Bab 4 Pengelolaan Air Limbah Ok PDF
February 28, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Bab 4 Pengelolaan Air Limbah Ok PDF...
Description
Bab 4 Pengelolaan Air Limbah (Kompetensi dasar : setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan
mampu
mengetahui
dan
memahami
tentang
metode
pengelolaan air limbah berbasis masyarakat dan ramah lingkungan).
4.1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang begitu cepat terutama di wilayah perkotaan ( Permen PU No.16 Tahun 2008), memberikan dampak yang sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah, oleh karena kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi pemakaian air minum/bersih yang berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Pembuangan air limbah tanpa melalui proses pengolahan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, khususnya terjadinya pencemaran pada sumber-sumber air baku untuk air minum, baik air permukaan maupun air tanah. Pengelolaan air limbah memerlukan prasarana dan sarana penyaluran dan pengolahan. Pengolahan air limbah permukiman dapat ditangani melalui sistem setempat (on site) ataupun melalui sistem terpusat (off site). Pada umumnya kota-kota di Indonesia masih belum memiliki sistem pengelolaan air limbah secara terpusat. Pada saat ini sistem pengelolaan air limbah terpusat hanya berada di 11 kota saja dengan cakupan 63
64
pelayanan yang masih rendah. Terdapat berbagai kendala dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia, baik dalam aspek peraturan perundangan, peran serta masyarakat, pembiayaan, institusi serta aspek teknis teknologis. Pendekatan Proaktif (Damanhuri, 2010) adalah salah satu strategi yang diperkenalkan pada akhir tahun 1970-an dalam dunia industri, dikenal sebagai Proses Bersih atau Teknologi Bersih yang bersasaran pada pengendalian atau pengurangan/reduksi terjadinya air limbah melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan yang akrab lingkungan. Konsep ini dapat juga diterapkan pada pengelolaan air limbah domestik yang secara secara sederhana meliputi : 1. Pengaturan yang lebih baik dalam manajemen penggunaan air serta air limbahnya melalui good house keeping 2. Penghematan bahan baku, air dan energi yang digunakan 3. Penggantian bahan baku, air dan energi 4. Pemodifikasian proses bahkan kalau perlu penggantian proses dan teknologi yang digunakan agar air limbahyang dihasilkan seminimal mungkin dan dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin. 5. Pemisahan air limbah yang terbentuk berdasarkan jenisnya agar lebih mudah penanganannya Pendekatan yang merupakan kebalikan dari pendekatan pro aktif adalah pendekatan reaktif, merupakan konsep yang perlu diperbaiki, yaitu konsep dengan upaya pengendalian yang dilakukan setelah air limbah terbentuk, dikenal sebagai pendekatan end-of-pipe. Konsep ini mengandalkan pada teknologi pengolahan air limbah, agar emisi dan residu yang dihasilkan
65
aman dilepas kembali ke lingkungan. Konsep pengendalian air limbahsecara reaktif tersebut kemudian diperbaiki melalui kegiatan pemanfaatan kembali residu atau air limbahsecara langsung (reuse), dan/atau melalui sebuah proses terlebih dahulu sebelum dilakukan pemanfaatan (recycle) terhadap air limbahtersebut. Secara ideal kemudian pendekatan proses bersih tersebut dikembangkan menjadi konsep hirarkhi urutan prioritas penanganan air limbah secara umum, yaitu : 1. Reduce (pembatasan) : mengupayakan agar air limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin. 2. Reuse (guna-ulang) : bila air limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan air limbah tersebut secara langsung. 3. Recycle (daur-ulang) : air limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi 4. Treatment (olah): air limbah yang dihasilkan atau yang tidak dapat dimanfaatkan kemudian diolah, agar memudahkan penanganan berikutnya, atau agar dapat secara aman dilepas ke lingkungan. Konsep proses bersih di atas kemudian diterapkan lebih spesifik dalam pengelolaan air limbah, dengan penekanan pada reduce, reuse dan recycle, yang dikenal sebagai pendekatan 3R. Upaya R1, R2 dan R3 adalah upaya minimasi atau pengurangan air limbah yang perlu ditangani. Selanjutnya, usaha pengolahan atau pemusnahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan apabila dilepas ke lingkungan. Sebagian besar pengolahan dan/atau pemusnahan air limbah
66
bersifat transformasi materi yang dianggap berbahaya sehingga dihasilkan materi lain yang tidak mengganggu lingkungan. Undang-Undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua fihak adalah bagaimana agar mengurangi air limbah semaksimal mungkin. Air limbah yang
terbentuk
selanjutnya
dilakukan
pengolahan
(treatment).
Pengurangan air limbah melalui 3R menurut Undang-Undang No.18/2008 meliputi: 1.
Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin.
2.
Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung.
3.
Daur-ulang (recycle): air limbah yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.
Sehingga pendekatan yang digunakan dalam konsep pengelolaan air limbah ini adalah meningkatkan sistem pengelolaan air limbah yang dapat memenuhi tuntutan dalam pengelolaan air limbah yang berbasis pada peran serta masyarakat.
4.2. Isu Strategis Dalam Pengelolaan Air Limbah Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2008 tentang air limbah, terdapat beberapa isu strategis mengenai pengelolaan air limbah sebagai berikut :
67
1. Akses Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Permukiman a. Menurut Sensus Kesehatan Nasional (Susenas Tahun 2007), akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di perkotaan mencapai 90,5% dan di perdesaan mencapai 67%. b. Tingkat pelayanan pengelolaan air limbah permukiman di perkotaan melalui system setempat (on site) yang aman baru mencapai 71,06% dan alui sistem terpusat (off site) baru mencapai 2,33 % di 11 kota. c. Tingkat pelayanan air limbah permukiman di perdesaan melalui pengolahan setempat (on-site) berupa jamban pribadi dan fasilitas umum yang aman baru mencapai 32,47%. d. Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. 2. Peran Masyarakat a. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah permukiman; b. Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman yang berbasis masyarakat; c. Potensi yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha terkait sistem pengelolaan
air
limbah
permukiman
belum
sepenuhnya
diberdayakan oleh pemerintah. 3. Peraturan Perundang-undangan a. Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman; b. Masih
lemahnya
penegakan
hukum
terhadap
pelanggaran
peraturan-peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah;
68
c. Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan air limbah. 4. Kelembagaan a. Lemahnya fungsi lembaga di daerah yang melakukan pengelolaan air limbah permukiman. b. Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan air limbah permukiman. c. Kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah. d. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah permukiman. 5. Pendanaan a. Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta pengembangan sistem pengelolaan air limbah. b. Terbatasnya sumber pendanaan pemerintah, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tingginya biaya investasi awal pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat. c. Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah. d. Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk pengelolaan dan pengembangan air limbah permukiman. e. Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat dan dunia usaha/swasta/koperasi. f. Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah permukiman baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.
69
4.3. Tantangan dan Peluang Pengelolaan Air Limbah Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2008 tentang air limbah, juga diuraikan tentang tantangan dan peluang pengelolaan air limbah sebagai berikut : 1. Tantangan Internal a. Masih adanya masyarakat buang air besar di sembarang tempat, yang secara nasional sebesar 22,85% (di perkotaan 9,5% dan di perdesaan 33%). b. Kecenderungan
meningkatnya
angka
penyakit
terkait
air
(waterborne diseases) akibat masih rendahnya cakupan pelayanan baik di perkotaan maupun di perdesaan. c. Perlunya konservasi sumber air baku untuk menjamin terjaganya kualitas dan kuantitas air baku akibat menurunnya kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum. d. Peningkatan kelembagaan yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan air limbah permukiman secara lebih profesional dengan dukungan sumber daya manusia ahli yang memadai. e. Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya operasi dan pemeliharaan terutama dari pihak swasta yang harus sinergis dengan penerapan pemulihan biaya (cost recovery) secara bertahap merupakan tantangan yang harus segera diketahui solusinya secara “win-win solution”. f. Pembagian porsi antara dana APBN dan APBD yang akan dialokasikan dalam pengembangan penyelenggaraan pengelolaan air limbah belum terlihat secara tegas.
70
2. Tantangan Eksternal a. Target
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN), yaitu bebasnya dari pembuangan tinja secara terbuka (open defecation free) sampai dengan tahun 2014. b. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), yaitu terlayaninya 50% masyarakat yang belum mendapatkan akses air limbah sampai dengan tahun 2015. c. Tuntutan
pembangunan
yang
berkelanjutan
dengan
pilar
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. d. Tuntutan penerapan good governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan. e. Tuntutan Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (RAN MAPI). f. Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif. 3. Peluang a. Adanya kewajiban bagi setiap orang untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. b. Pentingnya pengelolaan air limbah untuk mendukung konservasi sumber daya air, seperti yang tertuang dalam UU RI Nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air. c. Tanggung
jawab
penyelenggaraan
air
limbah
permukiman
sebagaimana ketetapan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 38/2007 menjadi kewenangan pemerintah daerah.
71
d. Tuntutan keterpaduan penanganan air limbah dan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 16/2005. e. Adanya potensi peningkatan kesadaran masyarakat baik di perkotaan maupun
di
perdesaan
dalam
penyelenggaraan
air
limbah
permukiman.
4.4. Faktor Pengelolaan Air Limbah Menurut
Departemen Pekerjaan Umum 2007, aspek-aspek yang
mempengaruhi pengelolaan air limbah domestik adalah sebagai berikut : 1. Demografi Secara teknis dan kesehatan untuk kepadatan penduduk tertentu yaitu >50 orang/ha, penggunaan cubluk sudah mengakibatkan kontaminasi pada sumur-sumur tetangga. Di atas kepadatan penduduk 200 orang/ha penggunaan septik tank dengan bidang resapannya akan memberikan dampak kontaminasi bakteri coli dan pencemaran pada tanah dan air tanah. 2. Ekonomi Aspek ekonomi juga merupakan hal yang akan menentukan dalam penentuan
pemilihan
sistem
pengelolaan
air
limbah.
Teknologi
pengelolaan limbah yang digunakan untuk mencapai biaya efektif sangat tergantung pada tingkat obyektivitas yang harus dicapai. Penerapan teknologi pengelolaan air limbah tergantung dari standar efluen yang diperkenankan dan sampai tingkat mana kondisi lingkungan yang akan diperbaiki.
72
3. Sosial Penduduk di suatu kawasan memiliki tingkat sosial ekonomi yang berbeda, sehingga akan sangat terkait dengan kemampuan membayar retribusi air limbah, dan hal ini akan sangat mempengaruhi dan berdampak secara teknis terhadap konsep sanitasi yang akan diterapkan. Kondisi sosial ini akan menjadi kompleks karena dana yang mampu dialokasikan pemerintah terbatas. Kondisi sosial juga akan membedakan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Dibandingkan dengan negara maju, umumnya tingkat BOD perkapita perhari di Indonesia tidak terlalu tinggi karena masih berkisar antara 30 gram sampai dengan 40 gram. 4. Lingkungan a. Iklim tropis sangat menolong pengolahan secara anaerob seperti septik tank, kolam anaerobik dan sebagainya. b. Intensitas hujan tropis yang tinggi akan memberikan run off yang sangat besar dibandingkan aliran air limbah, sehingga sistem sewer (saluran) terpisah antara air hujan dan air limbah pemukiman akan relatif lebih ekonomis dan sehat. c.
Untuk pengelolaan air limbah pada kawasan-kawasan dengan efluen yang dibuang ke danau dan waduk, selain harus memperhatikan
kadar
BOD/COD
dan
TSS
juga
harus
mengendalikan kadar nitrogen dan fosfor yang akan memicu pertumbuhan algae biru dan gulma yang akan menutupi permukaan air danau. d.
Jika tidak ada penetapan kuota pencemaran maka penetapan kualitas efluen hasil pengolahan limbah harus memperhitungkan
73
kemampuan badan air penerima untuk ”natural purification” bagi berlangsungnya kehidupan akuatik secara keseluruhan.
4.5. Pengelolaan Air Limbah Berbasis Masyarakat Pola pengelolaan air limbah domestik berbasis masyarakat berdasarkan hasil penelitian di Pulau Jawa adalah sebagai berikut (Kustiah, 2005) : 1. Penyelenggaraan Pengelolaan Air Limbah Berbasis Masyarakat Inisiatif awal : Pemerintah Dalam dan Luar Negeri, Lembaga Swasta (Yayasan, LSM), masyarakat (individu/motivator). 2. Kelembagaan Pengelola Air Limbah Lembaga Pengelola dapat dilaksanakan oleh masyarakat (mandiri), masyarakat di bawah yayasan, pengurus tingkat: RT/RW dan desa dengan pengurusan
berdasarkan kesepakatan
masyarakat
yang
dilaksanakan dalam rembug warga. Bentuk-bentuk kelembagaan tergantung pada kondisi dan situasi kebutuhan yang ada di masyarakat. Struktur organisasi pengelola yang ada di masyarakat sifatnya fungsional dan teknis operasional, bukan struktural, walaupun bersatu dengan organisasi kepengurusan RT/RW dan kelurahan/desa. 3. Pola pembiayaan pengelolaan air limbah Biaya investasi untuk sarana sanitasi masih bergantung pada bantuan pihak donor (pemerintah dan swasta), kontribusi masyarakat masih rendah. Bentuk kontribusi masyarakat: in cash dan in kind (berdasarkan kesepakatan). Bantuan biaya hanya sebatas pada pembangunan sarana. Biaya operasional dan pemeliharaan berasal dari pengguna sarana.
74
Biaya pengoperasian dan perawatan sarana sanitasi diperlukan untuk keberlanjutan pengelolaan. 4. Pemilihan Teknologi Pengelolaan Air Limbah Dalam pelaksanaan pengelolaan air limbah di masyarakat dilakukan terhadap air limbah domestik. Jenis pengolahannya adalah penyatuan limbah dari sumber ke instalasi komunal dengan cara memasang sambungan perpipaan dari sumber (dari kamar mandi) ke instalasi pengolahan limbah. Sistem pengaliran dipilih secara gravitasi untuk menghemat biaya operasional, pemilihan jenis teknologi dan lokasi penempatan perlu diperhatikan. 5. Pola partisipasi masyarakat pengelolaan air limbah a. Pendekatan partisipasi pada proses perencanaan, konstruksi, dan operasi. b. Media partisipasi melalui institusi formal lewat RT, dan melalui LSM serta perguruan tinggi. c. Partisipasi masyarakat sebagai konsumen dalam pengoperasian dan pemeliharaan, setiap masyarakat membantu menjaga keberadaan fasilitas disamping melaksanakan penggelontoran setiap satu minggu sekali disamping membayar iuran perawatan setiap bulan.
75
Gambar 4.1. Pendekatan Pengelolaan Air Limbah Pemukiman (Sumber : Dirjen Ciptakarya PU, 2013)
4.6. Rangkuman 1. Pengelolaan air limbah memerlukan prasarana dan sarana penyaluran dan pengolahan 2. Teknologi
Bersih
yang
bersasaran
pada
pengendalian
atau
pengurangan/reduksi terjadinya air limbah melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan yang akrab lingkungan. 3. Upaya R1, R2 dan R3 adalah upaya minimasi atau pengurangan air limbah yang perlu ditangani. Selanjutnya, usaha pengolahan atau pemusnahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan apabila dilepas ke lingkungan.
76
4. Perlunya konservasi sumber air baku untuk menjamin terjaganya kualitas dan kuantitas air baku akibat menurunnya kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum. 5. Tuntutan penerapan good governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan. 6. Setiap warga masyarakat diharuskan membantu menjaga keberadaan fasilitas agar dapat digunakan secara berkelanjutan.
4.7. Evaluasi 1. Jenis saluran apakah yang tepat untuk mengalirkan air limbah ?. 2. Uraikan program pencegahan pencemaran yang dapat diterapkan dalam pengelolaan air limbah ?. 3. Mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan air limbah ?. 4. Ceritakan secara singkat kondisi pengelolaan air limbah di lingkungan dimana anda bertempat tinggal ?. 5. Sebutkan 5 aspek yang berpengaruh pada pengelolaan air limbah ?.
View more...
Comments