Buku Konsensus Sepsis
December 10, 2017 | Author: Hafidiani Fikry | Category: N/A
Short Description
konsesus sepsis...
Description
KONSENSUS
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2016
konsensus
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak
Penyunting Sri Rezeki S. Hadinegoro Alex Chairulfatah Abdul Latief Antonius H.Pudjiadi Ririe Fachrina Malisie Anggraini Alam
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2016
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak Disusun oleh: Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak bekerjasama dengan Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan penerbit Cetakan Pertama 2016 Diterbitkan oleh: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Daftar Kontributor
1. Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K) 2. Prof. Dr. Alex Chairulfatah, Sp.A(K) 3. Dr. Abdul Latief, Sp.A(K) 4. Dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K) 5. DR. Dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K) 6. DR. Dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM(TropPaed) 7. DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K) 8. Dr. MM DEAH Haspsari, Sp.A(K) 9. DR. Dr. Ririe Fachrina Malisie, Sp.A(K) 10. Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K) 11. DR. Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K) 12. Dr. Dominicus Husada, Sp.A(K), DTM&H, MCTM(TP) 13. Dr. Kiki Madiapermana Kustiman Samsi, Sp.A(K), M.Kes 14. Dr. Irene Yuniar, Sp.A(K) 15. Dr. Saptadi Yuliarto, Sp.A(K) 16. Dr. Yogi Prawira, Sp.A
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
iii
iv
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Puji syukur disampaikan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas keberhasilan team Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang telah berhasil menyusun buku rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak. Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas (60%) anak yang dirawat di ruang rawat intensif anak. Upaya para pakar internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis berat dan syok sepsis terangkum dalam Surviving Sepsis Campaign yang berisi panduan tata laksana sepsis berdasar kedokteran berbasis bukti. Untuk anak dibuat pembahasan khusus karena ada perbedaan antara anak dan dewasa. Hasil penelitian sepsis terus muncul secara dinamis sampai ke teknologi nano. Sarana pelayanan kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan untuk melakukan tata laksana sepsis di Indonesia masih terbatas dan beragam, sedangkan tata laksana sepsis dari pedoman surviving sepsis campaign berbasis teknologi negara maju dan penelitian sepsis terbaru sangat dinamis dan progresif sehingga aplikasinya harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Supaya buku rekomendasi ini bisa diaplikasikan fleksibel sesuai dengan sarana kesehatan dan keterampilan petugas kesehatannya, proses pembuatan buku ini melibatkan praktisi pelayanan emergensi dan rawat intensif anak dan sejawat dari unit kerja koordinasi infeksi dan penyakit tropik IDAI.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
v
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu terbitnya buku konsensus diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak. Semoga buku ini dapat dipergunakan secara luas dan fleksibel di berbagai strata pelayanan kesehatan Indonesia untuk menurunkan mortalitas sepsis pada anak Indonesia.
DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K) Ketua UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak
vi
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar UKK Infeksi dan Penyakit Tropik
Salam sejahtera dari UKK Infeksi dan Penyakit Tropik Kewaspadaan akan kejadian sepsis yang dapat meningkatkan mortalitas memerlukan kemampuan deteksi dini dan tatalaksana segera. Sepsis merupakan kondisi biologis yang sangat kompleks dan memerlukan pemeriksaan tepat untuk melakukan identifikasi disfungsi organ dengan segera dan tatalaksana dengan menggunakan bundle sepsis yang secara empirik mikroorganisme penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti. Pada awal penegakkan sepsis, respons inflamasi menjadi perhatian utama namun definisi terbaru tahun 2016, titik berat sepsis adalah disfungsi organ akibat infeksi. Penegakkan diagnosis infeksi yang menyebabkan disregulasi respons pejamu sehingga akhirnya terjadi disfungsi organ (sepsis) menjadi penting agar sumber penyebab sepsis dapat dieradikasi melalui pemberian antibiotika, antifungal, antiviral, maupun antiparasit, yang merupakan salah satu bundle penting dalam tatalaksana sepsis. Berdasarkan penelitian di PICU, 100% pasien syok sepsis mendapatkan antibiotika sejalan dengan pemberian resusitasi cairan. Pada kasus sepsis akibat infeksi bakterial, terdapat perbedaan prinsip penggunaan antibiotika. Pada sepsis akibat infeksi bakterial pemberian antibiotika secara deeskalasi. Dalam hal ini perlu kejelian dalam pemilihan jenis antibiotika empirik dan kemampuan untuk mengganti segera dengan antibiotika definitif berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang (kultur dan resistensi). Kemampuan tersebut merupakan bagian penting dalam pemberian antibiotik secara bijaksana. Deeskalasi antibiotika pada penanganan sepsis dan melakukan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting dalam mencegah resistensi antimikroba di Rumah Sakit. Oleh karena itu, kerjasama Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dengan Infeksi dan
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
vii
Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia menjadi penting dalam penanganan pasien dengan sepsis. Kami sangat berterima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dan mendapat kehormatan untuk bersama membuat Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada Anak yang pada akhirnya akan dipersembahkan untuk pelayanan kesehatan anak terutama yang memerlukan perawatan intensif. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang mendukung terbitnya Konsensus ini. Semoga kerjasama dengan Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dapat berlangsung terus dalam memberikan kontribusi terbaik untuk Ikatan Dokter Anak Indonesia dan anak Indonesia pada umumnya.
Dr. MM DEAH Hapsari, Sp.A(K) Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropik
viii
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Salam sejahtera dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Pertama-tama kami mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) dan Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang telah menerbitkan ‘Konsensus dan Panduan Nasional Praktik Klinis – Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis Pada Anak’. Buku panduan yang disusun oleh organisasi profesi sangat dibutuhkan oleh para praktisi kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal, khususnya pada anak penderita sepsis. Oleh karena itu, kami sangat menghargai upaya UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI untuk menerbitkan buku panduan ini, karena tidaklah mudah menyusun suatu panduan diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak, untuk diaplikasi di pusat pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia. Buku ini disusun agar setiap pusat pelayanan kesehatan mempunyai acuan pendekatan diagnostik dan tata laksana sepsis pada pasien anak. Sepsis adalah salah satu tantangan terbesar bagi sejawat yang bekerja di bidang Emergensi dan Rawat Intensif Anak, oleh karena mortalitasnya yang tinggi. Upaya internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis berat dan syok septik terangkum dalam surviving sepsis campaign, yang berisi panduan tatalaksana sepsis berdasar evidence based medicine. Karena beberapa perbedaan antara anak dan dewasa, dengan evidence yang berbeda pula, maka dalam panduan tersebut kelompok anak di letakkan dalam bab tersendiri yaitu pediatric consideration. Mortalitas sepsis pada anak di Indonesia masih tinggi. Namun demikian tatalaksana sepsis sesuai pedoman surviving sepsis campaign tidak mudah dilakukan, antara lain karena fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang amat beragam. Pada bulan Maret 2010, UKK Pediatri Gawat Darurat Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
ix
(PGD) telah menerbitkan rekomendasi diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak. Saat ini, UKK PGD yang berganti nama menjadi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) melakukan revisi dan penyempurnaan berdasarkan perkembangan terkini dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses pembuatan Konsensus ini, melibatkan para praktisi dari seluruh pusat pendidikan dan pelayanan intensif anak di Indonesia. Oleh karena itu, kami menghimbau kepada semua anggota IDAI untuk menjadikan Konsensus ini sebagai acuan dalam menyusun Panduan Praktik Klinik (PPK) di tempat kerjanya.
Aman Pulungan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
x
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Daftar Isi
Daftar Kontributor.............................................................................. iii Kata Pengantar UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak....................v Kata Pengantar UKK Infeksi dan Penyakit Tropik..............................vii Kata Pengantar Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia ����������ix
1. Pendahuluan......................................................................................1 2. Definisi .............................................................................................1 3. Epidemiologi ....................................................................................1 4. Etiologi .............................................................................................2 5. Penegakan diagnosis..........................................................................3 5.1 Infeksi...................................................................................... 3 5.2 Kecurigaan disfungsi organ....................................................... 5 5.3. Kriteria disfungsi organ............................................................ 5 6. Tata laksana.......................................................................................6 6.1 Tata laksana Infeksi.................................................................. 6 6.1.1 Antibiotika................................................................... 6 6.1.2 Antibiotika kombinasi.................................................. 6 6.1.3 Anti-jamur.................................................................... 8
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
xi
6.2 Tata laksana disfungsi organ..................................................... 8 6.2.1 Pernapasan.................................................................... 8 6.2.2 Ventilasi non-invasif...................................................... 9 6.2.3 Ventilasi mekanik invasif............................................. 10 6.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik ��������� 10 6.2.5 Transfusi darah........................................................... 14 6.2.6 Kortikosteroid............................................................. 14 6.2.7 Kontrol glikemik........................................................ 14 6.2.8 Nutrisi........................................................................ 15 6.2.9 Menghilangkan sumber infeksi................................... 15 7. Tindak lanjut...................................................................................15 7.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotika dan Anti-jamur................... 15 7.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis................................. 16
Lampiran 1.
Tanda-tanda vital normal pada anak....................................... 22
2. Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress syndrome (pards)................................................................................ 23 3. Kriteria pediatric acute respiratory distress syndrome (PARDS) ������� 24 4. Pediatric logistic organ dysfunction (pelod) 2........................ 25 5. Skor kandida.......................................................................... 26 6. Dosis antibiotika.................................................................... 27 7. xii
Tabel pengambilan darah pada anak....................................... 29
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
1. Pendahuluan Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif. Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunodefisiensi.1-3 Diagnosis sepsis dengan menggunakan definisi tahun 2001 pada Surviving sepsis campaign (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%) dan kurang spesifik (spesifitas 58,3%)4 sehingga mengakibatkan tingginya resistensi antibiotika, serta tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan prasarana. Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis, serta ketidaktepatan penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana, perlu disusun suatu panduan nasional praktek klinis sepsis pada bayi dan anak di Indonesia sesuai dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.
2. Definisi Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
3. Epidemiologi Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi 1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per 1000 anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran nafas (36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih. Di unit perawatan intensif anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari 502 pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas 54%.6 Sepsis berat lebih sering dialami anak dengan komorbiditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas seperti keganasan, transplantasi, penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.1,2,7 Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT) pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh data penurunan prevalensi global sepsis berat (Case Fatality Rate) dari 10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita sepsis Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
1
berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.8
4. Etiologi Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.3,5 Bakteri merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari jamur, virus, atau parasit.3 Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relatif tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko terjadinya sepsis antara lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.9,10 Mikroorganisme patogen penyebab sepsis, sangat tergantung pada usia dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri (tabel 1).2,7 Tabel 1. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia Bayi dan anak di komunitas • Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama infeksi bakterial invasif • Neisseria meningitidis • Staphylococcus aureus dan Streptokokus grup A, pada anak sehat • Haemophilus influenzae tipe B • Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar lengkap) Bayi dan anak di rumah sakit • Sesuai pola kuman di rumah sakit • Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter vaskular) • Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) • Organisme gram negatif: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E.coli, dan Acinetobacter sp Asplenia fungsional/asplenik • Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell) • Organisme berkapsul: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae Organisme lain • Jamur (spesies Candida dan Aspergillus) dan virus (influenza, respiratory syncytial virus, human metapneumovirus, varicella dan herpes simplex virus)
2
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
5. Penegakan diagnosis Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi, meliputi (a) faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang sedang berlangsung, (c) respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ. Alur penegakan diagnosis sepsis tertera pada gambar 1 Pasien curiga infeksi Warning signs disfungsi organ Ya
Skor PELOD-2 ≥11 (atau ≥7 untuk RS tipe B-C) Ya
SEPSIS
Tidak
Masih curiga sepsis Ya Tidak
Tidak
Observasi, evaluasi ulang kemungkinan sepsis
Observasi, evaluasi ulang kemungkinan sepsis
Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis
5.1 Infeksi Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi, tanda infeksi, dan reaksi inflamasi. Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi: faktor genetik, usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi, keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi (steroid, antibiotika, tindakan invasif ). Tanda infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Secara klinis ditandai oleh demam atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi. Secara laboratoris, digunakan penanda (biomarker) infeksi: pemeriksaan darah tepi (lekosit, trombosit, rasio netrofil:limfosit, shift to the left), pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik, Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma), c-reactive protein (CRP), dan prokalsitonin. Sepsis
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
3
memerlukan pembuktian adanya mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui pemeriksaan apus Gram, hasil kultur (biakan), atau polymerase chain reaction (PCR). Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan analisis urin, feses rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai indikasi. Secara klinis respon inflamasi terdiri dari: 1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia (suhu inti 19.500 atau 17.500 atau 15.500 atau 13.500 atau 11.000 atau 10 mg/L; PCT >0,3 ng/mL Jamur: CRP 10-100 mg/L; PCT 0,3-2 ng/mL Virus: CRP 92%. Bila didapatkan tanda-tanda gagal nafas perlu dilakukan segera intubasi endotrakeal dan selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif. Penggunaan obatobatan anestesi untuk induksi disarankan dengan menggunakan ketamin dan rokuronium, dan menghindari etomidate karena berkaitan dengan supresi adrenal.15 Pipa endotrakeal dengan balon (cuff) direkomendasikan pada pasien sindrom distress pernapasan akut (pediatric acute respiratory distress syndrome, PARDS) yang menggunakan ventilasi mekanik konvensional. Pada pasien PARDS yang menggunakan high-frequency
8
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Terbukti Infeksi candida (kultur darah positif atau biopsi positif) Terapi segera dimulai
Ganti CVC, pemeriksaan funduskopi
Apakah pasien secara hemodinamik stabil? YA
TIDAK
FLUKONAZOL jika: • Tidak menggunakan flukonazol dalam waktu dekat ini • Tidak ada intoleransi azol • Diketahui epidemioligi lokal
EKINOKANDIN
Gambar 2. Algoritme pemberian anti jamur
osscilatory ventilation (HFOV), direkomendasikan menggunakan pipa endotrakeal dengan sedikit kebocoran untuk meningkatkan ventilasi atau pembuangan CO2.27 6.2.2 Ventilasi non-invasif 1. 2.
3. 4. 5.
Ventilasi tekanan positif non-invasif dapat digunakan sebagai pilihan awal pada pasien sepsis dengan risiko PARDS atau mengalami imunodefisiensi; dan tidak direkomendasikan untuk pasien PARDS berat. Masker oronasal atau full facial merupakan alat yang direkomendasikan, namun harus disertai dengan pengawasan terhadap komplikasi, yaitu: pengelupasan kulit, distensi lambung, barotrauma, atau konjungtivitis. Gas pada ventilasi non-invasif harus dilembabkan dan dihangatkan (heated humidification). Intubasi harus segera dilakukan bila pasien dengan ventilasi non-invasif tidak menunjukkan tanda perbaikan atau mengalami perburukan. Untuk menjamin sinkronisasi pasien-ventilator, dapat diberikan sedasi kepada pasien. Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
9
6.2.3 Ventilasi mekanik invasif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Indikasi ventilasi mekanik pada pasien sepsis adalah gagal napas atau disfungsi organ lain (gangguan sirkulasi dan penurunan kesadaran) Modus ventilasi mekanik dapat manggunakan volume controlled ventilation (VCV), pressure-controlled ventilation (PCV), atau pressure-controlled dengan volume target. Tidal volume tidak boleh melebihi 10 ml/kg predicted body weight (PBW). Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan Pplateau maksimal 28 cmH2O; atau 29-32 cmH2O pada kasus yang disertai penurunan komplians dinding dada Untuk memperbaiki oksigenasi, diperlukan titrasi PEEP. Tidak ada bukti metode terbaik untuk mengatur PEEP optimal, namun harus memperhatikan keseimbangan antara hemodinamik dan oksigenasi. Target oksigenasi 92-97% pada PEEP optimal 28 cmH2O pada ventilasi mekanik konvensional, serta tidak ada bukti penurunan komplians dinding dada, dapat beralih pada terapi high frequency osscilation ventilation (HFOV) atau extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).
6.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik Tata laksana hemodinamik meliputi: akses vaskular secara cepat, resusitasi cairan, dan pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus memperhatikan aspek fluid-responsiveness dan menghindari kelebihan cairan >15% per hari. Akses vaskular harus segera dipasang dalam waktu singkat melalui akses vena perifer atau intraosseus. Jenis cairan yang diberikan adalah kristaloid atau koloid.32-38 Cairan diberikan dengan bolus sebanyak 20 ml/kg
10
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
selama 5-10 menit, menggunakan push and pull atau pressure bag technique.39 Pemberian cairan dapat diulang dengan menilai respon terhadap cairan (fluid-responsiveness), yaitu menggunakan:40-43 1. Fluid challenge 2. Passive leg raising (kenaikan cardiac index ≥10%) 3. Ultrasonografi a. Pengukuran diameter vena cava inferior b. Ultrasound Cardiac Output Monitoring (USCOM): stroke volume variation (SVV) ≥30% 4. Arterial waveform: Systolic pressure variation (SVV) atau Pulse pressure variation (PPV) ≥13% 5. Pulse contour analysis: stroke volume variation (SVV) ≥13% Resusitasi cairan dihentikan bila target resusitasi tercapai (tabel 6)44-46 atau bila terjadi refrakter cairan (tabel 7). Bila tidak tersedia alat pemantauan hemodinamik canggih, resusitasi cairan dihentikan bila telah didapatkan tanda-tanda kelebihan cairan (takipneu, ronki, irama Gallop, atau hepatomegali). Namun perlu diingat bahwa gejala ini merupakan tanda lambat refrakter cairan. Bila pasien mengalami refrakter cairan, perlu diberikan obat-obatan vasoaktif sesuai dengan profil hemodinamik.47-49 Pemberian obat-obatan vasoaktif memerlukan akses vena sentral. Pemasangan pada anak dapat dilakukan di vena jugularis interna, vena subklavia, atau vena femoralis.50 Panduan penggunaan obat vasoaktif tergantung pada tipe syok (tabel 8). Syok dingin adalah syok yang ditandai ekstremitas dingin akibat vasokonstriksi perifer, sedangkan syok hangat adalah syok yang ditandai ekstremitas hangat akibat vasodilatasi perifer. Tahap lanjut dari resusitasi cairan adalah terapi cairan rumatan. Penghitungan cairan rumatan saat awal adalah menggunakan formula Holliday-Segar. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan keluar dilakukan setiap 4-6 jam dengan tujuan mencegah terjadinya kondisi hipovolemia atau hipervolemia (fluid overload) >15%.51-54
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
11
Tabel 4. Target Resusitasi No. 1
Jenis Parameter Klinis
2
Hemodinamik
3
Laboratorium
• • • • • • • • • • • •
Target Frekuensi denyut jantung atau nadi menurun Kualitas nadi sentral dan perifer sama Akral hangat, CRT 1 ml/kg/jam Kesadaran membaik Tekanan sistolik >P5 sesuai usia Inotropy index >1,44 W/m2 Stroke volume index (SVI): 40-60 ml/m2 Cardiac index (CI): 3,3 – 6,0 L/m2/mnt Systemic vascular resistance index (SVRI): 800 - 1600 d.s/cm5/m² Superior venacacal oxygen saturation (Scvo2) ≥ 70% Laktat darah ≤1,6
Tabel 5. Parameter Refrakter Cairan No.
Parameter
Kriteria Refrakter Cairan
1
Passive leg raising (PLR)
Kenaikan cardiac index
View more...
Comments