Buku Evaluasi Pendidikan
February 1, 2017 | Author: Heri Cahyono | Category: N/A
Short Description
Download Buku Evaluasi Pendidikan...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan 1. Pengukuran Pengukuran
dapat
diartikan
dengan
kegiatan
untuk
mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996:3). Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka
sesungguhnya
yang
sedang
dilakukan
adalah
mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995:21) adalah proses pengumpulan
data
melalui
pengamatan
empiris.
Proses
pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka,
mendengarkan
apa
yang
mereka
katakan
serta
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa. Menurut Mardapi (2004:14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia
1
seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur. Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes.
Jika
tes
dapat
memberikan
informasi
tentang
karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.
2. Penilaian Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam
sistem
pendidikan
saat
ini.
Peningkatan
kualitas
pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak
bias.
Sistem
penilaian
yang
baik
akan
mampu
memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik
akan
mampu
memberikan
motivasi
untuk
selalu
meningkatkan kemampuannya. Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999:8)
2
penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil
pengukuran.
Menurut
Cangelosi
(1995:21)
penilaian
adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya
setelah
melaksanakan
pengukuran
adalah
penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai. Menurut Djemari Mardapi (2004:18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda. Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan
memberikan
gambaran
dimana
posisinya
jika
dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun
acuan
kriteria
dipergunakan
untuk
menentukan
kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan
3
acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
3. Evaluasi Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya
dengan
proses
belajar
mengajar
tidak
dapat
dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan. Evaluasi Menurut Suharsimi (2004:1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya
informasi
tersebut
digunakan
untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund (1990:5) merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi (2004:19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan
evaluasi
haruslah
dilakukan
secara
berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi
disetiap
akhir
program
tersebut,
(2)
dalam
pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat
untuk
Asumsi-asumsi
4
menunjang
keputusan
ataupun
prasangka.
yang
akan
bukan
diambil.
merupakan
landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran. Menurut Suharsimi (2007:3) mendefinisikan; Mengukur adalah
membanding-kan
sesuatu
dengan
satu
ukuran.
Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Evaluasi
adalah
meliputi
kedua
langkah
di
atas,
yakni
mengukur dan menilai. Dalam
pembelajaran
yang
terjadi
di
sekolah
atau
khususnya di kelas, guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Dengan demikian, guru patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. 4. Tujuan dan Fungsi Penilaian Fungsi penilaian pendidikan antara lain : a. Penilaian berfungsi sebagai selektif, dengan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. b. Penilaian berfungsi sebagai diagnostik, dengan penilaian sebenarnya
guru
mengadakan
diagnosis
kepada
siswa
tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.
5
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan, dengan penilaian guru dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan. d. Penilain berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, dengan penilaian
guru
dapat
mengatahui
sajauh
mana
suatu
program berhasil diterapkan. B. Subjek dan Sasaran Evaluasi 1. Subjek Evaluasi Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi atau pelaksana evaluasi, yaitu dalam hal ini adalah guru. Ada pandangan lain yang disebut dengan subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang yang dievaluasi. Dalam hal ini yang dipandang sebagai objek misalnya : prestasi belajar, kemampuan memori, gaya belajar dan lain sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya. 2. Sasaran Evaluasi Sasaran evaluasi meliputi unsur-unsur : input, transformasi dan output. a. Input Meliputi aspek : - Kemampuan,
alat
ukur
yang
digunakan
adalah
tes
kemampuan (attitude test). - Kepribadian, alat ukur yang digunakan
adalah tes
kepribadian (personality test). - Sikap-sikap, alat ukur yang digunakan adalah tes skala sikap (attitude scale).
6
- Inteligensi, alat ukur yang digunakan adalah tes inteligensi, hasil tes akan diketahui IQ (intelligence Quotient) siswa. b. Transformasi Unsur-unsur
dalam
transformasi
yang
menjadi
objek
penilaian antara lain : - Kurikulum/materi - Metode dan cara penilaian - Sarana pendidikan/media - Sistem administrasi - Guru dan personal lainnya. c. Output Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui belajar
seberapa
mereka
jauh
selama
tingkat
mengikuti
pencapaian/prestasi program.
Alat
yang
digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievment test.
7
BAB II PRINSIP DAN ALAT EVALUASI A. Prinsip Evaluasi Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen,
yaitu
antara
tujuan
pembelajaran,
kegiatan
pembelajaran atau KBM dan evaluasi. Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
a. Hubungan antara Tujuan dengan KBM Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM. b. Hubungan antara Tujuan dengan Evaluasi Evaluasi
adalah
kegiatan
pengumpulan
data
untuk
mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Alat evaluasi mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
8
c. Hubungan antara KBM dengan Evaluasi Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. B. Alat Evaluasi Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien.
Kata
“alat”
biasa
disebut
juga
dengan
istilah
“instrumen”. Dengan demikian alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi. Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi.
Dalam
menggunakan
alat
tersebut
evaluator
menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal dengan teknik evaluasi. Ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik tes dan non tes. Agar dapat diperoleh skor dan nilai yang benar-benar mewakili
suatu
objek,
maka
seorang
guru
harus
mempergunakan suatu alat ukur yang bermutu. Untuk dapat menggunakan suatu alat pengukur yang bermutu secara tepat, maka seorang guru perlu memahami dan mengenal berbagai hal seperti teknik tes dan non tes, ciri-ciri tes, perencanaan dan penyusunan tes yang dibuat guru. 1. Teknik Tes Alat pengukur tes banyak dipergunakan dalam bidang pengukuran prestasi belajar di sekolah, khususnya dipakai untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran atau instruksional. Tes
9
sebagai alat pengukur mempunyai bermacam-macam arti. Salah satu artinya yaitu tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang distandarisasikan, dan yang dimaksud untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok. Jenis-Jenis Tes Seorang
guru
perlu
mengenal
jenis-jenis
tes
yang
dipergunakan dalam setiap kegiatan pengukuran sifat suatu objek (seperti prestasi atau hasil belajar siswa) dari suatu mata pelajaran yang diampunya. a. Tes menurut variabel atau apanya yang mau diukur 1) Tes prestasi belajar atau hasil belajar atau achievement tast. Adalah suatu tes yang mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang studi sebagai hasil proses belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan nilai. Dengan demikian fungsi utama tes hasil belajar adalah mengukur keberhasilan belajar siswa dan sekaligus pula mengukur keberhasilan guru dalam mengajar suatu mata pelajaran. Kekuatannya : Hasil skor dan nilai yang sungguh-sungguh relevan dan akurat
dapat
menjadi
sarana
untuk
meningkatkan
motivasi belajar siswa sesuai dengan kemampuannya. Kelemahannya : - Hasil tes prestasi belajar tidak pernah mencapai kecermatan dan akurasi yang tinggi.
10
- Tes hasil belajar yang belum diuji cobakan terlebih dahulu pada umumnya taraf reliabilitas, validitas, kesukaran
dan
daya
beda
itemitemnya
belum
meyakinkan. 2) Tes Kemampuan Belajar atau Tes Bakat Umum Adalah tes yang didesain untuk mengukur kapasitas, meramalkan apa yang dapat dicapai seseorang pada masa datang melalui pendidikan atau latihan. Pengukuran bakat seseorang secara tidak langsung diproyeksikan untuk masa depan dengan cara mengukur kemampuan yang ditunjukkan pada waktu sekarang. Tes bakat dibedakan tes bakat umum dan tes bakat khusus. Tes bakat umum lebih di maksudkan untuk mengungkap bakat
dalam
lingkup
lebih
luas
hubungannya
dengan
tugas-tugas
terutama atau
dalam
pekerjaan
sekolah. Sedangkan tes bakat khusus lebih mengungkap bakat dalam lingkup lebih khusus, seperti bakat olahraga, seni dan sebagainya. Kekuatannya : Tes ini dapat membantu siswa dalam mengarahkan studi maupun memilih lapangan pekarjaan agar tidak gagal dalam mencapainya. Kelemahannya : - Tes
ini
tidak
dapat
mengukur
seluruh
aspek
kemampuan siswa. - Jangkauan penggunaannya sangat terbatas. Contoh Tes Kemampuan belajar adalah : - Tes berfikir verbal penalaran - Tes berfikir penggolongan - Tes kemampuan umum
11
- Tes perbendaharaan kata - Tes penggunaan bahasa Indonesia b. Tes menurut bentuk atau tipe-nya 1) Tes karangan atau uraian (Essay Test) Adalah suatu tes yang memberi kesempatan siswa untuk mengorgani-sasikan jawabannya secara bebas sesuai dengan kemampuannya dengan bahasanya sendiri atas sejumlah item yang relatif kecil dan tuntutan jawaban yang benar, relevan, lengkap, dan berstruktur dan jelas. 2) Tes Objektif atau Objective Test Adalah suatu tes yang telah menyediakan sejumlah jawaban, sehingga jawaban tinggal memilih satu jawaban benar dari sejumlah jawaban yang tersedia dari sejumlah besar item. Tes objektif dibedakan lagi menjadi : (1) Bentuk Banar-Salah atau True-False test (2) Bentuk pilihan ganda atau Multiple-choice test (3) Bentuk menjodohkan atau Matching test 3) Tes Semi Objektif atau semi Karangan Adalah tes yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menghasilkan jawabannya sendiri secara singkat sesuai dengan kemampuannya dan bahasannya sendiri atas sejumlah item yang relatif agak besar sehingga jawaban dapat benar atau salah atau agak benar atau agak salah. Tes ini dibedakan lagi menjadi : (1) Tes jawaban singkat (short answer test) (2) Tes melengkapi (completion test)
12
c. Tes menurut lamanya waktu pengukuran 1) Tes Kekuatan atau Power Test Adalah suatu tes yang mengukur taraf kemampuan siswa dalam batas waktu yang secukupnya. Akan tetapi yang dipentingkan bukanlah kecepatan menjawab siswa. 2) Tes Kecepatan atau Speed Test Adalah suatu tes di mana yang dipentingkan adalah kecepatan menjawab, biasanya diukur dalam bentuk banyaknya jumlah jawaban yang bisa diselesaikan dalam suatu waktu yang tersedia. d. Tes menurut kegunaannya 1) Tes Diagnostik Adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan
siswa
kekurangan-kekurangan
sehingga
tersebut
berdasarkan
dapat
dilakukan
pemberian perlakuan yang sesuai. 2) Tes Formatif Adalah tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah menguasai bahan pelajaran, setelah mengikuti suatu program kegiatan instruksional tertentu. Tes ini diberikan
pada
akhir
setiap
program
kegiatan
instruksional sebagai post-test. Dari hasil tes formatif seorang
siswa
keunggulannya
dapat dalam
mengetahui menguasaan
kelemahan bahan
dan
pelajaran,
materi mana yang sudah dikuasai dan mana yang belum dikuasai. Bagi guru dapat dijadikan masukan, sejauh mana materi pelajaran dapat dikuasai siswa.
13
3) Tes Sumatif Adalah
tes
yang
dilaksanakan
setelah
pemberian
keseluru-han program dalam suatu kegiatan instruksional pada suatu periode berakhir. e. Tes menurut alat ekspresinya 1) Tes Non Verbal Adalah tes perbuatan atau tindakan. Tes tindakan adalah tes di mana jawabannya berbentuk perbuatan atau tindakan yang diharapkan sesuai dengan perintah atau isi itemnya. 2) Tes Verbal Adalah tes yang mengungkapkan isi item dan jawabannya memakai simbol bahasa baik yang mempunyai arti maupun yang tidak, secara lisan atau tertulis. f. Tes menurut jumlah siswa yang dilibatkan 1) Tes Individual (Individual Test) Adalah suatu tes yang dilaksanakan hanya terbatas untuk satu orang siswa pada saat tertentu. 2) Tes Kelompok (Group Test) Adalah tes yang dilaksanakan lebih dari satu orang siswa pada suatu saat dalam waktu yang bersamaan. g. Tes menurut tingkat atau taraf mutunya 1) Tes Buatan Guru Adalah suatu tes yang dibuat dan digunakan oleh seorang guru sendiri di sekolah. Hasil tes buatan guru banyak dipakai untuk mengetahui kedudukan prestasi belajar siswa di kelas, kemajuannya dan sebagainya.
14
2) Tes Baku Adalah suatu tes yang telah distandarisasikan atau yang disusun secara cermat oleh seorang atau tim ahli penyusun tes melalui uji coba berkali-kali, sehingga tes tersebut telah memiliki mutu yang tinggi. 2. Teknik Non Tes Alat pengukur non tes berupa rangkain pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang kurang distandarisasikan dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar yang dapat diamati secara konkret dari individu atau kelompok. Jenis-Jenis Alat Pengukur Non Tes Berbagai alat pengukur non tes yang dimaksud antara lain adalah observasi, catatan anekdota, daftar cek, skala nilai, angket dan wawancara. a. Observasi atau Pengamatan (observation) Adalah suatu teknik pengamatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung dan secara teliti terhadap suatu gejala dalam suatu situasi di suatu tempat. 1) Teknik pengamatan observasi secara langsung adalah teknik pengamatan di mana seorang guru atau pengamat mengadakan
pengamatan
secara
langsung
(tanpa
instrumen) terhadap gejala yang diamati. 2) Teknik
pengamatan
pengamatan
yang
tak
langsung
menggunakan
adalah
suatu
teknik
instrumen
pengamatan.
15
b. Catatan anekdota atau Anecdotal Record Adalah suatu catatan faktual dan seketika tentang peristiwa, kejadian, gejala atau tingkah laku yang spesifik dan menarik, yang dilakukan siswa secara individual atau kelompok. Faktual artinya catatan dari pengamatan bukan tafsiran, sedangkan seketika artinya segera setelah peristiwa terjadi. c. Daftar Cek atau Check List Adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan singkat, tertulis tentang berbagai gelaja, yang dimaksudkan sebagai penolong pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala dengan cara memberi tanda cek () pada setiap pemunculan gejala yang dimaksud. Daftar cek ini sedapat mungkin memuat sebanyak mungkin pernyataan yang dapat diamati yang
terinci
dan
terumuskan
secara
operasional
dan
spesifik. d. Skala Nilai atau Rating Scale Adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan, gejala atau perilaku yang dijabarkan dalam bentuk skala atau kategori yang bermakna nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Tugas penilai atau pengamat tinggal memberi tanda cek () dalam kolom rentangan nilai. e. Angket atau Quesioner Adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap
yang
harus
dijawab
oleh
responden
tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Melalui angket, hal-hal tentang diri responden dapat diketahui. Misalnya tentang keadaan, atau data dirinya seperti pengalaman, sikap, minat, kebiasaan belajar dan sebagainya. Isi angket
16
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tentang responden. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh jawaban yang objektif. Juga perlu
dijalin
responden sehingga
kerjasama
antara
pemberi
angket
dan
melalui
pengantar
angket
yang
simpatik,
responden
terdorong
bekerja
sama
dan
rela
mengisinya secara jujur. Ditinjau dari cara menjawab pertanyaannya, angket dapat dikelompokkan menjadi : 1) Angket terbuka atau tak berstruktur, adalah angket yang disusun sedemikian rupa, sehingga responden secara bebas
dapat
memberikan
jawaban
sesuai
dengan
bahasanya sendiri. 2) Angket tertutup atau berstruktur, adalah angket yang disusun sedemikian rupa, sehingga responden tinggal memilih jawaban yang disediakan. Ditinjau dari jawaban yang diberikan, angket dibagi menjadi: a) Angket langsung, adalah angket yang dikirim kepada responden dan langsung diisinya. b) Angket tak langsung, adalah angket yang dikirim kepada rsponden dan dijawab oleh orang yang bukan diminta keterangannya. Jadi responden menjawab pertanyaan tentang orang lain. f. Wawancara atau Interview Adalah suatu proses tanya jawab sepihak antara pewancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee), yang dilaksanakan sambil bertatap muka, baik secara langsung maupun
tidak
langsung,
dengan
maksud
memperoleh
17
memperoleh jawaban dari interviewee. Berdasarkan bentuk pertanyaannya, maka wawancara dapat dibagi menjadi : 1) Wawancara dengan pertanyaan berstruktur atau tertutup. Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan dan kemungkinan jawaban-jawabannya telah disediakan oleh interviewer, sehingga jawaban tingggal dikelompokkan kepada kemungkinan jawaban yang telah tersedia. 2) Wawancara dengan pertanyaan tak berstruktur atau terbuka atau bebas. Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan yang disediakan memberi kebebasan interviewee untuk menjawabnya atau mengemukakan pendapatnya. 3) Wawancara dengan pertanyaan bentuk kombinasi. Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan yang disediakan merupakan kombinasi antara pertanyaan berstruktur dengan pertanyaan tak berstruktur. C. Ciri-Ciri Instrumen yang baik Sebuah instrumen yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yakni memiliki : 1. Validitas Validitas merupakan sebuah kata benda, sedangkan kata “valid” merupakan kata sifat. Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan senyataanya atau sesungguhnya. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
18
2. Reliabilitas Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang tetap apabila di teskan berkali-kali. 3. Objektivitas Objektif
berarti
mempengaruhinya.
tidak
adanya
Sebuah
tes
unsur
pribadi
dikatakan
yang
memiliki
objektivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. 4. Praktikabilitas (Practicability) Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang mudah dilaksanakan, dengan
mudah
pemeriksaannya
petunjuk-petunjuk
yang
jelas
dan
dilengkapi
sehingga
dapat
diberikan/diawali oleh orang lain. 5. Ekonomis Yang dimaksud dengan ekonomis di sini adalah bahwa pelaksanaan tes tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
19
BAB III VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN A. Validitas Dalam
kehidupan
dihadapkan
pada
sehari-hari,
masalah
manusia
keakuratan
sebuah
senantiasa informasi.
Informasi yang diterima manusia setiap hari sangat banyak dengan sumber yang semakin beragam. Koran dan televisi adalah dua sumber informasi utama saat ini. Dengan semakin banyaknya
sumber-sumber
informasi
berkembang, maka muncul sebuah
yang
senantiasa
pertanyaan mendasar
tentang sejauhmana informasi yang diperoleh tersebut dapat dipercaya? Dalam penelitian-penelitian, keakuratan informasi yang diperoleh sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil. Sayangnya, akurasi informasi dalam penelitian-penelitian sosial tersebut
tidak
mudah
diperoleh
disebabkan
sulitnya
mendapatkan operasionalisasi konsep mengenai variabel yang hendak diukur. Untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak diteliti, maka diperlukan alat ukur yang baik dan berkualitas. Alat ukur tersebut dapat berupa skala atau tes. Sebuah tes yang baik sebagaimana disampaikan oleh Syaifuddin Azwar (2006 : 2) harus memiliki beberapa kriteria antara lain valid, reliable, standar, ekonomis dan praktis. Dalam Standards for Educational and Psychological Testing validitas adalah "... the degree to which evidence and theory support the interpretation of test scores entailed by proposed uses of tests " (1999:9). Sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen & Yen, 1979: 95). Dalam bahasa yang hampir sama Djemari Mardapi (2004:25)
20
menyatakan bahwa validitas adalah ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurnya. Menurut Nitko & Brookhart (2007: 38) kevalidan sebuah alat ukur tergantung pada bagaimana hasil tes tersebut diinterpretasikan dan digunakan. Dalam pandangan Samuel Messick (1989: 13) validitas
merupakan
penilaian
menyeluruh
dimana
bukti
empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Instrumen evaluasi dipersyaratkan valid agar hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi valid. 1. Macam-Macam Validitas Di dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan “A test is valid if it measures what it purpose to measure”, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “va;id” disebut dengan “sahih”. Secara garis besar validitas dapat dibedakan menjadi : a) Validitas Logis Validitas logis mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika” yang berarti penalaran. Validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil
penalaran.
Validitas
logis
dapat
dicapai
apabila
instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut disusun. Ada dua macam validitas logis, yaitu validitas isi dan validitas konstrak.
21
b) Validitas Empiris Validitas empiris mengandung kata “empiris” yang berarti “pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memilki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Validitas empiris dibagi menjadi dua macam yaitu validitas “ada sekarang” dan validitas predictive. Dari pengelompokkan tersebut maka secara keseluruhan kita mengenal empat macam validitas : a) Validitas isi (content validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. b) Validitas konstruksi (construct validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan pembelajaran. c) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada. d) Validitas prediksi (predictive validity) Sebuah
tes
dikatakan
memiliki
validitas
prediksi
atau
validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
22
2. Cara Menghitung Validitas Instrumen Sebuah hasilnya
instrumen
sesuai
dikatakan
dengan
kriterium,
memiliki dalam
validitas arti
jika
memiliki
kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi Product Moment yang dilakukan oleh Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua macam, yaitu : a. Korelasi product moment dengan simpangan baku b. Korelasi product moment dengan angka kasar Rumus korelasi product moment dengan simpangan baku :
rxy
xy ( x )( y ) 2
2
Dimana : rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan (x = X - X dan y = Y - Y)
xy = Jumlah perkalian x dengan y x2 = Kuadrat dari x y2 = Kuadrat dari y Contoh perhitungan : Misalnya akan menghitung validitas tes prestasi belajar biologi. Sebagai kriterium diambil rata-rata ulangan yang akan dicari validitasnya diberi kode X dan rata-rata nilai harian diberi kode Y. Kemudian dibuat tabel persiapan sebagai berikut:
23
Tabel Persiapan untuk Mencari Validitas Tes Prestasi Belajar Biologi No.
Nama
X
Y
x
y
x2
y2
xy
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nadia Susi Cecep Eko Dodik Endi Sarif Agus Rina Tina Jumlah
6,5 7 7,5 7 6 6 5,5 6,5 7 6 65
6,3 6,8 7,2 6,8 7 6,2 5,1 6 6,5 5,9 63,8
0,00 0,50 1,00 0,50 -0,50 -0,50 -1,00 0,00 0,50 -0,50
-0,08 0,42 0,82 0,42 0,62 -0,18 -1,28 -0,38 0,12 -0,48
0,00 0,25 1,00 0,25 0,25 0,25 1,00 0,00 0,25 0,25 3,5
0,01 0,16 0,64 0,16 0,36 0,04 1,69 0,16 0,01 0,36 3,59
0,0 0,2 0,8 0,2 -0,3 0,1 1,3 0,0 0,06 0,240 2,60
X
=
X 65 6,5 N 10
Y
=
Y 63,8 6,38 N 10
Dimasukkan ke rumus :
rxy
rxy
xy ( x )( y ) 2
2,6 (3,5)(3,59) 2,6 3,545
= 0,733
24
2
2,6 12,565
dibulatkan 6,4
Rumus Korelasi product moment dengan angka kasar :
rXY
NX
NXY (X )(Y ) 2
(X ) 2 NY 2 (Y ) 2
Dengan menggunakan data hasil tes prestasi belajar biologi di atas, kita dapat menghitung dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yang tabel persiapannya sebagai berikut : No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Nadia Susi Cecep Eko Dodik Endi Sarif Agus Rina Tina Jumlah
X 6,5 7 7,5 7 6 6 5,5 6,5 7 6 65
Y 6,3 6,8 7,2 6,8 7 6,2 5,1 6 6,5 5,9 63,8
X2 42,25 49 56,25 49 36 36 30,25 42,25 49 36 426
Y2 39,69 46,24 51,84 46,24 49 38,44 26,01 36 42,25 34,81 410,52
XY 40,95 47,6 54 47,6 42 37,2 28,05 39 45,5 35,4 417,3
Dimasukkan ke dalam rumus :
rXY
rXY
NX
NXY (X )(Y ) 2
(X ) 2 NY 2 (Y ) 2
10 x 417,3 (65 x 63,8)
10 x 426 422510 x 410,52 4070,44 4173 4147
4260 42254105,2 4070,44 26 35 x 34,76
25
26 34,8797
= 0,745 Jika dibandingkan dengan validitas yang dihitung dengan rumus simpangan baku terdapat perbedaan, namun ini wajar karena
adanya
pembulatan
angka
dalam
perhitungan,
perbedaan ini sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Koefisien korelasi selalu pada angka kisaran antara -1,00 sampai
+1,00.
Koefosien
negatif
menunjukkan
hubungan
kebalikan sedangkan koefisien positif menujukkan hubungan kesejajaran
atau
searah.
Interpretasi
mengenai
besarnya
koefisien korelasi adalah sebagai berikut : Koefisien korelasi 0,800 – 1,00 = sangat tinggi Koefisien korelasi 0,600 – 0,800 = tinggi Koefisien korelasi 0,400 – 0,600 = cukup Koefisien korelasi 0,200 – 0,400 = rendah Koefisien korelasi 0,000 – 0,200 = sangat rendah Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara yaitu : 1. Dengan melihat harga koefisien korelasi ( r ) dan diinterpretasikan, misalnya korelasi tinggi, cukup dan sebagainya. 2. Dengan dikonsultasikan dengan tabel r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya atau valid tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r hitung > r tabel, maka signifikan atau valid. Jika r hitung < r tabel, maka tidak signifikan atau tidak valid.
26
3. Cara Menghitung Validitas Butir Soal atau Validitas Item Apa yang sudah dibicarakan di atas adalah validitas soal secara keseluruhan tes. Di samping itu perlu juga mencari validitas item atau validitas untuk masing-masing butir soal. Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor item menyebabkan tinggi rendahnya skor total. Untuk soal-soal bentuk objektif skor untuk item biasa diberikan dengan angka 1 (item yang dijawab benar) dan angka 0 (item yang dijawab salah), sedangkan skor total merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal tersebut. Contoh perhitungan: Tabel Analisis Item untuk Perhitungan Validitas Item No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Nadia Susi Cecep Eko Dodik Endi Sarif Agus
1 1 0 0 1 1 1 1 0
2 0 0 1 1 1 0 1 1
3 1 1 0 0 1 1 1 0
Butir Soal/Item 4 5 6 7 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 0 0 0 0 1
9 1 1 0 1 0 0 0 1
10 1 1 1 0 0 0 0 1
Skor Total 8 5 4 5 6 4 7 8
Misalnya akan dihitung validitas item nomor 6, maka skor item tersebut disebut variabel X dan skor total disebut Y. Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh data sebagai berikut : X
=6
Y
= 46
XY = 37 X2 = 6 Y2 = 288
27
Kemudian dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment angka kasar :
rXY
NX
2
(X ) 2 NY 2 (Y ) 2
8 x 37 (6 x 46)
rXY
NXY (X )(Y )
8 x 6 6 8 x 288 46 2
2
296 276
48 362304 2116 20
12 x 188
20 47,497
= 0,421 Dari perhitungan tersebut di atas maka diperoleh validitas item nomor 6 adalah 0,421. Untuk mengambil keputusan angka tersebut dikonsultasikan dengan tabel r (product moment). Dari tabel r pada df 8 diperoleh angka 0,707. Oleh karena r 0,421 < r
tabel
hitung
=
= 0,707, maka item nomor 6 tidak valid.
B. Reliabilitas Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Reliabilitas mempunyai berbagai makna lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran
28
dapat dipercaya. Sedangkan suatu instrumen dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. 1. Cara Menghitung Reliabilitas Instrumen Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas dan banyak digunakan orang ada dua rumus yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson, yaitu K-R. 20 dan K-R. 21. Contoh perhitungan : a. Penggunaan rumus K-R.20
2 n S pq r11 S2 n 1
Rumus
dimana : r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan p
= proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q
= proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p )
pq = jumlah perkalian antara p dan q N
= banyaknya item
S
= standar deviasi (standar deviasi adalh akar varians)
29
Tabel Perhitungan Mencari Reliabilitas Tes dengan K-R.20 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Resp. Nadia Susi Cecep Eko Dodik Endi Sarif Agus Rina Tina np p q pq S
Nomor item 1 2 3 4 5 6 7 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 5 4 7 10 4 3 0,2 0,5 0,4 0,7 1 0,4 0,3 0,8 0,5 0,6 0,3 0 0,6 0,7 0,16 0,25 0,24 0,21 0 0,24 0,21
Skor total 5 5 2 6 2 4 3 3 3 2 35
1,31 1,433
Dari tabel di atas kemudian dimasukkan ke dalam rumus K-R.20 2 n S pq r11 S2 n 1 2 7 1,433 1,31 2 7 1 1,433
1,17 x
2,053 - 1,31 2,053
1,17 x
0,743 2,053
1,17 x 0,361 = 0,422 dibulatkan 0,422 b. Penggunaan rumus K-R.21
30
n M (n M ) r11 1 nS2t n 1
Rumus
Dimana : M = Mean atau rata-rata skor total
7 3,5 (7 3,5 ) Maka : r11 1 7 x 2,056 7 1 3,5 x 3,5 1,17 x 1 14,392 1,17 x 1 0,851 = 1,17 x 0,149 = 0,17433 dibulatkan 0,174 c. Penggunaan rumus Alpha Cronbach’s
Rumus
2 k Σσ b r11 1 σ 2t k 1
Keterangan : r11
: Reliabilitas instrumen
k
: Banyaknya item pertanyaan
∑2b : Jumlah varian butir 2t
: Varian total
Tabel Perhitungan Mencari Reliabilitas Tes dengan Alpha Cronbach’s
31
No.
Nama
1
A
2
B
3
C
4
Skor item
Skor Total
Kuadrat Skor Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
3
3
4
4
3
3
4
2
31
961
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
30
900
3
3
3
4
2
3
2
2
2
2
26
676
D
3
5
3
3
3
3
3
2
2
2
29
841
5
E
3
3
4
4
4
4
3
3
2
2
32
1024
6
F
3
4
3
4
3
2
3
3
3
3
31
961
7
G
2
4
4
5
5
4
4
3
5
2
38
1444
8
H
4
5
3
4
4
5
5
5
4
4
43
1849
9
I
2
3
3
3
2
1
4
4
2
2
26
676
10
J
2
3
3
5
5
1
4
4
5
2
34
1156
27
36
32
38
35
30
34
32
32
24
320
Jumlah Jumlah kuadrat
784 1444 1225 1764 1600 1296 1681 1600 1681 1156 0,46
0,71
0,18
0,62
1,17
1,78
0,71
0,84
1,51
0,49
2 t=
10488 27,556 8,467
Dari tabel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus Alpha Cronbach’s: 2 k Σσ b r11 1 σ 2t k 1
8,467 10 r11 1 10 1 27,556 10 1 0,3073 9
1,11 x 0,6927
= 0,76
BAB IV 32
MENGANALISIS HASIL TES A. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri Tidak ada usaha yang lebih baik selain untuk selalu meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun hal ini tidak dilaksanakan
karena
kecenderungan
seseorang
untuk
beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup baik. Guru yang sudah banyak berpengalaman mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa. Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok yang keadaannya heterogen. Dengan demikian, maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam suatu kurva normal. Sebagian besar siswanya di daerah sedang, sebagian kecil berada di sebelah ekor kiri dan sebagian yang lain berada di ekor kanan kurva. Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada “apaapa” dengan soal tesnya. Apabila hampir seluruh siswanya memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun mungkin terlalu sukar, dan sebaliknya. Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu : 1. Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun : - Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang? - Apakah
semua
soal
menanyakan
bahan
yang
telah
diajarkan?
33
- Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan (dapat disalahtafsirkan)? - Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti? - Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa? 2. Mengadakan analisis soal (item analysis) Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. 3. Mengadakan checking validitas 4. Mengadakan checking reliabilitas Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakkan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi. B. Analisis Butir Soal (Item Analysis) Kapan sebuah soal dikatakan baik ? untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu diterangkan tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda dan pola jawaban soal. 1. Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.
34
0,0
1,0
sukar
mudah
Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan dari “Proporsi”. Rumus mencari P adalah :
B P JS
dimana : P
= Indeks kesukaran
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : - Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P = 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P = 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap baik, yaitu soal-soal sedang yaitu soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 – 0,70. Perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh digunakan. Hai ini tergantung kegunaannya.
35
Contoh perhitungan : Tabel Analisis Item untuk Tingkat Kesukaran Nomor Soal 1
2
3
4
5
6
7
Skor total
1
1
0
1
1
1
1
0
5
2
0
1
1
0
1
1
1
5
3
0
0
0
0
1
0
1
2
4
0
1
1
1
1
1
1
6
5
1
0
0
0
1
0
0
2
6
0
1
1
1
1
0
0
4
7
0
0
0
1
1
1
0
3
8
0
1
0
1
1
0
0
3
9
0
1
0
1
1
0
0
3
10
0
0
0
1
1
0
0
2
B P
2 0,20
5 0,50
4 0,40
7 0,70
10 1,00
4 0,40
3 0,30
Kriteria
sukar
sedang
sedang
sedang
mudah
sedang
sukar
kemampuan
soal
No.
2. Daya Pembeda Daya
pembeda
soal
adalah
untuk
membedakan antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah). Angka yang menunjukkan
besarnya
daya
pembeda
disebut
indeks
diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Bedanya dengan indeks kesukaran adalah kalai indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas teste. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda, yaitu :
36
-1,00
0,00
D = negatif
D = Rendah
1,00 D = Tinggi
Untuk suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik yang pandai maupun yang bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja. Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group). Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00 Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D = 0,00, karena tidak mempunyai pembeda sama sekali. Cara menentukan daya pembeda Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari 100) dan kelompok besar (100 orang ke atas). a. Untuk kelompok kecil Seluruh kelompok tes dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
37
Contoh : Siswa A B C D E F G H I J
Skor 9 8 7 7 6 5 5 4 4 3
Kelompok atas ( JA)
Kelompok bawah ( JB)
Seluruh pengikut tes diurutkan mulai dari skor tertinggi sampai terendah, lalu dibagi 2. b. Untuk kelompok besar Untuk
kelompok
besar
biasanya
hanya
diambil
kedua
kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB) JA = Jumlah kelompok atas JB = Jumlah kelompok bawah Contoh : Skor 9 9 8 8 8 7 7 . . . . .
38
27% sebagai JA
. . . . 5 5 4 4 3 3 2
27% sebagai JB
Rumus mencari D Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
D
BA BB PA PB JA JB
Dimana : J
= Jumlah peserta tes
JA
= Banyaknya peserta kelompok atas
JB
= Banyaknya peserta kelompok bawah
BA
= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB
= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA
=
PB =
BA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab JA benar BB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjaJB wab benar
39
Contoh perhitungan : Tabel Analisis Item untuk Daya Pembeda No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Siswa Kelompok
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
B A A B A B B B A A A B B A A B A A B B
Nomor soal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Skor total
1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0
0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0
0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1
0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0
5 7 8 5 10 6 6 6 8 7 7 5 3 7 9 3 8 8 6 6
BA PA
8 8 8 6 5 9 9 8 0,8 0,8 0,8 0,6 0,5 0,9 0,9 0,8
10 1
8 0,8
BB PB
3 7 4 2 1 7 6 9 0,3 0,7 0,4 0,2 0,1 0,7 0,6 0,9
10 1
2 0,2
D
0,50 0,10 0,40 0,40 0,40 0,20 0,30 -0,10 0,00 0,60
Klasifikasi daya pembeda : D = 0,00 – 0,20
= jelek (poor)
D = 0,20 – 0,40
= cukup (satisfactory)
D = 0,40 – 0,70
= baik (good)
D = 0,70 – 1,00
= baik sekali (exellent)
D = negatif (-) semua tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya didrop atau dibuang saja.
40
BAB V MENSKOR DAN MENILAI A. Menskor Sementara orang berpendapat bahwa bagian yang paling penting
dari
pekerjaan
pengukuran
dengan
tes
adalah
penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah disusun sebaik-baiknya maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari maksudnya. Tentu saja anggapan itu tidak benar. Penyusunan tes baru merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan mengetes. Di samping penyusunan dan pelaksanaan tes itu sendiri, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain menskor adalah memberi angka. Dalam pekerjaan menskor atau memberi angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu : a. Alat bantu untuk menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban. b. Alat bantu untuk menyeleksi jawaban jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring. c. Alat bantu untuk menentukan angka, disebut pedoman penilaian. 1. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk Betul-Salah Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah sederetan jawaban yang kita
41
persiapkan untuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring. Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta melingkari huruf B atau S maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X. Misalnya : 1. B
6. S
2. S
7. B
3. S
8. S
4. B
9. S
5. B
10. B
Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya, agar : Pertama : dapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S Kedua
: dapat diketahui letak atau jawaban B dan S
Bentuk soal betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak diketahui pola jawabannya. Kunci jawaban untuk tes bentuk ini dapat diganti kunci skoring (scoring key) yang pembuatannya melalui langkah-langkah sebagai berikut:
42
Langkah 1 : Menentukan letak jawaban yang betul Misalnya : 1. B – S
6. B – S
2. B – S
7. B – S
3. B – S
8. B – S
4. B – S
9. B – S
5. B – S
10. B – S
Langkah 2 : Melubangi tempat-tempat lingkaran sedemikian rupa sehingga lingkaran tang dibuat oleh testee dapat terlihat: Catatan : Dengan cara ini bahwa lubang yang terlalu kecil berakibat tertutupnya jawaban testee, sedangkan lubang yang terlalu besar akan saling memotong. Oleh karena itu, cara menjawab dengan memberi tanda silang akan lebih baik dari pada melingkari. Dengan demikian maka tanda yang dibuat testee akan tampak jelas seperti terlihat pada contoh berikut: 1. X B – S
6.
B –X S
2. B – S
7.
B – S
3. B – X S
8.
B –X S
4. B – S
9.
B – S
5. B – S
10. X B – S
Dengan cara ini terlihat ada 5 jawaban yang tepat
Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kita
dapat
menggunakan
rumus
tanpa
hukuman,
yaitu
banyaknya angka yang dijawab dengan benar sesuai kunci
43
jawaban. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan) yaitu dengan rumus : Rumus :
S=R–W
Dimana : S = Score R = Right W = Wrong Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah. 2. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice) Dengan tes pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau dengan memberi tanda silang (X) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini langkahnya sama dengan soal bentuk betul-salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya lebih dari 30 buah sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat. Misalnya sebagai berikut : 1. A 2. A 3. A 4. A 5. X A 6. A 7. A 8. A 9. A 10. A
44
B X B B B B X B B X B X B B
C C C X C X C C C X C C C
D D X D D D D D D D D X
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
A X A X A A A A A X A A A
B B B B B B B B X X B B X
C C C X C C C X C C C C
D D D X D D X D D D D D
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, juga dikenal 2 macam cara, yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukumna apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Dengan hukuman menggunakan rumus : Dimana :
SR
(W) (n - 1)
S = Score R = Right W = Wrong n = Banyaknya pilihan jawaban
Contoh : - Banyaknya soal
= 20
- Banyaknya yang betul = 14 - Banyaknya yang salah = 6 - Banyaknya pilihan
=4
Maka skornya adalah :
SR
(W) (n - 1)
14
6 (4 - 1)
= 14 – 2 = 12 3. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (short answer test) Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu
45
pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif. Tes bentuk isian dianggap setara dengan tes jawaban singkat. Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuai dengan nomornya. Contoh : 1. Respirasi 2. Fotosintesis 3. Sel 4. Kloroplas 5. Karbondioksida Bagaimana kunci pemberian skornya ? Sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga angka itu disamakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5 dan 1. 4. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching) Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan
ganda,
dimana
jawaban-jawaban
dijadikan
satu,
demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.
46
Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk sederetan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternatif jawaban. Contoh : 1. Ribosom
1. f
2. Badan golgi
2. b
3. Membran sel
atau
3. d
4. Retikulum endoplasma
4. a
5. Lisosom
5. c
Karena soal bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Misalnya angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).
5. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test) Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam mengoreksi tes tersebut. Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam. Langkah-langkah yang mesti kita lakukan pada waktu kita mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian adalah sebagai berikut : a. Membaca jawaban soal pertama dari seluruh jawaban siswa. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh
47
gambaran
lengkap
tidaknya
jawaban
siswa
secara
keseluruhan. b. Menentukan angka skor jawaban untuk soal pertama. Misalnya jika jawabannya lengkap dan benar diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, dan seterusnya hingga jawaban yang paling minim, yaitu jika jawabannya meleset atau sama sekali tidak benar. Dan jika tidak ada jawabannya (kosong) kita beri angka 0. c. Memberikan angka bagi soal pertama untuk seluruh jawaban siswa. d. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal kedua dan seterusnya hingga selesai. e. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masingmasing siswa. 6. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokokpokok yang harus termuat di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut
kriteria
tentang
isi
tugas.
Namun
sebagai
kelengkapan dalam pemberian skor digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah : a. Ketepatan waktu penyerahan tugas. b. Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan mahasiswa dalam mengerjakan tugas. c. Sistematika yang menunjukkan keruntutan pikiran. d. Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
48
e. Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru/dosen. Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya : A1 = Ketepatan waktu, diberi bobot 2 A2 = Bentuk fisik, diberi bobot 1 A3 = Sistematika, diberi bobot 3 A4 = Kelengkapan isi, diberi bobot 3 A5 = Mutu hasil tugas, diberi bobot 3 Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan dengan rumus :
NAT
2 x A1 1 x A 2 3 x A 3 3 x A 4 3 x A 5 12
B. Menilai Yang dimaksud dengan menilai ialah kegiatan membandingkan hasil pengukuran (skor) sifat suatu objek dengan acuan yang relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu kualitas yang bersifat kuantitatif. Sebagai hasil penilaian sifat suatu objek berupa kualitas yang bersifat kuantitatif yang diberi simbol agar lebih dipahami. Simbol yang dipakai dalam penilaian untuk menyatakan nilai tersebut dapat berupa angka dan huruf. 1. Simbol angka : Skala 0 s/d 4; 1 s/d 4; 1 s/d 100 Arti simbol angka antara lain : 1
= amat buruk
2
= buruk
3
= amat kurang
4
= kurang
5
= tidak cukup
49
6
= cukup
7
= lebih cukup
8
= baik
9
= amat baik
10 = istimewa 2. Simbol huruf : E; D; C; B; A Arti simbol huruf antara lain : E
= gagal
D = kurang/meragukan C
= cukup
B
= baik
A
= amat baik Ada kesan penggunaan simbol angka lebih luwes dari pada
simbol huruf, karena angka memungkinkan untuk dijumlahkan,
dikurangkan,
dikalikan,
dibagikan
dan
sebagainya.
Sehingga dapat diolah untuk keperluan-keperluan lain seperti mean, standar deviasi korelasi dan sebagainya. Selain itu rentangan nilai dengan simbol angka lebih luas dari pada simbol huruf, sehingga dapat mewakili perbedaan kuantitatif secara lebih rinci sesuai dengan berbagai tingkat perkembangan pada siswa. C. Perbedaan antara Skor dan Nilai Sebelum melakukan pengolahan dan konversi data hasil penilaian (mengubah data skor mentah hasil tes belajar menjadi nilai standar) terlebih dahulu harus dibedakan pengertian skor dan nilai. Pada umumnya antara skor dan nilai dianggap mempunyai pengertian yang sama, padahal keduanya mempunyai arti yang berbeda.
50
Skor : Adalah hasil pekerjaan menyekor (memberi angka) yang diperoleh
dengan
menjumlahkan
angka-angka
bagi
setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. Nilai : Adalah angka atau huruf ubahan dari skor yang sudah dijumlahkan
dengan
menggunakan
acuan
tertentu,
yakni acuan norma dan acuan patokan atau standar. Nilai pada dasarnya merupakan angka atau huruf yang menggambarkan seberapa tinggi/besar tingkat ketercapaian kompetensi, juga melambangkan penghargaan yang diberikan seorang guru kepada peserta didik.
51
BAB VI MENGOLAH NILAI A. Beberapa Skala Penilaian 1. Skala Bebas Skala bebas adalah skala yang tidak tetap, Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, 50 dan yang lainnya. Semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama. 2. Skala 1 – 10 Pada umumnya para guru cenderung menggunakan skala 1 – 10 dalam memberikan penilaian terhadap siswa. Ini berarti bahwa siswa yang mendapat nilai 10 adalah nilai yang tertinggi. 3. Skala 1 – 100 Dengan menggunakan skala 1 – 10 maka bilangan bulat yang ada
masih
menunjukkan
penilaian
yang
agak
kasar.
Sebenarnya ada hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100 dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Misalnya angka 6,4 dalam skala 1 – 10 biasanya dibulatkan menjadi 6, tetapi dalam skala 1 – 100 angka ini dituliskan angka bulat 64. 4. Skala huruf Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A, B, C, D dan E. Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau antara C dan D. Penggunaan huruf dalam penilaian
52
akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menggambarkan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kualitas. Oleh karena itu, dalam mengambil jumlah atau rata-rata akan dijumpai kesulitan. Padahal dalam pengisian rapor kita tidak lepas dari pekerjaan mengambil rata-rata. Ada cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan mentransfer nilai huruf tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering digunakan, satu nilai huruf itu mewakili satu rentangan nilai angka. Contohnya adalah sebagai berikut : Angka 100 80 – 100 66 – 79 56 – 65 40 – 55 30 – 39
Angka 10 8,0 – 10,0 6,6 – 7,9 5,6 – 6,5 4,0 – 5,5 3,0 – 3,9
Huruf
Keterangan
A B C D E
Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal
B. Macam-Macam Acuan Penilaian Dalam Penilaian sifat suatu objek, penggunaan bahan pembanding sebagai alat untuk memberi arti pada skor menjadi sangat penting. Bahan pembanding ini disebut acuan penilaian. Macam-macam acuan penilaian yang dipakai dalam suatu penilaian sifat suatu objek dibedakan menjadi : a. Penilaian Acuan Patokan atau PAP (Criterion-Referenced Evaluation) b. Penilaian
Acuan
Norma
atau
PAN
(Norm-Referenced
Evaluation) c. Penilaian acuan Kombinasi atau PAK
53
1. Penilaian Acuan Patokan atau PAP (Criterion-Referenced Evaluation) Yang dimaksud dengan Penilaian Acuan Patokan atau PAP adalah
suatu
penilaian
yang
memperbandingkan
prestasi
belajar siswa dengan suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya, suatu prestasi yang seharusnya dicapai oleh siswa yang dituntut oleh guru. Dengan demikian PAP berorientasi pada suatu patokan keberhasilan atau batas lulus penguasaan bahan yang sifatnya pasti atau absolut. Oleh karena itu, penilaian ini disebut juga Penilaian Acuan Mutlak (PAM) atau Penilaian Acuan Absolut (PAA). Teknik atau metode pengolahan ini berdasarkan asumsi bahawa kompetensi yang harus dipelajari oleh peserta didik mempunyai struktur hirarki. Artinya masing-masing taraf atau tingkatan
materi
dari
masing-masing
kompetensi
harus
dikuasai oleh peserta didik. Seorang peserta didik harus sudah kompeten/mencapai
ketuntasan
belajar
dari
kompetensi
level/tingkatan di bawahnya untuk melanjutkan ke level kompetensi
berikutnya/diatasnya.
Jika
belum
mencapai
ketuntasan belajar maka peserta didik belum diperkenankan untuk melanjutkan belajar ke level yang lebih tinggi. Untuk menentukan suatu patokan penguasaan bahan pelajaran yang merupakan kompetensi dalam suatu PAP perlu diperhatikan syarat-syarat : a. Seorang guru harus mampu mengidentifikasikan tujuan instruksional secara tuntas dari setiap mata pelajaran yang diampunya dan merumuskan secara tepat sehingga tujuan instruksional tersebut benar-benar operasional.
54
b. Seorang guru mampu menyelenggarakan program pembinaan dan pengayaan yang memadahi. c. Guru dan sekolah harus mampu mengelola secara terencana dan memadai setiap kegiatan sekolah dan menyediakan fasilitas yang relevan. Ditinjau dari tuntutan prestasi belajar dalam presentil yang bersifat gradatif atau berderajat, yang menyebabkan tuntutan dalam passing scorenya tidak sama, maka pada pokoknya dibedakan dua tipe PAP, yakni PAP tipe I dan PAP tipe II. a. PAP tipe I Dalam PAP tipe I ini, seorang guru telah menetapkan suatu batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal yang
dianggap
dapat
meluluskan
(passing
score)
dari
keseluruhan penguasaan bahan yakni 65% yang diberi nilai cukup (6 atau C). Dengan kata lain passing score prestasi belajar yang dituntut sebesar 65% dari total score yang seharusnya dicapai, lalu diberi nilai cukup. Jadi passing score terletak pada persentil 65. Persentil 65 juga sering disebut persentil maksimal, karena persentil 65 dianggap merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang sudah tinggi. Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan sebagai berikut : Tingkat penguasaan Kompetensi
Nilai huruf
90% – 100%
=
A
80% – 89%
=
B
65% – 79%
=
C
55% – 64%
=
D
Di bawah 55%
=
E
55
Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai Angka 95% – 100% = 10 90% – 94%
=
9
85% – 89%
=
8
80% – 84%
=
7
65% – 79%
=
6
60% – 64%
=
5
55% – 59%
=
4
50% – 54%
=
3
45% – 49%
=
2
0% – 44%
=
1
b. PAP tipe II Dalam PAP tipe II ini penguasaan kompetensi minimal yang merupakan passing score adalah 56% dari total skor yang seharusnya dicapai, diberi nilai cukup. Tuntutan pada persentil 56 sering disebut persentil minimal, karena passing score
pada
persentil
56
dianggap
merupakan
batas
penguasaan kompetensi minimal yang paling rendah. Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan sebagai berikut : Tingkat penguasaan Kompetensi
56
Nilai huruf
81% – 100%
=
A
66% – 80%
=
B
56% – 65%
=
C
46% – 55%
=
D
Di bawah 46%
=
E
Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai Angka 91% – 100% = 10 81% – 90%
=
9
74% – 80%
=
8
66% – 73%
=
7
56% – 65%
=
6
51% – 55%
=
5
46% – 50%
=
4
41% – 45%
=
3
36% – 40%
=
2
0% – 35%
=
1
2. Penilaian
Acuan
Norma
atau
PAN
(Norm-Referenced
Evaluation) Yang dimaksud dengan Penilaian Acuan Norma atau PAN (Norm-Referenced Evaluation) adalah suatu nilai yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil belajar siswa lain dalam kelompoknya. Dengan kata lain adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa dengan prestasi yang dapat dicapai oleh siswa dalam kelompoknya. Jadi, dalam PAN suatu prestasi yang dapat dicapai oleh siswa dalam kelompoknya baru dapat ditetapkan setelah suatu pengukuran dilaksanakan. Teknik atau metode pengolahan skor ini didasarkan pada asumsi; Pertama bahwa kelompok atau populasi peserta didik sifatnya heterogen. Hal ini berimplikasi pada pengelompokkan kemampuan belajar. Ada kelompok tinggi (pandai), kelompok sedang
(cukup)
dan
kelompok
rendah
(kurang).
Dengan
demikian PAN ini berorientasi pada prestasi real yang dapat
57
dicapai oleh kelompok yang dinyatakan dalam prestasi rata-rata kelompok atau mean (M) beserta standar deviasinya (S) pada kurva normal. Jika digambarkan dalam bentuk kurva, akan tampak seperti pada gambar berikut:
Kelompok rendah
Kelompok Sedang
Kelompok tinggi
Kedua, proses penilaian hasil belajar dengan teknik ini mempunyai tujuan untuk menentukan posisi relatif atau peringkat peserta didik yang sedang dinilai dari kelompoknya (apakah posisinya berada di atas, di tengah atau di bawah). Besar prestasi rata-rata kelompok bersama standar deviasi pada kurva normal dipakai sebagai dasar untuk menentukan batas lulus atau passing score dan skor-skor lain berikut nilainilainya. Dengan demikian PAN tergantung sangat tergantung pada M dan S yang diperoleh. Kelompok yang tinggi (pandai) akan menghasilkan M yang besar dan sebaliknya kelompok yang rendah (kurang) akan menghasilkan M yang kecil. Keadaan inilah yang merupakan salah satu kelemahan penggunaan PAN. Prestasi rata-rata kelompok dan standar deviasinya tidak pasti atau relatif. Oleh karena itu penilaian ini sering disebut juka Penilaian Acuan Relatif (PAR). Karena perolehan Mean dan standar deviasi dari berbagai sekolah masih bervariasi, maka dalam PAN dibedakan PAN tipe I dan PAN tipe II.
58
a. PAN tipe I Dalam tipe ini batas lulus atau passing score ditentukan sebesar M + 0,25S diberi nilai cukup. Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan sebagai berikut : Skor-skor
Nilai Angka
M + 2,25S
=
10
M + 1,75S
=
9
M + 1,25S
=
8
M + 0,75S
=
7
M + 0,25S
=
6
M – 0,25S
=
5
M – 0,75S
=
4
M – 1,25S
=
3
M – 1,75S
=
2
M – 2,25S
=
1
Huruf A
B C D
E
b. PAN tipe II Dasar dari PAN tipe II ini adalah persentase daerah kurva normal. Dalam tipe ini batas lulus ditentukan sebesar M – 1S diberi nilai cukup. Passing score PAN tipe II merupakan batas lulus yang paling rendah dalam batas yang masih dianggap normal. Setelah passing score untuk nilai cukup ditentukan, untuk nilai-nilai di atas dan di bawahnya diperhitungkan sebagai berikut :
59
Skor-skor
Nilai huruf
Di atas M + 2S
=
A
M + 1S dan M + 2S
=
B
M – 1S dan M + 1S
=
C
M – 2S dan M – 1S
=
D
Di bawah M – 2S
=
E
Skor-skor M + 2,5S dan M + 3S
=
10
M + 2S
=
9
M + 1,5S dan M + 2S
=
8
M + 1S
dan M + 1,5S
=
7
M – 1S
dan M + 1S
=
6
M – 1,5S dan M – 1S
=
5
M – 2S
=
4
M – 2,5S dan M – 2S
=
3
M – 3S
=
2
=
1
dan M + 2,5S
dan M – 1,5S dan M – 2,5S
Di bawah M – 3S
60
Nilai Angka
BAB VII PENILAIAN MENYELURUH DAN BERKELANJUTAN A. Konsep Penilaian Implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, membawa implikasi terhadap model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar. Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan direnanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternalm rp penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan prsoes pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi/lembaga baik di dalam mapun di luar negeri. Penelitian yang
dilakukan
lembaga/institusi
tersebut
dimaksudkan
sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar peserta didik. Metode dan teknik penilaian sebagai bagian dari penilaian internal (internal assessment) untuk mengetahui proses dan hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru
selain
untuk
memantau
proses,
kemajuan
dan
perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik kepada guru agar
dapat
menyempurnakan
dalam
proses
program
pembelajaran. Ada empat istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali digunakan untuk mengetahui keberhasilan
61
belajar
dari
penilaian
peserta
dan
didik
evaluasi.
yaitu
Namun
pengukuran, diantara
pengujian,
keempat
istilah
tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukkan, pdahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Menurut penetapan tertentu.
Guilford
angka
(1982),
terhadap
Pengukuran
pengukuran
suatu
dalam
gejala
kurikulum
adalah
proses
menurut
aturan
Tingkat
Satuan
Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi observasi untuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. instrumen non tes bisa berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner
berisi
sedangkan
peserta
sejumlah didik
pertanyaan
diminta
untuk
atau
pernyataan
menjawab
atau
memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif
62
maupun
kualitatif.
Kuantitatif
hasilnya
berupa
angka
sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan kualitatif yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang dan lain sebagainya. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh diskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran pada hakekatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu yang sifatnya kuantitatif. Pengukuran yang sifatnya kuantitatif dibedakan menjadi 3 macam yaitu: 1. Pengukuran yang dilakukan bukan untuk mengisi sesuatu, misalnya mengukur luas lahan membangun rumah. 2. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, misal mengukur untuk menguji daya tahan baja terhadap tekanan berat. 3. Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan jalan untuk menguji sesuatu, misal mengukur kemajuan belajar peserta didik untuk mengisi nilai raport yang dilakukan dengan menguji mereka melalui alat tes. Pengukuran jenis yang ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan. Hasil pengukuran berbentuk keterangan yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan. Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui
63
keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan berdasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik-buruk, sehat-sakit, pandai-bodoh dan lain-lain. Penilaian yang demikian sifatnya kualitatif. Namun istilah penilaian mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah pengukuran. Pengukuran sebenarnya hanya merupakan suatu langkah atau tindakan yang kiranya perlu diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi, dimana tidak semua penilaian harus didahului dengan pengukuran secara lebih nyata. Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat. Penilaian untuk memperoleh berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Proses penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk menunjukkan pencapaian belajar (ketercapaian kompetensi) dari peserta didik. Menurut Griffin dan Nix (1991) penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Definisi penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian tidak
hanya
menyangkut
hasil
belajar
saja
tetapi
juga
menyangkut semua proses belajar dan mengajar. Oleh karena itu proses penilaian tidak hanya terbatas pada karakteristik
64
peserta didik saja tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar,
kurikulum,
fasilitas
dan
administrasi
sekolah.
Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal maupun
informal,
untuk
menghasilkan
informasi
belajar
peserta didik. Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk tes baik tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan lain sebagainya. Penilaian juga dapat
diartikan
sebagai
kegiatan
menafsirkan
data
hasil
pengukuran. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan erat dengan keputusan nilai (value judgement). Dalam dunia pendidikan dapat dilakukan evaluasi terhadap
kurikulum
baru,
kebijakan
pendidikan,
sumber
belajar tertentu atau etos kerja guru. Menurut adalah
Stufflebeam
penilaian
yang
dan
Shinkfield
sistematik
tentang
(1985),
evaluasi
manfaat
atau
kegunaan suatu obyek. Dalam melakukan suatu obyek dalam melakukan suatu evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan
nilai
suatu
program,
sehingga
ada
unsur
jugdement tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses evaluasi ada unsur subyektif. Salah satu pilar dalam penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan
65
tahapan kemajuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian dapat dilakukan dalam situasi formal maupun informal, di dalam kelas maupun di luar kelas, terintegrasi dengan kegiatan belajar atau bisa pula dilakukan pada waktu tertentu. Penilaian kelas tidak hanya dilakukan dalam kelas tetapi juga di luar kelas secara formal dan informal (dilakukan secara khusus). Penilaian dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar dalam suasana yang menyenangkan (enjoy learning) sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakan. Data
hasil
belajar
peserta
didik
selama
proses
pembelajaran berlangsung dijaring, dikumpulkan dan kemudian dianalisis melalui prosedur dan alat penilaian sesuai dengan kompetensi/pencapaian indikator yang akan dicapai. Hasil belajar
peserta
didik
dalam
periode
waktu
tertentu
dibandingkan dengan hasil periode sebelumnya untuk melihat perkembangan pencapaian indikator/ kompetensi dari masingmasing peserta didik. Proses
penilaian
kelas
dapat
memberikan
manfaat
diantaranya: 1. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan
dan
kelemahannya
dalam
proses
pencapaian
indikator. 2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan remedial dan pengayaan.
66
3. Umpan balik bagi guru memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan dan sumber belajar yang digunakan. 4. Sebagai input atau masukan bagi guru untuk melakukan perbaikan dalam merancang kegiatan belajar. 5. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan. 6. Memberi
umpan
balik
bagi
para
pengambil
kebijakan
(stakeholders) dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang baik untuk digunakan. Selain dapat memberikan manfaat, penilaian kelas juga memberikan fungsi diantaranya: 1. Menggambarkan sejauh mana perkembangan peserta didik telah menguasai kompetensi 2. mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu
peserta
didik
memahami
dirinya,
membuat
keputusan tentang langkah berikutnya, misalnya pemilihan program/penjurusan bahkan sekolah jenjang berikutnya. 3. Menentukan
kualitas
belajar
dan
kemungkinan
potensi/prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat untuk mendiagnosa yang dilakukan oleh guru yang menentukan apakah pesert didik yang bersangkutan perlu diremedial/penganyaan. 4. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan rancangan proses pembelajaran berikutnya. 5. Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik. Dalam
melaksanakan
proses
penilaian
kelas
harus
memperhatikan rambu-rambunya (kriteria dan prinsip-prinsip penilaian kelas).
67
1. Kriteria penilaian kelas a. Validitas, artinya menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. b. Reliabilitas, hal ini berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil
penilaian.
Penilaian
seperti
ini
memungkinkan
perbandingan yang reliabel dan menjamin konsistensi. c. Terfokus pada konsistensi, dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maka penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi dan bukan hanya sekedar penguasaan materi belaka. d. Keseluruhan/komprehensif, penilaian harus menyeluruh dengan menggu-nakan berbagai metode/teknik serta cara dan
alat
untuk
kemampuan
menilai
pesert
didik
beragam
kompetensi
sehingga
dapat
atau
memberi
gambaran secara detail tentang kemampuan/kompetensi peserta didik. e. Objektivitas, penilaian harus dilakukan secara obyektif, adil,
terencana,
berkesinambungan
dan
menerapkan
kriteria yang jelas dalam penentuan skor. f. Mendidik, penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru serta meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik. 2. Prinsip-prinsip Penilaian Kelas a. Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara menyeluruh dan terpadu b. Mengembangkan
strategi
yang
mendorong
memperkuat penilaian sebagai cermin diri
68
dan
c. Melakukan berbagai strategi, model dan teknik penilaian dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik. d. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik. e. Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam kegiatan belajar-mengajar. f. Menggunakan metode/teknik dan cara serta alat yang bervariasi. g. Melakukan
penilaian
kelas
secara
berkesinambungan
untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar. Penilaian
kelas
dilaksanakan
dengan
berbagai
cara,
diantaranya melalui tes tertulis, penilaian unjuk kerja siswa (performance)
dan
penilaian
hasil
kerja
siswa
melalui
pengumpulan hasil kerja (karya). Penilaian kelas merupakan suatu
proses
yang
dilakukan
melalui
langkah-langkah
perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa. Dalam melakukan pengukuran terhadap kegiatan belajar dapat menggunakan acuan norma dan acuan kriteria. Kedua acuan ini berasumsi bahwa setiap peserta didik mempunyai tingkat kemampuan berbeda-beda. Dari asumsi yang berbeda ini akan melahirkan penafsiran terhadap hasil tes antara kedua acuan ini yang berbeda, sehingga menghasilkan informasi yang berbeda pula tentang peserta didik. Tes acuan norma berasumsi bahwa tingkat kemampuan pesert didik berbe-beda. Hal ini dapat digambarkan menurut distribusi normal. Dimana perbedaan ini dapat ditunjukkan
69
oleh hasil pengukuran. Misal posisi seorang peserta didik setelah mengikuti tes seleksi. Sebab tes seleksi ini bertujuan untuk membedakan kemampuan seseorang. Tes acuan kriteria berasumsi bahwa hampir semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar apa saja, namun waktu yang dipergunakan bisa berbeda-beda. Dengan adanya acuan ini maka akan memunculkan program pengayaan dan remedial. Dengan demikian sistem penilaian hasil belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan acuan kriteria yaitu berdasarkan apa yang biasa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. Dengan
diberlakukannya
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan mengharapkan adanya perubahan kegiatan belajar mengajar di kelas, baik proses kegiatan pembelajaran maupun proses penilaiannya (proses dan hasil belajar). Pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan menekankan pada konsep penguasaan kompetensi maka jenis penilaian harus disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompetensi. Proses penilaian dapat dilakukan dengan langkah-langkah: 1. Perencanaan penilaian; 2. Pengumpulan
informasi
melalui
sejumlah
bukti
yang
menunjukkan pencapaian hasil belajar; 3. Pelaporan; 4. Penggunaan informasi tentang hasil belajar Sebelum melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik terlebih dahulu harus dibuat perangkat-perangkatnya agar penilaian yang dilakukan benarbenar sesuai dengan kompetensi yang hendak diuji. Setiap
70
indikator
dari
kompetensi
dasar
yang
telah
ditetapkan
hendaknya diuji. Setiap
indikator
dari
kompetensi
ditetapkan
dianalissi
terlebih
dahulu
dasar untuk
yang
telah
menentukan
patokan atau standar ketuntasan belajar minimal (SKBM). Mengingat
KTSP,
sebagaimana
kurikulum
Berbasis
Kompetensi, menekankan pada pengusaan kompetensi maka seorang
guru
harus
merancang
rencana
penilaian
agar
pembuatan soal mengarah pada kompetensi seorang guru harus memperhatikan standar ketuntasan dari setiap indikator atau kompetensi dasar yang telah dianalisis. Contoh Format Rencana Penilaian Sekolah Mata ajar Kelas/Smt Standar Komp Komp. Dasar NO 1
: : : : :
…………………….. …………………….. …………………….. …………………….. ……………………..
TGL JENIS BENTUK TIPE JUMLAH TES TAGIHAN TAGIHAN TAGIHAN INDIKATOR UH
Uraian
Kognitif.
3
URAIAN INDIKATOR -
SKBM 70
SEBARAN SOAL 1,2,3,4,5,6
B. Aspek Penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam melakukan pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas (mastery learning). Sedangkan dalam penilaian menerapkan sistem penilaian berkelanjutan yang mencakup 3 aspek yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
71
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata ajar selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata ajar praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata ajar pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif. 1. Penilaian Aspek Kognitif Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Apapun jenis mata ajarnya selalu mengandung tiga aspek tersebut namun memiliki penekanannya yang berbeda. Untuk aspek kogntiif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotor menekankan pada praktek dan kedua aspek tersebut selalu mengandung aspek afektif. Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghapal, mengaplikasi, mengevaluasi.
menganalisis, Menurut
mensistesis
Taksonomi
dan
Bloom
kemampuan (Sax,
1980),
kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pada
tingkat
pengetahuan,
peserta
didik
menjawab
pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan katakatanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat 72
analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat. Pada
tingkat
sintesis,
peserta
didik
dituntut
untuk
menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan mensistensiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah,
editorial,
teori-teori
yang
termasuk
di
dalamnya
jugdement terhadap hasil analissi untuk membuat kebijakan. Tujuan
aspek
kognitif
berorientasi
pada
kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana,
yaitu
memecahkan
mengingat,
masalah
yang
sampai
pada
menuntut
kemampuan siswa
untuk
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu: a. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagainya. b. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman
dihubungkan
dengan
kemampuan
untuk
menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik
73
diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. c. Tingkat
penerapan
kemampuan
(application),
untuk
penerapan
menggunakan
atau
merupakan menerapkan
informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. d. Tingkat analisis (analysis), analissi merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponenkomponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen
tersebut
untuk
melihat
ada
atau
tidaknya
kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. e. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. f. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Apabila pendidikan
melihat yang
kenyataan
yang
diselenggarakan,
ada
pada
dalam
umumnya
sistem baru
menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan.
74
Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Maka apabila bahan ajar telah diajarkan secara lengkap sesuai dengan program yang telah ditetapkan maka membuat alat
penilaian
(soal)
dengan
formulasi
sebanding
sebagai
berikut: 1. Soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik …40% 2. Soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik …20% 3. Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan pengetahuan …20% 4. Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta didik …10% 5. Soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta didik …5% 6. Soal
yang
menguji
kemampuan
petatar
dalam
mengevaluasi …5% Total formulasi asal untuk satu kali ujian yaitu …100% Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas mempermudah
seorang
guru
untuk
memperjelas
cara
berfikirnya dan untuk memilih pertanyaan-pertanyaan (soalsoal) yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat soal. Seorang
guru
dituntut
mendesain
program/rencana
pembelajaran termasuk di dalamnya rencana penilaian (tes) diantaranya membuat soal-soal berdasarkan kisi-kisi soal dan komposisi yang telah ditetapkan. Bentuk tes kognitif diantaranya: (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian
75
non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portofolio dan (8) performans. 2. Penilaian Aspek Psikomotorik Sedangkan menurut Sax dalam Mardapi (2003), dikatakan bahwa keterampilan psikomotorik mempunyai enam peringkat yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perceptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursip. Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yaitu muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan
olah
raga.
Komunikasi
nondiskursip
adalah
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakna. Dave (1967), mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat
dibedakan
menjadi
lima
peringkat
yaitu
imitasi,
manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya menendang bola dengan gerakan yang sama persis dari yang dilihat sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Misal seorang siswa dapat melempar lembing hanya mengandalkan petunjuk
dari
kemampuan sehingga
76
guru.
Kemampuan
melakukan
mampumhsl
tingkat
kegiatan-kegiatan
produk
kerja
yang
presisi
adalah
yang
akurat
presisi.
Misal
melakukan tendangan pinalti sesuai dengan yang ditargetkan (masuk gawang lawan). Kemampuan tingkat artikulasi yaitu kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketepatan sehingga produk kerjanya utuh. Misal melmpar bola ke teman sebagai umpan untuk ditendang ke arah gawang lawan. Kemampuan
naturalisasi
adalah
kemampuan
melakukan
kegiatan secara refleks yaitu kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. misal secara refleks seseorang memegang tangan seorang anak kecil yang sedang bermain di jalan raya ketika sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. hal ini terjadi agar terhindar dari kecelakaan tertabrak. Menurut Ryan (1980), penilaian hasil belajar psikomotor dapat
dilakukan
dengan
3
cara
yaitu,
pertama
melalui
pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar (praktek berlangsung). Kedua setelah proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga beberapa waktu setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sedangkan menurut Leighbody (1968) dalam melakukan penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya mencakup: pertama, kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja. Kedua, kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan. Ketiga kecepatan siswa dalam mengerjakan
tugas
yang
diberikan
kepadanya.
Keempat
kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau symbol. Kelima keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses dan produk.
77
Penilaian dapat dilakukan pada saat proses belajar (unjuk kerja) berlangsung dengan cara mengetes peserta didik atau bisa juga setelah proses belajar (unjuk kerja) selesai. Tidak jauh berbeda dengan penilaian kognitif, penilaian psikomotor pun dimulai dengan pengukuran hasil belajar. Perbedaannya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor dilakukan dengan menggunakan tes unjuk kerja, lembar tugas atau lembar pengamatan. Jenis tagihan dalam penilaian ranah psikomotor, dilihat dari caranya dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penilaian kelas dan penilaian berkala. Penilaian kelas adalah penilaian yang
dilaksanakan
pembelajaran.
secara
Penilaian
terpadu
dapat
dengan
dilakukan
kegiatan
dengan
cara
mengamati setiap peserta didik di saat mereka sedang belajar, mengerjakan tugas dan menjawab setiap pertanyaan yang ditagih. Penilaian berkala atau ujian blok adalah penilaian yang dilakukan secara berkala, tidak terus menerus dan hanya pada waktu tertentu saja. Penilaian dengan sistem blok (ujian blok) ini dilakukan setelah peserta didik mempelajari beberapa indikator dalam satu kompetensi dasar atau jika jumlah kompetensi dasar yang ditentukan banyak maka ujian blok dapat dilakukan antara satu sampai dengan tiga kompetensi dasar. Hal ini bisa menyebabkan pelaksanaan ujian blok antara mata ajar yang satu dengan mata ajar lainnya tidak bersamaan waktunya. Namun adanya ujian blok dapat dilakukan sebagai pengganti ujian akhir semester dengan materi yang diujikan adalah indikator atau kompetensi dasar yang belum diujikan.
78
Kriteria atau rubrik adalah pedoman yang digunakan dalam melakukan penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik. Dengan menggunakan kriteria ini, penilaian yang bersifat subyektif dapat dihindari paling tidak dapat dikurangi. Dengan krtieria ini dapat memudahkan seorang guru untuk menilai prestasi yang telah dicapai oleh seorang peserta didik. Dan siswapun termotivasi untuk mencapai prestasi semaksimal mungkin. Pada umumnya kriteria ini terdiri atas dua hal yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal yang pertama adalah skor, misalnya 1, 2, 3, 4, dan 5 dan hal yang kedua adalah krtieria yang harus dicapai untuk memenuhi skor tersebut. Banyak sedikitnya gradasi skor tergantung jenis skala penilaian yang digunakan serta hakekat kerja yang akan dinilai. Berikut ini adalah contoh kriteria dan penggunaannya dalam lembar penilaian. Contoh Format Kriteria (rubrik) Lembar Penilaian Berilah tanda cek ( ) pada kolom skor yang tersedia dengan ketentuan; skor 5 = sangat tepat, skor 4 = tepat, skor 3 = agak tepat, skor 2 = kurang tepat dan skor 1 = tidak tepat. No Butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aspek Psikomotor (keterampilan)
1
2
Skor 3
4
5
79
Dalam lembar penelitian tersebut seorang guru harus teliti untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat tepat, sehingga harus diberi nilai 5 atau sangat tidak tepat sehingga diberi nilai 1. Dengan demikian lembar penilaian ini
harus
dilakukan
secermat
mungkin
sehingga
bisa
menggambar-kan kemampuan siswa yang sebenarnya. Lembar
pengamatan
sedikit
berbeda
dengan
lembar
penilaian. Dalam lembar pengamatan, skor yang digunakan tidak banyak variasinya, bahkan biasanya cenderung hanya ada dua pilihan yaitu “ya” dengan skor dan “tidak” dengan skor 0. Berikut ini contoh kriteria (rubrik) pada lembar pengamatan (observasi) dan penggunaannya. Contoh Format Kriteria (rubrik) Lembar Observasi Berilah tanda cek ( ) pada kolom “Ya” jika unjuk kerja yang dinyatakan sesuai dan benar atau kolom “Tidak” jika unjuk kerja yang dinyatakan tidak sesuai dengan yang ditentukan atau tidak muncul sma sekali. Kata “Ya” dengan skor 1 sedangkan kata “Tidak” dengan skor 0.
No. Aspek Psikomotor (keterampilan) Starting Position 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jawaban Ya Tidak
Biasanya kriteria (rubrik) selalu muncul bersamaan atau bahkan
menempel
dengan
lembar penilaian
atau
lembar
pengamatan (observasi). Hal ini dikarenakan tanpa kriteria (rubrik) maka lembar penilaian atau lembar pengamatan
80
(observasi) tidak dapat digunakan. Bahkan dengan adanya kriteria (rubrik) ini maka penilaian dan pengamatan terhadap peserta didik menjadi lebih obyektif. Dalam melakukan penskoran, hal pertama yang harus diperhatikan adalah ada atau tidak adanya perbedaan bobot antara setiap aspek keterampilan (psikomotor) yang ada dalam lembar penilaian atau lembar pengamatan. Biasanya jika tidak ada perbedaan bobot maka penskoran akan lebih mudah. Skor yang diperoleh (skor akhir) harus sama dengan skor yang telah ditentukan dalam tiap-tiap butir. Selanjutnya untuk menginterpretasikan hasil belajar yang diperoleh, dibandingkan dengan acuan yang telah ditetakan. Oleh karena itu proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan
kompetensi.
Acuan
yang
digunakan
untuk
menginterpretasikan hasil penilaian dan pengamatan kerja siswa yaitu acuan kriteria (rubrik). Setelah skor tiap peserta didik diperoleh maka langkah selanjutnya adalah menghitung peserta didik yang sudah lulus dan
peserta
didik
yang
belum
lulus,
kemudian
dibuat
prosentase. Langkah selanjutnya hasil penilaian psikomotor dianalisis. Caranya yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu menunjukkan
standar
kompetensi,
kompetensi
dasar,
pencapaian indikator bahkan aspek psikomotor mana yang belum dikuasai peserta didik ditunjukkan. Selanjutnya aspek psikomotor yang sudah dan yang belum dikuasai oleh peserta didik tersebut dituliskan dalam kolom tersendiri yaitu kolom keterangan
ketercapaian
ketuntasan,
sepeti
pada
contoh
berikut :
81
Contoh Format Tabel Analisis Hasil Tes Psikomotor Sekolah Mata ajar Kelas/Smt Jenis Tagihan Nama Peserta didik Guru Mata ajar Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar 3. ……………………
: : : : : :
…………………… …………………… …… / ……. …………………… …………………… ……………………
Jumlah Item Soal
Jumlah Keterangan Prosentase Soal yang Kompetensi Ketercapaian kelulusan betul Ketuntasan
…………………… 3.1 ……………....... .....................
Dengan analisis penilaian di atas, seorang guru dapat membantu peserta didik untuk mencapai ketuntasan belajar dengan
mengadakan
program
remidial.
Program
remidial
dilaksanakan dengan cara diuji ulang, tetapi sebelumnya dilaksanakan pengarahan (pendalaman) terhadap kompetensi yang belum dikuasai. 3. Penilaian Aspek Afektif Life skill merupakan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajaran. Pophan (1995), mengatakan bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan seseorang. Artinya ranah afektif sangat menentukan keberhasilan seorang peserta
didik
untuk
mencapai
ketuntasan
dalam
proses
pembelajaran. Seorang peserta didik tidak memiliki minat atau karakter terhadap mata ajar tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat atau karakter terhadap mata
82
ajar, maka hal ini akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal. Berdasarkan
hal
di
atas,
maka
seorang
guru
lain
membantu semua peserta didik belajar, guru juga harus mampu membangkitkan atau karakter peserta didik untuk belajar. Ini merupakan tanggung jawab seorang guru sebagai pengajar dan pendidik. Selain itu juga ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun karakter kebersamaan, rasa sosialis
yang
tinggi,
persatuan,
nasionalisme
dan
lain
sebagainya. Berkenaan dengan hal ini, maka sekolah (guru) dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah afektif. Menurut Krathwohl (1961), bila ditelurusi hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending)
responding,
valuing,
organization
dan
charac-
terization. Pada peringkat receiving/attending (menerima), peserta didik memiliki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena khusus (stimulus). Misalnya keadaan kelas, berbagai kegiatan sekolah (kegiatan musik, ekstrakurikuler), buku dan lain sebagainya. Di sini seorang guru hanya bertugas mengarahkan perhatian (fokus) peserta didik pada fenomena yang menjadi obyek pembelajaran afektif. Misalnya guru mengarahkan dan memotivasi peserta didik untuk membaca buku, mengerjakan tugas, memberi motivasi belajar, senang bekerja sama dan lain sebagainya. Jika hal ini terus-menerus dilakukan maka akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang positif yang sangat diharapkan dalam mendukung ketuntasan belajar.
83
Responding
(tanggapan)
merupakan
partisipasi
aktif
peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada peringkat
ini
peserta
didik
tidak
hanya
memperhatikan
fenomena khusus tetapi juga beraksi terhadap penomena yang ada. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu menekankan di perolehnya respon, keinginan memberi respon atau kepuasan dalam memberi respon. Peringkat tertinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang bertanya, senang membaca buku, senang membantu sesama, senang dengan keberhasilan dan lain sebagainya. Valuing (menilai) melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau
sikap
yang
menunjukkan
derajat
internalisasi
dan
komitmen. Derajat rentangnya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
peringkat
ini
berhubungan
dengan
perilaku
yang
konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi. Pada peringkat organization (organisasi) antara lain yang satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan, serta mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pengembangan filsafat hidup. Pada ranah afektif peringkat tertinggi adalah characterization (karakteristik) nilai. pada peringkat ini peserta didik memilih sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
84
suatu waktu tertentu terbentuk pola hidup. Hasil belajar pada peringkat ini adalah berkaitan dengan pribadi, emosi dan rasa sosialis. Menurut Anderson (1981), pemikiran, sikap dan perilaku yang diklasifikasikan sebagai ranah afaktif memiliki kriteria antara lain: a. Perilaku itu melibatkan perasaan dan emosi seseorang b. Perilaku itu harus tipikal perilaku seseorang c. Kriteria lainnya yaitu intensitas, arah dan target Intensitas
menyatakan
derajat
atau
kekuatan
dari
perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain. Misal cinta lebih kuat dari suka atau senang. Arah berkaitan dengan oritentasi positif dan negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan. Arah ini menunjukkan perasaan itu baik atau buruk misalnya senang pada mata ajar tertentu dimaknai positif sedangkan cemas atau kurang bahkan tidak senang pada mata ajar tertentu dimaknai negatif. Jika intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama maka karakteristik afektif berada pada skala yang berkelanjutan. Sedangkan target mengacu pada obyek, aktivitas atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan sebagai karakteristik afektif yang ditinjau, maka ada beberapa kemungkinan target. Kemungkinannya peserta didik beraksi terhadap sekolah, kelas, situasi dan kondisi sekolah, mata ajar atau proses pembelajaran itu sendiri. Lalu unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini bisa diketahui olehs so, namun kadang-kadang juga tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa tegang ketika sedang ujian (tes) di kelas. Ini menunjukkan bahwa peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target ketegangan adalah ujian (tes) di kelas.
85
Karakteristik ranah afektif yang penting diantaranya sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. a. Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu obyek, situasi, konsep dan orang. Sikap disini adalah sikap peserta didik terhadap sekolah dan terhadap mata ajar. Menurut Popham (1999), mengatakan bahwa ranah sikap peserta didik penting untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata ajar matematika harus lebih
positif
dibanding
sebelum
mengikuti
pelajaran.
Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar yang membuat sikap peserta didik terhadap mata ajar menjadi lebih positif. b. Menurut Getzel (1966), mnat adalah suatu disposisi yang terorganisasikan seseorang
untuk
melalui
pengalaman
memperoleh
obyek
yang
mendorong
khusus,
aktivitas,
pemahaman dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Hal
yang
penting
dalam
minat
adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. jika so berminat terhadap sesuatu maka orang tersebut akan melakukan langkah-langkah konkrit untuk mencapai halt sebagai. c. Konsep
diri
adalah
evaluasi
yang
dilakukan
individu
bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Arah konsep diri bisa positif bisa juga negatif. Intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.
86
d. Nilai menurut Tyler (1973), adalah suatu obyek, aktivitas atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap individu. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa nilai merupakan kunci bagi lahirnya sikap dan perilaku seseorang. Manusia mulai belajar llmenilai obyek, aktifitas dan ide sehingga obyek ini pengatur penting minat, sikap dan kepuasan. Sekolah (guru) harus membantu peserta didik untuk menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoleh kebahagiaan personal
dan
memberi
kontribusi
positif
terhadap
masyarakat. e. Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang artinya tata cara, adat kebiasaan sosial yang dianggap permanen masyarakat.
sifatnya Moral
bagi
ketertiban
menyinggung
dan
akhlaq,
kesejahteraan tingkah
laku,
karakter seseorang atau kelompok yang berperilaku pantas, baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses belajar akhlaq (moral) memegang peranan penting, begitu juga perkembangan kognitif memberikan pengaruh besar terhadap sifat perkembangan tingkah laku (moral). Penilaian pada aspek afektif dapat dilakukan dengan menggunakan angket / kuesioner, inventori dan pengamatan (observasi). Prosedurnya sama yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman kuesioner, inventori dan pengamatan. Langkah pembuatan instrumen sikap dan minat adalah sebagai berikut: (1) pilih ranah afektif yang akan dipilih misalnya, sikap atau minat, (2) tentukan indikator sikap atau minat, misalnya, indikator peserta didik yang berminat terhadap mata ajar biologi
87
adalah banyak bertanya, kehadiran di kelas, disiplin dalam berpakaian, rajin dan tepat waktu mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru, kelengkapan dan kerapihan buku catatan dan lain sebagainya; (3) pilih tipe skala yang digunakan, misalnya skala Likert dengan empat skala, misal sangat senang, senang, kurang senang dan tidak senang; (4) telaah instrumen oleh sejawat; (5) perbaiki instrumen; (6) siapakah inventori laporan diri; (7) tentukan skor inventori; dan (8) buat hasil analisis inventori skala sikap dan minat.
NILAI RATA-RATA
TANGGUNG JAWAB
KEPEDULIAN
MENEPATI JANJI
RAMAH DENGAN TEMAN HORMAT PADA ORANG TUA KEJUJURAN
KERJASAMA
KEDISIPLINAN
TENGGANG RASA
NAMA
KERAJINAN
NO
KETERBURUKAN
SIKAP
KETEKUNAN BELAJAR
Contoh Format Lembar Pengamatan Sikap Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sikap untuk masing-masing sikap di atas dapat berupa angka. Pada akhir skor tersebut dikomulatifkan, kemudian dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif. Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang 1 – 5. Penafsiran angka-angka tersebut adalah ; 1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik dan 5 = amat baik.
88
Sedangkan untuk penilaian minat dapat menggunakan skala bertingkat dengan rentangan 1 – 4 tergantung pertanyaan atau pernyataan yang telah ditetapkan. Jawaban selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Contoh Format Kuesioner Penilaian Minat Peserta Didik Mata ajar
: …………………...
Nama siswa
: ……………………
Kelas/smt
: ……… /…………
Guru Mata ajar : ………………….. : Berilah tanda cek ( ) pada kolom frekuensi
Tugas
(selalu, sering, jarang dan tidak pernah) sesuai dengan kenyataan yang saudara alami terhadap kenyatan berikut ini. Frekuensi No.
Pertanyaan/pernyataan
1.
Selalu Sering Jarang
Tidak Pernah
………………………... ………………………... ………………………... ………………………... ………………………... ………………………... ………………………... ………………………...
2. 3. 4. dst
Jumlah skor Dari
hasil
total
…… skor
yang
diperoleh
kemudian
dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu tidak berminat, kurang berminat, berminat dan sangat berminat. Inventori digunakan untuk menilai konsep diri peserta didik
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
kekuatan
dan
kelemahan diri peserta didik. Rentangan nilai yang digunakan
89
yaitu antara 1 sampai dengan 2. Jika jawaban “Ya” maka diberi skor 2 dan jika jawaban “Tidak” diberi skor 1. Hasil skor dijumlahkan
dan
dikalikan
dengan
jumlah
pernyataan,
kemudian dikelompokkan menjadi kategori; tidak positif, kurang posistif, positif dan sangat positif. Contoh Format Penilaian Konsep Diri Peserta Didik Nama Sekolah : …………………… Mata ajar
: ……………………
Nama siswa
: ……………………
Kelas/smt
: ……… / …………
No.
Pernyataan
1.
……………………………………………………
2.
……………………………………………………
3.
……………………………………………………
4.
……………………………………………………
5.
……………………………………………………
Alternatif jawaban Ya Tidak
dst Jumlah skor
90
….
BAB VIII KARAKTERISTIK PENILAIAN PADA TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN A. Sistem Penilaian Berkelanjutan Implementasi kurikulum yang berbasis kompetensi tidak hanya
diarahkan
untuk
semata-mata
mencapai
penilaian
pengetahuan peserta didik belaka, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif), sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran. Dalam hal ini, kurikulum tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan. Kurikulum Berbasis Kompetensi, harus memperhatikan: 1. Definisi tentang apa yang dipelajari dan apa yang dinilai 2. Spesifikasi peringkat unjuk kerja atau standar 3. Menekankan pada komparasi antara unjuk kerja peserta didik dengan standar atau kriteria Pengembangan
sistem
penilaian
dilakukan
untuk
mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Sistem penilaian ini harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan indiaktorindikator yang telah ditetapkan. Sistem penilaian berbasis kompetensi yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. ditagih,
Berkelanjutan
kemudian
hasilnya
dalam
arti
dianalisis
semua
untuk
indikator
menentukan
kompetensi yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.
91
Hasil penilaian dianalisIs untuk menentukan tindakan perbaikan berupa program remedial. Apabila peserta didik belum tuntas atau belum menguasai kompetensi yang telah ditetapkan maka peserta didik tersebut harus mengikuti program pembelajaran dan diuji ulang (remedial). Sedangkan peserta didik telah menguasai kompetensi diberi pengayaan. Peserta didik yang telah lulus atau tuntas dan menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan maka peserta didik tersebut melanjutkan ke kompetensi dasar berikutnya. Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi dan rancangan penilaian
secara menyeluruh untuk satu
semester dengan teknik yang tepat. Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar (penilaian berkelanjutan) mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu jenjang pendidikan dalam mata ajar tertentu. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan dalam perencanaan, metodologi dan pengolahan penilaian. 2. Kompetensi dasar yaitu kemampuan minimal dalam mata ajar tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu jenjang pendidikan. 3. Rencana penilaian yaitu jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester yang dirancang dan dikembangkan bersamaan dengan rencana pembelajaran (silabus) 4. Proses penilaian yaitu proses pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengolahan proses. 5. Proses implementasi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian. 6. Pencatatan dan pelaporan yaitu pengelolaan sistem penilaian dan pembuatan pelaporan.
92
Karena komponen ini merupakan karakteristik dari pada penilaian berbasis kompetensi dasar. Dengan demikian seorang guru harus mampu menguasai dan melaksanakannya. B. Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan pendidikan Dalam
penilaian
pada
kurikulum
tingakt
satuan
pendidikan (penilaian berkelanjutan), semua indikator di tagih atau
diuji
dan
hasilnya
dianalisis
untuk
menentukan
kompetensi dasar yang sudah dikuasai dan belum dikuasai oleh peserta didik. Untuk melaksanakan penilaian pada tingkat satuan pendidikan diperlukan teknik penilaian dan ujian yang tepat. Penentuan teknik penilaian yang digunakan berdasarkan kompetensi dasar yang ingin di tagih atau dinilai serta di telaah oleh teman sejawat dalam mata ajar yang sama. Pengembangan penilaian pada tingkat satuan pendidikan bersifat hirarkis (secara berurutan) yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, pencapaian indikator, materi pokok dan instrumen penilaian. Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok di kembangkan oleh Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan pencapaian indikator dan instrumen penilaian dikembangkan oleh masing-masing daerah atau sekolah. Dalam pembuatan soal diharapkan mampu menampung keperluan daerah sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Standar kompetensi dikembangkan dan dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi dasar, kemudian kompetensi dasar dikembangkan dan dijabarkan ke dalam beberapa indikator. Setiap indikator dikembangkan dan dijabarkan lagi ke dalam berbagai bentuk tagihan seperti soal ujian, tugas, kuesioner, portofolio, skala
93
sikap dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat skema berikut:
Banyak teknik dan metode yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik atau metode pengumpulan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan dan perkembangan
belajar
peserta
didik
berdasarkan
standar
kompetensi, kompetensi dasar, serta pencapaian indikator yang harus dicapai. Penilaian kompetensi dapat dilakukan atas dasar pencapaian indikator-indikator yang telah ditetapkan yang memuat satu atau lebih ranah. Berdasarkan pencapaian indikator-indikator yang dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai dan tepat. Ada tujuh pendekatan teknik atau yang dapat digunakan yaitu teknik atau metode penilaian unjuk kerja, project work, tertulis, produk, portofolio, sikap dan penilaian diri. 1. Teknik Penilaian Unjuk Kerja Teknik penilaian unjuk kerja merupakan proses penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan suatu hal. Teknik ini sangat cocok untuk menilai ketercapaian ketuntasan belajar (kompetensi) yang menuntut peserta didik untuk melakukan tugas/gerak (psikomotor). Misalnya praktikum, presentasi, rule playing, menggunakan alat, dan lain-lain.
94
Dalam menentukan proses penilaian unjuk kerja harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu komponen. b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas d. Upaya kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semu yang ingin dinilai dapat diamati. e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati. Penilaian
unjuk
kerja
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan teknik pengamatan atau observasi terhadap berbagai konteks untuk menentukan tingkat ketercapaian kemampuan tertentu dari suatu kompetensi dasar. Pengamatan atau observasi terhadap unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat/instrumen berupa: a. Skala penilaian (rating scale), penilaian unjuk kerja dengan rating scale memungkinkan seorang guru memberikan nilai tengah
terhadap
penguasaan/
ketercapaian
ketuntasan
belajar dari suatu kompetensi. Rating scale terentang dari sangat kompeten sampai sangat tidak kompeten. Misalnya: rentang 1 = sangat tidak kompeten, 2 = tidak kompeten, 3 = agak kompeten (cukup), 4 = kompeten dan 5 = sangat kompeten. b. Daftar cek (check list), penilaian unjuk kerja dapat juga dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Lembar
95
observasi
adalah
lembar
yang
digunakan
untuk
mengobservasi keberadaan suatu benda/gejala-gejala yang timbul sebagai aspek psikomotorik dari suatu obyek yang sedang diamati. Lembar observasi pada umumnya berbentuk check list () karena hanya berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi tanda check list pada jawaban yang ssuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kelemahannya adalah guru atau penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, benar-salah, ya-tidak, baik-buruk dan lain-lain. Dengan menggunakan check list peserta didik mendapatkan
apabila
kriteria
penguasaan
kompetensi
tertentu dapat diamati oleh guru/penilai. Akan tetapi jika tidak dapat diamati maka peserta didik tidak mendapat skor. 2. Teknik Penilaian Project Work Project work merupakan penilaian terhadap suatu tugas yang mencakup beberapa kompetensi yang harus diselesaikan oleh peserta didik dalam periode atau waktu tertentu. Tugas tersebut dapat berupa investigasi terhadap suatu proses atau kejadian yang dimulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan data dan penyajian data. Sedangkan menurut keputusan menteri (Kepmen) NO. 53/4/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
Penyelenggaraan
Persekolahan
Bidang
Pendidikan
Dasar dan Menengah (DIKDASMEN), Proyek Work mempunyai pengertian: a. Akumulasi tugas yang mencakup beberapa kompetensi dan harus diselesaikan oleh peserta diklat (pada semester akhir).
96
b. Suatu model pembelajaran yang diadopsi untuk mengukur dan menilai ketercapaian kompetensi secara kumulatif. c. Merupakan suatu model penilaian diharapkan untuk menuju profesionalisme d. Lingkup
kegiatan:
dilakukan
dari
membuat
proposal,
persiapan, pelaksanaan (proses) sampai dengan kegiatan kulminasi (penyajian, pengujian dan pameran). Dalam
melakukan
penilaian
project
work
harus
memperhatikan hal-hal berikut ini: a. Kemampuan pengolahan, kemampuan peserta didik dalam memilih
topik,
mencari
informasi,
mengelola
waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan. b. Relevansi,
kesesuaian
mata
pelajaran
dengan
mempertimbangkan tahapan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik adalah hasil karyanya,
dengan
mempertimbangkan
kontribusi
guru
berupa petunjuk, arahan serta dukungan proyek kepada peserta didik. Project work dapat berfungsi juga sebagai: a. Merupakan
bagian
internal
dari
proses
pembelajaran
terstandar, bermuatan pedagogis dan bermakna bagi peserta didik b. Memberi
peluang
kepada
peserta
didik
untuk
mengekspresikan kompetensi yang dikuasai secara utuh. c. Lebih efisien dan menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis.
97
d. Menghasilkan
nilai
penguasaan
kompetensi
yang
dapat
dipertanggung- jawabkan dan memiliki kelayakan untuk disertifikasi. Penilaian project work dilakukan dari mulai perencanaan, proses pengerjaan sampai akhir proyek. Untuk itu seorang guru atau asesor perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale atau check list. Contoh Format Teknik Penilaian Project Work Mata Pelajaran
: ………………….
Nama Proyek
: ………………….
Alokasi Waktu
: ………………….
Guru Pembimbing : …………………. Nama Siswa : ……………… NIS
: ………………
Kelas
: ………………
No. ASPEK 1 PERENCANAAN: a. Persiapan b. Rumusan Judul 2 PELAKSANAAN: a. Sistematika Penulisan b. Keakuratan Sumber Data/Informasi c. Kuantitas Sumber Data d. Analisis Data e. Penarikan Kesimpulan 3 LAPORAN PROYEK: a. Performans b. Presentasi / Penguasaan TOTAL SKOR
98
SKOR (1-5)
a. Aspek yang dinilai disesuaikan dengan proyek dan kondisi siswa/sekolah. b. Skor diberikan berdasarkan ketetapan dan kelengkapan jawaban yang diberikan peserta didik, semakin lengkap dan akurat makna semakin besar skor yang diberikan. 3. Penilaian Tertulis Penilaian tertulis (pencil and paper test) yaitu jenis tes dimana guru dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soal dilakukan secara tertulis dan jawaban yang diberikan oleh peserta didik dilakukan secara tertulis pula. Dalam penilaian tertulis, soal-soal diberikan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan
dalam
pelaksanaan
penilaian
tertulis
diantaranya: a. Tempat pelaksanaan tes harus kondusif dan jauh dari kegaduhan/keramaian. Suasana yang kondusif, nyaman dan jauh dari kegaduhan sangat mendukung konentrasi peserta didik yang mengikuti tes tertulis b. Ruang tempat tes, khususnya tempat duduk peserta didik diantara sedemikian rupa, sehingga kemungkinan kerjasama dalam menjawab soal tes atau melakukan kecurangankecurangan dapat diminimalis. c. Sistem pencahayaan diruang terharus diatur, jangan gelap atau remang-remang dan juga jangan terlalu terang. d. Lembar soal diberikan satu-persatu dengan cara terbalik, kemudian dibuka bersama-sama sehingga setiap peserta didik mempunyai kesempatan waktu yang sama untuk mengerjakan soal tersebut.
99
e. Seorang guru yang bertindak sebagai pengawas dalam pelaksanaan tes bersikap dan bertidnak wajar, jangan terlalu over
atau
banyak
gerak
sehingga
dapat
mengganggu
konsentrasi peserta tes. f. Sebelum pelaksanaan tes, guru atau pengawas membacakan tata tertib tes. Apabila terjadi penyimpangan, sanksi yang diberikan mengacu pada tata tertib tersebut. g. Sebagai bukti mengikuti tes, dibuatkan daftar hadir yang diisi oleh peserta didik yang mengikuti tes. h. Apabila
waktu
tes
sudah
habis,
maka
pengawas
mengingatkan peserta untuk segera mengakhiri pekerjaan dan meninggalkan ruangan. i. Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari, dibuat berita acara pelaksanaan tes yang ditandatangani oleh semua pengawas dan identitas berita acara pelaksanaan di isi lengkap. Pelaksanaan tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Bentuk
penilaian
uraian
(subjektive
test)
guru
yang
menggunakan alat test yang berbentuk subjective test, dalam membuat soal sekaligus dengan kunci jawaban disertai dengan pedoman jawaban dan pedoman penskorannya. Pedoman jawaban betul atau soal-soal yang telah disusun digunakan
sebagai
patokan
dalam
pemeriksaan
lembar
jawaban tes uraian. Pemeriksaan hasil tes dengan jalan membandingkan
antara
lembar
jawaban
dengan
kunci
jawaban. Dalam pemeriksaan hasil tes bentuk subjektive test harus memperhatikan hal-hal berikut:
100
1) Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes didasarkan pada standar mutlak, artinya penentuan nilai secara mutlak berdasarkan prestasi individu. 2) Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes didasarkan pada standar relatif artinya penentuan nilai berdasarkan pada prestasi kelompok b. Bentuk penilaian objektive test memeriksa atau mengoreksi jawaban soal-soal tes objektive pada umumnya menggunakan kunci jawaban. Ada beberapa macam kunci jawaban yang dapat
dipergunakan
untuk
mengoreksi
test
objective,
diantaranya: pertama, kunci berdamping (strip keys), kedua, kunci sistem karbon (carbon system keys), ketiga, kunci sistem tusukan (prinprick sistem keys) dan keempat, kunci berjendela (windows keys). 1) Kunci berdamping (strip keys) Kunci jawabawan berdamping terdiri atas jawaban-jawaban betul yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke bawah. Kunci jawaban jenis ini dipergunakan untuk memeriksa jawaban-jawaban yang ditulis pada kolom satu yang disusun lurus dari atas ke bawah. Cara menggunakan jenis kunci jawaban ini yaitu dengan meletakkan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa. Kemudian cocokan jawaban, apabila jawaban cocok dengan kunci jawaban beri tanda plus (+) sedangkan jawaban yang tidak cocok beri tanda (-). 2) Kunci sistem karbon (carbon system keys) Pemeriksaan hasil tes yang menggunakan kunci jawaban sistem karbon, peserta didik diminta untuk membubuhkan tanda silang pada huruf abjad yang jawabannya dianggap paling
benar
oleh
peserta
didik.
Kunci
jawaban
ini
101
diletakkan
di
atas
lembaran
jawaban
yang
sudah
ditumpangi karbon. Pada kunci jawaban sudah dibubuhi tanda berupa lingkaran-lingkaran untuk setiap jawaban yang betul. Jawaban peserta didik yang berada di luar lingkaran berarti jawabannya salah, sedangkan jawaban yang berada di dalam lingkaran jawabannya betul. Lembar jawaban. 3) Kunci sistem tusukan (prinprick sistem keys) Pada dasarnya kunci jawaban sistem tusukan sama dengan kunci jawaban sistem karbon. Perbedaannya bahwa dalam kunci jawaban sistem tusukan, untuk jawaban betul diberi tusukan dengan jarum besar/paku. Sementara lembar
jawaban
peserta
didik
berada
di
bawahnya.
Tusukan tadi akan menembus lembar jawaban yang berada di bawahnya. Lembar jawaban yang betul adalah pilihan jawaban yang berlubang sedangkan jawaban yang salah adalah tidak berlubang. 4) Kunci jawaban berjendela (window keys) Apabila kunci jawaban sistem berjendela akan dipakai untuk mengoreksi lembar jawaban peserta didik, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya: a) Ambillah blangko lembar jawaban yang masih kosong (belum dipergunakan. b) Pilihan jawaban yang betul diberi lubang (bulatan seperti jendela) c) Lembar jawaban diletakkan dibawah kunci jawaban jendela d) Melalui lubang-lubang tersebut kemudian buang garis vertical dengan pencil berwarna. Apabila tanda garis tersebut tepat mengenai tanda-tanda silang yang dibuat
102
oleh peserta didik pada lembar jawaban ini berarti jawaban pserta didik betul dan apabila tanda bergaris tidak
mengenai
tanda-tanda
silang
maka
jawaban
peserta didik salah. 4. Penilaian Produk Penilaian
produk
adalah
penilaian
terhadap
proses
pembuatan dan kwalitas suatu produk. Penilaian jenis ini meliputi penilaian kemampuan peserta didik terhadap proses pembuatan suatu produk, misalnya produk teknologi, makanan, karya seni dan lain sebagainya. Ada tiga hal harus diperhatikan dalam pelaksanaan penilaian produk, diantaranya: a. Tahap persiapan, tahap ini meliputi penilaian kemampuan peserta
didik
dalam
merencanakan,
menggali
dan
mengembangkan gagasan serta mendesain produk. b. Tahap
proses/pembuatan
kemampuan
peserta
produk,
didik
meliputi
dalam
penilaian
menyeleksi
dan
menggunakan bahan, alat, metode dan teknik. c. Tahap penilaian produk, tahap ini meliputi penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan. Dalam teknik penilaian produk dapat digunakan dua cara yaitu penilaian holistik dan penilaian analitik. a. Penilaian
dengan
berdasarkan
kesan
cara
holistik
keseluruhan
yaitu dari
penilaian produk,
yang
biasanya
dilakukan pada tahap appraisal. b. Penilaian dengan cara analitik yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
103
Contoh Format Penilaian Produk Mata Ajar
: Biologi
Nama Proyek
: Pembuatan Nata de Coco
Alokasi Waktu : ……………….. Nama Siswa
: ………………..
Kelas/Smt
: ………………..
No. Tahapan 1 Tahap perencanaan bahan 2 Tahap proses pembuatan a. Persiapan alat dan bahan b. Teknik pengolahan c. K3 (keselamatan kerja, keamanan dan kebersihan) 3 Tahap terakhri (hasil produk) a. Bentuk fisik b. Inovasi Total Skor
Skor (1-5)*
Catatan: * Skor diberikan dengan rentang nilai antara 1-5 dengan ketentuan semakin lengkap jawaban serta ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi skor yang diberikan
5. Penilaian Portofolio Penilaian
portofolio
sangat
cocok
untuk
mengetahui
perkembangan aspek psikomotor peserta didik dengan cara menilai kumpulan karya/tugas yang mereka kerjakan. Penilaian portofolio merupakan proses penilaian yang berkalnjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan khususnya aspek psikomotor/unjuk kerja peserta didik dalam satu periode tertentu. Penilaian jenis ini pada dasarnya menilai karya-karya
104
peserta didik secara individual dalam satu periode tertentu per mata pelajaran. Setiap akhir periode pembelajaran hasil karya atau tugas belajar dikumpulkan dan dinilai bersama-sama guru dalam peserta didik, sehingga penilaian portofolio dapat memberikan gambaran secara jelas tentang perkembangan/kemajuan belajar peserta didik. Dalam melakukan penilaian portofolio harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Asli, artinya karya/tugas yang dinilai adalah asli sebagai hasil karya peserta didik, bukan bajakan/jiplakan karya orang lain. b. Adanya rasa saling kepercayaan antra guru dan peserta didik, baik dalam proses penilaian maupun dalam proses menjaga rahasia tentang pengumpulan informasi hasil belajar (bukan nilai), karya/tugas belajar peserta didik, sehingga tidak bocor ke pihak lain yang memungkinkan berdampak negatif pada proses belajar, penilaian lbahkan pendidikan. c. Join Ownershif, antara guru dengan peserta didik memiliki rasa
saling
sehingga
memiliki
ada
upaya
terhadap dari
berkas-berkas
peserta
didik
portofolio,
untuk
terus
memperbaiki hasil karyanya. d. Identitas yang tercantum dalam portofolio sebaiknya berisi tentang
keterangan/bukti
yang
mampu
menumbuhkan
semangat peserta didik untuk terus menerus meningkatkan karya kreativitasnya yang lebih baik lagi. e. Adanya kesesuaian antara hasil informasi hasil belajar atau karya dengan pencapaian indiktor dari setiap kompetensi dasar/standar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
105
f. Penilaian portofolio mencakup penilaian proses belajar dan hasil belajar. g. Penilaian
portofolio
terintegrasi
dengan
kegiatan
proses
pembelajaran. Hal ini sangat bermnfaat bagi seorang guru untuk
melakukan
diagnosa
serta
untuk
mengetahui
perkembangan/kemajuan belajar peserta didik. Metode/teknik
penilaian
portofolio
memerlukan
langkah-
langkah sebagai berikut: a. Menjelaskan
kepada
peserta
didik
bahwa
tidak
hanya
merupakan kumpulan karya/tugas yang dipergunakan oleh guru untuk penilaian, melainkan digunakan juga oleh peserta didik itu sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, bakat dan minat yang dimiliki terhadap suatu mata pelajaran. Proses ini akan terjadi secara spontan, tetapi memerlukan waktu untuk belajar memahami dan meyakini hasil penilaian mereka sendiri. b. Menentukan bersamaan antar peserta didik dengan guru terhadap sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat. Kemungkinannya portofolio antara peserta didik yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Misal untuk mengetahui kemampuan menulis peserta didik mengumpulkan karangkarangannya, sedangkan untuk mengetahui kemampuan menggambar
maka
peserta
didik
mengumpulkan
hasil
gambar-gambarnya. c. Kumpulkan dan simpanlah semua portofolio masing-masing peserta didik dalam satu map folder di rumah masing-masing atau loker masing-masing sekolah.
106
d. Berilah
identitas
waktu
dari
setiap
bahan
informasi
perkembangan peserta didik sehingga bisa terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu. e. Sebaiknya tentukan kriteria penilaian sampel portofolio beserta bobotnya dengan para peserta didik sebelum mereka membuat karyanya. Kemudian diskusikan cara penilaian lkwalita tugas belajar/karya dengan peserta didik sehingga mengetahui standar dan guru harus berusaha mencapai standar itu. f. Seorang guru meminta kepada peserta didik untuk menilai hasil
karyanya
secara
berkesinambungan.
Guru
dapat
membimbing peserta didik bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya/tugas
belajar
memperbaikinya.
tersebut
Hal
ini
serta
dapat
bagaimana
dilakukan
pada
cara saat
membahas portofolio. g. Setelah portofolio dinilai dan hasilnya belum memuaskan maka peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaikinya (remedial). Namun antara guru dan peserta didik terlebih dahulu dibuat perjanjian tentang batas maksimal remedial serta jangka waktunya. h. Akan
lebih
baik
jika
dibuat
jadwal
untuk
membahas
portofolio dengan mengundang orang tua/wali peserta didik untuk menjelaskan betapa pentingnya portofolio supaya orang
tua/wali
dapat
mengetahui
perkembangan/
pertumbuhan belajarnya.
107
Contoh Format Penilaian Portofolio Sekolah Mata Pelajaran Durasi Waktu Nama Siswa Kelas/semester
: : : : :
………………………. ………………………. 1 semester ……………………… ………………………
No. SK/KD/PI Waktu 1.
………….
2.
………….
3.
………….
…….
Kriteria ……. ……..
………
Ket.
6. Penilaian Sikap Aspek afektif sangat menentukan keberhasilan peserta didik untuk mencapai ketuntasan dalam pembelajaran. Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat/karakter terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat/karakter terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan secara maksimal. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. sedangkan menurut para ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat meramalkan perubahannya bila seorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada berbagai tingkah laku peserta didik seperti perhatiannya yang antusias dalam mengikuti
108
proses pembelajaran, kedisiplinan dalam belajar, memiliki motivasi yang tinggi untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang sedang dipelajarinya, penghargaan dan rasa hormat terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan. Sikap pada awalnya berskala dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon suatu obyek. Sikap sebagai ekspresi dari pandangan hidup/nilai
yang
telah
diyakini
seseorang.
Sikap
dapat
diarahkan dan dibentuk sehingga memunculkan tindakan perilaku (melalui pembiasaan) yang diinginkan. Sikap pada dasarnya terdiri atas tiga komponen yaitu: a. Kompoenn afektif yaitu perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap suatu obyek. b. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai obyek. c. Komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran obyek sikap. Secara umum aspek sikap/afektif yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran
terhadap
berbagai
mata
pelajaran
mencakup hal-hal berikut: a. Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Disini peserta didik
perlu
mempunyai
sikap
positif
terhadap
materi
pelajaran. Berawal dari sikap positif inilah akan melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran. b. Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap guru, apakah tidak memiliki sikap positif akan cenderung mengabaikan apa yang dibelajarkan oleh gurunya. Sehingga peserta didik yang memiliki sikap
109
positif akan mudah menyerap materi yang diajarkan oleh gurunya. c. Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran, strategi, metodologi serta teknik atau model pembelajaran yang
digunakan
oleh
guru.
Proses
pembelajaran
yang
menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik sehingga
pencapaian hasil
belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk pandai-pandai
mencari
metode
yang
kira-kira
dapat
mendorong/merangsang peserta didik untuk belajar serta merasa tidak penuh. d. Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Peserta didik harus memiliki sikap yang tetap terhadap satu kasus/ kejadian dari suatu materi yang sedang dipelajarinya dengan dilandasi nilai-nilai positif terhadap kasus/kejadian tersebut. Misal pesert didik mempunyai sikap positif terhadap upaya sekolah
melestarikan
lingkungan
dengan
mengadakan
program penghijauan/kebun sekolah. e. Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif litnas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi setiap kurikulum
yang terus mengalami perkembangan
sesuai dengan kebutuhan (litnas kurikulum). Metode/teknik
penilaian
yang
dapat
dilakukan
untuk
melakukan proses penilaian sikap diantaranya: a. Observasi perilaku, perilaku atau perbuatan seseorang yang seringkali
dilakukan
menggambarkan
kecenderungan
seseorang terhadap suatu obyek. Misal seseorang yang sering
110
membaca novel dapat dipahami sebagai kecenderungan yang senang pada cerita novel. Hasil observasi dapat dijadikan umpan balik dalam pembinaan peserta didik. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku penghubung/kendali peserta didik yang mencatat berbagai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah. b. Pertanyaan langsung Guru
dapat
menanyakan
secara
langsung
(wawancara)
tentang sikap kepada peserta didik yang berkaitan dengan suatu obyek/peristiwa. Contoh guru mengajukan pertanyaan tentang
bagaimana
upaya
penanggulangan
narkoba
di
lingkungan sekolah. Kemudian dari jawaban peserta didik guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta didik
tersebut
terhadap
suatu
obyek/peristiwa.
Dalam
penilaian sikap peserta didik, guru dapat menggunakan metode ini melakukan pembinaan terhadap peserta didik. c. Laporan pribadi Metode/teknik penilaian sikap seperti ini, dimana guru meminta kepada peserta didik untuk membuat laporan/ ulasan
yang
berisi
tentang
pandangan/tanggapannya
terhadap suatu masalah, keadaan atau suatu hal yang menjadi obyek sikap. Contoh peserta didik diminta untuk menulis ulasannya tentang peristiwa pembalakan hutan yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia. Dari laporan yang ditulisnya guru dapat memahami kecenderungan sikap yang dimiliki peserta didik. Sebagaimana dikatakan diawal bahwa hasil penilaian sikap dapat digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan pembinaan terhadap peserta ddiik. Guru dapat memantau
111
setiap perubahan perilaku yang dimunculkan peserta didik dengan melakukan pengamatan. Hal ini akan tampak sekali pada mata pelajaran pendidikan agama dan akhlaq mulai, PKn dan kepribadian, serta estetika dan jasmani. Setiap perubahan perilaku peserta didik secara keseluruhan dapat dirangkum
dengan
menggunakan
lembar
pengamatan
berikut: Contoh Format Lembar Pengamatan Perubahan Perilaku Peserta Didik Sekolah
: ……………………………
Mata Pelajaran
: ……………………………
Sikap/Perilaku
: ……………………………
Nama Siswa
: ……………………………
Kelas/semester
: ……………………………
No.
Perubahan Perilaku Gambaran Pertemuan Pertemuan Pertemuan Perilaku Awal I II III
1
2
3 Catatan : SR : Perubahan R : Perubahan T : Perubahan ST : Perubahan
112
sangat rendah rendah tinggi sangat tinggi
Ketercapaian SR
R
T
ST
7. Penilaian Diri Penilaian diri atau evaluasi diri merupakan teknik/metode penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri yang berkaitan dengan status, proses dan tingkat ketercapaian kompetensi yang sedang dipelajarinya dari suatu mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian ini dapat mengukur dengan sekaligus untuk aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. a. Menilai aspek kognitif, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berfikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Evaluasi diri peserta didik didasarkan pada acuan/kriteria yang telah disiapkan. b. Menilai aspek psikomotor, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan/keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria/acuan yang sudah ditetapkan oleh guru c. Menilai aspek afektif; peserta didik diminta untuk membuat tulisan yang memuat tentang curahan/perasaannya terhadap suatu obyek tertentu. Untuk selanjutnya peserta didik diminta untuk melakukan evaluasi diri sendiri dengan kriteria/acuan yang sudah ditetapkan oleh guru. Menilai diri/evaluasi diri dapat memberikan manfaat/dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seorang peserta didik diantaranya: a. Menumbuhkan rasa percaya diri, karena peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri. b. Peserta didik dapat mengetahui kekurangan dan kelemahan diri sendiri, metode ini merupakan ajang intropeksi diri c. Memberikan
motivasi
untuk
membiasakan
dan
melatih
peserta didik untuk berbuat jujur dan obyektif dalam menyikapi suatu hal
113
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan penilaian diri/evaluasi diri diantaranya: 1. Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar dan pencapaian indikator yang akan dinilai 2. Menentukan kriteria / acuan yang akan digunakan 3. Merancang dan merumuskan format penilaian (pedoman penskoran, skala penilaian, kriteria penilaian dan lain-lain). 4. Meminta peserta didik melakukan evaluasi diri 5. Guru menganalisis hasil penilaian secara acak 6. Hasil analisis daripada hasil evaluasi diri peserta didik disampaikan kepada peserta didik (hasil evaluasi diri peserta didik dapat juga dijadikan umpan balik untuk melakukan pembinaan terhadap peserta didik). C. Langkah-langkah Penilaian Sebelum
melakukan
proses
penilaian,
seorang
guru
terlebih dahulu merancang format penilaian dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menetapkan
pencapaian
indikator
dari
setiap
standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan
atau
menunjukkan
proses
ketercapaian
yang suatu
berkontribusi kompetensi
atau dasar.
Pencapaian indikator dari suatu standar kompetensi atau kompetensi dasar menentukan pencapaian indikator dari setiap standar
kompetensi atau kompetensi dasar dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur. Misalnya: mengidentifikasi, menyimpulkan, menyebutkan, menggambarkan, mengkonstruksi, mengasumsikan dan lainlain.
114
Setiap pencapaian indikator dikembangkan oleh seorang guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan (intake) setiap peserta didik. Standar kompetensi dapat dijabarkan
menjadi
kompetensi
dasar
beberapa dapat
kompetensi
dijabarkan
dasar,
menjadi
setiap
beberapa
pencapaian indikator. Setiap penjabaran disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian indikator yang menjadi bagian dari pengembangan silabus dan rencana pembelajaran dan penilaian (RPP) menjadi acuan dalam merancang format penilaian (penentuan metode/teknik penilaian). 2. Melakukan pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar dan pencapaian indikator Proses
pemetaan
pengembangan
silabus.
ini
dikenal
Kemudian
dengan
hasil
istilah
pengembangan
silabus ini dijabarkan lagi secara terperinci dalam format Rencana Pembelajaran dan Penilaian (RPP). RPP ini dibuat untuk setiap pertemuian dengan durasi waktu disesuaikan dengan
program
semester
yang
telah
ditetapkan.
Pengembangan silabus dan RPP dirancang dan dibuat oleh setiap guru mata pelajaran dengan bimbingan dan arahan dari kepala sekolah dan tim kurikulum. Apabila pengembangan silabus dan RPP selesai dirancang, untuk selanjutnya menentukan teknik dan metode penilaian. Untuk menentukan teknik dan metode penilaian mengacu pada penilaian
indikator
dari
setiap
standar
kompetensi
dan
kompetensi dasar untuk masing-masing mata pelajaran. Untuk lebih jelasnya dalam menentukan teknik dan metode penilaian memperhatikan ciri/aspek indikator tersebut, misalnya:
115
1. Apabila
aspek
pencapaian
indikator
menuntut
untuk
melakukan sesuatu maka teknik dan metode penilaian menggunakan pendekatan unjuk kerja. 2. Apabila
aspek
pencapaian
indikator
menuntut
untuk
memahami suatu deskripsi/konsep maka teknik dan metode penilaian menggunakan pendekatan tertulis (obyektif dan subjective test). 3. Apabila aspek pencapaian indikator menuntut untuk memuat unsur investigasi terhadap suatu hal maka teknik dan metodenya menggunakan pendekatan project work. 4. dan lain-lain D. Bentuk Tagihan Dalam membuat soal tagihan harus menggunakan tingkat berfikir dari yang sederhana atau konkrit terus bertingkat berlevel sampai akhirnya ampai pada berfikir kompleks, dengan proporsi yang sebanding dengan jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan menengah, tingkat berfikir yang terlibat sebaiknya didominasi oleh tingkat pemahaman, aplikasi dan analisis. Namun semua ini tergantung pada karakteristik mata ajar. Bentuk
tagihan
yang
digunakan
di
sekolah
dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu tes obyektif dan tes non obyektif. Tagihan atau tes obyektif disini dapat dilihat dari sistem penskorannya yaitu siapa saja yang memeriksa lembar jawaban peserta didik akan menghasilkan nilai atau skor yang sama. Sedangkan tes non obyektif adalah tes atau tagihan yang sistem
penskorannya
dipengaruhi
oleh
keadaa
psikis
si
korektor. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tes obyektif adalah
116
tes
yang
sistem
penskorannya
obyektif
tanpa
di
pengaruhi oleh kondisi korektor, sedangkan tes non obyektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subyektivitas si korektor. Beberapa bentuk tagihan yang digunakan dalam sistem penilaian berbasis kompetensi yakni: 1. Bentuk
tagihan
pilihan
ganda:
bentuk
tes
ini
bisa
menyangkut banyak materi mata ajar, dimana penskorannya bersifat obyektif dan dapat dikoreksi melalui komputerisasi. Dalam membuat bentuk tes ini yang berkualtias ternyata sangat sulit, selain itu juga terdapat kelemahan yaitu peluang main tebak serta kerjasama antara peserta tes sangat besar. Biasanya bentuk tes pilihan ganda dipilih jika melibatkan banyak peserta didik dan memerlukan koreksi yang singkat. Bentuk tes pilihan ganda ini menuntut pengawas ujian untuk teliti dalam melakukan pengawasan saat ujian. Pedoman utama dalam membuat tes pilihan ganda antara lain: (1) pokok soal harus jelas dan mengacu pada indikator, (2) pokok soal
dirumuskan
penafsiran
yang
secara
jelas
berbeda
dan
atau
tidak
benda
menimbulkan tetapi
hanya
mengandung satu makna dalam setiap itemnya serta pilihan jawaban homogen, (3) menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan mudah dipahami oleh peserta didik dan panjang kalimat relatif sama, (4) tidak ada petunjuk jawaban yang benar dan hindari menggunakan “pilihan semua jawaban atau pilihan semua jawaban salah”, (5) pilihan jawaban angka diurutkan, (6) semua pilihan jawaban logis, (7) pokok soal tidak menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat negatif ganda sehingga bisa menimbulkan salah interpretasi terhadap
pernyataan
yang
dimaksud,
(8)
letak
pilihan
jawaban benar ditentukan secara acak, (9) grafik/tabel/grafik dan sejenisnya dan soal harus jelas dan berfungsi, (10) semua
117
soal mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar, dan (11) butir soal tidak tergantung pada soal sebelumnya. 2. Bentuk tagihan uraian: tagihan yang berbentuk uraian biasanya disebut juga dengan tes essay. Bentuk tes ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan bentuk tagihan pilihan
ganda,
yaitu
menuntut
peserta
didik
untuk
mengembangkan kemampuan berfikirnya khususnya pada aspek analisis, sintesis dan evaluasi. Bentuk tes ini bertujuan ini agar siswa mengungkapkan pikirannya ke dalam suatu kerangka
terstruktur,
menguraikan
hubungan
dan
mempertahankan pendapat secara tertulis. Bentuk tes uraian ini memiliki kriteria sebagai berikut: (1) soal mengacu pada indikator, (2) menggunakan bahasa baku, sederhana dan mudah dipahami oleh peserta didik, (3) apabila terdapat grafik/tabel/gambar
dan
lain
sebagainya
maka
harus
ditampilkan secara jelas, berfungsi dan komunikatif, (4) hanya mengandung variabel-variabel, informasi-informasi dan besaran-besaran fisika yang relevan saja, (5) pertanyaan di rumuskan
secara
jelas
sehingga
tidak
menimbulkan
penafsiran ganda dikalangan peserta didik, (6) setiap soal hanya mengandung satu pertanyaan saja, (7) siapkan kunci jawaban secara lengkap beserta pedoman penskorannya. Bentuk
tagihan
uraian
dapat
dibedakan
menjadi
2
diantaranya. a. Uraian obyektif. Bentuk tagihan ini cocik untuk mata ajar yang batasannya jelas seperti lmata ajar matematika, fisika, biologi kimia (eksakta). Agar hasil penskorannya bersifat obyektif maka diperlukan pedoman. Obyektif disini berarti hasil penilaian atau penskoran akan sama walau dikoreksi oleh korektor yang lain dengan syarat
118
memiliki latar pendidikan yang seuai dengan mata ajar yang diujikan. Penskoran dilakukan secara analitik yaitu setiap langkah pengerjaan di beri skor, misalnya peserta didik yang menjawab dengan menulis rumusnya atau langkah-langkahnya
maka
diberi
skor,
menghitung
hasilnya diberi skor dan menganalisis kesimpulannya juga diberi skor. Sistem penskoran dalam bentuk tagihan ini bersifat hirarkis sesuai dengan langkah pengerjaan soal. Bobot
skor
ditentukan
oleh
tingkat
kesulitan
soal
tersebut. Soal yang lebih sulit maka bobot skornya lebih besar dibandingkan dengan soal yang lebih mudah. b. Uraian non obyektif : bentuk tagihan ini dikatakan non obyektif
karena
cenderung
sistem
dipengaruhi
penilaian
oleh
yang
subyektivitas
dilakukan korektor.
Bentuk tagihan ini menuntut kemampuan peserta didik untuk
menyampaikan,
memilih,
menyusun
dan
memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-kata sendiri. Tingkat berfikir tinggi dan bisa menggali informasi kemampuan penlaran, kreativitas peserta didik karena kunci jawaban yang disediakan tidak hanya satu. Bentuk tagihan ini cocok digunakan
untuk
mata
ajar
sosial
(non
eksakta).
Walaupun sistem penilaiannya bersifat subjektif, namun bila disediakan pedoman penskoran yang jelas maka hasil penilaian diharapkan lebih obyektif. Selain itu juga bentuk tagihan ini memiliki keunggulan diantaranya dapat mengukur tingkat berfikir peserta didik dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi yaitu dari hapalan sampai
dengan
evaluasi.
Namun
pertanyaan
yang
menekankan pada hapalan (diawali dengan kata apa,
119
siapa,
dimana
dan
lain
sebagainya)
sebaiknya
dihindarkan agar kualitas tes baik. Adapun kelemahan bentuk tagihan uraian non obyektif antara lain: (1) istem penskoran bersifat subyektivitas dari pada korektor, (2) memerlukan waktu yang lama untuk mengoreksi lembar jawaban, (3) materi yang diujikan terbatas, dan (4) adanya efek fluffing. Untuk meminimalisasi kelemahan tersebut dapat dilakukan metode berikut ini: (1) pertanyaan tidak perlu memerlukan jawaban yang panjang sehingga bisa mencakup materi yang lebih luas, (2) dalam mengoreksi lembar jawaban tidak melihat namun peserta didik agar terhindar
sifat
jawaban
secara
subyektivitas, keseluruhan
(3)
mengoreksi tanpa
lembar
dijeda,
dan
(4) menyiapkan pedoman penskoran. 3. Bentuk tagihan jawaban atau isian singkat: bentuk tagihan ini cocok digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta didik. Cakupan materi yang diujikan bisa banyak, namun tingkat berfikir yang diuji cenderung rendah dan hanya memancing respon refleks saja. 4. Bentuk tagihan dijodohkan: bentuk tagihan ini cocok untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang fakta dan konsep. Cakupan materinya luas, namun tingkat berfikir yang terlibat cenderung rendah. 5. Bentuk tagihan performans: bentuk tagihan ini cocok untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas tertentu, misalnya praktek di laboratorium. Peserta didik yang diuji diminta untuk mendemonstrasikan kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki dalam bidang tertentu. 6. Bentuk tagihan portofolio: bentuk tagihan ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja para peserta didik
120
dengan menilai kumpulan-kumpulan karya-karya atau tugas yang mereka kerjakan. Cara ini dapat dilakukan dengan baik jika peserta didik yang dinilai tugas atau karyanya tidak banyak. E. Jenis Tagihan Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan
tingkat
keberhasilan
peserta
didik
dalam
penguasaan kompetensi dasar yang diajarkan (mentari ajar) diperlukan adanya berbagai jenis tagihan. Dalam Pendidikan
melakukan untuk
penilaian
mengetahui
pada
tingkat
kemampuan
Satuan
peserta
didik
terdapat materi-materi yang diajarkan, maka perlu merancang perangkat-perangkat Tagihan-tagihan
penilaian
ini
berupa
dirancang
tagihan-tagihan.
sedemikian
rupa
sehingga
merupakan sistem penilaian yang berbasis kompetensi untuk Tingkat Satuan Pendidikan yang berkaitan dengan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Jenis tagihan yang digunakan dalam sistem penilaian berbasis kompetensi yang berkaitan erat dengan aspek kognitif, psikomotor dan afektif antara lain: 1. Pertanyaan lisan di kelas: materi yang ditanyakan berupa konsep, prinsip atau teorema. Pertanyaan ini diajukan kepada peserta
didik,
selanjutnya
so
kemudian guru
dapat
diberi
kesempatan
memiliki
cara
acak
berfikir untuk
menentukan siapa di antara peserta didik itu yang harus menjawab pertanyaan yang diajukan tersebut. Jawaban tersebut sifatnya bebas dan para peserta didik mempunyai kesempatan
yang
seluas-luasnya
untuk
mengemukakan
argument atau gagasannya. Jawaban peserta didik tersebut
121
tanpa mengatakan benar atau salah kemudian dilemparkan lagi kepada peserta didik yang lain untuk memberikan klarifikasi terhadap jawaban yang pertama. Setelah ajang diskusi atau debat diantara para peserta didik mengalami kebuntuan maka seorang guru langsung menyimpulkan jawaban siswa yang benar. Pertanyaan kuis seperti ini dapat dilakukan
diawal
dan
diakhir
proses
pembelajaran.
Penskoran pertanyaan lisan dapat dilakukan dengan pola kontinum 0 sampai dengan 10 atau 0 sampai dengan 100. untuk
memudahkan
penskoran
dibuat
rambu-rambu
jawaban yang akan dijadikan acuan. 2. Kuis
pertanyaan
yang
diajukan
peserta
didik,
dimana
pertanyaan itu hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja dari materi yang telah diajarkan sebelumnya dan bentuknya berupa isian singkat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi (kompetensi) peserta didik. Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang dari 15 menit. Kuis ini biasanya dilakukan di awal pembelajaran. Apabila ada peserta didik yang belum menguasai kompetensi maka sebaiknya seorang guru menjelaskan kembali materi tersebut secara singkat dengan menggunakan metode yang berbeda. 3. Ulangan
harian:
biasanya
dilakukan
secara
periodik,
misalnya setelah menyelesaikan belajar sebanyak 1 atau 2 pokok bahasan atau beberapa indiaktor maka dilakukan penilaian (ulangan harian) untuk mengetahui penguasaan materi peserta didik. Soal yang dibuat biasanya berbentuk uraian obyektif maupun uraian non obyektif. Tingkat berfikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi dan analisis.
122
4. Tugas individu: jenis tagihan ini biasanya diberikan setiap minggu dengan bentuk soal atau tes uraian obyektif maupun uraian non obyektif. Tingkat berfikir yang terlibat sebaiknya aflikatif, analisis dan bila memungkinkan sampai dengan sintesis dan evaluasi. Tugas individu untuk materi ajar tertentu terkait dengan aspek psikomotor, misalnya peserta didik diberi tugas untuk melakukan observasi lapangan dalam mata ajar biologi. 5. Tugas
kelompok:
tugas
ini
diberikan
untuk
menilai
kemampuan kerjasama peserta didik dalam sebuah tim. Bentuk tagihan atau tes yang digunakan biasanya bentuk soal uraian dengan tingkat berfikir yang tinggi dan komplek yaitu aplikasi dan evaluasi. Bila memungkinkan peserta didik diminta untuk menggunakan data-data sebenarnya melalui pengamatan terhadap suatu fenomena atau gejala. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap rencana suatu
proyek,
karena
proyek
yang
sesungguhnya
menggunakan data-data yang sesuai dengan di lapangan. Seperti halnya dengan tugas individu, tugas kelompok juga berkaitan dengan aspek psikomotor. 6. Ujian blok: jenis tagihan ini bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap materi yang telah diajarkan dengan sistem blok. Bentuk tagihan atau soal yang dipakai biasanya berbentuk pilihan ganda, uraian, campuran, antara pilihan ganda
dan
uraian.
Materi
yang
diujikan
berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan. Tingkat berfikir yang terlibat mulai dari tingkat pemahaman sampai dengan tingkat evaluasi. 7. Ujian semester: ujian yang dilakukan pada akhir semester, dengan bentuk soal tagihan pilihan ganda, uraian atau
123
campuran antara pilihan ganda dan campuran. Materi yang diujikan
berdasarkan
indikator-indikator
yang
telah
ditetapkan. Tingkat berfikir yang terlibat yaitu mulai dari pemahaman sampai dengan evaluasi. 8. Laporan praktikum atau laporan kerja praktek: jenis tagihan ini hanya dipakai untuk mata ajar tertentu yang ada kegiatan praktikumnya, seperti biologi, fisika, kimia. 9. Ujian praktek atau response: jenis tagihan ini dipakai pada mata ajar yang ada kegiatan praktikumnya, seperti biologi, fisika dan kimia. Ujian praktek atau responsi bertujuan untuk mengetahui penguasaan akhir peserta didik baik dari aspek kognitif maupun psikomotor. Ujian response dapat dilakukan di awal praktek atau setelah melakukan praktek. Ujian response yang dilakukan sebelum praktek bertujuan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk melakukan praktek di laboratorium, sedangkan ujian responsi yang dilakukan setelah praktek bertujuan untuk mengetahui kompetensi dasar praktek yang dikuasai atau capai peserta didik dan yang belum. Jenis-jenis
tagihan
dalam
sistem
penilaian
berbasis
kompetensi meliputi tingkat berfikir yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif
dan
pengetahuan
prosedural.
Pengetahuan deklaratif meliputi konsep, fakta-fakta dan prinsip, sedangkan pengetahuan prosedural meliputi proses strategi, aplikasi dan keterampilan. F. Kesahihan dan Kehandalan Tes Suatu tes sebagai salah satu perangkat dalam melakukan penilaian harus memiliki bukti kesahihan dan kehandalan sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya di nilai dan
124
hasilnya dapat dibandingkan. Kesahihan dan kehadnalan tes tidak berlaku universal tergantung pada situasi dan kondisi serta tujuan penilaian itu sendiri. Alat tes yang memiliki kesahihan untuk tujuan tertentu belum tentu sahih untuk tujuan yang lain. Kesahihan suatu tes dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: a. Kesahihan isi atau sering juga disebut dengan kesahihan kurikuler, yang dapat dilihat dari kisi-kisi tesnya, yaitu matriks yang menunjukkan bahan tes serta tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan tes. Dalam sistem penilaian yang berbasis kompetensi di sekolah menekankan pada kesahihan isi, yaitu menunjukkan seberapa jauh materi ujian dengan kompetensi dasar yang hendak diukur. b. Kesahihan konstruk, diperoleh dari hasil analissi faktor, yaitu jumlah faktor yang diukur suatu tes. Bukti kesahihan konstruk diperoleh dari penggunaan tes yaitu data empiris. Pada dasarnya konstruk yang diukur adalah satu (dimensi alat
ukur
adalah
satu).
Apabila
yang
dinilai
adalah
kemampuan membaca, maka yang dinilai adalah kemampuan membaca saja dan tidak ada unsur lainnya yang dinilai, misalnya kemampuan mendengar dan menulis. c. Kesahihan
kriteria,
kesahihan
ini
dilihat
dari
daya
prediksinya. Kesahihan prediktif merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa jauh skor tes dapat digunakan untuk memorediksi atau meramalkan keberhasilan peserta didik pada masa yang akan mendatang. Kesahihan prediktif juga memerlukan data empiris untuk dapat menghitung besarnya daya prediksi. Misalnya seberapa besar tes try out dapat digunakan untuk meramal keberhasilan korelasi antara tes ujian nasional sebagai predictor dengan kelulusan ujian tes
125
sebagai kriteria. Semakin besar koefisien maka semakin sahih tes try out ini. Kehandalan suatu tes memberikan informasi tentang besarnya kesalahan pengukuran. Keandalan suatu tes dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: a. Konstruksi internal, besarnya konsistensi internal diperoleh dari data hasil tes karena untuk mencari indeks ini cukup dilakukan satu kali tes. b. Konsistensi stabilitas merupakan tingkat kestabilan hasil pengukuran yang dilakukan paling minimal dua kali untuk peserta didik yang sama dalam waktu yang berbeda, dengan asumsi tidak ada efek tes. c. Konsistensi antar penilai, keandalan antar penilai diperoleh dari besarnya korelasi hasil penskoran dari dua orang peserta didik terhadap lembar jawaban tes yang sama. Menurut Feldt (1989) besarnya indeks keandalan ini adalah 0 sampai dengan 1, sedangkan yang dapat diterima adalah minimum 0,70.
semakin
andal
suatu
tes
maka
kesalahan
pengukurannya semakin kecil. Sebagaimana
dijelaskan
di
atas
bahwa
besarnya
indeks
keandalan digunakan untuk menghitung besarnya kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Kesalahan pengukuran acak artinya kesalahan karena kondisi yang diukur dan yang mengukur bervariasi serta pemilihan bahan ujian yang tidak tepat. 2. Kesalahan pengukuran statistik artinya kesalahan karena alat ukur atau cara penskoran yang cenderung murah atau mahal untuk semua peserta didik.
126
Menurut Allen dan Yen (1979), mengatakan bahwa besarnya kesalahan acak dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: Se =
Sx (1- rxx' )
Catatan: Se
= besarnya kesalahan pengukuran
Sx
= simpangan baku skor
rxx’
= indeks keandalan tes
Formula di atas menunjukkan bahwa apabila indeks keandalan tes besar maka kesalahan pengukuran kecil, begitu juga sebaliknya jika indeks keandalan tes kecil maka kesalahan pengukuran besar. G. Indeks Sensitivitas Indeks sensitivitas pada prinsipnya merupakan kemampuan peserta didik antara setelah dan sesudah mengikuti proses pembelajaran. Indeks ini menyatakan tingkat keberhasilan peserta
didik
dalam
mengikuti
proses
pembelajaran
dan
keberhasilan seorang guru sebagai pengajar dan pendidik. Besarnya indeks yang baik adalah positif dan besar. Indeks ini dinyatakan dengan formula sebagai berikut: IS =
RA - RB T
Catatan : RA = jumlah peserta didik yang menjawab benar setelah mengikuti proses pembelajaran RB = jumlah peserta didik yang menjawab benar sebelum mengikuti proses pembelajaran T
= jumlah peserta didik yang mengikuti ujian
127
H. Evaluasi Hasil Penilaian Seorang guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Misalnya jika semua peserta didik sudah menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan, maka peserta didik dapat melanjutkan belajar untuk materi selanjutnya dari mata ajar tersebut, dengan catatan seorang guru harus memberi program perbaikan (remedial) kepada peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar dan program pengayaan kepada peserta didik yang telah menguasai kompetensi. Evaluasi terhadap penilaian proses dan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik dalam menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi terhadap hasil penilaian tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi atau indikator yang belum dikuasai peserta didik. Dengan mengevaluasi hasil penilaian terhadap proses dan hasil belajar maka, seorang guru akan mendapatkan manfaat yang besar untuk melakukan program perbaikan yang tepat. Jika ditemukan sebagian peserta didik yang gagal, maka perlu dikaji kembali apakah instrumen penilaiannya terlalu sulit, apakah instrumen penilaiannya sudah sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, atau metode pembelajaran (metode, media, teknik) yang digunakan sudah tepat dan sesuai dengan
situasi
dan
kondisi
sekolah.
Jika
instrumen
penilaiannya terlalu sulit maka perlu diperbaiki, tetapi jika instrumen penilaiannya ternyata tidak sulit maka, mungkin metode pembelajarannya harus diperbaiki dan seterusnya.
128
BAB IX LAPORAN PENILAIAN HASIL BELAJAR DAN MANFAATNYA A. Pengertian dan Bentuk Laporan Proses dan Hasil Belajar Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan proses dan hasil belajar para peserta didik dan hasil mengajar guru. Informasi mengenai hasil penilaian
proses
dan
hasil
belajar
serta
hasil
mengajar
yaituberupa penguasaan indikator-indikator dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar, melaksanakan program remidial serta mengevaluasi kompetensi guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Pemamfaatan informasi hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran harus didukung oleh peserta didik, orang tua atau wali peserta didik, kepala sekolah, guru dan civitas sekolah lainnya. Dukungan ini akan diperoleh apabila mereka mendapat informasi hasil penilaian yang lengkap dan akurat. Oleh karena itu diperlukan laporan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik untuk guru atau sekolah, orang tua atau wali siswa dan untuk peserta didik itu sendiri. Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan kegiatan mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian guru tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Laporan hasil penilaian proses dan hasil belajar meliputi aspek kognitif, psikomotor dan efektif. Tidak semua mata ajar dinilai aspek psikomotornya. Mata ajar yang dinilai aspek
129
psikomotornya yaitu mata ajar yang melakukan kegiatan praktek. Sedangkan untuk aspek kognitif dan afektif dinilai untuk
seluruh
mata
ajar.
Informasi
aspek
kognitif
dan
psikomotor diperoleh melalui sistem penilaian sesuai dengan tuntutan indikator-indikator dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Sedangkan aspek afektif diperoleh melalui lembar pengamatan yang sistematik, kuesioner dan imventori. Penilaian proses danhasil belajar baik aspek kognitif, psikomotor maupun afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Hal ini untuk menghindari hilangnya karakteristik
spesifik
peserta
didik.
Masing-masing
aspek
tersebut dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang penting. Kemampuan seorang peserta didik jika dilihat dari aspek kognitif, psikomotor dan maupun afektif pada umumnya cenderung tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan
kognitif
tinggi,
namun
memiliki
kemampuan
psikomotor dan afektif cukup. Namun ada juga yang memiliki kemampuan kognitif cukup, psikomotor tinggi dan afektif cukup. Hasil penilaian aspek kognitif dan psikomotor dapat berupa nilai angka maupun deskriptif terhadap kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Standar minimal ketuntasan belajar 75. Jika seorang peserta didik memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 75, maka dapat dikatakan peserta didik tersebut tuntas belajar. Akan tetapi jika memperoleh nilai kurang dari 75, maka peserta
didik
tersebut
belum
tuntas
belajar
dan
harus
diremidial. Hasil penilaian berupa deskripsi kualitatif dapat dilaporkan dalam bentuk deskripsi mengenai ketercapaian kompetensi.
130
Penentuan batas kelulusan harus memperhatikan dua aspek yaitu kognitif dan psikomotor, sedangkan untuk afektif merupakan tambahan informasi tentang kondisi peserta didik yang berkaitan dengan minat, sikap, moral dan konsep diri. Hasil penilaian afektif berupa nilai huruf dengan kategori A (sangat baik), B (baik), C (cukup) dan D (kurang). Atau bisa juga dalam bentuk kualitatif, misalnya : sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Hasil penilaian afektif bertujuan untuk mengetahui sikap, minat, konsep diri dan moral peserta didik.
B. Teknik Melaporkan Hasil Belajar Pada umumnya orang tua peserta didik mengharapkan jawaban dari pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara akademik, fisik, sosial dan emosional. 2. Sejauh
mana
anak
berpartisipasi
dalam
kegiatan
pembelajaran di sekolah. 3. Kompetensi apa yang dikuasai dan yang belum dikuasai dengan baik. 4. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua peserta didik untuk membantu dan mengembangkan prestasi belajar anaknya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka informasi yang harus disampaikan kepada orang tua peserta didik sebaiknya menggunakan teknik berikut ini : 1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami 2. Menitikberatkan kekuatan pada apa yang telah dicapai anak 3. Memberikan perhatian pada pengembangan dan pembelajaran anak
131
4. Berkaitan erat dengan hasil belajar yang harus dicapai dalam kurikulum 5. Menginformasikan dengan benar tentang tingkat pencapaian hasil belajar.
C. Manfaat Informasi Hasil Penilaian Proses dan Hasil Belajar 1. Untuk Peserta didik Informasi hasil belajar peserta didik dapat diperoleh melalui ujian, kuesioner atau angket, wawancara dan pengamatan. Informasi penilaian hasil belajar sangat bermanfaat bagi peserta didik diantaranya : a. Mengetahui kemajuan belajar diri. b. Untuk
mengetahui
indikator-indikator
yang
telah
ditetapkan yang belum dikuasai. c. Memotivasi diri untuk belajar lebih baik lagi. d. Memperbaiki strategi belajar. 2. Untuk Orang Tua Informasi hasil penilaian hasil belajar bermanfaat bagi orang tua atau wali peserta didik untuk memotivasi putra-putrinya agar belajar lebih baik lagi dan mencari strategi untuk membantunya belajar. Agar informasi ini bermanfaat maka harus memberikan informasi yang akurat. Informasi ini dapat digunakan sebagai : a. Membantu
dan
memberikan
motivasi
putra-putrinya
belajar. b. Membantu sekolah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. c. Membantu sekolah dalam melengkapi fasilitas belajar.
132
3. Untuk Guru dan sekolah Informasi yang diperlukan oleh guru bersifat global untuk semua rombongan belajar yang diajarnya, sedangkan kepala sekolah
memerlukan
informasi
global
untuk
semua
rombongan belajar dalam satu sekolah. Informasi ini dapat digunakan untuk : a. Mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam satu rombongan belajar dan sekolah yang mencakup semua mata ajar. b. Mendorong
para
guru
untuk
lebih
baik
lagi
dalam
memberikan pelayanan belajar kepada peserta didik. c. Membantu guru dalam mencari strategi yang lebih tepat. d. Mendorong sekolah untuk memberikan fasilitas belajar yang lebih baik lagi.
133
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, Dikmenum. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Penilaian. E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Gronlund, N.E. 1971. Measurment and Evaluation in Education. New York. I. Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Kanisius. Yogyakarta. Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Gaung Persada Press. Jakarta Nana Sudjana. 1998. Penilaian Hasil Proses Belajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. ______________. 2006. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Ngalim Purwanto. 1989. Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Ruchji Subekti dan Harry Firman. 1986. Evaluasi Hasil Belajar dan Pengajaran Remedial. Universitas Terbuka. Kurnia. Jakarta. Saifudin Azhar. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Suharsimi. Arikunto. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Thorndike, R.L., Hagen, Elizabeth. 1969. Measurement and Evaluation in Psycology and Education. Toronto, John Wiley and Sons, Inc.
134
View more...
Comments