Bab II Prinsip Dasar Well Log 2
November 6, 2018 | Author: hamidahaku | Category: N/A
Short Description
....
Description
Prinsip Dasar Well Logging
BAB BA B II PRINSIP DASAR WELL LOGGING I. PENDAHULUAN Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman. Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu : a. Selama kegiatan pengeboran berjalan. 1.
Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3)
2.
Log While While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini.
b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan dengan media kabel, disebut “wireline log” . Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi, tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll..
► Tujuan
Utama Well Logging
Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan secara ekonomis di dalam batuan. Dari hasil well logging dapat dilakukan : 1. Evaluasi formasi
4.
Analisa Kualitas semen
2. Korelasi antar sumur
5.
Pemeriksaan dan pemantauan reservoir
3. Deteksi daerah dengan tekanan
6.
Analisa Mekanika
7.
Pemetaan Reservoir
berlebihan
1.
Evaluasi formasi
Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya.
Analisis Well Log
2-1
Prinsip Dasar Well Logging Misalnya, SiO2 (Silikat) unsur utama dari sandstone, CaCO3 (kalsium karbonat) terbaca oleh log sebagai limestone. Shale adalah sedimen yang berbutir sangat halus yang terbentuk akibat konsolidasi clay dan silt. Shale yang mengandung radioaktif, mudah terbaca oleh log gamma ray. Untuk formasi yang bersih, well log dapat membedakan air dan minyak di reservoir. Juga dapat menentukan densitas hidrokarbon di sekitar sumur selama di bawah 0.7 g/cc
2.
Korelasi sumur
Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran.
3.
Deteksi daerah dengan tekanan yang berlebihan
Log yang paling umum digunakan untuk mendeteksi zona tekanan abnormal adalah log resistivitas, akustik, dan densitas. Log lain seperti log neutron, bisa digunakan tetapi kurang sensitif. Deteksi zona tekanan tekanan abnormal ditunjukan adanya lapisan shale pada log. Di bawah tekanan kompaksi yang normal, porositas shale akan berkurang terhadap kedalaman, akibat peningkatan tekanan over burden secara bertahap. Peningkatan porositas shale dalam zone bertekanan tinggi ditunjukkan oleh peningkatan porositas nyata dari shale pada log. Resistivitas Resistivitas shale biasanya meningkat jika kedalaman bertambah, tetapi pada zona
bertekanan tinggi justru resistivitas shale berkurang. Semakin besar penurunan resistivitas shale semakin besar pula peningkatan tekanan abnormal. Interval transit time (log akustik) menurun terhadap kedalaman pada kondisi tekanan
normal, tetapi pada tekanan abnormal, interval transit time meningkat terhadap kedalaman. Semakin besar tekanan abnormal semakin besar pula interval transit time. Densitas shale meningkat
jika
terkompaksi.
Tekanan
abnormal
menghasilkan
peningkatan porositas shale yang mencolok dan penurunan densitas shale.
4.
Analisa Mekanika
Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture).
Analisis Well Log
2-2
Prinsip Dasar Well Logging Misalnya, SiO2 (Silikat) unsur utama dari sandstone, CaCO3 (kalsium karbonat) terbaca oleh log sebagai limestone. Shale adalah sedimen yang berbutir sangat halus yang terbentuk akibat konsolidasi clay dan silt. Shale yang mengandung radioaktif, mudah terbaca oleh log gamma ray. Untuk formasi yang bersih, well log dapat membedakan air dan minyak di reservoir. Juga dapat menentukan densitas hidrokarbon di sekitar sumur selama di bawah 0.7 g/cc
2.
Korelasi sumur
Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran.
3.
Deteksi daerah dengan tekanan yang berlebihan
Log yang paling umum digunakan untuk mendeteksi zona tekanan abnormal adalah log resistivitas, akustik, dan densitas. Log lain seperti log neutron, bisa digunakan tetapi kurang sensitif. Deteksi zona tekanan tekanan abnormal ditunjukan adanya lapisan shale pada log. Di bawah tekanan kompaksi yang normal, porositas shale akan berkurang terhadap kedalaman, akibat peningkatan tekanan over burden secara bertahap. Peningkatan porositas shale dalam zone bertekanan tinggi ditunjukkan oleh peningkatan porositas nyata dari shale pada log. Resistivitas Resistivitas shale biasanya meningkat jika kedalaman bertambah, tetapi pada zona
bertekanan tinggi justru resistivitas shale berkurang. Semakin besar penurunan resistivitas shale semakin besar pula peningkatan tekanan abnormal. Interval transit time (log akustik) menurun terhadap kedalaman pada kondisi tekanan
normal, tetapi pada tekanan abnormal, interval transit time meningkat terhadap kedalaman. Semakin besar tekanan abnormal semakin besar pula interval transit time. Densitas shale meningkat
jika
terkompaksi.
Tekanan
abnormal
menghasilkan
peningkatan porositas shale yang mencolok dan penurunan densitas shale.
4.
Analisa Mekanika
Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture).
Analisis Well Log
2-2
Prinsip Dasar Well Logging Rekahan amat penting untuk meningkatkan produksi karena rekahan memiliki permeabilitas yang sangat besar yang dapat mengalirkan minyak dan gas dalam jumlah yang besar. Berdasarkan pengalaman di lapangan, rekahan dapat meningkatkan porositas formasi 0.5 s.d. 1.5 %. Deteksi rekahan dengan well logs umumnya dilakukan oleh log akustik. Log amplitudo akustik biasanya disertakan dengan acoustic velocity log sehingga peningkatan porositas, perubahan litologi dan lapisan shale dapat diidentifikasi. Menurunnya amplitudo akustik dengan sendirinya bukanlah indikasi positif adanya rekahan. Amplitudo akustik menurun jika melewati lapisan shale, perubahan bentuk litologi, atau ketika porositas meningkat. Indikasi positif adanya fracture adalah menurunnya amplitudo akustik secara signifikan dimana travel time tidak berubah.
5.
Analisa Kualitas semen
Log-log yang berkaitan dengan analisa kualitas semen adalah : -
Cement Bond Log (CBL)
-
Variable Density Log (VDL)
-
Cement Evaluation Log (CEL)
Cement Bond Log (CBL) digunakan untuk mengevaluasi ikatan antara semen dengan
casing. Peralatan sonik digunakan untuk pengukuran ini. Sonic merekam amplitudo setengah cycle pertama dari sinyal sonik ke penerima yang berlokasi 3 ft dari transmitter. Amplitudo ini adalah amplitudo maksimum yang tidak mendukung pipa dan minimum dalam sumur dengan pipa yang tersemenkan. Amplitudo tersebut adalah fungsi dari ukuran dan ketebalan casing, kekuatan dan ketebalan penyemenan, derajat kekuatan ikatan semen. Variable Density Log (VDL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan antara
semen dengan formasi dan semen dengan casing. Amplitudo gelombang sonik terekam pada penerima sonic yang berjarak 5 feet dari transmitter. Cement Evaluation Log (CEL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan semen
dengan casing. Perbedaannnya dengan Cement Bond Log adalah CEL dapat mendeteksi hadirnya channel. CEL mengukur resonansi ketebalan casing dengan resolusi vertikal yang sangat baik. Log ini dapat dikalibrasi secara langsung hingga compressive strength semen sekitar 10.000 psi.
Analisis Well Log
2-3
Prinsip Dasar Well Logging 6.
Pemeriksaan dan pemantauan reservoir
Misalnya koreksi kedalaman dari data seismik dengan log sonik dan sebagainya
7.
Pemetaan reservoir
Dari spontaneous potensial log dan log porositas dapat diketahui ketebalan formasi produktif yang kemudian dapat dikorelasikan dengan log sumur lain. Hasil korelasi ini dapat menghasilkan peta korelasi ketebalan lapisan produktif dari suatu reservoir. Apakah bentuknya antiklin atau sinklin, daerah terjadinya sesar, patahan dll. Dengan log resistivitas diperoleh true resistivity yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan saturasi minyak formasi produktif yang dapat dikorelasikan dengan data saturasi minyak di sumur lain. Hasilnya didapat peta kesamaan saturasi atau peta iso-saturation . Batasan reservoir dapat ditentukan dari sumur-sumur delineasi.
► Sifat
petrofisik batuan dari log
Sifat-sifat petrofisik yang dihasilkan oleh log dan dikorelasikan dengan analisis core di laboratorium antara lain : 1. Porositas : Perbandingan rongga terhadap volume batuan (%). Porositas merupakan representasi dari kemampuan suatu batuan reservoir untuk menyimpan fluida. Secara matematis porositas didefinisikan sebagai perbandingan ruang kosong terhadap volume keseluruhan dari suatu batuan: Porositas (%) , φ =
Volume of pores Bulk volume
x100%
Porositas merupakan fungsi dari banyak faktor lithologi diantaranya heterogenitas penyemenan, leaching, kandungan lempung, tipe dari lempung (swelling atau nonswelling) , dan sebagainya.
• Porositas Primer : Ruang alami antar butir atau antar kristal yang terbentuk dalam batuan pada saat konsolidasi, kompaksi, dan sementasi pada sedimen yang lepas. Porositas primer dapat berkurang akibat tekanan overburden dari batuan yang berada di atasnya. Tekanan overburden ini menekan batuan sehingga pori-pori batuan mengecil dan mengeluarkan sebagian fluida. Proses sementasi butiran batuan juga dapat mengurangi porositas primer. Umumnya batupasir menunjukkan tipe porositas ini. Pada batuan muda, berkurangnya
Analisis Well Log
2-4
Prinsip Dasar Well Logging porositas secara eksponensial terhadap kedalaman. Hubungan metematisnya : φ = φ o e − cD
dimana : φ = Porositas pada kedalaman, D. c = Konstanta empiris φ o = Porositas perkiraan (umumnya 40 %)
Ømax pada batuan sedimen adalah 40 % dan terendah 0 %. Jika butiran yang mempunyai diameter sama disusun, akan diperoleh Ø dengan range 25.9 % hingga 47,6 % seperti yang terlihat pada gambar 2-1 dan Ø dengan variasi ukuran butir (gambar 2-2). Dalam batupasir, Ø primer bisa mencapai lebih dari 47%, namun pada umumnya berada pada rentang 5% hingga 27%. Ø shale juga menurun terhadap kedalaman dengan laju penurunan yang jauh lebih cepat daripada batu pasir. Di permukaan, lumpur mempunyai Ø sekitar 40%. Jika tekanan normal, Ø shale pada kedalaman 10.000 kaki mencapai 5%.
•
Porositas Sekunder :
Ruang dalam batuan yang terjadi setelah batuan terbentuk misalnya akibat proses disolusi, rekahan. Porositas ini akibat pelapukan butiran-butiran batuan oleh asam (contoh pada limestone) yang menyebabkan naiknya porositas, proses sementasi sekunder batuan oleh presipitasi material-material yang larut di air dalam pori batuan, atau air dari sirkulasi yang menyebabkan turunnya porositas. Leaching dimulai dari bagian terlemah pada batuan seperti bedding planes, sepanjang joint, sepanjang rekahan, kemudian menjalar perlahan keseluruh batuan yang membuat volume pori tambah besar.
Cubic Arrangement of
Rhombohedral Arr angement
Spheres, 47.6% Poro sit y
of Sph eres, 25.9% Porosi ty
Gambar 2-1. Porositas yang berbeda-beda tergantung susunan butiran batuan (dari Western Atlas).
Analisis Well Log
2-5
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-2. Porositas dipengaruhi variasi ukuran butiran (dari Western Atlas). Dari ke dua jenis porositas tersebut dapat dibagi menjadi: 1. Porositas absolut Porositas absolut adalah persentase dari ruang kosong terhadap volume bulk batuan. Porositas absolut merupakan porositas total atau total ruang kosong yang tersedia dalam batuan. 2. Porositas efektif Porositas efektif adalah persentase dari volume pori yang berhubungan satu sama lain terhadap volume bulk. Porositas efektif menunjukkan indikasi kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang berhubungan. Ini berarti bahwa nilai porositas efektif akan sama atau lebih kecil dari nilai porositas absolut. Gambar 2-3 adalah contoh porositas efektif dan non efektif.
Gambar 2-3. Porositas efektif, non-efektif, dan total (dari Western Atlas).
Analisis Well Log
2-6
Prinsip Dasar Well Logging Porositas dipengaruhi oleh:
Ukuran butir : Ukuran butir yang besar memiliki porositas yang lebih tinggi dengan range 0.35 – 0.4 daripada ukuran butir yang kecil.
Bentuk butir : Bentuk butir yang seragam memiliki porositas lebih tinggi daripada bentuk butir yang tidak seragam
Material semen : batuan yang matriksnya tersemen oleh silica atau kalsareus memiliki porositas yang rendah.
2. Permeabilitas (K): Kemampuan batuan untuk meloloskan fluida (Darcy).
Hukum Darcy yang mendefinisikan aliran fluida dalam media berpori diturunkan secara empiris yaitu: Q f
=
kA( P1
− P2 )
µ L
Dimana 3
2
Qf = Laju alir fluida, cm /sec ;
A = Luas penampang media berpori, cm
µ
∆P
= Viskositas fluida, cps;
= P1 – P2 = Perbedaan tekanan, atm
L = Panjang dari media berpori, cm;
K = Permeabilitas, Darcy
Gambar 2-4 berikut adalah beberapa variabel yang dapat mempengaruhi permeabilitas vertikal dan horizontal.
Gambar 2-4. Permeabilitas dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butiran (dari Western Atlas).
Analisis Well Log
2-7
Prinsip Dasar Well Logging Umumnya semakin besar porositas maka permeabilitas juga semakin besar, meskipun anggapan ini tidak selalu benar.
•
Permeabilitas Absolut : Kemampuan batuan meloloskan satu jenis fluida yang 100% jenuh oleh fluida tersebut.
•
Permeabilitas Efektif : Kemampuan batuan meloloskan satu macam fluida bila terdapat dua macam fluida yang immiscible . Permeabilitas efektif lebih kecil daripada permeabilitas absolut.
•
Permeabilitas Relatif : Perbandingan antara permeabilitas efektif dan absolut. Semakin besar saturasi air
maka permeabilitas relatif air akan membesar
sebaliknya permeabilitas relatif minyak akan mengecil hingga nol yaitu pada saat Sw = Swc (Critical water saturation). Laju alir air dan minyak merupakan fungsi dari viskositas dan permeabilitas relatif, seperti pada persamaan berikut : Qo Qw
=
Kro.
W
Krw. µ o
Permeabilitas fracture dapat dianggap sebagai fungsi dari lebar fracture. 2
K = 50.000.000 x lebar dimana k = Permeabilitas (Darcy) dan lebar dalam inch. Hubungan permeabilitas dengan porositas :
Biasanya penambahan porositas diikuti dengan penambahan permeabilitas
Batuan yang tua dan kompak porositas dan permeabilitasnya kecil
Dolomitisasi menambah nilai porositas dan permeabilitas
Permeabilitas dipengaruhi juga oleh besar, bentuk dan hubungan antar butir.
3. Saturasi Air : Persentase volume pori batuan yang terisi air formasi (%). Biasanya ruang pori tersebut diisi oleh air ataupun minyak dan gas, namun bisa juga kombinasi ketiganya. Umumnya reservoir memiliki saturasi air 20% atau lebih yang berarti 20 % pori-pori diisi oleh air dan 80 % diisi oleh fluida lain. Secara umum reservoir yang dianggap komersil/ekonomis harus memiliki saturasi air lebih kecil dari 60%. Saturasi Air (S w) =
Analisis Well Log
Air Formasi yang berada dalam pori Total jumlah pori dalam batuan
2-8
Prinsip Dasar Well Logging
•
Saturasi Air Irreducible (Sw irr ) : Saturasi air dimana seluruh cairan tertahan dalam batuan karena tekanan kapiler.
Dalam batuan granular terdapat hubungan antara irreducible water saturation , porositas, dan permeabilitas (gambar 2-5).
Gambar 2-5. Chart yang menggambarkan hubungan antara irreducible water saturation , porositas, dan permeabilitas. Menentukan permeabilitas dengan Gb. 2-5. 1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah 2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis horizontal (saturasi air) 3. Baca pada garis diagonal kiri (permeabilitas) Menentukan saturasi air dengan Gb. 2-5. 1. Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah 2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis diagonal (permeabilitas) 3. Baca pada skala vertikal bagian kiri (saturasi air).
Analisis Well Log
2-9
Prinsip Dasar Well Logging 1. Resistivitas : Daya tahan batuan terhadap arus ( -meter) . 6
Air destilisasi mempunyai resistivitas di atas 10 ohm meter, berbeda dengan air yang tersaturasi dengan garam mempunyai resistivitas kurang dari 0.1 oh m meter. Salinitas pada well logging dinyatakan dalam satuan part per million (ppm). Air laut memiliki salinitas 30.000 – 35.000 ppm. Larutan garam pada suhu kamar memiliki salinitas sekitar 250.000 ppm atau sekitar 25 % berat.
V=I.r Resistivitas ( R ) =
V r×A L
I
A
(r)
dimana :
L
V
= Tegangan Listrik (Volt)
A
= Luas (meter )
I
= Arus Listrik (Ampere)
L
= Panjang (meter)
R
= Resistivitas (Ω-meter)
r
= Resistansi (Ω)
2
Resistivitas dari Cairan
Air garam dengan resistivitas = R w (ohm-m)
Arus Listrik
Tahanan terukur = R w. R w turun bila konsentrasi garam dan temperatur naik
Resistivitas dari Batuan Basah
Butiran tak konduktif dicampur air garam dengan resistivitas = R w (ohm-m)
Arus Listrik
Tahanan terukur = R w. R o sebanding dengan R w R o = F . R w F adalah faktor resistivitas formasi
•
Konduktivitas (lawan resistivitas) (mho/m): Daya hantar arus dalam batuan.
Analisis Well Log
2 - 10
Prinsip Dasar Well Logging C = 1000/R
dimana C : Konduktivitas dan R : Resistivitas
Data analisis kimia dari air formasi juga dapat dikonversikan menjadi resistivitas air, meskipun hal ini bukanlah cara yang baik dibandingkan dengan penentuan melalui pengukuran resistivitas secara langsung. Resistivitas adalah pengukuran dasar dari saturasi fluida reservoir, resistivitas merupakan fungsi dari porositas, jenis fluida, dan jenis batuan. Hubungan antara resistivitas air (R w) dengan resistivitas batuan basah (R o), ditunjukkan dengan persamaan : F = Ro / Rw
dimana : F = Faktor formasi
Tabel 2-1.
Perbedaan koefisien dan eksponen yang digunakan untuk menghitung Faktor formasi (F). (mod. after Asquith, 1980) m
Hubungan umum dimana;
F = a / φ
a = Faktor Tortuosity m = eksponen φ = Porositas 2
untuk karbonat
F = 1 / φ
2
untuk batupasir terkonsolidasi
2.15
untuk batupasir tak terkonsolidasi (Humble)
1.54
untuk pasir umumnya (after Carothers, 1958)
1.33
untuk pasir serpihan (after Carothers, 1958)
1.70
untuk pasir gampingan (after Carothers, 1958)
2.14
untuk karbonat (after Carothers, 1958)
1.08
untuk pasir berumur Pliosen (after Carothers dan Porter, 1970)
1.29
untuk pasir berumur Miosen (after Carothers dan Porter, 1970)
F = 0.81 / φ F = 0.62 / φ F = 1.45 / φ F = 1.65 / φ F = 1.45 / φ F = 0.85 / φ F = 2.45 / φ F = 1.97 / φ
(2.05-φ )
F = 1 / φ
untuk formasi berbutir bersih (after Sethi, 1979)
Namun percobaan juga menunjukkan hubungan antara faktor formasi dengan porositas :
Analisis Well Log
2 - 11
Prinsip Dasar Well Logging m
F = 1 / φ
dimana : m = eksponen sementasi yang bervariasi terhadap ukuran butir, distribusi butir, dan kompleksitas hubungan antar pori (tortuositas)
Archie menggabungkan persamaan faktor formasi dengan persamaan saturasi air sehingga gabungan tersebut dikenal dengan rumus Archie : S w
=n
F R . Rw Rt
dimana n : eksponen saturasi, bergantung pada karakteristik formasi dan fluidanya. Dari uji laboratorium, nilai n berkisar antara 1.8 hingga 2.5. Dalam contoh ini kita memakai n = 2.
Gambar 2-6. Faktor formasi vs Porosity.
Cara menggunakan Chart :
Analisis Well Log
2 - 12
Prinsip Dasar Well Logging 1. Tentukan harga porositas 2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis m 3. Baca titik potong tersebut pada skala Faktor formasi Harga m (eksponen sementasi) untuk batuan :
•
Tidak tersementasi (uncemented ) < 1.4
•
Sangat sedikit tersemenkan (very slightly cemented ) 1.4 – 1.6
•
Sedikit tersemenkan (slightly cemented ) 1.6 – 1.8
•
Cukup tersemenkan (moderately cemented ) 1.8 – 2.0
•
Tersementasi tinggi (highly cemented ), karbonat > 2.0
II. LINGKUNGAN SUMUR Situasi lubang bor kira-kira adalah sebagai berikut :
•
Kedalaman yang bervariasi antara 1000 hingga 25000 ft.
•
Diameter lubang 5” hingga 17”.
•
Kemiringan lubang berkisar dari 20 hingga 70 .
•
Temperatur dasar lubang antara 100 F – 400 F.
•
Kadar garam lumpur antara 1000 – 200000 ppm, terkadang mengandung minyak.
•
Berat lumpur antara 9 – 17 lb/gal.
•
Tekanan dasar lubang 500 hingga 20000 psi.
•
Ketebalan mud cake pada formasi permeabel sekitar 0,1” hingga 1”.
•
Daerah terkontaminasi antara beberapa inchi hingga beberapa ft. dimana kebanyakan
0
0
0
0
cairan telah digantikan oleh cairan pemboran. 5
Alat-alat logging umumnya berdiameter 3 /8 inchi dengan panjang 20 – 50 ft. Biasanya merupakan rangkaian dari beberapa alat. Kombinasi yang umum adalah :
•
DIL-SLS-GR
Dual Induction – Sonic – Gamma Ray
•
LDL-CNL-NGL
Litho Density – Neutron – Natural Gamma Ray
•
DLL-MSFL-GR
Dual Laterolog – Micro SFL – Gamma Ray
•
EPT-ML
Electromagnetic Propagation – Microlog
•
SHDT-GR
Stratigraphy High Res. Dipmeter Tool – Gamma Ray
Analisis Well Log
2 - 13
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-7. Skematik lingkungan sumur bor (dari Western Atlas). dh
Diameter lubang
R mc Resitivitas kerak lumpur
di
Diameter Invasi (bagian dalam /
R mf Resitivitas filtrat lumpur
flushed zone)
R xo Resitivitas Flushed Zone
Diameter Invasi (bagian luar /
Sxo
Saturasi air pada Flushed Zone
invaded zone)
R s
Resitivitas serpih
∆rj
Jari-jari Invaded Zone
R t
Resistivitas Uninvaded zone
hmc
Ketebalan kerak lumpur
R w
Resistivitas air formasi
R m
Resistivitas lumpur
Sw
Saturasi air pada Uninvaded Zone
d j
Analisis Well Log
2 - 14
Prinsip Dasar Well Logging Diameter Lubang (gambar 2-7) : Ukuran lubang bor diterjemahkan sebagai diameter
bagian luar dari mata bor, tapi diameter lubang dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter mata bor. Karena ; (1) Wash Out dan/atau runtuhnya serpih dan sementasi batuan porous yang buruk, atau (2) bertambahnya kerak lumpur pada 7
formasi yang porous dan permeabel. Ukuran lubang biasanya berkisar antara 7 /8 inch hingga 12 inch. Ukuran lubang bor diukur oleh log caliper.
Lumpur Pemboran : Sekarang hampir setiap pemboran menggunakan lumpur khusus.
Lumpur tersebut membantu memindahkan cutting dari lubang bor, melicinkan dan mendinginkan mata bor, serta menjaga kelebihan tekanan bor terhadap tekanan formasi. Densitas lumpur dijaga agar tetap tinggi agar tekanan hidrostatik pada kolom lumpur selalu lebih besar daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini mendorong sebagian lumpur merembes kedalam formasi. Pada saat terjadi rembesan partikel padat tertahan pada sisi lubang dan membentuk kerak lumpur. Fluida yang masuk ke dalam formasi disebut filtrat lumpur (mud filtrat ).
Zona Invasi ( Invaded Zone) : Zona yang dirembesi oleh filtrat lumpur. Terdiri dari :
Flushed Zone (R xo) jaraknya hanya beberapa inch dari lubang bor, biasanya
zona ini bersih dari air formasi. Jika terdapat minyak, dapat ditentukan derajat serbuan filtrat lumpur dari perbedaan antara saturasi air di zona ini (Sxo) dengan univaded zone (Sw). Biasanya sekitar 70 - 95 % minyak berpindah; sisanya (residual oil) dapat dihitung dengan Sro = [1.0 - Sxo].
Transition atau Anulus Zone (R i), zona ini muncul bila fluida formasi dan
filtrat lumpur bercampur. Terjadi antara flushed zone dan uninvaded zone. Kedalaman rembesan filtrat lumpur disebut sebagai diameter rembesan (di dan d j). Secara umum dapat dikatakan : Jumlah filtrat lumpur yang sama dapat merembes ke dalam formasi dengan porositas rendah ataupun tinggi jika lumpur pemboran mempunyai jumlah partikel yang sama. Partikel padatan dari lumpur pemboran
membesar
dan
membentuk
sebuah
lapisan
mudcake
yang
impermeable.
Analisis Well Log
2 - 15
Prinsip Dasar Well Logging Diameter rembesan dinyatakan dalam inch atau rasio dj/dh. Kedalaman invasi bergantung dari permeabilitas mudcake dan tidak bergantung pada porositas batuan.
Zona Tak terinvasi ( Uninvaded Zone) (R t): Zona ini tidak tercemar oleh filtrat lumpur.
Hanya tersaturasi oleh air formasi, minyak, atau gas. Saturasi air pada zona ini sangat penting, karena digunakan untuk menentukan saturasi hidrokarbon pada reservoir, dengan menggunakan rumus ; So = 1.0 - Sw
Dimana: So = Saturasi minyak dan Sw = Saturasi air dalam zona tak terinvasi Perbandingan antara Sw dengan Sxo disebut indeks perpindahan hidrokarbon ( Index of Hydrocarbon Moveability ).
III. REMBESAN DAN PROFIL RESISTIVITAS
Gambar 2-8. Profil rembesan tipikal untuk tiga versi distribusi fluida sekitar lubang bor (Dari George Asquith dan Charles Gibson).
Analisis Well Log
2 - 16
Prinsip Dasar Well Logging Dari gambar 2-8, Secara ideal ada tiga tipe invasi dari distribusi fluida dalam lubang bor, bagaimana distribusi rembesan pada invaded dan uninvaded zone dan hubungannya dengan relatif resistivitas.
Step Profile, Filtrat lumpur terdistribusi seperti silinder disekitar lobang bor. Bentuk
silinder tersebut secara mendadak curam bila kontak dengan uninvaded zone , diameter silinder digambarkan sebagai d j. Dalam invaded zone pori-pori terisi oleh filtrat lumpur, pada uninvaded zone terisi oleh air formasi atau hirdokarbon. Pada contoh ini uninvaded zone diisi 100% air (tidak ada hidrokarbon) sehingga resistivitasnya rendah. Resistivitas pada invaded zone = R xo, dan pada uninvaded zone = R o (bila berkaitan dengan air formasi) atau R t (bila berkaitan dengan
hidrokarbon)
Transition Profile , Ini merupakan model yang paling realistis. Distribusi masih berupa
silinder, tapi invasi filtrat lumpur berkurang secara berangsur (gradasi), agak curam, menyambung dengan zona transisi disebelah luar dari zona invaded. Pada Flushed Zone (R xo) pori-pori terisi filtrat lumpur (R mf ) dan memberikan harga
resistivitas yang tinggi. Pada Transition Zone (R i) pori-pori terisi filtrat lumpur (R mf ), air formasi (R w) dan, jika ada, sisa hidrokarbon. Pada Uninvaded Zone (R o) pori terisi air formasi (R w), dan jika ada, hidrokarbon (R t) (pada diagram ini hidrokarbon tidak muncul sehingga harga resistivitas pada uninvaded zone rendah).
Annulus Profile, menggambarkan distribusi sementara fluida jika operasi logging
dihentikan sementara waktu (tidak akan terekam pada log). Annulus profile menggambarkan adanya fluida yang muncul antara invaded dan uninvaded zone dan merupakan tanda keberadaan hidrokarbon. Profil ini hanya dapat dideteksi oleh log induksi (ILD atau ILM) segera setelah sumur di bor dan memberikan harga resistivitas tinggi. Pada saat filtrat lumpur masuk ke dalam zona tersebut, air formasi terdorong keluar, kemudian air formasi yang keluar tersebut membentuk cincin (annular ring) pada batas invaded zone , profil ini hanya dapat terjadi pada hydrocarbon bearing zone .
Analisis Well Log
2 - 17
Prinsip Dasar Well Logging Pada Flushed Zone (R xo) pori terisi filtrat lumpur (R mf ) dan hidrokarbon sisa (RH), sehingga harga resistivitas tinggi. Pada Transition Zone (R i) pori terisi campuran antara filtrat lumpur (R mf ), air formasi (R w) dan hidrokarbon sisa (RH). Diluar itu adalah Annulus Zone dimana pori terisi air formasi (R w), dan hidrokarbon. Pada waktu profil annulus muncul, terjadi penurunan harga resistivitas secara tiba-tiba pada batas luar invaded zone, dikarenakan konsentrasi air formasi yang tinggi. Air formasi didorong keluar oleh rembesan filtrat lumpur ke annulus zone. Hal ini menyebabkan absennya hidrokarbon secara sementara, dan pada
gilirannya mendorong kembali air formasi. Diluar annulus zone terdapat Uninvaded Zone (R o) dimana pori terisi air formasi (R w), dan hidrokarbon. Harga Resistivitas
sebenarnya (R t) akan lebih tinggi dari harga R o, karena hidrokarbon memiliki harga resistivitas yang lebih tinggi daripada air asin.
Gambar berikut ini memperlihatkan perbedaan penggunaan fresh dan salt drilling mud.
1.WBZ
Gambar 2-9. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui permeable water bearing formation (Dari George Asquith dan Charles Gibson)
Analisis Well Log
2 - 18
Prinsip Dasar Well Logging Pemboran memasuki water bearing zone.(Gb. 2-9) Sw >> 60%
Fresh water drilling muds : R mf > R w, karena kandungan garam yang beragam. Rumus umum yang dipakai pada fresh water drilling muds adalah R mf > 3R w. R xo mempunyai kandungan filtrat lumpur yang tinggi sehingga memiliki resistivitas yang tinggi juga, menjauhi lubang bor, resistivitas dari invaded zone (R i) berkurang dengan berkurangnya filtrat lumpur (R mf ) dan bertambahnya air formasi (R w). Pada uninvaded zone R t = R o bila formasi 100% tersaturasi oleh air formasi.
Secara umum dapat disimpulkan R xo > R i >> R t pada water bearing zone
Salt water drilling muds : karena R mf ≈ R w, maka tidak ada perbedaan yang besar antara flushed zone, invaded zone, dan uninvaded zone (R xo = R i = R t) semuanya
mempunyai harga resistivitas yang rendah.
2. OBZ
Gambar 2-10. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui lapisan permeable oil bearing (Dari George Asquith dan Charles Gibson).
.
Analisis Well Log
2 - 19
Prinsip Dasar Well Logging Pemboran memasuki hydrokarbon bearing zone.(Gb.2-10) Sw > R w, resistivitas Flushed Zone (R xo) juga memiliki harga yang tinggi (karena ada mud filtrat dan sisa hidrokarbon). Menjauhi lubang bor (invaded zone) dimana terdapat campuran antara filtrat lumpur, air formasi dan hidrokarbon sisa, resitivitasnya masih tinggi. Pada beberapa kasus bisa terjadi R i ≈ R xo. Kehadiran hidrokarbon pada uninvaded zone menyebabkan formasi memiliki resistivitas yang tinggi daripada uninvaded zone hanya diisi oleh air formasi (R w), sehingga (R t > R o). Resistivitas pada zona ini umumnya lebih kecil daripada flushed zone (R xo) dan invaded zone (R i).
Jika annulus muncul dalam invaded zone harga resistivitasnya (R i) akan sedikit lebih kecil daripada R t. Secara umum dapat disimpulkan R xo > R i > R t atau R xo > R i < R t
Salt water drilling muds : Karena R mf ≈ R w dan kandungan hidrokarbon sedikit, maka resistivitas flushed zone akan rendah. Menjauhi lubang bor, dimana makin banyak hidrokarbon yang bercampur filtrat lumpur dalam inveded zone , maka resistivitas (R i) akan meningkat. Resistivitas pada uninvaded zone akan lebih tinggi daripada saat formasi 100 % tersaturasi oleh air formasi (R t > R o) karena hidrokarbon lebih resistant daripada air asin.
Resistivitas pada uninvaded zone lebih besar daripada invaded zone R t > R i > R xo
IV. BEBERAPA INFORMASI DASAR YANG DIBUTUHKAN DALAM INTERPRETASI LOG
Pada analisa log dibutuhkan informasi mengenai ;
•
Litologi (berhubungan dengan porositas, faktor formasi)
Log porositas membutuhkan konstanta matriks sebelum porositas dihitung. Batuan yang mengandung hidrokarbon (hydrocarbon bearing rock ) umumnya berupa batupasir atau karbonat. Formasi yang hanya berisi pasir atau karbonat disebut dengan formasi bersih (clean formation ), formasi ini relatif mudah diinterpretasikan. Namun bila mengandung lempung atau serpih (shale) maka formasi tersebut disebut dengan shaly formation dan reservoir jenis ini sulit untuk
Analisis Well Log
2 - 20
Prinsip Dasar Well Logging diinterpretasikan. Karena ukuran lempung yang sangat halus dan dapat mengikat air sehingga tidak dapat mengalir, adanya air ini akan mempengaruhi pembacaan log.
# Batupasir
Porositas batupasir umumnya < 40%. Jika porositas pada gas bearing zone < 7% atau pada oil bearing zone < 8%, biasanya pemeabilitas sangat rendah hingga tidak ada yang dapat diproduksi. 9% adalah batas terrendah untuk produksi. Jika permeabilitas rendah, saturasi air akan tinggi, dan jika harga Sw melebihi 60%, pada kebanyakan kasus pasir tersebut tidak produktif.
# Karbonat
Porositas karbonat umumnya juga < 40%. Tapi karbonat dapat berproduksi jika porositasnya > 4%. Hubungan saturasi air – porositas pada karbonat lebih variatif, pada satu kasus karbonat dapat berproduksi pada Sw = 70%, pada kasus lain berproduksi pada Sw = 30%, namun pada kebanyakan lapangan batasan saturasi air pada karbonat = 50%.
•
Temperatur Formasi (berhubungan dengan resistivitas)
Temperatur formasi didapatkan dengan persamaan linier regresi;
T f = gG .D + T o dimana :
D = kedalaman.
gG = kemiringan (gradien geothermal).
Tf = temperatur
To = konstanta (temperatur permukaan)
Atau dengan Chart pada Gambar 2-11 Apabila diketahui: Temperatur permukaan, BHT, TD, Kedalaman formasi Maka prosedur pengerjaan : 1. Cari titik BHT pada temperatur permukaan (bagian bawah chart) 2. Tarik garis vertikal hingga berpotongan dengan TD (garis horizontal), perpotongan ini menunjukkan gradien temperatur (garis diagonal). 3. Ikuti garis gradien hingga kedalaman formasi. 4. Temperatur formasi dapat dibaca pada skala dibagian bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi.
Analisis Well Log
2 - 21
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-11. Chart untuk menentukan temperatur formasi (Tf ) dari kedalaman.
Misalkan diketahui : Gradien temperatur, Kedalaman formasi, Temperatur permukaan
Maka prosedur pengerjaan : 1. Tentukan kedalaman 2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis diagonal (gradien) 3. Tarik garis ke skala temperatur dan baca harga temperatur
CONTOH SOAL o
Diketahui : Kedalaman total, TD = 10.000 feet. Temperatur permukaan = 80 F o
Bottom Hole Temperature, BHT = 200 F Ditanya : Tentukan temperatur formasi pada kedalaman 7000 feet ! o
Jawab : Tarik garis vertikal keatas dari BHT = 200 F berpotongan dengan TD 10.000 o
ft, sehingga didapat gradien geothermal = 1.2 F /100 ft. Ikuti garis gradien geothermal tersebut hingga kedalaman formasi 7000 ft, lalu baca skala bagian
Analisis Well Log
2 - 22
Prinsip Dasar Well Logging bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi. Di o
peroleh temperatur formasi = 164 F Atau dapat juga menggunakan persamaan: o
o
o
T f = gG.D + T o = 1.2 F /100 ft x (7000 ft) + 80 F = 164 F
•
Kepala log ( Log Header)
Merupakan Sumber data lainnya yang memuat berbagai informasi tentang sumur.
Gambar 2-12. Tipikal Kepala log. Informasi yang ada seperti harga Resistivitas (R m, R mf ) sangat berguna dalam interpretasi log dan perhitungannya (Dari George Asquith dan Charles Gibson).
Analisis Well Log
2 - 23
Prinsip Dasar Well Logging Data yang dapat diambil dari kepala log : 1.
Well Name
13.
Casing Driller / Depth
2.
Field Name
14.
Casing Logger
3.
Rig Name and Location
15.
Bit Size
•
Latitude
16.
Fluid Type / Fluid Level
•
Longitude
17.
Density / Viscosity
•
Elevation
18. pH / Fluid Loss
4.
Datum
19.
Source of Sample
5.
Log Measured from
20.
R m @ Measured Temperature
6.
Drilling Measured from
21.
R mf @ Measured Temperature
7.
Logging Date
22.
R mc @ Measured Temperature
8.
Run Number
23.
R m at Borehole Temperature
9.
Depth Driller
24.
Source R mf dan R mc
10.
Depth Logger
25.
Time since Circulation
11.
Bottom Logged Interval
26.
Max Recordable Temperature
12.
Top Logged Interval
(BHT)
Informasi-informasi yang diperoleh dari kepala log berguna dalam menjawab pertanyaan pertanyaan mengapa instrumen logging tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan atau mengapa instrumen logging terjepit (stuck) pada kedalaman target.
Analisis Well Log
2 - 24
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-13. Contoh log.(Adi Harsono)
Analisis Well Log
2 - 25
Prinsip Dasar Well Logging Skala logaritmik pada log umumnya dipakai untuk data resistivitas dan menempati 1 atau 2 track. Data log lain direkam secara linear. Track I biasanya digunakan untuk kurva kontrol seperti SP, GR, calliper , tetapi dapat juga digunakan untuk informasi interprestasi quick-look. Data-data penting untuk Log Headers seperti ukuran lubang pada tiap
kedalaman dan ke- dalaman total sumur direkam pada log pemboran. Bottom Hole Temperature didapat dari pembacaan temperatur maksimum yang terbaca pada
termometer dari tiap logging yang di-run.
Ada tiga macam skala yang dipakai pada log : Kolom
Penerapan
1
2
3
Umum
Linier
Linier
Linier
Log Porositas
Linier
Logaritmik
Linier
Log Sonik – Induksi
Linier
Logaritmik
Logaritmik
DLL-MSFL
SP
ILD
∆t
Log Gamma Ray
Caliper
ILM
Cable Tension
Bit Size
SFLU
SP
LLd
Caliper
LLs
Bit Size
MSFL
Caliper
Litologi (PEF)
Bit Size
φ N (NPHI)
DLL – MSFL
∆ρ (DRHO)
Log Litodensitas-Netron
ρB (RHOB) Tidak ada logging yang dapat mengukur porositas, saturasi, permeabilitas atau jenis fluida secara langsung. Log-log tidak mengidentifikasikan warna batuan ataupun tekstur batuan. Akan tetapi, sejumlah rekaman logging merespon sifat-sifat yang dapat dikorelasikan dengan karakteristik batuan dan fluida. Tabel 2-2 adalah daftar instrumen-
Analisis Well Log
2 - 26
Prinsip Dasar Well Logging instrumen logging yang dapat dipakai untuk mengkorelasi karakteristik batuan dan fluida formasi. Tabel 2-2. Instrumen Log untuk korelasi karakteristik batuan dan fluida Instrumen Log yang paling Instrumen Log yang cukup baik baik digunakan digunakan Gamma Ray Spectral Gamma Ray Bulk Density Photoelectric Capture Inelastic Gamma Ray Caliper
Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Transit Time Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Pulsed Neutron Capture Microresistivity
Tekstur
Acoustic Transit Time Resistivity Caliper
Struktur Internal
Microresistivity
Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Attenuation Bulk Density Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Dielectric Propagation Microresistivity Resistivity Spontaneous Potential Dielectric Propagation Acoustic Attenuation
Fluida
Resistivity Neutron Hydrogen Index Bulk Density Spontaneous Potential Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Acoustic Attenuation Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Temperature
Komposisi Batuan
Analisis Well Log
Acoustic Transit Time
2 - 27
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-14. Contoh Log Resistivitas DLL-MSFL. (Adi Harsono)
Analisis Well Log
2 - 28
Prinsip Dasar Well Logging
Gambar 2-15. Contoh Log Densitas-Neutron. (Adi Harsono)
Analisis Well Log
2 - 29
Prinsip Dasar Well Logging
V. PERHITUNGAN GRADIEN TEMPERATUR DAN TEMPERATUR FORMASI Gradien Temperatur
Anggap 0
0
BHT = 250 F; Total kedalaman = 15000 ft; Temperatur permukaan = 70 F ingat
0
gG = (BHT – T o)/T D = (250-70)/15000 = 0.012 F/ft.
Temperatur Formasi
Anggap 0
o
gG = gradien temperatur = 0.012 F/ft,= 1.2 F/100ft.
D = kedalaman formasi = 8000 ft 0
T o = temperatur permukaan = 70 F
ingat
0
T f = gG.D + T o = (0.012 x 8000) + 70 = 166 pada 8000 ft
Setelah temperatur formasi dihitung, resistivitas dari perbedaan fluida (R m, R mf , atau R w) dapat dikoreksi ke temperatur formasi.
RTF = R temp x (Temp + 6.77)/(T f +6.77) dimana :
RTF
= Resistivitas dari temperatur formasi
R temp
= Resistivitas dari suatu temperatur selain temperatur formasi
Temp = Temperatur pada resistivitas yang diukur T f
= Temperatur formasi 0
0
0
Misalnya T formasi = 166 F dan R w = 0.4 @ 70 , maka R w @ 166 adalah : R w166 = 0.4 x (70 + 6.77)/(166 + 6.77) = 0.18 R m, R mf , R mc, dan temperatur pada pengukuran dibaca pada kepala log (gambar 2-13). R w didapat dari analisa contoh air DST, air sumur produksi, atau pada katalog resistivitas air. Juga dapat ditentukan dari log SP, atau dapat dihitung dalam zona air (Sw=100%) dengan metoda resistivitas air semu.
Tabel 2-3. Daftar persamaan dasar yang dipakai dalam evaluasi log.
Porositas φ =
t − t ma t f
− t ma
Analisis Well Log
Sonic Log
2 - 30
Prinsip Dasar Well Logging φ =
− ρ b ρma − ρ f ρma
+ φ N 2
φ D2
φ =
Density log
Neutron - Density Log
2
Faktor Formasi m
Umum
2
Karbonat
F = a / φ F = 1 / φ
2
Batupasir terkonsolidasi
2.15
Pasir tak terkonsolidasi
F = 0.81 / φ F = 0.62 / φ
Resistivitas Air Formasi SSP = -K x log(Rmf /Rw) Rwe → Rw Rw
=
R0 F
Saturasi Air n
pada Uninvaded Zone
S w =F x (Rw /Rt ) n
pada Flushed Zone
S xo = F x (Rmf /R xo) S w
⎛ R = ⎜⎜ xo ⎝ R
R t ⎞
metoda perbandingan saturasi air
⎟⎟ Rw ⎠
mf
n : eksponen saturasi, antara 1.8 – 2.5, umumnya menggunakan harga 2
Volume Air Bulk BVW = φ x S w
Permeabilitas 3
2
K e=[250x( φ /S w irr )] 3
2
K e=[79x(φ /S w irr )]
Analisis Well Log
minyak, K e = dalam millidarcies gas, Sw irr = Saturasi air irreducible
2 - 31
Prinsip Dasar Well Logging
VI. PERHITUNGAN SATURASI AIR Untuk menghitung saturasi air, akan dibahas pada BAB V.
VII. PENENTUAN HYDROCARBON-IN-PLACE Untuk menentukan volume minyak atau gas in-place tanpa memperhatikan ekspansi, penyusutan, tekanan, temperatur, ataupun recovery factor , biasanya tidak dihitung jumlah hidrokarbon yang memiliki batasan harga porositas ataupun saturasi air yang mungkin berproduksi. Jumlah hidrokarbon tidak akan berubah dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Penentuan hidrokarbon secara volumetrik dari sebuah sumur memerlukan data ketebalan (h), porositas (φ), Saturasi air (Sw), dan estimasi daerah pengurasan (drainage area). Juga dianggap karakteristik reservoir konstan, maka volume hidrokarbon adalah :
V = A.c. (h .(1-Sw i). ) i i = A.c.{ h1(1-Sw1 )Ø1 + h 2(1-Sw 2 )Ø 2 + h 3(1-Sw 3 )Ø 3 + - - - - - } dimana : A = Daerah pengurasan (acre) 3
c = konstanta (43560 jika V dihitung dalam ft dan 7758 jika dalam barrel) h = ketebalan lapisan (ft) i = 1,2,3 … dst layer reservoir yang mempunyai karakteristik berbeda. Untuk menghitung porositas atau saturasi air rata-rata digunakan persamaan φ avg
=∑
(φ i hi ) ( ) h ∑ i
dan
Swavg
=∑
(Swi hi ) ∑ (hi )
Contoh
Suatu reservoir mempunyai tiga zone atau zone dengan perbedaan Sw dan Ø Zone 1 2 3
Sw% 25 33 20
Ø 22 27 29
h(ft) 4 6 10
A (area) = 40 acre B = 7758 ( Dlm barrel) Hitung volume reservoir volumetric dan harga rata-rata Sw & Ø.
V = 40 x 7758 {4 x (1-0.25) x 0.22 + 6 x (1-0.33) x 0.27 + 10 x ( 1-0.20) x 0.29} = 1,261,450 bbls. Øavg = (22x4 +27x6 + 29x10) : (4 + 6 + 10) = 27 % Swavg = (25x4 +33x6 + 20x10) : (4 + 6 + 10) = 25 %
Analisis Well Log
2 - 32
View more...
Comments