang Prakosa Pajak dan Retribusi Daerah/Bambang Kesit: penyunting, Sobirin Malian .-Yogyakarta: UII Press, 2003; 2005 211 + xiii hlm. ; 15 x 21 x 1 cm

Bibliografi:

Wm.

I SBN 979 -33 3 3-14-6 1. Daerah .: Perp ajakan. I. Judul. 11. Malian , Sobirin 320.9598

Cetakan Pertama, Juli 2003 Cetakan Kedua, Maret 2005 Cover-layout : Hasna-Tarisha Penerbit : UII Press Yogyakarta (anggota lKAPI) Tel.(0274)547865, Fax.(0274)547864 e-mail: [email protected] ;[email protected] Hak cipta e 2003; 2005 pada UII Press dilindungi undang-undang.

Untuk Buah Hatiku: Isteriku dik Wied dan Anakku Adri dan Bagas

Kata Pengantar

Bismillahirakhmanirakhimi

P

Uji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nya buku Pajak dan Retribusi Daerah ini dapat diselesaikan. Penulis berharap buku ini dapat memberikan sedikit sumbangan kepada para mahasiswa dan peminat perpajakan untuk mendalami masalah perpajakan daerah. Hal ini mengingat masih terbatasnya buku-buku yang membahas masalah perpajakan daerah, selain itu hadirnya buku ini diharapkan semakin memperluas wawasan mengenai pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah dari kedua sektor tersebut. Buku ini dibagi menjadi 13 bab yang terdiri dari : Dasar-dasar Perpajakan Daerah, Sistem Perpajakan Daerah, Sarana Pelaporan Pajak Daerah, Kriteria Efektivitas Pajak Daerah, Pajak Daerah Tingkat Kabupaten, Pajak Daerah Tingkat Propinsi, Kriteria Retribusi Daerah, Retribusi Daerah Tingkat Kabupaten, Retribusi Daerah Tingkat Propinsi, Tatacara Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, Kinerja Pajak dan Retribusi Daerah serta Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman di UII Press khususnya, Mas Sobirin, Mas Tri Sihono atas kerjasamanya dalam menerbitkan buku ini. Tak lupa juga terima

viii

~ Pajak flan Retribusi Daerah ;"."-,,,

kasih kepada isteriku tercinta dik Wiwied dan juga anakku Adri dan si bungsu Bagas yang telah banyak berkorban kehilangan waktu untuk selalu bersama. Akhirnya penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran dari para pembaca yang budiinan sangat penulis harapkan baik langsung maupun melalui E_mail: [email protected] untuk dapat memperbaiki buku ini pada waktu yang akan datang .

Oaftar isi

~.

Purwomartani, Juni 2003 Persembahan

Penulis.

5

Kata Pengantar ..... ~ . .... ... .. .. .. .. . . .. . .. ... .. .. . .. . .. . .. . . . . .. .... .. 7

BAB 1 DASAR-DASAR PAJAK DAERAH PENGERTIAN PAJAKDAERAH KRITERIA PAJAKDAERAH JENIS-JENIS PAJAKDAERAH PUNGUTANPAJAK TARIF PAJAK ' UTANG PAJAK

:

1 1 2 3 4 8 10

BAB 2 KRITERIA EFEKTIVITAS PAJAK DAERAH

13

KECUKUPAN DAN ELASTISITAS KEADILAN :........................ ........ .... KEADILAN VERTIKAL KEADILAN HC>RI~{)NTAL KEADILAN SECARAGEC>GRAFIS KEMAMPUAN ADMINISTRATIF KESEPAKATANPC>LITIS

13 15 15 16 16 18 19

BAB 3 ADMINISTRASI PAJAK DAERAH

23

PENGENAANPAJAKDANTARIFC>LEHDAERAH 23 PERBEDAAN C>BJEK YANGDlKENAKANPAJAK DAN TARIF . 24

x

I1 Pajakdan RetribusiDaerah Dqfiar[si

PENGENAAN DAN PEMUNGUTAN OLEH DAERAH 25 MENGUSAHAKAN PEMUNGUTAN PAJAK SECARA EFEKTIF 27 PEMBERIAN HASIL PAJAK UNTUK DAERAH 29 HUBUNGAN ANTARA OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK .. ,30 OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK ANTAR PEMERINTAHAN 31 PENGARUH INSENTIF 32

BAB 4 KRITERIA EFEKTIVITAS RETRIBUSI DAERAH

35 DASAR-DASAR RETRIBUSI TINGKA T PENGENAAN RETRIBUSI PERKIRAAN BIAYA RETRIBUSI DI BAWAH BIAYA RETRIBUSI DI ATAS BIAYA PENILAIAN: KECUKUPAN DAN ELASTISITAS PENILAIAN: KEADILAN PENILAIAN: KEMAMPUAN ADMINISTRASI PENILAIAN: KESEPAKATAN POLITIS PENILAIAN: RETRIBUSI OLEH PEMERINTAH DAERAH KESIMPULAN

36 39 43 49 52 53 54 56 :.. 57 58 59

BAB 5 SISTEM PERPAJAKAN DAERAH

61

PENGERTIAN PERPAJAKAN SISTEM PERPAJAKAN DAERAH KEBIJAKAN PERPAJAKAN HUKUM PAJAK ADMINISTRASI PAJAK IKLIM PERPAJAKAN

61 62 63 65 67 67

BAB 6 KETENTUAN UMUM PAJAK DAERAH

71

TERMINOLOGI PAJAK DAERAH SARANA PELAPORAN PAJAK DAERAH

72 77

11

xi

-PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH 79 PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK 79 PEMBA YARAN DAN PENAGIHAN 81 ; 82 SURAT KETETAPAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK DAERAH 82 KEBERATAN DAN BANDI NG 82 KEPUTUSAN KEBERATA N 83 PENGAJUAN BANDING : 83 PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI 84 JAMINAN KERAHASIAAN 84 PENYIDIKAN 85 .

.

.. 1

BAB 7 KETENTUAN UMUM RETRIBUSI DAERAH

J

87

TERMINOLOGI RETRIBUSI DAERAH 88 :~ i 89 JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH ······ 91 SARANA PELAPORAN RETRIBUSI DAERA~ SURAT SETORAN RETRIBUSI DAERAH '.'r y, 91 SURATKETETAPANRETRIBUSIDAERAH . ~ :\ : ~'. 91 . 1 SURAT KETETAPAN RETRIBUSI DAERAH LEBIH BAYAR 91 SURAT TAGIHAN RETRIBUSI DAERAH '" 92 TATA CARA PEMUNGUTAN 92 KEBERATAN '" . 92 PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN 93 KEDALUWARSA PENAGIHAN 4 PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN . KERAHASIAAN . '" '" 9. KETENTUAN PIDANA PENYIDIKAN 96

BAB 8 PAJAK DAERAH DI TINGKAT PROPINSI

99

PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI BADAN YANG MENERIMA PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR,100

xii

DaftarIsill

~ PajakdiJn Retribusi Daerah

PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR 111 PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN 112

BAB 9 PAJAK DAERAH TINGKAT KABUPATENIKOTA 109 ~. PAJAK HOTEL j PAJAK RESTORAN , PAJAK HIBURAN \ :~;~~ REKLAME ..... .... ...•..... ... .... \ PENERANGAN JALAN PAJAK PENGAMBILAN BAHlAN GALIAN GOLONGAN C PAJAK PA'RKIR j

I

BAB 10 RETRlBUSI DAERAH

129

t

A. Retribusi Jasa Umurn .. i B. Retribusi Jasa Usaha .. C. Retribusi erizioaD Te rtentu

··

t.:

l

116 118 119 121 122 124 126

··· ··

····..··.. ····

'

_ 129 131 131

_.

BAB 11 MYlNGUKURKINERJAPAJAKDANRETRIBUSI 133 '" j I'

PENGU JJRAN KINEIUA 133 f ' PEMU ~GUTAN POTENSIPENERIMAAN 135 ~( 11 PAJ!Mi ~ HOTEL DAN RESTORAN 136 PM Al KHIBURAN 139 pAJ)i \KREKLAME 142 AKKENDARAAN BERMOTOR(PKB) 142 BE A BALIKNAMAKENDARAAN BERMOTOR(BBM - KBM) .. 143 Wt ETRIBUSI KEBERSIHAN 144 Ji.ffiTRIBUSI PARKIR.., 145 . PENGUKURAN EFISIENSIPAJAK DAN RETRIBUSI 146 .IJ

PAl'

BAB 12 DESAIN TAX POLICY DAERAH .................•.. 149

xiii

-PRINSIP KEBIJAKAN PAJAK YANG BAlK 150 TAX POLICY MERUPAKAN ALAT DARI KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL 151 SISTEMPERPAJAKAN YANG EFISIEN 153 PERANAN DAN IMPLIKASI SUATU TAX POLiCy " 156 BAB13TE~KPENYUSUNANPERATURAN

PERPAJAKAN DAERAH KIATPENYUSUNAN PRODUK HUKUMDAERAH DASARTEKNIKPENYUSUNAN JENIS-JENIS PRODUKHUKUM DAERAH KAIDAH-KAIDAH HUKUM TEKNIKPENYUSUNANPRODUK-PRODUKHUKUM PENCABUTAN PRODUK-PRODUK HUKUMDAERAH RAGAM BAHASA

161 162 168 170 172 173 206 208

DAFTAR PUSTAKA

215 ~

A

~

DASAR·DASAR PAJAK DAERAH

B

ab ini akan membicarakan tentang dasar-dasar perpajakan daerah atau pokok-pokok perpajakan daerah. Bab ini diawali dengan pembahasan mengenai pengertian secara umum pajak daerah, kriteria pajak daerah dan pengertian pajak daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 34 Tahun 2000. Selanjutnya, dibahas tentangjenis-jenis pajak daerah, yang dibedakan menjadi dua yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pada bagian tengah dari bab ini membahas tentangazas dan teori pemungutan pajak, hal ini penting karena untuk mendasari pola berpikir bahwa memungut pajakitu hams bersikap adil dan tidakdiskriminatif. Kemudian bagian akhir daribabini membahastarifpajak,utangdanpenagihan pajak serta hapusnya utangpajak.

PENGERTIAN PAJAKDAERAH Secaraumum, pajak adalahiuran wajib anggotamasyarakatkepada negara karenaundang-undang, dan ataspembayarantersebutpemerintah tidak memberikan balas jasa yanglangsung dapatditunjuk. Dalamkonteks daerah, pajakdaerah adalahpajak-pajakyang dipungutoleh pemerintah daerah (misal: Propinsi, Kabupaten, Kota) yang diatur berdasarkan

2

~ Pajak dan RetribusiDaerah

peraturan daerah masing-masing danbasil pemungutannyadigunakan untuk pembiayaan rumahtanggadaerah. Sedangkan menurut VU No.18Tahun 1997tentang Pajak Daerah dan RetribusiDaerah sebagaimana diubah terakhir dengan VV No. 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib yangdilakukan olehorangpribadi ataubadankepada Daerahtanpa imbalan langsung yangseimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yangberlaku, dimana basilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah danpembangunan Daerah.

KRITERIA PAJAK DAERAH Kriteriapajakdaerahtidakjauh berbedadengan kriteria pajakpusat, yang membedakankeduanya adalahpihak pemungutnya. Pajak pusat yangmemungutadalahPemerintah Pusat, sedangkan pajakdaerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajakdaerah secara spesifik diuraikanoleh Davey (1988)dalambukunya Financing Regional Government, yang terdiri dad 4 (empat) ha! yaitu: 1. Pajakyangdipungut olehpemerintah daerah berdasarkan pengaturan daridaerahsendiri, 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnyadilakukan olehpemerintah daerah, 3. Pajakyang ditetapkan dan ataudipungut olehpemerintah daerah, 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan olehpemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkanbahwa pengertian pajak daerah tersebut terdiri dari pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat. Pajak yang dipungut di wilayah daerah ini dikenal sebagai pajak daerah terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar KendaraanBermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak PeneranganJalan dan Pajak Pengambilan BahanGalianGolonganC. Sedangkan bagi hasilpajak, misalnya

,

Dasar-dasar Pajak Daerah

lJ

3

PBB (Pajak Bumi danBangunan). PBBini pengadministrasian dataobjek pajak melibatkan PemerintahDaerah, khususnyaditingkatpedesaan. Demikian pula pemungutannya, Pemerintah Desa/Kecamatanjuga terlibat.Hasil pemungutannya disetorke Kas Negara Pajakdaerahyang dibahas disini hanyapajakyangdipungut di wilayah daerah saja.

JENIS-JENIS PAJAK DAERAH Dalam literatur pajak dan public finance, pajak dapat diklasifikasikan berdasar golongan, wewenang, sifat dan lain sebagainya. Pajak Daerah termasuk klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya, pihak yang berwenangdan berhak memungut pajakdaerah adalahpemerintah daerah. Selanjutnya, pajak daerah ini dapat diklasifikasikan kembali menurut wilayahkekuasaan pihak pemungutnya. Menurut wilayah pemungutannya pajak daerah dibagi menjadi:

Pajak Propinsi PajakPropinsi adalahpajak daerah yang dipungutolehpemerintah daerahtingkat propinsi. PajakPropinsi yangberlaku di Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. PajakKendaraan Bermotordan Kendaraandi atas Air b. Bea Balik Nama KendaraanBermotor dan Kendaraan di atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Pajak Kabupaten/Kota yang berlaku Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan

4

d. e. f. g.

Dasar-dasar PajakDaerah 11

I1 Pajakdon Retribusi Daerah Pajak Reklame Pajak Parkir Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

PUNGUTAN PAJAK Disadari atau tidak pada hakekatnya pajak daerah merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu daerah . Segala bentuk pungutan yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebenarnya merupakan pengurangan hak rakyat oleh pemerintah . Oleh karena itu, dalam pemungutannya tidak . boleh diskriminatif dan harus diupayakan bersifat adil . Dalam perpajakan keadilan haruslah obyektif dan dapat dirasakan merata oleh rakyat. Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan landasan berp ikir dalam melakukan pernungutan pajak . Landasan berpikir ya ng mendasari pemungutan pajak ini dikenal dengan azas pemungutan pajak. Azas saja tidaklali cukup , perlu justifikasi yang melandas i konsep berpikir yang rasional dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut, konsep inilah yang dikenal dengan teori pungutan pajak.

Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations bahwa dalam pemungutan pajak agar diupayakan adanya keadilan objektij. Artinya, asas pemungutan yang mendasarinya bersifat umum dan merata. Asas pemungutan pajak ini dikenal The Four Maxims atau Smith's Cannon, yaitu: a. Equality, kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan wajib pajak, b. Certainty, dijalankan secara tegas, jelas dan pasti, c. Convenience, tidak menekan wajib pajak, wajib pajak membayar pajak dengan senang dan rela, d. Efficiency/economy, biaya pemungutannya tidak lebih besar dari jumlahpenerimaanpajaknya.

5

Teori Pungutan Pajak Seperti telah diuraikan sebelumnya, teori pungutan pajak muncul untuk mencari dasar konseptual pemungutan pajak bagi negara, sehingga secara teoriti s pemungutan pajak yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun sisi ilmiah. Dengan kata lain bahwa, teori pungutan pajak ada guna memberi dasar menyatakan keadilan (justification) kepada hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Berikut ini beberapa teori pungutan pajak yang pernah ada atau yang masih digunakan sebagai dasar pemungutan pajak sampai sekarang.

a . Teori Asuransi Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung ). Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian dari negara, kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung. b. Teori Kepentingan Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masingmasing orang . Teori ini juga dikenal sebagai Benefit Approach Theory.

c. Teori Daya Pikul Kesamaan beban pajak untuk setiap .orang sesuai daya pikul masing-masing. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory.

d. Teori Bakti Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti seseorang kepada negaranya.

6

Dasar-dasar Pajak Daerah

\1 PajakdanRetribusi Daerah .

e. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilanpemungutanpajak, pada kepentinganmasyarakat, bukan pada individu atau negara . Keadilan dipandang sebagai efek dari pemungutan pajak.

PEMUNGUTAN PAJAK Pemungutanpajak dapat dilakukan bergantung pada dua hal yaitu keadaan objek pajak dan kewenangan pungut. Keadaan objek pajak merupakan dasar pengenaan pajak yang dibatasi oleh waktu atau periode. Keadaan objek pajak di masa lalu, dengan masa sekarang bisa sama, bisajuga berbeda. Karena sifat inilah, perlu cara penafsiran keadaan objek pajak yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mendekati yang sesungguhnya. Cara penafsiran keadaan objek inilahyang dikenal pengakuandan pengukuranobjekpajakataustelsel. Sedangkan kewenangan pungut, menekankanpihak-pihakyangterlibat dalampembayaranpajak. Artinya, siapa yang berhak memungutpajak dan bagaimana caranyamenghitung besarnyapajakyangharusdibayar. Kewenangan pungut dan cara menetapkan besarnya pungutan pajak inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak.

1. Dasar Pemungutan Pajak Dasar Pemungutan pajak ini merupakan bentuk operasional dari pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar pemungutan pajak yang dikenal dalam berbagai literatur perpajakan yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan objek yang sesungguhnya (riil atau nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun setelah keadaan sesungguhnya objek pajak diketahui. Keunggulan stelsel ini sebagai dasar pemungutan pajak lebih realistis. Kelemahan dari stelsel ini, pajak baru dapat dibayar atau dikenakan setelah akhir periode, yaitu ketika keadaan objek pajak secara riil telah diketahui.

IJ

7

b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan yang diatur oleh ketentuan atau peraturan perundang-undanganyang berlaku. Keadaan yang diatur ini merupakan suatu asumsi atau anggapan yang ditetapkan oleh ketentuan atau peraturan. Misalnya, keadaan objek pajak tahun sekarang sama dengan keadaan objek pajak tahun lalu, sehingga pajak tahun sekarang dapat dikenakan pada awal tahun. Keunggulan stelsel ini, pajakdapatdibayar selamatahunberjalan,tanpa harus menunggu pacta akhir tahun. Kelemahannya, pajakyangdikenakan atau dibayartidakmenggambarkan keadaanpajakyang sebenarnya.

c. Stelsel Campuran Untukmengatasi kelemahanmasing-masing stelseltersebut, maka dalampelaksanaan pengenaan pajakdilakukan dengandua cara. Di awal tahun, pajakyangdikenakandidasarkanpada keadaanobjekpajakpacta tahun lalu, dan di akhir tahun pajak dikenakan berdasar keadaan objek pajak sesungguhnya. Karenapelaksanaannya demikian, maka stelsel ini disebut Stelsel Campuran. Jika pajak yang dibayar di awal tahun lebih besar dari pajakyang dihitung pada akhir tahun, maka terjadi kelebihan pajak. Kelebihanpajak bayar ini dapat direstitusi (kelebihannyadapat diminta kembali). Sebaliknya, jika akhirtahun yang lebih besar, makawajib pajakyangbersangkutan melunasi kekurangannya.

2. Sistem Pemungutan Pajak Kewenangan pungutdan cara menetapkan besarnyapungutanpajak inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak. Berikut ini sistem pemungutanpajakyangdikenal dalamliteratur perpajakan, yaitu: a. Official Assessment System Sistempemungutan pajakyang mempercayakan kewenangan untuk menentukan besarnya pajakyangterutang pada fiskus (pemerintah). Sistem ini meletakkan wajib pajakpacta posisiyang lemahdanpasif,utangpajak timbul setelah terbitnya suratketetapan pajakoleh fiskus . Sistem inihanya cocokditerapkan padamasyarakat yangberpendidikan rendah dantingkat

8

~ PajakdanRetribusi Daerah

Dasar-dasar Pajak Daerah

kejujuran aparat pajak tinggi. Jika tidak, bisa menimbulkan kesewenangan dari aparat pajak dan korupsi.

b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang atau harus dibayar kepada diri pribadi wajib pajak sendiri. Sistem ini hanya cocok diterapkan bagi masyarakat yang sudah maju dan iklim pajaknya sudah baik, tax minded tinggi, dan tingkat integritas masyarakat tinggi.

c. Withholding System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan dan kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menghitung, memotong, atau memungut besarnya pajak yang -terutang oleh wajib pajak.

TARIFPAJAK

Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 4.000.000,00

Tarif 10% 10% 10% 10%

IJ

9

Pajak Terutang Rp 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00

2. Tarif Progresij Tarif pajak yang persentasenya meningkat, sesuai besarnya (meningkatnya) dasar pengenaan pajak Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Terutang Rp 10.000.000,00 15% Rp 1.500.000,00 40.000.000,00 25% 10.000.000,00 60.000.000,00 35% 21.000.000,00

Sebagaimana diuraikan dalam azas pemungutan pajak, bahwa pemungutan pajak dilakukan secara adil, artinya umum dan merata . Salah satu bentuk operasional penciptaan keadaan pemungutan pajak yang adil yaitu melalui tarif pajak: Namun demikian, penerapan tarif pajak di lapangan bergantung dari tujuan yang ingin dicapai oleh fiskus. Misalnya, untuk masyarakat yang penghasilannya tidak merata dan cenderung rendah, maka penerapan tarif pajak progres ifprogresif lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan tarif pajak lainnya. Tarif pajak, merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Secara teoritis terdapat4 macamtarif pajak, yaitu:

Tarif pajak yang persentasenya menurun, sesuai meningkatnya dasar pengenaan pajaknya Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tar if Pajak Terutang Rp 20.000.000,00 10% Rp 2.000 .000,00 30.000.000,00 9% 2.700 .000,00 50.000.000,00 8% 4.000 .000,00 70.000.000,00. 7% 4.900.000,00

1. Tari! ProporsionaI

4. Tarif Tetap

Tarif pajak yang persentasenya tetap dan tidak bergantung pada besarnya dasar pengenaanpajak.

Jumlah atau angkanya tetap, tidak bergantung besarnya dasar pengenaan pajak

3. Tarij Degresij

10

~ PajakdonRetribusi Daerah

Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 10.000.000,00 ' 20.000.000,00 40.000.000,00 50.000.000,00

Dasar-di1sar Pajak Daerah

IJ

11

Penagihan Utang Pajak Tarif

Pajak Terutang Rp 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00

UTANGPAJAK Secara umum, utang timbul karena adanya perikatan antara debitur dan kreditur. Namun, tidak demikian untuk utang pajak. · Utang pajak timbul karena undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh negara. Ada dua konsep teori yang menjelaskan timbulnya utang pajak:

a. Konsep Materiel Menurut konsep ini utang pajak timbul karena ada sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang dikenakan pajak. Artinya, utang pajak timbul karena dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, dalam bahasa Belanda disebut tatsbestand. Syaratsyarat tertentu tersebut berupa serangkaian perbuatan, keadaan dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak . Dengan demikian, menurut konsep ini utang pajak timbul tidak harus menunggu adanya surat ketetapan pajak. b. Konsep Formiel Menurut konsep ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan dari fiskus. Artinya, utang pajak timbul karena adanya surat ketetapan dari fiskus. Meskipun dipenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang tetapijika tidak ada surat ketetapan maka belum terutang pajak atau timbul utang pajak.

Tindakan penagihan utang pajak dapat dilakukan dengan 2 langkah: a.

Penagihan secara pasif, pada umumnya dilakukan dengan penyerahan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dan terakhir menggunakan Surat Tegoran, b. Penagihan secara aktif yaitu penagihan dengan menggunakan Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita.

Berakhimya Utang Pajak Setiap perikatan , termasuk pula utang pajak pada waktunya akan berakhir, dan berakhirnya utang pajakjika terjadi hal-hal berikut ini:

a. Pembayaran Utang pajak yang melekat pada diri wajib pajak akan hapus dengan sendirinya jika telah ada pembayaran sejumlah pajak yang terutang. Pembayaran dapat dilakukan ke Kas Negara atau lembaga lain yang ditunjuk, misalnya Bank atau Kantor Pos dan Giro.

b. Kompensasi Jika jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oIeh wajib pajak melebihi jumlah pajak yang terutang, maka timbuI selisih lebih . Selisih lebih inilah yang dapat dikompensasikan dengan utang pajak lainnya. Kompensasi pajak ini dapat dibedakan menjadi dua: (1) Kompensasi Horisontal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang sama pada tahun berikutnya. (2) Kompensasi Vertikal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang lain pada tahun yang sama.

12

~ Pajak clan Retribusi Daerah

c. Daluwarsa Daluwarsa terjadi jika waktu penagihan utang pajak telah lewat waktu yang sudah ditentukan, akibatnya utang pajak tersebut tidak dapat ditagih oleh fiskus dan dianggap lunas. Penentuan batas waktu penagihan utang pajak ini merupakan salah satu bentuk kepastian hukum dalam undang-undang perpajakan.

d. Pembebasan Jika utang pajak berakhir dengan tidak semestinya, tetapi karena ditiadakan oleh fiskus, maka utang pajak ini disebut dibebaskan. Pada umumnya pembebasan tidak diberikan terhadap pokok pajak tetapi terhadap sanksi administrasi. e. Penghapusan Penghapusan utangpajak samasifatnya denganpembebasan, hanya sajapenghapusan diberikan karena keadaan pribadi wajib pajak, misalnya bangkrut ataupailit. ~

r!!a ~

KRITERIA PAJAK DAERAH ab ini membahas karakteristik pajak daerah secara umum. Tidak semua potensi yang menjadi sumber pendapatan Pemerintah Daerah dapat langsung dikenai pajak daerah. Ada5 (lima) kriteriayangharusdipenuhi suatupotensi pendapatan agar dapat menjadi obyek pengenaan pajak daerah (Davey, 1988), meliputi kecukupan dan elastisitas, pemerataan, kemampuan administratife, kesepakatan politik, dan kecocokan suatupajak. Kriteriapajakdaerah ini menjadi penting berkaitan peran Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya gunamencapai kemandirian pembiayaan daerah. Hat ini diperlukan agarproses pungutan, administrasi danpenetapan tarif terhadap sumber-sumber pendapatantersebut tidakmenyalahi kewenangan Pemerintah Daerah.

B

KECUKUPANDANELASTISITAS Kecukupan sumber pendapatan yangdapat dipajaki. Artinya, sumber tersebuthams menghasilkan pendapatan pajaklebih besardibandingkan seluruh atau sebagian biayapelayanan yangakandikeluarkan. Jikabiaya pelayanan meningkat maka pendapatan pajaknya jugameningkat. Keadaan demikian mencerminkan pajak menunjukkan elastisitasnya,artinya pajak-

14

11 PajakdonRetribusi Daerah

pajaktersebut marnpu menghasiIkan tambahan pendapatan untuk menutup kenaikan pengeluaran Pemerintah. Hal ini secara otomatis berakibat pada perkembangan besamyadasar pengenaan pajak. Elastisitas merupakan derajat reaksi atau respons (tanggapan) dari suatu variabel karena perubahan variabellain (Soetrisno, 1984). Misalnya, harga-harga meningkat, jumlah penduduk bertambah, dan pendapatan individu bertambah, maka pendapatan pun sebagai dasar pengenaan pajak bertambah. Elastisitas pajak mempunyai 2 (dua) dimensi. Pertama adalah pertumbuhanpotensi dari dasar pengenaanpajak. Kedua, kemudahan untukmemungut pertumbuhan pajaktersebut. Untukmemberi gambaran perbedaan keduadimensi tersebut, ditunjukkan padaketerkaitan tingkat inflasi denganpajakpenjualan dan pajakhartatetap. Ketika harga-harga barang danjasa naik, dasar pengenaan pajakpenjualanpun bertambah jumlahnya. Jikapajaktersebut merupakan persentase tertentu dari harga barang danjasa (nilai kotorpenjualan yangdikenakan pajak), maka hasil pajakakanmeningkat secara otomatis sesuai denganperkembangan dasar pengenaan pajaknya. Inflasi biasanya mendorong tingkat hargaataunilai sewaharta tetap naik. Pertumbuhan potensidasar pengenaan pajakatas harta tetap hanya dapat digali kalau tarifnya ditingkatkan, atau hartanya dinilai kembali (revaluasi) secara administrasi pajak. Dalam ha! ini elastisitas pajakditekankan padakemudahan untukmemungut pertumbuhan pajak tersebut (dari selisih kenaikan tarifdan selish nilaiharta tetapdari revaluasi), jikalangkah ini akan diambil tergantung padakepekaan pembuat keputusan dan kemampuan administrasinya. Elastisitas diukurdenganmembandingkan (rasio) hasilpenerimaan pajakselama beberapa tahim denganperubahan indeks harga,penduduk atau produk domestik bruto (PDB). Perhitunganelastisitas dapat pula dilakukan dengan membandingkandasar pengenaan pajak per kapita secarariil (denganmemperhitungkan tingkat inflasi) denganperubahan pendapatan per kapitadalamsatuperiode. Dasarpengenaan pajakyang dimaksuddi sini adalahjumlah aktiva tetap, pendapatanatau transaksi komersial yangmenjadi dasarperhitungan pajak.Elastisitas pajakbukan hanya sekedar gambarandata penerimaanpajak tetapi elastisitas pajak

lJ

KriteriaEfektivitasPajakDaerah

15

dapat mencerminkan pertumbuhan potensipajak terlepas dari keputusan untukmengubah tarifpajak.

KEADILAN Kriteria ini merupakan konsep keadilan sosial yang secara luas yang dianut oleh hampir semua negara, namun dalam praktek tidak mudah dilaksanakan. Pada prinsipnya beban pengeluaran Pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing. Konsep ini memandang pajak merupakan suatu alat redistribusi pendapatan, golongan kaya menyumbang lebih besar daripada nilai pelayanan yang diterimanya, sebaliknya golongan miskin nilai pelayanan yang diperoleh lebih besar dibanding sumbangan yang ia berikan. Dalam praktek, hal ini juga dapat dicapai kalau golongan kaya menikmati manfaat layanan yang sedikit lebih kecil dari pengeluaran layanan Pemerintah. Keadilan dalam hal perpajakan daerah mempunyai 3 (tiga) dimensi, yaitu keadilan vertikal, keadilan horisontal dan keadilan geograjis.

KeadiIan vertikal Secara umum, pajak itu dikatakan baik jika pajak tersebut

'progresij'. Artinya, persentase pendapatan seseorang yang dibayarkan untuk pajak bertambah sesuai dengan tingkat pendapatannya. Pembebanan pajak masih dapat dikatakan pula baik jika pajak yang dikenakan tersebut bersifat proporsional yaitu kalau persentasependapatan yang dibayarkanuntuk pajak sama untuksemua tingkat pendapatan. Pajak dikatakan tidak baikjika pembebanannya 'regresif" yakni persentase pendapatan yang dibayarkan untuk pajak menurun dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan. Meskipun pandangan tersebut diterima secara luas, tetapi tidak selalu demikian prakteknya. Pandangan lain adalah pajak itu adil kalau bebannya proporsionalataspendapatanatau kekayaan, dan setiappenyimpangan daripada itu apakah progresif atau regresif akan dapat berakibat negatif.

16 /1.

\1 Pajakdon Retribusi Daerah

.Keadilan horizontal Seseorang yang menerima gaji seharusnya tidak membayar pajak lebih besar daripada seseorang dengan pendapatan yang sama dari bisnis atau pertanian, seorang petani yang mengusahakan tanaman ekspor seharusnya tidak membayar lebih besar daripada petani dengan pendapatan sama di bidang tanaman pangan. Artinya, dalam jumlah pendapatan yang sama maka besarnya pajak yang dibayar juga sama tidak memandang sumbernya.

Keadilan geografis Pemerataan harus dilihat dalam kaitannya dengan penerimaan dan pengeluaran. Pengenaan pajak atas penduduk adalah tepat kalau mereka tinggal di daerah yang memperoleh pelayanan khusus dari Pemerintah. Hal ini untuk memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan tingkat pajak yang dikenakannya, agar mereka dapat membebani pajak yang berbeda-beda untuk berbagai tingkat pelayanan yang diberikan. Struktur tarif perpajakan yang progresif dikehendaki berdasarkan pertimbangan keadilan sosial. Hal itu berarti kelompok berpendapatan paling rendah harus dikenakan pajak yang paling ringan atau dibebaskan samasekali dari pungutan pajak . Keadaan ini lebih mudah dilaksanakan di perekonomian yang telah maju yang sebagian besar penduduknya berada dalam kelompok berpendapatan menengah. Golongan ini dapat memberikan sumbangan untuk mempertahankan pengeluaran Pemerintah tanpa atau sedikit memerlukan sumbangan dari golongan yang berpendapatan rendah. Masalah lebih besar akan timbul kalau hal itu dilaksanakan di masyarakat miskin dengan struktur pendapatan seperti piramida di mana sebagian besar masyarakat berada di kelompok yang berpenghasilan paling rendah . Dasar pengenaan pajak dari golongan berpendapatan atas dan menengah sangat kecil untuk memikul beban pengeluaran Pemerintah. Hambatan biasanya timbuldalambentukekonomi .

11

KriteriaEfektivitasPajakDaerah

17

dan politis.Hal ini ditunjukkan adanya pembatasanjumlah pendapatan tertinggi yang dapat dikenakan pajak, dan kekhawatiran pada pengaruh pajak yang tinggi atas produksi dan investasi.Kekhawatiran akan akibat buruk terhadap perusahaan dan pertumbuhan ekonomi selalu dikemukakan oleh kalangan dunia usaha (golongan atas dalam sistem politik) sungguh merupakan rintangan bagi penetapan tarif yang progresif. Pembebanan yang adil dari suatu pajak dipengaruhi oleh ruang lingkupnya siapa yang membayar dan jenis pendapatan, kekayaan dan struktur tarifnya. Selain itu juga tergantung metode penetapan dan tingkat ketepatan perhitungan kekayaan (milik) masing-masing pemilik. Setiap ketidaktepatan dalam penetapan dapat menyebabkan ketidakadilan karena orang akan membayar pajak lebih atau kurang dari yang seharusnya dibayar. Tetapi sejauhmana ketidakadilan tersebut dirasakan akan tergantung pada tarif pajaknya .Sebagai contoh pendapatan atau kekayaan seseorang sebesar Rp 200 juta. Kalau dikenakan pajak dengan tarif pajaknya 5 persen maka baik kesalahan pengenaan di bawah atau di atas yang seharusnya akan berjumlah Rp 10 juta, kalau 30 persen maka akan menjadi Rp 60 juta yang menambah ketidakpuasan lebih besar lagi. Dengan bertambahnya beban pajak, keluhan juga akan bertambah terhadap setiap metode pengenaan yang tidak sempurna dan tidak teliti. Pemerataan diinginkan atas dasar keadilan sosial. Pada prinsip ketidakadilanperluditekan seminimal mungkin, agar tidakhambatan dalam pembebananpajak dan dalam menggali potensi pendapatan.

KEMAMPUAN ADl\fiNlSTRATIF Dalam menilai pajak yang ditetapkan atas sumber pendapatan pajak memerlukan ketelitian administrasinya. Untuk mengetahui keuntungan suatu perusahaan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau untuk menetapkan nilai jual objektif gedung di pusat kota dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan memerlukan pengetahuan teknis yang tinggi. Setiap transaksi antara wajib pajak dengan aparat pajak dalam menetapkan besarnya pajak, membuka kesempatan untuk

18

• PajakdanRetrib1tsi Daerah

mengadakan kerjasama dan korupsi. Seorang pengusaha besar yang tergantung pada Pemerintah dalam perizinan, . proteksi tarif dan pembelian dapat mendorong untuk memperoleh keringanan dalam depresiasi pada saat perhitungan pajak atas keuntungan perusahaan. Di banyak negara yang sedang berkembang sebagian besar penduduk hidup di bidang usaha kecil, pedagang keeil, atau tenaga lepas yang tersebar di daerah pedesaan yang luas dan tidak ada penghasilan yang jelas yang dapat diperhitungkan dalam pengenaan pajaknya. Pengenaan dan pemungutan setiap pajak pendapatan atau pajak atas harta tetap memerlukan kunjungan pada saat-saat mereka dapat ditemui di rumah dan di musim panen dimana mereka memperoleh penghasilan. Ongkos administrasi dari kegiatan semacam itu sangat tinggi meskipun jumlah rata-rata per kapita dapat dipungut mungkin rendah.Sebaliknya, sejumlah besar pendapatan yang diperoleh dari pungutan atas minyak misalnya dilaksanakan de ngan ongkos administrasi yang sangat rendah. Di dalam perekonomian semaeam itu terdapat keeenderungan untuk menempuh administrasi yang mudah dengan menggantungkan pendapatan langsung yang dapat dipungut pada saat transaksi di sektor komersial formal melalui pabrikan besar, importir atau distributor. Namun demikian hal ini tidak selalu sesuai dengan pertimbangan pembebanan yang adil atau desentralisasi fiskal.

KESEPAKATAN POLITIS Tidak ada pajak yang populer. Meskipun demikian kemauan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, memungut pajak seeara fisik, dan memaksakan sanksi terhadap para pelanggar. Hal ini pada gilirannya tergantung pada dua faktor kepekaan dan kejelasan dari pajak tersebut dan .adanya keleluasaan dalam mengambil keputusan. Kepekaan politis kadang-kadang memusatkan pada masalah nilainilai sosial. Ada masyarakat yang menganggap pajak atas tanah adalah sensitif oleh karena tanah dipandang sebagai milik bersama tidak

IJ

KriteriaEfektivitas PajakDaerah

19

sebagai milik pribadi, demikian pula pajak atas ternak tidak populer karena ternak dianggap sebagai modal tidak sebagai sumber pendapatan. Di pihak lain, pengenaan pajak tertentu dapat sensitif karena berpengaruh terhadap kepentingan golongan berkuasa atau golongan tertentu. Misal, usul pengenaan pajak atas tanah pertanian di Inggris yang sudah tertunda lama, atau peningkatan Pajak atas Bumi dan Bangunan perkotaan di Indonesia tidak dapat dilakukan karena aspek politis tersebut di atas (Devas, 1989) Unsur penting yang lain yang menentukan kepekaan suatu pajak adalah kejelasan pajaknya. Pajak atas bumi dan bangunan (PBB) mungkin merupakan pajak yang paling ringan atas wajib pajak di Indonesia. Akan tetapi berlainan dengan pajak penghasilan yang bersumber dari pegawai dan pajak pertambahan nilai yang dikenakan pada saat penjualan atau penyerahan barang/jasa, pajak atas bumi dan bangunan hams dibayar dengan eek atau uang kontan. Persyaratan adanya tindakan pembayaran tersebut menarik perhatian tertentu yang tidak menjadi kewajiban dari para wajib pajak. Ada saatnya perubahan tiba-tiba dalam pajak tidak langsung menjadi penyebab meningkatnya harga-harga yang langsung dirasakan oleh masyarakat, juga apabila ketidakpuasan terhadap tingkat inflasi maka perhatian ditujukan pada pajak-pajak yang memberikan pengaruh terhadap kenaikan hargaharga. Meskipun demikian pajak tidak langsung kurang pengaruhnya sebab bebannya tidak langsung dirasakan. Pada semua pajak terlihat kemauan politik. Peranannya tergantung pacta frekuensi dari keputusan yang bersifat sensitif tersebut harus diambil. Keputusanyang sangat sulit dan nyata biasanya menyangkut kenaikan tarif. Pajak dan retribusi akan mudah dipolitisasikalau menghendakipenyesuaian tarif untuk menjaga dan menambah nilai riilnya. Dalam hal ini, pajak atas bumi dan bangunan yang tidak didukung dengan penilaian kembali yang sering dilakukan akan dianggap sangat tidak dikehendaki kalau dibandingkan dengan pajak pendapatan yang seeara otomatis dapat menyesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Sama halnya dengan kenaikan tarif pajak penjualan atau eukai yang didasarkan pada jumlah atau volume, jauh lebih menarik perhatian daripada pertambahan

20

I1 Pajak donRetribusi Daerah

secara otomatis yang timbul dari pajak-pajak bumi dan bangunan dalam menyesuaikan dengan tingkat inflasi. Kepekaan politis merupakan hambatan atas potensi suatu pajak. Meskipun demikian hal itu berguna untuk pertanggungjawabannya. Kebutuhan untukmembuat suatukeputusan dalam rangka meningkatkan tarif pajak yang tinggi dapat memaksa instansi Pemerintahlebih teliti terhadap pertimbangan untuk pengeluaran tertentu atau mengurangi pemborosan. Seringkali diusahakan untukmembuatpajaklebihditerimadengan mengkaitkan penggunaannya secaralangsung (eannarking) yaitudengan meningkatkan suatupungutan untukmembiayai pelayanan tertentu yang populersepertipelayananpendidikan. Setiappajakyangdipungut oleh suatubadanpengelola untuktujuantertentu seperti halnya dengan Badan Pengelola Air "subak" di Balisecaraotomatis dianggap mempunyai ciri tersebut. Pungutan yangdikaitkan dengan pengeluaran dapatmerupakan carayang efektifuntuk menghubungkan perpajakandengan pelayanan yang tidakbanyak dipahami masyarakat. Pengalaman menunjukkan seringkali pajak langsung dikaitkan dengan pemerasan yang hams dihapuskan dengan segala carayang memungkinkan. Kaitanlangsung antarabesarnya pajak dengan pengeluaranjugamendorong kebenaran pertanggungjawabannya. Dalamjangka panjang, pengkaitanpajak dengan pelayananyang diberikan dapat bersifat tidak produktif. Hal itu akan mengundang orang untuk membandingkan antara jumlah yang mereka bayar dengan manfaat yang mereka terima, suatu perbandingan yang mungkin tidak diterima oleh mereka. Ongkos pelayanan mungkin akan lebih tinggi - lebih rendah - biasanya lebih tinggi daripada hasil pajaknya sehingga timbul kesan yang keliru. Mengkaitkan suatu pajak dengan pelayanan yang diberikan dapat mendorong Pemerintah untukmenolakbantuankeuangan lainnyauntukpelayanan dimaksud. Pungutan yangdikaitkan denganpelayananjuga dapat membuat orangkurang antusias untukmembayar pajaklainnya yang akandigunakan untukpengeluaranumum Pemerintah. Misalnya, seseorang hams membayar

Kriteria Efektivitas PajakDaerah

IJ

21

untuk pelayanan kepolisian. Pajak yang dikaitkan dengan pelayanan merupakanpenambahan pajakyang tidak dikehendaki yang ongkosnya cukup tinggi tidak saja dalam waktu dan tenaga tetapijuga kesabaran para wajib pajak. Pajakyang bermacam-macam malah mempersulit untuk pengenaan yang adil terhadap masyarakat. ~

...

~

22

\1 Pajakclan Retribusi Daerah

ADMINISTRASI PAJAK DAERAH

D

alam bab2 terdahulu telah dibahas mengenai kriteria pajakdaerah. Setelah sumberpendapatan daerahdapatdikenai pajak, maka perlujugadipertimbangkan apakah suatu pajak yang tclah dapatsecara efektifdigali, dikenakan, dinilaiataudipungut tersebut mampu diadministrasikan olehPemerintah Daerah . Teori development from below berpendapat bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988). Berlandaskan teori lcrsebut, dapat diidentifikasi berapa permasalahan dalam administrasi pajak daerah. Pertama, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakan suatu pajak secara efektif dan adil. Karena pengenaanpajakdaerahyang adil membutuhkan pengadministrasian data pajak yang akurat. Pengadministrasian data pajak yang efektif akan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak. Hat ini akan mendorong meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kedua, apakahPemerintah Daerahmemiliki kemampuan administrasi efektifatas suatupajak. Hat ini sangat penting, dalam rangka transparansi pengelolaan

24

IJ

Administrasi PajakDaerah

mPajakdonRetribusi Daerah

dana yang berasal dari pajak. Bab ini akan menguraian permasalahan dalamadministrasi pajakdaerahtersebutmeliputi pengenaan pajaksecara efektifdan adil, perbedaanobjekpajak, pengenaandan pemungutan oleh daerah. PENGENAANPAJAK YANG EFEKTIFDAN ADIL

Teori developmentfrom belowyang dikemukakantersebut di atas, menunjukkanbahwa masyarakat lebih cenderungmau membayar pajak karenakedekatannya denganmanfaat yangdiperoleh darimembayar pajak tersebut Orang akan lebih bersedia membayarpajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis, karenaPemerintah Daerahjuga lebihdekatdibanding denganPemerintah Pusat yang kadang mereka tidak dapat melihat manfaat langsungsecara mudah dalam pembangunan di daerah mereka. Dibalik kedekatan ini, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakansuatupajak secara efektif dan adil. Semakin rendahtingkatpemerintahan maka semakin dekathubungan antara rakyatdenganpemerintahnya, sehinggamerekayang mengenakan pajak dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekataninilah, dasar pengenaanpajak dan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya. Misal, jika Pemerintah Daerah mengenakanpajak bergantung padadukungan politik, nilaisosial ataukerjasama bisnis dengan wajibpajakmaka Pemerintah Daerahakanengganuntukmenaikkan pajak pada saat inflasiatau kebutuhan lain yang diperlukan naik dan mungkiri malahrnencari popularitas yaitudengan menurunkanbebanpajak. Dernikian pulahalnya kalau Pemerintah Daerahdidominasi olehgolongan kaya, maka akan tirnbul penolakanterhadappajak yang progresif. Permasalahan tersebut dikernukakan untuk rnenghindari kesewenangansegelintir politisidanbirokrat di daerahdalamrnembuat kebijakail perpajakannya. Kebijakan perpajakanyang efektifdan adilperludiupayakan olehPernerintah Daerah. Adanyapembebanan pajakyangrneningkat
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF