BAB I PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI BPSTW CIPARAY BANDUNG
May 23, 2018 | Author: Lusita Tobing | Category: N/A
Short Description
kisi-kisi penelitian.. ;-)...
Description
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lanjut usia merupakan istilah bagi individu yang sudah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Batasan lanjut usia menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) adalah usia 60 tahun atau lebih. Batasan ini sesuai dengan batasan lanjut usia yang ditetapkan di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yaitu lebih dari 60 tahun (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan,
2
2009; Soewono, 2009). Peningkatan jumlah penduduk lansia ini telah menjadikan Indonesia salah satu negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) dan menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpopulasi lansia setelah Cina, India, dan Amerika (Ronawulan, 2009). Peningkatan jumlah lansia ini tentunya akan memberikan dampak pada pelayanan bagi lansia khususnya pelayanan kesehatan, dimana setiap pemberi pelayanan kesehatan (termasuk pelayanan keperawatan) harus meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya. Proses menjadi lansia merupakan proses alamiah sesuai dengan peningkatan usia seseorang. Dalam proses menua ini terjadi beberapa perubahan yang menyangkut biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Perubahan-perubahan ini pada setiap individu dapat berbeda-beda, namun tetap mengalami proses
3
Permasalahan psikologis yang umum terjadi pada lansia adalah kecemasan, kesepian, rasa bersalah, depresi, keluhan somatik, reaksi paranoid, demensia, dan delirium (Shives, 2005). Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan umum dan terbesar ditemukan pada lansia (Hitchcock, Schubert dan Thomas, 1999; Allender dan Spradley, 2005). Depresi adalah gangguan mental berupa gangguan alam perasaan yang ditunjukkan dengan perasaan yang sangat tertekan, kehilangan terhadap hal-hal yang menarik, perasaan bersalah, penilaian terhadap diri yang rendah, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, lemah dan kehilangan daya konsentrasi (WHO, 2010). Sedangkan menurut Frisch & Frisch (2006), depresi adalah suatu keadaan hilangnya aktivitas umum yang menyenangkan. Depresi terjadi sebagai dampak beragam perubahan dan kehilangan dalam hidup (multiple loss), seperti:
4
dibuktikan kaitannya dengan kelainan fungsi organ tubuh. Sedangkan gangguan psikis yang terlihat antara lain suasana hati yang murung, sedih, kecewa, resah, gelisah, takut, emosinya labil, mudah marah, cepat tersinggung, merasa tertekan, mudah menangis tanpa alasan yang jelas, merasa kesepian, tidak berharga, tidak berdaya, perasaan hampa, rasa bersalah yang berlebihan sehingga kadang-kadang mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk bunuh diri. Mereka juga kehilangan minat, gairah, dan kesenangan (Santoso dan Ismail, 2009). Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 – 15 %. Hasil meta analisis dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan wanita dan pria adalah 14,1 : 8,6. Dari data berikut juga ditemukan bahwa depresi merupakan masalah utama pada lansia. Prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti
5
lebih bervariasi antara 1 – 35 % (Frazer, Christensen & Griffith, 2005). Meskipun tidak terlalu signifikan, namun tanda dan gejala depresi akan sangat berdampak pada kualitas hidup lansia dan juga dapat menjadi gangguan jiwa yang lebih berat jika tidak diintervensi secara tepat. Bahkan dapat mengakibatkan keinginan untuk bunuh diri pada lansia. Walaupun demikian, depresi dapat diatasi dengan berbagai terapi, baik terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis biasanya didahulukan sebelum memulai terapi farmakologis (Setiati, 2000). Terapi nonfarmakologis diantaranya adalah terapi suportif, terapi kognitif, terapi musik, biblioterapi, life review therapy, terapi rekreasi, dan lain-lain (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Pelaksanaan terapi suportif, kognitif, life review therapy, dan kebanyakan
6
yang akan meningkatkan proses relaksasi (Djohan, 2009). Musik merupakan getaran udara harmonis yang ditangkap oleh telinga kemudian diteruskan oleh syaraf pusat otak, yang menimbulkan kesan tertentu pada lansia. Harmoni musik yang setara dengan irama internal tubuh akan memberikan kesan menyenangkan pada lansia (Salempessy, 2001). Penggunaan musik yang tepat juga selain membuat tubuh kita menjadi rileks, dapat meningkatkan kekebalan tubuh kita (Salempessy, 2001). Hal tersebut dikarenakan saat mendengarkan musik, tubuh mengeluarkan zat-zat seperti serotonin, hormon pertumbuhan, endorfin, dan Salivatory Immunoglobulin A (Djohan, 2009). Dalam hal ini, yang berperan dalam penurunan depresi adalah serotonin dan norepinefrin, dimana pada penderita depresi ditemukan keadaan serotonin
dan
norepinefrin
menurun.
Menurunnya
kadar
serotonin
dan
7
waktu 30 menit selama seminggu dan ditemukan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki metabolisme dasar dan pernafasan sehingga mengurangi tekanan terhadap respon fisiologis. Terapi musik juga dapat dilakukan dalam waktu 10 – 15 menit, karena dalam waktu 15 menit dapat membuat rileks tubuh kita (Djohan, 2009). Sementara itu, Ashida (2000) dalam penelitiannya tentang efek sesi terapi musik reminisans terhadap perubahan gejala depresi pada lansia dengan dimensia menemukan bahwa terdapat penurunan signifikan gejala depresi setelah lansia mendapatkan sesi musik pada terapi reminisans selama 5 hari berturut-turut. Selain itu, terapi musik juga terbukti menurunkan tingkat stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di PSIK Undip Semarang (Primadita, 2011). Masih banyak penelitan lain yang telah dilakukan mengenai efek terapi musik pada kesehatan, seperti pada penderita penyakit jantung, stres, cemas,
8
dalam jurnal “Music Can Facilitate Blood Pressure Recovery from Stress” juga dinyatakan bahwa pada Studi oleh Gerdner (1999) menemukan dalam penelitiannya orang yang menderita Alzheimer mengalami lebih sedikit agitasi ketika diberikan program musik pilihan sendiri dibandingkan dengan yang diberikan program musik klasik (Chaffin, 2004). Terapi musik terhadap lansia yang mengalami depresi juga sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Swara pada tahun 2012 di Yogyakarta, namun terapi musik yang diberikan oleh Swara adalah musik langgam jawa keroncong. Demikian juga dengan Shalehuddin (2010), Shalehuddin memberikan terapi musik gamelan jawa terhadap lansia yang mengalami depresi di Pasuruan. Berbeda dengan kedua penelitian tersebut, penelitian kali ini akan memberikan terapi musik sesuai dengan jenis musik dan lagu kesukaan lansia masing-masing,
9
mereka masing-masing di daerah sekitar panti, namun mengikuti kegiatan yang diadakan di BPSTW Ciparay dan terdaftar di tempat ini. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 2 – 4 Mei 2013 di BPSTW Ciparay, ditemukan bahwa 8 dari 14 orang lansia yang diwawancarai menderita depresi, mulai dari depresi ringan sampai depresi berat. Ada juga lansia yang mengatakan bahwa mereka sulit tidur, ada yang merasakan rindu untuk bertemu keluarganya namun tidak bisa. Beberapa lansia juga mengatakan bahwa mereka sudah lama tidak berkomunikasi dengan keluarga mereka. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya di BPSTW Ciparay tahun 2008 oleh J uniarni terhadap 35 orang lansia, didapatkan bahwa sebagian besar lansia mengalami depresi ringan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah responden 26 orang
(74,29 %)
mengalami depresi ringan, 9 orang (25,71 %) sedang, dan tidak ada seorangpun
10
terhadap Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Pengaruh Terapi Musik terhadap Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung”.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan lingkupnya, terdapat 2 garis besar tujuan penelitian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
11
3. Untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap depresi pada lansia di BPSTW Ciparay 4. Untuk mengetahui pengaruh terapi musik selama 2 kali follow up di BPSTW Ciparay
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah keperawatan gerontik. Selain itu, dapat menjadi informasi pada usaha pelayanan keperawatan gerontik dalam menjadikan terapi musik sebagai salah satu intervensi terhadap depresi pada lansia. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi langkah awal guna pertimbangan dalam penelitian lebih lanjut mengenai
12
1.5
Kerangka Pemikiran
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lansia terus-menerus mengalami kemunduran fisik maupun psikis ( aging ). Aging atau penuaan
merupakan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Keadaan seperti ini cenderung membuat lansia lebih berpotensi untuk mendapatkan masalah-masalah kesehatan (Nugroho, 2008). Salah satu masalah kesehatan yang sangat sering terjadi pada lansia adalah depresi. Adapun faktor-faktor penyebab depresi menurut Nevid dkk (2003) yaitu usia, status sosioekonomi, status pernikahan, jenis kelamin, genetik, peristiwa kehidupan stressful learned helplessness negative cognitive styles, dan dukungan
13
2006). Dengan diberikannya terapi musik, serotonin dilepaskan dalam jumlah tertentu yang kemudian meningkatkan perasaan yang menyenangkan (Djohan, 2006) dan diharapkan dapat mengurangi gejala depresi. Baharati dan Brinda Jayaraman melakukan penelitian tentang penggunaan terapi musik melalui headphone dalam waktu 30 menit selama seminggu ditemukan menurunkan tekanan darah, memperbaiki metabolisme dasar dan pernafasan sehingga mengurangi tekanan terhadap respon fisiologis. Tamaroh da n Puspitosari dalam penelitiannya menemukan bahwa mendengar bacaan Alquran selama 8 hari menurunkan tingkat depresi pada lansia di PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam waktu 30 menit selama 8 hari pada lansia depresi. Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor perancu dalam pelaksanaan terapi musik pada lansia depresi
14
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Terapi Musik pada Lansia yang Mengalami Depresi di BPSTW Ciparay
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI Internal: Usia Jenis kelamin Genetik Learned helplessness Negative cognitive styles Eksternal: Status sosioekonomi Status pernikahan Peristiwa kehidupan stressful Dukungan Sosial
LANSIA DEPRESI
DEPRESI SEBELUM TERAPI MUSIK: Depresi ringan (5-9) Depresi sedang sampai berat (10-15)
:
Faktor perancu/ confounding : - Bila lansia sedang dalam penggunaan obat-obatan antidepresan - Bila lansia melakukan konseling dengan pengurus panti selama penelitian berlangsung - Bila lansia sedang dalam terapi modalitas lain selama penelitian
TERAPI MUSIK (30 menit 1 x sehari selama 8 hari)
DEPRESI SETELAH TERAPI MUSIK: Tidak depresi (0-4) Depresi ringan (5-9) Depresi sedang sampai berat (10-15)
Variabel yang diteliti
Sumber: Modifikasi teori Nevid dkk. (2003), Durand & Barlow (2006), Djohan (2006), WHO (2010), Sheikh dan Yesavage (1986)
View more...
Comments