Bahan 3 Cuy (Analisis Situasi Kesehatan Sungai Citarum)

March 21, 2018 | Author: megahijriawati | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Bahan 3 Cuy (Analisis Situasi Kesehatan Sungai Citarum)...

Description

TUGAS MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT ANALISIS SITUASI KESEHATAN PADA KAWASAN BANTARAN SUNGAI CITARUM

Dosen: Dra. Rr. Sulistyaningsih, M.Kes., Apt

Disusun oleh : KELOMPOK 2 Adi Pratama Nufus Dwianita Agisa Hasna Zhafinah Rizka Wulan Sari Angga Rahmadani Nurul Awaliah Armin

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016 0

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW karena dengan segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi materi uraian tentang analisis situasi kesehatan pada kawasan bantaran Sungai Citarum dan disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat pada program studi Profesi Apoteker. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. 2. Ibu

Dra. Rr. Sulistyaningsih, M.Kes., Apt selaku dosen pengampuh mata

kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat. 3. Teman-teman profesi apoteker Universitas Padjadjaran Tahun 2016 Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi. Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini.

Jatinangor, 10 Maret 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................. ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iii BAB I

PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang ................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah .............................................................. 2

1.3

Tujuan ................................................................................ 2

1.4

Manfaat .............................................................................. 2

BAB II ISI 2.1

Kondisi Geografis .............................................................. 3

2.2

Demografi Penduduk ......................................................... 5

2.3

Analisis Situasi ................................................................... 9 2.3.1 Kebiasaan Penduduk Sekitar Sungai ........................ 9 2.3.1.1 Kebiasaan Penduduk Berkaitan dengan Kesehatan ............................................................... 11 2.3.1.2 Kebiasaan Penduduk Berkaitan dengan Lingkungan ............................................................ 12 2.3.2 Penyakit yang Sering Terjadi dan Proses Penyebaran ................................................................ 15

2.4

Penyebab Penyakit ............................................................. 17

BAB III PEMBAHASAN 3.1

Identifikasi Kebijaksanaan ................................................. 19 3.1.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Kedaruratan ............................................................... 19 3.1.2 Penanggulangan Bencana.......................................... 20

iii

3.2

Upaya Promosi Kesehatan Diri dan Lingkungan ............... 22 3.2.1 Promosi Kesehatan Diri ............................................ 22 3.2.2 Promosi Kesehatan Lingkungan ............................... 28

3.3

Organisasi Penggerak dan Sumber Daya yang Dimanfaatkan ..................................................................... 33

3.4

Analisis Faktor Penunjang dan Faktor Penghambat .......... 33

3.5

Pemantauan dan Evaluasi Promosi Kesehatan ................... 34 3.5.1 Pemantauan Promosi Kesehatan ............................... 34 3.5.2 Evaluasi Promosi Kesehatan ..................................... 35

SIMPULAN

............................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 38

iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di propinsi

Jawa Barat dan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya. Pemanfaatan Sungai Citarum sangat bervariasi dari hulu hingga hilir dari yang memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, pertanian, peternakan dan industri. Sungai Citarum pada zaman dahulu awalnya bersih dan terjaga kelestariannya walaupun banjir juga menjadi masalah yang terjadi sejak dahulu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya industri, Sungai Citarum mlai tercemar akibat tidak terkelolanya limbah – limbah dari industri yang berdiri disekitar sungai. Saat ini di daerah hulu Citarum, sekitar 500 pabrik berdiri dan hanya sekitar 20% saja yang mengolah limbah mereka, sementara sisanya membuang langsung limbah mereka secara tidak bertanggung jawab ke anak sungai Citarum atau ke Citarum secara langsung tanpa pengawasan dan tindakan dari pihak yang berwenang (pemerintah). Oleh karena itu, pencemaran pada sungai dan perusakan lingkungan perlu dikendalikan seiring dengan laju pelaksaan pembangunan agar sungai dapat dipertahankan kelestarian fungsinya. Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang memberikan beban berlebihan terhadap daya dukung lingkungan, semakin diperparah dengan kurang bijaknya perilaku manusia di dalam mengelola sumber daya alam seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah rumah tangga, peternakan, industri, serta penyalahgunaan tata ruang juga menyumbang peran dalam tercemarnya Sungai Citarum. Jika tempo dulu sejarah mencatat keluhan masyarakat pada saat banjir hanya berupa penyakit flu dan diare, maka kini permasalahannya jauh lebih kompleks. Selain gatal-gatal dan penyakit kulit, gangguan pernapasan dan pencernaan juga sering timbul akibat bencana banjir, bahkan tak jarang harta bahkan jiwa juga menjadi korban dikarenakan daya rusak banjir yang jauh lebih besar.

1

Sungai Citarum yang tercemar memberikan dampak yang lebih buruk saat terjadinya banjir. Lingkungan yang tidak sehat akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat di sekitarnya menjadi tidak sehat dan masyarakat akan lebih rentan terkena penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukannya sosialisasi dan tindakan – tindakan untuk mengatasi masalah lingkungan dan kesehatan tersebut agar kualitas hidup masyarakat disekitar Sungai Citarum dapat meningkat.

1.2

Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi geografis dan demografi penduduk Sungai Citarum? 2. Bagaimana analisis situasi kebiasaan penduduk di daerah Sungai Citarum terkait kesehatan dan lingkungan? 3. Apa penyelesaian serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dari penduduk Sungai Citarum?

1.3

Tujuan 1. Mengetahui kondisi geografis dan demografi penduduk Sungai Citarum. 2. Memahami analisis situasi tentang kesehatan dan lingkungan dari penduduk terutama disekitar kawasan Sungai Citarum. 3. Memberikan

solusi

dan

tindakan

yang

tepat

untuk

mengatasi

permasalahan lingkungan dan kesehatan.

1.4

Manfaat Kajian dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi

tambahan tentang analisis kesehatan pada kawasan bantaran sungai khususnya Sungai Citarum. Sehingga dapat dijadikan data tambahan ataupun solusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar bantaran sungai khususnya Sungai Citarum.

2

BAB II ISI

2.1 Kondisi Geografis Sungai Citarum yang kita kenal merupakan sungai terpanjang di jawa barat melintasi 9 wilayah kabupaten dan kota sepanjang 225 KM berhulu di Bandung selatan yang berlokasi di kecamatan kertasari kabupaten bandung jawa barat dan bermuara di laut sunda Jakarta timur. Panjang aliran sungai ini sekitar 300 km. Hulu Citarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung. Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun demikian, berbagai anak sungai dari kabupaten bertetangga juga menyatukan alirannya ke Ci Tarum, seperti Ci Kapundung dan Ci Beet. Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah barat laut dan utara, menjadi perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat, melewati Kabupaten Purwakarta, dan terakhir Kabupaten Karawang (batas dengan Kabupaten Bekasi). Sungai ini bermuara di Ujung Karawang. 1. Letak dan Luas Berdasarkan Peta Rupabumi Lembar 1209-311 Bandung dan 1209-312 Ujungberung dengan skala 1 : 25.000 menyatakan bahwa batas Kecamatan Dayeuhkolot adalah 107o 35’ 15” sampai 107o 38’ 13” Bujur Timur dan 6o57’ 39” sampai 6o59’ 29” Lintang Selatan. Secara administratif Kecamatan Dayeuhkolot termasuk kedalam wilayah Kabupaten Bandung dengan perbatasan langsung dengan : a. Kota Bandung (Kecamatan Bandung Kidul dan Kecamatan Bojongloa Kidul) di sebelah Utara b. Kecamatan Bojong Soang di sebelah Timur c. Kecamatan Baleendah di sebelah Selatan, dan

3

d. Kecamatan Margahayu di sebelah Barat. Secara Geografis daerah Dayeuhkolot ini merupakan daerah yang strategis, hanya berjarak 10 km dari pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh kurang dari satu jam, dan 15 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung dengan jarak tempuh sekitar satu jam. Jarak terjauh antara pusat kota Kecamatan Dayeuhkolot dengan Desa terjauh berjarak 5 km dengan jarak tempuh 30 menit. Dari aspek aksesibilitas cukup padat karena merupakan salah satu pintu gerbang antara Kota Bandung dengan wilayah Bandung bagian Selatan. Selain strategis secara Geografis, ternyata wilayahDayeuhkolot juga strategis dalam hal ekonomis karena merupakan salah satu kecamatan penyangga antara pusat kota dengan daerah sekitarnya. Dayeuhkolot merupakan salah satu sentral Industri di wilayah Bandung, sehingga wilayah tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi warga sekitar untuk datang dan bekerja di daerah tersebut. Luas kecamatan Dayeuhkolot sebesar 1.125 Ha dengan rincian Desa Cangkuang Kulon seluas 243,7 Ha, Desa Cangkuang Wetan seluas 209,7 Ha, Desa Citeureup seluas 203 Ha, Desa Dayeuhkolot seluas 102,5 Ha, Desa Sukapura seluas 159,1 Ha dan Kelurahan Pasawahan seluas 207,2 Ha.

4

Desa

Citeureup merupakan bagian dari Kecamatan Dayeuhkolot, dan

berbatasan dengan Kecamatan Baleendah,Bojongsoang dan Kecamatan Banjaran.

2.2

Demografi Penduduk

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Dayeuhkolot merupakan salah satu Kecamatan dari 32 Kecamatan di Kabupaten Bandung yang terdiri atas lima desa dan satu kelurahan dengan luas 1.125 hektar. Penduduk Kecamatan Daeyeuhkolot berdasarkan data monografi tahun 2000 berjumlah 79.921 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 19.723. Sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Dayeuhkolot pada tahun 2010 adalah 101.726 jiwa dengan laki-laki yang berjumlah 50.589 jiwa dan perempuan berjumlah 51.137 jiwa. Maka dalam kurun waktu 10 tahun mengalami peningkatan sebesar 21.805 jiwa atau 21,4%. Peningkatan penduduk secara pesat ini diakibatkan oleh banyaknya pendatang dari luar daerah yang bermukim, karena bekerja sebagai buruh Industri di sekitar Kecamatan Dayeuhkolot. Kepadatan penduduk dapat di hitung dengan jumlah penduduk yang dibagi atas luas wilayah sehingga di dapat jumlah penduduk tiap 1 km2. Berdasarkan undang-undang, dengan jumlah penduduk Kecamatan Dayeuhkolot sebanyak 101.726 jiwa dan dengan luas wilayah sebesar 1.125 km2 maka penduduk

5

Kecamatan Dayeuhkolot kepadatan penduduk sebesar 90,42 jiwa/km2 atau tergolong tingkat kepadatan yang kurang padat. a. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Berdasarkan rekapitulasi data monografi Kecamatan Dayeuhkolot, penduduk dapat dikelompokkan berdasarkan usia, yang tampak pada tabel jumlah penduduk berdasarkan usia sebagai berikut:

Berdasarkan data dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk

di

Kecamatan Dayeuhkolot termasuk kedalam kelompok umur 17 – 25 tahun, dengan persentase 31,7%. Sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok umur diatas 56 tahun, yaitu berjumlah 11.875 jiwa atau 11,7%. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk yang lanjut usia memiliki komposisi yang paling sedikit. b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kemajuan suatu wilayah salah satunya ditentukan oleh tingkat pendidikan, dimana jika tingkat pendidikan tersebut tinggi maka wilayah tersebut telah maju. Sedangkan untuk tingkat pendidikan Kecamatan Dayeuh kolot dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

6

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kecamatan Dayeuhkolot didominasi oleh tamatan perguruan tinggi, yaitu sebanyak 22.755 jiwa atau sekitar 22,37% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Banyaknya lulusan perguruan tinggi di lokasi penelitian, hal tersebut menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Dayeuhkolot telah sadar akan pendidikan selain itu di lokasi tersebut dan di wilayah sekitarnya memang terdapat beberapa Universitas. Tamatan SMP dan SMA menempati urutan ke dua dan tiga, tamat SMP sebanyak 22.713 jiwa atau 22,33% dan tamatan SMA sejumlah 22.266 atau 21,89%. Banyaknya tamatan SMP dan SMA yang tinggal di kecamatan Dayeuhkolot lebih dikarenakan kebanyakan industri di wilayah Kecamatan Dayeuhkolot memang mensyaratkan bagi pekerjanya memiliki pendidikan minimal setingkat SMP atau SMA. c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah penduduk berdasarkan mata pencahariannya di Kecamatan Dayeuhkolot dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

7

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa penduduk Kecamatan Dayeuhkolot sangat didominasi oleh para buruh industri, yaitu sebanyak 30.110 jiwa atau 43,96% dari keseluruhan penduduk Kecamatan Dayeuhkolot. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Dayeuhkolot terdapat kawasan Industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga wajar jika sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor industri. Kemudian selanjutnya disusul oleh para pedagang, sebanyak 9.746 atau mencapai 14,23%, hal tersebut lebih dikarenakan banyaknya para perkerja industri sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk lainnya untuk berdagang sehingga bermunculan pusat-pusat perbelanjaan dan pasar dadakan di sekitaran industri.

8

2.3

Analisis Situasi

2.3.1

Kebiasaan Penduduk Sekitar Sungai Sungai dijadikan tempat pembuangan sampah. Perkembangan kota ,desa

dan penduduk di wilayah Bandung memang membuat pemerintah daerah kewalahan terutama dalam mengurus sampah. Masyarakat terutama masyarakat miskin masih dikenakan iuran sampah sehingga mereka membuang sampah dimana saja. Bagi mereka yang tinggal dekat dengan sungai atau saluran, sampah akan dibuang langsung ke sungai atau saluran. Beberapa pasar tradisional, lokasinya berada dekat dengan aliran sungai sehingga memudahkan oknum membuang sampah ke sungai. Bahan sisa rajutan yang dibuang ke sungai, sebagian tenggelam tetapi bagian lain melayang dalam air dan menangkap tanah sedimen sehingga mempercepat terjadinya pendangkalan sungai. Sungai sebagai tempat pembuangan tinja. Bisa dikatakan hampir semua rumah penduduk yang terletak di bantaran sungai Citarum dan anak-anak sungainya tidak memiliki septic tank. Semua mengalir ke sungai dan masyarakat beranggapan nanti juga akan dimakan ikan. Sementara akibat tingginya tingkat pencemaran oleh bahan beracun berbahaya (B3) pada sungai Citarum, ikan yang bisa hidup di sana tinggal dari jenis sapu-sapu. Hanya pada musim hujan masih terlihat adanya orang mencari ikan, mungkin ikan yang hanyut dari kolam-kolam di bagian hulu. Tingkat pencemaran akibat bakteri E.coli di sungai Citarum sudah sangat tinggi. Membangun rumah di bantaran sungai. Secara tradisional hubungan manusia dengan sungai memang dekat. Pada masa lalu sungai menjadi bagian kehidupan masyarakat seperti menjadi sarana transportasi, tempat mandi dan cuci, mencari ikan dan lain sebagainya. Karena lingkungan masih alami, hutan masih terjaga, dimensi sungai masih cukup besar meskipun pada musim hujan dan ini membuat mereka nyaman tinggal di sana. Adanya kearifan lokal juga membuat mereka memilih tempat yang lebih aman untuk membangun rumah. Tetapi setelah sekian puluh tahun, penduduk semakin banyak dan lingkungan pun berubah. Bantaran sungai menjadi tempat yang strategis untuk tempat tinggal karena dekat

9

dengan tempat pekerjaan dan sarana kota lainnya. Andai saja daerah bantaran sungai tidak diberi fasilitas listrik, jalan bahkan ijin mendirikan bangunan, lokasi tersebut akan tetap menjadi lahan sawah atau kebun. Mahalnya harga lahan juga membuat oknum mencari cara untuk menambah luas lahannya yaitu dengan cara menanam cerucuk bambu pada badan sungai di musim kemarau, kemudian lahan tersebut di isi buangan sampah, tanah dll. Hal ini juga dilakukan oleh pabrikpabrik yang berlokasi di bantaran sungai sehingga mengakibatkan di tempattempat tertentu terjadi penyempitan sungai yang pada musim hujan akan mengakibatkan banjir. Pengambilan material dari badan sungai. Pada beberapa bagian sungai Citarum terdapat pembuatan batu bata secara tradisional, yang meterialnya diambil dari badan sungai Citarum. Sangat disayangkan, setelah normalisasi sungai, slope dan bantaran yang dibentuk sesuai dengan design, rusak karena pengambilan material tersebut. Slope yang semakin tegak akan mengakibatkan longsor dan merusak jalan inspeksi. Sungai Citarum juga mengandung pasir yang bernilai ekonomis. Tetapi jika lokasi pengambilan pasir ini berdekatan dengan bangunan seperti revetment (bangunan perkuatan tebing sungai) atau jembatan, pondasi bangunan akan tergerus dan akan merusak bangunan tersebut. Pembuatan batu bata yang mengambil bahan dari slope dan bantaran sungai di daerah Sapan. Pengambilan pasir dari dasar sungai, kurang dari 50m di hilir jembatan Majalaya. Bertanam di bantaran sungai. Meskipun dilarang, bantaran sungai yang dibentuk sesuai dengan design, di beberapa tempat ditanami dengan sayuran, singkong atau jagung. Saat panen jagung, batang yang tersisa akan menangkap sampah-sampah terutama sampah plastik dan selanjutnya menangkap sedimen. Demikian pula halnya jika bertanam sayuran. Pada bantaran sungai dibuat aluralur dan sayuran ditanam pada bagian yang tinggi. Pada musim hujan, alur-alur ini akan terisi sedimen. Pada musim tanam berikutnya, alur-alur ini akan digali kembali dan ditaruh pada bagian yang akan ditanami. Jadi setiap tahun bantaran akan semakin tinggi dan akhirnya sama tingginya dengan jalan inspeksi yang berakibat lebar sungai akan menyempit kembali. Berm (bantaran) sungai yang

10

telah dibentuk sesuai dengan rencana, kemudian ditanami dengan jagung, singkong atau sayuran. Pada musim hujan, parit - parit tersebut kemudian terisi sedimen dan setiap tahun semakin tinggi. Membuat bendung tanpa ijin. Pada musim kemarau, debit sungai Citarum sangat kecil, demikian pula kondisi anakanak sungainya. Petani yang memerlukan air kemudian membendung sungai secara tradisional dengan cerucuk bambu untuk meninggikan muka air agar mudah dipompa ke sawah. Jadi pada musim kemarau air yang mengalir ke waduk Saguling bukanlah air yang berasal dari pegunungan karena air tersebut sudah dibendung dan dipompa oleh industri dan petani. Air yang mengalir ke waduk Saguling adalah air limbah rumah tangga dan industri yang sangat kotor dan berbau busuk. Memasuki musim hujan bendung tersebut tidak dibongkar karena petani akan memerlukannya lagi pada musim kemarau berikutnya. Menurut mereka menaikkan sedikit muka air dengan membendungnya tidak akan mengakibatkan banjir. Tetapi bendung-bendung tersebut akan mengakibatkan sedimentasi pada bagian hulunya. Jika sungai menjadi dangkal, akan dibuat bendung baru dan akibatnya sungai yang telah dinormalisasi akan menjadi dangkal.

2.3.1.1 Kebiasaan Penduduk Berkaitan dengan Kesehatan Ada beberapa wilayah di daerah aliran sungai (DAS) Citarum menggunakan air sungai untuk pemakaian sehari hari seperti mandi atau mengaliri persawahan mereka. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat kondisi air sungai Citarum sudah tercemar oleh zat-zat berbahaya dari buangan limbah industri di sekitarnya.

Kandungan yang bercampur di air tersebut dapat

membahayakan kesehatan masyarakat mulai dari penyakit ringan bahkan hingga mematikan. Dampak langsung yang paling terasa jika sampai mengkonsumsi air yang mengandung bakteri seperti Eschericia coli yakni masalah pencernaan. Hal itu diperparah jika masyarakat mengkonsumsi air yang mengandung zat kimia berbahaya seperti mercuri, kadnium atau timah hitam yang mengalir di Sungai Citarum. Pasalnya, kandungan logam berat tersebut bereaksi langsung terhadap

11

tubuh. Dampaknya sangat cepat, misalnya mereka kulitnya sensitif bisa jadi gatal gatal atau merah merah. Beberapa bahkan ada yang disertai dengan kulit kering seperti pecah-pecah. Selain itu, yang paling berbahaya bagi mereka yang mengonsumsi air tersebut adalah dalam jangka panjang, kandungan logam akan mengendap di dalam tubuh. Endapan zat tersebut yang nantinya akan menimbulkan penyakit-penyakit di dalam tubuh seperti kanker.

2.3.1.2 Kebiasaan Penduduk Berkaitan dengan Lingkungan Limbah dari pabrik Meskipun setiap pabrik diharuskan melakukan treatment limbahnya pada bak-bak penampungan sebelum dibuang ke sungai, kenyataannya kandungan logam di sungai Citarum sangat tinggi. Tahun 2007, SK Gubernur mengharuskan galian lumpur dari sungai Citarum dibuang pada tempat khusus atau diperlakukan secara khusus agar tidak mencemari air tanah lokasi buangan dan sekitarnya terutama yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Hal ini karena pada lumpur sungai Citarum ditemukan kandungan Bahan Beracun Berbahaya (B3). Bahkan pada lokasi tersebut harus ditanami dengan jenis bambu hitam. Seperti diketahui rebung dari bambu hitam tidak enak untuk dikonsumsi, jadi yang dimanfaatkan hanya bambunya untuk bahan kerajinan. Dikhawatirkan jika pada lokasi tersebut ditanami tanaman pangan seperti sayuran, mungkin untuk jangka pendek belum terlihat dampaknya bila mengkonsumsi tanaman tersebut. Tapi untuk jangka panjang akan terjadi akumulasi zat-zat beracun yang dampaknya akan berbahaya bagi kesehatan. Di lapangan sering terlihat air yang keluar dari outlet pabrik berwarna coklat kehitaman dan bahkan kadang-kadang berasap. Menurut cerita penduduk, jika terjadi hujan besar, kesempatan tersebut digunakan pabrik untuk menguras bak limbahnya dan biasanya terjadi pada malam hari, mungkin maksudnya agar tidak mencolok karena konsentrasinya menjadi tidak terlalu pekat karena besarnya debit sungai saat itu. Pada tahun 1997 pernah ditemukan pipa-pipa saluran pembuangan yang mengalir di bawah kampung Citepus. Pipa-pipa tersebut mungkin sudah tertanam jauh sebelum adanya perumahan penduduk di kampung Citepus. Menurut

12

penduduk, kadang-kadang terjadi rembesan air dari bawah tanah dan berbau busuk. Bangunan IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) yang terdapat di jalan Cisirung, bertujuan agar semua limbah pabrik di kawasan Dayeuh Kolot diolah di IPAL tersebut sebelum dialirkan ke sungai Citarum. Setiap musim hujan, jika terjadi banjir di sungai Citarum, akan ada berita jutaan ikan mati di waduk Saguling yang berakibat pemilik keramba rugi puluhan juta rupiah. Ada ahli yang mengatakan peristiwa ini terjadi karena pembalikan arus sehingga ikan-ikan menjadi mabuk dan kemudian mati. Bagaimana jika ternyata matinya jutaan ikan-ikan di waduk Saguling tersebut karena banyaknya limbah yang mengalir ke danau tersebut pada saat banjir, karena banjir akan menggelontar sungai yang pada musim kemarau dipenuhi limbah. Limbah dari kota. Perkembangan kota yang demikian pesat menimbulkan masalah-masalah seperti masalah limbah. Jaringan drainase kota banyak yang dipenuhi sampah. Penggunaan zat-zat kimia pada industri rumahan, bengkel , kamar mandi dan lain-lain akan mencemari air yang akan mengalir ke sungai. Di beberapa negera maju, penggunaan detergen sudah dilarang karena tidak ramah lingkungan. Detergen membuat warna air menjadi hitam dan berbau busuk. Perumahan di lahan kritis Pembangunan perumahan di perbukitan Bandung Utara awalnya sangat ditentang karena akan mengganggu cadangan air pada musim kemarau. Tetapi kemudian mendapat ijin dengan persyaratan ratio luas bangunan dan luas lahan yang diperbolehkan hanya 10%. Tetapi kenyataannya terjadi banyak pelanggaran karena kurangnya pengawasan. Pada musim hujan, pada lokasi perumahan ini sering terjadi longsor. Perumahan di lahan pertanian sangat disayangkan, persawahan yang tadinya berupa irigasi teknis akhirnya berubah menjadi perumahan. Demikian pula saluran irigasi kini berubah menjadi saluran drainase dari perumahan. Jalur kereta api yang melintas antara Stasiun Gedebage dan Haurpugur sekarang berpotensi mengakibatkan banjir karena dibangun di atas tanggul yang menghambat aliran permukaan (run-off) dari Utara ke Selatan. Demikian pula dimensi gorong-gorong atau jembatan kereta api yang melintasi sungai-sungai

13

Cikeruh, Cimande, Cikijing dan Citarik menjadi kurang besar untuk mengalirkan debit dari hulu. Pada masa lalu hal ini tidak bermasalah. Selain karena debit dari hulu yang tidak besar karena kawasan hulu masih berhutam juga karena debit dari hulu banyak berkurang karena digunakan untuk mengairi persawahan atau tertampung di kolam-kolam. Hutan tanaman keras berubah menjadi lahan kebun sayur Perubahan tata guna lahan di kawasan hulu merupakan salah satu penyebab tingginya erosi dan mengakibatkan tingginya sedimentasi pada sungai Citarum. Tanaman keras yang kemudian diganti menjadi tanaman sayuran tanpa terrasering akan mengakibatkan tingkat erosi yang tinggi dan lumpur akan mengalir ke sungai Citarum. Kesimpulan dari tulisan ini adalah diperlukan kebijakan yang segera dan komperhensif dari hulu ke hilir untuk mengembalikan fungsi sungai Citarum dan anak-anak sungainya agar bermanfaat bagi semua pihak. Keberadaan pabrik untuk meningkatkat PAD (Pendapatan Asli Daerah) , meningkatkan ekspor dan menampung tenaga kerja memang tidak terbantahkan. Tetapi jika kerusakan alam dan sosial ternyata sangat besar dan tidak sebanding dengan keuntungan tadi, harus ada yang berani mengambil keputusan untuk memperbaiki kondisi ini. Jika pabrik sudah bisa dikendalikan agar tidak membuang limbahnya ke sungai, maka akan lebih mudah untuk mendidik masyarakat untuk berbuat hal yang sama. Issue tentang Land Subsidence Issue tentang terjadinya Land Subsidence di kawasan Bandung telah dipublikasikan oleh Dr. Hasanuddin Z. Abidin, dosen ITB pada tulisannya di koran Pikiran Rakyat tanggal 20 Oktober 2000. Metode yang digunakan adalah pengamatan dengan alat Global Positioning System (GPS) pada beberapa kawasan yaitu Cimahi, Kopo, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Gedebage, Ujungberung, Majalaya, Rancaekek dan Cicalengka. Menurut Dr. Hasanuddin, berdasarkan survey dengan GPS terlihat bahwa beberapa lokasi memang mengalami penurunan tanah yang besarnya bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Hipotesa yang berkembang saat ini menyatakan bahwa penurunan tanah di cekungan Bandung umumnya disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan.

14

Dampak akibat terjadinya Land Subsidence Dampak akibat terjadinya Land Subsidence yang paling dirasakan adalah pada saat banjir, genangan menjadi semakin tinggi dan kawasan yang tergenang semakin luas. Jika awalnya yang tergenang hanya perkampungan penduduk, sekarang yang tergenang sudah meliputi pabrik, jalan Raya dan fasilitas umum lainnya. Tingkat kerugian sangat tinggi karena banyak pabrik yang tidak bisa beroperasi karena mesin-mesin terendam dan butuh waktu lama untuk perbaikan. Selain itu akan terjadi kekeringan pada sawah-sawah di sekitarnya karena over drain. Juga pada muara anak-anak sungai harus dibangun ground sill agar anakanak sungai tidak mengalami gradasi yang mengakibatkan longsor pada tebingnya, karena perubahan gradien sungai.

2.3.2

Penyakit yang Sering Terjadi dan Proses Penyebaran Dari pencatatan petugas puskesmas di pos kesehatan, penyakit yang

paling banyak dikeluhkan korban banjir adalah gatal-gatal, diare infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), penyakit Leptospirosis dan demam berdarah. Penyakit tersebut rentan muncul terutama saat banjir karena terbatasnya air bersih dan korban banjir umumnya memanfaatkan air kotor. 1. Penyakit kulit. Penyakit kulit dapat berupa infeksi, alergi, atau bentuk lain. Jika musim banjir datang, maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti juga pada ISPA, berkumpulnya banyak orang juga berperan dalam penularan infeksi kulit. 2. Diare. Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal hygiene). Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal, akan ikut tercemar. 3. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam. Jika berat, maka dapat atau mungkin disertai sesak

15

napas, nyeri dada, dll. ISPA mudah menyebar di tempat yang banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir. 4. Penyakit leptospirosis. Leptospirosis (demam banjir) disebabkan bakteri leptospira menginfeksi manusia melalui kontak dengan air atau tanah masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir mata atau luka lecet. Bakteri Leptospira ini bisa bertahan di dalam air selama 28 hari. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis karena ditularkan melalui hewan. Di Indonesia, hewan penular terutama adalah tikus, melalui kotoran dan air kencingnya yang bercampur dengan air banjir. Seseorang yang memiliki luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran atau kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, berpotensi terinfeksi dan jatuh sakit. 5. Demam berdarah. Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti, karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat-tempat tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak nyamuk tersebut. Banjir membawa kotoran seperti sampah, air got, atau septik tank. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme patogen mudah berkembang biak. Tidak jarang banjir juga menimbulkan Keadaan Luar Biasa (KLB). Kondisi basah juga tidak nyaman bagi tubuh sehingga dapat menurunkan kondisi tubuh dan daya tahan terhadap stres karena terbatasnya akses terhadap sandang, pangan, dan papan. Selain itu, banjir memberikan dampak seperti tidak dapat tersalurkannya air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), rusaknya saluran air bersih dan air kotor, pengungsian, pencemaran lingkungan, meningkatkan masalah kesehatan terutama diare, penyakit kulit, dan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk. Masalah kesehatan tampaknya tidak berkurang seiring dengan menyurutnya banjir, justru pada saat banjir mulai surut, jumlah masyarakat yang terjangkit penyakit semakin bertambah. Hal ini terjadi karena upaya dalam penanggulangan banjir yang selama ini dilakukan lebih difokuskan pada penyediaan bangunan fisik pengendali banjir

16

untuk mengurangi dampak bencana saja, tetapi kurang untuk memperhatikan masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh banjir itu sendiri.

2.4

Penyebab Penyakit Penyakit kulit biasanya diderita oleh para korban banjir akibat masalah

kebersihan, yang disebabkan oleh adanya jamur, kuman-kuman, parasit, virus maupun infeksi. Gejala penyakit ini adalah kulit gatal-gatal, terasa terbakar, serta timbul bintil seperti jerawat. Diare biasaanya terjadi saat pengungsian besar-besaran, kondisi kebersihan, baik lingkungan maupun makanan dan minuman yang dikonsumsi, sangat tidak memadai. Sebagian pengungsi juga memanfaatkan sumber air bersih yang telah tercemar banjir. Kualitas air minum yang buruk menyebabkan terjadinya wabah diare. Disamping itu, keadaan lingkungan dan kondisi tempat penampungan pengungsi selama dan pasca banjir pun buruk, sehingga sangat mendukung penularan dan mewabahnya diare di kalangan pengungsi. Lumpuhnya pelayanan pengelolaan sampah dan pembuangan kotoran telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang cukup hebat. Terjadinya kerusakan dan pencemaran sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan kesulitan untuk memperoleh air bersih bagi keperluan minum dan memasak makanan. Tempat penampungan yang terbatas (sempit) sehingga tidak mungkin dilakukan isolasi penderita, telah memudahkan penularan bibit penyakit. Diare ditandai dengan encernya konsistensi tinja yang dikeluarkan atau buang air besar (BAB) dengan frekuensi yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya. Terdapat 3 faktor penting yang berperan dalam penularan penyakit seperti ISPA yaitu kuman penyakit, kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh. Secara umum, proses perjalanan penyakit dapat dijabarkan dalam beberapa tahapan. Tahap pre-patogenesis (Stage of Susceptibility) merupakan tahap 17

dimana terjadi interaksi antara host, bibit penyakit dan lingkungan. Tahap inkubasi (Stage of Presymtomatic Disease) merupakan tahap dimana bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh inang (host) dan gejala penyakit belum tampak. Tahap timbulnya gejala penyakit dan terakhir tahap terjadinya kecacatan apabila penyakit yang ada tidak dapat tertolong dan menimbulkan gejala sisa. Gejala yang sering dikeluhkan para korban banjir adalah batuk, demam, dan disertai sesak napas sampai nyeri di dada. Penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut Leptospira. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis, karena ditularkan melalui hewan/binatang. Di Indonesia hewan penular terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya. Pada musim hujan terutama saat terjadi banjir, maka tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah akan ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir tersebut. Seseorang yang mempunyai luka, kemudian bermain/terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut berpotensi dapat terinfeksi dan akan menjadi jatuh sakit. Gejala yang sering terjadi adalah sakit dengan gejala panas tibatiba, sakit kepala dan menggigil Pada saat musim hujan, biasanya akan terjadi peningkatan tempat perindukan aedes aegypti, yaitu nyamuk penular penyakit demam berdarah. Hal itu karena saat musim hujan banyak sampah, misalnya kaleng bekas, ban bekas serta tempat-tempat tertentu yang terisi air dan terjadi genangan untuk beberapa waktu. Genangan air itulah akhirnya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk tersebut. Dengan peningkatan populasi nyamuk sebagai penular penyakit, maka risiko terjadinya penularan juga semakin meningkat. Ciri-ciri spesifik dari gejala DBD, yaitu demam tinggi hingga mencapai 41 derajat celsius, sakit kepala, nyeri sendi, otot, dan tulang, hingga rasa sakit di belakang mata, kulit muncul bintil-bintil merah, mimisan.

18

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Identifikasi Kebijakan

3.1.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Kedaruratan Upaya promosi kesehatan yang dapat dilakukan untuk daerah aliran sungai (DAS) yang rawan banjir sebelum, saat, dan pasca banjir dapat berpedoman pada 10 Pesan Hidup Sehat dalam Kedaruratan yang dirancang Kementerian Kesahatan dan UNICEF. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sendiri untuk menolong diri sendiri, keluarga, masyarakat dalam menjaga, melindungi, dan meningkatkan kesehatan. sedangkan kedaruratan bisa berupa konflik, bencana alam, atau wabah penyakit. Sasaran utama dari PHBS dalam kedaruratan adalah orang-orang yang rentan terhadap keadaan darurat, yaitu ; anak-anak (bayi dan balita), ibu hamil dan menyusui, lansia, orang cacat atau berkebutuhan khusus, dan orang sakit. Adapaun bentuk PHBS yang dapat dilakukan adalah : 1. Terus memberikan ASI pada bayi 2. Biasakan cuci tangan pakai sabun 3. Menggunakan air bersih 4. Buang air besar/kecil di jamban dan buang sampah di tempat 5. Memanfaatkan pelayanan kesehatan 6. Melindungi anak 7. Makan makanan bergizi 8. Tidak merokok di Pengungsian

19

9. Mengelola stres 10. Bermain sambil belajar 11. Penyediaan media KIE Manfaat dari melakukan PHBS dalam kedaruratan adalah : -

Tiap orang dapat menjaga kesehatannya

-

Masyarakat mampu mengupayakan agar lingkungan tetap sehat

-

Masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada

-

Anak dapat terlindungi dari kekerasan dan stres

-

Setiap ada masalah dapat diatasi segera

3.1.2 Penanggulangan Bencana Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan Darurat Bencana, pemerintah setempat dapat menggunakan dana siap pakai untuk kepentingan masyrakat pada saat terjadinya bencana, pada kasus ini bencana yang dimaksud adalah bencana banjir yang sering kali terjadi di bantaran sungai. Pada saat bencana pemerintah langsung melakukan : 1. Mengevakuasi korban ketempat yang lebih aman 2. Ppemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi meliputi : a.

Pengadaan air bersih, baik pengadaan air bersih di lokasi bencana maupun mendatangkan dari luar., yang dimaksud dengan pengadaan air bersih adalah mengambil dan atau membeli air bersih termasuk melakukan proses penyaringan.

b. Perbaikan kualitas sumber air bersih di lokasi bencana. c. Pengadaan/perbaikan sanitasi, berupa: Perbaikan/pembuatan saluran air buangan untuk MCK dan drainase lingkungan, Pengadaan MCK darurat, dan pengadaan tempat sampah. d. Alat dan bahan pembuatan air bersih, berupa peralatan yang diperlukan dalam penyediaan air bersih dan sanitasi.

20

e. Transportasi, berupa sewa sarana transportasi darat, air, udara, dan untuk pengiriman air bersih, pengiriman peralatan dan bahan yang diperlukan dalam penyediaan air bersih, dan peralatan sanitasi ke lokasi penampungan. 3. Memenuhi kebutuhan pangan meliputi : a.

Pengadaan pangan, berupa makanan siap saji dan penyediaan bahan makanan, yang dimaksud dengan makanan siap saji adalah seperti nasi bungkus, roti, makanan kemasan kaleng, dan sejenisnya. Dalam penyediaan pangan perlu diperhatikan keperluan pangan khusus untuk bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia, yang dimaksud dengan pangan adalah makanan dan bahan pangan untuk korban bencana dan tim penolong.

b. Pengadaan dapur umum, berupa dapur lapangan siap pakai, alat dan bahan pembuatan dapur umum seperti batu bata, semen, tenda, dan perlengkapan dapur umum lainnya, termasuk didalamnya adalah pengadaan perlengkapan makan darurat. c. Bantuan uang lauk pauk bagi korban bencana yang tempat tinggalnya rusak berat selama dalam status keadaan darurat bencana. d. Transportasi untuk distribusi bantuan pangan, berupa sewa sarana transportasi darat, air, udara. Sarana transportasi tersebut diperlukan untuk pengiriman pangan dari tempat lain ke lokasi kejadian, maupun dari dapur umum ke tempat pengungsian dan atau tempat terisolir, termasuk pengiriman alat dan bahan pengadan dapur umum. 4. Memenuhi kebutuhan sandang meliputi: a. Pengadaan sandang, berupa pakaian umum dewasa dan anak, perlengkapan sandang bayi, keperluan tidur, dan perlengkapan khusus wanita dewasa, yang dimaksud dengan pakaian umum dewasa dan anak antara lain celana, daster, kaos, seragam dan sepatu anak sekolah, dan sejenisnya, yang dimaksud dengan sandang bayi antara lain popok, bedongan, selendang, selimut bayi, kelambu untuk bayi dan sejenisnya, yang dimaksud dengan keperluan tidur antara lain kain

21

sarung, kain, selimut, piyarna, dan sejenisnya, yang dimaksud dengan perkengkapan khusus wanita dewasa adalah pembalut wanita dan sejenisnya. b. Transportasi untuk distribusi bantuan sandang, berupa sewa sarana transportasi darat, air, udara. Sarana transportasi tersebut diperlukan untuk pengiriman bantuan sandang dari tempat lain ke lokasi kejadian. c. Bantuan sewa/kontrak rumah/hunian sementara bagi pengungsi.

3.2

Upaya Promosi Kesehatan Diri dan Lingkungan Upaya promosi kesehatan diri dan lingkungan yang akan dilakukan secara

individual maupun kelompok, yaitu : -

Individual ; bimbingan dan penyuluhan

-

Kelompok ; ceramah, seminar, diskusi, simulasi, permainan

Promosi kesehatan ini memiliki sasaran primer, yaitu sasaran yang memiliki masalah kesehatan akibat dari bencana banjir yang dialami, dalam hal ini para masyarakat bantaran Sungai Citarum yang berpotensi terkena musibah banjir. Selain dilakukan secara langsung, promosi kesehatan juga akan dilakukan secara tidak langsung melalui berbagai media promosi kesehatan. Media tersebut dapat berupa poster yang dipasang di beberapa area pengungsian dan leaflet yang dapat dibagikan kepada masyarakat bantaran Sungai Citarum.

3.2.1 Promosi Kesehatan Diri Materi dari promosi kesehatan diri dan lingkungan untuk masyarakat bantaran Sungai Citarum adalah sebagai berikut : 1. Upaya Pencegahan Penyakit Anak (bayi dan balita), ibu hamil dan menyusui, lansia, orang berkebutuhan khusus, dan orang sakit merupakan kelompok orang yang paling rentan dalam kondisi kegawatdaruratan. Hal-hal yang perlu dipromosikan dan diedukasikan adalah : -

Pentingnya pemberian ASI pada bayi

22

Dengan terus memberikan ASI pada bayi terutama usia 0-6 bulan, maka bayi akan cenderung lebih kebal terhadap penyakit dan alergi serta lebih terjamin kebersihannya. Bayi berusia >6 bulan dapat diberikan makanan lain selain ASI seperti bubur, buah pisang, biskuit bayi, dll. Pemberian ASI rutin pada bayi dapat mencegah penyakit yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Pemberian

susu

formula

pada

kondisi

darurat

justru

dapat

menyebabkan bayi mengalami diare karena lingkungan yang tidak bersih serta fasilitas (air bersih, bahan bakar, dan alat masak) yang terbatas. -

Edukasi untuk tidak merokok di tempat pengungsian Tempat pengungsian biasanya memilki suasana yang lembab, panas, dan padat karena semua korban berkumpul di sana. Jika tetap merokok maka

dapat

dipastikan

akan

mengganggu

lingkungan

dan

memperburuk kesehatan korban lainnya -

Pentingnya makan makanan bergizi Keterbatasan pangan mungkin terjadi dalam kondisi gawat darurat, namun konsumsi makanan bergizi tetap perlu diusahakan terutama untuk ibu hamil dan anak. Pemenuhan gizi dan asupan air minum yang cukup akan meningkat kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya malnutrisi.

Upaya ini diharapkan dapat mencegah kejadia lima penyakit penyebab kematian terbanyak saat keadaan darurat dan bencana adalah diare, ISPA, measles, malnutrisi, dan malaria (pada daerah endemik). Kepadatan penduduk, sanitasi dan higiene yang buruk, air minum yang terkontaminasi, banyaknya tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan faktor risiko lingkungan terjadinya beberapa penyakit tersebut (Wisner & Adams, 2002).

2. Cuci Tangan Pakai Sabun Kegiatan ini dilakukan setelah buang air, sebelum dan sesudah makan, menceboki bayi atau anak, memegang hewan, setelah bersin/batuk, dan

23

setelah bermain di tempat yang kotor. Kegiatan ini efektif untuk mencegah terjangkitnya penyakit diare, kolera, disentri, thypus, cacingan, penyakit kulit, influenza, dan flu burung. Dalam upaya promosi kesehatannya, akan dilakukan dalam bentuk seminar untuk menginfokan pentingnya kegiatan ini dan simulasi langsung terutama melibatkan anak-anak.

Gambar 3.1

Langkah Cuci Tangan Pakai Sabun

3. Penggunaan Air Bersih Air merupakan kebutuhan hidup dasar yang digunakan untuk makan, minum, mandi, dan mencuci. Ciri-ciri air bersih adalah ; bersih secara fisik, tidak berwarna, tidak keruh, tidak berasa, tidak berbau. Penggunaan air bersih dapat menghindari terjangkitnya penyakit diare, kolera, disentri, thypus, cacingan, hepatitis, penyakit mata, penyakit kulit. Hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan air minum adalah : -

Jika air bersih tidak tersedia dapat menggunakan air kemasan

-

Menyaring dengan saringan pasir (bio sand filter)

-

Air dimurnikan dengan pemurni

-

Memasak air sampai mendidih dan biarkan hingga 2 menit

-

Simpan air yang sudah dimasak di tempat yang bersih dan tertutup

24

Selain itu dapat pula dilakukan praktek pembuatan saringan pasir sederhana untuk antisipasi terbatasnya persediaan air bersih yang dapat digunakan

Gambar 3.2

Desain Penyaring Air Sederhana

4. Jaga Kesehatan Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu penopang kesehatan sehingga kebersihannya harus selalu diperhatikan. Dua hal yang paling harus diperhatikan saat kondisi kedaruratan adalah pengelolaan sampah dan penggunaan jamban. -

Pengelolaan sampah Tempat sampah haruslah tersedia di lingkungan tempat tinggal. Jika jumlahnya tidak memadai maka dapat dibuat tempat sampah dari tong/drum bekas. Masyarakat harus diberikan edukasi mengenai dampak membiarkan sampah berserakan, yaitu ; sumber penyakit, menimbulkan bau tak sedap, dapat menyebabkan banjir kembali, becek, tempat berkembangnya nyamuk, kecoa, tikus, dan hewan lainnya. Selain itu, pemilahan sampah organik dan anorganik perlu dilakukan. Manfaat dari memilah sampah ini agar sampah anorganik dapat diolah maupun dijual kembali, sedangkan sampah organik dapat

25

diolah menjadi pupuk kompos yang bila dikelola dengan baik pun dapat memberikan keuntungan ekonomi. -

Buang air besar/kecil di jamban Idealnya setiap rumah memiliki jamban sendiri, namun kenyataanya terdapat jamban bersama yang biasa digunakan beberapa kepala keluarga. Selain itu jika terjadi bencana banjir, maka keberadaan jamban darurat di tempat pengungsian memang akan terbatas, namun kebersihannya harus selalu terjaga karena akan dipakai oleh banyak orang. Masyarakat harus diedukasi agar tidak sembarangan buang air terutama di sungai karena akan mengundang datangnya lalat, kecoa, tikus yang menularkan penyakit diare, kolera, disentri, thypus, dan cacingan. Selain itu, tindakan ini akan mengurangi pencemaran air sungai sedikit demi sedikit hingga nantinya air sungai dapat digunakan kembali. Upaya yang dapat dilakukan untuk memelihara jamban sehat adalah : 1. Lantai jamban selalu bersih dan tidak tergenang air 2. Bersihkan jamban secara teratur dan pastikan lubang jamban selalu dalam keadaan bersih 3. Tidak terlihat kotoran dan binatang seperti tikus dan kecoa 4. Tersedia alat pembersih dan cairan pembunuh kuman 5. Tersedia air untuk membilas dan sudah diberi abate untuk mencegah tumbuhnya jentik nyamuk 6. Jarak anatar sumur dengan jamban lebih dari 10 meter

-

Kebersihan rumah dan fasilitas umum pasca banjir Setelah banjir surut, sebaiknya rumah dan fasilitas umum yang tergenang banjir segera dibersihkan dari sisa air dan lumpur serta menggunakan cairan antiseptik. Setelah itu keringkan barang-barang seperti kasur dan pakaian agar tidak tumbuh jamur.

5. Pengelolaan Stres

26

Dalam kedaruratan, baik orang dewasa maupun anak-anak dapat mengalami stres. Untuk itu para pengungsi korban banjir perlu didukung dan didampingi dalam mengatasi stresnya. Mereka pun harus diarahkan untuk dapat menerima keadaan, tetap bersyukur, nyaman di pengungsian, dan mendorong mengikuti kegiatan positif. Kegiatan positif yang dapat dilakukan adalah : -

Membuat kelompok pengajian atau kelompok ibadah lainnya

-

Membuat kelompok piket memasak atau kebersihan

-

Membuat kelompok bermain untuk anak- anak. Kegiatan ini dapat menjadi ajang bermain sambil belajar bagi anak meskipun tidak bisa bersekolah dikarenakan banjir. Selain itu, dapat mengurangi resiko anak bermain di tempat yang kotor.

6. Penyembuhan Penyakit secara Mandiri Pelayanan kesehatan merupakan hal yang dibutuhkan bagi setiap orang baik digunakan untuk usaha prventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif. Pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan secara rutin sebelum, saat, dan pasca banjir. Pada saat kondisi kedaruratan, pelayanan kesehatan diberikan kepada pengungsi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan daerah setempat secara umum untuk penyakit demam, diare, ISPA, dan penyakit kulit. Selain itu dilakukan pula pemberian kapsul vitamin A untuk anak usia 059 bulan, vaksin campak, vaksin toksoid-tetanus, dan pemberian tablet fe untuk ibu hamil. Namun, jika sudah terlanjur terserang penyakit maka harus dilakukan perawatan diri secara mandiri. Berikut beberapa langkah perawatan diri untuk penyakit yang biasa diderita korban bencana alam

Demam - Minum sering

Batuk

Diare

Luka/Sakit Kulit

lebih

- Minum

- Konsumsi

- Jika

dan

lebih

oralit setelah

bersihkan

bsering dan

BAB

dengan

banyak - Untuk

bayi,

banyak

- Jika

27

tidak

luka,

air

mengalir lalu

berikan

ASI

- Untuk bayi,

lebih sering - Kompres dengan air biasa - Gunakan

sesuai petunjuk

oralit,

lebih sering

matang,

air

betadine

kelapa,

air

dari sumber

tajin,

asap

sayur

kuah

- Terus

membaik, rujuk

dapat diberi

untuk bayi

ke

campuran

endemis malaria, harus

balita tidur

ada

koreng,

dengan kain

berikan ASI

daerah

- Jika

tutupi

> 1 tahun

- Untuk

atau

merah

kunjung

kesehatan

obat

gunakan air

- Untuk anak

tenaga

beri

berikan ASI

- Menjauh

obat

- Jika demam tak

ada

bersih - Usahakan

- Untuk

bayi

madu atau

dan

balita

kecap

dapat

memakai

manis

mengkonsu

sabun

dengan

msi obat zinc

jeruk nipis

selama

10

mandi secara teratur

dan

- Ganti pakaian jika

dengan kelambu

hari berturut-

basah

anti nyamuk

turut

kotor

atau

3.2.2 Promosi Kesehatan Lingkungan Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery). Pra Bencana dilakukan : 1) Membuat peta rawan bencana 2) Membangun, meningkatkan, memperbaiki atau normalisasi, dan memelihara sungai, tampungan air, dan drainase beserta peralatan dan fasilitas penunjangnya 3) Membuat peta daerah genangan banjir 4) Sosialisasi dan pelatihan prosedur tetap penanggulangan banjir; 5) Menegakkan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan daerah aliran sungai

28

6) Menyediakan cadangan pangan dan sandang serta peralatan darurat banjir lainnya 7) Membuat sumur resapan 8) Merevisi tata ruang propinsi maupun kota secara terkoordinasi dan terintegrasi 9) Mengendalikan perkembangan lingkungan dan pengembangan daerah hulu 10) Membuat penampungan air berteknologi tinggi 11) Menerapkan pengelolaan sungai terpadu berdasarkan satuan wilayah sungai (SWS) dan memberdayakan kelembagaan pengelolaan SWS 12) Membangun fasilitas pengolah limbah dan sampa 13) Mereboisasi kota dan daerah hulu 14) Mendirikan Posko banjir di wilayah RT/ RW. 15) Melakukan perencanaan pada sanitasi lingkungan, seperti pendalaman sungai yang telah dangkal dan pelebaran sungai dan pengolahan tinja 16) Melakukan pelatihan untuk mengelola water sanitasi, penjernihan air bersih dan air minum, pembuatan WC darurat , dll 17) Melakukan mitigasi pada lingkungan yang rawan tercemar dan rawan terjadi bencana akibat kerusakan lingkungan 18) Melakukan usaha reboisasi, terutama di wilayah rawan bencana longsor 19) Melakukan pengelolaan sampah dan limbah industri maupun rumah tangga 20) Melakukan pengelolaan dan pengontrolan penggunaan pestisida oleh para petani yang merugikan lingkungan dan manusia 21) Melakukan pengukuran terhadap kadar oksigen, karbon dioksida, dan zat – zat toksik di air 22) Melakukan pembangunan berkelanjutan sangat krusial dalam kerangka mitigasi yang sukses terhadap perubahan iklim yang tejadi 23) Melakukan pelatihan cara mengelola sampah, sehingga warga tidak membuang sampah ke sungai, dengan cara mendaur ulang sampah yang ada.

29

Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah. 1.

Pengolahan kembali secara fisik. Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu

mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur. Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya. 2.

Pengolahan biologi 

Pengkomposan.

Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga , seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.



Pemulihan energi Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung

dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara

30

mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan , dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap. Saat Bencana dilakukan : 1) Pemberitahuan dini kepada masyarakat tentang kondisi cuaca 2) Menempatkan petugas pada pos-pos pengamatan 3) Menyiapkan sarana penanggulangan, termasuk bahan banjiran 4) Mengevakuasi dan mengungsikan penduduk ke daerah aman, sesuai yang telah direncanakan dengan memanfaatkan seluruh komponen masyarakat, TNI, Polri, Satlak PBP, Satkorlak PBP, Badan SAR Nasional (Basarnas), dan Karang Taruna 5) Memberikan bantuan pangan, pakaian, dan peralatan kebutuhan lainnya, serta pelayanan kesehatan darurat kepada korban bencana 6) Mendata lokasi dan jumlah korban bencana. 7) Melakukan pengkajian cepat untuk menentukan tingkat kerusakan sistem persediaan air masyarakat dan SPAL serta produksi, tempat penyimpanan, dan jaringan distribusi makanan 8) Menentukan kapasitas operasional yang tersisa untuk melaksanakan layanan dasar kesehatan lingkungan 9) Melakukan pembangunan penampungan sementara dan pos dapur umum

31

10) Melakukan pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum untuk para korban bencana 11) Membangun MCK darurat di tempat pengungsian 12) Melakukan penjernihan kembali sumber air yang telah tercemar 13) Melakukan pengelolaan sanitasi di tempat pengungsian 14) Menyediakan fasilitas dasar cuci tangan 15) Memastikan bahwa terdapat kecukupan jumlah air minum yang aman, kecukupan fasilitas sanitasi dasar, pembuangan ekskreta, limbah cair, dan limbah padat; dan penampungan yang cukup 16) Melaksanakan

upaya

perlindungan

makanan,

membentuk

atau

melanjutkan upaya pengendalian vektor dan mempromosikan personal hygiene 17) Menerapkan pemilahan sampah organik dan non organik dan menerapkan teknik 3R di sumber dan TPS 18) Musnahkan tempat perkembangbiakan vektor dengan mengeringkan dan/atau menimbun kolam, empang, dan rawa-rawa, melakukan gerakan 3M, dll. Pasca Bencana dilakukan : 1) Pengelolaan pembersihan tempat penampungan sementara (pengungsian) 2) Melakukan pengelolaan pada penjernihan sumber air yang tercemar 3) Melakukan penutupan/penguburan bekas–bekas MCK untuk menghindari tersebarnya vektor penyakit 4) Membangun kembali sarana pelayanan kesehatan seperti MCK, sumber air bersih, sumber air minum, dll 5) Pengolahan limbah industri maupun limbah rumah tangga, limbah cair, limbah padat, dll dengan teknologi tepat guna 6) Melakukan pengelolaan terhadap pemakaman massal yang jauh dari pemukiman dan sumber air dengan kedalaman yang lebih dari 2 meter untuk menghindari tersebarnya vektor penyakit 7) Melakukan reboisasi, terasiring, pemulihan tanah tercemar, dll 8) Melakukan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi

32

9) Melakukan rehabilitasi AMDAL dan SPAL sederhana 10) Melakukan pengelolaan sampah misalnya dengan komposting dan biogas

3.3

Organisasi Penggerak dan Sumber Daya yang Dimanfaatkan Promosi kesehatan di derah aliran sungai yang rawan banjir tidak dapat

dilakukan sendiri, namun akan melibatkan berbagai pihak, terutama jika saat terjadi banjir. Berbagai komponen organisasi akan terlibat dalam penanganan banjir seperti pemerintah (puskesmas dan dinas kesehatan), PMI, SAR, TNI, dll. Sumber daya manusia yang terlibat dapat mengikutsertakan komponenkomponen di atas sehingga semua upaya penanganan banjir termasuk kepada para pengungsi korban banjir dapat terpadu. Sarana dan prasarana yang digunakan antara lain ; layar, proyektor, alat peraga untuk kegiatan seminar promosi kesehatan. Jika dalam bentuk simulasi, maka dapat memanfaatkan barang-barang di sekitar lokasi pengungsian maupun miliki warga atau petugas penangan bencana. Pelaksanaan promosi kesehatan dapat dilakukan di lapangan, tenda pengungsi, maupun bangunan permanen yang tidak terendam banjir. Hal yang paling penting dalam kesuksesan pelaksaan promosi kesehatan adalah keterlibatan masyarakat. Diharapkan masyarakat ingin turut aktif dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat dari promosi kesehatan yang telah diberikan.

3.4

Analisis Faktor Penunjang dan Faktor Penghambat Berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat),

faktor penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan promosi kesehatan ini adalah sebagai berikut : Faktor penunjang : 1. Strenght - Keinginan untuk membantu sesama - Bekal ilmu yang didapat di bangku perkuliahan - Sumber daya manusia yang memadai 2. Opportunity

33

-

Adanya keberadaan pihak lain yang memiliki kepentingan yang sama sehingga dapat diajak kerja sama, seperti dinas kesehatan, PMI, SAR, dll.

-

Tingginya frekuensi terjadinya banjir sehingga masyarakat diharapkan akan antusias dengan promosi kesehatan ini

3. Weakness -

Sumber dana yang terbatas

-

Sulit menentukan waktu pelaksanaan promosi kesehatan

4. Threat -

Jarak lokasi yang cukup jauh

-

Pengajuan izin kegiatan cukup rumit

3.5

Pemantauan dan Evaluasi Promosi Kesehatan

3.5.1

Pemantauan Promosi Kesehatan Pemantauan

merupakan

upaya supervisi dan review

kegiatan

yang

dilaksanakan secara sistematis oleh pengelola program untuk melihat apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan yang direncanakan. Pemantauan seringkali disebut juga evaluasi proses. Pemantaun dilakukan untuk bisa menemukan dan memperbaiki masalah dalam pelaksanaan program, misalnya:  Bagiamana strategi yang tidak berfungsi  Mekanisme program mana yang tidak sesuai  Apakah program sudah berjalan sesuai rencana  Apakah ada masalah baru dalam pelaksanaannya Hal-hal yang perlu dipantau dalam pelaksanaan promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

Input

Output

Outcome

Materi yang diberikan

Apakah

Cara pemberian materi

menerima materi

Media yang digunakan

Apakah

sasaran Perubahan Perilaku

sasaran Peningkatan

34

Impact Meningkatnya derajat kesehatan

Jangkauan target

mengaplikasikan

pengetahuan

materi

Dampak sasaran terhadap

Bentuk kegiatan yang

Apakah

dilakukan

merasakan manfaat

lingkungan

Sumber daya yang digunakan

Pemantauan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan diskusi dengan masyarakat yang mendapat promosi kesehatan, wawancara mendalam terutama dengan tokoh masyarakat yang terlibat, observasi, angket, dan artikel. Pemantauan dapat dilakukan oleh pelaksana program maupun dengan instansi lain yang diajak bekerja sama untuk melaksanakan promosi kesehatan. Pemantauan dapat dilaksanakan langsung saat pemberian materi maupun berkala dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

3.5.2

Evaluasi Promosi Kesehatan Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif. Berdasarkan definisi di atas, proses ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : 1) Memformulasikan tujuan 2) Mengidentifikasi kriteria untuk mengukur sukes 3) Menentukan dan menjelaskan besarnya sukses 4) Rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya Evaluasi merupakan usaha tindak lanjut mengolah hasil pemantauan untuk mendapatkan nilai yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu program serta merumuskan saran untuk pelaksanaan program selnajutnya. Evaluasi dapat dilakukan saat pelaksanaa program maupun berkala dalam kurun waktu tertentu atau di akhir pelaksanaan program. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu program adalah sebagai berikut :

35

1) Menentukan tujuan penilaian 2) Menentukan bagian mana yang dinilai 3) Menetapkan standar dan indikator 4) Menentukan cara penilaian 5) Melakukan pengukuran 6) Membandingkan hasil dengan standar 7) Menetapkan kesimpulan Ada tiga aspek yang perlu dinilai untuk mengetahui apakan mencapai indikator keberhasilan atau tidak, yaitu aspek knowledge (pengetahuan), attitude (sikap), psikomotorik (praktik). Cara penilaiannya sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya : -

Tes tulis untuk mengukur aspek pengetahuan. Contoh, pre-test dan post-test sebelum dan sesudah pemberian materi promosi kesehatan

-

Penentuan skala sikap untuk mengukur aspek sikap. Contoh, skala sikap setuju/menerima dengan tidak setuju/menolak

-

Intensitas praktik dan kesesuaiannya dengan materi. Contoh, apakah kegiatan cuci tangan pakai sabun sudah rutin dilakukan dan sesuai dengan pedoman yang ada

Masing-masing aspek memiliki indikator keberhasilan sendiri. Secara umum, suatu kegiatan promosi kesehatan dikatakan berhasil jika peserta dapat : 

Memahami pesan atau materi yang disampaikan



Sikapnya baik (menerima/setuju)



Mengaplikasikan materi yang didapat di kehidupan sehari-hari

SIMPULAN

36

Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yang melintasi Kota dan Kabupaten Bandung dengan tingkat kepadatan penduduk yang kurang padat. Namun, dengan persentase terbanyak sekitar 31,7% penduduk berada pada usia produktif. Kebanyakan penduduk juga berprofesi sebagai buruh industri. Jika dilihat dari kebiasaan penduduk disekitar sungai, penduduk masih kurang peduli terhadap lingkungannya, hal yang masih dilakukan penduduk disekitar Sungai Citarum seperti membuang sampah, membangun rumah, pengambilan material, bertanam dibantaran sungai. Dilihat dari aspek kesehatan, masih banyak penduduk Citarum menggunakan air sungai untuk pemakaian sehari hari seperti mandi atau mengaliri persawahan mereka. Air yang sudah tercemar tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut seperti penanggulangan bencana oleh pememerintah, melakukan promkes tentang kesehatan diri dan lingkungan

agar tercapainya

lingkungan Sungai Citarum yang bersih, berkualitas baik dan sehat.

37

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Ichsan Emerald. 2014. Ingat! Kesehatan Warga Terancam Jika Konsumsi Air Citarum. Tersedia online di: http://www.republika.co.id/berita/nasional/pemprovjabar/14/10/02/nctsm6 -ingat-kesehatan-warga-terancam-jika-konsumsi -air-citarum [Diakses tanggal 7 Maret 2016]. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2011. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan Darurat Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta. Greenpeace. 2014. Citarum Nadiku, Mari Rebut Kembali. Tersedia online di: http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/toxics/Air/citarum/ [Diakses tanggal 10 Maret 2016]. Hardjasaputra, A. Sobana. 2015. Sungai Citarum Sekilas Sejarah, Banjir: Dulu hingga Sekarang, Menuju Tujuan Bersama. Tersedia online di: http://citarum.org/info-citarum/berita-artikel/319-sungai-citarum-sekilassejarah-banjir-dulu-hingga-sekarang-menuju-tujuan-bersama.html [Diakses tanggal 10 Maret 2016]. Ilyas, Mulyadi. 2011. Sungai Citarum yang Merana. Tersedia online di: http://www.kompasiana.com/mulyadi_ilyas11/sungai-citarum-yangmerana_5500bdcda33311c2715119b3 [Diakses tanggal 7 Maret 2016]. Indotekhnoplus. 2012. Industri Buang Limbah ke Citarum. Tersedia online di: http://www.indotekhnoplus.com/news/view/108/Industri-Buang-Limbahke-Citarum [Diakses tanggal 7 Maret 2016]. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2014. 10 Pesan Hidup Sehat dalam Kedaruratan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

38

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF