Bangunan Radiologi Di Rumah Sakit, Tata Cara Perencanaan Dan Perancangan
May 4, 2017 | Author: Kresna Peter Leatemia | Category: N/A
Short Description
Tata Cara dan perencanaan...
Description
SNI 03-2395-1991
Tata cara perencanaan dan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit
ICS 91.040.10
Badan Standardisasi Nasional
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Standar Nasional Indonesia
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 03-2395-1991
British Standard, 1969
BS 4247 Part 2, Guide to the Selection of Materials for use in Radioactive Treds. British Standard, London
1970
Undang-undang Rl No. 1 Th. 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Departemen Kesehatan RI, 1978
Standarisasi Rumah Sakit Umun Kelas B, C dan D, Cetakan III Depkes R.I., Jakarta
1982
Undang-undang RI No. 4 Th. 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Badan Tenaga Atom Nasional, 1982
Presiden RI, Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi − − −
Peraturan Pemerintah RI No. 11 th. 1975 Peraturan Pemerintah RI No. 12 th. 1975 Peraturan Pemerintah RI No. 13 th. 1975
BATAN, Jakarta Badan Tenaga Atom Nasional, 1983
Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, Lampiran Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional No.24/DJ/II/1983. BATAN, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1984
Pedoman Standarisasi Rumah Sakit Umum. Depkes R.I., Jakarta
Badan Tenaga Atom Nasional, 1985
Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit dan Tempat Praktek Umum Lainnya. Buku I Buku III Buku IV
1986
: : :
Persyaratan Dasar Proteksi Diagnosis dengan sinar-X Proteksi Radiasi dalam Pemeriksaan Gigi. BATAN, Jakarta
Peraturan Pemerintah RI No. 29 Th. 1986 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
The Committee 3 of the International Commission on Radiological Protection, 1973 Protection Against Ionizing Radiation From External Sources, Oxford “Hak Cipta dilindungi Undang-undang” Diterbitkan oleh Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan Jalan Tamansari 84, Bandung Cetakan pertama - 1989 i
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
DAFTAR RUJUKAN
SNI 03-2395-1991
PEKERJAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 306 / KPTS / 1989 TENTANG PENGESAHAN 32 STANDAR KONSEP SNI BIDANG PEKERJAAN UMUM MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya alam, diperlukan standar-standar bidang pekerjaan umum; b. bahwa standardisasi bidang pekerjaan umum yang termaktub dalam lampiran keputusan ini telah disusun berdasarkan konsensus semua pihak dengan memperhatikan syaratsyarat kesehatan dan keselamatan umum serta perkiraan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan umum, sehingga dapat disahkan sebagai Standar Konsep SNI Bidang Pekerjaan Umum; c. bahwa untuk maksud tersebut, perlu diterbitkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pengesahan 18 Standar Konsep SNI Bidang Pekerjaan Umum. Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan V; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Dewan Standardisasi Nasional; 5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 211/KPTS/1984 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum;
ii
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
REPUBLIK INDONESIA MENTERI
SNI 03-2395-1991
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PENGESAHAN 32 STANDAR KONSEP SNI BIDANG PEKERJAAN UMUM.
Ke Satu
:
Mengesahkan 32 Standar Konsep SNI Bidang Pekerjaan Umum, sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri ini yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Ketetapan ini.
Ke Dua
:
Standar Konsep SNI Bidang Pekerjaan Umum, yang dimaksudkan dalam diktum Ke Satu, berlaku bagi unsur aparatur pemerintah bidang pekerjaan umum dan dapat digunakan dalam perjanjian kerja antar pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang konstruksi, sampai ditetapkan menjadi Standar Nasional Indonesia.
Ke Tiga
:
Menugaskan kepada Kepala Pekerjaan Umum untuk :
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
a. menyebarluaskan Standar Konsep SNI bidang pekerjaan umum; b. memberikan bimbingan teknis kepada unsur pemerintah dan unsur masyarakat bidang pekerjaan umum; c. mempercepat pengukuhan Standar Konsep SNI tersebut menjadi Standar Nasional Indonesia. Ke Empat
:
Menugaskan kepada para Direktur Jenderal di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum untuk : a. memantau penerapan Standar Konsep SNI Bidang Pekerjaan Umum; b. memberikan masukan atau umpan balik sebagai akibat penerapan Standar Konsep SNI tersebut kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum.
Ke Lima
:
Keputusan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI : PADA TANGGAL :
iii
JAKARTA 06 Juli 1989
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 217/KPTS/1986 tentang Panitia Tetap dan Panitia Kerja serta Tata Kerja Penyusunan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia;
SNI 03-2395-1991
NOMOR
:
306/KPTS/1989
TANGGAL
:
06 Juli 1989
STANDAR KONSEP SNI BIDANG PEKERJAAN UMUM : Nomor Urut
JUDUL STANDAR
NOMOR STANDAR
1
2
3
1.
Tata Cara Dasar Koordinasi Modular untuk Perancangan Bangunan Rumah dan Gedung.
SK SNI T - 01 - 1989 - F
2.
Tata Cara Pelaksanaan Injeksi Semen pada Batu dan Tanah.
SK SNI T - 02 - 1989 - F
3.
Tata Cara Perencanaan dan Perancangan Bangunan Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit.
SK SNI T - 03 - 1989 - F
4.
Tata Cara Perencanaan dan Perancangan Bangunan Radiologi di Rumah Sakit.
SK SNI T - 04 - 1989 - F
5.
Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan Gedung.
SK SNI T - 05 - 1989 - F
6.
Tata Cara Perancangan Rumah Sederhana Tahan Angin.
SK SNI T - 06 - 1989 - F
7.
Tata Cara Perencanaan Tangki Septik
SK SNI T - 07 - 1989 - F
8.
Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
SK SNI T - 08 - 1989 - F
1.
Metode Pengujian Lapangan tentang Kelulusan Air Bertekanan.
SK SNI M - 01 - 1989 - F
2.
Metode Pengambilan Contoh Kualitas Air.
SK SNI M - 02 - 1989 - F
3.
Metode Pengujian Kualitas Fisika Air.
SK SNI M - 03 - 1989 - F
4.
Metode Pengujian Berat Jenis Tanah.
SK SNI M - 04 - 1989 - F
5.
Metode Pengujian Batas Air Tanah.
SK SNI M - 05 - 1989 - F
6.
Metode Pengujian Batas Plastis.
SK SNI M - 06 - 1989 - F
iv
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
SNI 03-2395-1991
JUDUL STANDAR
7.
Metode Pengujian Batas Cair dengan Alat Cassagrande.
SK SNI M - 07 - 1989 - F
8
Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar.
SK SNI M - 08 - 1989 - F
9
Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar.
SK SNI M - 09 - 1989 - F
10.
Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus.
SK SNI M - 10 - 1989 - F
11.
Metode Pengujian Kadar Air Agregat.
SK SNI M - 11 - 1989 - F
12.
Metode Pengujian Slump Beton.
SK SNI M - 12 - 1989 - F
13.
Metode Pengujian Berat Isi Belon.
SK SNI M - 13 - 1989 - F
14.
Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
SK SNI M - 14 - 1989 - F
15.
Metode Mempersiapkan Contoh Tanah dan Tanah Mengandung Agregat.
SK SNI M - 15 - 1989 - F
16.
Metode Koreksi untuk Pengujian Pemadatan Tanah Yang Mengandung Butir Kasar.
SK SNI M - 16 - 1989 - F
17.
Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka.
SK SNI M - 17 - 1989 - F
18.
Metode Perhitungan Debit Banjir.
SK SNI M - 18 - 1989 - F
1.
Spesifikasi Koordinasi Modular untuk Bangunan Rumah dan Gedung.
SK SNI S - 01 - 1989 - F
2.
Spesifikasi Ukuran Terpilih untuk Bangunan Rumah dan Gedung.
SK SNI S - 02 - 1989 - F
3.
Spesifikasi Matra Ruang untuk Rumah Tinggal.
SK SNI S - 03 - 1989 - F
4.
Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan Bukan Logam).
SK SNI S - 04 - 1989 - F
v
NOMOR STANDAR
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Nomor Urut
SNI 03-2395-1991
JUDUL STANDAR
NOMOR STANDAR
5.
Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian B (Bahan Bangunan dari Logam Besi/Baja).
SK SNI S - 05 - 1989 - F
6.
Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian C (Bahan Bangunan dari Logam Bukan Besi).
SK SNI S - 06 - 1989 - F
vi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Nomor Urut
SNI 03-2395-1991
Halaman
Daftar isi.................................................................................................................................. vii 1
Deskripsi ........................................................................................................................... 1
1.1
Maksud dan tujuan ....................................................................................................... 1
1.2
Ruang lingkup............................................................................................................... 1
1.3
Pengertian : .................................................................................................................. 1
2
Data dan persyaratan ....................................................................................................... 3
2.1
Umum ........................................................................................................................... 3
2.2
Arsitektur ...................................................................................................................... 4
2.3
Struktur ......................................................................................................................... 9
2.4
Bahan bangunan ........................................................................................................ 10
2.5
Utilitas......................................................................................................................... 11
3
Sistem pengamanan limbah radioaktif............................................................................ 12
3.1
Pengamanan limbah radioaktif ................................................................................... 12
3.2
Pengamanan gudang penyimpanan limbah radioaktif ............................................... 12
4
Perizinan......................................................................................................................... 19
5
Contoh ukuran ruang. ..................................................................................................... 19
6
Contoh perhitungan tebal dinding................................................................................... 30
7
Grafik faktor transmisi..................................................................................................... 31
vii
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Daftar isi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 03-2395-1991
1 1.1 1.1.1
Deskripsi Maksud dan tujuan Maksud
Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan dalam perencanaan dan perancangan bangunan radiasi khususnya untuk radiologi. 1.1.2
Tujuan :
1) memperoleh keseragaman mengenai dasar-dasar perencanaan dan perancangan suatu bangunan radiologi di rumah sakit; 2) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat pengguna dan lingkungan hidupnya. 1.2
Ruang lingkup
Tata cara ini memuat persyaratan perencanaan dan perancangan yang menyangkut aspekaspek arsitektur, struktur/konstruksi, bahan bangunan, utulitas, sistem pengamanan dan sistem pengawasannya. 1.3
Pengertian :
1) radiologi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan radiasi pengion; 2) bangunan radiologi adalah bangunan atau kelompok bangunan yang di gunakan untuk kegiatan yang menggunakan sumber radiasi tertutup, pesawat sinar x dan akselerator elektron; 3) diagnostic adalah penentuan sesuatu penyakit dengan menilik atau memeriksa gejalagejalanya; 4) radio diagnostic adalah diagnostik dengan menggunakan radiasi; 5) terapi adalah pengobatan sesuatu penyakit berdasarkan hasil diagnostik; 6) radio terapi adalah pengobatan dengan menggunakan sumber radiasi tertutup; 7) penahan atau pelindung radiasi adalah suatu sistem pengamanan yang diperlukan pada saat berlangsungnya kegiatan diagnostik dan terapi untuk mencegah penyinaran lebih; 8) sumber radiasi tertutup adalah sumber radiasi yang terbungkus, yang dalam kondisi normal tidak menimbulkan kontaminasi, termasuk pesawat sinar x, dan akselerator elektron;
1 dari 1
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Tata cara perencanaan dan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit
SNI 03-2395-1991
a) instalasi listrik; b) instalasi penangkal petir; c) kelengkapan proteksi kebakaran; d) kelengkapan komunikasi; e) instalasi tata udara; f)
instalasi plambing;
g) instalasi lift; h) penerangan; 10) aktivitas sumber adalah jumlah peluruhan nuklir zat radioaktif per satuan waktu; satuannya adalah curie (Ci) dan bequerel (Bq). 1 Ci
= 3,7 x 1010 peluruhan/detik
1 Bq = 1 peluruhan/detik 11) nilai penyinaran adalah hasil bagi dari jumlah muatan listrik semua ion dari satu tanda yang ditimbulkan dalam volume udara oleh radiasi dengan masa udara dalam volume itu; satuannya adalah roentgen (R), 1R
= 2,58 x 10-4 coulomb/kg udara;
12) laju nilai penyinaran adalah nilai penyinaran tiap satuan waktu, satuannya adalah roentgen/jam; 13) dosis radiasi adalah jumlah energi yang di pindahkan kepada suatu volume tertentu atau kepada seluruh tubuh atau yang diserap oleh zat atau jaringan tiap satuan masa; satuannya adalah rad dan gray (Gy) 1 rad = 10-2 joule/kg = 100 erg/gram 1 Gy = 100 rad; 14) dosis ekivalen adalah dosis radiasi yang diterima seseorang (dalam rad) yang dikalikan dengan faktor kualitas yang sesuai; faktor kualitas sinar x, β, γ = 1, sinar neutron cepat = 10, partikel α = 10. neutron termal = 3 satuannya adalah rem dan sievert (Sv) 2 dari 3
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
9) utilitas adalah instalasi jaringan distribusi dan peralatan serta kelengkapan bangunan untuk keperluan sebagai berikut :
SNI 03-2395-1991
dosis ekivalen : untuk sinar sinar x, β, γ, 1 rad = 1 rem untuk neutron cepat, partikel α, 1 rad = 10 rem untuk neutron termal, 1 rad = 3 rem; =rs=53S :t^r-"™ 15) Iaju dosis ekivalen adalah dosis ekivalen per satuan waktu, satuannya: rem/jam. 2 2.1
Data dan persyaratan Umum
Unit radiologi umumnya terdapat di semua rumah sakit termasuk puskesmas. Unit radiologi membutuhkan beberapa ruang utama sebagai berikut: 1) ruang ganti pakaian; 2) ruang penyinaran; 3) ruang operator; 4) ruang kamar gelap; 5) ruang sanitasi; 6) ruang baca film; 7) ruang perencanaan dosis. Selain ruang utama diperlukan juga ruang administrasi yang mencakup : 1) ruang tata usaha; 2) ruang tunggu pasien; 3) ruang kerja dokter; 4) ruang sekretaris; 5) ruang kepala UR (Unit Radiologi); 6) ruang pertemuan; 7) ruang lobby; 8) kamar kecil tamu; 9) kamar kecil dokter. 3 dari 4
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
1 Sv = 100 rem.
SNI 03-2395-1991
2.2.1
Arsitektur Lingkungan lokasi
Persyaratan lingkungan lokasi yang dimaksud dalam hal ini pada hakekatnya harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang menyangkut keselamatan dan kesehatan yaitu : 1) tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup; 2) tentang keselamatan kerja; 3) tentang keselamatan kerja terhadap radiasi; 4) tentang analisis mengenai dampak lingkungan.
4 dari 5
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
2.2
SNI 03-2395-1991
Pengelompokan daerah aktivitas (zoning) di rumah saki
Gambar 1 – Kaitan daerah aktivitas
Gambar 2 – Letak unit kedokteran nuklir dan unit radiologi di rumah sakit 5 dari 6
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
2.2.2
SNI 03-2395-1991
Pembagian daerah menurut tingkat radiasi.
Daerah tingkat radiasi terdiri dari : 1) daerah radiasi rendah ialah daerah dimana tingkat radiasi sedemikian rupa sehingga dalam keadaan normal dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang yang bekerja di daerah itu tidak melebihi 0,1 rem dalam satu minggu untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu dari tubuh; 2) daerah radiasi sedang ialah daerah dimana tingkat radiasi sedemikian rupa, sehingga dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang yang bekerja secara tetap dalam daerah itu mungkin melebihi 0,1 rem dalam satu minggu, tetapi kurang dari 5 rem dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu dari tubuh; 3) daerah radiasi tinggi ialah daerah dimana tingkat radiasi sedemikian rupa sehingga dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang yang bekerja secara tetap dalam daerah itu dapat melebihi nilai 5 rem dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu dari tubuh. 2.2.4
Ukuran ruang
Ukuran ruang minimum tergantung pada peralatan yang diperlukan dan kenyamanan gerak pemakai didalam pengoperasiannya sesuai table 1. Contoh denah dapat dilihat pada lampiran. Table 1 – Ukuran minimum ruang utama dan ruang administrasi NO.
RUANG
A.
RUANG UTAMA
1.
Penyinaran
2.
UKURAN (m2)
TINGGI (m)
KETERANGAN
24
3,00
Ganti pakaian
2
2,85
Dibedakan untuk pria dan wanita.
3.
Operator
4
2,85
Untuk diagnostik digabung dengan ruang-penyinaran
4.
Kamar gelap
6
2,85
Hanya untuk diagnostik
5.
Sanitasi
2
2,65
Dibedakan untuk diagnostik dan terapi
6.
Baca film
24
2,85
Dibedakan untuk diagnostik dan terapi
7.
Perencanaan dosis
6
2,85
Hanya untuk terapi
6 dari 7
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
2.2.3
SNI 03-2395-1991
NO.
RUANG
UKURAN (m2)
TING GI (m)
KETERANGAN
B.
ADMINISTRASI TERDIRI DARI
1.
Tata usaha
24
2,85
Untuk bcrsama
2.
Tunggu pasien
24
2,85
Untuk bcrsama
3.
Ruang kerja dokter
24
2,85
-
4.
Ruang sekretaris
16
2,85
-
5.
Kepata Unit radiologi
24
2,85
-
6.
Ruang pertemuan
24
2,85
-
7.
Ruang lobby
24
2,85
-
8.
Kamar kecil tamu
2
2,85
3 unit
9. .
Kamar kecil dokter
2
2,65
1 unit kamar kecil dan 1 unit kamar mandi.
2.2.5
Persyaratan ruang penyinaran
1) ketinggian jendela minimum 2,10 meter dari lantai luar, untuk ruang terapi tidak boleh ada jendela; 2) lantai harus mudah dibersihkan; 3) pintu dilapisi timbal setebal 2 mm untuk pesawat sinar x s/d 125 KV dan diberi tanda dengan lampu sehingga setiap orang yang masuk akan segera diketahui oleh operator. Sedangkan untuk pesawat yang lebih dari 125 KV dan untuk terapi ketebalan timbal harus disesuaikan; 4) semua pintu masuk kedalam ruang terapi harus menggunakan sistem sakelar interlock sehingga jika pintu belum tertutup dengan baik, unit pesawat radiasi (sinar x, cobalt, dll) tidak akan berfungsi dan pintu tersebut tetap harus dapat dibuka dari dalam; 5) untuk mengamankan ambang pintu dari hamburan radiasi, pintu masuk harus berbentuk pintu sorong yang dilapisi timbal setebal 2 mm dan lebarnya harus melebihi lebar ambang pintu; 6) detail arsitektur harus tetap merupakan suatu kesatuan konstruksi; 7) untuk ketahanan terhadap penyinaran lebih diperlukan suatu sistem penyelesaian dengan menggunakan bahan tertentu; beberapa contoh penyelesaian dapat dilihat pada gambar 11 s/d 16 pada lampiran;
7 dari 8
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Tabel 1 (lanjutan)
SNI 03-2395-1991
Gambar 3 – Ventilasi ruang terapi 9) pada semua konstruksi untuk ruangan instalasi sinar-X semua bukaan dan lubanglubang pada perisai pelindung harus disediakan penghalang sedemikian rupa sehingga radiasi yang dipantulkan atau dihamburkan oleh penghalang tersebut tidak akan melampaui batas radiasi yang dipancarkan (di teruskan) oleh perisai itu sendiri, sebagai contoh adalah loket kaset film, loket tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga praktis tidak ada radiasi yang menembus ke kamar gelap (gambar 4);
Gambar 4 – Loket kaset film 10) jendela pengamat dan kerangka harus mempunyai nilai perlindungan ekivalen dengan timba yang digunakan untuk dinding sebelahnya, lembaran timbal yang berhubungan dengan kaca timbal harus menindih kaca timbal sekurang-kurangnya 1 cm atau sama dengan tebal kaca timbal, dipilih yang lebih besar (gambar 5).
8 dari 9
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
8) didalam ruang terapi setiap ventilasi luar terletak 210 cm dari lantai luar dan lubangnya harus diberi perlindungan; jika tidak menggunakan lubang ventilasi harus menggunakan AC (lihat gambar 3);
SNI 03-2395-1991
11) ruang terapi harus dilengkapi dengan sistem rangkaian TV terbatas (CCTV). 2.3
Struktur
Persyaratan struktur perlu.dipenuhi sebagai berikut : 1) perencanaan pondasi bangunan harus didasarkan pada penyelidikan tanah dan peralatan yang akan digunakan; 2) perencanaan struktur harus memperhitungkan gaya gempa berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung SNI 1726-1989-F dan Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah dan Gedung SNI 1734-1989-F; 3) mutu beton yang digunakan harus minimal K 175 atau beton dengan kekuatan tekan karakteristik sebesar 175 kg/cm2 berdasarkan Pedoman Beton yang berlaku; 4) mutu baja tulangan yang digunakan harus minimal Bjtp 24 berdasarkan SII-0136-80; 5) pasangan bata yang digunakan harus minimal bata kelas 100 atau bata dengan kekuatan tekan sebesar 100 kg/cm2 berdasarkan SII - 0021-78; 6) tebal dinding : a) tebal dinding untuk ruangan kontrol penyinaran (ruang radiasi tinggi) harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga laju dosis ekivalen yang diizinkan adalah 100 mrem/ minggu; b) tebal dinding untuk ruangan lainnya (ruang radiasi sedang) harus direncanakan sedemikian rupa sehingga laju dosis ekivalen yang diizinkan adalah 30 mrem/minggu; c) tebal dinding untuk daerah umum (ruang tidak aktif) harus direncanakan sedemikian rupa sehingga laju dosis ekivalen yang diizinkan adalah 10 mrem/ minggu; 7) terdapat berbagai cara untuk menghitung tebal dinding struktur dan salah satu cara tersebut adalah berdasarkan ICRP Handbook 15 (lihat lampiran C).
9 dari 10
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 5 – Penahan radiasi sekitar pinggiran jendela
SNI 03-2395-1991
2.4
Bahan bangunan
1) jenis bahan yang dipilih unluk dipakai sebagai pelindung radiasi harus memiliki minimal sifat : a) mudah dibersihkan tanpa merusak permukaannya; b) halus, keras dan tidak porous; c) tahan terhadap pengaruh zat kimia; d) tidak bereaksi secara kimiawi baik terhadap zat pengotor maupun terhadap zat pembersih; e) tidak memiliki sambungan yang memungkinkan penampungan kotoran dan menimbulkan ketebalan yang tidak sama; f)
semua bahan yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dalam SII, dan sesuai dengan Spesifikasi Bahan Bangunan;
2) beberapa contoh bahan yang dapat dipakai untuk lantai dan permukaan kerja di berikan dalam lampiran table 2 dan table 3; 3) jenis cat yang dipakai untuk permukaan dinding atau langit-Iangit harus menampakkan lapis akhir cat yang mengkilap, halus, licin dan rata; 4) permukaan dinding dan langit-Iangit yang mungkin terkena pengotoran ringan dapat dilapisi dengan cat yang dapat dibersihkan memakai air atau diterjen encer; 5) permukaan dinding dan langit-Iangit yang di perkirakan akan mengalami pengotoran berat harus dilindungi dengan sistem pengecatan tahan kimia, ini diberikan dalam lampiran D table 4, sistem lain dapat dipakai setelah mendapatkan persetujuan dari Laboratorium penguji yang berwenang; 6) karena berbagai alasan termasuk perlindungan bahan-bahan lain dari kemungkinan dikotori oleh zat kimia atau perlindungan terhadap kegiatan fisik yang mungkin mengganggu, atau bahkan semata-mata demi memudahkan pekerjaan diuiungkinkan 10 dari 11
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 6 – Zoning dosis ekivalen
SNI 03-2395-1991
7) jenis bahan pelindung radiasi dan ketebalannya dapat dipilih pada table 5, 6, 7, 8 dan 9 pada lampiran D. 2.5 2.5.1
Utilitas Instalasi listrik.
Ketentuan instalasi listrik sebagai berikut : 1) semua peralatan listrik yang digunakan harus ditunjang oleh sumber daya listrik yang memadai dan harus disediakan juga sumber tenaga listrik cadangan;. 2) semua peralatan listrik, dan instalasinya harus memenuhi ketentuan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL-1987). 2.5.2
Instalasi penangkal petir :
Ketentuan instalasi penangkal petir sebagai berikut : 1) instalasi penangkal petir harus sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Penangkal Petir (SKBI 1.333.1987); 2) sistem peralatan dan instalasi penangkal petir harus diperiksa secara berkala setiap 2 tahun sekali. 2.5.3
Kelengkapan proteksi kebakaran
Kelengkapan proteksi kebakaran harus sesuai dengan Panduan Pemasangan Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung SKBI-3.4444.55-1987 dan Metode Pemasangan Pemadam Api Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. 2.5.4
Kelengkapan komunikasi
Setiap ruang efektif harus dilengkapi dengan alat komunikasi seperti telepon atau intercom supaya setiap petugas didalam ruangan tersebut dapat berkomunikasi satu sama lain dengan mudah. 2.5.5
Instalasi tata udara
Ketentuan instalasi tata udara sebagai berikut : 1) temperatur dan kelembaban ruangan harus di atur sesuai dengan peralatan yang digunakan; 2) dalam hal digunakan sistem tata udara sentral, maka pada cerobong udara harus dilengkapi dengan katup pengaman api/asap dan harus dipasang pula detektor api/asap; 3) jika digunakan sistem paket (window unit) untuk menghindarkan ruangan dari kebocoran harus digunakan bahan isolasi yang baik.
11 dari 12
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
pemakaian bahan-bahan pelindung sementara disini ialah bahan pelindung radiasi yang sifatnya tidak permanen, yang biasanya perlu diperbaharui pada akhir dari suatu pekerjaan tertentu atau bila bahan tadi menjadi tercemar;
SNI 03-2395-1991
Instalasi plambing
Instalasi peralatan untuk plambing harus memenuhi ketentuan Pedoman Plambing Indonesia. 2.5.7
Instalasi lif
Pengadaan instalasi lif dalam gedung radiologi harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di rumah sakit. 2.5.8
Penerangan
Penerangan di dalam ruang terapi harus cukup sehingga sistem rangkaian TV terbatas (CCTV) memberikan gambar yang jelas. 3 3.1 3.1.1
Sistem pengamanan limbah radioaktif Pengamanan limbah radioaktif Umum
Limbah padat berupa sumber-sumber radiasi terbungkus yang tidak dipakai lagi, misalnya jarum radium yang bocor atau sumber lain yang tidak digunakan lagi harus disimpan dalam suatu wadah dengan diberi lapisan pelindung radiasi yang memadai. 3.1.2
Tempat penampung limbah
Sumber-sumber radiasi yang sudah tidak dapat digunakan lagi (sampah radioaktif), harus disimpan dalam suatu wadah yang diberi lapisan pelindung radiasi yang memadai. 3.1.3
Penyimpanan limbah sebelum dibuang
Satu gudang terpisah yang berventilasi baik harus disediakan karena diperlukan untuk sampah radioaktif selama waktu yang diperlukan untuk meluruhkan aktivitasnya. Berukuran sekitar 20 m2 dan harus mempunyai pintu yang dapat dikunci dan diberi tanda khusus. 3.2
Pengamanan gudang penyimpanan limbah radioaktif
Gudang tempat penyimpanan limbah radioaktif harus dilengkapi dengan ventilasi dan instalasi tata udara (lihat 2.5.5.). Tebal dinding gudang harus direncanakan sedemikian rupa sehingga laju penyinaran tidak melebihi 10 mrem/minggu untuk diluar dan di beri tanda yang sesuai.
12 dari 13
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
2.5.6
SNI 03-2395-1991
1) Pemrakarsa Ir. M.Z. Djaprie - Sekretariat Badan Litbang PU 2) Penyusun NAMA I
II
LEMBAGA
PENYUSUN TAHUN 1986 Ir. Ruland Benyamin Tular
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Murtiadi
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Ruswandi, M.Sc
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Dudung Kusmara
Pusat Litbang Pemukiman
Drs. Rustan Rukmantara
Institut Teknblogi Bandung
Dr. Sachron Fadjar
Rumah Sakit Hasan Sadikin
Dra. Nande Mayuani
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Nadhiroh M.
Pusat Litbang Pemukiman
Drs. Suwarno Wiryosimin
Badan Tenaga Atom Nasional
Drs. Zulkarnaen Aksa
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Rumiati Tobing
Pusat Litbang Pemukiman
W.S. Witarso, B.E.
Pusat Litbang Pemukiman
PENYUSUNAN (PERBAIKAN) TAHUN 1989 Ir. Murtiadi
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Dudung Kusmara
Pusat Litbang Pemukiman
Dra. Nande Maryuani
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Nadhiroh Masruri
Pusat Litbang Pemukiman
WS. Witarso, BE
Pusal Litbang Pemukiman
Ir. Soeprapto
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Dedi Suwandi Partadinata
Pusat Litbang Pemukiman
Sutidjan, BA
Pusat Litbang Pemukiman 13 dari 14
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Lampiran A – Daftar nama dan lembaga
SNI 03-2395-1991
JABATAN
EX-OFFICIO
NAMA
Ketua
Kepala Badan Litbang PU
Ir. Suryatin Sastromijoyo
Sekretaris
Sekretaris Badan Litbang PU
Dr.Ir. Bambang Soemitroadi
Anggota
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengairan
Ir. Mamad Ismail
Anggota
Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Marga
lr. Satrio
Anggota
Sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya
Ir. Soeratno Notodipoera
Anggota
Kepala Biro Hukum Departemen PU
Ali Muhammad, S.H.
Anggota
Kepala Biro Bina Sarana Perusahaan Dep. PU
Ir. Nuzwar Nurdin .
Anggota
Kepala Pusat Litbang Pengairan.
Ir. Sulastri Djennoedin
Anggota
Kepala Pusat Litbang Jalan
Ir. Soedarmanto Darmonegoro
Anggota
Kepala Pusat Litbang Pemukiman
Ir. S.M.Ritonga
4) Susunan Panitia Kerja SKBI JABATAN
NAMA
INSTANSI
Ketua
Ir. Hario Sabrang
Direktorat Jenderal ^"Pla Karya
Sekretaris I
lr. S.M. Ritonga
Pusat Litbang Pemukiman
Sekretaris II
Ir. Ruswandi, M.Sc.
Pusat Litbang Pemukiman
Sekretaris III
Ir. Murtiadi
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Ir. R.B. Tular
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Ir. Dedi Suwandi P.
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Drs. Zulkarnaen A.
Pusat Litbang Pemukiman
Anggqfa
Ir. Nadhiroh M.
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Ir. Dudung Kusmara
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Suwandojo Siddiq Dipl.E.Eng
Pusat Litbang Pemukiman
Anggota
Dra. Nande Maryuani
Pusat Litbang Pemukiman
14 dari 15
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
3) Susunan Panitia Tetap SKBI
SNI 03-2395-1991
NAMA
INSTANSI
Anggota
Ir. MZ. Djaprie
Sekretariat Badan Litbang PU
Anggota
Ir. Bontor Hasibuan
Dit. Tata Bangunan
Anggota
Ir. Darwis Nasution
Dit. Tata Bangunan
Anggota
Suratno P. BSc. DipI.ED
Badan Tenaga Atom Nasional
Anggota
Drs. Suwarno Wiryosimin
Badan Tenaga Atom Nasional
Anggota
dr. Wasono Sumosastro
Badan Litbang Kesehalan
Anggota
Drs. Rustan Rukmantara
Institut Teknologi Bandung
Anggota
dr. Johan S. Masyhur
Rumah Sakit Hasan Sadikm
Anggota
dr. Sachron Fadjar
Rumah Sakit Hasan Sadikin
5) Peserta Konsensus NAMA
LEMBAGA
dr. H.S. Fadjar
Radiologi Rumah Sakit Hasan Sadikin
Drs. Rustan Rukmantara
Institut Teknologi Bandung
Ir. Nadhiroh Masruri
Pusat Litbang Pemukiman
Drs. Zulkarnaen Aksa
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Murtiadi
Pusat Litbang Pemukiman
Soelistyo, BAE
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Ir. Husodo Suharto
PT. Istaka Karya
Ir. Ida Sumidjan
Pusat Litbang Pemukiman
Dra. Nande Maryuani
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. R.B. Tular
Pusat Litbang Pemukiman
Hardisewoyo
Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto
Suwondo
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Ir. Ruswandi, MSc.
Pusat Litbang Pemukiman
Supardjo
Rumah Sakit Hasan Sadikin
Renyansih
Direktorat Tata Bangunan - DJCK 15 dari 16
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
JABATAN
SNI 03-2395-1991
LEMBAGA
Widayati
Sekretaris Badan Litbang PU
Riswanto
Institut Teknologi Surabaya
Kurdian S.
FTSP - ITS
Sutidjan, BA
Pusat Litbang Pemukiman
Achirwan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Suwandojo S. Dipl.E.Eng
Pusat Litbang Pemukiman
WS. Witarso,B.E.
Pusat Litbang Pemukiman
Drs. B. Slamet Senoadji
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. MZ. Djaprie
Badan Litbang PU
Ir. Bontor Hasibuan
Direktorat Tata Bangunan - DJCK
Eva Fauziah
Rumah Sakit Cipto MangunkusumoJakarta
N. Eddy Saputra
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
dr. Wasono S.
Litbang Kesehatan
Wahyudi
Direktorat Tata Bangunan
M. Natal Isa
Direktorat Tata Bangunan
Erick Leimena
Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Jakarta
Winarni Hadipratomo
Universitas Parahyangan
RH. Tular
Pusat Litbang Jalan
Drs. Suwarno Wiryosimin
PSPKR Batan
Paul H. Pandelaki
Fakultas Teknik - Universitas Diponegoro
Dr. Ir. Sahari Besari
Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia
Ir. IGA. Surya
Batan Jakarta
16 dari 17
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
NAMA
SNI 03-2395-1991
NAMA
LEMBAGA
Ir. Suryatin Sastromijoyo
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Dr. Ir. Bambang Soemitroadi
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Ir. Soedarmanto Darmonegoro
Pusat Litbang Jalan
Ir. Soelastri Djenoeddin
Pusat Litbang Pengairan
Ir. S.M. Ritonga
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Soeratmo Notodipoero
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Ali Muhammd, S.H.
Biro Hukum - Departemen PU
Ir. Siti Widyastuti
Biro Bina Sarana Perusahaan
Drs. Muhammad Muhtadi
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Ir. Boetje Sinay
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Dr. Ir. Djamester Simarmata
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Ir. Gundhi Marwati
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. A. Samsu Trihadi
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Soeprapto, M.Sc.
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Murtiadi
Pusat Litbang Pemukiman
Ir. Edi Parminto
Direktorat Jenderal Pengairan
Ir. H.R. Sidjabat
Pusat Litbang Pemukiman
Drs. Syarif M.
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Ir. Lolly M.
Badan Litbang Pekerjaan Umum
Budiono
Badan Litbang Pekerjaan Umum
17 dari 18
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
6) Peserta Pemutakhiran Konsep
SNI 03-2395-1991
Perencanaan
:
Planning
Perancangan
:
Design
Kontaminasi
:
Contamination
Instalasi Pipa
:
Plumbing
Sirkulasi Udara
:
Ventilation
Dekontaminasi
:
Decontamination
Pengotoran, Perembesan, Pelekatan oleh Zat Radioaktif yang tidak diinginkan
:
Kontaminasi
Tingkat Keracunan yang dikeluarkan oleh Radioisotop
:
Radiotoksisitas
Isotop Radioaktif
:
Radio Isotop
Dosis
:
Dose
Menghilangkan Kontaminasi
:
Dekontaminasi
Obat-obatan bahan Radioaktif
:
Radio Farmasi
ICRP
:
International Commission on Radiological Protection
μ ci
:
Mikro Curie
1 μ ci
:
10-6 ci
Mrem
:
Milirem
1 mrem
:
I0-3 rem
Katup Pengaman Api/asap
:
Fire/Smoke Damper
Sistem Paket Tata Udara
:
Window Unit
18 dari 19
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Lampiran B – Daftar istilah
SNI 03-2395-1991
Perizinan
Izin bangunan dan peralatan. 1) perencanaan pembangunan instalasi radiasi harus mendapat persetujuan dari Instansi yang berwenang; 2) pelaksanaan pembangunan bangunan Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit harus memenuhi Ketentuan dan Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan oleh Pemda setempat; 3) dalam pelaksanaan pembangunannya perlu diadakan pemeriksaan berkala yang dilakukan oleh instansi yang berwenang bersama dengan pihak-pihak yang teriibat dalam pelaksanaan pembangunan bangunan Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit; 4) bila dalam pemeriksaan berkala terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan perizinan yang diperoleh maka harus dilakukan perbaikan, perubahan dan atau penggantian seperlunya; 5) apabila bangunan Radiologi, instalasi kelengkapan serta peralatannya telah selesai dilaksanakan dengan baik, maka sebelum dipergunakan harus memperoleh Izin Pemakaian Zat Radioaktif dari BATAN dan Izin Penggunaan Bangunan dari Pemda setempat; 6) ijin Pemakaian/Penggunaan berlaku untuk jangka waktu tertentu dan dapat diperbaharui kembali bila izin telah habis masa berlakunya; 7) untuk mendapatkan Izin Pemakaian/Penggunaan yang baru atau perpanjangan Izin Pemakaian/Penggunaan harus dilakukan tehapan sesuai dengan butir 1 s/d 4 tersebut di atas. 5
Contoh ukuran ruang.
Contoh ukuran ruang yang diperlukan oleh berbagai macam pesawat sinar x untuk berbagai jenis pemeriksaan. (1)
(2)
(3)
Untuk radiografi dental Luas minimum
:
4,5 m2 (3.00 m x 1 50 m)
Luasoptimum
:
8,00 m2 (4.00 m x 2,00 m)
Untuk foto-fluorografi Luas minimum
:
4,5 m2 (3.00 m x 1,50 m)
Luas optimum
:
10 m2 (4.00 m x 2,00 m)
Untuk Mammografi Luas minimum
:
9 m2 (2,80 m x 3,20 m)
Luas optimum
:
19 m2 (3,50 m x 5,30 m) 19 dari 20
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
4
SNI 03-2395-1991
:
tidak termasuk : 1. Kabin pasien 2. Toilet.
(4)
(5)
Untuk pemeriksaaan paru-paru dengan pesawat kecil Luas minimum
:
16 m2 (3,50 m x 4,50 m)
Luas optimum
:
25 m2 (4,15 mx 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
minimum 2,30 m
Catatan
:
operator didalam ruangan-sinar dibelakang perisai proteksi
Untuk pemeriksaan paru-paru dengan pesawat sedang Luas minimum
:
18 m2 (3,90 m x 5,50 m)
Luas optimum
:
28 m2 (4,75 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,40 m - 3,60 m, tergantung jenis alat
Catatan
:
1. Ruang operator diluar sinar 2. Tidak termasuk kabin pasien (sekurang-kurangnya 2 buah dan WC pasien).
(6)
Untuk Planigrafi Pesawat terdiri dari satu generator dengan satu tabung sinar x. Luas minimum
:
15 m2 (3,00 m x 4,80 m) sampai 21 m2 (4,00 m x 5,20 m)
Luas optimum
:
18 m2 (3,50 m x 5,20 m) sampai 28 m2 (4,75 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,80 m - 3,10 m
Catatan
:
1. Tidak termasuk ruang operator 2. Tidak termasuk kabin-kabin pasien.
Pesawat terdiri dari satu generator dengan 4 tabung rontgen dan dua meja periksa pasien. Luas optimum
:
35 m2 (6,50 m x 5,30 m)
Tinggi ruangan
:
2,80 m - 3,00 m.
Kedua meja periksa dipisahkan oleh tabir proteksi tidak termasuk: a) Ruang operator b) Kabin pasien 20 dari 21
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Catatan
SNI 03-2395-1991
(7)
Untuk pemeriksaan lambung dan saluran pencernaan Luas minimum
:
20 m2 (4,00 m x 4,90 m) sampai 27m2 (5,00 m x 5,40 m)
Luas optimum
:
32 m2 (5,35 m x 5,90 m) sampai 35 m2 (5,95 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,95 m - 3,30 m
Tidak termasuk :
– Ruang operator – Dua kabin pasien (1,2 m2 -1,5 m2) – Satu WC (minimal 1,5 m2).
(8)
Untuk Urografi Luas minimum
:
20 m2 (4,25 m x 4,50 m)
Luas optimum
:
28 m2 (4,75 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,42 m - 3,46 m, tergantung pada jenis alat
Tidak termasuk :
1. Kabin pasien 2. Toilet.
(9)
Untuk Trauma Tologi Luas minimum
:
20 m2 (4,25 m x 4,50 m)
Luas optimum
:
28 m2 (4,75 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,42 m - 3,46 m, tergantung pada jenis alat
Tidak termasuk :
1. Kabin pasien 2. Toilet.
(10) Untuk Neuroradiologi Eederkana Luas minimum
:
16 m2 (3,50 m x 4,50 m) 20 m2 (4,00 m x 5,00 m)
Luas optimum
:
25 m2 (4,50 m x 5,20 m) 32 m2 (5,35 m x 5,90 m)
Tinggi ruangan
:
2,90 m - 3,20 m
Tidak termasuk
:
1. Ruang operator 2. Ruang pasien.
(11) Untuk Neuroradiologi khusus Myclografi 21 dari 22
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
c) Toilet.
SNI 03-2395-1991
:
32 m2 (5,80 m x 5,50 m)
Luas optimum
:
42 m2 (6,50 m x 6,55 m)
Tinggi ruangan
:
2,80 m - 3,00 m
Tidak termasuk :
1. Ruang operator 2. Ruang pasien.
(12) Untuk Neuroradiologi khusus Cerebral Angiografi Luas minimum
:
28 m2 (5,70 m x 5,00 m)
Luas optimum
:
42 m2 (6,50 m x 6,55 m)
Tinggi ruangan
:
2,80 m - 3,00 m
Tidak termasuk :
1. Ruang operator 2. Ruang teknik.
(13) Untuk Neuroradiologi khusus Computer Tomografl Ruang Radiografi :
28 m2 - 30 m2
Ruang kontrol
:
12 m2 -14 m2
Ruang teknik
:
7 m2 - 10 m2
Ruang komputer :
11 m2 - 16 m2
(14) Untuk Abdominal dan Extremity Angiografi Luas minimum
:
35 m2
Luas optimum
:
32 m2 - 38 m2 tergantung jenis alat
Tinggi ruangan
:
2,80 m - 3.00 m
Tidak termasuk :
1. Ruang operator.
(15) Untuk Cardio Angiografi Luas minimum
:
27 m2
Luas optimum
:
46 m2
:
16 m2
dan pengukuran :
25 m2
Ruang persiapan dan Recovery Ruang kontrol
22 dari 23
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Luas minimum
SNI 03-2395-1991
:
87 m2 - 90 m2
Tinggi ruangan
:
2,95 m - 3,15 m.
(16) Untuk Cerebral Angiografi Luas minimum
:
27 m2
Luas optimum
:
38 m2
Ruang persiapan :
16 m2
Tinggi ruangan
2,95 m - 3,15 m.
:
23 dari 24
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Luas total
SNI 03-2395-1991
Gambar 7 – Contoh denah gedung radiologi pada rumah sakit kelas B
24 dari 25
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Lampiran C – Gambar-gambar
SNI 03-2395-1991
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 8 – Contoh denah gedung radiologi pada rumah sakit kelas C
25 dari 26
SNI 03-2395-1991
26 dari 27
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 9 – Contoh denah gedung radiologi pada rumah sakit kelas C
SNI 03-2395-1991
Gambar 11 – Lintasan radiasi melalui susunan penahan radiasi Keterangan : SI, S2 = ruang ------- = lintasan radiasi
Harus diperhatikan agar persyaratan lapisan penahan radiasi tidak berkurang dengan adanya rongga. Pada gambar 11 jumlah radiasi melalui lintasan manapun dari ruang S2 ke SI harus tidak melebihi nilai batas yang diijinkan.
27 dari 28
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 10 – Contoh denah gedung radiologi pada rumah sakit kelas D
SNI 03-2395-1991
Kemungkinan adanya kebocoran pada sambungan dihilangkan dengan saling tumpang tindih bahan pelindung. Hal saling menumpang tersebut tergantung pada jarak antara lapisan, tebal penahan radiasi dan tebal relatif dari kedua lapisan. Gambar 12 menunjukan bagaimana keadaan saling menumpang antara timbal dan beton dapat dilaksanakan. Lebar bagian yang menindih (b), sekurang-kurangnya sama dengan tebal beton (t). Lembaran timbal harus disambungkan satu terhadap yang Iain dengan lebar tindihan sekurangkurangnya 1 cm atau dua kali tebal lembaran, menurut mana yang paling tebal,
Gambar 13 – Proteksi pada lekukan dalam penahan radiasi Lekukan yang terdapat pada lapisan penahan radiasi (misalnya tempat menempel stop kontak dan kunci ) harus diberi lapisan penutup yang dapat memberikan perlindungan yang ekivalen dengan kualitas semula yang berkurang akibat adanya lekukan tersebut.
Gambar 14 – Penutup lubang Paku dan sekrup yang menusuk kelapisan timbal, harus ditutup dengan lapisan sehingga kualitas perlindungannya ekivalen dengan sewaktu belum ada penusukan (belum ada lubang).
28 dari 29
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 12 – Keadaan saling menumpang antara timbal dan beton
SNI 03-2395-1991
Timbal pelindung yang melapisi daun pintu harus menumpang ke kerangka pintu, sekurangnya 1,5 cm. Timbal penahan radiasi yang melapisi kerangka harus menumpang dinding beton atau bata, sekurang-kurangnya setebal dinding.
Gambar 16 – Penahan radiasi di bawah pintu yang tidak terkena radiasi utama Fasilitas radiasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga berkas radiasi utama tidak menga-rah ke pintu. Kemudian, karena pintu hanya harus melindungi terhadap radiasi hambur, ambang pintu diatur, sebagai penahan radiasi, yang terbentuk oleh lapisan timbal pada pintu dan beton lantai (gambar 16). Kamar gelap harus diberi ambang pintu berpelindung.
29 dari 30
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Gambar 15 – Penahan radiasi pada pintu dan kerangka pintu (tampakatas)
SNI 03-2395-1991
Contoh perhitungan tebal dinding
Dalam suatu ruangan rumah sakit terdapat suatu alat terapi 20 MV, terletak 5,5 meter dari dinding. Untuk perhitungan tebal dinding ruangan terapi tersebut digunakan ketentuan sebagai berikut: a) Beban maksimum per minggu (W) : 150.000 R b) Faktor arah (fr) dari berkas langsung : Untuk lantai
=
1
Untuk dinding
=
1
Untuk plafond
=
1/4
c) Faktor penggunaan ruangan (fb) Dalam ruangan rumah sakit =
1
Dalam daerah rumah sakit
=
1/4
Diluar daerah rumah sakit
=
1
Dalam ruangan kelder
=
1/4
d) Bila fr x fb lebih kecil dari 0,1, maka dalam perhitungan digunakan 0,1 e) Dosis yang diijinkan maksimum (X)
f)
−
100 mrem/minggu, bagi pekerja radiologi dalam ruangan kontrol peralatan
−
30 mrem/minggu bagi pekerja bukan radiologi (dalam gang, petugas pembersih bangunan rumah sakit).
−
10 mrem/minggu untuk daerah umum.
Untuk menetapkan tebalnya dinding pelindung digunakan grafik transmisi menurut I.C.R.P handbook 15.
Perhitungan tebal dinding pelindung untuk penyinaran langsung
Ft =
0,1 x (5,5)2 X x d2 = = 8 x 10 - 5 150 x 103 x 1/4 x 1 W x fr x fb
Dimana : Ft = Faktor Transmisi X = Dosis maksimum yang diijinkan d = Jarak antara sumber dengan dinding W = Beban maksimum perminggu,
−
Menurut grafik 1 dibutuhkan tebal beton minimum 190 cm.
30 dari 31
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
6
SNI 03-2395-1991
Grafik 1 – Hubungan antara tebal beton dengan faktor transmisi
31 dari 32
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Grafik faktor transmisi 7
SNI 03-2395-1991
Table 2 – Contoh bahan untuk lantai
NO.
JENIS BAHAN
1.
Ubin keramik keras (fullyvertrified ceramic tiles)
Dipasang dengan perekat resin yang tidak porus dan bebas penga ruh zat kimia.
Plesteran resin sentetis dengan bahan pengisi bersifat inert
Untuk resin epoksi dan poliester dengan bahan pengisi yang mengandung silika atau alumina, biasanya digunakan untuk :
2.
3.
Bahan yang mengandung aspal
KONDISI PEMAKAIAN
Sebelum dipasang harus diuji kemudahannya untuk dibersihkan.
−
beban berat, dengan ketebalan antara 3 - 6 mm;
−
beban ringan, dengan ketebalan antara 0,5 mm.
Dipakai ditempat yang basah atau tempat penampungan; dan tidak untuk menahan berat, menahan ausan atau menampung bahan-bahan berupa minyak, pelarut organik atau yang sejenisnya. Suhu kerja tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bahan ini biasanya dipakai dengan ketebalan minimum 20 mm tanpa sambungan. Bahan pengisi yang dipakai harus bersifat inert (tidak bereaksi secara kimia), terikat baik, tidak porus dan rata permukaannya.
4.
Lembaran PVC dengan kadar PVC polimer minimal 30 % berat
Dipakai untuk menutup lekukan (coving) dan lantai lorong (pedestal) dsb. Sambungan dilaksanakan dengan proses las memakai udara panas.
5.
Lembaran linoleum
Lembaran linoleum bermutu baik dengan sambungan tertutup dapat di pakai di daerah dengan kegiatan relatif kecil. Kemudahannya dibersihkan tergantung pada lapis permukaan ausnya.
6.
Cat lantai dari jenis epoksid atau poliuretan
Dipakai untuk mengecat lantai di daerah yang jarang dilalui. Permukaan lantai, sebelum di cat, harus halus dan kering. Tebal lapisan cat kering minimal 0,13 mm.
7.
Timbal/kaca timbal
Dinding antara ruang perawatan dan ruang operator dan pintupintu.
Keterangan
:
Lembaran PVC ini tidak dipakai untuk menahan beban berat, menahan aus dan di tempat yang menggunakan cairan organik.
Bahan lain dapat dipakai setelah mendapat persetujuan dari Laboratorium Penguji yang berwenang.
32 dari 33
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
TABEL-TABEL
SNI 03-2395-1991
NO.
JENIS BAHAN
KONDISI PEMAKAIAN
1.
Panil berlapis melamin (lamina tes)
Panil-panil berlapis dengan permukaan diberi lapisan resin melamin untuk tempat dengan keasaman dan kebasaan sedang. Ketahanannya terhadap ausan dan terhadap panas lebih baik dibandingkan permukaan yang hanya diberi Iapisan cat.
2.
Baja tahan karat (stainlessteel)
−
Keterangan
:
Dipakai untuk keadaan yang akan mengalami gesekan (abrasi), panas, dan penggunaan cairan secara tetap. Permukaannya harus dipoles tidak mengkilap (buffed). Dalam keadaan tertentu, pembersihan dilakukan memakai obat gosok.
Bahan-bahan lainnya dapat dipakai Laboratorium Penguji yang berwenang.
setelah
mendapat
persetujuan
dari
Table 4 – Contoh sistem pengecatan yang tahan zat kimia
NO.
JENIS BAHAN
KONDISI PEMAKAIAN
1.
Cat dengan bahan dasar karet khlor (chloranated rubber based paints)
Jenis cat ini sudah banyak dipakai dengan hasil baik. Medium pengikatnya terdiri dari campuran karet berklhor dan resin pemlastis yang sesuai. Untuk ketahanan zat kimia yang baik, bahan pemlastisnya haruslah yang bersifat inert (tak bereaksi secara kimia). Suhu kerja maksimum 60° C.
2.
Cat dengan bahan dasar resin epoksi
Yang banyak dipakai ialah yang disajikan dalam dua kemasan, jenis ini dipakai untuk sifat-sifat tahan aus, tahan suhu tinggi dan tahan terhadap beberapa jenis zat kimia. Cat ini tahan terhadap zat organik, tetapi dapat terkelupas oleh air murni, dan tidak tahan terhadap larutan asam mineral pekat. Suhu kerja maksimum 80° – 100° C.
3.
Cat dengan bahan dasar poliuretan
Yang banyak dipakai ialah yang disajikan dalam dua kemasan. Komposisi penyusunannya bermacam ragam. Sifatnya sama dengan sistem cat epoksi, hanya saja lebih tahan terhadap air murni, dan dapat terserang oleh zat-zat kimia tertentu.
Keterangan
:
Sistem cat lainnya dapat dipergunakan setelah mendapat persetujuan dari Labora torium Penguji yang berwenang.
33 dari 34
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Table 3 – Contoh bahan untuk permukaan kerja
SNI 03-2395-1991
BAHAN
KERAPATAN (g/cm3)
TEBAL SEPERSEPULUH DALAM (mm) 50 KV
100 KV
150 KV
Timbal
11,30
0,18
0,84
0,96
Beton
2,35
13,00
55,00
70,00
Beton
2,20
22,00
68,00
101,00
Bata
1,80
36,00
104,00
145,00
Bata berongga
1,40
49,00
144,00
193,00
Beton barium
3,20
5,40
7,00
14,00
Baja
7,90
1,00
5,40
13,00
Beton berongga udara (beton gas)
0,63
76,00
230,00
328,00
Gyps
0,84
45,00
172,00
260,00
Keterangan
:
Nilai tebal sepersepuluh adalah tebal bahan yang mengurangi dosis menjadi nilai sepersepuluh.
34 dari 35
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Table 5 – Nilal-nilai sepersepuluh dari beberapa macam bahan bangunan dengan kondisi berkas sinar lebar
SNI 03-2395-1991
TEGANGAN MAKS. TABUNG (kv)
JARAK DARI FOKUSC (m)
100
125
150
Keterangan
:
TEBAL PENAHAN RADIASI TIMBAL (mm)
BETON DENGAN KERAPATAN 2,35 g/cm3 (mm)
2
1,8
150
3
1,6
130
5
1,2
100
2
2,1
170
3
1,8
150
5
1,3
110
2
2,2
190
3
1,9
170
5
1,4
130
Nilai tercantum dalam table tersebut berlaku unluk suatu beban kerja yang tidak melebihi 150 mA-menit per minggu unluk radiografi dan pada jarak tertentu harus mampu mengurang penyinaran menjadi 10 mR dalam satu minggu.
Table 7 – Tebal pelindung tambahan untuk radiasi bocor tabung sinar-x
PENGURANGAN RADIASI BOCOR DIKEHENDAKI MENJADI
TEBAL TIMBAL TAMBAHAN DLM mm UNTUK SINAR-X YANG DIBANGKITKAN PADA 50 KV
75 KV
100 KV
150 KV
0,5
0,07
0,19
0,3
0,32
0,1
0,23
0,63
0,95
1,04
0,05
0,3
0,8
1,25
1,40
0,01
0,5
1,8
2,0
2,1
35 dari 36
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Table 6 – Tebal pelindung radiasi berkas utama sinar-x diagnostik
SNI 03-2395-1991
TEGANGAN MAKS. TABUNG (kv)
JARAK DARI FOKUSC (m)
100
125
150
Keterangan
:
TEBAL PENAHAN RADIASI TIMBAL (mm)
BETON DENGAN KERAPATAN 2,35 g/cm3 (mm)
1
1,2
130
2
1,0
105
3
0,8
85
1
1,35
110
2
1,05
90
3
0,85
70
1
1,4
110
2
1,1
90
3
0,9
70
Nilai ini hanya cocok untuk instalasi yang ada dimana berkas utama tertahan oleh proteksi dari layar flouresensi atau alat penguat. Untuk instalasi baru dan dimana radiografi memungkinkan, maka penahan radiasi ruangan harus dirancang untuk radiasi utama (lihat table 6). Table ini dimaksudkan untuk beban kerja fluoroskopi yang tidak melebihi 300 mA-menit per minggu dan Nilai Batas tertinggi yang diizinkan dari 10 mR per minggu.
36 dari 37
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Table 8 – Tebal pelindung radiasi berkas sekunder (radiasi hambur) sinar-x diagnostik
SNI 03-2395-1991
KERA BAHAN
TEBAL BAHAN (mm)
PATAN (g/cm3)
50 KV
100 KV
150 KV
Tebal timbal (mm)
11.3
0,5
1,0
0,5
1,0
2,0
3,0
0,5
1,0
2,0
3,0
Bata
1.8
100
200
70
120
195
260
85
150
260
340
Bata berongga
1.4
135
280
100
165
270
360
115
200
350
490
Beton
2.2
62
130
44
80
140
190
60
105
180
250
Beton barium
3.2
15
31
4
9
17
24
7
15
33
51
Baja
7.9
3
6,5
3,2
6,4
13
-
6,6
14
28
-
230
480
145
270
470
190
340
600
Beton berongga udara
0,63
-
-
Gyps
0,84
140
290
100
200
-
-
140
270
-
-
Bata (batang kuning)
1.6
85
150
65
110
195
280
70
124
230
330
Ptester barium (bahan dasar)
2.0
16
-
5
9
16
24
7
15
30
45
Beton kIinker
1.2
-
-
-
-
-
-
75
140
240
350
Kuningan
8,3
3,1
5,4
2, 1
3,7
6
-
-
-
-
-
-
-
-
40
78
-
-
-
-
-
-
Lempeng kaca
37 dari 38
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Table 9 – Table ekivalen kira-kira timbal untuk bermacam-macam bahan didasarkan pada kondisi berkas lebar
View more...
Comments