biologi

April 11, 2017 | Author: Fiqih Dewi Maharani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download biologi...

Description

PEMBUATAN TEMPE LAPORAN PRAKTIKUM Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi Yang dibina oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd disajikan pada Hari Selasa, 12 April 2016

Oleh: Kelompok 1/ Off A/ 2014 Alfiani Nanda Indrayanti

(140341605192)

Desnaeni Wahyuningtyas

(140341606222)

Dinar Ajeng Nur Aziza

(140341605926)

Eka Imbia Agus Diartika(140341601648) Evi Kusumawati Fiqih Dewi Maharani

(140341601274) (140341606456)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG JURUSAN BIOLOGI

April 2016 A. Topik Pembuatan Tempe B. Waktu Pelaksanaan Praktikum Selasa, 5 April 2016 C. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk : 1. Untuk memperoleh keterampilan membuat tempe 2. Untuk mengetahui pengaruh aerasi dalam pembuatan tempe D. Dasar Teori Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh spesies jamur tertentu. Selama proses fermentasi ini terjadi perubahan fisik dan kimiawi pada kedelai sehingga menjadi tempe. Banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe. Salah satu factor adalah aerasi (Hastuti, 2015). Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi

komponen

dalam

kedelai

dapat

menyebabkan

terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990). Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi

dan

pebersihan

biji,

hidrasi

atau

fermentasi

asam,penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan, inokulasi

dengan

ragi

tempe,

pengemasan,

inkubasi

dan

pengundukan hasil. Tahapan prsoes yang melibatkan jamur adalah saat inokulasi atau fermentasi. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum temepe disebut juga starter temped an banyak pula

yang menyebutnya ragi tempe. Starter atau inokulum tempe adalah

bahan

yang

mengandung

biakan

jamur

bakteri,

digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990). Menurut Sarwono (1982), inokulum tempe atau laru adalah kumpulan spora kapang tempe yang diguankan sebagai bahan pembuatan tempe. Inokulum tempe juga diperoleh dengan berbagai cara antara lain: 1. Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang teah mengalami sporulasi 2. Berupa tempe segar yang dikeringan di bawah sinar matahari atau yang mengalami lifolirasi 3. Berupa ragi tempe yaitu pulungan beras(bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan kecil) yang mengandung miselia dan jamur tempe. 4. Sebagai biakan murni jamur yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau lembaga pendidikan (Kamidjo, 1990). Secara tradisional, inokulum dibuat dengan berbagai cara. Ada

yang

menggunakan

bekas

pembungkus

tempe,

atau

menggunakan tempe itu sendiri, menggunakan tempe yang dikeringkan ataupun tempe yang diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan

di

bawah

sinar

matahari.

Metode

lainnya

menggunakan daun pisang, dan waru, daun jati yang ditumbuhi dengan jamur tempe kemudian dikeringkan (Hermana, 1971). Perbedaan perlakuan menghasilkana tempe yang berbeda pula. Temep kedelai menganung senyawa antioksidan yang salah satunya genistein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 200 g sampel tempe dalam ekstrak

methanol mangandung

senyawa genistein sekitar 47,9 g pada tempe segar dan 4635,7 g pada

tempe

busuk.

Kontribusi

daya

antioksidan

senyawa

genistein dalm ekstrak methanol sekitar 17,5% pada tempe segar dan sekitar 25% pada tempe busuk (Novi, 2007). Selama proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan fisiko-kimia

pada

tempe,

perubahan

fisik,

kedelai

akan

mengalami perubahan tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi dari kedelai .hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat, 2008). Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah kapang yang menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak. Pada tempe yang baik

akan tampak hifa yang rapat dan komapak

serta mengeluarkan aroma yang enak (Kasmidjo, 1990). Perubahan kimia pada temp karena adanya bantuan proten yang

menghasilan

degradasi

protein

enzim kedelai

proteolitik menjadi

yang asam

menyebabkan amino,

sehingga

nitrogen terlarut meningkat dari 0,5% menjadi 2,5%. Adanya lemak menyebabkan kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalm kedelai selama fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi oleh kapang yang memproduksi enzim pendegradasi karboidrat

seperti

amylase,selulase

dan

xylanase

sebelum

fermentasi

(Samsudin,1985). Kadar

air

kedelai

pada

saat

mempengaruhi kapang. Selam proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan mengalami peningkatan kembali menjadi 64%. Ada 3 yang saling mempengaruhi selama proses fermentasi terhadap pertumbuhan kapang yaitu oksigen, kadar air dan

temperature. Untuk tumbuh kapang memerlukan oksigen yang cukup, apabila terlalu banyak maka pertumbuhan kapang terlalu cepat sehingga panas yang ditimbulkan akan membunuhnya. Kadar air yang terlalu tinggi akan menghalangi difusi oksigen. Difusi

oksigen

secra

perlahan

merata

akan

menhasilkan

pertumbuhan kapang pada tempe optimum (Sudarmadji dan Markakis, 1977). 5. Alat dan Bahan Alat: -

Sendok

-

Pelubang kertas (jarum besar)

-

Timbangan (neraca)

-

Jarum kasur

-

Rak kayu

Bahan: -

Kedelai

-

Ragi tempe

-

Kantong plastik

-

Isolasi

PROSEDUR Mencuci kedelai sampai bersih, kemudian merebusnya selama ± 1 jam

Mengupas kulit kedelai dan membersihkan dari kepingan kedelai

Merendam biji kedelai selama samalam (±12 jam), kemudian merebus kembali sampai lunak (±1 jam)

Meniriskan dan menunggu biji-biji kedelai sampai dingin.

Menyiapkan 3 buah kantung plastik, memberi kode A, B, dan C. Memberikan lubang dengan jarak 1 cm pada kantung plastik dengan kode A, memberikan lubang dengan jarak 2 cm pada kantung plastik dengan kode B, dan memberikan lubang dengan jarak 1 cm pada kantung plastik dengan kode C.

Menebarkan kedelai yang sudah dingin di atas lembaran plastik bersih, kemudian mencampurkan dengan ragi tempe dengan biji kedelai tersebut. Caranya: memberikan ragi tempe dengan cara menggosokan permukaan daun waru tempat menempel ragi tempe, kemudian mencampurkan dengan biji-biji kedelai dengan menggunakan sendok (dapat juga dengan menggunakan ragi yang telah dihaluskan). Selanjutnya membagi kedelai yang telah diberi ragi tempe menjadi tiga ke bagian. Memasukkan biji-biji kedelai dalam tiga kembar kantung plastik A, B, dan C. Melipat kantung plastik tersebut sehingga biji-biji kedelai menjadi rapat satu sama lain, lalu memasang isolasi pada lipatan tepi kantung plastik. kemudian meletakkan ketiga pak kedelai itu di atas rak kayu.

Setelah 26-30 jam (atau 1x24 jam), mengamati tempe yang dibuat. Memeriksa dan membandingkan masingmasing aroma, warna, rasa (dengan menggoreng terlebih dahulu), dan teksturnya. Mencatat data pengamatan dan membuat kesimpulan. 6. Data Pengamatan 1) Hasil pemerikasaan warna, tekstur, aroma, dan rasa tempe Kod

Warna

Tekstur

Aroma

Rasa

e Tem pe

I

II

III

I

II

III

I ++

II ++

III ++

I ++

II ++

III ++

A

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

+ ++

+ ++

+ ++

B

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

++ ++

+ ++

+ ++

+ ++

+ ++

+ ++

+ ++

C

+

+

+

+

+

+

+

+

+

++

++

++

KETERANGAN: A: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 1 cm B: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 2 cm C: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 3 cm Skor warna tempe:

Skor tekstur tempe :

++++

++++

: putih cerah

: sangat padat

+++ : putih kekuningan

+++ : padat

++

: putih kecoklatan

++

: cukup padat

+

: putih kehitaman

+

: lunak

Skor aroma tempe : ++++

: aroma sangat enak dan menimbulkan selera

makan +++ : aroma enak tetapi masih ada aroma kedelai ++

: tidak beraroma

+

: aroma tidak enak dan busuk

Skor Rasa tempe: ++++

: sangat enak, gurih dan menimbulkan selera makan

+++ : rasa enak, gurih, tetapi masih ada kedelainya (langu) ++

: rasa hambar

+

: rasa tidak enak 2) Hasil pengukuran berat dan suhu tempe

Kode Temp

Suhu Awal (0C)

Suhu

Akhir

(0C)

Berat awal (g)

Berat akhir (g) I II 101,

e

I

II

III

I

II

III

I

A

27

27

27

42

42

42 39,

100 100 100 5 100 100,

B

27

27

27

39

40

5 40,

100 100 100 1 100 05 100, 100, 100,

27 27 27 KETERANGAN:

39

42

5

100 100 100 2

C

II

III

2

A: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 1 cm B: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 2 cm C: Jarak antar lubang pada kantung plastik ± 3 cm 7. Analisis Data Dari praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh data yang tercantum pada poin data pengamatan diatas. Diketahui bahwa hasil tempe yang dibuat menggunakan perlakuan aerasi yang berbeda yaitu 1 cm (A), 2 cm (B), dan 3 cm (C) diuji dengan menggunakan uji organoleptik dari segi warna, tekstur, aroma, rasa. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Uji organoleptik

III 100, 75 100,

2

ini dilakukan oleh semua anggota kelompok, sehingga suara paling banyak di masukkan kedalam tabel. Segi warna, tempe A menampakkan warna putih cerah dibandingkan dengan tempe B dan C. Tempe B menampakkan warna putih kekuningan, sedangkan tempe C menampakkan warna putih kecoklatan. Jika dibandingkan dengan tempe yang dijual dipasaran, warna tempe yang paling mendekati yaitu pada tempe B. Segi tekstur, tekstur tempe A cukup padat, tersusun kurang

kompak

antar

kedelainya,

sehingga

saat

dipotong

terdapat bagian yang terpisah-pisah. Hifa yang terdapat pada tempe A sedikit sekali dibandingkan dengan tempe B dan C. Tekstur tempe C padat. Keberadaan hifa pada tempe ini cukup banyak dibandingkan dengan tempe A. Tekstur tempe B sangat padat, keberadaan hifa juga lebih banyak dibandingkan tempe C. Segi aroma, tempe A memiliki aroma sangat enak dan menimbulkan selera makan. Tempe B dan C memiliki aroma enak tetapi masih ada aroma kedelai. Segi rasa, tempe A dan B memiliki rasa enak, gurih, tetapi masih terasa kedelainya (langu), sedangkan tempe C memiliki citarasa sangat enak, gurih dan menimbulkan selera makan. Dari pengukuran berat dan suhu tempe sebelum dan sesudah dieram yaitu semua tempe A, B dan C memiliki suhu awal yang sama yaitu 27oC, setelah dieram selama 28-30 jam pada suhu ruang, suhunya naik. Tempe A suhu akhirnya menjadi 42 oC, tempe B memiliki suhu akhir 39,5 oC, tempe C memiki suhu akhir rata-rata 40,5

o

C. Berat awal dan berat akhir juga

ditimbang. Berat awal semua jenis tempe mulai A, B, C memiliki berat awal yang sama yaitu 100 gram. Kebanyakan semua perlakuan tempe mengalami kenaikan berat, walaupun hanya sedikit. Tempe A mengalami rata-rata kenaikan 0,42 gram menjadi 100,42 gram. Tempe B memiliki berat akhir 100,05

menunjukkan kenaikan 0,05 gram. Tempe C memiliki berat akhir 100,2 mengalami kenaikan 0,2 gram. Kesimpulan sementara dari analisis data ini yaitu varian aerasi yang perlakukan pada tempe mempengaruhi kualitas tempe, hal ini dapat dilihat dari segi tekstur, aroma, warna dan rasa. Selain itu juga aerasi mempengaruhi perubahan suhu dan berat yang terjadi pada masing-masing tempe. 8. Pembahasan Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang.

Kedelai lalu dimasak selama 30 menit.

Sesudah itu

didinginkan, diinokulasikan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 30 0C selama 20 - 24 jam. Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe siap untuk dikosumsi. Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak nabati. Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau dengan kecap (Wirakartakusumah,1992). Pada awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyarap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya dapat menyerap asam saat perendaman. Kulit biji dikupas bertujuan supaya miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi berlanngsung. Menurut Astawan (2004) tempe yang baik memiliki ciri-ciri berwarna putih yang merata pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta beraa dan berbau khas tempe. Tempe yang berkualitas buruk ditandai dengan permukaan yang basah , tidak kompak , terdapat bercak hitam , terdapat bau amoniak dan alkohol serta beracun.

Dari analisis data dapat diketahui berat sebelum fermentasi dan sesudah fermentasi mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan dapat disebabkan karena kapang menghasilkan hifa dan miselium yang menybabkan penambahan berat pada tempe. Selain itu dapat diketahui bahwa selama terjadi fermentasi telah terjadi kenaikan suhu pada masing-masing tempe dengan aerasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya proses metabolisme dari kapang terhadap biji kedelai. Dari segi tekstur dan warna tempe B memiliki tekstur dan warna yang lebih baik daraipada tempe A dan C. Hal ini dikarenakan tekstur yang diamati pada tempe B menunjukkan tekstur yang kompak dengan warna putih kekuningan mendekati putih. Tekstur yang padat dan kompak ini disebaban adanya jalinan miselium jamur yang menghubungkan antar biji-biji kedelai. Menurut Kasmidjo (1990) tekstur yang kompak disebabkan adanya miselia yang menghubungkan antar biji tersebut. Jika aerasi pada tempe baik maka pertumbuhan jamur juga akan baik dan strukturnya lebih kompak. Aerasi berhubungan dengan pemasukan oksigen ke dalam kantong plastik. Sesuai dengan pendapat Sumantri (2007) kapang memerlukan banyak oksigen untuk pertumbuhanya. Dari segi warna dan tekstur tempe B dengan aerasi 2 cm memiliki kualitas yang baik. Dari Segi aroma, tempe A memiliki aroma sangat enak dan menimbulkan selera makan. Tempe B dan C memiliki aroma enak tetapi masih ada aroma kedelai. Segi rasa, tempe A dan B memiliki rasa enak, gurih, tetapi masih terasa kedelainya (langu), sedangkan tempe C memiliki citarasa sangat enak, gurih dan menimbulkan selera makan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan aerasi dari masing-masing tempe yang akhirnya menyebabkan perbedaan pertumbuhan kapang. Perbedaan pertumbuhan kapang ini juga menyebabkan perbedaan kematangan dari tempe tersebut sehingga, aroma yang ditimbulkan juga berbeda. 9. Kesimpulan a. Dalam

pembuatan

tempe

perlu

diperhatikan

beberapa

faktor

untuk

menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik. Adapun faktor yang perlu diperhatikan diantaranya yaitu, suhu, lama inkubasi, kaulitas kedelai, jenis ragi yang digunakan, lamanya inkubasi, dan aerasi. Dari praktikum yang telah

dilakukan tempe dengan kualitas yang baik adalah tempe B dengan aerasi 2 cm. b. Aerasi sangat berpengaruh terhadap kualitas tempe yang dihasilkan. Aerasi dapat berpengaruh terhadap, warna tekstur, dan aroma yang menentukan kualitas tempe. 10. Diskusi 1. Apakah peranan aerasi dalam proses pembuatan tempe? Aerasi berhubungan dengan pemasukan oksigen ke dalam kantung plastik, aerasi memiliki peranan sebagai pertukaran udara

atau

masuknya

oksigen

yang

dibutuhkan

untuk

pertumbuhan kapang. Aerasi memiliki peran penting dalam pertumbuhan kapang Rhizopus sp. Jamur ini tumbuh baik pada satu tempat saja (tidak merata) bila kondisi aerasinya kurang. Jika oksigen yang masuk terlalu banyak akan memacu terjadinya sporulasi yang berakibat terbentuknya bercak hitam pada tempe. Bila aerasi baik maka pertumbuhan jamur tersebut juga akan baik dan mampu membentuk misellium yang lebih kompak. Oleh karena itu dilakukan penusukan kantung plastik menggunakan jarum yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe sehingga oksigen dapat tercukupi, dan tidak berlebihan. 2. Jelaskan perubahan fisika dan kimiawi yang terjadi dalam proses pembuatan tempe! Selama

proses

pembuatan

tempe

terjadi

perubahan

materi, yaitu perubahan fisika dan kimia yaitu: Perubahan fisika ditandai dengan perubahan wujud atau fase zat yang umumnya bersifat sementara dan struktur molekulnya tetap. Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat yang jenisnya baru. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia.

1. Perubahan tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih

sederhana.

Hifa

kapang

juga

mampu

menembus

permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai. 2. Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang

menyelubungi

kedelai.

Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat kedelai satu dengan lainnya. Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma yang enak (Kasmidjo, 1990). 3. Adanya perubahan suhu, yaitu selama proses inkubasi tempe. Perubahan kimia yang terjadi pada proses pembuatan tempe adalah pada saat inkubasi. Pada saat itu terjadilah reaksi fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopus sp. menghasilkan energi. Energi tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh jamur Rhizopus sp. sebagai energi panas. Energi panas itulah yang menyebabkan perubahan suhu selama proses inkubasi tempe. 4. Perubahan warna. Selama proses inkubasi tempe terjadi perubahan warna dan munculnya titik- titik air yang dapat diamati pada permukaan dalam plastik pembungkus tempe. Pada awal pengamatan, kedelai pada tempe seperti berselimut kapas yang putih. Tetapi dengan bertambahnya masa inkubasi, mulai muncul warna hitam pada permukaan, perubahan warna ini menunjukkan adanya reaksi kimia pada proses inkubasi. 5. Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi

protein

kedelai

menjadi

asam

amino.

Lemak

diuraikan oleh kapang selama fermentasi. Karbohidrat juga didegradasi Rhizopus oligosporus yang memproduksi enzim seperti amilase dan selulase. Selama fermentasi, karbohidrat akan berkurang karena dirombak menjadi gula sederhana. DAFTAR RUJUKAN

Astawan, Made. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Solo: Tiga Serangkai. Hastuti, S. U. 2015. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press. Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Kasmidjo, R.. B. 1990. TEMPE: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Novi, D.S. 2007. Studi Pendahuluan Daya Antioksidan Ekstrak Metanol Tempe Segar dan Tempe Busuk Kota Malang terhadap Radikal Bebas DPPH (1,1-difenil- 2-pikrilhidrazil. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Samsudin, U.S. 1985. Budidaya Kedelai. Bandung: CV Pustaka Buana. Sarwono, B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Sudarmadji dan Markakis. 1977. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan LIPI. Sumantri, Debby. 2007. Cara Pembuatan Tempe. Wirakartakusumah. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Lampiran Tempe dengan aerasi 1cm

Tempe dengan aerasi 2cm

Tempe

dengan aerasi 3cm (sebelum digoreng)

(sebelum digoreng)

(sebelum

digoreng)

Tempe dengan aerasi 1cm

Tempe dengan aerasi 2cm

dengan aerasi 3cm (setelah digoreng) (setelah digoreng)

(setelah digoreng)

Tempe

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF