Bab I Kelenjar Keringat
April 29, 2019 | Author: Dhiyah Harahap | Category: N/A
Short Description
fisiologis kelenjar keringat...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1. 1
LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu kedokteran terus berkembang, salah satu perkembangan yang terjadi adalah
terbentuknya percabangan ilmu kedokteran. Jika ilmu kedokteran sebelumnya merupakan seni menyembuhkan penyakit ( the art of healing) yang dilaksanakan oleh dokter yang mampu melayani pasien yang menderita berbagai penyakit, maka kemudian sesuai dengan kebutuhan. Kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik- baiknya. Dalam kesempatan ini, tim penyusun membahas mengenai kelainan kelnjar minyak dan kelenjar keringat di kulit. Dikarenakan kasus kelainan kelenjar pada kulit sangat banyak pada masa kini, ditambah polusi udara yang makin meningkat sehingga infeksi kulit sangat mudah menyebabkan kelainan- kelainan tersebut. Disamping itu didalam perkembangan ilmu kedokteran yang sangat dinamis sehingga menuntut mahasiswa/i untuk terus belajar dan menggali ilmu tanpa mengenal waktu, hal itu sangat diperlukan terhadap mahasiswa/i yang menjadi calon dokter masa depan di negara Indonesia. Jadi dengan konsep keilmuan yang baik maka lahirlah seorang dokter yang kompeten dan dipercaya oleh masyarakat, inilah yang merupakan salah satu latar belakang kami dalam penyusunan makalah.
1. 2
TUJUAN PEMBAHASAN Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penyusun sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/i Fakultas Kedokteran, dimana pemikiran ilmiah sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu masalah secara tepat dan cepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi kelainan kelenjar keringat dan minyak 2. Mengetahui etiologi kelainan kelenjar keringat dan minyak 3. Mengetahui patogenesis kelainan kelenjar keringat dan minyak 4. Mengetahui gejala klinis kelainan kelenjar keringat dan minyak 5. Mengetahui diagnosis kelainan kelenjar keringat dan minyak 6. Mengetahui penatalaksanaan kelainan kelenjar keringat dan minyak 7. Mengetahui jenis- jenis kelainan kuku serta pengobatannya 8. Mengetahui jenis- jenis kelainan rambut serta pengobatannya
1. 3
METODE DAN TEKNIK Dalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering
digunakan dalam pembahasan- pembahsan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehingga memperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas, setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulkan sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini. Itulah sekilas tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.
BAB II PEMBAHASAN 2. 1
SKENARIO MODUL – 24 (SISTEM IMUN DAN KULIT) SKENARIO 5 GATAL DISELURUH BADAN
Dokter saya mau bertanya : sudah hampir 10 hari saya kena gatal seluruh badan terutama kalau terkena udara panas. Bintik- bintiknya seperti jerawat kecil / sedang. Selain itu terdapat juga diwajah seperti jerawat atau keringat buntet yang rata, ditangan dan kaki muncul bentol yang hilang sendiri dan terkadang meninggalkan bekas seperti kena gigit nyamuk. Rasa gatalnya tidak mau berhenti dan untuk menghilangkannya saya mandi hampir 6 x sehari pakai sabun asepso. Saya sudah kedokter umum 2 x dan diagnose dengan campak jerman. Dokter memberikan saya antibiotic, vitamin dan obat anti gatal. 3 hari yang lalu saya ke dokter lagi diberi obat kortikosteroid dan salep kortikosteroid tapi sampai saat ini gatalnya belum berkurang. Apa ini menular dok? Dan apa yang harus saya lakukan terima kasih atas bantuannya. A.
KEYWORD
Adapun keyword dari skenario diatas ialah : 1. Gatal diseluruh badan : masalah ini yang akan menjadi kunci permasalahan kami di dalam makalah ini. Yang akan dibahas berdasarkan skenario yang diberikan.
2. 2
LEARNING OBJECTIVE 2. 2. 1 KELAINAN KELENJAR KERINGAT A.
MILIARIA Definisi dari miliaria merupakan suatu keadaan tertutupnya pori- pori keringat
sehingga menimbulkan retensi keringat di dalam kulit. Berdasarkan lokasi tersumbatnya, miliaria terbagi dalam beberapa tipe : a) Miliaria kristalina, sumbatan berada di dalam stratum korneum b) Miliaria rubra, sumbatan terletak di dalam epidermis c) Miliaria profunda, sumbatan ada di dalam dermo-epidermal junction Patogenesis, miliaria terjadi karena ada sumbatan keratin pada saluran
keringat. Pada permulaan musim hujan udara mula lembab. Udara lembab ini mempengaruhi keratin di sekeliling lubang keringat yang mula- mula kering kemudian menjadi lembab dan membengkak, sehingga lubang keringat tertutup. Dapat juga bahan kimia menyebabkan keratin menjadi basah dan menutupi lubang keringat. Lokasi sumbatan yang menutupi saluran keringat dapat menentukan tipe miliaria yang timbul : a) Sumbatan superfisial di dalam stratum korneum akan menghasilkan miliaria kristalina. Saluran yang berada di bawah sumbatan pecah dan timbul vesikula kecil putih seperti kristal jernih. Atap vesikula terdiri dari stratum korneum. b) Kalau sumbatan sedikit lebih dalam yakni di dalam epidermis dan saluran keringat yang pecah ada di dalam epidermis, vesikula terjadi di dalam epidermis. Tipe ini dikenal dengan miliaria rubra. Miliaria tipe ini ditandai dengan eritem dan rasa gatal. Tanda ini adalah akibat dari vasodilatasi dan
rangsangan reseptor gatal oleh enzim yang keluar dari sel epidermis karena keringat yang masuk ke dalam epidermis. c) Jika sumbatan terletak lebih dalam lagi, di bagian dermo- epidermal junction, vesikula terjadi terletak di dalam dermis bagian superficial; ini dikenal dengan miliaria profunda. Manifestasi klinis dari miliaria dibedakan atas tipe- tipenya, yaitu : (1)
Miliaria kristalina, jenis ini mempunyai tanda khas, yakni vesikula kecil- kecil jernih seperti kristal dengan diameter 1- 2 mm, menyerupai titik- titik air pada kulit dan tanpa eritem. Biasanya tanpa simptom dan diketahui secara kebetulan pada waktu pemeriksaan fisik. Sering terjadi pada daerah intertriginosa, seperti pada ketiak dan leher, serta badan. Vesikula mengelompok, mudah pecah pada waktu mandi atau karena gesekan ringan;(2) Miliaria rubra, ini merupakan bentuk klinik yang sangat penting dan ditandai dengan rasa gatal dan eritem. Lesinya berupa papula eritematus dengan puncak dan pusatnya berupa vesikula. Lesinya ekstrafolikuler; ini membedakan dengan folikulitis. Papulanya steril atau terinfeksi sekunder pada miliaria yang luas dan kronis;(3) Miliaria pustulosa, selalu didahului oleh penyakit kulit lain yang menimbulkan kerusakan dan sumbatan saluran kelenjar keringat. Pustulanya jelas dan nonfolikuler. Rasa gatal sering pada daerah- daerah intertriginosa. Penyakit dermatitis kontak, liken simpleks kronikus, dan intertrigo dapat menyebabkan timbulnya miliaria pustulosa setelah beberapa minggu penyakit tersebut itu sembuh. Disini papula biasanya steril, tetapi dapat pula berisi stafilokok dan/atau streptokok yang non patogen;(3) Miliaria profunda, penyakit ini mempunyai tanda berupa papula keputih- putihan dengan diameter 1-3 mm. Biasanya pada punggung, tetapi juga bagian ekstremitas. Ini merupakan vesikula yang letaknya lebih dalam (di dalam dermis), sehingga bersifat kronis dan tampak sebagai papula. Tidak
ada eritem dan gatal. Kalau luas, miliaria ini akan mengganggu keluarnya keringat, sehingga menimbulkan hiperhidrosis kompensasi di wajah. Kalau banyak kelenjar keringat yang tidak berfungsi, sehingga keringat yang seharusnya keluar tidak terjadi, dan penderita perlu tempat yang dingin. Penderita ini bisa menjadi lemah, dispnea, takikardia, bahkan suhu bisa naik, dan penderita dapat pingasan di bawah keadaan heat stress. Penderita tersebut disebut mengalami astenia anhidrotik topikal. Diagnosis dan Diagnosis Banding, (1) miliaria kristalina dapat ditegakkan
dengan cara memecah vesikula dengan jarum kecil;akan keluar cairan jernih;(2) miliaria rubra dapat dikelirukan dengan penyakit lain, misalnya reaksi iritasi primer,
eritem neonatorum, dan folikulitis. Dengan kaca p embesar akan tampak vesikula yang khas; puncak lesi yang eritematus adalah folikel rambut;(3)miliaria profunda, ada persoalan dalam menegakkan diagnosis miliaria profunda, karena papula putih atau warna cerah dapat dikelirukan dengan papular mucinosis dan amiloidosis. Pengobatan,
kunci pengobatan miliaria adalah dengan menempatkan
penderita di daerah yang dingin, sehingga keringat bisa berkurang. Sumbatan keratin yang menutupi lubang keringat akan terlepas beberapa hari sampai 2 minggu. AC/pendingin/ruang yang teduh bisa mencegah terjadi permulaan miliaria. Obat- obat topikal terkadang tidak efektif dan kadang- kadang bisa menambah banyaknya miliaria. Beberapa obat lokal bisa diberikan untuk menghilangkan sumbatan, misalnya lanolin yang anhidrus, salep hidrofilik, talk untuk bayi, tepung kanji, dan losio yang berisi 1% menthol dan gliserin dan 4% asam salisilat dalam alkohol 95%. Antibiotika lokal juga dapat diberikan untuk mencegah, tetapi ternyata tidak efektif. Pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya miliaria.
2. 2. 2 KELAINAN RAMBUT A.
ALOPESIA Definisi, atau kebotakan dapat terjadi setempat dan berbatas tegas, umumnya
di kepala dapat juga mengenai daerah berambut lainnya (alopesia are ata). Tipe dari alopesia dibagi dalam tiga jenis, yaitu : (1) Alopesia Universalis,
kebotakan yang mengenai seluruh rambut yang ada pada tubuh; (2) Alopesia Totalis, kebotakan yang mengenai seluruh rambut kepala;(3) Alopesia areata, kebotakan yang terjadi setempat- setempat dan berbatas tegas, umumnya terdapat pada kulit kepala, tetapi dapat juga mengenai daerah berambut lainnya. a. Alopesia Areata Etiologi, belum diketahui, sering dihubungkan dengan adanya infeksi lokal,
kelainan endokrin dan stres emosional. Sebagian penderita menunjukkan keadaan neurotik dan trauma psikis. Gejala klinis, ditandai dengan adanya bercak dengan kerontokan rambut pada
kulit kepala, alis, janggut dan bulu mata. Bercak ini berbentuk bulat atau lonjong. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang terputus, bila rambut ini dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Sisa rambut terlihat seperti tanda seru. Rambut tanda seru (exclamation mark hair ) adalah batang rambut yang ke arah pangkal makin halus, rambut sekitarnya tampak normal, tetapi mudah dicabut. Pada beberapa penderita kelainan menjadi progresif dengan terbentuknya bercak baru sehingga terdapat alopesia totalis. Ikeda membaginya menjadi 4 tipe : (1) Tipe umum : terjadi pada umur 20-40 tahun, 6% akan berkembang menjadi alopesia totalis;(2) Tipe atipik : dimulai pada masa kanak- kanak dan 75% akan berkembang menjadi alopesia
totalis;(3) Tipe prehipertensif : dimulai pada usia dewasa muda, 39% akan menjadi alopesia totalis;(4) Tipe kombinasi : dimulai setelah usia 40 tahun dan 10% akan menjadi alopesia totalis. Patogenesis, pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan
diganti dengan pertumbuhan rambut anagen yang distrofik. Berbagai faktor dianggap mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain : (1) Genetik. Alopesia areata ditemukan secara autosomal dominan pada 25% penderita; (2) Imunologi. Alopesia areata merupakan penyakit autoimun. Pengaruh imunitas humoral ditunjujjan dengan pemeriksaan imunfluoresensi yang memperlihatkan adanya endapan C3, kadangkadang ada IgG dan IgM sepanjang membrana basalis; (3) Faktor lain. Keadaan tipikal dibuktikan berhubungan dengan alopesia areata. Histopatologi, rambut kebanyakan dalam fase anagen. Folikel rambut terdapat
dalam berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak matang. Bulbus rambut di dalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit. Diagnosis banding, tinea kapitis, lupus eritematosus, dan trikotilomania. Pengobatan, beberapa kasus dapat sembuh spontan. Penyuntikan intralesi
dengan triamsinolon asetonid dapat menolong, juga aplikasi topikal dengan kortikosteroid. Dapat juga dengan penuntulan fenol 95% yang dinetralisasikan dengan alkohol setiap minggu. b. Alopesia Androgenika Gejala klinis, timbul pada akhir umur duapuluh atau awal umur tiga puluhan,
rambut rontok secara bertahap dimulai dari bagian verteks dan frontal. Garis rambut anterior menjadi mundur dan dahi menjadi terlihat lebar. Puncak kepala menjadi
botak. Beberapa varian bentuk kebotakan rambut dapat terjadi, tetapi yang tersering adalah resesi bagian frontoparietal dan verteks menjadi botak. Folikel membentu rambut yang lebih halus dan berwarna lebih muda sampai akhirnya sama sekali tidak terbentuk rambut terminal. Rambut velus tetap terbentuk menggantikan rambut terminal. Bagian parietal dan oksipital menipis. Penyebabnya ialah berbagai faktor herediter yang dominan dan naiknya konsentrasi androgen ekstra gonadal di kulit kepala. Bila pasangan suami- istri sama- sama menderita, maka semua anak laki- laki dan setengah jumlah anak wanita akan mengalami hal yang sama. Hamilton membaginya menjadi 8 tipe :
Tipe I
: rambut masih penuh
Tipe II
: tampak pengurangan rambut pada kedua bagian temporal; tipe
I dan II belum terlihat alopesia
Tipe III
: border line
Tipe IV
:
pengurangan
rambut
daerah
frontotemporal,
disertai
pengurangan rambut bagian midfrontal.
Tipe V
: tipe IV yang menjadi lebih berat
Tipe VI
: seluruh kelainan menjadi satu
Tipe VII
: alopesia luas dibatasi pita rambut jarang
Tipe VIII
: alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian verteks
Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan pada wanita tampa tipis dan disebut female pattern baldness. c. Alopesia Prematur
Sering terjadi pada laki- laki muda pada umur duapuluhan. Sering disertai dermatitis seboroika yang berat. Umumya prognosisnya buruk.
Etiologi belum diketahui. Umumnya merupakan penyakit keturunan dan
hormonal, sering bergantung pada rangsangan hormon androgen. Pada sida- sida (eunuchs) tidak pernah timbul alopesia ini, bila dilakukan kastrasi sebelum atau semasa adolesens. Bila kepada mereka diberikan pengobatan dengan androgen, maka kebotakan akan timbul. Ada korelasi antara herediter, androgen, dan faktor usia. Patogenesis terpusat pada fase telogen yang bertambah panjang dan fase
anagen yang memendek. Makin pendek fase anagen makin pendek pertumbuhan rambut. Pengobatan. Sampai saat ini tidak ada pengobatan untuk mempertahankan
pertumbuhan rambut. Pengobatan untuk untuk dermatitis seboroika dapat diberikan. Transplantasi rambut dari bagian oksipital ke bagian garis rambut anterior pernah dilakukan dan memberikan penyembuhan sementara. 2. 2. 3 KELAINAN KUKU A. Paronikia Definisi, reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit di sekitar kuku. Gejala klinis paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri
dan dapat mengeluarkan pus. Bila infeksi telah kronik, maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1- 3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah. Etiologi, gejala pertama karena adanya pemisahan lempeng kuku dari
eponikium, biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada tangan yang sering kena air. Celah yang lembab itu kemudian terkontaminasi oleh kokus piogenik atau jamur. Jamur yang tersering adalah Candida albicans, sedang bakteri adalah Staphylococcus atau Pseudomonas aeruginosa.
Insidensnya sering pada wanita, pekerjaan bar, pencuci, juga acapkali
dijumpai pada pendertia diabetes melitus dan malnutrisi. Pada anak disebabkan oleh mengisap jari. Pengobatannya ialah mencegah adanya trauma dan jaga agar kulit yang
dikenai tetap kering. Jika akan mencuci sebaiknya memakai sarung tangan karet. Pada paronikia akut dengan supurasi harus diadakan insisi. 2. 2. 4 KELAINAN KELENJAR MINYAK A. ROSASEA Definisi. Rosasea adalah penyakit kulit yang kronis yang terutama terdapat di
muka bagian tengah (centro facial ). Lokalisasinya terdapat di hidung, dagu, pipi, dahi dan glabela, ditandai dengan adanya eritema dan teleangiektasi dan kadang- kadang disertai peradangan. Pada waktu terjadinya peradangan terdapat papula, pustula dan pembengkakan. Etiologi dan Patogenesis. Etiologinya belum diketahui. Tetapi banyak faktor
berpengaruh tetapi tidak ada satupun terbukti penyebab dari rosasea : (1) Makanan. Kopi, teh panas, minuman keras, tembakau dan makanan pedas/banyak rempahrempah yang dapat menyebabkan muka merah bukan merupakan suatu penyebab tetapi dapat memperhebat rosasea; (2) Psikis. Tidak terbukti bahwa kelainan psikis menyebabkan terjadinya rosasea, bahkan rosasea dapat menyebabkan terjadinya neurosis dan depresi; (3) Farmakologi. Kemerahan pada muka disebabkan oleh stimulasi dari bradikinin yang dikeluarkan oleh adrenalin. Eritema yang timbul pada muka setelah minum kopi panas pada penderita rosasea disebabkan oleh panas dari kopinya dan bukan oleh karena kafein-nya; (4) Infeksi. Walaupun pada penderita
rosasea didapatkan Dermodex folliculurum tetapi peranan sebagai penyebab dari kutu ini diragukan; (5) Iklim. Haxhausen menduga paparan terhadap hawa dingin dan perubahan iklim dapat menyebabkan kerusakan vaskuler dan memegang peranan pada patogenesis rosasea. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa pada permulaan proses terjadinya rosasea terdapat degenerasi elastotik pada dermis yang diikuti oleh vasodilatasi dan peradangan. Berkurangnya jaringan penyangga pada dermis dianggap sebagai penyebab dari vasodilatasi permanen dan telangiektasis. Menurut Logan dan Griffith walaupun sinar matahari menyebabkan rosasea bertambah hebat, sepertiga dari penderita mengalami perbaikan bila terpapar sinar matahari. Tampaknya degenerasi pada dermis merupakan penyebab utama terjadinya rosasea tetapi peranan iklim pada kelainan jairngan ikat ini masih belu jelas; (6) Imunologis. Nunzi dkk. Menemukan antibodi antikolagen dan antinuklear pada limfosit penderita rosasea. Diduga terdapat akumulasi imunoglobulin pada perbatasan epidermis- dermis dan antibodi pada kolagen papiler. Sebabnya mungkin adalah kerusakan kolagen tipe IV karena pengaruh sinar matahari. Dengan ditemukannya antibodi antinuklear IgM beredar dalam darah pada beberapa penderita oleh Manna dkk. Diduga ada hubungan penyakit ini dengan penyakit autoimun dan adanya gejala imunodefisiensi pada penderita rosasea. Gejala klinik. Gejala klinik yang utama ialah :
Eritema
Teleangiektasis
Papula
Pembengkakan
Pustula
Gejala eritema yang menetap dan teleangiektasi merupakan dua gejala utama dan tetap ada antara episode akut dari proses inflamasi. Lokalisasi terutama pada pipi, hidung, dagu, dahi dan glabela. Ditandai dengan adanya papula, papulo-pustula, eritema yang jelas dan teleangiektasi yang didahului dengan kemerahan pada muka. Pepula berwarna merah muda berbentuk hemisfer dan tidak nyeri. Pustula hanya ditemukan pada seperlima dari penderita rosasea akut, sedangkan komedo tidak didapatkan. Pembengkakan rosasea ada dua macam, yaitu pembengkakan yang bersamaan dengan episode akut yang hilang bila fase akut sudah dilampaui dan pembengkakan lokal yang merupakan suatu komplikasi dari suatu akne rosasea. Kadang- kadang sinar matahari merupakan pencetus dari fase akut, tetapi sseringkali juga tidak ditemukan adanya suatu faktor pencetus. Klasifikasi. Fase eritema. Episode eritema : Diatese rosasea.
Stadium I
: eritema sedang yang menetap, disertai dengan teleangiektasi
yang tersebar.
Stadium II
: eritema menetap, banyak teleangiektasi, papula, pustula.
Stadium II
: eritema hebat yang menetap disertai banyak teleangiektasi
terutama pada hidung; paula, pustula, nodul dengan edema yang mirip plakat. Diagnosis banding. Akne, dermatitis seboroika, dermatitis perioral, dan lupus
eritematosus. Pengobatan. Pengobatan sukar dan tidak ada kesembuhan secara sempurna.
Paparan sinar matahari dan faktor- faktor yang dapat menyebabkan eritema dan fase dilatasi pada muka harus dihindari, seperti paparan terhadap panas dan dingin, minuman panas, makanan- makanan yang banyak rempah- rempah/pedas, dan minuman alkohol.
1. Pengobatan Topikal a. Tetrasiklin, klindamisin, eritromisin dalam salap 0,5 – 2,0%.
Eritromisin lebih baik hasilnya dibandingkan lainnya. b. Metronidasol 0,75% gel atau krim 2% efektif untuk lesi papul dan
pustul c. Imidasol sendiri atau dengan ketokonasol atau sulfur 2- 5% dapat
dicoba. d. Isotretinoin krim 0,2% juga bermanfaat. e. Antiparasit untuk membunuh D. Follikulorum; misalnya lindane,
krotamiton, atau bensoil bensoat. f.
Kortikosteroid kekuatan rendah (krim hidrokortison 1%) hanya dianjurkan pada stadium berat.
2. Pengobatan Sistemik a. Tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, minosiklin dengan dosis sama
dengan dosis akne vulgaris beradang memberikan hasil yang baik karena efek antimikroba dan anti- inflamasinya. Dosis kemudian diturunkan bila lesi membaik. b. Isotretinoin (13 cis retinoat) 0,5- 1,0%/KgBB sehari dapat digunakan
kecuali bila ada rosasea pada mata. Penggunaannya harus diamati secara ketat. c. Metronidasol 2x500 mg/hari efektif baik stadium awal maupun lanjut. 3. Pengobatan lainnya a. Sunblock dengan SPF 15 atau lebih dianjurkan dipakai penderita untuk
menahan sinar UVA dan UVB. b. Masase fasial dahulu dianjurkan dilakukan, namun hasilnya tidak jelas.
c. Diet rokok, alkohol, kopi, pedas dapat dilakukan untuk mengurangi
rangsangan eritem. d. Bedah kulit; skalpel atau dermabrasi untuk finofima dan bedah listrik
untuk teleangiektasis.
BAB III PENUTUP 3. 1
KESIMPULAN
1. Kelainan kelenjar keringat sangat dipengaruhi oleh faktor endogen sendiri. Banyak penyebab yang belum diketahui secara pasti akan tetapi faktor yang memperburuk keadaan dari kelainan kelenjar keringat itu sendiri. 2. Kelaianan rambut yaitu alopesia kasus umumnya disebabkan oleh faktor genetik. Dan ada jenis alopesia yang bisa sembuh secara spontan. 3. Kelainan kuku pada kasus klinik yang paling banyak dan mengganggu keseharian adalah paronikia. Dimana kasus ini membuat penderita merasakan sakit akibat kuku yang membengkak dan mengeluarkan pus. 4. Kelainan kelenjar minyak kasus yang banyak adalah rosasea dan akne vulgaris. Dimana kedua kasus ini banyak pada wanita karena timbul di wajah dan secara tidak langsung mengganggu kepercayaan diri dari wanita yang menderita penyakit tersebut.
3. 2
SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya : 1. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya. 2. Pembahasan secara langsung dengan informasi yang benar- benar up to date. Beberapa poin di atas merupakan saran dari tim yang dapat diberikan, apabila ada yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini disusun serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi para pembaca khususnya mahasiswa fakultas kedokteran UISU smester VII/2013 dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Idrus; Simadibrata K, Marcellus; Setiyohadi, Bambang; Setiati, Siti; W.Sudoyo, Aru. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid I. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta. 2009 Garna Baratawidjaja, Karnen. Rengganis, Iris. IMUNOLOGI DASAR. Edisi ke-10. Badan Penerbit FKUI : Jakarta. 2012 Boedina Kresno, Siti. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi kelima. Badan penerbit FKUI : Jakarta. 2010 Djuanda, Prof. Dr. Dr. Adhi (Ketua Editor). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Edisi Keenam. BADAN PENERBIT FKUI : Jakarta. 2013
View more...
Comments