Bismillah Laporan Magang WWF
July 8, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Bismillah Laporan Magang WWF...
Description
LAPORAN MAGANG WALUYA WIJAYA FARM ( WWF ) SENTUL BOGOR
Disusun Oleh : Widya Gusliani Y
200110160021 200110160021
Mahdy Fauzan Subekti
200110160036 200110160036
Nisa Nuryawati Putri
200110160050 200110160050
Alfiah Almas Hamid
200110160177 200110160177
Selly Masella
200110160187 200110160187
Fauzan Lutfi Rahman
200110160204 200110160204
Soni Santoso
200110160314 200110160314
KELOMPOK STUDY PROFESI TERNAK PERAH (KSPTP) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan limpahan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Magang di Waluya Wijaya Farm kawasan Sentul Bogor. Laporan ini disusun oleh calon anggota KSPTP guna untuk melengkapi tugas salah satu prasyarat menyelesaikan Polabina Kelompok Study Profesi Ternak Perah. Terlaksananya kegiatan magang ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak yang bersedia mengulurkan tangan dan membantu sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar. Atas terlaksana dan selesainya kegiatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam – dalamnya dalamnya atas budi baik dan bantuan dari pihak kakak Pembina magang dan pihak yang telah membantu kami saat magang berlangsung. Penyusun sangat menyadari bahwasanya laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dengan segala kekurangan. Untuk itu penyusun mengharapkan adanya kritik serta saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan dari laporan magang ini. Akhir kata penyusun berharap, semoga laporan ini bisa memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi dan pembaca untuk menambah wawasan mengenai kegiatan magang.
Jatinangor, 10 Febuari 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB
Halaman
.......................................... .............................................. .......................... ... i KATA PENGANTAR ................... ................................................................. ......................................... .................. ii DAFTAR ISI .......................................... ......................................... ............................................ .................................. ............ iii DAFTAR TABEL ................... ...................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................... I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................ ................................................................... ............................... ........ 6 1.2 Identifikasi Masalah ..................................... ........................................................... ............................... ......... 7 1.3 Maksud dan Tujuan .......................................... ................................................................. ........................... .... 8 1.4 Waktu dan Tempat ................................... ......................................................... ................................... ............. 8
II
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Identitas dan Sejarah Perusahaan ........................................... ............................................... .... 9 2.2 Kondisi Lingkungan Perusahaan ............................................ ................................................ .... 10 2.3 Susunan Organisasi CV Waluya Waluya Wijaya Farm .......................... .......................... 10 III
KAJIAN KEPUSTAKAAN KEPUSTAKA AN
3.1 Manajemen Perkandangan Sapi Perah ....................................... ....................................... 13 3.2 Manajemen Kesehatan Hewan ........................................... ................................................... ........ 18 3.3 Manajemen Pelaksanaan Reproduksi Sapi Perah ....................... 24 3.4 Manajemen Pemberian Pakan pada Sapi Perah .......................... .......................... 32 3.5 Manajemen Pemerahan Sapi Perah ....... ............................. ...................................... ................ 37 3.6 Manajemen Pengolahan Susu dan Pendistribusiannya .............. 41 3.7 Manajemen Pengolahan Limbah Sapi Perah .............................. 47
ii
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................... .................................................................. ...................................... ............... 52
.................................................................. ........................... .... 54 DAFTAR PUSTAKA ........................................... ........................................... ............................................. .......................................... ................... 57 LAMPIRAN .....................
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
1
Halaman
Pendistribusian Susu di Waluya Wijaya Farm ................................. ................................. 45
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
Halaman
Struktur Organisasi CV Waluya Wijaya Farm ................................. ................................. 12
v
6
I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam dunia peternakan terdapat ternak perah dan ternak potong. Ternak potong umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan daging sedangkan ternak perah memiliki manfaat ganda selain untuk perah atau dimanfaatkan produk utamanya yaitu susu juga dapat dimanfaatkan dagingnya. Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan anak-anaknya sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sapi perah termasuk dalam golongan ternak perah. Sapi perah adalah ternak dan bibit sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Sapi perah termasuk ternak homeostatis yang mana keadaan fisiologis tubuhnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban udara dan radiasi sinar matahari. Keadaan ini yang menyebabkan sapi perah harus dipelihara dengan manajemen yang baik agar produksi utamanya yaitu susu dapat dihasilkan dengan maksimal, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pengelolaan sapi perah yang baik akan menghasilkan susu yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Dalam peternakan sapi perah dibutuhkan suatu analisa usaha mulai aspek teknis dan produksi, aspek organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha sehingga dapat diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari peternakan tersebut dan produksi susunya memiliki kualitas baik. Hal-hal seperti pengelolaan dan manajemen penting diketahui oleh orang-orang
7
yang berkecimpung di dalam dunia peternakan terutama dalam peternakan sapi perah. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam dunia peternakan terutama komoditas sapi sangat diperluan orang-orang yang kompeten, mau berusaha dan juga berpengalaman di bidangnya agar dapat menjadikan peternakan sebagai bidang yang manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal. Oleh karena itu sebagai mahasiswa peternakan sangatlah diperlukan untuk terjun langsung ke lapangan dengan cara melakukan kegiatan magang. Tujuan kegiatan magang di Waluya Wijaya Farm (WWF) oleh mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran khususnya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kelompok Studi Profesi Ternak Perah (KSPTP) ini adalah agar mahasiswa dapat mempraktikkan manajemen pemeliharaan, manajemen pakan, manajemen perkandangan dan manajemen pemerahan. Manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah diperolehnya keterampilan dalam pengelolaan ternak, pemberian pakan ternak, sistem perkandangan, maupun keterampilan dalam pemerahan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana manajemen perkandangan sapi perah? 2. Bagaimana manajemen kesehatan hewan serta penanganan penyakit yang sering diderita sapi perah? 3. Bagaimana manajemen pelaksanaan reproduksi sapi perah? 4. Bagaimana manajemen pemberian pakan pada sapi perah? 5. Bagaimana manajemen pemerahan? 6. Bagaimana manajemen pengolahan susu dan pendistribusiannya? 7. Bagaimana pengolahan limbah sapi perah?
8
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui manajemen perkandangan sapi perah di Waluya Wijaya Farm. 2. Untuk mengetahui manajemen kesehatan serta penanganan penyakit yang sering diderita sapi perah di Waluya Wijaya Farm. 3. Untuk mengetahui manajemen pelaksanaan reproduksi sapi perah Waluya Wijaya Farm. 4. Untuk mengetahui manajemen pemberian pakan pada sapi perah di Waluya Wijaya Farm. 5. Untuk mengetahui manajemen pemerahan di Waluya Wijaya Farm. 6. Untuk mengetahui pengolahan susu dan pendistribusiannya di Waluya Wijaya Farm. 7. Untuk mengetahui pengolahan limbah di Waluya Wijaya Farm.
1.4 Waktu dan Tempat
Waktu
: 8-21 Januari 2018
Tempat : CV. Waluya Waluya Wijaya Farm Sentul, Bogor
9
II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Identitas dan Sejarah Perusahaan
CV Waluya Wijaya Farm (WWF) berdiri pada tahun 2004 yang didirikan oleh bapak Jaki Wijaya, SE. Nama perusahaan ini terdiri dari tiga suku kata yaitu yaitu Waluya,Wijaya, dan Farm. Waluya Waluya berasal dari bahasa sunda ―waktu perlu aya‖ yang artinya ialah harus menyisihkan waktu, kata Wijaya berasal dari nama keluarga pendiri dan Farm merupakan bahasa inggris dari usaha peternakan. Pada awal pendiriannya, Bapak Jaki memiliki 20 ekor domba garut yang dijual pada hari raya Idul Idul Adha. Tahun 2007 CV Waluya Wijaya Farm (WWF) mulai merambat bisnisnya pada usaha sapi potong dengan ternak awal sebanyak 50 ekor. Tahun 2009 CV Waluya Wijaya Farm (WWF) membeli lahan dengan luas 10 ha di daerah Sentul City dan penambahan populasi ternak terjadi dimana pada saat itu ternak yang dimiliki mencapai 80 ekor. Seiring dengan permintaan sapi dan domba potong pada Idul Adha yang meningkat, Bapak Jaki memutuskan untuk terus mengembagkan bisnisnya ini pada sapi sa pi dan domba potong. Ketika usaha sapi dan domba potong mencapai titik aman pada tahun 2010, maka CV Waluya Wijaya Farm (WWF) memulai mengembangkan usahanya pada komoditas baru yaitu sapi perah. Melihat potensi yang yang menjanjikan dari usaha perah tersebut, maka pada tahun 2013 bisnis peternakan di CV Waluya Wijaya Farm (WWF) terfokus pada usaha sapi perahnya yang dipercayakan untuk dikepalai dengan anak pertama Bapak Jaki yaitu Septian Jasian Wijaya, Amd. Dibawah kepemimpinan Bapak Septian, CV Waluya Wijaya Farm (WWF)
10
mengalami perubahan baik dari sedi manajemen maupun oprasional demi upaya memajuakan Waluya Wijaya Farm (WWF). Pada tahun 2014, Bapak Septian yang merupakan alumni D3 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merasa perlu sebagai insan peternakan berupaya memajukan peternakan secara global terkhusus di Indonesia.
Maka
dengan harapan ini Bapak Septian memulai usaha baru setelah sapi perah, yaitu pembibitan domba, dimana usaha ini bertujuan agar Indonesia memiliki sumber bibit unggul terutama untuk domba domba potong. Usaha pembibitan ini diawali dengan membeli 4 ekor jantan keturunan domba garut dan 30 ekor betina domba lokal ekor tipis, dengan harapan menghasilkan keturunan domba garut yang diketahui jelas induk dan pejantannya sehingga Indonesia memiliki pemasok bibit domba yang jelas dan berkualitas.
2.2 Kondisi Lingkungan Perusahaan
CV Waluya Wijaya Farm (WWF) terletak di Kawasan Sentul, Bogor pada ketinggian 600 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan suhu rata-rata harian memiliki kelembaban 43% dengan curah hujan tahunan sebesar berkisar 22-29˚C, 22-29˚C, memiliki 3,575 mm/tahun.
2.3 Susunan Organisasi CV Waluya Wijaya Farm
CV Waluya Wijaya Farm (WWF) memiliki struktur organisasi dimana pimpinan tertinggi adalah pemilik perusahaan. Direktur perusahaan yaitu Bapak Septian Jasiah Wijaya, Amd berkedudukan langsung dibawah pemilik perusahaan dan bertugas memandu seluruh manajer dan kariawan dalam menjalankan tugasnya.
Direktur sendiri membawahi membawahi manajer manajer keuangan keuangan yang yang bertanggung
11
jawab terhadap pemasukan dan pengeluaran keuangan dan beberapa divisi dibawah manajer keuangan yaitu manajer kesehatan, manajer HRD atau atau leader , manajer reproduksi, manajer breeding dan fattening dan dan manajer produksi. Manajer kesehatan bertanggung jawab untuk mengontrol kesehatan, membuat program kesehatan seperti vaksinasi dan program medikasi bila ada ternak yang sakit.
Manajer HRD atau atau leader bertanggung jawab atas
pengontrolan dan ketenagakerjaan. Manajer reproduksi bertanggung jawab atas reproduksi dengan mengontrol perkembangbiakan sapi perah dan mengatur program inseminasi buatan. Manajer breeding dan fattening bertanggung jawab untuk pengontrolan kelahiran, pendapatan perusahaan, pengaturan dan manajemen pakan, juga evaluasi reproduksi.
Manajer produksi bertanggung jawab atas
produk hasil komoditas seperti dalam pemgujian mutu. Total kariawan Waluya Wijaya Farm sebanyak 32 orang.
12 Pemilik Perusahaan
Direktur
Manajer Keuangan
Manajer
Manajer
Manajer
Manajer
Manajer
Kesehatan
HRD
Re roduk
Breeding
Produksi
And Karyawan/
Fattening
Petugas Kandang
Gambar 1. Struktur Organisasi CV Waluya Wijaya Farm
13
III PEMBAHASAN
3.1 Manajemen Perkandangan Sapi Perah
(Oleh : Selly Masella, Mas ella, 200110160187) 3.1.1 Pengertian Perkandangan
Perkandangan
merupakan
suatu
lokasi
atau
lahan
khusus
yang
diperuntukkan sebagai sentra kegiatan peternakan yang didalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan dan kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya. Tata letak bangunan atau lokasi suatu peternakan merupakan hal yang penting bagi setiap peternakan. Kondisi fisik lingkungan akan sangat memepengaruhi terhadap produksi serta performa ternak. Untuk itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi peternakan, diantaranya suhu udara, sumber air, sumber pakan, jauh dari keramaian dan sebagainya. Seperti halnya menurut Willyan, dkk (2009) lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk, tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Disisi lain, pemerintah telah mengeluarkan ketentuan tentang pembuatan kandang.
Peraturan
ini
mengatur
syarat
pembuatan
kandang
dengan
memperhatikan perasaan, ketentraman dan kemampuan masyarakat. Sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Peternakan mengeluarkan SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/Deptan/1982. Surat keputusan ini mengatur syarat-syarat teknis
14
perusahaan peternakan sapi perah. Ketentuan yang berkaitan dengan kandang terlihat sebagai berikut: Pasal 1, tentang tiga ketentuan tentang lokasi perusahaan peternakan sapi perah. 1. Lokasi peternakan sapi perah tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum setempat. 2. Lokasi peternakan sapi perah tidak terletak di pusat kota dan pemukiman penduduk dengan dengan jarak sekurang-kurangnya 250 m dari pemu pemukiman kiman penduduk. 3. Letak atau ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan atau topografi sedemikian rupa sehingga kotoran dan sisa-sisa perusahaan tidak mencemari wilayah disekitar perusahaan.
3.1.2 Ciri-Ciri Kandang yang Baik
Selain
lokasi,
kondisi
dan
konstruksi
kandang
hendaknya
dapat
memeberikan kenyamana kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti memberi pakan, pembersihan, pemeriksaan birahi, dan penanganan kesehatan. Selain itu kandang harus memenuhi kesehatan ternak dan melindungi ternak terhadap berbagai gangguan dari lingkungan sekitarnya. Menurut Willyan dkk (2009) kandang sapi perah harus memiliki vetilasi yang baik, tinggi tiang kandang sekurang-kurangnya 2 m, atap kandang umumnya menggunakan geting dan dibawahnya tidak diberi langit-langit. Saluran pembuangan mengikuti ukuran alat yang digunakan seperti cangkul atau sekop dan berukuran 20 cm dengan kedalaman 5 cm. Lantai kandang dibuat dari semen dengan kemiringan 2-5%. Lantai diberi alas, bisa berupa matras karet, jerami padi atau serbuk gergaji. Kandang yang baik digunakan di Indonesia yang beriklim tropis merupakan kandang terbuka, dimana ternak dapat mendapatkan sinar matahari yang cukup
15
dan menghindari kelembaan yang tinggi. Iklim tropis melalui unsur-unsurnya dapat berperan sebagai stresor pada sistem atau faali ternak, dapat menghambat reproduksi, pertumbuhan dan produksi (Keman, 1986). Demikian pula tingkat indeks kelembapan udara yang tinggi dapat menghambat produktivitas (Yousef, 1982). Atap genting, seng, dan daun rumbia dapat digunakan sebagai bahan atap untuk perkandangan sapi perah dalam periode pertumbuhan di daerah dataran rendah tanpa menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan dan air serta pertumbuhannya. Walaupun atap seng menyebabkan frekuensi respirasi yang lebih tinggi dibandingkandengan atap genting dan daun rumbia, namun denyut nadi dan suhu rektal tidak berbeda nyata (Ma'sum et al ., 1992).
3.1.3 Kondisi Perkandangan di CV Waluya Wijaya Farm
Adapun untuk perkandangan yang ada di WWF sudah memenuhi semua kriteria diatas, letak perkandangan sapi perah jauh dari pemukiman namun mudah dicapai dengan kendaraan. Selain itu lokasinya dekat dengan lahan rumput dan sungai, yang menjadi sumber pakan dan minum bagi ternak sapi perah. Peternakan di WWF juga telah memiliki tempat dan alat untuk menampung dan mengolah feses sapi. Kandang sapi perah di WWF terdiri dari 2 kandang sapi induk dan dara serta kandang pedet yang terdiri dari 2 tipe yaitu tipe individu dan kelompok. Waluya Wijaya Farm memiliki 2 kandang (kandang atas dan bawah) untuk sapi induk dan dara. Kandang bawah hanya diisi oleh 24 sapi laktasi. Sedangkan kandang atas terdiri dari 13 ekor sapi betina, 3 ekor pedet lepas sapih dan 2 ekor pedet lepas sapih. sapih. Jenis sapi perah yang ada adalah satu ekor sapi jersey dan sisanya merupakan sapi FH. Kontruksi bangunan kandang di WWF kurang
16
memenuhi kriteria kandang yang baik. Tiang kandang hanya setinggi 2 meter menyebabkan kandang terasa lembab dan hanya mendapatkan sedikit sinar matahari. Lantai kandang terlalu panjang, hal ini tidak efektif karena feses akan jatuh dilantai kandang bukan diselokan. Selokan ukurannya sudah sesuai dengan ukuran alat yang digunakan untuk membersihkan selokan yaitu sekop. Tempat pakan dan air tidak memungkinkan untuk air selalu tersedia sepanjang waktu. Karena tempat pakan dan air dibuat menyatu untuk kandang bawah. Sedangkan untuk kandang atas tempat pakan dan air sudah dipisah namun masih belum berjalan dengan baik. Karena air tidak selalu tersedia sebagaimana mestinya. Tipe kandang sapi induk adalah tail to tail hal ini memudahkan pegawai dalam melakukan pemerahan serta pembersihan kandang. Pembersihan kandang dilakukan setiap pagi pada pukul 06.00 WIB dan siang pada pukul 13.00 WIB. Sapi dimandikan tanpa disikat, selang air yang digunakan telah dibuat agar air yang keluar bertekanan tinggi sehingga dapat menghilangkan kotoran dari tubuh sapi. Peralatan kebersihan dikandang berupa sekop, penarik feses dan selang air selalu tersedia dikandang. Kandang Pedet Tipe Tunggal Kandang pedet tipe tunggal diberikan untuk pedet usia 0-3 bulan. Pedet yang baru lahir akan langsung dipindahkan ke kandang pedet yang terbuat dari kayu setinggi kurang lebih 1 meter. Kandang dibuat tidak terlalu lebar dan tidak terlalu kecil namun cukup untuk pedet dapat bergerak. Dibagian luar kandang dibuat tempat kayu penopang ember pakan dan susu. Terdapat 8 ekor pedet betina dalam kandang tunggal di WWF.
17
Kandang Pedet Tipe Kelompok Kandang ini dibuat untuk pedet usia 4-8 bulan, dalam satu kandang maksimal terdiri dari 4 ekor pedet. Kandang dibuat agar pedet dapat lebih leluasa bergerak dan diharapkan dapat beradaptasi dengan tipe kandang konvensional yang akan ditempati ketika sudah dara. Tempat pakan dan air dibuat menyatu dipojok. Hanya ada satu kandang pedet tipe koloni di WWF. Dan saat ini diisi oleh 4 ekor pedet betina lepas sapih.
18
3.2 Manajemen Kesehatan Hewan dan Penanganan Penyakit yang sering diderita Sapi Perah
(Oleh : Nisa Nuryawati Putri, 200110160050) 3.2.1 Pengertian Manajemen Kesehatan Ternak Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi melalui optimalisasi sumberdaya yang dimilikinya agar produktivitas ternak dapat dimaksimalkan, kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang diinginkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Penyakit merupakan salah satu hambatan yang perlu diatasi dalam usaha ternak. Melalui penerapan manajemen kesehatan ternak yang dilakukan secara berkelanjutan, diharapkan dampak negatif dari penyakit ternak dapat diminimalkan.
3.2.2 Penyakit Mastitis dan Cara Penanganannya
Penyakit yang sering muncul di WWF sebagian besar yaitu, mastitis, miasis dan milk fever. Sapi laktasi yang terdapat di perusahaan ternak ter nak WWF sebanyak 32 ekor. Sapi sapi di WWF sering terjangkit penyakit mastitis hampir ¾ bagian sapi yang laktasi secara bergilir. Sapi yang terkena mastitis akan mengeluarkan susu yang menggupal dan agak kemerahan serta mungkin adanya nanah yang tercampur dalam susu. Hal itu mungkin disebabkan karena dilapangan sulit untuk mengatasi kebersihan saat pemerahaan baik kandang, sapi dan alat pemerahnya. Saat mulai pemerahan di WWF ini jarang sekali melakukan pengecekan susu secara satu per satu saat sebelum di perah, pengecekan susu yang di lakukan di
19
WWF biasanya secara menyeluruh saat sudah di perah pada penyaringan susu saat dimasukan kedalam milkcan. Pengobatan yang di lakukan apabila sapi terkena penyakit mastitis dilakukan pemberian obat kanapen yang dimasukan kedalam puting sapi saat selesai pemerahan di sore hari. Mastitis merupakan salah satu penyakit yang berbahaya dan merugikan, karena dapat menurunkan produksi susu dan kualitas air susu. Kerugian akibat mastitis relatif cukup besar, karena mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang apabila dibiarkan tanpa dilakukan pengobatan dapat menimbulkan pengerasan kelenjar ambing, pengecilan ukuran ambing, penyumbatan saluran ambing, pengeringan ambing dan ternak menjadi tidak produktif. Kerugian akibat mastitis terdiri dari penurunan produksi, pemendekan masa laktasi, penurunan kualitas susu dan biaya pengobatan. (Yulviani). Mastitis merupakan peradangan kelenjar ambing yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme patogen seperti bakteri dan jamur. Mastitis dikelompokan menjadi dua bentuk yakni: mastitis klinis dan subklinis. Untuk konfirmasi kasus mastitis subklinis maka diperlukan perangkat uji yang yang menggunakan menggunakan reagen bewarna seperti Californian mastitis test (CMT), teknik Aulendorfermastitis probe (AMP) atau reagen IPB-1 mastitis test. (Endro dkk, 2000) Mastitis disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme patogen seperti bakteri dan jamur yang masuk ke dalam ambing melalui saluran puting susu. Faktor predisposisi yang perlu diperhatikan munculnya mastitis adalah: hygienitas dalam pemerahan susu, manajemen pemerahan, luka kulit ambing dan keberadaan mikroba paatogen disekitar kandang sapi perah. Penularan agen penyakit terjadi antar puting pada satu ambing dan antar hewan pada satu kandang. Berbagai jenis kuman yang dapat menimbulkan mastitis pada sapi perah antara lain
20
Streptococcus sp., Staphylococcus sp., dan Coliform serta jamur seperti Candida sp. Prevalensi mastitis subklinis di beberapa peternakan sapi perah di Pulau Jawa jauh Iebih tinggi dibanding mastitis klinis (akut dan kronis), yaitu 37 - 67% (mastitis subklinis) dan 5 - 30% (mastitis klinis) (SUPAR, 1997).
3.2.3 Penyakit Miasis dan Cara Penanganannya
Penyakit selanjutnya yang sering terjadi di WWF adalah Miasis. Miasis atau belatungan adalah suatu keadaan bila ternak mengalami luka kemudian luka tersebut menjadi busuk. Pembusukan tersebut disebabkan oleh infeksi cacing atau larva lalat hijau. Larva lalat hijau untuk menjaga agar tetap hidup dengan cara memakan jaringan yang hidup (Endro dkk, 2000). Penyakit miasis yang terjadi di WWF ini dikarenakan adanya luka di daerah kaki belakang. Luka tersebut timbul karena jatoh atau tergores saat sapi akan duduk dan mengenai kuku atau krikil krikil yang ada di lantai, dan bisa juga disebabkan kuku pada kaki sapi ini yang tidak pernah ada pemotongan kuku yang menyebabkan sapi tersebut kurang seimbang saat dia berdiri karena kuku pada sapi merupakan hal yang penting bagian dari penopang tubuhnya. Luka miasis ini mengeluarkan belatung belatung kecil. Biasanya peng pengobatan obatan yang dilakukan di WWF ini menggunakan obat seperti spray iodin yang berwarna biru dilakukan sehari dua kali. Obat tersebut membuat kuman mati dan membuat luka cepat kering bisanya satu sampai dua kali pakai itu sudah sembuh lukannya. Penyebab miasis adalah larva lalat hijau. Beberapa spesies lalat hijau yang termasuk dalam kelompok lalat hijau misalnya, Chysomya bezziana lalat hijau ini menyukai luka-luka dan rongga tubuh yang terdapat pada manusia maupun hewan peliharaan. Cochliomyia hominivorax , lalat berwana kebiru-biruan. Besarnya
21
kurang lebih dua kali ukuran lalat rumah. Lalat ini meletakan telurnya berjajar teratur ditepi luka baru pada mamalia (Endro dkk, 2000).
3.2.4 Penyakit Milkfever dan Cara Penanganannya
Penyakit yang kadang terjadi di WWF ini adalah Milkfever, tetapi penyakit ini tidak sesering terjadi seperti miasis atau mastitis yang sering sekali terjadi. Milkfever ini terjadi karena kurangnya mineral kalsium yang menyebabkan sapi itu ambruk saat setelah melahirkan. Pengobatan yang dilakukan ada dua macam yaitu secara oral dan disuntikan langsung kedalam vena darahnya. Milk fever secara teknis disebut sebagai parturient hypocalcemia atau parturient paresis yang berarti penurunan kadar kalsium darah pada saat melahirkan. Penyakit ini biasanya disertai dengan penurunan suhu tubuh menjadi subnormal. Kegagalan homeostasis kalsium pada awal laktasi merupakan penyebab utama milk fever. Kebutuhan yang mendadak terhadap kalsium untuk sintesis kolostrum di dalam kelenjar ambing yang berlaktasi merupakan faktor penyebab kegagalan homeostasis kalsium. Perubahan pola pemberian pakan dan proses pencernaan pada saat melahirkan akan mengganggu keseimbangan metabolisme mineral di dalam tubuh. Foetus menyerap kalsium dari plasenta sebesar 0,2 g/jam dan akan berhenti pada saat lahir, tetapi kebutuhan kalsium tersebut akan terus meningkat dengan berlangsungnya proses laktasi sebesar 1 g Ca/jam. Pada sapi dengan produksi produksi susu yang tinggi dapat mencapai 2 g Ca/jam. Sapi umumnya akan beradaptasi dengan cara mengatur kecepatan aliran masuk (inflow) dan keluar (outflow) dari kalsium, tetapi
proses
adaptasi
ini
berlangsung
tidak
sempurna
karena
adanya
hypokalsemia sementara (transient) sebagai penyebab turunnya kalsium normal
22
dari 9,5 mg/dl menjadi 7,0 mg/dl, terutama pada sapi yang lebih tua pada saat kelahiran ketiga dan berikutnya. Keparahan hypokalsemia hanya bergantung pada output (keluarnya) kalsium melalui susu pada hari pertarna laktasi. Akan tetapi, hal terpenting adalah beberapa sapi dapat menderita hypokalsemia yang lebih parah dibanding sapi lainnya bahkan dengan tingkat produksi susu yang sama. Tingkat kritis kalsium plasma adalah 6,5 mg/dl, karena kadar kalsium pada hypokalsemia ini terlihat tidak sabanding dengan motilitas saluran pencernaan. Kondisi stasis pada saluran pencernaan akan menghambat pasokan kalsium dari pakan dan sapi akan segera mengalami hypokalsemia yang parah, menurun sekitar 4,5 mg/dl, dimana gejala klinis mulai terlihat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya gejala klinis milk fever pada sapi perah, antara lain (PAYNE,1989): (PAYNE,1989): 1. Tingkat produksi susu, tingkat produksi susu yang sangat tinggi sering mengalami parturient hypocalcaemia. 2. Umur, bertambahnya umur seekor hewan akan menurunkan tingkat metabolisme umum. Sapi yang lebih tua akan mengalami penurunan pergantian mineral tulang dan begitu pula kapasitas penyerapan kalsium oleh lambung. Sapi yang lebih tua menghadapi resiko tinggi terhadap parturient hypcalcaemia. 3. Asupan (intake) diet kalsium sebelum kelahiran, sapi yang mendapatkan diet kalsium yang berlebihan akan lebih peka dibanding yang menerima diet kalsium yang rendah. 4. Stasis saluran pencernaan, proses laktasi pada sapi perah bergantung pada kondisi fungsional saluran pencernaan dan bila terjadi menimbulkan hypocalcaemia klinis.
23
Gejala klinis rendahnya kadar kalsium darah dapat men+mbulkan hipersensitivitas pada membran syaraf serta otot dan kemudian terjadi hipereksibilitas dan grass tetany. Namun, pada stadium akhir milk fever akan terjadi paralisis otot bukan tetany. Sapi perah yang menderita milk fever umumnya melalui 3 stadium yaitu sebagai berikut. 1. Stadium pertama mungkin tidak terlihat karena penyakit berlangsung dengan cepat. 2. Stadium kedua ditandai dengan berbaring pada sternal (sternal recumbency). 3. Stadium ketiga melibatkan kolaps dan koma. Kalsium boroglukonat adalah obat standar untuk milk fever yang diberikan melalui injeksi secara intravenous sebanyak 25% larutan.
24
3.3 Manajeme Manajemen n Pelaksanaan Reproduksi Sapi Perah (Oleh: Fauzan Lutfi R, 200110160204) 200110160204)
3.3.1 Pengertian Reproduksi Reproduksi adalah naluri setiap organisme untuk beranak-pinak. Ciri etik
individu makhluk hidup ialah bahwa umurnya umurnya terbatas, dan pada suatu ketika akan menjadi tua kemudian mati karena suatu faktor, baik itu parasit, pemangsa atau sebagainya. Karena itu perlu suatu perkembangan baru untuk mengganti reputasi yang telah tiada. Jadi kelangsungan hidup individu sebagian ditunjukkan untuk memenuhi kemampuan reproduksi yang mutlak bagi kelstarian spesies. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder terdiri dari tuba fallopi, uterus, cerviks, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru.(Salisbury, 1985) 1985)
3.3.2 Kebuntingan
Kebuntingan adalah keadaan dimana fetus sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Sebelum terjadi kebuntingan pada ternak didahului dengan adanya proses feertilisasi. Fertilisasi terjadi jika ada proses perkawinan antara ternak jantan dengan ternak betina yang sudah pubertas. Setelah berakhirnya proses kebuntingan pada peiode akan diakhiri dengan proses kelahiran (Salisbury, 1985). Indikasi Luar Berhentinya gejala-gejala birahi sesudah IB sudah bisa menandakan adanya kebuntingan, akan tetapi tidak berarti bahwa seratus persen akan terjadi kebuntingan. Peternak mungkin lalai atau tidak memperhatikan gejala birahi
25
walaupun tidak terjadi kebuntingan. Kematian embrio dini atau abortus mungkin saja dapat terjadi. Perubahan-perubahan patologis dapat terjadi didalam uterus seperti myometra, sista ovarium bisa menyebabkan kegagalan birahi. Kelenjar susu pada sapi dara berkembang dan membesar mulai kebuntingan 4 bulan. Pada sapi yang pernah beranak/ sering beranak pembesaran ambing terjadi pada 1 sampai 4 minggu menjelang kelahiran. Ternak betina bertambah tenang, lamban dan hati-hati dalam pergerakannya sesuai
dengan
kebuntingan
bertambahnya
ada
umur
kecenderungan
kebuntingan.
pertambahan
Pada
berat
minggu
badan.
terakhir
Pada
akhir
kebuntingan ligamentum pelvis mengendur, terlihat legokan pada pangkal tulang ekor, oedema dan relaksasi vulva. Pada umur kebuntingan 6 bulan keatas gerakan fetus dapat dipantulkan dari dinding luar perut. Fetus teraba sebagai benda padat dan besar yang tergantung berayun didalam struktur lunak perut (abdomen). (abdomen). Indikasi Dalam Dalam Palpasi per-rektal terhadap uterus, ovaria dan pembuluh darah uterus adalah cara diagnosa diagnose kebuntingan yang paling praktis dan akurat pad sapid an kerbau. Sebelum palpasi ada beberapa hal yang perlu dietahui, yaitu sebagai berikut. 1. Sejarah perkawinan ternak yang bersangkutan 2. Tanggal melahirkan terakhir 3. Tanggal dan jumlah perkawinan atau IB 4. Kejadian-kejadian penyakit pada ternak tersebut Berdasarkan kegiatan magang di Waluya Wijaya Farm, untuk mengecek kebuntingan menggunakan palpasi rektal yang mendeteksi ke dalam fetus meraba
26
uteres yang mulai membesar. Kebetulan ketika disana terdapat dua ekor sapi yang sedang bunting, satu sapi sedang bunting 3 bulan dan sapi yang lainnya lagi bunting 9 bulan. bulan. 3.3.3 Langkah-langkah Pengecekan Kebuntingan
Kebuntingan pada sapi perah, dapat dicek dengan cara melakukan palpasi rektal. Berikut ini adalah prosedur untuk melakukan palpasi rektal. 1. Pemeriksa diharapkan memekai sarung tangan plastik dan diberi vaselin atau air 2. Tangan dimasukkan kedalam rektum dalam bentuk mengerucut dan diteruskan sampai melampaui organ reproduksi. Apabila feses banyak maka perlu dikeluarkan terlebih dahulu. 3. Rasakan setiap perubahan-perubahan pada organ reproduksi. 4. Ketika sapi sedang dalam keadaan bunting, maka akan terasa ketika melakukan palpasi.
3.3.4 Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'. Inseminasi buatan ini memiliki beberapa tujuan, antara lain. 1. Memperbaiki mutu genetika ternak 2. Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
27
3. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
4. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur; 5. Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin. Di Waluya Wijaya Farm, manajemen perkawinannya adalah menggunakan cara inseminasi buatan (IB) tidak lagi kawin alam dikarenakan selain dapat menghemat biaya hasilnya juga lebih bisa diandalkan. Untuk pemelihan jantan, pihak WWF sendiri masih membeli simen dari koperasi sedangkan utuk inseminatornya sendiri dilakukan oleh manajer kesehatannya. Inseminasi buatan bukanlah kegiatan yang main-main, tidak oleh dilakukan secara sembarang. Dam melakukan kegiata inseminasi buatan dibutuhkan beberapa peralatan yaitu sebagai berikut. 1. Straw Straw,, yaitu tabung kecil berbentuk seperti sedotan yang berisi semen beku. 2. Inseminasi Gun Gun,, digunakan untuk memasukkan semen beku kedalam saluran reproduksi betina. 3. Gunting straw straw,, digunakan untuk menggunting ujung straw straw pada saat setelah straw dimasukkan straw dimasukkan ke dalam Inseminasi Gun Gun.. 4. Container atau atau thermos straw merupakan straw merupakan termos khusus yang berlubang pada bagian tutupnya, digunakan untuk wadah Nitrogen cair. Container dengan canister atau atau wadah straw wadah straw,, harus tetap dijaga berisi Nitrogen cair. 5. Plastic sheet , digunakan sebagai pelindung inseminasi gun setelah diisi straw diisi straw,, sehingga pada saat dimasukkan ke dalam saluran reproduksi betina tidak melukai saluran ataupun organ reproduksi. 6. Plastik glove glove (sarung tangan plastik), digunakan untuk melindungi tangan pada saat palpasi lewat rektal.
28
7. Air hangat dan ember kecil, ke cil, digunakan untuk thawing semen semen beku. 8. Tisu, digunakan untuk membersihkan straw dan membersihakan vulva yang kotor. 9. Pinset, digunakan untuk mengambil straw dari termos. Adapun prosedur inseminasi buatan yang dilakukan hanya melalui simulasi oleh inseminator. Ketika terjun langsung selama kegiatan magang, kami hanya berkesempatan melakukan thawing dan palpasi. Sebelum melakukan IB maka perlu melakukan thawing yaitu pencairan kembali semen beku dengan air yang memiliki suhu sekitar 36-39˚C 36-39˚C selama ±15 detik. detik. Melakukan Thawing dengan dengan cara : 1. Mengambil straw straw dari container dengan mengangkat bagian canester nya secara perlahan dan bagian bawah canester yang menampung straw straw jangan sampai melewati leher dari kontainer. 2. Mengambil Mengambil straw straw dengan dengan menggunakan penjepit straw penjepit straw,, lalu memasukan straw memasukan straw ke dalam wadah yang berisi air hangat (suhu 36-39˚C) 36-39˚C) didiamkan selama 15 detik, kemudian diambil dan dibersihkan dengan tisu. Dipegang pada bagian tutup pabriknya (yang terdapat gabusnya) kemudian dimasukkan kedalam ujung gun dengan hati- hati pada bagian tutup lab nya digunting, lalu pasang plastic sheet pada gun pada gun.. Menurut Virgonia (2014), prosedur melakukan Inseminasi Buatan yaitu dengan cara : 1. Gun Gun yang yang sudah siap digigit dengan mulut atau diletakkan pada tempat yang sudah disediakan pada cattle pack inseminator. inseminator. 2. Tangan kanan memegangi ekor sapi dan tangan kiri dimasukkan kedalam bagian rektum. Memasukkan tangan mengikuti mengikuti irama dari mengejannya sapi.
29
3. Keluarkan kotoran yang ada didalam rektum sapi terlebih dahulu. 4. Masukkan tangan untuk menemukan bentuk dari cincin serviks, rasanya akan seperti memegang tenggorokan. 5. Jika sudah ditemukan pegang jangan lepaskan. 6. Bersihkan vulva dengan tisu bersih dan kering. 7. Lalu masukan gun yang sudah siap lewat vulva, tuntun terus ke vagina, disini keterampilan tangan sangat dibutuhkan untuk menuntun gun menuju ke mulut serviks, karena didalam terdapat banyak halangan, seperti lipatan vagina. 8. Cara yang banyak digunakan para inseminator adalah dengan membawa serviks ditarik atau dibawa kedepan dengan tangan yang masuk lewat rektum yang memegang serviks tadi. 9. Dengan seperti itu dapat meminimalkan halangan dari lipatan vagina dan membuka jalan untuk gun untuk gun sampai sampai ke mulut serviks. 10. Setelah sampai ke mulut serviks gun akan terasa mendapatkan benturan benturan kenyal. 11. Kemudian diusahakan kembali gun masuk ke cincin kedua serviks dengan teknik dan cara yang sama seperti pada cincin pertama, begitu pula bagian cincin ke tiga, dan hingga ke empat. 12. Saat sudah sampai dicincin keempat maka tangan yang ada didalam direktum mencoba untuk mencari ujung inseminasi gun yang sudah muncul di corpus uteri, jika sudah terasa ujung gun nya berarti gun sudah berhasil melewati serviks dan pada posisi yang tepat untuk melakukan inseminasi buatan. 13. Begitu sudah terasa ujung gun nya langsung tahan pada posisi ters yang tepat untuk melakukan inseminasi buatan.
30
14. Begitu sudah terasa ujung gun nya langsung tahan pada posisi tersebut, lalu suntikan sperma yang ada dalam straw tadi dengan cara menekan me nekan bagian untuk mengeluarkan sperma dari dalam straw dalam straw.. 15. Tekan perlahan bagian tersebut hingga sperma dapat menyebar kedalam dua bagian cornua uteri atau tanduk uterus. 16. Setelah semua selesai keluarkan gun perlahan dan keluarkan tangan perlahan dari rektum dengan hati-hati sambil kadang-kadang didorong sedikit mengikuti irama ejaman dari sapi.
3.3.5 Proses Kelahiran Pedet di Waluya Wijaya Farm
Ketika melaksanakan kegiatan magang di Waluya Wijaya Farm, kebetulan ada seekor sapi yang melahirkan. Ketika proses kelahiran, para pegawai di Waluya Wijaya Farm sudah melakukan/mengikuti prosedur sesuai teori, yaitu sebagai berikut. 1. Pra kelahiran Pada tahap pra kelahiran, sapi bunting sudah terlihat selaput amnion di vulvaya. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah tetap berikap tenang sembari menunggu selaput amnionnya pecah. Kemudian siapkan alat yang sekiranya diperlukan ketika proses kelahiran nanti, seperti tali tambang atau kain. Langkah selanjutnya adalah tunggu sampai kaki pedet mulai terlihat.
2. Kelahiran Ada tahap ini kaki pedet sudah terlihat dan para pegawai siap untuk membantu sapi melahirkan dengan cara menarik kedua kakinya dengan tarikan yang searah. Cara menariknya adalah kaki diikat menggunaan kain kemudian
31
ditarik. Ketika ditarik ternyata pedet bias ditarik dengan satu tarikan yang dilakukan oleh antuan dua pegawai.
3. Pasca Kelahiran Pada tahap ini pedet sudah s udah keluar, kemudian pedet didekatkan ke iinduknya nduknya untuk kemudian dijilat sekitar 10-15menit. Sembari menunggu para pegawai mulai menyiapkan kandang pedet. Setelah sekiranya cukup induk menjilati, pedet dipindahkan ke kandang pedet kemudian setelah 1jam pedet diberikan kolostrum. Perlakuan pasca kelahiran untuk induknya adalah induk dieri suntikan vitamin B12 yang bertujuan untuk mengembalikan energy. Kemudian setelah kurang lebih 4jam plasenta akan keluar dari organ reproduksi induk.
32
3.4 Manajemen Pemberian Pakan pada Sapi Perah
(Oleh : Widya Gusliani Y, 20010160021)
3.4.1 Pakan Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah, yaitu
pemberian pakan. Seekor sapi perah yang daya produksi susunya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup, baik kualitas maupun jumlah, tidak akan dapat menghasilkan air susu sesuai kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah, mengakibatkan
penurunan
produksi,
gangguan
kesehatan,
bahkan
dapat
menyebabkan kematian. Untuk mencegah timbul kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat. Pemberian pakan harus dilakukan secara efisien. Seorang peternak sapi perah, perlu mengetahui tentang nilai gizi bahan pakan yang biasa digunakan sapi perah, penyusunan ransum yang disesuaikan dengan kebutuhan kebutuhan zat makanan sapi perah, perah, harga dan tersedianya bahan pakan yang terdapat dilokasi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Didalam usaha peternakan sapi perah, pakan cukup berperan penting untuk meningkatkan produksi susu. Disamping itu, pakan juga merupakan aspek kebutuhan pokok untuk ternak sapi agar bisa bertahan ber tahan hidup.
3.4.2 Jenis-Jenis Pakan untuk Sapi Perah
Jenis pakan meningkatkan produksi susu sapi perah. Bahan pakan sapi perah pera h terdiri dari 2 golongan, yaitu sebagai berikut. 1. Bahan pakan kasar (hijauan) Bahan pakan kasar merupakan makanan utama untuk sapi perah yang terdiri dari rumput dan hijauan. Bahan pakan tersebut mengandung kadar serat
33
kasar yang tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi dalam ransum, mengakibatkan ransum tersebut sulit dicerna. Tetapi sebaliknya kadar serat kasar terlalu rendah, menyebabkan gangguan pencernaan pada sapi perah. Penggunaan pakan hijauan sifatnya wajib paling tidak sekitar 60 — 60 — 70% 70% harus ada di dalam pakan ternak sapi perah di samping pakan tambahan. Pakan hijauan diberikan pada siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 — 50 50 kg atau kurang lebih sekitar 10% berat badan sapi per ekor setiap harinya setelah sapi diperah agar susu hasil perahan tidak berbau. Bagi sapi yang menyusui bisa diberikan pakan 25% lebih banyak agar gizinya selama menyusui juga tercukupi. Namun, tetap harus diperhatikan jika pemberian hijauan terlalu banyak, bisa mengganggu pencernaan yang bisa berdampak kegemukan pada sapi. Kegemukan ini akan mengurangi efisiensi produksi susu sapi, bahkan bisa menyebabkan kematian. Bahan pakan konsentrat Bahan pakan konsentrat konsentrat merupakan pakan mengandung serat kasar rendah dan bersifat mudah dicerna, misalnya dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai. Pakan konsentrat sapi diberikan dalam keadaan kering, dan ketika sesudah pemerahan 1 hingga 2 kali sehari sebanyak 1,5-3% dari berat badan (BB) sapi. Sumber karbohidrat yang berupa ampas tahu, gaplek, dedak halus atau bekatul, dan juga kapur, bungkil kelapa serta m mineral ineral (sebagai penguat) yang bisa diperoleh dari garam dapur, dll. Pemberian pakan konsentrat ini sebaiknya diberikan pada saat pagi hari dan juga sore hari sebelum sapi-sapi diperah sebanyak 1 sampai 2 ekor/ekor/hari. Selain makan, sapi perah juga haruslah diberi air minum dengan kadar sebanyak 10 % dari berat badan per hari.
34
Untuk hal ini, pemberian pakan harus memenuhi standar kriteria kebutuhan makanan yang diperlukan baik itu secara kualitas maupun kuantitas. Tersedianya pasokan pakan yang mampu memenuhi standar kebutuhan sapi perah, bisa mendukung peningkatan produksi susu sesuai yang diinginkan oleh peternak. Oleh karenanya, untuk mendapat hasil produksi susu yang optimal dalam usaha pemeliharaan sapi perah harus memperhatikan aspek pakan yang bergizi dan juga seimbang. Untuk mendapat produksi susu sapi yang baik dan juga optimal, selain harus mempunyai bibit yang produksinya bagus, juga dapat ditentukan oleh kualitas pakan dan juga cara pemberian pakan yang metodenya baik dan tepat.
3.4.3 Kebutuhan Hijauan dan Konsentrat untuk Sapi Perah
Kebutuhan hijauan pada setiap jenis ternak berbeda-beda. Ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba memerlukan jumlah hijauan yang lebih banyak dari pada ternak non ruminansia seperti ; babi, kuda, unggas, dan lainnya. Pada umumnya jumlah hijauan yang diberikan pada ternak tersebut adalah 10 % dari berat hidup, sedangkan makanan penguat misalnya konsentrat hanya diberikan 1 % saja dari berat hidup. Kebutuhan ternak perah akan zat makanan terdiri atas 2 bagian, Pertama, kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements), yaitu kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Kedua, kebutuhan produksi (pertumbuhan, produksi air susu, dan sebagainya). Mengingat kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan erat kaitannya dengan ukuran tubuh, antara lain bobot hidup, maka formulasi ransum ternak
35
perah menuntut pengetahuan tentang bobot hidup itu. Sapi perah betina dapat beranak untuk pertama kalinya pada umur 2,5 tahun. Setelah melahirkan dapat diperah denagn sela 10 bulan, menjelang kelahiran berikutnya dikering kandangkan selama 2 bulan. Sapi laktasi muda untuk menghasilkan air susu yang sama banyaknya membutuhkan masukan zat makanan lebih banyak, karena sapi tersebut bobotnya lebih kecil sehingga kebutuhan hidup pokoknya per kilo bobot hidupnya. Berikut ini akan diuraikan kebutuhan Sapi terhadap suatu zat makanan. 1. Kebutuhan akan Bahan Kering (BK) Dalam memberi makan, kita perlu mempunyai perkiraan berapa jumlah makanan yang layak diberikan kepada ternak. Pemberian makanan yang terlalu sedikit atau terlalu banyak jelas akan merugikan. Jumlah pemberian ransum (hijauan + konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan akan bahan kering (BK) 2. Kebutuhan akan energi Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi. Kekurangan energi pada usia muda akan menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi yang parah dapat mengganggu reproduksi. 3. Kebutuhan akan Protein Kasar (PK) Dahulu kebutuhan sapi perah akan protein dinyatakan sebagai kebutuhan akan protein dapat dicerna. Namun demikian terbukti bahwa protein dapat dicerna itu erat sekali dengan kandungan Protein Kasar (PK). 4. Kebutuhan akan mineral Ca dan P
36
Jenis mineral yang dibutuhkan sapi perah banyak sekali. Kemajuan ilmu dan teknologi telah mengungkapkan beberapa mineral yang semula diduga tak berguna ternyata kemudian sangat besar manfaatnya. 5. Kebutuhan akan vitamin Karena adanya mikroorganisme dalam rumen yang dapat menghasilkan vitamin-vitamin yang dibutuhkan sapi, vitamin yang dibutuhkan hanyalah vitamin A dan D. namun demikian provitamin D yang ada di bawah kulitnya, jika terkena ultraviolet sinar matahari akan diubah d iubah menjadi vitamin D. Maka, yang dibutuhkan oleh sapi perah hanya vitamin A saja. Dalam hijauan segar banyak terdapat zat karotinoid, terutama beta-karotin yang merupakan provitamin A yang aktif. Dalam tubuh, beta-karotin tersebut dapat diubah menjadi vitamin A aktif.
3.4.4 Manajemen Pakan di Waluya Wijaya Farm
Perbandingan literature dengan keadaan peternakan WWF (Waluya Wijaya Farm) telah memberikan jenis pakan yang cukup baik. Pemberian pakan di WWF diberikan pada pagi hari dan siang hari. Jenis pakan yang diberikan kepada ternak hijauan dan konsentrat yang dicampur oleh ampas tahu. Dengan jenis pakan yang diberikan kepada ternak menghasilkan kurang lebih 300 liter perhari dari semua sapi laktasi. Susu yang dihasilkan juga memilki kualitas yang cukup baik. Susu yang biasa dijual disana adalah Fresh Milk dan sebagiannya diolah menjadi keju mozzarella. Harga susu fresh milk itu Rp.8.000,00 per liter. WWF juga sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan serat café-café yang berjualan dengan menu utamanya susu sapi.
37
3.5 Manajemen Pemerahan Sapi Perah
(Oleh : Soni Santoso, 200110160314) 3.5.1 Pengertian Pemerahan Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing (Syarief dan
Sumoprastowo, 1990). 1990). Tujuan dari pemerahan adalah untuk mendap mendapatkan atkan jumlah susu yang maksimal dari ambingnya, apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun (Putra, 2009). Sistem pemerahan sapi pada Waluya Wijaya Farm sudah sudah menggunakan mesin portable sebagai alat bantu pemerahan.
Pemerahan
dilakukan sebanyak dua kali pada pagi dan sore hari. Hasil susu yang didapat akan dimasukan kedalam milk can dan can dan segera dimasukan kedalam cooler setelah setelah milk can terisi can terisi penuh.
3.5.2 Tahapan Proses Pemerahan
Pemerahan dilakukan melaui tiga tahapan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan Sumoprastowo, 1990). Tahapan pra pemerahan atau tahapan awal pemerahan diawali dengan membersihkan kandang hewan ternak dan
memastikan peralatan telah te lah disediakan
dalam
keadaan yang bersih (Muljana, 1985). Selanjutnya, sapi yang akan diperah dibersihkan ambingnya menggunakan air hangat bersuhu 37˚C yang dicampur dengan desinfektan. Pembersihan ambing dengan desinfektan desinfektan bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri patogen yang akan menurunkan kualitas susu dan membuat susu menjadi tidak sehat untuk dikonsumsi, sedangkan penggunaan air hangat bertujuan untuk membuat rangsangan yang baik/nyaman bagi sapi yang akan diperah. Rangsangan yang dihasilkan pada proses pembersihan pembersihan puting akan
38
dibawa melalui sumsum tulang belakang menuju susunan syaraf pusat dan sampai di hypothalamus bagian posterior. Rangsangan ini menyebabkan keluarnya hormon oksitosin, masuk ke dalam darah arteri, dibawa ke seluruh tubuh dan diantaranya masuk ke dalam ambing. Oksitosin menyebabkan adanya pemompaan air susu dari alveoli (Soeharsono, 2008).
3.5.3 Tahapan Proses Pemerahan di CV Waluya Wijaya Farm
Tahapan pra pemerahan telah dilakukan dengan baik oleh Waluya Waluya Wijaya Farm,
sebelum
pemerahan
dilaksanakan
Waluya
Wijaya
Farm
selalu
membersihkan kandang dan memastikan alat-alat pemerahan dalam keadaan bersih sebelum digunakan, tetapi terdapat kesalahan prosedur dari Walu Waluya ya Wijaya Farm, yaitu tidak mengguakan air hangat bersuhu 37˚C melainkan mengunakan air dingin untuk proses pembersihan dan perangsangan ambing. Penggunaan air dingin pada proses pembersihan ambing akan mengakibatkan timbulnya rangsangan yang tidak nyaman pada hewan ternak sehingga merangsang hormon adrenalin untuk keluar dan menyebabkan pembuluh darah menyempit, Akibatnya Akibatnya darah ke ambing tidak banyak, sehingga dengan sendirinya produksi susu juga akan sedikit (Soeharsono, 2008). Pada tahapan pra pemerahan juga terdapat hal penting lain yang harus dilakukan yaitu pengecekan susu yang akan diperah sebelum ditampung. Pengecekan dapat berupa mengeluarkan sedikt cairan susu dari tiap puting. Pemeriksaan susu dari masing-masing puting perlu sekali dilakukan untuk segera mengetahui adanya hal-hal abnormal atau penyakit penyakit radang ambing.
Tiap-tiap
penyakit yang disertai sakit atau demam selalu mempengaruhi kwantitas susu, rasa, bau, dan konsistensinya berubah dan lebih mudah pecah (Sindoredjo, 1960).
39
Pada pelaksanaannya Waluya Wijaya Farm tidak melakukan pengecekan dari tiap puting susu sebelum pemerahan dilakukan, sehingga dikhawatirkan terdapat susu berkualitas butuk yang tercampur dengan susu berkualitas baik. Tahapan kedua adalah pelaksanaan pemerahan. Pemerahan dilakukan sebanyak dua kali pada pagi dan sore hari, Tetapi apabila produksi susu yang dihasilkan melebihi 25 liter perhari, sebaiknya pemerahan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari (Bath dkk ,1978). Pemerahan yang dilakukan dua kali sebaiknya dilakukan dengan interval 12 jam, yaitu pemerahan dilakukan dengan salang waktu yang tetap, apabila pemerahan awal dilakukan pada pukul 05:00 WIB maka pemerahan berikutnya ialah pukul 17:00 WIB.
Hal ini bertujuan
untuk memberi kesempatan kelenjar mammae memproduksi susu selanjutnya sehingga produksi susu dapat maksimal (Soeharsono, 2008).
Pada saat
pemerahan, selain sela in interval waktu pemerahan, pemer ahan, penting penti ng juga memperhatikan waktu pemerahan yakni selama 5-8 menit. Waktu ini sesuai dengan waktu pengaruh hormon oksitosin. oksitosin. Oleh karena itu, pemerahan harus selesai sebelum pelepasan hormon tersebut terhenti (Yapp, 1955). Waluya Wijaya Farm melakukan pemerahan dengan interval waktu (15:9) jam, yang berarti pemerahan dilakukan setelah mengistirahatkan sapi selama 15 jam dan dilakukan kembali pemerahan berikutnya setelah mengistirahatkan sapi selama 9 jam. Waluya Wijaya Farm melakukan pemerahan pada pagi hari pukul pukul 06:00 WIB dan sore hari pukul 15:00 15:00 WIB.
Interval waktu waktu (15:9) (15:9) jam
mengakibatkan hasil jumlah susu sore hari di Waluya Wijaya Farm menjadi lebih sedikit dibanding pagi hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudono Sudono dkk,(2003) dkk,(2003) yaitu jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan.
Jika
jaraknya sama, yakni 12 jam maka ma ka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi
40
dan sore hari akan sama. Namun jika jarak pemerahan tidak sama, jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari lebih sedikit dari pada susu yang dihasilkan pada pagi hari. Selain Sela in interval waktu pemerahan, tahapan pelaksanaan pemerahan telah dilakukan dengan baik oleh Waluya Wijaya Farm. Hal ini karena Waluya Wijaya Farm telah menggunakan mesin perah portable pada proses pemerahannya, sehingga waktu pemerahan relatif cepat dan sesuai dengan waktu kerja hormon oksitosin yaitu 5-8 menit. Tahapan pemerahan yang yang terakhir ialah tahapan pasca pemerahan. Setelah pemerahan selesai, ambing dicuci bersih dan dilap menggunakan kain yang dibasahi desinfektan, lalu ambing dilap hingga hingga kering. kering. Peralatan yang digunakan juga dicuci dengan deterjen atau tipol (sabun pelarut lemak) kemudian dibilas hingga bersih dan dikeringkan (Syarif dan Harianto, 2011). 2011).
Setelah sapi selesai
diperah, rumput hijauan diberikan untuk meminimalkan kontak langsung ambing pada lantai karena bakteri akan mudah masuk mas uk kedalam puting yang masih terbuka (AAK, 1995). Waluya Wijaya Farm melakukan tahapan pasca pemerahan hampir tanpa kesalahan dengan prosedur yang ada. Waluya Wijaya Farm selalu memberikan desinfektan dengan cara disemprotkan setelah pemerahan dilakukan. Setelah pemerahan selesai, Waluya Wijaya Farm selalu membersihkan semua peralatan mesin perah dengan menggunakan sabun detergen, sehingga peralatan selalu siap digunakan pada pemerahan berikutnya berikutnya dengan keadaan bersih. Pemberian pakan pakan hijauan selalu dilakukan berbarengan hingga menjelang akhir pemerahan, sehingga sapi sibuk makan dan ambing ternak tidak terkontak langsung dengan lantai yang kotor.
41
3.6 Manajeme Manajemen n Pengolahan Susu dan Pendistribusiannya Pendistribusiannya
(Oleh : Alfiah Almas Hamid, 200110160177) 3.6.1 Pengertian Susu
Susu segar merupakan cairan yang berasal dari kambing atau sapi yang sehat dan bersih. Susu diperoleh dengan cara pemerahan yang benar dan kandungan alaminya tidak dikurangi, atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Selain itu, susu segar yang baik adalah belum mengalami perubahan warna, rasa, kekentalan, bau, berat jenis, kekentalan, titik beku, titik didih dan tingkat tingkat keasamannya (Saleh, 2004). Susu terasa sedikit manis dan asin (gurih) disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam mineral di dalam susu. Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Bau susu umumnya sedap, namun juga sangat mudah berubah bila terkena faktor di atas.
3.6.2 Pengeceka Pengecekan n Kualitas Susu
Kualitas susu yang berada di tempat saya magang, yaitu di Waluya Wijaya Farm melakukan pengujian kualitas susu dengan menggunakan uji Alkohol. Uji Alkohol ini nantinya aan memperlihatkan apabila kualitas susunya baik maka susu tidak akan menggumpal ketika diuji. Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui keadaan susu apakah dalam keadaan baik atau sudah rusak (Suardana dan Swacita, 2009). Untuk melakukan uji alkohol alat yang dibutuhkan adalah alkohol lester, sedangkan untuk bahannya hanyalah alkohol 70% dan susu. Langkahlangkah dalam melakukan oengujian alkohol adalah sebagai berikut.
42
1. Masukkan alkohol pada tempat di pegangan alkohol lester 2. Masukkan ujung alkohol lester kedalam susu 3. Setelah dimasukkan, miringkan alkohol lester sehingga susu dan alkohol mengalir ke tabung kaca 4. Homogenkan susu dengan alkohol 5. Langkah diatas merupakan merupakan uji (1:1) Apabila uji (1:3) miringkan lagi sebanyak 2x sehingga alkohol keluar lagi sebanyak 2x Uji Alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan tidak ti dak terdapatnya butiran menandakan uji alkohol negative. Alkohol yang positif butirannya dapat diamati berupa gumpalan atau butiran kecil pada dinding tabung. Keadaan ini dipengaruhi oleh kestabilan koloidal protein susu yang tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein (Sinlae dkk, 2014). Berdaasarkan hasil pengujian alkohol, kualitas susu yang terdapat di WWF termasuk kedalam susu yang baik karena menunjukkan hasil yang negative. Sehingga akan aman dikonsumsi dan aman ketika dibawa dalam perjalanan untuk didistribusikan.
3.6.3 Pengolahan Susu menjadi Keju
Susu memiliki banyak kandungan gizi. Oleh karena itu, semakin berkembangnya zaman susu semakin banya jenis olahan susu yang kita ketahui. Contohnya saja susu rasa, dodol susu, tahu susu, permen susu, dan olahan susu yang bisa dibilang tidak murah serta banyak orang yang menyukainya adalah keju. Di Waluya Wijaya Farm pengolahan susu yang diterapkan adaah pengoahan susu menjadi keju mozzarella. Kegiatan pengolahan keju tersebut dilakukan
43
setiaap hari Selasa-Sabtu. Sebelum membahas tentang bagaimana cara pembuatan keju mozzarella, kita perlu mengetahui pengertian dari keju itu sendiri. Keju merupakan nama umum untuk kelompok produk makanan berbasis susu yang difermentasi dan diproduksi di seluruh dunia dengan beragam rasa, tekstur dan bentuk (Purwadi, 2006). Keju adalah salah satu produk olahan susu yang diperoleh karena terbentuknya koagulasi susu oleh rennet (enzim pencernaan dalam lambung hewan penghasil susu). Bagian dari susu cair yang mengalami proses koagulasi akan membentuk substansi padat seperti gel yang disebut curd dan sejumlah besar air serta beberapa zat terlarut akan terpisah dari curd yang disebut whey (Widodo, 2002). Menurut (Hidayat dkk., 2006) prinsip pembuatan keju pada dasarnya adalah menghilangkan air, laktos dan beberapa mineral dari susu untuk menghasilkan massa padat protein dan lemak. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keju yaitu susu, rennet (enzim penggumpal), kultur bakteri dan garam. Rennet menyebabkan penggumpalan pada protein susu terjadi dari bentuk cair menjadi gel, apabila gel dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil akan menyebabkan whey (air dan laktosa) akan terpisah dari curd ( padatan yang terdiri dari kasein). Curd inilah yang akan diproduksi menjadi keju sesuai dengan jenis keju yang dikehendaki. Kultur bakteri asam laktat ditambahkan untuk membantu proses pembentukan curd dan akan akan menentukan tekstur, aroma dan kadar air keju. Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk membuat keju mozzarella. Alat 1. Sarung tangan plastic 2. Spatula kayu 3. Kompor
44
4. Saringan 5. Panci kecil 6. Milkcan
7. Wadah besi 8. Penggaris besi Bahan 1. Susu segar (row milk) sebanyak 50 liter 2. Citrid acid sebanyak 100 gram (2 bungkus) 3. Enzim koagulan/rennet sebanyak 1,5 tablet 4. Garam 11 sendok makan (@1sendok=15ml) Prosedur 1. Susu segar dari milkcan dituang ke dalam panci besar 2. Tambahkan citrid acid sebanyak 110 gram yang sebelumnya sudah dilarutkan dalam segelas air terlebih dahulu 3. Tabahkan rennet yang sebelumnya sudah dilarutkan dalam segelas air terebih dahulu 4. Aduk hingga homogen 5. Diamkan selama kurang lebih 5 menit sampai terlihat terli hat ada gumpalan 6. Kemudian pisahkan padatan dengan cairannya dengan cara disaring 7. Padatannya diambil kemudian dimasukkan ke dalam wadah besi 8. Kemudian tambahkan garam sebanyak 11 sendok. Aduk sampai rata sembari dipanaskan 9. Selama dipanaskan susu diaduk terus sampai mulur, kira-kira selama 20 menit sampai permukaannya halus 10. Dari 50 liter susu menghasilkan 5-6kg keju mozzarella
45
Dalam pembuatan keju menurut literature adalah menggunakan susu yang sudah di pasteur, namun di WWF pembuatan keju menggunaan row milk atau susu segar yang baru saja diperah dari sapi tanpa diberi perlakuan apapun. Hal itu bukan tanpa alasan, alasan mereka menggunakan susu segar dalam pembuatan keju adalah tidak inginnya terjadi double pasteur yaitu yaitu ketika susu di pasteur dan juga ketika susu dipanaskan untuk membentuk tekstur keju mozzarella. Ketika terjadi double pasteur maka akan menyebabkan pemasaan/penguluran menjadi lebih lama sehingga waktu yang digunakanpun menjadi tidak efisien. Menjadi lebih lama dikarenakan prinsip utama ketika susu dipasteuriasi adalah menghilangkan patogen, sedangkan untuk membentuk keju menjadi mozzarella sangat membutuhkan baskteri asam laktat untuk penggumpalan. Sehingga apabila pembuatan keju mozzarella menggunakan susu yang sudah di Pasteur makan bakteri asam laktatnya sudah berkurang yang akan menyebabkan susu susah menggumpal.
3.6.4 Pendistribusian Susu di CV Waluya Wijaya Farm
Di Waluya Wijaya Farm penjualan susu didistribusikan ke beberapa tempat, yaitu sebagai berikut. Tabel 1. Pendistribusian Susu di Waluya Wijaya Farm No
Tempat Distribusi
Harga Jual
1
Kedai Arab
Rp. 7.000,00
2
Bodarmi
Rp. 6.000,00
3
Pak Tri
Rp. 5.750,00
4
Masyarakat Setempat
Rp. 8.000,00
46
Menurut Bang Tian selaku pemilik CV Waluya Wijaya Farm, penjualan susu akan lebih baik dengan perbandingan 70:30, maksudnya 70% susu dijual dalam bentuk produk dan 30% sisanya dijual dalam bentuk fresh milk. Mengapa demikian? Hal itu agar perputaran uang tetap te tap berlangsung. Contohnya saja apabila 100% susu langsung semua dijual ke superindo maka perputaran uang akan sulit, karena biasanya apabila terikat kontrak dengan perusahaan seringkali terjadi perusahaan tersebut memberikan uang bayaran ba yaran minimal mi nimal 1bulan sekali, sekali , sementara perputaran uang harus berjala setiap hari untuk memnuhi di kandang. Maka dari itu menurut Bang Tian 30% dijual dalam bentuk fresh milk sudah dapat memenuhi kebutuhan kandang, apalagi jika misalnya ditunjang dengan rumput yang tanam sendiri maka akan lebih efisien. Waluya Wijaya Farm juga bekerja sama dengan Peternakan Bapak Idal dimana susu dari peternakan Bapak Idal disetor ke Waluya Wijaya Farm untuk dimasukkan kedalam cooling. Jadi di Waluya Wijaya Farm ini untuk penyimpanan susu segar langsung dimasukkan ke dalam cooling, tanpa di pasteurisasi.
47
3.7 Manajeme Manajemen n Pengolahan Limbah Sapi Perah
(Oleh : Mahdy Fauzan Subekti, 200110160036)) 200110160036)) 3.7.1 Pengertian Limbah
Limbah merupakan bahan organik atau anorganik yang tidak termanfaatkan lagi, sehingga dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Limbah berasal dari berbagai sumber hasil buangan buangan dari suatu proses produksi. Salah satunya adalah limbah yang berasal dari limbah peternakan. Limbah tersebut dapat berasal beras al dari rumah potong hewan, pengolahan pe ngolahan produksi ternak, dan hasil dari kegiatan usaha ternak (Damanhuri, (Damanhuri, 2010).
3.7.2 Jenis-Jenis Limbah
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.
3.7.3 Teknik Penanganan Limbah
Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh teknik penanganan yang dilakukan dilakukan Teknik Penanganan Limbah meliputi : 1. Teknik pengumpulan (collections) Ada 3 cara mendasar pengumpulan limbah yaitu sebagai berikut.
48
a. Scraping, yaitu membersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara menyapu atau mendorong/menarik (dengan sekop atau alat lain) limbah. b. Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah tersebut jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai ke dalam lubang pengumpul di bawah lantai kandang. c. Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut limbah tersebut dalam bentuk cair 2. Pengangkutan (transport) Proses pengangkutan limbah yang dikumpulkan menggunakan cara scraping, proses pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada umur dan jenis ternak dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. 3. Pemisahan (separation) Teknik ini menggunakan alat pemisah yang diberi nama separator untuk memisahkan padatan dan cairan dari limbah ternak itu sendiri. 4. Penyimpanan (storage) atau Pembuangan (disposal). (Sihombing,2000) (Siho mbing,2000) Di Waluya Wijaya Farm sendiri, menggunakan teknik penanganan limbah pengumpulan (Scraping, (Scraping, Flushing), pemisahan dan penyimpan penyimpan atau pembuangan.
