Beton Prategang Ir.soetoyo

November 14, 2018 | Author: Amin Rois | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Beton Prategang...

Description

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

1. PENDAHULUAN

Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap tarikan. Dengan mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan tekanan sedangkan tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yang dikenal sebagai beton bertulang ( reinforced concrete  concrete  ). Jadi pada beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan ( rebar  ). Sehingga pada beton bertulang, penampang beton tidak dapat efektif 100 % digunakan, karena bagian yang tertarik tidak diperhitungkan sebagai pemikul tegangan.  bagian tekan

     c         h

grs. netral

 bagian tarik          d

 penulangan  b

Gambar 001

Hal ini dapat dilihat pada sketsa gambar disamping ini. Suatu penampang beton  bertulang dimana penampang beton yang diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral ( bagian yang diarsir ), sedangkan bagian dibawah garis netral adalah bagian tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya tarik karena beton tidak tahan terhadap tegangan tarik.

Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh besi penulangan ( rebar  ).  ). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang adalah bera t sendiri ( self weight ) weight ) yang besar, bes ar, yaitu 3 2.400 kg/m , dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan ( bagian tarik ). Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian kemudian disebut beton pratekan atau beton prategang ( prestressed concrete ). concrete ). Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton pratekan. Beton bertulang : Cara bekerja beton bertulang adalah mengkombinasikan antara beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton bekerja memikul tegangan tekan dan baja penulangan memikul tegangan tarik. Jadi dengan menempatkan penulangan pada tempat yang tepat, beton bertulang dapat sekaligus memikul baik tegangan tekan maupun tegangan tarik. Beton pratekan : Pada beton pratekan, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja bermutu tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang kombinasinya secara  pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja dengan menahannya kebeton, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton sebelum be ban bekerja telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban bekerja bekerj a tegangan tarik t arik yang terjadi dapat di-eliminir oleh tegangan tekan yang telah diberikan pada penampang se belum beban bekerja.

01

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

2. PRINSIP DASAR DASAR BETON PRATEKAN PRATEKAN

Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat  beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang : Konsep Pertama :

Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene  F Fr eyssinet menggambarkan dengan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu (  pratekan ) tekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :

F

F

c

c.g.c

c Tendon konsentris

F M. c + A I GARIS NETRAL

c

+

= c

F/A AKIBAT GAYA PRATEGANG F

y M.y/I

F + M.c A I F - M. c A I

M.c/I AKIBAT MOMEN EKSTERNAL M

AKIBAT F DAN M

Gambar 002 Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat penampang  beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb. Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :  M .  M .c Tegangan lentur :  f  =  I  Dimana : M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang penampang I : momen inersia penampang. 02

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

2. PRINSIP DASAR DASAR BETON PRATEKAN PRATEKAN

Beton pratekan dapat didefinisikan sebagai beton yang diberikan tegangan tekan internal sedemikian rupa sehingga dapat meng-eliminir tegangan tarik yang terjadi akibat  beban ekternal sampai suatu batas tertentu. Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-sifat dasar dari beton pratekan atau prategang : Konsep Pertama :

Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Eugene  F Fr eyssinet menggambarkan dengan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu (  pratekan ) tekan ) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan ( dengan menarik baja mutu tinggi ), beton yang bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini :

F

F

c

c.g.c

c Tendon konsentris

F M. c + A I GARIS NETRAL

c

+

= c

F/A AKIBAT GAYA PRATEGANG F

y M.y/I

F + M.c A I F - M. c A I

M.c/I AKIBAT MOMEN EKSTERNAL M

AKIBAT F DAN M

Gambar 002 Akibat diberi gaya tekan ( gaya prategang ) F yang bekerja pada pusat berat penampang  beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton tsb. Akibat beban merata ( termasuk berat sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :  M .  M .c Tegangan lentur :  f  =  I  Dimana : M : momen lentur pada penampang yang ditinjau c : jarak garis netral ke serat terluar penampang penampang I : momen inersia penampang. 02

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini di jumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah : a. Diatas garis netral :  f Total Total =

 F   A

 +

 M .  M .c  I 

 → tidak

boleh melampaui tegangan hancur beton.

 b. Dibawah garis netral :  f Total Total =

 F 



 M .  M .c

 A

 I 



0  → tidak boleh lebih kecil dari nol.

Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban tarik. Konsep Kedua :

Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana beton menahan betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : q

q C

C

T

T Besi Tulangan

kabel prategang

BETON BERTULANG

BETON PRATEGANG

(B)

(A)

Gambar 003 Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang mana membentuk suatu kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya tarik T akibat  beban luar, yang juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen luar akibat beban luar. Konsep Ketiga :

Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan sbagai berikut :

03

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Kabel prategang dg. lintasan parabola F

F         h

L

F

F Beban merata w b

Gambar 004 Suatu balok beton diatas dua perletakan (  simple beam ) beam ) yang diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan : w b = Dimana :

w b h L F

8 F  . .h  L2 : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F : tinggi parabola lintasan kabel prategang. : bentangan balok. : gaya prategang.

Jadi beban merata akibat beban ( mengarah kebawah ) diimbangi oleh gaya merata akibat prategang w b yang mengarah keatas. Inilah tiga konsep dari beton prategang ( pratekan ), yang nantinya dipergunakan untuk menganalisa suatu struktur beton prategang. 3. METHODE PRATEGANGAN

Pada dasarnya ada 2 macam methode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu : 3.1. Pratarik ( Pre-Tension Method )

Methode ini baja prategang diberi gaya prategang dulu sebelum beton dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Adapun prinsip dari Pratarik ini secara singkat adalah sebagai berikut :

04

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

KABEL ( TENDON ) PRATEGANG ABUTMENT

LANDASAN ANGKER 

F

F

(A)

BETON DICOR 

F

F

(B)

TENDON DILEPAS GAYA PRATEGANG DITRANSFER KE BETON

F

F

(C)

Gambar 005 Tahap 1 : Kabel ( Tendon ) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap ( gambar 005 A ). Tahap 2 : Beton dicor pada pada cetakan ( formwork formwork ) dan landasan yang sudah disediakan sedemikian sehingga melingkupi melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering ( gambar 005 B ). Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur kuat untuk menerima gaya  prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton ( gambar 005 C ). Setelah gaya prategang ditransfer kebeton, kebeton, balok beton tsb. akan melengkung melengkung keatas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok balok beton tsb. akan rata. 3.2. Pascatarik ( Post-Tension Post-Tension Method )

Pada methode Pascatarik, beton dicor lebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Secara singkat methode ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

05

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

BETON DICOR  SALURAN TENDON

(A)

TENDON ( KABEL/BAJA PRATEGANG ) ANGKER 

F (B)

(C)

F

GROUTING

F

F

Gambar 006 Tahap 1 : Dengan cetakan ( formwork ) yang telah disediakan lengkap dengan saluran/selongsong kabel prategang ( tendon duct ) yang dipasang melengkung sesuai bidang momen balok, beton dicor ( gambar 006 A ). Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong ( tendon duct ), kemudian ditarik untuk mendapatkan gaya prategang. Methode pem berian gaya prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik ( ditarik dari satu sisi ). Ada pula yang ditarik dikedua sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan. ( Gambar 006 B ). Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah ditransfer kebeton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata kebalok yang arahnya keatas, akibatnya balok melengkung keatas ( gambar 006 C ).

06

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Karena alasan transportasi dari pabrik beton kesite, maka biasanya beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara segmental ( balok dibagi bagi, misalnya dengan panjang 1 ∼ 1,5 m ), kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan disite, stelah balok segmental tsb. dirangkai. 4. TAHAP PEMBEBANAN

Beton prategang dua tahap pembebanan, tidak seperti pada beton bertulang biasa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang adalah Tahap Transfer   dan Tahap Service. 4.1. Tahap Transfer

Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya  prategang direansfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi  pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan  peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang  bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang. 4.2. Tahap Service

Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti live load, angin, gempa dll. mulai  bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus dipertimbangkan didalam analisa strukturnya. Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis terhadap kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin,nilai retak terhadap nilai batas  yang di-ijinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan kom binasi pembebanan, konsep kopel internal ( internal couple concept   ) atau methode be ban penyeimbang ( load balancing method   ), yang akan dibahas pada kuliah-kuliah  berikutnya. 5. PERENCANAAN BETON PRATEGANG

Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu : 1. Wor k  method ( metode beban kerja ) ki ng  sstr ess  m Prinsip perencanaan disini ialah dengan menhitung tegangan yang terjadi akibat  pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban  ) dan membandingkan dengan te-gangan yang di-ijinkan. Tegangan yang di-ijinkan dikalikan dengan suatu faktor ke-lebihan tegangan ( overstress factor   ) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.

07

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

2. Limit  sstate  m method ( metode beban batas ) Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api , kelelahan dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur te rsebut. Dalam menghitung menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu faktor beban ( load factor  ), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ( reduction factor  ). Tahap batas ( limit state ) adalah suatu batas tidak di-inginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur. Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah : Berdasarkan SNI 03-2874-2002 1. U = 1,4 D …………………………………………. ( 4 ) 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) ………………. ( 5 ) 3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) ……… ( 6 ) 4. U = 0,9 D ± 1,6 L …………………………………... ( 7 ) 5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E ………………………….. ( 8 ) 6. U = 0,9 D ± E ………………………………………. ( 9 ) Dimana :

U = D = L = A = R = W= E =

Kuat perlu Dead Load ( Beban Mati ) Live Load ( Beban Hidup ) Beban Atap Beban Air Hujan Beban Angin Beban Gempa

Catatan : a. Jika ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan didalam perencanaan, maka pada persamaan 5, 7 dan 9 ditambahkan 1,6 H, kecuali bila akibat tekanan tanah H akan mengurangi pengaruh beban W dan E, maka pengaruh tekanan tanah H tidak perlu diperhitungkan.  b. Jika ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban fluida 1,4 F harus ditam bahkan pada persamaan 4, dan 1,2 F pada persamaan 5. c. Untuk kombinasi beban ini selanjutnya dapat dipelajari dalam buku code  beton SNI 03 – 2874 – 2002 Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan ( Strength Limit State ), menetapkan  bahwa aksi design ( R u ) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ∅. R u ≤ ∅ R n Dimana :

( 5.1 )

R u = aksi desain R n = kapasitas bahan ∅ = faktor reduksi 08

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Sehingga untuk aksi design , momen, geser, puntir dan gaya aksial berlaku : Mu ≤ ∅ Mn Vu ≤ ∅ Vn Tu

≤ ∅ Tn

Pu

≤ ∅ Pn

Harga-harga Mu, Vu, Tu  dan Pu  diperoleh dari kombinasi pempebanan yang paling maksimum, sedangkan M n, Vn, Tn dan Pn adalah kapasitas penampang terhadap Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial. Faktor Reduksi kekuatan menurut SNI 03 – 2874 – 2002 untuk : Lentur tanpa gaya aksial ……………………………………… : Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur …………………… : Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : tulangan spiral : : tulangan sengkang : Gaya geser dan Puntir ………………………………………… :

∅ =

0,80 ∅ = 0,80 ∅ = 0,70 ∅ = 0,65 ∅ = 0,75

Untuk lebih memahami hal ini agar mempelajari sumbernya, yaitu SNI 03 −2874 −2002 Desain untuk tahap batas kemampuan layan (  serviceability limit state ) harus diperhitungkan sampai batas lendutan, batas retakan atau batasan-batasan yang lain. Untuk batas kekuatan lentur ( bending stress limit  ), suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal ( beban layan ) sampai tahap batas ( beban batas/ultimate load   ). Sedangkan untuk geser dan puntir , analisis dilakukan pada suatu tahap batas saja, karena  pada geser dan puntir batas dari kedua tahap tersebut tidak sejelas pada analisis lentur. Karena kekuatan beton prategang sangat tergantung pada tingkat penegangan ( besarnya gaya prategang ) maka dikenal istilah : Pr ategang Penuh (  fully prestressed   ) dan Pr ategang  S Se bagian ( partially prestressed  ). Untuk komponen-kompenen struktur dari beton prategang penuh, maka komponen tersebut direncanakan untuk tidak mengalami retak pada beban layan, jadi pada komponen tersebut ditetapkan tegangan tarik yang terjadi = nol ( σtt = σts = 0 ). Dimana :

σtt :

tegangan tarik ijin pada saat transfer gaya prategang σts : tegangan tarik ijin pada saat servis

Untuk kompomen struktur yang direncanakan sebagai beton prategang sebagian, maka komponen tersebut dapat didesain untuk mengalami retak pada beban layan dengan  batasan tegangan tarik pada saat layan diperbolehkan maksimum : σts = 0,50

 f c'

( 5.2 )

Dimana :  f c′ : kuat tekan beton Oleh karena itu konstruksi beton prategang harus didesain sedemikian sehingga mempunyai kekuatan yang cukup dan mempunyai kemampuan layan yang sesuai ke butuhan. Disamping itu konstruksi harus awet, tahan terhadap api, tahan terhadap kelelahan ( untuk beban yang berulang-ulang dan berubah-ubah ), dan memenuhi persyaratan lain yang berhubungan dengan kegunaannya.

09

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban terbatas ( dead load dan beban konstruksi ). 2. Kehilangan gaya prategang. Untuk perhitungan awal kehilangan gaya prategang ini  biasanya ditentukan 25 % untuk sistem pratarik (  pre-tension  ) dan 20 % untuk sistem pascatarik ( post-tension ). 3. Pada kondisi servis dengan gaya prategang efektif ( sudah diperhitungkan kehilangan gaya prategangnya ) dan beban maksimum ( beban mati, beban hidup dan pengaruh-pengaruh lain ). 4. Perlu diperhitungkan pengaruh-pengaruh lain yang mempengaruhi struktur beton  prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, pengaruh P delta pada gedung bertingkat tinggi, serta perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan. Tegangan-tegangan yang di-ijinkan beton untuk struktur le ntur SNI 03 – 2874 – 2002 A.Tegangan sesaat setelah penyaluran gaya prategang dan sebelum terjadinya kehilangan gaya prategang sebagai fungsi waktu, tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar ………………………………………. : 0,60 f ci′ 2. Tegangan tarik serat terluar ( kecuali item 1 dan 3 ) ………………. : 0,25

 f ci'

3. Tegangan tarik serat terluar diujung struktur diatas tumpuan ………: 0,50

 f ci'

Apabila tegangan melampaui nilai-nilai tersebut diatas, maka harus dipasang tulangan extra ( non prategang atau prategang ) untuk memikul gaya tarik total beton yang dihitung berdasarkan asumsi penampang penuh sebelum retak. B. Tegangan pada saat kondisi beban layan ( sesudah memperhitungkan semua kehilangan gaya prategang yang mungkin terjadi ), tidak boleh melampaui : 1. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan  beban hidup tetap ………………………………………………….. : 0,45 f c′ 2. Tegangan tekan serat terluar akibat gaya prategang, beban mati dan  beban hidup total …………………………………………………… : 0,60 f c′ 3. Tegangan tarik serat terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekanan ………………………………………………… : 0,50

 f c'

Dari uraian-uraian diatas, pada prinsipnya konsep beton prategang dan beton bertulang  biasa adalah sama, yaitu sama-sama dipasangnya tulangan pada daerah-daerah dimana akan terjadi tegangan tarik. Bedanya pada beton bertulang biasa, tulangan akan memikul tegangan tarik akibat beban, sedangkan pada beton prategang tulangan yang berupa kabel prategang ( tendon ) ditarik lebih dahulu sebelum bekerjanya beban luar. Penarikan kabel ini menyebabkan tertekannya beton, sehingga beton menjadi mampu menahan  beban yang lebih tinggi sebelum retak. Pada dasarnya elemen struktur beton prategang akan mengalami keretakan pada beban yang lebih tinggi dari beban yang dibutuhkan untuk meretakan elemen struktur dari  beton bertulang biasa. Demikian pula dengan lendutan, untuk beton prategang lendutannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang biasa, oleh karena itu konstruksi beton prategang itu banyak dipergunakan untuk bentangan-bentangan yang  panjang. 10

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo 6. MATERIAL BETON PRATEGANG 6.1. Beton

Seperti telah di ketahui bahwa beton adalah campuran dari Semen,  Agregat kasar  ( split  ),  Agregat halus ( pasir  ), Air  dan bahan tambahan yang lain. Perbandingan  berat campuran beton pada umumnya Semen 18 %, Agregat kasar 44 %, Agregat halus 31 % dan Air 7 %. Setelah beberapa jam campuran tersebut dituangkan atau dicor pada acuan ( formwork ) yang telah disediakan, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk acuan ( formwork ) yang telah dibuat. Kekuatan  beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik  ( f c′ ) pada usia 28 hari. Kuat tekan karakteristik  adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil dari tes penekanan contoh ( sample ) beton dengan ukuran kubus 150 x 150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.

Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai-bagai benda uji ( sample ). Benda Uji

Perbandingan Kekuatan

 Kubus 150 x 150 x 150 mm

1.00

 Kubus 200 x 200 x 200 mm

0.95

 Silinder ( Dia. 150 ) x ( H = 300 ) mm

0.83

Perbandingan kekuatan tekan beton pada berbagai umur beton ( benda uji ). Umur Benda Beton ( hari )

 Perbandingan kekuatan

3

7

14

21

28

90

365

0.40

0.65

0.88

0.95

1.00

1.20

1.35

Pada konstruksi beton prategang biasanya dipergunakan beton mutu tinggi dengan kuat tekan  f c′  = 30 ∼  40 MPa, hal ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada pengangkuran tendon ( baja prategang ) agar tidak terjadi keretakankeretakan. Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. SNI 03 – 2874 – 2002 menetapkan untuk kuat tarik beton kan ACI menetapkan

σts =

0,60

σts =

0,50

 f c'  sedang-

 f c' .

Modulus elastisitas beton E dalam SNI 03 – 2874 – 2002 ditetapkan : Ec = (wc )1,5 x 0,043

 f c'

Dimana : Ec : modulus elastisitas beton ( MPa ) wc : berat voluna beton ( kg/m 3 )  f c′ : tegangan tekan beton ( MPa ) Sedangkan untuk beton normal diambil : E c = 4700

 f c'  MPa 11

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

6.2. Baja Prategang

Didalam praktek baja prategang ( tendon ) yang dipergunakan ada 3 ( tiga ) macam, yaitu : a. Kawat tunggal ( wire ). Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pra-tarik ( pretension method ).  b. Untaian kawat ( strand  ). Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem  pasca-tarik ( post-tension ). c. Kawat batangan ( bar  ) Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem  pra-tarik ( pretension ). Selain baja prategang diatas, beton prategang masih memerlukan penulangan  biasa yang tidak diberi gaya prategang, seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Tabel Tipikal Baja Prategang Jenis Baja Prategang

Diameter ( mm )

( mm )

Beban Putus ( kN )

 Untaian Kawat

3 4 5 7 8 9.3

7.1 12.6 19.6 38.5 50.3 54.7

13.5 22.1 31.4 57.8 70.4 102

1900 1750 1600 1500 1400 1860

 ( strand )

12.7

100

184

1840

15.2

143

250

1750

23

415

450

1080

 Kawat Batangan

26

530

570

1080

 ( bar )

29

660

710

1080

32

804

870

1080

38

1140

1230

1080

 Kawat Tunggal  ( wire )

Luas 2

Tegangan Tarik   ( MPa )

Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem  pre-tension adalah seven-wire strand   dan  single-wire. Untuk seven-wire ini, satu  bendel kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multi-wire   dan multi-strand . Untuk jenis  post-tension method ini tendon dapat bersifat bonded   ( dimana saluran kabel diisi dengan material grouting ) dan unbonded  saluran kabel di-isi dengan minyak gemuk atau grease. Tujuan utama dari grouting ini adalah untuk : ∼ ∼

Melindungi tendon dari korosi Mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton sekitarnya. 12

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Material grouting ini biasanya terdiri dari campuran semen dan air dengan w/c ratio 0,5 dan admixe ( water reducing dan expansive agent ) Common Types from CPCI Metric Design Manual Tendon Type

Grade

Size

f   pu

Designation

MPa  Seven - wire  Strand  

 Prestressing  Wire

 Deformed

 

 

1860 1860 1860 1860 1760 1550 1720 1620 1760 1080 1030 1100

           

9 11 13 15 16 5 5 7 7 15 26 26

Nominal Dimension Area ( mm )

Diameter ( mm ) 9.53 11.13 12.70 15.24 15.47 5.00 5.00 7.00 7.00 15.0 26.5 26.5

Mass ( kg/m )

       

55 74 99 140 148 19.6 19.6 38.5 38.5 177 551 551

       

0.432 0.582 0.775 1.109 1.173 0.154 0.154 0.302 0.302 1.44 4.48 4.48

7. KEHILANGAN GAYA PRATEGANG

Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon  pada tahap-tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Immediate Elastic Losses

Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton diberi gaya  prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan oleh : − Perpendekan Elastic Beton. − Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini ter jadi pada beton prategang dengan sistem post tension. − Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur 2. Time dependent Losses

Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana hal ini disebabkan oleh : − Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton. − Pengaruh temperatur. − Relaksasi baja prategang. Karena banyaknya faktor yang saling terkait, perhitungan kehilangan gaya prategang ( losses ) secara eksak sangat sulit untuk dilaksanakan, sehingga banyak dilakukan metoda pendekatan, misalnya metoda lump-sum ( AASHTO ), PCI method dan ASCEACI methods.

13

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

7.1. Perpendekan Elastis Beton

Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik pengaruh kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik perubahan regangan pada baja prategang yang diakibatkan oleh perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan beton pada baja prategang tersebut. 1. Sistem Pra-Tarik 

Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis ( elastic shortening   ) tergantung pada rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton dimana  baja prategang terletak dan dapat dinyatakan dengan persamaan : ES = n . f c Dimana :

( 7.1.1 )

ES

= kehilangan gaya prategang

 f c

= tegangan beton ditempat baja prategang.

n

= ratio antara modulus elastisitas baja prategang dan modulus elastisitas beton. Jadi : n = Dimana :

 E S   E C  ES : modulus elastisitas baja prategang. EC : modulus elastisitas beton.

Jika gaya prategang ditransfer ke beton, maka beton akan memendek (  per  pendekan elastis  ) dan di-ikuti dengan perpendekan baja prategang yang mengikuti perpendekan beton tersebut. Dengan adanya perpendekan baja  prategang maka akan menyebabkan terjadinya kehilangan tegangan yang ada  pada baja prategang tersebut. Tegangan pada beton akibat gaya prategang awal ( P i ) adalah :  f c =

 P i  AC  + nAS 

Sehingga kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis dapat dirumuskan sebagai berikut : ES = Dimana :

n P  . i  AC  + n. AS 

( 7.1.2 )

ES

= kehilangan gaya prategang

Pi

= Gaya prategang awal

AC

= Luas penampang beton

AS

= Luas penampang baja prategang

n

= Ratio antara modulus elastisitas baja ( ES ) dan modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya ( ECi )

14

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Contoh Soal 1

Suatu komponen struktur beton prategang dengan sistem pra-tarik panjang  balok L = 12,20 m, dengan penampang 380 x 380 mm diberi gaya prategang secara konsentris dengan baja prategang seluas AS = 780 mm2 yang diangkurkan pada abutment dengan tegangan 1.035 MPa. Jika modulus elastisitas beton  pada saat gaya prategang ditransfer ECi = 33.000 MPa dan modulud elastisitas  baja prategang E S = 200.000 MPa, maka hitunglah kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton. Penyelesaian : Gaya prategang awal Pi = f S . AS = 1035 x 780 = 807.300 N n=

 E S   E Ci

=

200.000 33.000

 = 6,06

Luas penampang beton : A C = 380 x 380 = 144.400 mm 2 Jadi kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis : ES =

n P  . i  AC  + n. AS 

 =

6,06 x807.300 144.400 + 6,06 x 780

 = 32,81 MPa

2. Pasca -Tarik

Pada methode post tension ( pasca – tarik ) yang hanya menggunakan kabel tunggal tidak ada kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton, karena gaya prategang di-ukur setelah perpendekan elastis beton terjadi. Jika kabel  prategang menggunakan lebih dari satu kabel, maka kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata semua kabel. Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan  persamaan sebagai berikut : ES = ∆ f c =

n. P i  Ac

( 7.1.3 )

Dimana : ES = kehilangan gaya prategang  f c

= tegangan pada penampang beton

Pi

= gaya prategang awal

Ac = luas penampang beton n

=

 E S   E C 

ES = modulus elastisitas kabel/baja prategang EC = modulus Elastisitas beton

15

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Atau secara praktis untuk beton prategang dengan methode pasca tarik kehilangan gaya prategang dapat dihitung dengan persamaan : ES = 0,5

 E S   E C 

 f c

( 7.1.3 )

Dimana : ES = kehilangan gaya prategang  f c = tegangan pada penampang beton ES = modulus elastisitas kabel/baja prategang EC = modulus elastisitas beton Contoh Soal 2

Jika pada contoh 1 diatas digunakan methode pasca tarik dan anggap baja prategang dengan A S  = 780 mm 2  terdiri dari 4 buah kabel prategang masingmasing dengan luas 195 mm 2. Kabel prategang ditarik satu persatu dengan tegangan sebesar 1.035 MPa, maka hitunglah kehilangan gaya prategang akibat  perpendekan elastis. Penyelesaian : Kehilangan prategang tendon 1 Ini disebabkan oleh gaya prategang pada ketiga kabel lainnya Gaya prategang pada ke 3 kabel : Pi = 3 x 195 x 1.035 = 605.475 N n = 6,06 ( telah dihitung pada contoh 1 diatas ) AC = 144.400 ( telah dihitung pada contoh 1 diatas ) Jadi kehilangan gaya prategang pada tendon 1 dapat dihitung dengan persamaan ( 7.1.3 ) ES1 =

6,06 x605.475 144.400

 = 25,41 MPa

Kehilangan prategang tendon 2 Kehilangan gaya prategang pada tendon 2 ini diakibat gaya prategang pada kedua kabel pratengan yang ditarik kemudian. Dengan cara yang sama seperti diatas dapat dihitung gaya prategang pada ke 2 tendon yang akan ditarik setelah tendon ke 2, yaitu : Pi = 2 x 195 x 1.035 = 403.650 N ES2 =

6,06 x 403.650 144.400

 = 16,94 MPa

Kehilangan prategang tendon 3 Pi = 1 x 195 x 1.035 = 201.825 N ES3 =

6,06 x 201.825 144.400

 = 8,47 MPa 16

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Kehilangan prategang tendon 4 Pi = 0 x 195 x 1.035 = 0 N

6,06 x0

ES4 =

144.400

 = 0 MPa

Jadi kehilangan gaya prategang rata-rata : ESRATA2 =

 ES 1 + ES 2 + ES 3 + ES 4 4

 =

25,41 + 16,94 + 8,47 + 0 4

 = 12,71 MPa

Kehilangan gaya prategang rata-rata ini mendekati ½ nya kehilangan gaya prategang pada tendon ke 1, yaitu : ½ x 25,41 = 12,705 MPa Jadi prosentase kehilangan gaya prategang :

12,71 1.035

 x 100 % = 1,23 %

Kalau dihitung dengan menggunakan persamaan ( 7.1.3 ), sebagai berikut. Gaya prategang total Pi = 4 x 195 x 1.035 = 807.300 N Jadi :

 f c =

 P i  AC 

Jadi : ES = 0,5 x

 =

 E S   E C 

807.300 144.400

 = 5,59 MPa

 x f c = 0,5 x 6,06 x 5,59 = 16,94 MPa

Presentase kehilangan prategangan ;

16,94 1.035

 x 100 % = 1,64 %

Jika dibandingkan dengan hasil diatas, ternyata lebih besar. 7.2. Kehilangan Gaya Prategang Akibat Geseran Sepanjang Tendon

Pada struktur beton prategang dengan tendon yang dipasang melengkung ada gesekan antara sistem penarik ( jacking  ) dan angkur, sehingga tegangan yng ada pada tendon atau kabel prategang sehungga akan lebih kecil dari pada bacaan pada alat baca tegangan ( pressure gauge ) Kehilangan prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh :   Pergerakan dari selongsong ( wobble ) kabel prategang, untuk itu dipergunakan koefisien wobble K .





Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien  geseran µ

Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga koefisien wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan koefisien kelengkungan µ = 0,15 ∼ 0,25

17

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Kita tinjau gambar dibawah ini :

α      R 

R    

Ujung pendongkrakan

P1 1

P1 α

P2

µ P1 α

α

2

α

P1

L

P2

Tekanan Normal Akibat

Kehilangan Gaya Prategang

Gaya Prategang

Akibat Gesekan µ P1 α

Gambar 007 Kehilangan Gaya Prategang total akibat geseran disepanjang tendon yang dipasang melengkang sepanjang titik 1 dan 2 adalah : P1 − P2 = − µ P1 α  → α = Jadi :

P1 − P2 = − µ P1

 L  R

( 7.2.1 )

 L  R

Untuk pengaruh gerakan selongsong ( wobble  ) seperti yang telah dijelaskan diatas, disustitusikan : K. L = µ . α pada persamaan ( 7.2.1 ), sehingga didapat : P1 − P2 = − K L P1

( 7.2.2 )

Persamaan ( 7.2.1 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat geseran disepanjang tendon, sedangkan peramaan ( 7.2.2 ) adalah kehilangan gaya prategang akibat pengaruh gerakan/goyangan dari selongsong kabel prategang ( cable duct  ). Jadi kehilangan gaya prategang total sepanjang kabel akibat lenkungan kabel adalah : P1 − P2 = − K L P1 − µ P1 α

 P − 1  P  2  P 1 Dimana :

P1 = P2 = L = α = µ = K =

 = − K L − µ α

( 7.2.3 )

gaya prategang dititik 1 gaya prategang dititik 2 panjang kabel prategang dari titik 1 ke titik 2 sudut pada tendon koefisien geseran koefisien wobble 18

[email protected]

Konstruksi Beton Pratekan Ir. Soetoyo

Menurut SNI 03 – 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon post tension ( pasca tarik ) harus dihitung dengan rumus : Ps = Px e ( K Lx + µ α )

( 7.2.4 )

Jika nilai ( K Lx + µ α ) < 0,3 maka kehilangan gaya prategang akibat geseran  pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini : Ps = Px ( 1 + K L x + µ α ) Dimana : Ps = Px = K = µ = Lx = e =

( 7.2.5 )

gaya prategang diujung angkur gaya prategang pada titik yang ditinjau. koefisien wobble koefisien geseran akibat kelengkungan kabel. panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau. 2,7183

Koefisien friksi tendon pasca tarik untuk persamaan ( 7.2.4 ) dan ( 7.2.5 ) dapat digunakan tabel 14 sesuai 03 – 2874 – 2002 pada Lampiran 01 Sedangkan menurut ACI 318, kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada tendon dapat dihitung dengan persamaan : Ps = Px . e − µ ( αt + β p Lpa ) Dimana : Ps Px L pa αt β p

µ

( 7.2.6 )

= = = =

gaya prategang di-ujung angkur gaya prategang pada titik yang ditinjau jarak dari tendon yang ditarik jumlah nilai absolut pada semua deviasi angular dari tendon sepanjang L pa dalam radian. = deviasi angular atau dalam wobble, nilainya tergantung  pada diameter selongsong ( ds ). Untuk selongsong berisi strand dan mempunyai diameter dalam : ds ≤ 50 mm  →  0,016 ≤ β p ≤ 0,024 50 mm
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF