BAB 1.pdf

July 8, 2019 | Author: Shabrina Rina | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download BAB 1.pdf...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, dimana stres ini dapat mengganggu keseimbangan atau homeostatis fisiologis normal. Konsep mileu interieur   (lingkungan internal tubuh) yang diajukan oleh ahli Fisiologis Prancis, Claude Bernard menyatakan bahwa dalam keseimbangan dinamis, kekonstanan, kondisi maupun situasi di lingkungan internal tubuh sangat penting untuk  bertahan hidup. Terjadinya perubahan dalam dala m lingkungan lingkungan eksternal, ekster nal, seperti adanya ad anya stresor akan mengubah keseimbangan internal (Kandasamy, 2010). Stres diukur dan dinyatakan dalam bentuk tingkatan. Upaya pengukuran stres sudah dimulai dari tahun 1967 oleh Holmes dan Rahe yang menggunakan suatu Skala Rating Penyesuaian Sosial (Social ( Social Readjustment Rating Scale-SRRS) Scale -SRRS) (Davidson, Neale, & Kring, 2010). Perkembangan instrumen stres ini terus  berlangsung,  Depression Anxiety Stress Scale (DASS) dan  Hassles Assesment Scale for Student in Collage (HASS/Col) Collage  (HASS/Col) adalah instrumen berupa keusioner yang saat ini menjadi alat ukur tingkat stres yang paling banyak digunakan (Joseph, 2012). Penelitian mengenai tingkat stres pada tahun 2013 yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh didapatkan bahwa dari tiga angkatan yang dijadikan sebagai sampel, tingkat stres yang paling dominan adalah stres sedang dengan persentase 47,7%. Stresor yang paling berperan dalam terjadinya stres ini adalah tugas kuliah, ketidaktersediaan fasilitas atau sumber,

1

2

menunggu, ujian, kebosanan, pengeluaran yang berlebihan, target atau tugas yang  belum selesai, dan lingkungan (Safriana, 2013). Para ahli Socrates dan Hypocrates pada beberapa tahun sebelum masehi mengakui bahwa faktor psikis berperan penting pada kejadian dan perjalanan  penyakit seseorang yang kemudian mengalami perkembangan (sesuai alam  pikiran pada zamannya), namun akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu  penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan saja, tetapi terletak pada organisme yang hidup dan kehidupan, tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, namun erat sekali hubungannya dengan faktor lingkungan (Tarigan, 2005). Penyakit fisik yang dialami orang yang datang memeriksakan diri ke dokter sebagian besar berhubungan dengan stres. Stres meningkatkan risiko terkena berbagai jenis penyakit fisik, mulai dari gangguan pencernaan sampai  penyakit jantung (Nevid, Rathus, & Gre ene, 2005). Faktor psikis dan emosi dapat memengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung sehingga menimbulkan rasa nyeri. Stres dilaporkan dapat mengakibatkan penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009). Kelainan psikis seperti stres dapat menimbulkan dispepsia fungsional oleh karena keterkaitan antara faal saluran cerna pada proses pencernaan dengan  pengaruhnya dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari gastrin dan rangsangan lain

3

dari sel parietal yang akan membentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin (Hadi, 2013). Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktik umum dan 60% pada praktik  gastroenterologist   merupakan kasus dispepsia (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009). Perlu ditekankan bahwa dispepsia dalam tatalaksana harus dibedakan antara yang belum diinvestigasi (uninvestigated dyspepsia) dan yang telah diinvestigasi (investigated dyspepsia). Dispepsia yang telah diinvestigasi harus diikuti dengan penyebabnya misalnya dispepsia karena ulkus lambung, sedangkan apabila tidak ditemukan adanya kelainan organik yang mendasari atau menjelaskan keluhan dispepsia, maka dispepsia ini disebut sebagai dispepsia fungsional (Rani, Simadibrata, & Syam, 2011). Dispepsia fungsional adalah suatu kondisi yang sangat umum dengan  prevalensi t inggi di dunia yang memengaruhi kualitas hidup pasien dan biasanya kronis dan sering kambuh. Gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kembung, nyeri ulu hati, nausea, dan cepat kenyang. Prevalensi dispepsia fungsional di dunia berkisar antara 11-29,2% (Mahadeva & Goh, 2012). Negaranegara di Eropa memiliki angka prevalensi dispepsia fungsional 7-41%. Belum  banyak data tentang dispepsia di negara-negara Asia, tetapi diperkirakan dialami sedikitnya 20% dalam populasi umum. Data profil Kesehatan di Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa dispepsia telah menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit pasien rawat inap di rumah sakit (Andre, Machmud, & Murni, 2013). Data Depkes 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50  penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak (Hutapea, 2013). Penelitian yang

4

dilakukan di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada tahun 2003 mendapatkan 60% kasus dispepsia fungsional dari keseluruhan kasus dispepsia (Tarigan, 2005). Dispepsia menjadi urutan pertama dari 20 penyakit untuk rawat jalan di rumah sakit umum Provinsi Aceh tahun 2012 (Depkes, 2012). Penderita dispepsia pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara berjumlah 843 penderita. Kriteria Roma III mendefinisikan dispepsia fungsional sebagai suatu sindrom dengan gejala: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, dan rasa terbakar di ulu hati dengan tidak adanya bukti kelainan struktural yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut serta sudah berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan. Mekanisme proses yang paling banyak dibicarakan dan potensial yang  berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam, infeksi  Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, hipersensitivitas viseral dan  psikologi, tetapi patofisiologi dispepsia fungsional hingga kini masih belum sepenuhnya jelas (Abdullah & Gunawan, 2012).

1.2

Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka penulis membuat rumusan masalah : “Apakah ada hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Lhokseumawe tahun 2015?”.

5

1.3

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka pertanyaan  penelitian dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Lhokseumawe tahun 2015?”.

1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1

Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan

kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Lhokseumawe tahun 2015. 1.4.2

Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1.

Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Lhokseumawe tahun 2015.

2.

Mengetahui angka kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Lhokseumawe tahun 2015.

3.

Mengetahui hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia fungsional  pada

mahasiswa

Fakultas

Lhokseumawe tahun 2015.

Kedokteran

Universitas

Malikussaleh

6

1.5

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1.5.2

Manfaat Teoritis Sebagai bahan referensi bagi penelitian di masa yang akan datang dan dapat dikembangkan sebagai studi lanjutan untuk penelitian selanjutnya.

1.5.3

Manfaat Praktis Sebagai sumber informasi kepada masyarakat khususnya Fakultas Kedokteran tentang tingkat stres dan kejadian dispepsia fungsional, serta mahasiswa Fakultas Kedokteran dapat mengetahui gambaran tingkat stres serta kejadian dispepsia fungsional yang dialami.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF