Belajar Film
January 8, 2017 | Author: Dede Andrie Soeparman | Category: N/A
Short Description
Download Belajar Film...
Description
Sebelum masuk ke proses pengambilan gambar, terlebih dahulu harus mempersiapkan segala sesuatunya. Yang pertama adalah membuat script breakdown, yaitu menguraikan tiap adegan dalam skenario menjadi daftar yang berisi sejumlah informasi tentang segala hal yang dibutuhkan untuk pengambilan gambar. Proses ini dilakukan agar bisa mengetahui rincian kebutuhan shooting termasuk biaya yang dibutuhkan serta pengaturan pada jadwal shooting. Untuk membuat script breakdown yang dibutuhkan adalah script breakdown sheet yang berisi informasi tentang adegan yang ada pada film tersebut. Segala keperluan shooting untuk tiap adegan diuraikan dalam satu lembar breakdown sheet. Lembaran tersebut memuat informasi sebagai berikut :
Script Breakdown Sheet bisa didownload disini Date : Bagian ini dicantumkan tanggal saat script breakdown sheet diisi Script Version Date : Waktu yang dicantumkan adalah tanggal versi skenario yang dipakai untuk menyiapkan shooting.
Production Company : Bagian yang mencantumkan nama dan nomor telepon dari production house yang memproduksi film tersebut. Breakdown Page No. : Nomor halaman dari lembar breakdown yang dibuat. Butir ini membantu mengontrol apakah telah menyelesaikan pengerjaan adegan demi adegan secara berurutan. Biasanya nomor halaman ini sama dengan nomor adegan. Kecuali jika untuk satu adegan membutuhkan lebih dari satu lembar breakdown. Title/No of Episodes : Pada bagian ini dituliskan judul film yang diproduksi. Jika film tersebut merupakan suatu serial perlu dicantumkan juga nomor episodenya. Page Count : Bagian uraian tentang panjang atau porsi dari adegan dalam skenario. Biasakan membagi tiap halaman skenario menjadi 8 bagian. Jika adegan yang diuraikan hanya mempunyai panjang 2/8 halaman maka ditulis angka 2/8. Page Count sangat tergantung dari format penulisan skenario yang berdasarkan tingkat kerumitan sebuah adegan. Sebuah skenario yang ditulis dengan format berbeda menghasilkan Page Count yang berbeda pula. Adegan sepanjang 2/8 halaman mungkin memerlukan waktu lebih lama dibanding dengan adegan lain dengan Page Count lebih besar jika melibatkan banyak orang atau ruangan yang sangat besar dengan pergerakan orang serta kamera yang rumit. Page Count bukan sebuah ukuran mutlak untuk mengetahui seberapa lama sebuah adegan di shoot. Namun Page Count membantu dalam mengukur porsi dari masing-masing adegan dalam sebuah film. Location or Set : Dicantumkan lokasi sesuai dengan skenario, ini diperlukan untuk memudahkan identifikasi antara satu adegan dengan adegan lainnya. Yan gperlu diingat bisa saja lokasi shooting berubah sama sekali dengan apa yang direncanakan dalam skenario. Scene No. : Nomor adegan sesuai dengan yang tercantum dalam skenario. Int/Ext : Bagian ini menandakan dimana suatu adegan terjadi. Int. adalah untuk interior yang berarti dilakukan didalam suatu ruangan, sementara Ext. adalah untuk exterior yang artinya adegan diambil di luar ruangan.
Day/Night : Bagian ini menandakan waktu adegan untuk siang hari (day) dan malam hari (night) Description : Penggambaran kejadian spesifik yang ada dalam adegan untuk mempermudah ingatan, dengan cara ini akan tidak membuang waktu dengan membolak balik skenario untuk mengingat apa yang terjadi dalam adegan. Cast : Pada bagian ini untuk menuliskan semua pemeran yang melakukan dialog (speaking parts) termasuk peran pendukung, semuanya diurutkan berdasar pentingnya peran. Nomor ini tidak boleh berubah-ubah dikarenakan agar masing-masing porsi dalam peran berdasar skenario dapat diketahui dengan mudah. Wardrobe : Bagian khusus untuk mencatat kostum yang akan dikenakan oleh pemeran. Catatan ini diperlukan apabila ada kostum khusus dipakai oleh pemeran yang penyediaannya memerlukan biaya dan waktu khusus. Extras/Atmosphere : Bagian untuk mencantumkan jumlah orang-orang (crowd) yang dibutuhkan untuk mendukung suasana dalam sebuah adegan. Pencatatan ini termasuk juga jika crowd serupa terdapat pada adegan lainnya sehingga bisa dikelompokkan secara berkelanjutan (continuity) Make Up/Hair Do : Pencatatan khusus tentang tata rias dan tata rambut (hair do) untuk tiap peran dan crowd. Extras/Silent Bits : Yang termasuk dalam pencatatan ini adalah para pemeran tidak melakukan dialog yang tidak tergabung dalam crowd. Misalnya seorang tukang koran bersepeda yang kemudian melemparkan koran ke rumah pelanggannya. Yang perlu dicatat adalah usia, penampilan fisik, tinggi badan, perawakan tubuh, dan lain sebagainya. Stunts/Stand Ins : Pencatatan untuk beberapa adegan yang memerlukan peran pengganti adegan berbahaya (stunt) atau pemeran pengganti dengan mempertahankan wajah pemeran utama (stand in). Penggunaan stunts dan stand in harus diperhitungkan dengan cerman agar mempermudahkan pelaksanaan shooting. Tentang
kostum dan aksesoris misalnya, harus ditambah karena stunts dan stand in ini mengenakan tata busana yang serupa dengan yang dipakai oleh pemeran sesungguhnya. Vehicles/Animals : Pencatatan yang diperlukan apabila ada kendaraan yang nantinya tampak dalam gambar (frame), catatan tersebut meliputi segala informasi tentang kendaraan yang dupakai termasuk tahun, warna, jumlah, dan posisi kendaraan. Apabila dalam film itu membutuhkan hewan harus dipastikan tentang dibutuhkan atau tidak seorang pelatih/pawang hewan. Props, Set Dressing, Greenery : Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari departemen artistik. Props adalah benda-benda yang dipakai oleh cast dan extras, set dressing merupakan tata lokasi (set) yang diatur dan dihias oleh set dresser, dan greenery adalah tanaman yang dipinjam, disewa, atau dibeli karena bukan bagian dari lokasi. Sound Effects/Music : Pencatatan kebutuhan untuk efek suara tertentu serta musik yang akan dipakai. Security/Teachers : Terkadang dibutuhkan tenaga keamanan untuk kelancaran shooting pada adegan atau lokasi tertentu. Teachers perlu dicatat juga pada bagian ini jika diperlukan pengajar untuk para pemeran disela-sela waktu shooting. yang meliputi melatih dialog (dialog coaches) atau melatih pemeran agar dapat melakukan serangkaian gerakan bela diri (fighting instructor) Special Effects : Pencantuman segala kebutuhan efek khusus seperti ledakan, penghancuran, pembakaran, tata rias khusus, dan lain sebagainya.
Estimated No. of Set Ups : Pencatatan untuk memperkirakan sudut pengambilan gambar suatu adegan serta menentukan set up yang dibutuhkan.
Estimated Production Time : Pencatatan tentang perkiraan waktu yang diperlukan untuk menyiapkan set up dan perekaman gambar pada setiap set up. Termasuk pencatatan total waktu untuk semua set up.
Special Equipment : Pencatatan kebutuhan peralatan khusus untuk shooting, misalnya steadycam, under water camera, car mounting, atau lensa tele. Production Notes : Pencatatan yang memuat semua keperluan yang belum disebutkan di bagian-bagian sebelumnya yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya khusus. Misalnya dalam hal mempersiapkan efek ledakan yang butuh waktu sekitar 3 jam.
Script Breakdown bisa didownload disini
Jika dalam skenario film yang dibuat mempunyai 100 scene maka akan memiliki 100 lembar script breakdown sheet. Selanjutnya pindahkan informasi yang telah dicantumkan pada lembaran-lembaran script breakdown sheet ke dalam script breakdown. Jumlah kolom informasi yang tertera pada script breakdown tidak sebanyak yang terdapat pada script breakdown sheet, karena itu untuk pencatatan informasi lainnya ada pada kolom notes. Script breakdown diperbanyak kemudian dibagikan ke seluruh departemen agar semua tim bisa mengerti dengan baik apa yang harus dipersiapkan serta dikerjakan dalam produksi film tersebut. Pembagian kerja di setiap departemen mengacu pada segala hal yang tertera dalam script breakdown
TAHAPAN PRODUKSI Pertama tama, kita bahas yang PRA PRODUKSI dulu ya (nanti akan di pisah per post)
Apa apa aja sih yang kita butuhkan untuk persiapan pra produksi? Dan siapa aja yang berperan didalamnya?
Hanya sekedar berbagi untuk menjawab pertanyaan2 tadi.........
TAHAP PRA PRODUKSI
ANALISIS IDE CERITA. Sebelum membuat cerita film, kita harus menentukan tujuan pembuatan film. Hanya sebagai hiburan, mengangkat fenomena, pembelajaran/pendidikan, dokumenter, ataukah menyampaikan pesan moral tertentu. Hal ini sangat perlu agar pembuatan film lebih terfokus, terarah dan sesuai. Jika tujuan telah ditentukan maka semua detail cerita dan pembuatan film akan terlihat dan lebih mudah. Jika perlu diadakan observasi dan pengumpulan data dan faktanya. Bisa dengan membaca buku, artikel atau bertanya langsung kepada sumbernya.
Ide film dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain: Pengalaman pribadi penulis yang menghebohkan. Percakapan atau aktifitas sehari-hari yang menarik untuk difilmkan. Cerita rakyat atau dongeng. Biografi seorang terkenal atau berjasa. Adaptasi dari cerita di komik, cerpen, atau novel. Dari kajian musik, dll
MENYIAPKAN NASKAH Jika penulis naskah sulit mengarang suatu cerita, maka dapat mengambil cerita dari cerpen, novel ataupun film yang sudah ada dengan diberi adaptasi yang lain. Setelah naskah disusun maka perlu diadakan Breakdown naskah. Breakdown naskah dilakukan untuk mempelajari rincian cerita yang akan dibuat film.
MENYUSUN JADWAL DAN BUDGETING Jadwal atau working schedule disusun secara rinci dan detail, kapan, siapa saja , biaya dan peralatan apa saja yang diperlukan, dimana serta batas waktunya. Termasuk jadwal pengambilan gambar juga, scene dan shot keberapa yang harus diambil kapan dan dimana serta artisnya siapa. Lokasi sangat menentukan jadwal pengambilan gambar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menyusun alokasi biaya: Penggandaan naskah skenario film untuk kru dan pemain. Penyediaan kaset video. Penyediaan CD blank sejumlah yang diinginkan. Penyediaan property, kostum, make-up. Honor untuk pemain, konsumsi. Akomodasi dan transportasi. Menyewa alat jika tidak tersedia.
HUNTING LOKASI Memilih dan mencari lokasi/setting pengambilan gambar sesuai naskah. Untuk pengambilan gambar di tempat umum biasanya memerlukan surat ijin tertentu. Akan sangat mengganggu jalannya shooting jika tiba-tiba diusir dipertengahan pengambilan gambar karena tidak memiliki ijin (dan saya mengalaminya.. hehe). Dalam hunting lokasi perlu diperhatikan berbagai resiko seperti akomodasi, transportasi, keamanan saat shooting, tersedianya sumber listrik, dll. Setting yang telah ditentukan skenario harus betul-betul layak dan tidak menyulitkan pada saat produksi. Jika biaya produksi kecil, maka tidak perlu tempat yang jauh dan memakan banyak biaya.
MENYIAPKAN KOSTUM DAN PROPERTY. Memilih dan mencari pakaian yang akan dikenakan tokoh cerita beserta propertinya. Kostum dapat diperoleh dengan mendatangkan desainer khusus ataupun cukup membeli atau menyewa namun disesuaikan dengan cerita skenario. Kelengkapan produksi menjadi tanggung jawab tim property dan artistik.
MENYIAPKAN PERALATAN Untuk mendapatkan hasil film/video yang baik maka diperlukan peralatan yang lengkap dan berkualitas. Peralatan yang diperlukan (dalam film minimalis) : Clipboard. Proyektor. Lampu. Kabel Roll. TV Monitor. Kamera video S-VHS atau Handycam. Pita/Tape. Mikrophone clip-on wireless. Tripod Kamera. Tripod Lampu.
CASTING PEMAIN Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita film. Dapat dipilih langsung ataupun dicasting terlebih dahulu. Casting dapat diumumkan secara luas atau cukup diberitahu lewat rekan-rekan saja. Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi kemampuannya juga dari segi budget/pembiayaan yang dimiliki.
To be continue..... Tahapan produksi – 2
dapat mengurangi bobot fakta. Kecuali pada dokumenter propaganda, dimana sensasi menjadi menu utama untuk memanipulasi fakta. Dapat saja terjadi bahwa tema dan subjek yang akan anda garap akan di produksi pula oleh pihak lain atau mungkin pernah disiarkan stasiun televisi. Maka logis hal ini akan menimbulkan keraguan untuk terus dengan rencana semula serta tema yang sudah diputuskan itu atau membatalkannya?. Untuk menganalisa dan menetapkan tema dan subjek yang akan digarap, ada baiknya tidak selalu melihat tema dan subjek yang di pilih itu dari sudut pandangan publik. Tetapi
justru konfrontasikan pengaruh pribadi anda terhadap subjek dan tema yang merupakan ide anda itu. Dengan demikian anda akan lebih berani menciptakan ide kreatif dengan arah dan pendekatan gaya yang lebih segar. Untuk menetapkan apakah anda akan jalan terus atau membatalkannya, dibawah ini ada beberapa pertanyaan yang perlu di jawab, sebelum melangkah pada keputusan akhir. 1.Apakah anda sudah memahami serta menguasai tema dan subjek tersebut secara mantap ?. Tetapi bukan pemahaman yang kaku atau dogmatis. 2. Apakah anda memiliki ikatan emosi kuat dengan subjek tersebut ?, meskipun sebenarnya ada subjek lain, yang secara praktis lebih mudah digarap. 3. Apakah antara ide, tema, dan subjek memiliki kecocokan ?. 4. Apakah ada usaha dan motivasi kuat untuk lebih lanjut mendalami subjek yang telah kita amati itu ?. 5. Apakah subjek memiliki arti penting yang mendasari pokok pemikiran ide anda ?. 6. Hal-hal apakah yang luar biasa menariknya dari tema dan subjek tersebut?. 7. Dimana hal-hal khusus, unik serta berkesan dari subjek tersebut ?. 8. Bagaimana pendalaman serta pembatasan yang dapat difokuskan, agar film menjadi menarik dan berkesan ?. 9. Apa yang akan dan dapat di presentasikan dari dokumenter ini, melalui gaya pendekatan yang segar dan baru ?. Untuk memantapkan semua pertanyaan di atas ini, perlu dilakukan riset yang mendalam terhadap subjek yang akan di garap pengalaman hidupnya. Adalah sangat berguna apabila anda melakukan kunjungan beberapa kali ke lokasi subjek, ini merupakan suatu proses pendekatan terhadap subjek serta lingkungannya. Melakukan kunjungan beberapakali kepada subjek dan lingkungannya sangat membantu dalam memberikan rasa percaya bagi subjek, berkaitan dengan kisah pengalaman hidupnya yang akan di rekam. Disamping itu anda dapat memperhitungkan walaupun masih secara kasar, mengenai jumlah anggaran biaya yang diperlukan bagi produksi nanti. Sekaligus memperkirakan lamanya jadwal dan sistim kerja yang harus diterapkan nanti, ketika melakukan shooting. Riset Pengertian riset adalah mengumpulkan data/informasi dengan melakukan observasi mendalam terhadap subjek dan lingkungannya, sesuai tema yang akan di ketengahkan di dalam film. Pelaksanaan riset ada yang di lakukan oleh tim riset khusus dan adapula yang dilakukan sendiri oleh
penulis naskah merangkap sutradara. Selain penulis dan sutradara harus terjun langsung ke lapangan, juga perlu melakukan kerja sama dalam mengumpulkan informasi dengan pakar disiplin ilmu lain. Apabila anda sudah menentukan gaya dan bentuk penuturan apa yang dianggap sesuai dengan isi dan tema film yang akan digarap, maka ini mempermudah pelaksanaan selanjutnya di dalam riset. Ketika mulai melakukan riset ada baiknya prioritaskan lebih dulu pada hal-hal yang praktis. Perlu di ingat bahwa film hanya dapat dibuat berdasarkan dari apa yang dapat di rekam oleh kamera. Oleh karena itu saat anda melaksanakan riset, harus selalu memperhatikan dan memikirkan aspek-aspek yang ada untuk kepentingan gambar visual. Seorang dokumentaris atau sineas dituntut memiliki visi visual (kepekaan visualisasi), ini bisa berasal dari bakat alam (talenta) yang dibentuk melalui pendidikan sinematografi. Jalinan kerja sama antara Tim Riset, Penulis dan Sutradara, harus serasi serta saling mengisi, karena komunikasi di antara mereka akan terus berlangsung hingga menuju tahap penyelesaian penulisan naskah (script). Diantara mereka juga harus saling membatasi diri pada profesi masing- masing, tanpa harus mencampuri hal-hal yang bukan tugas atau urusannya. Dengan melakukan riset pendahuluan (preliminary research) dapat membantu mendapat gambaran untuk mengembangkan ide yang ada menjadi lebih mantap. Hal ini di lakukan melalui analisa visi visual di barengi dengan orientasi kritis. Ide untuk film dokumenter di dapat dari apa yang didengar dan dilihat, bukan berdasarkan imajinasi. Akan tetapi untuk mendapatkan ide bagus tidak cukup hanya dari mendengar dan melihat saja, karena tidak semua peristiwa penting dapat dijadikan tema film dokumenter. Ide bagus masih membutuhkan orientasi lebih jauh lagi terhadap semua informasi yang telah didapat. Kemudian berdasarkan visi kreatif dikembangkan hingga mencapai kematangan konsep yang menarik. Banyak ide pada awalnya tampak menarik tetapi setelah dilakukan orientasi lebih jauh dan mendalam lagi, terasa bahwa hanya pada awalnya saja menarik tetapi selanjutnya terasa hambar dan membosankan. Demikian pula dengan subjek yang akan kita seleksi, harus dilakukan secara teliti dengan melakukan pengamatan dan pendekatan yang baik. Kemampuan kreatifitas tinggi di imbangi dengan kepekaan analisa visual, merupakan salah satu titik tolak membuat karya dokumenter yang memukau. Untuk menjawab permasalahan ini maka sangat perlu dilakukan riset, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa motivasi untuk melakukan riset di Indonesia sangat minimal. Padahal untuk menciptakan suatu karya seni maupun ilmu pengetahuan yang memiliki bobot visi dan misi, melakukan riset adalah mutlak.
Melakukan riset berarti melakukan pengumpulan data/informasi yang diperlukan untuk penulisan naskah. Riset untuk dokumenter dilakukan terhadap sumber data dan informasi, yang umumnya dalam beberapa macam atau bentuk data: 1.data tulisan (buku, majalah, surat kabar, surat, selebaran, dsb.) 2.data visual (foto,film,video, lukisan, poster, patung, ukiran, dsb.) 3.data suara (bunyi-bunyian, musik, lagu, dsb.). 4.data mengenaisubjek, nara sumber,informan. 5.data lokasi (tempat kejadian/peristiwa).
lebih dahulu apakah masih layak pakai atau tidak. Materi visual yang bisa didapatkan, merupakan faktor penting atau faktor kemudi bagi penulisan dokumenter. Sering pula terjadi informasi yang terkumpul dari riset terlalu banyak, sehingga penulis kesulitan untuk menyeleksi informasi mana yang tepat untuk tema. Hal utama yang menjadi titik tolak seleksi informasi ialah, penulis dapat mengawalinya dengan mengamati hal utama dari peristiwa, sehingga mampu melukiskan konflik-konflik yang ingin diungkapkannya. Kemudian setelah itu penulis dapat menganalisanya lebih jauh, untuk mengkongkritkan akurasi informasi yang ada, serta yang masih dibutuhkan. Suatu hal yang menjadi kenyataan bahwa tidak ada penulisan skenario yang sempurna, setiap penulis memiliki gaya pendekatan kreatif yang berbeda. Naskah awal untuk dokumenter biasa dibuat dalam bentuk Treatment, tetapi ada pula yang dalam bentuk skenario kasar. Maksudnya kasar disini adalah isi naskah tidak menampilkan detil aspek filmis seperti tipe shot, isi dialog wawancara, posisi kamera (camera angle) dan lain-lainya. Pembaca draft naskah cukup diberi informasi mengenai apa isi dan susunan penuturan di dalam film dokumenter tersebut. Bagi penulis sendiri untuk menyerahkan ide cerita ke sponsor sebelum perjanjian atau kontrak kerja di sahkan, lebih baik dalam bentuk draft. Karena penanganan terhadap pelaku tindakan hukum terhadap pembajakan hak cipta di Indonesia belum mampu memberi jaminannya secara menyeluruh, oleh karena itu tak ada ruginya anda melakukan antisipasi.
Treatment Penulisan treatment untuk produksi dokumenter memiliki fungsi penting. Fungsi treatment tak hanya menuliskan tentang urutan adegan (scene) dan shot saja, tetapi harus ditulis secara kongrit keseluruhan isi yang berkaitan dengan judul dan tema, sehingga merupakan The Treatment of The Story. Umumnya ketika memulai melakukanshooting, sutradara cukup mengacu pada treatment karena selain penulisan skenario memakan waktu lama, juga dianggap oleh sebagian dokumentaris dapat mengekang kebebasan. Karena seorang sutradara dan penata kamera selalu harus siap dan peka selalu ketika mengikuti adegan demi adegan yang berlangsung dalam peristiwa tersebut, bahkan kadang adegan tak terduga(spontan) dapat saja terjadi saat perekaman gambar (shooting). Skenario baru ditulis pada saat memasuki tahap proses paska produksi untuk kepentingan editor, itupun sudah dalam bentuk naskah editing (editing script). Akan tetapi pada beberapa bentuk penuturan dokumenter, skenario sangat dibutuhkan sebagai cetak biru yang lengkap diatas kertas. Pada beberapa dokumenter memang diperlukan naskah seperti dokumenter sejarah, dokumenter pendidikan dan instruksional, dokumenter film kompilasi dengan menggunakan sejumlah footage. Bentuk penuturan potret/biografi umumnya juga mengandalkan skenario. Dokumenter sejarah umumnya dituturkan secara kronologis, sehingga kreatifitas editor diperlukan untuk menginterpretasikan rancangan kronologi penuturan yang sudah di susun penulis naskah beserta sutradara. Mungkin pada dokumenter yang tidak memerlukan sisipan footage film, treatment kadang dibuat secara step out-line saja. Dimana susunan adegan dan pengambilannya ditulis pada out-line. Akan tetapi pada prinsipnya minimal anda membuat treatment yang baik agar rekan kerja anda pun dapat memahami apa ide anda dan apa yang diinginkan dari film tersebut. Di dalam treatment harus di jelaskan mengenai apa yang akan divisualkan atau direpresentasikan dalam dokumenter tersebut. Penempatan narasi dan komentar, khususnya pada adegan dimana visual tidak mampu menyampaikan informasi yang dibutuhkan penonton, harus diinformasikan di dalam treatment, meskipun isi narasi tak perlu ditulis secara kongkrit. Apabila ada wawancara maka dalam treatment perlu pula dijelaskan, meskipun isi wawancara tidak perlu ditulis secara menyeluruh, dengan memberikan catatan pada bagian isi wawancara yang utama. Selain itu sebuah treatment juga sudah memberikan alur cerita jelas, serta atmosfir bagi penataan suara yang diperlukan. Berikut ini diketengahkan contoh sebuah Treatment yang merupakan bentuk umum di dalam dokumenter. Ini bukan bentuk baku karena ada pula tretament yang ditulis lebih sederhana lagi
sehingga seperti sebuah catatan, di pihak lain ada pula treatment yang penjabarannya lebih luas dari pada contoh dibawah ini. Segala bentuk treatment di tulis sesuai dengan kemauan dan kebutuhan dari si pembuat itu sendiri. Akan lebih menarik bila isi treatment dilengkapi pula dengan sejumlah gamabr visual hasil riset.
Publikasi: Yayasan Komunikatif www.komunikatif.org
Memahami Perencanaan Skenario (Scenario Planning)
Submitted by krisna on Tue, 07/14/2009 - 03:54.
Strategy
Oleh: Letkol Laut (K) dr.Wiweka, Kadiskes Lantamal XI - Merauke, Anggota Dewan Penasehat Harian TANDEF Saya tertarik untuk mengulas sedikit tentang scenario planning, karena dengan memahami dan membuat suatu skenario, kita dapat dengan mudah untuk membuat suatu strategi yang jitu. Awalnya, scenario planning memang digunakan oleh militer, akan tetapi di dalam perkembangannya, ilmu ini dipakai dalam segala bidang. Seandainya ilmu ini betul-betul diterapkan di Indonesia, saya berkeyakinan bahwa kita akan menjadi negara yang kuat, karena kita dapat mencegah terjadinya skenario buruk dengan strategi-strategi yang jitu. Dasar-Dasar Perencanaan Skenario Menurut Peter Schwartz, skenario adalah: A tool [for] ordering one’s perception about alternative future environments in which one’s decision might be played out right. Jadi, kurang lebihnya skenario adalah sebuah gambaran yang konsisten tentang berbagai kemungkinan (keadaan) yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Jika kita melihat definisi di atas, maka dapat dijabarkan bahwa: skenario bukanlah sebuah forecasting (ramalan) dalam pengertian bahwa skenario bukanlah sebuah proyeksi masa depan dari data yang ada pada masa kini. Skenario juga bukan merupakan sebuah visi (vision) atau kondisi masa depan yang diinginkan (a desired future). Jadi, skenario adalah jawaban dari pertanyaan "Apa yang dapat terjadi?", atau "Apa yang akan terjadi jika……..?". Hal tersebut dikarenakan dalam skenario dimasukkan unsur resiko, jadi berbeda dengan forecasting (ramalan) dan vision yang tidak memasukkan unsur resiko. Berikut adalah tabel perbandingan antara Skenario, Forecast dan Vision:
Sedangkan pengertian Scenario Planning menurut Schwartz adalah sebagai berikut: Scenario planning is an effective strategic planning tool for medium to long term planning under uncertain conditions. Sedangkan menurut Mintzberg, Scenario Planning is future planning in an era when traditional strategic planning is obsolete. Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi dari Scenario Planning adalah untuk membantu membuat dan mempertajam suatu strategi. Bagaimana kita dapat membuat suatu skenario? Berikut adalah langkah-langkah dalam membangun sebuah skenario: 1. Identify Focal Issue (Focal Concern) or Decision, dimana kita harus mengidentifikasi isu utama atau masalah utama yang akan menjadi fokus untuk dijawab atau untuk diambil keputusannya. 2. Identify Key Forces. Di dalam langkah kedua ini, kita harus mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang diperkirakan akan mempengaruhi focal issue di masa yang akan datang. 3. Identify Driving Forces (change drivers). Di dalam langkah ini, kita harus mampu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong perubahan-perubahan yang berkaitan dengan key forces di
atas. Secara umum, dalam konteks ilmu sosial dan ilmu politik, driving forces yang sering sekali teridentifikasi adalah faktor sosial, faktor politik dan faktor ekonomi. 4. Identifikasi Ketidakpastian (Identify Uncertainty). Di dalam langkah ini, kita harus mencoba mengidentifikasi ketidakpastian dari berbagai hal yang erat kaitannya dengan ketiga driving forces di atas (sosial, politik dan ekonomi). 5. Selecting the Scenario Logic. Di dalam tahap ini, kita harus menyusun logika skenario melalui suatu penelitian kualitatif terutama melalui wawancara mendalam atau dengan melakukan Focus Group Discussion untuk mendapatkan suatu skenario dengan alternatif-alternatifnya secara logis. 6. Fleshing Out the Scenario. Tahap ini merupakan tahap penguatan scenario. Pada tahap ini, perumus skenario dapat menambahkan berbagai data sekunder dan trennya untuk memperkuat berbagai pendapat dari narasumber dan para ahli yang sudah didapat dan ditulis pada tahap sebelumnya. Skenario yang telah terbentuk dengan berbagai alternatifnya ini kemudian digunakan untuk menggambarkan tantangan bagi suatu organisasi (Negara, Militer, Perusahaan, dll). Gambaran dari tantangan tersebutlah bersama-sama dengan penilaian terhadap kondisi organisasi yang ada dipakai untuk menetapkan suatu strategi (scenario planning) apa yang akan dibuat bagi kepentingan organisasi untuk tetap bertahan (exist), atau untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan kata lain, jika skenario telah selesai dideskripsikan dan tantangan telah dirumuskan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan strategi (scenario planning) yang harus dibangun dan dijalankan agar skenario buruk yang mungkin terjadi dapat dihindari. Contoh Skenario: Skenario RAND tentang Indonesia 2003 Berikut ini adalah contoh skenario tentang Indonesia di masa yang akan datang yang dibuat oleh RAND Corporation (Research and Development) pada tahun 2003 yang memperlihatkan sejumlah skenario yang mungkin muncul di Indonesia. Sedikitnya terdapat 6 skenario yang dapat dibuat oleh RAND Corporation tersebut, masing-masing adalah: Democratic Consolidation, Muddling Through, Return to Authoritarian Rule, Radical Islamic Influence Or Control, Radical Decentralization (Federalism), Disintegration. Kesemua skenario ini dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan internasional dalam menentukan strategi investasi bisnisnya di Indonesia agar mereka survive.
1. Scenario Democratic Consolidation Skenario ini menurut RAND merupakan skenario terbaik bagi Indonesia. Dapat terjadi jika Indonesia terus mengembangkan demokrasi yang bersifat sekuler; membuat sejumlah kemajuan yang signifikan pada sejumlah masalah ekonomi yang bersifat sangat krusial dan terus mengembangkan otonomi daerah yang memuaskan daerah tanpa kehilangan kontrol pemerintah pusat terhadap kebijakan ekonomi makro. Dalam hubungan sipil-militer terdapat kontrol sipil terhadap militer melalui menteri pertahanan dan parlemen. Jika pertumbuhan ekonomi dapat lebih baik dan berbagai sumber daya tersedia, maka berbagai pengeluaran militer dapat dibiayai dari APBN dan bukan dari sumber-sumber off-budget. Dalam waktu dekat sulit mengharapkan militer sepenuhnya keluar dari kegiatan ekonominya, namun pengelolaan bisnis militer dapat dilakukan secara lebih transparan. 2. Scenario Muddling Through Skenario kedua ini dibangun dari berbagai tren yang ada dimana Indonesia terus melangkah dalam jalur demokrasi, namun gagal dalam menuai kemajuan yang signifikan secara ekonomi, politik dan reformasi militer. 3. Scenario Return to Authoritarian Rule Skenario ini muncul jika scenario muddling through memburuk dimana secara ekonomi, politik dan sosial tidak terjadi kemajuan yang signifikan di Indonesia sehingga kekuatan lama yang otoriter dapat masuk lagi. 4. Scenario Radical Islamic Influence Or Control Menurut RAND, Pengambilalihan pengaruh politik yang didasarkan oleh pemikiran kelompok Islam radikal di Indonesia merupakan sebuah skenario yang mungkin terjadi, namun merupakan skenario dengan tingkat kemungkinan kecil. Tren radikalisme terlihat pada sejumlah kelompok kecil, namun sebagian besar (mayoritas) umat Islam di Indonesia justru mempunyai sikap moderat dan tidak mendukung radikalisme. 5. Scenario Radical Decentralization Dalam skenario ini, digambarkan adanya tekanan dari daerah yang mengakibatkan Pemerintah Pusat menjadi lemah dan dapat mengakibatkan otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh dan Papua direplikasikan ke seluruh daerah lainnya di Indonesia. Pada akhirnya dapat saja kekuasaan Pemerintah Pusat menjadi sangat terbatas hanya pada 5 bidang kewenangan saja. Negara Indonesia seperti ini akan menjadi Negara yang lemah, tidak stabil.
6. Scenario Disintegration Skenario ini merupakan skenario terburuk bagi Indonesia. Skenario ini dapat terjadi jika Pemerintah Indonesia semakin lama semakin lemah dan muncul kondisi keos. (chaotic conditions). Pemerintah daerah pun merasa tidak ada gunanya lagi mempunyai hubungan yang baik dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Skenario ini juga dapat terjadi jika terjadi perpecahan dalam tubuh militer. Hal ini sangat mudah menjalar ke dalam masyarakat sipil yang juga mempunyai potensi perpecahan. Disintegrasi dapat terjadi bila ada kekacauan berskala besar. Ini merupakan skenario yang harus kita antisipasi & cegah sejak dini. Setiap gejala-gejalanya harus kita tanggulangi sejak sekarang, secara cepat dan bijak. Dari uraian dan contoh di atas, mungkin dapat kita terapkan dalam membangun skenario Pertahanan Indonesia di masa depan sehingga kita betul-betul dapat membuat suatu strategi yang handal agar skenario terburuk dapat terhindari dan skenario terbaik untuk pertahanan negara dapat terwujudkan.
10 Tips Membuat Film Pendek - Thread Not Solved Yet
Membuat film kita lebih OK!. Berikut ini adalah beberapa hal penting yang harus kita perhatikan dalam membuat film pendek. Dengan mengikuti langkah-langkah yang akan diuraikan ini, maka kita dapat mengurangi beberapa hal yang tidak seharusnya kita lakukan. Meskipun begitu, ini merupakan saran-saran saja, dan dapat dikembangkan berdasarkan keahlian dan pengalaman. Take a look.. 1. Apakah film Anda layak ditonton Sebelum semuanya dimulai, maka selayaknya kita bertanya: apakah semua orang pasti menonton film yang akan kita buat ?. Jawabnya, No!. Artinya tidak semua orang �pasti� akan menonton film kita. Sebelum menulis skenarionya, mari tanyakan kepada diri sendiri terlebih dahulu; mengapa orang harus menonton film yang akan kita buat. 2. Jangan mulai produksi tanpa adanya budget Film, meskipun sederhana sangat membutuhkan biaya!. Besar biaya memang tidak terbatas, bisa besar bisa kecil. Dengan membuat prakiraan biaya (budget), maka kita akan lebih tahu apa yang harus kita lakukan dengan uang yang dimiliki. Produksi tanpa budget menyebabkan rencana-rencana tidak bisa diprediksi. Apalagi jika uang yang tersedia tidak mencukupi, bisa-bisa film yang sedang dikerjakan tidak selesai-selesai.
3. Minta persetujuan pihak-pihak yang terlibat Sebelum shooting dilakukan, ada baiknya meminta persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang terlibat di dalam film, seperti aktor/aktris, music director, artwork, sponsor, atau siapa saja yang ingin berkontribusi. Bereskan dulu semua ini!. Karena kalau memintanya saat shooting dimulai, maka �kemangkiran-kemangkiran� dari pihak-pihak tersebut akan terasa sulit dimintakan pertanggung jawabannya. Maka, do it Now!. 4. Buatlah film pendek memang pendek! Penulis naskah dan/atau sutradara harus bisa memenuhi standar yang menyatakan bahwa sebuah film adalah film pendek. Bertele-tele dalam penyajiannya akan membuat penonton bosan. Jika itu film pendek..maka harus pendek. Meskipun sulit, tapi memang harus begitu. Standar film pendek adalah maksimal berdurasi 30 menit!. 5. Jika memakai aktor yang tidak professional, maka lakukan casting Tidak lepas kemungkinan film pendek dibintangi oleh aktor/aktris yang tidak professional (amatir). Ini sih wajar-wajar saja. Apalagi mereka (mungkin) tidak dibayar. Tapi untuk memilih karakterkarakter pemain yang sesuai, wajib melakukan pemilihan peran (casting). Jangan memilih orang sembarangan apalagi casting baru akan lakukan beberapa saat menjelang shooting. Berbahaya!. 6. Tata suara sebaik-baiknya Tata suara yang buruk pada kebanyakan film pendek (meskipun memiliki konsep cerita menarik) menyebabkan tidak nyaman ditonton. Gunakan perangkat pendukung tata suara seperti boom mike untuk mendapatkan hasil yang baik. Kalau gak punya, beli atau pinjam aja� 7. Yakin OK saat shooting, jangan mengandalkan post-production Saat ini semua film kebanyakan dikerjakan dengan kamera digital. Maka tidak sulit untuk memeriksa apakah semua hasil shooting sudah memenuhi sarat atau belum dengan melakukan playback. Periksa semua! frame dialog, tata suara, pencahayaan atau apa saja. Apakah sudah sesuai dengan kualitas yang diinginkan ?. Sangat penting; periksa setelah shooting, bukan pada saat paska produksi. 8. Hindari pemakaian zoom saat shooting Kameraman yang baik adalah yang bisa mengurangi zooming. Kecuali bisa dilakukan dengan sebaik mungkin. Mendapatkan gambar lebih dekat ke objek sangat baik menggunakan dolly, camera glider, atau lakukan cut and shoot!.
9. Hindari pemakaian efek yang tidak perlu Sebuah film pendek banyak mengandalkan efek-efek seperti; memulai film dengan alarm hitungan mundur (ringing alarm clock), transisi yang berlebihan seperti dissolves/wipe, dan credit titles yang panjang. Pikirkan dengan baik, apakah hal-hal ini perlu ditampilkan atau tidak. Pilihan yang sangat bijak jika semua itu tidak terlalu berlebihan.
10. Hindari shooting malam di luar ruang Suasana gelap adalah musuh utama kamera (camcorder). Pengambilan gambar diluar ruang pada malam hari sangat membutuhkan cahaya. Apabila tidak menggunakan lighting yang cukup maka hasilnya akan jelek sekali. Meskipun dapat melakukan color correction pada saat editing, tapi sudah pasti dapat menyebabkan noise dan kualitas gambar menjadi drop. Paling baik adalah merubah skenario menjadi suasana siang hari. Tidak akan mengganggu cerita toh?.
(Dari berbagai sumber)
FADE IN:
1. INT. KAMAR JOKO - MALAM - JOKO
SUARA JAM BERDENTING SATU KALI. Kamar yang berantakan. Monitor komputer diatas meja menyala. Lampu duduk di sudut meja menerangi ruangan dengan warna kuning redup. Seekor kecoa menyusuri lantai, melewati tas ransel, gitar, celana panjang, baju, sejadah, dan menyelinap ke belakang CPU. JOKO, 23, laki-laki muda berambut panjang dengan kaos hitam dan celana pendek merah motif bunga Hawaii sedang berbaring di atas kasur, melihat ke arah telepon genggam yang sedang dipegangnya. Ibu jari gemetar diatas tombol bergambar gagang telepon berwarna hijau. Joko menelan ludah.
2. INT. KAMAR MIRA- MALAM - MIRA
SUARA PINTU TERBUKA. Cahaya dari luar menerobos masuk kedalam kamar. SUARA TOMBOL LAMPU DINYALAKAN, kamar menjadi terang. Tempat tidur dengan bed cover biru dengan motif bintang-bintang. Kosmetik-kosmetik dan foto sepasang pria dan wanita berada diatas meja rias. MIRA, 25, perempuan cantik mengenakan blouse dan rok motif bunga berimpel menghambur masuk dan menaruh snel jas di kursi rias, mengambil telepon genggam dari saku snel jas dan meletakkannya di atas laci sebelah tempat tidur. Ia membantingkan diri ke tempat tidur dan menutup kedua matanya dengan lengannya. Ia menghela nafas panjang.
INTERCUT ANTARA JOKO DAN MIRA
Joko menaruh telepon genggam diatas meja sebelah tempat tidur, berguling, dan menutup seluruh tubuh dengan selimut.
Mira menyelimuti diri dengan bed cover.
Kepala Joko menyembul dari dalam selimut. Ia melirik ke arah telepon genggam.
Mira memejamkan mata. Tiba-tiba TELEPON GENGGAM BERDERING. Mira terperanjat, bangun dan mengambil telepon genggam. Nama "Joko" berkedip-kedip. Mira bertaut alis. Ia menjawab telepon itu. Joko menempelkan telepon genggam di telinganya. Ia berdeham. JOKO Halo?
MIRA Halo.
JOKO
(tersenyum) Hai.
MIRA (melihat ke arah jam dinding) Gue perlu istirahat.
Joko diam.
MIRA (CONT'D) Ada apa?
dst dst... at 10:12
Menjual skenario Judul di atas adalah pertanyaan yang sering gue terima di dalam blog ini (walaupun kata "canggih" itu dari gue sendiri sekedar melebih-lebihkan), dan sepertinya jawaban yang jelas sudah ada pada posting sebelumnya. Bisa cek dengan mengklik di sini.
Perlu diketahui bahwa menjual cerita kepada orang yang sama sekali tidak kita kenal itu memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil. Sulit untuk tampil di antara seribu penulis lainnya yang juga berusaha tampil, bukan? Gue yakin banyak di antara kita yang bisa bikin cerita lebih keren daripada sinetron-sinetron kacangan di layar televisi, tapi karena pembuat skenario kacangan itu sudah dikenal baik oleh produser dan sudah menjadi "langganan" karena ia memiliki faktor "rela membodohi masyarakat", "mau dibayar murah", dan lain-lain, maka ia akan dipanggil lagi dan lagi untuk membuat cerita.
Jadi di situlah titik terangnya. Secara perlahan-lahan kita harus membangun koneksi ke arah yang kita inginkan, dan kita harus membuat diri sendiri dikelilingi oleh orang-orang yang dapat menghargai karya tulis kita. Dengan cara itulah tulisan-tulisan kita dapat dikenal dan dengan sendirinya akan datang pekerjaan "menulis skenario" kepada kita. Jika ada teman yang terobsesi jadi sutradara, rajinrajinlah bergaul dengannya. Mungkin akan tiba saatnya anda diminta untuk membuat skenario (walaupun dengan honor pas-pasan atau bahkan kurang). Simpan skenario masterpiece anda untuk orang yang tepat. Lakukanlah secara bertahap. Mau naik ke lantai 4 kan harus lewat lantai 1, 2 dan 3 dulu.
Dan pada akhirnya kembali lagi gue harus mengingatkan. Seperti sudah gue pajang gede-gede di disclaimer, bahwa menulis (terutama menulis skenario film dan televisi) itu adalah bisnis yang serius. Jangan dijadiin ajang nyari duit aja dong ach. Kalo cuma nyari duit jadi pedagang juga bisa, kan? Semudah logika beli satu jual dua. Menulis skenario tidak semudah jual mimpi/air mata dapat rating. Cuma mereka yang tak bertanggung jawab yang menyebut hal itu mudah dan kemudian tidur nyenyak di malam hari. at 00:46 5 comments Links to this post
Labels: bagaimana menjual skenario
Sabtu, 19 Juli 2008 Mengirim Naskah Skenario ke Production House Tahap-tahap "penjualan" skenario yang udah dibuat sebenarnya hampir sama dengan naskah novel. Kita mengirimkan skenario ke Production House (PH), diproses, dan kalo diterima ya siap-siap dihubungi. Langkah-langkahnya: 1. Siapkan print-out SKENARIO yang disertai dengan SINOPSIS GLOBAL, DAFTAR KARAKTER, JENIS CERITA, DURASI (WAKTU), dan SEGMEN PENONTON. Nilai lebih cerita yang kita punya dari film-film atau sinetron yang sudah ada juga harus dicantumin dong. Siapin juga BIODATA SINGKAT, ALAMAT dan NOMOR TELEPON yang bisa dihubungi. Kalo ada yang udah pernah ngirim skenario ke PH lain dan udah pernah tayang, cantumin di biodata judul karya, tanggal tayang bioskop, atau di stasiun televisi mana pernah ditayangin. Kalo ada data rating, penghargaan, atau prestasi tertentu juga cantumin sekalian. Jelas ini nilai lebih di mata produser. 2. Kalo dikirim lewat pos, pastikan kolom isian buat pengirim dan penerima benar, supaya kalo terjadi sesuatu dengan naskah yang udah dibuat bisa dilacak. 3. Kalo ada yang menyerahkan naskah langsung ke PH, minta tanda bukti penyerahan naskah dan tanyakan kepada siapa kita harus mengurus follow up naskah dan berapa lama akan dikabari. Biasanya lebih kurang 3-6 bulan. Makin besar PH yang dituju, makin lama pula waktu untuk menerima kabar. 4. Buat yang baru mau nyoba ngirim, gue ga saranin lewat e-mail, karena kemungkinan dibacanya kecil banget. 5. Jika sudah tiga bulan naskah dikirim dan belum ada kabar, tanya. Ada yang udah tiga bulan naskah masih belum disentuh, karena PH urusannya bukan cuma nyortir naskah. 6. Alamat PH bisa dicari di internet. Nih beberapa alamat:
KALYANA SHIRA FILM: Jl. Bunga Mawar No. 9 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7503223, 021 7503225
MULTIVISION PLUS: Jl. KH. Hasyim Ashari Kav 125 B Blok C2 No 30-34; Kompleks Perkantoran Roxy Mas; Telp 021 6335050 hunting; Jakarta 10150
MILES PRODUCTION: Jl. Pangeran Antasari No. 17 Cipete, Jakarta Selatan 12410; Telp 021 7500503, 021 7500739
MD PRODUCTION: Jl. Tanah Abang III/23A; Telp 021 3451777; Jakarta 10160
RAPI FILM: Jl. Cikini No 7; Telp 021 3857175; Jakarta Pusat
SALTO PRODUCTION: Jl. Sultan Syahrir No. 1C, Menteng, Jakarta Pusat; Telp 021 31925115
SINEMART: Jl. Raya Kebayoran Lama No. 17 D; Telp 021 5309228; Jakarta Selatan
SORAYA INTERCINE FILM: Jl. Wahid Hasyim 3 Menteng; Telp 021 39837555; Jakarta 10340
7. Sabar.
Kita bisa aja ngirim satu cerita yang sama ke beberapa PH sekaligus, tapi selain dibilang kurang etis, repot juga kalo skenario super-keren kita punya itu tiba-tiba di follow up tiga PH sekaligus. Repot kan? Repot lah. Kita nggak mesti kenal Raam atau Manoj supaya skenario kita lolos dan di follow up. Selama skenario kita keren (di mata mereka), maka kemungkinannya akan selalu besar. But I gotta say this as in my other posts: jangan membodohi masyarakat dengan cerita yang nggak ada otaknya. Jangan jual diri pada ketololan.
Istilah dalam ShooTing Januari 8, 2008 oleh Bayu Dalam dunia movie, perintah dan istilah sudah baku dan ditetapkan. Istilah – istilah itu kebanyakan menggunakan bahasa inggris. Jadi jika anda menyutradarai suatu movie di Belanda, Nigeria bahkan China sekalipun anda tak akan kesulitan karena semua istilah dalam dunia movie ini berlaku diseluruh
negara.
Oleh karena itu penting sekali mengetahui sekaligus memahami istilah – istilah dalam dunia perfilman ini. Adapun beberapa istilah itu, antara lain: Akting : Sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan. Audio Visual : Sebutan bagi perangkat yang menggunakkan unsur suara dan gambar. Art Director : Sebutan bagi pengarah seni artistik dari sebuah produksi. Asisten Produser : Seseorang yang membantu produser dalam menjalankan tugasnya. Audio Mixing : Proses penyatuan dan penyelarasan suara dari berbagai macam jenis dan bentuk suara. Angle : Sudut pengambilan gambar. Animator : Sebutan bagi seseorang yang beprofesi sebagai pembuat animasi. Audio Effect : Efek suara. Ambience : Suara natural dari objek gambar. Broadcaster : Sebutan bagi seseorang yang bekerja dalam industri penyiaran. Background : Latar belakang.
Blocking : Penempatan objek yang sesuai dengan kebutuhan gambar. Bridging scene : Adegan perantara diantara adegan – adegan lainnya. Back Light : Penempatan lampu dasar dari sudut belakang objek. Breakdown Shoot : Penentuan gambar yang sesuai dengan naskah atau urutan acara. Bumper In : Penanda bahwa program acara TV dimulai kembali setelah iklan komersial. Bumper Out : Penanda bahwa program acara TV akan berhenti sejenak karena iklan komersial. Credit Title : Urutan nama tim produksi dan pendukung acara. Chroma Key : Sebuah metode elektronis yang melakukan penggabungan antara gambar video yang satu dengan gambar video lainnya dimana dalam prosesnya digunakan teknik Key Colour yang dapat diubah sesuai kebutuhan foreground dan background. Cutting on Beat : Teknik pemotongan gambar berdasar tempo. Clip Hanger : Sebutan bagi adegan atau gambar yang akan mengundang rasa ingin tahu penonton tentang kelanjutan acara, namun harus ditunda karena ada jeda iklan komersial. Cut : Pemotongan gambar. Cutting : Proses pemotongan gambar. Camera Blocking : Penempatan posisi kamera yang sesuai dengan kebutuhan gambar. Clear – Com : Sebutan bagi penggunaan head-set audio yang dihubungkan dengan ruang master control. Channel : Saluran. Crazy Shot : Gambar yang direkam melalui kamera yang tidak beraturan. Compotition : Komposisi. Continuity : Kesinambungan. Cross Blocking : Penempatan posisi objek secara silang sesuai dengan kebutuhan gambar.
Crane : Katrol khusus untuk kamera dan penata kamera yang dapat bergerak keatas dan kebawah. Clip On : Mikrofon khusus yang dipasang pada objek tanpa terlihat. Casting : Proses pemilihan pemain lakon sesuai dengan karakter dan peran yang akan diberikan. Close Up : Pengambilan gambar dari jarak dekat. Desain Compugrafis : Rancangan grafis yang digambar melalui tekhnologi komputer. Durasi : Waktu yang diberikan atau dijalankan. Dimmer : Digunakan untuk mengontrol naik turunnya intensitas cahaya. Disc Jokey : Sebutan bagi pembawa acara musik yang menayangkan video Klip. Dissolve : Tekhnik penumpukan gambar pada editing maupun syuting multi kamera. Depth of Field : Area dimana seluruh objek yang diterima oleh lensa dan kamera muncul dengan fokus yang tepat. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh jarak antara objek dan kamera, focal length dari lensa dan f-stop. Dialogue : Percakapan yang muncul dalam adegan. Dramatic Emotion : Emosi gambar secara dramatis. Editing : Proses pemotongan gambar. Ending Title : Urutan nama yang dicantumkan pada akhir movie. Engineering : Sebutan bagi pengerjaan dan pembagian kerja dalam masalah teknis penyiaran. Establish Shot : Gambar yang natural dan wajar. Extreme Close Up : Pengambilan gambar dari jarak sangat dekat. Focus : Penyelarasan gambar secara detail, tajam, dan jernih hingga mendekati objek aslinya. Final Editing : Proses pemotongan gambar secara menyeluruh. Floor Director : Seseorang yang bertanggung jawab membantu mengkomunikasikan keinginan sutradara, dari master kontrol ke studio produksi.
Filter Camera : Filter yang digunakan untuk kamera. Footage : Gambar – gambar yang tersedia dan dapat digunakan. Hunting Location : Proses pencarian dan penggunaan lokasi terbaik untuk syuting. Headset : Digunakan untuk dapat mendengarkan suara sutradara. Hand held : Tekhnik penggunaan kamera dengan tangan tanpa tripod. Image : Simbol yang sesuai objek. Jumping Shot : Proses pengambilan gambar secara tidak berurutan. Jimmy Jib : Katrol kamera otomatis yang digerakkan dengan remote. Job Description : Deskripsi tentang jenis pekerjaan. Jeda Komersial : Saat penayangan iklan komersial diantara acara televisi. Job Title : Penamaan jabatan pada pekerjaan. Konservatif : Serba teratur, tertib, dan apa adanya. Kreator : Sebutan bagi seseorang yang menciptakan karya kreatif. Lighting : Penataan cahaya. Lighting Effect : Efek dari penataan cahaya. Lensa Wide : Digunakan untuk memperbesar sudut pandang pengambilan gambar dari kamera. Lensa Super Wide : Digunakan untuk sangat memperbesar sudut pandang pengambilan gambar dari kamera. Long Shot : Gambar yang direkam dari jarak yang jauh. Biasanya digunakan dengan cara pengambilan gambar dari sudut panjang dan lebar. Master Control : Perangkat teknis utama penyiaran untuk mengontrol proses distribusi audio dan video dari berbagai input pada produksi untuk siaran live show maupun recorded. Magazine Show : Rancangan acara dengan format majalah.
Main Object : Target pada objek utama. Medium Close Up : Pengambilan gambar dari jarak cukup dekat. Medium Shot : Gambar yang diambil dari jarak sedang. Medium Long Shot : Pengambilan gambar dari jarak yang panjang dan jauh. Monitor : Digunakan untuk memantau gambar. Master Video : Video utama berisikan rekaman acara televisi yang siap untuk ditayangkan maupun disimpan. Multi Camera : Sistem dari tata produksi audio visual yang syuting secara bersamaan dengan menggunakan sejumlah kamera. Middle Close Up : Pengambilan gambar dari jarak sedang. Master Shot : Gambar pilihan utama dari sebuah adegan yang kemudian dijadikan referensi atau rujukan saat melakukan editing. Noise : Gangguan pada sirkulasi signal audio maupun video yang mengganggu program acara. News Director : Direktur pemberitaan yang bertanggung jawab atas seluruh isi pemberitaan yang disiarkan secara aktual berdasarkan fakta. Off Line : Proses editing awal untuk memilih gambar terbaik dengan time code dari berbagai stock shot sesuai dengan kebutuhan adegan. Hasil dari gambar tersebut ditransformasikan dalam bentuk workprint dengan EDL (edit decision List). On Line : Proses akhir editing untuk menyempurnakan, mempercantik dan memperindah gambar setelah melalui proses off line. Operet : Istilah populer untuk acara yang menggabungkan antara unsur fiksi, nonfiksi dan musik ke dalam suatu alur cerita. Opera Musikal : Format acara yang menggabungkan unsur drama dengan musik. Opening Scene : Adegan yang dirancang khusus untuk membuka acara atau cerita. Biasanya adegan ini dikemas kreatif dan menarik untuk mendpatkan perhatian penonton.
Opening Shot : Komposisi sudut pengambilan gambar pada awal adegan atau acara yang dirancang khusus untuk menarik perhatian penonton. OB Van : Outside Broadcasting Van, mobil khusus yang membawa perangkat tekhnis penyiaran audio dan video untuk memproduksi program diluar studio. Dapat juga digunakan untuk master control bagi siaran langsung. Power Pack : Tempat khusu berbentuk boks yang berguna untuk pembagian arus daya listrik. Panning : Pergerakkan horizontal kamera dari kiri kekanan maupun sebaliknya. Property : Berbagai aksesori. Program Directing : Penyutradaraan program televisi. Programming : Tekhnik penyusunan program acara televisi yang ditayangkan secara berurutan. Praproduksi : Berbagai kegiatan persiapan sebelum pelaksanaan produksi dimulai. Paskaproduksi : Proses penyelesaian akhir dari produksi.Biasanya istilah ini digunakan pada proses editing. Produser : Pimpinan produksi yang bertanggung jawab kepada seluruh kegiatan pengkoordinasian pelaksanaan praproduksi, produksi sampai paskaproduksi. Rating : Perhitungan secara statistikal untuk mengukur tingkat popularitas program acara televisi terhadap penonton. Rundown : Susunan isi dan alur cerita dari program acara televisi yang dibatasi oleh durasi, jeda komersial, segmentasi, dan bahasa naskah. Run Through : Latihan akhir bagi seluruh pendukung acara televisi yang disesuaikan dengan urutan acara sesuai dalam rundown. Reportase : Sebuah laporan perjalanan atau liputan lapangan yang digunakan untuk mendukung data – data aktual dan faktual. Retake : Pengulangan pengambilan adegan gambar. Shot : Ambil Gambar.
Simply Shot : Gambar yang diambil dari sudut yang mudah. Skill : Keahlian. Set Up : Proses persiapan akhir sebelum produksi televisi dimulai dari set artistik, performer hingga masalah tekhnis siaran. Stand By : Komando akhir yang menunjukkan bahwa seluruh komponen produksi telah siap untuk melaksanakan syuting. Single Camera : Sistem dari tata cara produksi audio visual yang hanya menggunakan satu kamera. Script Format : Format penulisan naskah acara baik untuk fiksi maupun nonfiksi. Script Marking : Penandaan pada naskah untuk menjadi catatan pada sutradara maupun pendukung produksi lainnya. Stock Shot : Berbagai bentuk gambar yang diciptakan untuk dijadikan pilihan pada saat gambar gambar tersebut memasuki proses editing. Suspense : Istilah yang digunakan untuk menunjukkan adegan – adegan yang menegangkan dan mengundang rasa was was bagi penonton. Sound : Penataan suara. Sound Effect : Efek suara yang diciptakan atau digunakan untuk mendukung suasana dari adegan. Steady Shot : Gambar sempurna dan tidak terlalu banyak bergerak, yang dapat dinikmati dengan posisi diam. Switcher : Istilah populer bagi perangkat tekhnis untuk memindah-mindahkan pemilihan gambar dari berbagai stock shot maupun input kamera. Alat ini digunakan untuk syuting multi kamera. Switcherman : Seseorang yang bertugas melaksanakan proses pemindahan gambar sesuai dengan komando sutradara. Studio : Lokasi khusus tempat pelaksanaan kerja produksi berlangsung. Dapat untuk melaksanakan syuting (shooting studio) maupun untuk editing (post production studio). Selling Point : Berbagai komponen yang mempunyai nilai jual untuk mendapatkan perhatian penonton maupun sponsor.
Sound Mixer : Mixer pengendali dari berbagai input suara yang dipilah melalui sejumlah jalur (track). Slow Motion : Pergerakkan gambar yang diperlambat sesuai dengan kebutuhan alur cerita. Technical Director : Pengarah / Direktur tehnik. Trend Setter : Gaya hidup ataupun budaya pop yang menjadi acuan dan ukuran sesuai dengan masa atau zaman. Take : Istilah yang digunakan untuk dan pada saat pengambilan gambar berlangsung. Dapat juga digunakan sebagai catatan pada naskah. Two Shot : Istilah komando sutradara yang seringkali digunakan untuk mengarahkan kamera kepada dua objek yang dituju. Three Shot : Istilah komando sutradara yang seringkali digunakan untuk mengarahkan kamera kepada tiga objek yang dituju. Trik : Tata cara kreatif untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Team builder : Seseorang yang mampu membangun sebuah kerjasama antara anggota team dengan baik untuk mencapai tujuan. Theme Song : Lagu khusus yang diciptakan atau dipakai sebagai pendukungikatan emosi dari program acara kepada penonton. VTR : Video Tape Recording. Very Long Shot : Gambar yang diambil sangat jauh. Voice Over (VO) : Suara dari announcer atau penyiar untuk mendukung isi cerita namun tidak tampak dilayar televisi. Video Klip : Video musik. Video Jockey : Julukan bagi presenter acara musik televisi yang menayangkan berbagai video klip. Vision Mixer : Sebutan lain untuk istilah populer “switcher”.
Wireless Camera : Kamera yang menggunakan transmisi signal untuk mengirimkan hasil gambar tanpa menggunakan kabel. White Balance : Prosedur untuk mengkoreksi warna gambar dari kamera dengan mengubah sensitivitas CCD ke dalam spektrum cahaya. Umumnya prosedur ini menggunakan cahaya putih sebagai dasar. Webisode : Istilah episode televisi yang ditayangkan melalui video web streaming internet. Wardrobe : Berbagai aksesori pendukung kostum bagi peran – peran tertentu.
Kerangka Skenario
Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Ketika Sinopsis dipindahkan ke bentuk skenario, maka terjadi perubahan media yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Dari media kata-kata ke media film. Umpamanya, informasi yang dijabarkan empat kata tertulis dibawah ini: Seorang gadis pulang larut malam. Menjadi gambaran visual, sebagai berikut: Seorang gadis berjalan malam hari, agak kedinginan, lengang. Terdengar salak anjing di kejauhan, menambah tinggi suasana kesunyian dan sedikit Seram. Pemindahan itu memerlukan tambahan imajinasi filmis. Penulis harus membayangkan “film” adegan itu. Maka itu ia menambahkan: gadis itu agak kedinginan, dan tambahan salak anjing untuk membentuk dramatik.
Maka itu dianjurkan sekali agar skenario tidak langsung digarap setelah membuat sinopsis. Tapi harus melalui tahap-tahap perencanaan dan pembuatan kerangkanya dulu. Untuk memasuki tahap itu, pertama-tama penulis harus mempertanyakan bahan kerangka tersebut secara garis besar: a. Bagaimana Cerita akan dituturkan dalam filmnya nanti. Yakni sesuai dengan tuntutan “penuturan dalam tiga babak”. I. Pembukaan, II. Pengambangan, III.Penyelesaian. Maka timbul tuntutan untuk membuat 1. Pembukaan yang kuat untuk menggaet perhatian penonton, 2. pengembangan urutan cerita yang kuat, 3. Klimaks yang mencekam. Maka mungkin harus mengubah urutan cerita, mengurangi atau mengubah. b. Bagaimana cara menggambarkan adegan-adegan yang efektif dan menarik secara filmik. Adegan-adegan sudah harus dibayangkan oleh si penulis sebagai tayangan film. Umpamanya, apa yang dalam sinopsis ditulis sebagai “adegan pesta ulang tahun di kafe yang nyaman” harus dibayangkan bagaimana pesta tersebut dalam adegan film. Bagaimana kesan “nyaman” itu harus digambarkan? Bagaimana menyajikan suasana pesta yang kecil namun hidup? Apa ada musik? Apa sentuhan khusus yang harus ditambahkan agar adegan tambah hidup? Informasi apa yang bisa dirangkum dalam adegan itu. c. Bagaimana penataan dramatiknya. Secara garis besar mulai membayangkan dimana tangga dramatiknya mulai naik, dimana Point of attact-nya, lalu bagaimana klimaksnya? Karena banyaknya perubahan dalam urutan penuturan maupun cara penyampaian informasi, maka sebelum melangkah ke pembuatan skenario perlu dikonsep dulu secara seksama.
Tahapan pembuatan kerangka: 1. Outline atau storyline 2. Treatment.
Outline/Storyline Treatment
Treatment
Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Naskah yang disebut treatment ini lebih berkembang daripada step-outline. Sudah lengkap dengan action pokok pelaku. Boleh dikatakan ini adalah kerangka lengkap skenario. Hanya tinggal menambah pemanis disana-sini dan dialog, maka sudah menjadi skenario. Pada penulisan treatment harus pakai nomor. Yakni nomor kelompok adegan atau adegan-adegan disuatu tempat. Maka itu tiap nomor disertakan keterangan tempat maupun waktu. Uraian treatment berisi: 1. Menggambarkan “kerangka skenario” lengkap tapi padat. 2. Penuturan sudah mengacu pada urutan Tiga babak dan penataan dramatik. 3. Uraiannya harus ringkas, komunikatif dan efektif, supaya tidak terlalu tebal. 4. Nama orang dan tempat sudah fix, sebagaimana yang akan tampil dalam skenario. Dengan pembuatan treatment, kita sudah bisa melakukan pemendekan atau pengembangan uraian sesuai dengan tuntutan cerita dan tuntutan penataan dramatik. Karena dengan dialognya yang panjang lebar dan sudah susah payah kita ciptakan, sulit melakukan perubahan dan juga kita merasa enggan. Pada saat menulis treatment kita dengan leluasa merencanakan aksi pelaku yang membuat adegan menjadi betul-betul hidup, realistik dan menunjang kebutuhan cerita/dramatik. Contoh Treatment: JALAN SEPANJANG KENANGAN By Eddie Cahyono & Bagus Sumartono OPENING TEASE INT. KAMAR SLAMET-SULASTRI. NIGHT Slamet dan Sulastri sedang tiduran. Slamet tidak bisa tidur. Susi sedang membaca majalah. Slamet bangun dari tidur dan bertanya apa susi tidak pengen karena sudah satu minggu tidak melakukan hubungan intim. Susi malah pengen jalan-jalan dan malam ini pengen dibelikan gudeg. Dengan malas slamet bangun dari tempat tidur.
ACT.1 NGIDAM? NGIDAM??? NGIDAM!!!
EXT. EVERYWHERE. DAY Pengenalan Susi oleh Slamet bahwa susi sedang ngidam. EXT. JALANAN 1. DAY Slamet mengayuh becak. Susi duduk didepan meminta untuk turun. Susi berjalan menuju kios kemudian beli majalah dan permen. Susi duduk diikuti Slamet. Susi membaca majalah dan dugaannya ternyata benar bahwa dia harus berjalan-jalan ke Mall, Malioboro, Kraton, dan Alun-alun Selatan untuk mengenang masa-masa pacaran mereka. EXT. EVERYWHERE. DAY Susi mengenalkan Slamet suaminya, seorang pegawai negeri. EXT. JALANAN 2. DAY Ban samping becak bocor. Susi ngomel karena Slamet tidak percaya saat Susi mengingatkan untuk hati-hati. Slamet memegang-bannya yang bocor. Melihat yang dilakukan Slamet, makin sewot dan bilang pada slamet bahwa sudah tau bannya bocor tapi masih dipegang-pegang aja. Susi menyuruh slamet untuk menambal ban. EXT. TAMBAL BAN. DAY Dengan sigap seorang tukang tambal ban berkepala botak, melepas ban luar. Slamet duduk sambil minum, disebelahnya Susi tampak memperhatikan Tukang tambal ban. Tukang tambal ban tampak melihat Susi memperhatikan dirinya. Mereka tampak saling berpandangan. Susi berbisik pada Slamet yang sedang minum. Slamet memuntahkan minuman karena kaget. Slamet mendekati Tukang tambal ban. Susi melihat Tukang tambal ban tampak menggeleng. Slamet melihat Susi kemudian menggeleng. Susi tampak kecewa. Slamet berbicara lagi dengan Tukang tambal ban. Sekarang Slamet yang kelihatan dongkol sementara Tukang tambal ban cengar-cengir. Tukang tambal ban dan Slamet menoleh dengan kearah Susi. Akhirnya, sementara tukang tambal ban dielus-elus kepalanya oleh Susi sambil makan permen lolipop, Slamet menambal ban. EXT. DEPAN MALL AMBARUKMO. DAY Slamet menghentikan becaknya didepan Mall. Susi bertanya kenapa tidak masuk? Slamet tampak ragu-ragu. Susi menegaskan bukankah dulu Slamet suka mengantar kesini untuk jalan-jalan? Slamet mengiyakan tetapi apa yang pernah mereka lalukan adalah suatu pemborosan. Susi tampak ngambek. EXT. SAMPING MALL AMBARUKMO. DAY Slamet dan Susi duduk di becak. Slamet tampak mengagumi mall yang besar. Susi masih ngambek
dan beralasan bahwa di ke mall karena ingin beli es teller. Slamet menggoda Susi, sebenarnya yang diinginkan Susi es teller atau mau ketemu Supervisor es teller. Mendengar Supervisor es teller Susi marah kepada Slamet. ACT 2. SABAR YA MET!
EXT. EVERYWHERE. DAY Pernyataan Susi tentang ngidam, yang membuatnya jadi sensitif setelah Slamet menyinggung masalah Supervisor es teller. EXT. TOKO BUNGA. DAY Slamet membujuk Susi agar tidak marah lagi dengan membelikan Susi bunga. Awalnya Susi tidak mau tapi kemudian menerima bunga pemberian Slamet. Sementara itu HP Slamet berbunyi. EXT. EVERYWHERE. DAY Pernyataan Slamet tentang kesabaran seorang suami. Slamet juga merasa beruntung bisa mendapatkan Susi, karena sebelum Susi menikah dengannya, Susi tunangan dengan seorang Supervisor es teller. EXT. JALAN MENUJU MALIOBORO. DAY Slamet menggenjot becaknya, kemudian berhenti dan menuntun becaknya, akhirnya berhenti. Slamet minum karena kehausan. Sementara Susi masih duduk di dalam becak. EXT. JALAN MALIOBORO. DAY Slamet mengayuh becaknya. EXT. KRATON NGAYOGYAKARTA. DAY Slamet dan Susi sedang bayar tiket masuk. Hp Slamet berbunyi. Slamet mematikan HP-nya. Susi bertanya kepada Slamet tetapi Slamet tidak menjawab tapi malah menyuruh masuk. Susi tidak senang karena pertanyaannya tidak dijawab. INT. KRATON NGAYOGYAKARTA. DAY Slamet melihat Jam di HP-nya. Slamet memanggil Susi dengan lirih. Susi tampak menyembah foto raja Mataram. Slamet memanggil lagi. Slamet mengajak Susi, habis dari Kraton mereka ke Pasar Ngasem karena Slamet harus beli kroto, makanan burung. Susi tampak kesal karena yang dipirkan Slamet hanya burung saja. Tiba-tiba Hp Slamet berbunyi. Slamet hanya melihat Hp-nya. Susi merebut Hp Slamet. Susi terkejut karena yang telpon adalah Pak Lurah, bosnya Slamet. Slamet tampak bingung.
EXT. JALAN KELUAR KRATON NGAYOGYAKARTA. DAY Susi berjalan sambil ngomel. Slamet mengikuti dari belakang. Susi khawatir kalo Slamet dipecat. Susi menanyakan kenapa Slamet tidak ijin dulu, kenapa harus bolos? Slamet membela diri karena permintaan Susi harus dituruti dan semua serba mendadak. EXT. PARKIRAN KRATON NGAYOGYAKARTA. DAY Susi berjalan masih ngomel, diikuti Slamet dari belakang. Susi berharap kalo ada apa-apa Slamet bisa jujur. Susi ingat dulu Slamet waktu pacaran tidak ada yang disembunyikan. Slamet hanya mendengarkan Susi. ACT 3. JUJUR MET! SUS???
EXT. EVERYWHERE. DAY Pernyataan Susi tentang hubungan suami-isteri harus ada keterbukaan. EXT. WARUNG MAKAN. DAY Susi dan Slamet sedang makan Bakso. Slamet memperatikan Susi makannya tidak berselera. Susi memesan es teller. Slamet heran karena minuman Susi tadi belum dihabiskan tetapi Susi sudah pesan lagi. Slamet menyuruh Minuman tadi agar dihabiskan terlebih dahulu. Susi tetap ngotot pengen es teller. Slamet menanyakan alasannya. Susi yang sensitif menuduh Slamet mau mempermasalahkan Supervisor es teller. Slamet yang semula tidak bermaksud mempermasalahkan justru terpancing. Akhirnya mereka berdua memutuskan pergi ke rumah Supervisor es teller untuk membuktikan bahwa Susi tidak ada hubungan apa-apa dengan Supervisor es teller. EXT. EVERYWHERE. DAY Pernyataan Slamet tentang kejujuran pasangan suami isteri. Menyuruh orang jujur memang gampang tapi menyuruh jujur sama diri sendiri? EXT. JALAN MENUJU RUMAH SUPERVISOR. DAY Slamet mengayuh becaknya. EXT. JALAN DEPAN RUMAH SUPERVISOR. DAY Slamet masih mengayuh becak ketika Susi minta berhenti. Slamet bertanya kenapa harus berhenti? Apakah Susi takut? Susi menjawab dengan ketus bahwa dia tidak takut. Becak berhenti di depan rumah Supervisor. Slamet justru tampak ragu-ragu. Slamet meminta Susi menghentikan langkahnya. Susi balik bertanya kenapa? Ahirnya Susi memasuki halaman Rumah Supervisor diikuti Slamet. Susi mengtuk pintu tetapi tidak ada jawaban. Susi mengetuk pintu masih tiadak ada jawaban. Slamet menjadi tidak Sabar dan menyurh untuk pergi saja. Susi justru bertanya kenapa? Apakah Slamet
takut? Seteleh mengetuk pintu lagi dan tidak ada jawaban Susi pergi menuju becak diikuti Slamet. Slamet kemudian bertanya apakah bisa pergi ke pasar burung sekarang? Susi tidak menjawab. Slamet menegaskan bahwa dia harus beli makanan burung karena hanya dia yang mungurus burungnya. Susi hanya bisa menjawab, Terserah!!! EXT. PARKIRAN NGASEM. DAY Slamet memarkir becaknya kemudian mengangkat bagian belakang becak agar Susi bisa turun. Karena Susi tidak kunjung turun Slamet menyurh Susi untuk turun, tetapi Susi tidak mau karena dia tidak mau ikut. Slamet tampak menahan emosi kemudian berjalan ke depan. Slamet mempertanyakan Susi kenapa sekarang menjadi rewel padahal dulu waktu pacaran Susi tidak pernah rewel. Susi membantah ucapan Slamet begitu juga Slamet mempertahankan pendapatnya. Slamet mengatakan bahwa dia menikahi Susi karena Susi tidak pernah rewel ato neko-neko. Slamet juga bilang dulu Susi juga sering nganterin beli makanan burung kenapa sekarang tidak mau? Akhirnya Slamet mempertanyakan alasan Susi menikahi dirinya, kenapa tiba-tiba Susi mau dengan dirinya. Apa karena putus dengan tunangan Si Supervisor Susi terpasa mau dengan dirinya. Setelah puas meluapkan emosinya Slamet meninggalkan Susi sendiri. ACT 4. KENANGLAH!
EXT. NGASEM. DAY Slamet membeli makanan burung. Slamet memandang sepasang burung yang sedang berbermain dan tampak rukun. Seorang penjual menngagetkan Slamet. Penjual itu menyerahkan kantong kertas dan menerima uang dari Slamet. Slamet memandang sepasang burung itu kemudian berjalan menjauh. EXT. PARKIRAN NGASEM. DAY Slamet celingak-clinguk mencari Susi. Slamet bertanya pada seorang tukang parkir apakah melihat seorang wanita hamil. Tukang parkir menjawab kalo wanita itu pergi ke arah sana. Slamet tampak panik kemudian bergegas menaiki becaknya. EXT. JALAN MENUJU ALUN-ALUN. DAY Slamet celingukan dengan gelisah mencri Susi sambil mengayuh becaknya. EXT. ALUN-ALUN SELATAN. DAY Slamet masih celingukan sampai akhirnya, pandangan Slamet tertuju pada seorang wanita yang sedang berjalan menju tengah Alun-alun. EXT. DEKAT RINGIN KURUNG. DAY Susi berjalan pelan. Matanya tertutu menuju dua buah ringin kurung. Susi masih terus berjalan sampai
akhirnya Susi kaget ketika tangannya menyentuh sesorang. Susi membuka kain matanya dan kaget melihat Slamet. Slamet merasa bersalah pada Susi. Susi terisak melihat Slamet. Mereka hanya saling berpandangan. EXT. DEKAT RINGIN KURUNG. NIGHT Susi dan Slamet duduk di becak mereka merasa bersyukur. CLOSING
EXT. PLENGKUNG GADING. NIGHT Susi dan Slamet melintas di plengkung Gading. Susi mengajak Slamet kapan-kapan jalan-jalan lagi. Slamet mau asal Susi berjanji tidak akan bertengkar lagi, tapi Susi dengan manja menjawab, Mboh aku ra janji!!! Wah Kamu kok ngono Suss!!!
Outline/Storyline
Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Berikut ini adalah contoh Outline atau Storyline menurut penuturan dalam tiga babak.
JALAN SEPANJANG KENANGAN By Eddie Cahyono & Bagus Sumartono OPENING TEASE Adegan dibuka dengan Slamet dan Sulastri sedang tiduran. Slamet pengen bercinta tetapi Susi menanggapi yang lain. Susi pengen nostalgia mengenang masa pacaran demi si jabang bayi.
ACT.1 1. Pengenalan siapa Slamet dan Susi. Mereka melakukan perjalanan mengenang masa pacaran dengan menggunakan becak. Saat dalam perjalanan susi meminta slamet menghentikan becaknya untuk membeli permen dan majalah. Susi membaca majalah dan dugaannya ternyata benar, menurut ramalan mereka harus berjalan-jalan ke Mall, Malioboro, Kraton, dan Alun-alun Selatan untuk mengenang masa-masa pacaran mereka. Dan di dalam perjalananpun mereka harus waspada. 2. Ternyata dalam perjalanan ban becak slamet bocor. Susi marah karena sudah diperingatkan agar waspada. Akhirnya mereka menambal ban dan bertemu seorang tukang tambal ban berkepala gundul. Susi yang sedang ngidam meminta Slamet agar tukang tambal ban mau dielus-elus kepalanya. 3. Perjalanan berikutnya mereka harus ke Mall. Saat di Mall, Slamet mempermasalahkan kesukaan Susi berbelanja. Slamet merasa mereka harus berhemat. Susi sebal karena keinginannya tidak terpenuhi. Susi mengatakan bahwa dia hanya pengen minum es teller. Slamet menggoda Susi, pengen es teller atau mau ketemu supervisor es teller. Mendengar nama Supervisor es teller Susi marah dan mengatakan bahwa mereka sudah sepakat untuk tidak menyebut nama itu.
ACT 2. 1. Susi semakin sebal dengan slamet gara-gara Slamet menyebut nama supervisor Es teller. Dulu Supervisor es teller adalah tunangan Susi. Sementara itu slamet harus meredakan kemarahan susi dengan membelikannya bunga. Slamet merasa kesabarannya sebagai suami diuji. 2. Slamet dan Susi melanjutakan perjalanan mereka menuju kraton. Saat di kraton, Susi sedang minta restu pada Sri Sultan 9. Slamet malah mengganggu Susi dan meminta agar mereka nanti mampir ke sebuah pasar burung. Saat itu Hp Slamet berbunyi. Susi menanyakan siapa yang menelpon karena dia merasa penasaran. Saat Susi tau siapa yang menelpon Susi menjadi marah. 3. Susi marah karena slamet tidak jujur kepadanya kenapa dia harus bolos. Kenapa dia tidak minta ijin sama Pak Lurah. Slamet membela diri karena permintaan Susi harus dituruti dan semua serba mendadak. Susi tetap tidak suka.
ACT 3. 1. Susi lebih suka dengan kejujuran Slamet. Dulu waktu pacaran Slamet selalu terbuka padanya. Saat mereka istirahat makan terjadi perdebatan karena Susi pesan es teller. Slamet mengatakan bahwa es tidak baik untuk keselamatan bayi. Susi justru malah menuduh Slamet mempermasalahkan Supervisor es teller. Slamet yang semula tidak bermaksud mempermasalahkan justru terpancing. Akhirnya mereka berdua memutuskan pergi ke rumah Supervisor es teller untuk membuktikan bahwa Susi tidak ada hubungan apa-apa dengan Supervisor es teller. 2. Akhirnya mereka pergi ke tempat supervisor es teller. Susi marah kepada slamet karena tidak percaya padanya. Saat sampai ditempat supevisor mereka tidak mendapati supervisor dirumahnya. Saat itu slamet malah mengajak Susi agar mau mampir ke pasar burung. Susi marah mengetahui Slamet malah mengurusi burungnya. 3. Sampai di Pasar burung Susi tidak mau menemani Slamet. Slamet kesabarannya Habis. Slamet mempertanyakan Susi kenapa sekarang menjadi rewel padahal dulu waktu pacaran Susi tidak pernah rewel. Slamet juga bilang dulu Susi juga sering nganterin beli makanan burung kenapa sekarang tidak mau? Akhirnya Slamet mempertanyakan alasan Susi menikahi dirinya, kenapa tiba-tiba Susi mau dengan dirinya. Apa karena putus dengan tunangan Si Supervisor Susi terpaksa mau dengan dirinya.
ACT 4. 1. Slamet membeli makanan burung. Slamet memandang sepasang burung yang sedang bermain dan tampak rukun. Slamet menjadi teringat Susi. Setelah selesai membeli makan burung. Slamet berjalan menuju becaknya, Slamet kaget melihat susi tidak ada. Akhirnya dia mengayuh becaknya mencari Susi. Akhirnya Slamet menemukan susi sedang berjalan menuju ringin kembar di Alun-alun selatan. Susi sedang melakukan masangin. 2. Slamet bertemu susi. Susi menangis melihat Slamet. Slamet dengan rasa bersalah memandang susi. Mereka hanya saling berpandangan. Dan seolah-olah sudah saling memafkan. 3. Akhirnya mereka duduk di becak dan merasa bersyukur. CLOSING Susi dan Slamet melintas di plengkung Gading. Susi mengajak Slamet kapan-kapan jalan-jalan lagi. Slamet mau asal Susi berjanji tidak akan bertengkar lagi, tapi Susi dengan manja menjawab, Mboh aku ra janji!!! Wah Kamu kok ngono Suss!!! http://filmpelajar.com/tutorial/penokohan Basic Story
Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Basic story. Bagaimana membuat atau membangun sebuah rumah yang bagus dan indah? Apakah langsung membangun seperti yang ada dalam bayangan kita? Tentu saja tidak. Yang pertama dilakukan adalah membuat sketsa atau coretan gambar rumah akan berbentuk seperti apa. Itulah yang harus dilakukan untuk membuat sebuah basic story. Jika ide cerita atau tema hanya ditulis dengan satu kalimat yang kuat, maka dalam basic story ide tersebut dikembangkan kedalam basic story, yang isinya tidak lebih dari satu halaman folio dengan spasi satu setengah dan font times new roman ukuran 12. Biasanya basic story berkisar setengah halaman saja. Isi dari basic story itu ada keterangan tempat dan waktu, keterangan tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita, problem-problem utama, serta penyelesaian. Jangan malu-malu untuk menulis akhir dari cerita yang dibuat, jangan disimpan-simpan sendiri atau untuk membuat surprise orang. Tidak ada orang yang bisa anda kejutkan dalam proses penulisan skenario.
1. Tokoh utama dan tokoh-toko penting. Pertanyaan pertama yang dilontarkan adalah “Siapa karakter utama / tokoh utama / protagonisnya seseorang / sesuatu (bisa benda, hewan atau tumbuhan) yang menjadi pusat atau jantung dari film? Tokoh utama harus jelas! Karena tokoh utama adalah obyek yang diceritakan, maka sejak awal sudah harus dinilai apakah obyek penting itu menarik atau tidak. “Apa yang tokoh utama inginkan?” 2. Alur cerita utama/Plot utama dan problem utama. Yakni uraian lebih jelas dari plot utama. Yang sudah bisa membayangkan apa yang menjadi problem utama, bagaimana kekuatan dramatik cerita, serta keindahannya sebagai cerita. Dalam film Bedjo van Derlaak, Kisah seorang tentara Indonesia yang terpisah dari regunya kemudian bertemu seorang tentara belanda, yang pada saat bersamaan harus membantu seorang perempuan hamil untuk melahirkan. Terlihat bahwa problem utama memiliki resiko yang fatal. Disatu sisi tentara Indonesia ingin membunuh tentara belanda, di sisi lain dia harus membantu seorang perempuan yang akan melahirkan. 3. Klimaks dan penyelesaian Dengan tercantumnya klimaks dan penyelesaian dalam Basic story, maka akan bisa dinilai apakah langkah Action yang tertera dalam basic story memang cukup kuat untuk sampai pada klimaks? Apakah informasi yang diberikan cukup memberi penyelesaian yang dimaksud?
Premise
Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Apa itu Premise? Premise adalah pokok pemikiran, kesimpulan filosofis, pesan atau pesan moral. Beberapa filmmaker/sineas keberatan menggunakan istilah pesan/pesan moral karena mereka tidak mau menggurui penonton, mereka lebih menyukai dengan istilah isi cerita. Premise harus ditetapkan oleh penulis sejak mulai mengkonsep sebuah cerita karena sebetulnya yang pokok mau disampaikan oleh penulis adalah Premise. Dalam buku The Art of Dramatic Writing (1977), Lajos Egri mengatakan:
“Semua mempunyai tujuan dan pesan. Setiap detik dalam kehidupan kita adalah sebuah pesan, sadar atau tidak. Pesan mungkin bisa sangat sederhana seperti halnya bernapas atau sebuah keputusan emosional yang sulit, tetapi selalu ada. Sebuah film yang bagus harus mempunyai formula pesan. Tidak ada ide atau gagasan atau sebuah situasi, tidaklah cukup untuk membawa kesimpulan yang masuk akal tanpa sebuah pesan yang jelas.” Sebuah pesan yang bagus berasal dari emosi -cinta, kebencian, cemburu, takut, keberanian, nafsu, dll— dan mengelilingi karakter, konflik, dan penyelesaian. Coba jabarkan sebuah cerita menjadi sebuah premise. Sampaikan dalam kalimat yang singkat dan padat. Jika masih kesulitan berarti seorang penulis belum paham apa yang mau disampaikan dalam cerita. (Kejahatan) membawa (kekalahan) tetapi (Kebaikan) membawa (kesuksesan). Contoh: Film Die Hard
(Ketamakan dan keserakahan) membawa (kerusakan dan kematian) tetapi (Pengorbanan/Cinta) membawa (kehidupan dan kegembiraan). Contoh: Film Bedjo van Derlaak Peperangan/kekerasan hanya akan membawa kematian/kerusakan, tetapi dengan perdamaian/kerjasama akan membawa kehidupan/keselamatan.
Isi cerita adalah bagian film yang amat penting, karena faktor ini menentukan untuk mengetahui bobot suatu film, disamping mutu keindahan penyajian secara filmik. Artinya film dianggap bermutu apabila: a. Bobot isi cerita, pesan, kesimpulan filosofis, dan b.
Indah penyajian filmnya.
Kalau bobot isi cerita bagus tapi penyajiannya jelek makan penonton akan bilang: “film ini sebetulnya bagus, tetapi enggak enak dilihat.” Atau sebaliknya, “Film ini enak dilihat, tetapi nggak jelas mau ngomong apa.”
Bahan dari: H.Misbach Yusa Biran. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 2006 http://www.moralpremise.com/download/TMP-MMIntro.pdf http://www.fathom.com/course/21701762/sessions.html Sinopsis Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Kalau film yang akan digarap berdasarkan dari gagasan yang dimulai dengan penentuan tema, maka Sinopsis merupakan pengembangan dari Dasar Cerita. Sinopsis kurang lebih adalah ringkasan cerita yang berisi: 1. Garis besar jalan cerita. 2. Tokoh protagonis. 3. Tokoh antagonis. 4. Tokoh penting yang menunjang plot utama/jalan cerita utama. 5. Terdapat problem utama dan problem-problem penting yang berpengaruh pada jalan cerita. 6. Motif utama dan motif-motif pembantu Action yang penting. 7. Klimaks dan penyelesaian 8. Kesimpulan. Penjelasan dari poin-poin di atas adalah sebagai berikut: 1. Garis besar jalan cerita. Meski cerita diuraikan secara ringkas, namun harus memperlihatkan alur cerita yang jelas. 2. Tokoh protagonis dan Tokoh antagonis.
Tokoh protagonis harus dijelaskan siapakah dia? Apa keinginannya? Apa kejelekannya? Kelebihannya? Bagaimana membuat simpati padanya?
Tokoh Antagonis harus dijelaskan siapa dia? Kenapa dia harus menghambat tokoh protagonis? Apa alasannya? Apa kemampuannya untuk membuat penonton antipati?
3. Tokoh penting yang menunjang plot utama/jalan cerita utama. Tokoh-tokoh yang penting untuk menunjang plot utama atau alur utama. Teman Protagonis atau Antagonis. Penggambaran tokoh ini sudah harus jelas ketika tokoh ini membuat bagian penting dalam bergulirnya sebuah cerita.
4. Problem Utama Harus terlihat problem utama yang melahirkan alur utama cerita. Problem utama itulah yang membuat sasaran perjuangan protagonis sampai akhir. 5. Motif utama Penilaian atas motif utama sejalan dengan problem utama, yakni apakah motif utama mendorong protagonis melahirkan cerita memang sesuai dengan problem utama yang melahirkannya. 6. Klimaks dan Penyelesaian Pencapaian klimaks merupakan hal yang amat penting untuk dinilai karena klimaks adalah puncak dari tangga dramatik. Jika diandaikan klimaks harus berada tepi tebing yang curam dan sangat berbahaya. Alur cerita harus membawa protagonis ke arah tebing yang berbahaya! 7. Kesimpulan Apa yang ingin disampaikan dalam cerita harus bisa disimpulkan dalam sinopsis. Jika dalam sinopsis belum bisa disimpulkan maka perlu ada tambahan informasi yang jelas. Contoh sinopsis: Sinopsis Bedjo Van Derlaak Bedjo adalah seorang tentara Indonesia yang ikut bergerilya saat Belanda melakukan agresi yang kedua pada tahun 1949. Ditengah-tengah perjalanan, mereka diserang oleh sepasukan tentara Belanda. Pertempuran pun tak terelakkan. Bedjo, salah satu tentara dari pasukan Indonesia terpisah dari pasukan. Kemudian Bedjo menemukan sebuah rumah di tengah hutan yang di dalamnya terdapat Maryam seorang perempuan yang akan melahirkan dan seorang tentara Belanda bernama Hendrik Van Derlaak yang selalu berpindah tugas. Bedjo menyerang Hendrik karena mengira, Hendrik akan memperkosa Maryam. Tetapi Bedjo kaget saat melihat Maryam yang sedang hamil. Mendapat kesempatan menyerang, Hendrik berbalik menghajar Bedjo. Bedjo sadar bahwa Hendrik ternyata hendak menolong Maryam. Ketidaktahuan Bedjo tentang perempuan hamil membuat dia serba salah. Akhirnya Bedjo menuruti yang diperintahkan Hendrik untuk membantu kelahiran Maryam. Kedua tentara tersebut terjebak di dalam suasana yang sulit. Saat menunggu detik-detik Maryam melahirkan mereka bertiga berkeluh kesah. Bedjo yang bercerai gara-gara sering meninggalkan isterinya berjuang. Maryam seorang isteri pejuang yang dituduh selingkuh karena hamil setelah ditinggal pergi suaminya berperang. Dan Hendrik van derlaak seorang ayah yang sangat rindu dengan keluarganya. Tiba-tiba Maryam berteriak kesakitan. Hendrik dan Bedjo panik. Mereka saling menyalahkan hingga terjadi perkelahian sampai akhirnya Maryam menjerit kesakitan. Mereka tersadar dan kemudian saling bekerjasama untuk membantu Maryam melahirkan. Kelahiran anak
Maryam membuat mereka memahami bahwa peperangan/kekerasan hanya akan membawa kematian/kerusakan, tetapi dengan perdamaian/kerjasama akan membawa kehidupan/keselamatan.
Struktur Dramatik Ditulis oleh Edi Cahyono - Ditayangkan pada 17 Oktober 2009 Menyampaikan cerita naratif adalah menuturkan jalan kisah hanya dengan tujuan agar yang mendengarkan tahu. Tidak terkandung maksud untuk menggugah emosinya atau mempersuasi komunikan. Sebaliknya menuturkan cerita dramatik untuk menggugah emosi pihak komunikan. Untuk menuturkan cerita dramatik, sampai sekarang tidak bisa terlepas dari penggunaan resep kuno yang mengharuskan penyampaian tiga babak. Dalam buku Poetics, Aristoteles percaya bahwa dasar setiap cerita yang bagus tidak hanya Awal, Tengah, Akhir tetapi juga harus melibatkan dua bentuk/tahap dalam plot utama: KOMPLIKASI (kesulitan) dan UNRAVELLING (menyelesaikan kekusutan/kesulitan).
Penyiapan kondisi penonton dilakukan pada babak I. Pada babak II berlangsung cerita yang sebenarnya. Dan pada babak III disediakan kesempatan bagi penonton memantapkan pemahaman final dan menarik kesimpulan. BABAK I Babak ini ada yang menamakan sebagai ”Opening” atau ”Persiapan” dan sebagainya. Tugas rekayasa yang dilakukan oleh penulis skenario pada babak ini adalah: 1. Membuat penonton secepatnya memfokuskan perhatian kepada film. 2. Membuat penonton bersimpati pada protagonis. 3. Membuat penonton mengetahui apa problem utama protagonis. BABAK II Pada babak ini berlangsung cerita yang sesungguhnya. Disinilah cerita betul-betul dimulai dan berjalan hingga akhir. Babak II ini berisi: 1. Point of attack 2. Jalan cerita 3. Protagonis terseok-seok 4. Klimaks
BABAK III Pada babak III ini cerita sudah ada kepastian berakhir sebagai happy end atau unhappy end, dan disini penonton diberi kesempatan meresapi kegembiraan yang ditimbulkan oleh happy end, atau rasa sedih yang ditimbulkan oleh unhappy end. Juga memantapkan kesimpulan atau isi cerita. Dalam A Crash Course in Screenwriting by David Griffith: Film pendek kurang lebih memiliki konflik seperti feature film dan mempunyai struktur yang hampir sama. Strukturnya adalah sebagai berikut: 1. Pengenalan karakter dan setting (keadaan). 2. Apa yang diinginkan karakter utama. 3. Bagaimana tokoh memperoleh apa yang diinginkan 4. Set-backs – Karena tokoh tidak sadar atau tidak berinisiatif apa yang sebenarnya diinginkan, tokoh biasanya akan mengambil jalan yang salah. Inilah yang membawa tokoh utama ke dalam konflik dengan orang lain yang tidak menyukai apakah yang tokoh utama lakukan atau jalan tokoh utama tempuh. 5. Konflik – Argumentasi dan perdebatan menjadi lebih dan semakin hangat sampai terlihat seolah-olah tokoh utama akan kalah. 6. Perjuangan Akhir – Tokoh utama mengeluarkan segenap kemampuan dan usahanya untuk mencapai tujuannya. 7. Akhir – tokoh utama menemukan bahwa apa yang dipikirkannya tentang keinginannya di awal cerita hanyalah bagian dari sebuah kenyataan. Bagaimana semua elemen cerita ada dalam film pendek? Pertanyaan ini tentu saja berhubungan dengan bagaimana menekan aksi (action), membatasi tema dan yang paling penting – membatasi jumlah karakter/tokoh. Film pendek biasanya menggunakan dua karakter: Tokoh utama dan lawan main utama. Karakteristik film pendek berdurasi 8-12 menit kira-kira sebagai berikut: 1. Biasanya hanya menggunakan tokoh utama dan lawan main tokoh utama dengan dua atau tiga supporting karakter. 2. Cerita fokus pada waktu yang spesifik pada konflik antara dua karakter utama. 3. Tema ambisi biasa digunakan, bukan tentang tema moral yang kompleks. 4. Dengan ambisi sebagai tema, akan lebih bisa bermain dengan harapan penonton, tentang simpati, kasihan, takut kepada tokoh utama.
View more...
Comments