BAB I - VII FINAL
November 25, 2017 | Author: M.Kes | Category: N/A
Short Description
Download BAB I - VII FINAL...
Description
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah sakit adalah keperawatan. Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terusmenerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit (Tjandra Yoga Aditama, 2004). Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di rumah sakit karena selain jumlahnya yang dominan (55 - 65%) juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Achir Yani, 2007).
1
Standar praktek keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekerjaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan keperawatan serta tolak ukur dalam penampilan kerja seorang perawat (Nursalam, 2007).
Pelaksanaan keperawatan suatu rumah sakit tak akan
berjalan
baik
dengan
apabila
perawat
yang
melaksanakan
proses
keperawatan tersebut berjalan atau bertentangan dengan standar praktek keperawatan dan segala ketentuan yang ada dalam lingkungan rumah sakit sebagai suatu organisasi. Fenomena yang berkembang saat ini, tidak sedikit perawat yang melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ada. Tidak jarang pula kita baca diberbagai media keluhan pemakai jasa keperawatan yang tidak puas akan pelayanan keperawatan. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kurang baiknya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah faktor kepuasan kerja.
Kepuasan kerja bagi profesi perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerjanya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja sangat mempengaruhi kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut hasil survei dari
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2006 sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi
dan
menyita
waktu,
gaji
rendah
2
tanpa
insentif
memadai.
Sheward, (2005) dalam Achir Yani (2007) mengatakan bahwa perawat yang bekerja lembur terus menerus atau bekerja tanpa dukungan yang memadai cenderung untuk banyak tidak masuk kerja dan kondisi kesehatan yang buruk. Hasil penelitian Puskesmas terpencil di 10 Propinsi, 20 Kabupaten dan 60 Puskesmas, oleh Depkes. RI dan Universitas Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa : (1) 69% menyatakan Puskesmas tidak mempunyai sistem penghargaan bagi perawat; (2) 78,8% melaksanakan tugas petugas kebersihan; (3) 63,6% melakukan tugas administrasi; (4) lebih dari 90% perawat melakukan tugas non keperawatan (menetapkan diagnosis penyakit, membuat resep obat, melakukan tindakan pengobatan), sementara hanya sekitar 50% melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan peran dan fungsinya. Kinerja
rumah
sakit
sebagai
suatu
unit
pelayanan
kesehatan
sebagaimana institusi lainnya dapat dinilai dengan membandingkan kinerja aktual para pegawainya dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 1997). Rumah sakit sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional seperti perawat. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja (Yaslis Ilyas, 2002). Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk berbagai hal seperti perbaikan kerja, penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhan penelitian, pengembangan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja personel (Handoko, 2001).
3
Secara histroris, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) kinerja sangatlah dipengaruhi oleh kepuasan, karena kepuasan adalah salah satu komponen pendorong motivasi kerja. Kondisi kepuasan dan ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan Sayles (1980) dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dessler (1997) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun organisasi,
terutama
untuk
menciptakan
keadaan positif di
lingkungan kerja. RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar merupakan rumah sakit Pemerintah tipe C terdiri dari 8 ruangan rawat inap, dengan kapasitas 125 tempat tidur serta didukung oleh 148 orang tenaga perawat pelaksana. Hasil pengamatan dan wawancara penulis, ada beberapa persoalan yang diindikasikan terkait dengan kepuasan kerja perawat RSUD Ratu Zalecha
4
Martapura, diantaranya adalah perihal pembagian jasa pelayanan, sistem penghargaan (promosi dan kompensasi) serta hubungan dengan pimpinan dan rekan kerja. Selain itu tuntutan kerja terhadap kinerja perawat dirasa tidak cukup sebanding dengan kompensasi yang diberikan rumah sakit. Keluhan perawat akan kondisi pekerjaan dan belum adanya penghargaan atas hasil kerja merupakan salah satu pemicu rendahnya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Disamping itu apabila diamati dari kemampuan perawat dalam menjalankan peran dan fungsinya dirasakan masih rendah. Berdasarkan laporan Komite Keperawatan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada tahun 2007, penampilan kerja perawat di unit rawat inap adalah cukup rendah yaitu 60,3% dari target 75%. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil kinerja perawat dalam bentuk dokumentasi asuhan keperawatan selama periode 5 bulan terakhir (Januari – Mei 2008) yang menunjukkan bahwa dari 526 pasien yang menjalani rawat inap ternyata hanya 42% rekam medik asuhan keperawatan yang terisi dengan lengkap. Selain itu adanya keluhan pasien maupun pengunjung baik melalui kotak saran maupun media cetak mengenai sikap perawat yang kurang komunikatif, kurang ramah menunjukkan buruknya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat adalah dengan memberikan penghargaan secara adil. Selain itu meningkatkan kesejahteraan perawat dan memberikan kesempatan perawat untuk mengembangkan diri atau dengan cara-cara yang lain dalam usaha meningkatkan kepuasan perawat. Pimpinan rumah sakit dituntut untuk peka
5
terhadap kepentingan karyawannya. Disini pendekatan bukan hanya terhadap karyawan tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Pimpinan rumah sakit harus memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan kerja sehingga dapat menurunkan kualitas asuhan keperawatan. Berdasarkan uraian tersebut dan mengingat besarnya manfaat peningkatan kinerja perawat bagi kepentingan rumah sakit dan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, sehingga menarik untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura, Kalimantan Selatan.
1.2.Rumusan Masalah 1.2.1. Pernyataan Masalah Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa asuhan keperawatan tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan standar praktek keperawatan yang telah ditetapkan. RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar merupakan rumah sakit Pemerintah tipe C terdiri dari 8 ruangan rawat inap dengan kapasitas 125 orang tempat tidur serta didukung oleh 148 orang tenaga perawat pelaksana. Berdasarkan Laporan Komite Keperawatan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada tahun 2007, penampilan kerja perawat di unit rawat inap
6
adalah cukup rendah yaitu 60,3% dari target 75%. Hal ini bisa dilihat dari hasil dokumentasi asuhan keperawatan selama periode 5 bulan terakhir (Januari – Mei 2008) yang menunjukkan bahwa dari 526 pasien yang menjalani rawat inap ternyata hanya 42% dokumentasi asuhan keperawatan yang terisi dengan lengkap. Selain itu adanya keluhan pasien maupun pengunjung melalui kotak saran mengenai sikap perawat yang kurang komunikatif, dan kurang ramah menunjukkan buruknya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. 1.2.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pernyataan masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah gambaran kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?
2.
Apakah ada hubungan karakteristik perawat yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, golongan/pangkat dan masa kerja) dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha
3.
Martapura ?
Apakah ada hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja perawat
di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha
Martapura ? 4.
Apakah ada hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?
5.
Apakah ada hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?
7
6.
Apakah ada hubungan kepuasan finansial dengan kinerja perawat
di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha
Martapura ? 7.
Apakah ada hubungan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat
di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha
Martapura ? 8.
Faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura ?
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 2. Diketahuinya hubungan karakteristik perawat yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, golongan/pangkat dan masa kerja) dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 3. Diketahuinya hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura 4. Diketahuinya hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 5. Diketahuinya hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 8
6. Diketahuinya hubungan kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 7. Diketahuinya hubungan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 8. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.
1.4.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi manajemen rumah sakit dalam rangka melakukan perencanaan sumber
daya
manusia
terutama
yang
berhubungan
dengan
peningkatan kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia di rumah sakit.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Penelitian dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2008.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kinerja 2.1.1. Definisi Kinerja Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya : Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsifungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993 dalam As’ad, 2003). Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam As’ad, 2003). Sementara As’ad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu : 1). Kompetensi berarti
individu
atau
organisasi
10
memiliki
kemampuan
untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya; 2). Produktifitas adalah kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome) (Yaslis Ilyas, 2002). Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja
sangat
tergantung
pada
tingkat
kemampuan
individu
dalam
pencapaiannya. 2.1.2. Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan Siagian (2001) adalah sebagai berikut : 1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi. 2. Penyesuaian-penyesuaian
kompensasi.
Evaluasi
prestasi
kerja
membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. 3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.
11
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5. Perencanaan
dan
pengembangan
karir.
Umpan
balik
prestasi
mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. 6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7. Melihat ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain sistem
informasi
manajemcn
personalia.
Menggantungkan
pada
informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-kcpulusan personalia tidak tepat. 8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Menjamin kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
12
10. Melihat tantangan-tantangan ekternal. Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan adanya penilaian kinerja terhadap karyawan dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja karyawan dapat disusun rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, kinerja sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, pemutusan hubungan kerja, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status akreditasi perguruan tinggi yang telah diperoleh. Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan dan organisasi. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi proses pelayanan. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja yang tidak tepat akan mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian yang tidak tepat, misalnya promosi. Mempromosikan karyawan yang tidak tepat untuk menduduki level manajemen, akan menurunkan kualitas organisasi tersebut.
13
2.1.3. Pengukuran Kinerja. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan
untuk
memperbaiki
keputusan-keputusan
personalia
dan
memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka. Menurut Handoko (2003), Yaslis Ilyas (2002), secara garis besar ada beberapa metode penilaian kinerja karyawan : 1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. 2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai. 3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir. 4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam
14
penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan. 5. Penilaian didasarkan perilaku. Penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah dibuat sebelumnya. Uraian pekerjaan itu menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh pegawai untuk melaksanakan pekerjaan itu. 6. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method. 7. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus
15
diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada. 2.1.4. Model Penilaian Kinerja Menurut Robbins (1996) dalam Yaslis Ilyas (2002) bahwa penilaian kinerja yang baik adalah dengan evaluasi 360 degree assesment (360°). Teknik ini merupakan pengembangan terakhir dari teknik penilaian sendiri. Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang bawahan, mitra, dan atasan personel. Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan personel sendiri saja. Gambar 2.1 Model Penilaian 360 Derajat
Sumber : Yaslis Ilyas. Kinerja. Teori, Penilaian dan Penelitian. 2002.
16
1. Penilaian Atasan Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya
tidak
dihubungkan
dengan
kemungkinan
adanya
perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. 2. Penilaian Mitra Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh
17
manajemen kepada anggota kelompok verja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh penyelia.
Penilaian
mitra
biasanya
lebih
ditujukan
untuk
pengembangan personel dibandingkan untuk evaluasi. Penilaian mitra dan penyelia dipercayai dapat digunakan untuk menentukan imbalan. Penilaian ini menunjukan reaksi lebih positif untuk pendekatan pengembangan dibandingkan dengan evaluasi personel. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasian penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai. Walaupun demikian, penilaian mitra kerja telah dikenal cukup lama tetapi penilaian ini tidak cukup luas dipakai di dunia bisnis . 3. Penilaian Bawahan Penilaian
bawahan
terhadap
kinerja
personel
terutama
dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan batik personel. Bila penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan tingkat gaji dan promosi, maka penggunaan penilaian kurang mendapat dukungan. Libbey - Owen - Ford (LOF) melakukan suatu program penilaian bawahan terhadap manager dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut : penilaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen persopnel, penetapan tujuan
18
kerja unit, negosiasi tujuan kinerja individual dan standar, observasi kinerja personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Temuan yang menonjol dari usaha manajemen LOF ini adalah penilaian bawahan terhadap peningkatan keterampilan manajer dalam melatih bawahan. Manajer diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem kontrol-seimbang ini menolong berdasarkan
manajer
untuk
umpan
balik
meningkatkan bawahan
kinerja
menjelaskan
manajemen kinerja
yang
diharapkan. 2.1.5. Determinan Kinerja Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Menurut Gibson (1997) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain : 1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang. 2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. 3. Faktor
organisasi
:
struktur
organisasi,
desain
kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).
19
pekerjaan,
Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad, 2003), secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As'ad, 2003), yaitu : faktor individu dan situasi kerja. 1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya. 2. Variabel situasional terdiri dari : a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, beban kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi) b. Faktor
sosial
dan
organisasi,
meliputi:
peraturan-peraturan
organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial. Mangkunegara (2001) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor Kemampuan a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat b. Keterampilan : kecakapan dan kepribadian. 2. Faktor Motivasi a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan serikat kerja b. Kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistik c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.
20
2.2.Kepuasan Kerja 2.2.1. Definisi Kepuasan Kerja Wijono (1999) menyatakan kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Sedangkan Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Kepuasan kerja merupakan suatu istilah yang rnenyangkut aspek perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja sebenarnya suatu keadaan yang sulit didefinisikan, meski dalam bentuk yang sederhana sekalipun. Namun beberapa ilmuwan telah mencoba mendefinisikan tentang kepuasan kerja. Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang denga tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya itu (Robbins, 2001). Wexley dan Yulk (1977) dalam Yaslis Ilyas (2002), kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) menyatakan kepuasan kerja adalah refleksi dari sikap kerja (job attitude) yang bernilai positif. Sedangkan Handoko (2001) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
21
Berdasarkan berbagai definisi diatas, As’ad (2003) menyimpulkan suatu definisi yang sederhana tentang kepuasan kerja, yaitu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Konsepsi semacam ini melihat kepuasan sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dan lingkungannya. Jadi determinasi semacam ini meliputi perbedaan-perbedaan(individual difference) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu perasaan seseorang terhadap pekerjaannya tentulah sekaligus refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaannya. 2.2.2. Manfaat Pemahaman Kepuasan Kerja Kepuasan kerja ternyata merupakan topik yang sangat manarik dan popular di kalangan para ahli psikologi industri dan manajemen. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan pada para pekerja yang bekerja di sebuah organisasi besar. Manfaat pemahaman kepuasan kerja tersebut adalah sebagai berikut As’ad (2003): 1. Bagi individu. Penelitian
tentang
sebab
dan
sumber
kepuasan
kerja
memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup individu. 2. Bagi industri/organisasi Penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku para karyawannya.
22
3. Bagi masyarakat. Dengan adanya pemahaman tentang kepuasan kerja sehingga karyawan dapat meningkatkan kinerja mereka yang pada akhirnya masyarakat akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari sebuah organisasi. 2.2.3. Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yukl (1992) dalam Yaslis Ilyas (2002), ada tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu 1). Teori ketidaksesuaian (Discrepancy); 2). Teori keadilan (Equity Theory); 3). Teori Dua Faktor ( Two Factor Theory). 1. Teori Ketidaksesuaian (Disrepancy Theory) Teori
ini
mengukur
kepuasan
kerja
seseorang
dengan
menghitung selisih (Disrepancy) antara apa yang seharusnya (should be) dengan kenyataan yang dirasakan. Kepuasan kerja seseorang bergantung pada selisih antara keinginan (Expectation) dengan apa yang menurut telah terpenuhi diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Jika yang didapatkan lebih besar daripada yang diinginkan, maka disebut disrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negatif disrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya. Studi lainnya menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut
23
bagaimana selisih itu didefinisikan. Mereka menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada cara terbaik yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja melainkan ditentukan oleh tujuan pengukurannya. Kesimpulan teori ketidaksesuaian adalah menekankan selisih antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas. 2. Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Teori ini merupakan variasi dari teori perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah : a. Input, yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya b. Hasil (outcomes) adalah sesuatu vang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan
sampingan,
simbol
status,
kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.
24
penghargaan,
serta
c. Orang bandingan (comparison person), bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau. Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input- hasil dirinya dengan rasio input-hasil-orang bandingan. Jika perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas. Namun jika perbandingan itu tidak seimbang dan justru merugikan (kompensasi kurang), akan menimbulkan ketidakpuasan dan menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan. Ada bermacam cara seorang karyawan berusaha menegakkan keadilan, yaitu : a.
Meningkatkan atau mengurangi input-input pribadi, khususnya usaha membujuk orang bandingan untuk meningkatkan atau mengurangi input-input pribadinya.
b.
Membujuk organisasi untuk merubah hasil perseorangan pekerja atau hasil orang bandingan.
c.
Pengabaian psikologis terhadap input-input atau hasil-hasil orang bandingan.
d.
Memilih orang bandingan yang lain. Bagaimana seseorang berusaha menurunkan ketidakadilan
akan ditentukan oleh sifat selisih hasil dan input serta biaya relatif reaksi alternatif dalam situasi tertentu. Teori keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para karyawan disamping terhadap
25
kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang karyawan akan mengubah input usahanya jika tindakan ini lebih layak dari pada reaksi lainnya terhadap ketidakadilan. Adapun kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan oleh perbedaan individu (misalnya saja pada waktu seseorang ditanya jumlah gaji yang diinginkan saat melamar pekerjaan). Selain itu tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan. Implikasi ketidakadilan terhadap pelaksanaan kerja juga belum menunjukkan kesimpulannya. Kebanyakan studi memiliki kelemahan metodologis atau lainnya dan terlalu singkat kurun waktu untuk mengevaluasi segala hal, kecuali akibat-akibat jangka pendek ketidakadilan terhadap pelaksanaan kerja. Untuk masa sekarang teori keadilan tampaknya kurang bermanfaat untuk meramalkan usaha dan pelaksanaan kerja dibanding dengan meramalkan apakah karyawan akan kecewa dengan aspekaspek pekerjaan tertentu yang mungkin sekali dijadikan perbandingan sosial, seperti gaji, promosi, penghargaan, serta simbol status. 3. Teori Dua Faktor ( Two Factor Theory) Prinsip dari teori ini bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan
dua
hal
yang
berbeda.
Artinya,
kepuasan
dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) yang
berdasarkan
hasil
penelitiannya
26
membagi
situasi
yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu: a. Faktor motivator (satisfer) Motivator factor berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan. 1)
Faktor-faktor
Achievement
yang
termasuk
(keberhasilan
2) Recognition (penghargaan);
di
sini
menyelesaikan
3) Work it self
adalah
:
tugas);
(pekerjaan itu
sendiri); 4) Responsibility (tanggung jawab) ; 5) Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan diri); 6) Advancement (kesempatan untuk maju) . Hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi karyawan, akan tetapi pula tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan. b. Faktor higiene (disatisfier) Merupakan faktor komponen yang didalamnya mencakup kebutuhan yang paling mendasar bagi karyawan untuk dapat memelihara dan melindungi diri dari kemerosotan hidup. Oleh karena itu, faktor ini dikatakan sebagai faktor yang besar ketidakpuasannya yang berasal dari luar individu. Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah 1). Working condition (kondisi kerja) ; 2). Interpersonal relation (hubungan antar pribadi); 3). Company policy
and
administration
27
(kebijaksanaan
perusahaan
dan
pelaksanaannya); 4). Supervision technical (teknik pengawasan); 5). Job security (perasaan aman dalam bekerja) . Perbaikan terhadap faktor-faktor ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan kerja karena ini bukan sumber kepuasan kerja. Prinsip dasar dari dinamika faktor ini adalah sebagai berikut : 1) Hygiene factor dapat mencegah atau membatasi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak dapat memperbaiki kepuasan kerja. 2) Perbaikan dalam motivator factor dapat mencegah kepuasan kerja, tetapi tidak dapat mencapai ketidakpuasan kerja. 2.2.4. Determinan Kepuasan Kerja Banyak faktor
yang mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan,
diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan. Menurut pendekatan teori Maslow tentang kebutuhan manusia, bila dilihat dari hierarki kebutuhan manusia, dapat disimpulkan bahwa kompensasi atau penghargaan yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk material, dalam hal ini gaji merupakan kebutuhan manusia atau karyawan yang terendah. Gilmer (1966) dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas.
28
Caugemi dan Claypool (1978) dalam Mumuh (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan, dan pujian. Heidjrachman dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat. Tiffin (dalam As’ad, 2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, karena makin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang akan tercermin dari sikap kerja ke arah yang positif. Hal ini tidak berarti apa yang dilakukan oleh guru yang ada pada saat ini arahnya negatif. Sebaliknya ketidak puasan kerja akan menimbulkan sikap kerja yang negatif. Bahwa positif dan negatifnya sikap kerja seseorang mengikuti tingkat kepuasan kerja yang dirasakan. Untuk mengukur kepuasan kerja seseorang biasanya dilihat dari besaran gaji atau upah yang diberikan, tetapi ini sebenarnya bukan satu-satunya faktor, ada faktor lain seperti suasana kerja, hubungan atasan dan bawahan ataupun rekan sekerja, pengembangan karier, pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, fasilitas yang ada dan diberikan. Menurut Wexley and Yukl (1977) dalam Sule (2002), kepuasan kerja ditentukan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor itu dapat
dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu yang termasuk dalam karakteristik
29
individu individu, variabel situasional, dan karakteristik pekerjaan. Karakteristik individu individu, meliputi : kebutuhan - kebutuhan individu, nilai-nilai yang dianut individu (values), dan ciri-ciri kepribadian. Sementara variabel-variabel yang bersifat situasional, meliputi: perbandingan terhadap situasi sosial yang ada, kelompok acuan, pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya. Sedangkan karakteristik pekerjaan, meliputi : imbalan yang diterima, pengawasan yang dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri, hubungan antara rekan sekerja, keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh perubahan status. Loeke (1969) dalam Sule (2002), kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Menurutnya faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja adalah jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang
menyumbang
gagasan,
gaji/upah,
pengakuan
kinerja,
dan
kesempatan berkembang. Merujuk pada berbagai pendapat seperti teori ketidaksesuaian (Discrepancy), teori keadilan (Equity Theory), teori dua faktor ( Two Factor Theory) serta pendapat Gilmer (1996), Wexley and Yukl (1977), Caugemi dan Claypool (1978), Loeke (1969) dan Heidjrachman dan Husnan (2002) tentang kepuasan kerja maka dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dalam rangka peningkatan kinerja yaitu :
30
a). Faktor kepuasan psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan; b). Faktor kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya; c). Faktor kepuasan fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi : jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, dan sebagainya; d). Faktor kepuasan finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya. 2.2.5. Pengukuran Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2003), terdapat dua pendekatan yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan yaitu : 1. Angka nilai global tunggal (single global rating) Angka nilai global tunggal adalah metode pengukuran kepuasan dengan
cara
meminta
individu-individu
untuk
menjawab
satu
pertanyaan, dengan rating skore 1 - 5 (Sangat tidak puas - Sangat puas).
31
2. Penjumlahan fase pekerjaan (summation score) Metode ini lebih canggih dari angka nilai global tunggal. Metode ini mengenali unsur-unsur utarna dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenal setiap unsur. Faktor-faktor lazim yang akan dicakup adalah sifat dasar pekerjaan, penyeliaan, upah sekarang, kesempatan promosi, dan hubungan dengan rekan sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada skala baku dan kemudian dijumlahkan untuk menciplakan skor kepuasan kerja keseluruhan. Sedangkan menurut Loeke (1969) dalam Sule (2002), teknik pengukuran kepuasan kerja dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu : 1. Skala perbandingan (Rating scale) Dalam teknik ini individu diminta untuk membuat "rate” terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan, yang merupakan deskripsi dari berbagai keadaan yang berhubungan dengan pek:erjaan, seperti pertanyaan apakah seseorang merasa sangat puas, tidak puas atau sangat tidak puas. 2. Perilaku (overt behaviour) Kepuasan kerja pada dasarnya juga dapat dilihat dari perilaku nyata pekerja, namun demikian, hal ini agak sulit dan kurang akurat karena sulitnya menentukan kriteria perilaku yang menyebabkan kepuasan seseorang dalam bekerja. Disamping itu, untuk menentukan berapa banyak perilaku itu menggambarkan kepuasan kerja adalah suatu hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, pendekatan dan
32
pengamatan terhadap perilaku jarang digunakan dalam pengukuran kepuasan kerja. 3. Kecenderungan bertindak (action tendency scale) Teknik
ini
mencoba
menanyakan
seseorang
mengenai
kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang dirasakan dalam hubungan dengan pekerjaan. Teknik ini tidak menanyakan apa yang dia rasakan, tetapi apa yang akan dilakukan. Hal ini didasari asumsi bahwa apa yang akan dilakukan seseorang sangat dipengaruhi perasaannya. 4. Kejadian penting (critical incidencee technic) Teknik ini sifatnya seseorang merasa puas dan tidak puas dalam bekerja. Teknik ini dipergunakan oleh Herzberg dalarn membuat teori dua faktor. Hal ini sangat menguntungkan pada teori ini adalah sifatnya tidak terlalu menuntut banyak dari responden untuk menggunakan aspek kognitif. 5. Wawancara (interview) Teknik ini jarang sekali dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh karena masalah subyektifitas disamping itu dari segi biaya, teknik wawancara membutuhkan biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan teknik lain.
33
2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan kinerja Kepuasan kerja dapat dipahami melalui tiga aspek. Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan pekerjaan. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja. Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh setiap pekerja (Luthans, 1995 dalam Handoko, 2001). Eratnya hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja dikemukakan oleh Vroom (1960) dan Strauss (1968) dalam Yaslis Ilyas (2002). Menurut mereka, produktivitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja, karena kepuasan kerja memberikan semangat kepada pekerja untuk meningkatkan produktivitas. 2.3.1. Prestasi Kerja Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 2003) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 2003) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell & Siegall (dalam As’ad, 2003) menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya. Beberapa hasil penelitian sering mengatakan adanya hubungan yang positif antara kepuasan tinggi dan prestasi kerja tinggi, tetapi tidak selalu cukup kuat dan berarti. Kepuasan kerja itu bukan suatu motivator kuat
34
prestasi kerja yang lebih baik menghasilkan penghargaan yang lebih tinggi. Bila penghargaan itu dirasakan adil dan mernadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat. Kondisi kepuasan kerja tersebut selanjutnya menjadi umpan batik yang akan rnempengaruhi prestasi kerja di masa yang akan datang. Jadi hubungan prestasi kerja dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berlanjut (Handoko, 2001). Gambar 2.2 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Prestasi Kerja
Prestasi Kerja
Persepsi keadilan terhadap penghargaan
Penghargaan
Kepuasan Kerja
Sumber : Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. 2001. 2.3.2. Tingkat Pekerjaan/Jabatan Karyawan dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai, sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih puas (Handoko, 2001). Dengan demikian alasan tersebut bertalian erat dengan prospek bagi seseorang untuk dipromosikan, perencanaan karier dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi. Dikaitkan dengan prospek promosi yang dimaksud ialah bahwa apabila seseorang yang sudah menduduki 35
jabatan tertentu, apalagi sudah berada pada tingkat manajerial maka ada kecenderungan masih terdapat prospek yang cerah untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi lagi sehingga kepuasan kerjanya akan cenderung lebih besar. Pada gilirannya, prospek demikian akan mendorong seseorang untuk merencanakan kariernya dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk itu, misalnya dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan tambahan sehingga tingkat jabatan yang lebih tinggi benar-benar dapat dicapainya. Situasi demikian tentunya berakibat ada keharusan adanya kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan (Siagian, 2002). 2.3.3. Masa Kerja Notoatmodjo, seseorang
(2005)
merupakan
menyebutkan faktor
yang
pengalaman sangat
yang
dimiliki
berperan
dalam
menginterpretasikan stimulus yang di peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah di pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interprestasi. Faktor pengalaman dan masa kerja perawat secara tidak langsung berpengaruh pada pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien. Menurut Nursalam (2007) bahwa semakin banyak masa kerja perawat maka semakin banyak
pengalaman
perawat
tersebut
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan yang sesuai dengan standar atau prosedur tetap yang berlaku.
36
2.3.4. Golongan Kepegawaian Faktor golongan kepegawaian seseorang berhubungan erat dengan masa kerja dan tingkat jabatan/pekerjaan seseorang. Karyawan dengan golongan kepegawaian yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya akan memperoleh tingkat jabatan pekerjaan yang memberikan kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai, sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih puas. 2.3.5. Perputaran Karyawan dan Absensi Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran (mutasi) karyawan dan absensi. Perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja meningkat, perputaran karyawan dan absensi menurun, atau sebaliknya seperti ditunjukkan dalam gambar 2.3, kepuasan kerja yang lebih rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan lain. Hubungan serupa berlaku juga untuk absensi. Para karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen. Mereka sering tidak merencanakan untuk absen, tetapi bila ada berbagai alasan untuk absen, untuk mereka lebih mudah menggunakan alasan tersebut (Handoko, 2001).
37
Gambar 2.3 Model Umum Hubungan Kepuasan Kerja dengan Perputaran Karyawan dan Absensi
Sumber : Handoko , Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. 2001. 2.3.6. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1996), umur sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja individu. Hal
tersebut
akan berpengaruh
terhadap
kemampuan
dan
keterampilannya. Menurut Siagian, (2002), terdapat korelasi antara kinerja dan kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut umur karyawan, kinerja dan tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini, antara lain adalah : a. Bagi karyawan yang sudah lanjut usia, makin sulit memulai karir baru di tempat lain. b. Sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan, dan cita-cita.
38
c. Gaya hidup yang sudah mapan. d. Sumber penghasilan yang relatif terjamin. e. Adanya ikatan batin dan tali persahabatan antara yang bersangkutan dengan rekan-rekannya dalam organisasi . Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda usianya, kepuasan kerja cenderung
lebih kecil, karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi,
kurang penyesuaian dan penyebab-penyebab lainnya serta pengalaman yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang berusia lebih tua (Handoko, 2001). Sementara Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) menyebutkan, umur mempunyai pengaruh terhadap turnover atau umpan balik, absensi, produktivitas, dan kepuasan kerja. Semakin tinggi umur karyawan, semakin kecil kemungkinan untuk berhenti kerja, karena makin terbatas alternatif kesempatan kerja. Semakin tinggi umur karyawan maka semakin rendah tingkat absensi yang dapat dihadiri, tetapi makin tinggi absensi yang tidak dapat dihadiri,
misalnya karena sakit.
Hubungan antara
umur
dan
produktivitas tidak konklusif, karena meskipun umur tinggi bisa berdampak negatif terhadap keterampilan, tetapi dapat diimbangi secara positif karena pengalaman. 2.3.7. Jenis Kelamin Terdapat perbedaan kepuasan kerja dan kinerja antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Berdasarkan psikologi, keadaan perbedaan karakter laki-laki dan wanita antara lain :
39
a.
Betapa baik dan cemerlangnya intelegensia perempuan, pada umumnya perempuan kurang mempunyai interest yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti pada kaum laki-laki.
b.
Aktivitas perempuan umumnya lebih suka menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan ringan.
c.
Perempuan biasanya tidak bersifat agresif, suka memelihara dan mempertahankan sifat kelembutan, keibuan tanpa mementingkan diri sendiri dan tidak mengharapkan balas jasa. Sifat-sifat tersebut identik dengan profesi keperawatan Adanya perbedaan psikologis tersebut, menyebabkan perempuan lebih
cepat puas dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu laki-laki mempunyai beban tanggungan lebih besar dibandingkan dengan perempuan, sehingga ia akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik agar ia merasa terpuaskan, seperti upah/gaji yang memadai, dan sebagainya (Koderi, 1999 dalam Faisal Rizal, 2005). 2.3.8. Tingkat Pendidikan Menurut Kristianto (2007), dalam pengertian yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperolah pengetahuan. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan refresentatif, pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-
40
perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Pendidikan mempunyai beberapa makna, diantaranya adanya suatu keinginan manusia yang paling dasar sampai dengan kebutuhan paling tinggi berupa pengembangan diri. Pendidikan merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber status yang penting dalam organisasi kerja. Pendidikan yang diikuti jenjang kepangkatan adalah imbang dari status yang tinggi. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai, besar keinginan untuk memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya dalam mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam organisasi (Siagian, 2002). Oleh sebab itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin pula tuntutannya atas pekerjaannya sehingga mempengaruhi kepuasan kerjanya. Dengan perkataan lain, dengan tingkat pendidikan yang tinggi, akan berpengaruh terhadap jenjang kepangkatan seorang karyawan, dan berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi, sebab dengan ditunjang oleh jenjang kepangkatan dan upah yang memadai, maka ia akan lebih mudah memenuhi kebutuhannya. Perawat
yang
mempunyai
tingkat
pendidikan
minimal
D.III
keperawatan disebut sebagai perawat profesional pemula. Sebagai perawat profesional pemula mereka harus memiliki tingkah laku, dan kemampuan profesional,
serta
akuntabel
dalam
melaksanakan
asuhan/praktik
keperawatan dasar secara mandiri. Selain itu juga dituntut harus mempunyai kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan
41
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna (Nursalam, 2007). 2.3.9. Besar Organisasi Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja cenderung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil berbagai tindakan
korektip.
Tanpa
tindakan
koreksi,
organisasi
besar
akan
"menenggelamkan" orang-orangnya dan berbagai proses seperti partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancar. Karena kekuasaan pengambilan keputusan terletak jauh dari para karyawan, mereka sering merasa kehilangan peranan. Di samping itu, lingkungan kerja yang terlalu besar juga menghapuskan berbagai elemen kedekatan pribadi, persahabatan dan "kehangatan" kelompok kerja kecil yang merupakan faktor penting kepuasan kerja karyawan. Istilah besar atau ukuran organisasi berkaitan dengan besarnya satuan pengoperasian, seperti sebuah pabrik cabang, bukan dalam anti satuan perusahaan sebagai keseluruhan. Akhirnya karena ada hubungan antara besar organisasi dan kepuasan kerja, fungsi personalia dalam organisasiorganisasi besar mungkin mempunyai atau menghadapi kesulitan lebih best untuk mempertahankan kepuasan kerja karyawan (Handoko, 2001).
42
2.3.10.Motivasi kerja Berelson dan Steiner (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) mendefinisikan motivasi sebagai kondisi internal, kejiwaan, dan mental manusia seperti : aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan, dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Yaslis Ilyas (2002) menjelaskan, motivasi dapat juga didefiniskan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan atau melanjutkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Akan halnya motivasi kerja adalah sesuatu hal yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras. Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) mengatakan, pada hakekatnya motivasi merupakan protes pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan merupakan keadaan internal yang membuat hasil-hasil tertentu kelihatan menarik. Kebutuhan yang belum terpenuhi menciptakan ketegangan yang menimbulkan dorongan dalam diri individu. Dorongan tersebut mengakibatkan perilaku mencari untuk mendapatkan tujuan tertentu, yang jika dicapai akan memuaskan kebutuhan dan menyebabkan pengurangan ketegangan. Oleh karena perilaku organisasi menyangkut dengan perilaku kerja, maka upaya mengurangi ketegangan tersebut harus diarahkan ketujuan organisasi. Stoner & Freeman (1995) dalam Nursalam (2002), motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad
43
tertentu. Motivasi diperlukan untuk menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Faktor
motivasi
berhubungan
dengan
aspek-aspek
yang
terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan tersebut (Nursalam,
2002).
Motivasi
kerja
perawat
yang
baik
akan
sangat
mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat memberikan kepuasan baik bagi pasien maupun perawat itu sendiri. 2.3.11.Beban Kerja Beban kerja disuatu unit pelayanan keperawatan adalah seluruh tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh perawat selama 24 jam. Menurut Illyas (2000), beban kerja dapat mempengaruhi prestasi kerja/ performance, maka unit-unit keperawatan perlu mengkaji tingkat beban kerjanya, dikaitkan dengan perbedaan waktu jaga untuk menyesuaikan kemampuan perawat terhadap banyaknya tindakan disetiap waktu jaga yang ada di unit perawatan tersebut. Salah satu hasil kinerja perawat dapat dilihat dari kualitas dokumentasi asuhan keperawatan yang diberikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pandawa (2002) dalam Nursalam (2007) bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan kualitas dokumentasi keperawatan. Masih sering ditemukan di praktik klinik, seorang perawat melakukan tindakan
44
non keperawatan seperti tugas administrasi, dan pengambilan sampel laboratorium.
2.4. Konsep Keperawatan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga, masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Nursalam, 2007). Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
dalam
lingkup
dan
wewenang
serta
tanggung
jawab
keperawatan. Kegiatan yg dilakukan adalah dalam upaya peningkatan kesehatan, pemeliharaan
pencegahan kesehatan
penyakit, Dengan
penyembuhan, penekanan
pada
pemulihan
serta
upaya pelayanan
kesehatan utama (primary health care) sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan yang memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Nursalam, 2007). Keperawatan mempunyai karakteristik sebagai berikut (Nursalam, 2002) meliputi : 1. Profesional, yaitu terikat dengan pekerjaan seumur hidup yang merupakan sumber penghasilan utama.
45
2. Mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan karier profesionalnya, dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap terhadap kariernya. 3. Memiliki kelompok ilmu pengetahuan yang mantap kokoh serta keterampilan khusus, yang diperolehnya melalui pendidikan dan latihan yang lama. 4. Mengambil keputusan demi pasiennya berdasarkan aplikasi prinsip dan teori keperawatan. 5. Beroriensi kepada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan pasien. 6. Pelayanan yang diberikan kepada pasien didasarkan kepada kebutuhan obyektif pasien. 7. Mengetahui apa yang baik untuk pasien, dan mempunyai otonomi dalam mempertimbangkan tindakannya. 8. Membentuk perkumpulan profesi. 9. Mempunyai kekuatan dan status dalam bidang keahliannya, dan pengetahuan mereka dianggap khusus. Sebagai pelaksana asuhan keperawatan di beberapa tatanan yang melakukan pelayanan/asuhan keperawatan professional, serta sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan maka perawat perlu membangun citra keperawatan sebagai suatu profesi, meletakkan peran pelayanan/asuhan keperawatan
dalam
pengembangan
pelayanan
kesehatan
kepada
masyarakat, termasuk pada pelayanan/asuhan rumah sakit. Menerapkan standar profesional keperawatan pada pelaksanaan pelayanan/ asuhan
46
keperawatan, serta merealisasikan pelayanan keperawatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan (scientific nursing). Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut (Nursalam, 2007) : 1.
Peran perawat sebagai pelaksana, bertanggung jawab dalam memberi pelayanan perawatan, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks kepada individu, kelompok dan masyarakat.
2.
Peran perawat sebagai pengelola, perawat bertanggung jawab dalam administrasi pengelolaan pelayanan perawatan baik di masyarakat maupun di dalam institusi.
3.
Peran perawat sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab dalam pendidikan kesehatan/perawatan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat.
4.
Peran perawat sebagai peneliti, perawat melakukan penelitian keperawatan untuk mengembangkan ilmu dan praktek keperawatan serta ikut berperan secara aktif dalam kegiatan penelitian di bidang kesehatan. Tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
adalah sebagai berikut (Nursalam, 2007) : 1. Tanggung jawab terhadap pasien. Perawat dalam pengabdiannya bertanggung
jawab
kepada
pasien
dan
kebutuhannya
membedakan bangsa, suku, agama dan status sosial.
47
tanpa
2. Tanggung jawab terhadap mutu pelayanan. Perawat bertanggung jawab pada mutu pelayanan keperawatan yang diberikan, rahasia
jabatan
dan
mengutamakan
jujur memegang
kepentingan
pasien
diatas
kepentingan pribadi. 3. Tanggung jawab terhadap profesi perawat. Perawat senantiasa harus menjunjung tinggi nama baik profesi dengan selalu meningkatkan kemampuan profesional dan menunjukkan perilaku dan pribadi luhur. 4. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan negara. Perawat senantiasa mematuhi dan melaksanakan peraturan yang berlaku dan menyumbangkan
pikiran
kepada
institusi
dalam
meningkatkan
kesehatan kepada masyarakat. Sedangkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut (Nursalam, 2007) : 1. Fungsi mandiri artinya membantu individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan atau penyembuhan atau menghadapi kematian 2. Fungsi pengobatan artinya perawat membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter. 3. Fungsi kolaborasi artinya perawat sebagai anggota tim kesehatan, bekerja sama saling membentuk dan merencanakan pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi. Perawat mempunyai hak yang sama dengan yang umumnya diberikan masyarakat pada semua orang. Tetapi di samping itu, umumnya disepakati
48
bahwa para perawat juga mempunyai hak professional, hak-hak professional perawat sebagai berikut : 1. Hak menemukan martabat dalam ekspressi diri dan kemajuan diri melalui pemanfaatan kemampuan khusus dan latar belakang pendidikan. 2. Hak
pengakuan
andil
perawat
melalui
penyediaan
lingkungan
berpraktek, dan imbalan ekonomi professi yang wajar. 3. Hak memperoleh lingkungan kerja yang menekan serendah mungkin stress fisik serta emosi dan resiko kesehatan. 4. Hak mengontrol praktek professi dalam batas-batas hukum. 5. Hak menetapkan standar mutu perawatan. 6. Hak turut serta dalam penyusunan kebijaksanaan yang mempengaruhi bidang keperawatan. 7. Hak aksi sosial dan politik atas nama perawatan dan pembinaan kesehatan (Wolf, Weitzel, Fuerst,1984 dalam Nursalam, 2007). Menurut Nursalam (2007), beberapa faktor yang memperlambat perkembangan perawat secara professional adalah sebagai berikut : 1. Antithetical
terhadap
perkembangan
Ilmu
Keperawatan;
karena
rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara professional, perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara professional. 2. Rendahnya rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self– esteem). Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber
49
informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya dirinya tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sisitem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai “second class citizen“. Dimana perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan. 3. Kurangnya
pemahaman
dan
sikap
untuk
melaksanakan
riset
keperawatan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, lebih dari 90 % perawat tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan/ketrampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena policy yang tidak mendukung pelaksanaan riset. 4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit; pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu obyek untuk kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. 5. Rendahnya standar gaji bagi perawat;
khususnya yang bekerja di
instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan Negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
50
2.4.1. Penilaian Kinerja Perawat Menurut Swanburg (1987) dalam Nursalam (2007), penilaian kinerja adalah alat
yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam
mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses apraisal kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada personal perawat yang kompeten. Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat. Melalui evaluasi reguler dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer dapat mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka, memberitahukan perawat yang bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang serta menganjurkan perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien, digunakan standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi
51
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Standar praktik
keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar yang dirumuskan sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar penilaian praktik keperawatan
merupakan
standar
penilaian
kinerja
perawat
dalam
memberikan asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2007), penilaian kinerja perawat baik apabila memenuhi ≥ 75% standar praktik keperawatan. Standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes. RI dalam SK No. 660/Menkes/SK/IX/1987 yang kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK Dirjen. Yanmed. Depkes. RI No. YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI menyusun standar praktek keperawatan yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan,
yang
meliputi:
(1)
Pengkajian,
(2)
Diagnosis
keperawatan, (3) Perencanaan, (4) Implementasi dan (5) Evaluasi. 1. Standar I : Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi : (1)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.
(2)
Sumber data adalah pasien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.
52
(3)
Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : a. Status kesehatan pasien masa lalu b. Status kesehatan pasien saat ini c. Status biologis-psikologis-sosial-spritual d. Respons terhadap terapi e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal f. Risiko-risiko tinggi masalah keperawatan
(4)
Kelengkapan
data
dasar
mengandung
unsur
LARB
(lengkap, akurat, relevan dan baru ) 2. Standar II : Diagnosis Keperawatan Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan.
Kriteria
proses
diagnosis
keperawatan
meliputi : (1)
Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah pasien, dan perumusan diagnosis keperawatan.
(2)
Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.
(3)
Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan
(4)
Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Standar III : Perencanaan Keperawatan
53
Perawat
membuat
rencana
tindakan
keperawatan
untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Kriteria proses perencanaan keperawatan meliputi : (1)
Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.
(2)
Bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
(3)
Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien.
(4)
Mendokumentasi rencana keperawatan.
4. Standar IV : Implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana
asuhan
keperawatan.
Kriteria
proses
tindakan
implementasi meliputi : (1)
Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
(2)
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(3)
Melakukan
tindakan
keperawatan
untuk
mengatasi
kesehatan lain (4)
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan.
(5)
Mengkaji
ulang
dan
merevisi
pelaksanaan
keperawatan berdasarkan respons pasien.
54
tindakan
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi keperawatan meliputi : (1)
Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
(2)
Menggunakan data dasar dan respons pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
(3)
Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
(4)
Bekerjasama
dengan
pasien
dan
keluarga
untuk
memodifikasi rencana asuhan keperawatan. (5)
Mendokumentasikan
hasil
evaluasi
dan
memodifikasi
perencanaan. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriftif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai, dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Nursalam, 2007).
55
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1.Kerangka Konsep Penelitian Merujuk pada berbagai pendapat tentang kepuasan kerja seperti teori ketidaksesuaian (Discrepancy), teori keadilan (Equity Theory), teori dua faktor (Two Factor Theory), pendapat Gilmer (1996), Wexley and Yukl (1977), Caugemi dan Claypool (1978), Loeke (1969) dan Heidjrachman dan Husnan (2002) serta teori tentang kinerja seperti menurut pendapat Tiffin (dalam As’ad, 2003), Gibson (1997) dan Mangkunegara (2001) yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat, maka dirancang sebuah kerangka konsep atau kerangka pikir yang merupakan integrasi dari apa yang ingin dikerjakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada penelitian ini variabel yang dioperasionalkan dalam kerangka konsep penelitian adalah variabel kepuasan kerja perawat 56
yang meliputi
kepuasan psikologi, kepuasan sosial, kepuasan fisik dan kepuasan finansial perawat dan karakteristik perawat yang meliputi umur, pendidikan, jenis kelamin, golongan kepegawaian dan masa kerja perawat yang dijabarkan dalam bentuk variabel bebas (variabel independen) serta kinerja perawat yang merupakan variabel terikat (variabel dependen).
Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut : VARIABEL INDEPENDEN
VARIABEL DEPENDEN
KEPUASAN KERJA 1. 2. 3. 4.
Kepuasan Psikologi Kepuasan Sosial Kepuasan Fisik Kepuasan Finansial
KINERJA PERAWAT 1. 2.
KARAKTERISTIK PERAWAT 1. 2. 3. 4. 5.
3. 4. 5.
Umur Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Golongan Kepegawaian Masa Kerja
Pengkajian Diagnosa Keperawatan Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian
3.2.Definisi Operasional Penelitian No
Variabel
Definisi
Alat
57
Cara
Skala
Hasil Ukur
Ukur
Ukur
Independen 1
Umur
Selisih dalam tahun antara tahun lahir perawat dengan tahun sampai saat pengumpulan data
Kuesioner
Angket
Nominal
1. < 30 Tahun 2. ≥ 30 Tahun (Nursalam, 2007)
2
Jenis Kelamin
Ciri yang membedakan antara perawat laki-laki dengan perempuan
Kuesioner
Angket
Nominal
1. 2.
Jenjang pendidikan formal terakhir di bidang keperawatan yang diselesaikan responden.
Kuesioner
Angket
Nominal
4
Golongan Tingkatan/jenjang karir Kepegawaian perawat dalam organisasi tempat kerja
Kuesioner
Angket
Nominal
1. Rendah, apabila SPK 2. Tinggi, apabila D. III Keperawatan ke atas (Tjandra.Y.A, 2004) 1. Rendah, apabila setingkat Golongan II 2. Tinggi, apabila setingkat Golongan III (Faisal Rizal, 2005)
5
Masa Kerja
Lama kerja perawat dibidang keperawatan terhitung sejak mulai bekerja sampai dengan sekarang
Kuesioner
Angket
Nominal
6
Kepuasan Psikologi
Pengakuan responden tentang apa yang dirasakannya sebagai hasil membandingkan harapan dengan hasil yang diterima dan berhubungan dengan kejiwaan meliputi minat, ketenteraman dalam bekerja, sikap terhadap pekerjaan, bakat, dan keterampilan
Kuesioner
Diukur dari 6 pertanyaan, masing masing pertanyaan terdiri dari dua pilihan yaitu Tidak (skor 0) dan Ya ( skor 1)
Nominal
7
Kepuasan Sosial
Pengakuan responden tentang apa yang dirasakannya sebagai hasil membandingkan harapan dengan hasil yang diterima dan berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya;
Kuesioner
Diukur dari 6 pertanyaan, masing masing pertanyaan terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1)
Nominal
8
Kepuasan
Pengakuan
Kuesioner
Diukur
Nominal
3
Tingkat Pendidikan
responden
58
dari
Laki-Laki Perempuan
1. < 5 tahun 2. ≥ 5 tahun (Faisal Rizal, 2005)
1. Kurang Puas, bila skor < 75% ( skor < 5) 2. Puas, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 5) (Yaslis Ilyas, 2002)
1. Kurang Puas, bila skor < 75% ( skor < 5) 2. Puas, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 5) (Yaslis Ilyas, 2002)
1. Kurang Puas,
Fisik
tentang apa yang dirasakannya sebagai hasil membandingkan harapan dengan hasil yang diterima dan berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja
6 pertanyaan, masing masing pertanyaan terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1)
bila skor < 75% ( skor < 5) 2. Puas, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 5) (Yaslis Ilyas, 2002)
9
Kepuasan Finansial
Pengakuan responden tentang apa yang dirasakannya sebagai hasil membandingkan harapan dengan hasil yang diterima dan berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan yang meliputi gaji, jaminan sosial, tunjangan, promosi, dan sebagainya
Kuesioner
Diukur dari 7 pertanyaan, masing masing pertanyaan terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1)
Nominal
10
Kepuasan kerja secara umum
Pengakuan responden tentang apa yang dirasakannya sebagai hasil membandingkan harapan dengan hasil yang diterima dan berhubungan dengan kepuasan psikologi, kepuasan fisik, kepuasan sosial dan kepuasan finansial
Kuesioner
Diukur dari 25 pertanyaan, masing masing pertanyaan terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1)
Nominal
Penampilan hasil kerja Observasi Diukur dari perawat secara Terhadap 23 item kuantitas yang sesuai Dokumentasi kuantitas dengan standar praktek Asuhan penilaian / asuhan keperawatan Keperawatan kinerja perawat meliputi pengkajian, dengan diagnosa, Intervensi, melihat pelaksanaan dan dokumentasi evaluasi keperawatan asuhan / proses keperawatan, dimana masing - masing item penilaian terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu Tidak (skor 0) dan Ya (skor 1)
Nominal
1. Kurang Puas, bila skor < 75% ( skor < 6) 2. Puas, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 6) (Yaslis Ilyas, 2002)
1. Kurang Puas, bila skor < 75% ( skor < 19) 2. Puas, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 19) (Yaslis Ilyas, 2002)
Dependen 1
Kinerja Perawat
59
1. Kurang Baik, bila skor < 75% ( skor < 18) 2. Baik, bila skor ≥ 75% ( skor ≥ 18) (Nursalam, 2007).
3.3.Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 4. Ada hubungan antara golongan kepegawaian dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 5. Ada hubungan antara masa kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 6. Ada hubungan antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 7. Ada hubungan antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 8. Ada hubungan antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 9. Ada hubungan antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 10. Ada hubungan antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.
60
BAB IV METODA PENELITIAN
4.1.Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian survey analitik dengan pendekatan secara crosssectional study (studi potong lintang), yaitu desain penelitian yang meneliti suatu kejadian pada satu titik waktu, dimana variabel bebas (kepuasan kerja dan karakteristik perawat) dan variabel terikat (kinerja perawat) diteliti sekaligus pada saat yang sama.
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Waktu pelaksanaan pengumpulan data dilakukan pada mulai tanggal 4 Agustus 2008.
61
sampai dengan 30
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga pelaksana perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura . Sampel pada penelitian ini adalah dengan mengambil seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 120 responden.
Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah 1.
Perawat bersedia sebagai responden
2.
Perawat pelaksana
3.
Perawat tidak sedang menjalani cuti, dan ijin sakit
4.
Perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
1.
Perawat tidak bersedia menjadi responden
2.
Perawat manajer (Kepala Ruangan)
3.
Perawat sedang menjalani cuti, dan ijin sakit
4.
Perawat pelaksana di Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat.
4.4.Pengumpulan Data
62
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
langsung
dari
responden
dengan
menggunakan
instrumen
penelitian berupa kuesioner dan observasi. Setiap kumpulan kuesioner dan observasi berisi pertanyaan yang berhubungan dengan variabel yang akan diukur. Kuesioner mengadopsi pada konsep teoritis tentang kepuasan kerja menurut Mumuh (2005) dan Yaslis Ilyas (2002). Sedangkan observasi mengadopsi pada Pedoman Standar Praktik Keperawatan Depkes. RI (1993) dalam Nursalam (2007) seperti yang tergambar pada bab dua dengan beberapa tambahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat penelitian. Kuesioner mengenai kepuasan kerja diisi oleh perawat yang dijadikan responden. Cara pelaksanaanya adalah sejumlah responden dikumpulkan secara bergiliran di Aula Rumah Sakit agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. Sebelum pengisian kuesioner, peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai isi dari kuesioner dan maksud penelitian. Sedangkan observasi untuk mengukur kinerja perawat dilakukan dengan cara menggunakan checklist observasi terhadap dokumentasi asuhan atau proses keperawatan yang dilaksanakan perawat.
4.5.Uji Coba Instrumen Penelitian Instrumen penelitian sebelum dipakai akan dilakukan ujicoba untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya. Uji validitas dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa alat ukur tersebut dapat digunakan pada waktu sekarang dengan kecermatan yang baik. Uji reliabilitas dilakukan untuk
63
melihat keajegan (konsistensi) kuesioner. Uji yang digunakan adalah dengan Cronbach Alpha. Uji coba instrumen penelitian dilakukan terhadap 10 orang responden.
4.6.Pengolahan Data Proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS dengan tahapan sebagai berikut : a. Editing
Data
yaitu
mengoreksi
jawaban
yang
telah
diberikan
responden, apabila ada data yang salah atau kurang segera dilengkapi. b. Coding Data yaitu melakukan pengkodean terhadap beberapa variabel yang akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data c. Entry Data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan menggunakan komputer . d. Cleaning Data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi, dalam hal ini tidak diikutsertakan nilai hilang (missing value) dalam analisis dan data yang tidak sesuai atau diluar range penelitian tidak diikut sertakan dalam analisis.
4.7.Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik
64
kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan, analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 4.7.1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat . 4.7.2. Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui Uji Statistik Chi-Square yaitu sebagai berikut : 1. Hubungan umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 2. Hubungan jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 3. Hubungan pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 4. Hubungan golongan kepegawaian dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 5. Hubungan masa kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 6. Hubungan kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 7. Hubungan kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.
65
8. Hubungan kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 9. Hubungan kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 10. Hubungan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Adapun rumus Uji Statistik Chi-square sebagai berikut :
( fo − fh) 2 X =∑ fh 2
Keterangan : X2
: Chi-Square
fo
: frekuensi observasi
fh
: frekuensi harapan
Proses pengujian Chi – Square adalah dengan membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (eskpektasi). Untuk melihat kemaknaan perhitungan statistik antara variabel bebas dan variabel terikat digunakan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai p yang didapat lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yang berarti antara dua variabel (bebas dan terikat) yang diteliti mempunyai hubungan yang bermakna. Sedangkan jika nilai p lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol gagal ditolak yang berarti bahwa antara dua variabel (bebas dan terikat) yang diteliti tidak mempunyai hubungan yang bermakna. 66
4.7.3. Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan besar dan eratnya hubungan antara variabel dependen dan independen, serta melihat variabel mana yang paling dominan. Analisis ini dipilih karena datanya merupakan data kontinyu. Uji statistik yang digunakan pada analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen dengan uji logistik sederhana. Pemilihan variabel
yang
dependen).
berhubungan
Selanjutnya
dengan
melakukan
kinerja analisis
perawat
(variabel
multivariat
dengan
mengikutkan variabel yang p value < 0,25. 2. Pengeluaran variabel independen yang dilakukan secara bertahap satu persatu dimulai dari variabel yang p value-nya tertinggi. 3. Pengeluaran variabel independen dilakukan sampai semua variabel mempunyai nilai p < 0,05. 4. Penentuan variabel yang paling dominan dilakukan dengan melalui nilai Odd Ratio (OR), variabel yang mempunyai nilai OR tertinggi, maka disebut sebagai variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat (Sutanto Priyo Hastomo, 2007).
67
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian RSUD Ratu Zalecha Martapura berlokasi di jalan Menteri Empat Martapura Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan dan menempati lahan seluas kurang lebih 5,07 m2.(relokasi sejak tahun 2003). Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe C sesuai dengan SK Menkes RI nomor 214/MENKES/SK/II/1993 tanggal 26 Pebruari 1993, terletak ditengah kota Martapura yang berpenduduk sekitar 126.538 jiwa dari jumlah penduduk Kabupaten Banjar sekitar 453.042 jiwa. RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar adalah merupakan Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Kabupaten Banjar yang secara tehnis bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar dan taktis operasional bertanggung jawab kepada Bupati Banjar. Dalam
68
melaksanakan tugas dan fungsinya RSUD Ratu Zalecha Martapura mempunyai visi, misi dan motto sebagai berikut : Visi
: “Menjadi Rumah Sakit Rujukan Terbaik Sebanua Enam”
Misi
:
1. Menyediakan pelayanan kesehatan komprehensif baik pelayanan dasar maupun spesialistik. 2. Menyelenggarakan
pelayanan
kajian
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan sesuai kompetensi. 3. Menyelenggarakan
pelayanan
khusus
(VIP)
untuk
masyarakat
menengah ke atas yang membutuhkannya. 4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pola kemitraan (PT.Askes, BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta. Motto : “ Pelayanan Cepat, Tepat dan Akurat adalah Tugas Kami.” RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar mempunyai kapasitas ruang perawatan rawat inap sebanyak 253 tempat tidur (TT) yang terbagi atas 10 ruang perawatan rawat inap yaitu Ruang Bersalin (26 TT), Ruang Anak (34 TT), Perinatologi (10 TT), Ruang Bedah (30 TT), Ruang Penyakit Dalam (30 TT), Ruang VIP (9 TT), Ruang ICU (8 TT), Ruang Hemodialisa (8 TT), Ruang Neurologi (30 TT), Bangsal Kelas III (30 TT) dan Ruang Utama (30 TT) dengan indikator efisiensi mutu pelayanan kesehatan rawat inap seperti terlihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Indikator Efisiensi Mutu Pelayanan Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2006 dan 2007
69
No
Tahun
Indikator
2006 82.76 %
1
BOR (Bed Occupancy Rate) Rata-rata pemakaian tempat tidur 2 ALOS(Averange Length of stay) 3.9 hari Rata-rata lama pasien dirawat 3 TOI (Turn Over Interval) 0.9 hari Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati 4 BTO (Bed Turn Over) 72.8 kali Frekuensi pemakaian tempat tidur Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007
2007 75.08 4.7 hari 1.6 hari 63 kali
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat RSUD Ratu Zalecha Martapura Kabupaten Banjar didukung oleh sumber tenaga dari berbagai profesi kesehatan dan non kesehatan yang berjumlah total sebanyak 309 orang, seperti tergambar pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Daftar Keterangan Menurut Jenis Ketenagaan RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2007 No Jenis Tenaga 1 Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam, Bedah, Anak, Obsgyn, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Anestesi dan Radiologi) 2 Dokter Umum 3 Dokter Gigi 4 Apoteker 5 Tenaga Keperawatan (Perawat, Perawat Gigi, Perawat Anestesi, dan Bidan) 6 Paramedis non perawatan 7 Non Medis TOTAL Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007
JUMLAH 14 4 2 4 170 65 50 309
Struktur organisasi dan tata laksana RSUD Ratu Zalecha Martapura mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banjar nomor 04 tahun 2002 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD Ratu Zalecha 70
Martapura, dipimpin seorang Direktur yang dibantu beberapa seksi/sub bagian yaitu Seksi Keperawatan, Seksi Pelayanan, Sub Bagian Keuangan dan Program, Sub bagian Kesekretariatan dan Rekam Medik, Komite Medis, Komite Keperawatan, Staf Medis Fungsional (SMF) dan Instalasi yang merupakan fasilitas penyelenggara pelayanan.
Adapun jenis pelayanan kesehatan bisa didapatkan di RSUD Ratu Zalecha Martapura sekarang ini meliputi : Poliklinik Rawat Jalan, Pelayanan Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat, Unit Hemodialisa (HD), Kamar Operasi Sentral, Instalasi Gizi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Instalasi Rehabilitasi Medik dan Instalasi Kamar Jenazah. Instalasi Rawat Inap (IRNA) merupakan salah satu unit pelayanan fungsional di RSUD Ratu Zalecha Martapura yang dipimpin seorang Kepala Instalasi Rawat Inap (IRNA) yang membawahi beberapa unit ruang perawatan dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Angka kunjungan pasien rawat inap selama tahun 2007 sebanyak 3.345 orang pasien. Berikut data kegiatan pelayanan rawat inap dalam 5 tahun terakhir seperti pada tabel 5.3 sebagai berikut : Tabel 5.3 Data Kegiatan Pelayanan Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2003 – 2007 No Uraian 1 Pasien dirawat 2 Pasien keluar hidup 3 Pasien keluar mati
2003 2.615 2.469 146 71
2004 2.725 2.653 72
2005 2.547 2.457 90
2006 2.899 2.823 76
2007 3.345 3.259 86
Sumber : Laporan Tahunan RSUD Ratu Zalecha, 2007 5.2. Hasil Analisis Univariat Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan
sampel
sebanyak
120 responden dan akan disajikan secara deskriptif dengan grafik sebagai berikut :
5.2.1. Kinerja Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kinerja, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
56% 44% Kurang Baik Baik
Berdasarkan grafik 5.1 bahwa kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura yang terbanyak adalah dengan kriteria baik (55.8%) sedangkan yang dengan kinerja kurang baik (44.2%). 5.2.2. Umur Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
72
32.5%
67.5% < 30 Tahun >= 30 Tahun
Berdasarkan grafik 5.2 bahwa sebagian besar umur perawat adalah < 30 tahun (67.5%), sedangkan yang berumur ≥ 30 tahun (32.5%).
5.2.3. Jenis Kelamin Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 53.3%
46.7% Laki-Laki Perempuan
Berdasarkan grafik 5.3 bahwa paling banyak perawat adalah berjenis kelamin perempuan (53,3%), sedangkan perawat yang berjenis kelamin laki laki (46,7%). 5.2.4. Tingkat Pendidikan Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
73
35.0%
65.0%
Rendah Tinggi
Berdasarkan grafik 5.5 bahwa paling banyak perawat yang mempunyai tingkat pendidikan keperawatan dengan kriteria tinggi (D.III dan D. IV Keperawatan) yaitu sebanyak 65%. Sedangkan yang dengan kriteria rendah (SPK) sebanyak 35%. 5.2.5. Golongan Kepegawaian Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Golongan Kepegawaian, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
39.2%
60.8% Gol. II Gol. III
Berdasarkan grafik 5.5 bahwa golongan kepegawaian perawat yang terbanyak adalah golongan II (60,8%), sedangkan yang golongan III (39.2%). 5.2.6. Masa Kerja Grafik 5.6 74
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
42.5% 57.5% < 5 tahun > = 5 tahun
Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa sebagian besar perawat mempunyai masa kerja < 5 tahun (57,5%), sedangkan yang ≥ 5 tahun (42,5%). 5.2.7. Kepuasan Psikologi Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Psikologi, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 46.7%
53.3%
Kurang Puas Puas
Berdasarkan grafik 5.7 bahwa sebagian besar perawat menyatakan puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kepuasan psikologi yaitu sebanyak 53.3 %. Sedangkan yang kurang puas (46.7%).
75
5.2.8. Kepuasan Sosial Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Sosial, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
50.0%
50.0% Kurang Puas Puas
Berdasarkan grafik 5.8 bahwa antara perawat yang menyatakan puas dan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan interaksi sosial adalah sama besarnya (50%). 5.2.9. Kepuasan Fisik Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Fisik, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 13.3% Kurang Puas Puas 86.7%
Berdasarkan grafik 5.9 bahwa mayoritas perawat menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan kepuasan fisik pekerjaan (86.7%). Sedangkan yang menyatakan puas sebanyak 13.3%.
76
5.2.10.Kepuasan Finansial Grafik 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Finansial, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
51.7%
48.3% Kurang Puas Puas
Berdasarkan grafik 5.10 bahwa sebagian besar perawat menyatakan puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kepuasan finansial (51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang puas (48.3%). 5.2.11.Kepuasan Kerja Secara Umum Grafik 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepuasan Kerja Secara Umum, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
51.7%
48.3% Kurang Puas Puas
Berdasarkan grafik 5.11 bahwa sebagian besar perawat menyatakan puas terhadap faktor kepuasan secara umum (51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang puas sebanyak 48.3%.
77
5.3. Hasil Analisis Bivariat 5.3.1. Umur dengan Kinerja Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Umur dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Umur
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 4.844
P value 0.001
(1.985 – 11.822) < 30 tahun 45 55.6% ≥ 30 tahun 8 20.5% Total 53 44.2% Berdasarkan tabel 5.4
36 44.4% 81 31 79.5% 39 67 55.8% 120 dapat dijelaskan
100% 100% 100% bahwa dari perawat yang
berumur < 30 tahun, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (55.6%). Sedangkan dari perawat yang berumur ≥ 30 tahun, sebagian besar dengan kinerja baik (79.5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,002 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4.844 (95% CI = 1.985 – 11.822). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio(OR) sebesar 4.844 menunjukkan bahwa perawat yang berumur ≥ 30 tahun mempunyai peluang berkinerja baik 4.844 kali lebih besar dibandingkan perawat yang berumur < 30 tahun. 5.3.2. Jenis Kelamin dengan Kinerja Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Jenis Kelamin dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
78
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 2.730
P value 0.013
(1.298 – 5.741) 32 21 53
57.1% 32.8% 44.2%
24 43 67
42.9% 56 67.2% 64 55.8% 120
100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang berjenis kelamin perempuan, sebagian besar dengan kinerja baik (67.2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,013 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730 (95% CI = 1.298– 5.741). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730 menunjukkan bahwa perawat perempuan mempunyai peluang berkinerja baik 2.730 kali lebih besar dibandingkan perawat laki-laki. 5.3.3. Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Tk. Pendidikan dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Tingkat Pendidikan Rendah
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 3.069 (1.410 - 6.683)
26
61.9%
16
38.1%
79
42
100%
P value 0.007
Tinggi Total
27 53
34.6% 44.2%
51 67
65.4% 78 55.8% 120
100% 100%
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan tingkat pendidikan keperawatan yang rendah, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (61.9%). Sedangkan dari perawat dengan tingkat pendidikan keperawatan yang tinggi, sebagian besar dengan kinerja baik (65.4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,007 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.069 (95% CI = 1.410 – 6.683). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.069 menunjukkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan tinggi (D.III dan D. IV Keperawatan) mempunyai peluang berkinerja baik 3.069 kali lebih besar dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan rendah (SPK). 5.3.4. Golongan Kepegawaian dengan Kinerja Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Gol.Kepegawaian dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 Kinerja Golongan Kurang Baik Baik Kepegawaian n % n % Golongan II 38 52.1% 35 47.9% Golongan III 15 31.9% 32 68.1% Total 53 44.2% 67 55.8%
80
Total n 73 47 120
% 100% 100% 100%
P value 0.058
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan golongan II, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (52,1%). Sedangkan dari perawat dengan golongan III, sebagian besar dengan kinerja baik (68.1%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,058. Dengan nilai p > (α = 0,05), maka hipotesis penelitian tidak diterima, yang artinya adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara golongan kepegawaian dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura.
5.3.5. Masa Kerja dengan Kinerja Perawat Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Masa Kerja dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 Masa Kerja < 5 tahun ≥ 5 tahun Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n % 36 52.2% 33 47.8% 17 33.3% 34 66.7% 53 53.0% 68 67.0%
Total n 69 51 120
% 100% 100% 100%
P value 0.062
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa dari perawat dengan masa kerja < 5 tahun, sebagian besar berkinerja kurang baik (52,2%). Sedangkan dari perawat dengan masa kerja ≥ 5 tahun, sebagian besar berkinerja baik (66.7%).
81
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,062. Dengan nilai p > (α = 0,05), maka hipotesis penelitian tidak diterima, yang artinya adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. 5.3.6. Kepuasan Psikologi dengan Kinerja Perawat Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Psikologi dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Kepuasan Psikologi
Kurang Puas Puas Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95%CI)
P value
2.730
0.013
(1.298 – 5.741) 32 21 53
57.1% 32.8% 44.2%
24 43 67
42.9% 56 100% 67.2% 64 100% 55.8% 120 100%
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kejiwaan (minat, ketenteraman, sikap, bakat, dan keterampilan), yang berkinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang menyatakan puas, sebagian besar berkinerja baik (67.2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,013 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730 (95% CI = 1.298 – 5.741). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.730 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang
82
berkinerja baik 2.730 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas. 5.3.7. Kepuasan Sosial dengan Kinerja Perawat Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Sosial dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Kepuasan Sosial Kurang Puas Puas Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95%CI) 2.444
P value 0.027
(1.167 – 5.121) 33 20 53
55.0% 33.3% 44.2%
27 40 67
45.0% 60 66.7% 60 55.8% 120
100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 5.10 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan interaksi sosial, sebagian besar berkinerja kurang baik (55%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (66.7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,027 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.444 (95% CI = 1.167 – 5.121). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2.444 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang
83
berkinerja baik 2.444 kali lebih besar dibandingkan perawat yang merasa kurang puas . 5.3.8. Kepuasan Fisik dengan Kinerja Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Fisik dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Kepuasan Fisik Kurang Puas Puas Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 6.736 (1.458 – 31.128)
51 2 53
49.0% 12.5% 53.0%
53 60 67
51.0% 87.5% 67.0%
104 16 120
100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 5.11 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, yang berkinerja kurang baik (49.0%). Sedangkan perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (87.5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,014 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 6.736 (95% CI = 1.458 – 31.128). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang bermakna antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 6.736 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang berkinerja baik 6.736 kali lebih besar dibandingkan perawat yang kurang puas.
84
P value 0.014
5.3.9. Kepuasan Finansial dengan Kinerja Perawat Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Finansial dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Kepuasan Finansial Kurang Puas Puas Total
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 3.206
P value 0.004
(1.512 – 6.797) 34 19 53
58.6% 30.6% 44.2%
24 43 67
41.4% 58 69.4% 62 55.8% 120
100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja kurang baik (58.6%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (69.4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.026 (95% CI = 1.512 – 6.797). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang bermakna antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.026 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang berkinerja baik 3.026 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas. 5.3.10.Kepuasan Kerja Secara Umum dengan Kinerja Perawat Tabel 5.13
85
Distribusi Frekuensi Menurut Hubungan Kepuasan Kerja Secara Umum dengan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008
Kepuasan
Kinerja Kurang Baik Baik n % n %
Total n
%
OR (95% CI) 4.332
P value 0.000
(2.006 – 9.354) Kurang Puas Puas Total
36 17 53
62.1% 27.4% 44.2%
22 45 67
37.9% 58 72.6% 62 55.8% 120
100% 100% 100%
Berdasarkan tabel 5.13 dapat dijelaskan bahwa dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja kurang baik (62.1%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (72.6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 serta nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4.332 (95% CI = 2.006 – 9.354). Dengan nilai p < (α = 0,05), maka hipotesis penelitian diterima, yang artinya adalah ada hubungan yang bermakna antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4.332 menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang berkinerja baik 4.332 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas.
5.4.Analisis Multivariat
86
Setelah dilakukan analisis bivariat, selanjutnya dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yang paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda. 5.4.1. Pemilihan Variabel Independen Multivariat Tahap pertama analisis multivariat adalah penentuan atau pemilihan variabel independen potensial (variabel kandidat multivariat) yang akan masuk dalam analisis multivariat, yaitu variabel dari hasil analisis bivariat yang mempunyai nilai p < 0.25 seperti yang tergambar pada tabel 5.14. Tabel 5.14 Hasil Analisis Bivariat Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Variabel - 2 LL Umur 150.867 Jenis Kelamin 157.490 Tingkat Pendidikan 156.446 Golongan 159.941 Masa Kerja 160.448 Kepuasan Psikologi 157.490 Kepuasan Sosial 158.958 Kepuasan Fisik 156.193 Kepuasan Finansial 155.085 Kepuasan Secara Umum 149.828 Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui
G P value 12.010 0.001 7.015 0.008 7.980 0.005 4.617 0.032 4.160 0.041 7.015 0.008 5.613 0.018 5.956 0.015 9.236 0.002 13.929 0.000 bahwa semua variabel
penelitian mempunyai nilai p < 0,25 yang berarti semua variabel penelitian merupakan kandidat untuk diikutsertakan dalam analisis multivariat. 5.4.2. Pembuatan Model Faktor Penentu Kinerja Analisis multivariat dilakukan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan determinan kinerja perawat, dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicoba secara bersama-sama. Model yang terbaik akan
87
mempertimbangkan pada nilai signifikansi rasio Log-likelihood (p < 0,05). Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen yang memenuhi syarat sebagai kandidat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang nilai p-nya terbesar. Hasil analisis model pertama kesepuluh variabel independen yang berhubungan dengan kinerja perawat dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini : Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2008 Variabel Umur Jenis Kelamin Tk. Pendidikan Gol. Kepegawaian Masa Kerja Kepuasan Psikologi Kepuasan Sosial Kepuasan Fisik Kepuasan Finansial Kepuasan Umum
B 1.411 0.917 1.664 0.660 0.316 -1.151 -20.432 1.225 0.220 22.271
P 0.033 0.060 0.005 0.441 0.705 0.248 0.999 0.177 0.807 0.999
OR 4.101 2.503 5.278 1.936 1.372 0.316 0.000 3.405 1.246 46..160
95% CI 1.123 – 14.977 961 – 6.519 1.642 – 16.963 0.360 – 10.393 0.268 – 7.024 0.045 – 2.232 0.000 - … 0.574 – 20.193 0.213 – 7.297 0.000 - …
Berdasarkan tabel 5.15 bahwa variabel kepuasan kerja perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga harus dikeluarkan dari model. Analisis selanjutnya dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan kerja perawat, dan hasil analisisnya seperti tergambar pada tabel 5.16 sebagai berikut : Tabel 5.16 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah ke-2 Variabel Umur Jenis Kelamin
B 1.436 1.074
P 0.031 0.024
88
OR 4.203 2.926
95% CI 1.143 – 15.456 1.148 – 7.455
Tk. Pendidikan Gol. Kepegawaian Masa Kerja Kepuasan Psikologi Kepuasan Fisik Kepuasan Finansial Kepuasan Umum
1.484 0.668 0.194 -1.398 1.322 -0.100 2.527
0.008 0.426 0.814 0.145 0.137 0.904 0.010
4.411 1.950 1.215 0.247 3.749 0.905 12.517
1.462 – 13.307 0.376 – 10.106 0.241 – 6.118 0.038 – 1.618 0.656 – 21.418 0.177 – 4. 633 1.822 – 86.004
Berdasarkan tabel 5.16 bahwa variabel kepuasan finansial perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga harus dikeluarkan dari model. Hasil model analisis tanpa variabel kepuasan finansial perawat adalah sebagai berikut : Tabel 5.17 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-3 Variabel Umur Jenis Kelamin Tk. Pendidikan Gol. Kepegawaian Masa Kerja Kepuasan Psikologi Kepuasan Fisik Kepuasan Umum
B 1.439 1.070 1.481 0.652 0.207 -1.438 1.315 2.482
P 0.030 0.025 0.008 0.432 0.800 0.110 0.138 0.006
OR 4.215 2.916 4.397 1.920 1.230 0.237 3.724 11.963
95% CI 1.146 – 15.508 1.146 – 7.422 1.460 – 13.239 0.377 – 9.773 0.247 – 6.122 0.041 – 1.384 0.655 – 21.180 2.027 – 70.612
Berdasarkan hasil analisis tersebut bahwa variabel masa kerja perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga proses model selanjutnya dengan tidak mengikutsertakan variabel masa kerja perawat. Hasil model tanpa variabel masa kerja perawat terlihat pada model berikut ini : Tabel 5.18 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-4 Variabel Umur
B 1.489
P 0.019 89
OR 4.433
95% CI 1.282 – 15.331
Jenis Kelamin Tk.Pendidikan Gol. Kepegawaian Kepuasan Psikologi Kepuasan Fisik Kepuasan Umum
1.069 1.469 0.788 -1.441 1.298 2.488
0.025 0.009 0.215 0.111 0.142 0.006
2.912 4.346 2.199 0.237 3.662 12.039
1.144 – 7.408 1.450 – 13.025 0.633 – 7.635 0.040 – 1.389 0.648 – 20.689 2.026 – 71.553
Hasil analisis tersebut bahwa variabel golongan kepegawaian perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga proses model selanjutnya dengan tidak mengikutsertakan variabel golongan kepegawaian perawat. Hasil model analisis tanpa variabel golongan kepegawaian perawat terlihat pada model pada tabel 5.19 berikut ini : Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-5 Variabel Umur Jenis Kelamin Tk.Pendidikan Kepuasan Psikologi Kepuasan Fisik Kepuasan Umum
B 1.890 1.039 1.232 -1.485 1.195 2.572
P 0.001 0.026 0.015 0.105 0.167 0.005
OR 6.618 2.828 3.429 0.226 3.302 13.095
95% CI 2.217 – 19.759 1.129 – 7.082 1.270 – 9.257 0.038 – 1. 366 0.607 – 17.953 2.144 – 79.975
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan fisik mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari analisis ini adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan fisik seperti terlihat pada tabel 5.20 sebagai berikut : Tabel 5.20 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-6 Variabel Umur Jenis Kelamin
B 1.908 1.048
P 0.001 0.024 90
OR 6.742 2.851
95% CI 2.280 – 19.932 1.150 – 7.072
Tk.Pendidikan Kepuasan Psikologi Kepuasan Umum
1.303 -1.457 2.695
0.009 0.116 0.004
3.682 0.233 14.805
1.376 – 9. 849 0.038 – 1.432 2.388 – 91.798
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan psikologi perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari analisis ini adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel kepuasan psikologi perawat seperti terlihat pada tabel 5.21 sebagai berikut : Tabel 5.21 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-7 Variabel Umur Jenis Kelamin Tk.Pendidikan Kepuasan Umum
B 1.794 0.895 1.385 1.471
P 0.001 0.057 0.005 0.001
OR 4.015 2.448 3.996 4.356
95% CI 2.099 – 10.231 1.013 – 5.914 1.506 – 10.601 1.807 – 10.497
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin perawat mempunyai nilai p terbesar, sehingga tahap selanjutnya dari analisis ini adalah dengan tidak mengikutsertakan variabel jenis kelamin perawat seperti terlihat pada tabel 5.22 sebagai berikut : Tabel 5.22 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Determinan Kinerja Perawat, Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura Langkah Ke-8 Variabel Umur Tk.Pendidikan Kepuasan Umum
B 1.818 1.546 1.407
P 0.001 0.002 0.000
OR 4.083 4.002 6.157
95% CI 1.738 – 12.594 1.807 – 9.188 2.185 – 17.348
Hasil analisis tersebut diatas menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai nilai p < 0,05, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara
91
variabel umur perawat, tingkat pendidikan, dan kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dari ketiga variabel tersebut, variabel kepuasan kerja secara umum merupakan variabel yang paling dominan dengan Odds Ratio (OR) sebesar 6.157 yang berarti perawat yang merasa puas secara umum mempunyai peluang berkinerja baik 6.157 kali lebih besar dibandingkan perawat yang merasa tidak puas setelah dikontrol dengan variabel umur dan tingkat pendidikan perawat.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian, antara lain : 1. Rancangan Penelitian
92
Rancangan penelitian ini menggunakan desain potong lintang (croos sectional study) yaitu rancangan penelitian untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam periode waktu tertentu dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat yang bersamaan. Dengan demikian rancangan penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu hanya dapat memberikan gambaran suatu kejadian atau masalah pada saat tertentu dan tempat tertentu sehingga dapat berbeda pada waktu yang akan datang dan tidak dapat digeneralisasikan pada tempat penelitian lain. 2. Kualitas Data Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner bersifat subyektif sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran responden
pada
saat
pengisian
kuesioner
khususnya
yang
berhubungan dengan variabel kepuasan kerja (kepuasan psikologi, kepuasan sosial, kepuasan fisik dan kepuasan finansial).
3. Bias Informasi Bias informasi adalah bias dalam cara mengamati, melaporkan, mengukur, mencatat, mengklasifikasi dan menginterpretasi suatu masalah. Penyebab utama dari bias informasi ini adalah pengukuran yang tidak valid atau tidak kuatnya data yang dicatat sebelumnya (Bhisma Murti, 2003). Salah satu bias informasi pada penelitian ini
93
adalah adanya kemungkinan terjadi efek Hawthorne, mengingat responden mengetahui bahwa dirinya sedang diamati (diteliti) sehingga dikhawatirkan jawaban yang diberikan tidak obyektif dan memiliki kecenderungan untuk menyenangkan peneliti.
6.2. Pembahasan 6.2.1. Gambaran Kinerja Perawat Kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas (Yaslis Ilyas, 2002).
Pada penelitian ini penilaian kinerja
perawat secara kuantitas dilakukan dengan cara pengamatan dokumentasi asuhan atau proses keperawatan yang dilaksanakan perawat dan sesuai dengan standar praktek keperawatan. Dokumentasi keperawatan merupakan salah satu bentuk upaya untuk membina dan mempertahankan akontabilitas perawat dan keperawatan. Pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan suatu pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap kinerja perawat, menunjukkan bahwa perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura memiliki kinerja baik (55.8%) sedangkan yang kurang baik (44.2%). Angka pencapaian ini sangat rendah dan jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh Depkes. RI yang memberikan syarat angka pencapaian minimal 75% dalam memberikan asuhan/pelayanan keperawatan. Hasil distribusi jawaban
94
responden menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap pembentukan kinerja perawat yang baik diperoleh dari dimensi faktor – faktor, diantaranya
seperti
faktor
karakteristik perawat yang
meliputi : umur ≥ 30 tahun (79.5%), jenis kelamin perempuan (67.2%), dan tingkat pendidikan keperawatan tinggi (65.4%). Sedangkan dari faktor kepuasan kerja perawat meliputi : kepuasan psikologi (67,2%), kepuasan sosial (66,7%), kepuasan fisik (87.5%), kepuasan finansial (69.4%) dan kepuasan kerja secara umum (72.6%). Hal ini menggambarkan bahwa faktor kepuasan kerja merupakan aspek yang dominan terhadap terbentuknya kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Secara histroris, karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002), kinerja sangatlah dipengaruhi oleh kepuasan, karena kepuasan adalah salah satu komponen pendorong motivasi kerja. Kondisi kepuasan dan ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan Sayles (1980) dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dampak baik maupun kurang baiknya kinerja perawat sangat berpengaruh terhadap pemberian pelayanan atau asuhan keperawatan yang
95
optimal serta komprehensif kepada pasien. Perawat akan melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktek keperawatan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan asuhan keperawatan di suatu rumah sakit tak akan berjalan
dengan
baik
apabila
perawat
yang
melaksanakan
proses
keperawatan tersebut bertentangan dengan standar praktek keperawatan dan segala ketentuan yang ada dalam lingkungan rumah sakit sebagai suatu organisasi. 6.2.2. Hubungan Umur dengan Kinerja Perawat Umur merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1996), umur sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada perilaku kerja individu. Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Perawat yang berumur < 30 tahun, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (55.6%). Sedangkan dari perawat yang berumur ≥ 30 tahun, sebagian besar dengan kinerja baik (79.5%).
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang berumur ≥ 30 tahun cenderung mempunyai peluang berkinerja baik dibandingkan perawat yang berumur < 30 tahun. Hasil
penelitian
ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
Downes, M (1995) dalam As’ad (2003) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yaslis Ilyas (2002), Mumuh (2005) dan
96
Faisal Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kinerja karyawan. Siagian (2002) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara kinerja dan kepuasan kerja dengan umur seorang karyawan, artinya kecenderungan yang sering terlihat adalah bahwa semakin lanjut umur karyawan, kinerja dan tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi.
Berbagai alasan
yang sering dikemukakan menjelaskan fenomena ini, antara lain adalah adanya sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, harapan, keinginan, dan cita-cita bagi karyawan yang lebih tua. Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda usianya, kepuasan kerja cenderung lebih kecil, karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian dan penyebab-penyebab lainnya serta pengalaman yang relatif lebih rendah. Kertonegoro (2001) dalam Kristianto (2007) menyebutkan, umur mempunyai pengaruh terhadap turnover atau umpan balik, absensi, produktivitas, dan kepuasan kerja. Semakin tinggi umur karyawan, semakin kecil kemungkinan untuk berhenti kerja, karena makin terbatas alternatif kesempatan kerja. Semakin tinggi umur karyawan maka semakin rendah tingkat absensi yang dapat dihadiri, tetapi makin tinggi absensi yang tidak dapat dihadiri,
misalnya karena sakit.
Hubungan antara
umur
dan
produktivitas tidak konklusif, karena meskipun umur tinggi bisa berdampak negatif terhadap keterampilan, tetapi dapat diimbangi secara positif karena pengalaman. 6.2.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kinerja Perawat
97
Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara jenis kelamin dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang berjenis kelamin perempuan, sebagian besar dengan kinerja baik (67.2%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat perempuan mempunyai peluang berkinerja baik 2.730 kali kali lebih besar dibandingkan perawat laki-laki. Hal ini sesuai dengan sejarah awal dari profesi keperawatan (Florence Nightingale) yang identik dengan pekerjaan yang didasari oleh kasih sayang, kelembutan seorang ibu atau perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Suparman (1997) dan Mumuh (2005) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja perawat. Dengan demikian penelitian Faisal Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja karyawan tidak sejalan dengan penelitian ini.
Menurut Koderi (1995), terdapat perbedaan kepuasan kerja dan kinerja antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Berdasarkan psikologi keadaan perbedaan karakter laki-laki dan wanita antara lain : 1). pada umumnya perempuan hampir-hampir tidak mempunyai interest yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti pada kaum laki-laki; 2). Aktivitas perempuan umumnya lebih suka menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan
98
ringan; 3). Perempuan biasanya tidak bersifat agresif, suka memelihara dan mempertahankan sifat kelembutan, keibuan tanpa mementingkan diri sendiri dan tidak mengharapkan balas jasa . 6.2.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kinerja Perawat Kristianto (2007), dalam pengertian yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperolah pengetahuan. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan refresentatif, pendidikan adalah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat dengan tingkat pendidikan keperawatan yang rendah, sebagian besar mempunyai kinerja kurang baik (61.9%). Sedangkan dari perawat dengan tingkat pendidikan keperawatan yang tinggi, sebagian besar dengan kinerja baik (65.4%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan tinggi (D.III dan D. IV Keperawatan) mempunyai peluang berkinerja baik lebih besar dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan rendah (SPK). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Peters (1990) dalam Yaslis Ilyas (2002), yang menyatakan keterampilan yang terdiri dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan teknis, kecakapan interpersonal akan
99
mempengaruhi kinerja seseorang. Begitu juga penelitian Budiwarni (1997) dalam Yaslis Ilyas (2002) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja perawat di Puskesmas. Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Mumuh (2005) dan Faisal Rizal (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kinerja karyawan. Pendidikan merupakan karakteristik individu yang menjadi sumber status yang penting dalam organisasi kerja. Pendidikan yang diikuti jenjang kepangkatan adalah imbang dari status yang tinggi. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai, besar keinginan untuk memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya dalam mencapai kedudukan yang lebih tinggi dalam organisasi (Siagian, 2002). Oleh sebab itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin pula tuntutannya atas pekerjaannya sehingga mempengaruhi kepuasan kerjanya. Dengan perkataan lain, dengan tingkat pendidikan yang tinggi, akan berpengaruh terhadap jenjang kepangkatan seorang karyawan, dan berdampak pada kepuasan kerja yang tinggi, sebab dengan ditunjang oleh jenjang kepangkatan dan upah yang memadai, maka seorang karyawan akan lebih mudah memenuhi kebutuhannya. Perawat
yang
mempunyai
tingkat
pendidikan
minimal
D.III
Keperawatan disebut sebagai perawat profesional pemula. Sebagai perawat profesional pemula mereka harus memiliki tingkah laku, dan kemampuan profesional,
serta
akuntabel
dalam
melaksanakan
asuhan/praktik
keperawatan dasar secara mandiri. Selain itu juga dituntut harus mempunyai kemampuan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memanfaatkan
100
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna (Nursalam, 2002). 6.2.5. Hubungan Kepuasan Psikologi dengan Kinerja Perawat Secara statistik hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan psikologi dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kejiwaan (minat, ketenteraman, sikap, bakat, dan keterampilan), yang berkinerja kurang baik (57.1%). Sedangkan dari perawat yang menyatakan puas,
sebagian
besar
berkinerja
baik
(67.2%).
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang lebih besar untuk berkinerja baik dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mumuh (2005) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara kepuasan psikologi yang dikur berdasarkan sikap, minat dan kemampuan perawat dengan kinerja perawat di ruang rawat inap. Sementara Tiffin (dalam As’ad, 2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, karena makin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang akan tercermin dari sikap kerja ke arah yang positif. Sebaliknya ketidak puasan kerja akan menimbulkan sikap kerja yang negatif. Bahwa positif dan negatifnya sikap kerja seseorang mengikuti tingkat kepuasan kerja yang dirasakan. 6.2.6. Hubungan Kepuasan Sosial dengan Kinerja Perawat
101
Proporsi perawat yang puas dan kurang puas pada faktor kepuasan sosial adalah sama besarnya (50%). Secara statistik penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan interaksi sosial, sebagian besar berkinerja kurang baik (55%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (66.7%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perawat yang menyatakan
puas,
mempunyai
peluang
berkinerja
baik
lebih
besar
dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas . Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mumuh (2005) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan sosial dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan kemampuan pekerja dalam menjalin interaksi yang baik antara dirinya dengan lingkungan kerjanya, baik dengan atasannya, sesama pekerja atau bawahannya. Faktor kepuasan sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Menurut teori hierarkhi kebutuhan Maslow, hubungan dengan rekan kerja termasuk kedalam kebutuhan sosialisasi, yaitu kebutuhan akan rasa aman diterima dilingkungan sosial dan persahabatan, dan kebutuhan untuk berpartisipasi di dalamnya. Setiap karyawan selalu ingin diterima, dihormati dan dihargai dalam lingkungan kerjanya. Cara yang dapat dilakukan organisasi dalam memenuhi kebutuhan ini antara lain dengan
102
menjalin hubungan kerja yang harmonis diantara sesama pekerja dan pimpinan, mengikutsertakan pekerja dalam proses pengambilan keputusan. 6.2.7. Hubungan Kepuasan Fisik dengan Kinerja Perawat Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat menyatakan kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pekerjaan yaitu sebanyak 86.7%. Secara statistik penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, yang berkinerja kurang baik (49.0%). Sedangkan perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (87.5%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perawat yang merasa puas mempunyai peluang berkinerja baik lebih besar dibandingkan perawat yang kurang puas. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mumuh (2005) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan fisik dengan kinerja perawat.
Menurut Siagian (2002), terdapat korelasi antara kondisi
kerja dengan kepuasan dan kinerja seseorang. Salah satu faktor penyebab seorang
pekerja
menginginkan
pindah
kerja
adalah
karena
kondisi
pekerjaannya yang membuat ia merasa tidak betah sehingga pada akhirnya akan dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Teori Herzberg juga menyebutkan bahwa faktor kondisi pekerjaan merupakan faktor yang membuat seseorang tidak puas dalam bekerja (dissatisfer) yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja.
103
Hasil penelitian ini sesuai dengan pengamatan peneliti di lapangan, dimana banyak sarana prasarana kerja yang kurang lengkap serta lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti kurangnya alat-alat keperawatan dan pendukung pelayanan, ruangan yang panas tanpa ada penyejuk udara yang pada akhirnya hal tersebut berpengaruh terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien kurang optimal. 6.2.8. Hubungan Kepuasan Finansial dengan Kinerja Perawat Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
perawat
menyatakan puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan (51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang puas sebanyak
48.3%.
Secara statistik penelitian ini menyatakan ada
hubungan yang bermakna antara kepuasan finansial dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagian besar berkinerja kurang baik (58.6%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (69.4%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perawat yang menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas. Variabel kepuasan finansial merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam melakukan upaya peningkatan kinerja perawat terutama yang berhubungan dengan keadilan pembagian intensif/uang jasa, kesempatan promosi dan kesempatan berkembang. Faktor kepuasan finansial dalam pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan
104
jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, pemberian tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi, dan sebagainya. Menurut Siagian (2002) sebab ketidakpuasan kerja dapat beraneka ragam seperti penghasilan yang rendah atau dirasakan kurang memadai, kurangnya penghargaan dan berbagai faktor lainnya. Teori dua faktor Herzberg, juga menyatakan bahwa besarnya gaji/intensif merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan adanya ketidakpuasan kerja, sebab dengan gaji yang relatif kecil akan dapat menimbulkan ketidakpuasan pekerja terhadap pekerjaannya, sebaliknya dengan gaji yang cukup bagi pekerja merupakan faktor yang memotivasi pekerja untuk bekerja dengan lebih baik. Selain itu menurut Gibson (1997), pemberian penghargaan baik berupa hadiah yang bermanfaat ataupun dalam bentuk sertifikat akan dapat merangsang pekerja untuk dapat bekerja dengan lebih baik, sebab dengan memberikan penghargaan merupakan salah satu bentuk adanya pengakuan dari organisasi kerja terhadap pekerja, dan ini dapat menimbulkan adanya kepuasan dalam bekerja. Sementara Robbins (2003) menyatakan bahwa kesempatan berkembang dalam bentuk promosi bagi pekerja, dihubungkan secara negatif dengan tingkat keluar masuknya karyawan dan kepuasan kerja. Karyawan yang merasakan adanya kesulitan bagi mereka untuk berkembang
dan
adanya
menurunkan
tingkat
promosi
kepuasan
pekerjaan
kerjanya,
secara
sebaliknya
otomatis
akan
karyawan
yang
merasakan kemudahan dan adanya kesempatan yang terbuka bagi mereka
105
untuk mengembangkan diri dalam bekerja, akan dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja mereka. Hubungan insentif dalam hubunganya dengan kinerja karyawan dijelaskan oleh Kristianto (2007) bahwa beberapa isu penting tentang imbalan yang muncul dalam organisasi adalah pertama : orang bekerja pada suatu organisasi tertentu dengan berbagai macam alasan, dan salah satunya adalah imbalan, kedua : uang bukan satu-satunya imbalan sepanjang waktu sesuai dengan perubahan kondisi yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Diyakini bahwa imbalan akan memotivasi prestasi, mengurangi kemangkiran, dan menarik pencari kerja yang berkualitas kedalam organisasi. Oleh karena itu, imbalan dapat dipakai sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan dorongan pemilikan organisasi sebagai tempat bekerja, imbalan dapat juga memenuhi kebutuhan hubungan kerja. 6.2.9. Hubungan Kepuasan Kerja Secara umum dengan Kinerja Perawat Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
perawat
menyatakan puas terhadap faktor kepuasan kerja secara umum ( 51.7%). Sedangkan yang menyatakan kurang puas sebanyak 48.3%.
Secara statistik penelitian ini menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepuasan kerja secara umum dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura. Dimana dari perawat yang merasa kurang puas terhadap faktor kepuasan yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, sebagaian besar berkinerja
106
kurang baik (62.1%). Sedangkan dari perawat yang merasa puas, sebagian besar berkinerja baik (72.6%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik 4.332 kali lebih besar dibandingkan perawat yang menyatakan kurang puas. Kepuasan kerja perawat secara umum merupakan variabel
yang
paling dominan berhubungan dengan kinerja perawat di Unit RSUD Ratu Zalecha Martapura. Kepuasan kerja bagi profesi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya yang berdampak pada prestasi kerja, disiplin dan kualitas kerjanya. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
kualitas
kehidupan
kerja
sangat
mempengaruhi kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2006 sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Perawat yang bekerja lembur terus menerus atau bekerja tanpa dukungan yang memadai cenderung untuk banyak tidak masuk kerja dan kondisi kesehatan yang buruk. Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat adalah dengan memberikan penghargaan secara adil. Selain itu meningkatkan kesejahteraan perawat dan memberikan kesempatan perawat untuk mengembangkan diri atau dengan cara-cara yang lain dalam usaha meningkatkan kepuasan kerja perawat. Pimpinan rumah sakit dituntut untuk peka terhadap kepentingan karyawannya. Disini pendekatan bukan hanya
107
terhadap karyawan tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Pimpinan rumah sakit harus memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan kerja sehingga dapat menurunkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang diharapkan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
108
1. Kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura sebagian besar dengan kriteria baik (55.8%), namun pencapaian angka tersebut masih jauh dari standar minimal yang ditetapkan (75%). 2. Variabel-variabel yang secara statistik berhubungan dengan kinerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepuasan psikologi, kepuasan fisik, kepuasan sosial, kepuasan finansial dan kepuasan kerja perawat secara umum . a. Perawat yang berumur ≥ 30 tahun cenderung mempunyai kinerja yang baik dibandingkan perawat yang berumur < 30 tahun. b. Perawat perempuan cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat laki-laki. c. Perawat dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat dengan tingkat pendidikan rendah. d. Perawat yang puas secara psikologi cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas. e. Perawat yang puas secara sosial cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas. f. Perawat yang puas terhadap kondisi fisik lingkungan kerja cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas. g. Perawat yang puas secara finansial cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas.
109
h. Perawat yang puas terhadap faktor kepuasan kerja secara umum cenderung mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan perawat yang kurang puas. 3. Variabel kepuasan kerja secara umum merupakan variabel yang paling dominan
berhubungan
dengan
kinerja
perawat.
Perawat yang
menyatakan puas mempunyai peluang berkinerja baik 6.157 kali lebih besar dibandingkan perawat yang merasa tidak puas setelah dikontrol dengan variabel umur dan tingkat pendidikan perawat.
7.2.
Saran
7.2.1. Bagi RSUD Ratu Zalecha Martapura Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan kepada manajemen RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah sebagai berikut : 1. Memberikan kesempatan berkembang kepada perawat untuk dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan misalnya memberikan kesempatan kepada perawat dengan latar belakang pendidikan keperawatan yang rendah (SPK) untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan mengadakan kelas khusus pendidikan keperawatan yang bekerjasama institusi pendidikan kesehatan kemudian mengadakan dan mengikuti pendidikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi asuhan keperawatan. 2. Untuk meningkatkan kepuasan psikologi perawat, hendaknya dilakukan dengan cara meningkatkan peran dan fungsi panitia akredential rumah
110
sakit
dalam
mengadakan
seleksi
atau
penempatan
perawat
(mutasi/promosi) yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. 3. Untuk peningkatan kepuasan sosial dengan sesama karyawan, hendaknya pimpinan mulai dari Direktur, manajer menengah sampai dengan
Kepala
Instalasi/Kepala
Ruangan/Kepala
Unit
agar
menciptakan hubungan kerja yang baik dengan bawahannya misalnya dengan mengadakan pertemuan rutin secara berkala yang membahas mengenai keluhan, saran-saran dari bawahan, memberikan perhatian terhadap pekerjaan bawahan dan senantiasa membantu kesulitan yang dirasakan perawat. 4. Untuk peningkatan kepuasan fisik perawat, berbagai cara yang dapat dilakukan manajemen rumah sakit diantaranya adalah a. Memperbaiki dan melengkapi sarana yang membuat nyaman ruangan tempat kerja perawat, misalnya dengan melengkapi tempat kerja dengan AC. b. Melengkapi sarana dan perlengkapan kerja yang memadai . c. Memperhatikan kebersihan tempat kerja. 5. Untuk peningkatan kepuasan finansial perawat, berbagai cara yang dapat dilakukan manajemen rumah sakit diantaranya : a. Meningkatkan intensif diluar gaji resmi sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan misalnya intensif shif jaga, intensif kinerja dan lain sebagainya. b. Memberikan hadiah/penghargaan berupa uang bagi perawat dengan kinerja terbaik/teladan secara periodik.
111
7.2.2. Bagi penelitian selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, dan karakteristik perawat yang berbeda pada unit pelayanan lainnya serta faktor-faktor
lain
yang
memberikan
pelayanan
berhubungan kesehatan
dengan misalnya
kinerja dari
perawat
faktor
dalam
manajemen
pelayanan, sarana prasarana penunjang pelayanan dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Achir Yani. 2007. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit, Pusat Data dan Informasi PERSI (persi.co.id). Arikunto. Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Armstrong, M. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Media Kompetindo. As’ad, M. 2003. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : Liberty. 112
Asnawi, S. 1999. Aplikasi Psikologi Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Jakarta : Pusgrafin. Atmojo, D.S. 2000. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kedisiplinan Karyawan pada Perusda Objek Wisata Tawangmangu. Tesis Pascasarjana UMS Surakarta. Azrul Azwar. 1998. Pengantar Adiministrasi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2002, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka Pelajar Bhisma Murti. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press . Boy Sabarguna, 2003, Sumber Daya Manusia Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorsium RS Islam. Depkes. RI. 2004. Rancangan pedoman pengembangan sistem jenjang karir profesional perawat. Jakarta : Direktorat Keperawatan dan keteknisian Medik Dirjen Yan Med Depkes RI. _________. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 836/MENKES/SK/VI/2005 tentang Pedoman pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan. Jakarta : Depkes RI. Dessler, Garry. 1997. Human Resource Performance. New Jersey: Prentice Hall.
Management:
Appraising
Faisal Rizal. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja Pegawai Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Barat Tahun 2004. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia. Gibson,J.L, Ivancevich, JM & Donnelly, J.H. Alih Bahasa Andriani, N. (1997). Organisasi : Perilaku, Struktur dan proses. Jakarta : Aksara Binarupa. Handoko, T. Hani 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : BPFE . Hasibuan. M. 2003. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
113
Heidjrachman dan Suad Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogjakarta : BPFE. Hidayat, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penelitian Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Jewell & Siegall, M. 1990. Psikologi Industri dan Organisasi Modern. Jakarta : Arcan. Kotler, Philip (2003), Manajemen Pemasaran, Penerbit Prenhallindo, Jakarta. Kristianto Jusuf. 2007. Studi Asuhan Keperawatan Prosedur Pemasangan Infus di RC MMC Jakarta. Jakarta : Tugas Mentlit Program Studi S3 IKM. Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta : EGC . La Ode Jumadi Gaffar. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC. Mangkunegara, AP. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan Ketiga). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : BPFE. Mumuh. 2005. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia. Munandar, AS. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Muninjaya, AA.Gde. 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC Nursalam, Siti Pariani. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. ________. 2007. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Praktek
Purwanto. 2006. Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akutansi IMKA Surakarta. Tesis Program Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 114
Robbins, S.P. Alih Bahasa Pujaatmaka, H & Molan, B. 2003., Perilaku Organisasi: Konsep kontroversi, aplikasi, Edisi kedelapan. Jakarta: PT Prenlindo. Rusminto. 2001. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Disiplin Kerja Aparatur Sekretariat Daerah Kabupaten Grobogan. Tesis Program Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Siagian, Sondang (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara Soekidjo. Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta :
_________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. _________. 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi), Jakarta : PT Rineka Cipta Sutanto Priyo Hastomo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM Universitas Indonesia (Unpublished) Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Altabeta. Sukardi dan Anwar, S. 2004. Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Yogyakarta : UII Press. Sule, E. 2002. Keterkaitan antara Kepuasan Kerja Karyawan dan Kepuasan Pelanggan dengan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Volume 2, No.2. Yogyakarta: STIE YKPN. Tamin, F. 2002. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja. Jakarta : Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia. Timpe, D.A. 1999. Motivasi Pegawai: Seri Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. __________. 1999. Produktivitas: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Tjahjono. Kuntjoro. 2005. Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat Dan Bidan Sebagai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Klinis. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 08, No.03. Semarang : Balai Pelatihan Teknis Profesi Kesehatan.
115
Tjandra Yoga Aditama 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : Universitas Indonesia Press Yaslis Ilyas. 2002. Kinerja. Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia . __________. 2003. Kiat Sukses Manajemen Tim Kerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. __________. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit. Jakarta : Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia . Wahyuddin, M. 2004. Industri dan Muhammadiyah University Press.
Orientasi
Ekspor.
Surakarta
:
Wijono Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Volume 1, Surabaya : Airlangga University Press, Surabaya.
PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth Bapak/Ibu Calon Responden Di – RSUD Ratu Zalecha Martapura
Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Indonesia jakarta, saya akan melakukan penelitian tentang “DETERMINAN KINERJA PERAWAT DI 116
INSTALASI
RAWAT
INAP
RSUD
RATU
ZALECHA
MARTAPURA
KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2008” Untuk keperluan tersebut saya mohon kesedian Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan minta kesediaannya untuk mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan kejujuran. Jawaban yang diberikan di jamin kerahasiannya. Demikian permohonan, atas bantuan dan partisipasinya disampaikan terima kasih Martapura,......................2008 Peneliti FAHRIADI NIM.06051005
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Setelah saya membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini maka saya menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. No. Responden : Tanggal
:.........................2008
Tanda tangan
:...........
KUESIONER Judul Penelitian
: DETERMINAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2008
Nomor Responden : Tanggal Pengisian : ....................2008 Penelitian ini dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat. Kami harap saudara dapat
117
memberikan informasi yang sejujurnya, dan kerahasiaan jawaban saudara dijamin tidak diketahui orang lain karena saudara tidak menulis nama pada lembaran ini. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN PERTANYAAN
JAWABAN
1. Jenis Kelamin saudara ? 1. Laki – laki 2. Perempuan 2. Usia saudara saat ini (tahun) ? 3. Pendidikan keperawatan yang berhasil yang saudara tamatkan ? 1. SPK 2. D.III Keperawatan 3. D. IV Keperawatan 4. S1 Keperawatan 4. Pangkat/Golongan kepegawaian saudara saat ini ? 1. Golongan II 2. Golongan III
5. Masa kerja saudara di saat ini (tahun) ? B. KUESIONER KEPUASAN KERJA PERAWAT Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (√) di kolom yang telah disediakan . No
Daftar Pertanyaan
A 1
Kepuasan Psikologi Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada kesesuaian antara tugas dengan minat yang dimiliki ? Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada ketentraman suasana hati / emosional ? Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada
2 3
118
Jawaban Ya
Tidak
4
5 6
No B 1 2 3
4
5 6 No C 1 2 3 4
kesesuaian antara tugas dengan bakat yang dimiliki ? Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada kesesuaian antara tugas dengan keterampilan yang dimiliki ? Apakah menurut anda, kemampuan atasan/kepala ruangan untuk berbuat adil dalam menilai kinerja perawat sangat baik ? Apakah dalam menjalankan peran dan fungsi anda sehari-hari sebagai perawat pelaksana, ada kebebasan dalam melakukan inovasi yang berhubungan dengan pekerjaan ? Daftar Pertanyaan Kepuasan Sosial Apakah menurut anda, kemampuan teman sekerja untuk bekerjasama dalam menyelesaikan tugas cukup baik ? Apakah menurut anda, suasana kekeluargaan di dalam kelompok kerja anda cukup baik ? Apakah menurut anda, kesediaan teman-teman sekerja untuk berbagi informasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pekerjaan atau diluar pekerjaan cukup baik ? Apakah menurut anda, kesediaan atasan/kepala ruangan untuk menyisihkan waktu untuk mengemukakan berbagai hal yang berhubungan dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan cukup baik ? Apakah menurut anda, kemampuan atasan/kepala ruangan dalam menciptakan suasana kekeluargaan dalam kelompok perawat cukup baik ? Apakah menurut anda dalam menjalankan peran dan fungsi sehari-hari, sesama rekan perawat saling menghormati hak individual masing-masing ? Daftar Pertanyaan Kepuasan Fisik Apakah keadaan penerangan (lampu/cahaya matahari) di dalam ruangan kerja anda cukup baik ? Apakah sirkulasi udara dan temperatur di ruangan kerja anda cukup baik ? Apakah kebersihan disekitar tempat kerja anda termasuk kebersihan di kamar mandi/WC cukup baik ? Apakah kelengkapan sarana prasarana kerja untuk membantu anda memberikan asuhan / pelayanan
119
Jawaban Ya Tidak
Jawaban Ya Tidak
5 6
No D 1 2 3 4 5 6 7
keperawatan cukup baik ? Apakah di tempat anda bekerja, sarana dan prasarana untuk beribadah tersedia dengan baik ? Apakah di tempat anda bekerja, tersedia sarana penunjang lainnya seperti kantin, tempat parkir, sarana olahraga dan sebagainya ? Daftar Pertanyaan Kepuasan Finansial Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif yang diterima dengan prestasi kerja anda sebagai perawat pelaksana ? Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif yang diterima dengan kemampuan dan keterampilan anda sebagai perawat pelaksana ? Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif yang diterima dengan beban dan tanggung jawab yang dipikul anda sebagai perawat pelaksana ? Apakah menurut anda, ada kesesuaian gaji/insentif yang diterima dengan waktu kerja yang digunakan ? Apakah di tempat anda bekerja, ada jaminan sosial yang anda terima di tempat kerja ? Apakah menurut anda, ada kejelasan besar dan jenis tunjangan yang anda terima ? Apakah di tempat anda bekerja, ada kebijaksanaan promosi / kesempatan untuk berkembang ?
Jawaban Ya Tidak
C. OBSERVASI KINERJA PERAWAT (Dokumentasi Asuhan Keperawatan) Petunjuk : Berilah tanda (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. No
DAFTAR PENILAIAN
A
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1
Apakah perawat melaksanakan pengkajian pada pasien saat masuk rumah sakit dengan tepat ? Apakah perawat melengkapi format catatan pengkajian pasien dengan tepat ?
2
120
Hasil Observasi Ya
Tidak
3 4 5
Apakah perawat menilai kondisi pasien secara terus menerus ? Apakah perawat menilai kebutuhan pasien sesuai dengan keadaan pasien ? Apakah perawat membuat prioritas masalah sesuai dengan pengkajian data ?
B
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
7
Apakah perawat dalam membuat diagnosis keperawatan terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah pasien, dan perumusan diagnosis keperawatan ? Apakah perawat dalam membuat perumusan diagnosa keperawatan terdiri dari PES (problem/masalah, etiologi/ penyebab, dan symptom/tanda dan gejala) ? Apakah perawat dalam memvalidasi diagnosis keperawatan bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain ? Apabila perawat menemukan masalah baru, apakah perawat melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru ?
8 9
C
PERENCANAAN KEPERAWATAN
10
Apakah perawat dalam membuat rencana perawatan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan ? Apakah perawat dalam membuat rencana perawatan berdasarkan kebutuhan pasien ? Apakah perawat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lain dalam menyusun rencana tindakan keperawatan ? Apakah perawat membuat penjadwalan dalam menyusun rencana tindakan perawatan ? Apakah perawat selalu mendokumentasikan rencana tindakan keperawatan ?
11 12 13 14
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN 15 16 17
Apakah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan bekerjasama dengan pasien ? Apakah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain ? Apakah perawat dalam memberikan asuhan 121
18 19
keperawatan selalu memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep ? Apakah perawat mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons pasien ? Apakah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah dan kebutuhan pasien ? EVALUASI KEPERAWATAN
20 21 22 23
Apakah perawat dalam menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus ? Apakah perawat dalam mengevaluasi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien ? Apakah perawat dalam mengevaluasi praktik keperawatan dengan dibandingkan standar praktik keperawatan ? Apakah perawat selalu mendokumentasikan hasil evaluasi tindakan keperawatan ?
122
View more...
Comments