Blue Carbon dan Perubahan Iklim

March 16, 2019 | Author: Friedrich Naumann-Stiftung Untuk Kebebasan (FNF) | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Fenomena perubahan iklim merupakan salah satu perdebatan yang cukup penting dalam beberapa dekade terakhir. Adapun para ...

Description

BLUE CARBON & PERUBAHAN IKLIM © Adhitya Putra Lanae, M.Si

Editor: Dingga Wahyudi Riansyah, S.IA. Layouter: M. Febri

Dipublikasikan atas kerjasama :

Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit Jl. Kertanegara No. 51, Kebayoran Baru Jakarta, Indonesia, 12110 12110 Tel: 021-725 6012/13 Website: indonesia.fnst.org Email: [email protected]

Climate Institute Website: climate-institute.org Email: [email protected]

Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Jl. HR. Rasuna Said kav 6-7 Kuningan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia 12940 Telp. : 021-5253004

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

i

Thanks to

Adinda Syafra, Aah Mau’izah,Andi Satrianto Pattah, Angelina Purnama, Berliana Friscilia, Dingga Wahyudi Riansyah, Hasian Sidabutar, M. Reza Fathari, Mochammad Azkari, Putri Astuti Mamonto.

iii

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

DAFTAR ISI Ucapan Terima Kasih .................. ...................................... ........................................ ....................... ... i Daftar Isi .................. ...................................... ........................................ ........................................ ...................... .. ii I. Blue Carbon dan Perubahan Iklim ................... .................................... ................. 1 1.1. Perubahan Iklim (Climate Change) .................. ............................ .......... 2 1.2. Karbon Biru (Blue Carbon )................. ..................................... ....................... ... 5 II. Blue Carbon Indonesia ................... ....................................... ................................. ............. 11 2.1. Hutan Bakau (Mangrove) .................... ........................................ ...................... 15 2.1.1. Fakta Lainnya Tentang Mangrove.................. 18 2.2.2. Restorasi dan Rehabilitasi Mangrove di Indonesia ................... .................................. ............... 22 2.2.3. Manfaat Ekologi & Ekonomi Hutan Mangrove .................... ........................................ ........................ .... 26 2.2. Rawa Pasang Surut/Rawa Payau (Salt Marshes).................. ...................................... ........................................ .................... 30 2.3. Padang Lamun (Seagrass) ................. ..................................... ...................... 33 2.3.1. Fakta Lain Padang Lamun................. ............................. ............ 36 2.3.2. Padang Lamun di Indonesia ................. .......................... ......... 39 39 2.3.3. Restorasi Padang Lamun .................. .............................. ............ 41 Daftar Pustaka ................... ....................................... ........................................ ............................. ......... 44

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

1

Blue Carbon dan Perubahan Iklim

2

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

1.1. Perubahan Iklim (Climate Change) Fenomena perubahan iklim1 telah menjadi salah satu perdebatan yang cukup penting dalam beberapa dekade terakhir ter akhir.. Fenomena ini telah merangkum hampir semua bidang hidup manusia dalam hal sosial-politik, budaya, ekonomi, hukum, teknologi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Perubahan iklim telah menjadi permasalahan dunia karena fenomena tersebut telah mengancam keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup di bumi. Berbagai laporan hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan iklim secara lebih spesik telah memberikan dampak yang luar biasa bagi kelangsungan hidup manusia di bumi. Kondisi bumi yang semakin memanas berdampak pada beberapa hal, seperti melelehnya lapisan es di kutub, naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas datangnya angin topan, curah hujan, serta meragamkan berbagai jenis penyakit. Sampai saat ini masih terdapat perdebatan mengenai faktor apa saja yang menyebabkan perubahan iklim. Perdebatan semakin hangat terjadi ketika berbagai laporan menunjukkan bahwa manusia menjadi faktor yang paling signikan dalam menyebabkan fenomena perubahan iklim. Seperti hipotesa yang dikemukakan dalam UNFCCC (United (United Nations Framework on Climate Change Convention/ Kerangka Kerangka Kerja Konvensi PBB Tentang Tentang Perubahan Iklim)2 di tahun 1992 menyatakan bahwa konsumsi energi fosil secara berlebihan yang dilakukan oleh sebagian negara di dunia merupakan salah satu kontribusi Denisi perubahan iklim menurut Enviromental Protection Agency  (Amerika   (Amerika Serikat) adalah perubahan iklim secara signikan yang terjadi pada periode tertentu. Perubahan iklim mencakup perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angin, dan perubahan-perubahan lainnya yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Pemanasan global merupakan salah satu faktor terciptanya perubahan iklim yang menyebabkan kondisi bumi semakin panas saat ini. 2  Pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change  (UNFCCC) diawali dari pertemuan KTT Bumi (Earth ( Earth Summit ) pada tanggal 3 – 14 Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil yang dihadiri oleh perwakilan 172 negara. Konferensi tersebut dihadiri tidak kurang dari 35.000 peserta yang terdiri dari kepala negara, peneliti, LSM, wartawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Adapun Adapun isu utama yang didiskusikan yaitu isu lingkungan, termasuk di dalamnya pemanasan global, kerusakan hutan dan spesies langka, serta pengembangan industri yang ramah lingkungan. 1

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

3

terbesar manusia dalam menyebabkan berubahnya iklim di bumi. UNFCCC menekankan bahwa perubahan iklim menunjuk pada perubahan iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh “kegiatan manusia”, yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga meningkatkan variabilitas iklim yang diamati selama periode waktu tertentu.3 Gas karbon dioksida merupakan faktor terbesar yang menyebabkan perubahan iklim di bumi. Sebagian besar atmosfer bumi mengandung nitrogen (sekitar 78%) dan oksigen (sekitar 21%). Sedangkan sisa 1% gas di atmosfer terdiri dari berbagai gas, salah satunya adalah karbon dioksida atau CO2 (karbon dioksida) yang dihasilkan ketika batubara, minyak dan gas bumi dibakar, dan juga saat deforestasi atau kerusakan hutan terjadi, yang menyebabkan karbon dioksida dilepas ke udara. Karbon dioksida adalah salah satu “gas rumah kaca” yang dilepas ke atmosfer karena proses industri. Emisi gas rumah kaca yang terus meningkat akan memberikan dampak yang tidak hanya dirasakan dalam wilayah lokal tetapi juga dirasakan di seluruh wilayah dunia. Oleh karena itu, semakin banyak emisi yang dihasilkan maka semakin besar dampak perubahan iklim di bumi. Untuk

mengatasi

permasalahan

yang

timbul

berkaitan

dengan

perubahan iklim tersebut, dibutuhkan intervensi setiap negara dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sebagai salah satu wujud partisipasi dalam mengurangi dampak perubahan iklim.4  Misalnya saja dengan melalui peningkatan kesadaran dalam diri individu untuk mengurangi penggunaan 3

4

Masalah yang kini dihadapi manusia adalah sejak dimulainya revolusi industri 250 tahun yang lalu, emisi GRK (Gas Rumah Kaca) semakin meningkat dan menebalkan selubung GRK di atmosfer dengan laju peningkatan yang signikan. Hal tersebut telah mengakibatkan adanya perubahan paling besar pada komposisi atmosfer selama 650.000 tahun. Iklim global akan terus mengalami pemanasan dengan laju yang cepat dalam dekade-dekade yang akan datang kecuali jika ada usaha untuk mengurangi emisi GRK ke atmosfer. Mitigasi perubahan iklim merupakan berbagai tindakan aktif untuk mencegah/ memperlambat terjadinya perubahan iklim/ pemanasan global & mengurangi dampak perubahan iklim/ pemanasan global (melalui upaya penurunan emisi GRK, peningkatan penyerapan GRK, dll.)

4

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

bahan-bahan yang menghasilkan emisi gas karbon kar bon sangat besar. Selain faktor dari dalam diri individu, agar tujuan tersebut dapat segera tercapai, diperlukan adanya regulasi ataupun ketentuan yang sah secara hukum, mengatur halhal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh masyarakat dalam suatu negara. Tentunya Tentunya peraturan tersebut yang berkaitan dengan tujuan pemerintah dalam hal strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim itu sendiri. Pemerintah merupakan aktor yang memiliki peranan cukup besar dalam mengatur aktivitas masyarakat di suatu negara. Sebagai pembuat keputusan, pemerintah memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan 5 untuk kepentingan negaranya. Peranan pemerintah untuk mengatur segala aktivitas dan/atau perilaku masyarakatnya ini berkorelasi dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu “fungsi regulasi”. Pemerintah sebagai regulator dalam membuat peraturan yang mengatur hubungan antara pelaku ekonomi, masyarakat, dan dampak terhadap lingkungan. Hubungan yang dimaksud di sini adalah hubungan yang dapat menimbulkan eksternalitas baik yang bersifat positif maupun negatif. 6 Sebagaimana dikutip dari Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim bahwa para pemimpin dunia telah menyepakati Conference of Parties (COP) ke 227 yang salah satu fokusnya membahas mengenai implementasi Perjanjian Paris sebelum pasca 2020.8  COP ke 22 merupakan salah satu 5

6

7

8

Kebijakan dalam suatu negara berkaitan dengan keputusan yang “harus” dan “tidak harus” dilakukan oleh pemerintah, “what “ what government do and not to do ”. Rahardja dan Manurung (2010) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan eksternalitas eksternal itas (externality  ( externality ) merupakan suatu kondisi di mana terdapat keuntungan atau kerugian yang dinikmati atau diderita pelaku ekonomi sebagai akibat pelaku ekonomi yang lain tetapi tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya formal. Pada tanggal 7-18 November 2016 di Maroko dilangsungkan Conference of Parties United Nations Framework Convention on Climate Change, Konferensi Change,  Konferensi Para Pihak UNFCCC yang ke-22 atau disebut  juga dengan dengan COP 22. 22. COP kali ini ini menjadi penting penting karena akan menurunkan menurunkan standar standar normatik pada pada The Paris Agreement  ke  ke dalam pelbagai strategi yang implementatif. Dengan catatan, strategi-strategi strategi-strategi ini nantinya adalah yang bersifat kolaboratif antar bangsa atau pun jika menyangkut prinsip, disetujui oleh negara para pihak. Direktorat Direktor at Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. “ Blue Karbon Indnesia – Potensi Besar yang Belum Tergarap”. Ditjen PPI Menlhk . >. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018.

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

5

agenda yang penting, mengingat dalam konferensi tersebut para perwakilan negara-negara dunia berkomitmen untuk menurukan standar normatik pada The Paris Agreement  ke   ke dalam berbagai strategi yang implementatif melalui kolaborasi antar negara. Salah satu lembaga yang mengkaji isu kebijakan publik yaitu The Indonesian Institute memaparkan Institute memaparkan bahwa beberapa materi pokok yang terdapat di dalam Persetujuan Paris mengenai perubahan iklim antara lain: (1) Tujuan Persetujuan Paris adalah untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C dari tingkat pre-industri dan melakukan upaya membatasinya hingga di bawah 1,5°Celcius; (2) Kewajiban masing-masing Negara untuk menyampaikan Kontribusi

yang

Ditetapkan

Secara

Nasional

(Nationally (Nationally

Determined

Contributions). Kontribusi Contributions). Kontribusi penurunan tersebut harus meningkat setiap periode, dan negara berkembang perlu mendapatkan dukungan untuk meningkatkan ambisi tersebut; (3) Komitmen Para Pihak untuk mencapai titik puncak emisi gas rumah kaca secepat mungkin dan melakukan upaya penurunan emisi secara cepat melalui aksi mitigasi; (4) Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan cadangan karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil; (5) Pengembangan kerja sama sukarela antarnegara dalam rangka penurunan emisi termasuk melalui mekanisme pasar dan nonpasar.9 Dalam perjanjian tersebut diungkapkan bahwa salah satu jalur yang akan ditempuh oleh negara-negara di dunia dalam menurunkan emisi dan adaptasi terhadap dampak yang timbul akibat perubahan iklim adalah melalui pemanfaatan fungsi ekosistem pesisir dan laut atau yang lebih dikenal dengan 9

The Indonesian Indonesian Institute Center for Public Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia”.< Indonesia”. . Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018

6

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

istilah Blue Carbon. Carbon. Secara sederhana, International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendenisikan Blue Carbon sebagai “the “the coastal and marine ecosystem”. ecosystem”. Dalam hal ini IUCN telah bekerja sama degan United Nations, Educational, Scientic,  Scientic,   and Cultural Organization  Organization  (UNESCO) dan Intergovernmental Oceanographic Commision Commision   (IOC) dalam menggagas The International Blue Carbon Initiative yaitu Initiative  yaitu program global yang berfokus dalam memitigasi perubahan iklim melalui konservasi dan restorasi ekosistem laut dan pesisir.10 Climate Institute menganggap Blue Carbon adalah garda terdepan dalam pengendalian emisi karbon di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang luas. Ekosistem yang termasuk dalam blue carbon bersifat mendesak dan harus dilindungi. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan hutan daratannya (green (green carbon) yang carbon) yang terus rusak akibat ekploitasi dan menutup mata terhadap potensi laut sebagai penyerap karbon terbesar ter besar..

1.2. Karbon Biru (Blue Carbon) Istilah Blue Carbon atau Karbon Biru merujuk pada karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir (laut). Penyimpanan ini terjadi secara alami, terutama dengan penyerapan CO2 (karbon dioksida) oleh tanaman yang hidup di air. Menurut World Rainforest Movement “ Movement  “Blue Carbon”, Carbon”, ekosistem pesisir yang kaya akan tanaman yang mampu menyerap sejumlah besar karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam sedimen di bawah akarnya.11 10

11

The Blue Carbon Carbon Initiative. “About The Blue Carbon Initiatve”. . the-blue-carbon-initiative/ >. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018. World Rainforest Rainforest Movement. Movement. “Blue Carbon and Blue REDD”. . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

7

Konsep blue carbon  carbon  dibuat sama dengan green carbon  carbon  (karbon hijau) yang menggunakan ekosistem hutan sebagai tempat penyimpanan dan penyerap karbon, bedanya blue carbon  carbon  dilakukan dengan ekosistem pesisir dan laut. Baik karbon hijau (green (green carbon) dan carbon) dan karbon biru (blue (blue carbon) carbon) yang mampu menyerap CO2 dalam jangka waktu tertentu (beberapa dekade atau abad) ditempatkan pada suatu wadah atau sistem tandon  pool  ( pool ) disebut juga dengan carbon pool.12 

Secara lebih spesik gagasan mengenai Blue Carbon berfokus pada fungsi ekosistem yeng terdiri dari ekosistem pesisir-bakau (coastal (coastal ecosystem-mangroves), ecosystem-mangroves ), rawa pasang surut (tidal (tidal marshes), marshes), dan padang lamun (seagrasses). seagrasses). Fokus terhadap ketiga aspek ekosistem tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa ketiganya menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar di dalam tubuh ekosistem dan sedimen yang terdapat di bawahnya. Dalam hal ini, masing-masing elemen pesisir tersebut mempunyai peran dan fungsi yang saling mendukung bagaikan organ tubuh manusia. Dengan demikian kerusakan pada salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

Penyerapan karbon dioksida (CO2) dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis. Peningkatan kadar CO2 di atmosfer akan merangsang terjadinya proses fotosintesis pada tanaman, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya. Fotosintesis umumnya terjadi pada semua tanaman yang memiliki kloroplas atau pada semua tanaman yang memiliki zat warna. Proses ini merupakan proses pengikatan molekul CO2 dari 12

Rustam, Agustin dkk,. dkk,. 2015. “Blue 2015.  “Blue Carbon: Program Inisiatif Blue Carbon Indonesia Kep. DerawanBerau, Kalimantan Timur” . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian dan Kelautan, Jakarta.

8

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

udara bebas dan molekul air yang berasal dari tanah oleh bantuan energi dari cahaya tampak, sehingga membentuk gula heksosa (C6H12O6) dan oksigen (O2) yang akan digunakan untuk respirasi makhluk hidup sekitarnya.13

Proses fotosintesis terbagi menjadi dua reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Tidak semua cahaya matahari dapat dimanfaatkan untuk fotosintesis, hanya beberapa cahaya tampak dengan kisaran panjang gelombang 380 sampai 700 nm (nanometer) yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Reaksi terang akan mengubah energi matahari menjadi energi kimia dalam bentuk adenosine triphosphate (ATP) dan nikotilamid adenin dinukleotida H2 (NADH2) dengan hasil samping berupa oksigen (O2). Reaksi gelap merupakan perombakan CO2 dan energi untuk membentuk gula. Pada reaksi ini terjadi proses pembentukan karbohidrat melalui konversi CO2 dan H2O. Reaksi gelap terbagi menjadi dua jalur, yaitu siklus CalvinBenson  Benson  dan siklus Hatch-Slack . Tanaman menghasilkan senyawa dengan  jumlah atom karbon tiga, yaitu senyawa 3-fosfogliserat  3-fosfogliserat   pada siklus CalvinBenson  Benson  dan dibantu oleh enzim rubisco. rubisco. Tanaman menghasilkan senyawa dengan jumlah atom karbon empat pada siklus Hatch-Slack   dengan produk akhir yang dihasilkan berupa glukosa yang digunakan untuk aktivitas tanaman dan cadangan energi.14

Beberapa ahli berpendapat bahwa peran vegetasi sebagai penyerap karbon sebelumnya hanya terfokus pada vegetasi darat, seperti hutan dan perkebunan. Namun, ahli lainnya membuktikan bahwa terdapat beberapa ekosistem laut yang juga berperan sebagai carbon sinks. sinks. Istilah baru penyerapan karbon tersebut dikenal sebagai blue carbon, carbon, yaitu penyerapan karbon yang 13

14

Kusminingrum, Nanny. 2008. Potensi Tanaman dalam Menyerap CO2 Dan CO Untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global . Jurnal Pemukiman. Vol. 3(2): 96-100. Bandung. Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grando Persada. Jakarta.

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

9

dilakukan oleh lautan dan organisme yang hidup di dalamnya. Blue carbon diperkirakan mampu menyerap sekitar 55% karbon yang berada di atmsofer dan digunakan untuk proses fotosintesis.15 Penyerapan siklus karbon di laut didominasi oleh mikro, nano, dan pikoplankton, termasuk bakteri dan jamur. Penyerapan karbon di lautan dunia tersimpan dalam bentuk sedimen yang berasal dari bakau (mangrove) (mangrove),, rawa payau (salt (salt marshes), marshes), dan padang lamun. Blue carbon akan tersimpan hingga  jutaan tahun lamanya karena mengalami proses pencucian. M. Kawaroe (2009) mengatakan bahwa meskipun biomassa tanaman laut hanya sekitar 0,05%  jika dibandingkan dengan tanaman darat, darat , namun siklus karbon yang terjadi di laut apabila diakumulasi selama satu tahun, jumlahnya hampir sama bahkan melebihi tanaman darat. Hal ini menunjukkan esiensi tanaman laut sebagai carbon sinks. sinks.16 Habitat pesisir yang identik dengan vegetasi hutan mangrove, mangrove, rawa payau dan padang lamun ini memiliki banyak kemiripan dengan hutan hujan tropis yakni sebagai biodiversity hot spots atau pusat keragaman hayati sekaligus penyedia fungsi ekosistem yang sangat penting termasuk penyerap karbon k arbon berkapasitas tinggi. Hanya sebagian karbon yang tersimpan secara permanen di lingkungan laut karena sebagian besar karbon mengikuti siklus daur dan hanya terlepas setelah puluhan tahun. Saat ini, ekosistem pesisir mampu menyimpan karbon dengan laju setara dengan sekitar 25% peningkatan tahunan karbon dioksida di atmosfer, yakni sebesar sekitar 2.000 Tera (10¹²) gram karbon per tahun. Habitat pesisir terbukti dapat mengembalikan area ekosistem karbon biru yang telah hilang terutama dari aspek ekologi. Pemulihan habitat pesisir dapat 15

16

Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar . Denpasar . Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut (Lokakarya Lamun).  Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

10

Blue Carbon &  Perubahan  Perubahan Iklim

mengembalikan peran pentingnya, seperti kemampuan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam perairan per airan pesisir, membantu memulihkan stok ikan global serta melindungi pesisir dari badai bencana cuaca ekstrim.17 Saat bersamaan, habitat pesisir pun dapat menghentikan penyusutan dan degradasi penyerap karbon alami. Sehingga ekosistem tersebut dapat berkontribusi terhadap penyerapan emisi karbon dioksida dan mitigasi perubahan iklim dalam jangka panjang. Ekosistem penyerap karbon biru ini sesungguhnya terletak di sepanjang pesisir semua benua kecuali Antartika.  Artinya, negara di seluruh dunia terutama yang memiliki perairan dangkal relatif luas, berpeluang mengeksplorasi mitigasi emisi karbon dioksida melalui upaya perlindungan dan pemulihan ekosistem penyerap blue carbon  carbon  yang dimilikinya.18

17

18

Mongabay. “Que Vadis Blue Carbon di Indonesia”. . blue-carbon-di-indonesia/ >. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Ibid.

Blue Carbon di Indonesia &  Perubahan Blue Carbon  Perubahan Iklim

11 11

Blue Carbon di Indonesia

12

Blue Carbon di Indonesia

Pemanfaatan Blue Carbon yang Carbon yang menjadi salah satu arusutama pada Blue Carbon Partnership pada Partnership pada COP 22 dalam memitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi penting bagi Indonesia mengingat kondisi Indonesia yang secara geogras merupakan negara kepulauan sehingga cukup rentan terhadap perubahan iklim.19  Indonesia merupakan mega biodiversity   kehidupan laut dan ekosistem pesisir, seperti kawasan coral triangle  triangle  mencakup 52 persen ekosistem terumbu karang dunia, ekosistem mangrove sekitar mangrove sekitar 3,15 juta hektar atau 23 persen dari mangrove  mangrove  dunia dan 3,30 juta hektar padang lamun (seagrass) seagrass) yang terluas di dunia.20 Terkait dengan pamanfaatan Blue Carbon, Indonesia telah bergabung menjadi anggota  partnership tersebut, Indonesia diketahui telah memiliki praktik-praktik konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan pesisir dan laut di berbagai daerah. Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, pemanfaatan Blue Carbon memiliki peranan yang cukup strategis dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia. I ndonesia. Hal tersebut juga senada dengan pendapat Dr. Nur Masripatin selaku ketua tim negosiator Delegasi Indonesia dalam Blue Carbon Partnership yang menyatakan bahwa Blue Carbon memiliki potensi yang cukup besar dalam mendukung program nasional dalam menurunkan emisi, meningkatkan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, walaupun pengelolaan dan kapasitas pelaksanaanya masih membutuhkan peningkatan di masa mendatang.21

19

20

21

The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia” . >. Diakses Secara Online pada 26 Juli 2018. Mongabay. “Que Vadis Blue Carbon di Indonesia”. . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. “Blue Karbon Indonesia – Potensi Besar yang Belum Tergarap”.  Ditjen PPI Menlhk . Diakses secara online pada 24 Juli 2018.

Blue Carbon di Indonesia

13

Indonesia merupakan negara maritim yang sangat berpotensi dalam hal pemanfaatan blue carbon. carbon. Indonesia dengan negara yang memiliki 23 persen mangrove dunia, mangrove dunia, tidak mengherankan jika termasuk negara yang bersemangat membahas karbon biru. Balitbang Jakarta memperkirakan bahwa serapan karbon di Indonesia, termasuk karbon dioksida (CO2) untuk bagian sedimen mangrove, mangrove, bisa mencapai lebih dari 1.000 ton CO2 per hectare  hectare  per tahun. Namun, tingkat penyerapan itu akan menurun dan kemudian berhenti seiring dengan menua dan matinya tumbuhan. Jumlah pulau yang sekian banyaknya, membuat Indonesia sangat mumpuni untuk memanfaatkan besarnya potensi karbon biru. Jumlah penduduk Indonesia yang terbilang banyak memungkinkan terjadinya perkembangan yang pesat, ataupun memungkinkan pula terjadinya percepatan kerusakan terhadap sumber daya laut itu sendiri. Seharusnya ini menjadi kesadaran serta isu utama yang dibawa pada perbincangan demi kemajuan kemaritiman Indonesia.22  Ada beberapa pulau di Indonesia yang memiliki potensi menghasilkan blue carbon  carbon  sangat banyak sesuai dengan kajian pada tahun 2014, yang mengungkap fakta bahwa Kabupaten Kaimana di Provinsi Papua Barat menyimpan potensi besar blue carbon sejak lama. Potensi tersebut muncul, karena di Kaimana terdapat hutan bakau (mangrove (mangrove)) yang luasnya mencapai 76.000 hektar. Fakta tersebut dipertegas, bahwa potensi karbon biru (blue (blue carbon) tersebut carbon) tersebut menjadi yang terbesar di Indonesia.23 Berstatus sebagai negara penghasil blue carbon terbesar di dunia tak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara yang sukses mengelola potensi Media Indonesia, edisi 16 Januari 2016. Hal: 16. Mengangkat Lagi Potensi Karbon Biru. Dalam situs < http://lipi.go.id/lipimedia/m http://lipi.go.id/lipimedia/mengangka engangkat-lagi-potensi-ka t-lagi-potensi-karbon-biru/123 rbon-biru/12351 51>. >. Diakses secara online pada 24 Juli 2018. Karar, Kabupaten Kabupaten Kaimana Kaimana Menyimpan Menyimpan Potensi Potensi Besar Penyerap Penyerap Gas Gas Karbon Dunia. Dunia. . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. 22

14

Blue Carbon di Indonesia

pesisirnya. Hingga kini, masih banyak potensi pesisir yang belum dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, blue carbon khususnya di Indonesia saat ini mengalami penurunan secara signikan. Manajer Geographic Information System (GIS) System (GIS) Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), Agung Dwinurcahya, menjelaskan, berdasarkan pantauan citra satelit, tutupan KEL (Kawasan Ekosistem Leuser) terus berkurang. Penyebabnya yaitu berbagai kegiatan ilegal seperti penggunaan bom pada saat menangkap ikan oleh nelayan, sehingga merusak tanaman mangrove yang mangrove yang ada di sana. Kedua adalah sampah, kandungan yang terdapat dalam beberapa jenis sampah dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan di sekitar laut.24  Abrasi pantai di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Contohnya kondisi pesisir Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia seperti sekarang ini boleh dibilang sebagai darurat mangrove. Padahal bila dilihat dari fungsinya, hutan bakau sebagai benteng pertahanan dari abrasi harusnya dipertahankan karena sedimen yang dihasilkan oleh tanaman ini mampu membuat “reklamasi” secara alami.  Agar dapat melihat jelas contoh kerusakan lingkungan terjadi akibat reklamasi, perhatikan Jakarta yang mereklamasi Pantai Utara Jakarta yang dulunya dicanangkan untuk menyelamatkan Jakarta dari penurunan permukaan tanah yang dapat menyebabkan Jakarta tenggelam. Kenyataannya reklamasi yang dibangun difungsikan sebagai pemukiman mewah dan pusat bisnis dengan meninggalkan kerusakan secara langsung berupa: abrasi, banjir akibat curah hujan di hulu-hulu sungai yang bermuara di Jakarta, hilangnya daer ah resapan air, serta permukiman kumuh. Lalu bagaimana kaitan reklamasi dengan blue 24

Mangobay.< http://www.mongabay.co.id/2017/07/21/januari-hingga-mei-2017-tutupan-hutan-leuserberkurang-2-686-hektare/>. berkurang-2-686-hektare/ >. Diakses pada tanggal 25 Juli 2018.

Blue Carbon di Indonesia

15

carbon? carbon? Setelah hutan dengan pepohonannya yang sudah terbukti dapat menyerap emisi karbon dioksida (CO2), selanjutnya adalah tumbuhan yang berada di sekitar laut yang mampu menyerap emisi yang sama bahkan dengan  jumlah yang lebih besar terancam terdegradasi dan kehilangan utilitasnya sebagai penyerap karbon. Telah banyak hutan Indonesia rusak dan digantikan fungsinya menjadi lahan perkebunan, pertambangan dan pemukiman, maka harapan baru bagi Indonesia untuk mengurangi jumlah emisi karbon adalah tanaman-tanaman yang tersebar di sekitar pesisir laut. Blue Carbon hendaknya dapat menjadi fokus utama di Indonesia karena lautan kita lebih luas dibandingkan dengan luas hutan yang kita miliki saat ini.

2.1. Hutan Bakau (Mangrove ( Mangrove)) Hutan bakau atau sering disebut juga sebagai hutanmangrove hutan mangrove merupakan  merupakan ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang mampu hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Salah satu ciri tanaman mangrove  mangrove  memiliki akar yang menyembul ke permukaan. Penampakan mangrove seperti mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan dengan laut. Secara harah kata mangrove berasal mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar.25 Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove berasal mangrove berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Hutan mangrove adalah mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan 25

Macnae, W. 1968. A 1968.  A general account of the fauna and ora of mangrove swamps and forests in the IndoWest-Pacic region. Pp. 73-270 in Advances in Marine Biology, F.S. Russell and M. Yonge, eds., Volume 6. London: Academic Press.

16

Blue Carbon di Indonesia

pantai dengan tipe tanah anaerob.26

Foto: Dok. Kemangteer 

Gambar 1. Potret Hutan Bakau (Mangrove (Mangrove))

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada umumnya di pesisir pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat yang terjadi pelumpuran berpasir dan di bawah akarnya menyimpan sedimen-sedimen. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Mangrove  Mangrove  merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan pencemar. Mangrove  Mangrove  memiliki peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang begitu 26

Snedaker, S. 1978. Mangroves: their value and perpetuation. Nature and Resources.

Blue Carbon di Indonesia

17

penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.27  Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memberikan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anakanak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lainnya.

Sumber: jurnalbumi.com Gambar 2. Peta Sebaran Hutan Mangrove di Mangrove di Dunia

Hutan mangrove tersebar mangrove tersebar di 123 negara yang memiliki iklim tropis dan sub tropis. Biasanya mangrove  mangrove  menyukai arus laut hangat sepanjang garis khatulistiwa, 20° ke utara dan selatan. Terkadang ditemukan hingga lintang 32° ke Utara dan Selatan. Tanaman Tanaman mangrove sensitif mangrove sensitif terhadap suhu di bawah nol. Hutan mangrove tersebar mangrove tersebar mulai dari benua Amerika, Afrika, Asia hingga ke Australia.28  Meski wilayah sebaran hutan mangrove  mangrove  cukup luas, hanya mangrove  mangrove  tropis yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga luasan mangrove  mangrove  tropis ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk 27

28

BPSPL Denpasar. “Fungsi “Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove dalam Ekosistem Pesisir”. . Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018. World mangrove atlas mangrove  atlas.. United Nations Environment Environment Programme (UNEP).

18

Blue Carbon di Indonesia

wilayah Indonesia mencapai lebih dari 75%. Sehingga Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove terluas. mangrove terluas.29 Di Indonesia, mangrove tumbuh mangrove tumbuh di atas tanah lumpur aluvial di daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Jenis jenis mangrove  mangrove  yang tumbuh di Indonesia antara lain  Aicennia, Sonneratia, Rhizophora,

Bruguiera,

Ceriops,

Lumnitzera,

Excoecaria,

Xylocarpus,

 Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa. Nypa.30 Luas ekosistem mangrove  mangrove  di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove  mangrove  di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove  mangrove  di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove  mangrove  Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove  mangrove  di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove  mangrove  terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya.31 2.1.1 Fakta Lainnya Tentang Tentang Mangrove Tumbuhan laut seperti mangrove  mangrove  bersifat autotrof dimana keseluruhan CO2 mampu diserap oleh tumbuhan Laut sebagai komponen dalam fotosintesis. Terikatnya CO2 di air oleh tumbuhan laut kemudian disimpan dalam bentuk Jurnal Bumi. “Hutan Mangrove” .< . . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. 30 Ibid. 31 Dahuri, Rokhmin. 2002 Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jakarta, 6-7  Agustus 2002. 2002. 29

Blue Carbon di Indonesia

19

DIC (Dissolved Inorganic Carbon) dan Carbon) dan tersedimentasi di dasar laut, yang mana nantinya akan dimanfaatkan sebagai komponen fotosintesis. Diperhitungkan tumbuhan laut mampu menyerap karbon hingga 50%. Peran Blue Carbon dalam ekosistem global dapat dilihat pada tabel, tabel, laju pengendapan karbon mampu diserap oleh mangrove dan mangrove dan ekosistem lainnya sebagai Blue Carbon Sink  baik  baik dalam bentuk sendimen maupun vegetasi.32

Tabel 1. Perkiraan Rata-Rata Area Yang Potensi Sebagai Blue Carbon Sink  Dan  Dan Karbon Organik Yang Mengendap Per Tahun. Tahun .

 Area Juta KM2

Pengendapan Karbon Organik Ton C ha-1 y-1  TgCy-1

Vegetasi Mangrove Salt marsh

0.17 0.40

1.39 1.51

17.0-23.6 (57) 60.0-70 (190)

Lamun Total

0.33 0.90

0.83 1.23

27.4-44 (82) 114-131 (329)

Komponen

Keterangan: T = Tera (1012), sumber : (UNEP,2009 (UNEP,2009 dalam Kawaroe, 2009)

Ekosistem mangrove  mangrove  memiliki fungsi ekologis yang sangat penting terutama bagi wilayah pesisir. Salah satu fungsi ekologis mangrove  mangrove  yang berperan dalam upaya mitigasi pemanasan global adalah sebagai penyimpan karbon. Saat ini salah satu cara untuk mengurangi emisi karbondioksida (CO2) adalah melalui pemanfaatan ekosistem pantai sebagai penyerap CO2 yang dikenal dengan istilah blue carbon. carbon.33 Mangrove  Mangrove  bisa dikatakan merupakan 32

33

Kawaroe, M. 2005. Kajian Marine Carbon Sink Sebagai Potensi Kelautan yang Belum Populer.  Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). ( PPS-702). Sekolah Pasca Sarjana IPB. http://rudyc.t.com/pps702-ipb/10245/ http://rudyc.t.com/pps702-ipb/10245/ mujizat_kawaroe.pdf. Diakses pada 24 Juli 2018. Nellemann, C.,Corcoran, E., Duarte, C.M., Valdés, L., De Young, C., Fonseca, L., and Grimsditch, G.

20

Blue Carbon di Indonesia

ekosistem pantai pertama yang mendapatkan dampak dari perubahan iklim karena ekosistem ini merupakan peralihan antara ekosistem darat dan laut.34 Mangrove  Mangrove  dikelompokkan ke dalam ekosistem blue carbon  carbon  bersamasama dengan rawa payau dan padang lamun. Ekosistem blue carbon adalah carbon adalah ekosistem yang bisa menyimpan karbon dalam jangka waktu puluhan tahun hingga satu milenium lamanya. Ekosistem mangrove mempunyai mangrove mempunyai potensi yang besar dalam pengurangan kadar CO2 melalui konservasi dan manajemen kehutanan. Mangrove menyimpan Mangrove menyimpan karbon lebih dari hampir semua jenis hutan lainnya di bumi. Pelepasan emisi ke udara pada hutan mangrove lebih mangrove lebih kecil daripada hutan di daratan, hal ini karena pembusukan serasah tanaman aquatic  tidak  tidak melepaskan karbon ke udara. Adapun tanaman hutan tropis yang mati melepaskan sekitar 50 persen karbonnya ke udara.35 Contohnya hutan mangrove di mangrove di Sulawesi Utara, luas hutan mangrove di Provinsi tersebut mencapai 11,691 ha maka potensi untuk menyerap CO2 dari atmosfer cukup besar yaitu 4.29 juta CO2eq. Hal ini dikarenakan ekosistem mangrove  mangrove  sangat efektif dan esien dalam mengurangi konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer.  atmosfer.  Mangrove  Mangrove  dapat menyerap CO2 melalui proses fotosintesis dengan cara difusi lewat stomata kemudian menyimpan karbon dalam bentuk biomassa. 36 Lebih dalam lagi ekosistem mangrove  mangrove  merubah CO2 hasil respirasi biota lain menjadi materi organik dalam proses fotosintesis dan hasilnya menghilangkan CO2 yang berasal dari atmosfer (Duarte et al., 2005). 2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations Environment Programme, GRID Arendal. 34 Kusmana, C. 2010. Respon R espon Mangrove terhadap Perubahan Iklim Global. Aspek Biologi dan Ekologi Mangrove. KKP. Jakarta 35 Purnobasuki, H. 2006. Peranan Mangrove dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Buletin PSL Universitas Surabaya 18: 9-13 2014. Struktur komunitas hutan mangrove, estimasi karbon tersimpan dan perilaku 36 Windardi, A.C. 2014. Struktur masyarakat sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap. Cilacap . Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Jenderal Soedirman, Soedirman, Purwokerto. Hal 85.

Blue Carbon di Indonesia

21

Penyerapan CO2 oleh mangrove sangat mangrove sangat berhubungan erat dengan biomassa dari mangrove, baik mangrove, baik itu biomasa di atas tanah (above (above ground biomass) biomass) seperti batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah atau biomasa di bawah tanah (below ground biomass) biomass) seperti akar dan tanah. Bagian terbesar dari hutan mangrove  mangrove  yang dapat menyimpan karbon adalah sedimen yang terdapat di bawahnya. Pada umumnya vegetasi mangrove  mangrove  terdistribusi di sekitar sungai serta membentuk zonasi pertumbuhan spesies mangrove. mangrove. Distribusi dan kerapatan merupakan keberadaan mangrove dalam satuan luas tertentu yang di dalamnya juga diketahui jumlah total tegakannya. Pada lokasi ekosistem mangrove Bulaksetra mangrove Bulaksetra Pangandaran ditemukan 14 spesies mangrove. mangrove. Spesies tersebut terdiri atas Acanthus atas Acanthus sp., Avicennia sp., Avicennia alba, alba, Avicennia lanata, Avicennia marina, Ceriops decandra, Excoecaria agallocha, Lumnitzera littorea, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Scyphiphora hydrophyllaceae, Sonneratia alba, dan Sonneratia caseolaris. caseolaris. Distribusi mangrove terbanyak mangrove terbanyak dalam kategori pohon adalah mangrove jenis mangrove jenis Nypa fruticans dengan jumlah tegakan sebanyak 405 pohon, lalu Excoecaria agallocha dengan 119 pohon. Dalam pengelolaan ekosistem mangrove, Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan nilai yang dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu vegetasi mangrove  mangrove  dalam suatu komunitas mangrove sehingga mangrove sehingga baik maupun buruknya kondisi mangrove dan mangrove dan besar perannya dalam suatu komunitas mangrove dapat mangrove dapat dilihat dari nilai yang ditunjukkannya.37

37

Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya . Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (PKSPL). Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

22

Blue Carbon di Indonesia

Sumber: https://www.vecteezy https://www.vecteezy.com/free-vector/mangrove .com/free-vector/mangrove

Gambar 3. Beberapa Contoh Jenis Mangrove

Vegetasi hutan mangrove  mangrove  terdiri atas tingkat pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 familia serta familia serta terdiri atas dari 12 genus, genus, yaitu Avicennie, Sonneratia,

Rhizophora,

Bruguiera,

Ceriops,

Xylocarpus,

Lummitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus Conocarpus..38  Komunitas yang ada di dalam ekosistem mangrove  mangrove  ini sangat adaptif terhadap kadar garam air laut, sehingga ekosistem ini sangat ekstrim sekaligus sangat dinamis dan karenanya mangrove akan mangrove akan cepat berubah, terutama di bagian terluarnya. Hanya sedikit jenis vegetasi yang mampu bertahan hidup di wilayah mangrove dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat adaptif karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi yang lama. 2.2.2. Restorasi dan Rehabilitasi Mangrove di Indonesia Ekosistem mangrove yang mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi atau rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan yang telah terdegradasi menjadi semirip mungkin dengan kondisi 38

Bengen, D.G dan Dutton I M. 2004. Interactions : Mangrove, Fisheries And Forestry Management in Indonesia. Indonesia. Di dalam: Northcote TG, Hartman GF, Editor. Fishes and Forestry. Blackwell Science.

Blue Carbon di Indonesia

23

aslinya. Keterlibatan manusia diusahakan seminimal mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove  mangrove  yang bukan spesies asli ekosistem terdegradasi. Tujuan restorasi adalah meningkatkan kualitas lingkungan yang sudah terdegradasi, secara spesik artinya perbaikan struktur dan fungsi ekosistem. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis39  telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai hal. Kondisi Eksisting dan Kerusakan Mangrove Indonesia Berdasarkan Data Tahun 2010 ~ 2015

Karakteristik Kerusakan Luas mangrove di Sumatra 2010 Luas mangrove di Sumatra 2015 Persentase laju kerusakan dalam 5 tahun   Laju rehabilitasi oleh KKP (2015-2016)

: 834,413 Ha : 653,215 Ha : 22% (181,198 Ha) | 4,3% (36,239 Ha) / tahun : 72,5 Ha/tahun | ( ~0,2% dari laju kerusakan)

Luas mangrove di Jawa 2010 Luas mangrove di Jawa 2015 Persentase laju kerusakan dalam 5 tahun   Laju rehabilitasi oleh KKP (2015-2016)

: 264,431 Ha : 59,155 Ha : 78% (205,275 Ha) | 15,5% (41,055 Ha) / tahun : 240,0 Ha/tahun | ( ~0,6% dari laju kerusakan)

Luas mangrove di Kalimantan 2010 Luas mangrove di Jawa 2015 Persentase laju kerusakan dalam 5 tahun   Laju rehabilitasi oleh KKP (2015-2016)

: 1,448,473 Ha : 828,106 Ha : 43% (620,366 Ha) | 8,6% (124,073 Ha) Ha) / tahun : 21,3 Ha/tahun | ( ~0,02% dari laju kerusakan)

Luas mangrove di Sulawesi 2010 Luas mangrove di Sulawesi 2015 Persentase laju kerusakan dalam 5 tahun   Laju rehabilitasi oleh KKP (2015-2016)

: 199,679 Ha : 126,886 Ha : 36% (72,782 Ha) | 7,29% (14,558 Ha) / tahun : 50,5 Ha/tahun | ( ~0,4% dari laju kerusakan)

Luas mangrove di Papua-Maluk u 2010 Luas mangrove di Papua-Maluku 2015   Persentase laju kerusakan dalam 5 tahun

: 893,237 Ha : N/A : N/A

• • • •

• • • •

• • • •

• • • •

• •

\



Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut

Gambar 4. Kondisi Eksisting Dan Kerusakan Mangrove Berdasarkan Mangrove Berdasarkan Data Tahun 2010-2015 39

Homeostasis merujuk pada ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam dinamis dalam (badan organisme) yang konstan. Homeostasis merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam biologi. biologi. Bidang siologi dapat siologi dapat mengklasifkasikan mekanisme homeostasis pengaturan dalam organisme. Umpan balik homeostasis terjadi pada setiap organisme. organisme.

24

Blue Carbon di Indonesia

Secara umum, semua habitat mangrove dapat mangrove dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 - 20 tahun jika: (1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka restorasi dapat dikondisikan dengan bantuan penanaman. Sedangkan, apabila tidak menghendaki bantuan penanaman pada hutan bakau, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan bakau.40 Terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan esiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke mangrove. mangrove. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web). web ).41 Restorasi dan rehabilitasi mangrove sangat perlu diinisiasi dibeberapa daerah di Indonesia agar tidak menimbulkan penyesalan. Sebagai contoh, kesadaran masyarakat pesisir di Sumatera Utara mulai tumbuh semenjak menurunnya taraf kehidupan mereka akibat dampak kerusakan lingkungan. Dengan ketiadaan mangrove  mangrove  di daerah pesisir, habitat udang, kepiting dan 40

41

Dahuri, Rokhmin. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Dahuri, R. Ibid.

Blue Carbon di Indonesia

25

ikan yang merupakan sumber penghidupan masyarakat menjadi berkurang. Menurut data yang ada, lebih dari 700 hektar mengalami kerusakan, dan di beberapa desa gerakan restorasi mulai digalakkan kembali oleh masyarakat dan pemerintah setempat, walaupun belum dapat melingkupi keseluruhan wilayah yang rusak. Kawasan yang rusak akibat pergantian lahan menjadi perkebunan sawit ini sempat mengakibatkan terjadinya abrasi di daerah tempat tinggal mereka.42 Contoh kerusakan lainnya adalah ekosistem mangrove  mangrove  di Bulaksetra Pangandaran yang mengalami perubahan setelah terjadinya bencana alam tsunami pada tahun 2006. Alih fungsi lahan kini menjadi masalah besar yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme di lingkungan ekosistem tersebut. Perbaikan terhadap kondisi ekosistem mangrove  mangrove  di Bulaksetra, Pangandaran dilakukan dengan pelestarian hutan mangrove  mangrove  melalui model seascape dengan menggunakan metode zonasi. Zonasi merupakan suatu fenomena ekologi yang menarik di perairan per airan pesisir, yaitu daerah yang terkena ritme pasang surut air laut. Pengaruh dari pasang surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan berkembangnya komunitas yang khas untuk masing-masing zona di daerah ini.43 Penelitian tentang zonasi di daerah pantai berbatu sudah banyak dilakukan, namun masih sangat sedikit penelitian zonasi di daerah pantai bersubstrat pasir dan lumpur. Informasi mengenai zonasi di perairan pantai di daerah subtropis lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan di daerah tropis.   42

43

Zonasi mangrove  mangrove  memiliki hubungan dengan bentuk perakaran Mongabay. “Hijaukan Kembali Hutan Mangrove Rusak di Pesisir Sumatera Utara”.  . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Peterson, C.H. 1991. Intertidal zonation of marine invertebrates in sand and mud . mud . American Scientist (US).

26

Blue Carbon di Indonesia

mangrove. mangrove. Fungsi akar adalah untuk menangkap sedimen. Substrat berpasir pada jenis Avicennia jenis  Avicennia sp  sp dikarenakan pasir yang tertangkap akar mempunyai bobot partikel yang berat, dan seringkali terhambat untuk masuk ke dalam hutan mangrove, mangrove, yakni tertahan oleh perakaran-perakaran pohon mangrove terutama Rhizopora sp.44 Bila dikaitkan dengan kehadiran vegetasi di pantai yang peranannya sangat penting, maka perlu dilakukan upaya yang serius untuk melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove Bulaksetra, mangrove Bulaksetra, Pangandaran melalui penanaman spesies yang cocok secara berkelanjutan. Diperlukan juga pengawasan dan pemantauan, baik oleh dinas-dinas terkait dan masyarakat sehingga secara perlahan kondisi dapat membaik terutama dikaitkan dengan komponen vegetasi, terutama ditinjau dari fungsi ekologis yang berkaitan dengan ekosistem lainnya. 2.2.3. Manfaat Ekologi & Ekonomi Hutan Mangrove Secara umum manfaat dan fungsi ekologi tanaman mangrove adalah sebagai pelindung lingkungan atas ekosistem daratan dan lautan serta berfungsi sebagai habitat dari beberapa jenis fauna. Manfaat lainnya adalah: 1.

Sebagai proteksi abrasi/erosi gelombang air laut dan angin kencang

2.

Pengendalian instrusi air laut

3.

Habitat untuk beberapa jenis hewan

4.

Tempat memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang dan kepiting

5.

Pembentukan “reklamasi alami” dari proses sedimentasinya

6.

Dapat mengontrol penyebaran penyakit malaria

7.

Memelihara kualitas air seperti mereduksi polutan dan pencemaran air)

44  Arief,

A. 2003. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Manfaatnya . Kanisius. Yogyakarta (ID).

Blue Carbon di Indonesia

27

 Adapun dari segi ekonomi, mangrove memiliki banyak keuntungan mulai dari akar hingga buahnya. Masyarakat di pesisir dapat menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Arang mangrove  mangrove  memiliki kualitas yang baik, berada di bawah kualitas arang kayu oak dari Jepang dan arang onsyu dari China. Hutan mangrove sangat cocok dijadikan daerah ekowisata, dan lahannya dapat dijadikan tambak untuk pekembangbiakan ikan, udang dan kepiting rawa. Pada tahun 2017 Friedrich Naumann Foundation (FNF Indonesia) dan Climate Institute melakukan studi ke beberapa lokasi hutan mangrove di bawah supervisi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Indonesia, yaitu di Bali dan Semarang. Di Kota Bali, terdapat ekowisata mangrove yang mangrove yang bernama Kampoeng Kepiting, yang mana lahannya difungsikan sebagai tempat budi daya kepiting rawa dan di tengah-tengah hutan tersebut didirikan sebuah rumah makan tradisional. Terdapat berbagai olahan mangrove, salah satu produk olahan unggulannya adalah sirup mangrove yang kaya akan vitamin C.

Foto: Dok. Climate Institute

Gambar 5. Ekowisata Mangrove Kampoeng Kepiting, Bali

28

Blue Carbon di Indonesia

Berbeda dengan Bali, ekowisata hutan mangrove di Kota Semarang mengambil konsep edukasi dimana pengunjung dibantu pemandu mengenal mangrove sembari mengitari kawasan hutan dengan Speed Boat . Wisatawan yang berkunjung akan diberikan bibit mangrove  mangrove  untuk ditanam bersama. Sehubungan dengan luasnya lahan mangrove di pesisir Kota Semarang, beberapa warga menggunakan lahan untuk tambak ikan, kepiting dan udang.

Foto: Dok. Climate Institute

Gambar 6. Ekowisata Edukasi Mangrove di Kota Semarang

Blue Carbon di Indonesia

29

Selama tidak merusak ekosistem, pemanfaatan mangrove untuk mendapatkan keuntungan materi tentunya sah-sah saja. Selain itu, adanya keuntungan ekonomi akan memotivasi warga untuk lebih giat menjaga dan melestarikan hutan mangrove. mangrove. Contoh lain adalah kisah sukses warga Kota Gorontalo dalam mempertahankan dan menanam kembali hutan mangrove. mangrove. Di pesisir Popayato Barat, para warga telah memberi sumbangan nyata untuk mengurangi emisi karbon. Kisah ini tidak serta merta hadir tanpa proses, semua berawal dari nelayan yang kesulitan mencari ikan di perairan sekitar desa. Menyadari betapa sulit mendapat ikan, beberapa warga mulai meyakini bahwa persoalan ini dikarenakan tempat bertelur ikan, yakni mangrove, mangrove, mengalami kerusakan dan banyak ditebang untuk pembuatan rumah dan dijadikan kayu bakar. bakar. Luas hutan mangrove saat mangrove saat itu mencapai 135 hektar dimana 25 hektar rusak parah akibat penebangan tanpa kendali. Menyadari sumber masalah ini, warga Torosiaje kemudian melakukan penanaman bibit mangrove. mangrove. Penanaman awal sekitar 5.000 bibit, kemudian 6.000 bibit jenis Cheriops stagal , Rhyzophora mucronata, dan Bruguera. Warga menanam mangrove  mangrove  di tiga kampung berdekatan dengan permukiman Suku Bajo, yaitu Torosiaje Jaya, Bumi Bah Mari, dan Dudewulo. Hasil penanaman beberapa tahun ini membuahkan hasil, mangrove sudah mangrove sudah tumbuh sekitar 80 persen. Meski sudah dianggap berhasil, namun kerja keras untuk penyadaran dan penanaman mangrove  mangrove  terus dilanjutkan. Ini juga sebagai bentuk penyadartahuan bagi warga secara umum. Mangrove  Mangrove  berperan penting dan memiliki manfaat di bidang kehutanan dan perikanan seta membantu perlindungan pantai khususnya mitigasi dampak perubahan iklim dan keamanan pangan masyarakat lokal.45 Keberhasilan masyarakat dalam membudidayakan tanaman mangrove 45

Paino, C. 2017. Mangrove di Gorontalo ikut menyusut begini kondisinya . Mongabay: Gorontalo.

30

Blue Carbon di Indonesia

harus terus ditingkatkan melalui pendampingan berbagai pihak warga, LSM dan pemerintah. Memberdayakan masyarakat sekitar agar tidak lagi menebang mangrove dan mangrove dan segera melakukan penanaman sebanyak-banyaknya. Indonesia harus mampu memperbaiki kondisi lingkungan dan berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar-besarnya.

2.2. Rawa Pasang Surut/Rawa Payau (Salt Marshes) Rawa merupakan kawasan di daratan yang tergenang air dengan kedalaman yang lebih dangkal bila dibandingkan dengan danau. Rawa biasanya ditumbuhi berbagai tanaman air. Rawa dapat terjadi oleh beberapa faktor, antara lain karena adanya penurunan permukaan tanah di daerah yang luas, gerakan pasang surutnya air laut, dan terbentuknya tanggul alam di sepanjang sungai.46

Sumber: bluecarbonportal.org

Gambar 7. Potret Rawa Pasang Surut 46

Berpendidikan. “Pengertian dan Macam-Macam Rawa”. . >. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.

Blue Carbon di Indonesia

31

Rawa Payau adalah lahan basah pesisir yang dibanjiri oleh air asin yang dibawa oleh air pasang. Tanah pada rawa payau terdiri dari lumpur dan gambut. Gambut terbuat dari materi tanaman yang membusuk yang tebal dan bertekstur kenyal. Kadar oksigen di dalam gambut bisa sangat rendah — suatu kondisi yang disebut hipoksia. Hipoksia disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang menghasilkan bau busuk-belerang yang sering dikaitkan dengan rawarawa dan lumpur. Rawa Payau dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, terutama di garis lintang menengah ke atas. Berkembang di sepanjang garis pantai yang dilindungi dan memiliki habitat umum di muara. Di Amerika, Rawa Payau dapat ditemukan di banyak pantai. Sekitar separuh dari Rawa Payau terletak di sepanjang Pantai Teluk. Habitat-habitat Rawa Payau ini penting untuk perikanan, garis pantai, dan peningkatan ekonomi masyarakat. Rawa Payau menghasilkan makanan untuk binatang laut, tempat berlindung atau habitat pembibitan untuk lebih dari 75 persen spesies perikanan, termasuk udang, dan kepiting. Rawa Payau juga melindungi garis pantai dari erosi dengan menyangga aksi gelombang dan menjebak sedimen. Rawa Payau berfungsi mengurangi banjir dengan memperlambat/menyerap air hujan dan melindungi kualitas air dengan proses penyaringan.47 Rawa Payau yang luas di sepanjang pantai timur Amerika Serikat dan  juga umum di Arktik, Eropa Utara, Australia, dan Selandia Selandia Baru, terbentuk oleh banjir dan pengaliran air laut. Rumput-rumput Rawa Payau tidak akan tumbuh pada dataran yang dibanjiri secara permanen; pertumbuhan juga akan sedikit bila lahan tergenang dan terkena arus yang kuat. Beberapa hewan mampu beradaptasi dengan persediaan oksigen yang terbatas dalam rawa payau.48

47

48

National Ocean Service. . Diakses tanggal 27 Juli 2018. Encyclopedia Britannica. . Diakses pada tanggal 27 Juli 2018.

32

Blue Carbon di Indonesia

Berbeda dengan di negara lain, tidak terlalu banyak Rawa Payau di Indonesia, dan rawa-rawa tersebut berfungsi sebagai benteng bagi lahanlahan pertanian di pesisir. Dapat dilihat di wilayah Sulawesi Selatan yang memanfaatkan Rawa Payau sebagai benteng pertahanan bagi masuknya air laut ke lahan pertanian. Namun, ironisnya Rawa Payau tidak begitu menjadi prioritas utama dalam pelestariannya dibandingkan dengan mangrove. mangrove. Bahkan  jarang ditemukan pelestarian khusus untuk Rawa Payau, padahal ekosistem ini menjadi satu kesatuan dalam pengurangan emisi karbon, karena mampu menangkap karbon dan menyimpannya menjadi sedimen-sedimen di bawah akarnya. akarnya.

Sumber: Saltmarsh (version 1.0) of the provisional global point dataset developed jointly by UNEP-WCMC and TNC. This dataset is incomplete.

Gambar 8. Peta Persebaran Rawa Pasang Surut

Blue Carbon di Indonesia

33

2.3. Padang Lamun (Seagrass) Lamun (seagrass (seagrass)) adalah tumbuhan berbunga ( Angiospermae)  Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal.49 Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil  (monokotil ) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma (rhizoma), ), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat.50 Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut yang dapat terdiri dari satu spesies (monospesic  (monospesic ; banyak terdapat di daerah temperate) temperate) atau lebih dari satu spesies (multispecic  (multispecic ; banyak terdapat di daerah tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun. Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Ekosistem lamun merupakan sebuah ekosistem yang tidak terisolasi ter isolasi melainkan saling terintegrasi dan saling mendukung bersama dengan ekosistem lain di pesisir.51

Sumber: roadtogreen2020.com

Gambar 9. Potret Padang Lamun 49

50

51

Wood, E. J. F. , W.E. Odum and J. C. Zieman. 1969, Inuence of the seagrasses on the productivity of coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio Mem. Simp. Intern. U.N.A.M. - UNESCO, Mexico,D.F., Nov., 1967. pp 495 - 502. Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence - the Foundation of Productivity in seagrass. Aquacultu seagrass. Aquaculture re 4: 107-130. 107-130. Bengen, D. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKPSL-IPB. Bogor.

34

Blue Carbon di Indonesia

Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi serta manfaat yang sangat panting bagi perairan wilayah pesisir. Fungsi penyerapan karbon dan penyimpanan menjadi sedimen di bawah akarnya menjadikan padang lamun memiliki nilai yang cukup penting dalam pengendalian emisi. Secara taksonomi lamun ((seagrass seagrass)) termasuk dalam kelompok angiospermae  angiospermae  yang hidupnya terbatas di lingkungan laut dangkal wilayah pesisir. Distribusi lamun sangatlah luas, dari daerah perairan dangkal Selandia Baru hingga ke Afrika. Dari 12 genera yang telah dikenal, 7 genera diantaranya berada dan tersebar di wilayah tropis. Diversitas tertinggi berada di daerah Indo Pasik Barat. Komunitas lamun di wilayah ini mempunyai diversitas yang lebih kompleks dibanding yang berada di daerah sedang. 52 Peran penting Lamun dalam menangkap karbon kar bon dilakukan melalui sistem solubility pump dan pump dan biological pump. pump.53 Sistem ini mampu mengikat CO2 di air menjadi DIC (Dissolves (Dissolves Inorganic Carbon) Carbon) untuk dapat dimanfaatkan sebagai komponen fotosintesis atau tersendimentasi di dasar sehingga istilah ini sering disebut Blue Carbon Sink . Peran lamun sebagai Blue Carbon Sink  disebabkan  disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:54 1.

Peningkatan dari buangan gas CO2 sebagai brown carbon dan carbon dan partikel debu sebagai black carbon  carbon  yang memberikan efek rumah kaca pada atmosfer sehingga terjadi peningkatan dari pemanasan.

2.

Emisi dari pertanian yaitu pemupukan terutama gas-gas seperti NO2 yang merupakan hasil dari proses nitrikasi, penebangan hutan tropis dan kebakaran hutan.

52

53

54

Den Hartog, C. 1970. “Sea grasses of the world”  North  North Holland Publishing c o . , Amsterdam, London pp. 272. Solubility pump merupakan proses sika-kimia yang mengangkut karbon (sebagai karbon anorganik terlarut) dari permukaan laut ke bagian dalam laut. Biological pump merupakan pump merupakan proses dimana CO2 mengalami fotosintesis ke bagian dalam laut yang mengakibatkan penyimpanan karbon secara permanen (sedimentasi). (sedimentasi). Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut (Lokakarya Lamun). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Blue Carbon di Indonesia

3.

35

Penurunan kemampuan alami sebuah ekosistem menurun akibat penurunan jumlah Green Carbon  Carbon  yang disebabkan oleh disparitas laju kerusakan hutan yang lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan hut an.

Sumber: Seagrasses (version 2.0) of the global polygon and point dataset compiled by UNEP World Conservation Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC), 2005. For further information, e-mail [email protected].

Gambar 10. Peta Persebaran Padang Lamun Padang lamun di daerah tropis merupakan ekosistem alam yang paling produktif. Berdasarkan data, produktivitasnya bisa sampai 1.300 sampai dengan 3.000 gram berat kering/m2/tahun.55 Selain produktitasnya yang tinggi, lamun juga mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Meskipun data mengenai kerusakan ekosistem padang lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah banyak mengalami degradasi akibat aktivitas di darat.

55

McRoy, C.P. & C. Helferich. 1977. “Sea Grass Ecosystem” Marcel Dekker Inc. New York & Basel pp. 314.

36

Blue Carbon di Indonesia

2.3.1. Fakta Lain Padang Lamun Pertumbuhan dan kepadatan lamun sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut, turbiditas, salinitas dan temperatur perairan. Kegiatan manusia di wilayah pesisir seperti perikanan, pembangunan perumahan, pelabuhan dan rekreasi, baik langsung maupun tidak langsung juga dapat mempengaruhi eksistensi lamun. Segala bentuk perubahan di wilayah pesisir akibat aktivitas manusia yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan fungsi sistem ekologi padang lamun. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap hilangnya unsur lingkungan seperti daerah pemijahan, nursery ground  bagi  bagi ikan maupun udang. Philips dan Menez (1988) mengatakan bahwa beberapa jenis ikan memanfaatkan padang lamun sebagai stabilisator perairan, tempat mencari makan ikan dan non ikan, pengasuhan larva, tempat pemijahan, stabilitas dan penahanan sedimen, mengurangi pergerakan gelombang, serta sebagai tempat terjadinya siklus nutrien. Padang Lamun selain sebagai penyeimbang ekosistem di sekitarnya, juga mampu untuk berperan secara optimal sebagai penyerap CO2 dalam rangka mengurangi emisi karbon di atmosfer yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Padang Lamun hanya menguasai kurang dari 0,2% dari luas wilayah lautan di dunia, namun memiliki potensi menimbun karbon sebesar 4,2 sampai 8,4 miliar metrik ton karbon organik setiap tahunnya. Lamun menyimpan sekitar dua kali jumlah karbon per hektar dibandingkan dengan lahan di daratan. Lamun memiliki biomassa yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan, namun kuantitas karbon yang disimpan lamun dalam tanah hampir setinggi yang disimpan oleh sistem terestrial dan mangrove. mangrove. 56

56

Philips, C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Seagrass . Smith Sonian Institutions Press. Washington. Washington.

Blue Carbon di Indonesia

37

Peran tanaman lamun dalam penyerapan karbon dimulai dari proses fotosintesis yang kemudian disimpan sebagai biomassa. Graha, et al . (2016) mengatakan bahwa biomassa lamun merupakan satuan berat kering atau berat abu lamun yang berada di atas substrat (daun, seludang, buah, dan bunga), dan atau di bawah substrat (akar dan rimpang). Biomassa sering dinyatakan dalam satuan gram berat kering per m2 (gbk/m2).57 Karbon yang berada dalam biomassa ini akan tersimpan selama lamun masih hidup. Laju fotosintesis dan laju pertumbuhan lamun berbedabeda antara lokasi yang satu dengan yang lainnya, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah kondisi siologis, metabolisme, dan faktorfaktor eksternal seperti zat hara, tingkat kesuburan substrat, dan parameter lingkungan lainnya.58 Bagian lamun yang memiliki total penyimpanan karbon terbesar berada di bagian akar dan rhizoma sebesar rhizoma sebesar dua pertiganya. Apabila tidak terganggu ekosistemnya, lamun dapat menyimpan karbon hingga berabad-abad lamanya. Sebaliknya, lamun yang hancur dan rusak akan melepaskan karbon kembali ke atmosfer. Padang lamun sangat cepat mengalami kerusakan, terutama akibat dari aktivitas manusia. Beberapa penyebab rusaknya lamun antara lain yaitu pengerukan, pencemaran lingkungan, penambatan jangkar perahu pada dasar laut, sedimentasi, cuaca ekstrim, dan predator. Pada pertumbuhannya, parameter kedalaman memiliki korelasi yang kuat, tetapi korelasinya negatif atau berbanding terbalik dengan laju fotosintesis. Semakin dalam suatu perairan, maka intensitas cahaya matahari untuk menembus dasar perairan menjadi terbatas, kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis. Produktitas 57

58

Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar . Denpasar . Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Kiswara, W. 1992. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at Banten Bay. West Java. Indonesia.

38

Blue Carbon di Indonesia

fotosintesis juga dapat berkurang karena intensitas cahaya yang sangat tinggi dalam perairan, selain itu faktor suhu juga dapat menjadi faktor penting dalam pertumbuhannya.59 Perubahan suhu di perairan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan lamun, yaitu terhadap metabolisme, penyerapan unsur hara, dan kelangsungan hidup lamun itu sendiri. Energi yang diperlukan agar ekosistem laut dapat berfungsi hampir seluruhnya bergantung pada aktivitas fotosintesis tanaman laut yang memanfaatkan nutrien di sekitarnya sebagai sumber energi. Menurut Kennish (1990), elemen penting yang dibutuhkan dalam jumlah besar (makronutrien (makronutrien)) untuk pertumbuhan lamun yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan silikat (Si). Hal ini dikarenakan elemen tersebut merupakan unsur utama pembentukan protein. Kadar nutrien secara horizontal akan semakin tinggi ke arah pantai.60 Lamun memiliki kandungan karbon yang menggambarkan kemampuan lamun dalam mengikat CO2. Kandungan karbon dapat diartikan sebagai banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tanaman lamun dalam bentuk biomassa. Jenis lamun yang memiliki nilai kandungan karbon yang tertinggi yaitu E. acroides. acroides.61  Lamun jenis ini memiliki nilai biomassa yang tinggi dibandingkan dengan lamun jenis lainnya, serta memiliki morfologi yang besar. Hal ini menyebabkan lamun jenis ini memiliki kontribusi yang cukup besar sebagai penyerap karbon di daerah pesisir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kandungan karbon, yaitu jumlah populasi tanaman lamun dan produktivitas serasah dan herbivora (grazing (grazing bulu babi). Populasi tanaman 59

60 61

Tubalawony, S. 2007. Kajian Klorol-a dan Nutrien serta Interalasinya dengan Dinamika Massa Air di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Sumbawa . Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Estuaries. CRC Press. London. London. Graha, Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar . Denpasar . Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana.

Blue Carbon di Indonesia

39

lamun dan produktivitas herbivora haruslah berbanding terbalik, t erbalik, agar nilai stok karbon dapat mencapai titik maksimal. Erftemeijer, et al. (1993) menemukan biomassa daun lamun sangat menurun akibat surut rendah sehingga menyebabkan tingginya frekuensi lamun terpapar sehingga daunnya kering dan akhirnya hanyut ketika terjadi pasang.62 Duarte, et al. (2004) mengatakan bahwa stabilitas ekosistem lamun sebagai penyimpan karbon pada bagian tubuh lamun dan perannya dalam mengendapkan bahan organik tersuspensi dengan kerapatan tunasnya membuat lamun memiliki peran yang cukup penting untuk wilayah pesisir. Setiap jenis lamun memiliki kandungan biomassa dan karbon yang berbedabeda. Contohnya Halophila sp. memiliki kandungan karbon yang kecil diduga karena jenis ini merupakan jenis lamun perintis ( pioneering  pioneering species), species ), dengan ekspansi vegetatif dan produksi taruk baru yang relatif cepat. Kemudian, jenis lamun klimaks (climax (climax spesies) spesies) memiliki penyebaran yang lambat, namun menyimpan karbon yang relatif besar. Total cadangan karbon dapat diperoleh dari nilai cadangan karbon rata-rata yang diperoleh dan luas dari komunitas tersebut. 63 2.3.2. Padang Lamun di Indonesia Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas area padang lamun sekitar 30.000 KM2. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir Indonesia I ndonesia merupakan wilayah terluas kedua di dunia setelah Australia Timur Timur,, sehingga kemungkinan memiliki kapasitas yang cukup besar dalam menyimpan karbon dioksida.64 Potensi ini Erftemeijer PLA, Osinga R, dan Mars AE. Primary production of seagrass beds in South Sulawesi (Indonesia): a comparison of habitats, method, and species . Vol. 46: 67-90. Aquat Bot. Elsevier.  Amsterdam. 63 Duarte, C.M., Fourqurean, J.W., H. Kennedy., N. Marba, M. Holmer., M.A. Mateo., E. Apostolaki., G.A. Kendrick., D. Krause-Jensen., K.J. McGlathery., McGlathery., and O. Serrano. 2012. Seagrass Ecosystems As a Globally Signicant Carbon Stock . (article) Nature Geoscience. DOI: 10.1038/NGEO1477 10.1038/NGEO1477 Seagrasses . University of California Press. USA. 64 Green, E. P. dan Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. 62

40

Blue Carbon di Indonesia

membuat Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam menyerap emisi karbon yang ada di atmosfer dengan baik dan maksimal. Informasi terkait kemampuan lamun sebagai carbon sinks masih terbatas, terutama di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengukuran cadangan karbon pada lamun. Pencerdasan masyarakat terkait potensi padang lamun sebagai biota laut yang efektif dalam penyerapan karbon juga perlu lebih ditekankan lagi, agar masyarakat tidak ceroboh dalam melakukan aktivitas di laut, sehingga tidak mengancam ekosistem lamun di laut. Pelestarian padang lamun di Indonesia terbilang tidak sebaik bila dibandingkan dengan mangrove  mangrove  dan terumbu karang. Banyaknya aktivitas perusakan kepada kedua ekosistem tersebut membuat Indonesia sangat fokus untuk membenahi hal tersebut, bahkan telah terdapat lembaga khusus yang mengurusi terumbu karang seperti Coremap II . Padahal lamun tidak kalah penting perannya dalam ekosistem laut dan pengendalian emisi karbon yang kondisinya kini kian mengkhawatirkan akibat kerusakan. Menurut para ahli dari science daily , penurunan lamun di dunia berkurang sebesar 58% atau dengan kata lain setiap 30 menit kerusakan lamun mencapai satu lapangan sepak bola. Dampak dari penurunan jumlah lamun sangat dirasakan terutama oleh masyarakat pesisir yaitu nelayan, nelayan mengalami penurunan dari hasil tangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh pembangunan di pesisir yang tidak berwawasan lingkungan berdampak negatif pada sosial ekonomi masyarakat yang mana sangat bergantung pada kelestarian alam pesisir dan lautan. Jumlah jenis lamun yang telah ditemukan di Indonesia sebanyak 12 jenis lamun, sedangkan jenis lamun yang telah terinventarisasi di wilayah pesisir contohnya di Provinsi Bali berjumlah 10 jenis.65 65

Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. 2011. Status Kondisi dan Identikasi Permasalahan Kerusakan Padang Lamun di Bali . Jurnal Mitra Bahari 5 (2): 103-126.

Blue Carbon di Indonesia

41

Di kawasan Pantai Sanur ditemukan 66 % dari total jenis lamun yang ada di Indonesia dan 80 % dari total jenis lamun yang ada di Provinsi Bali. Sehingga tingkat keanekaragaman jenis lamun di kawasan pantai Sanur, Bali termasuk dalam kriteria tinggi. Lamun hidup di dalam air, memiliki rhizoma, rhizoma, daun dan akar sejati. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut dan di kedalaman tertentu di mana matahari masih dapat mencapai dasar laut.66 Banyaknya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir telah mengorbankan ekosistem padang lamun, seperti kegiatan reklamasi untuk pembangunan kawasan industri atau pelabuhan. Dampak nyata dari degradasi padang lamun mengarah pada menurunnya keragaman biota laut sebagai akibat hilang atau menurunnya fungsi ekologi dari ekosistem ini. Jelas terlihat bahwa lamun sangat berfungsi dalam kelangsungan hidup biota laut dan masyarakat hidup biota laut dan masyarakat, tetapi ironisnya perhatian akan kelestarian ekosistem ini sangatlah kurang. Peran lamun sebagai salah satu ekosistem di laut sangat penting dan tidak dapat digantikan. Bersama ekosistem lainnya lamun berperan besar sebagai salah satu Blue Carbon Sink  yang  yang mampu menangkap karbon dengan jumlah besar dan tersimpan lewat sedimen-sedimennya dalam waktu yang lama. 2.3.3. Restorasi Padang Lamun Restorasi lamun di Indonesia melalui teknologi tranplantasi mekanik GUTS (Giga (Giga Unit Transplant System) System ) dapat menjadi solusi permasalahan lamun di Indonesia. GUTS bermanfaat sebagai mitigasi bencana, mitigasi keanekaragaman hayati atau konservasi dan mitigasi pemanasan global 66

Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. Status Kondisi dan Identikasi Permasalahan Kerusakan Padang Lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari 5 (2): 103-126

42

Blue Carbon di Indonesia

melalui Blue Carbon Sink . GUTS merupakan sebuah mesin transplantasi mekanik dengan kemampuan dan daya kapabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan alat sejenis yang telah dikeluarkan oleh Australia pada tahun 1995 dengan beberapa kelebihan dan efektitas yang baik sehingga layak digunakan di Indonesia. Beberapa kelebihan GUTS yaitu kapabilitasnya lebih luas mencapai 1,5 m x 1,2 m dengan ketebalan mencapai 0,3 m dan mampu mencapai kedalaman laut yaitu 1-1,5 m. GUTS dioperasikan oleh 2 orang di atas kapal yang telah dimodikasi. GUTS memiliki keranjang yang terdiri dari kekangan primer dan sekunder. Kekangan primer selama penanaman bertugas untuk penetrasi kepada substrat dan lempengan rumput lamun, sedangkan kekangan sekunder bersifat pasif. Percobaan teknologi GUTS telah berhasil dikembangkan pada dua spesies lamun yaitu Halodule Wrighthii  dan  dan Thalassia Testudineum dimana Testudineum dimana kemampuan kelangsungan hidup dari dua spesies ini mencapai 74,1 % (66,7% H. Wrigthii   dan 88,9% T. Testudineum). Testudineum). Perbandingan kelangsungan hidup selama 24 bulan dan 36 bulan menunjukkan bahwa 50% area lamun yang dibentuk melalui teknologi GUTS bekemampuan lebih baik. Teknologi GUTS yang dikembangkan sejak tahun 2003 di Amerika Serikat telah terbukti optimal dalam mendukung transplantasi lamun, sehingga teknologi GUTS akan sangat aplikatif untuk diterapkan di Indonesia.67 Upaya restorasi atau rehabilitasi, seperti kegiatan transplantasi lamun pada suatu habitat yang telah rusak dan penanaman lamun buatan untuk menjaga kestabilan dan mempertahankan produktivitas perairan menjadi isu yang penting untuk dipikirkan pemerintah, LSM dan warga. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah membangun kerja sama antara berbagai pihak 67

Fonseca et al. 2008. Survival and Expansion Mechanichally Transplanted Seagrass Sod. Restoration Ecology Vol 17, No.3, pp. 359-368.

Blue Carbon di Indonesia

43

baik pemerintah daerah maupun pusat. Menyediakan akomodasi dari segi pendanaan, perizinan dan penyediaan loka karya bagi masyarakat. Pendanaan dapat dilaksanakan melalui Carbon Trade pada industri yang banyak menghasilkan karbon, baik dengan pendanaan CSR ataupun melalui progam perbaikan lingkungan, seperti yang dilaksanakan pemerintah Australia dalam melakukan restorasi lamun. LSM dan masyarakat juga memiliki peran penting seperti mengakomodir masyarakat melalui pembuatan kelompok-kelompok konservasi lamun.

44

Dafar Pustaka

DAFTAR PUST PUS TAKA

BUKU, JURNAL, ARTIKEL ILMIAH

 Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Manfaatnya . Kanisius. Yogyakarta (ID). Bengen, D. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKPSL-IPB. Bogor. Bogor. Bengen, D.G dan Dutton I M. 2004. Interactions : Mangrove, Fisheries And Forestry Management in Indonesia. Indonesia . Di dalam: Northcote TG, Hartman GF, Editor. Fishes and Forestry. Forestry. Blackwell Science. Bengen, D.G. 2004. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pengelolaannya . Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (PKSPL). Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). Benyamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. umbuhan. PT. Raja Grando Persada. Jakarta. Dahuri, Rokhmin. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Jakar ta: PT. PT. Pradnya Paramita. Dahuri, Rokhmin. 2002 Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem mangrove di Jakarta, 6-7 6- 7 Agustus 2002.

Dafar Pustaka

45

Den Hartog, C. 1970. “Sea grasses of the world”. North world”. North Holland Publishing co., Amsterdam, London. Duarte, C.M., Fourqurean, J.W., H. Kennedy., N. Marba, M. Holmer., Holmer., M.A. Mateo., E. Apostolaki., G.A. Kendrick., D. Krause-Jensen., K.J. McGlathery., McGlathery., and O. Serrano. 2012. Seagrass Ecosystems As a Globally Signicant Carbon Stock . (article) Nature Geoscience. DOI: 10.1038/NGEO1477 Duarte, C.M., Middelburg, J., and Caraco, N. 2005. Major Role of Marine Vegetation on the Oceanic Carbon Cycle. Biogeosciences. Erftemeijer PLA, Osinga R, dan Mars AE. Primary production of seagrass beds in South Sulawesi (Indonesia): a comparison of habitats, method, and species. species. Vol. 46: 67-90. Aquat Bot. Elsevier. Amsterdam. Graha, Yoga Yoga Ibnu, I Wayan Arthana, dan I Wayan Gede Astawa Karang. 2016. Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai Sanur Kota Denpasar . Vol. 10(1): 46-53. Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar. Denpasar. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Green, E. P. dan Short. Short . 2003. World Atlas of Seagrasses. Seagrasses. University of California Press. USA. Grimsditch, G. 2009. Blue Carbon. A Rapid Response Assessment. United Nations Environment Programme, GRID-Arendal. Kawaroe, M. 2005. Kajian Marine Carbon Sink Sebagai Potensi Kelautan yang Belum Populer. Makalah Populer. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Sekolah Pasca Sarjana IPB.

46

Dafar Pustaka

Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut (Lokakarya Lamun). Departemen Ilmu dan Teknologi Teknologi Kelautan. Institute Pertanian Pert anian Bogor. Bogor. Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Estuaries. CRC Press. London. Kiswara, W. 1992. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at Banten Bay. Bay. West Java. Indonesia. Kohnke, H. 1980. Soil Physics. Physics. TMH ed. Tata McGraw-Hill Publ.Co. Ltd. New Delhi (IN). Kusmana, C. 2010. Respon Mangrove terhadap Mangrove terhadap Perubahan Iklim Global.  Aspek Biologi dan Ekologi Mangrove. Mangrove. KKP. Jakarta Kusminingrum, Nanny. 2008. Potensi Tanaman dalam Menyerap CO2 Dan CO Untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global . Jurnal Pemukiman. Vol. Vol. 3(2): 96-100. Bandung. Macnae, W. 1968. A 1968. A general account of the fauna and ora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacic region. region . Pp. 73-270 in  Advances in Marine Biology, Biology, F.S. F.S. Russell and M. Yonge, Yonge, eds., Volume 6. London: Academic Press. McRoy, McRoy, C.P. C.P. & C. Helferich. 1977. “Sea Grass Ecosystem” Ecosyst em” Marcel Dekker Inc. New York York & Basel pp. 314. Nellemann, C.,Corcoran, E., Duarte, C.M., Valdés, L., De Young, Young, C., Fonseca, L., and Paino, C. 2017. Mangrove di Gorontalo ikut menyusut begini kondisinya. Mogabay kondisinya. Mogabay : Gorontalo.

Dafar Pustaka

47

Peterson, C.H. 1991. Intertidal zonation of marine invertebrates in sand and mud . American Scientist (US). Philips, C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Seagrass. Smith Sonian Institutions Press. Washington. Podjirahajoe. 1966. Peran Perakaran Rhizopora mucronata Dalam Perbaikan Habitat Mangrove di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang. Buletin Kehutanan No. 30. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (ID). Purnobasuki, H. 2006. Peranan Mangrove dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Buletin PSL Universitas Surabaya. Rustam, Agustin, dkk,. 2015. “Blue Carbon: Program Inisiatif Blue Carbon Indonesia Kep. Derawan- Berau, Kalimantan Timur”, Pusat Timur”,  Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian dan Kelautan, Jakarta. Snedaker, Snedaker, S. 1978. Mangroves: their value and perpetuation. Nature and Resources. Sudiarta, I.K. dan I.G. Sudiarta. 2011. Status Kondisi dan Identikasi Permasalahan Kerusakan Padang Lamun di Bali . Jurnal Mitra Bahari. Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence the Foundation of Productivity in seagrass. Aquaculture. seagrass.  Aquaculture. Tubalawony, S. 2007. Kajian Klorol-a dan Nutrien serta Interalasinya dengan Dinamika Massa Air di Perairan Barat Sumatera dan Selatan JawaSumbawa. Sumbawa. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bogor.

48

Dafar Pustaka

Windardi, A.C. 2014. Struktur komunitas hutan mangrove, estimasi karbon tersimpan dan perilaku masyarakat sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Wood, E. J. F. , W.E. Odum and J. C. Zieman. 1969, Inuence 1969, Inuence of the seagrasses on the productivity of coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio Mem. Simp. Intern. U.N.A.M. - UNESCO, Mexico,D.F. Mexico,D.F. World mangrove atlas mangrove atlas.. United Nations Environment Programme (UNEP).

PUBLIKASI ELEKTRONIK

 Alfred Karar, Karar, Kabupaten Kaimana Menyimpan Menyimpan Potensi Besar Penyerap Gas Karbon Dunia. . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Berpendidikan. “Pengertian dan Macam-Macam Rawa”. .  jenis-rawa.html>. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia”.< Indonesia”.. maroko-dan-indonesia/ >. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018 The Blue Carbon Initiative. “About The Blue Carbon Initiatve”.< Initiatve”. . thebluecarboninitiative.org/about-the-blue-carbon-initiative/ >. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018.

Dafar Pustaka

49

World Rainforest Movement. “Blue Carbon and Blue REDD”. . Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Mongabay. “Que Vadis Blue Carbon di Indonesia”.< Indonesia”.. co.id/2014/06/26/que-vadis-blue-carbon-di-indonesia/ >. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. The Indonesian Institute Center for Public Policy Research. “COP 22 Maroko dan Indonesia” . maroko-dan-indonesia/ >. Diakses Secara Online pada 26 Juli 2018. Mongabay. “Que Vadis Blue Carbon di Indonesia”.< Indonesia”.. co.id/2014/06/26/que-vadis-blue-carbon-di-indonesia/ >. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. “Blue Karbon Indonesia  – Potensi Besar yang Belum Tergarap”. Tergarap”. Ditjen  Ditjen PPI Menlhk . Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018. BPSPL Denpasar. “Fungsi “Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove dalam Ekosistem Pesisir”.< Pesisir”.. >. Diakses Secara Online pada 24 Juli 2018. World mangrove atlas mangrove atlas.. United Nations Environment Programme (UNEP). Jurnal Bumi. “Hutan Mangrove” .< .. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018.

50

Dafar Pustaka

Kawaroe, M. 2005. Kajian Marine Carbon Sink Sebagai Potensi Kelautan yang Belum Populer. Makalah Populer. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Sekolah Pasca Sarjana IPB. . Diakses pada 24 Juli 2018. Mongabay. “Hijaukan Kembali Hutan Mangrove Rusak di Pesisir Sumatera Utara”. < Utara”. . >. Diakses Secara Online pada 25 Juli 2018. Media Indonesia, edisi 16 Januari 2016. Hal: 16. Mengangkat Lagi Potensi Kanbon Biru. Dalam situs < http://lipi.go.id/lipimedia/mengangkat-lagipotensi-karbon-biru/12351>. potensi-karbon-biru/12351 >. Diakses secara online pada 24 Juli 2018. National Ocean Service. . Diakses tanggal 27 Juli 2018.

Dafar Pustaka

RIEDRICH NAUMAN STIFTUNG untuk Kebebasan (FNF) adalah sebuah Yayasan Yayasan Politik Jerman. Di Jerman dan 60 negara di seluruh dunia, FNF dengan seluruh seluruh mitra-mitra kerjanya mempromosikan kebebasan, liberalisme, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, toleransi, ekonomi pasar dan negara hukum. FNF memiliki hubungan dekat dengan partai politik Jerman, Partai Demokrat Bebas (FDP). FNF didirikan pada 1958 oleh presiden pertama Jerman, Theodor Heus, dan telah bekerja di  Asia sejak 1979, dan di Indonesia sejak 1969. FNF FNF beroperasi dengan dana publik dan berkantor pusat di Postdam, Jerman. FNF memberikan konsultasi kepada para pembuat keputusan di Berlin dan menerbitkan menerbitkan berbagai laporan. FNF memfasilitasi memfasilitasi dialog, menyelenggarakan konferensi dan mengundang orang-orang muda Asia dan berbagai wilayah lain untuk mengikuti seminar di Jerman. Dalam kerjasama dengan mitra-mitra lokal, FNF fokus pada nilai-nilai berikut: • Demokrasi • Rule of Law & Hak Asasi Manusia • Kebebasan Ekonomi • Perubahan Iklim Friedrich Nauman Stiftung für die Freiheit Jl. Kertanegara 51, Kebayoran Baru Jakarta 12110, Indonesia Tel : (+6221) (+6221 ) 7256012/13 725601 2/13 Fax : (+6221) 72799539 E-mail : [email protected] Website : http://indonesia.fnst.org/

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF