Buku 2 Kepegawaian (Deplu)

March 14, 2017 | Author: Jacob Junian Endiartia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Himpunan Peraturan Kepegawaian Buku 2 Itjen Deplu (2007)...

Description

HIMPUNAN PERATURAN

KEPEGAWAIAN

BUKU 2

INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN LUAR NEGERI JAKARTA 2007 i

ii

KATA PENGANTAR

Sesuai Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, Inspektorat Jenderal melaksanakan tugas pengawasan di lingkungan Deplu. Dengan semangat benah diri, dapat diaktualisasikan Penyusunan Himpunan Peraturan Keuangan dan Non Keuangan, dimaksudkan sebagai dasar rujukan/pedoman untuk melaksanakan tugas tersebut. Semoga bermanfaat, tingkatkan profesionalisme kerja pengawasan yang berkualitas, konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan.

Jakarta, 30 April 2007 INSPEKTUR JENDERAL

DIENNE H. MOEHARIO

KATA PENGANTAR

iii

iv

DAFTAR ISI BIDANG KEPEGAWAIAN I.

HAL

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN 1.

UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Negara ..........................................

3

2.

PP No. 15 Tahun 1979 Dan SE Kepala BAKN No. 03/SE/1980 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil .............................................

32

PP No. 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara Atau Keuangan Daerah ...............................................

76

PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil .............................................

86

KEPPRES No. 33 Tahun 1986 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi Pejabat Negara, PNS,TNI, Dan Pegawai BUMN/D .............................................................

115

PERPRES No. 1 Tahun 2006 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut PP No. 26/2001 Ke Dalam Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil Menurut PP No. 11/2003 .....................................

121

7.

KEP. BAKN No. 1158a/KEP/1983 tentang Kartu Istri/Suami PNS ..........................................

133

8.

KEP. MENLU No. SK. 279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri ................................................

137

3.

4.

5.

6.

DAFTAR ISI

v

9.

KEP. MENLU No. SK.2783/BU/IX/81/01 tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri .........................................................

150

10. KEP. MENLU No. SK.30/OR/III/84/01 tentang Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat Luar Negeri ............................................

164

11. KEP. MENLU No. SK.01/A/KPI/2002/01 tentang Tugas, Fungsi Dan Susunan Keanggotaan Badan Pertimbangan Jabatan Dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri .....................................

169

12. Nota Dinas Karo Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung Baperjakat No. 1139/KP/V/2004/19 tentang Pedoman Mutasi Pegawai Ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai Dari Perwakilan Dan Orientasi Penempatan Pegawai Ke Perwakilan .......

184

13. Kawat Sekjen Deplu No. 970186 tanggal 17 Januari 1997 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah Akreditasi Bagi KBTU Dan Atau Bendahara ...........

191

14. Kawat Sekjen Deplu No. 20019 tanggal 2 Januari 2002, Kawat Sekjen Deplu N0.040489 tanggal 17 Februari 2004, Dan Kawat Sekjen Deplu No. PL-0687/030305 tentang Ijin Meninggalkan Wilayah Akreditasi Bagi Keppri ..............................

192

II. KESEJAHTERAAN PEGAWAI

vi

1.

PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil .............................................

199

2.

KEP. MENLU No. 113/KP/VIII/2000/01 tentang Dana Kesejahteraan ...........................................

207

3.

Keputusan Badan Pembina Yayasan UPAKARA SK.003/BIN/I/90 tentang Sumbangan Uang Pesangon Pensiun, Sumbangan Uang Duka/Kematian Dan Sumbangan Uang Kelahiran Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan ...............

212

DAFTAR ISI

4.

Permenkeu No. 22/PMK.05/2007 tentang Pemberian uang Makan bagi Pegawai Negeri Sipil .......................................................... 215

III. FORMASI 1.

2.

PP No. 98 Tahun 2000 Dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil ..........................................................

223

PP No. 97 Tahun 2000 Dan PP No. 54 Tahun 2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil ............

247

IV. PENGANGKATAN 1.

2.

3.

4.

5.

6.

PP No. 100 Tahun 2000 Dan PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural .....................................

261

PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil .............................................

284

SURAT WAKIL PRESIDEN No.B-01/WK.Pres/Set/ II/2000 tentang Pengangkatan, Pemindahan Dan Pemberhentian Dalam Dan Dari Jabatan Struktural Eselon I ...............................................

298

Surat Tugas Kepala BKN No. K.26-25/V.7-46/919 tentang Tata Cara Pengangkatan PNS Sebagai Pelaksana ...........................................................

300

KEP. MENLU No. 111/KP/VIII/2000/01 tentang Penempatan Pegawai-Pegawai Deplu Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri sebagai Staf Teknis .............................................

303

Surat Sekjen Deplu No. 6314/79/12 tentang Pengangkatan Kuasa Usaha Sementara ...............

309

DAFTAR ISI

vii

V. PEMBERHENTIAN 1.

PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil .............................................

313

2.

PP No. 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas PP No. 32/1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil .............................................

337

PP No. 69 Tahun 2005, jo PP No. 18 Tahun 2006 tentang Penetapan Pensiun Pokok, Pensiun PNS, Pensiun Janda/Dudanya ......................................

340

KEPPRES No. 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri .....................................

345

Kawat Sekjen Deplu No. 033797 tanggal 15 Agustus 2003 tentang Larangan Perpanjangan Masa Tugas Setelah Pensiun ...............................

348

SE Sekjen Deplu No. SE.084/OT/VI/2000/02 tentang Pedoman Administrasi Kepegawaian Dan Keuangan Bagi Pegawai Negeri Yang Pensiun Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ........................

350

3.

4.

5.

6.

VI. PENILAIAN DAN EVALUASI 1.

PP No. 10 Tahun 1979 Dan SE BAKN No. 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil ............................................. 355

2.

SE Sekjen Deplu No. 3404/KP/XI/87/01 tanggal 24 Desember 1987 tentang Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Bagi Home Staf Yang Mengakhiri Masa Tugasnya di Perwakilan .......................................................

390

Kawat Sekjen Deplu No. 031391 tanggal 10 Maret 2003 tentang Penilaian Terhadap Athan Dan Atnis ..................................................

392

3.

viii

DAFTAR ISI

4.

Kawat Sekjen Deplu No. 052963 tanggal 30 Juni 2005 tentang Evaluasi Terhadap Kinerja HOC Dan BPKRT ................................................

393

VII. DISIPLIN PEGAWAI 1.

PP No. 30 Tahun 1980 Dan Surat Edaran Kepala BAKN No. 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil .............................................

397

KEPPRES No. 33 Tahun 1995 Dan Surat Menko Polkam No.B.36/Menko/Polkam/6/ 95 KEP.Menko No.KEP-01/Menko Polkam/6/95 tentang Gerakan Polkam Disiplin Nasional........................................

461

KEPPRES No. 68 Tahun 1995 Dan SE. SEKJEN No. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat ............

470

4.

INPRES No. 14 Tahun 1981 tentang PenyelenggaraanUpacara Pengibaran Bendera Merah Putih ..

475

5.

KEP. MENLU No. SP/3033/DN/XI/1980 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin Dalam Lingkungan Deplu/Perwakilan RI Di Luar Negeri .....................................................

479

6.

KEP. MENLU No. SP/1410/DN/XI/1981 tentang Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri .......

482

7.

PERMENPAN No. Per/87/M.PAN/8/2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, Dan Disiplin Kerja ..........................

486

SE BAKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan Administratif Dan Hukuman Disiplin Terhadap PNS Yang Memiliki/Menggunakan Ijazah Palsu/Aspal ....

511

Surat BKN No. K.26-30/V.24-49/99 tentang Peningkatan Disiplin Pegawai .................................

531

2.

3.

8.

9.

DAFTAR ISI

ix

10. SE. Menpan No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang Perlakuan terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ............................

533

11. SE MENPAN No. SE/03/M.PAN/IV/2007 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Pemerintah ....................

538

12. Kawat Sekjen Deplu No.0600358 Tanggal 25 Januari 2006 Dan Kawat Sekjen No.060667 Tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Penerapan Absensi Biometric Di Perwakilan ............................

540

VIII. PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN 1.

PP No. 4 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara ..............................

545

2.

KEP. Kepala BKN No. 43/Kep/2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil ..........................................................

551

3.

Surat Kepala BKN No. K.26-3/V.5-10/99 tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian ..................

564

4.

KEP. MENLU No. SK.09/A/OT/VIII/2004/01 tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri Melalui Seleksi Terbuka ...

567

SE MENPAN No. SE/04/M.PAN/03/2006 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun PNS Yang Menduduki Jabatan Struktural Eselon I Dan Eselon II ............................................................

571

Kawat Sekjen Deplu No. 050119 tanggal 5 Januari 2005 tentang Penunjukan Staf Pengumandahan Untuk Tugas Kebendaharaan Dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pengelola Keuangan ...........................................................

575

5.

6.

x

DAFTAR ISI

7.

8.

Nota Dinas Karo Kepegawaian No. 756/KP/IV/ 2005/19 tanggal 11 April 2005 tentang Persyaratan Untuk Menduduki Jabatan Struktural Eselon IIIa Dan Eselon IVa Di Lingkungan Deplu RI .............................................................

577

Kawat Sekjen Deplu No. 983973 Tanggal 15 September 1998 tentang Peralihan Masa Tugas Keppri ......................................................

579

IX. PENGHARGAAN 1.

PP No. 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya ................

583

2.

SURAT SEKRETARIAT NEGARA No. B-1143/ Setneg/6/2002 tentang Pemberitahuan Pemakaian Tanda Kehormatan ............................

596

KEP. BAKN No.02/1995 tentang Ketentuan Pelaksanaan Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya ................

601

KEP. MENLU No. 112/KP/VIII/2000/01 tentang Pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas Dalam Negeri Yang Akan Menghadapi Pensiun ......

616

3.

4.

X. PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1.

PP No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil ..................

623

2.

KEP. MENLU No. SK.29/OR/III/84/01 tentang Perubahan Pasal 8 Keputusan Menlu No. SP.1527/DN/XI/1982 Tentang Program Kaderisasi ...........................................................

647

KEP. MENLU No. SK.27/DL/X/87/02 tentang Ketentuan Penguasaan Bahasa Inggris Bagi Pendidikan Dan Latihan Berjenjang .......................

649

3.

DAFTAR ISI

xi

4.

KEP. MENLU No. SK.149/DL/XI/98/01 tentang Sistem Pendidikan Dan Latihan Pegawai Departemen Luar Negeri .....................................

658

5.

KEP. MENLU No. SK/107/DL/VIII/2000/01 tentang Program Tugas Belajar Bagi PDLN ........................

674

6.

INSTRUKSI MENLU No. SK. 013/OR/III/88/01 tentang Penguasaan Bahasa Resmi PBB Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Penugasan Pertama Di Perwakilan RI Di Luar Negeri ...............

684

KEP.MENLU SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 tanggal 2 Juni 2003 Dan SK.21/.B/KP/III/2006/02 tanggal 20 Maret 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dan Latihan BPKRT Perwakilan ............

687

7.

XI. PANGKAT DAN GELAR 1.

2.

3.

4.

5.

xii

PP No. 99 Tahun 2000 jo PP No. 12 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil .............................................

697

KEP. BAKN No. 512/KEP/1983 tentang Jenjang Pangkat Bagi Pejabat Komunikasi Pada Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri ....................

728

KEP. Kepala BAKN No. 170/1999 tentang Pengecualian Dari Ujian Dinas Tingkat III Bagi PNS Yang Memiliki Ijazah Pasca Sarjana (Strata-2) Ijazah Spesialis I Dan Atau Ijazah /Gelar Doktor (Strata-3), Ijazah Spesialis II ...............................

730

KEP. BAKN No. 06/2001 tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri .....................................................

733

SE. BAKN No. 21/SE/1977 tentang PNS Yang Lebih Rendah Pangkatnya Membawahi Secara Langsung PNS Yang Lebih Tinggi Pangkatnya ........................................................

737

DAFTAR ISI

6.

SE. BAKN No. 01/SE/1987 tentang Pedoman Persamaan Pangkat/Golongan Ruang Gaji Anggota ABRI Dengan PNS .................................

741

KEP. MENLU No. SK.12/A/OT/IX/2004/01 tentang Peleburan Golongan PA Ke Dalam Golongan Pejabat Diplomatik Konsuler ..................

746

Kawat Karo Kepeg. No. 023506 Tgl 9 Sept 2002 tentang Batas Waktu Penerimaan Untuk Kenaikan Pangkat PNS ........................................

750

Kawat Sekjen Deplu No. 044308 tanggal 1 Oktober 2004 tentang Periode Kenaikan Gelar Diplomatik ..................................................

752

10. JUKLAK Biro Kepeg. No. KP 0618/juklak/94/12 tentang Percepatan Kenaikan Gelar PDLN .............

754

11. Nota Dinas Karo Kepeg No.1611/KP/VII/2004/19 tanggal 23 Juli 2004 tentang Penyeragaman Nota Usulan Kenaikan Pangkat PNS Pada Unit Kerja Di Deplu Dan Perwakilan ..............................

758

7.

8.

9.

XII. PENEMPATAN PEGAWAI 1.

2.

3.

KEP. MENLU No. SK.08/A/KP/VI/2004/01 tentang Penempatan Suami Isteri Yang Mempunyai Status Diplomat ..................................................

765

KEP. MENLU No. SK. 65/OR/VI/01 Tahun 1984 tanggal 6 Juni 1984 tentang Pedoman Penempatan Atase Pertahanan Dan Teknis Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri .......................

772

Nota Dinas Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat No. 1012/KP/III/2006/19 tanggal 17 Maret 2006 tentang Pengusulan Penempatan Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Ke Perwakilan RI ..........

779

DAFTAR ISI

xiii

4.

5.

6.

Surat Sekjen Deplu No. 6278/1978/12 tentang Pengujian Kesehatan Dalam Rangka Penugasan/Penempatan Di Luar Negeri ................

781

NOTA EDARAN BIRO KEPEGAWAIAN No. 1398/Kepeg/1979 tentang Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu Dan Istrinya Dalam Rangka Penempatan Di Luar Negeri .....................

783

Nota Rahasia Karo Kepeg/Ketua TP Baperjakat No. 1709/KP/VIII/2005/19/R tanggal 29 Agustus 2005 tentang Pemantapan Substansi Bagi Pejabat Yang Akan Penempatan Ke Perwakilan RI Di Luar Negeri ...........................

785

XIII. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1.

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ...........

791

2.

PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ................

811

3.

PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ...............

828

4.

PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP No. 10 Tahun 1983 ........................................

844

5.

SE. PERDANA MENTERI No. 14/R.I/1959 tentang Peraturan Tentang Perkawinan Pejabat-Pejabat/Pegawai RI Yang Ditempatkan Di Perwakilan RI Di Luar Negeri Dengan Bangsa Asing ......................................................

851

KEP. MENLU No. SK.074/ KP/IV/2002/01 tentang Pendelegasian Wewenang Mengenai Penolakan/Pemberian Izin Perkawinan Dan Perceraian bagi PNS dalam Lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI Di Luar Negeri .....................................................

854

6.

xiv

DAFTAR ISI

7.

SE. Sekjen Deplu No. SE 077/VII/2005/19/02 tentang Perijinan Untuk Perkawinan Antara Diplomat Wanita Indonesia Dengan WNA .............

859

XIV. CUTI PEGAWAI 1.

PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil ..........................................................

867

2.

SE. BAKN No. 01/SE/1977 tentang Permintaan Dan Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ...............

889

3.

KEP. MENLU No. SK.53/OR/V/84/01 tentang Cuti Pejabat Perwakilan RI Di Luar Negeri ....................

906

XV. PEMBATASAN KEGIATAN PNS 1.

PP No. 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta ................... 919

2.

PP No. 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik ............................... 927

3.

PP No. 12 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 5 Tahun 1999 ..........................................

936

4.

KEPPRES No 10/1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan PNS Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup .........................................

940

INSTRUKSI MENLU No. 519/BU/III/79/01 Tanggal 20 Maret 1979 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Di Lingkungan Departemen Luar Negeri Di Bidang Usaha Swasta dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Kesederhanaan Hidup .........

947

5.

DAFTAR ISI

xv

XVI. HAK KEPPRI 1.

PP No. 5 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 Dan PP No. 61 Tahun 2006 tanggal 26 Juli 2006 tentang Hak Keuangan / Administrasi Dubes LBBP Dan Mantan Dubes LBBP serta Janda/Dudanya ..................................................

957

KEP. MENLU NO. SK.2784/BU/IX/81/01 tentang Kewajiban Dan Hak Wakil Kepala Perwakilan RI Di Luar Negeri .....................................................

976

KEP. MENLU No. SK.015/OR/II/89/01 tentang Pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga Dan Pengemudi Pada Perwakilan RI Di Luar Negeri .....................................................

979

4.

Kawat Sekjen Deplu No. pl-2324/0717000 Tanggal 17 Juli 2000 tentang Pemberdayaan KRT .............

983

5.

Kawat Sekjen Deplu No. 032596 Tanggal 29 Mei 2003 tentang Hak Keppri ..........................

984

2.

3.

XVII. JABATAN FUNGSIONAL

xvi

1.

PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS ...................................................

2.

KEP. MENLU No.SK.024/KP/III/98/02 tentang Tata Kerja Tim Penilai Dan Tata cara penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1001

3.

KEP. MENLU No. SK. 103/OT/VII/98/02 tentang Pedoman Pengisian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ............ 1018

4.

PERMENPAN No. PER/87/M.PAN/8/2005 tanggal 16 Agustus 2005 tentang Jabatan Fungsional Diplomat Dan Angka Kreditnya ............................. 1021

DAFTAR ISI

987

5.

KEP. MENPAN No. 19 Tahun 1996 Tanggal 2 Mei 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor.............. 1044

6.

KEP. MENPAN RI No. 17/KEP/M.PAN/4/2002 Tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional Auditor ............................................... 1082

7.

Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK Dan Kepala BPKP No. 10 Tahun 1996 No. 49/SK/ S/1996 No. KEP-386/K/1996 Tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor Dan Angka Kreditnya ............................... 1086

8.

KEP. Kepala BPKP No. KEP-817/K/JF/002 tanggal 3 Desember 2002 tentang Prosedur Kegiatan Baku Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor Di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ......................... 1108

9.

Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara: No. KP. 004/KEP.60/2004, No. 17 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Sandiman Dan Angka Kreditnya ........... 1113

10. Keputusan Bersama Kepala Sandi Negara RI Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara: No. KP. 004/KEP.61/2004, No. 18 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi (OTS) Dan Angka Kreditnya Lembaga ................................... 1132 11. SE. Sekjen Deplu No. 1120/KP/XI/99/02 tanggal 22 Oktober 1999 tentang Penundaan Pelaksanaan Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Deplu ........ 1150 12. Kawat Sekjen Deplu No. 053142 tanggal 15 Juli 2005 tentang Jabatan Fungsional Diplomat ............................................................. 1152

DAFTAR ISI

xvii

13. Kawat Sekjen Deplu No. 982126 tanggal 13 Mei 1998 tentang In-Passing (Penyesuaian) PDLN sebagai Jabatan Fungsional DEPLU (JJFDD) .......... 1154 XVIII. PEGAWAI SETEMPAT

xviii

1.

PERMENLU No.07/A/KP/X/2006/01 Tahun 2006 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan RI Di Luar Negeri ................................................................ 1157

2.

Brafaks Karo Kepeg No. RR-0177/DEPLU/I/2006 tanggal 13 Januari 2006 tentang Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat...................................... 1201

DAFTAR ISI

I ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

1

2

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a, diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; c. bahwa untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut pada huruf b, diperlukan upaya meningkatkan manajemen ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

3

Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri; d. bahwa sehubungan dengan huruf a, b, dan c tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengubah Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok–Pokok Kepegawaian. Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945. 2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) 3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang–undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan lembaran Negara Nomor 3851); dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG–UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN. Pasal 1 Beberapa ketentuan dalam Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian, diubah sebagai berikut :

4

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

1. Judul BAB I dan ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang–undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 3. Pejabat yang berwajib berwenang adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang–undang. 5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang–undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan. 6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan. 7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah. 8. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya– upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

5

pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian. 2. Judul BAB II, ketentuan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB II JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI Bagian Pertama Jenis dan Kedudukan Pasal 2 (1) Pegawai Negeri terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (3) Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yag berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Pasal 3 (1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan. (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 6

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 92, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 4 Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Ketentuan Pasal 7 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 7 (1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. (2) Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. (3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 4. Judul Bagian Keempat BAB II dan ketentuan Pasal II menjadi berbunyi sebagai berikut : Bagian Keempat Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara Pasal 11 (1) Pejabat Negara terdiri atas : a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Permusyawaratan Rakyat;

Anggota

Majelis

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

7

c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat; d. Ketua, Wakil ketua, ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung; f.

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; i.

Gubernur dan Wakil Gubernur;

j.

Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan

k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang– undang. (2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri. (3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya. (4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya. 5. Judul BAB III, ketentuan Pasal 12, dan Pasal 13 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB III MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL Bagian Pertama Tujuan Manajemen

8

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 12 (1) Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. (2) Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Bagian Kedua Kebijaksanaan Manajemen Pasal 13 (1) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. (2) Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. (3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (5) Ketentuan dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 94, secara ex officio menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

9

(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang– kurangnya sekali dalam satu bulan. 6. Ketentuan Pasal 15 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 15 (1) Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi. (2) Formasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan. 7. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) menjadi berbunyi sebagai berikut : (2) Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16 A berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 A (1) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintahan dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional. (2) Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 9. Ketentuan Pasal 17 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 17 (1) Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. 10

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. (3) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal. 10. Ketentuan Pasal 19 dihapus. 11. Ketentuan Pasal 20 menjadi berbunyi sebagai berikut : Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. 12. Ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 22 Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja. Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia. (2) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena; a. atas permintaan sendiri; b. mencapai batas usia pensiun; c. perampingan organisasi pemerintah atau d. tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

11

(3) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena : a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang–undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; atau b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat tahun). (4) Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena : a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat. (5) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena : a. melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/ janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang– Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintahan; b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945 atau teRIibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintahan; atau c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan jabatan. Pasal 24 Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah

12

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara. Pasal 25 (1) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. (2) Untuk memperlancar pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (3) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa Agung, Pimpinan lembaga Pemerintahan Non – Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Jabatan setingkat, ditetapkan oleh Presiden. Bagian Kelima Sumpah, Kode Etik, dan Peraturan Disiplin Pasal 26 (1) Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/ janji. (2) Susunan kata–kata sumpah/janji adalah sebagai berikut : Demi Allah, saya bersumpah/berjanji; bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang–Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang–undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

13

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara. 13. Ketentuan Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 30 (1) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 Undang–Undang Dasar 1945. (2) Pembinaan jiwa korps, kode etik, dan peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Pendidikan dan Pelatihan Pasal 31 (1) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar– besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

14

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Bagian Ketujuh Kesejahteraan Pasal 32 (1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. (2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil. (3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya. (4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran. (5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak memperoleh bantuan. 14. Ketentuan Pasal 34 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 34 (1) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil, dibentuk Badan Kepegawaian Negara. (2) Badan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1), menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang mencakup perencanaan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

15

15. Diantara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34 A berbunyi sebagai berikut : Pasal 34 A (1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. (2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah. 16. Ketentuan Pasal 35 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 35 (1) Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. (2) Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. (3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 17. Judul BAB IV dan ketentuan Pasal 37 menjadi berbunyi sebagai berikut : BAB IV MANAJEMEN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 37 Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing–masing diatur dengan Undang–Undang tersendiri.

16

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 11 Undang–undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang–undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta, Pada tanggal 30 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK Indonesia ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta, pada tanggal 30 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd MULADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 169 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI, Kepala Biro Peraturan Perundang–undangan II ttd Edy Sudibyo

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

17

PENJELASAN ATAS UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK–POKOK KEPEGAWAIAN

1. UMUM 1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur Negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang– undang Dasar 1945. 2. Disamping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada Daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3. Sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri, pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan dengan sebaik–baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. 18

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi, dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, disamping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier. 4. Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, manajemen yang seragam dan dapat pula mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil. 5. Dengan berlakunya Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah harus didorong desentralisasi urusan kepegawaian kepada daerah. Untuk memberi landasan yang kuat bagi pelaksanaan desentralisasi kepegawaian tersebut, diperlukan adanya perngaturan kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil secara nasional tentang norma, standar, dan prosedur yang sama dan bersifat nasional dalam setiap unsur manajemen kepegawaian. 6. Dalam upaya menjaga netralitas Pegawai Negeri dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Pegawai Negeri, serta agar dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya maka Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, Pegwai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat. 7. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan Pegawai Negeri, dalam undang–undang ini ditegaskan bahwa

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

19

Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada Pegawai Negeri. Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya. Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab pekerjaanya. Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus. 8. Selain itu undang–undang ini menegaskan bahwa untuk menjamin manajemen dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, maka jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional merupakan jabatan karier yang hanya dapat diisi atau diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. 9. Setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar sebagai Pegawai Negeri Sipil sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan.

20

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong. 10. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus dilakukan secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam meningkatkan kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. 11. Untuk dapat melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan pemikiran tersebut, perlu mengubah beberapa ketentuan Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok–pokok Kepegawaian. 2. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Ketentuan mengenai Anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undang–undang. Huruf c Ketentuan mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang– undang. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Depertemen, Lembaga Pemerintah NonADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

21

Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai 22

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengaturan gaji Pegawai Negeri yang adil dimaksudkan untuk mencegah kesenjangan kesejahteraan, baik antar Pegawai Negeri maupun antara Pegawai Negeri dengan swasta. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dapat mendorong produktivitas dan kreativitas Pegawai Negeri. Pasal 11 Ayat (1) Urutan Pejabat Negara sebagaimana tersebut dalam ketentuan ini tidak berarti menunjukkan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Hakim pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di lingkungan Peradilan Umum, peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer dan Peradilan Agama. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud Pejabat Negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Hakim pada semua Badan Peradilan; Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang berasal dari jabatan karier; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang berasal dari diplomat karier, dan jabatan yang setingkat Menteri.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

23

Ayat (4) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Dalam rangka usaha untuk meningkatkan mutu dan keterampilan serta memupuk kegairahan bekerja, maka perlu dilaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik–baiknya atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar–besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus dilaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara. Dengan sistem karier tertutup dalam arti Negara maka dimungkinkan perpindahan Pegawai/Kota yang satu ke Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/ Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan–jabatan yang bersifat manajerial. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah Komisi yang bertugas membantu Presiden dalam : a. merumuskan kebijaksanaan umum kepegawaian;

24

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

b. merumuskan kebijaksanaan penggajian dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; dan c. memberikan pertimbangan dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural tertentu yang menjadi wewenang Presiden. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok tersebut secara obyektif, maka kedudukan Komisi adalah independen. Ayat (4) Anggota Tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari instansi pemerintah atau perguruan tinggi dan staf senior dari Badan Kepegawaian Negara, sedangkan Anggota Tidak tetap diangkat dari Pegawai Negeri Sipil senior dari Departemen terkait, wakil organisasi Pegawai Negeri, dan wakil dari tokoh masyarakat yang mempunyai keahlian yang diperlukan oleh Komisi. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi. Ayat (2) Formasi ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam–macam pekerjaaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal–hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

25

Pasal 16 Ayat (2) Ketentuan ini menegaskan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus didasarkan atas syarat– syarat obyektif yang telah ditentukan, dan tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan, atau daerah. Pasal 16 A Ayat (1) Pengangkatan langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil, dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah Jabatan Karier. Jabatan Karier adalah jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri yang telah beralih status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Jabatan Karier dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan, dan lain–lain yang serupa dengan itu. Yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri 26

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan syarat objektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3) Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 22 Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya. Pasal 23 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat menerima hak–hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku antara lain hak pensiun dan tabungan hari tua. Ayat (2) Diberhentikan dengan hormat apabila tenaganya tidak diperlukan oleh Pemerintah atau hal–hal lain yang dapat mengakibatkan bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

27

Ayat (3) Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung kepada berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa–jasa dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Ayat (4) Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan memperhatikan jasa dan pengabdiannya. Ayat (5) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak berhak menerima pensiun. Pasal 24 Untuk menjamin kelancaran pemeriksaan, maka Pegawai Negeri Sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian sementara sampai adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan negeri bukan pemberhentian sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak bersalah, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut dirahabilitasikan terhitung sejak ia dikenakan pemberhentian sementara. Rehabilitasi yang dimaksud mengandung pengertian, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula. Apabila setelah pemeriksaan oleh Pengadilan telah selesai dan ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bersalah dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Pegawai Negeri Sipil

28

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf c. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ketentuan mengenai pendelegasian atau penyerahan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah menjadi norma, standar, dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Ayat (3) Jabatan–jabatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan jabatan–jabatan karier tertinggi. Oleh karena itu pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 26 Ayat (1) Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni : a. diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut agama Islam; b. diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong saya” untuk penganut agama Kristen Protestan/ Katolik; c. Diawali dengan ucapan “Omaatah Paramawisesa” untuk penganut agama Hindu; dan d. Diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Buddha” untuk penganut agama Buddha. Ayat (2) Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

29

Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan agar terjamin keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Pengaturan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan meliputi kegiatan perencanaan, termasuk perencanaan anggaran, penentuan standar, pemberian akreditasi, penilaian, dan pengawasan. Tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan antara lain adalah : -

Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan keterampilan;

-

Menciptakan adanya pola berpikir yang sama;

-

Menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang lebih baik; dan

-

Membina karier Pegawai Negeri Sipil.

Pada pokoknya pendidikan dan pelatihan jabatan dibagi 2 (dua) yaitu pendidikan dan pelatihan prajabatan dan pendidikan dan palatihan dalam jabatan : -

Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service training) adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan tujuan agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya;

-

Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan (in service training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan.

Ayat (2) Cukup jelas

30

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 32 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 34 A Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dapat mengajukan upaya banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3890

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

31

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 25 JUNI 1979 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan;

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

32

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan adalah suatu daftar yang memuat nama Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara yang disusun menurut tingkatan kepangkatan; b. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah pejabat yang berwenang membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan; c. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan adalah atasan langsung dari Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. BAB II PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 2 (1) Daftar Urut Kepangkatan dibuat untuk seluruh Pegawai Negeri Sipil dari suatu satuan organisasi Negara. (2) Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat sekali setahun.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

33

Pasal 3 (1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. (2) Pejabat yang dapat diberi wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), serendah-rendahnya memangku jabatan struktural Eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu. Pasal 4 Ukuran yang digunakan untuk menetapkan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, secara berturut-turut adalah : a. b. c. d. e. f.

pangkat; jabatan; masa kerja; latihan jabatan; pendidikan; dan usia. Pasal 5

(1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah ke instansi lain, dihapuskan namanya dari Daftar Urut Kepangkatan dari instansi semula. Pasal 6 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah Otonom atau instansi yang bersangkutan. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, diberhentikan sementara, atau

34

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

diberhentikan dari jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi induk yang bersangkutan. Pasal 7 Apabila dalam tahun yang bersangkutan terjadi mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan mencatat perubahan itu dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. Pasal 8 Daftar Urut Kepangkatan adalah bersifat terbuka dan diumumkan oleh dan menurut cara yang ditentukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. BAB III KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 9 (1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak tepat, dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki. (2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan keberatan itu. (3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman Daftar Urut Kepangkatan. Pasal 10 (1) Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan, wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

35

(2) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana mestinya. (3) Apabila keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut. (4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat. keberatan tersebut. Pasal 11 (1) Pegawai Negeri Sipil yang merasa tidak puas terhadap penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hierarki. (2) Pengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan alasan-alasan yang lengkap. (3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). Pasal 13 (1) Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tanggapan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (2) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan.

36

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang cukup, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (4) Perubahan nomor urut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal ia menerima surat keberatan tersebut. (5) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak dapat diajukan keberatan. Pasal 14 Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan keberatan. BAB IV PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN Pasal 15 Daftar Urut Kepangkatan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Pasal 16 (1) Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu. (2) Apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat diangkat untuk mengisi lowongan tersebut karena tidak memenuhi persyaratan lainnya, maka hal itu harus diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

37

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang dikenakan pemberhentian sementara, sedang menjalani cuti di luar tanggungan Negara, dan yang sedang menerima uang tunggu. BAB V KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 17 Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas. Pasal 18 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 19 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat Dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembargan Negara Tahun 1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 21 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

38

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

39

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1979 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Urut Kepangkatan. Daftar Urut Kepangkatan, adalah salah satu bahan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, haruslah dipertimbangkan lebih dahulu. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu untuk masa mendatang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Calon Pegawai Negeri Sipil masih dalam masa percobaan, oleh sebab itu tidak dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Daftar Urut Kepangkatan dibuat pada tiap-tiap bulan Desember.

40

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3 Ayat (1) Pada dasarnya, Daftar Urut Kepangkatan dibuat secara terpusat pada tingkat Departemen, Kejaksanaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Daerah Tingkat I. Tetapi untuk penggunaan praktis dan berdasarkan pertimbangan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dibina dan lokasi penempatannya, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing. Pejabat yang menerima delegasi wewenang sebagai tersebut di atas,membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dari seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungan kekuasaannya. Walaupun dilakukan pendelegasian wewenang untuk membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan, tetapi untuk kepentingan pembina, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), harus juga membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat tertentu. Umpamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat dan memelihara secara terpusat Daftar Urut Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas. Ayat (2) Pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memangku jabatan struktural Eselon V, antara lain adalah Penilik Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan lain-lain. Pasal 4 Huruf a

Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

41

Huruf b

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka yang memangku jabatan lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Huruf c

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka dari antara mereka yang memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Huruf d

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang ditentukan dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Jenis dan tingkat latihan jabatan sebagaimana dimaksud di atas, ditentukan lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang penertiban dan penyempurnaan Aparatur Negara. Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan daftar nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Huruf e

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih

42

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Huruf f

Apabila ada 2 (dua) orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf a memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang berusia yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan.

Pasal 5 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini termasuk Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang pindah dari satu instansi ke instansi lain dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan instansi lama dan dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang baru dengan menggunakan ukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau instansi Pemerintah lainnya, walaupun telah dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang menerima perbantuan, tetapi apabila dipandang perlu untuk tingkat pangkat tertentu, dapat pula dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan pada instansi induk, sesuai dengan ketentuan pimpinan instansi induk yang memberikan perbantuan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Untuk memudahkan penggunaan dan pembuatan Daftar Urut Kepangkatan tahun berikutnya, maka setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan Nomor urut

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

43

dalam Daftar Urut Kepangkatan, umpamanya kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan dalam jabatan,pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan lainlain dicatat dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. Pasal 8 Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. Daftar Urut Kepangkatan mulai berlaku sejak tanggal diumumkan. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 12 Ayat (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diajukan melalui hirarki, oleh sebab itu harus melalui Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu.

44

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Ayat (2) Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan bersama-sama dengan surat keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan lebih obyektif. Pembinaan karier yang dimaksud, antara lain meliputi kepangkatan,penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk mengikuti latihan jabatan,dan lain-lain. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Seluruh Pegawai Negeri Sipil adalah satu, oleh sebab itu pembinaannya diatur secara menyeluruh, yaitu adanya suatu pengaturan pembinaan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil, baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. Berdasarkan prinsip sebagai tersebut di atas, maka dalam rangka usaha mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar instansi, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat managerial. Dalam rangka usaha ini maka Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara perlu membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pasal 18 sampai dengan pasal 21 Cukup jelas. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

45

Jakarta, 11 Pebruari 1980 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 4. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 5. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II SURAT EDARAN NOMOR : 03/SE/1980 TENTANG DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL I.

PENDAHULUAN 1. UMUM a. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3138), telah ditetapkan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1952 tentang Daftar Susunan Pangkat dan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 200). b. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan

46

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

petunjuk teknis tentang pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil. 2. DASAR a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42). c. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3138). 3. PENGERTIAN Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan instansi induk adalah Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II. 4. TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai Pedoman bagi pejabat yang berkepentingan dalam melaksanakan pembuatan Daftar Urut Kepangkatan. II.

DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. UMUM a. Daftar urut Kepangkatan adalah salah satu bahan obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, oleh karena itu Daftar Urut Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terusmenerus. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

47

b. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu untuk mengisi lowongan tersebut. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman, dan lain-lain, maka haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangannya itu untuk masa mendatang. 2. PEMBUATAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN a. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden, membuat dan memelihara Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing, menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran I Surat Edaran ini. b. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, setiap Kepala/ Pimpinan satuan organisasi Negara serendahrendahnya pejabat yang memangku jabatan eselon V atau jabatan lain yang dipersamakan dengan itu, harus membuat membuat Daftar Urut Kepangkatan dalam lingkungannya masing-masing, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. c. Yang dimasukkan dalam Daftar Urut Kepangkatan hanya Pegawai Negeri Sipil saja, tidak termasuk calon Pegawai Negeri Sipil. d. Dengan memperhatikan jumlah pegawai yang dikelola dan untuk kepentingan pembinaan karier, pembuatan Daftar Urut Kepangkatan dapat diatur sebagai berikut :

48

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan Pemerintah Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. (2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan, Universitas/ Institut Negeri, Pemerintah Daerah Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden serta instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang III/a. (3) Pada tingkat satuan organisasi lainnya, seperti Direktorat, Biro, Kantor Wilayah, Kantor Wilayah Tingkat Propinsi, Dinas Daerah, dan lain-lain disusun Daftar Urut Kepangkatan mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang I/a. Umpamanya : Penyusunan Daftar Urut Kepangkatan pada Departemen Perhubungan : 1. Pada tingkat Departemen Perhubungan disusun Daftar Urut Kepangkatan dari segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Perhubungan mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. 2. Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut disusun Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang III/a. 3. Pada Direktorat Navigasi disusun Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Direktorat Navigasi mulai dari golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang I/a.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

49

e. Pembuatan Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan diatur tersendiri oleh Menteri Pertahanan Keamanan. f.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan d di atas, diatur oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan pejabat lain yang bersangkutan.

g. Daftar Urut Kepangkatan segenap Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah Golongan Ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a, disusun secara Nasional oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk ini, maka masing-masing Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, mengirimkan kepada Badan Administrasi Kepegawaian Negara Daftar Urut Kepangkatan dari Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a dalam lingkungannya masing-masing menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini. h. Daftar Urut Kepangkatan dibuat setiap tahun yaitu harus sudah selesai dibuat pada setiap akhir bulan Desember. i.

50

Untuk kepentingan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan secara Nasional, maka Daftar Urut Kepangkatan golongan IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a dari masing-masing Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Nondepartemen dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden, harus sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambat-lambatnya pada akhir bulan Maret.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Umpamanya : Daftar Urut Kepangkatan yang disusun pada bulan Desember 1980, harus sudah disampaikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara selambatlambatnya pada akhir bulan Maret 1981. 3. NOMOR URUT KEPANGKATAN

DALAM

DAFTAR

URUT

a. UMUM Dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak boleh ada 2 (dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor urutnya, maka untuk menentukan nomor urut yang tepat dalam satu Daftar Urut Kepangkatan diadakan ukuran secara berturut-turut sebagai berikut : (1) Pangkat; (2) Jabatan; (3) Masa Kerja; (4) Latihan Jabatan; (5) Pendidikan; dan (6) Usia b. PANGKAT Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama, umpamanya sama-sama berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, maka dari antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Direktorat Perbendaharaan Negara terdapat tiga orang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, Bindu dan Cirus yang berpangkat sama, yaitu Pembina Tingkat

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

51

I golongan ruang IV/b tetapi Amat diangkat dalam golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 1 – 10 – 1977, sedangkan Bindu terhitung mulai tanggal 1 – 10 – 1977 dan Cirus terhitung mulai tanggal 1 – 4 – 1978. Dalam hal yang sedemikian susunan nama mereka pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Perbendaharaan Negara, dimuat dari nama Amat, kemudian Bindu dan seterusnya Cirus. c. JABATAN 1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama pula, maka dari antara mereka yang memangku jabatan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Sekretariat Jenderal Departemen Agama terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama Abdul Kadir dan Abu Bakar yang berpangkat sama, yaitu Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c masing-masing terhitung mulai tanggal 01 April 1978. Jabatan Abdul Kadir adalah Kepala Biro sedang jabatan Abu Bakar adalah Kepala Bagian. Dalam hal yang sedemikian, maka Abdul Kadir dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. (2) Apabila tingkat jabatan sama juga, maka dari antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri terdapat tiga orang Pegawai Negeri Sipil bernama Daud, Eman dan Firman berpangkat sama, yaitu Pem bina Tingkat I golongan ruang IV/b terhitung mulai tanggal 01 52

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Oktober 1976, Jabatan Daud adalah Kepala Bagian A terhitung mulai tanggal 01 Januari 1977 jabatan Eman adalah Kepala Bagian B terhitung mulai tanggal 1 April 1977, sedang jabatan Firman adalah Kepala Bagian C terhitung mulai tanggal 01 Oktober 1977. Dalam hal yang demikian susunan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut di atas dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro Perencanaan yang teratas adalah Daud, kemudian Eman, barulah Firman. (3) Tingkat Jabatan sebagai dasar penyusunan Daftar Urut Kepangkatan, adalah : (a) Jabatan struktural adalah sebagai tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1977 dengan segala tambahan dan perubahannya. (b) Jabatan lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Surat edaran ini. d. MASA KERJA (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dan memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, maka dari antara mereka yang memiliki masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil yang lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa Barat terdapat dua orang Pegawai Negeri Sipil bernama Gino dan Husein yang berpangkat sama yaitu Penata Tingkat I golongan ruang III/d terhitung mulai 1 Oktober 1977 dengan jabatan yang sama tingkatnya yaitu masing-masing Kepala Bagian sejak 1 April 1978. Gino diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak tanggal 1 Mei 1963,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

53

sedangkan Husein diangkat sejak 1 Januari 1965. Dalam hal yang sedemikian nama Gino dicantumkan lebih tinggi daripada Husein dalam Daftar Urut Kepangkatan pada Biro Kepegawaian SETWILDA Tingkat I Jawa Barat, karena masa kerja Gino lebih banyak dari Husein. (2) Masa Kerja yang diperhitungkan dalam Daftar Urut Kepangkatan, adalah masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk penetapan gaji. e. LATIHAN JABATAN (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka dari antara mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang ditentukan, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terdapat 4 orang Pegawai negeri Sipil bernama Ismail, Jakub, Kasim dan Leman yang berpangkat sama yaitu Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu Inspektur sejak 1 Mei 1976, masuk Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Juli 1955. Ismail mengikuti pendidikan SESPA LAN pada tahun 1976. Jakub mengikuti SESPA LAN pada tahun 1977, Kasim juga mengikuti pendidikan SESPA LAN tahun 1977 tetapi tidak lulus, sedangkan Leman belum pernah mengikuti pendidikan latihan 54

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

jabatan. Dalam hal yang demikian urutan nama Pegawai Negeri Sipil tersebut pada Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Inspektorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan dimulai dengan nama Ismail, kemudian menyusul nama Jakub, Kasim dan seterusnya Leman. (2) Tingkat latihan jabatan yang digunakan sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Surat Edaran ini. f. PENDIDIKAN (1) Apabila ada dua orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, dan lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, maka dari antara mereka yang lulus dari pendidikan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Apabila tingkat pendidikan sama, maka dari antara mereka yang lebih dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri terdapat 3 orang Pegawai Negeri Sipil bernama Tina, Mochtar, J. Napitupulu, mereka memiliki pangkat yang sama, yaitu Penata Golongan Ruang III/c terhitung mulai 1 Oktober 1978, dengan jabatan yang sama yaitu Kepala Seksi sejak 1 Januari 1979, ketiga-tiganya diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 1 April 1969, sama–sama diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Mei 1970, sama-sama mengikuti dan lulus

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

55

Kursus Perencanaan tahun 1975. Tina memperoleh gelar Sarjana Hukum tahun 1967, Mochtar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi tahun 1966, sedangkan J. Napitupulu memperoleh gelar Sarjana Sosial tahun 1968. Dalam hal yang demikian urutan nama ketiga Pegawai Negeri Sipil tersebut diatas dalam Daftar Urut Kepangkatan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah yang teratas adalah Mochtar, kemudian Tina dan seterusnya J. Napitupulu. (2) Tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang diperoleh dari suatu pendidikan yang digunakan sebagai dasar dalam Daftar Urut Kepangkatan, adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Surat Edaran ini. g. USIA Apabila ada dua atau lebih Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat sama sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas, memangku jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, memiliki masa kerja yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf d, lulus dari latihan jabatan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf e, dan lulus dari pendidikan yang sama sebagaimana dimaksud dalam huruf f, maka dari antara mereka yang berusia lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan. Umpamanya : Pada Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Sosial terdapat 2 orang Pegawai Negeri Sipil bernama Oberlin dan Poernomo dengan pangkat yang sama Penata Tingkat I Golongan Ruang III/d terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1978, Jabatan Kepala Sub Bagian sejak 1 Mei 1978, masuk Pegawai Negeri Sipil sejak 1 Pebruari 1966, dua-duanya memperoleh Sarjana Ekonomi pada tahun 1965, belum pernah mengalami latihan jabatan. Oberlin lahir tanggal 9 Juli

56

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

1935, sedangkan Poernomo lahir tanggal 5 Mei 1937. Dalam hal yang demikian urutan nama mereka dalam Daftar Urut Kepangkatan Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Sosial dimulai dengan nama Oberlin karena dia lebih tua usia daripada Poernomo. 4. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN PADA DAERAH OTONOMI ATAU INSTANSI PEMERINTAH LAINNYA a. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan pada Daerah Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya, namanya dicantumkan dalam Daftar Urut Kepangkatan Daerah otonom atau instansi di mana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diperbantukan. b. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan telah tercantum dalam Daftar Urut Kepangkatan dari instansi yang menerima bantuan, tetapi untuk kepentingan pembinaan karier, pegawai negeri sipil yang diperbantukan itu harus juga dicantumkan dalam daftar urut kepangkatan dari instansi yang memberikan perbantuan. c. Dengan memperhatikan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang dikelola, maka pembuatan Daftar Urut Kepangkatan oleh instansi yang memberikan perbantuan dapat diatur sebagai berikut : (1) Pada tingkat Departemen, Kejaksaan Agung, dan Propinsi Daerah Tingkat I disusun Daftar Urut Kepangkatan golongan ruang IV/e sampai dengan golongan ruang IV/a. (2) Pada tingkat Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan Universitas/ Institut Negeri, Kabupaten/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan instansi lain yang setingkat dengan itu, disusun Daftar Urut Kepangkatan

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

57

mulai dari golongan ruang yang tertinggi sampai dengan golongan ruang I/a. 5. DAFTAR URUT KEPANGKATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERADA DI LUAR JABATAN ORGANIKNYA Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperkerjakan atau diperbantukan pada instansi lain, sedang menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan sementara, atau diberhentikan dari Jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Urut Kepangkatan instansi yang bersangkutan. III.

PENGUMUMAN DAN KEBERATAN ATAS NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. PENGUMUMAN Daftar Urut Kepangkatan yang telah ditetapkan, diumumkan dengan cara sedemikian rupa sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dengan mudah membacanya. 2. KEBERATAN a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang berkeberatan atas nomor urutnya dalam Daftar Urut Kepangkatan, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan melalui hirarki menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini. b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, harus sudah diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai diumumkan Daftar Urut Kepangkatan. Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak dipertimbangkan.

58

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

c. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing. d. Apabila keberatan yang diajukan mempunyai dasardasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan sebagaimana mestinya dan memberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VI Surat Edaran ini. e. Apabila keberatan yang diajukan tidak mempunyai dasar-dasar yang kuat, maka Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VII Surat Edaran ini. f.

Perubahan nomor urut atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud di atas, harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan tersebut.

g. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan merasa tidak puas atas penolakan keberatan yang diajukannya, maka ia dapat mengajukan keberatan banding secara tertulis kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan melalui hirarki disertai dengan alasan-alasan yang lengkap, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII Surat Edaran ini. h. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima penolakan atas keberatan tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. i.

Keberatan atas nomor dalam Daftar Urut Kepangkatan diajukan melalui hirarki, oleh sebab itu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

59

keberatan tersebut dikirim kepada Atasan Pembuat Daftar Urut Kepangkatan melalui Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan. Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan Wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan terakhir atas keberatan itu. j.

Tanggapan yang dimaksud disampaikan kepada Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan bersama-sama dengan Surat Keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

k. Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan yang menerima keberatan atas nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, wajib mempertimbangkan dengan seksama keberatan tersebut. l.

Apabila terdapat alasan-alasan yang kuat, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menetapkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan, dan memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran IX Surat Edaran ini

m. Apabila tidak terdapat alasan-alasan yang kuat, maka Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan menolak keberatan tersebut dan memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran X Surat Edaran ini. n. Perubahan nomor urut atau penolakan atas keberatan sebagaimana dimaksud di atas, harus sudah ditetapkan dan diberitahukan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan kepada Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan dan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan tersebut.

60

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

o. Terhadap perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan atau penolakan atas keberatan yang ditetapkan oleh Atasan Pejabat Pembuat Daftar Urut Kepangkatan tidak dapat diajukan keberatan. p. Terhadap Daftar Urut Kepangkatan yang ditanda tangani sendiri oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan keberatan. IV.

PERUBAHAN DAN PENGHAPUSAN NOMOR URUT DALAM DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. PERUBAHAN a. Setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkan perubahan nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan, umpamanya kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, pemberhentian, meninggal dunia, dan lain-lain dicatat, dalam Daftar Urut Kepangkatan yang bersangkutan. b. Untuk memudahkan pemeliharaan Daftar Urut Kepangkatan, maka perubahan-perubahan karena mutasi kepegawaian, pencatatannya cukup dengan menuliskan jenis mutasi kepegawaian dan tanggal berlakunya pada lajur yang disediakan. 2. PENGHAPUSAN a. Penghapusan Pegawai Negeri Sipil dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan oleh karena : (1) Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. (2) Meninggal dunia. (3) Pindah instansi. b. Penghapusan nama tersebut dilakukan pada waktu penyusunan Daftar Urut Kepangkatan untuk tahun berikutnya. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

61

Umpamanya : Pada Departemen Perindustrian seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan Maret 1979, dalam hal yang sedemikian, nama Amat dihapuskan dari Daftar Urut Kepangkatan dalam tahun 1980 yang disusun pada akhir tahun 1979. V.

PENGGUNAAN DAFTAR URUT KEPANGKATAN 1. Daftar Urut Kepangkatan adalah salah satu bahan obyektif dalam melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. 2. Dengan adanya Daftar Urut Kepangkatan, maka pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan dengan lebih obyektif. Pembinaan karier yang dimaksud antara lain meliputi kepangkatan, penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk mengikuti latihan jabatan dan lain-lain. 3. Apabila ada lowongan, maka Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Daftar Urut Kepangkatan yang lebih tinggi, wajib dipertimbangkan lebih dahulu. Tetapi apabila ia tidak mungkin diangkat untuk mengisi lowongan itu karena tidak memenuhi syarat-syarat lainnya, seperti syarat-syarat kecakapan, kepemimpinan, pengalaman dan lain-lain haruslah diberitahukan kepadanya, sehingga ia dapat berusaha untuk mengisi kekurangan itu untuk masa mendatang. 4. Pertimbangan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki nomor urut yang lebih tinggi dalam Daftar Urut Kepangkatan tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang : a. Dikenakan pemberhentian sementara. b. Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara, terkecuali Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjalankan cuti di luar tanggungan negara karena untuk persalinan anaknya yang ke IV dan seterusnya. c. Penerima uang tunggu.

62

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

VI.

PENUTUP 1. Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan-kesulitan agar segera ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapat penyelesaian. 2. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. 3. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd A E MANIHURUK

Tembusan Surat Edaran ini dengan hormat disampaikan kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan. 2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, sebagai laporan. 3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan. 4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat. 5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi Vertikal. 6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan. 7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan semua Kepala Kas Daerah. 8. Semua Camat di seluruh Indonesia. 9. Pertinggal.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

63

64

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

NA MA

2

NO. UR UT

1

3

NI P

4

GOL RUA NG

5

TM T

PANGKAT

6

NA MA 7

TM T

JABATAN

8

TH N 9

BL N

MASA KERJA

LATIHAN JABATAN BL N JUML NA DA AH MA N JAM TH N 10 11 12

DEPARTEMEN/LEMBAGA/DAERAH TINGKAT ………………… …………………………………………………………………………………

13

NA MA

14

LUL US TAH UN

15

TINGK AT IJAZA H

PENDIDIKAN

BERLAKU UNTUK TAHUN :

DAFTAR URUT KEPANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL UNIT ORGANISASI : TEMPAT :

16

USI A

17

CATAT AN MUTA SI KEPEG AWAI AN

18

KE TE RA NG AN

LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

NO

NOMOR

URAIAN

LAJUR 1

2

3

1.

1

Cukup jelas

2.

2

Tulislah nama sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengangkatan.

3.

3

Cukup jelas

4.

4

Cukup jelas

5.

5

Tulislah tanggal, bulan dan tahun pengangkatan dalam pangkat yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

6.

6

Cukup jelas

7.

7

8.

8 dan 9

Tuliskanlah masa kerja golongan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan (masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk penetapan gaji) pada waktu pembuatan Daftar Urut Kepangkatan.

Perhatikan uraian lajur 5

9.

10

Tulislah nama latihan jabatan yang diikuti oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan.

10.

11

Tulislah bulan dan Tahun selesainya/lulus Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dari latihan jabatan tersebut. Kalau lulus tulislah “lulus” dan kalau tidak lulus tulislah “tidak lulus” dalam kurung.

11.

12

Tulislah jumlah jam pelajaran dari latihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

12.

13

Tulislah nama pendidikan yang tertinggi yang ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, umpamanya SD, SLTP, SLTA, Fakultas Hukum dan sebagainya.

13.

14

Tuliskanlah tahun lulus Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dari Pendidikan tersebut.

14

15

Tulislah tingkat Ijazah/Akta/Diploma/STTB yang diperoleh.

15

16

Tuliskanlah tanggal, bulan, dan tahun lahir Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila tidak diketahui tanggal lahir cukup dituliskan bulan dan tahun, apabila tanggal dan bulan tidak diketahui, cukup ditulis tahun lahir saja.

16.

17

Tulislah mutasi kepegawaian yang terjadi antara ditetapkannya DUK dan pembuatan DUK berikutnya.

17.

18

Tulislah hal-hal yang dianggap perlu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

65

LAMPIRAN II-A SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT JABATAN DI BIDANG PENDIDIKAN

NO

JABATAN

1

2

DIPERSAMAKAN DENGAN ESELON 3

1

GURU BESAR

Ia

2

LEKTOR KEPALA

IIb

3

PENGAWAS SLTP/SLTA

IIIb

4

LEKTOR

IIIb

5

KEPALA SLTA/SLB/MADRASAH ALIYAH

IVa

6

LEKTOR MADYA

IVa

7

KEPALA

SLTP/SLB/MADRASAH

IVa

TSANAWIYAH 8

LEKTOR MUDA

IVb

9

PENILIK TK/SD/SLB/PENDIDI-KAN AGAMA

Va

10

ASISTEN AHLI

Vb

11

KEPALA SD/SD PERCOBAAN/ MADRASAH

Vb

IBTIDAIYAH 12

66

ASISTEN AHLI MADYA

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Vb

KETERANGAN 4

LAMPIRAN II-B SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT JABATAN DI BIDANG PENELITIAN

NO

JABATAN

SETINGKAT ESELON

KETERANGAN

1

2

3

4

1

AHLI PENELITI

Ia

2

PENELITI

IIb

3

AJUN PENELITI

IVa

4

ASISTEN PENELITI

Vb

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

67

LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT LATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

No

1 1

2

3

4

5

6

68

Syarat-Syarat Untuk Mengikuti Latihan Jabatan Jumlah Golonga Jabatan Jam n Ruang Pelajaran 2 3 4 JABATAN-JABATAN IV/a-IV/d 600 atau STRUKTURAL DAN lebih FUNGSIONAL YANG 300 s/d 599 SETINGKAT ESELON II 100 s/d 299 JABATAN-JABATAN III/c-IV/c 600 atau STRUKTURAL DAN lebih FUNGSIONAL YANG 300 s/d 599 SETINGKAT ESELON III 100 s/d 299 JABATAN-JABATAN III/a600 atau STRUKTURAL DAN IV/a lebih FUNGSIONAL YANG 300 s/d 599 SETINGKAT ESELON IV 100 s/d 299 JABATAN-JABATAN II/a600 atau STRUKTURAL DAN III/d lebih FUNGSIONAL YANG 300 s/d 599 SETINGKAT ESELON V 100 s/d 299 JABATAN-JABATAN II/a-II/d 600 atau NON STRUKTURAL lebih 300 s/d 599 100 s/d 299 JABATAN-JABATAN I/a-I/d 600 atau NON STRUKTURAL lebih 300 s/d 599 100 s/d 299

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Tingkat Latihan Jabatan 5 1A 1B 1C 2A 2B 2C 3A 3B 3C 4A 4B 4C 5A 5B 5C 6A 6B 6C

Keterangan

6 Latihan jabatan yang jumlah jam pelajarannya kurang dari 100 jam pelajaran tidak diperhitungkan

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

TINGKAT IJAZAH/AKTA/DIPLOMA/STTB YANG DIPEROLEH DARI SUATU PENDIDIKAN UMUM

NO. URUT

IJAZA/AKTA/DIPLOMA/STTB

KETERANGAN

1

2

3

1

Dokter, Spesialis II dan Akta V

2

Pasca Sarjana, Spesialis I dan Akta IV

3

Dokter dan Apoteker

4

Sarjana

5

Akta III

6

Diploma III Politeknik

7

Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Diploma III, Akademi, Bakaloreat, dan Akta II

8

Sarjana Muda dan Diploma II

9

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Non Guru 4 Tahun, Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Guru 3 Tahun dan Akta I

10

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas Non Guru 3 Tahun dan Diploma I

11

Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas

12

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama 4 Tahun

13

Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama 3 Tahun

14

Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama

15

Sekolah Dasar

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

69

LAMPIRAN V SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980 Perihal :

Pengajuan keberatas atas nomor urut dalam Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIP Golongan Ruang Unit Organisasi

: : : :

Mengajukan keberatan atas nomor urut saya yang dibuat dalam Daftar Urut Kepangkatan pada unit organisasi ……………………………………… ………………… untuk tahun …………… yang ditandatangani oleh : Nama NIP Golongan Ruang Unit Organisasi Tanggal

: : : : :

Alasan keberatan saya atas pencantuman nomor urut kepangkatan pada saya pada nomor urut ke ………… menurut hemat saya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku nomor urut saya adalah ……… dengan alasan sebagai berikut : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… c. ………………………………………………………………………… Demikian untuk mendapat perhatian. ………… ……………………… 19 …… Yang Mengajukan Keberatan,

( ………………………… ) NIP ……………………… 70

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN VI SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

N omo : Lampiran: Perihal : Perubahan Nomor Urut Pada Daftar Urut Kepangkatan

…….., ……………….. 19 … Kepada Yth. Sdr. ......................... di .............................

Sehubungan dengan surat keberatan saudara : Nama NIP Golongan Ruang Unit Organisasi

: : : :

Tanggal …………, atas nomor urut Saudara pada Daftar Urut Kepangkatan unit organisasi …………………………untuk tahun ………………… yang ditanda tangani oleh : Nama NIP Jabatan

: : :

Tanggal ………………………, maka setelah diadakan penelitian yang lebih seksama, nomor urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan unit organisasi ……..………………………… untuk tahun ……………………… dibuat tanggal ……………………… dirubah dari nomor …………………………………. Menjadi nomor …………………………… Sekian untuk dimaklumi. TEMBUSAN : 1. 2. 3.

Kepala ………………

( ………………………… ) NIP ………………………

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

71

LAMPIRAN VII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980

Nomor : Lampiran: Perihal : Perubahan Nomor Urut Pada Daftar Urut Kepangkatan

…….., ……………….. 19 … Kepada Yth. Sdr. ......................... di .............................

Sehubungan dengan surat keberatan saudara : Nama

:

NIP

:

Golongan Ruang: Unit Organisasi

:

Tanggal …………, setelah diadakan penelitian, maka keberatan Saudara atas nomor urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan untuk tahun ……………… dibuat tanggal …………………… ditolak, dengan alasan sebagai berikut : a. b. c. demikian untuk dimaklumi. Kepala ……………………………………………….

( ………………………… ) NIP ………………………

72

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980 Nomor : …….., ……………….. 19 …... Lampiran: Perihal : Perubahan Keberatan Banding Atas Nomor Urut Kepada Dalam Daftar Urut Kepangkatan Yth. Sdr. ....................... Pegawai Negeri Sipil ………………………… di ............................. Sehubungan dengan surat keberatan saudara : Nama : NIP : Golongan Ruang: Unit Organisasi : Mengajukan keberatan banding atas nomor urut saya yang dibuat dalam Daftar Urut Kepangkatan pada unit organisasi ……………… untuk tahun ……………… yang ditandatangani oleh : Nama : NIP : Golongan Ruang: Jabatan : Unit Organisasi : Tanggal : Saya telah mengajukan keberatan dengan surat tanggal …………… kepada ………………, tetapi ditolak dengan surat nomor ……………………… tanggal ……………… dan untuk lebih jelas salinan surat keberatan dan penolakan tersebut dilampirkan dengan surat ini. Mohon diadakan pemeriksaan kembali. Yang Mengajukan Keberatan, Surat ini kami kirimkan melalui Pimpinan ……………………………………

( ………………………… ) NIP ………………………

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

73

LAMPIRAN IX SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980 Nomor : Lampiran : Perihal : Perubahan Nomor Urut Pada Daftar Urut Kepangkatan

.........…….., ……………….. 19 …

Kepada Yth. 1. 2.

Pimpinan ...……… di .................. Sdr. ................. di ...................

Sehubungan dengan surat keberatan banding saudara : Nama NIP Golongan Ruang Unit Organisasi

: : : :

Tanggal ……………………, maka setelah diadakan penelitian yang lebih seksama, nomor urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan unit organisasi …………………………………… untuk tahun …………………… dibuat tanggal ………… dirubah dari nomor ……………… menjadi nomor …………… Dengan demikian diminta kepada pimpinan unit organisasi …………… agar merubah nomor urut nama Saudara …………… dari nomor …………… menjadi nomor ………………………… pada Daftar Urut Kepangkatan Unit Organisasi …………………… untuk tahun ………………………… Demikian untuk dilaksanakan. Kepala

( ………………………… ) NIP ……………………… 74

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN X SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 03/SE/1980 TANGGAL : 11 PEBRUARI 1980 Nomor : …….., ……………….. 19 … Lampiran : Perihal : Penolakan Perubahan Nomor Urut Dalam Daftar Urut Kepada Kepangkatan Yth. 1. Pimpinan ………… di ..………………… 2. Sdr. ……………….. di ..………………… Sehubungan dengan surat keberatan banding saudara : Nama : NIP : Golongan Ruang: Unit Organisasi : Tanggal ……………………, setelah diadakan penelitian yang lebih seksama, maka keberatan Saudara atas nomor urut Saudara dalam Daftar Urut Kepangkatan Unit Organisasi …………………………………………… untuk tahun ………………… dibuat tanggal …………………………………………………… ditolak dengan alasan sebagai berikut : a. b. c. Demikian untuk dilaksanakan. Kepala

( ………………………… ) NIP ………………………

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

75

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH Tanggal : 26 DESEMBER 1994 (JAKARTA) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, penghasilan berupa gaji, uang pensiun, tunjangan dan honorarium serta penghasilan lainnya yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan adalah objek Pajak Penghasilan; b. bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah tidak termasuk sebagai Objek Pajak; c. bahwa dengan memperhatikan ketentuan tingkat penggajian dan uang pensiun yang berlaku serta untuk lebih memberikan kemudahan pemotongan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah, dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan pemotongan Pajak 76

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Penghasilan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan berupa gaji, uang pensiun, tunjangan dan honorarium serta penghasilan lainnya yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH Pasal 1 (1) Atas penghasilan yang diterima oleh: a. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangantunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya; b. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji; c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun; yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

77

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang ditanggung pemerintah. (2) Atas penghasilan yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah selain penghasilan sebagaimana disebut pada ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d kebawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah. Pasal 2 (1) Atas penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dihitung Pajak Penghasilan yang terutang dan ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1994 dengan menerapkan tarif Pasal 17 undang-undang tersebut. (2) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen), dan bersifat final. Pasal 3 (1) Dalam hal Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, maka penghasilan lain tersebut ditambah dengan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan. (2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 78

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 5 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1985 tentang Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan TunjanganTunjangan Lainnya yang Dibebankan kepada Keuangan Negara, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Desember 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

79

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH UMUM Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan berupa gaji, upah, uang pensiun, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan ama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Namun mengingat bahwa pemotongan tersebut akan mengurangi gaji, upah, uang pensiun, dan sebagainya yang diterima atau diperoleh para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya, sedangkan pada umumnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah tersebut belum mencapai suatu tingkat yang memadai, maka Pemerintah selaku pemberi kerja memandang perlu untuk menanggung Pajak Penghasilan yang terutang oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang diterima secara tetap yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (1) Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah 80

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 yang ditanggung pemerintah diberikan hanya kepada : a. Pejabat Negara atas gaji kehormatan dan tunjangantunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji kehormatan atau imbalan tetap sejenisnya; b. Pegawai Negeri Sipil dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atas gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji; c. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anakanaknya atas uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun; baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau pensiunan yang dananya dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah selaku pemberi kerja adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan berupa gaji, uang pensiun, dan tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji dan uang pensiun tersebut yang dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan merangkap juga sebagai Pejabat Negara, maka penghasilan yang diterima baik berupa gaji atau uang pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, maupun penghasilan berupa gaji kehormatan dan tunjangan lainnya selaku Pejabat Negara sebagaimana tersebut di atas, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang juga ditanggung pemerintah selaku pemberi kerja. Ayat (2) Adakalanya Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan, disamping menerima penghasilan yang bersifat tetap seperti gaji kehormatan, gaji, dan tunjangan lainnya dan uang pensiun sebagaimana diuraikan di atas, menerima pula penghasilan yang sifatnya tidak tetap antara lain berupa honorarium, dan imbalan lain dengan nama apapun dari dana ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

81

yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Oleh karena penghasilan-penghasilan yang sifatnya tidak tetap seperti honorarium dan imbalan lain tersebut hanya diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan tertentu saja, maka atas penghasilan dimaksud dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Namun demikian penghasilan serupa yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II/d kebawah dan anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang tidak dipotong pajaknya, oleh karena penghasilan berupa gaji ditambah honorarium dan sebagainya yang diterimanya dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah pada umumnya masih dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pasal 2 Ayat (1) Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, imbalan dalam bentuk kenikmatan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dari Pemerintah, tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan merupakan kenikmatan bagi mereka dan tidak ditambahkan sebagai penghasilan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Ayat (2) Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) yang diterima Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen) dari penerimaan bruto, dan bersifat final.

82

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2) Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya mempunyai penghasilan lain diluar penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, pengenaan Pajak Penghasilan yang terutang dihitung berdasarkan tanggungan penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) dan penghasilan lain dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) merupakan kredit pajak terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan dari Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil atau anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Pensiunan tersebut. Contoh: A seorang Pensiunan yang diangkat sebagai Pejabat Negara mempunyai seorang isteri yang berusaha di bidang angkutan darat dalam kota, dan 2 (dua) orang anak yang masih merupakan tanggungan sepenuhnya. Penghasilan A dalam tahun 1995 adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan uang pensiun dan tunjangan tetap lain yang terkait dengan uang pensiun Rp. 5.000.000,00 2. Gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan tetap lain yang terkait dengan gaji kehormatan Rp. 48.000.000,00 3. Penghasilan neto isteri dari usaha swasta Rp. 10.500.000,00 4. Penghasilan berupa honorarium yang diterima dari Bendaharawan Pemerintah yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Rp. 2.000.000,00 Penghitungan pajak yang terutang oleh Pensiunan A dalam tahun 1995 adalah sebagai berikut: I. Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah 1. Uang pensiun Rp 5.000.000,00 Biaya pensiun 5% x Rp 5.000.000,00 = Rp 250.000,00 maksimum diperkenankan Rp. 216.000,00 Penghasilan neto Pensiunan Rp. 4.782.000,00 ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

83

2. Gaji kehormatan Rp. 48.000.000,00 Biaya jabatan 5% x Rp. 48.000.000,00 = Rp 2.400.000,00 maksimum diperkenankan Rp. 648.000,00 Penghasilan neto sebagai Pejabat Negara Rp. 47.352.000,00 3. Jumlah penghasilan neto (1 + 2) Rp. 52.134.000,00 4. P T K P K/2 Rp. 4.320.000,00 5. Penghasilan Kena Pajak dari penghasilan Pensiunan dan sebagai Pejabat Negara Rp. 47.814.000,00 6. Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah 10% x Rp 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 15% x Rp 22.814.000,00 = Rp. 3.422.100,00 Rp 5.922.100,00 II. Pajak Penghasilan dari seluruh penghasilan (uang pensiun + gaji kehormatan + penghasilan lain dari usaha) : 1. Penghasilan neto dari Pensiunan dan Pejabat Negara (angka I butir 3) Rp. 52.134.000,00 2. Penghasilan neto usaha isteri Rp. 10.500.000,00 3. Penghasilan neto seluruhnya Rp. 62.634.000,00 4. P T K P K/2 Rp. 4.320.000,00 5. Penghasilan Kena Pajak Rp. 58.314.000,00 6. Pajak Penghasilan 10% x Rp 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 15% x Rp 25.000.000,00 = Rp. 3.750.000,00 30% x Rp 8.314.000,00 = Rp. 2.494.200,00 Rp. 8.744.200,00 7. Kredit Pajak : a. PPh yang ditanggung pemerintah (angka I butir 6) Rp. 5.922.100,00 b. Kredit pajak lainnya Jumlah kredit pajak Rp. 5.922.100,00 8. Pajak Penghasilan dari penghasilan lain yang masih harus dibayar Rp. 2.822.100,00 Sedangkan penghasilan berupa honorarium yang diterima A dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan honorarium tersebut sebesar 15% (lima belas persen) dari Rp. 2.000.000,00 = Rp 300.000,00 dan bersifat final, sehingga tidak ditanggungkan lagi dengan penghasilan lainnya. Pasal 4 Cukup jelas

84

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

85

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Presiden Republik Indonesia Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan salah satu fungsi manajemen kepegawaian dan dalam upaya menigkatkan hubungan antara Pemerintah dengan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, serta untuk mendorong peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

86

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 t e n t a n g K e w e n a n g a n P e m e r i n ta h d a n Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kantor Menteri Negara Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional, Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. 2. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/ Kota atau dipekerjakan di instansi induknya.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

87

3. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen. 4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur. 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. 6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan adalah Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di luar instansi induknya yang gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan. 8. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. 9. Golongan ruang adalah golongan ruang gaji pokok sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang gaji Pegawai Negeri Sipil, 10. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara, 11. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi. BAB II PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 2 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan : 88

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

a. pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya; dan b. pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya, kecuali yang tewas atau cacat karena dinas. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 3 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau Kabupaten/ Kota menetapkan : a. Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya b. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya, kecuali yang tewas atau cacat karena dinas. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 4 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang tewas atau cacat karena dinas. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan atau memberi kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. BAB III KENAIKAN PANGKAT Pasal 5 (1) Presiden menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

89

ruang IV/d, dan Pembina Utama golongan ruang IV/e setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Badan Kepegawaian Negara, (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Presiden oleh : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi dan b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota melalui Gubernur. (3) Pengajuan kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tembusannya disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 6 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkal I golongan ruang IV/b. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 7 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan, ruang IV/b. (2) Gubernur menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota untuk menjadi Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya.

90

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 8 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Penata Tingkat I golongan ruang III/d. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. Pasal 9 Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 dikecualikan dalam penetapan kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Pasal 10 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. BAB IV PENGANGKATAN, PENUNDAAN, DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN Pasal 11 Presiden menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon I, jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat struktural eselon I di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

91

Pasal 12 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawan atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 13 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan a. pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi; b. pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi. c. pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dan jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi. (2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, dilakukan setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Menteri Dalam Negeri. (3) Calon Sekretaris Daerah Propinsi yang akan dikonsultasikan untuk diangkat dalam/jabatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalan ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan struktural. (4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sebelum Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi mengajukan permmtaan persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan secara tertulis dengan mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. 92

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (4) disampaikan secara tertulis oleh Menteri Dalam Negeri. (7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di Propinsi dalam dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 14 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan a. pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat persetujuan dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota b. pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota; c. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalarn dan dari jabatan stuktural eselon II di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. d. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan dari jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan jabatan struktural eselon II kebawah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, (2) Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota dan pejabat struktural eselon II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilakukan setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Gubernur. (3) Calon Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota yang akan dikonsultasikan untuk diangkat dalam jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat untuk diangkat dalam jabatan struktural. (4) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sebelum Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota mengajukan permintaan persetujuan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

93

(5) Konsultasi pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dan pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan secara tertulis dengan mengajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang calon Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. (6) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (21) dan (5) disampaikan secara tertulis oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi. (7) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten/Kota dalam dan dari jabatan struktural eselon IV ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 15 Tata cara konsultasi pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota serta tata cara konsultasi pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural eselon II Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. BAB V PEMINDAHAN ANTAR INSTANSI Pasal 16 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan pemindahan a. Pegawai Negeri Sipil Pusat antar Departemen/Lembaga; b. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Propinsi/Kabupaten Kota dan Departemen/Lembaga; c. Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi; dan Daerah Kabupaten/ Kota; d. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Kabupaten/Kota Propinsi lainnya.

94

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Penetapan oleh badan Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas permintaan dan persetujuan dari instansi yang bersangkutan (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungannya. Pasal 17 (1) Pejabat pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan pemindahan : a. Pegawai Negeri Sipil Daerah antar Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi; dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Kabupaten/Kota dan Daerah Propinsi. (2) Penetapan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilaksanakan atas permintaan dan persetujuan dari Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang bersangkutan. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan wewenangnya atas memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. BAB VI PEMBERHENTIAN SEMENTARA DARI JABATAN NEGERI Pasal 18 Presiden menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I, jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, kecuali pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I di lingkungan Pernerintah Daerah Propinsi. Pasal 19 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pemberhentian sementara dan jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

95

lingkungan yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki jabatan struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 20 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan : a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Propinsi; b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah, dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon III ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pasal 21 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota menetapkan a. pemberhentian sementara Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota; b. pemberhentian sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk memberhentikan sementara dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan struktural eselon IV dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. 96

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB VII PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAU CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 22 Presiden menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c, Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d dan Pembina Utama golongan ruang IV/e. Pasal 23 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dan b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di lingkungannya, (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan normal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah. Pasal 24 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menetapkan a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya; dan b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah di lingkungannya. (2) Gubernur menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a dan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

97

kepada pejabat lain di lingkungan Propinsi, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi dan Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah. Pasal 25 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten Kota menetapkan : a. pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/ Kota yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungannya; b. pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah di lingkungannya. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya, untuk menetapkan pemberhentian dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota dan Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah. Pasal 26 Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 dikecualikan dalam penetapan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tewas, meninggal dunia, cacat karena dinas atau mencapai batas usia pensiun. Pasal 27 (1) Kepala Badan Kepegawaian Negara menetapkan, pemberhentian dan pemberian pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah yang tewas, meninggal dunia, cacat karena dinas, dan mencapai batas usia pensiun. (2) Penetapan pemberhentian dan pemberian pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), termasuk pemberian pensiun janda/ duda dalam hal pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia.

98

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya. BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 28 (1) Presiden melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. (2) Untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Presiden dibantu oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. (3) Kepala Badan Kepegawaian Negara dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berkoordinasi dengan : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk Instansi Pusat; b. Gubernur untuk Instansi Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota di wilayahnya. Pasal 29 Dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan manajemen informasi kepegawaian, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah wajib menyampaikan setiap jenis mutasi kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara mengenai pelaksanaan pengangkatan, pemindahan Pegawai Negeri Sipil. Pasal 30 (1) Pelanggaran atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dapat dikenakan tindakan administratif. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa a. peringatan; b. teguran; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

99

c. pencabutan keputusan atas pengangkatan, pemindahan, atau pemberhentian. (3) Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. (4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara, kecuali terhadap keputusan yang ditetapkan oleh Presiden. (5) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada pejabat lain dilingkungan untuk melakukan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kecuali atas keputusan yang ditandatangani oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 31 Kewenangan penjatuhan hukuman disiplin dan penilaian prestasi kepada Pegawai Negeri Sipil serta kewenangan lain dilaksanakan sesuai dengari peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut dengan mempematikan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 32 Pendelegasian wewenang atau pemberian kuasa untuk pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah. BAB X KETENTUAN PEMINDAHAN Pasal 33 Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.

100

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 35 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka : a. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan tidak berlaku. b. Ketentuan pelaksanaan mengenai pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ada sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 36 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada Tanggal 17 Pebruari 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 17 Pebruari 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

101

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,

1. UMUM Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 antara lain ditegaskan bahwa manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelengaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan amanat undang-undang tersebut di atas, maka perlu menyempurnakan kembali ketentuan mengenai pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang antara lain menegaskan bahwa untuk dapat lebih meningkatkan daya guna

102

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dan hasil guna yang sebesar-besarnya, maka sistem pembinaan karier yang harus diiaksanakan adalah sistem pembinaan karier tertutup dalam arti negara. Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka dimungkinkan perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari Departemen/ Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang satu ke Departemen/ Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota yang lain atau sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh Pegawai Negeri Sipil merupakan satu kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mekanisme konsultasi pengangkatan dan, pemberhentian Sekretaris Daerah Propinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota serta pejabat struktural eselon I pada Kabupaten/Kota kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi. Pengaturan mekanisme konsultasi ini dimaksudkan dalam rangka mewujudkan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil secara nasional dan menjamin kesetaraan kualitas sumber daya rnanusia aparatur agar sesuai dengan persyaratan jabatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diberikan kewenangan pembinaan Karier Pegawai Negeri Sipil Daerah secara berjenjang khususnya pembinaan Karier kenaikan pangkatnya. Dengan demikian tetap terdapat hubungan yang sinergi antara Pemerintah dengan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya pembinaan kenaikan pangkat dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induk. Namun demikian, dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan di luar instansi induknya, maka gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi yang menerima perbantuan. Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di luar instansi induknya, maka gajinya tetap menjadi beban instansi induknya dan pembinaan kenaikan pangkatnya dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian instansi induknya. Sebagai pelaksanaan ketentuan dimaksud serta untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu diatur dan ditetapkan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

103

kembali pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil oleh pejabat yang berwenang harus dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini yang merupakan norma, standar, dan prosedur dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat(1) Dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kesekretariatan lembaga kepresidenan, Pejabat Pembina Kepegawaiannya adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini, kesekretariatan lembaga kepresidenan dimaksud yaitu Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Dengan ketentuan ini, maka kesekretariatan lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, misalnya Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelengara Negara dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, berwenang untuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing-masing. Penjelasan ini berlaku selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian yang terkait. Ayat (2) Cukup jelas

104

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 3 Ayat(1) Cukup jelas Ayat(2) Cukup jelas Pasal 4 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 5 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Gubernur dalam mengajukan usul kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

105

Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Gubernur dalam menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan jabatan struktural eselon I antara lain Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jabatan lain yang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden antara lain Hakim dan Panitera Mahkamah Agung.

106

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 12 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 13 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jeias Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Menteri Dalam Negeri menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi berdasarkan pertimbangan dari Tim yang antara lain terdiri dari unsur Departemen Dalam Negeri, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Badan Kepegawaian Negara. Ayat (7) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

107

Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi menyampaikan keputusan hasil konsultasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan pertimbangan dari Badan Pertimbangan, Jabatan dan Kepangkatan Instansi Daerah Propinsi. Ayat (7) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 108

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat(1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 22 Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberhentian pensiun dan pensiun janda/dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat, antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. meninggal dunia; c. hukuman, disiplin, d. perampingan organisasi pemerintah; e. menjadi anggota partai politik; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

109

f. g. h. i. j. k.

dipidana penjara; dinyatakan hilang; keuzuran jasmani; cacat karena dinas; tewas; mencapai batas usia pensiun.

Pasal 23 Ayat(1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Dalam hal Pegawai Negri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda/dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat, antara lain karena : a. atas permintaan sendiri; b. hukuman disiplin; c. perampingan organisasi pemerintah; d. menjadi anggota partai politik; e. dipidana penjara; f. dinyatakan hilang; g. keuzuran jasmani. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas

110

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Huruf b Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda/ dudanya, Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat antara lain karena: a. atas permintaan sendiri; b. hukuman disiplin; c. perampingan organisasi pemerintah; d. menjadi anggota partai politik; e. dipidana penjara; f. dinyatakan hilang; g. keuzuran jasmani. Ayat(2) Gubernur dalam menetapkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota adalah dalam kapasitas sebagai wakil Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Dalam hal Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, maka dalam keputusan pemberhentiannya ditetapkan sekaligus pemberian pensiun dan pensiun janda/dudanya. Pemberhentian yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat, antara lain karena : a. atas permintaan sendiri;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

111

b. c. d. e. f. g.

hukuman disiplin; perampingan organisasi pemerintah; menjadi anggota partai politik dipidana penjara; dinyatakan hilang; keuzuran jasmani.

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam menetapkan keputusan pemberhentian dan pemberian pensiun yang dimaksud dalam ketentuan ini, sekaligus ditetapkan pemberian pensiun janda/dudanya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Ayat(1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Mekanisme pengawasan dan pengendalian administrasi Kepegawaian dan karier pegawai di wilayah 112

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Propinsi diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Keputusan pencabutan atas pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak berlaku surut. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Pejabat yang diberi delegasi wewenang untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, menandatangani surat keputusan tersebut untuk atas namanya sendiri, tidak atas nama pejabat yang memberi delegasi wewenang. Pejabat yang diberi delegasi wewenang dapat memberi kuasa kepada pejabat lain. Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

113

menandatangani surat keputusan tersebut tidak atas namanya sendiri tetapi atas nama pejabat yang berwenang pada instansi yang bersangkutan. Pejabat yang diberi kuasa untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dimaksud, tidak dapat memberikan kuasa lagi kepada pejabat lain. Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas

114

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1986 TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN PAJAK-PAJAK PRIBADI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta dicabutnya Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1982, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1985 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Pajak-Pajak Pribadi Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pegawai Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, perlu ditinjau kembali; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). 3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

115

Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263); 5. Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1983 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN PAJAK-PAJAK PRIBADI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN DAERAH. Pasal 1 Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD), pegawai bank milik Negara/Daerah, yaitu : a. Menteri, Jaksa Agung, Panglima ABRI, dan Gubernur Bank Indonesia; b. Pimpinan Kesekretariatan Jenderal pada Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Ketua atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; c. Kepala Staf Angkatan/Kapolri; d. Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Pejabat-pejabat yang bertanggung jawab langsung dan berada di bawah Menteri, Jaksa Agung, Panglima ABRI, dan Gubernur Bank Indonesia; e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; f. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

116

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

g. Pejabat yang memegang jabatan setingkat di bawah pejabatpejabat sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f; h. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II; i.

Semua Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen) di lingkungan ABRI lainnya yang tidak termasuk pada huruf a sampai dengan huruf h;

j. Semua Pegawai Negeri Sipil Golongan III/a PGPS-1968 ke atas dan Anggota ABRI yang setingkat dengan Pegawai Negeri Sipil golongan III/a PGPS-1968 ke atas dan yang tidak termasuk dalam huruf h, termasuk Camat dan Lurah, sepanjang jumlah penghasilan setahun yang diterima atau diperoleh baik dari pekerjaan maupun di luar pekerjaan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); k. Direktur Utama, Direktur, dan para pegawai lainnya sepanjang penghasilan setahun yang diterima atau diperoleh baik dari pekerjaan maupun di luar pekerjaan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), di lingkungan BUMN , BUMD, Bank Milik Negara dan Milik Daerah; wajib menyampaikan Laporan PajakPajak Pribadi, disingkat LP2P, dan selanjutnya disebut Wajib LP2P, menurut bentuk yang contohnya terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 Pajak-pajak pribadi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden ini adalah Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) dan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312). Pasal 3 (1) yang dilaporkan dalam LP2P adalah : a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar, menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

117

b. Jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang telah dibayar menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). (2) Dalam hal wanita kawin Wajib LP2P yang suaminya wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan maka yang dilaporkan dalam LP2P adalah : a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar semata-mata sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya; b. Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang telah dibayar berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). (3) Dalam hal wanita kawin wajib LP2P yang suaminya tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan maka yang dilaporkan dalam LP2P adalah : a. Jumlah penghasilan, Pajak Penghasilan yang terhutang, dan Pajak Penghasilan yang telah dibayar, menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wanita kawin yang bersangkutan; b. Jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dan yang telah dibayar menurut Surat Pemberitahuan Pajak terhutang (SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). Pasal 4 (1) LP2P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 disampaikan tiap tahun selambat-lambatnya tanggal 10 September setelah tahun Pajak berakhir. (2) LP2P dibuat dalam dua rangkap, lembar kedua wajib disimpan oleh wajib LP2P dan lembar pertama disampaikan kepada : a. Presiden, sepanjang mengenai LP2P Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota ABRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf f; b. Menteri, Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, Pimpinan Kesekretariatan Jenderal pada Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Ketua atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan sepanjang mengenai LP2P Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, Pegawai bank milik Negara yang dibawahinya; 118

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

c. Panglima ABRI dan para Kepala Staf Angkatan/Kapolri, sepanjang mengenai LP2P anggota ABRI selain mereka yang berdasarkan Keputusan Presiden ini wajib menyampaikan LP2P mereka kepada Presiden dan Menteri serta pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, yang penentuan pangkat dan jabatan serta tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut oleh panglima ABRI; d. Menteri tehnis yang bersangkutan, sepanjang mengenai LP2P Direktur Utama, para Direktur dan pegawai lainnya di lingkungan BUMN; e. Gubernur Kepala Daerah, sepanjang mengenal LP2P Pegawai Negeri Sipil golongan III/a yang diperbantukan Pemerintah Pusat pada Pemerintah Daerah, Pegawai Negeri Sipil golongan III/a pada Pemerintah Daerah, Anggota ABRI setingkat yang dikaryakan pada Pemerintah Daerah, Camat, Lurah dan Pegawai lainnya yang setingkat di lingkungan BUMD dan bank milik Daerah. Pasal 5 Presiden dan Pejabat yang menerima LP2P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2): a. melakukan penelitian dan penilaian LP2P yang diterimanya, dan apabila dipandang perlu wajib LP2P yang bersangkutan dapat diminta keterangan atau penjelasan lebih lanjut mengenai isi LP2P yang disusunnya; b. menyimpan LP2P sebagai dokumen dalam berkas khusus sehingga dapat dijamin ketertiban administrasi, keamanan, dan kerahasiaannya. Pasal 6 (1) Dalam melakukan penelitian dan penilaian LP2P, Presiden dibantu oleh suatu Tim yang terdiri dari beberapa petugas yang khusus ditunjuk oleh Presiden untuk tugas-tugas dimaksud. (2) Para Pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dalam melakukan penelitian dan penilaian LP2P dibantu oleh Tim yang terdiri dari beberapa petugas yang khusus ditunjuknya untuk tugas-tugas dimaksud. (3) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaporkan kepada Presiden, dan dalam hal oleh pejabat sebagaimana

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

119

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e laporan tersebut disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri. Pasal 7 LP2P wajib dijaga kerahasiaannya oleh semua petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan dilarang mempeRIihatkan, meminjamkan atau memberitahukan kepada siapapun kecuali atas Izin tertulis dari wajib LP2P yang bersangkutan, atau Presiden, atau Pejabat yang menerima LP2P. Pasal 8 (1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang tidak melaksanakan kewajiban LP2P sebagaimana mestinya dapat dikenakan sanksi administrasi kepegawaian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Semua petugas yang diwajibkan merahasiakan isi LP2P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang karena kealpaan atau kesengajaan mengakibatkan terjadinya kebocoran terhadap kerahasiaan LP2P, dikenakan sanksi administratif dan sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 1985 tentang Kewajiban Penyampaian LP2P bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pegawai BUMN dan BUMD, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 10 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan pertama kalinya diberlakukan untuk LP2P Tahun 1986. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 29 Juli 1986 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO

120

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan ditetapkannya gaji pokok Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, perlu mengatur penyesuaian gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 ke dalam

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

121

gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 151); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL 122

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 1 (1) Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 disesuaikan dengan gaji pokok menurut golongan ruang dan masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud paia ayat (1), termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil (3) Rincian penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan Presiden ini. Pasal 2 (1) Penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian dalam lingkungan masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan keputusan dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan penyesuaian gaji pokok tersebut Pasal 3 Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya masing-masing. Pasal 4 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

123

Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 5 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd Lambock V. Nahattands

124

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN I PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1 Tahun 2006 Tanggal : 11 Januari 2006 DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan I MKG 0

a

b

Lama

Baru

575.000

661.300

587.900

676.100

601.100

691.300

c

d

Lama

Baru

Lama

Baru

Lama

Baru

619.700

712.600

645.900

742.800

673.200

774.200

633.600

728700

660.400

759.500

688.400

791.600

647.900

745.00

675.300

776.600

703.800

809.400

662.400

761.800

690.500

794.000

719.700

827.600

677.300

778.900

706.000

811.900

735.800

846.200

692.500

796.400

721.800

830.100

752.400

865.200

708.100

814.300

738.100

848.800

769.300

884.700

724.000

832.600

754.700

867.900

786.600

904.600

1 2 3 4 5 6

614.700

706.900

628.500

722.700

7 8 9 10

642.600

739.000

657.000

755.600

671.800

772.600

686.900

790.000

11 12 13 14 15 16 17

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

125

18

702.400

807.700

718.200

825.900

734.300

844.100

750.800

863.400

767.700

882.800

19 20 21 22 23 24 25 26 27

740.300

851.400

771.600

887.400

804.300

924.900

757.000

870.500

789.000

907.300

822.400

945.700

774.000

890.100

806.700

927.700

840.800

967.000

791.400

910.100

824.800

948.600

859.700

988.700

809.200

930.500

843.400

969.900

879.100

1.010.900

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum ttd Lambock V. Nattands

126

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN II PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1 Tahun 2006 Tanggal : 11 Januari 2006 DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan II c d Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru 0 725.600 834.400 1 733.700 843.800 2 3 750.200 862.700 782.000 899.200 815.000 937.300 849.500 976.900 4 5 767.100 882.100 799.500 919.500 833.400 958.400 868.600 998.900 6 7 784.300 902.000 817.500 940.100 852.100 979.900 888.100 1.021.400 8 9 801.900 922.200 835.900 961.300 871.200 1.001.900 908.100 1.044.300 10 11 820.000 943.000 854.700 982.900 890.800 1.024.500 928.500 1.067.800 12 13 838.400 964.200 873.900 1.005.000 910.900 1.047.500 949.400 1.091.800 14 15 857.300 985.800 893.500 1.027.600 931.300 1.071.000 970.700 1.116.300 16 17 876.500 1.008.000 913.600 1.050.700 952.300 1.095.100 992.600 1.141.400 18 19 896.200 1.030.700 934.200 1.074.300 973.700 1.119.700 1.014.900 1.167.100 20

MKG

a

b

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

127

21 916.400 1.053.800 955.200 1.098.400 995.600 1.144.900 1.037.700 1.193.300 22 23 937.00 1.077.500 976.600 1.123.100 1.017.900 1.170.600 1.061.0001.220.200 24 25 958.000 1.101.800 998.600 1.148.400 1.040.800 1.197.000 1.084.000 1.247.600 26 27 979.600 1.126.500 1.021.000 1.174.200 1.064.200 1.223.900 1.109.300 1.275.600 28 29 1.001.600 1.151.800 1.044.00 1.200.600 1.088.200 1.251.400 1.134.200 1.304.300 30 31 1.024.100 1.177.700 1.067.400 1.227.600 1.112.600 1.279.500 1.159.700 1.333.600 32 33 1.047.100 1.204.200 1.091.400 1.255.200 1.137.600 1.308.300 1.185.800 1.363.600

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum ttd Lambock V. Nattands

128

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1 Tahun 2006 Tanggal : 11 Januari 2006 DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Golongan III MKG 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

a

b

c d Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru 905.400 1.041.200 943.700 1.085.200 983.600 1.131.100 1.025.200 1.179.000 925.700 1.064.600 964.900 1.109.600 1.005.700 1.156.600 1.048.300 1.205.500 946.500 1.088.500 986.600 1.134.600 1.028.300 1.182.600 1.071.800 1.232.600 967.800 1.113.000 1.008.800 1.160.100 1.051.400 1.209.200 1.095.900 1.260.300 989.600 1.138.000 1.031.400 1.186.100 1.075.100 1.236.300 1.120.600 1.288.600 1.011.800 1.163.600 1.054.600 1.212.800 1.099.200 1.264.100 1.145.800 1.317.600 1.034.600 1.189.700 1.078.300 1.240.100 1.124.000 1.292.500 1.171.500 1.347.200 1.057.800 1.216.500 1.102.600 1.268.000 1.149.200 1.321.600 1.197.800 1.377.500 1.081.600 1.243.800 1.127.400 1.296.500 1.175.100 1.351.300 1.224.800 1.408.500 1.105.900 1.271.800 1.152.700 1.325.600 1.201.500 1.381.700 1.252.300 1.440.100 1.130.800 1.300.400 1.178.600 1.355.400 1.228.500 1.412.700 1.280.500 1.472.500

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

129

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

1.156.200 1.329.600 1.205.100 1.385.900 1.256.100 1.444.500 1.309.200 1.505.600 1.182.200 1.359.500 1.232.200 1.417.000 1.284.300 1.477.000 1.338.700 1.539.500 1.208.800 1.390.100 1.259.900 1.448.900 1.313.200 1.510.200 1.368.800 1.574.100 1.235.900 1.421.300 1.288.200 1.481.500 1.342.700 1.544.100 1.399.500 1.609.500 1.263.700 1.453.300 1.317.200 1.514.800 1.372.900 1.578.800 1.431.000 1.645.600 1.292.100 1.485.900 1.346.800 1.548.800 1.403.800 1614.300 1.463.200 1.682.600

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum ttd Lambock V. Nattands

130

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN IV PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1 Tahun 2006 Tanggal : 11 Januari 2006 DAFTAR PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2001 KE DALAM GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL Golongan IV c d e Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru 0 1.068.600 1.228.900 1.113.800 1.280.900 1.160.900 1.335.100 1.210.100 1.391.600 1.261.200 1.450.400 1 2 1.092.600 1.256.500 1.138.800 1.309.700 1.187.000 1.365.100 1.237.300 1.422.800 1.289.600 1.483.000 3 4 1.117.200 1.284.800 1.164.400 1.339.100 1.213.700 1.395.800 1.285.100 1.454.800 1.318.800 1.516.400 5 6 1.142.300 1.313.600 1.190.600 1.396.200 1.241.000 1.427.100 1.293.500 1.487.500 1.348.200 1.550.500 7 8 1.168.000 1.343.200 1.217.400 1.400.000 1.268.900 1.459.200 1.322.600 1.521.000 1.378.500 1.585.300 9 10 1.194.200 1.373.400 1.244.800 1.431.500 1.297.400 1.492.000 1.352.300 1.555.200 1.409.500 1.621.000 11 12 1.221.100 1.404.200 1.272.700 1.463.600 1.326.600 1.525.600 1.382.700 1.590.100 1.441.200 1.657.400 13 14 1.248.500 1.435.800 1.301.300 1.496.500 1.356.400 1.559.900 1.413.800 1.625.900 1.473.600 1.694.700 15 16 1.276.600 1.468.100 1.330.600 1.530.200 1.385.900 1.594.900 1.445.600 1.662.400 1.506.700 1.732.800 17 18 1.305.300 1.501.100 1.360.500 1.560.600 1.418.100 1.630.800 1.478.100 1.699.800 1.540.600 1.771.700 19 20 1.334.600 1.534.800 1.391.100 1.599.800 1.450.000 1.667.400 1.511.300 1.738.00 1.575.200 1.811.500 21 22 1.364.600 1.569.300 1.422.400 1.635.700 1.482.600 1.704.900 1.545.300 1.777.100 1.610.700 1.852.300 23 24 1.395.300 1.604.500 1.454.300 1.672.500 1.515.900 1.743.300 1.580.00 1.817.000 1.646.900 1.893.900 25 26 1.426.700 1.640.700 1.487.000 1.710.100 1.550.000 1.782.400 1.615.500 1.857.900 1.683.900 1.936.500 27 28 1.458.700 1.677.600 1.520.500 1.748.500 1.584.800 1.822.500 1.651.900 1.899.600 1.721.700 1.980.000 29

MKG

a

b

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

131

30 1.491.500 1.715.300 1.554.600 1.787.800 1.620.400 1.863.500 1.689.00 1.942.300 1.760.400 2.024.500 31 32 1.525.100 1.753.800 1.589.600 1.828.000 1.656.900 1.905.400 1.727.000 1.986.000 1.800.000 2.070.000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum ttd Lambock V. Nattands

132

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 1158a/KEP/1983 TENTANG KARTU ISTERI/SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA

Menimbang : bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah perlu menetapkan Kartu Isteri/Suami Pegawai Negeri Sipil. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1933 tentang izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250). MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG KARTU ISTERI/ SUAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

133

Pasal 1 Kepada setiap isteri Pegawai Negeri Sipil, diberikan Kartu Isteri Pegawai Negeri Sipil disingkat dengan KARIS dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suami Pegawai Negeri Sipil disingkat dengan KARSU. Pasal 2 (1) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/ suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, adalah sebagai tersebut dalam lampiran I-A dan lampiran I-B Keputusan ini. (2) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU Dagi isteri/ suami Pegawai Bank milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Negara. Badan Usaha milik Daerah, adalah sebagai tersebut dalam lampiran II-A dan lampiran II-B Keputusan ini. (3) Bentuk, ukuran, warna, dan isi KARIS dan KARSU bagi isteri/ suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, adalah sebagai tersebut dalam lampiran III-A dan lampiran III-B Keputusan ini. Pasal 3 (1) KARIS diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf seri A dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut yang dimulai dan angka 000001 sampai dengan 999999. (2) KARSU diberi seri dan nomor urut yang dimulai dengan huruf seri AA dan dibelakang huruf tersebut dituliskan nomor urut yang dimulai dari angka 000001 sampai dengan 999999. Pasal 4 KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri/suami Pegawai Negeri Sipil, dalam arti bahwa pemegangnya adalah isteri/suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 5 KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri/suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 134

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 6 Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada istri/suaminya dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Pasal 7 (1) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil bercerai, maka KARIS/ KARSU yang telah diberikan kepadanya dengan sendirinya tidak berlaku lagi. (2) Apabila isteri/suami Pegawai Negeri Sipil yang bercerai itu rujuk/ kawin kembali, dengan bekas suami/isterinya, maka KARIS/ KARSU tersebut dengan sendirinya berlaku kembali. Pasal 8 (1) Apabila Pegawai Negeri Sipil berhenti dengan hormat dengan hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah diberikan kepada isteri/suaminya tetap berlaku. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga apabila Pegawai Negeri Sipil yang berssngkutan meninggal dunia. Pasal 9 (1) KARIS/KARSU bagi isteri/suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai bulanan disamping pensiun, ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. (2) KARIS/KARSU bagi istri/suami pegawai Bank Milik Negara. Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, ditetapkan oleh pimpinan Bank/Badan Usaha yang bersangkutan. (3) KARIS/KARSU bagi istri/suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Pasal 10 Hal-hal lain tentang KARIS/KARSU yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini, akan diatur kemudian. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

135

Pasa! 11 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Keputusan ini disampaikan dengan homat kepada : 1.

Bapak Presiden

2

Menteri Sekretaris Negara

3.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

4.

Semua Menteri Kabinet Pembangunan IV

5.

Jaksa Agung

6.

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

7.

Semua Pimpinan Kesekretsriatan Lembaga Tertinggi Negara/ Tinggi Negara

8.

Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

9.

Semua Gubemur Kepala Daerah Tingkat I

10. Semua Bupati/Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan Walikota di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 11. Semua Pimpinan BanK milik Negara 12. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Negara 13. Semua Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah 14. Pertinggal Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 April 1933 KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd AEMANIHURUK

136

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.279/OR/VIII/83/01 TAHUN 1983 TENTANG PERATURAN DASAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri berdasarkan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 2783/BU/IX/81/01 tanggal 15 September 1981 tidak lagi mencerminkan kecenderungan pemikiran yang ada dalam Departemen Luar Negeri dewasa ini; b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 2783/BU/IX/81/01 tersebut kurang mencakup masalah Pejabat Dinas Luar Negeri; c. bahwa oleh karenanya perlu mengadakan penyempurnaan atas Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri berdasarkan SK.2783/BU/IX/81/01 tersebut di atas; d. bahwa perlu disusun kembali ketentuan-ketentuan yang mengatur Pejabat Dinas Luar Negeri.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

137

Mengingat

:

1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 3. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen. 4. Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1982. 5. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1976 tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri. 6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.203 tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri. 7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 236 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri. 8. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 208 Tahun 1983 tentang Alih Jabatan dari Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi ke Pejabat Diplomatik dan Konsuler. MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PERATURAN DASAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI BAB I PENGERTIAN Pasal 1

Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan : 1. Dinas Luar Negeri adalah aparatur pemerintah yang melaksanakan tugas dibidang politik dan hubungan luar negeri. 138

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

2. “Pejabat Dinas Luar Negeri” disingkat PDLN adalah pegawai dalam lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah memenuhi syaratsyarat untuk melaksanakan tugas Perwakilan. 3. “Perwakilan” adalah Perwakilan RI di luar negeri, baik Kedutaan Besar, Perutusan Tetap pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konsulat Jenderal maupun Konsulat. 4. “Pejabat Diplomatik Konsuler” adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang melaksanakan tugas-tugas pokok dalam bidang politik dan hubungan luar negeri. 5. “Status Diplomatik” adalah kedudukan dengan hak-hak diplomatik yang didapat dari negara asing untuk pejabat-pejabat tertentu yang ditetapkan oleh negara Republik Indonesia atas dasar timbal balik. 6. “Tingkat PDLN” adalah tingkat kepangkatan golongan pegawai Departemen Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Pejabat Dinas Luar Negeri sewaktu bertugas di dalam negeri. 7. “Gelar Kepangkatan” adalah gelar yang diberikan kepada seorang Pejabat Dinas Luar Negeri sesuai tingkat PDLN-nya sewaktu bertugas pada Perwakilan. 8. “Gelar Jabatan” adalah gelar yang diberikan oleh Kepala Negara/ Menteri Luar Negeri kepada seseorang sehubungan dengan jabatan yang dipangkunya di Perwakilan. BAB II GOLONGAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 2 Yang termasuk PDLN adalah : 1. Pejabat Diplomatik Konsuler. 2. Pejabat Administrasi 3. Pejabat Sandi Pasal 3 PDLN mempunyai status diplomatik selama bertugas di perwakilan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

139

BAB III SYARAT PENERIMAAN UNTUK MENJADI CALON PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 4 1. Untuk diterima sebagai calon PDLN pada Departemen Luar Negeri seorang harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut : a. Berkewarganegaraan Indonesia; b. Fisik dan mental dinyatakan sehat; c. Bersedia ditempatkan dimana saja; d. Tidak beristeri/bersuami seorang yang berkewarganegaraan asing atau tanpa warganegara. 2. Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus : a. Untuk Pejabat Diplomatik Konsuler dan Pejabat Administrasi : -

berumur setinggi-tingginya 28 tahun;

-

berijazah Sarjana Universitas/Perguruan Tinggi Negeri atau yang dipersamakan dari jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri;

-

lulus ujian saringan yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.

b. Untuk Pejabat Sandi : -

berumur setinggi-tingginya 25 tahun;

-

berijazah Sarjana Muda dari Akademi Sandi Negara dengan mendapat rekomendasi dari Lembaga Sandi Negara;

-

lulus ujian saringan yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.

3. Dalam keadaan tertentu Menteri Luar Negeri dapat mengadakan pengecualian dari ketentuan-ketentuan mengenai Perguruan Tinggi dan batas umur seperti yang ditetapkan dalam ayat 2 pasal ini.

140

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB IV JENJANG TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 5 Jenjang Tingkat PDLN adalah sebagai berikut : (1) Pejabat Diplomatik Konsuler : a. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I; b. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat II; c. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat III; d. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat IV; e. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat V; f.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VI;

g. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VII; h. Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VIII; (2) Pejabat Administrasi a. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat I; b. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat II; c. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat III; d. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat IV; e. Pejabat Administrasi (PA) Tingkat V; f.

Pejabat Administrasi (PA) Tingkat VI;

(3) Pejabat Sandi a. Pejabat Sandi (PS) Tingkat I; b. Pejabat Sandi (PS) Tingkat II; c. Pejabat Sandi (PS) Tingkat III; d. Pejabat Sandi (PS) Tingkat IV; e. Pejabat Sandi (PS) Tingkat V; f.

Pejabat Sandi (PS) Tingkat VI;

g. Pejabat Sandi (PS) Tingkat VII;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

141

BAB V KENAIKAN TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 6 Kenaikan tingkat PDLN adalah berdasarkan : a. Sistem karier, sistem prestasi kerja dan potensi pengembangan; b. Masa kerja tingkat PDLN terakhir selama 4 tahun terkecuali tingkat PDLN terendah; c. Formasi memungkinkan; d. Daftar urut; e. Untuk kenaikan tingkat PDLN tertentu diperlukan persyaratan pendidikan. Pasal 7 Kenaikan tingkat luar biasa dapat diberikan oleh Menteri Luar Negeri berdasarkan prestasi luar biasa seorang PDLN. BAB VI GELAR PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 8 Para PDLN yang ditempatkan pada Perwakilan diberi gelar kepangkatan dan gelar jabatan. Pasal 9 1. Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik adalah : a. Duta Besar untuk PDK I; b. Minister untuk PDK II; c. Minister Counsellor untuk PDK III; d. Counsellor untuk PDK IV; e. Sekretaris Pertama untuk PDK V; f.

142

Sekretaris Kedua untuk PDK VI;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

g. Sekretaris Ketiga untuk PDK VII; h. Atase untuk PDK VIII; 2. Gelar Kepangkatan Pejabat Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik : a. Minister Counsellor (Administrasi) untuk PA I; b. Counsellor (Administrasi) untuk PA II; c. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PA III; d. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PA IV; e. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PA V; f.

Atase (Administrasi) untuk PA VI;

Dengan ketentuan bahwa gelar Minister Counsellor (Administrasi) dapat diberikan kepada Pejabat Administrasi Tingkat I yang pernah memangku Jabatan Eselon II pada Departemen Luar Negeri. 3. Gelar Kepangkatan Pejabat Sandi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik : a. Counsellor (Administrasi) untuk PS I; b. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PS III; c. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PS III; d. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PS IV; e. Atase (Administrasi) untuk PS V; f.

Atase (Administrasi) untuk PS VI;

g. Atase (Administrasi) untuk PS VIII. Dengan ketentuan bahwa gelar Counsellor (Administrasi) hanya diberikan kepada Pejabat Sandi Tingkat I yang telah lulus SESPARLU. Pasal 10 Gelar jabatan pada Perwakilan Diplomatik adalah : a. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diberikan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik; b. Kuasa Usaha Sementara diberikan kepada seorang Pejabat Diplomatik Konsuler yang mempunyai tingkat atau gelar tertinggi pada Perwakilan Diplomatik untuk memangku jabatan sementara Kepala Perwakilan; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

143

c. Wakil Kepala Perwakilan diberikan kepada Pejabat Diplomatik Konsuler yang menjabat sebagai Wakil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. Pasal 11 1. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah : a. Konsul Jenderal untuk PDK I atau PDK II; b. Konsul untuk PDK III, IV, V atau VI; c. Konsul Muda untuk PDK VII atau VIII. 2. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah : a. Konsul untuk PA I, II, III atau IV; b. Konsul Muda untuk PA V atau PA VI. 3. Gelar jabatan yang diberikan kepada Pejabat Sandi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler adalah : a. Konsul untuk PS I, II atau III; b. Konsul Muda untuk PS IV, V atau VI. BAB VII PEJABAT–PEJABAT YANG DIPERBANTUKAN Pasal 12 Menteri Luar Negeri dapat mengangkat seseorang dari luar lingkungan Departemen Luar Negeri untuk ditugaskan pada Departemen Luar Negeri atau di Perwakilan. Pasal 13 Kepada Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik diberikan gelar jabatan : a. Atase Pertahanan dan Asisten Atase Pertahanan bagi Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Pertahanan; b. Atase dengan sebutan yang sesuai dengan bidangnya masingmasing bagi Kepala Bidang Teknis.

144

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 14 Kepada Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan memangku jabatan pada Perwakilan Konsuler dapat diberikan gelar jabatan : a. Konsul bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan III/d ke atas; b. Konsul bagi anggota ABRI dari pangkat Mayor sampai dengan Kolonel; c. Konsul Muda bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil dari golongan III/a sampai dengan III/c; d. Konsul Muda bagi ABRI dari Pangkat Letnan Satu sampai dengan Kapten. BAB VIII PENDIDIKAN Pasal 15 Pendidikan dan latihan merupakan unsur penting dalam pembinaan PDLN dan berfungsi sebagai sarana untuk memupuk dan menyempurnakan kemampuan profesional serta menentukan kualifikasi pejabat dalam hubungan dengan persyaratan kepangkatan dinas luar negeri dan jabatan di lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan. Pasal 16 Sistim pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri baik dengan sarana pendidikan dan latihan di dalam Departemen Luar Negeri maupun dengan sarana lain di luar lingkungan Departemen Luar Negeri meliputi : 1. Pendidikan berjenjang terdiri atas : Sekolah Dinas Luar Negeri (SEKDILU), Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (SESDILU), Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri (SESPARLU). 2. Pendidikan dan latihan tidak berjenjang untuk berbagai keahlian dan kejuruan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

145

Pasal 17 Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik Konsuler, Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi dibedakan satu dengan lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing. Pasal 18 Jenis, tujuan ruang lingkup, kwalifikasi pendidikan dan latihan serta persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB IX ALIH GOLONGAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 19 Bagi Pejabat Administrasi dan Pejabat Sandi bila dibutuhkan oleh Departemen Luar Negeri, dibuka kesempatan untuk beralih golongan menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler dengan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB X PENUGASAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 20 PDLN dapat ditugaskan di dalam negeri, di Perwakilan atau pada Organisasi Internasional. Penugasan di dalam negeri dapat dilakukan di Departemen Luar Negeri atau pada instansi Pemerintah lainnya. Pasal 21 Penugasan pada dasarnya dilakukan untuk jangka waktu empat tahun terkecuali apabila ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri. Pasal 22 Masa penugasan dan penentuan jabatan bagi Pejabat yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri ditentukan oleh Menteri Luar Negeri. 146

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 23 Persyaratan jabatan baik di Departemen maupun di Perwakilan akan diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB XII PENGAKHIRAN DINAS BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 24 Pengakhiran dinas bagi PDLN dapat terjadi karena : 1. Meninggal dunia. 2. Pensiun. 3. Atas permintaan sendiri. 4. Dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan kerohanian bagi Dinas Luar Negeri. 5. Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri. 6. Dicabut kedudukannya sebagai PDLN. 7. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia. BAB XIII PERNIKAHAN Pasal 25 1. Pernikahan para PDLN dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 26 1. Seorang PDLN, apabila hendak menikah harus mengajukan keterangan lengkap tentang calon isteri/suami kepada Menteri Luar Negeri untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian izin menikah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat mengakibatkan yang bersangkutan dicabut kedudukannya sebagai PDLN.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

147

BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Penyesuaian jabatan, tingkat dan gelar PDLN yang terdapat sekarang, dengan adanya keputusan ini diatur sedemikian rupa agar tidak merugikan Pejabat. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Pada saat berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 2783/BU/XI/81/01, tanggal 15 September 1981 tentang Ketentuan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri serta peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 29 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 30 Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Pada tanggal :

Jakarta 19 Agustus 1983

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

148

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Yth. Sdr. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta 2. Yrh. Sdr. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara di Jakarta 3. Yth. Sdr. Menteri HANKAM / PANGAB di Jakarta 4. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman di Jakarta 5. Yth. Sdr. Menteri Keuangan di Jakarta 6. Yth. Sdr. Menteri Pertanian di Jakarta 7. Yth. Sdr. Menteri Perhubungan di Jakarta 8. Yth. Sdr. Menteri Agama di Jakarta 9. Yth. Sdr. Menteri Perdagangan di Jakarta 10. Yth. Sdr. Menteri Perindustrian di Jakarta 11. Yth. Sdr. Kepala BAKN di Jakarta 12. Yth. Sdr. LAN di Jakarta 13. Yth. Sdr. Ketua Lembaga Sandi Negara di Jakarta 14. Yth. Sdr. Dirjen Badan Tenaga Atom Nasional di Jakarta 15. Yth. Sdr. Para Pejabat Eselon I dan II Departemen Luar Negeri di Jakarta 16. Yth. Sdr. Para Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri 17. Arsip

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

149

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 2783/BU/IX/81/01 TENTANG KETENTUAN DASAR KEPEGAWAIAN DINAS LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: a. bahwa peraturan dasar tentang pembinaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 102/BU/I/80/01 tanggal 15 Januari 1980 perlu di sesuaikan dengan perkembangan pembinaan kepegawaian secara menyeluruh dan terpadu; b. bahwa untuk itu perlu diatur kembali ketentuan dasar kepegawaian Dinas Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Pasal 11 dan 13 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975 tentang wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 237 Tahun 1967 tentang Pembentukan Sekretariat Nasional ASEAN; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen;

150

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

7. Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen; 8. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan R.I. di Luar Negeri. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN DASAR KEPEGAWAIAN DINAS LUAR NEGERI. BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan : (1) Departemen adalah Departemen Luar Negeri; (2) Perwakilan adalah Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, baik berupa Kedutaan Besar Republik Indonesia, Perutusan Tetap Republik Indonesia pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, maupun Konsulat Republik Indonesia; (3) Pegawai Departemen adalah Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia di lingkungan Departemen Luar Negeri, yang diangkat oleh Menteri Luar Negeri untuk diserahi tugas atau jabatan di Departemen Luar Negeri; (4) Tingkat Kepangkatan Pegawai Dinas Luar Negeri adalah tingkat yang diberikan kepada seorang Pegawai Dinas Luar Negeri; (5) Konsul Jenderal Kehormatan dan Konsul Kehormatan adalah seorang warga negara Republik Indonesia bukan pegawai negeri atau seorang warga negara asing yang diangkat oleh Presiden Republik Indonesia untuk mengurus kepentingan konsuler Negara Republik Indonesia di satu wilayah tertentu disuatu negara; (6) Gelar Jabatan adalah gelar yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri kepada seseorang sehubungan dengan jabatan yang dipangkunya di Perwakilan; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

151

(7) Pegawai yang diperbantukan adalah Pegawai Negeri dari Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen, yang diangkat oleh Menteri Luar Neperi untuk diserahi tugas atau jabatan baik di Departemen Luar Negeri maupun di Perwakilan; (8) Pegawai Setempat adalah mereka yang diangkat oleh Kepala Perwakilan untuk dipekerjakan di Perwakilan; (9) Gelar Kepangkatan adalah gelar yang diberikan kepada seorang Pegawai Dinas Luar Negeri sewaktu ia memegang jabatan pada atau melaksanakan suatu tugas di Perwakilan; (10) Dinas Luar Negeri adalah aparat Pemerintah yang berfungsi di lingkungan Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan tugas di bidang politik dan hubungan luar negeri Republik Indonesia. BAB II KATEGORI KEPEGAWAIAN DINAS LUAR NEGERI Pasal 2 Kepegawaian Dinas Luar Negeri meliputi kategori Pegawai sebagai berikut : (1) Pegawai Dinas Luar Negeri yang diperinci dalam golongan : a. Golongan Pejabat Diplomatik : -

Pejabat Diplomatik/Konsuler,

-

Pejabat Administrasi,

-

Pejabat Komunikasi.

b. Golongan Pejabat Non-Diplomatik : -

Pejabat Pembantu Administrasi,

-

Pejabat Pembantu Komunikasi,

(2) Pegawai yang diperbantukan pada Dinas Luar Negeri : a. Atase Pertahanan/Asisten Atase Pertahanan, b. Atase Teknis, c. Pembantu Atase Pertahanan/Tehnis. (3) Pegawai Setempat.

152

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB III PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN Pasal 3 (1) Untuk penerimaan dan pengangkatan sebagai Pegawai Dinas Luar Negeri seorang calon harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut : a. Berkewarganegaraan Republik Indonesia karena kelahiran. b. Fisik dan mental dinyatakan mampu untuk bertugas di mana saja di seluruh dunia oleh instansi yang berwenang. (2) Selain syarat-syarat umum tersebut harus pula dipenuhi syaratsyarat khusus : a. Untuk Pejabat Diplomatik/konsuler - Berumur setinggi-tingginya 28 tahun; - Berijazah Sarjana Lengkap dari Perguruan Tinggi/ Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri; - Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Diplomatik/Konsuler yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri. b. Untuk Pejabat Administrasi : - Berumur setinggi-tingginya 28 tahun; - Berijazah Sarjana lengkap dari Perguruan-Tinggi/ Universitas Negeri atau Swasta yang disamakan dari jurusan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri; - Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Administrasi Luar Negeri yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri. c. Untuk Pejabat Komunikasi : - Berumur setinggi-tingginya 25 tahun; - Berijazah Sarjana Muda dari Akademi Sandi Negara; - Lulus Pendidikan Dasar Pejabat Komunikasi Lu-ar Negeri yang diselenggarakan oleh atau untuk Departemen Luar Negeri. d. Untuk Pejabat Pembantu Komunikasi - Berumur setinggi-tingginya 35 tahun - Berijazah Sekolah Menengah Atas Negeri Jurusan Ilmu Pasti-Alam/Sekolah Tehnik Negeri atau Swasta yang disamakan, jurusan listrik; ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

153

-

Lulus Pendidikan Pejabat Pembantu Komunikasi yang diselenggarakan oleh atau untuk Departemen Luar Negeri.

(3) Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi dapat beralih ke Pejabat Diplomatik/Konsuler bila memenuhi syarat dan lulus Pendidikan Madya dan/atau Sespa untuk Pejabat Diplomatik/ Konsuler yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri. (4) Dalam hal–hal yang khusus Menteri Luar Negeri dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan batas umur yang ditetapkan dalam ayat (2) tersebut diatas. Pasal 4 Menteri Luar Negeri dapat mengangkat seorang pegawai dari luar lingkungan Departemen Luar Negeri pada Perwakilan dengan gelar Diplomatik atas dasar pertimbangan khusus. BAB IV PENDIDIKAN Pasal 5 Pendidikan dan latihan merupakan unsur penting dalam pembinaan Pegawai Dinas Luar Negeri dan berfungsi sebagai sarana untuk memupuk dan menyempurnakan kemampuan profesional serta menentukan kualifikasi pegawai dalam hubungan dengan persyaratan kepangkatan dinas luar negeri dan jabatan di lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilat Perwakilan. Pasal 6 Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri baik dengan sarana pendidikan dan latihan organik maupun dengan sarana. Lain di luar lingkungan Departemen, meliputi : (1) Pendidikan berjenjang untuk karier Pegawai Dinas Luar Negeri. (2) Pendidikan dan latihan tidak berjenjang untuk berbagai keahlian dan kejuruan Dinas Luar Negeri

154

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Pasal 7 Pendidikan yang diselenggarakan untuk Pejabat Diplomatik/Konsuler, Pejabat Administrasi dan Pejabat Komunikasi dibedakan satu dengan lainnya sesuai dengan kebutuhan bidang masing-masing. Pasal 8 Jenis, tujuan, ruang lingkup, kualifikasi pendidikan dan latihan serta persyaratan masing-masing ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB V KEPANGKATAN Pasal 9 Jenjang kepangkatan Pegawai Dinas Luar Negeri adalah sebagai berikut : (1) Pejabat Diplomatik/Konsuler : a. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat I b. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat II c. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat III d. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat IV e. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat V f. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VI g. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VII h. Pejabat Diplomatik/Konsuler (PDK) tingkat VIII (2) Pejabat Administrasi : a. Pejabat Administrasi (PA) tingkat I b. Pejabat Administrasi (PA) tingkat II c. Pejabat Administrasi (PA) tingkat III d. Pejabat Administrasi (PA) tingkat IV e. Pejabat Administrasi (PA) tingkat V f. Pejabat Administrasi (PA) tingkat VI.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

155

(3) Pejabat Komunikasi : a. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat I b. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat II c. Pejabat Komun ikasi (PK) t ingkat III d. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat IV e. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat V f. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat VI g. Pejabat Komunikasi (PK) tingkat VII. (4) Kepangkatan Pegawai yang diperbantukan pada Dinas Luar Negeri adalah kepangkatan Instansi pegawai yang bersangkutan. BAB VI STATUS Pasal 10 Status diplomatik diberikan kepada : a.

Pejabat Diplomatik;

b.

Atase dan asisten Atase Pertahanan;

c.

Atase Teknis. Pasal 11

Menteri Luar Negeri dapat memberikan status diplomatik kepada pegawai dari Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri untuk diserahi tugas dan jabatan di Perwakilan. BAB VII KENAIKAN TINGKAT PEGAWAI DINAS LUAR NEGERI Pasal 12 Kenaikan tingkat Pegawai Dinas Luar Negeri adalah berdasarkan :

156

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(1) Sistem karier dan sistem prestasi kerja; (2) Ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat kenaikan tingkat diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB VIII GELAR Pasal 13 Gelar Jabatan dapat diberikan sebagai gelar jabatan biasa atau sebagai jabatan kehormatan : (1). Gelar jabatan biasa adalah : a. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia diberikan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik; b. Konsul Jenderal Republik Indonesia diberikan kepada Kepala Perwakilan Konsuler tingkat Konsulat Jenderal; c. Konsul Republik Indonesia diberikan kepada Kepala Perwakilan tingkat Konsulat; d. Kuasa Usaha Sementara Republik Indonesia diberikan kepada seorang Pejabat Diplomatik/Konsuler yang berpangkat tertinggi pada Perwakilan Diplomatik untuk memangku sementara jabatan Kepala Perwakilan Diplomatik; e. Atase Pertahanan dan Asisten Atase Pertahanan di berikan kepada Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Pertahanan di Perwakilan Diplomatik; f. Atase dengan sebutan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing diberikan kepada Kepala Bidang Teknis di Perwakilan Diplomatik. (2). Gelar jabatan kehormatan adalah : Konsul Jenderal Kehormatan Republik Indonesia dan Konsul Kehormatan Republik Indonesia yang diberikan kepada seorang warga negara Republik Indonesia bukan pegawai negeri atau warga negara asing yang diangkat sebagai Wakil Kehormatan Negara Republik Indonesia, (3). Pejabat-pejabat yang telah mempunyai gelar jabatan tidak mendapatkan gelar kepangkatan.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

157

Pasal 14 Gelar kepangkatan dapat diberikan sebagai gelar kepangkatan biasa, gelar kepangkatan tituler dan gelar kepangkatan lokal : (1). Gelar kepangkatan biasa diberikan kepada Pegawai Dinas Luar Negeri sesuai dengan tingkat kepangkatannya; (2). Gelar kepangkatan tituler/pribadi diberikan kepada pegawai negeri bukan Pegawai Dinas Luar Negeri yang karena kebutuhan dinas dianggap perlu memakai gelar kepangkatan; (3). Gelar kepangkatan lokal diberikan kepada Pegawai Dinas Luar Negeri yang karena suatu tugas tertentu perlu memakai gelar lain dari pada gelar yang dapat diberikan sesuai dengan tingkatnya. Pasal 15 Gelar kepangkatan yang diberikan kepada Pegawaian Dinas Luar Negeri yang ditentukan pada Perwakilan adalah : (1). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik/Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan diplomatik : a. Duta Besar untuk PDK I b. Minister untuk PDK II c. Minister Counsellor untuk PDK III d. Counsellor untuk PDK IV e. Sekretaris Pertama untuk PDK V f. Sekretaris Kedua untuk PDK VI g. Sekretaris Ketiga untuk PDK VII h. Atase untuk PDK VIII (2). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik : a. Counsellor (Administrasi) untuk PA I b. Counsellor (Administrasi) untuk PA II c. Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PA III d. Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PA IV e. Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PA V f. Atase (Administrasi) untuk PA VI 158

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

dengan ketentuan bahwa gelar Minister Counsellor (Administrasi) dapat diberikan kepada Pejabat Administrasi Tingkat I yang pernah memangku jabatan Eselon II pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan sebagai Kepala Bagian Administrasi pada Perwakilan D I (3). Gelar kepangkatan diplomatik yang diberikan kepada Pejabat Komunikasi yang ditempatkan pada Perwakilan Diplomatik : a. b. c. d. e. f. g.

Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PK I Sekretaris Pertama (Administrasi) untuk PK II Sekretaris Kedua (Administrasi) untuk PK III Sekretaris Ketiga (Administrasi) untuk PK IV Atase (Administrasi) untuk PK V Atase (Administrasi) untuk PK VI Atase (Administrasi) untuk PK VII

dengan ketentuan, bahwa gelar Counsellor (Administrasi) dapat diberikan kepada Pejabat Komunikasi tingkat I yang mengepalai Unit Komunikasi Jenis A pada Perwakilan Diplomatik D-l (4). Gelar kepangkatan konsuler yang diberikan kepada Pejabat Diplomatik/Konsuler yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler : a. b. c. d. e. f.

Konsul Konsul Konsul Konsul Konsul Konsul

untuk PDK III untuk PDK IV untuk PDK V untuk PDK VI Muda untuk PDK VII Muda untuk PDK VIII

(5). Gelar kepangkatan Konsuler yang diberikan kepada Pejabat Administrasi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler : a. b. c. d. e. f.

Konsul Konsul Konsul Konsul Konsul Konsul

untuk PA I untuk PA II untuk PA III untuk PA IV Muda untuk PA V Muda untuk PA VI

(6). Gelar kepangkatan Konsuler yang diberikan kepada Pejabat Komunikasi yang ditempatkan pada Perwakilan Konsuler :

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

159

a. b. c. d. e. f. g.

Konsul untuk PK I Konsul untuk PK II Konsul untuk PK III Konsul Muda untuk PK IV Konsul Muda untuk PK V Konsul Muda untuk PK VI Konsul Muda untuk PK VII

(7). Gelar kepangkatan Konsuler untuk pegawai yang diperbantukan pada Dinas Luar Negeri : 1. Konsul bagi pegawai negeri sipil dari Golongan III/d keatas; 2. Konsul bagi anggota ABRI dari pangkat Mayor sampai dengan Kolonel; 3. Konsul Muda bagi pegawai negeri sipil dari golongan III/a sampai dengan III/c; 4. Konsul Muda bagi ABRI dari pangkat Letnan Satu sampai dengan Kapten. BAB IX PENUGASAN Pasal 16 Penugasan Pegawai Dinas Luar Negeri diselenggarakan atas sistem pergiliran tugas dan jabatan di dalam negeri, baik di Departemen Luar Negeri maupun Instansi Pemerintah lainnya dan di luar negeri terutama pada Perwakilan. Pasal 17 Pergiliran tugas dan jabatan bagi Pegawai Dinas Luar Negeri dilakukan untuk jangka waktu kurang lebih 4 tahun di luar negeri, dengan ketentuan setelah bertugas selama kurang lebih 3 tahun di dalam negeri. Pasal I8 Pergiliran tugas dan jabatan bagi pegawai diperbantukan pada Dinas Luar Negeri di luar negeri dilakukan untuk jangka waktu kurang lebih 4 tahun. 160

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Berdasarkan pertimbangan dinas Menteri Luar Negeri dapat menetapkan jangka waktu penugasan yang lain dari pada ke tentuan di dalam pasal 16 dan 17 bagi seseorang Pegawai Dinas Luar Negeri dan pasal 18 bagi Pegawai dinerbantukan pada Dinas Luar Negeri. Pasal 20 Dasar penugasan dan penempatan Pegawai Dinas Luar Negeri pada golongan atau jabatan di dalam dan di luar negeri ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 21 Persyaratan jabatan baik di Departemen maupun di Perwakilan akan diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. BAB X PENGAKHIRAN DINAS Pasal 22 Pengakhiran dari Dinas Luar Negeri dapat terjadi karena: (1) Meninggal dunia; (2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia; (3) Pensiun; (4) Penghentian sebagai pegawai negeri; (5) Dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan kerokhanian bagi Dinas Luar Negeri; (6) Atas permintaan sendiri. BAB XI PENGHASILAN LUAR NEGERI Pasal 23 Kepada Pegawai yang ditempatkan pada Perwakilan diberikan penghasilan sebagaimana diatur dengan Keputusan Presiden.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

161

BAB XII PERNIKAHAN Pasal 24 (1) Untuk kepentingan dinas, Menteri Luar Negeri menetapkan persyaratan khusus bagi calon istri atau calon suami Pegawai Dinas Luar Negeri. (2) Seorang calon Pegawai Dinas Luar Negeri yang sudah beristri atau bersuami harus mengajukan keterangan lengkap tentang istri atau/suaminya kepada Menteri Luar Negeri untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pemeriksaannya sebagai Pegawai Dinas Luar Negeri. (3) Seorang Pegawai Dinas Luar Negeri, apabila hendak menikah harus mengajukan permohonan ijin kepada Menteri Luar Negeri disertai keterangan lengkap tentang calon istri atau suaminya. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dalam ayat ini dapat mengakibatkan yang bersangkutan diberhentikan sebagai Pegawai Dinas Luar Negeri. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Kepada para lulusan SESDILU angkatan VI Jurusan Administrasi dan kepada para Pembantu Pejabat Pimpinan Administrasi (PPPTULN) diberikan gelar Pejabat Administrasi tingkat VII dan/ atau Pejabat Administrasi tingkat VIII sesuai dengan ketentuan yang akan diatur dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 26 Pada saat berlakunya Keputusan ini, segala peraturan perundangundangan yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini, tetap berlaku selama belum ada yang baru berdasarkan Keputusan ini.

162

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pada saat berlakunya Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK.102/BU/1/80/01, tanggal 15 Januari 1980 tentang Peraturan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri. Pasal 28 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 29 Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 15 September 1981 MENTERI LUAR NEGERI ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA Disalin sesuai dengan aslinya: Sub. Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Kepegawaian, ttd SADEWO JOEDO, S.H NIP. 020002155

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

163

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.30/OR/III/84/01 TAHUN 1984 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN PEJABAT DEPARTEMEN LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

a. bahwa perlu melestarikan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman para pejabat Departemen Luar Negeri senior; b. bahwa perlu mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pejabat DepaRIemen Luar Negeri senior dengan memberikan pembinaan mental, moral dan ketrampiran kepada pejabat Departernen Luar Negeri junior agar dapat bekerja secara berdaya guna dan berhasil guna; c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.

Mengingat

:

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil; 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil; 3. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organises! Perwakilan RI di Luar Negeri;

164

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

4. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1964 tentang Susunan Organisasi Departemen; 6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.582/BU/III/79/01 Tahun 1979 tentang Susunan Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; 7. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.203/OR/2/83/01 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; 8. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 236/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri; 9. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Kebljaksanaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri; 10. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 283/OR/VIII83/01 Tahun 1983 tentang Sistim Pendidikan dan Latuhan Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri, sebagaimana telah diubah dan ditambah dangan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 23/OR/III/84/01 Tahun 1984: 11. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 17/OR/III/84/01 Tahun 1983 tentang Program Penugasan Pertama Pejabat Dinas Luar Negeri PDK dan PA; 12. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 22/OR/lll/84/01 Tahun 1984 tentang Program Penugasan Pertama Pejabat Diplomatik Konsuler Lulusan Sesdilu Dasar Angkatan VII VIII pada Perwakilan RI.

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

165

Memperhatikan

:

Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia. MEMUTUSKAN

Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN PEJABAT DEPARTEMEN LUAR NEGERI.

Pertama

:

Menetapkan Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Kedua

:

Pedoman Tata Cara Pembinaan Pejabat Departemen Luar Negeri ini wajib dilaksanakan baik di Departemen Luar Negeri maupum perwakilan RI.

Ketiga

:

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 24 Maret 1984 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

166

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI NOMOR : SK. 30/OR/lII/84/01 TANGGAL : 24 MARET 1984 PEDOMAN TATA CARA PEMBINAAN PEJABAT DEPARTEMEN LUAR NEGERI BAB I UMUM Pasal 1 Pembinaan adalah setiap usaha untuk meningkatkan kemampuan para pejabat junior oleh para pejabat senior di lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI. Pasal 2 Para pejabat Departemen Luar Negeri sebagai insan Pancasila wajib memiliki watak dan budi luhur, keuletan, semangat juang yang tinggi serta ketrampilan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna. Pasal 3 Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki para pejabat senior wajib dilestarikan dan dikembangkan oleh para pejabat junior baik di Departemen Luar Negeri maupun di Perwakilan RI melalui pembinaan. BAB II TATA CARA PEMBINAAN Pasal 4 Pembinaan tidak dalam bentuk formal, tetapi merupakan tindakan sehari-hari dalam melaksanakan tugas dan dilakukan secara berlanjut selama masih berdinas oleh setiap senior terhadap juniornya. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

167

BAB III PELAKSANAAN Pasal 5 Pembinaan pejabat Departemen Luar Negeri terdiri dan : (1) Pembinaan mental meliputi; a. pemberian tauladan sebagai insan Pancasila oleh pejabat senior kepada pejabat junior; b. ketaatan, kesetiaan, keuletan dan kegigihan dalam membela Negara dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; c. pelaksanaan tugas dengan motivasi yang kuat, jujur, berdisiplinr bersemangt, bertanggung jawab dan penuh pengabdian untuk kepentingan bangsa dan negara; d. sikap yang saleh, menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah martabat pejabat Departemen Luar Negeri (2) Pembinaan ketrampilan meliputi : a. tugas secara baik; b. pengecekan hasil penugasan; c. saran-saran perbaikan; d. pemberian tauladan yang baik; e. cara-cara pembinaan masyarakat secara umum. BAB IV LAIN-LAIN Pasal 8 Kelalaian dalam melaksanakan pembinaan dapat mempengaruhi conduite pejabat yang bersangkutan.

168

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SK. 01/A/KPI/2002/01 TENTANG TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menirnbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, perlu meninjau kembali tugas, fungsi dan susunan keanggotaan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri; b. bahwa Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri (BPJK) yang diatur dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 131/KP/IX/95/01 Tahun 1995 tentang Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri dinilai tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. bahwa dengan ditetapkannya struktur organisasi Departemen Luar Negeri yang baru dan untuk kelancaran pelaksanaan manajemen pegawai dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan pembinaan karier serta peningkatan mutu

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

169

kepemimpinan dalam Jabatan Struktural di lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, maka perlu dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Tugas, Fungsi, dan Susunan Keanggotaan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negera Nomor 3882); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan. Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik 170

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4193); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Nornor 4018), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4094); 6. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 7. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 1231 Tahun 1999; 8. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen; 9. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 10. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/ OR/VIII/83/01 Tahun 1933 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri; 11. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 69/OR/ X/87/01 Tahun 1987 Tentang Susunan Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri beserta Perubahan Lampiran A dan Lampiran B sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.059/OT/111/2002/01 Tahun 2002;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

171

12. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/ OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang, Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Luar Negeri ini yang dimaksud dengan : 1.

Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Departemen Luar Negeri (selanjutnya disebut Baperjakat) adalah perangkat Departemen Luar Negeri (selanjutnya disebut Deplu) yang mempunyai tugas rnemberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, di bidang kepegawaian untuk Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon II ke bawah, Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan Deplu dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri (selanjutnya disebut Perwakilan), dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan atau Lembaga/Organisasi Internasional.

2.

Tim Pendukung Baperjakat adalah perangkat Deplu yang mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Baperjakat di bidang kepegawaian para Pegawai Deplu dalam Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV, PDK Tingkat III, Pejabat Administrasi (PA) Tingkat I dan Pejabat Sandi (PS) Tingkat I ke bawah di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang, diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Pemerintah Daerah Otonomi, dan atau Lembaga/Organisasi Internasional.

3.

Pegawai Deplu adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan dan diangkat dengan Surat Keputusan Menteri

172

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Luar Negeri untuk bertugas di lingkungan Deplu, Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi Internasional. 4.

Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang, Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.

5.

Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.

6.

Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu adalah Menteri Luar Negeri.

7.

Pemindahan adalah penempatan, penarikan, pemindahan Pegawai Deplu antar unit dan antar Perwakilan, dan atau pemulangan dari Perwakilan karena melakukan pelanggaran/ tindak pidana/penyelewengan, dan atau pemindahan Pegawai Deplu yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi Internasional. BAB II TUGAS DAN FUNGSI BAPERJAKAT Bagian Pertama Tugas Baperjakat Pasal 2

(1) Baperjakat mempunyai tugas pokok rnemberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon II ke baweh, PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan Deplu dan Penwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan atau Lembaga/Organisasi Internasional. (2) Baperjakat bertugas pula memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal pemberian kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasl kerja luar biasa baiknya, menemukan ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

173

penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Deplu yang menduduki Jabatan Struktural Eselon I dan Eselon II, serta dalam Jenjang PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II, (3) Di samping tugas ssbagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) Baperjakat dapat memberikan usul pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu, dalam hal pengangkatan, pemindahan, penjatuhan sanksi. Dan pemberhentian Pegawai Deplu dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I, PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan Deplu dan jabatan-jabatan di lingkungan Perwakilan dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi Intemasional Bagian Kedua Fungsi Baperjakat Pasal 3 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Baperjakat menyelenggarakan fungsi : a. pemberian pertimbangan pengangkatan, pemindahan, penjatuhan sanksi dan pemberhentian Pegawai Deplu dalam dan dari Jabatan Kepala Perwakilan, Jabatan Struktural Eselon II ke bawah, PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Departemen Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Lembaga/Organisasi Internasional; b. pemberian pertimbangan kenaikan pangkat bagi Pegawai Deplu yang menduduki jabatan struktural dan Jenjang PDK sebagaimana tersebut dalam butir a, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan penemuan baru yang bemanfaat bagi negara; c. pemberian pertimbangan kenaikan percepatan Jenjang PDLN/ Gelar Diplomatik bagi Pegawai Deplu pada Jenjang PDK Tingkat I dan PDK Tingkat II yang menduduki jabatan struktural dan atau menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan penemuan baru ini yang bermanfaat bagi negara; d. pemberian pertimbangan penjatuhan sanksi dan pemulangan bagi Pegawai Deplu pada jabatan struktural dan Jenjang PDK 174

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

sebagaimana tersebut dalam butir a yang bertugas di Perwakilan karena melakukan pelanggaran/tindak pidana penyelewengan; dan e. pemberian pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun bagi Pegawai Deplu yang menduduki Jabatan Struktural Eselon I dan Eselon II, serta pejabat dengan Jenjang PDK Tingkat I dan PDK TingKat II. Pasal 4 Baperjakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB III ORGANISASI BAPERJAKAT Bagian Pertama Keanggotaan Baperjakat Pasal 5 (1) Ketua dan Anggota Baperjakat adalah Pejabat Eselon I Deplu. (2) Jumlah Anggota Baperjakat paling banyak 7 (tujuh) orang dan menurut masa keanggotaannya terbagi menjadi Anggota Tetap dan Anggota Tidak Tetap. (3) Anggota Tetap Baperjakat terdiri dari : a. Sekretaris Jenderal selaku Ketua; b. Inspektur c. Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Manajemen Departemen (4) Untuk periode Pertama, Susunan Anggota Tidak Tetap Baperjakat adalah: a. Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika; b. Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN; c. Direktur Jenderal Multilateral Politik, Sosial, dan Keamanan; d. Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler. (5) Untuk periode Kedua, Susunan Anggota Tidak Tetap Baperjakat adalah : ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

175

a. Direktur Jenderal Amerika dan Eropa; b. Direktur Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan; c. Direktur Jenderal Informasi, Diplomasi Publik, dan Perjanjian Intenasional; d. Kepala Badan Pengajian dan Pengembangan Kebijakan. (6) Susunan Anggota Tidak Tetap Baperjakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan (5) dilakukan dengan mekanisme rotasi setiap 1 (satu) tahun sekali, dimulai dengan Anggota Tidak Tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) terhitung sejak berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini. (7) Dalam hal terjadi mutasi terhadap Anggota Tidak Tetap Baperjakat, maka kedudukannya diteruskan oleh Pejabat Struktural Penggantinya sampai dengan berakhirnya periode keanggotaan. (8) Sekretaris Baperjakat adalah Pejabat Eselon II Deplu yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian. Pasal 6 Ketua Baperjakat mempunyai tugas memimpin kegiatan Baperjakat, membuat rencana kerja, termasuk mengkoordinasikan, memantau dan membantu pelaksanaan rekomendasi yang dihasilkan oleh Baperjakat. Pasal 7 Ketua, Anggota, baik Anggota Tetap maupun Angoota Tidak Tetap Baperjakat, melaksanakan tugas sebagai suatu Tim dan masingmasing mempunyai hak suara dalam proses pengambilan keputusan secara kolektif Bagian Kedua Pertimbangan Baperjakat Pasal 8 (1) Keputusan tentang Pertimbangan yang akan disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu adalah sah apabila diputuskan dalam rapat yang dihadiri oleh paling sedikit 5 (lima) anggota, termasuk Ketua.

176

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

(2) Pengambilan Keputusan tentang Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara mufakat atau cara lain yang disepakati dalam Rapat Baperjakat. (3) Ketua Baperjakat menyampaikan Keputusan tentang Pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Deplu paling lama satu minggu setelah diadakannya rapat Bagian Ketiga Rapat Baperjakat Pasal 9 (1) Rapat Baperjakat diselenggarakan satu kali dalam sebulan atau beberapa kali berdasarkan keperluan. (2) Bahan rapat, pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan, dan keputusan yang diambil rapat bersifat rahasia. Pasal 10 (1) Sekretaris Baperjakat mempunyai tugas membantu Ketua di bidang administrasi termasuk menyiapkan dan mengumpulkan kelengkapan data kepegawaian yang diperlukan bagi Rapat Baperjakat. (2) Sekretaris Baperjakat dapat hadir dalam rapat tanpa hak suara. Pasal 11 Kelengkapan data kepegawaian yang disiapkan oleh Sekretaris Baperjakat sekurang-kurangnya terdiri dari : a.

Riwayat Hidup lengkap dan pasphoto pegawai;

b.

Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan tahunan, yang mencakup Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil serta Evaluasi dan Penilaian Hasil Kerja Pegawai, sekurangkurangnya untuk 3 (tiga) tahun terakhir;

c.

Hasil Penilaian Akhir Pendidikan Berjenjang (SEKDILU, SESDILU, dan SESPARLU), hasil pelatihan teknis lainnya serta hasil pendidikan akademis karena Tugas Belajar atau selama menjadi Pegawai Deplu;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

177

d.

Hasil pengawasan atau Catatan tentang pegawai yang bersangkutan oleh Inspektorat Jenderal;

e.

Lain-lain yang dianggap perlu, BAB IV TIM PENDUKUNG BAPERJAKAT Bagian Pertama Tugas dan Fungsi Tim Pendukung Baperjakat Pasal 12

(1) Dalam melaksanakan Tugasnya, Baperjakat dibantu Tim Pendukung Baperjakat. (2) Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas pokok memberikan pertimbangan kepada Baperjakat mengenai masalah-masalah kepegawaian para Pegawai Deplu dalam Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV di lingkungan Deplu dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Pemerintah Daerah Otonomi. (3) Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas pokok memberikan Pertimbangan kepada Baperjakat mengenai massalah-masalah kepegawaian, para Pegawai Deplu dalam jenjang PDK Tingkat III, PA Tingkat I dan PS Tingkat I ke bawah di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Lembaga/Organisasi Internasional (4) Tim Pendukung Baperjakat dapat memberikan usul pertimbangan kepada Baperjakat dalam hal pengangkatan, pemindahan, penjatuhan sanksi, dan pemberbentian Pegawai Deplu dalam Jabatan Struktural Eselon II di lingkungan Deplu dan Pegawai Deplu dalam jabatan yang setara di Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintahan Non Departemen atau Pemerintah Daerah Otonom dan atau Lembaga/Organisasi Internasional. (5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3), Tim Pendukung Baperjakat menyelenggarakan fungsi :

178

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

a. pemberian pertimbangan pengangkatan, pemindahan, penjatuhan sanksi, dan pemberhentian bagi Pegawai Deplu dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon III dan Eselon IV di lingkungan Deplu dan Perwakilan, dan atau yang diperbantukan pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Pemerintah Daerah Otonom dan atau Lembaga Organisasi Internasional; b. pemberian pertimbangan kenaikan pangkat bagi Pegawai Deplu yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; c. pemberian pertimbangan kenaikan percepatan Jenjang PDLN/Gelar Diplomatik bagi Pegawai Deplu yang menduduki jabatan struktural, atau pejabat dengan jenjang PDK Tingkat lll PA Tingkat I, dan PS Tingkat I ke bawah yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, dan atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; d. pemberian pertimbangan pemindahan bagi Pegawai Deplu yang akan bertugas ke dan dari luar negeri dan atau yang diperbantukan pada Departemen Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Pemerintah Daerah Otonomi dan atau Lembaga/Organisasi Internasional; e. pemberian pertimbangan penjatuhan sanksi dan pemulangan bagi Pegawai Deplu yang bertugas di Perwakilan karena melakukan pelanggaran/tindak pidana/ penyelewengan; dan f. Pemberian pertimbangan dalam pendidikan berjenjang bagi pengembangan Sumber Daya Manusia Deplu. Pasal 13 (1) Tim Pendukung Baperjakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Tim Pendukung Baperjakat bertanggung jawab menghimpun kelengkapan data kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan menyampaikan semua berkas tersebut kepada seturuh anggola Baperjakat satu minggu sebelum diadakannya

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

179

rapat yang akan digunakan sebagai acuan dan konsultasi antar Anggota Baperjakat. Bagian Kedua Keanggotaan Tim Pendukung Baperjakat Pasal 14 (1) Tim Pendukung Baperjakat terdiri dari Penasihat, Ketua, Anggota dan Sekretaris. (2) Penasihat adalah Pejabat Eselon I B Deplu. (3) Ketua, Anggota, dan Sekretaris Tim Pendukung Baperjakat adalah Pejabat Eselon II Deplu (4) Susunan Keanggotaan Tim Pendukung Baperjakat terdiri dari : a. Penasihat

: Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Manajemen Departemen

b. Ketua merangkap Anggota : Kepala Biro Kepegawaian c. Sekretaris merangkap Anggota

180

: Kepala Biro Tata Usaha dan Perlengkapan

Anggota : 1.

Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika;

2.

Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa;

3.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN;

4.

Sekretaris Direktorat Jenderal Multilateral Politik, Sosial dan Keamanan;

5.

Sekretaris Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan;

6.

Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional;

7.

Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler;

8.

Sekretaris Inspektorat Jenderal;

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

9.

Sekretaris Badan Pengkajian Pengembangan Kebijakan; dan

dan

10. Kepala Biro Administrasi Menteri, Pasal 15 (1)

Penasihat mempunyai tugas memberikan nasihat dan pedoman dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian dan pembinaan karier.

(2)

Ketua Tim Pendukung Baperjakat mempunvai tugas yang meliputi pembuatan rencana kegiatan bersama-sama dengan seluruh anggota mengkoordinasikan, dan memantau pelaksanaan rencana kegiatan serta menyiapkan dan mengumpulkan data pegawai yang diperlukan dalam Rapat Tim Pendukung Baperjakat.

(3)

Anggota Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas membantu Ketua dalam melaksanakan tugasnya.

(4)

Sekretaris Tim Pendukung Baperjakat mempunyai tugas membantu Ketua dari bidang administrasi. Pasal 16

(1)

Dalam hal pembahasan menyangkut perencanaan kebutuhan anggaran untuk mendukung kebijakan kepegawaian, Kepala Biro Keuangan diundang untuk hadir dalam Rapat Tim Pendukung, Baperjakat.

(2)

Dalam hal diperlukan pertimbangan yuridis atas masalah yang dibahas. Kepala Biro Hukum diundang untuk hadir dalam Rapat Tim Pendukung Baperjakat.

(3)

Dalam hal pembahasan menyangkut pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pegawai, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai diundang untuk hadir dalam Rapat Tim Pendukung Baperjakat.

(4)

Dalam hal pembahasan menyangkut penempatan dan penarikan staf Komunikasi,......... ..... (masih kurang lengkap)

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

181

Bagian Ketiga Rapat Tim Pendukung Baperjakat Pasal 17 Rapat Tim Pendukung Baperjakat diselenggarakan satu kali dalam sebulan dan atau beberapa kali berdasarkan keperluan. Bagian Keempat Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat Pasal 18 (1) Pertimbangan yang diterima dalam rapat Tim Pendukung Baperjakat adalah sah apabila rapat dihadiri oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang Anggota, termasuk Ketua. (2) Pertimbangan Tim Pendukung Baperjakat diputuskan secara musyawarah mufakat atau cara lain yang disepakati oleh rapat Tim Pendukung Baperjakat (3) Ketua Tim Pendukung Baperjakat menyampaikan pertimbangan hasil rapat kepada Ketua Baperjakat paling lama satu minggu setelah diadakannya rapat. BAB V ANGGARAN Pasal 19 Segala sesuatu yang menyangkut biaya kegiatan Baperjakat dan Tim Pendukung. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 (1) Pada saat berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini maka Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 131/KP/IX/95/01

182

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Tahun 1995 tentang Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Deplu, dinyatakan tidak berlaku. (2) Keputusan Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 Juni 2002 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, ttd N. HASSAN WIRAJUDA

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

183

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOTA DINAS Nomor

: 1139/KP/V/2004/19

Kepada

: Yth. Bapak Sekretaris Jenderal/Ketua BAPERJAKAT

Tembusan : 1. Yth. Para Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II 2. Yth. Para AnggotaTim Pendukung BAPERJAKAT Dari

: Kepala Biro Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung BAPERJAKAT

Perihal

: Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai dari Perwakilan dan Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan

Merujuk perihal pokok Nota, dengan hormat disampaikan halhal sebagai berikut : 1. Rapat Tim Pendukung Baperjakat tanggal 20 April 2004 dan tanggal 7 Mei 2004 telah merumuskan suatu Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, Pedoman Penarikan Pegawai dari Perwakilan dan Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan (terlampir). 2. Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan dan Pedoman Penarikan Pegawai dari Perwakilan dimaksudkan sebagai panduan praktis mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pegawai yang akan berangkat ke perwakilan dan pegawai yang telah kembali dari Perwakilan. Sedangkan Orientasi Penempatan Pegawai dimaksudkan sebagai pengganti melopen dengan lebih menekankan pemahaman hal-hal praktis dalam kaitannya dengan pelaksanaan restrukturisasi perwakilan melalui pembekalan yang diberikan oleh Unit-unit Kerja terkait di Deplu. 3. Sesuai dengan Pedoman Mutasi Pegawai ke Perwakilan, maka proses yang harus diselesaikan sampai dilerbitkannya SK Menlu 184

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

mengenai penempatan yang bersangkutan ke Perwakilan adalah (a) Kelengkapan Administrasi, (b) Orientasi Penempatan Pegawai, (c) Pemantapan Substansi, (d) Penyelesaian Akhir Administrasi oleh Sekretaris Jenderal dan Kepala Biro Kepegawaian. Dengan ditetapkannya Pedoman ini, maka pengedaran Mutasi tidak lagi diberlakukan. 4. Orientasi Penempatan Pegawai ke Perwakilan dilaksanakan melalui metode tatap muka dan diskusi bersama dalam suatu kelas (termasuk pegawai dari Departemen lain yang diperbantukan ke Deplu yang akan ditempatkan di Perwakilan) dengan menghadirkan para narasumber dan Unit-unit Kerja terkait. Waktu orientasi berlangsung selama kurang lebih 10 hari, dilanjutkan dengan pendalaman dan pemantapan substansi ke masingmasing Unit Kerja terkait di Deplu dan Departemen terkait lainnya dalam rangka membangun networking guna memudahkan pelaksanaan tugas yang bersangkutan di Perwakilan. 5. Sehubungan dengan hal tersebut, Tim Pendukung BAPERJAKAT mohon dukungan dan bantuan dari seluruh Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pelayanan kepada pegawai. Demikian, atas perhatian dan arahan Bapak Sekretaris Jenderal/ Ketua BAPERJAKAT diucapkan terima kasih. PEDOMAN MUTASI PEGAWAI KE PERWAKILAN I. Umum a. Diusulkan oleh Unit yang bersangkutan dengan tembusan ke Inspektorat Jenderal. b. Inspektoral Jenderal memberikan klarifikasi mengenai kepegawaian bersangkutan. c. Dibahas dalam TP Baperjakat. d. Keputusan TP Baperjakat sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum pegawai ditempatkan. e. Segera (selama-lamanya 2 minggu) setelah keputusan TP Baperjakat, Biro Kepegawaian akan mengeluarkan Nota Pemberitahuan kepada pegawai yang akan ditempatkan. f. Dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja (2 minggu) setelah menerima Nota Pemberitahuan, pegawai bersangkutan harus menghubungi Biro Kepegawaian. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

185

g. Apabila setelah 2 minggu tidak menghubungi Biro Kepegawaian, keputusan TP Baperjakat dianggap batal. h. Pembahasan kembali pegawai bersangkutan akan dilakukan 1 tahun setelah diketuarkan Nota. i.

Unit asal pegawai yang akan ditempatkan di perwakilan diharapkan dapat memberi waktu/ijin kepada pegawai bersangkutan untuk menyiapkan diri.

II. Pegawai yang telah menghubungi Biro Kepegawaian, langkah selanjutnya adalah : A. Kelengkapan Administrasi 1. Mengisi formulir. 2. Melakukan pemeriksaan kesehatan. 3. Hutang Piutang, Yakes, Perumahan, Dharma Wanita Persatuan, dsb. B. Orientasi Penempatan Pegawai (10 hari kerja) Pembekalan dari unit terkait: 1. Sekretariat Jenderal 2. Inspektorat Jenderal 3. Ditjen Protkons 4. Ditjen IDPPI 5. Ditjen Amerop 6. Ditjen Aspasaf 7. Ditjen Multilateral Polsoskam/Ekubang 8. Ditjen ASEAN 9. BPPK C. Pemantapan Substansi (1 bulan) 1. Mempersiapkan diri dari segi substansi dengan mengikuti proses magang di Direktorat yang membawahi wilayah negara pegawai yang akan ditempatkan atau isu-isu yang akan ditangani. 2. Melakukan orientasi kerja ke Departemen/Instansi Teknis terkait. 3. Menjalin networking sesuai dengan kebutuhan tugasnya di Perwakilan.

186

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

D. Penyelesaian Akhir Administrasi 1. Kepala Biro Kepegawaian. 2. Sekretaris Jenderal. E. Penerbitan Surat Keputusan 1. Surat Keputusan akan diterbitkan setelah menyelesaikan proses pada butir A, B, C, dan D. 2. Penerbitan SK (paling lambat 1 minggu setelah memenuhi ke-4 persyaratan tsb). 3. Paling lama 3 minggu setelah SK terbit harus berangkat menuju Perwakilan. Sebelum berangkat, pegawai bersangkutan harus mengisi Buku Keberangkatan di Biro Kepegawaian. Apabila pegawai bersangkutan tidak mengisi, maka waktu penempatannya di Perwakilan dihitung sejak dikeluarkannya SK Menlu. Bagi pegawai yang mengisi Buku Keberangkatan, lamanya penempatan di Perwakilan dihitung sejak tanggal tiba di Perwakilan atau sejak mengisi buku Keberangkatan. PEDOMAN PENARIKAN PEGAWAI DARI PERWAKILAN RI I. Umum 1. Pegawai yang telah ditempatkan di Perwakilan antara 3 tahun4 tahun dapat ditarik dari Perwakilan ke Deplu Jakarta, kecuali apabila ada hal-hal lain yang menyebabkan yang bersangkutan ditarik lebih awal atau ditunda penarikannya. 2. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tanggal penempatan pegawai di Perwakilan berakhir, Biro Kepegawaian memberitahukan kepada pegawai bersangkutan di Perwakilan mengenai batas akhir kepulangannya. II. Penempatan di Unit Lingkungan DEPLU 1. Segera setelah ditetapkan mengenai penempatan pegawai bersangkutan oleh TP Baperjakat, Biro Kepegawaian memberitahukan Kepada Perwakilan RI di luar negeri mengenai penempatan pegawai bersangkutan di Unit Kerja Departemen Luar Negeri. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

187

2. Segera setelah datang dari Perwakilan, pegawai bersangkutan melaporkan kedatangannya ke Bagian Mutasi Luar Negeri Biro Kepegawaian untuk mengisi Buku Kedatangan dan menyelesaikan prosedur administratif lainnya. 3. Sementara itu, pegawai bersangkutan juga segera melaporkan kedatangannya ke Bagian Tata Usaha Kepegawaian Biro Kepegawaian untuk memproses penyelesaian Slip Kuning penempatan Unit Kerja yang telah ditetapkan oleh TP Baperjakat dan menghubungi Unit Kerja termaksud. 4. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri mengenai penarikan pegawai bersangkutan dikeluarkan dalam kurun waktu 2 (dua) minggu setelah melapor ke Bagian Mutasi Luar Negeri, Biro Kepegawaian. 5. Lama waktu penugasan di dalam negeri dihitung sejak tanggal pegawai bersangkutan melaporkan kedatangannya ke Bagian Mutasi Luar Negeri, Biro Kepegawaian. III. Mulai Bekerja di Unit Lingkungan DEPLU 1. Dalam waktu 1 (satu) minggu sejak melaporkan kedatangannya, Slip Kuning penempatan pegawai bersangkutan di Unit Kerja dikeluarkan oleh Bagian Tata Usaha Kepegawaian, Biro Kepegawaian. 2. Selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah kedatangannya di Jakarta, pegawai bersangkutan mulai bekerja di Unit Kerja yang telah ditetapkan oleh TP Baperjakat. MATERI ORIENTASI PENEMPATAN PEGAWAI KE PERWAKILAN A. Sekretariat Jenderal Biro Perencanaan dan Organisasi Organisasi Perwakilan Perencanaan Departemen/Repenas Renstra Departemen Rencana Kerja Pemerintah Rencana Kerja Depertemen/LPND 188

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Perencanaan Perwakilan Evaluasi Kinerja Departemen Penerapan SAKIP Renstra RKT LAKIP Biro Keuangan Sistem Informasi Manajemen Keuangan (SIM-Keu) Penyusunan Anggaran Pelaksanaan Anggaran Perhitungan Anggaran Perbendaharaan Negara Biro Perlengkapan Pengelolaan Perlengkapan Inventaris Barang/Kekayaan Milik Negara Sistem Informasi Manajemen Inventaris Biro Kepegawaian Sistem Informasi dan Manajamen Sumber Daya Manusia (SIMSDM) Mutasi Pegawai Peraturan Kepegawaian Pengangkatan Dalam Jabatan dan Kenaikan Pangkat Biro hukum Penyusunan Surat Keputusan dan Kontrak Biro Administrasi Menteri Pusat Komunikasi Pengamanan Jaringan Informasi Sistem Informasi Terpadu ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

189

B. Inspektorat Jenderal Audit Internal (APIP) Obyek Pemeriksaan Subyek Pemeriksaan Hasil Temuan Pemeriksaan di Perwakilan Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pegawai (Code of Conduct) C. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Perlindungan Warga Negara Indonesia dan BHI Masalah-Masalah Konsuler Keprotokolan Pemberian Fasilitas Diplomatik D. Direktorat Jenderal IDPPI Diplomasi Publik Pengamanan Diplomatik Penyusunan Perjanjian Internasional E. BPPK Kebijakan Pengkajian dan Pengembangan F. Masalah-masalah Multilateral yang Menonjol di Bidang POLSOSKAM dan EKUBANG G. Kerjasama Bilateral dan Regional ASPASAF, AMEROP dan ASEAN

Jakarta, 7 Mei 2004 TIM PENDUKUNG BAPERJAKAT

190

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

BERITA RAHASIA DEPETEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI TGL. 17 JANUARI 1997 HER

DARI KONSEP NOMOR 111454

PRO PERWAKILAN : ALL PERWAKILAN .................. .......................................... .......................................... PRO PERWAKILAN : .......................................... KELALAIAN SAUDARA – BENCANA NEGARA NO. : 970186 PRO : SEMUA KEPRIS UP KABAGMIN /KASUBAGMIN EX : SEKJEN disampaikan hal – hal sebagai berikut ttk dua a. akhirs ini masih ada kbtu perwakilans ri meninggalkan wilayah akreditasi tanpa persetujuan pusat cq sekjen deplu ttk. b. Untuk menjaga displin dan tertib administrasi diulangi kembali bahwa kbtu perwakilan ri hanya dapat meninggalkan daerah akreditasi dengan seijin sekjen deplu ttk bendaharawan perwakilan hanya dapat meninggalkan daerah akreditasi dengan seijin keppri dengan pemberitahuan kepada sekjen deplu ttk. c. Bagi para kbtu dan/atau bendaharawan yang akan ke indonesia untuk kepentingan dinas harus memberitahukan dan mencantumkan secara jelas alasan kepergiannya ke indonesia ttk d. Bagi kbtu dan bendaharawan perwakilan yang malanggar ketentuan di atas merupakan tindakan indisipliner dan akan mendapat sanksi sesuai peraturan yang berlaku ttk. Demikian ump ttk hbs - deplu – biaya pengawatan dibebankan kepada : -DEPLU – CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, SEKMEN, KARO KEU, KARO PERENC, KARO KEPEG. KARO UMUM. ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

191

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI Tanggal : 03 Januari 2002

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA

SK / 2

KONSEP NO. 123652

PRO PERWAKILAN RI : SEMUA PERWAKILAN SANGAT RAHASIA NO PRO EX RE

: : : :

020019 SEMUA KEPPRIS SEKJEN MENINGGALKAN DAERAH AKREDITASI

menunjuk pd kawat sekjen no. Pl-4212/121900 tgl. 19 desember 2000 re hal tsb diatas bersama ini disampaikan : a. keppris yagn berencana utk melakukan perjalanan keluar daerah akreditasi memerlukan izin dari pusat cq menlu/sekjen. b. Keppris yg melakukan perjalanan ke indonesia, hanya dapat memperoleh “exit permit” dari direktorat konsuler apabila melampirkan izin tertulis dari menlu/sekjen demikian ump ttkbs biaya pegawasan dibebankan kepada : DEPLU CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DI POL, SJ HELN, DJ HSBPEN, DJ PROTKONS, DJ, KS. ASEAN, KA BADAN LITBANG, SEKJEN, DIR KONSULER

192

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI TANGGAL : 17 PEBRUARI 2004

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENDANA BAGI NEGERA

SK / 2

KONSEP NO. 2381

PRO PERWAKILAN RI : SEMUA PERWAKILAN KILAT NO PRO INFO EX RE

: : : : :

040489 ALL KEPPRIS MENLU RI DI TEHERAN SEKJEN IZIN UNTUK MENINGGALKAN AKREDITASI (KE JAKARTA)

WILAYAH

menunjuk perihal tsb pada pokok kawat dengan hormat disampaikan sbb : 1. pada prinsipnya perjalanan kepala perwakilan ke luar wilayah akreditasi, terutama perjalanan ke jakarta, dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pentingnya maksud perjalanan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi pokok kepala perwakilan. 2. tingkat/bobot kepentingan perjalanan, khususnya ke Jakarta dipersilahkan untuk dipertimbangkan oleh para keppris dalam konteks : a. efisiensi dari perjalanan yang akan dilakukan b. frekwensi perjalanan keluar akreditasi masih dalam tingkat yang wajar (sering atau tidak seringnya dilakukan perjalanan tersebut) c. prioritas dari permasalahan yang akan ditangani khususnya dalam hal perjalanan ke Jakarta 3. hal–hal tsb diatas disampaikan utk sekedar mengingatkan mengenai sangat pentingnya tugas–tugas dan tanggung jawb kepala perwakilan et utk itu sedapat mungkin keppri selalu berada di wilayah akreditasi (terutama selaku pimpinan sebuah perwakilan ri)

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

193

4. dalam hal perjalanan untuk keperluan pribadi agar keppri sejauh mungkin melakukannya dalam konteks cuti sesuai keputusan menlu no. Sk. 53/or/v/84/01 tahun 1984 tentang cuti pejabat perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. demikian ump ttkbs Biaya pegawasan dibebankan kepada : DEPLU

CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KA. BAM, KARO KEPEGAWAIAN Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi –deplu-

194

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI KAWAT KELUAR ( TIDAK RAHASIA )

8 : 14 AM

KONSEP NO : 5815 Tanggal : 030205

INDONESIA ALL PERWAKILAN

SEGERA NO

: PL – 0687/030305

PRO

: ALL KEPPRIS

EX

: SEKJEN

RE

: IZIN MENINGALKAN WILAYAH AKREDITASI

BERSAMA INI DISAMPAIKAN DENGAN HORMAT HALS SBB : 1. UU NO. 37/1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI PASAL 34 MENYATAKAN BAHWA HUBUNGAN KERJA ANTARA DEPARTEMEN LUAR NEGERI DAN PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DIATUR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI. HUBUNGAN KERJA TERMASUK TATA KERJA KEPALA PERWAKILAN, DIATUR LEBIH LANJUT DALAM SK MENLU SK.06/ A/OT/VI/2004/01 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI. 2. KEPUTUSAN PRESIDEN RI NOMOR 108 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI PASAL 3 MENYATAKAN BAHWA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PERWAKILAN RI (TERMASUK KEPALA PERWAKILAN RI) SECARA OPERASIONAL DAN ADMINISTRATIF DILAKSANAKAN OLEH DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB MENTERI LUAR NEGERI. 3. KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI NOMOR : SK.016/A/ OT/VI/2004/01 TAHUN 2004 PASAL 52 MENYEBUTKAN BAHWA :

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

195

(1) KEPALA PERWAKILAN DIPLOMATIK DAPAT MENINGGALKAN WILAYAH AKREDITASI SETELAH MENDAPAT IZIN MENTERI LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL, (2) KEPALA PERWAKILAN KONSULER DAPAT MENINGGALKAN WILAYAH KERJANYA SETELAH MENDAPAT IZIN MENTERI LUAR NEGERI MELALUI SEKRETARIS JENDERAL DAN MEMBERITAHUKAN KEPADA KEPALA PERWAKILAN DIPLOMATIK YANG MEMBAWAHKANNYA. 4. SEHUBUNGAN DENGAN HALS TERSEBUT, SEKALI LAGI DIMOHON PERHATIAN ALL KEPPRIS UNTUK KIRANYA DAPAT MENGAJUKAN PERMINTAAN IZIN KEPADA MENTERI LUAR NEGERI SETIAP KALI REPEAT SETIAP KALI AKAN MENINGALKAN WILAYAH AKREDITASI. DEMIKIAN, UMP ET ATAS KERJASAMANYA DIUCAPKAN TERIMA KASIH TTKHBS. DEPLU JAKARTA CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ PROTKONS, SAHLI MANAJEMEN, KABAM, KARO KEU, KARO KEPEG, SUBAG PROTOKOL BAM. Biaya pengawatan dibebankan kepada – DEPLU –

PENTING ! Bila terjadi kesalahan pada salinan ini, mohon SEGERA menghubungi tlp. 3848627, atau 3441508 axt. 5020, 5021

196

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

II KESEJAHTERAAN PEGAWAI

197

198

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1981 TENTANG ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

a. bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai alat negara dan abdi masyarakat mempunyai potensi yang dapat menentukan kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional sehingga dianggap perlu untuk selalu dibina kesejahteraannya agar dapat dipelihara dan dikembangkan daya cipta, daya guna, dan hasil gunanya; b. bahwa usaha pembinaan kesejahteraaan dimaksud dapat terwujud dengan usaha menyelenggarakan asuransi sosial Pegawai Negeri Sipil yang diusahakan secara terpusat dan terarah untuk dapat mencapai dayaguna dan hasilguna dalam penyelenggaraannya; c. bahwa berhubung dengan itu, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906); KESEJAHTERAAN PEGAWAI

199

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); MEMUTUSKAN Dengan mencabut : (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1963 tentang Pembelanjaan Kesejahteraan Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 14); (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1963 tentang Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 15); (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1964 tentang Penanggungan Iuran-iuran Pensiun Pegawai Negeri/Janda, Yatim Piatu oleh Negara (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2670); Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1.

Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang Keuangan.

2.

Asuransi Sosial adalah Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil termasuk dana pensiun dan tabungan hari tua.

200

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

3.

Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.

4.

Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh pensiunan setiap bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.

Tabungan hari tua adalah suatu program asuransi, terdiri dari asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi kematian. BAB II PESERTA Pasal 2

(1) Semua Pegawai Negeri Sipil, kecuali Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan, adalah peserta dari Asuransi Sosial. (2) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil dari instansi di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan berpindah ke instansi di lingkungan Departemen lain, maka hak dan kewajiban dalam rangka Asuransi Sosialnya akan mengikutinya. Pasal 3 Pegawai lain termasuk Pegawai Badan Usaha Negara dapat ditetapkan sebagai peserta Asuransi Sosial dengan peraturan Pemerintah tersendiri. BAB III SAAT MENJADI PESERTA Pasal 4 (1) Saat menjadi peserta Asuransi Sosial dimulai pada tanggal pengangkatannya sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil. (2) Mereka yang pada tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini sudah mempunyai kedudukan sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil, menjadi peserta mulai tanggal tersebut. KESEJAHTERAAN PEGAWAI

201

BAB IV KEWAJIBAN PESERTA Pasal 5 (1) Peserta wajib memberi keterangan secara tepat mengenai dirinya beserta seluruh anggota keluarganya. (2) Pengaturan atas ketentuan ayat (1) dilakukan oleh badan yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial sebagaimana termaksud dalam Pasal 13 dengan bekerjasama dengan badan yang diserahi urusan kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 (1) Peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% (delapan persen) dari penghasilan sebulan tanpa tunjangan pangan. (2) Iuran sejumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), peruntukannya ditentukan sebagai berikut: a. 4 3/4 % (empat tiga perempat persen) untuk pensiun; b. 3 1/4 % (tiga seperempat persen) untuk tabungan hari tua. (3) Besarnya iuran dan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dengan Keputusan Presiden. (4) Kewajiban membayar iuran dimaksud dalam ayat (1) dimulai pada bulan peserta menerima penghasilan dan berakhir pada akhir bulan yang bersangkutan berhenti sebagai peserta. BAB V SUMBANGAN PEMERINTAH Pasal 7 Sejalan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pemerintah tetap menanggung beban-beban sebagai berikut : a.

pembayaran sumbangan untuk iuran pensiun Pegawai Negeri Sipil yang besamya akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden;

b.

pembayaran pensiun dari seluruh penerima pensiun yang telah ada pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan;

202

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

c.

bagian dari pembayaran pensiun bagi penerima pensiun yang belum memenuhi masa iuran yang telah ditetapkan. BAB VI HAK PESERTA Pasal 8

Hak-hak peserta terdiri atas : a. b.

pensiun tabungan hari tua Pasal 9

(1) Hak atas pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Hak atas tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, diberikan dalam hal peserta berhenti karena pensiun, meninggal dunia, atau karena sebab-sebab lain Pasal 10 (1) Yang berhak mendapat pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dan Pasal 9 ayat (1) ialah : a. peserta; atau b. janda/duda dari peserta, dan janda/duda dari penerima pensiun; atau c. yatim piatu dari peserta, dan yatim piatu dari penerima pensiun; atau d. orang tua dari peserta yang tewas yang tidak meninggalkan janda/duda/ anak yatim piatu yang berhak menerima pensiun. (2) Yang berhak mendapat tabungan hari tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan Pasal 9 ayat (2) ialah: a. peserta dalam hal yang bersangkutan berhenti dengan hak pensiun atau berhenti sebelum saat pensiun; b. isteri/suami, anak atau ahli waris peserta yang sah dalam hal peserta meninggal dunia. KESEJAHTERAAN PEGAWAI

203

(3) Kepada peserta yang berhenti tanpa hak pensiun, baik yang berhenti dengan hormat maupun tidak dengan hormat, dibayarkan kembali nilai tunai iuran asuransi sosialnya. Pasal 11 (1) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran pensiun peserta dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Persyaratan, jumlah, dan tatacara pembayaran tabungan hari tua dan perumahan diatur oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kepegawaian. (3) Dalam hal Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kepegawaian hendak mengubah peraturan mengenai penggajian dan pensiun yang dapat membawa pengaruh pada besamya iuran serta besarnya jaminan pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil maka terlebih dahulu berkonsultasi dengan Menteri. BAB VII SAAT BERHENTI SEBAGAI PESERTA Pasal 12 Kedudukan sebagai peserta Asuransi Sosial berakhir dalam hal peserta : 1.

meninggal dunia;

2.

tidak lagi menjadi peserta karena alasan-alasan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII BADAN PENYELENGGARA Pasal 13

(1) Untuk menyelenggarakan Asuransi Sosial ini didirikan suatu Badan Usaha Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.

204

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

(2) Pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemenntah tersendiri. BAB IX JAMINAN NEGARA Pasal 14 Dalam hal Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, maka Negara bertanggung jawab penuh untuk itu. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan lebih lanjut oteh Menteri setelah berkonsultasi dengan serta memperhatikan pendapat Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang kepegawaian. Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 30 Juli 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

205

Diundangkan di : Jakarta Pada tanggal : 30 Juli 1981 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd SUDHARMONO, SH LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 37

206

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 113/KP/VIII/2000/01 TENTANG DANA KESEJAHTERAAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mengupayakan pemerataan dan peningkatan kesejahteraan Pejabat Dinas Dalam Negeri di lingkungan Departemen Luar Negeri, diperlukan upaya untuk menghimpun dan mengelola secara optimal sumber-sumber dana bagi kesejateraan; b. bahwa untuk mewujudkan maksud sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan huruf a, perlu dibentuk Dana Kesejahteraan yang merupakan wujud kepedulian dan rasa kebersamaan dan Pimpinan Departemen Luar Negeri : c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri Tentang Dana Kesejahteraan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 lentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43Tahun 1999, 2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri; KESEJAHTERAAN PEGAWAI

207

3. Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 1998 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI No. 102 Tahun 1998; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 203/OR/ III/83/01 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 141/OT/ VI/98/01 Tahun 1998. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG DANA KESEJAHTERAAN, Pasal 1 Dana Kesejahteraan (1) Dalam rangka mengupayakan pemerataan dan peningkatan kesejahteraan Pejabat Dinas Dalam Negeri, dibentuk Dana Kesejahteraan Departemen Luar Negeri yang selanjutnya disebut Dana Kesejahteraan. (2) Dana Kesejahteraan adalah suatu dana yang dikumpulkan dan diperoleh dari berbagai sumber yang sah dan diperuntukan bagi upaya peningkatan kesejahteraan Pejabat Dinas Dalam Negeri. (3) Upaya peningkatan kesejahteraan tersebut terutama diarahkan untuk bidang bidang pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Pasal 2 Sumber Dana Kesejahteraan Sumber Dana Kesejahteraan berasal dari : 1.

208

Kontribusi “Home Staff” di Perwakilan Republik Indonesia yang besarnya 1% dari AngKa Pokok Tunjangan Luar Negeri (APTLN)

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

2.

Sumbangan donatur.

3.

Sumber-sumber lain yang sah. Pasal 3 Pengelola Dana Kesejahteraan

(1) Pengelola Dana Kesejahteraan adalah Yayasan Kesejahteraan (Yakes). (2) Dalam melaksanakan pengelolaan Dana Kesejahteraan, Yakes bertanggung jawab kepada Panitia Pengarah dan Pengawas yang dibentuk untuk itu. (3) Anggota Panitia Pengarah dan Pengawas terdiri dari Kepala Biro Umum dan para Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, serta Badan Penelitian dan Pengembangan. (4) Panitia Pengarah dan Pengawas sebagalmana dimaksud dalam ayat (3) dipimpin oleh Kepala Biro Kepegawaian. Pasal 4 Hak dan Kewajiban Pengelola (1) Pengelola Dana Kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berkewajiban : a. Mengelola dana secara optimal sesuai dengan ketentuan mengenai alokasi, tata cara dan persyaratan penggunaan dana; b. Dapat menyarankan tentang cara pengelolaan yang efektif; c. Melaksanakan Kebijaksanaan pengelolaan yang talah digariskan oleh Panitia Pengarah dan Pengawas; d. Menyelesaikan laporan tahunan dan kepada Panitia Pengarah dan Pengawas; e. Menyusun laporan jika diminta oleh Panitia Pengarah dan Pengawas sewaktu-waktu; f. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana kepada Panitia Pengarah dan Pengawas secara tertulis setiap tahun;

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

209

(2) Pengelola Dana Kesejahteraan berhak : a. Mengambil inisiatif untuk mengoptimalkan pengelolaan dana berdasarkan alokasi tata cara dan persyaratan penggunaan dana. b. Menyampaikan saran, pendapat dan usul dalam rapat antara Pengelola dan Panitia Pengarah dan Pengawas; c. Mengajukan usul untuk mengadakan rapat antara Pengelola dan Panitia Pengarah dan Pengawas. Pasal 5 Hak dan Kewajiban Panitia Pengarah dan Pengawas (1) Panitia Pengarah dan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (2) berkewajiban : a. Menentukan kebijaksanaan kesejahteraan;

Pengelolaan

dana

b. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana berdasarkan ketentuan mengenai alokasi tata cara dan persyaratan penggunaan dana; c. Melaporkan hasil pengawasan kepada Sekretaris Jenderal dan Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri. (2) Panitia Pengarah dan Pengawas berhak : a. Meminta sewaktu-waktu laporan dan pertanggungjawaban pengelolaan dana oleh Pengelola apabila dipandang perlu; b. MenyampaiKan saran, pendapat dan usul dalam rapat antara Pengelola dan Panitia Pengarah dan Pengawas; c. Mengajukan usul untuk mengadakan rapat antara Pengelola dan Panilia Pengarah dan Pengawas. Pasal 6 Alokasi, Tata Cara dan Persyaratan Penggunaan Alokasi, Tata Cara dan Persyaratan Penggunaan Dana KesejahTeraan ditentukan secara bersama oleh Yakes dan Panitia Pengarah dan Pengawas.

210

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

Pasal 7 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan Keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Agustus 2000 MENTERI LUAR NEGERI RI ttd Dr. ALWI SHIHAB

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

211

KEPUTUSAN BADAN PEMBINA YAYASAN “UPAKARA” YAYASAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI NOMOR : SK 003/BIN/I/90 TENTANG SUMBANGAN UANG PESANGON PENSIUN, SUMBANGAN UANG DUKA/KEMATIAN DAM SUMBANGAN UANG KELAHIRAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BADAN PEMBINA YAYASAN “UPAKARA”

Membaca

:

Nota Pengurus Harian Yayasan “UPAKARA” Yayasan kesejahteraan Karyawan Deplu No. 783/ UPA/XII/89 tanggal 14-12-1989 perihal perkiraan perkembangan dana Yayasan dalam Tahun Anggaran 1990 dan usul peningkatan pelayanan kesejahteraan para karyawan Departemen Luar Negeri.

Menimbang

:

a. bahwa besarnya sumbangan uang pesangon pensiun dan sumbangan uang duka/kematian serta sumbangan uang kelahiran sebagai bantuan Yayasan “UPAKARA” untuk kesejahteraan para karyawan Departemen Luar Negeri, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kenaikan-kenaikan biaya penghidupan dan ongkos-ongkos jasa yang naik rata-rata antara 15% -30% pada sekarang ini. b. bahwa dana Yayasan “UPAKARA” memungkinkan untuk menaikkan besarnya sumbangan termaksud di atas sebagai peningkatan pelayanan kesejahteraan para karyawan.

212

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

Mengingat

:

a. Anggaran Dasar No. 5 Tahun 1981 pasal 10 ayat 2a tentang kewenangan penentuan pokok-pokok program kerja dan pedoman pengarahan tentang usaha-usaha kegiatan Yayasan dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Bab III pasal 4 ayat 2. b. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK 3123/BU/X/31 tanggal 8-7-1981 tentang penetapan Susunan Badan Pembina Yayasan “UPAKARA” sesuai dengan Anggaran Dasar No.5 Tahun 1981.

Memperhatikan : Perkembangan dana Yayasan “UPAKARA” pada dewasa ini yang memungkinkan pelaksanaan kenaikan besarnya uang sumbangan bagi kesejahteraan karyawan. MEMUTUSKAN Menetapkan

:

Pertama

: Mencabut ketentuan besarnya jumlah uang sumbangan pesangon pension, sumbangan uang duka/kematian dan sumbangan uang kelahiran yang ditetapkan dengan keputusan-keputusan terdahulu.

Kedua

: Menaikkan besarnya sumbangan bantuan kesejahteraan karyawan, yaitu : a. uang pesangon pensiun yang semula Rp. 200.000,00 menjadi sebesar Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), b. uang duka/kematian yang sernula Rp. 200.000,00 menjadi sebesar Rp. 240 000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah). c. uang kelahiran yang semula Rp, 25.000,00 menjadi sebesar Rp. 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) untuk kelahiran tiap anak pertama dan kedua (maksimum 2 orang anak). KESEJAHTERAAN PEGAWAI

213

Ketiga

:

Pelaksanaan dan pembayaran diatur oleh Pengurus Harian Yayasan “UPAKARA” Yayasan Kesejahteraan Karyawan Departemen Luar Negeri.

Keempat

:

Keputusan ini berlaku mulai tanggal 1 Pebruari 1990. Dengan catatan, apabila kemudian terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perubahan seperlunya, Ditetapkan di : J A KARTA Pada tanggal : 30 Januari 1990 BADAN PEMBINA YAYASAN “UPAKARA” KETUA, ttd SOEWARNO DANUSUTEDJO Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri

TEMBUSAN disampaikan kepada : 1.

Yth. Bapak Menteri Luar Negeri selaku Pelindung dan Penasehat,

2.

Yth. Semua Pejabat Eselon tertinggi selaku Anggota Badan Pembina.

3.

Yth. Sdr Kepala Biro Umum Setjen selaku Sekretaris Badan Pembina.

4.

Yth. Semua Anggota Badan Pengawas.

5.

Yth. Semua Anggota Badan Pengurus/ Pengurus Harian Yayasan “UPAKARA” YAKES DEPLU.

6.

Arsip

214

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 22/PMK.05/2007 TENTANG PEMBERIAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENTERI KEUANGAN;

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil, selain gaji dan tunjangan lainnya, kepadanya diberikan uang makan; b. bahwa besaran tarif uang makan Pegawai Negeri Sipil telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02/2006 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2007; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Uang Makan bagi Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

215

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3890); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); 6. Keputusan Presiden Nomor 20 / P Tahun 2005; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02/ 2006 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2007;

216

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

MEMUTUSKAN Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, yang berada di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga. 2. Uang Makan adalah uang yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil berdasarkan tarif dan dihitung secara harian untuk keperluan makan Pegawai Negeri Sipil.

BAB II PEMBERIAN UANG MAKAN Pasal 2 1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada hari kerja yang ditetapkan diberikan uang makan. 2. Uang makan diberikan paling banyak 22 (dua puluh dua) hari kerja dalam satu bulan. 3. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan melebihi 22 (dua puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil hanya diberikan Uang Makan sebanyak 22 (dua puluh dua) hari kerja. 4. Dalam hal hari kerja dalam 1 (satu) bulan kurang dari 22 (dua puluh dua) hari kerja, kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan Uang Makan sebanyak jumlah hari kerja pada bulan berkenaan.

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

217

Pasal 3 1. Besarnya uang makan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil adalah sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per hari kerja. 2. Uang makan dibayarkan sebulan sekali pada awal bulan berikutnya. Pasal 4 Uang Makan tidak diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak hadir pada hari kerja. BAB III TATA CARA PEMBAYARAN UANG MAKAN Pasal 5 Pembayaran uang makan didasarkan pada daftar hadir Pegawai Negeri Sipil. Pasal 6 Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) untuk pembayaran Uang Makan Pegawai Negeri Sipil kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan dilampiri : a. Daftar Perhitungan Uang Makan satuan kerja berkenaan; dan b. Pernyataan tanggung jawab mutlak dari Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran. BAB IV KETENTUAN LAIN – LAIN Pasal 7 Prosedur dan tata cara permintaan serta pembayaran Uang Makan Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

218

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Februari 2007 MENTERI KEUANGAN ttd SRI MULYANI INDRAWATI Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum u.b. Kepala Bagian TU Departemen ttd Antonius Suharto NIP. 060041107

KESEJAHTERAAN PEGAWAI

219

220

III FORMASI

221

222

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk mengisi formasi yang lowong dan mendapatkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, berkualitas serta mewujudkan obyektivitas dalam pelaksanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengadaan Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

FORMASI

223

3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara nomor 3839); 4. Undang–undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1.

224

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong.

FO RMASI

2.

Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota. Pasal 2

(1) Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. (2) Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Pasal 3 Setiap Warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB II PERENCANAAN, PENGUMUMAN, PERSYARATAN, DAN PELAMARAN Pasal 4 Pejabat Pembina Kepegawaian membuat perencanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Pasal 5 (1) Lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluasluasnya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. (2) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penerimaan lamaran. (3) Dalam pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dicantumkan : FO RMASI

225

a. jumlah dan jenis jabatan yang lowong; b. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar; c. alamat dan tempat lamaran ditujukan; dan d. batas waktu pengajuan lamaran. Pasal 6 Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah : a. b. c.

d.

e. f. g. h. i.

j.

Warga Negara Indonesia; berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun; tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan; tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta; tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri; mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang diperlukan; berkelakuan baik; sehat jasmani dan rohani; bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah; dan syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan. BAB III PENYARINGAN Pasal 7

(1) Ujian penyaringan bagi pelamar yang memenuhi syarat dilaksanakan oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. (2) Tugas panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menyiapkan bahan ujian;

226

FO RMASI

b. menentukan pedoman pemeriksaan dan penilaian ujian; c. menentukan tempat dan jadwal ujian; d. menyelenggarakan ujian; e. memeriksa dan menentukan hasil ujian. (3) Materi ujian meliputi : a. Test kompetensi; b. Psikotes. Pasal 8 Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan dan mengumumkan pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan. BAB IV PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 9 Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, wajib menyerahkan kelengkapan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 10 (1) Daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara untuk mendapat nomor identitas Pegawai Negeri Sipil. (2) Dalam menyampaikan daftar pelamar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi data perorangan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Pasal 11 (1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. FO RMASI

227

(2) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. (3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran berjalan, dan penetapannya tidak boleh berlaku surut. (4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah : a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat; b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat; c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I, atau yang setingkat; d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II; e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III; f. Golongan ruang III/a bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana (S1), atau Diploma IV; g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Magister (S2), atau Ijazah Spesialis I; h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Doktor (S3), atau Ijazah Spesialis II. i. Ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri

228

FO RMASI

dan/atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau Perguruan Tinggi Swasta yang telah diakreditasi oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan. j. Ijazah yang diperoleh dari Sekolah atau Perguruan Tinggi di Luar Negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari Sekolah atau Perguruan Tinggi Negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan. Pasal 12 (1) Hak atas gaji bagi Calon Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku pada tanggal yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala kantor/satuan organisasi yang bersangkutan. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang penempatannya jauh dari tempat tinggalnya sudah dianggap nyata melaksanakan tugas sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya, yang dibuktikan dengan surat perintah perjalanan/penugasan dari pejabat yang berwenang menugaskan. Pasal 13 (1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji pokok pengangkatan pertama adalah : a. selama menjadi Pegawai Negeri Sipil, kecuali selama menjalankan cuti diluar tanggungan negara; b. selama menjadi Pejabat Negara; c. selama menjalankan tugas pemerintahan; d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara; atau e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik pemerintah. (2) Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang berbadan hukum di luar lingkungan badan-badan pemerintah yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak

FO RMASI

229

terputus-putus, diperhitungkan 1/2 (setengah) sebagai masa kerja untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyakbanyaknya 10 (sepuluh) tahun. BAB V PENGANGKATAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 14 (1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dalam jabatan dan pangkat tertentu, apabila : a. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik; b. telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil; dan c. telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan. (2) Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dinyatakan dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh Dokter Penguji Tersendiri/Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (3) Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dinyatakan dengan Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. (4) Tanggal mulai berlakunya keputusan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut. Pasal 15 Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa percobaan lebih dari 2 (dua) tahun dan telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tetapi karena sesuatu sebab belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila alasannya bukan karena kesalahan yang bersangkutan.

230

FO RMASI

Pasal 16 Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 yang diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil diberikan pangkat : a.

Juru Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/a;

b.

Juru bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang I/c;

c.

Pengatur Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/a;

d.

Pengatur Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/b;

e.

Pengatur bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang II/c.

f.

Penata Muda bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/a.

g.

Penata Muda Tingkat I bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/b.

h.

Penata bagi yang telah diangkat dalam golongan ruang III/c. Pasal 17

(1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan dinyatakan tewas. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal surat keterangan Tim Penguji Kesehatan yang bersangkutan. BAB VI PEMBERHENTIAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 18 (1) Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila : a. mengajukan permohonan berhenti;

FO RMASI

231

b. c. d. e.

tidak memenuhi syarat kesehatan; tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan; tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas; menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang dapat mengganggu lingkungan pekerjaan;

f. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat; g. pada waktu melamar dengan sengaja memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar; h. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/ tugasnya; atau i.

menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

(2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, dan e diberhentikan dengan hormat. (3) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, h, dan i diberhentikan tidak dengan hormat. (4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat. Pasal 19 Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 20 Anggaran untuk menyelenggarakan pengadaan Pegawai Negeri Sipil Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

232

FO RMASI

dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 21 Untuk mengisi lowongan formasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilakukan melalui penyaluran kelebihan Pegawai Negeri Sipil dari instansi pemerintah Pusat/Daerah yang mengalami penyederhanaan organisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 22 Untuk membangun data kepegawaian Pegawai Negeri Sipil secara nasional, Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyampaikan tembusan surat keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan surat keputusan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 24 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil Yang Tewas dan Cacat Karena Dinas, serta segala ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

FO RMASI

233

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 195 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo

234

FO RMASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

Mengingat

bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional dan bertanggung jawab, dipandang perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, dengan Peraturan Pemerintah; :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang–undang Dasar 1945; 2. Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok -pokok Kepegawian (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang– undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang–undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara

FO RMASI

235

Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembatran Negara Nomor 3848); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016); MEMUTUSKAN Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN NEGERI SIPIL. Pasal I

1. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 6 (1) Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah : a. warga negara Indonesia; 236

FO RMASI

b. berusia serendah–rendahnya 18 (dalapan belas) tahun dan setinggi–tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun : c. tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan; d. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta; e. tidak berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri; f.

mempnyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan keterampilan yang diperlukan

g. berkelakuan baik; h. sehat jasmani dan rohani; i.

bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah; dan

j.

syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.

(2) Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan bagi mereka yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara selektif.” 2. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 11 (1) Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. (2) Pengangatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. (3) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam tahun anggaran berjalan dan penetapannya tidak boleh berlaku surut. FO RMASI

237

(4) Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah : a. Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat; b. Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat; c. Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I, atau yang setingkat; d. Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/ Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II; e. Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III; f. Golongan ruang III/a bagi yang apda saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana (SI) atau Diploma IV; g. Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Magister (S2) atau ijazah lain yang setara; h. Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar serendah–rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Dokter (S3). 3. Diantara Pasal 11 dan Pasal 12, disisipkan 1 (satu) Pasal baru, yakni Pasal 11A yang berbunyi sebagai berikut : “Pasal 11A Calon Pegawai Negeri Sipil wajib melaksanakan tugas selambatlambatnya 1 (satu) bulan, setelah menerima keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.” 238

FO RMASI

4. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 13 (1) Masa kerja yang diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji pokok pengangkatan pertama adalah : a. selama menjadi Pegawai Negeri, kecuali selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara; b. selama menjadi Pejabat Negara; c. selama menjalankan tugas pemerintahan; d. selama menjalankan kewajiban untuk membela negara; atau e. selama menjadi pegawai/karyawan perusahaan milik pemerintah. (2) Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang berbadan hukum di luar lingkungan badan–badan pemerintah yang tiap–tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan tidak terputus–utus, diperhitungkan ½ (setengah) sebagai masa kerja untuk penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyak–banyaknya 8 (delapan) tahun. 5. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 17 (1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan dinyatakan tewas. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang cacat karena dinas, yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. (3) Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. FO RMASI

239

(4) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku terhitung mulai tanggal 1 (satu) pada bulan ditetapkannya surat keterangan Tim Penguji Kesehatan. 6. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “Pasal 18 (1) Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan apabila : a. b. c. d. e. f. g. h.

i. j.

mengajukan permohonan berhenti; tidak memenuhi syarat kesehatan; tidak lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan; tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas; menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang dapat menggangu lingkungan pekerjaan; dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat; pada waktu melamar dengan sengaja memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar; dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tidak pidana kejahatan atau melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/tugasnya; menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; 1 (satu) bulan setelah diterimanya keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak melapor dan melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan yang bersangkutan;

(2) Calon Pegawai Neger Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, dan j, diberhentikan dengan hormat. (3) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, dan h, diberhentikan tidak dengan hormat.

240

FO RMASI

(4) Calon Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f dan i, diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2002 SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 31

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang–Undangan II ttd Edy Sudibyo FO RMASI

241

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM Dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, antara lain diatur bahwa Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi formasi yang lowong dalam suatu organisasi pada umumnya berdasarkan kebutuhan. Bahwa untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil, maka perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Pasal 6 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, khususnya bagi mereka yang telah mengabdi kepada instansi yang menunjang kepentingan nasional sekurang–kurangnya 5 (lima) tahun, sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

242

FO RMASI

Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan penetapan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil tidak boleh berlaku surut dalam ketentuan ini adalah apabila penetapannya pada bulan yang sedang berjalan maka mulai berlakunya dalah tanggal 1 (satu) bulan berikutnya. Ayat (4) Huruf a sampai dengan huruf f Cukup jelas Huruf g Yang dimaksud dengan Ijazah lain yang setara adalah Ijazah yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang bobot untuk memperolehnya setara dengan Ijazah Dokter/ Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) yang penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional. Huruf h Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 11A Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima surat keputusan pengangkatan, segera melapor pada satuan organisasi dan melaksanakan tugasnya.

FO RMASI

243

Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Masa selama menjalankan tugas pemerintahan antara lain masa penugasan sebagai : a. Lokal Staf pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; b. Pegawai tidak tetap; c. Perangkat Desa d Pegawai/Tenaga pada Badan -badan Internasional. e. Petugas pada pemerintahan lainnya yang penghasilannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Huruf d Masa selama menjalankan kewajiban untuk membela Negera, antara lain masa sebagai : a. Prajurit wajib, dan b. Sukarelawan. Huruf e Perusahaan milik Pemerintah terdiri dari Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perusahaan yang berbadan hukum termasuk perusahaan swasta asing yang berbadan hukum. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas

244

FO RMASI

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Huruf a sampai dengan huruf f Cukup jelas Huruf g Dalam ketentuan ini yang termasuk pengertian keterangan–keterangan atau bukti–bukti yang tidak benar adalah apabila keterangan tersebut mengakibatkan kerugian pada negara atau setelah diketahui kebenarannya seharusnya tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, misalnya pada waktu melamar memberikan keterangan tidak pernah diberhentikan tidak dengan hormat, pada hal pernah dikenakan pemberhentian tersebut, dan lain sebagainya yang serupa dengan itu. Huruf h, i dan j Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Calon pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat, apabila : a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang; b. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan telah mengajukan surat permohonan berhenti secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. FO RMASI

245

Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat, apabila : a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat : b. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengajukan surat permohonan berhenti secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawian. Pasal II Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGERA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4192

246

FO RMASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan organisasi Negara, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai formasi Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

:

FO RMASI

247

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1.

Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi Negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu.

2.

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Kepolisian Negara dan Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.

3.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur.

4.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. Pasal 2

Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari : a.

Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat;

b.

Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.

248

FO RMASI

Pasal 3 (1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. (2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 4 (1) Formasi masing-masing satuan organisasi Negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan : a. jenis pekerjaan; b. sifat pekerjaan; c. analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu; d. prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan e. peralatan yang tersedia. Pasal 5 Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 6 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil dan semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

FO RMASI

249

Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd, ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 194

250

FO RMASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa dalam rangka perencanaan kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi negara, dipandang perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

:

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun FO RMASI

251

1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4015); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4263); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil diubah, sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. 252

FO RMASI

2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen. 3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur. 4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. 2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 2 (1) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2) Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional terdiri dari : a. Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat. b. Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah. 3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 3 (1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara.

FO RMASI

253

(2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/ Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, berdasarkan pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara. (3) Penetapan dan persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan usul dari : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat; dan b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 122 254

FO RMASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL I.

UMUM Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, disebutkan bahwa jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Sejalan dengan hal tersebut dan dalam rangka perencanaan kepegawaian secara nasional serta terpenuhinya jumlah dan mutu Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi Negara, sesuai dengan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan, maka formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional ditetapkan setiap tahun anggaran. Selanjutnya, berdasarkan formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut ditetapkan formasi Pegawai Negeri Sipil untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/ Kota sesuai dengan kebutuhan. Penetapan dan persetujuan penetapan Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam satu kesatuan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional tersebut didasarkan atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi, dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah ini, Pejabat Pembina Kepegawaian di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Sekretaris Negara. Pada saat ini,

FO RMASI

255

Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan dimaksud adalah Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. Sedangkan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat Struktural Eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah Pimpinan Lembaga Kesekretariatan dimaksud, misalnya Sekretariat Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pejabat Pembina Kepegawaiannya adalah Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil secara nasional yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dalam satu tahun anggaran yang penetapannya dilakukan dengan memperhatikan kemampuan anggaran yang tersedia. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil di luar negeri, juga memperhatikan pertimbangan Menteri Luar Negeri.

256

FO RMASI

Ayat (2) Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah Daerah bagi : a. Propinsi ditetapkan oleh Gubernur; b. Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan c. Kota ditetapkan oleh Walikota. Ayat (3) Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat yang bersangkutan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Usul pengajuan Formasi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan disampaikan oleh Sekretaris Negara kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Usul pengajuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara melalui Gubernur selaku wakil Pemerintah. Gubernur dalam mengajukan usul formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah dibuat secara kolektif dengan merinci jumlah formasi yang dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan masing-masing Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di lingkungan Propinsi yang bersangkutan sesuai dengan yang

FO RMASI

257

diusulkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, Gubernur tidak dapat mengubah jumlah usul formasi yang diajukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota. Pasal II Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4332

258

FO RMASI

IV PENGANGKATAN

259

260

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

a. bahwa sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan tertentu; b. bahwa dalam rangka perencanaan, pengembangan dan pembinaan karir serta peningkatan mutu kepemimpinan dalam jabatan struktural, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural dalam Peraturan Pemerintah.

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); PENGANGKATAN

261

4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 165); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.

262

PENGANGKATAN

2. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. 3. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural. 4. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota. 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. 6. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur. 7. Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota adalah Bupati/ Walikota. 8. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mengnagkat, memindahkan dan/atau memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Pola karier adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. BAB II JABATAN STRUKTURAL DAN ESELON Pasal 2 (1) Jabatan Struktural Eselon I pada Instansi Pusat ditetapkan oleh Presiden atas usul Pimpinan Instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

PENGANGKATAN

263

(2) Jabatan Struktural Eselon II ke bawah pada Instansi Pusat ditetapkan oleh Pimpinan Instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. (3) Jabatan Struktural Eselon I ke bawah di Propinsi dan Jabatan Struktural Eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 (1) Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang pangkat untuk setiap eselon adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. (2) Penetapan eselon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung jawab dan wewenang. BAB III PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN STRUKTURAL Pasal 4 (1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural, wajib dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan pejabat yang berwenang. Pasal 5 Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah : a. berstatus Pegawai Negeri Sipil; c. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan; d. semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; e. memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan f. sehat jasmani dan rohani. 264

PENGANGKATAN

Pasal 6 Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan dan pengalaman yang dimiliki. Pasal 7 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural, wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak yang bersangkutan dilantik. Pasal 8 Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Pasal 9 (1) Untuk kepentingan dinas dan dalam rangka memperluas pengalaman, kemampuan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, diselenggarakan perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah kerja. (2) Secara normal perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah kerja dapat dilakukan dalam waktu antara 2 (dua) sampai 5 (lima) tahun sejak seseorang diangkat dalam jabatan struktural. (3) Biaya pindah dan penyediaan perumahan sebagai akibat perpindahan wilayah kerja, dibebankan kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 10 Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena : a. mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya; b. mencapai batas usia pensiun; c. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil; d. diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional;

PENGANGKATAN

265

e. cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan; f. tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; g. adanya perampingan organisasi pemerintah; h. tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani; atau i. hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 11 Ketentuan penilaian mengenai pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. BAB IV POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 12 (1) Untuk menjamin kepastian arah pengembangan karier, ditetapkan pada dasar karier dengan Keputusan Presiden. (2) Setiap pimpinan instansi menetapkan pola karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya berdasarkan pola dasar karier Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB V PENILAIAN DAN PERTIMBANGAN PENGANGKATAN DALAM JABATAN Pasal 13 Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I pada Instansi Pusat ditetapkan oleh Presiden atas usul Pimpinan Instansi dan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Pasal 14 (1) Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan 266

PENGANGKATAN

dari Jabatan Struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat. (2) Baperjakat terdiri dari : a. Baperjakat Instansi Pusat; b. Baperjakat Instansi Daerah Propinsi; c. Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota. (3) Pembentukan Baperjakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat untuk Instansi Pusat; b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi untuk Instansi Daerah Propinsi; c. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota untuk Instansi Daerah Kabupaten/Kota. (4) Tugas pokok Baperjakat Instansi Pusat dan Baperjakat Instansi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah. (5) Disamping tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Baperjakat bertugas pula memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang dalam pemberian kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Struktural Eselon I dan Eselon II. Pasal 15 (1) Susunan keanggotaan Baperjakat terdiri dari : a. seorang Ketua, merangkap Anggota; b. paling banyak 6 (enam) orang anggota; dan c. seorang Sekretaris. (2) Untuk menjamin obyektivitas dan kepastian dalam pengambilan keputusan, anggota Baperjakat ditetapkan dalam jumlah ganjil.

PENGANGKATAN

267

Pasal 16 (1) Ketua dan Sekretaris Baperjakat Instansi Pusat adalah Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota Pejabat Eselon I lainnya. (2) Bagi Instansi Pusat yang hanya terdapat 1 (satu) Pejabat Eselon I, Ketua dan Sekretaris Baperjakat adalah Pejabat Eselon II dan Pejabat Eselon III yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota Pejabat Eselon II lainnya. (3) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Propinsi adalah Sekretaris Daerah Propinsi, dengan anggota para Pejabat Eselon II dan Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian. (4) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, dengan anggota para Pejabat Eselon III dan Sekretaris secara fungsional dijabat oleh pejabat yang bertanggungjawab di bidang kepegawaian. (5) Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya. BAB VI TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL Pasal 17 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural, diberikan tunjangan jabatan struktural. (2) Tunjangan jabatan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sejak pelantikan. (3) Tunjangan jabatan struktural ditetapkan dengan Keputusan Presiden. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 (1) Untuk pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara nasional Badan Kepegawaian Negara menyusun informasi jabatan struktural. 268

PENGANGKATAN

(2) Informasi jabatan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat formasi jabatan, lowongan jabatan dan spesifikasi jabatan struktural. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, apabila belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan jabatan yang ditentukan, selambatlambatnya 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, harus mengikuti pendidikan dan pelatihan jabatan yang ditentukan. Pasal 20 (1) Jabatan struktural Eselon V yang masih ada pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang belum diubah/diganti dengan ketentuan yang baru. (2) Perubahan/penggantian Jabatan Struktural Eselon V sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan paling lambat sampai dengan akhir bulan Desember 2001. Pasal 21 Sebelum Komisi Kepegawaian Negara dibentuk, pertimbangan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural Eselon I dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.

PENGANGKATAN

269

Pasal 23 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3546), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3775), dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 OMOR 197

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo

270

PENGANGKATAN

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 100 Tahun 2000 Tanggal : 10 Nopember 2000 ESELON DAN JENJANG PANGKAT JABATAN STRUKTURAL Jenjang Pangkat, Golongan / Ruang Eselon

Ia Ib II a II b III a III b IV a IV b

Tertinggi Pangkat

Gol / Ruang

Pangkat

Gol / Ruang

Pembina Utama Madya Pembina Utama Muda Pembina Utama Muda Pembina Tingkat I Pembina Penata Tingkat I Penata Penata Muda Tingkat I

IV / d IV / c IV / c IV / b IV / a III / d III / c III / b

Pembina Utama Pembina Utama Pembina Utama Madya Pembina Utama Muda Pembina Tingkat I Pembina Penata Tingkat I Penata

IV / e IV / e IV / d IV / c IV / b IV / a III / d III / c

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd ABDURRAHMAN WAHID Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo

PENGANGKATAN

271

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL I. UMUM Dalam era globalisasi yang sarat dengan tantangan, persaingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan, tidak ada alternatif lain kecuali peningkatan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keunggulan kompetitif dan memegang teguh etika birokrasi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan dan keinginan masyarakat. Untuk menciptakan sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana simaksud di atas, maka dipandang perlu menetapkan kembali norma pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural secara sistematik dan terukur mampu menampilkan sosok pejabat struktural yang profesional sekaligus berfungsi sebagai pemersatu serta perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap memperhatikan perkembangan dan intensitas tuntutan keterbukaan, demokratisasi, perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Untuk mencapai obyektivitas dan keadilan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini juga menerapkan nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan penetapan persyaratan jabatan yang terukur bagi Pegawai Negeri Sipil. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas

272

PENGANGKATAN

Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Penetapan jenjang pangkat untuk masing-masing eselon adalah merupakan tindak lanjut dari prinsip pembinaan karier dalam jabatan struktural, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural pangkatnya harus sesuai dengan pangkat yang ditentukan untuk jabatannya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan : - Bobot tugas adalah nilai suatu tugas yang antara lain ditentukan atas dasar berat ringannya beban tugas, luasnya lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang dan dampak yang ditimbulkan. - Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan tepat pada waktunya serta berani menanggung resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. - Wewenang adalah keabsahan tindakan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural agar dapat menentukan tata cara dan tindakan yang perlu diambil dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas pekerjaannya. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas PENGANGKATAN

273

Ayat (2) Pelantikan Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan struktural dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan pengangkatannnya. Pasal 5 Huruf a Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural karena Calon Pegawai Negeri Sipil tersebut masih dalam masa percobaan dan kepadanya belum diberikan pangkat, sedangkan untuk menduduki jabatan struktural antara lain disyaratkan pangkat sesuai dengan sebelumnya. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Huruf f Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas

274

PENGANGKATAN

Pasal 8 Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, sudah selayaknya dilarang adanya rangkapan jabatan, baik antara jabatan struktural dengan jabatan struktural atau antara jabatan struktural dengan jabatan fungsional. Pasal 9 Ayat (1) Perpindahan wilayah kerja dalam ketentuan ini dimungkinkan untuk perpindahan wilayah kerja pejabat struktural Eselon III ke atas, yaitu perpindahan antara Kabupaten/Kota, perpindahan dari Kabupaten Kota ke Propinsi, atau sebaliknya, perpindahan dari Kabupaten/ Kota/Propinsi ke Instansi Pusat atau sebaliknya, perpindahan antar Instansi dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Biaya pindah dan penyediaan perumahan hanya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dipindahkan karena dinas. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Pola dasar karier adalah pedoman yang memuat teknik dan metode penyusunan pola karier dengan menggunakan unsur-unsur antara lain pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan, usia, masa kerja, pangkat, golongan ruang dan tingkat jabatan. PENGANGKATAN

275

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Perpanjangan batas usia pensiun dalam ayat ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 Ayat (1) sampai dengan Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) sampai dengan Ayat (5) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) sampai dengan Ayat (2) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas

276

PENGANGKATAN

Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4018

PENGANGKATAN

277

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

bahwa dalam rangka pengembangan dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negari Sipil Dalam Jabatan Struktural dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang–Undang Dasar 1945. 2. Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041, sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Nomor 43 Tahun 1999 lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890. 3. Undang–undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih

278

PENGANGKATAN

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lebaran Negara tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 165); 7. Peraturan pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negera 4014); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2002 (lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32, tambahan lembaran Negara Nomor 4193); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 197, tambahan Lembaran Negara Nomor 4018); MEMUTUSKAN : Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL. PENGANGKATAN

279

Pasal 1 beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 3 (1) Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang pangkat untuk setiap eselon adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. (2) Penetapan eselon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung jawab, dan wewenang. (3) Penempatan eselon V dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan yang berlaku. (4) Penetapan eselon V sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan dengan memperhatikan : a. b. c. d.

kebutuhan, organisasi; rentang kendali; kondisi, geografis; karakteristik tugas pokok dan fungsi jabatan yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat;

(5) Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 (1) Ketua dan Sekretaris Baperjakat Instansi Pusat adalah pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota pejabat eselon I lainnya. (2) Bagi instansi Pusat yang hanya terdapat 1 (satu) pejabat eselon I, Ketua dan Sekretaris Baperjakat adalah pejabat eselon II dan pejabat eselon III yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian dengan anggota pejabat eselon II. 280

PENGANGKATAN

(3) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Propinsi adalah Sekretaris Daerah Propinsi dengan anggota para pejabat eselon II dan Sekretaris dijabat oleh pejabat eselon II yang membidangi kepegawaian. (4) Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten Kota adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kota dengan anggota para pejabat eselon II, dan Sekretaris dijabat oleh pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian (5) Masa keanggotaan Baperjakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya. 2. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 7 (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. (2) Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan kompetensi jabatan struktural tertentu, dapat diberikan sertifikat sesuatu dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi pembina dan instansi pengendali serta dianggap telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang dipersyaratkan dan pelatihan kepemimpinan yang dipersyaratkan untuk jabatan tersebut : 3. Diantara Pasal 7 dan Pasal 8, disisipkan 1 (satu) Pasal huruf yaitu Pasal 7 A, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 7A Pengawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang–kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan atau masih didudukinya kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang menjadi wewenang Presiden. PENGANGKATAN

281

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negera Republik Indonesia. Pasal 11 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2002 PERESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 April 2002 SEKRETARIAT NEGARA, REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR AA Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Undang – Undang II ttd Edy Sudibyo 282

PENGANGKATAN

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 tahun 2002 TANGGAL : 17 April 2002

1

Ia

Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang Terendah Tertinggi Gol/ Pangkat Pangkat Ruang Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama

2

Ib

Pembina Utama Muda

IV/c

Pembina Utama

IV/a

3

IIa

Pembina Utama Muda

IV/c

Pembina Utama Madya

IV/d

4

IIb

Pembina Tingkat I

IV/b

Pembina Utama Muda

IV/c

5

IIIa

Pembina

IV/a

Pembina Tingkat I

IV/b

6

IIIb

Penata Tingkat I

III/d

Pembina

IV/a

7

IVa

Penata

III/c

Penata Tingkat I

IV/d

8

IVb

Penata Muda Tingkat I

III/b

Penata

IV/c

9

Va

Penata Muda

III/a

Penata Muda Tingkat I

IV/b

No

Eselon

Gol/ Ruang IV/a

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang–undangan II ttd Edy Sudibyo

PENGANGKATAN

283

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan sebagian tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, terdapat pejabat instansi pemerintah mengangkat tenaga tertentu sebagai tenaga honorer; b. bahwa tenaga honorer yang telah lama bekerja dan atau tenaganya sangat dibutuhkan oleh Pemerintah dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini, dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf a dan b, dipandang perlu mengatur ketentuan mengenai pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, 284

PENGANGKATAN

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);

PENGANGKATAN

285

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundangundangan. 3. Instansi adalah instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Pasal 2 Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah. Pasal 3 (1) Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai : a. Tenaga guru; b. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan; c. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan peternakan; dan d. Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah. (2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut : 286

PENGANGKATAN

a. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara terus menerus. b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus. c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun dan mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus. d. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus menerus. Pasal 4 (1) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, dilakukan melalui seleksi administrasi, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi. (2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, selain melalui seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik, dan pelaksanaannya terpisah dari pelamar umum. (3) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 pada prinsipnya memprioritaskan tenaga honorer yang berusia paling tinggi dan/atau mempunyai masa kerja lebih banyak. Pasal 5 (1) Tenaga dokter yang telah selesai atau sedang melaksanakan tugas sebagai Pegawai Tidak Tetap atau sebagai tenaga honorer pada unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil setelah melalui seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tanpa memperhatikan masa kerja sebagai tenaga honorer, dengan ketentuan : PENGANGKATAN

287

a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun; b. bersedia bekerja pada unit pelayanan kesehatan di daerah terpencil, sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. (2) Daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur/Bupati yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan. Pasal 6 (1) Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dilakukan bertahap mulai Tahun Anggaran 2005 dan paling lambat selesai Tahun Anggaran 2009, dengan prioritas tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Dalam hal tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pasal 7 Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan secara objektif dan transparan. Pasal 8 Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 (1) Untuk pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dibentuk Tim Koordinasi Tingkat Nasional dan Tim Tingkat Instansi. 288

PENGANGKATAN

(2) Tim Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. (3) Tim Tingkat Instansi ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan. (4) Untuk pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil tingkat instansi daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pasal 10 (1) Penyiapan materi pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik dibuat oleh Tim Koordinasi Tingkat Nasional. (2) Penggandaan materi pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengolahan hasil pengisian/jawaban dilakukan oleh : a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat bagi tenaga honorer pada Instansi Pusat; b. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi bagi tenaga honorer pada Instansi Daerah Provinsi; dan c. Gubernur bagi tenaga honorer pada Instansi Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya. Pasal 11 Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2009 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 12 (1) Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini akan diadakan evaluasi setiap tahun. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Presiden.

PENGANGKATAN

289

Pasal 13 Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 14 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Nopember 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Nopember 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 122

290

PENGANGKATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. UMUM Untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, baik pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah, sebagian dilakukan oleh tenaga honorer. Di antara tenaga honorer tersebut ada yang telah lama bekerja kepada pemerintah dan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah. Mengingat masa bekerja mereka sudah lama dan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh pemerintah, dalam kenyataannya sebagian tenaga honorer tersebut telah berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka bagi mereka perlu diberikan perlakuan secara khusus dalam pengangkatan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan Peraturan Pemerintah ini, bagi tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan telah bekerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih, dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, setelah melalui seleksi administratif, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi. Selanjutnya bagi tenaga honorer yang telah bekerja kurang dari 20 (dua puluh) tahun, pengangkatannya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil selain melalui seleksi administratif, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi, mereka juga diwajibkan mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik antar sesama tenaga honorer yang pelaksanaannya dilakukan terpisah dari pelamar umum yang bukan tenaga honorer, dengan pengelompokan sebagai berikut :

PENGANGKATAN

291

a. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan bekerja selama 10 (sepuluh) tahun sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus; b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun dan bekerja selama 5 (lima) tahun sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus; c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun dan bekerja selama 1 (satu) tahun sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus menerus. Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan khusus dan mengecualikan beberapa Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dapat dilakukan apabila tenaga honorer tersebut memenuhi syarat yang ditentukan, baik syarat administratif maupun syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundangundangan lainnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditentukan prioritas jenis tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Demikian juga urutan prioritas usia dan masa bekerja sebagai tenaga honorer yang akan menjadi pertimbangan dalam pengangkatannya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Tenaga honorer atau yang sejenis yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini termasuk guru bantu, guru honorer, guru wiyata bhakti, pegawai honorer, pegawai kontrak, pegawai tidak tetap, dan lain-lain yang sejenis dengan itu. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. 292

PENGANGKATAN

Pasal 3 Ayat (1) Tenaga honorer yang ditentukan dalam ayat ini menunjukkan prioritas jenis tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud dengan tenaga teknis lainnya pada huruf d dalam ayat ini adalah tenaga teknis yang bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan tugas pokok instansi dan bukan tenaga teknis administratif. Ayat (2) Penentuan batas usia dihitung sampai dengan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Penentuan jumlah dan batas masa kerja dihitung mulai sejak pengangkatan sebagai tenaga honorer sampai dengan 1 Desember 2005. Dengan demikian jumlah dan batas masa kerja untuk tahun berikutnya ditambah1 (satu) tahun, dan seterusnya, apabila berlakunya pengangkatan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil setiap tanggal 1 Desember tahun anggaran yang berjalan. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan : a. Disiplin dan integritas adalah bahwa selama menjadi tenaga honorer melakukan tugasnya dengan baik dan disiplin serta mempunyai integritas tinggi yang dibuktikan dengan surat pernyataan oleh atasan langsungnya serta disahkan kebenarannya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk sekurang-kurangnya pejabat struktural eselon II. b. Kesehatan adalah tenaga honorer tersebut sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter. Tenaga honorer penyandang cacat tidak berarti yang bersangkutan tidak sehat jasmani dan

PENGANGKATAN

293

rohani. Apabila dokter menyatakan bahwa yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani, dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sepanjang memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah ini dan dapat melaksanakan tugas jabatan yang akan dibebankan kepadanya. c. Kompetensi adalah bahwa tenaga honorer tersebut mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, atau keterampilan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Ayat (2) Bagi tenaga honorer berdasarkan ketentuan pada ayat ini, disamping dilakukan seleksi administratif, diwajibkan juga mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/ kepemerintahan yang baik, dan pelaksanaannya terpisah dengan pelamar umum yang bukan tenaga honorer. Ayat (3) Tenaga honorer yang berusia lebih tinggi dan/atau mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang berusia sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak. Pasal 5 Ayat (1) Unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dalam hal jumlah tenaga dokter yang akan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil lebih banyak dari jumlah formasi yang lowong, maka prioritas pengangkatan dilakukan terhadap mereka yang memiliki usia yang paling tinggi. Dalam hal terdapat beberapa tenaga dokter yang berusia sama, maka 294

PENGANGKATAN

diprioritaskan untuk mengangkat yang mempunyai masa kerja lebih banyak sebagai Pegawai Tidak Tetap atau sebagai tenaga honorer. Penentuan batas usia tertinggi dihitung sampai dengan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Pentahapan ini disesuaikan dengan jumlah lowongan formasi yang ditetapkan Pemerintah dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Yang dimaksud dengan : a. Objektif adalah bahwa persyaratan pengangkatan tenaga honorer dan tenaga dokter dilakukan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. b. Transparan adalah bahwa nama tenaga honorer, tenaga dokter dan persyaratan pengangkatan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara terbuka dan diumumkan melalui media yang tersedia oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan, sehingga dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. PENGANGKATAN

295

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Materi pertanyaan yang disiapkan oleh Tim Koordinasi Tingkat Nasional dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman tenaga honorer mengenai tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik, digunakan sebagai bahan dalam melakukan pembinaan selanjutnya setelah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Materi pertanyaan tersebut bukan merupakan ujian penyaringan untuk penentuan kelulusan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas.

296

PENGANGKATAN

Pasal 14 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4561

PENGANGKATAN

297

WAKIL PRESIDEN REPUBLK INDONESIA Jakarta, 5 Pebruari 2000. Nomor Sifat Lampiran Perihal

: B-01/Wk.Pres/Set/ll/2000 : Penting/segera : 1. : Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam 2. dan dari Jabatan Struktural 3. Eselon 4.

Kepada Yth,

Para Menteri Kabinet Persatuan Nasional Jaksa Agung Sekretaris Negara Para Pimpinan Lembaga Non Departemen 5. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara 6. Para Gubernur diTempat.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Udang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian menentukan bahwa untuk membantu Presiden dalam mempertimbangkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat dalam dan dari jabatan tertentu yang menjadi wewenang Presiden, akan dibentuk Komisi Kepegawaian Negara. Mengingat Komisi sebagaimana dimaksud belum terbentuk, dan untuk tetap menjaga objektivitas penilaian terhadap usul pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat tersebut, dengan Keputusan Presiden Nomor 162 Tahun 1999 Presiden telah membentuk Tim Penilai Akhir Pengangkatan. Pemindahan dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I. Tim tersebut diketuai Wakil Presiden Republik Indonesia dan bertugas melakukan penilaian akhir terhadap usul-usul pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari atau dalam jabatan eselon I yang diajukan. 298

PENGANGKATAN

Berkenaan dengan itu, dan dalam rangka tercapainya objektivitas penilaian, bersama ini kami harapkan perhatian Saudara atas hal-hal sebagai berikut : 1. Usul pengisian jabatan eselon I diajukan kepada Presiden, dengan tembusan masing-masing kepada Wakil Presiden selaku Ketua Tim Penilai Akhir melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara selaku Sekretaris Tim 2. Untuk pengisian setiap Jabatan eselon 1, hendaknya diajukan 3 (tiga) orang calon yang masing-masing memenuhi persyaratan umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawal Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dan persyaratan kepangkatan sebagaimana ditentukan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tersebut, serta persyaratan pendidikan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. 3. Usul pengangkatan disertai dengan riwayat hidup, yang antara lain juga memuat riwayat kepangkatan, Jabatan dan pengalaman tugas setiap calon. Demikian untuk dimaklumi dan diindahkan. Atas perhatian Saudara kami sampaikan terima kasih. Wakil Presiden Republik Indonesia selaku, Ketua Tim Panitia Akhir Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI PENGANGKATAN

299

BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Jln. Let. Jend. Sutoyo No. 12 Telp. 8010321-8093008, Fax. 8090421 Jakarta Timur 136-10 Nomor Sifat Lampiran Perihal

: : : :

K-26-25/V.7-46/99 Penting 1 (satu) lembar Tatacara pengangkatan PNS sebagai “PelaksanaTugas”

Jakarta, 12 Mei 1993 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen; 2. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; 3. Jaksa Agung; 4. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara; 5. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. di Tempat

1. Sebagaimana diketahui Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural; 2. Sebagai petunjuk pelaksanaan peraturan tersebut di atas telah dikeluarkan Keputusan Kepala BAKN Nomor 05 Tahun 1995 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural dan Keputusan Bersama Kepala BAKN-Ketua LAN-Dirjen Anggaran Nomor : 35 Tahun 1996-513/IX/6/8/1996KEP -30/A/0696 tanggal 25 Juni 1996 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Diangkat Dalam Jabatan Struktural Belum Memenuhi Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994;

300

PENGANGKATAN

3. Menyadari kenyataan bahwa kemungkinan di lingkungan instansi Saudara benar-benar tidak terdapat PNS yang memenuhi syarat sebagaimana tersebut di atas, maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas dapat diangkat “Pelaksana Tugas” dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penetapannya tidak perlu dengan surat keputusan pengangkatan dalam jabatan, melainkan cukup dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang karena yang bersangkutan masih melaksanakan tugas jabatannya (contoh terlampir); b. “Pelaksana Tugas” tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, oleh karena itu dalam surat perintah tidak perlu dicantumkan besarnya tunjangan jabatan; c. Pengangkatan “Pelaksana Tugas” tidak boleh menyebabkan lepasnya jabatan definitif pegawai negeri sipil yang diangkat, dan tunjangannya tetap dibayar sebesar yang diterima sebelumnya; d. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural hanya dapat diangkat sebagai “Pelaksana Tugas” dalam jabatan struktural yang sama atau setingkat lebih” tinggi di lingkungan kerjanya; e. Pegawai Negeri Sipil yang tidak menduduki jabatan Struktural hanya dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas dalam jabatan eselon V; f. Pengangkatan “Pelaksana Tugas” tidak perlu dengan pelantikan, karena yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan secara definitif dalam tugas jabatan yang harus dilaksanakan, seperti pembuatan DP-3, penetapan surat keputusan, penjatuhan hukuman disiplin, dan sebagainya; 4. Demikian untuk menjadikan maklum dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd SOENARKO PENGANGKATAN

301

Tembusan : 1. Semua Kepala Biro Kepegawaian Departemen; 2. Kepala Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung; 3. Semua Kepala Biro Kepegawaian Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; 4. Semua Kepala Biro Kepegawaian/Kepala Bagian Kepegawaian Lembaga Pemerintah Non Departemen; 5. Semua Kepala Biro Kepegawaian Sekretariat Wilayah Daerah Tingkat I; 6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II; 7. Semua Kepala Kantor Wilayah Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

302

PENGANGKATAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/KP/VIII/2000/01 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR SP/1010/PD/X /1971 TAHUN 1971 TENTANG PENEMPATAN PEGAWAI-PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI BUKAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Dl LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

a. bahwa dalam rangka meningkatkan dukungan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Perwakilan RI di luar negeri, perlu memberdayakan secara optimal pengalaman, kemampuan dan keterampilan Pegawai Departemen Luar Negeri; b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/1010/PD/X/1971 Tahuri 1971 tentang penempatan Pegawai pegawai Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri di Luar Negeri, perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar

PENGANGKATAN

303

Negeri RI tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/ 1010/PD/X/1971 Tahun 1971 tentang Penempatan Pegawai-pegawai Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri di Luar Negeri Mengingat

:

1. Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 1999; 2. Undang-undang RI Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri; 3. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok, Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2000; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.00705/OR/VII/81/01 Tahun 1931 tentang Tata Kerja Umum Perwakilan RI di Luar Negeri : 6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 203/OR/III/83/01 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 141/OT/VI/98/01 Tahun 1990; 7. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 69/OR/VI/87/01 Tahun 1987 tentang Susunan Organisasi Perwakilan RI dl Luar Negeri;

304

PENGANGKATAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR SP/1010/PD/X/ 1971 TAHUN 1971 TENTANG PENEMPATAN PEGAWAI-PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI BUKAN PEJABAT DINAS LUAR NEGERI DI LUAR NEGERI, Pasal 1

Beberapa ketentuan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/ 10107PD/X/1971 Tahun 1971 tentang Penempatan Pagawaipegawai Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri di Luar Negeri, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/1138/PD/X/ 1974 Tahun 1974, diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 Pada Perwakilan RI di luar negeri dapat ditugaskan Pegawai Departemen Luar Negeri sebagai Staf Teknis tanpa gelar diplomatik yang selanjutnya disebut Staf Teknis. 2. Ketentuan Pasal 2 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 2 (1) Staf sebagaimana drmaksud dalam Pasal 1 adalah mereka yang; a. Berpendidikan sekurang-kurangnya setingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) atau yang sederajat; b. Telah bekerja pada Departemen Luar Negeri sekurangkurangnya 15 (lima belas) tahun secara terus menerus; c. Prioritas diberikan bagi mereka yang lulus saringan dan memiliki masa dinas lebih lama dan apabila ada PENGANGKATAN

305

keterbatasan daya tampung pendidikan maka prioritas disusun atas dasar lamanya masa kerja; d. Telah menduduki pangkat Pengatur ruang golongan Il/c; e. Mempunyai Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) selama 2 (dua) tahun terakhir dengan nilai rata-rata baik; dan diusulkan oleh pimpinan Eselon II yang bersangkutan; f. Berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan setinggi-tingginya 52 (lima puluh dua) tahun dan berada dalam keadaan sehat jasmani serta rohani dengan dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan g. Apabila didalam satu unit terdapat staf yang memenuhi persyaratan namun belum diusulkan unitnya, Biro Kepegawaian berkewajiban mengingatkan unit tersebut. (2) Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan : a. Bahasa Inggris; b. Pengoperasian Komputer, dan c.

Pengetahuan Dasar Administrasi Umum dan Administrasi Keuangan Perwakilan, yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri.

3. Ketentuan Pasal 1 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 3 Penugasan pegawai yang dimaksud dalam Pasal 1 pada Pewakilan RI di luar negeri hanya 1 (satu) kali untuk paling lama 3 (tiga) tahun. 4. Ketentuan Pasal 4 menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 4 Staf Teknis yang ditugaskan pada Perwakilan RI di luar negeri diberikan hak-hak sebagai berikut : a. Tunjangan Pokok Luar Negeri yang terdiri dari :

306

1. Golongan III/d keatas

Angka Pokok 55

2. Golongan III/c

Angka Pokok 52

PENGANGKATAN

3. Golongan III/a

dan

III/b Angka Pokok 50

4. Golongan II/c

dan

II/d Angka Pokok 48

b. Tunjangan keluarga hanya untuk istri/suami dan anak yang belum berumur 16 tahun dan belum menikah, sebanyakbanyaknya 2 (dua) orang dan tidak mempunyai penghasilan sendiri sesuai ketentuan yang berlaku; c. Tunjangan sewa rumah dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku; d. Biaya restitusi pengobatan dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan Pasal 4a, sebagai berikut: 5. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan Pasal 4a, sebagai berikut : Pasal 4a Selain hak-hak yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Staf Teknis tidak diberikan tunjangan lain. 6. Setelah Pasal 4a disisipkan Pasal 4b, sebagai berikut : Pasal 4b Biaya Perjalanan dan Barang Pindahan ditanggung oleh negara sesuai ketentuan yang berlaku, 7. Setelah Pasal 4b disisipkan Pasal 4c, sebagai berikut: Pasal 4c Bagi mereka yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 di atas, dan telah memiliki keterampilan seperti : a. Mengajar (SD/SMP/SMU); dan atau b. Penguasaan Seni Budaya; dan atau c. Audio Visual, dan atau d. Mengemudikan kendaraan roda empat; dan atau

PENGANGKATAN

307

e. Menguasai bahasa negara setempat dibuktikan dengan Sertifikat/Surat Keterangan dari lembaga pendidikan tertentu. diberi prioritas penugasan. Pasal 11 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Agustus 2000 MENTERI LUAR NEGERI RI ttd Dr. ALWI SHIHAB

308

PENGANGKATAN

Jakarta,

Agustus 1979

Nomor : 6314/79/12 Lampiran : Perihal : Kuasa Usaha Sementara Kepada Yth, Semua Kepala Perwakilan Repubiik Indonesia di Luar Negeri Sehubungan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai pejabat yang dapat memimpin suatu Perwakilan selama Kepala Perwakilan tidak ada di tempat karena bepergian keluar daerah jabatannya ataupun karena beberapa hal berhalangan menjalankan tugasnya, bersama ini kami merasa perlu menegaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Yang dapat memimpin Perwakilan RI sebagai Kuasa Usaha Sementara adalah pejabat Departemen Luar Negeri yang berstatus Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) dengan gelar tertinggi di Perwakilan. 2. Apabila di Perwakilan ada dua pejabat yang mempunyai jabatan Kuasa Usaha Sementara ialah pejabat yang lebih dahulu preseance-nya (lebih dahulu/lebih lama di tempat). 3. Ketentuan ini berlaku baik di Perwakilan tingkat Kedutaan Besar, Konsulat Jenderal/Konsulat ataupun di Perutusan Tetap RI di PBB. 4. Sekiranya ada hal-hal yang tidak dapat diatur menurut ketentuan diatas akan diputuskan oleh Pusat. Demikian agar ketentuan di atas di perhatikan dan di laksanakan dengan sebaik-baiknya. A.n. MENTERI LUAR NEGERI Sekretaris Jenderal ttd B. S. A R I F I N NIP. 02000077O

PENGANGKATAN

309

Tindasan disamparkan kepada: 1. 2. 3. 4.

Yth. Menteri Luar Negeri (sebagai laporan) Yth. Sekretariat Negara Yth. Sekretariat Kabinet Semua Departemen.

310

PENGANGKATAN

V PEMBERHENTIAN

311

312

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, dipandang tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : PEMBERHENTIAN

313

a. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil; b. Pemberhentian dari Jabatan Negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi negara, tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil; c. Hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang di luar kemauan dan kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia; d. Batas usia pensiun adalah batas usia Pegawai Negeri Sipil harus diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. BAB II PEMBERHENTIAN Bagian Pertama Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri Pasal 2 1. Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 2. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila ada kepentingan dinas yang mendesak. 3. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedua Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun Pasal 3 1. Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

314

PEMBERHENTIAN

2. Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 56 (lima puluh enam) tahun. Pasal 4 1. Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu. 2. Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sampai dengan : a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan : 1. Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian; 2. Guru Besar, Lektor Kepala, Lektor yang ditugaskan secara penuh pada perguruan tinggi; 3. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan : 1. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung; 2. Jaksa Agung; 3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; 4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; 5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, dan Kepala Badan di Departemen; 6. Eselon I dalam jabatan struktural yang tidak termasuk dalam angka 2, 3 dan 4. 7. Eselon II dalam jabatan struktural; 9. Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Pengawas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; 10. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; 11. Penilik Taman Kanak-kanak, Penilik Sekolah Dasar, dan Penilik Pendidikan Agama; PEMBERHENTIAN

315

12. Guru yang ditugaskan secara penuh pada Sekolah Dasar; 13. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan : 1. Hakim pada Mahkamah Pelayaran; 2. Hakim pada Pengadilan Tinggi; 3. Hakim pada Pengadilan Negeri; 4. Hakim Agama pada Pengadilan Agama Tingkat Banding; 5. Hakim Agama pada Pengadilan Agama; 6. Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. Pasal 5 Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, diberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan 1 (satu) tahun sebelum ia mencapai batas usia pensiun tersebut. Bagian Ketiga Pemberhentian Karena Adanya Penyederhanaan Organisasi Pasal 6 Apabila ada penyederhaan suatu satuan organisasi negara yang mengakibatkan adanya kelebihan Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan kepada satuan organisasi lainnya. Pasal 7 Apabila penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak mungkin dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari Jabatan Negeri dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

316

PEMBERHENTIAN

Bagian Keempat Pemberhentian Karena Melakukan Pelanggaran/Tindak Penyelewengan Pasal 8 Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena : a. melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan Negeri atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; atau b. dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam dengan pidana yang lebih berat. Pasal 9 Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena : a. melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau b. melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 10 Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila ternyata melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945 atau teRIibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau Pemerintah.

PEMBERHENTIAN

317

Bagian Kelima Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Atau Rohani Pasal 11 Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila berdasarkan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan dinyatakan a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena kesehatannya; atau b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan atau lingkungan kerjanya; atau c. setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali. Bagian Keenam Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas Pasal 12 1. Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga. 2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dalam waktu kurang dari 6 (enam) bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, dapat : a. ditugaskan kembali apabila ketidakhadirannya itu karena ada alasan-alasan yang dapat diterima; atau b. diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil, apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja, jika ia ditugaskan kembali. 3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus meninggalkan tugasnya secara tidak sah, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

318

PEMBERHENTIAN

Bagian Ketujuh Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang Pasal 13 Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 14 1. Pegawai Negeri Sipil yang hilang, dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan ke 12 (dua belas) sejak ia dinyatakan hilang. 2. Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat oleh pejabat yang berwenang berdasarkan surat keterangan atau berita acara dari pejabat yang berwajib. 3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang kemudian diketemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan gajinya dibayar penuh terhitung sejak dianggap meninggal dunia dengan memperhitungkan hak-hak kepegawaian yang telah diterima oleh keluarganya. Bagian Kedelapan Pemberhentian Karena Hal-hal Lain Pasal 15 1. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 2. Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, tetapi tidak dapat dipekerjakan kembali karena tidak ada lowongan, diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PEMBERHENTIAN

319

BAB III HAK-HAK KEPEGAWAIAN Bagian Pertama Hak-hak Pegawai Negeri Sipil Yang Diberhentikan Dengan Hormat.

Pasal 16 Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 17 1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 11 huruf b dan huruf c, dan Pasal 15 ayat (2) : a. diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun, apabila telah mencapai usia sekurangkurangnya (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun; b. diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri dengan mendapat uang tunggu, apabila belum memenuhi syaratsyarat usia dan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun : a. tanpa terikat pada masa kerja pensiun, apabila oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan; b. jika telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun, apabila oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri, karena kesehatannya yang bukan disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatan.

320

PEMBERHENTIAN

Pasal 18 Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena mencapai batas usia pensiun, berhak atas pensiun apabila ia memiliki masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun. Bagian Kedua Uang Tunggu Pasal 19 1. Uang tunggu diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun. 2. Pemberian uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh lebih lama dari 5 (lima) tahun. Pasal 20 1. Besarnya uang tunggu adalah : a. 80% (delapan puluh persen) dari gaji pokok untuk tahun pertama; b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok untuk tahuntahun selanjutnya. 2. Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya, dari bulan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri. Pasal 21 Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diberikan kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 22 Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu diwajibkan : a. melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang, setiap kali selambat-lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian uang tunggu; PEMBERHENTIAN

321

b. senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu Jabatan Negeri. c. meminta izin lebih dahulu kepada pimpinan instansinya, apabila mau pindah alamat di luar wilayah pembayaran. Pasal 23 1. Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu, diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri apabila ada lowongan. 2. Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang menolak untuk diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan yang bersangkutan menolak untuk diangkat kembali. Pasal 24 Pegawai Negeri Sipil yang menerima uang tunggu yang diangkat kembali dalam suatu Jabatan Negeri, dicabut pemberian uang tunggunya terhitung sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 25 Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut uang tunggu, adalah pejabat yang berwenang mengangkat dalam dan memberhentikan dari jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 26 Pegawai Negeri Sipil yang akan mencapai usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sebelum diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun, dapat dibebaskan dari jabatannya untuk paling lama 1 (satu) tahun dengan mendapat penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

322

PEMBERHENTIAN

Pasal 27 1. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, pada saat ia mencapai batas usia pensiun, diberhentikan pembayaran gajinya. 2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang ternyata tidak bersalah berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun. 3. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, apabila diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun. 4. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena dipidana penjara berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pasal 28 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan dari jabatan organiknya, pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PEMBERHENTIAN

323

Pasal 29 Setiap pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, berlaku terhitung sejak akhir bulan pemberhentian yang bersangkutan. Pasal 30 Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih, tetapi belum dikeluarkan surat keputusan pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil dan tidak dibebaskan dari jabatannya, maka ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi mereka. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 32 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 33 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi : a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1951 tentang Peraturan Yang Mengatur Penghasilan Pegawai Negeri Warga Negara Yang Tidak Atas Kemauan Sendiri Diberhentikan Dengan Hormat Dari Pekerjaannya (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 27. Tambahan Lembaran Negara Nomor 93); b. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1958 tentang Peremajaan Alat-alat Negara (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1686);

324

PEMBERHENTIAN

c. Peraturan Pemerintah Nomor 239 Tahun 1961 tentang Pemberian Penghasilan Kepada Pegawai-pegawai Negeri yang berhubungan dengan Retooling diberhentikan dengan hormat dari jabatannya/ jabatan Negeri (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2364); d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 34 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 September 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd SUDHARMONO, SH LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 NOMOR 47

PEMBERHENTIAN

325

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, dan materinyapun ada yang tidak sesuai dengan keadaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur berbagai ketentuan tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan jiwa Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka syarat-syarat dan cara-cara pemberhentian Pegawai Negeri Sipil menjadi lebih jelas dan seragam, sehingga memudahkan pelaksanaan tugas para pejabat yang berwenang. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang meminta berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Ayat (2) Penundaan atas permintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil, hanyalah didasarkan semata-mata untuk kepentingan dinas yang mendesak, umpamanya

326

PEMBERHENTIAN

dengan berhentinya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan sangat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. Permintaan berhenti yang dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun antara lain adalah permintaan berhenti dari Pegawai Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas yang penting. Penundaan ini dilakukan untuk paling lama 1 (satu) tahun, sehingga dengan demikian pimpinan instansi yang bersangkutan dapat mempersiapkan penggantinya. Ayat (3) Permintaan berhenti yang dapat ditolak, antara lain adalah permintaan berhenti dari seorang Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan ikatan dinas, wajib militer, dan lain-lain yang serupa dengan itu. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ditinjau dari sudut fisik, pada umumnya usia 56 (lima puluh enam) tahun adalah merupakan batas usia seorang Pegawai Negeri Sipil mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna. Pasal 4 Ayat (1) Bagi jabatan-jabatan tertentu, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki keahlian dan pengalaman yang matang. Pegawai Negeri Sipil yang demikian pada umumnya sangat terbatas jumlahnya, dan sebahagian terdiri dari mereka yang telah berusia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih. Berhubung dengan itu maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas, batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu itu dapat diperpanjang dengan memperhatikan keadaan kesehatannya.

PEMBERHENTIAN

327

Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang tidak lagi memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dan tidak ada rencana untuk diangkat lagi dalam jabatan yang sama atau jabatan yang lebih tinggi, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 5 Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dilakukan secara tertulis oleh pimpinan instansi dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk semua golongan jangka waktu 1 (satu) tahun itu dipandang cukup bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Dalam waktu 1 (satu) tahun itu, pimpinan instansi yang bersangkutan harus sudah menyelesaikan segala sesuatu yang menyangkut tata usaha kepegawaian, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat menerima hak-haknya tepat pada waktunya. Pasal 6 Organisasi bukan tujuan, tetapi organisasi adalah alat dalam melaksanakan tugas pokok, oleh sebab itu susunan suatu satuan organisasi harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok, sehingga dengan demikian dapat dicapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya. Perubahan satuan organisasi negara adakalanya mengakibatkan kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Apabila terjadi hal yang sedemikian, maka Pegawai Negeri Sipil yang lebih itu disalurkan pada satuan organisasi negara yang lainnya. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat, satu dan lain hal tergantung pada

328

PEMBERHENTIAN

pertimbangan pejabat yang berwenang atas berat atau ringannya perbuatan yang dilakukan dan besar atau kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu. a. Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil, Sumpah/Janji Jabatan Negeri, dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil wajib ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah ternyata melanggar Sumpah/Janji atau melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang berat dan menurut pertimbangan atasan yang berwenang tidak dapat diperbaiki lagi, dapat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. b. Pada dasarnya, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau diancam dengan pidana yang lebih berat adalah merupakan tindak pidana kejahatan yang berat. Meskipun maksimum ancaman pidana terhadap suatu tindak pidana telah ditetapkan, namun pidana yang dijatuhkan/diputuskan oleh Hakim terhadap jenis tindak pidana itu dapat berbeda-beda sehubungan dengan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan dan atau besar kecilnya akibat yang ditimbulkannya. Berhubung dengan itu, maka dalam mempertimbangkan apakah Pegawai Negeri Sipil yang telah melakukan tindak pidana kejahatan itu akan diberhentikan atau tidak, atau apakah akan diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat, haruslah dipertimbangkan faktor-faktor yang mendorong Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu, serta harus pula dipertimbangkan berat ringannya keputusan Pengadilan yang dijatuhkan. Pasal 9 Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi pidana penjara, atau kurungan, berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan sesuatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

PEMBERHENTIAN

329

Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya dijatuhi pidana percobaan. Huruf a Pada dasarnya jabatan yang diberikan kepada seorang Pegawai Sipil adalah merupakan kepercayaan dari negara yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaannya, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tindak pidana kejahatan jabatan yang dimaksud, antara lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 sampai dengan Pasal 436 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Huruf b Tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 KUHP, adalah tindak pidana kejahatan yang berat, karena tindak pidana kejahatan itu, adalah tindak pidana kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan yang melanggar martabat Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan terhadap Negara dan Kepala Negara/Wakil Kepala Negara sahabat, kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara, hakhak Negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum. Berhubung dengan itu, maka Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat. Pasal 10 Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang ternyata telah melakukan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945, atau teRIibat dengan gerakan

330

PEMBERHENTIAN

atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan atau Pemerintah sudah menyalahi sumpahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil yang demikian harus diberhentikan dengan tidak hormat. Usaha atau kegiatan mana yang merupakan usaha atau kegiatan yang bertujuan mengubah Pancasila dan atau Undang-Undang Dasar 1945, serta kegiatan atau gerakan mana yang merupakan kegiatan atau gerakan yang menentang negara dan atau pemerintah, diputuskan oleh Presiden. Pasal 11 Huruf a Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa keadaan jasmani dan atau rohani yang bersangkutan sudah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan Negeri. Huruf b Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan bahwa yang bersangkutan menderita penyakit atau kelainan yang sedemikian rupa, sehingga apabila ia dipekerjakan terus dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil yang menderita penyakit jiwa yang berbahaya. Huruf c Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah Pegawai Negeri Sipil yang setelah berakhirnya cuti sakit belum mampu bekerja kembali, yang dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan meninggalkan tugas secara tidak sah adalah meninggalkan tugas tanpa izin dari pejabat yang berwenang memberikan cuti. PEMBERHENTIAN

331

Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dapat ditugaskan kembali atau dapat pula diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Huruf a Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat ditugaskan kembali setelah lebih dahulu dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf b Apabila alasan-alasan meninggalkan tugas secara tidak sah itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, atau apabila menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mungkin mengganggu suasana atau disiplin kerja apabila Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan kembali, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai pada bulan dihentikan pembayaran gajinya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian, maka pimpinan instansi yang bersangkutan membuat surat keterangan meninggal dunia. Pasal 14 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang hilang selama 12 (dua belas) bulan, dianggap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang masih tetap bekerja, oleh sebab itu gaji dan penghasilan lainnya yang berhak diterimanya diterimakan kepada keluarganya. Yaitu istri, suami, atau anak yang sah. Apabila setelah jangka waktu masa 12 (dua belas) bulan

332

PEMBERHENTIAN

Pegawai Negeri Sipil yang hilang itu belum juga diketemukan, maka ia dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan kedua belas dan kepada keluarganya diberikan uang duka wafat atau uang duka tewas dan hak-hak kepegawaian lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hak-hak kepegawaian yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, tidak termasuk uang duka wafat atau uang duka tewas. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan instansi induk, adalah Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Daerah Otonom, dan instansi lain yang ditentukan oleh Presiden. Ayat (2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dapat berupa pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pemberhentian dengan hormat dari Jabatan Negeri. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 17. Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Huruf a Cukup jelas Huruf b Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah PEMBERHENTIAN

333

mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan telah memiliki masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun. Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, tetapi belum mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pemberian pensiunnya ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh) tahun. Apabila pada waktu berakhirnya masa pemberian uang tunggu, Pegawai Negeri Sipil tersebut belum memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan, pemberian uang tunggu setiap kali ditetapkan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas

334

PEMBERHENTIAN

Pasal 21 Penerima uang tunggu masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil oleh sebab itu kepadanya diberikan kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan sebagai dasar untuk pemberian kenaikan gaji berkala, adalah penilaian pelaksanaan pekerjaan terakhir sebelum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari Jabatan Negeri. Gaji pokok terakhir setelah mendapat kenaikan gaji berkala digunakan sebagai dasar pemberian uang tunggu. Pasal 22 Huruf a Pelapor diri sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, dilakukan melalui saluran hierarki. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dilakukan dengan memperhatikan keahlian, pengalaman, dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas

PEMBERHENTIAN

335

Pasal 26 Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, adalah semua penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, kecuali tunjangan jabatan. Pasal 27 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara, adalah karena dituduh melakukan sesuatu tindak pidana, oleh sebab itu belum dapat dipastikan apakah ia bersalah atau tidak. Selama Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dikenakan pemberhentian sementara, ia menerima bahagian gajinya. Apabila pada waktu sedang menjalani pemberhentian sementara ia mencapai batas usia pensiun, maka pembayaran bahagian gajinya dihentikan, sehingga dengan demikian dapat dihindarkan kemungkinan kerugian terhadap keuangan Negara. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan setelah ada keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 28 sampai dengan Pasal 34 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR : 3149 336

PEMBERHENTIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 2 Pebruari 1994 (JAKARTA) _________________________________________________________________ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi dan memperpanjang harapan hidup rata-rata di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya; b. bahwa sehubungan dengan hal di atas dan dalam rangka meningkatkan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan Guru Besar, serta untuk kepentingan pendidikan nasional khususnya pada pendidikan tinggi terutama pada bidangbidang ilmu yang masih memerlukan, dipandang perlu mengubah batas usia pensiun Guru Besar sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil PEMBERHENTIAN

337

(Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal I Mengubah ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 4 (2) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sampai dengan: a. 1) 70 (tujuh puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan Guru Besar (Profesor), dengan ketentuan : a) perpanjangan batas usia pensiun dari 65 (enam puluh lima) tahun diberikan atas dasar permintaan yang diajukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum Guru Besar yang bersangkutan mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; b) permintaan diajukan oleh Rektor atas persetujuan Senat sesuai dengan tata cara yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2) 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan : a) Ahli Peneliti dan Peneliti yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian; b) Kepala Lektor, Lektor yang ditugaskan secara penuh pada perguruan tinggi;

338

PEMBERHENTIAN

c) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Pebruari 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Pebruari 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO

PEMBERHENTIAN

339

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa dengan adanya perbaikan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, perlu menetapkan besaran pensiun pokok pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan janda/dudanya dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan

340

PEMBERHENTIAN

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah tujuh kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 151); MEMUTUSKAN : Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDANYA. Pasal 1

Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Pensiunan Janda/Dudanya yang dipensiun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, pensiun pokoknya ditetapkan sebagai berikut : a. bagi pensiun Pegawai Negeri Sipil yang hasil perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana tersebut dalam lajur 2, ditetapkan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 Daftar I–A sampai dengan Daftar I–Q Lampiran I Peraturan Pemerintah ini; PEMBERHENTIAN

341

b. bagi pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang hasil perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana tersebut dalam lajur 2, ditetapkan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 Daftar II–A sampai dengan Daftar II–Q Lampiran II Peraturan Pemerintah ini; c. bagi pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang hasil perhitungan pensiun pokoknya sebagaimana tersebut dalam lajur 2, ditetapkan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 Daftar III–A sampai dengan Daftar III–Q Lampiran III Peraturan Pemerintah ini. Pasal 2 Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 : a. Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun tanggal 1 Januari 2006 dan sebelumnya, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 segaris dengan pensiun pokok lama sebagaimana tersebut dalam lajur 2 Daftar IV–A sampai dengan Daftar IV–Q Lampiran IV Peraturan Pemerintah ini; b. Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun tanggal 1 Januari 2006 dan sebelumnya, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 segaris dengan pensiun pokok lama sebagaimana tersebut dalam lajur 2 Daftar V–A sampai dengan Daftar V–Q Lampiran V Peraturan Pemerintah ini; c. Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang tewas yang dipensiun tanggal 1 Januari 2006 dan sebelumnya, pensiun pokoknya disesuaikan menjadi sebagaimana tersebut dalam lajur 3 segaris dengan pensiun pokok lama sebagaimana tersebut dalam lajur 2 Daftar VI–A sampai dengan Daftar VI–Q Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini. Pasal 3 Bagi Pensiunan Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil yang dipensiun sebelum tanggal 1 Juli 2001, setelah pensiun pokoknya disesuaikan menurut Peraturan Pemerintah ini ternyata :

342

PEMBERHENTIAN

a. tidak mengalami kenaikan atau mengalami penurunan penghasilan, kepadanya diberikan tambahan penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dari pensiun pokok baru; b. mengalami kenaikan penghasilan kurang dari 15 % (lima belas persen) dari pensiun pokok baru, kepadanya diberikan tambahan penghasilan sebesar selisih antara 15 % (lima belas persen) dari pensiun pokok baru dengan kenaikan penghasilannya. Pasal 4 Penyesuaian pensiun pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara sebagai dasar pembayaran pensiun. Pasal 5 Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan tunjangan keluarga dan tunjangan pangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 Ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian Negara baik secara bersama-sama maupun sendirisendiri menurut bidang tugasnya masing-masing. Pasal 7 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2003 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 74), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PEMBERHENTIAN

343

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM, ttd YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 154

Salinan sesusi dengan aslinya DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN, ttd ABDUL WAHID

344

PEMBERHENTIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1987 TENTANG BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT DIPLOMATIK KONSULER DEPARTEMEN LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

a. bahwa dalam rangka usaha memperlancar tugas-tugas Departemen Luar Negeri, sangat diperlukan adanya Pejabat Diplomatik Konsuler yang berpengalaman dalam tugas diplomasi dan hubungan luar negeri; b. bahwa pengalaman jenis jabatan yang dapat diberikan perpanjangan batas usia pensiun, berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dapat ditentukan oleh Presiden; c. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk memperpanjang batas usia pensiun bagi Pejabat Diplomatik Konsuler tertentu Departemen Luar Negeri.

Mengingat

:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

PEMBERHENTIAN

345

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156); 5. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. M E M U T U S K A N: Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG BATAS USIA PENSIUN BAGI PEJABAT DIPLOMATIK KONSULER DEPARTEMEN LUAR NEGERI. Pasal 1

Pejabat Diplomatik Konsuler adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas diplomasi dan tugastugas pokok lainnya dalam hubungan luar negeri di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan konsuler. Pasal 2 Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri terdiri dari: a.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat I;

b.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat II;

c.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat III;

d.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat IV;

e.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat V;

f.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VI;

g.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VII;

346

PEMBERHENTIAN

h.

Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) Tingkat VIII; Pasal 3

Batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler Tingkat I, Tingkat II, dan Tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 60 (enam puluh) tahun. Pasal 4 Ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya masing-masing. Pasal 5 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Nopember 1987 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan ttd Bambang Kesowo, SH, LL.M

PEMBERHENTIAN

347

KONSEP KAWAT SANDI DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Kawat rahasia Indonesia-all perwakins No

: 033797

Pro : all keppris Ex

: sekjen

Re

: perpanjangan masa tugas setelah pensiun

mkk no 024496 et 010895 re pemberian perpanjangan masa tugas di perwakilan setelah masa pensiun disampaikan sbb ttk dua aa.

sejak bulan maret 2003 deplu menjumpai kesulitan dalam pengurusan proses pensiun ke departemen keuangan dari para pegawai deplu yang mendapat perpanjangan masa tugas di perwakilan setelah masa pensiunnya. kesulitan tsb pada dasarnya adalah menyangkut pengeluaran negara/ pembayaran penghasilan luar negeri kepada pegawai yang telah pensiun ttk

bb.

dijelaskan oleh pihak depkeu bahwa pengeluaran negara demikian tidak mempunyai dasar dari segi administrasi pengeluaran negara; ttk-km sehingga pelanggaran terhadap hals tsb dapat membawa resiko kepada pegawai ybs yaitu ditolaknya pengurusan tunjangan pensiun pns-nya dan atau dituntut mengembalikan uang tpln yang diterimanya di perwakilan setelah masa pensiunnya ttk

cc.

deplu telah melakukan pengecekan ke bkn mengenai status surat edaran menteri/sekretaris negara ri no sc-02/ m.sesneg/S/19S6 mengenai pengangkatan pegawai bulanan disamping pensiun et mendapat penjelasan bahwa pengangkatan seseorang setelah masa pensiun sudah tidak

348

PEMBERHENTIAN

diperkenankan lagi (dimulai sejak pemerintahan pres. abdurrahman wahid) ttk dd.

dalam pertemuannya dengan tim pendukung baperjakat tgl 18 juli 2003 kma menlu memberikan petunjuk bahwa praktek memberikan perpanjangan masa tugas di perwakilan setelah masa pensiun agar dihentikan karena tidak sesuai dengan peraturan.

ee.

sehubungan dengan hal tsb di atas, diminta agar keppris tidak mengajukan lagi permintaan perpanjangan masa tugas staf perwakilan yang akan pensiun ttk para pegawai yang masa pensiunnya akan tiba agar mempersiapkan kepulangannya sesuai tmt pensiun ttk

ff.

bagi pegawai yang saat ini sudah pensiun et telah mendapat persetujuan perpanjangan berdasarkan kawat no 024496 et 010895 ditetapkan sbb ttk dua (i) yang masa perpanjangannya akan berakhir sebelum oktober 2003 kma kepulangan sesuai tanggal berakhirnya masa perpanjangannya kma (ii) yang masa perpanjangannya melampaui oktober 2003 kma ditarik pada akhir oktober 2003 repeat akhir oktober 2003 (iii) setelah oktober 2003 tidak ada lagi pegawai yang telah pensiun dan masih bekerja dengan diberikan TPLN.

dmk ump ttk hbs cc. menlu, sekjen, irjen, semua eselon satu, karo bam, karo kepeg, karo keu

PEMBERHENTIAN

349

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN NOMOR

: SE.084/OT/VI/2000/02 TENTANG

PEDOMAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN BAGI PEGAWAI NEGERI YANG PENSIUN PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI I.

PENDAHULUAN 1. Bahwa telah diatur tentang batas usia pensiun bagi Pegawai Negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk aturan tambahan dan perubahannya, dengan: a. Undang undang RI Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai; b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; c. Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1987 tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri; d

Keputusan Presiden RI Nomor 37 Tahun 1995 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi PNS Yang Menduduki Jabatan Sandi;

e. Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 01/SE/1988 tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Diplomatik Konsuler Departemen Luar Negeri; 2. Bahwa selama ini belum ada pedoman yang mengatur tentang administrasi kepegawaian dan keuangan bagi Pegawai Negeri yang pensiun saat penugasan pada Perwakilan RI di luar negeri.

350

PEMBERHENTIAN

3. Bahwa untuk menyeragamkan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan keuangan tersebut perlu diterbitkan pedoman yang ditetapkan dengan Surat Edaran Sekretaris Jenderal. II. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Pegawai Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil/TNI/Polri yang ditempatkan pada Perwakilan RI di luar negeri. 2. Pensiun adalah batas usia berakhirnya masa tugas seseorang sebagai Pegawai Negeri Sipil/TNI/Polri sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP) adalah Surat Keterangan mengenai pemberhentian pembayaran tunjangan penghidupan luar negeri. 4. Tunjangan Penghidupan Luar Negeri (TPLN) adalah tunjangan pokok dan tunjangan keluarga yang diberikan kepada Pegawai Negeri yang bertugas pada Perwakilan RI di luar negeri. III. KETENTUAN PELAKSANAAN (1) Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri/departemen teknis memberitahukan secara tertulis kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan tentang tanggal mulai pensiun dengan tembusan kepada Kepala Perwakilan RI. (2) Paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum memasuki Batas Usia Pensiun, Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri harus menetapkan dan memberitahukan kepada Perwakilan RI mengenai status kepegawaian yang bersangkutan. (3) Dalam hal Pegawai Negeri yang bersangkutan diperpanjang masa tugasnya, Perwakilan RI membuat SKPP sebagai Pegawai Negeri dan untuk selanjutnya mulai tanggal pensiun pembayaran TPLN dibebankan pada mata anggaran kegiatain lain-lain belanja pegawai. (4) Kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak-hak keuangan sama seperti sebelum pensiun.

PEMBERHENTIAN

351

(5) Setelah selesai penugasan yang bersangkutan, Perwakilan RI membuat SKPP sebagai Pegawai Honorer untuk keperluan administrasi keuangan. (6) Bagi Kepala Perwakilan RI yang berstatus Pegawai Negeri pada Batas Usia Pensiun, dibuatkan SKPP sebagai Pegawai Negeri. Pada masa akhir tugas yang bersangkutan dibuatkan SKPP sebagai Kepala Perwakilan RI. Pembayaran TPLN dibebankan pada Mata Anggaran Kegiatan 5110. IV. KETENTUAN PENUTUP (1) Surat Edaran ini merupakan pedoman bagi unit kerja di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri. (2) Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : 23 Juni 2000 SEKRETARIS JENDERAL ttd RAHARDJO JAMTOMO Kepada : 1. Yth. Seluruh Kepala, Perwakilan RI di luar negeri 2. Yth. Seluruh Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada Perwakilan RI di luar negeri Tembusan : 1. Yth. Bapak Menteri Luar Negeri (sebagai laporan) 2. Yth. Sdr. Inspektur Jenderal, DEPLU 3. Yth. Sdr. Kepala Biro Kepegawaian, DEPLU 4. Yth. Sdr. Kepala Biro Keuangan, DEPLU 5. Yth. Sdr. Kepala Biro Hukurn dan Organisasi, DEPLU

352

PEMBERHENTIAN

VI PENILAIAN DAN EVALUASI

353

354

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1979 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 15 MEI 1979 (JAKARTA) Presiden Republik Indonesia, Menimbang

:

a. bahwa dalam rangka usaha menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952 tentang Daftar Pernyataan Kecakapan Untuk Pegawai Negeri dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENILAIAN DAN EVALUASI

355

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah suatu daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh Pejabat Penilai; b. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing; c. Atasan Pejabat Penilai adalah atasan langsung dari Pejabat Penilai. Pasal 2 Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, adalah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 Terhadap setiap Pegawai Negeri Sipil, dilakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan sekali setahun oleh Pejabat Penilai. BAB II DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN Pasal 4 (1) Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.

