Bonus EBook melodydalampuisi (Panji Ramdana 2015).pdf

April 15, 2017 | Author: Rhaden Putri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Bonus EBook melodydalampuisi (Panji Ramdana 2015).pdf...

Description

Panji Ramdana

/

11 PAN-Jsound RECORDS

0 1 Diamku adalah caraku menjagamu Setidaknya beritahu aku Sudah sejauh mana kau mengenalku? Boleh? Jaga selalu kesehatanmu Kau boleh menyebrangiku asal tidak di depanku Sahabat yang bukan sahabat Tak pernah selalu ada Aku tidak ingat apa-apa Bahagia yang lebih dari awal pertemuan kita Sama halnya denganmu Kinar Cinta Shinta Kenangan Sayang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Lempari saja aku dengan senyum Aku takkan pernah bosan. Asal kau jangan melemparku jauh-jauh lalu tersenyum. Sama sekali jangan.

15 Demi Apa Pun Kamu Melebihi Apa Pun Adalah hal yang bodoh meninggalkanmu yang terseorang diri. Adalah hal yang pintar meninggalkan semua yang mengejarku. Karena demi apa pun, kamu melebihi apa pun Lempari saja aku dengan senyum, aku takkan pernah bosan. Asal kau jangan melemparku jauh-jauh lalu tersenyum, sama sekali jangan. Dan lagi jangan kau tersenyum lalu melemparku sangat jauh. Karena aku bisa saja suatu waktu menjadikan senyum sebagai kata yang sangat hina. Tapi tetap tersenyumlah selalu padaku. Karena aku masih memandang senyum itu adalah hal yang paling indah Hal yang paling indah darimu yang bisa masih kudapat.

521 +

5

Diamku Adalah Caraku Menjagamu Kau terlalu indah. Sampai lisanku tak mampu lagi berucap kata terbaik yang bisa melukiskanmu. Kau terlalu sempurna. Sampai anganku tak mampu lagi lebih jauh untuk bermimpi. Kau terlalu hebat. Sampai langkahku terus saja tertinggal darimu dan aku hanya mampu melihatmu dari belakang. Kau terlalu jauh, itulah mengapa aku... diam. Diam dalam ruang pribadiku. Mengatakan sebuah beban dan harap yang tertulis dalam goresan kepalaku. Inginku sederhana. Aku ingin kau bahagia. Aku ingin kau lebih dari apa yang kau miliki sekarang. Dan aku, ingin menjagamu. Dalam setiap langkah yang kau pijak, aku ada. Caraku menjagamu adalah dalam diamku. Karena aku tau, menjaga adalah untuk seseorang tetap nyaman. Aku diam, karena aku ingin kau tetap nyaman. Ingin sekali ada satu hembusan yang belum aku dapatkan darimu hadir dalam hidupku. Aku ingin berhak untuk ada. Hingga sampai di mana ketika kamu terluka, aku menjadi pohon besar bagimu. Menjadi tempat sandaranmu, teduh dan menyejukkan. Mungkin ini adalah takdirku, meretas kerinduanku yang tak mungkin terjadi. Memelukmu dengan satu kehangatan yang berbeda. Binar mataku dan kamu berbeda. Apa kau tak sadari itu? Tak kau lihatkah ada satu pena dalam mataku yang ingin aku tuliskan dalam ingatanmu? Aku, akan selalu ada, dan tinggalah dalam hatiku, air mataku, dan dalam ingatanku.

521 +

5

Setidaknya Beritahu Aku Jika kau tersenyum setidaknya beritahu aku. Karena menyebalkan jika kau tersenyum di suatu tempat yang mungkin dikarenakanku dan aku tak tahu itu. Mungkin ini rasanya tersenyum untuk orang lain yang aku yakin orang itu tidak tahu aku tersenyum untuknya. Dan itu tidak akan mengubah apapun. Menyebalkan, ketika kau sudah ada di depanku. Dan aku tak bisa apa-apa. Hanya menggamit harap pada pikiran-pikiran yang berulang. “Aku tak mungkin bisa”. Menyebalkan. Aku sudah memberi sesuatu untukmu. Tapi aku tidak tahu kau suka atau tidak, kau tersenyum atau tidak. Dan "aku tak kan mungkin tahu”. Kau tau? Adakalanya aku mengejar dan mendekati semua temantemanmu itu semata-mata hanya untuk mengetahui kabarmu saja. Seperti sekarang. Sudah banyak tulisan-tulisan dalam papan hati ini. Namun papan ini malah menjadi hitam. Karena papan ini sudah tak mampu membendung kata perkata lagi. Terlalu banyak yang ku simpan. Andai, kau mau menyempatkan waktumu sebentar saja. Untuk mau memberiku pintu masuk. Sebentar saja. Kau boleh mengusirku jika waktumu sudah habis. Tapi setidaknya beritahu aku, bagaimana perasaanmu saat ketika kau bersamaku. Setidaknya beritahu aku.

521 +

5

Sudah Sejauh Mana Kau Mengenalku? Aku ingin memayungimu. Bersama dalam satu payung cinta. Entah kapan hujan ini usai. Yang jelas, kali ini kita memang berada di dalam payung yang sama. Ada yang aneh ketika itu. Meski kau melindungi bahuku dari tetes hujan, tetap saja aku kedinginan. Hanya saja, mengapa masih ada yang bergejolak? Lantas, sudah sejauh mana kau mengenalku? Aku ingin tahu. Jadi, jangan menyimpannya selalu. Karena semua yang aku lakukan hanya semata untuk dikenali olehmu.Tapi ketika aku bertemu denganmu. Semua rasanya tidak terjadi. Aku tidak yakin saat itu matamu dua, hidungmu satu, atau suaramu ada Indraku lemah. Bagai melangkah katak. Kehilangan langkah kedepan, buntu. Aku berdebu diam. Kebelakang? tak bisa. Dan sekarang aku berpikir, belajar untuk kecewa itu penting. Aku akan mempelajarinya dan akan membiasakannya. Sehingga lagi tidak perlu dua tangan untuk membentuk satu bunyi kebahagian. Satu pun bisa. Cukup tutup mata dan pikirkan sesuatu yang indah. 1 menjadi 2. Jika kau sudah jauh mengenalku. Aku antar kau ke teras depan. Menikmati seluruh harumnya bunga. Kupetik dan kuberikan kepada bunga hidupku. Begitulah nanti kebiasaanku setiap pagi.

521 +

5

Boleh? Matamu keruh, boleh aku menjernihkannya? Senyummu masam, boleh aku memaniskannya? Hatimu berserakan, boleh aku merapihkannya? Harapanmu hilang, boleh aku mencarinya? Karena kau sudah lelah dengannya, aku selalu siap bahkan menjadi bonekamu. Melihat harapanmu yang baru hadir bersamaku, aku siap. Karena itu yang aku bisa . Semoga nanti... menjadi yang kita bisa. Jika tidak bisa, aku ingin seseorang yang sama sepertimu. Aku tahu itu salah, karena tidak ada orang yang senang jika disamakan. Karena itu, kau sajalah. Apa kau mau? Meski aku tak pernah kau lihat sekarang. Tapi setidaknya, dalam sedetik waktuku saja aku akan bersama dalam setiap kebersamaan waktumu. Tersenyumlah. Maka aku akan merasa dua kali lebih hidup. Meski bukan untukku, setidaknya melihatnya saja sudah merasa baik, Itu sudah benar. Karena kamu merupakan telingaku yang tak akan pernah aku bisa lihat secara langsung terus menerus. Tapi, selagi aku di sini . Biarkan kita saling bermain, setidaknya aku.

521 +

5

Jaga Selalu Kesehatanmu Saat itu, aku melihat satu wajah. Tak seperti biasanya, kali ini ia berbeda, kesakitan apa yang kau rasakan? Aku ingin tahu, tapi apakah mungkin aku akan tahu? Aku sadar diri ini siapa. Satu pintaku. Jagalah selalu kesehatanmu, yang sangat berharga bagiku. Mungkin ku tahu, apalah arti kekhawatiranku pada dirimu. Merasa lemah dan menyedihkan adalah ketika saat aku ingin tahu kabarmu yang sakit, tapi sulit. Bukan karena tidak mau, tapi lebih karena tidak bisa. Suatu waktu aku menetapkan kewajibanku untuk menjagamu, membahagiakanmu. Tapi aku tidak dapat mendapatkan hakku. Karena kamu bukan hakku. Aku ingin masuk dalam kehidupanmu. Meski ku tahu itu tak akan mungkin terjadi pada diriku, akan kah ada keajaiban? Aku melihatmu bening tanpa satu pun yang mengganggu. Berpapasan sejajar, kau melihatku nampak seperti melihat kaca tebal yang buram. Tak ada. Karena siapa kau bagiku. Siapa aku bagimu. Aku masih belum bisa mengetahuinya.

521 +

5

Kau Boleh Menyebrangiku Asal Tidak di Depanku Teruslah menjauh, itu boleh. Jangan lalu terus mendekat lagi, itu tak boleh. Bukankah boleh bagiku tidak selalu boleh bagimu? begitupun sebaliknya. Aku ingat saat itu. Seperti sudah gila. Keringat yang jatuh dari kening yang menuju bibirmu saja aku sudah mengira itu air terjun yang jatuh dengan bebasnya. Manis sekali. Sedang ponimu yang menggantung dengan resahnya pasrah tersapu oleh bisikan bibirmu yang membawa angin kesejukan. Layaknya air di kala kemarau. Setiap kau ingin menyebrang. Aku tak ingin membantumu. Meski kendaraan riuh di sepanjang. Karena aku takut, setelah itu kau akan menyebrangiku. Kau boleh menyebrangiku, asal tidak di depanku. Lewat belakanglah, karena aku tidak ingin kau tiba-tiba kembali hanya karena kau melihat air mataku. Ketika air menetes, tangan ini tak mampu mengusiknya. Payung yang ku genggam dan bunga yang ku bawa seolah membiarkan air ini terus mengalir. Malam yang dinanti pun datang. Jika tidak keberatan, boleh jika aku memberitahumu? Lekaslah tidur.

521 +

5

Sahabat Yang Bukan Sahabat Mungkin ini hobiku, atau lebih tepatnya kebiasaanku. Katanya hobiku ini tidak baik, merugikan orang lain. Ya, hobiku adalah mencuri. Itu kata orangtuaku dan guruku. Mereka selalu bilang agar aku jauh dari kata mencuri itu. Tapi sekarang semua berubah. Aku tidak menepati itu. Untungnya apa yang aku curi tidak merugikan orang itu. Dan ia pun tidak tahu kalau aku mencuri sesuatu darinya, dan orang-orang pun tidak ada yang tahu. Setiap kali aku mencuri aku merasa lebih bersemangat. Setidaknya hobiku ini menjadi satu hobi yang tidak ada orang yang tahu. Sekali lagi, aku yang ingin menjadi sahabatmu, yang akan selalu mencuri semua... Tentangmu. Menarimu merupakan teriakku. Tatapmu merupakan tawaku. Diammu merupakan senyumku. Hidupmu merupakan yang belum aku dapatkan. Dan tetap menunggu. Bibirnya sempurna lagi menawan. Sayangnya aku tidak boleh mencicipinya, meski menyerupai apel merah yang siap untuk di ambil. Karena aku tidak berhak untuk memanennya. Tersebab, menjadi yang untukmu bukan tujuanku untuk sekarang. Sudah aku bilang, aku ingin menjadi sahabatmu. Yang di mana kau akan bisa bebas membicarakan siapa yang sedang kau sukai. Selamat malam sahabat. Semoga suatu saat akan ada namaku di dalam ucapmu itu.

521 +

5

Tak Pernah Selalu Ada Bulan tak pernah selalu ada. Senja pun sama. Begitupun malam, pagi, siang dan sore. Dan juga ... Kamu. Lalu, apa yang akan selalu ada? Aku tidak suka saat sibukmu. Karena aku dilupakan. Tapi aku lebih tidak suka saat senggangmu. Karena kau jadi malah sibuk dengannya. Tersebab bukan kamu yang menganggap kita ada. Hanya aku saja. Bertepuk sendiri itu melelahkan. Sekeras apapun walaupun tanpa kena, sakitnya di sini. Dan jarum itu tersuntik di lenganku. Merusak segala komponen nalarku. Orang-orang ramai menggunakan pakaian yang tebal. Menurutnya dingin, tapi aku kepanasan. Di tengah sorak luar biasa kencangnya. Semua saling bergelimang kata, tapi aku malah kesepian. Di sebelahku ada yang dalam menunggu hujan reda, ia takut akan sakit. Tapi aku malah menemui hujan. Karena aku sudah merasa sakit sebelumnya. Itulah kamu, hal yang tak pernah selalu ada di sisiku. Tapi kau akan selalu ada, di setiap kekhawatiranku.

521 +

5

Aku Tidak Ingat Apa-Apa Pertama kali aku melihatmu. Aku tidak ingat apa-apa. Apakah langit menyengat kulitku atau betapa indahnya matahari terbenam. Karena... aku hanya melihatmu. Kamu adalah keindahan. Di setiap helai bulu matamu adalah anugerah darinya. Tawamu yang lepas seolah aku ingin masuk di antara barisan gigimu, yang kian hari makin membuatku sulit untuk lepas dari keterpakuan. Ketika matamu terpejam, itu sudah cukup. Lalu kau buka dengan sengaja. Terimakasih, aku melihat satu masa depanku. Bermain dengan air dan cahaya. Berdiri pun aku sulit. Kau melihatku manja. Aku berikan tanganku tepat di wajahmu. lantas kau berdiri dan membawa tanganku di setiap genggammu. Aku tidak ingat kapan rasa ini mengikatku. Rasanya sama seperti di detik berapa aku dilahirkan di dunia ini? Semua terjadi begitu saja. Bersamamu, serupa menyelesaikan semua masalah yang ada. Seperti berada di tengah danau dan ditemani alunan suara indah dari yang terindah. Walaupun hanya dua detik kata-kata yang keluar dari mulutmu tentang aku. Ketika kita jauh, setiap dua detiknya aku akan selalu ingat. Ketika kita kembali ke tempat masing-masing tak hentinya aku selalu menunggu kabar darimu. Sampai aku lupa jika aku sedang menunggu kabarmu. Karena ada satu rutinitasku yang tak akan pernah bosan aku melakukannya. Yaitu... menunggu kabar darimu dan memberi kabar untukmu.

521 +

5

Bahagia Yang Lebih Dari Awal Pertemuan Kita Bukan inginku ini terjadi. Terjal kata kasar menyeruak ke dalam tahun. Selama ini aku dipenuhi rasa sakitku. Aku datang seolah menjadi pengindah dalam hidupmu, dahulu. Resiko dalam saling mencinta adalah saling kehilangan. Selama ini aku dipenuhi rasa sakitmu. Rasa bersalahku. Akhir dunia bahkan sudah menjadi pilihan bagimu ketika itu. Tapi sadarkah kau? Aku pun merasakan hal itu. Mengapa selalu tidak hadir di awal penyesalan itu?. Sakitmu melebihi batas sakitmu, itu yang aku sesali. Kita dulu saling membangga, ucap terimakasih hadir disetiap pertemuan. “Terimakasih sudah menjadi bagian hidupku”. Semua hilang. Ketika satu keadaan yang aku tak mengerti terjadi. Bukan karena salahmu, melainkan lebih karena keinginanku. Aku tidak tau dengan apa keinginanku sebenarnya saat itu jika aku pikir kembali sekarang. Maaf untuk waktu. Kedewasaan memang bukan selalu ditentukan oleh waktu. Tapi ada benarnya, pengalaman pahit adalah awal kedewasaan diuji. Sekarang aku hanya mampu berdoa. Semoga… Kau bisa benar-benar bahagia. Jauh dari bahagia awal pertemuan kita.

521 +

5

Sama Halnya Denganmu Bulan itu satu. Sama halnya denganmu. Bulan itu datang dalam malam. Sama halnya denganmu. Hanya saja bulan dalam nyata, kau dalam mimpi. Dan bulang hilang ketika ku terbangun. Sama halnya denganmu. Namun aku tetap bahagia. Bahagia bukan melulu soal kekayaan, ketenaran, kesuksesan, atau kecantikan. Tapi ada dalam setiap hati masing-masing. Jika bahagia dapat dibeli? Aku pasti tidak akan mendapatkannya. Karena telah habis oleh orangorang kaya. Jika bahagia ada di suatu tempat? Aku pasti telat dan tak akan dapat menuju kesana. Karena semua orang sudah lebih dulu disana. Sehingga aku kehabisan. Serupamu, bahagiaku dalam kebiasaanku. Sayangnya, aku tidak tahu kapan aku akan pergi. Aku tidak tahu kapan kau akan pergi. Dan yang kusesali adalah aku tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi. Kalau aku bisa. Aku ingin mengajakmu ke tempat-tempat yang ingin aku tunjukan. Sebelum kita hilang. Itu pun, kalau kamu bisa. Karena melihatmu, sama halnya melihat udara.

/521 +

5

Kinar Kinar. Sakit rupa menggali detik keping. Jauh mengendap ditilam kesenjangan. Ku lihat semburat cahaya merah darah di udara matamu. Kinar. Berjalan sendiri menopang tangan rusak. Membunuh banyak dengan satu kata yang berkelebat. Hati-hati, yang ada ialah menetap di alam bawah sadarku. Semua yang muncul selalu mengikuti. Adakah. Apakah. Mengapa. Karena pucuk daun ucap menurig dinding hatinya. Kinar, menalar nama-namanya. Dikoyak jatuhan embun lebih sederhana dibanding yang saat ini. Sudah, luarku semua topeng untuknya. Untukku merupakan cangkang daging busuk. Kinar. Mata yang berhamburan keluar itu, untukku.

/521 +

5

Quesque dolor adipiscing Cinta Shinta Mollis Donec Shinta berjalan menuju tempat yang sudah menunggunya. Tergesa menempati Molestie Tincidunt

sepatunya yang basah karena hujan. Tanpa menghiraukan mata-mata yang berusaha membuat Shinta menunduk. Puluhan payung berserakan di atas tangan para penggenggam. Langkah-perlangkah menuntunnya. Tangannya Nullam vitae hendrerit mauris. Fusce diam sapien, venenatis non porta id, seolah menarik mulutnya agar membentuk satu senyum dengan tujuan elementum a mauris. Cras id eros eget arcu ultrices congue sed quis neque. membuat menunggu memaafkannya. Mungkin Shinta nisl. terlambat, Vestibulumyang ante ligula, tincidunt eu, sagittis a felis.pellentesque Mauris atau hanya sekedar saja. berhenti di angka 5.aliquet, Jingga quam sudahligula hilang karena quis vestibulum urna. Jarum Phasellus commodo, mollis mattis kalah serta hati. Shintacommodo akhirnya justo sampai. Membawa ligula, oleh vitae mendungnya vulputate nibhlangit mauris in nisi. Aenean id nunc faucibus tempor eleifend loremterikat. ipsum odio id temporbunga id.Praesent a satu ikat id bunga danturpis puluhan janji yang Disimpannya itu. Sebagai lobortis dui.neque. Vestibulum ante ligula,diNullam id eros arcu,pemakaman sed bukti janji, bahwa ia akan selalu datang hari ulang tahun yang pellentesque. Phasellus commodo, urna quis mollis aliquet, quam ligula mattis menunggunya. ligula, vitae vulputate nibh mauris in nisi. Fusce magna leo, eleifend ut luctus ac, scelerisque eget mi. Proin ut ultrices tortor. Praesent a lobortis dui. Nullam vitae hendrerit mauris. Fusce diam sapien, venenatis non porta id, elementum a mauris. Cras id eros eget arcu ultrices congue sed quis neque. Vestibulum ante ligula, tincidunt eu eleifend at, sagittis a felis. Nullam id eros arcu, sed pellentesque nisl. Mauris quis vestibulum urna. Phasellus rutrum metus in ante sollicitudin sodales. Donec euismod turpis eu lorem tincidunt facilisis. Etiam viverra adipiscing elit, eu rhoncus sapien mollis ut. Donec nec quam sem, vitae molestie sem. Praesent sit amet augue leo, vel imperdiet diam.

521 +

5

Kenangan Sayang

Mari kita menyusun tiap-tiap batang korek api. Lalu kita nyalakan hati-hati. Apa yang kamu lihat di dalamnya adalah kenangan indah kita. Selagi aku sempat dan masih bisa. Biarkan aku menemani setiap kehilangan kenanganmu itu. Aku ingin mengembalikkannya. Meski aku harus benar-benar hilang. Lelah jika melihatmu dalam tatap seperti itu. Binar yang ada seakan tanpa ada. Nuansa yang tak bernuansa. Kau masih disini. Aku akan memapahmu. Aku bahagia jika kau akhirnya baik-baik saja. Meski kau tak ingat akanku. Terlebih kejadian itu. Setidaknya kepergianku membuat kau baik-baik saja. Tangan lemahku bersusah payah mendorong punggungmu. Lampu malam dan jalanan menjadi saksi. Kita berpisah dalam keadaan tak ada kenangan. Selamat jalan, aku harus pergi. Kau jangan menjemputku. Biar hujan menuntunmu dalam kesempatan yang akan datang. Baik-baiklah. Di bumi. Aku akan tetap memperhatikanmu di sini. Membantu menggembalikan ingatanmu dan kenanganmu. Sampai kapanpun. Meski kita sudah dalam dua dunia yang berbeda. Yakinlah. Kita akan menuju dalam hanya satu kenangan saja, sayang

Malam ini aku rindu. Benar, aku benarbenar rindu. Merindukanmu adalah kebenaran yang tak menyenangkan.

/ Quesque dolor adipiscing Mollis Donec Sebab hatiku bukan kayu, melainkan Molestie Tincidunt langit yang maha luas. Namun kau harus tahu langit pun pernah menangis. Nullam vitae hendrerit mauris. Fusce diam sapien, venenatis non porta id, elementum a mauris. Cras id eros eget arcu ultrices congue sed quis neque. Vestibulum ante ligula, tincidunt eu, sagittis a felis.pellentesque nisl. Mauris quis vestibulum urna. Phasellus commodo, mollis aliquet, quam ligula mattis ligula, vitae vulputate nibh mauris in nisi. Aenean commodo justo id nunc faucibus id tempor turpis eleifend lorem ipsum odio id tempor id.Praesent a lobortis dui.neque. Vestibulum ante ligula, Nullam id eros arcu, sed pellentesque. Phasellus commodo, urna quis mollis aliquet, quam ligula mattis ligula, vitae vulputate nibh mauris in nisi. Fusce magna leo, eleifend ut luctus ac, scelerisque eget mi. Proin ut ultrices tortor. Praesent a lobortis dui. Nullam vitae hendrerit mauris. Fusce diam sapien, venenatis non porta id, elementum a mauris. Cras id eros eget arcu ultrices congue sed quis neque. Vestibulum ante ligula, tincidunt eu eleifend at, sagittis a felis. Nullam id eros arcu, sed pellentesque nisl. Mauris quis vestibulum urna. Phasellus rutrum metus in ante sollicitudin sodales. Donec euismod turpis eu lorem tincidunt facilisis. Etiam viverra adipiscing elit, eu rhoncus sapien mollis ut. Donec nec quam sem, vitae molestie sem. Praesent sit amet augue leo, vel imperdiet diam.

Panji Ramdana 2015

Melodydalampuisi

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF