BAB 3 metode penelitian skripsi teknik sipil beton bambu wulung
August 27, 2017 | Author: novita_anggra | Category: N/A
Short Description
metode penelitian bambu wulung...
Description
11
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.
Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode eksperimental, yaitu melakukan kegiatan percobaan di laboratorium untuk mendapatkan data hasil penelitian yang diinginkan.
3.2.
Lokasi Penelitian
Kegiatan dalam penelitian ini mulai dari penyiapan, pengolahan dan pembuatan benda uji pendahuluan serta benda uji balok glulam dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil UNS. Namun, pada proses penyerutan bilah bambu, dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.
3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Alat untuk membuat benda uji Alat tersebut adalah parang, arit, mesin bubut, gergaji, klem, dongkrak hidrolik, penggaris/meteran, moisture meter
2.
Peralatan pengujian pendahuluan bambu Alat tersebut adalah alat uji tarik kayu, uji tekan, oven, timbangan
3.
Alat untuk menguji balok laminasi Alat tersebut adalah load cell, UTM, dial gauge, dongkrak hidrolik, load indicator
12
3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu wulung, perekat jenis urea formaldehyde (UF ), bahan pengeras jenis asam NH 4C1 (HU12), dan bahan pengembang berupa tepung terigu. Bambu wulung yang akan digunakan diperoleh dari daerah Klaten. Perekat jenis urea formaldehyde (UF) yang akan digunakan diproduksi oleh PT. Pamolite Adhesive Industry (PT. PAI), Probolinggo, Jatim.
3.4. Benda Uji 3.4.1. Benda uji pendahuluan
Pengujian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika bahan yang dibuat berdasarkan ISO 3129-1975. Benda uji pendahuluan dibuat berdasarkan pengujian yang akan dilakukan. Pengujian tersebut meliputi kerapatan, kadar air, kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE). Selain uji pendahuluan bambu, akan diuji pula kekuatan perekat dengan uji geser perekat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keruntuhan yang terjadi akibat geser pada bambu laminasi.
Gambar 3.1. Tipe-Tipe Uji Pendahuluan
13
3.4.1.1.
Perhitungan Kadar Air Bambu
Pengujian kadar air bambu berdasarkan prosedur ISO 3130-1975 dengan ukuran benda uji t x 20 x 20 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.1. Ka
Wb Wa 100% Wa
..........................................................................................(3.1) Keterangan:
3.4.1.2.
Ka
= Kadar air bambu (%)
Wb
= Berat benda uji sebelum di oven (gram)
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
Perhitungan Berat Jenis Bambu
Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan 3.2. BJ
Keterangan:
Wa ..............................................................................................(3.2) Gb
BJ
= Berat jenis bambu
Wa
= Berat benda uji kering oven (gram)
Gb
= Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering oven (gram)
3.4.1.3.
Kerapatan
Pengujian kerapatan bambu berdasarkan prosedur ISO 3131-1975 dengan ukuran benda uji t x 20 x 20 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.3. w
Keterangan:
mw ....................................................................................(3.3) Vw
w
= Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm3)
mw
= Massa bambu pada kadar air w (gram)
Vw
= Volume bambu pada kadar air w (cm3)
14
3.4.1.4.
Kuat Tekan Sejajar Serat
Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu berdasarkan prosedur ISO 3132-1975 dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 60 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.4. tk
Keterangan:
Pmaks A
...................................................................(3.4)
tk //
= Kuat tekan sejajar serat (MPa)
Pmaks
= Gaya tekan maksimal bambu (N)
A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2) dari benda uji
3.4.1.5.
Kuat Tekan Tegak Lurus Serat
Pengujian kuat tekan tegak lurus serat bambu berdasarkan ISO 3132-1975 (E) dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 60 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.5.
tk i
Keterangan:
Pmaks ............................................................................................ (3.5) A
tk i
= Kuat tekan tegak lurus serat (MPa)
Pmaks
= Gaya tekan maksimal bambu (N)
A
= tebal x panjang = luas bidang yang tertekan(mm2)
dari benda uji 3.4.1.6.
Kuat Geser Sejajar Serat
Pengujian kuat geser sejajar serat bambu berdasarkan ISO/DIS 3347 dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 20 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.6. //
Pmaks ................................................................... (3.6) A
15
Keterangan:
//
= Kuat geser sejajar serat (MPa)
Pmaks
= Gaya geser maksimal bambu (N)
A
= tebal x panjang = luas bidang yang tergeser(mm2) dari benda uji.
3.4.1.7.
Kuat Tarik Sejajar Serat
Pengujian kuat tarik sejajar serat bambu berdasarkan prosedur ISO 3346-1975 (E) dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 20 mm. Ditengah benda uji dibuat irisan lengkung setipis mungkin supaya terjadi kerusakan pengujian di daerah tersebut.Pengujian kuat tarik sejajar serat dan dihitung menggunakan Persamaan 3.7. tr //
Keterangan:
Pmaks ..................................................................(3.7) A
tr // = Kuat tarik sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N) A
= tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2) dari benda uji.
3.4.1.8.
Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian MOR bambu berdasarkan prosedur ISO 3133-1975 (E) dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 280 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.8.
MOR Keterangan:
3Pmaks L ..............................................................(3.8) 2bt 2
MOR = Modulus lentur bambu (MPa) Pmaks
= Beban maksimum (N)
L
= Panjang (mm)
b
= Lebar bambu (mm)
t
= Tebal bambu (mm) dari benda uji
16
3.4.1.9.
Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian MOE bambu berdasarkan prosedur ISO 3349-1975 dengan ukuran benda uji adalah t x 20 x 280 mm dan dihitung menggunakan Persamaan 3.9. PL3 MOE 4bt 3
...............................................................
(3.9) Keterangan:
MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa) Pmaks
= Beban maksimum (N)
L
= Panjang (mm)
b
= Lebar bambu (mm)
t
= Tebal bambu (mm)
= Lendutan proporsional dari benda uji
3.4.2. Benda Uji Balok Glulam (Glue Laminated)
Balok glulam dibuat dengan cara bambu dibilah, kemudian setelah melalui proses pengeringan dan penyerutan, bilah direkatkan dengan perekat urea formaldehyde (UF). Alasan pemakaian perekat jenis ini karena mengacu kepada penelitian terdahulu oleh SetiyaBudi, A (2006) dan kemudahan akan ketersediaan bahan di pasaran. Setelah proses perekatan, balok laminasi dikempa dengan tekanan kempa 1,5 Mpa (mengacu pada penelitian Salim, 2006) kemudian dirapikan dan siap untuk diuji lentur.
Dimensi balok glulam bambu yang dipakai adalah ukuran 5cm x 7cm yang disesuaikan dengan ukuran balok kayu usuk yang sudah biasa dipakai di lapangan. Ukuran dimensi bilah bambu yang dipakai menyesuaikan kondisi bambu yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan model susunan bilah bambu penyusun balok glulam berupa pertemuan antara kulit-kulit dan daging- daging bambu. Susunan bilah
17
model ini dipilih karena bambu mempunyai kuat tarik paling tinggi ada pada sisi luar/kulit, dan bilah-bilah tersebut direkatkan vertikal keatas dengan sisi kulit direkatkan dengan sisi kulit dan sisi dalam direkatkan dengan sisi dalam bambu.
Gambar 3.2. Susunan Bilah Bambu Balok Glulam Bambu Wulung Saling berhadapan antara sisi Dalam dengan Sisi Dalam dan Sisi Luar dengan Sisi Luar Penelitian ini akan menggunakan 3 buah balok laminasi bambu. Alat ukur dial gauge digunakan untuk mengukur besar lendutan pada balok. Dial gauge yang digunakan berjumlah 3 buah dengan penempatan satu dial gauge ditempatkan pada posisi tengah bentang balok dan dua dial gauge masing-masing ditempatkan pada posisi ujung-ujung di ¼ bentang balok. Dial gauge diletakkan disisi tepi balok dengan alat bantu plat besi, dan disusun secara vertikal terbalik ke arah bawah Hal ini dilakukan untuk menghindari bahaya kerusakan dari dial gauge pada saat terjadi keruntuhan atau kegagalan balok yang secara tiba-tiba. Berdasarkan teori mekanika untuk tegangan geser balok tampang segi empat yang dibebani gaya tranversal statik akan timbul tegangan dan regangan internal, sebagai bentuk perilaku perlawanan balok (Timosenko dan Gere, 1996).
18
P
P
A
B
L
L
RA
L
RB
Mmaks
Gambar 3.3. Pembebanan Balok Berdasarkan kondisi pembebanan pada Gambar diatas diperoleh: RA = VA = P dan RB = VB = P.............................................(3.10) 1 P.L 3
Mmaks =
....................................................................(3.11)
c y
h
(a)
t (b)
(c)
Gambar 3.4. (a) Penampang Balok (b) Diagram Tegangan-Regangan (c) Distribusi Tegangan Geser Hubungan tegangan-regangan seperti pada Gambar 3.4. terhadap perilaku balok yang dibebani dengan arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh:
19
M y I
..................................................................... (3.12) Keterangan:
= Tegangan normal akibat lentur (MPa)
M
= Momen lentur (N.mm)
I
= Mersia penampang (mm4)
y
= Jarak antara titik yang ditinjau dengan garis netral penampang (mm)
Persamaan 3.12 dapat dikembangkan untuk menentukan nilai beban maksimum: M
I .........................................................(3.13) y
1 I P L ...................................................(3.14) 3 y L I ..........................................................(3.15) 3 P y P
3 l .........................................................(3.16) L y
Tegangan geser yang terjadi pada balok laminasi dihitung dengan Persamaan 3.17.
VQ Ib
............................................................
(3.17) Keterangan:
= Tegangan normal akibat lentur (MPa) V = Gaya geser (N) b
= Lebar balok (mm)
I
= Momen inersia (mm4) =
1 bh3 untuk penampang segi empat 12
Q = Momen pertama (statis momen) penampang = b. (
1 1 1 1 1 1 2 h). ( y) = b. ( h).( ).( h) = bh 2 2 2 2 2 8
Penentuan besarnya gaya geser dan momen lentur dapat dihitung dengan prinsip keseimbangan statik. Perhitungan kesetimbangan statik balok tertumpu sederhana untuk kondisi pembebanan seperti pada Gambar 3.4. diperoleh:
20
v.Q P.Q ....................................................... I .b I .b
(3.18) P
.I .b Q
...............................................................
(3.19) Sehingga diperoleh panjang kritis balok glulam saat terjadi geser dan lentur: 3 I .I .b ................................................ L.. y Q
(3.20) 3. . I . I .b 1 ............................................... L. y b.h 2 8
(3.21) 3. 8. 2 1 ................................................. (3.22) L h h 2 6. 8. ..................................................... L h
(3.23) Lcr
6 .h ................................................... (3.24) 8
P
P
A
B
a
L-2a
RA
a
RB Mmaks
Gambar 3.5. Pembebanan balok di Labolatorium Struktur Dengan cara yang sama seperti di atas, dari Gambar 3.5. maka didapatkan: RA = R B = P
Mmaks = P.a .........................................(3.25)
21
M .Y I
P.a.
1 h 2
............................................................
I
. (3.26) 1 P. b.h 2 V .Q ..................................................... 8 I .b I .b
(3.27)
. I .b 1 bh 2 8
a.
1 .h 2
.....................................................
I
(3.28)
8. . L ..................................................................... 6h
(3.29) Lcr
6. .h ................................................................. 8.
(3.30) Selanjutnya, Lcr digunakan untuk menentukan panjang laminasi balok bambu yang akan dibuat. 3.4.2.1.
Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus Elastisitas (MOE)
Kekuatan balok sangat dipengaruhi oleh hubungan antara tegangan tekan dan tegangan tarik pada arah sejajar serat. Tegangan lentur maksimum yang terjadi pada balok bambu disebut MOR. Nilai MOR tersebut dipengaruhi oleh kapasitas tarik dan tekan penampang balok, yang diperoleh dengan perhitungan kekuatan lentur balok yang diberi beban terpusat pada sepertiga bentang ditunjukkan pada persamaan berikut:
22
MOR
M .h1 I
............................................................
. (3.31) Keterangan: MOR
= Modulus lentur balok (MPa),
M
= Momen maksimum balok (N.mm),
h1
= Jarak sumbu netral keserat terluar bagian atas balok (mm),
I
= Momen inersia tertranformasi (mm4)
Penentuan kekakuan balok laminasi dengan menggunakan nilai MOE yang terjadi pada balok. Nilai modulus elastisitas adalah ukuran ketahanan balok terhadap perpanjangan bila mengalami tarik atau tekan selama proses pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan yang kostan.
A
P
L
P
L
L
PL 3EI
BMD
A
B RA
C
RB
Gambar 3.6. Diagram momen dan Lendutan RA A
PL L 1 L 1 PL .............................. (3.32) 3EI 3 2 3 2 3EI
23
maks RA
PL2 PL2 PL2 18 EI 18 EI 9 EI
L PL2 1 L 1 L PL2 1 1 L x x x x x ............... (3.33) 2 18 EI 2 3 3 3 18 EI 2 2 3
PL3 5 PL3 PL3 23PL3 ........................................ 18 EI 324 EI 216 648 EI
(3.34) MOE
23.P L3 648 I
.............................................
(3.35) Perhitungan untuk modulus elastisitas bambu untuk pengujian di LAB Struktur seperti terlihat pada Gambar 3.6, ditentukan dengan pengujian lentur yang perhitungannya dengan menggunakan Persamaan 3.42. P
P
a
a
L
maks + M = P.a
P.a EI RA
Ra
RB
Beban balok konjugasi
M EI
M L a M P.a ( ) ( L a) ( L a ) ............................... (3.36) EI 2 2 EI 2 EI
24
L a L M 1 L 2 M 2 Mc RA a a 2 EI 2 2 3 EI 2
2
......................... (3.37)
Pa L Pa 2 L 2 P L ( L a) a a 2 EI 2 2 EI 2 3 2 EI 2
2
…………..
(3.38)
2 2 PaL L a P a 3L 4a P a L L a a 2 ...(3.39) 4 EI 12 EI 2 EI 4
Pa 6 L2 6 L a 6 L a 8 a 2 3L2 12 L a 12 a 2 (3.40) 24 EI
c maks
Pa 3L2 4a 2 …………….……..…...............(3.41) 24 EI
MOE
Keterangan:
Pa 3L2 4a 2 ..........................................(3.42) 24 I
MOE = modulus elastisitas balok (MPa), P
= beban proporsional (N),
L
= panjang balok (mm),
b
= lebar balok (mm),
h
= tinggi balok (mm), dan
= lendutan proporsional yang terjadi (mm) dari balok laminasi
3.5. Tipe Keruntuhan Balok Laminasi Ditentukan menggunakan konsep rasio L/d (Soltis, dkk.,1997: 102). Berdasarkan pada Gambar 3.7 dan Persamaan 3.44, maka dapat diketahui tipe keruntuhan yang terjadi pada balok laminasi. fb L C ....................................................... (3.44) fv d
dengan (3.45)
fb
M .ya I
( kuat lentur balok)......................
25
fv
V .Qc I .b
( kuat geser balok)......................
(3.46) Selanjutnya nilai kuat lentur dan kuat geser hasil pengujian atau hasil perhitungan dengan cara analitis diposisikan terhadap garis C. L/d sehingga dapat ditentukan jenis keruntuhan balok yang terjadi. Apabila titik pertemuan antara kuat lentur dan kuat geser berada pada zona lentur maka terjadi keruntuhan lentur dan sebaliknya bila titik pertemuan antara kuat lentur dan kuat geser berada pada zona geser maka terjadi keruntuhan geser, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.8.
Data point
Data point
Fb
Fb
Fb/fv==C.l/d
Fb/fv==C.l/d Fv
Fv (a) Keruntuhan Lentur
(b) Keruntuhan Geser
Gambar 3.7 Pola keruntuhan balok
3.6. Setting Up Pengujian 1
2
4
3 5 6
9
7
10 8 12 L
26
Gambar 3.8. Setting up Pengujian Keterangan: 1. Loading Frame
7. Beban Titik
2. Frame
8.Tumpuan Sendi
3. Load Cell
9. Pengekang Lateral
4. Hydraulic Pump
10. Benda Uji
5. Transducer Indicator
11. Tumpuan Rol
6. Balok Pembagi Beban
12. Dial Gauge.
3.7.
Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah: 1. Studi pustaka dan pengembangan teori Tahap ini menggali dan menajamkan konsep balok glulam bambu. Termasuk mempelajari karakteristik material serta penelitian-penelitian yang pernah dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh. 2. Pengintegrasian ide dan konsep Tahap ini dicoba diintegrasikan berbagai konsep balok glulam bambu. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan pada konsep utama agar mendapatkan model susunan bilah bambu yang dapat menghasilkan kekuatan balok yang tinggi. 3. Persiapan Tahap ini meliputi persiapan alat dan bahan untuk pengolahan bambu. Pada tahap ini dialakukan pelaksanaan uji pendahuluan material bambu berupa sifat fisik dan mekanik. 4. Pembuatan benda uji Tahap ini merupakan proses perekatan, pengempaan bilah bambu dan pembentukan dimensi tampang balok sesuai dengan yang direncanakan. 5. Pengujian sampel Tahap ini merupakan tahapan proses pengujian lentur sampel uji dengan perekaman pada data-data pembebanan dan besar lendutan yang terjadi hingga kondisi terjadi keruntuhan sampel.
27
6. Analisis Analisis kuantitatif dilakukan untuk menghitung hubungan besaran-besaran sifat fisik dan mekanik properties bambu terhadap besaran sifat mekanik bambu glulam. Analisis statistik dilakukan untuk menguji kekuatan pada bentuk susunan bilah bambu yang diusulkan. Analisis statistik anova single factor dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan kekuatan balok yang dihasilkan. 7. Penyimpulan dan rekomensasi tahap ini mengintegrasikan hasil penelitian kedalam suatu kesimpulan dan findings, yang diharapkan akan diperoleh hasil untuk penelitian selanjutnya.
3.8.
Data-Data yang Diambil dalam Penelitian
Data yang diambi dalam penelitian ini adalah: 1.
Lendutan 3 titik di 1/3 bentang Pada 1/3 bentang dari tumpuan akan dipasang alat, sehingga dapat diketahui besar lendutan yang terjadi
2.
Kekuatan Pmax dari hasil pembacaan load dial
3.
Kecepatan dalam pembebanan Kecepatan dalam pembebanan sangat mempengaruhi hasil dari data yang diperoleh. Semakin besar percepatan, maka semain cepat sruktur tersebut runtuh.
3.9.
Metode-Metode Analisis
Metode-metode analisis yang akan dipakai pada penelitian ini adalah: 1. Analisis kualitatif Analisis ini digunakan pada tahap awal berupa studi pustaka dan pengintegrasian ide. 2. Analisis kuantitatif Analisis ini dilakukan untuk perhitungan besaran-besaran sifat fisik dan mekanik properties bambu dan balok glulam bambu. 3. Uji-uji statistik (Annova Single Factor)
28
Model yang diajukan akan diuji dengan alat uji statistik. 4. Komparasi dengan berbagai penelitian yang pernah dilakukan Hal ini dilakukan secara komprehensif untuk mengetahui model susunan bilah bambu balok glulam yang dapat menghasilkan kekuatan balok yang tinggi terhadap lentur. Perbandingan ini juga diharapkan memperluas ide Mulai dalam penelitian selanjutnya. Pengadaan bambu wulung Pengulitan bambu wulung Flow chart proses pelaksanaan penelitian di laboratorium: Pembilahan bambu wulung Pengeringan bambu wulung
Pembuatan sampel uji pendahuluan dan pengujian sampel uji pendahuluan Data uji pendahuluan
Pembuatan benda uji balok glulam Pengujian lentur balok glulam
Record data Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai Gambar 3.9. Bagan Alir Proses Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium
29
View more...
Comments