ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS AURIS SINISTRA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE MALIGNA DAN MASSA RETROAURIKULER DEXTRA
April 3, 2019 | Author: vinda astri permatasari | Category: N/A
Short Description
DI BANGSAL DAHLIA 5 RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB IV...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS AURIS SINISTRA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE MALIGNA DAN MASSA RETROAURIKULER DEXTRA DI BANGSAL DAHLIA 5 RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB IV
Oleh Kelompok 15 B : Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
Vinda Astri Permatasari
P07120112080
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2014
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS AURIS SINISTRA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE MALIGNA DAN MASSA RETROAURIKULER DEXTRA DI BANGSAL DAHLIA 5 RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB IV Disusun Oleh : Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
Vinda Astri Permatasari
P07120112080
Tingkat 3 Reguler B Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal
Oktober 2014
Oleh : Pembimbing Lapangan,
(
)
(
Pembimbing Pendidikan,
BAB I
)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening,
atau
berupa
nanah.
Biasanya
disertai
gangguan
pendengaran (Mansjoer, 2001). Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake atu terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri. B. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
Indera pendengaran
khusus
yang
mampu
mendeteksi
sebagai
merupakan
bagian
dari
organ
sensori
bunyi.
Indera
stimulus
pendengaran sangat penting dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga. 1. Struktur telinga: a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga Saluran telinga
luar
merupakan
lintasan
yang
sempit,
panjangnya sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen
ini
berfungsi
untuk
melindungi
kulit
dari
bakteri,
menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga. Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang
pendengaran
(osikel).
Kekuatan
getaran
suara
mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani. b. Telinga Tengah Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras,
maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam. Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah. c. Telinga Dalam atau Labirin. Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa. 1) Labirin Tulang Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea.
Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis
semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan
antara skala media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler. 2) Labirin Membranosa. Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada membrane
basiler,
tersusun
atas
sel-sel
rambut
yang
merupakan reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis. 2. Mekanisme Pendengaran : Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009). C. KLASIFIKASI OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatom. 2. OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe bahaya) OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi terletak pada marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Sebagian komplikasi yang berbahaya atau total timbul pada atau fatal, timbul pada OMSK tipe maligna. D. ETIOLOGI. Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob (Mansjoer, 2001). Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga. E. PATOFISIOLOGI. OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang (Mansjoer, 2001). Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom (Mansjoer, 2001).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Mansjoer, 2001). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi
terbentuk
terus,
lalu
menumpuk.
kolesteotoma bertambah besar.
F. PATHWAY OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
Sehingga
G. TANDA DAN GEJALA Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran (Mansjoer, 2001). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi
secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga (Fung, 2004). 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani
dan
infeksi.
Keluarnya
sekretbiasanya
hilang
timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena
daerah
yang
sakit
ataupun
kolesteatom,
dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea. 3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. H. TANDA KLINIS Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : 1. Adanya abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. I.
PENATALAKSANAAN Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001) terapi OMSK sering lama dan harus berulang-ulang karena : 1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen 2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, 3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid 4. Gizi dan kebersihan yang kurang. Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), prinsip terapi OMSK tipe benigna dan maligna berbeda, yaitu : 1. Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2
bulan,
maka
idealnya
dilakukan
miringoplasti
atau
timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati
terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi. 2. Prinsip
terapi
OMSK
tipe
maligna
ialah
pembedahan,
yaitu
mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Infeksi telinga tengah dan mastoid.Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya. Jenis pembedahannya yaitu : 1. Mastoidektomi sederhana. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi Radikal. Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar. 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy) Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. 4. Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 5. Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit
serta
memperbaiki pendengaran. Menurut Fung (2004), terapi difokuskan kepada
penghilangan
gejala
dan
infeksi.
Antibiotik
mungkin
dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid
mungkin
cocok
untuk
membuka
tuba
eustachius.
Pembedahan dengan membuka membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari daerah
ditelinga
digunakan
untuk
dalam.
Decangestan
membantu
atau
mengeluarkan
antibismin cairan
dapat
dari
tuba
eustachius. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan. 6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty) Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali. J.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Audiometri Pada didapati tuli
pemeriksaan
audiometri
konduktif. Tapi
dapat
penderita pula
OMSK
dijumpai
biasanya
adanya
tuli
sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Para peneliti melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran a. b. c. d. e. f.
Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif
dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat
operasi
rekonstruksi
telinga
tengah
untuk
perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu : a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi. c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran
dibelakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani.
Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur. 2. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi
dan
audiometri.
Pemerikasaan
radiologi
biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah : a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada
keadaan
mastoid
yang
skleritik,
gambaran
radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral. b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom. d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
K. PROGNOSIS Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004). L. KOMPLIKASI Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Komplikasi di telinga tengah : a. Perforasi persisten b. Erosi tulang pendengaran c. Paralisis nervus fasial 2. Komplikasi di telinga dalam : a. Fistel labirin b. Labirinitis supuratif c. Tuli saraf 3. Komplikasi di ekstrasdural : a. Abses ekstradural b. Trombosis sinus lateralis c. Petrositis 4. Komplikasi ke susunan saraf pusat : a. Meningitis b. Abses otak c. Hidrosefalus otitis. 5. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian. 6. Mastuiditis 7. Cholesteatoma 8. Abses apidural (peradangan disekitar otak) 9. Paralisis wajah 10. Labirin titis. Menurut Arief Mansjoer, dkk. (2001), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien OMSK anatara lain paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis, tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.
M. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Fokus Pengkajian : a. Data Subyektif : Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media adalah neyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya. b. Data Obyektif : Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media. Pengkajian dari saluran luar dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit
pada
telinga
tengah.
Membran
timpani
yang
normal
memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan otoskop. Bagian yang masuk ke telinga disebut speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh orang yang terlatih, termasuk para perawat. 2.
Diagnosa Keperawatan a. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran. Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang. Kriteria hasil : - Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai). - Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik. Intervensi Keperawatan :
1) Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang digunakan oleh staf dan klien, seperti :Tulisan, berbicara, bahasa isyarat. 2) Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras) 3) Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu. 4) Dekati klien dari sisi telinga yang baik. 5) Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas. 6) Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibir 7) Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien. 8) Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis. 9) Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya. 10) Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan
semua
komunikasi
pada
klien,
tidak
kepada
penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah. 11) Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman. 12) Bicara dengan jelas, menghadap individu. 13) Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan. 14) Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi. 15) Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak. Rasional : 1) Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien. 2) Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien. 3) Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
b. Perubahan
persepsi/sensoris
berhubungan
dnegan
obstruksi,
infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran. Tujuan : Persepsi / sensoris baik. Kriteria hasil. : Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional. Intervensi Keperawatan : 1) Ajarkan klien untuk menggunakan dan
merawat
alat
pendengaran secara tepat. 2) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh. 3) Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut. 4) Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal). Rasional : 1) Keefektifan
alat
pendengaran
tergantung
pada
tipe
gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat. 2) Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi. 3) Diagnosa dini terhadap keadaan
telinga atau terhadap
masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen. 4) Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut. c. Cemas berhubungan dengan prognosis,
anestesi,
nyeri,
prosedur
hilangnya
operasi, fungsi,
diagnosis,
kemungkinan
penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi. Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang. Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya. - Respon klien tampak tersenyum. Intervensi Keperawatan : 1) Jujur
kepada
klien
ketika
mendiskusikan
mengenai
kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi. 2) Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami
gangguan
seperti
yang
memberikan dukungan kepada klien.
dialami
klien
untuk
3) Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien Rasional : 1) Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya. 2) Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan,
justru malah menimbulkan ketidak percayaan
klien terhadap perawat. 3) Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya. 4) Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien. 5) Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN I.
PENGKAJIAN Hari, tanggal Pukul Tempat Metode
: Senin, 13 Oktober 2014 : 10.00 WIB : Ruang Dahlia 5 : Wawancara, studi dokumen, pemeriksaan fisik dan observasi : Pasien, keluarga dan dokumen : 1. Maizan Rahmatina 2. Putri Pamungkassari 3. Vinda Astri Permatasari
Sumber Oleh
1. Identitas a. Klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Status Alamat Suku / bangsa Pekerjaan Tanggal masuk No RM Diagnosa medis
II.
: Tn. S : 30 tahun : Laki-laki : Islam : Belum kawin : Kedungsari, Magelang, Jawa Tengah : Jawa / Indonesia : Pekerja lepas : 10 Oktober 2014 : 01.70.24.24 : Auris sinistra otitis media supuratif kronis tipe
maligna, massa retroaurikuler dextra b. Penanggung Jawab Nama : Ny. S Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Hubungan dengan pasien : Saudara RIWAYAT KESEHATAN A. Kesehatan Pasien 1. Alasan masuk rumah sakit 2 minggu sebelum masuk RS, pasien mengeluhkan pusing berputar dan benjolan di telinga sebelah kanan semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan dari telinga kirinya keluar cairan berwarna kuning dan kemerahan. Sebelumnya, pasien sempat mengeluhkan meriang dan badan panas. Pasien mengatakan minum
obat
merk
bodrex
sebagai
obat
antinyeri.
Pasien
mengatakan sekali makan bisa menghabiskan 9 tablet bodrex untuk
meredakan sakit kepalanya selama 6 hari sebelum masuk RS. Pasien kemudian dibawa ke RSU Tidar Magelang pada tanggal 04 Oktober 2014. Setelah dirawat selama 4 hari, pasien kemudian dirujuk ke RSUP dr. Sardjito untuk dilakukan tindakan keperawatan dan medis selanjutnya. 2. Keluhan utama Pasien mengeluhkan sakit kepala sebelah berputar, terjadi penurunan pendengaran. Cairan yang keluar dari telinga mulai berkurang. 3. Riwayat kesehatan sekarang Pasien mengeluhkan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan apabila efek obat analgetik habis, nyeri di area kepala bagian kiri menjalar ke leher hingga kepala depan bagian kiri, skala nyeri VAS 7 dari 0-10. Keluarga pasien mengatakan terdapat benjolan di atas telinga sebelah kanan. Pasien mengatakan tidak ada nyeri tekan di daerah benjolan. Sekarang benjolan sudah sebesar 5x1 cm, tidak nyeri tekan, ada massa lunak berbatas tegas. Pasien mengeluhkan fungsi pendengaran berkurang, telinga sebelah kiri tidak bisa mendengarkan suara karena gendang telinga yang pecah, tetapi telinga sebelah kanan masih bisa mendengarkan dengan normal. 4. Riwayat kesehatan yang lalu Keluarga pasien mengatakan sejak usia 1 tahun, gendang telinga pasien pecah dikarenakan sewaktu pasien masih kecil, telinga pasien dikorek-korek menggunakan kapas lidi oleh ibunya. Namun ibu pasien mengorek-orek teinga pasien terlalu dalam, sehingga mengakibatkan gendang telinga pasien pecah. Awalnya hanya keluar cairan dari telinga pasien, setelah diberikan obat tetes telinga yang dijual bebas di apotek, nanah mulai mengering dan sembuh. Di telinga sebelah kanan pasien juga mulai muncul benjolan kecil. Seiring berjalannya waktu, benjolan di telinga pasien ikut membesar. Sebelum masuk RS, keluarga pasien mengatakan pasien sempat berobat
ke beberapa pengobatan alternatif,
diantaranya minum minuman jamu dan herbal. Pasien mengatakan
setelah minum beberapa jamu dan herbal, penyakit pasien tetap belum sembuh. 5. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga pasien mengatakan
pasien
mempunyai
riwayat
penyakit kanker dan hipertensi. Saat mengandung pasien, ibu pasien menderita kanker payudara. Selama kehamilan, ibu pasien menjalani terapi pengobatan untuk kanker. Ayah pasien juga menderita hipertensi. Tidak ada riwayat penyakit menular, DM dan asma.
III.
POLA KEBIASAAN PASIEN A. Aspek Fisik – Biologis 1. Pola Nutrisi Sebelum sakit Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Tidak ada alergi makanan. Sedangkan pola minum pasien sehari 6 gelas air putih dan setiap hari selalu mengkonsumsi kopi 3 gelas. Selama sakit Pasien mendapatkan 3x porsi diet nasi dari RS. Pasien mengatakan selalu menghabiskan satu porsi diet dari RS setiap kali makan. Pasien minum sekitar 1 liter perhari. Pasien mengatakan selama di RS pasien hanya minum teh dan air putih. 2. Pola Eliminasi Sebelum sakit
Pasien mengatakan pasien BAB 1 kali sehari setiap pagi, sedangkan BAK 4-5 kali sehari. Tidak ada keluhan berkemih. Selama sakit Pasien BAK 6 kali sehari, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan BAB sekali satu hari dengan konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat BAB. 3. Pola Aktivitas Sebelum sakit Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Pasien sering keluar malam untuk bermain dan nongkrong bersama temanteman. Selama sakit Pasien melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Untuk berpakaian pasien memerlukan bantuan dikarenakan tangan kanan pasien terpasang infus.
Kemampuan perawatan diri
0
1
2
3
Makan/minum √ Mandi √ Toileting √ Berpakaian √ Mobilitas di tempat tidur √ Berpindah √ Ambulasi/ROM √ Keterangan : 1 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat 2 : Alat bantu 4 : Tergantung total 3 : Dibantu orang lain 4. Pola istirahat dan tidur
4
Sebelum sakit Pasien tidur ± 6 jam sehari. Pasien mengatakan tidak pernah tidur siang. Pasien mulai tidur pada pukul 01.00 – 07.00 WIB. Selama sakit Keluarga pasien mengatakan pasien kurang tidur karena merasakan sakit yang mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pasien mulai bisa tidur pada pukul 20.00-24.00 WIB. 5. Pola Kebersihan Diri a. Kebersihan kulit Pasien mandi 1 kali sehari. b. Rambut Rambut bersih dan berwarna hitam. c. Telinga Telinga simetris, keluar cairan dari telinga kiri berwarna kekuningan. Lubang telinga kiri pasien ditutup kassa untuk menyumbat keluarnya cairan. d. Mulut Gigi pasien terlihat kurang bersih. Pasien mengatakan jarang gosok gigi. B. Aspek Mental – Intelektual – Sosial - Spiritual 1. Konsep diri a. Identitas diri Pasien adalah seorang yatim piatu, bekerja sebagai pekerja lepas. b. Gambaran diri Pasien terbuka dengan orang yang baru dikenal. c. Peran diri Pasien sebagai seorang buruh (pekerja lepas).
d. Ideal diri Pasien berharap
penyakitnya
segera
sembuh
dan
tidak
merasakan nyeri lagi. 2. Intelektual Pasien mengetahui penyebab dari gangguan pendengaran yang dialaminya dikarenakan oleh gendang telinganya yang pecah. 3. Hubungan interpersonal Keluarga pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan sekitar baik-baik saja. 4. Mekanisme Koping Keluarga pasien menerima dengan ikhlas dan berharap pasien diberi kesembuhan oleh Allah SWT. 5. Support Sistem Keluarga sangat mendukung untuk kesembuhan pasien. 6. Aspek Mental/ Emosional Pasien tidak nampak gelisah dan tegang saat perawat datang. Pasien kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan. 7. Aspek Spiritual Agama pasien adalah Islam. Keluarga pasien menyatakan setiap hari pasien selalu melaksanakan ibadah.
IV.
PEMERIKSAAN FISIK A.
Keadaan umum : Sedang 1.
Kesadaran
: Compos Mentis
2.
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 100/70 mmHg b. Suhu
: 36,5º C
c. Nadi
: 90 x/menit
d. Respirasi
: 18 x/menit
e. VAS
: 7 dari 0-10
3.
Status gizi
B.
a. Berat Badan
: 48 kg
b. Tinggi Badan
: 163 cm
c. IMT
: 48/(1,63)2 kg/m2 = 18,46 kg/m2 (Normal)
Pemeriksaan cephalokaudal 1. Kepala Bentuk kepala mesochepal. Terlihat bersih dan tidak terlihat adanya luka. Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan. 2. Mata Tidak ada gangguan penglihatan. Konjungtiva
tidak
anemis. Mata terlihat sayu. Ada kantung mata. 3. Telinga Bentuk
telinga
simetris,
terlihat
cairan
berwarna
kekuningan keluar dari telinga sebelah kiri, lubang telinga ditutup dengan kassa untuk menyumbat cairan yang keluar. Terjadi gangguan fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri. Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga sebelah kanan masih normal. Terlihat benjolan di belakang telinga kanan bagian atas berdiameter 5x1 cm, tidak ada nyeri tekan, teraba massa lunak berbatas tegas. Pasien terlihat melindungi telinganya. 4. Hidung Hidung tidak ada luka, tidak ada cairan yang keluar dari hidung. Tidak terlihat pernapasan cuping hidung. 5. Leher Tidak ada pembesaran tiroid, tidak terlihat benjolan. Tidak ada gangguan menelan. 6. Dada a. Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak terlihat penggunaan otot aksesoris b. Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi, tidak ada retraksi dinding dada c. Perkusi Suara lapang paru sonor d. Auskultasi Suara pernafasan vesikuler 7. Abdomen a. Inspeksi Bentuk simetris, warna coklat merata, tidak ada lesi, tidak ada jejas, tidak terlihat benjolan b. Palpasi Tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan c. Perkusi Timpani d. Auskultasi Peristaltik usus 12x/menit 8. Genetalia Tidak terpasang alat bantu BAK. 9. Ekstremitas a. Ekstremitas atas Terpasang IVFD NaCl 20 tpm di tangan sebelah kanan sejak tanggal 10 Oktober 2014 dengan kondisi balutan terlihat bersih, tidak terlihat rembesan darah dan cairan. Terlihat tatto di sepanjang tangan kanan dan kiri. b. Ekstremitas bawah Tidak terdapat lesi maupun oedem.
V.
TERAPI A. IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
B. Ceftriaxone 1gram/12 jam C. Ketorolac 30mg/12 jam D. Ranitidin 50mg/12 jam VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Hasil pemeriksaan radiologi CT Scan mastoid tanggal 07 Oktober 2014 Hasil : Soft tissue mass amicula dextra, mastoiditis sinistra
B. Hasil pemeriksaan audiometri pada tanggal 10 Oktober 2014 Hasil : AD : Normal AS : MHL (Mix Hearing Lose) Profunda
C. Hasil pemeriksaan radiologi thorax AP lat dewasa tanggal 10 Oktober 2014 Hasil : Pulmo tak tampak kelainan, besar cor normal
D. Hasil pemeriksaan radiologi mastoid tanggal 10 Oktober 2014 Hasil : Mastoiditis sinistra
E. Hasil pemeriksaan darah tanggal 10 Oktober 2014 Pemeriksaan FAAL HATI Albumin SGOT/AST SGPT/ALT FAAL GINJAL BUN Kreatinin DIABETES Glukosa Sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida
Hasil
Satuan
Nilai Normal
3,98 12 15
g/dL U/L U/L
3,97-4,94 ≤40 ≤41
15,1 0,88
mg/dL mg/dL
6-20 0,7-1,2
125
mg/dL
80-140
136 5,1 97
mmol/L mmol/L mmol/L
136-145 3,5-5,1 98-107
HEMOSTASIS PPT INR Kontrol PPT APTT Kontrol APTT HEMATOLOGI Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit Neutrofil% Limfosit% Monosit% Eosinofil% Basofil% Neutrofil# Limfosit# Monosit# Eosinofil# Basofil# RDW-CV Golongan darah Rhesus Golongan darah ABO RDW-SD PDW MPV P-LCR PCT NRBC# IG (Immatur Granulocyte)# NRBC% IG (Immatur Granulocyte)% HEPATITIS HBsAg
16,5 1,23 13,6 34,2 29,7
detik
9,91 4,7 13,4 41,6 88,5 28,5 32,2 478 70,9 18,6 8,5 1,7 0,3 7,03 1,84 0,84 0,17 0,03 11,9 + AB 37,9 9,1 8,8 14,6 0,42 0 0,02
103/μL 106/μL g/dL % fL pg g/dL 103/μL % % % % % 103/μL % % % % %
4,5-11 4,7-6,1 13,2-17,3 39,6-51,9 80-99 27-32 32-36 250-450 50-70 22-40 2-8 2-4 0-1 2,2-4,8 1,3-2,9 0,3-0,8 0-0,2 0-0,1 11,5-14,5
fL fL fl % % % 103μL
35-45 0-99,9 7,2-10,4 15-25 0-0,99 0-1
0 0,2
103μL %
-
Non Reaktif
detik
11,4-16,3 0,9-1,1 22,5-37 -
Non Reaktif
VII.
ANALISA DATA DATA DS :
-
MASALAH Nyeri akut
PENYEBAB Agen cedera biologis :
Pasien mengeluh nyeri sejak 2 minggu yang lalu : P : Nyeri terjadi apabila efek obat anti nyeri habis Q : Seperti ditusuk-tusuk R : Di area kepala bagian kiri menjalar ke leher hingga
proses peradangan
kepala depan bagian kiri
- S : Skala 7 dari 0-10 - T : Terus menerus DO :
-
Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan Pasien terlihat melindungi area nyeri TD : 100/70 mmHg N : 90 x/mnt R : 18 x/mnt S : 36,5oC DS :
- Keluarga pasien menyatakan selama sakit pasien
Gangguan
Nyeri
pola tidur
kurang tidur, tidur mulai pukul 20.00-24.00 WIB kemudian pasien terbangun karena nyeri yang hebat di kepala pasien DO :
- Mata terlihat sayu - Ada kantung mata DS :
Gangguan
Perubahan
- Pasien menyatakan saat usia 1 tahun, gendang telinga
sensori
sensori
pecah - Terjadi penurunan pendengaran di telinga kiri (tidak
persepsi :
persepsi
pendengaran
pendengaran
dapat mendengar suara)
- Sering keluar cairan berwarna kekuningan dari telinga kiri DO :
- Tes pendengaran Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga sebelah kanan masih normal - Hasil pemeriksaan audiometri Hasil :
AD : Normal AS : MHL (Mix Hearing Lose) Profunda - Hasil pemeriksaan radiologi mastoid Hasil : Mastoiditis sinistra - Lubang telinga kiri disumbat kassa untuk mencegah cairan keluar
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : proses peradangan yang ditandai dengan : DS : -
Pasien mengeluh nyeri sejak 2 minggu yang lalu : P : Nyeri terjadi apabila efek obat anti nyeri habis Q : Seperti ditusuk-tusuk R : Di area kepala bagian kiri menjalar ke leher hingga kepala
-
depan bagian kiri S : Skala 7 dari 0-10 T : Terus menerus DO :
-
Pasien terlihat menyeringai saat kesakitan Pasien terlihat melindungi area nyeri TD : 100/70 mmHg N : 90 x/mnt R : 18 x/mnt S : 36,5oC
2. Gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan sensori persepsi pendengaran yang ditandai dengan : DS : -
Keluarga pasien menyatakan selama sakit pasien kurang tidur, tidur mulai pukul 20.00-24.00 WIB kemudian pasien terbangun karena nyeri yang hebat di kepala pasien DO :
-
Mata terlihat sayu Ada kantung mata
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang ditandai dengan : DS : -
Pasien menyatakan saat usia 1 tahun, gendang telinga pecah Terjadi penurunan pendengaran di telinga kiri (tidak dapat
-
mendengar suara) Sering keluar cairan berwarna kekuningan dari telinga kiri DO :
-
Tes pendengaran Dilakukan tes detik jam tangan, terjadi gangguan fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga
-
-
sebelah kanan masih normal Hasil pemeriksaan audiometri Hasil : AD : Normal AS : MHL (Mix Hearing Lose) Profunda Hasil pemeriksaan radiologi mastoid Hasil : Mastoiditis sinistra Lubang telinga kiri disumbat kassa untuk mencegah cairan keluar
IX. PERENCANAAN N
DIAGNOSA TUJUAN Senin, 13 Oktober 2014
PERENCANAAN INTERVENSI Senin, 13 Oktober 2014
O 1.
KEPERAWATAN Nyeri akut
RASIONAL Senin, 13 Oktober 2014
berhubungan
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
dengan agen
Setelah dilakukan
cedera biologis
asuhan keperawatan
1. Observasi tanda-tanda vital : TD,N, R, S 2. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif : lokasi, frekuensi, durasi,
selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak merasakan nyeri dengan kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan nyeri berkurang 2. Tanda-tanda vital normal 3. Skala nyeri berkurang menjadi 4 dari 0-10 4. Pasien terlihat rileks 5. Pasien mengerti mengenai
1. Indikator kehidupan pasien 2. Mengidentifikasi karakteristik nyeri secara
3. Observasi reaksi non verbal dari nyeri 4. Atur posisi pasien senyaman mungkin 5. Ajarkan teknik manajemen nyeri non farmakologik : teknik distraksi relasasi,
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengidentifikasi skala nyeri menggunakan ekspresi wajah 4. Posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri 5. Mengurangi nyeri secara non farmakologik
nafas dalam
6. Kelola pemberian analgetik Ketorolac 30 mg/12 jam per IV Maizan
6. Analgetik dapat mengurangi nyeri secara farmakologik
Maizan
manajemen nyeri
2.
Gangguan sensori
non farmakologi Maizan Senin, 13 Oktober 2014
Senin, 13 Oktober 2014
Senin, 13 Oktober 2014
persepsi :
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
pendengaran
Setelah dilakukan
berhubungan
asuhan keperawatan
1. Observasi kemampuan pendengaran 2. Observasi cairan keluar dari telinga
1. Indikator keabnormalan pendengaran 2. Mengidentifikasi keluarnya cairan : warna,
dengan
selama 3x24 jam
3. Lakukan tes pendengaran : suara bisik,
perubahan sensori
diharapkan pasien tidak
3. Mengidentifikasi bagian telinga yang
persepsi
terjadi gangguan
pendengaran
pendengaran dengan kriteria hasil :
detik jam tangan atau garpu tala
4. Kelola pemberian antibiotik Ceftriaxon 1 g/12 jam per IV
5. Kolaborasi pemberian obat tetes telinga Putri
1. Kemampuan
dan bau mengalami keabnormalan
4. Membunuh kuman dan bakteri penyebab infeksi
5. Membantu mengurangi serumen yang keluar dari telinga Putri
pendengaran baik 2. Tidak ada cairan keluar dari telinga Putri 3.
Gangguan pola
Senin, 13 Oktober 2014
Senin, 13 Oktober 2014
Senin, 13 Oktober 2014
tidur berhubungan
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
Pukul 10.00 WIB
dengan nyeri
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
1. Observasi jumlah jam tidur pasien 2. Observasi kebiasaan sebelum tidur pasien
1. Mengidentifikasi jumlah jam tidur pasien 2. Mengidentifikasi kebiasaan sebelum tidur : membaca, mendengarkan musik
selama 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien kembali normal dengan kriteria hasil :
1. Terjadi peningkatan tidur : jumlah dan
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
3. Pencahayaan dan kebisingan dapat
sebelum tidur
mengganggu tidur pasien
4. Fasilitasi untuk mempertahankan
4. Memberi kemudahan dalam mengantar tidur
aktivitas sebelum tidur
pasien
5. Kelola pemberian analgetik ketorolac 30
5. Nyeri yang berkurang atau bahkan hilang
mg/ 12 jam per IV
6. Kolaborasi pemberian obat tidur
kualitas 2. Menyatakan tubuh
dapat memudahkan pasien untuk tidur Vinda
6. Membantu pasien tidur secara farmakologik
Vinda
lebih fresh setelah tidur 3. Mata tidak terlihat sayu
Vinda
X. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Jam
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Keperawatan 1. Mengobservasi
Senin, 13
Gangguan
08.45 WIB
Oktober
sensori persepsi
cairan keluar dari
S : Pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri
2014
: pendengaran
telinga pasien
O : Cairan pus berwarna kekuningan keluar dari telinga kiri, ceftriaxon 1 g masuk per IV,
08.30 WIB
berhubungan
2. Mengelola
pasien bisa mendengar dan komunikasi dengan baik
dengan
pemberian antibiotik
A : Gangguan sensori persepsi : pendengaran teratasi sebagian
perubahan
Ceftriaxon 1 g per
P : Observasi cairan keluar dari telinga
sensori persepsi
IV
: Lakukan tes pendengaran
pendengaran
Putri
: Kelola pemberian ceftriaxone 1 gram/12 jam per IV Putri
Senin, 13
Nyeri akut
Oktober
berhubungan
2014
dengan agen
08.45 WIB
cedera biologis : proses peradangan
09.15 WIB
1. Melakukan pengkajian nyeri
2. Mengelola terapi analgetik Ketorolac 30 mg per IV
leher, skala berkurang setelah di beri obat analgetik menjadi 5 dari 0-10, nyeri berkurang setelah diberi obat O : Pasien terlihat belum rileks, Ketorolac 30 mg masuk per IV, tekanan darah 100/70 mmHg, suhu 36,5º C, nadi 90 x/menit, respirasi 18 x/menit
3. Mengukur tandatanda vital
S : Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian kiri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, menjalar hingga
Putri
A : Nyeri akut teratasi sebagian P : Monitor tanda-tanda vital : Kelola pemberian ketorolac 30 mg/12 jam per IV Putri
Selasa, 14
Nyeri akut
Oktober
berhubungan
2014
dengan agen
08.00 WIB
cedera biologis : proses
1. Melakukan pengkajian nyeri
2. Mengelola terapi analgetik Ketorolac 30 mg per IV
08.30 WIB S : Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian kiri, nyeri seperti dipukul-pukul, menjalar hingga leher, skala berkurang setelah diberi obat analgetik menjadi 4 dari 0-10, nyeri berkurang setelah diberi obat O : Pasien terlihat lemas, ketorolac 30 mg masuk per IV, tekanan darah 100/80 mmHg, suhu
peradangan
36,7º C, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit
3. Mengukur tandatanda vital
Vinda
A : Nyeri akut teratasi sebagian P : Monitor tanda-tanda vital : Kelola pemberian ketorolac 30 mg/12 jam per IV Vinda
1. Mengobservasi cairan
Selasa, 14
Gangguan
Oktober
sensori persepsi
2014
: pendengaran
08.15 WIB
berhubungan
keluar dari telinga
pasien 2. Mengelola pemberian
08.45 WIB S : Pasien mengeluh masih keluar cairan dari telinga kiri berwarna kekuningan bercampur darah O : Lubang telinga kiri pasien ditutup kapas, ceftriaxon 1 g masuk per IV, pasien bisa
dengan
antibiotik
mendengar dan komunikasi dengan baik walaupun samar-samar, dilakukan tes detik jam
perubahan
ceftriaxon 1g per
tangan terjadi gangguan fungsi pendengaran di telinga sebelah kiri, fungsi pendengaran telinga
IV 3. Melakukan tes
sensori persepsi pendengaran
pendengaran : detik jam tangan Vinda
sebelah kanan masih normal A : Gangguan sensori persepsi : pendengaran teratasi sebagian P : Observasi cairan keluar dari telinga : Kelola pemberian ceftriaxone 1 gram/12 jam per IV Vinda
Selasa, 14
Gangguan pola
Oktober
tidur
2014
berhubungan
10.00 WIB
dengan nyeri
Mengobservasi jumlah jam tidur pasien Menciptakan lingkungan yang nyaman dan
10.15 WIB S : Keluarga pasien mengatakan “Tadi malam pasien tidak bisa tidur nyenyak, mudah terbangun mbak, tadi malam masih mengeluhkan nyeri di kepala, jadi susah untuk memulai tidur” O : Pasien terlihat tidur siang, korden sampiran pembatas tertutup, kipas angin menyala
adekuat
Vinda
A : Masalah gangguan pola tidur teratasi sebagian P : Observasi jumlah jam tidur pasien : Ciptakan lingkungan yang nyaman dan adekuat Vinda
Rabu, 15
Nyeri akut
Oktober
berhubungan
2014
dengan agen
08.00 WIB
cedera biologis :
08.30 WIB
1. Melakukan pengkajian nyeri
proses
2. Mengelola terapi analgetik Ketorolac 30 mg per IV
peradangan
3. Mengukur tandatanda vital
Maizan
S : Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian kiri, nyeri seperti dipukul-pukul, menjalar hingga leher, skala berkurang setelah diberi obat analgetik menjadi 4 dari 0-10, nyeri berkurang setelah diberi obat O : Pasien terlihat lemas, ketorolac 30 mg masuk per IV, tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 36,3º C, nadi 64 x/menit, respirasi 18 x/menit A : Nyeri akut teratasi sebagian P : Monitor tanda-tanda vital : Kelola pemberian ketorolac 30 mg/12 jam per IV Maizan
1. Mengobservasi cairan
Rabu, 15
Gangguan
Oktober
sensori persepsi
2014
: pendengaran
08.15 WIB
berhubungan 2.
keluar dari telinga pasien Mengelola pemberian
08.45 WIB S : Keluarga pasien mengeluh masih keluar cairan dari telinga kiri berwarna kekuningan bercampur darah dari telinga pasien O : Lubang telinga kiri pasien ditutup kapas, ceftriaxon 1 g masuk per IV, pasien bisa
dengan
antibiotik ceftriaxon
mendengar dan komunikasi dengan baik walaupun samar-samar
perubahan
1g per IV
A : Gangguan sensori persepsi : pendengaran teratasi sebagian
sensori persepsi
Maizan
P : Observasi cairan keluar dari telinga
pendengaran
: Kelola pemberian ceftriaxone 1 gram/12 jam per IV Maizan
Rabu, 15
Gangguan pola
Mengobservasi
10.15 WIB
Oktober
tidur
jumlah jam tidur
S : Keluarga pasien mengatakan “Alhamdulillah mbak, tadi malam pasien bisa tidur dari jam
2014
berhubungan
pasien
21.00 – 05.00 WIB, pulas”
10.00 WIB
dengan nyeri
Maizan
O : Pasien terlihat segar dan semangat A : Masalah gangguan pola tidur teratasi P : Observasi jumlah jam tidur pasien : Ciptakan lingkungan yang nyaman dan adekuat Maizan
BAB III KESIMPULAN Masalah yang muncul pada Tn. “S” dengan diagnosa medis auris sinistra otitis media supuratif kronis tipe maligna dan massa retroaurikuler dextra adalah : A. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis B. Gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan sensori persepsi pendengaran C. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, ada beberapa diagnosa yang teratasi, teratasi sebagian dan belum teratasi, diantaranya : A. Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis teratasi sebagian dikarenakan pasien masih dalam proses peradangan dan belum dioperasi. Pasien direncanakan operasi pada tanggal 16 Oktober 2014 B. Masalah gangguan sensori persepsi : pendengaran berhubungan dengan perubahan sensori persepsi pendengaran teratasi sebagian, dikarenakan telinga pasien masih mengeluarkan cairan berwarna kuning kemerahan, pasien direncanakan operasi pada tanggal 16 Oktober 2014 C. Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri teratasi, dikarenakan pasien telah mendapatkan obat analgetik ketorolac 30 mg, kadang-kadang pasien juga meminum obat asam mefenamat yang disediakan ekstra oleh keluarganya, sehingga pasien bisa tidur tanpa terganggu oleh rasa sakit
DAFTAR
PUSTAKA
Fung, K. 2004 Otitis Media Chronic. http://www.medline.com Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Herdman, T.Heather. 2009. NANDA international nursing diagnosis: Definitions & classification. United Kingdom: Wiley-Balckwell Mansjoer, Arif. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. Tarwoto, Aryani dan Ratna, Wartonah. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
View more...
Comments