Bab 21. Oftalmologi Preventif

February 5, 2018 | Author: PatrickNichols | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Optalmologi damar...

Description

John P Whitcher, MD, MPH IImu kedokteran pencegahan (preventif) semakin penting dalam usaha untuk memenuhi harapan masyarakat kedokteran modem dengan berbagai sumber daya yang

Cedera Okupasional Banyak proses manufaktur yang dapat menimbulkan ancaman bagi mata. Tindakan menggerinda atau mengebor sering menyebabkan terlontarnya fragmen-fragmen kecil logam ke lingkungan dengan kecepatan tinggi, dan "peluru" ini mudah tertancap di kornea atau menembus bola mata melalui kornea atau sklera. Peralatan yang berujung tajam, misalnya obeng, juga sering menyebabkan trauma tembus mata. Bunga api las menimbulkan radiasi ultraviolet yang dapat menyebabkan keratitis perifer (arc eye). Zatzat kimiawi industri-terutama yang mengandung asam atau basa berkadar tinggi-dapat dengan cepat menimbulkan kerusakan mata yang sering bilateral dan menyebabkan hasil akhir penglihatan yang buruk. Para pekerja harus dilatih untuk menggunakan alat, alat, mesirl dan bahan kimia dengan benar. Pada semua

tersedia. Walaupun pencegahan adalah pendekatan yang logis untuk memecahkan banyak masalah di semua cabang

ilmu kedokteran, pada praktiknya banyak kendala yang harus diatasi. Pada setiap kondisi, individu-individu yang berisiko seyogyanya mudah diidentifikasi. Bila identifikasi tersebut memerlukan pemeriksaan skrining terhadap populasi, proses skrining tersebut hendaknya mudah dilakukaru akurat, dan dapat diandalkan. Tindakan-tindakan pencegahan tidak hanya harus efektif, tetapi juga harus dapat diterima oleh populasi sasaran. Tindakan pencegahan yang tidak benar terhadap gaya hidup individu yang berisiko hanya akan mengarah pada kurangnya kepatuhan. Sejumlah tindakan tertentu mungkin perlu dibuatkan undang-undang, tetapi hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan bila tindakan tersebut dirasa melanggar kebebasan individu. Agar ilmu kedokteran pencegahan dapat berhasil, diperlukan kerjasama di antara semua segmen masyarakat-tidak hanya komunitas kedokteran- dalam mengidentifikasi masalah, menentukan solusi yang dapat dikerjakan, dan menyebarkan informasi. Keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang kesehatan kerja adalah salah satu contoh yang dapat diperoleh bila telah ditetapkan suatu konsensus opini.

Dalam bidang oftalmologi, hal-hal penting yang termasuk dalam ilmu kedoicteran pencegahan adalah cedera dan infeksi mata, penyakit genetik dan sistemik yang melibatkan mata, dan penyakit-penyakit mata (yang stadium dini dan masih dapat diterapinya sering tidak dikenal atau diabaikan).

PENCEGAHAN CEDERA MATA Sekitar l juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma, 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata" dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam perrglihatan setiap tahunnya.

Pria muda dan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap trauma mata berat. Saat ini, sudah tersedia tindakan-tindakan sederhana yang dapat mencegah banyak cedera pada mata.

mesin harus dipasang pengaman, dan pekerja harus menggunakan kacamata pelindung (goggles) bila sedang melakukan pekerjaan berbahaya atau bila berada di lingkungan kerja dengan bahaya tersebut. Sungguh menge, jutkan, betapa banyak pekerja yang beranggapan bahwa mereka tidak lagi berisiko mengalami cedera bila bukan mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya tersebut; walaupun mereka berada di sekitar pekerjaan tersebut saat dilakukan oleh rekannya.

Semakin besarnya minat terhadap "pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat dilakukan sendiri" menyebabkan banyak individu terpajan risiko cedera mata dari mesin, peralatarl dan bahan-bahan kimiawi. Pendidikan masyarakat mengenai masalah ini sangatlah penting karena risiko tersebut mungkin tidak disadari dengan jelas oleh para penggemar hobi atau pengurus rumah tangga biasa. Pengenalan dini dan penilaian oftalmologik lanjutan yang cepat terhadap setiap cedera yang dialarni sangatlah penting. Pada kasus cedera akibat bahan kimiawi, metode terpenting untuk membatasi cedera yang terjadi adalah pembilasan segera dengan air steril larutan saline bila ada, atau air keran dalam jumlah banyak sekurang-kurangnya selama 5 menit. Trauma tembus atau benda asing di kornea yang tidak ditangani sangat meningkatkan risiko morbiditas jangka panjang. Dalam mengidentifikasi kemungkinan terjadinya trauma tembus, anamnesis yang

399

400 I

BAB21

cermat sangat menentukan. Hal ini semakin jelas bila pasien mencari pertolongan medis beberapa waktu setelah cedera dan pasien mungkin tidak menyadari pentingnya episode trauma yang kelihatannya sepele. Setiap pekerja yang mengeluhkan peradangan intraokular atau penurunan penglihatan yang tidak dapat dijelaskan harus dianamnesis dengan cermat mengenai kemungkinan cedera mata dan harus selalu diingat kemungkinan adanya benda asing intraokular yang tersembunyi.

Pajanan kronik terhadap sebagian proses industri dapat menyebabkan kerusakan mata. Misalnya, bahanbahan nuklir yang tidak terlindung dengan benar dapat menyebabkan pembentukan katarak dini pada pekerja yang terpajan.

Cedera Nonokupasional Penurunan mencolok insidens kerusakan mata dan wajah yang parah akibat cedera kaca depan mobil karena adanya undang-undang yang mengharuskan penggunaan sabuk keselamatan merupakan bukti betapa efektifnya suatu peraturan. Usaha serupa untuk mengurangi insidens cedera akibat kembang api dengan pembatasan ketersediaannya belum seberhasil usaha yang disebut pertama. Berbagai olah raga tersohor dalam hal tingginya insidens cedera mata berat, mis., trauma tumpul pada racquetball dan baseball atau trauma tembus, seperti pada hoki es. Tersedianya kacamata plastik yang diperkuat-yang

dapat dipasangkan koreksi refraktif bila diperlukanadalah kemajuan besar dalam mencegah cedera-cedera tersebut.

Sejumlah besar cedera mata terjadi di rumah. Tutup gabus pada botol sampanye atau minuman lain yang serupa dapat menimbulkan trauma tumpul yang parah, dan ledakan botol apa pun yang mengandung minuman ber-

karbonat dapat menyebabkan trauma tembus mata oleh pecahan kaca. Kecuali bila diawasi dengan benar, anak yang menggunakan pensil, gunting, atau senapan angin dapat mengalami atau menyebabkan trauma tembus yang serius. Sayangnya, sebagian trauma mata serius terjadi akibat serangan kekerasan, terutama yang melibatkan senjata api atau pecahan kaca. Tindakan pencegahannya memerlukan

penurunan frekuensi kejadian-kejadian semacam ini. Pada negara-negar a yarrg belakangan ini mengalami peperangan, bgm yang siap meledak dan ladang ranjau merupakan penyebab utama kebutaan korneal pada anak-anak. Keratitis akut akibat iradiasi ultraviolet, seperti yang terjadi pada pajanan ke bunga api las, dapat juga terjadi selama bermain ski bila tidak menggunakan kacamata pelindung. Peran pajanan sinar ultraviolet jangka panjang dalam etiologi katarak dan degenerasi makula terkaitusia masih diperdebatkan. Karena kornea dan lensa kris-

talina merupakan sawar efektif bagi transmisi sinar ul-

traviolet-dalam hal lensa kristalina, semakin tua sawar ini akan semakin efektif-tidak terlalu mengherankan bila berkembangnya degenerasi makula terkait-usia pada individu-individu fakia tidak terbukti berkaitan dengan pajanan ultraviolet sehingga tidak dapat dicegah dengan pemakaian kacamata hitam (sunglasses). Efek sinar ultraviolet terhadap makula pada pengidap afakia dan pseudofakia yang jumlahnya semakin banyak masih perlu dinilai. Berdasarkan data empiris, banyak lensa intraokular yang dipasangi filter ultraviolet. Individu yang afakia atau yang tidak memiliki filter tersebut dianjurkan memasang filter ultraviolet pada kacamata mereka atau menggunakan kacamata hitam yang sesuai bila mungkin. Terdapat cukup bukti yang mengaitkan pajanan ultraviolet dengan pembentukan katarak. Namun, karena pajanan ultraviolet telah berlangsung sejak lahir, manfaat pemakaian teratur filter ultraviolet pada kacamata baca atau kacamata hitam sebagai tindakan pencegahan belumlah terbukti. Peran pajanan sinar ultraviolet dalam etiologi

penyakit kornea tertentu-terutama pterigium-serta karsinoma sel basal dan melanoma di palpebrae jauh lebih luas diterima. Pendidikan masyarakat mengenai bahaya kanker kulit setelah pajanan sinar matahari jangka panjang sangatlah penting. Krim-krim kuiit penahan sinar ultraviolet sebaiknya tidak digunakan di sekitar mata sehingga perlu dianjurkan pemakaian kacamata hitam atau penghindaran pajanan matahari yang tidak perlu. Pada pasien xeroderma pigmentosum, di palpebra dan konjungtiva bulbarisnya sering tumbuh karsinoma dan melanoma; pembentukan tumor-tumor tersebut dapat ditekan, kalaupun tidak dicegah sepenuhnya, dengan lensa pelindung.

Refinitis solaris (retinopati gerhana) adalah suatu jenis cedera radiasi spesifik yang biasanya terjadi setelah gerhana matahari sebagai akibat pengamatan langsung matahari tanpa filter yang adekuat. Pada keadaan normal, menatap langsung maiahari sulit dilakukan karena adanya sinar yang menyilaukan, tetapi terdapat laporan mengenai kerusakan makular pada kaum muda akibat sengaja menatap matahari, mungkin karena sedang di bawah pengaruh obat-obatan. Sistern optis mata berlaku sebagai sebuah lensa pembesar yang kuat, memfokuskan cahaya ke sebuah titik kecil di makula, biasanya hanya di satu mata, dan menirnbulkan luka bakar termal. Edema yang terjadi pada jaringan retina dapat sembuh hanya dengan gangguan penglihatan minimal atau dapat menimbulkan atrofi yang cukup luas dan menimbulkan defek yang dapat dilihat dengan oftaloskop. Selanjutnya, terbentuk skotoma sentral yang

permanen. Retinopati gerhana dapat dicegah dengan mudah dengan menggunakan filter yang adekuat sewaktu melihat gerhana, tetapi cara teraman untuk mencegahnya adalah dengan menyaksikan gerhala melalui televisi.

OFTALMOLOGI PREVENTIF

Yang serupa dengan retinopati gerhana, yaitu kerusakan retina iatrogenik yang mungkin terjadi akibat penggunaan mikroskop operasi dan oftalmoskop indirek (retinopati fotik). Risiko kerusakan akibat mikroskop operasi dapat dikurangi dengan menggunakan filter untuk menahan sinar ultraviolet dan bagian biru dari spektrum sinar tampak, sawat sinar, misalnya lempeng opak yang ditempatkan di kornea, atau udara yang disuntikkan ke dalam bilik mata depan.

PENCEGAHAN INFEKSI MATA DIDAPAT Infeksi adalah penyebab utama penyakit mata yang dapat dicegah. Tindakan-tindakan pencegahan diilasarkan pada pemeliharaan integritas sawar normal terhadap infeksi dan penghindaran inokulasi berbagai organisme patogenik. Patogenisitas berbagai organisme dan ukuran inokulum yang diperlukan untuk pembentukan infeksi sangat bervariasi tergantung kondisi matanya. Mata yang daya tahannya lemah sangat rentan terhadap infeksi. Sawar utama infeksi mata eksogen adalah epitel kornea dan konjungtiva. Keduanya dapat dirusak secara langsung oleh trauma, termasuk trauma bedah dan pemakaian lensa kontak atau secara tidak langsung akibat kelainan lain di mata bagian luar, misalnya kelainan palpebra atau defisiensi air mata. Pada keadaan-keadaan tersebut, harus dilakukan penanganan unfuk menghindari inJeksi sekunder atau pengenalan infeksi pada stadiumnya yang paling dini. Jika terdapat suatu defek epitel di kornea atau konjungtiva, terutama bila disertai luka full-thickness pada kornea atau sklera-mis., setelah trauma tembus atau bedah infraokular, perlu diberikan terapi antibiotik profilaksis dan yang terpenting adalah memastikan setiap tetes atau salep mata dalam kondisi steril. Cedera epitel akibat kecelakaan harus dihindari kapanpun mungkin, terutama pada mata yang daya tahannya lemah, mis., mata kering, mata yang korneanya terpajan akibat eksoftalmos atau fungsi palpebra yang abnormal-contohnya akibat paralisis nervus facialis atau ektropion, dan mata yang sensasi korneanya'berkurang. Situasi yang sering ditemukan adalah kombinasi disfungsi nervus kranialis kelima dan ketujuh, seperti yang terjadi pada tumor-tumor sudut serebelopontin, yang menimbulkan mata kering-anestetik dengan gangguan penutupan palpebra. Semua pasien koma juga berisiko korneanya terpajao dan penutupan palpebra profilaktik perlu dilakukan. Setiap pajanan mata yang tak perlu ke organisme patogenik sedapat mungkin dihindari, tetapi hal ini menjadi sangat penting pada situasi-situasi tertentu. Selama pembedahan intraokular, sawar normal terhadap infeksi tergarrgg.t, dan harus diberikan perhatian khusus untuk menghindari kontaminasi mata oleh berbagai organisme. Sebelum operasi, lingkungan mata harus dievaluasi untuk

/

4O1

menemukan dan mengobati setiap sumber organisme patogenik. Sumber-sumber tersebut mencakup kolonisasi atau infeksi di saccus lacrimalis, tepi palpebra, konjungtiva, dan kornea. Pada keadaan darurat, sumber-sumber tersebut mungkin hanya dapat diidentifikasi dan diberi terapi antibiotik profilaksis, sedangkan pada bedah elektif lebih mungkin dilakukan terapi yang lebih definitif untuk mengeradikasi atau meminimalisasi organisme-organisme patogenik. Manfaat pemberian antibiotik profilaktik pradan perioperatif pada pasien yang tidak jelas menampakkan penyakit mata eksternal masih terus diperdebatkan. Penetesan povidone-iodine ke dalam saccus lacrimalis sesaat sebelum operasi terbukti bermanfaat, dan antibiotik pascaoperasi dianggap penting. Perlu diketahui bahwa salah satu penyebab utama endoftalmitis pascabedah katarak adalah Staphylococcus epidermidis, yang sering membentuk kolonisasi pada palpebra normal. Perlu dipertimbangkan adanya lokasi kolonisasi atau infeksi bakteri yang lairy misalnya di kandung kemitr, tenggorokan, hidung dan kulit. Lapangan operasi, instrumen, obat intraokular dan topikal, dan cairan lain yang dimasukkan ke dalam mata harus dipastikan steril. Selama periode pascaoperasi, harus digunakan obat-obat yang steril dan harus dihindari kontak dengan pasien lain yang mengidap inJeksi mata. Pemakaian lensa kontak berhubungan erat dengan keratitis supurativa yang terladi akibat kombinasi beban yang abnormal dari organisme patogenik dan trauma minor berulang pada epitel kornea. Insidens keratitis supurativa, secara khusus, tinggi pada pemakaian lensa lunak, terutama pada jenis extended wear. Tampak jelas

bahwa banyak dari orang yang menggunakan lensa kontak untuk alasan kosmetik tidak menyadari risiko yang ada. Risiko infeksi dapat diterima pada pemakaian lensa kontak lunak extended wear oleh lansia afakia yang dependen terhadap lensa kontak untuk koreksi refraksi dan tidak dapat menggunakan lensa jenis daily-wear-atau pada pasien yang daya tahan matanya sangat lemah dan

mengalami gejala-gejala akibat keratopati bulosa. Akan tetapi, argumen penggunaan lensa kontak lunak extmded wear untuk memperbaiki kelainan refraksi pada pasien dengan kelainan refraksi yang ringan kurang dapat diterima. Sejumlah pasien dari kelompok terakhir ini langsung mulai menggunakan lensa kontak extended uJedr disposable karena lensa jenis ini tidak memerlukan pembersihan harian dan pernik-pernik lainnya, tetapi praktik ini kemungkinan besar akan mengorbankan keamanan demi kenyamanan. Penggunaan lensa kontak menyebabkan mata terpajan ke organisme-organisme patogenik dalam jumlah besar, yang telah terbukti dapat melekat erat ke lensa lunalg kecuali bila si pemakai sangat memperhatikan higiene lensa kontaknya. Timbulnya reaksi toksik terhadap pengawet dalam larutan lensa kontak sehingga pasien dependen terhadap larutan bebas-pengawet meningkatkan

402 I

BAB21

kemungkinan timbulnya keratitis supurativa akibat organisme yang mampu bertahan hidup dalam larutan tersebut, mis., Pseudomonas dan Acanthamoeba. Semua pemakai lensa kontak harus diberitahu mengenai risiko relatif keratitis supurativa dan perlunya menjaga higiene lensa kontak secara cermat. Mereka dianjurkan untuk menyediakan kacamata sehingga pemakaian lensa kontak dapat segera dihentikan bila mata terasa tidak enak atau meradang. Bila rasa tidak enak atau peradangan tersebut berlanjut, pemakai harus segera menemui dokter mata. Pada negara-negara berkembang yang penggunaan lensa kontaknya belum umum, trauma merupakan faktor risiko terbesar terjadinya ulkus kornea, biasanya dialami sehubungan dengan aktivitas agrikultural sehari-hari. Abrasi-abrasi yang tidak tercatat ini sekarang dikenal se-

bagai suatu epidemi tersembunyi (silent epidemlc) ulkus kornea yang merupakan penyebab utama kebutaan monokular di daerah-daerah tersebut. Usaha pencegahan yang

berhasil meliputi pemberian antibiotik profilaksis setelah abrasi terjadi. Penelitian terbaru di India rnenunjukkan bahwa ulkus bakteri maupun jamur yang terjadi setelah abrasi kornea dapat dicegah dengan pemakaian salep antibiotik tiga kali sehari selama 3 hari pada mata yang sakit. Mekanisme biologis pencegahan ulkus jamur oleh suatu antibiotik masih belum dipahami. Konjungtivitis neonatal (lihat Bab 17) adalah suatu contoh yang baik mengenai pajanan ke sejumlah besar organisme patogenik ditambah dengan_ kerentanan inheren mata neonatus yang mekanisme imunnya belum berkembang. Organisme utama yang dapat menimbulkan konjungtivitis neonatal adalah Neisseria gonorrhoeae, klamidia, herpes simpleks, StaplryIococcus aureu, Haemophilus spp, dan Streptococcus pneumoniae. Pajanan ke organismeorganisme ini terjadi sewaktu bayi melalui jalan lahir. Konjungtivitis neonatal dapat dicegah dengan mengobati ibu yang mengidap organisme-organisme ini sebelum persalinary dan hal ini telah dilakukan untuk bakteri, termasuk Chlamydia. Langkah alternatifnya adalah pemberian profilaksis mata bayi secara rutin. Ini dimulai dengan pemberian profilaksis perak nitrat Cred6 dan di sejumlah pusat kesehatan telah tergantikan dengan eritromisin topikal karena predominansi konjungtivitis neonatal klamidia. Pelepasan virus herpes simpleks. oleh ibu yang akan bersalin tidak selalu berkaitan dengan adanya lesi klinis yang jelas, dan pelepasan dapat terjadi pada ibu yang tidak memiliki riwayat mengalami lesi tersebut. Untuk mengidentifikasi para ibu yang mungkin menginfeksi ba;zi mereka, perlu dilakukan pembiakan virus rutin dari semua wanita sebelum persalinan, dan bahkan dengan cara ini, belum juga bisa dapat dideteksi wanita mana yang benarbenar mengeluarkan virus pada saat persalinan. Bila jelas

terlihat lesi klinis pada saat persalinan, dapat dianjurkan persalinan melalui bedah sesar.

PENCEGAHAN TERHADAP INFEKSI MATA IATROGENIK Dokter mata jelas berperan dalam penularan penyakit infeksi mata. Ledakan kasus keratokonjungtivitis epidemik dapat ditelusuri berasal dari kontaminasi di ruang praktik

'dokter ahli mata. Adenovirus ditularkan melalui tangan dokter, tonometer, atau larutan yang tercemar oleh pipet teles (dropper) yang secara tidak sengaja menyentuh konjungtiva atau tepi palpebra yang terinfeksi dari salah seorang pasien. Larutan oftalmik yang tercemar juga dapat menjadi sumber infeksi ulkus kornea bakterialis dan endoftalmitis pascabedah intraokular. P seudomonas aeruginosa dulu sering menjadi kontaminan larutan oftalmik, terutama fluoresein. Penetesan larutan fluoresein untuk memperjelas defek epitel kornea (mis., setelah pengangkatan suatu benda asing kornea) dapat menyebabkan keratitis pseudomonas yang parah dan, sering kali, kerusakan mata total. InJeksi lain juga dapat menyebar dengan cara serupa, tetapi kejadiannya sering tidak disadari. Dokter mata

harus menyadari kemungkinan bahwa bila tidak disterilisasi dengan benar (seperti dengan sterilisasi dingin), alat-alat oftalmologi dapat tercemar oleh virus hepatitis B. Ditemukannya virus AIDS di dalam air mata baru-baru ini mengisyaratkan kemungkinan kecil terjadinya penularan oleh dokter mata. Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan kejadian seperti itu.

Terdapat bukti eksperimental bahwa ujung tonometer aplanasi dapat disterilkan dengan benar, terutama ber-

kaitan dengan virus human immunodeficiency tipe 1, virus herpes simpleks, dan adenovirus, dengan mengusapkan kapas yang mengandung isopropil alkohol 70% dan membiarkan instrumen tersebut mengering sendiri. Ujung tonometer harus dibiarkan benar-benar kering sebelum digunakan pada pasien berikutnya, bila tidak, akan terjadi kerusakan epitel kornea. Metode sterilisasi ini lebih praktis daripada perendaman dalam alkohol, hipoklorit, atau hidrogen peroksida dan lebih jarang membuat ujung tonometer rusak; namurL tetap dianjurkan perendaman dalam larutan-larutan desinfektan tersebut pada setiap akhir hari kerja dan setelah pemeriksaan pasien berisiko tinggi. Dalam hal ini, ujung tonometer harus dibilas dengan air keran dan dikeringkan sebelum digunakan. Lensa tiga-cermin Goldmann dan lensa kontak serupa yang digunakan untuk memeriksa pasien juga rentan terhadap kerusakan akibat perendaman dalam larutan desinfektan dan harus dirawat dengan cara yang sama seperti ujung tonometer. Tonometer nonkontak dianjurkan untuk mengurangi risiko penularan penyakit, tetapi alat

oFTALMOLOGT PREVENTTF

ini dapat menghasilkan semprotan aerosol yang membahayakan orang yang menggunakan tonometer. Dokter mata dan para stafnya harus senantiasa mempertahankan higiene perorangan pada tingkat yang paling tinggi dan bila perlu, harus menggunakan teknik sterilisasi standar, serta selalu mengingat kemungkinan kontaminasi semua larutan yang berkontak dengan mata. Tangan berperan penting dalam penularan inJeksi. Tangan harus dicuci atau diberi desinfektan (mis., dengan isopropil alkohol) sebelum dan setelah memeriksa setiap pasien, terutama bila diduga terdapat infeksi mata.

PENCEGAHAN KERUSAKAN MATA AKIBAT INFEKSI KONGENITAT Penyakit virus pada ibu yang menimbulkan embriopati dapat menyebabkan berbagai anomali mata pada bayi, misalnya retinopati, glaukoma infantilis, katarak, koloboma traktus uvea, dll., dan pada beberapa kasus, dapat dilakukan pencegahan. Dua virus, rubela dan sitomegalovirus, dapat sangat merusak bayi, dan salah satu di antaranyavirus rubela- dapat dicegah dengan vaksinasi. Dahulu rubela merupakan penyakit yang sering terjadi pada anakanak, tetapi sekarang vaksinasi diindikasikan bagi wanita muda rentan yang mendekati usia subur. Kerentanan dapat ditentukan dengan mengetahui kadar antibodi dalam darah wanita muda. Bila seorang ibu terjangkit rubela selama hamil muda, ia harus diberitahu akan kemungkinan terjadinya kelainan mata atau organ lain pada bayinya, dan harus diterangkan mengenai keuntungan dan kerugian aborsi. Sayangnya, sitomegalovirus (virus lain yang sering menimbulkan anomali kongenital) masih tetap menjadi ancaman yang serius dan belum terpecahkan. Saat ini belum tersedia vaksin protektif ferhadap virus ini walaupun salah satunya sedang dalam penelitian. Toksoplasmosis adalah penyebab infeksi kongenital yang juga penting dan dapat menyebabkan (1) korioretinitis, yang mungkin tampak sejak lahir atau tetap dalam keadaan subklinis sampai terjadi reaktivasi kemudian, (2) kalsifikasi serebrum atau serebelum, (3) hidrosefalus, dan kadang-kadang (4) kelainan sistem saraf pusat yang lebih serius. Kecuali pada ibu yang mengalami gangguan kekebalar; infeksi pada janin hanya terjadi bila ibu terjangkit

ini dapat dicegah dengan hanya makan dagirg yang telah dimasak dengan baik, mencuci sayur dan buah, serta menggunakan sarung tangan saat membuang kotoran kucing atau saat bekerja di kebun sehingga kontak dengan ookista dan kista jaringinfekbi primer sewaktu hamil. Hal

an.yang viabel dapat dihindari. Telah dibuktikan bahwa

bila infeksi akut selama kehamilan dapat diidentifikasi (misalnya, dengan pemeriksaan serologik serial yang diwajibkan oleh undang-undang di Perancis dan Austria),

/

403

pemberian antibiotik yang tepat pada kehamilan yang dapat dilanjutkan-dengan berbagai penyesuaian berdasarkan ada tidaknya infeksi pada janin-dapat menurunkan infeksi kongenital dan memperbaiki keadaan klinis janin yang terin-feksi.

PENCEGAHAN PENYAKIT GENEilK VANG MENGENAI MATA Dahulu pencegahan gangguan-gangguan genetik kurang mendapat perhatian. Namun, kini terdapat pusat-pusat konsultasi genetik di berbagai sentra kedokteran; sifat genetik berbagai penyakit yang melibatkan mata telah diketahui dan pewarisannya telah lebih dipahami dibandingkan sebelumnya. Sesuai konsultasi dengan ahli penyakit dalam dan ahli penyakit anak, dokter mata berwenang untuk menganjurkan konsultasi genetik bagi para pasien

yang bermaksud menikah atau memiliki anak. Pasienpasien yang memiliki riwayat diabetes di masa kanakkanak, retinitis pigmentosa, perkawinan sedarakL retinoblastoma, neurofibromatosis, dll., memerlukan konsultasi genetik untuk mencegah timbulnya malapetaka pada keturunan mereka. Beberapa penyakit, mis., sindrom Down (trisomi 21),

berkaitan dengan jumlah kromosom yang abnormal atau dengan kelainan kromosom seks. Diagnosis pranatal sekarang dapat dilakukan dengan memeriksa sel-sel cairan amnion yang diperoleh rnelalui amniosentesis (suatu tindakan yang praktis dan aman), dan diagnosis yang positif memberikan pasien pilihan aborsi.

DETEKSI DINI PENYAKIT MATA YANG DAPAT DIOBATI Sejumlah penyakit mata primer hanya dapat disembuhkan pada stadium-stadium awalnya atau diterapi secara

lebih efektif pada masa-masa itu. Deteksi penyakitpenyakit semacam ini dapat dilakukan dengan mengenali gejala-gejala yang relevan atau mungkin memerlukan kewaspadaan tertentu para petugas medis karena tidak adanya gejala.

Degenerasi Makula Terkait-Usia Degenerasi makula terkait-usia merupakan penyebab uta-

ma kehilangan penglihatan permanen pada orang tua di negara-negara industri, dan insidensnya pada populasi di atas 50 tahun meningkat di setiap dekade. Penyakit ini memiliki dua bentuk utama: (1) degenerasi atrofik ("kering"), terjadi degenerasi progresif retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapiler; dan (2) degenerasi eksudatif ("basah"), terjadi kehilangan penglihatan secara mendadak akibat kebocoran cairan serosa atau darah ke dalam retina, diikuti oleh pembentuk-

404 I

BAB21

an neovaskular di bawah epitel pigmen retina (membran neovaskular subretina). Fotokoagulasi laser pada membran neovaskular subretina dan terapi fotodinamik setelah pemberian verteporfin intravena terbukti memperlambat onset penurunan penglihatan sentral, tetapi hanya bila membran terletak cukup jauh dari fovea sehingga terapi dapat dikerjakan. Tindakan bedah yang lebih radikal, seperti translokasi makula dapat menguntungkan beberapa pasiery tetapi terapi yang paling menjanjikan adalah dengan pemberian

inhibitor faktor pertumbuhan endotel vaskular

(VEGF)

secara intravitreal, seperti ranibizumab (Lucentis) dan be-

vacizumab (Avastin). Keduanya harus diberikan melalui penyuntikan intravitreal berulang. Pasien lansia yang mendadak mengalami kehilangan penglihatan akibat penyakit makula-terutama skotoma atau distorsi parasentral, dengan ketajaman penglihatan sentral yang utuh-harus menjalani pemeriksaan mata segera, termasuk angiografi fluorescens, untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan terapi laser. Tidak ada terapi efekti{ untuk degenerasi makula tipe atrofik, kecuali penggunaan alat-alat bantu penglihatan-kur ang (low ai si on). G

laukoma Sudut-Terbuka

Pri

mer

Di seluruh dunia, glaukoma sudut-terbuka primer adalah penyebab utama kebutaan yang dapat dicegafu terutama di antara orang kbturunan Afrika atau Karibia. Sekitar dua juta orang Amerika mengidap penyakit ini walaupun separuhnya tidak terdiagnosis. Prevalensi glaukoma sudut-terbuka primer meningkat dari 0,1 % untuk golongan usia 40-49 tahun hingga 3% untuk golongan usia lebih dafi70 tahun. Biasanya tidak timbul gejala sampai terjadi penurunan penglihatan berat. Agar pengobatan efektif, penyakit ini harus dideteksi pada stadium yang lebih dini. Program-program pemeriksaan skrining terhambat oleh tingginya prevalensi peningkatan tekanan intraokular tanpa adanya gangguan lapangan pandang glaukomatosa (hipertensi okular), yang sepuluh kali lebih sering daripada glaukoma sudut-terbuka primer, tingginya frekuensi tekanan intraokular yang normal pada satu kali pemeriksaan glaukoina sudut-terbuka yang tidak diobati, dan rumitnya pemeriksaan skrining untuk kelainan lapangan pandang atau diskus optikus. Cara terbaik mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer secara dini adalah penggunaan tonometri dan oftalmoskopi direk pada diskus optikus semua pasien dewasa setiap 3 tahun sekali, dengan rujukan ke dokter mata bagi mereka yang mengidap kelainan yang relevan. Pada kasus-kasus pasien yang berisiko tinggi mengalami glaukoma sudut-terbuka primer, misalnya kerabat dekat (first degree relatioes) pasierg penilaian oftalmologik harus dilakukan setiap tahun.

PENCEGAHAN AMBLIOPIA

("MATA MALAS") Untuk tujuan pembahasan di sini, ambliopia dapat didefinisikan sebagai penurunan ketajaman penglihatan pada satu mata tanpa adanya penyakit mata organik. Penglihatan sentral berkembang sejak lahir sampai usia 6-7 tahun; bila penglihatan belum juga berkembang hingga saat itu, kecil kemungkinan atau tidak ada perkembangan yang akan terjadi. Jika tidak ada penyakit mata, dua kelainan utama yang menghambat seorang anak unfuk memiliki penglihatan binokular adalah strabismus dan anisometropia.

Strabismus Esofropia atau eksotropia pada seorang anak menyebabkan penglihatan ganda. Anak dengan cepat belajar untuk menekan bayangan pada mata yang mengalami deviasi dan belajar melihat normal hanya dengan satu mata. Sayangnya/ penglihatan tidak berkembang pada mata yang tidak digunakan; kecuali jika mata yang normal ditutup, sehingga memaksa anak menggunakan mata yang berdeviasi, penglihatan tidak akan terbentuk pada mata tersebut. Anak akan tumbuh dengan satu mata normal yang pada dasarnya buta karena mata tersebut tidak membentuk hubungan fungsional dengan pusat-pusat penglihatan di otak. Hal ini lebih mungkin terjadi pada esotropia dibandingkan eksotropia.

Anisometropia Anak lebih memperhatikan benda-benda yang terletak dekat daripada yang jauh. Apabila salah satu nirata nearsighted (miopia) dan yanglain farsighted (hiperopia), anak

lebih menyukai mata yang miopia. Dengan demikiary mata yang farsighted tidak akan digunakan walaupun tidak juling. Akibatnya akan sama seperti pada strabismus

yang tidak diobati, yakni, kebutaan monokular akibat kegagalan perkembangan visual mata yang tidak digunakan. Insidens anisometropia adalah sekitar 0,75-1,%.

Diagnosis Dini Cara terbaik untuk mencegah ambliopia adalah dengan menguji ketajaman penglihatan semua anak prasekolah. Saat anak memasuki sekolah, biasanya sudah terlambat untuk melakukan terapi oklusi. Orangtua dapat melakukan pemeriksaan ini di rumah dengan kartu "E" buta huru-f. Hal ini kadang-kadang dikenal dengan "Uji Mata Rumah". Dokter anak dan pihak-pihak lain yang bertanggung jawab menangani anak harus memeriksa ketajaman penglihatan sebelum usia 4 tahun. Fotorefraksi dikatakan berguna untuk menskrining adanya anisometropia, ametropia, astigmatisme, dan stra-

OFTALMOLOGI PREVENTIF

/ 405

bismus pada anak prasekolah. Setiap anak yang terlihat mengalami strabismus setelah usia 3 bulan harus diperiksa oleh dokter mata.

dan pengobatan segera dapat mencegah penurunan peng-

PENCEGAHAN KERUSAKAN MATA AKIBAT PENYAKIT SISTEMIK Para dokter selain dokter mata, terutama ahli penyakit

yang diikuti oleh perbaikan diet dan analisis yang cermat mengenai semua kemungkinan penyebab.

dalam, dokter umum, dan dokter anak, perlu mengetahui penyakit-penyakit sistemik yang memiliki komponen oftalmologik yang dapat menyebabkan kerusakan mata yang asimptomatik. Retinopati diabetik adalah penyebab tersering kebutaan yang terjadi pada usia antara 20 sampai 64 tahun. Tersedia pengobatan untuk mencegah kebutaan tersebut, tetapi untuk hasil terbaik, terapi harus diberikan sebelum terjadi penurunan penglihatan, yakni, pengidap diabetes harus menjalani perneriksaan fundus secara teratur dan dirujuk bila ada indikasi pengobatan. Kelainan utama yang harus diketahui adalah terbentuknya neovaskular di diskus optikus dan eksudat di sekitar makula. Setiap pengidap diabetes yang mengalami gangguan penglihatan harus dirujuk untuk menjalani pemeriksaan oftalmologik. (Penatalaksanaan retinopati diabetik dibahas lebih dalam

di Bab 10 dan

15.)

Uveitis yang berkaitan dengan arthritis reumatoid juvenilis biasanya asimptomatik pada stadium-stadium awal dan sering tetap tidak terdeteksi sampai terjadi penurunan

penglihatan berat akibat glaukoma, katarak, atau keratopati pita. Harus dilakukan pemeriksaan skrining mata secara teratur, terutama pada anak peremPuan dengan onset pausiartikular dan antibodi antinukleus di dalam darahnya.

Bahkan di At tempat kasus ini seharusnya tak lagi dikenal, kadang-kadang masih dijumpai kasus xeroftalmia; di bagian-bagian dunia yang kurang berkembang, tempat banyak penderita kurang gizi, penyakit ini masih umum ditemukan. Penyakit defisiensi vitamin A, yang kelainankelainan matanya (xeroftalmia dan keratomalasia) paling merusak dan sering menyebabkan kebutaan (lihat Bab 23), biasanya disebabkan oleh defisiensi asupan, yang berkaitan dengan kemiskinan. Namury harus selalu diingat bahwa defisiensi tersebut dapat pula berkaitan dengan alkoholisme kronik, diet penurun berat badan, pengaturan diet pada alergi makanan, atau gangguan penyeraPan pada saluran cerna akibat pemakaian minyak mineral atau penyakit saluran cerna, misalnya diare kronik. Pada anak yang menderita defisiensi vitamin A, campak dapat menyebabkan penyakit kornea yang parah. Karena adanya tanda-tanda pada mata (yakni, rabun

senja, bercak Bitot, atau epitel kornea yang suram), dokter mata mungkin merupakan orang pertama yang mengenali adanya defisiensi vitamin A. Pengenalan dini

lihatan atau kebutaan akibat infeksi sekunder dan perforasi kornea. Pengobatan penyakit akut mungkin memerlukan pemberian vitamin A dosis besar intramuskular

PENCEGAHAN GANGGUAN PENGLIHATAN AKIBAT OBAT Semua obat dapat menyebabkan reaksi simpang. Ahli oftalmologi merupakan orang yang bertanggung jawab untuk mencegah penurunan penglihatan atau disabilitas mata berat akibat obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit mata. Obat-obatan mata harus dikemas dan diberi label sehingga tidak terjadi kesalahan pemakaian oleh lansia

atau orang berpenglihatan kurang. Atropin dan obat keras lainnya mungkin perlu diberi label berwarna. Pada kunjungan pertama ke seorang dokter mata, pasien harus diminta membawa semua obat yang pernah diresepkan untuk menghindari duplikasi dan kemungkinan kelebihan dosis. Obat-obat mata tertentu sering menimbulkan efek samping yang merugikan sehingga penggunaannya memerlukan pengawasan khusus dan pasien perlu diberi peringatan secara khusus. Atropin dan skopolamin, yang digunakan untuk mendilatasi pupil pada iridosiklitis, dapat mencetuskan glaukoma akut pada pasien-pasien tertentu dengan sudut bilik mata depan yang sempit. Setelah pemakaian jangka panian& keduanya juga dapat menim-

bulkan konjungtivitis dan eksim alergik pada palpebra. Bahan pengawet dalam tetes mata sering menjadi penyebab reaksi alergik dan, pada pemakaian jangka panjang, dapat menyebabkan konjungtivitis sikatrikans yang menyerupai pemfigoid sikatrikal (lihat Bab 5). Anestetik topikal tidak pernah boleh diresepkan atau disediakan untuk

pemakaian jangka panjang karena dapat menimbulkan ulserasi kornea dan pembentukan jaringan parut. Kortikosteroid yang digunakan secara lokal dalam bentuk tetes atau salep dapat menekan mekanisme pertahanan lokal dan mencetuskan in{eksi kornea. Obat ini juga

dapat memperburuk keratitis herpetik dan pada pema-

kaian jangka-panjang dapat menyebabkan glaukoma sudut terbuka serta katarak subkapsularis posterior. Banyak keparahan yang terjadi pada infeksi kornea oleh

virus herpes simpleks dan varicella-zoster disebabkan oleh pemakaian kortikostcroid topikal yang tidak bijaksana. Pada keadaan ini, perbaikan jangka-pendek ditukar

dengan kerusakan jangka-panjang.

Banyak obat yang digunakan secara sistemik menimbulkan efek samping mata yang serius, mis., keratopati, neuritis retrobulbar, retinopati, dan sindrom

405 I

BAB21

Stevens-]ohnson (eritema multiforme). Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemeriksaan awal, dokter mata harus melakukan anamnesis yang cermat mengenai obat-obat yang dipakai oleh pasien.

Morgan PB et a1: Risk factors for the development of comeal infilkative events associated with contact lens wear. Invest Ophthalmol Vis Sci 2005;46:3136. [PMID: 16123412) Nootheti S et aI: Risk of cataracts and glaucoma with inhaled steroid use in children. Compr Ophthalmol Update 2006;7:31.

DAFTAR PUSTAKA

Quigley HA: New paradigms in the mechanisms and management of glaucoma. Ey e 2005;1.9:1241. [PMID: 155431791 Robinson JL et at: Prevention of congenital rubella syndrome: \Vhat makes sense in 2006? Epidemiol Rev 2006;28:81. [PMID:

[PMID: I6630414]

Alfonso EC et at: Fungat keratitis associated with nontherapeutic soft contact lenses. Am J Ophthalmol 2006;142:154. IPMID: 1,681,5266)

Azat Ml et at: Possible consequence of shaking hands with your patients with epidemic keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol 1996;12L:711. [PMID: 8644817] Bhogal G et al: Penetrating ocular injuries in the home. J Public Health (OxO 2007;1 :72. IPMID: 17090631 Brophy M et al: Pediatric eye injury-related hospitalizations in the United States. Pediatrics 2006;117 :e1263. [PMID: 1,67 40824] Chew EY; Screening options for diabetic retinopathy. Curt Opin Ophthalmol2006;17 :519. [PMID: 17065919] Constable I et al: Emerging biological therapies for age-related macuiar degenerated macular degeneration. Expert Opin Biol Ther 2005;5:1373. [PMID: 1,6197342] DaPozzo S et al: Ocular injuries by elastic cords in children. Pediatrics 2000;106:E65. [PMID: 11061802] Foulks GN: Prolonging contact lens wear and making contact lens wear safer. Am j Ophthalmol2006;L41":369. [PMID: 16458698] Gordon-Bennett P et al: A survey of measurqs used for the prevention of postoperative endophthalmitis after cataract surgery in the United Kingdom. Eye 2006; Dec 15 [Epub ahead of prini]. 1

[PMID:17173008]

Greven CM et at: Circumstance and outcome of ocular paintball injuries. Am J Ophthalmol 2006;1.41.:393. [PMID: 16458707] Hidaka H et al: Evaluation of a new care system provided to diabetic patients in the outpatient clinic. Intem Med 2000;39:783. [PMID:11030200]

Holmes

jM et al: Amblyopia. Lancet

2006;367:1343. IPMID:

166319131

Ikeda N et al: Alkali burns of the eye: Effect of immediate copious irrigation with tap water on their severity. Ophthalmologica 200 6 ;220 :225. IPMID : 1 67 857 521 Kersey JP et at: Corticosteroid-induced glaucoma: A review of the

literature.

Ey e 2006;20:407.

[PMID: 15877093]

1.67750381

Intravitreal avastin: The low cost alternative to lucenOphthalmol 2006;L42:L41.. [PMID: 16815262] Saaddine JB et al: Vision loss: A pubiic health problem? Ophthalmology 2003;110:253. IPMID : 1257 87 64] Sacu S et al: Ocularfireworkinjuries at New Year'seve.2002;216:55. Rosenfeld

PJ:

tis? Am

J

'[PMID: 11901290]

Santaella RM et aI: Ocular adverse effects associated with systemic medications: Recognition and management . Drugs 2007;57:75. IPMLD:172096651

Snellen EL et at: Neovascular age-related macular degeneration and its relationship to antioxidant intake. Acta Ophthalmol ft and 2002;80:368. [PMID: 12190777) Srinivasan M et al: Corneal ulceration in South East Asia III: Prevention of fungal keratitis at the village leve1 in South India using topical antibiotics. Br J Ophthalmol 2006;90:1472. IPMID: 169't6874l

Stone EM:

A very

effective treatment for neovascular macular

degeneration. N Engl ] Med 2006;355:1493. [PMID: 17021326] Upadhyay MP et al: The Bhaktapur eye study: Ocular trauma and antibiotic prophylaxis {or the prevention of corneal ulcers in

Nepal. Br J Ophthalmol 2001;85:388. IPMID:112641241 Vistamehr S et al: Glaucoma screening in a high-risk population. Claucoma 2006;L5:534. [PMII) : 17106368]

J

\Atritcher jP et al: Corneal blindness: A global prospective. Bull World Health Organ 2001;79:2L4. [PMID: 11285665] Whitcher JP et aI: Cornea..l ulceration in the developing world: A silent epidemic. Br J Ophthalmoll997;81.:622. [PMID: 9349145] Yip TP et al: hrcidence of neonatal chlamydial conjunctivitis and its association with nasopharyngeal colonisation in a Hong Kong hospital, assessed by polymerase chain reaction. Hong Kong MedJ 2007;13:22. [PMID: 172773881

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF