BAB VI - akhir a5
July 19, 2018 | Author: Robait Usman | Category: N/A
Short Description
Download BAB VI - akhir a5...
Description
BAB VI UKURAN PENYEBARAN
A. PENDAHULUAN Telah dikemukakan, bahwa penyajian data statistik dalam berbagai bentuk table distribusi frekuensi dan grafik, sedikit banyak telah membantu berbagai pihak misalnya saja seorang peneliti. Dalam rangka mengenal dan mengetahui ciri atau sifat yang terkandung dalam sekumpulan bahan keterangan (data) yang berupa angka maka ia sangat membutuhkan statistika. Namun demikian, yang harus diingat ialah, kegiatan menganalisis data yang hanya dengan mengetahui frekuensi dan nilai rata-ratanya saja dipandang belum “tajam” dan “teliti”, sebab masih terdapat banyak hal yang berada di luar jangkauan pengetahuan seorang peneliti dari keterangan tersebut. Karena sekalipun distribusi frekuensi dan nilai rata-ratanya telah diketahui, tetapi bagaimana penyebaran/ pemencaran/ variansi/ disperse/ variabilitas data itu sebenarnya belum terlihat secara jelas oleh peneliti. Jadi menggambarkan karakteristik sekelompok data ternyata tidak cukup dengan hanya melihat ukuran pemusatannya, karena ukuran pemusatan hanya memberikan informasi tunggal tentang dimana data mengumpul, tanpa mengetahui bagaimana pola distribusi data secara keseluruhan. Untuk tujuan yang terakhir disebutkan ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana pola distribusi data secara keseluruhan, digunakan ukuran penyebaran. Ukuran penyebaran memberikan informasi tentang bagaimana pola data
menyebar, atau seberapa luas data menyebar disekitar rata-ratanya. Semakin besar nilai pada ukuran penyebaran menunjukkan semakin luas sebaran data, yang berarti variasi antara satu data dengan data lainnya semakin besar dan berarti pula datanya semakin heterogen. Ukuran penyebaran sangat berguna untuk membandingkan sifat homogenitas atau kesamaan variasi antara dua populasi. Perhatikan dua himpunan data tentang jumlah nilai pada raport siswa kelas VA dan kelas VB MI berikut ini: Nilai kelas VA: 115 110 86 82 97 100 82 95 89 54 Nilai kelas VB: 96
95 88 96 79
86 93 88 88 91
Jika kedua kelompok data di atas dihitung rata-ratanya maka akan diperoleh rata-rata yang sama, yaitu 90, tetapi apakah kedua kelompok data mempunyai nilai-nilai data yang sama? Nilai raport pada kelas VA lebih bervariasi atau heterogen dibandingkan dengan kelas VB, dengan range yang lebih lebar yaitu antara 54 sampai dengan 115. Sedangkan kelas VB, nilai raport anak hampir sama, rangenya lebih sempit dan nilai-nilainya lebih dekat dengan nilai rata-ratanya. Secara kasar, dapat dianalisis bahwa di kelas VA terdapat anak dengan kemampuan yang sangat tinggi dan juga berkemampuan sangat rendah, sedang di kelas VB kemampuan anak relatif sama. Informasi sederhana ini dapat menjadi dasar bagi guru dalam menerapkan metode pengajaran yang tepat untuk kelas dengan materi yang berbeda. Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka agar dapat dicapai tingkat “ ketajaman analisis”, disamping mengetahui distribusi frekuensi dan mengetahui nilai rata-rata dari data yang sedang kita teliti, maka untuk analisis lebih lanjut terhadap data tersebut perlu ditentukan ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui variabilitas atau penyebarannya. Sebuah nilai untuk mengukur seberapa besar data menyebar relatif
terhadap rata-rata inilah yang disebut dengan nama Ukuran Variabilitas Data (Measures of Variabilitas) atau Ukuran Penyebaran Data (Measures of Dispersion). Pengertian ukuran penyebaran data pada dasarnya ada bermacam-macam diantaranya adalah ukuran penyebaran data merupakan berbagai macam ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui luas penyebaran data, atau variasi data, homogenitas data, dan stabilitas data. Dalam statistika dikenal beberapa macam ukuran penyebaran data yaitu dari ukuran yang paling sederhana (kasar) sampai dengan ukuran yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi. Ada beberapa ukuran penyebaran yang dapat digunakan, yaitu: (1) Jangkauan/Range, (2) Deviasi / Simpangan (yaitu Deviasi Kuartil, Deviasi Rata-rata dan Deviasi Standart), (3) Ragam / Variance. Sebagaimana dalam ukuran pemusatan, ukuran penyebaran dapat dihitung pada data tunggal ataupun data kelompok. B. JANGKAUAN (RANGE) Range dikenal sebagai ukuran penyebaran data yang paling sederhana dan karena itu range sering juga disebut sebagai ukuran penyebaran data yang paling kasar. Range – yang biasa diberi lambang R – adalah salah satu ukuran statistic yang menunjukan jarak penyebaran antara skor (nilai) yang terendah (Lowest Score) sampai skor (nilai) yang tertinggi (Highest Score). Dengan singkat dapat dirumuskan :
R = H – L.
Atau
R = Xt – Xr
Keterangan R = Range yang kita cari
(6.1)
H = Skor (nilai) yang tertinggi ( Xt ) L = Skor (nilai) yang terendah (Xr ) Pemakaian keterangan yang diberikan oleh range sebagai tambahan bagi keterangan yang telah diberikan oleh harga rata-rata mengenai sekumpulan data, dapat memberi gambaran yang lebih terang mengenai kumpulan data itu. Artinya range kita gunakan sebagai ukuran, apabila di dalam waktu yang sangat singkat kita ingin memperoleh gambaran tentang penyebaran data yang sedang kita selidiki dengan mengabaikan faktor ketelitian atau kecermatan.
Contoh 9 : Dua kelompok memiliki distribusi sebagai berikut : A:
1
8
9
9
10
10
B:
1
2
4
6
8
10
Kedua kelompok di atas mempunyai range yang sama yaitu 10-1 = 9, walaupun distribusi kedua kelompok nilainya jelas berbeda. Contoh 10 : Berikut ini adalah contoh perhitungan range nilai hasil tes untuk 5 macam bidang studi dari 3 orang peserta yang mengikuti tes seleksi penerimaan calon mahasiswa baru pada sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam
No Ujian 1.
2. 3.
Na ma
PMP
A B C
85 58 65
Nilai Yang dicapai Dir. Bhs. Bhs. Isla Ind Arb. 55 76 45 65 72 60 65 65 65
Bhs. Ingg 65 70 65
H
L
R= H-L
Jum. Nilai
Mean
85 72 65
45 58 65
40 14 0
325 325 325
65 65 65
Keterangan : • Kolom 3 s.d 7 menunjukan distribusi nilai hasil yang dicapai oleh 3 orang calon. • Kolom 8 memuat nilai tertinggi (Highest Score) setiap calon. • Kolom 9 memuat nilai terendah (Lowest Score) setiap calon. • Kolom 10 menunjukan jumlah seluruh nilai. • Kolom 11 adalah mean (nilai rata-rata hitung) yang dicapai oleh masing-masing calon. Dari tabel di atas kita ketahui bahwa berdasarkan nilai range kita dapat mengatakan “semakin kecil range dari suatu distribusi data, maka kita memiliki kecenderungan untuk menganggap bahwa mean yang kita peroleh merupakan wakil yang representatif dari data yang bersangkutan., sebaliknya semakin besar rangenya, maka kita akan cenderung untuk menganggap bahwa mean yang kita peroleh itu sifatnya meragukan”. Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: • • •
Semakin kecil rangenya maka semakin homogen distribusinya. Semakin besar rangenya maka semakin heterogen distribusinya. Semakin kecil rangenya maka meannya merupakan wakil yang representatif.
•
Semakin besar rangenya maka meannya merupakan wakil yang kurang reperesentatif.
Kebaikan pemakaian range sebagai salah satu ukuran penyebaran ialah dengan menggunakan range dalam waktu singkat dapat diperoleh gambaran umum mengenai luas penyebaran data yang sedang kita hadapi. Sedangkan kelemahannya ialah: i.
ii.
Range akan sangat tergantung kepada nilai-nilai ekstrimnya. Dengan kata lain, besar kecilnya range akan sangat ditentukan oleh nilai terendah dan nilai tertinggi yang terdapat dalam distribusi data, dengan demikian range sifatnya sangat labil dan kurang teliti. Contoh: Data X : H = 80, L = 30 R = 80 -30 = 50 Data Y : H = 95, L = 45 R = 95 – 45 = 50 Data Z : H = 88, L = 38 R = 88 – 38 = 50. Range sebagai ukuran penyebaran data, tidak memperhatikan distribusi yang terdapat di dalam range itu sendiri. Ambillah sebagi contoh, misalnya nilai tertinggi dari nilai terendah yang berhasil, dicapai oleh 8 orang mahasiswa masing-masing adalah 80 dan 40, sehingga rangenya = 80 – 40. Dengan range sebesar 40 itu ada kemungkinan distribusi nilai itu adalah: 40, 47, 52, 59, 64, 67, 70 dan 80, mungkin juga: 40, 40, 40, 40, 40, 40, 40 dan 80; mungkin juga: 40, 40, 50, 50, 60, 60, 80, 80, atau bentuk distribusi lainnya. Yang jelas, dengan hanya mengetahui range-nya saja, kita belum tahu secara pasti bagaimana sebenarnya bentuk distribusi data yang kita hadapi mulai dari nilai terendah sampai nilai tertinggi.
Karena kelemahan-kelemahan itulah maka sebagai salah satu ukuran penyebaran data, range sangat jarang digunakan dalam
pekerjaan analisis statistic. Adapun cara mencari range dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Data Tunggal Bila ada sekumpulan data tunggal X1, X2, ..., Xn maka jangkauannya adalah R = Xt – Xr (6.1)
Contoh 11: Tentukan jangkauan data : 1, 4, 7, 8, 9, 11! Jawab: Xt = 11 dan Xr = 1 Jangkauan = Xt – Xr = 11 – 1 = 10 2. Data Kelompok Untuk data kelompok, jangkauan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu menggunakan titik atau nilai tengah dan menggunakan tepi kelas. a. Jangkauan adalah selisih titik tengah kelas tertinggi dengan titik tengah kelas terendah. b. Jangkauan adalah selisih tepi kelas tertinggi dengan tepi bawah kelas terendah. Contoh 12: Tentukan jangkauan dari distribusi frekuensi berikut ! Tabel Tinggi Badan 50 Mahasiswa Tinggi Badan (cm)
Frekuensi
140 – 144
2
145 – 149
4
150 – 154
10
155 – 159
14
160 – 164
12
165 – 169
5
170 – 174
3
Jumlah
50
Jawab : Dari table di atas terlihat bahwa: Titik tengah kelas terendah = 142 Titik tengah kelas tertinggi = 172 Tepi bawah kelas terendah = 139, 5 Tepi atas kelas tertinggi
= 174,5
a. Jangkauan = 172 – 142 = 30 b. Jangkauan = 174,5 – 139,5 = 35
3. Range Antarkuartil dan Range Semi Interkuartil Range antarkuartil adalah selisih antara nilai kuartil atas ( K3 ) dan kuartil bawah ( K1 ). Dirumuskan
Interquartile Range = K3 - K1
(6.2)
Interquartile range ini mengandung 50 persen dari pada pengamatan yang terdapat di dalam kumpulan data yang bersangkutan. Yang termasuk
kedalamnya adalah 50 persen bagian tengah dari pada kumpulan data itu atau dari suatu pencaran frekuensi ukuran ini dapat dipakai untuk tujuan – tujuan tertentu dan dapat dicari dengan mudah, yaitu dengan mencari dahulu nilai-nilai kuartil ketiga dan kuartil pertama. C. SIMPANGAN RATA-RATA (STANDARD DEVIATION) Dalam statistika, yang dimaksud dengan deviasi ialah selisih simpangan dari masing-masing skor atau interval dengan nilai rata-rata hitung atau mediannya. Bila setiap skor/ nilainya lebih besar dari rata-rata hitungnya, maka deviasinya positif dan bila setiap skor atau nilainya lebih kecil dari ratarata hitungnya, maka deviasinya negatif. Deviasi merupakan salah satu ukuran variabilitas data yang biasa dilambangkan dengan huruf kecil dari huruf yang digunakan bagi lambang skornya. Jadi apabila skornya diberi lambang X maka deviasinya berlambang x; jika skornya Y maka lambang deviasinya y; jika skornya Z maka lambang deviasinya z. Karena deviasi merupakan simpangan atau selisih dari masing-masing skor terhadap rata-rata hitung groupnya, maka sudah barang tentu akan terdapat dua jenis deviasi, yaitu: (1) deviasi yang berada di atas rata-rata hitung, dan (2) deviasi yang berada di bawah rata-rata hitung. Deviasi yang berada di atas rata-rata hitung dapat diartikan sebagai ”selisih lebih”; karenanya deviasi semacam ini akan bertanda plus (+), dan lazim dikenal dengan istilah deviasi positif. Adapun deviasi yang berada di bawah rata-rata hitung dapat diartikan sebagai selisih kurang” oleh karena itu, selalu bertanda minus (-), dan lazim dikenal dengan istilah deviasi negatif. Penjumlahan deviasi akan selalu menghasilkan nol, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengetahui keragaman data. Supaya hasil
penjumlahan dapat digunakan untuk mengetahui keragaman data maka pada waktu mengadakan penjumlahan, yang dijumlahkan adalah harga mutlaknya atau tanda-tanda aljabar dari deviasi (tanda + dan -) diabaikan, sehingga tanda positif dan negatifnya tidak mempengaruhi penjumlahan. Contoh 13: Skor (X)
8
7
6
5
4
∑ X = 30
Deviasi (x)
2
1
0
-1
-2
∑x=0
Ukuran penyebaran dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu ukuran penyebaran mutlak dan ukuran penyebaran relatif. Ukuran penyebaran mutlak terdiri dari: simpangan ratarata (mean deviation), simpangan kuartil (quartile deviation), dan simpangan baku (standard deviation). Sedangkan yang termasuk dalam ukuran penyebaran relatif adalah koefisien variasi (coevicient of Variation) 1.
Deviasi Rata-Rata / Simpangan Rata-Rata Seperti terlihat pada table di atas, jika seluruh deviasi kita jumlahkan, hasilnya pasti sama dengan nol (∑x = 0). Karena jumlah deviasi akan selalu sama dengan nol, maka kalau deviasi itu kita gunakan sebagai ukuran untuk mengetahui variabilitas data tidak akan ada manfaatnya sama sekali. Oleh karena itulah agar deviasi dapat digunakan sebagai ukuran variabilitas, dalam menjumlahkan deviasi itu tanda-tanda aljabar (yaitu tanda + dan -) yang terdapat di depan deviasi sebaiknya diabaikan. Dengan kata lain, agar deviasi dapat dimanfaatkan sebagai ukuran variabilitas, maka penjumlahan itu dilakukan
terhadap harga mutlaknya. Setelah seluruh harga mutlak deviasi dijumlahkan lalu dihitung rata-ratanya. Biasanya kita mempergunakan rata-rata hitung atau median sebagai dasar pengukuran data. Deviasi rata-rata, dihitung dengan cara menjumlahkan simpangan masingmasing nilai skor dengan nilai rata-ratanya (atau median) dan kemudian membaginya dengan banyaknya skor, tanpa memperhatikan tanda-tanda aljabarnya. Artinya, simpangan-simpangan itu harus dirata-ratakan seolah-olah kesemuanya itu adalah positif. Dalam bahasa Inggris Deviasi Rata-rata dikenal dengan nama Mean Deviation (diberi lambang MD) atau Average Deviation diberi lambang AD. Dari uraian di atas sebenarnya sudah cukup tergambar apa sebenarnya yang dimaksud dengan simpangan rata-rata (Sr) itu, yakni jumlah harga mutlak deviasi dari tiap-tiap skor, dibagi dengan banyaknya skor itu sendiri. Dengan demikian, apabila pengertian tentang simpangan rata-rata tadi kita formulasikan dalam bentuk rumus, maka akan kita peroleh formula sebagai berikut: a. Data tunggal
n
∑ Sr =
xi − x
i =1
n
Keterangan : Sr = Simpangan rata-rata xi = Nilai pengamatan ke-i
x = Rata-rata hitung n = Banyaknya pengamatan
(6.3)
Contoh 14: Seorang ibu rumah tangga melakukan pencatatan mengenai jumlah pemakaian gula pasir selama 6 bulan berturut-turut sebagai berikut: Bulan
Konsumsi gula (kg)
1
7,00
2
8,50
3
6,75
4
7,25
5
7,50
6
7,25
Carilah simpangan rata-rata dari pemakaian gula pasir tersebut! Jawab : i.
Kalau memakai dasar perhitungan rata-rata hitung.
Konsumsi gula (kg) (xi)
Simpangan = xi - x
7,00
7,00 - 7,375 = 0,375
8,50
8,50 - 7,375 = 1,125
6,75
6,75 - 7,375 = 0,625
7,25
7,25 - 7,375 = 0,125
7,50
7,50 - 7,375 = 0,125
7,25
7,25 - 7,375 = 0,125
∑ xi = 44,25
∑( xi - x ) = 2,500
•
x = ∑ xi / n = 44,25 / 6 = 7,375
•
Sr = 2,500/6 = 0,417 kg/bulan Kalau memakai dasar perhitungan median
ii.
Konsumsi gula (kg) (xi)
Simpangan = xi - Me
7,00
7,00 - 7,25 = 0,25
8,50
8,50 - 7,25 = 1,25
6,75
6,75 - 7,25 = 0, 5
7,25
7,25 - 7,25 = 0,00
7,50
7,50 - 7,25 = 0,25
7,25
7,25 - 7,25 = 0,00
∑ xi = 44,25
∑( xi - Me) = 2,25
•
Me = 7,25
•
Sr = 2,25/6 = 0,375 kg/bulan
b. Data Kelompok Untuk data berkelompok (distribusi frekuensi), deviasi rata-ratanya dapat dihitung dengan rumus:
k
∑ Sr =
f i xi − x (6.4)
i =1 k
∑f i =1
i
Atau k
∑ Sr =
f i xti − xt
(6.5)
i =1 k
∑f
i
i =1
Keterangan : Sr = Simpangan rata-rata xti = Nilai tengah pengamatan ke-i xi = Nilai pengamatan ke-i
xt = Rata-rata hitung nilai tengah pengamatan x = Rata-rata hitung pengamatan fi = Frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas Contoh 15 : Tentukan simpangan rata-rata dari data pada tabel berikut!
Usia
31
30 29
28 27
26
25 24
23
frek
4
4
7
8
5
2
5
12
3
Jawab : •
Langkah I: Mencari mean, dengan rumus
k
∑f x
i
xi
=
i =1 k
=
∑f
1360 = 27,2 50
i
i =1
Langkah II: Menghitung deviasi masing-masing masing skor, dengan rumus:
•
x = xi - x
(Lihat kolom 4).
•
Langkah III : Mengalikan fi dengan │x│ │ sehingga diperoleh nilai fi│x│setelah setelah itu dijumlahkan, sehingga diperoleh ∑fi│x│= 82,0.
•
Langkah IV : Menghitung simpangan rata ata-rata, dengan rumus: k
∑ Sr =
f i xi − x
=
i =1 k
∑f
82,0 = 1,64 50
i
i =1
Tabel Penolong Menghitung Simpangan Rata-Rata Kelompok Usia (xi )
fi
fi xi
x = xi - x
fi│ xi - x │
31
4
124
+ 3,8
15,2
30
4
120
+ 2,3
11,2
29
5
145
+ 1,8
9,0
28
7
196
+ 1,8
5,6
27
12
324
- 0,2
2,4
26
8
208
- 1,2
9,6
25
5
125
- 2,2
11,0
24
3
72
- 3,2
9,6
23
2
46
- 4,2
8,4
Jumlah
50
1360
82,0
Contoh 16: Tentukan simpangan rata-rata dari ditribusi frekuensi pada Tabel berikut ini! Tinggi Badan Mahasiswa STAIN Tinggi Badan (cm)
frek
140 - 144
2
145 - 149
4
150 - 154
10
155 - 159
14
160 - 164
12
165 - 169
5
170 - 174
3
Jumlah
50
Jawab : •
Langkah I: Mencari titik tengah kelas, dengan rumus
Batas atas kelas + Batas bawah kelas = xti 2 •
Langkah II: Mengalikan fi dengan xti sehingga diperoleh fi xti ; kemudian jumlahkan. (∑ fixti = 7885)
•
Langkah III: Mencari mean, dengan rumus
k
∑f
xt =
i
x ti =
i =1 k
∑f
7885 = 157,7 50
i
i =1
•
Langkah IV: Menghitung deviasi masing-masing kelas, dengan rumus: │x = xti - x t │ (Lihat kolom 5).
•
Langkah V: Mengalikan fi dengan x sehingga diperoleh fix ; kemudian tentukan nilai fix setelah itu dijumlahkan, sehingga diperoleh ∑fix = 282.
•
Langkah IV : Menghitung simpangan rata-rata, dengan rumus: k
∑ Sr =
f i xti − xt
=
i =1 k
∑f
282 = 5,64 50
i
i =1
Tabel Penolong Menghitung Simpangan Rata-Rata Kelompok
Tinggi Badan (cm)
xti
fi
fi xti
xi=│xti - x t │
fi xi
140 - 144
142
2
284
15,7
31,4
145 - 149
147
4
588
10,7
42,8
150 - 154
152
10
1520
5,7
57
155 - 159
157
14
2198
0,7
9,8
160 - 164
162
12
1944
4,3
51,6
165 - 169
167
5
835
9,3
46,5
170 - 174
172
3
516
14,3
42,9
50
7885
Jumlah
282
Dari uraian di atas telah kita ketahui bersama bahwa untuk memperoleh simpangan rata-rata, semua deviasi yang ada kita jumlahkan, setelah itu kita bagi dengan N. Dalam menjumlahkan deviasi masing-masing skor atau deviasi masing-masing interval itu, tanda-tanda aljabar yang terdapat di depan angka yang menunjukkan deviasi itu, kita abaikan; berarti semua deviasi yang ada kita anggap bertanda “plus”, sebab yang dijumlahkan adalah harga mutlaknya. Memang cukuplah beralasan bahwa baik tanda “plus” maupun randa “minus” itu pada dasarnya menunjukkan “selisih” antara tiap-tiap skor atau interval yang ada dengan meannya (yang dimaksud disini adalah misalnya deviasi sebesar + 1 dan sebesar – 1, sama saja artinya yaitu “ ada selisih sebesar 1 jika dibandingkan dengan mean-nya; apakah itu “selisih lebih” ataukah “selisih kurang”). Namun cara kerja demikian sebenarnya secara matematik kurang dapat dipertanggungjawabkan, yang karenanya dalam penganalisisan data statistik ukuran ini jarang sekali digunakan, karena dianggap kurang teliti. Karakteristik utama dari simpangan rata-rata adalah: •
Simpangan rata-rata didasarkan pada setiap nilai di dalam data. Karenanya ia memberikan gambaran yang lebih baik mengenai penyebaran data dari pada range dan simpangan kuartil.
•
Simpangan rata-rata dihitung dari sebuah rata-rata, baik rata-rata hitung maupun median. Ia mengukur penyebaran data sekitar rata-rata lebih baik dari
penyebaran data di dalam nilai-nilai tertentu, seperti yang di ukur dengan range dan simpangan kuartil. •
Simpangan rata-rata merupakan rata-rata hitung dari nilai-nilai simpangan yang mutlak. Dalam perhitungannya, simpangan ini mengabaikan tanda-tanda positif dan negatif dari simpangan terhadap rata-rata. Ini merupakan kelemahan dari simpangan rata-rata.
2. Simpangan Kuartil (Quartile Deviation), Simpangan kuartil (quartile deviation) dengan notasi “SK” merupakan suatu ukuran dispersi yang didasarkan atas nilai kuartil, yaitu kuartil pertama (K1) dan kuartil ketiga (K3). Ukuran ini juga disebut: “semi interquartile range”, yang berarti setengah jarak antara kuartil pertama hingga kuartil ketiga. Orang biasanya lebih suka memakai istilah “quartile deviation” atau “semi interquartile range” dari pada interquartile range sebagai ukuran penyebaran. Quartile deviation adalah sama dengan setengah dari interquartile range. Oleh karena itu, kita dapat menuliskan rumus quartile deviation itu sebagai:
Quartile deviation = (1/2) (K3 - K1) (6.6)
Quartile deviation bukanlah merupakan ukuranukuran yang baik bagi penyebaran sekumpulan data. Jadi, jika kita hendak mengukur penyebaran sekumpulan data, biasanya ukuran-ukuran ini tidak kita pakai. Keuntungan yang mungkin diperoleh dari pemakaian ukuran-ukuran ini
sebagai ukuran penyebaran, hanyalah kemudahan dalam perhitungan saja. Karakteristik utama dari simpangan kuartil adalah: •
Apabila distribusinya simetris. Maka K1 dan K3 dipisahkan dari median dengan jarak yang sama (equidistant). Karena itu, jika kita mengukur +- K dari median kita menghitung 50 % bagian dari distribusi itu karena kita telah mengukur kembali K1 dan K3.
•
Apabila distribusinya menceng (skewed), seperti biasa terjadi kita dapat mengambil +- K di sekitar median; dan sementara kita tidak akan mencapai salah satu dari K1 atau K3, kita dapat mengharapkan dapat memperhitungkan +- 50 % dari bagian itu tanpa memperhatikan besarnya kemencengan.
•
Simpangan kuartil relatif tidak dipengaruhi oleh simpangan-simpangan ekstrim. Di lain pihak karena sangat tergantung pada nilai K1 dan K3, maka reliabilitasnya tergantung pada derajad pemusatan (degree of concentration) pada kuartil-kuartil populasi dari mana sebuah sampel di ambil. Khususnya bila terdapat kesenjangan-kesenjangan di dalam populasi di sekitar kuartil, maka simpangan kuartil itu menjadi tidak reliabel.
3. Simpangan Baku ( Standard Deviation) Simpangan baku biasa disebut juga deviasi standar atau standard deviation karena simpangan baku berasal dari simpangan rata-rata yang telah dibakukan atau distandarisasikan, sehingga memiliki kadar kepercayaan atau reliabiitas yang lebih mantap. Oleh karena itu, dalam analisis statistika simpangan baku ini mempunyai
kedudukan yang amat penting. Adapun karakteristik umum dari simpangan baku adalah: •
Simpangan baku didasarkan atas simpangan setiap nilai yang ada di dalam data. Karenanya, sebagaimana halnya dengan simpangan rata-rata, simpangan baku ini memberikan gambaran yang lebih baik mengenai dispersi dari pada range dan simpangan kuartil.
•
Simpangan baku dihitung dari rata-rata hitung nilainilai yang ada dalam rata-rata, bukan dispersi di dalam nilai-nilai tertentu seperti yang diukur dengan range dan simpangan kuartil.
•
Simpangan baku secara matematis adalah logis (masuk akal), karena perhitungannya tidak memperhatikan tanda-tanda positif dan negatif dari simpangan individual. Kenyataan ini menambah kegunaan simpangan baku dalam operasi matematis lebih lanjut.
•
Bila setiap nilai dari data tertentu ditambah (dikurangi) dengan sebuah bilangan tetap, simpangan baku tidak terpengaruh. Hal ini benar karena rata-rata, seperti pada setiap nilai, juga ditambah (dikurangi) dengan bilangan tetap tersebut. Jadi, simpangan setiap nilai dari rata-rata tidak terpengaruh. Tetapi bila setiap nilai di dalam data dikalikan (dibagi) dengan sebuah bilangan tetap, simpang baku juga dikalikan (dibagi) dengan bilangan tetap itu.
Simpangan baku (standard deviation) merupakan ukuran penyimpangan terhadap nilai rata-ratanya. Semakin kecil simpangan baku, berarti semakin terkumpul distribusi skornya, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian maka semakin kecil simpangan baku, maka semakin baik prediksi rata-rata sample terhadap rata-rata populasinya. Atau dengan kata lain sekumpulan
skor sample maupun skor individual dapat menggambarkan keseluruhan skor ( skor populasi). Simpangan baku merupakan harga akar positif dari selisih item data dengan nilai rata-rata yang dibagi oleh jumlah data (untuk data tidak berkelompok). Jika ungkapan tersebut kita tuangkan dalam bentuk rumus, maka rumus umum simpangan baku (s) atau standard deviation (SD) ialah sebagai berikut: a. Data Tunggal Untuk seperangkat data X1, X2, X3, ........... Xn (data tunggal) simpangan bakunya dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu metode biasa dan metode angka kasar. i.
Metode Biasa
n
∑( x SD = s =
i
−x
)2 , untuk n ≤ 30
i =1
n −1
(6.7)
Atau
n
∑( x SD = s =
i
−x
i =1
n
)2 , untuk n > 30
(6.8)
Keterangan : SD = s = Simpangan baku (Standard Deviation) xi = Nilai pengamatan ke-i
x = Nilai rata-rata hitung n = Banyaknya pengamatan ii. Metode Angka Kasar
2
s=
n ∑ xi n i =1 2 xi − ∑ n i =1 , untuk n ≤ 30 n −1
(6.9)
Atau
2
s=
n ∑ xi n i =1 2 xi − ∑ n i =1 , untuk n > 30 n
(6.10)
Keterangan : SD = s = Simpangan baku (Standard Deviation) xi = Nilai pengamatan ke-i
x = Nilai rata-rata hitung n = Banyaknya pengamatan
Contoh 17: Tentukan simpangan baku (standard deviation) dari data berikut ini! Nilai kelas VA: 115 110 86 82 97 100 82 95 89 54 Nilai kelas VB: 96
95 88 96 79
86 93 88 88 91
Jawab : Standard deviation setiap kelas dihitung dengan cara: Tabel Penolong Menghitung SD kelas VA Kelas VA
xi
xi - x
(x i - x ) 2
115
25
625
109
19
361
85
-5
25
81
-9
81
96
6
36
99
9
81
81
-9
81
94
4
16
88
-2
4
52
-38
1444
Σ = 900
Σ = 2754
•
Rata-rata hitung dari data adalah 10
n
∑x
∑x
i
i
x= •
i =1
n
=
i =1
=
10
900 = 90 10
Besarnya standard deviation adalah
SD = s = s=
∑ (x
i
- x) 2
n -1
2754 = 17,493 9
Interprestasi dari nilai standard deviation 17,493 adalah bahwa data menyebar sebesar 17,493 disekitar (baik di atas atau di bawah) nilai rata-rata yang sebesar 90.
Tabel Penolong Menghitung SD kelas VB Kelas VB
xi
xi - x
(x i - x ) 2
96
6
36
95
5
25
88
-2
4
96
6
36
79
-11
121
86
-4
16
93
3
9
88
-2
4
88
-2
4
91
1
1
Σ = 900
•
Rata-rata hitung dari data adalah 10
n
∑ xi x= •
Σ = 256
i =1
n
∑x =
i
i =1
=
10
900 = 90 10
Besarnya standard deviation adalah
•
SD = s =
s=
∑ (x
i
- x) 2
n -1
256 = 5,333 9
Interprestasi dari nilai standard deviation 5,333 adalah bahwa data menyebar sebesar 5,333 disekitar (baik di atas atau di bawah) nilai rata-rata (sebesar 90). Dari kedua data di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun sehimpunan data mempunyai nilai rata-rata yang sama tetapi standard deviation nya belum tentu sama juga. Standard deviation kelas VA (17,496) lebih besar dibanding dengan standard deviation kelas VB (5,333). Hal ini menunjukkan kemampuan anak di kelas VA lebih bervariasi (heterogen) dibandingkan dengan kelas VB. Contoh 18 : Berikut ini adalah sampel nilai mid test statistika I dari sekelompok mahasiswa di sebuah universitas. 30 35
42 50
58
66
74
82
90
98
Tentukan simpangan bakunya! (Gunakan kedua rumus). Jawab : Tabel Penolong Menghitung Simpangan Baku
xi
xi - x
(x i - x ) 2
xi²
30
- 32,5
1.056,25
900
35
- 27,5
756,25
1.225
42
- 20,5
420,25
1.764
50
- 12,5
156,25
2.500
58
- 4,5
20,25
3.364
66
3,5
12,25
4.356
74
11,5
132,25
5.476
82
19,5
380,25
6.724
90
27,5
756,25
8.100
98
35,5
1.260,25
9.604
Σ = 4.950,5
Σ = 44.013
Σ = 625
i. •
Dengan metode biasa Rata-rata hitung dari data adalah 10
n
∑x
∑x
i
i
x= •
i =1
n
=
i =1
10
=
625 = 62,5 10
Besarnya standard deviation adalah
SD = s =
∑ (x
i
- x) 2
n -1
=
4950,5 = 23,45 9
ii. Dengan metode angka kasar:
n ∑ xi n 2 xi − i=1 ∑ n i =1 n −1
SD = s =
2 2 ( 625) 44013 −
=
44013 − 39062.5 = 10 − 1
=
=
10 10 − 1
4950.5 9
550.056 = 23,45
b. Data Kelompok Untuk data berkelompok (distribusi frekuensi), simpangan bakunya dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu metode biasa, metode angka kasar, dan metode coding. i.
Metode Biasa k
∑f (x i
s=
− xt
ti
)2 , untuk n ≤ 30
i =1 k
∑f
(6.11)
− 1
i
i =1
atau k
∑f (x i
s=
ti
− xt
, untuk n > 30
i =1 k
∑f i =1
)2
i
(6.12)
Keterangan : s = SD = Standard Deviation = Simpangan Baku xti = Nilai tengah kelas ke-i
xt = Rata-rata hitung nilai tengah pengamatan fi = Frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas
ii. Metode Angka Kasar
k
∑ i =1
k ∑ f i xti f i xti2 − i=1 k ∑ fi
s=
2
, untuk n ≤ 30
i =1 k
∑f
i
(6.13)
− 1
i =1
atau
k
∑f
i
x ti2 −
k ∑ f i x ti i =1 k
∑f
i =1
s=
i =1 k
∑f
2
i
, untuk n > 30
(6.14)
i
i =1
Keterangan : s = SD = Standard Deviation = Simpangan Baku xti = Nilai tengah kelas ke-i
fi = Frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas
iii. Metode Coding 2
k ∑ f i ui fiu ∑ i =1 − k s = I ik=1 , untuk n ≤ 30 k f i − 1 ∑ f i ∑ f i − 1 ∑ i =1 i =1 i =1 k
2 i
(6.15)
atau
k f u ∑ f i ui ∑ i i =1 s=I − i =1k k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
2
, untuk n > 30
(6.16)
Keterangan : s = SD = Standard Deviation = Simpangan Baku I = panjang interval kelas fi = frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas di dalam pencaran frekuensi ui = simpangan antara titik tengah kelas ke-i dengan titik tengah kelas pertengahan di bagi dengan interval kelas Contoh 19: Misalkan data yang tertera pada contoh 15 yang telah dihitung simpangan rata-ratanya itu kita
cari simpangan bakunya, maka langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
Tabel Penolong Perhitungan Deviasi Standar dari data Pada Contoh 15 xi
fi
fi xi
xi - x
(x i - x ) 2
31
4
124
+ 3,8
14,44
57,76
30
4
120
+ 28
7,84
31,26
29
5
145
+ 1,8
3,24
16,20
28
7
196
+ 0,8
0,64
4,48
27
12
324
- 0,2
0,04
0,48
26
8
208
- 1,2
1,44
11,52
25
5
125
- 2,2
4,84
24,20
24
3
72
- 3,2
10,24
30,72
23
2
46
- 4,2
17,64
35,28
Σ = 50
Σ = 1360
fi
(x i - x ) 2
Σ = 212,00
Jawab : 1)
Mencari rata-rata hitung untuk data kelompok dengan rumus k
∑fx i
x=
i =1 k
∑f
i
=
1360 = 27,2 50
i
i =1
2)
Mencari simpangan tiap-tiap skor yang ada (kolom 4)
3)
Menguadratkan semua simpangan yang ada (kolom 5)
4)
Mengalikan frekuensi (fi) dengan kuadrat 2 simpangan { ( x i - x ) }, sehingga diperoleh 2 ∑fi ( x i - x ) = 212
5)
Mencari simpangan bakunya dengan rumus: k
∑f (x i
s=
ti
− xt
)2
i =1 k
∑f
i
i =1
=
212 = 4,24 = 2,06 50
Contoh 20: Tentukan simpangan baku dari distribusi frekuensi pada tabel di bawah ini! (gunakan ketiga rumus) Tabel Berat Badan Mahasiswa STAIN Tahun 2007
Berat Badan (Kg) 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 – 64 65 - 69 70 - 74 Jumlah
Frekuensi (f) 8 12 19 31 20 6 4 100
Jawab : i.
Metode biasa
xt
xt )2
xti
fi
fi xti
40 - 44
42
8
336
-13,85
191,8225
1.534,58
45 - 49
47
12
564
-8,85
78,3225
939,87
50 - 54
52
19
988
-3,85
14,8225
281,63
55 - 59
57
31
1767
1,15
1,3225
40,99
60 – 64
62
20
1240
6,15
37.8225
756,45
65 - 69
67
6
402
11,15
124,3225
745,94
70 - 74
72
4
288
16,15
260,8225
1043,29
100
5585
Jumlah
xti -
k
∑fx i
•
x=
i =1 k
∑f
i
=
5585 = 55,85 100
i
i =1 k
∑f (x i
•
s=
ti
− xt
)2
i =1 k
∑f
i
i =1
=
5342,75 = 53,4275 = 7,31 100
( xti -
fi ( xti -
xt )²
Berat badan
5342,75
ii. Metode angka kasar Berat Badan
fi
xti
xti ²
f i xti
f i xti ²
40 - 44
8
42
1764
336
14112
45 - 49
12
47
2209
564
26508
50 - 54
19
52
2704
988
51376
55 - 59
31
57
3249
1767
100719
60 – 64
20
62
3844
1240
76880
65 - 69
6
67
4489
402
26934
70 - 74
4
72
5184
288
20736
Jumlah
100
5585
317265
k
∑f
i
x ti2 −
k ∑ f i x ti i =1 k
∑f
i =1
s=
2
i
i =1 k
∑f
i
i =1
5585 2 317265 − 317265 − 311922,25 100 = = 100 100
=
5342,75 = 53,4275 = 7,31 100
iii. Metode coding Berat Badan
xti
fi
ui
ui²
fiui
fiui²
40 – 44
42
8
-3
9
-24
72
45 – 49
47
12
-2
4
-24
48
50 – 54
52
19
-1
1
-19
19
55 – 59
57
31
0
0
0
0
60 – 64
62
20
1
1
20
20
65 – 69
67
6
2
4
12
24
70 – 74
72
4
3
9
12
36
Jumlah
100
100
-23
219
• ui =
xti − xt ; I
xt = 57 ;
k fiu ∑ f i ui ∑ i =1 • s=I − i =1k k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
I=5 2
2 = 5 219 − − 23 100 100
= 5 2,19 − 0,0529 = 5 2,1371 = 5 . 1,4619 = 7,31 D. RAGAM (VARIANCE) Varians adalah nilai tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah atau simpangan rata-rata kuadrat. Untuk sampel, variansnya (varians sampel) disimbolkan dengan s² sedang untuk populasi, variansnya disimbolkan dengan σ2 (baca sigma). Seperti halnya pada ukuran penyebaran yang lainnya,
maka perhitungan ragam ini dibedakan antara perhitungan pada data tunggal dan data kelompok. a.
Data Tunggal Untuk seperangkat data X1, X2, X3, ..... Xn (data tunggal), variansnya dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu metode biasa dan metode angka kasar. i.
Metode biasa n
∑( x s2 =
i
−x
)2
i =1
n −1
, untuk n ≤ 30
(6.17)
, untuk n > 30
(6.18)
atau n
∑( x s2 =
i
−x
)2
i =1
Keterangan :
n
s2 = variansi = ragam xi = Nilai pengamatan ke-i
x = Nilai rata-rata hitung n = Banyaknya pengamatan ii.
Metode angka kasar 2
n ∑ xi n i =1 2 xi − ∑ n s 2 = i =1 , untuk n ≤ 30 n −1
(6.19)
atau 2
n ∑ xi n i =1 2 xi − ∑ n s 2 = i =1 . untuk n > 30 n
(6.20)
Contoh 21: Tentukan varians dari data berikut: 2, 3, 6, 8, 11 ! Jawab : Tabel Pertolongan Menghitung Varians
xi - x
xi
(x i - x ) 2
xi²
2
-4
16
4
3
-3
9
9
6
0
0
36
8
2
4
64
11
5
25
121
Σ = 54
Σ = 234
Σ = 30
i.
Metode biasa n
∑x x=
i =1
n
i
=
30 =6 5
n
∑( x s2 =
i
−x
i =1
n −1
5
∑( x
)2 =
i
−6
i =1
5 −1
)2 =
54 = 13,5 4
ii. Metode angka kasar 2
n ∑ xi n i =1 (30)2 2 xi − 234 − ∑ n 5 s 2 = i =1 = n −1 5 −1
=
234 − 180 54 = = 13,5 4 4
b. Data Kelompok Untuk data berkelompok (distribusi frekuensi), simpangan bakunya dapat ditentukan dengan tiga metode yaitu metode biasa, metode angka kasar, dan metode coding. i. Metode Biasa k
∑f (x i
s2 =
− xt
ti
)2
i =1 k
∑f
, untuk n ≤ 30
(6.21)
, untuk n > 30
(6.22)
− 1
i
i =1
atau k
∑f (x i
s2 =
ti
− xt
i =1 k
∑f i =1
i
)2
Keterangan : s2 = variansi = ragam xti = Nilai tengah kelas ke-i
xt = Rata-rata hitung nilai tengah pengamatan fi = Frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas
ii. Metode Angka Kasar
k
∑ i =1
2
s =
k ∑ f i xti f i xti2 − i =1 k ∑ fi
2
i =1 k
∑f
, untuk n ≤ 30
(6.23)
− 1
i
i =1
atau k
∑ i =1
2
s =
k ∑ f i xti i =1 f i xti2 − k ∑ fi i =1 k
∑f
i
i =1
Keterangan : s2 = variansi = ragam xti = Nilai tengah kelas ke-i fi = Frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas
2
, untuk n > 30
(6.24)
iii. Metode Coding k ∑ f i u i2 − s 2 = I 2 ik=1 ∑ f − 1 i =1 i
2 k ∑ f iui , i =1 k k f f − 1 ∑ i ∑ i i =1 i =1
untuk n ≤ 30 (6.25)
atau k k ∑ f i u i2 ∑ f i u i − i =1k s 2 = I 2 i =1k ∑f ∑ fi i i =1 i =1
2
,
untuk n > 30
(6.26)
Keterangan : s2 = variansi = ragam I = panjang interval kelas fi = frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas ui = simpangan antara titik tengah kelas ke-i dengan titik tengah kelas pertengahan di bagi dengan interval kelas
Contoh 22: Tentukan varians dari distribusi frekuensi berikut:
Diameter (mm)
Frekuensi
65 – 67
2
68 – 70
5
71 – 73
13
74 – 76
14
77 – 79
4
80 – 82
2
Jumlah
40
Jawab : i. Dengan Metode biasa :
xt
xt )2
xt )2
Diameter
xti
fi
fi xti
xti -
65 – 67
66
2
132
-7,425
55,131
110,262
68 – 70
69
5
345
-4,425
19,581
97,905
71 – 73
72
13
936
-1,425
2,031
26,403
74 – 76
75
14
1050
1,575
2,481
34,734
77 – 79
78
4
312
4,575
20,931
83,724
80 – 82
81
2
162
7,575
57,381
114,762
Jumlah
-
40
2937
k
∑fx i
•
xt =
i =1 k
∑f i =1
ti
= i
2937 = 73,425 40
( xti -
fi (xti-
467,790
k
∑f (x i
s2 =
•
)2
− xt
ti
i =1
=
k
∑f
467,790 = 11,69475 40
i
i =1
ii. Dengan Metode angka kasar Diameter
xti
fi
xti 2
fi xti
fi xti 2
65 – 67
66
2
4356
132
8712
68 – 70
69
5
4761
345
23805
71 – 73
72
13
5184
936
67392
74 – 76
75
14
5625
1050
78750
77 – 79
78
4
6084
312
24336
80 – 82
81
2
6561
162
13122
Jumlah
-
40
2937
216117
k
∑ i =1
•
k ∑ f i xti i =1 f i x ti2 − k ∑ fi
s2 =
2
i =1 k
∑f
i
i =1
216117 − = =
(2937)2
40
40
=
467,775 = 11,694375 40
216117 − 215649,225 40
iii. Dengan Metode coding Diameter
xti
fi
ui
ui²
fiui
fiui²
65 – 67
66
2
-3
9
-6
18
68 – 70
69
5
-2
4
-10
20
71 – 73
72
13
-1
1
-13
13
74 – 76
75
14
0
0
0
0
77 – 79
78
4
1
1
4
4
80 – 82
81
2
2
4
4
8
-21
63
Jumlah
40
• ui =
xti − xt ; xt = 75 ; I
k k 2 ∑ f i ui ∑ f i ui • s 2 = I 2 i =1k − i =1k ∑f ∑ fi i =1 i i =1
I=3
2
63 − 21 2 2 2 = 32 − = 3 1,575 − 0,525 40 40
{
}
= 9{1,575 – 0,275625}= 9 {1,299375} = 11,694375 Hasil perhitungan dengan menggunakan ketiga rumus adalah sama, namun dengan menggunakan rumus ke-3, perhitungannya jauh lebih sederhana dan cepat.
E. KOEFISIEN VARIASI Ukuran-ukuran dispersi atau variasi yang telah dibahas sebelumnya merupakan dispersi absolut, seperti jangkauan, simpangan rata-rata, simpangan kuartil, dan simpangan baku. Ukuran dispersi absolut hanya dapat digunakan untuk melihat penyimpangan-penyimpangan nilai yang terdapat pada sekumpulan data, bukan untuk beberapa kumpulan data. Untuk membandingkan dispersi atau variasi dari beberapa kumpulan data digunakan istilah dispersi relatif, yaitu perbandingan antara dispersi absolut dan rata-ratanya. Dispersi relatif dirumuskan:
Dispersi relatif =
Dispersi absolut x 100% Rata − rata
(6.27)
Ukuran dispersi ini dinyatakan dengan (%), gunanya untuk mengamati prosentase variasi data atau sebaran data dari meannya (rata-ratanya). Artinya semakin kecil koefisien variasinya maka data semakin seragam (homogen), sebaliknya semakin besar koefisien variasinya maka data semakin heterogen. Dispersi mutlak seperti yang telah diuraikan umumnya dinyatakan dalam bentuk satuan original, misalnya: dalam rupiah, kilogram, liter, dan sebagainya. Apabila diinginkan untuk membandingkan dispersi dari dua buah rangkaian atau lebih dengan mempergunakan ukuran mutlak akan sulit dilakukan manakala rangkaian-rangkaian itu memiliki satuan ukuran atau ukuran rata-rata yang berbeda satu dengan yang lain. Misalkan kita ingin membandingkan dispersi antara gaji pegawai negeri yang dibayar secara bulanan dengan upah
buruh kasar yang dibayar secara harian. Gaji dan upah mempunyai ukuran rata-rata yang berlainan, gaji diukur atas dasar bulanan sedang upah diukur atas dasar harian. Demikian pula kita tidak dapat membandingkan secara mutlak dispersi antara gula pasir yang mempunyai satuan berat kilogram dengan tekstil yang mempunyai satuan panjang meter. Untuk mengatasi kesulitan ini Karl Pearson (1857 – 1936) telah menciptakan ukuran lain yang disebut Koefisien Variasi (KV). Ukuran ini merupakan ukuran yang relatif sifatnya karena diperoleh dengan cara yang tidak langsung. Dispersi relatif kemudian dikembangkan untuk mengetahui variasi dari beberapa ukuran dispersi absolut, yaitu: variasi jangkauan, variasi simpangan rata-rata, variasi simpangan kuartil, dan variasi simpangan baku sebagai berikut: 1.
Variasi Jangkauan (VR) Variasi jangkauan adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan dengan jangkauan. Variasi jangkauan dirumuskan:
VR =
R x 100% x
(6.28)
2. Variasi Simpangan Rata-Rata (VSR) Variasi simpangan rata-rata adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan dengan simpangan rata-rata. Variasi simpangan rata-rata dirumuskan:
VSR =
SR x 100% x
(6.29)
3. Variasi Kuartil (VK). Variasi kuartil adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan dengan kuartil. Variasi kuartil dirumuskan:
VK =
SK x 100% x
(6.30)
atau VK
=
SK Me
x 100
%
(6.31)
atau
VK
=
K K
3 3
− K1 x 100 % + K1 (6.32)
4. Variasi Simpangan Baku (KV) Variasi simpangan baku adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan dengan simpangan baku. Variasi simpangan baku ini lebih dikenal dengan istilah Koefisien Variasi. Koefisien variasi merupakan angka perbandingan antara nilai simpangan baku (tingkat penyimpangan data ) dengan nilai rata-ratanya (nilai tengahnya). Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien variasi data berkelompok dan data tunggal adalah:
KV =
s x
100%
(6.33)
Keterangan : KV = Koefisien variasi SD = s = Simpangan baku (Standard Deviation)
x = Nilai rata-rata hitung Contoh 23: Dari suatu penelitian diketahui penjualan besi beton di toko A dan toko B adalah sebagai berikut: rata-rata kekuatan besi beton di toko A yang terjual adalah 55590 dengan simpangan baku 20. Sedangkan ratarata kekuatan besi beton di toko B yang terjual adalah 76000 dengan simpangan baku 25.
a. Tentukan koefisien variasi masing-masing! b. Di toko mana sebaiknya kita membeli besi beton! Jawab :
a.
KV A =
sA 20 x 100% = x 100% = 0,036% xA 55.590
KV B =
sB 25 x 100% = x 100% = 0,033% xB 76.000
Jadi, variasi kekuatan besi beton yang terjual di toko A lebih besar dari pada variasi kekuatan besi beton di toko B. b. Sebaiknya membeli besi beton di toko B.
Contoh 24: Dalam suatu sampel penelitian diketahui gaji karyawan di dua perusahaan yang sedang berkembang adalah sebagai berikut: Perusahaan A : 250, 500, 550, 600, 300, 350, 400 Perusahaan B : 350, 450, 500, 750, 200, 250, 300 a. Tentukan dispersi relative dari kedua perusahaan tersebut dengan menggunakan keempat cara diatas ! b. Perusahaan manakah yang memiliki variasi gaji lebih baik ? Jawab : Tabel
Penolong
Menghitung
relative Perusahaan A
xi
│ xi - x │
(x i - x ) 2
250
171,4286
29387,76
300
121,4286
14744,9
350
71,42857
5102,041
400
21,42857
459,1837
500
78,57143
6173,469
550
128,5714
16530,61
600
178,5714
31887,76
Σ =2950
Σ =771,4286
Σ =104285,7
Dispersi
Perusahaan B
xi
│ xi - x │
(x i - x ) 2
200
200
40000
250
150
22500
300
100
10000
350
50
2500
450
50
2500
500
100
10000
750
350
122500
Σ =2800
Σ =1000
Σ =210000
1. Perhitungan variasi jangkauan. •
RA = 600 – 250 = 350
=
xA = =
2950 = 421,4286 7
VR A =
RA x 100% xA
350 x 100% = 83,05% 421,4286
• RB = 750 – 200 = 550
xB = =
2800 = 400 7
VR B =
RB 550 x 100% = x 100% = 137,5% 400 xB
2. Perhitungan variasi simpangan rata-rata n
∑ • SrA =
xi − x
i =1
=
n
771,4286 = 110,2041 7
SR A x 100% xA 110,2041 = x 100% = 26,15012% 421,4286
VSR A =
n
∑ • SrB =
xi − x
i =1
n
=
1000 = 142,8571 7
SR B x 100% xB 142,8571 = x 100% = 35,71429% 400
VSR B =
3. Perhitungan variasi simpangan kuartil • Urutan data Perusahaan A : 250, 300, 350, 400, 500, 550, 600 K1 = 300
K2 = 400
K3 = 550
SKA = ½ ( K3 – K1) = ½ (550 – 300) = ½ (250) = 125
VK A =
=
SK A SK A x 100% = x 100% xA Me A
125 x 100% = 31,25% 400
• Urutan data Perusahaan B : 200, 250, 300, 350, 450, 500, 750 K1 = 250
K2 = 350
K3 = 500
SKA = ½ ( K3 – K1) = ½ (500 – 250) = ½ (250) = 125
VK B =
=
SK B SK B x 100% = x 100% xB Me B
125 x 100% = 35,71429% 350
4. Perhitungan variasi simpangan baku •
sA =
∑ (x
i
- x) 2
n -1
=
104285,71 6
= 17380,952 = 131,83684
KV A =
•
sB =
sA 131,83684 x 100% = x 100% = 31,28% xA 421,4286
∑ (x
i
- x) 2
n -1
=
210000 6
= 35000 = 187,0829
KV B =
sB 187,0829 x 100% = x 100% = 46,77% xB 400
a. Dari perhitungan disperse relative di atas, terlihat bahwa dispersi relative gaji perusahaan B lebih baik dari pada disperse gaji perusahaan A. b. Variasi gaji di perusahaan B lebih baik dibandingkan variasi gaji di perusahaan A. F. ANGKA BAKU (STANDARD SKOR) Angka baku (Z score) ialah bilangan yang menunjukkan tingkat penyimpangan data dari mean dalam satuan simpangan baku atau seberapa jauh suatu nilai tersebut menyimpang dari rata-ratanya dengan satuan SD. Kegunaan angka baku untuk untuk mengamati perubahan nilai kenaikan dan nilai penurunan variable atau suatu gejala yang ada dari meannya.Semakin kecil angka bakunya semakin kecil pula perubahan variable tersebut dari nilai meannya. Sebaliknya semakin besar angka bakunya semakin besar juga perubahan angka baku dari nilai rata-ratanya. Dari uraian tersebut maka dapat ditulis rumus untuk angka baku adalah:
z=
x−x SD
(6.34)
Keterangan z = angka baku x = nilai variable
x = rata-rata hitung (mean) SD = simpangan baku Dalam penggunaan bilangan z sering dirubah menjadi distribusi baru (model yang baru) yang mempunyai rata-rata x0 dan simpangan baku st.dv0 yang sudah ditentukan. Bilangan yang diperoleh dengan cara ini disebut bilangan baku
(bilangan standar). Adapun rumus untuk memperoleh bilangan baku sebagai berikut:
x−x z = x 0 + SD0 SD
(6.35)
Keterangan: z = angka baku x = nilai variable
x = rata-rata hitung (mean) SD = simpangan baku
x0 = mean yang sudah ditentukan SD0 = simpangan baku yang sudah ditentukan Contoh 25: Imah adalah mahasiswa STAIN yang semester ini hanya mengambil 5 mata kuliah. Pada pertengahan semester diperoleh data tentang nilai UTS dan rata-rata kelas Imah sebagai berikut: Bahasa Inggris
: nilai 80 ; rata-rata 70; SD 5
Statistika
: nilai 95 ; rata-rata 75; SD 4
Manaj. SDM
: nilai 85 ; rata-rata 80; SD 5
Kewiraan
: nilai 90 ; rata-rata 70; SD 10
Matematika
: nilai 100; rata-rata 85; SD 5
Berdasarkan uraian kelima nilai di atas, bidang studi apakah yang memperoleh nilai terbaik ? Jawab:
Kalau dilihat dari besar nilainya, Matematika adalah yang paling baik derajadnya yaitu 100, tetapi kalau dinilai secara relative yaitu dibandingkan dengan ratarata kelasnya, maka kita peroleh hasil sebagai berikut:
80 − 70 = 2 5 95 − 75 z ( Stat ) = = 5 4 85 − 80 z ( MSDM ) = = 1 5 z ( BI )
=
90 − 70 = 2 10 100 − 85 z ( Mat ) = = 3 5 z ( Kew) =
Berdasarkan kelima nilai tersebut yang lebih baik ialah statistika. Atau kedudukan nilai Statistika lebih tinggi dari pada nilai keempat mata kuliah lainnya (matematika, Bahasa Inggris, kewiraan, dan manajemen SDM). Jika angka-angka di atas dimasukkan ke dalam angka baku dengan rata-rata 50 dan simpangan baku 10, maka angka baku untuk kelima mata kuliah tersebut adalah:
80 − 70 z ( BI ) = 50 + 10 = 90 5 95 − 75 z ( Stat) = 50 + 10 = 100 4 85 − 80 z ( MSDM ) = 50 + 10 = 80 5 90 − 70 z ( Kew) = 50 + 10 = 70 10 100 − 85 z ( Mat) = 50 + 10 = 80 5 Jadi nilai terbaik diperoleh Imah dari mata kuliah Statistika. Contoh 26: Pak Adi adalah pedagang es campur di Jalan Bromo Malang, penghasilan rata-ratanya adalah Rp. 25.000,00/hari dengan simpangan baku Rp. 500,00. sedangkan Pak Bari adalah seorang pedagang es degan di tempat yang sama mempunyai penghasilan rata-rata Rp. 50.000,00/hari dengan simpangan baku Rp. 2.500,00. Sewaktu ada festival dan tontonan di Jalan Bromo, maka pendapatan Pak Adi mengalami peningkatan sehingga mencapai Rp. 75.000,00 dan Pak Bari sebesar Rp. 100.000,00. Pedagang manakah yang pendapatannya mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan naiknya volume penjualan? Jawab : Pak Adi =
75.000 − 25.000 = 100 500
Pak Bari =
100.000 − 50.000 = 20 2.500
Berdasarkan analisa di atas, maka Pak Adi lebih berhasil menaikkan volume penjualannya dengan angka sebesar 100 dibanding Pak Bari yang cuma mencapai angka 20. G. LATIHAN SOAL 1. Jangkauan semi interkuartil dari data 9, 7, 12, 6, 14, 8, 10, 11 adalah ... 2. Dari daftar frekuensi data-data nilai suatu bidang studi berikut, jangkauan semi interkuartilnya adalah . . . . Nilai
Frekuensi
50
3
53
4
61
5
70
3
3. Diketahui data 1, 4, 13, 7, 8, 4, x1, x2 yang memiliki mean 6 dan ragam 12,5. Tentukan nilai x1 dan x2. 4. Seorang guru ekonomi melakukan ujian tertulis pada 12 siswanya dan diperoleh nilai sebagai berikut. Siswa ke-i
Nilai
1
75
2
85
3
55
4
80
5
80
6
75
7
75
8
90
9
95
10
90
11
100
12
85
5. Hitung range, simpangan rata-rata, simpangan baku, dan variansinya. 6. Diketahui data 1, 4, 13, 7, 8, 4, x1, x2 yang memiliki mean 6 dan ragam 12,5. Tentukan nilai x1 dan x2. 7. Berikut adalah data indeks harga konsumen gabungan di 43 kota di Indonesia, carilah standar deviasinya serta koefisien relatifnya? No
Kelompok
IHK
1
Bahan pangan
317
2
Makanan jadi
304
3
Perumahan
235
4
Sandang
285
5
Kesehatan
277
6
Pendidikan, rekreasi, dan olah raga
248
7
Transpor, dan komunikasi
255
8.
9.
Berikut adalah tingkat hunian hotel di beberapa kota di Indonesia pada bulan Desember 2002 Kota
% dari jumlah kamar tersedia
Medan
36
Padang
28
Jakarta
48
Bandung
34
Semarang
41
Yogyakarta
55
Surabaya
41
Denpasar
68
Menado
47
Makasar
32
a.
Hitunglah range dari tingkat hunian hotel.
b.
Hitunglah standar deviasinya.
c.
Hitunglah koefisien relatifnya.
Berikut adalah harga saham sektor perikanan di BEJ pada bulan Mei 2003: Kisaran Harga Saham
Jumlah Perusahaan
200–300
2
300–400
6
400–500
12
500–600
4
600–700
3
a.
Hitunglah deviasi rata-rata
b.
Hitunglah standar deviasi
10. Berikut adalah data kepadatan jumlah Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun 2003.
Kecamatan
penduduk
Kepadatan Penduduk
Manna
129
Kota Manna
342
Kedurang
53
Seginim
171
Pino
62
Pino Raya
68
Hitunglah koefisien kecondongan dari kepadatan jumlah penduduk, apabila koefisien negatif condong ke kiri berarti penduduk mengarah ke perkotaan dan sebaliknya. 11. Berikut adalah realisasi pembangunan perumahan melalui KPR BTN dalam unit selama tahun 2002 di Wilayah Sumatera. Propinsi
Unit
Aceh
18
Sumatera Utara
324
Sumatera Barat
216
Riau
468
Jambi
120
Sumatera Selatan
302
Bengkulu
152
Lampung
176
a. Hitunglah range dari tingkat realisasi pembangunan rumah melalui KPR BTN. b. Hitunglah standar deviasinya. c.
Hitunglah koefisien relatifnya.
12. Luas tanaman perkebunan rakyat di Indonesia berkisar 3,6 juta hektar. Dari luas lahan tersebut yang relatif besar adalah perkebunan karet. Luas perkebunan karet antara 539 sampai 557 ribu hektar. Data statistik menunjukkan selama 1997-2002 rata-rata luas lahan mencapai 546 ribu hektar dan standar deviasinya mencapai 8 ribu hektar. Hitunglah: a.
Koefisien standar deviasi
b.
Berapa kisaran produksi luas lahan karet untuk 95% dari seluruh luas lahan yang ada sepanjang tahun 19972002
H. DAFTAR PUSTAKA Hartono. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: LSFK2P, 2004. Hasan, Iqbal. Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008. Irianto, Agus. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana, 2007.
Mangkuatmodjo, Soegyarto. Pengantar Statistik. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Riduan. Statistika1. Bandung: Alfabeta, 2001. Saleh, Samsubar. Statistik Deskriptif. Yogyakarta: UPP AMP YKDN, 1998. Sudjana. Statistik Metoda Grafis. Bandung: Tarsito, 1996. Sujiono, Anas.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Usman, Husain. Pengantar Statistika. Bandung: Bumi Angkasa, 2006.
BAB VII UKURAN KEMENCENGAN (SKEWNESS)
A. PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bahwa bentuk distribusi frekuensi pada dasarnya ada tiga, yaitu distribusi frekuensi yang berbentuk simetris (biasa disebut dengan bentuk lonceng), distribusi frekuensi yang bentuknya menceng kanan, dan distribusi frekuensi yang bentuknya menceng kiri. Kemencengan ini mempengaruhi letak nilai rata-rata hitung, median, dan modus. Dalam suatu pencaran frekuensi yang simetris, nilai rata-rata hitung, median, dan modus adalah sama ketiga-tiganya dan ketiganya akan berbeda jika pencaran frekuensi itu tidak simetris. Contoh : Tabel Pertolongan Perhitungan Dari 3 Kelompok Distribusi Frekuensi Kelas
X
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
f
U
fU
fU2
f
U
fU
fU2
f
U
fU
fU2
5-9
7
2
-2
-4
8
5
-2
-10
20
6
-2
-12
24
10-14
12
16
-1
-16
16
10
-1
-10
10
10
-1
-10
10
15-19
17
14
0
0
0
15
0
0
0
12
0
0
0
20-24
22
12
1
12
12
15
1
15
15
14
1
14
14
25-29
27
10
2
20
40
10
2
20
40
16
2
32
64
30-34
32
6
3
18
54
5
3
15
45
2
3
6
18
30
130
60
30
130
60
30
130
60
Distribusi Frekuensi Kelompok I : k
∑fu i
•
x = x Me + I
i
i =1 k
∑f
= 17 + 5
30 = 19,5 60
i
i =1 2
•
k fiu ∑ f i ui ∑ i =1 SD = I − i =1k k f ∑ fi ∑ i i =1 i =1
•
30 − 18 Me = 14,5 + 5 = 18,79 14
•
14 Mo = 9,5 + k 5 = 13,875 14 + 2 ∑ f i ui
k
2 i
•
x = x Me + I
•
SD =
2 = 5 130 − 30 = 6,9222 60 60
i =1 k
∑f
= 17 + 5 i
i =1 k
∑ I
f i u i2
i =1 k
∑f i =1
6,9222
i
30 = 19,5 60
k ∑ f i ui − i =1k ∑ fi i =1
2
2 = 5 130 − 30 = 60 60
• •
30 − 15 Me = 14,5 + 5 = 19,5 15 5 Mo = 14,5 + 5 = 19,5 5+0
Kelompok 1
20 10 0
Frekuensi
Frekuensi
Kelompok 1
7 12 17 22 27 32
20 10 0 7
12 17 22 27 32
Titik Tengah Kelas Titik Tengah Kelas
Gambar 17. Distribusi Frekuensi Menceng Kanan Distribusi Frekuensi Kelompok II : k
∑fu i
•
∑f
i
= 17 + 5
i =1 k
x = x Me + I
30 = 19,5 60
i
i =1 k
•
SD = I
∑
f i u i2
i =1 k
∑f i =1
• •
i
k ∑ f i ui − i =1k ∑ fi i =1
2
2 = 5 130 − 30 = 6,9222 60 60
30 − 15 Me = 14,5 + 5 = 19,5 15 5 Mo = 14,5 + 5 = 19,5 5+0
Kelompok 2
Kelompok 2 Frekuensi
Frekuensi
20 10 0 7 12 17 22 27 32 Titik Tengah Kelas
20 10 0 7 12 17 22 27 32 Titik Tengah Kelas
Gambar 18. Distribusi Frekuensi Yang Simetris
Distribusi Frekuensi Kelompok III : k
∑fu i
•
x = x Me + I
i =1 k
∑f
i
= 22 + 5
− 30 = 19,5 60
i
i =1 k
∑ •
SD = I
f i u i2
i =1 k
∑f i =1
i
k ∑ f iui − i =1k ∑ fi i =1
2
2 = 5 130 − − 30 = 60 60
6,9222 •
30 − 28 Me = 19,5 + 5 = 20,21 14
•
2 Mo = 24,5 + 5 = 25,214 2 + 14
Frekuensi
Kelompok 3 20 10 0 7 12 17 22 27 32 Titik Tengah Kelas
Gambar 19. Distribusi Frekuensi Menceng Kiri
Dari analisa diatas diperoleh hasil bahwa hubungan antara nilai Mean, Median, dan Modus pada ketiga kelompok adalah sebagai berikut: Kelompok 1
:
Mean > Median > Modus
Kelompok 2
:
Mean = Median = Modus
Kelompok 3
:
Mean < Median < Modus
Jadi meskipun eskipun ketiga distribusi frekuensi diatas mempunyai mean dan standar deviasi yang sama, namun karena nilai median dan modus yang berbeda maka bentuk kurvanya kurvany juga berbeda. Hal ini akan lebih jelas jika kita lihat pada gambar grafiknya. Dari gambar di atas dapat dikatakan bahwa kelompok 1 adalah distribusi frekuensi yang kurvanya memiliki ekor lebih memanjang ke kanan (dilihat dari meannya) sehingga dapat dikatakan takan kurva menceng kanan. Sedangkan kelompok 2 adalah distribusi frekuensi yang kurvanya berbentuk simetris, dan kelompok 3 adalah distribusi frekuensi yang kurvanya memiliki ekor lebih memanjang ke kiri (dilihat dari meannya) sehingga
dapat dikatakan kurva menceng kiri. Dewasa ini untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau ke kiri kita tidak harus menggunakan metode grafis seperti yang sudah kita lakukan di atas. Karena metode seperti ini sangat tidak efisien sebab untuk melakukannya kita memerlukan waktu yang relatif lama. Salah satu cara singkat yang dapat digunakan untuk menentukan kemencengan atau ketidaksimetrisan suatu distribusi data adalah menggunakan koefisien kemencengan (skewness). Sebuah distribusi yang tidak simetris akan memiliki ratarata, median, dan modus yang tidak sama besarnya (x ≠ Me ≠ Mo) , sehingga distribusi akan terkonsentrasi pada salah satu sisi dan kurvanya akan menceng. Makin tinggi derajat asimetri dari pencaran frekuensi itu makin besar pula penyimpangan antara ketiga macam nilai rata-rata itu. Oleh karena itu, dapat dimengerti dengan mudah mengapa orang memakai selisih antar ketiga nilai tersebut itu sebagai ukuran atau sebagai dasar untuk menentukan ukuran skewness. Sebagai ukuran yang kasar bagi skewness, kita dapat memakai selisih itu. Jika sebuah pencaran mempunyai skewness yang positif, maka nilai rata-rata hitung lebih besar daripada modus atau ( x − Mo) adalah positif. Sebaliknya, jika pencaran frekuensi mempunyai skewness yang negative, maka modus lebih besar dari nilai rata-rata hitung sehingga ( x − Mo) adalah negatif. Akan tetapi, pemakaian selisih antara nilai rata-rata hitung itu dengan modus ini memiliki kelemahan yaitu pemakaian selisih antara nilai rata-rata hitung itu dengan modus ini akan berubah dengan adanya perubahan skala (satuan ukuran), akibatnya ukuran kasar ini menjadi tidak bisa dipakai lagi. Tetapi dewasa ini orang telah mendapatkan jalan untuk menghindarkan kesulitan yang ditimbulkan oleh skala itu, yaitu
dengan membagi selisih antara nilai rata-rata hitung dan modus dengan standar deviasi. Karena selisih dan standar deviasi itu mempunyai satuan yang sama, maka hasil bagi, yang dipakai sebagai ukuran bagi skewness itu, tidak mempunyai satuan sama sekali (hanya bilangan saja). Secara perhitungan, skewness adalah hasil momen ketiga terhadap mean. Distribusi normal dan distribusi simetris lainnya (misalnya distribusi t atau Cauchy) memiliki skewness 0 (nol). Adapun untuk menentukan koefisien skewness dapat digunakan berbagai metode antara lain : koefisien kemencengan Pearson, koefisien kemencengan Bowley, koefisien kemencengan Moment, dan koefisien kemencengan Persentil. B. KOEFISIEN KEMENCENGAN PEARSON Untuk mengukur derajat kemencengan suatu distribusi frekuensi biasanya dinyatakan dengan koefisien kemencengan yang mula-mula dirumuskan oleh Karl Pearson. Koefisien kemencengan ini kemudian kita kenal dengan koefisien Pearson yaitu ukuran kemencengan yang dinyatakan dengan sk. Adapun koefisien skewness pearson yang pertama adalah
sk1 =
x − Mo SD
(7.1)
Keterangan : sk1 = Koefisien skewness pearson yang pertama
x
= Mean (rata-rata)
Mo = Modus SD = Standar Deviasi
Akan tetapi rumus tersebut akan mengalami kesulitan dalam pemakaiannya jika sebuah distribusi frekuensi mempunyai Modus yang lebih dari satu. Adanya kenyataan bahwa kebanyakan modus dari suatu distribusi frekuensi hanyalah merupakan suatu perkiraan semata semakin melemahkan validitas rumus di atas. Menurut Karl Pearson, distribusi frekuensi yang asimetris secara umum mempunyai ketentuan bahwa hubungan antara harga rata-rata hitung, median, dan modus adalah:
x − Mo = 3 ( x − Me
) – Mo = 3 ( x − Me ) – x Mo = 3 ( Me − x ) + x Mo = 3Me − 2 x
Oleh karena itu perumusan Pearson tentang koefisien skewness yang pertama diatas dapat dirubah menjadi :
x − (3Me − 2 x ) SD x − 3Me + 2 x = SD 3 x − 3Me = SD
sk =
sk 2 =
3 ( x − Me SD
)
Keterangan : sk2 = Koefisien skewness pearson yang kedua x = Mean (rata-rata) Me = Median SD = Standar Deviasi
(7.2)
Dengan menggunakan rumus skewness pearson yang kedua tersebut, maka ketiga distribusi frekuensi dalam contoh di atas dapat dihitung koefisien kemencengannya, sebagai berikut : Distribusi Frekuensi Kelompok I :
sk 2 =
3 ( 19,5 − 18,75 ) = 0,3223 6,98
Distribusi Frekuensi Kelompok II :
sk 2 =
3 ( 19,5 − 19,5 ) =0 6,98
Distribusi Frekuensi Kelompok III :
sk 2 =
3 ( 19,5 − 20,21 ) = − 0,3052 6,98
Dari hasil perhitungan di atas dapat di simpulkan bahwa secara umum besarnya koefisien skewness mempunyai ketentuan sebagai berikut : •
jika koefisien skewness positif, berarti distribusi frekuensinya menceng positif, yaitu ekor kurvanya panjang (menjulur) ke kanan
•
jika koefisien skewness sama dengan nol, berarti distribusi frekuensinya simetris
•
jika koefisien skewness negatif, berarti distribusi frekuensinya menceng negatif, yaitu ekor kurvanya panjang (menjulur) ke kiri
Contoh 1 : Berikut ini adalah data nilai ujian statistik dari 40 orang mahasiswa sebuah universitas. Tabel Nilai Ujian Statistik Pada Semester II 1997
Nilai Ujian
Frekuensi
31-40
4
41-50
3
51-60
5
61-70
8
71-80
11
81-90
7
91-100
2
Jumlah
40
a. Tentukan nilai kemencengannya tersebut)
sk dan ujilah arah (gunakan kedua rumus
b. Gambarlah kurvanya Jawab : Nilai
xi
fi
fi xi
ui
ui2
fi ui
fi ui2
31 - 40
35,5
4
142
-4
16
-16
64
41 - 50
45,5
3
136,5
-3
9
-9
27
51 - 60
55,5
5
277,5
-2
4
-10
20
61 - 70
65,5
9
589,5
-1
1
-8
8
71 - 80
75,5
10
755
0
0
0
0
81 - 90
85,5
7
598,5
1
1
7
7
91 - 100
95,5
2
191
2
4
4
8
40
2690
-32
124
Jumlah
•
ui =
Diketahui:
xti − xt ; I
xt = 65,5 ;
I =
10 k
∑fx i
•
x=
i =1 k
∑f
i
=
2690 = 67,25 40
i
i =1
•
1 f t − f ksm Me = Bb + 2 fm
1 40 − 12 I = 60,5 + 2 10 9
20 − 12 80 = 60,5 + 10 = 60,5 + = 69,4 9 9 •
a 1 Mo = Bb + 10 I = 70,5 + a+b 1+ 3 10 = 70,5 + = 70,5 + 2,5 = 73 4
k f u ∑ f i ui ∑ i i =1 − i =1k • SD = I k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
2
2 = 10 109 − 7 40 40
= 10 2,725 − 0,030625 = 10 2,694375
= 10 . 1,641455 = 16,41455
a.
sk1 = =
x − Mo SD
67,25 − 73 16,41455
= – 0,3503
sk 2 = =
3 ( x − Me SD
)
3(67,25 − 69,4) − 6,45 = 16,41455 16,41455 = – 0,3929
b. Oleh karena nilai sk-nya negative (–0,3503 atau – 0,3929) maka kurvanya menceng ke kiri atau skewness negatif. Gambar Kurvanya : Frekuensi
15 10 5 0 35.5 45.5 55.5 65.5 75.5 85.5 95.5 Titik Tengah Kelas
Gambar 20. Kurva nilai ujian statistik 40 mahasiswa
Contoh 2 : Diketahui bahwa sebuah sebaran frekuensi memiliki rata-rata hitung 45 unit, median 47 unit, modus 49 unit, dan simpang baku 3,5 unit. Tentukan koefisien kemencengan dari sebaran tersebut. Jawab : Dengan rumus Pearson yang pertama diperoleh hasil :
sk1 =
(45 − 49) − 4 = = − 1,1428 3,5 3,5
Dengan rumus Pearson yang kedua diperoleh hasil :
sk 2 =
3 (45 − 47) − 6 = = − 1,7143 3,5 3,5
Koefisien kemencengan Pearson akan positif apabila rata-rata hitung lebih besar dari median dan modus, dan akan negatif apabila rata-rata hitung lebih kecil dari median dan modus. C. KOEFISIEN KEMENCENGAN BOWLEY Koefisien Bowley merupakan rumusan yang lebih sederhana dari Koefisien Pearson yang diformulasikan oleh A.L. Bowley. Rumusan ini didasarkan atas hubungan antara statistik kuartil K1, K3 dan median (K2) dari suatu distribusi. Dasar-dasar Statistika perumusan Koefisien Bowley adalah:
•
simetris, maka jarak antara kedua kuartil (K1 dan K3) dengan median (K2) harus sama : {K3 – K2 = K2 – K1}, sedangkan pada yang:
•
asimetris, jarak keduanya tidak sama : jika { K3 – K2 > K2 – K1} maka kurva akan menjulur positif atau jika { K3 – K2 < K2 – K1} maka kurva akan menjulur negatif.
Secara umum koefisien Bowley (skB) dirumuskan menjadi : skB =
( K 3 − K 2 ) − (K 2 − K1 ) (K 3 − K 2 ) + (K 2 − K1 )
=
(K 3 − K 2 ) + (K 2 − K1 ) (K 3 − K1 )
skB =
( K 3 + K 1 − 2K 2 ) (K 3 − K1 ) (7.3)
Keterangan : skB = koefisien kemencengan Bowley. Ki
= kuartil ke-i
Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien Kemencengan. Apabila nilai skB dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan: 1) Jika K3 – K2 > K2 – K1 maka distribusi akan menceng ke kanan atau menceng secara positif. 2) Jika K3 – K2 < K2 – K1 maka distribusi akan menceng ke kiri atau menceng secara negatif. 3) skB positif, berarti distribusi menceng ke kanan. 4) skB negatif, berarti distribusi menceng ke kiri.
5) skB = + 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak signifikan. skB > + 0,30 menggambarkan kurva yang menceng signifikan. Contoh 1 : Tentukan kemencengan frekuensi berikut !
kurva
dari
distribusi
Tabel Nilai Ujian Matematika Dasar 1 Nilai Ujian
Frekuensi
20,00 – 29,99
4
30,00 – 39,99
8
40,00 – 49,99
25
50,00 – 59,99
40
60,00 – 69,99
28
70,00 – 79,99
5
Jumlah
110
Jawab : •
Untuk p = 1 diperoleh
p 1 f t = 110 = 27,5 yang 4 4
berarti kelas kuartil pertama adalah kelas 40,00 – 49,99
XK1 = Bb +
1 4
f t − f s1 f K1
I
= 39,995 +
1 4
110 − 12 25
10
= 39,995 + 6,2 = 46,195 •
2
p
f t = 110 = 55 yang Untuk p = 2 diperoleh 4 4 kelas 50,00 – berarti kelas kuartil pertama adalah 59,99
XK2 = Bb +
2 4
f t − f s2 I fK2
= 49,995 +
2 4
110 − 37 40
10
= 49,995 + 4,5 = 54,495 •
p
XK2 = Bb +
2 4
f t − f s2 I fK2
= 59,995 +
3 4
110 − 77 28
= 59,995 + 1,964 = 61,959 •
3
Untuk p = 3 diperoleh f t = 110 = 82,5 yang 4 4 berarti kelas kuartil pertama adalah kelas 60,00 – 69,99
skB =
( K 3 + K 1 − 2K 2 ) (K 3 − K1 )
10
=
61,959 + 46,195 − 2(54,495) 61,959 − 46,495
=
− 0,836 = − 0,05406 15,464
Karena skB negative (– 0,05406) maka kurva menceng ke kiri dengan kemencengan yang tidak signifikan. 50 Frekuensi
40 30 20 10 0 24.995 34.995 44.995 54.995 64.995 74.995 Titik Tengah Kelas
Gambar 21. Kurva Nilai Ujian Matematika Dasar 1 Contoh 2 : Dalam suatu penelitian di desa “X” akan diamati kuantitas kedelai yang dihasilkan desa tersebut. Untuk keperluan itu maka sampel diambil dari 8 petani pada satu masa produksi dengan hasil sebagai berikut : 13 10 8 5 4 2 4 2 . Tentukanlah tingkat produktifitas kedelai di desa “X” tersebut ! Jawab : Data diurutkan terlebih dahulu menjadi: 2, 2, 4, 4, 5, 8, 10, 13 •
K1 = X 1 4
(8+1)
= X 9 = X 2, 25 = X 2 + 0,25 ( X 3 − X 2 ) 4
= 2 + 0,25(4 − 2) = 2 + 0,5 = 2,5
•
K2 = X 2 4
(8+1)
= X 18 = X 4,5 = X 4 + 0,5 ( X 5 − X 4 ) 4
= 4 + 0,5(5 − 4) = 4 + 0,5 = 4,5 •
K3 = X 3 4
(8+1)
= X 27 = X 6,75 = X 6 + 0,75 ( X 7 − X 6 ) 4
= 8 + 0,75(10 − 8) = 8 + 1,5 = 9,5 Sehingga diperoleh :
( K 3 + K 1 − 2K 2 ) (9,5 + 2,5 − 2 (4,5)) 3 = = = 0,4286 (K 3 − K1 ) (9,5 − 2,5) 7 Berarti distribusi ini menjulur positif secara signifikan. Hasil ini bermakna bahwa kemenjuluran distribusi produksi kedelai tersebut bersifat positif secara nyata atau bermakna, dan ini menunjukkan bahwa produktifitas kedelai di desa “X” sangat dominant yang rendah. 2.5 2 Frekuensi
skB =
1.5 1 0.5 0 0
5
10
15
Kuantitas
Gambar 22. Kurva Kuantitas produksi kedelai
D. KOEFISIEN KEMENCENGAN MOMENT Koefisien kemencengan momen didasarkan pada perbandingan moment ke-3 dengan pangkat tiga simpangan baku. Koefisien kemencengan moment dilambangkan dengan α3. Koefisien kemencengan moment disebut juga kemencengan relatif. Apabila nilai α3 dihubungkan dengan keadaan kurva, didapatkan : 1. untuk distribusi simetris (normal), nilai α3 = 0 2. untuk distribusi menceng ke kanan, nilai α3 = + (positif) 3. untuk distribusi menceng ke kiri, nilai α3 = – (negatif) 4. menurut Karl Pearson, distribusi yang memiliki nilai α3 > + 0,50 adalah distribusi yang sangat menceng. 5. menurut Kenney dan Keeping, nilai α3 bervariasi antara + 2 bagi distribusi yang menceng. Untuk mencari nilai α3 dibedakan antara data tunggal dan data berkelompok: 1. Data tunggal Koefisien kemencengan momen untuk data tunggal dirumuskan :
α3 =
m3 1 = 3 SD n SD 3
n
∑ (x
3
i
− x)
i =1
Keterangan : α 3 = koefisien kemencengan moment m3 = moment ke -3 n = banyaknya data xi = data ke-i x = rata-rata hitung SD = standar deviasi
(7.4)
Contoh 3: Tentukan nilai α3 dari data : 2, 3, 4, 5, 9, 11 Jawab :
xi
xi - x
(x i - x ) 2
(x i - x ) 3
2
-4
16
- 64
3
-3
9
- 27
5
-1
1
-1
9
3
9
27
11
5
25
125
Σ = 30
-
Σ = 60
Σ = 60
•
Rata-rata hitung dari data adalah 5
n
x= •
∑ xi
∑x
i =1
i =1
n
30 =6 5
=
5
Besarnya standard deviation adalah SD = s =
•
=
i
∑ (x
i
- x) 2
60 = 3,873 4
=
n -1
Koefisien kemencengan momentnya adalah
α3 =
5
1
= 5
=
m3 1 = 3 SD n SD 3
(x (3,873) ∑ 3
n
∑ (x
− x)
i =1 3
i
3
i
− x) =
i =1
60 = 0,206556 290,4775
1 5 (3,873)
3
(60)
2. Data kelompok Jika datanya tersusun di dalam sebuah pencaran frekuensi (Data kelompok) maka koefisien kemencengannya dihitung dengan dua cara sebagai berikut : i.
Metode moment biasa
α3 =
m3 1 = 3 SD f t SD 3
k
∑ (x
3
i
− x) fi
(7.5)
i =1
Keterangan :
α 3 = koefisien kemencengan moment m3 = moment ke -3 fi = frekuensi kelas ke-i ft = frekuensi total xi = nilai tengah kelas data ke-i
x = rata-rata hitung titik tengah k = banyaknya kelas SD = standar deviasi Contoh 4: Tentukan tingkat kemencengan dari distribusi frekuensi di bawah ini dengan menggunakan koefisien kemencengan moment! Tabel 3. Usia Peserta Diklat Di 10 Klinik Usia Peserta
Frekuensi
15 – 19
1
20 – 24
29
25 – 29
43
30 – 34
41
35 – 39
24
40 – 44
12
Jumlah
150
Jawab : Tabel Penolong Menghitung skewness
xt
xt )2
xt )3
Usia
xti
fi
15 – 19
17
1
17
-13,133
172,484
-2265,3
20 – 24
22
29
638
-8,1333
1918,38
-15603
25 – 29
27
43
1161
-3,1333
422,164
-1322,8
30 – 34
32
41
1312
1,86667
142,862
266,676
35 – 39
37
24
888
6,86667
1131,63
7770,5
40 – 44
42
12
504
11,8667
1689,81
20052,5
Jumlah
-
150
4520
fi xti
xti -
• Rata-rata hitung dari data adalah k
∑fx i
x=
i =1 k
∑f i =1
ti
= i
4520 = 30,1333 150
fi ( xti -
5477,33
fi (xti-
8898,71
• Besarnya standard deviation adalah k
∑f (x i
− xt
ti
)2
i =1
SD =
5477,33 = 6,04281 150
=
k
∑f
i
i =1
• Koefisien kemencengan momentnya adalah
α3 = =
m3 1 = 3 SD f t SD 3 1
150 (6,04281)
3
k
∑ (x
3
i
− x) fi
i =1
8898,71 =
8898,71 33098,486
= 0,26886
ii.
Metode Coding (Cara Singkat Perhitungan Koefisien Skewness)
I3 α3 = SD 3
k 2 u f ∑ ui f i ∑ i i =1 − 3 i =1k k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
3 i
k ∑ ui f i i =1 k ∑ fi i =1
k ∑ ui f i + 2 i =1 k ∑ fi i =1
(7.6) Keterangan : α 3 = koefisien kemencengan moment I = interval kelas fi = frekuensi kelas ke-i k = banyaknya kelas di dalam pencaran frekuensi
3
u = simpangan antara titik tengah kelas ke-i dengan titik tengah kelas pertengahan di bagi dengan interval kelas SD = standar deviasi Contoh 5: Dengan soal yang sama pada contoh di atas, tentukan koefisien kemencengan dari distribusi frekuensi tersebut dengan menggunakan cara singkat (metode coding)! Jawab : Usia
xti
fi
ui
fiui
fiui2
fiui3
15 – 19
17
1
-2
-2
4
-8
20 – 24
22
29
-1
-29
29
-29
25 – 29
27
43
0
0
0
0
30 – 34
32
41
1
41
41
41
35 – 39
37
24
2
48
96
192
40 – 44
42
12
3
36
108
324
150
-
94
278
520
Jumlah
• ui =
xti − xt ; I
xt = 27
• I=5
k fiu ∑ f i ui ∑ i =1 • SD = I − i =1k k f ∑ fi ∑ i i =1 i =1 k
2 i
2
2 = 5 278 − 94 150 150
= 5 1,85333 − 0,62672 2 = 5 1,85333 − 0,39271
= 5 1,46062 = 5 (1,20856 ) = 6,0428
=
=
k
∑ u i3 f i i =1 k
∑f
i
i =1
k 2 ∑ ui f i − 3 i =1k ∑ fi i =1
k ∑ ui f i i =1 k ∑ fi i =1
k ∑ ui f i + 2 i =1 k ∑ fi i =1
520 278 94 −3 +2 3 (6,0428) 150 150 150 53
94 150
3
3
125 3 3,46667 − 3 (1,85333) (0,62667) + 2 (0,62667) 220,65545
{
}
= 0,56649 { 3,46667 − 3,48428 + 2 (0,246099)} = 0,56649 { 3,46667 − 3,48428 + 0,492198 } = 0,56649 { 0,474588 } = 0,26885 50 40 Frekuensi
•
3 I α3 = SD 3
30 20 10 0 17
22
27
32
37
42
Titik Tengah Kelas
Gambar 23. Kurva Usia Peserta Diklat Di 10 Klinik Dalam pemakaiannya, terlihat bahwa rumus kedua lebih praktis dan lebih mudah penerapan perhitungannya.
E. KOEFISIEN KEMENCENGAN PERSENTIL Koefisien kemencengan persentil diperoleh berdasarkan atas hubungan antar persentil (P90, P50 dan P10) dari sebuah distribusi. Koefisien kemencengan persentil dinotasikan dengan skp dengan rumus sebagai berikut: skp =
( P90 − P50 ) − ( P50 − P10 ) P90 − P10
skp =
P90 − 2 P50 + P10 P90 − P10
(7.7)
Keterangan : skp = koefisien kemencengan persentil Pi = persentil ke-i Contoh 6: Tentukan nilai skP dari distribusi frekuensi berikut ! Tabel Upah 65 Karyawan Perusahaan “Z”, 1997 Upah (ratusan ribu rupiah)
Frekuensi
250,00 – 259,99
8
260,00 – 269,99
10
270,00 – 279,99
16
280,00 – 289,99
14
290,00 – 299,99
10
300,00 – 309,99
5
310,00 – 319,99
2
Jumlah
65
Jawab : Untuk mencari persentil ke-10, 50, dan persentil ke-90, terlebih dahulu dicari kelas persentil ke-10, 50, dan ke-90. • Untuk p = 10 diperoleh
p 10 ft = 65 = 6,5 yang berarti 100 100
kelas persentil ke-10 adalah kelas 250,00 – 259,99 XP10
10 f t − f s10 100 = Bb + f P10
I
10 65 − 0 100 10,99 = 249,995 + 8
= 249,995 + 8,929375 = 258,929325 • Untuk p = 50 diperoleh
p 50 ft = 65 = 32,5 yang berarti 100 100
kelas persentil ke-50 adalah kelas 270,00 – 279,99
50
f t − f s 50 I
100 XP50 = Bb + f P 50
50
= 269,995 + 100
65 − 18 10,99 16
= 269,995 + 9,95969 = 279,95469 • Untuk p = 90 diperoleh
p 90 ft = 65 = 58,5 yang berarti 100 100
kelas persentil ke-10 adalah kelas 300,00 – 209,99
90
f t − f s 90 I
100 XP90 = Bb + f P 90
90
100 = 299,995 +
65 − 58 10,99 5
= 299,995 + 1,099 = 301,094
skp =
=
P90 − 2 P50 + P10 P90 − P10
301,094 − 2(279,95469) + 258,929325 301,094 − 258,929325
=
301,094 − 559,90938 + 258,929325 42,164675
=
0,113945 42,164675
= 0,0027024 Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi ini mempunyai kemenjuluran positif yang relatif tidak bermakna, atau kurva relatif simetris.
Gambar 24. Kurva Upah 65 Karyawan Perusahaan “Z”, “ 1997 F. LATIHAN SOAL
1. Diberikan rata-rata rata 78.3, standar deviasi 10.8, median 77.9, selidiki apakah data tersebut berdistribusi normal, miring ke kanan, atau miring ke kiri ?
2. Dari data pada table dibawah ini, tentukan koefisien kemiringan dan jenisnya (skewness)! Nilai Ujian
Frekuensi (fi)
21-30
3
31-40
2
41-50
5
51-60
25
61-70
15
Jumlah
50
3. Diketahui data minat masyarakat pada satu acara reality show yang disiarkan oleh satu stasiun TV swasta yang berjumlah 54 responden adalah sebagai berikut : Nilai Tengah (Xi)
Frekuensi
12.5
3
17.5
7
22.5
16
27.5
12
32.5
9
37.5
5
42.5
2
Pertanyaan : a. Hitunglah standard deviasi (s) dari data tersebut ! b. Hitunglah ukuran Skewness-nya dan tentukan jenisnya ! 4. Diketahui pencaran frekuensi data motivasi kerja suatu departemen yang berjumlah 100 personil adalah sebagai berikut : Nilai Tengah (Xi) 60 65 70 75 80 85 90
Frekuensi 2 3 18 42 27 5 3
Pertanyaan : a. Hitunglah standard deviasi (s) dari data tersebut ! b. Hitunglah ukuran Skewness-nya dan tentukan jenisnya ! G. DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Iqbal. Pokok-pokok Materi Statistik I (Statistik deskriptif). Jakarta : Bumi Aksara. 2008 Mangkuatmojo, Soegyarto. Pengantar Statistik. Jakarta : Rineka Cipta. 2003 Mustafa. Zainal. Pengantar Statistik Deskriptif. Yogyakarta. Surya Sarana utama. 1998 Hanafiah, kemas Ali. Dasar-dasar Statistik. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2006
BAB VIII UKURAN KERUNCINGAN (KURTOSIS)
A. PENDAHULUAN Setelah kita bicarakan ukuran kemencengan dari suatu distribusi frekuensi, baiklah sekarang kita bicarakan ukuran keruncingan bagi suatu distribusi frekuensi. Keruncingan dari suatu distribusi frekuensi biasa disebut dengan “Kurtosis” atau “Peakedness” sedangkan ukuran derajat keruncingannya disebut “Koefisien Kurtosis”. Ada beberapa pengertian dari kurtosis, diantaranya: 1. Kurtosis adalah ukuran keruncingan untuk menentukan jenis kurva dari suatu pencaran frekuensi data. 2. Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasanya diatur relatif terhadap distribusi normal). 3. Kurtosis adalah ukuran kelancipan distribusi data dimana distribusi normal sebagai pembanding. 4. Keruncingan atau kurtosis adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang biasanya diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal. 5. Kurtosis adalah derajat kepuncakan suatu distribusi yang biasanya diambil relatif terhadap suatu distribusi normal.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurtosis adalah ukuran keruncingan sebuah pencaran frekuensi data. Ditinjau dari sudut keruncingan, pencaran frekuensi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu pencaran frekuensi yang leptokurtik, pencaran frekuensi yang platykurtik, dan pencaran yang mesokurtik. Kurva yang lebih lebih runcing dari distribusi normal dinamakan leptokurtik, yang lebih datar platykurtik dan yang berdistribusi normal disebut mesokurtik. Kurtosis dihitung dari momen keempat terhadap mean. Distribusi normal memiliki kurtosis = 3, sementara distribusi yang leptokurtik biasanya kurtosisnya > 3 dan platikurtik kurtosisnya < 3. Salah satu manfaat dari koefisien kurtosis adalah untuk mengetahui bagaimanakah bentuk / derajat keruncingan dari suatu distribusi frekuensi, karena seringkali terjadi bahwa beberapa distribusi frekuensi yang mempunyai mean (rata-rata), standar deviasi dan ukuran kemencengan sama tetapi berbeda tingkat keruncingannya. Dibawah ini diberikan contoh 2 kelompok distribusi frekuensi yang mempunyai mean, standar deviasi dan ukuran kemencengan yang sama tetapi ukuran keruncingannya yang dimiliki ternyata berbeda. Tabel Perhitungan Mean, Standar Deviasi Dan Kemencengan Dari 2 Distribusi Frekuensi Kelas
Kelompok I
xi
Kelompok II
f
u
f.u
fu2
f
u
f.u
fu2
2–6
4
7
-3
-21
63
5
-3
-15
45
7 – 11
9
8
-2
-16
32
10
-2
-20
40
12 – 16
14
10
-1
-10
10
20
-1
-20
20
17 – 21
19
40
0
0
0
20
0
0
0
22 – 26
24
10
1
10
10
20
1
20
20
27 – 31
29
8
2
16
32
10
2
20
40
32 – 36
34
7
3
21
63
5
3
15
45
90
0
0
210
90
0
0
210
Distribusi Frekuensi Kelompok I k
∑fu i
•
x = x Me + I
i =1 k
∑f
i
= 19 + 5
0 = 19 90
i
i =1
k fiu ∑ f i ui ∑ i =1 − i =1k SD = I k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
•
2
2 = 5 210 − 0 = 90 90
7,6376 •
45 − 25 Me = 16,5 + 5 = 19 40
•
Mo
30 = 16,5 + 5 = 19 30 + 30
•
sk2
=
3(19 − 19) =0 7,6376
Distribusi Frekuensi Kelompok II k
∑fu i
•
x = x Me + I
i
i =1 k
∑f
= 19 + 5
0 = 19 90
i
i =1
k f u ∑ f i ui ∑ i i =1 SD = I − i =1k k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
•
2
2 = 5 210 − 0 = 90 90
7,6376 •
45 − 35 Me = 16,5 + 5 = 19 20
•
Mo
•
sk2
0 = 16,5 + 5 = 16,5 0+0
3(19 − 19) = 0 7,6376
Frekuensi
Kelompok I 60 40 20 0
50
Frekuensi
=
40 30 20 10 0
4 9 14 19 24 29 34
Titik Tengah Kelas
4
9 14 19 24 29 34
Titik Tengah Kelas
Gambar 25. Histogram dan kurva distribusi frekuensi kelompok I
40 20 0
Frekuensi
Frekuenasi
Kelompok II
25 20 15 10 5 0
4 9 14 19 24 29 34
4 9 14 19 24 29 34
Titik Tengah Kelas
Titik Tengah Kelas
Gambar 26. Histogram dan kurva distribusi frekuensi kelompok II Dari analisa diatas ( baik melalui hitungan maupun grafis) jelas sekali terlihat bahwa kedua distribusi frekuensi diatas walaupun mempunyai mean, standar deviasi dan kemencengan yang sama ternyata berbeda tingkat keruncingannya. Berdasarkan keruncingannya, kurva suatu distribusi data dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Leptokurtik Leptokurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak relatif tinggi. Pencaran yang leptokurtik adalah pencaran yang agak sempit pada bagian puncaknya. Pencaranpencaran frekuensi yang mendekati bentuk runcing, pada umumnya, termasuk pencaran yang leptokurtik. Pada pencaran yang demikian, kebanyakan dari frekuensi tersebar pada interval yang pendek sekitar harga rata-rata hitung, sehingga hanya sedikit data yang tersebar lebih jauh dari harga rata-rata hitung. (Gambar 27. menunjukkan sebuah contoh distribusi frekuensi yang leptokurtik.)
2. Platykurtik Platykurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak hampir mendatar. Pencaran platykurtik mempunyai puncak yang agak mendatar (tumpul) sehingga pencaran itu seolaholah berbentuk lebar. Di dalam pencaran seperti ini, data tersebar agak merata pada seluruh kelas-kelas, kecuali pada beberapa kelas-kelas pertama dan terakhir. (Gambar 29. menunjukkan sebuah contoh distribusi frekuensi yang platykurtik). 3. Mesokurtik Mesokurtik merupakan distribusi yang memiliki puncak tidak tinggi dan tidak mendatar. Pencaran frekuensi yang tidak leptokurtik dan tidak platykurtik dinamakan pencaran yang mesokurtik. Bila distribusinya merupakan distibusi simetris maka distribusi mesokurtik dianggap sebagai distribusi normal. Jadi pencaran data yang berdistribusi normal adalah suatu pencaran yang mesokurtik. (Gambar 28. menunjukkan sebuah contoh distribusi frekuensi yang mesokurtik.)
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Tabel Klasifikasi Ukuran Kurtosis No
Kelas Ukuran Kurtosis
α4
1.
Sangat platikurtik
< 1,00
2.
Agak platikurtik
1,00 – 1,99
3.
Platikurtik
2,00 – 2,33
4.
Kurang mesokurtik
2,34 – 2,66
5.
Mesokurtik (normal)
2,67 – 3,33
6.
Lebih mesokurtik
3,34 – 4,50
7.
Agak leptokurtik
4,51 – 5,99
8.
Leptokurtik
6,00 – 9,00
9.
Sangat leptokurtik
>9
Untuk mengetahui keruncingan suatu distribusi, ada berbagai ukuran yang bisa dipakai. Ukuran yang sering digunakan adalah koefisien kurtosis metode moment dan koefisien kurtosis persentil. B. KOEFISIEN KURTOSIS METODE MOMENT Ukuran yang paling banyak dipakai untuk menentukan kurtosis suatu data adalah hasil bagi moment keempat sekitar harga rata-rata hitung dengan pangkat empat dari standard deviasi. Ukuran tersebut tidak mempunyai satuan dan biasanya dinyatakan dengan α4(alpha 4) dan dinamakan moment coefficient of kurtosis. Secara umum ukuran keruncingan suatu data dapat dibedakan dalam 3 kriteria yaitu: 1. Jika nilai α4 kurang dari 3 (< 3) maka distribusinya adalah distribusi platikurtik = sangat datar
2. Jika nilai α4 lebih dari 3 (> 3) maka distribusinya adalah distribusi leptokurtic = sangat runcing 3. Jika nilai α4 sama dengan 3 (= 3) maka distribusinya adalah distribusi mesokurtik = sedang Berdasarkan keterangan di atas maka ukuran keruncingan (kurtosis) yang diberi simbol α4 dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut :
α4 =
m4 m 22 (8.1)
1 n ( x1 − x) 4 ∑ n n 1 i =1 m2 = ∑ ( xi − x) 2 n i =1
dimana
m4 =
Dalam aplikasinya penulisan rumus koefisien kurtosis ini dibedakan menurut bentuk datanya yaitu data tunggal atau data kelompok. 1. Data tunggal
α4 =
m4 SD
4
=
1 n SD 4
n
∑ (x
i
− x)
4
i =1
Keterangan : α4 = koefisien kurtosis/ukuran keruncingan m4 = moment ke-4 n = banyaknya data
(8.2)
xi = data ke-i x = rata-rata hitung SD = standar deviasi Contoh 1: Diketahui nilai kuiz mata kuliah statistik adalah sebagai berikut : 95, 90, 80, 85, 70, 100, 60, 65. Hitunglah koefisien kurtosisnya! Jawab : Tabel Penolong Menghitung Kurtosis xi
xi – x
(xi – x )2
(xi – x )4
95
14,4
207,36
42998,17
90
9,4
88,36
7807,49
80
-0,6
0,36
0,13
85
4,4
19,36
374,81
70
-10,6
112,36
12624,77
100
19,4
376,36
141646,85
60
-20,6
424,36
180081,41
65
-15,6
243,36
59224,09
1471,88
444757,72
645
• Rata-rata hitung dari data adalah n
∑x x=
i =1
n
i
=
645 8
= 80,6
•
Besarnya standard deviation adalah n
∑ (x
2
i =1
SD = •
− x)
i
1471,88 = 210,27 = 14,5 8 −1
=
n −1
Koefisien keruncingan momentnya adalah α4 =
1 n SD 4
n
∑ (x
i
− x)
4
i =1
=
1 . 444757,72 8.14,5 4
=
444757,72 8.44205,06
=
444757,72 353640,48
= 1,2576 Karena nilai α4 = 1,2576 < 3,0, maka kurvanya berbentuk platykurtik atau sangat datar. Contoh 2: Tentukan nilai α4 dari data : 2, 3, 5, 9, 11 Jawab : Tabel Penolong Menghitung Kurtosis xi
xi –
(x i - x ) 2
(x i - x ) 3
(x i - x ) 4
x
2
-4
16
- 64
256
3
-3
9
- 27
81
5
-1
1
-1
1
•
9
3
9
27
81
11
5
25
125
625
Σ= 30
-
Σ = 60
Σ = 60
Rata-rata hitung dari data adalah 5
n
∑x
∑ xi x= •
i =1
n
30 =6 5
=
5
∑ (x
i
- x) 2
60 = 3,873 4
=
n -1
Koefisien kemencengan momentnya adalah
α3 =
5
=
m3 1 = 3 SD n SD 3 5
1
=
•
i
i =1
=
Besarnya standard deviation adalah SD = s =
•
1044
(x (3,873) ∑ 3
n
∑ (x
3
i
− x)
i =1
1
3
i
− x) =
i =1
5 (3,873)
3
(60)
60 = 0,206556 290,4775
Koefisien keruncingan momentnya adalah
α4 = =
m4 1 = 4 st.dev n st.dev 4 1044
5 (3,873)
= 0,1855968
4
=
n
∑ (x
i
− x)
4
i =1
1044 1044 = 5(1125,0193575) 5625,0967875
Karena nilai α4 (=0,1855968) < 3 maka distribusi frekuensi tersebut mempunyai bentuk yang platykurtik. 2. Data kelompok i. Metode Moment Biasa
α4 =
m4 SD
4
=
1 f t SD 4
k
∑ (x
4
ii
− xt ) f i
i =1
Keterangan : = koefisien kurtosis/ukuran keruncingan = moment ke-4 = frekuensi kelas ke-i = frekuensi total = nilai tengah kelas data ke-i xi = rata-rata hitung titik tengah k = banyaknya kelas SD = standar deviasi Contoh 3: α4 m4 fi ft xti
Carilah koefisien kurtosis dari data berikut ini! Kelas
f
30-34
6
35-39
13
40-44
5
45-49
10
50-54
15
55-59
1
(8.3)
Jawab : Tabel Penolong Menghitung Kurtosis Data Kelompok fi xi xi – x
Kelas fi xi 30-34
(xi – x )2 fi (xi – x )2 (xi – x )4 fi (xi – x )4
6 32 192
-11,8
139,24
835,44
19387,78 116326,68
35-39 13 37 481
-6,8
46,24
601,12
2138,14
27795,82
40-44
5 42 210
-1,8
3,24
16,2
10,49
52,45
45-49 10 47 470
3,2
10,24
102,4
104,86
1048,6
50-54 15 52 780
8,2
67,24
1008,6
4521,22
67818,3
55-59
13,2
174,24
174,24
30359,58
30359,58
1 57 57 50
2190
2738
n
∑f •
x=
i
xi
i =1 k
2190 50
=
∑f
= 43,8
i
i =1 k
∑ f (x i
•
SD =
i
− x)
2
i =1
2738 = 55,88 = 7,47 50 − 1
=
k
∑f
i
−1
i =1
•
α4 =
1 f t SD 4
k
∑ (x
4
ii
− xt ) f i
i =1
=
1 . 243401,43 50.7,47 4
=
243401,43 50.3113,74
243401,43
243401,43 155687
=
= 1,5634 Karena nilai α4 = 1, 5634 < 3, maka kurvanya berbentuk platykurtik atau sangat datar. ii. Metode Coding (Cara Singkat) Selain rumus-rumus tersebut, ada rumus singkat perhitungan koefisien kurtosis, sebagai berikut : 2 4 k k 3 k k ∑ ui2 fi ∑ ui fi ∑ ui4 f i ∑ ui f i ∑ ui f i ∑ ui f i I i =1 + 6 i =1 i =1 α4 = − 4 i =1k k k − 3 k k SD 4 k fi fi ∑ fi ∑ fi ∑ fi ∑ fi ∑ ∑ i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 4
(8.4) Keterangan :
α 4 = koefisien kurtosis / ukuran keruncingan I
= interval kelas
fi
= frekuensi kelas ke-i
k
= banyaknya kelas di dalam pencaran frekuensi
ui
= simpangan antara titik tengah kelas ke-i dengan titik tengah kelas pertengahan di bagi dengan interval kelas
SD =
standar deviasi
Contoh 4: Berikut ini adalah nilai DP3 untuk 34 PNS Tabel Distribusi Nilai DP3
Nilai DP3
frek
48 – 54
1
55 – 61
2
62 – 68
7
69 – 75
12
76 – 82
7
83 – 89
3
90 – 96
2
total
34
Hitunglah koefisien kurtosis-nya dengan menggunakan metode coding! Jawab : Kelas
x
xi –
48 – 54 1 51
51
-22,03
485,32
485,32
-3
-3
9
-27
81
55 – 61 2 58
116
-15,03
225,9
451,8
-2
-4
8
-16
32
62 – 68 7 65
455
-8,03
64,48
451,36
-1
-7
7
-7
7
69 – 75 12 72
864
-1,03
1,06
12,72
0
0
0
0
0
76 – 82 7 79
553
5,97
35,64
249,48
1
7
7
7
7
83 – 89 3 86
258
12,97
168,22
504,66
2
6
12
24
48
90 – 96 2 93
186
19,97
398,8
797,6
3
6
18
54
162
5
61
35
337
•
u=
2483
x i − x ti ; I
fi (xi –
x )2
fi xi
34
(xi –
x )2
xi
fi
2952,94
I=7;
x ti = 72
ui
ui. fi ui2. fi ui3. fi ui4. fi
n
∑f •
x=
i
xi
i =1 k
=
∑f
2483 34
= 73,03
i
i =1 k
∑ f (x i
•
i
− x)
i =1
SD =
=
k
∑f
2
i
−1
2952,94 = 89,48 = 9,46 34 − 1
i =1
•
2 4 k k 3 k k ∑ ui2 f i ∑ ui f i ∑ ui4 fi ∑ ui f i ∑ ui f i ∑ ui f i I i =1 i =1 + 6 i =1 α4 = − 4 i =1k k k − 3 k k SD 4 k fi fi ∑ f i ∑ fi ∑ fi ∑ fi ∑ ∑ i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 4
=
=
74 9,46 4
2 4 337 35 5 61 5 5 − 4 + 6 − 3 34 34 34 34 34 34
2401 {9,9 – 4 (1,03) (0,15) + 6 (1,8) (0,15)2 – 3 (0,15)4} 8008,75
= 0,29 {9,9 – 4 (0,1545) + 6 (1,8) (0,0225) – 3 (0,0005)} = 0,29 {9,9 – 0,618 + 0,243 – 0,0015} = 0,29 {9,5235} = 2,7618 Jadi nilai α4 = 2, 7618 < 3, maka termasuk jenis mesokurtik atau normal.
Frekuensi
15 10 5 0 51 58 65 72 79 86 93 Titik Tengah Kelas
Frekuensi
15 10 5 0 51 58 65 72 79 86 93 Titik Tengah Kelas
Gambar 30. Histogram nilai DP3 Contoh 5 : Berikut ini distribusi frekuensi dari pengukuran diameter pipa. Tabel Distribusi Diameter Pipa Diameter (mm)
Frekuensi
65 – 67 68 – 70 71 – 73 74 – 76 77 – 79 80 – 82 Jumlah
2 5 13 14 4 2 40
a. Tentukan nilai bentuknya !
koefisien
keruncingannya
dan
b. Gambarkan grafiknya ! Jawab :
x
fi (xi –
x )4
fi
fi xi
xi –
65 – 67
66
2
132
-7,425
110,2613
3.039,3858
6.078,7716
68 – 70
69
5
345
-4,425
97,90312
383,4009
1.917,0044
71 – 73
72
13
936
-1,425
26,39812
4,1234
53,6047
74 – 76
75
14
1050
1,575
34,72875
6,1535
86,1490
77 – 79
78
4
312
4,575
83,7225
438,0911
1.752,3642
80 – 82
81
2
162
7,575
114,7613
3.292,5361
6.585,0722
40
2937
-
467,775
(xi –
x )4
xi
Jumlah
fi (xi –
x )2
Diameter
16.472,9661
n
∑f •
x=
i
xi
i =1 k
∑f
=
2937 = 73,425 40
i
i =1 k
∑ f (x i
•
=
SD
i
− x)
2
i =1
=
k
∑f
i
−1
i =1
3,46327 •
α4 =
1 f t SD 4
k
∑ (x i =1
4
ii
− xt ) f i
467,775 = 11,99423 40 − 1
=
=
1 (16472,97 ) 40 (3,46327) 4
=
16472,97 40(143,8616)
=
16472,97 5754,463
= 2,862642 Karena nilai α4 = 2,862642 hampir sama atau sama dengan 3 maka bentuk kurvanya adalah mesokurtik atau sedang. Dengan rumus kedua, perhitungan α4 ialah sebagai berikut : Diameter
xi
fi
ui
ui 2
ui 3
ui 4
fi ui
fi ui 2
fi ui 3
fi ui 4
65 – 67
66
2
-3
9
-27
81
-6
18
-54
162
68 – 70
69
5
-2
4
-8
16
-10
20
-40
80
71 – 73
72
13
-1
1
-1
1
-13
13
-13
13
74 – 76
75
14
0
0
0
0
0
0
0
0
77 – 79
78
4
1
1
1
1
4
4
4
4
80 – 82
81
2
2
4
8
16
4
8
16
32
-21
63
-87
291
Jumlah
•
40
u=
x i − x ti ; I=3; I
x ti = 75
k f u ∑ f i ui ∑ i i =1 SD = I − i =1k k fi ∑ fi ∑ i =1 i =1 k
2 i
•
2
2
63 − 21 2 =3 − = 3 1,575 − (0,525) 40 40 = 3 1,575 − 0,275625 = 3 1,299375 = 3 (1,139901) = 3,419704 =3,42 •
2 4 k 4 k 3 k k 2 k k ∑ ui fi ∑ ui f i ∑ ui fi ∑ ui f i ∑ ui fi ∑ ui f i I i =1 + 6 i =1 − 3 i =1 i =1 i =1 α4 = − 4 i =1k k k k k SD 4 k fi ∑ ∑ fi ∑ fi ∑ fi ∑ f i ∑ fi i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 i =1 4
2 4 291 − 87 − 21 63 − 21 − 21 − 4 + 6 − 3 40 40 40 40 40 40 2 4 81 291 − 87 − 21 63 − 21 − 21 = − 4 + 6 − 3 (3,42)4 40 40 40 40 40 40
34 = (3,42)4
=
81 2 4 7,275 − 4 (− 2,175)(− 0,525) + 6 (1,575)(− 0,525) − 3 (− 0,525) 136,8058
{
}
= 0,59208 { 7,275 – 4,5675 + 2,6046563 – 0,2279074 } = 0,59208 {5,0842488} = 3,0102835 Karena nilai α4 (3,0102835) hampir sama atau sama dengan 3 maka bentuk kurvanya adalah mesokurtik atau sedang.
15
20 15 10 5 0
Frekuensi
Frekuensi
b. Gambar grafiknya adalah :
10 5 0
66 69 72 75 78 81 66 69 72 75 78 81 Titik Tengah Kelas
Titik Tengah Kelas
Gambar 31. Histogram Ukuran Diameter Pipa Adapun langkah-langkah mengerjakan atau mencari kurtosis sebuah pencaran data adalah: 1. Untuk memudahkan dalam mengerjakan atu mencari koefisien kurtosis, maka diperlukan “tabel penolong” sebagai berikut : a. Untuk data tunggal dengan rumus, α4 =
1 f t SD 4
k
∑ (x
4
ii
− x t ) f i , maka tabelnya sebagai
i =1
berikut : xi
Σ xi
xi - x
(xi - x )2
(xi - x )4
Σ (xi - x )2
Σ (xi - x )4 n
∑x Untuk x , diperoleh dari x =
i =1
n
i
b. Untuk data kelompok dengan rumus :
1
α4 = 4 berikutf:t SD
k
∑ (x
4
ii
− x t ) f i , maka tabelnya sebagai
i =1
Kelas xi fi fi xi xi – x (xi – x )2 fi (xi – x )2 (xi – x )4 fi (xi – x )4
Σfi (xi – x )2
Σfi Σ fi xi
∑f
Untuk x , diperoleh dari x = c.
Σ fi (xi – x )4
n
i
xi
i =1 k
∑
fi Untuk data berkelompok dengan rumus singkat, maka i =1 tabel yang dibutuhkan adalah :
Kelas fi xi fi xi xi – x (xi – x )2 fi (xi – x )2 ui ui.fi ui2.fi ui3.fi ui4.fi
Σ fi
Σfi (xi – x )2
Σ fi xi
Σuifi Σui2.fi Σui3.fi Σui4.fi n
∑f Untuk
x,
diperoleh
dari
x=
i
xi
i =1 k
∑f
dan i
i =1
u=
x i − x ti I
2. Setelah membuat dan mengisi “tabel penolong” di atas, langkah selanjutnya adalah mencari standar deviasi (SD) dengan memasukkan data dari tabel tersebut, kedalam rumus :
a. Untuk data tunggal, SD =
∑ (x
i
- x) 2
n -1 k
∑ f (x b. Untuk data kelompok, SD =
i
i
− x)
∑f
i
−1
2
i =1 k
i =1
3. Langkah selanjutnya adalah mencari koefisien kurtosis (α4) dengan memasukkan data-data yang terdapat dalam tabel kedalam rumus koefisien kurtosis yang telah dijelaskan sebelumnya. 4. Tentukan jenis kurtosis dari data tersebut, apakah termasuk mesokurtik, platykurtik atau leptokurtik. C. KOEFISIEN KURTOSIS PERSENTIL Koefisien Kurtosis Persentil dilambangkan dengan K (kappa). Untuk distribusi normal, nilai K adalah 0,263. Koefisien Kurtosis Persentil dapat dirumuskan sebagai berikut:
K=
1 2
(K 3 − K 1 ) P90 − P10
Keterangan : K = Koefisien Kurtosis Persentil K1 = Kuartil ke-1 K3 = Kuartil ke-3 P10 = Persentil ke-10 P90 = Persentil ke-90
(8.5)
Contoh 6: Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi dari tinggi 66 mahasiswa universitas XYZ.
a. Tentukan koefisien kurtosis persentil (K)! b. Apakah distribusinya termasuk distribusi normal? c. Gambarkan grafiknya ! Tabel Tinggi Mahasiswa Universitas “XYZ” Tinggi (cm)
Frekuensi (f)
160 – 162
7
163 – 165
18
166 – 168
6
169 – 171
27
172 – 174
8
Jumlah
66
Jawab : •
Kelas kuartil ke-1 = kelas yang memuat data ke
p ft = 4
•
1 66 = 16,5 yaitu kelas 163 – 165. 4 14 f t − f s1 14 66 − 7 K1 = Bb + I = 162,5 + 18 f K1 9,5 28,5 = 162,5 + 3 = 162,5 + 18 18
3
= 162,5 + 1,58333 = 164,08333
p ft = 4
•
Kelas kuartil ke-3 = kelas yang memuat data ke
•
3 66 = 49,5 yaitu kelas 169 – 171. 4 34 f t − f s 3 3 66 − 31 I = 168,5 + 4 K3 = Bb + f K3 27 55,5 18,5 = 168,5 + 3 = 168,5 + 27 27
3
= 168,5 + 2,05555 = 170,55555 • Kelas persentil ke-10 = kelas yang memuat data ke
10 66 = 6,6 yaitu kelas 160 – 162 100 10 f t − f s10 100 I = 159,5 + P10 = Bb + f P10 6,6 19,8 = 159,5 + 3 = 159,5 + 7 7
p ft 100
=
•
10 100
66 − 0 3 7
= 159,5 + 2,82857 = 162,32857 •
Kelas persentil ke-90= kelas yang memuat data ke
90 66 = 59,4 yaitu kelas 172 – 174 100 90 f t − f s 90 100 I = 171,5 + P90 = Bb + f P 90
p ft 100
= •
90 100
66 − 58 3 8
1,4 4,2 3 = 171,5 + = 171,5 + 0,525 = 8 8
= 171,5 + 172,025
a.
K=
1 2
(K 3 − K 1 ) P90 − P10
1 (170,55555 − 164,08333) 2 = 172,025 − 162,32857 1 (6,47222) 3,23611 2 = = 9,69643 9,69643 = 0,33374 b. Karena nilai K = 0,33374 (K > 0,263 ) maka distribusinya bukan distribusi normal c. Gambar grafiknya adalah 30 Frekuensi
Frekuensi
30 20 10 0
20 10 0
161 164 167 170 173 Titik Tengah Kelas
160
170
180
Titik Tengah Kelas
Gambar 32. Histogram Tinggi Mahasiswa Universitas “XYZ”
D. LATIHAN SOAL
1. Diketahui data minat masyarakat pada satu acara reality show yang disiarkan oleh satu stasiun TV swasta yang berjumlah 54 responden adalah sebagai berikut : Nilai Tengah (Xi)
Frekuensi
12.5
3
17.5
7
22.5
16
27.5
12
32.5
9
37.5
5
42.5
2
Pertanyaan : a. Hitunglah standard deviasi (s) dari data tersebut ! b. Hitunglah ukuran Kurtosis-nya dan tentukan jenisnya ! 2. Diketahui pencaran frekuensi data motivasi kerja suatu departemen yang berjumlah 100 personil adalah sebagai berikut : Nilai Tengah (Xi) 60 65 70 75 80 85 90
Frekuensi 2 3 18 42 27 5 3
Pertanyaan : a. Hitunglah standard deviasi (s) dari data tersebut ! b. Hitunglah ukuran Kurtosis-nya dan tentukan jenisnya ! 3. Berikut adalah data nilai ekspor minyak mentah menurut negara tujuan pada tahun 2002: Negara
Nilai (juta US$)
Jepang
1840
Singapura
413
Cina
857
Australia
718
Amerika Serikat
380
Korea Selatan
788
Hitunglah koefisien kecondongan dari nilai ekspor minyak mentah dan apa kesimpulannya! 4. Berikut adalah data kepadatan jumlah Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun 2003. Kecamatan
penduduk
Kepadatan Penduduk
Manna
129
Kota Manna
342
Kedurang
53
Seginim
171
Pino
62
Pino Raya
68
Hitunglah koefisien kecondongan dari kepadatan jumlah penduduk, apabila koefisien negatif condong ke kiri berarti penduduk mengarah ke perkotaan dan sebaliknya. E. DAFTAR PUSTAKA Hanafiah, kemas Ali. Dasar-dasar Statistik. Jakarta : Raja Grafindo persada. 2006 Hasan, Iqbal. Pokok-pokok Materi Statistik I (Statistik deskriptif). Jakarta : Bumi Aksara. 2008 http://arika.blog.unej.ac.id/files/2009/05/kemiringan-dankurtosis.pdf http://pksm.mercubuana.id/modul, diakses tanggal 9 Juni 2009. http://statutorial.blogspot.com/2008/01/skewness-dan-kurtosis.html Mangkuatmojo, Soegyarto. Pengantar Statistik. Jakarta : Rineka Cipta. 2003 Mustafa. Zainal. Pengantar Statistik Deskriptif. Yogyakarta. Surya Sarana utama. 1998 Pasaribu, Amudi. Pengantar Statistik. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1965 Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsita, 1995
BAB IX ANGKA INDEKS
A. PENDAHULUAN Pada bab-bab terdahulu sudah dipelajari bagaimana menyajikan data, mengetahui ukuran pemusatan dan penyebaran sebagai bagian dari statistik deskriptif. Apabila kita membaca surat kabar atau melihat berita ekonomi maka akan banyak disajikan indikator perekonomian seperti indeks harga konsumen, indeks harga bahan pokok, indeks harga yang diterima petani, indeks harga produsen, indeks harga saham, dan indeks yang lain. Angka indeks adalah sebuah angka yang menggambarkan perubahan relatif tehadap harga, kuantitas atau nilai yang dibandingkan dengan tahun dasar. Angka indeks memperlihatkan bagaimana perubahan terjadi. Bagaimana harga-harga, pendapatan, produksi, dan nilai produksi berubah seiring dengan perubahan waktu, teknologi dan sumber daya manusia. Untuk melihat seberapa besar perubahan tersebut, maka angka indeks membandingkannya dengan tahun dasar. Tahun dasar (base year) adalah tahun pembanding yang dipilih secara bebas. Namun demikian, apabila Anda melihat indikator ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS), tahun dasar diubah setiap 10 tahun seperti 1973,1983, 1993, 2003, dan ke depan 2013. Angka indeks
akan membandingkan bagaimana kondisi misalnya tahun 2002 dibandingkan dengan tahun 1993, apakah sama, meningkat atau menurun. Pemilihan tahun dasar untuk angka indeks biasanya memperhatikan: (a) Tahun yang dipilih sebagai tahun dasar menunjukkan kondisi perekonomian yang stabil. Apabila dipilih kondisi tidak stabil seperti tahun 1997-1998, dalam kondisi krisis, perekonomian tidak berjalan normal sehingga tidak dapat dibuat sebagai dasar perbandingan. Pertimbangan idealnya adalah untuk membandingkan sesuatu seharusnya dibandingkan dengan sesuatu yang normal. (b) Tahun dasar diusahakan tidak terlalu jauh dengan tahun yang dibandingkan, sehingga perbandingannya masih bermakna. Oleh sebab itu, tahun dasar setiap 10 tahun diubah, sebab tidak baik juga apabila setiap tahun mengubah tahun dasar. Untuk mempelajari angka indeks, berturut-turut akan dibahas: I. Angka Indeks Relatif Sederhana 1. Angka indeks harga relatif sederhana 2. Angka indeks kuantitas relatif sederhana 3. Angka indeks nilai relatif sederhana II. Angka Indeks Agregat Sederhana 1. Angka indeks harga agregat sederhana 2. Angka indeks kuantitas agregat sederhana 3. Angka indeks nilai agregat sederhana III. Angka Indeks Agregat Tertimbang 1. Indeks harga tertimbang
2. Formula Laspeyres 3. Formula Paasche 4. Formula Fisher 5. Formula Drobisch 6. Formula Marshal-Edoeworth 7. Formula Wals IV. Macam-macam lndeks 1. Indeks harga konsumen 2. Indeks harga perdagangan besar 3. Indeks nilai tukar oetani 4. Indeks produktivitas Masalah dalam penyusunan indeks B. ANGKA INDEKS RELATIF SEDERHANA Angka indeks relatif sederhana dikenal juga dengan unweighted index yaitu indeks yang tanpa memperhitungkan bobot setiap barang dan jasa. Setiap barang dan jasa diberikan porsi yang sama, sehingga peran bahan pangan (beras, daging, dan sayuran) sama saja dengan barang lain seperti pakaian, elektronika, dan sebagainya. 1. Angka Indeks Harga Relatif Sederhana Angka indeks harga relatif sederhana menunjukkan perkembangan harga relatif suatu barang dan jasa pada tahun berjalan dengan tahun dasar, tanpa memberikan bobot terhadap kepentingan barang dan jasa. Angka indeks harga relatif sederhana dirumuskan sebagai berikut:
IH =
Ht x 100 H0
(9.1)
Di mana: lH : Indeks harga Ht : Harga pada tahun t H0 : Harga pada tahun dasar Contoh 1: Berikut adalah harga beras per kg di Jakarta. Hitunglah indeks harga relatif sederhana dengan menggunakan tahun dasar 1996. Tahun
Harga per kg
1996
1014
1997
1112
1998
2461
1999
2058
2000
2240
2001
2524
2002
2777
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia,BPS,2002 Penyelesaian: a. Tahun dasar 1996, maka angka indeks adalah 100. b. Indeks harga relatif sederhana untuk tahun 1997 adalah:
IH =
Ht 1112 x 100 = x 100 = 110 H0 1014
c. Dengan cara yang sama pada point b, maka indeks harga relatif sederhana adalah sebagai berikut: Tahun
Harga per kg
Indeks
Perhitungan
1996
1014
100
(1014/1014) x 100
1997
1112
110
(1112/1014) x 100
1998
2461
243
(2461/1014) x 100
1999
2058
203
(2058/1014) x 100
2000
2240
221
(2240/1014) x 100
2001
2524
249
(2524/1014) x 100
2002
2777
274
(2777/1014) x 100
Dari indeks harga sejak 1996 sampai 2002 harga telah naik 174% (274–100) atau setiap tahunnya 24,86% Contoh 2: Berikut adalah perkembangan harga saham PT Indofarma Tbk. Selama tahun 2002. Hitunglah indeks harganya dengan harga dasarnya bulan Juli 2002. Bulan
Harga
Bulan
Harga
Januari
200
Juli
275
Februari
250
Agustus
230
Maret
240
September
245
April
290
Oktober
265
Mei
300
Nopember
240
Juni
260
Desember
230
Sumber: Investor V(70)
Penyelesaian: lH = (Ht /H0) x 100 dengan bulan dasar Juli (lH Juli = 100) lH Februari = (250/275) x 100 = 91 Penyelesaian seluruhnya adalah sebagai berikut: Bulan
Harga
Indeks
Perhitungan
Januari
200
73
(200/275)x100
Februari
250
91
(250/275)x100
Maret
240
87
(240/275)x100
April
290
105
(290/275)x100
Mei
300
109
(300/275)x100
Juni
260
95
(260/275)x100
Juli
275
100
(275/275)x100
Agustus
230
84
(230/275)x100
September
245
89
(245/275)x100
Oktober
265
96
(265/275)x100
Nopember
240
87
(240/275)x100
Desember
230
84
(230/275)x100
Dari nilai indeks harga saham PT Indofarma terlihat bahwa yang lebih tinggi dari bulan Juli ada 2 bulan, sedang 9 bulan lainnya di bawah bulan Juli. Indeks yang di atas seratus terkumpul pada April sampai Juli kecuali bulan Juni, selebihnya bulan September-Maret indeks harga saham cenderung turun.
2. Angka Indeks Kuantitas Relatif Sederhana Indeks kuantitas relatif sederhana dimaksudkan untuk melihat perkembangnn kuantitas barang dan jasa. Seberapa besar perkembangan kuantitas tersebut dibandingkan dengan tahun atau periode dasarnya. Indeks kuantitas sederhana dihitung tanpa memberikan bobot setiap komoditas, karena masih dianggap mempunyai kepentingan yang sama. lndeks kuantitas relatif sederhana dirumuskan sebagai berikut:
IK =
Kt x 100 K0
(9.2)
Di mana: lK : Indeks kuantitas Kt : Kuantitas Pada tahun t K0 : Kuantitas Pada tahun dasar Contoh 3 Berikut adalah produksi beras di Indonesia. Hitunglah indeks kuantitas relatif sederhana dengan menggunakan tahun dasar 1996. Tahun
Produksi (juta ton)
1996
31
1997
30
1998
32
1999
33
2000
32
2001
30
2002
31
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia.BPS.2002
Penyelesaian: a. Tahun dasar 1996, maka angka indeks adalah 100. b. Indeks kuantitas relatif sederhana untuk tahun 1997 adalah:
IK =
Kt 30 x 100 = x 100 = 97 K0 31
c. Dengan cara perhitungan yang sama pada bagian b, maka indeks kuantitas relatif sederhana adalah sebagai berikut: Tahun
Produksi (juta ton)
Indeks
Perhitungan
1996
31
100
(31/31) x 100
1997
30
97
(30/31) x 100
1998
32
103
(32/31) x 100
1999
33
106
(33/31) x 100
2000
32
103
(32/31) x 100
2001
30
97
(30/31) x 100
2002
31
100
(31/31) x 100
Dari indeks kuantitas terlihat bahwa produksi yang lebih kecil dari 1996 adalah tahun 1997 dan 2001. Produksi selama 1996– 2002 mengalami penurunan sebesar 3% (97% – 100%) dan kenaikan tertinggi 6% (106% – 100%).
3. Angka Indeks Nilai Relatif Sederhana Indeks nilai relatif sederhana menunjukkan perkembangan nilai (harga dikalikan dengan kuantitas) suatu barang dan jasa pada suatu periode dengan periode atau tahun dasarnya. Indeks nilai relatif sederhana dirumuskan sebagai berikut:
IN =
Vt H K x 100 = t t x 100 V0 H0K0
(9.3)
Di mana: IN : Indeks nilai relatif sederhana Vt : Volume/nilai pada periode/tahun t V0 : Volume/nilai pada periode/tahun dasar Ht : Harga komoditi pada periode/tahun t Kt : Kuantitas komoditi pada periode/tahun t H0 : Harga komoditi pada periode/tahun dasar K0 : Kuantitas komoditi pada periode/tahun dasar Contoh 4 Berikut adalah harga beras dan produksi beras di Indonesia tahun 1996–2002. Hitunglah indeks nilai berdasarkan tahun dasar 1996. Tahun Harga (Rp/Kg)
Produksi (juta ton)
1996
1014
31
1997
1112
30
1998
2461
32
1999
2058
33
2000
2240
32
2001
2524
30
2002
2777
31
Penyelesaian: a. Menghitung nilai yaitu perkalian harga dengan kuantitas Contoh tahun 1996 = 1.014 (Rp/Kg) x 31.000.000.000 Kg = 31.434.000.000.000 Untuk menyederhanakan ditulis 31.434 miliar. b.
Membagi nilai masing-masing tahun dengan nilai tahun dasar. Hasil selengkapnya adalah sebagai berikut:
Tahun
Harga
Produksi
Nilai
Indeks
Perhitungan
(Rp/Kg)
(juta ton)
1996
1014
31
31434
100
(31434/31434) x 100
1997
1112
30
33360
106
(33360/31434) x 100
1998
2461
32
78752
251
(78752/31434) x 100
1999
2058
33
67914
216
(67914/31434) x 100
2000
2240
32
71680
228
(71680/31434) x 100
2001
2524
30
75720
241
(75720/31434) x 100
2002
2777
31
86087
274
(86087/31434) x 100
Dari indeks nilai dapat diketahui bahwa penerimaan dari padi meningkat 6% untuk tahun 1996–1997, sedang selama periode
1996–2002, penerimaan meningkat 174% atau meningkat 24,86% per tahunnya. Contoh 5 Berikut adalah transaksi saham PT Astra lnternasional di BEJ, 5 Maret 2003. Hitunglah indeks harga saham dengan menggunakan tahun dasar 1998! Tahun
Harga (Rp/lembar)
Jumlah (juta lmb)
1998
1525
2,33
1999
1237
1,11
2000
2664
2,35
2001
2300
2,29
2002
2350
3,91 Sumber: Kompas.Prospektif.InfoBank
Penyelesaian: a. Menghitung nilai = harga saham x volume penjualan Untuk 1998 = 1525 x 2,33 = 3553 juta Dan dilanjutkan untuk semua tahun. b. Menghitung indeks = (nilai tahun Unilai tahun 1998) x 100 Untuk 1999 = (1373/3553) x 100 = 39. Perhitungan selengkapnya adalah sebagai berikut: Tahun
Harga
Jumlah
Nilai
Indeks
Perhitungan
(Rp/lembar)
(juta lb)
1998
1525
2,33
3553,25
100
(3553,25/3553,25)x100
1999
1237
1,11
1373,07
39
(1373,07/3553,25)x100
2000
2664
2,35
6260,4
176
(6260,4/3553,25)x100
2001
2300
2,29
5267
148
(5267/3553,25)x100
2002
2350
3,91
9188,5
259
(9188,5/3553,25)x100
Dari angka indeks nilai memperlihatkan kecenderungan nilai saham yang meningkat dari Astra Internasional. Sejak tahun 1998 sampai 2002 telah meningkat 159% atau per tahun meningkat 31,8%. Nilai indeks hanya turun tahun 1999, di mana Astra harus merestrukturisasi utang-utangnya. C. ANGKA INDEKS AGREGAT SEDERHANA Angka indeks ini menekankan agregasi yaitu barang dan jasa lebih dari satu. Harga, kuantitas; dan nilai dari beberapa komoditi dijadikan satu, sehingga mendapatkan angka indeks yang mewakili agregasi tersebut. Contoh berdasarkan pada metode BPS, ada agregasi makanan (merupakan kelompok dari beras, jagung, kedelai, minuman, tembakau, dan lain - lain) ,perumahan (alat dan bahan perumahan), sandang (tekstil dan produk tekstil), dan aneka barang dan jasa (untuk seluruh barang dan jasa yang tidak masuk agregasi yang lainnya). Pada subbagian ini akan dibahas indeks agregat untuk harga, kuantitas, dan nilai sederhana yaitu tanpa pembobotan. 1. Angka indeks harga agregat sederhana Angka indeks harga agregat sederhana adalah angka indeks yang menunjukkan perbandingan antara jumlah harga kelompok barang dan jasa pada periode tertentu dengan periode dasarnya, Angka indeks harga agregat sederhana dirumuskan sebagai berikut:
IHA =
ΣH t x 100 ΣH 0
(9.4)
Di mana: IHA : Indeks harga agregat sededrana ΣHt : Jumlah harga kelompok barang dan jasa periode t ΣH0 : Jumlah harga kelompok barang dan jasa periode dasar
Contoh 6 Hitunglah indeks harga agregat kelompok makanan berikut dengan tahun dasar 2000. Jenis Barang
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Beras
815
1002
1013
1112
2461
2777
Jagung
456
500
627
662
1294
1650
Kedelai
1215
1151
1148
1257
1380
1840
Kacang Hijau
1261
1288
1630
1928
3687
3990
Kacang Tanah
2095
2000
2288
2233
2540
3100
Ketela Pohon
205
269
261
243
551
650
Ketela Rambat
298
367
357
351
798
980
Kentang
852
824
937
1219
2004
2450
Sumber: BPS, 2002 Penyelesaian: a. Langkah pertama menjumlahkan harga semua jenis barang. Contoh ΣH97 =
815 + 456 + 1215 + 1261 + 2095 + 205 + 298 + 852 = 7197 Penjumlahan seluruhnya adalah sebagai berikut:
Jenis Barang
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Beras
815
1002
1013
1112
2461
2777
Jagung
456
500
627
662
1294
1650
Kedelai
1215
1151
1148
1257
1380
1840
Kacang Hijau
1261
1288
1630
1928
3687
3990
Kacang Tanah
2095
2000
2288
2233
2540
3100
Ketela Pohon
205
269
261
243
551
650
Ketela Rambat
298
367
357
351
798
980
Kentang
852
824
937
1219
2004
2450
Jumlah
7197
7401
8261
9005
14715
17437
b. Langkah kedua menghitung angka indeks Indeks 1997 = (7.197/9.005) x 100 = 80 Indeks 1998 = (7.401/9.005) x 100 = 82 Hasil selengkapnya angka indeks adalah sebagai berikut: Tahun
Angka Indeks Harga Agregat
1997
80
1998
82
1999
92
2000
100
2001
163
2002
194
Angka indeks tahun 2002 berdasarkan tahun dasar 2000 adalah 194, ini menunjukkan bahwa selama 2 tahun dari 2000– 2002,harga telah naik 94% (194–100). Apabila kita melihat pada selisih angka indeks, maka kita mendapatkan kenaikan harga setiap tahun, seperti dari 1997 ke 1998, harga naik 2%, tahun 1998–1999 naik 10%, tahun 1999–2000 naik 8%, tahun 2000–2001 naik 63% dan tahun 2001–2002 naik 31% 2. Angka indeks kuantitas agregat sederhana Angka indeks kuantitas agregat sederhana adalah angka indeks yang menunjukkan perbandingan antara jumlah kuantitas kelompok barang dan jasa pada periode tertentu dengan periode dasarnya. Angka indeks kuantitas agregat sederhana dirumuskan sebagai berikut:
IKA =
ΣK t x 100 ΣK 0
(9.5)
Di mana: IKA : Indeks kuantitas agregat sederhana ΣKt : Jumlah kuantitas kelompok barang dan jasa periode t ΣKo: Jumlah kuantitas kelompok barang dan jasa periode dasar Contoh 7 Hitunglah indeks kuantitas agregat kelompok makanan berikut dengan tahun dasar 2000. Nilai dalam juta ton.
Jenis Barang
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Beras
44,7
45,2
44,7
48,2
48,1
46,6
Jagung
6,2
6,7
6,2
7,9
6,5
6,8
Kedelai
1,3
1,5
1,6
1,9
1,7
1,6
Kacang Hijau
0,2
0,3
0,2
0,5
0,6
0,3
Kacang Tanah
0,6
0,7
0,7
0,8
0,6
0,6
Ketela Pohon
17,1
15,8
15,9
16,5
17,3
15,7
Ketela Rambat
2,2
1,9
2,1
2,2
2,1
1,8
Kentang
0,1
0,3
0,4
0,5
0,6
0,5
Sumber: BPS, 2002
Penyelesaian: a. Langkah pertama adalah menjumlahkan kuantitas produksi seluruh barang setiap tahunnya. K 97 = 44,7 + 6,2 + 1,3 + 0,2 + 0,6 + 17,1 + 2,2 + 0,1 =72,4 Penjumlahan seluruhnya adalah sebagai berikut: Jenis Barang
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Beras
44,7
45,2
44,7
48,2
48,1
46,6
Jagung
6,2
6,7
6,2
7,9
6,5
6,8
Kedelai
1,3
1,5
1,6
1,9
1,7
1,6
Kacang Hijau
0,2
0,3
0,2
0,5
0,6
0,3
Kacang Tanah
0,6
0,7
0,7
0,8
0,6
0,6
Ketela Pohon
17,1
15,8
15,9
16,5
17,3
15,7
Ketela Rambat
2,2
1,9
2,1
2,2
2,1
1,8
Kentang
0,1
0,3
0,4
0,5
0,6
0,5
Jumlah
72,4
72,4
71,8
78,5
77,5
73,9
b. Menghitung angka indeks kuantitas Angka indeks 97 = (72,4178,5) x 100 = 92 Angka indeks seluruhnya adalah sebagai berikut: Tahun
Angka Indeks
1997
92
1998
92
1999
91
2000
100
2001
99
2002
94
lndeks kuantitas tahun 2002 sebesar 94, hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2000–2002, produksi turun 6% (100 - 94). Dari selisih nilai indeks terlihat selama tahun 1997–1998 produksi tidak meningkat, tahun 1998-1999 meningkat 1%, tahun 1999– 2000 meningkat 9%, namun untuk 2000–2001 turun 1% dan tahun 2001–2002 turun 5%. Mengapa produksi pangan cenderung menurun? Dampak krisis yang mendorong menin–katnya harga sarana produksi seperti pupuk, obat, dan alat pertanian mungkin salah satu jawabannya. 3. Angka indeks nilai agregat sederhana Indeks nilai agregat relatif sederhana menunjukkan perkembangan nilai (harga dikalikan dengan kuantitas)
sekelompok barang dan jasa pada suatu periode dengan periode atau tahun dasarnya. Indeks nilai agregat relatif sederhana dinimuskan sebagai berikut:
INA =
ΣV t H K x 100 = t t x 100 ΣV 0 H0K0
Di mana: INA
(9.6)
: Indeks nilai agregat relatif sederhana
Σ
: Lambang operasi penjumlahan
Vt
: Volume/nilai pada periode/tahun t
V0
: Volume/nilai pada periode/tahun dasar
Ht
: Harga komoditi pada periode/tahun t
Kt
: Kuantitas komoditi pada periode/tahun t
H0
: Harga komoditi pada periode/tahun dasar
K0 dasar
: Kuantitas komoditi pada periode/tahun
Contoh 8 Berikut adalah harga dan kuantitas kelompok bahan pangan. Hitunglah indeks nilai agregat relatif sederhana dengan tahun dasar 2000. Jenis Barang
Tahun 2000
Tahun 2002
Harga
Kuantitas
Harga
Kuantitas
Beras
1112
48,2
2777
46,6
Jagung
662
7,9
1650
6,8
Kedelai
1257
1,9
1840
1,6
Kacang Hijau
1928
0,5
3990
0,3
Kacang Tanah
2233
0,8
3100
0,6
Ketela Pohon
243
16,5
650
15,7
Ketela Rambat
351
2,2
980
1,8
Kentang
1219
0,5
2450
0,5
Sumber: BPS, 2002
Penyelesaian: a. Menghitung nilai masing-masing barang, contoh: Nilai beras tahun 2000 = 1.112 x 49,2 = 53.598 Nilai beras tahun 2002 = 2.777 x 46,6 = 129.408 Nilai selengkapnya adalah sebagai berikut: Jenis Barang
Tahun 2000
Tahun 2002
H0
K0
H0K0
Ht
Kt
HtKt
Beras
1112
48,2
53598
2777
46,6
129408
Jagung
662
7,9
5230
1650
6,8
11220
Kedelai
1257
1,9
2388
1840
1,6
2944
Kacang Hijau
1928
0,5
964
3990
0,3
1197
Kacang Tanah
2233
0,8
1786
3100
0,6
1860
Ketela Pohon
243
16,5
4010
650
15,7
10205
Ketela Rambat
351
2,2
772
980
1,8
1764
Kentang
1219
0,5
610
2450
0,5
1225
Jumlah
69358
159823
b. Langkah kedua menjumlahkan nilai tahun 2000 = 69.358 dan tahun 2002= 159.823
c.
Mengitung angka indeks nilai agregat relatif sederhana
INA =
ΣV t H K 159823 x 100 = t t x 100 = x 100 = 230 ΣV 0 H0 K0 69358
Angka indeks nilai agregat tahun 2002 sebesar 230 dapat diartikan bahwa selama tahun 2000–2002 nilai agregat meningkat 130% (230 – 100). Apa yang mempengaruhi indeks nilai agregat? Perubahan harga dan kuantitas selama periode yang diukur. D. ANGKA INDEKS AGREGAT TERTIMBANG Angka indeks tertimbang (weighted index), indeks ini berbeda dengan indeks sederhana. Indeks tertimbang memberikan bobot yang berbeda terhadap setiap komponen. Mengapa harus diberikan bobot yang berbeda? Karena pada dasarnya setiap barang dan jasa mempunyai tingkat utilitas (manfaat dan kepentingan) yang berbeda. Beras mungkin dirasakan lebih penting dibandingkan dengan sayuran atau jenis barang lain. lndeks tertimbang biasa digunakan untuk indeks agregat di mana banyak jenis komoditi, sehingga setiap komoditi mempunyai bobot yang berbeda. Untuk indeks relatif tidak perlu diadakan pembobotan karena barang dan jasanya tunggal. 1. Indeks Harga Tertimbang Rumus indeks tertimbang adalah sebagai berikut:
IHT =
Σ( Pt x W ) x 100 Σ( P0 x W )
(9.7)
Di mana: IHT : Indeks harga agregat tertimbang Pt
: Harga agregat pada tahun t
P0
: Harga agregat pada tahun dasar
W
: Bobot penimbang
Σ
: Lambang operasi penjumlahan
Untuk menghitung indeks tertimbang, ada beberapa permasalahan yaitu bagaimana menentukan bobot penimbang. Penentuan bobot berdasarkan utilitas tentunya bisa subjektif tergantung darimana orang memandangnya. Oleh sebab itu, ada beberapa formula yang telah dikembangkan untuk menentukan nilai bobot sebagai penimbang tersebut. Berikut beberapa formula tersebut: 2. Formula Laspeyres Etienne Laspeyres mengembangkan metode ini pada akhir abad ke-18 dalam menentukan sebuah indeks tertimbang dengan menggunakan bobot sebagai penimbang yaitu periode dasar. Indeks tertimbang Laspeyres dirumuskan sebagai berikut:
IL =
Di mana: IL
Σ Ht K0 x 100 Σ H0K0
: Indeks Laspeyres
Ht
: Harga pada tahun t
H0
: Harga pada tahun dasar
(9.8)
K0
: Kuantitas pada tahun dasar sebagai pembobot (W)
Contoh 9 Hitunglah indeks Laspeyres dari kelompok pangan berikut ini, dengan menggunakan tahun dasar 2000. Jenis Barang
Tahun 2000
Tahun 2002
Harga
Kuantitas
Harga
Kuantitas
Beras
1112
48,2
2777
46,6
Jagung
662
7,9
1650
6,8
Kedelai
1257
1,9
1840
1,6
Kacang Hijau
1928
0,5
3990
0,3
Kacang Tanah
2233
0,8
3100
0,6
Ketela Pohon
243
16,5
650
15,7
Ketela Rambat
351
2,2
980
1,8
Kentang
1219
0,5
2450
0,5
Sumber: BPS, 2002 Penyelesaian: a. Menghitung nilai HtK0 dan H0K0 Untuk beras misalnya, HtK0= 2.777x 48,2 = 133.851 Untuk beras misalnya, H0K0 = 1 .112 x 48,2 = 53.598 Untuk nilai HtK0 dan H0K0 seluruhnya adalah sebagai berikut: Jenis Barang
H0
Ht
K0
H0K0
Beras
1112
2777
48,2 53598
133851
Jagung
662
1650
7,9
13035
5230
HtK0
Kedelai
1257
1840
1,9
2388
3496
Kacang Hijau
1928
3990
0,5
964
1995
Kacang Tanah
2233
3100
0,8
1786
2480
Ketela Pohon
243
650
16,5
4010
10725
Ketela Rambat
351
980
2,2
772
2156
Kentang
1219
2450
0,5
610
1225
69358
168963
Jumlah
b. Menentukan angka indeks Laspeyres
IL =
Σ Ht K0 168963 x 100 = x 100 = 244 Σ H0 K0 69358
Jadi nilai indeks Laspeyres 244 ini menunjukkan bahwa harga barang pangan dari tahun 2000–2002 telah meningkat 144% (244 – 100). 3. Formula Paasche Setelah Laspeyres mengemukakan formulanya, Paasche mengemukakan konsep penggunaan bobot tahun beridan dan bukan tahun dasar sebagai bobot. Formula Paasche selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:
IP =
Di mana: IP
Σ Ht Kt x 100 Σ H 0Kt
: Indeks Paasche
Ht
: Harga pada tahun t
H0
: Harga pada tahun dasar
(9.9)
Kt
: Kuantitas pada tahun berjalan sebagai pembobot (W)
Contoh 10 Hitunglah indeks Paasche untuk komoditi pangan pada contoh 9. Penyelesaian: a. Menghitung nilai HtKt dan H0Kt Untuk beras misalnya, HtKt = 2.777 x 46,6 = 129.408 Untuk beras misalnya, H0Kt = 1.112 x 46,6 = 51.819 Untuk nilai HtKt dan H0Kt, seluruhnya adalah sebagai berikut: Jenis Barang
H0
Ht
Kt
H0Kt
HtKt
Beras
1112
2777
46,6
51819
129408
Jagung
662
1650
6,8
4502
11220
Kedelai
1257
1840
1,6
2011
2944
Kacang Hijau
1928
3990
0,3
578
1197
Kacang Tanah
2233
3100
0,6
1340
1860
Ketela Pohon
243
650
15,7
3815
10205
Ketela Rambat
351
980
1,8
632
1764
Kentang
1219
2450
0,5
610
1225
65307
159823
Jumlah b. Menentukan angka indeks Paasche
IP =
Σ H t Kt 159823 x 100 = x 100 = 245 Σ H 0 Kt 65307
Nilai indeks Paasche sebesar 245, artinya harga pangan telah meningkat 141% selama tahun 2000–2002 (245 – 100). 4. Formula Fisher Fisher mencoba memperbaiki formula Laspeyres dan Paasche. Menurut Fisher, Indeks agregat adalah paduan dari kedua indeks dan merupakan akar dari perkalian kedua indeks. Indeks Fisher menjadi lebih sempurna dibandingkan kedua indeks yang lain baik Laspeyres maupun Paasche.
IF = IL x IP Di mana:
(9.10)
lF : Indeks Fisher lL : Indeks Laspeyres lP : Indeks Paasche
Contoh 11 Hitunglah indeks Fisher dengan menggunakan data pada Contoh 9 dan Contoh 10. Penyelesaian: Diketahui Indeks Laspeyres = 244 dan Indeks Paasche = 245 Maka Indeks Fisher =
244 x 245 = 244,5
Nilai Indeks Fisher sebesar 244,5 menunjukkan bahwa selama tahun 2000–2002 harga telah meningkat 144,5% (244,5–100). Nilai Fisher juga merupakan nilai tengah di antara Indeks Laspeyres dan Indeks Paasche.
5. Formula Drobisch Indeks Drobisch dipergunakan apabila nilai Indeks Laspeyres dan Indeks Paasche berbeda terlalu jauh, Indeks Drobisch juga merupakan jalan tengah selain lndeks Fisher. Indeks Drobisch merupakan nilai rata-rata dari kedua indeks. Indeks Drobisch dirumuskan sebagai berikut:
ID = Di mana: ID
IL + IP 2
(9.11)
: lndeks Drobisch
IL
: Indeks Laspeyres
IP
: Indeks Paasche
Contoh 12 Hitunglah lndeks Drobisch, apabila Indeks Laspeyres = 244 dan Indeks Paasche = 245. Penyelesaian:
ID =
IL + IP 244 + 245 = = 244,5 2 2
6. Formula Marshal-Edgeworth Formula Marshal-Edgeworth relatif berbeda dengan konsep Laspeyres dan Paasche. Marshal- Edgeworth menggunakan bobot berupa jumlah kuantitas pada tahun t dengan kuantitas pada tahun dasar. Pembobotan ini diharapkan akan mendapatkan nilai yang lebih baik. Indeks MarshalEdgeworth dirumuskan sebagai berikut:
Σ H t (K 0 + K t ) x 100 Σ H 0 (K 0 + K t )
IME =
(9.12)
Di mana: IME : Indeks Marshal-Edgeworth Ht
: Harga pada tahun t
H0
: Harga pada tahun dasar
Kt
: Kuantitas pada tahun t
K0
: Kuantitas pada tahun dasar
Contoh 12 Hitunglah indeks Marshal-Edgeworth dari kelompok pangan seperti data pada Contoh 9. Penyelesaian: a. Langkah pertama menjumlahkan K0 + Kt b. Langkah kedua mengalikan H0(K0 + Kt) dan Ht(K0 + Kt) c. Langkah ketiga menjumlahkan ΣH0 (K0 + Kt) danΣHt (K0 + Kt) d. Menghitung Indeks Marshal-Edgeworth Jenis Barang
H0
K0
Ht
Kt
Beras
1112
48,2
2777
46,6
94,8
105418
263260
Jagung
662
7,9
1650
6,8
14,7
9731
24255
Kedelai
1257
1,9
1840
1,6
3,5
4400
6440
Kacang Hijau 1928
0,5
3990
0,3
0,8
1542
3192
Kacang Tanah 2233
0,8
3100
0,6
1,4
3126
4340
Ketela Pohon
16,5
650
15,7
32,2
7825
20930
243
K0+Kt H0(K0+Kt) Ht(K0+Kt)
Ketela Rambat 351
2,2
980
1,8
4
1404
3920
Kentang
0,5
2450
0,5
1
1219
2450
134665
328787
1219
Jumlah
Indeks Marshal-Edgeworth
IME =
Σ H t (K 0 + K t ) 328787 x 100 = x 100 = 244,15 Σ H 0 (K 0 + K t ) 134665
Nilai IME= 244,15, nilai ini menunjukkan bahwa harga telah meningkat sebesar 144,15% (244,5–100) selama tahun 2000–2002. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan Indeks Paasche, Fisher dan Drobisch tetapi lebih dekat dengan angka Laspeyres. 7. Formula Wals Indeks Wals menggunakan pembobot berupa akar dari perkalian kuantitas tahun berjalan dengan kuantitas tahun dasar. Rumus Indeks Wals adalah sebagai berikut:
IW =
Σ H t K0 Kt Σ H 0 K0 Kt
x 100
(9.13)
Di mana IW
:
lndeks Wals
Ht
:
Harga pada tahun t
H0
:
Harga pada tahun dasar
Kt
:
Kuantitas pada tahun t
K0
:
Kuantitas pada tahun dasar
Contoh 13
Hitunglah indeks Wals dari kelompok pangan seperti data pada Contoh 9 Penyelesaian: a. Langkah pertama mengalikan K0 x Kt dan membuat akarnya. b. Langkah kedua mengalikan H0 dan Ht dengan akar (K0.Kt) c. Langkah ketiga menjumlahkan ΣH0(K0.Kt) dan ΣHt( K0.Kt) d. Menghitung Indeks Wals Jenis Barang
H0
K0
Ht
Kt
K0.Kt
√(K0.Kt)
Beras
1112
48,2
2777
46,6
2246,12
47,39
Jagung
662
7,9
1650
6,8
53,72
7,33
Kedelai
1257
1,9
1840
1,6
3,04
1,74
Kacang Hijau
1928
0,5
3990
0,3
0,15
0,39
Kacang Tanah
2233
0,8
3100
0,6
0,48
0,69
Ketela Pohon
243
16,5
650
15,7
259,05
16,10
Ketela Rambat
351
2,2
980
1,8
3,96
1,99
Kentang
1219
0,5
2450
0,5
0,25
0,50
Jenis Barang
H0√(K0.Kt)
Ht√(K0.Kt)
Beras
52701
131611
Jagung
4852
12093
Kedelai
2192
3208
Kacang Hijau
747
1545
Kacang Tanah
1547
2148
Ketela Pohon
3911
10462
Ketela Rambat
698
1950
Kentang
610
1225
Jumlah
67258
164243
Indeks Wals:
IW =
Σ H t K0 Kt Σ H 0 K0 Kt
x 100 =
164243 x 100 = 244,2 67258
Jadi indeks wals sebesar 244,2 ini menunjukkan bahwa selama tahun 2000–2002 harga telah meningkat 144,2% (244,2 - 100). E. MACAM-MACAM INDEKS Pada bagian di atas telah dibahas tentang rumus/formula beberapa indeks. Berikut ini dibahas beberapa macam indeks yang umum dipakai dalam perekonomian. 1. Indeks Harga Konsumen Indeks harga konsumen (lHK) merupakan indeks yang memperhatikan harga-harga yang harus dibayar konsumen baik di perkotaan maupun pedesaan. IHK merupakan dasar bagi perhitungan laju inflasi di Indonesia. Perhitungan IHK pada tahun 1999 didasarkan pada 249–353 komoditas dari 44 kota. Kelompok barang dalam IHK diperluas menjadi 7 yang sebelumnya hanya 4 kelompok. Kelompok barang tersebut adalah bahan makanan, (makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau), perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, serta transportasi dan komunikasi.
Berikut gambaran Indeks Harga Konsumen di Indonesia tahun 1998-2001. Kelompok
1998
1999
2000
2001
Makanan
209
262
249
270
Perumahan
142
164
175
196
Sandang
192
230
245
268
Aneka Barang
174
216
229
262
IHK
168
203
210
234
Inflasi (%)
NA
20,83
3,45
11,43
Tabel di atas menunjukkan IHK yang berguna untuk melihat besarnya laju inflasi. Rumus inflasi adalah sebagai berikut:
Inflasi =
IHK t − IHK t −1 x 100 IHK t −1
(9.14)
Di mana: IHKt
: Indeks harga konsumen tahun t
IHKt-1 : Indeks harga konsumen tahun t – 1 (tahun lalu) Jadi inflasi secara umum adalah: lnflasi umum 1998-1999 = [(203 – 168)/168] x 100 = 20,83 Inflasi makanan = [(262 – 209)/209] x 100 = 25,36 Inflasi perumahan = (164 – 142)/142] x 100 = 15,49 Inflasi sandang = [(230 – 192)/192] x 100 = 19,79 Inflasi aneka barang =[216 – 174)/174] x 100 = 24,14
Inflasi menunjukkan laju kenaikan harga barang dan jasa yang dapat mempengaruhi derajat sejauh mana daya beli konsumen dapat tertekan oleh harga. Inflasi tahun 1998–1999 sebesar 20,83% ini menunjukkan bahwa semua barang dan jasa meningkat sebesar 20,83%. Apabila gaji tenaga kerja tidak meningkat sebesar nilai inflasi tersebut, maka daya belinya menurun. Oleh sebab itu, inflasi bermanfaat sebagai indikator ekonomi untuk melakukan perbaikan tingkat upah, gaji, dan tunjangan pensiun. Selain itu, IHK setiap kelompok juga bermanfaat untuk mengetahui kelompok apa yang menyebabkan besarnya inflasi. Untuk tahun 1998–1999 terlihat bahwa kelompok makanan mengalami laju inflasi tertinggi 25,36%, sedang yang rendah adalah kelompok perumahan sebesar 15,49%. Indeks harga konsumen (lHK) tidak hanya bermanfaat untuk melihat inflasi. IHK bermanfaat juga untuk mengetahui: pendapatan riil, penjualan yang dideflasi, daya beli uang, dan penyesuaian biaya hidup.
a. IHK dan Pendapatan Riil Pendapatan seseorang, perusahaan, atau negara secara nominal akan meningkat sepanjang tahun. Seseorang yang bergaji Rp 500.000 tahun 1992, pada tahun 2002 menjadi Rp 2.500.000, gajinya meningkat 5 kali. Namun demikian tidak selalu pendapatan riilnya juga meningkat 5 kali, karena harga-harga yang harus dibayar juga meningkat seperti misalnya nasi sebungkus tahun 1992 masih Rp 500 pada tahun 2002 sudah Rp 8.500. Oleh sebab itu,-diperlukan pengetahuan tentang pendapatan riil yang mencerminkan daya beli. Pendapatan riil selanjutnya dirumuskan sebagai berikut:
Pendapa tan Riil =
Pendapa tan Nominal x 100 IHK
(9.15)
Berikut ini contoh perhitungan pendapatan per-kapita riil penduduk Indonesia.
Pendapatan
IHK
Nominal
(1993=100)
1995
532.568
254
(532568/254) x 100 = 209.672
1998
989.573
322
(989573/322) x 100 = 307.321
2001
1.490.974
363
(1490974/363) x 100 = 410.737
Tahun
Pendapatan Riil
Pendapatan nominal 2001 sebesar Rp 1.490.974 sebetulnya sama dengan pendapatan Rp 410.737 pada tahun 1993. Oleh sebab itu, pendapatan nominal tahun 1995-1998 yang naik 86%, namun secara riil hanya meningkat 47%, hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang tercermin dari kenaikan lHK. b. IHK dan Penjualan yang Dideflasi Penjualan yang dideflasi penting untuk mengetahui kecenderungan penjualan riil . Hal ini diperlukan karena mungkin nominal penjualan meningkat, namun demikian perlu diingat bahwa harga bahan baku juga sudah meningkat. Contoh: mobil untuk angkutan pada tahun 1996 masih berkisar Rp 30-40 juta, namun sejak tahun 1998 sudah meningkat menjadi berkisar Rp 70-80 juta. Oleh sebab itu, penjualan juga perlu diindeks dengan IHK untuk mengetahui penjualan riil.
Penjualan Riil =
Penjualan Aktual x 100 Indeks H arga Yang Sesuai
(9.16)
Indeks harga yang sesuai dimaksudkan tidak hanya IHK tetapi juga indeks harga perdagangan besar (IHPB) yang merupakan pedoman harga produsen dan bukan konsumen. Berikut contoh perhitungan penjualan riil berdasarkan lndeks Harga Perdagangan Besar pada PT Astra Agro Lestari Tbk. Tahun
Penjualan Nominal
IHK (1983=100)
Penjualan Riil
2001
1200
820
(1200/820) x 100 = 146
2002
1400
923
(1400/923) x 100 = 152
Pendapatan tahun 2001 sebesar Rp 1.200 miliar setara dengan Rp 146 miliar tahun 1983. Penjualan nominal tahun 2002 kelihatan naik 17% dari tahun 2001, namun secara riil hanya 4,1%.
c. IHK dan Daya Beli Uang IHK dan daya beli uang mempunyai kaitan dengan daya beli riil. Nilai nominal yang sama mempunyai daya beli yang berbeda berdasarkan waktu, karena ada pengaruh dari kenaikan harga. Daya beli uang dirumuskan sebagai berikut:
Daya Beli =
Nominal rupiah x 100 IHK
(9.17)
Contoh berikut adalah daya beli Rp 10.000 berdasarkan pada tahun berbeda: Tahun
IHK
Daya Beli
Perhitungan
1995
254
3937
(10000/254) x 100
1998
322
3106
(10000/322) x 100
2002
363
2755
(10000/363) x 100
Nilai daya beli pada tahun 2002 menunjukkan bahwa nominal Rp 10.000 pada saat itu secara riil nilainya sama dengan Rp 2.755 dengan tahun dasar 1993. Ini menunjukkan bahwa nilai uang menurun, seiring kenaikan lHK. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar Indeks harga perdagangan besar merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perekonomian suatu negara, yang pada hakikatnya menyangkut komoditi yang diperjualbelikan di suatu negara pada tingkat perdagangan besar/grosir. IHPB di Indonesia mencakup lima sektor yaitu pertanian (44 komoditas), pertambangan dan penggalian (6 komoditas), industri (140 komoditas), ekspor (53 komoditas) dan impor (38 komoditas). Berikut adalah contoh Indeks Harga Perdagangan Besar dengan tahun dasar 1993. Kelompok
1997
1998 1999
2000
2001
Pertanian
170
298
410
459
567
Tambang & Galian
141
173
214
236
275
Industri
132
217
268
278
309
Impor
129
286
289
316
356
Ekspor'
148
417
366
461
521
Indeks Umum
140
288
314
353
403
IPHB menunjukkan harga pada tingkat grosir dan pada tahun 2001 IPHB yang paling besar adalah produk pertanian dan yang terkecil adalah tambang dan galian. IPHB pertanian meningkat relatif besar, karena depresiasi mata uang rupiah dari Rp 2.000-3.000.per US $ menjadi Rp 8.000-10.000, per US$
sehingga produk pertanian yang diekspor mengalami kenaikan harga yang cukup besar. 3. Indeks Nilai Tukar Petani Jika Anda membaca laporan BPS, maka akan ada data tentang indeks harga yang diterima petani, indeks harga yang dibayar petani dan nilai tukar petani. Mengapa perlu angka indeks untuk petani? Jawabannya adalah karena mayoritas penduduk Indonesia bermukim di pedesaan dan menggantungkan hidupnya pada pertanian. Untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani dari tahun ke tahun digunakan indeks harga yang diterima petani, yang merupakan rata-rata harga produsen darl hasil produksi petani sebelum farm gate atau yang disebut dengan harga di sawah setelah petik' Dengan membandingkan indeks yang diterima petani (lT) ierhaoap indeks harga yang dibayar petani (lB), maka akan diperoleh nilai tukar petani. Indeks harga yang diterima petani. (lT) merupakan suatu ukuran perubahan harga yang terjadi pada rata-rata harga yang diterima petani untuk produksi'pertaniannya. sedang indeks yang dibayar petani (lB) merupakan ukuran perubahan harga yang dibayar petani untuk barang dan jasa baik untuk keperluan rumah tangga maupun produksi pertanian. Apabila nilai tukar petani (NTP) lebih dari 100, maka kondisi petani lebih baik dari tahun dasar dan begitu sebaliknya. Berikut contoh lT, lB dan NTP di Indonesia tahun 19992002 Indeks
1998
1999
2000
2001
IT
648
342
377
489
IB
615
368
363
427
NTP
104
93
104
114
4. Indeks Produktivitas Produktivitas merupakan rasio antara output atau produksi dengan input, produktivitas input bisa mencerminkan jenisnya seperti produktivitas tenaga kerja, produktivitas modal dan produktivitas mesin. Namun demikian pada saat teknologi berkembang, sumbangan input sudah tidak dapat dipisahkan, maka sebutan produktivitas diarahkan pada produktivitas total. Indeks produktivitas dirumuskan sebagai berikut:
Indeks Produktivitas =
Produktivitas periode t x 100 Produktivitas periode 0
(9.18)
Apabila indeks lebih dari 100, menunjukkan bahwa produktivitas tebih baik dari tahun dasar. Berikut adalah contoh Indeks Produktivitas beberapa sektor pada tahun 1997-2000. Sektor
1997
1998
1999
2000
Pertanian
106,3
90,4
102,9
96,3
Konstruksi
97,2
76,8
99,5
104,8
Keuangan & Perbankan
111,3
78
89,6
74,4
Jasa
100,2
103,9
101,4
130,2
Sektor yang produktivitasnya meningkat adalah sektor jasa, setain di atas 100, juga mempunyai trend meningkat. Sektor yang mempunyai produktivitas menurun adalah sektor keuangan dan perbankan, semenjak krisis produktivitas menurun, kemudian tahun 1999 meningkat, namun tahun 2000 menurun lagi. Lemahnya dukungan perbankan pada sektor riil dan hanya mengandalkan SBl, mendorong turunnya produktivitas sektor keuangan dan perbankan. F. MASALAH DALAM PENYUSUNAN INDEKS Dalam menyusun angka indeks ada beberapa masalah utama yang dihadapi dan berpengaruh terhadap keabsahan atau validitas dari angka indeks. Beberapa masalah utama tersebut adalah: 1. Masalah Pemilihan Sampel. Adalah suatu kemustahilan untuk mendata seluruh komoditi pada semua tempat seperti Indonesia. IHK misalnya sebelum tahun 1998 hanya didasarkan pada 200-225 jenis barang dan jasa di 27 ibu kota propinsi, dan sesudah 1998 diperluas menjadi 249-353 barang dan jasa di 44 kota. Permasalahannya adalah, bagaimana memilih barang dan jasa, dan bagaimana memilih tempat. Apakah pemilihan ibu kota sudah mewakili? Bagaimana dengan kondisi di pedesaan? Masalah pemilihan sampel ini penting supaya angka indeksnya objektif. 2. Masalah Pembobotan. Masalah pembobotan terkait dengan apakah suatu bobot akan sesuai pada suatu periode dengan periode yang lainnya. Seiring dengan perubahan waktu, terdapat perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan ukuran pembobotan yang tidak menghasilkan angka indeks yang over estimate atau under estimate.
3. Perubahan Teknologi. Teknologi berkembang sepanjang waktu, dan seiring perubahan teknologi harga juga berubah. Apakah dapat diidentifikasi suatu kenaikan harga disebabkan oleh kenaikan harga semata, atau karena ada perbaikan kualitas produk sehingga harganya meningkat. Apabila kita membeli TV misalnya, pada tahun 1990-an hanya untuk TV saja, namun pada saat ini ada TV yang dapat untuk CD, VCD, bahkan radio. Jadi apakah kenaikan harga TV akibat perbaikan kualitas atau sekadar harganya meningkat? 4. Masalah Pemilihan Tahun Dasar. Pemilihan tahun dasar adalah penting sehingga harus diperhatikan: (a) tahun dasar adalah tahun di mana kondisi normal, tidak krisis dan tidak pula boom, (b) tahun dasar memudahkan dalam perhitungan indeks untuk membandingkan dengan tahun yang lainnya. 5. Bagaimana Mengubah Periode Dasar. Masalah timbul apabila kita mempunyai dua atau lebih data dengan tahun dasar yang berbeda, sehingga kedua nilai tidak dapat dibandingkan. Berikut contoh dari dua indeks yang mempunyai tahun berbeda. Indeks
1999
2000
2001
2002
Indeks Harga Diterima Petani Jabar (1983=100)
274
316
329
369
Indeks Harga Diterima Petani Aceh (1987=100)
167
190
202
214
Kita tidak bisa mengatakan bahwa lT di Jawa Barat lebih tinggi dari lT di Aceh, karena kedua angka indeks mempunyai tahun dasar berbeda, Jawa Barat 1983 = 100, sedang Aceh 1987 = 100. oleh sebab itu, untuk membandingkan dibuat tahun dasar yang sama, misalnya tahun 1999 dibuat tahun dasar baru untuk Jawa Barat dan Aceh, di mana keduanya mempunyai nilai indeks = 100. Sehingga indeks tahun 2000;
lndeks lT 2000 Jawa Barat = (316/274) x 100 = 115 Indeks lT 2000 Aceh = (190/167) x 100 = 114 Hasil perhitungan indeks secara lengkap dengan tahun dasar 1999 menjadi sebagai berikut: Indeks
1999
2000
2001
2002
Indeks Harga Diterima Petani Jabar (1999=100)
100
115
120
135
Indeks Harga Diterima Petani Aceh (1999=100)
100
114
121
128
Setelah angka indeks dengan tahun dasar sama, maka dapat diperbandingkan. Apabila menggunakan tahun dasar berbeda, maka Jawa Barat terlihat lebih tinggi dari Aceh, namun dengan tahun dasar yang sama 1999 = 100, terlihat bahwa Jawa Barat lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan Aceh, bahkan tahun 2002 lebih rendah. G. CONTOH SOAL 1.
Berikut data pendapatan per kapita dan kurs nilai tengah Bl untuk US$. Hitunglah angka indeks relatif sederhananya dan kecederungan dari indeks relatifnya dengan menggunakan tahun dasar 1998. Tahun Pendapatan/Kapita (ribuan) Kurs Nilai Tengah 1998
4955
8076
1999
5915
7100
2000
6228
9595
2001
7161
10400
2002
8140
8905
Penyelesaian: lH = (Ht/H0)x 100 Indeks pendapatan per kapita 1999 = (5.915/4.955) x 100 = 119 Indeks kurs nilai tengah 1999 = (7.100/8.076) x 100 = 88 Indeks selengkapnya adalah sebagai berikut: Tahun Pendapatan/Kapita (ribuan) Kurs Nilai Tengah 1998
100
100
1999
119
88
2000
126
119
2001
145
129
2002
164
110
lH pendapatan per kapita 2002, 164 menunjukkan bahwa dari 1998 sampai 2002, pendapatan per kapita naik 64%. Sedang lH untuk nilai kurs 2002, 110 menunjukkan bahwa nilai tukar naik 10% selama 1998-2002 Kecenderungan atau trend mempunyai rumus sama dengan pertumbuhan dan inflasi. Kencederungan t = [(lHt – lH0)/lH0] x 100. Kecenderungan pendapatan 1999 = [(119 – 100)/100] x 100 = 19% Kecenderungan nilai tukar 1999 = [(88 – 100)/100] x 100 = -12% Nilai kecenderungan selengkapnya adalah sebagai berikut: Tahun
Pendapatan/Kapita (%)
Kurs Nilai Tengah (%)
1998
-
-
1999
19
-12
2000
5
35
2001
15
8
2002
14
-14
Pendapatan meningkat 19% pada tahun 1999-2000, sedang nilai tukar turun 12%. Peningkatan pendapatan terkecil tahun 2000 dan nilai tukar mengalami kenaikan (depresiasi) paling besar yaitu 35%.
2. Berikut perkembangan harga dan kuantitas ekspor komoditi pertanian lndonesia tahun 2000 dan 2002. Harga dalam US$/Kg dan kuantitas dalam ribuan ton. Jenis Barang
Tahun 2000
Tahun 2002
Harga
Kuantitas
Harga
Kuantitas
Karet
1,05
42
1,17
36
Kopi
0,97
329
2,61
267
Udang
8,98
97
10,26
98
Teh
1,25
124
1,17
36
Hitunglah: a. Indeks Laspeyres b. lndeks Paasche c. Indeks Fisher Penyelesaian: a. Indeks Laspeyres = (ΣHtK0/ΣH0K0) x 100 Jenis Barang
H0K0
HtK0
Karet
44
49
Kopi
319
859
Udang
871
995
Teh
155
145
Jumlah
1389
2048
lndeks IL = (2.048/1.389) x 100 = 147,42
b. Indeks Paasche = (ΣHtKt/ΣH0Kt) x 100 Jenis Barang
H0Kt
HtKt
Karet
38
42
Kopi
259
697
Udang
880
1005
Teh
45
42
1222
1787
Jumlah
lndeks lP = (1.787/1.222) x 100 = 146,22 c. Indeks Fisher = IF =
IL x IP = 147,42 x 146,22 = 146,819
Nilai Indeks Fisher sebesar 146,8 menunjukkan bahwa selama tahun 2000–2002 harga ekspor produk pertanian telah meningkat 46,8% (146,8–100).
3. Laba bersih PT HM Sampoerna tahun 2002 menjadi Rp 1.480 miliar dari tahun 2001sebesar Rp 794 miliar. Apabila IHPB tahun 2001 sebesar 120 dan 2002 menjadi 135. Hitunglah persentase perubahan laba bersih: (a) dalam harga berlaku (b) dalam harga konstan.
Penyelesaian: a. Perubahan persentase dalam harga berlaku
(1480 − 794) x 100 = 86,40 794 b. Perubahan persentase dalam harga konstan Tahun 2001 = (794/120) x 100 = 662 Tahun 2002 = (1.480/135) x 100 = 1.096 Perubahan harga konstan =
(1096 − 662) x 100 = 65,56 662
Hasil perubahan harga berlaku 86,40%, sedang harga konstannya 65,56%. Perubahan harga konstan lebih kecil daripada harga berlaku, karena dalam harga berlaku terdapat pengaruh nilai uang akibat inflasi dan lain-lain. 4. Upah pekerja di DKI Jakarta berupa UMP (upah minimum provinsi dinaikkan dari 650.000/ bulan menjadi 950.000/bulan). Sementara IHK pada tahun yang sama naik dari 145 menjadi 164. Apa yang terjadi dengan UMP riil tenaga kerja? Penyelesaian: Upah nominal meningkat sebesar =
(950 − 650) x 100 = 46,15 650 Kenaikan IHK =
(164 − 145) x 100 = 13,10 145
Karena kenaikan upah nominal mencapai 46,15% lebih besar dari kenaikan IHK (13,10%), maka upah riil tenaga kerja di Jakarta meningkat.
H. LATIHAN SOAL 1. Berikut adalah perkembangan ekspor migas dan non-migas Indonesia tahun 1998-2002.
Tahun
Migas
Non Migas
1998
7,9
41
1999
9,8
38,9
2000
14,4
47,8
2001
12,6
43,7
2002
10,8
41,1 Sumber: BPS dan BKPM
a. Hitunglah indeks nilai berdasarkan tahun dasar 1998 untuk ekspor migas dan non-migas. b. Hitunglah trend/kecenderungan ekspor migas dan nonmigas, mana yang lebih besar, dan mengapa? 2. Berikut adalah data harga saham dan volume penjualan beberapa perusahaan dalam kelompok properti dan real estate. Harga dalam Rp/lembar dan volume dalam ribuan lembar. Perusahaan
5 Maret 2003
14 Maret 2003
22 Maret 2003
Harga
Volume
Harga
Volume
Harga
Volume
BIPP
15
55
15
37
20
925
CAKRA
35
3
30
5
30
1
CITRA
70
21
65
175
60
60
JAKA
45
25
45
21
45
70
LAMI
60
49
55
35
50
25
a. Hitunglah Indeks Fisher dan Indeks Wals untuk ketiga transaksi tanggal 5,14, dan 22 Maret 2003.
b. Lebih besar mana Indeks Fisher dan Indeks Wals. c.
Apakah Indeks menunjukkan kencenderungan meningkat dan menurun?
3. Berikut adalah nilai penjualan PT Semen Gresik selama 3 tahun dan Indeks Harga Perdagangan Besar. Hitunglah persentase kecenderungan nilai penjualan dalam nilai nominal dan nilai konstan.
Keterangan
2000
2001
2002
Penjualan
3596
4659
4808
IHPB
416
392
425
4. 4. Berikut adalah data jumlah produk sepatu dan jam kerja karyawan PT PSK Jaya, Tangerang. Hitunglah indeks produktivitasnya dan bagaimana perbedaan antar-kedua tahun tersebut, adakah perbaikan atau penurunan? Jenis
2001
2002
Produk
Jam
Produk
Jam
Anak
20
46
35
50
Olah Raga
60
90
65
80
Dewasa
80
120
120
200
Wanita
60
120
70
150
I. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri, 2001, Statistik, BPFE-Yogyakarta. Bank lndonesia, 2002, Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional,Bank Indonesia, Jakarta. BPS, 2003, Indikator Ekonomi, Januari 2003, BPS, Jakarta. CESS, 1998, Kekuatan Kolektif Sebagai Strategi Mempercepat Pemberdayaan Usaha Kecil. CESS. Jakarta. Harian Kompas, 2003, Finansial, 5, 14,22 Maret 2003. Lapin L. Lawrence, 1982, Statistics for Modern Business Decisions, Harcourt Brace Jovanavich, Inc. Lind, A. Dauglas, William G. Marchal and Robert D. Mason, 2002, Statistical Techniques in Business & Economics, McGraw-Hill lrwin. Majalah Investor, 2003, Peluang Gain Saham-saham Farmasi. V (72). Majalah Investor, 2003, Rontoknya Daya Beli Rakyat. V (70). Majalah Indonesia Corp 2003, Astra dan Indomobil: Jadi Pedagang Mobil Saja, ll(04). Majalah Indonesia Corp 2003, Telkomsel: Coverage Terluas. ll (03). Majalah InfoBank, 2003, Rezeki Baru Setelah Bunga Turun. XXV (285). Majalah Jurnal, 2003, Pengusaha Menghimpit, Pengusaha Menjerit, Rakyat Terjepit. VIX (2). Majalah Prospektif, 2003, Emiten-emiten Pembagi Dividen di Tahun 2003. V (14). Maryati, MC, 2001, Statistik Ekonomi dan Bisnis Plus, UPP AMP YKPN. Mason D. Robert and Dauglas A. Lind, 1996, Statistical Techniques in Business and Economics, Richard D. lrwin, Inc. Mulyono, Sri, 1991, Statistika Untuk Ekonomi, LP-FEUI. Pasaribu, Amudi, 1965, Pengantar Statistika, Ghalia Indonesia.
View more...
Comments