atp dan wtp

November 20, 2018 | Author: Rifka Zulvi Darusan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Resume ATP dan WTP...

Description

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi 2.1.1 Pengertian Transportasi

Transportasi berasal dari kata Latin yaitu transportare, dimana trans berarti seberang/ lokasi/ tempat lain sedangkan  portare  memiliki arti mengangkut atau membawa. Terdapat beberapa pengertian transportasi menurut para ahli, yaitu: 1. Munawar (2005: 1), transportasi adalah kegiatan pemindahan penumpang dan  barang dari satu tempat ke tempat lain. 2. Kamaluddin (2003: 13), transportasi dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang mengangkut atau membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat lainnya. 3. Simbolon (2003: 1), transportasi adalah suatu proses pemindahan manusia atau  barang dari suatu tempat te mpat ke tempat lain lai n dengan menggunakan suatu alat bantu kendaaraan. 4. Miro (2002: 4), transportasi adalah proses pindah, gerak, mengangkut dan mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana objek menjadi lebih bermanfaat dan hal ini tidak terlepas dari alat pendukung. Jadi, transportasi adalah sebuah proses kegiatan yang membawa sesuatu (penumpang maupun barang) dan adanya pergerakan yang memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan yang didasarkan  pada tujuan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Unsur Transportasi

Secara umum, penggolongan moda transportasi didasarkan pada empat unsur transportasi berikut (Kamaluddin, 2003: 17-18), yaitu: 1. Jalan Jalan merupakan kebutuhan yang paling penting dalam transportasi. Tanpa adanya jalan tidak mungkin tersedia jasa transportasi bagi pemakainya. Jalan ditujukan dan disediakan sebagai dasar alat angkutan untuk bergerak dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Unsur jalan dapat berupa jalan raya, jalan kereta api, jalan air dan jalan udara. 2. Alat Angkutan Perkembangan dan kemajuan jalan atau alat angkutan merupakan dua unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya. Alat angkutan dapat digolongkan dalam angkutan jalan darat, angkutan jalan air dan angkutan udara. 3. Tenaga Penggerak Tenaga penggerak yang dimaksudkan adalah tenaga atau energi yang dipergunakan untuk menarik, mendorong atau menggerakkan alat angkutan, seperti tenaga manusia, binatang, tenaga uap, batu bara, BBM, tenaga diesel, tenaga listrik, tenaga atom dan tenaga nuklir. Penggunaan tenaga penggerak  berkembang sesuai kemajuan dan pemakaian teknologi di di daerah bersangkutan. 4. Tempat Pemberhentian Tempat pemberhentian dapat berupa terminal, stasiun, pelabuhan, bandara yaitu

tempat

dimana

suatu

perjalanan

transportasi

dimulai

maupun

 berhenti/berakhir sebagai tempat tujuannya.

Universitas Sumatera Utara

Sedikit berbeda dengan Kamaluddin, menurut Munawar (2005: 2) terdapat lima unsur pokok transportasi, yaitu: 1. Orang yang membutuhkan, 2. Barang yang dibutuhkan, 3. Kendaraan sebagai alat angkut, 4. Jalan sebagai prasarana angkutan, 5. Organisasi yaitu pengelola angkutan. 2.1.3 Jenis Transportasi

Berdasarkan unsur-unsur transportasi maka dapat dibedakan beberapa moda transportasi sebagai berikut (Kamaluddin, 2003: 18-19): 1. Transportasi Darat ( Land Transport ) Transportasi darat ini terdiri atas transportasi jalan raya (road transport ) dan transportasi jalan rel (rail transport ). a. Transportasi jalan raya Dalam transportasi jalan raya, alat transportasi yang digunakan berupa manusia, binatang, sepeda, sepeda motor, becak, bus, truk, dan kendaraan  bermotor lainnya. Jalan yang digunakan berupa jalan setapak, jalan tanah,  jalan kerikil dan jalan aspal. Tenaga penggerak yang digunakan adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM dan diesel.  b. Transportasi jalan rel Sedangkan dalam transportasi jalan rel, alat angkut yang digunakan berupa kereta api. Jalan yang dipergunakan berupa jalan rel baja. Tenaga  penggeraknya adalah berupa tenaga uap, diesel, dan tenga listrik.

Universitas Sumatera Utara

2. Transportasi Air (Water Transport ) Transportasi melalui air terdiri dari transportasi air di pedalaman (inland transport ) dan transportasi laut (ocean transport ).

a. Transportasi air pedalaman Alat angkutan yang digunakan pada transportasi air pedalaman berupa sampan, kano, motor boat dan kapal. Jalan yang dilaluinya adalah sungai, kanal dan danau. Tenaga penggerak yang digunakan adalah pendayung, layar, tenaga uap, BBM, dan diesel.  b. Transportasi laut Alat angkutan di dalam transportasi laut adalah perahu, kapal api/uap, dan kapal mesin. Jalan yang dilalui adalah laut, samudera, dan teluk. Sedangkan tenaga penggerak yang digunakan antara lain adalah tenaga uap, BBM dan diesel. 3. Transportasi Udara ( Air Transport ) Transportasi udara merupakan alat angkutan yang mutakhir dan tercepat. Transportasi udara ini menggunakan pesawat udara (dengan segala jenisnya) sebagai alat transportasi dan udara atau ruang angkasa sebagai jalannya. Tenaga penggerak yang digunakan adalah BBM dengan berbagai rupa alat yang digerakkannya. 2.1.4 Jasa Transportasi

Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh suatu  pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud ( intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksi jasa dapat berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan produk fisik atau tidak. (Kotler dan Keller, 2009: 36). Jasa sebagai produk hasil aktivitas ekonomi berada pada kelompok tersier dalam klasifikasi produk sebagai berikut (Simbolon, 2003: 15): 1. Kelompok primer atau ekstraktif : pertanian, pertambangan, perikanan, dan kehutanan. 2. Kelompok sekunder : manufaktur atau industri pengolahan. 3. Kelompok tersier : jasa transportasi, restoran, bank, hotel, salon, asuransi, dan lain-lain. 2.1.5 Karakteristik Jasa

Pada umumnya jasa memiliki empat karakteristik yaitu tidak berwujud (intangible), tidak terpisahkan (inseparability), beragam (variability) dan mudah lenyap ( perishability). Berikut ini merupakan penjelasan karakteristik jasa menurut Simbolon (2003: 18-25): 1. Tidak Berwujud ( Intangible) Jasa bersifat intangible /   tidak berwujud sehingga hanya dapat dirasakan tetapi tidak dapat dilihat, diraba, dicium ataupun didengar sebelum dibeli. Karena sifat jasa yang demikian, maka sulit untuk menetapkan harga jasa sehingga  penilaian terhadap tingkat harga bergantung pada mutu pelayanannya. 2. Tidak Terpisahkan ( Inseparability) Produksi dan konsumsi jasa tidak dapat dipisahkan. Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu baru kemudian dijual dan dikonsumsi. Sedangkan, kebanyakan jasa dijual terlebih dahulu baru kemudian diproduksi dan

Universitas Sumatera Utara

dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi penyedia dan pengguna jasa merupakan ciri khusus dari penawaran jasa. 3. Beragam (Variability) Jasa tidak memiliki standar karena sangat beragam. Hal ini disebabkan keinginan atau harapan akan jasa yang berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Kualitas jasa tergantung kepada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Contoh : salon yang memberikan potongan rambut yang berbeda kepada dua konsumen karena keduanya memiliki keinginan dan kecocokan potongan rambut yang berbeda. 4. Mudah Lenyap ( Perishability) Jasa tidak bisa disimpan, dijual lagi atau dikembalikan. Contoh: kursi bioskop yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa klien yang tidak dapat dikembalikan atau digunakan kembali di waktu lain. Dengan demikian, setiap jasa yang tidak terjual akan hilang atau lenyap begitu saja. 2.1.6 Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan

Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan kualitas jasa dimana konsumen memegang peran penting dalam mengukur kepuasan dan kualitas terhadap produk yang diberikan. Dalam bukunya, Lupiyoadi (2001: 143) memaparkan beberapa definisi pela nggan, diantaranya: 1. Menurut Cambridge International Dictionaries  (1999), pelanggan adalah seseorang yang membeli suatu barang atau jasa. 2. Sementara menurut Webster’s 1928 Dictionary  (1999), pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk membeli

Universitas Sumatera Utara

suatu barang atau peralatan atau seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan. 3. Jadi dapat dikatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul setelah membandingkan kinerja yang diharapkan pelanggan ( expected ) dan yang diterima pelanggan ( perceived ). Apabila harapan lebih tinggi daripada yang diterima maka kepuasan tidak tercapai. Apabila yang diterima lebih tinggi atau sama dengan yang diharapkan maka kepuasan tercapai atau meningkat (Kotler dan Keller, 2009: 138-139). Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan (Lupiyoadi, 2001: 158), yaitu: 1. Kualitas produk Pelanggan akan merasa puas apabila hasil penilaian mereka menunjukkan  bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. 2. Kualitas pelayanan Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan layanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan, khususnya untuk industri jasa. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadapnya bila menggunakan produk dengan merek tertentu

Universitas Sumatera Utara

yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan diperoleh karena nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi  puas terhadap merek tertentu. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan. 5. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut. Kebanyakan pelanggan sering menentukan pilihannya berdasarkan pada  besarnya nilai tambah yang diberikan dibandingkan perusahaan lain. Sehingga  pelanggan akan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa  pilihan yang ada (Kotler, 1997: 186). Dalam pendekatan yang digunakan oleh Bunting (2004: 46) dalam menyelesaikan masalah transportasi publik memberikan gambaran bahwa pelanggan memiliki alasan tertentu untuk membuat pilihan. Perusahaan yang menawarkan barang atau jasa tidak dapat memaksa pelanggan menggunakannya. Tetapi perusahaan dapat meningkatkan keunggulan agar  pelanggan lebih memilih produknya dibandingkan perusahaan lain. Menurut  American Society for Quality Control (Kotler dan Keller, 2009: 143), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan atau tersirat. Scherkenbach (1991) menyatakan bahwa kualitas

Universitas Sumatera Utara

ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut (dikutip dalam Dorothea, 2002: 10). Sementara, Elliot (1993) mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi yang  berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat atau dikatakan sesuai dengan tujuan (dikutip dalam Dorothea, 2002: 10). Kualitas jasa adalah suatu ukuran yang menggambarkan sebaik apa  penyediaan jasa dilakukan. Penyampaian kualitas jasa berarti pemberian kualitas  jasa yang disesuaikan pada harapan pelanggan secara konsisten (Lewis dan Booms, 1983: 433). Kualitas layanan diketahui dalam proses pelayanan, dalam  banyak pertemuan layanan dan karena pelanggan adalah hakim tertinggi layanan, orientasi

pelanggan

harus

menjadi

titik

pusat

dalam

memulai

semua

 pengembangan layanan (Edvardsson, 1997: 33). 2.1.7 Dimensi Kualitas Jasa

Dalam mengukur persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa dapat digunakan  pendekatan

SERVQUAL

(Service

Quality)

yang

dikembangkan

oleh

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry. SERVQUAL terdiri atas lima item kualitas  jasa. Pengetahuan tentang kebutuhan pelanggan diperoleh dari item kualitas jasa dan tanggapan pelanggan berdasarkan pengalaman mereka dapat dijadikan alat dalam mengukur persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Evaluasi item kualitas jasa menunjukkan prioritas dan kritik dari pelanggan yang digunakan untuk perbaikan kualitas jasa ke arah yang lebih baik. Pendekatan SERVQUAL berpusat pada penilaian dan pemahaman pelanggan terhadap

Universitas Sumatera Utara

kualitas jasa. Untuk memudahkan dalam mengingat kelima item kualitas jasa, dipergunakan akronim : RATER (Gaspersz, 1997: 15). Lima item kualitas jasa dari pendekatan SERVQUAL adalah sebagai berikut (Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1988: 23): 1.  Reliability (Kehandalan)  Reliability  atau kehandalan adalah kemampuan yang dapat diandalkan,

terpercaya, akurat, dan konsisten dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan. Dalam hal ini ketepatan waktu, keteraturan, kecepatan, dan akurasi yang tinggi menjadi tolak ukur dari kehandalan suatu pelayanan. 2.  Assurance (Jaminan)  Assurance  atau jaminan diperlukan dalam menumbuhkan rasa kepercayaan

 pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Keperc ayaan pelanggan dapat ditingkatkan oleh beberapa hal yang mencakup komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun. 3. Tangibles (Bukti Fisik) Tangible  atau bukti fisik merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pelanggan. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik,  perlengkapan dan peralatan serta penampilan pegawai.

Universitas Sumatera Utara

4.  Empathy (Empati)  Empathy  atau empati yaitu perhatian secara individual yang diberikan

 perusahaan dalam memahami kebutuhan pelanggan. Empati mencakup kemudahan akses serta pemahaman dan pengenalan kebutuhan pelanggan. 5.  Responsiveness (Ketanggapan)  Responsiveness atau ketanggapan merupakan kemauan untuk membantu

konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat kepada  pelanggan dengan informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa suatu alasan yang jelas dapat menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 2.2  Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP) 2.2.1  Ability To Pay (ATP)  Ability to pay adalah kemampuan seseorang untuk membayar suatu jasa

 berdasarkan penghasilan yang didapat (Rumiati, Fahmi, dan Edison, 2013: 1).  Ability to pay juga dapat didefinisikan sebagai batas maksimum kemampuan dari

 penghasilan seseorang yang dialokasikan untuk membayar jasa yang diterimanya. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis nilai ATP didasarkan pada alokasi dana untuk transportasi dan intensitas perjalanan. Nilai ATP merupakan hasil perbandingan antara dana transportasi dan intensitas perjalanan. Nilai ATP menunjukkan batas maksimum kemampuan seseorang membayar ongkos dalam sekali perjalanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilai ATP adalah sebagai berikut (Permata, 2012: 30-31):

Universitas Sumatera Utara

1. Penghasilan Keluarga Per Bulan Apabila penghasilan total keluarga per bulan semakin besar maka semakin  besar pula dana transportasi yang dapat disediakan. 2. Alokasi Dana Untuk Transportasi Semakin besar alokasi dana untuk transportasi maka akan semakin besar pula kemampuan seseorang membayar biaya perjalanannya. 3. Intensitas Perjalanan Semakin banyak intensitas perjalanan yang dilakukan akan membutuhkan dana transportasi yang lebih banyak, begitu juga sebaliknya. Apabila alokasi dana untuk transportasi tetap sedangkan intensitas perjalanan yang berubah-ubah maka ketika intensitas perjalanan yang meningkat akan menurunkan kemampuan membayar seseorang untuk sekali perjalanan. 4. Jumlah Anggota Keluarga Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak total intensitas perjalanannya. Sehingga semakin banyak alokasi dana dari  penghasilan keluarga per bulan untuk transportasi yang harus disediakan. 2.2.2 Willingness To Pay (WTP) Willingness to pay  pada umumnya diartikan sebagai kesediaan pengguna

untuk mengeluarkan imbalan (dalam bentuk uang) atas jasa yang diperolehnya. Willingness to pay  juga diartikan sebagai jumlah maksimum yang akan

dibayarkan konsumen untuk menikmati peningkatan kualitas (Whitehead, 2005: 4). Analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif atas jasa

Universitas Sumatera Utara

 pelayanan angkutan umum yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Permata, 2012: 33), yaitu: 1. Kuantitas dan kualitas jasa transportasi Semakin banyak jumlah angkutan yang melayani tentunya akan lebih menguntungkan konsumen baik dari segi waktu maupun kenyamanan (pengisian lebih sedikit dan tidak berdesak-desakan). Penambahan kuantitas angkutan

yang

diikuti

oleh

peningkatan

kualitas

transportasi

akan

meningkatkan kesediaan konsumen untuk membayar. 2. Utilitas pengguna Semakin besar manfaat yang dirasakan oleh konsumen atas jasa transportasi maka akan semakin besar pula kesediaan konsumen untuk membayar biaya  perjalanan. Begitu juga sebaliknya, apabila konsumen merasakan manfaa t yang rendah maka konsumen akan enggan untuk menggunakannya dan kesediaan konsumen untuk membayar biaya perjalanan akan semakin rendah. 3. Penghasilan pengguna Seseorang yang memiliki penghasilan yang besar akan lebih besar kesediaannya untuk membayar tarif perjalanan. Hal ini karena alokasi dana untuk transportasi yang lebih besar menimbulkan kemampuan dan kemauan yang lebih besar pula untuk membayar biaya perjalanan. 2.2.3 Hubungan ATP dan WTP

Dalam penentuan tarif angkutan sering terjadi ketidaksesuaian antara ATP dan WTP. Ada beberapa kondisi yang mungkin terjadi (Tamin, Rahman, Kusumawati, Munandar dan Setiadji, 1999: 133), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. ATP > WTP Kondisi ini menunjukkan kemampuan membayar lebih besar dari keinginan membayar jasa transportasi. Hal ini terjadi bila pengguna mempunyai  penghasilan relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah,  pengguna pada kondisi ini disebut pengguna yang bebas memilih ( choice riders).

2. ATP = WTP Menunjukkan kemampuan dan keinginan untuk membayar jasa yang dikonsumsi

pengguna

tersebut

sama.

Pada

kondisi

ini

telah

terjadi

keseimbangan antara utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan oleh  pengguna jasa tersebut. 3. ATP < WTP Kondisi ini menggambarkan keinginan pengguna untuk membayar jasa lebih  besar dari kemampuan yang dimiliki. Sangatlah wajar bagi seseorang yang memiliki nilai ATP rendah memiliki nilai WTP yang tinggi karena nilai WTP ditentukan oleh pertimbangan psikologis pengguna (Ajzen, Rosenthal dan Brown, 2000: 2448). Hal ini dapat terjadi karena pengguna yang  berpenghasilan rendah memiliki utilitas yang tinggi terhadap jasa tersebut. Keinginan pengguna membayar jasa yang tertahan oleh kemampuan membayar  jasa disebut pengguna tertahan (captive riders). Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan  prinsip sebagai berikut (Permata, 2012: 36):

Universitas Sumatera Utara

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar sehingga nilai tarif yang diberlakukan sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung, subsidi silang maupun dukungan pemerintah lainnya dibutuhkan pada kondisi nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP. Hal ini diperlukan agar nilai tarif sama dengan nilai ATP. 2. WTP merupakan fungsi dari tingkat kepuasan terhadap pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja  pelayanan. 3. Apabila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru.

2.3 Penelitian Terdahulu

1. Wahyuni dan Wicaksono (2008) mengkaji tentang kemampuan membayar, kemauan membayar dan kemauan menggunakan kereta api komuter Malang Raya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi  besaran tarif yang sesuai bagi pengguna jika kereta api komuter Malang Raya dioperasikan dan untuk mengetahui daya beli calon pengguna kereta api komuter. Pengkaji menggunakan metode household budget , metode  persepsi dan metode stated preference. Rencana tarif yang akan dikenakan adalah Rp 2.000/orang dan hasil kajian menunjukkan tarif tersebut sesuai dengan kemampuan dan kemauan membayar penumpang. Dari pihak Dinas Perhubungan provinsi Jawa Timur meninjau tarif dari segi biaya

Universitas Sumatera Utara

operasional adalah sebesar Rp 4.500/orang sehingga menurut pengkaji agar pihak operator tidak dirugikan maka diperlukan subsidi dari  pemerintah sebesar Rp 2.500/orang. 2. Rumiati, Fahmi dan Edison (2013) meneliti kemampuan dan kemauan membayar tarif angkutan umum mini bus (superben) di kabupaten Rokan Hulu. Peneliti menganalisis apakah tarif yang berlaku telah sesuai baik dari pihak pengguna (berdasarkan ATP dan WTP) maupun pihak penyedia  jasa (berdasarkan BOK). Dengan menggunakan metode household budget  didapatkan tarif yang berlaku mampu dibayar oleh 84% responden. Dan dengan metode stated preference diketahui bahwa 64% responden bersedia untuk membayar tarif lebih asalkan sistem angkutan umum diperbaiki seperti pengaturan jadwal yang tepat dan kenyamanan responden dalam menggunakan angkutan umum semakin ditingkatkan. 3. Waty dan Suarjana (2013) melakukan penelitian deskriptif untuk menggambarkan kemampuan dan keinginan membayar pasien rawat inap di rumah sakit Kapal Bandung. Menurut peneliti, rumah sakit Kapal Bandung yang saat ini masih disubsidi oleh pemerintah dapat melakukan  perubahan harga sehingga perlu diteliti besaran kemampuan dan keinginan membayar pasien tersebut. Pengumpulan data mengenai kemampuan membayar responden dikumpulkan melalui daftar pertanyaan mengenai kebutuhan non makanan, dan pengeluaran lainnya. Sedangkan data mengenai kemauan membayar responden menggunakan pendekatan contingen valuation dengan metode permainan penawaran ( bidding game

Universitas Sumatera Utara

method ) yaitu peneliti memberikan penawaran berupa alternatif pilihan

daftar harga yang sanggup dibayar oleh responden. Kemampuan membayar pasien dihitung per kelas rawat inap lalu dianalisa dengan menghitung rata-rata kemampuan membayar pasien per kelas rawat inap. Sedangkan data kemauan membayar pasien dianalisa dengan menghitung rata-rata tarif yang diinginkan oleh pasien per kelas rawat inap (kelas I, II, III, VIP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada tarif yang berlaku namun keinginan membayar berada dibawah tarif (kecuali untuk kelas I). 4. Permata (2012) menganalisis  Ability To Pay  dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai. Kereta Soekarno Hatta - Manggarai merupakan kereta api yang akan dibangun untuk mengurangi kemacetan pada jalan akses menuju bandara. Dalam  penetapan tarifnya perlu didasarkan pada kemampuan dan kemauan membayar pengguna jasa kereta api sehingga survei dilakukan pada  penumpang di bandara. Pengukuran  Ability To Pay (ATP) menggunakan metode household budget   dan Willingness to Pay  (WTP) menggunakan metode state preference. Hasil penelitian yaitu estimasi nilai rata-rata ATP sebesar Rp.128.986,- dan nilai rata-rata WTP sebesar Rp.23.195,- dengan 80% responden bersedia membayar lebih untuk peningkatan keselamatan. 5. Eboli dan Mazzulla (2008) meneliti tentang kesediaan membayar  pengguna transportasi publik untuk peningkatan kualitas jasa. Transportasi  publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bus. Peneliti mengukur

Universitas Sumatera Utara

kesediaan membayar didasarkan pada aspek kualitas jasa bukan kuantitas (biaya dan waktu). Metode yang digunakan didasarkan pada pilihan  pengguna ( user choices). Nilai WTP didapatkan sebagai tingkat perubahan dari substitusi antara kualitas jasa dengan biaya perjalanan. Hasil menunjukkan adanya keragaman yang perlu diperhatikan dalam persepsi  pengguna terhadap aspek-aspek yang digunakan dalam kualitas jasa. Kesediaan untuk membayar yang diukur melalui aspek kualitas jasa merupakan ukuran kuantitatif yang akan dibayar pengguna untuk memperbaiki beberapa aspek kualitas jasa seperti kenyamanan dan keamanan perjalanan. Hal ini merupakan sebuah investasi bagi pihak operator untuk memulai perbaikan kualitas jasa berdasarkan besaran yang  pengguna bersedia untuk membayar. 6. Sunarto (2009) melakukan penelitian atas kualitas jasa transportasi publik yang belum tersampaikan pada kasus kereta api komuter di Jabodetabek. Dalam mengukur kualitas jasa kereta api komuter di Jabodetabek, peneliti menggunakan pendekatan SERVQUAL. Hasil penelitian menunjukkan kualitas jasa kereta api komuter Jabodetabek masih rendah dan bahkan masih dibawah standar yang ada pada kontrak. Untuk analisis yang lebih mendalam peneliti menyarankan penelitian ini perlu ditambahkan tentang analisis kepuasan konsumen dan analisis proses jasa. Hal ini untuk mengetahui apakah jasa yang telah diberikan kepada konsumen sudah termasuk kualitas yang baik dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam menggunakan kereta api. Penelitian tentang

Universitas Sumatera Utara

 proses jasa diantara pemangku kepentingan transportasi publik akan membantu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari setiap  peran guna meningkatkan kualitas jasa transportasi publik. 7. Joewono (2009) dalam penelitiannya yang berjudul  Exploring the Willingness and Ability to Pay for Paratransit in Bandung, Indonesia

menggunakan regresi probit ordinal dan binomial logistic untuk mengolah data yang diperoleh dari survei di Bandung. Peneliti menemukan adanya  perbedaan antara nilai ATP dan WTP serta perbedaan penilaian maupun keputusan yang dilakukan setiap orang. Perbedaan penilaian dan keputusan ini tergantung pada persepsi yang dimiliki mengenai kualitas  jasa, karakteristik perjalanan, dan kemampuan finansial. 8. Sukmawati (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas layanan, harga dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan jasa transportasi kereta api eksekutif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap loyalitas pelayanan. Harga juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelayanan. Peneliti menyarankan agar PT KAI terus menjaga kesesuaian harga dengan manfaat yang diberikan. Untuk menciptakan  pelanggan yang loyal, PT KAI harus mampu menciptakan kepuasan  pelanggan terlebih dahulu seperti melalui memberikan layanan kinerja yang berkualitas, menjaga keamanan dan kenyamanan pelanggan, serta memberikan layanan yang sesuai dengan harapan pelanggan.

Universitas Sumatera Utara

9. Pratiwi dan Sutopo (2012) menganalisis pengaruh kualitas layanan dan harga tiket terhadap kepuasan pelanggan kelas eksekutif kereta api Kaligung Mas. Kualitas layanan dan harga tiket masing-masing mempengaruhi kepuasan pelanggan secara positif. Secara bersamaan kualitas layanan dan harga tiket mempengaruhi kepuasan pelanggan kelas eksekutif kereta api Kaligung Mas sebesar 41,1 persen sedangkan 58,9  persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam  penelitian ini. Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan eksekutif kereta api Kaligung Mas, peneliti memberikan saran untuk lebih meningkatkan lagi kualitas jasa yang diberikan kepada pelanggan. 10. Reinhard, Hermani dan Wijayanto (2013) meneliti pengaruh kualitas  pelayanan dan harga terhadap kepuasan pelanggan pada penumpang kereta api kelas argo jurusan Semarang-Jakarta PT.KAI DAOP IV Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dan harga masing-masing berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan yakni sebesar 69,7 persen dan 51,7 persen. Secara bersamaan kualitas pelayanan dan harga mempengaruhi kepuasan pelayanan sebesar 70,8 persen. Saran yang diberikan oleh peneliti dari segi kualitas jasa perusahaan harus melakukan  perbaikan terhadap kualitas pelayanan karena hanya 50 persen penumpang yang menyatakan kualitas pelayanan yang diberikan baik dan dari sisi harga perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan adanya moda transportasi lain yang lebih murah dan efisien.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Konseptual

Dengan perpindahan bandara kota Medan dari bandara Polonia ke bandara Kuala Namu, pemerintah menyediakan layanan jasa kereta api bandara ( Airport  Railink Service) untuk mempermudah akses masyarakat kota Medan ke bandara.

Layanan jasa kereta api bandara dikelola oleh PT.Railink (operator). Penetapan tarif yang berlaku dilakukan oleh pihak operator dan tarif yang berlaku disarankan tidak melebihi kemampuan membayar pengguna. Oleh karena itu, dari sisi  pengguna perlu dianalisis kemampuan dan keinginan membayar pengguna agar dapat diperkirakan tarif ideal seyogyanya berlaku. Ringkas kerangka konseptual  penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut, yaitu: Bandara Polonia

Bandara Kuala Namu

 Airport Railink Service

Operator

Tarif yang Berlaku

Pengguna

Karakteristik Responden

ATP

WTP

Tarif Ideal

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF