Bahaya dan Upaya Penanggulangan Kebakaran

July 4, 2018 | Author: Bobby IM Sibarani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Bahaya dan Upaya Penanggulangan Kebakaran...

Description

Kebakaran, Bahaya Unpredictible, Unpredictible, Upaya Dan Kendala Penanggulangannya. N.Vinky Rahman Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan Bencan banjir, gempa, dan datangnya badai, dengan kemajuan teknologi yang ada biasanya bisa didahului dengan datangnya peringatan lebih dahulu . Hal ini menjadi sangat memungkinkan untuk dapat menekan timbulnya kerugian dan korban jiwa yang lebih besar yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Tidak demikian halnya dengan bahaya kebakaran, dimana bencana ini proses datangya selalu tanpa dapat diperkirakan dan diprediksi (unpredictible) sebelumnya sebagaimana bencana lain. Kapan datangnya, apa penyebabnya, tingkat cakupanya serta seberapa besar dampak yang ditimbulkanya, adalah hal-hal yang tidak bisa diperkirakan oleh kemampuan manusia. Teknologi yang ada hanya dapat membantu memberi peringatan dini, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk memberi waktu persiapan dan pertolongan dalam menghadapi bahayanya. Hal ini disebabkan oleh karena peringatan hanya dapat diberikan pada saat kebakaran ataupun api telah ataupun dalam keadaan sedang berlangsung. Sehingga cara yang paling efektif dalam menghadapi terjadinya bencana kebakaran tersebut adalah dengan menghindari dan meminimalkan kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya bencana tersebut. Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang menyangkut kerugian (material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan, maupun menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia). Bencan kebakaran juga merupakan bahaya yang mempunyai dampak yang sangat luas yang meliputi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalaminya. Kebakaran yang terjadi dipemukiman padat penduduk ataupun pusat-pusat kegiatan ekonomi didaerah perkotaan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial, ekonomi dan psikologis yang luas orang yang mengalami bencana ini, akan bisa mengalami shcok yang berkepanjangan. Sebaliknya, karena bencana kebakaran ini datangnya tidak umum dan bukan bahaya yang rutin terjadi,kesiapan dan “interest” masyarakat terhadapnya sangat minim. Akibatnya, bila bahaya ini terjadi, semakin memperbesar kerugian yang akan dialami. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bahaya kebakaran adalah bukan semata-mata masalah teknis, tetapi justru lebih banyak dipengaruhi oleh unsur nonteknis yaitu masalah budaya masyarakat. Orang akan malas dan enggan mempersiapkan diri untuk sesuatu yang belum tentu akan dihadapinya. Ketidaksiapan budaya ini jugalah yang membuat orang akan cenderung ceroboh dan lalai sehingga semangkin memperbesar peluang kemungkinan terjadinya bencana ini. Data kejadian kebakaran bangunan pada periode tahun 1984-1989 yang merupakan hasil Pubslibang Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum menunjukan bahwa ada 1830 kejadian kebakaran (32,6% dari total

1 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

kebakaran), terjadi karena kelalaian manusia. Mengingat potensinya yang semakin lama semakin signifikan , bahaya bencana ini nampaknya harus segera diantisipasi dan dihadapi dengan berbagai upaya penanggulangan yang komprehensif, sistematik, efektif  dan berkelanjutan. Pengkajian terhadap kejadian kebakan di Indonesia memberi petunjuk bahwa tingkat keamanan suatu bangunan terhadap kebakaran sangat dipengaruhi oleh sejauh mana bangunan tersebut mempersiapkan dan melengkapi diri dengan sarana penanggulangan, jenis pemakaian/penghuni, terhadap penanggulangan kebakaran ini, jenis bangunan / objek yang terbakar bisa dikelompokan dalam tiga klasifikasi : 1. Bangunan/gedung tinggi (perkantoran, apartemen, hotel, dll) 2. Kawasan Industri dan Perdagangan (pabrik, gudang, pasar,dll) 3. Kawasan Pemukiman Makalah ini mengambil kasus yang berkaitan dengan fenomena yang ada pada kasus kebakaran (dan penanggulangannya) yang spesifik, antara lain : Tingkat kekerapan terjadinya kebakaran yang intensitasnya cukup tinggi   Tingkat kesiapan yang buruk pada para pengguna & pemilik   Sifat bahaya yang tak dapat diprediksi, sehingga sering cenderung disimpulkan akan kecil sekali kemungkinan akan terjadi  Fungsi bangunan tetap dapat berjalan dengan baik tanpa sistem penanggulangan kebakaran didalamnya  Perkembangan dan kompleksitas masalah perkotaan yang tidak diimbangi oleh teknologi sistem penanggulangan kebakaran dimilili Masalah Kebakaran di Indonesia Dari data yang diperoleh, tidak ada statistik tahunan yang resmi dikeluarkan tentang kejadian kebakaran di Indonesia. Begitupun, data yang diperoleh dari Dinas Pemadam Kebakaran, sejak tahun 1978 hingga tahun 1992 yang merujuk pada kejadian di 5 kota besar di Indonesia menginformasikan bahwa ada kira-kira 2050 kejadian pada jangka waktu itu. Data lain yang merupakan hasil survey RIHS ( Research Institute of Humam Settlements ) tentang kejadian kebakaran yang terjadi sejak tahun 1984 hingga 1989 di 24 kota di Indonesia, menunjukan bahwa terdapat 5600 kebakaran yang terjadi dalam jangka waktu tersebut dengan kerugian yang diderita ± Rp 246,5 milyar dan merenggut korban jiwa sebesar 1060 orang. Bila dirata-ratakan, data RIHS tersebut mengindikasikan bahwa pertahun terjadi 933 insiden kebakaran (2,5 kejadian/perhari) dengan kerugian materi sekitar Rp 200 juta/hari serta korban jiwa tiap dua hari sekali. Sementara data Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta dari tahun 1992 hingga pertengahan tahun 1997 (tidak termasuk kejadian kerusuhan yang terjadi di pertengahan tahun 1997), terjadi 4244 peristiwa kebakaran di Jakarta, yang berarti 849 kejadian pertahun atau lebih dari 2 kejadian per hari.

2 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Grafik-1

Bila kita mengamati tabel di atas, ternyata bahaya kebakaran ini bila dilihat dari intensitas serta kerugian yang ditimbulkannya, sudah merupakan bahaya yang cukup signifikan. Data-data tersebut juga mengindikasikan bahwa kejadian semakin meningkat intesitasnya dengan semakin meningkatnya kompleksitas masalahperkotaasn. Data statistik RIHS mengenai kejadian kebakaran di enam kota besar di Indonesia, seperti mengindefikasikan bahwa kota Jakarta adalah kota yang paling banyak mengalami bencana kebakaran yaitu 83 % dari seluruh kejadian kebakaran, sementara jumlah keseluruhan kejadian di kota-kota besar lain hanya 17 %. Ini mencerminkan bahwa kepadatan penduduk suatu kota berbandung lurus dengan berikut data RIHS lain, yaitu grafik statistik jumlah kebakaran yang terjadi di kota Jakarta dalam kurun waktu 1982 hingga 1992. Grafik -2.

3 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Dari grafik statistik diatas, menggambarkan bahwa terjadinya bencana kebakaran relatif  menunjukan angka-angka yang signifikan setiap tahun. Terbaca pula bahwa jumlahnya tidak teratur ( tidak dapat diprediksi ) apakah kejadiannya akan meningkat atau menurut pertahunnya. Begitu pula dengan jumlah kerugian yang diderita, yang tidak berbanding lurus dengan jumlah kebakaran yang terjadi. Grafik-3

Angka-angka yang ditunjukan pada grafik 3, menunjukan bahwa tidak ada bangunan yang bebas luput dari bahaya kebakaran. Baik itu bangunan yang direncanakan dengan baik, apalagi yang tumbuh tanpa terencana. Fakta lain menggambarkan bahwa fasilitas pemukiman adalah fasilitas yang paling banyak mengalami kasus kebakaran (3514 kasus). Buruknya perencanaan kawasan, tingkat kesiapan penghuni, sulitnya penyelamatan serta tidak tersedia peralatan penanggulangan yang layak, adalah penyebabnya. Grafik-4

4 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Grafik 4 menggambarkan faktor-faktor penyebab timbulnya kebakaran pada bangunan. Terlihat bahwa besar sekali persentase kecelakaan yang tidak diketahui penyebabnya. Sifat Teknis Api & Kebakaran

Pembahasan sifat teknis api & kebakaran perlu diuraikan sedikit disini. Karena hal dan prosedur penanggulangan bahaya kebakaran dilandasi oleh fenomena teknis api (disamping juga hal-hal psikologis, seperti : shock, kepanikan ,dll.). Hal-hal teknis yang menjadi landasan upaya penanggulangan antara lain : -unsur penbentuk api, - tahan perkembangan api, serta – hal-hal yang membahayakan keselamatan jiwa. Api tumbuh secara bertahap, dari mulai menyala, membesar, menghasilkan gas dan asap dari bahan yang terbakar, dan bila tidak dikontrol, ia akan mencapai tahap maksimal yang menghanguskan serta membahayakan keselamatan jiwa. Secara teknis, perkembangan api di dalam ruangan tertutup dapat dibagi menjadi 5 (lima ) tahap : 1. tahap penyalaan 2. tahap pertumbuhan 3. tahap puncak  4. tahap pembakaran penuh 5. tahap surut Dalam suatu proses pembakaran, tidak semua tahap perkembangan api akan selalu terlalui, atau proses pembakaran mencapai semua tahap (lima tahap tersebut diatas). Hal tersebut sangat tergantung dari kualitas dan kapasitas tiga unsur pembentukan api. Secara defenbisi, api dapat dijelaskan sebagai hasil reaksi cepat dari material terbakar, oksigen (O2 ) dan energi awal. Ketiga unsur tersebut adalah yang membentuk api. Ketiga unsur ini digambarkan sebagai berikut :

ener i

material

Oksi en O2 Ketiga unsur tersebut seperti tergambar di atas, harus bekerja bersama-sama untuk  dapat membentuk api dan pembakaran. Tanpa adanya salah satu dari ketiga unsur tersebut, proses pembakaran tidak akan pernah terjadi . Komposisi dari ketiga unsur inilah yang menentukan tahap proses pembakaran berlangsung. Suhu penyulutan 5 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

dimaksudkan sebagai tingkatan energi bahan untuk terbakar pada temperatur bakarnya. Terperatur bakar yaitu temperatur terendah saat bahan bakar mulai terbakar. Atau bisa diartikan bahwa bahan material mudah terbakar bila temperaturbakar material tersebut relatif rendah. Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan gas berbahaya, ditentukan oleh banyak  faktor antara lain : kondisi geometris ruangan  bukan yang ada   sumber isi  jarak antara sumber api dengan material yang terbakar karakteristik dari material interior   tipe dan volume material  kondisi dan penataan ruangan Api dengan cepat berkembang besar melalui konveksi, dan kemudian menyebar secara lateral terus ke langit-langit bila ruangan terbatas. Sesuatu yang terbakar, disamping menghasilkan gas, juga asap dan panas. Panas gas yang timbul peristiwa 0 0 kebakaran, bisa mencapai 650 C – 950 C. Salah satu fenomena khas terjadi pada peristiwa kebakaran adalah terjadinya “flashover”, dimana api tiba-tiba membesar dengan nyala yang besar pula. Tipikal pertumbuhan api pada ruangan, digambarkan dalam grafik-grafik pada lampiran 6 dan 8. Bahaya Kebakaran Ada dua jenis bahaya yang ditibulkan sebagai akibat dari terjadinya kebakaran yaitu kerugian material dan keselamatan jiwa manusia. Beberapa aspek penyelamatan sebenarnya lebih diarahkan dan diprioritaskan pada penyelamatan jiwa manusia terlebih dahulu, untuk kemidian meminimalkan kerugian pada tahap berikutnya. Sehingga pada prinsipnya, konsep penanggulangan kebakaran (fire safety) yang utama adalah penyelamatan jiwa manusia. Bahaya keselamatan jiwa manusia pada peristiwa kebakaran dapat diklasifikasikan : 1. bahaya langsung a. tersengat temperatur yang tinggi b. keracunan asap 2. bahaya tidak langsung a. terluka b. terjatuh c. terserang sakit d. mengalami shock/serangan psikologis Hal diatas dapat digambarkan malalui skematik grafik yang pernah dipublikasikan oleh Biro Statistik Amerika (National Bereau of Standart USA)mengenai akibat yang ditimbulkan setelah peristiwa kebakaran terjadi : Bahaya Asap Dapat disimpulkan dari grafik di bawah ini, bahwa penyebab korban jiwa terbesar pada peristiwa kebakaran adalah asap yang meracuni pernapasan. Jumlahnya menempati urutan pertama, yaitu sebesar 74% dari korban, sementara yang diakibatkan yang

6 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

tersengat oleh panas sebesar 18% serta korban jiwa karena penyebab lain sebesar 8% dari total korban. Asap yang timbul sebagai hasil reaksi pembakaran, mengakibatkan bahaya ganda, selain meracuni pernapasan juga menghalangi pemandangan dan orientasi orang untuk menyelamatkan diri. Penelitian lain mengungkapakan bahwa serangan psikologis akibat bencana kebakaran membuat orang panik yang akan menghilangkan pikiran logisnya, selain pada pernapasan yang berlebih yang akan semakin mempercepat proses keracunan. Grafik “Bahaya Akibat Kebakaran”

Korban Jiwa Saat Kebakaran

Kebakaran lebih dari 6 jam 20%

Kebakaran kurang dari 6 jam 80%

48%

32%

10 % radang paru-paru

Kadar CO > 50%

Kadar CO < 50%

10 %

Legenda

16 %

16%

kadar CO (30% - 50%)

Kadar CO < 30%

= korban asap = korban panas = penyabab lain

8%

8%

terserang paru-paru

Terjatuh sakit jantung dll

Bahaya tersengat panas

Manusia mempunyai toleransi yang terbatas terhadap panas yang menerpa tubuhnya. Tingkat pengkondisian termal yang dapat ditolerir oleh manusia hanya 0 mencapai temperatur ± 65 C, itupun dengan persyaratan kelembaban tertentu serta aktifitas yang dilakukan. Selanjutnya, kemampuan manusia terhadap tingkat perkembangan termal dapat ditunjukkan dengan grafik di bawah ini : Grafik-6 Respon Manusia Terhadap Panas

0

0 C 0 150 C

0

10 C 0 180 C

0

35 C

0

65 C

0

95 C

0

120 C

7 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

0

( 10-35 ) C 0 65 C 0 105 C 0 120 C 0 140 C 0 180 C

-

kondisi nyaman termal - suhu masih dapat ditoleransitergantung kelembaban dan aktifitas ) - suhu panas tidak dapat ditolerir dalam waktu 23 menit - suhu panas tidak dapat ditolerir dalam waktu 15 menit - suhu panas tidak dapat ditolerir dalam waktu 5 menit - kerusakan fatal dan kekeringan dala m waktu 30 detik 

Sistem Penanggulangan Kebakaran Sebagai suatu sistem, bangunan terdiri dari sub sub sistem yang membentuknya secara integral dalam satu kesatuan. Sub-sub sistem tersebut antara lain arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal,desain ruang dalam ( interior ), desaain ruang luar ( landscape ), utilitas, dan sistem-sistem lain seperti manajemen /pengelolaan, maitenance/service, sistem penanggulangan kebakaran /fire safety. Sistem-sistem ini haruslah terintegrasi dengan baik dalam bangunan. Pada pelaksanaannya, tentunya penataan atau perencanaannya harus dilibatkan secara kontinyu pada saat proses konstruksi secara keseluruhan. Proses konstruksi yang dimaksudkan di atas adalah dari mulai tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta perbaikan dan perawatan. Konsep Dasar Tujuan perencanaan penanggulangan kebakaran (Fire Safety ) adalah untuk  menyelamatkan jiwa manusia dan kemudian menghindari kerusakan seminimal mungkin. Dasar-dasar penyelamatan terhadap bahaya kebakaran banguan, dilandasi oleh sifat alamiah api yang signifikan membahayakam baik itu yang menimbulkan kerugian maerial ataupun keselamatan jiwa manusia. Beberapa item yang sekaligus juga menjadi tujuan langkah penyelamatan terhadap bahaya kebakaran, antara lain: - memcegah api/kebakaran - mencegah api berkembang tidak terkendali - mendeteksi adanya api sedini mungkin - memadamkan api secepatnya - memudahkan pengevaluasian penghuni dan barang - meminimalkan kerusakan

sedangkan implementasi dari tindakan-tindakan penyelamatan di atas bisa diringkas menjadi empat bagian utama yaitu : - menyelamatkan jiwa manusia - menyelamatkan bangunan dan isinya - menjadi acuan/pedoman proses penanggulangan dan penyelamatan - meminimalkan kerusakan pada lingkungan Pada dasarnya, berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya, sistem penanggulangan kebakaran biasanyadiklasipikasikan dalam dua janis yaitu : sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Keduannya diupayakan bekerja secara bersama-sa ma melindungi bangunan dari bahaya kebakaran.

8 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Sistem Proteksi Aktif  Sistem proteksi aktif merupakan perlindungan terhadap kebakaran melalui sarana aktif yang terdapat pada bangunan atau sistem perlindungan dengan menangani api/kebakaran segara langsung. Cara yang lazim digunakan adalah : a.

Sistem Pendektesian Dini Sistem pendektesian dini terhadap terjadinya kebakaran dimaksudkan untuk  mengetahui serta dapat memberi refleksi cepat kepada penghuni untuk segera memadamkan api pada tahap awal. Sensor-sensor yang umum dikenal adalah : - alar kebakaran; - detektor panas, asap,nyala atau gas - manual call point; - panel control; - sumber daya darurat lainya

Hal-hal penting yang menjadi perhatian dalam penggunaan sistem peralatan ini pada bangunan antara lain : - menentukan tipe alat pendeteksian yang digunakan - mengatur distribusi perletakan detektor dalam banguan - sistem pengintalasian alat sensor - pemeriksaan dan pemeliharaan instalansi (agar selalu dapat bekerja bila suatu waktu dibutuhkan ) b.

Sistem Pemercik (Spirinkler) Otomatis Sistem ini biasanya bersinegri langsung dengan sistem pendeteksi dini, dimana bila sistem detektor bekerja, langsung dilanjutkan dengan bekerjanya alat ini untuk  pemadam. Beberapa sistem yang bisa dikenal antara lain : - alarm kebakaran; - sistem spinkler otomatis - sistem hidran (hidran dalam maupun halamam);hose reel;

Beberapa faktor yang menjadi sangat penting didalam perencanaan sistem pemercik  otomatis ini : karakteristik alat pemercik (spinkler ), jenis bangunan yang dilayani, distribusi dan jarak pemasangan alat, daerah jangkauan yang dapat dicapai alat, pasokan air, instalasi pemipaan alat. c. o

d.

Sistem Pemadam dengan Bahan Kimia Portable - alat pemadam Halon/BCP; - alat pemadam CO2; - alat pemadam Dry chemicals; - alat pemadam buisa/foam; Sistem Pemadam Khusus, yang mencakup : 2 - CO component, - Halon extinguisher unit;

9 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

-

Foam systems;

Pertimbangan dan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyedian peralatan sistem b, c, dan d di ats : 1. Untuk sistem penyemprot tetap/tidak bergerak (fixed system) Distribusi peralatan di dalam bangunan Jumlah dan kapasitas alat yang digunakan per cakupan layanan Konsentrasi bahan kimia minimum yang disyaratkan Jenis bangunan yang dilayani • • • •

2. Sistem penyemprot bergerak (portable system) Tipe alat pemadam perkiraan tingkat api yang akan dihadapi untuk menentukan jenis dan kapasitas alat yang akan digunakan distribusi alat biasanya ditempatkan pada daerah-daerah yang rawan terbakar misalnya dpur, ruang mesin, gudang dan lain-lain •





e.

Sistem Pengendalian Asap, sistem yang umum dipakai : - smoke venting; - smoke towers; - tata udara untuk pengendalian asap; dan - eleventor smoke control.

Sistem Proteksi Pasif  Sistem proteksi pasif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang bekerjanya melalui sarana pasif yang terdapat pada banguan. Biasanya juga disebut sebagai sistem perlindungan bangunan dengan menangani api dan kebakaran secara tidak langsung. Caranya dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, stuktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran. Sistem ini adalah yang paling lazim dan maksimal yang bisa dilakukan pada kasus fasilitas pemukiman. Yang termasuk di dalam sistem protrksif ini antara lain : a. Perencanaan dan desain site, akses dan lingkungan bangunan b. Perencanaan struktur bangunan c. Perencanaan material konstruksi dan interior bangunan d. Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan e. Manajemen sistem penanggulangan kebakaran a.

Perencanaan dan desain site,akses dan lingkungan bangunan Banyak ditemukan kasus dimana kebakaran menimbulkan kerugian dan kerusakan yang lebih besar disebabkan kurangnya pertolongan yang cepat oleh para petugas pemadam kebakaran. Desain dan perencanaan bangunan (dalam hal ini disain ruang luar dan aksesibilitas bangunan) ternyata sangat berperan dalam mendukung

10 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

perlindungan terhadap timbul, berkembang dan tertanggulanginya kebakaran terhadap bangunan. Beberapa hal yang termasuk di dalam permasalahan site dalam kaitannya dengan penanggulangan kebakaran ini antara lain : - penataan blok-blok masa hunian dan jarak antar bangunan - kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun bangunan - tersedianya area parkir ataupun open space dilingkungan kaewasan - menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan - menyediakan aliran dan kapasitas suply air untuk pemadam

b.

Perencanaan Struktur dan Kontruksi Bangunan Perencanaan struktur disini berkaitan dengan kemampuan bangunan untuk tetap atau bertahan berdiri pada saat terjadi bencana kebakaran. Sedangkan perencanaan kontruksi berkaitan dengan jenis material yang digunakan. Material yang mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap api (terbakar), akan lebih baik pula terhadap pencegahan penjalaran api, pengisolasian daerah yang terbakar serta memberi waktu yang cukup untuk peng’evaluasi’an penghuni. Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan sistem ini antara lain : Pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat materia - Sifat penjalaran dan penyebaran - Combustibility (kemampuan terbakar material) - Sifat penyalaan material bila terbakar - Sifat racun (akibat reaksi kimia yang ditimbulkan / dihasilkan bila bahan tersebut terbakar) •





Kemampuan / daya tahan bahan struktur (fire resistance) dari komponenkomponen struktur. Komponen struktur seperti rangka atap, lantai, kolam dan balok adalah tulang – tulang kekuatan pada bangunan. Perencanaan yang optimal dari hal yang dimaksudkan : - meminimalkan kerusakan pada banguna - mencegah penjalaran kebakaran o melindungi penghuni, minimal memberi waktu yang cukup dievaluasi. Penataan ruang, terutama berkaitan dengan areal yang rawan bahaya dipilih material struktur yang lebih resisten.

c. Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan Perencanaan daerah evakuasi, biasanya diperuntukan untuk bangunan pemukiman berlantai banyak dan merupakan bangunan yang lebih kompleks. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan perencanaan sistem ini : - kalkulasi jumlah penghuni / pemakai bangunan - tangga kebakaran dan jenisnya - pintu kebakaran

11 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

-

daerah perlindungan sementara jalur keluar bangunan & peralatan dan perlengkapan evakuasi

d. Manajemen sistem penanggulangan kekakaran Gagasan dari manajemen sistem penanggulangan kebakarann berkembang sekitar memelihara peralatan/perlengkapan penanggulangan kebakaran sehingga dapat digunakan secara optimal pada saat diperlukan. Manajemen penanggulangan kebakaran termasuk juga administrasi strategi untuk memastikan keselamatan secara preventif, membatasi perkembangan api, dan menjamin keselamatan penghuni. Untuk mencapai fungsi ini, manajemen sistem ini harus terlihat didalam semua aspek yang ada dalam bangunan termasuk daerah yang atau mungkin riskan terhadap bahaya. Komunikasi Kebakaran tidak dapat diatur walaupun dengan sistem proteksi yang paling baik, sehingga sangat penting untuk mendeteksi terjadinya segera untuk keberhasilan penanggulangaannya. Sistem informasi yang baik bisa berguna untuk memicu tindakan awal penyelamatan. Komunikasi menjadi hal yang penting buat penghuni bangunan, baik  itu dari sistem alarm maupun penghuni lain, sehingga informasi harus tersampaikan dan terdengar dengan jelas agar dapat memanfaatkan waktu untuk penyelamatan yang perlu. Pemeliharaan Perbaikan dan pemeliharaan terhadap peralatan-peralatan darurat, seperti hidrant, bose reels, extinguisher, lampu darurat dll, adalah sangat penting. Tipe, standar dan frekuensi pemeliharaan harus terdokumentasikan pada program manajemen ini, dan staf yang berkepentingan perlu mengetahuinya dan selalu menjalankannya dengan benar. Pelatihan Pelatihan pegawai yang berkepentingan terhadap penanggulangan kebakaran ini tidak  boleh luput dari perhatian. Mereka harus menerima instruksi bagaimana menghidupkan alarm tanda bahaya bila mereka menemukan kebakaran, serta mereka yang memberi peringatan kebakaran kepada penghuni. Begitu pula terhadap penggunaan peralatan pemadam api, yang harus mampu dipraktekkan. Beberapa pelatihan yang dilaksanakan antara lain memberi pengetahuan tentang : 1. pencegahan kebakaran secara umum 2. tindakan yang diambil pada waktu mendengarkan alarm dan menemukan api 3. metode yang benar dalam memanggil pasukan pemadam 4. lokasi, kegunaan dan penggunaan peralatan pemadam 5. rute penyelamatan, titik pertemuan dan jalan keluar 6. prosedur evakuasi

Ada lima aspek yang harus dipertimbangkan di salam sistem manajemen ini, yaitu : 1. tindakan preventif  2. prosedur 3. komunikasi 4. perawatan / pemeliharaan dan pe 12 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

5. pelatihan Kelima aspek-aspek tersebut masing-masing harus selalu dievaluasi kelengkapan dan kegunaannya. Tindakan Pencegahan Aspek ini adalah yang paling langsung dan efektif dalam mencegah datangnya kebakaran. Pencegahan dan pembatasan perkembangan api, harus dimulai dari saat bangunan masih dalam bentuk gambar. Arsitek mempunyai tanggung gawab moral untuk  memasukkan perencanaan penanggulangan kebakaran ini pada konsep bangunannya. Perlu juga dibuat instruksi manual sederhana untuk staf yang kompeten serta untuk  melatih penghuni beradaptasi bila hal yang tidak diinginkan terjadi. Staf yang kompeten, misalnya Satpam, atau pegawai kebersihan, atau teknisi dll, perlu untuk diatur secara reguler mengawasi bangunan. Prosedur Memformulasikan sistem prosedur adalah bertujuan untuk mensikronisasikan operasional bangunan. Prosedur perbaikan dan perawatan / perlengkapan khususnya peralatan darurat kebakarann, harus dikerjakan terdokumentasi dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh staf-staf yang berkompeten. Semua pihak yang terlibat dalam hal ini (penghuni, terutama pegawai) haruslah mengetahui apa yang harus dilakukan, siapa yang harus dihubungi, bagaimana melakukannya, dan kapan itu perlu. Keuntuingan dari pelaksanaan yang sesuai prosedur, adalah bisa menghindari keterlambatan penyelamatan bila keadaan darurat. Tahap Penanggulangan Kebakaran

Skema Tahap Penanggulangan Kebakaran

SumberSu api

Mencegah bahara kebakaran

Timbulnya kebakaran

Mencegah ertumbuhan a i

Kerusakan & korban jiwa

Kebakaran Membesar & meluas

Memadamkan api secara dini

Kontrol asap

Tindakan evakuasi

Selamat dari bahaya kebakaran

13 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Skema diatas, menggambarkan bahwa ada lima tindakan yang harus dilakukan sebelum tingkat bahaya api tidak dapat tertanggulangi lagi, Yaitu : o Mencegah timbulnya kebakaran, dengan mewaspadai sumber-sumber api o Mencegah pertumbuhan api, desain kompartemen dan panggunaan material yang resisten. o Memadamkan api secara dini, sistem proteksi aktif berupa pendeteksi dini dan sistem penyemprot o Mengontrol asap, desain kompartemen, ventilasi dan jalur sirkulasi o Melakukan tindakan evakuasi, desain kompartemen, jalur evakuasi vertikal dan horijontal Peran Pemerintah Peran pemerintah yang belum memadai didalam menyediakan dan mengontrol kebijaksanaan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan terhadap bahaya terjadinya kebakaran, ikut andil besar dalam timbulnya masalah kebakaran. Beberapa kasus yang menjadi penyebab yang diakibatkan oleh kurangnya kebijaksanaan dan kontrol berkaitan dengan hal ini : Perencanaan kawasan bangunan yang kurang terencana  Daerah terbuka antar dan di sekitar bangunan maupun pemukiman yang terbatas Akses-akses ke lokasi kecelakaan kebakaran yang sering menyulitkan Hal ini sering terjadi di daerah kawasan pemukiman. Sehingga bila kecelakaan terjadi, hampir dapat dipastikan kerusakan yang timbul sangat besar dan meluas. Karena kurang mendukungnya lokasi buat pasukan pemadam kebakaran untuk menjalankan kegiatannya. Kapasistas dan jumlah fire hidrant serta kapasitas dan sumber air di lokasi  kebakaran yang tidak memenuhi syarat.  Kondisi peralatan pemadam yang terbatas, ini menyangkut kemampuan & kelengkapan peralatan pasukan pemadam kebakaran terhadap kondisi kebakaran yang dihadapi.  Keterlambatan pertolongan karena buruknya sistem komunikasi dan kemacetan lalu lintas. Ini menyangkut sistem komunikasi yang terbatas, kesiap siagaan pasukan pemadam ataupun tanda peringatan bahya di lokasi kecelakaan tidak ada atau tidak bekerja dengan baik.  Perlindungan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang kurang memenuhi syarat. Hal ini umumnya disebabkan kurang tersedianya persyaratan perlindungan kebakaran pada bangunan dan tidak terkontrolnya pengawasan berkaitan dengan sistrem penanggulangan kebakaran pada saat proses pelaksanaan kontruksi. Kontruksi dan disain bangunan yang menyulitkan pertolongan pada saat terjadinya kebakaran. Buruknya perawatan peralatan penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan.  Tidak dilakukannya pelatihan rutin menghadapi bahaya kebakaran (terutama di kawasan yang rawan kebakaran), sehingga umumnya para korban kecelakaan tidak siap menghadapi kejadian. Hal ini menyebabkan kerusakan, kerugian dan korban jiwa yang dialami berpotensi menjadi lebih besar. •







14 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Masalah-masalah tersebut,sedtidaknya menjadi masukan buat para pelaku konstruksi, untuk mulai serius memperhatikan dan merencanakan sistem penanggulangan kebakaran yang memenuhi syarat. Karena bagaimanapun masalah kebakaran ini paling tidak selalu diawali dari persoalan ataupun kealpaan perencanaan bangunan / perumahan itu sendiri untuk kemudian meluas dan menyangkut persoalan banyak pihak. Pengamanan melalui Prosedur Perizinan Disamping hal-hal diatas, pemerintah mempunyai peran dalam pengamanan kebakaran melalui prosedur-prosedur perizinan dalam proses konstruksi.Seprti kita ketahui, bahwa proses berdirinya suatu bangunan akan melalui proses perencanaan, proses pelaksanaan dan pemakaian / penggunaan bangunan. Pengamanan pada bangunan bisa diterapkan melalui prosedur-prosedur tersebut. Bentuk izin yang dikeluarkan antara lain : 1. Izin Mendirikan Bangunan (IMB), untuk proses-proses perencanaan bangunan Izin ini menyangkut beberapa aspek yaitu : a. aspek administratif, menyangkut kepemilikan, pajak, dll. b. Aspek planologis, menyangkut ketatakotaan c. Aspek teknik, menyangkut rencana arsitektur, struktur, instalansi serta perlengkapan lain pada bangunan. Dari prosedur inilah langkah awal bisa dilakukan kontrol terhadap pengamanan kebakaran.

2. Izin Penggunaan Bangunan (IPB), pada proses pelaksanaan pembangunan. Izin ini berpungsi mengontrol apakah perencanaan telah sesui dengan pelaksanaan. Adapun bentuk pengawasannya menyangkut semua aspek teknis pada bangunan. Dalam kaitannya dengan sistem penanggulangan kebakaran, biasannya izin bisa ditunda diberikan bila persyaratan-persyaratan minimalnya belum terpenuhi. Dengan demikian IPB ini bisa menjadi suatu legitimasi bahwa suatu bangunan telah aman dan layak digunakan. 3. Izin Perpanjangan Penggunaan Bangunan (IPPB), yang diberikan pada proses penggunaan / pemakaian bangunan Izin Perpanjangan Penggunaan Bangunan (IPPB) ini adalah merupakan bentuk  kontrol pada tahap pasca pembangunan (post construction). Izin ini diberikan secara berkala sebagai kontrol terhadap pemakaian bangunan, apakah masih tetap baik  dalam aspek teknisnya pada jangka waktu tertentu. Dengan ketiga tahap mekanisma perizinan di atas, diharapkan dapat memperkecil kemungkinan tarjadinnya bahaya, terutama kebakaran pada bangunan. Dan bilapun kebakaran tidak juga dapat terhindar, minimal dapat mengoptimalkan penyelamatan serta meminimalkan dampak kerugian pada penghuni, pemilik maupun lingkungan.

15 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

Kontrol Penggunaan Sistem Penanggulangan Kebakaran

Fungsi kontrol didalam pelaksanaan persyaratan-persyaratan teknis pada bangunan adalah menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pelaku kontruksi sebagai pelaksana serta pengguna dan masyarakat selaku pihak yang berhubungan langsung dengan kejadian. Begitupun, peran pemerintah adalah yang paling signifikan disini, karena penyediaan dan pengelolaan manajemen dan sumber daya yang berkaitan dengan kepentingan umum ada di tangan pemerintah. Berkaitan dengan peran pemerintah terhadap perlindungan penanggulangan bahaya kebakaran, antara lain : •





Pengelolaan dan kontrol terhadap dinas-dinas penanggulangan yang terkait - sistem manajemen pengelolan - peralatan dan perlengkapan - sumber daya manusia Penyediaan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas pendukung - sirkulasi kota dan open space - penyediaan airr - sistem telekomunikasi - peraturan-peraturan terkait, dll Kontrol persyaratan pelaksanaan proses kontruksi pada bangunan

Ada enam tahap di dalam proses konstruksi yang keseluruhannya bisa dimasukkan persyaratan kualifikasi sistem penanggulangan kebakaran dalam pelaksanaannya. Tahap-tahap tersebut adalah: - tahap perencanaan bangunan - tahap desain - tahap pelaksanaan / pengoperasian bangunan - tahap perawatan - tahap perbaikan dan atau restorasi bangunan Peran pemerintahdi sini adalah dengan melakukan pengontrolan atas izin yang dikeluarkan saat sebelum dan ketika proses tahap-tahap konstruksi tersebut berlangsung. Karena kewenangan tersebut, pemerintah mempunyai peran yang signifikan didalam mengontrol kelengkapan persyaratan pada bangunan termasuk persyaratan proteksi terhadap bahaya kebakaran. Kesimpulan

1. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang tidak dapat diprediksi Kapan datangnya   Seberapa besar tingkat bahayanya  Apa yang menjadi penyebabnya Beberapa kerugian dan korban jiwa yang ditimbulkan  16 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

2

Kendala yang signifikan dalam pelaksanaan fungsi sistem penanggulangan kebakaran yang disebabkan oleh beberapa faktor :  Sifat bahaya yang tak dapat diprediksi, sehingga sering cenderung disimpulkan akan kecil sekali kemungkinan akan terjadi  Fungsi bangunan tetap dapat berjalan dengan baik tanpa menyertakan sistem penanggulangan kebakaran di dalamnya  Perkembangan dan kompleksitas masalah perkotaan yang tidak diimbangi oleh teknologi sistem penanggulangan kebakaran yang dimiliki  Masalah ketersediaan dana untuk penyediaan fasilitas

3. Bahaya yang ditimbulkan oleh terjadinya kebakaran :  Kerusakan kerugian material  Masalah sosial da psikologi masyarakat yang menjadi korban 4.

Korban jiwa yang timbul sebagai akibat dari terjadinya kebakaran, sebahagian besar adalah yang disebabkan oleh asap yang ditimbulkanya ( 74 % ), sementara yang menjadi korban langsung dari api, Cuma kira-kira seperempatnya (18).

DAFTAR PUSTAKA

1. Suprapto, MSc, Ir , “Firesafety in Bulding and Housing”, Masalah Bangunan, Vol. 38 NO. 1-4, Jakarta , 1998 2. Suprapto, MSc, Ir , “Perkembangan Sistem Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran Kaitannya Dengan Tata Udara Pada Bangunan”, Seminar Tata Udara dan Refrigasi , Bandung , 1992 3. Aswito Asmunigprojo dan Suprapto ,”Fire Problems in Hi-Rise Building and Exiting Regulation and Standards on Firesafety in Building in Indonesia “, Masalah Bangunan, Vol. 37 NO. 1-4 Jakarta ,1997 4. Suharso, Kol Art., Tantangan Penaggulangan Kebakaran di Wilayah Jakarta , Seminar Teknologi dan Manajemen Proteksi Kebakaran , Jakarta , September 1997 5. Sastrawiria, Tatang , “ Fire Safety Problem in Hi Rise Buildings”, 94 Asian Fire Science Seminar, Sanur Bali, 1994 6. Ho, Samson , “ Passive Fire Protection “, Seminar Teknologi dan Manajemen Proteksi Kebakaran , Jakarta, 5-6 September 1997

17 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

7. Lock, Arthur Lim Beng , “Fire Safety Management”, Seminar Teknologi dan Manajemen Kebakaran, Jakarta, 5-6 September 1997 8. Jin, The Kim , “Concept on The Design for Fire Safety in Tall Building “ and “ Architecture and Fire safety “, Seminar Teknologi dan Manajemen Proteksi Kebakaran, Jakarta , 5-6 September 1997 9. Suzuki , H ; Sugawa , O ; Masuda , H , “ Seminar on Fire Protection in Building “, Center For Fire Science and Tecnology Science University of Tokyo , Tokyo , 1980 10. Soeman, Madsuki., Mekanisme dan Prosedur dalam Pengawasan Perencanan Gedung Terutama PerlindunganTerhadap bahaya Kebakaran , Seminar Teknologi dan Manajemen Proteksi Kebakaran , Kebakaran , Jakarta, 5-6 September 1997

18 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF