BAB II Perencanaan Gording
October 26, 2017 | Author: IM | Category: N/A
Short Description
perencanaan pembebanan gording...
Description
BAB II PERENCANAAN GORDING 2.1
Dasar Teori
2.1.1 Kuat Acuan Dalam tata cara perencanaan konstruksi kayu Indonesia (PPKI NI-5), berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-5) ada 2 cara menentukan kuat acuan, yaitu : 1.
Kuat acuan berdasarkan atas pemilihan secara mekanis
2.
Kuat acuan berdasarkan atas pemilihan secara visual.
2.1.1.1 Kuat Acuan Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Mekanis Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilihan meanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainya dapat diambil mengikuti Tabel 2.1. Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara mekanis pada kadar air 15 %. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel: 2.1, dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.
Tabel 0-1. Nilai Kuat Acuan (MPa), Berdasarkan Atas Peralihan Secara Visual Kode
Modulus
Kuat
Kuat Tarik
Kuat Tekan
Kuat
Kuat Tekan
Kayu
Elastisitas
Lentur
Sejajar Serat
Sejajar Serat
Geser
Tegak Lurus
Lentur
Fb
F1
F2
Fv
Serat
Ew
Fc
E26
25000
66
60
46
6,6
24
E25
24000
62
58
45
6,5
23
E24
23000
59
56
45
6,4
22
E23
22000
56
53
43
6,2
21
E22
21000
54
50
41
6,1
20
E21
20000
50
47
40
5,9
19
E20
19000
47
44
39
5,8
18
E19
18000
44
42
37
5,6
17
E18
17000
42
39
35
5,4
16
4
E17
16000
38
36
34
5,4
15
E16
15000
35
33
33
5,2
14
E15
14000
32
31
31
5,1
13
E14
13000
30
28
30
4,9
12
E13
12000
27
25
28
4,8
11
E12
11000
23
22
27
4,6
11
E11
10000
20
19
25
4,5
10
E10
9000
18
17
24
4,3
9
2.1.1.2 Kuat Acuan Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Visual Pemilihan secara visual untuk mendapatkan modulus clastisitas lentur harus mengikuti standar pemilihan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah sebagai berikut ; 1. Kerapatan, ρ (kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan rumus ; = 2. Menghitung kadar air m %, (dimana m< 30), =
(
−
)
× 100%
dimana; Wd
= Berat kayu kering oven
Wg
= Berat Basah Kayu
Vg
= Volume Kayu Basah
3. Hitung berat jenis pada m % (Gm), dengan rumus =
100(1 +
)
4. Hitung berat jenis dasar (Gb) =
(1 + 0,265 .
.
)
Dimana; 5
a= 5. Hitung Berat Jenis Pada Kadar Air 15 % (G15), =
(1 − 0,133 .
)
6. Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada tabel :2.2, dengan G = G15 Tabel 0-2. Estimasi Kuat Acuan Berdasarkan Atas Berat Jenis Pada Kadar Air 15% Untuk Kayu Berserat Lurus Tanpa Cacat Kayu Kuat Acuan
Rumus Estimasi
Modulus Elasitisitas Lentur , Ew (Mpa)
16.000 G0.7
Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%
Mutu kayu bangunan, yaiut dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.2.tersebut dengan nilai rasio thanan yang ada pada Tabel 2.3 yang tergantung pada kelas mutu kayu. Tabel 0-3. Nilai Rasio Tahanan Kelas Mutu
Nilai Rasio Tahanan
A
0,80
B
0,63
C
0,50
2.1.2 Pembebanan 2.1.2.1 Beban Nominal Beban nominal adalah beban yang ditentukan di dalam pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, SKBI-1.3.53.1987.SNI03-1727-1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung Atau Penggantinya. Beban nominal yang harus ditinjau antar lain : 1. D = Beban Mati Beban yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plapon, partisi tetap, tangga dan peralantan layan tetap. 2. L = Beban Hidup
6
Beban yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan lain-lain. 3. La = Beban hidup di Atap Beban yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak. 4. H = Beban Hujan Beban yang diakibatkan oleh hujan, tetapi tidak termasuk yang diakibatkan oleh gengan air. 5. W = Beban Angin Beban yang diakibatkan oleh angin, termasuk dengan memperhitungkan bentuk aerodinamika bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin topan, puyuh dan tornado, bila diperlukan. 6. E = Beban Gempa Beban yang diakibatkan oelh gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya
2.1.2.2 Kombinasi Pembebanan Kecuali apabila ditetapkan lain, struktur, komponen struktur, dan sambungannya harus direncanakan dengan menggunakan pembebanan, seperti tabel berikut :
Tabel 0-4. Kombinasi Pembebanan NO
Kombinasi Pembebanan
1
1,4D
2
1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
3
1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5L atau 0,8W)
4
1,2D + 1,3W + 0,5L + + 0,5(La atau H)
5
1,2D ± 1,0E + 0,5L
6
0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
7
Pengecualian : 1. Faktor beban untuk L di dalam persamaan No. 3, 4 dan 5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua dimana beban hidup lebih besar dari 5 Kpa. 2. Setiap keadaan batas yang relevan harus ditinjau, termasuk kasus-kasus dimana sebagian beban di dalam kombinasi pembebanan bernilai sama dengan nol. 3. Pengaruh kondisi pembebanan yang tak seimbang harus ditinjau sesuai dengan ketentuan di dalam tata cara gedung yang berlaku. 2.1.2.3 Kekangan Ujung Perencanaan sambungan harus konsisten dengan asusmsi yang diambil dalam analisa sturktur dan dengan jensi konstruksi yang dipilih dalam gambar rencana.Dalam rangka sederhana sambungan harus diasumsikan bersifat sendi kecuali bila dapat ditujukan melalui eksperimen atau analosos bahwa sambungan harus mempunyai kapasistas rotsi yang memadai untuk menghindari elemen penyambung terbebani secara berlebihan. 2.1.2.4 Kondisi Batas Tahanan Perencanaan sistem struktur, komponen struktur dan sambungannya harus menjamin bahwa tahanan rencana di semua bagian pada setiap sistem , komponen, dan sambungan struktur sama dengan atau melebihi gaya terfaktor Ru. 2.1.2.5 Gaya Terfaktor Gaya – gaya pada komponen struktur dan sambungannya, gaya terfaktor Ru harus ditentukan dari kombinasi pembebanan sebagaimana diatur pada butir 2.4 Beban dan Kombinasi Pembebanan. 2.1.2.6 Tahanan Rencana Tahanan rencana dihitung untuk setiap keadaan batas yang berlaku, dan tahanan rencana harus memenuhi persamaan berikut: ≤
′
Dimana : = Tahanan Rencana = Tahanan Terkoreksi = Faktor Waktu =FAktor Tahanan
8
Dengan R’ adalah tahanan terkoreksi untuk komponen struktur, elemen, atau sambungan, seperti tahanan lentur terkoreksi, M’ tahanan geser terkoreksi, V’ dan lain – lain. Begitu pula Ru diganti dengan Mu, Vu dan sebagainya untuk gaya – gaya pada komponen struktur atau sambungan. Tahanan terkoreksi, R’ harus meliputi pengaruh semua faktor koreksi yang berasal dari keadaan masa layan dan faktor – faktor koreksi yang berlaku Faktor keamanan tahanan
, yang digunakan adalah sperti tabel II-5 Faktor Tahanan
sebagai berikut :
Tabel 0-5 Faktor Tahanan No
Jenis
Simbol
Nilai
1
Tekan
0,90
2
Lentur
0,85
3
Stabilitas
0,85
4
Tarik
0,80
5
Geser/Puntir
0,75
6
Sambungan
0,65
Kecuali bila ditetapkan lain, faktor waktu,
, yang digunakan dalam
kombinasi pembebanan pada tabel II-5. Kombinasi bebanan harus sesuai dengan yang tercantum di dalam abel II-6. Faktor waktu
seperti berikut:
Tabel 0-6 Faktor Waktu NO
Kombinasi Pembebanan
1
1,4D
2
1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)
Faktor Waktu 0,60 0,70 Jika L dari gudang 0,80 Jika L dari ruangan umum 1,25 Jika L dari kejut
3
1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5L atau 0,8W)
0,80
9
4
1,2D + 1,3W + 0,5L + + 0,5(La atau H)
1,00
5
1,2D ± 1,0E + 0,5L
1,00
6
0,9D ± (1,3W atau 1,0E)
1,00
Catatan : untuk sambungan
= 1,00 jika L dari kejut
2.1.2.7 Keadaan Batas Kemampua Layan Sistem Sturktur dan komponen struktur harus direncanakan dengan memperhatikan batas – batas deformasi, simpangan lateral, getaran, rangkak, atau deformasi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan layan gedung atau struktur kayu yang bersangkutan. Adapun keadaan batas layan yang dimaksud adalah meliputi: 1. Bahan dan kekuatan komponen struktur Modulus elastisitas lentur yang digunakan dalam menghitung lendutan komponen struktur, rangka, dan komponen lainnya, diambil sebagai nilai rerata terkoreksi, EW’ 2. Batasan lendutan Disamping akibat deformasi komponen struktur, lendutan dapta terjadi karena pergeseran pada sambungan – sambungan.Untuk membatsi perubahan – perubahan bentuk struktur bangunan secara berlebihan, sehingga pergeseran masing – masing komponen struktur terjadi sekecil mungkin. Lendutan struktur bangunan akibat berat sendiri dan muatan tetap dibatasi sebagai berikut: a. Untuk balok – balok pada struktur bangunan yang terlindung, lendutan maksimum adalah
≤ 1/300 ∙
b. Untuk balok – balok pada struktur bangunan yang tak terlindung, lendutan maksimum adalah
≤ 1/400 ∙
c. Untuk balok – balok pada kontruksi kuda – kuda, goring dan kasau, lendutan maksimum adalah
≤ 1/200 ∙
d. Untuk struktur rangka batang yang tidak terlindungi, lendutan maksimum adalah
≤ 1/700 ∙
Dimana adalah panjang bentang bersih. Apabila gedung atau struktur kayu yang sudah ada, diubah fungsi atau bentuknya, maka harus dilakukan tinjauan terhadap kemungkinan pengaruh – pengaruh akibat kerusakan atau perlemahan yang disebabkan perubahan itu.
10
2.1.3 Perencanaan Struktur Lentur Dalam perencanaan kompenen struktur lentur pada kondisi kayu, maka kompenen struktur lentur harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sbb: 1.
Untuk momen lentur, harus memenuhi ketentuan berikut: ≤ Dimana :
∅
′
= Momen Faktor
= Faktor waktu yang diperlukan sesuai table: 2.7 ∅ = Faktor tahan lentur = 0.85. M’ = Tahan lentur terkoreksi. 2.
Untuk geser lentur, harus memenuhi ketentuan berikut: ≤ ∅
Dimana :
′
= Gaya geser terfaktor.
= Faktor waktu yang diperlukan sesuai table: 2.7 ∅ = Faktor tahan geser = 0.75. = Tahan geser terkoreksi. Tahanan terkoreksi adalah diperoleh dari hasil perkalian antara tahanan acuan dengan Faktor – Faktor atau dapat ditulis seperti rumus berikut: R’ = R. .
.
…….
.
Dimana : R’= Tahanan terkoreksi. R
= Tahanan acuan. s/d n
= Faktor – Faktor koreksi.
Kompenen struktur lentur yang memikul gaya – gaya setempat harus diberi pendetailan tahanan dan kesetabilan yang cukup pada daereh bekerjanya gaya- gaya tersebut. 2.1.4 Faktor – Faktor Koreksi Nilai faktor koreksi yang berbeda dari yang ditetapkan di dalam tatacara perencanaan kontruksi kayu ini, boleh digunakan bila dapat dibuktikan kebenarannya secara rasional brdasarkan prisip – prinsip mekanika. Keber lakuan Faktor – Faktor koreksi untuk setiap jenis struktur harus sesuai dengan faktor koreksi yang disyaratkan dalam tata cara ini. 2.1.4.1 Faktor koreksi untuk masa layan Untuk kondisi masa layan pada perencanaan kompenen struktur lentur pada konstruksi kayu, maka berlaku faktor koreksi sebagai berikut: 11
1.
Faktor koreksi layanan basah, Faktor koreksi layanan basah,
adalah untuk memperhitung pengaruh kadar
air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu massif dan 16% untuk produk kayu yang dilem. Nilai faktor koreksi layan basah untuk berbagai kuat acuan, dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 0-7Faktor koreksi layan basah, Modulus
Kuat
Kuata
Kuat
Kuat
Kuat Tekan
Elastisitas
Lentur
Tarik
Tekan
Geser
Tegak Lurus
)
Sejajar
Sejajar
(
Serat
Serat
Lentur (
(
)
)
( Balok kayu
(
)
Serat (
)
)
0,90
0,85*
1,00
0,80**
0,97
0,67
1,00
1,00
1,00
0,91
1,00
0,67
Lantai papan kayu
0,90
0,85
-
-
0,67
Glulam (kayu
0,83
0,80
0,80
0,87
0,53
Balok kayu besar (125mm x 125mm atau lebih besar)
0,73
laminasi struktural)
Catatan: * untuk, ** untuk, , 2.
/
≤8 /
,
≤5
= 1,0 ,
= 1,0
Faktor koreksi temperatur, , Faktor koreksi temperatur, , layan lebih tinggi dari 38
adalah untuk memperhitungkan temperatur C secara berkelanjutan. Nilai faktor koreksi
ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku, atau seperti table barikut:
Tabel 0-8Faktor koreksi temperatur,
12
Kondisi Acuan
Ft.Ew Fb,Fv, Fe ,
˔
Kadar air pada masa layan
T≤ 38 C
38 C
View more...
Comments