BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN
May 25, 2018 | Author: Lya Vita Ferdana | Category: N/A
Short Description
Perkembangan bioteknologi di era sekarang mengalami perkembangan pesat. Semua sektor kehidupan menerapkan bioteknologi u...
Description
BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi merupakan ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat be rsifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru. Bioteknologi lingkungan penggunaannya banyak melibatkan mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia dan alam sekitarnya. Peningkatan kualitas lingkungan tersebut meliputi pencegahan terhadap masuknya berbagai polutan agar lingkungan tidak terpolusi; membersihkan lingkungan yang terkontaminasi oleh polutan; dan membangkitkan serta memberdayakan sumber daya alam yang masih memiliki nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan merupakan bioremediasi. Essensi kajian bioteknologi lingkungan sesungguhnya untuk meningkatkan kesejahteraan tarap kehidupan manusia melalui pemberdayaan lingkungan secara teknik. Bioteknologi lingkungan merupakan kajian yang sangat menjanjikan terutama kesejahteraan dalam meningkatkan kehidupan modern yang mengarah kepada kehidupan modern yang lebih baik lagi. Perlakuan teknologi secara mikrobiologi telah dikembangkan sejak awal abad ke-20an, seperti mengaktivasi berbagai kotoran (hewan dan juga manusia) dan pencernaan anaerobik hewan, kotoran-kotoran lain yang berserakan di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pada waktu yang sama, teknologi-teknologi baru secara konstan ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah yang sedang trend sekarang ini, terutama
masalah lingkungan hidup, seperti detoksifikasi zat-zat kimia yang berbahaya yang sudah banyak menyatu ke dalam berbagai tumbuhan dan hewan peliharaan. Beberapa perangkat penting yang sering digunakan untuk melihat karakteristik dan proses pengontrolan polutan dalam teknologi lingkungan juga telah dikembangkan secara bertahap sesuai dengan biaya yang tersedia. Contoh: mengukur biomassa secara tradisional, seperti zat padat yang mudah menguap, yang tidak memiliki relevansi berkurang atau hilang, meskipun perangkat ini digunakan khusus untuk biologi molekuler guna mengeksplor persebaran komunitas mikrobial. Proses kerja bioteknologi lingkungan sesuai dengan prinsip kerja yang sudah diaplikasikan pada bidang mikrobiologi dan rekayasa (engineering), akan tetapi aplikasi prinsip-prinsip ini secara normal membutuhkan beberapa tingkatan empirisme. Material yang diperlakukan dengan bioteknologi lingkungan adalah sangat kompleks dan tidak dapat dipisahkan dalam berbagai waktu dan tempat. Prinsip-prinsip rekayasa mengarah kepada perangkat kuantitatif, sedangkan prinsipprinsip mikrobiologi seringkali mengarah kepada observasi. Kuantifikasi merupakan essensi, jika proses ini handal ( reliable) dan hemat biaya (cost-efective). Kompleksitas dari komunitas mikrobial terlibat dalam bioteknologi lingkungan. Kompleksitas ini seringkali berada di luar deskripsi kuantitatif, tidak memiliki nilai observasi kuantitatif dari nilai yang terbaik. Kajian bioteknologi lingkungan berdasar pada prinsip-prinsip dan aplikasi biologi, yang berkaitan dengan teknologi. Strategi dalam mengembangkan bioteknologi lingkungan berbasis kepada konsep-konsep dasar dan perangkat yang bersifat kuantitatif saja. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dan aplikasi biologi disini adalah memberdayakan semua proses mikrobiologikal agar dapat dipahami, diprediksi, dan merupakan satu kesatuan pemahaman. Setiap aplikasi bioteknologi lingkungan memiliki ciri-ciri khusus tersendiri yang musti dipahami. Ciri khusus ini dilakukan secara bertahap. Ilmu-ilmu pengetahuan yang terlibat kedalam kajian bioteknologi lingkungan, di antaranya: dasar-dasar taksonomi makhluk hidup, dasar-dasar mikrobiologi lingkungan, metabolisma, genetika, dan ekologi mikrobial. Di samping itu,
pengetahuan lain juga terlibat, seperti: stokiometri dan energetika dari reaksi-reaksi mikrobial. Oleh karena itu, bioteknologi lingkungan merupakan ilmu aplikatif yang harus ditumbuhkembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan taraf kehidupan manusia ke arah kemakmuran. Bioteknologi lingkungan dibatasi pada yang secara langsung atau tidak langsung menangani masalah-masalah lingkungan.
BIOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industry (anonim,2010). Bioremediasi Bioremediasi dapat melalui cara seperti berikut :
Biostimulasi : Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke
dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
Bioaugmentasi: Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan
kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
Bioremediasi Intrinsik :Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau
tanah yang tercemar (Yusuf,2008). Beberapa kriteriayang harus dipenuhi untuk penggunaan tindakan bioremediasi adalah: a. Organisme yang digunakan harus mempunyai aktivitas metabolisme yang dapat mendegradasi kontaminan dengan kecepatan memadai sehingga dapat membuat konsentrasi kontaminan padatingkat/ambang batas aturan yang ada. b. Kontaminan yang dijadikan sasaran harus bioavailable(tersedia b ioavailable(tersedia untuk proses biologi) c. Tempatdilakukan bioremediasi harus mempunyai kondisi yang kondusif untuk pertumbuhan mikroba atau tanaman atau untuk aktivitas enzim d.Biaya bioremediasi harus lebih murah dari biaya pengunaan teknologi lain yang juga dapat mendetoksifikasi kontaminan (Budianto,2009)
Bioremidiasi dapat dibedakan berdasarkan lokasi, tempat pencemaran dan bahan pencemar:
Berdasarkan lokasi
Ada dua jenis bioremediasi berdasarkan lokasi, yaitu in -situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, mu dah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah atau air yang tercemar diambil dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ. (Budianto,2009) Contoh:
Bioremediasi in situ: Sumur Ekstraksi : Untuk mengeluarkan air tanah yang kemudian ditambah nutrisi dan oksigen dan dimasukkan kembali ke dalam tanah melalui sumur injeksi.
Bioremediasi eksitu: melalui Slurry Phase yaitu bejana besar digunakan sebagai “bioreactor ” yang mengandung tanah, air, nutrisi dan udara untuk membuat mikroba aktif
mendegradasi senyawa pencemar (Irfan,tanpa tahun)
Berdasarkan Jenis Bahan Pencemar
Bioremediasi Senyawa Organik yaitu Proses mengubah senyawa pencemar
organik yang berbahaya menjadi senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organisme. Melibatkan proses degradasi. Biode gradasi yaitu pemecahan cemaran organik oleh aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian
reaksi enzimatik (Irfan,tanpa tahun). Umumnya terjadi karena sen yawa tersebut dimanfaatan sebagai sumber makanan (substrat). Biodegradasi yang lengk ap disebut juga sebagai mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa karbondioksida dan air. Proses ini dipakai dalam pengolahan limbah untuk menjadi CO2 dan air.Kometabolisma (co-metabolism) yaitu kemampuan mikroba dalam mengoksidasi atau a tau metabolisasi suatu senyawa tetapi energi yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Contohnya Biodegradasi Fenantren Menjadi 1-naftalenololeh Bakteri Pseudomonas sp Kalp3b22 (Santosa,2009)
Bioremediasi senyawa Anorganik yaitu pemanfaatan organisme untuk
mengubah, menyerap atau memanfaatkan senyawa anorganik yang mencemari lingkungan. Proses ini bisa melalui bioleaching yaitu proses ekstraksi dan pemecahan logam menggunakan bakteri contohnya oksidasi besi dan belerang menggunakan bakteri Acidithiobacillus Thiobacillus dan thiooxidans Acidithiobacillus dengan proses FeAsS (s) → Fe 2+ (aq) + As 3+ (aq) + S 6+ (aq) . Selain itu Bioremediasi senyawa anorganik bisa dilakukan dengan biobsorsi yaitu proses penyerapan logam pada permukaan sel akibat interaksi anion dan kation (Irfan,tanpa tahun)
Berdasarkan Tempat Pencemaran
ban yak Bioremediasi Tanah, Bioremediasi tanah tercemar logam berat sudah banyak
dilakukan dengan menggunakan mikoriza dan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, dkk. 1994 dalam Barchia,2009). Mikoriza dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam Barchia,2009). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimia atau penimbunan unsur t ersebut dalam hipa cendawan. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara ditemukan adanya ’oil droplets’ dalam vesikel -mikoriza. Hal ini v esikel akar -mikoriza. menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun pada limbah yang diserap mikoriza tidak sampai diserap oleh tanaman inangnya.
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan mengakumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan ’extrahyphae slime’ (Aggangan, dkk. 1998 dalam Barchia, 2009) sehingga
mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremediasi tanah tercemar, disamping dengan ak umulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui mekanisme pembentukan komplek logam tersebut oleh sekresi hipa eksternal (Khairani-Idris, 2008 dalam Barchia 2009 ). Perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar tercema r oleh polisiklik aromatik hidrokarbon dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, dimana dengan pemberian
mikoriza laju penurunan hasil clover karena senyawa aromatik ini dapat ditekan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Barchia,2009). . Bioremediasi dengan penerapan mikroorganisme untuk mempercepat transformasi karbon dan penggunaan tanaman yang dapat menimbun karbon dalam jaringannya telah menampakkan beberapa hasil yang cukup memberikan harapan dalam penanggulangan pencemaran pestisida ini. Transformasi kimia dari bahan pencemar pestisida melalui proses bioremediasi ini meliputi beberapa proses, yaitu 1) detoksikasi, 2) degradasi, 3) konjugasi, pembentukan senyawa kompleks atau reaksi penambahan, 4) aktivasi, 5) defusi/pemecahan, dan 6) perubahan spektrum toksisitas . Detoksikasi yaitu konversi dari molekul yang bersifat toksik menjadi produk yang tidak bersifat toksik, 2) degradasi, yaitu transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana (Barchia,2009)
1. Proses defusi/pemecahan (Flavobacterium) 2. Aktivasi (tanah) 3. Detoksinasi (Arthrobacter, tanah) 4. Reaksi penambahan (Arthrobacter) 5. Degradasi (Pseudomonas, tanah) (Barchia,2009)
Bioremediasi Air , Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga
menyebabkan semakin besarnya volume limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu.
3
Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m pertahun, dengan peningkatan kandungan rata-rata 50% Konsekuensinya adalah beban badan air yang selama ini dijadikan tempat pembuangan limbah rumah tangga menjadi semakin berat, termasuk terganggunya komponen lain seperti saluran air, biota perairan dan sumber air penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan. Dalam kondisi demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan limbah rumah tangga yang selain murah dan mudah diterapkan, juga dapat memberi hasil yang optimal dalam mengolah dan mengendalikan limbah rumah tangga sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat dikurangi (Yusuf,2008) Bioremediasi air dapat menggunakan bakteri atau tanaman air. Penggunaan bakteri sering digunakan seperti Bacillus sp untuk bahan pencemar minyak bumi, Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 untuk menghilangkan senyawa merkuri
beracun yang terlarut dalam air limbah dan Desulfotomaculum orientis ICBB 1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air
asam tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 - 3 meningkat mendekati mend ekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang mengendap (Santosa,2009) Selain itu bisa juga digunakan berbagai tanaman tanaman air yang memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan. Reed (2005) bahwa proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu. (Yusuf,2008)
Whole-Cell Fluorescent Biosensor untuk Biovailabilitas dan Biodegradasi Bifenil
Whole-sel biosensors mikroba adalah salah satu alat yang digunakan dalam molekuler terbaru terbaru pemantauan lingkungan. Biosensors tersebut dibangun melalui melalui sekering gen reporter seperti lux, GFP atau lacZ, ke promotor promotor responsif. responsif. Ada banyak laporan
aplikasi biosensors, terutama penggunaannya dalam pengujian toksisitas
polutan dan ketersediaan hayati. Biosensors
menggunakan
mikroba
untuk
pemantauan
polutan,
dan
menggambarkan aplikasi dari biosensors untuk mendeteksi ketersediaan hayati dan biodegradasi Polychlorinated Bifenil (PCB). (PCB). Penilaian risiko lingkungan merupakan alat penting dalam penanganan lingkungan yang tercemar. Melibatkan penentuan konsentrasi total
polutan menggunakan teknik analisis analisis kimia canggih seperti
Kromatografi Gas-Massa Spektroskopi (GC-MS) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tes. Penggunaan konsentrasi total kemungkinan mendeteksi risiko karena hanya sebagian kecil dari jumlah total polutan, fraksi bioavailable, benarbenar akan berdampak pada organisme hidup; ini ketidakmampuan untuk membedakan antara dua merupakan kelemahan utama dari metode analisis tradisional. Kontaminan dengan daya larut air yang buruk (misalnya, PCB, Poli Aromatik Hidrokarbon [PAH]). Itu kemampuan untuk memantau ketersediaan ketersediaan hayati polutan yang sangat penting, karena tidak hanya memberikan lebih akurat informasi
mengenai risiko bahwa terkontaminasi polutan bagi kesehatan manusia, tetapi juga menentukan efektifitas efektifitas proses bioremediasi potensial.
Saat ini, perhatian telah
diberikan peningkatan untuk uji bioavailabilitas yang lebih baik memprediksi risiko eksposur nyata. Salah satu alternatif tersebut adalah pemanfaatan biosensors yang yang sangat selektif dan sensitif terhadap polutan tertentu. Whole-cell biosensors mikroba telah menjadi salah satu dimensi terbaru alat molekuler dalam pemantauan lingkungan. Elemen biosensing dalam pembangunan. biosensors adalah mikroorganisme, pH dan suhu. suhu. Dalam dekade terakhir, aplikasi terutama terfokus di tiga bidang:
Monitoring kelangsungan hidup dan kemampuan kompetisi bakteri. Monitoring akar tanaman kolonisasi bakteri pengurai polutan di kompleks
lingkungan sampel.
Pemantauan tingkat polutan lingkungan tertentu. Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu daerah yang paling menarik
menggunakan teknologi biosensor adalah deteksi polutan lingkungan ketersediaan hayati, bioremediasi, dan toksisitas. Biosensors ini dibangun oleh sebuah sekeringresponsif promotor polutan ke reporter gen protein yang dapat dengan mudah diukur, dan seperti konstruksi yang dapat ditemukan pada plasmid atau kromosom yang ditunjukkan oleh Willardson et al. Hasil yang yang diperoleh menunjukkan bahwa toluen toluen mereka penginderaan, luciferase berdasarkan seluruh-sel biosensor secara akurat melaporkan toluena konsentrasi yang dalam rentang ± 3% yang diukur dengan standar GC-MS dan sensitif biosensors sebagai alat khusus untuk mengukur konsentrasi yang relevan biologis dari polutan. Sebelumnya aplikasi dari keseluruhan-sel biosensors mikroba untuk studi lingkungan terutama konsentrasi pada penggunaannya sebagai biomarker untuk menyelidiki kelangsungan hidup dan kemampuan kompetisi dan untuk mendeteksi ketersediaan hayati atau toksisitas polutan lingkungan. Layton et al melaporkan biosensor bercahaya strain, Ralstonia eutropha ENV307 (pUTK60), mendeteksi
ketersediaan hayati hayati dari PCB dengan
menyisipkan promotor biphenyl dari gen bioluminescence. Dengan adanya biphenyl, dihasilkan bioluminescence yang tergantung pada konsentrasi.
Keuntungan biosensors sebagai berikut:
Biosensors hanya menentukan fraksi bioavailable senyawa, sehingga memberikan
lebih akurat respon respon pada toksisitas dari dari sampel. Bioavailabilitas juga penting dalam bioremediasi. Jika zat bioavailable, bioavailable, berpotensi ramah lingkungan.
Biosensors menyediakan cara murah dan sederhana untuk menentukan
kontaminan.
Karena mereka organisme hidup, mereka memberikan informasi tentang
toksikologi senyawa yang berbeda.
Biosensors yang tak tertandingi dalam mempelajari ekspresi gen dan fisiologi
bakteri dalam kompleks lingkungan. 2. Pengembangan Biosensors untuk Mendeteksi Biodegradasi PCB
PCB terdeteksi di lingkungan untuk pertama kalinya pada tahun 1966 oleh Jensen, dan telah ditemukan di seluruh dunia termasuk di Kutub Utara dan daerah Antartika.
Produksi
PCB dilarang pada tahun 1970 di Amerika Serikat dan di
Republik Ceko pada tahun 1984. Namun, beberapa ratus juta kilogram telah dirilis ke lingkungan. Wiegel dan Wu mendokumentasikan bahwa sepertiga dari seluruh AS PCB diproduksi saat ini berada di lingkungan alam. Salah satu ancaman utama bagi kesehatan masyarakat dari PCB adalah bahwa mereka menumpuk di dalam makanan. Misalnya, konsumsi ikan yang terkontaminasi adalah rute utama utama bioakumulasi PCB di manusia. Kemampuan bioakumulasi PCB di salmon telah meningkat ke tingkat yang lebih tinggi banyak daripada makanan lainnya. Metode tradisional yang diterapkan dalam remediasi kontaminasi PCB termasuk insinerasi, vitrifikasi, vitrifikasi, solidifikasi solidifikasi / stabilisasi, stabilisasi, ekstraksi ekstraksi pelarut, desorpsi termal dan tanah. Dalam dekade terakhir, yang ditengahi degradasi degradasi mikroba telah dianggap sebagai salah satu utama proses dalam penanggulangan pencemaran PCB dari lingkungan yang terkontaminasi. Mikroorganisme yang tumbuh itu biphenyl sebagai sumber karbon tunggal pertama p ertama kali diisolasi. Pada 1973, Ahmed dan Focht
melaporkan bahwa Achromobacter
menurunkan beberapa bakteri yang diklorinasi PCB. Sejak itu, banyak penelitian menurunkan bakteri strain-PCB yang yang diisolasi dari PCB.
Hampir semua isolat
mampu mendegradasi hanya dua bi-diklorinasi. PCB dan beberapa bakteri yang telah telah ditemukan dengan kemampuan untuk mendegradasi lebih tinggi diklorinasi. Mikroorganisme ini Gram-negatif dan Gram-positif
termasuk Pseudomonas,
Burkholderia, Achromobacter, Comamonas, Ralstonia, Acinetobacter, Rhodococcus
dan Bacillus. PCB dipecah oleh biphenyl "jalur atas katabolik" atau BPH
yang
melibatkan empat enzim: biphenyl 2,3-dioxygenase (BphA), cis-2 ,3-dihydro-2, 3 dihydroxybiphenyl
dehidrogenase
(dehidrogenase
dihydrodiol,
BphB),-
dihydroxybiphenyl 1,2 2,3 - dioxygenase (BphC) dan 2-hydroxy-6-phenylhexa-2dienoate hydrolase ,4 (HOPDA Hydrolase, BphD). Jalur atas biphenyl memecah molekul tersebut menjadi asam benzoat biphenyl dan 2-hydroxy-panca-2, -Dienoic asam seperti yang ditunjukkan pada asam alifatik dimetabolisme dimetabolisme melalui asetil-KoA asetil-KoA melalui siklus asam tricarboxylic akhirnya mengarah ke CO2.
SKRINING TOKISITAS
1. Pengertian Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jejas/kerusakan/cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi popu lasi dan komunitas termasuk ekosistem,
termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari :
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi p roduksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.
Tujuan Toksikologi Lingkungan adalah :
Mencari substansi yang aman, yang berarti dapat mempelajari mekanisme racun terhadap organisme.
Mencegah terjadinya efek yang tidak dikehendaki terhadap organisme dan lingkungan yang berarti harus dapat mengidentifikasi mengid entifikasi secara kuantitatif racun yang ada di dalam organisme, udara, air. tanah.
Membuat kriteria dasar untuk standarisasi
Dapat memperbaiki cara pengobatan keracunan/ membuat antidotum
Bila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka hal ini yang dikatakan sebagai keracunan atau dengan kata lain adalah keadaan tidak normal akibat efek racun karena kecelakaan, bunuh diri, tindak kriminal, jabatan. Efek keracunan yang terjadi dapat bersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasi organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas.
Toksisitas dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu :
Spesies (jenis mahluk hidup: hewan, manusia, tumbuhan)
Portal of entry , cara masuknya zat racun tersebut: kulit, pernafasan dan mulut.
Bentuk/ sifat kimia – fisik dll. Di dalam lingkungan dikenal zat xenobiotik yaitu zat yang asing bagi tubuh,
dapat diperoleh dari luar tubuh (eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen). d ihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas Xenobiotik yang dari luar tubuh dapat dihasilkan manusia dan masuk ke dalam lingkungan. Bila organisme terpajan oleh zat xenobiotik maka zat ini akan masuk ke dalam organisme dan dapat menimbulkan efek biologis. Zat toksik atau racun dapat diklasifikasikan atas dasar : sumber, jenis, wujud, sifat kimia/ fisik, terbentuk dan efek kesehatan.
Sumber : a. Alamiah b. Buatan c. Domestik, industrial, komersial
Atas Dasar Jenis : a. Wujud : padat, gas, cair b. Sifat kimia/fisik : korosif, radioaktif, evaporatif, ev aporatif, explosif, reaktif c. Terbentuknya : primer, sekunder, tersier d. Efek kesehatan : • Fibrosis : Pertumbuhan jaringan ikat dalam jumlah yang berlebihan (
silikosis, cobaltosis, baritosis, asbestosis, bagasosis dll) • Granuloma : Benjolan akibat proses peradangan peradan gan menahun (berilicosis) • Demam : Meningkatnya temperatur tubuh (Mn,Zn,Sn, As, Cd) • Asphyxia : keadaan dimana darah & jaringan keurangan O2 • Alergi : Reaksi berlebih terhadap materi tertentu (debu organik &
anorganik) • Kanker : Pertumbuhan sel yang tidak terkendali ( benzidin& garam-garam,
Cr)
• Mutasi : Perubahan susunan & jumlah gen (radioaktif) • Teratogen: Cacat (redioaktif, helium) • Sistemik : Racun yang menyerang hambpir ke seluruh organ tubuh
(Pb,Hg,Cd,F,Va,Ti,Tel) • Ekonomik : racun yang dibuat dan diperlukan untuk pembangunan (
pestisida,
insektisida)
e. Hidup/ biotis dan tidak hidup/ abiotis f. Kerusakan organ
2. Analisis/ Uji Toksisitas
Dalam Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 pasal 6 disebutkan bahwa limbah B-3 dapat diidentifikasi menurut sumber atau uji karakterisasi atau u ji toksisitas. Uji toksisitas adalah untuk menentukan sifat akut atau khronik limbah . Pada dasarnya pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat adanya racun di lingkungan. Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek dengan efek parah dan mendadak, dimana organ absorpsi dan ekskresi yang terkena. Sedangkan toksisitas khronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan m enahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat parah/ tidak. Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan manusia yang terpapar. Ada beberapa tingkatan dalam uji toksisitas.
Tingkat 1 Uji pemaparan akut : • Menggambar kurva dosis dan respon untuk kematian dan kemungkinan cacat tubuh • Uji iritasi mata dan kulit • Membuat saringan pertama untuk mutagenik aktivitas Tingkat 2. Uji pemaparan sub khronis • Menggambar kurva dosis dan respon (pajanan 90 hari) dalam 2 spesies, sebaiknya
uji
ini menggunakan rute pajanan pada manusia
• Uji toksisitas pada organ, catat kematian, penurunan berat badan, hematologi, dan
kimia
klinis, membuat sayatan dari jaringan secara mikroskopis.
• Menyiapkan saringan kedua untuk aktifitas mutagenik • Uji reproduktif dan cacat lahir (teratologi) • Uji pharmakokinetik dari hewan uji : absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi
dari zat dalam tubuh • Melakukan uji perilaku • Uji sinergisme, potensiasi, dan antagonisme Tingkat 3 Uji pajanan khronis • Melakukan uji mutagenicity pada hewan mamalia • Melakukan uji karsinogenisisi pada hewan pengerat • Menguji farmakokinetik pada manusia • Melakukan uji coba klinis pada manusia • Bandingkan dengan data epidemiologi dari pajanan akut dan kronis
Uji toksisitas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. A. Uji Toksisitas Kualitatif
Uji toksisitas kuantitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati, ginjal, sistem saraf dll. Uji toksisitas kuantitatif dapat juga dilihat dari gejala yang timbul mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat selluler, ke tingkat jaringan, dan sampai pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala – gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik, teratogenik dll. Dan banyak la gi zat kimia dalam bentuk logam dan non logam yang juga dapat menyebabkan efek seperti disebut di atas. B. Uji/Analisis Toksisitas Kuantitatif
Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dap at diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis tunggal/multipel dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. To ksisitas khronis sifatnya permanen, lama, konstan, kontinu, irreversibel Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik toksisitas akut/ khronis. Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar, kecilnya
menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi dari usia, jenis kelamin, berat badan, portal of entry, entr y, frekuensi, interval waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain. Terdapat beberapa istilah mengenai dosis yaitu yang umum digunakan adalah Lethal Dosis (LD) : yaitu dosis yang mematikan X % hewan uji dengan satuan berat/berat badan. Dikenal LD10, LD50, LD100, Min LD dan Dosis Therapheutik yaitu dosis yang tepat untuk pengobatan. atau dapat juga dilihat dari konsentrasi LC10, LC5O, LC100. Di dalam PP 18 tahun 1999 dikatakan bahwa limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila diuji dengan metoda toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 15 g/kg berat badan. Sedangkan dalam PP No 85 tahun 1999 dikatakan bahwa bila nilai LD50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada lampiran III PP tersebut harus dilakukan evaluasi sifat khronis, yaitu mutagenisitas, karsinogenisitas, teratogenisitas. Uji toksisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan uji seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan lain-lain. Pemilihan hewan uji tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana. Setelah diperoleh hasil uji toksisitas, untuk dapat diketahui efeknya terhadap manusia, maka perlu dilakukan extrapolasi.
3. Analisis Efek Bahaya dalam Ekotoksikologi
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara laboratorium dengan penelitian lapangan (Kenndall and Akerman, 1992). Pendekatan eksperimental digunakan dalam analisis bahan berbahaya yang berpotensi menimbulkan efek dapat dikembangkan pada beberapa tingkat yang berbeda kompleksitasnya, tergantung pada target dari studi suatu organisasi misalnya satu spesies, populasi, komunitas atau ekosistem. Hal ini tergantung pada tipenya seperti panjang dan pendeknya waktu kematian, khronis atau respon pada sub-khronis, kerusakan reproduktif. Sehingga diperlukan kesepakatan diantara kenyataan ekologi dan kesederhanaan dalam prosedur serta interpretasi hasil.
4. Jenis-jenis Uji Ekotoksikologi
Dalam uji ekotoksikologi terdapat lima jenis uji yang ditentukan berkaitan dengan keperluan yang berbeda. Biasanya digunakan pada ikan (Alabaster and Lioyd, 1982), tetapi hal ini akan lebih mudah diterapkan pada tipe organisme, air dan terestrial. Kelima jenis uji tersebut adalah sebagai berikut : a. Skrining toksisitas dari zat kimia, secara teoritis, semua bahan kimia dapat ditemukan di dalam lingkungan akuatik sebagai hasil dari pembuangan, atau sebagai tempat akhir yang berasal dari air, tanah tan ah dan udara. Jenis uji ini juga digunakan untuk menentukan kemampuan toksisitas dari suatu kelompok zat kimia atau produk yang mungkin ditemukan selama perjalanan masuk ke sungai atau danau, sehingga penggunaan bahan berbahaya daoat du unvestigasi. Uji ini sudah menjadi standar. b. Pemantauan toksisitas dari sumber limbah atau tempat pembuangan akhir, umumnya standar kualitas untuk efluen/ keluaran dipecahkan dengan analisis kimia. Walaupun kandungan efluen tercampur dan kompleks, yang sangat berbahaya bagi perikanan dan sukar untuk dianalisis, uji toksisitas pada ikan digunakan untuk mengestimasi risiko dan uji sederhana digunakan untuk pemantauan dari efluen. Uji ini disebut sebagai uji pemantauan efluen dan dinyatakan dalam penampilan yang sama untuk badan air penerima. c. Pemantauan toksisitas untuk pengajuan peraturan, standar ku alitas untuk efluen yang diuraikan di atas perlu dilegalkan, penetapan batas, membuat prosedur standar adalah penting untuk menetapkan bukti pada bagian hukum. Dengan membandingkan dengan standar toksisitas ikan. d. Analisis sensitivitas dari lingkungan alamiah, telah diterangkan di atas bahwa sungai dapat terkontaminasi oleh berbagai sumber yang membawa bahaya bagi pengguna air di bagian hilir. e. Uji kriteria kualitas air, banyak sekali pencemaran lingkungan yang terjadi pada lingkungan air sebagai tempat akhir pembuangan baik industri maupun rumah tangga.Beberapa zat kimia akan berada dalam ekosistem dalam waktu yang cukup
lama, mungkin juga permanen, sehingga perlu dilakukan analisis bahaya, formulasi kriteria kualitas air dan standar kualitas air. Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa. Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif kuan titatif yang menyatakan tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut (Cassaret dan Doull’s, 1975).
Petunjuk toksisitas yang dapat digunakan untuk evaluasi toksikologi adalah dengan menggunakan kematian sebagai bentuk untuk memperkirakan dosis lethal yang mungkin terjadi pada manusia man usia (Cassaret dan Doull’s, 1975). Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode skrining
untuk menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa. Kematian Artemia salina Leach digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan adanya kandungan zat
aktif tanaman yang bersifat sitotoksik. Apabila harga LC50 _ 1000 μg/mL ekstrak tersebut dapat dikatakan toksik. Bila kematian sebagai responnya, maka dosis penimbul kematian pada 50% populasi dengan spesies yang sama dalam waktu spesifik dan kondisi percobaan sesuai diistilahkan sebagai median leth al dose atau LD50. Obat yang diberikan sebagai konsentrasi ko nsentrasi diistilahkan sebagai Median Lethal Concetration atau LC50 (Cassaret dan Doull’s, 1975).
Metode ini digunakan dalam usaha u saha mengisolasi senyawa toksik dari ekstrak. Pertama kali metode ini dipergunakan untuk menent ukan keberadaan residu insektisida seperti DDT, parathion, dieldrin dan menentukan potensi senyawa anestetik. Metode ini kemudian berkembang sebagai salah satu metode dalam mengisolasi senyawa aktif yang terdapat dalam suatu ekstrak e kstrak tanaman. Keuntungan dari metode BSLT adalah peka, cepat, sederhana dan dapat diulang tanpa terjadi penyimpangan (Wahyuono dkk, 1995).
KONVERSI LIMBAH MENJADI ENERGI
Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia yang kian hari masalahnya makin kompleks. Dapat diamati di berbagai sudut kota terdapat onggokan sampah yang tidak terangkut dan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Persoalan yang muncul umumnya berasal dari adanya pembuangan sampah yang dilakukan secara sembarangan yang berdampak pada kurangnya estetika lingkungan bahkan pada kasus tertentu dapat menimbulkan dampak yang lebih luas seperti banjir dan munculnya bibit penyakit. Persoalan ini sebenarnya muncul karena terbatasnya kapasitas pelayanan yang dimiliki pemerintah daerah atau pemerintah kota setempat dalam hal pengelolaan sampah, sementara laju produksi sampah terus meningkat secara eksponensial (Adam, 1998).
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul, ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir dampak negatif tersebut, diantaranya adalah melakukan konversi bagi limbah-limbah tersebut sehingga menjadi suatu produk yang bermanfaat dan bernilai jual tinggi serta ramah lingkungan. Salah satu contohnya
adalah untuk sampah organik dapat diolah menjadi briket bioarang dan kompos, sementara sampah anorganik seperti kertas dapat dikonversi d ikonversi menjadi kertas daur ulang yang dapat di kreasikan kedalam bentuk kerajinan tangan. Pada dasarnya briket bioarang adalah salah satu inovasi energi alternatif sebagai pengganti arang konvensional yang berasal dari kayu. Pada dasarnya briket bioarang adalah salah satu inovasi energi alternatif sebagai pengganti arang konvensional yang berasal dari kayu.. Keuntungan yang diperoleh dari briket bioarang ini antara lain adalah : 1. Dapat menghasilkan panas pembakaran yang tinggi 2. Asap yang dihasilkan lebih sedikit daripada arang konvensional, sehingga meminimalisir pencemaran udara 3. Bentuknya lebih seragam dan menarik, karena dicetak dengan menggunakan alat cetak sederhana 4. Pembuatan bahan baku tidak menimbulkan masalah dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan 5. Pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu bakar sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga 6. Lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah atau arang kayu. 7. Masa bakar jauh lebih lama daripada arang biasa Selain briket bioarang, sampah organik juga dapat dikonversi menjadi kompos. Dalam hal ini bahan yang digunakan adalah daun dan sampah organik lain. Banyak metode yang dapat diterapkan dalam pembuatan kompos ini. Beberapa yang dapat dijadikan referensi adalah biosun, keranjang takakura dan sebagainya. Koversi kompos ini sangat bermanfaat . dari sini kita k ita dapat memanfaatkan kembali berbagai macam limbah yang semula dianggap tidak berguna menjadi suatu produk yang dapat dimanfaatkan kembali berupa pupuk sehingga sampah organik yang ada tidak mencemari dan merusak lingkungan. Sementara itu, sampah-sampah kertas yang dikonversi dikon versi menjadi kertas daur ulang dan dikreasikan dalam berbagai jenis kerajinan tangan dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Hasil dari kerajinan ini dapat dijual dengan harga tinggi dan
memberikan nilai tambah dan keindahaan estetika. Dengan kata lain kita telah mengubah hal yang tidak berguna menjadi hal yang sangat bernilai. Selain itu manfaat dalam mendaur ulang kertas ini antara lain: 1. Memanfaatkan sampah kertas, kardus, bungkus sabun, bungkus pasta gigi menjadi produk yang lebih berguna dan bernilai jual tinggi. 2. Mengurangi penumpukan bahan-bahan yang tidak digunakan dan mengurangi pencemaran.
Biogas di Indonesia
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaru. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikon sumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran
hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil. Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut anaerobik digestion Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50 % ) berupa metana. material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraiakan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material orgranik akan didegradasi menjadi asam asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asifidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam-asam, maka tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium. Perkembangan proses Anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah/limbah yang keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion telah berhasil pada pen golahan limbah industri, limbah pertanian limbah peternakan dan municipal solid waste (MSW). Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa. Penemuan ilmuwan Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa-rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian, Avogadro mengidentifikasikan tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida
(H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu : Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida /sulphur trioksida (SO2 /SO3). senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif. berikut adalah skema singkat pembuatan biogas dari kotoran sapi ataupun manusia.
Konversi limbah melalui proses anaerobik digestion dengan menghasilkan biogas memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti pen gganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya duatmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara.
Limbah berupa sampah kotoran hewan dan manusia merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
Selain keuntungan energy yang didapat dari proses anaerobik digestion dengan menghasilkan gas bio, produk samping seperti sludge. Meterial ini diperoleh dari sisa proses anaerobik digestion yang berupa p adat dan cair. Masing-masing dapat digunakan sebagai pupuk berupa pupuk cair dan pupuk padat.
Gas Sebagai Energi Alternatif.
Sejak tiga tahun terakhir pemerintah telah mengkampanyekan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Tujuannya adalah memberikan pemahaman terhadap publik tentang alasan yang benar dibalik kenaikan harga BBM. Kampanye itu dilakukan seiring dengan keputusan pemerintah mengurangi subsidi BBM. Pesan utama dari kebijakan tersebut, selain mengurangi mengu rangi subsidi BBM juga mencari sumber energi alternatif selain BBM untuk kebutuhan energi, meskipun Indonesia merupakan negara penghasil minyak di dunia (anggota OPEC). Menipisnya cadangan minyak dan pesatnya kebutuhan energi dalam negeri, harus diikuti oleh upaya efesiensi, konversi dan penggunaan energi alternatif. Energi alternatif yang dimaksud alah gas alam. Suatu sumber energi yang lebih murah, ramah lingkungan, aman bagi lingkungan, serta memiliki efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
Gambar Berbagai Proses Konversi dan Pemanfaatan Limbah Menjadi Barang Berguna
Alat yang digunakan untuk Proses konversi limbah
Salah satu alat yang digunakan untuk konversi limbah menjadi energy, pada alat tersebut terluliskan “Today’s
Waste..Tomorrow Waste..Tomorrow Energy”
Bagan diatas menjelaskan pemanfaatan limbah peternakan yang dikelola dan dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman.
Bio Energi
Kenaikan harga bahan bakar minyak dan menipisnya cadangan sumber minyak bumi di Indonesia menjadi penghambat dalam beberapa aspek. Atas dasar masalah tersebut, maka diperlukan upaya untuk mencari sumber-sumber energi alternatif. Salah satu potensi energi alternatif adalah limbah biomasa yang dihasilkan dari aktivitas produksi pertanian yang jumlahnya sangat besar. Biomasa bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan d an terbarukan. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hu tan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Dengan mempertimbangkan potensi limbah pertanian dan penggunaannya di pedesaan, penelitian-penelitian energi terbarukan dalam hal pengelolaan konservasi energi dan penggunaan secara efisien adalah penting untuk dilakukan. Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang penting di Indonesia. Sehingga limbah batang dan daun jagung kering juga melimpah dan merupakan sumber masalah pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan oleh limbah jagung, pengembangan sumber energi dari limbah ini sangat penting dilakukan. Selain murah dan dapat diperbaharui, pemanfaatan limbah jagung tidak menimbulkan polusi bahkan dapat menguranginya. Potensi pemanfaatan dan pengembangan sumber energi terbarukan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bahan bakar padat. Sifat tongkol jagung memiliki kandungan karbon yang tinggi. Dalam bentuk arang (char ), ), efisiensi penggunaan energi tongkol jagung dapat ditingkatkan. Proses pembentukan arang (carbonization) menggunakan prinsip dasar proses pirolisa cepat/karbonasi cepat, dimana terjadi proses pembakaran pada suhu berkisar 150600oC dengan udara yang sangat terbatas. 2. Ethanol dan 2,3 butanadiol. Biomasa mengandung selulosa dan hemiselulosa. Produk akhir dari hidrolisa selulosa adalah glukosa. Glukosa dikenal sebagai gula dengan 6 gugus karbon (dapat difermentasi), sedangkan bagian hemiselulosa adalah D-xylosa adalah gula dengan 5
gugus karbon. D-xylosa adalah jumlah gula nomor dua terbanyak di alam dan bahan potensial untuk makanan dan bahan bakar. Gula hemiselulosa (D-xylosa) dapat diperoleh dengan produktivitas 80-90% dari xylan dengan asam atau hidrolisa enzimatik. Penggunaan D-xylose pada produksi komersial dari zat-zat kimia bernilai ekonomis tinggi seperti ethanol, asam asetat, 2,3-butanadiol, aseton, isopropanol dan n-butanol dengan menggunakan mikroorganisme. Ethanol dan 2,3 butanadiol merupakan bahan bakar alkohol yang berasal dari proses fermentasi gula atau molase. Ethanol mempunyai nilai energi 122 MJ/kg, sedangkan 2,3-butanediol nilai energinya 114 MJ/kg. Limbah mengandung
Substrat (molase)
Karbohidrat (gula)
pretreatment
Khamir (ragi) atau Zygomonas mobilis
Ethanol (alkohol) Proses produksi ethanol secara ringkas
Riset dalam rangka mempelajari peranan mikroorganisme pada gula pentose masih dalam taraf pengembangan. Peneliti dari universitas u niversitas Purdue-AS telah mengembangkan ragi dengan modifikasi genetika, dimana diharapkan dapat memfermentasikan selulosa menjadi etanol secara efisien. Ragi hasil rekayasa genetika paling tidak mampu menghasilkan lebih dari 30% etanol dari sejumlah bahan tanaman. Tujuannya adalah membuat etanol dengan harga yang kompetitif dengan bensin. Penggunaan ethanol sebagai bahan bakar baik sebagai campuran bahan bakar bensin dan solar atau sebagai pengganti bensin telah dilakukan di beberapa negara.
Sebagai contoh dalam rangka kebijakan penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan, Australia telah mengeluarkan kebijakan pencampuran ethanol pada bensin untuk konsumsi kendaraan bermotor pada rasio 1:14. Sumber ethanol di Australia dihasilkan dari limbah industri penghasil gula, pati dan gluten. Penggunaan ethanol sebagai bahan bakar pengganti bensin dan solar sebagai program nasional pernah berhasil dilakukan oleh Brazil pada tahun 70-an yang sumber utamanya berasal dari limbah pengolahan tebu. Kajian produksi bahan bakar alkohol ini perlu terus dilakukan, mengingat secara ekonomi ongkos produksi untuk konsumsi masal pada saat ini masih cukup tinggi sehingga belum mampu bersaing dengan bahan bakar fosil. Kelebihan dari bahan bakar hasil proses menggunakan mikroorganisme adalah rendahnya kandungan sulfur sehingga cukup mengurangi tingkat pencemaran.
Pemanfaatan limbah jagung dan pengembangan produk samping
Jagung memiliki banyak kegunaan, diantaranya yaitu: daun sebagai hijauan pakan ruminansia, biji jagung sebagai sumber energi ternak unggas, sedangkan limbah jagung lainnya seperti kulit jagung, bonggol jagung dan dedak jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemanfaatan tongkol jagung untuk pakan ternak melalui proses fermentasi dengan cara mencampur tongkol jagung dengan bakteri trikoderma dan gula pasir.
Sebuah perusahaan di Iowa, AS berhasil memanfaatkan tongkol jagung sebagai berbagai produk yang ramah lingkungan. Tongkol memiliki sifat-sifat seperti salah satu bagiannya keras dan sebagian bersifat menyerap (absorbent ), ), juga sifatsifat yang merupakan gabungan beberapa sifat, seperti: tidak terjadi reaksi kimia bila dicampur dengan zat kimia lain (inert ), ), dapat terurai secara alami dan ringan sehingga tongkol jagung berupakan bahan ideal campuran pakan, bahan campuran insektisida dan pupuk. Serta dapat digunakan sebagai alas hewan peliharaan karena alami, bersih dan dapat mengurangi bau tidak sedap. Macam-macam gula dalam residu tongkol jagung (% berat kering) adalah xylose: 65, arabinose: 10 dan glukose: 25. Beberapa ragi seperti Candida polymorpha
dan Pichia miso secara aerob dapat merubah D-xylose mejadi xylitol sebagai produk utamanya dengan efisiensi konversi mencapai 90%. Penemuan ini membanggakan karena xylitol adalah suatu gula alkohol yang merupakan pemanis alami yang terdapat dalam jumlah kecil pada berbagai varietas buah-buahan dan sayuran. Xylitol tidak membentuk asam dan digunakan sebagai gula substitusi bagi penderita diabetes. Xylitol sering dipakai sebagai bahan permen karet k aret dan pasta gigi. Dengan adanya teknologi yang mampu memanfaatkan limbah organik atau bahan-bahan yang semula dianggap sampah memberikan peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Dampak dari pencemaran yang diakibatkan oleh limbah atau sampah tersebut dapat berkurang bahkan memberikan suatu produk yang berguna sebagai alternatif pengganti sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan berguna dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
DAFTAR RUJUKAN
Barchia,Muhhamad.2009. Bioremediasi Bioremediasi,(online),( http://faizbarchia.blogspot.com/, Diakses tanggal 28 Maret 2010)
Yusuf,Guntur.2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi Tanaman Air . Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8 No. 2, Agustus 2008. hal. 136 -144
Anonim.2010.Bioremediasi, (online), (http://www.wikipedia.org, Diakses tanggal 28 Maret 2010)
Budianto,2009. Perbaikan Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Secara Bioremediasi,(online),( http://www.iec.co.id/artikel/perbaikan-lahan-terkontaminasiminyak-bumi-secara-bioremediasi, Diakses tanggal 28 Maret 2010) Irfan.Tanpa Tahun.Bioremediasi Senyawa Pencemar,(online), (faperta.ugm.ac.id/newbie/mikro/irfan_dp/.../BioremSenyPolutan.ppt, Diakses tanggal 28 Maret 2010) Santosa,Dwi.2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan Tercemar , (online), (http://jurnal.ipb.ac.id/, Diakses tanggal 28 Maret 2010)
Widodo, Teguh Wikan, A. Asari, Ana N.dan Elita, R. 2009. Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya (online) ( http://www.rudyct.com/PPS702ipb/02201/wm_nalley.htm. Diakses tanggal 25 Maret 2010) Martomijdijo, Russami. 2009. Bioteknologi Lingkungan (online) (http://bioteknews.blogspot.com/ . Diakses tanggal 25 Maret Maret 2010) Anonim. 2010. Bioteknologi (online) (http://www.bioteknologi.com/wiki/. Diakses tanggal 25 Maret 2010) Xuemei Liu, Kieran J. Germaine, David Ryan and David N. Dowling. 2010. WholeCell Fluorescent Biosensors for Bioavailability and Biodegradation of Polychlorinated Biphenyl. (online) (http://www.biotek.lipi.go.id/diakses 25 maret 2010).
View more...
Comments