Bab i Geologi
December 11, 2017 | Author: Baybolyu | Category: N/A
Short Description
Andre Fernandes...
Description
BAB I GEOLOGI
1.1 Pengertian Geologi Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi. Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, termasuk Komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya. Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan, dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang dipelajari dalam geologi. 1.2 Ruang Lingkup Geologi Secara keseluruhan bumi ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu : 1. Atmosfer, yaitu lapisan udara yang menyelubungi Bumi 2. Hidrosfer, yaitu lapisan air yang berada di permukaan Bumi 3. Biosfer, yaitu Lapisan tempat makhluk hidup 4. Lithosfer, yaitu lapisan batuan penyusun Bumi Ruang lingkup pembelajaran geologi yaitu lithosfer yang merupakan lapisan batuan penyusun bumi dari permukaan sampai inti bumi. Geologi juga mempelajari benda-benda luar angkasa, dan bukan tak mugkin suatu saat nanti kita dapat mengetahui keadaan geologi bulan misalnya. Cabang-cabang ilmu geologi Kajian geologi memiliki ruang lingkup yang luas, di dalamnya terdapat kajian-kajian yang kemudian berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri walaupun sebenarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang satu sama lain. ilmu-ilmu tersebut yaitu : 1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa pendeskripsian mineral yang meliputi warna, kilap, goresan, belahan, pecahan dan sifat lainnya. 2. Petrologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk deskripsi,klasifikasi dan originnya. 3. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sediment, meliputi deskripsi, klasifikasi dan proses pembentukan batuan sediment. 4. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya dan proses pembentukannya. 5. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak bumi dan proses pembentukannya. 6. Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu yang berupa fosil. Paleontology berguna untuk penentuan umur dan geologi sejarah. 7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan proses0proses pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna dalam menentukan struktur geologi dan batuan penyusun suatu daerah. 8. Geologi Terapan, merupakan ilmu-ilmu yang dikembangkan dari geologi yang digunakan untuk kepentingan umat manusia, diantaranya Geologi Migas, Geologi Batubara,Geohidrologi, Geologi Teknik, Geofisila, Geothermal dan sebagainya. BAB II STRUKTUR BUMI
2.1 Kedudukan Bumi dalam jagat Raya Sampai saat ini bumi merupakan satu-satunya planet yang dapat mendukung kelangsungan hidup seluruh makhluk, diantara planet-planet anggota tata-surya lainnya. Oleh karenanya pengetahuan mengenai bumi dianggap sangat vital guna kelngsungan hidup penhhuninya termasuk manusia. Bumi merupakan anggota tata-surya bersama 8 planet lainnya yang sama sama mengelilingi matahari dengan waktu tempuh yang berbeda-beda sesuai dengan jari-jari lintasannya. Bumi berjarak rata-rata 150 juta km terhadap Matahari dan mengelilingi Matahari selama 365 hari, yang dijadikan dasar system kalender. Anggota tata-surya secara lengkap secara berturut turut yaitu: Matahari sebagai pusat, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto. Tata-surya merupakan bagian dari suatu galaksi yang dinamakan galaksi bima sakti (Milky Way). Diameter galaksi bima sakti sekitar 80.000-100.000 tahun cahaya. Di jagat raya ini masih banyak galaksi yang belum didiketahui yang jaraknya kemungkinan bisa jutaan tahun cahaya. Dari data-data ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ruang lingkup ilmu kita masih sangat kecil bila dibandingkan dengan luasnya jagat raya. Ini juga merupakan bukti bahwa Alloh Maha Besar, Maha Mengetahui atas segalanya dan kita tidak sepatutnya sombong dengan pengetahuan kita yang sangat sedikit ini. 2.2. Struktur dan Komposisi Bumi Berdasarkan gelombang seismic struktur internal bumi dapat dibedakan menjadi tiga komponen utama, yaitu inti (core), mantel (mantle) dan kerak (crust).
Gambar 2.1 Struktur Bumi Inti bumi (core) Dipusat bumi terdapat inti yang berkedalaman 2900-6371 km. Terbagi menjadi dua macam yaitu
inti luar dan inti dalam. Inti luar berupa zat cair yang memiliki kedalaman 2900-5100 km dan inti dalam berupa zat padat yang berkedalaman 5100-6371 km. Inti luar dan inti dalam dipisahkan oleh Lehman Discontinuity. Dari data Geofisika material inti bumi memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis meteorit logam yang terdiri dari besi dan nikel. Atas dasar ini para ahli percaya bahwa inti bumi tersusun oleh senyawa besi dan nikel. Mantel bumi (mantle) Inti bumi dibungkus oleh mantel yang berkomposisi kaya magnesium. Inti dan mantel dibatasi oleh Gutenberg Discontinuity. Mantel bumi terbagi menjadi dua yaitu mantel atas yang bersifat plastis sampai semiplastis memiliki kedalaman sampai 400 km. Mantel bawah bersifat padat dan memiliki kedalaman sampai 2900 km. Mantel atas bagian atas yang mengalasi kerak bersifat padat dan bersama dengan kerak membentuk satu kesatuan yang dinamakan litosfer. Mantel atas bagian bawah yang bersifat plastis atau semiplastis disebut sebagi asthenosfer. Kerak bumi (crust) Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km. kerak dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity. Kerak bumi dominan tersusun oleh feldsfar dan mineral silikat lainnya. Kerak bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu : Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe, Mg yang disebut sima. Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5-15 km (Condie, 1982)dengan berat jenis rata-rata 3 gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan penyusunnya terutama berkomposisi basalt.
Gambar 2.2 Penampang vertikal Kerak Samudra Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si dan Al, oleh karenanya di sebut sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30-80 km (Condie !982) rata-rata 35 km dengan berat jenis rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua biasanya disebut sebagai lapisan granitis karena batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan yang berkomposisi granit. Disamping perbedaan ketebalan dan berat jenis, umur kerak benua biasanya lebih tua dari kerak samudra. Batuan kerak benua yang diketahui sekitar 200 juta tahun atau Jura. Umur ini sangat muda bila dibandingkan dengan kerak benua yang tertua yaitu sekitar 3800 juta tahun. Penyebab perbedaan umur ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
Gambar 2.3 Kelimpahan berbagai unsur di kerak bumi BAB III TEORI TEKTONIK LEMPENG 3.1. Sejarah Teori Tektonik Lempeng 1. Continental drift (Wegener, 1912) 2. Convection current of mantle (Holmes, 1931) 3. Sea-floor mapping (Heezen, Tharp, Ewing, 1959-1965) 4. Sea-floor spreading (Dietz, Hess, 1961-1962) 5. Symmetric magnetic stripping across mid-oceanic ridge (Vine and Matthews, 1963) 6. Transform fault (Wilson, 1965) 7. Global seismic zones (Lynn and Sykes, 1968) 8. Global mountain belts (Dewey and Bird, 1970) 9. New Global Tectonic - Plate Tectonic Theory (late 1967-early 1970) 3.2. Lempeng (Plates) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bagian terluar dari lapisan bumi adalah kerak bumi yang terbagi menjadi kerak samudra dan kerak benua. Dibawah kerak terdapat lapisan yang disebut mantel, zona pemisah antara kerak dengan mantel disebut Mohorovivic discontinuity. Lapisan mantel atas bagian atas merupakan bagian yang padat, akan tetapi pada kedalaman sekitar 70-80 km terjadi penurunan kecepatan gelombang seismic (low velocity zone), hal ini membuktikan bahwa lapisan ini merupakan lapisan yang cair liat. Kerak bumi beserta mantel atas bagian atas yang padat menjadi satu kesatuan yang disebut litosfer, sedangkan lapisan cair liat dibawahnya disebut sebagai astenosfer. Litosfer tersebut mengapung diatas lapisan astenosfer dan terpotong potong menjadi beberapa keratan yang disebut lempeng (plates). Lempeng lempeng tersebut bergerak satu sama lain dengan kecepatan yang berbeda-beda dan terjadi interaksi yang menyebabkan terjadinya kejadian-kejadian geologi seperti pembentukan gunung api, gempa bumi, pembentukan struktur geologi, pembentukan batuan dan kejadian geologi lainnya. Walaupun kecepatan rata-rata lempeng tersebut hanya sekitar 7cm/tahun dan kita tidak bisa merasakannya, tetapi dengan waktu berjuta-juta tahun akan menyebabkan kejadian yang berarti seperti kejadian geologi yang disebutkan sebelumnya. Misalkan kecepatan lempeng 5cm/tahun dan waktunya 50 juta tahun maka lempeng tersebut akan bergerak sejauh 2500 km. Dalam kejadian-kejadian geologi waktu yang diperlukan cukup panjang yaitu dengan satuan juta tahun. waktu ini disusun dalam skala waktu geologi.
Gambar 3.1 Skala waktu geologi
Contoh lempeng-lempeng yang besar diantaranya, lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara, lempeng Amerika Selatan, Lempeng Indo Australia dan Lempeng Afrika. Gambar 3.2 Lempeng-lempeng di Bumi Batas lempeng Sudah disebutkan bahwa antara satu lempeng dengan lempeng lainnya yang berdampingan akan terjadi interaksi pada batas lempengnya, jenis interaksi yang terjadi yaitu : Batas Divergen Batas Divergen adalah batas dimana dua buah lempeng atau lebih saling menjauh, gaya yang bekerja pada batas ini adalah gaya tarikan (tensional). Hal ini mengakibatkan lempeng saling menjauh dan mengakibatkan naiknya magma dari astenosfer dan terjadilah pembentukan kerak baru dalam hal ini kerak samudra. Jika kejadian ini berlangsung tanpa adanya penunjaman kembali lempeng di sisi yang lain maka dapat dibayangkan bumi ini akan terus membesar. Contoh batas divergen yaitu Mid Atlantic Ridge.
Gambar 3.3 Batas Divergen Batas Konvergen Batas Konvergen yaitu batas dimana dua buah lempeng saling mendekat, hal ini mengakibatkan terjadinya subduksi atau kolisi. Gaya yang timbul pada interaksi ini yaitu gaya kompresional. • Subduksi Bila lempeng samudra dengan lempeng benua terjadi interaksi jenis ini maka lempeng samudra akan menunjam kebawah lempeng benua. Hal ini terjadi karena berat jenis dari lempeng samudra lebih berat dari lempeng benua sehingga lempeng benua seperti menunggang atau mengapung. Hal inilah yang menyebabkan batuan di kerak benua umurnya lebih tua dari umur batuan di kerak samudra. Akibat kejadian ini akan terjadi kejadian kejadian geologi seperti pembentukan jalur gunung api pada kerak yang menunggangi dalam hal ini kerak benua, yang diakibatkan peleburan kerak samudra yang menunjam sehingga memicu pembentukan magma yang kemudian naik dan membentuk gunung api. Selain itu akan terjadi berbagai macam struktur geologi seperti sesar dan lipatan yang diakibatkan gaya kompresional dari interaksi tersebut. Contoh interaksi ini yaitu bagian Barat Sumatera dan Selatan Jawa.
Gambar 3.4 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Benua Bila lempeng samudra dengan lempeng samudra terjadi interaksi konvergen maka salah satu lempeng akan menunjam. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan jalur kepulauan gunungapi (island arc) pada lempeng yang menunggangi. Contoh interaksi ini yaitu kepulauan Jepang
Gambar 3.5 Batas Konvergen Lempeng Samudra dengan Lempeng Samudra • Kolisi Apabial lempeng benua bertemu dengan lempeng benua maka lempeng tersebut tidak ada yang tertunjam karena keduanya sama-sama ringan, hal ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang biasanya sangat tinggi. Contoh yang paling nyata yaitu pegunungan himalaya yang diakibatkan interaksi antara lempeng Eurasia dengan India.
Gambar 3.6 Batas Konvergen Lempeng benua dengan lempeng benua
Gambar 3.7 Pembentukan Himalaya
Sesar Transform Yaitu batas antara lempeng yang saling berpapasan, biasanya batas ini terjadi karena batas konvergen yang tidak lurus.
Gambar 3.7 Batas-batas Lempeng BAB IV BATUAN 4.1 Pengertian Batuan Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang terbentuk secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas, material organik yang terubah, dan kombinasi semua komponen tersebut. Mineral adalah zat padat anorganik yang mempunyai komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang terjadi tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari tumbuhtumbuhan dan hewan, dan dibentuk oleh alam (Warsito Kusumoyudo, 1986). Kristal adalah zat padat yang mempunyai bentuk bangun yang beraturan yang terdiri dari atam-atom dengan susunan yang teratur. Berzelius mengklasifikasikan mineral menjadi 8 golongan, yaitu: 1. Elemen native, contohnya emas, perak, tembaga dan intan 2. Sulfida, contohnya Galena, pirit 3. Oksida dan Hidroksida, contohnya korondum 4. Halida, contohnya Halite 5. Karbonat, Nitrat, Borat, Lodat, contohnya Kalsit 6. Sulfat, Khromat, Molibdenat, dan Tungstat, contohnya Barit 7. Fosfat, Arenat dan Vanadat, contohnya Apatit 8. Silikat, contohnya kuarsa, Feldspar, Piroksen. Mineral memiliki sifat-sifat khusus yang dapat kita jadikan sebagai penciri mineral tertentu. Sifat-sifat mineral diantaranya 1. Warna, 2. Goresan, 3. Kilap, 4. Belahan, 5. Pecahan 6. Kekerasan.
Tabel Kekerasan Mineral Kekerasan Mineral 1 Talk 2 Gipsum 3 Kalsit 4 Fluorit 5 Apatit 6 Ortoklas 7 Kuarsa 8 Topas 9 Korondum 10 Intan 4.2 Pembagian Batuan Berdasarkan pembentukannya batuan dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi (pembekuan) magma. Batuan sediment terbentuk dibawah kondisi permukaan dan terdiri dari kumpulan (1) presipitasi kimia dan biokimia; (2) fragmen atau butiran batuan, mineral dan fosil; (3) kombinasi materialmaterial tersebut. Batuan metamorf adalah batuan yang asalnya adalah batuan beku, sediment atau metamorf yang berubah secara mineralogy, tekstur atau keduanya tanpa mengalami peleburan yang diakibatkan oleh panas, tekanan, atau cairan kimia aktif. Panas dan tekanan disini berbeda dengan kondisi dipermukaan.
Gambar 4.1 Siklus Batuan 4.3 Penyebaran Batuan di Bumi Bumi adalah tubuh padat, kecuali pada inti luar, dan beberapa tempat yang relative kecil didalam mantel atas dan kerak, yang cair. Kebanyakan dari material yang padat merupakan batuan metamorf, ini dikarenakan batuan di inti dalam, mantel dan kerak telah terubah dikarenakan tekanan dan temperature yang tinggi. Magma yang terbentuk pada mantel atas naik ke level yang lebih tinggi didalam kerak dan mengalami kristalisasi. Batuan sediment terbentuk di permukaan atau dekat permukaan. Di daratan, batuan sediment menutupi sekitar 66 % dari total batuan yang tersingkap (Blatt dan Jones, 1975). Sisanya sekitar 34 % adalah batuan kristalin yang berupa batuan beku dan
metamorf. Di bawah samudra kebanyakan ditutupi oleh material sediment atau batuan sediment yang tipis. Dibawah tutupan sediment, didominasi oleh batuan beku dan metamorf. BAB V BATUAN BEKU 5.1 Pengertian Batuan Beku Batuan beku (Igneous Rock) adalah batuan yang terbentuk dari kristalisasi atau pembekuan dari magma. Pembekuan ini dapat berlangsung di permukaan atau jauh di bawah permukaan. Perbedaan tempat pembentukan ini pada ahirnya akan digunakan dalam klasifikasi dan mempengaruhi sifat-sifat batuan yang terbentuk.Batuan beku yang terbentuk di permukaan disebut batuan volkanik (ekstrusif) dan yang terbentu di jauh di bawah permukaan bumu disebut batuan plutonik (intrusif). 5.2 Magma dan Deret Bowen Magma adalah cairan silikat yang sangat panas, mengandung oksida, sulfide serta volatile. Volatile ini terutama terdiri dari CO2, Sulfur (S), Chlorine (Cl), Fluorine (F) dan Boron (B) yang dikeluarkan ketika magma membeku. Temperatur magma berkisar antara 6000 C ( magma asam) sampai 12500 C (magma basa), dimana kedua jenis magma ini merupakan induk batuan beku. Temperatur magma turun hingga mencapai titik jenuhnya, maka magma akan mulai mengkristal. Umumnya unsure-unsur yang sukar larut akan mengkristal terlebih dulu seperti apatit, zircon, ilmenit, magnetit, rutile, titanit, chromit. Sementara mineral yang mudah larut mengkristal kemudian dan terjebak di sekitar kristal yang terbentuk terlebih dahulu. Mineral utama pembentuk batuan juga mengalami hal yang serupa, yang mula-mula mengkristal dan selanjutnya yaitu olivin, piroksen, amfibol, dan selanjutnya seperti yang dikemukakan oleh Bowen (1922). Bowen menggambarkannya berupa chart yang disebut Deret Bowen (Bowen’s Series)
Gambar 5.1 Deret Bowen Urutan pembekuan magma berdasarkan temperaturnya dapat dibedakan menjadi beberapa tahap pembekuan yaitu : 1. Tahap Orthomagmatik, yaitu pembekuan magma yang pertama kali dengan temperatur > 8000C 2. Tahap Pegmatitik, yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 6000C – 8000C 3. Tahap Pneumatolitik, yaitu pembekuan magma pada temperatur antara 4000C – 6000C serta kaya akan gas 4. Tahap Hydrothermal, yaitu pembekuan magama berkisar antara 1000C – 4000C. Berupa larutan sisa yang kaya akan gas dan larutan/cairan. Dalam perjalanannya magma mengalami perubahan yang terdiri dari tiga proses utama, yaitu :
1. Differensiasi magma, yaitu suatu proses yang menyebabkan magma yang asalnya relatif homogen terpecah-pecah menjadi beberapa bagian atau fraksi dengan komposisi yang berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh migrasi ion atau molekul dalam larutan magma karena adanya perubahan temperatur dan tekanan. Ketika magma mengalami penurunan tekanan dan temperatur, maka mineral yang memiliki titik lebur yang tinggi mulai mengkristal, sedangkan cairan yang belum membeku akan terus naik dan akhirnya keseluruhan cairan magma itu membeku. 2. Assimilasi. Ketika magma naik menuju ke permukaan, magma tersebut tentunya melewati batuan samping, hal ini akan menyebabkan terjadinya interaksi antara magma dan batuan samping. Interaksi yang terjadi yaitu meleburnya batuan samping, terjadi reaksi dengan batuan samping dan pelarutan batuan samping, dengan demikian magma akan mengalami perubahan komposisi. Tingkat perubahan komposisi pada magma tergantung pada jenis magma, jenis batuan samping, dan jauh dekatnya jarak yang ditempuh oleh magma. 3. Pencampuran magma. Dalam perjalanannya magma dapat bertemu dengan magma dengan komposisi yang berbeda, hal ini tentunya akan merubah komposisi magma. 5.3 Struktur batuan beku Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku. 1. Struktur batuan beku ekstrusif Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya: ¬ Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam. ¬ Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan. ¬ Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang¬ bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada¬ batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan. ¬ Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolit. ¬ Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.
Gambar 5.2 Struktur Vesikular (atas) dan Columnar joint (bawah) pada suatu aliran lava 2. Struktur Batuan Beku Intrusif Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan. Konkordan Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu : 1) Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan disekitarnya. 2) Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.
Gambar 5.3 Laccolith 3) Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.
Gambar 5.4 Lopolith 4) Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.
Diskordan Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu: 1) Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter. 2) Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar. 3) Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih kecil yaitu< style="">
Gambar 5.5 Berbagai bentu tubuh batuan beku 5.4 Tekstur Batuan Beku Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda. Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran relatif kecil.
Gambar 5.6 Gelas (obsidian)
Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan : 1. Tingkat kristalisasi Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas 2. Ukuran butir Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh mineral-mineral yang berukuran kasar. Porphyritic, yaitu batuan beku yang tersusun oleh mineral berukuran kasar (fenokris) dan mineral berukuran halus (masa dasar) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral berukuran halus. 3. Bentuk kristal Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu: Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna. 4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya Panoidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk euhedral dan subhedral. Allotriomorf (Xenomorf), sebagian bear penyusunnya merupakan kristal yang berbentuk anhedral. 5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama 5.5 Klasifikasi Batuan Beku Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya, warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas : 1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh di perut bumi. 2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak jauh dari permukaan bumu 3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi Berdasarkan warnanya, mineral pembentuk batuan beku ada dua yaitu mineral mafic (gelap) seperti olivin, piroksen, amphibol dan biotit, dan mineral felsic (terang) seperti Feldspar, muskovit, kuarsa dan feldspatoid. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu: 1. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30% 2. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60% 3. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90% 4. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%
Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2nya batuan beku diklasifikasikan menjadi empat yaitu: 1. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit.
Gambar 5.6 Granit 2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%. Contohnya Diorit, Andesit
Gambar 5.7 Andesit 3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya Gabbro, Basalt
Gambar 5.8 Gabbro 4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 45%, contohnya peridotit, piroksenit, dunit.
Gambar 5.9 Piroksenit Gambar 5.10 berbagai jenis batuan berdasarkan tekstur dan mineraloginya Mineralogi dan tekstur biasanya menjadi suatu dasar yang tidak terpisahkan dalam pengklasifikasian batuan beku. Berdasarkan mineraloginya (Streickeisen) batuan beku terbagi menjadi 2 yaitu : Kelas A dengan Mafic 90% Klasifikasi kelas A dengan mineral Mafic 90%
Gambar 5.7 Klasifikasi batuan beku kelas B Untuk klasifikasi berdasarkan mineralogi, batuan harus disayat tipis dan kemudian dilakukan pendeskripsian melalui mikroskop. Origin Batuan Beku Aplikasi BAB VI BATUAN SEDIMEN Pengertian Batuan Sedimen Prinsip-prinsip Pada Batuan Sedimen Struktur Batuan Sedimen Tekstur Batuan Sedimen Klasifikasi Batuan Sedimen (Skala Wentworth) Provenance, Proses, Lingkungan Pengendapan dan Diagenesis Batuan Sedimen Batupasir, Batulempung, Konglomerat dan Breksi, dan Batugamping Aplikasi
BAB VII BATUAN METAMORF Pengertian Batuan Metamorf Klasifikasi Batuan Metamorf Tekstur Batuan Metamorf Komposisi batuan Metamorf BAB VIII STRUKTUR GEOLOGI
Lipatan Kekar Sesar BAB IX STRATIGRAFI Pengertian Stratigrafi Prinsip-prinsip Dasar Stratigrafi Unsur-unsur dalam Stratigrafi Waktu Geologi (Skala Waktu Geologi) BAB X GEOMORFOLOGI Pengertian Geomorfologi dan Sejarahnya Proses Geomorfologi Lembah, Sungai Dan Pola Pengaliran BAB XI PALEONTOLOGI Pengertian Paleontologi Pengertian Fosil Pembentukan Fosil Pembagian Fosil Kegunaan Fosil BAB XII PERALATAN LAPANGAN DAN PENGGUNAANNYA
BAB XIII PEMETAAN GEOLOGI
Diposkan oleh GeoMine di 21:22 0 komentar Link ke posting ini
Rabu, 2009 Mei 20 REKLAMASI REKLAMASI A. Latar Belakang Pertumbuhan kota umumnya diikuti dengan pertumbuhann jumlah penduduknya. Akibatnya beban yang harus ditanggung oleh kota menjadi semakin berat. Sarana dan prasarana serta
infrastruktur kota, seperti pemukiman, kawasan industri, ruang publik, perkantoran, maupun pusat-pusat bisnis, mau tidak mau menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah setempat. Bagi kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat, mengalami kendala dengan semakin "menyempitnya" lahan daratan (keterbatasan lahan). Pertumbuhan penduduk yang demikian pesat sementara lahan atau wilayah yang ada tidak bertambah, akan memberikan dampak kepadatan penduduk, yang akhirnya muncul perebutan penguasaan lahan, kebutuhan air, maupun dampak sosial lainnya. . Oleh karena pemekaran kota ke arah daratan (horisontal) sudah tidak memungkinkan lagi. Alternatif yang ditempuh adalah pemekaran ke arah vertikal dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun. Selain itu pemekaran kota dapat pula dilakukan ke arah lahan kosong dan berair dengan cara melakukan pengurugan. Dalam teori perencanaan pemekaran kota, pengurugan pantai atau wilayah perairan dikenal dengan istilah reklamasi. Reklamasi merupakan salah satu langkah alternatif pemekaran kota. Contoh negara-negara yang sukses melaksanakan reklamasi pantai untuk memenuhi kebutuhan lahan adalah Negeri Belanada, Singapura, Hongkong, dan Jepang. B. Pengertian Reklamasi Reklamasi dalam arti umum adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah/pengurugan pada suatu kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna/masih kosong dan berair menjadi lahan berguna. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Menurut Dip-Ing John Wirawan reklamasi adalah tindakan atau proses penggarapan (reclaim) rawa (swampy, marshy), lahan rusak, gurun, dan lahan perawan, dan membuatnya layak untuk ditanami atau ditinggali, juga konversi gisikan (foreshore) dengan penyediaan sistem drainase untuk berbagai tujuan, baik dengan penanggulan atau lainnya, atau dengan pengurugan (ICID). Faktor-faktor yang menentukan keputusan melakukan reklamasi meliputi pemanfaatan lahan, persyaratan keamanan, lingkungan, dan biaya. Sementara evaluasi dan monitoring perlu dilakukan secara ketat, kontinu, dan terpadu, untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul, baik internal maupun eksternal saat ini dan akan terus bergerak maju. Contoh proyek perencanaan dan pelaksanaan fisik reklamasi di Indonesia antara lain rencana reklamasi laut Bali Benoa seluas + 300 Ha, reklamasi pantai utara Jakarta, reklamasi pantai Losari Makassar, reklamasi pantai utara Surabaya, dan reklamasi pantai utara Semarang. C. Problem Utama Reklamasi Problem utama yang menyertai perencanaan dan pelaksanaan reklamasi berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan aspek teknis (engineering), sosial ekonomis, yuridis, dan lingkungan. Semua aspek tersebut menjadi bahasan yang paling mendasar dan diperdebatkan oleh banyak kalangan. 1. Tinjauan dari aspek teknis Dari aspek teknis yang menyangkut permasalahan perbaikan tanah, daya dukung, settlement dan sliding dapat dipecahkan dengan perhitungan teknis yang matang. Sementara itu karena lahan reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahan hidrodinamika saat pra dan pasca reklamasi dan sistem drainasenya juga harus diperhitungkan. Karena perubahan
hidrodinamika dan buruknya sistem drainase ini yang biasanya berdampak negatif langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sedangkan permasalahan teknis yang lain hanya akan berdampak negatif bagi penghuni di atas lahan reklamasi tersebut. 2. Tinjauan dari aspek sosial ekonimis Permasalahan sosial ekonomis biasanya berkisar pada silang pendapat dan tarik ulur antara penentu kebijakan (pemda/pemkot), DPRD, investor, LSM, dan masyarakat. Apakah dengan adanya reklamasi memberikan keuntungan bagi semua pihak baik pemda/pemkot lewat PAD, investor, maupun masyarakat. Dan biasanya yang mendapat porsi keuntungan paling kecil (kalau ada) adalah masyarakat. 3. Tinjauan dari aspek yuridis Permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dilaksanakan dengan tegas. Produk hukum tentang reklamasi (UU, PP, Keppres, Permen, Perda, RTRW/RDTRK, dll) penulis yakin sudah cukup lengkap. Hanya pada masalah ketegasan pelaksanaannya yang perlu dimaksimalkan. 4. Tinjauan dari aspek lingkungan Problem lingkungan yang terjadi akibat reklamasi yang kurang perhitungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Misalnya reklamasi di daerah rawa-rawa yang semula sebagai polder alam menampung limpasan banjir, karena diurug maka akan berubah fungsi dan genangan banjir akan mencari daerah lain yang lebih rendah. Sedangkan reklamasi di kawasan pantai dapat menimbulkan erosi dan sedimentasi di kawasan pantai yang lain. D. Keuntungan dan kerugian Reklamasi Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dll. Tetapi harus diingat bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan. REKLAMASI PANTAI KOTA SEMARANG
A. Selayang pandang Kota Semarang Kota Semarang terbagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Kota Lama yang merupakan dataran rendah yang berdekatan dengan pantai, yang sering disebut sebagai Semarang Bawah, serta wilayah pengembangan kota ke arah selatan pada area yang berbukit-bukit berupa dataran tinggi, yang disebut dengan wilayah Semarang Atas. Batas ke dua wilayah tersebut adalah jalan sepanjang Pedurungan (Semarang Timur), Simpang Lima, Tugu Muda, hingga daerah Jrakah di Semarang Barat. Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º, 5' 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Sedang luas wilayah mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang ini dalam koridor pembangunan Jawa Tengah dan merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor MerapiMerbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan, terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transport Regional Jawa Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah. Pada akhir tahun 2001 Jumlah penduduk Kota Semarang, mencapai 1,329.668 jiwa yang terdiri dari 671.316 pria dan 658.352 wanita. Jumlah usia produktif cukup besar, mencapai 70% dari jumlah penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas amat besar, sehingga kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarik menanamkan investasinya di sini tidak menjadi masalah lagi. Sementara itu jika kita lihat mata pencaharian penduduk tersebut tersebar pada pegawai negeri, sektor industri, ABRI, petani, buruh tani, pengusaha, pedagang, angkutan dan selebihnya pensiunan. Dari aspek pendidikan dapat kita lihat, bahwa rata-rata anak usia sekolah di Kota Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun, bahkan tidak sedikit yang lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang tidak mengenyam pendidikan formal, namun demikian dapat dicatat bahwa pada tahun 2001 penduduk Kota Semarang telah bebas dan 3 buta (buta aksara, buta angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota Semarang, apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama didalam upaya peningkatan kesejahteraan.
Kota Semarang meimiliki iklim tropis, suhu rata-rata 28,4 oC. Suhu minimum 22,1 oC terjadi pada bulan Juli, dan suhu maksimum 33,7 oC terjadi pada bulan September dan Oktober. Kelembaban relatif tinggi dengan rata-rata 75%. Curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.100 mm 1. Tinjauan Secara Topografis Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dibagian Utara yang merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0-2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,5 M. Di bagian Selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 M di atas permukaan air laut (DPL).
Peta Kelerengan kota Semarang
3. Tinjauan dari aspek litologi Kondisi litologi bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang terdiri atas sedimen berfraksi halus yang bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan volkanik di bawah kedalaman 20 - 25 meter. Sebaran tanah lunak (tanah dengan tekanan konus [Qc] 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan Trimulyo dan Genuksari ke arah Selatan. Pada wilayah pantai Semarang terjadi amblesan tanah (land subsidence) antara (2 - 25) cm/th. Amblesan tanah terbagi 4 zona, yaitu: a) Zona amblesan > 20 cm/tahun. b) Zona amblesan 15 - 20 cm/tahun c) Zona amblesan 10 - 15 cm/tahun. d) Zona amblesan < 10 cm/tahun Kecamatan Semarang Utara Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian Kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan,1999). 4. Tinjauan dari Aspek Geologi Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua. Berikut gambaran penyebaran
jenis tanah beserta lokasi dan kemampuannya :
JENIS TANAH LOKASI % WIL POTENSI Mediteran Coklat Tua Kec. Tugu, Kec. Semarang Selatan, Kec. Gunungpati, Kec.Semarang Timur 30 Tanaman tahunan / keras, Tanaman Holtikultura, Tanaman Palawija Latosol Coklat Tua Kemerahan Kec. Mijen , Kec. Gunungpati 26 Tanaman tahunan / keras, Tanaman Holtikultura, Tanaman Padi Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat kekelabuhan Kec. Genuk, Kec. Semarang Tengah, 22 Tanaman tahunan tidak produktip Alluvial Hidromort Brumusul kelabu tua Kec. Tugu, Kec. Semarang Utara, Kec. Kec. Genuk, Kec. Mijen, 22 Tanaman tahunan, Tanaman Holtikultura, Tanaman Padi
Peta kontur Semarang
5. Tinjauan dari aspek Hidrologi Potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yang bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 %
selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena kali Garang memberikan airnya yang cukup dominan bagi kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena kali Garang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga kota Semarang. Air Tanah Bebas merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m. Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya disamping kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer diperoleh dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar. untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan air tanah artois ini terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi artois masih mungkin ditemukan. karena adanya formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung.
B. Karateristik pantai kota Semarang: Keadaan pantai kota Semarang pada umumnya adalah : a. Berelief rendah dengan garis pantai pasir pantai b. Berelief rendah tersusun endapan aluvium dan kombinasi paparan lumpur dan hutan bakau c. Berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium dan berupa endapan lumpur di kawasan pelabuhan atau daerah rekreasi. d. Bentuk pantai agak cekung, agak cembungan dan kombinasinya.
Pemandangan Pantai Marina Semarang
C. Reklamasi Pantai Kota Semarang
Salah satu sudut kota Semarang hasil reklamasi Pantai
Reklamasi di kota Semarang sebenarnya telah berlangsung cukup lama, yaitu pada saat pemerintahan kolonial Belanda, reklamasi dilakukan tahun 1875 untuk pembangunan Pelabuhan Semarang. Sesudah Indonesia merdeka, minimal sudah dilakukan tiga kegiatan reklamasi yang besar dilakukan di pantai utara Semarang . Atas ijin Pemerintah Propinsi Jawa Tengah di tahun 1979, dilakukan reklamasi yang sekarang dipergunakan untuk kawasan Perumahan Tanah Mas. Dilanjutkan tahun 1980, dimulai reklamasi untuk perluasan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang atas ijin Pemerintah RI.. Kemudian lima tahun berikutnya (tahun 1985) dilaksanakan reklamasi untuk kawasan PRPP, Perumahan Puri Anjasmoro dan Kawasan Semarang Indah dengan ijin Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Untuk Reklamasi pantai Marina, Pemerintah Kota Semarang sebagai pemilik lahan telah mengeluarkan ijin prinsip melalui Surat Walikota Semarang Nomor 590/04310 tanggal 31 Agustus 2004 tentang Persetujuan Pemanfaatan Lahan Perairan dan Pelaksanaan reklamasi di kawasan Perairan pantai Marina. Kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Kegiatan reklamasi di Kawasan pantai Marina Kota Semarang tanggal 3 Desember 2004. Reklamasi ini diperkirakan membutuhkan tanah urugan paling sedikit 15 juta m3. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan beragam dampak. Soal inilah yang membutuhkan perhatian masyarakat luas. Karena akan punya dampak luas termasuk dampak lingkungan kepada masyarakat sekitar reklamasi dan masyarakat kota Semarang. 1. Dampak Reklamasi Dampak reklamasi antara lain seperti hidrologi, kualitas air, hidrooseanografi, pemanfaatan ruang dan lahan hasil reklamasi, jenis dan fasilitas kesehatan, insiden dan prevalensi penyakit, sanitasi lingkungan dan cakupan pelayanan kesehatan dan tidak kalahnya sikap masyarakat. Masing-masing dampak inilah yang tampaknya perlu dipikirkan pemerintah kota Semarang secara hati-hati agar manfaat reklamasi pantai Marina tidak hanya untuk pengembang dan
aktifitas yang ada di dalamnya saja melainkan untuk masyarakat kota Semarang ini. 2. Reklamasi di Kota Semarang dibedakan dalam dua kategori, yaitu : a. Reklamasi rawa-rawa/tambak. Pelaksanaan reklamasi rawa-rawa perlu mendapat perhatian ekstra, karena fungsi rawa-rawa di Kota Semarang ini adalah sebagai polder alam yang menampung limpasan banjir akibat hujan dan pasang air laut (rob). Reklamasi rawa-rawa ini yang dapat menjadi salah satu penyebab semakin meluasnya area genangan banjir, termasuk rob. Yang lebih parah kebanyakan pelaksana kegiatan reklamasi rawa-rawa/tambak ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dan tidak disertai dengan dokumen UKL-UPL ataupun AMDAL. b. Reklamasi pantai Reklamasi pantai sedikit sekali pengaruhnya terhadap meluasnya genangan rob. Reklamasi pantai dapat menyebabkan meluasnya genangan rob bila tidak disertai dengan perencanaan sistem drainase yang bagus, apalagi bila lahan tersebut menghalangi jalan kembalinya air ke laut saat surut. Dampak negatif terbesar pelaksanaan kegiatan reklamasi pantai adalah menyebabkan erosi garis pantai di kawasan lain dan sedimentasi di sisi lain. Simulasi teknis perubahan pola arus dan hidrodinamika perairan laut harus diperhitungkan dalam hal ini. Lahan baru hasil reklamasi pantai Semarang kemudian akan berdampingan dengan beragam kegiatan ekonomi dan sosial yang sudah berlangsung selama ini. Kegiatan ekonomi dan sosial yang dimaksud diantaranya : " Usaha tambak di kelurahan Tambakharjo, Tugurejo dan Karanganyar " Kawasan rekreasi (Marina, Maerokoco, PRPP, Tanjung Emas) " Bandara Ahmad Yani " pemukiman penduduk di kelurahan Tambakharjo dan Tawangmas. " Kegiatan industri PT. KLI dan PT. RPI, kawasan industri Wijaya Kusuma " Pelabuhan Tanjung Mas " PLTGU Tambak Lorok " Kawasan pergudangan PT. Ciptaguna Sentrabuana. 3. Reklamasi Pantai Marina Semarang Dalam dokumen Amdal Reklamasi Pantai Marina yang dimiliki KRONIK, disebutkan bahwa PT Indo Perkasa Usahatama (IPU) sebagai sebuah perusahaan swasta nasional di kota Semarang yang berusaha di bidang properti lahan akan melakukan reklamasi pantai Marina. Lahan hasil reklamasi seluas 204 ha akan digunakan untuk : " Pemukiman 75 ha " Perdagangan dan jasa 45 ha " Fasilitas umum 17 ha " Ruang terbuka seluas 5 ha " sistem drainase dan kolam retensi 20 ha " jaringan jalan 15 ha " kawasan sempadan. 27 ha Reklamasi pantai Marina bukanlah kegiatan reklamasi yang pertama di Semarang. Reklamasi
pantai sebenarnya diawali dengan kejadian 500 tahun lalu. Seperti dikutip John Wirawan, ahli Geologi Belanda Van Bemmelen (1952), menyebutkan, "endapan lumpur di pantai Semarang telah berlangsung paling sedikit 500 tahun yang lalu" .Kondisi tersebut dikategorikan sebagai Reklamasi Alamiah karena sedimentasi material dari Gunung Ungaran. Garis pantai yang semula di Kawasan Bukit Bergota bergerak maju sampai garis pantai. REKLAMASI PANTAI SEMARANG DAN DATANGNYA BANJIR ROB
A. Banjir Rob (Pasang air laut) Banjir rob akibat terjadinya pasang air laut yang melanda Kota Semarang sudah ada sejak lama. Hanya permasalahannya sekarang adalah bertambah luasnya genangan akibat rob tersebut. Penyebab utama meluasnya rob adalah penurunan tanah di daerah Semarang bawah yang merupakan area hasil sedimentasi ratusan tahun. Namun seperti yang diuraikan oleh Dr. Robert Kodoatie, MEng (Suara Merdeka, 13 Juni 2004) karena proses konsolidasinya masih berlangsung, ditambah lagi faktor-faktor lain seperti pengambilan air tanah dan kelebihan beban di atasnya menyebabkan permasalahan rob semakin lama semakin komplek. Belum lagi jika faktor-faktor tersebut terjadi secara bersamaan dengan ketinggian pasang yang melebih elevasi pintu air sehingga pada saat pasang air laut masuk ke saluran dan menggenangi area sekitarnya, bahkan meluas. Sedangkan akibat faktor pengerukan pelabuhan (jika ada) lebih banyak berpengaruh pada area di sekitar pelabuhan. B. Mengapa sejak dilakukan reklamasi pantai Marina banjir rob menjadi semakin meluas ? Tanah urug yang digunakan untuk reklamasi pantai umumnya adalah tanah pegunungan yang sifatnya kokoh dan diambil dari wilayah di sebelah selatan, seperti daerah Gunungpati di wilayah Semarang barat. Selain hal tersebut pada batas-batas perairan wilayah reklamasi dibuat tanggul penahan agar tidak terjadi abrasi. Sementara pasang air laut (banjir rob) yang merupakan fenomena alam yang terjadi secara rutin, kehadirannya terhambat oleh wilayah reklamasi. Akibatnya rob mencari tempat-tempat yang lebih rendah disekitar area reklamasi, tetapi parahnya justru masuk ke wilayah aktivitas kegiatan manusia (perumahan, jalan, pertokoan, terminal, stasiun kereta api dll)
Tetapi mengapa semua itu dapat terjadi ? Untuk menjawab pertanyaan di atas dapat kita tinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek litologi, geologi dan hidrologi : 1. Secara litologis Di bawah permukaan wilayah pantai Kota Semarang (Semarang bawah) terdiri atas : " sedimen berfraksi halus yang bersifat lunak dan pasiran bersifat relatif padat yang beralaskan batuan vulkanik di bawah kedalaman 20 - 25 meter. " Sebaran tanah lunak semakin tebal ke arah Semarang timur, dan menipis ke arah Barat Selatan (Semarang atas). " Sebaran tanah lunak (zona lempung lunak) dengan arah penyebaran Barat Laut - Tenggara, setebal 20 - 25 m mendominasi daerah pantai / dataran rendah Semarang. Sedangkan zona dengan ketebalan > 30 m dijumpai di sekitar Kelurahan Trimulyo dan Genuksari ke arah Selatan sampai dengan kecamatan Pedurungan (Semarang timur).. Sifat tanah di atas sangat rentan terhadap tekanan konos diatas 10kg/cm2. Pembangunan gedung dan bangunan bertingkat, jalan, dan infra struktur lainnya akan membebani jenis tanah di wilayah ini, akibatnya permukaan tanah jenis ini akan ambles. Di Semarang bawah tercatat amblesan tanah (land subsidence) berkisar antara (2 - 25) cm/th. Akibatnya apabila berlangsung terus-menerus beberapa wilayah justru lebih rendah daripada permukaan air laut. 2. Dari aspek geologis Jenis Tanah di wilayah pantai Kota Semarang (Semarang bawah) meliputi Asosiasi alluvial kelabu, Alluvial Hidromort, Grumosol Kelabu Tua, dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua. Penyebaran jenis tanah ini meliputi wilayah - wilayah di daerah kota Semarang bawah, seperti Kecamatan Genuk, Kecamatan Semarang Tengah,: Kecamatan Tugu, Kecamatan. Semarang Utara, Kecamatan Genuk, serta Kecamatan Mijen, Secara geologi, dataran Semarang tersusun oleh endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan fasies pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik. Kondisi geologi seperti tersebut di atas rnemungkinkan terdapatnya potensi airtanah yang cukup besar. Keberadaan lapisan lempung lunak yang cukup tebal yaitu antara 2 - 30 m di bagian atas mempercepat terjadinya proses konsolidasi. Kebutuhan air minum untuk penduduk kota Semarang (1.974.392 jiwa), industri, dan lain-lain adalah sebesar 88.705.000 m3/ tahun (1996), yang sebagian besar diambil dari airtanah. Karena besarnya pemompaan airtanah di Semarang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka terjadilah penurunan muka airtanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996). Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. 3. Secara hidrologis Air Tanah Bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air ( aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh
musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang bawah (yang berada didataran rendah), banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m.
Amblasnya tanah dan intrusi air laut
Dari ketiga aspek litologis, geologis, dan hidrologis di atas, nyata bahwa kota Semarang bawah mengalami problema tanah, yaitu : " Meluasnya area limpasan rob, yang terjadi berkait dengan pelaksanaan reklamasi. Hal ini terjadi karena hempasan air laut yang biasanya menggenangi area yang direklamasi kemudian mencari tempat lain yang lebih rendah. Celakanya justru area sekitanya yang merupakan pemukiman penduduk dan di wilayah ini terdapat infrastruktur utama kota, seperti Pelabuhan Tanjung Mas, Stasiun KA Tawang, Terminal Bus Terboyo, Bandara Ahmad Yani, sistem drainase, air bersih, pengolahan air limbah, persampahan, dan jalan raya kelas-I, II, III dan jalan lingkungan. Juga kawasan perumahan mewah, kumuh, kawasan industri dan perdagangan, serta kawasan wisata pantai. Terjadinya penurunan permukaan tanah atau amblesan tanah (land subsidence) yang besarnya berkisar antara (2 - 25) cm/th. Amblesnya permukaan tanah ini disebabkan adanya tekanan konus
bangunan dan infrastruktur yang dibangun di atas lahan tanah yang labil ( aluvia). Amblesan tanah yang terjadi di dataran Semarang disebabkan oleh dua faktor, yaitu penurunan muka airtanah akibat pemompaan dan peningkatan beban karena pengurugan tanah. Tektonik di Pulau Jawa yang cukup aktif pada Pliosen Akhir - Plistosen Tengah, menghasilkan pola struktur geologi yang kompleks di daerah sebelah selatan daerah penelitian. Struktur sesar yang aktif belum diletahui dengan jelas pengaruhnya terhadap proses amblesan tanah di dataran aluvial Semarang. Akibatnya apabila berlangsung terus-menerus, beberapa wilayah justru lebih rendah daripada permukaan air laut. " Intrusi air laut. Pada wilayah Semarang bawah penduduk mengambil air tanah untuk keperluan sehari-hari. Akibat pengambilan air bawah tanah yang berlebihan sementara air permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut, maka terjadi intrusi air laut. Intrusi air laut saat ini sudah mencapai daerah Simpang Lima dan Tugu Muda Semarang (batas Semarang Atas dan Semarang Bawah).
C. Solusi Mengatasi Datangnya Banjir Rob 1. Pemerintah daerah dan masyarakat sudah dapat melakukan adaptasi dengan kondisi banjir rob, yaitu melalui pengembangan sistem drainase, meninggikan lantai rumah dan bangunan serta jalan raya atau lingkungan hingga di atas permukaan air pasang tertinggi (High High Water Level - HHWL). 2. Setiap tahun kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari persoalan banjir. Banjir yang kerap melanda kota Semarang ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari masalah kontur tanah. Kondisi kontur tanah Semarang Bawah umumnya lebih rendah dari ketinggian air laut. Sehingga air laut tentu saja akan mengalir ke daerah yang lebih rendah. Untuk itu, wilayah kota Semarang Bawah harus melakukan peninggian tanah secara periodik dan proyek ini dilakukan rutin setiap tahun. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Reklamasi pantai kota Semarang merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari mengingat kebutuhan akan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota, penataan daerah pantai,
pengembangan wisata bahari, pemukiman, dan sebagainya) sudah semakin mendesak. 2. Ditinjau dari aspek litologis, geografis, dan hodrologis reklamasi pantai kota Semarang harus segera dilakukan karena : " Daerah pantai kota Semarang (Semarang Bawah) mengalami amblesan (land subsidence) antara 2-25 cm/tahun yang diakibatan oleh labilnya tanah asosiasi alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua, yang mendapat tekanan konus akibat beban bangunan infrastruktur yang dibangun di atasnya. Sehingga menyebabkan sebagian wilayah lebih rendah dari pada permukaan air laut. Selain hal tersebut diperparah dengan terjadinya intrusi air laut akibat pengambilan air tanah secara berlebihan, sementara bagian bawah aluvial merupakan lapisan vulkanik yang kedap air. 3. Reklamasi membawa dampak positif dan dampak negatif. " Dampak positf : Sebagai daerah pemekaran kota dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi.. " Dampak negatif : Reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahan peta garis pantai, perubahan ekosistem (perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir), serta berpotensi gangguan lingkungan. 4. Banjir Rob yang terjadi di kota Semarang bukan hanya disebabkan oleh reklamasi pantai, tetapi karena faktor geologis yaitu: penurunan daratan atau land subsidence, letak kota Semarang yang berada di bawah Gunung Ungaran. B. Saran 1. Reklamasi khususnya reklamasi pantai tetap diperlukan di Kota Semarang ini. Selain itu perlu juga dipikirkan reklamasi lepas pantai atau di tengah laut. Reklamasi lepas pantai dapat menjadi alternatif karena tidak mengganggu sistem drainase Kota Semarang. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemkot dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan. 2. Reklamasi di Kota Semarang ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. 3. Reklamasi pantai pantai Marina jangan hanya dikembangkan berdasarkan desain saja, tetapi juga menjadikan Marina City Semarang yang manusiawi dan memberdayai kota, dalam hal ini kita perlu memperhatikan dampak dari kegiatan komunitas pantai, sehingga apa yang akan diterapkan untuk Pantai Marina tidak merugikan warga sekitar. 4. Dampak reklamasi antara lain seperti hidrologi, kualitas air, hidrooseanografi, pemanfaatan ruang dan lahan hasil reklamasi, jenis dan fasilitas kesehatan, insiden dan prevalensi penyakit, sanitasi lingkungan dan cakupan pelayanan kesehatan serta yang tidak kalahnya sikap masyarakat. Dampak inilah yang perlu dipikirkan pemerintah kota Semarang secara hati-hati
agar manfaat reklamasi pantai Marina tidak hanya untuk pengembang dan aktivitas yang ada di dalamnya saja melainkan untuk masyarakat kota Semarang. Diposkan oleh GeoMine di 18:57 0 komentar Link ke posting ini
Sabtu, 2009 Mei 16
Cabang-cabang ilmu geologi Kajian geologi memiliki ruang lingkup yang luas, di dalamnya terdapat kajian-kajian yang kemudian berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri walaupun sebenarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang satu sama lain. ilmu-ilmu tersebut yaitu : 1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa pendeskripsian mineral yang meliputi warna, kilap, goresan, belahan, pecahan dan sifat lainnya. 2. Petrologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk deskripsi,klasifikasi dan originnya. 3. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sediment, meliputi deskripsi, klasifikasi dan proses pembentukan batuan sediment. 4. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya dan proses pembentukannya. 5. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak bumi dan proses pembentukannya. 6. Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu yang berupa fosil. Paleontology berguna untuk penentuan umur dan geologi sejarah. 7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan proses0proses pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna dalam menentukan struktur geologi dan batuan penyusun suatu daerah. 8. Geologi Terapan, merupakan ilmu-ilmu yang dikembangkan dari geologi yang digunakan untuk kepentingan umat manusia, diantaranya Geologi Migas, Geologi Batubara,Geohidrologi, Geologi Teknik, Geofisila, Geothermal dan sebagainya. Diposkan oleh GeoMine di 21:44 0 komentar Link ke posting ini
Pengertian Geologi Pengertian Geologi Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi. Secara umum Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet Bumi, termasuk Komposisi, keterbentukan, dan sejarahnya. Karena Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi, pembentukan, dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang dipelajari dalam geologi.... Diposkan oleh GeoMine di 21:38 0 komentar Link ke posting ini Langgan: Entri (Atom)
View more...
Comments