Buku Ajar Klasifikasi Tanah Dan Kesesuaian Lahan
March 25, 2017 | Author: Donny Dhonanto | Category: N/A
Short Description
Download Buku Ajar Klasifikasi Tanah Dan Kesesuaian Lahan...
Description
BUKU AJAR
KLASIFIKASI TANAH DAN KESESUAIAN LAHAN
Disusun oleh : I Made Mega I Nyoman Dibia I G P Ratna Adi Tati Budi Kusmiyarti
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya, Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan ini dapat tersusun tepat pada waktunya. Buku ajar ini dimaksudkan sebagai buku pegangan, sehingga diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam menempuh mata kuliah Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan, dengan bobot 3 SKS di Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Topik yang disajikan dalam buku ajar ini mengacu pada Silabus Mata Kuliah yang telah disusun sebelumnya. Dalam buku ajar ini dibahas tentang klasifikasi tanah dan perkembangannya, .sistem klasifikasi tanah yang digunakan di Indonesia, evaluasi sumberdaya lahan, kesesuaian lahan untuk pertanaian dan non pertanian. Pada akhir pokok bahasan dilengkapi dengan bahan diskusi, tugas terstruktur atau tugas mandiri. Buku ajar ini disusun dari beberapa literatur dan hasil-hasil penelitian. Buju ajar ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, semoga buku ajar ini ada manfaatnya. Denpasar, Maret 2010 Penyusun,
ii
iii
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................................
1
1.1. Pengertian Klasifikasi Tanah dan Sumberdaya Alam
..................................................
1
1.2. Tanah yang Diklasifikasikan ......................................................................................
2
1.3. Hubungan Klasifikasi Tanah dengan Ilmu Pengetahuan lainnya
3
.................................
II. MORFOLOGI TANAH .................................................................................................
5
2.1. Profil Tanah ...............................................................................................................
6
2.2. Ciri-ciri Morfologi Tanah ...........................................................................................
7
III. KLASIFIKASI TANAH DAN PERKEMBANGANNYA
...........................................
19.
3.1. Tujuan Klasifikasi Tanah ............................................................................................
19
3.2. Asas Klasifikasi Tanah ...............................................................................................
19
3.3. Sejarah Perkembangan Klasifikasi tanah ....................................................................
20
IV. SISTEM KLASIFIKASI TANAH PUSAT PENELITIAN TANAH BOGOR ......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
V. SISTEM KLASIFIKASI TANAH FAO/UNESCO ...........................................
23 28
VI. TAKSONOMI TANAH ................................................................................................
32
6.1. Riwayat ......................................................................................................................
32
6.2. Kategori .....................................................................................................................
34
VII. TATA NAMA DALAM TAKSONOMI TANAH
.......................................................
38
7.1. Nama-nama Order ......................................................................................................
38
7.2. Nama-nama Sub Order ...............................................................................................
39
7.3. Nama-nama Great Grup .............................................................................................
40
7.4. Nama-nama Sub grup .................................................................................................
42
7.5. Nama-nama Famili .........................................................................................................................
44
7.6. Nama-nama Seri ..............................................................................................................................
46
VIII.HORISON PENCIRI DALAM TAKSONOMI TANAH
47
8.1. Epipedon ......................................................................................................................................
47
8.2. Endopedon ....................................................................................................................................
51
8.3. Horison-horison lain ......................................................................................................................
56
8.4. Pan ...............................................................................................................................................
58
8.5. Sifat-sifat Penciri lain ....................................................................................................................
60
0.ORDER TANAH
71
0.SUMBERDAYA LAHAN
79
I.EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN
83
0.KARAKTERISTIK LAHAN DAN KUALITAS LAHAN IX.INFORMASI DATA SUMBERDAYA LAHAN
88 92
X.KESESUAIAN LAHAN UNTUK BIDANG PERTANIAN I.KESESUAIAN LAHAN UNTUK BIDANG NON PERTANIAN XI.PEMBATAS LAHAN DAN PERBAIKAN LAHAN
95 105
103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................
iv
107
I. PENDAHULUAN Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai pendahuluan, 75 % mahasiswa mampumenjelaskan pengertian klasifikasi Tanah dan Sumberdaya Alam serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lainya Sasaran Belajar 1.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian klasifikasi Tanah 2.
3.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Sumberdaya Alam mahasiswa mampu menjelaskan hubungan ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam lainnya.
1.1 Pengertian Klasifikasi Tanah dan Sumberdaya Alam Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dalam mengelompokkan tanah diperlukan sifat dan ciri tanah yang dapat diamati di lapangan dan di laboratorium. Sumberdaya lahan mencakup dua pengertian yaitu:
Sumberdaya dapat diartikan sesuatu
benda/bahan yang dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya dapat berkonotasi waktu, tempat dan ekonomi. Sedangkan lahan (dari bahasa Sunda) = land, adalah bagian bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian tanah, lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan vegetasi yang menutupinya, yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan . Degradasi lahan dapat diartikan sebagai kemerosotan/penurunan kualitas lahan dan produktivitas potensial/daya dukung dari sebidang lahan yang bersangkutan baik secara alami maupun akibat campur tangan manusia sehingga tidak dapat berdayaguna secara maksimal dan lestari. Terjadinya degradasi lahan secara ekstrim akan dapat menyebabkan lahan tidak dapat berproduksi sama sekali baik secara alami maupun dengan pengelolaan. Besarnya variasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi lahan menyebabkan degradasi lahan mengalami perkembangan fase-fase yang menunjukkan tingkat keparahannya sebelum mencapai suatu keadaan yang ekstrim (lahan kritis). Tingkat kerusakan akibat degradasi lahan dapat digolongkan rendah, sedang dan tinggi. 5
Semakin tinggi tingkat kerusakan, maka produktivitas/daya dukungnya akan semakin rendah, dan akan mengurangi intensitas penggunaannya serta hilangnya produksi jangka panjang. Apabila intensitas kerusakannnya sangat tinggi (ekstrim) maka lahan tersebut akan dapat berubah menjadi lahan kritis. Degradasi tanah/lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu degradasi alami dan degradasi dipercepat. Degradasi secara alami memang terus terjadi dari masa lampau hingga saat ini. Degradasi alami terjadi akibat adanya proses denudasi yang biasanya meninggalkan sisa dalam bentuk permukaan sisa erosi atau dataran aluvial yang luas dalam bentuk landform dataran banjir, adanya bukit-bikit sisa dan sebagainya. Degradasi dipercepat adalah degradasi yang proses berlangsungnya cepat, yang umumnya disebabkan oleh adanya campur tangan manusia yang dalam pengelolaannya tidak mentaati kaidah konservasi. Dengan melihat kenyataan yang telah diuraikan di atas, maka degradasi lahan di Indonesia tergolong permasalahan yang cukup serius dan perlu ditanggulangi sedini mungkin. Ada sebuah pemeo mengatakan bahwa tanah/lahan yang kita tempati/kelola saat ini adalah bukan milik kita, tapi warisan untuk anak cucu kita, sehingga bagaimana kita harus merawatnya dengan baik untuk anak cucu kita. Sifat dan ciri tanah yang dapat dipelajari dan diamati di lapangan dinamakan Morfologi Tanah. Pengamatan Morfologi Tanah dilakukan pada profil tanah. Beberapa sifat morfologi antara lain : warna, struktur, tekstur, tebal horison, batas horison, pH tanah, konsistensi dan lain-lain. Hasil klasifikasi tanah berupa jenis-jenis tanah atau klas-klas tanah yang mencantumkan nama-nama tanah pada berbagai kategori. Selanjutnya hasil tersebut dipetakan agar diketahui penyebaran dari masing-masing jenis tanah tersebut, sehingga diperlukan teknik survei tanah yang menghasilkan peta tanah yang baik. 1.2 Tanah yang Diklasifikasikan Tanah yang diklasifikasikan menurut Soil Survey Staff (1990) didefinisikan sebagai kumpulan benda-benda alam yang terdapat di permukaan bumi, setempat-setempat dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang berasal dari tanah, mengandung jasad hidup dan mendukung atau mampu mendukung tanaman atau tumbuh tumbuhan yang hidup di alam terbuka. 6
-
Definisi tanah di atas menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak saja tanah yang terbentuk secara alami, tetapi juga tanah-tanah yang terbentuk karena modifikasi manusia. Biasanya tanah tersebut mengandung horison-horison (lapisan-lapisan). Batas atas tanah adalah udara atau air dangkal. Pada bagian-bagian pinggir, tanah secara berangsur-angsur beralih ke air yang dalam atau ke area tandus batuan atau hamparan es. Sedangkan batas bawahnya sampai kebahan bukan-tanah yang barang kali paling sulit didefinisikan. Tanah mencakup horison-horison dekat permukaan tanah yang berbeda dari batuan di bawahnya, sebagai hasil interaksi iklim, jasad hidup, bahan induk, dan relief atau topografi, melalui waktu pembentukannya. 1.3 Hubungan Klasifikasi Tanah dengan Ilmu Pengetahuan lainnya Klasifikasi tanah merupakan bagian dari Pedologi. Pedologi mencakup genesis tanah, klasifikasi tanah dan pemetaan tanah. Ketiga ilmu di atas saling berkaitan, sehingga merupakan suatu rangkaian. Pedologi berhubungan erat dengan ilmu-ilmu pengetahuan dasar (basic science) yaitu kimia, fisika dan matematika; ilmu bumi (Klimatologi, Geologi, Mineralogi), ilmu hayati (Botani, Zoologi, Mikrobiologi) dan adapat diterapkan pada ilmu terapan yaitu Pertanian (agronomi), kehutanan dan teknik (enginering), sehingga klasifikasi tanah dapat dapat ikatakan sebagai ilmu yang interdisipliner. Hubungan antar ilmu-ilmu di atas disajikan pada Gambar 1. FISIKA
MATEMATIKA
ILMU-ILMU DASAR
BOTANI
ZOO LOGI
KIMIA
IL M UIL M
IL M
GEOLOGI (ILMU TANAH) PEDOLOGI
MIKROBIO LOGI
U H A Y A TI
KLIMATOLOGI
ILMU-ILMU TERAPAN
UIL M U A L A M
MINERALOGI
PERTANIAN
KEHUTANAN 3 ENGIN EERIN
Gambar 3. Hubungan Ilmu Tanah dengan Ilmu-ilmu lainnya
Bahan diskusi 1. Jelaskan pengertian klasifikasi tanah 2.Jelaskan tanah-tanah yang dapat diklasifikasikan 3.Sebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi lahan. 4.Bagaimana cara mencegah terjadinya degradasi lahan.
Latihan terstruktur : Mahasiswa belajar membuat suatu skema yang menguraikan hubungan klasifikasi tanah dengan ilmu-ilmu lainnya.
Tugas mandiri : Mahasiswa membuat rangkuman pemahaman tentang klasifikasi tanah
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta.
9
II. MORFOLOGI TANAH Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai pendahuluan, 75 % mahasiswa mampu menjelaskan dan mengidentifikasi morfologi Tanah Sasaran Belajar 4.
Mahasiawa mampu menjelaskan pengertian morfologi Tanah
5.
mahasiswa mampu mengidentifikasi morfologi Tanah (warna, struktur, tekstur, horizon Tanah) pada profil tanah
Morfologi pertama kali dikemukakan oleh Goethe dalam taun 1817. Pada awalnya istilah ini hanya dipergunakan dalam ilmu hayat seperti botany dan zoology, tetapi kemudian hampir semua ilmu pengetahuan alam mempergunakannya. Orang pertama yang menggunakan cara morfologi dalam mempelajari tanah menurut Zakharov (1927) adalah Ruprecht (Joffe, 1950). Morfologi bukan suatu ilmu melainkan sarana sesuatu ilmu, merupakan cara yang digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Tujuan morfologi tanah adalah suatu uraian pelukisan, sehingga yang dimaksud morfologi tanah adalah suatu uraian tanah mengenai kenampakan, ciri-ciri dan sifat-sifat tanah yang adapat diamati dan dipelajari di lapang.
10
2.1. Profil Tanah Profil tanah adalah urutan susunan horison yang tampak dalam anatomi tubuh tanah. Profil tanah terdiri dari lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagaian dari profil tanah yang terbentuk ekibat proses pembentukan tanah (horison A dan B). Profil tanah tebalnya berlainan mulai dari yang setipis selaput sampai setebal 10 meter. Pada umumnya tanah makin tipis mendekati kutub dan makin tebal mendekati khatulistiwa. Uraian profil tanah dimulai dengan menentukan batas horison (lapisan), mengukur dalamnya dan mengamati profil tanah secara keseluruhan. Horison adalah lapisan dalam tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk karena proses pembentukan tanah. Disamping masing-masing horison diamati sifat
-
sifatnya meliputi : warna, tekstur, konsistensi, struktur, kutan, konkresi dan nodul, pori
-
pori tanah, pH lapang, batas-batas horison. Pedon adalah volume trkecil yang adapat disebut tanah. Pedon mempunyai ukuran tiga dimensi. Batas bawahnya merupakan batas antara tanah dengan bukan tanah sedang batas lateralnya (panjang dan lebarnya) cukup luas untuk mempelajari sifay-sifat horison tanah yang ada. Luasnya berkisar antara 1-10 m2 tergantung dari keragaman horison. Polipedon adalah kumpulan lebih dari satu pedon yang sama atau hampir sama yaitu yang 11
semuanya mempunayai sifat yang memenuhi syarat untuk dikelompokkan sebagai satu sewri tanah. Luas polipedon minimun 2 m2, sedangkan luas maksimum tidak terbatas. Hubungan antara profil tanah, solum, pedon dan poli pedon ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan antara profil tanah, solum, pedon dan polipedon.
2.2. Ciri-ciri Morfologi Tanah. Profil tanah yang akan diamati ciri-cirinya harus memenuhi syarat-syarat : (1) tegak, (2) baru, artinya belum terpengaruh keadaan luar, dan (3) jangan memantulkan cahaya (profil tanah waktu pengamatan tidak langsung kena sinar matahari). Pengamatan di lapang biasanya dimulai dengan membedakan lapisan-lapisan tanah atau horison-horison. Horison tanah adalah lapisan dalam tanah lebih kurang sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk karena proses pembentukan tanah. Masing masing horison diamati ciri-cirinya antara lain : warna, tektur, strukutr, konsistensi, pH tanah, kutan, konkresi dan nodul, pori-pori, dan batas-batas horison. 2.2.1. Batas-batas Horison Parameter batas-batas horison yang diamati meliputi : a. Ketajaman batas-batas ke horison lain : a-nyata (abrupt), jika tebal batas kurang dari 2,5 cm. c-jelas (clear), jika tebal batas 2,5-6,0 cm. g-berangsur (gradual), jika tebal batas 6-15 cm.
12
-
d-(diffuse), jika tebal baats lebih dari 15 cm. b. Bentuk topografi dari batas horison : s-rata (smooth). w-berombak (wavy). i-tidak teratur (irregular). b-terputus (broken). 2.2.2. Warna Tanah Warna tanah merupakan ciri morfologi tanah yang paling mudah dibedakan. Meskipun pengaruhnya yang langsung terhadap fungsi tanah hanya sedikit, tetapi seseorang dapat memperoleh keterangan banyak dari warna tanah, apalagi jika disertai dan dihubungan dengan ciri-ciri lain. Jika warna tanah hampir merupakan ukuran yang tak langsung mengenai sifat dan mutu tanah, serta bersifat menggantikan ciri-ciri penting lain yang sukar diamati teliti. Warna tanah merupakan pernyataan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan drainase dan aerasi tanah dalam hubungan dengan hidrasi, oxidasi dan proses pelindian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya permukaan air taah, dan atau (e) adanya bahan-bahan tertentu. Pada umumnya bahan organik memberikan warna kelam pada tanah, artinya jika tanah asalnya berwarna kuning atau coklat muda, kandungan bahan organik menyebabkan warnanya lebih cenderung ke arah coklat-kelam. Makin stabil bahan organik makin tua warnanya, sedang makin segar makin cearh warna tanah. Dan humus yang berwarna hitam. Pada umumnya warna pada tanah mempunyai hubungan dengan oksid-besi yang tak terhidratasi. Karena oksi-besi yang terhidratasi relatif tidak stabil dalam keadaan lembab, maka warna merah biasanya menunjukkan drainase dan aerasi yang baik. Tanah berwarna merah sekali biasanya terdapat dipermukaan tanah yang cembung (convex) terletak di atas batuan permeabel, tetapi meskipun demikian ada pula tanah-tanah merah yng warnanya berasal dari bahan induknya. Hampir tiap profil tanah terdiri atas horison-horison yang berlainan warnanya. Warna tiap horison harus diamati. Satu horison mungkin berwarna seragam, tetapi 13
mungkin pula tercampur warna lain berupa warna reduksi yang mempunyai warna lebih kearah biru, atau dalam bentuk bintik, becak (mottling) berwarna merah, coklat, kuning atau hitam. Becak ini merupakan skumulasi senyawa-senyawa besi, Al atau Mn yang makin besar akumulasinya makin jelas terkumpul membentuk konkresi. Mengenai becak becak ini selain warnanya perlu pula diamati jelas, jumlah dan besarnya. Jelas tidaknya becak-bacak dibedakan atas : -k- kabur (faint) : perbedaan warna dasar (matrix) dan becak (mottling) tidak jelas; j-jelas (distinc) : tampak jelas perbedaan dasar dan becak; -t- tegas (prominent) : becak merupakan ciri yang tegas. Jumlahnya (abundance) dibedakan atas : -s- sedikit (few) : kurang dari 2 % luas permukaan horison profil yang diamati; -c- cukup (common) : antara 2 % - 20 %. -b- Banyak (many) : lebih dari 20 % luas permukaan horison profil; Besarnya (size) becak-becak dibedakan atas : -h- halus (fine) : diameter becak-becak kurang dari 5 mm; -s- sedang (medium) : diameternya antara 5-15 mm; dan k-kasar (coarse) : diameternya lebih dari 15 mm. Warna reduksi dan warna becak-becak menunjukkan drainase terhambat (buruk). Warna penentuan warna tanah diperlukan suatu patokan warna sebagai pembanding. Yang banyak digunakan adalah Munsell Soil Color Chart yang meliputi kira-kira 1/5-nya seluruh warna yang ada. Penentuan warna tanah digunakan Munsell Soil Color Chart yang terdiri dari 9 kartu dengan hue antara kuning (yellow) dan merah (red) berturut-turut mulai dari 5 Y, 2,5 Y, 10 YR, 7,5 YR, 5 YR, 2,5 YR, 10 %, 7,5 R dan 5 R. Masing-masing kartu disusun dengan interval value mulai dari 1 samapi dengan 8, dan dengan interval chroma mulai dari 2 samapai 8 atau mulai 0 samapai 8 tanpa angka 5. Makin tinggi value makin cerah warnanya, sedangkan makin besar angka chroma makin besar intensitasnya. Cara menentukan warna tanah adalah dengan membandingkan warna tanah dengan warna pembanding dealam kartu Munsell Soil Color Chart, dengan mendekatkan contoh tanah atau memasukkan contoh tanah ke dalam lubang yang telah tersedia di dekat 14
-
maisng-masing kertas warna pembanding. Penulisan warna ditulis menurut urutan hue, value, chroma, misalnya 10 YR 3/4 (coklat).
Gambar 4. Buku Munsell Soil Color Chart
2.2.3. Tekstur Tanah Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun masaa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Pembatasan ketiga fraksi maisng-masing terkstur tanah dapat digambarkan dalam segitigas tekstur atau trianguler texture (gamabar 2). Titik sudutnya menunjukkan 100 % salah satu fraksi, sedangkan tiap sisi mengambarkan % berat masing-masing fraksi mulai 0 % samapai 100 %. Segitiga ini terbagi atas 13 bidang yang menunjukkan maisng masing terkstur tanah. Sebagai contoh 35 % liat + 40 % debu + 25 % pasir termasuk tekstur tanah lempung berliat, sedangkan 10 % liat + 5 % debu + 85 % pasir termasuk pasir berlempung. (lihat Gambar 2)
15
-
Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di lapangan (secara perasaan) dan di laboratorium (metode pipet dan hydrometer). Penetapan tekstur di lapangan dilakukan dengan cara : 1) masa tanah kering atau lembab dibasahi, kemudian diprid diantara ibu jari dan telunjuk sehingga memebntuk pita lembab, sambil dirasakan adanya rasa kasar, licin dan lengket; 2) tanah tersebut dibuat bola, digulung dan diamati adanya daya tahan terhadap tekanan dan kelekatan masaa tanah sewaktu telunjuk dan ibu jari diregangkan. Dari rasa kasar, licin, licin, pirisan, gulungan dan kelekatannya dapatlah ditentukan klas tekstur lapang (Tabel 1). Tabel 1. Penetapan Klas Tekstur Tanah Menurut Perasaan di Lapang No. 1.
Klas tekstur Pasir
Rasa dan sifat tanah Rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan gulungan serta tidak melekat
16
2.
Pasir berlempung
Rasa kasar sangat jelas, membentuk bola yang mudah sekali hancur serta sedikit sekali melekat.
3.
Lempung berpasir
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak keras, mudah hancur serta melekat.
4.
Lempung berdebu
Rasa licin, membentuk bola teguh, pita dan lekat.
5.
Lempung
Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat.
6.
Debu
Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat serta agak melekat.
7.
Lempung berliat
Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan bila dipijit, gulungan mudah hancur serta melekat.
8.
Lempung liat berpasir
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (kering), membentuk gulungan bila dipijit, gulungan mudah hancur serta melekat.
9.
Lempung liat berdebu
Rasa jelas licin, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat serta melekat.
10.
Liat berpasir
Rasa licin agak kasar, membentuk bola, dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat sekali.
11.
Liat berdebu
Rasa agak licin, membentuk bola, dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat sekali.
No.
Klas tekstur
Rasa dan sifat tanah
12.
Liat
Rasa berat, membentuk bola baik serta melekat sekali.
13.
Liat berat
Rasa berat sekali, membentuk bola baik serta melekat sekali.
Di samping penggolongan ke dalam tekstur tanah tersebut, untuk keperluan klasifikasi tanah tingkat famili tanah diperlukan penggolongan ke dalam kelas sebaran butir (particle size distribution) seperti : berliat sangat halus, berliat halus, berdebu halus, berdebu kasar, berlempung halus, berlempung kasar, berpasir (Gambar 4). 2.2.4. Struktur Tanah Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akbiat melekatnya butir-butir tanah satu samalain. Satu unit struktur disebut ped. Apabila unit-unit struktur tersebut tidak terbentuk maka dikatakan bahwa tanah tersebut tidak berstruktur. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu : 1) Butir tunggal (single grain) = butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain (contoh tanah pasir); 2) Pejal (massive) = buitr-butir tanah 17
melekat satu sama lain dengan kuat sehingga tidak membentuk gumpalan-gumpalan (ped). Penyipatan strukur tanah meliputi 3 hal yaitu bentuk, tingkat perkembangan dan ukuran. a. Bentuk struktur Bentuk struktur tanah dibedakan menjadi : 1. Lempeng (platy) : sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horisontal. 2. Prismatik (prismatic) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi atas tidak membulat. 3. Tiang (columnar) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi-sisi atas membulat. 4. Gumpal bersudut (angular blocky) : sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal. Sisi-sisi membentuk sudut tajam. 5. Gumpal membulat (subangular blocky) : sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal. Sisi-sisi membentuk sudut membulat. 6. Granuler (granular) : membulat, atau banyak sisi. Masing-masing buitr ped tidak porous. 7. Remah (crumb) : membulat atau banyak sisi, sangat porous. b. Tingkat Perkembangan atau Kemantapan Struktur 1. Lemah : butir-buitr strukutr dapat dilihat, tetapi sudah rusak dan hancur waktu diambil dari profil tanah untuk diperiksa. 2. Sedang : butir-buitr struktur agak kuat dan tidak hancur waktu diambil dari profil untuk diperiksa. 3. Kuat : butir-butir struktur tidak rusak waktu diambil dari profil tanah dan tidak hancur walaupun digerak-gerakkan. c. Ukuran Struktur 1. Untuk bentuk struktur lempeng, granuler dan remah : - sangat halus/tipis - halus
: < 1 mm. : 1-2 mm.
- sedang
: 2-5 mm.
- kasar/tebal
: 5-10 mm.
18
- sangat kasar
: > 10 mm.
2.Untuk bentuk struktur gumpal membulat dan gumpal menyudut : - sangat halus
: < 5 mm.
- halus
: 5-10 mm.
- sedang
: 10-20 mm.
- kasar
: 20-50 mm.
- sangat kasar
: > 50 mm.
3.Untuk bentuk struktur prismatik dan tiang : - sangat halus/tipis
: < 10 mm.
- halus
: 10-20 mm.
- sedang
: 20-50 mm.
- kasar/tebal
: 50-100 mm.
- sangat kasar
: > 100 mm.
19
Gambar 5. Bentuk-bentuk struktur 2.2.5. Konsistensi Tanah Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel partikel tanah dan ketahanan massa tanah terdapat perubahan bentuk oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah. Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Pentingnya konsistensi tanah adalah untuk menentukan cara penggrapan tanah yang efisien dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan. Penentuan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air tanah yaitu dalam keadaan basah, lembab atau kering. 20
-
Tanah basah : Kandungan air di atas kapasitas lapang.
21
a. Kelekatan menunjukkan kekuatan adhesi (melekat) tanah dengan benda lain. Kode Krietria Keterangan 0
Tidak lekat
Tidak melekat pada jari tangan atau benda lain
1
Agak lekat
Sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain
2
Lekat
Melekat pada jari tangan atau benda lain
3
Sangat lekat
Sangat melekat pada jari tangan atau benda lain
b. Plastisitas menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan. Kode Krietria Keterangan 0
Tidak plastis
1
Agak plastis
Tidak dapat membentuk gulungan tanah
Hanya gulungan tanah kurang dari 1 cm da berbentuk. 2 Plastis Dapat membentuk gulungan tanah lebih 1 cm, diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut. 3 Sangat plastis Diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut Tanah lembab : Kandungan air mendekati kapasitas lapang. 0 Lepas –
- Tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah pasir).
1 Sangat gembur –
- Gumpalan tanah mudah sekali hancur bila diremas.
2 Gembur –
- Diperlukan sedikit tekanan untuk menghancurkan gumpalan tanah dengan meremas.
3 Teguh –
- Berturut-turut memerlukan tekanan yang makin besar untuk menghancurkan tanah sampai sama tidak dapat hancur dengan remasan tangan.
4 sangat teguh ) –
5 Sangat teguh ) –
sekali Tanah kering : Tanah dalam kedaan kering angin. 0 Lepas
- Tanah tidak melekat satu sama lain.
1 Lunak
- Gumpalan tanah mudah hancur bila diremas.
–
–
22
2 Agak keras ) –
- Berturut-turut memerlukan tekstur
3 Keras )
yang makin besar untuk menghancurkan
4 Sangat keras )
tanah sampai tidak dapat hancur
5 Sangat keras )
dengan remasan kedua tangan.
–
–
–
sekali 2.2.6. pH Tanah Penentuan pH tanah dalam klasifikasi dan pemetaan tanah diperlukan untuk menaksir lanjut tidaknya perkembangan tanah, respon tanah terhadap pemupukan, kebutuhan kapur dan laon-lainnya. Penentuan pH tanah dapat dikerjakan secara ekeltrometrik dan kolorimetrik. Pengukuran pH tanah di lapang biasanya digunakan cara yang sederhana yaitu dengan lakmus atau pH stick. 2.2.7. Padas Padas adalah lapisan tanah yang mampat, padat dan keras terbentuk selama bagian proses pembentukan tanah atau warisan suatu daur pelapukan menjadi bahan induk tanah yang sekarang ada. Padas dapat terbentuk karena : 1) terlalu beratnya masaa yang ada di atasnya (misalnya akibat pembajakkan yang terlalu berat atau adanya glacier), 2) pemadatan akibat cuaca yang membekukan, 3) agregasi tanah disertai perubahan temperatur, 4) karena pengikatan yang sangat erat berupa sementasi, baik oleh bahan perekat besi, bahan organik silikat ataupun liat. Bahan diskusi : 1.Jelaskan pentingnya ciri morfologi tanah ditetapkan di lapangan 2.Bagaimana cara penetapan ciri-ciri morfologi tanah tersebut
23
Latihan terstruktur : Mahasiswa melakukan praktikum lapangan penetapan ciri morfologi di lapangan ( warna, struktur, tekstur tanah dan lain-lainnya) Tugas mandiri : Mahasiswa mencari dan menjelaskan beberapa contoh ciri morfologi dari berbagai tanah.
Daftar Pustaka Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Puslittanak Bogor. Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta.
24
III. KLASIFIKASI TANAH DAN PERKEMBANGANNYA Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai klasifikasi Tanah dan perkembangannya., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan tujuan, asas-asas, dan perkembangan system klasifikasi Tanah Sasaran Belajar 1.Mahasiawa mampu menjelaskan tujuan.tanah 2.Mahasiswa mampu menjelaskan asas-asas klasifikasi Tanah 3.Mahasiswa mamapu menjelaskan beberapa system klasifikasi Tanah
3.1 Tujuan Klasifikasi Tanah Tanah merupakan tubuh alam bebas yang dihasilkan oleh interaksi dari faktor faktor pembentuk tanah seperti : iklim, bahan induk, organisme, relief dan waktu. Jadi tanah merupakan fungsi dari faktor dan bahan induk, organisme, relief dan waktu dan semua faktor tersebut dapat bervariasi. Oleh karena itu akan terbentuk berbagai jenis tanah yang dapat banyak dengan sifat dan cirinya yang juga dapat beragam. Berkenaan dengan hal tersebut maka tanah perlu digolong-golongkan untuk mempermudah mempelajarinya. Adapun tujuan klasifikasi tanah adalah : a. Menata pengetahuan tentang tanah. b. Untuk mengetahui hubungan diantara masing-masing individu tanah. c. Memudahkan mengingat sifat dan ciri tanah. d. Mengklasifikasi tanah untuk tujuan yang lebih praktis seperti 1) menaksir sifat-sifat tanah, 2) menetapkan lahan-lahan terbaik, 3) menduga produktivitas tanah dan 4) menentukan wilayah penelitian untuk tujuan
―agrotechnology transfer ‖ .
e. Mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang baru. 3.2 Asas Klasifikasi Tanah Dalam penyusunan suatu klasifikasi tanah biasanya, digunakan beberapa ketentuan atau asas yang digunakan sebagai dasar. Hardjowigeno (1993) menyatakan ada beberapa asas yang digunakan dalam klasifikasi tanah yaitu : 25
-
a. Asas genetik (genetic principle) Dalam asas genetik ini, sifat tanah pembeda adalah sifat yang terbentuk sebagai hasil dari protes pembentukan tanah atau sifat-sifat yang mempengaruhi pembentukan tanah. b. Asas sifat pembeda makin bertambah (Principle of accumulating differentia) Dalam asas ini sifat-sifat tanah pembeda semakin bertambah semakin mendekati kategori yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada kategori rendah tanah tidak hanya dibedakan berdasar sifat-sifat tanah pembeda, tetapi juga digunakan pembeda yang lebih tinggi. c. Asas menyeluruh kategori taksonomi (Principle of wholeness of taxonomic categories) Setiap individu tanah harus diklasifikasikan pada masing-masing kategori berdasarkan atas sifat-sifat tanah pembeda yang telah dipilih untuk kategori tersebut. Setiap sifat pembeda yang telah dipilih harus dapat mengklasifikasikan semua individu populasi tersebut. d. Pembatas asas bebas (Ciling of independence principle) Sifat tanah yang digunakan sebagai pembeda untuk tanah tingkat kategori tanah, tidak dapat digunakan tapi sebagai faktor pembeda untuk kategori yang lebih rendah. 3.3 Sejarah Perkembangan Klasifikasi tanah Suatu klasifikasi tanah telah ddiasalkan pada tahun 1887 oleh seorang ahli tanah Rusia yang bernama Dokuchaev. Dokuchaev adalah orang pertama yang mengembangkan sistem klasifikasi tanah di dunia, oleh karena itu Dokuchaev dianggap sebagai Bapak Ilmu Tanah. Dari daratan Rusia selanjutnya klasifikasi tanah berkembang ke Eropa dan Amerika serta negara-negara lain di dunia. Di Eropa, khususnya di Jerman, klasifikasi tanah dikembangkan oleh Glinka, kemudian baru dikembangkan di Amerika Serikat. Sistem klasifikasi yang dikembangkan berdasarkan teori bahwa setiap jenis tanah mempunyai maxfologi tertentu atau mempunyai ciri dan sifat tertentu yang dihubungkan pada kombinasi faktor-faktor pembentuk tanah. Sistem klasifikasi itu berkembang di 26
Amerika Serikat (USA) pada tahun 1949 dan sering disebut sistem klasifikasi tanah tersebut yang pertama dipergunakan di Amerika Serikat hingga tahun 1969. Pada tahun 1960 Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkenalkan sistem klasifikasi tanah yang baru yang disebut
―Comprehensive
System ‖. Sistem klasifikasi tanah ini lebih banyak menekankan pada morfologi dan kurang menekankan pada faktor-faktor pemebtuk tanah dibandingkan dengan sistem klasifikasi tanah di luar Eropa dan Amerika Serikat, termasuk Indonesia dan di Indonesia sistem klasifikasi tanah berkembang pada dua dekade yaitu dekade jaman penjajah Belanda dan dekade setelah merdeka. Pada jaman penjajah Belanda, sistem klasifikasi tanah pertama kali dikenalkan oleh Van Mohr pada tahun 1910. Klasifikasi tanah ini didasarkan pada kombinasi macam-macam bahan induk dan proses pelapukannya yang ditekankan pada intensitas pencucian (leaching) dalam hubungannya dengan pengaruh iklim. Pada tahun berikutnya White (1933) mulai mengumpulkan data-data Mohr dan menyusun sistem klasifikasi tanah yang baru. Druif (1936) menyusun sistem klasifikasi tanah yang baru untuk tanah di sekitar Deli (Sumatera) berdasarkan atas petrografi dan mineralogi. Pada jaman kemerdekaan yang dimulai oleh Vander Voort, Van Es dan Hoontjes (1951), menggolongkan tanah berdasarkan aats dasar geomorfologi. Selanjutnya Dames (1955) melakukan penelitian tipe-tipe tanah di Jawa. Sistem klasifikasi tanah yang lain yang didasarkan atas genesis tanah dan morfologi tanah makinberkembang di Indonesia. Berikutnya sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan adalah sistem klasifikasi tanah PPT Bogor, FAO/UNESCO dan Taksonomi. Bahan diskusi : Jelaskan, mengapa tanah-tanah perlu diklasifikasikan Latihan terstruktur : Mahasiswa membuat uraian tentang sejarah perkembangan system klasifikasi tanah Tugas mandiri : Mahasiswa membuat rangkuman tentang beberapa system klasifikasi tanah 27
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta.
28
IV. SISTEM KLASIFIKASI TANAH PUSAT PENELITIAN TANAH BOGOR Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai system klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah Bogor., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis Tanah menurut system PPTBogor Sasaran Belajar 1.Mahasiawa mampu menjelaskan jenis-jenis Tanah menurut system PPT Bogor 2.Mahasiswa mampu menjelaskan sifat-sifat Tanah menurut system PPT Bogor
Sistem klasifikasi tanah dari PPT (Pusat Penelitian Tanah) Bogor yang telah banyak dikenal di Indonesia adalah Sistem Dudal-Soepraptohardjo (1957). Sistem ini disusun oleh Dudal (seorang ahli survei dan klasifikasi tanah dari Belgia yang menganut sistem USDA, diperbantukan pada PPT mulai tahun 1950), dan Soepraptohardjo (Pimpinan Bagian Pemetaan Tanah PPT Bogor). Selanjutnya Sistem DS (1957) disempurnakan lagi dengan dikenalnya sistem FAO/UNESCO (1974) dan sistem Taksonomi Tanah (1975). Perubahan tersebut terutama menyangkut definisi jenis-jenis tanah dan macam tanah. Dengan perubahan definisi tersebut maka disamping nama-nama tanah lama yang tetap dipertahankan dikemukakan nama baru yang kebanyakan mirip dengan nama-nama tanah dari FAO/UNESCO, sedang horison penciri seeprti yang dikemukakan oleh USDA ataupun oleh FAO/UNESCO. Sistem klasifikasi tanah ini, menggunakan 6 kategori yaitu Golongan (Ordo), Kumpulan (Sub-ordo), Jenis (Great soil group), Macam (Sub group), Rupa (Famili), dan Seri (Series). Pada kategori golongan dan kumpulan, tanah dibedakan atas dasar tingkat perkembangan dan susunan horison tanah. Pemberian nama tanah baru mulai pada kategori Jenis tanah, sehingga nama-nama tanah pada kategori golongan dan kumpulan tidak dikenal. Pada kategori rendah (rupa dan seri) penciri utamanya adalah tekstur dan drainase tanah. Salah satu contoh nama tanah : Golongan
: Dengan perkembangan profil.
Kumpulan
: Horison ABC.
Jenis tanah
: Latosol.
Macam tanah
: Latosol Humic. 29
Rupa
: Latosol Humic, tekstur halus, drainase baik.
Seri
: Bogor.
Jenis-jenis Tanah Menurut Sistem Pusat Penelitian Tanah Nama-nama tanah dalam tingkat jenis dan macam tanah dalam sistem Pusat Penelitian Tanah yang disempurnakan sangat mirip dengan sistem FAO/UNESCO. Walapun demikian nama-nama lama yang sudah terkenal tetap dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru. Nama-nama tanah dan definisnya yang disederhanakan : Organosol
: Tanah organik (gambut yang tebalnya lebih dari 50 cm.
Litosol
: Tanah mineral yang tebalnya 20 cm atau kurang. Di bawahnya terdapat batuan keras yang padu.
Rendzina
: Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan organik lebih 1 %, kejenuhan basa lebih 50 %, dibawahnya terdiri dari batuan kapur.
Tabel 1. Padanan nama Tanah menurut berbagai Sistem Klasifikasi (disederhanakan) No.
Sistem Dudal-
Modifikasi
FAO/UNESCO
USDA Soil
Soepraptohardjo (1956-
1978/1982
(1974)
Taxonomy
1961).
(PPT)
(1975)
1.
Tanah Aluvial
Tanah Aluvial
Fluvisol
Entisol
2.
Andosol
Andosol
Andosol
Inceptisol
3.
Brown Forest Soil
Kambisol
Cambisol
Andisol
4.
Grumusol
Grumusol
Vertisol
Inceptisol
5.
Latosol
Kambisol
Cambisol
Vertisol
Latosol
Nitosol
Inceptisol
Ferralsol Litosol
Ultisol
6.
Litosol
Lateritik Litosol
7.
Mediteran
Mediteran
Luvisol
Alfisol/Inceptisol
8.
Organosol
Organosol
Histosol
Histosol
9.
Podsol
Podsol
Podsol
Spodosol
10.
Podsol Merah Kuning
Podsolik
Acrisol
Ultisol
11.
Podsol Coklat
Kambisol
Cambisol
Inceptisol
12.
Podsol Coklat
Podsolik
Acrisol
Ultisol
30
Entisol
Kekelabuan 13.
Regosol
Regosol
Regosol
Entisol/Inceptisol
14.
Renzina
Renzina
Renzina
Rendoll
15.
-
Ranker
Ranker
-
16.
Tanah-tanah Berglei Glei Humus
Gleisol
Gleysol
Aquic Sub ordo
Gleisol Humik
Inceptisol (Aquept)
Glei Humus Rendah Hidromorf
Gleisol
Inceptisol (Aquept)
Kelabu Aluvial Hidromorf 17.
Planosol
Grumusol
Gleyic
Podsolik Gleiik Gleisol Hidrik Planosol
Acrisol
Planosol
Ultisol (Aquult) Inceptisol (Aquept) Inceptisol (Aquept)
: Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat mengembang dan mengkerut. Kalau musim kering tanah keras dan retak-retak karena mengkerut, kalau basah lengket (mengembang).
Gleisol
: Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
Aluvial
: Tanah berasal dari endapan baru, berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %.
Arenosol : Tanah berstektur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan ciri-ciri mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena tekstur teralu kasar. Tidak mempunyai horison penciri kecuali epipedon ochrik. Andosol
: Tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik dan mempunyai horison kambik; bulk density) kerapatan lindak kurang dari 0.85 gr/cm3; banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari abu vuklanik vitrik, cinders, atau bahan pryroklasik lain.
Latosol
: Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm),kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horison kambik. 31
Brunizem
: Seperti Latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.
Kambisol
: Tanah dengan horison kambik, atau epipedon umbrik, atau mollik. Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).
Nitosol
: Tanah dengan penumbunan liat (horison argilik). Dari horison penimbunan liat maksimum ke horison-horison dibawahnya, kadar liat kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortosik (Kapasitas Tukar Kation kurang dari 24 me/100 gr liat).
Podsolik
: Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan kejenuhan basa kurang dari 50 %. Tidak mempunyai horison albik.
Mediteran
: Seperti tanah Podsolik mempunyai horison argilik tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.
Planosol
: Tanah dengan horison albik yang terletak di atas horison dengan permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik yang memperlihatkan perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau pragipan, dan memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya pada sebagaian dari horison albik.
Podsol
: Tanah hosison penimbunan besi, Al oksida dan bahan oraganik (= horison spodik). Mempunyai horison albik.
Oksisol
: Tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik, yaitu horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat dengan aktifitas rendah, Kapasitas Tukar Kation rendah (kurang dari 16 me/100 gr liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.
Bahan diskusi : 1.Mengapa sistem di atas dinamakan sistem PPT Bogor 2.Apa saja yang digunakan sebagai kriteria pembeda pada sistem PPT Bogor
32
Latihan terstruktur : Mahasiswa mencari data-data beberapa jenis tanah yang diklasifikasi menurut PPT Bogor.
Tugas mandiri : Mahasiswa membuat rangkuman beberapa jenis tanah beserta sifat-sifatnya.
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Darmawijaya, M.I. 1980. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta.
33
V. SISTEM KLASIFIKASI TANAH FAO/UNESCO Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai system klasifikasi Tanah FAO/UNESCO., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis Tanah menurut system FAO/UNESCO Sasaran Belajar 1.Mahasiawa mampu menjelaskan jenis-jenis Tanah menurut system FAO/UNESCO 2.Mahasiswa mampu menjelaskan sifat-sifat Tanah menurut system FAO/UNESCO
Sistem klasifikasi tanah ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia dengan skala 1 : 5.000.000. Peta tanah ini terdiri dari 12 peta tanah. Sistem ini terdiri dari 2 kategori. Kategori pertama setara dengan great soil group, dan kategori kedua setara dengan sub group dalam Taksonomi Tanah (USDA). Untuk pengklasifikasian, digunakan horison-horison penciri yang sebagian diambil dari kriteria-kriteria horison penciri pada Taksonomi Tanah dan sebagian dari sistem klasifikasi tanah ini. Nama-nama tanah diambil dari nama-nama tanah klasik yang sudah terkenal dari Rusia, eropa barat, Kanada, Amerika Serikat dan beberapa nama baru yang khusus dikembangkan untuk tujuan ini. Tampaknya dari nama-nama tanah tersebut bahwa sistem ini merupakan komromi dari berbagai sistem dengan tujuan agar diterima oleh semua pakar di dunia. Beberapa nama dan sifat tanah dalam kategori
―great group ‖menurut sistem
FAO/UNESCO sebagai berikut : Fluvisol
: Tanah-tanah berasal dari endapan baru, hanya mempunyai horison penciri ochrik, umbrik, histik atau sulfurik, bahan organik menurun tidak teratur dengan kedalaman, berlapis-lapis.
Gleysol
: Tanah dengan sifat-sifat hidromorfik (dipengaruhi air sehingga berwarna kelabu, gley dan lain-lain), hanya mempunyai epipedon ochrik, histik, horison kambik, kalsik atau gipsik.
Regosol
: Tanah yang hanya mempunyai epipedon ochrik. Tidak termasuk 34
bahan endapan baru, tidak menunjukkan sifat-sifat hidromorfik, tidak bersifat mengembang dan mengkerut, tidak didominasi bahan amorf. Bila bertekstur pasir, tidak memenuhi syarat untuk Arenosol. Lithosol
: Tanah yang tebalnya hanya 10 cm atau kurang, di bawahnya terdapat lapisan batuan yang padu.
Arenosol
: Tanah dengan tekstur kasar (pasir), terdiri dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman 50 cm atau lebih, mempunyai sifat-sifat sebagai horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena tekstur yang kasar tersebut. Tidak mempunyai horison penciri lain kecuali epipedon ochrik. Tidak terdapat sifat hidromorfik, tidak berkadar garam tinggi.
Rendzina
: Tanah dengan epipedon mollik yang terdapat langsung di atas batuan kapur.
Ranker
: Tanah dengan epipedon umbrik yang tebalnya kurang dari 25 cm. Tidak ada horison penciri lain.
Andosol
: Tanah dengan epipedon mollik atau umbrik atau ochrik dan horison kambik, serta mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf, atau lebih dari 60 % terdiri dari bahan vulkanik vitrik, cinder, atau pyroklastik vitrik yang lain.
Vertisol
: Tanah dengan kandungan liat 30 % atau lebih, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak-retak karena mengkerut, kalau basah mengembang dan lengket.
Solonet : Tanah dengan horison natrik. Tidak mempunyai horison albik dengan sifat-sifat hidromorfik dan tidak terdapat perubahan tekstur yang tibatiba. Yermosol
: Tanah yang terdapat di daerah beriklim arid (sangat kering), mempunyai epipedon ochrik yang sangat lemah, dan horison kambik, argilik, kalsik atau gipsik.
Xerolsol
: Seperti Yermosol tetapi epipedon ochrik sedikit lebih berkembang.
Kastanozem : Tanah dengan epipedon mollik berwarna coklat (kroma > 2), tebal 15 cm atau lebih, horison kalsik atau gipsik atau horison yang banyak 35
mengandung bahan kapur halus. Chernozem : Tanah dengan epipedon mollik berwarna hitam (kroma < 2) yang tebalnya 15 cm atau lebih. Sdifat-sifat lain seperti Kastanozem. Phaeozem
: Tanah dengan epipedon mollik, tidak mempunyai horison kalsik, gipsik, tidak mempunyai horison yang banyak mengandung kapur halus.
Greyzem
: Tanah dengan epipedon mollik yang berwarna hitam (kroma < 2), tebal 15 cm atau lebih, terdapat selaput (bleached coating) pada permukaan struktur tanah.
Cambisol
: Tanah dengan horison kambik dan epipedon ochrik atau umbrik, horison kalsik atau gipsik. Horison kambik mungkin tidak ada bila mempunyai epipedon umbrik yang tebalnya lebih dari 25 cm.
Luvisol
: Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB 50 % atau lebih. Tidak mempunyai epipedon mollik.
Podzoluvisol : Tanah dengan horison argillik, dan batas horison eluviasi dengan Horison di bawahnya terputus-putus (terdapat lidah-lidah horison eluviasi = tonguing). Podsol
: Tanah dengan horison spodik. Biasanya dengan horison albik.
Planosol
: Tanah dengan horison albik di atas horison yang mempunyai permeabilitas lambat misalnya horison argillik atau natrik dengan perubahan tekstur yang tiba-tiba, lapisan liat berat, atau fragipan. Menunjukkan sifat hidromorfik paling sedikit pada sebagian horison albik.
Acrisol
: Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB kurang dari 50 %. Tidak terdapat epipedon mollik.
Nitosol
: Tanah dengan horison argillik, dan kandungan liat tidak menurun lebih dari 20 % pada horison-horison di daerah horison penimbunan liat maksimum. Tidak terdapat epipedon mollik.
Ferrasol
: Tanah dengan horison oksik, KTK (NH4Cl) lebih 1,5 me/100 g liat. Tidak terdapat epipedon umbrik.
Histosol
: Tanah dengan epipedon histik yang tebalnya 40 cm atau lebih. 36
Dalam tingkat sub group nama tanah terdiri dari dua patah kata seeprti halnya sistem Taksonomi Tanah, dimana kata kedua menunjukkan nama great group, sedangkan kata pertama menunjukkan sifat utama dari sub group tersebut. Contoh : Great group : Fluvisol Sub group
: Claseric Fulvisol
Great group : Regosol Sub group
: Humic Regosol
Bahan diskusi : 1.Atas dasar apa disusunya system klasifikasi FAO/UNESCO 2.Berapa kategori dalam system FAO/UNESCO
Latihan terstruktur : Mahasiswa menguraikan sifat-sifat tanah dari beberapa jenis tanah
Tugas mandiri : Mahasiswa merangkum beberapa jenis tanah yang ada di Indonesia berdasarkan peta tanah menurut FAO/Unesco.
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Driessen, P.M and R. Dudal. 1989.1Major Soil of the World. Agricultural University Wageningen. Amsterdam.
37
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta.
38
VI. TAKSONOMI TANAH Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai Taksonomi Tanah., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan riwayat dan kategori systemTaksonomi Tanah Sasaran Belajar 1.Mahasiswa mampu menjelaskan riwayat system Taksonomi Tanah 2.Mahasiswa mampu menjelaskan kategori dalam systemTaksonomi Tanah
6.1 RIWAYAT Sistem Taksonomi Tanah yang dulu dikenal dengan istilah
―A Comprehensive
System of Soil Classification 7 th Approximation ‖ diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960 dalam Konggres Tanah Internasional ke-7 di hadison (Wisconsin) Amerika Serikat oleh Dr. Guy D Smith. Sistem tersebut disebut Comprehensive system karena (diharapkan) dapat digunakan seluruh tanah di dunia, untuk berbagai bidang ilmu yang berhubungan dengan tanah. Disebut 7 th Approximation karena sistem tersebut dibuat dengan beberapa kali perbaikan dan ini adalah perbaikan yang ke-7. First Approximation dimulai pada tahun 1951. Sampai pada 2nd Approximation naskahnya hanya diedarkan terbatas dalam lingkungan ahli-ahli tanah di Amerika. Berdasarkan atas tanggapan dan saran-saran para ahli tersebut kemudian disusun perbaikan-perbaikan berikutnya. Mulai dari 2nd Approximation naskah diedarkan lebih luas baik di Amerika Serikat maupun ke negara-negara di luar Amerika. Di samping itu di Amerika dilakukan pula uji coba terhadap sistim tersebut dalam kegunaannya untuk survey tanah. Dengan menampung ke dalam sitim ini semua saran dan pendapat dari ahli-ahli tanah berbagai negara yang masing-masing mempunyai pengetahuan dan pengalaman terhadap jenis tanah yang berlainan, maka diharapkan sistim ini dapat memenuhi kebutuhan klasifikasi tanah seluruh dunia. Taksonomi Tanah bukan merupakan perbaikan yang terakhir, tetapi hanya merupakan pendekatan (approximation) untuk mendapatkan tanggapan dan kritik dan untuk di uji lebih lanjut.
39
Sejak tahun 1960 beberapa supplement terhadap 7th Approximation telah diterbitkan. Supplement bulan Maret 1967 memuat semua perubahan yang dilakukan sejak tahun 1960 kecuali untuk histosol yang baru dikemukakan dalam supplement bulan September 1968. Seluruh sistem tersebut dengan perubahan-perubahannya segera akan diterbitkan sebagai 8th Approximation (Dijkerman, 1968). Sistem 7th Approximation digunakan untuk survey tanah Amerika pada tahun 1965. Ini adalah merupakan sistem ke-4 yang digunakan untuk survey tanah negeri tersebut dalam 67 tahun terakhir. Sistem pertama yang digunakan adalah sistim whitney (1909), kemudian Marbut (1927) dan Baldwin, Kellog dan Thorp (1938). Yang terakhir ini kemudian diperbaiki oleh Thorp dan Smith (1949). Untuk memetaan tanah, menurut Baldwin et al. (1938) katagori yang terendah dipergunakan adalah seri da tipe. Waktu itu dikenal kurang lebih 2000 seri tanah di Amerika Serikat. Untuk menghilangkan gap antara seri dengan great group maka ditambahkan kategori famili oleh Thorp dan Smith (1949). Pada waktu dicoba memasukkan seri-seri yang telah ada ke dalam famili dan great group ternyata ditemukan kesulitan yang serius Salah satu kekurangannya utama dari sistem tersebut adalah tidak adanya definisi yang tepat terhadap sifat-sifat tanah dalam masing-masing kategori. Pada tahun 1951 akhirnya diputuskan untuk merubah seluruh sistem klasifikasi tanah tersebut dengan sistem yang baru. Sistem yang baru tersebut sekarang dikenal dengan sistem 7th Approximatio. Sistem ini dibuat atas dasar pengetahuan dan pengalaman selama 67 tahun survey tanah di Amerika Serikat. Merupakan sistem yang tepat (precise), sistematik dan logik. Konsep-konsep baru seperti pedon dan horison penciri (diagnotic horison) diperkenalkan. Definisi berbagai kategori (klas) dari tanah-tanah yang berbeda ditentukan dengan sifat
-
sifat tanah yang dapat diukur (facts) bukan oleh faktor pembentuk tanah (theory). Nama
-
nama baru telah disusun dengan menggunakan kata-kata Yunani atau Latin. Sistem ini telah menarik perhatian ahli-ahli tanah seluruh dunia. Rusia menanggapi 7 th Approximation dalam beberapa artikel pada Soviet Soil Science, Juni 1964. Soil Science, Juni 1964. Soil Science, 1963. Soil Science 1963, Vol. 96, Nomor 1, seluruhnya digunakan untuk menanggapi 7 th Approximation. Symposium mengenai 7th 40
Approximation diterbitkan dalam proceeding of the American Soil Science 1963, Vol. 27, Nomor 2. Selain itu masih banyak tanggapan lain seperti tercantum pada daftar pustaka tulisan ini. Dengan demikian nyata bahwa sistem ini telah merangsang timbulnya diskusi
-
diskusi dan penelitian-penelitian baru. 6.2 KATEGORI Di dalam sistim ini dikenal 6 kategori yaitu : order, sub order, great group, sub group, family dan serie yang disebut sistem kategori multiple. Kategori type (Thorp dan Smith, 1949) ditiadakan. Hal ini disebabkan karena tekstur lapisan atas (lapisan olah) yang digunakan sebagai faktor pembatas untuk type sering berubah-ubah karena banyak dipengaruhi faktor-faktor yang datangnya dari luar. 1.Order Order dibedakan atas sifat-sifat umum tanah yang menentukan pembentukan horison penciri. Menurut 7th Approximation (1960) dikenal 10 order yaitu : Entisol, Vertisol, Inceptisol, Aridosol, Mollisol, Spodosol, Alfisol, Ultisol, Oxisol dan Histosol. Jumlah ini bertambah atau berkurang sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan yang masih dilakukan. 2. Sub-Order Tiap-tiap order dibagi dalam sub-order yang masing-masing mempunyai keseragaman genetik yang lebih besar. Faktor pembatas terutama adalah faktor-faktor yang besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat genetik tanah. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ada tidaknya penggenangan, adanya iklim atau vegetasi, tekstur yang extrem (pasir), kadar allophan atau seskwioksida bebas yang menentukan arah dan kecepatan (derajat) perkembangan tanah. 3.Great Group Great group dari tiap-tiap sub order terutama ditentukan oleh tidaknya horison penciri serta sifat horison penciri tersebut. Bila dalam satu sub order horison penciri tidak
41
-
berbeda, maka digunakan penciri lain. Horison penciri yang diambil adalah yang menunjukkan perbedaan utama tingkat perkembangan tanah dan yang berbeda jenisnya. Termasuk horison penciri adalah horison illuviasi (liat, besi, humus), horison permukaan yang tebal dan berwarna gelap, lapisan
―pan ‖ yang mempengaruhi perakaran
dan pergerakan air dalam tanah dan horison anthropic yang terbentuk pada tanah-tanah yang digarap. Faktor-faktor di luar horison penciri yang digunakan sebagai pembatas bila horison tidak relevant antara lain adalah : self mulching, warna merah dan coklat tua pada tanah-tanah dari batuan basa, perbedaan kejenuhan basa yang besar, sifat pengerasan irreversible, bentuk-bentuk lidah horison eluviasi pada horison illuviasi dan suhu yang rendah. Tiap-tiap great group mempunyai horison penciri atau faktor-faktor penentu lain yang jenis dan sifatnya sama. 4. Subgroup Subgroup adalah sekumpulan tanah yang di samping memiliki sifat-sifat great groupnya memiliki pula sifat-sifat lain sebagai berikut : 1. Memiliki sifat-sifat lain yang terdapat pada order, suborder great group dari golongan sendiri atau golongan lain. 2. Memiliki sifat-sifat lain yang baru yang tidak terdapat pada order, suborder dan great group tersebut. 5. Famili Famili adalah bagian dari subgroup berdasarkan atas sifasifat tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Pembagiannya untuk tiap-tiap subgroup berbeda-beda. Tiap-tiap famili mempunyai tata udara tanah, air tanah,
―plant root relationship ‖ , kadar unsur-
unsur hara utama yang sama kecuali unsur N. Yang digunakan sebagai penentu adalah lapisan di bawah lapisan oleh atau yang sama dalamnya. Faktor pembedanya adalah tekstur, ketebalan horison, susunan (keadaan) mineral, kemasaman, konsistensi dan permeabilitas. Faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor yang dianggap relatif tidak mudah berubah, dan pada waktu ini tidak masih diuji apakah semuanya dapat memenuhi syarat yang diperlukan untuk menentukan famili, kemasaman tanah sebenarnya kurang memenuhi syarat, tetapi mudah diukur dan kadang-kadang merupakan satu42
satunya sifat yang dapat digunakan untuk membeda-bedakan subgroup dengan baik terutama pada tanah-tanah yang selalu tegenang atau tanah-tanah daerah dataran banjir (flood plain yang tidak mempunyai perkembangan horison. 5. Seri Seri adalah sekumpulan tanah yang mempunyai sifat-sifat dan susunan horison yang sama terutama di bagian bawah lapisan olah. Suatu seri tanah dapat mempunyai perbedaan-perbedaan lereng, tingkat erosi, sifat-sifat lapisan olah dan lain-lain selama faktor-faktor tersebut tidak menyebabkan perbedaan sifat dan susunan horison di bawahnya. Tanah di lapisan atas (lapisan olah) tidak digunakan sebagai faktor penentu karena sering mengalami perubahan sifat. Sifat-sifat tanah yang digunakan untuk menentukan seri tanah dapat dipilih dari beberapa sifat belum di bawah lapisan olah tersebut misalnya tekstur, drainase (permeabilitas), mineralogi tanah, tanah, tebal horison, konsistensi, struktur, kemasaman tanah dan sebagainya. Yang biasa digunakan adalah kombinasi antara beberapa sifat tersebut. Bahan diskusi : 1.Siapa pemrakarsa sistem Soil Taxonomy 2.Jelaskan kriteria pembeda dari masing-masing kategori
Latihan terstruktur : Mahasiswa menguraikan sejarah perkembangan soil taxonomy
Tugasmandiri : Mahasiswa membuat kelebihan dan kelemahan system soil taxonomy dibandingan system klasifikasi tanah lainnya. 43
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta. Soil Survey Staff,. 1998. Keys to Soil Taxonomy. USDA. SCS. Sixth Edition.
44
VII. TATA NAMA DALAM TAKSONOMI TANAH Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai tata nama dalamTaksonomi Tanah., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan nama-nama dalam systemTaksonomi Tanah Sasaran Belajar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan nama order,sub order, great grup, sub grup dalam system Taksonomi Tanah 2. Mahasiswa mampu menjelaskan nama famili Tanah dan menentukan nama seri Tanah dalam system taksonomi Tanah.
7.1 NAMA-NAMA ORDER Nama-nama order selalu diakhiri dengan huruf sol (solum: tanah) dengan suku kata pertama menggunakan sebagaimana dari kata Yunani atau Latin yang menunjukkan sifat penciri utama dari order tersebut. Pada tabel 4 dijelaskan cara pemberian nama untuk order. Tabel 4. Nama-nama tanah dalam tingkat oder dan akhiran untuk kategori yang lebih Rendah No.
Nama Order
Akhiran untuk kategori lain
Dari asal kata
1.
Entisol
ENT
Dari recent (baru)
2.
Vertisol
ERT
Verto, berubah
3.
Andisol
AND
Ando, tanah hitam
4.
Inceptisol
EPT
Inceptum, permulaan
5.
Ardisol
ID
Aridus, sangat kering
6.
Mollisol
oll
Mollis, lunak
7.
Spodosol
OD
Spodos, abu
8.
Alfisol
ALF
Dari Al dan Fe
9.
Ultisol
ULT
Ultinus, akhir
45
10.
Oxisol
OX
Oxide, oksida
11.
Histosol
ISL
Histos, jaringan
12.
Gelisol
EL
Gel, jelly
7.2 NAMA-NAMA SUB-ORDER Nama sub-order terdiri dari 2 suku kata. Suku kata pertama menunjukkan sifat dari sub-order sendiri, sedangkan suku kata kedua menunjukkan nama dari order yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya tanah order Entisol yang mengalami gleisasi berat maka tanah tersebutdiberi nama Aquent yang berasal dari suku kata aqu (aqua = air) dan ent (order Entisol). Beberapa suku kata yang dipergunakan untuk penamaan sub-order serta arti masing-masing kata asalnya tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Suku dan kata-kata asal untuk penamaan sub-order Formative element
Berasal dari kata
Arti/maksud
alb
albu, white
Terdapat horison albic
and
modified from Ando
Seperti Ando
aqu
aqua, water
Selalu basah
ar
arare, to plow
Horison campuran (mixed horison)
arg
dari argillic,
Ditemukan horison argillic
horison argillic, white clay
Dingin
ferr
ferrum, iron
Terdapat besi
fibr
fibra, fiber
Sedikit sekali yang terdekomosisi
fluv
fluvius, river
Dataran banjir
hem
hemi, half
Tingkat dekomposisi sedang
hum
humus, earth
Terdapat bahan organik
lept
leptos, thin
Horison tipis 46
ochr
ochros, pale
Terdapat epipedon ochric
orth
orthos, true
Yang biasa terdapat
plagh
plaggen, sod
Terdapat epipedon plaggen
psamm
psammos, sand
Bertesktur pasir
rend
modified from Rendzina
Seperti Rendzina
sapr
sapros, rotten
Tingkat dekomposisi lanjut
torr
torridus, hot and dry
Biasanya kering
trop
tropikos, of the solstice
Terus-menerus panas (warn)
ud
udus, humid
Terdapat di daerah humid
umbr
umbra, shade
Terdapat epipedon umbric
ust
ustus, burn
Di daerah beriklim kering
xer
xeros, dry
Terdapat musim kering (anual dry season)
7.3 NAMA-NAMA GREAT GROUP Nama great terdiri dari 3 suku kata atau lebih dan tanpa akhiran sol. Dua suku kata terakhir merupakan nama suborder, sedang suku kata yang di depannya menunjukkan faktor yang mencirikan great group tersebut. Contoh: sub-order Aquent yang terdapat di daerah dingin, maka nama dalam quat great group adalah Cryquent (kryos = dingin). Beberapa suku kata yang dipergunakan dalam penaman great group tertera pada tabel 6. Tabel 6. Suku kata dan kata-kata asal untuk penamaan great group Formative element
Berasal dari kata
Arti/maksud
acr
akros, at the end
Pelapukan sangat lanjut
agr
ager, field
Terdapat horison agric
alb
albus, white
Terdapat horison albic
and
modifikasi dari Ando
Seperti ando
anthr
anthospos, man
Terdapat epipedon
47
anthopic aqu
aqua, water
Selalu basah
arg
argillic horison
Terdapat horison argillic
argilla, white clay
Terdapat horison argillic
calc
calcic, lime
Terdapat horison calcic
camb
cambiare, to exchange
Terdapat horison cambic
chrom
chroma, color
Dengam chroma tinggi
cry
kryos, coldness
Cold (dingin)
dur
durus, hard
Terdapat duripan
dystr dys
dystrophic, infertile
Kejenuhan basa rendah
eutr, eu
eutrophic, fertile
Kejenuhan basa tinggi
ferr
ferrum, iron
Terdapat Fe
frag
fragilis, brittle
Terdapat fragipan
gragloss
compuan of frag an gloss
(liat frag dan gloss)
gibbs
modifikasi dari gibbsite
Terdapat gibbsit
gloss
glossa, tongue
Lidah-lidah horison elluviasi
hal
hals, salt
Bergaram
hapl
haplous, simple
Minuman horison
hum
humus, earth
Terdapat humus
hydr
hydor, water
Tedapat air
luo, lu
louo, to was
Terdapat illuviasi
nadur
terdiri dari na (tr) di bawah
Lihat nart dan dur
dan dur di atas nartr
natrium, sodium
Terdapat horison natric
ochr
ochros, pale
Terdapat epipedon ochric
pale
paleos, old
Perkembangan lanjut (old development)
pell
pellos, dusky
Chroma rendah
plac
plax, flat stone
Terdapat plinthite
48
quats
quarz, quarts
Kandungan kwarsa tinggi
rend
modifikasi dari Rendzina
Seperti Renzina
sal
sal, salt
Terdapat horison salic
sider
sideros, iron
Terdapat oksida besi bebas
sombr
sombre, dark
Horison berwarna gelap
spagno
sphagnos, bog
Terdapat sphagnum moss
torr
terridus hot and dry
Biasanya kering
trop
tropikos, of the solstice
Terus menerus panas (warm)
ud
udus, humid
Terdapat di daerah humid
umbr
umbra, shade
Terdapat epipedon umbric
ust
ustus, burnt
Iklim kering
verm
vermes, worn
Banyak cacing atau dicampur aduk oleh binatang
vitr
vitrum, glass
Terdapat glasson salic
xer
xeros, dry
Terdapat musim kering (annual dry season)
7.4 NAMA-NAMA SUBGROUP Nama-nama subgroup terdiri dari dua kata berasal dari nama great group ditambahi dengan kata sifat di depannya yang menerangkan sifat utama dari subgroup tersebut. Kata sifat tersebut biasanya diambil dari nama-nama order, suborder atau great group yang telah dikenal atau kata-kata baru. Bila subgroup mempunyai sifat utama dari great groupnya maka digunakan kata typic. Di bawah ini ditemukan beberapa contoh : - Typic Psammaquent adalah subgroup dari Psammaquent yang sifatnya serupa dengan great groupnya. - Aquic Hapludult adalah subgroup dari Hapludult yang mempunyai sifat seperti suborder aquult (banyak terdapat karatan pada kedalaman 25 cm)
49
- Haplic Durargid adalah subgroup dari Durargid yang mempunyai sifat seperti great group Haplargid. - Mollic Hapludalf adalah subgroup dari Hapludalf yang mempunyai sifat seperti Mollisol pada umumnya. - Cumulic Haplaquoll adalah subgroup dari Haplaquoll yang terdapat akumulasi humus di permukaan (kata cumulic tidak berasal dari nama salah satu kategori). Beberapa suku kata baru yang dipergunakan dalam penamaan subgroup tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Beberapa suku kata dari kata-kata asal untuk penamaan subgroup Formative element Berasal dari kata Arti/maksud abruptic
abruptum, turn off
Perubahan tekstur sangat jelas
allie
modifikasi dari aluminium
Extractable aluminium tinggi
arenic
arena, sand
Tekstir berpasir
clastic
klastos, broken
Kandungan mineral tinggi
cumulic
glossa, tongue
Terdapat lidah-lidah
glossic
glossa, thinck dam
Lapisan tebal berpasir
arena sand limnic
modifikasi dari lima lake
Terdapat kontak limnic
lithic
lithos, stone
Terdapat kontak lithic
leptic
leptos, thin
Bersolum tipis
pergellic
per, throughout in time
Selalu membeku
And space and gelare, to freeze petrogalcic
petro, rock and calcic,
Horison petrocalcic
calcium plinthic
modifikasi dari linthos,
Terdapat plinthite
brick ruptic
ruptum, broken
Horison yang terputus
stratic
stratun, a covering
Berlapis-lapis
50
superic
superase, to overtop
Terdapat plinthite di permukaan
pachic
pachys, thick
Epipedon tebal
7.5 NAMA-NAMA FAMILI Menurut Taksonomi Tanah 1975 tata nama untuk famili digunakan dua cara : a.Nama abstract Diambil dari nama seri yang terkenal yang termasuk dalam famili tersebut. Bila seri Kebakkramat merupakan seri yang paling terkenal dalam famili tersebut, maka disebut famili Kebakkramat. Nama tersebut tidak menunjukkan salah satu sifat dari tanah yang bersangkutan sehingga dibayangkan bagi orang yang belum mengenal seri Kebak-kramat. b.Berdasarkan atas sifat-sifat tanah Tata nama dengan menggunakan sifat-sifat tanah sebagai dasar lebih cepat dapat memberi gambaran terhadap sifat-sifat tanah, tetapi nama dapat terlalu panjang.Sifat-sifat tanah yang dapat digunakan untuk penamaan famili antara lain adalah tekstur, kandungan mineral dan konsistensinya. Untuk menjaga konsistensi penamaannya, urutan berikut ini perlu diikuti : susunan besar butir, kelas mineralogi dan subklas (kalkerus)., klas reaksi tanah, suhu, kedalaman tanah, lereng, konsistensi coating dan cracking. Penamaan famili tanah yang paling banyak digunakan adalah : nama subgroup susunan besar butir, mineralogi dan suhu. Misalnya : - Xeric Haplohumult, clayey, kaolinitic, mesic - Typic Haplaquept, berlempung halus, campuran, isohiperthermik. - Lithic Ustorthent, berliat, tidak masam, campuran, isohipertermik - Typic Haplustert, skeletal berliat, montmorilonitik, isohipertermik - Yypic Ustipsamment, campuran isohipertermik. 7.6 NAMA-NAMA SERI
51
Nama-nama seri di Amerika Serikat diambil dari nama tempat atau sifat-sifat alam (natural feature) dari tempat-tempat yang berdekatan dengan tempat pertama kali ditemukan seri tersebut. Misal : KebakKkramat coarse loamy neutral Typic Tropofluvent. Disamping itu ada contoh lain : Ordo
: Vertisol
Sub ordo
: Ustert (ustic = kering)
Great group : Haplustert (haplous = sederhana, memiliki horison sederhana atau minimum horison dan tidak ada horison penciri lain). Sub group
: Udic Haplustert (Udic + humid, tanah yang sering lembab, tetapi tidak basah atau tergenang air dan tidak menunjukkan aquic condition (karatan/sifat lain).
Famili
: Udic Haplustert, skeletal berliat, montmorilonitik, isohipertermik (susunan besar butir : skeletal berliat; susunan mineral liat didominasi oleh mineral liatmontmorilonit; regim suhu : isohipertermik, suhu tanah lebih dari 22oC, perbedaan suhu tanah musim panas dengan musim dingin kurang dari 5oC).
Seri
: Batubolong (pertama kali ditemukan di Dusun Batubolong, Desa Jerowaru, Kec. Keruak, Lombok Timur, NTB) (Seri sementara/tentatif).
Bahan diskusi : 1. Jelaskan nama-nama suborder lebih pendek dari nama pafa kategori dibawahnya (great grup) 2. Apakah nama tanah menunjukkan sifat-sifatnya, jelaskan Latihan terstruktur : Mahasiswa melaksanakan praktikum mengklasifikasikan tanah dengan system soil taxonomy. Tugas mandiri : Mahasiswa mencoba memberikan nama beberapa tanah dari data-data didalam literature. 52
Daftar Pustaka Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta. Soil Survey Staff,. 1998. Keys to Soil Taxonomy. USDA. SCS. Sixth Edition.
53
VIII. HORISON PENCIRI DALAM TAKSONOMI TANAH Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai horizon penciri dalamTaksonomi Tanah., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan dan mengidentifikasi horizon penciri pada profil Tanah menurut systemTaksonomi Tanah Sasaran Belajar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan cirri-ciri horizon penciri : epipedon, endopedon dan horizon penciri lain 2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi horizon penciri : epipedon, endopedon dan horizon penciri lain dalam suatu profil tanah
Dalam sistem Taksonomi Tanah, lapisan-lapisan dari tubuh tanah yang diperiksa sebagai sifat penciri ialah epipedon dan endopedon. (horison bawah = subsurface). Selanjutnya akan dikemukakan dibawah ini ciri-ciri beberapa epipedon dan horison bawah. Horison penciri adalah horison genetik yang digunakan untuk menggolongkan tanah dan memberikan nama tanah dalam berbagai kategori. 8.1 EPIPEDON (HORISON ATASAN) Epipedon berasal dari kata Yunani : pedon = tanah, dan epi = di atas adalah bagian atas dari tanah yang berwarna hitam oleh bahan organik, atau bagian atas horison eluviasi atau kedua-duanya. Epipedon tidak sinonim dengan horison A sebab horison B dapat juga disebut epipedon bila muncul di permukaan dan banyak mengandung bahan organik dan berwarna gelap. Beberapa macam epipedon yan mungkin terdapat dalam tanah adalah : a. Epipedon Umbric (Latin : Umbra = peneduh, jadi warna tua) Sama dengan mollic, kecuali bersifat jenuh hidrogen sehingga nilai kejenuhan basa rendah. Epipedon Umbric adalah lapisan atas setebal 18 cm, yang terdiri dari hasil akumulasi dan dekomposisi bahan organik, biasanya dalam lingkungan asan dan dicirikan oleh sifat-sifat berikut :
54
1. Perkembangan struktur tanah cukup kuat, tidak masif dan keras sampai keras sekali jika kering. 2. Warna chroma horison C. Jika tidak ada horison C dibandingkan dengan horison di bawah epipedon. 3. Kejenuhan basa < 50% (NH4OAc). 4. Kadar bahan organik paling sedikit 1% (0,58% C
organik).
–
5. Tebal : a) > 25 cm, jika solum > 75 cm. b) > 1/3 dar pada solum, jika solum < 75 cm. c) > 18 cm dalam AR propil. d) > 10 cm dalam AR propil. e) 25 cm jika epipedon bertekstur lebih kasar dari pada pasir sangat halus berlempung (very fine loamy sand). 6. P2O5 larut dalam asam sitrat < 2,50 ppm atau meningkat di bawah epipedon. b. Epipedon ochric (Yunani : ochros = pucat, warna muda) Epipedon ini mempunyai warna lebih muda, lebih rendah kadar bahan organik, atau tipis dari pada mollic, umbric, anthropic atau histic. Epipedon ochric dicirikan oleh : 1. Yang tidak termasuk mollic, umbric, anthropic, plaggen atau histic karena lebih tipis. 2. Termasuk horison eluviasi pada atau dekat permukaan (A2 dan horison albic). 3. Ketebalan : a) meluas sampai horison penciri argillic, natric, spodic, atau oxic jika ada; b) jika horison di bawahnya adalah horison cambic dan tak ada horison permukan yang berwarna gelap karena banyak mengandung humus, batas saling baik ialah dasar lapisan olah. 4. Tidak terdapat batuan, juga tidak termasuk sedimen-sedimen muda dengan stradifikasi halus. 5. Keras dan masif bila kering. 6. Warna : 55
o value > 5,5 bila kering atau > 3,5 bila lembab o chorma 4 atau lebih c. Epipedon histic (Yunani : histos = jaringan) Merupakan horison organik (gambut). Epipedon histic adalah horison permukaan yang jenuh akan air untuk lebih dari 30 hari berturut-turut pada suatu musim dalam setahun atau telah mengalami, perbaikan drainase dan mempunyai salah satu sifat berikut : 1. Tebalnya < 30 cm, jika ada pernaikan drainase, mengandung lebih dari 17,4% C
-
organik (30% atau lebih bahan organik) jika bagian mineralnya sebagain besar terdiri dari liat; mengandung lebih dari 11,6% C-organik (20% atau lebih atau lebih bahan organik) jika bagian mineral tidak mengandung lempung dan C
-
organik yang seimbang. Jika epipedon tersebut tebalnya kurang dari 20 cm ia masih cukup tebal untuk memenuhi ciri No. 2 (di bawah) jika horison tercampur sampai kedlaman 20 cm. 2. Suatu lapisan olah yang mengandung lebih dari 8,12% C-organik (14% atau lebih bahan organik) jika tidak mengandung lempung; mengandung lebih dari 16,2% C organik (28% atau lebih bahan organik) jika bagian mineral setengahnya atau lebih dari lempung; atau jika kandungan lempung dan C-organik seimbang. 3. Suatu lapisan permukaan yang tebalnya kurang dari 50% terletak di atas lapisan gambut (peat atau muck) yang mengandung bahan organik seperti pada point (1) dan mempunyai ketebalan diantara 10-30 cm. Dalam hal ini epipedon hostic telah mengalami penimbunan. d. Epipedon mollic (Latin : molic = Lunak) Epipedon mollic adalah horison permukaan yang tebal dan berwarna gelap, mempunyai kejenuhan basa tinggi dengan tingkat perkembangan struktur sedang sampai kuat. Horison ini serupa dengan epipedon umbric, kecuali kejenuhan basa yang lebih dari 50%. Pada umumnya terdapat pada tanah daerah semi arid dan subhumid seperti Bruinzem, Chernozem dan Chestnut. Di samping itu terdapat pula pada tanah-tanah Rendzina dan Brown Forest Soil. 56
-
Horison ini terbentuk karena terjadinya dekomposisi bahan organik di dalam tanah yang banyak mengandung kation-kation bervalensi dua. Bahan organik berasal dari sisa-sisa akar tanaman, atau bahan organik dari permukaan tanah yang tercampur ke dalam tanah oleh binatang-binatang yang terdapat organisme-organisme yang masih hidup. Ciri-ciri epipedon mollic adalah sebagai berikut : 1. Tingkat perkembangan struktur cukup kuat, dan tidak keras bila kering. 2. Warna tanah adalah : a) Lembab : chroma dan value kurang dari 3,5. b) Kering : value kurang dari 5,5. c) Jika ada horison C, maka dalam keadaan lembab dan kering value 1 satuan lebih gelap dan chroma 1 satuan lebih gelap dari pada c. 3. Tanah-tanah yang belum digarap (virgin soil) mempunyai C/N ratio 17 atau kurang, sedang pada tanah-tanah yang telah dikerjakan C/N ratio 13 atau kurang. 4. Kejenuhan basa lebih dari 50% (metode NH4OAc) dan komplek adsorpsinya didominasi ole ion-ion Ca. 5. Mengandung paling sedikit 0,58% C (1% bahan organik). 6. Ketebalan : a) > 25 cm bila solum > 75 cm. b) > 1/3 dari tebal solum, bila solum < 75 cm. c) > 18 cm pada tanah dengan profil AC. d) > 10 cm pada tanah dengan profil AR. e) > 25 cm bila tanah bertesktur lebih kasar dari pasir berlempung sangat halus (loamy very fine sand). 7. Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat kurang dari 250 ppm. Merupakan horison penciri dari order mollisol dan beberapa great group dan subgroup dari Inceptisol. e. Epipedon anthropic (Yunani : anthropos = manusia) Mempunyai ciri-ciri yang sama dengan epipedon mollic, kecuali kasar P2O5 larut dalam asam sitrat yang lebih dari 250 ppm. Terbentuk pada tanah-tanah yang dipupuk dengan pupuk organik dalam jumlah besar sehingga warna tanah menjadi gelap dan 57
banyak mengandung phosphate. Batas dengan horison dibawahnya pada umumnya jelas sekali. Hanya merupakan horison penciri pada great group Anthrumberpt. f. Epipedon plaggen (Yunani : plaggen = sod = tanaman sisa-sisa rumput atau turfa) Epipedon plaggen merupakan ―horison buatan manusia ‖(man made surface layer), tebal lebih dari 50 cm, dan merupakan hasil dari pemupukan yang terus-menerus dengan sejenis rumput (sod) atau saresah hutan (forest litter). Cara pemupukan seperti ini dilakukan beberapa adab yang lalu di Eropa Barat, sebelum ditemukan pupuk-pupuk buatan. Warna dan kandungan bahan organik tergantung dari bahan yang ditambahkan. Pada horison ini sering ditemukan pecah-pecahan batu bata, atau benda-benda lain, yang warna dan ukurannya berbeda-beda. Merupakan horison yang sudah bercampur, aduk dengan berbagai macam bahan dari luar. Hanya untuk penciri pada suborder Plaggept (Inceptisol). 8.2 HORISON ENDOPEDON (SUBSURFACE PENCIRI) a. Horison Oxic (Perancis : oxide = oksida) Horison oxic yang umum terdapat pada Oxisol (Latosol), dijumpai dalam kedalaman antara 45 cm sampai 175 cm. Horison oxic mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Ketebalan paling sedikit 30 cm, terdiri dari oksida-oksida besi dan aluminium, mineral liat 1 : 1, dan kadang-kadang kuarsa. 2. Perbatasan antar subhorison di dalam oxic berangsur-angsur atau baur, kecuali perbatasan antara subhorison yang mengandung batuan, plinthite, atau lapisan gibsit. Batas antara epipedon dengan horison oxic biasanya baur kecuali pada tanah yang telah dikerjakan. 3. Struktur umumnya masif, blocky atau gumpal, dengan tingkat perkembangan dan ukuran bervariasi. Bila ditekan diantara jari-jari mudah hancur menjadi butir-butir halus. 4. Konsistensi remah dan tidak plastis. 5. Pori-pori biasa tidak sampai banyak dan tidak ada selaput liat (clay skin). 58
6. Warna bukan sebagai penciri, bervariasi dari kelabu, coklat, merah, putih atau campuran warna itu dalam becak-becak kasar atau sedang. 7. Fragmen batuan lapuk yang masih memperlihatkan struktur batuan asal (saprolite) tidak ada atau terdapat kurang dari 5% volume, kecuali jika diselubungi dan iikat oleh besi oksida atau gibsit. Ciri-ciri laboratorium yang dapat digunakan untuk menetapkan horison oxic ialah : 1. Kapasitas Penukaran kation yang ditetapkan dengan larutan 1 N NH4CL tidak melebihi 10 m.e per 100 g lempung (clay). 2. Basa terekstrak dan aluminium dapat ditukar (KCl); kurang dari 10 meg per 100 g liat. 3. Kapasitas penukaran Kation dengan NH4OAC dari seluruh bagian horison oxic (bahan organik liat dan pasir) ialah 16 meg atau kurang per 100 g liat. 4. Preparat horison dari horison oxic tidak menunjukkan lebih dari 1% selaput liat (clay skin). 5. Liat didispersi dalam air dikocok (jungkir balik) dalam air selama 16 jam tanpa bahan dispersi tak mendapatkan lebih dari 3% fraksi liat kecuali jika mempunyai muatan positif (pH KCl pH air). 6. Tekstur tanah (bagian 2 mm) adalah lempung berpasir atau lebih halus mengandung paling sedikit 15% liat. b. Horison Argillic (Latin : argilla = liat putih) Horison argillic adalah horison illuviasi, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1.
Mengandung lebih banyak liat halus (< 0,2 µ) daripada lapisan eluviasi.
2.
Mengandung lebih banyak liat (< 2 µ) daripada lapisan eluviasi. % liat dalam lapisan A % liat dalam lapisan B < 15
(% A) + ≥ 3 %
15 – 40
(% A) x 1,2
> 40
(%A) + ≥ 8 %
3.
Penambahan liat dalam sub b tersebut dicapai dalam suatu jarak vertikal < 30 cm.
4.
Ketebalan dari lapisan argilik :
59
> 1/10 daripada ketebalan lapisan-lapisan di atasnya atau 15 cm jika tebal A 1/2 B > 150 cm. 5. Pada permukaan ped (umpalan struktur) dijumpai selaput liat (caly skin) paling sedikit 1 % (thin section) terkecuali jika terdapat gejala pengerutan dan pengembangan. c. Horison Agik (Latin : ager = lapangan) Horison argik adalah horison illuviasi liat dan humus yang terbentuk pada tanah tanah yang diusahakan. Akumulasi liat dan humus pada horison ini, dapat berupa ―lamellae ‖ yang tebal dan berwarna kelam, atau sebagai selaput (coating) pada gumpalan-gumpalan struktur (ped0 dan lubang-luang cacing yang meliputi paling sedikit 15 % volume tanah. Sebagai horison penciri hanya untuk great group Agrudalf (Alfisol). d. Horison Natrik (Latin baru : natric = natrium) Horison natrik banyak ditemukan pada tanah solodized, solonetz atau tanah solonetz. Mempunyai sifat seperti horison argilk dengan beberapa ciri khusus sebagai berikut : 1. Struktur prismatik atau columnar. 2. Kompleks adsorpsi lebih dari 15 % Na dapat dipertukarkan maka horison argilik + yang kandungan Mg dan Na dapat ditukar lebih besar dari Ca + H disebut pula horison natrik. 3. Lidah-lidah horison eluviasi yang di tasnya, menyusup kedalam horison natrik sampai lebih dari 2,5 cm. Merupakan horison penciri untuk beberapa great group dan sub group dari order Aridisol, Mollisol dan Alfisol. e. Horison Spodic (Yunani : Spodos = abu kayu) Horison spodic adalah horison illuviasi dimana terjadi akumulasi humus + Al atau Fe dalam bentuk amorf (Podzol B horison). Bahan yang amorf ini memiliki kapasitas penukaran kation yang tinggi, permukaan yang luas dan daya menahan air yang besar. Baik horison spodic ataupun horison argillic keduanya adalah horison illuvial. Bedanya
60
-
adalah bahwa pada horison spodic bahan yang diakumulasikan bersifat amorf, sedang pada horison argillic bebentuk kristal (crystallin layer-lattice sillicate clays). Horison spodic kebanyakan ditemukan di daerah dingin dan sedang, tetapi ditemukan pula di daerah-daerah tropica basah. Horison ini biasanya terbentuk pada tanah-tanah berasal dari bahan induk yang bertesktur kasar. Dapat terbentuk pada tanah-tanah yang berdrainase baik ataupun buruk. Dalam keadaan optimum horison ini dapat terbentuk setelah beberapa ratus tahun. Di lapang horison spodic dicirikan oleh : 1. Tekstur horison berpasir atau debu kasar. 2. Hue, value dan chroma berubah dengan jelas dalam jarak beberapa cm ke bawah. Value yang terendah, hue termerah atau chroma yang tertinggi terdapat pada bagian horison yang paling atas. Warna tanah kebanyakan mempunyai hue 10 R atau lebih merah (lembab) dengan value dan chroma 6/6, 4/4, 3/2 dan 2/1. Horison di bawah horison spodic mempunyai chroma yang rendah atau hue kuning. 3. Tidak bertekstur, remah, granular, platty atau blocky dan prismatik dengan taraf perkembangan yang lemah. 4. Butir-butir halus berukuran debu (20 – 50 µ) yang disebut
―pellet ‖ dan selaput
lempung pada butir-butir pasir sering ditemukan pada horison psodic yang banyak mengandung pasir. 5. Tebal lebih dari 1 cm, baik merupakan horison yang bersambung atau lamelae lamelae dalam batas 1 m. Tidak disebut horison spodic bila horison tersebut sangat tipis (< 1 cm), atau terlalu dekat permukaan dan tidak jelas sehingga oleh pengolahan yang berulang-ulang sampai sedalam 18 cm menghilangkan ciri yang ada. 6. Bila diantaranya terdapat horison eluviasi (horison albic) biasanya terjadi lagi akumulasi bahan organik (second maximum) yaitu horison B2h pada horison spodic tersebut. Analisis laboratorium horison spodic mempunyai ciri-ciri : a. Dalam irisan yang tipis mudah dilihat adanya isotroph.
61
―coating ‖atau ―pellet ‖yang
-
b. Mempunyai kapasitas penukaran kation tinggi yang mudah hilang kalau dilepaskan. c. Air yang ditahan pada tegangan 15 bar kurang dari 20%. d. Kurang 60% dari fraksi 20
–
200 u terdiri dari abu vitric (vitric ash), batu apung
(pumice) atau bahan-bahan piroklastik lain. e. Prosent extractable C + Fe +Al Prosent liat > 0,15 f. Extractable C + Fe + Al 1% g. Bila horison spodic bercampue dengan Ap misalnya karena pengolahan tanah, maka Ap dapat disebut horison spodic bila memiliki sifat-sifat seperti tersebut di atas dengan tambahan : 1.mengandung bahan organik lebih dari 3% 2.% ext. C + Fe +Al > 20% clay h. Mengandung lebih 0,29% C-organik atau 1% seskwioksida bebas. i. Pada tanah-tanah yang belum digarap C/N ratio lebih dari 14. j. SiO2/R203 fraksi lempung horison spodic 15 cm 2. CaCO3 > 15% dan 15% lebih daripada horison C. 3. Jika terdapat di atas batuan keras maka horison calcic paling sedikit tebalnya 2,5 cm dan ketebalan (cm) x % CaCO3 > 200. 4. Bila horison calcic berasal dari bahan induk yang banyak mengandung kapur, maka sifat pencirinya adalah terdapatnya carbonat sekunder (misalnya powdery white pocked) yang lebih dari 5% volume tanah dan lapisannya > 15 cm. Horison calcic merupakan horison penciri dari beberapa suborder, great group dan group yang termasuk dalam order mollisol, aridosol dan alfisol.
63
b. Horison Gypsic (gipsum = gips) Horison gypsic adalah horison dimana terdapat akumulasi CaSO4. Cara terbentuk dan terdapatnya horison ini sama dengan horison calcic. Horison gypsic terdapat di bawah horison calcic (bila ada) karena daya larut CaSO4 lebih besar daripada CaCO3. Ciri-ciri horison gypsic : 1. Tebal >15 cm. 2. CaSO4 paling sedikit 5% lebih banyak daripada horison C atau lapisan (stratum) di bawahnya. 3. Ketebalan (cm) x % CaSO4 >150. Merupakan horison penciri pada order Mollisol dan Aridisol bagi beberapa great group dan subgroup yang termasuk di dalamnya. c. Horison Salic (Latin : sal = garam) Horison salic adalah horison dimana terdapat akumulasi garam yang lebih mudah larut dalam air dingin daripada gypsum. Biasanya terdapat di bawah horison calcic dan gypsic karena daya larutnya lebih tinggi. Ciri-cirinya : 1.Tebal > 15 cm. 2.Kandungan garam yang mudah larut paling sedikit 2%. 3.Ketebalan (cm) x % garam mudah larut > 60%. Merupakan horison penciri terhadap beberapa great group dan subgroup dari order Mollisol dan Ardisol. d. Horison Albic (Latin : albus = putih) Horison Albic adalah horison elluviasi dimana terdapat pemindahan lempung dan oksida-oksida bebas sehingga berwarna putih dan bertekstur pasir atau debu. Sebagian besar terdiri dari mineral kuarsa atau mineral-mineral primer lain-lain yang berwarna kelabu sampai putih. Merupakan horison A2, tetapi tidak semua horison A2 disebut Albic. Ciri-cirinya : 64
1. Horison permukaan atau di bawah permukaan (subsurface). 2. Tidak ada coating pada pasir dan debu, atau sangat tipis. 3. Warna horison ditentukan oleh warna pasir dan debu. Bila kuarsa dominan maka dalam keadaan lembab chroma 3 dan dalam keadaan kering 3. Chroma lebih rendah daripada horison argillic di bawahnya, kecuali bila chroma horison argillic 2 atau kurang.Value dalam keadaan kering dan lembab biasanya lebih tinggi daripada horison argillic atau spodic di bawahnya. 4. Biasanya terletak di atas argillic, spodic, fragipan atau lapisan-lapisan kedap air (impervious). Merupakan horison penciri beberapa great group dan subgroup dari order Spodosol, Alfisol dan Mollisol. 8.4 PAN Beberapa horison yang digunakan sebagai horison penciri kadang-kadang sangat teguh atau padat dan tidak dapat ditembus akar tanaman. Horison ini disebut pan yang meliputi horison petrocalcic, fragipan, duripan dan horison placic. a. Horison petrocalcic (Yunani : petre = batuan) Horison petrocalcic adalah horison calcic yang padat karena mengikatkan oleh CaCO3 dan MgCO3. Horison ini merupakan calcic yang sudah lanjut. Hanya terdapat pada dareah-daearh beriklim arid dan semi arid. Mempunyai ciri-ciri seperti horison calcic kecuali beberapa hal sebagai berikut : 1.Memadat secara kontinue di seluruh bagaian horison. 2.Fragmen yang kering tidak larut dalam air. 3.Tidak dapat ditembus cangkul atau bor. 4.Masif atau platy 5.Sangat keras bila kering, sangat teguh bila lembab. b. Fragipan )Latin : fragllis = rapuh) Fragipan adalah horison subsurface yang mampat (dense) dan rapuh (brittle, tekstur berlempung, tidak mengeras tetapi dapat menghambat pergerakan air dan 65
perakaran. Biasanya terdapat bagian-bagian berwarna pucat sepanjang bidang pecahan vertikal yang membagi horison menjadi poligon-poligon kasar. Ciri-ciri fragipan : 1. Tekstur gelupan dengan sedikit debu atau pasir sangat halus. 2. Kandungan bahan organik rendah. 3. Bulk density tinggi. 4. Keras atau sangat keras bila kering dan rapuh bila lembab. 5. Biasanya banyak terdapat karatan dengan beberapa bidang patahan berwarna pucat yang membentuk poligon-poligon. 6. Tidak terdapat akar-akar tanaman kecuali pada bidang-bidang patahan yang berwarna pucat tersebut. 7. Batas dengan horison atasya jelas sekali dan terletak pada kedalaman 35-60 cm dari permukaan tanah. Batas dengan horison di bawahnya baur atau berangasur
-
angsur. 8. Tebal beberapa cm sampai beberapa meter. 9. Struktur berbentuk prisma-prisma besar poligon yang berlapis-berlapis, kadang
-
kadang blocky atau masif. 10. Sering ditemukan di bawah horison-horison spodic, argillic, cambric atau albic, tetapi tidak pernah terdapat pada bahan-bahan yang masih berkapur. Digunakan sebagai penciri beberapa great group dari order Inceptisol, Alfisol, Spodosol dan Ulisol. c. Duripan (Laton : durus = keras) Duripan adalah horison bahwa yang padat karena pengikatan oleh silika sedemikan rupa hingga bila kering tidak dapat larut dalam air atau asam. Ada 3 macam duripan yaitu : 1.Duripan daerah beriklim arid. 2.Duripan daerah beriklim mediteran. 3.Duripan dari Spodosol pada horison albic. Walaupun demikian semua duripan mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut : 66
a) Pengikatannya cukup kuat sehingga fragment yang kering tidak dapat larut dalam air, tidak larut dalam asam tetapi larut dalam alkali yang pekat atau asam alkali berganti-ganti. b) Terdapat coating silika pada ruang-ruang pori, atau bidang-bidang struktur. Duripan merupakan horison penciri pada beberapa great group dari order Inceptisol, Aridisol, Mollisol, Spodosol dan Alfisol. d. Horison placic (Yunani : plax = batu pipih) Horison placic adalah lapisan pan yang tipis (2-10) berwarna merah tua sampai hitam dengan besi sebagai pengikat, sukar ditembus air atau akar tanaman dan mengandung bahan organik 3% atau lebih. 8.5 SIFAT-SIFAT PENCIRI LAIN Disamping horison penciri dan pan, beberapa sifat penciri lain digunakan pula dalam menggolongkan tanah ke dalam klas yang sesuai, terutama pada kategori tinggi. Adapun sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut : a. Resim Temperatur Tanah Temperatur tanah merupakan salah satu sifat penting dari tanah karena berpengaruh terhadap pertumbuhan-pertumbuhan misalnya: proses biologis, kimia dan fisika serta berpengaruh terhadap adaptasi tanaman. Temperatur terlalu tinggi atau terlalu rendah dari temperatur optimum sering merupakan faktor pembatas utama untuk pertumbuhan tanaman dan proses pembentukan tanah. Apabila temperatur tanah antara 0 sampai 5o C perkembangan akar dan perkecambahan biji terhenti. Temperatur 5oC dianggap sebagai batas bawah dimulainya adanya pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Tiap-tiap tanaman memerlukan temperatur tertentu untuk pertumbuhan yang optimum. Tanaman pegunungan memerlukan temperatur optimum lebih rendah jika dibanding dengan tanaman dataran rendah. Misalnya tanaman teh perlu temperatur lebih rendah jika dibanding dengan tanaman padi. Resim termperatur tanah diukur pada jeluk 50 cm dari permukaan tanah atau pada litik atau paralitik kontak. Adapun temperatur yang perlu diukur dan dihitung adalah : a. Trt = temperatur tanah tahunan rata-rata. 67
b. Trmp = temperatur tanah rata-rata musim panas. c. Trmd = temperatur tanah rata-rata musim dingin. d. Trmp-Trmd = perbendaan temperatur tanah rata-rata musim panas dan temperatur rata-rata musim dingin. Dalam Taksonomi Tanah pembagian resim temperatur adalah sebagai berikut : 1. Pergelic (Per = sepanjang waktu; gelare = beku permanent). Tanah dengan resim temperatur pergelic pempunyai temperatur rata-rata tahunan lebih rendah dari 0oC. 2. Cryic (cryos = sangat dingin). Tanah dengan resim temperatur ini temperatur rata-rata tanah tahunan lebih tinggi dari 0oC tetapi lebih rendah dari 8oC (32oF). 3. Fr igid Tanah dengan resim temperatur Frigid tanah lebih panas pada musim summer daripada resim temperatur Cryic, tetapi temperatur rata-rata tahunan lebih rendah dari 8oC (47oF) dan perbedaan temperatur tahunan musim dingin dan panas lebih dari 5oC (9oF) pada jeluk 50 cm dari permukaan tanah atau pada litik-paralitik kontak. b. Resim Kelengasan (soil moisture regime) Resim kelengasan tanah : keadaan kadar air tanah. Kandungan air tersedia apabila mempunyai tegangan < 15 bar pada bagian profil pada kedalaman tertentu (control section) selama tahun. Ini dianggap air berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah kering bila air mempunyai tegangan > 15 bar, sedang lembab apabila air mempunyai tegangan < 15 bar (pF = ). Ada tanah kering sepanjang tahun, tetapi ada juga yang lembab sepanjang tahun. Di samping itu banyak yang kering dan lembab berselang seling dalam satu tahun. Berdasarkan hal ini ada 4 macam resim kelengasan yaitu : 1.Aquic (Aquic moisture regime) : Aquic = Aqua, air. Tanah yang selalu jenuh air, selalu tegangan < 15 bar pada sepanjang tahun, akibatnya suasana menjadi suasana reduksi disebabkan air tanah yang dangkal/air kapiler tanah atau fluktuasi air tanah dekat pada permukaan. 2.Udic (udic moisture regime), ustus = burnt, kering. 68
Resim kelengasan terletak di antara
―aridic ‖ dan ―udic ‖. Sifat kelengasan
tanah kering (kelengasan > 15 bar) pada jeluk 50 cm dari permukaan lebih dari 90 hari dan lembab 180 hari kumulatif dalam setahun. Terdapat didaerah-daerah tropis dan sub tropis dengan satu atau dua kali musi kering. 3. Xeric (Xeric moisture regime) keros; dry, kering. Resim kelengasan di daerah iklim kering (di Indonesia mungkin tidak ada), di Laut Tengah misalnya Mediteranean. Tanah kering pada kedalaman 50 cm permukaan selama > dari 45 hari terus menerus (consecletive) selama 4 tahun. Temperatur rata-rata < 22oC, perbedaan musim panas dan dingin > 50oC pada tanah jeluk 50 cm dari permukaan. c.Sifat hidromorfik Dipergunakan untuk tanah-tanah yang banyak dipengaruhi oleh air (dalam kategori tinggi) tetapi mempunyai sifat lebih menyerupai tanah-tanah lain yang berdrainase lebih baik. Misalnya Chernosem basah (Aquoll) lebih menyerupai Ustoll (Chernosem berdrainase baik) daripada Aquod (Pedzol basah). Contoh-contoh lain : - Aquent, Aquept, Aquod, Aqualf, Aquult, Aquox : Jenuh air selama beberapa waktu bila permukaan air tanah 10-30 cm dari permukaan tanah terdapat karatan-karatan atau kongkresi besi dan mangan. - Hydraquent : Terus-menerus jenuh air. - Nilai n pada horison antara 20-50 cm > 0,7. d.Nilai n (tingkat kematangan = ripenning, n value) n value (Pond dan Zonneveld, 1965) merupakan nilai yang menunjukkan hubungan antara kadar pada keadaan lapang dengan kadar liat ditambah humus (bahan organik) tanah. Jadi nilai n dapat dipakai untuk menilai tingkat kematangan (ripening) tanah-tanah muda misalnya tanah yang tergenang air, tanah rawa, tanah pasang surut, tanah dekat pantai. Nilai n dirumuskan sebagai berikut : A – O-2R
A = kadar air asli dari lapangan 69
=
1=?
Ld
1
1=?
Ld
Vd
Dbm
Lm = panjang clod pada keadaan lembab (1/3 bar) N= R = kadar debu dan pasir Ld= panjang clod pada keadaan kering oven L+3H L = kadar lempung (clay) Vm = volume clod dalam keadaan lembab H = kadar bahan organik (1.724 x kadar C organik) Jika nilai A (dalam %) naik maka nilai n juga naik dan sebagiannya nilai A turun maka nilai n juga turun. Tetapi nilai tersebut berbanding terbalik dengan kadar lempung dan humus. Harkat nilai n sangat tinggi apabila lebih dari 2,8. Tinggi
= 2,1 - 2,8
Sedang
= 1,4 - 2,1
Rendah
= 1,1 – 1,4
Sangat rendah
= 0,7 – 1,1
Luar biasa rendah
= kurang dari 0,7
Pada umumnya nilai n kurang dari 0,7 tanah dianggap matang (ripe) dan bila lebih dari 0,7 tanah dianggap mentah sampai sangat mentah (belum matang) artinya belum berstruktur. Tanah yang mempunyai n value tinggi mempunyai sifat daya tumpunya sangat rendah. Sehingga apabila digunakan untuk jalan tanahnya ambles (turun). Tata guna tanah kurang sesuai untuk peternakan (sapi, kerbau, dll). e. Sifat vertic Sifat vertic adalah sifat tanah mengembang dan mengkerut yang khas terdapat pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat mudah mengembang seperti montmorillonit, yang merupakan sifat penciri untuk order dan subgroup. Sifat vertic ditunjukkan oleh beberapa bentuk misalnya gilgai, relief, slickenside, koeficient Cole dan Potensial linear extensibility. Lm – Ld
LM
Vm
Dbd COLE =
70
Vd
= bulk density clod dalam keadaan kering oven
Dbm = bulk density clod dalam keadaan lembab (1/3 bar) Dbd = bulk density clod dalam keadaan kering (1/3 bar) Pada tanah bertekstur kasar atau tanah berliat yang banyak mengandung kaolinit atau mika tetapi tidak mengandung montmorillonit nilai COLE < 0,03. Pada tanah berliat dengan kandungan montmorillonit tinggi nilai COLE : 0,03
–
0,18 (Holmgren, 1968,
Grosmman et al, 1968; Framzmeier and Ross, 1968). Jumlah perkalian antara tebal tiap-tiap horison dalam keadaan kering dengan COLE masing-masing horison disebut Potensial Linear Extensibility.
tebal horison ke i dalam keadaan kering koefisien COLE pada horison ke i Tanah yang mempunyai sifat vertic adalah yang termasuk dalam order Vertisol. Di samping itu ditemukan beberapa subgroup dengan sifat vertic : vertic Haplaquent, vertic Entochrept, vertic hapludult dan lain-lain. f. Sifat Halomorfik Dalam Taksonomi Tanah tidak terdapat kategori khusus untuk menggolongkan tanah alkali dan tanah beragam. Sifat halomorfik digunakan pada great group dan subgroup dari Inceptisol, Aridisol, Mollisol dan Alfisol. Sifat halomorfik yang dipergunakan sebagai penciri adalah : Na dapat ditukar dan diterdapatnya horison natric atau salic. Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh : Halaquept : Kadar Na > 15% di lapisan atau sampai sedalam 50 cm. Natrargid, Natrixerol, Natrustalf dan lain-lain tanah dengan horison natric. Termasuk tanah-tanah yang dulu disebut Solonetz dan Solodized Solonetz. Natric Argiustoll, Natric Cryoboroll : Tanah-tanah alkali dengan horison argillic dengan % Na dapat tukar tinggi (> 15 % pada horison argillic). Salorthid : Tanah beragam dengan horison salic pada kedalaman 75 cm. Termasuk tanah tanah yang dulu disebut solonchak. 71
-
Sollorthidic Natrustalf : Tanah beragam (subgroup) dengan horison salic pada kedalaman 75 cm. g. Sifat Andic (Thixotropic) Sifat andic digunakan sebagai kriteria penentu pada order Andisol, da sub group dalam order lainnya. Sifat andic adalah sifat khas dari tanah-tanah yang dibentuk dari bahan induk vulkanik yang mengandung bahan amorf tinggi, seperti pada Andisol. Sifat andic yang digunakan sebagai penciri ialah sebagai berikut : 1. Bulk density dari tanah halus (< 2 mm) pada kapasitas lapang (1/3 bar), rendah (< 0,85 g/cm3). 2. % dari bahan pyroklastika vitric (bahan vulkanik) tinggi (> 60 %). 3. % bahan armorf (alofan) tinggi dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. amorf terhadap sinar x b. bersatu dengan bahan organik, dan sedikit Al dapat ditukar. c. kapasitasnya pertukaran tinggi sekali pada pH 8,2 (150 g/100 g liat) tetapi lebih rendah jika lebih asam. Pertukaran pada pH 8,2 > jumlah basa + Al dapat diekstrak dengan KCl. d. Luas permukaan besar dan banyak menahan air. Jika bahan amorf menguasai kompleks pertukaran, maka digunakan syarat-syarat sebagai berikut : a.
KPK (pH 8,2) > jumlah basa + Al dapat diekstrak dengan KCl.
b.
pH dari 1 g tanah dalam 50 cc 1 N NaF > 9,4 setelah 2 menit. Syarat ini ditinggalkan jika kadar liat sedemikian rendah hingga air 15 bar kurang dari 20%. 15 bar water retention
c.
ratio
> 1,0 measured clay
d.
bahan organik lebih besar 1 %.
e. Analisis DTA menunjukkan suatu suhu endotherm rendah. Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh : Andept, Andaquett : 72
- bulk density < 0,85 9/cc (pada epipedon atau horison cambic). - Kompleks pertukaran didominasi oleh bahan amorf dan atau > 60% bahan vitric piroclastik pada fraksi debu, pasir atau kerikil. Andic Haplaquent, Andic Dystrochrept : - bulk density < 0,95 gr/cc measured clay - ratio
< 1,25 15 bar water retention KPK
- ratio
< 1,50 15 barwater retention
h. Plinthite Merupakan campuran liat dan kuarsa yang telah mengalami pelapukan lanjut, bnayak karatan merah dan mengeras secara irreversible karena keadaan basah dan kering dan kering yang berganti-ganti. Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut : 1. seskwioksida, kandungan humus rendah. 2. Biasanya terdapat dalam bentuk karatan-karatan berwarna merah. Bila karatan merah ini banyak, maka terbentuklah lapisan dengan karatan berwarna merah yang kontinu. 3. Teguh dalam keadaan kapasitas lapang, dan keras pada titik layu permanen. Dalam keadaan lembab dapat dipotong dengan cangkul. 4. Bila terjadi pembajakan dan pengeringan berulang-ulang akan mengeras irriversible dan membentuk lapisan padas batu besi
―ironstone hardpan ‖.
Digunakan sebagai penciri great group dan subgroup dari order Alfisol dan Oxisol. Contohnya : - Plintaqualf, Plinthustult, Plinthaquox. - Plinthic Palacustalf, Plinthic Haplustox. i. Kontak Lithic dan Paralitic 73
Batas antara tanah dengan batuan di bawahnya disebut kontak lithic bila batuan tersebut relatif keras dan kontak paralithic bila relatif lunak (USDA, 1967). Dalam hal ini tidak termasuk duripan, horison petrocalcic ataupun fragipan. Termasuk dalam kontak paralithic adalsh sandstone, siltstone atau shale dan batuan lain yang kekerasan mineralnya kurang dari 3 (skala Mohs) bila batuan tersebut hanya terdiri dari satu macam mineral. Bila terdiri lebih dari satu mineral, pecahan batunya (sebesar kerikilyang dikocok dijungkir balik dalam air atau larutan natrium heksametaphosphate, dalam waktu kurang dari 15 jam harus sudah hancur (dispers) seluruhnya. Pada kontak lithic bila batuan hanya terdiri dari satu macam mineral kekerasannya harus 3, sedang bila lebih dari satu macam mineral, pecahannya yang dikocok dalam air atau natrium heksametaphospate tidak dapat hancur dalam waktu 15 jam. Kedalaman samapi ke kontak lithic yang kurang dari 50 cm digunakan sebagai penciri pan subgroup Lithic. k. Beberapa Penciri untuk Tanah Organik Tanah organik (Histosol) adalah tanah-tanah yang pada kedalaman sampai 80 cm dari permukaan, lebih setengah dari ketebalannya te3rdiri dari bahan organik atau tanpa memperhatikan ketebalannya bila terdapat diatas batuan yang keras (USDA, 1968). Bahan asal yang membentuk tanah organik ada 2 macam (USDA, 1968), yaitu : 1. Bahan yang tidak pernah jenuh air selama beberapa hari, dan 35% atau lebih terdiri dari bahan organik. Termasuk didalamnya adalah horison C atau serasah daun-daunan. (Suborder Folist; folium
–
daun).
2. Bahan yang selalu jenuh air dalam waktu yang lama atau sudah diadakan perbaikan drainase, mengandung 30% atau lebih bahan organik bila tanah mengandung liat 50% atau lebih bahan organik bila tanah mengandung liat 50% atau lebih, atau bahan organik 20% atau lebih bila tanah tidak (sedikit sekali) mengandung liat. Berdasarkan atas derajat dekomposisinya dibedakan 3 penciri untuk tanah organik yaitu : 74
a. Fibric : sangat sedikit dilapuk, sisa-sisa tanaman masih jelas bentuknya, bulk density rendah. Merupakan penciri untuk suborder Fibrist (fibra = fiber), yang dulu disebut peat atau raw peat. b. Hemic : bahan organiknya setengah dilapuk mempunyai sifat peralihan antara fibric dan sapric. Digunakan sebagai penciri untuk suborder Hemist (hemi = half) yang dulu disebut peaty muck atau mucky peat. c. Sapric : sudah sangat lapuk, bahan-bahan kasar sedikit sekali, bulk density tinggi. Biasanya terdapat pada bagian atas tanah-tanah organik yang telah diperbaiki drainasenya dan diusahakan. Digunakan sebagai penciri untuk suborder Saprist (sapros = busuk/hancur) yang dulu disebut muck. Bahan diskusi : 1.Jelaskan batasan horison penciri (diagnostic horizone) 2.Berapa tebal masing-masing horison penciri tersebut
Latihan terstruktur : Mahasiswa melakukan praktikum : Penetapan horison penciri : epipedon, endopedon dan horison penciri lain pada profil tanah.
Tugas mandiri : Mahasiswa menguraikan hubungan antara horison penciri satu dengan yang lainnya.
75
Daftar Pustaka Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Puslittanak Bogor. Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, Ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta. Soil Survey Staff,. 1998. Keys to Soil Taxonomy. USDA. SCS. Sixth Edition.
76
77
IX. ORDER TANAH Kompetensi Dasar Setelah mengikuti kuliah mengenai order tanah dalamTaksonomi Tanah., 75 % mahasiswa mampu menjelaskan dan menetapkan order-order dari suatu profil tanah Sasaran Belajar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan sifat-sifat pembeda masing-masing order tanah 2. Mahasiswa mampu menetapkan order Tanah dari suatu profil Tanah berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah
Dalam mengklasifikasikan suatu tanah maka mula-mula tanah dianggap sebagai bagian dari populasi yang luas sehingga tanah diklasifikasikan terlebih dahulu ke dalam kategori tertinggi yaitu kedalam order tanah. Apabila telah diketahui order dari tanah tersebut maka selanjutnya diklasifikasikan ke dalam sub order, great group dan seterusnya. Cara mengklasifikasikan tanah ke dalam masing-masing kategori tersebut dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat tanah yang dimiliki dengan kriteria-kriteria untuk berbagai taksa yang dalam Taksonomi Tanah telah disusun dalam bentuk
―kunci‖
yaitu Keys to Soil Taxonomy. Dalam kunci tersebut telah disusun untuk kategori order, sub order, great group dan sub group sedemikian rupa sehingga dalam membandingkan sifat-sifat tanah dengan kriteria-kriteria untuk taksa yang ditulis harus berurutan dan harus dimulai dari kriteria untuk taksa yang ditulis paling dulu. Apabila tanah tidak dapat diklasifikasikan ke dalam taksa yang disebut paling awal, bari dicoba untuk taksa yang kedua, ketiga dan seterusnya. Dalam mengklasifikasikan tanah ke dalam kategori order mula-mula sifat-sifat tanah dibandingkan dengan kunci pertama yaitu untuk order Gelisol. Bila ternyata tidak dapat diklasifikasikan sebagai Gelisol, maka selanjutnya dibandingkan dengan kunci kedua yaitu untuk order Histosol. Apabila tanah tidak dapat diklasifikasikan juga ke dalam order Histosol, maka dicoba lagi ke order yang ketiga yaitu order Andisol dan seterusnya sampai ditemukan order yang sesuai. Kunci Order Tanah A. Tanah-tanah yang : 78
1. Mempunyai permafrost sampai pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah, atau 2. Mempunyai material gelik (gelic material) sampai pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah dan permafrost sampai pada kedalaman 200 cm dari permukaan tanah. GELISOL B. Tanah-tanah yang : 1. Mempunyai bahan tanah organik dari permukaan sampai salah satu kedalaman berikut : a.Sampai kedalaman kontak litik atau paralitik bila kontak litik atau paralitik ditemukan pada kedalaman 10 cm atau kurang, asalkan ketebalan bahan tanah organik lebih dari dua kali ketebalan tanah mineral di atas kontak tersebut; atau 0.Sampai kedalaman berapa saja bila bahan tanah organik terdapat di atas bahan fragmental (kerikil, batu, kerakal) dan celah-celah diantaranya terisi oleh bahan organik, atau bahan fragmental tersebut terdapat di atas kontak litik atau paralitik; atau 2. Mempunyai bahan tanah organik yang batas atasnya terletak pada kedalaman ≤ 40 cm dari permukaan, dan a. Mempunyai salah satu dari ketebalan berikut : 1)60 cm atau lebih bila tiga perempat atau lebih dari volume terdiri dari serat lumut atau kerapatan lindak lembab < 0,1 g/cc; atau 2) 40 cm atau lebih bila * bahan tanah organik jenuh air untuk jangka waktu lama (lebih dari 6 bulan) atau dikeringkan secara buatan; dan * bahan tanah organik terdiri dari bahan saprik atau hemik atau terdiri dari bahan fibrik yang serat lumutnya kurang dari tiga perempat volume dan mempunyai kerapatan lindak ≥ 0,1 g/cc. dan b. Mempunyai bahan tanah organik yang 1)Tidak mempunyai lapisan tanah mineral setebal 40 cm yang terdapat di permukaan tanah ataupun batas atasnya pada kedalaman ≤ 40 cm dari permukaan; dan 2)Tidak mempunyai lapisan-lapisan tanah mineral yang tebal komulatifnya 40 cm pada kedalaman < 80 cm.
79
HISTOSOL C. Tanah lain yang mempunyai sifat andik di seluruh sub horison, baik tertimbun maupun tidak, yang ketebalan komulatifnya 35 cm atau lebih pada kedalaman 60 cm atau kurang dari permukaan tanah mineral atau dari batas lapisan organik yang memenuhi syarat sifat tanah andik (pilih yang lebih dangkal). ANDISOL D. Tanah-tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen, tetapi mempunyai : 1.Horison spodik yang batas atasnya pada kedalaman ≤ 2 m dari permukaan; atau 2.Horison plakik yang memenuhi semua persyaratan horison spodik kecuali ketebalan dan indeks akumulasi dan terletak di atas frangipan, di atas horison spodik, atau di atas horison albik yang terketak di atas frangipan. SPODOSOL E. Tanah-tanah lain yang : 1.Mempunyai horison oksik yang batas atasnya pada kedalaman ≤ 150 cm dari permukaan dan tidak menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat yang memenuhi syarat sebagai batas atas horison kandik pada kedalaman ≤ 150 cm dari permukaan; atau 2.Mempunyai 40 persen atau lebih liat pada 18 cm lapisan tanah permukaan, setelah dicampur, dan mempunyai baik horison oksik atau horison kandik yang jumlah mineral mudah lapuknya memenuhi syarat horison oksik, dan batas atasnya terletak pada kedalaman ≤ 150 cm. OXISOL F. Tanah-tanah lain yang : 1.Tidak mempunyai kontak litik atau paralitik, horison petrokalsik, atau duripan pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan; 2.Sesudah tanah sampai kedalaman 18 cm dicampur, misalnya oleh pengolahan, mengandung 30 persen atau lebih liat pada semua sub horison sampai pada kedalaman 50 cm atau lebih; 3.Dalam jangka waktu tertentu (hampir setiap tahun, kecuali bila tanah diairi atau diusahakan mempunyai retakan-retakan terbuka yang pada kedalamn 50 cm sekurang kurangnya lebarnya satu sentimeter yang meluas sampai ke permukaan atau sampai ke 80
-
dasar lapisan olah atau dasar kerak permukaan (surface crust); dan
81
4.Mempunyai salah satu dari sifat berikut : a.Gilgai. b.Pada kedalaman antara 25 cm dan satu meter ditemukan bidang-bidang kilir yang masing-masing cukup dekat untuk saling berpotongan ; atau c.Pada kedalaman antara 25 dan satu meter ditemukan agregat struktur alami berbentuk bajiyangsumbupanjangnyamembentuksudut10osampai60odengansumbuhorisontal. VERTISOL G. Tanah-tanah lain yang mempunyai epipedon okrik atau antrofik dan 1. Tidak mempunyai horison argilik atau natrik tetapi a.Jenuh air pada kedalaman ≤ 1 m dari permukaan selama satu bulan atau lebih, dalam beberapa tahun dan mempunyai horison salik yang batas atasnya pada kedalaman ≤ 75 cm dari permukaan; atau b.Mempunyai salah satu atau lebih horison-horison berikut : horison petrokalsik, kalsik, gipsik, petrogipsik, cambik atau duripan; dan mempunyai regim kelembaban aribik. 2. Mempunyai horison argilik atau natrik dan mempunyai a.Regim kelembaban aridik; dan b.Epipedon yang tidak masif dan keras atau sangat keras bila kering. ARIDISOL H. Tanah-tanah lain yang 1.Mempunyai regim temperatur mesik, isomesik atau lebih panas; 2.Dalam horison argilik tidak terdapat lidah-lidah bahan albik dengan ukuran vertikal 50 cm bila dalam fraksi 20 – 200 mikron terdapat mineral mudah lapuk > 10 persen; tetapi 3.Mempunyai salah dari gabungan sifat-sifat berikut : a. Mempunyai horison argilik atau kandik tetapi tidak mempunyai fragipan dan mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) kurang dari 35 persen pada kedalaman : - Bila horison argilik atau kandik pada beberapa bagian mempunyai hue 5 YR atau lebih kuning atau value warna lembab atau lebih, atau value warna kering lebih dari satu satuan lebih tinggi dari value lembab, maka pada kedalaman yang paling dangkal dari yang berikut : 82
(1) 1,25 m dan batas atas horison argilik; atau
83
2)1,8 m dari permukaan tanah; atau 3)langsung di atas kontak litik atau paralitik; - Bila horison argilik atau kandik berwarna lain apabila epipedon mempunyai kelas ukuran butir berpasir atau berpasir skeletal pada seluruh epipedon, maka pada kedalaman yang terdalam dari 1,25 m dari batas atas horison argilik; 1,8 m dari permukaan tanah, atau langsung di atas kontak litik atau paralitik jika kontak ini lebih dangkal; atau b. M empunyai fragipan yang - Memenuhi semua persyaratan horison argilik atau kandik, atau mempunyai selaput liat setebal lebih dari satu milimeter di beberapa bagian, atau berada di bawah horison argilik atau kandik; dan - Mempunyai kejenuhan basa (berdasar jumlah kation) < 35 persen pada kedalaman 75 cm di bawah batas atas fragipan atau langsung di atas kontak litik atau paralitik bila kontak ini lebih dangkal. ULTISOL I. Tanah-tanah yang : 1. Mempunyai salah satu sifat berikut : a.Epipedon molik; atau 0.Horison permukaan yang sesudah tanah dicampur sampai kedalaman 18 cm, memenuhi semua persyaratan epipedon molik kecuali ketebalan, dan disamping itu, 7,5 cm bagian atas subhorison yang termasuk dalam horison argilik, kandik atau natrik memenuhi semua persyaratan epipedon molik dalam hal warna, kadar karbon organik, kejenuhan basa, struktur, tetapi terpisah dari horison permukaan oleh horison albik; dan, kecuali itu 2. Mempunyai kejenuhan basa ≥ 50 persen (NH4OAc) pada kedalaman berikut : a.Bila terdapat horiosn argilik, kandik atau natrik, dari baats atas horison tersebut sampai kedalaman 1,25 m di bawah batas itu, atau sampai kedalaman 1,8 m di bawah permukaan tanah, atau sampai kontak litik atau paralitik, yang manapun yang terdangkal; atau b.Bila tidak terdapat horison argilik, kandik atau natrik, pada semua sub horison sampai kedalaman 1,8 m di bawah permukaan tanah atau sampai kontak litik atau paralitik, yang manapun yang terdangkal. MOLLISOL 84
J. Tanah-tanah lain yang : 1.Mempunyai horison argilik, kandik atau natrik, tetapi tanpa fragipan; atau 2.Mempunyai fragipan yang a.Berada di dalam atau di bawah horison argilik, kandik atau natrik; atau b.Memenuhi semua persyaratan horison argilik atau kandik; atau c.Mempunyai selaput liat setebal lebih 1 mm pada beberapa bagian. ALFISOL K. Tanah-tanah lain yang : 1.Tidak mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan tanah mineral; dan 2.Pada kedalaman antara 20 dan 50 cm di bawah permukaan tanah mineral mempunyai nilai n = 0,7 atau kurang pada salah satu subhorison atau lebih, atau liat kurang 8 persen pada salah satu subhorison atau lebih; dan 3.Mempunyai salah satu atau lebih sifat berikut : a.Mempunyai epipedon umbrik, molik, histik (mineral atau organik) atau plaggen; atau b.Horison kambik atau mempunyai regim kelembaban akuik dan permafrost; atau c.pada kedalaman ≤ 1 m dari permukaan ditemukan horison kalsik, petrokalsik, gipsik, petrogipsik, plakik atau duripan, atau d.Fragipan atau horison oksik yang batas atasnya pada kedalaman antara 150 dan 2000 cm, atau e.Horison sulfurik yang batas atasnya pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan; atau f.Pada setengah atau lebih dari 50 cm teratas mempunyai SAR > 13 (atau kejenuhan Na > 15 persen) yang menurun dengan kedalaman di bawah 50 cm, dan pada kedalaman ≤ 1 m mempunyai air tanah selama bebrapa waktu setiap tahun bila tanah tidak membeku di bagian manapun. INCEPTISOL L. Tanah-tanah lain yang ENTISOL Untuk kunci determinasi dari order ke sub-order, sub-ordo ke great group dan seterusnya dapat di baca pada Keys to Soil Taxonomy (1998) (Soil Surveys Staff, 1998). 85
Bahan diskusi : 1.Berapa ada order tanah 2.Tentukan order tanah di bawah ini Pada suatu kawasan lahan kering di Kabupaten Tabanan ditemukan pedon tanah yang berkembang dari batuan volkanik dengan vegetasi : albisia, cengkeh dan pisang. Kawasan o C (beda ini memiliki regim kelembaban udik dengan suhu tanah rata-rata tahunan 26,5 o suhu terpanas dan terdingin < 5 C). Adapun deskripsi profil dan analisis laboratorium tanah tersebut sebagai berikut : Deskripsi profil tanah : Ap 0-26 cm , coklat gelap (10 YR 3/3), lempung; struktur gumpal agak membulat, sangat kasar, cukup; agak lekat, agak plastis; pori-pori mikro banyak, meso dan makro sedikit; akar mikro cukup, meso dan makro sedikit; reaksi tanah agak masam; batas jelas dan rata. —
Bw1 26- 42 cm , coklat gelap kekuningan (10 YR 4/3), lempung; struktur gumpal agak membulat, kasar, cukup; agak lekat, agak plastis; pori-pori mikro banyak, meso dan makro sedikit; akar mikro cukup, meso dan makro sedikit; reaksi tanah agak masam; batas jelas dan rata. —
R-- > 42 cm, batuan volkanik yang keras. Hasil analisis laboratorium : Horis on
Ap Bw1
Tekstur Pasir (%) 27,30
Debu (%) 47,89
Liat (%) 24,81
lempung
27,13
47,71
24,16
Lempung
pH
BO (%)
KTK me/100g tanah
KB (%)
5,99 6,12
2,50 2,45
24,02 25,90
78,94 80,10
Klas tekstur
Latihan terstruktur : Mahasiwa melakukan praktikum penentuan order tanah berdasarkan sifat-sifat tanah yang dimiliki dan kriteria yang tertera dalam Kuni Taksonomi Tanah. Tugas mandiri : Mahasiswa menentukan sendiri beberapa order tanah dari beberapa data yang didapat di internet.
Daftar Pustaka
86
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Puslittanak Bogor. Buol, S.W; F.D. Hole, and R.J. Mc.Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State University Press, ames. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo, Jakarta. Lopullisa, C. 2004. Tanah-tanah Utama Dunia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Soil Survey Staff,. 1998. Keys to Soil Taxonomy. USDA. SCS. Sixth Edition.
87
X. SUMBERDAYA LAHAN Kompetensi Dasar Setelah dijelaskan dan diskusi pokok bahasan ini, mahasiswa peserta kuliah memahami arti penting sumberdaya lahan dan lingkungan bagi kehidupan manusia. Sasaran Belajar 1.Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat memahami pengertian sumberdaya lahan 2.Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya degradasi lahan dan lingkungan. 3.Setelah dijelaskan dan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan permasalahan -permasalahan dalam penggunaan lahan 4.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami produktivitas lahan. 5.Setelah dijelaskan dan diskusi, mahasiswa dapat memahami pengertian lahan marginal dan lahan kritis. 6.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan sebab-sebab kerusakan lingkungan.
Sumberdaya lahan mencakup dua pengertian yaitu:
Sumberdaya dapat diartikan
sesuatu benda/bahan yang dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya dapat berkonotasi waktu, tempat dan ekonomi. Sedangkan lahan (dari bahasa Sunda) = land, adalah bagian bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian tanah, lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan vegetasi yang menutupinya, yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Degradasi lahan dapat diartikan sebagai kemerosotan/penurunan kualitas lahan dan produktivitas potensial/daya dukung dari sebidang lahan yang bersangkutan baik secara alami maupun akibat campur tangan manusia sehingga tidak dapat berdayaguna secara maksimal dan lestari. Terjadinya degradasi lahan secara ekstrim akan dapat menyebabkan lahan tidak dapat berproduksi sama sekali baik secara alami maupun dengan pengelolaan. Besarnya variasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi lahan menyebabkan degradasi lahan mengalami perkembangan fase-fase yang menunjukkan tingkat keparahannya sebelum mencapai suatu keadaan yang ekstrim (lahan kritis). Tingkat kerusakan akibat degradasi lahan dapat digolongkan rendah, sedang dan tinggi. Semakin tinggi tingkat kerusakan, maka produktivitas/daya dukungnya akan semakin rendah, dan akan mengurangi intensitas penggunaannya serta hilangnya produksi jangka 88
panjang. Apabila intensitas kerusakannnya sangat tinggi (ekstrim) maka lahan tersebut akan dapat berubah menjadi lahan kritis. Degradasi tanah/lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu degradasi alami dan degradasi dipercepat. Degradasi secara alami memang terus terjadi dari masa lampau hingga saat ini. Degradasi alami terjadi akibat adanya proses denudasi yang biasanya meninggalkan sisa dalam bentuk permukaan sisa erosi atau dataran aluvial yang luas dalam bentuk landform dataran banjir, adanya bukit-bikit sisa dan sebagainya. Degradasi dipercepat adalah degradasi yang proses berlangsungnya cepat, yang .umumnya disebabkan oleh adanya campur tangan manusia yang dalam pengelolaannya.tidak mentaati kaidah konservasi. Dengan melihat kenyataan yang telah diuraikan di atas, maka degradasi lahan di Indonesia tergolong permasalahan yang cukup serius dan perlu ditanggulangi sedini mungkin. Ada sebuah pemeo mengatakan bahwa tanah/lahan yang kita tempati/kelola saat ini adalah bukan milik kita, tapi warisan untuk anak cucu kita, sehingga bagaimana kita harus merawatnya dengan baik untuk anak cucu kita.
Bahan diskusi: 1.Sebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi lahan. 2.Bagaimana cara mencegah terjadinya degradasi lahan.
Produktivitas lahan dapat diartikan kemampuan dari lahan yang bersangkutan untuk mendukung penggunaan yang lestari. Hal ini berarti, bila lahan yang bersangkutan misalnya digunakan untuk bidang pertanian akan mampu menghasilkan produksi tanaman sesuai dengan input yang diberikan. Sedangkan produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungannya. Jadi tinggi rendahnya produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh adanya kombinasi yang cocok antara genetik tanaman dan lingkungannya (fenotipe). Tanaman yang secara genetik dapat berproduksi tinggi tidak akan dapat berproduksi secara maksimal bila tidak didukung oleh lingkungan tumbuh yang sesuai dengan persyaratannya. Bahan diskusi: 1.Jelaskan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi tanaman 2.Di antara faktor-faktor lingkungan yang saudara sebutkan, faktor mana yang paling berpengaruh.
Lahan marginal adalah lahan yang bila dikelola akan mebutuhkan tambahan input yang cukup besar sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan output yang
Lahan kritis adalah lahan yang mengalami produktivitas sampai ke titik kritis. Di Indonesia lahan kritis semakin bertambah dengan laju pertambahan sekitar 400.000 hektar tiap tahunnya. Timbulnya lahan kritis salah satunya disebabkan oleh penggunaan lahan yang mengabaikan azas konservasi terutama di lahan marginal. Lahan marginal adalah lahan yang memiliki sejumlah faktor pembatas, dan bila diusahakan secara agroekonomi lahan tersebut memberikan hasil yang tidak seimbang antara masukan dan hasil yang diperoleh, serta berpotensi cukup besar untuk mengalami degradasi, apabila terjadi kesalahan dalam pengelolaannya. Lahan atau tanah marginal di Indonesia diperkirakan berjumlah 61 juta hektar, yang pada umumnya dibuka untuk areal transmigrasi, maupun untuk perluasan perkebunan berbagai komoditas seperti kelapa sawit, kakao, dan karet Bahan diskusi: 1.Apa perbedaan lahan marginal dengan lahan kritis? 2.Jelaskan sebab-sebab terjadinya lahan marginal dan lahan kritis. 3.Tunjukkan beberapa contoh lahan marginal dan lahan kritis.
Terjadinya kerusakan lingkungan yang paling parah disebabkan oleh adanya degradasi tanah/lahan dipercepat. Kalau kita ingat kembali bahwa salah satu penyebab terjadinya degradasi lahan adalah degradasi tanah. Dengan adanya sifat tanah sebagai sistem terbuka, maka tanah akan selalu mendapat pengaruh dari luar sehingga tanah dapat mengalami akibat baik dan buruk. Akibat baik tanah sebagai sistem terbuka adalah terjadinya peningkatan kesuburan dengan adanya pemberian/masukan yang bermanfaat bagi kelestariannya (pemberian pupuk/bahan organik) dan sebagainya. Di pihak lain dengan adanya sistem terbuka ini, tanah akan mudah terkena dampak dari lingkungannya, seperti adanya pembuangan limbah ke dalam tanah akan menyebabkan terjadi kerusakan tanah dan lingkungannya.
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan adalah adanya degradasi tanah/lahan yang dipercepat yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti: (1) adanya aktivitas pertanian, pengolahan tanah yang berlebihan, pengelolaan tanah dengan mengabaikan kaidah konservasi; (2) adanya aktivitas industri yang membuang limbah sembarangan/tanpa daur ulang, hujan asam, adanya dampak rumah kaca; (3) akibat adanya urbanisasi: adanya limbah kota, konversi secara besar-besaran lahan pertanian ke non pertanian. Tugas: 1.Kumpulkan artikel-artikel yang memuat kerusakan lingkungan dan dampak yang ditimbulkannya 0.Rumuskan beberapa cara untuk mengatasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertanian.
XI. EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN Kompetensi Dasar Setelah dijelaskan dan diskusi pokok bahasan ini mahasiswa peserta kuliah dapat menjelaskan definisi, tujuan, ruang lingkup, dan prinsip-prinsip dalam evaluasi lahan Sasaran Belajar 1. Setelah dijelaskan dan diskusi, mahasiswa dapat memahami definisi/pengertian evaluasi sumberdaya lahan. 2. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami tujuan dilakukannya evaluasi lahan 3. Setelah didiskusikan mahasiswa dapat menjelaskan manfaat evaluasi lahan. 4. Setelah melakukan disklusi, mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup evaluasi lahan. 5. Setelah dijelaskan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip dalam evaluasi l h alusi lahn. Evaluasi l ahan adalah proses pendugaan potensi dari sebidang lahan untuk suatu macam penggunaan lahan yang telah dipertimbangkan. Beberapa ahli evaluasi lahan menyebutkan tentang pengertian evaluasi sumberdaya lahan, namun pada intinya pengertiannya hampir sama. Para ahli tersebut antara lain: 1.Vink (1975), menyebutkan bahwa evaluasi lahan merupakan proses membandingkan dan menginterpretasikan data tentang tanah, iklim,vegetasi dan aspek lain dari lahan.Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah penggunaanlahan tersebut dalam konteks sosial
menetapkan alternatif-alternatif ekonomi tertentu.
0.Beek (1978), menyebutkan bahwa apa yang harus dilakukan dalam evaluasi lahan adalah memberikan prediksi mengenai besarnya input-output baik efek yang menguntungkan maupun hambatan yang merugikan yang harus diatasi sebagai akibat penggunaan tertentu. Sebagai hasilnya adalah kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan lahan untuk maksud tertentu. 1.FAO (1976), pada dasarnya menjelaskan bahwa evaluasi lahan merupakan proses membandingkan
antara kualitas lahan dengan persyaratan dari penggunaan lahan
yang bersangkutan, dan sebagai
hasilnya harus dapat memberikan pilihan
penggunaan lahan dengan segala pertimbangannya (termasuk aspek ekonomi) 2.Wiradisastra (1981), mengatakan bahwa evaluasi lahan diperlukan terutama apabila telah diketahuinya kebutuhan akan perubahan misalnya dengan
keinginan
menerapkan jenis penggunaan lahan baru pada
suatu wilayah, atau memindahkan
penduduk ke daerah yang belum dibuka dan sebagainya. Dikatakannya, evaluasi lahan adalah suatu proses yang merupakan penghubung antara sistem informasi
dengan
pengguna sistem informasi yang umumnya para perencana. Sebagai hasil proses evaluasi lahan akan dihasilkan peta kemampuan/kesesuaian lahan yang menunjukkan berbagai pilihan penggunaan yang dapat diterapkan pada daerah yanh sedang dievaluasi.
Bahan diskusi: 1. Coba buat intisari pengertian evaluasi sumberdaya lahan yang dikemukakan oleh ke 4 ahli tersebut. 2. Menurut pendapat saudara, mana yang paling tepat dari ke 4 pengertian tersebut.
Tujuan dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk mengetahui potensi atau nilai dari suatu lahan untuk penggunaan yang diinginkan. Evaluasi lahan tidak hanya terbatas pada penilaian karakteristik/kualitas lahan saja, konsekuensi sosial dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya juga harus mendapat perhatian. Oleh karena itu pada prinsipnya proyek evaluasi lahan harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengelolaan lahan sekarang, dan apa yang akan terjadi bila tindakan pengelolaan sekarang tetap atau tidak berubah. 2. Perbaikan-perbaikan apa yang mungkin dilakukan dalam tindakan pengelolaan dalam rangka penggunaan sekarang. 3. Apa jenis penggunaan lainnya yang secara fisik memungkinkan, dan relevan (sesuai) baik secara ekonomis maupun sosial. 4. Penggunaan yang bagaimana yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya. 5. Pengaruh buruk apa yang mungkin timbul dari masing-masing penggunaan lahan baik secara fisik, maupun sosial ekonomi. 6. Masukan apa yang diperlukan baik secara tetap ataupun secara berulang untuk dapat mempertahankan produksi yang diinginkan dan meminimalkan pengaruh buruknya. 7. Apa keuntungan-keuntungan dari masing-masing bentuk penggunaan lahan tersebut. Bahan diskusi: Apa yang dimaksud dengan masukan tetap dan masukan berulang. Beri contohnya masing-masing.
Manfaat evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan atau alternatif pilihan penggunaan yang diharapkan berhasil. Manfaat evaluasi lahan ditinjau dari daerah yang akan dievaluasi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok: 1. Pada daerah-daerah yang belum berkembang/kurang maju dan berpenduduk jarang. Pada daerah seperti ini perubahan pola penggunaan lahan umumnya berhubungan dengan program pengembangan lahan baru. Dalam program ini dikenal 3 tahapan kegiatan berdasarkan skala dan intensitasnya yang merupakan bagian berurutan dari perencanaan pembangunan yaitu: a.Inventarisasi sumberdaya lahan (land resource inventory) b.Kelayakan proyek (fisibelity study) c.Perencanaan usahatani (farm planning) 2. Pada daerah-daerah yang telah berkembang/berpenduduk padat, evaluasi lahan berguna terutama dalam bidang perencanaan dalam rangka penataan kembali penggunaan lahan dan dalam bidang pengelolaan lahan. Untuk membantu mengatasi adanya kompetisi/persaingan antara berbagai kemungkinan penggunaan lahan, evaluasi lahan dapat menyajikan seperangkat data objektif yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan dalam bidang perencanaan sehingga lahan dapat digunakan secara lebih efisien. Bahan diskusi: 1.Jelaskan dengan contoh kenapa evaluasi lahan juga perlu dilakukan pada daerahdaerah yang telah berkembang. 2.Kenapa setiap perencanaan penggunaan lahan perlu dilakukan evaluasi lahan?
Ruang lingkup evaluasi sumberdaya lahan meliputi: menetapkan kerangka dasar, data/informasi yang diperlukan, survei dan pemetaan sumberdaya lahan, penilaian lahan, menetapkan/membuat keputusan tentang penggunaan lahan yang paling relevan/menguntungkan dan membuat perencanaan dalam pola penggunaan lahan. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut.
Sebagai dasar pemikiran utama dalam prosedur evaluasi lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan
-
keterangan/informasi tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana peruntukan yang sedang dipertimbangkan. Keterangan/informasi yang dimaksud paling tidak menyangkut tiga aspek utama yaitu: aspek lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Data-data tentang lahan dapat diperoleh dari kegiatan survei sumberdaya lahan termasuk survei tanah. Hasil survei sumberdaya lahan dapat menyajikan berbagai informasi dalam bentuk faktor lingkungna yang dipetakan. Sebagai contoh: peta tanah menunjukkan penggolongan tanah, peta vegetasi/penggunaan lahan, peta iklim dan peta lainnya. Namun dari contoh-contoh hasil survei tersebut belum dapat memberikan apakah lahan dapat digunakan untuk budidaya tanaman tertentu misalnya untuk menanam cengkeh. Agar peta-peta dari hasil survei tersebut mempunyai makna bagi perencanaan pengelolaan lahan, diperlukan tahapan berikutnya yaitu dengan jalan membandingkan sifat-sifat tanah, vegetasi, iklim dan lain sebagainya dengan persyaratan yang dibutuhkan berbagai jenis penggunaan lahan. Tahapan dimana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kualitas lahan, yang dalam hubungan ini dilakukan dengan menganalisis nilai masing-masing tipe/jenis lahan untuk masing-masing macam penggunaan lahan yang dipertimbangkan merupakan ciri proses evaluasi lahan. Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah dan aktivitas manusia bertambah cepat, maka lahan menjadi sumberdaya yang langka. Oleh karena itu keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar baik ditinjau dari pengertian ekonomis maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian dalam membuat keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat dipengaruhi keadaan sosial ekonomi. Lahan sangat bervariasi dalam berbagai faktor seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah, vegetasi , yang menutupinya. Berbagai keterangan tentang kemungkinan pemanfaatan dan pembatas
-
pembatas dari faktor lingkungan yang bersifat permanen maupun sementara sangat penting diperhatikan dalam membicarakan perencanaan dan perubahan dalam pola penggunaan lahan. Bahan diskusi: Kenapa setiap aktifitas penggunaan lahan, keadaan sosial ekonomi berperan cukup besar?
Seorang ahli evaluasi lahan harus dibekali dengan pemahaman tentang prinsip prinsip dasar evaluasi lahan. Ada enam prinsip dasar dalam evaluasi lahan (FAO, 1976): 1. Kesesuaian lahan dinilai dan diklasifikasikan sesuai dengan macam penggunaan yang
-
spesifik. 2. Evaluasi membutuhkan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dan masukan yang dibutuhkan pada berbagai tipe penggunaan lahan 3. Dibutuhkan pendekatan multi disipliner 4. Evaluasi dibuat relevan dengan konteks fisik, ekonomi dan sosial dari daerah yang bersangkutan. 5. Kesesuaian lahan ditujukan untuk penggunaan yang bertahan/lestari 6. Evaluasi lahan menyangkut perbandingan lebih dari satu macam penggunaan. Bahan diskusi: Buatlah intisari pengertian dari ke enam prinsip evaluasi lahan tersebut
Beberapa bidang ilmu yang berkaitan dengan bidang evaluasi lahan antara lain: (1) ilmu kesuburan tanah, (2) fisika tanah, (3) geologi dan geomorfologi, (4) penginderaan jauh, (5) budidaya tanaman, (6) ilmu iklim, (7) konservasi tanah dan air, (8) ilmu sosial ekonomi dan budaya.
Bahan diskusi: 1.Jelaskan peranan ilmu penginderaan jauh untuk bidang evaluasi lahan 0.Kenapa ilmu sosial ekonomi berperan dalam bidang evaluasi lahan ?
XII. KARAKTERISTIK LAHAN DAN KUALITAS LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini, mahasiswa peserta dapat menjelaskan dengan contoh karakteristik dan kualitas lahan Sasaran Belajar 1. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami pengertian karakteristik/kualitas lahan 2. Setelah membaca dan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan macam-macam karakteristik/kualitas lahan 3. Setelah melakukan diskusi,mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik/kualitas
Salah satu tahapan penting dalam pelaksanaan evaluasi fisik lahan untuk menilai potensinya adalah menentukan dan memperoleh informasi tentang karakteristik/kualitas lahannya. Karakteristik lahan dapat didefinisikan semua faktor/komponen/sifat/ciri lahan yang dapat diukur atau ditaksir (diestimasi) seperti tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, lereng permukaan dan sebagainya. Pemahaman komponen-komponen lahan melalui tiap-tiap disiplin ilmu akan menghsilkan sejumlah informasi tentang ciri lahan yang terpecah-pecah. Dengan cara ini penilaian tentang lahan sering mengakibatkan hubungan penting yang terjadi di antara ciri-ciri/karakteristik lahan yang berbeda. Dengan demikian interpretasi mengenai potensi lahan akan lebih sulit dan lebih banyak memakan waktu. Konsep kualitas lahan disusun untuk mensintesis pemahaman tentang sifat-sifat lahan yang terpisah-pisah tersebut ke dalam satu kesatuan faktor yang saling berinteraksi. Kualitas lahan adalah gabungan dari beberapa karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kemampuan/kesesuaian lahannya. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang dapat diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan. Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu macam penggunaan. Sebagai contoh: kualitas lahan yang sama bisa berpengaruh terhadap lebih dari satu macam penggunaan. Demikian pula sebaliknya satu macam penggunaan lahan
tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Contoh: bahaya erosi dipengaruhi oleh berbagai keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan iklim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, zona perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah. Beek (1978) membedakan kualitas lahan ke dalam empat bagian yaitu: (1) kualitas lahan ekologi mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan), contohnya : ketersediaan air, ketersediaan unsur hara, ketersediaan oksigen, bahaya banjir, temperatur, dan sebagainya; (2) kualitas lahan pengelolaan (mempengaruhi pengelolaan usaha pertanian) contoh: kemungkinan untuk mekanisasi, ukuran dari blok pengelolaan yang potensial, lokasi dalam hubungannya dengan penyediaan sarana produksi (input) dan pemasaran hasil (aspek ekonomi) dan sebagainya; (3) kualitas lahan konservasi (mempengaruhi degradasi lahan) contoh: bahaya erosi, bahaya salinisasi dan alkalinisasi, bahaya pemadatan tanah, bahaya terbentuknya kerak, adanya spesies tanaman atau hewan yang unik dan sebagainya; (4) kualitas lahan perbaikan (kemungkinan untuk merubah kondisi) contoh: sifat dapat diairi, sifat dapat dilakukan drainase, respon terhadap pemupukan dan sebagainya. Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan dapat dilihat seperti Tabel 1 di bawah:
Tabel 1. Karakteristik Lahan yang Digunakan dalam CSR, 1983; FAO, 1983 dan Sys et al., 1983. CSR/FAO, 1983)
FAO, 1983
Sys et al . 1983
Temperatur Ketersediaan air Ketersediaan oksigen Media perakaran Retensi hara
Kelembaban Ketersediaan hara Ketersediaan oksigen Media untuk perkembangan akar Kondisi untuk pertumbuhan Kemudahan diolah
Sifat iklim Topografi Kelembaban
Toksisitas Sodisitas Bahaya sulfidik Bahaya erosi Penyiapan lahan
Salinitas dan alkalinitas/toksisitas Retensi terhadap erosi Bahaya banjir Temperatur Energi radiasi dan fotoperiode Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan) Kelembaban udara Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman
Sifat fisik Tanah Sifat kesuburan tanah Salinitas
dan
alkalinitas.
Bahan diskusi: Kelompokkan jenis-jenis kualitas lahan tersebut menurut kelompok kualitas lahan utama.
Karakteristik/kualitas lahan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman cukup banyak, namun untuk kepentingan evaluasi lahan bisa dipilih dan ditentukan sesuai dengan keperluan dan kondisi lokal atau tujuan dan tingkatan evaluasi dari wilayah yang akan dievaluasi. Kualitas lahan yang terpilih/ditentukan sebagai dasar evaluasi lahan digolongkan ke dalam karakteristik/kualitas lahan diagnostik. Puslittanak (2003) menetapkan kualitas lahan yang dipilih digunakan dalam evaluasi lahan adalah sebagai berikut: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan. - Temperatur - Ketersediaan air
: ditentukan oleh keadaan temperatur rerata tahunan : ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa kering, sumber air tawar, tergantung jenis komoditasnya - Ketersediaan oksigen : ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen - Media perakaran : ditentukan oleh tekstur tanah, bahan kasar dan kedalaman tanah - Gambut : ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut - Retensi hara : ditentukan oleh KTK liat, Kejenuhan basa, pH H2O, dan C-organik - Bahaya keracunan - Bahaya erosi
: ditentukan oleh salinitas,alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2) : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
- Bahaya banjir : ditentukan oleh genangan - Penyiapan lahan : ditentukan oleh batuan di permukaan, dan singkapan batuan Fasilitas yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi (Rossiter, 1995). Hal ini dengan pertimbangan bahwa, bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Bahan diskusi : Dari jenis-jenis kualitas lahan tersebut, mana yang paling berpengaruh terhadap produksi tanaman?.
XIII. INFORMASI DATA SUMBERDAYA LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini di kelas, mahasiswa peserta kuliah dapat menghubungkan berbagai data sumberdaya lahan Sasaran Belajar 1. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menunjukkan informasi data tanah 2. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memodifikasi data iklim 3. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menghubungkan data geologi dan geomorfologi 4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menggunakan data managemen penggunaan lahan 5. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menghubungkan data sosial ekonomi.
Informasi tentang tanah merupakan data dasar untuk evaluasi lahan secara langsung/tidak langsung. Informasi ini sering merupakan ciri lahan yang langsung dapat diamati atau dinilai. Informasi tanah merupakan bagian yang sangat penting karena tanah merupakan bagian dari sumberdaya lahan yang mempunyai pengaruh langsung dan terus menerus untuk penggunaan di bidang pertanian. Proses genesis, klasifikasi dan penyebaran tanah pada suatu daerah akan sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu seorang ahli evaluasi lahan harus mempunyai basic ilmu tanah di samping ilmu-ilmu pendukung lainnya. Bahan diskusi: 1. Tunjukkan jenis-jenis data tanah yang dimaksud. 2. Dari jenis-jenis data tanah yang saudara tunjukkan, selanjutnya kelompokkan ke dalam kualitas lahan. Informasi iklim yang valid dan terpercaya sangat menunjang dalam evaluasi kemampuan/kesesuaian lahan. Seperti diketahui sangat banyak jenis-jenis tanaman yang sangat sensitif terhadap pengaruh iklim misalnya anggur tidak cocok untuk ditanam pada daerah-daerah dengan curah hujan maupun bulan basah terlalu tinggi. Data iklim dapat diperoleh dari stasion iklim maupun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pemanfaatan data iklim. Informasi iklim yang paling memegang peranan dalam evaluasi lahan antara lain; curah hujan, lamanya bulan kering, suhu (temperatur), energi radiasi (fotoperiode) dan sebagainya. Pengetahuan tentang iklim/ simulasi data iklim sangat diperlukan untuk keperluan evaluasi sumberdaya lahan khususnya untuk prediksi kesesuaian lahan dalam penyusunan perencanaan/memberikan rekomendasi penggunaan/perubahan penggunaan lahan.
Tugas: 1. Pelajari kembali tipe-tipe zona agroklimat/tipe-tipe iklim dan simulasi data iklim 2. Jelaskan dengan contoh pengaruh iklim terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
93
Ketinggian di atas muka laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi pada bentangan lahan, bentuklahan (landform) dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor topografi dapat berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya diusahakan, demikian juga di dalam program mekanisasi pertanian. Data topografi ini hampir selalu digunakan dalam setiap sistem evaluasi lahan. Bentuklahan (landform) sangat erat kaitannya dengan potensi lahan sehingga tidak luput dari perhatian ahli evaluasi lahan. Sebagai contoh pada bentuklahan dataran banjir tidak disarankan untuk daerah pemukiman atau untuk jenis-jenis tanaman yang memerlukan drainase tanah yang baik seperti kates, cengkeh, atau tanaman-tanaman tahunan lainnya. Struktur dan formasi geologi mempunyai banyak pengaruh langsung/tidak langsung pada penggunaan lahan khususnya pada bidang pertanian. Relief/topografi sangat berhubungan erat dengan keadaan geologinya. Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah. Oleh karena itu adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi (kemampuan dan kesesuaian lahan) untuk suatu penggunaan tertentu. Manfaat seperti ini telah ditunjukkan oleh penggunaan data geologi di dalam sistem evaluasi lahan seperti pada sistem lahan (land system). Bahan diskusi: 1. Jelaskan hubungan bentuklahan (landform) dengan potensi lahan 2. Coba lihat peta geologi Pulau Bali lalu jelaskan pengaruh formasi geologi dengan ordo tanah yang terbentuk.
Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia baik pada masa lalu maupun masa kini. data vegetasi (vegetasi permanent) perlu dipertimbangkan dengan alasan bahwa vegetasi sering dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi (kemampuan/kesesuaian lahan) bagi suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran/kenampakan tanaman-tanaman indikator. Sebagai contoh bila tanaman kelapa tumbuh subur dan berbuah lebat dapat digunakan sebagai indikator bahwa kedalaman tanahnya dalam sampai sangat dalam.
Sejarah penggunaan/manajemen lahan harus mendapat perhatian dari seorang surveyor evaluasi lahan. Hal ini penting karena faktor pengelolaan manajemen lahan secara langsung/tidak langsung akan berpengaruh terhadap kemampuan potensial dari lahan yang bersangkutan. Sebagai contoh, apakah dalam pengelolaan lahan telah dilakukan tindakan konservasi, kalau ya apa jenis tindakan tersebut; masukan-masukan apa saja yang telah diberikan dalam pengelolaan lahan tersebut, dan sebagainya. Tugas: 1. Coba saudara identifikasi jenis-jenis tanaman indikator untuk penilaian potensi lahan 2. Jelaskan pengaruh manajemen lahan terhadap kemampuan potensial lahan
Pada pendekatan sitem evaluasi lahan secara terpadu, dalam membuat perencanaan penggunaan lahan (pengembangan suatu wilayah) informasi sosial ekonomi juga diperlukan. Sebagai contoh dari aspek ekonomi adalah aspek pemasaran, harga-harga hasil komoditas, nilai input-output dan sebagainya. Dari aspek sosial budaya misalnya di daerah yang penduduknya mayoritas muslim jangan mengembangkan ternak babi meskipun dari hasil evaluasi, daerah tersebut sangat cocok untuk peternakan babi. Demikian juga pada daerah-daerah yang petaninya sudah mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu secara turun-temurun seperti salak di Sibetan, tembakau di Temanggung, kita harus hati-hati untuk merekomendasikan tanaman-tanaman lain meskipun cocok untuk daerah tersebut. Demikian pula meskipun secara agribisnis tanaman tertentu sangat cocok dengan kondisi setempat namun nilai ekonomisnya sangat rendah dan pemasarannya sulit, mungkin tidak layak direkomendasikan. Bahan diskusi: Coba saudara identifikasi lagi informasi data sosial ekonomi dan budaya yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian rekomendasi penggunaan lahan.
XIV. KESESUAIAN LAHAN UNTUK BIDANG PERTANIAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan melakukan diskusi, mahasiswa peserta kuliah dapat membuat penilaian kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan . Sasaran Belajar 1.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami definisi, tujuan dan manfaat evaluasi kesesuaian lahan 2.Setelah didiskusikan, mahasiswa mampu menjelaskan struktur klasifikasi kesesuaian lahan 3.Setelah didiskusikan, mahasiswa mampu menilai kesesuaian lahan aktual dan potensial 4.Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan penilaian kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu yang lebih spesifik dari kemampuan lahan. Perbedaan dalam tingkat kesesuaian ditentukan oleh hubungan antara keuntungan dan masukan yang diperlukan sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dalam bentuknya yang sangat kuantitatif, kesesuaian lahan dinyatakan dalam istilah ekonomi dari masukan dan keluaran atau dalam hasilnya berupa pendapatan bersih atau di daerah-daerah berkembang berupa tingkatan kehidupan masyarakat taninya. Tujuan daripada evaluasi kesesuaian lahan adalah untuk memberikan penilaian kesesuaian lahan untuk tujuan-tujuan yang telah dipertimbangkan. Manfaat evaluasi kesesuaian lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order kesesuaian, Kelas kesesuaian, Subkelas kesesuaian, dan Unit kesesuaian. Order kesesuaian lahan mencerminkan macam kesesuaiannya, kesesuaian mencerminkan derajat kesesuaian lahan dalam order,
kelas
subkelas kesesuaian
mencerminkan macam hambatan atau macam perbaikan utama yang dibutuhkan dalam kelas. Unit kesesuaian lahan mencerminkan perbedaan-perbedaan minor yang dibutuhkan dalam pengelolaan subkelas. Order kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu: Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) adalah lahan
yang dapat dipergunakan secara berkelangsungan untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan akan memuaskan setelah dikalkulasi dengan masukan yang diberikan, tanpa adanya resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Order tidak sesuai (N) adalah lahan yang apabila dikelola, mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan ini tidak sesuai digunakan untuk pertanian karena berbagai hambatan. Order sesuai (S) dapat dibagi lagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sesedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefinisikan secara kuantitatif adalah sebagai berikut: (1) kelas S1 (sangat sesuai) adalah lahan yang tidak mempunyai pembatas serius dalam menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebihi yang biasa diberikan. (2) kelas S2 (cukup sesuai) adalah lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. (3) kelas S3 (sesuai marginal) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan. Order N (tidak sesuai) biasanya ada dua kelas yaitu: (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari. Sub kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1, tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r. Kesesuaian lahan pada tingkat satuan (unit) merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas. Semua satuan (unit) dalam satu sub kelas mempunyai tingkat kesesuaian
yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas. Satuan-satuan yang satu berbeda dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembatas datail dari pembatasnya. Dengan diketahuinya pembats secara detail, akan memudahkan penafsiran perencanaan pada tingkat usahatani. Simbul kesesuaian lahan pada tingkat satuan (unit) dibedakan oleh angka-angka yang ditempatkan setelah simbul subkelas. Skema struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dapat dilihat pada Gambar dibawah. Gambar 7. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan Pada Berbagai Kategori (FAO, 1976)
S (sesuai)
Keterangan: = pembatas ketersediaan OrderS = sesuai Kelas Subnkelas Unit hara N = tidak sesuai e = pembatas erosi Sc = sesuai menurut keadaan c = pembatas iklim S1 S2n S2e-1 S2 S2e Bahan diskusi: S3 S2ne Jelaskan perbedaan antara kesesuaian lahan dengan kemampuan lahan berdasarkan atas pemahaman mengenai definisi di atas.
Phase : Sc (kesesuaian menurut keadaan) Sc2
S2e-2 dsb
Sc2n
Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability)
N (tidak sesuai)
N1
N1n
adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan N2 N1c data yang belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkatdst pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Sebagaimana diketahui bahwa faktor pembatas yang kemungkinan terdapat di satuan peta yang dievaluasi, ada yang sifatnya permanen dan tidak memungkinkan untuk dapat diperbaiki atau tidak ekonomis. Di lain pihak ada faktor pembatas yang dapat diatasi atau diperbaiki dan secara ekonomi masih menguntungkan dengan masukan teknologi yang tepat.
Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan atau improvement.Usaha perbaikan yang dilakukan harus sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang telah dilaksanakan. Kesesuaian lahan potensial inilah yang merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat manajemen atau pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas serta hasil produksi per satuan luas. Untuk menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus diteliti kembali sifat-sifat lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan.
Sifat lahan dapat dibedakan atas sifat lahan yang dapat diperbaiki dan sifat yang tidak dapat diperbaiki. Sifat lahan yang dapat diperbaiki sangat bervariasi dalam hal masukan yang diperlukan, tergantung pada tingkat manajemen mana yang akan diterapkan. Satuan peta yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki berarti pada satuan peta tersebut tidak akan terjadi perobahan terhadap kelas kesesuaian lahannya karena peranan dari karakteristik atau sifat lahan tersebut. Dalam evaluasi kesesuaian lahan perlu ditetapkan beberapa asumsi yang menyangkut jenis usaha apa yang dapat dilaksanakan pada tingkat pengelolaan tertentu. Contoh asumsi tersebut disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel 5. Jenis usaha perbaikan kualitas/karakteristik lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya. No 1. 2.
3. 4. 5.
Kualitas lahan/karateristik lahan Rejim radiasi - Panjang penyinaran matahari Rejim suhu - Suhu rata-rata tahunan - Suhu rata-rata bulan terdingin - Suhu rata-rata bulan terpanas Rejim kelembaban udara - Kelembaban nisbi Ketersediaan air - Bulan kering - Curah hujan Media perakaran - Drainase - Tekstur - Kedalaman efektif
Jenis usaha perbaikan
Tingkat pengelolaannya
- Tidak dapat dilakukan perbaikan
-
- Tidak dapat dilakukan perbaikan - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Tidak dapat dilakukan perbaikan
-
- Tidak dapat dilakukan perbaikan - Sistem irigasi/pengairan - Sitem irigasi/pengairan - Perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Umumnya tidak dapat dilakukan kecuali pada lapisan padas lunak
Sedang, tinggi Sedang, tinggi Sedang, tinggi Tinggi
dan tipis dengan membongkarnya waktu pengolahan tanah. - Pengaturan sistem drainase untuk mempercepat proses pematangan gambut. - Dengan teknik pemadatan gambut, serta teknik penanaman serta pemilihan varietas.
- Gambut; kematangan ketebalan 6.
7.
8.
9. 0.
Retensi Hara - KTK
Sedang, tinggi
2. 3.
Potensi mekanisasi Bahaya erosi
Sedang, tinggi
- Pemupukan - Pemupukan - Pemupukan
Rendah, sedang, tinggi -
- Pembuatan tanggul penahan banjir - Serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air - Reklamasi
Kegaraman - Salinitas Toksisitas - Kejenuhan aluminium - Lapisan pirit
Kemudahan pengolahan tanah
-
- Pengapuran atau penambahan bahan organik - Pengapuran
- Ph Ketersediaan Hara - N total - P205 tersedia - K20 dapat tukar Bahaya banjir - Periode - Frekuensi
1.
Tinggi
Tinggi Tinggi Sedang, tinggi
- Pengapuran - Pengaturan sistem tata air tanah, tinggi permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidik.
Sedang, tinggi Sedang, tinggi
- Pengaturan kelembaban tanah untuk mempermudah pengolahan tanah. - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Usaha pengurangan laju erosi, seperti pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah.
Sedang, tinggi Sedang, tinggi
Keterangan : - Tingkat pengelolaan rendah : pengelolaan dapat dilaksanakan oleh petani dengan biaya yang relatif rendah. - Tingkat pengelolaan sedang : pengelolaan dapat dilaksanakan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal menengah dan teknik pertanian sedang. - Tingkat pengelolaan tinggi : pengelolaan hanya dapat dilakukan dengan modal ynag relatif besar, umumnya dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan besar atau menengah.
Tabel 6. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya. Kualitas lahan/ sifat lahan
Tingkat pengelolaan Rendah
1.Rejim radiasi 2.Rejim suhu 3.Rejim kelembaban udara 4.Ketersediaan air - Bulan kering - Curah hujan
-
Sedang
Tinggi
-
-
+ +
109
++ ++
5. Media perakaran - drainase - Tekstur tanah - Kedalaman efektif - Gambut: - kematangan - Ketebalan 6.Retensi hara: - KTK - pH (H2O) - KB - C-organik 7.Ketersediaan hara - N-total - P2O5 tersedia - K2O 8.Bahaya banjir - Periode - Frekuensi 9.Kegarama - Salinitas 0.Toksisitas - Kejenuhan Aluminium - Lapisan pirit 1.Kemudahan pengolahan 2.Potensi mekanisasi 3.Bahaya erosi
-
+ -
-
++ +
-
+ +
-
+ + +
++ ++ ++ ++
+ + +
++ ++ ++
+++ +++ +++
-
+ +
++ ++
-
+
++
+ + + +
++ ++ + + ++
-
Keterangan: - : Tidak dapat dilakukan perbaikan + : Perbaikan dapat dilakukan, dan akan dihasilkan kenaikan sebesar satu kelas lebih tinggi misalnya dari S3 menjadi S2 ++ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan sebesar dua kelas lebih tinggi, misalnya dari kelas S3 menjadi S1 +++ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan sebesar tiga kelas atau lebih, misalnya dari kelas N1 menjadi S1 Tugas: Dari data yang diberikan, coba asumsikan tingkat perbaikan kualitas lahan dari aktual menjadi potensial.
Cara penilaian kesesuaian lahan yang sering dilakukan adalah dengan cara matching (mencocokkan) kualitas/karakteristik lahan dengan persyratan tumbuh tanaman yang dievaluasi/persyaratan penggunaan lahan yang dikehendaki. Dalam sistem Matching ini berlaku hukum minimum, yang artinya kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Contoh penilaian kesesuaian lahan jagung varietas Harapan pada Seri Santong daerah Lombok, dapat dilihat seperti Tabel di bawah ini.
110
Tabel 7. Cara rating untuk penentuan kelas/subkelas kesesuaian lahan = Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan Nilai data Kes.lahan Usaha Kes. lahan aktual perbaikan potensial
1.Temperatur(tc) Temperatur rerata (oC) 2.Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) Kelembaban (%) 3.Ketersediaan oksigen (oa) Drainase 4.Media perakaran Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) 5.Gambut Ketebalan (cm) Kematangan 6.Retensi hara (nr) KTK liat Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) 7.Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) 8.Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) 9.Bahaya sulfidik (xs ) Kedalaman sulfidik (cm) 10.Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi 11.Bahaya banjir (fh) Genangan 12.Penyiapan lahan Stoniners (%) Rock outcrop (%) Kelas kesesuaian lahan
S1 22
S1
1.550
S2
80
S1
S1 S1
S2
S2 S2 S1
S2
S2
sedang
S2
S2
lempung berpasir 75
45-75
< 45
Rendah
Sedang
Tinggi
(< 0.03)
(0.03-0.09)
(> 0.09)
-
-
OL, OH, PT
15
> 100
50-100
< 50
7.Kedalaman hamparan batuan Keras Lunak 8.Kedalaman padas keras Tebal
> 50
< 50
-
> 100
50-100
< 50
Tipis
> 50
< 50
-
< 25
25-50
> 50
-
-
Ada
9.Batu/kerikil (>7,5cm)
3)
(% berat)
0. Longsor
1)Maksimum 3 lantai 2)Lapisan yang paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah 3)Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman 100 cm
113
Tabel 9. Kesesuaian Lahan untuk Pembuatan Jalan (USDA, 1983) Sifat Lahan
Kesesuaian Lahan Baik
Sedang
Buruk
-
-
> 30
> 100
50-100
< 50
> 50
< 50
-
> 100
50-100
< 50
> 50
< 50
-
Rendah
Sedang
Tinggi
(< 0.03)
(0.03-0.09)
(> 0.09)
8
GW,GP,SW,SP,
CL dgn PI
CL dgn PI > 15
SP,GM,GC,SM,
< 15
CH,MH,OH,OL
1.Subsidien total (cm) 2.Kedalaman hamparan batuan Keras Lunak 3.Padas keras Tebal Tipis 4.Mengembang mengerut
1)
(nilai
Cole) 5.Indeks Kelompok AASHTO Unified 3)
1)2)
SC.
PT.
6.Air tanah (cm)
> 75
30-75
< 30
7.Lereng
15
8.Banjir
Tanpa
Jarang
Sering
< 25
25-50
> 50
-
-
Ada
9.Batu (> 7.5 cm)
4)
0. Longsor
1)Lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah 2)Untuk famili tanah kaolinitik, pengharkatan menjadi satu tingkat lebih baik dari tabel ini 3)Dikutip dari USDA (1971). 4)Rata-rata dibobotkan dari permukaan tanah sampai kedalaman 100 cm. Tugas: Lakukanlah penilaian kesesuaian lahan untuk pembangunan gedung berdasarkan data seri tanah yang telah disediakan.
114
XX. PEMBATAS LAHAN DAN PERBAIKAN LAHAN. Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan, mahasiswa peserta kuliah dapat menafsirkan pembatas lahan dan perbaikan lahan Sasaran Belajar 1. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat memahami definisi pembatas lahan 2. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat mengkatagorikan jenis-jenis pembatas Lahan-lahan 3. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat menilai perbaikan lahan mayor dan minor .
Suatu karakteristik/kualitas lahan dapat merupakan faktor pembatas jika tidak atau hampir tidak dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi/pemamfaatan yang optimal dari suatu penggunaan lahan tertentu. Dengan kata lain kualitas lahan dapat bersifat sebagai faktor pembatas/limiting faktor bila kualitas lahan tersebut tidak sesuai dengan persyaratan penggunaannya. Secara garis besar, pembatas lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pembatas lahan permanen (tetap), yaitu pembatas lahan yang sulit diperbaiki. Sebagai contoh: kedalaman efektif tanah, iklim (bulan kering, suhu, curah hujan), bahaya banjir, adanya pirit, dan sebagainya. 2. Pembatas lahan sementara yaitu pembatas lahan yang dapat diperbaiki dengan cara pengelolaan lahan tanpa modal terlalu besar. Sebagai contoh, ketersediaan hara dapat diperbaiki dengan pemupukan. Tugas: Masing-masing mahasiswa diwajibkan menyebutkan dua jenis pembatas lahan
Perbaikan lahan adalah usaha/aktivitas yang dilakukan untuk tujuan konservasi maupun untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan lain dalam penggunaan lahan. Perbaikan lahan dapat dibedakan menjadi: 1. Perbaikan lahan utama (mayor), biasanya dilakukan pada pembatas lahan yang bersifat permanen, membutuhkan banyak masukan tetap yang biasanya tidak dapat dibiayai oleh petani perseorangan yang menyebabkan perubahan permanen. Sebagai contoh: penyediaan fasilitas saluran irigasi, perbaikan suplai oksigen dengan drainase buatan, 115
reklamasi lahan rawa, lahan gambut dan sebagainya. 2. Perbaikan lahan minor adalah perbaikan lahan yang tidak permanen yang dapat dilakukan oleh petani atau pemakai lahan. Masukan untuk perbaikan kualitas lahan minor biasanya berulang. Sebagai contoh: Usaha pemupukan untuk pemulihan kesuburan tanah, penggunaan mulch untuk mengatasi kekeringan, pengolahan tanah menurut garis kotur. Tugas: Berikan masing-masing dua buah contoh yang termasuk masukan tetap danmasukan berulang.
116
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air . Penerbit IPB. Beek, K.J. 1978. Land Evaluation for Agricultural Development . International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI. Wageningen The Netherlands. Bennema, J. 1972. Diagnostic Chriteria Inputs in Land Evaluation for Rural Porposes . Edited by Brinkman, R. and A.J Smyth 1973. International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI Wageningen The Netherland. CSR/FAO Staff.1983. Reconaissance Land Resource Survei Atlas Format Procedure . Centre for Soil Research AGAF/INS/006. Manually. Version, Bogor. Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survei and Land Evaluation . George Allen and Unwin Publisher Ltd. London. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin no. 32. Sys,C.,E. Van Ranst, J. Debaveye 1991. Land Evaluation Part I. Principles in Land Evaluation and Crop Production Calculation. International Training Centre For Post- Graduate Soil Scientist University Ghent. Vink, A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Sringer Verlaag. Berlin, Heidelberg, New York. Young, A.. 1976. Tropical Soils and Soil Survei . Camridge University Press, Cambridge.
117
XIV. SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan tentang pokok bahasan ini mahasiswa peserta kuliah mampu menerapkan kegiatan survei evaluasi lahan. Sasaran Belajar 1.Setelah membaca dan melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan cara perolehan data sumberdaya lahan 2.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan pendekatan survei evaluasi lahan
Data sumberdaya lahan dapat diperoleh melalui dua cara yaitu: (1) melalui data sekunder seperti data hasil survei dan pemetaan tanah, laporan hasil penelitian, peta-peta dan sebagainya; (2) dari data primer melalui kegiatan survei evaluasi lahan. Agar dapat memberikan rekomendasi penggunaan/perubahan pola penggunaan lahan yang tepat, ahli evaluasi lahan sebaiknya dapat melihat secara langsung kondisi bentang lahan yang akan dievaluasi melalui kegiatan survei agar dapat diketahui kondisi landscape secara utuh. Hal ini sangat perlu dilakukan karena berdasarkan banyak pengalaman kesalahan dalam memberikan rekomendasi dapat menyebabkan kerugian pada si pengguna lahan. Sebagai contoh kasus, ada suatu perusahan yang bergerak di bidang agribisnis rugi sampai milyaran rupiah karena kesalahan dari konsultan dalam memberikan rekomendasi. Hal ini bisa terjadi karena dalam memberi rekomendasi hanya berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah lapisan atas saja, tanpa didukung oleh data morfologi/profil tanah, formasi geologi/bahan induk maupun kondisi lingkungan lainnya. Bahan diskusi: Jelaskan kelebihan-kelebihan hasil evaluasi sumberdaya lahan berdasarkan data sekunder dengan data primer (data hasil survei).
Dalam evaluasi lahan, pengamatan fisik dan sosial ekonomi harus dilakukan. setelah tujuan studi digariskan, maka pendekatan dalam evaluasi lahan dapat dilakukan menurut dua strategi yaitu: 1. Pendekatan dua tahap (two stage approach) Tahap pertama terutama berkenaan dengan evaluasi lahan secara fisik (kualitatif), yang kemudian diikuti dengan tahapan kedua yang meliputi analisis ekonomi dan sosial. Keuntungan dalam pendekatan ini adalah metodenya langsung dengan urutan aktifitas 118
yang jelas, pengaturan waktu yang fleksibel untuk aktifitas dan pengaturan staf dimungkinkan. Pendekatan dua tahap ini sering digunakan dalam survei inventarisasi sumberdaya lahan untuk keperluan perencanaan secara luas. 2. Pendekatan evaluasi lahan paralel (sejajar) Analisis/evaluasi lahan secara fisik berjalan bersama-sama dengan analisis sosial ekonomi. Keuntungan pendekatan ini adalah kemungkinan adanya kerjasama kelompok multidisipliner antara ahli fisik, sosiologi dan ekonomi. Metode ini biasanya sangat tepat untuk evaluasi lahan secara detil. Sampai saat ini pekerjaan evaluasi lahan lebih banyak menggunakan pendekatan dua tahap. Alasannya adalah kesulitan dalam pengaturan waktu dan staf, dan adanya kenyataan bahwa ahli-ahli dari berbagai disiplin biasanya tidak mengerti bahasa teknis satu dan lainnya sehingga pekerjaan kelompok multidispliner sering gagal. Gambar 1. Skema Pendekatan dua Tahap dan Pendekatan Paralel dalam Evaluasi Lahan Bahan diskusi: Jelaskan kelebihan dan kekurangan kedua pendekatan tersebut. Konsultasi pendahuluan Pendekatan dua tahap Tahap pertama
Pendekatan paralel Survei dasar
Survei dasar
Klasifikasi Analisis kualitatif dan ekonoman kuantitatif dan sosial
Klasifikasi lahan kualitatif
Tahap kedua
Analisis ekonomi dan sosial
Klasifikasi lahan kuantitatif
Keputusan perencanaan
119
XV. MERANCANG KEGIATAN SURVEI EVALUASI LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa peserta kuliah dapat merancang kegiatan survei evaluasi lahan (C4). Sasaran Belajar 1. Setelah membaca dan mendiskusikan, mahasiswa dapat menerapkan prosedur survei evaluasi lahan 2. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan delineasi satuan lahan 3. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat menunjukkan titik sampel pengamatan 4. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan pengukuran/observasi lapang 5. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan tabulasi dan analisis data.
Merancang kegiatan survei merupakan langkah awal dari evaluasi sumberdaya lahan. Perencanaan yang matang dan sistematis sebelum melaksanakan kegiatan survei akan dapat mempermudah dan mempercepat pekerjaan survei dan hasilnya akan lebih akurat. Dalam perancangan kegiatan survei beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: bahan dan alat yang diperlukan, metode yang diterapkan, prosedur survei, variabel yang diamati, metode analisis data, jadwal waktu, jumlah tenaga yang dibutuhkan serta kualitasnya masing-masing. Menurut FAO ( 1976), kegiatan utama dalam suvei evaluasi lahan adalah sebagai berikut: 1. Konsultasi pendahuluan : meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain penetapan tujuan evaluasi, jenis data yang dibutuhkan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, penetapan daerah survei, serta intensitas dan skala survei. 2. Penjabaran (deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan. 3. Deskripsi satuan peta lahan (land mapping units) dan kualitas lahan (land qualities) berdasarkan pengetahuan tentang persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya. 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan dan informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama-sama.
120
5.Hasil dari butir 4 adalah klasifikasi kemampuan/kesesuaian lahan. 6.Penyajian dari hasil survei evaluasi lahan. Secara skematis keenam kegiatan utama tersebut dapat diringkas seperti Gambar di bawah ini.
KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN KONSULTASI PENDAHULUAN - tujuan - data dan asumsi - rencana evaluasi PENYAJIAN HASIL
Gambar 2. Skema kegiatan survei evaluasi lahan Tugas: Buatlah proporsal kegiatan survei evaluasi lahan ULANGAN JENIS-JENIS UTAMA PENGGUNAAN LAHAN
SATUAN PEMETAAN LAHAN
Satuan lahan homogen adalah suatu daerah/areal yang dibatasi oleh kesamaan /kemiripanDAN unsur-unsur pembentuknya. Makin banyak unsur pembentuk satuan lahan PERSYARATAN KARAKTERISTIK/ KUALITAS LAHAN PEMBATAS PENGGUNAAN LAHAN yang bersangkutan, makin homogen satuan lahanDAN tersebut. Adapun unsur-unsur MEMBANDINGKAN PENGGUNAAN LAHAN KEADAAN LAHAN - membandingkan - analisis sosil ekonomi - dampak lingkungan
121
pembentuk satuan lahan antara lain: landform, lereng, tanah, landuse, iklim, geologi dan sebagainya. Cara delineasi satuan lahan homogen adalah dengan cara mengkompilasikan beberapa peta seperti peta landform, peta lereng, peta tanah, peta landuse, peta iklim, dan peta geologi. Peta landform
Gambar 3. Tumpang susun beberapa peta dalam proses delineasi satuan lahan homogen Peta lereng Tugas: Buatlah delineasi satuan lahan berdasarkan peta-peta yang telah tersedia. Peta tanah Peta lahan landuse Setelah melakukan delineasi satuan homogen, dilanjutkan Peta iklim
dengan
penentuan titik sampel pengamatan. Pengamatan di lapang harus dilakukan dengan teliti Peta geologi
dan penggambaran titik-titik pengamatan ke dalam peta harus tepat. Pengamatan yang baik di lapangan tetapi salah dalam meletakkan atau menggambarkannya dalam peta akan menghasilkan peta kemampuan/kesesuaian lahan atau peta lainnya yang salah, dan tidak bermanfaat untuk digunakan. Oleh karena itu untuk menghasilkan peta yang baik dan benar diperlukan persiapan, pelaksanaan lapang, dan pengolahan data yang sebaik
-
baiknya. Intensitas titik pengamatan/observasi ditentukan oleh tingkat kedetilan survei. Makin detil tingkatan survei, jumlah/intensitas pengamatan semakin tinggi. Ada beberapa cara penentuan titik sampel pengamatan, tergantung dari metode masing-masing. Ada yang menggunakan sistem grid (grid kaku dan grid bebas), ada yang menggunakan sistem random, purposif sampling dan sebagainya. Dalam hal ini dibahas metode pendekatan satuan lahan umumnya penentuan titik observasi dilakukan secara stratified baik berupa stratified random sampling maupun stratified purposif sampling, atau dalam satuan
122
-
satuan lahan tersebut sering dilakukan secara transek lereng, ataupun berdasarkan katena lahan. Intensitas pengamatan/jumlah sampel tergantung dari luas dan homogenitas satuan lahan. Bila luas satuan lahannya sempit dan homogen, maka pengambilan sampel tidak perlu terlalu banyak. Pada kondisi seperti ini penentuan titik sampel dapat dilakukan secara stratified purposif sampling dengan asumsi bahwa karena satuan lahannya sangat homogen, dimanapun diambil sampelnya akan dapat mewakili daerah yang bersangkutan. Bila satuan lahannya sangat luas dan masih diragukan homogenitasnya, maka pengambilan sampel harus lebih banyak baik secara random, grid, maupun purposif dalam satuan lahan yang bersangkutan. Analisis sampel dapat dilakukan secara komposit, berdasarkan nilai tengah, atau nilai rata-rata. Contoh Gambar satuan lahan dapat dilihat seperti di bawah ini. Gambar 4. Satuan lahan yang didelineasi berdasarkan tumpang susun beberapa peta. 1 3 Tugas: 5 Lakuan penentuan titik sampel pengamatan pada 6 7 satuan satuan lahan yang telah didelineasi. 2
Setelah penetapan titik sampel yang digambarkan pada masing-masing satuan 4 lahan dilanjutkan dengan observasi lapang yang bertujuan untuk mengamati karakteristik/kualitas lahan. Adapun beberapa karakteristik/kualitas lahan yang diamati di lapang antara lain: ketersediaan oksigen (drainase tanah); media perakaran (tekstur tanah, bahan kasar, kedalaman tanah); lereng permukaan, banjir (genangan); batuan di permukaan, singkapan batuan, jenis penggunaan lahan, jenis pengelolaan lahan, kondisi pertumbuhan tanaman, tindakan konservasi, dan sebagainya. Di samping itu perlu juga melakukan wawancara kepada pengguna lahan pada masing-masing satuan lahan untuk
123
menanyakan data managemen lahan yang dilakukan seperti pemupukan : jenis, dosis pupuk yang digunakan, produksi per satuan luas, input-output dalam usaha tani dan sebagainya, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel pada kedalaman tertentu sesuai dengan tujuan evaluasi. Perlu juga diperhatikan dalam observasi lapang tersebut sambil mencocokkan hasil delineasi satuan lahan yang dilakukan di laboratorium dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Bila terjadi kesalahan langsung dilakukan perbaikan saat itu juga Tugas: Coba saudara persiapkan blangko isian untuk pengamatan lapang, dan lengkapi dengan quisioner untuk wawancara dengan petani.
Data karakteristik/kualitas lahan yang tidak dapat diamati di lapang ditetapkan di Laboratorium melalui analisis sampel tanah yang telah diambil. Beberapa karakteristik lahan yang ditetapkan di laboratorium antara lain: KTK tanah, KB, C-Organik, Kadar garam, dan sebagainya. Setelah data karakteristik/kualitas lahan terkumpul (data lapangan dan data laboratorium), selanjutnya dilakukan tabulasi (data dibuat dalam bentuk tabel, diagram dan sebagainya) untuk memudahkan analisis/interpretasi. Analisis data dilakukan untuk merekontruksi data yang telah terkumpul apakah ada data yang tidak masuk akal atau ekstrim, atau ada data yang ketinggalan. Bila ada data-data seperti yang telah disebutkan, dilakukan pengecekan kembali apakah hasil pengamatan yang salah, atau metode analisisnya yang kurang tepat. Bila ada data yang kurang harus dilengkapi dengan segera. Tugas: Coba saudara analisis data karakteristik/kualitas lahan yang telah disediakan, dan hubungkan antara data karakteristik yang satu dengan yang lainnya
124
XI. PENDEKATAN FISIOGRAFIK DAN PARAMETRIK. Kompetensi Dasar Setelah membaca dan melakukan diskusi tentang topik ini, mahasiswa peserta kuiah dapat membandingkan antara pendekatan fisiografik dan parametrik dalam evaluasi lahan Sasaran Belajar 1. Setelah membaca dan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan pendekatan sistem lahan. 2. Setelah membaca dan diskusi, mahasiswa dapat menerapkan pendekatan fisiografik. 3. Setelah mendiskusikan, mahasiswa menerapkan pendekatan parametrik 4. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat membandingkan pendekatan fisiografik dan parametrik.
Pendekatan sistem lahan (Land System Approaach) atau dikenal sebagai survei terpadu mempunyai arti bahwa semua faktor-faktor fisik lingkungan dipetakan secara simultan. Sebagai awal dari pendekatan ini sebenarnya bertitik tolak dari penggunaan interpretasi potret udara untuk keperluan pemetaan tingkat tinjau yang cepat. Berdasarkan interpretasi potret udara/citra satelit, area-area dengan pola yang berulang dari topografi, tanah, dan vegetasi dipetakan sebagai satuan atau individu sistem lahan. Sebagai konsep utama yang digunakan dalam pendekatan sistem lahan ini adalah bahwa pada area-area tertentu semua faktor-faktor lingkungan (topografi, tanah, vegetasi, geologi, geomorfologi, dan iklim) akan saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan akan menghasilkan pola yang jelas pada potret udara. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan terpadu karena metode ini tergantung dari pengidentifikasian area-area yang jelas sebagai hasil integrasi dari variabel-variabel lingkungan. Dalam membicarakan pendekatan sistem lahan ini ada tiga istilah yang digunakan yaitu: lokasi, satuan lahan, dan sistem lahan.
Lokasi merupakan bagian dari
permukaan lahan yang untuk semua keperluan/penggunaan praktis seragam dalam bentuklahan, tanah dan vegetasi.
Satuan lahan merupakan kelompok dari lokasi yang
berhubungan yang mempunyai bentuklahan tertentu di dalam sistem lahan, dan seluruh satuan lahan yang sama akan mempunyai asosiasi lokasi yang sama pula.
Sistem lahan
merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan vegetasi. Keuntungan dari pendekatan sistem lahan adalah cepat, relatif murah, dan merupakan integrasi berbagai faktor lingkungan yang berbeda. Namun pendekatan sistem lahan ini mempunyai kelemahan yaitu tingkat generalisasi yang tinggi. Bahan diskusi: Coba jelaskan hubungan topografi dengan tanah, vegetasi, geologi dan geomorfologi.
Bentanglahan dipandang dari wilayah-wilayah fisiografik masing-masing mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat dibedakan dari wilayah lainnya. Pendekatan fisiografik mengelompokkan lahan secara keseluruhan dan tidak berdasarkan sifat tertentu. Hal ini dilakukan dengan anggapan bahwa suatu daerah yang mempunyai fisiografik yang relatif seragam akan mempunyai faktor-faktor lingkungan lainnya yang juga relatif seragam seperti: iklim mikro, ciri tanah, kondisi habitat tanaman dan sebagainya. Masing-masing satuan lahan yang diidentifikasikan dengan cara demikian dapat dianggap mempunyai sifat-sifat yang secara keseluruhan relatif seragam. Pendekatan seperti ini sangat tepat terutama bila diperlukan evaluasi medan secara keseluruhan. Klasifikasi lahan dengan pendekatan fisiografik ini menjadi sangat penting dalam evaluasi lahan mengikuti beberapa perkembangan yaitu: pengembangan konsep satuan fisiografik sebagai dasar pembagian dari bentang lahan; kecendrungan penggunaan yang semakin meluas dari penginderaan jauh baik foto udara maupun citra satelit (landsat, spot, radar, ikonos) dan sebagainya. Penggunaan foto udara/citra satelit memberikan kemungkinan untuk melaksanakan identifikasi satuan fisiografi dan pemetaannya secara relatif cepat. Perkembangan yang pesat ini cukup beralasan karena potret udara/citra penginderaan jauh lainnya pada umumnya dapat menggambarkan objek di muka bumi secara lengkap, dimana masing-masing objek mirip dengan keadaan sebenarnya dan sesuai dengan letaknya di medan; citra dapat dibuat secara cepat dan berulang kemungkinan penggunaannya untuk memantau sumberdaya lahan dan lingkungan dengan biaya yang relatif rendah. Bahan diskusi: Jelaskan hubungan antara pendekatan fisiografik dengan pendekatan sistem lahan.
Pendekatan parametrik (parametrik approach) mengkelaskan lahan atas dasar sejumlah sifat lahan tertentu, dimana pemilihan sifat tersebut ditentukan oleh peruntukan atau penggunaan lahan yang sedang dipertanyakan. Pendekatan ini digunakan apabila individu dari sifat lahan dianggap lebih penting dari sifat lahan keseluruhan. Pendekatan parametrik ini berdasarkan atas nilai numerik, sehingga penilaian yang bersifat subyektif dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan metode ini banyak
126
menarik perhatian dalam pengembangannya. Pendekatan parametrik terdiri dari beberapa tahapan berikut: a. Mengevaluasi secara terpisah sifat-sifat tanah yang berbeda dan memberikan secara terpisah nilai numeriknya menurut kepentingannya di dalam atau di antara sifat-sifat tersebut. b. Mengkombinasikan nilai-nilai numerik dari ifaktor-faktor tersebut menurut hukum matematik dengan mempertimbangkan hubungan dan interaksi antara faktor-faktor dalam menghasilkan indeks penampilan akhir (final index of performance) c. Digunakan untuk menggolongkan tanah menurut nilai persamaannya. Pendekatan parametrik digunakan pertama kali oleh Fackler (1928) dalam FAO (1974) dalam bentuk metode sederhana untuk perhitungan pajak lahan, yang didasarkan atas penjumlahan nilai dari sejumlah kecil faktor-faktor tanah seperti kadar humus, kedalaman tanah dan lain-lain. Metode yang cukup luas digunakan adalah
―Indeks Storie ‖diperoleh dengan jalan
mengalikan nilai dari sejumlah faktor-faktor tertentu seperti seri tanah, lereng dan faktor
-
faktor lainnya. Metode ini pada mulanya dikembangkan untuk menilai lahan untuk keperluan perpajakan di California. Banyak sistem parametrik yang telah dikembangkan, tapi yang paling sederhana adalah sistem penjumlahan dan atau pengurangan. Pada sistem penjumlahan atau pengurangan, kualitas sebidang lahan dihubungkan dengan patokan baku yang digunakan sebagai nilai 100 dengan jalan menjumlahkan nilai sifat sifat tanah seperti genesis, kadar bahan organik, ketebalan lapisan atas tanah, tekstur tanah, kesuburan tanah serta faktor-faktor lokasi seperti topografi dan drainase. Adapun formula dengan sistem penjumlahan dan pengurangan tersebut adalah sebagai berikut: Nilai akhir = nilai tanah - faktor bentangan lahan = (C + T + P) - L Nilai maksimum yang digunakan adalah 40 untuk C (faktor iklim), 40 untuk T (tekstur tanah dan bahan organik), dan 20 untuk P (genesis dari profil tanah dan yang berhubungan). Selanjutnya disusun daftar nilai dari tiap-tiap faktor tersebut. Misalnya,
127
-
liat berat dengan nilai 40 sampai pasir dengan nilai 1. Iklim zone tanah adalah: untuk zone podsolik 40-35, sedangkan untuk zone tanah coklat 15-5. Pada sistem perkalian (persamaan-persamaan Storie Index Rating yang disingkat SIR) dengan formula: SIR = A x B x C x X A = sifat-sifat dari profil tanah B = tekstur permukaan tanah C = faktor-faktor lereng X = faktor yang bermacam-macam (selain faktor A, B, dan C) Sebagai contoh adalah perhitungan SIR untuk SPT Altamont di California sebagai berikut: Faktor A: Tanah upland coklat seri Altamont, bahan induk napal (shale), batuan induk pada kedalaman 90 cm nilai 70% Faktor B: Tekstur lempung berliat nilai 85% Faktor C: Topografi bergelombang nilai 85% Faktor X: Erosi lebar sedang dengan parit dangkal nilai 70% Indeks rating = 0,70 x 0,85 x 0,90 x 0,70 = 0,37 yang dilaporkan sebagai 35% (tergolong kelas miskin). Keuntungan pendekatan parametrik lebih bersifat kuantitatif dan tidak tergantung dari hasil interpretasi yang sifatnya subyektif dari bentuk lahan. Lebih bersifat statistik dalam mengukur keragaman; mempormulasikan pengambilan contoh yang rasional dan menyatakan batas peluang (probability limits) dari hasil-hasil penemuan; relevan dengan perkembangan alat-alat elektronik dalam menangani data seperti komputer. Kerugian dari pendekatan parametrik adalah sering sangat sulit untuk menentukan faktor-faktor yang tepat yang akan dipilih dan digunakan sebagai kriteria dan batas-batas kelas untuk setiap penggunaan lahan. Bahan diskusi: Menurut saudara mana lebih baik antara pendekatan fisiografik dengan pendekatan parametrik?
128
Kedua pendekatan (parametrik dan fisiografik) bukanlah sebagai alternatif, tapi pada kenyataannya dapat dikombinasikan dengan memberikan keuntungan yang lebih besar. Pendekatan fisiografik memberikan kemungkinan pelaksanaan survei lebih cepat dengan biaya yang relatif murah. Bahan diskusi: Pada kenyataannya sering terjadi penggabungan antara pendekatan fisiografik dan parametrik. Mengapa demikian?
129
XVII. TIPE PENGGUNAAN LAHAN DAN KRITERIA PENCIRI PERSYARATAN TUMBUH TANAMAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan didiskusikan, mahasiswa peserta kuliah dapat membandingkan tipe tipe penggunaan lahan Sasaran Belajar 1. Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat membandingkat tipe-tipe penggunaan lahan. 2. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat memilih kriteria persyaratan tumbuh tanaman. 3. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat memilih kriteria persyaratan penggunaan lahan untuk bidang non pertanian .
-
Macam penggunaan lahan utama/umum antara lain: penggunaan lahan sawah (sawah irigasi, sawah tadah hujan), tegalan, perkebunan, hutan, tambak, dan sebagainya. Hasil evaluasi lahan terdahulu jarang yang menyebutkan penggunaan lahan yang direncanakan secara rinci. Tingkat teknologi yang digunakan dalam setiap bentuk penggunaan lahan pun biasanya ditetapkan atas dasar asumsi, jarang dijelaskan secara tegas dan pasti. Dalam sistem tersebut, kemampuan atau kesesuaian lahan umumnya hanya didasarkan pada penyimpangan (deviasi) dari keadaan lahan yang ideal. Untuk tujuan perbaikan dan penyempurnaan dari sistem evaluasi lahan tersebut maka akhir akhir ini telah dikembangkan suatu konsep tentang tipe penggunaan lahan secara terinci. Konsep tersebut merupakan kunci penentu untuk memahami setiap bentuk penggunaan lahan khususnya untuk bidang pertanian. Tipe penggunaan lahan secara terinci adalah tipe penggunaan lahan yang diperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis bagi suatu daerah dengan kondisi fisik dan sosial ekonomi tertentu. Konsep ini tidak saja menjelaskan secara tegas tentang jenis tanaman yang diusahakan (faktor produksi), tetapi juga menerangkan dengan jelas bagaimana usahatani tersebut dilaksanakan (faktor tingkat pengelolaan). Tipe penggunaan lahan secara terinci merupakan penjabaran lebih lanjut dari tipe penggunaan lahan secara umum. Beberapa tipe penggunaan lahan secara terinci dapat disusun tergantung dari detail survei dan prosedur perencanaan yang digunakan. Tipe penggunaan lahan secara terinci yang disusun dalam setiap detail evaluasi lahan harus dapat menjelaskan tentang produksi yang ingin dicapai dan tingkat 130
-
pengelolaan yang digunakan. Tipe pengelolaan yang digunakan dalam setiap bentuk penggunaan lahan biasanya ditentukan oleh ukuran, intensitas modal, intensitas tenaga kerja, tingkat pengetahuan petani, tenaga yang digunakan dalam usaha tani. Dalam menentukan agar faktor produksi mendapatkan perhatian yang lebih spesifik dan dijelaskan secara terinci karena faktor produksi tersebut sampai batas-batas tertentu akan menentukan tingkat pengelolaannya. Pada keadaan tertentu tipe-tipe penggunaan lahan secara terinci tidak hanya terdiri dari satu macam tanaman saja. Oleh sebab itu dikenal tipe penggunaan lahan tunggal, tipe penggunaan lahan ganda dan tipe penggunaan lahan majemuk. Tipe penggunaan lahan tunggal adalah penggunaan lahan untuk satu jenis tanaman saja, misalnya untuk perkebunan cengkeh, kopi, kakao, dan sebagainya. Tipe penggunaan lahan ganda adalah penggunaan lahan untuk lebih dari satu jenis tanaman sekaligus, dan tiap-tiap jenis tanaman membutuhkan input atau masukan yang berbeda, syarat-syarat tumbuh dan memberikan hasil yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, hutan produksi yang sekaligus digunakan sebagai tempat rekreasi. Tipe penggunaan lahan majemuk adalah penggunaan lahan lebih dari satu jenis tanaman, akan tetapi untuk tujuan evaluasi lahan dianggap sebagai satu kesatuan. Jenis penggunaan lahan yang berbeda mungkin saja terjadi dalam urutan waktu tertentu, misalnya rotasi tanaman atau terjadi dalam waktu yang sama secara simultan, akan tetapi di tempat yang berbeda dalam satu kesatuan lahan yang sama. Bahan diskusi: Kenapa tipe pengguanaan lahan diperlukan dalam evaluasi lahan, apa bedanya dengan penggunaan lahan secara umum?
Semua jenis tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang kemungkinan berbeda antara tanaman satu dengan tanaman lainnya. Secara teknis pertumbuhan tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan faktor terpenting dalam suatu sistem usahatani. Tingkat produksi akan memuaskan jika dalam usahatani tersebut dilakukan pengelolaan tanaman dan habitatnya dengan baik. Jadi pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh
fenotipe
tertentu (fenotipe adalah hasil interaksi antara sifat genetik dan lingkungannya). Faktor 131
lingkungan yang sangat penting peranannya adalah faktor tanah, iklim, dan topografi. Kondisi dari sifat-sifat tanah tidak saja menentukan kemampuan menyediakan hara bagi tanaman, tetapi juga menentukan daya jelajah akar sebagai organ pengambil hara dan penegak tanaman. Dengan dasar pemikiran seperti tersebut di atas maka dalam sistem evaluasi lahan ini disusun serangkaian kriteria penciri yang terdiri dari unsur tanah, iklim dan topografi. Hal tersebut dimaksudkan untuk tujuan evaluasi fisik lahan secara semi kuantitatif. Kriteria penciri adalah variabel yang telah diketahui mempunyai pengaruh terhadap hasil atau output yang diperoleh atau masukan (input) yang diperlukan untuk suatu jenis penggunaan lahantertentu. Kriteria penciri menunjukkan sampai seberapa jauh kualitas atau kondisi lahan yang ada dapat memenuhi kebutuhan atau persyaratan yang diperlukan oleh penggunaan lahan. Ukuran-ukuran tersebut menunjukkan tingkat kesesuaian dari sebidang lahan. Persyaratan tumbuh yang diperlukan oleh masing-masing tanaman mempunyai batas minimum, optimum dan maksimum. Untuk keperluan evaluasi lahan yaitu untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, maka persyaratan tumbuh ini dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Sebagai contoh, kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah dapat dilihat seperti Tabel di bawah.
132
Tabel 2. Kriteria Persyaratan Tumbuh Tanaman Padi Sawah Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( oC) Ketersediaan air (wa) Kelembaban (%) Media perakaran (rc) Drainase Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut Ketebalan (cm) Ketebalan (cm), jika ada bahan mineral / pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H 2O C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas / ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
Kelas kesesuaian lahan S2 S3
S1
N
24 - 29
22 - 24 29 - 32
18 - 22 32 - 35
33 - 90
30 - 33
< 30 ; > 90
Agak terhambat, sedang
Terhambat, baik
Cepat
Halus, agak halus 50
Sedang
Sangat terhambat,agak cepat Agak kasar
3 - 15 40 - 50
15 - 35 25 - 40
> 35 < 25
< 60 < 140
60 - 140 140 - 200
140 - 200 200 - 400
> 200 > 400
saprik +
saprik +, hemik +
hemik +, fibrik +
fibrik
> 16 > 50 5,5 - 8,2 > 1,5
≤ 16 35 - 50 4,5 - 5,5 8,2 - 8,5 0,8 - 1,5
6
< 20
20 - 30
30 - 40
> 40
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
8 Berat
F0,F11,F12, F21,F23,F31,F32
F13,F22,F33, F41,F42,F43
F14,F24,F34, F44
F15,F25,F35, F45
25
Kasar
< 35 < 4,5 > 8,5
Bahan diskusi: Jelaskan pengaruh faktor iklim dan topografi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
133
< 18 > 35
Seperti halnya untuk penggunaan lahan di bidang pertanian, untuk bidang non pertanian pun memerlukan penciri kunci/persyaratan penggunaan lahan yang umumnya berbeda antara satu penggunaan dengan penggunaan lainnya. Sebagai contoh penggunaan lahan untuk permukiman penciri kuncinya akan berbeda dengan penggunaan lahan untuk bidang pariwisata. Evaluasi lahan untuk daerah permukiman mencakup penilaian kesesuaian lahn untuk gedung, septic tank, jalan, tempat pembuangan/penimbunan sampah dan sebagainya. Karena semua bangunan tersebut di atas tanah, maka sifat-sifat tanah perlu diperhatikan. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh antara lain: 1. Kelas ukuran butir (particle size class) 2. Sifat rheologi/angka Atterberg: batas cair (liquid limit), dan indek plastisitas (plasticity index). 3. Potensi mengembang mengerut 4. Tata air atau drainase tanah (wetness) 5. Tebal tanah sampai ke hamparan batuan 6. Kepekaan erosi 7. Bahaya banjir 8. Lereng 9. Daya menyangga tanah (daya dukung tanah) 0. Potensi terjadi korosi 1. Lapisan organik 2. Mudah tidaknya tanah digali. Bahan diskusi: 1. Coba saudara bandingkan batas-batas ukuran butir antara sistem Unified, sistem AASHTO, dan sistem USDA 0. Kenapa potensi mengembang mengerut dan sifat rheologi sangat penting diperhatikan?.
134
KEMAMPUAN LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa peserta kuliah. dapat membuat penilaian kemampuan lahan. Sasaran Belajar 1.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami definisi, tujuan dan manfaat evaluasi kemampuan lahan 2.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat menjelaskan struktur klasifikasi kemampuan lahan 3.Setelah membaca dan melakukan diskusi, mahasiswa dapat melakukan penilaian kemamampuan lahan
KELAS
p gg , p p gg p . itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus. Sebagai contoh lahan tersebut cocok untuk bidang pertanian, tapi belum jelas untuk tanaman apa (masih bersifat umum). Dengan mengetahui potensi daripada lahan yang bersangkutan, maka kita akan dapat menentukan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan di dalam usaha-usaha pengembangan/pengelolaannya untuk mempertahankan produktivitas lahan tersebut. Adapun manfaat dari evaluasi kemampuan lahan adalah memberikan sumbangan data/informasi bagi para perencana tentang potensi umum suatu daerah untuk keperluan-keperluan perencanaan untuk tujuan yang diinginkan. Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan yang intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat dipergunakan secara terus menerus. Ada tiga tingkat dalam klasifikasi kemampuan lahan yaitu: 1.Kelas kemampuan lahan mengungkapkan derajat pembatas (penghambat) dari nol atau dapat diabaikan pada kelas I sampai ekstrem pada kelas VIII. Kelas kemampuan lahan dituliskan dalam angka Romawi, misalnya kelas kemampuan lahan VI. 2.Subkelas kemampuan menunjukkan jenis pembatas utama yang meliputi erosi (e), kebasahan (w), karakteristik tanah (s), iklim (c), dan gradien/lereng (g). Contoh Subkelas VIe. 3.Satuan kemampuan lahan: pengelompokan beberapa satuan peta inventarisasi yang mempunyai kemiripan respon terhadap pengelolaan yang sama, mempunyai hasil II III dan memerlukan IV Vupaya konservasi VI VII VIII sama. derajat potensialI yang hampir sama, tanah yang pembatas Sebagai contoh pemberian simbol dalam satuan kemampuan adalah: VIe-1, VIe-2 dan sebagainya. Satuan kemampuan lahan pada bentuklahan (landform) dengan jenis batuan yang umum sering dapat dikelompokkan ke dalam ‖Kelompok Kemampuan Penggunaan Lahan‖. Hal ini memungkinkan pengertian yang lebih baik tentang hubungan antara satuan kemampuan penggunaan lahan dengan bentang lahan (landscape). Suatu kelompok kemampuan penggunaan lahan bisa terdiri dari beberapa satuan kemampuan penggunaan lahan yang berbeda, seperti IVc-1
135
SUBKELAS
e
w
s
c
e = erosi w = kebasahan s = tanah
UNIT
g jenis utama pembatas
c = iklim g = gradien
IVs-1
IVs-2
Ivs-3
etc kemiripan kebutuhan pengelolaan dan konservasi tanah
Gambar 5. Komponen klasifikasi KPL-Kelas, Subkelas dan Unit kemampuan lahan Sumber: Fletcher. J.R., R.G. GIBB (1990)
Tabel 3. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan. Kelas kemampuan
Sub-kelas kemampuan
Satuan pengelolaan
136
Satuan peta tanah
I II III IV
dapat digarap
IIc, iklim IIe, erosi IIw, kelembaban IIs, tanah IIes dll
IIe-1 IIe-2 IIe-3 dst
Seri X Seri Y Seri Z
V VI VII tidak dapat digarap VIII
Sumber: Dent dan Yong (1981) Bahan diskusi: Jelaskan beberapa karakteristik tanah yang berpengaruh terhadap kemampuan lahan. Seperti telah diulas sebelumnya, tanah dan komponen lahan lainnya seperti bentuklahan, hidrologi dan iklim dalam hubungannya dengan penggunaan lahan, pengelolaan dan produktivitas lahan adalah merupakan dasar dalam pengelompokan kelas kemampuan. untuk membantu pengklasifikasian diperlukan kriteria yang jelas, yang memungkinkan pengelompokan lahan dalam setiap kategori yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan. Ada tiga metode evaluasi data dalam penilaian yaitu: Pertama, metode deskriptif di mana kelas kelas kemampuan atau kategori lainnya diuraikan dalam kalimat-kalimat; Kedua, sistem nilai (rating, grading, atau indexing) dimana masing-masing sifat diberikan nilai dan kelas kemampuan atau kategori lainnya ditapkan menurut jumlah nilai (score) yang diperoleh; Ketiga, metode kuantitatif dimana hubungan antara sifat-sifat (variabel) ditetapkan menurut suatu persamaan yang digunakan untuk memperoleh nilai atau indeks yang menentukan kelas kemampuannya atau kategori lainnya. Dalam hal ini akan diberikan tauladan yaitu metode yang kedua yang sering digunakan yaitu metode rating. Adapun caranya adalah pertama kita mencocokkan (matching) antara karakteristik/kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan, kemudian dilanjutkan dengan rating untuk menentukan kelas kemampuan atau kategori lainnya. Tabel 4. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Faktor Penghambat/ Pembatas 1.Lereng permukaan 2.Kepekaan erosi 3.Tingkat erosi 4.Kedalaman tanah 5.Tekstur lapisan atas 6.Tekstur lapisan
I
II
Kelas Kemampuan Lahan III IV V VI VII VIII
A B C D A (*) KE,KE 2 KE 3 KE 4,KE 5 KE6 e0 e1 e2 e3 (**) k0 k1 k2 k2 (*) t1,t2 t1,t2 t1,t2 t1,t2 (*) t3 t3 t3,t4 t3,t4 (*) sda sda sda sda (*)
137
E (*) e4 k3 t1,t2 t3,t4 sda
F G (*) (*) e5 (*) (*) (*) t1,t2 t5 t3,t4 sda t5
-
7.Permeabilitas
P2,P3
8.Drainase 9.Kerikil/batuan 0.Ancam an banj i r 11.Garam/salinitas
d1 b0 O0 g0
P2,P3 d2 b0 O1 g1
P2,P3 P4 d3 b1 O2 g2
P2,P3 P1 P4 d4 d5 b2 b3 O3 O4 g3 (*)
(*)
(*)
P5
(*) (*) (**) (**) (*) (*) (**) (**) g3 (*)
d0 b4 (*) (*)
Catatan : (*) = dapat mempunyai sembarang sifat (**) = umumnya terdapat di daerah beriklim miring Gambar 6. Peta Kemampuan Lahan Keterangan : = batas kelas atau sub kelas = batas satuan pengelolaan dalam sub kelas Tugas: U VIs Berdasarkan data yang telah disediakan, coba saudara tentukan kemampuan lahannya. VIs Pe
g g
IVs-1
VIs
IIe-2 IIe-2 IVd
IVd
138
XVIII. KESESUAIAN LAHAN UNTUK BIDANG PERTANIAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan melakukan diskusi, mahasiswa peserta kuliah dapat membuat penilaian kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan . Sasaran Belajar 1.Setelah melakukan diskusi, mahasiswa dapat memahami definisi, tujuan dan manfaat evaluasi kesesuaian lahan 2.Setelah didiskusikan, mahasiswa mampu menjelaskan struktur klasifikasi kesesuaian lahan 3.Setelah didiskusikan, mahasiswa mampu menilai kesesuaian lahan aktual dan potensial 4.Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan penilaian kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu yang lebih spesifik dari kemampuan lahan. Perbedaan dalam tingkat kesesuaian ditentukan oleh hubungan antara keuntungan dan masukan yang diperlukan sehubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dalam bentuknya yang sangat kuantitatif, kesesuaian lahan dinyatakan dalam istilah ekonomi dari masukan dan keluaran atau dalam hasilnya berupa pendapatan bersih atau di daerah-daerah berkembang berupa tingkatan kehidupan masyarakat taninya. Tujuan daripada evaluasi kesesuaian lahan adalah untuk memberikan penilaian kesesuaian lahan untuk tujuan-tujuan yang telah dipertimbangkan. Manfaat evaluasi kesesuaian lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order kesesuaian, Kelas kesesuaian, Subkelas kesesuaian, dan Unit kesesuaian. Order kesesuaian lahan mencerminkan macam kesesuaiannya, kesesuaian mencerminkan derajat kesesuaian lahan dalam order,
kelas
subkelas kesesuaian
mencerminkan macam hambatan atau macam perbaikan utama yang dibutuhkan dalam kelas. Unit kesesuaian lahan mencerminkan perbedaan-perbedaan minor yang dibutuhkan dalam pengelolaan subkelas. Order kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu: Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) adalah lahan 139
yang dapat dipergunakan secara berkelangsungan untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan akan memuaskan setelah dikalkulasi dengan masukan yang diberikan, tanpa adanya resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Order tidak sesuai (N) adalah lahan yang apabila dikelola, mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan ini tidak sesuai digunakan untuk pertanian karena berbagai hambatan. Order sesuai (S) dapat dibagi lagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sesedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefinisikan secara kuantitatif adalah sebagai berikut: (1) kelas S1 (sangat sesuai) adalah lahan yang tidak mempunyai pembatas serius dalam menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebihi yang biasa diberikan. (2) kelas S2 (cukup sesuai) adalah lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. (3) kelas S3 (sesuai marginal) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan. Order N (tidak sesuai) biasanya ada dua kelas yaitu: (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya adalah lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari. Sub kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1, tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r. Kesesuaian lahan pada tingkat satuan (unit) merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas. Semua satuan (unit) dalam satu sub kelas mempunyai tingkat kesesuaian 140
yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas. Satuan-satuan yang satu berbeda dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembatas datail dari pembatasnya. Dengan diketahuinya pembats secara detail, akan memudahkan penafsiran perencanaan pada tingkat usahatani. Simbul kesesuaian lahan pada tingkat satuan (unit) dibedakan oleh angka-angka yang ditempatkan setelah simbul subkelas. Skema struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dapat dilihat pada Gambar dibawah. Gambar 7. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan Pada Berbagai Kategori (FAO, 1976)
S (sesuai)
Keterangan: n = pembatas ketersediaan OrderS = sesuai Kelas Sub kelas Unit hara N = tidak sesuai e = pembatas erosi Sc = sesuai menurut keadaan c = pembatas iklim S1 S2n S2e-1 S2 S2e Bahan diskusi: S3 S2ne Jelaskan perbedaan antara kesesuaian lahan dengan kemampuan lahan berdasarkan atas pemahaman mengenai definisi di atas.
Phase : Sc (kesesuaian menurut keadaan) Sc2
S2e-2 dsb
Sc2n
Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability)
N (tidak sesuai)
N1
N1n
adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan N2 N1c data yang belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkatdst pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Sebagaimana diketahui bahwa faktor pembatas yang kemungkinan terdapat di satuan peta yang dievaluasi, ada yang sifatnya permanen dan tidak memungkinkan untuk dapat diperbaiki atau tidak ekonomis. Di lain pihak ada faktor pembatas yang dapat diatasi atau diperbaiki dan secara ekonomi masih menguntungkan dengan masukan teknologi yang tepat.
141
Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan atau improvement.Usaha perbaikan yang dilakukan harus sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang telah dilaksanakan. Kesesuaian lahan potensial inilah yang merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat manajemen atau pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas serta hasil produksi per satuan luas. Untuk menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan, maka harus diteliti kembali sifat-sifat lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Sifat lahan dapat dibedakan atas sifat lahan yang dapat diperbaiki dan sifat yang tidak dapat diperbaiki. Sifat lahan yang dapat diperbaiki sangat bervariasi dalam hal masukan yang diperlukan, tergantung pada tingkat manajemen mana yang akan diterapkan. Satuan peta yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki berarti pada satuan peta tersebut tidak akan terjadi perobahan terhadap kelas kesesuaian lahannya karena peranan dari karakteristik atau sifat lahan tersebut. Dalam evaluasi kesesuaian lahan perlu ditetapkan beberapa asumsi yang menyangkut jenis usaha apa yang dapat dilaksanakan pada tingkat pengelolaan tertentu. Contoh asumsi tersebut disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel 5. Jenis usaha perbaikan kualitas/karakteristik lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya. No 1. 2.
3. 4. 5.
Kualitas lahan/karateristik lahan Rejim radiasi - Panjang penyinaran matahari Rejim suhu - Suhu rata-rata tahunan - Suhu rata-rata bulan terdingin - Suhu rata-rata bulan terpanas Rejim kelembaban udara - Kelembaban nisbi Ketersediaan air - Bulan kering - Curah hujan Media perakaran - Drainase - Tekstur - Kedalaman efektif
Jenis usaha perbaikan
Tingkat pengelolaannya
- Tidak dapat dilakukan perbaikan
-
- Tidak dapat dilakukan perbaikan - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Tidak dapat dilakukan perbaikan
-
- Tidak dapat dilakukan perbaikan - Sistem irigasi/pengairan - Sitem irigasi/pengairan - Perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Umumnya tidak dapat dilakukan kecuali pada lapisan padas lunak
142
Sedang, tinggi Sedang, tinggi Sedang, tinggi Tinggi
dan tipis dengan membongkarnya waktu pengolahan tanah. - Pengaturan sistem drainase untuk mempercepat proses pematangan gambut. - Dengan teknik pemadatan gambut, serta teknik penanaman serta pemilihan varietas.
- Gambut; kematangan ketebalan 6.
7.
8.
9. 0.
Retensi Hara - KTK
Sedang, tinggi
2. 3.
Potensi mekanisasi Bahaya erosi
Sedang, tinggi
- Pemupukan - Pemupukan - Pemupukan
Rendah, sedang, tinggi -
- Pembuatan tanggul penahan banjir - Serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air - Reklamasi
Kegaraman - Salinitas Toksisitas - Kejenuhan aluminium - Lapisan pirit
Kemudahan pengolahan tanah
-
- Pengapuran atau penambahan bahan organik - Pengapuran
- Ph Ketersediaan Hara - N total - P205 tersedia - K20 dapat tukar Bahaya banjir - Periode - Frekuensi
1.
Tinggi
Tinggi Tinggi Sedang, tinggi
- Pengapuran - Pengaturan sistem tata air tanah, tinggi permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidik.
Sedang, tinggi Sedang, tinggi
- Pengaturan kelembaban tanah untuk mempermudah pengolahan tanah. - Tidak dapat dilakukan perbaikan - Usaha pengurangan laju erosi, seperti pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah.
Sedang, tinggi Sedang, tinggi
Keterangan : - Tingkat pengelolaan rendah : pengelolaan dapat dilaksanakan oleh petani dengan biaya yang relatif rendah. - Tingkat pengelolaan sedang : pengelolaan dapat dilaksanakan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal menengah dan teknik pertanian sedang. - Tingkat pengelolaan tinggi : pengelolaan hanya dapat dilakukan dengan modal ynag relatif besar, umumnya dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan besar atau menengah.
Tabel 6. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial menurut tingkat pengelolaannya. Kualitas lahan/ sifat lahan
Tingkat pengelolaan Rendah
1.Rejim radiasi 2.Rejim suhu 3.Rejim kelembaban udara 4.Ketersediaan air - Bulan kering - Curah hujan
-
Sedang
Tinggi
-
-
+ +
143
++ ++
5. Media perakaran - drainase - Tekstur tanah - Kedalaman efektif - Gambut: - kematangan - Ketebalan 6.Retensi hara: - KTK - pH (H2O) - KB - C-organik 7.Ketersediaan hara - N-total - P2O5 tersedia - K2O 8.Bahaya banjir - Periode - Frekuensi 9.Kegarama - Salinitas 0.Toksisitas - Kejenuhan Aluminium - Lapisan pirit 1.Kemudahan pengolahan 2.Potensi mekanisasi 3.Bahaya erosi
-
+ -
-
++ +
-
+ +
-
+ + +
++ ++ ++ ++
+ + +
++ ++ ++
+++ +++ +++
-
+ +
++ ++
-
+
++
+ + + +
++ ++ + + ++
-
Keterangan: - : Tidak dapat dilakukan perbaikan + : Perbaikan dapat dilakukan, dan akan dihasilkan kenaikan sebesar satu kelas lebih tinggi misalnya dari S3 menjadi S2 ++ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan sebesar dua kelas lebih tinggi, misalnya dari kelas S3 menjadi S1 +++ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan sebesar tiga kelas atau lebih, misalnya dari kelas N1 menjadi S1 Tugas: Dari data yang diberikan, coba asumsikan tingkat perbaikan kualitas lahan dari aktual menjadi potensial.
Cara penilaian kesesuaian lahan yang sering dilakukan adalah dengan cara matching (mencocokkan) kualitas/karakteristik lahan dengan persyratan tumbuh tanaman yang dievaluasi/persyaratan penggunaan lahan yang dikehendaki. Dalam sistem Matching ini berlaku hukum minimum, yang artinya kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Contoh penilaian kesesuaian lahan jagung varietas Harapan pada Seri Santong daerah Lombok, dapat dilihat seperti Tabel di bawah ini.
144
Tabel 7. Cara rating untuk penentuan kelas/subkelas kesesuaian lahan = Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan Nilai data Kes.lahan Usaha Kes. lahan aktual perbaikan potensial
1.Temperatur(tc) Temperatur rerata (oC) 2.Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) Kelembaban (%) 3.Ketersediaan oksigen (oa) Drainase 4.Media perakaran Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) 5.Gambut Ketebalan (cm) Kematangan 6.Retensi hara (nr) KTK liat Kejenuhan basa (%) pH H2O C-organik (%) 7.Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) 8.Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) 9.Bahaya sulfidik (xs ) Kedalaman sulfidik (cm) 10.Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi 11.Bahaya banjir (fh) Genangan 12.Penyiapan lahan Stoniners (%) Rock outcrop (%) Kelas kesesuaian lahan
S1 22
S1
1.550
S2
80
S1
S1 S1
S2
S2 S2 S1
S2
S2
sedang
S2
S2
lempung berpasir 75
45-75
< 45
Rendah
Sedang
Tinggi
(< 0.03)
(0.03-0.09)
(> 0.09)
-
-
OL, OH, PT
15
> 100
50-100
< 50
7.Kedalaman hamparan batuan Keras Lunak 8.Kedalaman padas keras Tebal
> 50
< 50
-
> 100
50-100
< 50
Tipis
> 50
< 50
-
< 25
25-50
> 50
-
-
Ada
9.Batu/kerikil (>7,5cm)
3)
(% berat)
0. Longsor
1)Maksimum 3 lantai 2)Lapisan yang paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah 3)Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman 100 cm
147
Tabel 9. Kesesuaian Lahan untuk Pembuatan Jalan (USDA, 1983) Sifat Lahan
Kesesuaian Lahan Baik
Sedang
Buruk
-
-
> 30
> 100
50-100
< 50
> 50
< 50
-
> 100
50-100
< 50
> 50
< 50
-
Rendah
Sedang
Tinggi
(< 0.03)
(0.03-0.09)
(> 0.09)
8
GW,GP,SW,SP,
CL dgn PI
CL dgn PI > 15
SP,GM,GC,SM,
< 15
CH,MH,OH,OL
1.Subsidien total (cm) 2.Kedalaman hamparan batuan Keras Lunak 3.Padas keras Tebal Tipis 4.Mengembang mengerut
1)
(nilai
Cole) 5.Indeks Kelompok AASHTO Unified 3)
1)2)
SC.
PT.
6.Air tanah (cm)
> 75
30-75
< 30
7.Lereng
15
8.Banjir
Tanpa
Jarang
Sering
< 25
25-50
> 50
-
-
Ada
9.Batu (> 7.5 cm)
4)
0. Longsor
1)Lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah 2)Untuk famili tanah kaolinitik, pengharkatan menjadi satu tingkat lebih baik dari tabel ini 3)Dikutip dari USDA (1971). 4)Rata-rata dibobotkan dari permukaan tanah sampai kedalaman 100 cm. Tugas: Lakukanlah penilaian kesesuaian lahan untuk pembangunan gedung berdasarkan data seri tanah yang telah disediakan.
148
XX. PEMBATAS LAHAN DAN PERBAIKAN LAHAN. Kompetensi Dasar Setelah membaca dan mendiskusikan, mahasiswa peserta kuliah dapat menafsirkan pembatas lahan dan perbaikan lahan Sasaran Belajar 1. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat memahami definisi pembatas lahan 2. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat mengkatagorikan jenis-jenis pembatas Lahan-lahan 3. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat menilai perbaikan lahan mayor dan minor .
Suatu karakteristik/kualitas lahan dapat merupakan faktor pembatas jika tidak atau hampir tidak dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh produksi/pemamfaatan yang optimal dari suatu penggunaan lahan tertentu. Dengan kata lain kualitas lahan dapat bersifat sebagai faktor pembatas/limiting faktor bila kualitas lahan tersebut tidak sesuai dengan persyaratan penggunaannya. Secara garis besar, pembatas lahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pembatas lahan permanen (tetap), yaitu pembatas lahan yang sulit diperbaiki. Sebagai contoh: kedalaman efektif tanah, iklim (bulan kering, suhu, curah hujan), bahaya banjir, adanya pirit, dan sebagainya. 2. Pembatas lahan sementara yaitu pembatas lahan yang dapat diperbaiki dengan cara pengelolaan lahan tanpa modal terlalu besar. Sebagai contoh, ketersediaan hara dapat diperbaiki dengan pemupukan. Tugas: Masing-masing mahasiswa diwajibkan menyebutkan dua jenis pembatas lahan
Perbaikan lahan adalah usaha/aktivitas yang dilakukan untuk tujuan konservasi maupun untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan lain dalam penggunaan lahan. Perbaikan lahan dapat dibedakan menjadi: 1. Perbaikan lahan utama (mayor), biasanya dilakukan pada pembatas lahan yang bersifat permanen, membutuhkan banyak masukan tetap yang biasanya tidak dapat dibiayai oleh petani perseorangan yang menyebabkan perubahan permanen. Sebagai contoh: penyediaan fasilitas saluran irigasi, perbaikan suplai oksigen dengan drainase buatan, 149
reklamasi lahan rawa, lahan gambut dan sebagainya. 2. Perbaikan lahan minor adalah perbaikan lahan yang tidak permanen yang dapat dilakukan oleh petani atau pemakai lahan. Masukan untuk perbaikan kualitas lahan minor biasanya berulang. Sebagai contoh: Usaha pemupukan untuk pemulihan kesuburan tanah, penggunaan mulch untuk mengatasi kekeringan, pengolahan tanah menurut garis kotur. Tugas: Berikan masing-masing dua buah contoh yang termasuk masukan tetap danmasukan berulang.
150
XXI. PERENCANAAN TATAGUNA LAHAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN LAHAN Kompetensi Dasar Setelah membaca dan didiskusikan, mahasiswa peserta kuliah mampu membuat evaluasi dalam memberikan alternatif pada perencanaan dan arahan pengelolaan lahan. Sasaran Belajar 1. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat membandingkan alternatif perencanaan dan arahan pengelolaan lahan 2. Setelah didiskusikan mahasiswa dapat mengevaluasi alternatif penggunaan yang telah dipilih
Evaluasi lahan bukan hanya menghasilkan kelas kesesuaian lahan, akan tetapi harus dapat menunjukkan pilihan untuk pengelolaan lebih lanjut. Asumsi yang digunakan adalah bahwa kelas kesesuaian lahan seperti uraian terdahulu dikelompokkan berdasarkan atas jumlah dan jenis faktor pembatasnya. Penetapan alternatif perencanaan pengelolaan dalam penggunaan lahan didasarkan pada hasil evaluasi lahan yaitu: deskripsi kualitas lahan, evaluasi kelas kesesuaian lahan dan deskripsi faktor pembatasnya, uji produktivitas lahan setelah diberikan masukan, jaminan harga/pemasaran hasil, serta kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat. Perlunya perencanaan dalam menetapkan pilihan dalam penggunaan lahan adalah untuk perbaikan (kelestarian lahan), di samping untuk peningkatan hasil pertanian secara umum. Sesuai dengan yang telah tercantum dalam prinsip-prinsip evaluasi lahan yaitu, evaluasi membutuhkan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh dan masukan yang dibutuhkan pada berbagai tipe lahan. Oleh sebab itu dalam pemilihan penggunaan lahan yang paling disukai dari setiap tipe lahan memerlukan analisis input-output seperti analisis B/C ratio, analisis R/C ratio dan sebagainya. Dengan adanya analisis input output tersebut, lahan tidak hanya sesuai secara agroekosistem tapi juga sesuai secara agroekonomi. Berdasarkan atas kesesuaian lahan secara agroekosistem maupun secara agroekonomi yang telah disertai dengan perhitungan input-output, maka pada masing masing tipe lahan dapat ditentukan pilihan penggunaan yang paling menguntungkan, baik 151
-
menyangkut kelestarian produktivitas dari lahan itu sendiri maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat taninya. Ada sepuluh langkah penting dalam perencanaan evaluasi lahan yaitu: 1. Menentukan kebutuhan untuk pengembangan 2. Identifikasi tujuan 3. Membuat rencana yang menyangkut alternatip-alternatip penggunaan lahan dan pengenalan persyaratan utama 4. Mengenali dan membatasi berbagai tipe lahan yang terdapat di suatu daerah 5. Membandingkan dan mengevaluasi berbagai tipe lahan untuk berbagai penggunaan 6. Pemilihan penggunaan lahan yang paling disukai dari tiap tipe lahan 7. Merancang proyek, atau analisis secara terperinci seperangkat alternatif yang dipilih untuk tujuan tertentu dari suatu daerah 8. Keputusan untuk implementasi 9. Implementasi 0. Mengawasi pelaksanaan Bahan diskusi: Berdasarkan data yang telah disediakan, coba lakukan penilaian untuk menetapkan pilihan penggunaan lahan yang paling menguntungkan
DAFTAR PUSTAKA 10. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air . Penerbit IPB. 11. Beek, K.J. 1978. Land Evaluation for Agricultural Development . International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI. Wageningen The Netherlands. 12. Bennema, J. 1972. Diagnostic Chriteria Inputs in Land Evaluation for Rural Porposes . Edited by Brinkman, R. and A.J Smyth 1973. International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI Wageningen The Netherland. 13. CSR/FAO Staff.1983. Reconaissance Land Resource Survei Atlas Format Procedure . Centre for Soil Research AGAF/INS/006. Manually. Version, Bogor. 14. Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survei and Land Evaluation . George Allen and Unwin Publisher Ltd. London. 15. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin no. 32. 16. Sys,C.,E. Van Ranst, J. Debaveye 1991. Land Evaluation Part I. Principles in Land Evaluation and Crop Production Calculation. International Training Centre For Post- Graduate Soil Scientist University Ghent.
152
17. Vink, A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Sringer Verlaag. Berlin, Heidelberg, New York. 18. Young, A.. 1976. Tropical Soils and Soil Survei . Camridge University Press, Cambridge.
Pertemuan Minggu Ke : XIV WIRA USAHA BIDANG PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN
Kompetensi Dasar Setelah dijelaskan dan didiskusikan, mahasiswa peserta kuliah dapat mengaplikasikan bidang evaluasi lahan untuk berwirausaha. Sasaran Belajar 1. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan pemetaan sumberdaya lahan 2. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat melakukan pelayanan konsultasi database sumberdaya lahan. 3. Setelah didiskusikan, mahasiswa dapat menunjukkan peluang-peluang agribisnis.
pertanian sebagai penunjang perekonomian negara. Kalau disadari, sektor pertanian dalam arti luas saat ini sebenarnya masih merupakan sektor yang sangat strategis dengan beberapa alasan: (1) kebutuhan pangan akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk; (2) sebagai negara agraris, pertanian yang tangguh seharusnya menjadi landasan pertama dan utama karena 80% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian; selanjutnya diikuti oleh peningkatan kualitas SDM (pendidikan), lebih lanjut diikuti oleh pengembangan teknologi tepat guna, teknologi maju. Tugas: Jelaskan menurut pendapat anda beberapa peluang bisnis lainnya yang bisa dikembangkan dari bidang evaluasi lahan. DAFTA
DAFTAR PUSTAKA 19. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air . Penerbit IPB. 20. Beek, K.J. 1978. Land Evaluation for Agricultural Development . International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI. Wageningen The Netherlands. 21. Bennema, J. 1972. Diagnostic Chriteria Inputs in Land Evaluation for Rural Porposes . Edited by Brinkman, R. and A.J Smyth 1973. International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI Wageningen The Netherland. 22. CSR/FAO Staff.1983. Reconaissance Land Resource Survei Atlas Format Procedure . Centre for Soil Research AGAF/INS/006. Manually. Version, Bogor. 23. Dent, D. and A. Young. 1981. Soil Survei and Land Evaluation . George Allen and Unwin Publisher Ltd. London. 24. FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin no. 32. 25. Sys,C.,E. Van Ranst, J. Debaveye 1991. Land Evaluation Part I. Principles in Land Evaluation and Crop Production Calculation. International Training Centre For Post- Graduate Soil Scientist University Ghent. 26. Vink, A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Sringer Verlaag. Berlin, Heidelberg, New York. 27. Young, A.. 1976. Tropical Soils and Soil Survei . Camridge University Press, Cambridge.
154
155
View more...
Comments