Buku Obes 0215
October 9, 2017 | Author: okisutarto | Category: N/A
Short Description
ok...
Description
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
UKK NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK 2014
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja Penyunting: Damayanti Rusli Sjarif; Lanny Christine Gultom; Aryono Hendarto; Endang Dewi Lestari; I Gusti Lanang Sidiartha; Maria Mexitalia Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014 Kedokteran – Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seiijin penulis dan penerbit. Disusun oleh: Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia Diterbitkan pertama kali tahun 2014 Cetakan Pertama
ISBN
Tim Penyusun Damayanti Rusli Sjarif Lanny Christine Gultom Aryono Hendarto Endang Dewi Lestari I Gusti Lanang Sidiartha Maria Mexitalia
iii
Sambutan
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Salam hormat dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI yang telah menerbitkan ‘Rekomendasi Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja’. Rekomendasi yang dibuat oleh satu organisasi profesi bertujuan untuk memberi panduan dan menyamakan persepsi kepada anggotanya dalam menangani penyakit atau kondisi yang terlihat sangat lebar perbedaannya, sehingga memberikan hasil tata laksana yang tidak optimal dan tentunya merugikan pasien. Obesitas merupakan masalah yang mulai banyak ditemukan, tidak saja di daerah perkotaan dengan sosial ekonomi yang tinggi, tetapi tidak sedikit pula ditemukan pada anak yang tinggal di daerah pedesaan bahkan dari kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah. Penanganan obesitas memerlukan pendekatan tata laksana yang komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penanganan obesitas dapat sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak saja genetik, tetapi juga faktor lingkungan dan kebiasaan yang salah. Oleh karena itu, sangat tepat bila UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI menerbitkan Rekomendasi IDAI tentang Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Rekomendasi ini merupakan jawaban dari masalah tersebut dan akan menjadi acuan bagi anggota IDAI. Semoga dengan memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, IDAI dapat lebih berperan dalam mewujudkan konsep ‘child survival, child health and child development’ dalam rangka menyiapkan anakanak yang sehat untuk Indonesia yang sehat.
Badriul Hegar Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI 2011-2014 v
Kata Pengantar Angka kejadian overweight dan obesitas anak secara global meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7% pada tahun 2010. Kecenderungan ini diperkirakan akan mencapai 9,1 % atau 60 juta ditahun 2020. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara nasional menunjukkan bahwa masalah overweight dan obesitas pada anak umur 5 sampai 12 tahun berturut-turut sebesar 10,8% dan 8,8%, sudah mendekati perkiraan angka dunia di tahun 2020. Peningkatan obesitas tersebut di sertai dengan peningkatan ko-morbiditas yang berpotensi menjadi penyakit degeneratif di kemudian hari misalnya penyakit jantung koroner, hipertensi, DM Tipe 2, dll. Sulitnya tata laksana obesitas menyebabkan pencegahan menjadi prioritas utama. Kompetensi dokter spesialis anak dalam mendeteksi dini early adiposity rebound serta menata laksana segera dengan pendekatan pola makan serta aktifitas yang sehat perlu dimiliki oleh seluruh dokter spesialis anak di Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI berinisiatif untuk membuat Rekomendasi Diagnosis,Tata laksana serta Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja agar terdapat persamaan persepsi dalam pelaksanaannya. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan Rekomendasi ini. Kami menyadari bahwa Rekomendasi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu diperlukan masukan dari sejawat dokter spesialis anak yang mengamalkannya. Akhir kata terima kasih pada PP IDAI atas dukungan moral dalam penyelesaian Rekomendasi ini.
Tim Penyusun vii
Daftar Isi Tim Penyusun .............................................................................
iii
Sambutan ......................................................................................
v
Kata Pengantar .............................................................................
vii
Daftar isi ........................................................................................
ix
Pendahuluan .................................................................................
1
Rekomendasi 1 ............................................................................
4
Anamnesis .......................................................................
4
Etiologi dan manifestasi klinis ......................................
5
Pemeriksaan antropometris .........................................
9
Deteksi dini komordibitas ............................................ 13
Rekomendasi 2 ............................................................................ 22
............................................ Pola aktivitas yang benar ............................................ Modifikasi perilaku ........................................................ Rekomendasi 3 ............................................................................
Pola makan yang benar
22 24 28 29
Rekomendasi 4 ............................................................................ 30 Farmakoterapi ................................................................ 30
Terapi bedah ................................................................... 31
Rekomendasi 5 ............................................................................ 33
Pencegahan primer
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
............................................ 33 ............................................ 35 ............................................ 36
Kesimpulan ................................................................................. 37
................................................................................. 38 Kepustakaan ................................................................................. 48 Lampiran
ix
1. Pendahuluan Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020.1 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 20132 didapatkan prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat badan menurut tinggi badan lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan 16-18 tahun berturut-turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur lebih dari Z score 2 menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 5-18 tahun. Beberapa penelitian mengenai prevalensi obesitas pada anak dan remaja telah dilakukan di Jakarta, Bali, dan Semarang, yaitu (1) Djer3 mendapatkan prevalensi anak obes di dua sekolah dasar negeri di Jakarta Pusat 9,6% dari 488 anak, (2) Meilany4 mendapatkan prevalensi anak obes di tiga sekolah dasar swasta di Jakarta Timur 27,5% dari 2292 anak, (3) Susanti5 mendapatkan prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta 15,3% dari 600 anak, (4) Adhianto dkk.6 mendapatkan prevalensi obesitas 11% dari 552 anak berusia 11-17 tahun di kota Denpasar dan Badung, (5) Dewi dkk.7 mendapatkan prevalensi obesitas 15% dari 241 anak berusia 6-10 tahun di dua sekolah dasar negeri di Bali, dan (6) Mexitalia dkk.8 mendapatkan prevalensi obesitas 10,6% dari 1157 anak usia 6-7 tahun di kota Semarang. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar rata-rata 12,3%.9
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
1
Peningkatan prevalensi obesitas juga diikuti dengan peningkatan prevalensi komorbiditas, seperti peningkatan tekanan darah, aterosklerosis, hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan napas saat tidur (obstructive sleep apnea), asma, sindrom polikistik ovarium, diabetes melitus tipe-2, perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah (dislipidemia), dan sindrom metabolik.10,11 Berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu (1) anak dan remaja obes sudah mengalami komorbiditas seperti hipertensi, dislipidemia, peningkatan kadar SGOT dan SGPT, dan uji toleransi glukosa yang terganggu4,12,13, (2) prevalensi dislipidemia sebesar 45% ditemukan pada anak obes usia sekolah dasar di Surakarta14 dan anak obes berisiko lebih tinggi mengalami dislipidemia dibandingkan anak tidak obes15, (3) kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate/PEFR) anak obes lebih rendah dibandingkan anak tidak obes bahkan sebelum aktivitas fisis16, (4) gangguan emosional dan perilaku berdasarkan Child Behavior Checklist (CBCL) dan 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC17) berturut-turut ditemukan pada 28% dan 22% anak obes. Masalah terbanyak yang ditemukan adalah gangguan internalisasi seperti menarik diri, keluhan somatik, ansietas, ataupun depresi17, (5) sebesar 32,5% anak obes mengalami ketidakmatangan sosial18, (6) resistensi insulin ditemukan pada 47% anak laki-laki superobes berusia 5-9 tahun19 dan 38% remaja obes20, (7) remaja obes berisiko lebih tinggi mengalami defisiensi besi dibandingkan remaja tidak obes21, (8) ketebalan tunika intima media arteri karotis, kadar profil lipid, tekanan darah sistolik dan diastolik remaja obes lebih tinggi dibandingkan dengan remaja tidak obes22, dan (9) tiga penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Manado mendapatkan prevalensi sindrom metabolik pada remaja obes berturut-turut 19,6%20, 34%23, dan 23%24, sedangkan prevalensi sindrom metabolik pada anak laki-laki superobes sebesar 42%.19
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
2
Penelitian tersebut dilakukan pada kurun waktu yang berbeda dan menggunakan kriteria sindrom metabolik yang berbeda. Berdasarkan data yang ditemukan pada Riskesdas 20132, beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai prevalensi anak dan remaja obes serta komorbiditas yang menyertai di Indonesia3-9,12-24, dan kecenderungan anak obes menjadi dewasa obes yang diperberat dengan kejadian obesitas pada orangtua25-28, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganggap perlu dibuat rekomendasi diagnosis, tata laksana, dan pencegahan obesitas pada anak dan remaja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dokter spesialis anak dalam mendeteksi, mengelola, serta mencegah obesitas dan komorbiditas yang menyertainya.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
3
Rekomendasi 1 Gizi lebih dan obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait. Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja obes dengan gizi lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:29,30 • Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat membantu menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko obesitas • Pemeriksaan fisis dan evaluasi antropometris • Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diit, pemeriksaan laboratorium, pencitraan, ekokardiografi, dan respirometri atas indikasi • Penilaian komorbiditas
Anamnesis Anamnesis faktor risiko medis dan perilaku yang harus diperoleh pada saat evaluasi anak dan remaja overweight atau obesitas tercantum pada Tabel 1.29-31
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
4
Etiologi dan manifestasi klinis Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah.32 Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).33 Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.34 Secara klinis obesitas idiopatik dan endogen dapat dibedakan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2, sedangkan pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang harus dicari pada anak dan remaja dengan obesitas ditampilkan pada Tabel 3.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
5
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
6
Temuan
Kelainan yang berkaitan
Evaluasi kemungkinan kerusakan hipotalamus yang disebabkan tumor otak, iradiasi, atau trauma
•
Riwayat kebiasaan hidup santai di dalam keluarga (sedentary life style)
Riwayat risiko kesehatan yang terkait obesitas di dalam keluarga, seperti penyakit kardiovaskular dini (< 55 tahun), peningkatan kolesterol, hipertensi, atau diabetes melitus tipe-2
Riwayat obesitas di dalam keluarga untuk mencari faktor genetik sebagai penyebab obesitas
Pola aktivitas fisis : frekuensi/minggu, durasi/hari, jenis (terstruktur/tidak terstruktur)
Pola makan : kebiasaan makan (apakah menerapkan food rules), perilaku abnormal terkait makanan, dsb
Tanda dan gejala risiko kesehatan yang terkait obesitas pada anak seperti mengorok, sering terbangun pada saat tidur di malam hari, menstruasi dini, nyeri panggul, dsb
Evaluasi kemungkinan sindrom Cushing yang disebabkan pemberian steroid
•
Riwayat tumbuh-kembang untuk mencari obesitas yang disebabkan faktor endogen, sebagai contoh:
• Remaja
• Early adiposity rebound, yaitu indeks massa tubuh (IMT) terendah yang terjadi lebih dini dan cepat ( P95 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi badan pada ≥ 3 kali pemeriksaan
Kondisi genetik atau endokrin yang mendasari
Perawakan pendek
Peningkatan tekanan darah
Overweight atau obesitas
Persentil BMI yang tinggi
obesitas (BMI >P95)
: overweight (BMI >P85 – P95)
Tanda vital
Antropometri
Khusus
Anak 2-18 tahun (IMT CDC 2000)
obesitas (z score > +3)
: overweight (z score > +2)
Leher relatif pendek
Berat dan tinggi Anak < 2 tahun (IMT WHO 2006) badan, IMT
Wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap
Penjelasan
Leher
Gejala
Kepala
Umum
Sistem
Tabel 3. Pemeriksaan fisis serta dampak dan gejala yang perlu dicari pada anak dan remaja dengan obesitas
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
11
NAFLD*
Wheezing
Nyeri abdomen
Hepatomegali
Dada
Abdomen
Beberapa sindrom genetik
Tangan dan kaki yang kecil,
polidaktili
Blount disease
Bowing of tibia
Sindrom Prader-Willi
Undescended testis
Slipped Capital Femoral Epiphysis
Penis dengan ukuran normal yang terpendam dalam lemak suprapubik
Mikropenis
Abnormal gait, gerakan panggul terbatas
Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun pada anak laki-laki atau < 8 tahun pada anak perempuan
Stadium Tanner
Asma, terkait dengan intoleransi latihan, sindrom hipoventilasi obesitas
Hipotiroidism
Kondisi ini pada umumnya tidak bergejala; NAFLD: nonalcoholic fatty liver disease. (Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Barlow SE and The Expert Committee Pediatrics. 200710,dan Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.31)
Ekstremitas
Sistem reproduksi
Gangguan refluks gastroesofagus, penyakit kandung empedu, NAFLD*
Goiter
Leher
Obstructive sleep apnea
Hipertrofi tonsil
Tenggorokan
Pseudotumor serebri
Papiledema, paralisis n. VI kranialis
Sindrom Cushing
Striae violaceous
Mata
Konsekuensi dari obesitas berat
Iritasi, inflamasi
Tabel 4. Perbandingan prevalensi gizi lebih dan obesitas pada balita Riskesdas 2010 berdasarkan grafik IMT CDC 2000, WHO 2006 dan IOTF
CDC, Center Disease for Control and Prevention; WHO, World Health organization; IOTF, International Obesity Task Force. (Sumber: dikutip dan dimodifikasi dari Sjarif dan Pustika. PIT 2012.37)
Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa untuk klasifikasi gizi lebih pada anak di bawah dua tahun hanya dapat menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan untuk usia 2-5 tahun prevalensi gizi lebih hampir sama pada ketiga klasifikasi. Obesitas tertinggi didapat berdasarkan klasifikasi CDC 2000 (19,9%), diikuti IOTF (15,3%), dan WHO 2006 (12,8%). Hal ini terjadi karena klasifikasi obesitas menurut WHO adalah IMT terletak pada Z score > +3 SD yang setara dengan persentil 99,8, sedangkan CDC 2000 menggunakan kriteria IMT di atas persentil 95 sebagai batasan obesitas.36,38 Klasifikasi IMT adalah cara yang praktis untuk menjaring gizi lebih di pelayanan kesehatan primer. Bila pada hasil pengukuran didapatkan potensi gizi lebih (Z score > +1 SD) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) > 110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Overweight dan obesitas pada anak usia < 2 tahun ditegakkan jika Z score > +2 SD dan > +3 SD dengan menggunakan grafik IMT WHO 2006, sedangkan pada anak usia 2-18 tahun menggunakan
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
12
grafik IMT CDC 2000 (Lampiran 1-2). Ambang batas yang digunakan untuk overweight adalah di atas P85 – P95, sedangkan obesitas adalah lebih dari P95 grafik IMT CDC 2000.36
Deteksi dini komorbiditas Dampak obesitas mempengaruhi hampir setiap sistem organ di dalam tubuh. Tabel 5. menampilkan ringkasan deteksi dini komorbiditas yang harus dilakukan pada anak dan remaja obes.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
13
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Komorbiditas
Obstructive sleep apnea
Prevalensi dalam/luar negeri (%) 38,2/79,9
Anamnesis
Pemeriksaan fisis yang spesifik
• Mengorok yang disertai
• Pembesaran tonsil
• Henti napas saat tidur
40-42
• Sering tidur
terbangun
saat
• Mengantuk di siang hari S i n d r o m hipoventilasi obesitas42
-/20,6
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)43-44
-/48,1
Kolelitiasis/
• Umumnya tidak bergejala • Nyeri perut kuadran kanan atas
-/ 6,1
Diabetes melitus tipe220,46
0/0,4
• Hepatomegali ringan.
• Nyeri kolik hebat dan berulang pada kuadran kanan atas perut
• Kuadran kanan atas perut teraba nyeri
• Polidipsi, polivagi, atau poliuria
• Seringkali gejala
tanpa
• Berat badan menurun
-/-
• Menstruasi yang jarang ( 27 mMol/L • Peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada darah perifer lengkap • Konsul Respirologi • Kadar SGOT atau SGPT meningkat > 2 kali nilai normal
IB
• USG menunjukkan perubahan yang konsisten dengan steatohepatitis nonalkoholik tetapi tidak dapat menunjukkan derajat inflamasi atau fibrosis • Biopsi hati adalah gold standard untuk menegakkan diagnosis • Konsul Hepatologi • USG dapat menunjukkan kolelitiasis/kolesistitis
IV
• Konsul Hepatologi • Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
V
• Kadar gula darah puasa ≥ 100 mg/dL disebut sebagai prediabetes, yang merupakan risiko diabetes di kemudian hari • Konsul Endokrinologi • Pemeriksaan TSH, prolaktin, testosteron total dan bebas, DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate), 17-OH progesteron, FSH, LH, estradiol
V
• USG ovarium menunjukkan polikistik ovarium • Konsul Endokrinologi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
15
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes
Komorbiditas
Hipotiroid49
Prevalensi dalam/luar negeri (%) -/8,33
Anamnesis
• Kelelahan
Pemeriksaan fisis yang spesifik • Goiter
• Penurunan prestasi akademik • Perlambatan pertumbuhan linier • Benjolan di leher Sindrom Cushing Primer50
-/-
• Peningkatan berat badan
• Moon facies
• Penggunaan obat steroid jangka panjang
• Buffalo hump • Perawakan pendek, dan • Striae violaceous • Hirsustism, jerawat, hipertensi, hiperpigmentasi
Pubertas prekoks50
-/-
• Bau badan seperti orang dewasa
• Timbulnya perkembangan seks sekunder < 9 tahun • Pertumbuhan rambut pada anak laki-laki pubis dan aksila atau < 8 tahun pada anak perempuan • Kulit wajah berminyak dan berjerawat • Perkembangan payudara pada perempuan
• Pembesaran testis pada laki-laki Pseudotumor serebri51
-/0,02
• Nyeri kepala hebat • Fotofobia • Penglihatan ganda jika mengganggu N. VI kranial
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
16
• Gambaran diskus optikus kabur
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Pemeriksaan FT4 dan TSH
V
• Konsul Endokrinologi
• Pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab endogen peningkatan ACTH (adrenocorticotropic hormone)
V
• Pemeriksaan kortisol bebas urin 24 jam, serta kadar kortisol plasma setelah tes supresi deksametason dosis tinggi, kadar ACTH plasma • CT Scan/MRI abdomen atau MRI kepala • Konsul Endokrinologi • Pengukuran kadar hormon steroid seks (testosteron, estradiol, DHEA-S, atau androstenedion)
V
• Konsul Endokrinologi
• Pemeriksaan funduskopi dengan opthalmoskop
V
• Konsul Neurologi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
17
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes Komorbiditas
Hipertensi22,52
Prevalensi dalam/luar negeri (%) 49/50
Anamnesis
• Pusing, nyeri kepala • Terkadang tidak bergejala
Dislipidemia53,54
Depresi17,55
Blount disease/ tibia vara56
• Tekanan darah sistolik atau diastolik >P95 menurut usia, jenis kelamin, dan persentil tinggi badan pada ≥3 kali pemeriksaan berdasarkan National Heart, Lung, and Blood Institute
88,4/45,8
• Umumnya tanpa gejala
• Xanthelasma (jarang ditemukan)
22/30
• Cemas, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, makan berlebih, kelelahan, dan kesulitan tidur.
• Afek datar
• Onset umumnya setelah usia 8 tahun
• Ekstremitas bawah bengkok (kaki pengkor)
-/2,5
• Bengkok pada tungkai yang tidak disertai nyeri
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
18
Pemeriksaan fisis yang spesifik
• Tanda-tanda pelecehan fisik dan seksual
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Ureum, kreatinin, asam urat
IV
• Konsul Nefrologi
• Pemeriksaan profil lipid darah (kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL)
IB
• Nilai normal profil lipi darah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP) o Kolesterol total < 170 mg/dL o Trigliserida < 110 mg/dL 0 – 9 tahun
: < 75 mg/dL
10 – 19 tahun : < 90 mg/dL o Kolesterol LDL < 110 mg/dL o Kolesterol HDL > 45 mg/dL
• 17-item Pediatric Symptom Checklist (PSC-17)
IV
• Konsul Pediatri Sosial
• Foto lutut antero-posterior yang terkena pada saat pasien berdiri tegak
V
• Konsul Bedah Ortopedi
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
19
Tabel 5. Deteksi dini komorbiditas pada anak dan remaja obes Komorbiditas
Prevalensi dalam/luar negeri (%)
Anamnesis
Slipped capital femoral epiphysis57
-/-
• Lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan obes
Pemeriksaan fisis yang spesifik • Panjang tungkai yang berbeda
• Nyeri panggul atau lutut dan nyeri ketika berjalan • Pergerakan panggul terganggu pada saat berjalan Akantosis nigrikans20,58
71,4/55,4
Iritasi dan infeksi kronik pada lipatan kulit59
-/50,42
Sindrom Genetik10,35
-/-
• Leher dan lipatan kulit (ketiak, perut bawah, dan selangkangan) berwarna kehitaman • Bau yang tidak sedap pada lipatan kulit
• Laserasi dan ulserasi pada lipatan kulit
• Gangguan belajar
• Stigmata tertentu sesuai sindrom terkait
• Perawakan pendek • Delayed development, dsb
• Tes IQ
Sindrom
19,6-42/
• Gabungan gejala diabetes • Obesitas sentral melitus, hipertensi, • Pemeriksaan fisik dislipidemia lain sesuai dengan diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia
Defisiensi besi21,60
55/38,8
• Pucat, letih, lemah, lesu
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
20
• Konjungtiva anemis
Pemeriksaan penunjang
Level of Evidence39
• Gambaran radiografi panggul bilateral pada posisi frog-leg
V
• Konsul Bedah Ortopedi
• Pemeriksaan resistensi insulin (HOMA-IR)
IV
• Pengecatan KOH atau perwarnaan gram
V
• Konsul Kulit & Kelamin • Pemeriksaan genetik yang sesuai dengan dugaan sindrom
V
• Pemeriksaan kadar gula darah puasa atau sewaktu, kadar trigliserida dan kolesterol HDL.
III B
• Lihat Konsensus Sindrom Metabolik
• SI, TIBC, Feritin,
III B
• CRP
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
21
Rekomendasi 2 Prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan pola makan yang benar, aktivitas fisis yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan. Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan.29 A. Pola makan yang benar Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA) merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:30,36,61,62 1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30 menit/kali 2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak 3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut tinggi badan Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang dikehendaki.63 Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
22
Sebagai alternatif pilihan jenis makanan dapat menggunakan the traffic light diet dan satuan bahan makanan penukar (Lampiran 3-4). The traffic light diet64,65 terdiri dari green food yaitu makanan rendah kalori (480-720 mL/hari dapat menambah energi ekstra atau menggantikan nutrien lainnya 2. Makan bersama di meja makan dengan anggota keluarga lainnya sebanyak 3x/hari dan televisi dimatikan selama proses makan bersama 3. Keluarga tidak membatasi jumlah makanan dan selingan yang dikonsumsi anak, tetapi memastikan bahwa semua makanan yang tersedia sehat serta cukup buah dan sayuran 4. Selingan dapat diberikan sebanyak 2 kali, dan orangtua hanya menawarkan air putih bila anak haus diantara selingan dan makan padat 5. Anak harus mempunyai kesempatan bermain aktif, membatasi menonton televisi atau DVD, serta tidak meletakkan televisi di dalam kamar tidur anak 6. Orangtua dapat menjadi model untuk membantu anak belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang dikonsumsi. Orangtua berperan aktif dalam pendidikan media anak dengan menemani anak saat menonton program televisi dan mendiskusikan acara tersebut dengan anak 7. Membuat jadwal penggunaan media, membatasi waktu menonton 6 g, K+ : tinggi kalium
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
47
KEPUSTAKAAN 1.
de Onis M, Blössner M, Borghi E. Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children. Am J Clin Nutr. 2010;92:1257-64.
2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
3.
Djer MM. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di SD Kenari 7 dan 8 Jakarta dan faktor-faktor yang memengaruhi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 1998.
4.
Meilany TA. Profil klinis, laboratoris serta sikap dan perilaku murid sekolah dasar dengan obesitas. Studi kasus di SD Tarakanita 5, SDI Al Azhar Rawamangun dan SDI Al Azhar Kelapa Gading Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.
5.
Susanti TE. Prevalens dan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar usia 10-12 tahun di lima wilayah DKI Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007.
6.
Adhianto G, Soetjiningsih. Prevalence and risk factors of overweight and obesity in adolescent. Paediatr Indones. 2002;42:206-11.
7.
Dewi MR, Sidiartha IGL. Prevalensi dan faktor risiko obesitas anak sekolah dasar di daerah urban dan rural. Medicina. 2013;44:15-21.
8.
Mexitalia M, Faizah Z, Hardian, Susanto JC. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada anak dengan obesitas usia 6-7 tahun di Semarang. M Med Indones. 2005;40:6270.
9.
Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai prevalensi obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7 Juli 2005.
10. Barlow SE and the Expert Committee. Expert committee recommendations regarding the prevention, assessment, and treatment of child and adolescent overweight and obesity: summary report. Pediatrics. 2007;120:S164-92. 11. Benson L, Baer HJ, Kaelber DC. Trends in the diagnosis of overweight and obesity in children and adolescents: 1999-2007. Pediatrics. 2009;123:e153-8. 12. Pribadi A, Subardja D, Rustama DS, Fadil RMR. Relationship between the degree of obesity and oral glucose tolerance in primary obese adolescents. Paediatr Indones. 2002;42:249-53. 13. Tangkilisan AH, Akune K. Some factors related to lipid profile in obese children at junior high schools in Manado. Paediatr Indones. 2007;47:166-71. 14. Martuti S, Lestari ED, Soebagyo B. Prediktor penyakit kardiovaskular pada anak obes usia sekolah dasar di Kotamadya Surakarta. Sari Pediatri 2008;10:18-23.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
48
15. Himah R, Prawirohartono EP, Julia M. Association between obesity and lipid profile in children 10-12 years of age. Paediatr Indones. 2008;48:257-60. 16. Siregar FZ, Panggabean G, Daulay RM, Lubis HM. Comparison of peak expiratory flow rate (PEFR) before and after physical exercise in obese and non-obese children. Paediatr Indones. 2009;49:20-4. 17. Harahap DF, Sjarif DR, Soedjatmiko, Widodo DP, Tedjasaputra MS. Identification of emotional and behavior problems in obese children using Child Behavior Checklist (CBCL) and 17-items Pediatric Symptom Checklist (PSC-17). Paediatr Indones. 2010;50:42-8. 18. Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta, Indonesia. Paediatr Indones. 2006;46:174-178. 19. Hendarto A, Sastroasmoro S, Sjarif DR, Wijaya A. Hubungan antara leptin, adiponektin, tumor necrosis factor-α, C-reactive protein, asupan karbohidrat dan lemak terhadap resistensi insulin pada anak lelaki superobese usia 5-9 tahun. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 20. Pulungan AB, Puspitadewi A, Sekartini R. Prevalence of insulin resistance in obese adolescents. Paediatr Indones. 2013;53:167-72. 21. Febrianti Z, Oenzil F, Arbi F, Lubis G. Soluble transferrin receptor levels in obese and non obese adolescents. Paediatr Indones. 2014;54:77-81. 22. Hariyanto D, Madiyono B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Hubungan ketebalan tunika intima media arteri karotis dengan obesitas pada remaja. Sari Pediatri. 2009;11:15966. 23. Gultom LC, Sjarif DR, Ifran EKB, Trihono PP, Batubara JRL. Metabolic syndrome and visceral fat thickness in obese adolescents. Paediatr Indones. 2007;47:124-9. 24. Malonda AA, Tangklilisan HA. Comparison of metabolic syndrome criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones. 2010;50:295-9. 25. Hill JO, Trowbridge FL. Childhood obesity: future directions and research priorities. Pediatrics. 1998;101:570-4. 26. Guillaume M. Defining obesity in childhood: current practice. Am J Clin Nutr. 1999;70:S126-30. 27. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics. 1998;101:518-25. 28. Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Seidel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Engl J Med. 1997;337:869-73. 29. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pujiarto PS, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XLV. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.h.219-34.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
49
30. Sjarif DR. Pediatric nutritional care. Dalam: Pulungan AB, Hendarto A, Hegar B, Oswari H, penyunting. Continuing Professional Development IDAI Jaya 2006. Nutrition Growth-Development. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2006.h.1-10. 31. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 32. Rosenbaum M, Leibel RL. The physiology of body weight regulation: relevance to the etiology of obesity in children. Pediatric. 1998:101:523-39. 33. Maffeis C, Schutz Y, Grezzani A, Provera S, Piancentini G, Tato L. Meal-induced thermogenesis and obesity: Is a fat meal a risk factor for fat gain in children? J Clin Endocrinol Metab. 2001;86:214-9. 34. Williams CL, Campanaro LA, Squillace M, Bollella M. Management of childhood obesity in pediatric practice. Ann N Y Acad Sci. 1997;817:225-40. 35. Krebs NF, Himes JH, Jacobson D, Nicklas TA, Guilday P, Styne D. Assessment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S193-228. 36. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. 37. Sjarif DR, Pustika E. Stunting pada anak Indonesia usia 0-18 tahun. Perbandingan antara kurva CDC 2000 dan WHO 2006 (Abstrak). Dipresentasikan pada PIT 2012, Bandung. 38. Wang Y, Chen HJ. Use of percentiles and Z-scores in anthropometry. Dalam: Preedy VR, penyunting. Handbook of Anthropometry: Physical Measures of Human Form in Health and Disease. New York: Spinger Science+Business Media, LLC 2012.h.29-48. 39. Oxford Center for Evidence-based Medicine. Levels of Evidence (March 2009). Diunduh dari www.cebm.net. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014. 40. Supriyatno B, Said M, Hermani B, Sjarif DR, Sastroasmoro S. Risk factors of obstructive sleep apnea syndrome in obese early adolescents: A prediction model using score system. Acta Med Indones. 2010;42:152-7. 41. Marcus CL, Brooks LJ, Draper KA, Gozal D, Halbower AC, Jones J, dkk. Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics. 2012;130:576-84. 42. Macavei VM, Spurling KJ, Loft J, Makker HK. Diagnostic predictors of obesityhypoventilation syndrome in patients suspected of having sleep disordered breathing. J Clin Sleep Med. 2013;9:879-84. 43. Boyraz M, Hatipoğlu, Sari E, Akҫay A, Taᶊkin N, Ulucan K. Non-alcoholic fatty liver disease in obese children and the relationship between metabolic syndrome criteria. Obes Res Clin Pract. 2014;8:e356-63. 44. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, Diehl AM, Brunt EM, Cusi K, dkk. The
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
50
diagnosis and management of non-alcoholic fatty liver disease: Practice guideline by the American Association for the Study of Liver Diseases, American College of Gastroenterology, and the American Gastroenterological Association. Hepatology. 2012;55:2005-23. 45. de A. Nunes MM, Medeiros CCM, Silva LR. Cholelitiasis in obese adolescents treated at an outpatient clinic. J Pediatr (Rio J). 2014;90:203-8. 46. Brufani C, Ciampalini P, Grossi A, Fiori R, Fintini D, Tozzi A, dkk. Glucose tolerance status in 510 children and adolescents attending an obesity clinic in Central Italy. Pediatr Diabetes 2010; 11:47-54. 47. Frank S. Polycystic ovary syndrome in adolescents. Int J Obesity. 2008;32:1035-41. 48. Bremer AA. Polycystic ovary syndrome in the pediatric population. Metabolic Syndrome and Related Disorders. 2010;8:375-94. 49. Ramzan M, Ali I, Ramzan F, Ramzan F, Ramzan MH. Prevalence of sub clinical hypothyroidism in school children (6-11 years) of Dera Ismail Khan. J Postgrad Med Inst. 2012;26:22-8. 50. Jospe N. Endokrinologi. Dalam: Susanto R, Pulungan AB, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier (Singapore) Pte Ltd; 2014.h.679-727. 51. Degnan AJ, Levy LM. Pseudotumor cerebri: Brief review of clinical syndrome and imaging findings. Am J Neuroradiol. 2011;32:1986-93. 52. Sorof J, Daniels S. Obesity hypertension in children: A problem of epidemic proportions. Hypertension. 2002;40:441-7. 53. Gultom LC, Sjarif DR, Sudoyo HA, Mansyur M, Hadinegoro SRS, Immanuel S, dkk. Peran polimorfisme apolipoprotein E pada remaja obes dengan dislipidemia yang mendapat intervensi latihan fisis dan diet National Cholesterol Education Program Step II. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014. 54. Korsten-Reck U, Kromeyer-Hauschild K, Korsten K, Baumstark MW, Dickhuth HH, Berg A. Frequency of secondary dyslipidemia in obese children. Vascular Health and Risk Management. 2008;4:1089-94. 55. Nemiary D, Shim R, Mattox G, Holden K. The relationship berween obesity and depression among adolescents. Psychiat Ann. 2012;42:305-8. 56. Wills M. Orthopedic complications of childhood obesity. Pediatr Phys Ther. 2004;16:230-5. 57. Peck D. Slipped Capital Femoral Epiphysis: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2010;82:258-62. 58. Hirschler V, Aranda C, Oneto A, Gonzalez C, Jadzinsky M. Is Acanthosis nigricans a marker of insulin resistance in obese children? Diabetes Care. 2002;25:2353.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
51
59. Swiney J. The relationship between obesity and skin and soft tissue infections. Capstone Project 2010. 60. Pinhas-Hamiel O, Newfield RS, Koren I, Agmon A, Lilos P, Phillip M. Greater prevalence of iron deficiency in overweight and obese children and adolescents. Int J Obesity. 2003;27:416-8. 61. D Arts-Rodas, D Benoit. Feeding problems in infancy and early child-hood: Identification and management. Paediatr Child Health. 1998;3:21-7. 62. Bernard-Bonnin AC. Feeding problems of infants and toddlers. Can Fam Physician. 2006;52:1247-51. 63. Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.h.230-44. 64. Weaver KA, Piatek A. Childhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of pediatric nutrition. Edisi ke-2. Maryland: Aspen Publishers Inc; 1999.h.173-89. 65. Neumann CG, Jenks BH. Obesity. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental-behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Tokyo: WB Sanders Co; 1992.h.354-63. 66. Pereira MA, Ludwig DS. Dietary fiber and body-weight regulation. Observations and mechanisms. Pediatr Clin North Am. 2001;48:969-80. 67. Dietz WH, Bandini LG, Morelli JA, Ching PL. Effect of sedentary activity on resting metabolic rate. Am J Clin Nutr. 1994;59:556-9. 68. Linder MC. Energy metabolism, intake, and expenditure. Dalam: Linder MC, penyunting. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. Edisi ke-2. London: Prentice-Hall International Inc; 1991.h.277-304. 69. Ilyas El. Aspek kebugaran pada obesitas anak. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XXXV. Masalah gizi gandan dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995.h.89-102. 70. Adiwinanto W, Soetadji A, Mexitalia M. Pengaruh olah raga terhadap indeks massa tubuh dan tingkat kesegaran jasmani pada remaja obesitas. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007. 71. Anam MS, Mexitalia M, Widjanarko B, Pramono A, Susanto H, Subagio HW. Pengaruh intervensi diet dan olah raga terhadap IMT, lemak, dan kesegaran jasmani anak obes. Sari Pediatri. 2010;12:36-41. 72. Council on Sports Medicine and Fitness and Council on School Helath. Pediatrics. 2006;117:1247-51. 73. Center for Disease Control and Prevention. Physical activity for everyone. Diunduh dari www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014.
Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja
52
74. U.S. Department of Health & Human Services. Active children and adolescents. Physical activity guidelines for americans. Diunduh dari www.health.gov. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2014. 75. Wing RR, Greeno CG. Behavioural and psychosocial aspects of obesity and its treatment. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1994;8:689-703. 76. Beguin Y, Grek V, Weber G, Sautois B, Paquot N, Pereira M, dkk. Acute functional iron deficiency in obese subject during a very-low-energy all-protein diet. Am J Clin Nutr. 1997;66:75-9. 77. Yanovski JA. Intensive therapies for pediatric obesity. Pediatr Clin North Am. 2001;48:1041-53. 78. Dunican KC, Desilets AR, Montalbano JK. Pharmacotherapeutic options for overweight adolescents. Ann Pharmacother. 2007;41:1445-55. 79. Spear BA, Barlow SE, Ervin C, Ludwig DS, Saelens BE, Schetzina KE, dkk. Recommendations for treatment of child and adolescent overweight and obesity. Pediatrics. 2007;120:S254-88. 80. Kanekar A, Sharma M. Pharmacological approaches for management of child and adolescent obesity. J Clin Med Res. 2010;2:105-111. 81. Park MH, Kinra S, Ward KJ, White B, Viner RM. Metformin for obesity in children and adolescents: A Systematic Review. Diabetes Care. 2009;32:1743-5. 82. Brufani C, Crinò A, Fintini D, Patera PI, Cappa M, Manco M. Systematic review of metformin use in obese nondiabetic children and adolescents. Horm Res Paediatr. 2013;80:78-85. 83. Inge TH, Krebs NF, Garcia VF, Skelton JA, Guice KS, Strauss RS, dkk. Bariatric surgery for severely overweight adolescents: concerns and recommendations. Pediatrics. 2004;114:217-23. 84. Treadwell JR, Sun F, Schoelles K. Systematic review and meta-analysis of bariatric surgery for pediatric obesity. Ann Surg. 2008;248:763-76. 85. Schmitz MK, Jeffrey RW. Public health intervention for the prevention and treatment of obesity. Med Clin North Am. 2000;84:491-512. 86. American Academy of Pediatrics. Policy Statement. Children, adolescents, and the media. Pediatrics. 2013;132:958-61. 87. Koyama S, Ichikawa G, Kojima M, Shimura N, Sairenchi T, Arisaka O. Adiposity rebound and the development of metabolic syndrome. Pediatrics. 2014;133:e114-9 88. Ohlsson C, Lorentzon M, Norjavaara E, Kindblom JM. Age at adiposity rebound is associated with fat mass in young adult males-The Good study. Plos One. 2012;7:e49404-11. 89. Gill TP. Key issues in the prevention of obesity. Br Med Bull. 1997;53:359-88. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
53
View more...
Comments