356

PENILAIAN DAN EVALUASI

(2) Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai adalah : a. kesetiaan; b. prestasi kerja; c. tanggungjawab; d. ketaatan; e. kejujuran; f. kerjasama; g. prakarsa; dan h. kepemimpinan. (3) Unsur kepemimpinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf h, hanya dinilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku suatu jabatan. Pasal 5 (1) Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut : a. amat baik = 91 - 100; b. baik = 76 - 90;

c. cukup = 61 - 75; d. sedang = 51 - 60; e. kurang = 50 ke bawah

(2) Pedoman dalam memberikan nilai pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, adalah sebagai tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal 6 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia. BAB III PEJABAT PENILAI, ATASAN PEJABAT PENILAI, DAN TATACARA PENILAIAN Pasal 7 (1) Pejabat Penilai wajib melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya. (2) Penilaian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan pada tiap-tiap akhir tahun. Pasal 8 Pejabat Penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan, apabila ia telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

357

Pasal 9 (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diberikan oleh Pejabat Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. (2) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya, kepada Atasan Pejabat Penilai melalui hierarki dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. (3) Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Pasal 10 (1) Pejabat Penilai menyampaikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Atasan Pejabat Penilai dengan ketentuan sebagai berikut : a. apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan tanpa catatan; b. apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut disampaikan dengan catatan tentang tanggapan Pejabat Penilai atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. (2) Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya. (3) Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai. Pasal 11 Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, 358

PENILAIAN DAN EVALUASI

dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, adalah Pejabat Penilai dan atau Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi dalam lingkungannya masing-masing. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 12 (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, dibuat oleh Pejabat Penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh Pimpinan Badan atau Dewan tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Negara. (2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang bersangkutan. Pasal 13 (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar, dibuat oleh Pejabat Penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi, sekolah, atau kursus yang bersangkutan. (2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas belajar di luar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang bersangkutan. Pasal 14 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya, dibuat oleh Pejabat Penilai dari Daerah Otonom atau instansi Pemerintah yang bersangkutan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

359

Pasal 15 (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara sahabat, atau badan internasional, dibuat oleh Pejabat Penilai dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan. (2) Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Negara yang bersangkutan. Pasal 16 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 17 Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dianggap dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952 tentang Daftar Pernyataan Kecakapan Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 201) dan segala peraturan 360

PENILAIAN DAN EVALUASI

perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH.

PENILAIAN DAN EVALUASI

361

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1979 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka perlu diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut dituangkan dalam satu daftar yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan, bahwa yang berwenang membuat penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Pejabat lain yang setingkat dengan Kepala Urusan, antara lain adalah Penilik Sekolah Dasar, Penilik Pendidikan Agama, Kepala Sekolah Dasar, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing. Dengan adanya ketentuan sebagai tersebut di atas, maka Pejabat Penilai benar-benar mengenal secara pribadi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan penilaian dapat dilakukan lebih obyektif. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.

362

PENILAIAN DAN EVALUASI

Pasal 2 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain. Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan suatu mutasi kepegawaian dalam tahun berikutnya, kecuali ada perbuatan tercela dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang dapat mengurangi nilai tersebut. Pasal 3 Penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan juga terhadap calon Pegawai Negeri Sipil. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah tekad dan kesanggupan mentaati melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang disetiai dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam perbuatan dalam melaksanakan tugas. Pada umumnya yang dimaksud dengan pengabdian, adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau pribadi. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat wajib setia, taat, dan mengabdi sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Pada umumnya kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian timbul dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam, oleh sebab itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami,melaksanakan, dan mengamalkan Pancasila,

PENILAIAN DAN EVALUASI

363

Undang-Undang Dasar 1945, Haluan Negara, politik, kebijaksanaan, dan rencana-rencana Pemerintah. Huruf b Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya, prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman, dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Huruf c Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Huruf d Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil, untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Huruf e Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Huruf f Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya. Huruf g Prakarsa, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah, atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Huruf h Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Ayat (3) cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas 364

PENILAIAN DAN EVALUASI

Pasal 6 Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dapat diketahui oleh Pejabat Penilai yang tertingi, Atasan Pejabat Penilai, Pejabat Penilai. Pejabat Negeri Sipil yang dinilai, dan atau pejabat lain yang karena tugas atau jabatannya mengetahui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Pasal 7 Ayat (1) Pejabat Penilai wajib membuat dan memelihara catatan mengenai diri Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya, tentang unsur-unsur sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sehingga dengan demikian Pejabat Penilai yang bersangkutan dapat membuat penilaian dengan sebaik-baiknya. Ayat (2) Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai bulan Januari sampai bulan Desember dalam tahun yang bersangkutan. Bagi calon Pegawai Negeri Sipil, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan apabila ia sampai dengan bulan Desember telah 6 (enam) bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil. Apabila seorang calon Pegawai Negeri Sipil dalam tahun yang bersangkutan belum 6 (enam) bulan menjadi calon Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadapnya dilakukan dalam tahun berikutnya. Khusus bagi calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan setelah ia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pasal 8 Ketentuan pasal ini, adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan adanya obyektivitas di dalam memberikan penilaian. Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,

PENILAIAN DAN EVALUASI

365

maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh pejabat lama. Pasal 9 Ayat (1) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, diberikan secara langsung oleh Pejabat Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Apabila tempat bekerja antara Pejabat Penilai dengan Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berjauhan, maka Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut dikirimkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Dengan adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui penilaian atasannya terhadap dirinya, sehingga dengan demikian ia dapat berusaha mengembangkan hal-hal yang telah baik dan memperbaiki hal-hal yang kurang. Apabila isi Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat diterima oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka ia menandatanganinya pada tempat yang telah disediakan. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berhak mengajukan keberatan apabila menurut pendapatnya ada, nilai yang kurang sesuai. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. Alasan-alasan keberatan harus dikembangkan dengan lengkap secara tertulis. Keberatan tersebut diajukan kepada Atasan Pejabat Penilai melalui Pejabat Penilai. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang dinilai keberatan atas seluruh atau sebagian nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ia harus juga menandatangani Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut dengan mencantumkan catatan pada tempat yang disediakan bahwa ia keberatan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas

366

PENILAIAN DAN EVALUASI

Ayat (2) Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan seksama isi Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan termasuk keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dan tanggapan Pejabat Penilai atas keberatan itu (apabila ada). Ayat (3) Apabila Atasan Pejabat Penilai mempunyai alasanalasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap nilai yang diberikan oleh Pejabat Penilai, baik dalam arti menaikkan nilai atau menurunkan nilai. Perubahan nilai yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Para pejabat yang dimaksud dalam pasal ini, adalah Pejabat Penilai dan sekaligus menjadi Atasan Pejabat Penilai Tertinggi dalam Lingkungannya masing-masing. Umpamanya Menteri adalah Pejabat Penilai dan sekaligus menjadi Atasan Pejabat Penilai terhadap seorang Direktur Jenderal dalam lingkungannya. Nilai yang diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak dapat diganggu gugat. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pejabat Penilai dalam ayat ini adalah Pejabat Penilai dari instansi semula tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum ia diangkat menjadi Pejabat Negara. Bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, diminta oleh Pejabat Penilai dari Pimpinan Badan atau Dewan dimana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Negara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Lihat penjelesan Pasal 12 ayat (1) Ayat (2) Untuk dapat memberikan bahan-bahan penilaian, maka Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya mengikuti dan mencatat PENILAIAN DAN EVALUASI

367

tingkah laku dan kegiatan Pegawai Negeri Sipil yang sedang melakukan tugas belajar di negara yang bersangkutan. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 12 ayat (1) Ayat (2) Bahan-bahan untuk penilaian pelaksanaan pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Badan-badan Internasional yang lokasinya berada dalam wilayah Republik Indonesia, diminta oleh Pejabat Penilai dari Pimpinan Badan Internasional yang bersangkutan. Selanjutnya lihat penjelasan Pasal 13 ayat (2). Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 Cukup jelas.

368

PENILAIAN DAN EVALUASI

Jakarta, 11 Pebruari 1980 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. 4. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. 5. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 6. Semua Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. SURAT-EDARAN NOMOR : 02/SE/1980 TENTANG PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

I.

PENDAHULUAN 1. U M U M a.

Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3134), telah ditetapkan Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1952 tentang Daftar Pernyataan Kecakapan Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 155. Tambahan Lembaran Negara Nomor 201), PENILAIAN DAN EVALUASI

369

b.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan petunjuk teknis tentang pelaksanaan penilaian pekerjaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979.

2. DASAR a.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lernbaran Negara Nomor 3058).

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098) jis Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1980 (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 20. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3162} dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 21).

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3134).

e.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Organisasi Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

3. TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang berkepentingan dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan pekerjaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979, dalam lingkungan masing-masing.

370

PENILAIAN DAN EVALUASI

II. TUJUAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 1. Tujuan dari Daftar Penilaian Peiaksanaan Pekerjaan adalah untuk memperoleh, bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karierdan sistem prestasi kerja. 2. Sesuai dengan tujuannya, maka Daftar Penilaian Peiaksanaan Pekerjaan harus dibuat seobyektif dan seteliti mungkin berdasarkan data yang tersedia. Untuk ini, maka setiap pejabat yang berwenang membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, berkewajiban membuat dan memelihara catatan mengenai Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya masing-masing. III. UNSUR-UNSUR YANG DINILAI 1. U M U M Unsur-unsur yang dinilai dalam Penilaian Peiaksanaan Pekerjaan adalah : a.

kesetiaan;

b.

prestasi kerja;

c.

tanggung jawab;

d.

ketaatan;

e.

kejujuran;

f.

kerjasama;

g.

prakarsa; dan

h.

kepemimpinan.

2. KESETIAAN a.

Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.

b.

Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan,

PENILAIAN DAN EVALUASI

371

dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam perbuatan dalam melaksanakan tugas. c.

Pada umumnya yang dimaksud dengan pengabdian, adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau pribadi.

d.

Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat wajib setia, taat, dan mengabdi sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah.

e.

Pada umumnya kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian timbul dari pengetahuan dan pernahaman yang mendalam, oleh sebab itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami, melaksanakan, dan mengamalkan Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Haluan Negara, Politik, Kebijaksanaan, dan rencanarencana Pemerintah.

3. PRESTASI KERJA a.

Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

b.

Pada umumnya, prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman, dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

4. TANGGUNG JAWAB Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

372

PENILAIAN DAN EVALUASI

5. KETAATAN Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil, untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yaang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. 6. KEJUJURAN Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. 7. KERJASAMA Kerjasama adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. 8. PRAKARSA Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah, atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan atasan. 9. KEPEMIMPINAN Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara rnaksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang ll/a ke atas yang memangku suatu jabatan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

373

IV. PEJABAT PENILAI 1. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau Pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan lain oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing. 2. Pejabat Penilai menilai Pegawai Negeri Sipil yang secara langsung berada di bawahnya, umpamanya : a.

Menteri menilai Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, atau pejabat lain yang secara langsung berada dibawahnya.

b.

Sekretaris Jenderal menilai Kepala Biro dan pejabat lain yang secara langsung berada di bawahnya.

c.

Kepala Biro menilai Kepala Bagian dan pejabat lain yang secara langsung berada di bawahnya.

d.

Kepala Bagian menilai Kepala Sub Bagian dan pejabat lain yang secara langsung berada di bawahnya.

e.

Kepala Sub Bagian menilai Kepala Urusan dan pejabat lain yang secara langsung berada di bawahnya.

f.

Kepala Urusan menilai Pegawai Negeri Sipil yang berada di bawahnya.

3. Pejabat Penilai bagi: a.

Kepala Dinas Daerah Tingkat I yang merangkap Kepala Kantor Wiiayah Departemen Tingkat Propinsi atau sebaliknya, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

b.

Kepala Dinas Daerah Tingkat II yang merangkap Kepala Kantor Departemen Tingkat Kabupaten/Walikotamadya Daerah Tingkat II, adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

4. Seorang Pejabat Penilai barulah dapat memberikan penilaian apabila ia telah membawahi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Ketentuan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada Pejabat Penilai untuk mengenal dengan baik Pegawai Negeri Sipil yang 374

PENILAIAN DAN EVALUASI

dinilai, sehingga dengan demikian diharapkan adanya obyektivitas di dalam memberikan penilaian. 5. Apabila daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedang Pejabat Penilai belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh Pejabat Penilai yang lama. 6. Setiap Pejabat Penilai berkewajiban melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang secara langsung berada di bawahnya. 7. Penilaian dilakukan pada bulan Desember tiap-tiap tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai Januari sampai dengan bulan Desember dalam tahun yang bersangkutan. 8. Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil, daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dibuat dalam tahun yang bersangkutan apabila ia sampai dengan bulan Desember telah 6 (enam) bulan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Apabila Calon Pegawai Negeri Sipil dalam tahun yang bersangkutan belum 6 (enam) bulan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadapnya dilakukan dalam tahun berikutnya. Umpamanya : Seorang Calon Pegawai Negeri Sipil bernama Badu diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil pada awal bulan Agustus 1980. Dalam hal yang demikian, Badu tidak dapat dinilai dalam tahun 1980, tetapi baru dapat dinilai pada tahun 1981, yaitu pada saat ia sekurang-kurangnya telah 6 (enam) bulan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. 9. Khusus bagi Calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan setelah ia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun menjadi calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai ia secara nyata melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 Pasal 12. 10. Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah dibuat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaannya untuk kepentingan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil, tidak usah lagi dibuat DP3-nya pada bulan Desember tahun yang bersangkutan. PENILAIAN DAN EVALUASI

375

Umpamanya : Seorang diangkat menjadi calon Pegawai Negeri Sipil pada tanggal 1 Agustus 1980. Untuk kepentingan pengangkatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaannya dibuat pada tanggal 1 September 1981. Dalam hal yang demikian, DP3 tersebut berlaku untuk tahun 1982, atau dengan perkataan lain DP3-nya tidak usah dibuat lagi pada bulan Desember 1981. 11. Setiap Pejabat Penilai berkewajiban mengisi dan memelihara Buku Catatan Penilaian, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini. Dalam Buku Catatan Penilaian tersebut, dicatat tingkah laku/ perbuatan/tindakan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang menonjol, baik yang positif maupun yang negatif, umpamanya prestasi kerja yang luar biasa baiknya, tindakan mengatasi keadaan yang sulit, sering tidak masuk kerja, berkelahi, dan lain-lain. 12. Buku Catatan Penilaian bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang menjalankan tugas belajar, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara sahabat, atau badan internasional tetap dipelihara oleh pejabat penilai dari instansi induk dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan yang bersangkutan dimana Pegawai Negeri Sipil tersebut bekerja atau tugas belajar. 13. Buku Catatan Penilaian disimpan dan dipelihara dengan sebaikbaiknya oleh pejabat Penilai selama 5 (lima) tahun. Buku Catatan Penilaian yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak digunakan lagi. 14. Hasil penilaian Pejabat Penilai, dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran II Surat Edaran ini. 15. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan harus diisi sendiri oleh Pejabat Penilai.

376

PENILAIAN DAN EVALUASI

V. TATA CARA PENILAIAN 1. NILAI Nilai pelaksanaan diyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut : a.

amat baik

=

91 – 100

b.

baik

=

76 – 90

c.

cukup

=

61 – 75

d.

sedang

=

51 – 60

e.

kurang

=

50 ke bawah

2. PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN a.

Pemberian nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan harus berpedoman kepada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979.

b. Setiap unsur penilaian harus ditentukan dulu nilainya dalam angka, kemudian ditentukan nilai dalam sebutan. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat, NIP. 131456294, golongan ruang III/b jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha, dari Bagian Umum pada Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sdr. Amat tersebut dinilai oleh Kepala Bagian Umum. Dari hasil catatan selama 1 (satu) tahun, maka berdasarkan Buku Catatan Penilaian Kepala Bagian Umum memberikan nilai sebagai berikut:

PENILAIAN DAN EVALUASI

377

NO.

1 1

UNSUR YANG DI NILAI

URAIAN

2

3

Kesetian

NILAI RATAANGKA RATA

4

5

445

89

a. Tidak pernah menyangsikan 95 kebenaran Pancasila baik dalam ucapan, sikap, tingkah laku dan perbuatan. b. Selalu menjunjung tinggi 95 kehormatan Negara dan atu Pemerintah, serta senantiasa mengutamakan kepentingan diri sendiri, seorang atau golongan. 65 c. Kurang berusaha mempelajari dan memperdalam pengetahuannya tentang Pancasila, Undang-undang dasar 1945, Haluan Negara, Politik Pemerintah dan rencanarencana Pemerintah sesuai dengan bidang tugasnya.

d. Tidak pernah menjadi simpati- 95 san/anggota perkumpulan atau tidak pernah terlibat dalam gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau pemerintah. e. Tidak pernah mengeluarkan 95 ucapan, membuat tulisan, atau melakukan tindakan yang dapat dinilai bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-undang 1945, Negara atau Pemerintah. Jumlah

378

PENILAIAN DAN EVALUASI

KETERA NGAN 6

1 2

2 Prestasi kerja

3 a. b. c. d. e. f.

g.

Tanggung jawab

a. b. c.

d.

e.

f.

5

445

89

6

Selalu melaksanakan tugas secara berdayaguna dan berhasil guna Mempuyai kecakapan dan menguasai segala bentuk bidang tugasnya Mempuyai pengalaman yang luas di bidang tugasnya. Mempuyai keterampilan yang cukup dalam melaksankan tugasnya. Bersungguh-sungguh melaksanakan tugasnya kalau ada dorongan. Adakalanya tidak mencapai hasil kerja rata-ratanya yang ditentukan baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah. Berkali-kali terganggu kesehatan jasmaninya sehingga sering terganggu pelaksanaan tugasnya. Jumlah

3

4

Selalu berada ditempat tugasnya dalam segala keadaan. Pada umunya menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya. Pada umunya tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain. Pada umunya menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik-baiknya barang-barang milik negara yang dipercayakan kepadanya. Pada umumnya mengutamakan kepentingan dinas, tetapi dalam keadaan terdesak adakalanya kurang mengutamakan kepentingan dinas. Pada umumnya berani memikul resiko.

PENILAIAN DAN EVALUASI

379

3. PENYAMPAIAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN a.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat dan telah ditandatangani oleh Pejabat Penilai diberikan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai oleh Pejabat Penilai

b.

Apabila tempat bekerja antara Pejabat Penilai dengan Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berjauhan, maka Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut dikirimkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai

c.

Pegawai Negeri Sipil yang dinilai wajib mencantumkan tanggal penerimaan Daftar Penilai Pelaksanaan Pekerjaan yang diberikan/dikirimkan kepadanya pada ruangan yang telah

d.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai menyetujui atas penilaian terhadap dirinya sebagaimana tertuang dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia membubuhi tanda tangannya pada tempat yang telah disediakan dan sesudah itu mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan,

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah dibubuhi tandatangan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada Atasan Pejabat Penilai dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk mendapatkan pengesahan

4. PENGAJUAN KEBERATAN a.

380

Pegawai Negeri Sipil yang dinilai yang merasa keberatan atas nilai sebagaimana tertuang dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Atasan Pejabat Penilai melalui hierarki. Keberatan tersebut dituliskan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pada ruangan yang telan disediakan.

PENILAIAN DAN EVALUASI

b.

Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waklu 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan itu. Keberatan yang diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas) kerja menjadi kadaluarsa, oleh sebab itu tidak dapat dipertimbangkan lagi.

c.

Walaupun seorang Pegawai Negeri Sipil berkeberatan atas nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, ia harus membubuhkan tanda tangan pada Tempat yang telah disediakan dan sesudah itu mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Pejabat Penilai selambat-larnbatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.

d.

Pejabat Penilai, setelah menerima keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai membuat tanggapan secara tertulis atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Tanggapan tersebut dituliskan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pada ruangan yang telah disediakan.

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani oleh Pejabat Penilai dan Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada Atasan Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai ia menerima kembali DP3 itu dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

5. ATASAN PEJABAT PENILAI a.

Atasan Pejabat Penilai berkewajiban memeriksa Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya, baik ada keberatan maupun tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.

b.

Dalam hal ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka Atasan Pejabat Penilai berkewajiban memeriksa dan memperhatikan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dan tanggapan yang diberikan oleh Pejabat Penilai.

c.

Apabila Atasan Pejabat Penilai mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap nilai yang diberikan oleh Pejabat Penilai, baik PENILAIAN DAN EVALUASI

381

dalam arti menaikkan nilai atau menurunkan nilai. Perubahan nilai yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat, dalam arti bahwa terhadap perubahan nilai itu tidak dapat lagi diajukan keberatan. d.

Perubahan nilai tersebut dicantumkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang bersangkutan dengan mencoret nilai yang lama dan mencantumkan nilai yang baru. Nilai lama yang dicoret itu harus tetap terbaca. Setiap coretan harus diparaf oleh Atasan Pejabat Penilai

e.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku setelah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai.

6. PEJABAT PENILAI YANG MERANGKAP MENJADl ATASAN PEJABAT a.

Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I adalah Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi dalam lingkungannya masing-masing.

b.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat oleh Pejabat Penilai yang merangkap menjadi Atasan Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud di atas, tidak dapat diganggu gugat.

VI. SIFAT DAN PENGGUNAAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 1. SIFAT a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia, oleh sebab itu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut harus disimpan dengan baik dan dipelihara dengan baik pula. b. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan hanya dapat diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, Pejabat Penlai, Atasan Pejabat Penilai, atasan dari Atasan Pejabat Penilai (sampai yang tertinggi) dan atau Pejabat lain yang

382

PENILAIAN DAN EVALUASI

karena tugas atau jabatannya mengharuskan ia mengetahui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. 2. PENGGUNAAN a.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain dalam mempertimbangkan kenaikan gaji berkala, penempatan dalam jabatan pemindahan, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain.

b.

Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan suatu mutasi kepegawaian dalam tahun berikutnya, kecuali ada perbuatan tercela dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang dapat rnengurangi atau meniadskan nilai tersebut.

c.

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, baru berlaku setelah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai. Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Cornel, NIP. 060132344, golongan ruang III/c jabatan Kepala Sub Bagian Otorisasi dari Bagian Pelaksanaan Anggaran pada Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Cornel tersebut dibuat oleh Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran pada bulan Desember 1981 dengan semua unsur Penilaian pelaksanaan pekerjaan bernilai balik. Pada tanggal 1 April 1982, Cornel tersebut telah 4 (empat) tahun dalam golongan ruang III/c. Berhubung dengan itu maka Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran bermaksud mengusulkan kenaikan pangkat Cornel tersebut terhitung mulai 1 April 1982 Tetapi pada bulan Februari 1982 Cornel tersebut melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan ia ditahan oleh yang berwajib dan kemudian diajukan ke pengadilan. PENILAIAN DAN EVALUASI

383

Dengan keputusan pengadilan maka Cornel dinyatakan bersalah. Andaikata Sdr. Cornel tidak melakukan perbuatan yang tercela, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada akhir 1981 itu berlaku bagi pertimbangan mutasi kepegawaian dalam tahun 1982, tetapi karena ia melakukan perbuatan tercela, maka nilai yang tersebut dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada akhir tahun 1981 itu dinyatakan tidak berlaku lagi. VII. LAIN-LAIN 1. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIANGKAT MENJADI PEJABAT NEGARA.

384

a.

Pejabat peniiai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Menteri, Anggota Lembaga Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Tertinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I adalah Pejabat Penilai Tertinggi dari instansi induk dimana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum diangkat rnenjadi Pejabat Negara.

b

Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Wakil Bupati/Walikota-madya Kepala Daerah Tingkat II, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Kepala Kantor Wilayah Departemen/Kepala Instansi Vertikal Propinsi yang bersangkutan.

c.

Pejabat Penilai Bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II, yang dibebaskan dari jabatan organiknya adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, atau Kepala Kantor Departemen/Kepala Instansi Vertikal Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan

d.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dimintakan oleh Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud di atas dan pimpinan

PENILAIAN DAN EVALUASI

instansi dimana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan tugasnya dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan c. e.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota Dewan Perwakilan Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dibebaskan dari jabatan organiknya, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang bersangkutan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjabat Ketua Fraksi, maka bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan di buat dan diberikan oleh salah seorang anggota Pimpinan Fraksi yang bersangkutan.

2. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS BELAJAR. a.

Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar adalah Pejabat Penilai dari Instansi semula dimana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum ia menjalankan Tugas Belajar.

b.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan, dimintakan oleh Pejabat Penilai dari Pimpinan Perguruan Tinggi, Sekolah, atau Kursus yang bersangkutan.

c.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas belajar di luar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan Pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan.

3. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN/DIPEKERJAKAN PADA DAERAH OTONOM ATAU INSTANSI PEMERINTAH LAINNYA. Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom atau Instansi Pemerintah lainnya adalah Pejabat Penilai dari daerah Otonom atau dari Instansi Pemerintah yang bersangkutan

PENILAIAN DAN EVALUASI

385

4. PENILAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIPERBANTUKAN ATAU DIPEKERJAKAN PADA BADANBADAN LAIN a. Pejabat Penilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Perusahaan milik negara, organisasi profesi badan swasta yang ditentukan, negara sahabat, atau badan intemasional, adalah Pejabat Penilai dari Instansi semula Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebelum ia diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan, organisasi, atau badan tersebut. b. Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat Daftar penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, diminta oleh Pejabat Penilai dari pimpinan perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan. c.

Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan.

5. ATASAN PEJABAT PENILAI YANG TERTINGGI a.

Apabila Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi mempunyai bukti-bukti atau alasan-alasan yang cukup tentang adanya hal-hal yang tidak wajar mengenai pemberian nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, ia dapat mengambil tindakan seperlunya unluk menyelesaikan halhal yang tidak wajar itu umpamanya dengan mengadakan perubahan nilai, mengambil tindakan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang bersalah dan lain-lain.

b.

Ketentuan sebagai tersebut datam huruf a diatas berlaku juga bagi Atasan Pejabat Penilai yang menjabat jabatan eselon I pimpinan instansi vertikal tingkat Propinsi, Bupati/ Walikotamadya termasuk kota administratif di bawah Provinsi, dan pimpinan instansi vertikal tingkat Kabupaten/ Kotamadya

6. MUTASI a.

386

Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari Instansi yang satu kepada instansi yang lain, umpamanya

PENILAIAN DAN EVALUASI

Departemen Dalam Negeri pindah ke Departemen Luar Negeri, maka buku Catatan Penilaian dan daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dikirimkan oleh pimpinan instansi lama kepada instansi baru. b.

Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah unit organisasi tetapi masih tetap dalam satu instansi, maka hanya buku Catatan Penilaian saja yang dikirimkan oleh pimpinan unit organisasi yang lama kepada pimpinan unit organrsasi yang baru sedang terdaftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tetap disimpan dan dipelihara oleh pejabat yang diserah urusan kepegawaian.

VIII. PENYIMPANAN DAFTAR PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN 1. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat-pejabat yang diserahi urusan kepegawaian 2. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan untuk selama 5 (lima) tahun umpamanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat pada akhir tahun : a.

1981 disimpan sampai dengan akhir tahun 1986.

b.

1982 disimpan sampai dengan akhir tahun 1987

c.

dan seterusnya.

3. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak digunakan lagi 4. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan bagi Pegawai Negeri Sipil: a.

Yang berpangkat Pembina golongan ruang ke atas dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu : (1) 1 (satu) rangkap untuk arsip instansi yang bersangkutan. (2) 1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

b.

Yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/ d ke bawah dibuat 1 (satu) rangkap

PENILAIAN DAN EVALUASI

387

5. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dapat dibuat melebihi jumlah rangkap sebagai tersebut di atas sesuai dengan ketentuan dari Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Teitinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lernbaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubenur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. IX . PERALIHAN Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 dimulai pada bulan Desernber 1980. X. PENUTUP 1. Penunjukan Pejabat Penilai begitu juga perincian pelaksanaan Surat Edaran ini ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri, Jaksa Agung Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing. 2. Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai kesu!itan supaya segera tanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian. 3. Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd AE MANIHURUK TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan.

388

PENILAIAN DAN EVALUASI

2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai laporan 3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan, 4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat. 5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi Vertikal. 6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan. 7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan semua Kepala Kas Daerah, 8. Semua Camat di seluruh Indonesia. 9. Pertinggal. Ketentuan angka VII angka 1 seluruhnya telah diubah dengan Surat Edaran Kepala BAKN No.30/SE/1985 tanggal 9 Desember 1985 berlaku mulai pembuatan DP3 pada akhir tahun 1985.

PENILAIAN DAN EVALUASI

389

Jakarta, 24 Nopember 1987.

Nomor : 3404/KP/XI/87/12 Lampiran : 2 (dua) rangkap Perihal : Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Th.1967

Kepada : Yth. 1. Sdr. Para Pejabat Eselon I. 2. Sdr. Para Kepala Perwakilan Republik Indonesia 3. Sdr. Para Pejabat Eselon II pada DEPARTEMEN LUAR NEGERI

Menjelang berakhirnya tahun 1987 dan akhir bulan Desember 1987 merupakan saat pembuatan DP-3 tahun 1987 bagi setiap Pegawai Negen Sipil yang berada dalam unit kerja Saudara, dimohon perhatian hal-hal sebagai berikut : 1. Sesuai dengan Bab III pasal 17 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 10 Tahun 1979 jo. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor : 02/SE/1980 tanggal 11 Pebruari 1980 BAB. IV angka 1,4, 5, 6 dan 7 dijelaskan bahwa terhadap setiap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya. Penilaian dilakukan pada setiap bulan Desember dengan jangka waktu penilaian mulai bulan Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang bersangkutan. 2. Mengingat masih banyaknya Unit/Perwakilan yang belum melaksanakan ketentuan tersebut diatas dan DP-3 tersebut merupakan salah satu bahan pertimbangan yang penting dalam mutasi kepegawaian (mutasi jabatan, kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, kenaikan tingkat PDLN dan kenaikan gelar) bagi Pejabat/Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi Persyaratan lainnya, diharapkan Para Pejabat Penilai di lingkungan Saudara dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya. 3. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan ditempatkan atau yang akan berakhir masa tugasnya pada Perwakilan RI di Luar Negeri pada bulan-bulan bukan saatnya pembuatan DP-3 tetap dibuatkan DP-3 oleh Pejabat Penilai dari bulan Januari sampai

390

PENILAIAN DAN EVALUASI

bulan terjadinya mutasi, sehingga DP-3 tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan penilaian bagi Pejabat Penilai yang baru. 4. DP-3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga), asli dikirimKan ke Biro Kepegawaian untuk diteruskan ke BAKN. 1 rangkap untuk Pegawai yang bersangkutan dan 1 rangkap untuk file Unit Perwakilan. 5. Diharapkan Unit/Perwakilan yang sampai saat ini belum mengirimkan DP-3 tahun 1986 seterimanya surat ini mengirimkan DP-3 tersebut ke Biro Kepegawaian. 6. Unit-unit kerja di dalam negeri dapat mengambil formulir DP-3 di Sub Bagian Penilaian Prestasi Kerja, Biro Kepegawaian. Untuk Perwakilan bersama ini kami kirimkan 2 (dua) rangkap fomulir DP-3 untuk diperbanyak sesuai dengan keperluaa Atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. A.n. MENTERI LUAR NEGERI Sekretaris Jenderal ttd SOEDARMONO

PENILAIAN DAN EVALUASI

391

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KOMUNIKASI Tanggal : 10 Maret 2003

BERITA RAHASIA

KELALAIAN SAUDARA ADALAH BANCANA BAGI NEGARA

KONSEP : 136767 PRO PERWAKILAN RI : ALL KEPPRIS KILAT NO PRO EX RE

: : : :

031391 ALL KEPPRIS SEKJEN PENILAIAN TERHADAP ATHAN DAN ATNIS

Mkk no. 031102 tgl 21 pebruari 2003 dan sesuai instruksi menteri luar negeri sehubungan dengan penataan kembali perwakilan disampaikan hals sbb : 1. Diharap saudara keppris melakukan penilaian secara obyektif terhadap athan/atnis yang mencakup : a. hasil pelaksanaan tugas dan fungsi mereka; b. intensitas hubungan mereka dengan unsur – unsur di negara akreditasi; c. luasnya jaringan dengan mitra kerja setempat; d. aktifitas dan kinerja mereka; dan e. kerjasama dan koordinasi ybs dengan unsurs di perwakilan republik indonesia yang saudara pimpin 2. penilaian tsb dilakukan agar dapat memperoleh gambaran obyektif re keperluan perwakilan republik indonesia untuk athan/atnis. 3. diharapkan penilaian termaksud dapat kami terima dalam waktu dekat. Demikian ump ttkhbs Biaya pengawatan dibebankan kepada – DEPLU – CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KA, BAM Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi – DEPLU-

392

PENILAIAN DAN EVALUASI

KONSEP KAWAT RAHASIA

NO

: 052963

PRO

: ALL KEPPRIS

EX

: SEKJEN

RE

: EVALUASI TERHADAP KINERJA HOC DAN BPKRT

MKK NO. 050933 RE PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI, DISAMPAIKAN DENGAN HORMAT HALS SBB : 1. KAMI MENGUCAPKAN PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH KEPADA KEPRIS YANG TELAH MENYAMPAIKAN HASIL EVALUASI TERHADAP KINERJA HOC DAN BPKRT. 2. BAGI KEPPRIS YANG BELUM MENYAMPAIKAN LAPORAN EVALUASI TERHADAP HOC DAN BPKRT, MOHON DAPAT MENYAMPAIKANNYA PALING LAMBAT MINGGU KEDUA JULI 2005. 3. EVALUASI DILAKUKAN SETELAH HOC DAN BPKRT MELAKSANAKAN TUGA SESUAI BIDANGNYA SELAMA 6 BULAN. 4. KHUSUS BAGI BPKRT YANG TELAH BERADA DI PERWAKILAN SELAMA 6 BULAN, NAMUN BELUM MELAKSANAKAN TUGASNYA SEBAGAI BENDAHARAWAN DAN/ATAU PENATA KERUMAHTANGGAAN, MOHON DISAMPAIKAN ALASAN DAN KEPADA MEREKA TETAP DILAKUKAN EVALUASI. DEMIKIAN, ATAS PERHATIANNYA DIUCAPKAN TERIMA KASIH. CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ AMEROP, DJ ASPASAF, SAHLI MD. KABAM, KA BPO, KARO KEPEG, KARO KEU, KARO TUP.

SEMUA PERWAKILAN

PENILAIAN DAN EVALUASI

393

394

VII DISIPLIN PEGAWAI

395

396

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 30 AGUSTUS 1980 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil; b. hahwa Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan dipandang tidak sesuai lagi, oleh sebab itu perlu ditinjau kembali dan disempurnakan; Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri DISIPLIN PEGAWAI

397

dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3021); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil; b. pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja; c. hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; d. pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil; e. atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum; f.

perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan;

g. peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.

398

DISIPLIN PEGAWAI

BAB II KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 2 Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib : a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; b. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain; c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil; d. mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku; e. menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya; f.

memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;

g. melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; h. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara; i.

memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;

j.

segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/ pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan material;

k. mentaati ketentuan jam kerja; l.

menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;

DISIPLIN PEGAWAI

399

n. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; o. bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya; q. menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya; r.

mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;

s. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya; t.

mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;

u. berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan; v. hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan; w. menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat; x. mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; y. mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang; z. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin. Pasal 3 (1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang: a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil; b. menyalahgunakan wewenangnya; d. menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik negara; e. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau suratsurat berharga milik negara secara tidak sah; 400

DISIPLIN PEGAWAI

f.

melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

g. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya; h. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; i.

memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;

j.

bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

k. melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; l.

menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

m. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain; n. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi pemerintah; o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya; p. memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatannya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; q. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I. DISIPLIN PEGAWAI

401

(2) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang. BAB III HUKUMAN DISIPLIN Bagian Pertama Pelanggaran Disiplin Pasal 4 Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, adalah pelanggaran disiplin. Pasal 5 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundangundangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum. Bagian Kedua Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin Pasal 6 (1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat. (2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. tegoran lisan; b. tegoran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis. (3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : 402

DISIPLIN PEGAWAI

a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. (4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. pembebasan dari jabatan; c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Negeri Sipil; dan d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bagian Ketiga Pejabat yang Berwenang Menghukum Pasal 7 (1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah : a. Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang : 1. berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d; 2. memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b; b. Menteri dan Jaksa Agung bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam : 1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain DISIPLIN PEGAWAI

403

yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden; c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam: 1. Pasal 6 ayat (4) huruf d; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas; 3. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada ditangan Presiden; d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masingmasing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam: 1. Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom; 2. Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah; 3. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/ b ke atas; e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. (2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri/Sekretaris Negara.

404

DISIPLIN PEGAWAI

(3) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf d bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Daerah Otonom, hanya dapat dijatuhkan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 8 Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b huruf c, dan huruf d dapat mendelegasikan sebagaian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d, dengan ketentuan sebagai berikut : a. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; b. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon IV atau pejabat lain yang setingkat dengan itu; c. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) huruf a dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; d. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural serendah-rendahnya eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu; e. untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b dapat didelegasikan kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu.

DISIPLIN PEGAWAI

405

Bagian Keempat Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin Pasal 9 (1) Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan : a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4). (3) Pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara tertutup. Pasal 10 Dalam melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum dapat mendengar atau meminta keterangan dari orang lain apabila dipandangnya perlu. Pasal 11 Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat memerintahkan pejabat bawahannya untuk memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Pasal 12 (1) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, pejabat yang berwenang menghukum memutuskan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan 406

DISIPLIN PEGAWAI

secara seksama pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Dalam keputusan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 13 (1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin. (2) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya. Pasal 14 (1) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan huruf c, dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), ditetapkan dengan surat keputusan dan disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (4) Penyampaian hukuman disiplin dilakukan secara tertutup. Bagian Kelima Keberatan atas Hukuman Disiplin Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tidak dapat mengajukan keberatan. DISIPLIN PEGAWAI

407

(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut. Pasal 16 (1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) diajukan secara tertulis melalui saluran hirarki. (2) Dalam surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dimuat alasan-alasan dari keberatan itu. Pasal 17 (1) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan. (2) Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, tidak dapat diajukan keberatan, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d. Pasal 18 Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. Pasal 19 (1) Apabila ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, maka pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan wajib memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan secara tertulis dan disampaikan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima suarat keberatan itu. 408

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 20 (1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang penjatuhan hukuman disiplin, wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. (2) Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau orang lain yang dianggap perlu. Pasal 21 (1) Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. (2) Penguatan atau perubahan hukuman disiplin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum. (3) Terhadap keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat diajukan keberatan. Bagian Keenam Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin Pasal 22 (1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada yang bersangkutan. (2) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) : a. apabila tidak ada keberatan, mulai berlaku pada hari kelima belas terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, DISIPLIN PEGAWAI

409

b. apabila ada keberatan, mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b; c. jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b, mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. (3) Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut. BAB IV BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. (2) Badan Pertimbangan Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 24 (1) Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib mengambil keputusan mengenai keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil kepadanya. (2) Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan. BAB V KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 25 Apabila ada alasan-alasan yang kuat, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat meninjau 410

DISIPLIN PEGAWAI

kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing. Pasal 26 Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) huruf a, dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin. Pasal 27 (1) Ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi : a. Calon Pegawai Negeri Sipil; b. Pegawai bulanan di samping pensiun. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. (3) Hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada pegawai bulanan disamping pensiun, hanyalah jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. Pasal 28 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 29 Ketentuan-ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku. DISIPLIN PEGAWAI

411

BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 202) dan segala peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 32 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannnya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1980 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd

SUDHARMONO, SH

412

DISIPLIN PEGAWAI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN UMUM Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan nasional, diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang demikian itu, antara lain diperlukan adanya Peraturan Disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati, atau larangan dilanggar. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan jelas kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain dari pada itu dalam Peraturan Pemerintah diatur pula tentang tata cara pemeriksaan, tata cara penjatuhan dan penyampaian hukuman disiplin serta tata cara pengajuan keberatan apabila Pegawai Negeri Sipil yang diatur hukuman disiplin itu merasa keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya. Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Hukuman, disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas DISIPLIN PEGAWAI

413

Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat. ceramah, diskusi, melalui telpon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dari lain-lain yang serupa dengan itu. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Hukuman disiplin yang berupa tegoran lisan dinyatakan dan disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Apabila seorang atasan menegor bawahannya tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, bukan hukuman disiplin. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa tegoran tertulis dinyatakan 414

DISIPLIN PEGAWAI

dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Huruf c Hukuman disiplin yang berupa pernyataan tidak puas dinyatakan dan disampaikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Ayat (3) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Huruf a Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Masa penundaan kenaikan gaji berkala tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin tersebut selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin. Huruf c Hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipertimbangkan.

DISIPLIN PEGAWAI

415

Ayat (4) Semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Huruf a Hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, ditetapkan untuk masa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai, maka pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali pada pangkat yang semula. Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitung sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat berikutnya. Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan pada pangkat semula. Huruf b Hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan adalah pembebasan dari jabatan organik. Pembebasan dari jabatan berarti pula pencabutan segala wewenang yang melekat pada jabatan itu. Selama pembebasan dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh kecuali, tunjangan jabatan. Huruf c Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, apabila memenuhi syarat masa kerja dan usia pensiun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan diberikan hak pensiun. Huruf d Cukup jelas

416

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 7 Ayat (1) Pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik negara, badan-badan internasional yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain, adalah pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan. Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka pejabat yang berwenang menghukum bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang oleh Daerah Otonom yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan pada perusahaan daerah atau instansi/badan lain, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Huruf e Pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, hanya berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b. Yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) huruf a, huruf c, dan huruf d, bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf ini, adalah pejabat yang berwenang menghukum dari instansi induk masing-masing. Ayat (2) Cukup jelas

DISIPLIN PEGAWAI

417

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Ayat 1 Tujuan pemeriksaan sebagimana dimaksud dalam ayat ini, adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan melakukan pelanggaran disiplin itu. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan djatuhkan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin tidak memenuhi panggilan untuk diperiksa tanpa alasan yang sah, maka dibuat panggilan kedua. Panggilan pertama dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, sedang panggilan kedua harus dibuat secara tertulis. Dalam menentukan tanggal pemeriksaan berikutnya harus pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan surat panggilan. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak juga memenuhi panggilan kedua maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan bahan-bahan yang ada padanya. Ayat (2) Huruf a Pelanggaran disiplin yang mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam huruf ini pada dasarnya bersifat ringan, oleh sebab itu pemeriksaan cukup dilakukan secara lisan. Huruf b Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita acara dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan.

418

DISIPLIN PEGAWAI

Ayat (3) Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin belum tentu bersalah, oleh sebab itu pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Yang dimaksud dengan pemeriksaan secara tertutup adalah bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan. Pasal 10 Maksud dari Pasal ini, adalah untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dalam rangka usaha menjamin obyektivitas. Pasal 11 Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Tetapi untuk mempercepat pemeriksaan, maka pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat memerintahkan pejabat lain untuk melakukan pemeriksaan itu, dengan ketentuan bahwa pejabat yang diperintahkan melakukan pemeriksaan itu tidak boleh berpangkat, atau memangku jabatan yang lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat diberikan secara lisan atau tertulis. Pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dan Pasal 8, harus melakukan sendiri pemeriksaan tersebut Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang Presiden, dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Maksud dari pencantuman pelanggaran disiplin yang ditakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dalam keputusan hukuman disiplin, adalah agar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengetahui pelanggaran disiplin yang dilakukannya.

DISIPLIN PEGAWAI

419

Pasal 13 Ayat (1) Ada kemungkinan, bahwa pada waktu dilakukan pemeriksaan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, ternyata Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan telah melakukan beberapa pelanggaran disiplin. Dalam hal yang sedemikian, maka terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin. Hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu, haruslah dipertimbangkan dengan seksama, sehingga setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya dan dapat diterima oleh rasa keadilan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Hukuman disiplin disampaikan secara langsung, kepada Pegawai Negeri Sipil yang dihukum oleh pejabat yang berwenang menghukum. Penyampaian hukuman disiplin itu dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian dan dapat pula dihadiri oleh pejabat lain asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dihukum. Pasal 15 Ayat (1) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2), adalah hukuman disiplin yang ringan dan telah

420

DISIPLIN PEGAWAI

selesai dijalankan segera setelah hukuman disiplin itu dijatuhkan, oleh sebab itu tidak dapat diajukan keberatan. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum apabila menurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kurang setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Alasan-alasan keberatan harus dibuat dengan jelas dan lengkap. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Keberatan atas hukuman disiplin diajukan melalui saluran hirarki, oleh sebab itu harus melalui pejabat yang berwenang menghukum. Pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan seksama keberatan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu. DISIPLIN PEGAWAI

421

Ayat (2) Untuk memudahkan pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut, maka pejabat yang berwenang menghukum mengirimkan sekaligus tanggapannya, surat keberatan, dan berita acara pemeriksaan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Tujuan dari ayat ini, adalah untuk mendapatkan bahanbahan yang lebih lengkap sebagai bahan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan. Pasal 21 Ayat (1) Apabila atasan pejabat yang berwenang menghukum mempunyai alasan-alasan yang cukup, maka ia dapat mengadakan perubahan terhadap keputusan disiplin yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum baik dalam arti memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin tersebut. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin sedang dan berat dapat mengajukan keberatan dalam jangka 422

DISIPLIN PEGAWAI

waktu 14 (empat belas) hari. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, maka hal ini berarti ia menerima keputusan hukuman disiplin itu, oleh sebab itu hukuman disiplin tersebut harus dijalankannya mulai hari ke 15 (lima belas). Huruf b Cukup jelas Huruf c Untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terutama dalam rangka usaha menyelamatkan kekayaan Negara, maka jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b perlu dilaksanakan dengan segera. Pasal 23 sampai dengan Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-baiknya, maka para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d wajib mengikuti dan memperhatikan keadaan yang berlangsung dalam lingkungannya masing-masing dan mengambil tindakan yang diperlukan tepat pada waktunya. Dalam hubungan ini maka para pejabat tersebut dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh para pejabat yang berwenang menghukum dalam lingkungannya masing-masing, apabila ia mempunyai alasanalasan yang kuat yang didasarkan pada keteranganketerangan dan atau bukti-bukti yang cukup dan meyakinkan. Pasal 26 sampai dengan Pasal 32 Cukup jelas

DISIPLIN PEGAWAI

423

Jakarta, 30 Oktober 1980 Kepada Yth : 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 4. Semua Pimpinan Lembaga pemerintah Non – departemen 5. Semua kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala daerah Tingkat II di TEMPAT SURAT EDARAN NOMOR : 23/SE/1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Dalam Undang–undang Nomor 8 Tahun 1980 tentang Pokok–pokok Kepegawaian Pasal 29, dinyatakan bahwa untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. b. Sebagai pelaksanaan dari Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 pasal 29 tersebut, maka telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

424

DISIPLIN PEGAWAI

c. Untuk menjamin keseragaman dan dalam rangka memperlancar pelaksanaannya maka dipandang perlu mengeluarkan surat edaran tentang petunjuk teknis pelaksanaan peraturan disiplin PNS. 2. DASAR a. Undang–undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok– Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). b. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42) c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201) d. PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara 3176) 3. TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang bersangkutan dalam melaksanakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing–masing. 4. PENGERTIAN Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : a. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. b. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. c. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. DISIPLIN PEGAWAI

425

d. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil. e. Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum. f. Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan. g. Peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan. h. Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan. i.

Ucapan adalah setiap kata–kata yang diucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya.

j.

Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dan lain–lain yang serupa dengan itu.

II. PELANGGARAN DISIPLIN 1. Kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, adalah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. 2. Larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. 3. Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, adalah pelanggaran disiplin. 4. Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk 426

DISIPLIN PEGAWAI

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, kecuali hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas. III. TINGKAT DAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN 1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat 2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pernyataan tidak puas secara tertulis 3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. 4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; b. pembebasan dari jabatan; c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. IV. PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM 1. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran peraturan disiplin adalah; DISIPLIN PEGAWAI

427

a. Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil yang : (1) Berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas, sepanjang mengenai hukuman disiplin : (a) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980); (b) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 (4) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980). (2) Memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, sepanjang mengenai pembebasan dari jabatan (Pasal 8 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980), umpamanya pembebasan dari jabatan sekretaris jenderal Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, dan lain–lain. b. Menteri yang memimpin Departemen dan Jaksa Agung, bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing– masing, kecuali jenis hukuman disiplin : (1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas. (2) Pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden. c. Pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan lembaga Pemerintah Nondepartemen, bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing–masing, kecuali jenis hukuman disiplin : (1) Pemberhentian tidak atas dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. (2) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai 428

DISIPLIN PEGAWAI

Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruangan IV/b atas. (3) Pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden. d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperkerjakan/diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam lingkungannya masing–masing, kecuali jenis hukuman disiplin : (1) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (2) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom. (3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas. e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dipekerjakan/ diperbantukan pada negara sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hubungan disiplin : (1) Teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis (Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1980). (2) Pembebasan dari jabatan (Pasal 6 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980) 2. Menteri/Sekretaris Negara, adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat (4) huruf d Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1980) bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah dalam lingkungan Kesekretariatan

DISIPLIN PEGAWAI

429

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Lembaga Pemerintah Non departemen. 3. Menteri dalam Negeri adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Pasal 6 ayat (4) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980) bagi Para Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a kebawah atas usul Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. 4. Penjatuhan jenis hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah, adalah menjadi wewenang Menteri/Pimpinan Lembaga yang berangkutan. 5. Penjatuhan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawi Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada Daerah Otonom yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah, adalah menjadi wewenang Menteri yang bersangkutan. 6. penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar negeri, dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat, atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, adalah menjadi wewenang pejabat yang berwewenang menghukum sesuai dengan wewenangnya masing–masing kecuali jenis hukuman disiplin Teguran lisan, Teguran tertulis, pernyataan tidak puas secara tertulis, dan pembebanan dari jabatan. 7. Penjatuhan hukuman Disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, diperbantukan/dipekerjakan pada perusahaan milik negara, badan–badan internasional yang berkedudukan di Indonesia, organisasi profesi, dan badan/instansi lain, adalah menjadi wewenang dari pejabat yang berwenang menghukum sesuai dengan wewenangnya masing–masing. 8. Menteri yang memimpin Departemen, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen dan gubernur Kepala Daerah Tingkat I dengan surat keputusan dapat mendelegasikan sebagai wewenangnya kepada pejabat 430

DISIPLIN PEGAWAI

bawahannya untuk menjatuhkan hukuman disiplin dalam lingkungannya masing–masing dengan ketentuan sebagai berikut; a. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon V atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin Teguran lisan. b. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon IV atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin : (1) Teguran lisan; (2) Teguran tertulis (3) Pernyataan tidak puas secara tertulis. c. Kepala pejabat yang memangku jabatan struktural eselon III atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin. (1) Teguran lisan; (2) Teguran tertulis, (3) Pernyataan tidak puas secara tertulis; (4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun d. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon II atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin (1) Teguran lisan; (2) Teguran tertulis; (3) Pernyataan tidak puas secara tertulis; (4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun. (5) Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; (6) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

DISIPLIN PEGAWAI

431

e. Kepada pejabat yang memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang setingkat dengan itu dapat didelegasikan wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin : (1) Teguran lisan; (2) Teguran tertulis; (3) Pernyataan tidak puas secara tertulis; (4) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun. (5) Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; (6) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. (7) Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun : (8) Pembebasan dari jabatan. 9. Wewenang untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin yang tidak dapat didelegasikan, adalah : a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil; 10. Wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin yang dapat didelegasikan adalah menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini. 11. Pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin, tidak dapat mendelegasikan lagi wewenangnya itu kepada pejabat lain. 12. Surat Keputusan tentang pendelegasian wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin, dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran II Surat Edaran ini. V. TATA CARA PEMERIKSAAN 1. UMUM a. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu 432

DISIPLIN PEGAWAI

Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. b. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin, serta untuk mengetahui faktor–faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin serta untuk mengetahui faktor–faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin itu. c. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan obyektif, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum dapat mempertimbangkan dengan seksama tentang jenis hukuman disiplin yang akan di lakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 2. PANGGILAN a. Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dipanggil untuk diperiksa oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. b. Pada dasarnya panggilan itu dilakukan dengan lisan, tetapi apabila sukar dilakukan dengan lisan, maka panggilan itu dilakukan secara tertulis. c. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, tidak memenuhi panggilan pertama, maka dibuat panggilan kedua, panggilan kedua harus dilakukan secara tertulis. Dalam menentukan tanggal untuk memenuhi panggilan berikutnya, harus pula diperhatikan waktu yang diperlukan untuk menyempaikan surat panggilan. d. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu tidak memenuhi panggilan kedua, maka hal itu tidak menghalangi penjatuhan hukuman disiplin. e. Surat panggilan dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

433

3. PEMERIKSAAN a. Sebelum melakukan pemeriksaan, pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya, mempelajari lebih dahulu dengan seksama laporan–laporan atau bahan–bahan mengenai pelanggaran disiplin yang disangka dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. b. Pada dasarnya pemeriksaan harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum. c. Pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin yang untuk menjatuhkan hukuman disiplin terhadapnya menjadi wewenang Presiden dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b disangka melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan terhadap pegawai Negeri Sipil tersebut dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan, umpamanya Menteri, atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan itu Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat dijatuhi jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat, maka pimpinan instansi yang bersangkutan mengajukan hal itu kepada Presiden disertai dengan berita acara lengkap. d. Untuk mempercepat pemeriksaan, maka Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Nondepartemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat memerintahkan pejabat bawahannya dalam lingkungannya kekuasaannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, dengan Ketentuan bahwa pejabat yang diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan itu tidak boleh berpangkat atau memangku jabatan yang lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa.

434

DISIPLIN PEGAWAI

e. Perintah untuk melakukan pemeriksaan itu dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, satu dan lain hal bergantung kepada keadaan dan keperluan. f.

Surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini.

g. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin harus melakukan sendiri pemeriksaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. h. Pemeriksaan dilakukan secara lisan atau tertulis. i.

Pada tingkat pertama, pemeriksaan dilakukan secara lisan. Apabila menurut hasil pemeriksaan secara lisan itu, Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu cukup dijatuhi dengan tingkat hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, pemeriksaan tidak perlu dilanjutkan secara tertulis. Tetapi apabila menurut hasil pemeriksaan secara lisan itu, pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu akan dapat dijatuhi tingkat hukuman disiplin sedang atau berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, maka pemeriksaan di lanjutkan secara tertulis.

j.

Pemeriksaan secara tertulis dibuat dalam bentuk berita acara, menurut contoh sebagaimana tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini.

k. Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melakukan sesuatu pelanggaran disiplin, wajib menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat yang diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan. l.

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa itu tidak mau menjawab pertanyaan, maka ia dianggap mengakui pelanggaran disiplin yang disangkakan kepadanya.

m. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa mempersulit pemeriksaan, maka hal itu wajib dilaporkan oleh pemeriksa

DISIPLIN PEGAWAI

435

kepada pejabat yang berwenang menghukum menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran VI surat Edaran ini. n. Berita Acara Pemeriksaan ditandatangani oleh pemeriksa dan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa. Apabila ada isi berita acara pemeriksaan itu yang menurut pandapat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa tidak sesuai dengan apa yang ia ucapkan, maka hal itu diberitahukan kepada pemeriksa dan pemeriksa wajib memperbaikinya. o. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa menolak untuk menandatangai berita acara pemeriksaan, maka berita acara pemeriksaan itu cukup ditandatangani oleh pemeriksa dengan menyebutkan dalam berita acara pemeriksaan, bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Walaupun Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa menolak untuk menandatangani berita acara pemeriksaan tersebut, namun tetap dapat digunakan sebagai bahan untuk menjatuhkan hukuman disiplin. p. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup, dalam arti bahwa pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan. q. Apabila dipandang perlu, pejabat yang berwenang menghukum dapat meminta keterangan mengenai atau yang menyangkut pelanggaran disiplin itu dari orang lain. Satu dan lain hal untuk melengkapi keterangan dan menjamin obyektifitas. VI.PENJATUHAN HUKUMAN 1. UMUM a. Tujuan hukuman disiplin, adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. b. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin pejabat yang berwenang menghukum wajib lebih dahulu mempelajari dengan teliti hasil–hasil pemeriksaan, serta wajib memperhatikan dengan seksama faktor–faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil 436

DISIPLIN PEGAWAI

melakukan atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil melakukan pelanggaran disiplin itu. c. Walaupun wujud pelanggaran disiplin sama, tetapi faktor– faktor yang mendorong untuk melakukan pelanggaran disiplin itu berbeda, maka jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan pun berbeda juga. 2. PERTIMBANGAN DALAM MENENTUKAN JENIS HUKUMAN DISIPLIN a. Dalam menentukan jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan haruslah dipertimbangkan dengan seksama bahwa hukuman disiplin yang akan dijatuhkan itu setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga hukuman disiplin itu dapat diterima oleh rasa keadilan. Umapamnya : 1. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang untuk pertama kalinya terlambat masuk kerja, cukup diperingatkan saja (bukan merupakan hukuman disiplin). Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan telah diperingkatkan sampai tiga kali, tetapi masih terlambat juga masuk kerja, kepadanya wajar dijatuhkan jenis hukuman disiplin Teguran lisan. 2. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 10 (sepuluh) hari berturut– turut, kepadanya wajar langsung dijatuhkan jenis hukuman disiplin penundaan kenaikan gaji berkala. 3. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang turut aktif dalam suatu gerakan yang menentang Pemerintah, kepadanya wajar langsung dijatuhkan jenis hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. b. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman DISIPLIN PEGAWAI

437

disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya. Umpamanya : 1. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah dijatuhi jenis hukuman disiplin Teguran lisan karena telah berkali–kali terlambat masuk kerja. Walaupun kepadanya telah dijatuhkan jenis hukuman disiplin teguran lisan tetapi ia tidak merubah sikapnya dan terus juga terlambat, maka jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya adalah teguran tertulis dan begitu seterusnya. 2. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang telah dijatuhi jenis hukuman disiplin teguran lisan karena pulang sebelum jam kerja berakhir. Setelah itu ke padanya dijatuhkan lagi jenis hukuman disiplin teguran tertulis karena melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama. Kemudian ia dijatuhi jenis hukuman disiplin penudaan kenaikan pangkat karena menyalahgunakan barang–barang negera yang dipercayakan kepadanya Beberapa waktu kemudian ia meninggalkan pekerjaan sebelum jam kerja berakhir. Untuk pelanggaran disiplin yang terakhir ini, maka kepadanya dijatuhkan jenis hukuman disiplin pernyataan tidak puas secara tertulis. 3. TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN a. TEGURAN LISAN (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa teguran lisan, dinyatakan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dalam suatu ruangan. (2) Dalam menyatakan jenis hukuman disiplin teguran lisan, pejabat yang berwenang menghukum 438

DISIPLIN PEGAWAI

memberitahukan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tentang pelanggaran disiplin yang dilakukan. Catatan : Apabila seorang pejabat yang berwenang menghukum menegor bawahannya, tetapi tidak dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin, maka teguran yang demikian bukan hukuman disiplin. (3) Setiap jenis hukuman disiplin teguran lisan yang dijatuhkan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil, wajib di beritahukan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan kepada pejabat yang mengurus kepegawaian, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VII Surat Edaran ini. b. TEGURAN TERTULIS (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa teguran tertulis ditetapkan dengan surat keputusan menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII Surat Edaran ini. (2) Dalam surat hukuman teguran tertulis itu, harus di sebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. c. PERNYATAAN TIDAK PUAS SECARA TERTULIS (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pernyataan keputusan menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini. (2) Dalam surat hukuman pernyataan tidak puas secara tertulis itu, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. d. PENUNDAAN KENAIKAN GAJI BERKALA (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran X Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

439

(2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan gaji berkala, ditetapkan, untuk masa sekurang – kurannya 3 (tiga) bulan dan untuk masa paling lama 1 (satu) tahun. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penundaan kenaikan gaji berkala, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (4) Masa penundaan kenaikan gaji berkala, dihitung penuh untuk masa kenaikan gaji berkala berikutnya : Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Amat NIP. 260101222, pangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/ d dijatuhi hukuman disiplin penundaan kenaikan gaji berkala selama 6 (enam) bulan. Hukuman disiplin tersebut mulai berlaku pada tanggal 20 Nopember 1980. Pada tanggal 1 Desember 1980 ia mempunyai masa kerja golongan 16 tahun 6 bulan dan gaji pokok sebesar Rp. 46.000,- pada tanggal 1 Juni 1980 ia sebenarnya dapat dipertimbangkan untuk mendapat kenaikan gaji berkala sebesar Rp. 2.800,- dengan masa kerja golongan 17 tahun dalam golongan ruang II/d, sehingga gaji pokoknya seharusnya menjadi Rp. 49.200,-. Dalam hal yang sedemikian Sdr. Amat tersebut mulai bulan Juni sampai dengan Nopember 1981, tetap menerima gaji pokok Rp. 46.400,- dan baru terhitung mulai tanggal 1 Desember 1981, gaji pokoknya dinaikkan menjadi Rp. 49.200,-. Karena masa penundaan kenaikan gaji berkala dihitung penuh untuk masa kenaikan gaji berkala berikutnya, maka kenaikan gaji berkala berikutnya bagi Sdr. Amat tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1983.

440

DISIPLIN PEGAWAI

e. PENURUNAN GAJI (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala ditetapkan dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XI Surat Edaran ini. (2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan gaji ditetapkan untuk masa sekurang – kurangnya 3 (tiga) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan gaji, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan gaji selesai, maka gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan langsung kembali pada gaji pokok semula. Masa penurunan gaji tersebut dihitung penuh untuk kenaikan gaji berkala berikutnya. Apabila dalam masa menjalani hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memenuhi syarat – syarat untuk kenaikan gaji berkala, maka kenaikan gaji berkala tersebut baru diberikan terhitung mulai bulan berikutnya dari saat berakhirnya masa menjalani hukuman disiplin. Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Barnabas NIP. 620145372, pangkat Pengatur, golongan ruang II/c, dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan gaji sebesar satu kali, kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, hukuman disiplin tersebut mulai berlaku pada tanggal 17 Desember 1980. Pada waktu dijatuhi hukuman disiplin tersebut ia mempunyai masa kerja golongan 18 tahun 8 bulan dengan gaji pokok sebesar Rp. 46.400,- andaikata Sdr. Barnabas tersebut tidak dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan gaji, maka sebenarnya terhitung mulai tanggal 1 September 1981 ia berhak atas kenaikan gaji berkala sebesar Rp.

DISIPLIN PEGAWAI

441

2.600 sehingga gaji pokoknya menjadi Rp. 49.000,- sesuai dengan masa kerja golongan 19 tahun dalam golongan ruang II/c. Dalam hal yang sedemikian maka : 1. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1981 gaji pokok Sdr. Barnabas tersebut diturunkan sebesar satu kali kenaikan gaji berkala yaitu Rp. 2.600 sehingga gaji pokok yang diterimanya menjadi Rp. 43.800,2. Penurunan gaji pokok tersebut berlangsung sampai dengan bulan Desember 1981. 3. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1982, gaji pokok Sdr. Barnabas tersebut kembali menjadi Rp. 46.400,4. Andai kata ia tidak dijatuhi hukuman disiplin, maka sebenarnya terhitung mulai tanggal 1 September 1981 ia berhak atas kenaikan gaji berkala. Apabila selama ia menjalani hukuman disiplin itu DP-3nya bernilai rata–rata sekurang–kurangnya cukup, maka kepadanya dapat diberikan kenaikan gaji berkala sebesar Rp. 2.600 sehingga gaji pokoknya menjadi Rp. 49.000,5. Karena masa penurunan gaji sebagai hukuman disiplin dihitung penuh untuk masa kenaikan gaji berikutnya, bagi Sdr. Barnabas tersebut dapat diberikan terhitung mulai tanggal 1 September 1983. f.

PENUNDAAN KENAIKAN PANGKAT (1) Jenis hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat ditetapkan dengan surat keputusan, menurut

442

DISIPLIN PEGAWAI

contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat Edaran ini. (2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penundaan kenaikan pangkat itu, ditetapkan untuk masa sekurang–kurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun, terhitung mulai tanggal kenaikan pangkat yang bersangkutan dapat dipertimbangkan. Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badu NIP. 139099786, pangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1978. Sdr. Badu tersebut melakukan sesuatu pelanggaran disiplin pada tanggal 8 Agustus 1982, oleh sebab itu ia dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat selama 6 (enam) bulan pada tanggal 10 Agustus 1982. berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku kenaikan pangkat regulernya sebagai Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b dapat dipertimbangkan terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1982, akan tetapi karena ia dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat selama 6 (enam) bulan, maka kenaikan pangkat reguler bagi Sdr. Badu tersebut sebagai Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b baru dapat dipertimbangkan untuk masa kenaikan pangkat 1 April 1983. Kenaikan pangkat reguler berikutnya baru dapat dipertimbangkan untuk masa kenaikan pertimbangkan untuk masa kenaikan. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penundaan kenaikan pangkat, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

DISIPLIN PEGAWAI

443

g. PENURUNAN PANGKAT (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah ditetapkan dengan surat keputusan, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIII Surat Edaran ini. (2) Jenis hukuman disiplin yang berupa penurunan pangkat ditetapkan untuk masa sekurang–kurangnya 6 (enam) bulan dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin penurunan pangkat harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (4) Setelah masa menjalani hukuman disiplin penurunan pangkat selesai maka pangkat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dengan sendirinya kembali kepada pangkat yang semula. (5) Masa dalam pangkat terakhir sebelum dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, dihitung sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat berikutnya. Kenaikan pangkat berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat, baru dapat dipertimbangkan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang–kurangnya 1 (satu) tahun dikembalikan pada pangkat semula. Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badri, NIP. 280000125, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a dan gaji pokok Rp. 51.100,-.Karena Sdr. Badri tersebut melakukan suatu pelanggaran disiplin, maka ia dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah menjadi Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d untuk masa 6 (enam) bulan. Keputusan hukuman disiplin itu mulai berlaku tanggal 25 September 1980, dalam hal yang sedemikian maka : 1. Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1980 gaji pokok Sdr. Badri turun menjadi Rp. 46.400,444

DISIPLIN PEGAWAI

2. terhitung mulai tanggal 25 Maret 1981, pangkatnya dengan sendirinya kembali menjadi Penata Muda golongan ruang III/a. 3. terhitung mulai tanggal 1 April 1981. gaji pokoknya dengan sendirinya kembali menjadi Rp. 51.100,h. PEMBEBASAN DARI JABATAN (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan ditetapkan dengan surat keputusan menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIV Surat Edaran ini. (2) Dalam surat keputusan hukuman disiplin pembebasan dari jabatan, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yagn bersangkutan. (3) Selama menjalani hukuman disiplin pembebasan dari jabatan, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih tetap menerima penghasilan penuh sebagai Pegawai Negeri Sipil kecuali tunjangan jabatan. (4) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan, baru dapat diangkat lagi dalam sesuatu jabatan setelah ia sekurang – kurangnya 1 (satu) tahun menjalani hukuman disiplin pembebasan dari jabatan itu. Dalam waktu 1 (satu) tahun itu, kiranya sudah cukup waktu menilai apakah kepadanya sudah dapat dipercayakan sesuatu jabatan lain. i.

PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT TIDAK ATAS PERMINTAAN SENDIRI SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil ditetapkan denga surat Keputusan menurut contoh sebagai berikut dalam lampiran XV Surat Edaran ini.

DISIPLIN PEGAWAI

445

(2) Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberikan hak – hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. j.

PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL (1) Jenis hukuman disiplin yang berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan surat keputusan menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVI Surat Edaran ini. (2) Pegawai Negeri Sipil yag dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tidak diberikan hak–hak kepegawaiannya, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang– undangan. (3) Dalam surat keputusan hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagi Pegawai Negeri Sipil harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

4. TATA CARA PENYAMPAIAN HUKUMAN DISIPLIN a. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil untuk menerima keputusan hukuman disiplin. Apabila panggilan pertama tidak dipenuhi, maka dikirimkan panggilan kedua dengan memperhatikan waktu yang diperlukan untuk penyampaian panggilan itu. Apabila panggilan kedua tidak dipenuhi juga, maka ia dianggap telah menerima keputusan hukuman disiplin itu. b. Penyampaian hukuman disiplin dilakukan dalam suatu ruangan dan dapat dihadiri oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian serta dapat pula dihadiri oleh pejabat 446

DISIPLIN PEGAWAI

c.

d.

e.

f.

lain yang dipandang perlu, asalkan pangkat atau jabatannya, tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yag dijatuhi hukuman disiplin. Pada prinsipnya, penyampaian hukuman disiplin itu di lakukan sendiri oleh pejabat yang berwenang menghukum. Apabila tempat kedudukan pejabat yang berwenang menghukum dan tempat Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin berjauhan, maka pejabat yang berwenang menghukum dapat menunjuk pejabat lain dalam lingkungannya untuk menyempaikan hukuman disiplin itu, asalkan pangkat atau jabatannya tidak lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin. Hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden disampaikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin oleh pimpinan instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin yang tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin, dianggap telah menerima keputusan hukuman disiplin itu.

VII. KEBERATAN ATAS KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN 1. YANG TIDAK DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN a. Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden tidak dapat diajukan keberatan. b. Terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum yang berupa jenis hukuman disiplin : (1) teguran lisan; (2) teguran tertulis; dan (3) pernyataan tidak puas secara tertulis; tidak dapat diajukan keberatan c. Terhadap hukuman disiplin berupa : (1) penundaan kenaikan gaji berkala; (2) penurunan gaji;

DISIPLIN PEGAWAI

447

(3) penundaan kenaikan pangkat; dan (4) penurunan pangkat. Yang dijatuhkan oleh Menteri, Jaksa Agung, pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, tidak dapat diajukan keberatan. d. Terhadap jenis hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan, tidak dapat diajukan keberatan. 2. YANG DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN KEPADA PEJABAT YANG BERWENANG MENGHUKUM a. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin kecuali jenis hukuman disiplin sebagai mana dimaksud dalam angka 1 di atas dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki, apabila menurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kurang setimpal, atau pelanggaran disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar. b. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin itu. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan (kadaluarsa). c. Keberatan tersebut diajukan secara tertulis. Dalam surat keberatan itu harus dimuat alasan–alasan dari keberatan itu secara lengkap. d. Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas penjatuhan hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. e. Pejabat yang berwenang menghukum yang mengirim surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkannya, wajib membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut, surat 448

DISIPLIN PEGAWAI

keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan hukuman disiplin harus disampaikan kepada atasan pejabat yang erwenang menghukum dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. f.

Atasan pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan tentang hukuman disiplin, wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. Apabila dipandang perlu, maka atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memanggil dan mendengar keterangan pejabat yang berwenang menghukum yang bersangkutan, Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, dan atau orang lain yang dianggap perlu.

g. Atasan pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat atau mengubah hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Penguatan atau perubahan hukuman disiplin itu, ditetapkan dengan surat keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini. h. Terhadap keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum sebagaimana dimaksud dalam huruf g, tidak dapat diajukan keberatan. i.

Perhitungan waktu mengajukan keberatan dan mengambil keputusan adalah menurut contoh sebagai berikut : ·

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusan memberikan delegasi wewenang kepada setiap Kepala Bagian untuk menjatuhkan hukuman disiplin dilingkungannya masing–masing berupa Teguran lisan, Teguran tertulis, pernyataan tidak puas secara tertulis, dan penundaan kenaikan gaji berkala. Sdr. Suardi NIP. 138912251, golongan ruang II/d, jabatan Kepala Urusan, dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala untuk masa 1 (satu) tahun oleh Kepala Bagiannya.

DISIPLIN PEGAWAI

449

Surat keputusan hukuman disiplin itu tertanggal 21 Nopember 1980, tetapi baru diterimanya tanggal 22 Nopember 1980. sdr. Suardi tersebut mengajukan keberatan atas hukuman disiplin itu karena menurut pendapatnya alasan bagi penjatuhan hukuman disiplin itu tidak benar. Surat keberatan tersebut disampaikan oleh Sdr. Suardi kepada Kepala Sub Bagiannya pada tanggal 5 Desember 1980 dan diterima oleh Kepala sub Bagiannya pada hari itu juga. (1) Kepala Sub Bagian harus sudah menyampaikan surat keberatan itu kepada Kepala bagian selambat–lambatnya tanggal 8 Desember 1980 (tanggal 7 Desember 1980 Jatuh hari Minggu); (2) Apabila surat keberatan itu diterima oleh Kepala Bagian pada tanggal 8 Desember 1980, maka ia harus membuat tanggapan atas keberatan itu secara tertulis. Kemudian surat keberatan, tanggapan beserta berita acara pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Biro selambat– lambatnya pada tanggal 10 Desember 1980. (3) Apabila Kepala Biro menerima berkas surat keberatan tersebut tanggal 10 Desember 1980, maka ia sudah harus mengambil keputusan atas keberatan itu selambat–lambatnya pada tanggal 8 Januari 1981. 3. YANG DAPAT DIAJUKAN KEBERATAN KEPADA BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN a. Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin : (1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. (2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian melalui saluran hirarki apabila menurut pendapatnya hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya tidak atau kurang setimpal, atau pelanggaran

450

DISIPLIN PEGAWAI

disiplin yang menjadi alasan bagi hukuman disiplin itu tidak atau kurang benar. b. Keberatan tersebut harus sudah diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal ia menerima keputusan hukuman disiplin itu. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari tidak dipertimbangkan (kadaluarsa). c. Keberatan tersebut diajukan secara tertulis. Dalam surat keberatan itu harus dimuat alasan – alasan dari keberatan itu secara lengkap. d. Setiap pejabat yang menerima surat keberatan atas hukuman disiplin, wajib menyampaikannya kepada Badan Pertimbangan, wajib menyampaikannya kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. e. Pejabat yang berwenang menghukum yang menerima surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkannya, wajib membuat tanggapan tertulis atas keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut, surat keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan hukuman disiplin, harus disampaikan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung mulai tanggal ia menerima surat keberatan itu. f.

Badan Pertimbangan Kepegawaian wajib memeriksa dan mempertimbangkan dengan seksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan tanggapan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang menghukum, serta mengambil keputusan atas keberatan itu dalam waktu yang sesingkat mungkin.

g. Keputusan yang diambil oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, adalah mengikat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan, baik oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan keberatan atau pun oleh pejabat yang berwenang menghukum. h. Perhitungan waktu mengajukan keberatan dan memberikan tanggapan, adalah menurut contoh sebagai berikut :

DISIPLIN PEGAWAI

451

1. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Salim, NIP. 120222334, pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b, ditempatkan sebagai Kepala Bagian pada KANWIL DITJEN Perhubungan Darat di Irian Jaya, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil oleh Menteri Perhubungan karena ia melakukan pelanggaran disiplin yang menurut pendapat Menteri Perhubungan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Salim menodai nama baik Departemen Perhubungan. 2. Surat keputusan hukuman disiplin itu tertanggal 1 Nopember 1980, Sdr. Salim tersebut mengajukan keberatan atas hukuman disiplin itu, karena menurut pendapatnya hukuman disiplin itu tidak setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya. 3. Surat keberatan tersebut diajukan oleh Sdr. Salim kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian melalui Kepala KANWIL DITJEN Perhubungan Darat Irian Jaya pada tanggal 1 Desember 1980 dan diterima oleh Kepala kanwil DITJEN Perhubungan Darat Irian Jaya pada hari itu juga. 4. Kepala KANWIL DITJEN Perhubungan Darat Irian Jaya menyampaikan surat keberatan itu kepada Menteri Perhubungan melalui pos pada tanggal 3 Desember 1980. Surat keberatan itu diterima oleh bagian tata usaha Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan tanggal 18 Desember 1980. 5. Menteri Perhubungan dinas ke luar daerah mulai tanggal 17 Desember 1980 sampai dengan tanggal 31 Desember 1980 dan baru masuk kantor pada tanggal 2 Januari 1981. Oleh sebab itu surat keberataan Sdr. Salim tersebut baru disampaikan kepada Menteri Perhubungan pada tanggal 2 Januari 1981. 6. Dalam hal yang sedemikian, maka Menteri perhubungan harus membuat tanggapan atas keberatan itu. Kemudian tanggapan tersebut surat keberatan, berita acara pemeriksaan, dan keputusan hukuman disiplin yang bersangkutan harus

452

DISIPLIN PEGAWAI

disampaikan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian selambat–lambatnya pada tanggal 5 Januari 1981. VIII.BERLAKUNYA KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN 1. Jenis Hukuman Disiplin. a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pernyatan tidak puas scara tertulis. Mulai berlaku sejak tanggal disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin. 2. Keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, kecuali jenis hukuman disiplin : a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 3. Jenis hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan mulai berlaku sejak tanggal keputusan hukuman disiplin itu ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum dan harus segera dilaksanakan. 4. Apabila tidak ada keberataan, maka jenis hukuman disiplin : a. penundaan kenaikan gaji berkala; b. penurunan gaji; c. penundaan kenaikan pangkat; d. penurunan pangkat; e. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; f.

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

DISIPLIN PEGAWAI

453

mulai berlaku pada hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin itu kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 5. Apabila ada keberatan, maka jenis hukuman disiplin : a. penundaan kenaikan gaji berkala; b. penurunan gaji; c. penundaankenaikan pangkat; d. penurunan pangkat; e. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; f.

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil mulai berlaku sejak tanggal keputusan atas keberatan itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian.

6. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin itu berlaku pada hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut. IX. LAIN–LAIN 1. UMUM a. Apabila Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga pemerintah Nondepartemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mempunyai bukti atau alasan–alasan yang cukup tetang adanya hal – hal yang tidak wajar mengenai penjatuhan hukuman disiplin, ia dapat meninjau kembali hukuman disiplin yang telah dijatuhkan oleh pejabat bawahannya. b. Apabila pejabat yang berwenang menghukum tidak ada, maka yang mengambil keputusan adalah atasan dari pejabat yang berwenang menghukum. c. Hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil tidak mengurangi kemungkinan

454

DISIPLIN PEGAWAI

tuntutan pidana terhadap yang bersangkutan menurut peraturan perundang–undangan yang berlaku. d. Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalani hukuman disiplin tidak dapat dinaikkan gaji berkala atau pengkatnya. e. Surat panggilan, berita acara pemeriksaan, laporan surat pemberitahuan, surat keputusan dan bahan lain yang menyangkut hukuman disiplin adalah bersifat rahasia. 2. PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN YANG MENJADI WEWENANG PRESIDEN. a. Apabila ada Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/b keatas atau Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden, yang akan dijatuhi hukuman disiplin, maka hal itu diajukan oleh pimpinan instansi induk yang bersangkutan kepada Presiden. b. Berkas berita acara pemeriksaan dan bahan–bahan lain yang bersangkutan yang berisi pelanggaran disiplin yang disangka dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil tersebut, disampaikan kepada Presiden dan tembusannya kepada badan Pertimbangan Kepegawaian. c. Badan Pertimbangan Kepegawaian berkewajiban memberikan pertimbangan sebagai bahan Presiden dalam mengambil keputusan. 3. HAPUSNYA KEWAJIBAN MENJALANKAN HUKUMAN DISIPLIN a. Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia pada waktu sedang menjalani jenis hukuman disiplin; (1) penundaan kenaikan gaji berkala; (2) penurunan gaji; (3) penurunan pangkat; dianggap telah selesai menjalankan hukuman disiplin b. Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani jenis hukuman disiplin : (1) Penundaan kenaikan gaji berkala;

DISIPLIN PEGAWAI

455

(2) Penurunan gaji; (3) Penurunan pangkat; Dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin 4. CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil. 5. PEGAWAI BULANAN DI SAMPING PENSIUN Pegawai bulanan di samping pensiun dapat dijatuhi hukuman disiplin : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pernyataan tidak puas secara tertulis; d. pembebasan dari jabatan; 6. KARTU HUKUMAN a. Setiap jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat dalam kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil , menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini. b. Kartu hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian. c. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari instansi yang satu ke instansi yang lain, maka Kartu Hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dikirimkan oleh pimpinan instansi lama kepada pimpinan instansi baru. 7. PEMBATASAN BERUSAHA a. Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah, yang akan melakukan 456

DISIPLIN PEGAWAI

kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan, menjadi, direksi, pimpinan atau komisaris suatu perusahaan swasta, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang. b. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, yang pada waktu diundangkannya Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1980 telah dan bermaksud akan terus melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris, perusahaan swasta, wajib juga mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang. c. Untuk mendapatkan izin tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang. Dalam permohonan izin itu harus disebutkan antara lain : (1) Bentuk usaha dagang; (2) Kedudukan dalam usaha dagang (direksi, pimpinan, komisaris); (3) Tempat usaha dagang; (4) Izin usaha dagang (kalau ada). d. Pejabat yang berwenang yang menerima permintaan izin untuk melakukan kegiatan usaha dagang sebagai tersebut di atas, mempertimbangkan permintaan izin itu dengan seksama dengan memperhatikan hal–hal sebagai berikut : (1) Apabila dalam melakukan kegiatan usaha dagang tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, atau dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, maka permintaan izin itu ditolak. (2) Apabila dalam melakukan kegiatan usaha dagang tersebut tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan atau tidak akan menurunkan atau mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, maka permintaan izin itu dapat dikabulkan. e. Izin untuk melakukan usaha dagang, menjadi direksi pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, dibuat DISIPLIN PEGAWAI

457

menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIX Surat Edaran Ini. Catatan : Pejabat yang berwenang yang dimaksud disini, adalah pejabat yang berwenang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 jo Surat Edaran Kepala badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/1975 tanggal 14 Oktober 1975. f. Izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaiman dimaksud di atas, bukan izin usaha dagang, oleh sebab itu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus memiliki izin usaha dagang menurut peraturan perundang–undangan yang berlaku. 8. KEWAJIBAN MELAPOR a. Apabila pejabat yang berwenang menghukum pada waktu memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disampaikan melakukan pelanggaran disiplin berpendapat bahwa berdasarkan hasil pemeriksaannya hukuman disiplin yang wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya maka pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi menurut saluran hirarki. Laporan tersebut disertai dengan hasil– hasil pemeriksaan dan bahan–bahan lain yang diperlukan. Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi tersebut wajib memperhatikan dan mengambil keputusan atas laporan itu. b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau pejabat lain yang diberikan delegasi wewenang olehnya untuk menjatuhkan hukuman disiplin, apabila menjatuhkan hukuman disiplin kepada Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dipekerjakan/ diperbantukan pada Daerah otonom, berkewajiban melaporkannya secara tertulis kepada pimpinan instansi induk dengan melampirkan tembusan surat keputusan hukuman disiplin tersebut.

458

DISIPLIN PEGAWAI

X. KETENTUAN PERALIHAN 1. Pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya Peraturan pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, tetapi belum dijatuhkan hukuman jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952, diproses menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980. 2. Hukuman jabatan yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintahan Nomor 30 tahun 1980 dan sedang dijalani oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap berlaku. XI.PENUTUP 1. Untuk memperjelas segala sesuai mengenai pelaksanaan, maka dalam Surat Edaran dilampirkan salinan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, sebagai tersebut dalam lampirna XX Surat Edaran ini. 2. Hal – hal pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur kemudian. 3. Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan Administrasi Kepegawian Negara untuk mendapatkan penyelesaian selanjutnya. 4. Harap Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik – baiknya oleh pejabat yang berkepentingan. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Cap/ttd AE. MANIHURUK TEMBUSAN : Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada :

DISIPLIN PEGAWAI

459

1. Bapak Presiden, sebagai laporan 2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara sebagai laporan 3. Menteri Sekretaris Negara Sebagai laporan 4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Inspektur Jenderal dan kepala badan/Pusat 5. Pertinggal

460

DISIPLIN PEGAWAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA GERAKAN DISIPLIN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

a. bahwa sikap dan perilaku yang baik dan benar dari para penyelenggaraan negara beserta seluruh rakyat Indonesia dalam mematuhi dan melaksanakan hukum dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pembangunan nasional; b. bahwa salah satu tugas pokok dan sasaran Kabinet Pembangunan VI ialah meningkatkan disiplin nasional yang dipelopori oleh aparatur negara menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam memberikan pelayanan pada rakyat Indonesia; c. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pernahaman dan pelaksanaan disiplin nasional, pertu diupayakan pembinaan secara terpadu, serentak dan komprehensif menjadi suatu Gerakan Disiplin Nasional; d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu membentuk Panitia Gerakan Disiplin Nasional dengan Keputusan Presiden;

Mengingat

:

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

DISIPLIN PEGAWAI

461

MEMUTUSKAN Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA GERAKAN DISIPLIN NASIONAL.

Pasal 1 (1) Untuk lebih menunjang tercapainya disiplin nasional dibentuk Panitia Gerakan Disiplin Nasional, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Panitia Disiplin. (2) Panitia Disiplin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pasal 2 Panitia Disiplin bertugas: a. Merumuskan konsepsi, rencana dan program gerakan disiplin nasional secara terpadu, serentak dan komprehensif; b. Menyampaikan usulan kebijakan dan saran tindak yang diperlukan kepada Presiden untuk pengambilan keputusan maupun petunjuk yang diperlukan bagi terselenggaranya gerakan disiplin nasional dengan lancar dan tertib; c. Mengkoordinasikan rencana program dan kegiatan seluruh instansi/lembaga yang berkaitan dengan gerakan disiplin nasional; d. Menggerakkan seluruh potensi masyarakat untuk turut berperan serta dalam Gerakan Disiplin Nasional; e. Mengendalikan dan mengawasi rencana program dan pelaksanaan kegiatan gerakan disiplin nasional baik di Pusat maupun Daerah. Pasal 3 Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Disiplin menyelenggarakan fungsi : a. Mengadakan pertemuan secara berkala dengan para pejabat terkait, para ahli dan tokoh masyarakat serta tokoh agama, dengan pendekatan interdisipliner; b. Memantau pelaksanaan dan upaya penyelenggaraan program Gerakan Disiplin Nasional oleh masing-masing instansi di lingkungannya; 462

DISIPLIN PEGAWAI

c. Memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan program Gerakan Disiplin Nasional. Pasal 4 Susunan keanggotaan Panitia Disiplin terdiri dan : 1. Ketua 2. Anggota

3. Sekretaris

: Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; : 1. Menteri Dalam Negeri; 2. Menteri Pertahanan Keamanan; 3. Menteri Kehakiman; 4. Menteri Penerangan; 5. Menteri Perhubungan; 6. Menteri Tenaga Kerja; 7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; 8. Menteri Kesehatan; 9. Menteri Agama; 10. Menteri Negara Kependudukan/Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional; 11. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita; 12. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga; 13. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; 14. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; : Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Pasal 5

(1) Untuk menunjang kelancaran tugas Panitia Disiplin, Ketua Panitia Disiplin dapat membentuk Tim Asistensi yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen/lnstansi Pemerintah terkait; (2) Untuk menunjang kelancaran tugas Panitia Disiplin di bidang administrasi, Ketua Panitia Disiplin dapat membentuk Sekretariat Panitia Disiplin dengan menggunakan satuan kerja di lingkungan Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; (2) Tata cara pelaksanaan tugas Tim Asistensi dan Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan DISIPLIN PEGAWAI

463

oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku Ketua Panitia Disiplin. Pasal 6 Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Panitia Disiplin dibebankan kepada Anggaran Belanja Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, sedangkan biaya pelaksanaan program oleh masing-masing instansi baik di Pusat maupun di daerah dibebankan kepada anggaran belanja instansi masing-masing. Pasal 7 Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku Ketua Panitia Disiplin, secara berkala melaporkan pelaksanaan tugas Panitia Disiplin kepada Presiden. Pasal 8 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Salinan sesuai aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan ttd Lambock V. Nahattands, SH

464

DISIPLIN PEGAWAI

Nomor

: Sifat : Lampiran: Perihal :

B.36/MENKO/POLKAM/6/95 Jakarta, 5 Juni 1995 Segera 1 (satu) Buletin GDN Kepada Yth. : Penjelasan Gerakan 1. Para Sdr. Menteri Disiplin Nasional. Kabinet Pembangunan VI; 2. Sdr. Panglima ABRI; 3. Sdr. Jaksa Agung RI; 4. Sdr. Gubernur Bank Indonesia; 5. Sdr. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen diJAKARTA

Dalam rangka menggelorakan Gerakan Disiplin Nasional sesuai

Keppres No. 33 Tahun 1995 tanggal 23 Mei 1995 yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden RI pada HARKITNAS tanggal 20 Mei 1995, diharapkan kesediaan Saudara untuk dapat :

1. Menggelorakan Gerakan Disiplin Nasional dalam jajaran birokrasi Saudara dalam bentuk : a. Mewujudkan Budaya Tertib, antara lain membiasakan antri dan kepatuhan terhadap segala bentuk peraturan perundangundangan yang berlaku; b. Melaksanakan Budaya Bersih dengan membuang sampan pada tempatnya dan mengadakan inspeksi rutin mingguan pada hari Jum’at jam 10.00-11.00; c. Melakukan Budaya Kerja tepat waktu sesuai program. 2. Meneruskan dan menjelaskan tentang Gerakan Disiplin Nasional kepada para Pimpinan BUMN/Perusahaan Swasta/Ormas yang secara teknis sektoral berada dalam pembinaan Departemen/ Kantor Saudara untuk dapat diteruskan kepada para anggotanya melalui jalur organisasi masing-masing (vide buletin GDN terlampir). Penjelasan tersebut diharapkan dapat selesai dilaksanakan sebelum Agustus 1995.

DISIPLIN PEGAWAI

465

Atas perhatian dan kerjasama Saudara disampaikan terima kasih. MENTERI NEGARA KOORDINATOR BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN SELAKU KOORDINATOR PENGENDALI GERAKAN DISIPLIN NASIONAL ttd SOESILO SOEDARMA

466

DISIPLIN PEGAWAI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOORDINATOR BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-01/MENKOPOLKAM/6/1995 TENTANG TIM ASISTENSI PANITIA GERAKAN DISIPLIN NASIONAL MENTERI NEGARA KOORDINATOR BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

a. bahwa, dalam upaya menunjang tercapainya disiplin nasional di segala bidang kehidupan, dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1995 telah dibentuk Panitia Gerakan Disiplin Nasional; b. bahwa, guna membantu kelancaran tugas Panitia Gerakan Disiplin Nasional secara efektif dan efisien, perlu dibentuk Tim Asistensi dan sebuah sekretariat.

Mengingat :

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor; 12 Tahun 1978 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata kerja Menteri Koordinator serta Susunan Organisasi Staf Menteri Koordinator; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1995 tentang Pembentukan Panitia Gerakan Disiplin Nasional. MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Membentuk Tim Asistensi Panitia Gerakan Disiplin Nasional yang beranggotakan dari unsur Depertemen/lnstansi terkait dengan tugas, dan susunan anggota sebagai berikut: a. Tugas.

DISIPLIN PEGAWAI

467

1) Membantu Panitia Gerakan Disiplin Nasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 2) Menyiapkan konsep rencana, program dan pengawasan kegiatan Gerakan Disiplin nasional, sebagai bahan masukan bagi Panitia Gerakan Disiplin Nasional. 3) Mengadakan koordinasi tehnis dan konsultasi dengan Instansi Pemerintah/Swasta di Pusat dan di Daerah serta dengan organisasi kemasyarakatan yang terkait. 4) Memantau, mengevaluasi dan menyiapkan laporan pelaksanaan Gerakan Disiplin Nasional secara berkala. b. Susunan Anggota sesuai lampiran dari keputusan ini. 2. Pembiayaan kegiatan rutin seperti jamuan rapat, honorarium, alat tulis kantor cetakan/ penggandaan dan perjalanan dinas dalam rangka pemantauan Gerakan Disiplin Nasional dibebankan kepada Anggaran Belanja Rutin Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. 3. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan akan diadakan pembetulan seperlunya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 7 Juni 1995 MENTERI NEGARA KOORDINATOR BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN

ttd

SOESILO SOEDARMAN

468

DISIPLIN PEGAWAI

Tembusan Yth. : 1. Bapak Presiden RI (sebagai laporan); 2. Bapak Wakil Presiden RI; 3. Sdr. Menteri Dalam Negeri; 4. Sdr. Menteri Pertahanan Keamanan; 5. Sdr. Menteri Kehakiman; 6. Sdr. Menteri Penerangan; 7. Sdr. Menteri Perhubungan; 8. Sdr. Menteri Tenaga Kerja; 9. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; 10. Sdr. Menteri Kesehatan; 11. Sdr. Menteri Agama; 12. Sdr. Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN; 13. Sdr. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita; 14. Sdr. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga; 15. Sdr. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; 16. Sdr. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; 17. Sdr. Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I.

DISIPLIN PEGAWAI

469

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1995 TENTANG HARI KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMERINTAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

a. Bahwa berdasarkan penilaian pelaksanaan uji coba penerapan 5 (lima) hari kerja dalam satu minggu yang dilaksanakan selama satu tahun terakhir, penerapan hari dan jam kerja yang baru perlu dilaksanakan secara bertahap dilingkungan Lembaga Pemerintah baik Tingkat Pusat maupun di lingkungan Pemerintah Daerah; b. bahwa untuk memberi landasan hukum yang cukup bagi pelaksanaan hari dan jam kerja yang baru tersebut, dipandang perlu menetapkan dengan Keputusan Presiden;

mengingat

:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang – Undang Dasar 1945; 2. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

470

DISIPLIN PEGAWAI

(Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG HARI KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMERINTAH. Pasal 1

(1) Hari kerja bagi seluruh lembaga Pemerintah tingkat Pusat dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Ditetapkan lima hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. (2) Jumlah jam kerja efektif dalam lima hari kerja sebagaimana di maksud dalam ayat (1), adalah 37,5 jam, dan ditetapkan sebagai berikut; a. Hari Senin sampai dengan Hari Kamis

: Jam 07.30 – 16.00

Waktu Istirahat

: Jam 12.00 – 13.00

b. Hari Jum’at

: Jam 07.30 – 16.30

Waktu Istirahat

: Jam 11.30 – 13.00

Ketentuan tentang hari dan jam kerja bagi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia termasuk Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ditetapkan tersendiri oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan setelah mendengar pertimbagan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pasal 3 (1) Dikecualikan dari ketentuan tentang hari dan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah; a. Unit–unit kerja di lingkungan lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang tugasnya bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat;

DISIPLIN PEGAWAI

471

b. Lembaga pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD), sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA); (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah dengan koordinasi dan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Pasal 4 (1) Penerapan ketentuan hari dan jam kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat I selain Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, lembaga Pemerintah tingkat Pusat yang berada di Daerah serta Pemerintah Daerah tingkat II, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan kebutuhan masing – masing daerah. (2) Pelaksanaan penerapan ketentuan tentang hari dan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri atau Menteri Teknis yang bersangkutan dengan koordinasi dan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Pasal 5 Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah yang menerapkan lima hari kerja dapat mengatur penugasan siaga tugas pada hari Sabtu di lingkungan lembaga masing–masing. Pasal 6 Bagi Lembaga Pemerintah yang dmelaksanakan ketentuan tentang hari dan jam kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden ini tidak berlaku ketentuan serupa yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1964 tentang Jam Kerja Pada Kantor–kantor Pemerintahan Republik Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1972 tentang Jam Kerja Dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.

472

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 7 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1995. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 September 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum Dan perundang – undangan Ph ttd Lambock. V. Nahattands, S.H.

DISIPLIN PEGAWAI

473

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN Nomor. 638/KP/X/95/18 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat Menunjuk nota dinas Sekretaris Jenderal Nomor 1393/DP/ X/95/02 tanggal 9 Oktober 1995 perihal tersebut diatas, bersama ini kami beritahukan bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden No, 68 tahun 1995 tanggal 27 September 1995, tentang Hari Kerja di lingkungan Lembaga Pemerintah, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1995, jam kerja di Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat termasuk Departemen Luar Negeri adalah sebagai berikut : a. Hari Senin s/d Kamis Waktu Istirahat

: Jam 07.30-16.00 WIB : Jam 12.00- 13.00 WIB

b. Hari Jum’at Waktu Istirahat

: Jam 07.30-16.30 WIB : Jam 11.30-13.00 WIB

Demikian agar dilaksanakan. Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : Oktober 1995 Acting Sekretaris Itjen ttd Drs. Nasir Muhatim NIP. 020001709 Kepada : Yth. Seluruh pegawai di lingkungan Itjen Tembusan : 1. Yth. Bapak Inspektur Jenderal (sebagai laporan) 2. Yth. Bapak Sekretaris Jenderal 474

DISIPLIN PEGAWAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN UPACARA PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

1. bahwa dalam rangka memelihara dan makin meningkatkan rasa kesadaran nasional, tanggung jawab, pengabdian, persatuan dan disiplin pegawai negeri sebagai Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, maka dipandang perlu untuk mmyelenggarakan upacara pengibaran Bendera Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan di semua Instansi Pemerintah, Bank-bank Pemerintah dan Badan-badan Usaha Negara, baik di tingkat Pusat maupun daerah; 2. bahwa untuk keseragaman dan guna lebih menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut diatas, perlu diberikan pedoman mengenai tata cara penyeienggaraan upacara tersebut.

Mengingat

:

1. Pasai 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. bahwa untuk keseragaman dan guna Iebih menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut diatas, perlu diberikan pedoman mengenai tata cara penyelenggaraan upacara tersebut. DISIPLIN PEGAWAI

475

3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3170); 4. Keputusan Presiden RI Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia jo Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia; 5. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1968 tentang Keseragaman mengenai Tata Urutan dan Rumusan Sila-sila dalam Penulisan/ Pembacaan/Ucapan Pancasila. MENGINSTRUKSIKAN Kepada

:

1. 2. 3. 4.

Para Menteri; Jaksa Agung RI; Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I; Para Sekretaris Jenderal Lembaga tertinggi/ Tinggi Negara; 5. Para Kepala/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Para Pimpinan Bank Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara;

Untuk PERTAMA : 1. Menyelenggarakan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih pada tanggal 17 setiap bulan; 2. Jika tanggal 17 jatuh pada hari libur, maka penyelenggaraannya diadakan pada hari kerja berikutnya. KEDUA

: 1. Upacara diadakan dalam lingkungan dan tempat pekerjaan masing-masing yang merupakan satu kesatuan dan diikuti oleh semua pejabat/ karyawan di lingkungan pekerjaan yang bersangkutan; 2. Upacara diselenggarakan pada pagi hari sebelum dimulai jam kerja.

476

DISIPLIN PEGAWAI

KETIGA

:

Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih dipimpin oleh Inspektur Upacara, yaitu pejabat Pimpinan dalam lingkungan pekerjaan atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya, ialah : -

untuk lingkungan Departemen dipimpin oleh Menteri atau pejabat Eselon I yang ditunjuk olehnya;

-

untuk Lembaga Pemerintah Non Departemen/ Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara oleh Pimpinan Lembaga yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;

-

untuk lingkungan/satuan kerja lainnya baik di tingkat Pusat maupun daerah oleh Pimpinan lingkungan/satuan kerja yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

KEEMPAT : Acara upacara adalah : 1. Pengibaran Bendera Merah Putih, diiringi dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya; 2. Mengheningkan cipta untuk mengenang arwah para pahlawan yang telah gugur; 3. Pengucapan/pembacaan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945; 4. Pengucapan/pembacaan Pancasila, yang diikuti oleh para peserta upacara; 5. Pengucapan/pembacaan Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia, yang diikuti oleh para peserta upacara; 6. Acara-acara lain seperti; a. Upacara penyampaian tanda-tanda jasa/ kehormatan atau penghargaan lainnya; b. Pelepasan mereka yang pensiun; c. Pengumuman/pemberitahuan mengenai mutasi-mutasi jabatan dan kenaikan pangkat tindakan-tindakan atau langkah-langkah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan masing-masing dan sebagainya.

DISIPLIN PEGAWAI

477

7. Sambutan Inspektur Upacara apabila dipandang perlu. KELIMA

:

Menginstruksikan kepada semua Instansi Pemerintah, Bank-bank Pemerintah dan Badanbadan Usaha Negara baik di tingkat Pusat maupun Daerah untuk melaksanakan Instruksi Presiden ini.

KEENAM

:

Upacara pengibaran Bendera Merah Putih di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tetap dilaksanakan seperti yang selama ini berlangsung, sedangkan upacara pengibaran Bendera Merah Putih di lingkungan sekolah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

KETUJUH :

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Desember 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO

478

DISIPLIN PEGAWAI

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SP/3033/DN/XI/1980 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI/PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

bahwa untuk memperlancar pelaksanaan Peraturan Disiplin, dipandang perlu memberikan delegasi Wewenang kepada Pejabat-pejabat tertentu di lingkungan Departemen Luar Negeri/ Perwakilan RI di luar negeri untuk menjatuhkan hukurnan disiplin dalam lingkungannya masingmasing. 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058);

DISIPLIN PEGAWAI

479

3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 lentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 44 dan 45 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 237 Tahun 1976 tentang Pembentukan Sekretariat Nasional ASEAN; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; 7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/ 153/BU/IV75/01 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; 8. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/ 582/BU/III/79/01 tentang Susunan Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri. Memperhatikan : 1.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/1975 tanggal 14 Oktober 1975 tentang Wewenang. Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

2.

Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. MEMUTUSKAN:

Menetapkan

480

:

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI/PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI,

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 1 Memberikan delegasi Wewenang kepada pejabat sebagai tersebut dalam lajur 2 untuk menjatuhkan jenis hukuman disiplin sebagai tersebut dalam lajur 3 terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagai tersebut dalam lampiran kepatusan ini. Pasal 2 Keputusan ini berlaku sejak tanggal 1 Desember 1980. Pasal 3 Apabila dikemudian hari ada kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan menurut semestinya. Pasal 4 Keputusan ini disampaikan kepada Pejabat yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal 13 Desember 1980 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROR DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

Tembusan Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Yth. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta 2. Yth. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara 3. Yih. Sdr Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara di Jakarta 4. Pertinggal.

DISIPLIN PEGAWAI

481

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SP/1410/DN/XI/1981 TENTANG DISIPLIN BAGI PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Mengingat

482

: a.

bahwa hukuman disiplin untuk Pegawai Negeri Sipil telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Namar 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

b.

bahwa hukuman disiplin yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut belum cukup bagi pegawai Departemen Luar Negeri terutama bagi mereka yang ditempatkan pada Perwakilan RI di luar negeri.

c.

bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 5P/376/PD/XI/73 tanggal 19 Maret 1973 tentang hukuman jabatan bagi Pegawai Departemen Luar Negeri sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintan tersebut.

d.

bahwa berhubung dengan itu perlu menetapkan peraturan hukuman disiplin yang berlaku bagi Pegawai Departemen Luar Negeri baik yang berada di Pusat maupun yang sedang ditempatkan pada Perwakilan RI di luar negeri.

1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

:

DISIPLIN PEGAWAI

3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 102/BU/I/80/01 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Kepegawaian Dinas Luar Negeri. 4. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/3033/DN/XI/ 1980 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin dalam Lingkungan Departemen Luar Negeri/ Perwakilan RI di Luar Negeri. MEMUTUSKAN Menetapkan

: Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Disiplin bagi Pegawai Departemen Luar Negeri. BAB I KETENTUAN UMUM

(1)

(2)

Pasal 1 Yang disebut Pegawai Departemen Luar Negeri ialah mereka yang diangkat dalam jabatan negeri oleh Presiden atau Menteri Luar negeri untuk tugas jabatan dalam lingkungan Departemen Luar Negeri. Yang berhak menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegaawai Departemen Luar negeri ialah pejabat yang berwenang menurut Peraturan Pernerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan Keputusan Menteri Luar Negeri Nornor SP/3033/DN/XI/1980 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin dalam lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI di luar negeri. BAB II HAL-HAL YANG DAPAT DIJATUHI HUKUMAN

Pasal 2 Pegawai Departemen Luar Negeri dapat dijatuhi hukuman disiplin apabila ia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam DISIPLIN PEGAWAI

483

Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. BAB III JENIS-JENIS HUKUMAN DISIPLIN Pasal 3 Kecuali jenis-jenis hukuman disiplin yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 bagi Pegawai Departemen Luar Negeri dapat juga dijatuhi hukuman disiplin berupa : a. Penarikan dari penempatannya di luar negeri. b. Penangguhan penempatan di luar negeri. c. Dikeluarkan dari Dinas Luar Negeri d. Penangguhan kenaikan tingkat PDLN. BAB IV TATA CARA PEMERIKSAAN PENJATUHAN DAN PENYAMPAIAN HUKUMAN Pasal 4 Tata cara pemeriksaan, penjatuhan dan penyampaian hukuman disiplin dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 5 Dengan berlakunya Keputusan ini maka Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/376/DN/XI/73 tanggal 19 Maret 1973 dinyatakan tidak berlaku lagi.

484

DISIPLIN PEGAWAI

Pasal 6 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 7 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. DITETAPKAN Dl : JAKARTA PADATANGGAL : 25 Juni 1981 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

DISIPLIN PEGAWAI

485

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN PELAKSANAAN EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung proses pembangunan, perkembangan perekonomian nasional, dan pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, dipandang perlu untuk melakukan langkah-langkah operasional pelaksanaan peningkatan efisiensi, penghematan, dan disiplin kerja dilingkungan instansi penyelenggara pemerintahan; b. bahwa untuk melaksanakan huruf a, perlu ditetapkan Peraturan Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja. Mengingat :

486

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009;

DISIPLIN PEGAWAI

3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA. Pasal 1 (1) Sumber Daya Manusia Aparatur Negara sebagai unsur penyelenggara negara dituntut untuk melakukan perubahan poia pikir dan perilaku serta memahami komisi obyektif dan perubahan lingkungan negara dan masyarakat. (2) Sumber Daya Manusia Aparatur Negara harus mampu menjadi perekat persatuan bangsa, alat mewujudkan kerukunan sosial, kebersamaan, dan kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pasal 2 Dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Aparatur Negara adalah Aparatur Pemerintah yang bertanggungjawab mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan kepemerintahan yang bersih (dean governance) Pasal 3 (1) Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah dalam melaksanakan tanggungjawabnya wajib melakukan perubahan sikap, tindakan, dan perilaku ke arah budaya kerja efisien, hemat, disipiin tinggi, dan anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). (2) Dalam melaksanakan ketentuan ayat (1), Aparatur Pemerintah berupaya secara sistematis dan berkelanjutan menjadi panutan dan tauladan dalam lingkungan masyarakat. Pasal 4 Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3, seluruh Aparatur Pemerintah wajib melaksanakan langkah-langkah kebijaksanaan peningkatan DISIPLIN PEGAWAI

487

efistensi, penghematan, dan disiplin kerja, dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan ini. Pasal 5 Langkah-langkah kebijaksanaan peningkatan efisiensi, penghematan, dan disiplin kerja merupakan satu kesatuan dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi. Pasal 6 Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh seluruh Aparatur Pemerintah, dan masing-masing pimpinan Instansi Pemerintah agar menindaklanjuti dan menetapkan langkah-langkah teknis pelaksanaannya. Pasal 7 Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka ketentuan-ketentuan yang telah ada sebelumnya dan bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 10 Agustus 2005 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ttd Taufiq Effendi Tembusan: Disampaikan Kepada Yth, 1. Presiden Republik Indonesia; 488

DISIPLIN PEGAWAI

2. Wakil Presiden Republik Indonesia; 3. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara; 4. Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 5. Gubernur Bank Indonesia; 6. PanglimaTNl; 7. Kepala Kepolisian Republik Indonesia; 8. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; 9. Gubernur Provinsi seluruh Indonesia; 10. Kepala Lembaga dan Pemerintah Non Departemen/Lembaga Pemerintah lainnya; 11. Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

DISIPLIN PEGAWAI

489

Lampiran I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005 Tanggal: 10 Agustus2005 PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI, PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSI, PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA I. PENDAHULUAN A. Pengertian 1. Aparatur Negara Adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 (TAP MPR No. ll/MPR/1998). 2. Aparatur Pemerintah Adalah alat kelengkapan pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, baik di pusat maupun daerah termasuk aparatur perekonomian negara dan daerah. 3. Efisiensi Adalah kemampuan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara untuk melaksanakan kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan, dengan memperhatikan usaha penghematan atas sumber daya, untuk mengoptimalkan produk, atau kombinasi keduanya, yang dapat dilakukan baik melalui peningkatan metode kerja, penggunaan teknologi maupun peningkatan efektivitas manajemen. 4. Disiplin Adalah sikap mental Sumber Daya Manusia Aparatur Negara yang tercermin daiam perbuatan dan perilaku pribadi atau

490

DISIPLIN PEGAWAI

kelompok, berupa kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan kerja, hukum dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilakukan secara sadar. 5. Penghematan Adalah mencegah pemakaian prasarana dan sarana peralatan kerja secara berlebih-lebihan sehingga biaya pekerjaan, yang bersangkutan menjadi mahal. 6. Sarana dan Prasarana Kerja Aparatur Negara Sarana Kerja Aparatur Negara adalah fasilitas kerja yang mencakup ruang kerja, kendaraan dinas, peralatan kerja lainnya sebagai penunjang terselenggaranya proses penyeienggaraan pemerintahan negara. Prasarana Kerja Aparatur Negara mencakup gedung milik negara, rumah negara, dan instalasinya. 7. Budaya Entrepreneur dan Budaya Pemanfaatan Adalah sikap Sumber Daya Manusia Aparatur Negara untuk memanfaatkan dan memberdayakan segala sumberdaya yang ada melalui inovasi atau terobosan untuk meningkatkan produktivitas kerja. B. Prinsip-Prinsip Dasar 1. Keteladanan Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah sebagai abdi negara dan subyek kegiatan umum pemerintahan dan pembangunan, harus berperan menjadi agen pembaharu dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja, penghematan dan penegakan disiplin kerja masyarakat dan bangsa, melalui inisiatif, ketokohan, panutan dan keteladanan. 2. Nilai Luhur Budaya Upaya meningkatkan efisiensi kerja dan menegakkan disiplin kerja perlu diarahkan kepada terbentuknya sikap, tingkah laku, kebiasaan, dan budaya, sehingga terkristalisasi menjadi nilai-niiai luhur yang menjiwai dan mendukung terwujudnya efisiensi, penghematan dan disiplin kerja, serta menghindari terjadinya penyimpangan dan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 3. Sistematis dan Berkelanjutan Pembentukan dan pengembangan nilai-nilai luhur tentang efisiensi, penghematan, dan disiplin kerja perlu dilakukan DISIPLIN PEGAWAI

491

secara terus menerus sistematis, berencana, bertahap, dan berkesinambungan. 4. Dampak Luas Pembentukan dan pengembangan niiai-nilai luhur penghematan dan disiplin kerja Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah diterapkan didalam dan diiuar kegiatan pemerintahan sehingga membawa dampak kepada meningkatnya efisiensi, penghematan dan kedisiplinan masyarakat secara luas yang akhirnya berdampak kepada meningkatnya produktivitas nasionai. 5. Partisipatif Dilakukan dengan partisipasi penuh Aparatur Pemerintah sebagai pelaksana program sejak dari proses perencanaan, pengambilan keputusan sampai dengan evaluasinya, yang kemudian diperluas dengan partisipasi seluruh komponen yang ada di masyarakat. 6. Akuntabilitas Guna menjaga akuntabilitas pelaksanaannya, program efisiensi, penghematan dan disiplin kerja perlu memperhatikan kebersamaan, keterbukaan, tanggungjawab dan konsistensi atas dasar hukum serta nilai kepatutan sosial yang berkembang dinamis di masyarakat. II. LANDASAN PERATURAN, MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN A. Landasan Peraturan Perundang-undangan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kinerja Aparatur Negara dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta;

492

DISIPLIN PEGAWAI

4. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 jo Nomor 61 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah; 5. Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintahan; dan 6. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1983 tentang Penghapusan/Penyediaan Kendaraan Perorangan Dinas. B. Maksud Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para pimpinan instansi pemerintah atau unit kerja dalam menyusun pedoman teknis masing-masing dalam upaya meningkatkan efisiensi, penghematan, dan kedisiplinan kerja. C. Tujuan Menggugah dan membangkitkan kembali upaya Aparatur Pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, penghematan, dan kedisiplinan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional. D. Sasaran Seluruh Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah mulai dari pimpinan sampai dengan unsur pelaksana, baik di Pusat maupun Daerah. III. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN UPAYA A. Kebijakan 1. Memantapkan koordinasi, integrasi dan sikronisasi Pelaksanaan peningkatan efisiensi dan disiplin Aparatur Pemerintah dilakukan secara integral, terencana terarah, terpadu, terukur, bertahap, berkelanjutan dan terkendali. 2. Menumbuhkan dan mengembangkan perilaku Aparatur Pemerintah menuju budaya entrepreneur, hemat, efisien, efektif, dan disiplin. Setiap Aparatur Pemerintah khususnya pimpinan agar menjadi contoh dan teladan dalam melaksanakan entrepreneurship, penghematan, efisiensi, efektivitas, dan disiplin. DISIPLIN PEGAWAI

493

3. Mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat di Pusat dan Daerah. Upaya peningkatan efisiensi dan disiplin Aparatur Pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. 4. Meningkatkan peran serta masyarakat. Masyarakat diharapkan berperan serta dalam pemantauan, pengawasan dan pemberian umpan balik (Feed back) terhadap pelaksanaan tugas Aparatur Pemerintah. B. Strategi 1. Menyusun pedoman teknis pelaksanaan bagi masing-masing lnstansi. 2. Advokasi dan memberdayakan Aparatur Pemerintah dalam pemahaman program. 3. Memperhatikan sikap, panutan dan keteladanan pimpinan daiam mewujudkan pelaksanaan program. 4. Menegaskan dan menegakan komitmen Aparatur Pemerintah dalam mendukung program. 5. Mengoptimalkan peran serta seluruh komponen pelaksana dan masyarakat. C. Upaya 1. Sosialisasi melalui media cetak, media elektronik, brosur, leaflet, stiker, dan sejenisnya. 2. Menyusun program percontohan. 3. Konsistensi sikap, keteladanan dan panutan pimpinan. 4. Memberikan penghargaan bagi yang berprestasi dan sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggaran. IV. PROGRAM A. Penyusunan Pedoman Teknis Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun Pedoman Teknis tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah mengacu kepada Pedoman ini.

494

DISIPLIN PEGAWAI

B. Sosialisasi Pedoman Teknis agar disosialisasikan kepada seluruh jajaran di lingkungan masing-masing instansi baik di Pusat maupun Daerah. C. Pemantauan dan Evaluasi 1. Pemantauan dan evaluasi setiap kegiatan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah dilakukan oleh masing-masing instansi dan dilaporkan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan. 2. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai dasar penyempurnaan kebijakan dan pengendalian. 3. Pemantauan dan evaluasi diiakukan secara periodik. V. INDIKATOR KEBERHASILAN A. Masukan (Input) 1. Kebijakan pemerintah yang jelas tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. 2. Program yang jelas tentang Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. 3. Kesepakatan dan data tentang sasaran serta rencana terpadu Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. B. Proses 1. Terselenggaranya koordinasi unsur-unsur yang terkait. 2. Terselenggaranya kegiatan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. 3. Terselenggaranya sistem Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. 4. Dikembangkannya metode kerja yang lebih efisien dalam meningkatkan produktivitas kerja. 5. Ditemukannya sistem manajemen yang lebih efektif dalam mengelola sumber daya, sehingga dapat diperoleh penghematan tanpa mengorbankan produktivitas kerja.

DISIPLIN PEGAWAI

495

6. Digunakannya teknologi tepat guna yang dapat membantu penghematan sumber daya atau peningkatan produktivitas. C. Keluaran (Output) 1. Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku Aparatur Pemerintah dalam Petaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah. 2. Terwujudnya efisiensi dan penghematan dalam penyelenggaraan kegiatan umum pemerintahan. 3. Menurunnya penyimpangan termasuk KKN. 4. Meningkatnya profesionalitas Aparatur Pemerintah dalam memberikan pelayanan. 5. Meningkatnya efektivitas pelaksanaan dan produktivitas kerja Aparatur Pemerintah. VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN A. Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pedoman ini dilakukan oleh instansi masing-masing dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Mengaktifkan sistem pengawasan internal yang lebih obyektif, transparan, dan institusional, 2. Partisipatif, dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. 3. Berorientasi pembinaan dalam rangka perbaikan sistem, metode, dan perubahan tingkah-laku Aparatur Pemerintah menuju kepada sasaran yang diharapkan. e) sistem transportasi gedung (lift/escalator); f ) peralatan lain (pompa air, mesin ropy, komputer, printer, kulkas, dispenser, kompor, exhaust fan dan lain-lain). 4) Pelaksanaan audit dapat bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) setempat 1. Upaya Penghematan Listrik 1) Menata kembali kebutuhan penerangan per lokasi kerja, dengan pengurangan penggunaan lampu sesuai dengan beban kerja dan akses ruang kerja dengan cahaya alami.

496

DISIPLIN PEGAWAI

2) Gunakan lampu hemat listrik dengan unjuk kerja hampir sama, yaitu menggunakan watt kecil dengan daya terang besar. 3) Hindari penggunaan lampu TL dengan ballast kawat: 4) Gunakan lampu spot di ruang kerja yang lebih banyak menetap dimeja kerja 5) Gunakan lampu di lift dengan sistem hidup mati secara otomatis atau lampu hanya hidup saat lift digunakan. 6) Kendalikan lampu halaman pada malam hari dan hanya digunakan untuk tugas pengamanan. 7) Pemeliharaan AC paling tidak sekali 3 (tiga) bulan, mencakup pembersihan indoor dan outdoor, pemeliharaan media pendingin (freon). Pembersihan AC secara rutin dapat menghemat listrik s.d. 20 persen. 2. Penggunaan Telepon Penggunaan telepon agar dikendalikan, antara lain melalui cara: a. Sambungan langsung (direct line) hanya disediakan untuk ruang kerja: 1) Pimpinan tertinggi di Instansi Pemerintah; 2) Pejabat eselon I; 3) Pejabat Eselon II (Instansi yang karena fungsinya melayani masyarakat atau penting posisinya). b. Sambungan telepon ekstension melalui sentral (PABX) yang dapat digunakan untuk keluar langsung hanya untuk pejabat eselon II dan III, dan pengecualiannya hanya dengan persetujuan pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan. c. Untuk pejabat eselon IV, pejabat Fungsional dan pelaksana, disediakan fasilitas sambungan ekstension melalui sentral (PABX), atau Key Telephone, dan untuk akses keluar dilaksanakan melalui operator telepon. d. Mengendalikan penggunaan sambungan telepon keluar ke telepon seluler dengan biaya airtime, penggunaan dial up internet, premium call, SLJJ, dan SLL e. Memasang alat kontrol percakapan telepon, dan waktu sambung telepon ekstension untuk akses keluar dibatasi maksimal 3 (tiga) menit. f. Penggunaan telepon hanya untuk kepentingan dinas, dan bicara seperlunya DISIPLIN PEGAWAI

497

g. Untuk mengontrol penggunaan telepon, Pimpinan Instansi Pemerintah dapat menetapkan jumlah maksimal pembayaran telepon per bulan pada setiap sambungan langsung. h. Menunjuk unit organisasi teknik untuk melakukan pemeriksaan, audit, dan pelaporan penggunaan telepon sambungan langsung dan ekstension, sesuai dengan jenis sambungan, pada masing-masing penggunaan telepon. 3. Penggunaan Air a. Sumber air PDAM dan air dalam tanah, ditampung dalam unit penampungan sebelum di distribusikan, efisiensi dilakukan dengan pengaturan distribusi dari 100% menjadi 50% (memperkecil debit air). Maksimal pukul 17.00, unit organisasi teknik melakukan pemeriksaan dan memastikan distribusi telah terhenti serta peralatan pendistribusian yang digunakan berfungsi baik. b. Air hanya digunakan untuk kegiatan kedinasan dan sehemat mungkin. Penggunaan air diluar kegiatan kedinasan dikendalikan atau tidak diperbolehkan. 4. Penghematan Listrik a. Penggunaan LT 1. Gedung kantor c atas 4 (empat) lantai dilengkapi lift, dengan pengoperasian dibatasi jumlahnya. 2. Gedung kantor dengan 5 (lima) lantai ke bawah yang telah dilengkapi lift, dibatasi penggunaannya, hanya untuk lantai 3 tiga) 3. Gedung kantor dengan lantai 2 (dua) yang telah dilengkapi lift, pengoperasiannya dibatasi dan pengalurannya ditetapkan oleh pimpian instansi Pemerintah yang bersangkutan. 4. Lift hanya dioperasikan selama jam kerja kantor. b. penggunaan Aat Peidingin Gedung Kantor 1. Gedung kantor di atas 4 (empat) lantai, menggunakan alat pendingin sentral (chiller) dan tidak menggunakan alat pendingin tambahan berupa AC Split (kecuali atas persetujuan tertulis pimpinan kerja). 2. Gedung kantor dbawah 3 (tiga) lantai, menggunakan AC Split besar/kecil. Bagi gedung kantor yang saat ini telah nengguna-an alat pendingin sentral (chiller), setelah melebihi masa guna rusak berat, biaya pemeliharaan 498

DISIPLIN PEGAWAI

tinggi, secara bertahap menggunakan alat pendingin AC Split (besar/kecil). 3. Suhu AC sentral/Split antara 23-25 derajat C (penghematan terjadi saat kompresor AC bekerja). 5. Penggunaan Kendaraan Dinas Operasional a. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan untuk kepentingan operasional yang menunjang tugas pokok dan fungsi. b. Kendaraan Dinas Operasional dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor c. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan di dalam kota, dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas ijin tertulis Pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang ditugaskan sesuai kompetensinya. B. Prasarana 1. Pembangunan Gedung Negara a. Hemat, tidak mewah, efisien, sesuai kebutuhan teknis. b. Sesuai rencana, program/kegiatan, serta fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. c. Menggunakan produksi dalam negeri dengan memperhatikan potensi nasional. 2. Standar Luas Gedung Kantor a. Kfasifikasi tidak sederhana seluas 9,6 m2 /pegawai b. Klasifikasi sederhana seluas antara 6 m2 sampai 8 m2/ pegawai c. Ruang khusus atau Pelayanan Publik dihitung tersendiri sesuai kebutuhan minimal. II. PENGHEMATAN A. Tata Naskah Dinas 1. Landasan Operasional Keputusan Menteri PAN Nomor:KEP/72MPAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas. 2. Pelaksanaan a. Penggunaan kertas DISIPLIN PEGAWAI

499

1) Untuk kegiatan dinas digunakan kertas HVS maksimal 80 gram, baik untuk kegiatan surat menyurat, maupun penggandaan dan dokumen pelaporan; 2) Penggunaan kertas HVS di atas 80 gram atau jenis lain, hanya terbatas untuk jenis naskah dinas yang mempunyai nilai keasaman tertentu dan nilai kegunaan dalam waktu lama; b. Penyelenggaraan sarana administrasi dan komunikasi perkantoran 1) Penyediaan surat berlambang negara atau logo instansi dicetak di atas kertas 80 gram; 2) Surat beRIambang negara dan logo instansi yang dicetak digunakan lembar asli untuk kepentingan dinas atau surat lingkup eksternal instansi pemerintah. Sedangkan untuk tindasan dan arsip, cukup berupa foto kopi naskah asli, dan diantaranya disahkan oleh pejabat tata usaha; 3) Surat menyurat di lingkup internal instansi, dengan kertas HVS 80 gram dengan atau tanpa lambang negara atau logo instansi yang tidak dicetak; 4) Penggunaan amplop dengan lambang negara dan logo instansi yang dicetak, hanya surat asli yang digunakan untuk lingkup eksternal instansi pemerintah, sedangkan untuk asli lingkup internal cukup menggunakan amplop polos dengan stempel instansi. c. Pengetikan sarana administrasi dan komunikasi perkantoran 1) Penggunaan jenis huruf Pica; 2) Dalam penulisan surat menggunakan huruf arial 11 atau 12; dan Spasi 1 atau 1.5 sesuai kebutuhan. d. Pengawasan terhadap pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan unit organisasi di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. B. SARANA KERJA APARATUR NEGARA 1. Landasan Operasional a. Undang-undang tentang APBN/APBD.

500

DISIPLIN PEGAWAI

b. Keputusan Presiden No. 10 tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan hidup. c. Keputusan Presiden No. 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah. d. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005. e. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 jo Nomor 61 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. 2. Pengadaan Peralatan Kerja a. Pengadaan peralatan kerja seperti furniture dan peralatan kerja lainnya diprioritaskan pada kebutuhan mendesak seperti mengganti peralatan yang rusak dan mengisi peralatan kerja yang dihapus. b. Peralatan kerja yang dimiliki/dikuasai oleh Instansi Pemerintah agar dioptimalkan penggunaannya, serta mengoptimalkan kegiatan pemeliharaan. c. Peralatan kerja dalam keadaan rusak berat dan tidak digunakan lagi seperti kendaraan dinas operasional, agar dilakukan penghapusan sesuai prosedur yang berlaku dan sebelum dilakukan penghapusan tidak diperkenankan menggunakan anggaran pemeliharaan. d. Penghematan terdapat pada rendahnya harga dengan kualitas barang yang baik. 3. Pengadaan Alat Tulis Kantor a. Pengadaan kertas maksimal 80 gram, jenis HVS, A4, Folio atau Double Folio. b. Penggunaan kertas hanya digunakan untuk kepentingan dinas dan untuk konsep dapat memanfaatkan kertas bekas. c. Pengadaan ATK dibatasi pada jenis-jenis peralatan yang benar-benar diperlukan seperti jenis yang mudah habis terpakai (misalnya pensil, klip, odner dan lain-lain) sedangkan jenis yang lama terpakai (kaikulator dan lainlain) agar dibatasi.

DISIPLIN PEGAWAI

501

d. Pengeluaran ATK agar dibukukan dan pengeluarannya tidak ditujukan pada perorangan pegawai/pejabat tetap, tetapi melalui unit tata usaha. e. Prinsip penghematan terletak pada pembatasan dalam penggunaan ATK dan terdapatnya sisa anggaran pengadaan ATK yang disetorkan kembali ke Kas Negara. 4. Pengadaan Kendaraan Dinas Operasional a. Pengadaan kendaraan dinas jabatan selektif untuk pejabat negara dengan kategori kendaran tidak mewah, maksimai 3000 CC (vide Keppres NO. 10 Tahun 1974). b. Pengadaan kendaraan dinas operasional diperuntukkan bagi kelancaran tugas dinas pada unit urganisasi pemerintah, jumlahnya dibatasi, tidak mewah, harga wajar, maksimal 1800 CC bahan bakar bensin, dan 2500 CC bahan bakar solar. c. Kendaraan dinas operasional yang hilang atau mengalami kerusakan karena digunakan diluar kepentingan dinas harus diganti oleh pemakai kendaraan dinas operasional yang bersangkutan. d. Pejabat negara, Pejabat struktural atau Pegawai Negeri dilarang menggunakan lebih dari 1 (satu) kendaraan operasional (vide Keppres Nomor 10 Tahun 1974 Pasal 4 ayat (1) dan (2)). e. Biaya pemeliharaan termasuk penggunaan bahan bakar agar hemat, tidak diperkenankan melebihi plafond pemeliharaan yang ditetapkan. III. DISIPLIN KERJA A. Langkah-langkah Disiplin Kerja 1. Disiplin kerja merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang diyakini dan dijalankan oleh seluruh aparatur pemerintah dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan masingmasing lembaga/instansi. Disiplin mengandung unsur. a. Kepatuhan dan ketaatan terhadap ketentuan perundangundangan dan ketentuan lain berbentuk tertulis atau kebijakan tidak tertulis. b. Konsisten dalam menjalankan wewenang yang dipercayakan kepada pemegang kewenangan. 502

DISIPLIN PEGAWAI

c. Kejujuran dan rasa tanggungjawab dalam mengambil keputusan dan melaksanakan tugas. 2. Untuk menerapkan disiplin di lingkungan aparatur pemerintah, diperlukan pedoman aturan dan sanksi yaitu: a. Landasan filosofis (tidak melakukan kesalahan, rasa memiliki, tepat waktu, tepat guna) sebagai pegangan dasar untuk mendorong penerapan disiplin. b. Pedoman dan standard operating prosedur (SOP) yang jelas dan dapat menjadi acuan untuk menetapkan benar atau tidaknya suatu tugas. c. Ketentuan mengenai wewenang pada seluruh strata unit kerja organisasi. d. Ketentuan kepegawaian, termasuk penilaian kinerja, unsur disiplin yang langsung berkaitan dengan pegawai, penerapan pemberian sanksi, dan ketegasan dalam memberikan sanksi. e. Pedoman bagi pemegang kewenangan dan atau pengendali dalam memonitor tindakan-tindakan yang harus diiakukan oleh unit kerja atau bawahannya. B. Penegakan Disiplin Kerja 1. Jumlah jam kerja efektif dalam hari kerja per minggu adalah 37,5 jam. 2. Berdasarkan Keppres No. 68 Tahun 1995, hari kerja di tingkungan Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat dan Pemda DKI Jakarta ditetapkan: Senin s/d Kamis, pukul 07.30-16.00 (istirahat pukul 12.00-13.00) dan Jum’at pukul 07.30-16.30 (istirahat pukul 11.00-13.00). Pengaturan dan pelaksanaan jam kerja di lingkungan Instansi Pemerintah Daerah ditetapkan lebih lanjut oleh pimpinan instansi pemerintah daerah masing-masing. 3. Hari dan jam kerja pada Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat persetujuan Men.PAN, dengan memperhatikan jumlah jam kerja efektif perminggu 37,5jam. 4. Hari dan jam kerja TNI ditetapkan tersendiri oleh Panglima TNI. 5. Hari dan jam kerja POLRI ditetapkan oleh Kapolri.

DISIPLIN PEGAWAI

503

6. Dikecualikan dari ketentuan di atas bagi Lembaga Pemerintah yang tugasnya memberi pelayanan kepada masyarakat dan lembaga pendidikan, serta Rumah Sakit, Dinas kebakaran, Telkom, PLN, dan lain-lain. C. CUTl 1. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil dilakukan sesuai dengan kebutuhan, antara lain cuti tahunan, cuti hamil, dan cuti di luar tanggungan negara. 2. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan, pemberian cuti kepada PNS harus diatur oleh pimpinan instansi/satuan kerja masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan fungsi. 3. Pejabat struktural atau PNS lainnya yang akan menjalankan cuti harus menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasan iangsung dan atasan langsung yang bersangkutan menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada pejabat setara atau staf yang lain. 4. Pimpinan instansi membuat aturan cuti pada hari tertentu, antara lain hari raya/hari besar lainnya, hari kerja antara hari libur resrni dengan hari Sabtu/Minggu. 5. Pimpinan instansi mengatur pemberian ijin tidak masuk kerja: a. Ijin meninggalkan kantor maksimum diberikan 2 (dua) hari. b. Meninggalkan kantor lebih dari 2 (dua) hari diperhitungkan sebagai cuti. c. Meninggalkan kantor melebihi cuti PNS, merupakan tindakan indisipliner, dan perlu ada tindak lanjut sanksi. 6. Cuti bersama dalam rangka hari libur keagamaan diatur tersendiri dengan Keputusan Bersama Menteri PAN, Menteri Agama, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Cuti bersama PNS merupakan bagian dari cuti tahunan PNS sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976. Sebelum atau sesudah pelaksanaan cuti bersama, PNS tidak diperkenankan mengambil cuti tahunan, kecuali alasan lain di luar cuti tahunan.

504

DISIPLIN PEGAWAI

D. Absensi Presentasi Kehadiran Diupayakan maksimal menggunakan “sistem absensi elektronik” dan on line ke dalam jaringan sistem informasi/sistem elektonik perkantoran. Hasil monitoring absensi, khusus pegawai yang tidak disiplin dapat diumumkan secara terbuka. Tindakan indisipliner pegawai dilaksanakan sesuai peraturan kepegawaian berupa sanksi disiplin pegawai. E. Hukuman Disiplin 1. Masing-masing instansi Pemerintah agar membuat “Buku Pedoman Penjatuhan Hukuman Disipiin Pegawai”, memuat antara lain jenis-jenis pelanggaran, hukuman yang dapat diberikan kepada pegawai, prosedur penjatuhan hukuman disiplin, prosedur keluhan pegawai atas hukuman disiplin yang diberikan, dan prosedur pengumuman tindakan indisipliner pegawai. 2. Pedoman penjatuhan hukuman disiplin pegawai ditetapkan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah. F. Pakaian Kerja 1. Hari kerja tertentu, pegawai diwajibkan berpakaian seragam instansi pemerintah masing-masing. 2. Setiap hari Jum’at, pegawai diwajibkan berpakaian batik atau khas daerah yang bersangkutan, dalam rangka melestarikan budaya bangsa dan meningkatkan produksi dalam negeri. 3. Pakaian seragam Instansi Pemerintah, berlengan pendek (kecuali karyawati, karena alasan keagamaan), dilengkapi Pin Korpri, Nama Pegawai, dan tanda Pengenal. 4. Ketentuan pelaksanaan pakaian seragam diatur dan ditetapkan oleh masing-masing Instansi Pemerintah. G. Penghargaan 1. Untuk mendorong dan meningkatkan prestasi kerja serta untuk memupuk kesetiaan pegawai yang telah berjasa terhadap negara atau telah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, dapat diberikan penghargaan oleh Pemerintah. 2. Penghargaan dapat berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa dan penghargaan lainnya seperti surat pujian. DISIPLIN PEGAWAI

505

H. Perjalanan Dinas Dalam Negeri/Luar Negeri 1. Perjalanan dinas luar negeri dibatasi hanya untuk tugas kedinasan yang terkait dengan hubungan diplomatik, hubungan perdagangan/investasi, kerjasama bilateral dan multilateral, yang pelaksanaannya terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang (antara lain Presiden, Sekretaris Negara/Kabinet dan Pimpinan Instansi). 2. Perjalanan dinas dalam negeri hanya dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya penting dan mendesak serta prioritas tinggi. I. Pengawasan 1. Setiap pimpinan instansi pemerintah dan pimpinan unit organisasi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaar. ketentuan ini. 2. Setiap pimpinan instansi pemerintah dan pimpinan unit organisasi mengambil tindakan berupa teguran atau sanksi pegawai terhadap mereka yang tidak mengindahkan ketentuan pedoman ini. J. Pelaporan 1. Sesmenko/Sesjen/Sesmen/Sestama di Pusat dan Sesda Propinsi, Kabupaten, dan Kota di Daerah melaporkan tindak lanjut pedoman ini kepada atasan masing-masing 2 (dua) kali dalam setahun. 2. Berdasarkan laporan tersebut pada angka 1, Pimpinan Departemen/ Kementerian/LPND/Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara/Komisi/ Dewan, Gubernur, Bupati dan Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan peraturan ini kepada Men.PAN pada akhir tahun anggaran. 3. Laporan sebagaimana pada angka 1, Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan peraturan ini kepada Gubernur, selanjutnya secara kumulatif kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada akhir tahun anggaran. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ttd Taufiq Effendy

506

DISIPLIN PEGAWAI

Lampiran II Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005 Tanggal : 10 Agustus2005 EDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN EFISIENSl, PENGHEMATAN, DAN DISIPLIN KERJA UNSUR-UNSUR EFISIENSI, PENGHEMATAN DAN DISIPLIN KERJA I.

EFISIENSI PELAKSANAAN TEKNIS SARANA DAN PRASARANA

A. Sarana 1. Penggunaan Sumber Daya Listrik Penggunaan sumber daya listrik agar dilakukan secara efisien dan rasional Upaya yang dilakukan dalam peningkatan efisiensi, antara lain: a. Menekan pemakaian daya tersambung maksimal 75 persen. b. Penggunaan listrik untuk penerangan dilaksanakan secara proporsional dengan hanya menghidupkan lampu penerangan pada tempat/ruang yang benar-benar diperlukan, atau saat melaksanakan tugas, serta iampu penerangan halaman gedung kantor pada malam hari secara terbatas. Ruang kerja yang memperoleh akses cahaya alami, seoptimal mungkin dimanfaatkan dan mengurangi penggunaan penerangan listrik, c. Pemadaman lampu penerangan dan alat pendingin ruangan gedung kantor sebelum pukul 15.00, kecuali ruang kerja lembur mengikuti prosedur internal. d. Mematikan lampu penerangan pada ruang rapat pertemuan, dan ruang lain yang tidak dipergunakan selama jam kerja kantor. e. Khusus mesin pendingin sentral (chiller), untuk gedung, agar dimatikan 1 (satu) jam lebih awal dari jam kerja pulang. DISIPLIN PEGAWAI

507

f. Mengurangi jumlah pengoperasian lift, dan atau membatasi penggunaan lift untuk naik/turun 2 (dua) lantai atau lebih. Untuk naik/turun 1 (satu) lantai disarankan menggunakan tangga. g. Memaksimalkan upaya untuk tidak menggunakan listrik pada saat jam beban puncak antara pukul 17.00 s.d. 22.00, karena biaya per kwh pada saat jam beban puncak, 2 (dua) kali lipat lebih dibanding biaya per kWh saat jam beban rendah. h. Upayakan mengurangi daya tersambung 1) Menggunakan peralatan hemat listrik dan hanya menggunakan peralatan bila diperlukan. 2) Membatasi secara optimal penggunaan listrik saat beban puncak (jam 17.00 s.d. 22.00). 3) Menggeser penggunaan peralatan listrik ber kWh besar dari beban puncak ke beban rendah (seperti untuk pengisian air ke tower). i. Disarankan untuk memasang “Capacitor Bank” yang berfungsi memperbaiki faktor kerja pada peralatan listrik, dan pada akhirnya dapat menghilangkan biaya Kilo Volt Ampere Renctive (KVAR). j. Menunjuk unit organisasi teknik untuk melakukan pemeriksaan penggunaan listrik dan mematikan listrik di ruang kerja/ruang rapat/pertemuan dan fasilitas umum, atau setelah berakhirnya jam kerja. k. Melaksanakan audit energi 1) Maksud kegiatan ini untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi digunakan serta berapa potensi penghematan yang mungkin diperoleh dalam suatu fasilitas pengguna energi. 2) Tujuan audit untuk menentukan cara yang terbaik guna mengurangi penggunaan energi per satuan output dan mengurangi biaya operasi/biaya produksi. 3) Fasilitas sasaran audit a) sistem distribusi listrik; b) sistem tata udara (AC dan instalasi yang terkait); c) selubung bangunan; d) sistempenerangan;

508

DISIPLIN PEGAWAI

4. Berusaha lebih banyak menggunakan pendekatan reward dari pada punishment. Penjatuhan hukuman diberikan dalam kaitan mendidik (secara edukatif). B. Pelaporan 1. Pelaporan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah dilakukan oleh masingmasing instansi. 2. Pelaksanaan kegiatan pencatatan pelaporan sesuai dengan peran instansi masing-masing di Pusat oleh Sesmenko/ Sesjen/Sesmen/Sestama dan di Daerah dibuat oleh Sesda Provinsi/Kabupaten/Kota. Hasil pemantauan dilaporkan kepada atasan instansi masing-masing. 3. Pimpinan Departemen/Kementerian/LPND/Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara/Komisi/Dewan/Kesekretariatan Daerah Provinsi menyampaikan laporan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah kepada Menteri PAN pada akhir tahun anggaran. 4. Pimpinan Kesekretariatan Daerah Kabupaten/Kota menyampaikan laporan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah kepada gubernur, selanjutnya gubernur menyampaikan laporan secara kumulatif kepada Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada akhir tahun anggaran. VII. PENGORGANISASIAN A. Pemerintah Pusat Pengorganisasian Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah pada Pemerintah Pusat dilakukan masing-masing Instansi Pemerintah oleh Sesmenko untuk Kementerian Koordinator, Sesjen untuk Departemen, Sesmen untuk Kementerian Negara, Sestama untuk Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Sesjen untuk Lembaga Tinggi Negara/Komisi/Dewan. B. Pemerintah Daerah Pengorganisasian Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah pada DISIPLIN PEGAWAI

509

Pemerintah Daerah dilakukan masing-masing Instansi Pemerintah Daerah oleh Sesda Provinsi dan Sesda Kabupaten/Kota. VIII. PENUTUP Pedoman ini akan ditindaklanjuti dengan Pedoman Teknis oleh masingmasing Instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah. Keberhasilan Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Aparatur Pemerintah tergantung kepada komitmen untuk memberikan keteladanan, panutan, sikap mental, perilaku, tekad, semangat, ketaatan, disiplin Aparatur Pemerintah, peran aktif masyarakat, dan penegakan hukum dengan sanksi yang tegas kepada pelanggar. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ttd Taufiq Effendi

510

DISIPLIN PEGAWAI

Jakarta, 7 Juli 1981 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. 4. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. 5. Semua Kepala Perwakilan RI di luar negeri. 6. Semua Gubemur Kepala Daerah Tingkat I. 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. di

TEMPAT

SURAT-EDARAN NOMOR : 10/SE/1981 TENTANG TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI/ MENGGUNAKAN IJAZAH PALSU/ASPAL

I. PENDAHULUAN 1. UMUM a.

Sebagaimana diketahui, bahwa pada tahun-tahun belakangan ini terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ ASPAL untuk kepentingan karier, sehingga merusak citra Pegawai Negeri Sipil di kalangan masyarakat.

DISIPLIN PEGAWAI

511

2.

512

b.

Perbuatan sebagaimana digambarkan di atas, tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dan harus diambil tindakan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL tersebut, satu dan lain hal untuk tetap dapat menjaga nama baik dan mutu Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat.

c.

Dalam rangka usaha mencegah Pegawai Negeri Sipil memiliki dan atau menggunakan Ijazah Palsu/ASPAL, maka PANGKOPKAMTIB dengan suratnya Nomor R-32/OPTIBPUSA//1981 tanggal 11 Mei 1981, telah menyarankan agar Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengambil tindakan-tindakan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL, menurut bidangnya masing-masing.

d.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan suratnya Nomor B-500/I/MENPAN/1981 tanggal 15 Mei 1981, antara lain menyatakan harus diambil tindakan administratif dan dijatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL dan meminta kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaannya.

e.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan petunjuk teknis tentang tindakan administratif dan penjatuhan hukuman disipiin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL.

DASAR a.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1972 Nomor 42);

DISIPLIN PEGAWAI

3.

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengang-katan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3058);

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3096);

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149);

f.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);

g.

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Organisasi Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

TUJUAN Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang berwenang dalam mengambil tindakan administratif dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki dan atau menggunakan ijazah palsu/ASPAL.

4. PENGERTIAN Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : a.

Ijazah adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), Diploma, dan Akta yang dikeluarkan dengan sah oleh Lembaga Pendidikan yang berwenang, baik Lembaga Pendidikan.

DISIPLIN PEGAWAI

513

b.

Ijazah palsu, adalah ijazah yang bentuk, ciri, dan atau isinya tidak sah. Kriteria ijazah palsu antara lain adalah sebagai berikut: (1) blanko ijazah palsu; (2) blanko ijazah sah, dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan yang berwenang tetapi ditandatangani oleh Pejabat yang tidak berwenang, atau; (3) blanko ijazah sah, dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan yang berwenang, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, tetapi isinya sebagaian atau seluruhnya dipalsukan.

c.

Ijazah ASPAL, adalah ijazah yang diperoleh dengan cara yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku di lingkungan pendidikan pada waktu ijazah itu dikeluarkan.

II. TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN 1.

514

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK MELAMAR MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL. a.

Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya dilakukan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 (tanggal 18 Pebruari 1976), yang kemudian ternyata bahwa pada waktu melamar menggunakan ijazah palsu/ASPAL, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976.

b.

Pegawai Negeri Sipil yang pengangkatannya dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976, yang kemudian ternyata bahwa pada waktu melamar menggunakan ijazah palsu/ASPAL, terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal 6 ayat (4), huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DISIPLIN PEGAWAI

2.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK KEPENTINGAN KENAIKAN PANGKAT. a.

Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazah palsu/ ASPAL untuk kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 (tanggal 22 Januari 1980), terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal 6 ayat (4), huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b.

Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazah palsu/ ASPAL untuk kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980, pangkatnya dikembalikan pada pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimilikinya dengan memperhitungkan masa kerja golongan. Umpamanya : (1) Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Badu mempunyai riwayat kepangkatan sebagai berikut (a) Terhitung mulai tanggal 1 Februari 1961, ia diangkat menjadi pegawai bulanan dalam golongan ruang D/l PGPN-1961 atas dasar ijazah SMA. (b) Terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 1962, ia diangkat dalam golongan ruang D/ll PGPN1961. (c) Terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 1965, ia diangkat dalam golongan ruang D/lll PGPN1961. (d) Pada tanggal 31 Desember 1967 ia masih dalam golongan ruang D/lll PGPN-1961. (e) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1968 golongan ruangnya disesuaikan ke dalam golongan ruang ll/b PGPS-1968.

DISIPLIN PEGAWAI

515

(f ) Terhitung mulai tanggal 1 April 1969, ia diangkat dalam ruang III/a PGPS-1968 sebagai penyesuaian ijazah sarjana. (g) Terhitung mulai tanggal 1 April 1973, ia diangkat dalam ruang III/b PGPS-1968. (h) Terhitung mulai tanggal 1 April 1977, ia diangkat dalam ruang III/c (i) Terhitung mulai tanggal 1 April 1981, ia diangkat dalam ruang III/d. (j) Pada bulan Juli 1981, baru diketahui bahwa pengangkatannya dalam pangkat sebagai penyesuaian ijazah ke dalam golongan ruang III/a terhitung mulai tanggal 1 April 1969 adalah menggunakan ijazah sarjana palsu. (2) Dalam hal yang sedemikian, maka tindakan administrasi yang diambil terhadap Badu tersebut adalan dengan mengembalikan pangkatnya pada pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimilikinya dengan memperhitungkannya masa kerja golongan, sebagai berikut : (a) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1968, golongan ruangnya disesuaikan dari D/lll PGPNS-1961 ke dalam ll/b PGPNS-1968, dengan masa pangkat terakhir 2 Tahun 11 bulan. (b) Terhitung mulai tanggal 1 April 1969 diangkat dalam golongan ruang ll/c PGPNS-1968, karena ia pada tanggal 1 April 1969 telah mempunyai masa pangkat terakhir 4 tahun 2 bulan terhitung mulai ia diangkat dalam golongan D/lll PGPNS-1961 (1 Februari 1965). (c) Terhitung mulai tanggal 1 April 1973 diangkat dalam golongan ruang ll/d PG PS- 1968. (d) Terhitung mulai tanggal 1 April 1977 diangkat dalam golongan ruang III/a. (e) Terhitung mulai tanggal 1 April 1981 diangkat dalam golongan ruang III/b.

516

DISIPLIN PEGAWAI

(3)

Dengan uraian sebagai tersebut di atas, maka golongan ruang yang sah bagi Badu adalah III/b terhitung mulai tanggal 1 April 1981.

c.

Disamping tindakan administratif yang berupa pengembalian pangkat berdasarkan ijazah yang sah sebagai tersebut di atas, terhadap Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhkan hukuman disiplin berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun berdasarkan Pasal 6 ayat (4), huruf a, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

d.

Tata cara pengembalian pangkat pada pangkat berdasarkan ijazah sebagai tersebut di atas, dilakukan sebagai berikut : 1)

Untuk pangkat Pembina golongan ruang IV/a ke bawah ditetapkan oleh Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi I/Kepegawaian Negara tersebut menggunakan formulir Nota Persetujuan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini, dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Nota Persetujuan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara tersebut dibuat dalam rangkap 5 (lima). Setelah Nota Persetujuan tersebut diperiksa dan disetujui Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya, kemudian disampaikan kepada : i.

2 (dua) rangkap dikembalikan kepada instansi yang bersangkutan.

ii.

1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Kepala KPN/Kas daerah yang bersangkutan. DISIPLIN PEGAWAI

517

iii.

1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Dirjen Anggaran Cq. Direktur Perbendaharaan Negara.

iv. 1 (satu) rangkap untuk arsip Badan Administrasi Kepegawaian Negara cq. Deputi Tata Usaha Kepegawaian. (b) Nota Persetujuan yang diajukan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dilengkapi dengan lampiranlampiran sebagai berikut : i.

Salinan sah dari semua ijazah yang sah dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

ii.

Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat yang pertama sampai dengan yang terakhir

iii. Surat keterangan/pernyataan pimpinan instansi yang mengeluarkan ijazah tentang kepalsuan/keaspalan ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 2)

Untuk pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke atas diajukan kepada Presiden dengan tembusan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, dengan menggunakan formulir Daftar Usul Pengembalian Pangkat, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran Surat Edaran, dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Daftar Usul Pengembalian Pangkat tersebut dibuat dalam rangkap 4 (empat), yaitu : i.

Rangkap pertama diajukan langsung kepada Presiden.

ii.

Rangkap kedua dan ketiga diajukan kepada Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

iii. Rangkap keempat untuk arsip instansi yang bersangkutan. 518

DISIPLIN PEGAWAI

(b) Daftar Usul Pengembalian Pangkat yang diajukan kepada Presiden dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dilengkapi dengan lampiran-lampiran sebagai berikut : i. Salinan sah dari semua ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. ii. Salinan sah surat keputusan kenaikan pangkat yang pertama sampai dengan yang terakhir. iii. Surat keterangan/pernyataan pimpinan instansi yang mengeluarkan ijazah tentang kepalsuan/ke ASPAL an ijazah yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang berlangsung. 3.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL UNTUK KEPENTINGAN JABATAN Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu jabatan atas dasar ijazah yang kemudian temyata palsu/ASPAL di samping tindakan administrasi yang diambil berdasarkan ketentuan angka II, angka 2 huruf b di atas, terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan berdasarkan Pasal 6, ayat (4) huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Setelah sekurangkurangnya 1 (satu) tahun ia dibebaskan dari jabatannya, ia dapat dipertimbangkan untuk menduduki suatu jabatan yang sesuai dengan pangkat terakhir yang dimilikinya.

4.

PENGGUNAAN IJAZAH PALSU/ASPAL BUKAN UNTUK KEPENTINGAN KARIER Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah palsu/ASPAL tetapi tidak menggunakannya untuk kepentingan karier, terhadapnya dijatuhkan hukuman disiplin berupa penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun berdasarkan Pasal 6 ayat (3) huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.

DISIPLIN PEGAWAI

519

III. PENENTUAN IJAZAH PALSU/ASPAL 1. Yang berwenang menentukan ijazah palsu/ASPAL dalam pimpinan instansi yang mengeluarkan ijazah tersebut, yaitu : a.

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (1) Rektor, bagi ijazah yang drkeluarkan oleh Perguruan Tinggi Negeri. (2) KOPERTIS, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi Swasta. (3) KAKANWIL Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, bagi ijazah Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Pertama, baik yang dikeluarkan oleh Sekolah Negeri maupun swasta. (4) Kepala Dinas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan daerah Tingkat l/Daerah Tingkat II bagi ijazah Sekolah Dasar, baik yang dikeluarkan oleh Sekolah Dasar Negeri maupun Swasta.

b.

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA (1) Rektor, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh IAIN. (2) Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, bagi ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta. (3) KAKANWIL Departemen Agama, bagi ijazah Aliyah, Tsanawiyah, Ibtidaiyah baik yang dikeluarkan oleh sekolah negeri maupun swasta.

c.

d.

520

DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN KESEHATAN Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Negeri Departemen Kesehatan, bagi ijazah Paramedis baik yang dikeluarkan oleh sekolah Negeri maupun swasta. DALAM LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH LAINNYA Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat lain yang ditunjuk olehnya bagi ijazah yang diKeluarkan oleh Lembaga Pendidikan instansi yang bersangkutan.

DISIPLIN PEGAWAI

2.

3.

4.

5.

IV.

Apabila pimpinan instansi meragukan keaslian/keabsahan suatu ijazah yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, agar dengan segera menghubungi pejabat sebagai tersebut di atas untuk memperoleh kepastian tentang keaslian/keabsahan ijazah yang diragukan itu. Permintaan untuk memperoleh kepastian keaslian/ keabsahan suatu ijazah diajukan secara tertulis kepada pejabat sebagai tersebut dalam angka 1 di atas. Jawaban pejabat sebagai tersebut dalam angka 1, diberikan kepada instansi yang meminta secara tertulis pula. Pernyataan kepalsuan/ke-ASPAL-an suatu ijazah yang diberikan oleh pejabat sebagai tersebut dalam angka 1, adalah sebagai dasar bagi pejabat yang berwenang untuk mengambil tindakan administrasi dan atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memiliki/menggunakan ijazah palsu/ASPAL

PEJABAT YANG BERWENANG MENGAMBIL TINDAKAN ATAU MENJATUHKAN HUKUMAN DISIPLIN. 1.

Pejabat yang berwenang mengambil tindakan administratif berdasarkan Surat Edaran ini adalah pejabat yang berwenang sebagimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 jo Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 12/SE/ 1975 tanggal 14 Oktober 1975.

2.

Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin, adalah pejabat yang berwenang menghukum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 jo Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980.

3.

Surat keputusan pengembalian pangkat pada pangkat berdasarkan ijazah yang sah ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini.

4.

Tembusan surat keputusan tersebut di atas antara lain disampaikan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan Instansi yang mengeluarkan Ijazah,

DISIPLIN PEGAWAI

521

Kepala Kantor Perbendaharaan bersangkutan, dan lain-lain. V.

VI.

Negara

yang

LAIN-LAIN 1.

Tindakan administratif yang diambil dan hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berdasarkan Surat Edaran ini, tidak mengurangi tuntutan hukum yang mungkin diambil oleh pejabat yang berwajib.

2.

Keabsahan ijazah yang diperoleh dari luar negeri ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

3.

Hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazah palsu/ASPAl sebelum berlakunya Surat Edaran ini, tetap berlaku.

4.

Ketentuan Surat Edaran ini berlaku juga bagi calon Pegawai Negeri Sipil.

PENUTUP 1.

Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan-kesulitan supaya segera ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapat penyelesaian.

2.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. KEPALA BADAN ADMINISTRASI NEGARA ttd AE MANIHURUK

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan.

522

DISIPLIN PEGAWAI

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. PANGKOPKAMTIB. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai laporan. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan. Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Badan/Pusat. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi Vertikal. Direktur Perbendaharaan Negara. Semua Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara. Pertinggal.

DISIPLIN PEGAWAI

523

LAMPIRAN I SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 10/SE/1981 TANGGAL : 7 JULI 1981 NOTA PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRASl KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PENGEMBALIAN PANGKAT DALAM PANGKAT BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH DEPARTEMEN/LEMBAGA NOMOR

No.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

7.

8. 9.

10.

: :

PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIUSULKAN NAMA NIP NOMOR SERI KARPEG TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR JABATAN L a. PANGKAT A b. GOLONGAN RUANG M c. TERHITUNG MULAI TANGGAL A d. MASA KERJA GOLONGAN ……… tahun…………. bulan e. GAJI POKOK B a. PANGKAT A b. GOLONGAN RUANG R c. TERHITUNG MULAI TANGGAL U d. MASA KERJA GOLONGAN ……… tahun…………. bulan *-1 e. GAJI POKOK WILAYAH PEMBAYARAN ALASAN - ALASAN PENGEMBALIAN PANGKAT : Berdasarkan surat/peryataan dari ……………….………….. Nomor ………………………….. Tanggal………………….., bahwa ijazah …….…………… Nomor …………………………. RIWAYAT KEPANGKATAN SEKARANG a. Berdasarkan Surat Keputusan……………………… Nomor ……...………..………………… tanggal………………………………, diangkat dalam pangkat ……………………………… golongan ruang ……………………… terhitung mulai tanggal…………………………………………….. b. ….………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… c. ……………………………………………………………………………………………………., ……………………………………………………………………………………………………. d. ………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………….. e. dst

524

DISIPLIN PEGAWAI

11.

URUT - URUTAN PENGEMBALIAN BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :

PANGKAT

PADA

PANGKAT

a. Terhitung mulai tanggal ………………………………., pangkat pada golongan ruangnya dikembalikan pada pangkat ………………………………... golongan Ruang ………………………..

dengan masa kerja golongan ………………….

Tahun ………………………… bulan dan gaji pokok Rp. ..…………………… b. c. d. dst ………….…., tanggal………….… MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA

……………………………………. 12

PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA :

Nomor : Jakarta, tanggal………………. BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA

….………….……………..

*-1

Tuliskanlah pangkat, golongan ruang, tmt, masa kerja golongan, dan gaji pokok terakhir berdasarkan pengembalian pangkat dalam pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimiliki.

*-2

Coret yang tidak perlu

DISIPLIN PEGAWAI

525

LAMPIRAN II SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 10/SE/1981 TANGGAL : 7 JULI 1981 NOTA PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRASl KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PENGEMBALIAN PANGKAT DALAM PANGKAT BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH DEPARTEMEN/LEMBAGA : NOMOR :

526

DISIPLIN PEGAWAI

11.

URUT - URUTAN PENGEMBALIAN BERDASARKAN IJAZAH YANG SAH :

PANGKAT

PADA

PANGKAT

a. Terhitung mulai tanggal ……………………………….…., pangkat pada golongan ruangnya dikembalikan pada pangkat …………………………….……... golongan Ruang ………………………….. dengan masa kerja golongan ..…………………. Tahun ………………………….. bulan dan gaji pokok Rp. .……………………… b. c. d. dst ………….…., tanggal………….… MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA

……………………………………. 12

PERSETUJUAN KEPALA BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA :

Nomor : Jakarta, tanggal………………. BADAN ADMINISTRATSI KEPEGAWAIAN NEGARA

……………………..

*-1

Tuliskanlah pangkat, golongan ruang, tmt, masa kerja golongan, dan gaji pokok terakhir berdasarkan pengembalian pangkat dalam pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimiliki.

*-2

Coret yang tidak perlu

DISIPLIN PEGAWAI

527

CONTOH SURAT KEPUTUSAN LAMPIRAN III SURAT EDARAN KEPALA BADAN PENGEMBALIAN PANGKAT ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA PADA PANGKAT BERDASARKAN NOMOR : 10/SE/1981 IJAZAH YANG SAH TANGGAL : 7 JULI 1981

KEPUTUSAN ..........................……………….......... NOMOR ………………………………. MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA……………………………

Menimbang

:

a. bahwa berdasarkan surat/pernyataan dari................... Nomor...................... tanggal............... bahwa ijazah ..................... Nomor............ tanggal... ......................... atas nama Sdr. ............. yang dikeluarkan oleh .......................... ternyata palsu/ ASPAL*; b. bahwa ijazah palsu/ASPAL* tersebut telah digunakan untuk pengangkatan dalam pangkat sebagai penyesuaian ijazah; c. bahwa untuk ketertiban adminrstrasi dan dalam rangka usaha menertibkan Aparatur Negara dipandang perlu mengembalikan pangkat dan golongan ruang Sdr. ............................ NIP. ................ dalam pangkat dan golongan ruang berdasarkan ijazah yang sah yang dimilikinya.

Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

528

DISIPLIN PEGAWAI

Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3156). Memperhatikan :

1. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 10/SE/1981 tanggal 7 Juli 1981 tentang Tindakan Administratif dan Hukuman Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil Yang Memiliki/ Menggunakan Ijazah Palsu/ASPAL. 2. Nota Persetujuan/Pertimbangan * Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor................. tanggal......... MEMUTUSKAN

Menetapkan PERTAMA

:

Mengembalikan pangkat dan golongan ruang Sdr ……….........… NIP ............. ke dalam pangkat berdasarkan ijazah yang sah yang dimIIIkinya sebagai berikut : 1. Terhitung mulai tanggal ……............. diangkat dalam pangkat ............…, golongan ruang ........… masa kerja golongan .............. gaji pokok Rp. ............. sebulan. 2. ............................................................ 3. ............................................................. 4. dst.

KEDUA

:

Mewajibkan Sdr. ……................. tersebut untuk membayar kembali kelebihan penghasilan yang tidak berhak diterimanya kepada Negara.

KETIGA

:

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan dan perhitungan kembali sebagaimana mestinya.

DISIPLIN PEGAWAI

529

ASLI Keputusan ini disampaikan kepada Sdr. ................... Untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di

:

pada tanggal

:

MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA …….........

TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan kepada : 1.

Ketua BPK.

2.

Menteri Negara Penertiban Aparatur Negera.

3.

Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara U.p. Kepala Biro Tata Usaha Kepegawaian.

4.

Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan U.p. Direktur Perbendaharaan Negara.

5.

Kepala KPN yang bersangkutan.

6.

Pimpinan Instansi yang mengeluarkan ijazah.

7.

Pertinggal.

* Coret yang tidak perlu.

530

DISIPLIN PEGAWAI

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Nomor : K.26-30/V.24-49/99 Jakarta, 21 Desember 2001 Sifat : Penting Perihal : Peningkatan Kepada Disiplin PNS. Yth. 1. Menteri Kabinet Gotong Royong 2. Jaksa Agung 3. Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 5. Gubernur Seluruh Indonesia 6. Bupati/Walikota Seluruh Indonesia Dalam rangka peningkatan Disiplin Kerja PNS sebagai tindak lanjut kunjungan kerja lapangan Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Kebeberapa Instansi setelah Hari Raya Idul Fitri 1422 H baru-baru ini dapat diketahui bahwa jumlah PNS yang masuk kerja maupun semangat kerja pegawai tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan Sehubungan dengan hal tersebut bersama jni diberitahukan hal-hal sebagai benkut : 1.

PNS sebagai unsur Aparatur Negara senantiasa dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat Oleh karenanya setiap PNS harus melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

2.

Untuk itu setiap PNS hendaknya senantiasa memiliki disiplin kerja yang tinggi sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS terutama dalam mentaati ketentuan jam kerja;

3.

Sehubungan dengan hal itu bersama ini dimohon kepada semua pimpinan disetiap Instansi untuk memperhatikan dan mentaati ketentuan jam kerja terutama pada hari kerja setelah Hari Raya/Hari Besar Keagamaan dan pada hari kerja kejepit, setiap PNS diharapkan sebagaimana mestinya. Apabila ada pegawai yang tidak masuk kerja pada hari tersebut tanpa DISIPLIN PEGAWAI

531

alasan yang sah, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Disamping itu untuk menghindari terjadinya kevakuman dalam pelayanan atau untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan, maka pemberian cuti dalam waktu yang bersarnaan agar diatur dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak mengganggu pelaksanaan tugas sehari-hari. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ttd PRAJONO TJIPTOHERIJANTO

Tembusan Yth. 1. 2. 3. 4.

532

Presiden sebagai laporan. Wakil Presiden, sebagai laporan. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet.

DISIPLIN PEGAWAI

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 18 April 2007 Kepada Yth. 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 2. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 3. Jaksa Agung; 4. Kepala Kepolisian Negara RI; 5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Para Pimpinan Sekretariat Lembaga Tinggi Negara; 7. Para Pimpinan Sekretariat Dewan/Komisi/Badan; 8. Para Gubernur; dan 9. Para Bupati/Walikota. di Tempat SURAT EDARAN Nomor : SE/03/M.PAN/4/2007 Tentang PERLAKUAN TERHADAP PEJABAT YANG TERLIBAT KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, kami mengharapkan perhatian dan bantuan Saudara agar meningkatkan kerja sama dan dukungan upaya-upaya penanganan perkara korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesuai dengan DIKTUM KEDELAPAN, Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Kerja sama dan dukungan terhadap upaya penanganan korupsi tersebut dilakukan sebagai berikut :

DISIPLIN PEGAWAI

533

1. Segera memberikan ijin pemeriksaan terhadap Pejabat atau Pegawai baik sebagai saksi atau sebagai tersangka, jika memang ijin tersebut diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan; 2. Memberhentikan sementara dari jabatannya, terhadap Pejabat yang terlibat perkara korupsi, berstatus sebagai tersangka/ terdakwa, dan dilakukan penahan oleh aparat penegak hukum, sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) dari pengadilan atau resmi dinyatakan dihentikan proses hukumnya oleh aparat penegak hukum; 3. Menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap Pejabat/Pegawai yang telah mendapatkan vonis bersal;ah dari pengadilan atau jika terbukti adanya pelanggaran disiplin pegawai negerisipil, meskipun Pejabat/ Pegawai tersebut mendapatkan vonis bebas dari pengadilan; 4. Memulihkan nama baik dan dapat menempatkan kembali pada jabatan yang semestinya terhadap Pejabat/Pegawai yang tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tidak terdapat pelanggaran terhadap disiplin pegawai negeri sipil; 5. Menyampaikan laporan setiap semester kepada Meneg PAN tentang nama-nama Pejabat/Pegawai yang terlibat kasus korupsi dengan status hukumnya, dimulai pada semester pertama tahun 2007 dengan menggunakan isian Formulir dan contoh terlampir. Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami sampaikan terima kasih. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Ttd TAUFIQ EFFENDI Tembusan Yth. : 1. Presiden RI; 2. Wakil Presiden RI; 3. Ketua Komisi II DPR-RI; 4. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

534

DISIPLIN PEGAWAI

DISIPLIN PEGAWAI

535

2. 3.

1.

No

Pengadaan Mesin Rp 1.000.000.000 Uap senilai Rp 2 milyar yang direalisasikan dengan barang bekas Dst.

Nilai Kerugian Negara (Rp) Ir. XXX. MSc. NIP. 012345678, Gol. IV-a, Kepala Bidang ……………. Pada Dinas….Pemprov….

Pelaku: Nama, NIP, Golongan, Jabatan, dan Unit Instansi

: ………………………………………………………… :……………………………...............................

Uraian Kasus

INSTANSI Periode Laporan

Jumlah Yg disetor ke Kas Negara (Rp) 25-12-2006 Selesai investigasi Nihil 3/2/2007 21-5-2007 Dlm proses penyidikan

Proses Penanganan Tanggal Perkembangan

Bawas Propinsi ………………. Kejati Provins ………

Instansi yg menangani

LAPORAN PERKEMBANGAN PENANGANAN KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI

Lampiran Surat Edaran MenPAN Nomor : SE/M.PAN/4/2007 Tanggal 18 April 2007

Lampiran Surat Edaran Men.PAN Nomor: SE/03/M.PAN/4/2007 Tanggal 18 April 2007 PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR LAPORAN PERKEMBANGAN PENANGANAN KASUS YANG BERINDIKASI KORUPSI Kolom 1 :

Diisi nomor urut (cukup jelas)

Kolom 2 :

Yang dimaksud dengan “Uraian Kasus” pada kolom 2 adalah uraian ringkas tentang kasus penyimpangan yang sedang dan/atau telah ditangani oleh Aparat Pengawas dan/atau Aparat Penegak Hukum.

Kolom 3 :

Yang dimaksud dengan “Nilai Kerugian Negara (Rp)” pada kolom 3 adalah nilai rupiah atau nilai ekivalen yang diindikasikan sebagai kerugian keuangan negara, termasuk kerugia keuangan daerah/BUMN/BUMD/ BHMN.

Kolom 4 :

Yang dimaksud dengan “Pelaku; Nama, NIP, Golongan, Jabatan, dan Unit Instansi” pada kolom 4 adalah nama oknum/pribadi. Dalam hal menyangkut PNS/anggota TNI/Polri agar disebut NIP/NRP, pangkat/golongan, jabatan, dan unit kerja terakhir bertugas.

Kolom 5 :

Yang dimaksud dengan “Proses Penanganan – Instansi yg menangani” pada kolom 5 adalah Unit Instansi Pengawas atau Unit Instansi Penegak Hukum yang menangani kasus yang diindikasikan korupsi pada kolom 2 (misalnya; BPK Perwakilan Makassar, BPKP Pusat, Itjen Dept Pertanian, Bawas Prov. Bali, Kejaksaan Tinggi Prov NTT. Dst)

Kolom 6 :

Yang dimaksud dengan “Proses Penanganan – Tanggal” pada kolom 6 adalah tanggal dimulainya penanganan oleh Instansi yang menangani.

536

DISIPLIN PEGAWAI

Kolom 7 :

Yang dimaksud dengan “Proses Penanganan – Perkembangan” pada kolom 7 adalah sebutan proses pengawasan dan proses hukum (misalnya; penelitian, investigasi oleh Aparat Pengawas, penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan oleh Aparat Penegak Hukum; dan vonis, banding, kasasi, PK dalam proses pengadilan) dan tanggal selesainya jika proses tersebut telah selesai.

Kolom 8 :

Yang dimaksud dengan “Jumlah yg disetor ke Kas Negara (Rp)” pada kolom 8 adalah nilai rupiah yang telah dikembalikan ke Kas Negara, termasuk Kas Daerah, dan Kas BUMN/BUMD/BHMN.

DISIPLIN PEGAWAI

537

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN NO. 866/OT/VIII/2001/02 TENTANG JAM KERJA Dari pengamatan kami akhir-akhir ini terjadi penurunan kehadiran pegawai pada jam kerja dan kehadiran dalam Upacara/ Acara kedinasan yang diadakan di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu dan mengingatkan kembali Surat Edaran dari Sekretaris Jenderal sebelumnya serta dalam rangka mendukung/mensukseskan program Gerakan Disiplin Nasional, agar seluruh pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melaksanakan : I. Mentaati jam kerja sesuai Keputusan Presiden No. 68 tahun 1995, Pasal I ayat (2) : 1. Hari Senin sampai Hari Kamis : Jam 07.30-16.00 WIB Waktu Istirahat : Jam 12.00-13.00 WIB 2. Hari Jum’at : Jam 07.00-16.30 WIB Waktu Istirahat : Jam 11.30-13.00 WIB 3. Mengisi Daftar Hadir sesuai dengan peraturan jam kerja setiap harinya di ruang masing-masing Eselon II dan ditutup pada jam 09.00 WIB. 4. Pengisian Daftar Hadir setelah jam 09.00 WIB tanpa izin atasan Eselon II yang bersangkutan dinilai tidak hadir. II. Sanksi akan diberikan karena ketidakhadiran pegawai tanpa alasan adalah sebagai berikut: 1. Apabila dalam satu bulan pegawai tidak hadir selama 7 (tujuh) Hari kerja tanpa penjelasan akan diberikan surat peringatan pertama. 538

DISIPLIN PEGAWAI

2. Apabila pegawai yang bersangkutan tidak hadir selama 5 (lima) Hari kerja pada bulan yang lain, maka akan diberikan surat peringatan ke dua. 3. Selanjutnya apabila dalam bulan ketiga pegawai yang bersangkutan tidak hadir selama 3 (tiga) hari kerja maka akan mendapat sanksi sbb; -

Bagi Pegawai PDLN akan diberikan sanksi penundaan jenjang Kepangkatan PDLN dan penempatan ke luar negeri.

-

Bagi Pegawai PDDN akan diberikan sanksi untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku.

III. Harap koordinator dan supir bis menyesuaikan jadual penjemputan pada pagi hari dan meninggalkan kantor pada hari Senin-Kamis paling cepat jam 16.00 WIB dan pada hari Jum’at jam 16.30 WIB. IV. Seluruh pegawai diharuskan menghadiri Upacara/Acara Kedinasan yang diadakan sesuai pemberitahuan Panitia Upacara/ Acara tersebut. Demikian agar mendapat perhatian dan ditaati oleh seluruh Pegawai Dcpartemen Luar Negeri. Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : 3 Agustus 2001 SEKRETARIS JENDERAL ttd ARIZAL EFFENDI

DISIPLIN PEGAWAI

539

DEPARTEMEN LUAR NEGERI

BERITA RAHASIA

REPUBLIK INDONESIA

KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGERA

PUSAT TELEKOMUNIKASI Tanggal : 25 JANUARI 2006

SK/2 KONSEP NO : 12727

PRO PERWAKILAN RI : ALL PERWAKINS SANGAT RAHASIA NO PRO EX RE

: : : :

060358 ALL KEPPRIS SEKJEN MASALAH PENERAPAN BIOMETRIK

SISTEM

ABSENSI

Merujuk arahan bapak menlu tanggal 29 desember 2005 mengenai peningkatan tertib waktu pegawai disampaikan hals sbb : 1. agar seluruh perwakins mulai tahun 2006 ini menerapkan sistem absensi biometrik di lingkungan kerja. 2. absensi biometrik berlaku untuk seluruh pegawai termasuk pegawai setempat. 3. laporan absensi setiap bulannya disampaikan ke pusat. Demikian ump ttkhbs Biaya pengawatan dibebankan kepada – DEPLU – CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO REN, KARO KEU.

Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi – DEPLU –

540

DISIPLIN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT TELEKOMUNIKASI Tanggal : 22 FEBRUARI 2006

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGERA

SK/2

KONSEP NO : 12621

PRO PERWAKILAN RI : BERIIN, ALL PERWAKINS SANGAT RAHASIA NO PRO INFO EX RE

: : : : :

060667 KEPPRI BERIIN ALL KEPPRIS SEKJEN PENERAPAN ABSENSI PERWAKINS

BIOMETRIK

DI

mks. No.21/bb/02/06 et mkk no.060358 re sistem absensi biometrik, bersama ini disampaikan sbb : 1. bahwa dalam upaya mencapai budaya kerja seperti yang disampaikan sdr, salah satu sarannya sesuai arahan menlu adalah melalui penerapan sistem absensi biometrik di lingkungan kerja. 2. sistem absensi biometrik diharapkan dapat memberikan informasi akurat untuk pengamatan jam kerja home staff et pegawai setempat et jumlah penghitungan jam lembur pegawai setempat. 3. sekiranya memungkinkan untuk dikembangkan sesuai kondisi setempat, absensi biometrik dapat dikombinasikan fungsinya sekaligus sebagai “access control” yang bermanfaat bagi pengamanan kantor perwakilan. 4. upaya untuk mencapai budaya kerja yang diharapkan pimpinan didasarkan pada budaya kerja yang meliputi 3 tertib + 1 aman : tertib waktu, tertib administrasi, tertib fisik et aman : personil, informasi et gedung. 5. peningkatan budaya kerja dimaksud merupakan salah satu unsur bagi kompetensi dasar diplomat et bagian dari upaya benah diri melalui restukturisasi deplu. restukturisasi perwakilan ri et pembenahan profesi diplomat. Demikian ump ttkhbs Biaya pengawatan dibebankan kepada – DEPLU – CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO REN, KARO KEU. Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada pusat komunikasi – DEPLU-

DISIPLIN PEGAWAI

541

542

VIII PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

543

544

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA Tanggal : 18 PEBRUARI 1976 (JAKARTA)

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952, tentang Kedudukan Pegawai Negeri Selama Menjalankan Sesuatu Kewajiban Negara di Luar lingkungan Jabatan yang Dipangkunya (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 281), sebagaimana telah beberapa kali ditambah dan diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1973), dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini, sehingga oleh sebab itu perlu diganti; b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara;

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

545

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA BAB I PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG DIANGKAT MENJADI PEJABAT NEGARA Pasal 1 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat dinaikkan pangkatnya tanpa terikat pada formasi apabila telah memenuhi syarat-syarat untuk itu. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara berhak atas kenaikan gaji berkala menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 2 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara menerima penghasilan menurut ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Negara itu. (2) Apabila penghasilan yang dimaksud dalam ayat (1) lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima selisih penghasilan itu dari instansi induknya.

546

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

BAB II ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA YANG DIANGKAT MENJADI PEJABAT NEGARA Pasal 3 Ketentuan tentang kenaikan pangkat, penghasilan, hak-hak kepegawaian, dan lain-lainnya, bagi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang diangat menjadi Pejabat Negara, diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini. BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 4 Selama menjadi Pejabat Negara, masa kerja Pegawai Negeri diperhitungkan penuh. Pasal 5 Pegawai Negeri yang berhenti sebagai Pejabat Negara kembali ke instansi induknya. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 6 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku lagi : a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 tentang Kedudukan Pegawai Negeri selama menjalankan sesuatu Kewajiban Negara di Luar Lingkungan Jabatan yang dipangkunya (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 281); b. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1956, tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 (Lembaran Negara

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

547

Tahun 1956 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1145); c. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1960 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1973). Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Pebruari 1976 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH.

548

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA

PENJELASAN UMUM Bahwa untuk menjalankan tugas negara, terdapat sejumlah Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara untuk jangka waktu tertentu. Tugas kewajiban sebagai Pejabat Negara adalah tugas kewajiban yang bersifat luas yang untuk melaksanakannya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga. Sebagai disebutkan, pengangkatan sebagai Pejabat Negara adalah dalam jangka waktu tertentu; oleh sebab itu bagi Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara perlu diatur kedudukan dan hakhak kepegawaiannya selama menjadi dan sesudah berhenti sebagai Pejabat Negara. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pokok-pokok tentang Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara, sedang pelaksanaan teknisnya diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sepanjang mengenai Pegawai Negeri Sipil, dan oleh Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata sepanjang mengenai anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dapat dinaikkan pangkatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa terikat pada formasi, yakni kenaikan pangkatnya tidak terikat pada jenjang pangkat dan jabatan. Penetapan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dilakukan oleh pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

549

Salah satu bahan untuk mempertimbangkan kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil adalah penilaian pelaksanaan pekerjaan, karena Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara tidak lagi secara aktip bekerja pada instansi induknya, maka dalam membuat daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan didasarkan atas pendapat dari pimpinan lembaga tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja sebagai Pejabat Negara; umpamanya, seorang Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, bahan-bahan untuk membuat daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan didasarkan atas keterangan dari Ketua Fraksi yang bersangkutan di dalam Dewan tersebut. Pasal 2 Ayat (1) Selama Pegawai Negeri Sipil menjadi Pejabat Negara, penghasilannya sebagai Pegawai Pegawai Negeri Sipil dihentikan dan ia menerima penghasilan menurut ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Negara itu. Ayat (2) Apabila penghasilan sebagai Pejabat Negara lebih kecil dibandingkan dengan penghasilannya sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka selisih penghasilan itu diterima oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dari instansi induknya. Yang dimaksud dengan penghasilan Pegawai Negeri Sipil adalah gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 Pada dasarnya ketentuan yang berlaku bagi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang diangkat menjadi Pejabat Negara adalah sama dengan ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara, tetapi berhubung dengan sifatnya yang khusus, maka pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Cukup jelas

550

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka peningkatan profesionalisme pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I, II, III dan IV, perlu didasarkan pada suatu Standar Kompetensi Jabatan. b. bahwa sebagai pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan tersebut, perlu ditetapkan Standar Kompetensi Jabatan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Mengingat :

a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890). b. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4018).

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

551

c. Peraturan Pemerintah Nomor 1001 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. d. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 1999 tentang Badan Kepegawaian Negara. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara ini yang dimaksud dengan : (1) Kompetensi adalah Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. (2) Kompetensi Umum adalah : Kemampuan dan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan struktural yang dipangkunya. (3) Kompetensi Khusus adalah : Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa keahlian untuk melaksanakan tugas jabatan Struktural yang dipangkunya. (4) Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. (5) Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah : Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara, 552

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. (6) Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah atau dipekerjakan diluar Instansi Induknya. (7) Eselon adalah Tingkatan Jabatan Struktural (8) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah : Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. (9) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur (10) Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. Maksud dan Tujuan Standar Kompetensi Jabatan Pasal 2 Maksud Standar Kompetensi Jabatan adalah : (1) Sebagai dasar dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dari dan dalam jabatan (2) Sebagai dasar penyusunan/pengembangan program pendidikan dan pelatihan bagi PNS Pasal 3 Tujuan Standar Kompetensi Jabatan adalah : (1) Untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi/unit organisasi (2) Untuk menciptakan optimalisasi kinerja organisasi/unit organisasi. Standar Kompetensi Pasal 4 Standar Kompetensi terdiri dari : PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

553

1) Kompetensi Umum 2) Kompetensi Khusus Pasal 5 (1) Standar Kompetensi Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) tercantum dalam lampiran I, lampiran II, lampiran III dan lampiran IV Keputusan ini. (2) Kompetensi Umum dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun diklat kepemimpinan. Pasal 6 (1) Standar Kompetensi Khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) ditetapkan oleh Pembina Kepegawaian di Instansi masing-masing sesuai dengan uraian tugas/jabatan di unit organisasinya. (2) Kompetensi Khusus dapat diperoleh melalui diklat teknis (3) Contoh Standar Kompetensi Khusus adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran V Keputusan ini. Ketentuan Peralihan Pasal 7 Pimpinan unit organisasi tingkat eselon II, III, dan IV yang memimpin unit pelaksana teknis secara relatif dimungkinkan memiliki kompetensi tingkat di atasnya. Pasal 8 Bagi pejabat eselon V yang masih ada pada saat keputusan ini ditetapkan diberlakukan ketentuan Standar Kompetensi sebagai pejabat eselon IV. Ketentuan Penutup Pasal 9 Demikian untuk dapat digunakan sebaik-baiknya dan apabila dijumpai hal-hal yang kurang atau tidak jelas, agar ditanyakan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. 554

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 20 Juli 2001 Kepala Badan Kepegawaian Negara ttd Prijono Tjiptoherijanto NIP. 130353817

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

555

Lampiran I Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon I • Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi. • Mampu merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional • Mampu mensosialisasikan visi baik kedalam maupun keluar unit organisasi • Mampu menetapkan sasaran organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi • Mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan zaman • Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik • Mampu mengakomodasi isu regional/global dalam penetapan kebijakan-kebijakan organisasi • Mampu mengantisipasi dampak perubahan politik terhadap organisasi • Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait baik di dalam negeri maupun di luar negeri • Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi • Mampu merencanakan/mengatur sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas organisasi • Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap pejabat dibawahnya • Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam organisasi • Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai dalam rangka pengoptimalan kinerja organisasi

556

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

• • • • • •

Mampu menetapkan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Mampu menetapkan kebijakan pengawasan dan pengendalian dalam organisasi Mampu memberikan akuntabilitas kinerja organisasi Mampu menjaga keseimbangan konflik kebutuhan dari Unit-unit organisasi Mampu melakukan analisis resiko dalam rangka existensi organisasi Mampu melakukan evaluasi kinerja organisasi/unit organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

557

Lampiran II Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon II 1. Mampu mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan dan pandangan hidup bangsa menjadi sikap dan perilaku dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan 2. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya 3. Mampu menetapkan program-program pelayanan yang baik terhadap kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya 4. Mampu memahami dan menjelaskan keragaman dan sosial budaya lingkungan dalam rangka peningkatan citra dan kinerja organisasi 5. Mampu mengaktualisasikan kode etik PNS dalam meningkatkan profesionalisme, moralitas dan etos kerja 6. Mampu melakukan manajemen perubahan dalam rangka penyesuaian terhadap perkembangan zaman 7. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan baik 8. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi 9. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya 10. Mampu melakukan analisis resiko dalam rangka existensi unit organisasi 11. Mampu merencanakan/mengatur sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas organisasi 12. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya 13. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai dalam rangka optimalisasi kinerja unit organisasinya

558

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

14. Mampu membentuk suasana kerja yang baik di unit organisasinya 15. Mampu menetapkan program-program yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia 16. Mampu menetapkan program-program pengawasan dan pengendalian dalam unit organisasinya 17. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya 18. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan. 19. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan-pengembangan kebijakan kepada pejabat diatasnya.

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

559

Lampiran III Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon III 1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya 2. Mampu memberikan pelayanan-pelayanan yang baik terhadap kepentingan publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya 3. Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris 4. Mampu melakukan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya 5. Mampu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya 6. Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi 7. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya 8. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya 9. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya 10. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan yang tepat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya 11. Mampu mendayagunakan teknologi informasi yang berkembang dalam menunjang kelancaran pelaksanaan tugas 12. Mampu menetapkan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam unit organisasinya 13. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya 14. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya/unit organisasi dibawahnya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan.

560

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

15. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan program kepada pejabat atasannya tentang kebijakankebijakan maupun pelaksanaannya

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

561

Lampiran IV Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV 1. Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasinya 2. Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya 3. Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi 5. Mampu mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku di unit kerjanya 6. Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerjasama dengan Unit-unit terkait baik dalam organisasi maupun di luar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya 7. Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya 8. Mampu menumbuhkembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya 9. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam unit organisasinya 10. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam unit organisasinya 11. Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya 12. Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasi dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan. 13. Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikanperbaikan/pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat diatasnya

562

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

Lampiran V Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 43/Kep/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 Contoh Standar Kompetensi Khusus Jabatan Struktural Eselon II di BKN Instansi Nama Jabatan Eselon Unit Organisasi

: Badan Kepegawaian Negara : Kepala Biro Kepegawaian : II (dua) : Biro Kepegawaian BKN

Standar Kompetensi Khusus yang harus dimiliki : 1.

Mampu menyusun program kebutuhan dan penempatan pegawai 2. Mampu menyusun program analisis jabatan untuk perencanaan pegawai 3. Mampu menyusun program pengembangan pegawai 4. Mampu menyusun program pembinaan mental dan ideologi 5. Mampu menyusun program kesejahteraan pegawai 6. Mampu menyusun program dan melaksanakan pengangkatan dalam pangkat serta menetapkan kenaikan gaji berkala sesuai dengan wewenangnya 7. Mampu menyusun program pengangkatan dalam jabatan 8. Mampu melakukan analisa dan evaluasi tatanan organisasi dan tata laksana 9. Mampu menyusun program sistim informasi kepegawaian 10. Mampu memberikan pertimbangan pemberhentian dan pemensiunan pegawai

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

563

Nomor Sifat Lampiran Perihal

: : : :

K.26-3/V.5-10/99 Jakarta, 18 Januari 2002 Penting Kepada Yth. 1. Semua Menteri Negara Penunjukan Pejabat Koordinator 2. Semua Menteri Negara Pelaksana Harian 3. Semua Menteri yang memimpin Departemen 4. Jaksa Agung 5. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 6. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara 7. Semua Gubernur 8. Semua Bupati/Walikota diTempat 1. Sebagaimana dimaklumi, bahwa seorang pejabat kemungkinan tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal, antara lain karena sedang melakukan kunjungan ke daerah atau ke luar negeri, mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan ibadah haji, dirawat di rumah sakit, cuti atau alasan lain yang serupa dengan itu. 2. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila terdapat pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja, maka untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, agar setiap atasan dari pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas segera menunjuk pejabat lain, di lingkungannya sebagai Pelaksana Harian (Plh), dengan ketentuan apabila yang berhalangan tersebut adalah : a. Pejabat Eselon I, maka Pimpinan Instansi menunjuk seorang pejabat eselon I lainnya atau seorang pejabat eselon II di lingkungan pejabat yang berhalangan;

564

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

b. Pejabat Eselon II, maka pejabat eselon I yang membawahi pejabat yang berhalangan tersebut menunjuk seorang pejabat eselon II lain di lingkungannya atau seorang pejabat eselon III di lingkungan pejabat yang berhalangan tersebut; c. Pejabat eselon III, maka pejabat eselon II yang membawahi pejabat yang berhalangan tersebut menunjuk seorang pejabat eselon III lain di lingkungannya atau seorang pejabat eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan tersebut; d. Pejabat eselon IV, maka pejabat eselon III yang membawahi pejabat yang berhalangan tersebut menunjuk seorang pejabat eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat yang berhalangan tersebut. 3. Dalam hal yang berhalangan sementara adalah Pimpinan Instansi, maka Pimpinan Instansi tersebut menunjuk seorang pejabat yang kedudukannya setingkat lebih rendah di lingkungannya. 4. Penunjukkan sebagai Pelaksana Harian dibuat dengan Surat Perintah dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dalam surat perintah harus disebutkan tugastugas yang dapat dilakukan selama pejabat definitif tersebut berhalangan sementara; b. Pejabat Pelaksana Harian tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau menetapkan keputusan yang mengikat seperti pembuatan DP-3, penetapan surat keputusan, penjatuhan hukuman disiplin, dan sebagainya. c. Pengangkatan sebagai pelaksana harian tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya dan yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas dalam jabatan definitifnya. d. Pejabat yang ditunjuk sebagai Pelaksana Harian tidak membawa dampak terhadap kepegawaian PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

565

dan tidak diberikan tunjangan jabatan dalam kedudukannya sebagai Pelaksana Harian. 5. Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ttd PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

Tembusan, Yth : 1. Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan; 2. Wakil Presiden Republik Indonesia, sebagai laporan;

566

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.09/A/OT/VIII/2004/01 TENTANG PENGISIAN JABATAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI MELALUI SELEKSI TERBUKA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa misi dan tugas diplomasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri harus dilaksanakan oleh diplomat yang memenuhi kualifikasi dan memiliki kompetensi yang diperlukan; b. bahwa untuk melengkapi proses seleksi oleh tim Pendukung Baperjakat yang berlaku umum dalam penempatan diplomat, guna memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai bobot dan karakteristik tugas atau jabatan pada sejumlah Perwakilan tertentu serta meneguhkan sistem merit, perlu dilakukan pemilihan melalui seleksi secara transparan dan terbuka. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b di atas dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Pengisian Jabatan di Perwakilan republik Indonesia tertentu di luar negeri melalui Seleksi Terbuka (Open Bidding). Mengingat : 1. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 156. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882); PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

567

2. Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri; 3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK 06/A/ OT/V/2004/01 Tahun 2004 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri beserta Lampirannya; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 053/OT/ II/2002/01 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENGISIAN JABATAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI MELALUI SELEKSI TERBUKA (OPEN BIDDING) Pasal 1 Yang dimaksud dengan Seleksi Terbuka (Open Bidding) dalam Keputusan ini adalah proses seleksi untuk mendapatkan pejabat diplomat yang tepat dan memenuhi syarat guna mengisi jabatan dan atau melaksanakan tugas pekerjaan pada sejumlah Perwakilan Republik Indonesia tertentu di luar negeri. Pasal 2 Ketentuan pengisian jabatan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri melalui seleksi terbuka adalah: a. terbuka bagi semua pejabat diplomatik, baik pejabat diplomatik yang masih bertugas di dalam negeri maupun yang sedang menjalani tugas di luar negeri; b. memenuhi persyaratan administratif dan kualifikasi kompetensi yang ditetapkan untuk masing-masing jabtan yang bersangkutan; c. diajukan oleh atau melalui unit kerja masing-masing; d. lulus seleksi. Pasal 3 Rincian persyaratan administratif dan kualifikasi serta persyaratan lainnya yang harus dipenuhi calon disesuaikan dengan masing-masing 568

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

jabatan yang akan diisi dan diumumkan pada waktu pengumuman penyelenggaraan seleksi. Pasal 4 (1) Penyelenggara seleksi adalah Tim Pendukung Baperjakat; (2) Seleksi dan penilaian terhadap kompetensi dan kualifikasi calon dilakukan melalui sebuah Tim Seleksi yang susunannya ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal selaku Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT); (3) Tim Seleksi terdiri dari 5 (lima) orang pejabat Departemen Luar Negeri yang dipilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan keahliannya; (4) Komposisi Tim Seleksi disesuaikan dengan kualifikasi dan persyaratan jabatan yang akan diisi. Pasal 5 Penilaian terhadap kompetensi dan kualifikasi calon mencakup visi dan misi calon mengenai jabatan atau pekerjaan yang akan diisi, penyajian makalah, kemampuan dan bakat profesi. Pasal 6 Pengumuman tentang lowongan dan seleksi pengisian jabatan di Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sebelum jabatan di Perwakilan yang bersangkutan tersebut lowong; Pasal 7 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Agustus 2004 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd HASAN WIRAYUDA PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

569

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.09/A/OT/VIII/2004/01 TANGGAL 18 Agustus 2004

Jabatan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang pengisiannya dilakukan melalui seleksi terbuka adalah : a. Wilayah Eropa (1) Kepala Bidang Politik I dan II PTRI Jenewa (2) Kepala Bidang Ekonomi I dan II PTRI Jenewa (3) Kepala Bidang Politik KBRI Den Haag (4) Kepala Bidang Penerangan KBRI Den Haag (5) Kepala Bidang Penerangan KBRI London (6) Kepala Bidang Politik Multilateral KBRI/PTRI Wina b. Wilayah Amerika (1) Kepala Bidang Politik KBRI Washington DC (2) Kepala Bidang Penerangan KBRI Washington DC (3) Kepala Bidang Politik I dan II PTRI New York (4) Kepala Bidang Ekonomi I dan II PTRI New York c.

Wilayah Asia (1) Kepala Bidang Politik KBRI Beijing (2) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Tokyo (3) Kepala Bidang Ekonomi KBRI Seoul (4) Kepala Bidang Politik KBRI Canberra (5) Kepala Bidang Penerangan KBRI Canberra (6) Kepala Bidang Konsuler KBRI Kuala Lumpur (7) Kepala Bidang Politik KBRI Singapura (8) Kepala Bidang Konsuler KBRI Riyadh (9) Kepala Bidang Konsuler KBRI Singapura (10) Kepala Bidang Konsuler KJRI Jeddah (11) Kepala Bidang Konsuler KJRI Hongkong (12) Kepala Bidang Konsuler KJRI Kinabalu

d. Wilayah Afrika Kepala Bidang Politik KBRI Pretoria

570

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepada Yth. 1. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat 2. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi 3. Para Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota di Tempat SURAT EDARAN Nomor : SE/04/M.PAN/03/2006 TENTANG PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN STRUKTURAL ESELON I DAN ESELON II Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, antara lain dinyatakan bahwa bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan Eselon I dan Eselon II dapat diperpanjang batas usia pensiunnya dari 56 (lima puluh enam) tahun sampai dengan 60 (enam puluh) tahun. Namun dalam pelaksanaannya masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian baik di Pusat maupun Daerah menetapkan kebijakan yang berbedabeda, sehingga menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan dalam pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka agar terdapat kesatuan persepsi dan kejelasan mekanisme serta untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil, perlu kami tegaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Pada prinsipnya perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 jo PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

571

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan kewenangan dari masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian di lingkungan instansinya masing-masing, kecuali bagi para Pejabat Eselon I dan jabatan lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai kewenangan presiden. 2. Perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Eselon I dan Eselon II didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bahwa yang bersangkutan : a. Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi; b. Memiliki moral dan integritas yang baik; c. Memiliki kinerja yang baik; d. Sehat jasmani dan rohani, yang dibuktikan oleh keterangan Dokter Tim Penguji Kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan; e. Mempertimbangkan proses kaderisasi di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan. 3. Mekanisme Usul Perpanjangan Batas Usia Pensiun Eselon I a. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian secara bertahap, yaitu setiap 2 (dua) tahun. Perpanjangan pertama dari 56 (lima puluh enam) tahun sampai dengan usia 58 (lima puluh delapan) tahun dan perpanjangan kedua dari 58 (lima puluh delapan) tahun sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun. b. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan setelah mendapat pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) instansi yang bersangkutan. c. Keputusan perpanjangan Batas Usia pensiun sebagiamana dimaksud huruf a di atas, dilakukan setelah yang bersangkutan memenuhi syarat kumulatif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut pada angka 2. d. Hasil penilaian terhadap pejabat eselon I baik yang akan/ tidak diperpanjang Batas Usia Pensiunnya disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. e. Bagi Pejabat Eselon I yang tidak akan diperpanjang batas usia pensiunnya menjadi 58 (lima puluh delapan) tahun atau

572

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

60 (enam puluh) tahun, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi yang bersangkutan mengajukan usul pemberhentian dari jabatannya kepada Presiden. 4. Mekanisme Usul Perpanjangan Batas Usia Pensiun Eselon II a. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian secara bertahap, yaitu setiap 2 (dua) tahun. Perpanjangan pertama dari 56 (lima puluh enam) tahun sampai dengan usia 58 (lima puluh delapan) tahun dan perpanjangan kedua dari 58 (lima puluh delapan) tahun sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun. b. Perpanjangan Batas Usia Pensiun ditetapkan setelah mendapat pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) instansi yang bersangkutan. c. Keputusan Perpanjangan Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud huruf a di atas, dilakukan setelah yang bersangkutan memenuhi syarat kumulatif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut pada angka 2. d. Hasil penilaian terhadap pejabat eselon II baik yang akan/ tidak diperpanjang Batas Usia Pensiunnya disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. e. Bagi Pejabat Eselon II yang tidak akan diperpanjang batas usia pensiunnya menjadi 58 (lima puluh delapan) tahun atau 60 (enam puluh) tahun, maka Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan pemberhentian dari jabatannya. 5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka : a. Ketentuan perpanjangan batas usia pensiun bagi pejabat struktural Eselon I dan Eselon II yang diatur sebelumnya, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini. b. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu yang batas usia pensiunnya telah ditetapkan secara limitatif dalam undang-undang, tidak berlaku ketentuan sebagaimana tersebut dalam angka 3 dan 4. c. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktrual Eselon I dan Eselon II pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah berusia 56 (lima puluh enam) tahun atau lebih sampai dengan 58 (lima puluh delapan) tahun, maka Batas Usia Pensiunnya adalah 58 (lima puluh delapan) tahun tanpa

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

573

melalui proses penilaian oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) instansi yang bersangkutan. d. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktrual Eselon I dan Eselon II pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah berusia 58 (lima puluh delapan) tahun, maka Batas Usia Pensiunnya sampai dengan 60 (enam puluh) tahun tanpa melalui proses penilaian oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) instansi yang bersangkutan. 6. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 28 Maret 2006 Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, ttd Taufiq Effendi

Tembusan Yth. : 1. Presiden Republik Indonesia 2. Kepala BKN

574

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

SANGAT SEGERA NO PRO EX RE

: : : :

050119 KEPPRI SEKJEN PENUNJUKKAN STAF PENGUMANDAHAN UNTUK TUGAS KEBENDAHARAAN DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PENGELOLAAN KEUANGAN

Sehubungan dengan keikutsertaan bendaharawan perwakilan dalam crash progam sesdilu/sesparlu kma disampaikan sbb ttkdua 1. pejabat yang ditetapkan dengan sk menlu sebagai bendaharawan maka melekat padanya secara fungsional tugas dan tanggungjawab kebendaharaan sehingga melekat pula haks et kewajibannya dalam penandatanganan setiap dokumen yang merupakan kelengkapan spjk perwakilan ttk 2. demi kelancaran pertanggungjawaban keuangan khususnya dalam akhir tahun anggaran kma pusat akan melakukan pengumandahan staf yang melakukan tugas kebendaharaan pada perwakilan kabul, bern, kuwait, mexico, frankfurt, lisabon, nairobi, hamburg ttk didalam pelaksanaan tugasnya staf pengumandahan bersifat sebagai pelaksana harian bendaharawan ttk 3. tugas staf pengumandahan adalah a. melakukan tugas kebendaharaan, yaitu menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang dan surat berharga b. melakukan pemeriksaan atas keabsahan dari bukti-bukti sebelum dibebankan c. membukukan spjk sesuai dengan ketentuan yang berlaku d. mengirimkan spjk sesuai dengan waktu yang ditetapkan 4. staf pengumandahan tidak melakukan penandatanganan pada dokumen keuangan tetapi terbatas memberikan paraf sebagai tanda bahwa dokumen keuangan telah dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan yang berlaku ttk

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

575

5. penandatanganan check dilakukan oleh hoc bersama keppri selanjutnya penandatanganan dokumen keuangan tetap dilakukan oleh Keppri, hoc/kop, dan Bendaharawan. Penandatanganan oleh bendaharawan dilakukan di pusat yang secara teknis dilakukan oleh biro keuangan, c.q. bagian verifikasi ttk. 6. masa tugas pengumandahan mulai berlaku sejak penugasan dan berakhir setelah bendaharawan definitif tiba di perwakilan ttk. Demikian ump ttkhbs

Biaya Pengawatan dibebankan pada : DEPLU CC. MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, DJ AMEROP, DIR ERBAR

Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PUSAT KOMUNIKASI -

576

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOTA DINAS Nomor Kepada

: 756/KP/IV/2005/19 : 1. Yth. Kepala Biro Administrasi Menteri 2. Yth. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi 3. Yth. Kepala Biro Keuangan 4. Yth. Kepala Biro Hukum 5. Yth. Kepala Biro Tata Usaha dan PeRIengkapan 6. Yth. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai 7. Yth. Kepala Pusat Komunikasi 8. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika 9. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa 10. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN 11. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Polsoskam 12. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal M. Ekubang 13. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal IDP-PI 14. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Tembusan : 1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan) 2. Yth. Staf Ahli Menlu Bidang Manajemen Departemen Dari : Kepala Biro Kepegawaian Perihal : Persyaratan untuk menduduki jabatan struktural Eselon IIIa dan Eselon IVa di lingkungan Departemen Luar Negeri II. Berkaitan dengan usulan jabatan strukturan eselon IVa dan IIIa dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut : Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor : 100 Tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 dan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 13 Tahun 2002 syarat – syarat untuk menduduki jabatan struktural adalah : 1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

577

2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat 1 (satu) tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan yaitu : - Penata Tingkat I (golongan III/d) untuk eselon IIIa. - Penata Muda Tk. I (Golongan III/b) bagi eselon IVa. 3. Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. 4. Semua unsur penilaian prestasi kerja (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. 5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. 6. Sehat jasmani dan rohani. Selain syarat – syarat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 juga meminta perlunya dipertimbangkan faktorfaktor berikut dalam pengangkatan jabatan struktural : a. Senioritas dalam kepangkatan b. Usia setinggi-tingginya 2 (dua) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun (54 tahun). c. Mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) jabatan. d. Mempunyai pengalaman dalam jabatan. Peraturan Pemerintah Nomor : 13 Tahun 2002 juga menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan/atau masih didudukinya, kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang menjadi wewenang presiden. Pengangkatan dalam jabatan setingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud di atas diterjemahkan sebagai kenaikan tingkat jabatan, yaitu dari eselon IVa ke eselon IIIa atau dari jabatan eselon IIIa ke eselon IIa. Untuk pengangkatan dalam jabatan eselon IVa sesuai dengan hasil rapat Tim Pendukung Baperjakat yang bersangkutan sekurangkurangnya telah dua tahun dalam pangkat Penata Muda Tingkat I (Golongan III/b). Jakarta, 11 April 2005 Kepala Biro Kepegawaian ttd M. IBNU SAID NIP. 020003570 578

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 15 September 1995 PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 109262

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA NO PRO EX RE

: : : :

983973 ALL KEPPRIS SEKJEN PERALIHAN MASA TUGAS KEPPRI

Merujuk perihal pada pokok kawat, disampaikan hals sbb ttkdua : 1. Berakhirnya tugas seorang keppri ditetapkan berdasarkan keppres sebagai keppri yang selanjutnya pengakhiran masa tugas tsb dikonfirmasikan lagi oleh sekjen deplu melalui kawat ttk 2. Terdapat kemungkinan kedatangan keppri baru mengalami kelambatan yang mengakibatkan kekosongan yang cukup panjang di suatu perwakilan ttk sehubungan dengan itu pimpinan deplu merasa perlu menetapkan kebijaksanaan utk diperhatikan dan dilaksanakan secara baik dan bijaksana oleh keppri, sbb ttk dua a. Jangka kekosongan waktu antara keppri lama dengan keppri baru ditetapkan minimal rpt minimal satu bulan ttk ketetapan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada kuai memimpin perwakilan, sbg bagian dari pembinaan personil ttk b. Penentuan rencana kepulangan keppri lama sehubungan dengan pengakhiran tugas ybs agar disesuaikan waktunya dengan rencana kedatangan keppri baru (perhatikan butir 2a) kma walaupun waktunya agak melewati waktu yang ditetapkan oleh keppres re pengangkatan ybs sebagai keppri ttk c. walaupun keppri lama telah menyusun memorandum akhir jabatan, seorang kuai/seting keppri diwajibkan menyusun

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

579

laporan pelaksanaan tugas selama ybs bertindak sebagai kuai/seting keppri di perwakilan ttk d. wewenang pengambilan keputusan oleh kuai/acting keppri di bidang administrasi keuangan hanya bersifat pelaksanaan tugas dari suatu ketentuan yang sedang berlaku dan bukan penentuan kebijakan baru ttk pengecualian dan wewenang tsb kma termasuk penggunaan dan polsus keppri kma harus meminta persetujuan dan sekjen memberi merencana penggunaannya et sasaran yang hendak dicapai disertai pertanggungan jawab penggunaannya ttk. Demikian ump ttkhbs

Biaya Pengawatan dibebankan pada : DEPLU CC. MENLU, SEMUA ESELON I, SEKJEN, KARO KEU, KARO KEPEG, KARO RENC. Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PUSAT KOMUNIKASI -

580

PERSYARATAN MENDUDUKI SUATU JABATAN

IX PENGHARGAAN

581

582

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA Tanggal : 29 AGUSTUS 1994 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa penganugerahan Satyalancana Karya Satya merupakan penghargaan dari Negara terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta penuh dengan pengabdian, kejujuran dan disiplin, sehingga dapat dijadikan teladan bagi pegawai lainnya; b. bahwa penghargaan tersebut merupakan kebanggan yang mempunyai arti sangat penting bagi setiap Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan semangat kerja, berhubung dengan itu dipandang perlu mengatur kembali penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1959

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 14 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789) jo. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 (Lembaran Negara PENGHARGAAN

583

Tahun 1961 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3134); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Satyalancana Karya Satya adalah tanda kehormatan yang dianugerahkan kepada Pegawai Negeri Sipil sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Negara; 2. Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia adalah Dewan yang mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam menetapkan penganugerahan dan pencabutan hak memakai tanda kehormatan; 3. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

584

PENGHARGAAN

4. Menteri adalah menteri yang memimpin Departemen dan Menteri Sekretaris Negara; 5. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974. BAB II MACAM DAN BENTUK SATYALANCANA KARYA SATYA Pasal 2 Satyalancana Karya Satya dibedakan dalam 3 macam yaitu: a. Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun berwarna perunggu; b. Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun berwarna perak; c. Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun berwarna emas. Pasal 3 (1) Satyalancana Karya Satya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dibuat dari logam berbentuk lingkaran dengan relief sebagai berikut: a. Pada sisi bagian depan berupa setangkai kapas dan setangkai padi masing-masing terdiri dari 17 daun dan 8 bunga kapas serta 45 butir padi, ditengah-tengah lingkaran terdapat gambar perisai Pancasila yang diatasnya terdapat bintang bersegi lima dan tulisan KARYA SATYA serta: 1. Angka romawi X untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun; 2. Angka romawi XX untuk Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun; 3. Angka romawi XXX untuk Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun; b. Pada sisi bagian belakang tertera tulisan REPUBLIK INDONESIA. (2) Satyalancana Karya Satya tersebut digantungkan pada pita berwarna dasar biru dengan 5 lajur berwarna abu-abu. (3) Bentuk, gambar, ukuran Satyalancana Karya Satya dan pitanya adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

PENGHARGAAN

585

BAB III PERSAYARATAN, PENGANUGERAHAN PEMAKAIAN DAN PENCABUTAN SATYALANCANA KARYA SATYA Pasal 4 (1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan kepada Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya telah meunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan. (2) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan : a. Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun apabila telah bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun; b. Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun apabila telah bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 20 tahun; c. Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun apabila telah bekerja secara terus menerus sekurang-kurangnya 30 tahun; (3) Dalam masa bekerja secara terus menerus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutn tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 (1) Satyalancana Karya Satya dianugerahkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Dewan Tandatanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul Pimpinan Instansi, yang dikoordinasikan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. (2) Setiap pemberian Satyalancana Karya Satya disertai piagam tanda kehormatan yang ditandatangani Presiden. Pasal 6 Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus, hari besar nasional dan hari ulang tahun instansi. Pasal 7 Satyalancana Karya Satya dipakai pada upacara hari besar nasional dan upacara resmi lainnya.

586

PENGHARGAAN

Pasal 8 (1) Hak memakai Satyalancana Karya Satya dicabut apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. (2) Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul Pimpinan Instansi. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 9 Anggaran yang diperlukan bagi penganugerahan Satyalancana Karya Satya dibebankan pada anggaran belanja Sekretariat Negara. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 (1) Satyalancana Karya Satya yang telah dianugerahkan kepada Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku. (2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini telah memiliki masa bekerja 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun, dapat dianugerahi Satyalancana Karya Satya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Adminstrasi Kepegawaian Negara.

PENGHARGAAN

587

Pasal 12 Dengan ditetapkannnya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1796), dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Agusutus 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO

588

PENGHARGAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA UMUM Dalam rangka melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan perpaduan antara sistem karier dan sistem prestasi kerja, bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menunjukkan kesetiaan terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta kecakapan, kejujuran, kedisiplinan di dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat dijadikan tugasnya sehingga dapat dijadikan teladan bagi pegawai lainnya serta telah mengabdikan diri selama 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun sudah sewajarnya diberikan penghargaan berupa anugerah tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat di dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, oleh karena itu penganugerahan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya tidak dibedakan berdasarkan pangkat dan golongan, akan tetapi dibedakan menurut lamanya bekerja kepada Negara dan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Setangkai kapas dan setangkai padi melambangkan keadilan sosial dan kesejahteraan. 17 daun dan 8 bunga serta 45 butir PENGHARGAAN

589

padi melambangkan tanggal, bulan dan tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Bintang bersegi lima dan tulisan Karya Satya serta perisai Pancasila melambangkan bahwa setiao langkah kegiatan dalam melaksanakan tugas kewajibannya, senantiasa didasarkan atas nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Angka romawi X, XX, dan XXX menunjukkan masa bekerja yang telah dijalani selama 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun dengan baik. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Ketentuan ini meliputi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tandatanda Kehormatan. Kesetiaan adalah ketaatan dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Pengabdian adalah penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau pribadi. Kecakapan adalah kemampuan, kepandaian, kemahiran dan keterampilan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kejujuran adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan adalah kesanggupan untuk mematuhi tata tertib dan mengikuti ketentuan-ketentuan kedinasan yang telah ditetapkan. 590

PENGHARGAAN

Ayat (2) Masa bekerja dihitung dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara nyata telah melaksanakan tugas sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil, secara terus menerus dan tidak terputus. Masa bekerja tersebut dihitung berdasarkan sistem berkala dengan jangka waktu setiap 10 tahun yang dhitung sampai 3 (tiga) tahap, yaitu : a. Masa 10 tahun tahap pertama; b. Masa 10 tahun tahap kedua; c. Masa 10 tahun tahap ketiga; Apabila dalam masa 10 tahun tahap pertama, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka dapat dipertimbangkan dalam masa 10 tahun tahap kedua untuk mendapatkan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun dan seterusnya. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara menyampaikan daftar nama Pegawai Negara Sipil yang telah memenuhi persayaratan masa bekerja 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun, kepada Pimpinan Instasi untuk diadakan penelitian. Apabila Pegawai Negeri Sipil tersebut memenuhi persyaratan segera dapat diusulkan untuk dianugerahi penghargaan Satyalancana Karya Satya. Untuk Pegawai Daerah, usul dianugerahi penghargaan tersebut diajukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Menteri Dalam Negeri. Untuk kelancaran penganugerahan, pengajuaan usul untuk itu agar dilakukan jauh sebelum saat rencana penganugerahan. Ayat (2) Cukup jelas

PENGHARGAAN

591

Pasal 6 Penganugerahan Satyalancana Karya Satya dilakukan Pimpinan Instansi atau pejabat lain yang ditunjuk atas nama Presiden. Pasal 7 Dalam hal menerima anugerah lebih dari satu tanda kehormatan, maka Satyalancana Karya Satya yang dipakai adalah yang tertinggi tingkatnya dan disematkan pada dada sebelah kiri, dengan mengenakan pakaian sipil resmi (PSR), pakaian sipil lengkap (PSL), pakaian upacara instansi atau pakaian upacara Korpri yang urutannya dari kanan ke kiri setelah tanda kehormatan Bintang. Apabila terdapat tanda kehormatan lainnya disematkan setelah Satyalancana Karya Satya. Upacara resmi lainnya adalah upacara resmi yang ditentukan oleh Pimpinan Instansi seperti hari ulang tahun instansi yang bersangkutan. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Perhitungan masa berkala untuk mendapatkan Satyalancana Karya Satya adalah sebagai berikut :

592

PENGHARGAAN

a. Masa 10 sampai dengan 19 tahun dapat dinilai untuk diberikan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun; b. Masa 20 sampai dengan 29 tahun dapat dinilai untuk diberikan Satyalancana Karya Satya Duapuluh Tahun; Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas

PENGHARGAAN

593

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TANGGAL 29 Agustus 1994

Keterangan : A. BENTUK : Bentuk lingkaran dengan sisis luar setangkai kapas dan setangkai padi, masing-masing terdiri dari 17 daun beserta 8 bunga kapas dan 45 butir padi. Ditengah-tengah antara perisai dan bintang tersebut ditulis perkataan “KARYA SATYA” yang di bawahnya ditulis angka Romawi X untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun, XX untuk Satyalancana Karya Satya Duapuluh Tahun, XXX untuk Satyalancana Karya Satya Tigapuluh Tahun. B. UKURAN : Jari-jari Satyalancana berikut tangkai padi dan kapas 17,50 mm Jari-jari Satyalancana tidak berikut tangkai padi dan kapas 15 mm Jari-jari Bintang 2 mm Jarak antara titik tengah bintang dengan titik tengah Satyalancana 15 mm Jari-jari lingkaran titik sebelah luar 14 mm Jari-jari lingkaran titik sebelah dalam 13,30 mm Tulisan Karya Satya dan angka Romawi berada tepat ditengahtengah kedua titik tengah tersebut dengan tinggi Huruf 2 mm Angka Romawi 2 mm Lebar perisai 10,50 mm Tinggi perisai 13,60 mm Jari-jari cincin penggantung bagian luar 3,75 mm Jari-jari cincin penggantung bagian dalam 2,75 mm C. UKURAN PITA PENGGANTUNG : Lebar pita berwarna dasar biru 35 mm Panjang pita 50 mm Tiga buah lajur abu-abu kecil masing-masing 2 mm Dua buah lajur abu-abu besar masing-masing 4 mm *24628 Jarak antara pinggir pita dan lajur besar 2 mm Jarak antara lajur besar dengan lajur

594

PENGHARGAAN

kecil pertama 2 mm Jarak antara lajur kecil dengan lajur kecil lainnya masing-masing 6,50 mm PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SOEHARTO

PENGHARGAAN

595

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Sifat : Lampiran : Perihal :

B. 1143/Setneg/6/2002 Jakarta, 17 Juni 2002 Biasa 3 (tiga) lembar Pemberitahuan Pemakaian Kepada Tanda Kehormatan RI Para Pejabat (Tersebut Pada Lampiran) di Jakarta Dengan hormat kami beritahukan bahwa dalam rangka menyeragamkan pemakaian Tanda-Tanda Kehormatan RI untuk menghadiri rangkaian acara peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia Tahun 2002, tata cara pemakaian ditentukan sebagai berikut : 1. Tanda Kehormatan yang dipakai pada Pakaian Sipil Lengkap atau Pakaian Nasional (untuk wanita) adalah Bintang atau Satyalancana yang dimiliki, dalam bentuk kecil atau miniatur yang tertinggi tingkat atau derajatnya, tanpa menggunakan Patra. 2. Bagi TNI/PoIri, tata cara pemakaian Tanda Kehormatan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan TNI/Polri. Demikian, mohon menjadikan periksa . a.n. Sekretaris Negara selaku Ketua Panitia Negara Perayaan Hari-Hari Nasional dan Penerimaan Kepala Negara/ Pemerintah Asing/ Pimpinan Organisasi Internasional, Sekretaris Militer Presiden ttd Hasanuddin Mayor Jenderal TNI

596

PENGHARGAAN

Tembusan : 1. Sekretaris Negara (sebagai laporan) 2. Ketua dan para anggota Dewan TKRI

PENGHARGAAN

597

Lampiran Surat Sekretariat Negara Nomor : B. 1143/Setneg/6/2002 Tanggal : 17 Juni 2002

DAFTAR PARA PEJABAT YANG DIKIRIMI SURAT PEMBERITAHUAN TENTANG TATA CARA PEMAKAIAN TANDA KEHORMATAN DALAM RANGKA PERINGATAN HUT KE-57 RI TAHUN 2002

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

598

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ketua Mahkamah Agung Ketua Dewan Pertimbangan Agung Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Para Menteri Kabinet Gotong Royong Panglima TNI Kapolri Kepala Staf Angkatan Jaksa Agung Gubernur Bank Indonesia Para Ketua/Kepala Lembaga Non departemen Gubernur seluruh Indonesia melalui Sekjen Dep. Dalam Negeri Para Kepala Perwakilan di Luar Negeri melalui Sekjen Dep. Luar Negeri.

PENGHARGAAN

Lampiran Surat Sekretaris Negara Nomor : B.1143/Setneg/6/2002 Tanggal : 17 Juli 2002

Gambar tata cara pemakaian tanda kehormatan Bintang/ Satyalancana bentuk kecil/miniatur pada pakaian nasional/kain kebaya dalam rangkaian acara HUT RI ke-57 tahun 2002.

Tanda Kehormatan Bintang/Satyalancana bentuk kecil/miniatur tertinggi yang dimiliki

PENGHARGAAN

599

Lampiran Surat Sekretaris Negera Nomor : B.1143/Setneg/6/2002 Tanggal : 17 Juli 2002

Gambar tata cara pemakaian tanda kehormatan Bintang/ Satyalancana bentuk kecil/miniatur pada pakaian sipil lengkap dalam rangkaian acara HUT RI ke-57 tahun 2002.

Tanda Kehormatan Bintang/Satyalancana bentuk kecil/miniatur tertinggi yang dimiliki

600

PENGHARGAAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 02 TAHUN 1995 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Menimbang

:

bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya, maka untuk memperlancar pelaksanaannya perlu menetapkan keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara sebagai petunjuk pelaksanaan penganugerahan Satyalancana Karya Satya kepada Pegawai Negeri Sipil

Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 4 Dari Tahun 1959 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789) jo. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 3-, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerja Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 PENGHARGAAN

601

Nomor 17. Tambahan Lembaran Negara Nomar 3134); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 31 76); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 358); 6. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1988 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara; MEMUTUSKAN Menetapkan :

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA. Pasal 1

Ketentuan pelaksanaan penganugerahan tanda kehormatan Satyalancana Satya adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Keputusan ini Pasal 2 Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan ini dilampirkan salinan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya sebagaimana tersebut dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 3 Apabila dalam melaksanakan Keputusan ini dijumpai kesulitan dapat ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk penyelesaian. 602

PENGHARGAAN

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 02 TAHUN 1995 TANGGAL : 10 JANUARI 1995 KETENTUAN PELAKSANAAN PENGANUGERAHAN TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA I.

PENDAHULUAN A. UMUM 1. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya. Pegawai Negeri Sipil yang dalam melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan Kedisiplinan, serta telah bekerja secara terus-menerus sekurangkurangnya 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun dianugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya. 2. Penganugerahan Satyalancana Karya Satya tersebut, disamping sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, juga dimaksudkan sebagai pendorong untuk meningkatkan pengabdian dan prestasi kerjanya sehingga dapat dijadikan teladan bagi Pegawai Negeri Sipil lainnya. 3. Untuk keseragaman dalam pengusulan dan penganugerahan Satyalancana Karya Satya, dipandang perlu menetapkan ketentuan pelaksanaannya, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada Pegawai Negeri Sipil yang benar-benar layak serta pantas untuk menerimanya. 4. Dalam ketentuan pelaksanaan ini diatur lebih lanjut halhal yang berkenaan dengan persyaratan, penganugerahan, pemakaian dan pencabutan Satyalancana Karya Satya. B. TUJUAN Ketentuan pelaksanaan penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya ini, dimaksudkan PENGHARGAAN

603

sebagai pedoman dan petunjuk teknis bagi pejabat yang berwenang dalam pelaksanaan pengajuan, penganugerahan, pemakaian, dan pencabutan Satyalancana Karya Satya. II. PERSYARATAN, PERHITUNGAN MASA BEKERJA. PENGANUGERAHAN DAN PENCABUTAN TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA A. PERSYARATAN Untuk menentukan Pegawai Negeri Sipil yang layak dan pantas menerima anugerah Satyalancana Karya Satya, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan yang dapat dibuktikan dalam Daftar Penilaran Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; 2. Telah memenuhi masa bekerja secara terus menerus dan tidak terputus; a. Sekurang-kurangnya 10 tahun untuk Satyalancana Karya Satya Sepuluh tahun; b. Sekurang-kurangnya 20 lahun untuk Satyalancana Karya Satya Dua Puluh tahun; atau c. Sekurang-kurangnya 30 Tahun untuk Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun; 3. Dalam masa bekerja sebagaimana tersebut angka 2. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. B. PERHITUNGAN MASA BEKERJA 1. Masa bekerja yang dapat dihitung untuk penganugerahan Satyatancana Karya Satya adalah masa bekerja yang dihitung sejak diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil. Masa bekerja tersebut dihitung berdasarkan sistem berkala dengan jangka waktu setiap 10 tahun yang dihitung secara bertahap, yaitu:

604

PENGHARGAAN

a. Masa 10 tahun tahap pertama; b. Masa 10 tahun tahap kedua atau selama 20 tahun secara terus-menerus dan tidak terputus; c. Masa 10 tahun tahap ketiga atau selama 30 tahun secara terus menerus dan tidak terputus. 2. Pegawai Negeri Sipil yang dalam masa 10 tahun tahap pertama, telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dianugerahi Satyalancana Karya Satya sepuluh tahun. Contoh : a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama ARDITA NIP. 130001745 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal 1 Juni 1980. Selama bekerja yang bersangkutan menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 yang bersangkutan telah memiliki masa bekerja selama 14 tahun, 3 bulan, maka Tahun 1994 yang bersangkutan dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun; b. Apabila Sdr. ARDITA tersebut dari 1 Juni 1990 sampai dengan 1 Juni 2000 tetap bekerja dan menunjukkan Kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka yang bersangkutan dapat diusulkan untuk dianugrahi Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun. c. Selanjutnya apabila Sdr. ARDITA sampai dengan 1 Juni 2010 tetap menunjukkan kesetiaan, pengabdian, Kecakapan, kejujuran, Kedisiplinan, dan prestasi kerjanya seperti pada tahap-tahap sebelumnya serta tidak melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, tetap bekerja selama 30 tahun secara terus menerus, maka yang bersangkutan dapal diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun.

PENGHARGAAN

605

3. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa bekerja selama 20 tahun secara terus menerus dan tidak terputus serta memenuhi syarat yang ditentukan, langsung dianugerahi Satyalancana Karya Satya Dua puluh tahun. Cantoh : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama WIDYA NANDITA NIP 020014210 diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal 1 Mei 1974. Selama bekerja yang bersangkutan telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik, serta tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat oleh karena pada bulan Agustus 1994 saat diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 Sdr. WIDYA NANDITA tersebut telah memiliki masa bekerja 20 tahun 4 bulan, maka yang bersangkutan dapat langsung diajukan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun. Dalam hal ini yang bersangkutan tidak perlu diusulkan dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. 4. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa bekerja 20 tahun atau lebih, tetapi pada masa 10 tahun tahap pertama, tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yang bersangkutan dapat diberikan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun apabila dalam masa 10 tahun tahap kedua memenuhi syarat. Contoh : a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama Mangkuto, NIP. 260004590 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal 1 Mei 1973. Pada tahun 1981 Sdr. MANGKUTO dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penundaan kenaikan pangkat untuk selama 1 (salu) tahun. Yang bersangkutan sangat menyesali atas perbuatan yang telah dilakukan, terbukti pada tahun-tahun berikutnya setelah selesai menjalankan hukuman disiplin, hingga saat ini dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, 606

PENGHARGAAN

kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal demikian meskipun Sdr. MANGKUTO pada masa 10 tahun tahap pertama tidak memenuhi syarat tetapi pada 10 tahun tahap kedua hingga berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 memenuhi syarat, maka kepadanya dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyatancana Karya Satya Sepuluh Tahun. b. Selanjutnya apabila Sdr. MANGKUTO sampai dengan buian Mei 2003 yaitu 10 tahun tahap ketiga la memenuhi persyaratan lagi, maka kepadanya dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun. 5. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa bekerja 20 tahun atau lebih, tetapi pada masa 10 tahun tahap kedua yang bersangkutan tidak dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. Contoh : a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama MARSUDI NIP. 260000110 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai Tanggal 1 Juni 1975. Pada mulanya selesai bekerja yang bersangkutan menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran. kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tetapi pada tahun 1989 yang bersangkutan telah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Dalam hal demikian, walaupun Sdr. MARSUDI yang pada masa 10 tahun tahap pertama memenuhi syarat tetapi pada 10 tahun tahap kedua yang bersangkutan melanggar. 6. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah memiliki masa bekerja selama 30 tahun secara terus menerus dan PENGHARGAAN

607

tidak pernah terputus, serta memenuhi persyaratan lainnya langsung dianugerahi Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun. Contoh : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama SRI WULAN PURNAMAWATI NIP. 260002792 diangkat menjadi Pegawai Bulanan (Calon Pegawai Negeri Sipil) terhitung mulai tanggal 1 Maret 1958, terakhir berpangkat Penata Muda golongan ruang III/a. Oleh karena pada bulan Agustus 1995 yang bersangkutan telah memiliki masa bekerja 37 tahun 5 bulan dan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar paraturan disiplin pegawai negeri sipil. Dalam hal demikian, walaupun Sdr. SRI WULAN PURNAMAWATI pada masa 10 tahun tahap pertama tidak memenuhi syarat, tetapi karena pada masa 10 tahun tahap kedua dan ketiga memenuhi syarat kepadanya langsung diusulkan untuk dianugerahi Salyalancana Karya Satya Dua Puluh Tahun. 8. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah memiliki masa bekerja 30 tahun atau lebih, tetapi masa 10 tahun tahap kedua tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yang bersangkutan hanya diberikan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun, meskipun dalam masa 10 tahun tahap pertama dan 10 tahun tahap ketiga memenuhi syarat yang ditentukan. Contoh : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama LELA KUMALA NIP. 050002722 diangkat sebagai Pegawai Bulanan (Calon Pegawai Negara Sipil) sejak 1 Agustus 1962. Pada awalnya yang bersangkutan selama bekerja senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tetapi pada tahun 1973 yang bersanjutan telah dijatuhi hukuman jabatan berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun. Setelah dijatuhi hukuman tersebut 608

PENGHARGAAN

hingga berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 1994, yang bersangkutan sanantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik. Dalam hal yang demikian Sdr. LELA KUMALA karena pada masa 10 tahun tahap kedua tidak memenuhi syarat, maka hanya dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. 9. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 telah memiliki masa bekerja 30 tahun atau lebih, tetapi dalam masa 10 tahun tahap ketiga tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yang bersangkutan tidak dapat dianugerahi Satyalancana Karya Satya. Contoh : Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama SONDANG APRIANI NIP. 080002809 diangkat sebagai Pegawai Bulanan (Calon Pegawai Negeri Sipil) seJak 1 Juni 1963, tetapi pada bulan Maret 1994 yang bersangkutan melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sehingga dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun. Sebelum dijatuhi hukuman disiplin yang bersangkutan selama bekerja senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipii. Dalam hal yang demikian karena dalam masa 10 tahun tahap ketiga tidak memenuhi syarat, maka Sdr. SONDANG APRIANI tidak dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya. 10. Masa selama menjalankan Cuti Diluar Tanggungan Negara (CLTN) tidak dapat dihitung sebagai dasar untuk mempertimbangkan, penganugerahan Satyalancana Katya Satya, kecuali CLTN karena persalinan anak. Contoh : a. Sdr. NISA SEPTIANI NIP. 140007512 Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Kesehatan, diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai tanggal 1 Januari 1977, Selama bekerja yang PENGHARGAAN

609

bersangkutan senantiasa menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan jam prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil. Yang bersangkutan pernah menjalani LTA Selama 3 tahun sejak tanggal 1 April 1986 sampai dengan 31 Maret 1986 dan kembali bekerja sejak 1 April 1986. Dalam hal yang demikian tahun 1994 Sdr. NISA SEPTIANI tersebut tidak dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. b. Apabila Sdr. NISA SEPTIANI tersebut sampai dengan bulan Januari 1997 tetap bekerja dan menunjukkan Kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat, maka Sdr. NISA SEPTIANI tersebut dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. 11. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin yang masa hukuman disiplinnya berada dalam dua masa tahanan, maka yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya dalam masa tahapan ketika perbuatan pelanggaran dilakukan. Contoh : a. Seorang Pegawai Negeri Sipil bernama COSMOS SILABAN NIP. 120007721 bekerja di Departemen Perhubungan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil sejak 1 September 1976. Pada tahun 1986 yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil sehingga terhitung mulai tanggal 1 Juli 1976 dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan gaji berkala selama 1 (satu) tahun. Dalam hal ini hukuman disiplin itu diperhitungkan sebagai hukuman disiplin pada masa 10 tahun pertama. b. Namun demikian tahap 10 tahun yang kedua tidak diperhitungkan mulai 1 September 1986 tetapl baru mulai diperhitungkan 1 Januari 1988 karena dalam tahun 1987 yang bersangkutan masih menjalani hukuman disiplin. Apabila sampai dengan Januari 1998 610

PENGHARGAAN

tetap bekerja dan menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisplinan dan prestasi kerja dengan baik serta tidak pernah melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat diusulkan untuk dianugerahi Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun. 12. Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, telah menerima Satyalancana Karya Satya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959 baik Kelas Satu, Dua, Tiga, Empat maupun Lima apabila telah memiliki masa bekerja 30 tahun secara terus-menerus dan memenuhi syarat lainnya, dapat diberikan Satyalancana Karya Satya Tiga Puluh Tahun. C. PENGANUGERAHAN 1. Persiapan a. Untuk persiapan penganugerahan Satyalancana Karya Satya, Badan Administrasi Kepegawaian Negara menerbitkan listing yang berisi daftar nominatif Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki masa bekerja 10 tahun, 20 tahun atau 30 tahun dibuat seperti contoh tersebut dalam Anak Lampiran 1-a. b. Listing sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas disampaikan kepada Pimpinan Instansi bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom setiap bulan September atau 1 tahun sebelum penganugerahan. c. Untuk Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berada di Daerah, listing tersebut dikirimkan oleh Pimpinan Instansi masing-masing kepada Kepala Kantor Wilayan Departemen/Pimpinan Instansi vertikal yang bersangkutan selambat-lambatnya pada bulan Oktober. d. Pimpinan Instansi, Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi vertikal dan Gubernur Kepala Negara Tingkat I masing-masing berkewajiban

PENGHARGAAN

611

melakukan pemeriksaan, penelitian dan penilaian terhadap data perorangan Pegawai Negeri Sipil yang tercantum dalam listing. e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pimpinan Instansi vertikal menyampaikan daftar nama Pegawai Negeri Sipil yang dinilai memenuhi syarat untuk dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya Satya kepada Pimpinan Instansi yang bersangkutan, yang dibuat seperti contoh tersebut dalam anak Lampiran 1-b, disertai Daftar Riwayat Hidup Singkat, seperti contoh tersebut dalam anak Lampiran l-c. selambat-lambatnya pada bulan Nopember f. Pimpinan Instansi mengusulkan Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berada di daerah yang dinilai memenuhi syarat untuk dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya Satya kepada Presiden melalui Ketua Dewan Tandatanda Kehormatan Republik Indonesia dibuat seperti contoh tersebut dalam anak Lampiran I-d, disertai Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut dalam anak Lampiran 1-c dan tembusannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan penganugerahan. g. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengusulkan Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom yang dinilai memenuhi syarat untuk dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya Satya kepada Presiden melalui Menteri Dalam dibuat rencana seperti contoh tersebut dalam anak lampiran 1-e, disertai Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut dalam anak lampiran 1-c, selambat-lambatnya pada bulan Nopember. h. Menteri Dalam Negeri menyampaikan usul sebagaimana dimaksud dalam huruf 9 Kepada Presiden melalui Ketua Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia, yang dibuat seperti contoh tersebut dalam anak tempiran 1-d, disertai Daftar Riwayat Hidup Singkat seperti contoh tersebut

612

PENGHARGAAN

dalam anak Lampiran 1-c dan tembusannya Kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan penganugerahan. i.

Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat untuk dipertimbangkan mendapat Satyalancana Karya Satya, tetapi tidak tercantum dalam listing sebagaimana tersebut dalam huruf a, dapat diusulkan sesuai ketentuan sebagaimana Tersebut dalam huruf e, f, g dan h.

2. Penetapan Penganugerahan Satyalancana Karya Satya a. Penganugerahan Satyalancana Karya Satya Sepuluh Tahun, Dua Puluh Tahun dan Tiga Puluh Tahun ditetapkan dengan Keputusan Presiden. b. Pelaksanaan penganugerahan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dilakukan oleh Pimpinan Instansi atau pejabat lain yang ditunjuk serendahrendahnya Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di wilayahnya masing-masing, atas nama Presiden pada upacara peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, hari besar nasional lainnya atau hari ulang tahun instansi. D. PEMAKAIAN 1. Satyalancana Karya Satya dipakai pada upacara resmi hari-hari besar nasional yaitu upacara peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Hari Pahlawan 10 November, dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei serta upacara resmi lainnya yang pengaturan/pelaksanaannya ditentukan oleh pimpinan instansi. 2. Pemakaian Satyalancana Karya Satya disematkan pada dada sebelah kiri. Apabila memiliki tanda kehormatan Bintang, maka pemakaiannya berurutan dari kanan ke kiri setelah tanda kehormatan Bintang. Dalam hal memiliki Satyalancana Karya Satya lebih dari satu macam, maka yang dipakai hanya satu yang tertinggi derajatnya.

PENGHARGAAN

613

3. Pakaian yang dikenakan pada saat upacara resmi sebagaimana dimaksud di atas adalah a. Pakaian Sipil Lengkap (PSL) bagi Pegawai Negeri Sipil pria/Pakaian nasional bagi Pegawai Negeri Sipil wanita; b Pakaian Sipil Resmi (PSR); c. Pakaian Seragam KORPRI; atau d. Pakaian Upacara Instansi. 4. Untuk keseragaman dalam upacara, pakaian yang dikenakan pada saat upacara resmi adalah pakaian diantara sebagaimana tersebut angka 3 yang ditentukan pimpinan instansi. E. PENCABUTAN HAK MEMAKAI 1. Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima Satyalancana Karya Satya, dicabut hak memakainya apabila a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan normal sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah mernpunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan hak menerima dan memakai Satyalancana Karya Satya. 2. Pencabutan hak memakai Satyalancana Karya Satya sebagaimana tersebut angka 1, ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan dan Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia atas usul Pimpinan Instansi. III. KETENTUAN PERALIHAN Satyalancana Karya Satya yang telah diterima oleh Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1959, dan telah pensiun pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994, dinyatakan tetap berlaku.

614

PENGHARGAAN

IV. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang diundang untuk menghadiri upacara resmi sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II huruf D angka 1 diatas, wajib memakai Satyalancana Karya Satya tertinggi yang dimilikinya. 2. Dalam hal penerima Satyalancana Karya Satya yang bersangkutan meninggal dunia, hak memakai Satyalancana Karya Satya tidak dapat beralih kepada isteri/suami atau anaknya. Isteri/suami atau anaknya hanya dapat menyimpannya tanpa hak untuk memperjualbelikan. Apabila tidak ada isteri/suami atau anak, maka Satyalancana Karya Satya dikembalikan kepada negara melalui instansi semula. 3. Apabila Satyalancana Karya Satya hilang, harus melaporkan kepada Pimpinan Instansi semula dengan melampirkan bukti berupa berita acara kehilangan dari Kepolisian setempat untuk mendapat penggantian. V . PENUTUP Segala sesuatu yang belum diatur dalam Keputusan ini, akan ditentukan kemudian. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd SOENARKO

PENGHARGAAN

615

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 112/KP/VIII/2000/01 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI PEJABAT DINAS DALAM NEGERI YANG MENGHADAPI PENSIUN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang

:

a. bahwa sebagai penghargaan dan ungkapan terima kasih kepada pegawai Departemen Luar Negeri atas segala pengabdian. Loyalitas dan dedikasi yang telah diberikan kepada dinas, dan sebagai wujud kepedulian serta rasa kebersamaan di Departemen Luar Negeri, perlu memberikan penghargaan kepada pegawai yang menghadapi pensiun; b. bahwa pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan huruf a dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan pemerataan dan peningkatan kesejahteraan pegawai dilingkungan Departemen Luar Negeri khususnya yang menghadapi pensiun; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang pemberian Penghargaan Bagi Pejabat Dinas Dalam Negeri;

616

PENGHARGAAN

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 1999; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 3. Keputusan Presiden RI Nomor 136 tahun 1999 tentang Kedudukan Departemen; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 203/ OR/III/1983/01 tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 141/DT/VI/ 1989/01 tahun 1989. MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN BAGI PEJABAT DINAS DALAM NEGERI YANG MENGHADAPI PENSIUN. Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia ini yang dimaksud dengan : Pegawai adalah Pejabat Dinas Dalam Negeri yang dalam masa 2 (dua) tahun sebelum memasuki usia pensiun, telah bekerja secara terus-menerus dan tidak terputus baik di Departemen Luar Negeri maupun pada Perwakilan RI di luar negeri selama 25 (dua puluh lima) tahun, telah menunjukkan loyalitas, pengabdian dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin pegawai, dan tidak termasuk dalam pegawai sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor: 110/KP/VIII/2000/01 tanggal 1 Agustus 2000 Tentang Penugasan Pegawai Departemen Luar Negeri Sebagai Staf Teknis Non Diplomatik Pada Perwakilan RI di Luar Negeri dan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 111/KP/VIII/2000/01 tanggal 1 Agustus 2000 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor: SP. 1010/PD/X/1971 tanggal 15 September 1971

PENGHARGAAN

617

Tentang Penempatan Pegawai Departemen Luar Negeri Bukan Pejabat Dinas Luar Negeri Di Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir Kali dengan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/ 1138/PD/X/74 tanggal 6 Juli 1974. Pasal 2 Pemberian penghargaan bagi pegawai dapat berupa : a.

Perjalanan menunaikan ibadah Haji bagi yang beragama Islam;

b.

Perjalanan mengunjungi Betlehem bagi yang beragama Nasrani;

c.

Perjalanan mengunjungi India bagi yang beragama Hindu atau Budha. Pasal 3

(1) Pemberian penghargaan dilaksanakan melalui suatu undian dan disesuaikan dengan Data kemampuan dana yang ada, terutama Dana Kesejahteraan. (2) Pelaksanaan Undian bagi pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1, dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap tahun. (3) Hak untuk mengikuti undian bagi setiap pegawai sebagaimana dimaksud Pasal 1 butir 1 adalah 1 (Satu) kali. Pasal 4 (1) Tata cara pelaksanaan pemberian penghargaan dan jumlah pegawai yang diberi penghargaan, akan ditentukan lebih lanjut oleh suatu Panitia yang dibentuk untuk tujuan tersebut. (2) Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari para anggota Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BPJK) yang diketuai oleh Kepala Biro Kepegawaian, Pasal 5 Apabila pegawai yang berkepentingan tidak menghendaki pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan penghargaan dalam bentuk lain yang akan ditentukan oleh Panitia.

618

PENGHARGAAN

Pasal 6 Keputusan Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 1 Agustus 2000 MENTERI LUAR NEGERI RI ttd Dr. ALWI SHIHAB

PENGHARGAAN

619

620

X PENDIDIKAN DAN LATIHAN

621

622

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal :18 APRIL 1994 (JAKARTA) _________________________________________ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil mempunyai keterkaitan erat dengan penempatan seseorang dalam jabatan; b. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh; c. bahwa untuk meningkatkan mutu profesionalisme, pengabdian, kesetiaan dan pengembangan wawasan serta pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil diperlukan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil; d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); PENDIDIKAN DAN LATIHAN

623

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut pendidikan dan pelatihan (Diklat) adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan jabatannya. 2. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974. 3. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan suatu satuan organisasi. 4. Pimpinan Instansi adalah Menteri, Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. 5. Instansi Pembina adalah Lembaga Administrasi Negara yang secara fungsional bertanggung jawab atas koordinasi, pengaturan dan penyelenggaraan serta pengawasan dan pengendalian pendidikan dan pelatihan.

624

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

6. Instansi Pembina Jabatan Fungsional adalah Instansi Pemerintah yang bertugas membina suatu jabatan fungsional menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 2 Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah: a. meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia. b. menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. c. memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat. d. meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau ketrampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 Sasaran pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu persyaratan untuk diangkat dalam jabatan tertentu. BAB III JENIS DAN JENJANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 4 Pendidikan dan pelatihan terdiri dari: a. Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan; b. Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan. Pasal 5 Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. PENDIDIKAN DAN LATIHAN

625

Pasal 6 (1) Pendidikan dan Pelatihan Dalam Jabatan adalah pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil. (2) Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan terdiri dari: a. Pendidikan dan Pelatihan Struktural; b. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional; c. Pendidikan dan Pelatihan Teknis. Pasal 7 (1) Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural. (2) Pendidikan dan Pelatihan Struktural terdiri dari: a. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama yang selanjutnya disebut Diklat SPAMA, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon III. b. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah yang selanjutnya disebut Diklat SPAMEN, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon II. c. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi yang selanjutnya disebut Diklat SPATI, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan struktural eselon II dan terpilih serta memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon I. (3) Sebelum Pendidikan dan Pelatihan struktural sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Pegawai Negeri Sipil diberikan Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum Pasal 8 (1) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional. (2) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan. 626

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 9 (1) Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk memberi ketrampilan atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis tertentu kepada Pegawai Negeri Sipil, sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya. (2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat dan jenis pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. BAB IV PESERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 10 (1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan adalah Calon Pegawai Negeri Sipil. (2) Calon Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari Pendidikan dan Pelatihan Kedinasan termasuk sekolah-sekolah Kedinasan sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, wajib mengikuti dan lulus Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan. Pasal 11 Peserta Pendidikan dan Pelatihan Struktural adalah Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural yang telah memenuhi syarat: a. menduduki pangkat sekurang-kurangnya setingkat lebih rendah dari pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan yang akan diduduki; b. mempunyai pendidikan serendah-rendahnya pendidikan menengah; c. memiliki potensi yang dapat dikembangkan, telah membuat prestasi dalam melaksanakan tugasnya, mampu menjaga reputasi baik bagi dirinya maupun instansinya, dan memiliki kemauan keras untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang bersangkutan serta syarat-syarat lain yang ditentukan oleh Instansi Pembina.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

627

Pasal 12 Peserta Pendidikan dan Pelatihan Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional. Pasal 13 Peserta Pendidikan dan Pelatihan Teknis adalah Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang dipersiapkan untuk melaksanakan pekerjaan teknis yang dibebankan kepadanya. BAB V KURIKULUM DAN METODA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 14 (1) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan menekankan pada pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin disamping pengetahuan-pengetahuan dasar tentang administrasi dan manajemen. (2) Kurikulum Diklat Struktural disamping menekankan pada pemantapan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin, untuk masing-masing jenjang juga menekankan pada hal-hal sebagai berikut: a. Diklat SPAMA menekankan pada kepemimpinan dan bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan pelaksanaan pekerjaan pengelolaan kegiatan dan program. b. Diklat SPAMEN menekankan pada kepemimpinan dan bimbingan serta penguasaan pengetahuan dan ketrampilan pembinaan strategi penataan program. c. Diklat SPATI menekankan pada kepemimpinan dan pembinaan serta kedalaman pola pikir dan wawasan secara terpadu baik dalam lingkup nasional regional maupun internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa. (3) Kurikulum Diklat Fungsional menekankan pada peningkatan penguasaan pengetahuan dan/atau ketrampilan sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang diperlukan di bidang masingmasing.

628

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(4) Kurikulum Diklat Teknis menekankan pada peningkatan penguasaan pengetahuan dan/atau ketrampilan di bidang teknis masing-masing. Pasal 15 (1) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Struktural ditetapkan lebih lanjut oleh Instansi Pembina. (2) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Fungsional ditetapkan oleh instansi masing-masing bekerja sama dengan Instansi Pembina Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi Pembina. (3) Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Teknis ditetapkan oleh instansi masing-masing dengan pembinaan Instansi Pembina. Pasal 16 Metoda Pendidikan dan Pelatihan disusun sesuai dengan tujuan dan program pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa. BAB VI TENAGA KEPENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 17 Tenaga kependidikan dan pelatihan terdiri dari: a. Widyaiswara; b. Pengelola Unit Program Pendidikan dan Pelatihan; c. Tenaga kependidikan dan pelatihan lainnya. BAB VII SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 18 (1) Sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan dipersiapkan sesuai dengan tujuan pendidikan dan pelatihan. (2) Instansi Pembina menetapkan kriteria sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan serta mengkoordinasikan pemanfaatannya. PENDIDIKAN DAN LATIHAN

629

BAB VIII PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 19 Pendidikan dan Pelatihan dapat diselenggarakan secara klasikal dan atau non klasikal. Pasal 20 (1) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil golongan I, II dan III diselenggarakan oleh masing-masing instansi di bawah pembinaan Instansi Pembina. (2) Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan III dapat pula diselenggarakan secara gabungan dan dilaksanakan oleh Instansi Pembina. Pasal 21 (1) Pendidikan dan Pelatihan SPATI dan SPAMEN diselenggarakan oleh Instansi Pembina. (2) Pendidikan dan Pelatihan SPAMA diselenggarakan oleh Instansi yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi Pembina, atau dalam hal tertentu diselenggarakan oleh Instansi Pembina. (3) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional diselenggarakan oleh Instansi Pembina Jabatan Fungsional dan Instansi yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi Pembina. (4) Pendidikan dan Pelatihan Teknis diselenggarakan oleh instansi yang bersangkutan bekerjasama dengan Instansi Teknis yang memiliki keahlian yang bersangkutan dengan pembinaan Instansi Pembina. Pasal 22 (1) Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pendidikan dan pelatihan secara berdayaguna dan berhasilguna dibentuk Tim Kurikulum. (2) Tim Kurikulum terdiri dari : a. Tim Kurikulum Nasional; b.Tim Kurikulum Instansi. (3) Tim Kurikulum Nasional dibentuk oleh Pimpinan Instansi Pembina dengan tugas pokok memberi pertimbangan kepada Pimpinan Instansi Pembina tentang hal-hal yang berkaitan dengan Program 630

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

pendidikan dan pelatihan seperti kurikulum, waktu penyelenggaraan, metodologi, dan lain-lainnya. (4) Keanggotaan Tim Kurikulum Nasional terdiri dari unsur Pemerintah dan dapat pula dari unsur ahli di kalangan masyarakat yang memiliki aspirasi tentang pendidikan dan pelatihan, diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Instansi Pembina. (5) Tim Kurikulum Instansi dibentuk oleh Pimpinan Instansi yang bersangkutan dengan tugas pokok memberi pertimbangan kepada Pimpinan Instansi tersebut tentang hal-hal yang berkaitan dengan program pendidikan dan pelatihan seperti kurikulum, waktu penyelenggaraan, metodologi lain-lainnya, khususnya yang menyangkut bidang instansinya. (6) Keanggotaan Tim Kurikulum Instansi terdiri dari pejabat instansi yang bersangkutan dan dapat pula dari pejabat instansi lainnya yang memiliki keahlian yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan, diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Instansi yang bersangkutan. BAB IX PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 23 (1) Pembiayaan pendidikan dan pelatihan dibebankan pada instansi masing-masing. (2) Khusus untuk Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan golongan III yang diselenggarakan secara gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), pembiayaannya dibebankan pada anggaran Instansi Pembina. (3) Penyusunan anggaran pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh instansi masing-masing dengan dikoordinasikan oleh Instansi Pembina, Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Keuangan. BAB X PEMBINAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 24 (1) Pembinaan pendidikan dan pelatihan dilakukan melalui:

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

631

a. Pedoman pendidikan dan pelatihan; b. Standarisasi, akreditasi dan sertifikasi program dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; c. Koordinasi dan bimbingan; d. Evaluasi dan penilaian terhadap lembaga pendidikan dan pelatihan; e. Pengawasan dan pengendalian program serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; f. Evaluasi dan penilaian terhadap laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; g. Sistem informasi pendidikan dan pelatihan; h. Cara lain yang ditentukan oleh Instansi Pembina. (2) Instansi Pembina bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Sertifikasi keahlian dan ketrampilan diberikan oleh Instansi Pembina Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi Pembina. Pasal 25 (1) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan serta Pendidikan dan Pelatihan Struktural dilaksanakan oleh Instansi Pembina. (2) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dilaksanakan oleh Instansi Pembina Jabatan Fungsional dengan pembinaan Instansi Pembina. (3) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dilakukan oleh instansi masing-masing dengan pembinaan Instansi Pembina. Pasal 26 Pembinaan kurikulum, pembinaan dan penyediaan tenaga kependidikan dan pelatihan dan pembinaan sarana dan prasarana pendidikan, serta pelatihan dilaksanakan oleh Instansi Pembina. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 27 Dalam hal diperlukan pemantapan kader pimpinan tingkat nasional, Instansi Pembina menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan Inti. 632

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 28 (1) Pendidikan dan pelatihan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, dapat diikuti oleh Pejabat Negara, Pegawai atau karyawan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Prajurit ABRI dan lainnya, dengan memperhatikan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan bagi jenjang jabatan yang bersangkutan. (2) Ketentuan mengenai keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil dalam pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di luar Instansinya atau di luar negeri beserta akreditasinya diatur tersendiri oleh Pimpinan Instansi Pembina. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Semua ketentuan yang mengatur pendidikan dan pelatihan yang ada pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 30 Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Struktural baik SEPADA, SEPALA, SEPADYA maupun SESPANAS yang sedang berlangsung atau sedang dipersiapkan pelaksanaannya pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Instansi Pembina. Pasal 32 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

633

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO

634

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 ialah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan nasional, Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu unsur aparatur negara mempunyai peran yang sangat strategis guna melaksanakan, memelihara dan mengembangkan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh. Adapun sosok Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dalam rangka upaya mencapai tujuan nasional adalah Pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdayaguna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat. Untuk dapat membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil seperti tersebut di atas perlu dibina melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang mengarah kepada : a. Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada masyarakat; b. Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi maupun kepemimpinannya; c. Dapat melaksanakan tugasnya dengan semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

635

Berdasarkan landasan pemikiran tersebut di atas maka arah kebijaksanaan pendidikan dan pelatihan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini menggariskan asas-asas sebagai berikut : a. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian integral dari Sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil; b. Pendidikan dan pelatihan mempunyai keterkaitan dengan Pola Perencanaan dan Pola Karier Pegawai Negeri Sipil; c. Sistem pendidikan dan pelatihan meliputi proses identifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dan evaluasi purna pendidikan dan pelatihan; d. Pendidikan dan pelatihan diarahkan untuk mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi termasuk pengadaan kader pimpinan dan staf. Pendidikan dan pelatihan mencakup dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pelatihan yang merupakan satu kesatuan pengertian yang tidak dapat dipisahkan. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Seseorang Pegawai Negeri Sipil hanya dapat diangkat dalam jabatan tertentu setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan jabatan tersebut. Salah satu persyaratan adalah telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya. Pasal 4 Cukup Jelas

636

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 5 Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dimaksudkan untuk melakukan pembentukan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin serta untuk memenuhi kebutuhan kemampuan, keahlian dan/atau ketrampilan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk menduduki sesuatu jabatan negeri. Pasal 6 Ayat (1) Oleh karena sasaran pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi persyaratan jabatan tertentu maka dalam merencanakan kebutuhan pendidikan dan pelatihan dan jenis-jenisnya, pimpinan instansi perlu menyampaikan rencana kebutuhan pendidikan dan pelatihan baik yang akan diselenggarakan sendiri maupun yang akan diselenggarakan di luar instansinya kepada Instansi Pembina. Dalam hal instansi merencanakan tugas belajar bagi pegawainya baik di dalam negeri maupun di luar negeri, instansi yang bersangkutan wajib melakukan konsultasi dengan Instansi Pembina untuk menentukan jenis, jumlah, serta kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 7 Ayat (1) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat dalam Jabatan Struktural disamping syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan dan Pelatihan ini bersifat selektif dan diikuti atas dasar penugasan. Oleh karenanya, bukan merupakan fasilitas yang bersifat terbuka dan dapat diminta sebagai hak. Keikutsertaan dalam pendidikan dan pelatihan tersebut menjadi salah satu persyaratan bagi pengangkatan dalam jabatan struktural tertentu. Karena

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

637

jabatan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang dapat diminta atau dituntut, melainkan merupakan penugasan, maka keikutsertaan dalam pendidikan dan pelatihan bukan pula hal yang dapat diminta atau dituntut. Diklat struktural memiliki 3 (tiga) jenjang yaitu : a. Jenjang SPAMA; b. Jenjang SPAMEN; c. Jenjang SPATI. Oleh karena Diklat Struktural tersebut berjenjang, maka salah satu persyaratan untuk mengikuti jenjang diklat yang lebih tinggi, kepada pesertanya dipersyaratkan telah lulus dalam jenjang Diklat dibawahnya. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup Jelas Ayat (2) Huruf c Bagi Pegawai Negeri Sipil terpilih yang telah menduduki jabatan eselon II dan dinilai memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon I, diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan SPATI. Pendidikan dan Pelatihan ini juga dimaksudkan untuk mematangkan kepribadian dan daya pemikiran pejabat eselon II. Ayat (3) Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum diberikan kepada seluruh Pegawai Negeri Sipil sebelum mereka diangkat menduduki jabatan eselon V dan IV agar dapat melaksanakan pekerjaannya sehari-hari secara tertib, lancar, efisien dan efektif. Dalam pengetahuan tentang administrasi umum ini diberikan pula perencanaan kerja terpadu. Dari pengetahuan administrasi umum ini diharapkan mereka yang telah mengikutinya akan mampu menjabat eselon V dan IV maupun Jabatan Fungsional serta mampu mengelola kegiatan pekerjaan dalam koordinasi dengan pihak lain. Pendidikan dan Pelatihan ini memberikan bekal kemampuan administrasi dasar sehingga para peserta mampu mengenali kedudukan organisasi dan peran instansi masing-masing dalam

638

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

pemerintahan negara, serta mampu melaksanakan tugas pekerjaannya sehari-hari secara efektif dan efisien. Pasal 8 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) Jenis pendidikan dan pelatihan (Diklat) teknis ini jumlahnya sangat banyak dan beragam sesuai dengan tugas instansi yang bersangkutan. Sebagai contoh, Diklat teknis ini dapat beRIangsung di bidang-bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, penyuluhan pertanian, pengecoran logam, pemberantasan penyakit, menular, penyuluh industri, operator radiologi, komputer, dokumentasi, kearsipan, bendaharawan, dan lain-lainnya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Penetapan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu unsur bagi keberhasilan program diklat serta kualitas para lulusannya. Oleh karena itu persyaratan peserta untuk mengikuti Diklat perlu mendapat perhatian dari pimpinan instansi yang bersangkutan. Penetapan persyaratan ini selain untuk menjaga objektivitas pemilihan peserta pendidikan dan PENDIDIKAN DAN LATIHAN

639

pelatihan, juga dimaksudkan untuk memilih Pegawai Negeri Sipil yang tepat, yang dapat diproyeksikan untuk menduduki jabatanjabatan yang lebih tinggi di kemudian hari. Dengan menggunakan persyaratan-persyaratan seperti tersebut dalam pasal ini maka efisiensi dan efektifitas pendidikan dan pelatihan struktural dapat dicapai secara optimal. Inilah perlunya dan peranannya Tim Seleksi peserta diklat yang bertugas membantu Pimpinan Instansi dalam menentukan calon-calon peserta pendidikan dan pelatihan. Pasal 12 Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional cara kenaikan pangkatnya didasarkan atas perolehan angka kredit. Jabatan-jabatan fungsional yang ada sekarang antara lain : Widyaiswara, Peneliti, Arsiparis, Guru dan seterusnya. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dapat pula diikuti oleh pejabat struktural apabila keahlian dan/atau ketrampilan dalam pendidikan dan pelatihan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Pasal 13 Tiap-tiap instansi memiliki pekerjaan-pekerjaan teknis sesuai dengan misi instansi yang bersangkutan. Para pelaksana pekerjaan teknis perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan teknis agar mampu melaksanakan pekerjaanpekerjaan teknis yang akan dibebankan dan menjadi tanggung jawabnya. Diklat Teknis dapat pula diikuti oleh pejabat struktural apabila keahlian dan/atau ketrampilan dalam pendidikan dan pelatihan teknis tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Pasal 14 Ayat (1) Mata pelajaran Pendidikan dan Pelatihan untuk meningkatkan sikap mental, kesamaptaan fisik dan disiplin dijadikan landasan dalam Diklat Prajabatan agar terbentuk 640

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

ketangguhan mental, fisik dan disiplin serta etos kerja yang tinggi bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Sepanjang materi Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dianggap dapat digunakan secara umum, maka kurikulumnya disusun oleh Instansi Pembina seperti Diklat Analisis Kemampuan Manajemen, Diklat Analisis Jabatan. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki tingkat pendidikan dan pelatihan tertentu, baik formal maupun non formal serta pengalaman dalam melaksanakan tugas pekerjaan maupun dalam kehidupannya akan lebih efisien dan efektif dalam mengikuti Diklat dengan metode pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa. Pasal 17 a. Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang berwenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih secara penuh pada unit pendidikan dan pelatihan instansi pemerintah dan non pemerintah. b. Pengelola unit program pendidikan dan pelatihan adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertugas pada lembaga pendidikan dan pelatihan instansi pemerintah yang secara fungsional mengelola secara langsung program-program pendidikan dan pelatihan, termasuk Pegawai Negeri Sipil di luar unit lembaga pendidikan dan pelatihan, termasuk Pegawai Negeri Sipil di luar unit lembaga pendidikan dan pelatihan instansi PENDIDIKAN DAN LATIHAN

641

bersangkutan yang ditunjuk secara resmi untuk ikut serta dalam tim penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan. c. Tenaga kependidikan dan pelatihan lainnya adalah pejabat atau seseorang yang bukan Widyaiswara, bukan pengelola unit program pendidikan dan pelatihan tetapi karena keahlian, kemampuan atau kedudukannya diikutsertakan dalam kegiatan pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang bersangkutan. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Untuk mengkoordinasikan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan dilakukan inventarisasi, evaluasi dan pengawasan oleh Instansi Pembina agar sarana dan prasarana Diklat secara keseluruhan dapat dioptimalkan penggunaannya, baik oleh instansi pemiliknya maupun oleh instansi lain. Pasal 19 Bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan menentukan efisiensi, efektifitas dan jangkauan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan dalam bentuk klasikal maupun menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang tinggi namun jangkauan terhadap pesertanya terbatas pada jumlah peserta yang hadir dalam kelas yang bersangkutan. Sebaliknya pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan dalam bentuk non klasikal memiliki jangkauan yang jauh dan luas. Pendidikan dan pelatihan non klasikal dapat berbentuk pendidikan jarak jauh maupun pendidikan dan pelatihan di tempat kerja. Diklat Jarak Jauh merupakan salah satu cara penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang pesertanya aktif mempelajari bahan-bahan pelajaran menurut tingkat kemampuannya masing-masing, tidak terikat oleh bentuk dan metode klasikal, tidak harus senantiasa bertatap muka

642

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

dengan tenaga kependidikan dan pelatihan dan tidak boleh mengganggu tugas pekerjaannya sehari-hari. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pada prinsipnya Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan diselenggarakan oleh instansi masing-masing. Namun tidak pula tertutup kemungkinan untuk diselenggarakan bersama-sama antar instansi atas dasar pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraannya. Mengingat peserta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan golongan III merupakan kader-kader pimpinan dalam jajaran aparatur pemerintah, maka penyelenggaraannya dapat digabungkan antar instansi dalam satu propinsi agar dapat tercapai makna Pasal 14 ayat (1). Penyelenggaraan Diklat Prajabatan untuk golongan III, perlu mendapat perhatian tersendiri karena Pegawai Negeri Sipil golongan III inilah yang diharapkan akan dapat menjadi kader untuk menduduki jabatanjabatan tinggi yang ditinggalkan oleh para pendahulunya. Dalam hal penyelenggaraannya dilaksanakan tidak terpusat, pembinaan dari Instansi Pembina perlu dilakukan sebaik-baiknya. Apabila perlu, untuk itu dibentuk Panitia Penyelenggara Diklat Prajabatan golongan III baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Panitia Nasional menetapkan program, bahan, widyaiswara, metodologi dan seterusnya bagi Diklat Prajabatan Golongan III. Panitia daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraannya. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

643

Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Pendidikan dan Pelatihan Teknis yang bersifat umum diselenggarakan oleh Instansi Pembina. Pendidikan dan Pelatihan Teknis yang bersifat substantif, diselenggarakan oleh instansi yang bersangkutan dengan bekerjasama dengan instansi teknis lain yang berwenang atau memiliki keahlian teknis tersebut dengan pembinaan Instansi Pembina. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas

644

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Pasal 24 Ayat (1) Agar pendidikan dan pelatihan dapat secara efisien dan efektif mewujudkan sasaran yang ditentukan perlu ditempuh mekanisme pembinaan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut : Setiap pimpinan instansi melaksanakan identifikasi kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan, dan menyampaikannya kepada Instansi Pembina untuk menentukan relevansi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut dengan kebutuhan persyaratan jabatan. Setiap pimpinan instansi melakukan pemantauan dan penilaian periodik kepada para lulusan pendidikan dan pelatihan guna mengetahui kesesuaian antara penempatan dan program pendidikan dan pelatihan, sebagai umpan balik bagi rencana penempatan pegawai dan program pendidikan dan pelatihan. Pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian dalam penempatan dan program Diklat dilaksanakan oleh Instansi Pembina. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Dalam merencanakan penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan, Instansi Pembina melakukan koordinasi dengan Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Keuangan. Ayat (2) Cukup jelas

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

645

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Dengan ketentuan ini, maka peserta seluruh Pendidikan dan Pelatihan tadi dianggap telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh Peraturan Pemerintah ini. Sebagai contoh : peserta yang telah lulus SESPANAS dianggap telah mengikuti SPATI. Pasal 31 Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas

646

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 29/OR/lII/84/01 TAHUN 1984 TENTANG PERUBAHAN PASAL 6 KEPMENLU NOMOR SP/1527/DN/XI/1982 TENTANG PROGRAM KADERISASI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

a. bahwa persyaratan kenaikan gelar diplomatik secara istimewa bagi Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah berhasil dengan baik dan selesai tepat pada waktunya dalam mengikuti program pendidikan lanjutan, perlu disesuaikan dengan keadaan dan Kebutuhan; b. bahwa dipandang perlu untuk mengadakan perubahan pasal 8 Kepmenlu nomor SP/1527/ DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi.

Mengingat

:

1. Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 2. Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil; 3. Keputusan Menteri Luar Negeri RI nomor SK.279/OR/VII I/83/01 tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri Republik Indonesia.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

647

Memperhatikan : Surat Perintah Menteri Luar Negeri RI nomor 921/ BU/XII/81/02 tentang Tim Pembentukan Kader Departemen Luar Negeri. MEMUTUSKAN Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN PASAL 8 KEPMENLU NOMOR SP/1527/DN/XI/ 1982 TENTANG PROGRAM KADERISASI.

Pertama

:

Merubah pasal 8 Kepmenlu nomor SP/1527/DN/ XI/1982 sehingga berbunyi sebagai berikut : “Bagi PDLN yang mengikuti program pendidikan lanjutan dengan hasil baik dan tepat pada waktunya akan dipertimbangkan untuk diberikan kenaikan gelar diplomatik secara istimewa (accelerated promotion) sebagai berikut : PhD-diberikan Kenaikan gelar satu tingkat lebih tinggi akan tetapi masih diwajibkan mengikuti pendidikan berjenjang”.

Kedua

:

Dengan berlakunya Keputusan ini maka pasal 8 Kepmenlu nomor SP/1527/DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi dinyatakan dirubah sebagaimana tersebut dalam diktum Pertama Keputusan ini.

Ketiga

:

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 22 Maret 1984 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

648

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 27/DL/X/87/02 TENTANG KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS BAGI PENDIDIKAN DAN LATIHAN BERJENJANG

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya para Pejabat Dinas Luar Negeri yang selanjutnya disebut PDLN perlu menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa kerja (working language); b. bahwa untuk lebih menjamin tercapainya hal tersebut diatas dianggap perlu untuk menentukan keikutsertaan dalam pelajaran bahasa inggris, baik yang diberikan dalam rangka maupun di luar rangka pendidikan dan latihan berjenjang, bersifat wajib; c. bahwa selanjutnya juga dianggap perlu untuk menentukan kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi pengajaran bahasa Inggris tersebut. Mengingat : 1. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No SK 203/ OR/lI/83/01 tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; 2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.236/ OR/II/83/01 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian Departamen Luar Negeri; 3. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.279/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri Republik Indonesia; PENDIDIKAN DAN LATIHAN

649

4. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Mo.SK.283/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No.SK.284/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Tidak Berjenjang Departemen Luar Negeri; 6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI.N0.SK.074/OR/ X/85/01. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS BAGI PENDIDIKAN DAN LATIHAN BERJENJANG. Pasal 1 a. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Dinas Luar Negeri, selagi disebut SEKDILU, baik untuk Pejabat Diplomatik Konsuler, selanjutnya disebut maupun untuk Pejabat Administrasi, selanjutnya disebut PA, seperti yang tercantum dalam lampiran I, b. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Staf Dinas Luar selanjutnya disebut SESDILU, seperti yang tercantum dalam Lampiran II. c. Kriteria penilaian dan persyaratan lulus bagi Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri, selanjutnya disebut SESPARLU seperti yang tercantum di Lampiran III. Pasal 2 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini, diatur lebih dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. Pasal 3 Keputusan Menteri Luar Negeri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diterapkan mulai dengan SEKDILU TERPADU PDK XIII/PA IX

650

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

SESDILU X, SESPARLU XI dan PROGRASTAMA lulusan SEKDILU PDK XII. Ditetapkan di : JAKARTA Pada Tanggal : 1 Oktober 1987 A.n. MENTERI LUAR NEGERI Sekretaris Jenderal ttd SOEDARMONO Tembusan Keputusan tni disampaikan pada : 1. Semua Pejabat Eselon I di lingkungan DEPLU 2. Kepala Biro Kepegawaian 3. Kepala PUSDIKLAT

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

651

LAMPIRAN : I KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI NOMOR : SK 27/DL/X/87/02 TAHUN : 1987 KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SEKDILU PDK DAN SEKDILU PA

A. TAHAP KURSUS Kursus bahasa Inggris SEKDILU terdiri dari 3 tahap sebagai berikut; I.

Tahap Pra-SEKDILU

III. Tahap SEKDILU III. Tahap Pasca-SEKDILU (periode “magang”) B. TINGKAT KEMAHIRAN (PROFICIENCY) Pada akhir masing-masing tahap kursus, kemahiran berbahasa Inggris yang harus dicapai sebagai berikut : I.

Pra-SEKDILU 1. Kemahiran Umum TOEFL : minimal 425 2. Kemahiran khusus 2.1. Berbicara : Melakukan pembicaraan yang sederhana mengenai persoalan sehari-hari walaupun tidak terlalu lancar dan masih dengan kesalahan-kesalahan tata bahasa. 2.2. Mendengarkan : a. Warta berita televisi : pengertian minimal 50% b. Warta berita radio : pengertian minimal 45% asing c. Pidato/ceramah

652

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

: pengertian minimal 40%

2.3. Membaca : Membaca tulisan-tulisan yang sangat sederhana tanpa mempergunakan kamus. Juga secara lamban membaca artikel-artikel dalam harian dan majalah dengan bantuan kamus. 2.4. Menulis : Membuat tulisan singkat (yang cukup dapat dimengerti) mengenai hal-hal yang bersifat umum walaupun tata bahasanya masih banyak yang salah. II. SEKDILU 1. Penguasaan umum : TOEFL : minimal 500 2. Penguasaan khusus : 2.1 Berbicara : Dengan cukup kepercayaan melakukan pembicaraan mengenai Indonesia dengan logat yang memadai dan perbendaharaan kata-kata yang cukup luas. Juga kemahiran untuk dengan cukup kepercayaan mulai dapat mendiskusikan hal-hal yang bertalian dengan hubungan internasional. 2.2 Mendengarkan : a. Warta berita televisi: pengertian minimal 90% b. Warta berita radio : pengertian minimal 85% asing c. Pidato/ceramah

: pengertian minimal 30%

2.3 Membaca : Dapat membaca artikel-artikel seperti yang terdapat dalam majalah Time/Newsweek dan artikelartikel yang panjang dalam surat kabar tanpa mempergunakan kamus. Juga kemahiran untuk dengan cukup cepat membaca buku-buku mengenai hubungan internasional (dengan batuan kamus) dan dengan pengertian yang cukup baik sehingga dapat membicarakan isinya. 2.4 Menulis : Dalam waktu yang cukup cepat membuat tulisan singkat yang cukup baik (walaupun belum dengan tata bahasa yang seluruhnya benar) mengenai hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaan hubungan internasional.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

653

LAMPIRAN : II KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI NOMOR : SK 27/DL/X/87/02 TAHUN : 1987 KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SESDILU 1.

Penguasaan Umum 1.1. TOEFL

: SESDILU X SESDILU XI

: minimal 525 : minimal 550

SESDILU XII : minimal 575 dan seterusnya. 2.1 Berbicara

: a. Dapat mengemukakan pendapat dan berdiskusi dengan cukup kepercayaan mengenai Indonesia dan permasalahan internasioanal walaupun perbendaharaan kata dan istilah masih agak kurang dan tata bahasa belum baik betul. b. Mulai dapat turut bicara dalam perundingan yang tidak terlalu penting, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.

2.2 Mendengarkan : a. Warta berita televisi: -

SESDILU X : pengertian minimal 85%

-

SESDILU XI : pengertian minimal 90%

-

SESDILU XII dan seterusnya pengertian minimal 95%

b. Warta berita radio :

654

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

-

SESDILU X : pengertian minimal 80%

-

SESDILU XI : pengertian minimal 85%

-

SESDILU XII : dan seterusnya pengertian minimal 90%

c. Pidato/ceramah :

2.3 Membaca

2.3 Menulis

-

SESDILU X : pengertian minimal 75%

-

SESDILU X : pengertian minimal 75%

-

SESDILU X : dan seterusnya pengertian minimal 80%

: Tulisan mengenai permasalahan :

:

-

SESDILU X : pengertian minimal 80% Internasional (majalah dan buku) dan korespondensi serta dokumen diplomatik (tanpa kamus)

-

SESDILU XI : pengertian minimal 85%

-

SESDILU XII dan seterusnya pengertian minimal 90 %

a. Dapat menulis dengan cukup baik (perbendaharaan kata yang cukup luas dan tata bahasa yang cukup baik) dan cukup meyakinkan (menguasai substansi) mengenai Indonesia dan politik luar negeri Indonesia. b. Dapat menulis dan menyusun dengan cukup baik korespodensi diplomatik dan dokumen diplomatik yang tidak teRIalu berat.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

655

LAMPIRAN KEPUTUSAN NOMQR TAHUN

: III MENTERI LUAR NEGERI : SK27/DL/X/87/Q2 : 1987

KETENTUAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SESPARLU 1. Penguasaan Umum 1.1. TOEFL : SESPARLU XI SESPARLU XII

: minimal 550 : minimal 575

SESPARLU XIII : minimal 600 dan seterusnya. 2. Penguasaan Khusus 2.1.Berbicara

:

a. Dapat mengemukakan pendapat dan berdiskusi mengenai Indonesia dan permasalahan internasional dengan baik (perbendaharaan kata dan istilah serta tata bahasa yang cukup luas dan baik) dan meyakinkan (menguasai substansi). b. Dapat turut bicara dalam perundingan, baik yang bersifal bilateral maupun multilateral (menguasai apa yang disebut conference English).

2.2.Mendengarkan :

a. Warta berita televisi : - SESPARLU XI : pengertian minimal 90% - SESPARLU XII : pengertian minimal 95% b. Warta berita radio : - SESPARLU XI : pengertian minimal 85% - SESPARLU XII : pengertian minimal 90%

656

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

- SESPARLU XIII : pengertian minimal 95 % c. Pidato/ceramah : - SESPARLU XI : pengertian minimal 80% - SESPARLU XII : Pengertian minimal 85% - SESPARLU XIII : Pengertian minimal 90 % 2.3 Membaca

2.4 Menulis

: Tulisan mengenai permasalahan :

:

-

SESPARLU X : pengertian minimal 80% Internasional (majalah dan buku) dan korespondensi serta dokumen diplomatik (tanpa kamus)

-

SESPARLU XI : pengertian minimal 85%

-

SESPARLU XII dan seterusnya pengertian minimal 90 %

a. Dapat menulis dengan cukup baik (perbendaharaan kata dan bahasa yang baik) dan secara meyakinkan (menguasai substansi dan penggunaan istilah) mengenai Indonesia dan politik luar negeri Indonesia. b. Dapat menulis dan menyusun dengan baik korespodensi dan dokumen diplomatik.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

657

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 149/DL/XI/98/01 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : 1. Bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Latihan Pegawai Negeri Sipil, dan dengan telah diadakannya perubahan sistem dan metode pendidikan dan latihan fungsional diplomat serta diberlakukannya Jabatan Fungsional Diplomat dan angka kreditnya tanggal 01 April 1998, maka dipandang perlu untuk meninjau kembali Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK. 069/DL/V/1996/02 tanggal 03 Mei 1996 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Teknis Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri. 2. Bahwa pendidikan dan latihan bagi pegawai Departemen Luar Negeri dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan profesional serta watak dan kepribadian para pejabat, oleh karena itu pendidikan dan latihan yang berlangsung perlu diatur dalam suatu sistem pendidikan dan latihan sesuai dengan tugas dan fungsi Departemen Luar Negeri. 658

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 Tahun 1976 tentang Pegawai Negeri Sipil; 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil; 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural; 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional; 7. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 8. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; 9. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1996; 10. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.203/ OR/II/83/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; 11. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri; 12. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SP/ 2788/DN/XI/95 tanggal 19 September 1995 tentang Pelaksanaan Ketentuan Pasal 19 Bab IX Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 279/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 mengenai persyaratan bagi Pejabat Administrasi dan

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

659

Pejabat Sandi untuk beralih golongan menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler; 13. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK.013/ KP/I/96/01 Tahun 1996 tentang Penyesuaian Pejabat Administrasi Tingkat I sebagai Pejabat Diplomatik Konsuler Tingkat III; 14. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tanggal 25 Agustus 1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 15. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri No. SK. 130/OT/VIII/1997/01 dan Nomor 12 Tahun 1997 tanggal 25 Agustus 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 16. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.146/ OT/IX/97/01 tanggal 12 September 1997 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI DEPARTEMEN LUAR NEGERI. BAB I JENIS PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI Pasal 1 Jenis pendidikan dan latihan yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri, terdiri dari : a. Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat : Caraka Muda, Caraka Madya dan Caraka Utama. b. Pendidikan dan Latihan Struktural : Pra-jabatan, Administrasi Umum (ADUM). Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA). Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah 660

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(SPAMEN) dan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (SPATI). c. Pendidikan dan Latihan Teknis : promosi Indonesia, komunikasi publik, manajemen misi diplomatik dan konsuler, bendaharawan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI dan bahasa-bahasa asing. d. Pendidikan dan latihan fungsional keterampilan : pendidikan dan latihan fungsional arsiparis, pendidikan dan latihan fungsional pustakawan dan pendidikan dan latihan fungsional pranata komputer dan pendidikan dan latihan widyaiswara. e. Pendidikan dan latihan pendukung : program orientasi isteri/suami diplomat dan penataran. BAB II PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL DIPLOMAT Bagian Pertama Tujuan dan Sasaran Pasal 2 Tujuan Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat adalah untuk melahirkan para diplomat yang mempunyai : a. Kemahiran diplomasi (diplomatic skills), mengetahui fungsi Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, dan menguasai penyusunan dan pelaksanaan politik luar negeri. b. Kemampuan mengadakan analisis dan interprestasi kejadiankejadian, situasi dan kebijaksanaan di negara akreditasi atas dasar konsep yang telah dipelajari dalam disiplin keilmuan. c. Kemampuan untuk mengkomunikasikan analisis dan evaluasi dalam butir b ke Departemen Luar Negeri di Jakarta setelah mempertimbangkan perbedaan persepsi antara kedua negara. d. Pengetahuan dan kesadaran bahwa hubungan global selalu berubah, sehingga mereka menjadi pro-aktif dalam menanggapi dan mengambil prakarsa menghadapi perubahan-perubahan tersebut.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

661

e. Kemampuan untuk memanfaatkan proses organisasi dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan misinya. Pasal 3 Sasaran yang hendak dicapai pada setiap jenjang pendidikan dan latihan adalah sebagai berikut : a. Pada tingkat Caraka Muda sasaran utama adalah penguasaan ilmu pengetahuan hubungan luar negeri, dasar-dasar diplomasi dan konsuler khususnya yang berhubungan dengan politik, ekonomi, kebudayaan dan hubungan profesional lainnya. b. Pada tingkat Caraka Madya adalah meningkatkan kemampuan mengadakan analisa dan mengefektifkan keterampilan diplomatik para peserta khususnya dalam teknik negosiasi, wawancara dan debat publik, serta kemampuan mengadakan analisa dan interprestasi dari kejadian-kejadian, situasi dan kebijaksanaan di negara akreditasi. c. Pada tingkat Caraka Utama adalah pengembangan kemampuan peserta dalam pengambilan keputusan dan membuat saransaran kebijaksanaan serta kemampuan mengadakan riset dan interpretasi dari kejadian-kejadian, situasi dan kebijaksanaan di negara akreditasi. Bagian Kedua Jenis dan Jenjang Pasal 4 Pendidikan dan Latihan Fungsional Diplomat berjenjang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu : a. Pendidikan dan Latihan Caraka Muda yang merupakan bagian dari Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia adalah pendidikan dan latihan fungsional tingkat dasar sebagai prasyarat untuk diangkat menjadi Diplomat Pratama/Muda. b. Pendidikan dan Latihan Caraka Madya adalah pendidikan dan latihan fungsional tingkat Madya sebagai prasyarat untuk diangkat menjadi Diplomat Madya. c. Pendidikan dan Latihan Caraka Utama adalah pendidikan dan latihan fungsional tingkat tertinggi sebagai prasyarat untuk diangkat menjadi Diplomat Utama.

662

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Bagian Ketiga Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Muda, Caraka Madya dan Caraka Utama Pasal 5 a. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Muda terdiri dari para Pegawai Departemen Luar Negeri Sarjana Strata I (S1) dan para sarjana lulusan universitas dalam dan luar negeri dari berbagai disiplin ilmu yang lulus ujian seleksi yang diadakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. b. Peserta pendidikan dan latihan Caraka Madya adalah, para Diplomat Muda, memegang jabatan Sekretaris kedua/Pejabat Diplomatik, Konsuler tingkat V (PDK V). Pejabat Administrasi Tingkat IV (PA IV) atau Pejabat Sandi tingkat III (PS III) memiliki Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) dengan nilai ratarata baik selama 2 (dua) tahun berturut-turut dan dinyatakan lulus ujian seleksi Caraka Madya yang diadakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan dan latihan Caraka Madya dapat diikuti pula oleh peserta tamu dari instansi di luar Departemen Luar Negeri. c. Peserta Pendidikan dan Latihan Caraka Utama adalah para Diplomat Madya, yang memegang jabatan Counsellor/Pejabat Diplomatik Konsuler tingkat III (PDK III). Pejabat Administrasi tingkat II (PA II) atau Pejabat Sandi tingkat I (PS I) dan dinyatakan lulus ujian seleksi Caraka Utama yang diadakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri. Pendidikan dan Latihan Caraka Utama dapat diikuti pula oleh peserta tamu dari instansi di luar Departemen Luar Negeri. Bagian Keempat Lama Pendidikan dan Latihan Pasal 6 a. Lama pendidikan dan latihan Caraka Muda adalah 12 (dua belas) bulan dan peserta yang memenuhi persyaratan dapat melanjutkan pendidikannya dalam program Pasca Sarjana Universitas Indonesia untuk mencapai gelar Magister dalam waktu 12 bulan berikutnya. Masa selama diklat diperhitungkan sebagai masa kerja; PENDIDIKAN DAN LATIHAN

663

b. Lama pendidikan dan latihan Caraka Madya adalah 6 (enam) bulan dan selama diklat diperhitungkan sebagai masa kerja; c. Lama pendidikan dan latihan Cara Utama adalah 3 (tiga) bulan, didahului masa riset (kegiatan di luar kelas) selama 9 (sembilan) bulan. Masa selama diklat diperhitungkan sebagai masa kerja. Bagian Kelima Metode Pendidikan dan Latihan Pasal 7 Metode pendidikan dan latihan fungsional lebih ditekankan kepada partisipasi aktif peserta (participatory method) dalam kuliah, seminar, loka karya, simulasi dan olah praja (role playing). BAB III PENDIDIKAN DAN LATIHAN STRUKTURAL Bagian Pertama Tujuan dan Sasaran Pasal 8 Tujuan pendidikan dan latihan struktural adalah : a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. b. Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. c. Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat. d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan manajemen pegawai Departemen Luar Negeri. Pasal 9 Sasaran pendidikan dan latihan struktural adalah tersedianya pegawai Departemen Luar Negeri yang mempunyai kemampuan manajerial 664

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

guna memenuhi persyaratan untuk diangkat dalam jabatan Struktural. Bagian Kedua Jenis dan Jenjang Pasal 10 Pendidikan dan Latihan Struktural Berjenjang, terdiri dari 5 (lima) tingkat, yaitu : a. Pendidikan dan Pelatihan Pra-Jabatan untuk Golongan I, Golongan II dan Golongan III. b. Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM). c. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA). d. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah (SPAMEN). e. Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (SPATI). Pasal 11 Semua Pendidikan dan Latihan Struktural diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara, kecuali Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM) Pendidikan dan Pelatihan Staff dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) dan Pra-Jabatan untuk golongan I dan II diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara.

Bagian Ketiga Peserta Pendidikan dan Latihan Struktural Pasal 12 (1)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM) adalah pengawas yang dicalonkan untuk menduduki jabatan struktural eselon IV dan/atau akan menduduki jabatan

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

665

Fungsional Diplomat Pratama/Muda dan jabatan fungsional lainnya. (2)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) adalah pegawai yang dicalonkan untuk menduduki jabatan struktural eselon III.

(3)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah (SPAMEN) adalah pegawai yang dicalonkan untuk menduduki jabatan struktural eselon II.

(4)

Peserta Pendidikan dan Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (SPATI) adalah pegawai yang dicalonkan untuk menduduki jabatan struktural eselon I. Pasal 13

Seleksi untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan Struktural dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara dari calon peserta yang diusulkan oleh Departemen Luar Negeri. Bagian Keempat Kurikulum, Metode dan Lama Pendidikan Pasal 14 (1) Kurikulum, metode dan lama pendidikan dan latihan struktural ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara. (2) Masa selama mengikuti pendidikan dan latihan diperhitungkan sebagai masa kerja. BAB IV PENDIDIKAN DAN LATIHAN TEKNIS Bagian Pertama Tujuan dan Sasaran Pasal 15 (1) Tujuan pendidikan dan latihan teknis adalah : Memberikan kemampuan dan keterampilan teknis diplomatik khususnya di bidang promosi Indonesia. Komunikasi publik, manajemen misi 666

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

diplomatik dan konsuler, bendaharawan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI dan bahasa-bahasa asing. (2) Sasaran pendidikan latihan teknis adalah meningkatkan penguasaan dan keterampilan teknis dalam bidang-bidang tertentu dalam bidang tersebut di atas. Bagian Kedua Jenis Pendidikan dan Latihan Teknis Pasal 16 Jenis pendidikan dan latihan teknis adalah : a. Promosi Indonesia b. Komunikasi Publik c. Manajemen Misi Diplomatik dan Konsuler. d. Bendaharawan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI. e. Bahasa-bahasa Asing. Bagian Ketiga Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Pasal 17 (1) Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Promosi Indonesia, Komunikasi Publik dan Manajemen Misi Diplomatik dan Konsuler terdiri dari : a. Para pejabat fungsional tingkat Pratama dan tingkat Muda yang diusulkan oleh atasan yang bersangkutan. b. Memiliki penilaian kinerja dengan rata-rata baik. (2) Pendidikan dan latihan teknis tersebut dalam ayat (1) diikuti pula oleh para calon atase teknis yang akan ditempatkan di luar negeri dan peserta tamu dari instansi di luar Departemen Luar Negeri yang diusulkan oleh instansi yang bersangkutan. (3) Pendidikan dan latihan teknis Bendaharawan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI dan Bahasa-Bahasa Asing dapat diikuti pula oleh para pejabat dinas dalam negeri.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

667

Bagian Keempat Lama Pendidikan dan Latihan Teknis Pasal 18 (1) Lama Pendidikan dan Latihan Promosi Indonesia adalah 300 jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja. (2) Lama Pendidikan dan Latihan Komunikasi Publik adalah 150 jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja. (3) Lama Pendidikan dan Latihan Manajemen Misi Diplomatik dan Konsuler adalah 150 jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja. (4) Lama Pendidikan dan Latihan Bendaharawan Deplu dan Perwakilan RI adalah 312 jam pelajaran dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja. (5) Lama Pendidikan dan Latihan Bahasa-Bahasa Asing dalam rangka Caraka Muda diselenggarakan dalam waktu 312 jam pelajaran dan dalam rangka pendidikan umum (pegawai) diselenggarakan dalam waktu 72 jam pelajaran untuk tiap-tiap tingkatan (Elementary I, II, III, Intermediate I, II, III, Advance I, II, III) dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja. BAB V PENDIDIKAN DAN LATIHAN FUNGSIONAL KETERAMPILAN Bagian Pertama Tujuan dan Sasaran Pasal 19 (1) Tujuan Pendidikan dan Latihan Fungsional keterampilan adalah memberikan kesempatan kepada Pejabat Dinas Dalam Negeri Departemen Luar Negeri untuk meniti karir dalam jabatan fungsional arsiparis, pustakawan dan pranata komputer.

668

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(2) Sasaran Pendidikan dan Latihan Fungsional Keterampilan adalah tersedianya tenaga-tenaga Pejabat Dinas Dalam Negeri Departemen Luar Negeri yang terampil dalam kearsipan, pustakawan dan pengoperasian komputer. Bagian Kedua Jenis Pendidikan dan Latihan Fungsional Keterampilan Pasal 21 Pendidikan dan latihan fungsional keterampilan terdiri dari : a. Pendidikan dan latihan Arsiparis. b. Pendidikan dan latihan Pustakawan. c. Pendidikan dan latihan Pranata Komputer. d. Pendidikan dan latihan Widyaiswara. Bagian Ketiga Peserta Pendidikan dan Latihan Pasal 21 Peserta pendidikan dan latihan fungsional keterampilan Arsiparis, Pustakawan dan Pranata Komputer adalah Pejabat Dinas Dalam Negeri Departemen Luar Negeri yang memenuhi persyaratan dan lulus ujian seleksi yang diadakan oleh instansi pembina jabatan fungsional yang bersangkutan. Bagian Keempat Lama Pendidikan Pasal 22 Lama pendidikan dan latihan jabatan fungsional keterampilan ditentukan oleh instansi pembina dan masa selama pendidikan diperhitungkan sebagai masa kerja.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

669

BAB VI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENDUKUNG A. PROGRAM ORIENTASI ISTERI/SUAMI DIPLOMA Bagian Pertama Tujuan dan Sasaran Pasal 23 (1) Tujuan program orientasi isteri/suami diplomat adalah untuk memberikan bekal pengetahuan tentang Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI, tata pergaulan diplomatik, pembinaan masyarakat Indonesia di luar negeri, pengetahuan dasar tentang Indonesia dan peranan wanita dalam pembangunan agar mampu mendukung tugas-tugas isteri/suami sebagai diplomat. (2) Sasaran program orientasi isteri/suami diplomat adalah : a. Memiliki sikap mental yang sesuai dengan kepribadian Indonesia. b. Mampu mengadakan adaptasi keluarga secara afektif dan mengetahui hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai keluarga diplomat. c. Mengetahui fungsi dan misi diplomasi. d. Mampu mengadakan interaksi dan komunikasi sosial berlandaskan wawasan sosial budaya Indonesia. Bagian Kedua Jenis dan Jenjang Pasal 24 (1) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Diplomat tingkat dasar. (2) Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.

670

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Bagian Ketiga Peserta Pendidikan dan Latihan Pasal 25 (1) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Diplomat terdiri atas : a. Isteri/Suami diplomat yang belum pernah mengikuti program orientasi sebelumnya. b. Isteri/Suami calon Atase Teknis. (2) Peserta Pendidikan dan Latihan Orientasi Isteri/Suami Calon Kepala Perwakilan dan Wakil Perwakilan terdiri atas : a. Isteri/Suami calon Kepala Perwakilan RI yang sudah ditunjuk oleh Presiden. b. Isteri/Suami calon Wakil Kepala Perwakilan yang sudah ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri. Bagian Keempat Metode Pendidikan Pasal 26 (1) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami diplomat adalah kuliah diskusi, simulasi dan praktek. (2) Metode pendidikan dan latihan orientasi isteri/suami calon Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan adlaah partisipasi aktif para peserta dalam kuliah diskusi, simulasi dan olah praja (role playing) Bagian Kelima Lama Pendidikan Pasal 27 (1) Lama Pendidikan dan Latihan Isteri/Suami diplomat adalah 150 jam pelajaran. (2) Lama pendidikan dan latihan calon Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan disesuaikan dengan program orientasi isteri/ suami Kepala Perwakilan dan Wakil Kepala Perwakilan.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

671

Bagian Keenam Kurikulum, Silabus dan Struktur Kursus Pasal 28 Kurikulum program orientasi isteri/suami diplomat meliputi modul teori dan kinerja. Silabus dan struktur kursus diuraikan dalam Buku Pedoman. B. PENATARAN DAN KURSUS-KURSUS Pasal 29 Pusat Pendidikan dan Latihan Departemen Luar Negeri juga mengadakan penataran-penataran/kursus-kursus yang diadakan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan latihan fungsional dan teknis sebagaimana tercantum dalam Buku I dan II akan ditentukan kemudian berdasarkan kebutuhan.

BAB VII KETENTUAN DAN LAIN-LAIN Pasal 30 Dalam keadaan tertentu Menteri Luar Negeri dapat mengadakan pengecualian atas persyaratan peserta untuk mengikuti pendidikan dan latihan. Pasal 31 Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK : 283/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 28/DL/X/87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Dinas Luar Negeri. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 29/DL/X/ 87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Staf Dinas Luar Negeri, Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 30/DL/X/87/02 Tahun 1987 tentang Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri 672

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

dan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 069/DL/V/ 96/02 Tahun 1996 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Teknis Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri serta segala ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 (1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Luar Negeri. (2) Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 28 Maret 2006 Menteri Luar Negeri ttd ALI ALATAS

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

673

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 107/DL/VIII/2000/01 TENTANG PROGRAM TUGAS BELAJAR BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan serta pembinaan karir Pejabat Dinas Luar Negeri, perlu diupayakan peningkatan penugasan pegawai dalam Program Tugas Belajar/Pelatihan baik di dalam negeri maupun di luar negeri; b. bahwa pedoman Tugas Belajar yang diatur dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.3501/ KP/XII/1981/01 tentang Program Pendidikan Lanjutan bagi Pegawai Dinas Luar Negeri No. 1527/ DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi dan No. 049/REN/V/1988/01 tentang Tugas Belajar bagi Pegawai Departemen Luar Negeri, perlu ditinjau dan disempurnakan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri RI tentang Program Tugas Belajar Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 1961 tentang Pemberian Tugas Belajar; 674

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. SK.203/OR/ 11/83/01 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor 141/OT/X/98/01 Tahun 1998; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROGRAM TUGAS BELAJAR BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI BAB I TUJUAN, SIFAT DAN JENIS PROGRAM Pasal 1 Tujuan penyelenggaraan Program Tugas Belajar adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan pegawai guna menunjang pelaksanaan tugas pokok Departemen Luar Negeri. Pasal 2 Program Tugas Belajar bersifat kedinasan dan terbuka bagi setiap Pejabat Dinas Luar Negeri yang memenuhi persyaratan. Pasal 3 (1) Jenis Program Tugas Belajar terdiri dari Program Gelar dan Non Gelar. (2) Program Gelar meliputi Program Master (S2) dan Program Doktor (S3). (3) Program Non Gelar meliputi Program Diploma, Pelatihan, Seminar dan Bahasa Asing. Pasal 4 Program Tugas Belajar di dalam negeri adalah Program Gelar dan Non Gelar yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan di dalam negeri. PENDIDIKAN DAN LATIHAN

675

Pasal 5 Program Tugas Belajar di luar negeri adalah Program Gelar dan Non Gelar yang diselenggarakan oleh instansi/lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan di luar negeri. BAB II PEMBIAYAAN Pasal 6 Biaya untuk Program Tugas Belajar diperoleh dari : a. Pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung oleh negara lain, Kedutaan Besar Asing, Yayasan atau lembaga pendidikan/ penyandang dana baik di dalam maupun di luar negeri; b. Pembiayaan yang berasal dari bantuan luar negeri yang disalurkan melalui BAPPENAS atau Departemen Keuangan RI; c. Pembiayaan yang ditanggung peserta program tugas belajar sendiri. Pasal 7 Pembiayaan yang hanya ditanggung sebagian oleh negara atau lembaga pendidikan/penyandang dana, apabila dimungkinkan dapat dibantu dari anggaran Departemen Luar Negeri. BAB III BIDANG STUDI Pasal 8 Program Tugas Belajar diutamakan pada Bidang Studi yang berkaitan langsung dengan tugas pokok Departemen Luar Negeri antara lain : a. Diplomasi; b. Hubungan Internasional; c. Hukum Internasional; d. Ekonomi Internasional; e. Politik Internasional;

676

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

f.

Bahasa resmi PBB, Bahasa Jepang dan Jerman;

g. Hukum Lingkungan; h. Teknologi Informasi; i.

Hukum Laut;

j.

Hukum Angkasa;

k. Hak Azazi Manusia; l.

Studi Kawasan. Pasal 9

(1) Jenis-jenis Bidang Studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dirubah sesuai dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan Departemen Luar Negeri. (2) Perubahan jenis Bidang Studi dilakukan oleh tim yang terdiri dari Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, Kepala Biro Kepegawaian, Kepala Biro Perencanaan, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan serta Sekretaris Direktorat Jenderal di lingkungan Unit-unit operasional. BAB IV PERSYARATAN Pasal 10 Calon peserta Program Tugas Belajar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah berdinas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Calon Pegawai Negeri Sipil lulusan Caraka Muda; b. Sekurang-kurangnya lulus pendidikan dan pelatihan fungsional berjenjang Caraka Muda; c. Menguasai bahasa Inggris dengan aktif secara lisan maupun tulisan dan memiliki TOEFL Score paling rendah 500 atau setara yang dikeluarkan oleh lembaga atau instansi yang berkompeten dan atau menguasai bahasa asing lainnya sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh lembaga pendidikan/ penyandang dana;

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

677

d. Usia tidak lebih dari 35 tahun bagi calon peserta program Master (S2) dan 40 tahun bagi program Doktor (S3); e. Berbadan sehat yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Dokter yang ditunjuk; f.

Tidak sedang menjalani hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil;

g. Diusulkan dari unit masing-masing di lingkungan Departemen Luar Negeri atau Perwakilan RI; h. Bagi pegawai yang sedang bertugas di Perwakilan RI, dimungkinkan untuk mengikuti tugas belajar selama tidak mengganggu sistem mutasi di Perwakilan maupun di Departemen Luar Negeri; i.

Jika Program Tugas Belajar bagi pegawai yang sedang bertugas di Perwakilan belum selesai pada saat dimutasikan ke dalam negeri, maka gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya dihentikan;

j.

Penugasan sebagaimana yang tercantum dalam huruf h harus ditetapkan dengan Keputusan Kepala Biro Kepegawaian;

k. Bagi Pegawai yang sedang mengikuti Tugas Belajar Program Master (S2) dapat langsung melanjutkan studinya ke Program Doktor (S3) apabila memenuhi persyaratan akademik untuk mengikuti program tersebut; l.

Bagi pegawai yang telah mengikuti Program Tugas Belajar, untuk dapat ditugaskan ke Perwakilan RI maka terlebih dahulu harus berdinas sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penugasan kembali di unit Departemen Luar Negeri;

m. Bagi pegawai yang mengajukan permohonan untuk mengikuti tugas belajar, wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu lembar aplikasi kepada Pusat Pendidikan dan Latihan dengan melampirkan surat ijin dari Pejabat Eselon II atau Kepala Perwakilan RI yang bersangkutan. BAB V PENUGASAN Pasal 11 Ketetapan untuk penugasan mengikuti Program Tugas Belajar ditetapkan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri, kecuali Program Pelatihan Teknis di dalam negeri. 678

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 (1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri berhak mendapat uang pakaian, airport, tax dan dibebaskan dari pembayaran fiskal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Peserta Program Tugas Belajar memperoleh bantuan biaya uang kuliah, biaya buku, biaya penelitian, biaya akomodasi, biaya pengobatan dan perawatan. (3) Peserta Program Tugas Belajar dapat membawa isteri/suami dan atau keluarganya dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari negara atau lembaga penyandang dana. (4) Masa kerja selama mengikuti Program Tugas Belajar diperhitungkan sebagai masa kerja aktif untuk kenaikan pangkat/ golongan maupun kenaikan gaji dan tetap memperoleh hak-hak lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 13 (1) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri wajib melaporkan perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala Biro Kepegawaian dan Kepala Perwakilan RI di tempat mengikuti program. (2) Peserta Program Tugas Belajar di dalam negeri wajib melaporkan perkembangan studi secara berkala dan hasil studi akhir secara tertulis kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala Biro Kepegawaian. (3) Jika dipandang perlu dan memenuhi persyaratan, peserta Program Tugas Belajar dapat ditugaskan sebagai staf pengajar pada Pusat Pendidikan dan Latihan selama 6 (enam) bulan bagi lulusan program Master (S2) dan 1 (satu) tahun bagi lulusan program Doktor (S3) sesuai dengan bidang studi yang diikuti. (4) Peserta Program Tugas Belajar wajib menyampaikan hasil akhir studi pada suatu acara yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan dihadapan para Pejabat Departemen Luar Negeri. PENDIDIKAN DAN LATIHAN

679

(5) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri wajib mematuhi peraturan, petunjuk dan pengarahan Kepala Perwakilan RI di negara atau lembaga tempat berlangsungnya pendidikan. (6) Peserta Program Tugas Belajar wajib membuat surat perjanjian tentang seluruh kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (7) Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri hanya diijinkan menggunakan paspor dinas, kecuali bagi peserta tugas belajar yang sedang berdinas/penempatan di luar negeri. (8) Peserta Program Tugas Belajar wajib menjalani ikatan dinas untuk bekerja pada Departemen Luar Negeri selama 5 (lima) tahun bagi yang program Master (S2) dan 7 (tujuh) tahun untuk program Doktor (S3) terhitung setelah berakhirnya masa pendidikan. BAB VII SANKSI Pasal 14 (1) Bagi Peserta Program Tugas Belajar di luar negeri yang melanggar ketentuan negara setempat atau tidak menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia di negara tempat berlangsungnya program, dapat dikenakan sanksi berupa pemulangan ke Indonesia atau pencabutan paspor yang dimilikinya serta mengembalikan biaya yang diterima dari negara atau lembaga penyandang dana ke Kantor Kas Negara melalui Departemen Luar Negeri. (2) Bagi peserta Program Tugas Belajar di luar negeri yang tidak dapat menyelesaikan pendidikannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau karena kelalaian sendiri, dikenakan sanksi berupa pemulangan ke Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah masa pendidikan yang ditentukan berakhir dan wajib mengembalikan seluruh biaya yang diterima dari negara atau lembaga pendidikan/penyandang dana ke kantor Kas negara melalui Departemen Luar Negeri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sejak penugasan kembali di unit lingkungan Departemen Luar Negeri.

680

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

(3) Bagi peserta Program Tugas Belajar yang tidak memenuhi kewajibannya untuk bekerja kembali pada Departemen Luar Negeri sesuai dengan masa ikatan dinas yang telah ditentukan, wajib mengembalikan 3 (tiga) kali lipat biaya yang diterima dari negara atau lembaga pendidikan/penyandang dana dan disetorkan ke Kas Negara melalui Departemen Luar Negeri. BAB VIII PENGHARGAAN Pasal 15 (1) Bagi Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah menyelesaikan tugas belajar sesuai dengan bidang studi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 dari perguruan tinggi yang diakreditasi, memperoleh penghargaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat dipertimbangkan untuk percepatan kenaikan jenjang kepangkatan PGPNS, kenaikan gelar diplomatik dan atau menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional pada Unitunit sesuai dengan disiplin ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Pasal 16 Pemberian penghargaan bagi pejabat yang telah menyelesaikan tugas belajar sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diputuskan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 (1) Peserta Program Tugas Belajar di dalam negeri berada di bawah pengawasan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan dan Kepala Biro Kepegawaian. (2) Peserta Program Tugas Belajar di Luar Negeri berada di bawah pengawasan Kepala Perwakilan RI, Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan serta Kepala Biro Kepegawaian.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

681

Pasal 18 Prosedur kerja Program Tugas Belajar yang harus dilaksanakan oleh Unit-unit terkait maupun calon penerima Beasiswa adalah : a. Pusat Pendidikan dan Latihan bertindak aktif sebagai lembaga pengumpul informasi dan menjalin kerjasama dengan lembagalembaga/Yayasan/Kedutaan Besar Asing dalam rangka memperoleh beasiswa; b. Pusat Pendidikan dan Latihan menerima tawaran dari Kedutaan Besar Asing, lembaga pemberi beasiswa, instansi/lembaga pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan di dalam dan di luar negeri, baik langsung maupun melalui kantor-kantor perwakilan RI di luar negeri. c. Pusat Pendidikan dan latihan melakukan penyeleksian tawaran yang diterima dari segi bidang yang ditawarkan dan sifat pendanaannya; d. Apabila beasiswa yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Luar Negeri maka tawaran tersebut disampaikan kepada Sekretaris Kabinet RI untuk diteruskan ke lembaga atau departemen yang membutuhkan; e. Pusat Pendidikan dan Latihan mengumumkan tawaran beasiswa ke masing-masing unit dengan tembusan kepada Biro Kepegawaian; f.

Biro Kepegawaian meneliti persyaratan administratif calon peserta yang diusulkan oleh Unit-unit di lingkungan Departemen Luar Negeri, dan disampaikan kepada Pusat Pendidikan dan Latihan;

g. Pusat Pendidikan dan Latihan meminta para calon peserta program tugas belajar untuk melengkapi persyaratan sesuai dengan permintaan lembaga pemberi beasiswa; h. Pusat Pendidikan dan Latihan melakukan seleksi administrasi, menguji kemampuan Bahasa Inggris dan persyaratan lainnya serta melakukan pengesahan formulir permohonan serta surat pernyataan dari masing-masing calon peserta beasiswa; i.

Pusat Pendidikan dan Latihan menyampaikan berkas-berkas permohonan calon peserta kepada Sekretaris Kabinet untuk mendapat persetujuan;

j.

Kantor Sekretaris Kabinet meneruskan berkas-berkas tersebut kepada lembaga pemberi beasiswa;

682

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

k. Pusat Pendidikan dan Latihan menyampaikan rekomendasi kepada Biro Kepegawaian berdasarkan hasil laporan akhir peserta Program Tugas Belajar yang telah menyelesaikan masa pendidikannya; BAB X PENUTUP Pasal 19 Pada saat keputusan ini mulai berlaku : 1. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. 350/KP/XF1981/01 tentang Program Pendidikan Lanjutan Bagi Pegawai Dinas Luar Negeri; 2. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/1527/DN/XF1982 tentang Kaderisasi; 3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. 049/REN/V/1988/01 tentang Pedoman Tugas Belajar Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 01 Agustus 2000 MENTERI LUAR NEGERI RI ttd Dr. ALWI SHIHAB

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

683

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.013/OR/III/88/01/TAHUN 1988 TENTANG PENGUASAAN BAHASA RESMl P.B.B BAGI PEJABAT DINAS LUAR NEGERI PADA PENUGASAN PERTAMA DI PERWAKILAN R.I. DI LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI

Menimbang

: a. bahwa dalam rangka mengemban tugas diplomasi dan hubungan internasional yang lebih luas secara berdaya guna dan berhasil guna, Pejabat Dinas Luar Negeri harus menguasai bahasa Inggris secara aktif sebagai bahasa pelaksanaan tugas (working language); b. bahwa disamping penguasaan bahasa Inggris secara aktif, diperlukan penguasaan bahasa asing lainnya yang termasuk bahasa resmi PBB.

Mengingat

: 1. Keputusan Presiden Rl No.51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di luar negeri; 2. Keputusan Menteri Luar Negeri RI No. 1527/ DN/XI/1982 tentang Program Kaderisasi, sebagaimana telah diubah dengan Surat

684

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Keputusan Menteri Luar Negeri NO.29/OR/III/ 84/01 Tahun 1984; 3. Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri; 4. Keputusan Menteri Luar Negen R.I. No.283/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Berjenjang PDLN, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No.23/OR/III/84/01 Tahun 1984; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri R.I. No.17/OR/ lI/84/01 Tahun 1984 tentang Program Penugasan Pertama Pejabat Dinas Luar Negeri PDK dan PA, sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No.074/ OR/X/85/01 Tahun 1985. MENGINSTRUKSIKAN Kepada

: 1. Para Kepala Perwakilan Republik Indonesia. 2. Para Pejabat Dinas Luar Negeri yang ditugaskan untuk pertama kalinya pada Perwakilan R.I di luar negeri.

Untuk Pertama

: Meningkatkan kemahiran berbahasa inggris dengan pengarahan Kepala Perwakilan RI.

Kedua

: Disamping bahasa inggris diwajibkan mempelajari salah satu bahasa resmi P.B.B. lainnya (Cina,, Rusia, Perancis, Spanyol dan Arab) baik yang rnerupakan bahasa nasional setempat ataupun bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi resmi pemerintah setempat.

Ketiga

: Hasil pelajaran bahasa dimaksud harus dapat dibuktikan dengan sertifikat, tanda lulus atau ijazah.

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

685

Keempat

: Terlaksananya maksud pendidikan bahasa tersebut, dilakukan pembinaan oleh Kepala Perwakilan.

Instruksi Menteri Luar Nageri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dltetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 4 Maret 1988 MENTERI LUAR NEGERI ttd DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

686

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.04.A/A/DL/VI/2003/01 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BENDAHARAWAN DAN KERUMAHTANGGAAN PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka restrukturisasi dan pembenahan profesi, diperlukan sumber daya manusia berkualitas yang terampil, handal dan bermoral untuk membantu pelaksanaan tugastugas pengelolaan administrasi, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; b. bahwa penanganan tugas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, harus dilakukan oleh staf non diplomatik yang memiliki potensi, kemampuan, dan ketrampilan untuk dididik menjadi pelaksana tugas di atas melalui program pendidikan dan pelatihan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan Kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia; PENDIDIKAN DAN LATIHAN

687

Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882); 2. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 3. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP. 2891/ BU/IX/81/01 Tahun 1981 tentang Wewenang Dalam Pengurusan Keuangan Negara pada Perwakilan RI di Luar Negeri; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 069/ OR/X/87/01 Tahun 1987 tentang Susunan Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri beserta lampirannya; 6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/ OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BENDAHARAWAN DAN KERUMAHTANGGAAN PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1

Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan Kerumah-tanggaan Perwakilan Republik Indonesia, selanjutnya disebut Diklat BKRT. Pasal 2 Diklat BKRT bertujuan untuk menghasilkan staf non diplomatik yang terdidik, terlatih, profesional guna membantu pelaksanaan tugas 688

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Perwakilan di bidang administrasi, keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pasal 3 Peserta Diklat BPKRT adalah : a. Peserta kursus Staf Teknis Non Diplomatik (STND) berdasarkan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 110/KP/V111/2000/01; b. Peserta kursus Diklat Teknis Bendaharawan Perwakilan RI di Luar Negeri berdasarkan Instruksi Menlu Nomor Inst. 083/DI7V/ 97/02; c. Peserta kursus Home-Based berdasarkan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.033/OR/IV/90/01. Pasal 4 Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diwajibkan terlebih dahulu mengikuti kursus bendaharawan dan mendapatkan Sertifikat Bendaharawan yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia. Pasal 5 Masa Diklat BKRT adalah 2 (dua) bulan dan dilaksanakan dalam beberapa gelombang sesuai dengan kemampuan anggaran, sarana, kelas, jumlah, dan kesiapan peserta. Pasal 6 Penyelenggara Diklat BKRT adalah Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian Departemen Luar Negeri, dibantu oleh seorang pejabat sebagai Direktur Diklat BKRT. Pasal 7 Tugas pokok penyelenggara Diklat BKRT adalah : a. Menyusun dan menetapkan kurikulum, silabus, dan proses Diklat; b. Menentukan widyaiswara dan nara sumber;

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

689

c. Membuat evaluasi dan penilaian kepada peserta Diklat BKRT untuk menentukan klasifikasi siap pakai sebagai staf non diplomatik Bendaharawan dan Kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia. Pasal 8 Pada masa akhir Diklat BKRT , peserta diwajibkan mengikuti kegiatan praktek lapangan/magang pada Biro Keuangan, Biro Tata Usaha dan Perlengkapan, Biro Perencanaan dan Organisasi, Biro Hukum serta Biro Kepegawaian paling singkat selama 3 (tiga) bulan. Pasal 9 Unit kerja pelaksana praktek lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib menyusun daftar materi praktek lapangan/magang dan melakukan penilaian terhadap masing-masing peserta Diklat BKRT. Pasal 10 Hasil penilaian Diklat BKRT dan kegiatan praktek lapangan/magang menjadi dasar penilaian untuk menentukan kesiapan peserta untuk diangkat sebagai staf non diplomatik Bendaharawan dan Kerumahtanggaan Perwakilan Republik Indonesia. Pasal 11 Peserta yang dinyatakan belum memenuhi kriteria siap pakai masih diberikan kesempatan untuk mengulang Diklat BKRT dan praktek lapangan/magang paling banyak 3 (tiga) kali. Pasal 12 Segala biaya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Diklat dibebankan kepada anggaran Departemen Luar Negeri. Pasal 13 Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar Negeri No. 110/KP/VI11/2000/01 tentang Penugasan Pegawai Departemen Luar Negeri sebagai staf teknis non-diplomatik pada 690

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Perwakilan RI di luar negeri; Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.033/OR/IV/90/01 tentang Penempatan Pegawai Departemen Luar Negeri sebagai staf pembantu staf diplomatik pada Perwakilan RI; dan Instruksi Menteri Luar Negeri No. INST/083/DL/V/02 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Pelatihan Teknis Bendaharawan di luar negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 14 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan tersendiri. Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 02 Juni 2003 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd DR. N. HASSAN WIRAJUDA

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

691

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 21/B/KP/III/2006/02 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BENDAHARAWAN DAN PENATAAN KERUMAHTANGGAAN PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2006

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa departemen luar negeri dan perwakilan RI di luar negeri masih membutuhkan Sumber Daya Manusia yang cakap dan handal dalam menangani kegiatan kebendaharaan dan ketata rumahtanggaan Perwakilan; b. bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan yang selama ini diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pegawai Departemen Luar Negeri dinilai telah menjadi sarana terbaik untuk menghasilkan SDM sebagaimana tersebut dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dianggap perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Luar negeri tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan;

692

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Mengingat

:

1. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 824/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Tidak Berjenjang Pejabat Dinas Luar Negeri; 2. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 149/ DL/XI/98/01 Tahun 1998 tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Luar Negeri; 3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 175/ OT/XII/98/02 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Luar Negeri; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 06/OT/ IV/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Indonesia di Luar Negeri; 5. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 02/A/ OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BENDAHARAWAN DAN PENATA KERUMAHTANGGAN PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2006.

KESATU

:

Menunjuk Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan untuk menjadi Penyelenggara Program Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan Tahun Anggaran 2006.

KEDUA

:

Kepada penyelenggara diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk : a. Melaksanakan segala kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan yang diperlukan peserta untuk menjadi Sumber Daya Manusia yang cakap dan handal

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

693

dalam bidang kebendaharaan dan ketata rumah tanggaan Perwakilan; b. Melaporkan hasil pelaksanaan tersebut pada butir a kepada Menteri Luar Negeri, melalui Sekretaris Jenderal. KETIGA

:

Peserta Program Pendidikan dan Pelatihan Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan Tahun Anggaran 2006 adalah mereka yang telah dinyatakan lulus dari saringan masuk yang diadakan oleh Biro Kepegawaian.

KEEMPAT

:

Segala pembiayaan yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan, dibebankan kepada Daftar Isian Pelaksana Anggaran Departemen Luar Negeri Tahun 2006.

KELIMA

:

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari ditemukan adanya kekeliruan dalam penetapannya, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 20 Maret 2006 a.n. MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIS JENDERAL ttd IMRON COTAN

694

PENDIDIKAN DAN LATIHAN

XI PANGKAT DAN GELAR

695

696

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengangkatan dalam pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah; Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

PANGKAT DAN GELAR

697

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 19); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

698

PANGKAT DAN GELAR

2. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara. 3. Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. 4. Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. 5. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. 6. Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi. 7. Jabatan Fungsional Tertentu adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya disyaratkan dengan angka kredit. 8. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota. BAB II SISTEM, MASA, DAN JENIS KENAIKAN PANGKAT Bagian Kesatu Sistem Kenaikan Pangkat Pasal 2 Nama dan susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. PANGKAT DAN GELAR

699

Pasal 3 Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan. Bagian Kedua Masa Kenaikan Pangkat Pasal 4 Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 Januari, 1 April, 1 Juli dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 5 Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil. Bagian Ketiga Kenaikan Pangkat Reguler Pasal 6 (1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang : a. tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; b. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; dan c. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan langsungnya. Pasal 7 (1) Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila : 700

PANGKAT DAN GELAR

a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki Ijazah Spesialis I dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi menjadi Penata, golongan ruang III/c, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. Pasal 8 Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan sampai dengan : a. Pengatur Muda, golongan ruang II/a bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar; b. Pengatur, golongan ruang II/c bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; c. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Pertama; d. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 Tahun, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 Tahun, Ijazah Diploma I atau Ijazah Diploma II; e. Penata, golongan ruang III/c bagi yang memiliki Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi atau Ijazah Bakaloreat; f.

Penata Tingkat I, golongan ruang III/d bagi yang memiliki Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV;

g. Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Ijazah Magister (S2) atau Ijazah Spesialis I; h. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki Ijazah Spesialis II atau Ijazah Doktor (S3). PANGKAT DAN GELAR

701

Bagian Keempat Kenaikan Pangkat Pilihan Pasal 9 Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang : a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden; c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya; d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; e. diangkat menjadi pejabat negara; f.

memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah;

g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional; h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; i.

dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan atau jabatan fungsional tertentu. Pasal 10

Kenaikan pangkat pilihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, atau jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden diberikan dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan untuk jabatan yang bersangkutan. Pasal 11 Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih dalam jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

702

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 12 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan pangkatnya masih 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi. (2) Kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai berlaku pada periode kenaikan pangkat berikutnya setelah pelantikan jabatan. Pasal 13 Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. telah memenuhi angka kredit yang ditentukan; dan c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pasal 14 Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, kenaikan pangkatnya diatur tersendiri dengan peraturan perundangundangan. Pasal 15 Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. Pasal 16 (1) Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat.

PANGKAT DAN GELAR

703

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pada saat yang bersangkutan telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir dan penilaian prestasi kerja dalam 1 (satu) tahun terakhir rata-rata bernilai baik. (3) Ketentuan mengenai penemuan baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. Pasal 17 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan diberhentikan dari jabatan organiknya, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam 1 (satu) tahun terakhir sekurang-kurangnya bernilai baik. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara tetapi tidak diberhentikan dari jabatan organiknya, kenaikan pangkatnya dipertimbangkan berdasarkan jabatan organiknya. Pasal 18 (1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh : a. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Muda Tingkat I, golongan ruang I/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Juru, golongan ruang I/c; b. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Tingkat I, golongan ruang I/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda, golongan ruang II/a; c. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b; d. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma III, dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I,

704

PANGKAT DAN GELAR

golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; e. Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; f. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Ijazah Magister (S2) atau Ijazah Spesialis I, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; g. Ijazah Doktor (S3) atau Ijazah Spesialis II dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diberikan apabila : a. diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memerlukan pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang diperoleh; b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; d. memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang menduduki jabatan fungsional tertentu; dan e. lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat. Pasal 19 (1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

PANGKAT DAN GELAR

705

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan dalam batas jenjang pangkat yang ditentukan dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu yang terakhir didudukinya. Pasal 20 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar apabila telah lulus dan memperoleh : a. Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Ijazah Diploma II, dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b; b. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma III dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; c. Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; d. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Ijazah Magister (S2), atau Ijazah Spesialis I, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, Tingkat I golongan ruang III/b; e. Ijazah Doktor (S3) atau Ijazah Spesialis II dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila : a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

706

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 21 (1) Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya dan diangkat dalam jabatan pimpinan, dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (2) Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali. (3) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya, dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi berdasarkan ketentuan Pasal 13. Bagian Kelima Kenaikan Pangkat Anumerta Pasal 22 (1) Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. (2) Kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tewas. Pasal 23 Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan tewas dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Pasal 24 (1) Keputusan kenaikan pangkat anumerta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23, diberikan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas tersebut dimakamkan.

PANGKAT DAN GELAR

707

(2) Apabila tempat kedudukan Pejabat Pembina Kepegawaian jauh sehingga tidak memungkinkan pemberian kenaikan pangkat anumerta tepat pada waktunya, maka Camat atau Pejabat Pemerintah setempat lainnya dapat menetapkan keputusan sementara. Pasal 25 Keputusan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), ditetapkan menjadi keputusan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila memenuhi syarat yang ditentukan. Pasal 26 Akibat keuangan dari kenaikan pangkat anumerta baru timbul, setelah keputusan sementara ditetapkan menjadi keputusan pejabat yang berwenang. Bagian Keenam Kenaikan Pangkat Pengabdian Pasal 27 (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, apabila : a. memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil selama : 1) 30 (tiga puluh) tahun atau lebih secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan dalam pangkat terakhir; 2) 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 30 (tiga puluh) tahun secara terus menerus dan sekurangkurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir. 3) 20 (dua puluh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 25 (dua puluh lima) tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir.

708

PANGKAT DAN GELAR

4) 10 (sepuluh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus dan sekurangkurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir. c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan 1 (satu) bulan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. (3) Penetapan kenaikan pangkat pengabdian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan sekaligus dalam keputusan pemberhentian dengan hak pensiun Pegawai Negeri Sipil tersebut. Pasal 28 (1) Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku mulai tanggal yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri. Pasal 29 (1) Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. (2) Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku mulai tanggal 1 (satu) bulan yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri.

PANGKAT DAN GELAR

709

Bagian Ketujuh Ujian Dinas Pasal 30 (1) Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/ d, untuk dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi, disamping harus memenuhi syarat yang ditentukan harus pula lulus ujian dinas, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibagi dalam 2 (dua) tingkat yaitu : a. Ujian dinas Tingkat I untuk kenaikan pangkat dari Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; b. Ujian dinas Tingkat II untuk kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I, golongan ruang III/d menjadi Pembina, golongan ruang IV/a. Pasal 31 (1) Ujian dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. (2) Ketentuan teknis mengenai pelaksanaan ujian dinas diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 32 Dikecualikan dari ujian dinas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang : a. akan diberikan kenaikan pangkat karena telah menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya; b. akan diberikan kenaikan pangkat karena menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; c. diberikan kenaikan pangkat pengabdian karena : 1) mencapai batas usia pensiun; 2) dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri oleh Tim Penguji Kesehatan. 710

PANGKAT DAN GELAR

d. telah memperoleh : 1) Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas Tingkat I; 2) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah lain yang setara, Spesialis I, Spesialis II, Magister (S2) atau Doktor (S3) untuk ujian dinas Tingkat I atau ujian dinas Tingkat II. BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih rendah tidak boleh membawahi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi, kecuali membawahi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu. Pasal 34 Pegawai Negeri Sipil yang pangkatnya telah mencapai pangkat tertinggi dalam jenjang pangkat yang ditentukan untuk jabatan struktural dapat diberikan kenaikan pangkat reguler setingkat lebih tinggi berdasarkan jenjang pangkat sesuai dengan pendidikan yang dimiliki. Pasal 35 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat dari Dinas Prajurit Wajib, diangkat kembali pada instansi semula. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Prajurit Wajib, tidak dapat diangkat kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil. (3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diangkat kembali dalam pangkat yang sekurang-kurangnya sama dengan pangkat terakhir yang dimilikinya sebelum menjalankan Dinas Prajurit Wajib. (4) Pemberian pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilaksanakan dengan memperhitungkan penuh masa kerja dan dengan memperhatikan pangkat yang dimilikinya selama menjalankan Dinas Prajurit Wajib.

PANGKAT DAN GELAR

711

BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatannya, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi pada periode kenaikan pangkat setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 38 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, maka : a. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3256); b. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perlakuan Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil Yang Tewas atau Cacat Akibat Kecelakaan Karena Dinas (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 1); c. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3438); d. Segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini,dinyatakan tidak berlaku.

712

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 39 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 196 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd. Edy Sudibyo

PANGKAT DAN GELAR

713

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

bahwa untuk meningkatkan prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil kepada negara serta mewujudkan keadilan dalam memberikan penghargaannya, dipandang pertu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara 3890); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

714

PANGKAT DAN GELAR

Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 49); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4192); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017); MEMUTUSKAN: Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PANGKAT DAN GELAR

715

Pasal 1 Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil diubah, sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 4 Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan Oktober setiap tahun ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. 2. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil termasuk Pegawai Negeri Sipil yang : a. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; dan b. dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan langsungnya. 3. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila : 716

PANGKAT DAN GELAR

a. sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. 4. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut; Pasal 8 Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan sampai dengan : a. Pengatur Muda, golongan ruang ll/a bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar; b. Pengatur, golongan ruang ll/c bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; c. Pengatur Tingkat, golongan ruang ll/d bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Pertama; d. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 (tiga) tahun, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 (empat) tahun, Ijazah Diploma I, atau Ijazah Diploma II; e. Penata, golongan ruang III/c bagi yang memiliki Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Bakaloreat; f. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d bagi yang memiliki Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV; g. Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara; h. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki Ijazah Doktor (S3). 5. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :

PANGKAT DAN GELAR

717

Pasal 9 Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang : a. menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; b. menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden; c. menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya; d. menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; e. diangkat menjadi pejabat negara; f. memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah; g. melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; h. telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan i.

dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.

6. Ketentuan Pasal 11 dihapus. 7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi. sebagai berikut : Pasal 12 Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih satu tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi, apabila a. telah 1 (satu) tahun dalam pangkat yang dimilikinya; b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan struktural yang didudukinya; dan c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

718

PANGKAT DAN GELAR

8. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 18 (1) Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh : a. Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Muda Tingkat I, golongan ruang Juru, golongan ruang I/c; b. Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Tingkat I, golongan ruang I/d ke bawah dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda, golongan ruang II/a; c. Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang I/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang ll/b; d. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma III, dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; e. Ijazah Sarjana (31), atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; f. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; g. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diberikan apabila :

PANGKAT DAN GELAR

719

a. diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memeRIukan pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang diperoleh; b. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir, c. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya benilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; d. memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang menduduki jabatan fungsional tertentu; dan e. lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat. 9. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar apabila telah lulus dan memperoleh : a. Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Ijazah Diploma II, dan masih berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b; b. Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi, atau Ijazah Diploma III dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; c. Ijazah Sarjana (S1), atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; d. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang III/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; e. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c.

720

PANGKAT DAN GELAR

(2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan apabila : a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. 10. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 27 (1) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan diberhentikan dengan normal dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, apabila : a. memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Selama : 1) sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan dalam pangkat terakhir; 2) sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; atau 3) sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir. b. setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. c. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat dalam 1 (satu) tahun terakhir. (2) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mulai berlaku : a. tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan meninggal dunia; b. tanggal 1 (satu) pada bulan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. PANGKAT DAN GELAR

721

11. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 29 Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan diberikan kenaikan pangkat berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. 12. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 32 Dikecualikan dari ujian dinas, bagi Pegawai Negeri Sipil yang : a. akan diberikan kenaikan pangkat karena telah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya; b. akan diberikan kenaikan pangkat karena menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; c. diberikan kenaikan pangkat pengabdian karena : 1) mencapai batas usia pensiun; 2) dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri oleh Tim Penguji Kesehatan. d. telah memperoleh : 1) Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas Tingkat I; 2) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Magister (S2), dan Ijazah lain yang setara atau Doktor (S3), untuk ujian dinas Tingkat I atau ujian dinas Tingkat II. 13. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 36 Kenaikan pangkat yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dengan

722

PANGKAT DAN GELAR

peraturan perundang-undangan yang berlaku, dinyatakan tetap berlaku. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 April2002 SEKRETARIS NEGARA ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 32 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo

PANGKAT DAN GELAR

723

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

1. UMUM Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terhadap Negara. Selain itu, kenaikan pangkat juga dimaksudkan sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Untuk dapat lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil kepada Negara serta mewujudkan keadilan dalam memberikan penghargaannya, maka Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, perlu diubah sesuai dengan prinsip pembtnaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja. 2. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 4 Cukup jelas Pasal 6 Ayat(1) Huruf a Pegawai Negeri Sipil yang mengikuti tugas belajar merupakan tenaga terpilih, oleh sebab itu selama 724

PANGKAT DAN GELAR

melaksanakan tugas belajar Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus dibina kenaikan pangkatnya. Huruf b Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan berdasarkan ketentuan Pasal ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh pada proyek pemerintah, organisasi profesi, negara sahabat, atau badan internasional dan badan swasta yang ditentukan. Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut dibatasi sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali selama dalam penugasan/perbantuan, Ayat (2) Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Huruf a sampai dengan huruf f Cukup jelas Huruf g Yang dimaksud dengan ijazah lain yang setara adalah ijazah yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi yang bobot untuk memperolehnya setara dengan ijazah dokter, ijazah apoteker dan ijazah Magister (S2), yang penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional. Penjelasan ini berlaku selanjutnya untuk pengertian yang sama dalam Peraturan Pemerintah ini. Huruf h Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas

PANGKAT DAN GELAR

725

Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan memperoleh dalam ketentuan ini, termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki Surat Tanda Tamat Belajar/ljazah yang diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi calon Pegawai Negeri Sipil. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas

726

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4193

PANGKAT DAN GELAR

727

KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 512/KEP/1983 TENTANG JENJANG PANGKAT BAGI PEJABAT KOMUNIKASI PADA PUSAT KOMUNIKASI DEPARTEMEN LUAR NEGERI,

KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Menimbang

: a. bahwa terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan sebagai tenaga Sandi pada Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri, b. bahwa dalam rangka pembinaan kepangkatan bagi Pegawai Negeri Sipil tersbut, dipandang perlu menetapkan jenjang pangkat bagi Pejabat Komunikasi pada Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Administrasi Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1972 Nomor 42); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 (tentang pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156);

728

PANGKAT DAN GELAR

Memperhatikan : Surat Menteri Luar Negeri Nomor 4480182/12 tanggal 9 September 1962 MEMUTUSKAN Menetapkan

: KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG JENJANG PANGKAT BAGI PEJABAT KOMUNIKASI PADA PUSAT KOMUNIKASI DEPARTEMEN NEGERI, Pasal 1

Jenjang pangkat bagi Pejabat Komunikasi pada Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri adalah sebagai tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 2 Jenjang pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan sebagai tenaga sandi pada Pasal 1 Komunikasi Departemen Luar Negeri. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditelapkan dan digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat mulai Tahun Anggaran 1982/1983. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 19 Pebruari 1983 KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd AE MANIHURUK PANGKAT DAN GELAR

729

BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA Jl. Let. Jend. Sutoyo No. 12 Telp. 8010321 – 8093008, Fax. 8090421 Jakarta Timur 13640 KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 170 TAHUN 1999 TENTANG PENGECUALIAN DARI UJIAN DINAS TINGKAT III BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI IJAZAH PASCA SARJANA (STRATA-2) IJAZAH SPESIALIS I, DAN ATAU IJAZAH/GELAR DOKTOR (STRATA – 3), IJAZAH SPESIALIS II KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang : a. bahwa terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki atau memperoleh ijazah Pasca Sarjana (Strata-2), Ijazah Spesialis I, dan atau ijazah/gelar Doktor (Strata-3), Ijazah Spesialis II; b. bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf h dan i Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil, kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah Pasca Sarjana dan Ijazah Spesialis I adalah sampai dengan pangkat Pembina golongan ruang IV/a, dan yang memiliki ijazah/gelar Doktor dan ijazah Spesialis II adalah sampai dengan pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b; c. bahwa Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki atau memperoleh ijazah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dianggap telah mempunyai kecakapan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya; 730

PANGKAT DAN GELAR

d. bahwa berhubung dengan itu, bagi Pegawai Negeri Sipil dimaksud perlu dikecualikan/dibebaskan dari Ujian Dinas Tingkat III untuk kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d menjadi Pembina golongan ruang IV/a; Mengingat : 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembara Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156); 3. Keputusan Presiden Nomor 143 Tahun 1998 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PENGECUALIAN DARI UJIAN DINAS TINGKAT III BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MEMILIKI IJAZAH PASCA SARJANA (STRATA-2) IJAZAH SPESIALIS I, DAN ATAU IJAZAH/GELAR DOKTOR (STRATA-3), IJAZAH SPESIALIS II. Pasal 1 (1) Pegawai Negeri Sipil yang memiliki ijazah Pasca Sarjana (Strata2), ijazah/gelar Doktor (Strata-3) dan atau yang sederajat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikecualikan/dibebaskan dari Ujian Dinas Tingkat III untuk kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d menjadi Pembina Golongan Ruang IV/a. (2) Ijazah Pasca Sarjana, ijazah Doktor dan atau yang sederajat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah ijazah yang diperoleh dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi.

PANGKAT DAN GELAR

731

Pasal 2 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 Juni 1999 KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd SOFIAN EFFENDI

732

PANGKAT DAN GELAR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 06 TAHUN 2001 TENTANG JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

:

a. bahwa dalam rangka pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, perlu ditetapkan jenjang pangkat jabatan pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; b. bahwa jenjang pangkat jabatan pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Nomor 42 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/KEP/1985 tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan; c. bahwa berhubung dengan itu perlu ditetapkan kembali jenjang pangkat jabatan pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

PANGKAT DAN GELAR

733

Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural; 4. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1976 tentang Susunan Organisasi Perwakilanperwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 5. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 1999 tentang Badan Kepegawaian Negara

Memperhatikan : Surat usul dari Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Nomor 1149/KP/XI/2000/02 tanggal 31 Oktober 2000. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI Pasal 1 Jenjang pangkat bagi jabatan pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri adalah sebagai tersebut dalam lampiran keputusan ini. Pasal 2 Jenjang pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan pimpinan/struktural pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

734

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 3 Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan pimpinan/struktural pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985 tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 42 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 037/Kep/1985 tentang Jenjang Pangkat Jabatan Pimpinan pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Keputusan ini disampaikan kepada pejabat yang berkepentingan untuk diindahkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Pasal 6 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 22 Maret 2001 KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ttd PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

PANGKAT DAN GELAR

735

Lampiran Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 06 Tahun 2001 Tanggal : 22 Maret 2001 JENJANG PANGKAT JABATAN PIMPINAN PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI JABATAN PIMPINAN JENJANG PANGKAT NO. ESELON PADA PERWAKILAN RI PANGKAT GOL PANGKAT DI LUAR NEGERI PERMULAAN RUANG TERTINGGI 1 2 3 4 5 6

GOL. RUANG 7

A. Jabatan Pada Perwakilan Diplomatik 1 2

II.a III.a

Wakil Kepala Perwakilan Kepala Bidang Kepala Bagian Kepala Sub Bidang Kepala Sub Bagian

Pembina Utama Muda Pembina Pembina Penata Penata

IV/c IV/a IV/a III/c III/c

Pembina Utama Madya Pembina Tingkat I Pembina Tingkat I Penata Tingkat I Penata Tingkat I

IV/d IV/b IV/b III/d III/d

B. Jabatan Pada Perwakilan Konsuler

4

II.a

5

III.a

6

IV.a

Kepala Perwakilan Konsulat Jenderal Kepala Perwakilan Konsulat Kepala Bidang Kepala Bagian Kepala Sub Bidang Kepala Sub Bagian

Pembina Utama Muda Pembina Utama Muda Pembina Pembina Penata Penata

IV/c IV/c IV/a IV/a III/c III/c

Pembina Utama Madya Pembina Utama Madya Pembina Tingkat I Pembina Tingkat I Penata Tingkat I Penata Tingkat I

IV/d IV/d IV/b IV/b III/d III/d

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA ttd PROF. DR. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO

736

PANGKAT DAN GELAR

Jakarta, 24 Nopember 1977 Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung. 3. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. 4. Semua Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. 5. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. 6. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

SURAT-EDARAN NOMOR 21/SE/1977 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH RENDAH PANGKATNYA MEMBAWAHI SECARA LANGSUNG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG LEBIH TINGGI PANGKATNYA

1.

Dengan ini diberitahukan dengan hormat, bahwa berdasarkan laporan-laporan yang diterima oleh Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sampai saat ini di beberapa instansi masih terdapat Pegawai Negeri Sipil yang lebih rendah pangkatnya membawahi secara langsung Pegawai Negeri Sipil yang lebih tinggi pangkatnya. Umpamanya :

PANGKAT DAN GELAR

737

a.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur golongan ruang II/c diangkat menjadi Penilik Sekolah, sedangkan Kepala Sekolah Dasar yang di bawah penilikannya ada yang berpangkat Penata Muda Golongan III/a.

b.

Seorang Pegawai Negeri sipil yang berpangkat Pengatur golongan ruang II/c, diangkat menjadi Kepala Sekolah Dasar, sedangkan guru yang menjadi bawahannya ada yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d.

c.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b diangkat menjadi Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, sedangkan guru yang menjadi bawahannya ada yang berpangkat Penata Tingkat I golongan III/d,

d.

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b diangkat menjadi Kepala Kantor Departemen di Kabupaten, sedangkan bawahannya ada yang berpangkat Penata golongan ruang III/c.

e.

Dan lain-lain.

2.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pasal 17 ayat (2) digariskan dengan tegas, bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam sesuatu jabatan dilaksanakan dengan memperhatikan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu. Dalam penjelasan Pasal 17 ayat (2) tersebut ditegaskan, bahwa dalam rangka pelaksanaan sistem karier dan system prestasi kerja maka harus ada pengkaitan yang erat antara kepangkatan dan jabatan, atau dengan perkataan lain perlu adanya pengaturan tentang jenjang kepangkatan pada setiap jabatan. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam suatu jabatan pangkatnya harus sesuai dengan pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu. Dalam jabatan struktural, Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih rendah tidak dapat membawahi langsung Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat lebih tinggi.

3.

Sebagai akibat dari keadaan yang digambarkan diatas, maka terdapat sejumlah Pegawai Negeri Sipil yang walaupun mereka telah memenuhi syarat-syarat kenaikan pangkat, tetapi tidak dapat dinaikkan pangkatnya karena atasan langsungnya masih

738

PANGKAT DAN GELAR

memiliki pangkat yang lebih rendah. Hal ini sangat merugikan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 4.

Dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, maka kami minta dengan sangat perhatian Saudara atas Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 15/SE/1975 tanggal 27 Oktober 1975, yaitu hendaknya Saudara dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan, agar dalam waktu yang singkat jangan ada lagi Pegawai Negeri Sipil yang lebih rendah pangkatnya membawahi langsung Pegawai Negeri Sipil yang lebih tinggi pangkatnya, antara lain dengan cara mengadakan pemindahan jabatan seperlunya.

5.

Untuk kepentingan pembinaan Pegawai Negeri Sipil dengan sebaik-baiknya, maka sangat diharapkan perhatian Saudara akan maksud Surat Edaran ini.

6. Atas perhatian Saudara lebih dahulu kami ucapkan banyak terima kasih. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd A. E. MANIHURUK

Tembusan Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan. 2. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, sebagai laporan. 3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan. 4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat. PANGKAT DAN GELAR

739

5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan Instansi Vertikal. 6. Pertinggal.

740

PANGKAT DAN GELAR

Jakarta, 8 Januari 1987 Kepada Yth. 1. Semua Menteri Kabinet Pembangunan IV 2. Jaksa Agung 3. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 4. Semua Pimpinan Kesekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara 5. Semua Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di T E M PAT SURAT-EDARAN Nomor 01/SE/1987 TENTANG PEDOMAN PERSAMAAN PANGKAT/GOLONGAN RUANG GAJI ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESlA DENGAN PEGAWAI NEGERI SlPIL 1.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1960 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditentukan, bahwa anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan pensiunan anggota ABRI dapat diangkat menjadi Pegawai bulanan disamping pensiun dengan keterangan sebagai berikut: a. Dalam Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 ditentukan anggota ABRI dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila memenuhi syarat-syarat kesehatan dan umurnya sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun PANGKAT DAN GELAR

741

di bawah usia Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepadanya diberikan pangkat yang sesuai dengan jenjang pangkat dalam jabatan yang akan dipangkunya dengan memperhatikan pengalaman dan pangkat terakhir yang dimilikinya sebagai anggota ABRI, b. Berdasarkan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1980 tersebut ditentukan bahwa pensiunan Pegawai Negeri yang mempunyai keahlian yang sangat diperlukan dapat diangkat menjadi Pegawai Bulanan disamping pensiun untuk paling lama 5 (lima) tahun. Apabila ada anggota ABRI yang beralih menjadi Pegawai Negeri Sipil atau pensiunan anggota ABRI yang akan diangkat menjadi Pegawai bulanan disamping pensiun, maka pangkat dan atau golongan ruangnya adalah sebagai tersebut dalam lampiran Surat Edaran ini. 2.

Apabila dalam melaksanakan Surat Edaran ini dijumpai kesulitan supaya ditanyakan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapat penyelesaian.

3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd A. E. MANIHURUK

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden Republik Indonesia sebagai laporan 2. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan 3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sebagai laporan. 4. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan.

742

PANGKAT DAN GELAR

5 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Kepala Staf TNI Angkatan Laut. Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan/Pusat Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen/Pimpinan instansi Vertikal Direktur Perbendaharaan Negara. Semua Kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan Negara. Pertinggal

PANGKAT DAN GELAR

743

LAMPIRAN SURAT EDARAN KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 01/SE/1987 TANGGAL : 8 JANUARI 1987

PEDOMAN PERSAMAAN PANGKAT/GOLONGAN RUANG GAJI ANGGOTA ABRI DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

NO .

ABRI

1

2

PEGAWAI NEGERI SIPIL GOL. RUANG PANGKAT GAJI MENURUT PGPNS 1977 3 4

1.

Jenderal/Laksamana/ Marsekal

Pembina Utama

IV/e

2.

Letnan Jenderal/ Laksamana Madya/ Marsekal Madya

Pembina Utama

IV/e

3.

Mayor Jenderal/ Laksamana Muda/ Marsekal Muda

Pembina Utama

IV/e

4.

Brigadir Jenderal/ Laksamana Pertama/ Marsekal Pertama madya

Pembina Utama Madya

IV/d

5.

Kolonel

Pembina Utama Muda

IV/c

6.

Letnan Kolonel

Pembina Tingkat I

IV/b

7.

Mayor

Pembina

IV/a

a. Penata

III/d

Tingkat I

b. Penata

744

PANGKAT DAN GELAR

III/c

KETERANGAN

5

Apabila menjabat sekurangkurangnya jabatan eselon III atau telah sekurangkurangnya 4 tahun dalam pangkat Kapten

8.

Letnan Satu

Penata Muda Tingkat I

9.

Letnan Dua

Penata Muda

10.

a. Pembantu Letnan Satu b. Pembantu Letnan Dua

Pengatur Tingkat I

11.

Sersan Mayor

Pengatur

12.

a. Sersan Kepala b. Sersan Satu

Pengatur Muda Tingkat I

13.

Sersan Dua

Pengatur Muda

14.

Kopral Satu

Juru Tingkat I

15.

Kopral Dua

Juru

16.

Prajurit Satu/Kelasi Satu/ Bhayangkara satu

Juru Muda Tingkat I

17.

Prajurit Dua/Kelasi Dua/ Bhayangkara Dua

Juru Muda

KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd A. E. MANIHURUK

PANGKAT DAN GELAR

745

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 12/A/OT/IX/2004/01 TENTANG PELEBURAN GOLONGAN PEJABAT ADMINISTRASI KE DALAM GOLONGAN PEJABAT DIPLOMAT KONSULER MENTERI LUAR NEGERI Menimbang :

a. bahwa perubahan dan perkembangan yang terjadi di tingkat nasional dan internasional telah memberikan tantangan dan sekaligus peluang yang lebih besar bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri sehingga diperlukan penataan profesi dan peningkatan kualitas pelaksana diplomasi; b. bahwa dalam rangka meningkatkan capaian hasil kinerja pelaksanaan tugas di bidang politik luar negeri dan hubungan luar negeri, diperlukan pejabat dinas luar negeri yang mempunyai kemampuan diplomasi yang handal, berdayaguna dan berhasilguna; c. bahwa Organisasi Perwakilan Republik Indonesia telah diperbaharui dan disesuaikan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan serta diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kinerja perwakilan. d. bahwa sehubungan dengan hal-hal diatas maka perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri

746

PANGKAT DAN GELAR

tentang peleburan antara golongan Pejabat Administrasi dengan golongan Pejabat Diplomatik Konsuler. e. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/A/ OT/V/2004/01 tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan di Luar Negeri beserta lampirannya; f. Keputusan menteri Luar Negeri Nomor SK 279/ OR/VIII/83/01 tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri; MEMUTUSKAN Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PELEBURAN GOLONGAN PEJABAT ADMINISTRASI KE DALAM GOLONGAN PEJABAT DIPLOMATIK KONSULER Pasal 1

(1) Terhitung mulai tanggal ditetapkannya Keputusan ini, Pejabat Administrasi dilebur ke dalam golongan Pejabat Diplomatik Konsuler, dan selanjutnya dinyatakan tidak ada lagi dalam sistim Kepegawaian Dinas Luar Negeri Departemen Luar Negeri. (2) Prosedur dan mekanisme peleburan diatur dalam lampiran Keputusan ini, dan merupakan bagian tidak terpisah dari keputusan ini. Pasal 2 Para Pejabat Administrasi berhak untuk menentukan sendiri pilihan kelanjutan jalur karirnya yaitu pada jalur karir diplomatik atau pada jalur karir non diplomatik. Tim Pendukung Baperjakat. Pasal 6 (1) Pendidikan berjenjang yang terhutang tersebut harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) tahun dihitung sejak tanggal berlakunya Keputusan ini. PANGKAT DAN GELAR

747

(2) Apabila pendidikan berjenjang terhutang tidak diselesaikan dalam kurun waktu tersebut, maka Pejabat Administrasi yang bersangkutan disamakan menjadi Pejabat Diplomatik Konsuler satu tingkat atau dua tingkat di bawah gelar Diplomatik yang disandangnya, sebanding dengan pendidikan berjenjang yang belum dijalankannya. Pasal 7 Para Pejabat administrasi yang sudah berada di perwakilan pada saat ditetapkannya Keputusan ini tetap melaksanakan tugas administrasi dan keuangan sampai dengan : a. Berakhirnya masa penugasannya di Perwakilan; atau b. Sampai tibanya pejabat non diplomatik pengganti pelaksana tugas administrasi dan keuangan Perwakilan; atau c. Dialihkannya yang bersangkutan ke unit kerja operasional Perwakilan dimaksud. Pasal 8 (1) Dengan dileburkannya golongan Pejabat Administrasi ke dalam golongan Pejabat Diplomatik Konsuler maka pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan di Perwakilan dilakukan oleh Pejabat non diplomatik yaitu BPKRT (Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan). a. Melaksanakan tugas administrasi dan keuangan Perwakilan secara mandiri. b. Ditempatkan ke Perwakilan untuk melaksanakan tugas-tugas substantif operasional. c. Pada kedua bentuk penugasan di atas mantan Pejabat Administrasi memiliki tugas dan kewajiban membantu Head of Chancery (Kepala Operasional Perwakilan) dan memberikan bimbingan serta mendampingi BPKRT dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 2) Keputusan penetapan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1) di atas dilakukan oleh Tim Pendukung Baperjakat.

748

PANGKAT DAN GELAR

Pasal 12 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 03 September 2004 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd HASAN WIRAJUDA

PANGKAT DAN GELAR

749

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA

Tanggal

KONSEP NO. 137951

:

09 September 2002

PPO PERWAKILAN RI : NO PRO EX RE

: : : :

ALL PERWAKILANS

023506 KEPPRI KARO KEPEG BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

MERUJUK SURAT KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NO. K.26-12/V.57-6/99 TANGGAL 17 JULI 2002 PERIHAL TERSEBUT DIATAS BERSAMA INI DENGAN HORMAT DISAMPAIKAN : A.

BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN TEMBUSAN USUL KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PUSAT MULAI PANGKAT JURU MUDA TK. I GOLONGAN RUANG I/B KE ATAS BESERTA KELENGKAPANNYA UNTUK PERIODE 1 OKTOBER 2002, SELAMA MASA TRANSISI, SUDAH DITERIMA Dl BKN SELAMBAT-LAMBATNYA PADA TANGGAL 31 DESEMBER 2002.

B.

BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT DAN TEMBUSAN USUL KENAIKAN PANGKAT BESERTA KELENGKAPAN NYA, UNTUK PERIODE 1 APRIL 2003/HARUS SUDAH DITERIMA Dl BKN SELAMBAT-LAMBATNYA PADA TANGGAL 31 MARET 2003, DAN UNTUK PERIODE 1 OKTOBER 2003 HARUS SUDAH DITERIMA SELAMBATLAMBATNYA PADA TANGGAL 30 SEPTEMBER 2003.

C.

SELANJUTNYA DAN UNTUK SETERUSNYA BATAS WAKTU PENERIMAAN USUL KENAIKAN PANGKAT DAN TEMBUSAN USUL KENAIKAN PANGKAT BESERTA KELENGKAPANNYA SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA HURUF A Dl ATAS UNTUK PERIODE 1 APRIL HARUS SUDAH DITERIMA Dl BKN SELAMBAT-LAMBATNYA PADA TANGGAL 31 MARET, DAN UNTUK 1 OKTOBER HARUS SUDAH DITERIMA SELAMBATLAMBATNYA PADA TANGGAL 30 SEPTEMBER SETIAP TAHUNNYA.

750

PANGKAT DAN GELAR

D.

APABILA USUL KENAIKAN PANGKAT, TEMBUSAN USUL KENAIKAN PANGKAT BESERTA KELENGKAPANNYA SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA HURUF A, B DAN C Dl ATAS DISAMPAIKAN KEPADA KEPALA BKN MELEBIHI BATAS WAKTU YANG TELAH DITENTUKAN PADA HURUF A, B DAN C. DIATAS, MAKA MASA BERLAKUNYA KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERSANGKUTAN AKAN Dl PERTIMBANGKAN DAN DITETAPKAN UNTUK PERIODE BERIKUTNYA.

SEHUBUNGAN DENGAN HAL TERSEBUT Dl ATAS, KAMI MENGHARAPKAN AGAR BERKAS USULAN KE NAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DARI UNIT KERJA SAUDARA SELAMBATLAMBATNYA DAPAT KAMI TERIMA 1 (SATU) BULAN SEBELUM BATAS AKHIR PENYAMPAIAN BERKAS USULAN DITERIMA BKN. DEMIKIAN UMP TTKHBS

Biaya pengawatan dibebankan kepada

:

DEPLU

CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ. ASPASAF. DJ. AMEROP. DJ. KS. ASEAN, DJ. M-1, DJ. IDPPI, DJ. PROTKONS, KA. BPPK, KA. BAM, BIRO KEU BIRO KEPEG, BAGMUT D.N.

PANGKAT DAN GELAR

751

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 01 OKTOBER 2004 PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 2750A SEMUA PERWAKILAN

SANGAT SEGERA NO PRO EX RE

: : : :

044308 ALL PERWAKINS SEKJEN PERIODE KENAIKAN GELAR DIPLOMATIK

Merujuk pokok kawat disampaikan bahwa berdasarkan rekomendasi tp baperjakat tgl. 9 September 2004, pimpinan deplu memutuskan hals sbb : 1. dalam rangka penyeragaman periode kenaikan gelar diplomatik dengan kenaikan pangkat pgpns maka atas rekomendasi tp bpjk diputuskan bahwa periode kenaikan gelar diplomatik akan dilakukan pada setiap tgl 1 april dan 1 oktober. 2. bagi pejabat yang dapat disetujui kenaikan gelar atau kenaikan pangkatnya, yg periode kenaikan tsb tmt 1 januari 2005, maka periode kenaikannya dimajukan menjadi tmt 1 oktober 2004, bagi pejabat yg kenaikannya tmt 1 juli 2005, maka kenaikannya akan dimajukan menjadi tmt 1 april 2005. 3. berkaitan dgn butir 2, bagi pejabat yang sedang penempatan di perwakilan ri, maka tunjangan luar negeri berdasarkan kenaikan gelarnya yg baru, akan dibayarkan tetap mulai tmt 1 januari 2005 untuk kebaikan tmt 1 oktober 2004 et dibayarkan tmt 1 juli 2005 yang kenaikan tmt 1 april 2005. 4. Pejabat yang sedang mengajukan usulan kenaikan gelar diplomatik akan diproses sesuai dgn ketentuan ts. aa. Kebijakan ini berlaku mulai juni 2003. Dmk ump ttkhbs Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU 752

PANGKAT DAN GELAR

CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO KEU, BAG MUTASI LN Penting : Bila terdapat kesalahan pada SALINAN ini harap segera memberitahukannya per surat kepada Pusat Komunikasi Deplu

PANGKAT DAN GELAR

753

PETUNJUK PELAKSANAAN No. KP. 0618/JUKLAK/94/12 TENTANG PERCEPATAN KENAIKAN TINGKAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI

I.

PENDAHULUAN Dalam rangka program pembinaan, pengembangan karier dan peningkatan mutu Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), dipandang perlu untuk segera mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan tentang Percepatan Kenaikan Tingkat Pejabat Dinas Luar Negeri.

II. DASAR 1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 2. UU No. 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil. 3. PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 4. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 236/OR/V/83/01 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri. 5. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar PDLN. 6. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/1410/DN/M/1981 Tahun 1931 tentang Disiplin Bagi Pegawai Departemen Luar Negeri. 7. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK.029/OR/X/84/01 Tahun 1984 tentang Perubahan Pasal 8 Kepmenlu No.SP/ 1527/DN/X/1982 Tentang Program Kaderisasi. III.PELAKSANAAN 1. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila PDLN yang bersangkutan 754

PANGKAT DAN GELAR

minimal telah 3 (tiga) tahun dalam tingkat PKN yang dimilikinya dan penilaian pelaksanaan pekerjaan minimal 2 (dua) tahun berturut-turut bernilai rata-rata amat baik. 2. Untuk Percepatan Kenaikan Tingkat dari Sekretaris Ketiga menjadi Sekretaris Kedua yang perlu diperhatikan adalah DP3 bernilai rata-rata amat baik dimana unsur-unsur (a) prestasi kerja (b) tanggung jawab (c) kerjasama (d) prakarsa sebaiknya bernilai amat baik. 3. Untuk Percepatan Kenaikan Tingkat dari Sekretaris Kedua menjadi Sekretaris Pertama, sampai dengan Minister Counsellor yang perlu diperhatikan adalah DP3 benilai ratarata amat baik 2 (dua) tahun berturut-turut dimana unsurunsur (a) Kepemimpinan (b) Prakarsa (c) tanggung jawab (d) prestasi kerja (e) kerjasama harus bernilai amat baik. 4. Percepatan Kenaikan Tingkat memperhatikan pula “Credit Point” lainnya, antara lain : PDLN yang diusulkan termasuk peringkat 10 (sepuluh) besar dalam SEKDILU, SESDILU dan SESPARLU, berhasil lulus Pasca Sarjana atau aktif dalam Konfrensi-konfrensi lntemasional dan lain sebagainya yang dipandang positif oleh Pimpinan. 5. Percepatan Kenaikan Tingkat dapat diberikan kepada PDLN yang diusulkan antara 3 (tiga) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun bergantung kepada kriteria yang telah ditentukan di atas serta penilaian khusus Pimpinan. 6. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan apabila PDLN yang diusulkan tidak/belum pernah dijatuhi :

PANGKAT DAN GELAR

755

6.1 Hukum Disiplin Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana yang diatur dalam PP No 30 Tahun 1980 dalam pasal 6 ayat (3) dan (4), yaitu : 6.1.1. Jenis hukuman disiplin sedang 6.1.2. Jenis hukuman disiplin berat 6.2 Hukuman Disiplin bagi Pegawai Departemen Luar Negeri, sebagaimana yang diatur dalam SK Menlu No.SP/1410/ DN/M/1981 dalam pasal 3, yaitu : 6.2.1. Penarikan dari penempatannya di luar negeri 6.2.2. Penangguhan penempatan di luar negeri 6.2.3. Dikeluarkan dari Dinas Luar Negeri 6.2.4. Penangguhan Kenaikan Tingkat PDLN 6.3 Tuntutan Ganti Rugi sebagaimana diatur dalam ICW 7. Percepatan Kenaikan Tingkat dimungkinkan dapat diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali selama menjadi PDLN dan secara akumulatif berjumlah tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. 8. Dimungkinkan seorang PDLN yang pernah memperoleh Percepatan, Kenaikan 1 (satu) tahun dapat memperoleh percepatan kenaikan tingkat selama 6 (enam) sampai dengan 9 (sembilan) bulan. 9. Dimungkinkan seorang PDLN yang pernah memperoleh percepatan kenaikan tingkat kurang dari 1 (satu) tahun dapat memperoleh percepatan kenaikan tingkat 1 (satu) tahun. 10. Bila usul percepatan kenaikan tingkat dari Perwakilan, maka sebaiknya perlu mendapat dukungan tertulis dari Pembina atau Unit Operasional terkait, yaitu : 10.1. Untuk PDK, sebaiknya ada dukungan dan Ses Ditjen terkait. 10.2. Untuk PA, sebaiknya ada dukungan dari Kepala Biro Keuangan. 10.3. Untuk PS, sebaiknya ada dukungan dari Kepala Pusat Komunikasi. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa para pejabat tersebut termasuk Pembina.

756

PANGKAT DAN GELAR

IV. P E N U T U P Petunjuk pelaksanaan ini agar dilaksanakan dengan sebaiksebaiknya tidak, menutup kemungkinan adanya kebijaksanaan baru dari Pimpinan Departemen Luar Negeri. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 23 Maret 1994. KEPALA BIRO KEPEGAWAIAN ttd HARINGUN HARDJOTANOJO

PANGKAT DAN GELAR

757

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOTA DINAS Nomor : 1611/KP/VII/2004/19 Kepada Yth. : Sdr. Ses. Ditjen ASPASAF Sdr. Ses. Ditjen AMEROP Sdr. Ses. Ditjen Kerjasama ASEAN Sdr. Ses. Ditjen M. POLSOSKAM Sdr. Ses. Ditjen M. EKUBANG Sdr. Ses. Ditjen IDP-PI Sdr. Ses. Ditjen PROTKONS Sdr. Ses. ITJEN Sdr. Ses. BPPK Sdr. Kepala Biro Administrasi Menteri Sdr. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Sdr. Kepala Biro Keuangan Sdr. Kepala Biro Hukum Sdr. Kepala Biro Tata Usaha dan PeRIengkapan Sdr. Kepala PUSDIKLAT Sdr. Kepala PUSKOM Tembusan : 1. Yth. Bapak Sekretaris Jenderal (sebagai laporan) 2. Yth. Para Pejabat Eselon II Dari : Kepala Biro Kepegawaian Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Penyeragaman Nota Usulan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Pada Unit-Unit Kerja di Deplu dan Perwakilan

Bersama ini dengan hormat, disampaikan bahwa dalam rangka membenahi dan mempercepat proses administrasi kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Departemen Luar Negeri, Biro Kepegawaian melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Penyeragaman bentuk nota usulan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil dari Unit-unit kerja di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan, seperti contoh terlampir yang disesuaikan dengan format dari Badan Kepegawaian Negara.

758

PANGKAT DAN GELAR

2. Batas waktu pengajuan usulan kenaikan pangkat sudah harus diterima oleh Biro Kepegawaian dengan ketentuan sebagai berikut : ·

Untuk kenaikan pangkat T.M.T. 1 April, paling lambat akhir bulan Pebruari.

·

Untuk kenaikan pangkat T.M.T. 1 Oktober, paling lambat akhir bulan Agustus

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengharapkan bantuan Saudara untuk selanjutnya pengajuan usulan kenaikan pangkat PNS agar memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut di atas. Demikianlah, atas perhatian dan kerjasama Saudara kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 29 Agustus 2005 ttd M. Ibnu Said NIP. 020003570

PANGKAT DAN GELAR

759

Contoh Nota Usul Kenaikan Pangkat

DEPARTEMEN LUAR NEGERI Republik Indonesia NOTA RAHASIA Nomor Kepada Tembusan Dari Lampiran Perihal 1 2 3 4 5

6

7 8 9 10 11 12 13

: : : : : :

NAMA NIP / KARPEG TEMPAT, TANGGAL LAHIR PENDIDIKAN PANGKAT SAAT INI • PANGKAT / GOLONGAN • TMT PANGKAT • MASA KERJA GOLONGAN PANGKAT YANG DIUSULKAN • PANGKAT / GOLONGAN • TMT PANGKAT • MASA KERJA GOLONGAN JABATAN TMT JABATAN DIKLAT STRUKTURAL TERAKHIR ALASAN PENGUSULAN (BERDASARKAN PP NO. 12 TH 2002) NILAI RATA-RATA DP 3 (2 TAHUN TERAKHIR) JUMLAH ANGKA KREDIT (DIISI UNTUK FUNGSIONAL) ATASAN LANGSUNG • NAMA • NIP • PANGKAT/GOLONGAN • JABATAN

TH :

‰ ‰ ‰

TH : KENAIKAN PANGKAT PILIHAN KENAIKAN PANGKAT REGULER

Jakarta,

NIP :

760

PANGKAT DAN GELAR

(_______________)

Contoh Isian Nota Usul Kenaikan Pangkat

DEPARTEMEN LUAR NEGERI Republik Indonesia NOTA RAHASIA Nomor Kepada Tembusan Dari Lampiran Perihal

1 2 3 4 5

6

7 8 9 10 11 12 13

: : : : : :

Yth. Sdr. Kepala Biro Kepegawaian Yth. Sdr. Sekretaris Inspektorat Jenderal Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika 1 (satu) berkas Usul Kenaikan Pangkat Sdr. Rizky Suharlan, S.IP, NIP 0200055XX dari Penata Muda Tk. I Gol III/b Menjadi Penata Gol. III/C

NAMA NIP / KARPEG TEMPAT, TANGGAL LAHIR PENDIDIKAN PANGKAT SAAT INI • PANGKAT / GOLONGAN • TMT PANGKAT • MASA KERJA GOLONGAN PANGKAT YANG DIUSULKAN • PANGKAT / GOLONGAN • TMT PANGKAT • MASA KERJA GOLONGAN JABATAN TMT JABATAN DIKLAT STRUKTURAL TERAKHIR ALASAN PENGUSULAN (BERDASARKAN PP NO. 12 TH 2002) NILAI RATA-RATA DP 3 (2 TAHUN TERAKHIR) JUMLAH ANGKA KREDIT (DIISI UNTUK FUNGSIONAL) ATASAN LANGSUNG • NAMA • NIP • PANGKAT/GOLONGAN • JABATAN

RIZKY SUHARLAN, S.IP. 0200055XX/F. 1234XX BANDUNG, 09 NOVEMBER 1970 S1 TH : 1994 PENATA MUDA TK. I / GOL III/b 01 APRIL 1999 08 TH 0 BL PENATA / GOL III/C 01 APRIL 2003 08 TH 0 BL KEPALA SUB BAGIAN 23 OKTOBER 2003 DIKLAT PIM TK IV TH : 2002 ‰ KENAIKAN PANGKAT PILIHAN ‰ KENAIKAN PANGKAT REGULER TH 2001 BAIK, TH 2002 BAIK PRIYADI 0200035XX PEMBINA/GOL IV/a KEPALA BAGIAN

Jakarta,

(_______________) NIP :

PANGKAT DAN GELAR

761

762

XII PENEMPATAN PEGAWAI

763

764

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.08/A/KP/VI/2004/01 TENTANG PENEMPATAN SUAMI ISTERI YANG MEMPUNYAI STATUS DIPLOMAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa perubahan dan perkembangan yang terjadi di tingkat nasional dan internasional, telah memberikan peluang dan tantangan yang lebih besar bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri sehingga diperlukan peningkatan kesiapan sumber daya manusia yang memadai; b. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Diplomasi Indonesia secara berkesinambungan dipandang perlu untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi Pejabat Dinas Luar Negeri; c. bahwa di lingkungan Departemen Luar Negeri terdapat pasangan suami isteri yang mempunyai status Diplomat Pejabat Dinas Luar Negeri; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf, a, b, dan c perlu PENEMPATAN PEGAWAI

765

menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Penempatan Suami Isteri yang mempunyai Status Diplomat Pejabat Dinas Luar Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882); 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 3. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/ OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor 70/OR/X/ 87/01 Tahun 1987 tentang Jenjang Gelar Kepangkatan bagi Pejabat Dinas Luar Negeri Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 053/ OT/II/2002/01 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; 6. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 06/A/ OT/V/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri beserta lampirannya; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENEMPATAN SUAMI ISTERI YANG MEMPUNYAI STATUS DIPLOMAT PEJABAT DINAS LUAR NEGERI Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah mengikuti

766

PENEMPATAN PEGAWAI

pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia. 2. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang telah mengikuti dan lulus pendidikan khusus diplomatik konsuler, dan diangkat sebagai diplomat oleh Menteri Luar Negeri. 3. Pasangan Diplomat Suami Isteri adalah diplomat Indonesia yang berstatus suami isteri. 4. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang selanjutnya disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di Negara Penerima dan atau pada Organisasi Internasional. 5. Tunjangan Keluarga adalah tunjangan yang diberikan kepada suami atau istri atau anak yang sah dari Diplomat Indonesia di luar negeri. Pasal 2 (1) Setiap diplomat Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam penugasan dan pengembangan karir diplomatiknya; (2) Penempatan ke perwakilan dan pengembangan karier Diplomat Indonesia didasarkan pada kompetensi dan kecakapan subtantif masing-masing Diplomat yang bersangkutan. Pasal 3 (1) Pertimbangan kompetensi dan kecakapan subtantif dari masingmasing suami isteri, ketersediaan lowongan di Perwakilan, pertimbangan efisiensi serta kedekatan dalam jarak yang memungkinkan kesatuan keluarga (family union ), menjadi pedoman dalam penetapan penempatan pasangan diplomat suami istri di Perwakilan; (2) Pasangan diplomat Indonesia suami istri masing-masing dapat ditempatkan pada Perwakilan Republik Indonesia ditempatkan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menurut urutan prioritas kebijakan; (a) pada dua perwakilan yang berdekatan dalam satu negara akreditasi; PENEMPATAN PEGAWAI

767

(b) Pada dua perwakilan yang berdekatan pada dua negara akreditasi; (c) Pada satu perwakilan. Pasal 4 (1) Masing-masing dari pasangan diplomat suami istri berhak memilih untuk melakukan tugasnya sebagai Diplomat Indonesia atau memilih mengikuti pasangannya; (2) Keinginan untuk menentukan pilihan sebagaimana tersebut pada ayat 1 di atas harus dinyatakan secara tertulis dan disampaikan oleh pasangan yang bersangkutan kepada Sekretaris Jenderal melalui Ketua Tim Pendukung Baperjakat. Pasal 5 (1) Semua ketentuan tentang penempatan Pejabat Dinas Luar Negeri di Perwakilan berlaku bagi Pasangan diplomat suami isteri yang masing-masing ditempatkan di Perwakilan kecuali yang menyangkut status keikutsertaan anak, masa penempatan serta hak-hak keuangan yang diatur secara tersendiri dalam keputusan ini; (2) Anak yang berhak mendapat tunjangan keluarga harus ditetapkan terlebih dahulu oleh suami istri yang bersangkutan sebelum ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, kecuali dalam hal pasangan Diplomat Indonesia ditempatkan di Perwakilan yang sama. Pasal 6 Pasangan Diplomat Indonesia suami – isteri yang ditempatkan pada Perwakilan yang berbeda, diberikan : a. Semua hak keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali tunjangan isteri atau suami; b. Tunjangan anak diberikan kepada salah satu pasangan diplomat suami isteri yang diikuti anak tersebut.

768

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 7 Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan pada Perwakilan yang sama atau pada Perwakilan yang berbeda tetapi di kota yang sama, diberikan : a. Semua haknya sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali tunjangan suami atau istri; b. Tunjangan anak, sewa rumah, biaya penampungan hotel, dan ongkos perjalanan pindah hanya diberikan kepada salah satu yaitu yang memiliki gelar diplomatik yang lebih tinggi. Pasal 8 Pasangan diplomat suami isteri yang ditempatkan secara terpisah wajib menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya. Pasal 9 Pasangan diplomat suami isteri yang mengikuti penempatan isteri atau suaminya di Perwakilan dapat mengajukan : a. Cuti di luar tanggungan negara; atau b. Permohonan ijin tugas belajar atas biaya sendiri Pasal 10 (1) Pasangan diplomat suami isteri yang mengajukan cuti di luar tanggungan negara, dikenai segala ketentuan tentang cuti di luar tanggungan negara; (2) Kepada isteri atau suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diberikan tunjangan isteri atau suami sesuai peraturan yang berlaku. (3) Dalam hal salah satu dari pasangan diplomat suami isteri mengajukan ijin cuti tugas belajar atas biaya sendiri pada lembaga pendidikan atau universitas yang terakreditasi baik, maka : a. Kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan isteri atau suami sesuai dengan peraturan yang berlaku; b. Gaji dan tunjangan lainnya di dalam negeri dihentikan;

PENEMPATAN PEGAWAI

769

c. Masa keberadaannya di luar negeri diperhitungkan sebagai masa kerja. Pasal 11 Pasangan diplomat suami isteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diatas, mendapatkan hak keuangan dan hak-hak lainnya yang diberikan hanya kepada diplomat yang ditempatkan di Perwakilan. Pasal 12 Agar masa penempatan di Perwakilan RI di luar negeri dan/atau di dalam negeri bagi pasangan diplomat suami isteri dapat dilakukan secara bersamaan, maka penempatan pasangan diplomat suami isteri diatur sebagai berikut : a. Penempatan pasangan diplomat suami isteri di Perwakilan dilakukan setelah terpenuhinya masa penempatan di dalam negeri; b. Masa penempatan di dalam negeri bagi pasangan diplomat suami isteri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun; c. Masa tugas di Perwakilan bagi pasangan diplomat suami isteri paling lama 4 (empat) tahun; d. Atas pertimbangan kepentingan dinas, masa penempatan pasangan diplomat suami isteri dapat ditetapkan 4 (empat) tahun di dalam negeri dan 3 (tiga) tahun di luar negeri; e. Apabila saat penempatan ke atau saat penarikan dari Perwakilan antara diplomat suami isteri tidak sama, maka selisih waktu keberangkatan atau penarikan pasangan diplomat suami isteri tersebut paling lama adalah maksimum 1 (satu) tahun. Pasal 13 (1) Apabila salah satu pasangan diplomat suami isteri tersebut ditempatkan sebagai Kepala Perwakilan atau Wakil Kepala Perwakilan, maka isteri atau suami wajib mendampingi pasangannya di Perwakilan tempat tugasnya bukan sebagai Pejabat Dinas Luar Negeri; (2) Isteri atau suami yang mendampingi tersebut dapat mengambil cuti di luar tanggungan negara.

770

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 14 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK/101/PK/VII/96/01 tentang Penugasan Suami dan Isteri yang mempunyai Kualifikasi Pejabat Dinas Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 08 Juni 2004 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd DR. N. HASSAN WIRAJUDA

PENEMPATAN PEGAWAI

771

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.65/OR/VI/84/01 TAHUN 1984 TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN ATASE PERTAHANAN DAN ATASE TEKNIS PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA Dl LUAR NEGERI

MENTERI LUAR REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

a. bahwa dianggap perlu adanya keseragaman dalam pengertian dan pelaksanaan mengenai penempatan Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan pedoman penempatan Atase Pertahanan dan Atase Teknis;

Mengingat

:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nornor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen. 2. Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen.

772

PENEMPATAN PEGAWAI

4. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.562/BU/III/79/01 Tahun 1979 tentang Susunan Organisasi Perwakilan-Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. 5. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.00705/OR/VI/81/01 Tahun 1981 tentang Tata Kerja Umum Perwakilan-Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, 6. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri. MEMUTUSKAN Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN ATASE PERTAHANAN DAN ATASE TEKNIS PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA Dl LUAR NEGERI. BAB I PENGERTIAN Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan : (1)

Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang selanjutnya disebut “Perwakilan” adalah satu-satunya aparatur negara yang mewakili kepentingan negara Republik Indonesia secara keseluruhan di negara lain atau organisasi internasional,

(2)

“Negara Penerima” adalah negara tempat adanya Perwakilan.

(3)

Perwakilan “Diplomatik” adalah Perwakilan yang kegiatannya meliputi segala kepentingan Negara Republik Indonesia dan yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara

PENEMPATAN PEGAWAI

773

penerima, atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu Organisasi Internasional. (4)

“Perwakilan Konsuler” adaiah Perwakilan yang kegiatannya meliputi semua kepentingan negara Republik Indonesia di bidang Konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu atau lebih pada organisasi internasional.

(5)

“Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh” adalah Pejabat negara yang mewakili negara dan Kepala Negara Republik Indonesia di satu negara tertentu atau lebih atau pada organisasi internasional.

(6)

“Konsul Jenderal dan Konsul yang memimpin Perwakilan Konsuler” adalah Pejabat yang mewakili negara Republik Indonesia di bidang Konsuler.

(7)

“Atase Pertahanan” adalah Pegawai Negeri suatu Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di Perwakilan dengan status diplomatik untuk melaksanakan tugas-tugas Perwakilan di bidang Pertahanan Keamanan.

(8)

“Atase Teknis” adalah Pegawai Negeri suatu Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan pada Perwakilan dengan status diplomatik untuk melaksanakan tugas-tugas teknis, sesuai dengan tugas pokok Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkepentingan.

(9)

“Status Diplomatik” adalah kedudukan dan hak-hak diplomatik yang didapat dari negara asing untuk Pejabat-pejabat tertentu yang ditetapkan oleh negara Republik Indonesia atas azas timbal balik.

(10) “Pejabat Dinas Luar Negeri” adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Luar Negeri yang dapat ditugaskan pada Perwakilan RI di luar negeri setelah memenuhi syaratsyarat tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (11) “Gelar Jabatan” adalah gelar yang dapat berupa diplomatik atau konsuler yang diberikan kepada seseorang sehubungan dengan jabatan yang dipangkunya baik di Perwakilan Diplomatik maupun Konsuler, terlepas dari kedudukan atau tingkat kepangkatan pegawai negeri di dalam negeri.

774

PENEMPATAN PEGAWAI

(12) “Gelar Kepangkatan” adalah gelar yang hanya diberikan kepada Pegawai Departemen Luar Negeri yang melakukan tugas pada Perwakilan Diplomatik, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu dan menurut tingkat kepangkatan masing-masing. (13) “Pejabat Perwakilan” adalah Pejabat-pejabat Dinas Luar Negeri dan Pejabat-pejabat dari luar Departemen luar Negeri yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan pada Perwakilan. BAB II PENENTUAN, PENGANGKATAN, PENEMPATAN DAN PEMINDAHAN Pasal 2 (1) Penentuan adanya jabatan Atase Pertahanan ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri atas usul Menteri Pertahanan Keamanan dan mendapat persetujuan dan negara pertama. (2) Penentuan adanya jabatan Atase Teknis ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Keuangan, atas usul Menteri atau Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan. Pasal 3 Pengangkatan penempatan dan pemindahan Atase Pertahanan dan Atase Teknis ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri atas usul Menteri atau Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkepentingan. Pasal 4 Masa jabatan/tugas Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada Perwakilan, adalah sama dengan yang berlaku bagi Pejabat Perwakilan.

PENEMPATAN PEGAWAI

775

BAB III GELAR JABATAN Pasal 5 Kepada Pejabat Perwakilan dari luar Departemen Luar Negeri dengan status diplomat!k diberikan gelar jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 Kepada Atase Pertahanan dan Atase Teknis tidak diberikan gelar kepangkatan. BAB IV PRESEANCE Pasal 7 Preseance pejabat-pejabat Perwakilan diatur dengan keputusan Menteri Luar Negeri tersendiri. BAB V KEUANGAN DAN PERIENGKAPAN Pasal 8 Anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis merupakan bagian anggaran Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkepentingan. Pasal 9 Pengelolaan keuangan dan peRIengkapan Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis dilakukan oleh Perwakilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 Penyusunan rencana anggaran Bidang Pertahanan dan Bidang Teknis dibuat oleh Kepala Bidang yang bersangkutan bersama Kepala bagian Administrasi Perwakilan dan diketahui oleh Kepala Perwakilan.

776

PENEMPATAN PEGAWAI

Pasal 11 Tunjangan luar negeri Atase Pertahanan dan Atase Teknis ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. BAB VI TATA KERJA Pasal 12 Pejabat Perwakilan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi untuk menjamin tercapainya daya guna dan hasil guna sesuai dengan tugas pokoknya. Pasal 13 (1)

Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas, Atase Teknis bertanggung jawab langsung kepada Kepada Perwakilan.

(2)

Kerjasama antar bidang diatur oleh Kepala Perwakilan sesuai dengan Pembidangan yang ada pada Perwakilan. Pasal 14

Hubungan Komunikasi timbal balik antara Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan Atase Pertahanan dan Atase Teknis di Perwakilan, dilakukan melalui Departemen Luar Negeri. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 15 Atase Pertahanan dan Atase Teknis pada Perwakilan tidak dibenarkan merangkap jabatan lain di luar bidang tugasnya yang telah ditentukan. Pasal 16 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Luar Negeri.

PENEMPATAN PEGAWAI

777

Pasal 17 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 6 Juni1984 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

778

PENEMPATAN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOTA DINAS Nomor

:

1012/KP/III/2006/19

Kepada Yth. :

Para Pejabat Eselon II

Tembusan

1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)

:

2. Yth. Inspektur Jenderal. 3. Yth. Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen 4. Yth. Para Anggota Tim Pendukung Baperjakat Dari

:

Kepala Biro Kepegawaian/Ketua Tim Pendukung Baperjakat

Perihal

:

Pengusulan Penempatan Pejabat Diplomatik Konsuler (PDK) ke Perwakilan RI

Merujuk perihal pada pokok Nota, bersama ini dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Sesuai arahan pimpinan Deplu, Tim Pendukung Baperjakat menegaskan bahwa penempatan PDK ke Perwakilan RI bukan merupakan hak pegawai melainkan penugasan yang dilandasi kepercayaan oleh pimpinan, penghargaan terhadap dedikasi, loyalitas, prestasi serta kontribusi yang telah diberikan PDK yang bersangkutan kepada Deplu atau unit kerjanya. 2. Berkaitan dengan hal tersebut, usulan penempatan PDK ke Perwakilan agar disertai catatan mengenai kontribusi, prestasi dan disiplin kerja yang bersangkutan serta penilaian pimpinan unit kerja terhadap PDK yang diusulkan, sebagai dasar pertimbangan bagi pengusulan penempatan yang bersangkutan.

PENEMPATAN PEGAWAI

779

Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Jakarta, 17 Maret 2006 ttd Priyo Iswanto NIP. 020004267

780

PENEMPATAN PEGAWAI

Jakarta, Nomor : 6278/1979/12 Lampiran : Perihal : Pengujian Kesehatan Dalam Rangka Penugasan / Penempatan di Luar Negeri

September 1979 Kepada Yth. Sdr. MENTERI

1. Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1977 dan Surat Edaran Kepala BAKN, Nomor 15/SE/1977 tentang Pengujian Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan tenaga-tenaga lainnya yang bekerja pada Negara RI, maka pejabatpejabat yang dikenakan pengujian kesehatan tersebut termasuk pula Pegawai Negeri Sipil yang akan melaksanakan tugas tertentu diluar negeri. 2. Dalam hubungan ini, maka demi tertib administrasi diharapkan agar pejabat-pejabat dari Departemen Saudara yang diperbantukan kepada Departemen Luar Negeri dan akan bertugas pada Perwakilan RI diluar negeri hendaknya menyampaikan hasil pengujian kesehatannya kepada Biro Kepegawaian, Departemen Luar Negeri dalam rangka proses penempatannya. 3. Ingin kami beritahukan bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah tersebut dalam ad.1 pejabatpejabat Departemen Luar Negeri yang akan ditempatkan pada Perwakilan RI di luar negeri, diwajibkan untuk mengajukan permintaan pengujian kesehatan kepada Tim Penguji Kesehatan dari Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta Selatan “Fatmawati” kepada Isteri para pejabat yang bersangkutan, untuk kepentingan sendiri, diminta pula melakukan pemeriksaan kesehatan serupa di rumah sakit yang sama. 4. Demikian agar maklum adanya dan atas perhatian Saudara diucapkan banyak terima kasih. An. MENTERI LUAR NEGERI SEKRETARIS JENDERAL ttd B.S. ARIFIN NIP. 020000770 PENEMPATAN PEGAWAI

781

Tindasan Disampaikan kepada : 1. Yth. Sdr. Menteri Luar Negeri (sebagai laporan) 2. Yth. Sdr. Menteri Penertiban Aparatur Negara 3. Yth. Sdr. Menteri/Sekretaris Negara 4. Yth. Sdr. Menteri Kesehatan

782

PENEMPATAN PEGAWAI

NOTA EDARAN Nomor : 1398/Kepeg/1979 Kepada Yth. : 1. Yth. Sdr. Para Kepala Biro/Direktur/Inspektur/ Kepala Pusat 2. Yth. Sdr. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan C.c. : Yth. Sdr. Sekretaris Jenderal (Sebagai Laporan) Dari : Kepala Biro Kepegawaian Perihal : Pengujian Kesehatan Pejabat Deplu dan isterinya dalam rangka penempatan diluar negeri. Lampiran : 1. Bersama ini diberitahukan dengan hormat, bahwa dalam rangka terjaminnya kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohani Pegawai Negeri Sipil sehingga mereka dapat melakukan tugas mereka secara efisien, efektif serta berkelanjutan, maka semua Pegawai Negeri Sipil termasuk pegawai yang akan melakukan tugas diluar negeri diwajibkan mengajukan permintaan pengujian kesehatan, sesuai dengan P.P. Nomor 26 Tahun 1976 dan Surat Edaran Kepala BAKN No. 15/SE/1977 tanggal 01 Juli 1977. 2. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan diatas, untuk kelancaran dan keteraturan dalam pelaksanaan pengujian kesehatan ini Tim Penguji Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Jakarta Selatan “Fatmawati” telah kami minta untuk melakukan pengujian kesehatan para pegawai Deplu dengan ketentuan sebagai berikut : a. Yang dikenakan pengujian kesehatan ialah para pejabat Deplu yang akan ditempatkan pada Perwakilan R.I. diluar negeri termasuk isteri yang bersangkutan. b. Permintaan pengujian kesehatan kepada Tim Penguji Kesehatan dilakukan dengan surat dari Biro Kepegawaian c.q. Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai. c. Pengujian kesehatan dilakukan secara lengkap dan mencakup pemeriksaan paru-paru, jantung, tekanan darah, hati, limpa, urine dan darah. d. Pengujian kesehatan dapat dilakukan setiap hari kerja terkecuali hari Sabtu dan hari libur resmi.

PENEMPATAN PEGAWAI

783

e. Hasil pengujian kesehatan secara tertulis akan disampaikan oleh Tim Penguji Kesehatan kepada Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai, Biro Kepegawaian 3 hari setelah pemeriksaan kesehatan dilakukan. Yang bersangkutan dapat mengetahui hasil pengujian kesehatan melalui pejabat yang berwenang dari Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai tersebut. f.

Biaya pengujian kesehatan seluruhnya sebesar Rp. 15.000,seorang. Biaya tersebut hendaknya dibayar terlebih dahulu oleh yang bersangkutan dan kemudian dapat memperoleh penggantian dari dinas, dengan catatan biaya pengujian kesehatan untuk isterinya ditanggung sendiri.

Demikianlah agar semua pejabat Deplu yang berkepentingan maklum dan melaksanakan pengujian kesehatan yang dimaksud sesuai dengan ketentuan diatas. Apabila dalam pelaksanaan pengujian kesehatan ini ada yang belum jelas/ditemui kesulitan hendaknya diajukan kepada/ menghubungi Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai Biro Kepegawaian. Jakarta, 20 September 1979 Kepala Biro Kepegawaian ttd LEON H. IS. SOEMANTRI NIP. 020000374

784

PENEMPATAN PEGAWAI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOTA DINAS Nomor : 1709/KP/VIII/2005/19/R Kepada Yth. : 1. Yth. Sekretaris Ditjen Asia Pasifik dan Afrika 2. Yth. Sekretaris Ditjen Amerika dan Eropa 3. Yth. Sekretaris Ditjen Multilateral Polsoskam 4. Yth. Sekretaris Ditjen Multilateral Ekubang 5. Yth. Sekretaris Ditjen Kerjasama ASEAN 6. Yth. Sekretaris Ditjen Protokol dan Konsuler Tembusan : 1. Yth. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan) 2. Yth. Penasehat dan Para Anggota TP Baperjakat 3. Yth. Direktur Asia Timur dan Pasifik 4. Yth. Direktur Timur Tengah 5. Yth. Direktur Afrika 6. Yth. Direktur Asia Selatan dan Tengah 7. Yth. Direktur Amerika Utara dan tengah 8. Yth. Direktur Amerika Selatan 9. Yth. Direktur Eropa Barat 10. Yth. Direktur Eropa Tengah dan Timur 11. Yth. Direktur Konsuler 12. Yth. Direktur Perlindungan WNI dan BHI 13. Yth. Para Peserta Pemantapan Substansi Dari : Kepala Biro Kepegawaian/Ketua TP Baperjakat Perihal : Pemantapan Substansi bagi Pejabat yang akan Penempatan ke Perwakilan RI di Luar Negeri Merujuk perihal tersebut di atas, bersama ini dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Sesuai dengan keputusan TP Baperjakat, pejabat yang akan ditempatkan di Perwakilan RI (daftar nama terlampir) diharuskan untuk mengikuti Pemantapan Substansi selama 1 (satu) bulan pada Direktorat Jenderal Saudara. PENEMPATAN PEGAWAI

785

2. Pemantapan Substansi ini dimaksudkan untuk lebih mendalami dan memahami hubungan dan kerjasama antara Indonesia dengan negara akreditasi mengenai masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya, kekonsuleran dan perlindungan WNI & BHI. Pelaksanaan Pemantapan Substansi diserahkan kepada masing-masing Direktorat Jenderal dengan pembagian waktu 3 (tiga) minggu untuk masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya di Direktorat Jenderal regional/multilateral/Kerja Sama ASEAN dan 1 (satu) minggu untuk masalah-masalah kekonsuleran dan perlindungan WNI & BHI. 3. Apabila masih dipandang perlu, Saudara dapat menugaskan para peserta untuk melakukan orientasi kerja ke Departemen/instansi terkait guna menjalin networking yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas yang bersangkutan di Perwakilan. 4. Sehubungan dengan hal tersebut, dimohon kesediaan Saudara untuk memberikan Pemantapan Substansi bagi para peserta di Direktorat Jenderal Saudara terhitung mulai tanggal 30 Agustus 2005 dan memberikan penilaian tentang kesiapan akhir yang bersangkutan dalam bentuk Surat Keterangan (terlampir). Jakarta, 29 Agustus 2005 ttd M. Ibnu Said NIP. 020003570

786

PENEMPATAN PEGAWAI

DAFTAR PESERTA PEMANTAPAN SUBSTANSI AGUSTUS 2005 30 Agustus – 23 September 2005

No

Nama

NIP

Gelar Dipl

Unit Kerja

Ditempatkan di Perwakilan

1

A.A. Gde Alit Santhika

20003637

MC

Dit Polkam ASEAN

Houston

2

Abdul Kadir Jaelani

20005380

Sekll

Dit Perjanjian Polkamwil

Jenewa

3

Achri Jumanto

20004665

Sekll

Setditjen KS ASEAN

Mumbay

4

Ahmad Daya Handasah Irfan

20004656

Counsellor

Dit Astimpas

Seoul

5

Alien Simarmata

20005455

Sekll

Itjen

Praha

6

Andalusi Aristaputri

20004235

Counsellor

Dit HAM, Man, Sosbud

Lisabon

7

Andi Rahadian

20005513

Sekll

Dit PPM

San Fransisco

8

Dian Nirmalasari

20005879

Sek III

BAM

Perth

9

Dimas Dwihasta

20005863

Sek III

Dit PPM

Pretoria

20005872

Sek III

Dit Konsuler

Buenos Aires

20005903

Sek III

20004543

Counsellor

20005881

Sek III

BAM

Harare

20002988

MC

P3K2 Aspasaf

BS Begawan

15 Khasan Ashari

20005886

Sek III

Biro Kepegawaian

San Fransisco

16 Lisdar Fauzan

20005912

Sek III

Dit KEKP Non PBB

Paramaribo

20005276

Sek I

Ditjen Ekubang

Canberra

20005775

Sek III

Pusdiklat

Kyiv

19 P Susilo Wahyuntoro 20005600

Sekll

BPO

Songkhla

20 R.M. Michael Tene

20005443

Sekll

Ditjen KS ASEAN

Jenewa

21 Rizky Safary

20005279

Sek I

Dit KS Ekonomi ASEAN

Songkhla

10 Erna Herlina 11

Harry Rusmana Irawan

12 Iman P Havid Ita Anggraeni Puspitasari Kardi Ady 14 Zulkarnaen 13

17

Meri Binsar Simorangkir

18 Nanang S Fadillah

DitKSEkonomi ASEAN Dit KS Fungsional ASEAN

Bucharest Khartoum

PENEMPATAN PEGAWAI

787

NIP

Gelar Dipl

Unit Kerja

Ditempatkan di Perwakilan

20005579

Sekll

Dit Astimpas

Brasilia, DF

20005225

Sek I

Dit KIK Aspasaf

Wellington

24 Suri Tauchid Ishak

20004224

Sekll

Dit Afrika

Beirut

T.B.H. Wirjaksana Adjie

20005288

Sek I

Dit KIPS

New York, PTRI

26 Taufiq Lamsuhur

20005861

Sek III

Dit Erbar

Antananarivo

Uraniwan Soedarsono

20005463

Sekll

Dit Ertengtim

Sana'a

28 Wahyu Suprobo

20005877

Sek III

Dit MWAK ASEAN

Phnom Penh

29 Wibanarto Eugenius

20004357

Counsellor

Dit Komstan

Vancouver

30 Yusran Hadromi

20005468

Sek II

Itjen

Dar Es Salaam

Dephukham

Kuching

Dephub

Kuala Lumpur

Dephub

Jeddah

No

Nama

Rospinda Uliani Saragih Siti Nugraha 23 Mauludiah 22

25

27

31 Yudanus Dekiwanto 32 Bambang S Ervan Bambang Sudaryono Teguh Hendro 34 Cahyono 33

Stafnis Imigrasi Atase 120141414 Perhubungan Stafnis 120143935 Perhubungan 40049131

160045653

Atase Naker

Depnakertrans

Kuala Lumpur

35 Hengki Irzan

160043662

Atase Naker

Depnakertrans

Abu Dhabi

36 R Wisantoro

160045743

Atase Naker

Depnakertrans

Kuwait City

37 Agus Soewandi

160043820 Stafnis Naker

Depnakertrans

Jeddah

38 Sri Setiawati

160034697 Stafnis Naker

Depnakertrans

Hongkong

788

PENEMPATAN PEGAWAI

XIII PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

789

790

Bentuk Oleh Nomor Tanggal Sumber Tentang Indeks

: : : : : : :

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TAHUN 1974 (1/1974) 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) LN 1974/1; TLN NO. 3019 PERKAWINAN PERDATA. Perkawinan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang

:

bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta citacita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN. BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

791

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 (1).Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. (2).Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 3 (1).Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2).Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 4 (1).Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2).Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5 (1).Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

792

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluankeperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. (2). Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebabsebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. BAB II SYARAT-SYARAT PERKAWINAN Pasal 6 (1). Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. (2). Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. (3). Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. (4). Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. (5). Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

793

(6).Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. Pasal 7 (1).Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. (2).Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. (3).Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang: a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas; b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang; f.

794

mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 9 Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini. Pasal 10 Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. Pasal 11 (1). Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. (2). Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut. Pasal 12 Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. BAB III PENCEGAHAN PERKAWINAN Pasal 13 Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pasal 14 (1). Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihakpihak yang berkepentingan. (2). Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

795

dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 15 Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini. Pasal 16 (1).Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi. (2).Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan. Pasal 17 (1).Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan. (2).Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan. Pasal 18 Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah. Pasal 19 Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut. 796

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 20 Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan. Pasal 21 (1). Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan. (2). Didalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya. (3). Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan didalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut diatas. (4). Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan. (5). Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka. BAB IV BATALNYA PERKAWINAN Pasal 22 Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

797

Pasal 23 Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu : a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri; b. Suami atau isteri; c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. Pasal 24 Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini. Pasal 25 Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri. Pasal 26 (1).Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri. (2).Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.

798

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 27 (1). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum. (2). Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri. (3). Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Pasal 28 (1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat beRIangsungnya perkawinan. (2). Keputusan tidak berlaku surut terhadap : a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap. BAB V PERJANJIAN PERKAWINAN Pasal 29 (1). Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

799

(2).Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. (3).Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. (4).Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI Pasal 30 Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31 (1).Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2).Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3).Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 32 (1).Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2).Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama. Pasal 33 Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. Pasal 34 (1).Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

800

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(2). Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (3). Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. BAB VII HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN Pasal 35 (1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. (2). Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 (1). Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. (2). Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Pasal 37 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. BAB VIII PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA Pasal 38 Perkawinan dapat putus karena : a. kematian, b. perceraian dan c. atas keputusan Pengadilan. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

801

Pasal 39 (1).Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2).Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. (3).Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Pasal 40 (1).Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan. (2).Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Pasal 41 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. BAB IX KEDUDUKAN ANAK Pasal 42 Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

802

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 43 (1). Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. (2). Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 44 (1). Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut. (2). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan. BAB X HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK Pasal 45 (1). Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. (2). Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Pasal 46 (1). Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. (2). Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Pasal 47 (1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

803

(2).Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar Pengadilan. Pasal 48 Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Pasal 49 (1).Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. la berkelakuan buruk sekali. (2).Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. BAB XI PERWALIAN Pasal 50 (1).Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali. (2).Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Pasal 51 (1).Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.

804

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(2). Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. (3). Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. (4). Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu. (5). Wali bertanggung-jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 52 Terhadap wali berlaku juga Pasal 48 Undang-undang ini. Pasal 53 (1). Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini. (2). Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali. Pasal 54 Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. BAB XII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Bagian Pertama Pembuktian asal-usul anak

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

805

Pasal 55 (1).Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. (2).Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asalusul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. (3).Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan. Bagian Kedua Perkawinan diluar Indonesia Pasal 56 (1).Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. (2).Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Bagian Ketiga Perkawinan Campuran Pasal 57 Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

806

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 58 Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku. Pasal 59 (1). Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata. (2). Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-undang Perkawinan ini. Pasal 60 (1). Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi. (2). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi. (3). Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak. (4). Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3). (5). Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

807

Pasal 61 (1).Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang. (2).Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undangundang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan. (3).Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan. Pasal 62 Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-undang ini. Bagian Keempat Pengadilan Pasal 63 (1).Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah : a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam; b. Pengadilan Umum bagi lainnya. (2).Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64 Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah. 808

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 65 (1). Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut : a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya; b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi; c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing. (2). Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerijik Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 67 (1). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

809

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH. MAYOR JENDERAL TNI.

810

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

:

bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut;

Menimbang

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019). MEMUTUSKAN:

Menimbang

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

811

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. b. Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya; c. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum; d. Pegawai Pencatat adalah Pegawai pencatat perkawinan dan perceraian. BAB II PENCATATAN PERKAWINAN Pasal 2 (1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. (2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan. (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.

812

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 3 (1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan. (2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. (3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah. Pasal 4 Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya. Pasal 5 Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu. Pasal 6 (1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang, (2) Selain penelitian terhadap hal sebagat dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Pencatat meneliti pula : a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu; b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai. c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) Undang-undang, apabila salah PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

813

seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun; d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri; e. Dispensasi Pengadilan/pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-undang; f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih; g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/ PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata. h. Surat kuasa otentik atau di bawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat nadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain. Pasal 7 (1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat ditulis dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu. (2) Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan sebagai dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya. Pasal 8 Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu halangan perkawinan Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan hendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut forrhulir yang ditetapkan yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.

814

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 9 Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat : a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu; b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan. BAB III TATA CARA PERKAWINAN Pasal 10 (1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak penggumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini. (2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masingmasing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Pasal 11 (1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. (2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya. (3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

815

BAB IV TATA CARA PERKAWINAN Pasal 12 Akta Perkawinan memuat : a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman suami isteri; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu; b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka; c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang; d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undangundang; e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dafam Pasal 4 Undang-undang; f.

Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undangundang;

g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi anggota Angkatan Bersenjata; h. Perjanjian perkawinan apabila ada; i.

Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam;

j.

Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa. Pasal 13

(1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada. (2) Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.

816

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB V TATACARA PERCERAIAN Pasal 14 Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasanalasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pasal 15 Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu. Pasal 16 Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalarn Pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 17 Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian. Pasal 18 Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

817

Pasal 19 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (dua) tahun berturut-turu tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/ isteri; f.

Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 20

(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. (2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. (3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 21 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah. 818

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama. Pasal 22 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu. Pasal 23 Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 24 (1) Selama beRIangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah. (2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat. Pasal 25 Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu. Pasal 26 (1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

819

(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. (3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui Luran atau yang dipersamakan dengan itu. (4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka. (5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan. Pasal 27 (1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan. (2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. (3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. (4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan. Pasal 28 Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

820

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 29 (1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan perceraian. (2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka. (3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan. Pasal 30 Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya. Pasal 31 (1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Pasal 32 Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru bardasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. Pasal 33 Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

821

Pasal 34 (1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka. (2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibatakibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 35 (1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu. (2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda dengan daerah hukum Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/telah dikukuhkan tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari daftar Catatan perkawinan, dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta. (3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya. Pasal 36 (1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk dikukuhkan. (2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan kata-kata “dikukuhkan” dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut. 822

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterima putusan dan Pengadilan Agama, menyampaikan kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama. BAB VI PEMBATALAN PERKAWINAN Pasal 37 Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Pasal 38 (1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihakpihak yang berhak mengajukannya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri. (2) Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian. (3) Hal-hal yang berhubungan dengan panggilan, pemeriksaan pembatalan perkawinan dan putusan Pengadilan, dilakukan sesuai dengan tatacara tersebut dalam Pasal 20 sampai dengan pasal 36 Peraturan Pemerintah ini. BAB VII WAKTU TUNGGU Pasal 39 (1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut : a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari; b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

823

c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. (2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin. (3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. BAB VIII BERISTERI LEBIH DARI SEORANG Pasal 40 Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan. Pasal 41 Pengadilan kemudian memeriksa mengenai; a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah : -

bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

-

bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

-

bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan. c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan :

824

-

surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja; atau

-

surat keterangan pajak penghasilan; atau PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

-

surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.

d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu. Pasal 42 (1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan. (2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya. Pasal 43 Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang. Pasal 44 Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 45 (1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, maka : a. Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah); b. Pegawai Pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

825

Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan pelanggaran. BAB X PENUTUP Pasal 46 Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka ketentuan-ketentuan lainnya yang berhubungan dengan pengaturan tentang perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota Angkatan Bersenjata diatur lebih lanjut oleh Menteri HANKAM/ PANGAB. Pasal 47 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 48 Petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang masih dianggap perlu untuk kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, baik bersama-sama maupun dalam bidangnya masing-masing. Pasal 49 (1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975; (2) Mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, merupakan pelaksanaan secara efektif dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

826

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1975 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH LEMBARAN NEGARA TAHUN 1975 NOMOR 12

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

827

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 21 APRIL 1983 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Presiden Republik Indonesia, Menimbang

:

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 telah diatur ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia; b. bahwa Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga; c. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan perkawinan dan perceraian, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906);

828

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 *20547 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

829

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan a. Pegawai Negeri Sipil adalah 1. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1974; 2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu (a) Pegawai Bulanan di samping pensiun; (b) Pegawai Bank milik Negara; (c) Pegawai Badan Usaha milik Negara; (d) Pegawai Bank milik Daerah; (e) Pegawai Badan Usaha milik Daerah; (f) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa; b. Pejabat adalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Menteri Jaksa Agung Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; Pimpinan Bank Milik Negara; Pimpinan Badan Usaha Milik Negara; Pimpinan Bank Milik Daerah; Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah; Pasal 2

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Pasal 3 (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. (2) Permintaan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis. 830

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu. Pasal 4 (1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. (2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil. (3) Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. (4) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diajukan secara tertulis. (5) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Pasal 5 (1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis. (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud. Pasal 6 (1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

831

Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. (3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat. Pasal 7 (1) Izin untuk bercerai dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Izin untuk bercerai karena alasan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, tidak diberikan oleh Pejabat. (3) Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; b. Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat. Pasal 8 (1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya. (2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya. (3) Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya ialah setengah dari gajinya. (4) Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya. 832

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku, apabila isteri meminta cerai karena dimadu. (6) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi. Pasal 9 (1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. (2) Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. (3) Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat. Pasal 10 (1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)Pasal ini. (2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. (3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah a. ada persetujuan tertulis dari isteri; b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

833

isteri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteriisteri dan anak-anaknya. (4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila : a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3); c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Pasal 11 (1) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila : a. ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami; b. bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan c. ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. (2) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila : a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan atau bakal suaminya; b. tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau 834

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

d. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Pasal 12 Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian atau akan beristeri lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai : 1) Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. 2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II termasuk Walikota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Walikota Administratif, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri. 3) Pimpinan Bank Milik Negara kecuali Gubernur Bank Indonesia dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Menteri yang secara teknis membawahi Bank Milik Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. 4) Pimpinan Bank Milik Daerah dan pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, wajib meminta izin lebih dahulu dari Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 13 Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin tersebut. Pasal 14 Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Pejabat lain dalam lingkungannya, serendah-rendahnya Pejabat eselon IV atau yang dipersamakan dengan itu, untuk memberikan atau menolak pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, sepanjang mengenai permintaan izin yang diajukan PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

835

oleh Pegawai Negeri Sipil golongan II ke bawah atau yang dipersamakan dengan itu. Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah. (2) Setiap atasan wajib menegur apabila ia mengetahui ada Pegawai Negeri Sipil bawahan dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 17 Pegawai Negeri Sipil yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri, dan setelah ditegur atasannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 masih terus melakukannya, dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 18 Ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050), dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 19 Setiap Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya membuat dan memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing.

836

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 20 (1) Pejabat atau Pejabat lain yang ditunjuk olehnya menyampaikan salinan sah surat pemberitahuan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tembusan surat pemberian izin atau penolakan pemberiannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, kepada : a. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka I dan angka 2 huruf (a); b. Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank milik Daerah, dan Badan Usaha milik Daerah, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (b), (c), (d), dan (e); c. Bupati Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang menyangkut Pegawai Negeri Sipil dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 huruf (f). (2) Berdasarkan salinan dan tembusan surat-surat dimaksud dalam ayat (1) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pimpinan masing-masing Bank milik Negara, Badan Usaha milik Negara, Bank milik Daerah, Badan Usaha milik Daerah, serta Bupati Kepala Daerah Tingkat II, membuat dan memelihara : a. catatan perkawinan dan perceraian; b. kartu isteri/suami Pasal 21 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 22 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 23 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

837

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 21 April 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 April 1983 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, S.H.

838

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1O TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL UMUM Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun demikian hanya apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan, seorang pria dimungkinkan beristeri lebih dari seorang apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri. Pegawai Negeri Sipil adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang serasi, PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

839

sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya. Sehubungan dengan contoh dan keteladanan yang harus diberikan oleh Pegawai Negeri Sipil kepada bawahan dan masyarakat, maka kepada Pegawai Negeri Sipil dibebankan ketentuan disiplin yang tinggi.Untuk melakukan perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang dan Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari seorang yang bukan Pegawai Negeri Sipil diharuskan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat dari Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan berupa Keharusan memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat bagi perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi lembaga perkawinan dan perceraian itu sendiri. Keharusan adanya izin terlebih dahulu tersebut mengingat yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dalam Peraturan Pemerintah ini pengertian Pegawai Negeri Sipil meliputi selain Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian termasuk juga Pegawai Bulanan disamping pensiun, Pegawai Bank milik Negara, Pegawai Badan Usaha milik Negara, Pegawai Bank milik Daerah, Pegawai Badan Usaha milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, serta petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. 840

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat, wajib memberikan pertimbangan secara tertulis kepada Pejabat. Pertimbangan itu harus memuat hal- hal yang dapat digunakan oleh Pejabat dalam mengambil keputusan, apakah permintaan izin itu mempunyai dasar yang kuat atau tidak. Sebagai bahan dalam membuat pertimbangan, atasan yang bersangkutan dapat meminta keterangan dari suami/ isteri yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dipandangnya dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pada dasarnya, dalam rangka usaha merukunkan kembali isteri yang bersangkutan, Pejabat harus memanggil mereka secara langsung dan memberikan nesehat secara pribadi. Tetapi apabila tempat kedudukan Pejabat dan tempat suami/isteri yang bersangkutan berjauhan, maka Pejabat dapat memerintahkan Pejabat lain dalam lingkungannya untuk berusaha merukunkan kembali suami/isteri tersebut. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan bahwa salah satu alasan dapat terjadinya perceraian ialah salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Namun demikian, seorang Pegawai Negeri Sipil yang melakukan perceraian karena alasan isteri tertimpa musibah tersebut tidaklah PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

841

memberikan keteladanan yang baik, meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan memungkinkannya. Oleh karena itu izin untuk bercerai dengan alasan tersebut tidak diberikan. Alasan tersebut hanyalah dapat merupakan salah satu syarat alternatif yang harus disertai syarat-syarat kumulatif lainnya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk minta izin beristeri lebih dari seorang. (Lihat Pasal 1O ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 1O Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan lagi. Huruf b Yang dimaksud dengan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut keterangan dokter sukar disembuhkan. Huruf c Yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan, adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. 842

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

843

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

a. bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan; b. bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga; c. untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian itu, maka kehidupan Pegawai Negeri Sipil harus ditunjang oleh kehidupan yang serasi, sejahtera, dan bahagia, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya tidak akan banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.

844

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

d. bahwa dalam rangka usaha untuk lebih meningkatkan dan menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil serta memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil; Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (20 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3050); MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGl PEGAWAI NEGERI SIPIL Pasal 1

Mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu : 1. Mengubah ketentuan Pasal 3 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut:

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

845

Pasal 3 (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat. (2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) harus mengajukan permintaan secara tertulis; (3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya. 2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 4 (1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. (2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat. (3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis. (4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang. 3. Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai berikut: (2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristeri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.

846

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

4. Mengubah ketentuan Pasal 8 sebagai berikut : a. Diantara ayat (3) dan ayat (4) lama disisipkan satu ayat yang dijadikan ayat (4) baru, yang berbunyi sebagai berikut: (4) Pembagian gaji kepada bekas isteri tidak diberikan apabila alasan perceraian disebabkan karena isteri berzinah, dan atau isteri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau isteri menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau isteri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. b. Ketentuan ayat (4) lama selanjutnya dijadikan ketentuan ayat (5) baru. 5. Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 9 sehingga berbunyi sebagai berikut : (1) Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 6. Ketentuan Pasal 11 dihapuskan seluruhnya. 7. Ketentuan Pasal 12 lama dijadikan ketentuan Pasal 11 baru, dengan mengubah ketentuan ayat (3) sehingga berbunyi sebagai berikut : (3) Pimpinan Bank Milik Negara dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara, wajib meminta izin lebih dahulu dari Presiden. 8. Mengubah ketentuan Pasal 13 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 12 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut :

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

847

Pasal 12 Pemberian atau penolakan pemberian izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan untuk beristeri lebih dari seorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia menerima permintaan izin tersebut. 9. Ketentuan Pasal 14 lama selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 13 baru. 10. Mengubah ketentuan Pasal 15 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah. 11. Mengubah ketentuan Pasal 16 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (10) Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. (2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2), dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;

848

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.” 12. Mengubah ketentuan Pasal 17 lama dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 16 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang menolak melaksanakan ketentuan pembagian gaji sesuai dengan ketentuan Pasal 5, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 13. Sesudah Pasal 15 baru ditambah satu ketentuan baru, yang dijadikan Pasal 17 baru yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 17 (1) Tata cara penjatuhan hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Pasal 15 dan atau Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; (2) Hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan Pemerintah ini, berlaku bagi mereka yang dipersamakan sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Pasal 1 huruf a angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Pasal 18 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

849

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1990 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

850

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Djakarta, 24 Djuni 1959

Nomor

: 14/R.I./1959

Perihal

: Peraturan tentang perkawinan pedjabat2/pegawai2 RI, jang ditempatkan di perwakilan RI diluar negeri dengan bangsa asing.

Kepada Jth. Para Menteri di DJAKARTA

SURAT EDARAN PERDANA MENTERI No. 14/R.I./1959 Dengan ini saya minta dengan hormat perhatian Saudara2 untuk soal tersebut dalam pokok surat ini, jang telah diputuskan oleh Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal 23 Djuni 1959 sebagai berikut : 1. Tidak perlu didjelaskan kiranja, bahwa didalam mendjalankan tugas para pejabat/pegawai Indonesia pada Perwakilan/ Perutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia diluar negeri harus menginsjafi bahwa kewibawaan, kehormatan dan keselamatan Republik Indonesia diluar negeri sangat dipengaruhi oleh kesenian, djiwa, kepribadian dan budipekerti para pedjabat tersebut. 2. Suatu persoalan jang perlu mendapat perhatian ialah akibat2 perkawinan para pedjabat/pegawai Indonesia diluar negeri dengan seorang bangsa asing. 3. Walaupun perkawinan adalah soal pribadi semata-mata, tetapi tidak dapat disangkal pula bahwa djiwa. semangat, sikap, tingkah laku dan sebagainja dan pihak asing jang kawin dengan seorang diplomat atau pedjabat pegawai Republik Indonesia jang ditempatkan di Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.I. diluar negeri, tidak sesuai, Kalau tidak sangat merugikan Bangsa dan Negara Republik Indonesia. II. Berhubung dengan hal2 tersebut diatas, maka Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu mengadakan peraturan mengenai penempatan pedjabat/pegawai2 Indonesia di

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

851

Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia di luar negeri sebagai berikut : 1. Seorang pedjabat jang beristerikan/bersuamikan seorang jang pada waktu perkawinannja tidak berkewarganegaraan Indonesia, tidak dapat ditempatkan pada suatu Perwakilan/ Parutusan Tetap/Konsulat Republik Indonesia di luar negeri. Dengan pedjabat disini diartikan baik pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri. 2. Terhadap ketentuan pada angka 1 tersebut diatas dapat diadakan pengetjualian oleh dan atas kebidjaksanaan Menteri Luar Negeri. Pedjabat R.I diluar negeri jang ingin kawin dengan seorang bangsa asing harus mengadjukan permohonan terlebih dahulu kepada Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri untuk diketjualikan dari apa jang dimaksud dalam angka 1. Pengetjualian itu dapat diberikan berdasarkan pertimbangan Menteri Luar Negeri, apakah pedjabat jang bersangkutan perlu atau tidak dipertahankan ditilik dari lapangan pakerdjaannja dan alasan2 lain jang kuat dengan tjatatan, bahwa diberikan dengan pertimbangan, bahwa keputusan itu tidak akan merugikan kepentingan Bangsa dan Negara (vide angka 3). 3. Pengetjualian tarsebut tidak boleh bertentangan dengan djiwa, skepribadian dan kebudajaan Indonesia jang diharapkan dari seorang warganegara, 4. Seorang pedjabat jang diketjualikan menurut angka 2 tersebut diatas tidak dapat memegang djabatan2 sebagai berikut : a. Pemimpin (Kepala) Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R I. di luar negeri. b. Counsellor dan djabatan jang lebih tinggi. c. Kepala Kanselerai d. Sandiman. karena djabatan2 tersebut diatas dianggap sangat penting dan luas tanggung djawabnja. 5. Perkawinan jang dimaksud dalam angka 1 tersebut diatas, jang dilakukan setelah peraturan ini berlaku, mengakibatkan pembebasan pedjabat jang bersangkutan dari djabatannja sebagai pedjabat Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.I. diluar negeri dan dipanggil kembali ke Indonesia. 852

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

6. Terhadap pedjabat jang melangsungkan perkawinan termaksud dalam angka 1 tersebut diatas, sebelum berlakunja peraturan ini, dapat diadakan pengetjualian, jang harus didasarkan pada unsur djiwa, kepribadian dan Kebudajaan Indonesia seperti tersebut pada angka 3 halaman diserahkan kepada kebidjaksanaan Menteri Luar Negeri dengan tjatatan. bahwa terhadap mereka, jang tidak memenuhi unsur2 termaksud, ketentuan2 jang tertjantum dalam angka 1 s/d 5 tersebut diatas dilaksanakan dalam waktu 2 tahun sesudah berlakunja peraturan ini. 7. Peraturan ini berlaku mulai tanggal 23 Djuni 1959. II. Berhubung dengan hal-hal tersebut diatas, saja minta dengan hormat supaja Saudara2 jang menempatkan/memperbantukan pedjabat2nja pada Perwakilan/Perutusan Tetap/Konsulat R.l. diluar negeri memperhatikan ketentuan2 jang termuat dalam bab II surat edaran ini. PERDANA MENTERI, d.t.o (DJUANDA) Tembusan surat ini disampaikan kepada : 1. 2. 3. 4. a. b. c. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Ketua Mahkamah Agung, Djaksa Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan. Para Penguasa Perang Pusat: Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Kepala Kabinet Presiden, Direktur Kabinet Presiden, Direktur Kabinet Perdana Menteri, Semua Sekretaris Djenderal Kementerian, Thesaurir Djenderal pada Kementerian Keuangan, Direktur Djenderal Biro Perantjang Nagara, Kepala Kepolisian Negara, Kepala Urusan Pegawai. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

853

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.074/KP/IV/2002/01 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/ PEMBERIAN IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI DAN PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a. bahwa dipandang perlu mendelegasikan wewenang kepada pejabat dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di Luar Negeri untuk menolak atau memberikan izin melakukan perkawinan atau perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d ke bawah yang setingkat dengan itu; b. bahwa pendelegasian wewenang untuk menolak atau memberi izin melakukan perkawinan atau perceraian kepada pejabat dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri yang diatur dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/ 686/DN/X/1988 tentang Pendelegasian Wewenang mengenai Penolakan/Pemberian

854

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Luar Negeri/perwakilan RI di luar negeri perlu disesuaikan dengan Surat Edaran Bacaan Administrasi Kepegawaian Negara No. 08/SE/ 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil; c. bahwa para pejabat sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini dipandang cakap untuk menerima, pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu menetapkan Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Pendelegasian Wewenang mengenai Penolakan/Pemberian izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di Luar Negeri; Mengingat

:

1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 1. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3019), 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 169 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3890); 3. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nornor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara RI Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3050); 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

855

1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 61. Tambahan Lembaran Negara RI Nomar 3424), 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4014); 6. Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 5K 053/OT/11/2002/01 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; MEMUTUSKAN: Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG MENGENAI PENOLAKAN/PEMBERIAN IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI DAN PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI Pasal 1

Mendelegasikan wewenang kepada pejabat sebagai tersebut dalam lajur -2 lampiran keputusan ini untuk menolak alau memberikan izin perkawinan dan perceraian yang dilakukan oleh pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Madya golongan Ruang IV/d ke bawah sampai dengan Penata Muda golongan ruang III/a dan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkal I golongan ruang ll/d ke bawah sampai dengan Juru Muda golongan ruang I/a. Pasal 2 Penolakan atau pemberian izin perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah :

856

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

a. perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pria dengan isteri kedua/ketiga/keempat. b. perkawinan yang akan dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi Isteri kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 Pada saat Keputusan ini mulai berlaku. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/686/DN/X/1988 Tentang Pendelegasian Wewenang mengenai Penolakan Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Pasal 5 Keputusan ini disampaikan kepada Pejabat yang berwenang untuk diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya Diletapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 April 2002 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd N. HASSAN WIRAJUDA TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan dengan hormat kepada: 1. Kepala Badan Kepegawaian Negara,

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

857

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTER I LUAR NEGERI NOMOR SK. 074/KP/IV/2002/01 TANGGAL 12 April 2002 PEJABAT YANG MENERIMA PENDELEGASIAN WEWENANG UNTUK MENOLAK ATAU MEMBERIKAN IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI/PERWAKILAN RI Dl LUAR NEGERI

No

PEJABAT YANG MENERIMA PENDEGASIAN WEWENANG 2

KETERANGAN 3

1.

Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri

Untuk menolak atau memberikan izin perkawinan dan perceraian yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d ke bawah sampai dengan penata muda golongan ruang III/a.

2.

Kepala Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri

Untuk menolak atau memberikan izin perkawinan dan perceraian yang diajukan oleh pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d sampai dengan juru Muda golongan ruang I/a.

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, ttd N. HASSAN WIRAJUDA

858

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN NOMOR : SE/077/VII/2005/19/02 TENTANG PERIJINAN UNTUK PERKAWINAN ANTARA DIPLOMAT WANITA INDONESIA DENGAN WARGA NEGARA ASING

A. Pendahuluan 1. Bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan kepercayaan dan tuntutan agama. 2. Bahwa dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI; UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian; Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.279/OR/VIII/ 83/01 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri. 3. Bahwa dengan memperhatikan hasil rapat koordinasi antar unit kerja terkait di Departemen Luar Negeri yang terdir dari Biro Kepegawaian, Biro Hukum, Direktorat Perjanjian Sosial Budaya, Direktorat HAM, Direktorat Konsuler, Direktorat Perlindungan WNI dan BHI dan Direktorat Keamanan Diplomatik. 4. Bahwa untuk menafsirkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada dipandang perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang Perijinan untuk Perkawinan Antara Diplomat Wanita Indonesia dengan Warga Negara Asing.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

859

B. Perkawinan Antara Diplomat Wanita Dengan Warga Negara Asing Beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian ijin perkawinan seorang diplomat wanita Indonesia dengan warga negara asing, yaitu aspek keamanan, aspek hukum, aspek representing, aspek HAM dan aspek kepatutan. 1. Aspek Keamanan Tugas pokok seorang diplomat yaitu untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan Pemerintah Indonesia di negara penerima. Salah satu fungsi diplomat adalah melakukan pengamatan, analisis dan pelaporan perkembangan politik/ekonomi/sosial budaya di negara penerima yang dilakukan melalui sumber-sumber terbuka maupun rahasia. Dari fungsi ini disadari bahwa seorang diplomat pada hakikatnya melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya terbuka maupun intelijen. Sebagai diplomat harus memiliki sense of security awareness sehingga dalam setiap tindakannya dan termasuk menentukan pilihan pasangan hidupnya harus memperhatikan faktor keamanan tersebut. Dalam konteks ini, seorang diplomat wanita yang menikah dengan WNA dikhawatirkan akan memiliki pandangan yang bias dalam melaksanakan fungsinya karena adanya keterikatan emosional dari pernikahan tersebut. Berdasarkan aspek keamanan serta belum diketahuinya latar belakang yang jelas dari WNA yang bersangkutan, apakah yang bersangkutan sebagai “agent” dari suatu negara atau individu yang reliable , maka sulit bagi diplomat wanita untuk melaksanakan fungsinya apabila bersuamikan seorang WNA. Di samping itu, setiap perkawinan antara diplomat WNI pun senantiasa dilakukan penelitian (security clearance) secara seksama mengenai latar belakang kehidupannya, apalagi bagi seorang WNA yang belum diketahui asal usulnya dan latar belakangnya. 2. Aspek Hukum Berdasarkan SK Menlu No. SK.279/OR/VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar PDLN ditetapkan bahwa PDLN yang hendak menikah wajib mengajukan permohonan izin 860

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

terlebih dahulu kepada Menteri Luar Negeri dengan menyertakan keterangan lengkap tentang calon istri/suami untuk menjadi bahan perimbangan dalam pemberian ijin menikah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat mengakibatkan seorang diplomat dicabut kedudukannya sebagai PDLN. Ketentuan di atas ditafsirkan bahwa Menlu memiliki kewenangan penuh dalam memberikan ijin persetujuan atau penolakan bagi permohonan perkawinan seorang diplomat. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia menetapkan bahwa seorang wanita WNA yang kawin dengan pria WNI, maka wanita itu dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari perkawinannya. Namun sebaliknya, seorang wanita WNI yang kawin dengan pria WNA, maka akibat dari perkawinan itu tidak dapat menjadikan pria WNA tersebut menjadi WNI. Apabila pria WNA tersebut ingin menjadi WNI maka pria WNA tersebut harus memenuhi persyaratan kewarganegaraan (naturalisasi) yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat 2 UU Nomor 62 Tahun 1958, yang mensyaratkan antara lain seorang WNA harus bertempat tinggal sekurangkurangnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. Di samping itu, berdasarkan Kepmenlu Nomor SK. 089/PK/V/95/01 Tahun 1995 dan UU Nomor 9 Tahun 1992 diatur bahwa paspor diplomatik dan paspor biasa hanya diberikan kepada warga negara Indonesia. Dari uraian di atas sulit bagi diplomat wanita Indonesia untuk menikah dengan WNA karena proses naturalisasinya memakan waktu yang cukup lama dan tidak dapat diberikan proses diplomatik. 3. Aspek Presenting Merupakan salah satu tugas utama seorang diplomat untuk menampilkan citra budaya dan kebhinekatunggalikaan secara menyeluruh dan utuh dengan memegang teguh nilai-nilai adat istiadat Indonesia sebagai jati diri diplomat Indonesia. Dikhawatirkan perkawinan diplomat wanita Indonesia dengan seorang WNA tidak dapat mempromosikan citra budaya dan nilai-nilai adat Indonesia seutuhnya dalam mengemban misi diplomatik. Di sisi lain, peranan istri dan suami diplomat sangat diperlukan dalam membantu misi Perwakilan untuk mempromosikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat Indonesia di luar negeri. PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

861

4. Aspek HAM Perkawinan adalah hak asasi dari setiap orang. Namun demikian, hak itu dibatasi oleh ketentuan hukum. Deplu tidak melarang diplomatnya untuk menikah dengan pilihannya sepanjang memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam kaitan dengan HAM diakui adanya asas universal dan asa particularity. Seorang diplomat harus taat dan patuh pada ketentuan hukum, dan juga karena kedudukannya sebagai wakil negara dan bangsa di negara penerima, maka dalam menentukan pilihan pasangan hidupn ya terdapat batasanbatasan khusus yang semata-mata diperlukan untuk kepentingan dinas dan misi diplomatik. Batasan-batasan inilah yang merupakan sifat particularity dari HAM yang berlaku bagi setiap diplomat Indonesia. Untuk jabatan atau posisi tertentu di Indonesia (TNI, Polri dan Diplomat) memeRIukan persyaratan khusus yang berbeda posisinya dengan Pegawai Negeri Sipil lainnya. Penentuan ketentuan khusus bagi seorang diplomat/Pejabat Indonesia tidak dapat dikatakan melanggar HAM karena adanya sifat particularity. 5. Aspek Kepatutan Seorang diplomat merupakan warga negara pilihan yang diberi kedudukan dan kepercayaan (distinguished) untuk mewakili kepentingan nasional Indonesia di negara penerima. Berdasarkan aspek kepatutan dan kedudukan seorang diplomat inilah, maka seyogyanya seorang diplomat wanita yang merupakan wakil bangsa, negara dan pemerintah Indonesia dianjurkan untuk tidak menikah dengan seorang WNA agar dapat tampil secara utuh dan menyeluruh. Dengan demikian perlu di discourage setiap keinginan diplomat wanita Indonesia untuk menikah dengan seorang WNA. 6. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka dalam hal perijinan untuk perkawinan antara Diplomat Wanita Indonesia dengan Warga Negara Asing perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Atas pertimbangan aspek keamanan, aspek hukum, aspek representing, aspek HAM dan aspek kepatutan, setiap perkawinan antara diplomat wanita dengan warga

862

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

negara asing tidak dapat diberikan persetujuan, kecuali pada saat perkawinannya pria WNA tersebut telah menjadi WNI. b. Departemen Luar Negeri tidak melarang diplomat wanita Indonesia kawin dengan WNA namun dengan segala resiko dan konsekuensi sanksi kedinasan yang harus ditanggung oleh diplomat wanita bersangkutan. c. Seorang diplomat pada hakikatnya mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat strategis dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Atas dasar ini, diplomat harus memiliki sense of security awareness yang tinggi, termasuk dalam hal-hal yang bersifat pribadi seperti menentukan pilihan pasangan untuk menikah dengan seorang warga negara asing. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 08 Juli 2005 A.n. Menteri Luar Negeri Sekretaris Jenderal ttd SUDJANAN PARNOHADININGRAT

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

863

864

XIV CUTI PEGAWAI

865

866

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal : 23 DESEMBER 1976 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa ketentuan-ketentuan mengenai cuti Pegawai Negeri Sipil yang sekarang berlaku, diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan dan materinya ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, oleh sebab itu perlu disederhanakan dan disempurnakan; b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur kembali tentang cuti Pegawai Negeri Sipil. Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

CUTI PEGAWAI

867

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan cuti Pegawai Negeri Sipil, selanjutnya disingkat dengan cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu. Pasal 2 (1) Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah : a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya; c. Kepala Perwakilan Republik Indonesia bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungan kekuasaannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya. BAB II CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL Bagian Pertama Jenis Cuti Pasal 3 Cuti terdiri dari : a. cuti tahunan; b. cuti besar; 868

CUTI PEGAWAI

c. cuti sakit; d. cuti bersalin; c. cuti karena alasan penting; dan f.

cuti di luar tanggungan Negara. Bagian Kedua Cuti Tahunan Pasal 4

(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekarang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan. (2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja. (3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja. (4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti. (5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti. Pasal 5 Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari. Pasal 6 (1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. (2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturutturut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.

CUTI PEGAWAI

869

Pasal 7 (1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak. (2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Pasal 8 Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan. Bagian Ketiga Cuti Besar

(1)

(2) (3)

(4)

Pasal 9 Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti besar yang lamanya 3 (tiga) bulan. Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan. Untuk mendapatkan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti. Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 10 Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama. Pasal 11 Cuti besar dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak.

870

CUTI PEGAWAI

Pasal 12 Selama menjalankan cuti besar, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh. Bagian Keempat Cuti Sakit Pasal 13 Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. Pasal 14 (1) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus memberitahukan kepada atasannya. (2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter. (3) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu. (5) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. (6) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

CUTI PEGAWAI

871

(7) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. (8) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandung berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan. (2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan. Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya. Pasal 17 Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasalpasal 14 sampai dengan 16, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh. Pasal 18 (1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 14 sampai dengan 16, kecuali yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.

872

CUTI PEGAWAI

(2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian. Bagian Kelima Cuti Bersalin Pasal 19 (1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin. (2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan Negara. (3) Lamanya cuti-cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan (2) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan. Pasal 20 (1) Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti. (2) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti. Pasal 21 Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan menerima penghasilan penuh. Bagian Keenam Cuti Karena Alasan Penting Pasal 22 Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena : a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;

CUTI PEGAWAI

873

b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengurus hakhak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu; c. melangsungkan perkawinan yang pertama; d. alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden. Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting. (2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan. Pasal 24 (1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti. (2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti. (3) Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting. (4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus segera diberitahukan kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang memberikan izin sementara. (5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) memberikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Pasal 25 Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh. 874

CUTI PEGAWAI

Bagian Ketujuh Cuti Di Luar Tanggungan Negara Pasal 26 (1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasanalasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara. (2) Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan-paling lama 3 (tiga) tahun. (3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya. Pasal 27 (1) Cuti di luar tanggungan Negara mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). (2) Jabatan yang menjadi lowong karena, pemberian cuti di luar tanggungan Negara dengan segera dapat diisi. Pasal 28 (1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-alasannya. (2) Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 29 (1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara. CUTI PEGAWAI

875

(2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil. Pasal 30 Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 31 Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, maka : a. apabila ada lowongan ditempatkan kembali; b. apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain; c. apabila penempatan yang dimaksud dalam huruf b tidak mungkin, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kedelapan Lain-lain Pasal 32 (1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar, dan cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. (2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1), maka jangka waktu cuti yang belum dijalankan itu tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

876

CUTI PEGAWAI

Pasal 33 Segala macam cuti yang akan dijalankan di luar Negeri, hanya dapat diberikan oleh pejabat-pejabat sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kecuali cuti besar yang digunakan untuk menjalankan kewajiban agama. Pasal 34 Dalam hal Pemerintah menganggap perlu, segala macam cuti Pegawai Negeri Sipil dapat ditangguhkan. Pasal 35 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 36 Ketentuan-ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37 Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB IV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 38 (1) Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Negara diatur dalam peraturan tersendiri. (2) Cuti Jaksa Agung dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dijabat oleh bukan Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam peraturan tersendiri. CUTI PEGAWAI

877

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi : a. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1951 tentang Istirahat Karena Hamil (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 142); b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 379); c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1953 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 404); d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1954 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1953 tentang Pemberian Istirahat Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 39); e. Bijblad Nomor 13448 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Bijblad Nomor 13994 (Pemberian Cuti Di Luar Tanggungan Negara); Pasal 40 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Desember 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO 878

CUTI PEGAWAI

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 23 Desember 1976 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH.

CUTI PEGAWAI

879

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PENJELASAN UMUM Sebagaimana diketahui, bahwa dewasa ini Cuti Pegawai Negeri Sipil diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam rangka usaha menyederhanakan dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, dipandang perlu mengatur cuti Pegawai Negeri Sipil dalam satu Peraturan Pemerintah. Dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani, maka kepada Pegawai Negeri Sipil setelah bekerja selama jangka waktu tertentu perlu diberikan cuti. Cuti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali cuti di luar tanggungan Negara, adalah hak Pegawai Negeri Sipil, oleh sebab itu pelaksanaan cuti hanya dapat ditunda dalam jangka waktu tertentu apabila kepentingan dinas mendesak. Cuti di luar tanggungan Negara bukan hak Pegawai Negeri Sipil. Cuti di luar tanggungan Negara dapat diberikan untuk kepentingan pribadi yang mendesak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil wanita untuk mengikuti suaminya yang ditugaskan di luar negeri. Setiap pimpinan haruslah mengatur pemberian cuti sedemikian rupa sehingga tetap terjamin kelacaran pelaksanaan pekerjaan. Menurut perhitungan, pemberian cuti dalam waktu yang sama sebanyak 5% (lima persen) dari jumlah kekuatan masih dapat tetap menjamin kelancaran pekerjaan. Pegawai Negeri Sipil yang hendak menggunakan hak cutinya wajib mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui hierarki, kecuali cuti sakit yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1). Untuk mendapatkan cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan cukup memberitahukan kepada atasannya langsung. Segala macam cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Cuti

880

CUTI PEGAWAI

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurusi kepegawaian. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cuti Pegawai Negeri Sipil hendaknyalah diberikan tepat pada waktunya. Untuk memungkinkan hal ini, maka pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kekuasaannya masing-masing hendaknya didelegasikan sejauh mungkin kepada pejabat-pejabat sampai satuan organisasi bawahan, umpamanya pemberian cuti tahunan, cuti sakit yang tidak lebih dari 14 (empat belas) hari, cuti sakit dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajiban, cuti bersalin, dan cuti karena alasan penting hendaknya didelegasikan sejauh mungkin sampai kepada pejabat yang terbawah. Pendelegasian wewenang untuk memberikan cuti sakit yang lebih dari 14 (empat belas) hari dan cuti besar dapat dibatasi sampai tingkat pejabat tertentu, umpamanya sampai dengan pimpinan instansi vertikal tingkat Propinsi. Pemberian cuti di luar tanggungan Negara, dilakukan sendiri oleh para pejabat yang dimaksud dalam ayat (1), tidak dapat didelegasikan. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Yang berhak mendapat cuti tahunan adalah Pegawai Negeri Sipil, termasuk calon Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus. CUTI PEGAWAI

881

Yang dimaksud dengan bekerja secara terus-menerus adalah bekerja dengan tidak terputus karena menjalankan cuti di luar tanggungan Negara atau karena diberhentikan dari jabatan dengan menerima uang tunggu. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cuti tahunan hanya dapat ditangguhkan pelaksanaannya apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya karena ada pekerjaan yang mendesak yang harus segera diselesaikan. Penangguhan ini tidak boleh lebih lama dari 1 (satu) tahun. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Pegawai Negeri Sipil yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi, baik yang mengajar pada sekolah/perguruan tinggi Negeri maupun yang dipekerjakan/ diperbantukan untuk mengajar pada sekolah/perguruan tinggi swasta yang mendapat liburan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku, tidak berhak atas cuti tahunan. Pasal 9 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja secara terus menerus setiap 6 (enam) tahun berhak atas cuti besar, umpamanya seorang diangkat menjadi calon Pegawai Negeri Sipil 1 April 1970. Pada tanggal 1 April 1971 ia

882

CUTI PEGAWAI

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pada tanggal 1 April 1976, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti besar. Cuti besar yang tidak diambil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tepat pada waktunya, dapat diambil pada tahun-tahun berikutnya. tetapi keteRIambatan pengambilan cuti besar itu tidak dapat diperhitungkan untuk pengambilan cuti besar yang berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah berhak atas cuti besar pada tanggal 1 April 1975, tetapi karena sesuatu sebab cuti besar itu baru diambilnya pada tanggal 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan baru berhak atas cuti besar yang berikutnya pada 1 April 1983. Ayat (2) sampai dengan Ayat (4) Cukup jelas Pasal 10 Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya menunaikan ibadah haji. Pasal 11 Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pemberian cuti besar dapat ditangguhkan untuk paling lama 2 (dua) tahun, dengan ketentuan, bahwa selama masa penangguhan itu diperhitungkan sebagai hak untuk mendapatkan cuti besar berikutnya. Umpamanya seorang Pegawai Negeri Sipil telah berhak atas cuti besar pada 1 April 1975, tetapi karena ada tugas kedinasan yang mendesak, maka pelaksanaan cuti besar itu ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti selama 2 (dua) tahun, oleh sebab itu cuti besar tersebut baru diberikan 1 April 1977. Dalam hal yang sedemikian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berhak atas cuti besar berikutnya pada 1 April 1981. Pasal 12 Yang dimaksud dengan penghasilan penuh adalah gaji pokok dan penghasilan lain yang berhak diterimanya berdasarkan

CUTI PEGAWAI

883

peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali tunjangan jabatan pimpinan. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Apabila Pegawai Negeri Sipil sakit yang tidak lebih dari 2 (dua) hari, cukup memberitahukan kepada atasannya langsung secara tertulis atau dengan lisan. Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari tetapi tidak lebih dari 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui hierarki dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter swasta. Ayat (3) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan secara tertulis untuk mendapatkan cuti sakit kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit yang lebih dari 14 (empat belas) hari tidak dapat diberikan atas dasar surat keterangan dokter swasta. Ayat (4) sampai dengan Ayat (8) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cuti sakit yang dimaksud dalam Pasal ini adalah cuti sakit yang tidak terbatas waktunya. 884

CUTI PEGAWAI

Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan pertimbangan waktu yang diperlukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, tetapi tidak boleh lama lebih dari 2 (dua) bulan. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas CUTI PEGAWAI

885

Ayat (3) Dalam hal yang mendesak, izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting dapat diberikan oleh pejabat yang tertinggi di tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja. Umpamanya : Seorang Kepala instansi vertikal di Propinsi mendapat berita bahwa ibunya meninggal dunia di tempat lain. Pejabat yang berwenang memberikan cuti terhadap Kepala instansi vertikal itu adalah Direktur Jenderal dari Departemennya. Dalam hal ini maka Gubernur Kepala Daerah dapat memberikan izin sementara kepada Kepala instansi vertikal tersebut untuk menjalankan cuti karena alasan penting. Ayat (4) Izin sementara untuk menjalankan cuti karena alasan penting yang telah diberikan oleh pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (3), wajib diberitahukan dengan segera kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti. Ayat (5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti, berdasarkan pemberitahuan yang disampaikan oleh pejabat sebagai dimaksud dalam ayat (4), berikan cuti karena alasan penting kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara resmi. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil karena ada alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak, umpamanya Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengikuti suaminya yang bertugas di luar negeri.

886

CUTI PEGAWAI

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Pemberian cuti di luar tanggungan Negara tidak dapat didelegasikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebagai dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 29 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak berhak menerima penghasilan, dari Negara, terhitung mulai bulan berikutnya ia menjalankan cuti di luar tanggungan Negara itu, dan segala fasilitas yang diperolehnya harus dikembalikan kepada instansi tempat ia bekerja. Ayat (2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai masa kerja untuk perhitungan pensiun, maupun sebagai masa kerja untuk kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan lain-lain. Pasal 30 Apabila masa menjalankan cuti di luar tanggungan Negara habis, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak melaporkan diri kembali kepada instansinya, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian ini dilakukan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil. CUTI PEGAWAI

887

Pasal 31 sampai dengan Pasal 40 Cukup jelas.

888

CUTI PEGAWAI

Jakarta, 25 Pebruari 1977

Kepada Yth. 1. Semua Menteri yang memimpin Departemen 2. Jaksa Agung 3. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. 4. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. 5. Semua Kepala Perwakilan RI di luar negeri. 6. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. 7. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. di

T E M P A T.

SURAT-EDARAN NOMOR : 01/SE/1977 TENTANG PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

I

PENDAHULUAN

1.

UMUM a. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 teniang Pokokpokok Kepegawaian Pasal 8, terdapat ketentuan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti. Tujuan cuti adalah dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani Pegawai Negeri Sipil.

CUTI PEGAWAI

889

b. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 8 tersebut, maka telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil. c.

2.

Untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya, maka dipandang perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang petunjuk-petunjuk teknis permintaan dan pemberian cuti Pegawai Negeri Sipil.

DASAR a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3093). c. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1984 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Organisasi Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

3.

TU J U A N Surat Edaran ini adalah sebagai pedoman bagi pejabat yang bersangkutan dalam menetapkan pemberian cuti bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya masing-masing.

II. PEJABAT YANG BERWENANG MEMBERIKAN CUTI 1.

Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah : a. Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara bagi Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. b. Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masingmasing. c. Kepala Perwakilan RI bagi Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan pada Perwakilan RI di luar negeri.

890

CUTI PEGAWAI

2.

Dengan tidak mengurangi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, berwenang memberikan cuti kepada Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya masing-masing, kecuali cuti di luar tanggungan negara dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dipekerjakan atau diperbantukan pada Daerah Otonom. CATATAN Cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976, bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dipekerjakan atau diperbantukan pada Daerah Otonom hanya dapat diberikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan.

3.

Pejabat yang berwenang memberikan cuti yang dimaksud di atas, dengan surat keputusan dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat bawahannya untuk memberikan cuti Pegawai Negeri Sipil, kecuali cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976. Pemberian cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 yaitu cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan keempat dan seterusnya, dapat didelegasikan.

4.

Untuk menjamin kelancaran pemberian cuti, maka pendelegasian wewenang pemberian cuti yang dimaksud di atas hendaknya dapat diberikan sampai kepada pimpinan satuan organisasi yang terendah.

5.

Cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud dalam Pasai 26 hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti yang dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976.

6.

Contoh surat keputusan pendelegasian wewenang tentang pemberian cuti adalah sebagai tersebut dalam lampiran I Surat Edaran ini.

III. PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI 1.

JENIS CUTI Cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

CUTI PEGAWAI

891

a. Cuti Tahunan. b. Cuti Besar. c. Cuti Sakit. d. Cuti Bersalin. e. Cuti Karena Alasan Penting, f. 2.

Cuti di luar tanggungan Negara.

CUTI TAHUNAN a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 1 (satu) tahun secara terus-menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja dan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja. b. Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Umpamanya: Seorang Pegawai Negeri Sipil dalam tahun 1976 tidak mengajukan permintaan cuti tahunan. Yang bersangkutan barulah dalam tahun 1977 mengajukan permintaan cuti tahunan, untuk tahun 1976 dan tahun 1977. Dalam hal ini maka pejabat yang berwenang memberikan cuti hanya dapat memberikan cuti tahunan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selama 18 (delapan belas) hari kerja. Pegawai Negeri Sipil tersebut barulah berhak meminta cuti tahunan yang berikutnya pada tahun 1978. c.

Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjaian. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil dalam tahun 1976 dan tahun 1977 tidak mengajukan permintaan cuti tahunan. Yang bersangkutan barulah dalam tahun 1978 mengajukan permintaan cuti tahunan,

892

CUTI PEGAWAI

untuk tahun 1976, 1977, dan tahun 1978. Dalam hal ini pejabat yang berwenang memberikan cuti hanya dapat memberikan cuti tahunan kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selama 24 (dua puluh empat) hari kerja. Pegawai Negeri Sipil tersebut barulah berhak meminta cuti tahunan yang berikutnya pada tahun 1979. d. Cuti tahunan yang tidak diambil secara penuh dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil yang dalam tahun 1976 mengambil cuti tahunan selama 3 (tiga) hari kerja. Dalam tahun 1977 ia mengajukan permintaan culi tahunan untuk 1977 dan sisa cuti tahunan tahun 1976. Dalam hal ini pejabat yang berwenang memberikan cuti hanya dapat memberikan cuti tahunan kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut selama 18 (delapan belas) hari kerja. e. Cuti tahunan yang tidak diambil secara penuh dalam beberapa tahun, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. f.

Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari termasuk hari libur. Ketentuan ini tidak berlaku bagi cuti tahunan yang diambil kurang dari 12 (dua belas) hari kerja.

g. Cuti tahunan yang ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti dapat diambil oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan. h. Pegawai Negeri Sipil yang telah berhak atas cuti tahunan dan bermaksud akan mengambil cuti tahunan tersebut,

CUTI PEGAWAI

893

harus mengajukan permintaan cuti tahunan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran II Surat Edaran ini. i.

3.

Cuti tahunan diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran III Surat Edaran ini.

CUTI BESAR a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 6 (enam) tahun secara terus menerus berhak atas cuti besar selama 3 (tiga) bulan termasuk cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan. Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja secara terus menerus sejak tahun 1971. Pada tanggal 25 Maret 1980 ia mengajukan permintaan cuti besar. Pada tanggal 1 April 1980 pejabat yang berwenang memberikan cuti, memberikan cuti besar pada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai 1 April 1980 termasuk didalamnya cuti tahunan untuk tahun 1980. Dalam hal yang sedemikian maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan : 1. Tidak berhak lagi atas cuti tahunan untuk tahun 1980. 2. Cuti besar berikutnya dapat diambil setelah 1 April 1986.

b. Apabila kepentingan dinas mendesak, maka pelaksanaan cuti besar dapat ditangguhkan unluk paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal yang sedemikian, maka selama waktu penangguhan itu dihitung penuh untuk perhitungan hak atas cuti besar berikutnya. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja secara terus menerus sejak tahun 1972. Dari bulan Mei tahun 1979 ia mengajukan permintaan cuti besar, tetapi oleh karena 894

CUTI PEGAWAI

kepentingan dinas mendesak, pemberian cuti besar itu ditangguhkan selama 2 (dua) tahun sehingga baru bulan Mei tahun 1981 cuti itu diberikan. Dalam hal ini perhitungan atas cuti besar berikutnya bukan terhitung sejak bulan Mei tahun 1981, tetapi terhitung bulan Mei tahun 1979. c. Perhitungan atas hak cuti besar bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, dihitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan aktif kembaii menjalankan tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Umpamanya : Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja secara terus menerus sejak tahun 1972. Dalam tahun 1978 ia menjalankan cuti besar. Pada bulan Mei 1981 Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan cuti di luar tanggungan Negara sampai dengan bulan Maret 1984. Dalam hal yang sedemikian perhitungan atas hak cuti besar berikutnya bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dihitung mulai bulan Maret 1984. d. Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, umpamanya menunaikan ibadah haji. e. Pegawai Negeri Sipil yang mengambil cuti besar kurang dari 3 (tiga) bulan, maka sisa cuti besar yang menjadi haknya hapus. Umpamanya :

Seorang Pegawai Negeri Sipil telah bekerja secara terus menerus sejak 2 Januari 1974. Dalam tahun 1980 ia meminta cuti besar. Karena sesuatu pertimbangan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan hanya meminta cuti besar selama 2 (dua) bulan. Dalam hal yang sedemikian maka hak atas sisa cuti besar selama 1 (satu) bulan tersebut menjadi hapus,

f. Pegawai Negeri Sipil yang telah berhak atas cuti besar dan bermaksud akan mengambil cuti besar tersebut, wajib CUTI PEGAWAI

895

mengajukan permintaan cuti besar secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran IV Surat Edaran ini. g. Cuti besar diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran V Surat Edaran ini. 4.

CUTI SAKIT a. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. b. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 memberitahukannya kepada atasannya balk secara tertulis pesan dengan perantara orang lain. c. Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter swasta. d. Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari harus mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter, baik dokter Pemerintah maupun dokter swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit tersebut diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang perlu berdasarkan surat keterangan dokter Pemerintah atau dokter swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. e. Pegawai Negeri Sipil yang telah menderita sakit selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan belum sembuh dari penyakitnya, harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan : (1) Belum sembuh dari penyakitnya tetapi ada harapan untuk bekerja kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya

896

CUTI PEGAWAI

karena sakit dengan mendapat uang tunggu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Belum sembuh dari penyakitnya dan tidak ada harapan lagi untuk dapat bekerja kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. f.

Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit untuk paling lama 11/2 (satu setengah) bulan.

g. Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas kewajibannya yang rnengakibatkan Pegawai Negeri Sipil tersebut perlu mendapatkan perawatan. berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh dari penyakitnya. h. Untuk mendapatkan cuti sakit, kecuali cuti sakit yang jangka waktunya tidak lebih dari 2 (dua) hari. Pegawai Negeri Sipii yang bersangkutan harus mengajukan permintaan cuti sakit secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran hirarkhi menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VI Surat Edaran ini. i.

5.

Cuti sakit, kecuali cuti sakit yang jangka waktunya tidak lebih dari 2 (dua) hari, diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VII Surat Edaran ini.

CUTI BERSALIN a. Untuk persalinan pertama, kedua, dan ketiga, Pegawai Negeri Sipil wanita berhak atas cuti bersalin. Persalinan pertama yang dimaksud adalah persalinan pertama sejak yang bersangkutan menjadi Pegawai Negeri Sipil. b. Untuk persalinan yang keempat dan seterusnya, kepada Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan. c. Lamanya cuti bersaiin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan. Apabila ada seorang Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengambll cuti bersalin 2

CUTI PEGAWAI

897

(dua) minggu sebelum persalinan, maka haknya sesudah persalinan tetap 2 (dua) bulan. d. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan bersalin untuk keempat kalinya dan seterusnya, apabila menjelang persalinan tersebut mempunyai hak atas cuti besar, dapat menggunakan cuti besar tersebut sebagai cuti persalinan. e. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan bersalin harus mengajukan permintaan cuti bersalin secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti melalui saluran hirarkhi, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran VIII Surat Edaran ini. f. Cuti bersalin diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam : (1) Lampiran IX Surat Edaran ini bagi cuti persalinan yang pertama, kedua, dan ketiga. (2) Lampiran X Surat Edaran ini bagi cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan. g. Pegawai Negeri Sipil wanita yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan, dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti diaktifkan kembali dalam jabatan semula menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XI Surat Edaran ini. 6.

CUTI KARENA ALASAN PENTING a. Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting untuk paling lama 2 (dua) bulan. Lamanya cuti karena alasan penting, hendaknya ditetapkan sedemikian rupa, sehingga benar-benar hanya untuk waktu yang diperlukan saja. b. Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan cuti kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti secara tertulis dengan menyebut alasanalasannya, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XII Surat Edaran ini.

898

CUTI PEGAWAI

c. Cuti karena alasan penting diberikan oleh pejabat yang berwenang membenkan cuti secara tertulis menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIII Surat Edaran ini. d. Dalam hal yang mendesak, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat mengajukan permintaan izin sementara kepada Kepala Pemerintah setempat (Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala daerah Tingkat II, atau Camat). e. Kepala Pemerintah setempat dapat memberikan izin sementara kepada Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam wilayah kekuasaannya untuk menjalankan cuti karena alasan penting, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XIV Surat Edaran ini. f.

7.

Apabila Kepala Pemerintah setempat memberikan izin sementara kepada seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menjalankan cuti karena alasan penting, maka ia memberitahukan tentang pemberian izin sementara itu kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan cara mengirimkan tembusan surat izin sementara itu.

CUTI Dl LUAR TANGGUNGAN NEGARA a.

Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurangkurangnya 5 (lima) tahun secara terus-menerus, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak, umpamanya mengikuti suami yang bertugas di luar negeri, dapat diberikan cuti di luar tanggungan Negara untuk paling lama 3 (tiga) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.

b. Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasanalasannya menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XV Surat Edaran ini. c. Cuti di luar tanggungan Negara bukan hak oleh sebab itu permintaan cuti diluar tanggungan Negara dapat dikabulkan

CUTI PEGAWAI

899

atau ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, satu dan lain hal tergantung atas pertimbangan pejabat yang bersangkutan yang didasarkan untuk kepentingan dinas. d. Cuti di luar tanggungan Negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 Pasal 2 ayat (1) setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Contoh surat keputusan yang dimaksud adalah sebagai tersebut dalam lampiran XVI Surat Edaran ini. e. Untuk mendapatkan persetujuan Kepala Bagian Administrasi Kepegawaian Negara, maka pejabat yang berwenang memberikan cuti mengajukan permintaan persetujuan, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVII Surat Edaran ini dan dibuat dalam rangkap 4 (empat) yaitu untuk : (1) Instansi yang bersangkutan. (2) Kepala Kantor Perbendaharaan Negara/Kepala Kas Daerah yang bersangkutan. (3) Deputi Tata Usaha Kepegawaian Badan Administrasi Kepegawaian Negara. (4) Deputi Pembinaan Badan Administrasi Kepegawaian Negara. f.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti di luar tanggungan Negara dibebaskan dari jabatannya, dan jabatan yang lowong itu dengan segera dapat diisi.

g. Selama menjalankan cuti di luar tanggungan Negara, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil. h. Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan cuti di luar tanggungan Negara untuk paling lama 3 (tiga) tahun tetapi ia ingin memperpanjangnya, maka ia harus mengajukan permintaan perjanjian cuti di luar tanggungan Negara, disertai dengan alasan-alasannya menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XVIII Surat Edaran ini.

900

CUTI PEGAWAI

i.

Permintaan perpanjangan cuti di luar tanggungan Negara harus sudah diajukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum cuti di luar tanggungan negara berakhir.

j.

Permintaan perpanjangan cuti di luar tanggung Negara dapat dikabulkan dan dapat pula ditolak, satu dan lain hal tergantung atas pertimbangan pejabat yang berwenang memberikan cuti di luar tanggungan Negara.

k. Perpanjangan cuti di luar tanggungan Negara diberikan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti di luar tanggungan Negara, setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian. Contoh surat keputusan perpanjangan cuti tersebut adalah sebagai tersebut dalam lampiran XIX Surat Edaran ini. I. Untuk mendapatkan persetujuan perpanjangan cuti di luar tanggungan Negara yang dimaksud di atas, maka pejabat yang berwenang memberikan cuti mengajukan permintaan persetujuan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XX Surat Edaran ini. m. Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara wajib melaporkan diri secara tertulis kepada pimpinan instansi induknya menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXI Surat Edaran ini. n. Pimpinan instansi induk yang telah menerima laporan dari Pegawai Negeri Sipil yang telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara berkewajiban : (1) Menempatkan dan mempekerjakannya kembali apabila ada lowongan. (2) Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi induk melaporkannya kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk kemungkinan disalurkan penempatannya pada instansi lain, menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXII Surat Edaran ini. (3) Apabila penempatan yang dimaksud di atas tidak mungkin, maka Kepala Badan Administrasi Kepegawaian negara memberitahukan kepada instansi induk. Atas dasar pemberitahuan ini, maka pimpinan instansi induk memberhentikan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan

CUTI PEGAWAI

901

dari jabatannya karena kelebihan dengan hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. o. Penempatan kembali Pegawai Negeri Sipil yang selesai menjalankan cuti di luar tanggungan Negara dilakukan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Contoh surat keputusan penempatan kembali adalah sebagai tersebut dalam lampiran XXIII surat Edaran ini. p. Penempatan kembali yang dimaksud diatas barulah dapat dilakukan setelah ada persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Untuk mendapatkan persetujuan tersebut, maka pejabat yang berwenang memberikan cuti mengajukan permintaan persetujuan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXIV Surat Edaran ini. q. Khusus bagi cuti diluar tanggungan Negara untuk persalinan keempat dan seterusnya, berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (1) Permintaan cuti tersebut tidak dapat ditolak. (2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti tersebut tidak dibebaskan dari jabatannya, atau dengan kata lain, jabatannya tidak boleh diisi orang lain. (3) Cuti tersebut tidak memerlukan persetujuan dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. (4) Lamanya cuti tersebut adalah sama dengan lamanya cuti bersalin. (5) Selama menjalankan cuti tersebut tidak menerima penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja. IV. LAIN-LAIN 1.

902

Wewenang pemberian segala macam cuti yang akan dijalankan di luar negeri, kecuali cuti besar yang akan digunakan untuk menjalankan kewajiban agama tidak boleh didelegasikan.

CUTI PEGAWAI

2.

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan, maka pemberian cuti dalam waktu yang sama, hanya dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti sebanyakbanyaknya 5 % (lima persen) dari jumlah kekuatan pegawai yang ada dalam lingkungannya.

3.

Apabila kepentingan dinas mendesak, Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan cuti tahunan, cuti besar dan cuti karena alasan penting dapat dipanggil kembali bekerja dan sisa jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

4.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti, kecuali cuti di luar Negara menerima penghasilan penuh

5.

Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan cuti besar tidak berhak menerima tunjangan jabatan. Tunjangan jabatan lersebut dipotong langsung oleh pimpinan yang bersangkutan dan kemudian disetorkankan kembali kepada Kas Negara.

6.

Cuti sakit, cuti bersalin, cuti di luar tanggungan Negara untuk persalinan yang keempat dan seterusnya, dan cuti karena alasan penting bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar, dapat diberikan oleh rektor/pimpinan sekolah tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan melaksanakan tugas belajar.

7.

Cuti Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Pimpinan Lembaga Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen diatur dalam peraturan tersendiri.

8.

Jangka waktu cuti besar tidak dapat disambung dengan jangka waktu cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan/ pelaksanaannya ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang, sehingga dengan demikian jangka waktu cuti besar paling lama 3 (tiga) bulan.

V.

PENCATATAN PEMBERIAN DAN PENANGGUHAN CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

1.

Dalam rangka ketertiban tata usaha Kepegawaian pemberian dan penangguhan cuti Pegawai Negeri Sipil harus dicatat.

2.

Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan

CUTI PEGAWAI

903

Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian selanjutnya. 3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan.

VI PERALIHAN 1.

Pegawai Negeri Sipil yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

2.

Semua hak-hak kepegawaian dari Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud di atas sebagai yang ditentukan dalam peraturan lama, supaya disesuaikan kepada hak-hak kepegawaian yang timbul akibat Peraturan Pemerintah ini dengan ketentuan supaya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberikan hakhak yang lebih menguntungkan.

VII.PENUTUP 1.

Hal-hal pelaksanaan teknis yang belum cukup diatur dalam Surat Edaran ini akan diatur kemudian.

2.

Apabila dijumpai kesulitan dalam melaksanakan Surat Edaran ini, diharap agar dengan segera menghubungi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara untuk mendapatkan penyelesaian selanjutnya.

3.

Harap maksud Surat Edaran ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya oleh pejabat yang berkepentingan

KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA ttd AE. MANIHURUK

904

CUTI PEGAWAI

TEMBUSAN Surat Edaran ini disampaikan dengan hormat kepada : 1. Bapak Presiden, sebagai laporan. 2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur negara sebagai laporan. 3. Menteri/Sekretaris Negara, sebagai laporan. 4. Semua Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Insektur Jenderal, dan Kepala Badan/Pusat. 5. Semua Kepala Kantor Wilayah Departeman Pendidikan Instalansi Vertikal. 6. Semua Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Anggaran Depatemen Keuangan. 7. Semua Kepala Kantor Perbendaharaan negara dan semua Kepala Kas Daerah. 8. Semua Camat di seluruh Indonesia. 9. Pertinggal.

CUTI PEGAWAI

905

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR-SK. 53/OR/V/84/01 TAHUN 1984 TENTANG CUTI PEJABAT PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA Dl LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: a. bahwa peraturan-peraturan tentang Pemberian Istirahat/Cuti di Luar Negeri sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil yang berlaku; b. bahwa berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan kembali Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Cuti Pejabat Perwakilan RI di Luar Negeri.

Mengingat

: 1. Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil. MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI RI TENTANG CUTI PEJABAT PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA Dl LUAR NEGERI.

906

CUTI PEGAWAI

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Yang dimaksud dengan “Cuti Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri”, selanjutnya dalam Keputusan ini disebut “Cuti” adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan oleh dinas dalam jangka waktu tertentu. (2) Yang dimaksud “Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri”, Selanjutnya dalam Keputusan ini disebut “Pejabat Perwakilan” adalah para Pegawai Negeri Sipil/Militer yang ditempatkan pada Perwakilan RI di iuar negeri. Pasal 2 Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah : a. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia bagi Kepala Perwakilan Diplornatik RI dan Kepala Perwakilan Konsuler RI yang tidak berada di bawah Perwakilan Diplomatik; b. Kepala Pewakilan yang bersangkutan bagi staf Perwakilan lainnya. BAB II CUTI PEJABAT PERWAKILAN Bagian Pertama Jenis Cuti Pasal 3 Cuti terdiri dari : a. b. c. d. e.

cuti tahunan; cuti sakit; cuti bersalin; cuti karena alasan penting dan; cuti di luar tanggungan negara.

CUTI PEGAWAI

907

Bagian Kedua Cuti Tahunan Pasal 4 (1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun secara terus menerus di Perwakilan berhak atas cuti tahunan. (2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja. (3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang kurang dari 3 (tiga) hari kerja. (4) Untuk mendapatkan cuti Tahunan Pejabat Perwakilan yang bersangkutan mengajukan permohonan secara tertulis. (5) Seiama menjalankan cuti tahunan Pejabat Perwakilan yang bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh. Pasal 5 Cuti tahunan yang akan dilakukan di luar wilayah kerja dengan jarak lebih dan 1000 kilo meter, jangka waktu cutinya dapat ditambah selama-lamanya 7 (Tujuh) hari. Pasal 6 (1) Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selama-lamanya 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. (2) Cuti tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturuturut dapat diambil dalam tahun berikutnya untuk selamalamanya 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Pasal 7 (1) Cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat seperti dalam pasal 2 selama-lamanya 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak. (2) Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 908

CUTI PEGAWAI

(dua puluh empat) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Pasal 8 Cuti tahunan sedapat mungkin disesuaikan dengan kepentingan dinas, sehingga tidak akan mengganggu kelancaran tugas Perwakilan. Pasal 9 (1) Para Pejabat Sandi yang ditempatkan pada Perwakilan RI diberikan cuti sekali dalam 2 (dua) tahun selama 24 (dua puluh empat) hari kerja. (2) Ketentuan dalam pasal 5 berlaku pula bagi para Pejabat Sandi. (3) Cuti Pejabat Sandi baru dapat diambil setelah berkerja di Perwakilan RI sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun. Pasal 10 Cuti akhir jabatan Pejabat Sandi dapat diambil sesudah habis masa dinasnya di Perwakilan RI dan mendapat tunjangan penghidupan penuh setelah serah terima dengan penggantinya. Bagian Ketiga Cuti Sakit Pasal 11 Setiap Pejabat Perwakilan yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. Pasal 12 (1) Pejabat Perwakilan yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan harus memberitahukan kepada atasannya. (2) Pejabat Perwakilan yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa Pejabat Perwakilan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat

CUTI PEGAWAI

909

(3)

(4) (5)

(6)

(7)

(8)

seperti tersebut dalam pasal 2, dengan melampirkan surat keterangan dokter. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat ditambah paling lama 1 (satu) bulan berdasarkan surat keierangan dokter. Cuti sakit lebih dari 1 (satu) bulan hanya dapat diberikan dengan persetujuan Menteri Luar Negeri. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat ditambah paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Menteri Luar Negeri. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dapat diambil selama-lamanya 6 (enam) bulan dengan persetujuan Menteri Luar Negeri. Pejabat Perwakilan yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau syat (6) harus diuji kesehatannya oleh dokter yang ditunjuk oleh Kepala Perwakilan. Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan sebagaimana dimaksud dalaml ayat (7) Pejabat Perwakiian yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya maka ia ditempatkan kembali ke Jakarta. Pasal 13

(1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang mengalami gugur kandung berhak atas sakit untuk selama-lamanya 1,5 (satu setengah) bulan. (2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan surat keterangan dokter. Pasal 14 Pejabat Perwakilan yang mengalami kecelakaan dalam menjalankan tugasnya dan perlu mendapai perawatan, berhak atas cuti sakit sampai sernbuh.

910

CUTI PEGAWAI

Pasal 15 Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan 14, Pejabat Perwakilan yang bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh, Pasal 16 (1) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan 14 kecuali yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) diberikan secara tertulis (2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus kepegawaian di Perwakilan RI setempat. Bagian Keempat Cuti Bersalin Pasal 17 (1) Pejabat Wanita di Perwakilan yang hendak bersalin dapat diberikan cuti bersalin selama-lamanya 3 (tiga) bulan, (2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya kepada Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkulan diberikan cuti di luar tanggungan negara selama-lamanya 3 (tiga) bulan. Pasal 16 Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pejabat Wanita di Perwakilan harus mengajukan permohonan tertulis. Pasal 19 Seiama menjalankan cuti bersalin Pejabat Wanita di Perwakilan yang bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh. Bagian Kelima Cuti Karena Alasan Penting Pasal 20 Cuti karena alasan penting adalah cuti karena :

CUTI PEGAWAI

911

a. ibu, bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit keras atau meninggal dunia. b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku Pejabat Perwakilan yang bersangkutan harus mengurus hakhak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia, c. melangsungkan perkawinan yang pertama; d. menjalankan kewajiban keagarnaan. Pasal 21 (1) Pejabat Perwakilan berhak alas cuti karena alasan penting. (2) Cuti karena alasan penting dapat diberikan kepada Pejabat Perwakilan selama-lamanya 1 (satu) bulan termasuk waktu pulang pergi dari dan ke tempat kedudukan Pejabat Perwakilan yang bersangkutan. (3) Waktu 1 (satu) bulan tersebut dalam ayal (2) dapat diperpanjang dengan 14 (ernpat belas) hari seizin Menteri Luar Negeri. Pasal 22 Cuti karena alasan penting harus diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasannya kepada Menteri Luar Negeri melalui Kepala Perwakilan. Pasal 23 (1) Dalam hal yang mendesak maka Kepala Perwakilan RI diberi hak untuk memberikan cuti karena alasan penting selamalamanya 14 (empat belas) hari, (2) Keputusan seperti tersebut dalam ayat (1) harus segera dilaporkan oleh Perwakilan RI kepada Menteri Luar Negeri. (3) Apabila Menteri Luar Negen tidak membenarkan cuti seperti tersebut dalam ayat (1) maka cuti itu diperhitungkan sebagai cuti tahunan Pejabat Perwakilan bersangkutan. Pasal 24 Selama menjalankan cuti karena alasan penting Pejabat Perwakian yang bersangkutan menerima tunjangan penghidupan penuh. 912

CUTI PEGAWAI

Bagian Keenam Cuti di Luar Tanggungan Negara Pasal 25 (1) Pejabat Perwakilan yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 tahun Departemen Luar Negeri secara terus menerus dan di Perwakilan sekurang-kurangnya 2 tahun, karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. (2) Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk selamalamanya 1 (satu) tahun. (3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang selama-lamanya 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya. Pasal 26 Cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan Pejabat Perwakilan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2). Pasal 27 (1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat Perwakilan yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Luar Negeri. (2) Cuti di luar tanggungan negara, hanya dapat diberikan dengan Keputusan Menteri Luar Negeri Pasal 28 (1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, Pejabat Perwakilan yang bersangkutan tidak berhak menerima tunjangan penghidupan. (2) Cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja.

CUTI PEGAWAI

913

Pasal 29 Pejabat Perwakilan yang tidak melaporkan diri kembali ke Perwakilan yang bersangkutan setelah habis masa menjalankan cuti di luar tanggungan negara diberhentikan dengan hormat baik sebagai Pejabat Perwakilan rnaupun sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bagian Ketujuh Lain-lain Pasal 30 (1) Pejabat Perwakilan yang sedang menjalankan cuti tahunan dan cuti karena alasan penting dapat dipanggil kembali bekerja apabiia kepentingan dinas mendesak. (2) Dalam hal terjadi sebagai dimaksud dalam ayat (1) jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak Pejabat Perwakilan yang bersangkutan. Pasal 31 Dalam hal Menteri Luar Negeri RI menganggap perlu, segala macam cuti Pejabat Perwakilan dapat ditangguhkan. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 Pejabat Perwakilan yang pada saat berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, sedang menjalankan cuti berdasarkan peraturan lama, dianggap menjalankan cuti berdasarkan Keputusan Menteri Luar Negeri ini. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini, maka Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/35/PLN/65 tanggal 16 914

CUTI PEGAWAI

Januari 1965 mengenai peraturan tentang istirahat/cuti di luar negeri dan Pedoman Pengambilan Cuti Khusus bagi Sandiman di Luar Negeri No. Cr.IV/0718.SANDI.59 tanggal 17 September 1958 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 34 Keputusan Menteri Luar Negeri ini, mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 1 Mei 1984 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

CUTI PEGAWAI

915

916

XV PEMBATASAN KEGIATAN PNS

917

918

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM USAHA SWASTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa dalam rangka lebih meningkatkan daya guna Pegawai Negeri untuk menyelenggarakan tugastugas umum pemerintahan maupun tugas-tugas pembangunan, dipandang perlu untuk membatasi kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha-usaha Swasta.

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 263; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2312). MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM USAHA SWASTA.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

919

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a.

Pegawai Negeri adalah : 1. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Nomor 2312), yakni: -

Pegawai Negeri Sipil Pusat;

-

Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

-

Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan/dipekerjakan pada Daerah Otonom atau Instansi lain;

-

Pegawai Daerah Otonom;

-

Pegawai Perusahaan Jawatan (PERJAN);

-

Pegawai Perusahaan Umum (PERUM);

-

Pegawai Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan Undang-undang;

-

Pegawai Bank Milik Negara.

2. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri, yakni :

b.

-

Pegawai Perusahaan Perseroan (PERSERO);

-

Pegawai Perseroan Terbatas (PT) Milik Negara yang belum digolongkan ke dalam salah satu Usaha Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1069 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2891) tentang bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2905);

-

Pegawai Perusahaan Daerah;

“Penjabat” adalah Pegawai Negeri dan Penjabat bukan Pegawai Negeri yang : 1. Di tingkat Pusat menduduki jabatan Eselon III ke atas;

920

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

2. Di tingkat Daerah menduduki jabatan; -

Camat dan Mantri Pagar/Praja;

-

Di tingkat Kabupaten/Kotamadya : Bupati/Walikota dan jabatan Eselon II ke atas, baik dari Jawatan Otonom maupun Jawatan Pusat;

-

Di tingkat Propinsi : Gubernur dan jabatan Eselon II ke atas, baik dari Jawatan Otonom maupun Jawatan Pusat.

3. Di lingkungan PERJAN, PERUM, PERSERO, Perusahaan Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan Undang-undang, Bank Milik Negara dan Perusahaan Daerah, Bank Milik Negara dan Perusahaan Daerah, menduduki jabatan yang tingkatnya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri bersangkutan yang membawahinya; c.

“Pejabat Yang Berwenang” adalah Pejabat yang berhak mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d.

“Perusahaan Swasta” adalah badan usaha atau badan hukum yang bergerak di bidang usaha yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; yang bukan milik Negara;

e.

“Kegiatan Usaha Dagang” adalah kegiatan membeli dan menjual kembali barang dan atau jasa dengan tujuan mencari keuntungan serta tidak berbentuk “Perusahaan Swasta”, termasuk menjadi perantara dari kegiatan tersebut. BAB II PEMBATASAN BERUSAHA Pasal 2

(1) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS -1968 ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas, Penjabat, serta isteri dari : -

pejabat Eselon I dan yang setingkat baik di Pusat maupun di Daerah;

-

Perwira Tinggi ABRI;

-

pejabat-pejabat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga yang bersangkutan dilarang : PEMBATASAN KEGIATAN PNS

921

a. memiliki seluruh atau sebagian Perusahaan Swasta; b. memimpin, duduk sebagai anggota pengurus atau pengawas suatu perusahaan Swasta; c. melakukan kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan. (2) Larangan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak berlaku untuk : a. pemilikan saham suatu perusahaan sepanjang jumlah dan sifat pemilikan itu tidak sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; b. melakukan pekerjaan Swasta yang mempunyai fungsi Sosial ialah : -

praktek Dokter, Bidan;

-

mengajar sebagai Guru;

-

lain-lain pekerjaan yang serupa yang ditetapkan oleh Presiden.

c. isteri yang menerima pekerjaan atau bekerja sebagai pegawai pada Swasta atau perusahaan milik Negara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan/jabatan suaminya; d. hal-hal khusus dengan izin Presiden. Untuk melakukan kegiatan tersebut ad-b dan c ayat (2) ini, yang bersangkutan harus mendapatkan izin tertulis dri Penjabat Yang Berwenang. (3) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/d PGPS -1968 ke bawah, anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah serta isteri dari Pegawai Negeri, anggota ABRI dan pejabat yang tidak termasuk ketentuan tersebut ayat (1) Pasal ini, wajib mendapat izin tertulis dari Penjabat Yang Berwenang apabila memiliki Perusahaan Swasta atau melakukan kegiatan seperti tersebut dalam ayat (1) ad b dan c Pasal ini. Pasal 3 (1) Pegawai Negeri Sipil dan anggota ABRI serta Penjabat hanya dapat bekerja pada Perusahaan milik Negara atau Perusahaan Swasta milik Instansi resmi yang mempunyai tujuan serta, fungsi sosial baik sebagai pemimpin, pengurus, pengawas atau pegawai 922

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

biasa, atas dasar penugasan dari Penjabat Yang Berwenang dan diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku. (2) Penugasan dalam Perusahaan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak dibenarkan untuk dirangkap dengan jabatan di Pemerintahan, kecuali untuk penugasan sebagai Pengawas dalam Perusahaan. BAB III PEMBATASAN DUDUK DALAM USAHA SOSIAL Pasal 4 (1) Pegawai Negeri Sipil golongan ruang IV/a PGPS -1968 ke atas, anggota ABRI berpangkat Letnan II ke atas dan Penjabat dilarang duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan Sosial, apabila untuk itu ia menerima upah/gaji/ honorarium atau keuntungan materiil/ finansiil lainnya. (2) Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan Penjabat tersebut pada ayat (1) pasal ini yang duduk dalam Badan Sosial tanpa menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan materiil/ finansiil lainnya, harus memperoleh izin tertulis dari Penjabat Yang Berwenang. (3) Isteri dari mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini, yang duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan Sosial, harus memperoleh persetujuan dari Penjabat Yang Berwenang pada Departemen/Lembaga Negara/lnstansi tempat bekerja suaminya apabila untuk itu ia menerima upah/ gaji/honorarium atau keuntungan materiil/ finansiil lainnya. (4) Pegawai Negeri Sipil golongan njang lll/d POPS -1968 ke bawah, dan anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan I ke bawah harus memperoleh izin dari Penjabat Yang Berwenang apabila duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan Sosial serta apabila untuk itu ia menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan materiil/finansiil lainnya. Pasal 5 (1) Penjabat Yang Berwenang dapat menolak permintaan izin atau persetujuan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ad b dan c, Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini, apabila pemberian izin atau persetujuan itu akan mengakibatkan PEMBATASAN KEGIATAN PNS

923

ketidaklancaran pelaksanaan tugas dari yang bersangkutan, atau dapat merusak nama baik instansinya. (2) Izin atau persetujuan diberikan untuk suatu jangka waktu selama-lamanya dua tahun, yang dapat diperpanjang setiap kali untuk dua tahun, izin atau persetujuan tersebut dapat dicabut, apabila pemberian izin itu, ternyata mengakibatkan hambatan-hambatan pelaksanaan tugas yang bersangkutan di instansinya. BAB IV SANKSI Pasal 6 (1) Terhadap Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI atau Penjabat yang melanggar ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini, diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Setiap Pimpinan dari instansi sipil atau ABRI berkewajiban mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dan mengambil tindakan berdasarkan wewenangnya atas pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya. (3) Terhadap Pimpinan dari instansi yang tidak melakukan kewajibannya seperti yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, diambil tindakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 7 (1) Mereka yang tersebut pada ayat (1) Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini melakukan usaha atau hal seperti yang disebutkan pada ayat (1) pasa! 2 Peraturan Pemerintah ini, harus menghentikan segala kegiatannya atau mengalihkan kepada pihak ketiga serta melaporkan penghentian kegiatan atau pengalihan tersebut 924

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

kepada Penjabat Yang Berwenang, selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 1974. (2) Mereka yang tersebut pada ayat (3) pasal 2 Peraturan Pemerintah ini melakukan usaha atau hal seperti yang disebutkan pada ayat (3) pasal 2 Peraturan Pemerintah ini wajib meminta izin dari Pejabat Yang Berwenang dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. (3) Apabila mereka yang tersebut dalam ayat (2) Pasat ini, tidak mendapat izin yang diperlukan untuk itu dari Penjabat Yang Berwenang, maka ia harus menghentikan kegiatan dan mengalihkannya kepada pihak ketiga serta melaporkannya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditolaknya permintaan izin. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Ketentuan-ketentuan pembatasan seperti dimaksud dalam Pasal 2, 3 dan 4 Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri dan anggota ABRI bukan Penjabat yang berbeda dalam keadaan : a.

masa persiapan pensiun/sedang menjalankan cuti besar menjelang pensiun;

b.

diberhentikan sementara;

c.

menerima uang tunggu. Pasal 9

Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 tentang Penghasilan dan Usaha Pegawai Negeri dalam Lapangan Partikulir (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 17; Tambahan Lembaran Negara Nomor 203) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1952 mengenai Penghasilan dan Usaha Pegawai Negeri dalam lapangan Partikulir (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 17; Tambahan Lembaran Negara Nomor 962), dinyatakan tidak berlaku lagi.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

925

Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Maret 1974, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1974 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd SUDHARMONO, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1974 NOMOR 8

926

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

bahwa untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakan Pegawai Negeri Sipil serta untuk menjamin sikap netral Pegawai Negeri Sipil terhadap semua partai politik dipandang perlu mengatur Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota partai politik;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), PEMBATASAN KEGIATAN PNS

927

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPeraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 1). MEMUTUSKAN : Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK. Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1.

Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud datam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

2.

Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan atau memberhentikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2

Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pasal 3 Dalam kedudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pegawai Negeri Sipil harus bersikap netral dan menghindari penggunaan fasilitas negara untuk golongan tertentu.

928

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 4 Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 5 Guna menjamin sikap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pasal 4, Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 6 Pegawai Negeri Sipil berhak menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum. Pasal 7 (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota dan atau pengurus partai politik pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dianggap telah melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya. (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus melaporkan kepada pejabat yang berwenang. (3) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud datam ayat (2) berlaku ketentuan pasal 8 ayat (1). (4) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) yang tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, apabila dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2) tidak melaporkan kepada pejabat yang berwenang berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (3).

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

929

Pasal 8 (1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik diberhentikan dari jabatan negeri dan diberikan uang tunggu sebesar gaji pokok terakhir (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik kepada pejabat yang berwenang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak yang bersangkutan secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. (3) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 9 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dari jabatan negeri karena keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik, dapat diaktifkan kembali dalam jabatan negeri apabila ia melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya. (2) Pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara resmi menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Pasal 10 Ketentuan teknik yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 11 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil Dalam Partai Politik dan Golongan Karya dan segala ketentuan pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang bertentangan dengan peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.

930

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Januari 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 11 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo. S.H

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

931

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPILYANG MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

UMUM Sebagaimana diketahui dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian ditentukan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan. Agar Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi masyarakat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus mempunyai kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengarahkan segala daya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna. Untuk lebih meningkatkan pembinaan, keutuhan dan kekompakan serta dalam rangka usaha menjamin kesetiaan dan ketaatan penuh seluruh Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pernerintah, perlu dipupuk dan kembangkan jiwa korp yang bulat di kalangan Pegawai Negeri Sipil. Berhubung dengan ini, agar Pegawai Negeri Sipil dapat bersikap netral dan tidak memihak kepada partai politik serta tidak terlibat dalarn kegiatan politik praktis, maka Pegawai Negeri sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik harus diberhentikan dari 932

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

jabatan negeri. Dengan demikian Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan secara bardaya guna dan berhasil guna. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Pegawai Negen Sipil sebagai warga negara tetap mempunyai hak untuk memilih dan hak dipilih dalam pemilihan umum. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik dan diberhentikan dari jabatan negeri tidak kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

933

Apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan pada saat diberhentikan dari jabatan negeri atau pada masa menjalin uang tunggu telah berusia 56 tahun atau lebih dan mempunyai masa kerja pensiun sekurangkurangnya 10 tahun, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun. Uang tunggu tersebut diberikan untuk paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali paling lama 1 (satu) tahun, dan tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun. Apabila setelah habis menjalani masa uang tunggu Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum berusia 50 tahun tetapi memiliki masa kerja pensiun 20 tahun atau lebih. Maka Pegawai Negeri sipil tersebut diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun pada saat mencapai usia 50 tahun atau lebih. Sedangkan apabila memiliki masa kerja pensiun kurang dari 20 tahun meskipun telah berusia 50 tahun atau lebih tetapi belum berusia 56 tahun maka Pegawai Negeri Sipil tersebut diberhentikan dengan hormat tanpa hak pensiun. Pegawai Negeri sipil, yang meninggal dunia setelah habis menjalani masa menerima uang tunggu dan memiliki masa kerja pensiun 20 tahun atau lebih, dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan kepada janda/dudanya diberikan pensiun janda/duda. Ayat (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui saluran hirarkhi. Keharusan melaporkan keanggotaan dan atau kepengurusan dalam partai politik adalah untuk keperluan penyelesaian administrast kepegawaian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Ayat (3) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil tidak melaporkan atau menyampaikan laporan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, maka yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa mendapat hak-hak kepegawaian. 934

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3801

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

935

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

:

Bahwa untuk menampung aspirasi yang berkembang di Dewan Perwakilan Rakyat dipandang perlu untuk mengubah ketentuan Pasal 7, 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999.

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/ Duda Pegawai (Lembaga Negara Tahun 1969 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2906); 3. Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 Tambahan Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Lembaran Negara Nomor 3041); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pernberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

936

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Pernerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 1); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3801); MEMUTUSKAN Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK. Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 7, 8 dan pasal 9 Peraturan Pernerintah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai beriku : Pasal 7 (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi anggota dan atau pengurus Partai Politik pada saat Peraturan Pemerintah ini ditetapkan maka keanggotaan dan atau kepengurusan yang bersangkutan harus secara otomatis. (2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1), apabila tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus mengajukan permohonan melalui atasan langsung dan apabila diizinkan maka yang bersangkutan melepaskan jabatan negeri. (3) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang melepaskan jabatan negeri berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (1). (4) Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tetap menjadi anggota dan atau pengurus partai politik,

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

937

apabila dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2) tidak mengajukan permohonan melalui atasan langsung berlaku ketentuan Pasal 8 ayat (2). Pasal 8 (1) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik diberhentikan dari jabatan negeri dan diberikan uang tunggu sebesar gaji pokok terakhir selama satu tahun. (2) Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan permohonan untuk menjadi anggota dan atau pengurus dalam partai politik, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 9 (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah diberhentikan dari jabatan negeri karena keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik, dapat diaktifkan kembali dalam jabatan negeri apabila ia melepaskan keanggotaan dan atau kepengurusannya. (2) Pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) berakhir. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditelapkan di Jakarta Pada tanggal 29 Januari 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

938

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 20 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II ttd Edy Sudibyo. S.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

939

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1974 TENTANG BEBERAPA PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM RANGKA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN KESEDERHANAAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a. bahwa pengeluaran dan penggunaan uang Negara oleh setiap unsur aparatur Negara haruslah berdasarkan atau kepentingan dan tujuan yang tepat, hemat dan dapat dipertanggungjawabkan; b. bahwa untuk memberikan arah agar segala kemampuan dalam Pembangunan dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien maka dipandang perlu mengeluarkan Keputusan Presiden yang menggariskan patokan-patokan umum bagi tingkah laku pegawai negeri untuk melaksanakan pola hidup sederhana.

Mengingat

:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.

940

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

MEMUTUSKAN : Menetapkan

:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG BEBERAPA PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM RANGKA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN KESEDERHANAAN HIDUP.

BAB I PENERIMAAN/PELAYANAN TAMU YANG BERKUNJUNG KE DAERAH Pasal 1 (1) Instansi-instansi Pemerintah Pusat maupun Daerah serta Pejabat-pejabatnya dilarang memberikan pelayanan yang berlebih-lebihan kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang berkunjung ke daerahnya, baik dalam rangka tugas rutin maupun tugas khusus lainnya, seperti kunjungan kerja, peresmian suatu proyek, penelitian dan lain-lain sebagainya. (2) Termasuk dalam pengertian “pelayanan yang berlebih-lebihan” yang dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah : a. penyambutan dengan penyelenggaraan resepsi, pesta-pesta atau pengawalan dan penghormatan yang melebihi ketentuan yang bertaku; b. pemberian hadiah/tanda kenang-kenangan berupa apapun, baik kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang bersangkutan, anggota rombongannya maupun isteri Pegawai Negeri dan Pejabat yang bersangkutan. BAB II PENYELENGGARAAN HARI ULANG TAHUN DEPARTEMEN, INSTANSI PEMERINTAH, PERUSAHAAN MILIK NEGARA, SATUAN ABRI DAN LAIN-LAIN Pasal 2 (1) Penyelenggaraan Hari Ulang Tahun dari Departemen, Instansi Pemerintah, Perusahaan Millik Negara, Satuan ABRI dan Badan-

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

941

badan resmi lainnya dilakukan secara sederhana dengan upacara bendera. (2) Penyelenggaraan Hari Ulang Tahun dengan acara pesta-pesta, selamatan atau acara-acara lain yang serupa dilarang. (3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI atau Pejabat dilarang memberikan hadiah berupa apapun atas biaya Negara untuk atau sehubungan dengan Hari Ulang Tahun dari Departemen, Instansi Pemerintah, Perusahaan Milik Negara, Satuan ABRI atau Badan-badan resmi lainnya, demikian juga untuk atau sehubungan dengan Hari Ulang Tahun perorangan dan badan swasta. BAB III LARANGAN PENGGUNAAN KENDARAAN DINAS MEWAH DAN BERLEBIHAN Pasal 3 (1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat Instansi Pemerintah dilarang menguasai/menggunakan kendaraan dinas yang tergolong mewah. (2) Kendaraan dinas yang digolongkan mewah adalah kendaraan yang golongan kelasnya lebih tinggi daripada yang telah dapat diassembling di Indonesia yakni sedan 3000 CC ke atas berdasarkan pada penentuan standardisasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perhubungan dan Ketua BAPPENAS. (3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat atau Instansi Pemerintah yang dewasa ini telah menguasai/menggunakan kendaraan dinas tersebut ayat (2) Pasal ini, supaya selambatlambatnya pada tanggal 1 April 1974 telah menyerahkan kendaraannya tersebut kepada Sekretariat Negara di Jakarta. Pasal 4 (1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat tidak dibenarkan menguasai/menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas. (2) Ketentuan tersebut pada ayat (1) Pasal ini berlaku juga bagi mereka yang menduduki lebih dari satu jabatan. (3) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang pada saat bertakunya Keputusan Presiden ini telah menguasai/ 942

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

menggunakan lebih dari satu kendaraan dinas, diwajibkan menyerahkan kembali kepada instansinya selambat-lambatnya pada tanggal 1 April 1974. Pasal 5 (1) Juga dilarang Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat menempati lebih dari sebuah rumah dinas. (2) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat yang bersangkutan berkewajiban menyerahkan kembali salah satu rumah dinas tersebut kepada instansinya selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 1974. BAB IV PEMBATASAN PERJALANAN LUAR NEGERI Pasal 6 Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan isterinya yang akan melakukan perjalanan luar negeri untuk kepentingan pribadi, wajib mendapat izin tertulis dari Pejabat Yang Berwenang sesuai dengan ketentuan prosedur perjalanan luar negeri yang berlaku. BAB V LARANGAN PENERIMAAN/PEMBERIAN HADIAH Pasal 7 Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang menerima hadiah atau pemberian lain serupa itu dalam bentuk apapun kecuali dari suami, isteri, anak, cucu, orang tua, nenek atau kakek dalam kesempatan-kesempatan tertentu, seperti ulang tahun, tahun baru, lebaran, natal dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa, kecuali apabila adat belum memungkinkan. Pasal 8 Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang menerima hadiah atau pemberian lain-lain serupa itu dalam bentuk apapun dan dari siapapun juga dalam kesempatan-kesempatan lain di luar yang tersebut dalam Pasal 7 Keputusan Presiden ini, apabila ia mengetahui PEMBATASAN KEGIATAN PNS

943

atau patut dapat menduga, bahwa pihak yang memberi mempunyai maksud yang bersangkut-paut atau mungkin bersangkut-paut langsung dan tidak langsung dengan jabatannya atau pekerjaannya. Pasal 9 (1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang memberikan hadiah atau pemberian lain yang serupa itu atas biaya negara. (2) Termasuk dalam pengertian pemberian lain yang serupa dalam ayat (1) Pasal ini, adalah : a. mengirim karangan bunga; b. mengadakan selamatan; c. memasang iklan ucapan selamat. BAB VI LARANGAN MEMASUKI TEMPAT-TEMPAT UMUM TERTENTU Pasal 10 (1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dilarang memasuki tempat-tempat umum seperti : a. tempat perjudian; b. klab malam (night club); c. pemandian uap (stimbath) dan lain-lain tempat serupa itu yang dapat mencemarkan kehormatan dan martabat Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat. (2) Larangan tersebut ayat (1) Pasal ini berlaku juga bagi isteri Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat. (3) Ketentuan tersebut ayat (1) Pasal ini tidak berlaku bagi Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat dalam rangka pelaksanaan tugasnya yang dilakukan atas perintah tertulis dari Pejabat yang berwenang.

944

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

BAB VII PENYELENGGARAAN PERAYAAN YANG BERSIFAT PRIBADI Pasal 11 (1) Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pejabat, apabila menyelenggarakan pesta atau merayakan peringatan yang bersifat pribadi seperti perkawinan, ulang tahun, khitanan dan lain-lain peringatan yang serupa itu, agar menyelenggara-kannya secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan. (2) Termasuk pengertian “berlebih-lebihan” dalam ayat (1) Pasal ini, adalah : a. penyelenggaraan upacara/acara lebih dari 2 (dua) kali b. penyelenggaraan upacara/acara yang dikunjungi lebih dari 250 pasang undangan. BAB VIII KETENTUAN PELAKSANAAN Pasal 12 Setiap Pimpinan Departemen, Instansi Pemerintah, Perusahaan milik Negara, Satuan ABRI dan Badan-badan lainnya harus berusaha agar Keputusan Presiden ini dapat terlaksana dengan jalan : a. Memberikan instruksi petunjuk pelaksanaan untuk Departemen/ Instansinya masing-masing; b. Memberikan contoh kepada Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan Instansi bawahannya untuk mentaati Keputusan Presiden ini; c. Mengadakan pengawasan sebaik-baiknya serta mengambil tindakan yang diperlukan terhadap mereka yang tidak mengindahkan ketentuan ketentuan dalam Keputusan Presiden ini. Pasal 13 Sanksi-sanksi yang dapat digunakan untuk menegakkan terlaksananya Keputusan Presiden ini adalah : PEMBATASAN KEGIATAN PNS

945

a. Hukuman Jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 tentang Hukuman Jabatan; b. Hukuman pidana berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan hukuman pidana lain berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 (1) Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri, Anggota ABRI, Pejabat dan Pejabat Yang Berwenang dalam Keputusan Presiden ini adalah sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta. (2) Yang dimaksud dengan Instansi Pemerintah juga termasuk Perusahaan-perusahaan milik Negara dan Perusahaan Daerah. Pasal 15 Keputusan Presiden ini berlaku mulai tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Maret 1974 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI

946

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

INSTRUKSI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 519/BU/III/79/01 TENTANG PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN LUAR NEGERI Dl BIDANG USAHA SWASTA DALAM RANGKA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN KESEDERHANAAN HIDUP MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA. Menimbang

:

a. bahwa demi terciptanya aparat Negara yang lebih bersih, berwibawa, Jujur, berdayaguna dan berhasil guna serta menganut prinsip kesederhanaan hidup, Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri sebagai aparat Pemerintah harus benar-benar mematuhi berbagai peraturan perundangundangan, khususnya peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pembatasan kegiatan pegawai negeri di bidang usaha swasta dalam rangka pendayagunaan aparatur negara dan kesederhanaan hidup; b. Bahwa berhubung dengan itu perlu dikeluarkan Menteri Luar Negeri mengenai hal-hal tersebut dalam huruf a diatas.

Mengingat

:

1. Undang-undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. 2. Peraturan Pemerintah RI No. 6 tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

947

3. Keputusan Presiden RI No. 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, MENGINSTRUKSIKAN : PERTAMA

:

Agar semua pejabat dan pegawai dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan Perwakilan-Perwakilan RI di luar negeri mengindahkan dan melaksanakan dengan sebaikbaiknya ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam : a. Peraturan Pemerintah No 6 tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta; b. Keputusan Presiden RI No. 10 tahun 1974 tentang beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup.

KEDUA

:

1. Melarang semua Pejabat Eselon I (satu), Eselon II (dua), Eselon III (tiga) dan Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1968 dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan istriistri mereka untuk : a. memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta; b. memimpin, duduk sebagai anggota Pengurus atau Pengawas perusahaan swasta; c. melakukan Kegiatan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan. 2. Melarang semua Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1968 dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan istri-istri mereka untuk duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dalam Badan Sosial, apabila untuk itu la

948

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan materiil/finansial lainnya. 3. Larangan dimaksud dalam diktum Kedua angka 1 tidak berlaku untuk pemilikan saham suatu perusahaan, sepanjang jumlah dan sifat pemilikan itu tidak sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan. 4. Pengecualian terhadap larangan dimaksud pada angka 1 dan 2 diatas diberikan kepada : a. Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1966 yang melakukan pekerjaan swasta yang mempunyai fungsi sosial yaitu : - praktek Dokter, Bidan; - mengajar sebagai guru; - lain-lain pekerjaan yang serupa yang ditetapkan oleh Presiden. b. Istri Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam huruf a diatas yang menerima pekerjaan atau bekerja sebagai pegawai swasta atau perusahaan milik negara yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan/jabatan suaminya. c. Pegawai Negeri Golongan IV PGPS 1968 yang duduk dalam Badan Sosial tanpa menerima upah/gaji/honorarium/atau keuntungan materiil/finansiil lainnya. KETIGA

:

1. Untuk dapat melakukan pekerjaan dimaksud dalam diktum Kedua angka 4, yang bersangkutan harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dan Pejabat yang berwenang. 2. Izin tertulis dari Pejabat yang berwenang juga diperlukan bagi Pegawai Negeri Golongan III/ d PGPS 1968 kebawah serta istri mereka, apabila pegawai yang bersangkutan memiIiki perusahaan swasta atau melakukan kegiatan dalam diktum Kedua angka 1 huruf b dan c.

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

949

3. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang berhak mengangkat dan memberhentikan Pegawai Negeri menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Apabila izin yang dimaksud dalam diktum Ketiga angka 1 dan 2 ditolak, maka Pegawai yang bersangkutan harus memberhentikan kegiatan dan mengalihkan usahanya kepada pihak ketiga serta melaporkannya kepada Pejabat yang berwenang selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah ditolaknya permintaan izin. KEEMPAT

:

1. Melarang memberikan pelayanan yang berlebihan kepada pejabat-pejabat/pegawaipegawai Negeri maupun istri Pejabat/ Pegawai yang mengadakan kunjungan ke Perwakilan RI di luar negeri baik dalam rangka tugas rutin maupun tugas khusus, seperti : a. mengadakan penyambutan dengan resepsi, pesta-pesta atau penghormatan yang berlebihan sehingga melebihi ketentuan yang berlaku. b. memberikan hadiah/tanda kenangkenangan berupa apapun. 2. Melarang menyelenggarakan upacaraupacara peringatan hari ulang tahun Departemen Luar Negeri dan PerwakilanPerwakilan RI di luar negeri, termasuk upacara-upacara/acara-acara peringatan ulang tahun pesta-pesta/selamatanselamatan serupa yang bersifat pribadi dan para pejabat/pegawainya dan para anggota keluarganya yang berlebih-lebihan, seperti : a. menyelenggarakan upacara/acara peringatan hari ulang Tahun Departemen/ Perwakilan dengan mempergunakan anggaran belanja dan atau fasilitas negara;

950

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

b. menyelenggarakan upacara/acara/ pesta/selamatan dan lain-lain yang serupa dengan mengundang lebih dari 250 pasangan; c. menyelenggarakan upacara/acara peringatan/selamatan ulang tahun, perkawinan, khitanan dan lain-lain yang serupa lebih dan dua kali untuk satu peristiwa; d. menyelenggarakan upacara/acara peringatan/pesta selamatan ulang tahun perkawinan, khitanan dan lain-lain yang serupa di hotel-hotel; 3. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk : a. menguasai/memakai kendaraan dinas yang tergolong mewah (sedan 3.000 cc keatas); b. menguasai lebih dari 1 (satu) kendaraan dinas. 4. Memerintahkan Pejabat-pejabat/Pegawaipegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah terlanjur menguasai/ memakai kendaraan dinas untuk : a. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar Negeri ini menyerahkan kembali kendaraan tersebut pada angka 3 huruf a kepada Sekretariat Negara di Jakarta; b. Sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar Negeri ini menyerahkan kembali kendaraan tersebut pada angka 3 huruf b kepada Instansinya masing-masing; c. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf b berlaku juga bagi mereka yang menduduki lebih dari satu jabatan. 5. Melarang Pejabat-pejabat/Pegawai-pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

951

Negeri menguasai/menempati lebih dari 1 (satu) rumah dinas. 6. Memerintahkan Pejabat-pejabat/Pegawaipegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri yang telah Terlanjur menguasai/ menempati lebih dari 1 (satu) rumah dinas tersebut pada angka 5 baik yang berasal dari Departemen Luar Negeri maupun dari instansi Pemerintah di luar Departemen Luar Negeri, sejak berlakunya Instruksi Menteri Luar Negeri ini diwajibkan rnenyerahkan kembali rumahrumah dinas yang dimaksud kepada Instansi masing-masing. 7. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan istrinya yang akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk kepentingan pribadi dengan membebankan pada dinas. 8. Mewajibkan setiap Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri dan istrinya yang akan melakukan perjalanan keluar negeri, untuk mendapatkan izin tertulis dari Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai perjalanan keluar negeri. 9. Melarang setiap Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri menerima hadiah atau pemberian lain serupa itu dalam bentuk apapun dan dari siapapun apabila diketahui atau patut diduga bahwa pihak yang memberi, mempunyai maksud yang bersangkut-paut langsung atau tidak langsung dengan jabatan atau pekerjaannya. 10. Dikecualikan dari larangan dimaksud dalam diktum kedua angka 9 hadiah atau pemberian dari suami/istri, anak, cucu, orang tua, nenek/ kakek dalam kesempatan-kesempatan tertentu seperti ulang tahun, tahun baru, natal dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa. 11. Melarang Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri 952

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

memberikan hadiah atau pemberian lain yang serupa itu atas biaya negara seperti : a. mengirim bunga; b. mengadakan selamatan; c. memasang iklan ucapan selamat. 12. Melarang Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri termasuk istri-istri mereka memasuki tempat-tempat hiburan seperti: a. tempat perjudian; b. klab malam (nightclub); c. tempat pemandian uap/panti-panti pijat (stim-bath/massage) dan lain-lain tempat yang serupa yang dapat mencemarkan kehormatan martabat Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri. 13. Larangan tersebut pada angka 12 huruf a, b dan tidak berlaku bagi Pejabat/Pegawai Negeri dalam lingkungan Departemen Luar Negeri apabila dilakukan dalam rangka pelaksanaan Tugasnya atas perintah tertulis dari Pejabat yang berwenang. KELIMA

:

Kepada mereka yang tidak mentaati ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam instruksi ini, akan dikenakan hukuman jabatan dan tindakan administratif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KEENAM

:

Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para Direktur Jenderal, Sekretaris Umum Sekretariat Nasional ASEAN dan Kepala Badan LITBANG dalam lingkungan Departemen Luar Negeri serta para Kepala Perwakilan RI di luar negeri supaya melakukan tindak lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan yang efektif dari instruksi ini.

KETUJUH

:

Kepala Perwakilan RI di luar negeri dalam melaksanakan Instruksi ini hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut PEMBATASAN KEGIATAN PNS

953

diatas dan menyesuaikannya dengan keadaan setempat, mengingat kepentingan pelaksanaan Tugas-tugas Perwakilan. KEDELAPAN

:

Pengawasan terhadap pelaksanaan Instruksi ini, ditugaskan kepada Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri dengan kewajiban menyampaikan laporan secara berkala atau sewaktu-waktu, kepada Menteri Luar Negeri.

KESEMBILAN :

Instruksi Menteri Luar Negeri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

SALINAN

Instruksi ini disampaikan kepada :

:

1.

Yth. Bapak Presiden RI (sebagai laporan);

2.

Yth. Menteri/Sekretaris Negara;

3.

Yth. Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara;

4.

Yth. Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup;

5.

Yth Menteri Kehakiman;

6.

Yth. Sekjen, irjen, semua Dirjen, Sekretaris Umum Sekretariat Nasional ASEAN dan Kepala Badan LITBANG DEPLU;

7.

Yth. Para Kepala Perwakilan RI di luar negeri. Ditetapkan di : J A K A RTA Pada tanggal : 20 Maret 1979 MENTERI LUAR NEGERI ttd

(PROF. DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA)

954

PEMBATASAN KEGIATAN PNS

XVI HAK KEPPRI

955

956

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a. bahwa selama ini hak keuangan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh belum diatur dengan peraturan perundang undangan; b. bahwa untuk menjamin kepastian hukumn, hak keuangan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945; 2. Undang undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041). MEMUTUSKAN :

menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA. HAK KEPPRI

957

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan 1. Duta Besar Luar Biasa, dan Berkuasa Penuh (Duta Besar LBBP) adalah Pejabat Negara Eksekutif yang diangkat oleh Presiden yang mewakili Negara dan Kepala Negara Republik Indonesia di satu negara tertentu atau lebih atau pada organisasi internasional. 2. Dasar pensiun adalah gaji pokok terakhir berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. 3. Tewas adalah : a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya; c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; atau d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu. BAB II GAJI POKOK DAN TUNJANGAN Pasal 2 (1) Duta Besar LBBP diberikan gaji pokok setiap bulan. (2) Besarnya gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah Rp. 2.250.000,-(dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).

958

HAK KEPPRI

Pasal 3 (1) Selain gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, kepada Duta Besar LBBP diberikan : a. tunjangan jabatan; b. tunjangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil; c. tunjangan lainnya. Tunjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. BAB III BIAYA PERJALANAN, RUMAH JABATAN DAN KENDARAAN DINAS Pasal 4 Duta Besar LBBP yang melakukan perjalanan dinas diberikan biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 5 (1) Kepada Duta Besar LBBP disediakan sebuah rumah jabatan milik negara dengan perlengkapannya dan sebuah kendaraan dengan pengemudinya. (2) Biaya pemeliharaan rumah jabatan dan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh Negara. BAB IV PERAWATAN TUNJANGAN CACAT, UANG DUKA DAN BIAYA PEMAKAMAN Pasal 6 Duta Besar LBBP yang mengalami kecelakaan dan/atau menderita sakit karena dinas diberikan pengobatan, perawatan dan/atau rehabilitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.

HAK KEPPRI

959

Pasal 7 (1) Duta besar LBBP yang mengalami kecelakaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan Negara karena cacat jasmani dan/atau cacat rohani, diberikan tunjangan cacat. (2) Cacat jasmani dan cacat rohani sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1), dinyatakan dengan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan. (3) Tunjangan cacat sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) diberikan dengan Keputusan Presiden berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Pasal 8 (1) Apabila Duta Besar LBBP tewas, maka kepada isteri/suami atau anaknya yang sah diberikan uang duka tewas. (2) Apabila Duta Besar LBBP wafat, maka kepada isteri/suami atau anaknya yang sah diberikan uang duka wafat. (3) Besarnya uang duka tewas dan uang duka wafat sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Pasal 9 Biaya pemakaman bagi Duta Besar LBBP yang meninggal dunia ditanggung oleh Negara. BAB V PENSIUN Pasal 10 Duta Besar LBBP yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun. Pasal 11 (1) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan berdasarkan lamanya masa jabatan. 960

HAK KEPPRI

(2) Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1 % (satu perseratus) dari dasar pensiun untuk tiap tiap satu bulan masa jabatan dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang kurangnya 6% (enam perseratus) dan sebanyak banyaknya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari dasar pensiun. (3) Duta besar LBBP yang berhenti dengan hormat dari jabatannya yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negara disebabkan keadaan jasmani rohani akibat dinas, berhak menerima pensiun tertinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari dasar pensiun. Pasal 12 Pensiun Duta Besar LBBP ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 13 Pensiun sebagaimana dimaksud bahwa Pasal 10 dibayarkan terhitung mulai bulan berikutnya sejak yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat. Pasal 14 (1) Pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dihentikan apabila penerima pensiun yang bersangkutan : a. meninggal dunia; atau, b. diangkat lagi menjadi Pejabat Negara Eksekutif 2) Penghentian pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan : a. pada akhir bulan kedua setelah penerima pensiun meninggal dunia; b. pada bulan berikutnya setelah mantan Duta Besar LBBP diangkat menjadi Pejabat Negara Eksekutif. (3) Apabila penerima pensiun setelah mantan Duta Besar LBBP diangkat menjadi Pejabat Negara Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, kemudian berhenti dengan hormat dan jabatannya, maka mulai bulan berikutnya sejak berhenti dengan hormat, kepadanya diberikan pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan memperhitungkan masa jabatanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. HAK KEPPRI

961

Pasal 15 (1) Apabila penerima pensiun mantan Duta Besar LBBP meninggal dunia, maka kepada isteri/suaminya yang sah diberikan pensiun janda/duda vang besarnya 1/2 (setengah) dari pensiun yang diterima terakhir oleh almarhum suaminya atau almarhumah isterinya. (2) Pensiun janda/duda diberikan pula apabila Duta Besar LBBP meninggal dunia dalam masa jabatannya. (3) Apabila Duta Besar LBBP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tewas, maka besamya pensiun janda/duda adalah 72% (tujuh puluh dua perseratus) dari dasar pensiun. (4) Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dibayarkan mulai bulan ketiga setelah Duta Besar LBBP yang bersangkutan meninggal dunia. Pasal 16 (1) Pembayaran pensiun janda/duda dihentikan apabila penerima pensiun janda/duda yang bersangkutan: a. meninggal duda; atau b. kawin lagi. (2) Penghentian pembayaran pensiun janda/duda sebagaimana dimak sud dalam ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya penenma pensiun janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia atau kawin lagi. Pasal 17 (1) Apabila Duta, Besar LBBP, atau penerima pensiun, mantan Duta besar LBBP meninggal dunia dan tidak meninggalkan isteri/suami yang berhak menerima pensiun janda/duda atau apabila janda/ duda yang bersangkutan kawin lagi atau meninggal dunia, maka kepada anaknya yang sah diberikan pensiun anak yang besarnya sama dengan pensiun janda/duda. (2) Yang berhak menerima pensiun anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah anak yang belum mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun, belum mempunyai pekerjaan yang tetap dan belum pernah kawin.

962

HAK KEPPRI

(3) Pembayaran pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan : a. mulai bulan ketiga setelah Duta Besar LBBP/mantan Duta Besar LBBP meninggal dunia; b. mulai bulan berikutnya setelah janda/duda mantan Duta Besar LBBP yang bersangkutan meninggal dunia atau kawin lagi. (4) Pembayaran pensiun anak sebagaimana, dimaksud dalam ayat (1) bulan berikutnya apabila anak yang bersangkutan : a. meninggal dunia; b. telah mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun; c. telah mempunyai pekerjaan yang tetap; atau d. telah kawin. Pasal 18 Selain pensiun pokok, kepada penerima pensiun diberikan tunjangan keluarga dan tunjangan, lain menurut peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Pasal 19 Mantan Duta Besar LBBP yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebelum berlakunya Peraturan Pernerintah ini termasuk janda/duda/anaknya, diberikan pensiun berdasarkan ketentuan Peraturan Pernerintah ini terhitung mulai tanggal 1 April 1996. Pasal 20 Pemberian pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 15. Pasal 17 dan Pasal 19 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Pasal 21 Untuk mendapatkan pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, penerima pensiun yang bersangkutan, mengajukan permintaan secara tetulis kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

HAK KEPPRI

963

B AB VI KETENTUAN Pasal 22 (1) Duta Besar LBBP yang merangkap jabatan, tidak dapat menerima penghasilan rangkap atau menggunakan fasilitas rangkap. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi uang duka dan biaya pemakaman. Pasal 23 Penerima pensiun mantan Pejabat Negara Eksekutif yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini berkedudukan sebagai Duta Besar LBBP yang kemudian diberhentikan dengan hormat dari jabatannya atau sebagai mantan Duta Besar LBBP, maka kepadanya berlaku ketentuan Pasal 14 ayat (3). Pasal 24 (1) Hak untuk menerima pensiun hapus, apablia a. penerima pensiun menjadi warga negara asing atau tidak seijin pemerintah menjadi pegawai atau anggota tentara suatu negara asing; b. penerima pensiun menurut keputusan pejabat/Badan yang berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka surat keputusan pensiun dicabut. BAB VII PENUTUP Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara baik secara bersama sama maupun sendiri sendiri menurut bidang tugas masing masing.

964

HAK KEPPRI

Pasal 26 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini segala ketentuan yang mengatur Hak Keuangan/Administratif Duta Besar LBBP yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 27 Peraturan Pernerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Pebruari 1996 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 14 Pebruari 1996 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 10 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang undangan Plt. Lambock V. Nahattands, SH HAK KEPPRI

965

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA

1. U M U M Sebagaimana diketahui bahwa Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh belum diatur secara seragam dalam peraturan perundang-undangan. Dengan keseragaman diharapkan di samping memudahkan penyelengaraan perlakuan dapat pula untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. Selain itu sebagai penghargaan atas pengabdiannya kepada Negara, sudah selayaknya bagi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang berhenti dengan hormat dari jabatannya dan janda/dudanya diberikan jaminan hidup berupa pensiun. Sebagai landasan untuk melaksanakan maksud sebagimana tersebut diatas, diperlukan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas

966

HAK KEPPRI

Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Rumah jabatan bagi Duta Besar LBBP dan perlengkapannya serta kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah milik Negara, oleh sebab itu perawatan dan pemeliharaannya menjadi tanggungan Negara. Ayat (2) Lihat penjelasan ayat (1) Pasal 6 Yang dirnaksud dengan kecelakaan karena dinas adalah kecelakaan yang terjadi : a. dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya; b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; c. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu. Yang dimaksud dengan sakit karena dinas, adalah sakit yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas

HAK KEPPRI

967

Ayat (2) Dalam hal di luar negeri, Tim Penguji Kesehatan dapat menunjuk dokter yang berada di tempat Duta Besar LBBP melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengujian kesehatan dan hasilnya dilaporkan kepada Tim Penguji Kesehatan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 9 Biaya pemakaman yang ditanggung oleh Negara meliputi : a. peti jenazah dan perlengkapannya; b. tanah pemakaman dan biaya di tempat pemakaman; c. angkutan jenazah dari tempat meninggal dunia ke tempat kedlaman dan atau tempat pemakaman serta biaya persiapan pemakaman, dan d. angkutan dan penginapan bagi isteri/suami yang sah dan anak yang sah dari almarhum/almarhumah, dengan ketentuan bahwa apabila almarhum/ almarhumah tidak mempunyai isteri/suami/anak yang sah, maka yang ditanggung adalah biaya angkutan dan penginapan keluarga lainnya sebanyak banyaknya 3 (tiga) orang. Apabila jumlah isteri/suami dan anak yang ditinggalkan kurang dari 3 (tiga) orang, dapat ditambah keluarga lainnya. Pasal 10 Cukup jelas

968

HAK KEPPRI

Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan masa jabatan adalah masa antara tanggal 1 dari bulan berikutnya seseorang dengan resmi melaksanakan tugas jabatannya. sebagai Duta Besar LBBP dan tanggal 1 bulan berikutnya yang bersangkutan berhenti dengan hormat, tewas, atau wafat. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan Pejabat Negara Eksekutif adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara, Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Duta Besar LBBP serta pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Masa jabatan sebagai Pejabat Negara Eksekutif secara berturut turut diperhitungkan sampai

HAK KEPPRI

969

mencapai batas persentase pensiun maksimum, dengan ketentuan bahwa dalam menghitung besarya pensiun didahulukan dasar pensiun yang lebih tinggi. Pasal 15 Ayat (1) Yang berhak mendapat pensiun janda adalah isteri yang sah dari Mantan Duta Besar LBBP Dalam hal terdapat lebih dari seorang isteri yang sah, maka yang berhak mendapat pensiun adalah isteri yang pertama. Yang dimaksud dengan isteri pertama adalah isteri yang pertama dikawininya dengan sah tanpa terputus oleh perceraian. Ayat (2) Apabila seorang Duta Besar LBBP meninggal dunia dalam masa jabatannya, maka untuk menetapkan pensiun janda/dudanya dihitung dahulu besarnya pensiun yang akan diperoleh almarhum/ almarhumah yang bersangkutan. Dalam hal ini tanggal kematiannya dianggap sebagai tanggal pemberhentian yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Mulai bulan berikutnya sampai dengan bulan kedua setelah Duta Besar LBBP yang bersangkutan meninggal dunia janda/dudanya menerima penghasilan penuh dari almarhurn suami/ almarhumah isterinya. Pasal 16 Ayat (1) Apabila janda/duda mantan Duta Besar LBBP kawin lagi, maka terhitung mulai bulan berikutnya surat keputusan pensiun dicabut. 970

HAK KEPPRI

Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan anak adalah anak kandung yang sah atau anak -kandung/anak yang disahkan menurut peraturan perundang undangan yang lain yang berlaku bagi penerima pensiun. Pensiun anak adalah merupakan hak dari semua anak, umpamanya apabila seorang Mantan Duta Besar LBBP mempunyai dua orang isteri yang dikawininya dengan sah dan mempunyai anak dari kedua isteri tersebut, maka anak dari masing masing isteri tersebut memperoleh bagian pensiun anak yang besarnya sama. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas

HAK KEPPRI

971

Pasal 22 Ayat (1) Dengan ketentuan ini maka Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang mempunyai daerah akreditasi lebih dari satu negara hanya menerima penghasilan dan fasilitas seperti Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang akreditasinya satu negara. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang berkewajiban mencabut surat keputusan pensiun adalah pejabat yang menetapkan pensiun yang bersangkutan. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3622

972

HAK KEPPRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa gaji pokok Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996, dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu dilakukan perubahan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996 tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Serta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3622);

:

HAK KEPPRI

973

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA. Pasal I

Mengubah ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996 tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan Mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 2 1. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh diberikan gaji pokok setiap bulan. 2. Besarnya Gaji Pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah). Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 April 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Juli 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. ABDURRAHMAN WAHID

974

HAK KEPPRI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 123

HAK KEPPRI

975

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.2784/BU/IX/81/01 TENTANG KEWAJIBAN DAN HAK WAKIL KEPALA PERWAKILAN

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

: a. bahwa dengan telah ditetapkannya jabatan Wakil pada Perwakilan Diplomatik tingkat D1, sebagai pelaksanaan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1976 dan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 582/BU/111/79/01, maka dianggap perlu untuk mengatur kewajiban dan hak Wakil Kepala PerwakiIan; b. bahwa Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP.087071 PL/73 tentang tugas, wewenang dan hak Wakil Kepala Perwakilan di pandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini.

Mengingat

: 1. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 tahun 1976, tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan Republik Indonesia; 2. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.582/BU/111/ 79/01 tanggal 31 Maret 1979, tentang Susunan Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

976

HAK KEPPRI

3. Surat Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK. 0705/ORNII/ 81/01 tanggal 1 Juli 1981 tentang Tata Kerja Umum Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Memperhatikan : Saran Direktur Jenderal Anggaran dalam suratnya Nomor B-3.5/DJA/11.3/1/80, tanggal 22 Januari 1980 tentang kemudahan bagi Pejabat Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. MEMUTUSKAN : Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWAJIBAN DAN HAK WAKIL KEPALA PERWAKILAN. Pasal 1

Wakil Kepala Perwakilan (Deputy Chief of Mission) adalah Pegawai Diplomatik Konsuler (PDK) pada Perwakilan Diplomatik tingkat D-1 yang mewakili Kepala Perwakilan dan merupakan unsur pimpinan dalam Perwakilan Diplomatik itu. Pasal 2 (1)

Wakil Kepala Perwakilan mempunyai tugas membantu Kepala Perwakilan dalam memimpin Perwakilan.

(2)

Wakil Kepala Perwakilan berada langsung dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Pewakilan. Pasal 3

Kewajiban-kewajiban Wakil Kepala Perwakilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab ialah : a.

Melaksanakan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Perwakilan;

HAK KEPPRI

977

b.

Mewakili Kepala Perwakilan dalam tugas-tugas yang diitetapkan oleh Kepala Perwakilan;

c.

Melakukan koordinasi, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan tugas semua unsur yang berada di bawah tanggung jawab Kepala Perwakilan. Pasal 4

Untuk melaksanakan tugasnya, kepada Wakil Kepala PerwakiIan diberi fasilitas-fasilitas dan emolumen-emolumen sebagai berikut : a.

Rumah Dinas;

b.

Biaya telepon, air, gas, dan pemanasan ditanggung oleh dinas;

c.

Sebuah mobil dinas;

d.

1 (satu) orang pembantu rumah tangga dan 1 (satu) orang sopir yang penghasilannya dibayar oleh Dinas, sesuai dengan peraturan pegawai setempat;

e.

Uang reprensentasi sebesar 20 % dari tunjangan pokok penghasilan luar negerinya. Pasal 15

Dengan berlakunya Keputusan Menteri Luar Negeri ini maka Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP.0807/PL/73 Tahun 1973 beserta peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di JAKARTA Pada tanggal 15 September 1981 MENTERI LUAR NEGERI t.t.d. PROF DR. MOCHTAR KUSUMAATMADJA

978

HAK KEPPRI

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.015/OR/II/89/01 TAHUN 1989 TENTANG PENGANGKATAN SEKRETARIS PRIBADI, KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGEMUDI PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa ketentuan mengenai pengangkatan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi bagi Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/ 3010/DN/XI/1980 dan SP/1633/DN/XI/1981 dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dewasa ini, sehingga perlu disempurnakan. Mengingat : 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian; 2. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; 3. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1976 tentang Pokok-Pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; HAK KEPPRI

979

4. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 236/OR/ V/83/01 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Kepegawaian Departemen Luar Negeri; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK 279/OR/ VIII/83/01 Tahun 1983 tentang Peraturan Dasar Pejabat Dinas Luar Negeri. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PENGANGKATAN SEKRETARIS PRIBADI, KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGEMUDI PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI. Pasal 1 Ketentuan umum 1. Untuk kepentingan dinas Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dapat diperkerjakan; 2. Seorang Sekretaris Pribadi dan seorang Kepala Rumah Tangga bagi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; 3. Seorang Kepala Rumah Tangga bagi Duta Besar/Deputy Wakil Tetap RI, Konsul Jenderal, Konsul/Kepala Perwakilan dan Kuasa Usaha Tetap. 4. Diperlukan, pada perwakilan Diplomatik tertentu disamping tersebut dalam ayat (1), dapat diperkerjakan seorang pengemudi atas biaya negara; 5. Diperlukan atau tidaknya seorang pengemudi dalam ayat (2) ditentukan oleh Menteri Luar Negeri. Pasal 2 Syarat Pengangkatan Dapat diangkat sebagai Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga Pengemudi diperlukan persyaratan sebagai berikut : 980

HAK KEPPRI

1. Warga Negara Indonesia serta setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Berkelakuan baik; 3. Badan sehat baik jasmani maupun rohani; 4. Dikabulkan oleh Kepala Perwakilan yang bersangkutan; 5. Bersedia menandatangani Perjanjian Kerja dengan Departemen Luar Negeri untuk jangka waktu selama Kepala Perwalian ditempatkan; 6. Tidak mempunyai hubungan keluarga baik menurut garis lurus (saudara, duda dan seterusnya) dengan Kepala Perwakilan yang bersangkutan isteri/suaminya. 7. Pengangkatan Kepala Rumah Tangga Persyaratan dalam butir (6) tersebut sepanjang mengenai hubungan keluarga menurut garis samping, diberlakukan. (4) dalam hal pemutusan hubungan kerja atas kehendak/ permintaan sendiri seperti yang tersebut dalam ayat (1) huruf c, biaya perjalanan kembali termasuk biaya barang pindahan tidak di tanggung negara. (5) Kepala Perwakilan yang memperkerjakan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi diwajibkan mengembalikan/memulangkan Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi yang hubungan kerjanya telah berakhir berdasarkan ayat (1) ke Jakarta. (6) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja sebelum perjanjian kerja berakhir, Kepala Perwakilan dapat mengangkat penggantinya dengan tetap memperhatikan persyaratan pengangkatan seperti tersebut dalam pasal 2 keputusan ini. Pasal 6 (1) Apabila Kepala Perwakilan dipindahkan ke Perwakilan lain, Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga dan Pengemudi dapat mengikuti kepindahan tersebut dengan membuat perjanjian kerja baru, sedangkan biaya perjalanan ditanggung negara; (2) Apabila Sekretaris Pribadi, Kepala Rumah Tangga atau Pengemudi meninggal dunia di luar negeri, maka biaya pemakaman dan biaya pengangkutan jenazah ke tempat pemakaman ditanggung negara.

HAK KEPPRI

981

Pasal 7 Ketentuan Peralihan (1) Hak untuk memperkerjakan seorang Kepala Rumah Tangga dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, tidak diberikan kepada Konsul dan Kuasa Usaha Tetap yang diangkat sebelum keputusan ini ditetapkan; (2) Bagi Kepala Rumah Tangga yang diperkerjakan sebelum Keputusan ini berlaku dan hubungan kerjanya telah berakhir berdasarkan ayat (1) huruf a dan b pasal 5, dapat diberikan biaya perjalanan pulang ke Jakarta, termasuk biaya barang pindahan. (3) Dengan berlakunya Keputusan ini maka Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. SP/3010/DN/XI/1980 tanggal 08 Desember 1980 dan No. SP/1633/DN/XI/1981 tanggal 19 Agustus 1981 dinyatakan tidak berlaku lagi. (4) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan didalam keputusan ini maka akan diadakan perubahan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 27 Februari 1989 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ttd ALI ALATAS, SH

982

HAK KEPPRI

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA kawat rahasia

Indonesia-all perwakilan no : pro : ex : re :

pl-2324/0717000 tgl 17-07-2000 keppri sekjen pemberdayaan krt

dalam rangka usaha lebih memberdayakan kepala rumah tangga (krt) dalam pengurusan wisma keppri kma disampaikan sbbttkdua A. krt harus diberdayakan dalam pelaksanaan tugas-tugas di wisma kma guna meringankan beban tugas istri kepala perwakilan ttk B. krt merencanakan et menyampaikan daftar kebutuhan barang et bahan pembersih keperluan wisma secara periodik kma seterusnya disampaikan kepada kabag/subbag tu ttk C. berdasarkan skala prioritas et tersedianya dana kma kabag/ kasubag tu melaksanakan pengadaan barang dimaksud kma seterusnya disampaikan kepada krt ttk deplu c.c. menlu, sekjen, irjen, sekmen, karo keuangan, bag.verifikasi

HAK KEPPRI

983

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 29 Mei 2003

KONSEP NO : 227571

PRO PERWAKILAN RI :

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA NO PRO EX RE

: : : :

032596 KEPPRIS SEKJEN HAKS KEPPRIS

merujuk kep menlu no. sk. 015/or/ii/89/01 tgl. 27 Februari 1989 kma sk 2784/bu/ix/81/01 tanggal 15 September 1981 et kebijakan pimpinan deplu tgl. 13 Juli 1998 re hak keppris/wakeppri/konjen/ konsul keppri/kutap untuk membawa krt kma sekpri kma sopir kma prt et mempertimbangkan anggaran deplu yang memungkinkan bagi pembiayaan perwakilan dengan hormat disampaikan sbb ttkdua a. keppris/wakepri/konjen/konsul keppri/kutap tetap diijinkan untuk membawa seorang rpt seorang prt krt atau sekpri atau prt atau sopir dengan biaya negara (biaya perjalanan eks jkt s/ditempat tugas p.p. et. gaji) dengan status pegawai lokal ttk kma. b. selain seorang tsb pada butir aa kma keppri/wakepri/konjen/ konsul keppri/kutap pada memperkejakan tambahan seorang rpt seorang lagi sbg krt atau sekpri atau prt atau sopir dengan status pegawai honorer perwakilan kma namun biaya perjalanan eks jkt s/ ditempat tugas p.p. dibayar sendiri/pribadi oleh ybs ttk kma. c. kebijakan ini berlaku mulai juni 2003. dmk ump ttkhbs Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO KEUANGAN

984

HAK KEPPRI

XVII JABATAN FUNGSIONAL

985

986

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

bahwa dalam rangka pengembangan profesionalisme dan pembinaan karier pegawai negeri sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

Mengingat

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai negeri sipil (Lembaran Negara tahun 1975 nomor 26, Tambahan Lembaran Negara nomor 3058); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3068); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098);

:

JABATAN FUNGSIONAL

987

6. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembara Negara Nomor 3156); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3545); MEMUTUSKAN : Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. 2. Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan fungsional yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. 3. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan. 4. Instansi pembina jabatan fungsional adalah instansi pemerintah yang bertugas membina suatu jabatan fungsional menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

988

JABATAN FUNGSIONAL

BAB II JENIS DAN KRITERIA JABATAN FUNGSIONAL Pasal 2 1. Jabatan-jabatan fungsional dihimpun dalam rumpun jabatan fungsional. 2. Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari : a. Jabatan Fungsional Keahlian; b. Jabatan Fungsional Keterampilan; Pasal 3 Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut : a. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi : b. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; c. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan : 1) Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian; 2) Tingkat keterampilan bagi jabatan fungsional keterampilan; d. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri; e. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. BAB III WEWENANG PENETAPAN JABATAN FUNGSIONAL, DAN ANGKA KREDIT Pasal 4 Presiden menetapkan rumpun jabatan fungsional atas usul Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

JABATAN FUNGSIONAL

989

Pasal 5 Penetapan jabatan dan angka kredit jabatan fungsional dilakukan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul dari pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis secara tertulis dari Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, dengan mengacu pada rumpun jabatan yang ditetapkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 Jabatan fungsional dan angka kredit yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan secara bertahap diadakan peninjauan kembali untuk disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB IV PENGANGKATAN DAN PEMBINAAN Pasal 7 Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil kedalam jabatan fungsional pada instansi pemerintah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai formasi yang telah ditetapkan. Pasal 8 1. Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh pejabat yang berwenang setelah mendengar pertimbangan Tim Penilai. 2. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional atau pimpinan instansi pengguna jabatan fungsional. Pasal 9 Kenaikan dalam jenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi disamping diwajibkan memenuhi angka kredit yang telah ditetapkan harus pula

990

JABATAN FUNGSIONAL

memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar jabatan fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk masingmasing jabatan tersebut. Pasal 11 1. Pembinaan jabatan fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. 2. Penetapan instansi pembina jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penetapan rumpun jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 12 Kebijaksanaan Pendidikan dan Pelatihan jabatan fungsional serta sertifikasi keahlian dan keterampilan jabatan fungsional ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional dengan pembinaan Lembaga Administrasi Negara. BAB V TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL Pasal 13 1. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional dan telah ditetapkan angka kreditnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diberikan tunjangan jabatan fungsional. 2. Besarnya tunjangan, jabatan fungsional untuk setiap rumpun jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

JABATAN FUNGSIONAL

991

BAB VI KETENTUAN LAIN Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Ketua Lembaga Administrasi Negara dan Pimpinan Instansi terkait lainnya, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan tugasnya masing-masing. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 18 April 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 18 April 1994 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 22 992

JABATAN FUNGSIONAL

Salinan sesuai aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan u.b. Kepala Bagian Penelitian Perundang-Undangan II ttd Sudibyo, SH.

JABATAN FUNGSIONAL

993

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai Negeri Sipil dengan mutu profesionalisme yang memadai, berdaya guna dan berhasil guna didalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di atas, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja. Salah satu muatan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 menyatakan bahwa dalam rangka usaha pembinaan karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan fungsional. Peraturan Pemerintah ini dimaksud untuk mengatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang didalamnya memuat antara lain kriteria tentang jabatan fungsional dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat untuk menduduki jabatan fungsional. Selain itu diatur pula ketentuan tentang jenjang jabatan serta tata cara penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil dapat dipacu mutu profesionalismenya melalui pembinaan karier yang berorientasi pada prestasi kerja sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara yang berdayaguna dan berhasil guna di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat tercapai.

994

JABATAN FUNGSIONAL

PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Ayat (1) Jabatan-jabatan di dalam suatu rumpun jabatan tidak bersifat statis, akan tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga dapat terjadi pemerkayaan jabatan di dalam suatu rumpun jabatan. Sebagai contoh, pada awalnya rumpun jabatan pendidikan, hanya terdiri dari Dosen dan Guru. Namun karena tingkat kompleksitas kegiatan di bidang pendidikan dapat timbul kebutuhan akan jabatan fungsional baru misalnya antara lain, Ahli Kurikulum dan Ahli Pengujian. Dapat pula terjadi pengembangan jabatan dari spesialisasi ke arah sub spesialisasi. Sebagai contoh : Dokter Spesialis Bedah dapat berkembang menjadi Dokter Sub Spesialis Bedah Jantung atau Sub Spesialis Bedah Otak. Untuk pengembangan keahlian seperti tersebut diatas pada hakekatnya bertumpu pada jabatan yang sama. Pemerkayaan jabatan seperti tersebut di atas pada hakekatnya adalah merupakan pengembangan jabatan baru dalam satu rumpun jabatan. Ayat (2) Lihat penjelasan pasal 3 huruf a. Pasal 3 Huruf a Jabatan fungsional keahlian adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan akreditasi JABATAN FUNGSIONAL

995

tertentu. Sedangkan jabatan fungsional keterampilan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas yang mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu serta dilandasi kewenangan penanganan berdasarkan sertifikasi yang ditentukan. Sebagai contoh : dalam rumpun jabatan pranata komputer dilihat dari tugas pokok yang meliputi perancangan sistem dan pengembangan sistem, seorang sistem analis adalah termasuk pejabat fungsional keahlian. Sedangkan programer komputer yang mempunyai tugas menjabarkan perancangan sistem, menyusun program operasional dan perawatannya adalah termasuk pejabat fungsional keterampilan. Legalisasi keahlian dan kewenangan penanganan dari kedua jabatan fungsional tersebut ditetapkan dalam bentuk sertifikat. Huruf b Yang dimaksud dengan etika profesi adalah norma-norma atau kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh disiplin ilmu pengetahuan dan organisasi profesi yang harus dipatuhi oleh pejabat fungsional di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Organisasi profesi dibentuk dan menjadi wadah bagi para pejabat fungsional sesuai dengan rumpun jabatan fungsional yang bersangkutan. Huruf c Untuk menetapkan jenjang jabatan pada setiap jabatan fungsional baik jabatan fungsional keahlian maupun jabatan fungsional, keterampilan dilakukan melalui evaluasi jabatan sesuai dengan faktor-faktor penilaian yang ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik jabatan yang bersangkutan. Jenjang jabatan keahlian dan keterampilan mempunyai jalur jenjang jabatan yang berbeda dan mempunyai jenjang pangkat yang berbeda pula satu sama lain. Huruf d Pejabat fungsional pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas secara mandiri. Didalam melaksanakan tugasnya pejabat fungsional tidak mutlak harus bekerja sendiri. Dia dapat dibantu oleh tenaga

996

JABATAN FUNGSIONAL

fungsional yang lain, namun tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap melekat pada pejabat fungsional tersebut. Contoh, seorang Apoteker di dalam meracik obat dapat dibantu oleh Asisten Apoteker. Namun hasil kerja asisten apoteker tetap menjadi tanggungjawab Apoteker. Di lain pihak tanggung jawab mandiri seorang Asisten Apoteker adalah dapat meracik obat sesuai dengan prosedur kerja yang dibakukan untuk keperluan tersebut. Huruf e Penetapan jabatan fungsional dalam suatu unit organisasi dimungkinkan sepanjang jabatan fungsional tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi dari organisasi yang bersangkutan. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan fungsional disamping perlu mempertimbangkan lingkup tugas organisasi dengan rincian tugas jabatan fungsional, harus pula mempertimbangkan beban kerja yang ada yang memberi kemungkinan untuk pencapaian angka kredit bagi pejabat fungsional yang bersangkutan. Pasal 8 Ayat (1) Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan/atau memberhentikan

JABATAN FUNGSIONAL

997

pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Tim penilai terdiri dari pejabat-pejabat fungsional dan dibantu oleh pejabat yang menangani bidang kepegawaian yang mempunyai jabatan serendah-rendahnya sama dengan pejabat fungsional yang dinilai. Tim Penilai memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan kenaikan pangkat pejabat fungsional yang bersangkutan. Pembentukan Tim Penilai ditetapkan sebagai berikut : 1) Tim Penilai Pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 Peraturan Pemerintah ini. 2) Tim Penilai Instansi ditetapkan oleh pimpinan instansi pengguna jabatan fungsional. 3) Mekanisme pendelegasian wewenang ditetapkan oleh instansi pembina. 4) Tim Penilai Pusat mempunyai kewenangan untuk menilai pejabat fungsional golongan IV. 5) Tim Penilai Instansi mempunyai kewenangan untuk menilai pejabat fungsional golongan II dan golongan III. Pasal 9 Angka Kredit yang dipakai sebagai penilaian prestasi kerja merupakan salah satu unsur dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DPJ) Pegawai Negeri Sipil, oleh karenanya maka unsurunsur lain yang dipersyaratkan dalam DP3 bagi kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan perlu dipenuhi oleh setiap pejabat fungsional. Pasal 10 Perpindahan antar jabatan fungsional, persyaratannya ditetapkan untuk jabatan yang bersangkutan, sedangkan untuk jabatan struktural persyaratannya ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. 998

JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembinaan adalah penetapan dan pengendalian terhadap standar profesi yang meliputi kewenangan penanganan, prosedur pelaksanaan tugas dan metodologinya. Dalam pembinaan tersebut termasuk didalamnya penetapan petunjuk teknis yang diperlukan. Ayat (2) Instansi pembina jabatan fungsional adalah instansi yang menggunakan jabatan fungsional yang mempunyai bidang kegiatan sesuai dengan tugas pokok instansi tersebut atau instansi yang apabila dikaitkan dengan bidang tugasnya dianggap mampu untuk ditetapkan sebagai pembina jabatan fungsional. Contoh, Departemen Kesehatan sebagai Pembina Jabatan Fungsional Dokter, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Pembina Jabatan Fungsional Guru dan Biro Pusat Statistik sebagai Pembina Jabatan Fungsional Pranata Komputer. Pasal 12 Kebijaksanaan umum pendidikan dan pelatihan jabatan fungsional ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan Pelatihan Penjenjangan Teknis Fungsional dilaksanakan oleh instansi pembina jabatan fungsional, sedangkan pendidikan dan latihan lainnya dapat dilaksanakan oleh masing-masing instansi dengan koordinasi instansi pembina jabatan fungsional. Sertifikasi keahlian dan keterampilan diberikan oleh instansi pembina jabatan fungsional dengan pembinaan Lembaga Administrasi Negara. Pasal 13 Ayat (1) Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan jenjang jabatan fungsional yang telah ditetapkan.

JABATAN FUNGSIONAL

999

Ayat (2) Besarnya tunjangan jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan. Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3547

1000 JABATAN FUNGSIONAL

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK.024/KP/III/98/02 TENTANG TATA KERJA TIM PENILAI DAN TATA CARA PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

: 1. bahwa dengan ditetapkan ketentuan Jabatan Fungsional Diplomat perlu dibentuk Tim Penilai Tingkat Departemen dan Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal; 2. bahwa perlu dikeluarkan pedoman bagi Tim tersebut pada butir (1) untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam menilai usul penetapan angka kredit Diplomat.

Mengingat

: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 , Tambahan Lembaran Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

JABATAN FUNGSIONAL

1001

3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil jo. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3438); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547); 5. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1964 tentang Susunan Organisasi Departemen Sebagaimana Telah Dua Puluh Delapan Kali Diubah, Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1997; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 tahun 1976 tentang Pokok-pokok Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 7. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 8. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nagara Nomor SK.130/OT/VII/97/01 dan Nomor 12/ 1977 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 9. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.746/ OT/IX/97/01 dan Nomor 12/1997 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 10. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.1675/KP/XII/97/02 tentang Rencana Kerja Tim In-passing Data Tata Cara Penyesuaian Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya.

1002 JABATAN FUNGSIONAL

MEMUTUSKAN Menetapkan

:

Pertama

:

Tata Kerja Tim Penilai dan Tata Cara Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat

Kedua

:

Tata Kerja Tim Penilai Data Tata Cara Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat dimaksudkan sebagai pedoman dalam pembentukan Tim Penilai dan Pelaksanaan Tugasnya.

Ketiga

:

Tata Kerja Tim Penilai Data dan Tata Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat ditetapkan dalam Lampiran Surat Keputusan ini.

Keempat

:

Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini.

Kelima

:

Susunan Tim Penilai ditetapkan melalui Keputusan Menteri Luar Negeri.

Keenam

:

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Rencana Kerja Tim Penilai dibebankan kepada anggaran Departemen Luar Negeri.

Ketujuh

:

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1997. dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan dikemudian hari akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 10 Maret 1998 A.N. MENTERI LUAR NEGERI SEKRETARIS JENDERAL ttd ABDUL IRSAN

JABATAN FUNGSIONAL

1003

Lampiran Keputusan Menteri luar Negeri Nomor SK.024/KP/lll/98/02 Tanggal 10 Maret 1998 Tentang Tata Kerja Tim Penilai dan Tata Cara Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat. TENTANG TATA KERJA TIM PENILAI DAN TATA CARA PENILAIAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Yang dimaksud dalam Surat Keputusan ini dengan : 1. Tim Penilai Tingkat Departemen, adalah Tim yang mempunyai tugas membantu Menteri Luar Negeri dalam menetapkan angka kredit diplomat bergelar Minister dan Duta Besar di lingkungan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Organisasi Internasional. 2. Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal, adalah Tim yang mempunyai tugas membantu Sekretaris Jenderal dalam menetapkan angka kredit Diplomat bergelar Atase sampai dengan Minister-Counsellor di lingkungan Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Organrsasi Internasional. 3. Angka Kredit, adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai seorang Diplomat dalam mengerjakan butir rincian kegiatan tugas dan jabatan, yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jenjang jabatan, gelar dan pangkat. 4. Diplomat, adalah pejabat Dinas Luar Negeri yang telah ditetapkan dalam Jenjang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya melajur Surat Keputusan Menteri Luar Negeri; 5. Sekretariat Tim Penilai, adalah unit kerja di Biro Kepegawaian yang menyelenggarakan administrasi dan kearsipan dalam membantu pelaksanaan tugas-tugas Tim Penilai. 1004 JABATAN FUNGSIONAL

6. Kepala Unit Organisasi, adalah pejabat yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk memimpin satuan organisasi dalam lingkungan Depatemen/Lembaga Pemerintah NonDepartemen Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, dan Organisasi Intemasional. 7. Pejabat berwenang menetapkan angka kredit, adalah pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997, yaitu : a. Menteri Luar Negeri, atau pejabat lain yang ditunjuk, bagi Diplomat bergelar Minister dan Duta Besar; b. Sekretaris Jenderal Departemen Luar Megeri atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Diplomat bergelar Atase sampai dengan Minister-Counsellor. 8. Pejabat Pengusul adalah Kepala Unit Organisasi atau pejabat ditunjuk untuk pengajuan usul penetapan angka kredit, kenaikan gelar dan pangkat Diplomat sebagaimana ditentukan pada Pasal 21 Keputusan Menpan nomor 174/1977. Pasal 2 Asas, Tujuan, dan Sasaran (1) Penilaian prestasi Diplomat berdasarkan angka kredit, dilakukan sebagaimana dipersyaratkan dalam Kepmenpan No. 174/1997 pada Pasal 7 ayat (3) dan (5) Pasal 9 sampai dengan Pasal 22. Pasal 32 ayat (3) beserta Lampiran I, Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997 pada Pasal 2 sampai dengan Pasal 6, Pasal 10, Pasal 17 ayat (2), dan Pasal 19, dan Lampiran Keputusan Menteri Luar Negeri No. SK. 146/OT/IX/97/01 pada Bab VI dan Bab VII, berdasarkan asas legalitas, terencana, jelas, sahih, berdayaguna dan berhasil guna. (2) Tujuan penilaian prestasi Diplomat berdasarkan kredit, adalah untuk menentukan kemampuan dan kinerja Diplomat dalan memenuhi standar kinerja ditetapkan dalam kurun waktu tertentu, yang selanjutnya akan menjadi dasar bagi kenaikan gelar diplomatik dan pangkat/golongan ruang sebagaimana telah ditetapkan dengan pemberlakuan ketentuan-ketentuan tentang JABATAN FUNGSIONAL

1005

Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya di lingkungan Departemen Luar Negeri. (3) Sasaran pembentukan dan pelaksanaan tugas Tim Penilai ialah agar mulai tanggal 1 April 1998 kenaikan gelar dan pangkat Diplomat sebagai pejabat fungsional telah didasarkan pada angka kredit, dengan sistem dan dukung administrasi secara berdayaguna dan berhasil guna. Pasal 3 Dasar Hukum dan Ketentuan Penyelenggaraan Penilaian Penilaian prestasi Diplomat berdasarkan pada : a. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; b. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor SK. 13G/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; c. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 146/OT/IX/97/01 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; d. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 146/IX/97/01 tentang Pembentukan Tim Penyesuaian (In-passing) dan Tata Kerjanya; e. Ketentuan Kepegawaian terkait yang berlaku; f.

Keputusan Menteri Luar Negeri, dengan mempertimbangkan rekomendasi Tim Penilai, terhadap hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan-ketentuan pada huruf (a) sampai dangan (f). BAB II TIM PENILAI Pasal 4 Tugas dan Tanggung Jawab

(1) Tim Penilai membantu dalam menetapkan angka kredit bagi : 1006 JABATAN FUNGSIONAL

a. Diplomat Fungsional untuk kenaikan gelar, pangkatnya; b. PNS lulusan Diklat Caraka yang akan diangkat pertama kalinya; c. PDLN yang akan ditetapkan menjadi Diplomat Fungsional melalui perpindahan jabatan. (2) Tim Penilai Tingkat Departemen mempunyai tugas dan tanggung jawab membantu Menteri Luar Negeri dalam memberikan penilaian prestasi diplomat bergelar Minister dan Duta Besar, sebagai berikut; a. menilai usul penetapan Angka kredit; b. menetapkan angka kredit sebagai hasil dari penilaian terhadap usul penetapan angka kredit; c. menyampaikan hasil penilaian kepada Menteri Luar Negeri selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka Kredit; d. melaporkan kepada Menteri Luar Negeri apabila terhadap diplomat yang telah melewati batas waktu tetapi belum memenuhi angka kredit yang disyaratkan; e. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penetapan angka kredit; f.

melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Luar Negeri..

(3) Tim Penilai tingkat Sekratariat Jenderal mempunyai tugas dan tanggung jawab membantu Sekretaris Jenderal dalam memberikan penilaian prestasi diplomat bergelar atase sampai dengan Minister-Counsellor, sebagai berikut; a. menilai setiap usul penetapan angka Kredit; b. menetapkan angka kredit sebagai hasil dari penilaian terhadap usul penetapan angka kredit; c. menyampaikan hasil penilaian kepada Sekretaris Jenderal selaku pejabat yang berwenang menetapkan angka Kredit; d. melaporkan kepada Sekretaris Jenderal apabila terdapat Diplomat yang telah melewati batas waktu tetapi belum memenuhi angka kredit yang disyaratkan; e. melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penetapan angka kredit; f.

melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Sekretaris Jenderal. JABATAN FUNGSIONAL

1007

Pasal 5 Susunan, Masa tugas, dan Kualifikasi Anggota (1) Tim Penilai Tingkat Departemen dipimpin oleh seorang Ketua merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam) anggota, dan bilamana dipandang perlu dapat diangkat anggota-anggota lainnya dengan catatan jumlah keseluruhan tetap ganjil; (2) Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Ketua merangkap Anggota, dibantu Sekretaris dan 6 (enam) anggota, dan bila mana dipandang perlu dapat diangkat anggotaanggota lainnya dengan catatan jumlah keseluruhannya tetap ganjil; (3) Susunan Tim Penilai Tingkat Departemen, Tingkat Sekretriat Jenderal, Tim Penilai Teknis dan Sekretariat ditetapkan melalui Keputusan Menteri Luar Negeri; (4) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat Departemen; a. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Luar Negeri menjadi Ketua merangkap Anggota; b. Anggota lainnya adalah Pejabat Eselon I atau pejabat fungsional yang memiliki gelar diplomatik Duta Besar atau Minister dan masih berdinas aktif; c. Anggota memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat secara penuh melaksanakan tugasnya. (5) Syarat-syarat keanggotaan pada Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal; a. Kepala Biro Kepegawaian atas nama Sekreteris Jenderal menjadi Ketua merangkap Anggota; b. Anggota lainnya adalah anggota-anggota Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BPJK) dan/atau pejabat fungsional yang memiliki gelar diplomatik serendahrendahnya sekretaris I; c. Memiliki kemampuan untuk menilai dan dapat secara penuh melaksanakan tugasnya; d. Sekretaris tidak menjadi Anggota dan diangkat dari pejabat di lingkungan Biro Kepegawaian

1008 JABATAN FUNGSIONAL

(6) Masa tugas bagi ketua dan Anggota paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali pada 1 (satu) periode berikutnya; (7) Pengambilan keputusan Tim Penilai dilakukan melalui rapat Pleno pada waktu yang ditentukan oleh Ketua Tim; (8) Keputusan Rapat Pleno dinyatakan sah bilamana dihadiri lebih dari setengah anggota yang hadir. Pasal 6 Tim Penilai Teknis (1) Bilamana dipandang perlu, Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen atau Ketua Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Penilai Teknis. (2) Tim Penilai Teknis mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada Ketua Tim Penilai Tingkat Departemen atau kepada Ketua Tim Penilai Tingkat Sekretariat Jenderal dalam hal : a. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka kredit yang berasal dari kegiatan tertentu; b. memberikan saran dan pendapat mengenai penilaian angka kredit yang berasal dari kegiatan dari bidang keilmuan/ keahlian tertentu. Pasal 7 Sekretariat Tim Penilai (1) Untuk membantu administrasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Tim dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dikepalai oleh seorang pejabat di lingkungan Biro Kepegawaian, dengan anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. (2) Tugas dan tanggung jawab Sekretariat ialah memberikan bantuan teknis dan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Penilai dan Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit; (3) Dalam melakukan tugasnya Sekretriat Tim Penilai menjalankan fungsi sebagai berikut;

JABATAN FUNGSIONAL

1009

a. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk penilaian angka kredit Pejabat Fungsional. b. memberikan kelengkapan dan kebenaran bahan-bahan usul penetapan angka kredit. c. menyampaikan usul penetapan angka kredit kepada Ketua Tim Penilai. d. mempersiapkan undangan rapat dan penyelenggaraan rapat Tim Penilai. e. menyampaikan keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit kepada Pimpinan Unit Organisasi dimana Diplomat bersangkutan bekerja untuk digunakan sebagai salah satu untuk pengangkatan, serta kenaikan jenjang, pangkat, dan gelar Pejabat fungsional. f.

mempersiapkan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas tim penilai;

g.

menyiapkan Nota Peringatan kepada Diplomat yang dalam waktu 6 (enam) bulan berikutnya sudah harus memenuhi angka kredit yang disyahkan.

h. tugas-tugas lain yang dipandang perlu oleh Ketua Tim. (4) Sekretaris Tim Penilai melaporkan pekerjaannya dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Penilai. Pasal 8 PengangKatan Tim Penilai (1) Anggota Tim Penilai diangkat oleh Menteri Luar Negeri atas usul Sekretaris Jenderal Departemen Luar Megeri. (2) Usul calon anggota Tim Penilai dan Sekretariat Tim Penilai disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Tim sebelum tanggal mulai masa jabatan Tim Penilai tersebut, atau sebelum habis masa jabatan Tim Penilai yang akan diganti. (3) Keputusan Menteri Luar Negeri tentang Pengangkatan Tim Penilai dan Sekretariat Tim Penilai diterbitkan sebelum dimulainya masa jabatan Tim Penilai. (4) Masa jabatan Tim Penilai adalah 5 (lima) tahun, dihitung mulai tanggal 1 April pada tahun anggaran berjalan. 1010 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 9 Pemberhentian Tim Penilai (1) Anggota Tim Penilai diberhentikan. a. habis masa jabatannya; dan/atau b. mengajukan pemohonan mengundurkan diri dari Tim Penilai; dan/atau c. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota Tim Penilai dan/atau d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; dan/atau e. berhenti atau diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. (2) Keanggotaan Tim Penilai yang diberhentikan sebelum habis masa jabatannya diisi oleh Anggota baru. (3) Anggola Sekretariat Tim Penilai diberhentikan apabila: a. mengajukan permohonan mengundurkan diri; dan/atau b. pindah tempat kerja; dan/atau c. berhenti atau diberhentikan dari Pegawai Negeri Sipil; dan/ atau d. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, bagi anggota sekretariat Tim Penilai yang diberhentikan, diganti dengan anggota yang baru. Pasal 10 Rapat Pleno (1) Rapat Pleno memutuskan menyetujui atau menolak suatu usulan penetapan angka kredit. (2) Waktu Rapat Pleno dan agenda pembahasan ditentukan oleh Ketua Tim Penilai dan disampaikan kepada Anggota 3 (tiga) hari sebelumnya rapat. (3) Rapat Pleno dianggap sah apabila dihadiri lebih dari setengah Anggota Penilai. (4) Keputusan diambil dengan suara terbanyak. JABATAN FUNGSIONAL

1011

BAB III TATA KERJA TIM PENILAI Pasal 11 Masa Penilaian (1) Masa penilaian angka kredit dilakukan setiap waktu yang ditentukan oleh Ketua Tim Penilai, atau mulai bulan Juni untuk usul kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan bulan Desember tahun sebelumnya untuk usul kenaikan gelar/pangkat periode bulan April. (2) Penyampaian usul penetapan angka kredit diajukan oleh Pimpinan Unit Organisasi secara kolektif atau sendiri-sendiri, setelah diperkirakan Diplomat mencapi angka kredit dipersyaratkan bagi kenaikan gelar/dan atau pangkat setlngkat lebih tinggi. Pasal 12 Prestasi yang Dinilai dan Bukti Fisiknya (1) Prestasi Diplomat yang dinilai adalah kegiatan yang terdapat dalam Unsur Utama/Pendukung, Sub Unsur, dan rincian Kegiatan yang terdapat dalam Lampiran I Keputusan Menpan Nomor 174/1997. (2) Bukti Fisik yang diperlukan dalam penilaian adalah DUPAK yang dilengkapi dengan: a. surat tugas, sebagai bukti atas terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan; b. laporan, dokumen, atau arsip dinas, bilamana diperlukan Tim Penilai, untuk pembuktian atau pengecekan ulang; c. laporan tugas, makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan dalam unsur Pengembangan Profesi; d. ijazah/sertifikat diklat yang dikeluarkan/diakui oleh instansi yang berwenang menetapkannya, sesuai ketentuan yang berlaku.

1012 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 13 Prosedur Penetapan Keputusan Tim Penilai (1) Pengambilan keputusan dalam pemberian angka kredit dilakukan melalui prosedur sebagai berikut : a. Ketua Tim membagi tugas penilaian kepada anggola tim Penilai; b. Setiap usul dinilai 2 orang anggota, dengan menggunakan formulir DUPAK yang terdapat pada Lampiran I, Keputusan Bersama menteri Luar Negeri dan Kepala BAKN Nomor SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997; c. Laporan tugas makalah/tulisan ilmiah dan setiap kegiatan dalarn unsur Pengembangan Profesi; d. Apabila angka Kredit yang diberikan oleh dua orang penilai tidak sama, maka pemberian angka kredit dilaksanakan dalam sidang pleno Tim Penilai dengan mengkaji dan menelaah ulang bukti yang dinilai; e. Pengambilan keputusan dalam sidang pleno tim Penilai dilakukan secara aklamasi atau setidak-tidaknya melalui suara terbanyak. f.

Sekretaris Tim penilai menuangkan angka kredit hasil keputusan sidang pleno dalam formulir PAK, yang terdapat dalam lampiran III, Keputusan Bersama Menlu dan Kepata BAKN Nomor SK. 130/OT/VIII/97/01 dan Nomor 12 Tahun 1997.

(2) Keputusan pemberian angka kredit oleh Ketua Tim Penilai dilakukan dalam rapat Pleno, Pasal 14 Anggota Tim Penilai Yang Dinilai (1) Bilamana Anggota Tim Penilai yang dinilai, maka Ketua Tim Penilai dapat menetapkan anggota untuk melaksanakan penilaian. (2) Anggota Pengganti sebagaimana disebut dalam Ayat (1) harus memenuhi persyaratan untuk melakukan penilaian.

JABATAN FUNGSIONAL

1013

BAB IV PROSEDUR KERJA TIM PENILAI Pasal 15 Mekanisme Administratif Penerimaan Pengusulan Mekanisme Administrasi Penerimaan usulan untuk dinilai adalah sebagai berikut: a. Pejabat Pengusul mengihlamkan usulan untuk penetapan angka kredit dengan menggunakan formulir DUPAK dilengkapi dengan syarat-syarat lain yang ditetapkan; b. Usul penetapan angka kredit diajukan kepada Pejabat Berwenang menetapkan angka kredit, dapat diajukan mulal bulan Juni untuk Kenaikan gelar/pangkat periode bulan Oktober, dan bulan Desember tahun sebelumnya untuk kenaikan gelar/ pangkat periode bulan April. c. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit dilampiri dengan: (i) bukti-bukti yang dipersyaratkan untuk penilaian; (ii) salinan sah Surat Kaputusan Kenaikan Pangkat terakhir; (iii) salinan sah surat pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Diplomat, atau salinan sah Surat Keputusan Pengangkatan kembali menjadi pejabat fungsional bagi Pejabat Fungsional yang pernah dibebas tugaskan. Pasal 16 Prosedur Penilaian Angka Kredit (1) Daftar Usul Penetapan Angka Kredit berikut bukti-bukti dan lampiran-lampirannya oleh Pejabat yang berwenang menetapkan angka Kredit diserahkan kepada Ketua Tim Penilai, yang selanjutnya menetapkan 2 (dua) orang anggota Tim untuk penilaian pendahuluan, (2) Kedua anggota Tim Penilai tersebut pada butir (1) melakukan Penilaian secara sendiri-sendiri.

1014 JABATAN FUNGSIONAL

(3) Setelah masing-masing anggota melakukan penilaian, hasil penilaiannya disampaikan kepada Ketua Tim Penilai melalui Sekretaris Tim. (4) Sekretaris Tim atas persetujuan Ketua Tim penilai mengundang seluruh anggota Tim untuk mengikuti rapat pembahasan hasil penilaian pendahuluan. (5) Dalam rapat Tim penilai membahas hasil penilaian pendahuluan. (6) Apabila seluruh anggota Tim dapat menerima hasil penilaian pendahuluan maka nilai atau angka kredit yang diberikan kepada Pejabat Fungsional yang dinilai adalah hasil rata-rata penilaian pendahuluan. (7) Apabila hasil penilaian pendahuluan dinilai oleh rapat kurang wajar, Ketua Tim menunjuk 2 (dua) orang anggota yang lain untuk melakukan penilaian ulang. (8) Nilai atau angka kredit yang diberikan kepada Pejabat Fungsional yang dinilai seperti tersebut pada butir (7) adalah rata-rata dari penilaian ulang dan penilaian pendahuluan. (9) Apabila hasil penilaian ulang dinilai oleh rapat masih kurang wajar, maka keputusan terakhir tentang nilai atau angka kredit diserahkan kepada keputusan Tim Penilai. (10) Hasil penilaian yang telah disetujui Rapat Tim penilai dituangkan pada formulir Daftar Usul Penetapan Angka Kredit. (11) Hasil penilaian oleh Ketua Tim penilai diserahkan kepada Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit untuk ditetapkan dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran VIII Surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala BAKN Nomor dan dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan: a. 2 (dua) rangkap dikirimkan kepada Pimpinan Unit Organisasi atau pejabat ditunjuk untuk pembinaan dimana Pejabat Fungsional Diplomat ditugaskan secara penuh, b. 1 (satu) untuk Kepala BAKN. c. 1 (satu) untuk Menteri Luar Negeri. d. 1 (satu) untuk Sekretariat Tim Penilai yang bersangkutan. BAB V

JABATAN FUNGSIONAL

1015

PENUTUP Pasal 17 Dokumentasi (1) Berkas penugasan anggota Tim Penilai dan hasil penilaian dan penghitungan angka kredit disimpan oleh Sekretariat; (2) Berkas yang disebut dalam ayat (1) dan arsip penghitungan angka kredit dalam masa in-passing merupakan arsip yang dijadikan catatan bagi perhitungan angka kredit guna perbaikan di kemudian hari bilamana terjadi kekeliruan. Pasal 18 Masa Transisi (1) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaraan tugas-tugas Tim Penilai dapat dilakukan dalam masa transisi 2 (dua) kali masa penilaian dalam tahapan pemberitahuan Jabatan Fungsional Diplomat. (2) Penyimpangan prosedural dan mekanisme penyelenggaan tugas-tugas Tim Penilai tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan asas kebenaran dan keabsahan tindakan sesuai dengan kewenangan Tim Penilai. (3) Catatan tentang penyimpangan proseduril dan mekanisme penyelenggaraan tugas-tugas Tim Penilai disimpan dalam arsip Departemen Luar Negeri selaku Instansi Pembina Jabatan Fungsional Diplomat. Pasal 19 Ketentuan Lain-lain (1) Pejabat Berwenang menetapkan angka kredit dapat mengubah angka kredit, bilamana terdapat Kesalahan Tim Penilai dalam menetapkan angka kredit.

1016 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Hal-hal yang belum diatur mengenai kenaikan gelar dan pangkat dalam keputusan ini akan ditetapkan kemudian, (3) Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 20 Pemberlakuan Keputusan (1) Semua ketentuan mengenai kenaikan gelar dan pangkat diplomat sejak 1 April 1993 didasarkan pada keputusan ini. (2) Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1997. Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 10 Maret 1998 A.N. MENTERI LUAR NEGERI SEKRETARIS JENDERAL ttd

ABDUL IRSAL

JABATAN FUNGSIONAL

1017

KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : SK. 103/OT/VII/98/02 TENTANG PEDOMAN PENGISIAN DAFTAR USULAN PENETAPAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

:

1. bahwa dengan ditetapkannya pemberlakuan Jabatan Fungsional Diplomat mulai 1 April 1998, dipandang perlu untuk rnembantu diplomat dan unit organisasi dalam pencatatan kegiatan dan penuangannya ke dalam formulir pengusulan angka kredit Jabatan Fungsional Diplomat agar supaya terdapat keteraturan pelaksanaan dan administrasinya sesuai dengan perangkat-perangkat ketentuan Jabatan Fungsional Diplomat yang telah ditetapkan; 2. bahwa untuk maksud tersebut pada angka (1) perlu ditetapkan pedoman bagi Diplomat, Pejabat Pengusul dan Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat.

Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri

1018 JABATAN FUNGSIONAL

Sipil Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547): 3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 4. Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor Sk.130/OT/VII/97/01 dan Nomor 12/1977 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 5. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 146/OT/IX/97/Q2 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 6. Keputusan Menteri Luar Negeri RI Nomor SK. 1675/KP/XII/97/02 tentang Rencana Kerja Tim In-Passing dan Tata Cara Penyesuaian Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; 7. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK. 024/OT/III/98/02 tentang Tata Kerja Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Diplomat. MEMUTUSKAN Menetapkan

:

PEDOMAN PENGISIAN DAFTAR USULAN PENETAPAN ANGKA KREDIT JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT

PERTAMA

:

Pedoman pengisian daftar usulan penetapan angka kredit jabatan fungsional diplomat dimaksudkan sebagai pedoman bagi Diplomat, Pejabat Pengusul dan Tim Penilai dalam rangka pelaksanaan administrasi penetapan angka kredit

JABATAN FUNGSIONAL

1019

KEDUA

:

Rincian pedoman pengisian daftar usulan penetapan angka kredit jabatan fungsional diplomat ditetapkan dalam Lampiran Surat Keputusan ini.

KETIGA

:

Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini.

KEEMPAT

:

Segala biaya sehubungan dengan pedoman pengisian daftar usulan penetapan angka kredit jabatan fungsional diplomat dibebankan kepada anggaran Departemen Luar Negeri.

KELIMA

:

Keputusan ini mulai berlaku pada 1 April 1998 dengan ketentuan apabila terdapat kekeliruan di kemudian hari akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : Juli 1990 A.N. MENTERI LUAR NEGERI SEKRETARISJENDERAL ttd ABDUL IRSAN

1020 JABATAN FUNGSIONAL

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/87/M.PAN/8/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

Menimbang

: a. bahwa ketentuan tentang Jabatan Fungsional Diplomat yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di tingkat nasional dan internasional; b. bahwa dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas diplomasi, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/ 1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya; c. bahwa penetapan jabatan fungsional Diplomat dan Angka kreditnya sebagaimana dimaksud JABATAN FUNGSIONAL

1021

dalam huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara; Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembara Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations concerning Acquisition of Nationality, 1961) dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations and the Optional Protocol to the Vienna Convention on Consular Relations concerning Acquisition of Nationality, 1963) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3211);

3.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Misi Khusus (Convention on Special Missions, New York, 1909), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1902 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3212);

4.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);

1022 JABATAN FUNGSIONAL

5.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Pengaturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 17);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara No. 1193);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

JABATAN FUNGSIONAL

1023

11.

12.

13.

14.

15.

Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1019); Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1263); Keputusan Presiden Nomor 07 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara;

Memperhatikan : 1.

Usul Menteri Luar Negeri dengan suratnya Nomor 176/KP/VI/2005/02/01 tanggal 9 Juni 2005.

2.

Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan suratnya Nomor: K.26-30/ V.78-8/93 tanggal 11 Agustus 2005. MEMUTUSKAN :

Menetapkan

: PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT DAN ANGKA KREDITNYA.

1024 JABATAN FUNGSIONAL

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti pendidikan dan latihan khusus untuk bertugas di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia. 2. Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Menteri Luar Negeri untuk melakukan kegiatan diplomatik. 3. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang selanjutnya disebut Perwakilan adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internasional. 4. Perwakilan Diplomatik adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Perutusan Tetap Republik Indonesia yang melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah negara penerima atau pada organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan pemerintah Republik Indonesia. 5. Perwakilan Konsuler adalah Konsulat Jenderal Republik Indonesia dan Konsulat Republik Indonesia yang melakukan kegiatan konsuler di wilayah kerja di dalam wilayah kerja negara penerima untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan Pemerintah Republik Indonesia. 6. Negara penerima adalah negara tempat kedudukan Perwakilan. 7. Organisasi internasional adalah organisasi internasional tempat kedudukan Perwakilan. 8. Diplomasi adalah kegiatan mewakili negara dan pemerintah (representing), melakukan perundingan untuk dan atas nama kepentingan nasional (negotiating), melindungi kepentingan negara dan pemerintah, warga negara, dan Badan Hukum Indonesia (protecting), melakukan promosi kerjasama untuk kepentingan nasional (promoting), dan melakukan pelaporan pelaksanaan tugas dan pengamatan di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya (reporting). JABATAN FUNGSIONAL

1025

9. Mewakili (representing) adalah mewakili Negara Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima dan/atau organisasi internasional. 10. Perundingan (negotiating) adalah memperjuangkan kepentingan bangsa, negara dan Pemerintah Indonesia melalui pendekatan dan perundingan dengan negara penerima atau organisasi internasional. 11. Melindungi (protecting) adalah melindungi kepentingan negara dan Pemerintah Indonesia, warga negara Indonesia, dan Badan Hukum Indonesia di negara penerima atau organisasi internasional. 12. Promosi (promoting) adalah meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan negara penerima atau organisasi internasional di segala bidang yang bermanfaat bagi kepentingan nasional. 13. Melaporkan (reporting) adalah melakukan pelaporan atas hasil pelaksanaan tugas, pengamatan dan analisis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya di negara penerima atau organisasi internasional. 14. Gelar Diplomatik adalah gelar berjenjang yang diberikan kepada Pejabat Dinas Luar Negeri yang memiliki kualifikasi berdasarkan hukum dan kebiasaan internasional serta peraturan perundangundangan nasional yang berlaku. 15. Sasaran Kerja Organisasi (SKO) adalah hasil kerja yang akan dicapai organisasi, yang berupa kebijakan umum organisasi. 16. Sasaran Kerja Unit (SKU) adalah hasil kerja yang akan dicapai unit, sebagai operasional kebijakan umum organisasi. 17. Sasaran Kerja Individu (SKI) adalah kegiatan yang akan dicapai oleh seorang Diplomat yang berupa rencana kerja dan target, yang ditetapkan bersama antara pejabat penilai dengan Diplomat yang dinilai, yang disusun sesuai dengan tugas pokok berdasarkan rencana kerja tahunan organisasi. 18. Tugas Pokok Jabatan adalah sekumpulan kegiatan yang wajib dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi jabatan. 19. Bobot Kegiatan adalah ukuran masing-masing kegiatan pelaksanaan tugas pokok jabatan yang ditetapkan berdasarkan sifat, jenis pekerjaan dari aspek tingkat kesulitan, prioritas, dan kreatifitas dalam pelaksanaannya.

1026 JABATAN FUNGSIONAL

20. Tim Penilai adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri yang bertugas melakukan konversi dalam angka kredit kumulatif terhadap penilaian hasil capaian SKI. 21. Angka Kredit Diplomat adalah akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Diplomat dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. BAB II RUMPUN JABATAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN INSTANSI PEMBINA Pasal 2 Diplomat adalah jabatan fungsional termasuk dalam rumpun politik dan hubungan luar negeri. Pasal 3 (1) Diplomat adalah Pejabat Dinas Luar Negeri yang berkedudukan sebagai pelaksana kegiatan diplomatik di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan. (2) Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jabatan karier. Pasal 4 (1) Tugas pokok Diplomat adalah melaksanakan diplomasi yang meliputi mewakili (representing), perundingan (negotiating), perlindungan (protecting), promosi (promoting), dan pelaporan (reporting). (2) Rincian kegiatan dan satuan hasil tugas pokok Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I. Pasal 5 Instansi pembina jabatan fungsional Diplomat adalah Departemen Luar Negeri.

JABATAN FUNGSIONAL

1027

BAB III JENJANG JABATAN DAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK Pasal 6 (1) Jenjang jabatan Diplomat dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi yaitu : a. Diplomat Pertama; b. Diplomat Muda; c. Diplomat Madya; dan d. Diplomat Utama. (2) Jenjang pangkat/gelar diplomatik jabatan Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan jabatannya yaitu : a. Diplomat Pertama terdiri atas : 1. Atase, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a; 2. Sekretaris III, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. b. Diplomat Muda terdiri atas : 1. Sekretaris II, pangkat Penata, golongan ruang III/c; 2. Sekretaris I, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. c. Diplomat Madya terdiri atas : 1. Counsellor, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a; 2. Minister Counsellor, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; 3. Minister, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c. d. Diplomat Utama terdiri atas : 1. Duta Desar, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan 2. Duta Desar, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e.

1028 JABATAN FUNGSIONAL

BAB IV UNSUR DAN RINCIAN KEGIATAN YANG DINILAI Pasal 7 (1) Unsur yang dinilai terdiri atas : a. Tugas pokok jabatan; dan b. Tugas tambahan. (2) Rincian kegiatan Diplomat sesuai dengan jenjang jabatan adalah sebagai berikut : a. Diplomat Pertama yaitu : 1. menyiapkan bahan/dokumen untuk kunjungan delegasi RI kepada pejabat negara akreditasi (eksekutif, legislatif dan yudikatif) atau organisasi internasional; 2. merencanakan pertemuan antara misi Indonesia dengan wakil negara akreditasi atau pihak lainnya; 3. mengidentifikasi pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi penting di negara akreditasi/organisasi internasional; 4. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/ organisasi internasional; 5. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media massa di negara akreditasi; 6. melakukan persiapan dan pelaksanaan acara resmi kenegaraan dan acara diplomatik di Perwakilan; 7. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari perwakilan asing/organisasi internasional; 8. menyiapkan posisi dan tanggapan Pemerintah RI terhadap isu-isu yang berkembang untuk disampaikan kepada pemerintah negara akreditasi, perwakilan asing lain, dan organisasi internasional; 9. menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan dokumen yang memiliki kekuatan hukum nasional (perjanjian/ sengketa); 10. menyiapkan bahan/dokumen dalam rangka perundingan bilateral/regional/ internasional; 11. menyiapkan bahan pendukung; JABATAN FUNGSIONAL

1029

12. menyusun bahan perundingan; 13. menyusun konsep untuk menjelaskan posisi Pemerintah RI terhadap isu-isu nasional yang menjadi perhatian negara akreditasi/organisasi internasional; 14. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan yang bisa mendukung opini publik setempat agar menguntungkan posisi Pemerintah RI; 15. melakukan pendataan WNI dan BHI di negara akreditasi; 16. memberikan pelayanan dalam bidang kekonsuleran kepada WNI dan DHI di negara akreditasi; 17. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara, WNI dan BHI di negara akreditasi; 18. mengikutsertakan tokoh masyarakat Indonesia dalam berbagai kegiatan Perwakilan; 19. memberikan pelayanan keimigrasian dan kekonsuleran kepada orang asing; 20. menyusun konsep dasar bahan penerangan mengenai Indonesia dan kebijakan Pemerintah RI; 21. melakukan pelayanan informasi yang mendukung pelaksanaan program-program Perwakilan; 22. menyiapkan bahan-bahan promosi; 23. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di negara akreditasi; 24. mengadakan pagelaran seni dan budaya (tari, musik, gamelan, gelar budaya lainnya); 25. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi; 26. mengumpulkan bahan-bahan informasi di bidang poleksosbudhankam di negara akreditasi; 27. membuat analisis dalam bidang poleksosbudhankam secara tepat waktu; 28. mengumpulkan data tentang kebijakan pemerintah negara akreditasi/organisasi internasional yang berpengaruh terhadap kepentingan Indonesia; 29. menyiapkan bahan-bahan laporan kegiatan Perwakilan;

1030 JABATAN FUNGSIONAL

30. menyusun laporan kegiatan Perwakilan di negara akreditasi dan organisasi internasional; 31. menyiapkan bahan-bahan laporan sidang; 32. menyusun laporan hasil-hasil sidang; 33. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan tulisan) secara memadai pada tingkatannya. b. Diplomat Muda yaitu : 1. mengkoordinasikan pelaksanaan kunjungan misi Pemerintah RI; 2. membina dan mengembangkan hubungan dengan pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi penting di negara akreditasi/organisasi internasional; 3. berpartisipasi dalam kegiatan/event yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat/organisasi internasional/swasta; 4. menghadiri seminar/simposium/ceramah menyangkut kepentingan nasional;

yang

5. membina dan mengembangkan hubungan dengan pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan institusi penting di negara akreditasi/organisasi internasional; 6. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/ organisasi internasional; 7. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media massa di negara akreditasi; 8. melakukan persiapan dan pelaksanaan acara resmi kenegaraan dan acara diplomatik di Perwakilan; 9. melaporkan hasil pelaksanaan acara resmi kenegaraan/ diplomatik Perwakilan; 10. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari perwakilan asing/organisasi internasional; 11. melakukan cross check terhadap data dan informasi lain yang dipergunakan untuk mendukung penyusunan bahan kebijakan Pemerintah RI; 12. menganalisis konsep dokumen perjanjian antara Pemerintah RI dengan pemerintah negara setempat;

JABATAN FUNGSIONAL

1031

13. menganalisis data dan informasi mengenai hubungan Indonesia dengan negara akreditasi/organisasi internasional dari sumber tertutup; 14. melakukan pendekatan untuk meyakinkan pihak lawan berkaitan dengan posisi Pemerintah RI; 15. melakukan pendekatan secara aktif guna memperoleh dukungan negara akreditasi/organisasi internasional dalam pencalonan Pemerintah RI; 16. aktif dalam proses perundingan; 17. menyusun konsep untuk menjelaskan posisi Pemerintah RI terhadap isu-isu nasional yang menjadi perhatian negara akreditasi/organisasi internasional; 18. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan yang bisa mendukung opini publik setempat agar menguntungkan posisi Pemerintah RI; 19. memberikan pelayanan dalam bidang kekonsuleran kepada WNI dan BHI di negera akreditasi; 20. mengembangkan jaringan dengan instansi terkait untuk melindungi WNI, BHI dan aset Pemerintah RI di negara akreditasi; 21. memberikan penyuluhan kepada WNI mengenai peraturan dan hukum di negara akreditasi; 22. membuat evaluasi perkembangan masyarakat Indonesia di negara akreditasi untuk menentukan dasar rumusan kebijakan tindakan hukum; 23. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara, WNI dan BHI di negara akreditasi; 24. mendorong kepatuhan WNI dan BHI di negara akreditasi terhadap hukum Indonesia dan/atau hukum setempat; 25. menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat setempat mengenai kebijakan RI/perlakuan masyarakat Indonesia yang dipandang merugikan citra RI; 26. mengevaluasi kegiatan pelayanan kepada masyarakat setempat; 27. menganalisis kecenderungan sikap pemerintah, LSM dan media massa di negara akreditasi terhadap Indonesia;

1032 JABATAN FUNGSIONAL

28. menanggapi berita atau informasi yang Indonesia melalui media massa;

merugikan

29. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di negara akreditasi; 30. menganalisis potensi pasar di negara setempat; 31. mengevaluasi hasil promosi untuk mencari terobosan menembus pasar negara setempat; 32. mengadakan pagelaran seni dan budaya (tari, musik, gamelan, gelar budaya lainnya); 33. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi; 34. menindak lanjuti perkembangan laporan kerja; 35. menganalisis kebijakan pemerintah negara akreditas/ organisasi internasional yang berpengaruh terhadap kepentingan Indonesia; 36. melakukan evaluasi dan tindak lanjut atas laporan kebijakan pemerintah negara akreditasi dan/atau organisasi internasional yang berpengaruh terhadap nasional Indonesia; 37. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari laporan kegiatan Perwakilan; 38. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari hasil-hasil sidang; 39. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan tulisan) secara memadai pada tingkatannya. c. Diplomat Madya yaitu : 1. menjadi delegasi (liaison officer) pada pertemuan/sidang yang diadakan di negara akreditasi/organisasi internasional; 2. menyusun strategi untuk keberhasilan kunjungan delegasi RI di negara akreditasi/organisasi internasional; 3. berpartisipasi dalam kegiatan/event yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat/organisasi internasional/swasta; 4. menghadiri seminar/simposium/ceramah menyangkut kepentingan nasional;

JABATAN FUNGSIONAL

yang

1033

5. menyampaikan gagasan dan masukan konseptual terhadap peningkatan kerjasama antar negara; 6. memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/ organisasi internasional; 7. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media massa di negara akreditasi; 8. mengupayakan kehadiran pejabat tingkat tinggi pada acara resmi/diplomatik Perwakilan RI guna menambah bobot acara; 9. menghadiri resepsi diplomatik atau undangan dari perwakilan asing/organisasi internasional; 10. melakukan demarche kepada pemerintah negara akreditasi atau pewakilan asing; 11. finalisasi proses penyusunan perjanjian/penyelesaian sengketa; 12. aktif dalam proses perundingan; 13. melakukan pendekatan untuk meyakinkan pihak lawan berkaitan dengan posisi RI; 14. memberikan masukan kepada delegasi RI; 15. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan yang bisa mendukung opini publik setempat agar menguntungkan posisi Pemerintah RI; 16. mengatur strategi untuk keberhasilan dukungan terhadap kedaulatan RI; 17. melakukan tindakan preventif terhadap permasalahan yang secara potensial akan merugikan WNI dan BHI di negara akreditasi; 18. mengembangkan jaringan dengan instansi terkait untuk melindungi WNI, BHI dan aset Pemerintah RI di negara akreditasi; 19. melakukan evakuasi dan penyelamatan WNI; 20. menyediakan bantuan hukum dalam rangka perlindungan WNI dan BHI di negara akreditasi; 21. menjaga dan memelihara barang-barang/aset negara, WNI dan BHI di negara akreditasi;

1034 JABATAN FUNGSIONAL

22. mengadakan pertemuan secara berkala dengan masyarakat Indonesia dalam rangka pembinaan WNI di luar negeri; 23. mendorong kepatuhan WNI dan BHI di negara akreditasi terhadap hukum Indonesia dan/atau hukum setempat; 24. membuat perumusan kebijakan pembinaan dan perlindungan WNI di luar negeri; 25. mengupayakan pembentukan opini publik di negara akreditasi untuk memajukan kerjasama bilateral/regional/ multilateral agar menguntungkan kepentingan nasional RI; 26. memanfaatkan seluruh saluran informasi di negara akreditasi untuk penyebarluasan informasi tentang Indonesia; 27. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di negara akreditasi; 28. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi; 29. memberikan rekomendasi, baik kepada pimpinan Deplu maupun Pemerintah RI, tentang kebijakan yang harus diambil sebagai tanggapan atas kebijakan negara akreditasi/organisasi internasional; 30. melakukan evaluasi dan tindak lanjut atas laporan kebijakan pemerintah negara akreditasi dan/atau organisasi internasional yang berpengaruh terbadap nasional Indonesia; 31. membuat evaluasi dan tindak lanjut dari hasil-hasil sidang; 32. melakukan komunikasi dalam bahasa asing (lisan dan tulisan) secara memadai pada tingkatannya. d. Diplomat Utama yaitu : 1. berpartisipasi dalam kegiatan (event) yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat/organisasi internasional/ swasta; 2. menghadiri seminar/simposium/ceramah menyangkut kepentingan nasional;

JABATAN FUNGSIONAL

yang

1035

3. Memenuhi undangan dari pemerintah negara akreditasi/ organisasi international; 4. memenuhi undangan dari tokoh masyarakat/LSM/media massa di negara akreditasi; 5. menghadiri resepsi diplomatik/undangan dari perwakilan asing/organisasi internasional; 6. melakukan demarche kepada pemerintah negara akreditasi atau perwakilan asing; 7. memberikan masukan kepada Delegasi Republik Indonesia; 8. mengembangkan jaringan dengan berbagai kalangan yang bisa mendukung opini publik setempat agar menguntungkan posisi pemerintah RI. 9. melakukan kegiatan promosi dengan berbagai pihak di negara akreditasi; 10. melaksanakan dan mengkoordinir penyelenggaraan promosi budaya di Perwakilan RI di luar wilayah akreditasi; (3) Tugas tambahan adalah kegiatan-kegiatan selain tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang telah ditetapkan dalam SKI, yang dibebankan untuk dilaksanakan oleh Pimpinan Unit Kerja. BAB V SKI DIPLOMAT Pasal 8 (1) Pada setiap akhir tahun takwim berjalan, masing-masing Diplomat wajib menyusun usulan SKI yang akan dilaksanakan dalam satu tahun takwim berikutnya. (2) SKI disusun berdasarkan tugas pokok Diplomat yang bersangkutan sesuai dengan jenjang jabatannya serta berdasarkan SKU dan SKO dimana Diplomat tersebut ditempatkan, dan disertai dengan jadwal kegiatan. (3) Sasaran/target yang hendak dicapai dari setiap pelaksanaan tugas pokok dapat dinilai dari aspek kuantitas, kualitas, biaya dan waktu pelaksanaan.

1036 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Waktu pelaksanaan seluruh sasaran/target apabila dihitung dalam satuan waktu kerja efektif paling rendah harus mencapai 6 jam per hari kerja atau 1.650 jam per tahun. (5) SKI yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan Unit Kerja untuk mendapatkan persetujuan. (6) Untuk kepentingan dinas SKI yang telah disetujui dapat dilakukan penyesuaian. BAB VI TATA CARA PENILAIAN SKI DAN KONVERSI DALAM ANGKA KREDIT Pasal 9 Penilaian prestasi kerja Diplomat dilakukan dengan angka kredit berdasarkan hasil penghitungan capaian SKI. Pasal 10 (1) Angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan Diplomat ditetapkan berdasarkan tingkat capaian SKI. (2) Angka kredit yang diperoleh dari tugas tambahan dapat diperhitungkan paling banyak 20% dari angka kredit untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan diplomat. (3) Penilaian tugas tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan sama dengan penilaian kegiatan SKI. Pasal 11 (1) Capaian hasil SKI dinilai dengan persentase dan sebutan nilai sebagai berikut : a. capaian hasil SKI di atas 100% diberikan sebutan nilai istimewa; b. capaian hasil SKI lebih dari 85% sampai dengan 100% diberikan sebutan nilai amat baik; c. capaian hasil SKI lebih dari 70% sampai dengan 85% diberikan sebutan nilai baik; JABATAN FUNGSIONAL

1037

d. capaian hasil SKI lebih dari 55% sampai dengan 70% diberikan sebutan nilai cukup; e. capaian hasil SKI kurang dari 55% diberikan sebutan nilai kurang. (2) Sebutan nilai SKI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikonversi ke dalam angka kredit sebagai berikut : a. Sebutan nilai istimewa mendapatkan angka kredit sebesar 50% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan; b. Sebutan nilai amat baik mendapatkan angka kredit sebesar 35% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan; c. Sebutan nilai baik mendapatkan angka kredit sebesar 25% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/ gelar diplomatik dan jabatan; d. Sebutan nilai cukup mendapatkan angka kredit sebesar 15% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/ gelar diplomatik dan jabatan; e. Sebutan nilai kurang mendapatkan angka kredit sebesar 5% dari angka kredit yang harus dicapai untuk kenaikan pangkat/ gelar diplomatik dan jabatan; (3) Jumlah angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/gelar diplomatik dan jabatan Diplomat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran III. BAB VIII PENILAIAN SKI Pasal 12 (1) Penilaian SKI dilakukan setiap akhir Desember tahun berjalan dan paling lambat harus sudah selesai pada akhir bulan Januari tahun berikutnya; (2) Penilaian SKI dilakukan oleh : a. Menteri Luar Negeri atau Pejabat lain yang ditunjuk paling rendah Eselon I bagi Diplomat Madya dan Diplomat Utama yang bertugas di Departemen Luar Negeri dan atau yang bertugas di Perwakilan; 1038 JABATAN FUNGSIONAL

b. Pimpinan Unit Kerja paling rendah Eselon II bagi Diplomat Pertama dan Diplomat Muda yang bertugas di Departemen Luar Negeri; atau c. Kepala Perwakilan bagi Diplomat Pertama, Diplomat Muda, dan Diplomat Madya yang bertugas di Perwakilan masingmasing. (3) Konversi dalam angka kredit terhadap penilaian SKI sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di atas dilakukan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. (4) Anggota Tim Penilai adalah Diplomat dengan susunan sebagai berikut : a. Seorang Ketua, merangkap anggota; b. Seorang Wakil Ketua, merangkap anggota; c. Seorang Sekretaris, merangkap anggota; dan d. Paling rendah 4 (empat) orang anggota. BAB VIII ASPEK LAIN YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN SKI Pasal 13 (1) Hasil capaian SKI bukan satu-satunya alat penilaian prestasi kerja Diplomat. (2) Dalam memberikan penilaian SKI, penilai wajib mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut aspek organisasi, manajemen dan perilaku. (3) Penilaian aspek organisasi, manajemen dan perilaku digunakan untuk menentukan nilai akhir capaian SKI, yaitu : a. dapat menaikkan nilai persentase SKI; b. dapat menurunkan nilai persentase SKI; atau c. tidak berpengaruh terhadap nilai persentase SKI (4) Ketentuan lebih lanjut tentang aspek organisasi, manajemen dan perilaku ditetapkan dengan Peraturan Menteri Luar Negeri.

JABATAN FUNGSIONAL

1039

BAB IX KENAIKAN PANGKAT/GELAR DIPLOMATIK DAN JABATAN Pasal 14 (1) Diplomat dapat dinaikkan pangkat/gelar diplomatik dan/atau jabatannya apabila memenuhi syarat; a. angka kredit yang ditentukan; b. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri. (2) Kenaikan gelar diplomatik diikuti dengan kenaikan pangkat. BAB X PENGANGKATAN DALAM JABATAN Pasal 15 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat pertama kali untuk mengisi lowongan formasi jabatan Diplomat dilakukan melalui pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. berijazah paling rendah Sarjana (S1) sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang ditentukan oleh Menteri Luar Negeri; b. pangkat paling rendah pangkat Penata Muda, Golongan Ruang III/a; c. lulus sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu); dan d. setiap unsur penilaian prestasi kerja dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP 3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; (2) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari Jabatan Struktural ke dalam jabatan diplomat harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). b. telah diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri. (3) Penetapan jenjang jabatan dan angka kredit bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan Diplomat sebagaimana 1040 JABATAN FUNGSIONAL

dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan pangkat, masa kerja kepangkatan dan gelar Diplomatik. BAB XI PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI, DAN PEMBERHENTIAN DARI JABATAN Pasal 16 Diplomat dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : a. selama 2 (dua) tahun berturut-turut mendapatkan penilaian SKI cukup/kurang; b. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat; c. diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil; d. ditugaskan secara penuh di luar jabatan Diplomat; e. menjalani cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya; atau f. tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan. Pasal 17 (1) Diplomat yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dapat diangkat kembali dalam jabatan Diplomat; (2) Pengangkatan kembali dalam jabatan Diplomat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menggunakan angka kredit terakhir yang dimiliki dan dari prestasi kerja di bidang diplomatik selama tidak menduduki jabatan Diplomat. Pasal 18 Diplomat diberhentikan dari jabatannya apabila : a. hasil penilaian SKI pada tahun berikutnya setelah pembebasan sementara sebagaimana dimaksud Pasal 16 huruf a, tetap mendapatkan nilai cukup/kurang; atau b. dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat. JABATAN FUNGSIONAL

1041

Pasal 19 Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara, mengangkat kembali dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan Diplomat adalah Menteri Luar Negeri. BAB XII PENYESUAIAN JABATAN, PANGKAT DAN GELAR DIPLOMATIK Pasal 20 Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan Peraturan ini telah diangkat sebagai Diplomat oleh Menteri Luar Negeri disesuaikan dalam jabatan, pangkat dan gelar Diplomatik berdasarkan peraturan ini. BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 21 Untuk kepentingan dinas dan/atau peningkatan pengetahuan, pengalaman dan pengembangan karier, Diplomat dapat dipindahkan ke dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional lain. Pasal 22 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan diplomat dan ditempatkan di Departemen Luar Negeri diberikan tunjangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIV PENUTUP Pasal 23 Petunjuk pelaksanaan peraturan ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara baik secara sendiri-sendiri atau bersama sesuai bidang tugasnya.

1042 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 24 Dengan berlakunya peraturan ini, maka Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 174/1997 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya serta ketentuan lain yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 25 Apabila ada perubahan mendasar sehingga ketentuan dalam peraturan ini dianggap tidak sesuai lagi, maka peraturan ini dapat ditinjau kembali. Pasal 26 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 16 Agustus 2005 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA ttd TAUFIQ EFFENDI

JABATAN FUNGSIONAL

1043

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 19/1996 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Menimbang

Mengingat

1044

: 1.

bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pengawasan di Instansi Pemerintah sangat diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan secara penuh untuk melaksanakan tugas pengawasan secara profesional;

2.

bahwa untuk menjamin pembinaan profesi dan karier, kepangkatan dan jabatan, dipandang perlu menetapkan jabatan fungsional Auditor dan angka kreditnya.

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).

2.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26; Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3058) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437); 3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 21);

4.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3438);

5.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3545);

6.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3546);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);

8.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen Sebagaimana Telah Dua Puluh Empat Kali Diubah Terakhir Kali

1045

Dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1996; 9.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara, serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara.

10. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Memperhatikan : 1.

Surat Bersama Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan suratnya Nomor : S-96/K/1996 dan Nomor : 88/S/III/1996 tanggal 9 Pebruari 1996;

2.

Pertimbangan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dengan Suratnya Nomor : K.26-25/V3-46/18 tanggal 14 Maret 1996. MEMUTUSKAN

Menetapkan

: KEPUTUSAN MENTERI LUAR NEGERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.

Auditor adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah.

1046 JABATAN FUNGSIONAL

2.

Auditor terdiri dari Auditor Trampil dan Auditor Ahli.

3.

Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional Auditor yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat dalam jabatan Auditor.

4.

Instansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan (BEPEKA) adalah Sekretaris Jenderal BEPEKA.

5.

Instansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan instansi pemerintah lainnya kecuali di lingkungan BEPEKA adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

6.

Audit (pemeriksaan) adalah pengujian atas kegiatan obyek pemeriksaan dengan cara membandingkan keadaan yang terjadi dengan keadaan yang seharusnya.

7.

Melakukan tugas secara mandiri adalah melakukan tugas dalam suatu tim pengawas mandiri yang merupakan kerja bersama, tetapi tanggung jawab hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap melekat pada masing-masing pejabat fungsional auditor tersebut.

8.

Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam tim adalah peran dalam tim mandiri sebagai Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu.

9.

Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi obyek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan.

10. Mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya adalah kegiatan membantu menyiapkan dan atau memberikan masukan-masukan terutama berasal dari aparat pengawas yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan pengawasan dalam rangka menetapkan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. 11. Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP) adalah kegiatan membantu menyiapkan dan atau memberi masukan untuk penyusunan RIP guna menjamin tercapainya pengawasan yang optimal, menyeluruh dan terpadu. JABATAN FUNGSIONAL

1047

12. Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan adalah kegiatan membantu penyusunan dan perumusan kebijakan pengawasan tahunan dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 13. Menyiapkan RKPT adalah kegiatan membantu menyiapkan/ memberikan masukan dalam rangka penyusunan RKPT. 14. Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) adalah kegiatan membantu menyiapkan dan atau memberi masukan antara lain dalam bentuk rincian kegiatan dan anggaran pengawasan dalam rangka penyusunan PKPT. 15. Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan adalah kegiatan membantu mengumpulkan, mengolah data serta menyusun pedoman dan atau sistem dibidang pengawasan. 16. Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan adalah kegiatan membantu meneliti, mengevaluasi, dan merumuskan kembali pedoman dan atau sistem pengawasan dengan maksud agar tetap sesuai dengan kebutuhan. 17. Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) adalah kegiatan membantu menjabarkan peraturan perundang-undangan, pedoman, dan atau sistem untuk memudahkan pelaksanaan pengawasan. 18. Memutakhirkan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) adalah kegiatan membantu meneliti, mengevaluasi, dan merumuskan kembali juklak dan juknis dengan maksud agar tetap sesuai dengan kebutuhan. 19. Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan adalah kegiatan membantu mengumpulkan, mengolah data, serta merumuskan ukuran kinerja pengawasan yang dapat dipergunakan sebagai tolok ukur dalam melakukan pengujian dan penilaian terhadap obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu. 20. Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF) adalah peran aktif untuk membantu mengarahkan, membimbing, dan mengkoordinasikan APF dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan hasil pengawasan. 21. Menelaah peraturan perundang-undangan adalah kegiatan membantu mempelajari, meneliti, memeriksa, menyelidiki dan menilik peraturan perundang-undangan. 22. Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan adalah kegiatan membantu penyebarluasan aspek dan arti penting pengawasan 1048 JABATAN FUNGSIONAL

agar setiap pelaku dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat memahami pengawasan secara benar. 23. Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan adalah kegiatan perbantuan atau kerjasama antara sesama aparat fungsional atau dengan instansi lain dibidang pengawasan, dan di bidang lainnya untuk menunjang kelancaran dan ketetapan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. 24. Membuat laporan akuntabilitas adalah kegiatan membantu pembuatan laporan akuntabilitas dari unit kerja yang bersangkutan. 25. Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi keputusan-keputusan di bidang keuangan dan pembangunan yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan. 26. Membuat laporan hasil pengawasan adalah kegiatan menyajikan informasi secara tertulis dan berkala atas hasil pengawasan oleh Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 27. Membuat laporan audit akuntabilitas adalah kegiatan menyajikan informasi secara tertulis dan berkala mengenai temuan hasil audit laporan akuntabilitas yang dilaksanakan secara komprehensif. 28. Mengkaji laporan hasil pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi temuan hasil pengawasan APF yang disampaikan secara tertulis untuk tujuan tertentu. 29. Memantau pelaksanaan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT) adalah kegiatan mengawasi pelaksanaan RKPT secara terus menerus untuk mendapatkan masukan guna mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan pengawasan telah sesuai dengan RKPT. 30. Memantau pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) adalah kegiatan mengawasi pelaksanaan PKPT secara terus menerus guna mengetahui apakah pelaksanaan pengawasan telah berjalan sesuai dengan PKPT. 31. Mengkaji dan menyempurnakan RIP adalah kegiatan menganalisis, mengevaluasi dan menyempurnakan RIP agar sesuai dengan kebutuhan. 32. Mengkaji aspek strategis adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi aspek strategis dari kegiatan pemerintahan dan JABATAN FUNGSIONAL

1049

pembangunan dengan penekanan utama terhadap kegiatan yang mempunyai dampak luas dan menyeluruh. 33. Memaparkan hasil pengawasan adalah kegiatan memberikan presentasi hasil pengawasan baik untuk memberikan informasi maupun untuk menyempurnakan hasil pengawasan kepada pihak-pihak pengambil kebijakan di bidang pengawasan. 34. Mengkaji hasil pendidikan dan latihan (Diklat) pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi pemanfaatan pengetahuan dan atau keterampilan yang diperoleh dari Diklat Pengawasan guna meningkatkan mutu sumber daya pengawasan. 35. Gelar pengawasan adalah suatu kegiatan pemaparan hasil-hasil pengawasan pada forum terbuka dengan dihadiri oleh instansi pemerintah, lembaga tinggi negara, APFP dan obyek pengawasan untuk mendorong percepatan tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan. 36. Melaksanakan audit adalah kegiatan menghimpun, meneliti, membandingkan, dan menilai bukti-bukti yang terukur dari suatu obyek audit dan atau kegiatan tertentu guna mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari bukti yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen. 37. Melaksanakan pemeriksaan akuntan adalah kegiatan audit atas laporan keuangan obyek audit untuk memberikan pernyataan pendapat auditor independen. 38. Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan adalah kegiatan audit yang ditujukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan atau ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 39. Melaksanakan audit operasional adalah kegiatan audit yang ditujukan untuk menilai keekonomisan, daya guna dan hasil guna suatu obyek audit dan atau kegiatan tertentu. 40. Melaksanakan audit khusus adalah kegiatan audit yang tidak termasuk audit keuangan dan atau ketaatan dan audit operasional. Pengertian khusus disini mencakup antara lain audit dengan tujuan, prioritas, dan aspek tertentu. 41. Melaksanakan audit akuntabilitas adalah kegiatan audit untuk menilai pelaksanaan tugas pokok dan fungsi obyek yang diperiksa. 1050 JABATAN FUNGSIONAL

42. Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril) adalah kegiatan memeriksa dokumen-dokumen yang diterima secara berkala atau sewaktu-waktu mengenai keuangan dan atau ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan serta mengenai kegiatan operasional agar dapat diketahui keekonomisan, daya guna dan hasil guna dari suatu obyek audit dan atau kegiatan tertentu. 43. Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan adalah kegiatan riset di bidang pengawasan untuk mengembangkan dan menyempurnakan metode, teknis dan sistem pengawasan. 44. Mengkaji hasil pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi hasil pengawasan yang merupakan masukan baik untuk keperluan pengawasan lebih lanjut maupun untuk kepentingan pelaporan kepada pemberi tugas dan atau pimpinan obyek yang diawasi. 45. Mengkompilasi laporan adalah kegiatan menggabungkan dan mengumpulkan laporan hasil pengawasan untuk kepentingan penyusunan suatu laporan pengawasan yang lebih menyeluruh terhadap sekelompok obyek pengawasan dan atau kegiatan yang sejenis. 46. Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten adalah kegiatan menyusun pokok-pokok masalah hasil pengawasan untuk kepentingan pihak yang berkompeten. 47. Mengkaji kinerja obyek pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi keberhasilan obyek pengawasan dan atau kegiatan yang diawasi untuk memberi masukan kepada pihak yang berkepentingan. 48. Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi unsur-unsur pengendalian yang digunakan oleh obyek pengawasan dan atau kegiatan tertentu untuk mengukur kemampuan sistem pengendalian dari obyek yang bersangkutan. 49. Mengkaji hasil audit (peer review) adalah kegiatan menganalisis dan mengevaluasi kegiatan hasil audit yang dilaksanakan pengawas lainnya guna mendapatkan hasil pengawasan yang optimal. 50. Memantau tindak lanjut hasil pengawasan adalah kegiatan pengecekan terhadap seluruh rekomendasi dari temuan-temuan yang dimuat dalam Laporan Hasil Pengawasan sebelumnya guna

JABATAN FUNGSIONAL

1051

memastikan apakah rekomendasi tersebut telah mendapatkan tindak lanjut yang memadai atau belum. 51. Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu adalah kegiatan mengumpulkan bahan-bahan untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan pengawasan tertentu. 52. Mengumpulkan data dan atau memanfaatkan informasi intelijen adalah kegiatan yang bersifat rahasia untuk mengumpulkan dan mengolah data yang dilaksanakan untuk mengarahkan kegiatan pengawasan. 53. Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan (TP) dan atau Tuntutan Ganti Rugi (TGR) adalah kegiatan memproses tata cara perhitungan terhadap bendaharawan yang dalam pengurusannya terjadi kekurangan perbendaharaan, dan atau memproses tuntutan penggantian kepada pegawai negeri bukan bendaharawan yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian negara. 54. Memberikan kesaksian adalah kegiatan memberikan keterangan dalam suatu perkara peradilan yang berkaitan dengan bidang pengawasan. 55. Karya Tulis Ilmiah di bidang pengawasan adalah karya tulis yang disusun baik secara perorangan maupun kelompok yang membahas suatu pokok bahasan dalam bidang pengawasan, dengan menuangkan gagasan-gagasan tertentu melalui identifikasi dan diskripsi permasalahan, analisis permasalahan dan saran-saran pemecahannya. 56. Penulis utama adalah seseorang yang memprakarsai penulisan, pemilik ide tentang hal yang akan ditulis, pembuat outline, dan penyusun tulisan tersebut. 57. Penulis pembantu adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada penulis utama dalam hal pengumpulan data, dan atau pengolahan data, dan atau analisa data, dan atau tambahan bahan. 58. Menerjemahkan adalah kegiatan pengalihbahasaan suatu tulisan dari suatu bahasa ke bahasa lain. 59. Menyadur adalah menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal.

1052 JABATAN FUNGSIONAL

60. Kongres adalah pertemuan yang dilaksanakan antar anggota organisasi profesi untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan profesinya. 61. Konferensi adalah suatu pertemuan yang dilaksanakan untuk merundingkan suatu hal. 62. Seminar adalah salah satu metode belajar dimana para peserta dilatih untuk saling bekerjasama dalam berfikir dan menyatakan pendapat, untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga tercapai suatu kesimpulan berdasarkan suatu pendapat bersama. 63. Lokakarya adalah pertemuan yang dilaksanakan untuk membahas suatu karya baik di bidang pengawasan maupun yang menunjang pengawasan. 64. Studi banding adalah suatu kegiatan penggunaan waktu dan pikiran dengan cara membandingkan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. 65. Pelatihan adalah suatu proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan baik di bidang pengawasan maupun yang menunjang pengawasan di luar pendidikan umum yang berlaku, dengan lebih mengutamakan praktek daripada teori. 66. Organisasi profesi adalah organisasi yang kegiatannya mengkhususkan pada keahlian tertentu yang tidak dapat dikerjakan oleh semua orang, seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 67. Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, negara asing, atau organisasi nasional/internasional yang mempunyai reputasi baik di kalangan masyarakat ilmiah. BAB II KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK Pasal 2 (1) Auditor adalah jabatan fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional pengawasan pada instansi. Pemerintah dan Sekretariat Jenderal BEPEKA baik di tingkat pusat maupun daerah. JABATAN FUNGSIONAL

1053

(2) Jabatan fungsional Auditor hanya dapat diduduki oleh seorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 Tugas pokok Auditor adalah : (1) Menggerakkan dan atau membina pengawasan. (2) Melaksanakan pengawasan. BAB III TANGGUNG JAWAB, WEWENANG Pasal 4 (1) Tanggung jawab Auditor adalah menyelesaikan tugas sesuai dengan norma atau Standar Audit Pemerintahan yang berlaku. (2) Wewenang Auditor adalah meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, Instansi Pemerintah, badan usaha negara atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV UNSUR KEGIATAN Pasal 5 Bidang kegiatan Auditor terdiri dari : 1. Pendidikan, meliputi : a. Mengikuti pendidikan sekolah dan memperoleh gelar/ijazah. b. Mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan di bidang pengawasan serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL) atau Sertifikat. 2. Pengawasan, meliputi : a. Pembinaan dan Penggerakkan Pengawasan, yaitu : 1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. 1054 JABATAN FUNGSIONAL

2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP). 3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan. 4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). 6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan. 7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan. 8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis pengawasan). 9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan. 10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan. 11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 12) Menelaah peraturan perundang-undangan. 13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan. 14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan. 15) Membuat laporan akuntabilitas. 16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas. 17) Membuat laporan hasil pengawasan. 18) Mengkaji laporan hasil pengawasan. 19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan. 20) Memantau pelaksanaan RKPT. 21) Memantau pelaksanaan PKPT. 22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP. 23) Mengkaji aspek strategis. 24) Memaparkan hasil pengawasan. 25) Mengkaji hasil Diklat pengawasan. 26) Gelar pengawasan. b. Pelaksanaan Pengawasan, yaitu : 1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 3) Melaksanakan audit operasional. JABATAN FUNGSIONAL

1055

4) Melaksanakan audit khusus. 5) Melaksanakan audit akuntabilitas. 6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 8) Mengkaji hasil pengawasan. 9) Mengkompilasi laporan. 10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan. 13) Mengkaji hasil audit (peer review). 14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. 16) Mengumpulkan data dan atau informasi intellijen. 17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/ TGR). 18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. 3. Pengembangan Profesi Pengawasan, meliputi : a. Membuat karya ilmiah/karya tulis di bidang pengawasan. b. Menerjemahkan/menyadur karya tulis ilmiah di bidang pengawasan. c. Berpartisipasi secara aktif dalam penerbitan di bidang pengawasan. d. Melakukan pelatihan di kantor sendiri. e. Berpartisipasi secara aktif dalam pemaparan (ekspose) draft/ pedoman/modul/fatwa di bidang pengawasan. f.

Melakukan studi banding di bidang pengawasan.

4. Penunjang tugas pengawasan, meliputi :

1056 JABATAN FUNGSIONAL

a. Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai. b. Mengikuti seminar, lokakarya, konperensi atau kongres. c. Menjadi anggota organisasi profesi. d. Menjadi Tim Penilai Jabatan Fungsional Auditor. e. Memperoleh penghargaan atau tanda jasa. f.

Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya.

g. Duduk dalam kepanitiaan intra atau antar instansi. BAB V JENJANG JABATAN DAN PANGKAT Pasal 6 (1) Jenjang jabatan Auditor terendah sampai dengan tertinggi, yaitu : a. Auditor trampil, terdiri atas : 1. Auditor Trampil Pemula 2. Auditor Trampil Pratama 3. Auditor Trampil Muda b. Auditor Ahli, terdiri atas : 1. Auditor Ahli Pratama 2. Auditor Ahli Muda 3. Auditor Ahli Madya 4. Auditor Ahli Utama (2) Jenjang pangkat, golongan ruang yang terendah sampai dengan tertinggi Auditor trampil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b, Pengatur golongan ruang II/c, dan Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d, bagi Auditor Trampil Pemula; b. Penata Muda Golongan ruang III/a dan Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b, bagi Auditor Trampil Pratama; c. Penata golongan ruang III/c, dan Penata Tingkat I golongan ruang III/d, bagi Auditor Trampil Muda.

JABATAN FUNGSIONAL

1057

(3) Jenjang pangkat, golongan ruang yang terendah sampai dengan tertinggi Auditor Ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri atas : a. Penata Muda golongan ruang III/a, dan Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b, bagi Auditor Ahli Pratama; b. Penata golongan ruang III/c, dan Penata Tingkat I golongan ruang III/d, bagi Auditor Ahli Muda; c. Pembina golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b dan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/ c, bagi Auditor Ahli Madya; d. Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d, dan Pembina Utama golongan ruang IV/e, bagi Auditor Ahli Utama. BAB VI RINCIAN KEGIATAN YANG DINILAI DALAM MEMBERIKAN ANGKA KREDIT Pasal 7 (1) Rincian Kegiatan Auditor Trampil, sebagai Anggota Tim : a. Auditor Trampil Pemula : 1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 3) Mengkompilasi laporan. 4) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. b. Auditor Trampil Pratama : 1) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril) 2) Melaksanakan audit operasional. 3) Mengkaji sistem pengendalian manajemen objek pengawasan. 4) Mengkaji hasil pengawasan. 5) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 6) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. c. Auditor Trampil Muda : 1058 JABATAN FUNGSIONAL

1) Melaksanakan audit khusus. 2) Melaksanakan audit akuntabilitas. 3) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen. 4) Mengkaji hasil audit (peer review). 5) Mengkaji kinerja objek pengawasan. 6) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 7) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). 8) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. (2) Rincian Kegiatan Auditor Ahli yaitu : a. Auditor Ahli Pratama : 1. Sebagai Anggota Tim adalah sebagai berikut : 1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. 2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP). 3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan. 4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). 6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan. 7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan. 8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) pengawasan. 9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan. 10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan. 11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 12) Menelaah peraturan perundang-undangan. 13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan.

JABATAN FUNGSIONAL

1059

14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan. 15) Membuat laporan akuntabilitas. 16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas. 17) Membuat laporan hasil pengawasan. 18) Mengkaji laporan hasil pengawasan. 19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan. 20) Memantau pelaksanaan RKPT. 21) Memantau pelaksanaan PKPT. 22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP. 23) Mengkaji aspek strategis. 24) Memaparkan hasil pengawasan. 25) Mengkaji hasil diklat pengawasan. 26) Gelar pengawasan. 27) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 28) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 29) Melaksanakan audit operasional. 30) Melaksanakan audit khusus. 31) Melaksanakan audit akuntabilitas. 32) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 33) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 34) Mengkaji hasil pengawasan. 35) Mengkompilasi laporan. 36) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 37) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 38) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan. 39) Mengkaji hasil audit (peer review). 40) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 41) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu.

1060 JABATAN FUNGSIONAL

42) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen. 43) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TGR). 44) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. 2. Sebagai Ketua Tim adalah sebagai berikut : 1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 3) Melaksanakan audit operasional. 4) Melaksanakan audit khusus. 5) Melaksanakan audit akuntabilitas. 6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 8) Mengkaji hasil pengawasan. 9) Mengkompilasi laporan. 10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen proyek pengawasan. 13) Mengkaji hasil audit (peer review). 14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. 16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen. 17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). 18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. b. Auditor Ahli Muda 1. Sebagai Ketua Tim, adalah sebagai berikut : 1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. JABATAN FUNGSIONAL

1061

2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP). 3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan. 4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). 6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan. 7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan. 8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) pengawasan. 9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan. 10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan. 11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 12) Menelaah peraturan perundang-undangan. 13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan. 14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan. 15) Membuat laporan akuntabilitas. 16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas. 17) Membuat laporan hasil pengawasan. 18) Mengkaji laporan hasil pengawasan. 19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan. 20) Memantau pelaksanaan RKPT. 21) Memantau pelaksanaan PKPT. 22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP. 23) Mengkaji aspek strategis. 24) Memaparkan hasil pengawasan. 25) Mengkaji hasil Diklat Pengawasan. 26) Gelar Pengawasan. 27) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 28) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan.

1062 JABATAN FUNGSIONAL

29) Melaksanakan audit operasional. 30) Melaksanakan audit khusus. 31) Melaksanakan audit akuntabilitas. 32) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 33) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 34) Mengkaji hasil pengawasan. 35) Mengkompilasi hasil laporan. 36) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 37) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 38) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan. 39) Mengkaji hasil audit (peer review). 40) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 41) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. 42) Mengumpulan data dan atau informasi intelijen. 43) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). 44) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. 2. Sebagai Pengendali Teknis adalah sebagai berikut : 1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 3) Melaksanakan audit operasional. 4) Melaksanakan audit khusus. 5) Melaksanakan audit akuntabilitas. 6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 8) Mengkaji hasil pengawasan. 9) Mengkompilasi laporan.

JABATAN FUNGSIONAL

1063

10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan. 13) Mengkaji hasil audit (peer review). 14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. 16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen. 17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). 18) Memberikan kesaksian kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. c. Auditor Ahli Madya : 1. Sebagai Pengendali Teknis adalah sebagai berikut : 1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. 2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP). 3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan. 4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). 6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan. 7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan. 8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) pengawasan. 9) Memutakhirkan juklak dan atau sistem pengawasan. 10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan. 11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 12) Menelaah peraturan perundang-undangan.

1064 JABATAN FUNGSIONAL

13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan. 14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan. 15) Membuat laporan akuntabilitas. 16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas. 17) Membuat laporan hasil pengawasan. 18) Mengkaji laporan hasil pengawasan. 19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan. 20) Memantau pelaksanaan RKPT. 21) Memantau pelaksanaan PKPT. 22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP. 23) Mengkaji aspek strategis. 24) Memaparkan hasil pengawasan. 25) Mengkaji hasil diklat pengawasan. 26) Gelar pengawasan. 2. Sebagai Pengendali Mutu adalah sebagai berikut : 1) Melaksanakan pemeriksaan akuntan. 2) Melaksanakan audit keuangan dan atau ketaatan. 3) Melaksanakan audit operasional. 4) Melaksanakan audit khusus. 5) Melaksanakan audit akuntabilitas. 6) Menguji dan menilai dokumen (melaksanakan audit buril). 7) Melaksanakan penelitian di bidang pengawasan. 8) Mengkaji hasil pengawasan. 9) Mengkompilasi laporan. 10) Meringkas hasil pengawasan untuk pihak yang berkompeten. 11) Mengkaji kinerja obyek pengawasan. 12) Mengkaji sistem pengendalian manajemen obyek pengawasan.

JABATAN FUNGSIONAL

1065

13) Mengkaji hasil audit (peer review). 14) Memantau tindak lanjut hasil pengawasan. 15) Mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu. 16) Mengumpulkan data dan atau informasi intelijen. 17) Memproses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR). 18) Memberikan kesaksian dalam peradilan kasus hasil pengawasan. d. Auditor Ahli Utama : Sebagai Pengendali Utama adalah sebagai berikut : 1) Menyiapkan perumusan kebijakan pengawasan dan kebijakan lainnya. 2) Menyiapkan Rencana Induk Pengawasan (RIP). 3) Menyiapkan kebijakan pengawasan tahunan. 4) Menyiapkan Rencana Kerja Pengawasan Tahunan (RKPT). 5) Menyiapkan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). 6) Menyusun pedoman dan atau sistem pengawasan. 7) Memutakhirkan pedoman dan atau sistem pengawasan. 8) Menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan atau petunjuk teknis (juknis) pengawasan. 9) Memutakhirkan juklak dan atau juknis pengawasan. 10) Menyusun ukuran kinerja di bidang pengawasan. 11) Membina dan menggerakkan Aparat Pengawasan Fungsional (APF). 12) Menelaah peraturan perundang-undangan. 13) Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan. 14) Melaksanakan asistensi dan konsultasi di bidang pengawasan. 15) Membuat laporan akuntabilitas. 16) Mengkaji laporan hasil audit akuntabilitas.

1066 JABATAN FUNGSIONAL

17) Membuat laporan hasil pengawasan. 18) Mengkaji laporan hasil pengawasan. 19) Mengkaji kebijakan keuangan dan pembangunan. 20) Memantau pelaksanaan RKPT. 21) Memantau pelaksanaan PKPT. 22) Mengkaji dan menyempurnakan RIP. 23) Mengkaji aspek strategis. 24) Memaparkan hasil pengawasan. 25) Mengkaji hasil diklat pengawasan. 26) Gelar pengawasan. Pasal 8 Apabila pada suatu unit kerja tidak terdapat Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang sesuai dengan jenjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Auditor Trampil atau Auditor Ahli lain yang setingkat di atas atau di bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan. Pasal 9 Pembagian angka kredit atas hasil penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, sebagai berikut : a. Setiap Auditor Ahli yang melaksanakan kegiatan Auditor Ahi dengan peran setingkat lebih tinggi dari yang seharusnya, angka kredit yang diperolehnya sebesar 110% dari setiap angka kredit butir kegiatan untuk peran yang seharusnya. b. Setiap auditor ahli yang melaksanakan kegiatan Auditor Ahli dengan peran setingkat lebih rendah dari yang seharusnya, angka kredit yang diperolehnya sebesar 90% dari setiap angka kredit butir kegiatan untuk peran yang seharusnya. c. Setiap Auditor Trampil yang melaksanakan kegiatan pada jenjang setingkat lebih rendah, angka kredit yang diperoleh sebesar angka kredit minimal dari butir kegiatan pada jenjang jabatan yang seharusnya, sedangkan jika setingkat lebih tinggi memperoleh

JABATAN FUNGSIONAL

1067

angka kredit maksimal dari butir kegiatan pada jenjang yang seharusnya. Pasal 10 (1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri dari : a. Unsur Utama b. Unsur Penunjang (2) Unsur Utama terdiri dari : a. Pendidikan b. Pengawasan c. Pengembangan Profesi Auditor (3) Unsur Penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas Auditor sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4. (4) Rincian kegiatan dan angka kredit masing-masing unsur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Angka kredit untuk kegiatan yang dilakukan oleh Auditor Trampil adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran 1A. b. Angka kredit untuk kegiatan yang dilakukan oleh Auditor Ahli adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran 1B. Pasal 11 (1) Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri Sipil untuk dapat diangkat, dinaikkan dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dan untuk kenaikkan pangkatnya, sebagai berikut : a. Untuk jabatan Auditor Trampil sebagaimana tersebut dalam Lampiran II A dengan ketentuan sekurang-kurangnya 80% (Delapan Puluh Persen) angka kredit berasal dari unsur utama dan sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang. b. Untuk Jabatan Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam Lampiran IIB dengan ketentuan sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama dan sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) angka kredit dari unsur penunjang. 1068 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kreditnya, diperhitungkan untuk kenaikan pangkat/jabatan berikutnya. (3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah mencapai angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat pada tahun pertama dalam masa jabatan yang didudukinya atau pangkat yang dimilikinya, pada tahun berikutnya diwajibkan mengumpulkan angka dari unsur utama sekurang-kuranngya 20% (dua puluh persen) dari angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi. Pasal 12 (1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang secara bersama-sama membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pengawasan, pembagian angka kreditnya ditetapkan sebagai berikut : a. 60% (enam puluh persen) bagi penulis utama; b. 40% (empat puluh persen) bagi semua penulis pembantu. (2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud ayat (1) sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. BAB VII PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT Pasal 13 Penilaian angka kredit Auditor dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam satu tahun, yaitu setiap bulan Januari dan bulan Juli. Pasal 14 (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit : a. Auditor di lingkungan BEPEKA : 1. Sekretaris Jenderal bagi Auditor Ahli Utama di lingkungan kantor pusat dan kantor perwakilan. 2. Sekretaris Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya

JABATAN FUNGSIONAL

1069

dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor pusat. 3. Kepala Perwakilan bagi Auditor Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor perwakilan. b. Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah 1. Kepala BPKP atau Pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Madya sampai dengan Ahli Utama di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah lainnya. 2. Deputi Bidang Pengawasan BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan BPKP Pusat. 3. Inspektur Jenderal Departemen, Pimpinan Unit Kerja eselon I Bidang Pengawasan atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di Kantor Pusat. 4. Kepala kantor Perwakilan BPKP, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, Kepala Kantor Wilayah Instansi yang membawahi unit pengawasan, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan masing-masing. (2) Dalam menjalankan kewenangannya pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibantu oleh Tim Penilai sebagai berikut : a. Tim Penilai dilingkungan BEPEKA : 1. Tim Penilai Pusat bagi Sekretaris Jenderal BEPEKA. 2. Tim Penilai Kantor Perwakilan bagi Kepala Perwakilan. b. Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah : 1. Tim Penilai Pusat bagi Kepala BPKP. 2. Tim Penilai Deputi bagi Deputi Bidang Pengawasan BPKP.

1070 JABATAN FUNGSIONAL

3. Tim Penilai Unit Pengawasan Instansi bagi Irjen Departemen dan Pimpinan Unit Kerja Eselon I Bidang Pengawasan. 4. Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP, Tim Penilai Kepala Kantor Wilayah Instansi Pemerintah, Tim Penilai Inspektorat Wilayah Provinsi, Tim Penilai Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya, bagi Kepala Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, atau Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya. Pasal 15 (1) Susunan keanggotaan Tim Penilai terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dengan susunan sebagai berikut : a. Seorang ketua merangkap anggota. b. Seorang wakil ketua merangkap anggota. c. Seorang sekretaris merangkap anggota. d. Sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota. (2) Pembentukan Tim Penilai, dilakukan sebagai berikut : a. Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh : 1. Sekretaris Jenderal BEPEKA untuk Tim Penilai Pusat. 2. Kepala Kantor Perwakilan untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan. b. Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh : 1. Kepala BPKP untuk Tim Penilai Pusat. 2. Deputi Bidang Pengawasan BPKP untuk Tim Penilai Deputi. 3. Irjen Departemen, Pimpinan Unit Kerja Eselon I Instansi Bidang Pengawasan untuk Tim Penilai Unit Pengawasan Instansi. 4. Kepala Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/ Kotamadya untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP, Tim Penilai Inspektorat Wilayah Provinsi atau Tim Penilai Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya.

JABATAN FUNGSIONAL

1071

(3) Anggota Tim Penilai, adalah Auditor dan atau pejabat lain di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Aparat Pengawasan Fungsional (APF) lainnya dengan ketentuan : a. Pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Auditor yang dinilai. b. Memiliki keahlian dan kemampuan di bidang pengawasan. c. Dapat aktif melakukan penilaian. (4) Masa Jabatan Tim Penilai adalah 5 (lima) tahun. Pasal 16 (1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggat waktu 1 (satu) masa jabatan. (2) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua Tim Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai Pengganti. Pasal 17 Tata kerja dan tata cara penilaian Tim Penilai ditetapkan sebagai berikut : a. Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh Sekjen BEPEKA. b. Tim Penilai di lingkungan BPKP ditetapkan oleh Kepala BPKP. c. Tim Penilai di lingkungan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah. Pasal 18 (1) Keputusan Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) tidak dapat diajukan keberatan. (2) Angka Kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) digunakan untuk mempertimbangkan kenaikan pangkat/jabatan berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1980, dan pengangkatan/kenaikan jabatan auditor.

1072 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 19 Usul penetapan angka kredit dilakukan sebagai berikut : a. Bagi Auditor di lingkungan BEPEKA diajukan oleh : 1. Auditor Utama Keuangan Negara, Inspektur Utama dan Kepala Perwakilan kepada Sekretaris Jenderal sepanjang mengenai Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan. 2. Kepala Auditorat atau Kepala Perwakilan kepada Auditor Utama Keuangan Negara dan Inspektur kepada Inspektur Utama sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan. 3. Kepala Sub Auditorat kepada Kepala Auditorat atau Kepala Perwakilan sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor Pusat dan Perwakilan. b. Bagi Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah, diajukan oleh : 1. Pimpinan Instansi atau Pejabat lain yang ditunjuk, Deputi Kepala BPKP Bidang Administrasi, kepada Kepala BPKP sepanjang mengenai Auditor Ahli Madya sampai dengan Auditor Ahli Utama di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan/Wilayah/Daerah. 2. Kepala Biro Kepegawaian BPKP kepada Deputi Bidang Pengawasan BPKP bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pratama sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor pusat. 3. Pimpinan Unit Kerja Eselon II Bidang Pengawasan kepada Inspektur Jenderal Departemen atau Pimpinan Unit Kerja Eselon I Bidang pengawasan pada Instansi Pemerintah masing-masing sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Muda dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan Kantor Pusat. 4. Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Bidang Pengawasan pada Kantor Wilayah Instansi Pemerintah lainnya, Sekretaris Inspektorat Wilayah Provinsi, Sekretaris Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya kepada Kepala

JABATAN FUNGSIONAL

1073

Kantor Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi yang membawahi unit pengawasan, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya sepanjang mengenai Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan masing-masing. BAB VII PEJABAT YANG BERWENANG MENGANGKAT DAN MEMBERHENTIKAN DALAM DAN DARI JABATAN Pasal 20 Pengangkatan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan Auditor ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT Pasal 21 (1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan keputusan ini telah bertugas di bidang pengawasan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dapat diangkat dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli. (2) Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA/DI/DII/DIII/ Sarjana Muda dan telah menduduki jabatan tertentu di bidang pengawasan dan telah berpangkat Pembina golongan ruang IV/ a sampai dengan pangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c sampai dengan keputusan ini dapat diangkat melalui penyesuaian (in passing) sebagai Auditor Ahli. (3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang bertugas dibidang pengawasan setelah berlakunya keputusan ini tidak dapat diangkat dalam jabatan Auditor Ahli. (4) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut :

1074 JABATAN FUNGSIONAL

a. Bagi Auditor Trampil, sebagaimana tersebut dalam lampiran III/A; b. Bagi Auditor Ahli, sebagaimana tersebut dalam lampiran IIIB. BAB IX PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT Pasal 21 (1) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat ditetapkan keputusan ini telah bertugas di bidang pengawasan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dapat diangkat dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli. (2) Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SLTA/DI/DII/DIII/ Sarjana Muda dan telah menduduki jabatan tertentu di bidang pengawasan dan telah berpangkat Pembina golongan ruang IV/ a sampai dengan pangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c sampai dengan keputusan ini dapat diangkat melalui penyesuaian (in passing) sebagai Auditor Ahli. (3) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang bertugas dibidang pengawasan setelah berlakunya keputusan ini tidak dapat diangkat dalam jabatan Auditor Ahli. (4) Angka kredit kumulatif untuk penyesuaian dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut : a. Bagi Auditor Trampil, sebagaimana tersebut dalam lampiran IIIA; b. Bagi Auditor Ahli, sebagaimana tersebut dalam lampiran IIIB. Pasal 22 Penyesuaian dalam jabatan Auditor Trampil dan Auditor Ahli sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) sampai dengan ayat (4), tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas pengawasan di lingkungan BPKP.

JABATAN FUNGSIONAL

1075

BAB X SYARAT PENGANGKATAN DALAM JABATAN Pasal 23 Untuk dapat diangkat dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi angka kredit kumulatif minimal yang ditentukan. Pasal 24 (1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan Auditor Trampil harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Berijazah SLTA, DII, DIII dengan kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina, atau yang sederajat. b. Pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b. c. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang khusus diadakan untuk jabatan fungsional Auditor dan memperoleh sertifikat tanda lulus. d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. (2) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam jabatan Auditor Ahli, harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Berijazah serendah-rendahnya sarjana (S1), DIV dengan kualifikasi yang ditentukan oleh instansi pembina, atau yang sederajat. b. Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan yang khusus diadakan untuk jabatan fungsional auditor dan memperoleh sertifikat tanda lulus. c. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. (3) Untuk menentukan jenjang jabatan Auditor Trampil dan Auditor Ahli sebagaimana dalam ayat (1) dan (2), digunakan angka kredit yang berasal dari pendidikan dan unsur utama lainnya setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.

1076 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 25 Auditor Trampil dapat dipindahkan menjadi Auditor Ahli, apabila Auditor Trampil yang bersangkutan mempunyai pendidikan S1, DIV yang sesuai kualifikasinya atau yang sederajat dan memperoleh sertifikat keahlian yang pengaturannya ditentukan oleh Instansi Pembina. Pasal 26 (1) Perpindahan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dapat dipertimbangkan dengan ketentuan, bahwa di samping harus memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Pasal 24 ayat (1) atau ayat (2) diharuskan pula memenuhi syarat sebagai berikut : a. Memiliki pengalaman dalam kegiatan pengawasan sekurangkurangnya 2 (dua) tahun. b. Sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang dimilikinya dan jenjang jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli ditetapkan sesuai dengan angka kredit yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit. BAB XI PEMBEBASAN SEMENTARA DAN PEMBERHENTIAN DARI JABATAN Pasal 27 (1) Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Pratama dan Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya, dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat setingkat lebih tinggi.

JABATAN FUNGSIONAL

1077

(2) Auditor Trampil Muda dan Auditor Ahli Utama dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatan terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) untuk Auditor Trampil Muda dari 50 (lima puluh) untuk Auditor Ahli Utama dari kegiatan unsur utama. Pasal 28 Selain pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. Auditor Trampil atau Auditor Ahli dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila : a. Ditugaskan di luar jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli. b. Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan. c. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan tingkat hukuman disiplin sedang atau berat. d. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. e. Cuti di luar tanggungan negara. Pasal 29 (1) Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Pratama dan Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya diberhentikan dari jabatannya apabila dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak yang bersangkutan dibebaskan sementara menurut ketentuan Pasal 27 ayat (1) tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang diisyaratkan. (2) Auditor Trampil Muda dan Auditor Ahli Utama diberhentikan dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan dibebaskan sementara tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan Pasal 27 ayat (2). (3) Selain pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) Auditor Trampil dan Auditor Ahli diberhentikan dari jabatannya, apabila : a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan hukuman disiplin berat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. b. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan dari jabatannya. 1078 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Auditor Trampil dan Auditor Ahli yang telah diberhentikan dari jabatan fungsional dan pangkatnya masih dalam batas ketentuan pangka tertinggi berdasarkan pendidikannya dan telah 4 tahun dalam pangkat/lebih, terhadap yang bersangkutan dapat dinaikkan pangkatnya secara reguler, bila telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan. BAB XII PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN Pasal 30 Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Auditor. Pasal 31 Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang diangkat kembali dalam jabatan Auditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dapat menggunakan angka kredit terakhir yang dimilikinya. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 (1) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/ kenaikan/pemberhentian sementara dalam dan dari jabatan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan diterbitkannya keputusan pejabat yang berwenang mengenai penyesuaian dengan menggunakan nama jabatan fungsional Auditor Trampil atau Auditor Ahli. (2) Keputusan pejabat yang berwenang tentang pengangkatan/ kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan fungsional setelah berlakunya keputusan ini, sudah menggunakan (menyesuaikan) nama jabatan sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini, dengan ketentuan :

JABATAN FUNGSIONAL

1079

a. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan nama jabatan Auditor Trampil, harus memenuhi syarat serendah-rendahnya berijazah SLTA, DII atau DIII yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b. b. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan nama jabatan Auditor Ahli harus memenuhi syarat serendah-rendahnya berijazah Sarjana atau D IV yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Penata Muda Golongan Ruang III/a. BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 BEPEKA dan BPKP melakukan koordinasi dalam penentuan standar pelaksanaan pengawasan dan jabatan fungsional Auditor. Pasal 34 Untuk kepentingan dinas dan atau menambah pengetahuan, pengalaman dan pengembangan karier Auditor Trampil atau Auditor Ahli dapat dipindahkan ke jabatan struktural atau jabatan fungsional lainnya sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku. BAB XV PENUTUP Pasal 35 (1) Ketentuan dalam keputusan ini ditinjau setiap 5 (lima) tahun sejak berlakunya keputusan ini. (2) Apabila ada perubahan mendasar, sehingga dianggap tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam keputusan ini, dapat diadakan peninjauan kembali sebelum masa 2 (dua) tahun.

1080 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 36 Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 22/MENPAN/1989 tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 37 Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pasal 38 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 2 Mei 1996 MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA ttd TB. SILALAHI

JABATAN FUNGSIONAL

1081

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 17/KEP/M.PAN/4/2002 TENTANG PENYESUAIAN PENAMAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Menimbang

:

a. bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu menyesuaikan penamaan Jabatan Fungsional Auditor untuk masingmasing jenjang sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 19/1996; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu menetapkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang

1082 JABATAN FUNGSIONAL

penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional Auditor. Mengingat

:

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55 Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3041) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor : 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Nomor 3890); 2. Peraturan Pemerintah Nomor : 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3547). 3. Keputusan Presiden Nomor : 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 4. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH DAN MANTAN DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH SERTA JANDA/DUDANYA. Pasal 1

Menyesuaikan penamaan jenjang jabatan fungsional auditor sebagaimana diatur pada Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/1996 beserta Lampirannya menjadi sebagai berikut :

JABATAN FUNGSIONAL

1083

1. Jenjang Ahli : a. Auditor Ahli Utama menjadi Auditor Ahli Utama b. Auditor Ahli Madya menjadi Auditor Ahli Madya c. Auditor Ahli Muda menjadi Auditor Ahli Muda d. Auditor Ahli Pratama menjadi Auditor Ahli Pertama 2. Jenjang Trampil a. Auditor Trampil Muda menjadi Auditor Penyelia b. Auditor Trampil Pratama menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan c. Auditor Trampil Pemula menjadi Auditor Pelaksana Pasal 2 Dengan berlakunya keputusan ini, penamaan yang digunakan untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Auditor dan Penetapan angka kreditnya ditetapkan berdasarkan keputusan ini. Pasal 3 Penetapan Jabatan Fungsional Auditor, yang dilakukan sebelum berlakunya Keputusan ini tetap berlaku. Pasal 4 Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini. Pasal 3 Penetapan Jabatan Fungsional Auditor yang dilakukan sebelum berlakunya keputusan ini tetap berlaku. Pasal 4 Segala ketentuan yang mengatur mengenai Jabatan Fungsional Auditor disesuaikan dengan Keputusan ini.

1084 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 5 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta Pada tanggal : 9 April 2002 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ttd Faisal Tamin

JABATAN FUNGSIONAL

1085

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA, SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : 10 TAHUN 1996 NOMOR : 49/SK/S/1996 NOMOR : KEP-386/K/1996 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA, SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

Menimbang

: a.

bahwa dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/ 1996 telah ditetapkan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya di lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional;

b.

bahwa untuk keseragaman pelaksanaan keputusan tersebut, dipandang perlu menetapkan Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang

1086 JABATAN FUNGSIONAL

Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3010);

2.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041);

3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3058) jo, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 21);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3156), jo. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3438;

6.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil.

JABATAN FUNGSIONAL

1087

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;

8.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1988 tentang Badan Administrasi Kepegawaian Negara.

9.

Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1994 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah Dua Puluh Enam Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Presiden No. 2 Tahun 1996;

10. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 11. Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Secara Langsung; MEMUTUSKAN Menetapkan

: KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA, SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini, yang dimaksud dengan :

1088 JABATAN FUNGSIONAL

a. BAKN adalah singkatan dari Badan Administrasi Kepegawaian Negara b. BEPEKA adalah singkatan dari Badan Pemeriksa Keuangan. c. BPKP adalah singkatan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. d. MENPAN adalah singkatan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. e. Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 yaitu : 1. Untuk Auditor di lingkungan BEPEKA adalah : a) Sekretaris Jenderal bagi Auditor Ahli Utama di lingkungan kantor pusat dan kantor perwakilan. b) Sekretaris Jenderal atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor pusat. c) Kepala Perwakilan bagi Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya dan Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan kantor perwakilan. 2. Untuk Auditor di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah adalah : a) Kepala BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Madya dan Auditor Ahli Utama di lingkungan BPKP dan Instansi Pemerintah lainnya. b) Deputi Bidang Pengawasan BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan BPKP pusat. c) Inspektur Jenderal Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda. d) Pimpinan unit kerja eselon I bidang pengawasan Instansi Pemerintah, selain BPKP dan Inspektur Jenderal Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Auditor

JABATAN FUNGSIONAL

1089

Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di Kantor Pusat. e) Kepala Perwakilan BPKP dan Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, Kepala Kantor Wilayah yang membawahi unit pengawasan, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/ Kotamadya bagi Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda serta Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda di lingkungan masing-masing. f.

Tim Penilai adalah Tim Penilai angka kredit.

g. Pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai adalah pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 yaitu : 1. Untuk Tim Penilai di lingkungan BEPEKA ditetapkan oleh : a) Sekretaris Jenderal BEPEKA untuk Tim Penilai Pusat. b) Kepala Perwakilan untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan. 2. Untuk Tim Penilai BPKP dan Instansi Pemerintah ditetapkan oleh : a) Kepala BPKP untuk Tim Penilai Pusat; b) Deputi Bidang Pengawasan untuk Tim Penilai Deputi; c) Inspektur Jenderal Departemen, Pimpinan unit kerja setingkat eselon bidang pengawasan untuk Tim Penilai Unit Pengawasan Instansi; d) Kepala Perwakilan BPKP, Kepala Kantor Wilayah Instansi Pemerintah, Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi, Pimpinan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya untuk Tim Penilai Kantor Perwakilan BPKP, Tim Penilai Inspektorat Wilayah Provinsi, dan Tim Penilai Inspektorat Kabupaten/Kotamadya. h. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Auditor adalah pimpinan instansi industri masing-masing atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya. i.

Pembebasan sementara dari jabatan Auditor sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) Keputusan MENPAN Nomor

1090 JABATAN FUNGSIONAL

19/1996 adalah diperuntukkan bagi Auditor Trampil Muda yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d dan Auditor Ahli Utama yang berpangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e. j.

Pemberhentian dari Jabatan Auditor adalah pemberhentian dari jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dan bukan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil.

k. Pimpinan Unit Kerja adalah Pejabat yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat berwenang untuk memimpin suatu unit kerja sebagai bagian dari unit organisasi yang ada. l.

Peran Auditor Trampil dan Auditor Ahli dalam Tim Auditor Mandiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 sebagai berikut : 1. Anggota Tim adalah Auditor Trampil dan atau Auditor Ahli Pratama; 2. Ketua Tim adalah Auditor Ahli Pratama dan Auditor Ahli Muda; 3. Pengendali Teknis adalah Auditor Ahli Muda dan atau Auditor Ahli Madya; 4. Pengendali Mutu adalah Auditor Ahli Madya dan atau Auditor Utama; BAB II USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT Pasal 2

(1) Usul penetapan angka kredit Auditor segera disampaikan setelah menurut perhitungan, Auditor yang bersangkutan memenuhi jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan/ pangkat setingkat lebih tinggi dan dibuat menurut contoh formulir sebagai berikut : a. Untuk Auditor Trampil sebagaimana disebut pada Lampiran I. b. Untuk Auditor Ahli sebagaimana disebut pada Lampiran II. (2) Setiap usul penetapan angka kredit Auditor dilampiri dengan :

JABATAN FUNGSIONAL

1091

a. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengawasan yang dibuat menurut contoh formulir sebagai berikut : 1) Untuk Auditor Trampil sebagaimana disebut pada Lampiran III; 2) Untuk Auditor Ahli sebagaimana disebut pada Lampiran IV. b. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Pengembangan Profesi yang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran V. c. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan Penunjang Auditor yang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VI; d. Fotocopy atau salinan yang disyahkan oleh pejabat yang berwenang mengesahkan bukti-bukti mengenai ijazah/Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan dan/atau Surat Tanda Penghargaan yang pernah diterima. Pasal 3 (1) Setiap usul penetapan angka kredit Auditor harus dinilai secara seksama oleh Tim Penilai, sesuai dengan bidangnya masingmasing dan berpedoman pada Lampiran IA untuk Auditor Trampil dan Lampiran IB untuk Auditor Ahli, Keputusan MENPAN Nomor 19/1996. (2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VII, dengan ketentuan asli disampaikan kepada Pejabat Auditor yang bersangkutan dengan tembusan kepada : a. Kepala BAKN up. Deputi Mutasi Kepegawaian, atau b. Kepala Kantor Wilayah BAKN yang bersangkutan; dan c. Pejabat lain yang berkepentingan. (3) Penetapan angka kredit untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan Auditor Pelaksanaannya tidak terikat pada periode tertentu, atau dapat ditetapkan setiap saat setelah jumlah angka kredit kumulatifnya memenuhi syarat untuk kenaikan pangkat/ jabatan setingkat lebih tinggi.

1092 JABATAN FUNGSIONAL

(4) Penetapan angka kredit Auditor untuk kenaikan pangkat dilaksanakan dengan ketentuan : a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit diupayakan ditetapkan pada bulan Januari tahun yang bersangkutan. b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit diupayakan ditetapkan pada bulan Juli tahun yang bersangkutan. BAB III TIM PENILAI Pasal 4 (1) Syarat pengangkatan untuk menjadi Anggota Tim Penilai adalah sebagai berikut : a. pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Auditor yang dinilai; b. memiliki keahlian dan kemampuan di bidang pengawasan; c. Dapat aktif melakukan penilaian. (2) Jumlah anggota Tim Penilai yang berasal dari Auditor lebih besar daripada anggota Tim Penilai yang berasal dari pejabat lain. (3) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti. Pasal 5 (1) Untuk membantu Tim Penilai melakukan tugasnya, dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang Sekretaris. (2) Sekretaris Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang kepegawaian. (3) Sekretaris Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai. Pasal 6 (1) Apabila dipandang perlu, pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang berkedudukan sebagai JABATAN FUNGSIONAL

1093

Pegawai Negeri Sipil ataupun bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai keahlian dan kemampuan teknis yang diperlukan. (2) Tugas Pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan penilaian kegiatan yang bersifat khusus atau memerlukan keahlian tertentu. (3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Penilai. BAB IV KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT Pasal 7 Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan digunakan pula sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikkan pangkat berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Pasal 8 Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, setiap kali dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi; c. Memiliki/mendapat sertifikat peran Auditor sebagai Ketua Tim/ Pengendali Teknis/Pengendali Mutu; d. Tidak ada keberatan dari pejabat berwenang yang dinyatakan secara tertulis. Pasal 9 (1) Sertifikat peran Auditor sebagai tersebut dalam Pasal 8 huruf c, penerbitannya dilaksanakan sebagai berikut : a. Untuk lingkungan BPKP dan instansi pemerintah lainnya, diatur lebih lanjut oleh BPKP. 1094 JABATAN FUNGSIONAL

b. Untuk lingkungan BEPEKA diatur lebih lanjut oleh BEPEKA; (2) BEPEKA, BPKP dan pihak-pihak terkait merumuskan cara penerbitan dan akreditasi sertifikat beserta diklatnya; (3) Perumusan sebagai tersebut dalam ayat (2) dilaksanakan secara berkala menurut kebutuhan. Pasal 10 (1) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, setiap kali dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi; c. Setiap unsur Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. d. Masih dalam jenjang jabatan yang sama. (2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang memperoleh ijazah lebih tinggi, dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya sebagai penyesuaian ijazah, dengan ketentuan : a. Memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 yaitu : 1. Pendidikan/Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar yang diperoleh harus sesuai dengan tugas pokoknya; 2. Sekurang-kurangnya telah satu tahun dalam pangkat terakhir; 3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sekurang-kurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. b. Memenuhi jumlah angka kredit minimal yang ditentukan untuk pangkat yang baru berdasarkan pendidikan yang diperoleh. (3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara karena tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, kenaikan pangkatnya dapat dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat reguler dengan ketentuan : a. Pangkatnya belum mencapai pangkat puncak tertinggi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 Ayat (2) Peraturan JABATAN FUNGSIONAL

1095

Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil; dan b. Telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan, sekurangkurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir; atau c. Telah 5 (lima) tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan setiap unsur penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, sekurangkurangnya bernilai cukup dalam tahun terakhir. Pasal 11 Kenaikan pangkat reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), tidak dapat dipertimbangkan apabila dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan terdapat unsur penilaian yang bernilai sedang atau kurang. Pasal 12 (1) Auditor yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi, dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. (2) Nilai angka kredit untuk setiap kegiatan adalah nilai angka kredit sebagaimana ditentukan dalam Lampiran I A untuk Auditor Trampil dan Lampiran I B untuk Auditor Ahli Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negaraq Nomor 19/1996. BAB V PENGANGKATAN DAN PEMBEBASAN SEMENTARA DALAM DAN DARI JABATAN AUDITOR Pasal 13 (1) Pengangkatan ke dalam jabatan Auditor harus memperhitungkan perbandingan antara jumlah Auditor dengan beban kerja yang ada pada unit kerja yang bersangkutan. (2) Pengangkatan sebagai Auditor harus mendapatkan persetujuan dari Instansi Pembina.

1096 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 14 Pengangkatan dan pembebasan sementara dalam dan dari jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1991 beserta peraturan pelaksanaannya dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali, ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut Lampiran VIII; b. Pembebasan sementara dari jabatan Auditor karena belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan, ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut Lampiran IX; c. Pembebasan sementara dari Jabatan Auditor karena sebabsebab lainnya ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut Lampiran X. Pasal 15 (1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu : a. 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi bagi Auditor Trampil Pemula dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya; b. 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatan Auditor Trampil Muda dan Auditor Ahli Utama tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) untuk Auditor Trampil Muda dan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) untuk Auditor Ahli Utama. (1) Selama pembebasan sementara dari jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang bersangkutan wajib melaksanakan tugas pokoknya dan kegiatan tersebut tetap dinilai untuk diberikan angka kredit.

JABATAN FUNGSIONAL

1097

(2) Selain pembebasan sementara sebagaimana tersebut dalam ayat (1), Auditor Trampil Pemula sampai dengan Auditor Trampil Muda atau Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Utama dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; atau b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966; atau c. Tidak dapat melakukan tugas pokoknya secara penuh sebagai Auditor Trampil dan Auditor Ahli, karena : 1. Ditugaskan di luar jabatan Auditor Trampil dan Auditor Ahli, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pokoknya; atau 2. Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; atau 3. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan ketiga dan seterusnya. (3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a, selama dijatuhi hukuman disiplin yang bersangkutan dapat tetap melaksanakan sebagian tugas pokoknya tetapi tidak diberi nilai angka kredit. Pasal 16 (1) Sekretaris Jenderal BEPEKA sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada Auditor Ahli Utama di lingkungan BEPEKA, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) angka kredit yang berasal dari unsur utama. (2) Sekretaris Jenderal BEPEKA atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. 1098 JABATAN FUNGSIONAL

b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi. (3) Kepala Perwakilan BEPEKA sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Perwakilan setempat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi. (4) Kepala BPKP sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada Auditor Ahli Utama di lingkungan instansi pemerintah, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) angka kredit yang berasal dari unsur utama. (5) Kepala BPKP atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsinya, memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi.

JABATAN FUNGSIONAL

1099

(6) Inspektur Jenderal Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Kantor Pusat, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi. (7) Pimpinan Unit Kerja setingkat Eselon I yang menangani bidang pengawasan di Instansi Pemerintah selain Departemen atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula, dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Ahli Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Kantor Pusat apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit minimal yang diisyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi. b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi. (8) Kepala Perwakilan BPKP atau Pimpinan Inspektorat Wilayah Provinsi/Kabupaten Kotamadya sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan peringatan tertulis kepada : a. Auditor Trampil Pemula dan Auditor Trampil Pratama serta Auditor Pratama sampai dengan Auditor Ahli Madya yang berada di Kantor masing-masing, apabila dalam jangka waktu 6 (enam) tahun terhitung mulai tanggal pengangkatan dalam pangkat terakhir belum berhasil mengumpulkan angka kredit

1100 JABATAN FUNGSIONAL

minimal yang disyaratkan untuk kenaikan kenaikan pangkat/ jabatan setingkat lebih tinggi. b. Auditor Trampil Muda apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diangkat dalam jabatannya belum berhasil mengumpulkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan pangkat/jabatan yang setingkat lebih tinggi. (9) Peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8), asli diberikan kepada yang bersangkutan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Audior Ahli serta dibuat menurut contoh sebagaimana tersebut dalam Lampiran XI. Pasal 17 (1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang tidak dapat mengumpulkan angka kredit sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (8), pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit memberitahukan kepada pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dengan Nota Pemberitahuan yang dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut Lampiran XII. (2) Berdasarkan Nota Pemberitahuan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor Ahli mengeluarkan surat keputusan pembebasan sementara dari jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli. (3) Asli keputusan sebagaimana tersebut dalam ayat (2), disampaikan kepada Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Kepala BAKN, Kepala BPKP dan Pejabat lain yang berwenang. BAB VI PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN AUDITOR Pasal 18 (1) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara dari jabatannya karena tidak dapat mengumpulkan angka kredit JABATAN FUNGSIONAL

1101

minimal yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan, dapat diangkat kembali dalam jabatan tersebut apabila telah mengumpulkan angka kredit minimal yang disyaratkan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. (2) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang ditugaskan di luar jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli, dapat diangkat kembali dalam jabatannya, apabila telah selesai melaksanakan tugas yang dimaksud. (3) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dapat diangkat kembali dalam jabatan tersebut, apabila masa berlakunya hukuman disiplin telah berakhir. (4) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang telah selesai tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan tersebut. (5) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara karena cuti di luar tanggungan negara dan telah diangkat kembali pada instansi semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan tersebut. (6) Auditor Trampil atau Auditor Ahli yang dibebaskan sementara karena diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1996, dapat diangkat kembali dalam jabatan tersebut, apabila berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukum pidana percobaan. (7) Auditor Trampil atau Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam ayat (1) apabila telah mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil, maka dalam pembebasan sementara yang bersangkutan dapat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pasal 19 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam jabatan Auditor Trampil atau Auditor Ahli sebagaimana tersebut dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (6), jabatannya ditetapkan berdasarkan angka kredit terakhir yang pernah dimilikinya ditambah angka kredit yang diperoleh dari prestasi selama pembebasan sementara.

1102 JABATAN FUNGSIONAL

BAB VII PENYESUAIAN DALAM JABATAN DAN ANGKA KREDIT AUDITOR Pasal 20 Keputusan Pejabat yang berwenang di lingkungan BPKP tentang pengangkatan kenaikan/pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan fungsional Pengawasan Keuangan dan Pembangunan setelah berlakunya keputusan Menpan Nomor 19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya sudah harus menggunakan (menyesuaikan) nama Jabatan Auditor, dengan ketentuan : a. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan nama jabatan Auditor Trampil, harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah SLTA DI/DII/ atau DIII yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b. b. Bagi Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang menggunakan nama jabatan Auditor Ahli harus memenuhi syarat serendahrendahnya berijazah sarana atau DIV yang kualifikasinya sesuai dengan jabatannya dan pangkat serendah-rendahnya Penata Muda golongan ruang III/a. Pasal 21 (1) Pegawai Negeri Sipil di luar BPKP yang telah melaksanakan tugas/kegiatan di bidang pengawasan atau telah memperoleh sertifikasi pemeriksa dan sejenisnya berdasarkan keputusan atau surat pernyataan melaksanakan tugas dari pejabat yang berwenang dan pada saat ditetapkan Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 masih melakukan tugas jabatannya, dapat disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil atau Auditor Ahli apabila : a. Untuk Auditor Trampil, memenuhi syarat : 1. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sederajat dan setinggi-tingginya Sarjana Muda/ D-III atau sederajat; 2. Telah memiliki pangkat Pengatur Muda Tingkat I golongan ruang II/b;

JABATAN FUNGSIONAL

1103

3. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. b. Untuk Auditor Ahli, memenuhi syarat : 1. Berijazah serendah-rendahnya Sarjana/DIV atau sederajat; 2. Telah memiliki pangkat Penata Muda golongan ruang III/a; 3. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. (2) Jabatan Auditor Ahli atau jabatan Auditor Trampil seperti tersebut dalam ayat 1 (satu) di atas disesuaikan dengan pangkat dan angka kredit kumulatif untuk penyesuaian bagi jabatan Auditor Ahli atau Trampil sesuai Lampiran III Keputusan MENPAN Nomor 19/1996. (3) Setelah masa 2 (dua) tahun Auditor Ahli atau Auditor Trampil diwajibkan mendapat sertifikat yang sesuai dengan perannya dalam jabatan Auditor. (4) Apabila masa 2 (dua) tahun, Auditor tidak berhasil mendapat sertifikat yang diperlukan maka Auditor tersebut tidak dapat berperan sesuai dengan jabatannya. (5) Auditor yang berlatar belakang pendidikan SLTA/DI/DII/DIII dan sederajat yang pada saat berlakunya Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 telah menduduki jenjang pangkat Pembina/golongan ruang IV/a ke atas dan masih melaksanakan tugas/kegiatan pengawasan, dapat diangkat sebagai Auditor Ahli dengan ketentuan : a. Batas waktu pengangkatan selambat-lambatnya 31 Maret 1997. b. Penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsur sekurang-kurangnya bernilai baik dalam tahun terakhir. c. Tidak ada keberatan secara tertulis dari pejabat yang berwenang. (6) Tingkat jabatan dan jumlah angka kredit dalam penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada pendidikan, pangkat dan masa kerja pangkat terakhir 1104 JABATAN FUNGSIONAL

sebagaimana tersebut dalam Lampiran III/A dan III/b Keputusan MENPAN Nomor 19/1996. (7) Masa kerja pangkat terakhir untuk penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III/A dan III/B Keputusan MENPAN Nomor 19/1996 dihitung dalam satuan bulat, yaitu kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) tahun, 2 (dua) tahun, 3 (tiga) tahun dan 4 (empat) tahun atau lebih. (8) Penyesuaian dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil atau Auditor Ahli ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Auditor Trampil atau Auditor Ahli dengan menggunakan contoh formulir sebagai tersebut pada Lampiran XIII. Pasal 22 (1) Penyesuaian dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil atau Auditor Ahli ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1996 dan harus sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya 31 Maret 1997. (2) Terhitung mulai periode kenaikan pangkat 1 April 1997, kenaikan pangkat semua Auditor Trampil dan Auditor Ahli sudah disyaratkan dengan angka kredit dan memenuhi syarat lain yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 23 (1) Pegawai Negeri Sipil yang akan disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor Trampil atau Auditor Ahli terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1996, apabila pada tanggal tersebut telah memiliki masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih dalam pangkat terakhir serta telah memenuhi syarat untuk naik pangkat, maka sebelum disesuaikan dalam jabatan dan angka kredit Auditor, terlebih dahulu akan dipertimbangkan kenaikan pangkatnya, agar dalam penyesuaian jabatan dan angka kredit dapat digunakan pangkat yang terakhir.

JABATAN FUNGSIONAL

1105

(2) Pegawai Negeri Sipil yang pada saat penyesuaian pada 1 Oktober 1996 telah menduduki pangkat tertinggi berdasarkan pendidikan yang dimiliki atau jabatannya dan telah memiliki masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih dalam pangkat terakhir, kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi dapat dipertimbangkan mulai periode kenaikan pangkat pada tanggal 1 April 1997. Pasal 24 Semua kegiatan dalam unsur utama dan unsur penunjang yang pernah dilaksanakan oleh Auditor Trampil atau Auditor Ahli, sebelum penyesuaian ditetapkan tanggal 1 Oktober 1996 tidak dapat diberikan nilai angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat Auditor Trampil atau Auditor Ahli. Pasal 25 (1) Pimpinan unit pengawasan BEPEKA, BPKP dan instansi pemerintah lainnya, setiap awal tahun (bulan Januari) diwajibkan memberikan laporan tertulis jumlah pejabat fungsional Auditor di lingkungan instansi masing-masing kepada Kepala BAKN up. Deputi Pembinaan. (2) Pimpinan unit pengawasan instansi pemerintah menyampaikan tembusan laporan tersebut pada ayat (1) kepada Kepala BPKP. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirinci menurut jenjang jabatan dan pangkat. BAB IX PENUTUP Pasal 26 Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diatur kemudian oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara dan/atau Intansi Pembina Jabatan Fungsional Auditor, baik secara bersama-sama maupun secara tersendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

1106 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 27 Ketentuan lain tentang petunjuk pelaksanaan jabatan dan angka kredit Auditor yang bertentangan dengan Keputusan Bersama ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 28 Untuk memberikan gambaran/pengertian yang lengkap, maka dalam Keputusan Bersama ini dilampirkan Keputusan MENPAN Nomor 19/ 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, sebagaimana tersebut pada Lampiran XIV. Pasal 29 Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Pasal 30 Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi/lembaga yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 6 Juni 1996 KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

KEPALA BADAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA

ttd ttd

Ttd Drs. SOEDARJONO NIP. 060028787

Drs. BAMBANG TRIADJI NIP. 060015165

SOENARKO

JABATAN FUNGSIONAL

1107

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : KEP-817/K/JF/2002 TENTANG PROSEDUR KEGIATAN BAKU PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT BAGI JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN INTERNAL PEMERINTAH KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

Menimbang

: 1.

Bahwa untuk menunjang kelancaran proses penilaian dan penetapan angka kredit bagi jabatan fungsional auditor di lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah, perlu adanya pengaturan prosedur kegiatan baku penilaian dan penetapan angka kredit bagi jabatan fungsional auditor di lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah;

2.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah.

1108 JABATAN FUNGSIONAL

Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55; Tambahan Lembaran Negara Nomor 43) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169; Tambahan Lembaran Negara (3890);

2.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22 : Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547)

3.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang, Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 194; Tambahan Lembaran Negara 4014);

4.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196; Tambahan Lembaran Negara 4017) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32; Tambahan Lembaran Negara 4193);

5.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara 3176).

6.

Keputusan Presiden Nomor 155/M Tahun 1999;

7.

Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah

JABATAN FUNGSIONAL

1109

terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002; 8.

Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002;

9. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 19/1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 10. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 17/KEP/M.PAN/4/ 2002 tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional Auditor. 11. Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 10 Tahun 1996, Nomor : 49/SK/S/1996, Nomor : KEP-386/ K/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya; 12. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor : 13.00.00-125/K/1997 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan dan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kredit di Lingkungan Aparatur Pengawasan Fungsional Pemerintah; 13. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor : KEP06.00.00-080/K/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

1110 JABATAN FUNGSIONAL

MEMUTUSKAN Menetapkan

: KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TENTANG PROSEDUR KEGIATAN BAKU PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT BAGI JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DI LINGKUNGAN APARAT PENGAWASAN INTERNAL PEMERINTAH. Pasal 1

Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, pejabat pengusul angka kredit, tim penilai angka kredit, dan pejabat fungsional auditor di lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam proses penilaian dan penetapan angka kredit jabatan fungsional Auditor. Pasal 2 Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Pasal 3 Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang membina karir melalui jabatan fungsional auditor, kenaikan pangkat dan jabatannya tidak lagi didasarkan pada kenaikan pangkat reguler tetapi terutama tergantung pada perolehan angka kredit selama dalam penugasan dan sertifikat peran yang diperoleh sesuai dengan jenjang jabatannya, berlaku Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah. Pasal 4 Penetapan angka kredit dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit melalui Surat Keputusan Penetapan Angka JABATAN FUNGSIONAL

1111

Kredit (SKPAK), berdasarkan usulan dari Pejabat Fungsional Auditor melalui Pejabat Pengusul Angka Kredit. Pasal 5 Ketentuan lebih lanjut yang belum diatur dalam Prosedur Kegiatan Baku Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ini, akan diatur oleh Sekretaris Utama. Pasal 6 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 Desember 2002 KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN ttd ARIE SOELENDRO

1112 JABATAN FUNGSIONAL

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : KP.004/KEP.60/2004 NOMOR : 17 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL SANDIMAN DAN ANGKA KREDITNYA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

Mengingat

: a.

bahwa dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 telah ditetapkan Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya;

b.

bahwa untuk tertib administrasi dalam pelaksanaannya, dipandang perlu menetapkan Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya.

: 1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999;

JABATAN FUNGSIONAL

1113

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003;

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

1114 JABATAN FUNGSIONAL

13. Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 14. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2004; 15. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya. MEMUTUSKAN Menetapkan

: KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL SANDIMAN DAN ANGKA KREDITNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Sandiman adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI untuk melaksanakan kegiatan persandian. 2. Sandiman tingkat terampil adalah Sandiman yang mempunyai kualifikasi teknis atau penunjang profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis di bidang persandian. 3. Sandiman tingkat ahli adalah Sandiman yang mempunyai kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya JABATAN FUNGSIONAL

1115

mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang persandian. 4. Angka kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Sandiman dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat. 5. Instansi Pembina Jabatan Fungsional Sandiman adalah Lembaga Sandi Negara RI. 6. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen. 7. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur. 8. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota. 9. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara, dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Sandiman adalah pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 10. Pemberhentian adalah pemberhentian dari jabatan Sandiman bukan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil. BAB II USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT Pasal 2 (1) Usul penetapan angka kredit Sandiman disampaikan setelah menurut perhitungan sementara Sandiman yang bersangkutan, jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan/ pangkat setingkat lebih tinggi telah dapat dipenuhi dan dibuat menurut contoh formulir sebagai berikut : 1116 JABATAN FUNGSIONAL

a. Lampiran I A, I B, dan I C untuk Sandiman tingkat terampil; b. Lampiran II A, II B, dan IIC untuk Sandiman tingkat ahli; (2) Setiap usul penetapan angka kredit Sandiman wajib dilampiri dengan : a. Surat Pernyataan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran III; b. Surat Pernyataan melakukan kegiatan penerapan dan pengoperasian perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IV; c. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pemeliharaan perangkat sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran V; d. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengembangan profesi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VI; e. Surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang tugas Sandiman dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VII. (3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat, dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat sebagai berikut : a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Januari tahun yang bersangkutan; b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Juli tahun yang bersangkutan. Pasal 3 (1) Setiap usul penetapan angka kredit bagi Sandiman harus dinilai secara seksama oleh Tim Penilai dengan berpedoman pada Lampiran I atau Lampiran II Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003.

JABATAN FUNGSIONAL

1117

(2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VIII, dengan ketentuan : a. Asli Penetapan Angka Kredit (PAK) disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). b.

Tembusan PAK disampaikan kepada : (1) Sandiman yang bersangkutan; (2) Pimpinan Unit Kerja Sandiman yang bersangkutan; (3) Sekretaris Tim Penilai Sandiman yang bersangkutan; (4) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit; (5) Kepala Biro/Bagian Kepegawaian Instansi yang bersangkutan.

(3) Apabila pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit berhalangan sehingga tidak dapat menetapkan angka kredit sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (3), maka pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit tersebut dapat mendelegasikan kepada pejabat lain satu tingkat lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003. (4) Dalam rangka pengendalian dan tertib administrasi penetapan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Kepala BKN. (5) Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang menggantikan disampaikan kepada Kepala BKN. BAB III TIM PENILAI Pasal 4 (1) Syarat pengangkatan untuk menjadi anggota Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Keputusan 1118 JABATAN FUNGSIONAL

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/ M.PAN/11/2003, yaitu : a. Sekurang-kurangnya menduduki jabatan dan/atau pangkat setingkat dengan Sandiman yang dinilai; b. Mempunyai kompetensi untuk menilai prestasi kerja Sandiman; dan c. Dapat aktif melakukan penilaian. (2) Masa jabatan Tim Penilai sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya. (3) Anggota Tim Penilai yang telah menjabat dalam 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut sebagaimana dimaksud ayat (2), dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan. (4) Dalam hal komposisi jumlah anggota Tim Penilai tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari Sandiman, maka Anggota Tim Penilai dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai kompetensi dalam penilaian prestasi kerja Sandiman. Pasal 5 (1) Tugas pokok Tim Penilai Instansi adalah : a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit Sandiman Madya di lingkungan Instansi Pusat; b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I yang ditunjuk dalam penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Tugas pokok Tim Penilai Unit Kerja adalah : a. Membantu pejabat eselon II yang membidangi persandian di lingkungan Instansi Pusat dalam menetapkan angka kredit Sandiman Pelaksana sampai dengan Sandiman Penyelia dan Sandiman Pertama sampai dengan Sandiman Muda di lingkungan Instansi Pusat; b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pejabat eselon II yang membidangi persandian di lingkungan Instansi Pusat, yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. JABATAN FUNGSIONAL

1119

(3) Tugas Pokok Tim Penilai Daerah Propinsi adalah : a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dalam menetapkan angka kredit Sandiman Pelaksana sampai dengan Sandiman Penyelia dan Sandiman Pertama sampai dengan Sandiman Madya di lingkungan Pemerintah Propinsi; b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain yang ditunjuknya, yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (4) Tugas Pokok Tim Penilai Daerah Kabupaten/Kota adalah : a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dalam menetapkan angka kredit Sandiman Pelaksana sampai dengan Sandiman Penyelia dan Sandiman Pertama sampai dengan Sandiman Madya di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota; b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuknya yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (5) Dalam hal Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota belum dapat dibentuk karena belum adanya pejabat yang memenuhi kriteria Tim Penilai yang ditentukan, maka penilaian dan penetapan angka kredit dapat dimintakan kepada Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota lain terdekat, atau Tim Penilai Instansi di Lembaga Sandi Negara RI. (6) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang pensiun atau berhalangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, maka Ketua Tim Penilai mengusulkan penggantian anggota Tim Penilai secara definitif sesuai masa kerja yang tersisa kepada pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai. (7) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti. (8) Tata kerja dan tata cara Tim Penilai dalam melakukan tugas ditetapkan oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku Pimpinan Instansi Pembina Jabatan Fungsional Sandiman.

1120 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 6 (1) Untuk membantu Tim Penilai dalam melaksanakan tugasnya, dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang Sekretaris yang secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang kepegawaian. (2) Sekretariat Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003. Pasal 7 (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemampuan teknis yang diperlukan. (2) Tugas pokok Tim Penilai teknis adalah memberikan saran dan pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang memerlukan keahlian tertentu. (3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Penilai. BAB IV KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT Pasal 8 (1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Sandiman sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi; dan JABATAN FUNGSIONAL

1121

c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. (3) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi; dan c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (4) Kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah yang menduduki jabatan Sandiman Madya pangkat Pembina Utama Tingkat I, golongan ruang IV/b menjadi Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c, ditetapkan oleh Presiden RI setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN. (5) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki jabatan : a. Sandiman Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang Il/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang II/d; dan b. Sandiman Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN. (6) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang menduduki jabatan : a. Sandiman Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; dan

1122 JABATAN FUNGSIONAL

b. Sandiman Pertama pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. (7) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan : a. Sandiman Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Sandiman Penyelia pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; dan b. Sandiman Pertama pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a untuk menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b sampai dengan untuk menjadi Sandiman Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d; ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. (8) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan Sandiman Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d untuk menjadi Sandiman Madya pangkat Pembina golongan ruang IV/a sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ditetapkan oleh Gubernur yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. Pasal 9 (1) Sandiman yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. (2) Apabila kelebihan jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud ayat (1) memenuhi jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan dua tingkat atau lebih dari jabatan terakhir yang diduduki, maka Sandiman yang bersangkutan dapat diangkat dalam jenjang

JABATAN FUNGSIONAL

1123

jabatan sesuai dengan jumlah angka kredit yang dimiliki, dengan ketentuan : a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan; b. Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. (3) Sandiman yang naik jabatan sebagaimana dimaksud ayat (2), setiap kali kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi disyaratkan mengumpulkan 20% (dua puluh persen) dari jumlah angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi tersebut, yang berasal dari unsur utama. BAB V PENGANGKATAN, PEMBEBASAN SEMENTARA, DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN Pasal 10 Pengangkatan, pembebasan sementara, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan Sandiman ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali dalam jabatan Sandiman ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IX; 2. Pembebasan sementara dari jabatan Sandiman ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran X; 3. Pemberhentian dari jabatan Sandiman ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran XI. Pasal 11 (1) Untuk menjamin tingkat kinerja Sandiman dalam pencapaian angka kredit sebagai salah satu persyaratan kenaikan jabatan/ pangkat, maka pengangkatan Sandiman harus memperhatikan keseimbangan antara beban kerja organisasi dengan jumlah Sandiman sesuai jenjang jabatannya. 1124 JABATAN FUNGSIONAL

(2) Di samping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengangkatan Sandiman di lingkungan Instansi Pusat harus didasarkan pada formasi jabatan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara berdasarkan usulan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat masingmasing setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN. (3) Pengangkatan dalam jabatan Sandiman di lingkungan Instansi Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota harus didasarkan pada formasi jabatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN. Pasal 12 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan Sandiman tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan fungsional lain maupun dengan jabatan struktural. Pasal 13 (1) Sandiman Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Sandiman Penyelia, pangkat Penata, golongan ruang III/c dan Sandiman Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Sandiman Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diangkat dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. (2) Sandiman Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) dari kegiatan persandian dan atau pengembangan profesi. (3) Sandiman Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) dari kegiatan persandian dan atau pengembangan profesi.

JABATAN FUNGSIONAL

1125

(4) Pembebasan sementara bagi Sandiman sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), didahului dengan peringatan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum batas waktu pembebasan sementara diberlakukan sebagaimana tersebut pada Lampiran XII. (5) Di samping pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Sandiman juga dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berupa hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; atau b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966; atau c. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Sandiman; atau d. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya; atau e. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan. (6) Sandiman yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) huruf a selama menjalani hukuman disiplin tetap dapat melaksanakan tugas pokoknya tetapi kegiatan tersebut tidak dapat ditetapkan angka kreditnya. (7) Sandiman yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) huruf e, selama pembebasan sementara dapat dipertimbangkan kenaikan pangkat secara pilihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pasal 14 Sandiman diberhentikan dari jabatannya apabila : 1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali jenis hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat; atau 1126 JABATAN FUNGSIONAL

2. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi; atau 3. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) atau ayat (3), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan. BAB VI PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN Pasal 15 (1) Sandiman yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman, apabila masa berlakunya hukuman disiplin tersebut telah berakhir. (2) Sandiman yang dibebaskan sementara karena diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1966, dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman, apabila berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan. (3) Sandiman yang ditugaskan di luar jabatan Sandiman dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman, apabila telah selesai melaksanakan tugas di luar jabatan Sandiman. (4) Sandiman yang dibebaskan sementara karena cuti di luar tanggungan negara dan telah diangkat kembali pada Instansi semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan Sandiman. (5) Sandiman yang telah selesai menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan Sandiman. Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam Sandiman sebagaimana tersebut dalam Pasal 15, jabatannya ditetapkan berdasarkan angka kredit terakhir yang dimiliki.

JABATAN FUNGSIONAL

1127

BAB VII PERPINDAHAN JABATAN Pasal 17 (1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam jabatan Sandiman atau perpindahan antar jabatan dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 22, dan 23 atau Pasal 24 Keputusan Menpan Nomor 134/ KEP/M.PAN/11/2003; b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun; c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya; dan d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Sandiman ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan dan angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui penilaian dan penetapan angka kredit dari pejabat yang berwenang yang berasal dari unsur utama lainnya. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 Sandiman yang sedang dibebaskan sementara karena : 1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau 2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Sandiman; atau 3. Cuti di luar tanggungan negara. Apabila mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan

1128 JABATAN FUNGSIONAL

mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 19 (1) Untuk menjamin adanya persamaan persepsi, pola pikir dan tindakan dalam melaksanakan pembinaan Sandiman, Lembaga Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina Jabatan Sandiman melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi kepada pejabat yang berkepentingan dan Sandiman. (2) Untuk meningkatkan kemampuan Sandiman secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Lembaga Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina, antara lain melakukan : a. Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/ teknis bagi Sandiman; b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi Sandiman; c. Penetapan standar kompetensi Sandiman; d. Penyusunan formasi jabatan Sandiman; e. Pengembangan sistem informasi jabatan Sandiman; dan f. Fasilitas penyusunan dan penetapan etika profesi Sandiman. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 (1) Dengan berlakunya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya, maka nama dan jenjang jabatan Sandiman yang didasarkan kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/1990 tentang Penetapan Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya disesuaikan ke dalam nama dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/ 11/2003.

JABATAN FUNGSIONAL

1129

(2) Penyesuaian tingkat dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit terakhir yang diperoleh Sandiman. (3) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 April 2004 dan harus sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 September 2004. Pasal 21 (1) Sandiman yang pada saat Keputusan Bersama ini ditetapkan memiliki pendidikan Diploma III ke bawah dan telah menduduki pangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas dapat diangkat dalam jabatan Sandiman tingkat ahli dengan ketentuan selambatlambatnya 3 (tiga) tahun sejak diangkat dalam jabatan Sandiman tingkat ahli, harus telah lulus diklat penyetaraan kompetensi jabatan Sandiman tingkat ahli. (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Sandiman yang bersangkutan tidak lulus diklat penyetaraan maka diberhentikan dari jabatan Sandiman tingkat ahli, dan dapat dipertimbangkan kembali untuk diangkat dalam jabatan Sandiman tingkat terampil jenjang Penyelia. (3) Sandiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum lulus diklat penyetaraan dan/atau tidak dapat memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV (DIV), sesuai kualifikasi untuk jabatan Sandiman tidak dapat diberikan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. (4) Diklat penyetaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku Pimpinan Instansi Pembina Jabatan Sandiman. BAB X PENUTUP Pasal 22 Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diatur kemudian oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala BKN baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing. 1130 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 23 Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan Bersama ini, maka dilampirkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 134/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut pada Lampiran XIII Keputusan ini. Pasal 24 Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka Surat Edaran Kepala BAKN dan Ketua Lembaga Sandi Negara RI Nomor 44 Tahun 1991 dan Nomor 0617/SK.1.003/91 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/1990 tentang Jabatan Fungsional Sandiman dan Angka Kreditnya, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 25 Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yaag berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pasal 26 Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 8 April 2004 KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI

ttd

ttd

HARDIJANTO

NACHROWI RAMLI

JABATAN FUNGSIONAL

1131

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : KP.004/KEP.61/2004 NOMOR : 18 TAHUN2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL OPERATOR TRANSMISI SANDI DAN ANGKA KREDITNYA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang

Mengingat

: a.

bahwa dengan terbitnya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 telah ditetapkan Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya;

b.

bahwa untuk tertib administrasi dalam pelaksanaannya, dipandang perlu menetapkan Keputusan Bersama Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya.

: 1.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 43 Tahun 1999;

1132 JABATAN FUNGSIONAL

2.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

3.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003;

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

JABATAN FUNGSIONAL

1133

13. Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil; 14. Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2004; 15. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL OPERATOR TRANSMISI SANDI DAN ANGKA KREDITNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Operator Transmisi Sandi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan transmisi sandi pada Instansi Pemerintah. 2. Angka Kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Operator Transmisi Sandi dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat.

1134 JABATAN FUNGSIONAL

3. Instansi Pembina jabatan fungsional Operator Transmisi Sandi adalah Lembaga Sandi Negara RI. 4. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen. 5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur. 6. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/ Walikota. 7. Pejabat yang berwenang mengangkat, membebaskan sementara, dan memberhentikan dalam dan dari jabatan Operator Transmisi Sandi adalah pejabat pembina kepegawaian yang bersangkutan atau pejabat lain yang ditunjuk sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. 8. Pemberhentian adalah pemberhentian dari jabatan Operator Transmisi Sandi bukan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil. BAB II USUL DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT Pasal 2 (1) Usul penetapan angka kredit Operator Transmisi Sandi disampaikan setelah menurut perhitungan sementara Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan, jumlah angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi telah dapat dipenuhi dan dibuat menurut contoh formulir tersebut pada Lampiran I A, I B, dan I C. (2) Setiap usul penetapan angka kredit Operator Transmisi Sandi wajib dilampiri dengan : a. Surat Pernyataan melakukan kegiatan operasional transmisi sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran II; JABATAN FUNGSIONAL

1135

b. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengelolaan system komunikasi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran III; c. Surat Pernyataan melakukan kegiatan pengembangan profesi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IV; d. Surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang tugas Operator Transmisi Sandi dan bukti fisiknya, serta dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran V. (3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat, dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat sebagai berikut : a. Untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Januari tahun yang bersangkutan; b. Untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit ditetapkan selambat-lambatnya pada bulan Juli tahun yang bersangkutan. Pasal 3 (1) Setiap usul penetapan angka kredit bagi Operator Transmisi Sandi harus dinilai secara seksama oleh Tim Penilai dengan berpedoman pada Lampiran I Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003. (2) Hasil penilaian Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VI, dengan ketentuan : a. Asli Penetapan Angka Kredit (PAK) disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). b. Tembusan PAK disampaikan kepada : 1) Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan; 2) Pimpinan Unit Kerja Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan; 3) Sekretaris Tim Penilai Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan;

1136 JABATAN FUNGSIONAL

4) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit; 5) Kepala Biro/Bagian Kepegawaian Instansi yang bersangkutan. (3) Apabila pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit berhalangan sehingga tidak dapat menetapkan angka kredit sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (3), maka pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit tersebut dapat mendelegasikan kepada pejabat lain satu tingkat lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 ayat (1) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/ 11/2003. (4) Dalam rangka pengendalian dan tertib administrasi penetapan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Kepala BKN. (5) Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, maka spesimen tanda tangan pejabat yang menggantikan disampaikan kepada Kepala BKN. BAB III TIM PENILAI Pasal 4 (1) Syarat pengangkatan untuk menjadi anggota Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/ M.PAN/11/2003, yaitu : a. Sekurang-kurangnya menduduki jabatan dan/atau pangkat setingkat dengan Operator Transmisi Sandi yang dinilai; b. Mempunyai kompetensi untuk menilai prestasi kerja Operator Transmisi Sandi; dan c. Dapat aktif melakukan penilaian. (2) Masa jabatan Tim Penilai sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.

JABATAN FUNGSIONAL

1137

(3) Anggota Tim Penilai yang telah menjabat dalam 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut sebagaimana dimaksud ayat (2), dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan. (4) Dalam hal komposisi jumlah anggota Tim Penilai tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari Operator Transmisi Sandi, maka Anggota Tim Penilai dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai kompetensi dalam penilaian prestasi kerja Operator Transmisi Sandi. Pasal 5 (1) Tugas pokok Tim Penilai Instansi Pusat adalah : a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I/II yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing; b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat atau pejabat eselon I/II yang ditunjuk dalam penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Tugas pokok Tim Penilai Daerah Propinsi adalah : a.

Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon III) dalam menetapkan angka kredit Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing;

b.

Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau pejabat lain yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon III) dalam penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

(3) Tugas pokok Tim Penilai Daerah Kabupaten/Kota adalah : a. Membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk (serendahrendahnya eselon III) dalam menetapkan angka kredit Operator Transmisi Sandi Pelaksana sampai dengan Operator Transmisi Sandi Penyelia di lingkungan masing-masing;

1138 JABATAN FUNGSIONAL

b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk (serendah-rendahnya eselon III) dalam penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (4) Dalam hal Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota belum dapat dibentuk karena belum adanya pejabat yang memenuhi kriteria Tim Penilai yang ditentukan, maka penilaian dan penetapan angka kredit dapat dimintakan kepada Tim Penilai Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota lain yang terdekat, atau Tim Penilai Instansi Pusat di Lembaga Sandi Negara RI. (5) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang pensiun atau berhalangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan, maka Ketua Tim Penilai mengusulkan penggantian anggota Tim Penilai secara definitif sesuai masa kerja yang tersisa kepada pejabat yang berwenang menetapkan Tim Penilai. (6) Dalam hal terdapat anggota Tim Penilai yang turut dinilai, Ketua Tim Penilai dapat mengangkat anggota Tim Penilai Pengganti. (7) Tata kerja dan tata cara Tim Penilai dalam melakukan penilaian ditetapkan oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI selaku Pimpinan Instansi Pembina Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi. Pasal 6 (1) Untuk membantu Tim Penilai dalam melaksanakan tugasnya, dibentuk Sekretariat Tim Penilai yang dipimpin oleh seorang Sekretaris yang secara fungsional dijabat oleh pejabat di bidang kepegawaian. (2) Sekretariat Tim Penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (4) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003. Pasal 7 (1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat membentuk Tim Penilai Teknis yang anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemampuan teknis yang diperlukan.

JABATAN FUNGSIONAL

1139

(2) Tugas pokok Tim Penilai Teknis adalah memberikan saran dan pendapat kepada Ketua Tim Penilai dalam hal memberikan penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang memeRIukan keahlian tertentu. (3) Tim Penilai Teknis menerima tugas dari dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Penilai. BAB IV KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT Pasal 8 (1) Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat Operator Transmisi Sandi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi; dan c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. (3) Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dipertimbangkan apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi; dan c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (4) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menduduki jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, 1140 JABATAN FUNGSIONAL

golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Operator Transmisi Sandi Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN. (5) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi yang menduduki jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Operator Transmisi Sandi Penyelia pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. (6) Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan Operator Transmisi Sandi Pelaksana pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b untuk menjadi Pengatur, golongan ruang II/c sampai dengan untuk menjadi Operator Transmisi Sandi Penyelia pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Kantor Regional BKN yang bersangkutan. Pasal 9 (1) Operator Transmisi Sandi yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya. (2) Apabila kelebihan jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud ayat (1) memenuhi jumlah angka kredit untuk kenaikan jabatan dua tingkat atau lebih dari jabatan terakhir yang diduduki, maka Operator Transmisi Sandi yang bersangkutan dapat diangkat dalam jenjang jabatan sesuai dengan jumlah angka kredit yang dimiliki, dengan ketentuan : a. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan; b. Setiap unsur penilaian dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.

JABATAN FUNGSIONAL

1141

(3) Operator Transmisi Sandi yang naik jabatan sebagaimana dimaksud ayat (2), setiap kali kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi disyaratkan mengumpulkan 20% (dua puluh persen) dari jumlah angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi tersebut, yang berasal dari unsur utama. BAB V PENGANGKATAN, PEMBEBASAN SEMENTARA, DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARI JABATAN Pasal 10 Pengangkatan, pembebasan sementara, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pengangkatan pertama kali dan pengangkatan kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VII; 2. Pembebasan sementara dari jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VIII; 3. Pemberhentian dari jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IX. Pasal 11 (1) Untuk menjamin tingkat kinerja Operator Transmisi Sandi dalam pencapaian angka kredit sebagai salah satu persyaratan kenaikan jabatan/pangkat, maka pengangkatan Operator Transmisi Sandi harus memperhatikan keseimbangan antara beban kerja organisasi dengan jumlah Operator Transmisi Sandi sesuai jenjang jabatannya. (2) Disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengangkatan Operator Transmisi Sandi di lingkungan Instansi Pusat harus didasarkan pada formasi jabatan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur

1142 JABATAN FUNGSIONAL

Negara berdasarkan usulan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat masing-masing setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN. (3) Pengangkatan dalam jabatan Operator Transmisi Sandi di lingkungan Instansi Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota harus didasarkan pada formasi jabatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan setelah mendapat pertimbangan Kepala BKN. Pasal 12 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan Operator Transmisi Sandi tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan fungsional lain maupun dengan jabatan struktural. Pasal 13 (1) Operator Transmisi Sandi Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Operator Transmisi Sandi Penyelia, pangkat Penata, golongan ruang III/c, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diangkat dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit minimal yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. (2) Operator Transmisi Sandi Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) dari kegiatan transmisi sandi dan atau pengembangan profesi. (3) Pembebasan sementara bagi Operator Transmisi Sandi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat peringatan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum batas waktu pembebasan sementara diberlakukan sebagaimana tersebut pada Lampiran X. (4) Di samping pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) Operator Transmisi Sandi juga dibebaskan sementara dari jabatannya apabila : a. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil berupa hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan

JABATAN FUNGSIONAL

1143

pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980; atau b. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966; atau c. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Operator Transmisi Sandi; atau d. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya; atau e. Menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan. (5) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a selama menjalani hukuman disiplin tetap dapat melaksanakan tugas pokoknya tetapi kegiatan tersebut tidak dapat ditetapkan angka kreditnya. (6) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf e, selama pembebasan sementara dapat dipertimbangkan kenaikan pangkat secara pilihan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, apabila : a. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. Setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pasal 14 Operator Transmisi Sandi diberhentikan dari jabatannya apabila : 1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali jenis hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat; atau 2. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), tidak dapat mengunipulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi; atau

1144 JABATAN FUNGSIONAL

3. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan. BAB VI PENGANGKATAN KEMBALI DALAM JABATAN Pasal 15 (1) Operator Transmisi Sandi yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dapat diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi, apabila masa berlakunya hukuman disiplin tersebut telah berakhir. (2) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara karena diberhentikan sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1966, dapat diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi, apabila berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan. (3) Operator Transmisi Sandi yang ditugaskan di luar jabatan Operator Transmisi Sandi dapat diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi, apabila telah selesai melaksanakan tugas di luar jabatan Operator Transmisi Sandi. (4) Operator Transmisi Sandi yang dibebaskan sementara karena cuti di luar tanggungan negara dan telah diangkat kembali pada Instansi semula, dapat diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi. (5) Operator Transmisi Sandi yang telah selesai menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan, diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi. Pasal 16 Pegawai Negeri Sipil yang diangkat kembali dalam jabatan Operator Transmisi Sandi sebagaimana tersebut dalam Pasal 15, jabatannya ditetapkan berdasarkan angka kredit terakhir yang dimiliki.

JABATAN FUNGSIONAL

1145

BAB VII PERPINDAHAN JABATAN Pasal 17 (1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam jabatan Operator Transmisi Sandi atau perpindahan antar jabatan dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 22, dan 23 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003; b. Memiliki pengalaman di bidang persandian sekurangkurangnya 2 (dua) tahun; c. Usia setinggi-tingginya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun dari jabatan terakhir yang didudukinya; dan d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurangkurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. (2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Operator Transmisi Sandi ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan dan angka kredit lain yang diperoleh setelah melalui penilaian dan penetapan angka kredit dari pejabat yang berwenang yang berasal dari unsur utama lainnya. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 Operator Transmisi Sandi yang sedang dibebaskan sementara karena : 1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat (kecuali pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil); atau 2. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan Operator Transmisi Sandi; atau 3. Cuti di luar tanggungan negara.

1146 JABATAN FUNGSIONAL

Apabila mencapai batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 19 (1) Untuk menjamin adanya persamaan persepsi, pola pikir dan tindakan dalam melaksanakan pembinaan Operator Transmisi Sandi, Lembaga Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina Jabatan Operator Transmisi Sandi melaksanakan sosialisasi dan fasilitasi kepada pejabat yang berkepentingan dan Operator Transmisi Sandi. (2) Untuk meningkatkan kemampuan Operator Transmisi Sandi secara profesional sesuai kompetensi jabatan, Lembaga Sandi Negara RI selaku Instansi Pembina, antara lain melakukan : a. Penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/ teknis bagi Operator Transmisi Sandi; b. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis bagi Operator Transmisi Sandi; c. Penetapan standar kompetensi Operator Transmisi Sandi; d. Penyusunan formasi jabatan Operator Transmisi Sandi; e. Pengembangan sistem informasi jabatan Operator Transmisi Sandi; dan f. Fasilitasi penyusunan dan penetapan etika profesi Operator Transmisi Sandi. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 (1) Dengan berlakunya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya, maka nama dan jenjang jabatan Operator Transmisi Sandi yang didasarkan kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 131/1990 tentang Penetapan Jabatan Fungsional

JABATAN FUNGSIONAL

1147

Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya disesuaikan ke dalam nama dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003. (2) Penyesuaian tingkat dan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit terakhir yang diperoleh Operator Transmisi Sandi. (3) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan terhitung mulai tanggal 1 April 2004 dan harus sudah selesai ditetapkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 September 2004. BABX PENUTUP Pasal 21 Pelaksanaan teknis yang belum diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diatur kemudian oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI dan Kepala BKN baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Pasal 22 Untuk mempermudah pelaksanaan Keputusan Bersama ini, maka dilampirkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut pada Lampiran XI Keputusan ini. Pasal 23 Dengan berlakunya Keputusan Bersama ini, maka Surat Edaran Kepala BAKN dan Ketua Lembaga Sandi Negara RI Nomor 43 TAHUN 1991 dan Nomor 0616/SK. 1.003/91 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 131/1990 tentang Jabatan Fungsional Operator Transmisi Sandi dan Angka Kreditnya, dinyatakan tidak berlaku lagi.

1148 JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 24 Keputusan Bersama ini disampaikan kepada instansi yang berkepentingan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pasal 25 Keputusan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 8 April 2004 KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA RI

ttd

ttd

HARDIJANTO

NACHROWI RAMLI

JABATAN FUNGSIONAL

1149

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA EDARAN Nomor : 1120/KP/XI/99/02 Kepada Yth. : 1. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Politik 2. Yth. Sdr. Direktur Jenderal HELN 3. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Hubsosbudpen 4. Yth. Sdr. Direktur Jenderal Protokoler dan Konsuler 5. Yth. Sdr. Direktur Jenderal ASEAN 6. Yth. Sdr. Kepala Badan Litbang 7. Yth. Sdr. Inspektur Jenderal Tembusan : Yth. Seluruh Eselon II Dari : Sekretaris Jenderal Perihal : Penundaan Pelaksanaan Sistim Jabatan Fungsional Diplomat di Departemen Luar Negeri Merujuk perihal tersebut di atas, bersama ini dengan hormat disampaikan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan Surat Keputusan Menpan No. 174/1997 tanggal 25 Agustus 1997 dan SKB Menteri Luar Negeri – Kepala BAKN No. SK. 130/OT/VIII/97/01 dan No. 12 Tahun 1997, maka atas dasar ketentuan tersebut sistem jabatan Fungsional Diplomat ditetapkan diberlakukannya di Departemen Luar Negeri. 2. Secara operasional, ternyata JFD belum dapat dilaksanakan, karena kelengkapan-kelengkapan hukum yang diperuntukan bagi berlakunya Jabatan Fungsional Diplomat secara efektif belum terpenuhi, yang meliputi :

1150 JABATAN FUNGSIONAL

a. Peraturan hukum tentang rumpun Jabatan Fungsional Diplomat. b. Peraturan hukum tentang tunjangan untuk pejabat Fungsional Diplomatik. c. Peraturan hukum tentang batas usia penentuan bagi pejabat Fungsional Diplomatik. d. Tata Naskah Sementara itu restrukturisasi organisasi baik di Pusat maupun di Perwakilan belum juga dilakukan. 3. Atas dasar kenyataan tersebut Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri telah mengadakan pertemuan dan pembicaraan dengan Kepala BAKN dan Ketua LAN tentang pelaksanaan Jabatan Fungsional Diplomat di Departemen Luar Negeri dan berkesimpulan bahwa perlu penundaan pelaksanaan JFD sampai kelengkapan hukum tersebut diatas selesai. 4. Memperhatikan dan mempertimbangkan hal tersebut dalam butir 1 dan 2 serta hasil pembicaraan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri dengan Ketua LAN, maka dengan ini pimpinan Departemen Luar Negeri memutuskan : -

-

Menunda pelaksanaan pemberlakuan Jabatan Fungsional Diplomatik di Departemen Luar Negeri, sampai dengan waktu yang akan ditentukan kemudian. Hal-hal yang menyangkut administrasi kepegawaian khususnya tentang kenaikan gelar dan pangkat akan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku sebelum adanya Jabatan Fungsional Diplomat.

Demikianlah pemberitahuan ini agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Jakarta, 22 Oktober 1999 ttd RAHARDJO JAMTOMO NIP. 020001071

JABATAN FUNGSIONAL

1151

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI KAMI

Tanggal : 15 JULI 2005

KONSEP NO : 4744

PRO PERWAKILAN RI :

ALL PERWAKINS

SANGAT SEGERA NO PRO EX RE

: : : :

053142 ALL KEPPRIS SEKJEN JABATAN FUNGSIONAL DIPLOMAT

re hal di atas disampaikan sbb ttk dua 1. Pasal 32 ayat 1 (undang-undang) No. 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri menyebutkan bahwa pejabat dinas luar negeri adalah pejabat fungsional diplomat et pasal 17 ayat 1 keputusan presiden no. 108 tahun 2003 bahwa pembinaan karier dan jenjang kepangkatan pejabat diplomatik dilakukan melalui jabatan fungsional. 2. Saat ini telah selesai dirumuskan rancangan keputusan menteri pan tentang jabatan fungsional diplomatik ttk diharapkan dalam waktu yang tidak lama rancangan tsb dapat ditetapkan menjadi kepmenpan. 3. berkenaan dengan hal tsb kma dimohonkan perhatian para keppris et seluruh staf diplomatik perwakilan mengenai ttk dua (i)

Meskipun tata kerja perwakilan berubah dari sistim struktural (bidang-sub bidang) menjadi fungsional, namun hal itu tidak merubah hirarki dalam hubungan kerja dalam pengorganisasian penanganan pekerjaan, seorang senior tetap dapat ditugasi untuk menjadi koordinator atau pengendali penugasan satu atau lebih pejabat dinas luar negeri. Kepala perwakilan dapat menetapkan pejabats yang menjadi koordinator atau pengendali tsb, sekaligus menetapkan pejabat yang dikoordinasi/dikendalikan penugasannya.

1152 JABATAN FUNGSIONAL

(ii)

dengan tata kerja seperti itu maka dalam pelaksanaan tugasnya seorang pejabat fungsional diplomat yang ditetapkan menjadi koordinator atau pengendali di setiap unit kerja tertentu (politik/ekonomi/pensosbud/ konsuler) tetap memiliki kewenangan et tanggung jawab yang sama thd para pejabat diplomatik di bawahnya (di unit kerja ybs) seperti halnya pada sistem struktural dahulu. (pasal 45 ayat (3) dan (4) dan pasal 60 ayat (2) keputusan menteri luar negeri no. sk. 06/a/ot/2004/01).

(iii) Selain hal tsb butir 3 (i), untuk keseragaman penyebutan et untuk tidak menimbulkan pertanyaans kma menlu telah memberikan arahan agar penyebutan gelar dan jabatan seorang pejabat fungsional diplomat di perwakilan dilakukan seperti contoh di bawah ini : (a) Seorang yang bergelar minister counselor dan menangani tugas-tugas politik disebut minister counselor politik (tanpa menyebut fungsi). (b) Seorang yang bergelar counselor dan menangani tugastugas ekonomi disebut counselor ekonomi. (c) Seorang yang bergelar sekretaris satu dan menangani tugas-tugas penerangan disebut sekretaris satu penerangan. (d) Seorang yang bergelar sekretaris dua dan menangani tugas-tugas konsuler disebut sekretaris dua konsuler. (e) Seorang dengan gelar sekretaris tiga dan menangani tugas-tugas politik disebut dengan sekretaris tiga politik. (f) … dan seterusnya 4. beberapa perwakilan yang telah menggunakan penyebutan lain seperti “pejabat fungsional politik” atau “pejabat fungsional penerangan” dlsb kma diminta agar menyesuaikan dengan sebutan pada butir 3 (iii) diatas. dmk ump ttk hbs Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, KABAM, KARO KEPEG, KARO PERENCANAAN, SAHI MANAJEMEN JABATAN FUNGSIONAL

1153

DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PUSAT KOMUNIKASI

BERITA RAHASIA KELALAIAN SAUDARA ADALAH BENCANA BAGI NEGARA

Tanggal : 13 MEI 1998 PRO PERWAKILAN RI :

KONSEP NO : 111763 ALLS PERWAKINS KILAT

NO : PRO : EX : RE :

982126 SEMUA KEPPRIS SEKJEN IN-PASSING (PENYESUAIAN) PDLN SBG JABATAN FUNGSIONAL DEPLU (JJFFDD)

re pokok kwt disampaikan hals sbb : 1. pimpinan deplu dalam waktu dekat akan melaksanakan hasil inpassing PDLN sbg jabatan fungsional diplomat ttk sampai saat ini masih dalam proses oleh sebuah Tim yang ditunjuk sekjen ttk 2. sesuai dgn keputusan pimpinan deplu kma in-passing pdln terutama yang menyangkut kenaikan gelar akan menggunakan dasar perhitungan kuantitatif (sesuai dengan ketentuan dlm buku jjffdd) et kualitatif (laporan pimpinan langsung thd kinerja ybs) ttk 3. Sehubungan dgn hals tsb s/d pemberitahuan lebih lanjut re pelaksanaan hasil in-passing ditegaskan sbb : a. semua keputusan re in-passing sampai saat ini belum berlaku rpt belum berlaku ttk. b. dgn dmk butir 3.a tidak dapat digunakan sbg dasar pembuatan keputusan selanjutnya ttk 4. pemberitahuan pejabat yang akan mendapatkan hasil in-passing akan diberitahukan segera ttk. 5. dmk ump ttkhbs Biaya Pengawatan dibebankan kepada : DEPLU CC : MENLU, SEKJEN, IRJEN, DJ POL, DJ HELN, DJ HSBPEN, DJ PROTKONS DJ.S. ASEAN. KALITBANG, SEKMEN, RO KEPEG, RO PERENCANAAN, RO HUKUM ET ORGANISASI

1154 JABATAN FUNGSIONAL

XVIII PEGAWAI SETEMPAT

1155

1156

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

:

a. bahwa penyelenggaraan dan pelaksanaan misi Perwakilan di luar negeri secara efektif, berdaya guna dan berhasil guna, menuntut adanya Pegawai Setempat Perwakilan yang profesional, terampil, setia, taat, jujur, berdedikasi, mampu bekerja sama dan memiliki rasa tanggung jawab untuk mendukung tugas dan misi Perwakilan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 28 Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Luar Negeri tentang Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; PEGAWAI SETEMPAT

1157

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan ( Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations Concerning Acquisition of Nationality), 1961 dan Pengesahan Konvensi mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Consular Relations Concerning Acquisition of Nationality), 1963 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3211); 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882); 3. Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 4. Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/ A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; 5. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor SK.02/ A/OT/VIII/2005/01 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri; MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI.

1158 PEGAWAI SETEMPAT

Pasal 1 Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri merupakan dasar dan acuan bagi setiap Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam mengangkat, memberhentikan dan membuat Kontrak Kerja mengenai Pegawai Setempat. Pasal 2 Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran Peraturan ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 3 Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka segala ketentuan dan/ atau peraturan mengenai Pegawai Setempat pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 4 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2006 MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA, ttd HASSAN WIRAJUDA

PEGAWAI SETEMPAT

1159

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006 TANGGAL : 17 Oktober 2006

PEDOMAN DAN TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN PEMBUATAN KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT PADA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Peraturan adalah Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 07/A/ KP/X/2006/01 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan Pembuatan Kontrak Kerja Pegawai Setempat Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri beserta semua lampiran dan perubahannya. 2. Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri, yang selanjutnya disebut Perwakilan, adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan Bangsa, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di Negara Penerima dan/ atau pada Organisasi Internasional. 3. Kepala Perwakilan adalah Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Tetap Republik Indonesia, Kuasa Usaha Tetap, Kuasa Usaha Sementara, Konsul Jenderal, Konsul dan Pejabat Sementara (Acting) Kepala Perwakilan Konsuler yang masingmasing memimpin Perwakilan di Negara Penerima atau wilayah kerja atau Organisasi Internasional. 4. Head of Chancery/Kepala Kanselerai adalah Pejabat Diplomatik dan Konsuler yang paling tinggi gelar diplomatiknya setelah Kepala Perwakilan atau Pejabat Diplomatik dan Konsuler lainnya yang membantu Kepala Perwakilan melaksanakan fungsi koordinasi, pelaksana diplomasi dan penanggung jawab

1160 PEGAWAI SETEMPAT

penyelenggaraan administrasi dan kerumahtanggaan Perwakilan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri serta bertanggung jawab kepada Kepala Perwakilan. 5. Home Staff adalah Unsur Pimpinan, Unsur Pelaksana dan Unsur Penunjang yang ditugaskan di Perwakilan berdasarkan Keputusan Presiden atau Keputusan Menteri Luar Negeri. 6. Pegawai Setempat adalah Pegawai Tidak Tetap yang dipekerjakan oleh Perwakilan atas dasar kontrak kerja untuk jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas tertentu pada Perwakilan. 7. Tim Kepegawaian adalah tim yang dibentuk berdasarkan keputusan Kepala Perwakilan, yang diketuai oleh Head of Chancery/Kepala Kanselerai dengan anggota yang terdiri dari Unsur Pelaksana dan Unsur Penunjang di Perwakilan, untuk membantu Kepala Perwakilan dalam menangani berbagai aspek kepegawaian Pegawai Setempat. 8. Atasan Langsung adalah Unsur Pelaksana atau Unsur Penunjang yang membawahi seorang atau lebih Pegawai Setempat. 9. Indeks Perwakilan adalah skala penilaian 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) untuk menentukan bobot misi, derajat hubungan, komposisi dan jumlah staf Perwakilan dengan menggunakan tolok ukur kepentingan nasional. 10. Kontrak Kerja adalah kontrak kerja waktu tertentu yang merupakan kesepakatan tertulis antara Perwakilan dan Pegawai Setempat yang antara lain memuat tentang syarat-syarat kerja, masa kerja, hak dan kewajiban para pihak. 11. Gaji Pokok adalah penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai Setempat setiap bulan oleh Perwakilan yang besarnya ditetapkan oleh Perwakilan. 12. Tunjangan adalah penghasilan di luar Gaji Pokok yang dibayarkan kepada Pegawai Setempat oleh Perwakilan yang jenis dan besarnya ditetapkan oleh Perwakilan. 13. Upah Lembur adalah upah yang dibayarkan kepada Pegawai Setempat yang tidak dikecualikan untuk menerimanya apabila mereka bekerja berdasarkan perintah kedinasan di luar jam kerja dengan mendapatkan persetujuan tertulis dari Atasan Langsung. 14. Provident Fund adalah tabungan yang berasal dari sebagian Gaji Pokok Pegawai Setempat yang wajib dikembalikan pada saat Pegawai Setempat tidak bekerja lagi pada Perwakilan. PEGAWAI SETEMPAT

1161

15. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan untuk jangka waktu tertentu. 16. Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Setempat yang dikategorikan sebagai pelanggaran atas peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan, pelanggaran disiplin kerja dan/atau pelanggaran kedinasan. BAB II PENGADAAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Pengadaan Pegawai Setempat dilakukan berdasarkan misi dan kebutuhan nyata di Perwakilan dengan memperhatikan Indeks Perwakilan dan formasi yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 2. Jumlah Pegawai Setempat pada masing-masing Perwakilan ditetapkan berdasarkan Indeks Perwakilan yaitu perbandingan 1 (satu) orang Home Staff berbanding 1,5 (satu koma lima) atau dalam hal tertentu berbanding 2 (dua) orang Pegawai Setempat. 3. Pada Perwakilan tertentu yang intensitas tugas pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia sangat tinggi, perbandingan jumlah Home Staff dan Pegawai Setempat dapat ditentukan lain oleh Menteri Luar Negeri. 4. Pegawai Setempat diutamakan warga negara Indonesia, kecuali atas pertimbangan kebutuhan tertentu dapat diisi oleh warga negara asing. 5. Prosedur pengadaan Pegawai Setempat dilakukan sebagai berikut : a. permohonan persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai Setempat diajukan secara tertulis oleh Kepala Perwakilan kepada Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Biro Kepegawaian, disertai dengan alasan kebutuhan Pegawai Setempat; b. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai Setempat diberikan setelah permohonan dari Perwakilan terlebih dahulu diteliti dan dikaji oleh Kepala Biro Kepegawaian; c. persetujuan untuk menerima dan mengangkat Pegawai Setempat disampaikan kepada Perwakilan yang mengusulkan. 1162 PEGAWAI SETEMPAT

6. Pengadaan Pegawai Setempat dilakukan melalui proses seleksi. 7. Seleksi penerimaan Pegawai Setempat diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri di Jakarta. 8. Seleksi penerimaan Pegawai Setempat dapat diselenggarakan oleh Perwakilan dengan ketentuan sebagai berikut : a. calon Pegawai Setempat adalah warga negara asing atau setempat dan/atau warga negara Indonesia yang secara permanen berdomisili di negara akreditasi; b. berkas lengkap proses seleksi disampaikan kepada Biro Kepegawaian sebagai dasar persetujuan pengangkatan. 9. Persetujuan hasil seleksi penerimaan Pegawai Setempat ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris Jenderal, yang selanjutnya menjadi dasar bagi pengangkatan Pegawai Setempat. 10. Setelah mendapat persetujuan, Kepala Perwakilan dapat mengangkat Pegawai Setempat melalui keputusan Kepala Perwakilan, sebagai dasar bagi Head of Chancery/ Kepala Kanselerai untuk membuat dan menandatangani Kontrak Kerja dengan Pegawai Setempat. 11. Salinan keputusan Kepala Perwakilan sebagaimana dimaksud pada butir 10 dikirimkan kepada Biro Kepegawaian. BAB III PERSYARATAN PENGANGKATAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Seseorang dapat diangkat menjadi Pegawai Setempat apabila telah memenuhi persyaratan umum sebagai berikut: a. berumur paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun, kecuali Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Bab XVI butir 3; b. memiliki ijazah pendidikan paling rendah Diploma (D-3) atau sederajat, kecuali tenaga pengemudi mobil dinas dengan ijazah pendidikan paling rendah SLTA atau sederajat; c. memiliki keahlian dan keterampilan untuk bidang tugas yang diperlukan;

PEGAWAI SETEMPAT

1163

d. sehat jasmani dan rohani, serta bebas narkotika dan/atau obat-obatan terlarang, yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter; e. berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat tindak pidana, baik di wilayah Republik Indonesia maupun di negara lain yang dinyatakan dengan surat keterangan dari pejabat berwenang; f.

lulus seleksi.

2. Persyaratan khusus bagi calon Pegawai Setempat warga negara Indonesia adalah : a. membuat surat pernyataan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia; b. membuat surat pernyataan bukan anggota dan/atau pengurus partai politik; c. menguasai bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat atau bahasa asing lainnya secara memadai. 3. Persyaratan khusus calon Pegawai Setempat warga negara asing adalah: a. membuat surat pernyataan persetujuan bahwa Kontrak Kerja diatur dan tunduk kepada ketentuan hukum Indonesia dan peraturan Perwakilan; b. menguasai bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat dan/ atau bahasa asing lainnya secara memadai. 4. Masing-masing Perwakilan dapat menetapkan persyaratan tambahan bagi calon Pegawai Setempat sesuai dengan kebutuhan Perwakilan. 5. Seseorang tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Setempat apabila pada saat pertama kali diangkat yang bersangkutan : a. memiliki hubungan perkawinan (suami atau istri), atau hubungan keluarga menurut garis lurus (anak, orang tua, cucu), atau hubungan keluarga menurut garis samping (saudara kandung, saudara sepupu, keponakan), atau hubungan semenda (mertua, menantu, anak tiri, ipar, bapak/ibu tiri) dengan Home Staff yang sedang bertugas pada Perwakilan yang sama; b. memiliki hubungan perkawinan (suami atau istri), atau hubungan keluarga menurut garis lurus (anak, orang tua, 1164 PEGAWAI SETEMPAT

cucu), atau hubungan sebagai saudara kandung, atau hubungan semenda (mertua, menantu, anak tiri, ipar, bapak/ibu tiri) dengan Pegawai Setempat yang sedang bekerja pada Perwakilan yang sama; c. berstatus sebagai mahasiswa/pelajar yang sedang menjalani tugas belajar dan/atau memperoleh beasiswa dari Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah asing/ setempat atau Badan Usaha Milik Negara atau badan swasta di Indonesia/negara setempat. 6. Penerimaan Pegawai Setempat dilaksanakan melalui proses seleksi yang meliputi: a. seleksi administratif; b. ujian tertulis pengetahuan umum dan penguasaan bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat dan/atau bahasa Indonesia; c. wawancara untuk mengetahui kemampuan, motivasi dan perilaku; d. keterampilan komputer; e. keterampilan mengemudi; f. keterampilan khusus lainnya yang diperlukan oleh Perwakilan; g. seleksi lain yang dianggap perlu oleh Perwakilan atau oleh Departemen Luar Negeri. BAB IV PENGANGKATAN PEGAWAI SETEMPAT UNTUK PERTAMA KALI 1. Dalam masa 3 (tiga) bulan pertama, Atasan Langsung dan Tim Kepegawaian melakukan evaluasi terhadap Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kali, yang meliputi loyalitas, dedikasi, watak, kejujuran, kerja sama, disiplin, kinerja dan tanggung jawab Pegawai Setempat. 2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan menggunakan Formulir Evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini.

PEGAWAI SETEMPAT

1165

3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 disampaikan kepada Kepala Perwakilan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir. 4. Jika berdasarkan evaluasi, sebagaimana dimaksud pada butir 1, Pegawai Setempat tidak memiliki kecakapan atau keahlian atau keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugastugas Perwakilan atau perilaku yang sesuai, maka Perwakilan dapat menghentikan Kontrak Kerja. 5. Keputusan untuk tidak meneruskan Kontrak Kerja setelah masa 3 (tiga) bulan pertama bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kali harus diberitahukan kepada Pegawai Setempat dan Sekretaris Jenderal dalam waktu 12 (dua belas) hari sebelum masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir guna memperoleh persetujuan pemberhentian. 6. Dalam hal Sekretaris Jenderal tidak menanggapi permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada butir 5 sampai dengan masa 3 (tiga) bulan pertama berakhir, maka Sekretaris Jenderal dianggap telah menyetujui permohonan tersebut. BAB V KONTRAK KERJA 1. Setiap Pegawai Setempat wajib menandatangani Kontrak Kerja sebagai dasar pelaksanaan tugas. 2. Kontrak Kerja harus mengikuti Model Kontrak Kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini. 3. Kontrak Kerja dibuat dan ditandatangani oleh Head of Chancery/ Kepala Kanselerai, untuk dan atas nama Perwakilan, dengan Pegawai Setempat. 4. Kontrak Kerja mengatur tentang hak dan kewajiban Perwakilan sebagai pihak yang mempekerjakan dan Pegawai Setempat sebagai pihak yang dipekerjakan. 5. Kontrak Kerja berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. 6. Naskah Kontrak Kerja dibuat dalam bahasa Indonesia, kecuali pada naskah Kontrak Kerja yang ditandatangani warga negara asing dapat dibuat dalam 2 (dua) bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang

1166 PEGAWAI SETEMPAT

dipahami oleh Pegawai Setempat warga negara asing yang bersangkutan. 7. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atas naskah Kontrak Kerja yang menggunakan 2 (dua) bahasa, naskah Kontrak Kerja dalam bahasa Indonesia yang akan berlaku. 8. Naskah Kontrak Kerja dibuat paling sedikit rangkap 3 (tiga), yaitu masing-masing untuk Pegawai Setempat yang bersangkutan, Perwakilan dan Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri. 9. Hal-hal pokok yang wajib dimuat dalam setiap naskah Kontrak Kerja adalah sebagai berikut: a. identitas para pihak; b. hak dan kewajiban masing-masing pihak; c. masa berlaku Kontrak Kerja; d. hal ikhwal yang menyebabkan Kontrak Kerja berakhir/ berhenti/batal; e. cara penyelesaian sengketa, yaitu mengenai pilihan hukum (choice of law) dan tempat penyelesaian sengketa (choice of forum). 10. Naskah Kontrak Kerja setidak-tidaknya wajib memuat pengaturan secara tegas dan rinci mengenai hak dan kewajiban masingmasing pihak sebagai berikut: a. Jam kerja; b. Gaji Pokok, termasuk mengenai besaran dan tata cara pemberiannya; c. Cuti; d. Tunjangan; e. Upah Lembur, sesuai dengan peraturan Upah Lembur yang berlaku di Perwakilan; f.

Uraian tugas;

g. Penilaian kinerja; h. Sanksi; i.

Aturan perubahan.

11. Perubahan Kontrak Kerja dimungkinkan untuk dilakukan sesuai dengan kebutuhan Perwakilan dengan alasan khusus yang dapat

PEGAWAI SETEMPAT

1167

dipertanggungjawabkan dan atas persetujuan Sekretaris Jenderal. 12. Perubahan sebagaimana dimaksud pada butir 11 hanya dapat dilakukan pada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kewajiban Perwakilan dan Pegawai Setempat. 13. Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud pada butir 5 dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali dan untuk paling lama 1 (satu) tahun. 14. Perpanjangan Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud pada butir 13 dituangkan dalam bentuk addendum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Kontrak Kerja. 15. Bila Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir, Kontrak Kerja dapat diperbarui atau tidak diperbarui. 16. Dalam hal Kontrak Kerja diperbarui, Kontrak Kerja baru harus ditandatangani paling cepat 30 (tiga puluh) hari setelah Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir. 17. Usulan untuk memperpanjang, memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak Kerja yang didasarkan pada kebutuhan Perwakilan dan evaluasi terhadap Pegawai Setempat, yang disertai rekomendasi Kepala Perwakilan, disampaikan oleh Perwakilan kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 6 (enam) bulan sebelum Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir. 18. Persetujuan tertulis Sekretaris Jenderal untuk memperpanjang, memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak Kerja disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Kontrak Kerja yang lama atau perpanjangannya berakhir. 19. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir, Sekretaris Jenderal tidak memberikan persetujuan tertulis untuk memperpanjang, memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak Kerja Pegawai Setempat, Sekretaris Jenderal dianggap telah memberikan persetujuan atas usul Perwakilan sebagaimana dimaksud pada butir 17. 20. Pemberitahuan tertulis tentang keputusan Perwakilan untuk memperpanjang, memperbarui, atau tidak memperbarui Kontrak Kerja, yang didasarkan atas persetujuan tertulis Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada butir 18 atau 19, diberikan oleh Perwakilan kepada Pegawai Setempat dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Kontrak Kerja atau perpanjangannya berakhir. 1168 PEGAWAI SETEMPAT

BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN PERWAKILAN DAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Hak Perwakilan dalam mempekerjakan Pegawai Setempat dilaksanakan oleh Kepala Perwakilan atau Head of Chancery/ Kepala Kanselerai atau Home Staff Atasan Langsung Pegawai Setempat yang bersangkutan. 2. Hak Perwakilan meliputi: a. hak untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang Kontrak Kerja; b. hak untuk memperbarui atau tidak memperbarui Kontrak Kerja setelah berakhirnya masa Kontrak Kerja atau perpanjangannya; c. hak untuk memberikan arahan, bimbingan, pembinaan, perintah, dan peringatan kepada Pegawai Setempat untuk melaksanakan tugasnya secara baik dan bertanggung jawab; d. hak untuk menugaskan Pegawai Setempat pada satuan unit kerja apapun dari Perwakilan dan menjabarkan lebih lanjut uraian tugas Pegawai Setempat dalam setiap penugasan; e. hak untuk mengakhiri, menghentikan, atau membatalkan Kontrak Kerja apabila terdapat alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Bab XI. 3. Kewajiban Perwakilan meliputi: a. memberitahu Pegawai Setempat tentang segala peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan; b. membayar Gaji Pokok kepada Pegawai Setempat setiap bulan yang besarnya ditetapkan oleh Perwakilan; c. menerima dan menyimpan 10% dari Gaji Pokok yang disisihkan oleh Pegawai Setempat setiap bulan sebagai Provident Fund bagi yang bersangkutan; d. membayar Tunjangan kepada Pegawai Setempat yang jenis dan besarnya ditentukan oleh Perwakilan; e. membayar Upah Lembur kepada Pegawai Setempat, yang tidak dikecualikan untuk menerima Upah Lembur, yang PEGAWAI SETEMPAT

1169

melaksanakan lembur berdasarkan perintah kedinasan yang besarannya ditetapkan oleh Perwakilan dengan ketentuan tidak boleh melebihi 30% dari Gaji Pokok; f.

membayar asuransi kesehatan kepada Pegawai Setempat yang ditentukan oleh Perwakilan sesuai dengan kemampuan anggaran Perwakilan;

g. memberikan Cuti kepada Pegawai Setempat, dengan ketentuan sebagai berikut : i.

hak cuti Pegawai Setempat ditetapkan paling lama 12 (dua belas) hari kerja setiap tahun setelah bekerja di Perwakilan selama 1 (satu) tahun;

ii.

apabila hak cuti dilakukan di Indonesia ditambah 5 (lima) hari untuk perjalanan;

iii.

hak libur lainnya diberikan untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja tanpa dibayar dan tidak dapat diakumulasikan pada tahun berikutnya;

iv. hak cuti bersalin diberikan paling lama 3 (tiga) bulan dengan penggajian penuh. h. melakukan evaluasi Pegawai Setempat secara rutin, dengan menggunakan Formulir Evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini. 4. Hak-hak Pegawai Setempat meliputi: a. Gaji Pokok, sebagaimana diatur pada butir 3.b.; b. Tunjangan, sebagaimana diatur pada butir 3.d.; c. Upah Lembur, sebagaimana diatur pada butir 3.e., kecuali Pegawai Setempat yang karena sifat dan jenis pekerjaannya oleh Perwakilan ditetapkan tidak berhak mendapatkan Upah Lembur; d. Asuransi kesehatan, sebagaimana diatur pada butir 3.f.; e. Cuti, sebagaimana diatur pada butir 3.g. 5. Kewajiban Pegawai Setempat: a. Pegawai Setempat wajib mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan dan wajib melaksanakan tugas sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja; b. Pegawai Setempat wajib menyerahkan 10% dari Gaji Pokok setiap bulannya sebagai Provident Fund sebagaimana dimaksud pada butir 3.c; 1170 PEGAWAI SETEMPAT

c. Pegawai Setempat wajib mematuhi disiplin kerja, yaitu : i.

menjaga kewibawaan dan nama baik negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia;

ii.

menyimpan rahasia atau hal-hal yang sepatutnya harus dijaga kerahasiaannya baik mengenai pekerjaan, segala kejadian, maupun tulisan/dokumen yang berhubungan dengan negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia termasuk para pejabat negara/staf Perwakilan;

iii.

menaati jam kerja dan hari kerja kantor yang ditetapkan dalam Kontrak Kerja dan keputusan Kepala Perwakilan;

iv. menaati perintah kedinasan dengan rasa tanggung jawab yang diberikan oleh Atasan Langsung maupun oleh Home Staff lainnya yang berwenang memberikan tugas tersebut; v. menciptakan dan memelihara suasana atau lingkungan kerja yang baik, aman, tenteram dan damai, baik dalam hubungan sesama Pegawai Setempat maupun dengan para pimpinan dan seluruh staf Perwakilan; vi. bersikap sopan santun kepada Pimpinan dan seluruh staf Perwakilan, serta para tamu yang berkunjung ke Perwakilan; vii. memberikan pelayanan cepat, tepat, ramah, baik dan tidak diskriminatif kepada semua pihak yang memerlukan; viii. menggunakan dan memelihara barang-barang milik Perwakilan dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab; ix. melaporkan segera kepada Atasan Langsung atau Home Staff lainnya, bilamana mengetahui secara tepat dan pasti mengenai hal-hal yang dapat membahayakan atau merugikan Perwakilan, baik di bidang keamanan (gedung dan personil), keuangan dan material lainnya maupun mengenai kewibawaan Perwakilan; x. mengikuti semua kegiatan Perwakilan terutama pada peringatan hari-hari besar nasional Indonesia.

PEGAWAI SETEMPAT

1171

6. Larangan bagi Pegawai Setempat : Pegawai Setempat dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran kedinasan, yaitu : a. melakukan perbuatan atau sikap yang dapat merugikan kehormatan dan martabat Perwakilan pada khususnya dan/ atau merugikan martabat Negara dan Pemerintah Republik Indonesia pada umumnya; b. menyalahgunakan wewenang, baik mengenai tugas atau pekerjaan, maupun mengenai harta benda (seperti barang, surat/dokumen berharga, atau uang) milik Perwakilan; c. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, menghilangkan, atau meminjamkan barang berharga milik Perwakilan dengan cara tidak sah; d. memalsukan atau mengubah secara tidak sah semua dokumen yang terkait dengan data pribadi; e. membocorkan dan/atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahuinya untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain; f.

melakukan kegiatan baik sendiri maupun dengan rekan sekerja atau orang lain, baik di dalam maupun di luar lingkungan Perwakilan, dengan tujuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, merugikan Negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia;

g. melakukan pekerjaan apapun untuk pihak selain Perwakilan, dengan menerima upah atau tidak menerima upah, atau mendapatkan keuntungan lainnya yang dilakukan pada jam kerja, baik di dalam maupun di luar kantor. BAB VII GAJI POKOK 1. Perwakilan menetapkan standar Gaji Pokok Pegawai Setempat untuk menentukan besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat pada pengangkatan pertama. 2. Besarnya Gaji Pokok didasarkan pada tingkat pendidikan, kompetensi, keahlian, keterampilan, pengalaman kerja, dan prestasi kerja Pegawai Setempat.

1172 PEGAWAI SETEMPAT

3. Dalam menentukan standar Gaji Pokok perlu diperhatikan standar upah minimum negara setempat. 4. Pada saat pembaruan Kontrak Kerja, Tim Kepegawaian dapat memberikan kenaikan Gaji Pokok Pegawai Setempat yang besarnya paling tinggi 5% dari Gaji Pokok sebelumnya yang didasarkan pada kompetensi, kinerja, dan prestasi Pegawai Setempat. 5. Gaji Pokok Pegawai Setempat yang tertinggi tidak boleh melebihi 50% dari Angka Dasar Penghasilan Luar Negeri Perwakilan di mana Pegawai Setempat yang bersangkutan bekerja. BAB VIII

PROVIDENT FUND 1. Perwakilan menerima dan menyimpan Provident Fund yang akan dikembalikan kepada Pegawai Setempat pada saat yang bersangkutan tidak bekerja lagi di Perwakilan. 2. Dalam hal Pegawai Setempat meninggal dunia, Provident Fund Pegawai Setempat yang bersangkutan diserahkan kepada ahli warisnya yang sah. 3. Setiap bulan pada saat menerima gaji, Pegawai Setempat menyisihkan 10% dari Gaji Pokok yang bersangkutan sebagai Provident Fund. 4. Provident Fund disimpan atas nama masing-masing Pegawai Setempat dan dikelola oleh Perwakilan. 5. Tata cara penyimpanan dan pengembalian Provident Fund diatur lebih lanjut dengan keputusan Kepala Perwakilan. BAB IX EVALUASI 1. Setiap Pegawai Setempat dievaluasi oleh Perwakilan. 2. Evaluasi Pegawai Setempat dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sejak Kontrak Kerja berlaku, dan khusus bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kali dievaluasi berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IV butir 1. PEGAWAI SETEMPAT

1173

3. Evaluasi Pegawai Setempat meliputi aspek loyalitas, dedikasi, watak, kejujuran, kerja sama, disiplin, kinerja dan tanggung jawab, serta kesehatan fisik, mental dan pengalaman. 4. Evaluasi dilakukan oleh Atasan Langsung Pegawai Setempat dan hasil evaluasi tersebut diajukan kepada Tim Kepegawaian untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan. 5. Evaluasi Pegawai Setempat dilakukan dengan menggunakan Formulir Evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana tercantum pada Lampiran III Peraturan ini. 6. Hasil evaluasi Pegawai Setempat sebagaimana dimaksud pada butir 2, disampaikan kepada Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri untuk dimasukkan ke dalam Data Pribadi dan Kinerja Pegawai Setempat. 7. Hasil evaluasi Pegawai Setempat menjadi bahan pertimbangan bagi Perwakilan untuk perpanjangan, pembaruan, atau penghentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat. BAB X KETENTUAN SANKSI 1. Pegawai Setempat yang melakukan Pelanggaran Disiplin dijatuhi sanksi. 2. Tingkat dan jenis sanksi adalah sebagai berikut : a. sanksi ringan yang terdiri dari: i.

peringatan lisan;

ii.

peringatan tertulis, dikenakan apabila Pegawai Setempat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak mendapat peringatan lisan tetap tidak mematuhi disiplin kerja atau apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin kerja untuk yang kedua kalinya;

b. sanksi sedang yang terdiri dari: i.

pernyataan tidak puas secara tertulis, dikenakan apabila Pegawai Setempat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak mendapat peringatan tertulis tetap tidak mematuhi disiplin kerja atau apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin kerja untuk yang ketiga kalinya;

1174 PEGAWAI SETEMPAT

ii.

penurunan gaji sebesar 10% dari Gaji Pokok selama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan;

c. sanksi berat berupa penghentian Kontrak Kerja. 3. Penjatuhan sanksi harus mempertimbangkan tingkat Pelanggaran Disiplin. 4. Pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah : a. Tim Kepegawaian, atas rekomendasi dari Atasan Langsung dan/atau Head of Chancery/Kepala Kanselerai, untuk sanksi ringan dan sedang; b. Kepala Perwakilan, setelah mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri, untuk sanksi berat, kecuali dalam hal Pegawai Setempat melakukan Pelanggaran Disiplin berat yang berakibat pada pencemaran nama baik Negara dan Pemerintah Republik Indonesia maka Kepala Perwakilan dapat menjatuhkan sanksi berat dan segera setelahnya memberitahukan kepada Menteri Luar Negeri. 5. Tata cara penjatuhan sanksi adalah sebagai berikut : a. Atasan Langsung wajib melaporkan Pelanggaran Disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Setempat kepada Tim Kepegawaian; b. penjatuhan sanksi ringan atau sedang wajib dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Perwakilan; c. penjatuhan sanksi ringan atau sedang wajib diberitahukan oleh Atasan Langsung kepada Pegawai Setempat yang dijatuhi sanksi, termasuk tentang Pelanggaran Disiplin yang dilakukan Pegawai Setempat yang bersangkutan; d. penjatuhan sanksi berat oleh Kepala Perwakilan harus memperhatikan rekomendasi Tim Kepegawaian; e. dalam keputusan mengenai penjatuhan sanksi berat, harus disebutkan Pelanggaran Disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Setempat yang bersangkutan. 6. Sebelum memberikan rekomendasi, Tim Kepegawaian harus melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai Setempat yang diduga telah melakukan Pelanggaran Disiplin berat. 7. Pegawai Setempat yang diduga telah melakukan Pelanggaran Disiplin dapat dimintai keterangan dan berhak membela diri dalam suatu rapat Tim Kepegawaian yang khusus diadakan untuk itu.

PEGAWAI SETEMPAT

1175

BAB XI PEMBERHENTIAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Pemberhentian Pegawai Setempat dilakukan dengan pengakhiran, penghentian, atau pembatalan Kontrak Kerja. 2. Pengakhiran Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : a. masa Kontrak Kerja berakhir sebagaimana dimaksud dalam Bab V butir 5 atau 13; b. bilamana ada instruksi langsung dari Departemen Luar Negeri Republik Indonesia sebagai tindak lanjut dari kebijakan pengurangan personil/pengurangan anggaran/perubahan organisasi/penutupan Perwakilan atau adanya evakuasi dan/ atau force majeur; c. apabila Pegawai Setempat meninggal dunia. 3. Penghentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat dapat dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut : a. penghentian Kontrak Kerja sebagaimana dimaksud dalam Bab IV butir 4; b. bilamana Pegawai Setempat berhalangan dalam menjalankan tugasnya sebagai akibat dari gangguan kesehatan fisik dan/atau mental; c. bilamana Pegawai Setempat mengundurkan diri berdasarkan alasan pribadi, dengan ketentuan yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri kepada Kepala Perwakilan 2 (dua) bulan sebelumnya; d. bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugasnya dikarenakan sakit atau cidera atau berada dalam tahanan atau sedang menjalani proses hukum selama 3 (tiga) bulan berturut-turut; e. bilamana disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat tidak memenuhi kebutuhan Perwakilan berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Bab IX butir 7; f.

bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugas tanpa pemberitahuan atau alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut;

1176 PEGAWAI SETEMPAT

g. bilamana Pegawai Setempat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Bab X butir 2.c.; h. bilamana Pegawai Setempat dipidana penjara; i.

bilamana Pegawai Setempat terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan/atau obat-obatan terlarang.

4. Pembatalan Kontrak Kerja dapat dilakukan apabila Pegawai Setempat dengan sengaja memberikan keterangan palsu kepada Perwakilan. 5. Pemberhentian Pegawai Setempat, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud pada butir 2.a. dan 2.c., dilakukan oleh Kepala Perwakilan dengan memperhatikan pertimbangan dari Tim Kepegawaian dan setelah mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri. 6. Permohonan persetujuan untuk memberhentikan Pegawai Setempat diajukan secara tertulis oleh Kepala Perwakilan kepada Menteri Luar Negeri c.q. Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Biro Kepegawaian dengan disertai salinan berkas pendukung. 7. Pegawai Setempat dapat diberhentikan dengan hormat ataupun tidak dengan hormat. 8. Pegawai Setempat diberhentikan dengan hormat karena: a. Kontrak Kerja diakhiri berdasarkan alasan-alasan pada butir 2.a., 2.b. dan 2.c.; b. Kontrak Kerja dihentikan berdasarkan alasan-alasan pada butir 3.a, 3.b, 3.c, 3.d. dan 3.e. 9. Pegawai Setempat diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. Kontrak Kerja dihentikan berdasarkan alasan-alasan pada butir 3.f., 3.g., 3.h. dan 3.i.; b. Kontrak Kerja dibatalkan berdasarkan alasan pada butir 4. 10. Pegawai Setempat, yang diberhentikan tidak dengan hormat, tidak dapat diterima lagi menjadi Pegawai Setempat di kemudian hari. 11. Pemberhentian Pegawai Setempat harus dituangkan dalam keputusan Kepala Perwakilan.

PEGAWAI SETEMPAT

1177

BAB XII PEMBINAAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Atasan Langsung bertanggung jawab atas pembinaan Pegawai Setempat. 2. Pembinaan Pegawai Setempat ditujukan untuk menanamkan rasa tanggung jawab, persatuan dan kesatuan, saling menghormati, kerja sama, serta untuk meningkatkan profesionalisme. 3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada butir 2 juga termasuk upaya untuk mendorong para suami/istri Pegawai Setempat dalam mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan Perwakilan. 4. Perwakilan dapat mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan Pegawai Setempat. 5. Perwakilan dapat melakukan mutasi Pegawai Setempat antarsatuan unit kerja di lingkungan Perwakilan untuk kepentingan dinas. 6. Mutasi dilakukan atas rekomendasi Tim Kepegawaian dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan. BAB XIII PERKAWINAN PEGAWAI SETEMPAT 1. Dalam hal terjadi perkawinan antarpegawai setempat yang bekerja pada Perwakilan yang sama, salah satu dari kedua Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri. 2. Dalam hal terjadi perkawinan antara Pegawai Setempat dan Home Staff yang bekerja/bertugas pada Perwakilan yang sama, Pegawai Setempat dimaksud harus mengundurkan diri. BAB XIV PEGAWAI SETEMPAT DALAM PROSES PERADILAN 1. Pegawai Setempat yang sedang menjalani proses hukum karena menjadi tersangka tindak pidana sehingga tidak dapat 1178 PEGAWAI SETEMPAT

menjalankan tugas-tugasnya pada Perwakilan, maka yang bersangkutan dapat dikenakan penghentian sementara. 2. Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada butir 1 berupa pembebastugasan Pegawai Setempat tanpa diberikan hak-hak Pegawai Setempat yang bersangkutan. 3. Kepala Perwakilan atas rekomendasi Tim Kepegawaian menentukan jangka waktu masa penghentian sementara paling lama 3 (tiga) bulan. 4. Jika Pegawai Setempat masih menjalani proses hukum setelah masa penghentian sementara berakhir, yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan hormat. 5. Jika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap Pegawai Setempat sebagaimana dimaksud pada butir 4 dinyatakan tidak bersalah, maka yang bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk dipekerjakan kembali di Perwakilan, sepanjang formasi memungkinkan. BAB XV PENGHARGAAN DAN SANTUNAN KEPADA PEGAWAI SETEMPAT 1. Menteri Luar Negeri atas usul Kepala Perwakilan atau Kepala Perwakilan atas inisiatifnya sendiri dapat memberikan penghargaan kepada Pegawai Setempat. 2. Pengusulan nama calon penerima penghargaan dilakukan oleh Atasan Langsung Pegawai Setempat kepada Kepala Perwakilan dengan tembusan kepada Tim Kepegawaian. 3. Nama-nama penerima penghargaan ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan atas rekomendasi Tim Kepegawaian. 4. Kriteria dan tata cara pemberian penghargaan ditetapkan oleh Tim Kepegawaian. 5. Dalam hal Pegawai Setempat meninggal dunia, Perwakilan dapat memberikan uang duka kepada ahli waris Pegawai Setempat yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Perwakilan.

PEGAWAI SETEMPAT

1179

6. Ahli waris yang berhak atas uang duka sebagaimana dimaksud pada butir 5 adalah istri atau suami sah, tetapi dalam hal istri atau suami sah tidak ada maka ahli waris adalah anak yang sah, baik kandung maupun hasil adopsi dari Pegawai Setempat yang bersangkutan. 7. Dalam hal Pegawai Setempat tidak/belum berkeluarga, ahli waris yang berhak atas uang duka sebagaimana dimaksud pada butir 5 adalah orang tua kandung, tetapi dalam hal orang tua kandung sudah tidak ada, maka ahli waris adalah saudara kandung dari Pegawai Setempat yang bersangkutan. 8. Khusus dalam hal Pegawai Setempat warga negara Indonesia meninggal dunia di Perwakilan, Perwakilan dapat memberikan bantuan biaya pengiriman jenazah untuk dimakamkan di Indonesia. BAB XVI PEGAWAI SETEMPAT BAWAAN UNSUR PIMPINAN PERWAKILAN 1. Unsur Pimpinan Perwakilan berdasarkan ketentuan dalam Bab ini, kecuali Kuasa Usaha Sementara dan Pejabat Sementara (Acting) Kepala Perwakilan Konsuler, berhak membawa pegawai untuk dipekerjakan sebagai sekretaris pribadi, kepala rumah tangga, pembantu rumah tangga dan/atau tenaga pengemudi mobil dinas. 2. Pegawai yang dibawa Unsur Pimpinan sebagaimana dimaksud pada butir 1 diangkat dengan status Pegawai Setempat. 3. Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan Perwakilan adalah sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. berusia paling muda 18 (delapan belas) tahun dan paling tua 57 (lima puluh tujuh) tahun; c. memiliki ijazah pendidikan paling rendah SLTP atau sederajat; d. sehat jasmani dan rohani, serta bebas narkotika dan obatobatan terlarang yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter; e. berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat tindak pidana, baik di wilayah Republik Indonesia maupun di wilayah negara 1180 PEGAWAI SETEMPAT

lain yang dinyatakan dengan surat keterangan dari pejabat berwenang; f. bersedia menandatangani Kontrak Kerja dengan Departemen Luar Negeri untuk jangka waktu selama masa penugasan Unsur Pimpinan di Perwakilan; g. tidak memiliki hubungan keluarga menurut garis lurus (orang tua, anak, cucu), garis samping (saudara kandung, saudara sepupu, keponakan), maupun hubungan semenda (mertua, menantu, anak tiri, ipar, bapak/ibu tiri) dengan Unsur Pimpinan yang bersangkutan atau suami/istrinya; h. persyaratan hubungan keluarga menurut garis samping, kecuali saudara kandung, dan hubungan semenda sebagaimana dimaksud pada butir f tidak berlaku bagi pengangkatan sekretaris pribadi dan kepala rumah tangga Unsur Pimpinan. 4. Masa kerja Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan berakhir pada saat selesainya tugas Unsur Pimpinan yang bersangkutan di Perwakilan. 5. Kepada Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan diberikan Paspor Dinas. 6. Besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Kepegawaian. 7. Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan, karena sifat pekerjaannya, tidak diberikan uang lembur tetapi diberikan tunjangan khusus setiap bulan yang besarnya tidak melebihi 40% dari Gaji Pokok yang bersangkutan. 8. Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada butir 6 ditetapkan dengan keputusan Kepala Perwakilan. 9. Unsur Pimpinan yang hendak membawa pegawai tambahan di luar ketentuan yang telah ditetapkan, seluruh pembiayaan dibebankan kepada pejabat bersangkutan dan tidak diangkat sebagai Pegawai Setempat. 10. Kontrak Kerja Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut: a. selesainya masa tugas Unsur Pimpinan di Perwakilan; b. Kontrak Kerja dihentikan oleh Departemen Luar Negeri atas usul Unsur Pimpinan yang membawa Pegawai Setempat yang bersangkutan; PEGAWAI SETEMPAT

1181

c. atas kehendak atau permintaan sendiri dari Pegawai Setempat yang bersangkutan; d. Pegawai Setempat meninggal dunia. 11. Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan wajib menyertai Unsur Pimpinan yang bersangkutan kembali ke Indonesia setelah berakhirnya masa tugas Unsur Pimpinan di Perwakilan. 12. Unsur Pimpinan wajib melaporkan keikutsertaan Pegawai Setempat bawaannya pulang ke Indonesia, dengan menyerahkan paspor dinas pegawai dimaksud kepada Biro Kepegawaian. 13. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan berdomisili di negara akreditasi atau di negara lainnya, Kontrak Kerja Pegawai Setempat yang bersangkutan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa tugas Unsur Pimpinan. 14. Apabila terjadi penghentian Kontrak Kerja sebelum Kontrak Kerja berakhir, Unsur Pimpinan dapat mengangkat pengganti tetap dengan memperhatikan persyaratan pengangkatan sebagaimana ditetapkan pada butir 3. 15. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan setelah kembali ke Indonesia ingin bekerja kembali di Perwakilan sebagai Pegawai Setempat, yang bersangkutan wajib mengajukan lamaran kerja ke Departemen Luar Negeri. 16. Apabila Unsur Pimpinan dipindahkan ke Perwakilan lain, Pegawai Setempat bawaannya dapat mengikuti kepindahan tersebut dengan membuat Kontrak Kerja baru. 17. Apabila Pegawai Setempat bawaan Unsur Pimpinan meninggal dunia di luar negeri, maka biaya pemakaman dan pengangkutan jenazah dari Perwakilan ke Indonesia ditanggung oleh Negara. BAB XVII TIM KEPEGAWAIAN 1. Tim Kepegawaian beranggotakan Unsur Pelaksana dan Unsur Penunjang yang dibentuk oleh Kepala Perwakilan dan dikukuhkan melalui keputusan Kepala Perwakilan. 2. Tim Kepegawaian beranggotakan dalam jumlah ganjil paling sedikit 3 (tiga) orang, yang terdiri dari seorang ketua merangkap

1182 PEGAWAI SETEMPAT

anggota, sekretaris merangkap anggota dan anggota, atau paling banyak 7 (tujuh) orang. 3. Tim Kepegawaian diketuai oleh Head of Chancery/Kepala Kanselerai. 4. Tim Kepegawaian bertugas membantu Kepala Perwakilan dalam menangani semua urusan yang berkaitan dengan Pegawai Setempat. 5. Keputusan Tim Kepegawaian merupakan bahan pertimbangan bagi Kepala Perwakilan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut semua urusan kepegawaian Pegawai Setempat dan dalam hal ini Kepala Perwakilan wajib memperhatikan pertimbangan Tim Kepegawaian. 6. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada butir 4, Tim Kepegawaian menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. seleksi penerimaan Pegawai Setempat; b. penilaian kinerja Pegawai Setempat; c. pemberian pertimbangan dalam pengangkatan Pegawai Setempat; d. perumusan uraian tugas Pegawai Setempat; e. pemberian pertimbangan dalam mutasi Pegawai Setempat; f.

pemberian pertimbangan dalam perpanjangan Kontrak Kerja Pegawai Setempat;

g. pemberian pertimbangan dalam pembaruan Kontrak Kerja Pegawai Setempat; h. pemberian pertimbangan dalam pemberhentian Kontrak Kerja Pegawai Setempat; i.

pemberian penghargaan kepada Pegawai Setempat yang berprestasi;

j.

penyelesaian sengketa kepegawaian dengan Pegawai Setempat;

k. penentuan besarnya Gaji Pokok Pegawai Setempat; l.

pengamatan dan penilaian untuk 3 (tiga) bulan pertama khusus bagi Pegawai Setempat yang diangkat untuk pertama kalinya;

m. fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan Pegawai Setempat.

PEGAWAI SETEMPAT

1183

7. Masa keanggotaan Tim Kepegawaian adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. 8. Pergantian antarwaktu dapat dilakukan dalam hal Unsur Pelaksana dan/atau Unsur Penunjang yang menjadi anggota Tim Kepegawaian dimutasi atau berhalangan tetap. 9. Pengambilan keputusan Tim Kepegawaian dilakukan secara musyawarah dan mufakat. 10. Dalam hal tidak tercapai mufakat sebagaimana dimaksud pada butir 9, keputusan Tim Kepegawaian diambil melalui pemungutan suara. 11. Rapat Tim Kepegawaian dianggap sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Tim Kepegawaian, kecuali Tim Kepegawaian yang beranggotakan hanya 3 (tiga) orang maka seluruh anggotanya harus hadir. 12. Keputusan Tim Kepegawaian dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang hadir. 13. Kehadiran anggota Tim Kepegawaian dalam rapat tidak dapat diwakilkan. 14. Setiap anggota Tim Kepegawaian wajib menjaga kerahasiaan hal-hal yang dibahas dan diputuskan dalam rapat Tim Kepegawaian. 15. Tim Kepegawaian mengadakan rapat paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau lebih bilamana diperlukan. BAB XVIII PENYELESAIAN SENGKETA 1. Sengketa kepegawaian yang timbul antara Perwakilan dengan Pegawai Setempat, akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat berdasarkan Kontrak Kerja dan peraturan kepegawaian yang berlaku. 2. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah dan mufakat berdasarkan Kontrak Kerja dan peraturan kepegawaian yang berlaku tidak dapat dicapai, maka sengketa diselesaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Indonesia, dengan menggunakan hukum Indonesia.

1184 PEGAWAI SETEMPAT

3. Segala biaya yang ditimbulkan dalam penyelesaian sengketa dibebankan kepada masing-masing pihak yang berperkara. BAB XIX KEADAAN MEMAKSA 1. Dalam keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) yang mengakibatkan keterbatasan anggaran, atas persetujuan atau instruksi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Perwakilan dapat mengambil tindakan yang diperlukan seperti melakukan rasionalisasi pegawai, mengurangi atau menunda pembayaran Gaji Pokok dan/atau Tunjangan, mengurangi atau menunda atau menghentikan pembayaran Upah Lembur, atau hak-hak keuangan lainnya. 2. Apabila terjadi pengakhiran Kontrak Kerja karena keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pada butir 1, kepada Pegawai Setempat diberikan uang jasa. Besarnya uang jasa ditentukan oleh Kepala Perwakilan dengan memperhatikan situasi anggaran Perwakilan. 3. Perwakilan wajib segera memulihkan hak-hak keuangan Pegawai Setempat bilamana alasan-alasan yang mendasari diambilnya tindakan sebagaimana dimaksud pada butir 1 telah hilang. BAB XX KETENTUAN PERALIHAN 1. Pada saat Peraturan ini berlaku, hubungan kerja antara Pegawai Setempat dan Perwakilan harus disesuaikan dengan Peraturan ini. 2. Perubahan sistem kontrak kerja lama menjadi sistem kontrak kerja baru tidak mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap Pegawai Setempat sebelum Peraturan ini berlaku, kecuali bagi Pegawai Setempat yang termasuk dalam kategori sebagai berikut: a. Pegawai Setempat yang telah mencapai batas usia pensiun (BUP) sesuai ketentuan mengenai Pegawai Setempat masing-masing Perwakilan sebelum tanggal 1 Januari 2006;

PEGAWAI SETEMPAT

1185

b. Pegawai Setempat yang mengajukan permohonan berhenti bekerja sebelum tanggal 1 Januari 2006 dan tidak lagi meneruskan bekerja di Perwakilan RI; c. Pegawai Setempat yang kinerjanya tidak baik, atau dijatuhi sanksi disiplin, atau sebab-sebab lain sehingga diberhentikan oleh Perwakilan sebelum tanggal 1 Januari 2006; 3. Pegawai Setempat yang termasuk ke dalam kategori sebagaimana dimaksud pada butir 2.a., 2.b. dan 2.c. dapat diberikan uang pesangon sesuai dengan peraturan Perwakilan yang berlaku sebelum tanggal 1 Januari 2006. 4. Pegawai Setempat yang termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud pada butir 2.a., 2.b. dan 2.c., hubungan kerja dengan Perwakilan berakhir dan tidak dapat dipekerjakan kembali pada tanggal 1 Januari 2006 dan seterusnya. 5. Pegawai Setempat yang terikat hubungan kerja dengan Perwakilan sebelum diberlakukannya Peraturan ini, dapat dipekerjakan kembali dengan menandatangani Kontrak Kerja baru yang dibuat berdasarkan Peraturan ini dengan memperhatikan tingkat pendidikan, usia, kompetensi, kondisi fisik dan mental, serta pengalaman. 6. Bagi Pegawai Setempat yang memasuki batas usia pensiun pada tahun 2006 sesuai dengan ketentuan Pegawai Setempat pada masing-masing Perwakilan sebelum Peraturan ini berlaku, Kontrak Kerja yang bersangkutan dapat diperbarui sampai dengan akhir tahun 2007 sepanjang Pegawai Setempat tersebut memiliki kompetensi, keahlian, keterampilan, pengalaman, serta sehat rohani dan jasmani. 7. Pegawai Setempat yang berstatus sebagai suami atau istri dari Pegawai Setempat lain yang bekerja pada Perwakilan yang sama sebelum berlakunya Peraturan ini masih dapat bekerja di Perwakilan sampai dengan akhir 2007 sepanjang memiliki prestasi, kompetensi, keahlian, keterampilan dan pengalaman. 8. Pegawai Setempat yang akan dipekerjakan kembali sebagaimana dimaksud pada butir 5, 6, dan 7, harus menandatangani surat Pernyataan Pelepasan (Waiver Statement) sebelum menandatangani Kontrak Kerja baru yang dibuat berdasarkan Peraturan ini. 9. Masa transisi 2 tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2007 merupakan suatu tenggat

1186 PEGAWAI SETEMPAT

waktu bagi Kepala Perwakilan untuk menentukan jumlah Pegawai Setempat pada masing-masing Perwakilan sesuai dengan Indeks Perwakilan yaitu perbandingan 1 (satu) orang Home Staff berbanding 1,5 (satu koma lima) atau dalam hal tertentu berbanding 2 (dua) orang Pegawai Setempat dan formasi yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 10. Dalam menetapkan jumlah Pegawai Setempat sesuai Indeks Perwakilan sebagaimana dimaksud pada butir 9, Kepala Perwakilan wajib melakukan evaluasi kompetensi, kinerja, prestasi dan perilaku Pegawai Setempat. BAB XXI KETENTUAN LAIN-LAIN Atas persetujuan Menteri Luar Negeri, Perwakilan dapat membuat pengaturan khusus mengenai Pegawai Setempat sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

PEGAWAI SETEMPAT

1187

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006 TANGGAL : 17 Oktober 2006 BAHASA INDONESIA Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :

ENGLISH The Parties to this Contract :

[Kedutaan Besar / Konsulat Jenderal / Konsulat / Perutusan Tetap] Republik Indonesia untuk/pada [Negara Akreditasi / Organisasi Internasional Akreditasi] yang berkedudukan di [Kota], untuk selanjutnya disebut sebagai “Perwakilan”; dan Sdr. _______ bertempat tinggal di ________, [KTP/SIM/Paspor] nomor ______________, untuk selanjutnya disebut sebagai “Pegawai Setempat”.

The [Embassy / Consulate General / Consulate / Permanent Mission] of the Republic of Indonesia to [Accredited State / International Organization] in [City], hereinafter referred to as the “Mission”; and Mr./Mrs./Ms. _____________, domiciled in ____________, [ID/ Driver’s License/ Passport] number _________, hereinafter referred to as the “Employee”.

Perwakilan dan Pegawai Setempat sendiri-sendiri untuk selanjutnya disebut sebagai “Pihak” dan bersamasama untuk selanjutnya disebut sebagai “Para Pihak”.

The Mission and Employee each referred to as the “Party” and jointly referred to as the “Parties”.

Bahwa Para Pihak telah bersepakat untuk mengikatkan diri pada Kontrak Kerja Waktu Tertentu, yang selanjutnya disebut sebagai “Kontrak”, dengan ketentuanketentuan sebagai berikut:

Whereas the Parties have agreed to conclude the Contract of Employment for Definite Period, hereinafter referred to as the “Contract”, with the following terms and conditions:

Pasal 1 Masa Kontrak

Article 1 Period of Contract

(1) Masa berlaku Kontrak ini adalah 2 (dua) tahun, terhitung mulai tanggal __________ dan berakhir pada tanggal __________.

(1) The period of the Contract is valid for 2 (two) years and shall become effective as of ________ and shall expire on ___________.

(1) Masa Kontrak dalam ayat (1) di atas dapat dihentikan lebih awal apabila terpenuhinya hal-hal sebagaimana diatur dalam (Pasal 2 dan1) Pasal 8 ayat (2) di bawah ini.

(2) The period of Contract as mentioned in the above paragraph (1) may be discontinued earlier than the expiration date subject to conditions stipulated in the provision of (Article 2 and1) Article 8 paragraph (2) below.

1

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

1188 PEGAWAI SETEMPAT

Pasal 22

Article 22

(1) Dalam waktu 3 (tiga) bulan pertama, Perwakilan melakukan evaluasi terhadap kinerja Pegawai Setempat.

(1) The Mission shall, within the first 3 (three) months, evaluate the performance of the Employee.

(2) Jika berdasarkan evaluasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Setempat tidak memiliki kecakapan atau keahlian atau ketrampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas Perwakilan atau perilaku yang sesuai, maka Perwakilan dapat mengakhiri Kontrak.

(2) If according to the evaluation as stipulated in paragraph (1), the Employee does not demonstrate due capacity or expertise or skill as required to perform the duties given by the Mission as well as the proper attitude and good conduct, the Mission shall discontinue the Contract.

Pasal 3 Hak dan Kewajiban Perwakilan

Article 3 Rights and Obligations of the Mission

(1) Perwakilan memiliki hak: a. memperpanjang atau tidak memperpanjang Kontrak; b. memperbarui atau tidak memperbarui Kontrak; a. memberikan arahan, bimbingan, pembinaan, perintah, dan peringatan kepada Pegawai Setempat untuk melaksanakan tugasnya secara baik dan bertanggung-jawab; d. menugaskan Pegawai Setempat pada satuan unit kerja apapun dari Perwakilan dan memberikan uraian tugas Pegawai Setempat secara rinci dalam setiap penugasan.

(1) The Mission has the rights: a. to extend or not to extend the Contract; b. to renew or not to renew the Contract; c. to provide direction, guidance, supervision, instruction, and reprimand admonition to the Employee to carry out his/her official duties in a proper and responsible manner; d. to assign the Employee at any section of the Mission and to provide a detailed job description on each of the assignment.

(2) Perwakilan memiliki kewajiban: a. memberitahukan Pegawai Setempat segala peraturan dan tata tertib yang berlaku di Perwakilan, termasuk namun tidak terbatas, peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang berlaku saat itu dan peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang

(1) The Mission is obliged: a. to inform the Employee the rules and regulations of the Mission, including but not limited, the prevailing disciplinary regulations for the Indonesian Civil Servants and the prevailing decree of the Minister of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia dealing with Local

2

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

PEGAWAI SETEMPAT

1189

mengatur perihal Pegawai Setempat yang berlaku saat itu yang semuanya dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kontrak ini;

Staff, all of which regulations shall be deemed an integral part of this Contract;

b. membayar Pegawai Setempat gaji pokok sebesar US$/mata uang setempat __________ setiap bulan;

b. to pay the Employee a basic salary at the amount of United States’ Dollar/local currency _________ per month;

c. membayar Pegawai Setempat tunjangan _____________3 ;

c. to pay the Employee allowance(s) __________3 ;

d. membayar upah lembur kepada Pegawai Setempat yang tidak dikecualikan untuk menerima upah lembur, yang melaksanakan lembur berdasarkan perintah kedinasan;

d. to pay overtime pay to the non-exempted overtime Employee who works overtime based on official instructions;

e. membayar asuransi kesehatan kepada Pegawai Setempat yang ditentukan oleh Perwakilan;

e. to provide the Employee with health insurance which is determined by the Mission;

f. melakukan evaluasi Pegawai Setempat.

f. to evaluate the performance of the Employee.

Pasal 4 Hak dan Kewajiban Pegawai Setempat

Article 4 Rights and Obligations of the Employee

(1) Pegawai Setempat memiliki hak menerima gaji pokok, tunjangan _____________ 4 , asuransi kesehatan dan cuti tahunan.

(1) The Employee is entitled to receive basic salary, allowance(s) _________ 4, health insurance and annual leave.

(2) Pegawai Setempat memiliki kewajiban: a. melaksanakan pekerjaan dan perintah kedinasan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab sesuai dengan uraian tugas yang diberikan oleh Perwakilan;

(2) The Employee is obliged: a. to work and perform his/her duties to the best of his/her ability and in the most responsible manner in accordance with the job description given by the Mission;

b. memahami dan mematuhi seluruh peraturan, tata-tertib

b. to fully understand and to comply with all the rules,

3 4

Catatan: diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan. Catatan: diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan.

1190 PEGAWAI SETEMPAT

dan disiplin yang berlaku di Perwakilan, termasuk namun tidak terbatas, peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang ketika itu berlaku dan peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia mengenai Pegawai Setempat yang berlaku saat itu yang semuanya dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kontrak ini;

regulations and disciplinary provisions of the Mission, including but not limited, the prevailing disciplinary regulations for the Indonesian Civil Servants and the prevailing decree of the Minister of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia dealing with Local Staff, all of which regulations shall be deemed an integral part of this Contract;

c. mengabdikan dirinya dengan sungguh-sungguh terhadap tugastugas kedinasannya;

c. to dedicate himself/herself diligently to his/her official duties;

d. memenuhi dan mematuhi 8 (delapan) jam kerja per hari sesuai dengan waktu kerja yang ditentukan oleh Perwakilan dari pukul ______ sampai dengan pukul _______

b. to observe 8 (eight) daily working hours as regulated by the Mission from _______ am to _______ pm.

Pasal 5 Uraian Tugas

Article 5 Job Description

(1) Perwakilan membuat dan menetapkan uraian tugas untuk Pegawai Setempat.

(1) The Mission shall define a job description to the Employee.

(2) Pegawai Setempat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(2) The Employee shall undertake his/ her duties in accordance with the job description as stipulated in paragraph (1).

(3) Uraian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Perwakilan kepada Pegawai Setempat.

(3) The job description as stipulated in paragraph (1) shall be furnished by the Mission to the Employee.

Pasal 6 Evaluasi

Article 6 Evaluation

(1) Evaluasi disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat dilakukan secara rutin oleh Perwakilan.

(1) The evaluation of discipline, performance and behavior of the Employee shall be conducted on a regular basis by the Mission.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi bahan

(2) The evaluation as stipulated in paragraph (1) shall be taken into

PEGAWAI SETEMPAT

1191

pertimbangan bagi Perwakilan untuk perpanjangan, pembaruan atau penghentian Kontrak.

account as consideration for extension, renewal or discontinuation of the Contract.

Pasal 7 Sanksi-sanksi

Article 7 Sanctions

(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Setempat terhadap kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan/ atau peraturan serta tata tertib lainnya yang berlaku di Perwakilan akan dikenakan sanksi oleh Perwakilan.

(1) Any violation of the obligation committed by the Employee as stipulated in Article 4 paragraph (2) and/or other rule(s) and regulation(s) of the Mission will be subjected to sanctions.

(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.

(2) The sanctions referred to in paragraph (1) shall be imposed with due account of the gravity of each violation.

(3) Jenis-jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut: a. peringatan lisan, atau b. peringatan tertulis, atau c. pernyataan tidak puas secara tertulis, atau d. penurunan gaji sebesar 10 % selama 6 (enam) bulan, atau

(3) Classification of the sanctions as referred to in paragraph (1) are as follows: a. verbal warning, or b. written reprimand, or c. written expression of dissatisfaction, or d. reduction by 10 % of his/her basic salary for maximum 6 (six) months period, or e. discontinuation of Contract.

e. penghentian Kontrak. (4) Jenis-jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat disertai dengan kewajiban membayar ganti rugi pada Perwakilan.

(4) Sanctions as referred to in paragraph (3) may also bear the obligation for the Employee to pay compensation to the Mission.

Pasal 8 Pengakhiran, Penghentian dan Pembatalan Kontrak Kerja

Article 8 Termination, Discontinuation and Invalidity of the Contract

(1) Kontrak akan berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut: a. masa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) berakhir; b. bilamana ada instruksi langsung dari Departemen Luar Negeri Republik Indonesia sebagai

(1) The Contract shall be terminated due to the following circumstances: a. the period of the Contract as referred to by Article 1 paragraph (1) expires; b. in the event of a direct instruction from the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia,

1192 PEGAWAI SETEMPAT

tindak lanjut dari kebijakan pengurangan personil / pengurangan anggaran / perubahan organisasi / penutupan Perwakilan atau adanya evakuasi, dan/atau force majeur; c. apabila Pegawai Setempat meninggal dunia.

as a consequence of a policy to downsize personnel / reduce budget / restructure / closure of the Mission or evacuation and/or force majeur; c. upon the demise of the Employee.

(2) Kontrak akan dihentikan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

(1) The Contract shall discontinue due to the following conditions:

a. penghentian Kontrak sebagaimana dimaksud pada Pasal 25; b. bilamana Pegawai Setempat berhalangan dalam menjalankan tugasnya sebagai akibat dari gangguan kesehatan fisik dan/ atau mental; c. bilamana Pegawai Setempat mengundurkan diri berdasarkan alasan pribadi, dengan ketentuan yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri kepada Kepala Perwakilan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelumnya; d. bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugasnya dikarenakan sakit atau cidera atau berada dalam tahanan atau sedang menjalani proses hukum selama 3 (tiga) bulan berturutturut; e. bilamana disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat tidak memenuhi kebutuhan Perwakilan berdasarkan evaluasi sesuai Pasal 6; f. bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugas tanpa pemberitahuan atau alasan yang sah untuk sekurang-kurangnya selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut; g. bilamana Pegawai Setempat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;

a. the Contract discontinues under the condition as stipulated in Article 25; b. when the Employee is hindered in undertaking his/her official duties by a serious mental and/ or physical illness; c. upon the resignation of the Employee due to personal reasons, by which the Employee shall submit to the Head of Mission a letter of resignation at least 2 (two) months in advance;

5

d. when the Employee has been absent from work for a continuous period of 3 (three) months as the result of sickness or injury or being taken into custody or due process of law; e. when based on evaluation referred to in Article 6 the Employee’s performance, attitude and discipline does not meet the Mission’s standard(s); f. when the Employee is absent from work without notice or valid reason for at least 5 (five) consecutive days; g. when the Employee has been sanctioned in accordance with Article 7;

Catatan: hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak.

PEGAWAI SETEMPAT

1193

h. bilamana Pegawai Setempat dipidana penjara; i. bilamana Pegawai Setempat terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan/atau obat-obat terlarang.

h. when the Employee is imprisoned; i. when the Employee is involved in the abuse of narcotics, drugs and/or psychotropic substances.

(3) Kontrak akan batal apabila Pegawai Setempat dengan sengaja memberikan keterangan palsu kepada Perwakilan.

(3) The Contract shall be null and void if it is revealed that the Employee has intentionally provided false information to the Mission.

Pasal 9 Perubahan

Article 9 Amendment

(1) Kontrak dapat diubah sesuai dengan kebutuhan Perwakilan.

(1) The Contract might be amended pursuant to the need of the Mission.

(2) Perubahan dimaksud merupakan bagian tak terpisahkan dari Kontrak ini.

(2) Such amendment shall form as an integral part of this Contract.

Pasal 10 Hukum Yang Berlaku dan Penyelesaian Sengketa

Article 10 Governing Law and Settlement of Disputes

Masing-masing Pihak, tanpa dapat dicabut kembali dan tanpa syarat, dengan ini menyatakan bahwa :

Each Party irrevocably and unconditionally hereby states that :

(1) Kontrak ini tunduk pada hukum dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;

(1) the present Contract is governed by the Indonesian laws and regulations;

(2) setiap sengketa yang timbul dalam pelaksanaan Kontrak ini akan diselesaikan secara damai melalui musyawarah dan mufakat;

(2) any disputes arising from the implementation of the Contract shall be settled amicably between the Parties through consultations;

(3) bilamana penyelesaian sengketa secara damai melalui musyawarah dan mufakat tidak mencapai kesepakatan, sengketa diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan hukum nasional Indonesia;

(3) should the amicable settlement of disputes through consultations fails, the disputes shall be settled through Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (District Court of Central Jakarta) under Indonesian national law;

(4) mengesampingkan hak yang dimilikinya baik saat ini maupun di

(4) it waives any objection it may now or in the future have to

1194 PEGAWAI SETEMPAT

masa yang akan datang untuk menolak bila kasusnya diperiksa di pengadilan tersebut atau mengajukan keberatan bahwa pengadilan tersebut bukan merupakan forum yang tepat untuk penyelesaian perkara mereka atau untuk mengajukan keberatan bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki kompetensi untuk mengadili perkara.

proceedings being brought in the aforementioned court, or any claim that any proceedings brought in the aforementioned court has been brought in an inconvenient forum, or any claim that the aforementioned court does not have jurisdiction.

Pasal 11 Keterpisahan

Article 11 Severability

Jika satu atau lebih klausula di dalam Kontrak ini atau pelaksanaannya dalam suatu situasi atau keadaan tertentu tidak sah atau tidak dapat dilakukan, maka klausula-klausula lainnya tidak akan terpengaruh, tetap berlaku dan mengikat sepenuhnya Para Pihak. Dalam hal terjadi ketidaksahan parsial seperti tersebut dalam kalimat sebelumnya maka Para Pihak sepakat untuk dengan itikad baik merumuskan kembali penggantian klausula-klausula yang tidak sah tersebut dengan klausula-klausula baru yang sah dan dapat diberlakukan sedemikian rupa sehingga klausula-klausula yang baru tersebut secara ekonomis harus dibuat semirip dan seadil klausula-klausula yang tidak sah dan tidak dapat diberlakukan tadi.

If any provision of this Contract or the application thereof to any situation or circumstance shall be invalid or unenforceable, the remainder of this Contract shall not be affected, and each remaining provisions shall be valid and enforceable to the fullest extent. In the event of such partial invalidity, the Parties agree to in good faith replace any such legally invalid or unenforceable provision with valid and enforceable provisions that, from an economic viewpoint, most nearly and fairly approach the effect of the invalid or unenforceable provision.

Kontrak dibuat di _________, pada hari __________, tanggal ___________ tahun ____________ dalam 2 (dua) bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris6. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atas Kontrak ini, naskah dalam bahasa Indonesia yang akan berlaku7.

Done at _________ on ______, ___________ in 2 (two) languages, Indonesian, and English6. In case of any divergence of interpretation of this Contract, the Indonesian text shall prevail.

6

7

Catatan: diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing selain bahasa Inggris. Catatan: dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam bahasa Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula “ Kontrak dibuat di _________, pada hari __________, tanggal ___________ tahun _____ .”

PEGAWAI SETEMPAT

1195

Pegawai Setempat/Employee, _______________________________ Nama/Name : Catatan: Dibuat dalam 3 (tiga) salinan: satu salinan untuk Perwakilan, satu salinan untuk Pegawai Setempat, dan satu salinan untuk Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri RI untuk didaftarkan pada Departemen Tenaga Kerja RI.

1196 PEGAWAI SETEMPAT

Atas Nama Perwakilan/For the Mission, _______________________________ Nama/Name : Jabatan/Title : Note: Made in triplicate: one copy for the Mission, one copy for the Employee, and one copy for the Personnel Bureau at the Department of Foreign Affairs, Republic of Indonesia for registration with the Department of Manpower RI.

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/A/KP/X/2006/01 TAHUN 2006 TANGGAL : 17 Oktober 2006 …………………………………………………………*) ………………………….

RAHASIA

FORMULIR EVALUASI PEGAWAI SETEMPAT JANGKA WAKTU PENILAIAN BULAN ……………………s/d………………….. 1.

2.

3.

PEGAWAI SETEMPAT a.

Nama

b.

Tempat, Tanggal Lahir

c.

Pendidikan

d.

Pekerjaan

e.

Fungsi **)

f.

Bekerja T.M.T

ATASAN LANGSUNG a.

Nama

b.

NIP

c.

Pangkat/golongan ruang

d.

Gelar/Tingkat PDLN

e.

Jabatan/Pekerjaan

f.

Unit Organisasi

KETUA TIM KEPEGAWAIAN a.

Nama

b.

NIP

c.

Pangkat/golongan ruang

d.

Gelar/Tingkat PDLN

e.

Jabatan/Pekerjaan

f.

Unit Organisasi

*) Diisi dengan nama Perwakilan **) Politik, Ekonomi, Penerangan dan Sosial Budaya, Protokol dan Konsuler, Umum/Administrasi

PEGAWAI SETEMPAT

1197

4. P E N I L A I A N No. 1

2

3

4

5

Uraian

Skala

LOYALITAS a

Menjaga nama baik Negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia

b

Menyimpan rahasia atau hal-hal yang sepatutnya harus dijaga kerahasiaannya baik mengenai pekerjaan, segala kejadian, maupun tulisan/berhubungan dengan Negara, Pemerintah dan Perwakilan Republik Indonesia termasuk para pejabat Negara/staf Perwakilan

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 –50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

DEDIKASI a

Mematuhi perintah kedinasan dengan rasa tanggung jawab yang diberikan oleh Atasan Langsung maupun oleh Home Staff lainnya yang berwenang memberikan tugas tersebut

b

Rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam pelaksanaan tugas-tugas Perwakilan

c

Tidak melakukan pekerjaan lain dengan menerima upah atau mendapatkan keuntungan lainnya yang dilakukan pada jam kerja, baik di dalam maupun di luar kantor

WATAK a

Menjaga sikap sopan santun kepada pimpinan dan seluruh staf serta para tamu yang berkunjung ke Perwakilan

b

Menciptakan dan memelihara suasana atau lingkungan kerja yang baik, aman, tenteram dan damai, baik dalam hubungan dengan para pimpinan maupun seluruh staf dan sesama Pegawai Setempat di Perwakilan Republik Indonesia

c

Membantu seluruh unsur di Perwakilan dalam menyukseskan programprogram kegiatan Perwakilan

KEJUJURAN a

Melaporkan segera kepada Atasan Langsung atau Home Staff lainya jika mengetahui secara tepat dan pasti mengenai hal-hal yang dapat membahayakan atau merugikan Perwakilan, baik di bidang keamanan (gedung dan personil), keuangan dan material lainnya maupun mengenai kewibawaan Perwakilan

b

Tidak menyimpang/menyalahgunakan wewenang, kepercayaan dan sumber daya Perwakilan untuk kepentingan pribadi

c

Melaporkan hasil kerja kepada atasannya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

KERJA SAMA a

Mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditentukan

1198 PEGAWAI SETEMPAT

6

7

b

Mengetahui tugas orang lain yang memiliki hubungan dengan bidang tugasnya

c

Menghargai pendapat orang lain

d

Bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun dia tidak sependapat

e

Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang lain

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

DISIPLIN a

Menaati jam kerja dan hari kerja kantor yang ditetapkan dalam Kontrak Kerja dan Surat Keputusan Kepala Perwakilan

b

Menaati peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan dan peraturan Perwakilan yang berlaku

c

Memberikan alasan yang jelas dengan disertai surat keterangan dokter jika berhalangan hadir karena sakit

d

Jika berhalangan karena urusan pribadi, memberikan alasan yang jelas dan disetujui oleh atasan langsungnya

e

Menggunakan jam kerja untuk mengerjakan tugas-tugas kedinasan

KINERJA a

Melaksanakan tugas secara berdayaguna/berhasilguna

b

Memberikan pelayanan cepat, ramah, dan baik kepada semua pihak yang memerlukan

c

Menunjukkan kecakapan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya

d

Menggunakan pengalamannya dalam menjalankan tugas

e

Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya

Mencapai hasil kerja yang telah ditentukan baik dalam mutu maupun dalam jumlah

PEGAWAI SETEMPAT

1199

8

TANGGUNG JAWAB a

Menyelesaikan tugasnya dengan tuntas dan baik serta tepat pada waktunya

b

Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Perwakilan dengan rasa tanggung jawab dan cara yang sebaik-baiknya

c

Mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan sendiri, orang lain atau golongan

d

Berani memikul resiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukannya

Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah NILAI RATA-RATA:

100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50 100 – 91 90 – 81 80 – 66 65 – 50

5. CATATAN

……………….…….., ………………….. 2006 Pegawai yang dinilai,

(…..………………..………………)

1200 PEGAWAI SETEMPAT

Disetujui Tim Kepegawaian Perwakilan, Ketua,

(…..………………………………) NIP.

DEPARTEMEN LUAR NEGERI PUSAT KOMUNIKASI

FR No. 001981

RAHASIA PENGANTAR BERITA FAKSIMIL RUANG LEGALISASI IMRON COTAN NOMOR : RR-0177/DEPLU/I/2006 TANGGAL : 13 Januari 2006 JUMLAH HALAMAN :

RUANG LEGALISASI DARI

KEPADA TEMBUSAN IMRON COTAN PERIHAL

: : : :

Sekretaris Jenderal Yth. All Keppris Yth. Inspektur Jenderal Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat PEMBUAT ttd PRIYO ISWANTO NIP. 020004267 PEJABAT KOMUNIKASI :

…………………………….

PEGAWAI SETEMPAT

1201

ISI BERITA Re : Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat Merujuk brafaks Sekjen No. RR-0004/DEPLU/I/06 tanggal 2 Januari 2006 perihal Persetujuan Pengangkatan Pegawai Setempat, bersama ini dengan hormat disampaikan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan Surat Edaran Sekjen Nomor : SE.01/C/OT/VIII/ 2004/02 tentang Pedoman Pelaksanaan Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor : 06/A/OT/VI/2004/01 tentang organisasi dan Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri, Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat yang akan menjadi dasar bagi seluruh perwakilan dalam pembuatan kontrak kerja Pegawai Setempat telah mendapat persetujuan dari Menteri Luar Negeri. 2. Diharapkan Perwakilan dalam hal memperkerjakan pegawai setempat yang menandatangani kontrak kerja agar mengikuti dan melaksanakan Model Kontrak dimaksud sebagai standard yang telah ditetapkan oleh Pusat dan berlaku bagi seluruh Perwakilan. Perubahan dan/atau penambahan dalam kontrak untuk disesuaikan dengan kondisi setempat tidak boleh bertentangan dengan Model Kontrak Kerja dan terlebih dahulu harus disampaikan ke Pusat untuk mendapat persetujuan. 3. Dalam Model Kontrak Kerja dimaksud terdapat beberapa hal yang perlu dipahami, antara lain : a. Kontrak Kerja yang dibuat berdasar Model dimaksud dan ditandatangani oleh pegawai setempat dan satu untuk Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri. b. Kontrak dibuat dalam 3 (tiga) salinan : satu untuk Perwakilan, satu untuk Pegawai Setempat, dan satu untuk Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri. c. Ketentuan Pasal 2 pada Model Kontrak Kerja hanya berlaku bagi pegawai setempat yang menandatangani kontrak untuk pertama kalinya. d. Pernyataan pengesampingan (waiter statement) dibuat untuk mengantisipasi adanya tuntutan pesangon oleh pegawai setempat yang terikat kontrak kerja lama yang sifatnya indefinite period. Perwakilan dapat meminta pegawai setempat tersebut untuk membuat dan menandatangani pernyataan

1202 PEGAWAI SETEMPAT

pengesampingan sesuai model terlampir yang menyatakan bahwa ybs bersedia melepaskan haknya untuk mendapatkan pesangon, dengan pertimbangan bahwa ybs diterima bekerja kembali menjadi pegawai setempat sebagai kompensasinya. Pernyataan dimaksud dilampirkan pada Kontrak Kerja Pegawai setempat ybs yang ditandatangani dan berlaku mulai 1 Januari 2006. 4. Terlampir Model Kontrak Kerja Pegawai Setempat dan Pernyataan Pengesampingan (Waiver Statement), Soft Copy kedua dokumen tersebut akan dikirimkan via vpn yang bisa diakses seluruh Perwakilan. 5. Peraturan Menteri Luar Negeri tentang Pedoman dan Tata Cara Pengangkatan, Pemberhentian dan Kontrak Kerja Pegawai Setempat pada Perwakilan RI di Luar Negeri sedang pada tahap penyelesaian akhir dan akan segera dikirimkan pada kesempatan pertama. Demikian, atas perhatian dan kerjasama Saudara kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 13 Januari 2006

PEGAWAI SETEMPAT

1203

MODEL PERNYATAAN PENGESAMPINGAN (WAITER STATEMENT) Saya, yang bertanda tangan dibawah ini/I, the undersigned : Nama : Name

: _______________________________

Alamat/Address

: _______________________________

No. KTP/Paspor ID/Passport No

: _______________________________

Dengan ini menyatakan sebagai berikut :

hereby state as follows:

1.

saya telah mendapatkan penjelasan perihal hak-hak yang saya akan peroleh jika saya tidak lagi meneruskan hubungan kerja saya dengan (Kedutaan Besar/ Perutusan Tetap / Konsulat Jenderal / Konsulat) Republik Indonesia di __________________ (untuk selanjutnya disebut “Perwakilan”) sesuai dengan peraturan yang berlaku di Perwakilan sebelum 1 Januari 2006.

1.

I have been briefed about my entitlement if I decide not to continue my employment relationship with the [Embassy / Permanent Mission / Consulate General / Consulate] of the Republic of Indonesia in _______ (hereinafter referred to as the “Mission”) in accordance with the prevailing rules of the Mission prior to I January 2006;

2.

Saya dengan kemauan sendiri dengan ini mengesampingkan hak saya tersebut diatas dalam Butir 1 dan memutuskan untuk bersedia menandatangani kontrak kerja waktu tertentu dengan Perwakilan. Dengan menandatangani Kontrak Kerja Waktu Tertentu hak saya yang ada saat ini maupun di masa yang akan datang yang timbul sehubungan dengan masa kerja saya dengan Perwakilan sebelum 31 Desember 2005.

2.

I voluntarily waive my right referred to in the above Point 1 and decide to execute the Employment Contract for Definite Period which shall govern my employment relationship with the Mission. By virtue of executing the Employment Contract for Definite Period, I waive my right or any other right in the future arising out of my employment relationship with the Mission prior to 31 December 2005.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun. Dibuat di _______ pada tanggal _______ Januari 2006

1204 PEGAWAI SETEMPAT

This statement is made voluntarily without any coercion whatsoever. Made in ____on the __ of January 2006

MODEL KONTRAK KERJA PEGAWAI SETEMPAT (CONTRACT OF EMPLOYMENT FOR LOCAL STAF)

ENGLISH

BAHASA INDONESIA Para Pihak dalam Kontrak Kerja ini :

The Parties of this Contract :

[Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal/ Konsulat/Perutusan Tetap] Republik Indonesia untuk/pada [Negara Akreditasi/Organisasi Internasional Akreditasi] yang berkedudukan di [Kota], untuk selanjutnya disebut sebagai “Perwakilan” dan Sdr. ______________ Bertempat tinggal di ____________ [KTP/SIM/ Paspor] nomor, untuk selanjutnya disebut sebagai “Pegawai Setempat”

The [Embassy/Consulate General/ Consulate/Permanent Mission] of the Republic of Indonesia to [Accredited State/International Organization] in [City], hereinafter referred to as the “Mission”;

Perwakilan dan Pegawai Setempat sendiri-sendiri untuk selanjutnya disebut sebagai “Pihak” dan bersamasama untuk selanjutnya disebut sebagai “Para Pihak”.

The Mission and Employee each referred to as the “Party” and jointly referred to as the “Parties”.

Bahwa Para Pihak telah bersepakat untuk mengikatkan diri pada Kontrak Kerja Waktu Tertentu, yang selanjutnya disebut sebagai Kontrak, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Whereas the Parties have agreed to conclude the Contract of Employment for Definite Period, hereinafter referred to as the Contract, with the following terms and conditions:

Pasal 1 Masa Kontrak

Article 1 Period of Contract

(1) Masa berlaku Kontrak ini adalah 2 (dua) tahun, terhitung mulai tanggal ______ dan berakhir pada tanggal _______

(1) The period of the Contract is valid for 2 (two) years and shall become effective as of _____ and shall expire on

(2) Masa Kontrak dalam ayat (1) diatas dapat dihentikan lebih awal apabila terpenuhinya hal-hal sebagaimana diatur dalam (Pasal 2 dan 1) Pasal 8 ayat (2) di bawah ini.

(2) The period of Contract as mentioned in the above paragraph (1) may be discontinued earlier than the expiration date subject to conditions stipulated in the

and Mr./Mrs./Ms. _________, domiciled in ________, [ID/ Driver’s License/ Passport] number ______, hereinafter referred to as the “Employee”.

PEGAWAI SETEMPAT

1205

provision of (Article _ 2 and 1 ) Article 8 paragraph (2) below. Pasal 22

Article 22

(1) Dalam waktu 3 (tiga) bulan pertama, Perwakilan melakukan evaluasi terhadap kinerja Pegawai Setempat.

(1) The Mission shall, within the first 3 (three) months, evaluate the performance of the Employee.

(2) Jika berdasarkan evaluasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Setempat tidak memiliki kecakapan atau keahlian atau keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas Perwakilan atau perilaku yang sesuai, maka Perwakilan dapat mengakhiri Kontrak. Pasal 3 Hak dan Kewajiban Perwakilan (1) Perwakilan memiliki hak :

(2) If according to the evaluation as stipulated in paragraph (1), the Employee does not demonstrate due capacity or expertise or skIII as required to perform the duties given by the Mission as well as the proper attitude and good conduct, the Mission shall discontinue the Contract. Article 3 Rights and Obligations of the Mission (1) The Mission has the rights :

a.

Memperpanjang atau tidak memperpanjang Kontrak ;

a.

to extend or not to extend the Contract;

b.

Memperbarui atau memperbarui kontrak

tidak

b.

to renew or not to renew the Contract;

c.

Memberikan arahan, bimbingan, pembinaan, perintah dan peringatan kepada Pegawai Setempat untuk melaksanakan tugasnya secara baik dan bertanggung jawab ;

c.

to provide direction, guidance, supervision, instruction, and reprimand admonition to the Employee to carry out his/her official duties in a proper and responsible manner;

d.

Menugaskan Pegawai Setempat pada satuan unit kerja apapun dari Perwakilan dan memberikan uraian tugas Pegawai Setempat secara rinci dalam setiap penugasan.

d.

to assign the Employee at any section of the Mission and to provide a detailed job description on each of the assignment.

(2) Perwakilan memiliki kewajiban : a.

Memberitahukan pegawai setempat segala peraturan dan tata tertib yang berlaku

1206 PEGAWAI SETEMPAT

(2) The Mission is obliged: a.

to inform the Employee the rules and regulations of the Mission, including but not

di Perwakilan, termasuk namun tidak terbatas, peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang berlaku saat itu dan peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang mengatur perihal Pegawai Setempat yang berlaku saat itu yang semuanya dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kontrak ini ;

limited, the prevailing disciplinary regulations for the Indonesian Civil Servants and the prevailing decree of the Minister of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia dealing with Local Staff, all of which regulations shall be deemed an integral part of this Contract;

b.

Membayar Pegawai Setempat gaji pokok sebesar US$/mata uang setempat ___________________ setiap bulan ;

b.

to pay the Employee a basic salary at the amount of United Slates’ Dollar/local currency ______ per month;

c.

Membayar Pegawai Setempat tunjangan _____________3 ;

c.

to pay the Employee allowance(s) ______3;

d.

Membayar upah lembur kepada Pegawai Setempat yang tidak dikecualikan untuk menerima upah lembur, yang melaksanakan lembur berdasarkan perintah kedinasan ;

d.

to pay overtime pay to the non-exempted overtime Employee who works overtime based on official instructions;

e.

Membayar asuransi kesehatan kepada Pegawai Setempat yang ditentukan oleh Perwakilan ;

e.

to provide the Employee with health insurance which is determined by the Mission;

f.

Melakukan evaluasi Pegawai Setempat.

f.

to evaluate the performance of the Employee.

Pasal 4 Hak dan Kewajiban Pegawai Setempat

Article 4 Rights and Obligations of the Employee

(1) Pegawai setempat memiliki hak menerima gaji pokok, tunjangan _________ 4, asuransi kesehatan dan cuti tahunan.

(1) The Employee is entitled to receive basic salary, allowance(s) ______ 4 , health insurance and annual leave.

(2) Pegawai setempat kewajiban :

(2) The Employee is obliged:

memiliki

PEGAWAI SETEMPAT

1207

a.

Melaksanakan pekerjaan dan perintah kedinasan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab sesuai dengan uraian tugas yang diberikan oleh Perwakilan ;

a.

to work and perform his/her duties to the best of his/her ability and in the most responsible manner in accordance with the job description given by the Mission;

b.

Memahami dan mematuhi seluruh peraturan, tata tertib dan disiplin yang berlaku di Perwakilan, termasuk namun tidak terbatas, peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang ketika itu berlaku dan peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia mengenai Pegawai Setempat yang berlaku saat itu yang semuanya dianggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kontrak ini ;

b.

to fully understand and to comply with all the rules, regulations and disciplinary provisions of the Mission, including but not limited, the prevailing disciplinary regulations for the Indonesian Civil Servants and the prevailing decree of the Minister of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia dealing with Local Staff, all of which regulations shall be deemed an integral part of this Contract;

c.

Mengabdikan dirinya dengan sungguh-sungguh terhadap tugas-tugas kedinasannya.

c.

to dedicate himself/herself diligently to his/her official duties;

d.

Memenuhi dan mematuhi 8 (delapan) jam kerja per hari sesuai dengan waktu kerja yang ditentukan oleh Perwakilan dari pukul _________, sampai dengan pukul __________

d.

to observe 8 (eight) daily working hours as regulated by the Mission from _____ am to _____ pm.

Pasal 5 Uraian Tugas

Article 5 Job Description

(1) Perwakilan membuat dan menetapkan uraian tugas untuk Pegawai Setempat

(1) The Mission shall define a job description to the Employee.

(2) Pegawai setempat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Uraian tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

1208 PEGAWAI SETEMPAT

(2) The Employee shall undertake his/ her duties in accordance with the job description as stipulated in paragraph (1). (3) The job description as stipulated in paragraph (1) shall be

disampaikan oleh Perwakilan kepada Pegawai Setempat.

furnished by the Mission to the Employee.

Pasal 6 Evaluasi

Article 6 Evaluation

(1) Evaluasi disiplin, kinerja dan perilaku Pegawai Setempat dilakukan secara rutin oleh Perwakilan.

(1) The evaluation of discipline, performance and behavior of the Employee shall be conducted on a regular basis by the Mission.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi bahan pertimbangan bagi perwakilan untuk perpanjangan, pembaruan atau penghentian kontrak.

(2) The evaluation as stipulated in paragraph (1) shall be taken into account as consideration for extension, renewal or discontinuation of the Contract.

Pasal 7 Sanksi – Sanksi

Article 7 Sanctions

(1)

Pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Setempat terhadap kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan/ atau peraturan serta tata tertib lainnya yang berlaku di Perwakilan akan dikenakan sanksi oleh Perwakilan.

(1) Any violation of the obligation committed by the Employee as stipulated in Article 4 paragraph (2) and/or other rule(s) and regulation(s) of the Mission wIII be subjected to sanctions.

(2)

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.

(2) The sanctions referred to in paragraph (1) shall be imposed with due account of the gravity of each violation.

(3)

Jenis-jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut : a. peringatan lisan, atau b. peringatan tertulis, atau c. pernyataan tidak puas secara tertulis, atau d. penurunan gaji sebesar 10% selama 6 (enam) bulan, atau e. Penghentian kontrak

(3) Classification of the sanctions as referred to in paragraph (1) arc as follows : a. verbal warning, or b. written reprimand, or c. written expression of dissatisfaction, or d. reduction by 10% of his/her basic salary for maximum 6 (six) months period, or e. discontinuation of Contract.

(4)

Jenis-jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat disertai dengan kewajiban

(4) Sanctions as referred to in paragraph (3) may also bear the obligation for the Employee to pay compensation to the Mission.

PEGAWAI SETEMPAT

1209

membayar ganti rugi pada Perwakilan. Pasal 8 Pengakhiran, Penghentian dan Pembatalan Kontrak Kerja

Article 8 Termination, Discontinuation and Invalidity of the Contract

(1) Kontrak akan berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut :

(1) The Contract shall be terminated due to the following circumstances:

a.

Masa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) berakhir ;

a.

the period of the Contract as referred to by Article 1 paragraph (1) expires;

b.

Bilamana ada instruksi langsung dari Departemen Luar Negeri Republik Indonesia sebagai tindak lanjut dari kebijakan pengurangan personil/ pengurangan anggaran/ perubahan organisasi/ penutupan perwakilan atau adanya evakuasi, dan/atau force majeur ;

b.

in the event of a direct instruction from the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia, as a consequence of a policy to downsize personnel/ reduce budget/restructure/ closure of the Mission or evacuation and/or force majeure;

c.

Apabila Pegawai Setempat meninggal dunia.

c.

upon the demise of the Employee.

(2) Kontrak akan dihentikan dengan alasan-alasan sebagai berikut :

(2) The Contract shall discontinue due to the following conditions :

a.

Penghentian Kontrak sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 ;

a.

the Contract discontinues under the condition as stipulated in Article 25 ;

b.

Bilamana Pegawai Setempat berhalangan dalam menjalankan tugasnya sebagai akibat dari gangguan kesehatan fisik dan/atau mental.

b.

when the Employee is hindered in undertaking his/ her official duties by a serious mental and/or physical IIIness;

c.

Bilamana Pegawai Setempat mengundurkan diri berdasarkan alasan pribadi, dengan ketentuan yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri kepada

c.

upon the resignation of the Employee due to personal reasons, by which the Employee shall submit to the Head of Mission a letter of

1210 PEGAWAI SETEMPAT

Kepala Perwakilan selambatlambatnya 2 (dua) bulan sebelumnya ;

resignation at least 2 (two) months in advance;

d.

Bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugasnya dikarenakan sakit atau cidera atau berada dalam tahanan atau sedang menjalani proses hukum selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

d.

when the Employee has been absent from work for a continuous period of 3 (three) months as the result of sickness or injury or being taken into custody or due process of law;

e.

Bilamana disiplin, kinerja dan perilaku pegawai setempat tidak memenuhi kebutuhan Perwakilan berdasarkan evaluasi sesuai Pasal 6;

e.

when based on evaluation referred to in Article 6 the Employee’s performance, attitude and discipline does not meet the Mission’s standard(s);

f.

Bilamana Pegawai Setempat meninggalkan tugas tanpa pemberitahuan atau alasan yang sah untuk sekurangkurangnya selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.

f.

when the Employee is absent from work without notice or valid reason for at least 5 (five) consecutive clays;

g.

Bilamana Pegawai Setempat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ;

g.

when the Employee has been sanctioned in accordance with Article 7;

h.

Bilamana Pegawai Setempat dipidana penjara ;

h.

when the imprisoned;

i.

Bilamana Pegawai Setempat terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan/atau obat-obat terlarang.

i.

when the Employee is involved in the abuse of narcotics, drugs and/or psychotropic substances.

Employee

is

(3) Kontrak akan batal apabila Pegawai Setempat dengan sengaja memberikan keterangan palsu kepada perwakilan.

(3) The Contract shall be null and void if it is revealed that the Employee has intentionally provided false information to the Mission.

Pasal 9 Perubahan

Article 9 Amendment

(1) Kontrak dapat diubah sesuai dengan kebutuhan Perwakilan.

(1) The Contract might be amended pursuant to the need of the Mission.

PEGAWAI SETEMPAT

1211

(2) Perubahan dimaksud merupakan bagian tak terpisahkan dari Kontrak ini.

(2) Such amendment shall form as an integral part of this Contract.

Pasal 10 Hukum Yang Berlaku dan Penyelesaian Sengketa

Article 10 Governing Law and Settlement of Disputes

Masing-masing pihak, tanpa dapat dicabut kembali dan tanpa syarat, dengan ini menyatakan bahwa :

Each Party irrevocably and unconditionally hereby stales that :

(1) Kontrak ini tunduk pada hukum dan peraturan perundangundangan Republik Indonesia ;

(1) the present Contract is governed by the Indonesian laws and regulations;

(2) Setiap sengketa yang timbul dalam pelaksanaan Kontrak ini akan diselesaikan secara damai melalui musyawarah dan mufakat ;

(2) any disputes arising from the implementation of the Contract shall be settled amicably between the Parties through consultations;

(3) Bilamana penyelesaian sengketa secara damai melalui musyawarah dan mufakat tidak mencapai kesepakatan, sengketa diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan hukum nasional Indonesia ;

(3) should the amicable settlement of disputes through consultations fails, the disputes shall be settled through Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (District Court of Central Jakarta) under Indonesian national law:

(4) Mengesampingkan hak yang dimilikinya baik saat ini maupun di masa yang akan datang untuk menolak bila kasusnya diperiksa di pengadilan tersebut atau mengajukan keberatan bahwa pengadilan tersebut bukan merupakan forum yang tepat untuk penyelesaian perkara mereka atau untuk mengajukan keberatan bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki kompetensi untuk mengadili perkara.

(4) it waives any objection it may now or in the future have to proceedings being brought in the aforementioned court, or any claim that any proceedings brought in the aforementioned court has been brought in an inconvenient forum, or any claim that the aforementioned court does not have jurisdiction.

Pasal 11 Keterpisahan

Article 11 Severability

Jika satu atau lebih klausula di dalam kontrak ini atau pelaksanaannya dalam suatu situasi atau keadaan tertentu tidak sah atau tidak dapat dilakukan, maka klausula-klausula lainnya tidak

If any provision of this Contract or the application thereof to any situation or circumstance shall be invalid or unenforceable, the remainder of this Contract shall not be affected, and

1212 PEGAWAI SETEMPAT

akan terpengaruh, tetap berlaku dan mengikat sepenuhnya Para Pihak. Dalam hal terjadi ketidaksahan parsial seperti tersebut dalam kalimat sebelumnya maka para Pihak sepakat untuk dengan itikad baik merumuskan kembali penggantian klausula-klausula yang tidak sah tersebut dengan klausula-klausula baru yang sah dan dapat diberlakukan sedemikian rupa sehingga klausula-klausul yang baru tersebut secara ekonomis harus dibuat semirip dan seadil klausul-klausula yang tidak sah dan tidak dapat diberlakukan tadi.

each remaining provisions shall be valid and enforceable to the fullest extent. In the event of such partial invalidity, the Parlies agree to in good faith replace any such legally invalid or unenforceable provision with valid and enforceable provisions that, from an economic viewpoint, most nearly and fairly approach Ilic effect of the invalid or unenforceable provision.

Kontrak dibuat di _____________, pada hari __________, tanggal _____________ tahun ___________ dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris 6. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atas Kontrak ini, naskah dalam bahasa Indonesia yang akan berlaku7.

Done at ______ on ____, ________ in 2 (two) languages, Indonesian, and English6. In case of any divergence of interpretation of this Contract, the Indonesian text shall prevail7.

Pegawai Setempat/Employee,

Atas Nama Perwakilan/For the Mission,

____________________________ Nama/Name

____________________________ Nama/Name Jabatan/Title

Catatan : dibuat dalam 3 (tiga) salinan : satu salinan untuk Perwakilan, satu salinan untuk Pegawai Setempat, dan satu salinan untuk Biro Kepegawaian Departemen Luar Negeri RI untuk didaftarkan pada Departemen Tenaga Kerja RI.

Note: Made in triplicate: one copy for the Mission, one copy for the Employee, and one copy for the Personnel Bureau at the Department of Foreign Affairs, Republic of Indonesia for registration with the Department of Manpower RI.

_________________________ Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak. Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak. 3 Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan 4 Catatan : diperinci dan disesuaikan dengan ketentuan Perwakilan 5 Catatan : hanya dipakai untuk kontrak pertama kali, bukan untuk pembaruan kontrak 4 Catatan : diganti dengan bahasa asing lain apabila kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing selain bahasa Inggris. 7 Catatan : dalam hal Pegawai Setempat adalah WNI yang Kontrak Kerjanya hanya dalam bahasa Indonesia, maka klausula ini tidak dipakai, yang dipakai klausula “Kontrak dibuat di _______________, pada hari _____________ tanggal _______ tahun ___________” 1 2

PEGAWAI SETEMPAT

1213

1214

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF