BAHAN AJAR KOROSI.docx

November 22, 2017 | Author: Aditya Meita Nugraha | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download BAHAN AJAR KOROSI.docx...

Description

BAB I PROSES KOROSI

Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan fenomena proses, mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan penentuan dan pengukuran potensial sel atau potensial logam menggunakan elektroda acuan. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme proses korosi logam di lingkungan atmosfer atau larutan dengan pelarut air 2. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel korosi pada kondisi standar berdasarkan reaksi elektrokimia yang terjadi ataui notasi selnya 3. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel akibat perbedaan konsentrasi lingkungan atau larutan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan pembentukan sel korosi 5. Mahasiswa dapat mengukur potensial logam/struktur berdasarkan elektroda acuan 6. Mahasiswa dapat mengubah potensial logam terhadap elektroda acuan yang satu ke elektroda acuan yang lain

1.1 Pendahuluan Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1

1

Gambar 1.1 Karat besi (oksida besi) Laju korosi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektroda lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi logam antara lain adalah dapat berupa asam, basa, oksigen dari udara, oksigen di dalam air atau zat kimia lain. Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya. Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Pada katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam. Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tangki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya. 2

1.2 Pengertian Korosi Korosi dipamdang sebagai peristiwa elektrokimia, karena proses korosi melibatkan adanya transfer elektron dari elektroda negarif (anoda) menuju elektroda positip (katoda) Proses korosi di lingkungan basah atau lingkungan air dapat dijelaskan sebagai berikut: Besi di lingkungan asam akan melibarkan reaksi Anoda ; Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- (oksidasi) Katoda 2H+ (aq) → 2H(aq) ( reduksi ) Atom-atom H bergabung menghasilkan H2 :2H(aq) → H2(g) atau Atom-atom H bergabung dengan oksigen 2H(aq) + ½ O2(aq) → H2 O(l) + Jika konsentrasi H cukup tinggi (pH rendah), terjadi reaksi Fe + 2H+ (aq) → 2H(aq) + Fe2+ (aq) dan 2H(aq) → H2(g) Reaksi keselurahan logam besi dalam larutan asam dapat dituliskan Fe + 2H+ (aq)  Fe 2+ (aq) + H2 (g) Untuk lingkungan air teraerasi atau air yang mengandung oksigen atau udara lembab , maka reaks korosi yang terjadi antara logam besi dengan lingkungan dapat dituliskan Anodik Fe  Fe 2+ + 2e Karodik H2O + ½ O2  2 OH 2+ Adanya ion Fe dan ion hidroksida (OH-) di permukaan logam, bereaksi membentuk Fe(OH)2, yang juga bereaksi dengan oksigen dan membentuk karat (coklat keerah-merahan ) yang menempel di permukaan logam dengan reaksi Fe (OH)2 + O2 (g)→ Fe (OH)3  2Fe2O3. x H2O(s) Reaksi totalnya menjadi 4Fe(s) + 3O2(aq) + 2 H2 O(l) → 2Fe2O3 xH2O(s)

Gambar 1.2 Peristiwa Korosi logam 1.3

Potensial Elektroda Standar (E0)

3

Potensial elektroda arau potensial logam tidak dapat diukur, dan yang dapat diukur adalah beda potensial dari kedua elektroda (dalam suatu sel). Untuk itu diperlukan suatu elektroda yang potensialnya diketahui atau disebut elektroda pembanding. Oleh karena itu dipilih elektroda hidrogen standar (SHE : Standard Hydrogen Electrode) sebagai pembanding, dengan konvensi bahwa elektroda ini mempunyai potensial adalah sama dengan nol (0) Volt. Elektroda hidrogen standar ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.

Gambar 1.3 Elektroda Hidrogen Untuk mengetahui potensial dari suatu elektroda, maka disusun suatu sel yang terdiri dari elektroda tersebut dipasangkan dengan elektroda hidrogen standar (:SHE). Potensial suatu elektroda C didefinisikan sebagai potensial sel yang dibentuk dari elektroda tersebut dengan elektroda hidrogen standar, dengan elektroda C selalu bertindak sebagai katoda. Sebagai contoh potensial elektroda Cu 2+/Cu adalah untuk sel :

Karena E H2 pada

adalah nol, maka :E sel = E Cu

Jika a Cu 2+ = 1 diperoleh Esel untuk sel di atas adalah 0,337 V, jadi Esel = 0,337 - E o. Nilai potensial elektroda bukan nilai mutlak, melainkan relatif terhadap elektroda hidrogen. Karena potensial elektroda dari elektroda C didefinisikan dengan menggunakan sel dengan elektroda C bertindak sebagai katoda (ada di sebelah kanan pada notasi sel), maka potensial elektroda standar dari elektroda C sesuai dengan reaksi reduksi yang terjadi pada elektroda tersebut. Oleh karena itu semua potensial elektroda standar adalah potensial reduksi. Dari definisi , Kanan dan kiri disini hanya berhubungan dengan notasi sel, tidak berhubungan dengan susunan fisik sel tersebut di laboratorium. Jadi yang diukur di laboratorium dengan potensiometer adalah emf dari sel sebagai volta atau sel galvani, dengan emf > 0. Sebagai contoh untuk sel yang terdiri dari elektroda seng dan elektroda hidrogen dari pengukuran 4

diketahui bahwa elektron mengalir dari seng melalui rangkaian luar ke elektroda hidrogen dengan emf sel sebesar 0,762 V.

Jika potensial elektroda berharga positif, artinya elektroda tersebut lebih mudah mengalami reduksi daripada H+, dan jika potensial elektroda berharga negatif artinya elektroda tersebut lebih sulit untuk mengalami reduksi dibandingkan dengan H+. Potensial elektroda seringkali disebut sebagai potensial elektroda tunggal, sebenarnya kata ini tidak tepat karena elektroda tunggal tidak dapat diukur. Pada kondisi standar disebut sebagai potensial elektroda standar atau potensial reduksi standar. Contoh : Pt, H (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu Sel tersebut memberikan EoSel = + 0,34 Volt. Karena EoHidrogen = 0 Volt, maka ini menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk proses : daripada Untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Zn 2+ (a=1)|Zn EoSel = -0,76 V Artinya pada sel tersebut, ada tendensi yang lebih besar untuk proses : Untuk E sel yang melibatkan dua elektroda, misalnya : Eo Eo

= 0,34 V = - 0.76 V

Zn | Zn 2+ (a=1) || Cu 2+ (a=1) | Cu

Dengan emf sel (E sel): Esel = Ekatoda-E Anoda = 0.34 - (-76) = 1,10 V Potensial setengah sel adalah suatu sifat intensif dan penulisan reaksi sel elektroda, tak ada perbedaan apakah ditulis untuk 1 elektron ataupun lebih. Jadi untuk reaksi elektroda hidrogen dapat ditulis : Tetapi dalam menuliskan proses keseluruhan harus menyeimbangkan elektronnya. Jadi untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu Reaksi elektroda dapat ditulis : 5

Sehingga keseluruhan prosesnya adalah : Proses ini didasari pelewatan 2 elektron pada sirkuit luar. Sehingga persamaan reaksinya dapat dituliskanasebagai

Dalam proses ini setiap 0,5 mol Cu 2+ hilang, 0,5 mol Cu muncul, 1 mol elektron lewat dari elektroda kiri ke kanan. Pada dasarnya semua elektroda reversibel dapat digunakan sebagai elektroda rujukan untuk pembanding, tapi berdasarkan kepraktisannya elektroda pembanding yang paling banyak digunakan adalah elektroda perak-perak klorida dan kalomel Tabel 1.1 berikut menunjukkan potensial reduksi standar beberapa logam menggunakan elektroda pembanding standard Hidrogen electrode (SHE). Tabel 1.1 Potensial Reduksi Standar

Termodinamika Sel Elektrokimia 6

Kontribusi awal terhadap termodinamika sel elektrokimia diberikan oleh Joule (1840) yang memberikan kesimpulan bahwa : Panas (Heat) yang diproduksi adalah proporsional terhadap kuadrat arus I2 dan resitensi R. Dan karena juga proporsional terhadap waktu (t), Joule menunjukkan bahwa panas proporsionil terhadap : I2Rt Karena :

maka panas/kalor proporsionil terhadap V = It , q = VIt dengan : q = Joule (J), V = Volt (V), I = Amper (A). t = Detik (s) J = Kg m2 s -2,

V = Kg m2 s -3 A -1

Hubungan di atas adalah benar. Tapi terjadi kesalahan fatal dengan menafsirkan bahwa panas yang diproduksi tersebut adalah panas reaksi.(Joule, Helmholtz, William Thomson) Penafsiran yang benar diberikan oleh Willard Gibbs (1878) bahwa kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs, yaitu kerja maksimum di luar kerja -PV. Ini dapat diilustrasikan dengan sel berikut : Pt|H2|H+||Cu 2+|Cu Reaksi di anoda H2  2H+ + 2eReaksi di katoda Cu 2+ + 2e-  Cu Reaksi keseluruhan H2 + Cu 2+  2H+ + Cu Pada saat 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol Cu 2+, 2 mol elektron mengalir melalui sirkuit luar. Menurut Hukum Faraday, ini berarti terjadi transfer 2 x 96.465 C listrik. Emf sel tersebut adalah + 0.3419 V, sehingga kerja listrik yang dihasilkan adalah : 2 x 96.485 x 0.3419 CV = 6.598 x 104 J Kerja dilakukan sistem. Karena kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs maka : ΔG = - 6.598 x 104 J Secara umum : ΔG = - nFE dan pada keadaan standar : ΔGo = - nFEo (Hubungan antara perubahan energi Gibbs standar dengan potensial sel standar) 1.4

Potensial Sel Korosi

Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan suatu proses yang spontan. Secara termodinaka, suatu proses yang spontan memilki perubahan energi bebas positip. (Reaksi spontan: ΔG < 0) Hubungan perubahan energi bebas dengan potensial sel dinyatakan dengan persamaan: ΔG = – n F Esel

Dengan : ΔG0 = – n F E0sel ;

n = jumlah elektron (mol); F = muatan 1 mol elektron; 1 F = 96500 C; Esel = potensial sel; E0sel= potensial sel standar ΔG < 0, maka Esel > 0 Fenomena suatu reaksi spontan adalah 7

Berdasarkan konvensi IUPAC, E sel didefinisikan sebagai E sel = E kanan – E kiri Dengan E sel, E kanan potensial elektroda sebelah kanan (dalam bentuk reduksi), E kiri potensial elektroda (reduksi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang tercantum dalam notasi selnya. Karena elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebalah kiri merupakan anoda maka potensial sel ( E sel) dapat dituliskan sebagai : E sel = E katoda – E Anoda Contoh Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) E0Cr = – 0.74 V Zn+2 (aq) + 2e → Zn(s) E0Zn = – 0.76 V Karena E0Zn < E0Cr , Zn akan mengalami oksidasi. Reaksi sel yang akan terjadi Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) } x 2 E0Cr = – 0.74 V Zn(s) → Zn+2 (aq) + 2e } x 3 E0Zn = + 0.76 V 2Cr+3 (aq) + 3 Zn(s) → Zn+2 + 2 Cr(s) E0 sel = 0,02 V atau E0sel = E Kat – E And = -9,74 – (-0,76) = 0.02 V > 0 berarti reaksi spontan Contoh sel elektrokimia yang berlangsung spontan adalah sel galvani. Sel volta atau sel galvani, adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan suatu perbedaan potensial listrik antara dua buah elektroda. Jika kedua elektroda dihubungkan terhadap suatu rangkaian luar dihasilkan aliran arus, yang dapat mengakibatkan terjadinya kerja mekanik sehingga sel elektrokimia mengubah energi kimia ke dalam kerja . Contoh sel galvani adalah sel Daniell yang ditunjukkan pada gambar 1.4 Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan rangkaian luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum galvanometer yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut

8

Gambar 1.4 Sel Daniel Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn menjadi Zn 2+ yang larut Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2e(reaksi oksidasi) Hal ini dapat ditunjukkan bahwa semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan sesudah reaksi. Di sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan Cu dari ion Cu 2+ dalam larutan. Cu 2+(aq) + 2e-  Cu(s) (reaksi reduksi) Pada sel tersebut, elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu sebagai katoda. Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi aliran elektron dari elektroda seng (Zn) menuju elektroda tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu, logam seng bertindak sebagai kutub negative (anoda) dan logam tembaga sebagai kutub positif (katoda).Bersamaan dengan itu, larutan dalam sel tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat dari mengalirnya sebagian ion Zn 2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion Zn 2+ dibandingkan dengan ion SO4 2-yang ada). Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah : Zn(s) + Cu 2+(aq)  Zn 2+(aq) + Cu(s) Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan untuk memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia. Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) Karena yang dituliskan terlebih dahulu (elektroda sebelah kiri) dalam notasi tersebut adalah anoda, maka reaksi yang terjadi pada elektroda sebelah kiri adalah oksidasi dan elektroda yang ditulis berikutnya (elektroda kanan) adalah katoda maka reaksi yang terjadi pada elektroda kanan adalah reaksi reduksi. Untuk sel dengan notasi : Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) reaksinya adalah: Zn(s) - Zn 2+(aq) + 2e(reaksi oksidasi) 2+ Cu (aq) + 2e-  Cu(s) (reaksi reduksi) 2+ 2+ Zn(s) + Cu (aq)  Zn (aq) + Cu(s) (reaksi keseluruhan) E sel = E Katoda – E anoda = 0,34 - (-0,76) = 1,10 Volt Contoh soal latihan Tentukan reaksi sel dan E sel untuk notasi sel berikut 9

1) Pt/Fe 2+,Fe 3+ // H+/H2,Pt 2) Ni(s)/Ni 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) 3) Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Pb 2+(1,00 m) /Pb(s) Penyelesaian 1) Reaksi sel : 2 Fe 2+ + 2H+  2Fe 3+ + H2 E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 H+/H2– E 0 Fe3+/Fe2+ = 0.00 – (-077) = 0,77 Volt/SHE 2) Reaksi sel : Ni + Cu 2+  Ni 2+ + Cu E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Cu2+/Cu – E 0 Ni2+/Ni = 0,34 – (-025) = 0,59Volt/SHE 3) Reaksi sel ; Zn + Pb 2+  Zn 2+ + Pb E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Pb2+/Pb – E 0 Zn2+/Zn = -0,13 - (-0,76) = 0,63 Volt/SHE Persamaan Nernst Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan potensial sel tidak pada kondisi standar sehingga untuk reaksi aA + bB  yY + zZ Secara umum untuk reaksi :

Untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (aq)|| Cu 2+ (aq)|Cu Dengan reaksi :

Pada kondisi standar yaitu suhu 25 0C, tekanan pada 1 atm dan konsentrasi ion logam 1,0M, serta F = 96500 C/Ekv.K, maka 2,303 RT/F = 0,0591 sehingga persamaannya menjadi E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+ Contoh : Tentukan E sel untuk : Pt,H2 (1atm)/H+ (1,0M)// Ag + (0,01M)/Ag Jawab Reaksi sel : 2Ag + + H2  2H+ + 2Ag E sel = E0sel - 0.0591/2 log (aH+)2/aAg+)2 E sel = 0,799 – 0.0591/2 log ( 1/10-4) 10

E sel

= 0,799 – 0,0591/2 x 4 = 0,799 – 0,1182 = 0, 6808 V/SHE

1.5 Jenis Sel Korosi Sel korosi dapat terjadi akibat adanya beda potensial pada suatu logam di lingkungan tertentu . Sel korosi dapat terbentuk akibat adanya beda potensial yang diakibatkan adanya perbedaan logam atau elektroda dan perbedaan lingkungan. 1.5.1 Perbedaan Lingkungan Sel korosi terjadi akibat perbedaan lingkungan meliputi sel berikut ini. Sel Konsentrasi Pada sel konsentrasi reaksi keseluruhan dari sel tersebut merupakan transfer materi dari satu bagian ke bagian yang lain. Pada sel ini yang berbeda hanyalah konsentrasi lingkungan dan bukan jenis elektroda dan elektrolitnya. Sel ini terdiri dari sel konsentrasi elektroda dan sel konsentrasi elektrolit. Contoh : Pt|H2(P1)|HCl|H2(P2)|Pt Reaksi keseluruhan merupakan perpindahan hidrogen dari yang bertekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.

Sel konsentrasi dapat juga terbentuk akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut di permukaan logam atau antara kedua larutan yang mempunyai konsentrasi oksigen berbeda terdapat elektroda yang mempunyai komposisi sama. Contohnya, di permukaan logam terdapat kotoran atau tanah. Umumnya, konsentrasi oksigen pada kotoran fi permukaan logam akan lebih rendah dibandingkan yang ada di sekitarnya sehingga di permukaan logam yang ada kotoran akan bersifat anodic. Sel konsentrasi juga dapat terbentuk jika dua buah logam besi dicelupkan dalam larutan elektrolit yang mempunyai konsentrasi berbeda. Misalnya plat logam besi dicelupkan daam larutan NaCl 1,0 M dan plat logam besi yang lain dicelupkan dalam larutan NaCl 0,1 M, kedua larutan dihubungkan dengan jembatan garam dan kedua plat besi dihubungkan akan membentuk sel korosi karena terjadi beda potensial antara kedua plat besi tersebut. Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan suhu yang terjadi di antara kedua larutan yang dicelupkan logam yang sama, maka akan terjadi beda potensial antara logam yang tercelup di kedua larutan yang mempunyai perbedaan suhu. Logam yang berada pada larutan dengan suhu yang lebih tinggi akan bersifat anodic dan larutan dengan suhu rendah bersifat katodik. 1.5.2 Sel Galvanik Sel galvanic terjadi akibat dua logam yang beebeda saling bersinggungan atau kontak. Logam yang mempunyai potensial reduksi lebih rendah akan bersifat anodic dan logam dengan potensial reduksi lebih tinggi bersifat katodik. Sebagai contoh . logam tembaga dan seng disatukan berada dalam suatu elektrolit maka logam seng akan bersifat anodic dan akan terkorosi lebih parah dibandingkan logam tembaga (lihat Gambar 1. 5).

11

Gambar 1.5 Sel Galvanik 1.5.3 Sel Kimia Jika reaksi elektrokimia pada setengah sel berbeda dan reaksi keseluruhannya merupakan reaksi kimia maka selnya disebut sel kimia. Sel kimia terdiri dari sel kimia tanpa perpindahan (without transference) dan sel kimia dengan perpindahan (with transference). Sel kimia tanpa perpindahan Pada sel ini, elektroda yang satu reversibel terhadap kation dan elektroda lainnya reversibel terhadap anion dari elektrolit yang digunakan. Contoh : 1) Jika elektrolitnya larutan HCl, elektroda yang satu harus reversibel terhadap ion dan elektroda lainnya harus reversibel terhadap . Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda hidrogen El ektroda yang reversibel terhadap : elektroda klor, kalomel atau perak-perak klorida. 2) Jika elektrolitnya ZnBr2, maka Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Zn Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Br2, Ag/AgBr, Hg-HgBr+. 3) Apa elektrodanya jika elektrolitnya larutan CdSO4 ? Contoh: Reaksinya adalah :

Sel kimia tanpa perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial elektroda standar dan penentuan koefisien aktivitas elektrolit. Sel kimia dengan perpindahan Pada sel ini terjadi kontak antara dua larutan dengan konsentrasi berbeda atau ion-ion berbeda atau keduanya. Pada perbatasan kedua cairan/liquid junction timbul beda potensial yang disebut liquid junction potential atau potensial perbatasan, Ej, yang terjadi karena difusi ion-ion melalui perbatasan kedua larutan. Pada proses ini ion-ion yang cepat akan mendahului yang lambat akibatnya terjadi pemisahan muatan yang menimbulkan beda potensial, Ej yang terukur bersama-sama dengan potensial elektroda sehingga potensial sel akan sama dengan penjumlahan potensial sel dan potensial junction. 12

E sel =E Kanan - E kiri + Ej Karena Ej tidak dapat diukur tersendiri (terpisah), maka sel kimia dengan perpindahan tidak cocok untuk mengevaluasi besaran-besaran termodinamika. Kontribusi Ej pada potensial dapat diperkecil dengan menggunakan jembatan garam, larutan jenuh garam, misalnya yang biasa digunakan adalah KCl dalam agar-agar. Meskipun demikian, untuk mengidentifikasi bagaimana pengurangannya secara tepat sampai saat ini masih belum jelas hal ini diduga karena laju kation dan anion yang sama menyebabkan junction potential antara kedua larutan dengan jembatan garam ke arah yang berlawanan sehingga saling meniadakan. Jika Ej ditiadakan, maka notasi sel menjadi : Contoh : Penentuan Esel kimia dengan perpindahan

Pada 250C,

dan untuk untuk Dengan mengasumsikan koefisien rata-rata=koefisien aktivitas ion-ionnya, maka :

1.6 Pengukuran Potensial Korosi Potensial korosi suatu logam dapat diukur berdasakan atau dibandungkan dengan elektroda pembandung atau elektroda acuan. Elektroda acuan yang digunakan antara lain adalah seperti berikut 1.6.1 Elektroda logan seng (Zn) Kereversibelan pada elektroda dapat diperoleh jika pada elektroda terdapat semua pereaksi dan hasil reaksi dari setengah-reaksi elektroda. Contoh elektroda reversibel adalah logam Zn yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung Zn 2+ (misalnya dari larutan ZnSO4). Ketika elektron keluar dari elektroda ini, setengah reaksi yang terjadi adalah : Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2e 13

dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang sebaliknya: Zn 2+(aq) + 2e-  Zn(s) Jika elektroda Zn tersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat terbentuk elektroda yang reversibel karena pada saat ada elektron keluar dari elektroda ini terjadi setengahreaksi : Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2ePada saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah setengahreaksi : 2H2O + 2e-  H2 + 2OH-, dan bukan reaksi :Zn 2+(aq) + 2e-  Zn(s) , karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn 2+. ,maka kereversibelan memerlukan adanya Zn 2+yang cukup dalam larutan di sekitar elektroda Zn. Ditunjukkan pada Gambar 1.6

Gambar 1.6 Elektroda Zn a) seng dalam Zn 2+, b) Elektroda Zn sebagai Pembanding 1.6.2 Elektroda Hidrogen Standar (SHE) sebagai Elektroda Pembanding Potensial elektroda hidrogen standar adalah sama dengan nol. Elektroda ini ada pada keadaan standar jika fugasitas gasnya =1 dan aktifitas ion H +=1 seperti yang telah diuraikan pada sub bab 1.3 dan Gambar 1.3 1.6.3 Elektroda Kalomel Elektroda kalomel merupakan elektroda acuan yang dibuat logam Kawat platina (Pt) dicelupkan dalam larutan Hg2Cl2 yang berisi mercuri (Hg) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7 berikut ini. Elektroda kalomel sebagai elektroda acuan mempunyai nilai potensial adalah 0, 241 Volt/SHE dengan reaksi : Hg2Cl2 + 2e  2Hg + 2Cl –

Gambar 1.7 Elektroda Kalomel

14

1.6.4 Elektroda Perak Klorida Elektroda perak atau Ag/AgCl merupakan elektroda acuan mempunyai potensial standar 0.222 Volt/SHE. Elektroda perak ini terbuat kawat logam perak dalam larutan AgC l jenuh seperti ditunjukkan pada gambar 1.8. dan reaksinya : AgCl +e  Ag + Cl -

Gambar 1.8 Elektroda Perak 1.6.5 Elektroda Tembaga Sulfat (CSE) Elektroda tembaga atau Copper Sulfate Electrode (CSE) merupakan elektroda acuan yang umumnya digunakan untuk mengukur potensial logam di lapangan. Kondisi logam dapat diketahui dari nilai potensial logam hasil pengukuran, yaitu logam dikatakan terkorosi jika potensialnya > - 850 mV /CSE. Nilai potensial CSE ini adalah 0,318 Volt/SHE , sedangkan nilai potensial 850 mV atau 0,850 V/CSE merupakan kriteria proteksi logam besi. Elektroda CSE dibuat dari logam tembaga yang dicelupkan dalam larutan jenuh CuSO 4 seperti ditunjukkan pada gambar 1.9 berikut ini. Reaksi pada elektroda CSE : CuSO4 + 2e  Cu + SO4 2-

Gambar 1.9 Elektroda CSE 1.6.6 Elektroda Lain Elektroda logam Pada elektroda logam L berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L z+ . Setengah reaksinya ditulis: L z+ + ze-  L 15

Contoh elektroda ini diantaranya Cu 2+ /Cu; Zn 2+/Zn, Ag+/Ag, Pb 2+/Pb. Logam-logam yang dapat mengalami reaksi lain dari reaksi setengah-sel yang diharapkan) tidak dapat digunakan. Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan pelarut tidak dapat digunakan. Logam-logam golongan IA dan IIA seperti Na dan Ca dapat bereaksi dengan air, sehingga tidak dapat digunakan. Seng dapat bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam tertentu perlu diaerasi dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen yang larut.

Gambar 1.10 Elektroda Logam Amalgam Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam dari logam L berkesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L, dengan reaksi : L z+ + ze-  L(Hg) Dalam hal ini raksanya sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif seperti Na, K, Ca dan sebagainya biasa digunakan dalam elektroda amalgam. Logam-garam tak larut Pada elektrtoda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (L n+X ) dan dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam yang larut (atau asam) yang mengandung X z-. Contoh dari elektroda ini adalah elektroda perak-perak klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat Redoks Sebetulnya semua elektroda melibatkan setengah-reaksi oksidasi – reduksi. Untuk elektroda redoks biasanya hanya digunakan untuk elektroda yang setengah-reaksi redoksnya melibatkan dua spesi yang ada dalam larutan yang sama. Contoh dari elektroda ini adalah Pt yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung ion-ion Fe 2+ dan Fe 3+ dengan setengahreaksi : Fe 3+ + e-  Fe 2+. Notasi setengah-selnya adalah Pt½Fe 3+, Fe 2+ yang gambarnya tampak seperti di bawah.

16

Gambar 1. 11 Contoh Elektroda Redoks (Pt½MnO4-, Mn 2+.) Membran Selektif Ion Elektroda ini mengandung membran gelas, kristal atau cairan yang mempunyai sifat : perbedaan potensial antara membran dan elektrolit yang kontak dengan membran tersebut ditentukan oleh aktifitas dari ion tertentu. Elektroda membran yang paling tua dan paling banyak digunakan adalah elektroda gelas. Elektroda ini dikatakan selektif-ion karena hanya spesifik untuk ion H+ . Elektroda ini dapat dilihat pada Gambar. 1.12

Gambar 1. 12 Elektroda Gelas Elektroda gelas ini terdiri dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang permeabel terhadap ion H+. Elektroda Ag/AgCl dicelupkan ke dalam larutan buffer yang mengandung ion Cl-. Kadang-kadang digunakan juga elektroda kalomel untuk mengganti elektroda Ag/AgCl. Elektroda gelas terutama digunakan pada pengukuran pH. Secara ringkas nilai potensial elektroda acuan dapat ditunjukan dalam bentuk table seperti table 1.2 berikut ini Tabel 1.2 Potensial Elektroda Pembanding atau Acuan N Elektroda Kesetimbangan reaksi Potensia o l (V/SHE) 21 Hg/HgSO4 0,650 HgSO4 + 2e  2Hg + SO4 22 Cu/CuSO4 0,318 CuSO4 + 2e  Cu + SO4 3 Hg/Hg2Cl2 0,241 Hg2Cl2 + 2e  2Hg + 2Cl 4 Ag/AgCl 0,222 AgCl + e  Ag + Cl 5 Elektroda Hidrogen (SHE) 0,000 2H+ + 2e  H2 17

6 Zn murni -0,782 Zn 2+ + 2e  Zn 1.6.7 Metode Pengukuran Potensial Logam Pengukuran potensial logam dilakukan dengan membandingkan terhadap potensial acuan dan nilai potensialnya diukur dengan voltmeter. Secara skematis metode pengukuran potensial pada logam struktur ditunjukkan pada gambar 1.13.

Gambar 1.13 Metode Pengukuran Potensial pada Struktur Pada pengukuran potensial logam atau struktur elektroda acuan sebgai katoda dan strukturnya sebagai anoda sehingga reaksi selnya dapat dituliskan sebagai berikut Anoda (logam atau struktur baja ) Fe  Fe+2 + 2e Katoda (elektroda acuan : CSE) CuSO4 + 2e  Cu + SO4 2Jika hasil pengukuran potensial baja = -0,986 V / CSE misalnya dan potensial baja diubah terhadap SHE , maka potensial baja menjadi : - 0,986 + 0,318 Volt/SHE = - 0,668 V/SHE dan kondisi struktur masih dalam kondisi terlindungi. 1.7 Rangkuman Proses korosi logam adalah reaksi antara logam dengan lingkungan yang melibatkan adanya transfer elektron sehingga proses korosi selain merupakan proses kimia juga merupakan proses elektrokimia. Secara umum, korosi logam didefinisikan sebagai kerusakan material logam akibat berintereaksi dengan lingkungan atau merupakan proses kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijihnya. Dampak yang diakibatkan oleh proses korosi logam bersifat merugikan bagi kehidupan manusia , baik langsung maupun tidak langsung Proses korosi dipandang sebagai proses elektrokimia, merupakan proses oksidasi dan readuksi yang berlangsung secara simultan dan berkangsung spontan., dengan potensial sel korosi > O. Potensial logam dapat diukur dengan cara membandingkan terhadap elektroda standar, yaitu elektroda hidrogen standar (sesuai perjanjian) karena potensial elektroda = 0,00 Volt. Berdasarkan potensial standar hidrogen dan sebagai sel galvani merupakan katoda sehingga logam yang menunjukkan nilai potensial negatif berarti logam lebih sukar direduksi dan logam yang menunjukkan nilai positif berarti logam tersebut lebih mudah direduksi daripada ion H+. Untuk menentukan E sel pada kondisi standar digunakan rumus ; 18

E0sel = E0 Katodik – E0 anodik Untuk E sel yang tidak pada kondisi standar ( 25 0C, P=1 atm, konsentrasi ion + 1,0M), maka perhitungan digunakan persamaan Nernst E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+ Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan konsentrasi lingkungan dan perbedaan elektroda atau logam yang saling kontak. Untuk mengetahui kondisi logam atau struktur dapat ditentukan berdasarkan potensial struktur yang terukur. Sebagai contoh untuk struktur logam baja yang terkubur dalam larutan air (aqeous) dikatakan sudah tidak terproteksi bila potensialnya > - 850 mV/CSE ( kriteria proteksi korosi). Untuk mengukur potensial struktur digunakan elektroda pembanding atau acuan. 1.8 Soal Latihan/Kasus Jawablah dan kerjakan soal berikut 1. Jelaskan fenomena korosi logam besi dalam air teraerasi! 2. Berilah penjelasan proses korosi logam dalam larutan asam! 3. Jelaskan kerugian yang diakibatkan oleh korosi logam 4. Tuliskan reaksi korosi pada logam berikut a. Fe dalam larutan HCl b. Zn dalam laruran CuSO4 c. Al dalam larutan ZnSO4 d. Fe dalam larutan NiSO4 e. Zn dalam larutan NaOH f. Al dalam larutan air teraerasi 5. Tentukan E sel pada kondisi standar untuk reaksi /sel berikut a. Fe + H2O + ½ O2  Fe (OH)2 pada pH 7 b. Ni/Ni 2+ (1,0M) //Cu 2+ (1,0M)/Cu c. Mg/Mg 2+(1,0M)//Ag+(1,0m)/Ag d. Pb/Pb 2+ (1,0M)// Cu 2+(1,0M)/Cu 6. Hitung potensial sel (E sel ) pada sel dengan notasi sel berikut ini a. Zn/Zn 2+ (0,1M)// Ni 2+ (10M) /Ni b. Pt, H2(1atm)/H+ (0,5M)// Cu 2+ (0,1M)/Cu c. Al/Al 3+ (1,0M)// Ag+(0,01M)/Ag d. Sn/Sn 2+ (0,01M)// Ni 2+ (10M) /Ni 7. Jelaskan pembentukan sel korosi dan senutkan jenisnya. 8. Ubahlah potensial logam berikut ke potensial acuan yang lain a. E logam = - 0,675 Volt/CSE b. E logam = - 0,785 Volt/Kalomel c. E logam = 0,102 Volt/Zn d. E logam = 0,245 Volt/CSE e. E logam = -0, 860 Volt/CSE f. E logam = 0,549 Volt/Perak 9. Stainless steel (SS) dapat bertahan dari serangan karat dibandingkan dengan baja Jelaskan jawaban Anda. 19

10. Jelaskan bahwa baja terkorosi lebih cepat dibandingkan dengan Cu dan lebih lambat daripada logam Zn. BAB II TERMODINAMIKA KOROSI

TUJUAN UMUM 1.Mahasiswa mampu memahami peran termodinamika dalam proses korosi 2.Mahasiswa memahami peran persamaan – persamaan termodinamika dalam proses korosi TUJUAN KHUSUS 1.Mahasiswa mampu mengaplikasikan rumus termodinamika dalam perhitungan – perhitungan proses korosi 2 Mahasiswa dapat mengetahui suatu reaksi berlangsung secara spontan atau tidak dari hasil perhitungan termodinamika 2.1.Pendahuluan Korosi terjadi kerena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih stabil,dengan reaksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energy. Kecenderungan oksidasi berbagai jenis logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai kesetimbangan oksidasi dan reduksinya. Sebagai contoh, untuk logam Cu, potensial kesetimbangan digambarkan dengan garis horizontal pada gambar 2.1 menurut kondisi stabilitas Cu2+ dan Cu. Mulia Cu2+ stabil (Cu terkorosi)

ECu2+/Cu = 0,337 Volt

Potensial kesetimbangan

Logam Cu stabil aktif

Gambar 2.1 Stabilitas ion Cu 2+ dan Cu Proses kesetimbangan (reversible) dan energy berhubungan dengan termodinamika.Bagian ini akan mempelajari beberapa aspek penting termodinamika kimia yang digunakan sebagai elektrokimia korosi. Persamaan Nerst akan mengawali pembahasan pada bagian ini,dilanjutkan dengan contoh dan perhitungan potensial kesetimbangan. Hal ini berfungsi 20

untuk memprediksi korosi logam dan stabilitasnya, kemudian pembahasan tentang diagram E-pH dan penggunaanya. 2.2 Kesetimbangan Elektroda dan Persamaan Nernst Apabila logam besi dicelupkan dalam larutan asam Anoda Katoda

: Fe  Fe 2+ + 2e : 2H+ + 2e  H2

Elektroda kesetimbangan ditentukan oleh besarnya perubahan energy bebas (∆G) yang merupakan perbedaan antara keadaan akhir dan keadaan awal, antar produk dan pereaksi untuk reaksi elektrokimia.Dengan kata lain, energy oksidasi (anodic) = energy reduksi (katodik) , tetapi dengan arah yang (tanda) berlawanan. Untuk reaksi elektrokimia: Oks + ne  Red ∆G reaksi = G produk - G reaktan atau = G red - G oks Dalam suatu system elektrokimia pada tekanan dan temperature tetap, energy yang berhubungan dengan proses adalah perubahan energy bebas, yang dinyatakan dalam ∆G. Hubungan antara ∆G dengan potensial elektroda dirumuskan sesuai persamaan: ∆G = -nFE atau

∆Go = -nFEo

Persamaan termodinamika dapat ditulis : ∆G reaksi = Go red - Go oks

+ (RT) ln [ red/oks]

atau

= Go produk - Go reaktan + (RT) ln[ produk/reaktan] = ∆Go + (RT) ln [produk/reaktan] Karena E = - ∆G/nF, maka persamaan termodinamika menjadi E = Eo – (RT)/(nF) ln [red/oks]

Persamaan ini disebut persamaan Nernst ∆G = ∆Go + RT ln K nFE = nFEo - RT lnK E = Eo - [ RT/nF] ln K

Apabila ada reaksi: 21

A + B  C + D

E = Eo - [RT/nF] ln ( aC.aD/aA . aB) E = Eo - [RT/nF] ln (a produk/a reaktan) senyawa, logam dalam kondisi stabil)

( a = aktivitas; a = 1 jika unsur,

Sebagai contoh untuk reaksi : Fe 2+ +

2e



Fe

E = Eo - (RT/nF) ln a red/a oks = Eo - (RT/nF) ln a Fe/aFe 2+ Karena aktivitas Fe = 1 maka E = Eo - (RT/nF) ln 1/a Fe 2+ E = Eo + ( RT/nF) ln a Fe 2+ Apabila konsentrasi Fe 2+ berturut – turut = 1,0 M, 0,1M 0,01 M dan Eo Fe = -0,440 Volt/SHE maka nilai E sebagai berikut: E = -0,440 + { (1,987)( 298) (2,303) (4,184)}/(2)(96500) log a Fe2+ E = - 0,440 + 0,0592/2 log 1 E = - 0,440 + 0,0592/2log 0,01 E = -0,440

= -0,44 Volt/SHE = - 0,4991 v0lt/SHE

+ 0,0592/2 log 0,001 = -0,52 volt/SHE

Nilai 0,0592 diperoleh dari (1,987)(298)(2,303)(4,184)/96500 Nilai 4,184 konversi kalori ke Joule Nilai 2,303 konversi ln menjadi log 2.3 Diagram E – pH Diagram ini menampilkan daerah-daerah kertabilan air, daerah-daerah logam akan imun, etrkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari potensial sel dan pH. Diagram ini memberikan informasi tentang reaksi anodic dan katodik yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi korosi berdasarkan termodinamika. Diagram E-pH (Pourbaix) dibuat untuk logam murni dan dengan bertambahnya hasil pengukuran besaran termodinamika paduan, beberpadiagram potensial paduan telah dibuat. Perhatikan diagram potensial terhadap pH untuk system Fe –H2O 22

Di atas garis (b) gas oksigen lebih stabil sehingga kenaikan potensial antar muka ke potensial di atas garis (b) menyebabkan terbentuknya gas O 2. Sebaliknya penurunan potensial antar muka ke potensial di bawah garis (a) menyebabkan terjadinya gas H2. Persamaan garis (a) dan (b) dapat diplot dengan menggunakan persamaan reaksi air yang tereduksi maupun air teroksidasi. Reaksi air tereduksi: H2O +

e =

1/2H2 +

OH-

E = Eo + RT (2,303) log aoks nF a red a = Eo + RT (2,303) log H+ a nF H2 + = 0 + 2,303RT log [H ] nF = 0

- 2.303 RT pH nF

Sudah didefenisikan bahwa pH = -log [H+]ntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis [H+] = konsntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis CH+ jadi [H+] = CH+ Atau defenisi log CH+ = -pH dengan demikian diperoleh persamaan: E = 0 - (2,303) (298) (1,987) (4,184) pH (1)( 96500) Potensial standar H2 = 0 Volt E = - 0,0592 pH

Kalau pH = -2 Maka E = -(0,0592)( -2) E = 0,1182 Volt Jika

pH = 16 E = -(0,0592)(16) E = -0,944 Volt

Jadi untuk garis (a) pempunyai persamaan: E = -0,0592 pH Dengan menggunakan cara yang sama, maka diperoleh persamaan untuk garis (b) 23

E = Eo O2 - (2,303) (298)(1,987) (4,184) pH (1)(96500)

E = 1,23 - 0,0592 pH Jika pH = -2 diperoleh E = 1,344 Volt Jika pH = 16 diperoleh E = 0,282 Volt Kondisi Fe selain digambarkan secara umum menurut gambar 2.3 dapat juga dijelaskan sesuai gambar 2.3 sebagai berikut:

E ( +)

Fe2+ E = -0,440 Volt

E(-)

Fe

Jika aktivitas logam semakin menurun (menjadi kecil), maka arah gerak ke bawah sehingga terbentuk endapan Fe yang stabil, artnya Fe immum atau kebal terhadap korosi. Kalau bergerak ke atas maka aktivitas logam akan naik. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya ion Fe2+ sehingga terjadi korosi. Besi (Fe) dalam keadaan ion, unsure maupun senyawa mempunyai energy bebas standar yang dapat dilihat pada table 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Harga energy bebas unsure Fe/ senyawanya Unsur/Senyawanya/Ion Fe FeO hydrous Fe3O4 anhydrous Fe2O3 anhudrous Fe2O3 hydrous Fe++ HFeO2Fe+++ FeOH++ Fe (OH)2+ FeO4- H2O

Go (kal) 0 -58.880 -242.400 -177.100 -161.930 -20.300 -90.627 -2.530 -55.910 -106.200 -117.685 -56.690

24

Reaksi Kesetimbangan Reaksi kesetimbangan berdasarkan nomor yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Reaksi berikut merupakan reaksi kesetimbangan yang disertai dengan persamaan hasil perhitungan yang memberikan hubungan antara potensial dan pH. 1. Fe++ + 2H2O = HFeO2 - + 3H+ ; pH 2. Fe+++ + 2H2O = FeOH++ +

log HFeO2- = - 31,58 + 3 (Fe++) log FeOH++ = - 2,43 + pH (Fe+++) log Fe(OH)2+ = - 4,69 + pH (FeOH+) E = Eo + 0,0592 log

H+ ;

3. FeOH++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + H+ ; 4. Fe++ = Fe+++ + e- ; (Fe+++)

(Fe ++) E = 0,771 + 0,0592 log (Fe+++) (Fe ++) 5. Fe++ + H2O = FeOH++ + H+ + e- ; E = 0,911 - 0,0592 pH + 0,0592 log (FeOH)2 ( Fe++) 6. Fe++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + 2H+ + e- ; E = 1,197 - 0,1182pH + 0,0592 log Fe(OH)2+ (Fe++) Latihan mencari persamaan potensialnya (E) 1. 2. 3. 4. 5.

HFeO2- + H+ = Fe(OH)2+ + eHFeO2- + 2H2O = FeO4-- + 5H+ + 4eFe++ + 4H2O = FeO4- + 8H+ + 3eFeOH++ + 3H2O = FeO4-- + 7H+ + 3eFe(OH)2+ + 2H2O = FeO4-- + 6H+ + 3e-

Reaksi dan kesetimbangan berdasarkan gambar 2.3 1. Fe++/HFeO2pH = 10,52 2. Fe+++/FeOH++ pH = 2,43 ++ + 3. FeOH /Fe(OH)2 pH = 4,69 ++ +++ 4. Fe /Fe E = 0,771 Volt ++ ++ 5. Fe /FeOH E = 0,914 - 0,0952 pH ++ + 6. Fe /Fe(OH)2 E = 1,194 - 0,1182 pH 7. HFeO2 /Fe(OH)2 E = 0,675 + 0,0592 pH -8. HFeO2 /FeO4 E = 1,001 - 0,0738 pH 25

9. Fe+++/FeO4E ++ -10. FeOH /FeO4 E 11. Fe(OH)2+ /FeO4-E + 12. Fe + H2O = FeO = 2H + 2e E 13. 3Fe + 4H2O = Fe3O4 + 8H+ +8e- E 14. 2Fe + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 6e E 15. 3FeO + H2O = Fe3O4 + 2H+ + 2e E 16. 2FeO + H2O = Fe2O3 + 2H+ + 2e E E

= = = = = = = = =

1,700 - 0,1580 pH 1,652 - 0,1379 pH 1,559 - 0,1182 pH -0,047 - 0,0592 pH -0,085 - 0,0592 pH -0,047 - 0,0592 pH -0,197 - 0,0592 pH -0,057 - 0,0592 pH 0,271 - 0,0592 pH

17. 2Fe3O4 + H2O = 3Fe2O3 + 2H+ + 2e a. E = 0,221 - 0,0592 pH b. E = 1,208 - 0,0592 pH ++ 18. Fe + H2O = FeO + 2H+ Log (Fe++) = 13,29 - 2 pH 19. FeO + H2O = HFeO2- + H+ Log(HFeO2-) = -18,30 + pH +++ 20. 2Fe + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ a. Log (Fe+++) = - 0,72 - 3pH +++ b. Log (Fe ) = 4,84 - 3pH ++ 21. 2FeOH + H2O = Fe2O3 + 4H + a. Log(FeOH++) = -3,15 - 2pH b. Log (FeOH++) = -2,41 -2pH 22. 2Fe(OH)2+ = Fe2O3 + H2O + 2H+ a. Log Fe(OH)2+ = -7,84 - pH b. Log Fe(OH)2+ = - 2,28 - pH 23. Fe = Fe++ + 2e E = -0,440 + 0,0295 log(Fe++) 24. Fe + 2H2O = HFeO2- + 3H+ + 2e E = 0,493 - 0,0886 pH + 0,0295 log (HFeO2--) 25. Fe = Fe+++ + 3e E = -0 037 + 0,0197 l0g (Fe+++) 26. 3Fe++ + 4H2O +Fe3O4 + 8H+ + 2e E = 0,980 - 0,2364 pH - 0,0886 log (Fe++) 27. 3HFeO2 + H+ = Fe3O4 + 2H2O + 2e E = -1,819 + 0,0295 pH 0,0886 log HFeO228. 2Fe++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 2e a. E = 0,278 - 0,1773 pH - 0,0592 log (Fe++) b. E = 1,057 - 0,1773 pH - 0,0582 lof(Fe++) 29. 2HFeO2- = Fe2O3 + 2e a. E = -1,139 - 0,0592 log (HFeO2-) b. E = -0,810 - 0,0592 log (HFeO2-) Jika memperhatikan diagram kesetimbangan potensial –pH setiap unsure dalam sisten air dan hasil reaksinya ada yang melibatkan ion H + dan OH- ada juga yang tidak melibatkan kedua 26

ion tersebut. Semua reaksi yang tidak melibatkan ion H + dan OH- makagaris reaksi kesetimbangan akan sejajar dengan ABSIS artinya reaksi kesetimbangan tidak dipengaruhi oleh pH, sedangkan nilai potensial dipengaruhi oleh aktivitas ion. Contoh :

(Al 3+)

=1

( Al 3+) = 10-6 Potensial

pH Aktivitas (a AL3+) 1 10-2 10-4 10-6

Potensial (E298) -1,662 -1,701 - 1,7408 -1,1889

Reaksi kesetimbangan: Al3+ = 3e = Al ∆Go = Go Al - ( GoAl3+ + Go e) = 0 - 115.000 -0 = - 115.000 kal/mol Rumus: ∆Go = -nFEo Eo = ( 115.000)(4,184) (3)(96500) Eo = 1,1662 Volt

27

Rumus: E = Eo - RT ln aAl nF aAl3+ aAl 1 (bila Al murni) E = Eo - RT ln 1 nF aAl3+ atau E = - Eo + RT ln a Al3+ nF E = -1,662 + 1,987 (298)(4,184)(2,303) log aAl3+ (3)(96500) E = 1,662 + 0,0592 log a AL3+ 3 Jika nilai log a AL3+ damasukkan esuai table maka nilai E akan diperoleh sesuai table di atas. Akan diberikan contoh reaksi yang melibatkan ion H+ dan perpindahan muatan dan electron Al2O3 3H2O + 6H+ + 6e = 2Al + 6H2O ∆Go reaksi

= 2GAl + 6 Go H2O - (Go Al2O3 3H2O + 6GoH+ 6 Go e) = 0 + 6(-56690) - (-554600) - 0 - 0 = 214460 kal Eo = - ∆Go nF = -214460 x 4,198 Volt (6)(96500) = -1, 549 Volt

E = Eo + RT 2,303 log a H+ nF E = - 1,549 - 0,0592 pH 28

Contoh reaksi yang melibatkan ion H+ tetapi tidak melibatkan perpindahan muatan (electron) Al3+ + 2H2O = AlO2- + 4H+ ∆Go reaksi = Go AlO2- + 4GoH+ - (Go Al3+ + 2 GoH2O) = - 200710 + 0 - ( -115000 + 2(-56690) = 27.670 kal Reaksi tersebut di atas tidak melibatkan perpindahan muatan hingga tidak ada nilai/harga potensial. Dengan demikian garis kesetimbangan reaksi sejajar dengan koordinat dan nilai dioeroleh pada pH tertentu Jika a AlO2- = a Al3+ Hitung pH dengan menggunakan hasil perhitungan ∆Go ∆Go = -RT lnK ∆Go = - 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2aAl3+. aH2O (2760( 4,184) = 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2aAl3+. aH2O 20,92 = - log aH+4 - log .a AlO2aAl3+ Jika a AlO2- = a Al3+ maka Diperoleh pH 5,2 2.4. Penggunaan Diagram E-pH dan Kemungkinan Cara Proteksinya Apabila baja dicelupkan kedalam larutan elektrolit, maka baja tersebut akan terkorosi karena potensial korosinya berada dalam daerah kestabilan ionnya. Sebagai contoh baja dalam larutan asam terkorosi dengan potensial korosinya seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut ini. Berdasarkan diagram E-pH ini beberapa kemungkinan proteksi yang dapat dilakukan: a. Dengan pengaturan lingkungan, misalnya dengan perubahan pH b. Dengan menurunkan potensial antar muka ke daerah imun (proteksi katodik) c. Dengan menaikkan potensial antar muka ke daerah pasif ( proteksi anodik) d. Dengan menambahkan logam paduan dasar agar luas daerah pasif dapat diperbesar e. Dengan menambah pasivator

BAB III KINETIKA KOROSI

29

Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan kinetika proses korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan lingkungan air. 2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan dan menghitung laju korosi suatu logam berdasarkan metode kehilangan berat dan polarisasi elektrokimia. Tujuan Pembelajaran Khusus 1.Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam di lingkungan air berdasarkan percobaan atau metode kehilangan berat dalam satuan mdd atau mpy 2. Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam berdasarkan elektrokimia jika diketahui rapat arus korosinya dalam satuan mdd atau mpy 3. Mahasiswa dapat menggambarkan polarisasi katodik dan anodik proses korosi logam di lingkungan air 4. Mahasiswa dapat menentukan laju korosi berdasarkan kurve polarisasi katodik dan anodiknya 5. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh oksidator atau konsentrasi berdasarkan polarisasi elektrokimianya. 3.1 Pendahuluan Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi., dan korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah. Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Laju korosi pada umumnya dihitung menggunakan 2 cara yaitu metode kehilangan berat dan metode elektrokimia 3.2 Metode kehilangan berat Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kehilangan atau kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian atau pengkorosian sampai mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut (Jones, 1992) Mpy = (534 w) / (DAT) -----(3.1) Keterangan ; mpy : mils per year , w ; kehilangan berat, (g), D : densitas (g/Cm 3), A : luas permukaan spesimen (in 2), T ; waktu pengkorosian (jam)

30

Metode ini mengukur kembali berat awal dari benda uji (spesimen) selisih berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Selisih berat dikembalikan ke dalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Perhirungan laju korosi logam berdasarkan metode kehilangan berat dapat juga digunakan rumus: Laju korosi (r) = w/A.t , satuan dalam mdd (mg per dm2) ---- (3.2) Atau Laju korosi (r) = w/(A.t.D) satuan dalam mpy (mils per year) ........ (3.3) Dengan w = selisih berat, A= luas permukaan logam, dan t = waktu pengkorosian, dan D = densitas Metode ini memerlukan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk perlakuan awal (treatment) yang harus diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut. 3.3 Metode Elektrokimia Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi. Metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dengan memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu lainnya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat diperlakuan awal tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat diukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Metode elektrokimia ini meggunakan rumus berdasarkan Hukum Faraday yaitu menggunakan rumus sebagai berikut : Laju penetrasi ( r) = (Ar L. i.) /(nFD) ----------------(3.4) Dengan : ArL : massa atom relatif logam (g/mol), i = rapat arus (microamper/Cm 2 = µA/Cm2), n = jumlah elektron, F bilangan faraday = 96500 C/Ekv), densitas (g/Cm3) Satuan penetrasi per satuan waktu dalam mils (0,001 in) per year ( mpy) persamaan 3.4 menjadi persamaan 3.5 Laju penetrasi (r) = 0,129 ( ArL.i / n.D) mpy ................. (3.5) 2 3 Dengan , i = µA/Cm , D = g/Cm , tetapan 0,129 menjadi 3,27 mm/year , maka satuan laju penetrasi dalam mm/year. Ekivalen untuk besi (Fe) dengan rapat arus (i) = 1 µA/Cm2 menjadi mpy dapat dirumuskan 1µA/Cm2 = 0,129 ( 55,8.1/ 2.7,86) = 0,46 mpy. Perhitungan laju penetrasi untuk paduan logam digunakan pengertian berat ekivalen (BE) yang nilainya dapat dituliskan : BE = ArL/n. Berat ekivalen (BE) paduan logam merupakan berat ekivalen rata-rata untuk unsur penyususn dalam paduan. Cara menentuakan berat ekivalen paduan adalah jumlah fraksi ekivalen dari semua unsur dalam paduan, yang dinyatakan dengan rumus Neq = Σ (fi.ni/ai) -------------------(3.6) 31

Dengan , Neq = jumlah ekivalen, fi dan ai = fraksi massa, dan Neq = (1/BE) Contoh : suatu paduan baja dengan komposisi : Cr=19%, Ni = 9,25%, dan Fe = 71,75%. Maka Neq = (0,19.3/52 + 0,0925.2/58,7 + 0,7175.2/55,85) = 0,011 + 0,003 + 0,026 =0,040 BE = 1/Neq = 1/0,04 = 25. Jika densitas logam = 7,8 g/Cm3, rapat arus (i) = µA/Cm2 , maka laju penetrasinya (r) = (BE.i / D) = 0,129 (25 . 1./ 7,8 ) =( 0,129. 25)/ (7,8) = 0, 4147 mpy Untuk reaksi Cu+2 + 2e = Cu berlaku rf = rb = io.Ar Cu /n F) Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode elektrokimia yang diuraikan di atas.

(a)

(b)

Gambar 3.1 Metode Pengukuran Laju Penetrasi Gambar 3.1 menunjukkan metode pengukuran laju petrasi atau laju korosi di suatu lingkungan. Gambar 3.1 a menunjukkan pengukuran potensial struktur dengan membandingkan terhadap potensial elektroda acuan (dalam dalam ini CSE = Copper Sulfate Electrode), Gambar 3.1b menggunakan higt- impedance voltameter, dan 3.1 c menggunakan potensiometer. 32

3.4 Polarisasi Elektrokimia Polarisasi (η) adalah perubahan potensial dari potensial kesetimbangan setengah sel (1/2 sel) menyebabkan laju reaksi permukaan logam setengah sel. Untuk polarisasi katodik (ηc), electron dipasok menuju permukaan membangun laju reaksi lambat yang menyebabkan potensial permukaan (E) menjadi negative . ηc = E 0 – E = - (negarif) Sebaliknya polarisasi anodik (ηa), electron dipindahkan dari permukaan logam dengan kehilangan electron secara lambat yang menyebabkan periubahan potensial permukaan (E) menjadi positif . ηa = E 0 – E = + (positif). Berdasarkan hal tersebut, polarisasi elektrokimia diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. 3.4.1 Polarisasi Aktivasi Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang mengendalikan laju aliran muatan (electron) sebagai contioh reaksi setengah sel 2H+ + 2e  H2 Reaksi pembebasan gas hidrogen , melalui tiga (3) tahap utama yaitu: (a) ion H+ bereaksi dengan elektron dari logam membentuk atom hidrogen teradsorpsi (Hads) H + + e  H ads (b) atom H ads bereaksi membentuk molekul H2 H ads + Hads  H2 (c) molekul H2 bergabung membentuk gas hidrogen yang keluar dipermukaan logam nH2 + nH2  gas H2 Salah satu dari ketiga tahap reaksi dapat mengendalikan laju reaksi dan menyebabkan polarisasi aktivasi. Hubungan polarisasi aktivasi atau overpotensial (η) dan laju reaksi dinyatakan dengan rapat arus (io) Untuk polarisasi anodik ηa = βa log ia/io Untuk polarisasi katodik ηc = βc log ic/io Istilah overpotensial sering digunakan untuk polarisasi. Untuk polarisasi anodik adalah positif, maka tetapan tafel slope anodik (βa) juga positif. Sebaliknya polarisasi katodik adalah negatif dan tetapan tafel slope katodik (βc) adalah negatif. Rapat arus anodik (ia) dan rapat arus katodik (ic) merupakan arah yang ebrlawanan. Hubungan polarisasi aktivasi (η act) terhadap log i adalah linier untuk kedua polarisasi anodik dan katodik, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.

33

Gambar 3.2 Polarisasi Anodik dan Katodik Nilai kemiringan (slope) tetapan tafel diasumsikan sekitar 0,1 Volt. Untuk nilai η act = 0, maka i = io dan potensial elektroda setengah sel untuk reaksi reduksi 2 H + + 2e  H2 adalah sama dengan potensial setengah sel untuk reaksi oksidasi setengah sel : H2  2H + + 2e Laju reaksi diukur dengan rapat arus anodik (ia) atau rapat arus katodik (ic) bertambah satu tingkat untuk perubahan overpotensial + 0,1 Volt untuk polarisasi anodik dan – 0,1 Volt untuk polarisasi katodik.dengan nilai tetaapan Tafel absolut. Nilai absolut tetapan Tafel biasanya antara 0,03 – 0,2 Volt dan tidak boleh sama untuk reaksi anodik dan katodik, meskipun nilai 0,1 dan – 0,1 Volt merupakan estimasi βa dan βc untuk beberapa tujuan. Adanya overpotensial menunjukkan adanya energi penghalang (energi aktivasi). Hubungan ΔGf * dan ΔGr* untuk reaksi ke kanan dan ke kiri yang secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut ini.

34

Gambar 3.3 Diagram Reaksi Kesetimbangan Perbedaan energi aktivasi dihubungkan dengan potensial elektroda setengah sel dinyatakan dengan persamaan : ΔG = - nFE aehingga ΔGf * = ΔGr*= ΔG H+/H2 * = - nFE0 H+/H2 Hukum distribusi Maxwell memberikan distribusi energi jenis reaksi dan memulai untuk menyatakan reaksi ke kanan (rf) dan sebaliknta (r b), laju reaksi merupakan fungsi energi aktivasi Reaksi ke kanan (rf) = kf exp ( - ΔGf * /RT) dan Reaksi ke kiri (r b) = kb exp (-ΔGr*/RT) Dengan kf dan kb adalah tetapan laju reaksi ke kanan dan ke kiri. Pada kondisi setimbang, laju reaksi ke kanan ( rf) = laju reaksi ke kiri (rb) = (ArL io) /(nF) sehingga Rapat arus (io) = kf’ exp (-ΔGf * /RT) = kb’ exp (- ΔGr*/RT) Dengan demikian menjadi jelas bahwa rapat arus pertukaran merupakan fungsi dari energi aktivasi. Jika suatu overpotensial katodik (ηc) diaplikasikan ke elektroda , laju reaksi pelepasan berkurang dan ionisasi naik. Hal ini disertasi penurunan energi aktivasi selama reaksi pertukaran sejumlah anFη dan kenaikan reaksi ionisasi sejumlah (1 – α)anFη seperti ditunjukkan pada gambar 3.3. Faktor α dan (1-α) merupakan fraksi ηc yang menghasilkan reaksi pelepasan dan ionisasi ( ke kanan dan sebaliknya). Laju reaksi pelepasan dalam rapat arus dinyatakan : ic = kf’exp [ΔGf * - (1-α) nFη]/RT dan laju reaksi ionisasi anodik : ia = kb’ exp [ΔGr* - (1-α)nFη]/RT. Arus yang diaplikasikan i apl, c = ic-ia = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT] i apl, a = ia-ic = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT] dengan α adalah fraksi ηa dengan reaksi ionisasi anodik, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi ; i apl,c = ic-ia = io exp[αnFηc/RT) 35

untuk nilai ηc tinggi, maka persamaannya menjadi : iapl,c = βc log ic/io dengan βc = 2,303 RT / αnF dan persamaan menjadi; η apl,a = βa log ia/io Untuk nilai polarisasi anodik(ηa) tinggi, maka α = 0,5 , βc atau βa = 0,12 Volt dan dalam pembahasan selanjutnya nilai tetapan Tafel = 0,1 Volt. 3.4.2 Polarisasi Konsentrasi Pada laju raeksi tinggi, reaksi reduksi katodik diatur dengan pelarutan elektroda yang direduksi. Profil konsentrasi ion H+ sebagai contoh, ditunjukkan secara skematis seperti gambar 3.4 berikut ini

Gambar 3.4 Profil Konsentrasi ion H+ CB adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam larutan ruah dan δ = ketebalan gradien konsentrasi dalam larutan. Potensial elektroda setengah sel (E 0 H+/H2) dari permukaan diberikan dengan persamaan Nernst sebagai fungsi konsentrasi ion H + atau aktivitas ion hidrogen ( a H+) C H+ dalam larutan dekat permukaan dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi E H+/H2 = E0 H+/H2 – 2,303 RT/nF log (a H+)/pH2 Hal ini nampak bahwa potensial elektroda (E) turun sebagai (H+) di permukaan logam. Perupahan potensial akibat polarisasi konsentrasi (ηConc) yang diberikan sebagai fungsi rapat arus η Conc = 2.303 RT/nF log ( 1- ia/iL) Dengan mengalurkan polarisasi konsentrasi (ηConc) terhadap log i menunjukkan bahwa η Conc sampai rapat arus batas (iL) seperti ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut ini.

36

Gambar 3.5 Kurva Tafel difusi oksigen maksiumum di permukaan logam Rapat arus batas (iL) adalah pengukuran laju reaksi maksimum tanpa kecuali karena laju difusi maksimum ion H+ dalam larutan. Rapat arus batas (iL) dapat dihitung menurut persamaan iL = Dz.nFCB / δ dengan , Dz adalah difusivitas zat yang bereaksi (H +) , iL bertambah dengan konsentrasi larutan lebih tinggi (CB), suhu lebih tinggi. Dz dapat dinaikkan dengan agitasi atau pengadukan larutan, dan jarak δ berkurang seperti ditunjukkan pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Pengaruh Agitasi Vs iL Untuk proses korosi, poalrisasi konsentrasi adalah signifikasn dengan proses reduksi katodik dan polarisasi konsentrasi untuk reaksi anodik diabaikan karena pemasukan atom logam tidak dibatasi pada daerah antar muka logam. 3.4.3 Polarisasi Kombinasi Polarisasi katodik total (ηTC) adalah jumlah polarisasi aktivasi dan konsentrasi Polarisasi katodik total (ηTC) = ηact + ηConc 37

Yang dapat dikembangkan untuk Polarisasi katodik total (ηTC) = βc log ic/io + 2,3RT/nF log (1- ic/iL) Polarisasi konsentrasi biasanya tanpa polarisasi konsentrasi anodik dari pelarutan logam, sehingga polarisasi anodik (ηa) = βa log i a/io 3.5 Teori Potensial Gabungan Prinsip konversi muatan diperlukan aplikasi dari polarisasi gabungan daei polarisasi anodik untuk sejumlah reaksi setengah sel yang berlangsung secara simultan pada hantaran permukaan. Laju total oksidasi harus sama dengan laju total reaksi yang merupakan jumlah arus oksidasi anodik harus sama dengan jumlah arus reduksi katodik. Hal ini dinyatkan bahaya bila terjadi akumulasi muatan di elektroda. Reaksi anodik korosi logam dinyatakan dalam bentuk : M  M n+ + ne Reaksi katodik adalah jumlah disngkat sebagai 1) Pembebasan gas hidrogen dari larutan asam atau netral 2H + + 2e  H2 2H2O + 2e  H2 + 2OH 2) Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam atau netral O2 + 4 H+ + 4e  2 H2O O2 + H2O + 4e  4 OH 3) Reduksi oksidator terlarut dalam larutan : Fe 3+ +e  Fe 2+ 3.5.1 Potensial Elektroda dan Rapat Arus Jika logam seng (Zn) mengalami korosi dalam larutan asam, sesuai reaksi Anodik Zn  Zn 2+ + 2e Katodik 2H + + 2e  H2 Kedua reaksi ini berlangsung secara simultan di permukaan logam seng. Polarisasi reaksi anodik dan katodikdi permukaan logam adalah sama. Potensial elektroda setengah sel berubah, menurut persamaan Poalarisasi anodik (ηa) = βa log ia/io dan ηc = βc log ic/io sampai potensialnya adalah sama dengan potensial korosi (E cor) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7 berikut.

38

Gambar 3.7 Potensial Korosi Persamaan polarisasi katodik diasumsikan bahwa polarisasi konsentrasi adalah tidak ada. Hubungan ηa dan ηc untuk polarisasi akrivasi reaksi Zn  Zn 2+ + 2e dan 2H+ +2e  H2 adalah linier pada grafik semilog ( Gambar 3.7). Nilai rata-rata βa dan βc diestimasikan pada 0,1 Volt dan -0,1Volt. Pada E cor laju reaksi anodik dan aktodk adalah sama. Laju pelarutan anodik, ia adalah identik dengan laju korosi icor yang merupakan rapat arus pertukaran. Rapat arus anodik (ia ) = ic = icor 3.5.2. Pengaruh Rapat Arus Pertukaran Rapat arus pertukaran setiap reaksi setengah sel sering berlebihan daya dorong termodinamik dalam penentuan laju reaksi. Sebagai contoh, potensial gabungan korosi logam besi dalam larutan asam. Prosilnya adalah sama dengan untuk ptosil korosi logam seng (Zn). Hal ini dosebabkan potensial elektroda setengah sel E Fe2+/Fe, untuk reaksi anodik besi. Fe  Fe 2+ + 2e , laju korosi dinyatakan lebih rendah daripada korosi Zn, yang potensial elektroda setengah sel adalah lebih aktif ( -0,76 Volt) Diagram polarisasi untuk Zn dan Fe ditunjukkan pada Gambar 3.8 berikut ini.

39

Gambar 3.8 Diagram Polarisasi Zn dan Fe Gambar 3.8 menunjukkan secara nyata bahwa potensial elektroda Zn adalah lebih rendah daripada Fe sebab rapat arus pertukaran untuk reduksi hidrogen pada Zn dibandingkan untuk besi (Fe) dan secara komparatif rapat arus pertukaran pelarutan Zn dan Fe ditnjukkan pada Gambar 3.8. 3.5.3 Pengaruh Penambahan Oksidator Daya dorong korosi bertambah dengan penambahan oksidator kuat. Suatu sistem redoks dengan potensial elektroda setengah sel lebih mulia daripada yang lain. Penambahan garam ferri-ferro untuk suatu logam M terkorosi dalam larutan asam.Sebagai contoh, industri asam dikontaminasi dengan garam ferri-ferro dan pengotor kationik lain ditambah dengan korosi yang terjadi selama proses tidak diganti. Berdasarkan pengamatan pada korosi besi mengahsilkan penambahan oksidator ke dalam larutan asam  potensial korosi (Ecor) aman dengan nilai potensial lebih positif  laju korosi bertambah  laju pembebasan gas dikurangi Berdasarkan analisis potensial gabungan , dengan adanya dua oksidator secara simulatan terjadi reaksi: 2H+ + 2e  H2 dan Fe 3+ + e  Fe 2+ ( E0 = 0,77 Volt). Nilai rapat arus (i) untuk setiap reaksi di lokasi pada potensial setengah sel dengan tetapan Tafel diestimasi 0.1 Volt. 3.5.4 Pengaruh Polarisasi Konsentrasi Bila konsentrasi oksidator adalah rendah seperti dinyatakan dengan penurunan C B dalam persamaan: iL = Dz.nFCB/δ Berdasarkan persamaan polarisasi aktivasi dan konsentrasi memberikan kontribusi dalam polarisasi katodik. Jika rapat arus reduksi mendekati iL maka polarisasi konsentrasi terjadi penyimpangan dan laju korosi menjadi dibatasi oleh difusivitas oksidator dari nlarutan ruah. Pada polarisasi katodik rendah, proses reduksi dikendalikan oleh aktivasi tetapi pada polarisasi tinggi dikendalikan oleh difusi atau konsentrasi. Sebagai contoh, korosi logam dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi adalam besi atau baja dalam larutan garam encer teraerasi (air laut). Proses katodik adalah reduksi oksigen terlarut menurut reaksi O2 + 2H2O + 4 e  4 OH – Kelarutan maksimum oksigen terlarut dalam air adalah realtif rendah, sekitar 8 ppm pada suhu ambient. Dalam kondisi ini, korosi dikendalikan oleh difusi oksigen terlarut menuju permukaan logam besi. Meskipun berikut ini

40

Gambar 3.9 Pengaruh Pengadukan terhadap iL Jika iL menjadi besar daripada laju oksidasi anodik atau rapat barus (io), laju korosi logam icor, bertambah sesuai dengan laju pengadukan lihat gambar 3.9 dan tetapi bila di tingkat lebih tinggi atau iL > io, maka reaksi reduksi menjadi dikendalikan oleh polatisasi aktivasi. 3.6 Penentuan Polarisasi hasil Percobaan Berikut adalah contoh kurva polarisasi anodik dan katodik hasil percobaan dari hasil pengukuran potensiostat.

41

BAB IV BENTUK-BENTUK KOROSI

42

Tujuan Pembelajaran Umum 1.Mahasiswa mampu menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi, mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori proses korosi dengan reaksi- reaksi yang terjadi baik reaksi secara elektokimia atau reaksi kimia. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi,mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang beriteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami teori proses korosi dengan reaksi reaksi yang terjadi secara elektrokimia atau reaksi kimia. Pendahuluan Proses korosi akan terjadi bila terdapat perbedaan potensial antara katoda dan anoda dan lingkungan yang mempengaruhi. Tetapi untuk bentuk-bentuk korosi tergantung pada sifat material, sifat lingkungan dan ada tidaknya tegangan atau regangan yang bekerja pada material tersebut, sehingga material tersebut dapat mengalami korosi dalam bentuk-bentuk yang spesifik. Secara umum bentuk-bentuk korosi diklasifikasikan menjadi korosi merata dan korosi setempat, dan berdasarkan mekanisme proses korosinya bentuk korosi yang sering terjadi adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Korosi merata Korosi galvanik Korosi celah (crevice corrosion) Korosi sumuran (pitting corrosion) Korosi intergranular Korosi pelindian selektif (selective leaching) Korosi erosi Korosi yang disebabkan factor mekanik, yang mencakup peretakan korosi tegang (stress corrosion cracking), korosi lelah (fatigue corrosion) dan peretakan yang diinduksi hydrogen (hydrogen induced cracking).

4.1. Korosi Merata Salah satu bentuk korosi yang terjadi pada logam adalah korosi merata. Korosi merata adalah jenis yang korosinya terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar atau terekspose ke lingkungan berlangsung dengan laju yang hampir sama. Dengan demikian hampir seluruh permukaan logam menampilkan terjadinya proses korosi. Korosi merata terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan sehingga kontak yang berlangsung mengakibatkan seluruh permukaan logam terkorosi. Korosi seperti ini umumnya dapat kita 43

temukan pada baja di atmosfer dan pada logam atau paduan yang aktif terkorosi yang berarti potensial korosinya berada pada daerah kestabilan ionnya dalam diagram potensial pH. Kerusakan material yang umumnya diakibatkan oleh korosi merata dinyatakan dengan laju penetrasi yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Laju Korosi Merata Ketahanan Relatif Korosi Mpy (nm/h) Outstanding N>O. Kekuatan inhibisi senyawa amina alifatik bertambah sesuai urutan: NH3 < R1NH2 < R2NH < R3N R adalah gugus alkil (etil, propil, butyl, dst). Jika ke empat gugus alkil diperkenalkan, pengaruh inhibisi berkurang dengan kuat. Apabila berat molekul senyawa bertambah, maka pengaruh inhibisinya bertambah. Untuk suatu deret inhibitor belerang (tiol dan sulfida) pengaruh inhibisinya bertambah sesuai urutan: CH3 < C2H5 < C3H7 < C4H9 < C5H11 Beberapa contoh inhibitor organic, antara lain adalah metilamina, dimetilamina, alilamina, piridina, kuinolin, natrium benzoate, imidazolin, dan sebagainya. Gambar 5.17 merupakan struktur beberapa senyawa organic yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi.

110

Gambar 5.17. Rumus Struktur Beberapa Inhibitor Organik

6.6.4. Inhibitor Campuran Inhibitor campuran, biasanya mengandung salah satu bahan oksidator seperti kromat, nitrit dan bahan non oksidator yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan seperti ortifosfat atau silikat. Sebagai contoh, inhibitor campuran adalah penggunaan senyawa nitrit dan benzoate untuk radiator automobile, senyawa kromat dan polifosfat sebagai inhibitor anodik dan katodik. 6.6.5. Latihan Jawablah pertanyaan berikut. 1) Gambarkan perbedaan inhibitor anodik dengan katodik! 2) Berilah contoh penggunaan: a. inhibitor anodik b. inhibitor katodik c. inhibitor campuran 3) Jelaskan mekanisme kerja inhibitor organic! 4) Jelaskan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi logam! 5) Berilah contoh inhibitor organic dan penggunaannya di lapangan!

111

6.6.4. Inhibitor Fasa Uap Untuk mencegah korosi logam di atmosfir dalam ruang tertutup seperti kotak selama penyimpanan atau perjalanan digunakan inhibitor fasa uap (VPI atau VCI dari inhibitor korosi volatile). Jenis inhibitor yang biasa digunakan adalah senyawa amina alifatik dan siklik serta nitrit dengan tekanan uap yang tinggi. Sebagai contoh: disikloheksilamonium nitrit dan disikloheksilamonium karbonat. Kertas yang dilapisi inhibitor fasa uap sering digunakan sebagai bungkus antikorosif. Etilen diamina dalam boiler dialirkan bersama uap panas (steam) untuk mencegah korosi dalam pipa pengembunan (tangki kondensasi) karena akan menetralkan gas karbon dioksida. Mekanisme inhibitor fasa uap adalah sebagai berikut: Inhbitor mengenai logam, terkondensasi dan terhidrolisis akibat kelembaban di permukaan logam, yang akhirnya mengendap atau melapisi di permukaan logam. Apabila ada oksigen, maka akan terjadi proses pasivasi pada logam. Latihan Jawablah pertanyaan berikut. 1) Berilah contoh inhibitor fasa uap dan penggunaannya! 2) Jelaskan mekanisme perlindungan inhibitor fasa uap! 3) Jelaskan pemakaian inhibitor tempat atau guang perkakas! 6.6.5. Pengendalian Korosi dalam Generator Uap dan Sistem Pendingin Dalam sistem pendingin atau generator uap akan terjadi peningkatan laju korosi bila pH dalam sistem naik dan kandungan oksigen terlarut meningkat. Untuk sistem sekli pakai yang menggunakan air biasa pada temperatur rendah dapat menggunakan inhibitor yang murah atau pengaturan komposisi air untuk menghasilkan kerak pelindung yang tipis di permukaan logam. Pada sistem air, biasanya kerak yang terbentuk adalah kalsium atau magnesium karbonat. Kerak dibentuk ini harus sangat tipis dan tidak boleh menghalangi aliran air. Kerak ini harus dipelihara, apabila rusak akan menyebabkan korosi di permukaan logam. Pemeliharaan kerak ini memerlukan keseimbangan kimia air, sebab kelarutan kalsium karbinat dalam air rendah. Karena itu, selaput tipis dari karbonat terjadi menurut reaksi: CO2 + H2O = H2CO3 Apabila air mengandung garam kalsium, maka dalam sistem air akan terjadi reaksi: CaCO3 + H2O + CO2 = Ca(HCO3)2 Apabila air panas atau suhu naik, maka kandungan CO 2 alam air berkurang, sehingga pH larutan naik dan raksi bergeser kea rah CaCO 3. Untuk menjaga agar bikarbonat tetap dalam sistem air, maka kalsium karbonat segera mengendap di katoda, akibatnya kenaikan pH kecil. Pada instalasi pembangkit uap bersistem daur ulang yang menggunakan baja sebagai bahan konstruksi utama, air diproses untuk menjaga pH air > 11. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan oksigen dan menghilangkan garam pembentuk kerak. Air kondensat biasanya mengandung bahan pengotor seperti CO2, oksigen, dan garam terlarut, terutama garam natrium yang diambil dari uap air. 112

Pengaruh bahan pengotor pada sistem pembangkit uap antara lain adalah sebagai berikut:  Karbon dioksida mudah larut dalam air dingin dan membentuk asam karbonat dengan pH 5,5-6,0 dan ketika dipanaskan, gas keluar, masuk ke dalam sistem kemudian larut kembali dalam kondensat. Hal ini menyebabkan pH air kondensat lebih rendah dari yang diperlukan, sehingga dapat menyebabkan pengausan pada permukaan logam yang akhirnya menyebabkan korosi lokal.  Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katodik dan dapat menyebabkan korosi sumuran.  Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dan membentuk selaput tipis di permukaan logam. Ketika selaput menebal, laju perpindahan panas menurun, sehingga efisiensinya menjadi menurun dan mengakibatkan panas berlebih (over heating) di daerah tersebut. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara:  penambahan amina, yaitu untuk mengendalikan pengaruh karbon dioksida  penambahan sulfit atau hidrazin yang berfungsi untuk mengurangi oksigen terlarut  penambahan basa (NaOH) atau natrium ortofosfat atau metafosfat yang berfungsi untuk mengendalikan pH larutan Latihan 1) Jelaskan penyebab korosi di dalam generator uap dan sistem pendingin! 2) Jelaskan cara memelihara kerak pada permukaan logam! 3) Mengapa pada sistem air biasa sering terjadi pemanasan lokal? 4) Jelaskan cara pengendalian pada sistem distribusi air! 6.6.6. Inhibtor yang Larut dalam Minyak Pelumas (Oil) Peralatan atau konstruksi logam yang diproteksi dengan oil atau lemak pelumas (grease) memerlukan proteksi lebih efektif dari serangan korosi. Sebagai contoh:  pelumasan motor  pompa hidrolik minyak  lemak pelumas Indikator yang ditambahkan dapat berupa:  oksidator (pasivator), misalnya garam nitrit ditaburkan dalam minyak pelumas (Oil) atau nitrit dan kromat organic.  inhibitor organic (adsorpsi), misalnya senyawa nitrogen dan belerang organic, misal senyawa amina.

113

Tabel 6.3. Daftar Inhibitor dan Kegunaannya Nama Inhibitor Penggunaan dan Logam yang Dilindungi Natrium nitrit Air pendingin: baja Larutan garam: baja Air laut: baja Pendingin mesin: baja Natrium nitrat Mencegah instalasi peretakan kaustik: baja Natrium hydrogen fosfat Air pendingin: baja Ketel: baja, tembaga, seng Air laut (dengan natrium nitrit): baja Boraks Pendingin mesin: baja Sistem pendingin glikol: baja Natrium silikat Air minum: baja, tembaga, seng Air garam lading minyak: baja Air laut: baja Ion arsenat Kebanyakan asam pekat: baja Amina organic Kondensat uap ketel: baja Asam: baja Air garam lading minyak: baja Hidrazin Pemakan oksigen (temp. tinggi): baja Natrium sulfit Pemakan oksigen (temp. rendah): baja

Konsentrasi 0,05% > 5% 0,5% < 1% 1% 10 ppm 10 ppm 1% 1% 10-20 ppm 0,1% 10 ppm 0,5% Variasi

Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan

Latihan Kerjakan soal berikut pada buku tugas Anda. 1) Inhibtor yang bagaimana ditambahkan di lingkungan minyak? 2) Berilah contoh inhibitor dan penggunaannya! 3) Berilah salah satu jenis inhibitor yang dapat diterapkan di lapangan! 4) Jelaskan mekanisme proteksi inhibitor organic pada suatu logam! Contoh Soal Suatu logam dalam larutan asam teraerasi. Koefisien tafel katodik (c)= - 120 mV/decade dan koefisien tafel anodik (a)= 60 mV/decade. Digunakan dua buah inhibitor organic, yang satu sebagai inhibitor anodik dan yang lainnya sebagai inhibitor katodik. Kedua inhibitor mampu mengubah potensial korosi logam dengan harga yang sama, yaitu 50 mV tanpa mengubah koefisien tafel. Jelaskan inhibitor yang lebih efektif (penjelasan disertai gambar)!

BAB VII PROTEKSI KOROSI METODA COATING ORGANIK DAN ANORGANIK MATERIAL, PERANCANGAN, DAN PENGUBAHAN MEDIUM KOROSIF

114

Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda coating bahan organik. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda coating bahan anorganik. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses pengendalian korosi dengan bahan organik yang menerapkan pengunaan cat meliput jenis dan komposisi cat dan bahan plastik untuk proteksi korosi logam. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami proteksi korosi dengan bahan anorganik melalui proses anodisasi, kromatisasai,dan fofatasi. Pendahuluan Metode coating organik dan anoerganik merupakan proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam. Coating organik biasanya menggunakan senyawa polimer, seperti senyawa yang dicampurkan di dalam cat atau plastik. Bagian ini akan diawali mendalami cat dan plastik sebagai lapisan pelindung di permukaan logam. Coating anorganik berupa pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Oleh karena itu, proses anodisasi aluminium, kromatisasi, dan fosfatasi merupakan coating anorganik yang diuraikan pada bab ini. 7.1. Coating Organik (cat) Coating organik terutma bertindak sebagai penghalang antara material dengan lingkungan korosif. Lapisan organik diterapkan sebagai cairan dengan bantuan kuas, roll atau penyemprotan. Umumnya, pelapis organik ini disebut cat yang terdiri dari partikel padatan yang terdispersi dalam media cairan pengikat. Selain iu, cat mengandung juga pelarut dan thinner yang mengendalikan viskositas dan menyediakan sifat-sifat yang diperlukan pada pemakainya. 7.1.1. Komposisi Cat Cat mempunyai komposisi sebagai berikut:  Binder (resin): merupakan bahan dasar cat (vehicle), menentukan sifat tahan terhadap lingkungan dan dipakai sebagai nama jenis cat, misalnya: vinyl, epoksi, akrilat, dan lain-lain.  Pigmen (zat warna) merupakan padatan pembentuk lapisan pelindung. Contoh: serbuk seng, seng-kromat, rutile, dan lain-lain.  Solvent (pelarut) mengencerkan bahan cat, contoh: terpentin, air, senyawa hidrokarbon. 115

 Filler merupakan bahan pengisi dan bersifat inert berfungsi untuk menambah padatan dalam bahan cat. Contoh : CaCo3, barit,clay (lempung), dll.  Additif (anti oxidant, anti settling agent, anti floating, dst) 7.1.2. Sistem Cat Umumnya, sistem pengecatan tidak hanya dengan satu lapis cat, sedikitnya diperlukan dua lapis cat untuk mengurangi kemungkinan terbentuknya lubang-lubang halus. Unsur utama pengecatan adalah priming coat, under coat, dan finishing coat. Priming coat merupakan pelapis yang diterapkan padapermukaan logam yang akan dilindungi, tetapi dapat juga diterapkan kepada pelapis logam seperti seng. Primer coat ini berfungsi sebagai fondasi sistem protektif, sehingga cat ini harus membasahi dan menempel dengan baik pada permukaan logam. Umumnya, sistem cat tidak ada perbedaan penting antara primer coat dengan under coat, tetapi di dalam cat yang mengandung natural oil (minyak alam), pigmen yang ada di dalam cat dapat bersifat inhibitor. Misalnya red-lead (meni) yang dengan miynyak (oil) bereaksi membentuk sabun (soap) yang bertindak sebagai inhibitor. Under coat terutama berfungsi untuk membangun ketebalan dari pelapisan adhesi antar lapisan penting. Pigmen yang digunakan, umumnya, adalah pigmen pada finishing coat. Finishing coat berfungsi untuk memproteksi lingkungan. Pigmennya bersifat non inhibitif dan inert seperti titanium oksida, aluminium dan miscaceous iron oxide untuk memberikan warna. 7.1.3. Karakteristik Cat Jenis pengikat Cara pengeringan

Minyak rami Polimerisasi oksidatif mentah udara Minyak rami masak Vernis oleoresin Kondensasi pemanasan/ kondensasi udara/ polimerisasi oksidatif Alkid oil length Polimerisasi oksidatof panjang udara Alkid oil length Polimerisasi kondensasi sedang udara/ oksidatif pemanasan Alkid oil length Plomerisasi kondensasi pendek pemanasan Campuran urea Polimerisasi kondensasi formaldehid alkid pemanasan Campuran Polimerisasi kondensasi melamin pemanasan

Ketahanan terhadap asam Asam Basa Air Pelarut

Udara Luar Buruk/ cukup

cukup

Sangat buruk

cukup

cukup

cukup

Sangat buruk

cukup

buruk

Cukup baik

cukup

buruk

cukup

cukup

buruk

Cukup baik Cukup baik

Sangat baik Sangat baik

cukup

cukup

baik

Cukup baik Cukup baik

Cukup baik Cukup baik

Sangat baik Sangat baik

Cukup baik Baik

Sangat baik Cukup

Baik

Sangat baik

cukup

116

formaldehid alkid Amino epoksi atau campuran resin fenolat Campuran polyester/ poliisosianat Resin venil Karet klorinasi

Polimerisasi kondensasi Baik pemanasan

Baik

Sangat baik

Sangat baik

Baik

Polimerisasi kondensasi Cukup penambahan udara/ baik pemanasan Evaporasi pelarut udara Sangat baik Evaporasi pelarut udara Baik

Baik

Cukup baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik Baik

Sangat baik Sangat baik

Buruk

Baik

Buruk

Baik

7.1.4. Kegagalan Cat Beberapa cat boleh diaplikasikan langsung pada permukaan logam, karena komponen cat mengandung asam fosfat atau asam tanat. Asam ini dengan produk korosi membentuk lapisan yang melekat di permukaan logam, karena asam ini mengoksidasi ferro menjadi ferri, sehingga cat akan melekat erat di permukaan yang lembab. Secara umum, cat diaplikasikan pada permukaan logam yang telah disiapkan. penyiapan permukaan logam dapat dilakukan seperti perlakuan permukaan yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Penyebab utama kegagalan sistem cat adalah:  penyiapan permukaan logam yang kurang memadai  pengerjaan lapisan cat pada kondisi yang tidak sesuai atau metoda pelapisan yang tidak tepat. Penyiapan permukaan logam akan memperngaruhi hasil pelapisan. Sebagai contoh, apabila permukaan terlalu kasar, puncak-puncak mikro yang terjadi akan mendapatkan lapisan yang tipis atau bahkan tidak terlapisi, akibatnya cat akan mengalami penetrasi awal. Ketika butiran air berdifusi melaui lapisan cat, larutan garam dari produk korosi dapat terbentuk pada bagian yang sifat adesinya kurang baik. Apabila konsentrasi larutan garam meningkat, maka tekanan osmosis akan memaksa air masuk melalui cat agar larutan garam menjadi encer. Hal ini akan menimbulkan pelepuhan dan memperluas pemisahan cat dengan logam serta merusak penampilan cat. Selain hal tersebut di atas, cat harus diaplikasikan pada kondisi udara yang tepat. Misalnya kelembaban kelembaban relative terlalu tinggi, selaput tipis air yang ada di permukaan logam akan mempengaruhi daya rekat dan waktu pengeringan cat. Suhu lingkungan juga mempengaruhi wakti pengeringan, yaitu penguapan pelarut cat dapat lebih lambat pada suhu sangat rendah dan ada cat kemasan ganda yang tidak dapat mongering bila suhu tidak tepat. Suhu yang berbeda pada bagian tertentu sebuah komponen terutama apabila cat harus dipanaskan atau dipanggang dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan, dapat menyebabkan pelarut yang menguap di satu bagian, tetapi di bagian lain (atau sisinya) terjadi pengembunan. Hal ini menyebabkan cat melarut pada bagian yang terjadi pengembunan pelarut, sehingga pada bagian ini akan terjadi bekas yang berupa guratan apabila cat sudah mengering. 117

Kegagalan cat dapat terjadi pada sistem cat kemasan ganda akibat kurang sempurnanya proses pencampuran dua komponen saat cat digunakan dan proses peneringan untuk membentuk lapisan akhir bergantung pada polimerisasi silang. 7.1.5. Latihan Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas! 1) Apa fungsi pengecatan pada logam? 2) Sebutkan cara pengecatan yang sering dilakukan! 3) Sebutkan kompoisi cat dan jelaskan fungsinya! 4) Jelaskan perbedaan primer coat, under coat, dan finishing coat! 5) Sebutkan jenis cat dan karakterisiknya! (3 macam) 6) Jelaskan penyebab kemungkinan terjadi kegagalan sistem cat! 7.2. Coating Plastik Coating termoplastik dan elastomer sering dilakukan terhadap logam yang relative mudah untuk memadukan sifat mekanik logam dan sifat plastik anti korosi. Teknik pelapisan plastik dapat diterapkan di berbagai lingkungan, misalnya lingkungan asam, basa, lumpur mengalir yang abrasif, terendam terus-menerus dalam air laut. Metoda pelapisan plastik pada logam dapat dilakukan dengan:  cara pencelupan  penyemprotan tanpa udara, elektrostatik, panas  pengulasan Persaingan bahan pelapis plastik seperti persaingan industri cat, maka di pasaran terdapat bahan dasar yang sama, tetapi merek dagang berbeda-beda. Secara umum, bahan dasar plastik adalah sebagai berikut. 1) Nilon Bahan nilon mudah diberi warna, tidak akan pecah, dan tahan terhadap minyak dan pelarut. Nilon dapat digunakan pada suhu sampai 120°C, sehingga bahan ini dapat disterilkan dan banyak dipakai dalam industri pengolahan makanan. Pelapisan pada baja dan aluminium menunjukkan keliatan yang baik. 2) Politena (Polietilena) Bahan ini digunakan untuk melapisi alat rumah tangga, untuk pipa, tangki bahan kimia, dan rak. Untuk lingkungan tertentu, seperti lingkungan deterjen, alkohol, silikon, cenderung mengalami peretakan korosi tegang. 3) Plovinil Klorida (PVC) Bahan pelapis jenis ini mudah menguap dan sifatnya bergantung pada kandungan plasticizer sesuai dengan kondisi penggunaannya. Agar bahan pelapis melekat erat pada logamnya, logam harus diberi bahan perekat atau cat dasar lebih dahulu. Bahan ini diaplikasikan dengan cara pencelupan dan penyemprotan, baik ke dalam tepung PVC halus maupun PVC cair. Pada permukaan yang panas, polimer dan plasticizer saling-silang menghasilkan endapan seperti gelatin, selanjutnya dikeringkan dengan pemanasan dengan suhu lebih tinggi untuk mendapatkan lapisan yang kuat. 118

Logam yang dilapisi bahan ini tidak boleh mengalami suhu lingkungan lebih tinggi dari 60-70°C. 4) Politetrafluoroetilena (PTFE) Bahan ini mempunyai ketahanan korosi yang tinggi, stabil pada suhu sampai 250°C, tahan terhadap asam dan basa dan tidak menyerap air. Namun demikian, perlindungan terhadap korosi logam tidak dapat dijamin, karena sulit utnuk menghilangkan pori-pori mikro yang terdapat pada lapisan. 5) Poliuretan Pelapis bahan ini telah diterapkan untuk melapisi baja dalam lingkungan air laut, minyak pelumas, deterjen, dan asam atau basa pada konsentrasi rendah. Bahan ini dapat dilapisikan dengan metoda penyembprotan tanpa udara, pengulasan dan pencelupan. Latihan Kejakan soal berikut. 1) Sebutkan jenis plastik yang digunakan sebagai coating! 2) Metode apa yang digunakan untuk aplikasi coating plastik? 3) Sebutkan bahan dasar plastik yang biasa digunakan sebagi coating! 7.3. Coating Oksida Beberapa logam mempunyai kecenderungan untuk membentuk lapisan tipis (film) oksida yang stabil di permukaan logam. Lapisan ti[is ini dalam kondisi tertentu dapat protektif. Hal ini disebut pasivasi yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu logam untuk mengadsorpsi inhibitor korosi yang sesuai secara kimia berfungsi untuk mengurangi laju korosi logam di lingkungan yang korosif. Zat inhibisi ini meliputi oksigen, oksida logam, produk korosi, adsorban organik, dan sebagainya. Selanjutnya, pasivasi menunjukkan kestabilan adsorbs kimia dan perawatan film protektif selama waktu tertentu. Pasivasi merupakan metoda relative sederhana dari proteksi logam terhadap korosi lunak atau lingkungan yang spesifik dan mempunyai tiga penerapan, adalah: 1. menstabilkan adanya film oksida terhadap oksidasi atmosfer selanjutnya yang berwarna putih produk oksidanya, misalnya timah dan seng. 2. meminimalkan perubahan permukaan, misalnya pelapisan timah 3. memperbaiki daya rekat (adesif) cat dan pernis, misalnya coating seng secara galvanisasi atau pelapisan timah pada kaleng. Pasivasi dapat dicapai melalui tiga cara: 1. Pasivasi mekanik disebabkan oleh suatu pembentukan lapisan penghalang sebagai produk korosi antara logam dengan elektrolit dan korosi selanjutnya, misaalnya korosi besi dalam larutan soda kaustik 40% pada suhu 70°C bila bentuk lapisan Fe3O4. 2. pasivasi kimia disebabkan oleh adsorpsi suatu logam atau oksida logam yang membentuk film permukaan yang stabil, misalnya kromatisasi 3. Anodik atau pasivasi secara elektrokimia bila oksida logam dapat dibentuk dengan pengaturan kondisi yang dapat dibuat perlakuan akhir secara sederhana. 119

Keadaan pasif tidak diasumsikan sebagai salah satu kondisi tidak terjadi korosi, tetapi merupakan reaksi pembentukan fim pasif sebagaipenghalang pengendalian laju difusi, maka laju pelarutan logamditunjukkan kembali dengan arus sekitar 10-10a/cm2. Pembentukan beberapa oksida pada logam dapat lebih baik dipasivasikan atau diaktivasi dapat bergantung adanya ion pengompleks atau depasivasi seperti ion klorida (Cl-). Variabel utama lingkungan adalah pH dan potensial. Faurbaix telah menggunakan kenyataan ini untuk mengembangkan diagram pH potensial sebagai suatu indikasi kondisi film pasif terbentuk. Gambar 7.1. memberikan tiga diagram untukkrom dalam berbagai lingkungan, 1a dalam lingkungan aqueous pada 25°C dan diasumsikan terbentuk hidroksida, 1b krom dalam kondisi yang sama dengan pembentukan krom oksida, dan 1c adanya ion klorida dan daerah pasif diperkecil. Diagram tersbut dpat diaplikasikan untuk sifat logam krom, daerah pasif dengan film pasifnya merupakan campuran oksida.

Gambar 7.1.Diagram Pourbaix untuk Krom

7.3.1. Anodisasi Aluminium Anodisasi adalah proses pembentukan lapisan tipis (film) oksida pada permukaan benda kerja. Lapisan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap logam aluminium dari reaksi korosi. Proses anodisasi ini merupakan proses elektrolisis dengan aluminium ditempatkan sebagai anoda. produk proses anodisasi ini mempunyai peranan penting dalam industri manufaktur, seperti industri pesawat terbang, industri mesin dan masih banyak lagi industri yang memerlukan proses anodisasi. Mekanisme Pembentukan Oksida Mekanisme pembentukan lapisan oksida belum diketahui dengan pasti, tetapi reaksi oksidasi aluminium adalah sebagai berikut: 4Al + 3O2 = Al2O3 Kemungkinan tahap reaksi anodisasi  Tahapan reaksi anodisasi oksidasi elektrolitik yang mengubah logam aluminium menjadi ion. 120



Tahapan reaksi ion dengan oksigen yang dibawa dalam bentuk ion (OH- atau O2) pada antar muka sehingga membentuk lapisan aluminium oksida yang menempel pada permukaan anoda.  Tahapan terakhir merupakan peristiwa pelarutan kembali sebagian oksida tersebut oleh asam sehingga membentuk lapisan akhir yang terlapisi. Secara skematis tahapan reaksi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut: OHpelarutan 3+ Al  Al  Al2O3  lapisan Al2O3 akhir O2 Reaksi elektrodik, apabila proses anodisasi menggunakan larutan elektrolit H2SO4 yaitu: H2SO4 = 2H+ + SO42Pada katoda (Pb, Al, anoda tak larut): 2H+ + 2e = H2 E°= 0,0 Volt 2H2O + 2e + O2 = 4OH E°= 0,4 Volt Pada anoda Al: 2H2O = O2 + 4H+ + 4e Al = Al3+ + 3e E°= 1,66 Volt Reaksi pembentukan oksida: 2Al3+ + 3OH- = Al2O3 + 3H+ G° = -33,985 kkal Reaksi total: 2Al + O2 + H2O = Al2O3 + H2 G° = -320,080 kkal H° = -260,536 kkal Proses anodisasi aluminium menggunakan elektrolit yang melarutkan oksida logam, sehingga akan terbentuk suatu lapisan oksida yang hamper tidak berpori dan sangat tipis. Lapisan oksida semacam ini disebut lapisan penghalang arus. Apabila lapisan penghalang ini sudah terbentuk, maka lapisan ini akan semakin menebal dan mengakibatkan aliran arus listrik terbentuk, tetapi bila lapisan oksidanya banyak porinya, maka hal tersebut tidak akan terjadi. Lapisan oksida yang banyak porinya, ketebalannya hanya perpuluhan mikrommeter, yaitu dapat mencapai 0,17 mm. Kerapatan porositas bervariasi tergantung pada kondisi anodisasi, tetapi porositas terbesar mempunyai jarak 6-80.109 pori/cm2, diameter pori sekitar 100-300 A°. Komposisi film terutama adalah Al2O3, meskipun telah sealing dalam air mendidih komposisinya menjadi 70% Al2O3, 17% H2O, 13% sisa anodisasi seperti sulfat atau kromat. Untuk proteksi, ketebalan film dibutuhkan 5-25m. Teori struktur film oksida bergantung pada observasi percobaan  ketebalan film oksida hanya dapat terbentuk dalam elektrolit tertentu  total porositas film digambarkan kembali sekitar 45% dari volum film  film awal adalah rapat, tetapi menjadi kurang rapat pada pertumbuhan film  ketebalan film pada awalnya bertambah sesuai dengan jumlah secara teori, kemudian turun dengan waktu akibat efisiensi arus turun dan tegangan naik Secara skematis, lapisan oksida di permukaan logam aluminium dapat ditunjukkan seperti Gambar 7.2. berikut. 121

Gambar 7.2. Lapisan oksida dari aluminium Pembentukan aluminium oksida pada permukaan anoda aluminium akan semakin besar, bila arus dan waktu proses cukup lama, secara kuantitatif massa lapisan iksida yang terbentuk dapat dirumuskan: Mr.Al2O3.i .t m= nF dengan:

I = rapat arus n = jumlah mol electron yang terlibat t = waktu dalam detik Mr = masa rumus relatif F = bilangan Faraday m = massa lapisan dalam gram

Proses Anodisasi Secara sederhana proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti diagram pada Gambar 7.3 berikut. 122

Pencucian lemak

Pembilasan (Rinsing)

Pengetsaan (Etching) asam dan alkali

Pembilasan (Rinsing)

Brightener Dip (Pembersihan secara kimia)

Pembilasan (Rinsing)

Proses Anodisasi

Pembilasan

Pewarnaan

Sealing

Pengemasan Gambar 7.3. Diagram Proses Anodisasi Peralatan Proses Anodisasi Peralatan yang digunakan dalam proses anodisasi meliputu hal berikut:  Rectifier merupakan sumber arus listrik searah (DC). 123

 Katoda dan anoda, katoda berfungsi sebagai penghantar listrik dan tidak larut selama proses. Katoda yang dapat digunakan adalah Pb dan Grafit, SS, baja dan Al tergantung elektrolit.  Rak merupakan tempat prosuk hasil anodisasi, biasanya dari Al, paduan Al, Ti dan Ti yang dilapisi Al.  Bak (tangki) merupakan tempat larutan elektrolit, larutan pencuci. Secara sederhana peralatan proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti Gambar 7.4. berikut.

Gambar 7.4. Peralatan Proses Anodisasi

Proses Persiapan Benda Kerja Persiapan benda kerja dapat dilakukan dengan metode berikut. a. Pembersihan Lemak untuk Logam Aluminium  Surface active agent : soap, soapless-soap, T (20-80°C), t seperlunya  Proses asam sulfat : asam sulfat (5-20%), T (60-80°), t (30-180 detik)  Electronic degreasing : NaOH (1-2%), suhu kamar, t (30 detik), rapat arus (4-8 A/dm+), kemudian lakukan netralisasi dengan HNO3 10-15%.  Alkali : NaOH (5-20%), T (40-80°C), t (15-60 detik), kemudian netralisasi dengan HNO3 10-15%.  Garam-alkali : soda ash [Na2CO3 (10%), Na2SiO3 (2%), NaCN (2%)] atau [Na2CO3 (5%), Na2HPO4 (15%), T (30-80°C), t (30-180 detik) b. Proses Pengetsaan b.1. Etsa dengan asam  Asam nitrat-hidrofluorat : HNO3 (5-25%), HF (1-5%), CuSO4 (0,25%), T (2035°C), t (2-5 menit).  Asam sulfat : asam sulfat (90 gpl), T (70-90°C), t (1-5 menit).  Asam sulfat-kromat : H2SO4 (3-15%), CrO3 (2-10%), T (60-75°C), t (0,5-2 menit).  Asam-sulfat nitrat : H2SO4, (10%), HNO3 (10%), T suhu kamar, t (20-40 detik). 124

b2. Etsa dengan alkali  Natrium hidroksida : NaOH (10-25%), T (50-90°C), t (20-120 detik), kemudian dinetralisasi dengan HNO3 15-50%.  Soda kaustik-pospat : NaOH (3-8%), Na3PO4 (5-10%), T (55-80°C), t seperlunya.  Kaustik kromat : NaOH (7,50%), natrium silicon fluoride (2%), NaCrO 4 (0,50%), T (50-70°C), t (1-10 menit). Larutan Elektrolit untuk Proses Anodisasi Larutan elektrolit untuk proses anodisasi dapat menggunakan larutan berikut ini.  Larutan kromat (banyak dipakai untuk menganodisasi alat pesawat terbang dan lapisan oksidanya lebih tahan korosi dibandingkan dengan proses asam sulfat).  Larutan kromat-sulfat : CrO3 (50,25 -100,50 gpl), NaCl (0,20 gpl), asam sulfat (0,50 gpl), Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-0,54 A/dm2), t (1-10 menit), V (40 volt).  Larutan asam kromat : CrO3 (100 gpl), Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-1,8 A/dm2), t (30 menit), V (40 volt), agitasi udara.  Larutan asam sulfat : asam sulfat (15-18%), Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus (0,2-1,4 A/dm2), t (10-30 menit), V (14-24 volt), agitasi udara. Produk oksidanya lebih transparan dan keras.  Nikel-sulfat: asam sulfat (200 gpl), Ni-sulfat (10 gpl). Kondisi operasi: T (20°C), rapat arus (1,2 A/dm2), t (20 menit).  Asam fosfat : asam orthofosfat (108,7 gpl). Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus (1,21,5 A/dm2), t (10-40 menit). Pengerasan Lapisan Oksida Lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam aluminium dapat dilakukan pengerasan dengan metoda berikut ini. a. Dengan air panas Pengerasan lapisan oksida pada aluminium yang telah mengalami proses anodisasi dilakukan dengan air panas. Aluminium oksida akan bereaksi dengan air membentuk bochmat. Al2O3 + H2O = 2AlOOH Reaksi ini akan berjalan baik pada pH 5,5- 6,5. Agar pH air dapat dikontrol, perlu ditambahkan natrium asetat dan asam asetat. b. Dengan uap air panas Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan uap air panas. Dengan cara ini terbentuk selaput bochmat pada lapisan oksidanya. Cara pengerasan lapisan oksida dengan uap air panas dapat menghindari terlarutnya kembali sebagian zat pewarna. c. Dengan zat lain Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan larutan elektrolit seperti natrium asetat, bikromat, silikat, dan sebagainya. Pewarnaan Lapisan Oksida

125

Pewarnaan hasil proses anodisasi bertujuan untuk dekoratif, sehingga permukaan logam menjadi lebih indah dan menarik. Zat warna dapat diserapkan ke dalam pori-pori lapisan oksida. Hal ini dimaksudkan supaya lebih tahan lama dan tidak mudah hilang akibat sinar matahari. Zat wana yang digunakan dapat berupa zat warna organik maupun anorganik. a. Zat warna organik Setelah proses anodisasi dan dicuci dengan air, lapisan oksidasi pada permukaan aluminium dapat diberi warna dengan mencelupkan ke dalam larutan zat warna organik pada temperatur ±65°C. Pelarut zat warna ini tidak harus air tetapi dapat juga pelarut organik seperti alcohol, benzene, dst. Kadar zat warna dan pH larutan disesuaikan dengan jenis zat yang diinginkan. b. Zat warna anorganik Beberapa zat warna anorganik dapat diserap ke dalam pori-pori oleh larutan lainnya. Karena itu, ada dua tahap dalam proses pewarna ini. Tahap 1 : menyerapkan zat warna organik dalam pori-pori lapisan oksida. Tahap 2 : mengendapkan zat organik dalam pori-pori dengan larutan pengendapnya. Contoh: tahap 1 dalam larutan kalium ferrosianida, tahap 2 dalam larutan ferri nitrat, makan akan diperoleh endapan ferri-ferro sianida yang berwarna biru. c. Pengendapan logam Pewarnaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan garam logam. Garam-garam ini diserapkan ke dalam pori-pori lapisan oksida. Logam garam tersebut diendapkan secara elektrolitik. Logam-logam yang dapat diendapkan dengan cara ini adalah nikel, kobalt, timah, besi, tembaga, dst. Logam aluminium yang dikerjakan secara ini akan lebih tahan terhadap panas dan keadaan. Tabel 7.2 Zat Warna Organik Bahan Pewarna Kode BP Kont. (gpl) pH Tebal Lap. (m) Golden orange 2RL 5 4 - 5,5 6–7 Orange GL 6 5–8 6–7 Brass Yellow NGW 0,20 5–8 8 Gold MO 0,30 5,5 – 6,5 4–6 Copper 2RLW 5 5,5 – 6,5 9 – 10 Red RLW 6 4 – 8,5 7–8 Violet CLW 1,5 3,3 – 4 7–8 Blue 4LW 5,5 3 – 4,5 7–8 Green GLW 8 4,5 – 5,5 10 – 12 Olive Brown 2RW 5 5,5 – 6 9 – 10 Bronze LLW 3 5,5 – 6 9 – 10 Black LLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20 Deep Black MLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20 7.3.2. Kromatisasi kromatisasi melibatkan pembentukan lapisan tipis (film) campuran logam-kromoksida yang pasif. Komposisi lapisn tipis (film) dapat sangat tidak terbatas, tetapi dapat mendekati krom oksida hidrat (Cr2O3.xH2O) atau krom hidroksida [Cr(OH)3. Cr(OH).CrO4] dan biasanya, berwarna kuning atau dapat berwarna lain jika mengandung kromat basa. Pembentukan film kromat diawali dengan pelapis permukaan benda kerja (logam dan oksida logam) dan masuk 126

permukaan pelarutan. Larutan kromatisasi biasanya berisi suatu anion aktivasi seperti klorida dan sulfat. Proses ini adalah sesuai untuk logam Al, Cu, Zn, Mg, Ag yang ketebalan filmnya mulai 0,1 sampai 10-3 mm dapat dikembangkan atau tanpa lapisan pasif. Hal ini tidak tahan terhadap korosi, tetapi dapat digunakan sebagai pretreatment finishing organic. Aluminium Proses pasivasi Aluminium melibatkan pelarutan logam dan mengacu pada diagram Paurbaix Gambar 7.1. Hal tersebut dapat menjadi jelas bahwa kromatisasi kemungkinan melalui kedua elektrolit asam dan alkali, meskipun lapisan tipis (film) pasif harus didasarkan pada bohmit. Secara normal, film pasif berpori, tetapi kedua larutan kromat dan fosfat, film dapat terbentuk tidak berpori dengan pemanasan sampai temperatur diatas 70°C bayerit dihidrat menjadi bohmit. Film dengan ketebalan 1-2 m dapat tumbuh selama waktu 15-30 menit dengan penambahan NaOH. Suhu operasi dapat ditutunkan (misalnya untuk 65°C untuk 3,5 gpl atau 35°C untuk 7,0 gpl). Penggunaan silikat dan fosfat memperkecil porositas dan bertindak sebagai pengaktif yang efektif, dengan penambahan natrium hidrofosfat (Na2HPO4). PH operasi adalah kritik karena secara awal membentuk hidroksida dan mengendap pada permukaan logam sebagai bayerit. Al + 3H2O = Al (OH)3 + 3/2 H2 Al(OH)3 = Al2O3.3H2O Kelebihan ion hidroksil akan bereaksi dengan hidroksida membentuk ion kompleks aluminat. Al(OH)3 + OH- = Al(OH)63Pelarutan Al dapat dipercepat dengan penambahan oksidator yang terpolarisasi secara efektif, tetapi hydrogen diperlukan untuk mengendapkan basa kromat. 3/2 H2 + CrO42- = CrO.OH + 2 OHatau 3/2 H2 + CrO42- + H2O = Cr(OH)3 + 2OHFilm yang dihasilakn merupakan 75% bohmit dan 25% basa kromat. Larutan asam seperti tipe kromat-fluorida atau kromat-fosfat menghasilkan film tipis, transparan dengan ketebalan 0,1-1,0 m, sedangkan dengan ketebalan 1-5 m berwarna hijau gelap. Secara umum, larutan kromat-fluorida dapat diaplikasikan dengan pencelupan atau penyemprotan dengan warna film diatur oleh waktu dan temperatur operasi, yang juga mempengaruhi ketebalan lapisan (Gambar 7.5). Komposisi larutan tidak kritik, tetapi kelebihan activator dalam larutan, seperti fluoride dapat terjadi pembentukan tepung film meskipun dapat menghibisi kromatisasi. Pengaruh fluoride adalah untuk memungkinkan aluminium larutan awal bila dioksidasi, oksidator masuk ke dalam pembentukan kembali Al2O3. Dalam larutan alkali, pembentukan film kromat tergantung pada pmbebasan gas hydrogen, maka tahap pertama harus ada pelarutan aluminium. Film tidak keras atau tahan aus, tetapi memberikan ikatan adesif yang bagus untuk coating cat dan pernis. Film lebih tebal dapat dicapai dengan penambahan konsentrasi ion hidroksil dan kromat, tetapi untuk larutan yang mengandung fosfat menyebabkan AlPO4 yang dapat memperbaiki sifatnya.

127

Gambar 7.5. Variasi berat dan warna coating dengan waktu dan temperatur untuk perlakuan Al dalam larutan kromat-fluorida Magnesium Seperti dalam kasus Al, kromatisasi mentsbilkan fim oksida pada permukaan magnesium dan telah diterapkan untuk tuang dan dibuat paduan. Pembersihan permukaan adalah cukup penting. Pembersihandan kromatisasi tuang menghasilkan pengukuran kerak yang signifikan, yang dapat dikurangi dengan penerapan coating cat. Larutan dikromat (misalnya Na2Cr2O7 75 gpl dan SeO2 30 gpl) adalah paling baik, tetapi harus digunakan dalam kondisi panas selama 1 menit. Sehingga untuk tuang, larutan dingin adalah lebih baik, dan didasarkan pada asam nitrat (misal : HNO 3 25 mL/L, CrO3 280 gpl, dan HF 8 mL/L). Untuk ketahanan korosi dalam air laut, larutan dasar klorida dapat digunakan (NaCl 20-120 gpl, NaNO3 10 gpl dan pH 500 Tabel 8.2 Sifat Anoda Korban

139

N0 1 2 3 4 5

Sifat Anoda Masa jenis (Kg/dm3) Potensial (Volt/SHE) Tegangan dorong Kapasitas (AH/Kg) Efisiensi (%)

Mg 1,7 1 - 1,7 0,6 - 0,8 1200 50

Zn 7,5 1,05 0,25 780 95

Al 2,7 1,10 0,25 2700 95

Keuntungan Pemakaian Anoda Korban Keuntungan untuk penggunaan anoda korban antara lain:     8.3.2

Bekerja tidak tergantugn pada tenaga listrik Mudah memasangnya dan mudah dipasang anoda tambahan Tidak memerlukan pelatihan kusus untuk pengawasan dan inspeksi Tidak terjadi proteksi berlebih (over protection) dan mudah mendapatkan potensial yang merata di seluruh struktur. Proteksi Katodik Metoda Arus Terpasang (Impressed Current)

Prisip Proteksi Katodik Arus Terpasang Proteksi arus terpasang menggunakan sumber arus searah dari luar. Hal ini bertujuan untuk memaksapengaliran arus dari anoda melalui lingkungan menuju struktur yang diproteksi. Anoda terdiri atas material konduktif yangmelepaskan arus ke lingkungan dihubungkan melalui kawat yang diisolasi ke katoda. Sumber arus searah struktur yang diproteksi duhubungkan dengan kutub negative arus searah, sehingga struktur bersifat katodik. Contoh proteksi katodik arus terpasang dapat dilihat pada gambar 8 2 berikut.

Gambar 8.2 Proteksi Katodik Impressed Curent Pada gambar 8.2 ditunjukkan bahwa arus dialirkan dalam rangkaian eksternal sebagai electron dan arus terpakai (Aplied Current = I app) merupakan aliran electron.Elektron bebas tidak berada dalam larutan elektrolit, sehingga arus harus dibawa ion bermuatan positif den negative karena ion bermuatan positif merupakan ion pembawa arus.

140

Cara Pengukuran Potensial Struktur lihat bab 2 dan 3 Reaksi elektrokimia pada elektroda merupakan mekanisme proteksi katodik dan untuk transfer muatan dari electron menuju ion dipermukaan elektroda. Porteksi katodik dipantau dengan pengukuran potensial elektroda dari struktur yang diproteksi dengan penentuan beda potensial antara struktur dengan elektroda standar yang sesuai Anoda Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang Anoda yang digunakan pada proteksi katodik metode arus terpasang , biasnya merupakan anoda yang inert. Pada table 5.8 menunjukkan beberapa jenis anoda terpasang dan penggunaannya. Tabel 8.3 Bahan Anoda

Bahan jenis anoda terpasang dan penggunaannya

Konsumsi (KgA/tahun Platina (Pt) dan 8.10-6 logam yang dilapisi Pt 0,25 - 1,0 Besi silikon tinggi 6,8 - 9,1 Baja 9,5 Besi 4,5 - 6,8 Besi tuang 0,09 Timbal- Platina 0,09 Timbal – Perak 0,1 - 1,0 Grafit

Penggunaan yang disarankan Lingkungan laut dan zat cair dengan kemurnian tinggi

Sistem air minum dan pipa bawah tanahdengan urugan tanah atau bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut, system air minum, urugan bahan karbon

Keuntungan Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang Proteksi katodik arus terpasang mempunyai keuntungan sebagai berikut:       

Struktur yang diproteksi dalam jumlah besar Arus yang disuplai besar Kualitas lapisan pelindung tidak seragam Sumber arus tersedia Pengawasan dan pengaturan mudah dilakukan Kebutuhan anoda relative sedikit Biaya lebih murah

141

DAFTAR PUSTAKA Fontana, M.G. (1987). Corrosion Engineering 3rd. Mc Graw Hill. Gabe, Mmet. (1978). Principles of Metal Surface Treatment and Protection 2nd. New York: Pergamon Press. Gosta, W. (1972). An Introduction to Corrosion and Protection of Metals.Institute of Metallskydd. London: Butter and Tanner. Jones, Denny, A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. New York: Macmillan. Nurdin, I. (1996). Kinetika Korosi Elektrokimia, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian ITB. Bandung. Piron, D.L. (1991). The Electroi Koroschemistry of Corrosion. NACE. Purwadaria, S. (1995). Konsep-konsep Dasar Aqueous, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian ITB. Bandung. 142

Surdia, T dan Saito, S. (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita. Trethewey dan Kenneth, R. (1991). Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasawan (Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia. West, J.M. (1964). Electrodeposition and Corrosion Processes. London: Von Nostrad.

143

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF