Buku K3 Polban2.pdf

May 10, 2017 | Author: ArdriPradikta | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Buku K3 Polban2.pdf...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Pembelajaran Umum: Mahasiswa mempunyai wawasan dasar tentang K3 sehingga mempunyai sikap selalu mengutamakan keselamatan (diri sendiri, orang lain, peralatan dan lingkungan kerja) dalam segala situasi; Mahasiswa dapat menerapkan konsep K3 dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, di tempat kerja maupun di tempat lain guna menghindari kecelakaan, kebakaran, dan peledakan serta penyakit akibat kerja Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan pentingnya K3 bagi mahasiswa politeknik; Menjelaskan kesamaan dan perbedaan permasalahan keselamatan pada zaman dahulu dan sekarang (modern);

1.1 Apakah K3? Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang disingkat dengan K3 merupakan suatu konsep pencegahan kecelakaan, kebakaran, ledakan dan penyakit akibat kerja. Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, K3 dimaksudkan untuk menyelamatkan para karyawan dan orang lain di tempat kerja, peralatan dan lingkungan kerja. Dengan K3 ini diharapkan para karyawan terlindungi dari kecelakaan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja. Di samping itu, dengan penerapan K3 di tempat kerja para pekerja akan merasa nyaman bekerja karena tidak ada bahaya yang mengancam, tempat kerja tertata dengan baik, bersih dan nyaman. Dengan kenyamanan kerja yang dirasakan oleh para pekerja akan meningkatkan gairah kerja yang dapat memberikan produktivitas kerja yang tinggi. Dengan penerapan K3 juga akan mencegah penyakit akibat kerja bagi para karyawan. Alhasil, kesehatan para pekerja juga akan terjamin.

1.2. K3 dan Perkembangan Zaman Terkait dengan masalah bahaya terhadap keselamatan, sebenarnya tidak ada bedanya dari zaman kuno dahulu sampai dengan zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang ini. Sebagai contoh, pada zaman kuno dahulu, manusia tidak lepas dari ancaman binatang-binatang buas yang ada di sekitarnya. Untuk dapat terbebas dari ancaman tersebut mereka membuat tempat peristirahatan di atas pohon atau membuat rumah-rumah panggung. Dengan kemampuan pikirnya mereka membuat peralatanperalatan dari kayu, batu-batuan sebagai senjata untuk mempertahankan hidup dan melindungi diri dari bahaya-bahaya yang ada. Namun dengan adanya, misalnya, tempat peristirahatan di atas pohon atau rumah-rumah panggung, manusia harus membuat tangga untuk dapat mencapai ke atas. Dengan adanya tangga ini membawa dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

1

negatif, yaitu bahaya terjatuh atau tertimpa tangga. Demikian pula dengan senjatasenjata yang dibuat untuk mempertahankan hidup, dapat pula memberikan ancaman bagi dirinya sendiri maupun warga di sekitarnya sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 1.1 dan 1.2.

Gambar 1.1 Untuk mempertahankan hidup diperlukan senjata Gambar 1.2 Suatu kreasi selalu ada konsekwensi

K3 dan Perkembangan Zaman Terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), tidak ada yang baru bagi kita. Mulai zaman kuno dahulu sampai dengan sekarang, kita tak pernah lepas dari ancaman bahaya. Sebagai contoh, pada zaman dahulu sebagaimana yang telah diilustrasikan di atas. Suku-suku di pedalaman harus mampu bertahan dari ancaman binatang-binatang buas dengan menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya, misalnya dengan menciptakan senjata dari batu, dari batang kayu (Gambar 1.1), mendirikan rumahrumah bermeter- meter di atas permukaan tanah agar tidak terjangkau oleh binatangbinatang buas yang ada di permukaan tanah. Hasil kreasi yang dimaksudkan sebagai pengaman terhadap dirinya tersebut juga akan menimbulkan bahaya-bahaya yang baru. Sebagai contoh, alat-alat pengaman seperti martil batu yang digunakan untuk memukul binatang buas bisa jadi ketika digunakannya mengenai orang lain yang di sekitar, atau rumah yang tinggi di atas permukaan tanah membutuhkan tangga, tangga itu sendiri akan menimbulkan bahaya baru. (Lihat Gambar 1.2) Coba sekarang bandingkan dengan kehidupan kita yang ada pada era modern ini, semakin banyak industri kecil maupun besar, peralatan-peralatan juga semakin canggih. Lalu semakin amankan kita? Jawabnya adalah tidak. Semakin tinggi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2

teknologi yang berhasil kita ciptakan akan semakin tinggi pula konsekwensi terhadap keselamatan yang harus ditanggung. Jadi, sekali lagi tidak ada yang baru di dunia ini bila berbicara tentang bahaya terhadap keselamatan. Mulai dunia diciptakan sampai dengan saat ini dan waktu-waktu yang akan datang bahaya akan tetap ada di sekitar kita. Bahkan semakin tinggi tingkat teknologi, konsekwensi bahaya yang akan ditimbulkan akan semakin tinggi pula.

Gambar 1.3 Keselamatan zaman dahulu dan sekarang Ada satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa pada zaman kuno dahulu dalam menjaga keselamatan cukup menggunakan naluri semata, sedangkan untuk zaman modern, di mana teknologi telah berkembang seperti sekarang ini hal itu tidaklah cukup, melainkan perlu ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang memadai. Sebagai contoh, bila teknologi transportasi kita hanya sampai pada teknologi becak, maka masalah pengamanannya tidaklah serumit bila kita menggunakan mobil, pesawat terbang atau pesawat ulang alik, di mana aspek keselamatannya semakin banyak dan rumit. Dengan transportasi becak aspek keselamatan terbatas pada kekuatan konstruksi, ban, rem dan keseimbangannya dan tidak pernah mendengar kecelakaan akibat alat transportasi ini menimbulkan akibat yang fatal seperti luka parah atau meninggal dunia. Sebaliknya dengan alat transportasi modern, seperti kendaraan bermotor dengan kecepatan yang sangat tinggi, atau pesawat luar angkasa yang beroperasi di daerah yang memiliki karakteristik lingkungan yang sama sekali berbeda-beda, demikian rentannya terhadap kecelakaan (Gambar 1.3). Sebagai penyebabnya adalah semakin meningkatnya jumlah dan kualitas potensi bahaya yang dimilikinya dalam menjalankan fungsinya. Mungkin melibatkan puluhan bahkan ribuan aspek keselamatan yang harus dipertimbangkan agar alat bisa beroperasi secara aman.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

3

Begitu pula dengan perkembangan di dunia industri, semakin modern dan canggih sistem peralatan, maka akan semakin rumit pula aspek keselamatannya. Coba bila Anda perhatikan, kondisi industri seperti pabrik-pabrik kimia, manufaktur, dan pembangkit tenaga listrik, pastilah akan Anda temukan betapa kompleks sistem dan juga aspek keselamatannya untuk menjamin agar sistem produksi/operasinya bisa berjalan dengan baik dan aman. Terkait dengan itu, kita sebagai seorang praktisi/calon praktisi di dunia kerja perlu belajar dan melatih diri sehingga mampu menjaga keselamatan kita, orang-orang di sekitar kita, peralatan-peralatan dan lingkungan sekitar kita sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan perundangan lain yang terkait. Matakuliah ini dimaksudkan untuk memberikan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dengan harapan bahwa kita selalu mengutamakan keselamatan (safety first) dalam segala tindakan. Dengan demikian dalam bekerja kita selalu mematuhi sistem prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan cara-cara dan sikap yang benar dan tidak lepas dari aspek keselamatan. Dengan adanya kesadaran dan kewaspadaan seperti ini niscaya keselamatan akan tetap terjaga.

Gambar 1.4 Contoh-contoh produk dan pengguna teknologi modern

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

4

BAB 2 PENCEGAHAN KECELAKAAN (ACCIDENT PREVENTION) Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mempelajari bagian ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan definisi, pengaruh dan kerugian akibat kecelakaan; 2. Menjelaskan penyebab-penyebab kecelakaan kerja; 3. Menjelaskan konsep pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sub-sub sistem dalam perusahaan dan prinsip “domino sequence”; 4. Menjelaskan tip-tip praktis tentang pencegahan kecelakan di tempat kerja

2.1. Pendahuluan Seiring dengan laju program industrialisasi di negara-negara yang sedang membangun, khususnya Indonesia, telah disepakati bahwa masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan masalah yang sangat penting untuk dilaksanakan. Pengalaman telah membuktikan bahwa akibat tidak dipatuhinya K3 banyak terjadi peris tiwa-peristiwa seperti terbakarnya suatu industri, meledaknya tangki-tangki bahan bakar atau kecelakaan lain yang banyak memakan korban baik harta maupun jiwa. Memang tidak dapat dipungkiri, dengan masih sangat tingginya tingkat kecelakaan yang ada di Indonesia menunjukkan masih perlunya penyuluhan, pembinaan dan pe ngawasan terhadap dipatuhinya program K3 ini. Salah satu bagian dari program K3 yang sangat penting adalah Pencegahan Kecelakaan (Accident Prevention). Semua pihak yang terlibat dalam proses produksi perlu memahami, menghayati dan mene rapkan prinsipprinsip pencegahan kecelakaan ini.

2.2. Data Kecelakaan Di Amerika bagian utara, setiap tahunnya sebanyak 125.000 orang mengalami kecelakaan fatal, 500.000 orang mengalami cacat tetap seperti kehilangan mata, tangan, dan lainnya yang cedera sehingga ia tidak dapat masuk kerja lebih dari satu hari. Kalau kerugian akibat kecelakaan tersebut dinilai dengan uang, diperoleh angka yang menakjubkan, yaitu 40 milyar dolar per tahun. Data-data dari industri menunjukkan bahwa 15 dari setiap juta pegawai mengalami kecelakaan fatal, sedangkan kecelakaan yang terjadi di rumah tangga 12 orang meninggal dari setiap juta penduduk. Yang terjadi di jalan raya (1974) tercatat 46200 meninggal dan 1,5 juta orang cidera. Kemudian yang terjadi di perminyakkan akibat kebakaran besar, rata-rata menimbulkan kerugian 37 juta dolar, angka ini menunjukkan suatu kenaikan sebesar 30% dari dasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

5

warsa sebelumnya (Effective loss prevention, MJ Crowe). Namun dengan diterapkannya keselamatan kerja tingkat kecelakaan menurun secara drastis dari tahun ke tahun.

2.3.

Pengaruh Kecelakaan

Bila kecelakaan menimpa seseorang, akibat yang ditimbulkannya tidak terbatas pada yang tertimpa kecelakaan itu sendiri, namun melip uti keluarga, perusahaan di mana dia bekerja dan negara. Banyak pengaruh kecelakaan ini, dan untuk memberikan ilustrasi yang lebih jelas, berikut adalah beberapa contoh tentang pengaruh kecelakaan. 2.3.1. Pengaruh terhadap Pegawai yang bersangkutan Menderita (sakit,takut, dll) Tidak mampu untuk selama- lamanya Tidak mampu malaksanakan pekerja semula Pengaruh psikologis Kehilangan pendapatan Tidak dapat/sukar mengikuti kehidupan sosial yang baik.

Gambar 2.1 Pengaruh kecelakaan Jelas bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan merupakan pihak yang paling menderita baik secara fisik, material dan juga psikologis. Oleh karena itu, jagalah diri Anda dari kecelakaan dengan selalu mengutamakan keselamatan dalam menjalankan aktivitas. 2.3.2. Pengaruh terhadap keluarga yang bersangkutan Kehilangan seseorang yang dicintainya Kehilangan seseorang pemberi nafkah bagi keluarga Kegiatan dalam masyarakat menjadi kurang/terbatas Berdasarkan, penderitaan yang dijelaskan, perlu disadari bahwa keselamatan tidak terbatas pada diri sendiri, namun keluarga pun akan ikut menderita jika ada yang mengalami kecelakaan fatal. Hindarkanlah keluarga Anda dari penderitaan dengan selalu mengutamakan kesalamatan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

6

2.3.3. Kerugian perusahaan te rhadap kecelakaan Kerugian waktu sikorban Kerugian waktu kerja pegawai Kerugian waktu kerja pengawas Biaya pertolongan pertama Biaya kerusakan mesin (bila ada) Biaya kerusakan bahan (bila ada) Biaya terganggunya produksi Biaya akibat “claim” pemesan bila terjadi kelambatan penyerahan barang Biaya pembayaran dana sosial Kemunduran moral pegawai Biaya pengadilan jika ada pelanggaran peraturan Demikian luas kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan. Bila hal-hal di atas dihitung dalam bentuk rupiah maka sangatlah besar bila kecelakaan menimpa salah seorang karyawannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila perusahaan akan menerapkan pelaksanaan K3 ini secara sangat ketat termasuk dalam pemberian sangsi kepada karyawannya bila melakukan pelanggaran peraturan K3 ini. 2.3.4. Kerugian negara Kehilangan pegawai yang terampil; Kekurangan tenaga terampil; Mengurangi minat orang untuk menerima pekerjaan tersebut. Ternyata Negara pun ikut mengalami kerugian bila salah seorang tenaga kerjanya yang berkualitas mengalami kecelakaan. Secara makro, hal ini akan sangat berpe ngaruh terhadap proses perkembangan dan pembangunan bangsanya. Betapa mahal biaya pencetakaan seorang tenaga terampil. Anda bisa membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, latihan dan lain sebagainya sampai menjadi terampil, berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan? Ini hendaknya menjadi renungan dan membuka kesadaran kita seluas- luasnya dalam pencegahan kecelakaan.

2.4. Apakah Kecelakaan itu? Banyak pendapat mengenai kecelakaan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai kecelakaan kerja yang bisa kita gunakan sebagai dasar pemikiran. Khong Hu Cu: Kecelakaan merupakan suatu statistik jika menimpa orang lain dan merupakan suatu kejadian yang menyedihkan apabila menimpa saudara atau keluarga sendiri. H.H. Berman dan W.W. Mc Cron (Applied Safety Engineering): “Kecelakaan adalah suatu kejadian tiba tiba yang merintangi suatu pekerjaan atau aktifitas”. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

7

Dr. L.P Alford (The Moral Responsibility of Management ): “Kecelakaan dalam industri harus dianggap sebagai suatu bukti adanya kesalahan dalam pengawasan terhadap kondisi kerja”. Sudah jelas bahwa kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba dan tak diharapkan yang menimbulkan kerugian. Kecelakaan juga merupakan bukti adanya kesalahan dalam pengawasan terhadap kondisi kerja. Secara manajemen, pe nanggungjawab utama dalam pengawasan ini adalah organisasi dan karyawan sebagai ujung tombak dalam suatu proses produksi dan oleh karenanya harus selalu mengutamaka n kelamatan.

2.5. Penyebab Kecelakaan Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan begitu saja, akan tetapi pasti ada penyebabnya. Penyebab inilah yang harus ditemukan untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang sama pada waktu yang akan datang. Secara umum ada tiga penyebab utama terjadinya kecelakaan, yaitu tindakan tidak aman (unsafe action), kondisi lingkungan tidak aman (unsafe condition) dan fenomena alam.

Gambar 2.2 Penyebab kecelakaan

2.5.1. Tindakan tidak aman Bekerja tanpa memperhatikan tanda-tanda; Bekerja tidak menggunakan alat pengaman; Membuat alat pengaman tidak berfungsi; Mempergunakan alat tidak sesuai dengan fungsinya; Menempatkan barang tidak sesuai aturan; Mengambil tempat/posisi yg salah (pada bagian mesin yang bergerak); Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

8

Mengejutkan, menggoda. 2.5.2. Kondisi lingkungan tidak aman Mesin dengan desain yang kurang baik; Alat/mesin yang sudah aus/rusak; Housekeeping yang kurang baik; Iluminasi dan ventilasi yang tidak memadai; Alat keselamatan diri yang kurang baik. 2.5.3. Fenomena alam Petir, Hujan, Badai, Banjir, Gempa bumi, dan Kebakaran hutan Dari ketiga penyebab di atas, penyebab 1 dan 2 yang paling dominan. Hal ini pernah di buktikan oleh H .W. Heinrich dalam penelitian yang pernah dilakukan, bahwa penyebab kecelakaan 88 % oleh manusia, 10 % oleh keadaan lingkungan yang tidak aman dan sisanya, 2 % oleh fenomena alam. Atas dasar itu, unsur manusia merupakan unsur pertama yang harus mendapat perhatian dalam usaha pencegahan kecelakaan. Dengan segala macam aspeknya, manusia merupakan substansi yang sangat kompleks. Tidak hanya terbatas pada aspek teknis, seperti bagaimana sikap kerja seseorang, namun juga menyangkut faktor psikologisnya. Aspek teknis yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja sangatlah luas, tergantung pada bidang pekerjaannya. Gambar 2.3 menunjukkan beberapa contoh tindakan manusia yang sering mengakibatkan suatu kecelakaan. Untuk hal- hal yang bersifat teknis ini, supervisor merupakan orang kunci yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan akibat tindakan tidak aman para pegawai. Di samping itu, pelatihan keterampilan merupakan faktor yang sangat penting untuk dilakukan sebelum seorang pegawai mulai bekerja.

(a). Menggunakan alat yang sudah rusak

(c). Menggunakan alat secara salah

(b). Menggunakan alat tidak sesuai fungsinya

(d). Menyimpan alat secara salah

Gambar 2.3 Contoh-contoh tindakan tidak aman

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

9

Setelah faktor tindakan tidak aman oleh manusia adalah kondisi peralatan dan lingkungan yang tidak aman. Untuk peralatan, secara prinsip, aspek keselamatannya sudah diperhitungkan sejak desain dimulai dan ketika akan masuk ke pasaran, peralatan sudah harus lolos uji mutu. Namun karena ada demikian banyak produsen dengan harga yang bervariasi, hal ini menyebabkan harga alat yang berbeda-beda. Selain itu, karena faktor umur dan faktor operasional lainnya seringkali kita menjumpai peralatan yang tidak selengkap ketika masih barunya. Tak jarang pula yang kondisinya sudah tidak baik lagi sehingga tidak aman lagi. Gambar 2.4 menunjukkan beberapa contoh perkakas tangan yang tidak sempurna keadaannya yang apabila digunakan akan berbahaya.

Gambar 2.4. Contoh kondisi perkakas tangan yang tidak aman

2.6.

Pencegahan Kecelakaan

2.6.1. Apakah pencegahan kecelakaan? Menurut F.B Maynard (Industrial Engineering Hand Book): “Pencegahan kecelakaan lebih ditekankan kepada perkataan pengontrolan, pengontrolan cara kerja pegawai, jalannya mesin- mesin dan lingkungan kerja”. Menurut H.W. Heinrich (Industrial Accident Prevention). “Pencegahan kecelakaan sebagai suatu program terpadu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang terkoordinir, ditujukan kepada pengawasan terhadap tindakan tidak aman para pegawai, keadaan tidak aman, mesin- mesin dan lingkungan kerja berdasarkan pengetahuan tertentu pendirian dan kemampuan. Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukaan tersebut, menunjukkan bahwa pencegahan kecelakaan merupakan program yang telah disusun secara sistematis dan terorgnisir dengan baik dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, pencegahan kecelakaan harus melalui pendekatan sistem secara keseluruhan dari suatu perusahaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

10

2.6.2. Pendekatan sistem Dalam setiap kegiatan produksi di dalam suatu perusahaan selalu terdapat unsur unsur utama yang menunjang secara langsung terhadap sistem kegiatan operasi. Unsur-unsur utama ini adalah manusia, peralatan, bahan baku, lingkungan kerja, dan manajemen. Secara garis besar bagaimana peranan unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai beriktut. 1) Manusia: Tidak ada suatu kegiatan pun yang terlepas sama sekali dari unsur manusia. Bahkan mesin- mesin otomatis secanggih apapun masih memerlukan pengawasan manusia. 2) Peralatan: Baik yang berbentuk mesin maupun alat-alat lainnya yang dipergunakan oleh manusia dalam kegiatan operasi perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa. 3) Bahan: Merupakan bahan baku maupun bahan tambahan yang dipergunakan selama proses produksi guna menghasilkan suatu produk. 4) Lingkungan kerja: lingkungan di mana manusia bekeja yang meliputi bangunan, keadaan udara, penerangan, kebisingan, suhu, kelembaban, dan lain sebagainya. 5) Manaje men (sebagai proses): Yaitu suatu proses koordinasi dari ke empat subsistem di atas, sedemikian rupa sehingga semua kegiatan mempunyai arah yang sama yaitu tercapainya tujuan organisasi/perusahaan.

Gambar 2.5 Unsur-unsur utama dalam perusahaan Kelima subsistem di atas saling terkait sehingga apabila kita ingin menyelidiki sebab-sebab kecelakaan perlu meneliti kelima subsistem tersebut. Dari kelima Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

11

subsistem tersebut unsur manusia dan manajemen merupakan unsur yang paling dominan dalam terjadinya kecelakaan atau dalam pencegahan kecelakaan dan kerugian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kedua unsur tersebut akan dibahas lebih lanjut. 2.6.2.1 Pendekatan Subsistem Manusia Penyebab kecelakaan tertinggi adalah disebabkan oleh tindakan tidak aman oleh manusia. Oleh karena itu, untuk dapat mencegah kecelakaan perlu pendalaman terhadap sifat-sifat utama yang dimiliki oleh seseorang kemudian berdasarkan sifat-sifat tersebut dilakukan pengarahan pada usaha pencegahan kecelakaan. Dalam hal ini akan ditinjau beberapa aspek yang menyangkut manusia dalam pekerjaannya seperti tingkah laku, aspek fisik dan kejiwaan serta faktor lain yang mempengaruhinya yang diurai dalam Sepuluh Sifat Manusia. Kesepuluh sifat ini apabila mendapatkan perhatian yang baik dari manajemen akan menjadi media yang sangat efektif dalam pencegahan kecelakaan. Sepuluh sifat manusia itu adalah: 1)

Self Preservation: Melindungi diri, Takut akan tertimpa kecelakaan, Ingin mempertahankan hidup

2) Personal and Material Gain: Menginginkan perbaikan/keuntungan pribadi dan materi 3) Loyality (Kesetiaan): Menginginkan bekerjasama dan rela berkorban dalam membela diri, kelompok, atau institusinya 4) Responsibility: Menginginkan diberi tanggung jawab. Seseorang akan lebih bertanggungjawab bila diberi tanggungjawab 5) Pride (Kebanggaan): Perasaan puas. Seseorang akan merasa puas setelah mampu berprestasi dalam menaklukkan tantangan 6) 7) 8) 9)

Conformity (Menyesuaikan diri): Menginginkan persamaan Rivalry (Persaingan): Menginginkan berlomba/berkompetisi Leadership (Kepemimpinan): Berkeinginan memimpin Logic (berfikir logis): Kemampuan untuk memberi alasan yang baik dan tepat 10) Humanity (Kemanusiaan): Berprikemanusiaan 2.6.2.2 Pendekatan Subsistem Manajemen Menurut pendekatan ini, terjadinya kecelakaan adalah kekurangan/kesalahan pada manajemen perusahaan, baik dalam bentuk kurangnya pengawasan, kesalahan struktur organisasi maupun kesalahan dalam pelaksanaan operasi perusahaan. Dengan demikian pihak yang bertanggung jawab secara keseluruhan dalam usaha pencegahan kecelakaan adalah manajemen, karena manajemenlah yang mampu mengatur unsur-unsur yang terlibat dalam operasi perusahaan seperti manusia, peralatan, dan bahan – bahan serta lingkungan kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

12

Sistem manajemen perusahaan harus dimonitor dan dievaluasi kefektifannya. Bila terdapat kelemahan, seperti seringnya terjadi kecelakaan kerja, system harus diperbaiki. Perbaikan ini selain dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan, juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Pencegahan kecelakaan pada dasarnya adalah tanggungjawab semua unsur yang terlibat dalam perusahaan. Oleh karena itu, semua unsur perusahaan harus mengetahui tanggung jawab masing- masing sesuai dengan posisi dan fungsinya di dalam perusahaan. Walaupun begitu ada posisi tertentu yang paling menentukan dalam pencegahan kecelakaan ini, yaitu penyelia (supervisor) lapis pertama. Supervisor mengetahui persis potensi bahaya di tempat kerja, dan kondisi karyawan yang menjadi tanggungjawabnya serta melakukan pengawasan langsung terhadap cara kerja para karyawan. Bila pengetahuan dan kemampuan karyawan masih belum memadai supervisor bisa melatihnya terlebih dahulu dan bila karyawan melakukan tindakan tidak aman supervisor bisa melarangnya sehingga tidak terjadi kecelakaan. Kemudian memberikan petunjuk tentang cara kerja yang aman.

Gambar 2.2 Key person dalam pencegahan kecelakaan

2.6.3 Domino Sequence (H.M Heinrich) Metoda Domino sequence merupakan teori klasik yang telah banyak digunakan untuk menyampaikan prinsip-prinsip pencegahan kecelakaan. Domino Sequence ini menggambarkan mata rantai suatu kejadian. Dengan diketahuinya mata rantai kejadian ini berarti telah diketahui sebab-sebab kecelakaan. Prinsip dari metoda ini seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

13

Gambar 2.3 Prinsip pencegahan kecelakaan ”Urutan domino” Pada prinsip ini terdapat 5 kartu yang disusun secara berurut, yaitu kartu: pertama (latar belakang seseorang), kedua (kelemahan/kekurangan seseorang), ketiga (tindakan dan atau kondisi tidak aman), keempat (kecelakaan) dan kelima (rugi). Kalau terjadi kecelakaan berarti kartu keempat jatuh. Jatuhnya kartu keempat ini akan menimpa kartu nomor lima, yang berarti terjadi kerugian. Berat ringan dari kerugian ini ditentukan oleh berat ringannya kecelakaan. Kartu nomor 4 jatuh pasti ada penyebabnya, yaitu jatuhnya kartu nomor 3. Ini berarti bahwa setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya dan penyebabnya adalah akibat dari tindakan dan atau kondisi tidak aman. Mengapa terjadi tindakan dan atau kondisi tidak aman? Ini akibat adanya kelemahan, kelemahan karyawan, manajemen atau desain peralatan. Kelemahan ini seperti kurangnya keterampilan, pengetahuan dan pengalaman, dan lain sebagainya. Khusus yang terkait dengan aspek manusia bisa dilacak ke belakang lagi sampai pada latar belakang seseorang. Aspek latar belakang ini menyangkut faktor lingkungan sekitar, keturunan (bakat) dan psikologis lainnya. Faktor lingkungan akan sangat berpengaruh pada sikap seseorang. Sebagai contoh seseorang yang berada di lingkungan pendidikan akan sangat berbeda dengan yang tinggal di jalanan. Sangat dimungkinkan seorang anak menuruni temperamen orang tuanya, dan lain sebagainya. 2.7. Tip tindakan pencegahan kecelakaan. 1) Menghilangkan bahaya Tindakan ini merupakan tindakan yang paling prinsip dalam pencegah kece lakaan dan harus dilakukan jika dapat dilakukan. Contoh membersihkan lantai dan tempat kerja akan mengurangi kecelakaan. 2) Mengganti bahaya . Kadang-kadang dimungkinkan mengganti bahaya yang besar dengan sesuatu yang bahayanya kurang. Contoh menurunkan tegangan kerja suatu mesin dari tinggi ke yang lebih rendah, mengganti asbes dengan gelas fiber untuk isolasi panas. 3) Membe rikan pelindung bahaya Jika bahaya tidak dapat dihilangkan maka harus dipasang alat pelindung bahaya pada mesin sehingga pekerja tidak dapat bersentuhan langsung dengan bahaya mesin. Contoh: Alat pelindung pada mesin bubut, mesin bor, alat listrik, dan lainlain. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

14

4) Memakai alat pengaman Alat pengaman orang diperlukan jika metoda- metoda di atas masih belum dapat menghilangkan potensi bahaya. Seperti kalau seseorang bekerja dengan bahan-bahan kimia beracun (Toxic) atau yang bersifat sangat reaktif maka yang bersangkutan harus mengenakan masker pernafasan, kaca mata keselamatan dan sarung tangan. Memakai alat pelindung mata ketika menggerinda logam, menggunakan sarung tangan untuk memegang benda-benda yang tajam, masker pelindung muka ketika memasang isolasi glas fiber. 5) Mendidik dan melatih pekerja Pendidikan di bidang K3 juga sangat penting dalam pencegahan kecelakaan oleh itu semua pekerja harus diberi informasi, instruksi dan pelatihan me mastikan keselamatan kerja pada saat bekerja. Contoh: Pengetahuan prosedur pemadaman kebakaran, tempat P3K penggunaan alat pelindung mesin. 6) Membe rikan petunjuk bahaya Untuk membentuk etiket individu dalam masalah K3 dapat diberikan advis ten tang keselamatan misalnya melalui gambar, poster-poster di TV, atau pada papan pengumuman pabrik.

Latihan: 1) 2) 3)

4)

Jelaskan, mengapa K3 sangat penting, khususnya bagi mahasiswa politeknik! Jelaskan penyebab utama terjadinya kecelakaan dan berikan contoh kongkrit mengenai penyebab-penyebab yang dimaksud berdasarkan pengalaman pribadi Anda! Buatlah cerita tentang suatu kecelakaan (kerja) yang pernah Anda alami. Narasikan mulai dari kejadian sebelum kecelakaan terjadi, ketika kecelakaan terjadi dan setelah kecelakaan terjadi. Sesuai dengan prinsip domino sequence, analisislah penyebab kecelakaan dan cara pencegahannya agar kecelakan yang sama tidak terjadi lagi. Siapakah yang menjadi kunci (key person) dalam pencegahan kecelakan kerja?

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

15

BAB 3 BAHAYA LISTRIK DAN PENGAMANANNYA Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah me mpelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan bahaya listrik bagi manusia, alat dan lingkungan sekitar; 2. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan tingkat keseriusan akibat sengatan listrik bagi manusia; 3. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik tegangan rendah; 4. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik teganga n tinggi bagi manusia, alat, dan lingkungan sekitar.

3.1. Pendahuluan Pada satu sisi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, kita sangat membutuhkan daya listrik, namun pada sisi lain, listrik sangat membahayakan keselamatan kita kalau tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar orang sudah pernah mengalami/merasakan sengatan listrik. Mulai dari yang hanya terkejut saja sampai dengan yang merasa sangat menderita. Oleh karena itu, untuk mencegah dari hal- hal yang tidak diinginkan, kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya listrik dan jalan yang terbaik adalah melalui peningkatan pemahaman terhadap sifat dasar kelistrikan yang kita gunakan.

3.2. Bahaya Listrik Bahaya listrik dibedakan menjadi dua, yaitu bahaya prime r dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya-bahaya yang disebabkan oleh listrik secara langsung, seperti bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran atau ledakan (Gambar 3.1).

(a)

(b)

Gambar 3.1 Bahaya primer listrik (a) sengatan listrik, (b) kebakaran dan peledakan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

16

Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya-bahaya yang diakibatkan listrik secara tidak langsung. Namun bukan berarti bahwa akibat yang ditimbulkannya lebih ringan dari yang primer. Contoh bahaya sekunder antara lain adalah tubuh/bagian tubuh terbakar baik langsung maupun tidak langsung, jatuh dari suatu ketinggian, dan lain- lain (Gambar 3.2)

(a) luka terbakar karena kontak langsung

(b) Jatuh Gambar 3.2 Bahaya Sekunder Listrik

3.3.

Bahaya Listrik bagi Manusia

3.3.1. Dampak sengatan listrik bagi manusia Dampak sengatan listrik antara lain adalah: - Gagal kerja jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah dengan baik. Untuk mengembalikannya perlu bantuan dari luar; - Gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paruparu - Kerusakan sell tubuh akibat energi listrik yang mengalir di dalam tubuh, - Terbakar akibat efek panas dari listrik. 3.3.2. Tiga faktor penentu tingkat bahaya listrik Ada tiga faktor yang menentukan tingkat bahaya listrik bagi manusia, yaitu tegangan (V), arus (I) dan tahanan (R). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dan lainnya yang ditunjukkan dalam hukum Ohm, pada Gambar 3.3. Tegangan (V) dalam satuan volt (V) merupakan tegangan sistem jaringan listrik atau sistem tegangan pada peralatan. Arus (I) dalam satuan ampere (A) atau mili amper (mA) adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, dan tahanan (R) dalam satuan Ohm atau megaohm adalah nilai tahanan atau resistansi total saluran yang tersambung dengan tegangan. Sehingga berlaku: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

17

I

V ; R

R

V ; V I

IxR

Gambar 3.3 Segitiga tegangan, arus, dan tahanan

Gambar 3.4 Tubuh manusia bagian dari rangkaian Bila dalam hal ini, titik perhatiannya pada unsur manusia, maka selain kabel (penghantar), sistem pentanahan, dan bagian dari peralatan lain, tubuh kita termasuk bagian dari tahanan rangkaian tersebut (Gambar 3.4). Tingkat bahaya listrik bagi manusia, salah satu faktornya ditentukan oleh tinggi rendah arus listrik yang mengalir Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

18

ke dalam tubuh kita. Sedangkan kuantitas arus akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh manusia serta tahanan lain yang menjadi bagian dari saluran. Berarti peristiwa bahaya listrik berawal dari sistem tegangan yang digunakan untuk mengoperasikan alat. Semakin tinggi sistem tegangan yang digunakan, semakin tinggi pula tingkat bahayanya.

3.4.

Sistem Tegangan di Indonesia

Jaringan listrik tegangan rendah di Indonesia mempunyai tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5. dan sistem tegangan yang digunakan di Indonesia adalah: fasa-tunggal 220 V, dan fasa-tiga 220/380 V dengan frekuensi 50 Hz. Sistem tegangan ini sungguh sangat berbahaya bagi keselamatan.

(a) Fasa-Tunggal

(b) Fasa-Tiga Gambar 3.5 Sistem tegangan rendah di Indonesia

3.5. Jenis Sengatan Listrik Ada dua cara listrik bisa menyengat tubuh kita, yaitu melalui sentuhan langsung dan tidak langsung. Bahaya sentuhan langsung merupakan akibat dari anggota tubuh bersentuhan langsung dengan bagian yang bertegangan sedangkan bahaya sentuhan tidak langsung merupakan akibat dari adanya tegangan liar yang terhubung ke bodi atau selungkup alat yang terbuat dari logam (bukan bagian yang bertegangan) sehingga bila tersentuh akan mengakibatkan sengatan listrik. Gambar 3.6 memberikan ilustrasi tentang kedua bahaya ini.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

19

(a) Sentuhan Langsung

(a) Sentuhan Tak Langsung

Gambar 3.6 Sentuhan langsung dan tak langsung

3.6.

Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik

Ada tiga faktor yang menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia, yaitu: besar arus, lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh. 3.6.1 Besar arus listrik Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh. Tegangan tergantung sistem tegangan yang digunakan (Gambar 3.5), sedangkan tahanan tubuh manusia bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur kulit dan faktor- faktor lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya. Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 kΩ (kulit kering) sampai 100 Ω (kulit basah). Tahanan dalam (internal) tubuh sendiri antara 100 – 500 Ω. Contoh: Jika tegangan sistem yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang mengalir ke dalam tubuh manusia? Kondisi terjelek: - Tahanan tubuh adalah tahanan kontak kulit ditambah tahanan internal tubuh, (Rk)=100Ω +100Ω = 200 Ω - Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220 V/200 Ω = 1,1 A Kondisi terbaik: - Tahanan Tubuh Rk= 1000 kΩ - I = 220 V/1000 kΩ = 0,22 mA. 3.6.2

Lintasan aliran arus dalam tubuh

Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan tingkat akibat sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang melewati jantung, dan pusat saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan terburuk adalah apabila kita bekerja pada sistem kelistrikan, khususnya yang bersifat ON-LINE adalah sebagai berikut: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

20

gunakan topi isolasi untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik, gunakan sepatu yang berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listr ik dari anggota tubuh yang lain tidak mengalir ke kaki sehingga jantung tidak dilalui arus listrik, gunakan sarung tangan isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari lintasan aliran ke jantung bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila tidak, satu tangan untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku. 3.6.3

Lama waktu sengatan

Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan akibat sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin lama waktu tubuh dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya. Oleh karena itu, yang menjadi ekspektasi dalam pengembangan teknologi adalah bagaimana bisa membatasi waktu sengatan agar sependek mungkin. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh besar dan lama waktu arus sengatan terhadap tubuh, ditunjukkan pada Gambar 3.7

Daerah Reaksi Tubuh 1 Tidak terasa 2 Belum menyebabkan gangguan kesehatan 3 Kejang otot, gangguan pernafasan 4 Kegagalan detak jantung Gambar 3.7 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap tubuh, khususnya yang terkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus listrik mengalir dalam tubuh. Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

21

Daerah 2, merupakan daerah yang masih aman walaupun sudah memberikan dampak rasa pada tubuh dari ringan sampai sedang walaupun masih belum menyebabkan gangguan kesehatan. Daerah 3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan kejang-kejang/kontraksi otot dan paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan. Daerah 4 merupakan daerah yang sangat memungkinkan menimbulkan kematian si penderita. Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman terhadap bahaya sengatan listrik, di mana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu kurang dari 25 ms. Ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian proteksi.

3.7.

Kondisi-kondisi berbahaya

Banyak penyebab bahaya listrik yang ada dan terjadi di sekitar kita, di antaranya adalah isolasi kabel rusak, bagian penghantar terbuka, sambungan terminal yang tidak kencang.

Gambar 3.8 Isolasi kabel sudah rusak Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya kabel dipakai atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh benda berat dll), sehingga ada bagian yang terbuka dan kelihatan penghantarnya atau bahkan ada serabut hantaran yang menjuntai. Ini akan sangat berbahaya yang secara tidak sengaja menyentuhnya atau bila terkena ceceran air atau kotoran-kotoran lain bisa menimbulkan kebakaran. Penghantar yang terbuka biasa terjadi pada daerah titik-titik sambungan terminal dan akan sangat membahayakan bagi yang bekerja pada daerah tersebut, khususnya dari bahaya sentuhan langsung. Sambungan listrik yang kendor atau tidak kencang. Walaupun biasanya tidak membahayakan terhadap sentuhan, namun akan menimbulkan efek pengelasan bila terjadi gerakan atau goyangan sedikit. Ini kalau dibiarkan akan merusak bagian sambungan dan sangat memungkinkan menimbulkan potensi kebakaran.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

22

Gambar 3.9 Konduktor terbuka

Gambar 3.10 Kontak yang jelek Pemakaian ekstension yang berlebihan, bertumpuk seperti yang terlihat pada Gambar 3.11. Pemakaian listrik seperti ini sangat memungkinkan terjadinya beban lebih pada kabel utamanya yang bisa mengakibatkan pemanasan lebih dan kebakaran.

Gambar 3.11 Pemakaian stop kontak yang bertumpuk

3.8.

Sistem Proteksi terhadap Bahaya Listrik

3.8.1. Proteksi terhadap sentuhan langsung pada sistem tegangan tinggi Yang dimaksud dengan tegangan tinggi di sini adalah tegangan di atas 50 volt, seperti sistem tegangan yang saat ini digunakan di Indonesia, yaitu 220 V untuk sistem fasa tunggal dan 220/380 V untuk sistem fasa-tiga. Sistem tegangan ini sangat berbahaya bagi keselamatan kita. Oleh karena itu, proteksi terhadap sentuhan langsung mutlak harus dilakukan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

23

 Proteksi dengan Isolasi Pengaman Penyekatan dimaksudkan untuk menghindarkan ketidaksengajaan mendekati daerah aktif (seperti misalnya dengan palang, atau pagar) atau menghindarkan menyentuh bagian aktif secara tidak sengaja (dengan cara penutupan khusus). Penutupnya dapat dilepas tanpa menggunakan obeng atau peralatan lainnya. Langkah proteksi dengan menjaga jarak, adalah dengan meletakkan bagian-bagian bertegangan diluar jangkauan. Langkah pengamanan ini hanya dapat dilakukan pada keadaan khusus, misalnya untuk instalasi listrik yang tertutup.

Gambar 3.12. Proteksi dengan isolasi pengaman  Proteksi dengan Pemberian Jarak

Gambar 3.13 Pengamanan dengan pemagaran  Proteksi terhadap sengatan tidak langsung Metode pengamanan peralatan listrik portabel dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu Alat Kelas I dan Kelas II. Sedangkan untuk alat-alat mainan dikategorikan Alat Kelas III. Alat Kelas I adalah alat listrik yang pengamanan terhadap sengatan listrik menggunakan saluran pentanahan (grounding). Alat ini mempunyai selungkup (casing) yang terbuat dari logam.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

24

Alat Kelas II adalah alat listrik yang mempunyai isolasi ganda, di mana selungkup atau bagian-bagian yang tersentuh dalam pemakaiannya terbuat dari bahan isolasi. Pada alat kelas ini tidak diperlukan saluran pengetanahan. Pada peralatan yang dioperasikan pada tegangan rendah, dalam kondisi abnor mal atau gagal tidak akan terjadi tegangan tembus terlalu tinggi. Isolasi yang solid sebagai sarana proteksi terhadap sentuhan langsung memberikan garansi keselamatan dan juga menjamin keamanan terhadap bahaya kebakaran. Isolasi pada bagian aktif boleh tidak ada, tetapi dalam hal ini sumber arus dari transformator harus dibatasi, sehingga bila terjadi hubungan singkat tidak terjadi percikan bunga api. Sistem proteksi bagi manusia yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pengetanahan dan alat proteksi otomatis.  Sistem pengetanahan (grounding system). Sistem pengetanahan ini menghubungkan bagian-bagian peralatan (mesin) yang terbuat dari logam yang kemungkinan tersentuh oleh manusia ke tanah melalui elek troda pengetanahan. Sistem pengetanahan ini harus menjamin bahwa apabila terjadi kebocoran listrik pada peralatan kita maka tegangan sentuhnya tidak melebihi 50 volt. Oleh karena itu, saluran pengetanahan juga disebut sebagai saluran pengaman (lihat Gambar 3.14).

(a) Peralatan tanpa pengetanahan (b) Peralatan dengan pengetanahan Gambar 3.14 Sistem peralatan tanpa dan dengan pengetanahan  Alat pengaman tegangan sentuh otomatis Jenis-jenis alat proteksi yang banyak dipakai, antara lain adalah: Residual Current Device (RCD), Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) dan Ground Fault Current Interruptor (GFCI). Walaupun berbeda-beda namun secara prinsip adalah sama. Yakni, alat ini akan bekerja/aktif bila mendeteksi adanya arus bocor ke tanah. Karena kemampuan itulah, arus bocor ini dianalogikan dengan arus sengatan listrik yang mengalir pada tubuh manusia. Alat ini dalam PUIL 2000 disebut gawai pende teksi arus sisa (GPAS). RCD dan GFCI merupakan pengaman terhadap arus sengatan listrik (bocor ke tanah). RCD dalam pemakaiannya banyak yang sudah digabung dengan alat-alat pemutus tenaga seperti circuit breaker (CB) atau miniature circuit breaker (MCB). Salah satunya adalah ELCB.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

25

Dengan demikian ELCB mempunyai fungsi ganda sebagai pengaman komponen rangkaian dan juga sebagai pengaman manusia. Bentuk kompak ini ditunjukkan Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Bentuk kompak MCB dan RCD Prinsip kerja RCD Gambar 1.14 menunjukkan gambaran fisik sebuah RCD yang telah digabung dengan MCB untuk sistem fasa-tunggal. Diagram skema RCD sendiri ditunjukkan pada Gambar 3.16 Prinsip kerja RCD dapat dijelaskan sebagai berikut. Perhatikan gambar diagram skematik Gambar 3.16. Iin : arus masuk Iout : arus keluar IR1 : arus residual yang mengalir ke tubuh IR2 : arus residual yang mengalir ke tanah Min : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus masuk Mout : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus keluar. Dalam keadaan normal (tidak ada arus bocor), prinsip kerja alat ini dapat dijelas kan sebagai berikut: - arus keluar sama dengan arus masuk, Iout < Iin ; - karena Iin =Iout maka Min =Mout - karena Min =Mout , kedua medan magnet ini akan saling meniadakan (arah berlawanan) sehingga tidak menimbulkan aksi dan alat tidak melakukan reaksi apa. Lalu bagaimana bila ada arus mengalir ke tubuh atau bocor ke tanah? Ikuti penjelasan berikut ini. Dalam keadaan terjadi arus bocor (kondisi tidak normal): - arus keluar lebih kecil dari arus masuk, Iout < Iin ; - arus residu mengalir keluar setelah melalui tubuh manusia atau tanah; Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

26

- karena Iin >Iout maka Min >Mout - akibatnya, akan timbul ggl induksi pada koil yang dibelitkan pada toroida; - ggl induksi mengaktifkan peralatan pemutus rangkaian Skema diagram untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar 3.17. Prinsip kerja pengaman otomatis untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar 3.17a. Bila tidak ada arus bocor (ke tanah atau tubuh manusia) maka jumlah resultan arus yang mengalir dalam keempat penghantar sama dengan nol. Sehingga trafo arus (CT) tidak mengalami induksi dan trigger elektromagnet tidak aktif. Dalam hal ini tidak terjadi apa-apa dalam sistem.

Gambar 3.16 Diagram skematik sebuah RCD

(a). Diagram skematik RCD fasa tiga

(b). Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada beban fasa-tiga Gambar 3.17 Pemasangan GPAS fasa tiga pada beban  Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB). ELCB ini merupakan suatu alat pemutus daya yang akan bereaksi apabila terjadi beban lebih dan apabila terjadi arus bocor ke tanah pada besaran tertentu. Sebagai contoh ELCB dengan arus bocor 30 mA untuk peralatan-peralatan kerja yang dalam operasinya tidak bersentuhan langsung dengan tubuh manusia, 10 mA untuk peralatan-peralatan yang dalam operasinya bersentuhan langsung dengan tubuh (alat penyukur rambut, bathing tube, dll.). Alat ini juga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

27

dikembangkan untuk pencegahan kebakaran, yaitu dengan arus bocor 400-500 mA. Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya bahwa kebakaran sering diakibatkan oleh arus bocor ke tanah, dari yang sangat rendah kemudian berangsurangsur meningkat hingga mencapai kemampuan membakar, yaitu 400-500 mA.  Ground Fault Current Interruptor. Alat ini sangat umum digunakan pada sistemsistem tenaga. Bila GPAS dikehendaki untuk dipasang secara terpusat maka sistem rangkaian ditunjukkan pada Gambar 3.18. Dengan pemasangan terpusat seperti ini maka setiap peralatan di bawahnya diamankan dari bahaya tegangan sentuh yang mem bahayakan manusia.

Gambar 3.18 Diagram skemat ik pemasangan GPAS (RCD) pada pusat beban

3.8.2 Bahaya Kebakaran akibat Listrik Kebakaran terjadi karena adanya panas berlebih pada bahan-bahan yang mudah terbakar. Terkait dengan kelistrikan, panas lebih bisa terjadi akibat dari banyak faktor, antara lain adalah: arus beban lebih, arus hubung singkat, sambungan/kontak yang longgar. Arus beban lebih berarti bahwa arus yang mengalir pada komponen instalasi melebihi arus pengenal komponen tersebut. Dengan berlebihnya arus tersebut, maka rugi-rugi saluran I2 Rt juga akan berlebih (dari nominalnya). Sementara itu, rugi-rugi ini akan keluar dalam bentuk panas, sehingga komponen-komponen instalasi yang mengalami kelebihan arus akan mengalami kelebihan panas juga. Panas inilah yang akan merusak dan membakar isolasi dan pada akhirnya bisa menimbulkan kebakaran. Sama halnya akan terjadi bila kabel/penghantar yang digunakan terlalu kecil. Pada peristiwa hubung singkat di mana terjadi kontak langsung antara saluran yang mempunyai beda tegangan, Bila ini terjadi maka akan menimbulkan arus hubung singkat yang sangat tinggi. Semakin tinggi arus hubung singkat, semakin tinggi pula busur api yang terjadi dan semakin keras pula bunyi ledakan yang terjadi. Bila dalam kondisi semacam ini di sekitar terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar maka akan besar sekali kemungkinan terjadinya kebakaran. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

28

Tidak jauh berbeda dengan peristiwa longgarnya suatu kontak listrik, pada kontaknya pasti akan menimbulkan efek pengelasan dan bila hal ini terjadi secara berulang dalam waktu lama maka akan sangat dimungkinkan juga terjadinya kebakaran. Ada satu hal lagi yang barangkali ini kurang disadari oleh masyarakat adalah dampak arus bocor ke tanah. Peristiwa arus bocor ini terjadi akibat kegagalan isolasi sehingga ada arus bocor yang mengalir melalui moistur/kotoran-kotoran. Pada awalnya, arus yang mengalir sangat kecil (5 mA), namun dengan mengalirnya arus ini membuat kotoran-kotoran yang dilewati mengalami pemanasan dan terba kar serta berubah menjadi karbon. Setelah menjadi karbon, lintasan arus mempunyai konduktivitas yang lebih baik sehingga arus yang mengalir akan semakin besar. Demikian terjadi terus menerus dan sampai pada keadaan di mana besar arus bocor sampai 500 mA. Berdasarkan penelitian arus 500 mA tersebut sudah mampu membakar benda-benda disekitarnya sehingga terjadi kebakaran. Penghantar yang berada pada lingkungan lembab, akan terjadi penetrasi kelembaban ke dalam isolasi yang kemudian menimbulkan arus bocor. Itulah beberapa penyebab kebakaran akibat dari sistem kelistrikan yang perlu kita waspadai. Peristiwa hubung singkat diilustrasikan pada Gambar 3.19. Hubung singkat terjadi bila terjadi kontak langsung antara kawat fasa dan netral, kawat fasa dan tanah, dan antar kawat fasa sendiri. Semakin tinggi tegangan maka peristiwa hubung singkat akan semakin besar pula.

Gambar 3.19 Kondisi hubung singkat Kegagalan isolasi dapat dihindarkan dengan pemilihan penghantar yang benar dan dengan pembebanan mekanis pada penghantar yang sesuai. Hal ini disebabkan karena kemampuan hantar arus pada penghantar dan kabel ditentukan oleh ketahanan panas dan konduktivitas panas material isolasi, material penghantar (misal tembaga atau aluminium), media pendinginan dan juga kondisi lingkungan. Kegagalan isolasi sering terjadi pada isolasi yang besar dan rapuh, juga yang sering terbebani beban lebih. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

29

Untuk mencegah bahaya kebakaran karena kesalahan isolasi pada peralatan listrik, upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengukuran tahanan isola si secara teratur dalam interval waktu tertentu. 3.8.3 Proteksi Peralatan Instalasi Proteksi terhadap peralatan-peralatan instalasi, seperti kabel dan mesin- mesin harus dilakukan agar bila terjadi kesalahan kelistrikan dapat terlin dung dari kerusakan. Alat-alat proteksi yang umum digunakan adalah sekering (fuse), pemutus daya ( circuit breaker (CB, MCB)) atau thermal overload relay, dan lain- lain. Alat-alat proteksi semacam ini harus dipilih untuk mengamankan komponen rangkaian dari arus kesalahan (abnormal), seperti arus hubung singkat, arus beban lebih. Oleh karena itu, kapasitas alat pengaman harus disesuaikan dengan kapasitas/kemampuan komponen-komponen instalasi dalam mengatasi arus-arus abnormal semacam ini. Untuk mengetahui ukuran penghantar dan juga ukuran gawai-gawai proteksi dapat dilihat pada PUIL 2000 atau standar-standar lain yang berlaku secara internasional.

Gambar 3. 20 Contoh-contoh sekering lebur jenis kaca dan pisau

Gambar 3. 21 Contoh-contoh pemutus daya (CB dan MCB)

3.8.4

AC atau DC yang lebih berbahaya?

Tingkat bahaya arus searah adalah lebih rendah daripada arus bolak-balik. Akibat yang ditimbulkan oleh arus searah akan sama dengan akibat oleh arus bolak balik, bila besar arus searah 3 kali lebih besar daripada besar arus bolakbalik. Ventricular fibrillation tidak terjadi. Pada kecelakaan dengan arus searah tinggi dapat menimbulkan luka bakar karena efek panas dan busur listrik seperti pada arus bolak-balik. Dalam praktek sering timbul pertanyaan berapa besar tegangan sentuh maksimal yang tidak membahayakan jiwa. Dikarenakan besar tahanan tubuh manusia sangatlah berbeda-beda (sekitar 100 Ω sampai 1000 kΩ) dan nilai hambatan tersebut akan turun dengan naiknya tegangan, maka nilai absolut tegangan sentuh yang tidak membahayakan tidaklah dapat dinyatakan secara pasti, yang dapat ditentukan hanyalah kemungkinan nilai tegangan yang tidak berbahaya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

30

Pada ketentuan VDE telah ditetapkan nilai tegangan, yang disebut dengan tegangan sentuh yang dapat terjadi pada peralatan, tanpa harus diikuti denga n pemutusan arus pada peralatan tersebut. Tegangan yang ditetapkan tersebut besarnya: Arus bolak-balik (nilai efektif) UL 50 V Arus searah UL 120 V Pada kasus-kasus tertentu, seperti di rumah sakit, maka nilai tegangannya adalah Arus bolak-balik (nilai efektif) UL 25 V Arus searah UL 60 V Bila pada peralatan terjadi tegangan sentuh yang tinggi, maka peralatan harus diputuskan hubungannya. Lama waktu pemutusan adalah untuk: Rangkaian arus stop kontak sampai 32 A t 0,2 s Peralatan portable (handy) t 0,2 s Rangkaian arus peralatan kerja dengan sambungan tetap t 5s

3.9 Prosedur Keselamatan Umum Hanya orang-orang yang berwenang, berkompeten dan kualifaid yang diperbolehkan bekerja pada atau di sekitar peralatan listrik. Menggunakan peralatan listrik sesuai dengan prosedur (jangan merusak atau membuat tidak berfungsinya alat pengaman).

Gambar 3.22 Contoh penggunaan alat listrik Jangan menggunakan tangga logam untuk bekerja di daerah instalasi listrik.

Gambar 3.23 Penggunaan tangga di daerah instalasi listrik Pelihara alat dan sistem dengan baik.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

31

Gambar 3.24 Inspeksi kondisi peralatan Menyiapkan langkah-langkah tindakan darurat ketika terjadi kecelakaan. - Prosedur shut-down: tombol-pemutus aliran listrik (emergency off) harus gampang diraih - Pertolongan pertama Pertolongan pertama pada orang yang tersengat listrik - Korban harus dipisahkan dari aliran listrik dengan cara yang aman sebelum dilakukan pertolongan pertama - Hubungi bagian yang berwenang untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pertolongan pertama harus dilakukan oleh orang yang berkompeten

Gambar 3.25 Pemisahan si korban dari aliran listrik

Gambar 3.26 Tindakan pertolongan pertama

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

32

3.10 Bahaya Kebakaran dan Ledakan akibat Listrik Banyak peristiwa kebakaran dan peledakan sebagai akibat dari kesalahan listrik. Peristiwa ini memberikan akibat yang jauh lebih fatal dari pada peristiwa sengatan listrik karena akibat yang ditimbulkannya biasanya jauh lebih hebat. Akibat ini tidak terbatas pada jiwa namun juga pada harta benda. Lebih- lebih lagi bila melibatkan zat- zat berbahaya, maka tingkat bahayanya juga akan merusak lingkungan. Oleh karena itu, peristiwa semacam ini harus dicegah.

Gambar 3.25 Bahaya Kebakaran dan Peledakan

.10.1

Penyebab Kebakaran dan Pengamanan

Ukuran kabel yang tidak memadai Salah satu faktor yang menentukan ukuran kabel atau penghantar adalah besar arus nominal yang akan dialirkan melalui kabel/penghantar tersebut sesuai dengan lingkungan pemasangannya, terbuka atau tertutup. Dasar pertimbangannya adalah efek pemanasan yang dialami oleh penghantar tersebut jangan melampaui batas. Bila kapasitas arus terlampaui maka akan menimbulkan efek panas yang berkepanjangan yang akhirnya bisa merusak isolasi dan atau membakar benda-benda sekitarnya.

Gambar 3.26 Ukuran kabel harus sesuai dengan kapasitas arus Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

33

Agar terhindar dari peristiwa kapasitas lebih semacam ini maka ukuran kabel harus disesuaikan dengan persyaratan instalasi listrik seperti PUIL 2000. Penggunaan adaptor atau stop kontak yang salah. Yang dimaksudkan di sini adalah penyambungan beban yang berlebihan sehingga melampaui kapasitas stop-kontak atau kabel yang mencatu dayanya.

Gambar 3.27 Pemakaian stop-kontak yang salah Instalasi kontak yang jelek.

Gambar 3.28 Koneksi yang kendor Percikan bunga api pada peralatan listrik atau ketika memasukkan dan mengeluarkan soket ke stop-contact pada lingkungan kerja yang berbahaya di mana terdapat cairan, gas atau debu yang mudah terbakar. Untuk daerah-daerah seperti ini harus digunakan peralatan anti percikan api

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

34

Gambar 3.29 Lingkungan sangat berbahaya

Kondisi hubung singkat  terjadinya hubung singkat antar saluran aktif L1, L2, dan L3,  hubung singkat ke tanah (hubung tanah) antara saluran aktif L1, L2, L3 dengan tanah  Bila ada kawat netral bisa terjadi hubung singkat antara saluran aktif L1, L2, L3 dengan saluran netral, Untuk mencegah potensi bahaya yang disebabkan oleh kondisi abnormal semacam ini adalah pemasangan alat proteksi yang tepat, seperti sekering, CB, MCB, ELCB, dll .10.2

Sistem – IP berdasarkan DIN VDE 0470 Tabel 1 Simbol- simbol yang digunakan untuk berbagai jenis proteksi menurut EN 60529.

Jenis Proteksi menurut EN 60529 IP 0X IP 1X IP 2X IP 3X IP 4X

Simbol menurut VDE

Proteksi terhadap sentuhan Tidak ada proteksi sentuhan Proteksi terhadap benda asing > 50 mm Proteksi terhadap benda asing > 12 mm Proteksi terhadap benda asing > 2,5 mm Proteksi terhadap benda asing dan perkakas krja 1 mm

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

>

35

IP 5X

Proteksi terhadap penumpukan debu di dalam peralatan

IP 6X

Kedap terhadap debu

Jenis Proteksi menurut EN 60529 IP X0 IP X1

IP X2 IP X3

Proteksi terhadap air

Simbol menurut VDE

Tidak ada proteksi air Proteksi terhadap tetesan air, tetesan air jatuh tegak Proteksi terhadap tetesan air, tetesan air jatuh miring Proteksi terhadap cipratan sampai dengan sudut 30 terhadap garis datar

IP X4

Proteksi terhadap cipratan air dari segala arah

IP X5

Proteksi terhadap semprotan air

IP X6 IP X7

Proteksi terhadap banjir Proteksi dalam penyelaman

IP X8

Proteksi penyela man dalam

LATIHAN: 1. Sebutkan alat-alat proteksi listrik yang digunakan untuk mengamankan komponen instalasi dari bahaya arus abnormal (lebih)! 2. Sebutkan alat-alat proteksi manusia dari bahaya sengatan listrik! 3. Identifikasi alat-alat proteksi dari bahaya listrik yang ada di lab Teknik Energi. 4. Jelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat keseriusan akibat sengatan listrik bagi tubuh manusia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

36

BAB 4 BAHAYA MEKANIK DAN PENGAMANANNYA Tujuan Pembelajaran Khusus: Seteleh mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menjelaskan bahaya-bahaya mesin bagi manusia; 2. Menjelaskan bagian-bagian berbahaya dari suatu mesin; 3. Menjelaskan jenis-jenis pelindung mesin; 4. Mengidentifikasi potensi bahaya dan pengelolaannya (pelindungannya) pada mesin; 5. Menjelaskan jenis-jenis bahaya dari mesin.

4.1 Pendahuluan Permesinan merupakan sumber bahaya terjadinya kecelakaan industri. Beberapa studi di Amerika Serikat menyatakan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh mesin menduduki rangking ke-3 dan menduduki rangking pertama penyebab cacat permanen yang dialami oleh pekerja, yaitu 32 %. Dari kecelakaan yang disebab kan oleh permesinan ini, 20 % di antaranya adalah akibat dari lemahnya pelindung/pengaman mesin (machinery guards). Hal ini menjadi perhatian para perancang mesin- mesin dan para enjiner safety bagaimana bisa menciptakan mesin-mesin yang aman dalam pemakaiannya.

4.2 Bahaya-bahaya Mesin Banyak potensi bahaya terkait dengan mesin. Berikut ini adalah beberapa jenis potensi bahaya yang ada.  Bersentuhan dengan mesin atau terperangkap antara mesin dan sesuatu benda di mesin.  Terbenturnya anggota tubuh atau tersangkutnya anggota tubuh ke mesin atau bagian mesin yang bergerak.  Terbentur oleh bagian-bagian dari mesin karena operasinya.  Terbentur oleh barang-barang yang terlempar keluar dari mesin. Di samping bahaya-bahaya tersebut, biasanya masih ada bahaya-bahaya lain seperti bahaya listrik, bahaya kimia, dan lain- lain. Namun pada kesempatan kita akan mempelajari yang terkait dengan bahaya-bahaya mekanik saja. 4.2.1 Bagian-bagian Mesin yang me merlukan Pelindung Bahaya Untuk dapat mengoperasikan mesin secara aman, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah keamanan dari mesin itu sendiri. Jadi, mesin harus dirancang secara aman. Secara prinsip ada tiga bagian dari mesin yang menjadi titik perhatian untuk diamankan agar tidak menimbulkan kurban terhadap orang yang menggunakan dan orang-orang di sekitarnya. Ketiga bagian ini adalah: transmisi daya, bagian yang bergerak, dan titik operasi. Perhatikan Gambar 4.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

37

 Transmisi daya Peralatan-peralatan transmisi daya mekanik meliputi: poros, roda gila, puley, sabuk, batang-batang penghubung, kopling, spindel, crank, clutches, cams dan bagianbagian mesin yang digerakkan.  Bagian mesin yang bergerak Ini adalah bagian-bagian mesin yang bergerak ketika mesin beoperasi.  Titik operasi Ini adalah bagian mesin dimana mesin dirancang untuk melakukan pekerja annya. Seperti pisau potong perata logam, feeder rolls pada mesin pres, dan gunting. Jadi, merupakan bagian di mana dilakukan penggambaran, pemotongan, pembentukan, pengecapan (stamping), dan lain- lain.

Keterangan: 1. Transmisi daya, 2. Bagian yang bergerak, 3. Titik operasi

Gambar 4.1 Bagian-bagian mesin yang memerlukan pelindung bahaya 4.2.2 Jenis-jenis Pelindung Bahaya Ada sejumlah pelindung yang direapkan untuk mengamankan suatu peralatan atrau mesin, di atantaranya adalah: pelindung tetap, pelindung yang dapat diatur, pelindung jarak, pelindung berpautan (interlocking) dan pelindung otomatis. Berikut ini adalah penjelasan tentang jenis pelindung tersebut.  Pelindung Tetap Pelindung ini dirancang secara tetap, tidak mempunyai bagian yang bergerak atau tergantung dari mekanik lainnya. Pelindung ini dimaksudkan untuk menghalangi jalan keluar dari bagian-bagian mesin yang membahayakan. Oleh karena itu, perlengkapan mesin ini dirancang secara kuat dan kokoh serta mampu menahan takanan dari proses dan lingkungan.  Pelindung yang Dapat Diatur Pelindung ini merupakan pelindung tetap namun mempunyai bagian-bagian yang dapat diatur, dan bila diatur, pelindung tersebut masih tetap pada posisinya selama operasi. Pelindung ini tidak dapat digunakan untuk melindungi jalan masuk ke bagian-bagian mesin yang berbahaya. Pelindung ini boleh digunakan selama mendapatkan pengawasan terhadap kondisi lingkungan seperti penerangan dan operatornya yang harus sudah terampil.  Pelindung Jarak Pelindung ini tidak ditempatkan secara langsung pada titik bahaya, namun diletak kan pada jarak di luar jangkauan normal. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

38

 Pelindung yang Berpautan (Interlocking) Ini adalah pelindung yang mempunyai suatu bagian bergerak yang disambungkan dengan pengendali mesin sehingga mesin tidak dapat dioperasikan apabila pelindung dalam keadaan tidak tertutup (ditutup). Pelindung interlocking ini memerlukan kontrol dan penginderaan.  Pelindung otomatis Pelindung otomatis mempunyai komponen yang bisa bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem kerja mesin. Pelindung oto matis juga mencakup suatu pelindung yang mencegah seseorang masuk ke daerah titik bahaya secara tak sengaja, tetapi jalan masuk akan terbuka bila keadaan aman dan menutup kembali bila sedang operasi (bahaya).

Gambar 4.2 Pelindung transmisi daya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

39

Gambar 4.3 Pelindung bagian-bagian mesin gerinda Latihan: Pilih salah satu sampel mesin proses/produksi yang ada di lab/bengkel POLBAN dan identifikasi bagian-bagian mesin yang perlu dilindungi untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Jelaskan jenis pelindung yang digunakan dan jelaskan pendapat anda tentang aspek keselamatan mesin yang anda selidiki.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

40

BAB 5 BAHAYA PELEDAKAN PADA BEJANA TEKAN Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Menjelaskan perlengkapan minimal yang harus dimiliki oleh sebuah ketel uap (boiler); 2. Menjelaskan persyaratan operasional yang harus dipenuhi untuk mencegah agar ketel uap tidak sampai meledak; 3. Menjelaskan faktor- faktor penyebab meledaknya ketel uap; 4. Menjelaskan cara operasi dan pemeliharaan kompresor agar tidak terjadi peledakan; 5. Menjelaskan cara menangani tabung-tabung gas bertekanan tinggi.

5.1 Pendahuluan Ketel uap (boiler), kompresor, dan tabung bertekanan banyak digunakan dalam kehidupan sehari- hari terutama di gedung- gedung komersial atau industri. Ketel uap (boiler) merupakan peralatan yang digunakan untuk membangkitkan uap panas. Ketel uap banyak digunakan di pembangkit listrik tenaga uap, hotel- hotel sebagai sarana mandi air hangat, industri pertanian untuk keperluan pengeringan, industri se bagai pembangkit uap panas untuk proses produksinya. Jadi sangat luas pemakaiannya. Kompresor banyak digunakan mulai pada usaha tambal ban, sampai dengan industri manufak tur sebagai pembangkit udara bertekanan dalam menunjang proses produksinya. Sedangkan tabung-tabung bertekanan tinggi juga dipakai di mana diperlukan zat yang penyimpanannya memerlukan tekanan tinggi. Ketel uap merupakan bejana bertekanan berapi sedangkan kompresor dan tabung yang disebutkan di atas merupakan bejana bertekanan tinggi yang tidak berapi. Walau pun berbeda dalam tingkat bahayanya, namun kedua macam bejana bertekanan tersebut sama-sama berbahayanya.

5.2 Perlengkapan Minimal Ketel Uap (Boiler) Perlengkapan pengaman pada ketel uap sudah mempunyai standar yang sangat tinggi, yang dapat diandalkan untuk mencegah bahaya ledakan. Gambar 5.1 memperlihatkan suatu boiler tipikal lengkap dengan perlengkapan-perlengkapan utamanya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

41

Gambar 5.1 Sebuah boiler tipikal Dalam peraturan Uap Tahun 1930 juga dimuat perlengkapan ketel uap. Peraturan ini sampai saat ini masih berlaku di Indonesia. Dalam peraturan ini dinyatakan perlengkapan minimal yang ada pada suatu ketel uap adalah sebagai berikut: 1) Sekurang-kurangnva mempunyai 2 katup pengaman (safety valve) yang berkualitas, berukuran cukup, dan dipasang pada ketel uap itu sendiri atau pada kamar uapnya.

Gambar 5.2 Katup pengaman pada boiler Gambar 5.3 Alat pengukur tekanan pada sebuah boiler Gambar 5.2 memperlihatkan katup pengaman (safety valve) yang dipasang pada boiler. Katup pengaman ini adalah untuk mencegah terjadinya tekanan lebih pada boiler. Dengan demikian boiler terhindar dari ledakan akibat tekanan kerja yang berlebih. Disyaratkan dengan dua katup adalah untuk menghindari kegagalan kerja katup secara total. 2) Sekurang-kurangnya mempunyai 1 pedoman tekanan (alat ukur tekanan) (Gambar 5.3). Alat ukur tekanan untuk mengetahui tekanan boiler setiap saat. 3) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 kran/kerangan coba atau pengukur air dan 1 gelas pedoman air yang memakai kran sembur yang dapat ditusuk sewaktu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

42

ketelnya beruap, atau 2 gelas pedoman air (Gambar 5.4-5.5). Perlengkapan ini untuk memastikan bahwa air di dalam ketel cukup.

Gambar 5.5 Kran sembur pada boiler Gambar 5.4 Gelas pengukur pada boiler 4) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 alat pengisi yang tidak bergantung antara satu dan lainnya, yang masing- masing dapat memberi air ke dalam ketel dengan leluasa, dan sekurang-kurangnya satu diantaranya dapat bekerja sendiri (otomatik) (Gambar 5.6); 5) Mempunyai alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan kekurangan air dalam ketel uapnya, lepas dari masinis atau peladennya (Gambar 5.7);

Gambar 5.6 Pompa pengisi air boiler

Gambar 5.7 Alarm suara (bel) dari sebuah boiler tipikal

6) Mempunyai tanda batas air terendah yang diperbolehkan (Gambar 5.8); 7) Mempunyai kran tekanan untuk memasang pedoman tekanan coba; 8) Mempunyai katup/kran buang (Gambar 5.9); 9) Mempunyai lubang lalu orang atau lumpur seperlunya (Gambar 5.10).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

43

Gambar 5.9 Kran buang

Gambar 5.10 Lubang lalu kotoran

Berdasarkan penjelasan ini, memberikan gambaran bahwa agar bisa bekerja dengan aman, boiler telah diberi perlengkapan yang sudah memadai. Dengan standar yang sudah lengkap ini, secara fisik boiler sudah dapat dikatakan aman untuk beroperasi. Walaupun begitu, dalam operasinya boiler masih memerlukan persyaratan lain yang tanpa itu boiler tidak boleh dioperasikan. Persyaratan yang dimaksud adalah: a. Boiler (ketel uap) dibuat dan dipasang berdasarkan standar yang berlaku; b. Boiler (ketel uap) dioperasikan oleh personil yang kompeten dan memegang sertifikat yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang; c. Boiler (ketel uap) diperiksa secara reguler oleh inspektor (pengawas) yang bersertifikat dari lembaga yang berwenang (Depnaker untuk di Indonesia). Terjadinya peledakan ketel uap kebanyakan disebabkan oleh akibat peningkatan titik didih air yang ditentukan oleh tekanannya. Air masih dalam bentuk cairan pada titik didihnya, 212 °F atau 100°C pada permukaan laut. Air dalam keadaan tersebut akan berubah bentuk menjadi uap jika tekanan dihilangkan. Sebagai contoh pada tekanan 7 bar, titik didih air adalah 337 °F atau 170 °C di atas titik didih pada tekanan atmosfir. Jika tekanan tersebut dihilangkan secara tiba-tiba, misalkan akibat adanva kegagalan pada bagian tertentu dari ketel, maka air, secara tiba-tiba, akan berubah menjadi uap yang dapat mengakibatkan suatu ledakan yang dahsyat.

5.3 Kompresor Udara Meskipun frekuensi dan kedahsyatan ledakan pada alat ini lebih rendah dibandingkan bila terjadi pada bejana tekan yang berapi seperti ketel uap, namun bukan berarti bahwa alat ini tidak membahayakan. Kompresor udara menjadi berbahaya, di samping karena tekanan tinggi adalah karena adanya minyak yang digunakan untuk pelumasan katup-katup pada silindernya. Jika udara ditekan, maka suhu udara tersebut akan meningkat. Jika suhu udara bertekanan ini meningkat sangat tinggi, sebagian minyak akan menguap dan terbawa ke dalam alat penerima udara, di mana uap minyak ini akan berkumpul di air pendingin udara bertekanan tersebut. Jika hal ini dibiarkan maka kumpulan uap minyak tersebut bisa mengakibatkan terjadinya ledakan jika terkena api. Untuk mencegah terjadinya ledakan perlu dilakukan hal- hal sebagai berikut:

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

44

1) Semua tangki udara harus mempunyai katup buang pada bagian titik terendahnya. Katup dimaksudkan untuk membuang air kondensasi dalam tangki. Tindakan ini harus dilakukan secara rutin setiap hari. 2) Jangan memberi beban (tekanan) lebih pada kompresor. 3) Pastikan bahwa katup pengamannya bekerja dengan baik. 4) Jangan memasukkan minyak secara berlebihan, karena kemungkinan akan terbawa ke dalam tangki penerima udara. 5) Gunakan minyak khusus untuk kompresor. 6) Pelihara kompresor dan alat penerima agar tetap baik.

5.4 Silinder gas Pemakaian silinder/tabung untuk menyimpan gas bertekanan adalah sangat umum. Gas yang biasa disimpan dalam tabung adalah oksigen, hidro gen dan asetilin, karbon dioksida, khlorin dan nitrogen. Tekanan yang digunakan sangat tinggi (misalnya untuk oksigen - 1800 lb atau 124 bar per inci ), maka telah dikembangkan standar konstruksi, pengaman dan pena nganannya. Sifat gas-gas yang disimpan dalam tabung yang menimbulkan bahaya adalah: 1) oksigen dalam bentuk cair atau gas, jika bercampur dengan minyak, grease dan organic compound lainnya bisa menyebabkan peledakan; 2) asetilin akan meledak jika ditekan; 3) harus dihindarkan terjadinya benturan pada tabung; 4) harus dihindarkan terkenan sinar rnatahari secara langsung 5) tabung tidak disimpan dekat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar; 6) gas khlorin sangat korosif dan harus ditangani dengan ekstra hati- hati.

Gambar 5.11 Sebuah kompresor tipikal

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Gambar 5.12 Tabung gas tekanan tinggi

45

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Menjelaskan proses terjadinya api; Menjelaskan prinsip pencegahan dan pemadaman api/kebakaran; Menyebutkan dan menjelaskan penyebab-penyebab kebakaran; Menjelaskan fungsi dan operasi alarm kebakaran (fire alarm); Menjelaskan kelas kebakaran; Memilih, menggunakan, mendistribusikan dan memelihara APAR; Menyebutkan jenis-jenis dan menjelaskan prinsip kerja Detektor Kebakaran Otomatik; 8. Memilih Detektor Kebakaran Otomatik sesuai dengan kebutuhan; 9. Menjelaskan prinsip Pemadam Kebakaran Otomatik

6.1 Pendahuluan Jika kita bicara masalah api akan terlintas di benak kita dua hal: pertama, api merupakan sahabat yang amat kita butuhkan di dalam kehidupan ini, dan yang kedua, api bisa menjadi sumber malapetaka. Api sangat kita butuhkan, misalnya untuk memasak di dapur, menghangatkan air untuk mandi, peleburan logam di bidang penge coran. Api akan sangat bermanfaat bagi manusia selama ada di bawah kontrol manusia itu sendiri. Api akan menjadi sumber bahaya bagi manusia karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun jiwa jika api tersebut di luar kemampuan kendali kita, seperti: kebakaran rumah, pabrik, dan pasar-pasar. Sebagaimana kita ketahui, semakin maju budaya manusia, dunia semakin dipenuhi oleh industri- industri yang semakin canggih juga. Perkembangan industri dan perkembangan teknologi yang semakin canggih ini kurang diimbangi dengan sistem kese lamatan yang memadai, maka petaka kebakaran juga semakin meningkat. Disinyalir, selama periode 30 tahun terakhir ini nilai kerugian rata-rata setiap dasa warsa meningkat lebih dari 30%. Hal ini menunjukkan betapa kritisnya masalah kebakaran, yang memerlukan kesigapan semua lapisan masyarakat, industri dan turun tangannya Pemerintah dalam hal yang berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Mengingat betapa kritis masalah kebakaran ini maka pada bagian ini akan dibahas masalah pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang ditinjau dari segi kognitifnya. Karena demikian luas ruang lingkup permasalahan ini maka bahasan ini hanya dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan informasi yang bersifat umum.

6.2 Proses Terjadinya Api Untuk dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, terlebih dahulu perlu mengetahui asal mula terjadinya api (kebakaran). Api akan timbul jika terdapat tiga komponen, yaitu, bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen) dan panas (heat) pada suatu tingkat keadaan tertentu. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

46

Bahan bakar: dapat berbentuk padat, cair maupun gas. Contohnya: - Bahan bakar padat: kayu, kertas, karet, dll. - Bahan bakar cair: bensin, kerosin, alkohol, dll - Bahan bakar gas; asetilin, hidrogen, gas alam, dll. Panas: adalah panas yang cukup untuk menimbulkan api. Sumber panas ini bisa berasal dari panas matahari, listrik, gesekan, reak si kimia, dll. Oksigen: Sumber oksigen adalah udara sekitar kita, yang kandungan oksigennya 21%. Oleh karena api terjadi akibat dari terkumpulnya ketiga komponen sehingga konsep terjadinya api dapat digambarkan dengan segi tiga yang disebut “Segitiga api” (fire triangle), di mana bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen), dan panas (heat) membentuk sisi-sisinya (Gambar 6.1). Hilangnya salah satu komponen akan menghilangkan kemungkinan timbulnya api.

Reaksi kimia

Bhn Bakar

Oksigen

Oksigen Bhn bakar

Sumber

Gambar 6.1 Segitiga Api

Sumber

Gambar 6.2 Gambar Piramida Api

Biasanya di setiap tempat kerja selalu terdapat bahan bakar (kayu, minyak, kertas, atau bahan-bahan lain yang dapat terbakar). dan oksigen, sehingga jalan yang paling efektif untuk mencegah timbulnya kebakaran adalah dengan menghilangkan atau mengontrol sumber panas. Untuk mencegah timbulnya kebakaran, di samping pengontrolan sumber panas, perlu juga dilakukan pembatasan jumlah bahan bakar sebatas yang diperlukan. Untuk menghindari bahaya kebakaran pada tempat-tempat penyimpanan (terutama tempat penyimpanan bahan-bahan kimia, bahan bakar cair atau gas) di samping cara penyimpannya harus betul, harus diperhatikan juga masalah ventila sinya. Dengan adanya ventilasi yang baik akan mencegah kebakaran akibat rendahnya kandungan uap bahan bakar di udara. Sejalan dengan kemajuan teknologi, telah ditemukan bahwa api terjadi karena adanya reaksi kimia, maka timbullah konsep baru yang merupakan penyempurnaan konsep segi tiga api, yang disebut “Piramida Api” (fire pyramid). Piramida api terdiri dari empat elemen, yaitu: bahan bakar, oksigen, panas dan reaksi kimia seperti yang terlihat pada Gambar 6.2.

6.3 Prinsip Pencegahan dan Pemadaman Api Berdasarkan konsep piramida api kita mempunyai empat cara untuk menanggulangi/memadamkan api (kebakaran): Pemisahan Oksigen Memisahkan oksigen dari api, dengan jalan, misalnya, menutup lobang pengisi tangki bahan bakar yang terbakar, atau menggunakan busa (foam) di mana busa akan mengisolir api dari udara. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

47

Hal ini akan menyebabkan kadar oksigen sampai dengan api mati (smoothering action), atau dengan memasukkan gas murni CO 2 (purging/inerting). Penghilangan Bahan Bakar Menghilangkan/memisahkan bahan bakar dengan api, dengan jalan menutup katup saluran bahan bakar/kimia yang menyebabkan kebakaran. Pengontrolan Sumbe r Panas Dengan jalan mendinginkan bahan yang terbakar sehingga tercapai suhu di bawah suhu bakar (ignition temperature), missalnya dengan semprotan air. Penghentian Reaksi Kimia Dengan menghentikan/mengganggu reaksi kimia yang terjadi dalam proses pembentukan api/kebakaran, dengan jalan menyemprotkan bahan kimia kering (dry chemical) atau dengan gas halon. Dengan diketahuinya konsep dasar terjadinya api/kebakaran diharapkan kita akan lebih berhati- hati dan lebih waspada lagi terhadap bahaya kebakaran; menge tahui bagaimana seharusnya agar tidak terjadi api/kebakaran dan alat-alat apa yang harus disiagakan untuk memadamkan api/kebakaran serta yang tak kalah penting adalah adanya personilpersonil yang telah siap melakukan tindakan penanggulangannya.

6.4 Penyebab Kebakaran Secara umum, faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebakaran adalah manusia, mesin/alat dan alam. 6.4.1 Faktor manusia. Faktor ini merupakan faktor yang paling dominan dari ketiga faktor penyebab kebakaran lainnya, karena manusia merupakan faktor pengendali faktor-faktor yang lain. Kebakaran akibat faktor manusia, antara lain disebabkan oleh: Kurang pengetahuan Kurangnya pengetahuan sering kali menyebabkan kebakaran. Misalnya, pekerjaan pengelasan di dekat/pada suatu kontainer yang berisi/pernah berisi cairan yang mudah terbakar tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan memerlukan cara-cara dan prosedur-prosedur tertentu yang harus diikuti/dipenuhi Kurangnya pengawasan Meskipun sudah cukup diberikan penerangan dan pengetahuan, kadangkala manusia lupa; untuk itu perlu ada pengawasan. Kesengajaan Berdasarkan hasil penyelidikan suatu kebakaran yang dilakukan oleh yang berwenang, sering dijumpai adanya faktor kesengajaan. Sedangkan faktor kesengajaan itu sendiri mempunyai berbagai motif, misalnya: karena sakit hati, penghilangan jejak kejahatan, untuk mendapatkan asuransi, atau tindakan subversi. 6.4.2 Faktor alat/mesin Alat dan mesin dapat menjadi penyebab timbulnya kebakaran jika kurang benar cara pemakaian dan penangannya. Instalasi kelistrikan Dewasa ini sebagian besar peralatan atau permesinan menggunakan listrik sebagai sumber energinya, maka potensi timbulnya api sangatlah tinggi. Kesalahan instalasi atau kesalahan operasi bisa mengakibatkan suatu kebakaran. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

48

Gesekan/friksi Gesekan antara bearing/bantalan dan poros atau tali kipas dan pulley jika kurang mendapatkan pengawasan (pendinginan) dapat menimbulkan panas. Api terbuka Yang dimaksud dengan api terbuka adalah api yang berasal dari suatu alat, misalnya: korek api, las, solder, kompor. Penyalaan spontan (spontaneous ignition) Penyalaan sendiri (spontan) merupakan hasil suatu pemanasan yang terjadi akibat reaksi kimia yang menimbulkan panas akibat terjadinya oksidasi. Misalnya sodium dan potassium akan berdekomposisi jika bercampur dengan air, mengeluarkan gas hidrogen dan dapat menyala/terbakar dengan sendirinya. Hal ini erat sekali dengan masalah penyimpanan. Penyimpanan yang salah dapat berakibat fatal, kebakaran atau peledakan. Listrik statis Masalah listrik statis ini sering juga menimbulkan kebakaran jika kurang mendapatkan perhatian. Akumulasi muatan listrik pada suatu tingkat dan kondisi tertentu akan melakukan loncatan ke kumpulan muatan tak sejenis. Lompatan muatan ini menimbulkan busur api yang jika terjadi di sekitar bahan-bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat listrik statis ini sering terjadi di pabrik-pabrik tekstil. 6.4.3 Faktor alam Meskipun manusia diberi kemampuan untuk mengelola alam akan tetapi sering terjadi musibah yang sama sekali di luar jangkauan kemampuan manusia (meskipun mungkin akibat ulah manusia), yang menimbulkan kebakaran, misalnya: petir, gempa bumi, gunung meletus.

6.5 Alarm Kebakaran Pada suatu industri atau lingkungan kerja yang baik selalu dilengkapi dengan fire alarm. Fire alarm ini, jika diaktifkan, akan memberi tanda/sirene adanya kebakaran kepada para pekerja sehingga semua pekerja mengetahui kalau terjadi kebakar an, kemudian melakukan tindakan penyelamatan diri atau penaggulangan secara bersama-sama. Pada suatu industri yang besar, di mana terdapat berbagai jenis/tingkat bahaya kebakaran, biasanya, sistem alarm tidak hanya digunakan untuk memberikan tanda ke daerah sekeliling saja, namun sekaligus dirancang untuk mengaktifkan sistem pemadam kebakaran otomatis, dan dapat juga berhubungan dengan pusat satuan pemadam kebakaran setempat. Alat untuk mengaktifkan fire alarm ini dapat berupa pull handle, break glass, atau push button, yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga mudah mengoperasikannya. Para pekerja harus tahu di mana terdapat fire alarm dan bagaimana mengoperasikannya. Sering kali terjadi kebakaran besar (yang seharusnya dapat diatasi) akibat ketidaktahuan para pekerja dalam mengaktifkan fire alarm di lingkungan kerjanya. Semakin dini kebakaran diketahui dan diatasi maka akan semakin besar pula keberhasilannya. Ada tiga hal mendasar yang harus diketahui oleh para pekerja yaitu: di mana terdapat fire alarm. bagaimana cara mengaktifkan fire alarm Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

49

kapan fire alarm perlu diaktifkan (setiap ada kebakaran, meskipun kecil)

6.6 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Semua kebakaran besar asal mulanya dari api yang kecil maka pemadaman yang paling tepat adalah saat api masih kecil (sedini mungkin). Untuk menanggulangi kebakaran dalam ukuran terbatas (kecil) ini perlu disediakan alat pemadam api ringan (portable fire extinguisher) di sekitar lingkungan kerja yang dianggap mempunyai potensi kebakaran. Banyak jenis APAR dan salah satunya ditunjukkan pada Gambar 1.36. Penyediaan alat pemadam kebakaran ini harus tetap dilakukan meskipun telah tersedia sistem pemadam kebakaran otomatis (misal: sistem sprinkler). Jenis pemadam api ringan ini harus dipilih berdasarkan bahan/alat yang akan dia mankan, karena dengan salahnya pemilihan ini bisa berakibat fatal bagi objek yang diamankan pada saat terjadi kebakaran. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memilih dan menempatkan alat pemadam kebakaran termaksud, yaitu: tempat/sumber-sumber api tempat-tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar jenis/kelas bahaya api/kebakaran yang ada. Sehubungan dengan hal yang terakhir, berikut ini akan dibahas tentang penggo longan api/kebakaran. 6.6.1

Klasifikasi kebakaran

Api/kebakaran dapat digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D (lihat Gambar 6.3). Kelas A adalah kebakaran pada bahan-bahan biasa, seperti kayu, kain, kertas, karet, dan plastik. Kelas B adalah kebakaran pada bahan cair dan gas yang dapat terbakar, oli, grease, aspal, minyak cat, gas yang mudah terbakar, dll. Kelas C adalah kebakaran pada peralatan-peralatan yang beraliran listrik, di mana diperlukan media pemadam yang bersifat nonkonduktif. Kelas D adalah kebakaran pada logam- logam yang dapat terbakar, seperti magnesium, titanium, zirconium, sodium, lithium dan potasium. Ditinjau dari kelas bahaya kebakarannya maka pemilihan alat pemadam kebakaran adalah sebagai berikut : Untuk kelas A, dipilih alat pemadam yang menggunakan media air, soda acid, foam (busa), aqueous film forming foam (AFFF), dry chemical, wetting agent, dan bromochlorodifluoromethane (Halon 1211). Untuk kelas B, dipilih alat pemadam yang menggunakan media bromotrifluoromethane (Halon 1301), Halon 1211, carbon dioxide, dry chemical, foam, dan AFFF. Untuk kelas C, dipilih alat pemadam kebakaran yang menggunakan media Halon 1301, Halon 1211, carbon dioxide, dan dry chemical. Untuk memadamkan kebakaran pada kelas D digunakan dry chemical serta teknik pemadaman yang khusus juga.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

50

Gambar 6.3 APAR tipikal

Gambar 6.4 Simbol dan klasifikasi kebakaran

Gambar 6.5 Teknik pemadaman api dengan APAR 6.6.2

Peletakan Alat Pemadam Kebakaran

Sebagaimana telah disinggung pada bagian bagian sebelumnya bahwa pemadaman/penanggulangan kebakaran harus dilakukan secara tepat dan cepat. Untuk dapat melakukan hal ini, di samping faktor kesiapan personel dan kesiapan alat (berisi penuh, siap dioperasikan), faktor letaknya pun amat penting. Apa artinya kesiapan personil dan alat kalau letaknya terlalu jauh dan tersembunyi. Dalam kea daan darurat (emergency). hal ini akan sangat menyulitkan. Untuk meletakkan alat pemadam kebakaran perlu diperhatikan hal- hal berikut: 1) Letak alat pemadam kebakaran harus mudah dicapai dan diambil untuk dipergunakan. Letaknya biasanya di sekitar tempat jalan orang. 2) Jika ditempatkan di dalam lemari, lemari tidak boleh terkunci kecuali ada alasan lain dan termasuk di dalam tindakan darurat (emergency plan). 3) Harus terlihat jelas, tidak boleh terhalang dari pandangan atau tersembunyi. Untuk ruang yang sangat luas atau pada suatu tempat tertentu di mana hal yang tersebut di Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

51

atas tidak dimungkinkan maka perlu diberi tanda atau terdapat alat pemadam kebakaran. 4) Alat pemadam kebakaran diletakkan tergantung pada suatu hanger atau di dalam lemari atau di atas roda (untuk tipe beroda). 5) Letak alat pemadam kebakaran di atas lantai harus disesuaikan dengan beratnya. - berat < 40 lb (18,14 kg) : ketinggian (ujung bagian atas) < 4 ft (1,53 m) - berat > 40 lb (18,14 kg) ; ketinggian < 3,5 ft (1,07 m) di atas lantai. Harus diperhatikan hal- hal yang dapat membahayakan alat pemadam kebakaran seperti temperatur, atau lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya karat atau kerusakan fisik lainnya. Untuk dapat menggunakan APAR perlu mempelajari cara penggunaan APAR. Prosedur dan tata cara penggunaan APAR pada umunya dicetak pada tabungnya. Antara satu APAR dan lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu, pemahaman terhadap prosedur mutlak harus dilakukan sebelum mema kainya. Secara prinsip prosedur pemadaman api/kebakaran dengan menggunakan APAR ditunjukkan pada Gambar 6.5.

6.7 Detektor Kebakaran Otomatis Detektor kebakaran otomatis (Automatic fire detector (AFD)) merupakan mata rantai dari suatu sistem proteksi kebakaran otomatis, di mana detektor ini bekerja/berfungsi mendeteksi dan memberi tahu adanya api/kebakaran. Untuk dapat bekerja dengan baik dan sebagaimana mestinya, AFD ini harus dipasang dengan benar di tempat yang akan diproteksi. Ada banyak jenis detektor yang digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Jenis-jenis detektor yang umum digunakan dimuat berikut ini.  Detektor panas (Heat Detector) Suhu tetap Detektor ini akan bekerja dan memberikan informasi bila suhu di sekitarnya mencapai suatu suhu tertentu sesuai dengan peruntukannya. Laju kenaikan suhu Detektor ini bekerja mendeteksi adanya suatu kenaikan suhu yang cepat/tidak normal melebihi nilai kecepatan yang menjadi nilai presetnya.

Gambar 6.6 Detektor panas fusible alloy pada ruang pembakaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

52

Gambar 6.7 dan 6.8 adalah contoh detektor suhu otomatis dengan sistem yang berbeda. Detektor pada Gambar 6.6 menggunakan logam campuran sebagai detektornya. Detektor ini sesuai suhu tinggi dan biasanya dipasang pada ruang-ruang pembakaran boiler. Sedangkan detektor pada Gambar 6.7 menggunakan thermistor sebagai alat deteksinya.

Gambar 6.6 Detektor panas dan diagram skematiknya

Gambar 6.7 Detektor asap menggunakan radio aktif

 Detektor Asap (Smoke Detector) Smoke detector akan mendeteksi asap atau partikel lain yang merupakan output dari suatu kebakaran. Ada beberapa jenis detector ini, di antaranya adalah yang menggunakan radioaktif (Gambar 6.7) dan fotoelektrik (Gambar 6.8).

Gambar 6.8 Detektor asap menggunakan fotoelektrik

Gambar 6.9 Detektor nyala api

 Detektor Nyala Api (Flame Detector) Detektor jenis ini mendeteksi adanya energi panas, baik yang terlihat mata dalam bentuk nyala api (4000-7700 Angstrom); atau yang di luar jangkauan penglihatan mata manusia (type flame flicker, Infra-red/di atas 7700 Angstrom, ultra violet/dibawah 4000 Angstrom). Contoh detector ini ditunjukkan pada Gambar 6.9.  Detektor Gas Api (Fire Gas Detector) Mendeteksi adanya gas–gas yang timbul sebagai akibat atau output dari suatu api/kebakaran. Melalui fire protection control panel, informasi atau signal dari automatic fire detector tersebut akan mengaktifkan fire alarm, dan atau dapat langsung digunakan untuk mengaktifkan sistem pemadam kebakaran otomatis (bila ada). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

53

6.8 Pemadam Kebakaran Otomatis Pemadam kebakaran otomatis adalah peralatan pemadam kebakaran yang terpasang permanen untuk melindungi peralatan, bangunan dari bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis.

Gambar 6.10 Sistem hidrant untuk pemadam kebakaran otomatis

Gambar 6.11 Sistem pemadam api otomatis media gas Terdapat berbagai sistem dan media pemadam, yang pemilihannya disesuaikan dengan sifat-sifat api/kebakaran dan situasi setempat lainnya (material, besar kecilnya bahaya api, kecepatan pemadaman, dan sebagainya). Jenis-jenis media yang digunakan antara lain adalah: air, foam, halon, CO 2 , kimia kering. Gambar 6.10 dan 6.11 menunjukkan sistem pemadam kebakaran otomatis dengan media air dan gas.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

54

BAB 7 KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA Bahaya penyakit akibat kerja bisa dikendalikan melalui penerapan perencanaan dan metoda enjinering (rekayasa). Tiga kelompok orang terlatih diperlukan untuk mendapatkan efisiensi pengendalian yang baik, masing- masing kelompok harus mampu menjalankan fungsi masing- masing dan bekerja sama antar ketiganya dengan baik. Peranan dari ketiga kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Ahli Teknik Keselamatan Kerja: Ahli Teknik Keselamatan Kerja harus mempunyai pengetahuan umum tentang bahanbahan yang berbahaya, pengaruhnya terhadap tubuh manusia dan metoda pengendalian bahaya yang dikandung oleh bahan-bahan tersebut sehingga terjaga dalam batas-batas yang diperbolehkan. Ahli Hygien industri: Ahli hygien memperhatikan bahaya-bahaya yang ada dilaingkungan kerja dan melakukan pengendaliannya berdasarkan hasil penyelidikan dan analisis yang tepat. Dokter: Dokter memperhatikan kesehatan pekerja melalui medikal, diagnostik, dan pengendalian bahaya, serta bertanggungjawab dalam penyusunan dan penjagaan prose dur terkait dengan pendeteksian kerusakan dan perlakuan (perawatan) yang diperlukan. Prosedur standar menyatakan bahwa luka akibat kerja adalah setiap luka termasuk penyakit kerja dan disabilitas akibat kerja lainnya yang timbul baik di luar maupun di dalam pekerjaan. Penyakit kerja merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat, yang biasanya merupakan suatu hal yang aneh dalam suatu proses atau pekerjaan di mana karyawan ada di dalamnya. Biasanya penyakit kerja menyebar di seluruh proses manufakturing dan pertambangan (mining). Pemakaian bahan-bahan kimia akan menimbulkan bahaya dalam setiap pekerjaan. Bahan kimia dan proses yang baru membawa bahaya yang baru pula. Data dari industri terbesar Amerika Serikat menunjukkan bahwa kompensasi yang harus dibayarkan untuk penyakit akibat kerja ini mencapai 1-3 % dari total kompensasi akibat kecelakaan kerja industri, dan proporsi ini saat ini menurun. Beberapa negara bagian menyatakan bahwa kompensasi penyakit akibat kerja ini di bawah 1 % dari biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Kondisi pada saat ini sudah jauh lebih baik, karena tersedianya para profesional di industri- industri maju yang khusus menangani masalah ini.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

55

7.1 Klasifikasi Bahaya terhadap Kesehatan  Kimia Racun dan korosi adalah dua macam bahaya yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia ini bisa berbentuk gas, uap, cairan, benda padat atau debu atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut.  Biologi Bahaya-bahaya biologi adalah bahaya-bahaya seperti anthrax, parasit seperti trichinosis, penyakit seperti pnemonia, tuberculosis, tulsremia, dan lain- lain.  Kondisi lingkungan Bahaya-bahaya ini merupakan akibat dari kondisi lingkungan kerja seperti kebisingan (noise), radiasi energi, getaran (vibrasi), suhu atau perubahan suhu yang ekstrim. 7.2 Cara penyerangan ke tubuh  Pernafasan Mayoritas keracunan akibat dari penghirupan udara yang terkontaminasi dengan bahan-bahan beracun. Seperti: - Gas: bahan yang pada suhu biasa dan pada tekanan atmosfir saja se bagai gas seperti karbon monooxide, hydrogen sulfide dan illuminating gas. - Uap: bentuk gas yang ada pada suhu biasa dan tekanan atmosfir sebagai gas dan cairan atau padat seperti bensol, alkohol, dan air. - Kabut: titik-titik air yang sangat halus yang ada di udara sebagai hasil kondensasi dari bentuk gas atau dari semprotan cairan (air, cat). - Debu: partikel-partikel padat kecil dan cukup halus yang bercampur dengan udara terhirup dan mengendap di dalam paru-paru. Debu korosif mengakibatkan penyakit saluran pernafasan. Jenis-jenis debu yang membahayakan kesehatan kita antara lain: debu penyebab iritasi kulit (soda kaustik, potash, dll), debu beracun (lead, arsenic, mercury, cadmium, phosporus, dan bahan kimia campuran lainnya), debu fibro sis (penyebab awal TBC, silika bebas, asbestos), debu murni (tidak berbahaya), debu penyebab alergi (terhadap orang tertentu, debu katun, kulit, rambut, wool dan debu ger gajian kayu), uap dan asap (amonium chlorid)  Kulit Penyerapan melalui kulit langsung menyerang tubuh. - Keracuan fatal: hanya beberapa bahan yang mudah terserap melalui kulit (tetraethyl lead, hydrocyanic). - Bahan korosif: ini menyerang langsung ke kulit contoh asam kuat (sulfuric, nitric, hydrofluoric, dll), alkalis (caustic soda, caustic potash, lime), chlorin, bromine, phenol, dll. - Solvent: tidak menyerang kulit langsung namun mengurangi resistansi yang bisa rentan terhadap serangan bakteri semacam derma tosis (gasolin, kerosin, alkohol).  Mulut Tertelan melalui mulut. Bahan-bahan beracun di lingkungan biasa yang bercampur dengan makanan, rokok, minuman, dan lain- lain.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

56

7.3 Kondisi lingkungan yang berbahaya Ada sejumlah kondisi lingkungan yang bisa membahayakan kesehatan manusia. Kondisi lingkungan ini bisa merupakan dampak dari proses produksi ataupun akibat pemakaian peralatan-peralatan dalam proses tersebut. Getaran yang terus menerus Getaran yang terus menerus menginduksi adanya kelelahan dan kegugupan, dan dapat mengakibatkan jari kehilangan rasa juga peradangan. Contohnya: penggunaan beberapa mesin secara terus- menerus, misalnya pada air hammer, gerinda berkecepatan tinggi, mesin jahit, dll. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan. Dalam konteks ini, suara yang tidak diinginkan misalnya intensitas, durasi atau intermitansi yang merusak pendengaran dan berbahaya bagi pendengaran. Pada beberapa kota modern dan beberapa pekerjaan memiliki level suara yang berbahaya bagi orang yang sering terekspos terhadap suara tersebut. Terlalu banyak variabel dalam menentukan sejauh mana batas dan efek dari kebisingan ini. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang dibolehkan adalah sekitar 80-85 desibel (American Standards Association). Pencahayaan Pencahayaan, kontras, cahaya yang menyilaukan serta lampu yang berkedip dapat mengakibatkan rusaknya mata dan mempengaruhi sistem syaraf. Energi Radiasi - Sinar Infrared Sinar yang menghasilkan panas yang berlebih dapat mengakibatkan stroke jantung, iritasi kulit, dan katarak. Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan belum ditetapkan. - Sinar Gamma Dihasilkan dari zat- zat radioaktif, dan juga sinar X. Ekspos yang berlebihan terhadap sinar gamma akan mengakibatkan reduksi terhadap vitalitas, kelesuan, sakit kepala, anemia serta leukemia. Ekspos yang ekstrim terhadap bagian tubuh dapat mengakibatkan pembakaran radium. Perlakuan kontrol terhadap sinar Gamma: a) Simpan, dan pakai zat dengan jumlah seminimal mungkin b) Pekerja harus dikondisikan dengan jarak yang sangat jauh dari sinar gamma c) Gunakan penghalang yang protektif d) Minimumkan waktu ekspos terhadap sinar gamma serendah mungkin. - Sinar Ultraviolet Sinar UV dapat mengakibatkan rasa terbakar pada kulit yang terdedah pada sinar. Sinar ini juga dapat merusak mata, yaitu conjunctivitis, iritis, dan corneal ulcers. Sumber utama adalah dari percikan bunga api pada mesin pengelas elektronik. Alat proteksinya adalah baju dengan desain khusus, helm, sarung tangan serta tabir (tameng).  Radiasi Microwave Radiasi microwave dihasilkan dari arus dengan frekuensi tinggi pada peralatan elektronik, seperti radar, dapat membakar baja dan flashbulb. Frekuensi lebih tinggi dari 300 µc (micro cycle) dapat membahayakan manusia. Umumnya, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

57

jangan berada terlalu dekat dengan sinar radar, baik kecil maupun besar. Jangan melihat langsung pada antena radar, terutama pada jarak yang dekat.  Temperatur dan kelembapan Temperatur dan kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme kontrol temperatur tubuh, meskipun tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan dengan jangkauan luas. - Zona Nyaman Kelembapan relatif adalah elemen penting dalam memelihara kenyamanan. Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat evaporasi dari perspirasi yang menjaga suhu tubuh tetap normal. Jika suhu tubuh mengalami kenaikan yang terlalu tinggi, dapat mengakibatkan kelemahan. - Kekejangan akibat panas Perspirasi berlebihan dapat mengakibatkan penggunaan garam-garaman yang berlebih dari tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan kekejangan. Jumlah garamgaraman yang dikonsumsi oleh pekerja harus di bawah kontrol dokter.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

58

BAB 8 ALAT PENGAMAN DIRI 8.1 Pendahuluan Peralatan keselamatan diri (Personal Protective Equipment (PPE)) merupakan lapis terakhir dan sangat tipis dari upaya keselamatan bagi manusia. Antisipasi bagi keselamatan manusia dimulai dengan cara penghilangan potensi bahaya kemudian bila bahaya tidak bisa dihilangkan maka harus diganti dengan tingkat bahaya yang lebih rendah atau diberi pelindung bahaya. Bila sampai pelindung bahaya pada mesin/ peralatan sudah diterapkan namun bahaya masih ada maka tidak ada pilihan lain kecuali menghadapi bahaya itu. Untuk meminimalkan dampak bahaya yang ada adalah melalui pelapisan akhir, yaitu melalui peralatan keselamatan diri. Jadi, peralatan keselamatan diri ini diperuntukkan bagi para pekerja untuk melindungi diri dari bahaya-bahaya yang mungkin menimpa diri sewaktu menjalankan tugas. 8.2 Klasifikasi Alat Keselamatan Diri Banyak jenis alat keselamatan diri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Untuk pe kerjaan-pekerjaan umum, jenis-jenis alat keselamatan diri yang perlu diketahui dike lompokkan sebagai berikut: 1) Alat pelindung batok kepala 2) Alat pelindung muka dan mata 3) Alat pelindung badan 4) Alat pelindung anggota badan (tangan dan kaki) 5) Alat pelindung pernafasan 6) Alat pencegah jatuh 7) Alat pelindung pendengaran Berikut ini adalah jenis-jenis alat keselamatan diri sesuai dengan pengelompokan dan penggunaannya. Tabel 1.3 Jenis-jenis alat keselamatan diri dan Penggunaannya No. 1.

2.

Alat keselamatan Alat pelindung batok kepala  Topi keselamatan

Penggunaannya

 Topi keselamatan listrik

Pelindung kepala dari sengatan listrik. Topi ini mempunyai kemampuan isolasi yang tinggi

 Topi penyemprot pasir Alat pelindung mu ka dan mata  Kap las tangan/dipegang dengan tangan

Pekerjaan menyemprot pasir

 Kap las kepa la dengan topi keselamatan

Pelindung muka, mata, dan batok kepala waktu mengelas listrik (dimungkinkan ada bahaya benda jatuh)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Pelindung batok kepala dari tertumbuk dan dari bendabenda jatuh (tahan benturan)

Pelindung muka dan mata pada waktu mengelas listrik

59

 Pelindung muka

Mengasah, membuat, menetak, bekerja dengan bahanbahan kimia.

 Pelindung mata

Mengasah, menetak, bekerja dengan bahan-bahan kimia lemah Bekerja di daerah berdebu

 Kacamata karet

3.

4.

5.

 Kacamata keselamatan

Melakukan pengecatan, membelah dan me netak beton, dll.

 Pelindung mata kedok (dapat dibuka) Alat pelindung badan  Pelapis dada dari ku lit

Melakukan pengecatan, membelah dan menetak beton, dll. bagi yang menggunakan kacamata Mengelas karbit dan listrik, menempa, menuang dan kerja panas lainnya

 Pelapis dada dari karet Alat pelindung tangan-kaki  Sarung tangan asbes

Bekerja dengan bahan-bahan kimia

 Sarung tangan kain

Kerja kotor yang ringan sekali, mematri, mengecat, dsb.

 Sarung tangan untuk kerja ringan

Pekerjaan konstruksi dan pengangkutan yang ringan

 Sarung tangan untuk kerja berat  Sarung tangan las

Pekerjaan konstruksi, pengangkutan yang berat, buka tutup kerangan uap panas, tukang api Mengelas listrik dan karb it

 Sarung tangan karet

Bekerja dengan bahan-bahan kimia

 Sepatu karet panjang hitam

Bekerja dengan bahan kimia (asam garam, soda asam, belerang, dsb; minyak kasar (bensin, minyak, dan gas); kerja tanah dan kerja kotor lainnya

 Sepatu keselamatan

Pelindung jari-jari kaki dari tertu mbuk dan tertimpa benda jatuh yang berat.

 Sepatu karet panjang putih

Membersihkan tangki-tangki bensin

 Sepatu karet panjang hitam sampai ke paha

Untuk pekerjaan tanah

 Pelindung kaki dari ku lit

Pekerjaan mengelas listrik, karb it, menempa dan pekerjaan tuang menuang.

Alat pelindung pernafasan  Topeng gas hitam

Kerja panas, tuang-menuang, membengkokkan pipa, tukang api, buka tutup kerangan uap yang panas, dsb.

Dipakai dengan canister-canister di udara luar, d ilarang dipakai dalam tangki. (tipe SH untuk CO2, CC untuk organik, GG untuk chloor, A untuk ammoniak, D untuk CO.

 Topeng gas putih

Dipakai di udara luar dengan canister CC, t idak boleh dalam tangki.

 Topeng udara segar

Membersihkan tangki-tangki yang belum bebas dari gas, pekerjaan pertolongan yang selalu siap dengan udara bersih.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

60

 Topeng penahan debu 6.

Alat pencegah jatuh  Sabuk/tali keselamatan  Jaring keselamatan

7.

Alat pelindung pendengaran  Ear plug (sumbat telinga yang terbuat dari karet )  Ear muff (tutup telinga)

Bekerja dengan debu, belerang, semen, dll.

Pekerjaan yang tinggi di atas 2,5 meter termasuk di atas bergas yang baik Dipakai pada pekerjaan-pekerjaan di atas me sin yang sedang berputar atau di tempat-tempat yang tidak memung kinkan menggunakan sabuk keselamatan Dipakai untuk mengurangi suara yang masuk ke telinga (tempat pengujian mesin) Dipakai untuk mengurangi suara yang bernada tinggi atau keras.

Alat-alat keselamatan diri seperti tidak akan efektif apabila tidak digunakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, wawasan karyawan tentang keselamatan ini sangatlah penting di samping pengawasan yang harus intensif pula.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

61

BAB 9 HOUSE KEEPING

9.1 Pendahuluan Pengertian House Keeping House keeping adalah pemeliharaan kerumahtanggaan yang ada dalam suatu perusahaan/tempat kerja. House keeping menyangkut kerapian, kebersihan, dan keindahan suatu tempat kerja. Dengan terpeliharanya house keeping yang baik akan meningkatkan kegairahan kerja para karyawan yang sekaligus akan mening katkan produktivitas kerjanya.  Keterkaitan house keeping dengan keselamatan kerja Lingkungan kerja yang bersih, rapi dan indah akan membuat nyaman para kar yawan yang menjalankan aktivitas kerjanya. Kondisi yang nyaman ini akan mencip takan gairah dan moral kerja para penghuninya. Kondisi nyaman ini tercipta berkat tidak adanya kekuatiran yang berlebihan tentang keselamatan seseorang. Oleh karena itu, house keeping yang baik secara langsung merupakan kegiatan pencegahan kecelakaan dengan cara menghilangkan potensi-potensi bahaya yang ada di suatu tempat kerja. Kondisi ini yang harus diupayakan oleh setiap penanggungjawab dan anggota dari suatu unit kerja agar kenyamanan dan kegairahan kerja dapat tercipta sehingga tingkat produktivitasnya tinggi. 9.2 Prinsip-prinsip House Keeping House keeping merupakan pemeliharaan suatu tempat kerja agar bersih, rapi, indah dan merupakan bagian dari usaha pencegahan kecelakaan dan kebakaran. Oleh karena itu, wawasan tentang house keeping harus dimiliki oleh setiap warga di dalam suatu tempat kerja. Penguasaan wawasan masih belum cukup bila tanpa diikuti penerapannya dalam kehidupan sehari- hari. Setiap karyawan perlu membiasakan diri dengan prilaku yang baik ini. Pentingnya housekeeping yang baik pada suatu perusahaan telah menjadi faktor utama dalam operasi yang efisien, perkembangan moral dan hubungan masyarakat yang baik. 9.2.1 Kebersihan Setiap perusahaan harus memiliki program housekeeping yang terencana dengan baik. Hal ini dapat diinisiasi dengan kampanye kebersihan, dan adanya tindak lanjut harian agar penyebab dan akibat dari kondisi yang tidak bersih dihilangkan. Sistem dari pembersihan harian, inspeksi regular dan supervisi langsung harus dila kukan dan berdasarkan pada: a. Bangunan dan Halaman Lantai, tanah, dinding atap, jendela, tangga, landaian, jalan yang dilalui, gang, cahaya dan reflektor. b. Mesin, peralatan dan perkakas Truk, truk pengangkat, elevator, konveyor, perkakas tangan. c. Pembuangan limbah, dan lain- lain. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

62

-

Membuang limbah buangan dengan kontainer yang tepat dan terpisah. Menyediakan kontainer sampah pada lokasi strategis Menyediakan kontainer logam tertutup bagi material yang mudah terbakar. Menyediakan waktu dan interval regular bagi pengumpulan sampah dan limbah.

9.2.2 Penataan yang rapi Pengaturan yang rapi untuk menghasilkan efisiensi dan keamanan yang tinggi merupakan keharusan bagi perusahaan yang ingin sukses dalam ekonomi saat ini. Hal ini dimulai dari perencanaan, tetapi operasi dari hari ke hari membutuhkan supervisor yang waspada, termasuk waspada terhadap adanya potensial “bottle neck”, yang dipengaruhi oleh mesin- mesin yang rusak, serta perubahan yang perlu dilakukan saat produk baru mulai diproduksi. Proses dan operasi Tata letak yang original merupakan tanggung jawab manajemen. Sedangkan pengaturan dari bahan baku, produk akhir dan limbah buangan adalah tanggung jawab mandor. Situasi yang ideal adalah kondisi yang rendah hambatannya, penundaan rendah dan rendahnya tindakan yang tidak perlu. Penyimpanan produk dan barang suplai Ruang yang cukup bagi material, peralatan portabel, perkakas dan produk sangat dibutuhkan. Penentuan lokasi yang sesuai bagi penyimpanan item ini (sebagai “tem pat istirahat” saat kondisi normal dan darurat) harus dilakukan tanpa mengganggu proses dalam kondisi normal. Gang atau jalan orang Ruang bagi gang harus tersedia bagi pergerakan dari personel, produk dan material, serta keperluan pergerakan dalam keadaan darurat. Ruang ini harus tetap tersedia, dan tidak digunakan sebagai penyimpanan darurat, “bottle neck” atau “over flow”. Penumpukan barang harus dilakukan di dalam area penyimpanan yang telah ditentukan untuk penyimpanan dan ditandai. House keeping yang baik ditandai dengan tiadanya/rendahnya kecelakaan, produksi lebih baik (efisiensi meningkat), dan karyawan tidak sering keluar masuk (karena ketidaknyamanan). Sebaliknya house keeping yang jelek akan menurunkan kualitas kerja, moral karyawan menjadi rendah dan potensi bahaya kebakaran akan meningkat akibat dari banyaknya kecelakaan dan ketidaknyamanan lingkungan. 9.3 Indikator-indikator House Keeping yang Jelek Banyak orang terantuk barang-barang/ benda yang berserakan di atas lantai dan si tengah tempat jalan orang, tergelincir akibat minyak, air, grease, atau cairan lainnya yang berceceran di atas lantai, berjalan di atas bahan-bahan atau peralatan yang berserakan, benda-benda yang tidak terikat kuat di atas tempat kerja, dan lain- lain akan meningkatkan potensi bahaya kecelakaan. Ini semua menunjuk kan rendahnya housekeeping. Indikator-indikator rendahnya housekeeping antara lain adalah:  Obyek-obyek atau bahan-bahan berserakan di atas lantai.  Peralatan tidak pada tempatnya  Kebiasaan menyimpan yang lemah. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

63

 Sistem pembuangan sampah yang lemah.  Dinding, jendela, langit- langit, penerangan yang kotor. 9.4 Pelaksanaan House Keeping Berikut ini adalah contoh-contoh pelaksanaan house keeping. 1) Sampah dan bahan-bahan yang tidak terpakai tidak hanya akan mengganggu keindahan lingkungan, namun bisa membahayakan baik bagi kesehatan maupun keselamatan kerja. Sampah-sampah dapat menjadi sarang bakteri, dan bila terkumpul banyak akan merupakan bahaya kebakaran. Oleh karena itu, bila Anda menjumpai sampah atau bahan-bahan yang tidak terpakai berserakan segeralah membuangnya ke tong-tong sampah yang telah disediakan. Namun jangan sekalikali membakar sampah di dalam tong-tong sampah di tempat kerja, melainkan harus dikumpulkan pada tempat pembuangan sampah yang sudah ditentukan. 2) Setelah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kembalikanlah semua ba han yang berlebihan atau limbahnya seperti potongan-potongan besi, skrap, potongan pipa, baut-baut, dan sebagainya ke tempat penyimpanannya. Begitu juga dengan perkakas yang telah dipakai, kembalikan ke tempatnya atau ke gudang perkakas setelah dibersihkan seperlunya. Bila hal ini tidak dilakukan, potongan-potongan besi, perkakas, dan lain sebagainya bisa menyebabkan kita tergelincir, atau celaka. 3) Cairan-cairan yang tumpah bisa mengakibatkan lantai licin dan membuat orang tergelincir. Apalagi kalau cairan-cairan dari minyak tidak hanya menyebabkan tergelincir namun juga kebakaran. Oleh karena itu, segera bersihkanlah tumpahan cairan dan kain-kain yang bercampur minyak ditaruh ke dalam tong-tong sampah yang terbuat dari besi. 4) Kabel-kabel listrik, selang air, selang udara, dan tali-tali yang digunakan hendaklah diatur sedemikian rupa sehingga tidak semrawut dan malang melintang di jalanjalan dan gang- gang yang sering dilalui oleh karyawan untuk menghindari kecelakaan. 5) Bila ada paku-paku yang menonjol di atas balok ataupun lainnya di tempat kerja anda hendaknya dicabut, kalau tidak dibengkokkan. 6) Penyusunan alat-alat dan bahan-bahan kerja di atas tempat kerja harus rapi, teratur dan aman agar tidak membahayakan orang-orang yang bekerja di bawahnya. 7) Penumpukan pipa-pipa, balok-balok kayu, dan lain- lain hendaknya mengikuti aturan-aturan, seperti ketinggian, pengikatan, atau cara penyusunannya mengikuti batasan-batasan tertentu. 8) Semua lobang baik kecil maupun besar yang ada di jalan tempat kerja harus segera ditutup. Jika belum bisa ditutup harus diberi pagar untuk mencegah terperosoknya orang-orang yang menggunakan jalan itu. 9) Parit-parit dan oil catcher harus terpelihara dengan baik, usahakan agar pengalirannya lancar. Oleh karena itu, parit harus bersih dari sampah dan lumpur. 10) Kamar ganti pakaian harus dijaga agar tetap bersih. Pakaian kotor, sisa-sisa makanan dan botol-botol minuman jangan sampai menumpuk. 11) WC/toilet, tempat cuci tangan dan pancuran-pancuran air minum harus dijaga agar tetap bersih dan memenuhi syarat-syarat kesehatan Bila anda menemukan masalah dan tidak bisa menangani, laporkan kepada atasan anda.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

64

BAB 10 PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

10.1 Tujuan P3K Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) merupakan pertolongan pertama yang harus diberikan kepada seseorang yang menderita kecelakaan di tempat ker ja. Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada si korban sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya. Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan ini adalah: menyelamatkan nyawa korban, meringankan penderitaan korban, mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah, mempertahankan daya tahan korban, mencarikan pertolongan lebih lanjut. 10.2 Kondisi-kondisi Fisiologi Manusia Untuk mengetahui kondisi korban yang mengalami kecelakaan perlu me ngetahui kondisi-kondisi normal dari fisiologi manusia. Kondisi fisiologi normal manusia di antaranya adalah: pernafasan (normal 18/menit) denyut nadi (normal 80/menit, sifat kuat) tekanan darah ( normal 120/80 mmHg, pada umur muda tidak terlalu gemuk) kesadaran turgor (elastisitas kulit) reflek/keadaan pupil mata 10.3 Peralatan dan obat P3K Peralatan-peralatan yang harus tersedia dalam rangka P3K harus disesuaikan Peraturan khusus A.A yaitu adanya peti P3K (tromol pembalut) dari bentuk I, bentuk II, dan bentuk III. Pada umumnya peralatan P3K yang penting terdiri dari: 1) Buku petunjuk P3K 2) Pembalut segitiga (Mitella) 3) Pembalut biasa: ukuran 2 cm, 5 cm, 10 cm 4) Kasa steril 5) Kapas putih 6) Snelverband 7) Plester 8) Plester cepat (tensoplast, handiplast, dsb.) 9) Sofratulle 10) Bidal ukuran betis dan paha 11) Gunting perban 12) Pinset 13) Kertas pembersih (cleaning tissue) 14) Sabun 15) Lampu senter Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

65

16) Pisau lipat 17) Pipet Persediaan obat-obatan yang penting pada umumnya adalah: 1) Obat pelawan rasa sakit (asetosal, antalgin, dsb.) 2) Obat pelawan mulas-mulas dan sakit perut (papaverin, SG, dsb.) 3) Obat pelawan pedih di perut (promaag, dsb.) 4) Norit 5) Obat anti alergi (antihistaminika) 6) Amonia cair 25% (untuk membangunkan orang yang pingsan) 7) Mercuchroom 8) Obat tetes mata 9) Salep mata antibiotik 10) Salep boor 11) Salep antihistaminika 12) Obat gosok atau balsem 13) Larutan Rivanol 1/1000 14) Salep sulfa, 15) Antiseptika (betadine, phisohex, dsb.) 16) Tablet garam (garam dapur) 17) Ephedrine (untuk sesak nafas) 18) Oralit 10.4 Pokok-pokok yang penting dalam P3K Tindakan-tindakan yang penting ketika melakukan pertolongan pertama adalah: 1) tidak boleh panik, 2) memperhatikan nafas korban, bila pernafasan berhenti segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut-ke mulut) 3) menghentikan pendarahan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan dan dengan menggunakan sapu tangan atau kain bersih 4) memperhatikan tanda-tanda shock sistem peredaran darah tubuh terganggu yaitu tanda-tanda berupa: a. kesadaran penderita menurun b. nadi berdenyut cepat (lebih dari 140 kali/menit) c. merasa mual/muntah d. kulit dingin dan muka pucat e. nafas dangkal, kadang-kadang tidak teratur f. pupil mata melebar 5) jangan memindahkan korban secara terburu-buru namun harus diatasi dulu keadaan yang membahayakan korban seperti: a. pendarahan b. patah tulang c. nafas hilang d. jantung berhenti dan sebagainya 10.5 Kasus-kasus P3K 1) Pendarahan Pendarahan pada umumnya (pembuluh vena): - Usahakan luka tampak jelas. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

66

- Bersihkan luka dan kulit sekitarnya dari benda-benda yang melekat. - Dengan kain yang bersih (perban, saputangan, dan lain- lain) tempat pendarahan ditutup dan ditekan kuat-kuat dengan tangan, kemudian diikat/dibalut dengan alat pengikat (kain perban, dasi, baju, ikat pinggang, dan lain- lain). Pendarahan yang bersifat deras atau berlebihan dari pembuluh vena dan arteri: - darah keluar menyembur, warna merah segar. - dengan penekanan langsung belum bisa mengatasi perubahan. Usaha tambahan yang dilakukan: - tekanan lokal dengan setumpuk kain kasa steril dipertahankan terus, sampai pertolongan yang lebih baik diberikan. - penekanan dengan torniket (balutan yang menjepit sehingga aliran darah di bawahnya berhenti sama sekali). - digunakan hanya pada pendarahan yang hebat dan tangan/ kaki hancur. - Torniket harus dikendorkan setiap 15 menit. 2) Cedera kecelakaan Luka lecet: bersihkan luka. berikan antiseptik, mercuchrome atau bubuk sulfa steril. tutup luka dengan kasa steril (perban bersih) kemudian dibalut/diplester Luka memar (pukulan benda tumpul, mengakibatkan kerusakan pada jaringan di bawah kulit): - kompres dingin (es/rendam air dingin), - sesudah 24 jam, ganti kompres air panas, - Pembengkakan bisa dihilangkan dengan salep lasonil. Luka iris: - sifat luka: pendek dan dangkal. - tutup dengan plester berobat (tensoplast, dsb) setelah luka dibersihkan - atau diberi antiseptik lalu ditutup dengan kain perban Luka robek (koyak) - bersihkan luka - lakukan desinfeksi - tutup dan balut luka dengan kasa steril (perban), dapat ditutup dengan sofratulle. - kirim ke rumah sakit karena biasanya memerlukan jahitan - kadang-kadang diperlukan antibiotika dan antitetanus. Luka tusuk: - luka tusuk biasanya cukup dalam, peka terhadap infeksi kuman dan tetanus. - bisa mengenai alat-alat tertentu di bagian badan - bersihkan luka, hentikan pendarahan, didesinfeksi, siram dengan larutan hidrogen peroksida (menghentikan kegiatan hidrogen kuman tetanus), tutup luka, dibalut, lalu kirim ke rumah sakit. - Luka tusuk yang dalam memerlukan pengawasan dokter. Luka bakar a) Luka bakar yang ringan - bersihkan luka, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

67

- rendam dalam es atau air dingin, - keringkan, lepuh-lepuh jangan diganggu, - berikan boorzalf 5% atau sofratulle, tutup dengan kain pembalut b) Luka bakar yang luas - tutup bagian-bagian yang terbakar dengan lembaran- lembaran sofratulle, - berikan obat penahan rasa sakit - beri air minum sebanyak mungkin, - kirim ke rumah sakit. 3) Luka akibat zat-zat kimia: - basa keras, lebih merusak daripada asam keras, - segera membasuh dan mengguyur luka dengan air yang mengalir secukupnya, - rendam dalam air sekurang-kurangnya 20 menit, - tutup luka dengan lembaran sofratulle atau didesinfeksi dengan betadine 10 %, - tutup dan balut luka - penetral zat asam keras: larutan NaOH 1-15% - penetral zat basa: asam cukup cuka 3%.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

68

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF