BAB II ODD
January 6, 2019 | Author: Nofran Putra Pratama | Category: N/A
Short Description
ODD...
Description
BAB II 1. Sistem Distribusi Obat ke Pasien
a) Individual Prescreption : Prescreption : merupakan sistem distribusi atau kegiatan penghantaran obat yang dilakukan oleh IFRS sesuai dengan yang ditulis ditulis melalui resep oleh dokter atas nama pasien rawat inap. Dalam metode ini semua obat yang diperlukan untuk pengobatan pasien dilakukan dispensing dari IFRS, resep asli yang sudah ditulis oleh dokter dikirim ke IFRS oleh perawat dan kemudian dilakukan dispensing hingga siap untuk didistribusikan kepada pasien. Metode Metode ini umumnya digunakan oleh rumah rumah sakit-rumah sakit-rumah sakit kecil atau rumah sakit swasta dikarenakan metode ini memfasilitasi pengaturan pembayaran obat pasien dan menyediakan pelayanan pada pasien berdasarkan resep (Siregar, 2004) Kelebihan
Kekurangan
Apoteker dapat mengkaji resep untuk
Pasien membayar lebih karena obat yang
pasien dan memebrikan informasi obat.
sisa tidak dapat dikembalikan.
Memungkinkan interaksi antara dokter,
Jumlah SDM di IFRS meningkat.
apoteker, dan perawat. Mengurangi kekeliruan pemberian obat.
Membutuhkan jumlah dan waktu perawat untuk penyiapan obat per waktu pemberian di bangsal.
Menghemat
waktu
dispensing
karena Medication error masih mungkin terjadi
biasanya obat diresepkan untuk 2-5 hari.
karena beban yang tinggi.
Kontrol persediaan lebih efektif dan efisien. (Pudjaningsih dan Santoso, 2006)
ndi vid vi dual prescr prescr eptio ti on Tabel II. Kelebihan dan kekurangan sistem distribusi i ndi b) Ward Floor Stock : merupakan sebuah metode penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter yang kemudian dipersiapkan di ruangan oleh perawat dengan mengambil dosis/unit obat dari persediaan yang ada di ruangan langsung diberkikan kepada pasien diruangan itu. Pada metode ini kebutuhan akan sediaan farmasi dalam jumlah besar baik untuk kebutuhan dasar ruangan mapupun kebutuhan ke butuhan individu pasien yang diperoleh dari instalasi farmasi di simpan di ruang perawatan pasien. Kebutuhan obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus mengambil ke instalasi farmasi. Sistem ini sekarang sudah jarang digunakan lagi dikarenakan tanggung jawab yang besar
dibebankan pada perawat yaitu menginterprestasikan resep dan menyiapkan sediaan obat yang sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker (siregar, 2004) Kelebihan
Obat yang diperlukan siap sedia (baik
Kekurangan
Medication error meningkat.
untuk kondisi emergency). Mengurangi pengembalian obat.
Inventory meningkat dibangsal.
Mengurangi jumlah order resep masuk ke
Kesempatan lebih besar untuk pencurian.
farmasi. Mengurangi jumlah SDM di IFRS.
Peningkatan bahaya kerusakan obat.
Biaya material dan supply rendah.
Perlu
pengeluaran
modal
untuk
menyediakan fasilitas penyimpanan yang tepat dibangsal. Waktu dan beban kerja perawat semakin bertambah. (Pudjaningsih dan Santoso, 2006) Tabel III. Kelebihan dan kekurangan sistem distribusi Ward F loor Stock
c) Unit Dose Dispensing : obat didespensing dalam paket satuan dosis (masing-masing obat dibungkus terpisah untuk pemberian tidak lebih dari 24 jam. Menurut Permenkes No 58 Tahun 2014, proses distribusi menggunakan sistem unit dose dispensing adalah pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem ini baik karena memperbolehkan pasien menerima layanan kesehatan 24 jam sehar i dan biaya yang dikeluarkan dihitung hanya untuk dosis yang diadministrasikan pada mereka. Semua dosis pengobatan yang dibutuhkan pada ruang perawat disiapkan oleh IFRS, sehingga perawat dapat lebih fokus pada pelayanan terhadap pasien. Bagi Apoteker, sistem ini memberikan kesempatan untuk menskriningkan resep dokter untuk mengurangi kemungkinan terjadinya medication error, menurunkan terjadinya duplikasi pada peresepan, dan menjamin semua obat rekonstitusi dan preparasi produk i.v dilakukan sesuai prosedur oleh Apoteker yang memiliki kompetensi di bidang tersebut. Sistem ini menitikberatkan pada patient oriented (Siregar dan Amalia, 2004). Sistem UDD sendiri dapat dibagi lagi menjadi sistem tersentralisasi dan terdesentralisasi. Sistem sentralisasi merupakan sistem distribusi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu IFRS pusat. Pada sistem ini, semua resep, kartu obat, atau memo yang ditulis dokter untuk pasien disiapkan dan didistribusikan dari IFRS pusat sesuai dengan apa yang diminta. Sistem desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang didekat unit perawatan/pelayanan, sehingga resep, kartu obat atau memo tidak langsung dikirim ke IFRS pusat, namun dikirim ke IFRS cabang yang terletak di dekat unit perawatan/pelayanan. Pada sistem desentralisasi personel IFRS bekerja selain distribusi juga memberikan pelayanan klinik. Sistem desentralisasi sesuai digunakan untuk tipe rumah sakit besar seperti tipe A dan B. Metode desentralisasi pada rumah sakit besar merupakan metode yang efektif dalam mendekatkan hubungan pasien, apoteker, dan tenaga kesehatan lain seperti dokter dan perawat. Sistem desentralisasi menurunkan angka terjadinya medication error oleh karena over capacity dari farmasi pusat dan mempercepat waktu layanan (Siregar dan Amalia, 2004).
Kelebihan
Penurunan
total
biaya
Kekurangan
obat
dengan
mengurangi obat yang terbuang dan
Memerlukan jumlah personil IFRS yang lebih banyak.
memudahkan aadanya resiko kebocoran/ pencurian. Menghindari resiko medication error, Memerlukan investasi / biaya yang besar. karena ada sistem pemeriksaan ganda dengan adanya interpretasi resep oleh apoteker, dan perawat memeriksa obat selama dikonsumsikan. Penagihan pasien yang lebih akurat untuk
Memerlukan teknologi yang tinggi (mesin
obat
repackage,
(hanya
membayar
obat
yang
dikonsumsi saja) Semua
dosis
sudah
individu pasien). disiapkan
IFRS,
sehingga perawat lebih punya banyak waktu merawat pasien. Apoteker dapat datang ke ruang penderita untuk konsultasi obat. Penurunan ukuran persediaan obat diruang perawatan.
lemari
obat
dengan
laci
Meningkatkan
pengendalian
dan
pemantauan penggunaan obat menyeluruh. (Pudjaningsih dan Santoso, 2006) Tabel IV. Kelebihan dan kekurangan sistem distribusi Unit Dose Dispensing
Faktor
Biaya
obat
WFS
dan
IP
Rendah
UDD
Sedang-rendah
Tinggi
tenaga Rendah
Tinggi
Tinggi
tenaga Sedang-rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang-rendah
Rendah
pengadaan. Biaya farmasi.. Biaya perawat. Resiko kebocoran/
Tinggi
pencurian. Resiko
kesalahan Tinggi
obat. (Pudjaningsih dan Santoso, 2006) Tabel V. Perbandingan sistem distribusi perbekalan farmasi
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit . Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Siregar,
C.J.P.,
danAmalia,
L.,
2004,
FarmasiRumahSakit:
TeoridanPenerapan,
PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta. Pudjaningsih, D. Dan Santoso, B. 2006, Pengembangan Indikator Efesiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit, LOGIKA, Vol. 3, No.1
View more...
Comments