3.7.4 Pemanfaatan Limbah
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media
49
berbagai tujuan (Sihombing, 2002). Untuk di Waluya Wijaya Farm Sendiri limbahnya di manfaatkan menjadi pupuk fermentasi padat dengan menggunakan alat separator (alat pemisah urine dan feses). Adapun tahap-tahap pembuatan pupuk fermentasi di Waluya Wijaya Farm sebagai berikut. 1. Timbang feses padat ( sudah dipisahkan dari urine lalu dikeringkan) 500 kg 2. Feses ±250 kg dituangkan di banker lalu lubangi dengan kayu untuk akses oksigen masuk. 3. Semprotkan dengan molasses yang sudah di campurkan EM4 (mengandung beberapa macam mikroba untuk mempercepat fermentsai) dengan air 12,5 liter. 4. Tambahkan lagi ±250 kg feses diatasnya. 5. Kemudian Semprotkan kembali molasses yang sudah di campurkan EM4 dengan air 12,5 liter lalu ratakan dengan kayu. 6. Lalu tutup dengan terpal dan timpa dengan ban. 7. Didiamkan selama 2 minggu. Menurut keterangan litbang (2015) adapun cara pembuatan pupuk kandang yang baik sebagai berikut : 1 Siapkan larutan EM4 + gula + air dicampur merata. 2 Siapkan bahan-bahan bokashi : Bokashi pupuk kandang : pupuk kandang + sekam + dedak dicampur dic ampur merata. 3 Bahan bokashi yang telah disiapkan disiram larutan EM4. Pencampuran dilakukan perlahan dan merata hingga kandungan air -+ 30-40%. Kandungan air yang diinginkan diuji dengan menggenggam bahan, ditandai dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam dan akan mekar bila genggaman dilepaskan.
50
4 Bahan yang telah dicampur diletakkan diatas tempat yang kering atau dapat juga dimasukkan dimas ukkan kedalam kedala m ember atau karung. Bila diletakkan dilantai, bahan sebaikknya ditumpuk secara teratur. Tumpukan bahan umumnya setinggi 1520 cm, tetapi dapat juga hingga 1,5 m. setelah itu tumpukan bahan ditutup dengan karung goni atau terpal. 5 Suhu tumpukan dipertahankan antara 40-50oC. untuk mengontrolnya, setiap 5 jam sekali (minimal sekali sehari) suhunya diukur. Apabila suhunya tinggi, bahan tersebut dibalik didiamkan sebentar agar suhunya turun, lalu ditutup kembali. Demikian seterusnya. 6 Proses berlangsung berlangsung 4-7 hari. Apabila bahannya mengandung minyak (seperti minyak kayu putih, nilam, cengkih, ampas kelapa, atau ampas tahu), proses fermentasi berlangsung lebih lama, sekitar 14-29 hari karena dibutukan waktu untuk menetralisir minyak tersebut. 7 Setelah bahan menjadi bokashi, karung goni dapat dibuka. Bokashi ini dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau. Dalam kondisi
seperti
itu,
bokashi
telah
dapat
digunakan
sebagai
pupuk.
51
52
IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 1. Perkandangan sapi perah yang di WWF terdiri dari dua kandang sapi induk tipe tail to tail dan terdapat kandang pedet tipe tunggal serta tipe kelompok. Sapi laktasi diletakan dikandang bawah, sisanya dikandang atas terdiri dari sapi laktasi dan kering kandang. Sedangkan pedet yang berusia 0-3 bulan ditempatkan di kandang tunggal. Dan pedet usia 4-8 bulan ditempatkan di kandang kelompok. 2. Umumnya penyakit yang menyerang sapi perah di WWF adalah mastitis, miasis dan milk fever. Sapi yang terkena mastitis diobati dengan kanaplex. Miasis sering menjangkit sapi perah di WWF pada bagian kaki belakang, pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan spray iodin yang berwarna biru yang diberikan dua kali sehari. Milk fever jarang terjadi di WWF, adapun pengobatan yang dilakukan ada dua macam, yaitu secara oral dan disuntikan langsung kedalam vena darahnya. 3. Manajemen reproduksi sapi perah yang dilakukan di WWF lebih diutamakan pada IB dan kebuntingan. Dalam mendeteksi birahi dilakukan dengan pengamatan fisik dan palpasi. Begitu juga untuk mengetahui usia kebuntingan maka dilakukan melalui palpasi dan recording. Di WWF sapi yang estrus akan di IB sebanyak dua kali untuk memastikan agar IB tersebut berhasil. 4. Pakan sapi perah di WWF terdiri atas dua jenis yaitu konsentrat yang dicampur ampas tahu dan hijauan. Konsentrat dibuat sendiri dari campuran
53
pollard, tepung kentang, kulit kopi, bungkil kedele, DDGS, kopra, bungkil kelapa sawit, molases, garam dan CaCO 3. Sapi dewasa akan mendapatkan konsentrat yang telah dicampur ampas tahu sebanyak 3 ember kecil. Sedangkan pedet hanya mendapat 2 ember kecil konsentrat tanpa dicampur ampas tahu. Dalam sekali makan, jumlah konsentrat yang diberikan adalah 120 kg dengan ampas tahu 250 kg. Hijauan yang diberikan adalah rumput gajah, pemberian hijauan dilakukan setelah pemberian konsentrat. 5. Pemerahan di WWF dilakukan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari. WWF melakukan pemerahan dengan interval waktu (15:9) yaitu pada pukul 06.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Produksi susu yang dihasilkan dari 31 ekor sapi laktasi di WWF adalah ± 340 Liter/hari. 6. Pengolahan susu yang di WWF adalah pembuatan mozarella. Susu segar yang baru diperah akan langsung diolah menjadi mozarella dengan tambahan bahan citric acid, garam dan enzim koagulan. Setiap 10 kg susu akan menghasilkan 1 kg mozarella. 7. Limbah sapi perah di WWF telah dimanfaatkan menjadi pupuk kandang padat dengan menggunakan alat separator (alat pemisah urine dan feses). Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk antara lain feses padat, molases, EM4 dan air.
54
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1995. Beternak 1995. Beternak Sapi Perah. Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker and R.D. Applemen. 1978. 1978. Dairy Dairy Cattle: Principles, Practices,Problems, Profits. Profits. Lea & Febiger, Philadelphia. Damanhuri E. 2010. Pengelolaan 2010. Pengelolaan Sampah. Sampah. Jurusan Teknik Lingkungan. Bandung (ID): ITB Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi 2006. Mikrobiologi Industri. CV Industri. CV Andi Offset. Yogyakarta Keman, S . 1986 . Keterkaitan Produktivitas Ternak dengan Iklim di Daerah Tropis, Masalah dan Tantangan . Tantangan . Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Ma'sum K., Mariyono dan Lukrnan Affandliy . 1992b. Pengaruh Penggunaan beberapa Macam Atap Kandang terhadap Status Faali dan Pertumbuhan Sapi Perah Dara (The Effect of Utilization of Some Kinds of Stable Roofs on Physiological Status and Growth Rate ofDairy Heifers) Heifers) Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak, Grati Vol . 3(1) . Muljana, W. 1985. Pemeliharaan 1985. Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Perah. Aneka Ilmu. Semarang PAYNE, J.M. 1989. Metabolic and Nutritional Diseases of. Blackwell Scientific Publications.. p: 1 - 40. Publications Purwadi, 2006. Tinjauan Kualitas Fisik Keju Segar dengan Bahan Pengasam Jus Jeruk Nipis Dan Asam Sitrat . Fakultas Peternaan Universitas Brawijaya. Malang. Putra, A. 2009. Potensi 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi erah (Studi Kasus Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Tengah). Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
55
Saleh,
E.
2004. Dasar
Pengolahan
Susu
dan
Hasil
Ikutan
Ternak. Ternak.
http://library.usu.a.id/dowloa/fp/ternak-eniza2.pdf (diakses februari 2018). Salisbury, G.W. 1985. Fisiologi 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak . Angkasa. Bandung Sani, Yulvian dkk. 2002. Kesehatan 2002. Kesehatan Sapi Perah dalam Rangka Gerakan Nasional Industri Persusuan di Indonesia. Indonesia. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor Sihombing D T H. 2000.
Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha
Peternakan.. Pusat Penelitian L Peternakan Lingkungan ingkungan Hidup Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Sihombing. 2002. Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Lingkungan. Makalah Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sindoredjo,
S.
1960. Pedoman
Pengembangan Ternak
Perusahaan
Pemerahan
Pusat. Pusat. Direktorat
Susu,
Pengembangan
Proyek Produksi
Peternakan Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta. Sinlae, Reny Navtalia. I Ketut Suada. I Putu Sampurna. 2014. 2014. Kualitas Kualitas Susu Kuda Sumbawa pada Penyimpanan Suhu Ruang . Udayana University Press, Denpasar. Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah Penanganan
Limbah
Peternakan. Peternakan.
dalam
Industri
Direktorat
Peternakan
Jenderal
dan
Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta. Soeharsono. 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia.. Widya Padjajaran. Bandung Manusia Suardana, I. W. & I.B.N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Makanan. Kajian Teori dan Prinsip Dasar. Udayana University Press, Denpasar.
56
Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. Setiawan. 2003. Petnjuk 2003. Petnjuk Praktis Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. SUPAR dan T. ARYANTI. 2008. Kajian Pengendalian Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah. Pros. 'Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. 2020. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Jakarta. Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta. Syarif, E dan Harianto, B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Perah. Agromedia Pustaka. Jakarta. Widodo, 2002. Bioteknologi 2002. Bioteknologi Industri Susu. Susu. Lacticia Press. Yogyakarta. Willyan D, Rasali H.M, dan Haryono. 2009. Aspek Manajemen Usaha Sapi Perah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor Yapp, W.W. 1955. Dairy 1955. Dairy Cattle Selection, Feeding and Management . John Wiley &Sons, Inc., New York Campman & Hall, Limited London. Yousef, M .K . 1982 . Animal Production in The Tropics. Tropics. Preager Publishers. New York . Yuwono, Endro, MS dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Dipenogoro. Purworkerto -- Membuat Kompos dengan Aktivator EM4. (2015). Retrieved February 9, 2018, from
http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi-
mainmenu-47-47/teknologi/532-membuat-kompos-dengan-aktivatorem424
57
LAMPIRAN
Kandang Sapi Perah di WWF
Persiapan pemberian susu untuk pedet
Kandang Pedet
Pemberian susu untuk pedet
Bahan baku untuk pembuatan konsentrat
Proses pembuatan pupuk fermentasi
58
Proses pemerahan
Proses pemerahan
Pengemasan susu segar
Pemisahan whey dan curd pada susu
59
Proses pembuatan keju mozarella
Mixer untuk mencampur bahan pakan
Gotong royong Proses pembuatan konsentrat
View more...
Comments