Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Kejang
May 15, 2018 | Author: Nopianie Dwie Astutie | Category: N/A
Short Description
Download Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Kejang...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
Disusun Oleh :
1. 2. 3. 4.
5.
Abdul Hamid Dwi Hastuti Ika Septiana Risma Febriana Wahyu Widiyastuti
P 27220010 122 P 27220010 135 P 27220010 143 P 27220010 156 P 27220010 160
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
BAB I
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz & Sowden,2002). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. ETIOLOGI Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929) 1. Demam itu sendiri Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme 3.
Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau
dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
C. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K + dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
D.
PATHWAY ANAK KEJANG
Infeksi bakteri Virus dan parasit
rangsang mekanik dan biokimia. gangguan keseimbangan cairan&elektrolit
Reaksi inflamasi
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
Proses demam
Hipertermia
Ketidakseimbangan
kelainan neurologis
potensial membran
perinatal/prenatal
ATP ASE Resiko kejang berulang difusi Na+ dan K +
Pengobatan perawatan Kondisi, prognosis, lanjut
kejang
resiko cedera
Dan diit
Kurang informasi, kondisi Prognosis/pengobatan
kurang dari 15 menit
Dan perawatan
perubahan suplay Tidak menimbulkan
Kurang pengetahuan/
lebih dari 15 menit
Darah ke otak
gejala sisa
Inefektif Penatalaksanaan kejang
resiko kerusakan sel
Cemas
Neuron otak
Cemas
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
E. MANIFESTASI KLINIK 1. Kejang parsial (fokal, lokal) a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama. b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. b. Kejang parsial kompleks a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap– ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku 2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi) a. Kejang absens a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b. Kejang mioklonik a) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c. Kejang tonik klonik a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah. d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d. Kejang atonik a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah. b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
F. KOMPLIKASI 1.
Aspirasi
2.
Asfiksia
3.
Retardasi mental
G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 1.
Elektroensefalogram (EEG) : dipakai
unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. 2.
Pemindaian CT : menggunakan kajian
sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) :
menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT 4.
Pemindaian Positron Emission
Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak
5.
Uji laboratorium a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c. Panel elektrolit d. Skrining toksik dari serum dan urin e. AGD f. Kadar kalsium darah g. Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah
H. PENATALAKSANAAN MEDIS 1.
Memberantas kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang Semua pakaian ketat dibuka Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung c.Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. d.
Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen. 3. Pengobatan rumat Profilaksis intermiten Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil
anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun. Profilaksis jangka panjang Diberikan pada keadaan 1)
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2)
Kejang demam yang mempunyai ciri : 1.
Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti
serebral palsi, retardasi 2.
perkembangan dan mikrosefali
Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap 3.
Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
4.
Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1
bulan 4. Mencari dan mengobati penyebab KLASIFIKASI Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah 1.
Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu : a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit. c. Kejang bersifat umum d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan. g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2.
Kejang kompleks Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari ke jang kompleks
diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga. PENCEGAHAN Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung. Pencegahan berulang a.
Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b.
Penkes tentang 1)
Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2)
Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan
termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC) 3)
Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada
saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat 4)
Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya
pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi : a.
Baringkan pasien pada tempat yang rata
b.
Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c.
Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d.
Lepaskan pakaian yang ketat
e.
Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. PENGKAJIAN Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128) 1. Riwayat Keperawatan a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak. c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh d. Adanya riwayat trauma kepala 2. Pengkajian fisik a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan c. Adanya kelemahan dan keletihan d. Adanya kejang e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning 3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan a. Tingkat perkembangan anak terganggu b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit. 4. Pengetahuan keluarga a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
Pengkajian neurologik : 1. Tanda – tanda vital a.
Suhu
b.
Pernapasan
c.
Denyut jantung
d.
Tekanan darah
e.
Tekanan nadi 2. Hasil pemeriksaan kepala
a.
Fontanel : menonjol, rata, cekung
b.
Lingkar kepala : di bawah 2 tahun
c.
Bentuk Umum 3. Reaksi pupil
a.
Ukuran
b.
Reaksi terhadap cahaya
c.
Kesamaan respon 4. Tingkat kesadaran
a.
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b.
Iritabilitas
c.
Letargi dan rasa mengantuk
d.
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain 5. Afek
a.
Alam perasaan
b.
Labilitas 6. Aktivitas kejang
a.
Jenis
b.
Lamanya 7. Fungsi sensoris
a.
Reaksi terhadap nyeri
b.
Reaksi terhadap suhu 8. Refleks
a. b.
Refleks tendo superfisial Reflek patologi 9. Kemampuan intelektual
a.
Kemampuan menulis dan menggambar
b.
Kemampuan membaca
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam 1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang 2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak 4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1
: Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
NOC Pengendalian Resiko a.Pengetahuan tentang resiko b.
NIC Mencegah jatuh a.identifikasi faktor kognitif atau psikis dari
Monitor
pasien yang dapat
diharapkan resiko
lingkungan yang dapat
menjadiakn potensial
cidera dapat di hindari
menjadi resiko
jatuh dalam setiap
c.Monitor kemasan personal d.
keadaan b.
Kembangkan
strategi efektif
identifikasi
mkarakteristik dari lingkungan yang dapat
pengendalian resiko e.Penggunaan sumber daya masyarakat untuk
menjadikan potensial jatuh c.monitor cara berjalan,
pengendalian resiko Indkator skala :
kelelahan dengan
1 = tidak adekuat
ambulasi
2 = sedikit adekuat
DX 2
keseimbangan dan tingkat
d.
instruskan
3 = kadang-kadan adekuat
pada pasien untuk
4 = adekuat
memanggil asisten kalau
5 = sangat adekuat
mau bergerak
: Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Setelah dilakukan
NOC Themoregulation
NIC Temperatur regulation
tindakan keperawatan
a. Suhu tubuh dalam
a.Monitor suhu minimal
suhu dalam rentang norma
rentang normal b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing Indicator skala
tiap 2 jam b.
Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c.Monitor tanda –tanda hipertensi d.
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi e.Monitor nadi dan RR
1. : ekstrem 2
: berat
3
: sedang
4
: ringan
5
: tidak ada gangguan
DX 3 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak
Tujuan: Setelah dilakukan
NOC Status sirkulasi
NIC NIC I: Monitor TTV:
tindakan keperawatan
a. TD sistolik dbn
a.monitor TD, nadi, suhu,
selama proses
b. TD diastole dbn
keperawatan
c. Kekuatan nadi dbn
diharapkan suplai
d. Tekanan vena sentraldbn
darah ke otak dapat
e. Rata- rata TD dbn
kembali normal
Indicator skala : 1 = Ekstrem 2 = Berat 3 = Sedang
respirasi rate b.
catat
adanya fluktuasi TD c.monitor jumlah dan irama jantung d.
monit
or bunyi jantung e.monitor TD pada saat
4 = Ringan
klien berbarning, duduk,
5 = tidak terganggu
berdiri NIC II: Status neurologia a.monitor tingkat kesadran b.
monit
or tingkat orientasi c.monitor status TTV d.
monit
or GCS
DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Tujuan: Setelah dilakukan
NOC Knowledge : diease proses
NIC Teaching : diease process
tindakan keperawatan
a. Keluarga menyatakan
a.Berikan penilaian tentang
keluarga mengerti
pemahaman tentang
penyakit pengetahuan
tentang kondisi pasien
penyakit kondisi
pasien tentang proses
prognosis dan program
penyakit yang spesifik
pengobatan b. Keluarga mampu
b.
Jelas
kan patofisiologi dari
melaksanakan prosedur
penyakit dan bagaimana
yang dijelaskan secara
hal ini berhubungan
benar
dengan anatomi fisiologi
c. Keluarga mampu
dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa
c.Gambarkan tanda dan
yang dijelaskan perawat/
gejala yang biasa muncul
tim kesehatan lainya
pada penyakit, dengan
Indicator skala : 1.
cara yang tepat
Tidak pernah
d.
dilakukan
Identi
fikasikan kemungkinan
2.
Jarang dilakukan
3.
Kadang dilakukan
4.
Sering dilakukan
5.
Selalu dilakukan
dengan cara yang tepat
EVALUASI
Dx 1
Keterangan skala
Kriteria hasil Pengetahuan tentang resiko
a. b.
Monitor
lingkungan
yang
1 = tidak adekuat dapat
2 = sedikit adekuat
menjadi resiko
3 = kadang-kadan adekuat
c.
Monitor kemasan personal
4 = adekuat
d.
Kembangkan
strategi
efektif
5 = sangat adekuat
pengendalian resiko e. 2
Penggunaan sumber daya masyarakat
untuk pengendalian resiko a. Suhu tubuh dalam rentang
1. : ekstrem
normal
2 : berat
b.
Nadi dan RR dalam rentang normal
3 : sedang
c.
Tidak ada perubahan warna kulit dan
4 : ringan
tidak warna kulit dan tidak pusing
5 : tidak ada gangguan
3
4
a.
TD sistolik dbn
1 = Ekstrem
b.
TD diastole dbn
2 = Berat
c.
Kekuatan nadi dbn
3 = Sedang
d.
Tekanan vena sentral dbn
4 = Ringan
e. a.
Rata- rata TD dbn Keluarga
5 = tidak terganggu 1. Tidak pernah
pemahaman
tentang
menyatakan
penyakit
kondisi
prognosis dan program pengobatan b.
Keluarga
mampu
melaksanakan
dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan
prosedur yang dijelaskan secara benar
4. Sering dilakukan
c.
5. Selalu dilakukan
Keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC. 2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik . Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC. 3. Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC 4. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru 5. ………, ( 2003 ). Kejang Pada Anak . www. Pediatrik.com/knal.php
View more...
Comments