Buku Ajar Metode Elemen Hingga (1)

December 25, 2016 | Author: GaneshWicaksonoMashudi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Buku Ajar Metode Elemen Hingga (1)...

Description

METODE ELEMEN HINGGA

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya dalam penyelesaian modul ajar Metode Elemen Hingga ini. Mata kuliah Metode Elemen Hingga memiliki 2 mata kuliah prasyarat yaitu Matematika Teknik I dan Mekanika Kekuatan bahan II. Tujuan dari perkuliahan ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar metode elemen hingga dan memformulasikan problem teknik dalam model serta dapat menyelesaikan pemodelan problem tersebut dalam struktur, frame, shell/plat pada matra garis, 2D, 3D. Materi dalam modul ini disampaikan dengan ringkas, sehingga pembaca tetap diharapkan mempelajari buku-buku yang telah dijadikan sumber pustaka dari modul ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam suksesnya penulisan modul ini. Semoga amal baik semua pihak yang terlibat dalam kegiatan ini diterima oleh Allah SWT, dan semoga modul ini bisa memberikan kontribusi dalam pendidikan nasional. Malang, Desember 2014 Dr.Eng. Moch. Agus Choiron Dr.Eng. Anindito Purnowidodo Khairul Anam, MSc.

i

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

DAFTAR ISI

PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN BAB II. METODE KEKAKUAN/PERPINDAHAN BAB III. PERSAMAAN DAN MATRIK KEKAKUAN UNTUK STRUKTUR BAB IV. KEMIRINGAN DAN LENDUTAN PADA BATANG BAB V. DEFLEKSI/LENDUTAN (SPECIAL CASES) BAB VI. STRUKTUR DAFTAR PUSTAKA RPKPS

ii

i ii 1 11 31 63 74 89

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Sejarah Pekembangan Metode Elemen Hingga Metode Elemen Hingga, selanjutnya disebut sebagai MEH, adalah metode

numerik yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam bidang rekayasa atau pun bidang fisik lainnya. Permasalahan-permasalahan dalam bidang rekayasa yang dapat dipecahkan dengan metodei ini adalah meliputi analisa struktur, analisa tegangan, perpindahan panas

dan masa, dan

medan

elektromagnetik. Permasalahan-permsalahan yang melibatkan bentuk geometri, kondisi pembebanan dan sifat mekanik material yang komplek tidak mungkin untuk dipecahkan dengan menggunakan persamaan atau rumus matematis yang biasanya disebut dengan penyelesaian analitis. Penyelesaian analitis ini umumnya memerlukan penyelesaian persamaan deferensial parsial. Oleh karena itu, metode numerik seperti MEH adalah metode yang banyak digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang komplek tersebut. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode MEH ini adalah berupa harga pendekatan dari sejumlah titik atau node pada kontinum bodi. Maka dalam pemodelan di dalam MEH, suatu bodi dibagi menjadi beberapa bodi atau unit yang lebih kecil yang disebut dengan elemen, yang mana elemen-element tersebut saling berhubungan dengan elemen lain pada titik-titik simpul elemen atau dikenal dengan node. Proses pembagian ini disebut dengan diskritisasi. Perkembangan penggunaan MEH dimulai pada masa-masa perang dunia II, sekitar tahun 1940 an. Pada tahun 1941, Hrennikoff dan McHenry (1943) menggunakan elemen satu dimensi berupa elemen garis, yang sekarang dikenal sebagai elemen batang, untuk menganalisa tegangan pada suatu struktur. Selanjutnya, Courant mengenalkan interpolasi atau fungsi, dan metode kekakuan atau metode perpindahan baru dikembangkan pada tahun 1947 oleh Levy. Metode ini sangat menjanjikan dan berguna untuk analisa statika pada struktur pesawat. Pada masa-masa tersebut dilakukan secara manual atau tanpa menggunakan alat

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 1

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

bantu seperti pada masa saat ini. MEH menjadi semakin populer untuk digunakan setelah dikembangkannya prosesor kecepatan tinggi pada komputer. Analisa dua dimensi menggunakan MEH pertama kali dikenalkan oleh Tuner dan kawan pada tahun 1956. Mereka berhasil menurunkan matrik untuk element truss, element batang, dan elemen-elemen untuk analisa kasus-kasus dua dimensi seperti element segitiga dan segi empat pada kondisi tegangan bisang. Disamping itu, Tuner dan kawan-kawan mengenalkan prosedur yang dikenal sebagai metode kekakuan langsung ( direct stiffness method ) dan matrik kekakuan struktrur. Bersama dengan perkembangan teknologi komputer, hasil kerja dari Tuner dkk menjadi perintis perkembangan persamaan kekakuan elemen hingga yang diekspresikan dalam notasi matrik. Istilah metode elemen hingga pertama kali dikenalkan oleh Clough pada tahun 1960 ketika elemen-elemen segitiga dan segi empat digunakan untuk analisa tegangan bidang (plane stress). Selanjutnya semenjak itu dikembangkan elemen-elemen yang berbentuk tiga dimensi seperti tetrahedral. Umumnya sebagian besar perkembangan elemen hingga pada tahun 1960 an sesuai untuk regangan dan perpindahan kecil pada perilaku material elastis dengan beban statis. Meskipun demikian untuk kasus defleksi yang besar dan analisa termal dikembangkan oleh Turner. Sedangkan untuk kasus-kasus non linier dipelopori oleh Gallagher. Disamping itu, Gallagher dan Padlog juga berhasil mengembangkan MEH untuk memecahkan kasus-kasu bukling pada tahun 1963. Sedangkan untuk kasus viskoelastisitas dikembangkan oleh Zienkiewicz pada tahun 1968. Pada

era

1970-an,

dipelopori

oleh

Belytschko,

MEH

mampu

menyelesaikan kasus-kasus pada struktur yang mengalami deformasi besar dan non linier. Hal ini meningkatkan kemampuan MEH untuk menyelesaikan problem-problem pada struktur. Semenjak awal perkembangan MEH sampai saat ini banyak mengalami kemajuan yang pesat, dan hampir semua analisa tegangan, defleksi dan deformasi di dalam perancangan struktur menggunakan metode MEH terutama untuk geometri dan kondisi beban yang komplek. Bahkan MEH sudah merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa yang belajar bidang rekayasa. Saat ini penggunaan dan penelitian MEH yang masih relatif baru adalah dalam bidang bioengineering. Dalam bidang ini penggunaan MEH masih

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 2

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

menemukan banyak kesulitan seperti permodelan untuk material dan geometri yang non linier serta tingkat kompleksitas yang relatif lebih tinggi dibanding pada bidang rekayasa. Meskipun demikian saat ini banyak usaha dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah dalam berbagai bidang rekayasa. 1.2

Matrik Penguasaan metode perhitungan dengan menggunakan matrik adalah

sangat perlu di dalam memformulasikan rumus kekakuan elemen dengan sederhana, menyelesaikan dengan cara manual (long hand solution) dari berbagai permasalahan, dan yang penting adalah metode perhitungan dengan menggunakan matrik sangat penting digunakan di dalam pemrograman komputer untuk menyelesaikan perhitungan numeris. Pada sub bab ini diingatkan kembali secara singkat tentang matrik dan notasinya yang umumnya digunakan dalam MEH. Disarankan bagi pembaca yang tidak mengenal metode matrik untuk mempelajari terlebih dahulu. Matriks adalah suatu kumpulan bilangan yang diatur di dalam kolom dan baris sehingga membentuk segi empat siku-siku. Bilangan bilangan di dalam segi empat tersebut sering disebut disebut dengan elemen atau unsur. Dimensi matrik dinyatakan dengan ordo yang menyatakan banyaknya baris ( arah horizontal) dan banyaknya kolom (arah vertikal) dalam suatu matrik. Jadi suatu matrik yang mempunyai baris berjumlah m dan kolom berjumlah n maka matrik tersebut berordo m x n. Sebagai contoh adalah matrik gaya F, yang akan juga digunakan untuk mendiskripsikan suatu komponen gaya dalam elemen, terdiri dari gaya-gaya pada masing-masing node atau simpul (F1x, F1y, F1z, F2x, F2y, F2z,…….., Fnx, Fny, Fnz). Komponen-komponen gaya tersebut beraksi pada node (1,2,3,….., n ) yang juga mengakibatkan perpindahan (displacement) pada masing-masing node (d1x, d1y, d1z, d2x, d2y, d2z,…….., dnx, dny, dnz). Ke dua matrik tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 3

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 d1x   F1 x  d  F  1 y  1y     d1z   F1 z      F 2 x d 2 x    d 2 y   F2 y      [ F ]  F   F2 z  [d ]  d   d 2 z   .   .      .    .  F  d  nx    nx   Fny   d ny    d   Fnz   nz 

(1-1)

Tanda subskrip disebelah kanan F dan d mengidentifikasikan nomer node dan arah dari gaya dan perpindahan. Misalnya, F1x adalah menunjukkan komponen gaya pada node 1 dan mempunyai arah yang sama dengan sumbu X. Matrik pada persamaan 1-1 disebut dengan matrik kolom yang mempunyai ordo m x 1. Tanda kurung [ ] digunakan dalam buku ini untuk menandakan matrik kolom. Sehingga seluruh komponen gaya dan perpindahan di dalam kolom matrik dapat disimbulkan, masing-masing, sebagai [F] dan [d], sedangkan simbol F dan d dengan garis diatasnya menyatakan matrik secara umum artinya dapat berupa matrik kolom atau matrik segi empat. Penggunaan matrik segi empat siku-siku secara umum dalam buku ini dinyatakan dengan simbol { }. Sebagai contoh matrik untuk menyatakan koefisien kekakuan elemen dan global, masing-masing disimbolkan sebagai {k} dan {K} dan dinyatakan seabagai berikut.

 k11 k12 k k 22  21  . . k   k   .  .  . .  k m1 k m 2  K11 K  21  . K   K    .  .   K m1

K12 K 22 . . . km2

. .

. .

.

. .

.

.

. .

. .

. .

.

.

.

k1n  k2n   .   .  .   k mn 

(1-2)

K1n  K 2n   .   .  .   K mn 

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 4

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Pada buku ini akan dipelajari bahwa besar gaya global pada node F dan perpindahan global pada node d tergantung dari harga matrik kekakuan global K, dan dinyatakan sebagai berikut .

F  Kd

(1-3)

Persamaan 1-3 disebut persamaan kekakuan global . Dengan mensubtitusi persamaan 1-2 ke dalam persamaan 1-3 menjadi.

 K11 K  21  . F     .  .   K m1

K12 K 22 . . . km2

. .

.

. .

.

. .

.

K1n  d1x  K 2 n d1 y  .  .    .  .  .  .    K mn d nz 

(1-4)

Pembahasan matrik kekakuan pada berbagai jenis elemen akan dilakukan pada bab selanjutnya. Disamping itu juga akan ditunjukkan suatu prosedur atau urutan bagaimana menyusun matrik kekakuan global K pada berbagai jenis struktur dan bagaimana cara mengetahui suatu perpindahan d pada tiap node. Untuk mengetahui itu maka penyelesaiannya dialkuakn dengan menggunakan metode martik. Jika jumlah nodenya sedikit, maka ordo matriknya juga akan kecil, sehingga dapat diselesaikan dengan cara manual (long hand solution). Akan tetapi jika jumlah nodenya banyak dan perpindahannya lebih dari satu arah, ke arah x, y dan z , maka konsekuensinya ukuran matriknya akan besar, sebagai contoh jika ada 100 node dan arah gaya ke semua arah (x,y,z) kita pertimbangkan, maka matrik kolom gaya F akan mempunyai berjumlah 300 baris, dan untuk matrik perpindahan d mempunyai dimensi yang sama dengan matrik gaya. Selanjutnya matrik kekakuan global mempunyai dimensi 300 X 300. Jika ini terjadi maka penyelesain secara manual sangat tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, untuk menyelesaikannya, dapat menggunakan bantuan komputer. 1.3

Peranan Komputer Telah disebutkan bahwa komputer sangat berperan besar dalam operasi

penyelesaian persamaan dalam MEH. Sebelum pengunaan komputer, meskipun sudah diketahui sebelumnya bahwa metode matrik dan MEH dapat digunakan

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 5

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan komplek, tetapi penggunaannya tidak praktis dan memerlukan waktu yang sangat lama. Kondisi ini berubah semenjak tahun 1950-an, yang mana pada waktu itu mulai dikembangkan komersial komputer generasi pertama oleh IBM. Bahkan pada saat ini dengan bantuan personal komputer sudah dapat menyelesaikan ribuan persamaan dengan waktu yang sangat singkat dalam hitungan menit. Di samping itu sekarang sudah banyak dikembangkan program-program komputer berbasis elemen hingga. Diantara program – program tersebut bahkan dapat dieksekusi melalui personal komputer (PC) dengan satu processor saja, misalnya prgram ANSYS, Algor, Abaqus, MARC , SAP2000 dan lain-lain. Dengan bantuan kapasitas dan kecepatan memori, kemampuan PC dapat ditingkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan dangan jumlah ribuan varibale tidak diketahui. 1.4

Prosedur Umum MEH Ada dua pendekatan langsung yang digunakan di dalam MEH untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan pada mekanika struktur. Pendekatan pertama adalah yang disebut dengan metode gaya atau fleksibelitas. Pada metode ini menggunakan gaya internal sebagai harga yang tidak diketahui dan selanjutnya dipecahkan. Metode yang kedua disebut sebagai metode perpindahan atau kekakuan yang mengasumsikan perpindahan pada node sebagai harga yang tidak diketahui dan selanjutnya dipecahkan. Dari kedua metode ini, metode kekakuan atau perpindahan banyak digunakan, karena formulasinya lebih sederhana untuk analisa struktur. Oleh karena itu di dalam buku ini hanya menerangkan metode kekauan atau perpindahan saja. Perlu diingat bahwa ada 8 langkah utama di dalam melakukan analisa dengan menggunakan MEH. Langkah-langkah tersebut meliputi : Langkah ke 1. Memilih jenis elemen dan diskritisasi Di dalam langkah ini bodi kontinum dibagi menjadi elemen-elemen yang terdiri dari beberapa node. Proses ini disebut diskritisasi. Sebelumnya, kita harus bisa menentukan jenis elemen yang sesuai untuk memodelkan kondisi fisik sebenarnya. Di dalam pendiskritan ini, memungkinkan ukuran elemen berbeda sesuai dengan kondisi geometri dari suatu struktur. Gambar 1.1

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 6

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

menunjukkan contoh dari diskritisasi dari suatu bodi dengan elemen. Gbr. 1.1a menunjukkan suatu bodi poros yang belum dibagi menjadi elemen-elemen, dan Gbr 1.1b menunjukkan diskritisasi dari bodi poros dengan elemen.

a). Bodi poros

b). Diskritisasi bodi poros Gambar 1-1. Contoh diskritisasi

Pemilihan jenis suatu elemen dan dimensi (satu, dua atu tiga dimensi) pada saat melakukan analisa dengan menggunakan MEH tergantung dari beberapa faktor misalnya, kondisi pembebanan. Pemilihan ini harus dilakukan dengan tepat oleh seorang analisis atau disainer. Di samping itu, sering dijumpai untuk suatu kasus tertentu ada jenis elemen yang paling sesuai untuk menyelesaikan suatu kasus tersebut. Yang dimaksud sesuai disini adalah keakurasian hasil, efisiensi dan efektifitas yang berkenaan dengan pemrograman pada komputer. Untuk hal ini,maka pengalangaman dari seorang analisis atau disainer sangat menentukan hasil dari analisa. Gambar 1-2 berikut menunjukkan contoh dari beberapa jenis elemen. Gbr 1-2a adalah jenis elemen yang digunakan untuk merepresntasikan beam atau batang. Untuk Gbr 1-2b adalah contoh elemen dua dimensi yang mana node terletak pada masing-masing sudutnya atau dapat juga terdapat node tambahan diantara sudut-sudutnya. Elemen jenis ini biasa digunakan untuk menganalisa tegangan atau regangan bidang. Gbr 1-2c menunjukkan contoh elemen 3 dimensi sederhana berbentuk tetrhedral dan hexahedral. Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 7

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

2

1

a). Elemen sederhana dengan 2 node. y

3

1

2 x

b). Elemen Segitiga dengan 3 node dan 6 node 1

y

8

7

4 x 2

3 5

4

6

1

3

2

z c). Elemen sederhana 3 dimensi berbentuk tetrahedral dan hexahedral

Gambar 1-2 Contoh jenis elemen Langkah ke 2. Memilih fungsi perpindahan Pada langkah ini kita menentukan fungsi perpindahan di dalam elemen. Fungsi mendifinisikan harga perpindahan dari tiap-tiap node dan jenis fungsi tersebut tergantung dari jumlah node yang digunakan di dalam elemen. Jenis fungsi yang sering digunakan adalah fungsi linier, kwadratik dan kubik polynomial. Jenis fungsi tersebut sering digunakan karena tidak rumit atau sederhana untuk memformulasikan

elemen.

Fungsi

polinomial

bisa

didapat

dengan

menggunakan segitiga Pascal yang ditunjukkan pada Gambar 1-3.

linier kwadratik kubik

Gambar 1-3 Segitiga Pascal untuk Polinimial

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 8

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Langkah ke 3. Mendefinisikan hubungan antara regangan/perpindahan dan tegangan/regangan Hubungan regangan/ perpindahan dan tegangan/regangan adalah sangat penting untuk menurunkan tiap-tiap rumus elemen hingga. Untuk kasus deformasi elastis (kecil) pada satu dimensi, misalnya, pada arah x dengan perpindahan u, dinyatakan dengan strain, x, sebagai berikut.

x 

du dx

(1-5)

Selanjutnya hubungan tegangan dan regangan dapat dinyatakan sesuai dengan hukum Hook, yang ditunjukkan pada rumus 1-6, yang mana x menyatakan tegangan ke arah sumbu x dan E adalah modulus elastisitas.

 x  E x

(1-6)

Langkah ke 4 Menurunkan rumus dan matrik kekakuan elemen Ada beberapa metode untuk menurunkan rumus dan kekakuan suatu elemen, yaitu yang pertama adalah metode kesetimbangan langsung (Direct Equilibrium Method). Menurut metode ini, kekakuan matrik dan rumus elemen yang berhubungan dengan gaya dan perpindahan pada node diperoleh dengan menggunakan kondisi kesetimbangan gaya. Karena rumus ini sederhana dan mudah, maka digunakan untuk menurunkan matrik kekakuan dan rumus elemen untuk elemen-elemen garis atau satu dimensi, misalanya untuk elemen pegas atau batang. Metode selanjutnya adalah metode untuk menurunkan rumus elemen dan matrik kekakuan untuk elemen-elemen dua dimensi dan tiga dimensi. Metode yang digunakan dikenal sebagai metode energi [35]. Penggunaan dari metode-metode tersebut akan ditunjukkan pada bab-bal selanjutnya. Langkah ke 5. Menggabungkan rumus elemen untuk mendapat rumus global dan menentukan kondisi batas. Pada langkah ini, rumus untuk satu elemen yang diturunkan pada langkah 4, digbung menjadi rumus global. Rumus global ini mencakup seluruh node yang ada pada suatu bodi.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 9

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Langkah ke 6. Menyelesaikan atau memecahkan derajat kebebasan yang tidak diketahui. Rumus 1-7 menunjukkan rumus kekakuan global dengan jumlah derajat kebebasan sebanyak n. Di sini kita mencari harga-harga d yang tidak diketahui, dan menentukan harga d sebagai kondisi batas. Contoh kondisi batas, misalnya pada suatu node memodelkan suatu jenis tumpuan jepit, maka perpindahan pada node tersebut ke arah sumbu x, y, z mempunyai harga nol. Sehingga kita bisa menentukan harga d pada node tersebut. Untuk mencari harga d yang tidak diketahui kita bisa menggunakan beberapa metode eleiminasi seperti metode Gauss, atau iterasi Gauss-Seidel. Untuk menyelsaikan jumlah node yang banyak atau dimensi matrik yang besar maka penyelesain menggunakan program computer adalah efektif.

 K11 K12 . . . K1n  d1  K    21 K 22 . . . K 2 n d 2   . . .  .  F      . .  .   .  . . .  .      K n1 k n 2 . . . K nn d n  Langkah ke 7. Menghitung harga tegangan dan regangan pada elemen

(1-7)

Setelah dapat mengetahui harga-harga perpindahan pada masing masing node pada langkah ke 6, maka selanjutnya harga regangan dan tegangan dapat diketahui. Langkah ke 8. Menginterprestasikan hasil Pada langkah ini kita bisa melakukan analisa hasil pada model untuk menentukan dimana terjadi tegangan atau regangan yang terbesar pada model. Dari sini kita bisa mengambil keputusan misalnya, bahwa suatu struktur mempunyai kekuatan atau tidak karena kondisi suatu pembebanan tertentu.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 10

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB II METODE KEKAKUAN/PERPINDAHAN 2.1

Difinisi Matrik Kekakuan Untuk memahami metode kekakuan, maka familiar dengan matrik

kekakuan adalah hal yang sangat penting. Matrik kekakuan k’ atau {k} didefinisikan sebagai suatu matrik sedemikian rupa sehingga f’= k’d’ untuk suatu elemen, yang mana k’ menunjukkan matrik kekakuan untuk koordinat lokal (x’, y’, z’) yang berhubungan dengan node d’ atau [d] untuk gaya-gaya f’ atau [f] yang bekerja pada satu elemen. Gambar 2.1 menunjukkan suatu elemen pegas satu dimensi dengan 2 node yang ditinjau dari koordinat lokal (x’, y’, z’) atau koordinat global (x, y, z)perbedaan koordinat lokal dan global pada suatu elemen. y x’ y’ 2 1

x

z

z’

Gambar 2.1 Koordinat lokal dan global 2.2

Penurunan Matrik Kekakuan untuk Elemen Pegas Dengan menggunakan pendekatan kesetimbangan langsung, di sini

diterangkan bagaimana menurunkan matrik kekakuan untuk elemen pegas satu dimensi dengan asumsi pegas tersebut mengikuti hukum Hook dan gaya yang bekerja hanya pada satu arah saja. Langkah-langkah yang digunakan untuk menurunkan matrik kekakuan adalah sesuai dengan langkah-langkah yang diterangkan di Bab I. Langkah ke 1. Memilih Jenis Elemen Sesui dengan yang kita ketahui pada langkah ini, jenis elemen pegas kita pilih. Gambar 2.2 menunjukkan jenis elemen pegas yang mempunyai dua node dengan panjang awal atau jarak awal antar node sebesar L. Sedangkan k adalah

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 11

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

konstanta material pegas. Jika elemen pegas tersebut dikenakan beban sebesar T, maka masing masing node akan mengalami perpindahan sebesar d’1x dan d’2x. k 1

2

x’

L T

2 T

1

x’ d’1x

d’2x

Gambar 2.2. Elemen pegas yang diberi beban T Langkah ke 2. Memilih fungsi perpindahan Di sini kita menentukan fungsi matematis untuk merepresentasikan bentuk elemen yang terdeformasi. Karena sangat sulit untuk mendapat solusi eksak, maka dapat didekati dengan fungsi yang sering digunakan, yaitu polinomial. Karena elemen pegas menahan gaya aksial saja ke arah atau paralel dengan sumbu x’, maka derajat kebebasanya atau perpindahan pada koordinat lokal adalah d’1x dan d’2x. Di sini perpindahannya sesuai dengan fungsi u’ pada masing-masing node. Selanjutnya kita tentukan fungsi perpindahan u’ ke arah aksial sepanjang elemen pegas. Karena perpindahannnya diasumsikan linier maka ;

u'  a1  a2 x'

(1-8)

Perlu diingat bahwa biasanya jumlah koefisien a adalah sama dengan jumlah derajat kebebabasan elemen. Untuk kasus elemen pegas ini, jumlahnya adalah dua, yaitu ke arah aksial atau paralel sumbu x’ saja pada masing-masing node. Jika persamaan (1-8) dinyatakan dalam bentuk matrik maka : a u'  {1 x' } 1  a 2 

(1-9)

Selanjutnya kita dapat mengekspresikan u’ sebagai fungsi perpindahan d’1x dan d’2x dengan cara mengevaluasi u’ pada tiap node. Pertama kita tentukan kondisi batasnya misalkan pada node 1 adalah x’= 0 dan selanjutnya x’=L pada node 2, harga L adalah jarak antara node (Gbr.2.2). Sehingga kita dapat menentukan harga masing-masing koefisien sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 12

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

u' (0)  a1  a2 x'  d1' x  a1

(1-10a)

u' ( L)  d 2' x  a1  a2 L  d1' x  a2 L

(1-10b)

Sehingga harga a2 adalah,

d 2' x  d1' x a2  L

(1-11)

Dengan mensubtitusi masing-masing koefisien ke persamaan (1-8) maka u’ dapat dinyatakan sebagai berikut

 d '  d1' x   x' u'  d1' x   2 x L  

(1-12)

Jika persamaan (1-12) dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi sebagai berikut

u'  {1  Di sini

x' L

x'  d1' x  } ' atau L d 2 x 

N1  1 

u '  {N 1

d '  N 2 } 1' x  d 2 x 

(1-13)

x' x' dan N 2  L L

(1-14)

Persamaan (1-14) ini disebut dengan fungsi bentuk, karena N mengekspresikan bentuk fungsi perpindahan yang telah diasumsikan di koordinat x’pada elemen. Jika diasumsikan linier, Gbr. 2.3 menunjukkan fungsi bentuk untuk masingmasing node. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada saat N1= 1 pada node 1 maka pada node 2, N2= 0 dan jika N2= 1 pada node 2 maka N1= 0 pada node 1. Untuk sembarang posisi pada koordinat belaku hubungan N1+ N2 = 1. N juga disebut fungsi interpolasi, karena dengan cara mengintepolasikan, maka kita dapat memperoleh harga diantara harga node sesuai dengan fungsinya. L 2

1

x’ u'  a1  a2 x'

x’ ’

d 1x

d’2x N1  1 

x' L

1 N2 

x' L

0 1

0

Gambar 2.3. Fungsi bentuk masing-masing node

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 13

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Langkah ke 3. Menentukan hubungan tegangan dan regangan Gambar 2.4 menunjukkan elemen pegas yang mengalami perpanjangan (elongasi) atau terdeformasi disebabkan oleh gaya T. Besar elongasi sebesar d’1x kearah kiri (negatif) dan d’2x kearah kanan (positif) sepanjang sumbu x’. k 1

2

x’

L T

2 T

1

x’ d’1x

d’2x

Gambar 2.4. Perpanjangan pada elemen pegas Besar dari elongasi adalah ;

  u' ( L)  u' (0)  d 2' x  d1' x

(1-15)

Untuk elemen pegas hubungan gaya dan perpindahan (elongasi) dapat langsung dinyatakan sebagai berikut. T  k

(1-16)

dengan mensubtitusi persamaan (1-15) ke persamaan (1-16), maka kita dapat hubungan sebagai berikut. T  k d 2' x  d1' x 

(1-17)

Langkah ke 4. Menurunkan matrik kekakuan elemen Selanjutnya kita turunkan matrik kekakuan elemen pegas. Dengan merujuk pada Gbr.2.4, sesuai dengan arah beban dan prinsip keseimbangan, maka dapat didapat ;

f1'x '  T

f 2' x '  T

(1-18)

Dengan mesubtitusikan persamaan (1-18) didapat : T   f1'x '  k d 2' x '  d1' x '  T  f 2' x '  k d 2' x '  d1' x ' 

(1-19)

atau dapat ditulis kembali sebagai berikut ; f1'x '  k d1' x '  d 2' x '  f 2' x '  k d 2' x '  d1' x ' 

(1-20)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 14

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Jika persamaan (1-20) dinyatakan dalam bentuk matrik, menjadi seperti bentuk dibawah ini.  f1'x '   k f'   2 x '   k

'  k  d1 x '  k  d 2' x ' 

(1-21)

Dari persamaan (1-21) didapat matrik k’ yang merupakan matrik kekakuan lokal. Jika kita perhatikan matrik tersebut adalah simetris yang mana jumlah kolom dan baris sama ( m = n ).

 k k  

k k'    k 

(1-22)

Langkah ke 5. Menggabungkan rumus elemen lokal menjadi rumus global Prinsip pada langkah ini adalah menjumlahkan masing-masing kekakuan tiap elemen dan gaya tiap elemen sedemikian rupa atau dinyatakan sebagai berikut’. N

K    k ' e 1

N

(e)

dan

F    f '( e )

(1-23)

e 1

Langkah ke 5 ini dijelaskan lebih detail pada sub-bab selanjutnya Langkah ke 6. Menghitung perpindahan node Pada langkah ini harga perpindahan dapat diketahui setelah diberikan kondisi batas, seperti tumpuan, pada persamaan-persamaan yang telah disusun pada langkah

sebelumnya,

sehinnga

kita

dapat

menyelesaikan

persamaan

[F]={K}[D] secara simultan. Langkah ke 7. Menghitung gaya-gaya pada elemen Setelah perpindahan dapat diketahui haragnya,maka dengan cara subtitusi kembali pada persamaan (1-20), maka gaya pada masing masing elemen dapat diketahui. 2.3. Penggabungan Elemen Pegas Struktur-struktur seperti truss, frame dan kontruksi jembatan, terdiri dari komponen-komponen struktur yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Untuk menganalisanya maka, kekakuan seluruh struktur yang terdiri dari elemenelemen harus ditentukan terlebih dahulu. Oleh karena itu di sini ditunjukkan bagaimana menyusun matrik kekakuan global (seluruh struktur) yang terdiri dari kekakuan lokal. Gbr. 2.5 menunjukkan dua elemen pegas yang saling berhubungan, dan sesuai dengan langkah 5, matrik kekakuan global akan disusun. Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 15

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

1 1

k1 3

2 k2

f3x 2 f2x

Gambar 2.5. Gabungan dua elemen pegas Dengan menggunakan persamaan (1-21), maka dapat disusun untuk tiap elemen sebagai berikut; Elemen 1  f1'x '   k f'   k  3x' 

(1)  k   d1 x '   (1)  k  d 3 x ' 

(1-24)

dan untuk elemen 2 adalah;  f 3'x '   k f'   2 x '   k

(2)  k  d 3 x '  k   d 2( 2x )' 

(1-25)

Selanjutnya, karena ke dua elemen tersebut terhubung pada node 3, maka berlaku hubungan sebagai berikut ; d 3(1x)'  d 3( 2x ')  d 3 x

(1-26)

Hubungan pada persamaan (1-26) disebut kontinyuitas atau syarat kompatibelitas . Kembali ke Gbr.2.5, terlihat bahwa karena node 3 adalah menghubungkan eleven 1 dan 2, maka gaya yang bekerja pada node 3 berlaku hubungan seperti berikut ini F3 x  f 3(x1')  f 3(x2' )

(1-27)

Selanjutnya pada node 1 dan 2 adalah ;

F2 x  f 2(x2') dan F1x  f1(x1')

(1-28)

Dengan mensubtitusikan persamaan (1-24)-(1-26) ke dalam (1-27) dan (1-28), maka didapatkan persamaan berikut ini. F3x  f 3(x1')  f 3(x2')   k1d1(1x)'  k1d3(1x)'   k2d3( 2x ')  k2 d 2( 2x)'  F2 x  f 2(x2')  k2 d 3( 2x ')  k2 d 2( 2x)'

(1-29)

F1x  f1(x1')  k1d1(1x)'  k1d 3(1x)'

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 16

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Jika dalam bentuk matrik,

 F3 x  k1  k 2  F2 x      k2 F    k 1  1x  

 k2 k2

 k1   d 3 x '   0  d 2( 2x )'   (1)  k1    d1 x ' 

(1-30)

Persamaan (1-30) dapat diatur sedemikian rupa sehingga bisa berurutan dari node 1 sampai ke node 3.  F1x   k1  F2 x     0  F   k  3x   1

0 k2  k2

 k1  d1x '    k 2  d 2 x '    k1  k 2   d 3 x ' 

(1-31)

Persamaan (1-31) dapat disederhanakan sebagai berikut ;

F   K d 

(1-32)

yang mana [F] disebut matrik gaya global pada masing-masing node, [d] disebut sebagai matrik perpindahan global dan {K} disebut matrik kekakuan global. 2.4.

Penggabungan

Matrik

Kekakuan

dengan

Superposisi

(Metode

Kekakuan Langsung) Metode Kekakuan Langsung sering digunakan karena lebih mudah untuk menyusun matrik kekakuan global. Metode ini berdasarkan superposisi pada tiap elemen pada suatu struktur . Merujuk pada persamaan (1-24) dan (1-25) yang mana masing-masing elemen kekakuannya adalah sebagai berikut ;

d1x '  k k 1   1  k1

d3x '  k k 2    2  k2

d3x'  k1  d1 x ' k1   d3x'

d2 x'

(1-33)

 k2  d 3 x ' k2   d2 x'

Pada rumus (1-33) simbol perpindahan d diletakkan pada masing-masing baris dan kolom pada matrik k, untuk menunjukkan masing-masing derajat kebebasan pada tiap-tiap node sesuai dengan harga k-nya. Karena sistem pegas pada Gbr. 2.5 mempunyai 3 derajat kebebasan atau 1 derajat kebebasan pada masing-masing node, maka matrik kekakuan untuk

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 17

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

masing-masing elemen dapat dinyatakan dalam matrik yang berdimensi 3 x 3, maka persamaan (1-33) menjadi sebagi berikut ini; Untuk Elemen 1 ;

d1x '

d2 x'

 1 k1  0   1

d3x '

d (1)   1   1(1x)'  0  d2 x'    1  d 3(1x)' 

0 0 0

 f1(x1')   f (1)   2(x1')   f 3 x ' 

(1-34)

Untuk Elemen 2 ;

d1x '

 0 k2 0  0

d2 x'

0 1 1

d3x '

d1(x2')   f1(x2' )  0   1 d 2( 2x )'    f 2(x2')      1  d 3( 2x ')   f 3(x2' ) 

(1-35)

Sesuai dengan kaidah kesetimbangan gaya maka gaya-gaya yang bekerja di tiaptiap node pada persamaan (1-34) dan (1-35), menghasilkan resultan gaya ( gaya global), seperti berikut ini.  f1(x1')   0   F1x   0    f 2(x2')    F2 x   f (1)   ( 2 )     3 x '   f 3 x '   F3 x 

(1-36)

Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-34) dan (1-35), maka didapatkan persamaan di bawah ini. (1) ( 2)  1 0  1d1x '  0 0 0 d1x '   F1x          k1  0 0 0 d 2(1x)'   k2 0 1  1d 2( 2x)'    F2 x   1 0 1 d (1)  0  1 1 d ( 2)   F    3 x '    3 x '   3 x 

(1-37)

Atau dapat dinyatakan sebagai persamaan di bawah ini

 k1   0  k  1

0 k2  k2

 k1  d1x   F1x       k 2 d 2 x    F2 x  k1  k 2   d 3 x   F3 x 

(1-38)

Dari persaman (1-38) dapat membuktikan bahwa dengan 3 derajat kebebasan maka akan terdapat matrik kekakuan global, K, yang berdimensi 3 x 3, dan mempunyai matrik kolom perpindahan dan gaya global yang masing-masing jumlah barisnya sama dengan jumlah derajat kebebasan sistem (struktur) dalam hal ini dua pegas yang ditunjukkan di dalam Gbr. 2.5. Perlu dicatat bahwa kunci

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 18

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

dari penyusunan persamaan kekakuan (1-38) adalah menggabungkan kekakuan tiap-tiap elemen, k, menjadi kekakuan global, K. Untuk menyusun matrik K secara efisien dan efektif dapat dilakukan secara langsung menjumlahkan nilai k pada masing node (Metode Kekakuan Langsung). Untuk itu kita tulis kembali matrik k pada masing-masing elemen dari persamaan (1-33). Seperti dinyatakan sebelumnya karena jumlah derajat kebebasannya adalah 3, maka matrik K pasti berdimensi 3 x 3, oleh karena itu kita langsung bisa membuat matrik dengan dimensi tersebut. Selanjut perhatikan masing-masing sel ( ditunjukkan dengan anak panah ) pada masing masing matrik k untuk masing masing elemen yang disusun kembali pada matrik K sesuai dengan sel nya, seperti dicontohkan pada Gbr. 2.6 berikut ini.

d1x '  k k 1   1  k1

d3x'

d3x '

 k1  d1 x ' k1   d3x'

d1x

 k1  K 0   k1

 k k 2    2  k2

d2 x

0 k2  k2

d2 x'  k2  d 3 x ' k2   d2 x'

d3x

 k1    k2  k1  k2  

d1 x d2x d3x

Gambar 2.6, Cara mengisi sel pada matrik K dari matrik k 2.5. Kondisi Batas Agar supaya persamaan kekakuan global (1-4) dapat diselesaikan maka suatu struktur, misalnya pegas pada Gbr.2.5, harus mempunyai kondisi batas. Kondisi batas, dalam kasus ini adalah tumpuan. Jika struktur tersebut tidak mempunyai kondisi batas maka harga diterminan dari K menjadi singular, yaitu harga diterminannya adalah nol, dan tidak mempunyai matrik invers. Ini berarti struktur tersebut tidak stabil. Ada dua jenis kondisi batas , yaitu, kondisi batas homogen dan non homogen. Kondisi batas homogen terjadi pada tumpuan yang harga perpindahannya nol. Sedangkan untuk non homogen jika perpindahannya mempunyai harga tertentu atau tidak nol. Untuk mengilustrasikan kondisi batas homogen, kita merujuk pada Gbr. 2.5 dan persamaan kekakuan global, (1-38), yang telah kita turunkan sebelumnya.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 19

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dari Gbr. 2.5, dapat kita ketahui bahwa kondisi batas pada node 1 atau pada tumpuan, mempunyai harga perpindahan nol, sehingga persamaan (1-38), menjadi sebagai berikut.  k1   0   k1

0 k2  k2

 k1  0   F1x    k 2 d 2 x    F2 x      k1  k 2   d 3 x   F3 x 

(1-39)

Jika dijabarkan maka persamaan (1-39) menjadi,

k1 0  0d 2 x  k1d 3 x  F1x 00  k2 d 2 x  k2 d 3 x  F2 x

(1-40)

 k1 0  k2 d 2 x  k1  k2 d 3 x  F3 x

sesuai dengan Gbr. 2.5 harga F1x tidak diketahui, sedangkan harga F2x dan F3x diketahui. Jika rumus ke dua dan ke tiga pada persamaan (1-40) dirubah ke bentuk matrik maka,

 k2  k  2

 k 2 d 2 x   F2 x   k1  k 2  d 3 x   F3 x 

(1-41)

Dari persamaan (1-39) dan (1-41) diketahui bahwa pada baris dan kolom ke satu pada matrik K pada persamaan (1-39) adalah berharga nol, hal ini terjadi karena pada baris ke satu matrik d merupakan kondisi batas (pada tumpuan, perpindahan berharga nol). Sehingga selanjutnya kita dapat menentukan harga perpindahan pada node 2 dan 3, sebagai berikut.

d 2 x   k 2 d     3 x   k 2

1 1   k 2   F2 x    k 2 k1  k1  k 2    F3 x   1  k1  1

1 k1   F2 x  1  F3 x    k1 

(1-42)

Jika harga perpindahan d2x dan d3x dapat ditentukan dari persamaan (1-42), maka besar gaya pada node 1, yaitu F1x dapat dihitung dengan mensubtitusikan perpindahan tersebut pada persamaan pertama pada (1-40). k1 0  0d 2 x  k1d 3 x  F1x atau  k1d 3 x  F1x

(1-43)

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi batas homogen, baris dan kolom pada matrik K yang mempunyai harga perpindahannya nol dapat dihilangkan . Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 20

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Selanjutnya dimisalkan pada node 1 ( tumpuan ) pada Gbr.2.7 mempunyai harga perpindahan tertentu, maka kondisi batas struktur tersebut dikatakan tidak homogen. Misalkan pada node 1, mempunyai harga perpindahan, d1x = L. L

1 1

k1 3

2 k2

f3x 2 f2x

Gbr.2.7. Kondisi batas non homogen Karena kondisi batasnya tidak berharga nol, maka persamaan kekakuan dalam bentuk matrik (1-38) dapat ditulis kembali dan menjadi persamaan berikut ini.  k1   0   k1

0 k2  k2

 k1  L   F1x    k 2 d 2 x    F2 x      k1  k 2   d 3 x   F3 x 

(1-44)

Selanjutnya persamaan dibawah ini hasil penjabaran dari persamaan (1-44). k1 L  0d 2 x  k1d 3 x  F1x

0L  k2 d 2 x  k2 d 3 x  F2 x

(1-45)

 k1 L  k2 d 2 x  k1  k2 d 3 x  F3 x Besar harga gaya pada node 1, F1x, adalah besar gaya pada saat node 1 telah berpindah sebesar L. Karena besar gaya pada masing-masing node 2 dan 3 diketahui sebesar F2x dan F3x, maka rumus ke dua dan ke tiga pada persamaan dapat diselesaikan untuk mendapatkan harga d2x dan d3x. Selanjutnya dari persamaan (1-45) menjadi sebagai berikut.

0L  k2 d 2 x  k2 d 3 x  F2 x

(1-46)

 k1 L  k2 d 2 x  k1  k2 d 3 x  F3 x

dan selanjutnya untuk menyederhanakan, yang mengandung variabel L dipindah pada sisi kanan persamaan. k2 d 2 x  k2 d 3 x  F2 x

(1-47)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 21

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 k2 d 2 x  k1  k2 d 3 x  F3 x  k1 L

Jika dinyatakan dalam bentuk matrik, menjadi ;

 k2  k  2

 F2 x  k 2  d 2 x      k1  k 2  d 3 x   F3 x  k1 L 

(1-48)

Dari sini harga d2x dan d3x dapat ditentukan , sehingga dengan menggunkan rumus pertama persamaan (1-43) harga F1x, dapat diketahui. Dari uraian penyelesaian pada kondisi batas non homogen, dapat disimpulkan bahwa kolom dan baris pertama matrik K dan baris pertama pada matrik d yang berhubungan dengan kondisi batas tidak dapat dihapus karena merupakan perkalian dengan harga lebih besar dari nol dan hasilnya harus dipindah ke ruas kanan sebelum kita menyelesaikan perpindahan yang tidak diketahui (d2x dan d3x).

Contoh 2.1 Suatu rangkaian pegas seperti ditunjukkan pada Gbr 2.8, mempunyai harga konstanta pegas k1= 2000 N/m, k2 = 4000 N/m dan k3 = 6000 N/m dan diberi beban P = 10 000 N pada node 4, tentukan ; a. Matrik kekakuan global, b. Besar perpindahan pada node 3 dan 4, c. Gaya reaksi pada node 1 dan 2 d. Gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing pegas 1 1

k1 3

2

k2 4 P

K3

3 2

x

Gambar 2.8. Rangakian pegas dengan beban P

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 22

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

a). Untuk menyusun matrik kekakuan global, terlebih dahulu kita susun matrik kekakuan tiap tiap elemen pegas dengan merujuk pada persamaan (1-33) sebagai berikut :

1

3

2000 k 1    2000 

3

 2000 1 2000  3

4000 k 2     4000 

4 6000 k 3     6000 

4  4000 3 4000  4

2  6000 4 6000  2

Dengan menggunakan model superposisi dan Gbr. 2.6 kita mendapatkan matrik kekakuan global seperti di bawah ini.

1

2

3

4

0  2000 0  2000 1  0 2 6000 0  6000 K   2000 0 2000  4000  4000  3  0  6000  4000 4000  6000  4

(1-49)

b).Karena gaya global berhubungan dengan kekakuan dan perpindahan global, maka sesuai persamaan (1-38), didapatkan hubungan sebagai berikut ;

 F1 x  2000 F    0  2 x    2000  F3 x    F4 x   0

0 6000 0  6000

 2000 0 2000  4000  4000

  0   d1 x   6000  d 2 x  4000   d 3 x  4000  6000   d   4x 

(1-50)

Dengan menggunakan prinsip penyelesaian kondisi batas homogen, yang mana harga perpindahan pada node 1, d1x = 0 dan pada node 2, d2x = 0, baris pertama dan kedua, kolom pertama dan kedua dapat dihilangkan sehingga persamaan kekakuan diatas dapat disederhanakan sebagi berikut;

 4000 d 3 x   0   2000  4000  4000 4000  6000 10000   d 4 x 

(1-51)

Dari sini kita bisa mendaptakan harga d3x = 10/11 m dan d4x = 15/11 m ; c).Untuk mendapatkan gaya global yang bekerja pada tiap node, maka persamaan (1-50) dapat digunakan kembali dan mensubtitusikan harga d3x dan d4x yang telah diketahui harganya.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 23

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

0  F1x  2000 0  2000 0  0   F   0 6000 0  6000 10   2 x    2000 0 2000  4000  4000  11   F3 x    6000  4000 4000  600015   F4 x   0    11 

(1-52)

Dengan operasi perkalian matrik pada persamaan (1-52) maka harga gaya global pada masing-masing node adalah ; F1x 

 20000 N 11

F2 x 

 90000 N 11

(1-53)

110000 F4 x  N 11

F3 x  0 N Elemen 1

0  f1x    2000  200010       f 3 x   2000 2000   11 

(1-54)

Atau jika disederhanakan. f1 x 

 20000 N 11

f 3x 

20000 N 11

Elemen 2

10   f 3 x    4000  4000 11   f 4 x   4000 4000 15     11  f 3x 

 20000 N 11

f4x 

(1-55)

20000 N 11

Elemen 3 15   f 4 x    6000  6000    f 2 x    6000 6000 11  0 f4x 

90000 N 11

f2x 

(1-56)  90000 N 11

Contoh 2.2 Gambar 2-9 menunjukkan rangkaian elemen pegas, tentukan (a) Matrik kekakuan global, (b) Perpindahan pada node 3 dan 4, (c) Gaya-gaya global, (d) Gaya local pada masing-masing elemen. Node 1 adalah tetap sedangkan node 4 mempunyai

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 24

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

perpindahan sebesar L = 0,2 m. Konstanta pada semua elemen pegas adalah sama, k = 100 kN/m. a).Pertama terlebih dahulu kita susun matrik kekakuan tiap-tiap elemen pegas (133) sebagai berikut :

1 100 k 1    100 

3

3

 100 1 100  3

100 k 2     100 

2

2  100 3 100  2

4

100 k 3     100 

 100 2 100  4

Sehingga matrik kekakuan global dapat ditentukan di bawah ini.

1  100  K 0  100  0 

2 0 100  100  100  100

3

4

 100  100 100  100 0

0   100 0  100  

1 2 3 4

(1-57)

1 1

k1 3

2

k2 2

K3

3 4

F2x

L

Gambar 2.8. Rangakian pegas dengan perpindahan L b).Dengan menggunakan persamaan (1-38), gaya global dapat ditentukan sebagai berikut ;

 F1x   100 0  100 0  0   0   0 100  100  100  100d 2 x   0    100  100 100  100 0 d 3 x   F   0  100 0 100  0.2   4x   

(1-58)

Selanjutnya persamaan (1-58) dijabarkan dan jika diubah kedalam bentuk matrik menjadi seperti persamaan (1-59) Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 25

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

20   200  100d 2 x    0    100 200 d 3 x 

(1-59)

Sehingga harga perpindahan pada node 2, 3 dan 1 dapat ditentukan d2x 

2 m 15

d 3x 

1 m 15

c). Selanjutnya dengan mensubtitusi harga-harga perpindahan yang sudah diketahui ke persamaan (1-58) untuk menentukan gaya-gaya global. 0  F1 x  100 0  100 0  2   F   0 100  100  100  100 15   2 x    100  100 100  100 0  1   F3 x    100 0 100  15   F4 x   0   0.2 F1x 

 100 15

F2 x  0

F3 x  0

F4 x 

(1-60)

100 15

d) Gaya local pada masing-masing elemen Elemen 1 0  f1x    100  100 1      f 3 x   100 100   15  f1 x 

 100 N 15

f3x 

(1-61)

100 N 15

Elemen 2

1  f 3 x    100  100 15   f 2 x   100 100   2    15  f3x 

 100 N 15

f2x 

(1-62)

100 N 15

Elemen 3 2  f 2 x    100  100    f 4 x    100 100 015   .2 f2x 

 100 N 15

f4x 

(1-63) 100 N 15

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 26

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

2.6. Pendekatan Energi Potensial Salah satu metode alternatif untuk menurunkan rumus elemen dan matrik kekakuan elemen adalah berdasarkan prinsip energi potensial minimum. Prinsip ini lebih sesuai untuk menurunkan rumus elemen yang lebih komplek yang mempunyai lebih banyak derajat kebebasan, seperti untuk elemen plain stress atau strain, tegangan aksis simetri, elemen plat bending dan elemen untuk kondisi tiga dimensi. Energi potensial minimum hanya sesuai untuk menurunkan rumus untuk kasus material elastis dan buku ini hanya membahas untuk kasus-kasus pada permodelan material elastis. Energi potensial, Pe, dari struktur merupakan fungsi dari perpindahan. Pada elemen hingga perpindahan ini terjadi pada node dari suatu elemen dan dinyatakan

sedemikian

rupa

sehingga

Pe  Pe d1 , d 2 ,......, d n  .

Jika

Pe

diminimalkan terhadap perpindahan maka akan menghasilkan kondisi setimbang. Untuk elemen pegas, maka akan dihasilkan persamaan f '  k ' d ' seperti yang diturunkan pada sub-bab sebelumnya. Total energi potensial didefinisikan sebagai jumlah energi regangan dalam, U, dan enegi potensial yang disebabkan oleh gaya luar ; Pe  U  

(1-64)

Energi regangan dalam, U, adalah kapasitas gaya internal atau tegangan untuk melakukan kerja yang mengakibatkan terjadinya regangan di dalal struktur. Sedangkan energi potensial yang disebabkan oleh gaya luar, , adalah body force, gaya traksi permukaan dan gaya yang bekerja pada node untuk melakukan kerja sehingga terjadi deformasi pada struktur. Kembali pada hubungan linier antara gaya dan perpindahan pada pegas, yaitu F = k.x , yang mana k adalah konstanta pegas dan x adalah perpindahan. Perubahan (diferensial) usaha/kerja dalam atau energi regangan, dU, untuk perpindahan yang sangat kecil pada pegas adalah gaya dikali dengan perubahan perpindahan dimana gaya bekerja, dan dinyatakan sebagai berikut; dU  Fdx

(1-65)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 27

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

dari persamaan pegas kita tahu bahwa gaya dinyatakan sebagai F = k.x dan jira hubungan ini disubtitusikan ke persamaan (1-65), maka menghasilkan hubungan di bawah ini. dU  k. xdx

(1-66)

Maka total energi regangannya adalah : x

U   k .xdx atau U  0

1 1 1 k . x 2  k . x x  Fx 2 2 2

(1-67)

Persamaan ini menunjukkan bahwa besar total energi remangan adalah luas area dibawah kurve gaya-perpindahan, seperti ditunjukkan pada Gbr. 2.9. F k

k

F

x

x

Gambar 2.9. Hubungan perpindahan dan gaya pada pegas Jika energi potensial yang disebabkan oleh gaya luar adalah  = - F.x dan dengan mensubtitusikan persamaan (1-67) maka persamaan (1-64) menjadi; Pe 

1 k.x 2  F .x 2

(1-68)

Selanjutnya kita perhatikan contoh 3 berikut ini untuk memahami konsep dari prinsip energi minimum dengan menganalisa pegas dengan satu derajat kebebasan. Dari contoh ini ditunjukkan bahwa kondisi setimbang dari pegas adalah pada saat energinya minimum.

Contoh 2.3 Dimisalkan ada pegas dengan konfigurasi seperti ditunjukkan pada Gbr.2.10 x F= 2000 N 1

2 k= 500 N/m

Gambar 2.10. Pegas yang diberi beban F

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 28

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Untuk mengevaluasi energi potencial pada pegas tersebut maka kita dapat menggunakan persamaan (1-68). Pe 

1 k.x2  F .x 2

Untuk memudahkan maka selanjutnya kita subtitusikan harga perpindahan, x, misalnya antara – 5 sampai dengan 13, dan selanjutnya dapat kita plot dalam kurve hubungan Pe dan x, seperti dalam Gbr.2.11. Dari gambar tersebut dapat diketahui harga minimum dari petensial energi, yang mengindikasikan juga bahwa pada kondisi tersebut terjadi kesetimbangan. Dari sini dapat diketahui bahwa kondisi potensial enegi minimum terjadi pada perpindahan, ketika x = 4 m 18000 16000 14000 12000

Energi potensial, N.m

10000 8000 6000 4000 2000 0 -6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

-2000 -4000 -6000 x, perpindahan, m

Gambar 2.11. Hubungan antara energi potensial, Pe , dan perpindahan, x . Untuk mengetahui harga energi potensial minimum dapat dilakukan dengan cara menurunkan persamaan energi potensial sebagai berikut; Pe 0 x

1   k . x 2  F . x  Pe 2    k . x  F  500 x  2000  0 x x

(1-69)

(1-70)

Sehingga x = 4 m, dan selanjutnya harga ini disubtitusikan kembali ke persamaan (1-68) untuk mendapatkan harga Energi potensial Pe = -4000 N.m.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 29

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dengan menggunakan prinsip energi potensial minimum maka kita dapat menurunkan rumus matrik kekakuan dari elemen pegas. Dari Gbr. 2.10 yang mana suatu elemen pegas yang dikenai beban F, maka harga energi potensialnya dapat dinyatakan sebagai berikut ini; Pe 

2 1 k d 2' x  d1' x   f1'x d1' x  f 2' x d 2' x 2

(1-71)

Yang mana d 2' x  d1' x adalah deformasi dari elemen pegas, dan jika persamaan (171) dijabarkan maka menjadi; Pe 





2 2 1 k d 2' x  2d 2' x d1' x  d1' x  f1'x d1' x  f 2' x d 2' x 2

(1-72)

Dengan menggunakan prinsip energi potensial minimum, maka persamaan (1-72) diturnkan secara parsial sesuai dengan masing-masing node nya, menjadi sebagai berikut ini;

Pe 1  k  2d 2' x  2d1' x   f1'x  0 1x 2 (1-73) Pe 1  k 2d 2' x  2d1' x   f 2' x  0 2 x 2

Jika disederhanakan menjadi k  d 2' x  d1' x   k d1' x  d 2' x   f1'x

(1-74)

k d 2' x  d1' x   k  d1' x  d 2' x   f 2' x Atau jika dinyatakan dalam bentuk matrik, sebagai berikut ;

k  k 

' '  k   d1 x    f 1 x  k  d 2' x   f 2' x 

(1-75)

Dari persamaan diketahui bahwa matrik kekakuan yang diturunkan dengan menggunakan prinsip energi potensial minimum mempunyai hasil yang sama dengan hasil yang didapat dengan menggunakan metode langsung.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 30

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB III PERSAMAAN DAN MATRIK KEKAKUAN UNTUK STRUKTUR

Pada Bab II dijelaskan bagaimana menurunkan rumus elemen dan matrik kekakuan pada elemen pegas dengan satu derajat kebebasan. Pada Bab III ini akan dijelaskan bagaimana menurunkan rumus dan matrik kekakuan elemen lebih dari satu derajat kebebasan pada koordinat lokal atau global di suatu struktur berdasarkan metode kekakuan langsung. Pertama akan dijelaskan penurunan rumus dan matrik kekakuan batang atau truss elastis dengan menggunakan tahapan yang telah dijelaskan pada Bab II. Karena elemen pada struktur arahnya tidak selalu paralel dengan suatu arah tertentu yang telah kita tentukan, maka perlu suatu cara untuk mentransformasikan vektor dari koordinat lokal ke koordinat global dengan menggunakan konsep matrik transformasi. Dengan matrik transformasi, kita dapat mengekspresikan matrik kekakuan ke sembarang arah pada koordinat global. Selanjutnya dijelaskan juga bagaimana menyusun matrik kekakuan untuk truss pada ruang atau tiga dimensi. 3.1. Matrik Kekakuan Elemen Batang Pada Koordinat Lokal Gambar 3.1 menunjukkan suatu struktur truss 2 dimensi, yang mana jika salah satu batang truss yang ditunjukkan dengan anak panah, dapat ditinjau dengan dua sistem koordinat, yaitu koordinat global (sumbu X-Y) dan koordinat lokal (x’-y’). Diasumsikan batang truss tersebut mempunyai arah dengan sudut α terhadap koordinat global dan mempunyai panjang L dengan luas penampang A konstan. Karena gaya yang bekerja pada tiap batang truss, T, adalah selalu paralel dengan arah batang, maka arah T berhimpit dengan arah sumbu x’(koordinat lokal). Dalam menganalisa beban pada struktur, dalam hal ini adalah truss, dengan menggunakan Metode Elemen Hingga, setiap batang pada truss dianggap sebagai satu elemen yang mempunyai arah orientasi yang berbeda-beda . Oleh karena itu pertama kita menurunkan rumus elemen dan matrik kekakuan pada salah satu batang atau elemen seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.1. Tahapan yang kita gunakan adalah tahapan-tahapan yang telah diterangkan pada Bab II.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 31

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

x' T

Y

f’2x , d’2x L y'

T f’1x , d’1x α X

Gambar 3.1. Beban pada batang truss Pertama kita perhatikan pada Gbr. 3.1 sebelah kiri yang menunjukkan detail dari salah satu batang dari truss yang mana batang tersebut mempunyai koordinat lokal x’-y’ dan mempunyai arah  terhadap koordunat global X-Y. Jika kita asumsikan batang tersebut adalah suatu elemen yang mempunyai satu derajat kebebasan pada masing-masing node nya, maka dengan cara yang sama pada penurunan rumus elemen dan matrik kekakuan elemen pegas dapat digunakan. Oleh karena itu langkah-langkah umum yang terdiri dari 7 langkah seperti dijelaskan pada Bab II dapat digunakan. Elemen batang pada Gbr. 3.1 diasumsikan mempunyai luas penampang. A. Konstan dan panjang awal, L, dan perpindahan pada masing-masing node dinotasikan sebagai d’1x, dan d’2x yang terdapat pada masing-masing ujung elemen. Sesuai dengan prinsip hukum Hook dan hubungan tegangan, , /regangan,

, dapat dinyatakan sebagai persamaan dibawah ini.

 x  E. x

(3-1)

yang mana E adalah modulus elastisitas, dan regangan didapat dari hubungan sebagai berikut;

x 

du' x dx '

(3-2)

Yang mana u’ adalah perpindahan sepanjang sumbu x’. Jika gaya yang bekerja pada batang adalah sebesar T, maka berlaku hubungan sebagai berikut; T  A. x '  konstan

(3-3)

Untuk menurunkan matrik kekakuan batang pada truss maka ada beberapa hal yang harus diasumsikan, yaitu;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 32

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

1.Batang pada truss tidak dapat menahan gaya geser atau momen bending, yaitu ;

f '1 y '  0, f '2 y '  0, m'1  0 dan m' 2  0 2. Perpindahan kearah sumbu y’ dianggap kecil sekali atau tidak ada 3. Berlaku hukun hooke Berikut ini adalah 7 langkah prosedur yang digunakan untuk menurunkan matrik kekakuan pada statu batang truss, sesuai ditunjukkan pada Gbr.3.1 kiri. Di sini kita akan menurunkan berdasarkan koordinat local, x’-y’. Langka 1. Menentukan jenis elemen Menentukan jenis elemen, yaitu elemen batang dan notasinya pada masingmasing node pada masing-masing ujungnya seperti ditunjukkan pada Gbr.3.1. Langkah 2. Menentukan fungsi perpindahan Karena elemen batang yang kita gunakan untuk merepresentasikan batang truss adalah linier maka, hubungan perpindahan linier sepanjang sumbu x’ adalah sebagai berikut;

u'  a1  a2 x'

(3-4)

Selanjutnya dengan menggunakan cara yang sama seperti ditunjukkan pada persamaan (2-8) sampai dengan (2-14), maka persamaan (3-4) dapat ditulis kembali seperti di bawah ini.  d '  d '1 x  u'   2 x  x '  d '1 x L  

(3-5)

Jika dinyatakan dalam bentuk matriz dan fungsi bentuknya maka;

u '  {N 1

d '  N 2 } 1' x  d 2 x 

(3-6)

yang mana : N1  1 

x' x' dan N 2  L L

Langkah 3. Mendefinisikan hubungan regangan-perpindahan dan teganganregangan Diketahui bahwa regangan dapat dinyatakan seperti persamaan berikut ini.

x 

du' d ' 2 x d '1x  dx' L

(3-7)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 33

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

dan hubungan tegangan dan regangan dinyatakan sebagai berikut ini

 x  E. x

(3-8)

Langkah 4. Menurunkan matrik kekakuan elemen Kita mengetahui dari pelajaran dasar statika bahwa gaya yang bekerja pada truss diteruskan atau didistribusikan ke masing-masing batang searah atau behimpit dengan batang, sehingga besar gaya yang bekerja pada suatu batang truss, T adalah :

T  A. x

(3-9)

atau dengan mennggunakan persamaan (3-7) dan (3-8) persamaan (3-9) dapat dinyatakan sebagai;  d ' d '  T  AE  2 x 1x  L  

(3-10)

Jika merujuk pada Gbr.3.1 dan sesuai dengan sumbu x’-y’, maka f’1x = -T, sehingga persamaan (3-10) dapat ditulis kembali sebagai;  d '  d '2 x  f '1x  AE  1x  L  

(3-11)

dan karena f’2x = T , dengan cara yang sama dapat kita dapat;  d ' d '  f '2 x  AE  2 x 1x  L  

(3-12)

Jika persamaan (3-11) dan (3-12) diekspresikan dalam bentuk matrik maka, menjadi bentuk matrik sperti berikut ini.

 f '1x  AE  1  1 d '1x   f '   L  1 1 d '    2 x   2x 

(3-13)

Karena f’=k’d’ , maka kita dapat menentukan matrik kekakuan lokal, k’, yaitu;

k'

AE  1  1   L  1 1 

(3-14)

Persamaan pada rumus (3-14) menunjukkan bahwa harga k’pada elemen pegas analog dengan AE/L pada elemen batang. Langkah 5. Penggabungan rumus elemen untuk mendapat rumus global Penggabungan matrik kekakuan dari masing-masing elemen untuk menjadi matrik kekakuan global telah diterangkan pada Bab II, yang mana penggabungan hanya dapat dilakukan jika masing-masing elemen tersebut Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 34

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

ditinjau dari sistem koordinat yang sama, dalam kasus ini, misalnya, koordinat lokal tiap-tiap elemen paralel atau behimpit dengan koordinat global. Pada kasus batang pada struktur truss yang mana masing-masing batang dianggap sebagai suatu elemen dan arah orientasi masing-masing elemen bervariasi sesuai dengan koordinat lokal masing-masing elemen. Oleh karena itu untuk menggabung matrik kekakuan lokal menjadi global, masing-masing elemen harus ditransformasikan terlebih dahulu sesuai dengan orientasi koordinat global. Cara transformasi tersebut diterangkan pada sub bab selanjutnya. Berikut persamaan di bawah ini ditulis kembali seperti pada Bab II untuk menggabungkan masing-masing rumus kekakuan elemen menjadi rumus global. N

K    k ' e 1

N

(e)

dan

F    f '( e )

(3-15)

e 1

Langkah 6. Menentukan perpindahan pada masing-masing node Pada langkah ini perpindahan pada masing-masing node dapat diketahui dengan cara memecahkan persamaan kekakuan global F  K d secara simultan dengan cara menentukan dan mensubtitusikan kondisi batas pada persamaan tersebut. Langkah 7. Menentukan gaya-gaya pada elemen Selanjutnya setelah kita bisa mengetahui perpindahan pada masing-masing node, gaya pada masing-masing dapat ditentukan.

Contoh 3.1 Gambar 3.2 menunjukkan suatu struktur yang terdiri dari tiga batang yang masing mempunyai panjang L1,2,3 = 2 m. Luas penampang A1,2 = 0,01 m2 untuk batang satu dan dua. Batang satu dan dua terbuat dari bahan yang sama dengan modulus elatisitas E1,2 = 20x106 N/m2, sedangkan batang ketiga mempunyai E3 = 10x106 N/m dengan luas penampang A3 = 0,02 m2. Node 1 dan 2 tertanam pada dinding atau mempunyai perpindahan nol. Tentukan matrik kekakuan global dan perpindahan pada node 2 dan 3, jika pada node 2 diberi beban F = 2000 N.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 35

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

1 y 1 x 2 2 F 3

3 3

4

Gambar 3.2. Struktur tiga batang a)

Dengan menggunakan persamaan (3-14) matrik kekakuan untuk masingmasing elemen batang dapat ditentukan sebagai berikut. Elemen 1

k '(1) 

A1 E1  1  1 0,01.20.106   L  1 1  2

 1  1  105  1  1 N/m  1 1   1 1     

(3-16)

 1  1  0,01.20.10  1  1  105  1  1 N/m  1 1   1 1   1 1        2

(3-17)

Elemen 2

AE k '( 2 )  2 2 L

6

Elemen 3

k ' ( 3) 

A3 E3 L

 1  1  0,02.10.10  1  1  105  1  1 N/m (3-18)  1 1   1 1   1 1        2 6

Setelah matrik kekakuan untuk masing-masing elemen dapat ditentukan maka, selanjutnya kita gabungkan untuk mendapatkan matrik kekakuan global. Dengan menggunakan cara seperti pada persamaan (2-38) dan Gbr. 2.6 maka didapat matrik kekakuan global seperti ditunjukkan pada persamaan (3-19). Karena mempunyai 4 derajat kebebasan maka matrik kekakuannya adalah berdimensi 4x4.  1  K  10   1 0  0  5

1 0 11 1 1 11 0 1

0  0  N/m 1  1  

(3-19)

b) Dari persamaan (3-19), maka kita dapat menentukan perpindahan global pada masing masing node . Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 36

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 F1x  0   d1 x   1 1 0  F2 x  2  1 0  d 2 x  5  1  F   10  0  1 2  1 d  N/m 3x 0  3x  0  1 1 d    F4 x   4x 

(3-20)

Dan jika kondisi batas disubtitusikan ke persamaan maka persamaan (3-20) menjadi; 0  0   1 1 0  0  2000  105  1 2  1 0 d 2 x  N/m  0  1 2  1 d   0  3x 0 0  1 1  0   0  

(3-21)

Karena mempunyai kondisi batas yang homogen maka persamaan (3-21) dapat diubah menjadi persamaan berikut ini; 2000  105  2  1d 2 x  N/m  1 2   d   0    3 x 

(3-22)

Dengan menyelesaikan persamaan (3-22) dengan cara simultan maka didapat harga perpindahan dari node 2 dan 3.

d2x 

4 X 102 m 3

d3x 

2 X 102 m 3

(3-23)

3). Untuk dapat mengetahui rekasi-reaksi yang terjadi pada node 1 dan 4 maka hasil pada persamaan (3-23) disubtitusikan kembali pada (3-20) dan menjadi;  0   F1 x  0  4 X 10  2   1 1 0   F2 x  2  1 0  3 5  1   F   10  0  1 2  1 2 2 X 10 0     3x  0 1 1  3   F4 x     0 

(3-24)

Dan jika dijabarkan maka, 4 4   F1x   0  .102  0  0 105  .103 N 3 3   4 2   F2 x   0  2. .102  1. .102  0 105  2.103 N 3 3  

(3-25) 4 2   F3 x   0  1. .102  2. .102  0 105  0 N 3 3   2 2   F4 x   0  0  1. .102  0 105  .103 N 3 3   Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 37

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

3.2. Transformasi Vektor Dua Dimensi Untuk menganalisa suatu komponen dalam struktur biasanya kita akan mininjaunnya dari salah satu sistem koordinat, yaitu lokal atau global. Karena arah orientasi dari koordinat lokal belum tentu sama dengan koordinat global maka jika pengamatan dilakukan berdasarkan salah satu sistem koordinat, yaitu lokal atau global, maka salah satu dari sistem koordinat tersebut harus ditransformasikan ke koordinat yang lainnya. Untuk memahami transformasi vektor, Gbr.3.3 menunjukkan suatu titik d yang dapat ditinjau dari dua sistem koordinat, misalkan koordinat x’-y’ yang mewakili koordinat lokal dan koordinat X-Y mewakili koordinat global. Y y'

d x'

X

Gambar 3.3. Suatu posisi, titik d, yang ditinjau dari dua sistem koordinat Cara mentransformasi suatu perpindahan atau posisi suatu node elemen yang ditinjau dari koordinat yang satu ke koordinat lainnya adalah sebagai berikut. Misalkan suatu vektor d yang ditunjukkan pada Gbr.3.4 tidak berhimpit pada salah satu koordinat, sehingga vektor d dapat dinyatakan sebagai berikut;

d  d x i  d y j  d x 'i ' d y ' j '

(3-26)

Yang mana unit vektor pada masing-masing sumbu dinotasikan sebagai i dan i’ pada masing-masing sumbu X dan x’, sedangkan j dan j’ pada masing-masing sumbu Y dan y’ . Sehingga berdasarkan Gbr. 3.4 persamaan (3-26) dapat dinyatakan juga sebagi berikut; d x 'i'  d x cos  i'd y sin  i'

(3-27)

d y ' j'  d x sin   j'd y cos   j'

sehingga ;

d x '  d x cos   d y sin 

(3-28)

d y '  d x sin   d y cos  Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 38

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dan jika dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi ;

 d x '   cos  d     y '   sin 

sin   d x   C S  d x        cos  d y   S C d y 

(3-29)

Yang mana C  cos  dan S  sin  . Persamaan (3-29) menghubungkan perpindahan, d, berdasarkan koordinat lokal dan koordinat global pada suatu node dengan dua derajat kebebasan (perpindahan ke arah x’ dan y’).

C S Matrik   S C  disebut matrik transformasi.   Y

y'

d

dy

x' d x'

d y' α dx

X

Gambar 3.4. Hubungan antara koordinat lokal dan global pada vektor d 3.3. Matrik Kekakuan Global Rumus transformasi (3-29) digunakan untuk mendapatkan rumus matrik kekakuan global dari elemen batang. Pada dasarnya untuk mendapatkan rumus matrik kekakuan global dari struktur, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendapat rumus matrik kekakuan masing-masing elemen berdasarkan koordinat global dan selanjutnya menggabungkannya. Untuk memudahkan kita tulis kembali rumus hubungan kekakuan berdasarkan koordinat lokal seperti dinyatakan dalam persamaan (3-13) adalah

 f '1x  AE  1  1 d '1x   f '   L  1 1 d '    2 x   2x 

(3-30)

atau dapat dinyatakan sebagai f’ = k’d’ Jika ditinjau dari koordinat global maka orientasi dari persamaan (3-30) bisa mempunyai arah sembarang relatif terhadap koordinat global. Oleh karena itu langkah pertama adalah menghubungkan koordinat lokal dan global untuk masing-masing elemen dengan persamaan transfromasi.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 39

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Untuk memudahkan, seperti telah kita ketahui bahwa, persamaan untuk kekakuan berdasarkan koordinat global pada elemen batang dengan dua node dengan dua derajat kebebasan dapat dinyatakan sebagai berikut;

 f1 x   d1 x   f1 y   d1 y   f   k  d   2x   2x   f 2 y  d 2 y 

(3-31)

atau f=kd yang mana f, k dan d adalah matrik gaya, kekakuan dan perpindahan berdasarkan koordinat global. Telah diketahui bahwa persamaan transformasi untuk node 1 dan 2 pada arah x’ adalah ; d '1x '  d1x cos   d1 y sin 

(3-32)

d '2 x '  d 2 x cos   d 2 y sin 

Jika dinyatakan dalam bentuk matrik maka ;

 d '1x '  C d '    0  2 x'  

S 0 0 C

 d1x    0   d1 y  S   d 2 x    d 2 y 

(3-33)

Atau dapat dinyatakan d '  T * d

C T* adalah matrik transformasi , T *   0

S 0 0 C

0 S 

Dengan cara yang sama seperti mentransformasikan pindahan, maka untuk gaya adalah;  f '1x '   C  f ' 2 x '   0

S 0 0 C

 f1x  0   f1 y  S   f 2 x     f 2 y 

(3-34)

Atau f '  T * f Dari persamaan (3-30) kita mengetahui bahwa persamaan kekakuan untuk koordinat lokal adalah ; f '  k' d '

(3-35)

Dan jika persamaan (3-33) disubtitusikan ke dalam (3-35) maka menjadi; f '  k'T *d

(3-36)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 40

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Jika persamaan (3-34) disubtitusikan ke dalam (3-36), maka kita dapat menghubungkan gaya global dan lokal pada masing-masing node;

T * f  k'T * d

(3-37)

Tetapi untuk mendapat persamaan akhir yang menghubungkan gaya global dan lokal pada masing-masing node, maka T* harus diinverse terlebih dahulu. Untuk matrik T* harus dimodifikasi terlebih dahulu untuk menjadi matrik bujursangkar. Oleh karena itu, kita harus menjabarkan matrik f’,d’ dan k’ sedemikian rupa sehingga konsisten dengan penggunaan koordinat global. Berdasarkan persamaan transformasi (3-29), maka d '  T * d , jika dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi sebagi berikut;  d '1x '   C S  d '1 y '   S C d '    0 0  2 x'   0 0 d ' 2 y '  

0 0   d1 x  0 0   d1 y  C S  d 2 x   S C  d   2y 

C S Yang mana T *   S C  0 0  0 0

(3-38)

0 0 0 0 C S  S C 

Dengan cara yang sama kita dapat menjabarkan untuk f '  T * f Karena gaya dan perpindahan dijabarkan, maka matrik k’ harus dijabarkan juga, jika persamaan (3-30) matrik k’ nya dijabarkan menjadi sebagai berikut;  f '1x '  1  f '1 y '  AE  0 f'   L  1  2 x'  0  f ' 2 y ' 

0 1 0 0 0 1 0 0

0 d '1x '  0 d '1 y '  0 d ' 2 x '  0d '   2 y' 

(3-39)

Karena harga f’1y’ dan f’2y’ adalah berharga nol maka pada persamaan (3-39) baris yang berhubungan dengan f’1y’ dan f’2y’ pada matrik k’ juga berharga nol. Selanjutnya persamaan (3-37) dapat ditulis kembali tetapi T, f dan d telah dijabarkan, sebagai berikut;

T * f  k'T * d

(3-40)

Jika ruas kiri dan kanan masing masing dikalikan dengan inverse T*, yaitu, T*-1, maka menjadi;

f  T *1 k ' T * d

(3-41)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 41

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dan telah dibuktikan bahwa T *1  T *T , yang mana T *T adalah transpose dari

T * , sehingga persamaan (3-41) dapat ditulis sebagai; f  T *T k ' T * d

(3-42)

Maka dari persamaan (3-42) di dapat harga k global untuk satu elemen, yaitu; k  T *T k 'T *

(3-43)

Jika matrik T*dari persamaan (3-38) dan matrik k’ lokal yang telah dijabarkan pada persamaan (3-39) disubtitusikan pada persamaan (3-43) maka didapat matrik k global sebagai berikut;

 C2 CS  S2 AE  k  L  simetri

 C2  CS C2

 CS    S2   CS  S 2 

(3-44)

Selanjutnya setelah matrik kekakuan berdasarkan koordinat global untuk elemen, persamaan (3-44), telah diketahui, maka matrik kekakuan untuk seluruh elemen atau struktur dapat dilakukan dengan cara menggabungkan matrik kekakuan masing-masing elemen dengan cara superposisi (kekakuan langsung) seperti diterangkan pada sub bab 2.4 atau sebagai berikut; N

k   K e

(3-45)

e 1

yang mana K adalah matrik kekakuan global untuk struktur dan k(e) matrik kekakuan tiap elemen berdasarkan koordinat lokal dan N adalah jumlah total elemen. Dengan cara yang sama, maka untuk gaya adalah; N

fF e

(3-46)

e 1

Karena matrik K menghubungkan matrik F dan d untuk seluruh elemen atau struktur, maka; F  Kd

(3-47)

Contoh 3.2 berikut menerangkan bagaimana mentransformasi matrik kekakuan lokal menjadi global.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 42

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Contoh 3.2 Suatu elemen batang dari struktur truss seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.5 mempunyai arah relatif terhadap sumbu x-y sebesar 60o. Jika batang mempunyai luas penampang A=0.04 m, panjang L = 6 m dan modulus elastisitas E = 20 x 109 N/m2, tentukan matrik kekakuan global berdasarkan sumbu x-y. y

x'

60o

x

Gambar 3.5. Elemen batang ditinjau dari koordinat lokal dan global

Untuk menghadapi permasalahan seperti ini, yang mana derajat kebebasannya adalah satu. Maka kita bisa langsung menggunakan persamaan (3-44). Sehingga kita dapat matrik k, sebagi berikut ;

  60o

C  cos 60o  0.5

 C2 CS  S2 AE  k  L  simetri

 C2  CS C2

S  sin 60o  0.87

 CS    S2   CS  S 2 

 0.25 0.435  0.25  0.435  0.76  0.435  0.76  0.4 x 20 x10  k   0.25 0.435  6  simetri 0.76  9

3.4. Tegangan Pada Batang di Bidang 2 Dimensi Untuk mengetahui tegangan yang bekerja pada elemen batang pada truss, maka kita harus menentukan terlebih dahulu gaya yang bekerja pada statu batang. Karena elemen batang pada truss mempunyai satu derjat kebebasan, maka persamaan (3-30) yang menunjukkan hubungan gaya dan perpindahan ditinjau dari koordinat lokal. Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 43

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 f '1x '  AE  1  1 d '1x   f '   L  1 1 d '    2 x   2 x' 

(3-48)

Telah diketahui bahwa tegangan yang bekerja pada suatu batang karena adanya gaya aksial adalah dapat dinyatakan sebagai berikut ini : f '1x' A



(3-49)

Dari persamaan (3-48) dapat diketahui bahwa;

f '1x ' 

d '  AE 1  1 1x  L d '2 x 

(3-50)

Jika persamaan (3-50) disubtitusikan ke persamaan (3-49), menjadi ;



d '  E 1  1 1x  L  d '2 x 

(3-51)



E 1  1d ' L

(3-52)

Atau

Dan karena telah diketahui bahwa d ' T * d , maka persamaan (3-52) dapat dinyatakan sebagai berikut;



E 1  1T * d L

(3-53)

Dan jika disederhanakan menjadi;



E 1  1T * d  C ' d L

Yang mana C ' 

C E 1  1T *  E 1  1 L L 0

(3-54)

S 0 0 C

0 S 

Sehingga C’ C' 

E C L

S

 C  S

(3-55)

Contoh 3.3 Misalkan suatu batang miring 60o terhadap sumbu x, yang mempunyai luas penampang A, panjang L dan modulus elastisitas E. Jika perpindahan pada masing-masing node berdasarkan koordinat global sudah dapat ditentukan,

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 44

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

sehingga d1x=0.25, d1y=0.01, d2x= 0.35 dan d2y=0.5 mm. Tentukan besar tegangan pada batang tersebut. y

x'

2

60o

x

1

Gambar 3.6. Suatu batang dengan sudut 60o terhadap sumbu x Untuk menyelesaikan soal ini, maka kita bisa menggunakan persamaan (354), yaitu;

  C' d 

E C L

S

 d1x  d  E 1y  C  S    C d 2 x  L   d 2 y 

S

 0.25   0.01  (3-56)  C  S   0.35    d 0.5

3.5. Penyelesaian Truss Dua Dimensi Telah diketahui dari ilmu statika dasar bahwa truss adalah suatu struktur yang terdiri dari beberapa batang yang disusun sedemikina rupa, yang mana ujung-unjungnya saling berhubungan satu dengan yang lain dan disambung dengan pasak. Gaya-gaya yang bekerja pada truss diteruskan pada batang-batang truss dan arahnya paralel dengan arah masing-masing batang dimana gaya tersebut bekerja. Karena arah batang mempunyai arah relatif terhadap batang yang lain, maka dalam menganalisa gaya pada tiap-tiap batang, kita perlu meninjau pada salah satu sistem koordinat sebagai referensi peninjauan. Oleh karena itu semua arah gaya, tegangan, perpindahan dan regangan harus ditransformasikan sesuai dengan arah referensi yang telah kita pilih. Berikut ini adalah contoh bagaimana kita menyelesaikan persoalan pada suatu truss dua dimensi sederhana.

Contoh 3.4 Gambar 3.5 menunjukkan suatu truss yang terdiri dari tiga elemen, yang mana pada salah satu ujung dari masing-masing batangnya ditumpu dengan pasak dan pada ujung yang lain pada batang-batang tersebut disambung dengan pasak dan Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 45

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

menerima beban kearah bawah sebesar 1000 N. Tentukan perindahan kearah x dan y dan tegangan pada masing-masing batang. Modulus elastisitas batang E = 200 x 105 N/m2 dan luas penampang dari batang adalah A= 0,04 m2. Panjang dari masing-masing batang ditunjukkan dalam gambar.

2

y

10 m 10 m

x

10 m 1

45o

3 1000 N

4

Gambar 3.5. Truss Untuk memudahkan, maka pertama kita tentukan dulu harga C dan S pada masing-masing elemen. Tabel 3.1 menunjukkan harga C dan S pada masingmasing elemen. Tabel 3.1. Harga C dan S No Elemen

Node

Sudut 

C

S

C2

S2

CS

1

1-2

90

0

1

0

1

0

2

1-3

0

1

0

1

0

0

3

1-4

-45

-0.707

-0.707

0.5

0.5

0.5

Selanjutnya kita tentukan matrik kekakuan untuk masing-masing elemen dengan menggunkan persamaan (3-44). Elemen 1

d1x

d1 y

d2 x

d2 y

 C2 CS  C 2  CS  0 0  2 2 5  S  CS  S  0.04 x 200 x10 0 1 AE  k 1     L  10 C2 CS  0 0 2 simetri 0  1 S 

0 0  1  0 0 0 1  0

(3-57)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 46

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Elemen 2

d1x

d1 y

d3 x

d3 y

 C2 CS  C 2  CS  1  2 2 5  S  CS  S  0.04 x 200 x10  0 AE  k 2      L  10 C2 CS   1 2 simetri  0 S 

0  1 0 0 0 0  0 1 0 0 0 0

(3-58)

Elemen 3

d1x

d1 y

d4 x

 C2 CS  S2 AE  k 3    L  simetri

 C2  CS C2

d4 y

0.5  0.5  0.5  CS   0.5   0.5  0.5  0.5  S 2  0.04 x 200 x105  0.5    0.5  10 CS   0.5  0.5 0.5  0.5  0.5 0.5 0.5  S 2  (3-59)

Setelah matrik kekakuan global, k(e), untuk masing-masing elemen dapat disusun, maka langkah selanjutnya adalah menggabungnya dengan cara superposisi atau metode kekakuan langsung seperti ditunjukkan pada Gbr.2.6 untuk mendapat matrik kekakuan struktur K global.

d1x

d1 y

d2x

0.5  1.5  0.5 1.5   0 0  1  0 K  8 x108  0  1  0 0   0.5  0.5  0.5  0.5 

d2 y

d3 x

0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0

1 0 0 0

d3 y

d4x

d4 y

0  0.5  0.5 d1 x 0  0.5  0.5 d1 y 0 0 0  d2x  0 0 0  d2 y  0 0 0  d3x 0 0 0  d3 y  0 0.5 0.5  d 4 x 0 0.5 0.5  d 4 y

(3-60)

Selanjutnya setelah berhasil menyusun matrik K struktur, selanjutnya dengan menggunakan persamaan kekakuan global yang menghubungkan antara gaya global dan perpindahan global, F  Kd .

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 47

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 F1x  0.5  1.5 F   0.5 1.5  1y    F2 x   0 0    1  F2 y   8 x10 4  0   F3 x  0  1    0 0  F3 y   F   0.5  0.5  4x   0.5  0.5  F4 y  

0 0  1 0  0.5  0.5 d1x    0  1 0 0  0.5  0.5 d1 y  0 0 0 0 0 0  d 2 x    0 1 0 0 0 0 d 2 y  (3-61)  0 0 1 0 0 0  d 3 x    0 0 0 0 0 0  d 3 y   0 0 0 0 0.5 0.5  d 4 x    0 0 0 0 0.5 0.5 d 4 y 

 F1x  0   1.5 0.5  F  1000  0.5 1.5  1y     F2 x  0 0    F2 y 1    8 x10 4  0    F3 x 0  1    0 F3 y 0      F4 x  0.5  0.5    0.5  0.5 F4 y   

0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

1 0 0 0 1 0 0

0

0

0

0  0.5  0.5 d1x    0  0.5  0.5 d1 y  0 0 0  d 2 x  0    0 0 0   d 2 y  0 (3-62)  0 0 0  d 3 x  0    0 0 0  d 3 y  0   0 0.5 0.5  d 4 x  0   0 0.5 0.5 d 4 y  0

Selanjutnya setelah persamaan kekakuan dapat disusun adalah mencari perpindahan pada node 1 dan gaya-gaya yang bekerja pada masing-masing node. Dari persamaan tersebut diketahui bahwa kondisi batasnya adalah homogen, maka kolom dan baris yang berhubungan dengan perpindahan nol (kondisi batas berharga nol) dapat dieliminasi, shingga harga perpindahan pada node 1 dapat diketahui. Oleh karena itu rumus (3-62) setelah di eleminasi baris dan kolomnya menjadi; d  0  4 1.5 0.5 1x   8 x 10      1000   0.5 1.5 d1 y 

(3-62)

Jika dijabarkan menjadi ;

0  8x104 1.5d1x  0.5d1 y  0  1.5d1x  0.5d1 y 

d1 y  3d1x

dan

 1000  8x104 0.5d1x  1.5d1 y   1000  8x104 0.5d1x  1.5d1x   8x108  d1x  d1x  125x104 m

d1 y  375x104 m

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 48

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3-54), tegangan pada tiap-tiap batang dapat ditentukan.

 1  C ' d 

E C L

S

 d1x  125 x10 4  d    375 x10  4  200 x105 1y    0 1 0  1  C  S  d 2 x   10 0     0   d 2 y 

125 x10 4    375 x10  4   1  20 x105 0 1 0  1  20 x105 x375 x10  4  75 x103 N / m 2   0   0   125 x10 4    375 x10 4  2  5    20 x10 1 0  1 0  20 x105 x125 x10 4  25 x103 N / m 2   0   0   125 x10 4    375 x10  4  3  5    20 x10  0.707  0.707 0.707 0.707   0   0  

 3  20 x10 5 x  0.707125 x10 4  375 x10 4   200 x  0.707 x500  100000 x  0.707  70.7 x10 3 N / m 2

3.6. Transformasi Matrik Kekakuan Untuk Batang Pada Tiga Dimensi (Ruang) Karena batang yang digunakan untuk menyusun truss tidak selalu bisa diasumsikan pada bidang datar atau dua dimensi, tetapi sering juga dijumpai bahwa batang pada truss mempunyai arah atau orientasi dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, untuk meninjau elemen dengan koordinat lokal ke koordinat global, perlu ditransformasi seperti diterangkan pada sub bab sebelumnya. Untuk mentransformasikan koordinat lokal ke global pada ruang tiga dimensi, lebih mudah jika suatu batang pada truss dinyatakan dengan vektor, seperti ditunjukkan pada Gbr. 3.6. Dalam gambar tersebut ditunjukkan bahwa statu batang dengan panjang L dan mempunyai dua node dapat ditinjau dari

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 49

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

koordinat lolal x’y’z’ atau koordinat global xyz. Batang tersebut mempunyai arah orientasi yang berhimpit dengan sumbu x’ yang mempunyai sudut α, β dan γ masing-masing terhadap sumbu x, y dan z. Seperti diterangkan pada bab sebelumnya, untuk melakukan operasi transformasi maka kita harus menentukan terlebih dahulu matrik T*. Oleh karena itu, langkah pertama adalah menurunkan matrik transformasi T*, sehingga d ' T * d . y

d x'

y'

L

2

β 1

α

x

γ

z z' Gambar 3.6 Batang dalam koordinat tiga dimensi Vektor d adalah suatu vektor yang mempunyai arah sembarang, jika vektor tersebut ditinjau dari koordinat lokal atau global maka berlaku hubungan sebagai berikut; d' d

(3-63)

Yang mana d’ adalah vektor d ditinjau dari koordinat lokal dan d ditinjau dari koordinat global, dan selanjutnya persamaan (3-63) dapat dijabarkan sebagai berikut; d ' x i'd ' y j 'd ' z k '  d xi  d y j  d z k

(3-64)

Yang mana i’, j’ dan k’, masing-masing adalah unit vektor pada koordinat lokal x’y’z’ dan i, j, dan k adalah unit vektor pada koordinat global xyz. Karena batang pada Gbr.3.6 berhimpit dengan x’, maka hal ini identik dengan proyeksi vektor d terhadap sumbu x’. Maka dengan melakukan operasi dot produk pada masingmasing ruas pada persamaan (3-64) akan didapat hubungan sebagi berikut. d ' x i'.i'  d ' y  j '.i'  d ' z k '.i'  d x i.i'  d y  j.i'  d z k.i'

(3-65)

d ' x 0  0  d x i.i'  d y  j.i'  d z k.i'

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 50

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Berdasarkan Gbr.3.6 dan difinisi dari operasi dot produk, maka didapat hubungan seperti dibawah ini. i.i' 

x2  xl  cos   C x L

j.i' 

y2  y1  cos   C y L

k.i' 

z2  z1  cos   C z L

Yang mana dari gambar tersebut diketahui bahwa ;

L

x2  xl 2   y2  yl 2  z2  zl 2

Dan Cx, Cy dan Cz masing-masing adalah proyeksi i’ terhadap sumbu i, j dan k. Sehingga persamaan (3-65) dapat dinyatakan sebagai berikut;

d ' x  d xCx  d y C y  d z Cz

(3-66)

Dengan menggunkan persamaan (3-66), kita dapat menyatakan secara eksplisit hubungan d ' T * d dalam bentuk matrik untuk node 1 dan 2 adalah sebagai berikut ini;

 d '1x '  C x d '    0  2 x'  

Cy 0

Cz 0

0 Cx

0 Cy

 d1x  d   1y  0   d1z    C z   d 2 x  d 2 y     d 2 z 

(3-67)

Maka diari persamaan ini diketahui bahwa ;

C x T*   0

Cy

Cz

0

0

0

0

Cx

Cy

0 C z 

Dari persamaan (3-43) diketahui bahwa matrik kekakuan yang merujuk pada koordinat global adalah k  T *T k 'T * . Maka dengan menggunakan T* pada persamaan (3-67), matrik kekakuan yang merujuk pada koordinat global menjadi sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 51

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

C x C  y C k z 0 0   0

0 0  0  AE  1  1C x    C x  l  1 1   0 Cy   C z 

Cy 0

Cz 0

0 Cx

0 C z 

(3-68)

 C xC z    C yCz   C z2   C xC z  C yCz   C z2 

(3-69)

0 Cy

Jika disederhanakan menjadi ;

 C x2 C xC y  C y2  AE  k  L    Simetri

 C x2  C xC y  C xC z C x2

C xC z C yCz C z2

 C xC y  C y2  C yCz C xC y C y2

Contoh 3.5 Gambar 3.7 menunjukkan truss tiga dimensi yang terdiri dari 3 batang dan 4 node. Masing-masing batang dijepit di dinding sedemikian rupa dengan nomer node 1, 2 dan 3. Beban F = 1000 N dikenakan pada node 4. Luas penampang masing-masing batang 1, 2 dan 3 adalah sama yaitu A= 0,04 m2 dan E = 200 x 105 N/m2. Tentukan tegangan yang bekerja pada masing-masing batang. (0,5,5)

4

Y (0,5,0)

Z 3 X (0,0,0)

(0,5,-5) 3

2

(5,0,0)

(0,-5,0)

1 2

1

F = 1000 N

Gambar 3.7 Trus tiga dimensi Sebelum menentukan matrik k untuk masing-masing elemen maka kita perlu menentukan panjang L pada masing-masing batang dengan cara sebagi berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 52

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

L1 

x2  xl 2   y2  yl 2  z2  zl 2



 52   52  02

5 2

L2  

x3  xl 2   y3  yl 2  z3  zl 2



 52  52   52

5 3

L3 

x4  xl 2   y4  yl 2  z4  zl 2



 52  52  52

5 3

Elemen 1 Harga Cx, Cy dan Cz dapat ditentukan sebagai berikut ;

i.i ' 

x 2  xl 5 1   Cx 1  L 5 2 2

j.i ' 

y2  y1 5 1    Cy 1 L 5 2 2

k .i ' 

z2  z1 0  0  Cz 1  L 5 2

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3-69), matrik k(1) dapat ditentukan.

d1 x

k 1

 56.569  56.569  0   56.569  56.569  0 

d1 y 56.569 56.569 0  56.569  56.569 0

d1z

d2x

0 0 0 0 0 0

 56.569  56.569 0 56.569 56.569 0

d2 y

d2z

 56.569  56.569 0 56.569 56.569 0

0 0 0 0 0 0 

Elemen 2

x3  xl 5 1   Cx 2   L 5 3 3 y3  y1 5 1   Cy 2   L 5 3 3 z3  z1  5 1   Cz 2   L 5 3 3

d1 x

d1 y

d1z

d3x

d3 y

d 3z

 30.485  30.485 30.485  30.485 30.485  30.485  30.485 30.485  30.485 30.485  30.485 30.485   30.485 30.485  30.485 30.485  30.485 2   30.485 k   30.485 30.485  30.485 30.485  30.485 30.485   30.485  30.485 30.485  30.485 30.485  30.485  30.485 30.485  30.485 30.485  30.485 30.485   

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 53

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Elemen 3

x 4  xl 5 1   Cx 3   L 5 3 3 y4  y1 5 1   Cy 3   L 5 3 3 z4  z1 5 1   Cz 3   L 5 3 3

d1 x

d1 y

d1z

d4 x

d4 y

d4z

30.485   30.485  30.485  30.485  30.485 30.485  30 . 485 30 . 485 30 . 485 30 . 485  30 . 485  30.485    30 . 485 30 . 485 30 . 485 30 . 485  30 . 485  30.485 k 3     30.485 30.485 30.485 30.485  30.485  30.485  30.485  30.485  30.485  30.485 30.485 30.485   30.485  30.485  30.485  30.485 30.485 30.485   Untuk memperoleh K struktur, kita dapat mensuperposisikan matrik k dari masing –masing elemen batang. Karena struktur tersebut mempunyai 4 node dan tiap node mempunyai 3 derajat kebebasan, maka matrik K struktur berdimensi 12 x 12. d

1x

 117.54   4.4  0 .57   56 56.57  K   300 .49  30.49  30.49  30.49  30.49  30.49

d

1y

d

1z

d

2x

d

2y

d

2z

d

3x

d

3y

d

3z

d

4x

d

4y

 4.4

0

 56.57

 56.57

0

 30.49

30.49

 30.49

 30.49

30.49

117.54

0

 56.57

 56.57

0

30.49

 30.49

30.49

30.49

 30.49

0

60.97

0

0

0

 30.49

30.49

 30.49

30.49

 30.49

 56.57

0

56.57

56.57

0

0

0

0

0

0

 56.57

0

56.57

56.57

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

30.49

 30.49

0

0

0

30.49

 30.49

30.49

0

0

 30.49

30.49

0

0

0

 30.49

30.49

 30.49

0

0

30.49

 30.49

0

0

0

30.49

 30.49

30.49

0

0

30.49

30.49

0

0

0

0

0

0

30.49

 30.49

 30.49

 30.49

0

0

0

0

0

0

 30.49

30.49

 30.49

 30.49

0

0

0

0

0

0

 30.49

30.49

d

4z

   30.49  0  0  0  0  0  0  30.49  30.49  30.49  30.49

 30.49

Selanjutnya dengan menggunakan rumus persamaan kekakuan global, maka didapat persamaan sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 54

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 0    1000   0   117.54  F2 x    04.4  F2 y   56.57    56.57  F2 z    0  F3 x   30.49  F3 x   30.49  F3 y   30.49  F  3030.49.49  4 x   30.49  F4 y   F4 z 

 4.4

0

 56.57  56.57 0  30.49

117.54

0

 56.57  56.57 0

0

60.97

0

0

 56.57

0

56.57

56.57

0

 56.57

0

56.57

56.57

0

0

0

30.49

 30.49

 30.49

30.49

 30.49  30.49

30.49

 30.49

30.49

30.49

 30.49

30.49

 30.49

30.49

 30.49

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

30.49

 30.49

30.49

0

0

30.49

0

0

0  30.49

30.49

 30.49

0

0

30.49

 30.49

0

0

0

30.49

 30.49

30.49

0

0

30.49

30.49

0

0

0

0

0

0

30.49

 30.49

 30.49  30.49

0

0

0

0

0

0

 30.49

30.49

 30.49  30.49

0

0

0

0

0

0

 30.49

30.49

30.49

0  30.49

 d1x  d1 y   30.49    d  30.49  1 z   0 0  0  0  0  0   0 0  0  0  0   30.49   0  30.49   0  30.49  0  0  30.49

Karena kondisi batasnya adalah homogen, maka kita dapat menghilangkan baris dan kolom yang berhubungan karena berharga nol, sehingga rumus persamaan kekakuan global dapat disederhanakan menjadi seperti dibawah ini. d  0   0   117.54  4.4  1x  0  d1 y  1000    4.4 117.54   0 0 60 .97   0      d1 z 

Dan jika dijabarkan menjadi; 0  117.54d1x  4.4d1 y

 1000  4.4d1x  117.54d1 y

0  60.97d1z Dengan cara subtitusi maka didapat harga –harga perpindahan pada node 1, yaitu d1x, d1y, d1z. d1x  0.32m

d1 y  8.54m dan

d1z  0m

Dengan menjabarkan persamaan (3-54) untuk tiga dimensi maka persamaan untuk tegangan yang bekerja pada elemen batang dalam tiga dimensi yang mempunyai node 1 dan 2 adalah;



E  C x L

 Cy

 Cz

Cx

Cy

 d1 x   d1 y  d  C z  1z  d 2 x  d 2 y   d 2 z 

(3-70)

Dengan menggunakan persamaan (3-70), maka tegangan yang bekerja pada masing-masing batang dapat ditentukan, yaitu;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 55

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 1 

200 x105  1  2 5 

 2  

200 x105  1  3 5 

 3  

200 x105  1  3 5 

 0.32   8.54 1 1 1  0  0   0  25.06 x106 N / m 2 0   2 2 2   0   0   0.32   8.54 1 1 1 1 1  0     18.98 x106 N / m 2  0   3 3 3 3 3  0   0 



1 3



1 3



1 3

1 3

 0.32   8.54 1  0   18.98 x106 N / m 2  0   3  0   0 

3.7. Tumpuan Miring Pada suatu kasus, tumpuan suatu struktur bisa mempunyai arah orientasi tertentu terhadap sembarang koordinat global atau dengan kata lain tumpuan tersebut membentuk sudut dengan koordinat global. Gbr. 3.8 menunjukkan contoh dari tumpuan miring dengan sudut tertentu terhadap koordinat global. Dalam gambar tersebut ditunjukkan suatu truss dengan 3 batang elemen dan 3 node. Pada node 3 ditumpu dengan tumpuan membentuk sudut α terhadap koordinat global. x' y'

α

3 y

2

1

x Gambar 3.8. Struktur dengan tumpuan miring

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 56

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Untuk menghadapi persoalan seperti ini, pertama kita perhatikan bahwa pada node 3, arah gaya yang bekerja sesuai dengan arah dari koordinat lokalnya maka pada node tersebut perlu transformasi arah gaya dari koordinat global ke koordinat lokal. Oleh karena itu rumus trasnformasi pada persamaan (3-29) dapat digunakan, dan untuk memudahkan maka ditulis kembali sebagai berikut ;

 d 3 x '   cos  d     3 y '   sin 

sin   d 3 x   C S  d 3 x        cos  d 3 y   S C d 3 y 

(3-71)

atau

d3'   t3 d3   cos  Yang mana t3'     sin 

sin    cos  

Untuk transformasi global pada struktur dapat dinyatakan sebagai;

d '  TI d 

(3-72)

d   TIT d '

(3-73)

Atau

Matrik TI , untuk kasus struktur pada Gbr. 3.8 adalah matrik transformasi 6 x 6.

d1x d1 y d 2 x d 2 y d3 x d3 y 1 0  0 TI   0 0  0

0 1 0 0

0 0 1 0

0 0 0 1

0 0 0 0

0 0 0 cos  0 0 0  sin 

      sin    cos   0 0 0 0

(3-74) Node 3

Karena pada node 1 dan 2 arah-arah gayanya paralel dengan koordinat global, maka pada diagonal pada matrik TI berharga 1. Akan tetapi pada node 3, seperti ditunjukkan dengan lingkaran pada persamaan (3-74), harus ditransformasikan, sehingga pada baris dan kolom mempunyai harga identik dengan harga matrik t pada persamaan (3-71). Dengan menggunakan matrik pada persamaan (3-74), maka persamaan (373) dapat ditulis kembali dalam bentuk matrik sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 57

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 d1x  1 d    1 y  0 d2 x   0   d 2 y  0  d 3 x  0     d 3 y   0

0 1 0 0

0 0 1 0

0 0 0 1

0 0 0 0

0 0

0 0

0 0

cos sin 

 d1x '   d   1 y '    d 2 x '    d 2 y '   sin   d 3 x '    cos   d 3 y '  0 0 0 0

(3-75)

Untuk gaya yang bekerja pada masing-masing node maka dapat juga ditransformasikan dengan cara seperti pada persamaan (3-34), yaitu;

 f '  TI  f 

(3-76)

Dan telah kita ketahui bahwa gaya sesuai dengan koordinat global dapat dinyatakan dalam persamaan kekakuan, yaitu ;

 f   K d 

(3-77)

Jika kedua sisi dikalikan dengan TI, maka persamaan (3-77) menjadi;

TI  f   TI K d 

(3-78)

Jika dinyatakan dengan matrik, maka ruas kiri pada persamaan (3-78) adalah sebagai berikut;

1 0  0  0 0  0

0 1 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0 1 0 0 cos  0  sin 

0  f1x   f1x '      0  f1 y   f1 y '  0  f 2 x   f 2 x '       0  f 2 y   f 2 y '  sin   f3 x   f3 x '      cos   f3 y   f3 y ' 

(3-79)

Karena nilai gaya berdasarkan koordinat lokal dan global pada node 1 dan 2 adalah sama maka persamaan (3-79) dapat disederhanakan sebagai berikut;

 f   t  f  ' 3

3

3

(3-80)

Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (3-73) ke persamaan (3-78),

TI  f   TI K TIT d '

(3-81)

Karena ruas kiri pada persamaan (3-78) adalah sama dengan persamaan (3-79), maka didapat hubungan sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 58

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 F1x  F   1y   F2 x     TI K TI  F2 y   F3 x '     F3 y ' 

 d1x  d   1y  d  T  d 2 x   2y  d3x'    d 3 y ' 

(3-82)

Yang mana telah kita ketahui bahwa nilai perpindahan pada node 1 dan 2 jika ditinjau dari koordinat global dan lokal adalah sama.

Contoh 3.6 Gambar 3.8 menunjukkan truss dua dimensi yang terdiri dari 3 batang dan 3 node. Node 1 ditumpu dengan engsel dan node 3 ditumpu dengan jenis tumpuan roll. Sedangkan pada node 2 diberi beban sebesar F = 2000 N. Tumpuan roll pada node 2 membentuk sudut α = 450. Luas penampang masing-masing batang 1, 2 dan 3 adalah sama yaitu A= 0,04 m2 dan E = 200 x 105 N/m2. Tentukan perpindahan pada node 2 . F = 2000 N

3 y

5m

3 2

1

1

2 x'

5m

y'

α

x Gambar 3.9. Struktur dengan tumpuan miring Untuk menyelesaikan persoalan seperti ini, maka kita dapat mnggunkan prosedur yang sama pada contoh soal 3.2. Pertama kita tentukan terlebih dahulu harga matrik kekakuan k pada masing-masing elemen batang, selanjutnya dengan cara superposisi kita gabung untuk mendapatkan matrik kekakuan global K. Sebelum

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 59

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

menyusun matrik kekakuan, kita identifikasi dulu arah orientasi masing-masing batang, seperti ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Harga C dan S Sudut 

C

S

C2

S2

CS

1-2

0

1

0

1

0

0

2-3

90

0

1

0

1

0

1-3

45

0.707

0.707

0.5

0.5

0.5

No Elemen

Node

1 2 3

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3-44) matrik k untuk masingmasing elemen dapat disusun. Elemen 1

d1x

k

1

1   16 X 10  0 1 0  4

0 1 0 0 0 1 0 0

d1 y

0  16 0  104  0  16 0   0 0 

d2 x

d2 y

0  16 0 0 0 16 0 0

0 0 0 0 

d2 y

d3 y

Elemen 2

d2x

k

2 

0 0   16 X 10 0 1 0 0 0  1 

0 0 0 0 0  1  104 0 16 0 0 0 0  0  16 0 1 

4

d3 x

0 0  0  16 0 0  0 16  

Elemen 3

d1x

d1 y

d3x

d3 y

 4 2 4 2  4 2  4 2  1 / 2 1 / 2  1 / 2  1 / 2     k 3  8 2 X 104 11/ /22 11/ /22 11/ /22 11/ /22   104  4 2 4 2  4 2  4 2    4 2  4 2 4 2 4 2   1 / 2  1 / 2 1 / 2 1 / 2    4 2  4 2 4 2 4 2  Selanjutnya dengan cara superposisi matrik kekakuan K global dapat ditentukan sebagai berikut;

d1x

d1 y

4  2  2 4  4 K  4 X 10  0  2  2 

d2 x

d2 y

d3 x

2

4

0



2 0 0

0 4 0

0 0 4



2 2 0 0



2

0

0

2



2

0

4

2

d3 y   2  0  4   2  4  2 

2

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 60

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Setelah matrik K global dapat ditentukan, maka dengan menggunakan persamaan (3-82) harga gaya-gaya pada masing-masing node dapat ditentukan. Untuk lebih memudahkan kita tentukan matrik TI K , yaitu; Harga α = -45O.

1 0 0 TI K    0  0 0

0 1 0 

0 0 1



0 0 0

2 1



2 0 0

4  2   2  4 4 4 X 10  0 0  2   2  0 1

2

4

0

 2

2 0 0

0 4 0

0 0 4

 2 0 0

 2

0

0

2

 2

0

4

2

0 0

2 1

0 0 0 0

0 0 1

0 2 0 0

4  2  2   4 X 10 4  2 2 2 2   2   2

1 0 2

4

0

 2

2

0

0

 2

0

2 2

2 2

0

0

2 2

2 2

0

 2

0

0

2

 2

0

4

2

2

4

0

 2

2

0

0

 2

0

2 2

2 2

0

0

2 2

2 2

0

 2

0

0

2

 2

0

4

2

2

2 2

2 2

 2

2

0

0

 2

0

4

0

0

0

0

4

0

 2

0

0

2

 2

2 2

2 2

2

    2   4  2  2  2 0 4

   2 2   2 2  2   4  2  2  2

dan

TI KTI 

T

4  2  2   4 X 10 4  2 2 2 2   2   2 4  2  2   4 X 10 4  2 2 2 2   2   2

1  0  2  0  2 2   2 2  0 2   0 4  2 0  2   2   2 2   2 2  2   4  2  2

0 1 0  0 

0 0 1

   0  0 1

0 0 2 1



2 1 0

2 0 0

0 0 0 0

0 0 1

0 0

2 0 0

1 0

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3-82), maka persamaan kekakuan struktur bisa kita susun sebagai berikut.  F1x  4  2  F1 y   2 F    2 x '   4 X 10 4  2 2 2 2  F2 y '    F3 x   2   2  F3 y   

2

2 2

2 2



2

0

0



4

0

0 0

0 0

2 2

0

4



2

0

0

2



2

2 2

2 2

2

  d1 x   d1 y   2     2 2  d 2 x'   d  2 2  2 y '  2  d 3 x  4  2  d 3 y  

2

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 61

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dan dengan mensubtitusikan kondisi batas, maka persamaan diatas menjadi ;

4  2  F1x   2  F1 y    0  4 2 2  F   4 X 10   2 2   2 y'   2  F3 x    2  2000  

2

2 2

2 2

 2

2

0

0

 2

0

4

0

0 0

0

0

4

 2

0

0

2

 2

2 2

2 2

2

 0   2  0  d 2 x '  2 2   2 2  0   0  2  d 3 y  4  2    2

Karena kondisi batas adalah homogen maka didapat ;  0   4 X 10 4  4 2 2  2000 

2 2 4

d 2 x '    2 d  3y 

,

maka

d 2 x'  10,35mm

dan

d 3 y  14,64mm Dan gaya-gaya global yang bekerja pada masing-masing tumpuan dapat dilakukan dangan mensubtitusikan harga-harga d 2x ' dan d 3 y pada persamaan kekakuan struktur.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 62

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB IV KEMIRINGAN DAN LENDUTAN PADA BATANG 4.1. Kekakuan Batang Pada sub bab ini diterangkan bagaimana menurunkan matrik kekakuan untuk elemen batang sederhana (simple beam). Telah kita ketahui dari statika struktur, bahwa yang dimaksud dengan batang sederhana adalah suatu batang memanjang yang ditumpu pada kedua ujungnya dan menerima beban tranversal atau melintang sehingga menghasilkan efek bending atau tekuk sebagai reaksi dari rotasi dan efek aksial. Berubahan bentuk tekuk atau lendutan (deformasi bending) diukur dari perpindahan transversal atau melintang dan besar sudut rotasi pada batang, seperti ditunjukan dengan garis putus-putus pada Gbr. 4-1. Sehingga derajat kebebasan pada batang sederhana ini adalah perpindahan melintang dan rotasi. Gambar 4.1 menunjukkan elemen batang sederhana yang terdiri dari dua node dan mempunyai panjang L. Elemen batang tersebut mempunyai koordinat lokal axial x’ dan transversal atau lintang y’. Karena ada dua derajat kebebasan dalam kasus ini, yaitu, perpindahan transversal atau lintang dan rotasi pada masing-masing nodenya, maka perindahan lintang dinyatakan dengan diy dan rotasi dinyatakan dengan Фi. Sedangkan gaya dan momen lokal pada masingmasing node, masing-masing dinyatkan sebagai fiy’ dan mi’. y' x' 2’,m2’

1’,m1’

2

1

f1y’,d1y’

L

f2y’,d2y’

Gambar 4.1 menunjukkan elemen batang sederhana Telah kita ketahui dari statika bahwa dalam beam sederhana dapat menerima beban terpusat P, beban merata w(x) dan kopel C [

]. Selanjutnya

dapat diketahui bahwa beban-beban tersebut menyebabkan terjadinya lendutan (deflection), y dan kemirangan (slope) dy/dx pada beam, dan dapat kita ketahui gaya vertikal atau gaya lintang V(x) yang bekerja pada bagian beam. Di samping

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 63

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

itu, kita dapat mengetahui besar moment pada tiap bagian beam, M(x). Sesuai dengan dasar-dasar statika, hubungan antara moment, gaya lintang terhadap defleksi dan kemiringan pada beam dinyatakan sebagai berikut; Deflection  y Slope 

dy dx

(4-1a) (4-1b)

d2y Moment  M x   EI 2 dx

(4-1c)

dM d3y GayaVertik al  V x    EI 3 dx dx

(4-1d)

dV d4y Beban  wx    EI 4 dx dx

(4-1e)

Rumus (4-1) berlaku dengan asumsi harga modulus elastisitas E dan momen inersia I adalah konstan. Selanjutnya sesuai dengan prosedur penurunan persamaan dan matrik kekakuan pada bab sebelumnya, maka disini kita turunkan untuk kasus elemen beam. 1. Memilih jenis elemen Elemen yang kita gunakan adalah elemen batang yang ditunjukkan pada Gbr.4.1. 2. Menentukan fungsi perpindahan Karena elemen beam/batang yang ditunjukkan pada Gbr.4.1 mempunyai total 4 derajat kebebasan, yaitu , perpindahan transversal atau vertikal diy dan rotasi atau kemiringan Фi pada masing-masing node, maka fungsi perpindahan yang dipilih adalah fungsi kubik yang ditunjukkan pada rumus (4-2) berikut ini.

v' ( x' )  a1 x'3 a2 x'2 a3 x'a4

(4-2)

Selanjutnya fungsi v' ( x' ) dinyatakan sebagai fungsi derajat kebebasan pada masing-masing node yang terdiri dari 1’,d1y’2’ dan d2y’ sebagai berikut ; v' (0)  d1 y '  a4

(4-3a)

dv' (0)  1 '  a3 dx'

(4-3b)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 64

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

v' ( L)  d 2 y '  a1L3  a2 L2  a3 L  a4

(4-3c)

dv' ( L)  2 '  3a1 L2  2a2 L  a3 dx'

(4-3d)

Selanjutnya dengan menggunakan empat persamaan (4-3), konstanta a1 sampai dengan a2 dapat ditentukan dan kemudian disubtitusikan kembali ke persamaan (4-2), maka ; 1 1 2   3  v'   3 d1 y '  d 2 y '   2 1 '2 ' x'3   2 d1 y '  d 2 y '   21 '2 ' x'2 L L L   L   1 ' x' d1 y '

(4-4) dan jika disederhanakan sesuai dengan parameter perpindahan dan rotasi (kemiringan) maka persamaan (4-4) menjadi sebagai berikut;







1  1 v'   3 2 x'3 3x'2 L  L3  d1 y '   3 x'3 L  2 x'2 L2  x' L3 L  L 1  1    3  2 x'3 3x'2 L  d 2 y '   3 x'3 L  x'2 L2 2 ' L  L 







 ' 

1



(4-5) Jika dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi;

v'  N d '

(4-6a)

yang mana ;

 d1 y '   '  d '   1  d 2 y '   2 ' 

(4-6b)

dan





N1 

1 2 x'3 3x'2 L  L3 3 L

N2 

1 3 x' L  2 x'2 L2  x' L3 L3

N3 

1  2 x'3 3x'2 L 3 L

N4 

1 3 x' L  x'2 L2 L3













(4-6c)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 65

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

3. Mendefinisikan hubungan regangan/perpindahan dan tegangan/regangan Regangan arah aksial pada bidang dua dimensi dapat dinyatakan sebagai hubungan sebagai berikut ;

 x '  x ' , y ' 

du ' dx'

(4-7)

yang mana du’ adalah fungsi perpindahan keaarah x’. Jika merujuk pada Gbr. 4.2 yang menunjukkan terjadinya perubahan bentuk beam, maka hubungan perpindahan arah aksial dan tranversal dapat dinyatakan sebagai ; u'   y'

dv' dx'

(4-8)

yang mana dv’ adalah fungsi perpindahan kearah y’. Sehingga persamaan (47) dapat dinyatakan sebagai;

 x '  x ' , y '   y '

d 2 v' dx'2

(4-9)

y’,v’ D A x’,u’

B C

A

D C

B

dv’/dx’=Ф’

-y’

dv’/dx’=Ф’

Gambar 4.2 Perubahan bentuk beam setelah diberi beban Sesuai dengan dasar-dasar persamaan beam maka hubungan perpindahan transversal atau vertikal beam terhadap momen dan gaya vertikal atau gaya geser dapat dinyatkan sebagai berikut ;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 66

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Moment  M ' x'  EI

d 2 v' dx'2

(4-10)

dan

GayaVertik al  V ' x'  

dM d 3v'  EI dx dx'3

(4-11)

4. Menurunkan rumus dan matrik kekakuan Dengan mensubtitusikan persamaan (4-4) ke persamaan (4-10) dan (4-11) maka kita mendapatkan persamaan gaya dan momen pada masing-masing node (fiy’ dan mi’).

f1 y '  V ' 0  EI .

d 3v' 0 EI  3 12d1 y '  6L1 '12d 2 y '  6L2 '  dx'3 L

m'1   M ' 0   EI

d 2 v' 0 EI  3 6Ld1 y '  4 L21 '6Ld2 y '  2 L22 '  (4-12) 2 dx' L

f 2 y '  V ' L    EI

d 3v' L  EI  3  12d1 y '  6L1 '12d 2 y '  6L2 '  dx'3 L

m'2  M ' L  EI

d 2 v' L EI  3 6Ld1 y '  2L2 '1 6Ld 2 y '  4 L22 ' 2 dx' L

Jika dinyatakan dalam bentuk matrik maka;  f1 y '  6 L  12 6 L  d1 y '   12  m'1  EI  6 L 4 L2  6 L 2 L2   '1   f   3  12  6 L 12  6 L d   2 y '  L  6 L 2 L2  6 L 4 L2  2 y '    2 '   m' 2 

(4-13)

Sehingga harga k’ adalah

EI k'  3 L

6 L  12 6 L   12  6 L 4 L2  6 L 2 L2   12  6 L 12  6 L   6 L 2 L2  6 L 4 L2   

Selanjutnya setelah dapat kita tentukan harga k’, maka langkah selanjutnya adalah sama seperti penjelasan pada bab sebelumnya. Berikut ini ditunjukkan contoh bagaimana menggabung matrik kekakuan tiap-tiap elemen menjadi matrik kekakuan global.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 67

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Contoh 4.1

y 100 N m 1

3 2

1

x

2 1m

1m 100 N

Gambar 4.3 Beam sederhana Dengan menggunakan persamaan (4-13), maka matrik kekakuan untuk masingmasing elemen dapat disusun. Elemen 1

d1 y '  '1 d 2 y ' 2 ' 6  12 6   12  6 4 6 2  k '  EI   12  6 12  6  6 2 6 4    (1)

(4-14)

Elemen 2 d 2 y '  '2

k'

( 2)

d 3 y ' 3 '

6  12 6   12  6 4 6 2   EI   12  6 12  6  6 2 6 4   

(4-15)

Dengan menggunakan superposisikan persamaan (4-14) dan (4-15), maka matrik kekakuan global K menjadi sebagai berikut.

d1 y '  12  6  K  EI  12 6  0  0 

 '1 6 4 6 2 0 0

d2 y'  12 6 12 0  12 6

2 ' 6 2 0 8 6 2

d3 y' 0 0  12 6 12 6

3 ' 0  0  6  2   6 4  

(4-16)

Maka persamaan kekakuan global dapat disusun berdasarkan persamaan (4-16), dan menjadi;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 68

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 F1 y  d  6  12 6 0 0  1 y   12  M1  4 6 2 0 0  1   6 F  0  12 6 d 2 y   2 y   EI  12  6 12 6 2 0 8  6 2  2  M 2   0 0  12  6 12  6 d   F3 y   0 0 6 2  6 4  3 y   M   3  3 

(4-17)

Dengan mensubtitusikan kondisi batas, maka persamaan (4-17) menjadi ;

 F1 y  6  12 6 0 0  0   12  M1  6 4  6 2 0 0  0    100  12  6 12 0  12 6  d 2 y   100  EI  6 2 0 8  6 2  2   F   0 0  12  6 12  6 0   3y   0 0 6 2  6 4  0    M 3 

(4-18)

Karena kondisi batasnya homogen, maka;  100  EI 12 0d 2 y   0 8    100   2 

(4-19)

Dan jika dijabarkan maka persamaan (4-19) menjadi sebagai berikut; d2 y  

2  

50 6 EI

25 2 EI

(4-20)

Dengan menggunkan persamaan (4-18), (4-19) dan (4-20) maka ; F1 y  25N ;

M1  25Nm ; F3 y  175N ; M 3  75Nm

4.2. Beban Merata Gambar 4.4a menunjukkan suatu beam dengan beban merata dan ditumpu dengan tumpuan jepit pada kedua ujungnya. Karena tumpuan jepit mampu menerima momen dan gaya, maka dengan menggunakan prinsip-prinsip statika tak tentu, gaya reaksi dan moment pada masing-masing tumpuan tersebut dapat ditentukan, dan mempunyai harga seperti ditunjukkan dengan diagram bebas pada Gbr. 4.4b.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 69

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

W (N/m)

L

a.) Beban merata dengan tumpuan jepit dikeduaujungnya wl 2 12

wl 2 b) Reaksi pada masing-masing tumpuan

wl 2 12

wl 2

Gambar 4.4 Beban merata beam Jika masing-masing tumpuan pada diagram bebas Gbr.4.4b dianggap sebagai node, maka beban equivalen pada beam yang disebabkan oleh beban merata dapat dinyatakan seperti pada Gbr. 4.5. Beban equivalen pada masingmasing node atau tumpuan adalah beban yang mempunyai efek yang sama (defleksi ataupun rotasi) pada beam jika diberi beban merata seperti pada Gbr.4.4. Ada tidaknya efek tergantung dari jenis tumpuan pada masing-masing node. Dari Gbr 4.5 dapat disimpulkan bahwa masing-masing node pada elemen garis yang mewakili beam dapat menerima gaya ataupun momen jika node-node tersebut mewakili tumpuan jepit dan besar defleksi dan rotasi adalah berharga nol. wl wl 2 2

wl 2 12

1

2

wl 2 12

Gambar 4.5 Beban ekivalen beban merata dengan tumpuan jepit di kedua tumpuannya Oleh karena metode kekakuan langsung berdasarkan kondisi pada node maka kita harus dapat mengidentifikasi gaya, momen, rotasi dan deflrksi pada node. Secara umum, untuk kondisi beban terpusat maupun terdistribusi dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut; F  Kd  F0

(4-21)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 70

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

yang mana F adalah gaya-gaya pada tiap-tiap node, F0 adalah gaya-gaya equivalen pada masing-masing node, dan Kd adalah gaya efektif yang bekerja pada node.

Contoh 4.2 Gambar 4.6a menunjukkan suatu kantiliver dengan beban yang terdistribusi, dan pada Gbr.4.6b menunjukkan tegangan equivalen yang terpusat pada tiap-tiap node untuk beam dengan beban merata. Beban equivalen terpusat tersebut adalah semua beban yang memungkinkan dapat diterima pada node.

l a. Kantilever dengan beban merata 

wl 2



wl 2 1  12 b. Beban equivalen pada masing-masing node.

wl 2 2

wl 2 12

Gambar 4.6. kantiliver beam Dengan menggunakan persamaan (4-21), harga F0 yang merupakan gaya equivalent dapat ditentukan dengan merujuk pada Gbr 4.6b, sebagai berikut ;  wl   2   wl 2    F0   12    wl   2   wl 2     12 

(4-22a)

Besar beban F0 akan memberikan rotasi dan defleksi yang sama dengan beban merata pada masing-masing node. Oleh karena itu, pertama-tama kita misalkan bahwa harga gaya atau beban global adalah F = 0, sehingga berlaku ;

F0  Kd

(4-22b)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 71

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Sehingga harga d dapat ditentukan dangan menggunkan persamaan (4-13) ;  wl   2   wl 2  6 L  12 6 L   d1 y   12   2 2    12   EI  6 L 4 L  6 L 2 L   1    wl  L3  12  62L 12  62L  d 2 y   2   6 L 2 L  6 L 4 L   2  2  wl     12 

(4-22c)

Selanjutnya kita subtitusikan kondisi batas, karena pada node 1 adalah tumpuan jepit maka harga perpindahan dan rotasi adalah nol ( d1 y  1  0 ), sehingga persamaan (4-22c) disederhanakan menjadi;

 wl   2  EI  12  wl 2   3  6l   L   12 

 6l d 2 y  4l 2  2 

(4-22d)

Dengan meniverse matrik K pada persamaan (4-22d), maka harga matrik d dapat ditentukan sebagai berikut ;

d 2 y  L  12  2   EI  6l 3

 wl    6l   2  4l 2   wl 2     12 

3 1 4l 2 d 2 y  l  .  2  EI 12l 2   6l

1

 wl   6l  2   L 2l 2   2 12   wl  6 EI  3l  12 

(4-22e)

 wl   wl 4    3l  2    8EI   2  3  6  wl   wl    12   6 EI 

Setelah harga perpindahan dan rotasi dapat diketahui pada persamaan (4-22e), maka selanjutnya harga-harga ini disubtitusikan ke persamaan (4-21), dan jika dijabarkan menjadi sebagi berikut ini;  wl    d1 y   2  2     F1 y  6 L  12 6 L  1   wl   12  M1   6 L 4 L2  6 L 2 L2  wl 4   12    F   EI  12  6 L 12  6 L     wl  2y   8 EI    6 L 2 L2  6 L 4 L2  3   wl   2   M 2  2      6 EI   wl   12 

(4-22f)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 72

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Karena pada node 1 adalah tumpuan jepit maka harga perpindahan dan rotasi adalah berharga nol sehingga persamaan (4-22f) menjadi;  wl    0   2  2   F1 y  6 L  12 6 L  0 4   wl   12  M1   6 L 4 L2  6 L 2 L2  wl    F   EI  12  6 L 12  6 L   8EI    12 wl   2y    6 L 2 L2  6 L 4 L2   3    wl   2   M 2   2  6 EI   wl     12 

 wl   wl   2   2   F1 y   5wl 2   wl 2   wl2   M 1   12   12   wl   F    wl    wl    2    0   2y          M 2 2    2   wl 2   wl 2   0       12   12 

(4-22g)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 73

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB V DEFLEKSI/LENDUTAN (SPECIAL CASES)

Dalam perencanaan suatu bagian mesin atau struktur selain perhitungan tegangan (stress) yang terjadi akibat beban yang bekerja, besarnya lenturan seringkali harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan walaupun tegangan yang terjadi masih lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan oleh kekuatan bahan, bisa terjadi besar lenturan akibat beban yang bekerja melebihi batas yang diijinkan. Keadaan demikian dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada bagian mesin seperti : a. Keretakan pada bahan b. Bantalan pada poros yang berputar cepat rusak. c. Bidang kontak antara roda-roda gigi menjadi tidak sempurna. Besarnya lenturan yang terjadi pada suatu bagian mesin terutama tergantung kepada beberapa faktor sbb. a. Sifat kekakuan bahan (modulus elastisitas) b. Posisi batang terhadap beban dan dimensi batang, yang biasanya ditunjukkan dalam besaran momen inertia batang. c. Besarnya beban yang diterima Lenturan pada suatu batang dapat terjadi akibat adanya beban gaya geser atau momen lentur. Lenturan akibat beban geser umumnya sangat kecil dibandingkan dengan lenturan akibat beban momen. Lenturan akibat beban geser biasanya hanya diperhitungkan untuk batang yang sangat pendek, sehingga proporsi terhadap lenturan yang terjadi karena beban momen menjadi cukup berarti. Penyelesaian

kasus

lenturan

dapat

digunakan

dengan

metode

analitis,

eksperimental maupun dengan metode numerik. 5.1. Metode Analitis dengan Metode Castigliano Metode ini merupakan metode yang paling banyak dipakai untuk pemecahan masalah lenturan yang terjadi pada suatu struktur atau batang.

Metode ini

dikembangkan oleh seorang insinyur Italia bernama Alberto Castigliano pada

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 74

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

tahun 1873. Teori dasar metode ini dikembangkan berdasarkan perhitungan besar energi yang tersimpan didalam suatu batang akibat beban yang bekerja padanya. Prinsip kekekalan energi dapat dipakai sebagai dasar pembahasan metode ini, yaitu energi input harus selalu sama dengan output ditambah energi yang hilang dan lain-lain. Pada suatu batang yang terbebani energi inputnya adalah kerja yang dilakukan oleh beban, sedang outputnya adalah energi yang tersimpan didalam batang karena batang tidak melakukan kerja. Teori dasar dari metode Castigliano, yang secara umum dapat dijabarkan sebagai : "Apabila energi strain yang tersimpan didalam batang dapat dinyatakan dalam fungsi gaya-gaya yang bekerja padanya, turunan partial fungsi tsb. terhadap salah satu gaya adalah sama dengan lenturan yang terjadi pada titik bekerjanya gaya tersebut." Besar lenturan (yi) yang terjadi pada suatu titik dimana bekerja gaya Pi adalah : 1 U yi = = EI Pi

L

 0

M

M dx Pi

(5-1)

5.2. Pemodelan Kasus Lendutan (Elemen Beam) dengan MEH Lendutan batang dijelaskan dalam elemen beam sebagai fungsi perpindahan v(x). Fungsi differensial dari kesetimbangan elemen beam dalam kondisi tidak mengalami pembebanan yaitu : 4v =0 x 4 y, v

1

EI

2

M 1,  1

x, u L M2, 2 Y1, v1

Y2, v2

Gambar 5.1. Model elemen beam 2 node

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 75

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Solusi pendekatan yang dipilih adalah fungsi polinomial cubic : v(x) = a1 + a2 x + a3 x2 + a4 x3

(5-2)

konstanta a1, a2, a3 dan a4 dapat dicari dengan memanfaatkan persamaan kondisi batas yang ada pada node. v = v1

dan

v = 1 pada x = 0 x

v = v2

dan

v = 2 pada x = L x

(5-3)

Sehingga didapatkan persamaan perpindahan titik node dengan konstanta yang akan dicari dalam bentuk matrik sebagai berikut :

 v 1  1   0  1   =  v 2  1  2  0

0

0

0  1 0 0   L L2 L3   1 2L 2L2 

a1  a   2   a 3   a 4 

Matrik konstanta dapat dicari dengan invers yaitu :

0  L3 a1   a  L3 1  0  2  = 3  2  a 3  L  3L  2L  a 4  L  2

0  v1   0   1    3L  L2   v 2   2 L   2  0 0

dan dimasukkan kembali pada fungsi polinomial cubic (2) sehingga : v(x) = v1 + x 1 -

3x 2 2x 2 3x 2 2x 3 2x 3 x2 x3 v  + v  + v +  v2 + 1 1 2 2 1 1 L2 L2 L L2 L L3 L3

x3 2 L2

dibentuk menjadi rumusan akhir berikut : v(x) = N1(x) v1 + N2(x) 1 + N3(x) v2 + N4(x) 2 dengan : 2

x N1(x) = 1 – 3   + 2 L

x   L

3

 x2   x3  N2(x) = x – 2   +  2   L  L  2

x N3(x) = 3   - 2 L

x   L

3

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 76

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 x2   x3  N4(x) = –   +  2   L  L 

(5-4)

N1(x), N2(x), N3(x) dan N4(x) adalah Shape Function. Persamaan stiffness dari elemen beam didapat dengan menggunakan teorema Castigliano yaitu : Fi = Dengan :

U q i

(5-5)

Fi = nodal force / moment U = strain energy q = perpindahan / rotasi nodal dof i = jumlah dof

Strain energy elemen beam dengan uniform cross section adalah : EI U= 2

2

 2v  0  x 2  dx L

(5-6)

Sehingga dibutuhkan differensial terhadap shape function untuk memenuhi persamaan di atas. 2v = N1’’(x) v1 + N2’’(x) 1 + N3’’(x) v2 + N4’’(x) 2 2 x

N1’’ (x) = -

dengan :

(5-7)

6 x + 12 3 2 L L

x 4 N2’’ (x) = - + 6 2 L L N3’’ (x) =

6 x - 12 3 2 L L

x 2 N4’’ (x) = - + 6 2 L L

(5-8)

Dengan memasukkan persamaan 5-7 ke dalam teorema castigliano, maka diperoleh :

EI U Yi = = 2 v i

 2v   2 0  x 2  vi L

 2v   2  dx  x 

L

=EI



( N1’’(x) v1 + N2’’(x) 1 + N3’’(x) v2 + N4’’(x) 2 ) N1’’(x) dx

0

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 77

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

= k11 v1 + k12 1 + k13 v2 + k14 2 L

dengan :

k11 = E I



L

’’

’’

N1 (x) N1 (x)

k12 = E I

0



N1’’(x) N2’’(x)

0

L

k13 = E I

 L

’’

’’

N1 (x) N3 (x)

k14 = E I

0



N1’’(x) N4’’(x)

0

diambil contoh untuk menghitung k11 yaitu : L

2

EI  6 x 72 x 2 48 x 3  k11 = E I   - 2  12 3  dx = 4  36x  2  L  L  L L 0 0 L L

= 12

EI L3

Dengan prosedur yang sama maka dapat dirumuskan persamaan stiffness yaitu :

12 6   12 6   L2 L L2 L   v  1  Y1   6  6 M  4  2     1  1 E I  L L      = 12 6 12 6 L  2    v2   Y2  2  L L L L     M 2   6   2 6 2  4   L  L  atau dalam simbol : {F} = [K] {d}

Contoh 5.1 Hitung displacement di titik 2 pada kasus beam di bawah ini. PL

P 2EI

EI





 L

2L

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 78

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Model Elemen hingga dapat digambarkan sebagai berikut: EI

1 M1, 1

2E I

2

M2, 2

Y1, v1

3 M3, 3

Y2, v2

Y3, v3

L

2L

Persamaan {F} = [K] {d} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:

 Y1   M    1   Y2   M     2   Y3   M    3 

[ K ]global  assembly [k1 ] & [k 2 ]

        

 v1     1  v2     2  v3     3

Masukkan harga pembebanan (Y2 = -P, M2 = PL dan M3=0) dan harga displacement kondisi batasnya (v1 = 1 = v3 = 0), sehingga:   Y1   M    1   P    PL       Y  3    0      

[ K ]global  assembly [k1 ] & [k 2 ]

          

0 0    v2     2 0    3

Dihitung [k] lokal masing-masing elemen [k]1 dan [k]2 v1

1

v2

2

6  12 6  v 12 1  L2 L L2 L    6 EI  4 2  1 k 1   L  L 12  6  v2  simetri  L2 L  4   2 

v

3  L2  EI  k 2   L   

2

2

v3

3

3 3  v 2 L2 L   3 4 2  2 L  3  3  v3 simetri L2 L  4   3 3 L

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 79

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Assembly [k]1 dan [k]2 menjadi elemen kekakuan global [K]G

1

K G

 12  L2    2 EI    2L      

1 6 L 4

2

2

3

 12 L2 6 L 12 3  L2 L2

6 L

0

2

0

6 3  L L

3 L2 3 L 3 L2

44

3 v1

 0   0   3  L   2    3 L  4 

1 v2

2 v3

3

Dimasukkan ke persamaan {F} = [K] {d} sehingga:  12  L2   Y1   M   1    P  2 EI   PL   2 L       Y3    0      

6 L

15  L2  P  2 EI   PL     2L   0   

3 L 8

4

 12 L2 6 L 12 3  L2 L2

6 L

0

2

0

6 3  L L

3 L2 3 L 3 L2

44

3 L 2  4 

 0   0   3  L   2    3 L  4 

0 0    v2     2 0    3

18 30   28 L  L   v2   v2   P   3 51 39         = L    PL  2  2  276 EI  L2 L2     3   3  111   0    L2   v2  3   = PL  2  276 EI  3 

   10  33     L   9   L 

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 80

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Contoh 5.2 Hitung lendutan di tengah batang kasus berikut. p(x) = -p

EI

L/2

L/2

Model Elemen hingga dengan menggunakan 2 elemen dapat digambarkan berikut: 1

EI

M 1,  1

2 M 2,  2

Y1, v1

3 M 3 , 3

Y2, v2

L/2

2E I

L/2

Y3, v3

Kasus ini merupakan kasus simetri sehingga bisa dimodelkan dengan ½ bagian. Model Elemen hingga dapat disederhanakan dengan minimal 1 elemen saja. EI

1 M1, 1

2

M2, 2 Y1, v1

Y2, v2

L/2

Persamaan {F} = [K] {d} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:

 Y1   M    1    Y2      M 2  

[k 1 ]

     

 v1     1   v2   2 

Masukkan harga displacement kondisi batasnya (v1 = 2 = 0), sehingga penyelesaian matrik bisa dikurangi ukurannya menjadi: 12  48 12   48 2   Y1  L L L2 L  0    M   12 EI 4 2   1  1   L  v   Y2  L / 2  48  12    2   simetri 2 M   2 L L   0   4 

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 81

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

dan di kasus ini beban merata perlu ditranformasikan dulu menjadi beban ekuivalen node, dimana: L

2



M1 =

0

L

2



Y2 =

0

  x2  p L2 x3     p .  x  4   4 3  dx =  48 L L  3   x 2 pL x   p . 12   16   dx =  4  L     L 

M 1  L3    Y2  48 EI

Sehingga :

 12    4 L  1    12 48  v     2 L2   L

1  PL3   = 24 EI v2 

 1   51 16 

Contoh 5.3 Hitung lendutan di ujung batang kasus berikut. p(x) = -p 

x  L   P0 EI L

Model Elemen hingga dapat menggunakan minimal 1 elemen. EI

1 M 1,  1

2

M2, 2 Y1, v1

Y2, v2

L

Persamaan {F} = [K] {d} didefinisikan sesuai informasi kasus, sehingga:

 Y1   M    1    Y2      M 2  

[k 1 ]

     

 v1     1   v2   2 

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 82

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Masukkan harga displacement kondisi batasnya (v2 = 2 = 0), sehingga penyelesaian matrik bisa dikurangi ukurannya menjadi: 6  12 6  12 2  Y  1  L L L2 L   v1     M  6 4 2  1   1   EI  L  0  Y2  L  12  6      simetri   2 M   2 L L  0  4  

dan di kasus ini beban merata perlu ditranformasikan dulu menjadi beban ekuivalen node, dimana: L

Y1 =

 0

2 3 3p L p0 x  x x   . 1  3   2   dx =  0 L  20 L  L  

L

M1 =





0

Sehingga :

 x 2  x3  p L2 p0 x  .  x  2   3  dx =  0 30 L   L L 

12 6  Y  1  EI  L2 L  v1       M 1  L  6 4  1  L 

 6   3 p0 L   4   20  p0 L3 v1  L  L   = 2 =   EI 1  12 EI   6 12    p0 L  2    L L   30  3

 L  30   1     24 

Contoh 5.4 a). Data Kasus : 

Lebar Plat = 20 mm



Panjang dan Tebal Plat



Plat 1 :

Panjang = 637 mm, dan

Tebal = 4 mm

Plat 2 :

Panjang = 650 mm, dan

Tebal = 3 mm

Besar Pembebanan P = 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, 1000 dan 1100 gr



Jarak pengukuran data = 10 mm pada tiap-tiap lokasi pengambilan data (A-B, B-C, C-D, E-F dan sisa jarak pada F-G)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 83

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA



Posisi Pembebanan yaitu di ujung batang y A

B

C

D

E

F

G x

L

P

Gambar 5.2. Model Kasus dan Jarak Lokasi Pengambilan Data b) Komparasi yang dilakukan adalah dengan : 1. Ekperimental dengan cara mengukur lenturan 2. Metode Analitis dengan Metode Castigliano 3. Metode Numerik dengan Metode Elemen Hingga

Penyelesaian a. Ekperimental dengan cara mengukur lenturan Data lendutan diukur dengan dial indicator dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.1. Data Lendutan untuk plat 1 (L = 637 mm, t = 4 mm) P (gr) 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

LOKASI PENGAMBILAN DATA LENDUTAN (mm) A B C D E F G 0,22 1,4 2,535 4,29 6,27 8,2 8,39 0,35 1,935 3,74 6,42 9,16 12,5 12,63 0,595 2,595 4,96 8,415 11,985 16 16,72 0,74 3,195 6,19 10,515 14,89 19,88 20,74 0,815 3,775 7,38 12,46 17,855 23,82 24,98 1,325 4,34 8,535 14,44 20,78 27,585 29 1,535 4,92 10,765 16,385 23,615 31,49 33,115 1,685 5,575 11 18,43 26,4 35,249 37,6 1,9 6,19 12,17 20,425 29,32 38,96 40,81 2,7 6,76 13,475 22,36 32,1 42,57 44,905

Tabel 5.2. Data Lendutan untuk plat 2 (L = 650 mm, t = 3 mm) P (gr) 200 300

LOKASI PENGAMBILAN DATA LENDUTAN (mm) A B C D E F G 0,9 3,325 6,525 10,62 15,5 20,085 22,01 1,35 4,655 9,755 15,575 22,28 29,5 32,26

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 84

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

400 1,78 500 2,235 600 2,67 700 2,96 800 3,2 900 3,71 1000 4,05 1100 4,46

6,05 7,495 8,735 10 11,27 12,68 14,11 15,345

12,18 15,2 18,4 21,33 24,2 27,07 29,595 32,715

20,735 25,23 30,05 34,9 39,59 44,33 48,97 53,655

28,935 36,385 43,12 50 56,93 63,755 70,125 76,645

38,93 48,115 57,39 66,36 75,36 84,22 92,52 101,23

42,49 52,56 62,56 72,35 82,08 91,58 100,81 109,86

b. Metode Analitis dengan Metode Castigliano y

x P

x

Gambar 5.3. Model potongan untuk perhitungan metode Castigliano Sumbu koordinat diambil pada ujung bebas, sehingga momen yang bekerja pada jarak x adalah, M = - Px Turunan partial fungsi momen terhadap gaya P adalah M/P= -x L

EI.y =

 0

P L3 (Px ) dx = 3 2

Sehingga lenturan yang terjadi pada P adalah :

y=

P L3 3 EI

Dengan memasukkan data variasi pembebanan (P), Modulus Elastisitas bahan (E = 19,5 x 103 MPa) dan momen inersia (I), maka dapat ditabulasikan hasil perhitungan lendutan pada ujung batang (di titik G) sebagai berikut :

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 85

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Tabel 5.3. Hasil perhitungan dengan metode Castigliano P (gr)

Lendutan Plat 1

Lendutan Plat 2

200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

8,2845 12,4267 16,5689 20,7111 24,8534 28,9956 33,1378 37,2800 41,4223 45,5645

20,8642 31,2963 41,7284 52,1605 62,5926 73,0247 83,4568 93,8889 104,3210 114,7531

c. Metode Elemen Hingga dengan bantuan Ansys. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan elemen beam, yaitu elemen garis dengan 2 node dan masing-masing node memiliki 2 dof yaitu translasi (dalam bentuk lendutan) dan rotasi (dalam bentuk slope). Meshing Kasus dibuat dengan cara manual, yaitu pada masing-masing lokasi pengukuran data dibuat node, sehingga total dipakai sejumlah 7 buah elemen dan 8 node. 1

2

M2, 2

M1, 1

M3, 3

Y2, v2

Y1, v1

4

3 M4, 4

Y3, v3

5

M5, 5

Y4, v4

6

M6, 6

Y5, v5

7

M7, 7 M8, 8

Y6, v6

Y7, v7 Y8, v8

Gambar 5.4. Pemodelan metode elemen hingga Tabel 5.4. Hasil perhitungan dengan Ansys untuk plat 1 P (gr) 200 300 400 500 600 700

LOKASI PERHITUNGAN DATA LENDUTAN (mm) A B C D E F G 0.29022 1.0968 2.3236 3.8744 5.6530 7.5635 8.2845 0.43534 1.6452 3.4853 5.8115 8.4796 11.345 12.427 0.58045 2.1936 4.6471 7.7487 11.306 15.127 16.569 0.72556 2.7420 5.8089 9.6859 14.133 18.909 20.711 0.87067 3.2904 6.9707 11.623 16.959 22.690 24.853 1.0158 3.8388 8.1325 13.560 19.786 26.472 28.996

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 86

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

800 900 1000 1100

1.1609 1.3060 1.4511 1.5962

4.3872 4.9356 5.4840 6.0324

9.2942 10.456 11.618 12.780

15.497 17.435 19.372 21.309

22.612 25.439 28.265 31.092

30.254 34.036 37.817 41.599

33.138 37.280 41.422 45.564

Tabel 5.5. Hasil perhitungan dengan Ansys untuk plat 2 P (gr) 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

LOKASI PERHITUNGAN DATA LENDUTAN (mm) A B C D E F G 0.70275 2.6591 5.6410 9.4207 13.770 18.462 20.864 1.0541 3.9886 8.4615 14.131 20.655 27.692 31.296 1.4055 5.3181 11.282 18.841 27.540 36.923 41.728 1.7569 6.6477 14.103 23.552 34.425 46.154 52.160 2.1083 7.9772 16.923 28.262 41.311 55.385 62.593 2.4596 9.3067 19.744 32.972 48.196 64.615 73.025 2.8110 10.636 22.564 37.683 55.081 73.846 83.457 3.1624 11.966 25.385 42.393 61.966 83.077 93.889 3.5138 13.295 28.205 47.104 68.851 92.308 104.32 3.8651 14.625 31.026 51.814 75.736 101.54 114.75

Pembahasan Secara umum hasil perhitungan dengan metode Castigliano dan metode elemen hingga mempunyai karakteristik data yang cukup dekat dengan data pengujian seperti tampak pada grafik berikut. Dimana makin besar pembebanan semakin besar pula lendutan yang terjadi. Hasil perhitungan dengan metode Castigliano dan metode elemen hingga mempunyai hasil yang sama, dikarenakan perumusan elemen beam dikembangkan dari teorema Castigliano. Yang beda hanya sebatas pendekatan jumlah angka dibelakang koma, karena metode elemen hingga merupakan metode numeric yang memiliki hasil mendekati eksak.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 87

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

GRAFIK BEBAN - LENDUTAN UNTUK PLAT 1 50 45

LENDUTAN (mm)

40 35 30

25 20 15

HASIL PENGUJIAN

10

METODE CASTIGLIANO METODE ELEMEN HINGGA

5

0 0

200

400

600

800

1000

1200

PEMBEBANAN (gr)

Gambar 5. Hasil pengukuran dan perhitungan lendutan Hasil yang didapatkan metode elemen hingga memiliki kelebihan yaitu dapat memplot besar lendutan pada tiap node sepanjang batang tergantung dari jumlah elemen yang dipakai. Sedangkan metode Castigliano hanya dapat memplot hasil 1 harga lendutan untuk setiap kali perhitungan. Dari hal tersebut telah dilakukan verifikasi penggunaan metode elemen hingga untuk terapan kasus lendutan dengan hasil yang cukup baik. Perbedaan hasil pengukuran lendutan (eksperimen) dengan perhitungan yakni metode Castigliano (mewakili solusi dengan mathematic modelling) dan metode elemen hingga (mewakili solusi dengan numerical modelling) disebabkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pada solusi dengan mathematic dan numerical modelling masih menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : -

Batang dianggap homogen dan isotropic.

-

Pembebanan dianggap murni statis.

2. Pada waktu pengujian terjadi kemungkinan penyimpangan dalam pengukuran data sebagai berikut : -

Pembebanan tidak dapat dijamin halus, sehingga dapat muncul sedikit hentakan/bergoyang.

Kondisi batang yang sudah tidak lurus lagi.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 88

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

BAB VI STRUKTUR

Pada bab terdahulu dijelaskan bagaimana menurunkan rumus-rumus dan matrik kekakuan pada beam sederhana, yang mana pada beam tersebut dapat dianggap satu elemen atau lebih dari satu, dan mempunyai arah orientasi yang paralel dengan koordinat global atau juga mempunyai arah tertentu terhadap koordinat global. Pada kenyataan, suatu struktur tidak hanya tersusun dari satu beam saja tetapi lebih dari satu beam dan mempunyai arah orientasi yang berbedabeda dalam satu kesatuan. Struktur tersebut dalam ilmu statika disebut sebagai, truss, frame dan grid. Oleh karena itu, dalam bab ini akan diterangkan bagaimana menurunkan rumus dan matrik kekakuan pada struktur truss, frame dan grid. 6.1. Elemen Beam 2-D Arah Orientasi Sembarang Gambar 6.1 menunjukkan suatu beam yang membentuk kemiringan atau arah tertentu terhadap koordinat X-Y sebesar α, sehingga beam paralel dengan sumbu X’-Y’. Jika koordinat X-Y diasumsikan sebagai koordinat global dan X’-Y’ adalah koordinat lokal maka untuk menghubungkan perpindahan lokal dab global dapat digunakan persamaan (3-29). Untuk memudahkan, persamaan tersebut kita tulis kembali sebagai berikut;

 d x '   cos  d     y '   sin 

sin   d x   C S  d x        cos  d y   S C d y  Y

(6-1)

d'2y

X’

Y’

'2

d'1y

L

'1

2

α X

1

Gambar 6.1. Beam yang membentuk kemiringan

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 89

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Dengan menggunakan rumus ke dua transformasi (6-1), jika efek aksial pada beam diasumsikan tidak ada, maka hubungan perpindahan dan rotasi lokal pada tiap-tiap node terhadap perindahan dan rotasi global dapat dinyatakan sebagai berikut;

 d1x   d1 y '   S C 0 0 0 0  d1 y    '   0 0 1 0 0 0     d 1    0 0 0  S C 0  d 1   2 y '   0 0 0 0 0 1  2 x   d 2 y   2 '      2

(6-2)

Sehingga matrik transformasi dapat didefinisikan sebagai berikut:   S C 0 0 0 0 T *   0 0 1 0 0 0  0 0 0  S C 0  0 0 0 0 0 1

(6-3)

Persamaan 6-2 menindikasikan bahwa rotasi tidak bervariasi atau konstan terhadap sistem koordinat, baik global maupun lokal, sehingga rotasi ’1= 1 dan momen m’1 = m1 dapat dianggap sebagai vektor yang searah dengan normal bidang X-Y atau X’-Y’ , artinya arahnya searah dengan sumbu Z’=Z. Oleh karena itu momen tidak terpengaruh dengan perubahan arah orientasi bidang X-Y. Persamaan

matrik

kekakuan

global

dapat

diperoleh

dengan

mensubtitusikan persamaan (6-3) sebagai T* dan k’ pada persamaan (4-13) ke dalam persamaan (3-43), k  T *T k 'T * . Sehingga diperoleh matrik kekakuan global seperti di bawah ini.

d1x

d1 y

12S 2   EI  k 3  L   

 12SC 12C 2

Simetri

1

d2 x

d2 y

 6 LS 6 LC 4 L2

 12S 2 12SC 6 LS 12S 2

12SC  12C 2  6 LC  12SC 12C 2

2  6 LS  6 LC  2 L2  6 LS    6 LC  4 L2 

(6-4)

Persamaan (6-4) adalah persamaan kekakuan global yang tidak meliputi efek dari beban aksial pada batang. Berikut ini adalah penurunan rumus persamaan matrik kekakuan global meliputi efek dari beban aksial. Gambar 6.2

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 90

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

menunjukkan batang dengan beban aksial. Sehingga tiap elemen mempunyai 3 derajat kebebasan yaitu, diy ' , dix ' ,  'i . Y

d'2y

X’

Y’

'2

d'1y

L

2

f'2x

α

'1

X 1

f'1x

Gambar 6.2. Gaya aksial lokal yang beraksi pada batang Untuk efek aksial dapat kita gunakan persamaan (1-13), yaitu;

 f '1x  AE  1  1 d '1x   f '   L  1 1 d '    2 x   2x 

(6-5)

Jika efek aksial diperhitungkan maka persamaan (6-5) dapat dikombinasikan dengan persamaan (4-13) yang mana hanya terdiri dari efek shear dan bending momen saja, untuk memudahkan ditulis kembali seperti berikut ini.  f1 y '  6 L  12 6 L  d1 y '   12  m'1  EI  6 L 4 L2  6 L 2 L2   '1   f   3  12  6 L 12  6 L d   2 y '  L  6 L 2 L2  6 L 4 L2  2 y '    2 '   m' 2 

(6-6)

Maka setelah dikombinasikan maka menghasilkan; f'   1' x   C1  f1 y   0  '   0  m1     C1 f'    2' x   0  f2 y    '    0  m2 

yang mana C1 

0 12C2

0 6C2 L

 C1 0

0  12C2

6C2 L 0  12C2

4C2 L2 0  6C2 L

0 C1 0

 6C2 L 0 12C2

6C2 L

2C2 L2

0

 6C2 L

d'  0   1x  ' 6C2 L  d1 y  2  '  2C2 L  1  0  d '   2x  6C2 L  '  2  d 2 y  4C2 L  '   2 

(6-7)

AE EI dan C2  3 L L

Dari persamaan (6-7) dapat diketahui matrik k’ , yaitu ;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 91

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 C1  0  0 k'   C  1  0  0

0 12C2 6C2 L 0  12C2 6C2 L

0  C1 6C2 L 0 2 4C2 L 0 0 C1  6C2 L 0 2 2C2 L 0

0 0   12C2 6C2 L   6C2 L 2C2 L2  0 0   12C2  6C2 L   6C2 L 4C2 L2 

(6-8)

Dengan mengkombinasikan persamaan (6-1) dan (6-2) maka, koordinat lokal dan global dapat dihubungkan dengan persamaan berikut ini.

 d1' x  d  S 0 0 0 0 1 x  d '   C d  1'y   S C 0 0 0 0 1 y   1    0 0 1 0 0 0 1  S 0 d 2 x   d 2' x   0 0 0 C    '  0 0 0  S C 0  d 2 y  d  2 y     '  0 0 0 0 0 1    2   2 

(6-9)

Sehingga dapat diketahui bahwa matrik transformasi yang meliputi efek gaya aksial lokal adalah ; S 0 0 0 0 C  S C 0 0 0 0    T   0 0 1 0 0 0 0 0 0 C S 0    0 0 0  S C 0  0 0 0 0 0 1

(6-10)

Dengan menggunakan persamaan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk menghubungkan matrik kekakuan lokal dan global adalah menggunakan hubungan seperti dibawah ini; k  T T k'T

(6-12)

Sehingga dengan mensubtitusi persamaan (6-8) dan (6-10) ke dalam persamaan (6-12) maka didapat matrik kekakuan global yang meliputi effek gaya aksial.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 92

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

k

E L

  2 12 I   AC   2  L           x      Simetri             

S

    A   

2

2

12 I

AS 

2 L

   CS   

12 I C 2 L

2

     2 12 I 2    AC  S    2   L       12 I   CS  A  2   L  

6I



S L

6I C L

    A   

   2  AS   

6I 4I L 2

AC 

12 I S

2

2 L

2 L





S

    A   

   CS   

12 I

12 I C

    S  L     6I  C   L     2I     6I  S   L   6I   C  L   4 I  

6I

 

2

2 L

   

6I C L 12 I 2 L

   CS   

2 12 I 2 AS  C 2 L

(6-13)

Contoh 6.1 Gambar 6.3 menunjukkan suatu frame yang dijepit pada node 1 dan 4. Frame tersebut mendapat gaya horizontal sebesar 1000 N pada node 2 dan moment sebesar 500 N.m pada node 3. Global koordinat dan panjang dari masingmasing batang ditunjukkan pada gambar. Diasumsikan untuk semua elemen, harga E = 100 GPa., A = 0,04 m2 dan I= 0,0002 m4 5m

F =1000 N

2

2

M =500 Nm

10 m 1

y

3 3

5m

x 1

4

Gambar 6.3 Frame 2 dimensi Untuk menyelesaikan ini maka, langkah pertama adalah menyusun matrik kekakuan tiap elemen dengan menggunakan persamaan (6-13) dan rotasi berlawanan dengan arah jarum jam diasumsikan positif.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 93

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Elemen 1 C Cos90 0

S  Sin901

d1x

k 1

d1 y

1

d2 x

d2 y

2

  0  120  24 0  120  24   40000 0 0 40000 0   0    120 0 800 120 0 400     104   0 120 24 0 120    24   40000 0 0 40000 0   0   0 120 120 0 800   120  

Elemen 2 C  cos 315  1 2 d2x

k 2

S  sin 315   1 2 d2 y

2

d 3x

d3 y

3

  240   40096  39904 240  40096 40048   240 39904 40096 240   39904 40096   240 1600  240  240 800   240 4  10    40096 39904  240 40096  39904  240   40096  240  39904 40096  240  40048   240 800  240  240 1600   240  

Elemen 3 C Cos270 0 d 3x

k

S  Sin270  1 d3 y

3

 192 0 480   0 80000 0  480 0 1600  104  0 480 192  0  0 80000  0 800 480 

d4x

d4 y

4

 480   0 80000 0   480 0 800   9600 0  240   0 80000 0    240 0 1600   192

0

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 94

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Selanjutnya matrik kekakuan struktur mempunyai dimensi 12x12 karena struktur ini mempunyai 4 node dan pada masing-masing node mempunyai 3 derajat kebebasan.

k

d1x

d1y

1

d2 x

 24  0  120   24  0 4   120  10  0  0  0  0  0   0

0 40000 0 0 40000 0 0 0 0 0 0 0

120 0 800 120 0 400 0 0 0 0 0 0

24 0 120 40120  39904 360  40096 40048 240 0 0 0

d2 y 0 40000 0  39904 80096 240 39904 40096 240 0 0 0

2 120 0 400 360 240 240  240  240 800 0 0 0

d 3x 0 0 0  40096 39904  240 40288  39904 240 192 0 480

d3 y 0 0 0 40048 40096  240  39904 120096  240 0 80000 0

3 0 0 0 240 240 800 240  240 3200 480 0 800

d4x

d4 y

0 0 0 0 0 0 192 0 480 9600 0  240

0 0 0 0 0 0 0 80000 0 0 80000 0

4 0  0  0  0  0  0  480  0  800   240  0  1600  

Dengan menggunakan hubungan F=Kd, maka; F   1x   F1 y  M   24  1  0  F2 x   120     24  F2 y   0 M2  4   120  1 0  0    0  F3 x   0 F   0  3y   0  M3   0 F   4x   F4 y  M   4

0  120  24 0  120 0 0 0 0 0 40000 0 0 40000 0 0 0 0 0 0 0 800 120 0 400 0 0 0 0 0 0 120 40120  39904 360  40096 40048 240 0 0 40000 0  39904 80096 240 39904 40096 240 0 0 0 400 360 240 240  240  240 800 0 0 0 0  40096 39904  240 40288  39904 240 192 0 0 0 40048 40096  240  39904 120096  240 0 80000 0 0 240 240 800 240  240 3200 480 0 0 0 0 0 0 192 0 480 9600 0 0 0 0 0 0 0 80000 0 0 80000 0 0 0 0 0 480 0 800  240 0

 d1x   d1 y  0   0   1  0  d 2 x  0 d  0  2 y  0  2   480  d  3x   0 d  800  2 y   240   3  0  d  4x 1600  d   2y   4 

Selanjutnya kondisi batas disubtitusikan pada persamaan diatas, dan menjadi sebagai berikut;  0   24  0   0  0   120 1000   24  0   0  0   10 4  120 0  0  0 0   500  0  0   0  0   0  0   0  

 0  0  120  24 0  120 0 0 0 0 0 0  0  40000 0 0 40000 0 0 0 0 0 0 0  0  0 800 120 0 400 0 0 0 0 0 0  d 2 x  0 120 40120  39904 360  40096 40048 240 0 0 0 d  2y 40000 0  39904 80096 240 39904 40096 240 0 0 0   0 400 360 240 240  240  240 800 0 0 0   2  0 0  40096 39904  240 40288  39904 240 192 0 480  d 3 x   0 0 40048 40096  240  39904 120096  240 0 80000 0  d   0 0 240 240 800 240  240 3200 480 0 800  2 y  0 0 0 0 0 192 0 480 9600 0  240  3  0 0 0 0 0 0 80000 0 0 80000 0  0   0  0 0 0 0 0 480 0 800  240 0 1600   0   

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 95

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Karena kondisi batasnya homogen maka disederhanakan menjadi:  40120 1000  39904  0   0  4  360  0   10  40096  40048  0   240  500  

 39904 80096 240 39904 40096 240

360 240 240  240  240 800

 40096 39904  240 40288  39904 240

40048 40096  240  39904 120096  240

d



240  2 x d  240   2 y  800   2  240   d 3 x   240  d 3 y   3200   

 3 

Sehingga didapat nilai-nilai sebagai berikut;

d 2 x  6.13 d 2 y  0.115 2  1.110rad

d3x  6.285

d 3 y  0.078

3  0.483rad

6.2. Tumpuan Miring Gambar 6.4 menunjukkan suatu frame dengan salah tumpuannya membentuk kemiringan terhadap koordinat global. Untuk menyelesaikan ini maka node pada tumpuan dapat ditransfomasikan dari koordinat global ke lokal dengan menggunkan persamaan (6-9), dan untuk salah satu node dapat kita tulis kembali sebagai berikut.

d  d '   1' x   C S 0 1x  d1 y    S C 0d1 y    '   0 0 1    1   1 

(6-14)

3 Y’

Y

α X

X’

1

2 F

Gambar 6.4 Frame dengan tumpuan miring Selanjutnya dengan dengan menggunakan persamaan (3-81)

TI  f   TI K TIT d '

(6-15)

atau jika dijabarkan akan menjadi sebagai berikut;

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 96

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

 F1x  F   1y   M1     F2 x   F2 y   TI K  T I   M2  F   3x'   F3 y '    M3 

 d '1x  d '   1y   1'    d  2x  T d   2y   2  d   3x'  d3 y '      3 

 

(6-16)

6.3. Grid Berbeda dengan frame atau truss, pada grid, beban yang bekerja mempunyai arah tegak lurus dengan bidang grid. Gambar 6.5 menunjukkan contoh arah beban dari grid. y

F1 x

z

F2

Gambar 6.5 Beban tegak lurus pada bidang struktur, disebut grid. Selanjutnya matrik kekakuan dan rumus elemen untuk grid dijabarkan. Karena bentuk dan arah beban sedemikian rupa, maka derajat kebebasan yang dapat terjadi pada masing-masing node pada elemen grid dapat diidentifikasikan, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.6, yang mana derajat kebebasan pada masingmasing node, yaitu d’1y menyatakan defleksi ke arah sumbu y , ’ix dan ’iz adalah putaran torsi masing-masing terhadapsumbu x dan y, f'iy adalah gaya vertikal pada masing-masing node dan untuk gaya aksial f'ix=0 , m'iz dan m'ix adalah momen terhadap masing-masing sumbu x dan z.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 97

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

y' m'1x , ’1x m'1z , ’1z

1

m'2x , ’2x 2

x'

m'2z , ’2z

L z' f'1y , d’1y

f'2y , d’2y

Gambar 6.6 Elemen grid dengan derajat kebebasan pada masing-masing node Untuk menurunkan matrik kekakuan lokal pada elemen grid, maka kita harus memperhitungkan pengaruh torsi ke dalam matrik kekakuan dasar batang. Untuk memudahkan disini kita tulis kembali rumus matrik kekakuan dasar sesuai dengan rumus (4-13).

6 L 12 6L   12 EI  6 L 4 L2  6 L 2 L2  k   L3  12  62L 12  62L    6L 4 L   6L 2L 

(6-17)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB 98

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

DAFTAR PUSTAKA Grandin, Hartley. Jr. “Fundamentals of The Finite Element Method”. Mac Millan Publishing Company. Yang, T.Y. “Finite Element Structural Analysis”. Prentice Hall International Series. Bathe, Klaus-Jurgen. “Finite Element Procedurs”. Prentice Hall International Editions. Zienkiewicz, O.C. “The Finite Element Method”. London: Mc.Graw-Hill. Zahavi Eliahu. “The Finite Element Method in Machine Design”. New York: Prentice-Hall International Editions. R., Thomas J. Hughes. “The Finite Element ethod”. Prentice Hall Inc. Cook, Robert D. “Concepts and Aplications of Finite Element Analysis”. New York: John Willey & Sons Inc. Knight, Charles E. “The Finite Element Method in Mechanical Design”. PWS Kent Publishing Company. Soeharjo. “Analisis Numerik”. Surabaya: ITS. Triatmojo, Bambang. “Metode Numerik”. Bandung: ITB. Munif, A. “Penguasaan dan Penggunaan Metode Numerik”. Scheid, Fracis. “Theory and Problems of Numerical Analysis”. New York: Mc.Graw-Hill. Inc. Atkinson, Kendall. “Elementary Numerical Analysis”. New York: John Willey & Sons. Atkinson, Kendall. “An Introduction to Numercial Analysis”. New York: John Willey & Sons. Tejo Sutikno. “Aljabar Matrik”.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( RPKPS ) ( Lembar 1 ) MATA KULIAH

: METODE ELEMEN HINGGA

Kode Mata Kuliah

: TKM 4204

SEMESTER

: GENAP

JUMLAH SKS

: 3 (W)

DOSEN

: -

PRASYARAT

: TKM 4111, 4202

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN DAPAT DICAPAI OLEH PESERTA ( TIU DAN TIK ) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat : 1 Menjelaskan konsep dasar metode elemen hingga dan memformulasikan problem teknik dalam model. 2 menyelesaikan pemodelan problem teknik dalam struktur, frame, shell/plat pada matra garis, 2D, 3D. PUSTAKA YANG DIGUNAKAN 1 Reddy J. N., "An Introduction to the Finite Element Method", Second Edition, Mc Graw-Hill, Inc. 2 Zienkiewicz O. C. and Taylor R. L., "The Finite Element Method", Fifth Edition, Vol 1-3, Butterworth-Heinemann. 3 Team pengajar Metode Elemen Hingga Universitas Brawijaya, Diktat Metode Elemen Hingga. 4 Grandin, Hartley. Jr. “Fundamentals of The Finite Element Method”. Mac Millan Publishing Company. 5 Yang, T.Y. “Finite Element Structural Analysis”. Prentice Hall International Series.

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( RPKPS ) ( Lembar 2 ) PERTEMUAN KE (1)

1

POKOK BAHASAN (2)

SUB POKOK BAHASAN (3)

BENTUK TUGAS (5)

TAKSONOMI

BOBOT NILAI (6)

(7)

1

2

Kuliah

v

v

Kuliah

v

v

Kuliah

v

v

Prosedur Umum - Metode Elemen Hingga

Kuliah

v

v

- Matrik

Kuliah

v

v

Penjelasan materi, - referensi dan sistem penilaian Sejarah Perkembangan Metode Elemen Hingga BAB I. PENDAHULUAN - Peranan Komputer

2

JENIS KEGIATAN PEMBELAJARAN (4)

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

3

4

5

6

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

Definisi Matrik Kekakuan

Kuliah

v

v

Penurunan Matrik - Kekakuan untuk Elemen Pegas

Kuliah

v

v

Penggabungan Elemen Pegas

Kuliah

v

v

Kuliah

v

v

-

3 BAB II. METODE KEKAKUAN/ PERPINDAHAN

4

-

Penggabungan Matrik Kekakuan dengan Superposisi (Metode Kekakuan Langsung) - Kondisi Batas

-

mandiri

*)

v

v

v

Kuliah Problem solving

mandiri

*)

v

v

v

v

v

v

QUIZ I : Materi BAB I dan II

5

6

Pendekatan Energi Potensial

Kuliah Problem solving

BAB III. PERSAMAAN DAN MATRIK

Matrik Kekakuan - Elemen Batang pada Koordinat Lokal

Kuliah Problem solving

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

*)

mandiri

*)

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

KEKAKUAN UNTUK STRUKTUR

7

-

Transformasi Vektor 2 Dimensi

-

Matrik kekakuan Global

Kuliah Problem solving

mandiri

Tegangan pada - Batang di Bidang 2 Dimensi

Kuliah Problem solving Kuliah Problem solving

-

8

9

10

BAB IV. KEMIRINGAN DAN LENDUTAN PADA BATANG

Penyelesaian Truss 2 Dimensi

v

v

v

*)

v

v

v

mandiri

*)

v

v

v

mandiri

*)

v

v

v

*)

v

v

v

*)

v

v

v

Kuliah

Transformasi Matrik Kekakuan untuk Batang pada 3 Dimensi (ruang)

Kuliah Problem solving

- Tumpuan Miring

Kuliah Problem solving

- Kekakuan Batang

Kuliah Problem solving

mandiri

*)

v

v

v

- Beban Merata

Kuliah Problem solving

mandiri

*)

v

v

v

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

mandiri

mandiri

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

QUIZ I : Materi Bab III dan IV

11

12

13

14

15

16

BAB V. DEFLEKSI/ LENDUTAN (SPECIAL CASES)

BAB VI. STRUKTUR

BAB VII. SOFTWARE BERBASIS METODE ELEMEN HINGGA

Metode Analitis - dengan Metode Castigliano

*)

Kuliah

v

v

Pemodelan Kasus Lendutan dengan Metode Elemen Hingga

Kuliah Problem solving Studi Perbandingan

mandiri

*)

v

v

v

Elemen Beam 2-D - Arah Orientasi Sembarang

Kuliah Problem solving

mandiri

*)

v

v

v

- Tumpuan Miring

Kuliah

v

v

- Grid

Kuliah

v

v

v

v

Pemanfaatan - Software Berbasis Elemen Hingga

Kuliah Problem solving

QUIZ II : Materi BAB V - VII

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

mandiri

*)

*)

v

v

MODUL AJAR METODE ELEMEN HINGGA

KETERANGAN : (1) Cukup jelas (2) Cukup jelas (3) Cukup jelas (4) Jenis kegiatan pembelajaran bisa berupa : Kuliah berisi penjelasan mengenai suatu teori, penyelesaian suatu masalah matematis, pemodelan masalah fisis dalam bentuk matematis dan penyelesaiannya. Problem solving adalah penyelesaian dari suatu soal, baik soal yang diberikan dalam pertemuan sebelumnya ataupun soal yang diberikan dalam pertemuan tersebut (merupakan tugas mandiri). (5) Bentuk tugas : soal – soal matematis atau fisis yang harus diselesaikan secara mandiri oleh setiap mahasiswa, diberikan setiap pertemuan dan akan dibahas (dipresentasikan) dalam pertemuan berikutnya (6) Nilai Akhir = 30% (nilai rata-rata tugas mandiri) + 30% (nilai rata-rata Quiz) + 40%(nilai UAS) (7) Di isi tingkat kedalaman proses pemahaman : 1 s/d 6 1. Remember 2. Understand 3. Apply 4. Analyze 5. Evaluate 6. Create

Dr.Eng. Moch. Agus Choiron, Dr.Eng. Anindito P dan Khairul Anam, MSc. Teknik Mesin UB

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF