Bahan Bakar

April 22, 2017 | Author: AlbertIskandar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Tipe-tipe bahan bakar...

Description

TUGAS UTILITAS SISTEM PENYEDIAAN BAHAN BAKAR

DISUSUN OLEH

:

Albert Iskandar Koeswoyo

21030113120002

Abdul Wasi

21030113120090

Irma Sari

21030113130199

Adrianus Atma Adiwijaya

21030113120105

Mirza Nur Auliya

21030113120101

Khonsa Syahidah

21030113120098

Fiky Zakiyatul Awaliyah

21030113120093

Louise Claudia Marpaung

21030113130201

Mawarni Anwar

21030113120104

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2015

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.

Segalapuji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin makalah ini tidak terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW. Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada Ir. Slamet Priyanto, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Ucapan terimakasih juga kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Sistem Penyediaan Bahan Bakar dan Aplikasinya di Industri", dari berbagai sumber. Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari dalam diri maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang “Sistem Penyediaan Bahan Bakar dan Aplikasinya di Industri” yang sangat banyak dibutuhkan di berbagai industri di Indonesia. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tetapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Tak bisa dipungkiri pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu perlu adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Terimakasih. Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energy (Mahendra, 2011). Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang bisa dipakai adalah logam radioaktif. Secara umum, bahan bakar dibagi menjadi 3 yaitu (Putri Aprilia, 2012) : 1.

Bahan bakar padat Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara. Energi panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk menggerakkan peralatan dan menyediakan energi. Bahan bakar padat tersusun dari : 

Komponen

yang

dapat

terbakar,

yaitu

komponen

yang

mengandung C, H, S  unsur – unsur yang bila terbakar membentuk gas (bahan dapat terbakar yang membentuk gas : BTG atau VCM) 

Komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas, yaitu fixed carbon (FC) atau karbon tetap (KT)



Komponen yang tidak dapat terbakar (O, N, bahan mineral atau abu dan H2O).

Gambar 1.1 Bahan Bakar Padat (Sumber : Esdi, 2010) 2. Bahan bakar cair Bahan bakar yang berbentuk cair, paling populer adalah bahan bakar minyak atau BBM. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti Bensin bisa dibakar dalam karburator dan menjalankan mesin. Bahan bakar cair tersusun dari : 

Tersusun dari : senyawa-senyawa hidrokarbon cair, sedikit mengandung S, O dan N sebagai asosiasi dengan karbon dan hidrogen dari senyawa hidrokarbon tersebut, serta abu.



Minyak bumi : C5-C16, parafin, naftena, olefin, aromatik, membentuk senyawa ikatan dengan S,O,N.

Gambar 1.2 Bahan Bakar Cair (Sumber : Alinda Nisa, 2014)

3. Bahan bakar gas Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas (CNG) dan Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana dan bahan kimia lainnya. LPG yang digunakan untuk kompor rumah tangga, sama bahannya dengan Bahan Bakar Gas yang biasa digunakan . Bahan bakar gas tersusun dari campuran senyawasenyawa karbon dan hidrogen (yang mudah terbakar) dan gas-gas yang tidak terbakar.

Gambar 1.3 Bahan Bakar Gas (Sumber : Edi Baskoro, 2011) Di Indonesia tiap tahun rata – rata kebutuhan produksi meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Dengan meningkatnya produksi dalam industri maka kebutuhan akan bahan bakar sebagai penunjang produksi juga meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang sistem bahan bakar dan aplikasinya di industri – industri di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Bahan Bakar Padat a. Batubara Batu bara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batubara mengandung carbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Batubara dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat pembentukannya yaitu volatile matter, carbon, dan kandungan debunya. Berdasarkan tingkat pembentukannya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Antrasit Antrasit merupakan jenis batu bara kelas tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur (C) dengan kadar air kurang dari 8%.

Gambar 2.1 Contoh Batubara Jenis Antrasit (Sumber : Ahmad Tarmizi, 2013) 2. Bituminus Bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Gambar 2.2 Contoh Batubara Jenis Bituminus (Sumber : Puspitasari, 2011) 3. Sub-bituminus Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Gambar 2.3 Contoh Batubara Jenis Sub-bituminus (Sumber : Puspitasari,2011) 4. Lignit Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

Gambar 2.4 Contoh Batubara Jenis Lignit (Sumber : Putri Aprilia, 2012)

Selain itu, terdapat batubara jenis volatile matter yang merupakan campuran gas dan uap-uap hidrokarbon yang

dilepaskan ketika batubara

dipanaskan pada temperatur yang sangat tinggi. Misalnya: kadar asetilena, etilena, etana, metana, dll. Dimana makin banyak volatile matter maka batubara makin banyak. Adapun jenis batu bara berdasarkan volatile matter dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Jenis batubara berdasarkan volatile matter (Sumber : Prabowo Hadi, 2014) b. Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Noor Julia, 2001). Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan

gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.

Gambar 2.5 Proses pembentukan gambut (Sumber : Noor Julia, 2001)

c. Bagasse Bagasse atau ampas tebu merupakan limbah berserat yang diperoleh dari hasil samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum). Ampas ini sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagasse mengandung air 4852%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air. Menurut Lavarack et al. (2002) bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu (sugarcane) mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse diperlukan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam kurun waktu tertentu akan menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini berpotensi mudah terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup luas untuk penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah khususnya di luar pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008, komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu (molasses) 4,5%, dan gula 7,05% serta abu 0,1% (Fauzi Achmad, 2005) II.2

Gasifikasi Batubara Gasifikasi batubara merupakan konversi batubara menjadi produk gas dalam sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air). Pilot Plant Gasifikasi Batubara.berada di lokasi Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Cirebon. Gasifikasi batubara dapat dimanfaatkan untuk industri logam, keramik, PLTD, Syngas (untuk pupuk). Pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD dilakukan karena banyaknya unit PLTD milik PT PLN yang masih menggunakan solar. Puslitbang Mineral dan Batubara melakukan kerjasama/ujicoba dengan PT PLN J&P - PT CGI dalam pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD. Tahap I Ujicoba Pilot Plant di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara, Palimanan. Pilot plant tersebut menggunakan gasifier buatan China (fixed bed) dengan pereaksi udara/uap air kapasitas 150-200 kg bbara/jam (milik PT CGI). Uji coba telah

berhasil menggunakan mesin Diesel kapasitas 250 kVA, sistem manual dan non-turbo (milik PLNJP) dan telah tersambung pada jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Saat ini sedang diiuji coba penggunaan mesin Diesel kapasitas 450 kVA sistem otomatis dan turbo (milik tekMIRA) dan melakukan persiapan instalasi reaktor gasifikasi diameter 2 m. Tahap II juga telah dilakukan untuk penerapan demo plant di Kalimantan. Selain untuk PLTD, juga dilakukan pengembangan syngas dari batubara untuk bahan baku pupuk bekerja sama dengan PT.Pupuk-Kujang, Cikampek. Studi kelayakan intergrasi gasifikasi teknologi TIGAR telah dilakukan dengan bekerjasama antara Puslitbang tekMIRA,

PT.

Pusri (Holding),

dan Jepang

(Ishikawajima-Harima Heavy Industry IHI). Secara teknis, integrasi gasifikasi TIGAR ke pabrik pupuk layak dilakukan dan secara ekonomi, harga syngas dari batubara tergantung harga batubara. Untuk menindaklanjuti hasil tersebut, perlu dibangun prototype plant 50 tpd. Saat ini sedang dilakukan pembuatan model fluidized bed dengan media unggun pasir sebagai pendukung rancangan produksi syngas skala komersil berbasis bahan baku domestik (Litbang ESDM, 2013).

Gambar 2.6 Proses Gasifikasi Batubara (Sumber : Castaldi, 2009)

II.3

Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair yang digunakan dalam industri umumnya adalah bahan bakar minyak. Adapun jenis bahan bakar minyak yaitu minyak bumi. Minyak Bumi , dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak Bumi diambil dari sumur minyak di pertambanganpertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu, minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak Bumi digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan manusia. Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Minyak bumi diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak mentah (cude oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip (Putri Aprilia, 2012). Adapun diagram alir pengolahan minyak bumi terdapat di bawah ini.

Gambar 2.6 Tahap – tahap pengolahan minyak bumi (Sumber : Dentri Irtas, 2013) II.4

Bahan Bakar Gas Bahan bakar gas pada umumnya adalah gas alam, Liquefied Natural Gas (LNG), dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). 1.

Gas Alam Bahan utama dalam gas alam adalah metana, gas atau senyawa yang terdiri dari satu atom karbon dan empat atom hidrogen. Jutaan tahun lalu, sisa-sisa tanaman dan binatang (diatom) membusuk dan tertutup dalam lapisan tebal. Sisa tanaman dan hewan yang disebut bahan organik itu kemudian membusuk. Seiring waktu, pasir dan lumpur berubah menjadi batu, menutupi bahan organik yang terjebak di bawah bebatuan. Tekanan dan panas mengubah sebagian bahan organik menjadi batubara, sebagian menjadi minyak (petroleum), dan sebagian menjadi gas alam - gelembung kecil gas tidak berbau (Putri Aprilia, 2012).

(Egi wibi, 2015) 2.

Liquefied Petroleum Gas (LPG) Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG dikenalkan oleh Pertamina dengan merk Elpiji. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propane (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperature. Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F). Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor:

25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah elpiji campuran. Adapun cara pembuatannya : 1. Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi (kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 350°C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi. Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi). 2. Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponenkomponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing. 3. Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masing-masing produk tersebut (Mita Anisa, 2011). Dari uraian di atas dapat diketahui bermacam – macam bahan bakar yang dapat digunakan dalam industri. Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana industri – industri di Indonesia menerapkan sistem penyediaan bahan bakar bagi kelangsungan proses produksi.

BAB III PEMBAHASAN

III.1

Penyediaan Bahan Bakar di PT Indocement Bahan bakar yang digunakan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 ada dua macam yaitu batubara dan Indutrial Diesel Oil (IDO). 1.

Penyediaan Batu Bara PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 menggunakan batu bara untuk pemanasan awal di preheater dan pembakaran terak di kiln. Berdasarkan analisa NHV (Number Heat Value), panas yang terkandung di dalam batu bara sebesar 6 013 kcal/kg terak dan kapasitas batu bara yang digunakan sebanyak 46,4 ton/jam. Untuk kebutuhan batu bara di preheater sebanyak 28 ton/jam dan kebutuhan batu bara di kiln sebanyak 18,4 ton/jam. Batu bara didatangkan dari terminal batu bara di Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT Krakatau Steel Cilegon, Serang, kemudian disimpan di coal storage dan dihomogenkan lagi. Syarat batu bara sebagai umpan pada pembakaran di kiln dan preheater yaitu (Budi Setiyana, 2008) :  Mempunyai kandungan air 0,5 – 1 persen  Kehalusan 85 persen lolos ayakan 90 mikron Untuk mendapatkan nilai bakar yang tinggi yaitu sekitar 6 013 kcal/jam, maka batu bara perlu mengalami proses penggilingan dan pengurangan kadar air. Kedua proses tersebut terjadi di coal grinding dengan menggunakan Roller Mill dengan spesifikasi : Tipe

: Vertical Roller Mill

Kapasitas

: 50 ton/jam

Power motor

: 500 KW, 66 – 330 rpm

Jumlah grinding roller

: 2 pasang

a. Proses Alir Material di Coal Grinding : Batu bara yang diterima di lokasi pabrik disimpan dalam storage dan dihomogenkan lagi. Dengan bantuan reclaimer scrapper (laju pengisian 150 ton/hari) dimasukkan bertahap melalui belt conveyor menuju Vibrating screen

dan iron separator. Benda-benda asing (besi dan benda lainnya) tertarik oleh medan magnet dari iron separator (metal detektor secara otomatis mematikan belt conveyor dan membunyikan alarm bila masih terdapat logam besi yang lolos). Vibrating screen memisahklan batu bara yang masih berukuran besar (> 50 mm). partikel > 50 mm dihaluskan didalam crusher yang bekerja seperti hammer. Sedangkan partikel yang kecil diteruskan oleh belt conveyor. Partikel yang besar telah dihaluskan kemudian bergabung dengan partikel kecil yang lolos dari vibrating screen. Sementara itu panas sisa pembakaran di kiln sebagian masuk kedalam multi cyclone untuk memisahkan gas panas dari partikel yang terbawa dari kiln dan SP dengan gaya sentrifugal dan gravitasi. Gas panas bebas partikel masuk kedalam mixing chamber berkisar antara 35 000 – 40 000 Nm3/jam dengan temperatur 250 – 300 oC. Dari hopper, material masuk atau diumpan kedalam ekstraktor yang berputar ekstromat dengan laju pengumpanan dapat diatur dalam batasan 10,5 – 52,5 ton/jam. Dari ekstraktor masuk kedalam mill melalui rotary air lock feeder, yang dipanasi gas dari mixing chamber. Pemanasan ini diperlukan guna mencegah terjadinya penyumbatan oleh batu bara yang masih berkadar tinggi. Roller mill terdiri atas komponen-komponen utama meja giling, 2 pasang roll penggiling dan rumah-rumah (housing) beserta grit separator atau separator statis yang terpasang dibagian atasnya. Batu bara dijatuhkan ke pusat meja penggiling yang berputar dan tergilas oleh pasangan roll penggiling yang dapat bergerak naik turun. Batu bara yang telah digiling terlempar dari tepi meja giling dan terbawa oleh gas panas yang mengalir naik melalui nozzle ring menuju separator. Batu bara dikeringkan oleh gas panas dan dihaluskan 170 mesh dengan 15 persen residu tertampung pada mesh (90 mikron) dan kadar air turun dari 23 persen menjadi 0,5 – 1 persen. Pada separator, serbuk batu bara kasar dipindahkan dari halus dan ke mill untuk penggilingan ulang. Tingkat kehalusan batu bara yang diinginkan diperoleh dengan jalan mengatur kedudukan kisi-kisi separator.

Gas dan batu bara keluar dari bagian atas mill menuju bag filter. Gas panas dilepaskan ke lingkungan dengan suhu 60 – 70 oC. Batu bara dengan kandungan ± 9 persen tertahan di bag filter dan dilepaskan dengan cara purging (tembakan terhadap filter secara berkala) dan jatuh ke screw untuk kemudian ditampung dalam hopper (karena jatuhnya material dari bag filter tidak teratur). Dengan bantuan screw conveyor dan pneumatik conveyor diangkut ke tangki-tangki lokasi pembakaran tanur dan suspension preheater.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyediaan Batu Bara (Sumber : Unit Penyediaan Bahan Bakar di PT ITP, Tbk, Febuari 2006)

2. Penyediaan Industrial Diesel Oil (IDO) PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 membutuhkan minyak IDO dengan kapasitas panas 10 000 kcal/kg terak menurut analisa NHV (Number Heat Value) untuk memenuhi kebutuhan prosesnya. Minyak IDO digunakan terutama untuk bahan bakar mesin yang menggerakkan generator, selain itu digunakan pula untuk : 1. Pemanas awal pada preheater dan kiln. 2. Pemanas udara sebelum menggiling bahan mentah. Minyak IDO disuplai dari Pertamina dan diangkut menggunakan truck minyak, kemudian disimpan didalam 4 buah tangki penyimpanan sementara yang berkapasitas 1600 kLt, dengan bantuan pompa minyak kan dialirkan keareal pabrik pada tekanan 4 bar. Di areal pabrik minyak ditampung di tangki penampungan kecil-kecil yang berkapasitas 2500 Lt. kemudian dialirkan ke unit-unit yang membutuhkan. Ada dua aliran suplai minyak yaitu : a. Aliran I Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas udara dalam preheater b. Aliran II Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas awal pada pembakaran di rotary kiln. Minyak yang dialirkan dalam pipa dijaga agar selalu penuh sehingga bagian dalam pipa tidak terisi oleh udara. Oleh karena itu dibuat aliran sirkulasi minyak dari masing-masing tangki ke pipa yang keluar dari tangki penampungan. Dari tangki tersebut aliran minyak dikendalikan oleh valve regulator menuju ke peralatan.

Gambar 3.2 Diagram alir Penyediaan IDO (Sumber : Unit Penyediaan bahan Bakar PT ITP, Tbk, Februari 2006)

Keterangan gambar : 1. Truck minyak 2. Tangki penyimpanan sementara 3. Rumah pompa 4. Tangki kecil 5. Ke ILC dan SLC preheater 6. Tangki kecil (Dinovia,2012) III.2

Penyediaan Bahan Bakar di Pertamina Balongan Fuel System Terdapat dua unit sistem bahan bakar yaitu : a. Fuel Gas System Sistem bahan bakar gas (fuel gas system) dirancang untuk mengumpulkan berbagai sumber gas bakar dan mendistribusikannya ke kilang sebagai gas bakar dan bahan baku H2 Plant. Penggunaan gas bakar di kilang adalah untuk keperluan sebagai berikut : 1. Gas umpan di Hydrogen Plant 2. Gas bakar di unit dan fasilitas proses b. Fuel Oil System Fuel oil system dirancang untuk mengumpulkan bermacam-macam sumber Fuel oil dan didistribusikan ke semua user dan di dalam refinery. Sumbersumber Fuel Oil antara lain : 1. Decant Oil dari RCC 2. Atmospheric Residue dari CDU 3. Gas Oil untuk Start Up Refinery c. Konsumen Fuel Oil : 1. Crude charge heater di CDU 2. Dedicated Superheater di RCC

d. Boiler di Utility Facility Prioritas Fuel Oil : Decant Oil akan digunakan sebagai fuel oil pada normal operasi pada saat shut down AHU unit, atmospheric residue juga digunakan sebagai fuel oil. (Budi P, 2007) III.3

Perhitungan Bahan Bakar Industri III.3.1 Model Udara Pembakaran Oksigen dibutuhkan dalam setiap reaksi pembakaran. Secara umum dalam aplikasi pembakaran udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan dan untuk perhitungan pembakaran digunakan model sbb : Semua komponen udara selain Oksigen digabung bersama dengan Nitrogen. Udara dianggap terdiri dari 21% O2 dan 79% N2 dengan basis molar. Idealisasi rasio molar N2/O2 = 0.79/0.21 = 3.76. Suplai pembakaran diberikan oleh udara, setiap mol O2 disertai dengan 3.76 mol N2. III.3.2 Perhitungan Kebutuhan Udara Teoritis Jumlah udara teoritis adalah jumlah udara minimum yang memberikan oksigen yang cukup untuk pembakaran sempurna terhadap semua karbon, hidrogen dan sulfur yang terkandung di dalam bahan bakar. Produk yang dihasilkan untuk pembakaran sempurna dengan jumlah udara teoritis adalah: CO2, H2O, SO2 dan N2 yang menyertai O2 di dalam air. Jika bahan bakar dinyatakan dengan CxHy, maka reaksi stoikiometri pembakaran sempurna dapat dinyatakan sebagai : CxHy + a (O2+3.76N2)  xCO2 + (y/2)H2O + 3.76a N2

(1)

Dimana : a = x + y/4 Rasio udara-bahan bakar adalah rasio jumlah udara di dalam suatu reaksi terhadap jumlah bahan bakar = mol udara/ mol bahan bakar atau massa udara/ massa bahan bakar. (A/F) (A/F) stoikiometri

= (m udara/ m bahan bakar) stoikiometri = 4.76 a /1 (BM udara/ BM bhn bakar)

III.3.3 Rasio Ekivalensi Rasio dari rasio aktual bahan bakar-udara terhadap rasio bahan bakarudara stoikiometri (pembakaran dengan jml udara teoritis). Rasio ekivalensi dinyatakan dengan . 𝑨 𝑭

𝝓=

𝒔𝒕𝒐𝒊𝒄 𝑨 𝑭

( )

=

𝑭 𝑨

( ) 𝑭 𝑨

𝒔𝒕𝒐𝒊𝒄

Jika  < 1 : reaktan membentuk campuran encer (fuel-lean mixture) Jika  > 1 : reaktan membentuk campuran kental (fuel-rich mixture) III.4 Contoh Soal Perhitungan Bahan Bakar 1. Tentukan jumlah udara teoritis untuk pembakaran sempurna terhadap metana dan rasio udara-bahan bakar dengan basis molar dan basis massa. Reaksi Pembakaran : CH4 + 2 (O2 + 3,76N2)

CO2 + 2H2O + (2) (3,76) N2

Maka rasio udara bahan bakar : AF 

 28, 9kg / kmol  2(1  3, 76)kmol  mu M u Nu   mCH M CH N CH 16kg / kmol 1kmol  4

 17, 2

4

4

kg udara/kg CH 4

2. Sebuah alat pembakar (burner) turbin gas beroperasi pada beban penuh dengan laju aliran massa udara 15,9 kg/s. Bahan bakarnya adalah gas alam dengan komposisi ekivalen C1,16H4,32. Tentukan rasio udara-bahan bakar dan laju aliran massa bahan bakar jika proses pembakaran hendak dijaga pada kondisi campuran miskin bahan bakar (fuel-lean mixture) dengan rasio ekivalen 0,286. Penyelesaian : Diketahui: pembakaran C1,16H4,32 rasio ekivalen,  = 0,286 laju aliran udara aktual, Ditanya: rasio udara-bahan bakar stoikiometris AF dan laju aliran bahan-bakar

Penyelesaian (lanjutan): Dari persamaan umum reaksi pembakaran (1), maka reaksi pembakaran proses di atas adalah: C1.16H4,32 + (1,16 + (1,16 +

4,32 4

4,32 4

1,16 CO2 + (

) (O2 + 3,76 N2)

4,32 2

) H2O + 3,76

) N2

C1.16H4,32 + 2,24 (O2 + 3,76 N2)

1,16 CO2 + 2,16 H2O + 8,42 N2

Menggunakan persamaan (1.11), rasio udara-bahan bakar stoikiometrik dapat ditentukan sebagai berikut: Massa molekuler udara, Mu

= 28,9 kg/kmol

Massa molekuler bahan bakar, Mbb = (1,16)(12) + (4,32)(1) = 18,24 kg/kmol Maka rasio udara-bahan bakar stoikiometris :

 m   M N  (28,9 kg/kmol)(2,24(1+3,76) kmol) AFs   u    u u    16,89 (18,24 kg/kmol)(1 kmol)  mbb s  M bb Nbb s Penyelesaian (lanjutan): Rasio udara-bahan bakar aktual dengan rasio ekivalen,  = 0,286 dapat ditentukan dengan persamaan (1.1) : 𝐴𝐹𝑎 =

AFs 16,89 = = 59,06 ϕ 0,286

Karena rasio udara-bahan bakar juga menyatakan rasio laju aliran massa udara-bahan bakar, maka dengan menggunakan persamaan (1.11) dengan penyesuaian simbol maka laju aliran bahan bakar dapat ditentukan :

AFa  III.4

 ua  m m 15,9 kg/s  m bba  ua   0, 269 kg/s  bba m AFa 59, 06

Diversifikasi Bahan Bakar Dalam industri kimia, penyediaan bahan bakar memang sangat diperlukan karena setiap proses produksi dalam industri membutuhkan bahan bakar untuk menjalankan alat – alat proses diindustri. Beribu – ribu industri kimia di Indonesia telah berdiri. Tidak bisa dipungkiri penyediaan bahan bakar juga semakin meningkat. Belum lagi kebutuhan bahan bakar yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia mengalami peningkatan setiap

harinya yang diakibatkan pertumbuhan penduduk di Indonesia cenderung tajam tiap tahun. Kebutuhan tersebut contohnya gas LPG untuk memasak, Bahan Bakar Minyak untuk kendaraan, dsb. Dibalik meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar, tidak diimbangi dengan peningkatan sumber bahan bakar. Bahan bakar fosil contohnya, tiap tahun semakin berkurang bahkan menipis tiap tahun. Akibatnya, kelangkaan BBM terjadi di Indonesia. Selain itu, harga BBM juga mengalami fluktuatif dan tidak menentu. Pada tahun 2015 contohnya, pada awal tahun 2015 BBM mengalami kenaikan harga. Akan tetapi pada pertengahan bulan harga BBM mengalami penurunan harga. Tercatat 2 – 3 telah terjadi kenaikan harga BBM sampai awal bulan Juni tahun 2015 ini. Oleh karena itu, tidak selamanya kita dapat bergantung dengan bahan bakar fosil, perlu adanya kebijakan untuk masalah ini. Kebijakan – kebijakan tersebut seperti diversifikasi energy bahan bakar dan inovasi bahan bakar baru (Atmaja, 2015). Diversifikasi energi bahan bakar merupakan penganekaragaman, penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber bahan bakar dalam rangka optimasi penyediaan energi (Atmaja, 2015). Diversifikasi energi merupakan usaha agar cadangan sumber daya energi (bahan bakar) dapat diperpanjang dan sekaligus sebagai upaya mencegah adanya dampak pencemaran lingkungan atau sebagai upaya penyelamatan lingkungan.

Usaha

diversifikasi energi ditempuh antara lain dengan menginventarisasi jenis energi yang dapat diperoleh selain dari pemanfaatan bahan bakar fosil. Diversifikasi energi terdiri dari pemanfaatan 2 macam kelompok energi (Arya Wisnu, 2013) yaitu : 1.

Energi Terbarukan Energi terbarukan dalah energi yang berasal dari energi non fosil yang diperoleh dari alam yang setelah digunakan awal akan dapat digunakan kembali, meliputi :

a. Gas bio (biogas) yang dihasilkan dari proses anaerobik biomasa yang berasal dari limbah pertanian dan peternakan. Potensi energi dari gas bio ini relatif kecil hanya untuk keperluan penerangan dan memasak setempat, tidak bisa digunakan untuk kegiatan industri. b. Energi angin, potensinya relatif juga masih kecil karena kecepatan angin rata-rata berkisar 3-5 m/detik. bila tenaga angin dimanfaatkan dapat digunakan untuk

penerangan listrik perdesaan, penggerak pompa air dan pengisian baterai untuk cadangan manakala kecepatan angin kecil. Diperkirakan pada saat ini energi angin sudah dimanfaatkan untuk listrik perdesaan sebesar 220 KW. c. Energi surya, sebagai negara tropis Indonesia memang sangat potensial untuk dapat memanfaatkan energi surya ini. Energi surya dapat digunakan secara langsung (energi thermal) maupun secara tak langsung (energi fotovoltaik). Energi surya thermal dimanfaatkan secara konvensional untuk pengeringan hasil pertanian, perikanan dan memanaskan air serta memasak dengan kompor matahari. Sedangkan energi surya fotovoltaik sudah digunakan untuk listrik perdesaan daerah terpencil, pompa air, televisi, radio dan komunikasi, kapasitas energi surya yang sudah dimanfaatkan kurang lebih sebesar 3 MW. Energi surya sementara ini belum dapat digunakan untuk kegiatan industri besar. d. Energi air, potensinya cukup besar untuk pembangkit tenaga listrik. Energi air sudah dimanfaatkan baru sekitar 2.178 MW, sedangkan daya yang bisa dibangkitkan dari energi air di Indonesia sekitar 75.625 MW. Kendala pemanfaatan energi air adalah masalah pembebasan/harga tanah untuk daerah yang akan ditenggelamkan menjadi waduk, harga pembangunan waduk itu sendiri dan masalah sosial ekonomi lainnya sebagai ikutan dari proyek tenaga air. Bila semua kendala tersebut diperhitungkan, maka harga energi menjadi mahal. e. Energi panas bumi, adalah energi yang cukup banyak tersedia di Indonesia mengingat bahwa Indonesia termasuk negeri vulkanik. Di seluruh Indonesia terdapat sekitar 217 daerah yang dapat dibangun Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi dengan kapasitas total kurang lebih 16.658 MW. Tenaga panas bumi yang bisa dimanfaatkan baru 305 MW. Kekurangan pemanfaatan energi panas bumi untuk sementara ini adalah letaknya yang jauh dari kegiatan industri, sehingga baru dapat dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga saja f. Energi laut, pada saat ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan. Percobaan energi laut untuk pembangkit tenaga listrik sedang dilakukan di pantai Baron Yogyakarta dengan kapasitas 1,1 MW. Bila percobaan ini berhasil akan dapat digunakan untuk penerangan listrik perdesaan sepanjang pantai Indonesia.

2. Energi maju Energi maju adalah energi yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Energi nuklir (PLTN) mempunyai potensi yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, walaupun merupakan energi alternatif urutan terakhir. Pada dasarnya pemanfaatan energi nuklir dapat melalui dua cara, yaitu : Melalui reaksi pembelahan inti (reaksi fisi) dan melalui reaksi penggabungan inti (reaksi fusi). Reaksi fisi pada saat ini teknologinya sudah dikuasai dengan baik, sehingga semua PLTN di dunia menggunakan reaksi fisi. Sedangkan untuk reaksi fusi pada saat ini masih dalam penelitian, namun bila berhasil maka energi yang dihasilkan jauh lebih besar dari pada energi melalui reaksi fisi. Berdasarkan perhitungan termodinamika, energi reaksi fisi dapat disetarakan dengan hasil pembakaran energi fosil sebagai berikut : 1 gram Uranium = 2,5 ton batubara = 17.500 liter minyak. Mengingat akan besarnya panas yang dihasilkan oleh energi nuklir, maka pemanfaatannya

untuk

sumber

pembangkit

tenaga

listrik

sangat

menguntungkan, sehingga pembangunan PLTN pada saat ini berkembang pesat. Keadaan ini juga didukung oleh teknologi nuklir keselamatan reaktor nuklir yang telah dikuasai dengan baik dan terus dikembangkan ke arah yang jauh lebih baik lagi, sehingga aspek keselamatan terhadap manusia dan lingkungan selalu dinomor-satukan. Walapun pernah terjadi kecelakaan PLTN Chernobyl, ternyata minat dunia untuk membangun dan memanfaatkan PLTN makin bertambah, karena memang sangat menguntungkan, sebagai gambaran tentang jumlah PLTN dunia saat ini adalah sbb: Jumlah PLTN sampai dengan tahun 1985

= 395 buah

Jumlah PLTN sampai dengan tahun 1995

= 437 buah

Jumlah PLTN yang sedang dibangun saat ini = 50 buah Jumlah PLTN dalam perencanaan

= 57 buah

Sampai dengan awal abad 21 yang akan datang jumlah PLTN akan bertambah kurang lebih sebanyak 100 buah. Data-data ini belum termasuk rencana Indonesia untuk ikut memanfaatkan PLTN sebagai penyedia sumber energi listrik. Ditinjau dari segi keselamatan lingkungan, usaha diversifikasi energi sangat menguntungkan karena : a. Pemakaian

energi

terbarukan

maupun

energi

maju

ternyata

tidak

mengeluarkan emisi CO2 sebagaimana halnya yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga llistrik berbahan bakar fosil, sehingga diversifikasi energi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap suhu udara akibat terjadinya efek rumah kaca. Bandingkan dengan PLTU (batubara) dengan daya 1.000 MW akan menghasilkan 6,5 juta ton CO2 setiap tahun. b. Pemakaian energi terbarukan dan juga energi maju tidak mengeluarkan emisi SOx, NOx dan abu seperti yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab hujan asam yang dapat merusakkan lahan pertanian dan kehutanan. Bandingkan juga dengan PLTU (batubara) yang berdaya 1.000 MW akan menghasilkan komponen pencemar lingkungan sebanyak : 44.000 ton SOx, 22.000 ton NOx, dan 32.000 ton abu logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh manusia. c. Pada pemakaian energi maju, yaitu energi nuklir (PLTN) seringkali limbah radioaktif yang dihasilkan dikhawatirkan akan merusak lingkungan, padahal pendapat ini tidak benar, mengapa? Karena limbah nuklir yang dihasilkan oleh setiap instalasi nuklir selalu dikelola dengan baik. Tidak ada pembuangan limbah nuklir ke lingkungan. Secara nasional maupun internasional ada peraturan perundangan yang harus dipatuhi dan kewajiban untuk mengelola limbah nuklir dengan baik. Bahkan pada saat ini limbah nuklir telah menjadi ajang bisnis baru yang menarik, karena bahan bakar bekas (PLTN) yang dilimbahkan dapat diproses menjadi bahan bakar nuklir baru. Teknologi pengolahan limbah nuklir pada saat ini juga dikembangkan lebih maju. Atas dasar ini ada juga yang mengatakan bahwa energi nuklir dapat dimasukkan ke dalam kelompok energi terbarukan (Arya Wisnu, 2013).

III.5

Inovasi Penyediaan Bahan Bakar Baru Sekarang ini banyak inovasi – inovasi baru mengenai penyediaan bahan bakar di Indonesia. Salah satunya yaitu bahan bakar nabati biofuel dari mikroalga. Tim Nasional Bahan Bakar Nabati telah mencanangkan lahan 6,50 juta ha untuk pengembangan empat komoditas utama penghasil BBN, yaitu kelapa sawit, jarak pagar, tebu, dan ubi kayu. Dari luasan tersebut, 1,50 juta ha diperuntukkan bagi pengembangan jarak pagar. Namun luas lahan yang sesuai secara biofisik hanya 76,40 juta ha. Selain itu, sebagian besar lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk penggunaan lain, baik di sektor pertanian maupun nonpertanian (Mulyani dan Las, 2008). Permasalahan yang terjadi adalah persaingan dalam penggunaan lahan dan produk yang selanjutnya berdampak pada ketersediaan pangan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BBN berbahan dasar komoditas pertanian dinilai tidak cukup efektif dan efisien. Mikroalga mengandung protein, lemak, dan karbohidrat, yang semuanya dapat dimanfaatkan. Lemak dapat diolah menjadi biodiesel melalui proses ekstraksi, sedangkan karbohidrat dapat diolah menjadi bioetanol dengan proses fermentasi. Mikroalga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel jika dibandingkan dengan tanaman pangan karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain pertumbuhan yang cepat, produktivitas tinggi, memungkinkan penggunaan air tawar dan air laut, dan biaya produksi yang tidak terlalu tinggi. Mikroalga juga memiliki struktur sel yang sederhana, kemampuan fotosintesis yang tinggi, siklus hidup yang pendek, dapat mensintesis lemak, dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim serta tidak membutuhnya nutrisi yang banyak (Amini dan Susilowati, 2010). Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana cara mengembangkan mikroalga agar dapat memenuhi konsumsi energi dunia menggunakan kolam-kolam maupun bioreaktor tertutup. Belajar dari Brazil, pengembangan biofuel ini membutuhkan dukungan yang mumpuni baik dari kelembagaan, optimalisasi pasar domestik, dukungan finansial, serta dukungan lembaga riset. Diperlukan tekad yang kuat dan kerja keras antara pemerintah, peneliti dan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan proyek yang sangat besar ini. Mungkin memang akan membutuhkan waktu yang cukup panjang namun apabila didukung dengan konsistensi dan sinergitas yang baik maka tidak mustahil bahwa Indonesia akan menjadi raja biofuel mikroalga dunia (Amini dan Susilowati, 2010).

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF