Biofilm organik dan anorganik
February 22, 2017 | Author: Lestari Wevriandini | Category: N/A
Short Description
Download Biofilm organik dan anorganik...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI AIR
ACARA III BIOFILM ORGANIK DAN ANORGANIK
Disusun oleh : Nama
: Lestari Wevriandini
NIM
: 11/313063/PN/12277
Kelompok
: 5 (lima)
Jurusan
: Mikrobiologi
Asisten
: Martha Retnaning Tyas Nabila Dias F Yudi Kusnadi
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI AIR JURUSAN MIKROBIOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
BIOFILM ORGANIK DAN ANORGANIK
ABSTRAKSI Biofilm adalah lapisan yang dibentuk oleh bakteri pada suatu permukaan benda padat di lingkungan berair maupun lingkungan yang lembab yang dapat terbentuk pada permukaan organik maupun anorganik. Praktikum mengenai Biofilm organik dan anorganik bertujuan mengetahui pembentukan biofilm pada substrat organik dan anorganik serta mengetahui tingkat pertumbuhan dan keragaman mikroorganisme pada berbagai macam konsentrasi medium. Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 27 Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Air, Jurusan Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain cawan petri, gelas beker, jarum ose, pipet dan dryglasky, sedangkan bahan yang diperlukan, antara lain medium TSA (Tripticase Soy Agar I) (1x, 0,1x, 0,01x), larutan garam fisiologis dan sampel biofilm organic dan anorganik. Hasil yang didapatkan adalah jumlah bakteri biofilm pada permukaan substrat organik lebih banyak dibandingkan dengan permukaan substrat anorganik karena karena pada substrat anorganik aktivitas rendah atau tidak dapat bergerak karena bukan mahkluk hidup, selain itu tingkat kekasaran (hidrofobik) yang cenderung lebih besar dibanding pada substrat organik. Pada substrat anorganik juga tidak ada kandungan kompleks organik seperti pada substrat organik, sehingga pertumbuhan bakteri dimungkinkan lebih lambat. Konsentrasi medium mempengaruhi pertumbuhan mikrobia karena semakin rendah konsentrasi maka kandungan nutrisi di dalamnya semakin sedikit yang berdampak pada jumlah mikrobia yang tumbuh juga semakin sedikit.
I. PENDAHULUAN a. Latar belakang Biofilm adalah lapisan yang dibentuk oleh bakteri pada suatu permukaan benda padat di lingkungan berair maupun lingkungan yang lembab. Berdasarkan tempat atau permukaan tempat melekatnya, biofilm dibedakan menjadi dua yaitu, biofilm organik yang mana terbentuk pada permukaan bahan atau benda organik dan anorganik yang mana terbentuk pada permukaan bahan atau benda anorganik. Pembentukan biofilm pada benda organik maupun anorganik perlu dipelajari, sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dan keanekaragamannya pada dua jenis benda yang berbeda. Selain itu, dengan mengetahui pembentukan keragaman biofilm pada berbagai benda tersebut, maka dapat semakin diketahui mengenai keanekaragaman habitat yang disukai bakteri biofilm serta keuntungan dan kerugian bakteri biofilm pada kehidupan.
b. Tujuan 1. Mengetahui pembentukan biofilm pada substrat organik dan anorganik 2. Mengetahui tingkat pertumbuhan dan keragaman mikroorganisme pada berbagai macam konsentrasi medium.
II. TINJAUAN PUSTAKA Bakteri di alam sering ditemukan berasosiasi dengan permukaan suatu kelompok baik organik maupun organik yang dikenal dengan biofilm dan bukan pada bentuk planktonik. Pembentukan biofilm dimulai ketika bakteri menempel pada permukaan, kemudian diikuti pertumbuhan klonal, pelekatan mikroorganisme yang berenang bebas dan produksi matrix ekstraselular. Biofilm yang matang dicirikan dengan dihasilkannya exsopolisakarida dan bakteri yang berada pada biofilm telah menunjukkan peningkatan ketahanan terhadap antibibiotik dan perlindungan terhadap osmotic shock, dehidrasi dan radiasi UV (Leasure et al., 2013). Biofilm didefinisikan sebagai komunitas bakteri dikelilingi oleh produksi matrix polimer yang dihasilkan sendiri dan melekat secara reversibel pada permukaan biotik maupun abiotik. Bakteri mungkin berkembang pada akar tanaman sebagai sel terisolasi, mikrokoloni, agregat bakteri atau biofilm. Komponen permukaan dari biofilm bakteri terutama eksopolisakarida (EPSs), flagela dan lipopolisakarida (LPSs) dalam kombinasinya dengan signal fungsional bakteri sangat penting untuk pembentukan biofilm rhizobial pada semua spesies yang telah dipelajari sejauh ini. Permukaan polisakarida rhizobial memegang peranan penting pada simbiosis dan pembentukan bintil akar yang aktif. Mutan yang tidak efektif dalam produksi EPSs, LPSs dan polisakarida kapsular biasanya menunjukkan sebuah induksi tereduksi dari bintil efektif dan sangat berpengaruh pada proses infeksi melalui benang-benang infeksi (Sorroche et al., 2012). Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, alga, yeast (ragi), amuba (bakteri) dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri yang bersifat aerob akan tumbuh di bagian dalam, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh secara anaerob akan berada di layer bagian dalam. Semakin beragam bakteri,
maka interaksi antara bakteri semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain. Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba dapat bertahan hidup jika ia mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada prosesnya biofilm mengeksresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel. Selama kita dapat menemukan kombinasi nutrien, air dan sebuah permukaan yang tidak mengandung senyawa beracun, disana sangat mungkin kita temukan biofilm (Pribadi, 2009). Biofilm dapat dibentuk pada lingkungan ekstrim, seperti pada air asam tambang (pada pH 0), dimana bakteri berkontribusi pada siklus sulfur. Biofilm dari cyanobakteria yang telah dipelajari secara intensif pada sumber mata air panas dan baru-baru ini peneliti mulai meneliti biofilm yang terdapat di danau terlapis es di Antartika. Struktur komunitas bakteri yang kompleks pada lingkungan yang ekstrim tersebut telah ditemukan dalam hal biologis seperti fotosintesis, fiksasi nitrogen dan fermentasi (Davey dan O'Toole., 2000). Bakteri di dalam biofilm mampu bertahan terhadap antibiotik, desinfektan, bahkan mampu tahan terhadap sistem immunitas hospesnya (Oliveira et al., 2006; Melchior et al., 2006; Setiawan et al., 2012). Manifestasi klinis dari infeksi oleh bakteri pembentuk biofilm adalah adanya resistensi terhadap pengobatan antibiotik. Terapi antibiotik pada umumnya hanya akan membunuh sel-sel bakteri planktonik (yang berenang-berenang di luar biofilm) sedang bentuk bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm akan tetap hidup dan berkembang serta akan melepaskan bentuk sel-sel planktonic keluar dari formasi biofilm. Demikian juga terhadap sistem kekebalan hospes di mana formasi biofilm mampu melindungi bakteri di dalamnya dari efektorefektor sistim immun hospesnya (Davey dan O’toole, 2000; Melchior et al., 2006; Setiawan et al., 2012).
III. METODOLOGI Praktikum Mikrobiologi Air Acara III yang berjudul “Biofilm Organik dan Anorganik” dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 27 Maret 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Air, Jurusan Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain cawan petri, gelas beker, jarum ose, pipet dan dryglasky, sedangkan bahan yang diperlukan, antara lain medium TSA (Tripticase Soy Agar I) (1x, 0,1x, 0,01x), larutan garam fisiologis dan sampel biofilm organic dan anorganik. Adapun cara kerja yang dilakukan pertama, yakni sampel biofilm organik dan anorganik direndam di dalam larutan garam fisiologis selama beberapa waktu (±5 menit). Selanjutnya permukaan sampel dikerik saat direndam di larutan garam fisiologis, lalu 0,1 ml larutan garam fisiologis diambil yang digunakan untuk merendam sampel. Kemudian, 0,1 ml larutan yang telah diambil tersebut dituang ke medium TSA (dengan konsentrasi 1x, 0,1x, 0,01x secara surface plate) dengan masing-masing konsentrasi sebanyak tiga ulangan. Terakhir, medium yang telah berisi sampel diinkubasikan kedalam ruang bertemperatur 370 C selama 3-4 hari, lalu keragaman mikrobia yang tumbuh diamati.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Biofilm adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu lingkungan kehidupan yang khusus dari sekelompok mikroorganisme, yang melekat pada suatu permukaan padat dalam lingkungan perairan. Menurut Sari (2007) biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam keadaan diam (sesil). Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan nutisi yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Matrik ini berfungsi sebagai perekat bagi biofilm. Biofilm akan terbentuk dengan cepat dalam sistem yang mengalir dimana suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif disertai oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller, menyebabkan pembentukan lapisan berlendir (biofilm). Peranan EPS bagi biofilm adalah menyediakan makanan, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan, untuk bertahan pada kondisi dimana sel planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup. Biofilm merupakan sebuah kumpulan yang kompleks dari mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada substrat padat. Permukaan padat atau substrat padat yang dilekati biofilm tersebut dapat berupa substrat abiotik atau anorganik dan substrat biotik atau organik yang terbenam dalam air dan lembab.. Substrat organik misalnya daun dan batang tumbuhan air, daerah perakaran, kulit dan gigi hewan air, usus manusia dan lainlain. Substrat abiotik misalnya jaringan implant, peralatan medis, partikel tanah, batubatuan, pipa saluran air, bagian bawah galangan kapal, serta substrat lain yang tergenang air. Terbentuknya biofilm pada berbagai substrat harus terjadi dalam sistem yang mengalir atau lembab dimana suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif pada permukaan padat disertai oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller yang menyebabkan pembentukan lapisan berlendir (biofilm) yang dapat dilihat dengan kasat mata pada permukaan baik borganik maupun anorganik. Kemampuan sel melekat pada permukaan dan membentuk biofilm dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor Lingkungan. a. Keberadaan nutrien Kepadatan populasi yang rendah adalah karakteristik umum dari komunitas planktonik pada ekosistem mikroba di alam. Keadaan oligotropik dari ekosistem
menyiratkan ketidakcukupan nutrient untuk mendukung aktifitas mikkroba lebih jauh.
Kelaparan
sering
disertai
dengan
mengecilnya
ukuran,peningkatan
hidrofobisitas permukaan sel dan meningkatkan pelekatan. Faktor di atas membuat bakteri
cenderung
melekat
ke
permukaan
padat,
dimana
kesempatan
untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi b. Substrat Substrat yang sangat disukai bakteri biofilm ialah substrat yang lembab. Permukaan padat memiliki beberapakarakteristik yang penting bagi prosespelekatan. Perluasan koloni mikrobasebanding dengan peningkatankekasaran permukaan. c. Arus perairan Sel berperilaku seperti partikel pada suatu perairan sehingga pelekatan sel bakteri pada substrat tergantung dari arus. Pelekatan sel sangat tergantung pada motilitas bakteri ketika kecepatan arus rendah, sebaliknya ketika kecepatan arus meningkat maka bakteri dapat bergerak dengan bantuan arus laut sehingga dapat meningkatkan kemampuan bakteri untuk melekat pada substrat. 2. Faktor Genetik a. Gen pengkode fungsi motilitas Gen pengkode fungsi motilitas berperan dalam pembentukan flagelayang mempengaruhi pelekatan mikroba. b. Adhesi Adhesi bakteri terjadi karenanutrien pada lingkungan perairan cenderung terkonsentrasi di sekitar permukaan padat. Ketebalan biofilm dapat bervariasi tetapi biasanya berkisar antara 500 – 100 mikron. Saat ketebalan biofilm meningkat, beberapa potongan biofilm dapat terlepas dikarenakan populasinya sudah terlalu banyak, memungkinkan terbentuknya koloni baru yang terpisah dari koloni biofilm yang sudah ada. Adapun faktor yang mengontrol perkembangan, komposisi dan struktur biofilm adalah sebagai berikut: 1. Kondisi permukaan substratum(misal kekasaran dan kondisi hidrofobik) 2. Kondisi permukaan mikroorganisme 3. Kondisi fisika-kimia sebagian besar air (temperatur, pH, salinitas, ion, bahan organik)
4. Konsentrasi bahan organik yang tersedia sebagai substrat, biasa terukur sebagai Assimilable Organic Carbon (AOC), Biodegradable Dissolved Organic Carbon (BDOC) atau Biochemical Oxygen Demand 5. Morfologi mikroorganisme (misal filament) 6. Aktivitas fisiologikal mikroorganisme 7. Lisis organisme biofilm 8. Konsumsi oleh protozoa 9. Aktivitas invertebrate 10. Formasi gelembung gas pada zona anoksik dan anaerobic (N2 dan CH4) 11. Erosi dan sloughing 12. Usia biofilm 13. Kondisi hidrolisis (laju aliran, gaya geser) 14. Keberadaan zat antimikroorganisme. Pada praktikum dilakukan pengamatan terhadap keanekaragaman bakteri pembentuk biofilm yang berasal dari substrat organik dan anorganik. Substrat organik yang digunakan, yaitu daun teratai, dahan tanaman (ranting tanaman) dan cangkang bekicot, sedangkan substrat anorganik yang digunakan, yaitu batu kali, batu kolam dan lantai atau dinding kamar mandi. Biofilm diambil dari permukaan substrat padat tersebut dengan cara dikerik di dalam larutan garam fisiologis yang sebelumnya telah dilakukan perendaman selama ±5 menit di dalam larutan tersebut. Fungsi dari perendaman di dalam garam fisiologis adalah agar biofilm yang menempel pada substrat dapat mudah dilepaskan ketika dikerik, selain itu larutan garam fisiologis juga berfungsi sebagai pengencer dan menjaga tekanan tetap stabil atau dalam keadaan isotonis. Keadaan isotonis tersebut diperlukan agar keadaan atau konsentrasi di dalam sel bakteri biofilm dan di lingkungan (garam fisiologis) sama/seimbang, sehingga tidak terjadi lisis maupun pengkerutan (shrinking) sel. Setelah dilakukan pengerikan pada subsrat, larutan garam fisiologis yang telah mengandung bakteri biofilm dinokulasikan ke dalam medium TSA dengan tiga jenis konsentrasi, yaitu 1x, 0,1x dan 0,01x masing-masing sebanyak 0,1 ml. TSA (Tripticase Soy Agar) merupakan medium yang mendukung dan memberi nutrisi pada mikrobia untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Komposisi medium TSA sendiri terdiri dari NaCl, soybean meal, soytone, pepton, akuades dan lain-lain. Perbedaan konsentrasi
pada medium TSA dimaksudkan untuk melihat seberapa banyak keragaman bakteri yang tumbuh pada berbagai macam konsentrasi medium. Penggunaan TSA pada berbagai konsentrasi diharapkan dapat mempengaruhi jumlah dan keragaman bakteri yang tumbuh. Setelah diinkubasi, maka dapat diamati pertumbuhan bakteri biofilm yang berasal dari substrat organik maupun anorganik pada masing-masing medium TSA yang memiliki konsentrasi berbeda. Hasil yang didapat adalah tumbuh beraneka ragam bakteri dengan bentuk, warna dan ukuran yang beragam (Tabel 1 dan 2). Sampel
Ulangan
Daun Teratai
1
2
3
Dahan Tanaman
1
2
3
TSA 1X
Ragam koloni Circular, kuning Irreguler, kuning Ireguler Orange Circular, Kuning Opaque Iregular, putih Circular, kuning Irreguler, kuning Orange, putih Circular, kuning Irreguler, kuning Irreguler, Orange
Circular, orange Irreguler, kuning Irreguler, cream Circular, putih keruh Circular, bening Circular, orange Circular, bening Irreguler, putih keruh Irreguler, putih Circular, orange Irreguler, orange Circular, kuning Circular, putih keruh Irreguler, putih keruh Circular, putih
TSA 0,1X
Σ koloni TMTC TMTC TMTC 29 1 TMTC Semua TMTC Semua TMTC
Ragam koloni Filamen, putih Circular, putih Irreguler, putih
Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih
TSA 0,01X
Σ koloni 8 TMTC TMTC
Ragam koloni Circular, bening Irreguler, bening
Σ koloni Semua TMTC
Circular Irreguler
Semua TMTC
TMTC TMT 4 TMTC TMTC 13
37 27 96 TMTC
Irreguler, 27 kuning Irreguler, bening TMTC Rhizoid, putih
TMTC 57 91 TMTC 50
7 Irreguler, putih 18 Irreguler, putih TMTC bening TMTC Circular, putih keruh Irreguler, orange 4 Irreguler, putih keruh 15 Circular, putih Irreguler, putih Circular, orange 42
36 5 26 Spreader 11
18 15
Circular, bening Irreguler, bening Irreguler, putih Irreguler, bening
TMTC TMTC 3 TMTC
Irreguler, bening
TMTC
Irreguler, bening
TMTC
Cangkang Bekicot
TMTC Semua Circular, kuning Semua Circular, putih Circular, putih TMTC Irreguler, Irreguler, putih Spreader Irreguler, putih kuning Filamen, putih Filamen, putih Filamen, kuning Circular, pink Irreguler, pink Rhizoid, kuning, Semua tidak Semua tidak Irreguler, coklat mengkilat mengkilat Circular, putih Semua mengkilat 2 Semua Circular, kuning Semua Circular, putih Circular, pink spreader Spreader Irreguler, Irreguler, pink Irreguler, putih kuning Filamen, putih Filamen, coklat Filamen, putih Irreguler, putih Circular, putih Circular, putih Circular, pink Circular, coklat Irreguler, pink Irreguler, coklat Filamen, kuning Semua tidak Rhizoid, kuning mengkilat Semua mengkilat 3 Semua Semua Circular, putih Circular putih Irreguler, putih spreader Irreguler, putih Irreguler, putih spreader Circular, pink Filamen, putih Filamen, putih Circular, putih Rhizoid, putih Circular, Pink Filamen, putih Circular, kuning Semua tidak Irreguler, pink mengkilat Irreguler, Semua tidak kuning mengkilat Filamen, kuning Rhizoid, kuning Semua mengkilat Tabel 1. Perbandingan Biofilm Dalam berbagai jenis substrat 10rganic dan konsentrasi medium TSA (Trypticase Soy Agar) 1
Berdasarkan hasil pertumbuhan bakteri biofilm pada substrat organik (tabel 1), maka jenis substrat yang paling banyak dan beragam bakterinya adalah pada substrat cangkang bekicot. Bentuk, warna dan jumlah bakteri yang beragam dari bakteri pada cangkang bekicot adalah dikarenakan bekicot hidup bebas di air atau mobilitas (gerakan) dan aktivitas lebih banyak, sehingga jenis bakteri yang dapat melekat pada cangkang bekicot lebih beragam tidak hanya berasal dari satu tempat. Selain itu, kondisi permukaan atau tingkat kekasaran (hidrofobik ) cangkang bekicot lebih baik sehingga bakteri mudah menempel. Hal lain yang mungkin berpengaruh seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu konsentrasi dan kandungan bahan organik yang tersedia sebagai substrat, biasa terukur sebagai Assimilable Organic Carbon (AOC), Biodegradable Dissolved Organic Carbon (BDOC) atau Biochemical Oxygen Demand.
Semua Spreader
Semua Spreader
Semua spreader
Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan atau komposisi bahan organik tersebut pada cangkang bekicot lebih banyak dari bahan organik lain yang digunakan seperti daun teratai dan dahan tanaman. Setelah cangkang bekicot, substrat kedua yang mengandung banyak bakteri biofilm adalah dahan tanaman dan terakhir daun teratai. Sampel
Ulangan
Batu Kali
1
2
3
Batu Kolam
1
2
TSA 1X Ragam koloni Σ koloni Semua Circular, Spreader kuning Circular, kuning keruh
Circular, kuning Circular, putih Circular, kuning keruh
Semua Spreder
Circular, kuning tua Circular, bening
Spreader
Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih Circular, kuning Circular, orange Irreguler, bening
Semua TMTC
Semua TMTC
Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih Circular, kuning Circular, orange
8
TSA 0,1X Ragam koloni Σ koloni Filamen, 1 putih Circular, Spreader putih Circular, 6 kuning Circular, Spreader putih keruh Irreguler, Spreader putih Filamen, 1 putih Circular, Spreader putih Circular, 26 kuning Filamen, Spreader putih 24 Irreguler, Spreader putih 10 Circular, putih Circular, kuning Semua Circular, TMTC putih Irreguler, putih Filamen, putih Irreguler, bening Circular, kuning
TSA 0,01X Ragam koloni Σ koloni Semua Circular, Spreader putih Circular, bening
Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih Irreguler,
Semua TMTC
Circular, putih Irreguler, putih Circular, bening
Spreade r 1
Circular, bening Circular, putih
Semua Spreader
Circular, putih Irreguler, putih Irreguler, bening Circular,kuni ng Filamen, putih
12
Circular, putih Irreguler, putih Irreguler, bening Circular,
7
Spreade r
TMTC TMTC TMTC 1
TMTC TMTC TMTC
Irreguler, bening 3
Plastik Kamar Mandi
Circular, putih Irreguler, putih Filamen, putih Circular, kuning Circular, orange Irregular, bening
Semua TMTC
1
Circular, putih
TMTC
2
Irreguler, putih
TMTC
3
Circular, kuning
TMTC
bening Circular, kuning Irreguler, putih Irreguler, putih Filamen, putih Irreguler, bening Circular, kuning Circular, putih Irreguler, putih Tidak tumbuh
Semua TMTC
TMTC
TMTC
-
kuning Rhizoid, putih Circular, putih Irreguler, putih Irreguler, bening Circular, kuning Filamen, putih Circular, putih Irreguler, putih Tidak tumbuh
Tabel 2. Perbandingan Biofilm Dalam berbagai jenis substrat anorganik dan konsentrasi medium TSA (Trypticase Soy Agar)\
Selain menggunakan substrat organik juga digunakan substrat anorganik tempat asal pertumbuhan biofilm. Jika dibandingkan dengan substrat organik substrat anoorganik memang memiliki tingkat keanekaragaman jumlah dan jenis bakteri yang lebih rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan koloni pada medium TSA berbagai konsentrasi (Tabel 2). Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah karena pada substrat anorganik aktivitas rendah atau tidak dapat bergerak karena bukan mahkluk hidup, selain itu tingkat kekasaran (hidrofobik) yang cenderung lebih besar dibanding pada substrat organik. Pada substrat anorganik juga tidak ada kandungan kompleks organik seperti pada substrat organik, sehingga pertumbuhan bakteri dimungkinkan
lebih
lambat.
Untuk
perbandingan
antar
sampel
anorganik,
keanekaragaman jenis dan jumlah bakteri biofilm paling banyak adalah pada batu kolam, kemudian yang kedua batu kali dan yang terendah adalah pada plastik kamar mandi. Pertumbuhan biofilm bergantung pada substansi matriks bahan atau substrat yang digunakan. Matriks bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi mikroba untuk proses oksidasi dalam upaya menghasilkan energi. Selain itu, pembentukan biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh. Biofilm dapat dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba.
2 4 TMTC TMTC TMTC 1 TMTC TMTC TMTC
Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri yang bersifat aerob akan tumbuh di bagian luar, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh secara anaerob akan berada di lapisan bagian dalam. Semakin beragam bakteri, maka interaksi antara bakteri semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain. Adapun dalam hal nutrisi yang diberikan untuk pertumbuhan bakteri pada laboratorium berupa medium TSA pada konsentrasi yang berbeda juga memberikan dampak dalam hal jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh. Konsentrasi medium TSA 1x merupakan kondisi paling baik untuk pertumbuhan bakteri karena kandungan bahan di dalamnya lebih banyak dibanding pada konsentrasi 0,1x dan 0,01x. Hal tersebut juga berdampak pada pertumbuhan bakteri serta keanekaragamannya lebih banyak dibandingkan pada konsentrasi TSA lain. Semakin besar pengenceran kandungan di dalam medium semakin rendah, sehingga jumlah bakteri yang tumbuh juga semakin sedikit. Biofilm sangat penting artinya bagi mikroba itu sendiri yaitu sebagai sistem proteksi terhadap lingkungan fisik yang ekstrim misalnya kekurangan nutrien, perubahan pH, suhu, dan kekeringan juga terhadap senyawa kimia yang merugikan seperti antibiotik, deterjen, desinfektan, dan agen anti biofouling . Bila lingkungan berubah menjadi ekstrim, pertumbuhan sel-sel dalam biofilm akan bertahan pada fase stationer.
Matriks biofilm berfungsi sebagai; (1)protektan bagi populasi; (2)
memfasilitasi komunikasi antar sel melalui sinyal biokimia, serta (3) membantu distribusi nutrien dan sinyal kimia seperti yang ditemukan pada beberapa biofilm pada saluran air. Selain berpengaruh pada hidup bakteri itu sendiri, biofilm juga dapat mempengaruhi lingkungan yang mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Diantara dampak positif dari adanya biofilm, yaitu sebagai sumber agen bioaktif baru karena pada saat terorganisasi dalam biofilm, mikroba menghasilkan substansi yang sangat efektif yang tidak dapat diproduksi sendiri secara individu. Oleh sebab itu, banyak peneliti yang mengatakan bahwa biofilm dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan obat parasiticidal baru. Di bidang pencemaran lingkungan, biofilm memegang peranan yang sangat penting. petroleum
oil
yang
Misalnya, membantu mengeliminasi
mengkontaminasi
laut,
khususnya
berkat
kemampuan hydrocarbonoclastic
bacteria (HCB)
melalui
mekanisme
aktivitas
degradasi hidrokarbon. Kemampuan kolonisasi mikroba pembentuk biofilm juga telah memberikan dampak buruk juga diberbagai bidang. Beberapa masalah yang ditimbulkan oleh pembentukan biofilm antara lain: 1) Kerusakan pada peralatan. 2) Kontaminasi pangan, produk farmasi, dan medis. 3) Kehilangan energi dan tidak efisiennya transfer energi. 4)
Infeksi medis dan penyakit pada tumbuhan.
5) Resistensi antibiotik. Kehadiran biofilm juga dapat menyebabkan masalah yang potensial terhadap industry makanan. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemroses makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk sebelum produksi. Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah terjadinya pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelf-life) maupun penyebaran penyakit melalui makanan (foodborne desease).
V. KESIMPULAN 1. Jumlah bakteri biofilm pada permukaan substrat organik lebih banyak dibandingkan dengan permukaan substrat anorganik karena karena pada substrat anorganik aktivitas rendah atau tidak dapat bergerak karena bukan mahkluk hidup, selain itu tingkat kekasaran (hidrofobik) yang cenderung lebih besar dibanding pada substrat organik. Pada substrat anorganik juga tidak ada kandungan kompleks organik seperti pada substrat organik, sehingga pertumbuhan bakteri dimungkinkan lebih lambat. 2. Konsentrasi medium mempengaruhi pertumbuhan mikrobia karena semakin rendah konsentrasi maka kandungan nutrisi di dalamnya semakin sedikit yang berdampak pada jumlah mikrobia yang tumbuh juga semakin sedikit.
DAFTAR PUSTAKA Davey, M. E. and G. A. O'Toole. 2000. Microbial Biofilms: from ecology to moleculer genetics. Microbiology and Molecular Biology Review 64(4) : 847-867. Leasure, S. M. H., C. Koid, M. James and J. N. Schultzhaus. 2013. Biofilm formation by Psychrobacter arcticus and the role of a large adhesin in attachment to surfaces. Applied and Environmental Microbiology 79(13) : 3967-3973. Melchior, M. B., H. Vaarkamp and J. F. Gremmels, 2006. Biofilm: Arole in reurrent mastitis infection. The Vet. Journal 171 : 398–407. Oliveira, M., R. Bexiga, S. F. Nunes, C. Carneiro and L. M. Cavaco, 2006. Biofilmforming ability profiling of Staphylococcus aureus and Staphylococcus epidermidis Mastitis Isolate. Vet. Mic. 116: 133– Pribadi, W. 2009. Biofilm dan Keadaan Tumbuhnya. . Diakses tanggal 2 April 2014 Sari, N. 2007. Penentuan Kandungan Total Karbohidrat Extra Polymeric substances (EPS) Mikrobia dalam Sedimen Intertidal. Fakultas MIPA, Insitut Teknologi Surabaya, Surabaya. Setiawan, V. M., S. Estoepangestie dan S. Koesdarto. 2012. Pembentukan biofilm oleh Streptococcus uberis terkait dengan infeksi kronis intramammary. JBP 14(3) : 153-157. Sorroche, F. G., M. B. Spesia, A. Zorreguieta and W. Giordano. 2012. A possitive correlation between bacterial autoaggregation and biofilm formation in native Sinorhizobium meliloti isolates from Argentina. Applied and Enironmental Microbiology 78(12) : 4092–4101.
LAMPIRAN
Gambar 1. Pembentukan koloni bakteri biofilm organik pada medium TSA 0,01x
Gambar 2. Pembentukan koloni bakteri biofilm organik pada medium TSA 0,1x
Gambar 3. Pembentukan koloni bakteri biofilm organik pada medium TSA 1x
Gambar 4. Pembentukan koloni bakteri biofilm anorganik pada medium TSA 1x, 0,1 x dan 0,01x
View more...
Comments